2. BAB II (FIN) Tablet zat besi
-
Upload
dofi-pebriadi -
Category
Documents
-
view
273 -
download
4
description
Transcript of 2. BAB II (FIN) Tablet zat besi
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ZAT BESI (FE)
A.1 Definisi
Tablet tambah darah adalah suplemen yang mengandung zat besi. Zat besi
merupakan mineral yang dibutuhkan oleh semua sistem biologi di dalam tubuh.
Zat besi merupakan unsur esensial untuk sintesis hemoglobin, sintesis
katekolamin, produksi panas dan sebagai komponen enzim-enzim tertentu yang
diperlukan untuk produksi adenosin trifosfat yang terlibat dalam respirasi sel
(Jordan, 2003; Soebroto, 2009).
Gambar 2.1. Tablet Zat besi (Dokumentasi Pribadi, 2015)
Besi merupakan mineral makro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh
manusia yaitu sebanyak 3-5 gram. Pada wanita dewasa terdapat 35-50 mg per kg
berat badan (Almatsier, 2006; Poedjiadi, 2005).
6
7
A.2 Sumber Zat Besi
Keanekaragaman konsumsi makanan berperan penting dalam membantu
meningkatkan penyerapan zat besi di dalam tubuh. Kehadiran protein hewani,
vitamin C, vitamin A, asam folat, dan zat gizi mikro lain dapat meningkatkan
penyerapan zat besi dalam tubuh. Manfaat lain dari mengkonsumsi makanan
sumber zat besi adalah terpenuhinya kecukupan vitamin A, karena makanan
sumber zat besi biasanya juga merupakan sumber vitamin A (Almatsier, 2006).
Terdapat beberapa sumber zat besi diantaranya yaitu:
1. Zat besi yang berasal dari hewani yaitu: daging, ayam, ikan, telur.
2. Zat besi yang berasal dari nabati yaitu: kacang-kacangan, sayuran
hijau, dan pisang ambon.
Kandungan besi beberapa bahan makanan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.1. Nilai Besi Berbagai Bahan Makanan (mg/100 gram)Bahan Makanan Nilai Fe Bahan Makanan Nilai Fe
Tempe Kacang Kedelai MurniKacang kedelai,keringKacang hijauKacang merahKelapa tua,dagingUdang segarHati SapiDaging SapiTelur BebekTelur AyamIkan segarAyamGula Kelapa
10,08,06,75,02,08,06,62,82,82,72,01,52,8
Biskuit Jagung kuning, pipil lama Roti putih Beras setengah giling Kentang Daun kacang panjang BayamSawi Daun katuk Kangkung Daun singkong Pisang ambon Keju
2,72,41,51,20,76,23,92,92,72,52,00,51,5
Sumber: Daftar Komposisi Bahan Makanan Depkes dalam Almatsier, 2006
Asupan zat besi selain dari makanan adalah melalui suplemen tablet zat besi.
Suplemen ini biasanya diberikan pada golongan rawan kurang zat besi yaitu
balita, anak sekolah, wanita usia subur dan ibu hamil. Pemberian suplemen tablet
zat besi pada golongan tersebut dilakukan karena kebutuhan akan zat besi yang
sangat besar, sedangkan asupan dari makan saja tidak dapat mencukupi kebutuhan
tersebut (Pusdiknakes, 2003).
8
A.3 Komposisi Zat Besi dalam Tubuh
Zat besi terdapat dalam berbagai jaringan tubuh berupa (Bhakta, 2010):
1. Senyawa besi fungsional, yaitu besi yang membentuk senyawa yang
berfungsi dalam tubuh (hemoglobin, mioglobin, dan enzim-enzim).
2. Senyawa besi cadangan, senyawa besi yang dipersiapkan bila masukan
besi berkurang (feritin dan hemosiderin).
3. Senyawa besi transport, besi yang berikatan dengan protein tertentu
dalam fungsinya untuk mengangkut besi dari satu kompartemen ke
kompartemen lainnya (transferin).
Besi dalam tubuh tidak pernah terdapat dalam bentuk logam bebas (free
iron), tetapi selalu berikatan dengan protein tertentu, besi bebas akan merusak
jaringan karena mempunyai sifat seperti radikal bebas (Bhakta, 2010).
A.4 Fungsi Utama Zat Besi dalam Tubuh
Zat besi berfungsi untuk membentuk eritrosit, sementara eritrosit bertugas
mengangkut oksigen dan zat-zat makanan ke seluruh tubuh serta membantu
proses metabolisme tubuh untuk mengahasilkan energi, jika asupan zat besi ke
dalam tubuh berkurang dengan sendirinya eritrosit juga akan berkurang, tubuh
pun akan kekurangan oksigen sehingga timbul gejala-gejala anemia (Samuel,
2006).
A.5 Penyerapan Zat Besi
Zat besi biasanya diabsorpsi di duodenum dan jejunum proksimal, meskipun
bila diperlukan usus kecil yang lebih distal dapat mengabsorpsi zat besi. Absorpsi
meningkat sebagai respons simpanan zat besi yang rendah atau kebutuhan zat besi
yang meningkat. Absorpsi total meningkat sampai 1-2 mg/hari pada wanita
normal yang sedang menstruasi. Bayi dan orang dewasa muda juga membutuhkan
zat besi yang meningkat selama masa pertumbuhan cepat.
