labgeomekanik.files.wordpress.com · 1PENDAHULUAN Matakuliah mekanika batuansudahdiberikan di...
Transcript of labgeomekanik.files.wordpress.com · 1PENDAHULUAN Matakuliah mekanika batuansudahdiberikan di...
1 PENDAHULUAN
Mata kuliah mekanika batuan sudah diberikan di Departemen Tambang ITB sejaktahun 1960-an. Sejak tahun 80-an telah terjadi kenaikan aktivitas pekerjaan sipil dantambang secara signifikan baik di atas maupun di bawah permukaan di Indonesia.Kegiatan sipil yang menyangkut dengan masalah geomekanika adalah pembuatanterowongan jalan raya, terowongan jalan kereta api dan saluran air. Hal yang jugamenarik untuk diperhatikan adalah rencana pemerintah dalam menghubungkanSumatera dengan Jawa melalui selat Sunda. Pemilihan sistem penyambungan jalurini masih diperdebatkan antara terowongan dan jembatan.Sedangkan kegiatan tambang banyaknya berkaitan dengan pengembangan tambangterbuka dari bijih emas berkadar rendah hingga sedang, tembaga, nikel serta kuarigamping untuk pabrik semen dan pembukaan dan pengembangan tambang batubaradisekitar Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan dan Sumatera.Pengembangan tambang bawah tanah hanya terjadi pada tambang emas dantembaga sedangkan tambang batubara bawah tanah hanya mempertahankanproduksi pada tingkat yang rendah. Namun demikian, hasil penyelidikan eksplorasidi Sumatera Utara, Sulawesi Tengah dan Gorontalo menunjukkan bahwa diantarabeberapa prospeknya berpotensi untuk ditambang secara bawah tanah.Semua aktivitas tersebut telah memberi impetus yang berharga terhadappengembangan riset Geomekanika baik di laboratorium maupun di lapangan, danriset ini didukung oleh dana ITB, Pemerintah, Kyushu University, PT Kaltim PrimaCoal, PT Arutmin Indonesia, PT Adaro, Unit penambangan emas Pongkor - PTAneka Tambang dan beberapa perusahaan tambang lainnya di Indonesia.Sedangkan dukungan fasilitas dan peralatan untuk pelaksanaan riset selama inibanyak diperoleh dari berbagai pihak termasuk INKABA, beberapa bengkel bubutdan bengkel teknik serta beberapa perusahaan pendukung pertambangan.Mekanika batuan merupakan bagian dari subyek yang lebih besar yaitugeomekanika yang berhubungan dengan reaksi dari geo-material: batuan keras,batuan lunak dan tanah. Dan para enjinir geomekanika bertanggung jawab kepadarancangan, perencanaan dan pelaksanaan operasi tambang bahwa tanah yang padaprakteknya sangat mempertimbangkan faktor ekonomis dan K3L.Faktor teknik yang sangat penting untuk pertama kali dipertimbangkan adalahgeologi batuan dan perilaku teknik mekanika batuan dari batuan pembentukmaterial yang akan ditambang dan sekitamya serta kondisi tegangan yang berlakupada daerah dimaksud.
Batuan dan Mekanika Batuan 1
Masalah yang sering dihadapi di tambang terbuka dan tambang bawah tanah adalahperilaku deformasi, perilaku batuan lunak dan kondisi buruk dari struktur massabatuan. (soft rock behaviour & heavily structured rock mass).Problematika teknik yang sering dihadapi dalam kegiatan tambang terbuka adalahkestabilan lereng, daya dukung (bearing capacity) dan efisiensi pembongkaranbatuan (rock breaking efficiency).
Problematika teknik tambang bawah tanah adalah penentuan input parameter untukanalisa kestabilan lubang bukaan bawah tanah baik untuk atap, dinding, dan lantai,tegangan insitu serta pemilihan metode penggalian.
Semuanya ini berhubungan erat dengan perilaku batuan dan massa batuan.
1.1. MUSIM DAN CUACA DI INDONESIAKepulauan Indonesai berada di Katulistiwa dan diantara benua Asia dan benuaAustralia yang dikelilingi oleh Lautan Pasifik dan India. Konsekuensi darikeberadaan ini adalah bahwa Indonesia memiliki kondisi iklim dan cuaca yang unikyaitu curah hujan yang relatif tinggi. Curah hujan tinggi banyak terjadi di Sumatera,Kalimantan, Papua dan Jawa Barat, dan curah hujan rata-rata sekitar 3000 - 5000mm per tahun.
Selain curah hujan tinggi, kepulauan Indonesia juga mengalami temperatureambient dan penyinaran ultra violet yang relatif tinggi sepanjang tahun. Fakta-faktaini sudah barang tentu memberikan kontribusi terhadap proses pelapukan,khususnya pelapukan kimia. Oleh karena itu sangat mungkin dijumpai pelapukanbatuan tinggi di Indonesia.
Proses pelapukan ini selanjutnya akan merubah formasi batuan keras menjadiformasi batuan lunak (soft rock formation). Laterite dan lempung monmoriloniteadalah tipikal material yang dihasilkan dari proses pelapukan ini. Dan lempungmonmorilonite adalah yang paling menarik karena material ini akan segeramengembang jika basah sehingga tentunya akan mempengaruhi perilakudeformasinya.
1.2. PENGETAHUAN GEOLOGI INDONESIAMenurut perspektif ilmu geologi, ada tiga fenomena yang menarik di Indonesia.Sekitar 80-90% daratan Indonesia diselimuti oleh sedimen quarter yang disebutsedimen alluvial, clastic, dan pyroclastic yang dihasilkan dari aktivitas gunungberapi, trass alluvial, dan tanah hasil pelapukan.
Kedua, formasi batuan di Indonesia masih dikategorikan sangat muda dandiindikasikan oleh kondisi batuan yang belum terkompaksi dengan baik dan formasibatuan ini terdiri dari variasi jenis batuan yang sangat beragam. Batuan ini tidakterlalu berat, lebih poros daripada formasi batuan tua.
2 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena,Mekanika Batuan
Ketiga, bahwa kurang lebih 13-17% aktivitas volkano di dunia terjadi di kepulauanIndonesia dan ada tiga buah sabuk magmatik (lihat Gambar 1.1) yang merentangdari barat ke timur, yaitu Sumatera sampai Papua. Sedangkan menurut tipebatuannya, batuan sedimenter dan formasi batuan yang terbentuk dari aktivitasvolkanik merupakan jenis batuan yang dominant di Indonesia.
1 ACEH ARCl
r*C!F!C
*we «»81
NS? =1 1CENTRAL >2SULAWESIEAST MINDANAO
ARCKALIMANTAN P0 ARC OCEAN
mMil ::v HA1MAHERAADCMm& n’^rTi.w!a* um ti *EM o«1m\
ilrBSP*. it& o* liV m !ttmM Q - mmm.s# z_ asSUMATRA MERATVSjl
ARC I•» il r— »»
& MEDIAL IfWAN JAVA fV&4
ARC W-VA (MMINDIAN
% SWOA-BANOA mARCOCEAN
aAUXTXAUA<00
MMMAnCAIKS
1-r G3 “?*gggj £23 u«r «n*c.ou»
-rv ESI•^wwgcnoHwwCTONfHTj MUAootw AND^FOAHWamnCAAC WPTtAWAAT
Gambar 1.1. Distribusi dan polaritas busur magmatic Late Cretaceous sampai Pliocenetermineralisasi di Indonesia. Anak panah menunjukkan arah penunjaman kerak bumi (Carlileand Mitchell, 1994)
Keberadaan dan penyebaran batubara dan mineral di Indonesia dapat dilihat padaGambar 1.2.Jika dikaitkan dengan aktivitas tektonik, maka perlu dicatat bahwa ada 3 lempengtektonik yang berkaitan dengan kepulauan Indonesia (lihat Gambar 1.3) yaitu;Lempeng Eurasian, Lempeng Indo-Australian dan Lempeng Pacific, yang salingmemotong di Indonesia. Selain itu pada Gambar 1.4. ditunjukkan sebaran gunungapi dan trenching bawah samudera yang gabungannya dengan lempeng, makamerupakan hal tidak mustahil jika di Indonesia sering dijumpai aktivitas tektonik.Dan menurut fakta (Katili, 1963) bahwa sekitar 10% gempa di dunia terjadi diIndonesia. Gempa umumnya dapat menyebabkan zona tarik secara signifikan yangakhimya menimbulkan beberapa daerah menjadi tidak stabil.
Batuan dan Mekanika Batuan 3
100 E 120 £»10 E »30 E 140 E
N
%5 N 2rf .. :: : , 400 km ,ii. mmiximpfff . .V* Mar
Ugh *Hfe.^ 2
• ii#ss *mrnm&A j mmmmmm*
% ?k *Manado 7 >13\
0 vi **fc a4 X13*Q87% 1
Xs44 h 10 1-m . 2f3 "^ Makassar -5 S 3Jakarta£'\3ir-%
1
10$
Cu Porphyry o Au Epithermal Coai Basin is Skam * Laterite Alluvial GoldI OMiWt-S&OTWa
» *•"•<*»4
* J1***6 KflpufetAf7 VlU
1? UxriWt.-)•S'*
d MUtrAS*»4 Uru
HSS.U «'•>=«3.PW*V*iyC»:i
S V«; < - O- **bO«i »£
ir MteufKria I Ond*1?A MM' ?
