2) Laporan Pendahuluan Pada Pada Pasien Vertigo

43
A. Konsep Dasar Penyakit 1. Definisi Pengertian Kata “vertigo” berasal dari Bahasa Latin yaitu vertere yang artinya memutar. Nama ini diberikan kepada orang yang biasanya merasa dunia di sekitarnya berputar sehingga hilang keseimbangan (Sugeng Santoso, 2007). Vertigo adalah perasaan seolah-olah penderita bergerak atau berputar, atau seolah-olah benda di sekitar penderita bergerak atau berputar, yang biasanya disertai dengan mual dan kehilangan keseimbangan. Vertigo bisa berlangsung hanya beberapa saat atau bisa berlanjut sampai beberapa jam bahkan hari. Penderita kadang merasa lebih baik jika berbaring diam, tetapi vertigo bisa terus berlanjut meskipun penderita tidak bergerak sama sekali (benign paroxysmal positional vertigo). Benign paroxysmal positional vertigo merupakan penyakit yang sering ditemukan, dimana vertigo terjadi secara mendadak dan berlangsung kurang dari 1 menit. Perubahan posisi kepala (biasanya terjadi ketika penderita berbaring, bangun, berguling di atas tempat tidur atau menoleh ke belakang) biasanya memicu terjadinya episode vertigo ini. Penyakit ini tampaknya disebabkan oleh adanya endapan kalsium di dalam salah satu kanalis semisirkularis di dalam telinga bagian dalam. Vertigo jenis ini mengerikan, tetapi tidak berbahaya dan biasanya menghilang dengan sendirinya dalam beberapa minggu atau bulan, tidak disertai hilangnya pendengaran maupun telinga berdenging (Sugeng Santoso, 2007).

description

lp vertigo

Transcript of 2) Laporan Pendahuluan Pada Pada Pasien Vertigo

Page 1: 2) Laporan Pendahuluan Pada Pada Pasien Vertigo

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Definisi Pengertian

Kata “vertigo” berasal dari Bahasa Latin yaitu vertere yang artinya memutar.

Nama ini diberikan kepada orang yang biasanya merasa dunia di sekitarnya berputar

sehingga hilang keseimbangan (Sugeng Santoso, 2007).

Vertigo adalah perasaan seolah-olah penderita bergerak atau berputar, atau

seolah-olah benda di sekitar penderita bergerak atau berputar, yang biasanya disertai

dengan mual dan kehilangan keseimbangan. Vertigo bisa berlangsung hanya beberapa

saat atau bisa berlanjut sampai beberapa jam bahkan hari. Penderita kadang merasa lebih

baik jika berbaring diam, tetapi vertigo bisa terus berlanjut meskipun penderita tidak

bergerak sama sekali (benign paroxysmal positional vertigo). Benign paroxysmal

positional vertigo merupakan penyakit yang sering ditemukan, dimana vertigo terjadi

secara mendadak dan berlangsung kurang dari 1 menit. Perubahan posisi kepala

(biasanya terjadi ketika penderita berbaring, bangun, berguling di atas tempat tidur atau

menoleh ke belakang) biasanya memicu terjadinya episode vertigo ini. Penyakit ini

tampaknya disebabkan oleh adanya endapan kalsium di dalam salah satu kanalis

semisirkularis di dalam telinga bagian dalam. Vertigo jenis ini mengerikan, tetapi tidak

berbahaya dan biasanya menghilang dengan sendirinya dalam beberapa minggu atau

bulan, tidak disertai hilangnya pendengaran maupun telinga berdenging (Sugeng

Santoso, 2007).

Pada dasarnya vertigo merupakan keluhan, bukan penyakit. Namun, keluhan ini

bisa menjadi pertanda penyakit yang serius. Jadi, sekalipun bukan penyakit, vertigo tidak

boleh disepelekan. Vertigo bisa jadi merupakan pertanda penyakit-penyakit seperti tumor

otak, hipertensi (tekanan darah tinggi), diabetes mellitus (kencing manis), jantung, dan

ginjal. Semakin dini vertigo ditangani akan semakin cepat dapat diatasi (Sugeng Santoso,

2007).

2. Epidemiologi/Insiden Kasus

Vertigo adalah gejala yang sering pada populasi umum dengan prevalensi 12

bulan 5% dan 1,4% insiden pada orang dewasa. Prevalensi meningkat dengan usia dan

sekitar dua sampai tiga kali lebih tinggi pada wanita dibandingkan pada pria. Hal ini

menyumbang sekitar 2-3% dari kunjungan gawat darurat (Thia, 2011).

Vertigo perlu dipahami karena merupakan keluhan nomor tiga yang paling sering

dikemukakan oleh penderita yang datang ke praktek umum, bahkan orang tua usia

Page 2: 2) Laporan Pendahuluan Pada Pada Pasien Vertigo

sekitar 75 tahun, 50% datang ke dokter dengan keluhan vertigo. Rasa pusing (dizziness)

dan vertigo adalah gejala-gejala yang paling umum menyebabkan pasien mengunjungi

dokter (sama umumnya dengan sakit kepala dan sakit punggung). Insidensi timbulnya

pusing, vertigo, dan ketidakseimbangan adalah 5-10%, dan mencapai 40% pada pasien-

pasien yang berusia lebih dari 40 tahun. Insidensi terjadinya jatuh adalah 25% pada

pasien berusia lebih dari 65 tahun. Jatuh bisa merupakan suatu konsekuensi langsung

dari rasa pusing di populasi ini, dan risiko ini bercampur dengan defisit-defisit neurologi

lain (Thia, 2011).

Kehilangan pendengaran ringan adalah bentuk kecacatan yang paling umum di

Amerika Serikat. Insidensi hilang pendengaran adalah 25% pada orang-orang yang

berusia kurang dari 25 tahun, dan mencapai 40% pada orang berusia lebih dari 40 tahun.

Sekitar 25% populasi melaporkan terjadinya tinnitus. Tinnitus dan hilang pendengaran

biasanya dihubungkan dengan penyakit-penyakit labirin, yang mendorong ke arah

terjadinya pusing dan vertigo (Thia, 2011).

Migren lebih lazim (10%) dibandingkan penyakit Ménière (<1%). Sekitar 40%

dari pasien-pasien dengan migren mengalami pusing, mabuk jika naik mobil dan lain-

lain, dan kehilangan pendengaran ringan. Oleh karena itu, kadang sulit membedakan

migren dengan gangguan-gangguan telinga dalam primer (Thia, 2011).

3. Penyebab/Faktor Predisposisi

Vertigo berbeda dengan dizziness, suatu pengalaman yang mungkin pernah kita

rasakan, yaitu kepala terasa ringan saat akan berdiri. Sedangkan vertigo bisa lebih berat

dari itu, misalnya dapat membuat kita sulit untuk melangkah karena rasa berputar yang

mempengaruhi keseimbangan tubuh. Adanya penyakit vertigo menandakan adanya

gangguan sistem deteksi seseorang (Thia, 2011).

Tubuh merasakan posisi dan mengendalikan keseimbangan melalui organ

keseimbangan yang terdapat di telinga bagian dalam. Organ ini memiliki saraf yang

berhubungan dengan area tertentu di otak. Vertigo bisa disebabkan oleh kelainan di

dalam telinga, di dalam saraf yang menghubungkan telinga dengan otak dan di dalam

otaknya sendiri. Vertigo juga bisa berhubungan dengan kelainan penglihatan atau

perubahan tekanan darah yang terjadi secara tiba-tiba (Thia, 2011).

