2. ISI REFERAT NYERI NEUROPATIK.docx

21
BAB I PENDAHULUAN A. Definisi Nyeri adalah salah satu gejala yang paling sering pada gangguan neurologi. Walaupun sekarang ini telah terjadi peningkatan dalam penanganan, nyeri masih sering kali tidak merespon terhadap penanganan yang telah dilakukan. 1 Nyeri dapat digambarkan sebagai suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang sudah atau berpotensi terjadi, atau dijelaskan berdasarkan kerusakan tersebut (International Association for the Study of Pain [IASP] Task Force, 1994, p.210-211). Definisi ini menghindari pengkorelasian nyeri dengan suatu rangsangan (stimulus). Definisi ini juga menekankan bahwa nyeri bersifat subjektif dan merupakan suatu sensasi sekaligus emosi. 2 Walaupun merupakan pengalaman subjektif dengan komponen sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan, nyeri memperlihatkan beberapa bukti objektif. Mengamati ekspresi wajah pasien, mendengarkan tangisan atau erangan, dan mengamati tanda-tanda vital (misalnya, tekanan darah, kecepatan denyut jantung) dapat memberi petunjuk mengeni derajat nyeri yang dialami pasien. Namun, oengamatan- pengamatn di atas sangat tidak dapat diandalkan, sehingga pasien berisiko mendapat terapi nyeri yang kurang adekuat. 2 Klasifikasi dari nyeri kronik digolongkan dalam 3 kategori : nyeri yang disebabkan oleh penyakit atau kerusakan pada jaringan itu sendiri (nyeri nosiseptif, seperti osteoarthritis), nyeri yang disebabkan oleh penyakit atau kerusakan sistem somatosensori (nyeri neuropatik), dan gabungan antara nyeri nosiseptif dan neuropatik (nyeri gabungan). 3 International Association for the Study of Pain (IASP) mendefinisikan nyeri neuropatik adalah nyeri yang dihasilkan dari penyakit atau kerusakan 1

Transcript of 2. ISI REFERAT NYERI NEUROPATIK.docx

Page 1: 2. ISI REFERAT NYERI NEUROPATIK.docx

BAB I

PENDAHULUAN

A. Definisi

Nyeri adalah salah satu gejala yang paling sering pada gangguan neurologi. Walaupun sekarang

ini telah terjadi peningkatan dalam penanganan, nyeri masih sering kali tidak merespon terhadap

penanganan yang telah dilakukan.1

Nyeri dapat digambarkan sebagai suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak

menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang sudah atau berpotensi terjadi, atau

dijelaskan berdasarkan kerusakan tersebut (International Association for the Study of Pain [IASP] Task

Force, 1994, p.210-211). Definisi ini menghindari pengkorelasian nyeri dengan suatu rangsangan

(stimulus). Definisi ini juga menekankan bahwa nyeri bersifat subjektif dan merupakan suatu sensasi

sekaligus emosi.2

Walaupun merupakan pengalaman subjektif dengan komponen sensorik dan emosional yang

tidak menyenangkan, nyeri memperlihatkan beberapa bukti objektif. Mengamati ekspresi wajah

pasien, mendengarkan tangisan atau erangan, dan mengamati tanda-tanda vital (misalnya, tekanan

darah, kecepatan denyut jantung) dapat memberi petunjuk mengeni derajat nyeri yang dialami pasien.

Namun, oengamatan-pengamatn di atas sangat tidak dapat diandalkan, sehingga pasien berisiko

mendapat terapi nyeri yang kurang adekuat.2

Klasifikasi dari nyeri kronik digolongkan dalam 3 kategori : nyeri yang disebabkan oleh penyakit

atau kerusakan pada jaringan itu sendiri (nyeri nosiseptif, seperti osteoarthritis), nyeri yang disebabkan

oleh penyakit atau kerusakan sistem somatosensori (nyeri neuropatik), dan gabungan antara nyeri

nosiseptif dan neuropatik (nyeri gabungan).3

International Association for the Study of Pain (IASP) mendefinisikan nyeri neuropatik adalah

nyeri yang dihasilkan dari penyakit atau kerusakan dari sistem saraf perifer atau sentral, dan berasal

dari kelainan fungsi sistem nervus. Awalnya, nyeri neuropatik digunakan hanya untuk menggambarkan

nyeri yang berhubungan dengan neuropatik perifer, dan nyeri sentral pada lesi di sistem saraf pusat

yang berhubungan dengan nyeri. Nyeri neurogenik menyangkut semua penyebab, baik perifer maupun

sentral.1

Walaupun prevalensi akurat dari kejadian nyeri neuropatik tidaklah tersedia, namun

ditemukannya nyeri neuropatik tampaknya lebih sering dari yang kita duga. Di Amerika Serikat,

terdapat lebih dari 3 juta orang dengan Painfull Diabetic Neuropathy (PDN), dan kurang lebih sebanyak

