1+Rancangan+Naska+Akademik Perlindungan Anak

download 1+Rancangan+Naska+Akademik Perlindungan Anak

of 19

Transcript of 1+Rancangan+Naska+Akademik Perlindungan Anak

PANDUAN PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN ANAK (RAPERDA PA)

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangUU12/2011: Latar belakang memuat pemikiran dan alasan-alasan perlunya penyusunan naskah akademik rancangan peraturan daerah perlindungan anak (Raperda PA). Latar belakang menjelaskan mengapa pembentukan Raperda PA memerlukan suatu kajian yang mendalam dan komprehensif mengenai teori atau pemikiran ilmiah yang berkaitan dengan materi muatan Raperda PA yang akan dibentuk. Pemikiran ilmiah tersebut mengarah kepada penyusunan argumentasi filosofis, sosiologis, dan yuridis guna mendukung perlunya penyusunan Raperda PA.

Isi Latar Belakang: Dalam latar belakang naskah akademik Raperda PA perlu dijabarkan mengenai definisi anak, konsep perlindungan anak, pentingnya melakukan perlindungan anak, dan faktor resiko yang membuat anak rentan mengalami berbagai pelanggaran hak seperti kekerasan, eksploitasi, penelantaran, dan perlakuan salah lainnya.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU PA), Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak adalah generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa yang memiliki peran strategis, dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang diharapkan dapat menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara di masa depan. Anak perlu mendapat kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik secara fisik, mental, maupun sosial. Karena sifatnya, maka tumbuh kembang anak harus dilakukan dalam lingkungan yang melindungi dari segala bahaya dalam bentuk pengasuhan yang optimal.

Di dalam Undang-Undang Dasar 1945 (amandemen) pada Pasal 28B ayat (2) disebutkan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh kembang dan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Pasal 1 ayat (2) UU PA menyebutkan bahwa Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Dari sisi pemenuhan hak anak, terutama hak-hak dasar seperti pangan, sandang, pendidikan, dan kesehatan sudah menunjukan kemajuan yang cukup berarti, namun dari sisi perlindungan anak dari segala bentuk kekerasan, eksploitasi, penelantaran dan perlakuan salah lainnya belum dapat dilakukan secara maksimal dan belum menunjukan kemajuan yang berarti dalam kurun waktu 10 tahun sejak UU PA diundangkan. Perlu data pendukung di daerah tentang kekerasan (fisik, mental, seksual), eksploitasi (seksual dan ekonomi), penelantaran, dan perlakuan salah lainnya termasuk anak dalam situasi darurat (anak dalam situasi pengungsian dan anak dalam situasi konflik bersenjata), anak berkonflik dengan hukum, dan anak dari masyarakat adat dan/atau minoritas. Contoh sebagian data nasional tentang isu tersebut dapat dilihat pada lampiran. Catatan: Perlu diingat bahwa data yang tersedia hanya menggambarkan kasus yang terlaporkan dan tidak menggambarkan prevalensi maupun cakupan masalah perlindungan anak yang sebenarnya.

Data dan informasi mengenai berbagai kasus yang terjadi terhadap anak memperlihatkan bahwa kondisi anak rentan terhadap berbagai bentuk kekerasan, eksploitasi, penelantaran, dan perlakuan salah lainnya. Apabila hal ini berlangsung secara terus menerus dan tidak mendapat perhatian secara serius, maka bukan tidak mungkin generasi penerus ini akan menjadi generasi yang tidak siap dalam memikul tanggungjawab sebagai penerus bangsa. Keluarga bertanggungjawab untuk mengasuh dan melindungi anak[footnoteRef:1]. Anak yang mendapatkan pengasuhan dan perlindungan dari keluarganya dengan baik maka anak tersebut tidak terhambat di dalam mencapai hak kelangsungan hidup dan perkembangan. Jika keluarga tidak mampu melaksanakan tanggungjawab mengasuh dan melindungi anak, maka negara wajib membantu keluarga tersebut dalam bentuk program pendidikan/pengasuhan bagi keluarga: keterampilan menjadi orangtua, keterampilan melindungi anak, kemampuan meningkatkan partisipasi anak dalam keluarga, penyelenggaraan program konseling bagi anak dan keluarga. Dan bilamana diperlukan, negara dapat memberikan dukungan/bantuan ekonomi. [1: Konvensi Hak Anak Pasal 5; 9-11; 18]

Kegagalan keluarga dalam melaksanakan tanggungjawab mengasuh dan melindungi anak disertai dengan kegagalan negara di dalam membantu/memberdayakan keluarga tersebut dalam mengasuh dan melindungi anak dapat berakibat pada anak beresiko mengalami kekerasan, eksploitasi, penelantaran, dan perlakuan salah lainnya.

