2 Bab II Menyelamatkan Pancasila 20111 (1)

download 2 Bab II Menyelamatkan Pancasila 20111 (1)

If you can't read please download the document

Transcript of 2 Bab II Menyelamatkan Pancasila 20111 (1)

Menyelamatkan Pancasila

BAB II MELENGKAPI KOSNTITUSI DENGAN KONVENSI: KEMBALI KE KITOH 1 JUNI 1945

Konflik Ambon ke dua dan terakhir bom bunuh diri di kota Solo hari Minggu 25 September 2011 serta konflik-konflik yang telah terjadi sebelumnya antar suku, antar kampung, antar pelajar dan antar mahasiswa dan munculnya Negara Islam Indonesia (NII) menunjukkan bahwa usaha membangun kebersamaan atau dalam istilah populer dengan sebutan menciptakan kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia berdasarkan ideologi Pancasila selama ini belum berhasil dengan baik. Ibarat gejala patologis dalam tubuh bangsa Indonesia, sumber konflik yang terjadi dalam hubungan antar agama, suku dan ras dapat dikatakan merupakan penyakit bawaan yang sudah sejak sangat awal disadari oleh para founding fathers namun selalu kambuh karena antibodi yang berupa nilai-nilai Pancasila tidak terimplementasikan dengan benar akibat usaha terapi kebijakan yang tidak menyeluruh alias hanya tambal sulam (incremental). Pancasila yang sudah diyakini bersama sebagai falsafah dan ideologi pemersatu bangsa, dengan meminjam kata-kata Yudi Latif merupakan mutiara-mutiara pemikiran brilyan yang terkandung dalam Pidato Ir. Sukarno 1 Juni 1945 yang disepakati oleh para founding fathers peserta sidang BPUPKI dalam rangka revolusi bangsa Indonesia. Revolusi dari bangsa terjajah menjadi bangsa merdeka. Pidato bersejarah tersebut secara kolektif di antara anggota BPUPKI adalah apa yang dalam terminologi Foucault sebagai hasil tindakan epistemologis dalam rangka formasi diskursus perumusan dasar negara Republik Indonesia.1 Namun ternyata dalam implementasinya menghadapi berbagai kendala terutama dari ideologi-ideologi lain yang sejak semula juga sudah disadari untuk menjadi alternatif bagi Pancasila.

Yudi Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas dan Aktualitas Pancasila, Gramedia Pustaka Utama (GPU), Jakarta, 2011.KP/PSJK-LPPM-UA

1

13

Menyelamatkan Pancasila

II.1. RINDU PANCASILA Selama era reformasi bangsa Indonesia telah mengalami berbagai fenomena kehidupan berbangsa dan bernegara yang problematis. Pembangunan serba kebablasan, lemahnya penegakan hukum, merajalelanya korupsi dan kriminalitas, hingga kemiskinan dan berbagai masalah yang ditimbukannya tidak sesuai dengan harapan dan cita-cita reformasi. Dalam arus deras gloalisasi, bangsa Indonesia disibukkan oleh beberapa fenomena: pertama, fenomena faham neoliberal dengan tuntutan tata-laku negatif individualisme, pasar bebas, konsumerisme, hedonisme dan ketimpangan ekonomi; kedua, fenomena faham primordialisme, dalam kondisi alami bangsa Indonesia yang multi etnis dan kultural, dengan tata-laku negatif daerahisme, sukuisme, rasisme dan separatisme; dan ketiga, fenomena faham sektarianisme dalam masyarakat multi agama dengan mayoritas beragama Islam, dengan tata-laku negatif eksklusivisme, radikalisme Islam seperti terorisme dan akhir-akhir ini yang cukup mengejutkan adalah munculnya fenomena Negara Islam Indonesia (NII) (Slide 1).2 Dengan munculnya isue NII, bagi bangsa Indonesia seperti tersadar oleh mimpi buruk dari tidur nyenyak dalam buaian ideologi kapitalisme dan demokrasi liberal yang menjadi ideologi dominan di dunia pasca perang dingin seperti dituturkan oleh Fukuyama. Namun ternyata ramalan Huntington tentang benturam antara peradaban Islam dan Kristen juga menjadi terbuktikan dengan keberadaan gerakan radikal Islam seperti gerakan Osamah bin Laden dengan Al Qaedahnya di peringkat global dan Jamaah Islamiah (JI) NII di AsiaTentang masalah radikalisme Islam penulis mendapat pencerahan dari tulisan Nader Hashemi Islam, Sekularisme, dan Demokrasi Liberal: Menuju Teori Demokrasi dalam Masyarakat Muslim, terjemahan Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Januari 2011. Nader Hashemi seorang Asisten Profesor dalam bidang kajian Timur Tengah dan Politik Islam University of Denver. Hashemi dalam kajian historis dengan filsafat dan teori politik klasik dan metode perbandingan ( comparative), berusaha merumuskan teori dan implementasinya demokrasi liberal di masyarakat/negara yang mayoritas warganya beragama Islam dengan Iran, Turki dan Indonesia sebagai fokus kajian.KP/PSJK-LPPM-UA2