:•» Ofctttcrt;ntr* Wc<*«r
AftO*. f3%W’UC-vrriifltfct tianu-4 Sjofc*>*JJA
1 fcaaac^OyjVJiax -OBr LwZ -.«)2 f|g<;:isu'.KiiOi'jj »
- Sediment HostedI PtflakiXieIV«M*C4,Z. >ia«rtziu
*»«**3 feteWMS %>,0 Axwwd? . C,v*&t Mau1
•e *-*>*.•» l W-ftsn-* fevu'iV.\. L«. tjiand« J?*"iTar»a »5 P*r
* A-o^r;2. ClW flutma•J. MawnJaa
* &T<piKa*t
S®
Exhalative (VMS) » Tin <Placer)p UWH
A BSanflivi5 OW,
i. £>3-»J*a'>iri.hg’J.K*t>i
v Beach SandiT KntJWiM
t %sutl -iccu: Jy^-.a- Pf y^rj^ug -vx> S/^ ;>-,->rC’.
Gambar 1.2. Distribusi mineral logam, non-logam, dan batubara di Indonesia (SumagudSapta Sinar, 2001)
m-- -r /^L^; " / IHMS •? ftwceW* \ \| \ iSS 'A it fty-A cfefi-C' // “ i'l \^/PHILIPPINE!L j
i\ -SE J^j . ’-'5:. V ...r
f Psrec^lfera '' ', § '« IBsin ht ) 1
rrHKW
fHI PLATE '
f«\K \ C o- }y/a»VL XN ' (| r— ^ ,0.N&\\< > - / j £7 p^c -
nap, A \ .j^V' •'JX A\ nib. CAROLINES \
\Soutfif3)ihaGo#ofA Theiand ?;/7Andaman SWu
MESOZOICSUNDALAND
Seao
CORETGAROLINE^Celebes\ , *vsS sfe Sea\Ssdf— ; Ni enuccai g>
SsaM® - / V Si\— i- SUWOA iroftcfi 0’i '^ 7,S-JaP^sxm:r~ ird's1' HeadsxSyiawes— i Bisrrwi*SeaBunr S«r»n -> A- mm?r
Banda Ses u/ A,:J»%SS!U. /«r
ta^afc KWrS^da^C ps '^ « *$/ ' : ;:f; ;
| Tufcang v fta V.I 1_ o-
i !9 ’ SftetfSunfca
S«Hu<INDIANOCEAN \Y-\7 ConV
SeeV“.A/
!i INDIAN-A/ -y"v /
50'P
Gambar 1.3. Rekonstruksi fitur geografi utama pada daerah Asia Tenggara (Hall, 2002)
4 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena, Mekanika Batuan
'0
^ 'S<° A ' -,;V* ,. : ;V '
vf - \ >
h i *
Puerto Rico trench
•V-'>Aleutian trenc\ - MJCtlrile trench
an trench
Izu Bonin trenchRyuky
j Marianas trench
Chalienger Deep
>v BougatoviUe trench
Middle Ametrench
wmma -KSii. /--m m• *
Peru-Chile tronchjfga trench
adec trench'4
<;
JK
"r
:P->
Java {trench
South Sandwichtrench
<n
Gambar 1.4. Busur vulkanik dan parit samudera mengelilingi sebagian Basin Pasifik danmembentuk Ring of Fire, sebuah zona dimana sering terjadi gempa bumi dan letusanvulkanik (USGS The story of plate tectonic, URL:http://pubs.usgs.gov/publications/text/dynamic.htmlLast updated: 01.29.01).
Pemahkan anda bertanya-tanya mengapa sungai tidak lurus melainkan berkelok-kelok, dan alirannya meningkat pada salahsatu sisi lengkung meander dan melambatdi sisi lainnya dan bagaimana sebuah gunung terbentuk. Geologi adalah sebuahilmu mengenai bumi, materialnya dan proses yang bekerja padanya. Ilmu initermasuk pengetahuan mengenai batuan dan mineral, proses pembentukannya danproses metamorfosanya. Oleh karena itu untuk menjawab fenomena yangdisebutkan diawal tadi memerlukan pengetahuan geologi.
Menurut pengertian aslinya, geologi terdiri dari dua pengertian yaitu, geo (bumi)dan lgos (ilmu). Dapat dikatakan bahwa bumi berbentuk bulat lonjong dan menurutpara ahli geologi bumi sudah berumur 4,5 juta tahun. Jari-jari terpanjang dari bumiadalah 6.370 km.
Bumi terdiri dari sistem perlapisan batuan yang dapat dibagi menjadi dua bagianyaitu, inti (dalam dan luar) dan mantel (mesosfer dan astenosfer) dan litosfer - kerakbenua dan kerak samudera seperti ditunjukkan pada Gambar 1.5.
Batuan dan Mekanika Batuan 5
Crust 0-100 kmthick j
To scale
7£?T:mm 78i r /
/Mantlemal
fMantle r72r900 kmCrust /
//I
Oirter core /V.it /5,100km /
JSolidInner core //7
Ei.:
£ 1
:V Lithosphere(crust and upper-most solid mantle.)
Not to scale
6,378 km
Gambar 1.5. Potongan penampang yang menunjukkan struktur internal Bumi. Bagian bawahdigambar berskala untuk menunjukkan bahwa kulit bumi secara harafiah sangattips. Bagiankanan bawah digambar tanpa skala untuk menunjukkan lapisan-lapisan utama Bumi (URL:http://pubs.usgs.gov/publications/text/dynamic.htmlLast updated: 01.29.01)
1.3.1. Definisi Batuan
Menurut para GeologiwanBatuan adalah susunan mineral dan bahan organis yang bersatu membentuk kulitbumi, dan batuan adalah semua material yang membentuk kulit bumi yang dibagiatas:
Batuan yang terkonsolidasi (consolidated rock).Batuan yang tidak terkonsolidasi (unconsolidated rock).
Definisi secara umum
Batuan adalah campuran dari satu atau lebih mineral yang berbeda, tidakmempunyai komposisi kimia tetap. Tetapi, batuan tidak sama dengan tanah. Tanahdikenal sebagai material yang “ mobile” , rapuh dan letaknya dekat denganpermukaan bumi
Menurut para ahli GeoteknikIstilah batuan hanya untuk formasi yang keras dan padat dari kulit bumi yangmerupakan suatu bahan yang keras dan koheren atau yang telah terkonsolidasi dantidak dapat digali dengan cara biasa, misalnya dengan cangkul dan belincong.Menurut Talobre (1948)Orang yang pertama kali memperkenalkan Mekanika Batuan di Perancis pada tahun
6 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena,Mekanika Batuan
1948, batuan adalah material yang membentuk kulit bumi termasuk fluida yangberada didalamnya (seperti air, minyak dan lain-lain).
Menurut ASTMBatuan adalah suatu bahan yang terdiri dari mineral padat (solid) berupa massayang berukuran besar ataupun berupa fragmen-fragmen.
1.3.2. Klasifikasi BatuanSiklus pembentukan batuan dimulai dari magma keluar dan membeku dan terbentukbatuan beku (lihat Gambar 1.6). Setelah batuan beku terpapar di permukaan ataudekat permukaan, maka akan terjadi proses pelapukan dan hasilnya yang berupamaterial lapuk akan ter-transport dan diendapkan atau mengalami sedimentasisehinga hasil akhimya disebut sedimen (Gambar 1.7). Jika material sedimentersebut mengalami konsolidasi dan tegangan, maka material tersebut akan menjadibatuan sedimen.
Dalam fungsi waktu dan jika batuan sedimen mengalami pembebanan dantemperatur di dalam bumi maka batuan tersebut akan mengalami metamorfosesehingga terbentuk batuan metamorf.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa batuan beku atau batuan sedimen atau batuanmetamorf yang mengalami pelapukan dapat menjadi batuan sedimen barn.Demikian juga halnya dengan kejadian batuan metamorf barn, bahwa apakahbatuan beku atau batuan sedimen atau batuan metamorf jika mengalamimetamorfose $kan dapat menjadi batuan metamorf barn.
Beberapa ciri dari batuan beku (igneous rocks) adalah bahwa batuan tersebutberasal langsung dari pembekuan magma. Jika batuan beku tersebut diklasifikasikansebagai batuan beku asam maka kenampakannya bewarna terang dan kandunganSiC>2 akan lebih besar daripada 55%. Sedangkan untuk batuan beku sedang akanberwama agak terang, dan kandungan SiC>2 sekitar 50-55%, dan batuan beku basaberwama gelap dengan kandungan SiC>2 lebih kecil daripada 50%.Beberapa ciri dari batuan sedimen (sedimentary rocks) adalah berlapis - lapis, yangmerupakan hasil pelapukan dari batuan lain yang diendapkan bisa secara fisik ataukimia dan yang telah mengalami transportasi melalui air, atau angin dan gravitasi.Sedangkan urutan perlapisannya selalu mengikuti hukum superposisi (tua ke muda).Ciri lainnya adalah bahwa batuan sedimen bisa terkonsolidasi atau tidakterkonsolidasi. Akibat dari aktivitas tektonik maka batuan sedimen dapatmengalami perlipatan seperti sinklin atau antiklin dan juga dapat tersesarkan yangberupa sesar, kekar, tergeser.
Proses pembentukan batuan metamorpik (metamorphic rocks) dapat berasal daribatuan lainnya yang mengalami tekanan dan panas yang tinggi. Pada prosespembentukannya tidak ada penambahan unsur barn, dan yang ada adalah prosesrekristalisasi. Pada batuan metamorpik ini mempunyai tekstur khas seperti; filit{halus dengan pola laminasi), sekis (berlapis), gneis (selang-seling lapisan danbutiran) dan masif .