Dalam era otonomi daerah, melalui Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, dan penetapan Peraturan Pemerintah(PP) Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Kewenangan antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota, serta PP Nomor 41 Tahun 2007 tentang Struktur Organisasi Pemerintah Daerah telah memberikan kewenangan kepada daerah untuk melakukan upaya perlindungan anak, untuk itu perlindungan anak adalah urusan wajib yang harus dilakukan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Melihat pada data dan informasi yang telah diuraikan, maka perlindungan anak yang dilakukan bukan perlindungan anak dalam arti umum, tetapi perlindungan anak yang fokus pada perlindungan anak dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi yangharus dilakukan secara komprehensif dan terpadu.

B. Identifikasi MasalahIdentifikasi masalah memuat rumusan mengenai masalah apa yang akan ditemukan dan diuraikan dalam naskah akademik. Pada naskah akademik Raperda PA akan diuraikan masalah mengenai: Permasalahan yang dihadapi dalam upaya perlindungan anak atau situasi perlindungan anak, analisis penyebab dan akar masalah; analisis terhadap kebijakan daerah dalam mengatasi situasi perlindungan anak; pertimbangan filosofis, sosiologis, dan yuridis pembentukan Perda PA; sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan, dan arah pengaturan.

Pemerintah telah melakukan berbagai upaya dalam memberikan perhatian pada persoalan-persoalan anak. Pengakuan tentang pentingnya perlindungan terhadap anak sudah menjadi kesepakatan international melalui penandatanganan Konvensi Hak Anak (KHA). Konstitusi Indonesia secara eksplisit juga memberikan pengakuan terhadap hak anak. Hal ini seperti yang tercantum dalam Pasal 28B ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Langkah maju dalam perlindungan anak dilakukan Indonesia dengan mengesahkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Berbagai UU yang relevan sebagai instrumen perundangan nasional yang juga memuat perlindungan anak seperti terlampir.

Dari analisis perundang-undangan yang disajikan di atas, terdapat berbagai persoalan terkait dengan pengaturan perundang-undangan khusus anak. Beberapa permasalahan adalah:1. Saling tumpang tindih dan tidak sinkron sehingga menyulitkan dalam aplikasinya.2. Belum secara detail menguraikan mengenai perlindungan anak dari kekerasan, eksploitasi, penelantaran, dan perlakuan salah lainnya.3. Sesuai muatannya, UUPA diharapkan mampu mewujudkan komitmen Indonesia untuk melindungi anak. Namun dalam perjalanannya UUPA belum secara jelas menciptakan sistem perlindungan anak yang holistic dan komprehensif termasuk layanannya dari tingkat preventif (pencegahan dini), pengurangan risiko, sampai pada penanganan kasus.

Oleh karena itu, daerah seharusnya memiliki payung hukum berupa Perda yang mampu mengakomodir semua isu terkait perlindungan anak, mampu memberikan layanan secara holistik dan komprehensif, dan secara tegas memberikan mandat kepada lembaga untuk melakukan koordinasi kebijakan dan pengawasan, dan mandat kepada lembaga untuk memberikan layanan. Selain itu, Perda yang akan disusun harus dapat membuka keterlibatan institusi non pemerintah dan masyarakat untuk berperan secara luas.

C. Tujuan dan Kegunaan Naskah AkademikSesuai dengan ruang lingkup identifikasi masalah yang dikemukakan di atas, tujuan penyusunan Naskah Akademik Raperda PA dirumuskan sebagai berikut.1) Meningkatkan upaya perlindungan anak dengan membangun sistem perlindungan anak yang komprehensif. Sistem ini harus mampu mendeteksi dan merespon kerentanan anak dan keluarganya.2) Menjamin layanan yang komprehensif meliputi layanan pencegahan dini, pengurangan resiko, dan layanan penanganan kasus anak yang menjadi korban kekerasan, eksploitasi, penelantaran, dan perlakuan salah.

Sedangkan kegunaan penyusunan Naskah Akademik adalah sebagai acuan atau referensi penyusunan dan pembahasan Raperda PA.

D. Metode PenelitianPenyusunan naskah akademik ini dilakukan dengan metode penelitian yudikatif normatif yang dilakukan melalui studi literatur dan pustaka terutama menelaah data sekunder. Data sekunder yang digunakan adalah data hasil pemetaan perlindungan anak dengan pendekatan sistem yang merupakan baseline data bagi naskah akademik ini.