14

Menyelamatkan Pancasila

Tenggara dan Indonesia dengan musuh utamanya negara-negara barat khususnya Amerika Serikat. Keberadaan NII menjadi menyentak dan mengagetkan serta mencekam masyarakat di antara berbagai ekses dari jalannya reformasi yang tidak sempurna. Gerakan NII menjadi lebih kompleks dibanding terorisme, seperti bom Solo, yang lebih konkrit dan selama ini menjadi tugas Densus 88 untuk menanganinya. Karena gerakan NII lebih halus dan sistemik dalam membentuk jaringan untuk menjadi alternatif (subversif) dan

perpindahan kesetiaan masyarakat (hijrah) dari NKRI.3 Dalam era globalisasi pasca reformasi ternyata faham-faham dan ideologi-ideologi alternatif dan predator Pancasila yang patologis terhadap jatidiri bangsa Indonesia semakin hari semakin mendapatkan habitat subur di bumi Indonesia, karena samakin banyak masyarakat, khususnya generasi muda, yang termarjilasisasi dari ideologi negara dan nilainilai budaya bangsa akibat dari sistem pendidikan karakter atau kepribadian dan berkehidupan bermasyarakat dalam berbangsa dan bernegara yang kurang tepat. Sehingga kerinduan masyarakat kepada Pancasila semakin kuat dan muncul pertanyaan tentang proses pendidikan ideologi nasional Pancasila dalam rangka pengembangan kepribadian di masyarakat dan dunia pendidikan selama ini. Karena Pancasila sebagai ideologi pemersatu dan dasar kepribadian bangsa ternyata justru terpinggirkan dalam kurikulum

pengembangan kepribadian dan berkehidupan bermasyarakat.4 Kata Azumardi Azra, saat ini perlu rejuvenasi Pancasila sebagai proses regenerasi dalam bentuk pemikiran, visi dan pandangan, nilai-nilai utama kepemimpinan, demokrasi,Menurut Hashemi gerakan Islam Radikal abad 14-15 Hijrah (20/21 Masehi), seperti halnya Puritanisme (masyarakat Kristen) di Eropa abad 14-15 Masehi, hanyalah fenomena antara untuk munculnya democratic bargaining dalam implementasi Demokrasi Liberlal di masyarakat mayoritas beragama Islam, Nader Hashemi, ibid., Bab I. Tentang pemikiran Francis Fukuyama dan Samuel P. Huntington baca Rofiqi, A. Zaini (Ed.), Amerika dan Dunia, Yayasan Obor, Jakarta, 2005. 4 Berdasarkan tesis Hashemi, menurut penulis Pancasila adalah teori demokrasi liberal dalam masyarakat (mayoritas) Muslim Indonesia yang disusun pada sidang BPUPKI (Pidato Ir. Sukarno 1 Juni 1945) dan PPKI (Naskah Proklamasi Kemerdekaan dan UUD 1945). Sementara di Iran hingga saat ini masih belum menemukan format yang pas bahkan masih dalam kondisi radikal dan Turki dengan dasar kebudayaan Turki dalam rangka menjadi bagian dari EU, Nader Hashemi, op. Cit. Hal. 230-258. Tentang kerinduan pada Pancasila baca Kompas, Merajut Nusantara: Rindu Pancasila, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, Oktober 2010. Tentang arti karakter lihat Prof. Suyanto Ph.D, Pentingnya Pendidikan Karakter, didown load 25 Juni 2011 jam 08.34: ... karakter sama dengan kepribadian.KP/PSJK-LPPM-UA3

15

Menyelamatkan Pancasila

kesetaraan, dan kesejahteraan. Nilai-nilai tersebut dapatlah terakomodir ketika perubahan mendasar dilakukan. Rejuvenasi merupakan proses pemudaan kembali visi Pancasila 5 sehingga mengalami proses pemudaan pada landasan idea dari bangsa Indonesia. Rejuvenasi berbeda dengan regenerasi yang lebih kepada penyegaran atau pemudaan kemampuan fisik atau dengan kata lain hal yang sudah lama diganti dengan hal yang lebih muda atau baru secara fisik. Rejuvenasi dipahami tidak hanya menyentuh mengenai pergantian terhadap kemampuan fisik saja tetapi juga mengganti pola-pikir atau pandangan politik suatu bangsa yang mengandung nilai-nilai yang lebih baru. Karena juga tidak sedikit secara kemampuan fisik lebih muda, tetapi pola pikirnya masih dirasa ketinggalan jaman. II.2. SOSIALISASI NILAI-NILAI PANCASILA SECARA SISTEMATIS Setelah reformasi 1998 BP7 sebagai lembaga yang berfungsi mengimpelentasikan nilai-nilai Pancasila sudah tidak difungsikan lagi. BP7 terkubur bersamaan dengan tumbangnya rezim Orde baru dan sejak saat itu pendidikan Pancasila di masyarakat dan di dunia pendidikan menjadi mengambang. Ideologi-ideologi dan paham-paham predator Pancasila mendapatkan momentum untuk kembali masuk ke dalam pemikiran bangsa Indonesia khusunya melalui bidang pendidikan. Hasilnya adalah UU nomor 20/2003 tentang Sisdiknas pendidikan Pancasila sebagai ideologi pemersatu bangsa tidak lagi diwajibkan di segala jenjang dan jenis pendidikan. Dengan keberadaan UU 20/2003 situasi menjadi semakin parah karena generasi muda cenderung hanya menjadi obyek pendidikan pengetahuan keilmuan yang dikendalikan oleh kepentingan paham kapitalisme liberal dan paham-paham lain pecundangnya yang cenderung mengabaikan pendidikan ideologi bangsa sebagai dasar berkepribadian danKrisis nasional akut yang kita hadapi memerlukan visi politik baru. Visi yang harus mempertimbangkan bahwa krisis tersebut berakar jauh pada krisis moralitas dan etos yang melanda jiwa bangsa. Visi yang mendasari harap yang mempertimbangkan warisan baik masa lalu, peluang masa kini dan keampuhannya mengantisipasi masa depan. Yudi Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Nasionalitas dan Aktualitas Pancasila, Gramedia Pustaka Utama (GPU), Jakarta, 2011, hal. 49-51.KP/PSJK-LPPM-UA5