Batuan dan Mekanika Batuan 7
Sedimentary1. Weatheriny,2. Tiaiispott.3. Deposition4. Cement5. Con
, Weatherimj.2\ Tianspoit,
osltiost.4\ Cemenlation,5.\ Compaction(
MothIMJ.CooHny. Heat and oiCrystallization
Piesstae
Igneous MetamorphicA \ 1. Melting.*\ 2^ Coolimj,f \3. OystalHzatton
eat amiMWr esswe
Gambar 1.6. Siklus pembentukan batuan(http://web.wm.edu/geology/virginia/provinces/rockcycle.html?svr=www)
m
*il steal.z£
rirtrt
J
Imm*.
us#*
et*fcM?E£ar^=i£S=->•
““II 3
Gambar 1.7 Proses pembentukan batuan beku (a) sedimen (b) dan metamorf (c)(http://www.squidoo.com/advanced-topic-in-earth-science)
Jika dilihat dari variasi ukuran, batuan beku seperti tampak pada Gambar 1.8 dapatdijelaskan bahwa semakin bertambah unsur silika maka semakin kasar ukuranbutimya. Selain itu, semakin dekatnya pembekuan terjadi ke permukaan (extrusive)maka ukuran butimya semakin halus, dan contohnya Rhyolite, Dacite, Andesite danBasalt.
8 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena,Mekanika Batuan
“ ‘JtU - iUilor
".KV
if:vi' v«'l
*?
\£
?r
ICL
ar:
sn
43
20
0
X.
ti- TVC- :!t
Ttt hacite J Andasre
Grarie rs!
i
Gwodiorilw ii
Quarry
fokJspur
SfcU i.«n- 'tcn
R.M*.&ccvte
L
fVnW'suote
CsiCM ot - rocks bcc-mne? inurefetfraiy da^Ir-uroasirrj si -ior'-ent
PraetalWGafcDroDiaoUii.
Cafe-urn- nci-;
Pi&giuctos©
f
/
Gambar 1.8. Variasi ukuran butir batuan beku (Skinner, 2003)
Gunung Api merupakan sumber dari batuan piroklastik, seperti lapili, pasir, abuvulkanik, yang kesemuanya ini akan diendapkan di lereng gunung api (lihat Gambar1.9).
~~==— ~
Gambar 1.9. Tipikal penampang gunung api (http://pubs.usgs.gov/gip/volc/types.html)
Model letusan gunung api digambarkan pada gambar 1.10. Gambar 1.1OA. Gempabumi dan kemudian semburan uap mengindikasikan kenaikan magma, sebuahkawah kecil terbentuk, dan muka utara gunung melendut secara mengkhawatirkan.Gambar 1.1OB. Pada pagi hari, 8 Mei, sebuah gempa bumi mengguncang gunungdan lendutan pecah serta meluncur ke bawah, Hal ini mengurangi tekanan padamagma dan menginisiasi ledakan lateral yang membunuh David Johnson. Gambar1.10C. Kerasnya erupsi menyebabkan blok kedua meluncur ke bawah, mengekspos
Batuan dan Mekanika Batuan 9
lebih banyak magma dan menginisiasi kolom erupsi. Gambar 1.1OD. Intensitaserupsi meningkat. Kolom erupsi membawa debu vulkanik sampai setinggi 19 km keatmosfir.
3000
PttiQ i
Bosge
A South
3C<10
?cco
B
v- -
Time-o'V.
• tseo pfoftsem-nmi - USUI .V I c-
NCKfn
^ unplaced ouige piock
SSK *. / Time - 40« ,
II3
a
500«
soft
tnvwOR fi 4 f,;Ajoci;um -4 f ’’’
assrm%
*T-f
toe
Irr- . 'YYKYiOOO
x* >o
-f •' » sirVI . '#V!,
< SSf /
•:•• ' r\m
Ft« . JMO ::li• :,Vi|
Gambar 1.10. Urutan kejadian yang menyebabkan erupsi Gunung St Helen(http://pubs.usgs.gov/gip/volc/eruptions.html)
Akibat proses letupan gunung berapi menimbulkan berbagai bentuk intrusi ataualiran lava seperti berikut ini; tephra, korok (gang), sill, lakolit, stock, lopolit, danbatolit. Berbagai bentuk intrusi tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.11.Vtoi
Cooled ?*:%!*%• LSLavjs term
/ ex*.mI
-m ?y*
-5<.K <E
m
8>
*5&
I
Gambar 1.11. Berbagai bentuk intrusi (Skinner dkk, 2003)
10 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena,Mekanika Batuan
Urutan KetidakselarasanUrutan perlapisan batuan yang tercndapkan diatas lapisan yang lebih tuabatuan beku dan metamorf merupakan suatu bentuk ketidakselarasan.
Perlapisan ini akan berubah akibat adanya proses tektonik, dan adanya suatuproses erosi pada permukaan. Selanjutnya akan diendapkan kembali danberikut erosi pada permukaan setelah adanya perubahan, dan hasilnya prosespengendapan ini dikenal denan ketidakselarasan menyudut (angularunconforminity). Berikut dengan adanya pengangkatan akibat prosestektonik dimana tidak mengalami perubahan tetapi terjadi erosi padapermukaan. Proses pengendapan berlangsung dan teijadi pula proses erosipada permukaan yang lama, tidak menyebabkan perubahan. Keadaan inidikenal dengan nama ketidakselarasan (lihat Gambar 1.12).
S.
?R r - -
A cz&i’Mrm nt swataaid SOAP'S on ar ft-dt-r ig'-oeus
sS-iCrA i&vtc-ctfsfcyuMVy
3-.Strata timapr-Qu aytflcuric faicus. fie1*-erosion s:« >j.CS
Cornpsowior
G HBft&v&j yudiTtfi-JiMier -~"i sia
d«'fcrps??>cy.-.•Vi .iixyJut »ir*5 jtrV„vrr.'|y
Upk ' l = Sisn=H
2 m is-msi
1<
Miifej£
D Uplift by 'txdonic. strain r<ji
u&fofrnco, but a
fc . Renewed ti-adtmer-lahonOM aid titty-: onro ootorrraion.A. dfeconfar ?y
Gambar 1.12. Urutan kejadian geologi yang mengarah kepada tiga jenis ketidakselarasan:tidakselaras (1), ketidakselarasan bersudut (2) dan diskontinyu (3) (Skinner dkk, 2003)
Perubahan Bentuk PerlapisanProses tektonik akan mengakibatkan terjadi perubahan bentuk perlapisan, yangtadinya perlapisan itu mendatar bisa berubah menjadi seperti bentuk perlipatan,pergeseran, serta proses perubahan lainnya. Salah satu contoh perlipatan danpergeseran diberikan pada Gambar 1.13.
Batuan dan Mekanika Batuan 11
* T* P'Sv maOeri#Q*<&KkK* fcc?tto*>3
nutt-sis
-- IHP iMm
i m **-V «*KH m;V; ;
mm m
iI rcRWM ?t«3
SHI Ovwf p5 5f".j(A'tk/r'-j
4V.;»!<CtHIMV:'
& t•,s
Gambar 1.13. Perubahan bentuk perlapisan (Jones, 2001)
Berbicara mengenai bidang diskontinyu pada batuan tidak lepas dari prosesmetamorfosa pada tumbukan lempeng tektonik. Proses tektonik lempeng terdiri daritiga proses yaitu divergens (dua lempeng saling berpisah), transform (dua lempengbergerak saling berpapasan) dan yang terakhir konverges (dua lempeng salingbertemu). Peristiwa metamorfosa pada tumbukan lempeng adalah peristiwakonvergens (Lihat Gambar 1.14), yaitu pergerakan saling mendekati antar keraksamudra dan kerak benua yang menyebabkan kerak samudra menujam kedalammantel sehingga terbentuk palung atau zona subduksi, dan terbentuk pegununganvulkanik andesitic, akibat pencaciran kerak benua dan kerak samudra (Me. Kenzie& Robert Parker, 1968)
v.V* pH*
-S. G 4“ X * h ; r ' ~•r
_7T-
I;=:i** r :::: -JT : f .\* ; ;••-r:r. m4:1 r~# fi:. 4: \ « *4 -1 a.r:: -* *rrr* “ rw* -= b*n 155: :
r
:•
=•
Gambar 1.14. Metamorfosa pada tumbukan (Skinner, 2003)
12 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena, Mekanika Batuan
Batuan VolkanikBatuan volkanik berasal dari kegiatan volkanisme dari gunung berapi. Hasilvolkanisme berupa letusan gunung berapi yang menghasilkan lava, tufa - pasirvolkanik untuk ukuran yang besar berupa lapili dan bom. Dan setelah berhentikegiatan volkanisme dan terjadi hujan di lereng gunung berapi maka akanmenghasilkan lahar dingin yang terdiri dari campuran air dan material tufa, pasir,lapili dan bom.Selain material kegiatan volkanisme dapat berupa mata air panas atau fumarol,solfatara dan mofet. Selain itu dapat menghasilkan Batu apung , Breksi volanik danAgglomerat.