9
Zat besi dapat dibagi menjadi dua jenis, jika ditinjau berdasarkan
mekanisme penyerapannya. Dua jenis zat besi tersebut, yaitu :
1. Heme Iron
Heme iron merupakan zat besi yang terdapat di dalam hemoglobin dan
mioglobin. Sumber dari Heme Iron adalah daging-dagingan. Heme Iron
diserap sebagai iron phorpyrin complex yang dipecah oleh enzim heme
oxygenase di dalam sel mukosa usus. Senyawa ini akan meninggalkan
sel mukosa dalam bentuk kimia yang sama dengan non heme iron.
Kandungan heme di dalam heme iron dapat terdenaturasi oleh proses
pemanasan pada suhu tinggi dan waktu yang lama sehingga berpengaruh
terhadap bioavailabilitas heme iron. Bioavailabilitas heme iron tidak
dipengaruhi oleh komposisi bahan makanan.
2. Non Heme Iron
Senyawa ini secara alami terdapat di dalam daging, serealia, sayur dan
buah-buahan. Bioavailabilitas non heme iron dipengaruhi oleh
keberadaan senyawa inhibitor (fitat, tanin). Penyerapan non heme iron
akan semakin meningkat ketika kebutuhan tubuh akan zat besi juga
semakin meningkat. Jika suplai zat besi dari makanan telah habis
terserap maka proses penyerapan zat besi akan berhenti dan
menyebabkan konstipasi (Rusiman, 2008).
Absorbsi zat besi dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu:
1. Kebutuhan tubuh akan besi, tubuh akan menyerap sebanyak yang
dibutuhkan. Bila besi simpanan berkurang, maka penyerapan besi akan
meningkat.
2. Rendahnya asam klorida pada lambung (kondisi basa) dapat
menurunkan penyerapan. Asam klorida akan mereduksi Fe3+ menjadi
Fe2+ yang lebih mudah diserap oleh mukosa usus.
3. Adanya vitamin C gugus SH (sulfidril) dan asam amino sulfur dapat
meningkatkan absorbsi karena dapat mereduksi besi dalam bentuk ferri
menjadi ferro. Vitamin C dapat meningkatkan absorbsi besi dari
makanan melalui pembentukan kompleks ferro askorbat. Kombinasi 200
10
mg asam askorbat dengan garam besi dapat meningkatkan penyerapan
besi sebesar 25-50 persen.
4. Kelebihan fosfat di dalam usus dapat menyebabkan terbentuknya
kompleks besi fosfat yang tidak dapat diserap.
5. Adanya asam fitat juga akan menurunkan ketersediaan zat besi.
6. Protein hewani dapat meningkatkan penyerapan zat besi.
7. Fungsi usus yang terganggu, misalnya diare dapat menurunkan
penyerapan zat besi.
8. Penyakit infeksi juga dapat menurunkan penyerapan zat besi.
Zat besi diserap di dalam duodenum dan jejunum bagian atas melalui proses
yang kompleks. Proses ini meliputi tahap-tahap utama sebagai berikut:
a. Besi yang terdapat di dalam bahan pangan, baik dalam bentuk Fe3+ atau
Fe2+ mula-mula mengalami proses pencernaan.
b. Fe3+ di dalam lambung akan larut dalam asam lambung, kemudian diikat
oleh gastroferin dan direduksi menjadi Fe2+.
c. Fe2+ di dalam usus dioksidasi menjadi Fe3+. Fe3+ selanjutnya berikatan
dengan apoferitin yang kemudian ditransformasi menjadi feritin,
membebaskan Fe2+ ke dalam plasma darah.
d. Pada plasma, Fe2+ dioksidasi menjadi Fe3+ dan berikatan dengan
transferitin. Transferitin mengangkut Fe2+ ke dalam sumsum tulang
untuk bergabung membentuk hemoglobin. Besi dalam plasma ada dalam
keseimbangan.
e. Transferrin mengangkut Fe2+ ke dalam tempat penyimpanan besi di
dalam tubuh (hati, sumsum tulang, limpa, sistem retikuloendotelial),
kemudian dioksidasi menjadi Fe3+. Fe3+ ini bergabung dengan apoferritin
membentuk ferritin yang kemudian disimpan, besi yang terdapat pada
plasma seimbang dengan bentuk yang disimpan.
Penyerapan besi dipengaruhi oleh banyak faktor. Protein hewani dan
vitamin C meningkatkan penyerapan. Kopi, teh, garam kalsium, magnesium dapat
mengikat zat besi sehingga mengurangi jumlah serapan, oleh sebab itu sebaiknya
tablet zat besi ditelan bersamaan dengan makanan yang dapat memperbanyak
11
jumlah serapan, sementara makanan yang mengikat zat besi sebaiknya
dihindarkan, atau tidak dimakan dalam waktu bersamaan. Disamping itu, penting
pula diingat tambahan besi sebaiknya diperoleh dari makanan.