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRISMemuat uraian mengenai materi yang bersifat teoritis, asas, perkembangan pemikirn, serta implikasi sosial, politik dan ekonomi, keuangan negara dari pengaturan dalam satu PERDA

A. Kajian teoretis 1. Negara-negara Anggota PBB termasuk Indonesia sebagai negara yang telah menandatangani perjanjian-perjanjian dan konvensi-konvensi internasional, bertanggung jawab untuk mematuhi perjanjian, protokol dan konvensi-konvensi yang telah diratifikasi dalam wilayah nasional mereka. Oleh sebab itu, pemerintah memikul seluruh tanggung jawab untuk mengimplementasikan kewajiban-kewajiban internasional ini, serta mandat kepemimpinan dalam melaksanakan peraturan dan mekanisme yang diperlukan untuk mewujudkan kewajiban tersebut.2. Dan, sebagai bentuk nyata dari komitmen Pemerintah Indonesia dalam perlindungan anak, telah disahkan UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Meskipun kita telah memiliki Undang-Undang tersebut, yang substansinya telah mencantumkan tentang hak-hak anak dan perlindungan anak, kewajiban dan tanggungjawab orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara. Untuk memberikan perlindungan pada anak terutama di daerah, masih perlu dijabarkan lagi dalam bentuk peraturan daerah.3. Selain itu, Indonesia telah berkomitmen untuk mencapai MDGs (Tujuan Pembangunan Millennium) dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyatnya dan memberikan kontribusi kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat dunia. MDGs yang terkait dengan perlindungan anak, adalah meliputi:MDG 1 Menanggulangi kemiskinan dan kelaparanDalam mencapai tujuan ini, kaitannya dengan perlindungan anak adalah dengan memastikan setiap anak, mendapatkan kehidupan yang layak, dan tidak terlantar serta bebas dari kemiskinan dan kelaparan (termasuk di dalamnya setiap anak berhak mendapatkan gizi yang baik, asi eksklusif). MDG 2 Mencapai Pendidikan Dasar Untuk SemuaDalam mencapai tujuan ini, kaitannya dengan perlindungan anak adalah dengan memastikan setiap anak dapat menyelesaikan pendidikan sampai jenjang pendidikan minimal SMU.MDG 4 - Menurunkan Angka Kematian AnakDalam mencapai tujuan ini, kaitannya dengan perlindungan anak adalah dengan memastikan setiap anak mendapatkan akses akses atas pelayanan kesehatan, terutama di daerah-daerah miskin dan terpencil (termasuk di dalamnya hak untuk mendapatkan imunisasi). MDG 6-Memerangi HIV/AIDS, Malaria Dan Penyakit Menular LainnyaDalam mencapai tujuan ini, kaitannya dengan perlindungan anak adalah dengan memastikan setiap anak mendapatkan pelayanan kesehatan yang maksimal apabila terjangkit HIV/AIDS, Malaria dan penyakit menularnya.MDG 7 - Memastikan Kelestarian Lingkungan HidupDalam mencapai tujuan ini, kaitannya dengan perlindungan anak adalah dengan memastikan setiap anak mendapatkan akses air minum dan sanitasi yang bersih.

Keberhasilan dalam pencapaian MDGs di Indonesia tergantung pada pencapaian tata pemerintahan yang baik di pusat maupun daerah, kemitraan yang produktif pada semua tingkat masyarakat dan penerapan pendekatan yang komprehensif untuk mencapai pertumbuhan yang pro-masyarakat miskin, meningkatkan pelayanan publik, memperbaiki koordinasi antar pemangku kepentingan, meningkatkan alokasi sumber daya, pendekatan desentralisasi untuk mengurangi disparitas, memberdayakan masyarakat di seluruh wilayah Indonesia, serta perlindungan anak. Perlindungan terhadap anak sangat penting dilakukan dalam mendukung pencapaian MDGs, karena kepentingan anak merupakan hal mendasar yang harus dipenuhi oleh pemerintah.