Jenis Struktur BatuanBeberapa jenis struktur batuan akan mempengaruhi kekuatan batuan sepertiditunjukkan pada Gambar 1.15. Jenis sturktur ini berupa pertama, batuan berlapismerupakan campuran mineral mika dan khlorit serta kuarsa dan feldspar padabatuan, kedua, batuan bertipe bongkahan yang merupakan campuran matrik yangbersifat lemah dari kekuatan penyemenan dengan kekuatan yang lemah. Kondisiseperti ini pada umumnya terjadi pada breksi dan konglomerat, dan batuan“ backfill46, sedang yang ketiga adalah batuan intrusi. Batuan intrusi ini umumnyamenerobos di batuan yang lebih lunak dari yang mengintrusi. Bentuk intrusi inidapat dilihat pada Gambar 1.11. .j
mica and chloritequartz and feldspars
weak matrix of lowstrength concretehard aggregates ofigneous rock
weak host rock of shale
hard Intrusions of igneousrock
Banded rocksphyltites, mica schists and mica gneiss
Rubble type rocksbackfills, breccias and conglomerates
Intrusive rockssills, dykes and stringers
Gambar 1.15. Variasi struktur kekerasan batuan atau kondisi campuran yang mengarahkepada beban impak (Sandvik Tamrock, Rock Excavation Handbook, 1999)
Batuan dan Mekanika Batuan 13
1.3.3. Beberapa Parameter Penting Batuan Dalam Rekayasa Batuan1.3.3.1. Komposisi BatuanKulit bumi, 99% dari beratnya terdiri dari 8 unsur; O, Si, Al, Fe, Ca, Na, Mg, dan Hdan komposisi dominan dari kulit bumi tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Batuan terdiri dari batuan padat baik berupa kristal maupun yang tidak mempunyaibentuk tertentu dan bagian kosong seperti pori-pori. fissure, crack, joint, dll.Tabel 1.1. Komposisi mineral pada kulit bumi
Mineral % Mineral % Mineral % Mineral %Si02 59,8 CaO 4,9 Fe 3,39 K20 2,98AhO 14,9 MgO 3,7 Na20 3,25 Fe203 2,69
H2O 2,02
I.3.3.2. Sifat Batuan1. Homogen vs. HeterogenBatuan disebut sebagai homogen jika sifat-sifatnya sama disetiap titik. Namundemikian, penentuan sifat batuan apakah homogen atau heterogen dapat dilihat daribeberapa faktor seperti; keseragaman jenis mineral pembentuk batuan, ukuran danbentuk partikel/butir berbeda di dalam batuan, ukuran, bentuk dan penyebaranrongga yang berbeda di dalam batuan.Contoh batuan beku homogen adalah basalt dengan kondisi berbutir halus yangmengandung mineral yang tidak dapat dilihat mata tanpa bantuan kaca pembesar(loupe). Sedangkan untuk batuan sedimen dapat diwakili oleh batuan lempung.Secara matematik regangan biasanya dianggap gangguan homogen daripadagangguan heterogen. Namun demikian, regangan heterogen apapun dalam sebuahmaterial dapat dibagi menjadi daerah kecil yang mencerminkan karakteristikregangan homogen. Regangan heterogen mempengaruhi material tak padat & takkaku dalam bentuk tak beraturan. Bentuk ketidakseragaman ini dikatakan sebagairegangan tak homogen (Gambar 1.16). Saat terjadi regangan heterogen, garis sejajarsebelum regangan menjadi tidak paralel setelah regangan, sedangkan lingkaran dankubus atau bentuk tiga dimensi lainnya akan terdistorsi kedalam bentuk kompleks.Regangan homogen mempengaruhi batuan tak-kaku dalam bentuk beraturan -berubah secara seragam (Gambar 1.17). Saat terjadi regangan homogen, garisparalel sebelum regangan akan tetap paralel setelah terjadinya regangan. Olehkarena itu, kubus atau persegi panjang akan didistorsi menjadi prisma danparalelogram sedangkan lingkaran dan bola akan menjadi elipsoid dan elips.
14 Made Astawa Ral, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena, Mekanika Batuan
Cr z A
6
4
6-
Xs, in®
Vy
0
o
z ,
*X
c
cGambar 1.16. Regangan heterogen atau non-homogen hasil bentuk distorsi kompleks(Homogeneous and Heterogeneous Strain.htm).
z A
2- m.5:5 r
. X
* i
1m
y'
X
Gambar 1.17. Regangan homogen mempengaruhi tubuh secara regular dan seragam(Homogeneous and Heterogeneous Strain.htm)
2. Kontinum vs. DiskontinyuMassa batuan di alam tidak kontinyu (diskontinyu) karena adanya bidang-bidanglemah (rekahan, kekar, patahan dan “ fissure” ) dimana kekerapan, perluasan danorientasi dari bidang-bidang lemah tersebut tidak kontinyu (Gambar 1.18).
\
Batuan dan Mekanika Batuan 15
Q/ r / *T / V ' %r
~— \[\NV'— — ~— '— — - •— — -
\ V" / / /r
/
\ /v\ \ ;-vV . r fKffc'Wg
Ijstiia
rcwrk
Gambar 1.18. Ilustrasi bentuk kontinum dan diskontinuitas pada massa batuan (Edelbro,2004)
3. Isotrop vs. AnisotropMaterial atau batuan isotrop mempunyai kesamaan sifat ke semua arah (lihatGambar 1.19) dan massa batuan di alam sungguhnya tidak isotrop. Karena di alamsifat batuan heterogen, diskontinyu, anisotrop maka untuk dapat menghitung secaramatematis kondisi massa batuan tersebut diilustrasikan sebagai berikut. Misalnyasebuah massa batuan dengan sebuah lubang bukaan yang disekitamya terdiri daribatuan Bl, B2, B3, diasumsikan batuan ekivalen B’ sebagai pengganti batuan Bl,B2, B3, yang mempunyai sifat homogen, kontinu dan isotrop (Gambar 1.20).
==
-=5
=5mm=JH
>
mr-m
Gambar 1.19. Batuan utuh istropik dan anistropik
BA. B3
::::
ilftl1
Ifnkii
Gambar 1.20. Ilustrasi massa batuan kompleks dan asumsi batuan ekivalen untukmempermudah perhitungan di dalam mekanika batuan
16 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena, Mekanika Batuan
1.3.4. Definisi Mekanika Batuan
Menurut US National Committee On Rock Mechanics (1984)
Mekanika batuan adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari perilaku (behaviour)batuan baik secara teoritis maupun terapan, merupakan cabang dari ilmu mekanikayang berkenaan dengan sikap batuan terhadap medan-medan gaya padalingkungannya.
Menurut Talobre (1948)Mekanika batuan adalah teknik & juga sains yang tujuannya mempelajari perilaku(behavior) batuan di tempat asalnya agar dapat mengendalikan pekerjaan yangdibuat pada batuan tersebut seperti penggalian dibawah tanah dan lain-lainnya.
Dalam kenyataannya mekanika batuan merupakan gabungan dari teori, pengalamandan kegiatan di laboratorium serta pengujian in-situ. Disebut juga bahwa mekanikabatuan tidak sama dengan ilmu geologi yang didefinisikan oleh Talobre sebagaisains deskriptif yang mengidentiflkasi batuan dan mempelajari sejarah batuan.Mekanika batuan tidak sama dengan ilmu geologi terapan yang banyakmengemukakan problem yang paling sering dihadapi oleh para geologiwan diproyek bendungan, terowongan. Dengan mencari analogi-analogi, terutama dariproyek-proyek yang sudah dikerjakan dapat menyelesaikan kesulitan-kesulitan yangdihadapi pada proyek yang sedang dikerjakan. Meskipun penyelesaian ini masihsecara empiris dan kualitatif.
Menurut Coates (1981)
Mekanika adalah ilmu yang mempelajari efek dari gaya atau tekanan pada sebuahbenda yaitu percepatan, kecepatan, perpindahan.
Mekanika batuan adalah ilmu yang mempelajari efek dari gaya terhadap batuan.Efek utama yang menarik bagi para Geologiwan adalah perubahan bentuk.Sedangkan bagi para ahli Geofisika, maka efek utama meliputi aspek dinamis dariperubahan volume dan bentuk yaitu gelombang seismik.
Bagi para insinyur, mekanika batuan adalah analisis dari beban atau gaya yangdikenakan pada batuan; analisis dari dampak dalam yang dinyatakan dalamtegangan (stress), regangan (strain) atau enersi yang disimpan; dan analisis akibatdari dampak dalam tersebut, yaitu rekahan (fracture), aliran atau deformasi daribatuan.
Menurut Budavari (1983)Mekanika batuan adalah ilmu yang mempelajari mekanika perpindahan padatanuntuk menentukan distribusi gaya-gaya dalam dan deformasi akibat gaya luar padasuatu benda padat.
Hampir semua mekanika perpindahan benda padat didasarkan atas teori kontinum.Konsep kontinum adalah fiksi matematik yang tergantung pada struktur molekulmaterial yang digantikan oleh suatu bidang kontinum yang perilaku matematiknyaidentik dengan media aslinya.
Batuan dan Mekanika Batuan 17
Material ekivalennya dianggap homogen, mempunyai sifat-sifat mekanik yang samapada semua titik. Penyederhanaannya adalah bahwa semua sifat mekaniknya samake semua arah pada suatu titik di dalam suatu batuan.Menurut Hudson & Harrison (1990)Mekanika batuan adalah ilmu yang mempelajari reaksi batuan yang apabila padanyadikenai suatu gangguan. Dalam hal material alam, ilmu ini berlaku untuk masalahdeformasi suatu struktur geologi, seperti bagaimana lipatan, patahan, dan rekahanberkembang begitu tegangan terjadi pada batuan selama proses geologi.Beberapa tipe rekayasa yang melibatkan mekanika batuan adalah pekerjaan sipil,tambang dan perminyakan.
Topik utama mekanika batuan adalah batuan utuh, struktur batuan, tegangan,aliran air, dan rekayasa, yang ditulis secara diagonal dari kiri atas ke kanan bawahpada Gambar 1.21 berikut. Garis ini sering disebut sebagai diagonal utama. Semuakotak lainnya menunjukkan interaksi antara satu dengan lainnya.
TEGANGANa
REGAN G AN
Rekohcn tcfbentuk jikokekooton fxcucn tJUompoul
Tt**£L
1
Tegangan mcnycfcobtaorckahon tambahcn
DAM
*#^ INOUCES FRACTUR-_ IMG
Medcn tegangan mengu -bah p<rmeo4jB{»oskcfcof
1 u<r t t t 1
Rancangon lubangtultoonrperrpert»ftungkon tega -ngart Sty-SituI , LOW+ * STRGSS
HIGHSTR£S 11
CJglusn fcuat dttai meno-hantegangan Tinggi
,& At* v ir
v-(A
BATUAN "INTACT*
Kekucton ftkegetosonmemp«ogcn)hl pemo-nfu-ken rekohan
FAULT FOLD
Fabric batuan mencegahOijran ok
%*1
' 83 S3n .