A.6 Transport Zat Besi
Zat besi ditranspor dalam plasma dengan terikat transferring-β yang khusus
mengikat besi ferric. Kompleks besi transferring-ferric memasuki sel eritroid
dewasa melalui mekanisme reseptor khusus. Reseptor-reseptor transferin-
glikoprotein membran integral yang ada dalam jumlah yang sangat besar di sel-sel
eritroid yang berpoliferasi mengikat kompleks besi-transferrin dan
menginternalisasi zat besi tersebut, merilisnya di dalam sel. Transferrin dan
reseptor transferring didaur ulang, dan membentuk suatu mekanisme yang efisien
untuk menggabungkan zat besi ke hemoglobin untuk pembentukan sel-sel darah
merah.
A.7 Penyimpanan
Zat besi disimpan, terutama dalam bentuk ferritin, dalam sel-sel mukosa
usus dan dalam makrofag di dalam hati, limpa, dan tulang. Sintesis apoferritin
diatur oleh kadar zat besi bebas. Apabila kadar ini rendah, sintesis apoferritin
dihambat dan keseimbangan ikatan zat besi bergeser menuju transferring. Apabila
kadar zat besi bebas tinggi, maka lebih banyak apoferrin yang diproduksi sebagai
usaha untuk mengamankan lebih banyak zat besi dan melindungi organ-organ dari
efek-efek toksik kelebihan zat besi bebas.
A.8 Eksresi Zat Besi
Tidak ada mekanisme untuk mengekskresi zat besi. Sejumlah kecil zat besi
akan hilang melalui eksfoliasi sel-sel mukosa usus ke dalam feses, dan sisanya
diekskresi ke dalam empedu, urine, dan keringat. Namun, yang hilang ini semua
tidak lebih dari 1 mg zat besi setiap harinya. Karena kemampuan tubuh untuk
meningkatkan ekskresi zat besi ini begitu terbatas, pengaturan keseimbangan zat
besi harus dicapai dengan mengubah absorpsi dan penyimpanan zat besi,
tergantung pada kebutuhan tubuh (Katzung, 2002).
12
A.9 Metabolisme Zat Besi dalam Pembentukan Kadar Hemoglobin (Hb)
Salah satu komposisi yang terdapat dalam makanan salah satunya adalah
Phitic Acid, senyawa-senyawa yang telah terbukti menghalangi pertumbuhan
tumor dalam berbagai penelitian hewan. Phitic Acid ini berfungsi untuk mengikat
zat besi (Almatsier, 2006).
Zat besi merupakan komponen yang sangat penting dari hemoglobin.
Hemoglobin merupakan alat transportasi bagi oksigen. Oksigen yang masuk ke
paru-paru akan bersenyawa dengan hemoglobin menjadi HbO2 yang kemudian
disalurkan oleh darah ke seluruh tubuh, dimana oksigen dilepaskan ke jaringan-
jaringan yang memerlukan. Zat besi juga berfungsi dalam proses oksidasi reduksi
dalam sel yang berhubungan dengan pembentukan energi. Dalam hal ini, zat besi
merupakan kofaktor dari beberapa enzim yang terlibat dalam metabolisme energi
(Minarno dan Hariani, 2008).
Kebutuhan akan besi meningkat selama masa pertumbuhan. Jika tidak
terdapat cukup besi untuk memenuhi kebutuhan tubuh, maka jumlah hemoglobin
dalam sel darah merah berkurang dan volume sel darah merah (eritrosit) juga
menurun. Hal ini disebabkan hemoglobin untuk mengisi sel berkurang. Keadaan
seperti ini, dikenal sebagai anemia defisiensi zat besi (Suhardjo dkk, 2006).
Zat besi dalam makanan dapat berbentuk heme yang berikatan dengan
protein dan terdapat dalam bahan makanan yang berasal dari hewani. Lebih dari
35% heme ini dapat diabsorbsi langsung. Bentuk lain adalah non heme yaitu
senyawa besi anorganik yang kompleks terdapat dalam bahan makanan nabati
yang hanya dapat diabsorbsi 5% (Mulyawati, 2003).
Farmakodinamik zat besi, penggantian besi terutama diberikan untuk
memperbaiki atau mengendalikan anemia defisiensi zat besi, yang didiagnosis
dengan sediaan apusan darah. Respon pertama yang terukur terhadap keberhasilan
terapi zat besi dapat dilihat dalam waktu kurang dari seminggu, ketika
retikulokositosis terjadi dengan cepat, yaitu karena sel-sel darah merah yang
mengandung hemoglobin yang baru dibentuk dari sumsum tulang memasuki
aliran darah. Kadar hemoglobin akan meningkat secara signifikan dalam waktu 2-
4 minggu (Almatsier, 2006).
13
Alur perjalanan besi dalam tubuh dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 2.2 Skema Perjalanan Zat Besi di dalam Tubuh (Whitney & Rolfes, 2008)
Dalam tubuh, besi disimpan dalam bentuk feritin atau hemosiderin dalam
hati, limpa, dan sumsum tulang. Simpanan zat besi sebagai feritin dan
hemosiderin sebanyak 30% di hati, 30% di sumsum tulang belakang dan
selebihnya di dalam limpa dan otot. Dari simpanan besi tersebut hingga 50 mg
sehari dapat dimobilisasi untuk keperluan tubuh seperti pembentukan Hb
(Almatsier, 2006).
