2. BAB II (FIN) Tablet zat besi

35
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ZAT BESI (FE) A.1 Definisi Tablet tambah darah adalah suplemen yang mengandung zat besi. Zat besi merupakan mineral yang dibutuhkan oleh semua sistem biologi di dalam tubuh. Zat besi merupakan unsur esensial untuk sintesis hemoglobin, sintesis katekolamin, produksi panas dan sebagai komponen enzim-enzim tertentu yang diperlukan untuk produksi adenosin trifosfat yang terlibat dalam respirasi sel (Jordan, 2003; Soebroto, 2009).

description

yes

Transcript of 2. BAB II (FIN) Tablet zat besi

Page 1: 2. BAB II (FIN) Tablet zat besi

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ZAT BESI (FE)

A.1 Definisi

Tablet tambah darah adalah suplemen yang mengandung zat besi. Zat besi

merupakan mineral yang dibutuhkan oleh semua sistem biologi di dalam tubuh.

Zat besi merupakan unsur esensial untuk sintesis hemoglobin, sintesis

katekolamin, produksi panas dan sebagai komponen enzim-enzim tertentu yang

diperlukan untuk produksi adenosin trifosfat yang terlibat dalam respirasi sel

(Jordan, 2003; Soebroto, 2009).

Gambar 2.1. Tablet Zat besi (Dokumentasi Pribadi, 2015)

Besi merupakan mineral makro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh

manusia yaitu sebanyak 3-5 gram. Pada wanita dewasa terdapat 35-50 mg per kg

berat badan (Almatsier, 2006; Poedjiadi, 2005).

6

Page 2: 2. BAB II (FIN) Tablet zat besi

7

A.2 Sumber Zat Besi

Keanekaragaman konsumsi makanan berperan penting dalam membantu

meningkatkan penyerapan zat besi di dalam tubuh. Kehadiran protein hewani,

vitamin C, vitamin A, asam folat, dan zat gizi mikro lain dapat meningkatkan

penyerapan zat besi dalam tubuh. Manfaat lain dari mengkonsumsi makanan

sumber zat besi adalah terpenuhinya kecukupan vitamin A, karena makanan

sumber zat besi biasanya juga merupakan sumber vitamin A (Almatsier, 2006).

Terdapat beberapa sumber zat besi diantaranya yaitu:

1. Zat besi yang berasal dari hewani yaitu: daging, ayam, ikan, telur.

2. Zat besi yang berasal dari nabati yaitu: kacang-kacangan, sayuran

hijau, dan pisang ambon.

Kandungan besi beberapa bahan makanan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.1. Nilai Besi Berbagai Bahan Makanan (mg/100 gram)Bahan Makanan Nilai Fe Bahan Makanan Nilai Fe

Tempe Kacang Kedelai MurniKacang kedelai,keringKacang hijauKacang merahKelapa tua,dagingUdang segarHati SapiDaging SapiTelur BebekTelur AyamIkan segarAyamGula Kelapa

10,08,06,75,02,08,06,62,82,82,72,01,52,8

Biskuit Jagung kuning, pipil lama Roti putih Beras setengah giling Kentang Daun kacang panjang BayamSawi Daun katuk Kangkung Daun singkong Pisang ambon Keju

2,72,41,51,20,76,23,92,92,72,52,00,51,5

Sumber: Daftar Komposisi Bahan Makanan Depkes dalam Almatsier, 2006

Asupan zat besi selain dari makanan adalah melalui suplemen tablet zat besi.

Suplemen ini biasanya diberikan pada golongan rawan kurang zat besi yaitu

balita, anak sekolah, wanita usia subur dan ibu hamil. Pemberian suplemen tablet

zat besi pada golongan tersebut dilakukan karena kebutuhan akan zat besi yang

sangat besar, sedangkan asupan dari makan saja tidak dapat mencukupi kebutuhan

tersebut (Pusdiknakes, 2003).

Page 3: 2. BAB II (FIN) Tablet zat besi

8

A.3 Komposisi Zat Besi dalam Tubuh

Zat besi terdapat dalam berbagai jaringan tubuh berupa (Bhakta, 2010):

1. Senyawa besi fungsional, yaitu besi yang membentuk senyawa yang

berfungsi dalam tubuh (hemoglobin, mioglobin, dan enzim-enzim).

2. Senyawa besi cadangan, senyawa besi yang dipersiapkan bila masukan

besi berkurang (feritin dan hemosiderin).

3. Senyawa besi transport, besi yang berikatan dengan protein tertentu

dalam fungsinya untuk mengangkut besi dari satu kompartemen ke

kompartemen lainnya (transferin).

Besi dalam tubuh tidak pernah terdapat dalam bentuk logam bebas (free

iron), tetapi selalu berikatan dengan protein tertentu, besi bebas akan merusak

jaringan karena mempunyai sifat seperti radikal bebas (Bhakta, 2010).

A.4 Fungsi Utama Zat Besi dalam Tubuh

Zat besi berfungsi untuk membentuk eritrosit, sementara eritrosit bertugas

mengangkut oksigen dan zat-zat makanan ke seluruh tubuh serta membantu

proses metabolisme tubuh untuk mengahasilkan energi, jika asupan zat besi ke

dalam tubuh berkurang dengan sendirinya eritrosit juga akan berkurang, tubuh

pun akan kekurangan oksigen sehingga timbul gejala-gejala anemia (Samuel,

2006).