STONEROOF
Kckuatan fnernpengaruhlmetods penggalfan
XJUUJLZ£.
EXPLOSIVESNEEOCO IN STRONGPOCK
Penjbohan ttgangon trtama<S defeat ftkohan
*
Gi
.Konlinu r.ienjodifid ok konfinu
2z>r>z.T-5o
23ZT-2OoVia
V/
STRUKTURBATUA N
Gidang diskontlnu bloso -nyts nv^g ontrol permea -1,1,1,05 ROCK
SLOPE
WATEREXIT
Sfruklur batuan menen -fukon ftxrocjc penyorggxsn
PGROUNDRESPONSECURVES
/
©/
Pcnorunon tegongoeoieft fekonen o»f
LL rr'
f S\
<nC-u
PefemcPan dan dfeinregrosibatuan
HARD
SOFT
' r
H , \.3 '•O-i
WATERFALL
F»cru&ahon tonfei tegarvg'<sn disefehor kibang bukocnNEARFIELD FAR
1 « FIELDllUnO'
Kerusokon botu&\infactdhekifar tu&ong fcekoan
SL A 6 BIN G
Efesl podabidangdiskOfifloU
\ \ \ \ \
' \ \ \ \ \
WEATHERED ZONE
( V > ' \i VoX U i *1 U / 1 */Uv t* N.
Ke wsokcfl disekifcfBWang tf stent in u
FRCTt^CO' .ORANGE
BLAST
\JL'*#"*•» I i O”*-’A-'N
ALIRAN AIR
Apakah dtbu? untonpcnyoiiron scla mekonsiruksi 7
t
/' o* ;TLMNEL
* *
DRAIN
Lubmg bukotw menurun -kon muka ok for«cib
^ -' - WATER
TABLEJQRAWDOWNu
RE KA YASA
Gambar 1.21. Matriks interaksi mekanika batuan & rekayasa batuan yang menunjukkansubyek-subyek utama & interaksinya (Hudson & Harrison, 1990).
18 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena, Mekanika Batuan
Blok Diagram Model Mekanika Batuan & Rekayasa BatuanUntuk menyelesaikan persoalan mekanika batuan dan rekayasa batuan padaumumnya menggunakan metode. Metode tersebut dibedakan menjadi empat yaitukategori A menggunakan metode standard menggunakan kondisi yang ada, kategoriB menggunakan metode analitik, kategori C menggunakan metode numerik sepertiFinite Element Method (FEM), Boundary/ Element Method (BEM), Distinct ElementMethod (DEM) maupun gabungannya, dan kategori D menggunakan metodenumerik lanjut, yaitu model gabungan penuh (lihat Gambar 1.22).
Objective
SiteInvest-igation
Category A Category B Category C Category D
Use ofpre-existing
standardmethods
Analyticalmethods,
stress-based
Basicnumerical
methods. FEM.BEM. DEM.
hybrid
Extendednumericalmethods,
faiily-coupledmodels
Precedent typeanalyses- andmodifications
Rod? massclassification.RMR. Q, G8
Databaseexpert
systems., &other systemsapproaches
integratedsystems
approaches,inteffset-based
Level 11:1 mapping
Level 2Mot 1:1 mapping
Design based on forward analysis Design based an back analysis
Construction
Gambar 1.22. Diagram alir pemodelan mekanika batuan dan pendekatan perancanganrekayasa batuan (Feng & Hudson, 2004)
1.3.5. Beberapa Ciri Dari Mekanika BatuanDi alam, massa batuan terdiri dari sekelompok batuan utuh dan masing-masingdipisahkan oleh diskontinuitas. Sedangkan dalam skala mikro, batuan utuh tidakhomogen karena adanya perbedaan tekstur dan mineral. Kekuatan massa batuandalam skala yang lebih besar dikontrol oleh karakteristik diskontinuitas (lihatGambar 1.23).
Dalam ukuran besar, padat dan keras/kuat maka massa batuan dapat dianggapkontinu. Tetapi karena keadaan alamiah dan lingkungan geologi, maka batuanbersifat diskontinu dan hal ini diakibatkan oleh adanya kekar. fissure, skistositas,rekahan, lubang kecil dan diskontinuitas lainnya. Untuk kondisi tertentu, dapatdikatakan bahwa mekanika batuan adalah mekanika diskontinu atau mekanika daristruktur batuan, sehingga dapat dianggap sebagai sistem “ multiple body“ (lihatGambar 1.24).
Batuan dan Mekanika Batuan 19
Analisis mekanika tanah pada umumnya dilakukan pada bidang, sedangkananalisis mekanika batuan dilakukan pada bidang dan ruang. Maka mekanikabatuan dikembangkan secara terpisah dari mekanika tanah, tetapi ada beberapa yangtumpang tindih. Dan mekanika batuan dalam perhitungannya banyak menggunakanteori elastisitas dan plastisitas dan dalam mempelajari batuan, selalu meliputi sistemstruktur batuan secara eksperimen.
Komposisi
Tekstur
Mineral
Mineral
Karakteristikdiskontinuitas
Frekuensi persistensi& posisi diskontinuitas
L
Batuan Utuh
Massa Batuan
Diskontinuitas
T
Gambar 1.23. Skematik diagram penjelasan massa batuan
a) single-body sound rock system
/
-
/
s
//
/b) Fissured, multiple-body rock system
/
/
y W
y
c) Very fissured poly-body rock system
o o o oo o o oO O O Oo o o o
DOc
0
d) Articulate rock system
> Mono-system rock
\
Multiple -body rock system
Gambar 1.24. Sistem batuan single body dan multiple body (Jumikis, 1983)
20 Made Astawa Rai, S.Kramadibrata, R.K. Wattimena, Mekanika Batuan
1.3.6. Pengaruh Geologi Batuan Terhadap Rekayasa Batuan
Di antara ketiga kategori umum batuan, batuan-batuan metamorf memiliki tingkatanisotropi tertinggi dan segregasi dari mineral-mineral penyusun sebagai responskepada tekanan tinggi dan gradient suhu berhubungan dengan evolusi tektonik danpembentukan lapisan-lapisan dengan susunan mineralogi yang berbeda.Batuan-batuan mengalir dan mengalami rekristalisasi akibat tegangan-tegangantektonik barn dan membentuk bidang-bidang perlapisan yang lemah dan bidang-bidang lemah ini (misalnya bidang sekistositi) mempengaruhi kekuatan dan perilakudeformasi batuan rekatif terhadap arah tegangan yang bekerja.
Tanpa bergantung kepada ukuran proyek-proyek rekayasa, baik yang berhubungandengan anisitropi alamiah batuan utuh dari lubang bor eksplorasi atau yangberhubungan dengan anistropi batuan akibat perekahan in situ, jika kemantapanmassa batuan dalam skala besar perlu diperhatikan, evaluasi terhadap anisotropibatuan dalam kekuatan dan modulus harus dilakukan.
Prediksi respons anisotropik kekuatan dan deformasi batuan dilakukanmenggunakan contoh-contoh dengan sudut orientasi, P (sudut antara arah teganganutama mayor dan bidang foliasi) yang berbeda-beda. Anisotropi, yang merupakankarakteristik batuan-batuan metamorf seperti sekis, disebabkan karena adanyaproses metamorfosa yang berbeda. Orientasi yang lebih disukai oleh mineral-mineral seperti mika dan klorit dalam bereaksi terhadap tegangan-tegangan tektonikmembuat batuan-batuan kelompok sekis menjadi terfoliasi. Maka, batuan anistropikakan memiliki variasi sifat-sifat keteknikan terhadap arah pembebanan.
1.3.7. Permasalahan Rekayasa BatuanPertanyaan-pertanyaan teoritik untuk media terekah kemungkinan menunjukkanbahwa para enjinir kurang memahami teori rekayasa batuan. Oleh karena itu perludisampaikan beberapa pertanyaan yang ditulis secara sistematik agar para enjiniryang membaca buku ini dapat mengerti dan mencermati permasalahan yangdihadapi di dalam rekayasa batuan (Jumikis,1983).
Apakah data yang dikumpulkan untuk teori-teori bahwa perilaku batuan utuhsecara aktual adalah massa batuan, atau apakah pengambilan contoh menjadidibiaskan oleh teori?
Dapatkah sistem diskontinuitas massa batuan dideteksi, dipetakan dandirepresentasikan secara sangat terbatas?Dapatkah efek skala pada rekayasa batuan diperhitungkan dalam pemodelan?
Dapatkah perilaku media terekah diprediksi secara akurat?Apakah cara terbaik untuk merepresentasikan massa batuan untuk pemodelanaliran dan transportasi fluida? (pemodelan uncoupled atau coupled)?Apakah pemahaman saat ini mengenai fenomena coupled sudah memadai?
Batuan dan Mekanika Batuan 21
Permasalahan rekayasa batuan pada tambang terbuka dan tambang bawah tanahtidak terlalu berbeda. Tetapi, tambang terbuka lebih memperhatikankemantapan lereng, sedangkan tambang bawah tanah perilaku deformasi atap,dinding, dan lantai. Perilaku deformasi lubang bukaan bawah tanah adalah salahsatu sifat geomekanika terpenting yang harus dipahami.
Secara umum, ketidakmantapan atau keruntuhan pada tambang terbuka dantambang bawah tanah melibatkan dua mekanisme utama yang mencakupkeruntuhan karena struktur geologi dan keruntuhan yang tidak disebabkan olehstruktur geologi.