Fe dalam saluran cerna
Fe dibawa darah oleh transferin
Sel mukosa usus halus: Fe pindah ke alat transport transferin reseptor
Fe diangkut transferin mukosa
Fe dalam alat transport transferin reseptor
Sumsum tulang mengikatkan Fe ke Hb sel darah merah
Hati & limfa mengeluarkan Fe dari sel darah merah dan mengikatkan ke
transferin
Darah mengangkut Fe sebagai Hb sel darah merah
Kelebihan disimpan sebagai feritin
Sebagian hilang melalui sel usus halus yang
dibuang
Sebagian hilang dalam keringat, kulit, urin
Kelebihan disimpan sebagai feritin &
hemosiderin
Menyimpan kelebihan sebagai metalotioninSebagian tulang
melalui darah
14
Metabolisme besi termasuk unik karena kecilnya pertukaran besi dengan
lingkungan setiap harinya. Hal ini tergambar dari hanya 1 mg yang harus diserap
tubuh untuk mempertahankan keseimbangan besi karena ekskresi. Rangkaian
metabolisme besi di dalam tubuh terdiri dari lima tahap yaitu penyerapan,
transportasi, pemanfatan/pengawetan, penyimpanan dan ekskresi.
A.10 Metabolisme Zat Besi Ditambah Vitamin C dalam Pembentukan Kadar
Hemoglobin (Hb)
Penyerapan mineral dalam usus halus dipengaruhi oleh beberapa faktor
salah satunya adalah adanya interaksi dengan zat gizi lain. Interaksi ini dapat
dalam bentuk interaksi sinergistik. Interaksi zat besi sinergistik terlihat antara zat
besi dengan vitamin C. Vitamin C mempunyai peranan yang sangat penting dalam
penyerapan besi terutama dari besi non heme yang banyak ditemukan dalam
makanan nabati. Bahan makanan yang mengandung besi heme yang mampu
diserap sebanyak 37%, sedangkan bahan makanan golongan besi non heme hanya
5% dapat diserap oleh tubuh. Penyerapan besi non heme dapat ditingkatkan
dengan kehadiran zat pendorong penyerapan seperti vitamin C dan faktor-faktor
pendorong lain seperti daging, ayam, dan ikan. Vitamin C bertindak sebagai
enhancer yang kuat dalam mereduksi ion ferri menjadi ion ferro, sehingga mudah
diserap dalam pH lebih tinggi dalam duodenum dan usus halus. Vitamin C
menghambat pembentukan hemosiderin yang sukar dimobilisasi untuk
membebaskan besi bila diperlukan. Absorpsi besi dalam bentuk non heme
meningkat empat kali lipat bila ditambah vitamin C. Vitamin C berperan dalam
memindahkan besi dari transferin di dalam plasma ke ferritin (Almatsier, 2006).
Banyaknya besi yang dimanfaatkan untuk pembentukan hemoglobin
umumnya sebesar 20-25 mg per hari. Pada sumsum tulang yang berfungsi baik,
dapat memproduksi sel darah merah dan hemoglobin sebanyak enam kali. Besi
yang berlebihan disimpan sebagai cadangan dalam bentuk feritin dan hemosiderin
di dalam sel retikuloendotelial sumsum tulang, hati, dan limpa.
Transportasi zat besi dari sel mukosa ke sel-sel tubuh berlangsung lebih
lambat dibandingkan penerimaannya pada saluran cerna, bergantung pada
15
simpanan besi dalam tubuh dan kandungan besi dalam makanan. Laju transport
besi diatur oleh jumlah dan tingkat kejenuhan transferin. Laju transport besi juga
dipengaruhi peranan beberapa vitamin yaitu vitamin C. Vitamn C juga dapat
mencegah anemia dengan cara meningkatkan penyerapan besi dari usus atau
dengan membantu mobilisasi besi dan disimpan tubuh (Fishman, Christian dan
West, 2000).
Gambar 2.3 Absorbsi Zat Besi dan Vitamin C di Usus Halus (Andrews, 2005)
Penyerapan besi terjadi terutama melalui mukosa duodenum dan jejunum
proksimal. Penyerapan terjadi secara aktif melalui proses yang sangat kompleks
dan terkendali. Besi heme dipertahankan dalam keadaan terlarut oleh pengaruh
asam lambung. Pada brush border dari sel absorptif (terletak pada puncak vili
usus, disebut apical cell), besi ferri direduksi menjadi besi ferro oleh enzim
ferrireduktase, mungkin dimediasi oleh protein. Transpor melalui membran
Vitamin C
Vitamin C
16
difasilitasi oleh divalent metal transporter (DMT 1) yaitu dibantu oleh peran
vitamin yang salah satunya adalah vitamin C. Kemudian besi bentuk ferri diikat
oleh apotransferin dalam kapiler usus.