Penyebab terjadinya vertigo dikarenakan adanya gangguan pada sistem

keseimbangan tubuh. Bisa berupa trauma, infeksi, keganasan, metabolik, toksik,

vaskular, atau autoimun. Sistem keseimbangan tubuh kita dibagi menjadi 2 yaitu sistem

Page 3: 2) Laporan Pendahuluan Pada Pada Pasien Vertigo

vestibular (pusat dan perifer) serta non vestibular (visual; retina, otot bola mata, dan

somatokinetik; kulit, sendi, otot) (Thia, 2011).

Penyebab umum dari vertigo (Thia, 2011):

1) Keadaan lingkungan

Motion sickness (mabuk darat, mabuk laut)

2) Obat-obatan

Alkohol

Gentamisin

3) Kelainan sirkulasi

Transient ischemic attack (gangguan fungsi otak sementara karena berkurangnya

aliran darah ke salah satu bagian otak) pada arteri vertebral dan arteri basiler

4) Kelainan di telinga

Endapan kalsium pada salah satu kanalis semisirkularis di dalam telinga bagian

dalam (menyebabkan benign paroxysmal positional vertigo)

Infeksi telinga bagian dalam karena bakteri Herpes zoster

Labirintitis (infeksi labirin di dalam telinga)

Peradangan saraf vestibuler

Penyakit Meniere

5) Kelainan neurologis

Sklerosis multipel

Patah tulang tengkorak yang disertai cedera pada labirin, persarafannya atau

keduanya

Tumor otak

Tumor yang menekan saraf vestibularis.

Faktor predisposisi dari vertigo (Prasti Pirawati, 2004) :

a) Penyakit Sistem Vestibuler Perifer :

Telinga bagian luar : serumen, benda asing.

Telinga bagian tengah : retraksi membran timpani, otitis media purulenta akuta,

otitis media dengan efusi, labirintitis, kolesteatoma, rudapaksa dengan perdarahan.

Telinga bagian dalam : labirintitis akuta toksika, trauma, serangan vaskular, alergi,

hidrops labirin (morbus Meniere), mabuk gerakan, vertigo postural.

Nervus VIII (vestibula koklearis) : infeksi, trauma, tumor.

Page 4: 2) Laporan Pendahuluan Pada Pada Pasien Vertigo

Inti Vestibularis : infeksi, trauma, perdarahan, trombosis arteria serebeli posterior

inferior, tumor, sklerosis multipleks.

b) Penyakit SSP :

Hipoksia, Iskemia otak : Hipertensi kronis, arteriosklerosis, anemia, hipertensi

kardiovaskular, fibrilasi atrium paroksismal, stenosis dan insufisiensi aorta,

sindrom sinus karotis, sinkop, hipotensi ortostatik, blok jantung.

Infeksi : meningitis, ensefalitis, abses, lues.

Trauma kepala/labirin.

Tumor.

Migren.

Epilepsi.

c) Kelainan endokrin: hipotiroid, hipoglikemi, hipoparatiroid, tumor medula adrenal,

keadaan menstruasi, hamil, menopause

d) Kelainan psikiatrik: depresi, neurosa cemas, sindrom hiperventilasi, fobia.

e) Kelainan mata: kelainan proprioseptik.

f) Intoksikasi (penyakit yang disebabkan oleh masuknya toksin melalui bahan pangan ke

dalam tubuh).

4. Patofisiologi

Vertigo timbul jika terdapat ketidakcocokan informasi aferen yang disampaikan

ke pusat kesadaran. Susunan aferen yang terpenting dalam sistem ini adalah susunan

vestibuler atau keseimbangan, yang secara terus-menerus menyampaikan impulsnya ke

pusat keseimbangan (Prasti Pirawati, 2004).

Susunan lain yang berperan ialah sistem optik dan pro-prioseptik, jaras-jaras yang

menghubungkan nuklei vestibularis dengan nuklei N. III (okulomotorius), IV (troklearis)

dan VI (abdusens), susunan vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis (Prasti Pirawati,

2004).

Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor

vestibuler, visual, dan proprioseptik; reseptor vestibuler memberikan kontribusi paling

besar, yaitu lebih dari 50% disusul kemudian reseptor visual dan yang paling kecil

kontribusinya adalah proprioseptik (Prasti Pirawati, 2004).

Dalam kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusat integrasi alat

keseimbangan tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual dan proprioseptik kanan dan

kiri akan diperbandingkan, jika semuanya dalam keadaan sinkron dan wajar, akan

Page 5: 2) Laporan Pendahuluan Pada Pada Pasien Vertigo

diproses lebih lanjut. Respon yang muncul berupa penyesuaian otot-otot mata dan

penggerak tubuh dalam keadaan bergerak. Di samping itu orang menyadari posisi kepala

dan tubuhnya terhadap lingkungan sekitar (Prasti Pirawati, 2004).

Jika fungsi alat keseimbangan tubuh di perifer atau sentral dalam kondisi tidak

normal/tidak fisiologis, atau ada rangsang gerakan yang aneh atau berlebihan, maka

proses pengolahan informasi akan terganggu, akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala

otonom. Di samping itu, respons penyesuaian otot menjadi tidak adekuat sehingga

muncul gerakan abnormal yang dapat berupa nistagmus (gerakan mata yang cepat dari

kiri ke kanan atau dari atas ke bawah), unsteadiness (keadaan yang tidak tenang), ataksia

(gejala berupa pudarnya kemampuan koordinasi atas gerakan otot) saat berdiri/berjalan

dan gejala lainnya (Prasti Pirawati, 2004).

Menurut teori Sinap yang merupakan pengembangan teori sebelumnya yang

meninjau peranan neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi

pada proses adaptasi, belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan menimbulkan stres yang

akan memicu sekresi CRF (corticotropin releasing factor). Peningkatan kadar CRF

selanjutnya akan mengaktifkan susunan saraf simpatik yang selanjutnya mencetuskan

mekanisme adaptasi berupa meningkatnya aktivitas sistem saraf parasimpatik. Teori ini

dapat menerangkan gejala penyerta yang sering timbul berupa pucat, berkeringat di awal

serangan vertigo akibat aktivitas simpatis, yang berkembang menjadi gejala mual,

muntah dan hipersalivasi setelah beberapa saat akibat dominasi aktivitas susunan saraf

parasimpatis (Sugeng Santoso, 2007).

Page 6: 2) Laporan Pendahuluan Pada Pada Pasien Vertigo

PATHWAY VERTIGO

Page 7: 2) Laporan Pendahuluan Pada Pada Pasien Vertigo

5. Klasifikasi

Berdasarkan penyebabnya vertigo dapat dibagi menjadi 5 klasifikasi yaitu (Prasti

Pirawati, 2004) :

a) Vertigo fisiologik

Keadaan ini terjadi bila :

Otak menghadapi ketidakseimbangan di antara berbagai sistem sensorik.

Sistem vestibular dihadapkan pada gerakan kepala yang tidak lazim dan tidak

pernah diadaptasi sebelumnya, seperti ketika seseorang mengalami mabuk laut.

Posisi kepala/leher yang tidak lazim, seperti ekstensi yang berlebihan ketika

seseorang mengecat langit-langit rumah.

b) Vertigo patologik

Kedaan ini terjadi akibat lesi pada sistem visual, somatosensorik atau vestibuler.