16

Menyelamatkan Pancasila

bermasyarakat dalam jatidiri bangsa Indonesia. Dengan demikian pendidikan Pancasila harus segera mendapatkan perhatian oleh semua pihak tidak hanya pemerintah.6 Setelah merebaknya issue NII, tuntutan perlunya pendidikan Pancasila secara sistematis segera mendapat tanggapan dari para penyelenggara negara. Paling tidak ada dua pertemuan penting antara pimpinan dan mantan pimpinan lembaga tinggi negara membicarakan tentang pendidikan atau sosialisasi nilai-nilai Pancasila. Pertama, pertemuan antara Presiden dan Ketua MPR serta beberapa pimpinan lembaga tinggi negara pada 24 Mei 2011 di kantor Mahkamah Konstitusi (MK). Pertemuan merekomendasikan rencana aksi nasional dengan membentuk suatu lembaga bertugas melakukan sosialisasi dan pembudayaan nilai-nilai Pancasila secara formal melalui pendidikan Pancasila serta konstitusi.7 Dalam hal ini Ketua MPR meminta presiden membantu terlaksananya rencana aksi sebagai proses sosialisasi empat pilar kehidupan berbangsa yaitu Pancasila, NKRI, UUD 1945 dan Bhineka Tunggal Ika (Kompas, Jawa Pos, 25/5/2011). Kedua, pertemuan dalam rangka peringatan hari lahirnya Pancasila dan pidato Bung Karno 1 Juni 2011 atas prakarsa pimpinan MPR seperti tahun lalu (2010) di Gedung Nusantara IV kompleks DPR/MPR/DPD Jakarta. Pertemuan menghadirkan Presiden SBY dan dua mantan Presiden RI yang masih hidup yaitu BJ Habibie dan Megawati Sukarnoputri untuk berorasi tentang Pancasila. Pada prinsipnya semua pihak sepakat

Penulis sebagai dosen Pendidikan Pancasila selama 30 tahun di UA dalam kurikulum Pengembangan Kepribadian (MPK) dan Berkehidupan Bermasyarakat (MBB) di bawah koordinasi UPT MKU dan MKWU merasakan dua warna kekuasaan politik yang berkepentingan terhadap Pendidikan Pancasila. Pertama, kekuasaan Orde Baru yang anti komunis dan pro barat (liberal) dalam perang dingin. Pemeritah Orde Baru mengembangkan Pendidikan Pancasila secara doktriner untuk mempertahankan sistem pemerintahan otoriter, birokratis dan militeris dalam rangka pembangunan ekonomi. Kedua, dalam situasi hubungan antar bangsa pasca perang dingin di mana paham atau ideologi kapitalisme dan demokrasi liberalisme sebagai pemenang perang menjadi semakin dominan (Fukuyama), pemerintahan era reformasi berusaha mengembangkan sistem pemerintahan demokratis hasil belajar lebih mendalam dari dunia barat, namun terasa kebablasan. Pendidikan Pancasila justru dipandang tidak perlu oleh pemikiran kelompok dominan di kehidupan politik di Indonesia baik yang menjadi protagonis paham liberalisme maupun bagi yang sepaham dengan musuh baru dunia barat pasca perang dingin yaitu paham Islam radikal (Huntington). 7 Penulis mendapat pesan langsung dari Ketua MPR ketika beraudiensi di kantornya dalam rangka penyelenggaraan Kongres III Pancasila di UA tentang pembentukan kelembagaan yang bertugas mensosialisasikan nilai-nilai Pancasila dalam menegakkan empat pilar bangsa dan negara (jatidiri) Indonesia (Slide 1a,b)KP/PSJK-LPPM-UA

6

17

Menyelamatkan Pancasila

diadakan kegiatan sosialisasi nilai-nilai Pancasila secara formal dan Presiden SBY sebagai pimpinan eksekutif mengistruksikan kepada menteri pendidikan nasional8 dan menterimenteri terkait untuk melaksanakan (Kompas, Jawa Pos,/3/6/2011). Pertanyaannya adalah bentuk kelembagaan, materi serta metoda apa sosialisasi empat pilar dan pebudayaan nilai-nilai Pancasila akan dilaksanakan. II.3. PIDATO 1 JUNI 1945: QITOH KEMERDEKAAN BANGSA Apabila pemikiran dari para pemimpin bangsa tersebut disetuji dan akan diwujudkan, untuk tidak mengulangi cara kerja BP7 pada jaman Orde Baru, penulis ingin mengingatkan sekaligus mengusulkan suatu pemahaman komprehensif tentang Pancasila dengan kembali mendalami isi pidato Bung Karno pada 1 Juni 1945.9 Pidato tunggal tentang dasar negara atau weltanschauung untuk Indonesia merdeka yang diucapkan (tanpa teks) oleh seorang pejuang kemerdekaan bangsa Indonesia berpendidikan modern yang dijalani sejak usia muda. Bagian dari gerakan kolektif para pejuang kemerdekaan atau founding fathers bangsa dengan ketulusan dan keikhlasan serta keberanian luar biasa di tengah pusaranGerakan memasukkan kembali Pendidikan Pancasila dalam kurikulum pendidikan nasional khususnya di pendidikan tinggi sudah ada sejak berlakunya UU nomor 20/2003 tentang Sisdiknas yang sudah tidak mencantumkan lagi Pendidikan Pancasila. Bahkan PTN se Jawa Timur (UA, ITS, Unesa, Unibraw, UIN Malang, UNEJ) membentuk Publik University Link System of East Java (PULSE) dengan menunjuk Unesa (karena ada jurusan PKn) sebagai penanggung jawab dalam pengembangan Pendidikan Pancasila. Dengan semangat PULSE antar MKU-MKU PT dan PTS di Jawa Timur telah terbentuk Lembaga Pengembangan Pembudayaan Pancasila (LP3) Jawa Timur. Namun karena semakin kuatnya arus paham anti Pancasila di dunia pendidikan di era reformasi dan didukung keberadaan UU 20/2003, semangat gerakan semakin lemah bahkan PULSE sudah dilupakan oleh sebagian besar para pimpinan baru PTN-PTN anggotanya. Sebagai penerus semangat PULSE atas prakarsa DPRD Tk. Jawa Timur pada tahun 2006 di antara eks. guru dan dosen Pendidikan Pancasila dibentuk asosiasi guru dan dosen pendidikan Pancasila (AGDPP) untuk meneruskan perjuangan. Salah satu hasil perjuangan AGDPP adalah diselenggarakannya Kongres Pancasila III pada 31 Mei dan 1 Juni 2011 di UA yang didukung oleh MPR, UGM dan PTN, PTS serta jajaran Pemerintah Daerah baik eksekutif maupun legeslatif di Jawa Timur dengan tema Harapan, Peluang dan Tantangan Pembudayaan Nilai-nilai Pancasila di mana penulis menjadi ketua OCnya (Slide 2). Sejak 2006 sebetulnya ada beberapa perkembangan kebijakan yang terkait dengan Pancasila. Namun karena UU Sisdiknas yang cacat hukum (Mahfud MD) dan para pembuat kebijakan sudah banyak yang terjangkit virus anti Pancasila, maka peraturan-peraturan pelaksanaannyapun dirasakan setengah hati tidak komprehensif. Antara lain PP No. 19/2005 tentang SNP dan kemudian di pendidikan tinggi SK Dirjen Dikti 43/2006 tentang MPK dan 44/2006 tentang MBB (Slide 3a,b) terasa sebagai kebijakan yang tambal sulam (incremental). Kebijakan yang paling akhir antara lain Surat Edaran (SE) Dirjen Dikti No. 06/D/T/2010 5 Januari 2010 tentang Penyelenggaraan Perkuliahan Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi, SE Dirjen Dikti No 914/E/T/2011 30 Juni 2011 tentang Penyelenggaraan Perkuliahan Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi dan SE Dirjen Dikti No 1016/E/T/2011 15 Juli 2011 tentang Masa Orientasi Mahasiswa Baru dirasakan merupakan kebijakan yang tidak tulus dan tidak serius. Naskah Pidato Ir. Sukarno 1 Juni 1945 dalam Herbert Feith dan Lance Castle, 1996. Pemikiran Politik Indonesia 1945-1965. Jakarta: LP3ES, hal. 15-26KP/PSJK-LPPM-UA8