Sementara besi non heme di lumen usus akan berikatan dengan
apotransferin membentuk kompleks transferin besi yang kemudian akan masuk ke
dalam sel mukosa dibantu oleh vitamin C (DMT 1). Besi non heme akan
dilepaskan dan apotransferin akan kembali ke dalam lumen usus.
A.11 Kebutuhan Zat Besi pada Ibu Hamil
Kebutuhan akan zat-zat selama kehamilan meningkat, peningkatan ini
ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan janin untuk bertumbuh (pertumbuhan
janin memerlukan banyak darah zat besi, pertumbuhan plasenta dan peningkatan
volume darah ibu), jumlah enzim 1000 mg selama hamil (Arisman, 2007).
Kebutuhan zat besi akan meningkat pada trimester dua dan tiga yaitu sekitar 6,3
mg per hari. Untuk memenuhi kebutuhan zat besi ini dapat diambil dari cadangan
zat besi dan peningkatan adaptif penyerapan zat besi melalui saluran cerna.
Apabila cadangan zat besi sangat sedikit atau tidak ada sama sekali sedangkan
kandungan dan serapan zat besi dari makanan sedikit, maka pemberian suplemen
sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan zat besi ibu hamil (Arisman, 2007).
Kebutuhan zat besi menurut Waryana, (2010) adalah sebagai berikut:
1. Trimester I : Kebutuhan zat besi ± 1 mg/hari, (kehilangan basal 0,8
mg/hari) ditambah 30-40 mg untuk kebutuhan janin dan sel darah merah.
2. Trimester II : Kebutuhan zat besi ± 5 mg/hari, (kehilangan basal 0,8
mg/hari) ditambah kebutuhan sel darah merah 300 mg dan conceptus
115 mg.
3. Trimester III : Kebutuhan zat besi ± 5 mg/hari, (kehilangan basal 0,8
mg/hari) ditamabah kebutuhan sel darah merah 150 mg dan conceptus
223 mg.
17
A.12 Akibat dari Kekurangan dan Kelebihan Zat Besi
Defisiensi zat besi merupakan defisiensi gizi yang paling umum terjadi, baik
di negara maju maupun di negara sedang berkembang. Defisiensi besi terutama
menyerang golongan rentan, seperti anak-anak, remaja, ibu hamil dan menyusui
serta pekerja berpenghasilan rendah, secara klasik defisiensi besi dikaitkan dengan
anemia gizi besi. Namun sejak 25 tahun terakhir banyak bukti menunjukkan
bahwa defisiensi besi berpengaruh luas terhadap kualitas sumber daya manusia,
yaitu terhadap kemampuan belajar dan produktivitas kerja.
Kehilangan besi dapat terjadi karena konsumsi makanan yang kurang
seimbang atau gangguan absorbsi besi. Di samping itu kekurangan besi dapat
terjadi karena perdarahan akibat cacingan atau luka, dan akibat penyakit-penyakit
yang mengganggu absorpsi, seperti penyakit gastro intestinal. Kekurangan gizi
pada umumnya menyebabkan pucat, rasa lemah, letih, pusing, kurang nafsu
makan, menurunnya kebugaran tubuh, menurunnya kemampuan kerja,
menurunnya kekebalan tubuh dan gangguan penyembuhan luka. Disamping itu
kemampuan mengatur suhu tubuh menurun. Pada anak-anak kekurangan zat besi
menimbulkan apatis, mudah tersinggung, menurunnya kemampuan untuk
berkonsentrasi dan belajar (Almatsier, 2006).
Kelebihan besi jarang terjadi karena makanan, tetapi dapat disebabkan oleh
suplemen besi. Gejalanya adalah rasa mual, muntah, diare, denyut jantung
meningkat, sakit kepala, mengigau, dan pingsan. Adapun penilaian status gizi
secara langsung yang lain adalah pemeriksaan biokimia, yang memberikan hasil
yang tepat dan objektif. Berdasarkan pendapat Supariasa dkk (2002) dapat
disimpulkan bahwa pemeriksaan biokimia yang sering digunakan adalah
pengukuran kadar berbagai zat gizi dan subtansi kimia yang lain dalam darah dan
urin, misalnya pemeriksaan hemoglobin dalam darah. Hemoglobin dapat diukur
secara kimia dalam jumlah Hb/100 ml darah dan dapat digunakan sebagai indeks
kapasitas pembawa oksigen pada darah. Hasil pengukuran kadar hemoglobin
tersebut dibandingkan dengan standar normal yang telah ditetapkan. Hemoglobin
secara luas digunakan sebagai parameter untuk menetapkan prevalensi anemia
(Almatsier, 2006).
18
Anemia ditandai dengan rendahnya konsentrasi hemoglobin atau hematokrit
nilai ambang batas yang disebabkan rendahnya produksi sel darah merah dan Hb,
meningkatnya kerusakan eritrosit (haemolisis) atau kehilangan darah yang
berlebihan. Defisiensi zat besi berperan besar dalam kejadian anemia. Defisiensi
zat besi terjadi saat jumlah zat besi yang diabsorsi tidak memadai untuk
kebutuhan tubuh. Hal ini disebabkan oleh rendahnya asupan zat besi, penurunan
bioavailabilitas zat besi dalam tubuh, peningkatan kebutuhan zat besi karena
perubahan fisiologi seperti kehamilan dan proses pertumbuhan (FKM UI, 2007).