Vertigo visual disebabkan oleh pemandangan yang baru atau tidak tepat atau karena

timbulnya paresis otot ekstraokuler yang tiba-tiba dengan diplopia; pada keaadaan

lainnya, kompensasi sistem saraf pusat menetralkan vertigo secara cepat. Vertigo

somatosensoris, jarang dalam isolasi, biasanya disebabkan oleh neuropati perifer yang

menurunkan masuknya sensoris yang perlu untuk kompensasi sentral jika terdapat

disfungsi sistem vestibuler atau visual (Prasti Pirawati, 2004).

Penyebab vertigo patologik yang paling sering ditemukan adalah disfungsi

vestibuler. Vertigo tesebut biasanya disertai dengan gejala nausea, jerk nistagmus,

ketidakstabilan postural dan ataksia berjalan (Prasti Pirawati, 2004).

Vertigo yang disebabkan oleh masalah dengan telinga bagian dalam atau sistem

vestibular disebut "perifer", "otologic" atau "vestibular". Penyebab paling umum adalah

benign paroxysmal positional vertigo (BPPV), tetapi penyebab lain termasuk penyakit

Ménière, sindrom kanal dehiscence unggul, labyrinthitis dan vertigo visual. Setiap

penyebab peradangan seperti pilek, influenza, dan infeksi bakteri bisa menyebabkan

vertigo transien jika mereka melibatkan telinga bagian dalam, seperti trauma kimia

(misalnya, aminoglikosida ) atau trauma fisik (misalnya, patah tulang tengkorak). Motion

sickness kadang-kadang diklasifikasikan sebagai penyebab dari vertigo perifer (Prasti

Pirawati, 2004).

Jika vertigo muncul dari pusat keseimbangan otak, biasanya lebih ringan, dan

memiliki defisit neurologis yang menyertainya, seperti bicara cadel, penglihatan ganda

atau nistagmus patologis . Patologi otak dapat menyebabkan sensasi disekuilibrium yang

merupakan sensasi ketidakeseimbangan. Sejumlah kondisi yang melibatkan sistem saraf

Page 8: 2) Laporan Pendahuluan Pada Pada Pasien Vertigo

pusat dapat menyebabkan vertigo termasuk: sakit kepala migrain, sindrom meduler

lateralis, multiple sclerosis (Prasti Pirawati, 2004).

c) Vertigo psikogenik

Selain penyebab dari segi fisik, penyebab lain munculnya vertigo adalah pola

hidup yang tak teratur, seperti kurang tidur atau terlalu memikirkan suatu masalah hingga

stres. Vertigo yang disebabkan oleh stres atau tekanan emosional disebut vertigo

psikogenik (Prasti Pirawati, 2004).

d) Vertigo neurologik

Vertigo neurologik adalah gangguan vertigo yang disebabkan oleh gangguan

saraf. Keluhan vertigo yang disebabkan oleh gangguan mata atau berkurangnya daya

penglihatan disebut vertigo ophtalmologis sedangkan vertigo yang disebabkan oleh

berkurangnya fungsi alat pendengaran disebut vertigo otolaringologis (Prasti Pirawati,

2004).

e) Vertigo sistemik

Vertigo sistemik adalah keluhan vertigo yang disebabkan oleh penyakit tertentu,

misalnya diabetes mellitus, hipertensi dan jantung (Prasti Pirawati, 2004).

Berdasarkan gejala klinisnya, vertigo dapat dibagi atas beberapa kelompok (Prasti

Pirawati, 2004) :

a) Vertigo paroksismal

Vertigo paroksismal adalah vertigo yang serangannya datang mendadak,

berlangsung beberapa menit atau hari, kemudian menghilang sempurna; tetapi suatu

ketika serangan tersebut dapat muncul lagi. Di antara serangan, penderita sama sekali

bebas keluhan (Prasti Pirawati, 2004). Vertigo jenis ini dibedakan menjadi :

Yang disertai keluhan telinga :

Termasuk kelompok ini adalah : Morbus Meniere, Arakhnoiditis pontoserebelaris,

Sindrom Lermoyes, Sindrom Cogan, tumor fossa cranii posterior, kelainan gigi/

odontogen (Prasti Pirawati, 2004).

Yang tanpa disertai keluhan telinga :

Termasuk di sini adalah : Serangan iskemi sepintas arteria vertebrobasilaris,

Epilepsi, Migren ekuivalen, Vertigo pada anak (Vertigo de L'enfance), Labirin picu

(trigger labyrinth) (Prasti Pirawati, 2004).

Yang timbulnya dipengaruhi oleh perubahan posisi :

Page 9: 2) Laporan Pendahuluan Pada Pada Pasien Vertigo

Termasuk di sini adalah : Vertigo posisional paroksismal laten, Vertigo posisional

paroksismal benigna (Prasti Pirawati, 2004).

b) Vertigo kronis

Vertigo kronis adalah vertigo yang menetap, keluhannya konstan tanpa serangan

akut, dibedakan menjadi:

Yang disertai keluhan telinga : Otitis media kronika, meningitis Tb, labirintitis

kronis, Lues serebri, lesi labirin akibat bahan ototoksik, tumor serebelopontin

(Prasti Pirawati, 2004).

Tanpa keluhan telinga : Kontusio serebri, ensefalitis pontis, sindrom pasca

komosio, pelagra, siringobulbi, hipoglikemi, sklerosis multipel, kelainan okuler,

intoksikasi obat, kelainan psikis, kelainan kardiovaskuler, kelainan endokrin (Prasti

Pirawati, 2004).

Vertigo yang dipengaruhi posisi : Hipotensi ortostatik, Vertigo servikalis (Prasti

Pirawati, 2004).

c) Vertigo yang serangannya mendadak/akut, kemudian berangsur-angsur mengurang,

dibedakan menjadi :

Disertai keluhan telinga : Trauma labirin, herpes zoster otikus, labirintitis akuta,

perdarahan labirin, neuritis N.VIII (vestibula koklearis), cedera pada auditiva

interna/arteria vestibulokoklearis (Prasti Pirawati, 2004).

Tanpa keluhan telinga : Neuronitis vestibularis, sindrom arteria vestibularis

anterior, ensefalitis vestibularis, vertigo epidemika, sklerosis multipleks,

hematobulbi, sumbatan arteria serebeli inferior posterior (Prasti Pirawati, 2004).

6. Gejala Klinis

Perasaan berputar yang kadang-kadang disertai gejala sehubungan dengan reak

dan lembab yaitu mual, muntah, rasa kepala berat, nafsu makan turun, lelah, lidah pucat

dengan selaput putih lengket, nadi lembut atau seperti senar dan halus (Prasti Pirawati,

2004).

Vertigo adalah sensasi berputar sementara stasioner, hal ini umumnya terkait

dengan kegoyangan, dan berlebihan keringat. Episode berulang pada mereka dengan

vertigo yang umum dan mereka sering merusak kualitas hidup. Penglihatan kabur,

penglihatan kabur, tinitus, mulut pahit, mata merah, mudah tersinggung, gelisah,

kesulitan berbicara, menurunkan tingkat dari kesadaran, dan tingkat kehilangan

Page 10: 2) Laporan Pendahuluan Pada Pada Pasien Vertigo

pendengaran juga dapat terjadi. Sistem saraf pusat dapat menyebabkan gangguan gejala

permanen (Prasti Pirawati, 2004).

7. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik ditujukan untuk meneliti faktor-faktor penyebab, baik kelainan

sistemik, otologik atau neurologic vestibuler atau serebeler; dapat berupa pemeriksaan

fungsi pendengaran dan keseimbangan, gerak bola mata/nistagmus dan fungsi serebelum

(Thia, 2011).