A.5 Penyerapan Zat Besi

Zat besi biasanya diabsorpsi di duodenum dan jejunum proksimal, meskipun

bila diperlukan usus kecil yang lebih distal dapat mengabsorpsi zat besi. Absorpsi

meningkat sebagai respons simpanan zat besi yang rendah atau kebutuhan zat besi

yang meningkat. Absorpsi total meningkat sampai 1-2 mg/hari pada wanita

normal yang sedang menstruasi. Bayi dan orang dewasa muda juga membutuhkan

zat besi yang meningkat selama masa pertumbuhan cepat.

Page 4: 2. BAB II (FIN) Tablet zat besi

9

Zat besi dapat dibagi menjadi dua jenis, jika ditinjau berdasarkan

mekanisme penyerapannya. Dua jenis zat besi tersebut, yaitu :

1. Heme Iron

Heme iron merupakan zat besi yang terdapat di dalam hemoglobin dan

mioglobin. Sumber dari Heme Iron adalah daging-dagingan. Heme Iron

diserap sebagai iron phorpyrin complex yang dipecah oleh enzim heme

oxygenase di dalam sel mukosa usus. Senyawa ini akan meninggalkan

sel mukosa dalam bentuk kimia yang sama dengan non heme iron.

Kandungan heme di dalam heme iron dapat terdenaturasi oleh proses

pemanasan pada suhu tinggi dan waktu yang lama sehingga berpengaruh

terhadap bioavailabilitas heme iron. Bioavailabilitas heme iron tidak

dipengaruhi oleh komposisi bahan makanan.

2. Non Heme Iron

Senyawa ini secara alami terdapat di dalam daging, serealia, sayur dan

buah-buahan. Bioavailabilitas non heme iron dipengaruhi oleh

keberadaan senyawa inhibitor (fitat, tanin). Penyerapan non heme iron

akan semakin meningkat ketika kebutuhan tubuh akan zat besi juga

semakin meningkat. Jika suplai zat besi dari makanan telah habis

terserap maka proses penyerapan zat besi akan berhenti dan

menyebabkan konstipasi (Rusiman, 2008).

Absorbsi zat besi dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu:

1. Kebutuhan tubuh akan besi, tubuh akan menyerap sebanyak yang

dibutuhkan. Bila besi simpanan berkurang, maka penyerapan besi akan

meningkat.

2. Rendahnya asam klorida pada lambung (kondisi basa) dapat

menurunkan penyerapan. Asam klorida akan mereduksi Fe3+ menjadi

Fe2+ yang lebih mudah diserap oleh mukosa usus.

3. Adanya vitamin C gugus SH (sulfidril) dan asam amino sulfur dapat

meningkatkan absorbsi karena dapat mereduksi besi dalam bentuk ferri

menjadi ferro. Vitamin C dapat meningkatkan absorbsi besi dari

makanan melalui pembentukan kompleks ferro askorbat. Kombinasi 200

Page 5: 2. BAB II (FIN) Tablet zat besi

10

mg asam askorbat dengan garam besi dapat meningkatkan penyerapan

besi sebesar 25-50 persen.

4. Kelebihan fosfat di dalam usus dapat menyebabkan terbentuknya

kompleks besi fosfat yang tidak dapat diserap.

5. Adanya asam fitat juga akan menurunkan ketersediaan zat besi.

6. Protein hewani dapat meningkatkan penyerapan zat besi.

7. Fungsi usus yang terganggu, misalnya diare dapat menurunkan

penyerapan zat besi.

8. Penyakit infeksi juga dapat menurunkan penyerapan zat besi.

Zat besi diserap di dalam duodenum dan jejunum bagian atas melalui proses

yang kompleks. Proses ini meliputi tahap-tahap utama sebagai berikut:

a. Besi yang terdapat di dalam bahan pangan, baik dalam bentuk Fe3+ atau

Fe2+ mula-mula mengalami proses pencernaan.

b. Fe3+ di dalam lambung akan larut dalam asam lambung, kemudian diikat

oleh gastroferin dan direduksi menjadi Fe2+.

c. Fe2+ di dalam usus dioksidasi menjadi Fe3+. Fe3+ selanjutnya berikatan

dengan apoferitin yang kemudian ditransformasi menjadi feritin,

membebaskan Fe2+ ke dalam plasma darah.

d. Pada plasma, Fe2+ dioksidasi menjadi Fe3+ dan berikatan dengan

transferitin. Transferitin mengangkut Fe2+ ke dalam sumsum tulang

untuk bergabung membentuk hemoglobin. Besi dalam plasma ada dalam

keseimbangan.

e. Transferrin mengangkut Fe2+ ke dalam tempat penyimpanan besi di

dalam tubuh (hati, sumsum tulang, limpa, sistem retikuloendotelial),

kemudian dioksidasi menjadi Fe3+. Fe3+ ini bergabung dengan apoferritin

membentuk ferritin yang kemudian disimpan, besi yang terdapat pada

plasma seimbang dengan bentuk yang disimpan.