4. Kemudian, dalam penerapan perlindungan anak, perlu diperhatikan juga rangkaian tentang pengasuhan anak yang berkelanjutan, yang meliputi:a. Tahapan Primer Layanan universal untuk anak dan keluargaPencegahan primer adalah segala upaya yang secara langsung ditujukan kepada masyarakat untuk memperkuat kemampuan masyarakat dalam mengasuh anak dan melindungi anak secara aman, termasuk di dalamnya segala aktivitas yang ditujukan untuk melakukan perubahan sikap dan perilaku social masyarakat melalui advokasi, kampanye kesadaran, penguatan ketrampilan orang tua, promosi bentuk-bentuk alternative penegakan disiplin tanpa kekerasan dan kesadaran tentang dampak buruk kekerasan terhadap anak.

b. Tahapan Sekunder Menargetkan kelompok spesifik anak dan keluarga yang berisikoPelayanan ini masih bersifat preventif tapi fokus pada pemenuhan kebutuhan yang telah diidentifikasi dalam keluarga tertentu atau kelompok yang berisiko. Pencegahan sekunder atau layanan intervensi awal ditujukan kepada anak dan keluarga yang telah teridentifikasi rawan atau mengalami resiko perlakuan salah atau penelantaran. Layanan intervensi awal targetnya adalah keluarga yang telah melakukan perilaku yang mengandung resiko kekerasan, harus di cegah, agar tidak terjadi situasi yang secara nyata dapat menyebabkan dampak buruk terhadap anak.

Sebagai contoh, Pelayanan dukungan keluarga dalam bentuk : mediasi dan nasehat hukum ketika keluarga menghadapi kekerasan dalam rumah tangga, pertengkaran, perceraian; meningkatkan keterampilan menjadi orangtua dan keterampilan melindungi anak; upaya penyembuhan salah satu anggota keluarga yang menghadapi masalah ketergantungan obat, minuman keras, berjudi, ketidakmampuan mengendalikan amarah; mendapatkan rujukan pada pelayanan lainnya, seperti dukungan ekonomi, tempat tinggal, jaminan sosial; dan Pelayanan dukungan keluarga ketika terjadi reintegrasi sosial setelah anak berkonflik dengan hukum. Untuk menanangani masalah tersebut pemberi layanan menyediakan berbagai macam layanan baik yang di lakukan oleh organisasi pemerintah maupun organisasi masyarakat.

c. Tahapan Tersier menargetkan anak-anak dan keluarga secara individu.Penanganan korban adalah langkah atau tanggapan segera untuk menangani anak yang secara serius telah mengalami kekerasan, eksploitasi, perlakuan salah, dan penelantaran seperti medico-legal dan psiko-sosial. Hal ini membutuhkan intervensi yang berkelanjutan, termasuk intervensi yang dilakukan oleh Negara ketika anak telah mengalami dan secara serius beresiko atau berdampak buruk terhadap anak. Untuk itu diperlukan pengawasan dan layanan dukungan keluarga seperti program bagi orang tua, konseling bagi individu dan keluarga, program terapi penyembuhan; dan atau penempatan anak baik yang bersifat sementara maupun permanen dalam pengasuhan alternative. Langkah-langkah untuk mengambil keputusan harus melalui pengadilan, berdasarkan assessment dan rekomendasi dari instansi sosial.

Intervensi di tingkat tersier adalah penting untuk merespons keadaan di mana seorang anak sangat berisiko atau mendapat perlakuan salah, dieksploitasi, ditelantarkan atau mengalami cedera. Intervensi ini mungkin melibatkan anak demi kepentingan terbaik bagi anak harus dipisahkan dari keluarga. Dalam beberapa situasi, intervensi yang pertama kali harus dilakukan adalah mencegah anak terpisah dari keluarga. Tetapi jika menurut hasil asesmen hal itu demi kepentingan terbaik bagi anak maka anak tersebut harus dicarikan pengasuhan alternative. Asesmen dan keputusan penempatan anak dalam pengasuhan alternative hanya boleh dilakukan oleh Negara. Intervensi ini dapat mencakup penggunaan pencegahan primer dan pelayanan intervensi sekunder, bersama dukungan dan tindakan pencegahan lainnya. Detail dari rencana dan program untuk anak-anak secara individu perlu ditentukan oleh konteks tertentu dan harus didasarkan pada prinsip kepentingan terbaik seperti yang disebutkan dalam KHA.