9

18

Menyelamatkan Pancasila

pergolakan pemikiran kritis dan revolusioner terhadap kolonialisme dan harus menghadapi pemerintah kolonial Hindia Belanda. Pidato di depan sidang BPUPKI tersebut kiranya bukan sembarang pidato. Pidato di hadapan 67 anggota BPUPKI tokoh intelektual dan terpelajar founding fathers bangsa Indonesia merupakan konstruksi pemikiran dalam kebersamaan yang berkembang selama pejuangan melawan kolonialisme dan imperialisme. Pidato dengan sambutan hebat (12 kali tepuk tangan) oleh forum dengan kualitas peserta seperti itu selain bersifat ilmiah (Taufik Abdulah) dan mempunyai kekuatan teleologis (Azumardi Azra) juga sangat komprehensif sebagai suatu manifesto. 10 Oleh sebab itu isi pidato 1 Juni 1945 yang ilmiah dan mempunyai jangkauan jauh ke depan tersebut kiranya dapat merupakan qitoh atau manifesto kemerdekaan dari para founding fathers untuk menjadi sumber dari segala sumber hukum negara Indonesia merdeka. Artinya isi pidato merupakan bagian tak terpisahkan dengan makna sila-sila Pancasila yang ada dalam Pembukaan dan batang tubuh UUD 1945 sebagai ideologi dan filosofi berbangsa dan bernegara yang harus menjadi substansi dalam proses sosialisasi dan atau pendidikkan kepada masyarakat Indonesia. Menghadapi permasalahan ideologis dan fenomena-fenomena paham patologis lainnya yang mengancam kebersamaan bangsa Indonesia dalam ketiga kategori paham-paham yang telah disebutkan, khususnya menghadapi adanya gerakan sektarian Islam radikal, terorisme dan NII, dalam pidato Bung Karno sebetulnya sudah diantisipasi ketika membicarakan prinsip ke tiga versi pidato atau sila ke empat versi UUD 1945, yaitu prinsip Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan khusus untuk golongan Islam dengan menyebutkan:Yudi Latif, Negara Paripurna Ibid.. Bab pendahuluan. Dalam kriteria Nader Hashemi Bung Karno dan kawan-kawan sebagai founding fathers menurut penulis adalah kaum Islam Politik Indonesia. Kaum Islam Politik Indonesia merupakan hasil dari gerakan radikal Islam sejak perang Padri, perang Diponegro hingga bentuk nasionalnya Serikat Dagang Islam dan Sarikat Islam Tjokroaminoto di mana Bung Karno dan kawan-kawan mengawali gerakan nasional Islam Politik melawan pemerintak kolonial.KP/PSJK-LPPM-UA10