Pendekatan klinis terhadap keluhan vertigo adalah untuk menentukan penyebab;

apakah akibat kelainan sentral yang berkaitan dengan kelainan susunan saraf pusat

korteks serebri, serebelum, batang otak, atau berkaitan dengan sistim vestibuler/otologik;

selain itu harus dipertimbangkan pula faktor psikologik/psikiatrik yang dapat mendasari

keluhan vertigo tersebut (Thia, 2011).

Faktor sistemik yang juga harus dipikirkan/dicari antara lain aritmi jantung,

hipertensi, hipotensi, gagal jantungkongestif, anemi, hipoglikemi. Dalam menghadapi

kasus vertigo, pertama-tama harus ditentukan bentuk vertigonya, lalu letak lesi dan

kemudian penyebabnya, agar dapat diberikan terapi kausal yang tepat dan terapi

simtomatik yang sesuai (Thia, 2011).

Pemeriksaan fisik (Odesyafar, 2011) : Pemeriksaan mata

Pemeriksaan alat keseimbangan tubuh

Pemeriksaan neurologik

Pemeriksaan otologik

Pemeriksaan fisik umum. Pada pemeriksaan fisik diarahkan ke kemungkinan

penyebab sistemik; tekanan darah diukur dalam posisi berbaring, duduk dan berdiri;

bising karotis, irama (denyut jantung) dan pulsasi nadi perifer juga perlu diperiksa

(Odesyafar, 2011).

Pada pasien-pasien dengan rasa pusing, pengujian umum perlu ditekankan pada

tanda-tanda vital, pengukuran tekanan darah secara terlentang dan berdiri, dan evaluasi

sistem neurologi dan cardiovasculer. Menguji telinga-telinga untuk adanya

infeksi/peradangan telinga tengah atau luar yang dapat terlihat. Test pendengaran

menggunakan satu garpu tala atau berbisik. Menguji leher untuk jangkauan pergerakan

(Thia, 2011).

Page 11: 2) Laporan Pendahuluan Pada Pada Pasien Vertigo

Karakteristik nistagmus

Nistagmus, apakah spontan, diakibatkan tatapan, atau tergantung posisi, harus

sepenuhnya ditandai agar ditafsirkan dengan tepat. Karakteristik ini meliputi faktor-

faktor propokatif, latensi, arah, efek dari tatapan, profil temporal, kebiasaan, fatigabilas,

pandangan yang terfiksasi, dan diiringi dengan rasa pusing. Kegagalan untuk menandai

nistagmus dapat mendorong terjadinya salah diagnosa (Thia, 2011).

Tes yang berhubungan dengan panas

Tes yang berhubungan dengan panas bisa dilakukan sebagai bagian dari

pengujian di sisi tempat tidur. Setelah mengecek kedua kanal telinga untuk pelubangan

tympanic dan lilin, tuang 1 ml air dengan suhu 30°C. Amati nistagmus menggunakan

kacamata hitam Frenzel atau satu sistem video infra merah. Dengan cara ini, rasa pusing,

jangka waktu dan intensitas nistagmus, dapat dievaluasi (Thia, 2011).

Tes refleks vestibulospinal

Vestibulospinal refleks (VSRs) dapat dievaluasi dengan gaya berjalan tandem,

Romberg, dan Uji langkah Fukuda. Test-test ini menyediakan informasi tentang stabilitas

postural pasien bila input proprioseptif dan visualnya dipindahkan. Dokter yang

berpengalaman dapat mengamati stabilitas postural pasien, batas stabilitas, dan strategi

dari pergerakan pada batas stabilitas. Uji klinis stabilitas postural adalah kualitatif,dan

memerlukan pengalaman pemeriksa serta kooperasi pasien (Thia, 2011).

Test Vestibular Hamid

Tes vestibular Hamid terdiri atas komponen motoris dan sensoris yang dilakukan

menggunakan satu bantalan busa (HCFP). Pengujian sederhana, mudah silakukan, dan

dapat digunakan untuk pasien-pasien dengan ketidakseimbangan dan pusing (Thia,

2011).

Pada komponen sensoris, pasien berdiri di atas HCFP dengan mata terbuka dan

lengan diregangkan selagi pemeriksa mengamati tingkat mengayunkan. Pasien kemudian

memiringkan kepalanya ke belakang dan menggerakannya ke kiri dan kanan (dengan

mata terbuka dan kemudian dengan mata yang tertutup). Pemeriksa harus siap untuk

menangkap pasien jika mereka jatuh (Thia, 2011).

Mengalami dengan pengujian ini sudah ditunjukkan bahwa pasien-pasien tidak

bisa berdiri di atas HCFP dengan mata yang tertutup dan kepala yang dimiringkan ke

Page 12: 2) Laporan Pendahuluan Pada Pada Pasien Vertigo

belakang kecuali jika mereka mempunyai vestibular yang baik dan sistem keseimbangan

(Thia, 2011).

Komponen motoris lebih menantang dibanding komponen sensoris dan dikenal

sebagai pengujian impuls badan. Pemeriksa menempatkan tangannya di bagian atas dada

pasien, dan pasien diminta untuk mendorong maju melawan tangan pemeriksa dalam 10

hitungan. Pemeriksa kemudian melepaskan tangannya, mengamati tanggapan pasien, dan

menangkap pasien jika perlu (Thia, 2011).

Pasien-pasien dengan kelainan fungsi tubuh sentral dan perifer memiliki pola-

pola yang tidak meliputi pergerakan yang benar dan cepat, mengayunkan pinggul, atau

mengambil langkah. Tentu saja, test-test ini kwalitatif dan tergantung pada pengalaman

pemeriksa dan kondisi musculoskeletal pasien serta kemampuan untuk bekerja sama

(Thia, 2011).

Uji Hiperventilasi

Jika hasil-hasil dari tes vestibular normal, uji hiperventilasi selama 2 menit sangat

menolong dalam mengidentifikasi pasien-pasien dengan sindrom hiperventilasi. Hal ini

harus dilaksanakan dalam posisi duduk. Hiperventilasi harus dilakukan selagi pemeriksa

memonitor nistagmus dengan menggunakan kacamata hitam Frenzel atau sistem video

infra merah. Hiperventilasi dapat mengenali keduanya, baik disfungsi vestibular perifer

dan sentral serta timbulnya rasa pusing dan gejala-gejala neurologi yang berkaitan

dengan sindrom hiperventilasi (Thia, 2011).

8. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang

a) Tes-tes diagnostik vestibular

Evaluasi pasien dengan rasa pusing dimulai dengan menanyakan riwayat dengan

seksama dan lengkap; pemeriksaan fisik yang lengkap, termasuk uji vestibular. Selama

mengevaluasi pasien-pasien dengan gangguan vestibular dan keseimbangan, tes-tes

tambahan yang biasanya dipertimbangkan meliputi audiometri, uji vestibular, tes darah,

CT, dan MRI. Test-test ini, terutama uji vestibular harus disesuaikan menurut temuan

fisik dan riwayat (Thia, 2011).

Hasil MRI pada pasien-pasien muda yang berusia kurang dari 50 tahun adalah

rendah (< 1%). Insidensi adanya tumor pendengaran atau batang otak dan lesi-lesi fossa

posterior juga rendah. Penilaian klinis, pengujian neurotologic yang seksama, dan

Page 13: 2) Laporan Pendahuluan Pada Pada Pasien Vertigo

dilakukannya penelitian-penelitian audio dan vestibular sangat menolong dalam

menyingkirkan MRI (Thia, 2011).