Menurut salah satu peraturan dari Departemen Energi dan Sumber DayaMineral Indonesia, studi kemantapan lereng harus dilakukan sebelumpembuatan jenjang yang mempunyai ketinggian lebih dari 15 m dan peraturanini telah diterapkan untuk mencapai standard keselamatan yang tinggi.Peraturan ini telah diberlakukan sejak 1995.Faktor kunci keberhasilan pengembangan tambang terbuka adalah sudut lerengkeseluruhan yang sampai sekarang dianggap optimistik terbaik tetapi jarangtercapai.
Bagaimana reaksi dari massa batuan ketika dilakukan penggalian?Berapa dan bagaimana besamya daya dukung (bearing capacity) dari batuandipermukaan dan pada berbagai kedalaman untuk menerima berbagai beban?Bagaimana kekuatan geser batuan?Bagaimana sikap batuan di bawah beban dinamik?Bagaimana pengaruh gempa pada sistem fondasi di dalam batuan?
Bagaimana menentukan nilai modulus elastisitas dan nisbah Poisson massabatuan?
Bagaimana pengaruh diskontinuitas pada massa batuan terhadap kekuatannya?
Metode pengujian laboratorium apa saja yang paling mendekati kenyataanuntuk mengetahui kekuatan fondasi atau sifat batuan dalam mendukung massabatuan?
Bagaimana memperhitungkan kekar dan sesar dalam perencanaan pekerjaan didalam batuan?
Bagaimana menanggulangi deformasi batuan yang diakibatkan oleh bebansebagai fungsi waktu (creep/rayapan).
Hukum apa saja yang menyangkut aliran plastik (plastik flow) dari batuan?
Bagaimana pengaruh anisotropik terhadap distribusi tegangan dalam batuan?
Bagaimana metode pengujian yang akan dilaksanakan yang sesuai dengankondisi lapangan terhadap sifat-sifat batuannya.
22 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena,Mekanika Batuan
Bagaimana mekanisme keruntuhan/kehancuran dari batuan (failure of rock)?Apakah besar tegangan di dalam massa batuan dapat dihitung atau diukursecara tepat?
Faktor apa saja yang menyangkut perencanaan kemiringan lereng dari suatumassa batuan?
Bagaimana menilai kemantapan sebuah lubang bukaan yang sudah diberikanroof bolting ?
1.3.8. Masalah Geomekanika dan Prospek Masa DepanKlasifikasi Massa Batuan (KMB)Sudah banyak KMB yang tersedia untuk tujuan kemantapan lubang bukaan bawahtanah, kemantapan lereng, kemampugaruan, kemampugalian, dan kemampuberaian.Agar KMB dapat digunakan secara tepat, enjinir geomekanika memerlukanpetunjuk untuk menentukan klasifikasi spasi dan kondisi kekar sehingga dapatdideskripsikan secara lebih mudah tapi jelas oleh orang yang berbeda denganharapan memberikan pengertian yang sama. Beberapa peneliti telah memberikanpanduan tentang bagaimana melakukan survey kekar pada massa batuan untukkepentingan geomekanika seperti oleh Priest dan Hudson (1976) dan Kramadibrata(1996). Jadi, petunjuk yang jelas yang berisi langkah per langkah mungkindiperlukan.
Sebuah penelitian doktoral mengenai pembuatan prosedur analitik dan kriteriakemantapan lereng di tambang terbuka batubara sedang dilakukan dan penelitian inisangat banyak berhubungan dengan pekerjaan lapangan agar penilaian kemantapanlereng dapat dilakukan se-praktis mungkin dengan pertimbangan utama kepada fiturgeologi dan perilaku jangka panjang massa batuan pembentuk lereng.Kerusakan dan Kestabilan Lubang Bor di Industri PerminyakanPara enjinir geomakanika dan perminyakan sudah cukup lama memperhatikankestabilan sumur minyak dengan menggunakan teori brittle fracture. Untuk Sebuahlangkah penting mengenai pemahaman pentingnya penelitian laboratoriumGeomekanika untuk industri perminyakan ditunjukkan oleh penentuan kriteriaruntuhan lubang bor melalui serangkaian uji triaksial pada contoh batuan silinderhollow yang dilengkapi dengan sensor sonic velocity. Selain itu dilakukan juga studimengenai hubungan antara teori atau fenomena kerusakan lubang bor (boreholefracture) melalui pengujian triaksial pada contoh silinder hollow.
Pemodelan NumerikPekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan perangkat lunak numerik terbataskepada tugas akhir dan thesis mahasiswa serta beberapa pekerjaan konsultasi.Penelitian lanjutan untuk memeriksa kemampuan dan keterbatasan dari perangkatlunak memerlukan data masukan yang sangat baik yang dapat diperoleh dari ujilaboratorium.
Batuan dan Mekanika Batuan 23
Diharapkan dalam waktu singkat pembuatan model fisik dari kondisi lapangandapat dilakukan, sehingga pengetahuan mengenai deformasi model akibat distribusitegangan dapat dikembangkan.
Analisis Kemantapan Lereng
Metode Bishop dengan Excel
Metode Elemen Hingga dengan Pendekatan Strength Reduction* Metode Elemen Hingga dengan Pendekatan Gravity IncreaseMetode altematif untuk merancang level produksi pada tambang block caving.1.3.9. Ruang Lingkup Mekanika Batuan (Jumikis,1983)
Menyelenggarakan penyelidikan yang bersifat keteknikan batuan utuh danmassa batuan.
Mengembangkan cara pengambilan contoh batuan utuh secara rasional danmetode identifikasi serta klasifikasi batuan.
Mengembangkan peralatan uji batuan yang baik dan metode standar pengujianuntuk kuat tekan (unconfined dan triaksial), kuat tarik dan kuat geser batuan.Mengembangkan metode dan penentuan hubungan efek skala pada berbagaisifat mekanik dengan mempertimbangkan gaya-gaya luar seperti pemboran,peledakan dan rock cutting.
Mengumpulkan dan mengklasifikasikan informasi batuan, sifat fisik, sifatmekanik (statik dan dinamik).
Mempelajari perilaku elastisitas, plastisitas, dan keruntuhan berdasarkan hasilpengujian sifat fisik, sifat mekanik (statik dan dinamik) dan pada kondisi bebanstatik dan dinamik yang bekerja pada batuan tersebut.
Mempelajari perilaku batuan di bawah kondisi thermal dan sistem keairan(water regimen).
Mempelajari perilaku batuan berstruktur akibat kondisi statik dan dinamik.
Mengembangkan metode dan melakukan penelitian yang berhubungan denganpengukuran deformasi statik dan dinamik untuk pendugaan perekahan termasuktegangan in-situ di lapangan.
Melakukan penelitian yang berhubungan dengan mekanisme kerusakan,kehancuran dan keruntuhan batuan.
Mengembangkan metode ilmiah untuk membuat hubungan berbagai sifat,perilaku dan kemantapan sebuah struktur massa batuan antara analitik,observasi dan temuan empirik lainnya.
Merangsang dan menyebarkan ilmu pengetahuan tentang batuan dan mekanikabatuan.
24 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena, Mekanika Batuan
Mempergunakan ilmu mekanika batuan untuk memecahkan persolanketeknikan dari sebuah struktur rekayasa pada massa batuan secara praktis danekonomis serta menghasilkan kondisi aman.
1.3.10. Perkembangan Mekanika Batuan Dunia
Perkembangan ilmu mekanika batuan di dunia telah dimulai di sekitar 4000 SMyang dicirikan oleh aplikasi prinsip dasar mekanika batuan tambang bawah tanahhematit di Swazilland, Afrika (lihat Gambar 1.25). Dokumen dari beberapa temuanpenting yang berkaitan dengan pengembangan ilmu mekanika batuan dapat dilihatdengan kehadiran beberapa kriteria maupun klasifikasi yang ditunjukkan padagambar 1.26.
%
% &09&' iS* *s rs&
% V/\ f/o
% V& 0 /$ 4®&// %C> .r* K4
0$* // V
$Y l i
i
Gambar 1.25. Perkembangan Mekanika Batuan
Batuan dan Mekanika Batuan 25
Year: Year:
c*
r s.,* ^/ /:/ #;? S/ /• y/ y y / // A0f V.>»H / S Jc* <?>0
1778 51826 «84
oX, y’i* .- '
A* / A?v" ,.Cif
«v,0*
/>* >!i y? y y / '
114$ ... 1f» ... 1580
*
Gambar 1.26. Pengembangan Klasifikasi dan Kriteria Batuan
1.3.11. Perkembangan Mekanika Batuan di IndonesiaUniversitas yang menyelenggarakan pendidikan teknik tambang di Indonesiaberjumlah kurang lebih 30. Namun demikian Program Studi Teknik Pertambangan,Institut Teknologi Bandung (ITB) telah menjadi rujukan pendidikan tambang diIndonesia dan kuliah Mekanika Batuan sudah diajarkan di Prodi TeknikPertambangan ITB sejak pertengahan tahun 1960.Perkembangan ilmu dan pengajaran mekanika batuan di Prodi TeknikPertambangan ITB tidak berlangsung dengan baik sampai dengan dibangunnyarumah terowongan-terowongan di PLTA Saguling pada tahun 1982. Sedangkanpenelitian mekanika batuan di Indonesia mulai berkembang dengan cepat sejakdibangunnya laboratorium mekanika batuan di Prodi Teknik Pertambangan ITB.
Sejak saat itu, kontruksi bawah tanah, pengembangan tambang tanah batubara danemas, serta perluasan dan pembukaan barn tambang terbuka batubara, emas,tembaga, dan nikel memberikan kontribusi besar bagi perkembangan riset mekanikabatuan di Indonesia.