A.13 Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Anemia Zat Besi pada Ibu
Hamil
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dan menanggulangi kurang zat
besi pada ibu hamil menurut Departemen Kesehatan (1999) adalah:
1. Meningkatkan konsumsi zat besi dari sumber alami, terutama makanan
sumber hewani (heme iron) yang mudah diserap seperti hati, daging,
ikan. Selain itu perlu ditingkatkan juga, makanan yang banyak
mengandung vitamin C dan vitamin A (buah-buahan dan sayuran) untuk
membantu penyerapan zat besi dan membantu proses pembentukan Hb.
2. Fortifikasi bahan makanan yaitu menambahkan zat besi, asam folat,
vitamin A dan asam amino esensial pada bahan makanan yang dimakan
secara luas oleh kelompok sasaran. Penambahan zat besi ini umumnya
dilakukan pada bahan makanan hasil produksi industri pangan.
3. Suplementasi besi-folat secara rutin selama jangka waktu tertentu,
bertujuan untuk meningkatkan kadar Hb secara cepat. Dengan demikian
suplementasi zat besi hanya merupakan salah satu upaya pencegahan dan
penanggulangan kurang zat besi yang perlu diikuti dengan cara lainnya.
19
B. PROGRAM TABLET TAMBAH DARAH (TABLET FE)
B.1 Dosis dan Cara Pemberian Tablet Zat Besi pada Ibu Hamil
Pencegahan anemia defisensi besi dapat dilakukan dengan suplementasi besi
dan asam folat. WHO menganjurkan untuk memberikan 60 mg besi selama 6
bulan untuk memenuhi kebutuhan fisiologik selama kehamilan. Namun, banyak
literatur yang menganjurkan dosis 100 mg besi setiap hari selama 16 minggu
atau lebih pada kehamilan (Abdulmuthalib, 2012).
Menurut Depkes RI (1999) tablet zat besi diberikan pada ibu hamil sesuai
dengan dosis dan cara yang ditentukan yaitu:
a. Dosis pencegahan diberikan pada kelompok sasaran tanpa pemeriksaan
Hb. Dosisnya yaitu 1 tablet zat besi 200 mg (setara dengan 60 mg besi
elemental dan 0,25 mg asam folat) berturut-turut selama minimal 90 hari
masa kehamilan mulai pemberian pada waktu pertama kali ibu
memeriksa kehamilannya (K1) sampai 42 hari setelah melahirkan.
b. Dosis pengobatan diberikan pada sasaran Hb <11gr% pemberian
menjadi 3 tablet sehari selama 90 hari kehamilannya.
Sebaiknya ibu hamil mulai minum tablet zat besi begitu mengetahui hamil
dan setiap hari satu tablet paling sedikit 90 tablet selama masa kehamilannya.
Lebih baik bila lebih dari 90 hari sampai melahirkan (Depkes, 2002).
Pada beberapa orang, pemberian tablet zat besi dapat menimbulkan gejala
seperti mual, nyeri di daerah lambung, muntah, dan kadang-kadang terjadi diare
atau sulit buang air. Untuk mencegah timbulnya gejala tersebut, dianjurkan agar
tablet zat besi diminum dengan air putih setelah makan pada malam hari. Setelah
minum tablet zat besi, feses akan menjadi hitam, hal ini sama sekali tidak
membahayakan. Untuk penyerapan zat besi, tidak dianjurkan minum tablet zat
besi bersama-sama dengan susu, teh, kopi, atau obat maag (Depkes, 1999).
Walaupun kandungan zat besinya berbeda, tablet zat besi tidak akan
menyebabkan tekanan darah tinggi dan kebanyakan darah (Depkes, 1999).
20
B.2 Distribusi
Distribusi yang dimaksud adalah pengiriman tablet zat besi dari tingkat
pusat sampai ke tempat-tempat sasaran pelayanan dimana tablet zat besi diberikan
langsung ke sasaran (Depkes, 1999).
Alur distribusi tablet zat besi terlihat pada bagan berikut:
Gambar 2.4 Alur Distribusi Zat Besi (Depkes, 1999)
Tenaga pelaksana distribusi tablet zat besi yaitu puskesmas, bidan di desa,
kader, dukun bayi, dan tenaga lainnya (Depkes, 2008).
B.3 Pencatatan dan Pelaporan
Menurut Depkes (1999) pencatatan distribusi tablet Fe pada beberapa
tingkat administrasi kesehatan adalah sebagai berikut:
1. Posyandu
Pemberian tablet zat besi untuk ibu hamil sampai masa nifas yang
dilakukan di posyandu di catat dalam ”Buku Bantu Ibu Hamil”.
Pencatatan di posyandu dilakukan oleh kader, kemudian direkapitulasi
oleh bidan di desa atau petugas pustu.