Pentingnya, hasil dari tes-tes ini bukan diagnostik dalam hal medis. Sebagai

contoh, kehilangan vestibular yang unileteral dapat berhubungan dengan vestibular

neuronitis atau suatu tumor pendengaran. Oleh karena itu, klinisi harus menghindari

keinginan untuk menginterpretasikan hasil-hasil ini sebagai kesatuan patologis. Dokter-

dokter yang bertanggung jawab atas penafsiran medis hasil-hasil ini juga perlu

mempunyai latar belakang dan pelatihan yang sesuai di dalam elektrofisiologi dan

neurofisiologi untuk mampu menggunakan hasil-hasil ini secara efektif. Mereka juga

harus sadar akan batas-batas dan variabilitas yang tidak bisa dipisahkan dalam test-test

tersebut. Tes-tes vestibular yang paling sering adalah electronystagmography (ENG), uji

kursi berputar atau akselerasi selaras sinusoidal (SHA), dan posturography dinamis

terkomputerisasi (CDP) (Thia, 2011).

Uji ENG

Test baku ENG terdiri atas saccadic, tatapan, pengejaran, pergerakan optokinetic-

mata, nistagmus dengan menggoyangkan kepala, nistagmus yang tergantung posisi,

nistagmus ancangan, dan tes-tes bithermal yang berkenaan dengan panas (Thia, 2011).

Tes Saccadic

Tes saccadic digunakan untuk mengevaluasi gerak mata yang cepat secara

fakultatif. Test harus dilakukan dengann merekam masing-masing mata secara terpisah,

terutama jika dicurigai terdapat diskonjugasi gerak mata. Satu saluran tunggal test

saccadic tidak menghasilkan informasi klinis yang berarti dan hanya digunakan sebagai

isyarat kalibrasi untuk gerak mata horisontal. Kelainan-kelainan saccadic umum meliputi

dysmetria, percepatan saccadic lambat, dan dysconjugate saccades (Thia, 2011).

Uji Tatapan

Tes tatapan digunakan untuk mengevaluasi kemampuan menghasilkan dan

menjaga satu tatapan mantap tanpa gerak atau tatapan yang menimbulkan nistagmus.

Perekaman ENG satu arus searah digunakan untuk membedakan elektronik dari gerak

pathologis. Kelainan-kelainan yang paling umum yang dapat dideteksi oleh test tatapan

adalah nistagmus yang ditimbulkan dan rebound nistagmus yang berkaitan dengan

penyakit cerebellar (Thia, 2011).

Uji Pergerakan mata

Page 14: 2) Laporan Pendahuluan Pada Pada Pasien Vertigo

Gerak mata pengejaran mencegah keselipan suatu gambaran pada retina selagi

pasien sedang mengikuti jalan/objek yang bergerak cepat (Thia, 2011).

Pemeriksaan untuk nistagmus optokinetic

Nistagmus Optokinetic (OKN) adalah kompleks refleks CNS yang diaktifkan

dengan gambar-gambar yang bergerak pada retina. OKN menampakkan gerakan-gerakan

mata yang vestibular dan sesuai untuk menstabilkan gambaran-gambaran retinal selama

kecepatan yang konstan (Thia, 2011).

Pemeriksaan untuk nistagmus dengan menggoyangkan kepala

Gerakan kepala menghasilkan respon vestibular dengan latensi yang sangat

pendek (<15 pengambilan gambar jarak sedang). Respon-respon okulomotor lebih

lambat dibanding ini, dengan latensi yang mendekati 100-200 msec. Kompensasi untuk

perlawanan sementara ini adalah kemampuan sistem vestibular pusat untuk

mempertahankan satu memori atau gerakan kepala, sehingga gerak mata dapat

disesuaikan dengan akurat dengan gerakan kepala (Thia, 2011).

Kemampuan ini dikenal sebagai velocity storage, yang pada umumnya lemah

dengan defisit vestibular yang unilateral dan tidak ditutupi dengan tes menggoyangkan

kepala (Thia, 2011).

Test posisional

Tes posisional dilakukan dengan merekam gerak mata tanpa fiksasi penglihatan

dalam 3 posisi-posisi utama: terlentang, kepala ke arah kanan, dan kepala ke arah kiri.

Nistagmus pada perubahan posisi pada umumnya perifer dan satu tanda objektif dari

ketidaksamaan vestibular. Meskipun itu hadir hanya di dalam 1 posisi kepala (Thia,

2011).

Test Posisi Dix-Hallpike

Nistagmus posisional adalah satu temuan klasik di dalam pasien-pasien dengan

BPPV. Hal ini ditimbulkan dengan memposisikan pasien dengan cepat dari duduk ke

kepala ke arah kanan, kiri, dan posisi terlentang; dengan merekam nistagmus yang

diinduksi; dan dengan mencatat gejala-gejala pasien. Hyperekstensi leher tidak perlu

dilakukan dan harus dihindarkan. Dua saluran-saluran ENG diperlukan untuk

menentukan arah komponen putaran nistagmus. ENG kurang sensitif dibanding

Page 15: 2) Laporan Pendahuluan Pada Pada Pasien Vertigo

pengamatan secara klinis dari Benign Positioning Nystagmus sebab ENG tidak dapat

untuk merekam komponen-komponen putaran pada BPPV (Thia, 2011).

Bithermal Caloric Test

Barany memperkenalkan test kalorik ini di tahun 1903. Sejak itu, hal ini telah

menjadi vestibular dihormati sepanjang jaman dalam pengujian neurotology klinis. Test

Kalorik adalah standar untuk mengevaluasi defisit vestibular secara sepihak (Thia, 2011).

Test Kalorik tradisional dilakukan pada pasien yang berbaring dengan kepala

yang diangkat 30° Air dingin (30°C) hangat (44°C) digunakan untuk mengairi masing-

masing telinga, 1 pada waktu yang sama. Irigasi dingin bersifat menghambat stimulus,

irigasi hangat adalah excitatory. Arah nistagmus postcaloric ditentukan oleh fase cepat

dengan mudah diingat oleh menggunakan mnemonic COWS (Thia, 2011).

3 temuan yang paling utama dari test kalorik adalah kelemahan unilateral

kelemahan dari kedua bilateral, dan FFS dari nistagmus yang diinduksi dengan panas. 2

kelainan pertama adalah berkaitan dengan penyakit vestibular perifer, dan yang ketiga

berkaitan dengan penyakit cerebellar pusat (Thia, 2011).

Tes Kursi Berputar, atau SHA

Barany memperkenalkan tes berputar di tahun 1907. Di dalam praktek klinis, tes

berputar tertinggal di belakang test kalorik. Bagaimanapun, dengan kemajuan teknologi

komputer, sistem test kursi berputar dikembangkan di dalam tahun 1970 akhir dan terus

ditingkatkan. Mereka kini digunakan dalam beberapa tes vestibular di laboratorium-

laboratorium (Thia, 2011).

Satu alternatif dari test kursi berputar adalah tes perputaran kepala, yang

digunakan untuk mengevaluasi VOR yang diperoleh pada frekuensi tinggi. Test ini pada

hakikatnya lebih murah dan lebih praktis dibanding tes kursi (Thia, 2011).