19

Menyelamatkan Pancasila

Negara Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu negara untuk satu golongan, walaupun golongan kaya. Tetapi kita mendirikan negara "semua buat semua", "satu buat semua, semua buat satu". Saya yakin syarat yang mutlak untuk kuatnya negara Indonesia ialah permusyawaratan perwakilan. Untuk pihak Islam, inilah tempat yang terbaik untuk memelihara agama. Kita, sayapun, adalah orang Islam, -- maaf beribu-ribu maaf, keislaman saya jauh belum sempurna, -- tetapi kalau saudara-saudara membuka saya punya dada, dan melihat saya punya hati, tuan-tuan akan dapati tidak lain tidak bukan hati Islam. Dan hati Islam Bung karno ini, ingin membela Islam dalam mufakat, dalam permusyawaratan. Dengan cara mufakat, kita perbaiki segala hal, juga keselamatan agama, 11 Bagian pidato tersebut kiranya merupakan pemikiran agar Islam di Indonesia menjadi Lillatil Alamin. Sedangkan konsep bagaimana mewujudkan nilai-nilai Pancasila dalam perilaku bangsa Indonesia didefinisikan oleh Bung Karno sebagai berikut: Jikalau saya peras yang lima menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya, satu perkataan Indonesia yang tulen, yaitu perkataan Gotong Royong. Negara Indonesia yang kita dirikan haruslah negara gotong-royong! Alangkah hebatnya! Negara Gotong-royong!. Gotong-royong adalah paham yang dinamis, lebih dinamis dari kekeluargaan Saudara-saudara! Kekeluargaan adalah suatu faham yang statis, tetapi gotong-royong menggambarkan suatu usaha, suatu amal, suatu pekerjaan, yang dinamakan anggota yang terhormat Soekardjo satu karyo, satu gawe. Marilah kita menyelesaikan karyo, gawe, pekerjaan, amal ini, bersama-sama! Gotong-royong adalah pembanting tulang bersama, pemerasan keringat bersama, perjuangan Bantu-binantu bersama. Amal semua buat semua. Holobis-kontul baris buat kepentingan bersama! Itulah Gotong royong! Prinsip Gotong-royong diantara yang kaya dan yang tidak kaya, antara yang Islam dan yang Kristen, antara yang bukan Indonesia tulen dengan peranakan untuk menjadi bangsa Indonesia.12 II.4. METODA PERBANDINGAN Dalam menjelaskan dasar negara yang diusulkan, pidato Bung Karno 1 Juni 1945 dengan tingkat perkembangan ilmu pengetahuan atau wetenschap ketika itu, dengan

memakai metoda perbandingan (comparative) disebutkan pengalaman beberapa negara yang sudah merdeka. Antara lain negara Amerika (Amerika Serikat-AS) yang terkenalHerbert Feith dan Lance Castle, 1996, ibid., hal. 20-21. Ibid. hal. 25-26. Dalam Buku Yudi Latif kalimat terakhir tentang prinsip Gotong-royong tidak dikutip. Padahal prinsip itulah substansi konsep implementatif operrasionalisasi nilai-nilai Pancasila. Namun perlu dimaklumi karena, seperti ditulis oleh Yudi, buku tersebut hanya merupakan kajian tentang visi dari Pancasila. Untuk menyempurnakan buku Negara Paripurna Yudi Latif penulis sedang menyelesaikan sebuah tulisan kajian tentang misi dari Pancasila berdasarkan pengalaman penulis berpartisipasi dalam pembangunan daerah Jawa Timur.12 11

KP/PSJK-LPPM-UA

20

Menyelamatkan Pancasila

dengan Declaration of Independence sebagai naskah dasar ideologi bangsa Amerika dengan paham politik liberalisme, paham ekonomi kapitalisme dan paham kemasyarakatan individualisme. Kemudian Soviet Rusia (Uni Soviet-US) dengan Leninisme sebagai implementasi Manifesto Communist Karl Marx menjadi pokok ajaran ideologi negaranegara komunis dengan paham politik diktator proletar, paham ekonomi sosialismekomunis dan paham kemasyarakatan komunalisme. Dalam pidato 1 Juni 1945 disebutkan pula pemikiran Dr. Sun Yat Sen untuk revolusi China (dari monarki ke republik) dengan konsep San Min Chu I - Mintsu, Minchuan, Min Sheng atau nasionalisme, demokrasi, sosialisme dan ajaran Mahatma Gandhi untuk bangsa India yang terkenal dengan konsep satiagraha, ahimsa dan swadeshi serta ajaran

berdasarkan nilai-nilai Islam Ibnu Saud untuk Arab Saudi (Slide 4) 13. Dalam tahap perkembangan ilmu pengetahuan (kenegaraan) modern dan dengan metoda dan analisis perbandingan ideologis seperti itulah kiranya pidato 1 Juni 1945 meletakkan Pancasila, Trisila dan Ekasila atau Gotong-royong di dalam hierarkhi pembangunan tatanan hukum dan kemasyarakatan dalam rangka revolusi bangsa Indonesia dari bangsa yang terjajah menjadi bangsa merdeka (Slide 5). Ketiga konsep tersebut dimaksudkan untuk menjadi konstruksi dasar jatidiri bangsa Indonesia sebagai pembeda dengan jatidiri bangsa-bangsa lain di seluruh dunia. Agar dari ketiga konsep dasar negara tersebut, setelah melalui jembatan emas kemerdekaan, menjadi sumber dari segala sumber hukum dan dari sana dapat disusun hukum dasar baik

Perkembangan ilmu pengetahuan modern atau wetenschap tentang kenegaraan termasuk tentang konstitusi modern dan studi hubungan antar bangsa dan metoda perbandingan yang dipakai Bung Karno serta yang dipelajari oleh para founding fathers lainnya baik formal maupun secara otodidak ketika itu tentunya masih sederhana, lemah dan belum komprehensif. Dengan kelemahan ilmu pengetahuan itulah masyarakat dunia (barat) mengalami Perang Dunia II. Hal tersebut disadari oleh para founding fathers dan oleh sebab itu pemikiran yang mereka dihasilkan untuk berdirinya Indonesia merdeka, khususnya tentang dasar negara yaitu Pancasila dan UUD 1945 dan pemikiran yang mendasarinya yaitu Pidato 1 Juni 1945, agar disempurnakan (bukan diganti) pada era kemerdekaan dengan ilmu pengetahuan yang telah dikembangkan dengan nilai-nilai kemanusiaan baru hasil pengalaman PD II.KP/PSJK-LPPM-UA