Penyerapan besi dipengaruhi oleh banyak faktor. Protein hewani dan

vitamin C meningkatkan penyerapan. Kopi, teh, garam kalsium, magnesium dapat

mengikat zat besi sehingga mengurangi jumlah serapan, oleh sebab itu sebaiknya

tablet zat besi ditelan bersamaan dengan makanan yang dapat memperbanyak

Page 6: 2. BAB II (FIN) Tablet zat besi

11

jumlah serapan, sementara makanan yang mengikat zat besi sebaiknya

dihindarkan, atau tidak dimakan dalam waktu bersamaan. Disamping itu, penting

pula diingat tambahan besi sebaiknya diperoleh dari makanan.

A.6 Transport Zat Besi

Zat besi ditranspor dalam plasma dengan terikat transferring-β yang khusus

mengikat besi ferric. Kompleks besi transferring-ferric memasuki sel eritroid

dewasa melalui mekanisme reseptor khusus. Reseptor-reseptor transferin-

glikoprotein membran integral yang ada dalam jumlah yang sangat besar di sel-sel

eritroid yang berpoliferasi mengikat kompleks besi-transferrin dan

menginternalisasi zat besi tersebut, merilisnya di dalam sel. Transferrin dan

reseptor transferring didaur ulang, dan membentuk suatu mekanisme yang efisien

untuk menggabungkan zat besi ke hemoglobin untuk pembentukan sel-sel darah

merah.

A.7 Penyimpanan

Zat besi disimpan, terutama dalam bentuk ferritin, dalam sel-sel mukosa

usus dan dalam makrofag di dalam hati, limpa, dan tulang. Sintesis apoferritin

diatur oleh kadar zat besi bebas. Apabila kadar ini rendah, sintesis apoferritin

dihambat dan keseimbangan ikatan zat besi bergeser menuju transferring. Apabila

kadar zat besi bebas tinggi, maka lebih banyak apoferrin yang diproduksi sebagai

usaha untuk mengamankan lebih banyak zat besi dan melindungi organ-organ dari

efek-efek toksik kelebihan zat besi bebas.

A.8 Eksresi Zat Besi

Tidak ada mekanisme untuk mengekskresi zat besi. Sejumlah kecil zat besi

akan hilang melalui eksfoliasi sel-sel mukosa usus ke dalam feses, dan sisanya

diekskresi ke dalam empedu, urine, dan keringat. Namun, yang hilang ini semua

tidak lebih dari 1 mg zat besi setiap harinya. Karena kemampuan tubuh untuk

meningkatkan ekskresi zat besi ini begitu terbatas, pengaturan keseimbangan zat

besi harus dicapai dengan mengubah absorpsi dan penyimpanan zat besi,

tergantung pada kebutuhan tubuh (Katzung, 2002).

Page 7: 2. BAB II (FIN) Tablet zat besi

12

A.9 Metabolisme Zat Besi dalam Pembentukan Kadar Hemoglobin (Hb)

Salah satu komposisi yang terdapat dalam makanan salah satunya adalah

Phitic Acid, senyawa-senyawa yang telah terbukti menghalangi pertumbuhan

tumor dalam berbagai penelitian hewan. Phitic Acid ini berfungsi untuk mengikat

zat besi (Almatsier, 2006).

Zat besi merupakan komponen yang sangat penting dari hemoglobin.

Hemoglobin merupakan alat transportasi bagi oksigen. Oksigen yang masuk ke

paru-paru akan bersenyawa dengan hemoglobin menjadi HbO2 yang kemudian

disalurkan oleh darah ke seluruh tubuh, dimana oksigen dilepaskan ke jaringan-

jaringan yang memerlukan. Zat besi juga berfungsi dalam proses oksidasi reduksi

dalam sel yang berhubungan dengan pembentukan energi. Dalam hal ini, zat besi

merupakan kofaktor dari beberapa enzim yang terlibat dalam metabolisme energi

(Minarno dan Hariani, 2008).

Kebutuhan akan besi meningkat selama masa pertumbuhan. Jika tidak

terdapat cukup besi untuk memenuhi kebutuhan tubuh, maka jumlah hemoglobin

dalam sel darah merah berkurang dan volume sel darah merah (eritrosit) juga

menurun. Hal ini disebabkan hemoglobin untuk mengisi sel berkurang. Keadaan

seperti ini, dikenal sebagai anemia defisiensi zat besi (Suhardjo dkk, 2006).

Zat besi dalam makanan dapat berbentuk heme yang berikatan dengan

protein dan terdapat dalam bahan makanan yang berasal dari hewani. Lebih dari

35% heme ini dapat diabsorbsi langsung. Bentuk lain adalah non heme yaitu

senyawa besi anorganik yang kompleks terdapat dalam bahan makanan nabati

yang hanya dapat diabsorbsi 5% (Mulyawati, 2003).

Farmakodinamik zat besi, penggantian besi terutama diberikan untuk

memperbaiki atau mengendalikan anemia defisiensi zat besi, yang didiagnosis

dengan sediaan apusan darah. Respon pertama yang terukur terhadap keberhasilan

terapi zat besi dapat dilihat dalam waktu kurang dari seminggu, ketika

retikulokositosis terjadi dengan cepat, yaitu karena sel-sel darah merah yang

mengandung hemoglobin yang baru dibentuk dari sumsum tulang memasuki

aliran darah. Kadar hemoglobin akan meningkat secara signifikan dalam waktu 2-

4 minggu (Almatsier, 2006).