B. Kajian terhadap asas/prinsip yang terkait dengan penyusunan norma.Analisis terhadap penentuan asas-asas ini juga memperhatikan berbagai aspek bidang kehidupan terkait dengan Peraturan Perundang-undangan yang akan dibuat, yang berasal dari hasil penelitian. Elaborasi terkait prinsip2 perlindungan anak yaitu Prinsip-prinsip umum KHA yang harus menjiwai atau mainstreaming bagi setiap langkah legislasi atau pembuatan undang-undang dan kebijakan yang dilakukan oleh negara yang terdiri dari: Non Diskriminasi, kepentingan Terbaik bagi anak, Hak hidup, Kelangsungan hidup dan perkembangan, menghargai pandangan anak, yang terdiri dari :1. Pasal 2 : Non Diskriminasi. Negara wajib menghormati dan menjamin hak anak dan dimasukan dalam sistem hukum yang ada tanpa diskriminasi ( ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pandangan politik orang tua, status ekonomi, kecacatan, dan kelahiran ) Negara wajib mengambil langkah-langkah yang layak untuk menjamin anak terlindungi dari semua bentuk diskriminasi atau penghukuman berdasarkan latar belakang yang disebabkan oleh pandangan dan keyakinan orang tua anak / wali / keluarga. Non diskriminasi juga berkaitan dengan KHA Pasal 3 (2) : Negara wajib menjamin pengasuhan dan perlindungan anak untuk kesejahteraan anak, memperhatikan hak dan tugas orang tua / wali melalui langkah-langkah legislatif dan administratif (KHA Pasal 4). Hal tersebut berkaitan dengan hak keperdataan anak.

2. Pasal 3 Kepentingan terbaik bagi anak (The Best Interests of The Child) harus menjadi landasan system hukum dan Kebijakan Pemerintah; Pasal 3 juga berkaitan dengan Pasal 40 (2) (b) (iii) atau pengadilan meliputi JAMINAN NEGARA atas : Penanganan kasus anak sesegera mungkin tanpa penundaan; Oleh instansi yang berwenang (aparat penegak hukum); Independent; Mendapatkan bantuan yang layak; dan dengan mempertimbangkan umur atau situasi. Disamping itu kepentingan terbaik bagi anak juga berkaitan dengan pasal 37 (c) meliputi JAMINAN NEGARA atas: pencabutan Kebebasan yaitu Anak yang dicabut kebebasannya harus dipisahkan dari tahanan dewasa, kecuali dengan pertimbangan demi kepentingan terbaik bagi anak.

3. Pasal 6 Hak Hidup; Kelangsungan Hidup; Perkembangan. JAMINAN NEGARA atas anak yang berkonflik dengan hukum/berhadapan dengan hukum dengan memperhatikan Hak hidup anak dan mempromosikan kelangsungan hidup serta perkembangan anak secara maksimum.

4. Pasal 12 Menghargai Pendapat Anak: Negara menjamin : bahwa setiap anak yang mampu membentuk pandangan mempunyai hak untuk mengekspresikannya secara bebas pada semua hal yang berpengaruh pada dirinya bahwa pandangan anak dipertimbangan sesuai dengan umur dan kematangan anak. Secara khusus memberikan hak anak untuk didengar dan pandangannya dipertimbangkan pada setiap proses peradilan dan administratif yang mempengaruhi dirinya.Hal ini mencakup rentang yang sangat luas dari sidang pengadilan dan termasuk kebijakan/pembuatan keputusan yang mempengaruhi anak, contohnya, pendidikan,kesehatan,lingkungan,pengasuhan, adopsi.

C. Kajian terhadap praktik penyelenggaraan, kondisi yang ada, serta permasalahan yang dihadapi masyarakat. 1. Bagaimana praktik penyelenggaraan pencegahan dan penanganan kekerasan, eksploitasi, perlakuan salah dan penelantaran terhadap anak yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah bersangkutan saat ini2. Bagaimana kondisi kekerasan, ekploitasi, perlakuan salah, dan penelantaran terhadap anak yang terjadi saat ini di daerah yang bersangkutan. (didukung dengan data dan memperhatikan local wisdom/budaya setempat perlu kajian apakah tindakan terhadap anak berdasar budaya setempat dikatakan sebagai kekerasan terhadap anak berdasar asas universal perlindungan anak)3. Bagaimana permasalahan yang terdapat di masyarakat dengan adanya kondisi kekerasan, ekspolitasi, perlakuan salah, dan penelantaran terhadap anak yang terjadi dikaitkan dengan praktek penyelenggaraan yang dilakukan oleh pemerintah daerah.4. Bagaimana implikasi penerapan Konvensi Hak Anak bagi perlindungan anak di daerah.

Catatan: (data-data tentang kekerasan, eksploiasi, perlakuan salah dan penelantaran dimasukkan dalam lampiran)

D. Kajian terhadap implikasi penerapan sistem (atau pendekatan berbasis sistem) yang akan diatur dalam Peraturan Daerah terhadap aspek kehidupan masyarakat dan dampaknya terhadap aspek beban keuangan daerah. Materi Kajian1. Bagaimana dampak dari penerapan peraturan daerah terhadap nilai-nilai budaya setempat dan aspek kehidupan masyarakat (apakah bertentangan atau tidak, bagaimana solusinya?).2. Apa yang akan dilakukan daerah yang bersangkutan untuk mengatasi persoalan yang timbul akibat penerapan sistem baru.3. Bagaimana koordinasi antar SKPD di daerah terkait perlindungan anak atau apakah diperlukan suatu unit/lembaga khusus di daerah yang diberikan mandat untuk mengatur dan menjalankan pelayanan kesejahteraan anak.