Tes CDP

Posturography dinamis sudah menjadi satu bagian integral dari tes vestibular di

dalam banyak pusat-pusat pengujian vestibular. Aplikasi klinis posturography dalam

neurotology diperkenalkan di tahun 1970-an. Sistem CDP terdiri dari satu komputer

pengendali dan visual booth yang digunakan untuk mengevaluasi kedua-dua komponen

motoris dan sensoris keseimbangan. Test sensoris paling bermanfaat secara klinis,

terutama di dalam lesi-lesi perifer, rehabilitasi vestibular, dan kasus-kasus medikolegal.

Posturography bukan suatu pengganti untuk pengujian gaya berjalan dengan teliti dan

Page 16: 2) Laporan Pendahuluan Pada Pada Pasien Vertigo

mungkin memiliki lebih banyak nilai dalam rehabilitasi dibanding dalam hasil diagnose

(Thia, 2011).

Hasil klinis dari tes-tes vestibular

Beberapa pengamatan-pengamatan yang dibahas di bawah diambil dari satu

database dari 10,000 pasien yang mengalami 3 test (ENG, SHA CDP) di tahun 1985-

1995 di bawah pengawasan langsung (Thia, 2011).

Pertama, data-data yang mentah harus dilihat dan dievaluasi, terutama sekali yang

diperoleh dengan menggunakan sistem terkomputerisasi, dan klinisi mestinya tidak

bersandar pada analisa terkomputerisasi yang dihasilkan oleh sistem software, sekalipun

data yang mentah adalah mengganggu (Thia, 2011).

Kedua, penemuan okulomotor adalah sering overinterpretasi, dan penyelidikan-

penyelidikan neurologi dan MRI yang tidak penting. Dalam menguraikan database di

atas, hasil untuk kelainan-kelainan gerak mata pusat, dysmetria saccadic, pengejaran

saccadic, tanggapan optokinetic tidak simetris, dan tatapan menimbulkan nistagmus

adalah kurang dari 5%. Oleh karena itu, pembaca ENG diminta untuk dengan hati-hati

menginterpretasikan gerak mata. Orang yang baru memakai ENG kadang-kadang

membaca hasil okulomotor sebagai hal yang normal untuk beberapa tahun selagi mereka

menyimpan pola untuk penafsiran yang lebih akurat sebagai peningkatan pengalaman

mereka (Thia, 2011).

Ketiga, sistem ENG hanya mencetak gerak mata horisontal dan vertikal dan

kemudian yang tidak dapat merekam gerak mata berputar murni yang sering dilihat

dengan BPPV. ENG Berbasis Video (VNG) menguntungan untuk menggambar dan

merekam secara digital putaran nistagmus murni untuk menyimpan dan mengedit

kembali isyarat video yang ditangkap (Thia, 2011).

Keempat, penemuan posturography dinamis adalah jarang menyimpang, dan

penggunaan rutin tidak menghemat biaya (Thia, 2011).

b) Pemeriksaan lainnya

Untuk mencegah terjadinya dampak yang lebih berat akibat serangan stroke yang

diawali dengan serangan vertigo, pemeriksaan lainnya adalah CT scan atau MRI kepala,

yang bisa menunjukkan kelainan tulang atau tumor yang menekan syaraf. Jika diduga

suatu infeksi, bisa diambil contoh cairan dari telinga atau sinus atau dari tulang belakang.

Jika diduga terdapat penurunan aliran darah ke otak, maka dilakukan pemeriksaan

Page 17: 2) Laporan Pendahuluan Pada Pada Pasien Vertigo

angiogram, untuk melihat adanya sumbatan pada pembuluh darah yang menuju ke otak

(Thia, 2011).

c) Pemeriksaan tambahan :

Laboratorium

Radiologik dan Imaging

EEG, EMG, dan EKG.

9. Diagnosis/Kriteria Diagnosis

Diagnosis dipermudah dengan dibakukannya kriteria diagnosis, yaitu (Thia,

2011) :

1. Vertigo hilang timbul

2. Fluktuasi gangguan pendengaran berupa tuli saraf

3. Menyingkirkan kemungkinan penyebab dari sentral, misalnya tumor N.VIII (vestibula

koklearis)

10. Teraphy/Tindakan Penanganan

Tatalaksana vertigo terbagi menjadi 3 bagian utama yaitu kausal, simtomatik dan

rehabilitatif. Sebagian besar kasus vertigo tidak diketahui kausanya sehingga terapi lebih

banyak bersifat simtomatik dan rehabilitatif (Thia, 2011).

Terapi simtomatik bertujuan meminimalkan 2 gejala utama yaitu rasa berputar

dan gejala otonom. Untuk mencapai tujuan itu digunakanlah vestibular suppresant dan

antiemetik. Beberapa obat yang tergolong vestibular suppresant adalah antikolinergik,

antihistamin, benzodiazepin, calcium channel blocker, fenotiazin, dan histaminik (Thia,

2011).

Pengobatan khusus untuk pasien yang menderita vertigo yang disebabkan oleh

rangsangan dari perputaran leher (servikal), ialah dengan traksi leher dan fisioterapi, di

samping latihan-latihan lain dalam rangka rehabilitasi. Neuritis vestibuler diobati dengan

obat-obat simptomatik, neurotonik, anti virus dan rehabilitasi (Thia, 2011).

Rehabilitasi penting diberikan, sebab dengan melatih sistem vestibuler ini sangat

menolong. Kadang-kadang gejala vertigo dapat diatasi dengan latihan yang teratur dan

baik. Orang-orang yang karena profesinya, menderita vertigo servikal dapat diatasi

dengan latihan yang intensif sehingga gejala yang timbul tidak lagi mengganggu

pekerjaannya sehari-hari, misalnya pilot, pemain sirkus dan olahragawan (Thia, 2011).

Page 18: 2) Laporan Pendahuluan Pada Pada Pasien Vertigo

Terapi rehabilitasi bertujuan untuk membangkitkan dan meningkatkan

kompensasi sentral dan habituasi pada pasien dengan gangguan vestibular. Mekanisme

kerja terapi ini adalah substitusi sentral oleh sistem visual dan somatosensorik untuk

fungsi vestibular yang terganggu, mengaktifkan kendali tonus inti vestibular oleh

serebelum, sistem visual dan somatosensorik, serta menimbulkan habituasi, yaitu

berkurangnya respon terhadap stimulasi sensorik yang diberikan berulang-ulang (Thia,

2011).

Pada kasus jarang dimana penyakit sudah kebal dengan terapi obat, diet dan

diuretik, pasien terpaksa harus memilih intervensi bedah, misalnya endolimfatik shunt

atau kokleosakulotomi. Jika vertigo sangat mengganggu dan terjadi gangguan

pendengaran yang berat, dilakukan labirintektomi yaitu pengangkatan koklea (bagian

dari telinga tengah yang mengatur pendengaran) dan kanalis semisirkularis (Thia, 2011).

11. Komplikasi

Komplikasi vertigo akibat obat dimana beberapa obat ototoksik dapat

menyebabkan vertigo yang disertai tinitus dan hilangnya pendengaran. Obat-obat itu

antara lain aminoglikosid, diuretik loop, antiinflamasi nonsteroid, derivat kina atau

antineoplasitik yang mengandung platina (Prasti Pirawati, 2004).

Streptomisin lebih bersifat vestibulotoksik, demikian juga gentamisin; sedangkan

kanamisin, amikasin dan netilmisin lebih bersifat ototoksik (Prasti Pirawati, 2004).

Antimikroba lain yang dikaitkan dengan gejala vestibuler antara lain sulfonamid,

asam nalidiksat, metronidaziol dan minosiklin (Prasti Pirawati, 2004).