Page 8: 2. BAB II (FIN) Tablet zat besi

13

Alur perjalanan besi dalam tubuh dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.2 Skema Perjalanan Zat Besi di dalam Tubuh (Whitney & Rolfes, 2008)

Dalam tubuh, besi disimpan dalam bentuk feritin atau hemosiderin dalam

hati, limpa, dan sumsum tulang. Simpanan zat besi sebagai feritin dan

hemosiderin sebanyak 30% di hati, 30% di sumsum tulang belakang dan

selebihnya di dalam limpa dan otot. Dari simpanan besi tersebut hingga 50 mg

sehari dapat dimobilisasi untuk keperluan tubuh seperti pembentukan Hb

(Almatsier, 2006).

Fe dalam saluran cerna

Fe dibawa darah oleh transferin

Sel mukosa usus halus: Fe pindah ke alat transport transferin reseptor

Fe diangkut transferin mukosa

Fe dalam alat transport transferin reseptor

Sumsum tulang mengikatkan Fe ke Hb sel darah merah

Hati & limfa mengeluarkan Fe dari sel darah merah dan mengikatkan ke

transferin

Darah mengangkut Fe sebagai Hb sel darah merah

Kelebihan disimpan sebagai feritin

Sebagian hilang melalui sel usus halus yang

dibuang

Sebagian hilang dalam keringat, kulit, urin

Kelebihan disimpan sebagai feritin &

hemosiderin

Menyimpan kelebihan sebagai metalotioninSebagian tulang

melalui darah

Page 9: 2. BAB II (FIN) Tablet zat besi

14

Metabolisme besi termasuk unik karena kecilnya pertukaran besi dengan

lingkungan setiap harinya. Hal ini tergambar dari hanya 1 mg yang harus diserap

tubuh untuk mempertahankan keseimbangan besi karena ekskresi. Rangkaian

metabolisme besi di dalam tubuh terdiri dari lima tahap yaitu penyerapan,

transportasi, pemanfatan/pengawetan, penyimpanan dan ekskresi.

A.10 Metabolisme Zat Besi Ditambah Vitamin C dalam Pembentukan Kadar

Hemoglobin (Hb)

Penyerapan mineral dalam usus halus dipengaruhi oleh beberapa faktor

salah satunya adalah adanya interaksi dengan zat gizi lain. Interaksi ini dapat

dalam bentuk interaksi sinergistik. Interaksi zat besi sinergistik terlihat antara zat

besi dengan vitamin C. Vitamin C mempunyai peranan yang sangat penting dalam

penyerapan besi terutama dari besi non heme yang banyak ditemukan dalam

makanan nabati. Bahan makanan yang mengandung besi heme yang mampu

diserap sebanyak 37%, sedangkan bahan makanan golongan besi non heme hanya

5% dapat diserap oleh tubuh. Penyerapan besi non heme dapat ditingkatkan

dengan kehadiran zat pendorong penyerapan seperti vitamin C dan faktor-faktor

pendorong lain seperti daging, ayam, dan ikan. Vitamin C bertindak sebagai

enhancer yang kuat dalam mereduksi ion ferri menjadi ion ferro, sehingga mudah

diserap dalam pH lebih tinggi dalam duodenum dan usus halus. Vitamin C

menghambat pembentukan hemosiderin yang sukar dimobilisasi untuk

membebaskan besi bila diperlukan. Absorpsi besi dalam bentuk non heme

meningkat empat kali lipat bila ditambah vitamin C. Vitamin C berperan dalam

memindahkan besi dari transferin di dalam plasma ke ferritin (Almatsier, 2006).

Banyaknya besi yang dimanfaatkan untuk pembentukan hemoglobin

umumnya sebesar 20-25 mg per hari. Pada sumsum tulang yang berfungsi baik,

dapat memproduksi sel darah merah dan hemoglobin sebanyak enam kali. Besi

yang berlebihan disimpan sebagai cadangan dalam bentuk feritin dan hemosiderin

di dalam sel retikuloendotelial sumsum tulang, hati, dan limpa.

Transportasi zat besi dari sel mukosa ke sel-sel tubuh berlangsung lebih

lambat dibandingkan penerimaannya pada saluran cerna, bergantung pada

Page 10: 2. BAB II (FIN) Tablet zat besi

15

simpanan besi dalam tubuh dan kandungan besi dalam makanan. Laju transport

besi diatur oleh jumlah dan tingkat kejenuhan transferin. Laju transport besi juga

dipengaruhi peranan beberapa vitamin yaitu vitamin C. Vitamn C juga dapat

mencegah anemia dengan cara meningkatkan penyerapan besi dari usus atau

dengan membantu mobilisasi besi dan disimpan tubuh (Fishman, Christian dan

West, 2000).

Gambar 2.3 Absorbsi Zat Besi dan Vitamin C di Usus Halus (Andrews, 2005)

Penyerapan besi terjadi terutama melalui mukosa duodenum dan jejunum

proksimal. Penyerapan terjadi secara aktif melalui proses yang sangat kompleks

dan terkendali. Besi heme dipertahankan dalam keadaan terlarut oleh pengaruh

asam lambung. Pada brush border dari sel absorptif (terletak pada puncak vili

usus, disebut apical cell), besi ferri direduksi menjadi besi ferro oleh enzim

ferrireduktase, mungkin dimediasi oleh protein. Transpor melalui membran

Vitamin C

Vitamin C

Page 11: 2. BAB II (FIN) Tablet zat besi

16

difasilitasi oleh divalent metal transporter (DMT 1) yaitu dibantu oleh peran

vitamin yang salah satunya adalah vitamin C. Kemudian besi bentuk ferri diikat

oleh apotransferin dalam kapiler usus.