Produsen
Gudang Farmasi Kab/Kodya
Puskesmas
,
Posyandu Pustu Bidan di Desa/Polindes
Pos Obat Desa
Sasaran
Tk. PusatTk. Provinsi/Dati I
Tk. Kabupaten
Tk. Desa
Tk. Kecamatan
Masyarakat
21
2. Desa
Pemberian tablet besi kepada kelompok sasaran dilakukan pula oleh
bidan di desa/Polindes (Pondok Bersalin Desa), petugas Pustu
(Puskesmas Pembantu) dan dicatat pada ”Register Kohort Ibu”. Hasil
rekapitulasi dilaporkan ke puskesmas.
3. Puskesmas
Petugas/bidan/pelaksana KIA dan Gizi memberikan tablet zat besi
kepada ibu hamil sampai nifas di puskesmas serta dicatat pada ”Register
Kohort Ibu”. Rekapitulasi dilakukan oleh bidan (pelaksana KIA) dan
atau petugas gizi puskesmas berdasarkan hasil dari posyandu dan serta
ditambah dengan hasil yang dilaksanakan oleh puskesmas sendiri dalam
”Register Gizi”.
B.4 Monitoring Kepatuhan
Menurut Depkes (1999), monitoring kepatuhan konsumsi tablet Fe yaitu:
a. Terjadinya perubahan warna hitam pada tinja menunjukkan bahwa
sasaran minum tablet zat besi, adanya zat besi dalam tinja dapat
diketahui juga dengan tes Afifi.
b. Dengan membawa kemasan kembali kepada petugas, menunjukkan
berapa jumlah tablet zat besi yang telah dikonsumsi oleh sasaran.
c. Supervisi dan monitoring berlaku untuk melihat apakah tablet besi betul-
betul dikonsumsi oleh sasaran.
d. Dengan melihat perkembangan kesehatan kelompok sasaran, dapat
diketahui juga sasaran mengkonsumsi table zat besi atau tidak.
C. FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN IBU
HAMIL DALAM MENGKONSUMSI TABLET FE
Menurut Bart (1994) kepatuhan pasien didefinisikan sebagai sejauh mana
perilaku individu tersebut sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh
profesional kesehatan. Kepatuhan sulit diukur karena tergantung pada banyak
faktor, diantaranya pasien seringkali tidak mengakui bahwa mereka tidak
melakukan apa yang dianjurkan dokter. Untuk itu diperlukan pendekatan yang
22
baik dengan pasien agar dapat mengetahui kepatuhan mereka dalam melakukan
pengobatan tersebut.
Menurut Nivven (2002) yang mengutip pendapat dari Dinicola dan Dimatteo
bahwa cara meningkatkan kepatuhan diantaranya melalui perilaku sehat dan
pengontrolan perilaku dengan faktor kognitif, dukungan sosial dalam bentuk
dukungan emosional dari anggota keluarga lainnya, teman dekat dan tentunya
dukungan dari profesional kesehatan.
Tablet zat besi sebagai suplemen yang diberikan pada ibu hamil menurut
aturan harus dikonsumsi setiap hari. Namun karena berbagai alasan misalnya
pengetahuan, sikap dan tindakan ibu hamil yang kurang baik, efek samping tablet
yang ditimbulkan tablet tersebut dapat memicu seseorang untuk kurang mematuhi
konsumsi tablet zat besi secara benar sehingga tujuan dari pemberian tablet
tersebut tidak tercapai.
C.1 Pengetahuan
C.1.a Definisi
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini terjadi
melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga. Pengetahuan merupakan faktor yang sangat penting untuk terbentuknya
perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2007).
C.1.b Tingkat Pengetahuan
Ada enam tingkatan pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif,
yakni (Notoatmodjo, 2007):
1. Tahu
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam tingkat pengetahuan ini adalah
mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari keseluruhan
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
23
2. Memahami
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menerapkan
materi tersebut secara benar.
3. Menerapkan
Menerapkan diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada kondisi yang sebenarnya. Aplikasi di
sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum,
rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi
yang lain.
4. Analisis
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam satu
struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lainnya.
5. Sintesis
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru. Dengan kata lain, sintesis adalah kemampuan untuk
menyusun formulasi-formulasi yang ada.
6. Evaluasi
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu objek atau materi. Penilaian-penilaian ini
didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau
menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
C.1.c Indikator Pengetahuan
Indikator-indikator yang digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan
atau kesadaran terhadap kesehatan dapat dikelompokkan menjadi (Wawan dan
Dewi, 2010):
1. Pengetahuan tentang sakit dan penyakit yang meliputi penyebab
penyakit, gejala atau tanda-tanda penyakit, cara pengobatan dan tempat
24
mencari pengobatan, cara penularan dan cara pencegahan suatu
penyakit.
2. Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat
meliputi jenis-jenis makanan bergizi, manfaat makanan bergizi bagi
kesehatan, pentingnya olahraga bagi kesehatan, bahaya merokok,
minuman keras, narkoba dan lain sebagainya.
3. Pengetahuan mengenai kesehatan lingkungan meliputi manfaat air
bersih, cara pembuangan limbah yang sehat, manfaat pencahayaan dan
penerangan, rumah yang sehat dan akibat polusi yang ditimbulkan bagi
kesehatan.