1 juta orang dengan neuralgia pot herpes (

1

Page 2: 2. ISI REFERAT NYERI NEUROPATIK.docx

BAB II

ISI

1. Etiologi

Nyeri neuropatik merupakan hal yang sering ditemukan dalam praktek klinis. Pasien dengan

penyakit yang beragam mulai dari diabetic polyneuropathy, Human immunodeficiency Virus ( HIV)

sensory neuropathy, sindroma post-stroke, dan sclerosis multiple dapat mengalami nyeri yang

mengganggu kualitas hidupnya. Secara umum para ahli membagi sindroma nyeri neuropatik ke 2 grup

besar berdasarkan lokasi lesinya.Walaupun demikian masih memungkinkan kedua system perifer dan

sentral memberikan kontribusi bersama terhadap beberapa jenis dari nyeri neuropatik.4

2. Klasifikasi

Nyeri neuropatik diklasifikasikan berdasarkan:5

a) Letak lesi, yaitu terbagi atas:

1) Nyeri neuropatik perifer, letak lesi pada sistem aferen perifer di saraf tepi, ganglion radiks

dorsalis, atau pada radiks dorsalis. Contoh: polineuritis, polineuropati diabetic, neuralgia

pascaherpes, neuralgia trigeminal.

2) Nyeri Neuropatik Sentral, letak lesi di medulla spinalis, batang otak, thalamus, atau

korteks serebri. Contoh: nyeri spinal pascatrauma, nyeri sentral pascastroke.

b) Waktu, yaitu terbagi atas:

1) Nyeri neuropatik akut, nyeri yang dialami dalam waktu 3 bulan. Contoh: iskhialgia pada

HNP (hernia nucleus pulposus), neuralgia trigeminal.

2) Nyeri neuropatik kronik, nyeri yang dialami dalam waktu lebih dari 3 bulan, atau nyeri

yang masih ditemukan setelah cedera jaringan sembuh. Ada 2 jenis nyeri neuropatik

kronis:

Nyeri malignan, seperti: nyeri kanker, nyeri pascaradiasi, nyeri pascaoperatif,

nyeri pascakemoterapi.

Nyeri nonmalignant, seperti: neuropati diabetic, sindrom terowongan kapal

(carpal tunnel syndrome), neuropati toksik, nyeri sentral pascastroke, nyeri

spinal pascatrauma.

3) Intensitas, berdasarkan intensitas, tebagi atas ringan, sedang, dan berat.

3. Jenis-jenis nyeri neuropatik

A. Nyeri Neuropatik Perifer, contohnya:6

1. Acute and chronic inflammatory demyelinating

2. polyradiculoneuropathy

3. Alcoholic polyneuropathy

4. Chemotherapy-induced polyneuropathy

2

Page 3: 2. ISI REFERAT NYERI NEUROPATIK.docx

5. Complex regional pain syndrome

6. Entrapment neuropathies (mis, carpal tunnel syndrome)

7. HIV sensory neuropathy

8. Iatrogenic neuralgias (misalnya ,nyeri postmastectomy atau nyeri postthoracotomy)

9. Idiopathic sensory neuropathy

10. Kompresi saraf atau infiltrasi tumor

11. Nutritional deficiency–related neuropathies

12. Painful diabetic neuropathy

13. Phantom limb pain

14. Postherpetic neuralgia

15. Postradiation plexopathy

16. Radiculopathy (cervical, thoracic, atau lumbosacral)

17. Toxic exposure–related neuropathies

18. Tic douloureux (trigeminal neuralgia)

19. Posttraumatic neuralgias

B. Nyeri Neuropatik Sentral

1. Compressive myelopathy from spinal stenosis

2. HIV myelopathy

3. Multiple sclerosis–related pain

4. Parkinson disease–related pain

5. Postischemic myelopathy

6. Postradiation myelopathy

7. Nyeri Poststroke

8. Posttraumatic spinal cord injury pain

9. Syringomyelia

4. Manifestasi Klinis

Nyeri neuropatik sering memiliki sering memiliki kualitas terbakar, perih atau, seperti

tersengat listrik. Secara umum nyeri neuropatik mempunyai manifestasi klinis seperti berikut ini:5

a. Nyeri Spontan (spontaneous pain, stimulus-independent pain).

Nyeri persisten (kontinyu, konstan, terus menerus)

Nyeri paroksismal, rasa: panas, dingin, menyayat, menusuk, menikam, kesetrum,

kausalgia, disestesia, parestesia.

b. Nyeri dengan stimulus (stimulus-dependent/stimulus-evoked pain)

Alodonia

Hiperalgesia

Hiperpatia

3

Page 4: 2. ISI REFERAT NYERI NEUROPATIK.docx

c. Defisit sensorik

Hipoestesia

Hipoalgesia

d. Gejala penyerta, seperti: insomnia, cemas, depresi, berat badan menurun, kualitas hidup

menurun.