Riset mekanika batuan meliputi kegiatan pengujian contoh batuan di laboratoriumuntuk penentuan sifat fisik dan mekanik batuan, pemantauan bawah tanah denganmenggunakan convergencemeter dan multiple point extensometer pada proyekPLTA, tambang bawah tanah batubara Ombilin dan tambang bawah tanah emas diPongkor dan pengujian lapangan untuk menentukan deformabilitas massa batuan.Pengujian tersebut adalah pressuremeter & plate loading pada proyek-proyek sipil.
Selain kegiatan pengujian dan pemantauan, pengukuran struktur massa batuanuntuk kepentingan kestabilan lereng dan kemantapan lubang bukaan juga telahdilakukan dan dimulai di beberapa tambang termasuk kuari, tambang terbukatembaga dan emas serta tambang bawah tanah batubara dan emas.
26 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena, Mekanika Batuan
Di sekitar pertengahan tahun 80-an hingga pertengahan tahun 90-an laboratoriummekanika batuan terlibat dalam berbagai pcmantauan lereng dengan menggunakanprisma, counter weight balance, multiple point extensometer juga dilakukan ditambang terbuka batubara.Hal lain yang berkaitan dengan pengembangan mekanika batuan adalah perubahannama laboratorium menjadi laboratorium geomekanika dan peralatan tambangsehingga di dalam laboratorium ini terdapat beberapa sub-laboratorium seperti;mekanika batuan, teknik peledakan, pemboran dan penggalian dan peralatantambang. Oleh karena itu riset berbasis geomekanika dikembangkan untukmenampung penyelesaian permasalahan dari keilmuan mekanika batuan, teknikpeledakan, pemboran, penggalian mekanis dan peralatan yang berhubungan denganpeningkatan kemantapan lereng dan lubang bukaan. Selain itu juga yangberhubungan dengan interaksi peralatan angkut dan gali terhadap sifat fisik danmekanik batuan. Namun demikian perlu dicatat bahwa tujuan akhir daripengembangan riset geomekanika adalah untuk peningkatan keselamatan kerjatambang baik terbuka maupun bawah tanah.
Beberapa riset yang berkaitan dengan teknik peledakan adalah penentuan optimasifragmentasi akibat peledakan batuan (metode Kuz Ram), pemantauan getaran tanahdan perhitungan scaled distance pada sejumlah proyek sipil, tambang terbuka, dankuari. Sedangkan riset yang berhubungan kemampupotongan, kemampugalian, dankemampuberaian adalah pengamatan kinerja tunnel boring machine untukpenerowongan di PLTA Singkarak, raise boring untuk sumuran ventilasi ditambang bawah tanah emas Pongkor, road header untuk pembuatan jalan masuk ditambang bawah tanah batubara Ombilin, Bucket Wheel Excavator di tambangterbuka batubara Air Laya dan penggaruan dan shovel di beberapa tambang terbukabatubara.
Batuan dan Mekanika Batuan 27
Daftar Pustaka
1 . Brian J. Skinner, Stephen C. Porter, and Jeffrey Park, Dynamic Earth: AnIntroduction to Physical Geology, 5th Wiley International Edition2. Carlile, J.C., and A.H.G. Mitchell. 1994. Magmatic arcs and associated goldand copper mineralization in Indonesia, Journal of Geochemical Exploration 50
(1994) 91-142.
3. Edelbro, C., Evaluation of rock mass strength criteria, Thesis, Lulua Universityof Technology, Devision of Rock Mechanics. 2004.4. Feng, X-T., and J.A. Hudson. International Journal of Rock Mechanics &
Mining Sciences 41, 2004, 255-273.5. Jones, 2001. Laboratory for Physical Geology, 3rdedition6. Jumikis, A.R., Rock Mechanics, Trans tech Publications, 2nd Edition, Gulf
Publishing Company (1983).7. Katili, J.A., 1963, Geologi. Departemen Urusan Research Nasional, Jakarta.8. Robert Hall, Cenozoic geological and plate tectonic evolution of SE Asia and
the SW Pacific: computer-based reconstructions, models and animations,Journal of Asia Earth Science, 20, 2002, 353-431.
9. Robert Hall, Cenozoic geological and plate tectonic evolution of SE Asia andthe SW Pacific: computer-based reconstructions, models and animations,Journal of Asia Earth Science, 20, 2002, 353-431
10. Sumagud Sapta Sinar, September 2001.11. USGS The story of plate tectonic, URL:
http://pubs.usgs.gov/publications/text/dynamic.htmlLast updated: 01.29.01.12. USGS The story of plate tectonic, URL:
http://pubs.usgs.gov/publications/text/dynamic.htmlLast updated: 01.29.01
28 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena, Mekanika Batuan
3 SIFAT FISIK DAN MEKANIKBATUAN UTUH
3.1. PROSES PENYELIDIKAN GEOTEKNIKProses perancangan sebuah tambang terbuka dan tambang bawah tanah biasanyamengikuti tahapan seperti ditunjukkan pada Gambar 3.1. Pada gambar tersebutterlihat proses diawali dengan pemboran inti di lapangan untuk memperoleh kondisibatuan dan contoh batuan bagi kepentingan geologi dan cadangan serta kepentingangeoteknik. Setelah contoh diperoleh maka seorang geologist akan melakukanpenyelidikan detil, baru kemudian dipotong dan dipilah-pilah sesuai dengankebutuhan. Selanjutnya jika diperlukan untuk kepentingan geoteknik, maka contohbatuan mengalami pengujian geoteknik. Data yang diperoleh dari uji geoteknik akandigunakan untuk proses perancangan sehingga hasil akhimya berupa modelperancangan, misalnya untuk tambang bawah tanah.
4.*..« .-A" *-sm
-/
*
iifImiml a /fa': . <
im
*
Gambar 3.1. Proses perancangan dan penyelidikan geoteknik
Batuan yang terpapar di alam sering disebut sebagai massa batuan. Seperti sudahdijelaskan pada Bab 1 (Skematik diagram penjelasan massa batuan), bahwa massa
Sifat Fisik dan Mekanik Batuan Utuh 63
batuan terdiri dari kumpulan batuan utuh. Informasi detil dari formasi batuan targetsangat diperlukan dalam keberhasilan mengevaluasi permasalahan geoteknik.Contoh batuan utuh baik inti batuan maupun bongkah batuan utuh (lihat Gambar3.2) yang diperoleh dari massa batuan tentunya dapat memberikan informasi kritikalyang kualitasnya ditentukan oleh berbagai faktor.
:!!=!:#
:::
Si
1
,2
L;mm . J
I 1£
i11m
EH
1::.i:
• u 1is m
*•«* #&>* $sr*.•****«* *4 »'«*•*.' **GEOTECHNICAL LOG
mmt« •»**
3C
»
"pry
**
*P*i**i*IW
am mmV
s •*#***
*»»*)*!* •*.
*•»*
J?:4HM*5-'•lj
. jjl
*sJ
s*3
rJ *
«
*
-
j
i "i
-**%. i- . 8* --‘v"
Gambar 3.2. Contoh batuan inti dan bongkah batuan utuh dan formulir log bor.
Sekiranya kualitas pengambilan contoh batuan utuh sangat dijamin baik makaenjinir geoteknik tambang akan mampu memahami karakteristik geoteknik formasibatuan lebih efisien dan akan mampu merancang tambang dengan lebih aman.Kualitas tinggi dari sebuah rangkaian contoh inti batuan memberikan informasiakurat tentang litologi, sifat fisik dan mekanik batuan untuk membangun modelgeologi bagi kepentingan perancangan tambang terbuka dan atau tambang bawahtanah.
Oleh karena itu kualitas contoh inti batuan menjadi kunci awal keberhasilan prosespenyelidikan geoteknik selanjutnya. Contoh inti batuan harus diperoleh tanpamerubah karakteristik aslinya, dan hal ini hanya dapat diperoleh dengan kehatian-hatian dan peralatan yang memadai. Contoh inti batuan baik akan memberikan
64 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena, Mekanika Batuan
informasi yang baik juga. Menganalisa contoh inti batuan dan membaca log-boredengan seksama akan memberikan informasi bawah permukaan yang berkualitasbaik.
Sebaliknya, jika dijumpai contoh batuan inti seperti pada Gambar 3.3b, makakehati-hatian dalam menganalisa sangat diperlukan.
aill
b
Gambar 3.3. Contoh batuan inti dalam kondisi relatif baik (a) dan sangat buruk (b)
Batuan mempunyai sifat-sifat tertentu yang perlu diketahui dalam mekanika batuandan dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu sifat fisik dan sifatmekanik. Paramater umum pada sifat fisik adalah bobot isi, berat jenis, porositas,absorpsi, dan void ratio. Sedangkan untuk sifat mekanik standard dikenal sifatmekanik statik dan sifat mekanik dinamik. Selain sifat mekanik standard dikenaljuga sifat mekanik dan cuttability yang diperoleh dari uji indeks. Parameter lainnyayang sering digunakan untuk memperkirakan sifat abrasivitas ditentukan melaluisifat kekerasan dan abrasivitas. Ringkasan parameter mekanik dan nama ujinyadiberikan pada Tabel 3.1.
Semua sifat tersebut kecuali abrasivitas dapat ditentukan baik di laboratoriummaupun di lapangan ( in-situ). Penentuan di laboratorium pada umumnya dilakukanterhadap contoh yang diambil di lapangan. Satu contoh dapat digunakan untukmenentukan kedua sifat batuan.
Pertama-tama adalah penentuan sifat fisik batuan yang merupakan uji tanpamerusak ( non destructive test ), kemudian dilanjutkan dengan penentuan sifatmekanik batuan yang merupakan uji merusak {destructive test ) sehingga contohbatu hancur.
