2. ISI REFERAT NYERI NEUROPATIK.docx
-
Upload
andi-nurjannah-kaddiraja -
Category
Documents
-
view
86 -
download
6
Transcript of 2. ISI REFERAT NYERI NEUROPATIK.docx
BAB I
PENDAHULUAN
A. Definisi
Nyeri adalah salah satu gejala yang paling sering pada gangguan neurologi. Walaupun sekarang
ini telah terjadi peningkatan dalam penanganan, nyeri masih sering kali tidak merespon terhadap
penanganan yang telah dilakukan.1
Nyeri dapat digambarkan sebagai suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang sudah atau berpotensi terjadi, atau
dijelaskan berdasarkan kerusakan tersebut (International Association for the Study of Pain [IASP] Task
Force, 1994, p.210-211). Definisi ini menghindari pengkorelasian nyeri dengan suatu rangsangan
(stimulus). Definisi ini juga menekankan bahwa nyeri bersifat subjektif dan merupakan suatu sensasi
sekaligus emosi.2
Walaupun merupakan pengalaman subjektif dengan komponen sensorik dan emosional yang
tidak menyenangkan, nyeri memperlihatkan beberapa bukti objektif. Mengamati ekspresi wajah
pasien, mendengarkan tangisan atau erangan, dan mengamati tanda-tanda vital (misalnya, tekanan
darah, kecepatan denyut jantung) dapat memberi petunjuk mengeni derajat nyeri yang dialami pasien.
Namun, oengamatan-pengamatn di atas sangat tidak dapat diandalkan, sehingga pasien berisiko
mendapat terapi nyeri yang kurang adekuat.2
Klasifikasi dari nyeri kronik digolongkan dalam 3 kategori : nyeri yang disebabkan oleh penyakit
atau kerusakan pada jaringan itu sendiri (nyeri nosiseptif, seperti osteoarthritis), nyeri yang disebabkan
oleh penyakit atau kerusakan sistem somatosensori (nyeri neuropatik), dan gabungan antara nyeri
nosiseptif dan neuropatik (nyeri gabungan).3
International Association for the Study of Pain (IASP) mendefinisikan nyeri neuropatik adalah
nyeri yang dihasilkan dari penyakit atau kerusakan dari sistem saraf perifer atau sentral, dan berasal
dari kelainan fungsi sistem nervus. Awalnya, nyeri neuropatik digunakan hanya untuk menggambarkan
nyeri yang berhubungan dengan neuropatik perifer, dan nyeri sentral pada lesi di sistem saraf pusat
yang berhubungan dengan nyeri. Nyeri neurogenik menyangkut semua penyebab, baik perifer maupun
sentral.1
Walaupun prevalensi akurat dari kejadian nyeri neuropatik tidaklah tersedia, namun
ditemukannya nyeri neuropatik tampaknya lebih sering dari yang kita duga. Di Amerika Serikat,
terdapat lebih dari 3 juta orang dengan Painfull Diabetic Neuropathy (PDN), dan kurang lebih sebanyak
1 juta orang dengan neuralgia pot herpes (
1
BAB II
ISI
1. Etiologi
Nyeri neuropatik merupakan hal yang sering ditemukan dalam praktek klinis. Pasien dengan
penyakit yang beragam mulai dari diabetic polyneuropathy, Human immunodeficiency Virus ( HIV)
sensory neuropathy, sindroma post-stroke, dan sclerosis multiple dapat mengalami nyeri yang
mengganggu kualitas hidupnya. Secara umum para ahli membagi sindroma nyeri neuropatik ke 2 grup
besar berdasarkan lokasi lesinya.Walaupun demikian masih memungkinkan kedua system perifer dan
sentral memberikan kontribusi bersama terhadap beberapa jenis dari nyeri neuropatik.4
2. Klasifikasi
Nyeri neuropatik diklasifikasikan berdasarkan:5
a) Letak lesi, yaitu terbagi atas:
1) Nyeri neuropatik perifer, letak lesi pada sistem aferen perifer di saraf tepi, ganglion radiks
dorsalis, atau pada radiks dorsalis. Contoh: polineuritis, polineuropati diabetic, neuralgia
pascaherpes, neuralgia trigeminal.