5. Patofisiologi

a. Nyeri sentral neuropatik

Nyeri sentral neuropatik adalah suatu konsep yang berkembang, akibat bertambahnya bukti

bahwa kerusakan ujung-ujung saraf nosiseptif perifer di jaringan lunak, pleksus saraf, atau saraf itu

sendiri juga dapat menyebabkan nyeri sentral nosiseptif melalui proses sensitisasi. Sensitisasi

seperti ini dapat tejadi karena fenomena plastisitas yang merupakan ciri ganglion akar dorsal dan

neuron kornu dorsalis. Pada hakekatnya, responsivitas keduanya berubah seiring waktu oleh

masukan sensorik yang menganggu secara terus menerus atau repetitif atau keduanya. Mekanisme

yang menyebabkan terjadinya sensitisasi diperkirakan adalah perubahan molekular di ujung-ujung

nosiseptif, lepas muatan ektopik serat nyeri aferen, dan perubahan fisiologik reseprtor N-metil-D

aspartat (NMDA) yang menyebabkan nyeri nosiseptif kronik. Syndrom nyeri talamus adalah salah

satu contoh nyeri neuropatik sentral.kerusakan pada talamus dapat disebabkan oleh

cerebrovascular accident (CVA, stroke) dan menimbulkan nyeri seperti terbakar yang hebat di sisi

hemiplegik, terutama di ekstremitas distal. Salah satu teori yang menjelaskan patogenesis nyeri

talamus adalah hilangnya inhibisi sentral. Menurut teori ini kerusakan pada jalur

neospinaotalamikus yang tidak mengenai jalur paleospinotalamikus membebaskan yang disebut

terakhir dari inhibisi sehungga terjadi sumasi dan hiperalgesia. Efek ini serupa apa yang terjadi pada

saat nosiseptor kornu dorsalis yang dirangsang oleh aferen primer tidak bermielin dibebaskan

daripengaruh inhibitorik aferen besar bermielin, seperti dijelaskan di teori kontrol gerbang.

Aktifitas aferen simpatis juga munkin berperan dalam patogenesis nyeri neuropatik sentral, karena

blokade simpatis perifer kadang-kadan dapat menghilangkan nyeri.2

b. Nyeri neuropatik perifer

Terjadi akibat kerusakan saraf perifer. Kerusakan yang berasal dari perifer menyebabkan

tidak saja pelepasan muatan spontan serat saraf perifer yang terkena tetapi juga lepas muatan

spontan sel-sel ganglion akar dorsal saraf yang rusak. Contoh-contoh sindrom yang mungkin

dijumpai adalah nueralgia pascaherpes, neuralgia diabetes, neuralgia trigeminus, kausalgia,

dan phantom limb pain. 2

4

Page 5: 2. ISI REFERAT NYERI NEUROPATIK.docx

Gambar 1. Mekanisme Patofisiologi Dari Nyeri Neuropatik6

A. Jalur aferen primer dan koneksi mereka berada di kornu dorsalis sumsum tulang belakang.

Perhatikan bahwa nociceptif serabut-C (merah) berakhir pada neuron proyeksi spinotalamikus di

atas lamina (neuron kuning). Non-nociceptive myelinated serabut-A proyek lebih dalam lamina.

Neuron proyeksi orde kedua adalah jenis-itu WDR menerima langsung sinaptik masukan dari

terminal nociceptive dan juga masukan dari multisynaptic myelinated A-serat (non-noxions

informasi, biru neuron system). Interaksi dengan mikroglia (abu-abu sel) memfasilitasi transmisi

sinaptik. GABAergic interneuron (green neuron) biasanya mengerahkan masukan sinaptik

penghambatan pada neuron WDR. Selain itu, sistem modulatory turun sinaps di neuron WDR

(hanya proyeksi hambat, terminal descending hijau).2

B. Perubahan perifer pada neuron afferen primer setelah lesi saraf parsial, menyebabkan sensitisasi

perifer. Perhatikan bahwa beberapa akson yang rusak dan merosot (akson 1 dan 3) dan beberapa

masih utuh dan terhubung ke organ akhir perifer (kulit: akson 2 dan 4). Ekspresi saluran natrium

meningkat pada neuron yang rusak (akson 3), dipicu sebagai konsekuensi dari lesi. Selain itu,

produk-produk seperti faktor pertumbuhan saraf, terkait dengan degenerasi Wallerian dan dirilis

di sekitar serat terhindar (panah), ekspresi memicu saluran dan reseptor (misalnya, saluran

natrium, TRPV1 reseptor, adrenoreseptor) pada serat terluka.2

C. Aktivitas spontan di nociceptors-C menyebabkan perubahan sekunder dalam pengolahan

sensorik pusat, menyebabkan hyperexcitability sumsum tulang belakang (sensitisasi sentral orde

kedua neuron nociceptive, bintang di neuron kuning) yang menyebabkan masukan dari

mechanoreceptive Serabut-A (biru neuron sistem, rangsangan menyentuh dan belang-belang

cahaya) yang akan dirasakan sebagai rasa sakit (allodynia mekanik dinamis dan belang-belang, +