Sementara besi non heme di lumen usus akan berikatan dengan

apotransferin membentuk kompleks transferin besi yang kemudian akan masuk ke

dalam sel mukosa dibantu oleh vitamin C (DMT 1). Besi non heme akan

dilepaskan dan apotransferin akan kembali ke dalam lumen usus.

A.11 Kebutuhan Zat Besi pada Ibu Hamil

Kebutuhan akan zat-zat selama kehamilan meningkat, peningkatan ini

ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan janin untuk bertumbuh (pertumbuhan

janin memerlukan banyak darah zat besi, pertumbuhan plasenta dan peningkatan

volume darah ibu), jumlah enzim 1000 mg selama hamil (Arisman, 2007).

Kebutuhan zat besi akan meningkat pada trimester dua dan tiga yaitu sekitar 6,3

mg per hari. Untuk memenuhi kebutuhan zat besi ini dapat diambil dari cadangan

zat besi dan peningkatan adaptif penyerapan zat besi melalui saluran cerna.

Apabila cadangan zat besi sangat sedikit atau tidak ada sama sekali sedangkan

kandungan dan serapan zat besi dari makanan sedikit, maka pemberian suplemen

sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan zat besi ibu hamil (Arisman, 2007).

Kebutuhan zat besi menurut Waryana, (2010) adalah sebagai berikut:

1. Trimester I : Kebutuhan zat besi ± 1 mg/hari, (kehilangan basal 0,8

mg/hari) ditambah 30-40 mg untuk kebutuhan janin dan sel darah merah.

2. Trimester II : Kebutuhan zat besi ± 5 mg/hari, (kehilangan basal 0,8

mg/hari) ditambah kebutuhan sel darah merah 300 mg dan conceptus

115 mg.

3. Trimester III : Kebutuhan zat besi ± 5 mg/hari, (kehilangan basal 0,8

mg/hari) ditamabah kebutuhan sel darah merah 150 mg dan conceptus

223 mg.

Page 12: 2. BAB II (FIN) Tablet zat besi

17

A.12 Akibat dari Kekurangan dan Kelebihan Zat Besi

Defisiensi zat besi merupakan defisiensi gizi yang paling umum terjadi, baik

di negara maju maupun di negara sedang berkembang. Defisiensi besi terutama

menyerang golongan rentan, seperti anak-anak, remaja, ibu hamil dan menyusui

serta pekerja berpenghasilan rendah, secara klasik defisiensi besi dikaitkan dengan

anemia gizi besi. Namun sejak 25 tahun terakhir banyak bukti menunjukkan

bahwa defisiensi besi berpengaruh luas terhadap kualitas sumber daya manusia,

yaitu terhadap kemampuan belajar dan produktivitas kerja.

Kehilangan besi dapat terjadi karena konsumsi makanan yang kurang

seimbang atau gangguan absorbsi besi. Di samping itu kekurangan besi dapat

terjadi karena perdarahan akibat cacingan atau luka, dan akibat penyakit-penyakit

yang mengganggu absorpsi, seperti penyakit gastro intestinal. Kekurangan gizi

pada umumnya menyebabkan pucat, rasa lemah, letih, pusing, kurang nafsu

makan, menurunnya kebugaran tubuh, menurunnya kemampuan kerja,

menurunnya kekebalan tubuh dan gangguan penyembuhan luka. Disamping itu

kemampuan mengatur suhu tubuh menurun. Pada anak-anak kekurangan zat besi

menimbulkan apatis, mudah tersinggung, menurunnya kemampuan untuk

berkonsentrasi dan belajar (Almatsier, 2006).

Kelebihan besi jarang terjadi karena makanan, tetapi dapat disebabkan oleh

suplemen besi. Gejalanya adalah rasa mual, muntah, diare, denyut jantung

meningkat, sakit kepala, mengigau, dan pingsan. Adapun penilaian status gizi

secara langsung yang lain adalah pemeriksaan biokimia, yang memberikan hasil

yang tepat dan objektif. Berdasarkan pendapat Supariasa dkk (2002) dapat

disimpulkan bahwa pemeriksaan biokimia yang sering digunakan adalah

pengukuran kadar berbagai zat gizi dan subtansi kimia yang lain dalam darah dan

urin, misalnya pemeriksaan hemoglobin dalam darah. Hemoglobin dapat diukur

secara kimia dalam jumlah Hb/100 ml darah dan dapat digunakan sebagai indeks

kapasitas pembawa oksigen pada darah. Hasil pengukuran kadar hemoglobin

tersebut dibandingkan dengan standar normal yang telah ditetapkan. Hemoglobin

secara luas digunakan sebagai parameter untuk menetapkan prevalensi anemia

(Almatsier, 2006).

Page 13: 2. BAB II (FIN) Tablet zat besi

18

Anemia ditandai dengan rendahnya konsentrasi hemoglobin atau hematokrit

nilai ambang batas yang disebabkan rendahnya produksi sel darah merah dan Hb,

meningkatnya kerusakan eritrosit (haemolisis) atau kehilangan darah yang

berlebihan. Defisiensi zat besi berperan besar dalam kejadian anemia. Defisiensi

zat besi terjadi saat jumlah zat besi yang diabsorsi tidak memadai untuk

kebutuhan tubuh. Hal ini disebabkan oleh rendahnya asupan zat besi, penurunan

bioavailabilitas zat besi dalam tubuh, peningkatan kebutuhan zat besi karena

perubahan fisiologi seperti kehamilan dan proses pertumbuhan (FKM UI, 2007).