2) Nyeri Neuropatik Sentral, letak lesi di medulla spinalis, batang otak, thalamus, atau
korteks serebri. Contoh: nyeri spinal pascatrauma, nyeri sentral pascastroke.
b) Waktu, yaitu terbagi atas:
1) Nyeri neuropatik akut, nyeri yang dialami dalam waktu 3 bulan. Contoh: iskhialgia pada
HNP (hernia nucleus pulposus), neuralgia trigeminal.
2) Nyeri neuropatik kronik, nyeri yang dialami dalam waktu lebih dari 3 bulan, atau nyeri
yang masih ditemukan setelah cedera jaringan sembuh. Ada 2 jenis nyeri neuropatik
kronis:
Nyeri malignan, seperti: nyeri kanker, nyeri pascaradiasi, nyeri pascaoperatif,
nyeri pascakemoterapi.
Nyeri nonmalignant, seperti: neuropati diabetic, sindrom terowongan kapal
(carpal tunnel syndrome), neuropati toksik, nyeri sentral pascastroke, nyeri
spinal pascatrauma.
3) Intensitas, berdasarkan intensitas, tebagi atas ringan, sedang, dan berat.
3. Jenis-jenis nyeri neuropatik
A. Nyeri Neuropatik Perifer, contohnya:6
1. Acute and chronic inflammatory demyelinating
2. polyradiculoneuropathy
3. Alcoholic polyneuropathy
4. Chemotherapy-induced polyneuropathy
2
5. Complex regional pain syndrome
6. Entrapment neuropathies (mis, carpal tunnel syndrome)
7. HIV sensory neuropathy
8. Iatrogenic neuralgias (misalnya ,nyeri postmastectomy atau nyeri postthoracotomy)
9. Idiopathic sensory neuropathy
10. Kompresi saraf atau infiltrasi tumor
11. Nutritional deficiency–related neuropathies
12. Painful diabetic neuropathy
13. Phantom limb pain
14. Postherpetic neuralgia
15. Postradiation plexopathy
16. Radiculopathy (cervical, thoracic, atau lumbosacral)
17. Toxic exposure–related neuropathies
18. Tic douloureux (trigeminal neuralgia)
19. Posttraumatic neuralgias
B. Nyeri Neuropatik Sentral
1. Compressive myelopathy from spinal stenosis
2. HIV myelopathy
3. Multiple sclerosis–related pain
4. Parkinson disease–related pain
5. Postischemic myelopathy
6. Postradiation myelopathy
7. Nyeri Poststroke
8. Posttraumatic spinal cord injury pain
9. Syringomyelia
4. Manifestasi Klinis
Nyeri neuropatik sering memiliki sering memiliki kualitas terbakar, perih atau, seperti
tersengat listrik. Secara umum nyeri neuropatik mempunyai manifestasi klinis seperti berikut ini:5
a. Nyeri Spontan (spontaneous pain, stimulus-independent pain).
Nyeri persisten (kontinyu, konstan, terus menerus)
Nyeri paroksismal, rasa: panas, dingin, menyayat, menusuk, menikam, kesetrum,
kausalgia, disestesia, parestesia.
b. Nyeri dengan stimulus (stimulus-dependent/stimulus-evoked pain)
Alodonia
Hiperalgesia
Hiperpatia
3
c. Defisit sensorik
Hipoestesia
Hipoalgesia
d. Gejala penyerta, seperti: insomnia, cemas, depresi, berat badan menurun, kualitas hidup
menurun.
5. Patofisiologi
a. Nyeri sentral neuropatik
Nyeri sentral neuropatik adalah suatu konsep yang berkembang, akibat bertambahnya bukti
bahwa kerusakan ujung-ujung saraf nosiseptif perifer di jaringan lunak, pleksus saraf, atau saraf itu
sendiri juga dapat menyebabkan nyeri sentral nosiseptif melalui proses sensitisasi. Sensitisasi
seperti ini dapat tejadi karena fenomena plastisitas yang merupakan ciri ganglion akar dorsal dan
neuron kornu dorsalis. Pada hakekatnya, responsivitas keduanya berubah seiring waktu oleh
masukan sensorik yang menganggu secara terus menerus atau repetitif atau keduanya. Mekanisme
yang menyebabkan terjadinya sensitisasi diperkirakan adalah perubahan molekular di ujung-ujung
nosiseptif, lepas muatan ektopik serat nyeri aferen, dan perubahan fisiologik reseprtor N-metil-D
aspartat (NMDA) yang menyebabkan nyeri nosiseptif kronik. Syndrom nyeri talamus adalah salah
satu contoh nyeri neuropatik sentral.kerusakan pada talamus dapat disebabkan oleh
cerebrovascular accident (CVA, stroke) dan menimbulkan nyeri seperti terbakar yang hebat di sisi
hemiplegik, terutama di ekstremitas distal. Salah satu teori yang menjelaskan patogenesis nyeri
talamus adalah hilangnya inhibisi sentral. Menurut teori ini kerusakan pada jalur
neospinaotalamikus yang tidak mengenai jalur paleospinotalamikus membebaskan yang disebut
terakhir dari inhibisi sehungga terjadi sumasi dan hiperalgesia. Efek ini serupa apa yang terjadi pada
saat nosiseptor kornu dorsalis yang dirangsang oleh aferen primer tidak bermielin dibebaskan
daripengaruh inhibitorik aferen besar bermielin, seperti dijelaskan di teori kontrol gerbang.