13

21

Menyelamatkan Pancasila

tertulis maupun tidak tertulis. Hukum dasar tertulis diwujudkan sebagai konstitusi dan hukum dasar tak tertulis diwujudkan sebagai apa yang biasa disebut konvensi. Kedua macam hukum dasar dimaksudkan menjadi pondasi konstruksi bangunan baik fisik dalam wujud konstitusi maupun kejiwaan/budaya dalam wujud konvensi keberadaan jatidiri bangsa dan negara Indonesia. Dengan pemahaman demikian melalui PPKI yang diketuai oleh Bung Karno sendiri, telah tersusun konstitusi negara Indonesia merdeka yaitu Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945) dengan Preambul di mana terkandung sila-sila Pancasila. 14 Jadi apabila kita setuju bahwa pidato 1 Juni 1945 sebagai qitoh kemerdekaan bangsa Indonesia, maka perbincangan dan aktualisasi dasar dan ideologi negara selama ini ternyata masih berkisar tentang implementasi nilai-nilai lima sila Pancasila sebagai normanorma hukum liberal. Yaitu penyusunan seperangkat aturan yang terkait dengan

pembangunan struktur dan fungsi (structural functional matters) kelembagaan negara dan pemerintahan modern secara yuridis formal dalam konstitusi yang rasional dengan nilainilai etikanya (liberal arguing - Hashemi). Padahal, seperti telah diuraikan, masih ada dua konsep lainnya untuk nilai-nilai Pancasila dalam membangun masyarakat demokratis yang disebutkan Bung Karno dalam pidatonya dan salah satunya adalah sebagai perilaku Gotong-royong dan kiranya sangat terkait dengan fungsi nilai-nilai cultural (cultural functional maters) dengan norma-norma moral yang konvensional dalam hidup kebersamaan sebagai suatu bangsa untuk menjadi dasar fatsun politik dan civil society bangsa Indonesia dengan nilai-nilai etikanya pula (democratic Bargaining-Hashemi).Merujuk pada Tesis Nader Hashemi yang juga menggunakan metoda dan teori perbandingan dengan mengembangkan konsep Alfred Stefan tentang twin toleracies dalam konsep liberal arguing dan democratic bargaining, op. Cit., hal. 39-42, menurut penulis UUD 1945 sebagai konstitusi merupakan perwujudan liberal arguing sedangkan Gotong-royong sebagai konvensi merupakan hasil democratic bargaining agama-agama sebagai landasan moral bangsa Indonesia yang majemuk multi kultural dan multi agama hasil dari sidang BPUPKI 1945 hingga PPKI dalam rangka penerapan Demokrasi Liberal di Indonesia.KP/PSJK-LPPM-UA14

22

Menyelamatkan Pancasila

II.5. SOSIALISASI NILAI-NILAI PANCASILA: Membangun keGotong-royongan UUD 1945 kiranya dapat disejajarkan dengan konstitusi berdasar ideologi negaranegara lain seperti kapitalisme-liberal AS dan negara-negara barat lainnya dan konstitusi berdasar ideologi sosialisme-komunis Uni Soviet (alm.) atau Republik Rakyat China (RRC) sekarang dan paham-paham lainnya yang tentunya juga sudah dioperasikan ke dalam konstitusi masing-masing negara. Dari UUD 1945 telah dibangun struktur dan fingsi bangunan fisik jatidiri bangsa dan negara Indonesia modern dan, memakai istilah Bung Karno, sudah pada tingkat swaarwichtig atau njlimet. Bahkan pada era reformasi setelah tahun 1998 dalam rangka menghadapi globalisasi, melalui amandemen UUD 45, berbagai struktur dan fungsi kenegaraan telah direformasi dengan satu wetenschap baru, satu ilmu baru yang berkembang pasca PD II. 15. Amandemen UUD 1945 sebagai usaha dalam rangka memaksimalkan kinerja sistem negara Indonesia modern yang demokratis dan berotonomi daerah yang sedang dibangun implementasinya sejak tahun 2007 dikawal oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Demikian pula kinerja berbagai struktur dan fungsi kenegaraan yang telah direformasi juga dilengkapi dengan berbagai komisi seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Yudisial (KY) dan lain-lain. Yudi Latif menyebutnya sebagai negara paripurna. NamunDalam Wetenschap ilmu sosial dan ilmu politik produk masyarakat barat liberal yang dipelajari di Indonesia sebelum PD II adalah dari masyarakat ilmuwan Continental. Pada pasca PD II searah dengan peranan Amerika dan Inggris dikenal sebagai ilmuwan Non-continental atau Anglo Saxon ke mana ilmuwan Indonesia khususnya setelah 1965 berkiblat. Ilmu-ilmu sosial yang dipelajari para ilmuwan dan di PT di Indonesia pasca PD II dari dunia barat tersebut dikembangkan berbagai teori seperti teori sistem baik struktural fungsional maupun konflik, teori perbandingan Politik, teori pembangunan dan modernisasi negara-negara berkembang dan lain-lain. Selain itu dari ilmu pengetahuan tentang Indonesia juga telah lahir Indonesianis- Indonesianis. Pelopornya antara lain George MacTurnan Kahin, William Liddle, Dwigh King dari Amerika Serikat dan antara lain Heberth Feith dan Lance Castle. Untuk lebih jelas tentang tentang ilmu sosial modern baca Miriam Budiardjo, Pudjiastuti, Tri Nuke (Eds), Teori-Teori Politik Dewasa Ini, Rajawali Perss, Jakarta, 1996. Bagong Suyanto, M. Kusna Amal (Eds.), Anatomi dan Perkembangan Teori Sosial, Aditya Media, Tlogomas Malang, 2010. Tentang kebudayaan dalam pembangunan bangsa Lawrence E. Harrison, Samuel P. Huntington (Ed.) (Harvard University), Kebangkitan Peran Budaya: Bagaimana Nilainilai Membentuk Kamajuan Manusia, Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta, 2006.15