5

Page 6: 2. ISI REFERAT NYERI NEUROPATIK.docx

Menunjukkan pembukaan di sinaps). Beberapa presynaptic (opioid reseptor, kalsium saluran) dan

struktur molekul postsynaptic (reseptor glutamat, AMPA / reseptor kainate, reseptor

sodium/5HT, reseptor GABA, saluran natrium) yang terlibat dalam sensitisasi sentral. Hambatan

interneuron dan turunnya sistem kontrol modulatory (neuron hijau) yang disfungsional setelah

lesi saraf, menyebabkan rasa disinhibisi atau fasilitasi neuron kornu dorsalis sumsum tulang

belakang dan lanjut sentral sensitisasi.2

D. Cedera saraf perifer mengaktifkan sel-sel glial sumsum tulang belakang (sel abu-abu) melalui

kemokin, seperti aktivasi CCL2 pada reseptor kemokin. Aktivasi mikroglia lebih meningkatkan

rangsangan pada neuron WDR dengan melepaskan sitokin dan faktor pertumbuhan (misalnya,

tumor necrosis faktor α, Faktor yang diturunkan saraf tulang) dan konsentrasi glutamat

meningkat. WDR jangkauan dinamis yang lebar =. TRPV1 = reseptor transien potensial V1.2

6. Diagnosis

A. Anamnesis

Dalam penatalaksanaan nyeri memerlukan penilaian dan usaha yang cermat untuk

memahami pengalaman nyeri pasien dan mengidentifikasi kausa sehingga kausa tersebut dapat

dihilangkan, apabila mungkin, hal yang pertama harus dilakukan adalah anamnesis yang teliti untuk

mengenal jenis nyeri yang dialami oleh pasien. Berikut adalah data yang diperlukan untuk menilai

nyeri :2

Tabel. 1. Data Esensial yang Perlu dikumpulkan untuk menilai Nyeri

Karateristik Nyeri Pertanyaan untuk pasien

Lokasi Dimana terasa nyeri?

Apakah nyeri menyebar?

Apakah nyeri di permukaan atau didalam?

Cara awitan Kapan nyeari dimulai?

Apakah nyeri timbul mendadak atau perlahan?

Apakah ada kejadian tertentu yang tampaknya menimbulkan nyeri saat nyeri

tersebut dimulai?

Pola

(penentuan waktu,

frekuensi, durasi)

Kapan nyeri timbul (pagi, siang, malam)?

Seberapa sering nyeri timbul?

Apakah nyerinya terus menerus atau hilang timbul?

Seberapa lama nyeri menetap?

Faktor yang memperberat

dan memper ringan.

Apa yang kira-kira memicu nyeri?

Apa yang menyebabkan nyeri bertambah parah? (misalnya pergerakan atau

perubahan posisi, batuk atau mengejan, minum atau makan)

Apa yang menyebabkan nyeri berkurang (misalnya beridtirahat, tidur,

6

Page 7: 2. ISI REFERAT NYERI NEUROPATIK.docx

merubah posisi misalnya berdiri, duduk, berbaring atau membungkuk,

makanan atau antasid)

Kualitas Seperti apa nyeri terasa? (misalnya berdenyut, tumpul, pegal, tajam, seperti

tertusuk, perih, speerti terbakar.)

Intensitas Seberapa hebat nyerinya? (minta pasien mengukur nyeri menggunakan skala

analog visual atau verbal, sebelum dan sesudah pengbatan)

Gejala terkait Apakah ada masalah lain yang ditimbulkan oleh nyeri ?(misalnya anoreksia,

mual, muntah, insomnia)

Efek pada gaya hidup Apakah nyaeri mengganggu aktifitas anda di rumah, pekerjaan, atau interaksi

sosial normal?

Apakah nyeri mengganggu keseharian hidup anda? (misalnya, makan, tidur,

aktivitas seksual, menyetir)

Metode untuk mengurangi

nyeri

Apa yang pernah dapat menolong mengurangi nyeri anda?

Apa yang tidak bermanfaat untuk mengurangi nyeri anda?