Aktifitas aferen simpatis juga munkin berperan dalam patogenesis nyeri neuropatik sentral, karena
blokade simpatis perifer kadang-kadan dapat menghilangkan nyeri.2
b. Nyeri neuropatik perifer
Terjadi akibat kerusakan saraf perifer. Kerusakan yang berasal dari perifer menyebabkan
tidak saja pelepasan muatan spontan serat saraf perifer yang terkena tetapi juga lepas muatan
spontan sel-sel ganglion akar dorsal saraf yang rusak. Contoh-contoh sindrom yang mungkin
dijumpai adalah nueralgia pascaherpes, neuralgia diabetes, neuralgia trigeminus, kausalgia,
dan phantom limb pain. 2
4
Gambar 1. Mekanisme Patofisiologi Dari Nyeri Neuropatik6
A. Jalur aferen primer dan koneksi mereka berada di kornu dorsalis sumsum tulang belakang.
Perhatikan bahwa nociceptif serabut-C (merah) berakhir pada neuron proyeksi spinotalamikus di
atas lamina (neuron kuning). Non-nociceptive myelinated serabut-A proyek lebih dalam lamina.
Neuron proyeksi orde kedua adalah jenis-itu WDR menerima langsung sinaptik masukan dari
terminal nociceptive dan juga masukan dari multisynaptic myelinated A-serat (non-noxions
informasi, biru neuron system). Interaksi dengan mikroglia (abu-abu sel) memfasilitasi transmisi
sinaptik. GABAergic interneuron (green neuron) biasanya mengerahkan masukan sinaptik
penghambatan pada neuron WDR. Selain itu, sistem modulatory turun sinaps di neuron WDR
(hanya proyeksi hambat, terminal descending hijau).2
B. Perubahan perifer pada neuron afferen primer setelah lesi saraf parsial, menyebabkan sensitisasi
perifer. Perhatikan bahwa beberapa akson yang rusak dan merosot (akson 1 dan 3) dan beberapa
masih utuh dan terhubung ke organ akhir perifer (kulit: akson 2 dan 4). Ekspresi saluran natrium
meningkat pada neuron yang rusak (akson 3), dipicu sebagai konsekuensi dari lesi. Selain itu,
produk-produk seperti faktor pertumbuhan saraf, terkait dengan degenerasi Wallerian dan dirilis
di sekitar serat terhindar (panah), ekspresi memicu saluran dan reseptor (misalnya, saluran
natrium, TRPV1 reseptor, adrenoreseptor) pada serat terluka.2
C. Aktivitas spontan di nociceptors-C menyebabkan perubahan sekunder dalam pengolahan
sensorik pusat, menyebabkan hyperexcitability sumsum tulang belakang (sensitisasi sentral orde
kedua neuron nociceptive, bintang di neuron kuning) yang menyebabkan masukan dari
mechanoreceptive Serabut-A (biru neuron sistem, rangsangan menyentuh dan belang-belang
cahaya) yang akan dirasakan sebagai rasa sakit (allodynia mekanik dinamis dan belang-belang, +
5
Menunjukkan pembukaan di sinaps). Beberapa presynaptic (opioid reseptor, kalsium saluran) dan
struktur molekul postsynaptic (reseptor glutamat, AMPA / reseptor kainate, reseptor
sodium/5HT, reseptor GABA, saluran natrium) yang terlibat dalam sensitisasi sentral. Hambatan
interneuron dan turunnya sistem kontrol modulatory (neuron hijau) yang disfungsional setelah
lesi saraf, menyebabkan rasa disinhibisi atau fasilitasi neuron kornu dorsalis sumsum tulang
belakang dan lanjut sentral sensitisasi.2
D. Cedera saraf perifer mengaktifkan sel-sel glial sumsum tulang belakang (sel abu-abu) melalui
kemokin, seperti aktivasi CCL2 pada reseptor kemokin. Aktivasi mikroglia lebih meningkatkan