Terapi berupa penghentian obat bersangkutan dan terapi fisik; penggunaan obat

supresan vestibuler tidak dianjurkan karena justru menghambat pemulihan fungsi

vestibluer (Prasti Pirawati, 2004).

Obat penyekat alfa adrenergik, vasodilator dan antiparkinson dapat menimbulkan

keluhan rasa melayang yang dapat dikacaukan dengan vertigo (Prasti Pirawati, 2004).

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a) Aktivitas/Istirahat

Letih, lemah, malaise

Keterbatasan gerak

Ketegangan mata, kesulitan membaca

Page 19: 2) Laporan Pendahuluan Pada Pada Pasien Vertigo

Insomnia, bangun pada pagi hari dengan disertai nyeri kepala.

Sakit kepala yang hebat saat perubahan postur tubuh, aktivitas (kerja) atau

karena perubahan cuaca.

b) Sirkulasi

Riwayat hypertensi

Denyutan vaskuler, misal daerah temporal.

Pucat, wajah tampak kemerahan.

c) Integritas Ego

Faktor-faktor stress emosional/lingkungan tertentu

Perubahan ketidakmampuan, keputusasaan, ketidakberdayaan depresi

Kekhawatiran, ansietas, peka rangsangan selama sakit kepala

Mekanisme refresif/dekensif (sakit kepala kronik).

d) Makanan dan cairan

Makanan yang tinggi vasorektiknya misalnya kafein, coklat, bawang, keju,

alkohol, anggur, daging, tomat, makan berlemak, jeruk, saus, hotdog, MSG

(pada migrain).

Mual/muntah, anoreksia (selama nyeri)

Penurunan berat badan

e) Neurosensoris

Pening, disorientasi (selama sakit kepala)

Riwayat kejang, cedera kepala yang baru terjadi, trauma, stroke.

Aura ; fasialis, olfaktorius, tinitus.

Perubahan visual, sensitif terhadap cahaya/suara yang keras, epitaksis.

Parastesia, kelemahan progresif/paralysis satu sisi tempore

Perubahan pada pola bicara/pola pikir

Mudah terangsang, peka terhadap stimulus.

Penurunan refleks tendon dalam

Papiledema.

f) Nyeri/ kenyamanan

Karakteristik nyeri tergantung pada jenis sakit kepala, misal migrain,

ketegangan otot, cluster, tumor otak, pascatrauma, sinusitis.

Nyeri, kemerahan, pucat pada daerah wajah.

Fokus menyempit

Fokus pada diri sendiri

Page 20: 2) Laporan Pendahuluan Pada Pada Pasien Vertigo

Respon emosional / perilaku tak terarah seperti menangis, gelisah.

Otot-otot daerah leher juga menegang, frigiditas vokal.

g) Keamanan

Riwayat alergi atau reaksi alergi

Demam (sakit kepala)

Gangguan cara berjalan, parastesia, paralisis

Drainase nasal purulent (sakit kepala pada gangguan sinus).

h) Interaksi sosial

Perubahan dalam tanggung jawab/peran interaksi sosial yang berhubungan

dengan penyakit.

i) Data Subjektif :

Pusing, kepala terasa ringan

Rasa terapung, terayun

Mual

j) Gejala objektif :

Keringat dingin

Pucat

Muntah

Sempoyongan waktu berdiri atau berjalan

Nistagmus

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :

1) Nyeri akut berhubungan dengan tekanan saraf, vasospressor, peningkatan

intrakranial ditandai dengan klien menyatakan nyeri.

2) Risiko cedera berhubungan dengan gangguan keseimbangan berupa ataksia dan

pusing.

3) Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan ditandai dengan wajah klien

tampak gelisah.

4) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, muntah ditandai dengan

kulit kering.

5) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

penurunan intake nutrisi oral ditandai dengan klien tidak nafsu makan karena rasa

mual.

Page 21: 2) Laporan Pendahuluan Pada Pada Pasien Vertigo

3. Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria

Hasil

Intervensi Rasional

1 Nyeri akut

berhubungan

dengan tekanan

saraf, vasospressor,

peningkatan

intrakranial

ditandai dengan

klien menyatakan

nyeri.

Setelah dilakukan

tindakan keperawatan

selama …x 24 jam

nyeri klien berkurang

dengan kriteria hasil:

NOC Label :

Pain Control

Nyeri klien

berkurang dengan

skala 0-3 (sedang).

Wajah klien tampak

rileks dan tenang.

Menggunakan

bantuan non

farmokologi (teknik

distraksi, relaksasi,

guided imagery).

Menggunakan obat

analgesik.

NIC Label :

Pain Management

1) Amati lokasi,

karekateristik,

derajat dan skala

nyeri klien.

2) Amati tanda-

tanda verbal

respon nyeri

klien.

3) Ajarkan teknik

distraksi,

relaksasi dan

guided imagery.

4) Anjurkan klien

untuk mentaati

dan penggunaan

obat analgesik

dan

mengawasinya.

NIC Label :

Pain Management

1) Memantau

perkembangan dan

skala nyeri klien.

2) Mengetahui skala

nyeri klien

melalui tanda-

tanda verbal yang

ditunjukkan.

3) Membantu klien

mengalihkan

perasaan nyerinya

dan mengurangi

ketergantungan

akan obat

analgesik.

4) Membantu

mengurangi nyeri

klien.

2 Risiko cedera

berhubungan

dengan gangguan

keseimbangan

berupa ataksia dan

pusing.

Setelah dilakukan

tindakan keperawatan

selama ... x 24 jam

diharapkan risiko

cedera klien

berkurang dengan

NIC Label :

Environmental

Management : Safety

1) Observasi faktor-

faktor yang dapat

berkonstribusi

NIC Label :

Environmental

Management : Safety

1) Untuk

meningkatkan

kesadaran klien,

Page 22: 2) Laporan Pendahuluan Pada Pada Pasien Vertigo

kriteria hasil :

NOC Label :

Risk Detection

Pasien

mengidentifikasi

faktor-faktor yang

meningkatkan

cedera.

Pasien membantu

mengidentifikasi

dan menerapkan

tindakan keamanan

untuk mencegah

cedera.

terhadap cedera.

2) Tingkatkan

keamanan

lingkungan

sesuai kebutuhan.

3) Ajarkan kepada

klien dan

keluarga tentang

perlunya

penerangan yang

aman.

4) Berikan

pendidikan

tambahan kepada

klien bila

diperlukan. Topik

yang

memungkinkan

dapat

menimbulkan

keamanan saat

sakit

berlangsung.

anggota keluarga

dan pemberi

asuhan.

2) Tindakan tersebut

akan mampu

mengaktifkan

koping terhadap

lingkungan yang

tidak familiar.

3) Tindakan tersebut

akan membantu

diskriminasi

visual.

4) Pendidikan

kesehatan dapat

membantu pasien

untuk mencegah

cedera.

3. Ansietas

berhubungan

dengan kurang

pengetahuan

ditandai dengan

wajah klien tampak

gelisah.

Setelah dilakukan

tindakan keperawatan

selama … x 24 jam

cemas pasein

berkurang dengan

kriteria hasil :

NOC Label :

NIC Label :

Anxiety Reduction

1) Observasi respon

fisiologis,

misalnya

takipnea,

palpitasi, pusing.

NIC Label :

Anxiety Reduction

1) Dapat menjadi

indikasi derajat

ansietas yang

dialami klien.