Catatan: Daerah memastikan adanya alokasi anggaran yang diperlukan dalam perlindungan anak di daerah yang bersangkutan (kaitannya dengan kebutuhan SKPD)- bahwa anggaran tidak hanya harus diberikan oleh daerah, tetapi harus dipastikan penggunaan anggaran tersebut adalah untuk perlindungan anak.

BAB IIIEVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT

Memuat Hasil Kajian terhadap Peraturan perundang-undangan terkait yang memuat kondisi hukum yang ada, keterkaitan UU dan PERDA baru dengan Peraturan Perundang-undangan lain, harminisasi secara vertical & horizontal

lihat Contoh Analisis dibawah tentang Evaluasi dan Analisis Peraturan Per UU dalam kerangka perlindungan anak yang berbasis sistem .

Draft Naskah Akademik: Maret 2012Page 19

A. Analisis Perundang-Undangan Terkait

NORMASTRUKTURPROSES

Analisis : Dari daftar PerUU/Kebijakan apa saja yang membuat PerUU/Kebijakan terkait dengan Sistem Kesos bagi anak dan keluarga tidak bisa dioperasionalkan secara efektif: Apakah mandat sudah memadai? Apakah mencakup pelayanan pencegahan dan penanggulangan bagi anak yang berisiko dan anak yang menjadi korban? Apakah peran lembaga non pemerintah dan masyarakat sudah diatur dalam kebijakan? Apakah standardisasi dan pemantauan layanan sudah diatur? Analisis : Identifikasi Institusi/ lembaga di tingkat daerah yang bertanggung jawab atas pelayanan kesos bagi anak dan keluarga. Institusi apa yang (seharusnya) dimandatkan untuk melakukan standardisasi dan akreditasi layanan? identifikasi lembaga yang memberi layanan kesos bagi anak dan keluarga : layanan primer, layanan sekunder, dan layanan tersier . Bagaimana kapasitas lembaga tersebut : cakupan, jenis layanan, jumlah tenaga profesional, sumber pendanaan, jaringan kerjasama dll. Bagaimana kapasitas SDM (peksos/tenaga sosial) dari institusi ini dalam memberikan pelayanan tersebut? Program peningkatan kapasitas? Supervisi? Cakupan (peksos/Tenaga Sosial) (Catatan : untuk Kapasitas ada pemisahan analisa antara yang di rekruit oleh pusat/prov/kab/kota)

Dari alokasi anggaran yang ada bagaimana anggaran untuk pelayanan untuk kesos anak dan keluarga? % alokasi dari anggaran keseluruhan? Tantangan dalam penganggaran? Apakah sarana dari lembaga/ institusi tersebut dimanfaatkan secara efisien dan efektif? Identifikasi semua intervensi (tindakan) primer, sekunder, dan tersier? Bagaimana pelaksanaan intervensi tsb (efisien? Memadai?) Adakah kesinambungan layanan di masyarakat? Adakah keterkaitan antar layanan masyarakat ? Bagaimana hubungan sistem kesos dengan sektor pendidikan dan sektor kesehatan serta layanan dasar lainnya? Apakah layanan sosial saat keadaan darurat cukup memadai ? Apa saja kesenjangan dalam layanan tersebut?

Analisis : Adakah standard pedoman (misal dari Dinsos) dalam memberikan layanan: kriteria penerima layanan Mekanisme untuk meng-identifikasi anak dan keluarga yang rentan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan? Adakah mekasnisme penjangkauan Mekanisme Rujukan Mekanisme Manajemen kasus (antar institusi), bertugas sebagai manajer kasus? Monitoring dilakukan terhadap layanan terutama yang berbasis instuitusi? Kesenjangan dalam pelaksanaannya? bagaimana pelaksanaan pedoman tersebut ?

(Catatan: disarankan membuat ilustrasi bagaimana sesorang pekerja sosial melakukan tugas proses kerja)

Bagaimana bentuk koordinasi antara sistem peradilan dan sistem kesos bagi anak dan keluarga? Dimanakah kesenjangannya?