rangsangan pada neuron WDR dengan melepaskan sitokin dan faktor pertumbuhan (misalnya,
tumor necrosis faktor α, Faktor yang diturunkan saraf tulang) dan konsentrasi glutamat
meningkat. WDR jangkauan dinamis yang lebar =. TRPV1 = reseptor transien potensial V1.2
6. Diagnosis
A. Anamnesis
Dalam penatalaksanaan nyeri memerlukan penilaian dan usaha yang cermat untuk
memahami pengalaman nyeri pasien dan mengidentifikasi kausa sehingga kausa tersebut dapat
dihilangkan, apabila mungkin, hal yang pertama harus dilakukan adalah anamnesis yang teliti untuk
mengenal jenis nyeri yang dialami oleh pasien. Berikut adalah data yang diperlukan untuk menilai
nyeri :2
Tabel. 1. Data Esensial yang Perlu dikumpulkan untuk menilai Nyeri
Karateristik Nyeri Pertanyaan untuk pasien
Lokasi Dimana terasa nyeri?
Apakah nyeri menyebar?
Apakah nyeri di permukaan atau didalam?
Cara awitan Kapan nyeari dimulai?
Apakah nyeri timbul mendadak atau perlahan?
Apakah ada kejadian tertentu yang tampaknya menimbulkan nyeri saat nyeri
tersebut dimulai?
Pola
(penentuan waktu,
frekuensi, durasi)
Kapan nyeri timbul (pagi, siang, malam)?
Seberapa sering nyeri timbul?
Apakah nyerinya terus menerus atau hilang timbul?
Seberapa lama nyeri menetap?
Faktor yang memperberat
dan memper ringan.
Apa yang kira-kira memicu nyeri?
Apa yang menyebabkan nyeri bertambah parah? (misalnya pergerakan atau
perubahan posisi, batuk atau mengejan, minum atau makan)
Apa yang menyebabkan nyeri berkurang (misalnya beridtirahat, tidur,
6
merubah posisi misalnya berdiri, duduk, berbaring atau membungkuk,
makanan atau antasid)
Kualitas Seperti apa nyeri terasa? (misalnya berdenyut, tumpul, pegal, tajam, seperti
tertusuk, perih, speerti terbakar.)
Intensitas Seberapa hebat nyerinya? (minta pasien mengukur nyeri menggunakan skala
analog visual atau verbal, sebelum dan sesudah pengbatan)
Gejala terkait Apakah ada masalah lain yang ditimbulkan oleh nyeri ?(misalnya anoreksia,
mual, muntah, insomnia)
Efek pada gaya hidup Apakah nyaeri mengganggu aktifitas anda di rumah, pekerjaan, atau interaksi
sosial normal?
Apakah nyeri mengganggu keseharian hidup anda? (misalnya, makan, tidur,
aktivitas seksual, menyetir)
Metode untuk mengurangi
nyeri
Apa yang pernah dapat menolong mengurangi nyeri anda?
Apa yang tidak bermanfaat untuk mengurangi nyeri anda?
Setelah mendapatkan data dari anamnesis untuk menilai nyeri, untuk nyeri neuropatik kita dapat
melakukan pemeriksaan dengan menggunkan DN4 (Deouleur neuropatique 4 Question) atau LANSS
Scoring (Leeds Assessment of Neuropathic Symptoms and Signs pain scale).7,8
Berikut adalah DN4 (Deouleur neuropatique 4 Question):6
7
Jika pasien memberikan jawaban positif (ya) maka diberi score 1 dan jika pasien memberikan
jawaban negatif (tidak) maka diberi score 0. Apabila pasien mendapatkan score 4 sampai 10 maka
mengarah ke nyeri neuropatik.7
Berikut adalah LANSS Scoring (Leeds Assessment of Neuropathic Symptoms and Signs pain
scale):7
8
Jika skor yang diperoleh lebih dari 12 berarti mengarah ke nyeri neuropatik.7
B. Pemerikasaan Fisik, meliputi:5
Pemeriksaan fisik umum
Pemeriksaan neurologis, seperti: kesadaran, saraf-saraf cranial, motorik, sensorik,
otonom, fungsi kortikal luhur.