KP/PSJK-LPPM-UA

23

Menyelamatkan Pancasila

ternyata kehidupan berbangsa dan bernegara masih dan dikhawatirkan semakin karutmarut (Slide 6). Untuk menghentikan karut-marut tersebut kiranya perlu meninjau kembali semangat pidato 1 Juni 1945, terutama tentang keberadaan dua konsep Trisila dan Ekasila atau Gotong-royong. Dengan semangat pidato 1 Juni 1945 kita harus meninjau kembali implementasi nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara dengan ilmu pengetahuan baru yang telah kita pelajari dan kembangkan setelah proklamasi kemerdekaan baik pada era Orde Lama dan Orde Baru maupun pada era Reformasi sekarang ini. Ilmu pengetahuan yang dikembangkan di universitas-universitas selama ini harus dipakai untuk melengkapi dan menyempurnakan konstitusi sebagai hukum dasar negara tertulis yang sudah dioperasionalkan dalam UUD 1945 dan diwujudkan dalam struktur dan fungsi kongrit kenegaraan yang ada. Yaitu mengoperasionalkan kedua konsep Trisila dan Ekasila atau Gotong-royong dalam rangka menyempurnakan kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia dengan hukum dasar negara tak tertulis sebagai konvensi yang lebih bersifat kultural. Karena keberadaan dua konsep tentunya dimaksudkan untuk kesempurnaan dalam

mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila dalam perilaku bangsa Indonesia yang merujuk pada fungsi nilai-nilai budaya bangsa Indonesia. II.6. PAHAM INDIVIDUALISME, KOMUNALISME DAN GOTONG-ROYONG Dari uraian di muka ternyata selama reformasi masyarakat Indonesia sudah dikepung secara sistematis oleh paham-paham predator Pancasila dan Pancasila dalam bahaya. Dalam acara memperingati lahirnya Pancasila pada 1 Juni 2011 salah seorang pemimpin bangsa mengingatkan bahwa nilai-nilai Pancasila harus segera dapat berkembang dan berakar kuat di dalam jiwa bangsa Indonesia (Kompas, Jawa Pos, 3/6/2011). Yaitu merevitalisasi dan rejuvenasi Pancasila melalui proses sosialisasi dan pendidikan nilaliKP/PSJK-LPPM-UA

24

Menyelamatkan Pancasila

nilai Pancasila secara sistematis baik di masyarakat maupun di dunia pendidikan. Oleh sebab itu apa yang harus dilakukan untuk menyelamatkan Pancasila merupakan suatu keharusan. Dengan serbuan paham-paham predator Pancasila yang demikian canggih maka upaya sosialisasi dan pendidikan nilai-nilai Pancasila dapat dikatakan merupakan bagian dari perjuangan mengoperasional ideologi berbangsa dan bernegara. Dalam pidato 1 Juni 1945 Bung Karno mengatakan: ... tidak ada satu Weltanschauung dapat menjelma dengan sendirinya, menjadi realiteit dengan sendirinya. Tidak ada satu weltanschauung dapat menjadi kenyataan, menjadi realiteit, jika tidak dengan perjuangan! Dalam ilmu pengetahuan (wetenschap) pasca PD II tentang pembangunan masyarakat (negara), demi efektifitas suatu perjuangan dalam mewujudkan weltanschauung menjadi kenyataan perilaku kultural konvensional bangsa Indonesia, sepertihalnya keberadaan komisi-komisi dalam rangka implementasi konstitusi UUD 1945 yang telah disebutkan, maka diperlukan satu komisi sebagai pengganti fungsi BP7 namun tanpa mengulangi kesalahannya, yang berfungsi memfasilitasi masyarakat mengkostrusikan perilaku kebersamaan berdasarkan nilai-nilai Pancasila yaitu masyarakat gotong-royong. Hasil pembangunan struktur dan fungsi negara berdasarkan UUD 1945 yang telah berlangsung selama ini apabila dilengkapi dengan konstruksi kegotong-royongan masyarakat yang merupakan budaya asli Nusantara, maka karakter jatidiri bangsa Indonesia menjadi sempurna baik phisicaly maupun culturaly. Dengan demikian bangsa Indonesia niscaya mampu membangun baik human maupun social capital (Slide 7) yang tangguh dan kompak untuk berinteraksi dalam hubungan antar bangsa dan bersaing dengan masyarakat individualis seperti AS dan negara-negara barat lainnya, juga dengan masyarakat komunal sama-rasa sama-rata di negara-negara komunis yang telah mereformasi diri seperti di RRC dan Vietnam, serta paham kemasyarakatan lainnyaKP/PSJK-LPPM-UA

25

Menyelamatkan Pancasila

berdasarkan nilai-nilai ideologi masing-masing negara di seluruh dunia. Dalam hal ini Yudi Latif menuliskan: Seperti kemajuan India lewat karakter swadesinya, China dengan kolektivismenya, dan Amerika Serikat dengan individualismenya, trayek kemajuan Indonesia adalah karakter gotong royongnya.16 Instruksi presiden pada peringatan hari lahirnya Pancasila 1 Juni 2011 Bagi para menteri Kabinet Indonesia Bersatu II dengan leading sectornya Menteri Pendidikan Nasional, adalah mewujudkan masyarakat gotong-royong sebagai usaha mengelaborasi pidato presiden SBY pada hari peringatan yang sama tahun lalu 1 Juni 2010 di MPR-RI yang mengatakan: Di abad ke21 ini Insya Allah Indonesia bisa menjadi negara maju dengan syarat kita bisa meningkatkan kemandirian, daya saing, dan peradaban unggul, dan itu bisa dicapai kalau negara mengutamakan kebersamaan, persatuan, dan kerja keras. Maka tiada lain konsep gotong royong disampaikan Bung Karno adalah semua buat semua, bekerja keras bersama, saling bantu sama lain. Tugas tersebut searah dengan hasil Rembug Nasional Pendidikan 2010 terutama tugas Komisi IV yang membidangi Penguatan peran pendidikan dalam upaya peningkatan akhlak mulia dan pembangunan karakter bangsa. Apabila pemikiran ini dapat menjadi bagian dari pertimbangan kebijakan pemerintah dalam mensosialisasikan nilai-nilai Pancasila, maka tinggal bagaimana kesigapan dan kesiapan menteri pendidikan nasional dan menteri-menteri terkait lainnya dalam melakukan koordinasi melaksanakan instruksi presiden. Menurut konsep MPR-RI mensosialisasikan nilai-nilai Pancasila, adalah sekaligus mensosialisasikan UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika sebagai empat pilar bangsa dengan membangun konsep gotong-royong menjadi perilaku masyarakat Indonesia melalui kelembagaan, materi serta metoda yang tepat di dunia pendidikan dan masyarakat.17Yudi latif, Merawat Bayangan Kekitaan, Kolom | 30-03-2009 http://cetak.kompas.com/ read/xml/2008/ 12/ 02/ 00164648/ merawat. bayangan. kekitaan. 17 Tentang pembangunan masyarakat (community development) baca Ife, Jim, Tesoriero, Frank, Comunity Development: Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi, Pustaka Pelajar,KP/PSJK-LPPM-UA16