A.13 Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Anemia Zat Besi pada Ibu

Hamil

Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dan menanggulangi kurang zat

besi pada ibu hamil menurut Departemen Kesehatan (1999) adalah:

1. Meningkatkan konsumsi zat besi dari sumber alami, terutama makanan

sumber hewani (heme iron) yang mudah diserap seperti hati, daging,

ikan. Selain itu perlu ditingkatkan juga, makanan yang banyak

mengandung vitamin C dan vitamin A (buah-buahan dan sayuran) untuk

membantu penyerapan zat besi dan membantu proses pembentukan Hb.

2. Fortifikasi bahan makanan yaitu menambahkan zat besi, asam folat,

vitamin A dan asam amino esensial pada bahan makanan yang dimakan

secara luas oleh kelompok sasaran. Penambahan zat besi ini umumnya

dilakukan pada bahan makanan hasil produksi industri pangan.

3. Suplementasi besi-folat secara rutin selama jangka waktu tertentu,

bertujuan untuk meningkatkan kadar Hb secara cepat. Dengan demikian

suplementasi zat besi hanya merupakan salah satu upaya pencegahan dan

penanggulangan kurang zat besi yang perlu diikuti dengan cara lainnya.

Page 14: 2. BAB II (FIN) Tablet zat besi

19

B. PROGRAM TABLET TAMBAH DARAH (TABLET FE)

B.1 Dosis dan Cara Pemberian Tablet Zat Besi pada Ibu Hamil

Pencegahan anemia defisensi besi dapat dilakukan dengan suplementasi besi

dan asam folat. WHO menganjurkan untuk memberikan 60 mg besi selama 6

bulan untuk memenuhi kebutuhan fisiologik selama kehamilan. Namun, banyak

literatur yang menganjurkan dosis 100 mg besi setiap hari selama 16 minggu

atau lebih pada kehamilan (Abdulmuthalib, 2012).

Menurut Depkes RI (1999) tablet zat besi diberikan pada ibu hamil sesuai

dengan dosis dan cara yang ditentukan yaitu:

a. Dosis pencegahan diberikan pada kelompok sasaran tanpa pemeriksaan

Hb. Dosisnya yaitu 1 tablet zat besi 200 mg (setara dengan 60 mg besi

elemental dan 0,25 mg asam folat) berturut-turut selama minimal 90 hari

masa kehamilan mulai pemberian pada waktu pertama kali ibu

memeriksa kehamilannya (K1) sampai 42 hari setelah melahirkan.

b. Dosis pengobatan diberikan pada sasaran Hb <11gr% pemberian

menjadi 3 tablet sehari selama 90 hari kehamilannya.

Sebaiknya ibu hamil mulai minum tablet zat besi begitu mengetahui hamil

dan setiap hari satu tablet paling sedikit 90 tablet selama masa kehamilannya.

Lebih baik bila lebih dari 90 hari sampai melahirkan (Depkes, 2002).

Pada beberapa orang, pemberian tablet zat besi dapat menimbulkan gejala

seperti mual, nyeri di daerah lambung, muntah, dan kadang-kadang terjadi diare

atau sulit buang air. Untuk mencegah timbulnya gejala tersebut, dianjurkan agar

tablet zat besi diminum dengan air putih setelah makan pada malam hari. Setelah

minum tablet zat besi, feses akan menjadi hitam, hal ini sama sekali tidak

membahayakan. Untuk penyerapan zat besi, tidak dianjurkan minum tablet zat

besi bersama-sama dengan susu, teh, kopi, atau obat maag (Depkes, 1999).

Walaupun kandungan zat besinya berbeda, tablet zat besi tidak akan

menyebabkan tekanan darah tinggi dan kebanyakan darah (Depkes, 1999).

Page 15: 2. BAB II (FIN) Tablet zat besi

20

B.2 Distribusi

Distribusi yang dimaksud adalah pengiriman tablet zat besi dari tingkat

pusat sampai ke tempat-tempat sasaran pelayanan dimana tablet zat besi diberikan

langsung ke sasaran (Depkes, 1999).

Alur distribusi tablet zat besi terlihat pada bagan berikut:

Gambar 2.4 Alur Distribusi Zat Besi (Depkes, 1999)

Tenaga pelaksana distribusi tablet zat besi yaitu puskesmas, bidan di desa,

kader, dukun bayi, dan tenaga lainnya (Depkes, 2008).

B.3 Pencatatan dan Pelaporan

Menurut Depkes (1999) pencatatan distribusi tablet Fe pada beberapa

tingkat administrasi kesehatan adalah sebagai berikut:

1. Posyandu

Pemberian tablet zat besi untuk ibu hamil sampai masa nifas yang

dilakukan di posyandu di catat dalam ”Buku Bantu Ibu Hamil”.

Pencatatan di posyandu dilakukan oleh kader, kemudian direkapitulasi

oleh bidan di desa atau petugas pustu.