C. Pemeriksaan Penujang, dilakukan berdasarkan atas indikasi.
7. Diagnosis Banding
a. Diabetic Peripheral Neuropathy (DPN) diklasifikasikan sebagai akut atau kronik, DPN akut
merupakan kondisi yang jarang dan dapat mempengaruhi tungkai bagian bawah dan penyakit ini
menyusahkan dan adakalanya menyebabkan ketidakmampuan pada penderita. Kondisi akut ini
terjadi oleh karena kontrol glukosa darah yang kurang baik atau perbaikan kontrol yang cepat.
DPN kronik didefinisikan sebagai gejala yang telah tejadi minimal 6 bulan.8
Gejala pada pasien dengan polineuropatik sensorimotorik simetris mungkin digambarkan
sebagai salah satu yang negatif ( kehilangan rasa) atau positif (rasa nyeri terbakar atau kelemahan
otot). Kehilangan serat kecil yang tak bermielin pada pasien ini mungkin mempengaruhi untuk
terjadinya cedera atau ulkus pada kaki. Pasien dengan DPN mungkin juga mengalami carpal tunnel
9
syndrome atau meralgia paresthetica dan atau rasa nyeri yang tersebar pada saraf lateral femoral
cutaneus. Gejala dari DPN mungkin akan memburuk pada malam hari, dan akan menggangu tidur
pasien yang menyebabkan rasa lelah, mudah marah, dan disfungsi otot wajah.8
b. Post Herpetic Neuralgia
American Academy of Neurology memberikan definisi PHN adalah rasa nyeri yang menetap
lebih dari 3 bulan setelah penyembuhan ruam pada penyakit herpes zoster.8
Gejala akut herpes zoster secara khas timbul dengan gejala prodromal selama 3-4 hari dan
mungkin terdapat hyperesthesia, paresthesias, dan atau burning dysesthesias dan gatal sepanjang
dermatom yang terinfeksi. Rasa nyeri merupakan alasan tersering yang dirasakan pasien hingga
mencari pengobatan. Rasa nyeri ini seringkali digambarkan seperti rasa terbakar atau rasa
tersengat dan umumnya berat. Dermatom yang seringkali terkena adalah bagian toraks, tetapi
dapat juga terjadi pada dermatom lain. Pada kebanyakan pasien, gejala akut ini akan membaik
sendiri setelah ruam yang timbul mengalami penyembuhan. Tetapi sebagian kecil pasien
(terutama pada usia lanjut), berkembang menjadi gejala-gejala PHN.8
Pasien dengan PHN mungkin datang dengan gejala yang mirip nyeri neuropatik. Gejala ini
dirasakan sebagai nyeri yang terus menerus yang muncul dengan adanya stimulus dari luar,
dimana pasien mungkin merasakannya sering kali pada malam hari atau ketika perhatian pasien
tidak terfokus pada suatu aktivitas. Pasien dengan PHN juga merasakan nyeri pada sentuhan yang
ringan, walaupun hanya dengan pakaian (allodynia). Beberapa pasien dengan PHN mungkin juga
mengeluhkan nyeri lancinating (nyeri hebat karena sentakan yang cepat). Gejala motorik dan
autonom jarang ditemukan PHN, tetapi ada kalanya pada pasien dapat muncul nyeri tulang atau
nyeri pleura atau neurogenic bladder or rectum setelah infeksi herpes zoster.8
10
BAB III
PENATALAKSAAN NYERI NEUROPATIK
A. Tujuan
Terapi nyeri neuropatik pada umumnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup
pasiendengan melakukan pendekatan secara holistic, berupa pengobatan, terhadap Pain triad, yaitu
nyeri, gangguan tidur dan gangguan mood (ansietas, depresi, dan obsesi kompulsif) yang dilakukan
oleh multidisiplin.5
B. Jenis Terapi
Terdapat dua jenis terapi pada nyeri neuropatik, yaitu: terapi farmakologis dan non farmakologis.5
1. Terapi Farmakologis
a. Gabapentin
Gabapentin pada dosis sampai dengan 3600 mg / hari secara signifikan mengurangi rasa sakit
dibandingkan dengan plasebo; perbaikan dalam tidur, mood, dan kualitas hidup juga tampak dalam
beberapa percobaan.3
Efek samping dari gabapentin adalah mengantuk dan pusing, dan yang lebih jarang, gejala
gastrointestinal dan edema perifer ringan. Semua efek ini memerlukan penyesuaian dan pemantauan
dan dosis tetapi biasanya tidak menimbulkan penghentian obat. Gabapentin dapat menyebabkan atau
memperburuk masalah keseimbangan serta penurunan kognitif pada pasien lansia, dan dosis
penyesuaian yang diperlukan pada pasien dengan insufisiensi ginjal.3
Untuk mengurangi efek samping dan meningkatkan kepatuhan pasien terhadap pengobatan,
gabapentin harus dimulai pada dosis rendah 100- 300 mg dalam dosis tunggal pada waktu tidur atau
100 sampai 300 mg 3 kali sehari-dan kemudian dititrasi setiap 1 sampai 7 hari sebanyak 100 sampai 300
mg bila mampu ditoleransi. Meskipun 3 kali sehari adalah target dosis, titrasi lebih cepat dicapai jika
sebagian dari dosis harian awal diberikan pada waktu tidur untuk membatasi sedasi pada siang hari.