26

Menyelamatkan Pancasila

II.7. MASYARAKAT GOTONG-ROYONG=MASYARAKAT MADANI Tulisan ini juga ingin mengingatkan bangsa kita karena, walaupun tidak mengidap insomnia, kita biasanya mudah melupakan sesuatu kalau sedang malas berfikir atau ada sesuatu yang dianggap lebih indah. Namun kali ini sesuatu itu sangat penting demi keselamatan bangsa dan negara. Terutama kepada generasi muda bangsa Indonesia pada pesan Bung Karno: jangan sekali-kali meninggalkan sejarah jasmerah. Jangan dengan keangkuhan intelektual dengan wetenschap barunya, yang ditimba dari negara-negara berfaham liberal dan atau paham-paham pesaing Pancasila lainnya, menafikan pemikiran generasi pejuang kemerdekaan. Cita-cita para pendiri bangsa ini adalah terbangunnya masyarakat Indonesia modern yang tidak individualis, atau juga bukan masyarakat komunal sama rasa sama rata dan bukan pula masyarakat berdasarkan ajaran agama tertentu dalam hal ini agama Islam. Namun, seperti dicantumkan dalam Pembukaan UUD 1945, membangun masyarakat

Indonesia yang mayoritas beragama Islam, berdasarkan nilai-nilai lima sila Pancasila yang cerdas dan pandai untuk ikut menciptakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, dengan wetenschap baru yang dicari sampai ke negeri China sekalipun seperti disabdakan nabi Muhamad SAW dalam haditsnya. Seperti apa wujud masyarakat gotong-royong itu, maka penulis juga setuju dengan apa yang dicita-citakan nabi Muhamad SAW tentang konsep masyarakat madani tentang masyarakat Madinah yang multi etnik dan multi agama ketika itu. Bagaimana sikap danYogyakarta, 2008; Rukminto Adi, Isbandi, Intervensi Komunitas Pengembangan Masyarakat Sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat, Rajawali Press, Jakarta, 2008. Tentang konstrutivisme baca Prof. Dr. H. Muhammad Zainuddin, at al., Melejitkan Soft Skill Mahasiswa, Direktorat Pendidikan Universitas Airlangga, 2009, hal. 31-36, Bagong Suyanto, M. Kusna Amal (Eds.), op. Cit., Dr. Paul Suparno, Filsafat Kunstruktivisme dalam Pendidikan, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1997., Tentang Social Capital baca Dr. Nyoman Anita Damayanti, Drg., MS., Membangun Kekuatan Modal Sosial (Social Capital) Universitas Airlangga Menuju World Class University, Pidato Ilmiah pada Sidang Dies Natalis ke 56 Universitas Airlangga 10 Nopember 2010, Robert D. Putnam, Building Social Capital and Growing Civil Society, Paper on Winter Monday Night Lecture Series, 2001.KP/PSJK-LPPM-UA

27

Menyelamatkan Pancasila

perilaku golongan Islam sebagai mayoritas untuk hidup berdampingan dengan golongan umat beragama lainnya yang minoritas di Indonesia dan kiranya jiwa masyarakat madani ada dalam pidato Bung Karno. Masyarakat Madinah dapat dikatakan merupakan miniatur bangsa Indonesia sebagai negara Islam terbesar di dunia. Apabila bangsa indonesia

mampu mewujudkan masyarakat madani di Indonesia niscaya akan menjadi teladan dan percontohan dunia dalam menciptakan perdamaian di era gflobalisasi yang menghadapi masalah, seperti kata Huntington, benturan peradaban yang bersumber dari perbedaan ras, budaya dan agama. Sehingga apa yang dipidatokan Bung Karno di depan Majelis Umum PBB tahun 1962 bahwa Pancasila dapat menjadi ideologi dunia bukanlah isapan jempol.18

Penulis Menguraikan Pembangunan Konsep Gotong-Royong dengan wetenschap baru dalam makalah Call Paper untuk Kongres Pancasila III - 31 Mei Dan 1 Juni 2011 di UA dengan judul: Menyelamatkan Pancasila: Berfikir Kritis-Konstruktif Di Dunia Pendidikan, Mengembangkan Ahklak Mulia dan Karakter Gotong-Royong dalam Jatidiri Bangsa di Era Globalisasi (Penghayatan dan Pengamalan NilaiNilai Pancasila Dalam Rangka Membangun Civil Society Masyarakat Madani Indonesia Dengan Kembali Ke Kitoh 1 Juni 1945) (Lihat pula Slide 2). Nader Hashemi menuliskan tentang masyarakat Madani pada bab I pada sub bab Individualisme dan Islamisme hal. 86-92.KP/PSJK-LPPM-UA

18

28