Produsen

Gudang Farmasi Kab/Kodya

Puskesmas

,

Posyandu Pustu Bidan di Desa/Polindes

Pos Obat Desa

Sasaran

Tk. PusatTk. Provinsi/Dati I

Tk. Kabupaten

Tk. Desa

Tk. Kecamatan

Masyarakat

Page 16: 2. BAB II (FIN) Tablet zat besi

21

2. Desa

Pemberian tablet besi kepada kelompok sasaran dilakukan pula oleh

bidan di desa/Polindes (Pondok Bersalin Desa), petugas Pustu

(Puskesmas Pembantu) dan dicatat pada ”Register Kohort Ibu”. Hasil

rekapitulasi dilaporkan ke puskesmas.

3. Puskesmas

Petugas/bidan/pelaksana KIA dan Gizi memberikan tablet zat besi

kepada ibu hamil sampai nifas di puskesmas serta dicatat pada ”Register

Kohort Ibu”. Rekapitulasi dilakukan oleh bidan (pelaksana KIA) dan

atau petugas gizi puskesmas berdasarkan hasil dari posyandu dan serta

ditambah dengan hasil yang dilaksanakan oleh puskesmas sendiri dalam

”Register Gizi”.

B.4 Monitoring Kepatuhan

Menurut Depkes (1999), monitoring kepatuhan konsumsi tablet Fe yaitu:

a. Terjadinya perubahan warna hitam pada tinja menunjukkan bahwa

sasaran minum tablet zat besi, adanya zat besi dalam tinja dapat

diketahui juga dengan tes Afifi.

b. Dengan membawa kemasan kembali kepada petugas, menunjukkan

berapa jumlah tablet zat besi yang telah dikonsumsi oleh sasaran.

c. Supervisi dan monitoring berlaku untuk melihat apakah tablet besi betul-

betul dikonsumsi oleh sasaran.

d. Dengan melihat perkembangan kesehatan kelompok sasaran, dapat

diketahui juga sasaran mengkonsumsi table zat besi atau tidak.

C. FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN IBU

HAMIL DALAM MENGKONSUMSI TABLET FE

Menurut Bart (1994) kepatuhan pasien didefinisikan sebagai sejauh mana

perilaku individu tersebut sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh

profesional kesehatan. Kepatuhan sulit diukur karena tergantung pada banyak

faktor, diantaranya pasien seringkali tidak mengakui bahwa mereka tidak

melakukan apa yang dianjurkan dokter. Untuk itu diperlukan pendekatan yang

Page 17: 2. BAB II (FIN) Tablet zat besi

22

baik dengan pasien agar dapat mengetahui kepatuhan mereka dalam melakukan

pengobatan tersebut.

Menurut Nivven (2002) yang mengutip pendapat dari Dinicola dan Dimatteo

bahwa cara meningkatkan kepatuhan diantaranya melalui perilaku sehat dan

pengontrolan perilaku dengan faktor kognitif, dukungan sosial dalam bentuk

dukungan emosional dari anggota keluarga lainnya, teman dekat dan tentunya

dukungan dari profesional kesehatan.

Tablet zat besi sebagai suplemen yang diberikan pada ibu hamil menurut

aturan harus dikonsumsi setiap hari. Namun karena berbagai alasan misalnya

pengetahuan, sikap dan tindakan ibu hamil yang kurang baik, efek samping tablet

yang ditimbulkan tablet tersebut dapat memicu seseorang untuk kurang mematuhi

konsumsi tablet zat besi secara benar sehingga tujuan dari pemberian tablet

tersebut tidak tercapai.

C.1 Pengetahuan

C.1.a Definisi

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini terjadi

melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman,

rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan

telinga. Pengetahuan merupakan faktor yang sangat penting untuk terbentuknya

perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2007).

C.1.b Tingkat Pengetahuan

Ada enam tingkatan pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif,

yakni (Notoatmodjo, 2007):

1. Tahu

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam tingkat pengetahuan ini adalah

mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari keseluruhan

bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

Page 18: 2. BAB II (FIN) Tablet zat besi

23

2. Memahami

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menerapkan

materi tersebut secara benar.

3. Menerapkan

Menerapkan diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada kondisi yang sebenarnya. Aplikasi di

sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum,

rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi

yang lain.

4. Analisis

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam satu

struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lainnya.

5. Sintesis

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan

yang baru. Dengan kata lain, sintesis adalah kemampuan untuk

menyusun formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu objek atau materi. Penilaian-penilaian ini

didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau

menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

C.1.c Indikator Pengetahuan

Indikator-indikator yang digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan

atau kesadaran terhadap kesehatan dapat dikelompokkan menjadi (Wawan dan

Dewi, 2010):

1. Pengetahuan tentang sakit dan penyakit yang meliputi penyebab

penyakit, gejala atau tanda-tanda penyakit, cara pengobatan dan tempat

Page 19: 2. BAB II (FIN) Tablet zat besi

24

mencari pengobatan, cara penularan dan cara pencegahan suatu

penyakit.

2. Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat

meliputi jenis-jenis makanan bergizi, manfaat makanan bergizi bagi

kesehatan, pentingnya olahraga bagi kesehatan, bahaya merokok,

minuman keras, narkoba dan lain sebagainya.

3. Pengetahuan mengenai kesehatan lingkungan meliputi manfaat air

bersih, cara pembuangan limbah yang sehat, manfaat pencahayaan dan

penerangan, rumah yang sehat dan akibat polusi yang ditimbulkan bagi

kesehatan.