Sasaran dosis yang menunjukkan manfaat pengobatan gabapentin untuk nyeri neuropatik berkisar dari
1800 mg / hari (dosis FDAapproved untuk PHN hingga 3600 mg / hari. Jika kesembuhan sebagian rasa
sakit terjadi di 1800 mg/d, titrasi dapat dilanjutkan sampai dengan 3600 mg/hari (1200 mg 3 kali sehari)
sesuai toleransi ditoleransi. Dosis akhir harus ditentukan baik dengan mencapai peredaan nyeri komplit
atau dengan munculnya efek samping yang tidak dapat ditoleransi yang tidak hilang segera.3
b. Analgesik Opioid
Banyak analgesik opioid kerja pendek dan kerja panjang yang tersedia. Kami memiliki
pendapat yang beragam tentang algoritma untuk mengelola opioid untuk nyeri neuropatik. Salah satu
pendekatan yang direkomendasikan adalah mulai pengobatan dengan analgesik opioid menggunakan
11
obat short-acting pada dosis equianalgesic hingga oral morfin sulfat pada 5 sampai 15mg setiap 4 jam
sesuai kebutuhan. Umumnya digunakan short-acting analgesik opioid termasuk oksikodon penggunaan
tunggal dan hydrocodone dan oxycodone bitartrat dikombinasi dengan asetaminofen, aspirin, atau
ibuprofen (elixir morfin dapat digunakan dengan pasien yang memiliki kesulitan menelan). 3
Setelah pengobatan selama 1 sampai 2 minggu, dosis total harian analgesik opioid short-
acting pasien dapat dikonversi ke dosis harian equianalgesic dari salah satu analgesik opioid longacting
seperti morfin pelepasan-terkontrol, oksikodon pelepasan-terkontrol, fentanil transdermal,
levorphanol, atau hidroklorida metadon. Konversi dari rejimen pengobatan pasien dari obat short-acting
menuju long-acting mungkin memerlukan penyesuaian dosis selama 1 sampai 2 minggu. Setelah pasien
menerima dosis obat long-acting yang stabil, percobaan yang memadai dari analgesik opioid
membutuhkan waktu 4 sampai 6 minggu untuk menilai rasa sakit dan fungsi. Pengurangan nyeri tanpa
perbaikan fungsi mengindikasikan perlunya untuk mempertimbangkan modifikasi pengobatan. Dengan
pemantauan dan titrasi hati-hati, tidak ada batasan yang jelas dosis maksimum dari analgesik opioid.
Namun, evaluasi oleh spesialis nyeri dapat dipertimbangkan ketika dosis morfin sulfat equianalgesic
melebihi 120-180 mg / d. Manfaat dari tingkat yang lebih tinggi dari 180 mg / d pada pasien dengan
nyeri neuropatik belum di uji coba dengan double-blind trial. 3
Dokumentasi yang cermat dan pemantauan yang tepat sangatlah penting pada pengobatan
menggunakan analgesik opioid. Model pedoman penggunaan zat untuk pengobatan rasa sakit telah
diadopsi oleh Federasi Dewan Negara Medis Amerika Serikat, dan US Drug Administration telah
mengakui bahwa penggunaan analgesik opioid yang tepat untuk mengobati nyeri kronis. 3
Efek samping yang paling sering dari analgesik opioid adalah konstipasi , sedasi, dan mual;
efek ini kemungkinan besar berkontribusi pada relative tingginya withdrawal pada uji coba terkontrol
plasebo. Pada pasien lansia yang diobati dengan analgesik opioid, gangguan kognitif dan masalah
dengan mobilitas dapat terjadi, yang dapat berkontribusi untuk peningkatan risiko patah tulang pinggul.