Page 23: 2) Laporan Pendahuluan Pada Pada Pasien Vertigo

Anxiety Level

Wajah klien tidak

tegang dan gelisah.

Klien menunjukan

sikap menerima dan

mengetahui

penyakitnya.

2) Catat petunjuk

perilaku seperti

gelisah, mudah

marah,

tersinggung.

3) Ciptakan

hubungan saling

percaya.

4) Bimbing teknik

relaksasi latihan

nafas dalam.

2) Indikator derajat

ansietas.

3) Membuat

hubungan

terapeutik,

membantu klien

menerima

perasaan dan

menurunkan

ansietas yang tidak

perlu tentang

ketidaktahuan.

4) Cara relaksasi

dapat membantu

menurunkan takut

dan ansietas.

4. Kekurangan

volume cairan

berhubungan

dengan mual,

muntah ditandai

dengan kulit

kering.

Setelah dilakukan

tindakan keperawatan

selama … x 24 jam

diharapkan klien akan

mempertahankan

keseimbangan cairan

dengan kriteria hasil :

NOC Label :

Fluid Balance

Bibir tidak kering.

Membran mukosa

lembab.

Turgor kulit baik,

tidak kering.

NIC Label :

Fluid Management

1) Kontrol TTV

terhadap

peningkatan suhu,

peningkatan

frekuensi nadi,

hipotensi tiap 4

jam.

2) Auskultasi bising

usus, catat

kelancaran flastus

dan gerakan usus.

NIC Label :

Fluid Management

1) Tanda yang

membantu

mengidentifikasi

volume

intravascular.

2) Indikator

kembalinya

peristaltik,

kesiapan untuk

pemasukan

Page 24: 2) Laporan Pendahuluan Pada Pada Pasien Vertigo

3) Pasang infus dan

pipa lambung

sesuai dengan

program medik.

4) Control cairan

keluar dan masuk.

5) Berikan sejumlah

kecil minuman

dan lanjutkan

dengan diet

sesuai toleransi.

peroral.

3) Mempertahankan

volume sirkulasi

dan memperbaiki

ketidakseimbangan.

4) Memberikan

informasi tentang

status volume/

cairan sirkulasi dan

kebutuhan.

5) Menurunkan iritasi

gaster/muntah

untuk

meminimalkan

kehilangan cairan.

5. Ketidakseimbangan

nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh

berhubungan

dengan penurunan

intake nutrisi oral

ditandai dengan

klien tidak nafsu

makan karena rasa

mual.

Setelah dilakukan

tindakan keperawatan

selama … x 24 jam

intake nutrisi klien

meningkat dengan

kriteria hasil :

NOC Label :

Nutritional Status

Mual klien

berkurang.

Asupan nutrisi

klien terpenuhi.

Makanan klien

habis setengah

porsi.

Kemampuan dan

nafsu makan klien

meningkat.

NIC Label :

Nutrition

Management

1) Berikan informasi

kepada klien

tentang therapy

yang diberikan.

Indikasi dari

antasida.

2) Berikan makanan

sedikit tetapi

sering sesuai

indikasi untuk

klien.

NIC Label :

Nutrition

Management

1) Therapi jenis

antasida dapat

menurunkan

keasaman gaster

dengan absobsi

atau dengan

menetralisir.

2) Makanan

mempunyai efek

penetralisir asam,

juga

menghancurkan

kandungan gaster,

makan sedikit

dapat mencegah

distensi dan

Page 25: 2) Laporan Pendahuluan Pada Pada Pasien Vertigo

3) Identifikasi dan

batasi makanan

yang dapat

menimbulkan

ketidaknyamanan.

4) Puasakan klien

pada 6 jam

pertama.

5) Anjurkan istirahat

sebelum makan.

6) Dorong tirah

baring dan

pembatasan

aktivitas selama

fase sakit akut.

7) Dorong klien

untuk menyatakan

perasaan terhadap

masalah tentang

makan.

haluaran gastrin.

3) Makanan khusus

yang menyebabkan

distress bermacam-

macam antar

individu.

4) Mengurangi

imflamasi pada

mukosa usus.

5) Menenangkan

peristaltik dan

meningkatkan

energi untuk

makan.

6) Menurunkan

kebutuhan

metabolik untuk

mencegah

penurunan kalor i&

simpanan energi.

7) Keragu-raguan

untuk makan

mungkin

diakibatkan oleh

takut makan akan

menyebabkan

eksaserbasi gejala.

4. Evaluasi

No. Dx Diagnosa Keperawatan Evaluasi

1. Nyeri akut berhubungan

dengan tekanan saraf,

vasospressor, peningkatan

intrakranial ditandai dengan

S : Klien mengatakan nyerinya berkurang

dengan skala ringan.

O : Wajah klien tampak tenang dan rileks.

A : Intervensi tercapai sebagian.

Page 26: 2) Laporan Pendahuluan Pada Pada Pasien Vertigo

klien menyatakan nyeri. P : Lanjutkan intervensi.

2. Risiko cedera berhubungan

dengan gangguan

keseimbangan berupa ataksia

dan pusing.

S : Klien mengatakan mampu mengontrol

pusingnya dan jatuhnya.

O : Perawat meilhat klien mampu memilih

tempat untuk jatuh.

A : Intervensi tercapai sebagian.

P: Lanjutkan intervensi.

3. Ansietas berhubungan dengan

kurang pengetahuan ditandai

dengan wajah klien tampak

gelisah.

S : Klien tidak merasa cemas lagi akan

penyakitnya dan mengetahui kondisi

penyakitnya.

O : Raut wajah klien tidak tegang lagi.

A : Intervensi tercapai sebagian.

P : Lanjutkan intervensi.

4. Kekurangan volume cairan

berhubungan dengan mual,

muntah ditandai dengan kulit

kering.

S : Klien mengatakan sudah tidak merasa haus

lagi.

O : Turgor kulit klien elastis dan mukosa bibir

lembab

A : Tujuan tercapai.

P : Pertahankan kondisi klien dan lanjutkan

perawatan.

5. Ketidakseimbangan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan

penurunan intake nutrisi oral

ditandai dengan klien tidak

nafsu makan karena rasa mual.

S : Klien mengatakan sudah mau makan

dengan jumlah yang ditentukan.

O : Perawat melihat klien makan dengan lahap.

A : Intervensi tecapai.

P: Pantau kondisi klien.

DAFTAR PUSTAKA

Joanne McCloskey, dkk. 2004. Nursing Intervention Classification (NIC). United States of

America: Mosby

Nanda Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. 2010. Jakarta: EGC

Page 27: 2) Laporan Pendahuluan Pada Pada Pasien Vertigo

Odesyafar. 2011. Vertigo. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_144_tht.pdf[Akses : 15

Januari 2012]

Prasti Pirawati, L. Yvonne Siboe. 2004. Terapi Akupunktur untuk Vertigo.

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/144_15TerapiAkupunkturuntukVertigo.pdf/

144_15TerapiAkupunkturuntukVertigo.html[Akses : 15 Januari 2012]

Sue Moorhead, dkk. 2008. Nursing Outcame Classification (NOC). United States of

America: Mosby

Sugeng Santoso. 2007. Penyakit Vertigo.

http://www.usu.ac.id/id/files/pidato/ppgb/2007/ppgb_2007_askarullah_aboet.pdf[Akses : 14

Januari 2012]

Thia. 2011. Vertigo. http://www.dr-thia.com/2011/01/vertigo.html[Akses : 15 Januari 2012]