UU. No. 21/2007tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Potensi: PP No. 9 Tahun 2008 Tentang Tata Cara Dan Mekanisme Pelayanan Terpadu Bagi Saksi dan/atau Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang PPres No. 69 Tahun 2008 Tentang Gugus Tugas Pencegahan Dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang PermenPP RI No. 1 Tahun 2009 Tentang Standar Pelayanan Terpadu Bagi Saksi/atau Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang di Kabupaten/Kota Permen PP dan PA RI No. 2 Tahun 2010 Tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Terhadap Anak 2010-2014Potensi: Pembentuk Gugus Tugas Pemerintah dan Pemda yang beranggotakan dari Pemerintah , Penegak Hukum, Ormas, LSM, Organisasi Profesi. Kepengurusan ditetapkan oleh Pimpinan Daerah untuk tingkat Daerah, Kalau Pusat Menteri atau setingkat Menteri

Potensi: SPM No. 2 Tahun 2010 Tentang SPM Terhadap Korban Kekerasan Perempuan dan Anak.

Kesenjangan:1. 1. ..1. ..Kesenjangan:1. 1. ..1. ..Kesenjangan:1. 1. ..1. ..

BAB IVLANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS

A. Landasan FilosofisLandasan Filosofis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang akan dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pancasila, terutama sila kedua dan kelima yang terkait dengan upaya perlindungan anak. Dalam pembukaan UUD Negara RI Tahun 1945, tentang kewajiban negara untuk memajukan kesejahteraan rakyat......dst, dikaitkan dengan kewajiban negara dalam upaya perlindungan anak. Local wisdom yang hidup dan berkembang pada masyarakat setempat yang dapat mendukung perlindungan anak dari kekerasan, eksploitasi, penelantaran dan perlakuan salah lainnya.

B. Landasan Sosiologis

Landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek. Landasan sosiologis sesungguhnya menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan masyarakat dan negara.

Bagaimana kondisi riil mengenai kondisi kekerasan, ekploitasi, perlakuan salah, dan penelantaran terhadap anak yang terjadi saat ini di daerah yang bersangkutan (perlu disertai dengan data-data konkrit).

Kontribusi Peraturan daerah ini dalam meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan anak di daerah yang bersangkutan.

(catatan: terkait dengan contoh kasus-kasus terhadap anak baik kekerasan, ekploitasi, perlakuan salah, dan penelantaran terhadap anak yang terjadi baik di internasional, nasional maupun lokal/ daerah perlu dimasukkan dalam Lampiran)

C. Landasan Yuridis.Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat. Landasan yuridis menyangkut persoalan hukum yang berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur sehingga perlu dibentuk Peraturan Perundang-Undangan yang baru. Beberapa persoalan hukum itu, antara lain, peraturan yang sudah ketinggalan, peraturan yang tidak harmonis atau tumpang tindih, jenis peraturan yang lebih rendah dari Undang-Undang sehingga daya berlakunya lemah, peraturannya sudah ada tetapi tidak memadai, atau peraturannya memang sama sekali belum ada.

Catatan: Landasan Yuridis harus mengacu pada kewajiban negara untuk menghormati, memenuhi, melindungan dan memajukan hak asasi manusia khususnya hak anak untuk dilindungi dari kekerasan, eksploitasi, perlakuan salah dan penelantaran.

Daftar Peraturan Perundang-undangan terkait Perlindungan Anak: UU 1/1974 ttg Perkawinan UU 4/1979 ttg KesejahteraanAnak UU 3/1997 ttg Pengadilan Anak UU39/1999 ttg Hak Asasi Manusia UU 23/2002 ttg Perlindungan Anak UU 20/2002 ttg Sisdiknas UU 23/2004 ttg PKDRT UU 23/2006 ttg Adminduk UU 21/2007 ttg PTPPO PERDA terkait PA di daerah Peraturan Lainnya: PP, Perpres, Permen, Pergub terkait penyelenggaran Perlindungan Anak

1. Peraturan-peraturan apa saja yang terkait dengan rancangan Perda yang akan disusun, misalnya UU tentang Perlindungan Anak. 2. Apakah di daerah yang bersangkutan sudah ada peraturan yang mengatur tentang perlindungan anak dari kekerasan, eksploitasi, penelantaran, dan perlakuan salah lainnya.3. Apakah peraturan yang sudah ada di daerah bersangkutan, telah mengatur perlindungan anak dengan pendekatan sistem yang meliputi langkah-langkah pencegahan, hingga penanganan resiko kekerasan, ekploitasi, perlakuan salah, dan penelantaran terhadap anak, 4. Apakah peraturan yang ada sudah mengatur bagi anak yang telah menjadi korban kekerasan, eksploitasi, penelantaran, dan perlakuan salah lainnya, Pemerintah Daerah tetap menjamin pemenuhan hak anak tersebut, diantaranya hak kesehatan untuk pemulihan fisik dan psikologis serta rehabilitasi; hak atas identitas; hak atas pengasuhan berkelanjutan; dan hak pendidikan.5. Apakah peraturan yang sudah ada itu sesuai dengan/tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi6. Apakah peraturan yang sudah ada, tumpang tindih dengan peraturan perundang-undangan lainnya.7. Bagaimana apabila daerah yang bersangkutan belum memiliki peraturan yang mengatur tentang perlindungan anak dengan pendekatan sistem.