Kebanyakan pasien menjadi toleran terhadap efek samping, meskipun konstipasi sering berlanjut.
Laksatif atau beralih ke fentanil sitrat transdermal dapat membantu mengurangi sembelit. Analgesik
opioid harus digunakan hati-hati pada pasien dengan riwayat penyalahgunaan zat atau percobaan
bunuh diri, dan kematian karena kecelakaan atau bunuh diri dapat terjadi dengan overdosis. Walaupun
pasien diobati dengan analgesik opioid dapat mengembangkan toleransi analgesik (yaitu, pengurangan
manfaat analgesik seiring waktu), pada pasien yang responsif dosis yang stabil biasanya dapat dicapai.
Semua pasien yang memakai analgesik opioid mengembangkan ketergantungan fisik (gejala putus obat
dengan penghentian mendadak dari obat atau pengurangan dosis cepat) dan harus disarankan untuk
tidak secara tiba-tiba menghentikan pengobatan. 3
c. Tramadol
12
Untuk mengurangi kemungkinan efek samping dan meningkatkan kepatuhan pasien
terhadap pengobatan, tramadol harus dimulai pada dosis rendah-50 mg sekali atau dua kali sehari-dan
kemudian dititrasi setiap 3 sampai 7 hari sebesar 50 sampai 100 mg / d dalam dosis terbagi sesuai
toleransi. Mg Dosis maksimum adalah 100mg tramadol hydrochloride 4 kali sehari (pada pasien yang
lebih tua lebih dari 75 tahun, 300 mg / d dalam dosis terbagi), dan percobaan yang memadai
memerlukan waktu 4 minggu.3Tramadol adalah norepinefrin dan serotonin reuptake inhibitor dengan
metabolit utama yang merupakan agonis opioid μ.3
Efek samping dari tramadol adalah pusing, mual, konstipasi, mengantuk, dan hipotensi
ortostatik. Ini terjadi lebih sering ketika dosis ditingkatkan secara cepat dan digunakan bersama dengan
obat lain yang memiliki efek samping sejenis. Ada peningkatan risiko kejang pada pasien yang diobati
dengan tramadol yang memiliki riwayat kejang atau pada pasien yang juga menerima antidepresan,
opioid, neuroleptik, atau obat lain yang dapat menurunkan ambang kejang. Serotonin syndrom dapat
muncul jika tramadol digunakan bersamaan dengan obat serotonergik lainnya, terutama serotonin
reuptake inhibitor (SSRI) dan inhibitor monoamine oksidase. Tramadol dapat menyebabkan atau
memperburuk gangguan kognitif pada pasien lansia, dan penyesuaian dosis diperlukan pada pasien
dengan penyakit ginjal atau hati. Penyalahgunaan tramadol dianggap langka tetapi ada.
d. Antidepresan Trisiklik
TCA memiliki efek analgesik yang independen dari efek antidepresan mereka. Untuk
mengurangi efek samping dan meningkatkan kepatuhan pasien terhadap pengobatan, TCA harus
dimulai pada dosis rendah 10 hingga 25 mg dalam dosis tunggal pada jam tidurdan kemudian dititrasi
setiap 3 sampai 7 hari dengan 10 sampai 25 mg / d sesuai toleransi . Meskipun efek analgesik TCA telah
diperkirakan terjadi pada dosis lebih rendah dari efek antidepresan, tidak ada bukti sistematis yang
mendukung hal ini. Namun, beberapa data yang konsisten dengan hubungan dosis-respon; TCA harus
dititrasi untuk dosis 75 sampai 150 mg / d sebagai bila ditoleransi. Jika ditemukan darah sekitar 100 mL
ng / obat aktif dan metabolitnya tidak ditemukan pada dosis 100 sampai 150 mg, titrasi dapat
dilanjutkan lebih lanjut dengan hati-hati. Kadar 500 ng / mL atau lebih tinggi obat aktif dalam darah dan
metabolitnya berhubungan langsung dengan toksisitas, dan untuk titrasi yang lebih tinggi dari 100
sampai 150 mg / d jumlah zat aktif dalam darah harus dipantau dan elektrokardiogram harus dilakukan.