Setelah mendapatkan data dari anamnesis untuk menilai nyeri, untuk nyeri neuropatik kita dapat

melakukan pemeriksaan dengan menggunkan DN4 (Deouleur neuropatique 4 Question) atau LANSS

Scoring (Leeds Assessment of Neuropathic Symptoms and Signs pain scale).7,8

Berikut adalah DN4 (Deouleur neuropatique 4 Question):6

7

Page 8: 2. ISI REFERAT NYERI NEUROPATIK.docx

Jika pasien memberikan jawaban positif (ya) maka diberi score 1 dan jika pasien memberikan

jawaban negatif (tidak) maka diberi score 0. Apabila pasien mendapatkan score 4 sampai 10 maka

mengarah ke nyeri neuropatik.7

Berikut adalah LANSS Scoring (Leeds Assessment of Neuropathic Symptoms and Signs pain

scale):7

8

Page 9: 2. ISI REFERAT NYERI NEUROPATIK.docx

Jika skor yang diperoleh lebih dari 12 berarti mengarah ke nyeri neuropatik.7

B. Pemerikasaan Fisik, meliputi:5

Pemeriksaan fisik umum

Pemeriksaan neurologis, seperti: kesadaran, saraf-saraf cranial, motorik, sensorik,

otonom, fungsi kortikal luhur.

C. Pemeriksaan Penujang, dilakukan berdasarkan atas indikasi.

7. Diagnosis Banding

a. Diabetic Peripheral Neuropathy (DPN) diklasifikasikan sebagai akut atau kronik, DPN akut

merupakan kondisi yang jarang dan dapat mempengaruhi tungkai bagian bawah dan penyakit ini

menyusahkan dan adakalanya menyebabkan ketidakmampuan pada penderita. Kondisi akut ini

terjadi oleh karena kontrol glukosa darah yang kurang baik atau perbaikan kontrol yang cepat.

DPN kronik didefinisikan sebagai gejala yang telah tejadi minimal 6 bulan.8

Gejala pada pasien dengan polineuropatik sensorimotorik simetris mungkin digambarkan

sebagai salah satu yang negatif ( kehilangan rasa) atau positif (rasa nyeri terbakar atau kelemahan

otot). Kehilangan serat kecil yang tak bermielin pada pasien ini mungkin mempengaruhi untuk

terjadinya cedera atau ulkus pada kaki. Pasien dengan DPN mungkin juga mengalami carpal tunnel

9

Page 10: 2. ISI REFERAT NYERI NEUROPATIK.docx

syndrome atau meralgia paresthetica dan atau rasa nyeri yang tersebar pada saraf lateral femoral

cutaneus. Gejala dari DPN mungkin akan memburuk pada malam hari, dan akan menggangu tidur

pasien yang menyebabkan rasa lelah, mudah marah, dan disfungsi otot wajah.8

b. Post Herpetic Neuralgia

American Academy of Neurology memberikan definisi PHN adalah rasa nyeri yang menetap

lebih dari 3 bulan setelah penyembuhan ruam pada penyakit herpes zoster.8

Gejala akut herpes zoster secara khas timbul dengan gejala prodromal selama 3-4 hari dan

mungkin terdapat hyperesthesia, paresthesias, dan atau burning dysesthesias dan gatal sepanjang

dermatom yang terinfeksi. Rasa nyeri merupakan alasan tersering yang dirasakan pasien hingga

mencari pengobatan. Rasa nyeri ini seringkali digambarkan seperti rasa terbakar atau rasa

tersengat dan umumnya berat. Dermatom yang seringkali terkena adalah bagian toraks, tetapi

dapat juga terjadi pada dermatom lain. Pada kebanyakan pasien, gejala akut ini akan membaik

sendiri setelah ruam yang timbul mengalami penyembuhan. Tetapi sebagian kecil pasien

(terutama pada usia lanjut), berkembang menjadi gejala-gejala PHN.8

Pasien dengan PHN mungkin datang dengan gejala yang mirip nyeri neuropatik. Gejala ini

dirasakan sebagai nyeri yang terus menerus yang muncul dengan adanya stimulus dari luar,

dimana pasien mungkin merasakannya sering kali pada malam hari atau ketika perhatian pasien

tidak terfokus pada suatu aktivitas. Pasien dengan PHN juga merasakan nyeri pada sentuhan yang

ringan, walaupun hanya dengan pakaian (allodynia). Beberapa pasien dengan PHN mungkin juga

mengeluhkan nyeri lancinating (nyeri hebat karena sentakan yang cepat). Gejala motorik dan

autonom jarang ditemukan PHN, tetapi ada kalanya pada pasien dapat muncul nyeri tulang atau

nyeri pleura atau neurogenic bladder or rectum setelah infeksi herpes zoster.8

10

Page 11: 2. ISI REFERAT NYERI NEUROPATIK.docx

BAB III

PENATALAKSAAN NYERI NEUROPATIK

A. Tujuan

Terapi nyeri neuropatik pada umumnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup

pasiendengan melakukan pendekatan secara holistic, berupa pengobatan, terhadap Pain triad, yaitu

nyeri, gangguan tidur dan gangguan mood (ansietas, depresi, dan obsesi kompulsif) yang dilakukan

oleh multidisiplin.5

B. Jenis Terapi

Terdapat dua jenis terapi pada nyeri neuropatik, yaitu: terapi farmakologis dan non farmakologis.5