C.1.d Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Tingkat pengetahuan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai
berikut (Notoatmodjo, 2007; Wawan dan Dewi, 2010):
1. Sosial ekonomi
Lingkungan sosial akan mendukung tingginya pengetahuan seseorang,
sedangkan ekonomi dapat dikaitkan dengan pendidikan, jika ekonomi
seseorang tersebut baik, biasanya tingkat pendidikannya tinggi
sehingga memengaruhi pengetahuan.
2. Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap
pendidikan orang lain menuju ke arah cita-cita tertentu yang
menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk
mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk
mendapat informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan
sehingga meningkatkan kualitas hidup.
3. Lingkungan
Lingkungan keluarga mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap
cara pandang seseorang. Lingkungan pergaulan sangat mendukung
tingkat pengetahuan seseorang dan sangat percaya dengan orang lain.
25
4. Budaya
Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang
karena informasi yang baru akan dipilih sesuai dengan budaya dan
agama yang dianut.
5. Sumber informasi
Sumber informasi merupakan tingkat pengetahuan dimana baik atau
tidaknya pengetahuan tergantung pengetahuan kepada masing-masing
individu dalam memahami dan menerima informasi yang diterima.
C.1.e Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian.
Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita
sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut di atas (Wawan dan Dewi, 2010).
Menurut Arikunto, pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterpretasikan
dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu (Wawan dan Dewi, 2010):
1. Baik : Hasil persentase 76% - 100%
2. Cukup : Hasil persentase 56% - 75%
3. Kurang : Hasil persentase < 56 %
C.2 Sikap
C.2.a Definisi
Sikap merupakan suatu respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau
objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang
bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan
sebagainya). Newcomb dalam Notoatmodjo, menyatakan bahwa sikap merupakan
kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif
tertentu (Wawan dan Dewi, 2010).
Skala yang digunakan dalam menilai sikap adalah skala ordinal dengan
pembagian kategori sebagai berikut (Barikani dan Afaghi, 2012):
a. Sikap positif (mendukung) : Nilai >50%
b. sikap negatif (tidak mendukung) : Nilai ≤50%
26
C.2.b Komponen Pokok Sikap
Allport dalam Notoatmodjo (2010), menyatakan bahwa sikap mempunyai
tiga komponen pokok, yaitu:
1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.
2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
3. Kecenderungan untuk bertindak.
C.2.c Tingkatan sikap
Sikap mempunyai tingkatan-tingkatan, yaitu (Wawan dan Dewi, 2010):
1. Menerima yaitu menerima stimulus yang diberikan (objek).
2. Menanggapi/merespon yaitu memberikan jawaban atau tanggapan
terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.
3. Menghargai yaitu memberikan nilai positif terhadap objek atau
stimulus, membahasnya dengan orang lain dan bahkan mengajak atau
mempengaruhi orang lain.
4. Bertanggung jawab yaitu bertanggung jawab terhadap apa yang telah
diyakininya.
C.2.d Pengukuran sikap
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak
langsung. Pengukuran sikap secara langsung dapat dilakukan dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan tentang stimulus atau objek yang bersangkutan. Pertanyaan
secara langsung juga dapat dilakukan dengan cara memberikan pendapat dengan
menggunakan kata “setuju” atau “tidak setuju” terhadap pernyataan-pernyataan
terhadap objek tertentu (Notoatmodjo, 2007).
C.3 Perilaku
Perilaku merupakan hasil pengalaman dan proses dengan lingkungannya,
yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan sehingga diperoleh
keadaan seimbang antara kekuatan pendorong dan kekuatan penahan (Maulana,
2009).
27
Menurut Notoatmodjo (2007) tindakan adalah realisasi dari pengetahuan
dan sikap menjadi suatu perbuatan nyata. Tindakan juga merupakan respon
seseorang terhadap stimulus dalam bentuk nyata atau terbuka. Respon terhadap
stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik yang dengan
mudah dapat diamati oleh orang lain.
Empat tingkatan tindakan adalah sebagai berikut:
1. Persepsi (Perception)
Mengenal dan memiliki berbagai objek sehubungan dengan tindakan
yang diambil.
2. Respon terpimpin (Guided response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar.
3. Mekanisme (Mechanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara
otomatis atau sesuatu itu merupakan kebiasaan.
4. Adaptasi (Adaptation)
Adalah suatu praktek yang sudah berkembang dengan baik artinya
tindakan sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan
tersebut.
Menurut Becker dalam Fitriani (2011), perilaku kesehatan dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Perilaku hidup sehat
Merupakan perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan
seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya.
2. Perilaku sakit (illness behavior)
Perilaku sakit ini mencakup respon seseorang terhadap sakit dan
penyakit, persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang penyebab
dan gejala penyakit, pengobatan penyakit, dan sebagainya.
3. Perilaku peran sakit (the sick role behavior)
Perilaku ini meliputi tindakan untuk memperoleh kesembuhan,
mengenal/mengetahui fasilitas atau sarana pelayanan/penyembuhan
penyakit yang layak, mengetahui hak dan kewajiban orang sakit.