Sebuah percobaan yang memadai dari TCA akan berlangsung 6 sampai 8 minggu dengan setidaknya 1
sampai 2 minggu pada dosis ditoleransi maksimum.3
Antidepresan trisiklik, kategori obat pertama yang terbukti efektif untuk nyeri neuropatik di uji
coba terkontrol plasebo adalah TCAs. Meskipun percobaan klinis pada pasien dengan neuropati HIV ,
nyeri cedera tulang belakang, dan neuropatiterinduksi-cisplatin dengan amitriptilin hidroklorida
13
hanyamemiliki manfaat kecil jika dibandingkan dengan plasebo, sebuah ringkasan yang tepat dari
keberhasilan keseluruhan dari TCA dalam nyeri neuropatik dapat dibaca di review oleh Max. 3
Masalah utama dengan penggunaan TCA adalah efek sampingnya; TCA harus digunakan hati-
hati pada pasien dengan riwayat penyakit jantung, glaukoma, retensi urin, atau neuropati otonom.
Hampir 20% dari pasien yang diobati dengan nortriptyline setelah infark miokard mengalami Adverse
Cardiac Events. Oleh karena itu, skrining elektrokardiogram untuk memeriksa kelainan konduksi jantung
direkomendasikan sebelum mulai pengobatan dengan TCA, terutama pada pasien yang berumur lebih
dari dari 40 tahun. Seperti juga dengan analgesik opioid, TCA harus digunakan hati-hati karena ada risiko
bunuh diri atau meninggal karena kecelakaan dari overdosis.
Antidepresan trisiklik harus digunakan dengan sangat hati-hati pada pasien lansia karena
risiko efek samping beracun ke jantung dan efek samping antikolinergik. Selain itu, gabapentin,
analgesik opioid, tramadol, dan TCA semua harus digunakan dengan hati-hati pada pasien yang lebih tua
karena risiko terjatuh dan gangguan kognitif. 3
Antidepresan trisiklik memiliki banyak kontraindikasi, terutama pada pasien dengan penyakit
kardiovaskular, karena risiko gangguan konduksi, aritmia, takikardia, stroke, dan infark miokard akut.
Pada pasien dengan insufisiensi ginjal, dosis gabapentin atau tramadol harus disesuaikan; pada pasien
dengan penyakit hati, dosis tramadol penyesuaian diperlukan. Analgesik opioid harus digunakan dengan
hati-hati pada pasien dengan riwayat penyalahgunaan zat. 3
14
e. Obat-obatan antikonvulsan lainnya.
Lamotrigin adalah pengobatan farmakologis 1 lini kedua yang memiliki bukti keberhasilan
berdasarkan hasil yang konsisten dari beberapa uji coba terkontrol secara acak untuk neuropati sensorik
HIV, PDN, dan nyeri pusat poststroke serta dalam subkelompok pasien dengan lesi sumsum tulang
belakang inkomplet dalam uji coba pasien dengan nyeri dari cedera sumsum tulang belakang. Kami
tidak menganggap lamotrigin pengobatan lini pertama untuk nyeri neuropatik karena titrasinya yang
lambat danharus diberikan dengan sangat hati-hati karena resiko timbulnya ruam yang parah dan
sindrom Stevens-Johnson. 3
Karbamazepin memiliki efek yang bermanfaat bagi trigeminal neuralgia dan disetujui oleh
FDA untuk pengobatan sindrom nyeri neuropatik ini. Pada pasien dengan PDN, ada beberapa bukti
untuk efektifitas karbamazepin, tetapi hasil penelitian terhadap fenitoin tidak konsisten, penelitian ini
dilakukan lebih dari 20 tahun yang lalu dan tidak memenuhi standardsmetodologis saat ini .. Lamotrigin
dan karbamazepin dapat direkomendasikan untuk pasien yang tidak merespon gabapentin dan apabila
diharapkan pengobatan dengan antikonvulsan. 3
f. Obat-obatan antidepresan lainnya.
Selective serotonin reuptakeinhibitor memiliki efek samping lebih sedikit dan umumnya lebih
baik ditoleransi daripada TCA. Dalam studi pasien dengan PDN, paroxetine dan citalopram dikaitkan
dengan penurunan rasa nyeri yang secara statistik signifikan lebih besar daripada plasebo, sedangkan
Fluoxetine hydrochloride ditemukan tidak lebih efektif daripada placebo.
15