1. Terapi Farmakologis

a. Gabapentin

Gabapentin pada dosis sampai dengan 3600 mg / hari secara signifikan mengurangi rasa sakit

dibandingkan dengan plasebo; perbaikan dalam tidur, mood, dan kualitas hidup juga tampak dalam

beberapa percobaan.3

Efek samping dari gabapentin adalah mengantuk dan pusing, dan yang lebih jarang, gejala

gastrointestinal dan edema perifer ringan. Semua efek ini memerlukan penyesuaian dan pemantauan

dan dosis tetapi biasanya tidak menimbulkan penghentian obat. Gabapentin dapat menyebabkan atau

memperburuk masalah keseimbangan serta penurunan kognitif pada pasien lansia, dan dosis

penyesuaian yang diperlukan pada pasien dengan insufisiensi ginjal.3

Untuk mengurangi efek samping dan meningkatkan kepatuhan pasien terhadap pengobatan,

gabapentin harus dimulai pada dosis rendah 100- 300 mg dalam dosis tunggal pada waktu tidur atau

100 sampai 300 mg 3 kali sehari-dan kemudian dititrasi setiap 1 sampai 7 hari sebanyak 100 sampai 300

mg bila mampu ditoleransi. Meskipun 3 kali sehari adalah target dosis, titrasi lebih cepat dicapai jika

sebagian dari dosis harian awal diberikan pada waktu tidur untuk membatasi sedasi pada siang hari.

Sasaran dosis yang menunjukkan manfaat pengobatan gabapentin untuk nyeri neuropatik berkisar dari

1800 mg / hari (dosis FDAapproved untuk PHN hingga 3600 mg / hari. Jika kesembuhan sebagian rasa

sakit terjadi di 1800 mg/d, titrasi dapat dilanjutkan sampai dengan 3600 mg/hari (1200 mg 3 kali sehari)

sesuai toleransi ditoleransi. Dosis akhir harus ditentukan baik dengan mencapai peredaan nyeri komplit

atau dengan munculnya efek samping yang tidak dapat ditoleransi yang tidak hilang segera.3

b. Analgesik Opioid

Banyak analgesik opioid kerja pendek dan kerja panjang yang tersedia. Kami memiliki

pendapat yang beragam tentang algoritma untuk mengelola opioid untuk nyeri neuropatik. Salah satu

pendekatan yang direkomendasikan adalah mulai pengobatan dengan analgesik opioid menggunakan

11

Page 12: 2. ISI REFERAT NYERI NEUROPATIK.docx

obat short-acting pada dosis equianalgesic hingga oral morfin sulfat pada 5 sampai 15mg setiap 4 jam

sesuai kebutuhan. Umumnya digunakan short-acting analgesik opioid termasuk oksikodon penggunaan

tunggal dan hydrocodone dan oxycodone bitartrat dikombinasi dengan asetaminofen, aspirin, atau

ibuprofen (elixir morfin dapat digunakan dengan pasien yang memiliki kesulitan menelan). 3

Setelah pengobatan selama 1 sampai 2 minggu, dosis total harian analgesik opioid short-

acting pasien dapat dikonversi ke dosis harian equianalgesic dari salah satu analgesik opioid longacting

seperti morfin pelepasan-terkontrol, oksikodon pelepasan-terkontrol, fentanil transdermal,

levorphanol, atau hidroklorida metadon. Konversi dari rejimen pengobatan pasien dari obat short-acting

menuju long-acting mungkin memerlukan penyesuaian dosis selama 1 sampai 2 minggu. Setelah pasien

menerima dosis obat long-acting yang stabil, percobaan yang memadai dari analgesik opioid

membutuhkan waktu 4 sampai 6 minggu untuk menilai rasa sakit dan fungsi. Pengurangan nyeri tanpa

perbaikan fungsi mengindikasikan perlunya untuk mempertimbangkan modifikasi pengobatan. Dengan

pemantauan dan titrasi hati-hati, tidak ada batasan yang jelas dosis maksimum dari analgesik opioid.