Hukum & Standar Internationsional yang harus dipertimbangkan sebagai Landasan Yuridis : Ratifikasi KHA Ratifikasi Konvensi ttg Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan Ratifikasi KILO 138 ttg Usia Minimum Ratifikasi KILO 182 ttg Penghapusan Bentuk-bentukPekerjaan Terburuk untuk Anak Berbagai peraturan terkait dgn Peradilan Anak

BAB VJANGKAUAN, ARAH PERATURAN, RUANG LINGKUP MATERI MUATAN PERDA PA

Naskah Akademik pada akhirnya berfungsi mengarahkan ruang lingkup materi muatan Rancangan Peraturan Daerah yang akan dibentuk. Dalam Bab ini, sebelum menguraikan ruang lingkup materi muatan, dirumuskan sasaran yang akan diwujudkan, arah dan jangkauan pengaturan. Materi didasarkan pada ulasan yang telah dikemukakan dalam bab sebelumnya. Selanjutnya mengenai ruang lingkup materi pada dasarnya mencakup:1. ketentuan umum2. materi yang akan diatur3. ketentuan sanksi4. ketentuan peralihan

A. Ketentuan Umummemuat rumusan akademik mengenai pengertian istilah, dan frasa yang pengacu pada definisi umum baik dari Peraturan perundang-undangan maupun dari istilah baku secra akademik.

B. Materi yang akan Diatur.Materi yang akan diatur meliputi:1. memperjelas mandat lembaga koordinasi dan penyedia layanan yang akan menyelenggarakan layanan/Perda.

2. Pembentukan sistem perlindungan anak yang komprehensif dengan menitikberatkan pada: pencegahan, pengurangan resiko, dan penanganan kasus termasuk anak yang berhadapan dengan hukum dan anak dalam situasi darurat; pengasuhan berbasis keluarga; langkah-langkah pemenuhan hak anak dan perlindungan anak yang wajib dilakukan oleh negara (Pemda) dengan kejelasan antara norma, struktur/kelembagaan, dan proses/prosedur; pelibatan anak sebagai pemilik hak dalam pembuatan kebijakan yang mempengaruhi dirinya, termasuk dalam kehidupan di lingkungan keluarga, sekolah/pendidikan, dan masyarakat; dan peran serta masyarakat dalam perlindungan anak.

3. Pelayanan yang mampu mengantisipasi dan merespon segala kerentanan anak dan keluarga dalam situasi apapun termasuk dalam keadaan darurat.4. Keterkaitan sistem kesejahteraan sosial, sistem peradilan, dan perubahan perilaku.

C. Ketentuan Sanksi; Ketentuan sanksi mengatur tentang sanksi pidana dan sanksi administratif. Sanksi pidana mengacu pada perundangan yang relevan. Sedangkan sanksi administratif mengatur mengenai bentuk sanksi dan lembaga yang menjamin pelaksanaan sanksi.

Sanksi pidana mengacu pada perundangan yang relevan. Jika mengacu UU terkait, apakah perlu dicantumkan? Sanksi administratif: Bagaimana jika Perda tidak terlaksana: siapa yang harus bertanggungjawab? Sanksinya apa?

D. Ketentuan PeralihanKetentuan peralihan menyebutkan bahwa segala peraturan tentang perlindungan anak harus dilakukan penyesuaian segera setelah Perda PA diundangkan.

BAB VIPENUTUPPenutup terdiri dari Simpulan dan Saran. Pada simpulan berisi rangkuman pokok pikiran praktik penyelenggaraan, pokok elaborasi, dan asas. Sedangkan pada saran berisi pemilhan substansi naskah akademik, rekomendasi skala prioritas, kegiatan lainnya yang mendukung penyempurnaan naskah akademik.

Simpulan memuat mengenai urgensi peraturan dalam menjamin perlindungan anak seperti yang diamanatkan UUD 1945, relevansi peraturan ini dalam pencapaian MDGs, dan gaps dalam penyelenggaraan perlindungan anak saat ini, serta bagaimana Perda ini mendukung sistem yang efektif dan efisien.