C.1.d Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Tingkat pengetahuan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai

berikut (Notoatmodjo, 2007; Wawan dan Dewi, 2010):

1. Sosial ekonomi

Lingkungan sosial akan mendukung tingginya pengetahuan seseorang,

sedangkan ekonomi dapat dikaitkan dengan pendidikan, jika ekonomi

seseorang tersebut baik, biasanya tingkat pendidikannya tinggi

sehingga memengaruhi pengetahuan.

2. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap

pendidikan orang lain menuju ke arah cita-cita tertentu yang

menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk

mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk

mendapat informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan

sehingga meningkatkan kualitas hidup.

3. Lingkungan

Lingkungan keluarga mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap

cara pandang seseorang. Lingkungan pergaulan sangat mendukung

tingkat pengetahuan seseorang dan sangat percaya dengan orang lain.

Page 20: 2. BAB II (FIN) Tablet zat besi

25

4. Budaya

Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang

karena informasi yang baru akan dipilih sesuai dengan budaya dan

agama yang dianut.

5. Sumber informasi

Sumber informasi merupakan tingkat pengetahuan dimana baik atau

tidaknya pengetahuan tergantung pengetahuan kepada masing-masing

individu dalam memahami dan menerima informasi yang diterima.

C.1.e Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian.

Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita

sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut di atas (Wawan dan Dewi, 2010).

Menurut Arikunto, pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterpretasikan

dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu (Wawan dan Dewi, 2010):

1. Baik : Hasil persentase 76% - 100%

2. Cukup : Hasil persentase 56% - 75%

3. Kurang : Hasil persentase < 56 %

C.2 Sikap

C.2.a Definisi

Sikap merupakan suatu respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau

objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang

bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan

sebagainya). Newcomb dalam Notoatmodjo, menyatakan bahwa sikap merupakan

kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif

tertentu (Wawan dan Dewi, 2010).

Skala yang digunakan dalam menilai sikap adalah skala ordinal dengan

pembagian kategori sebagai berikut (Barikani dan Afaghi, 2012):

a. Sikap positif (mendukung) : Nilai >50%

b. sikap negatif (tidak mendukung) : Nilai ≤50%

Page 21: 2. BAB II (FIN) Tablet zat besi

26

C.2.b Komponen Pokok Sikap

Allport dalam Notoatmodjo (2010), menyatakan bahwa sikap mempunyai

tiga komponen pokok, yaitu:

1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.

2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

3. Kecenderungan untuk bertindak.

C.2.c Tingkatan sikap

Sikap mempunyai tingkatan-tingkatan, yaitu (Wawan dan Dewi, 2010):

1. Menerima yaitu menerima stimulus yang diberikan (objek).

2. Menanggapi/merespon yaitu memberikan jawaban atau tanggapan

terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.

3. Menghargai yaitu memberikan nilai positif terhadap objek atau

stimulus, membahasnya dengan orang lain dan bahkan mengajak atau

mempengaruhi orang lain.

4. Bertanggung jawab yaitu bertanggung jawab terhadap apa yang telah

diyakininya.

C.2.d Pengukuran sikap

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak

langsung. Pengukuran sikap secara langsung dapat dilakukan dengan mengajukan

pertanyaan-pertanyaan tentang stimulus atau objek yang bersangkutan. Pertanyaan

secara langsung juga dapat dilakukan dengan cara memberikan pendapat dengan

menggunakan kata “setuju” atau “tidak setuju” terhadap pernyataan-pernyataan

terhadap objek tertentu (Notoatmodjo, 2007).

C.3 Perilaku

Perilaku merupakan hasil pengalaman dan proses dengan lingkungannya,

yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan sehingga diperoleh

keadaan seimbang antara kekuatan pendorong dan kekuatan penahan (Maulana,

2009).

Page 22: 2. BAB II (FIN) Tablet zat besi

27

Menurut Notoatmodjo (2007) tindakan adalah realisasi dari pengetahuan

dan sikap menjadi suatu perbuatan nyata. Tindakan juga merupakan respon

seseorang terhadap stimulus dalam bentuk nyata atau terbuka. Respon terhadap

stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik yang dengan

mudah dapat diamati oleh orang lain.

Empat tingkatan tindakan adalah sebagai berikut:

1. Persepsi (Perception)

Mengenal dan memiliki berbagai objek sehubungan dengan tindakan

yang diambil.

2. Respon terpimpin (Guided response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar.

3. Mekanisme (Mechanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara

otomatis atau sesuatu itu merupakan kebiasaan.

4. Adaptasi (Adaptation)

Adalah suatu praktek yang sudah berkembang dengan baik artinya

tindakan sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan

tersebut.

Menurut Becker dalam Fitriani (2011), perilaku kesehatan dapat

diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Perilaku hidup sehat

Merupakan perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan

seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya.

2. Perilaku sakit (illness behavior)

Perilaku sakit ini mencakup respon seseorang terhadap sakit dan

penyakit, persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang penyebab

dan gejala penyakit, pengobatan penyakit, dan sebagainya.

3. Perilaku peran sakit (the sick role behavior)

Perilaku ini meliputi tindakan untuk memperoleh kesembuhan,

mengenal/mengetahui fasilitas atau sarana pelayanan/penyembuhan

penyakit yang layak, mengetahui hak dan kewajiban orang sakit.