Namun, evaluasi oleh spesialis nyeri dapat dipertimbangkan ketika dosis morfin sulfat equianalgesic

melebihi 120-180 mg / d. Manfaat dari tingkat yang lebih tinggi dari 180 mg / d pada pasien dengan

nyeri neuropatik belum di uji coba dengan double-blind trial. 3

Dokumentasi yang cermat dan pemantauan yang tepat sangatlah penting pada pengobatan

menggunakan analgesik opioid. Model pedoman penggunaan zat untuk pengobatan rasa sakit telah

diadopsi oleh Federasi Dewan Negara Medis Amerika Serikat, dan US Drug Administration telah

mengakui bahwa penggunaan analgesik opioid yang tepat untuk mengobati nyeri kronis. 3

Efek samping yang paling sering dari analgesik opioid adalah konstipasi , sedasi, dan mual;

efek ini kemungkinan besar berkontribusi pada relative tingginya withdrawal pada uji coba terkontrol

plasebo. Pada pasien lansia yang diobati dengan analgesik opioid, gangguan kognitif dan masalah

dengan mobilitas dapat terjadi, yang dapat berkontribusi untuk peningkatan risiko patah tulang pinggul.

Kebanyakan pasien menjadi toleran terhadap efek samping, meskipun konstipasi sering berlanjut.

Laksatif atau beralih ke fentanil sitrat transdermal dapat membantu mengurangi sembelit. Analgesik

opioid harus digunakan hati-hati pada pasien dengan riwayat penyalahgunaan zat atau percobaan

bunuh diri, dan kematian karena kecelakaan atau bunuh diri dapat terjadi dengan overdosis. Walaupun

pasien diobati dengan analgesik opioid dapat mengembangkan toleransi analgesik (yaitu, pengurangan

manfaat analgesik seiring waktu), pada pasien yang responsif dosis yang stabil biasanya dapat dicapai.

Semua pasien yang memakai analgesik opioid mengembangkan ketergantungan fisik (gejala putus obat

dengan penghentian mendadak dari obat atau pengurangan dosis cepat) dan harus disarankan untuk

tidak secara tiba-tiba menghentikan pengobatan. 3

c. Tramadol

12

Page 13: 2. ISI REFERAT NYERI NEUROPATIK.docx

Untuk mengurangi kemungkinan efek samping dan meningkatkan kepatuhan pasien

terhadap pengobatan, tramadol harus dimulai pada dosis rendah-50 mg sekali atau dua kali sehari-dan

kemudian dititrasi setiap 3 sampai 7 hari sebesar 50 sampai 100 mg / d dalam dosis terbagi sesuai

toleransi. Mg Dosis maksimum adalah 100mg tramadol hydrochloride 4 kali sehari (pada pasien yang

lebih tua lebih dari 75 tahun, 300 mg / d dalam dosis terbagi), dan percobaan yang memadai

memerlukan waktu 4 minggu.3Tramadol adalah norepinefrin dan serotonin reuptake inhibitor dengan

metabolit utama yang merupakan agonis opioid μ.3

Efek samping dari tramadol adalah pusing, mual, konstipasi, mengantuk, dan hipotensi

ortostatik. Ini terjadi lebih sering ketika dosis ditingkatkan secara cepat dan digunakan bersama dengan

obat lain yang memiliki efek samping sejenis. Ada peningkatan risiko kejang pada pasien yang diobati

dengan tramadol yang memiliki riwayat kejang atau pada pasien yang juga menerima antidepresan,

opioid, neuroleptik, atau obat lain yang dapat menurunkan ambang kejang. Serotonin syndrom dapat

muncul jika tramadol digunakan bersamaan dengan obat serotonergik lainnya, terutama serotonin

reuptake inhibitor (SSRI) dan inhibitor monoamine oksidase. Tramadol dapat menyebabkan atau

memperburuk gangguan kognitif pada pasien lansia, dan penyesuaian dosis diperlukan pada pasien

dengan penyakit ginjal atau hati. Penyalahgunaan tramadol dianggap langka tetapi ada.

d. Antidepresan Trisiklik

TCA memiliki efek analgesik yang independen dari efek antidepresan mereka. Untuk

mengurangi efek samping dan meningkatkan kepatuhan pasien terhadap pengobatan, TCA harus

dimulai pada dosis rendah 10 hingga 25 mg dalam dosis tunggal pada jam tidurdan kemudian dititrasi

setiap 3 sampai 7 hari dengan 10 sampai 25 mg / d sesuai toleransi . Meskipun efek analgesik TCA telah

diperkirakan terjadi pada dosis lebih rendah dari efek antidepresan, tidak ada bukti sistematis yang

mendukung hal ini. Namun, beberapa data yang konsisten dengan hubungan dosis-respon; TCA harus

dititrasi untuk dosis 75 sampai 150 mg / d sebagai bila ditoleransi. Jika ditemukan darah sekitar 100 mL

ng / obat aktif dan metabolitnya tidak ditemukan pada dosis 100 sampai 150 mg, titrasi dapat

dilanjutkan lebih lanjut dengan hati-hati. Kadar 500 ng / mL atau lebih tinggi obat aktif dalam darah dan

metabolitnya berhubungan langsung dengan toksisitas, dan untuk titrasi yang lebih tinggi dari 100

sampai 150 mg / d jumlah zat aktif dalam darah harus dipantau dan elektrokardiogram harus dilakukan.

Sebuah percobaan yang memadai dari TCA akan berlangsung 6 sampai 8 minggu dengan setidaknya 1

sampai 2 minggu pada dosis ditoleransi maksimum.3

Antidepresan trisiklik, kategori obat pertama yang terbukti efektif untuk nyeri neuropatik di uji

coba terkontrol plasebo adalah TCAs. Meskipun percobaan klinis pada pasien dengan neuropati HIV ,

nyeri cedera tulang belakang, dan neuropatiterinduksi-cisplatin dengan amitriptilin hidroklorida

13

Page 14: 2. ISI REFERAT NYERI NEUROPATIK.docx

hanyamemiliki manfaat kecil jika dibandingkan dengan plasebo, sebuah ringkasan yang tepat dari

keberhasilan keseluruhan dari TCA dalam nyeri neuropatik dapat dibaca di review oleh Max. 3

Masalah utama dengan penggunaan TCA adalah efek sampingnya; TCA harus digunakan hati-

hati pada pasien dengan riwayat penyakit jantung, glaukoma, retensi urin, atau neuropati otonom.

Hampir 20% dari pasien yang diobati dengan nortriptyline setelah infark miokard mengalami Adverse

Cardiac Events. Oleh karena itu, skrining elektrokardiogram untuk memeriksa kelainan konduksi jantung

direkomendasikan sebelum mulai pengobatan dengan TCA, terutama pada pasien yang berumur lebih

dari dari 40 tahun. Seperti juga dengan analgesik opioid, TCA harus digunakan hati-hati karena ada risiko

bunuh diri atau meninggal karena kecelakaan dari overdosis.

Antidepresan trisiklik harus digunakan dengan sangat hati-hati pada pasien lansia karena

risiko efek samping beracun ke jantung dan efek samping antikolinergik. Selain itu, gabapentin,

analgesik opioid, tramadol, dan TCA semua harus digunakan dengan hati-hati pada pasien yang lebih tua

karena risiko terjatuh dan gangguan kognitif. 3

Antidepresan trisiklik memiliki banyak kontraindikasi, terutama pada pasien dengan penyakit

kardiovaskular, karena risiko gangguan konduksi, aritmia, takikardia, stroke, dan infark miokard akut.

Pada pasien dengan insufisiensi ginjal, dosis gabapentin atau tramadol harus disesuaikan; pada pasien

dengan penyakit hati, dosis tramadol penyesuaian diperlukan. Analgesik opioid harus digunakan dengan

hati-hati pada pasien dengan riwayat penyalahgunaan zat. 3

14

Page 15: 2. ISI REFERAT NYERI NEUROPATIK.docx

e. Obat-obatan antikonvulsan lainnya.

Lamotrigin adalah pengobatan farmakologis 1 lini kedua yang memiliki bukti keberhasilan

berdasarkan hasil yang konsisten dari beberapa uji coba terkontrol secara acak untuk neuropati sensorik

HIV, PDN, dan nyeri pusat poststroke serta dalam subkelompok pasien dengan lesi sumsum tulang

belakang inkomplet dalam uji coba pasien dengan nyeri dari cedera sumsum tulang belakang. Kami

tidak menganggap lamotrigin pengobatan lini pertama untuk nyeri neuropatik karena titrasinya yang

lambat danharus diberikan dengan sangat hati-hati karena resiko timbulnya ruam yang parah dan

sindrom Stevens-Johnson. 3

Karbamazepin memiliki efek yang bermanfaat bagi trigeminal neuralgia dan disetujui oleh

FDA untuk pengobatan sindrom nyeri neuropatik ini. Pada pasien dengan PDN, ada beberapa bukti

untuk efektifitas karbamazepin, tetapi hasil penelitian terhadap fenitoin tidak konsisten, penelitian ini

dilakukan lebih dari 20 tahun yang lalu dan tidak memenuhi standardsmetodologis saat ini .. Lamotrigin

dan karbamazepin dapat direkomendasikan untuk pasien yang tidak merespon gabapentin dan apabila

diharapkan pengobatan dengan antikonvulsan. 3

f. Obat-obatan antidepresan lainnya.

Selective serotonin reuptakeinhibitor memiliki efek samping lebih sedikit dan umumnya lebih

baik ditoleransi daripada TCA. Dalam studi pasien dengan PDN, paroxetine dan citalopram dikaitkan

dengan penurunan rasa nyeri yang secara statistik signifikan lebih besar daripada plasebo, sedangkan

Fluoxetine hydrochloride ditemukan tidak lebih efektif daripada placebo.

15