Sifat Fisik dan Mekanik Batuan Utah 65
3.2. PREPARASI CONTOH BATUAN UTUHContoh batuan utuh dari lapangan bisa berupa contoh bongkah atau contohberbentuk inti slinder. Contoh batuan bongkah biasanya diambil dari permukaansedangkan contoh batuan inti dipcroleh dari pemboran inti (lihat Gambar 3.1).Tergantung dari pengujiannya jika pengujian mensyaratkan batuan berbentukbongkah maka tindakan selanjutnya biasanya adalah dengan melakukanpemotongan dengan alat potong sehingga diperoleh geometri dan dimensi yangsesuai dengan persyaratan pengujian. Sedangkan jika pengujian mensyaratkancontoh batuan berbentuk silinder maka contoh batuan dari lapangan yang berbentukbongkah harus dilakukan preparasi dengan membor dengan alat bor inti {coring)berdjameter mata bor inti BQ, NQ, HQ (35 - 75 mm) seperti ditunjukkan olehGambar 3.4a.
Tabel 3.1. Ringkasan sifat fisik, kekerasan, sifat mekanik, dan cuttability.
Sifat batuan Paramater
Sifat FisikKandungan airBobot isiPorositas
Kekerasan Material
Kekerasan MineralogiKekerasan Mohs & RosivalKoefisien CementasiCone indenterUji Dynamic reboundShore sclerescopeSchmidt rebound hammerModified Schmidt hammer
Standard Kuat BatuanKuat Tekan - UCSKuat Tarik BrazilianKuat Geser
Perilaku Konstitutif Uji UCSYoung's ModulusSpesifik Fraktur EnergiToughness Index
Indeks Kekuatan Batuan
Indek kegetasanPoint Load Index-PLIImpact Strength Index-ISIO&K Wedge TestHardgroove Grindability IndexBreaking Characteristic
• Rock DrillabilityDrilling Rate IndexDrillability Barre Granite
Sifat Dinamik Kecepatan Seismik Lab
66 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena, Mekanika Batuan
Sifat batuan Paramater
AbrasivitasSchimazek FactorCerchar Abrasivity Index (CA1)
Uji CuttabilityCore CuttabilityVARI
ml Vm' <
v ' II ISm •
f :*imm
5
*
:
bawii;
*
Gambar 3.4. Pemboran inti dan pemotongan contoh batuan di Laboratorium Geomekanikadan Peralatan Tambang ITB.
Setelah contoh batuan inti diperoleh maka sesuai dengan persyaratan pengujiangeoteknik diperlukan pemotongan, contoh batuan inti dipotong dengan piringanintan (lihat Gambar 3.4b) dengan perbandingan panjang dan diameter contoh batuan(L/D) antara 2- 2.5. Selanjutnya permukaan contoh batuan inti dipastikan paraleldan diratakan dan dihaluskan secara manual dengan hampelas dan secara mekanikaldengan alatpolishing machine (Gambar 3.5). Pemeriksaan kerataan contoh batuanuntuk sifat paralel dan kehalusan permukaan dilakukan dengan alat kontrol yangdiberikan pada Gambar 3.5b.
Pengukuran panjang dan diameter dilakukan dengan alat ukur akurat seperti jangkasorong dan mikrometer sekrup. Selanjutnya luas kontak dan volume contohdihitung.
Sifat Fisik dan Mekanik Batuan Utuh 67
3.3. SIFAT FISIK BATUAN UTUHSifat fisik batuan yang ditentukan untuk kepentingan penelitian geoteknik adalah:bobot isi asli (natural density), bobot isi kering (dry density), bobot isi jenuh( saturated density), berat jenis semu (apparent specific gravity ), berat jenis sejati( true specific gravity), kadar air asli ( natural water content), kadar air jenuh(absorption), derajat kejenuhan, porositas (n), dan “ void ratio11 (e).
Penentuan sifat fisik batuan memerlukan peralatan sebagai berikut.Oven yang mampu mempertahankan temperatur pada 105°C untuk selama 24jamWadah contoh yang terbuat dari material tidak korosif dan mempunyai tutupyang kedap udaraDesikator dengan ukuran secukupnya
Pompa vakum sehingga contoh batuan utuh dapat direndam air di dalam wadahyang bisa diberikan tekanan vacum sebesar 800 Pa untuk selama-lamanya satujam.
Wadah berukuran secukupnya untuk merendam contoh batuan utuh yangdimasukkan kedalam wadah berongga dan dapat digantung bebas sehinggaberat contoh batuan utuhnya dapat ditimbang untuk menentukan berat jenuhterendam air
Timbangan dengan ketepatan sebesar 0.001% dari berat contohnyaH: ini:
m••• • d:Si:
i iE
I7.
s-:issSS”
Hm~ =&mm m mi--=? m-J
Hi::::rTii m.mm= n m-
. ba
Gambar 3.5. Alat polishing machine (a) dan pengukuran kerataan contoh batuan inti (b).
68 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena, Mekanika Batuan
mmwm mB:
ml*i#-2=
H a 9: 1
»i ssaSSi-SETHHS5mi:rMjjj— H 25 b 1p.i an B&HBB 1m =s iI m mSS
E==H===KH =
Gambar 3.6. Oven (a ), desikator dan pompa vakum ( b), dan timbangan (c).
3.5.1. Penimbangan Herat Contoh1. Berat contoh asli (natural): Wn.2. Berat contoh kering (sesudah dimasukkan ke dalam oven selama 24 jam
dengan temperatur kurang lebih 90°C): W0.
3. Berat contoh jenuh (sesudah dijenuhkan dengan air selama 24 jam): Ww.4. Berat contoh jenuh tergantung didalam air: Ws5. Volume contoh tanpa pori-pori: W0 - Ws.6. Volume contoh total: Ww - Ws.
3.5.2. Perhitungan Penentuan Sifat Fisik Batuan
1. Bobot isi asli (natural density )Wn
W w - W s
2. Bobot isi kering ( dry density )Wo
W w - W s
3. Bobot isi jenuh ( saturated density)Ww
Ww - Ws
4. Berat jenis semu ( apparent specific gravity ) =
Wo_ Ww - Ws _
Bobot Isi Air
5. Berat jenis sejati ( true specific gravity )
WoWo - Ws
Bobot Isi Air
Sifat Fisik dan Mekanik Batuan Utuh 69
6. Kadar air asli (natural water content )
7. Saturated water content (absorption)
Wn - Wo8. Derajat kejenuhan = x100%
Wn - WoWo
Ww - WoWo
xl 00%
xl00%
9. Porositas, n =
Ww - wo
Ww - W° xl00%Ww - Ws
10. Void ratio, e =n
1- n
3.4. KEKERASAN MATERIAL KRISTAL PADAT DANKEKERASAN MINERAL
Salahsatu sifat kekerasan dinyatakan dalam skala Mohs, yaitu kemampuan mineraluntuk menggores atau mengabrasi mineral atau benda lainnya, dikatakan sebagaiMohs hardness (Fredrick Mohs, awal abad ke 19). Cara lain menyatakan kekerasanadalah melalui ketahanan terhadap indentasi dibawah kondisi tergangan tetapdikatakan sebagai indentation hardness atau microhardness. Masing-masingkekerasan tersebut adalah sebuah ukuran ketahanan suatu struktur kristal terhadapkerusakan mekanik yang merefleksikan kekuatan ikatan atom dalamcrystallographic lattice dari sebuah material tertentu.
Skala kekerasan Mohs merepresentasikan kekerasan relatif mineral daripadakekerasan absolut. Sehingga Tabel 3.2 bersifat sebagai tabel abitrari dan tidakmerepresentasikan kekerasan mineral sesungguhnya. Maka tabel skala tsb tidakdapat langsung digunakan untuk mengkuantitatifkan kekerasan sebuah mineral.Dalam prakteknya skala Mohs sering dibagi kedalam interval skala 0,5 sampaidengan 0,25.
Tabel 3.2. Kekerasan mineral menurut skala Mohs dan sifat toughness
Mineral Skala Mohs ToughnessTalk 1 Buruk
Gipsum 2 BurukKalsit 3 Buruk - baik
Malasit 3,5-4 BurukFluorit 4 BurukApatit 5 Fair
70 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena, Mekanika Batuan
Mineral Skala Mohs ToughnessLazulit 5 - 6 Buruk
Hematit 5,5-6,5 Sangat baikHornblende 5-6 Buruk - sangat baik
Gelas 6 Sedang - baikPeridotit 6,5-7 Sedang- baikNeprite 6-6,5 PengecualianOrtoklas 6-6,5 Buruk
Plagioklas 6-6,5 Buruk
Kuarsa 7 Baik j
Garnet 7 - 7,5 Sedang- baikTurmaline 7- 7,5 Sedang
Beril 7,5- 8 BaikTopaz 8 Buruk
Korundum 9 Sangat baik (3,3-5,8 MPa (m)0-5)Tungsten Carbide 9 Pengecualian (10,5 MPa (m)0-5)
Intan 10 Baik - pengecualian (3,4 MPa (m)0-5)
Vickers atau Knoop microhardness adalah sebuah ukuran kekerasan indentasi.Metode-metode ini memerlukan mesin uji besar dan mahal, mikroskop dengankekuatan besar, menyita waktu untuk persiapan contoh uji untuk menentukankekerasan mineral sebenamya. Metode pengujian ini sangat berhubungan denganmasalah kerekayasaan laboratrorium.
Microhardness tidak umum digunakan dalam terminologi geologi, tetapikebanyakan geologist mengetahui hubungan antara skala Mohs dan microhardness.Karena sifat anisotropi dari indentation hardness dengan orientasi kristalografik danbatasan perbedaan metode uji microhardness. Biasanya metode Knoop digunakanuntuk menentukan indentation hardness of minerals. Bentuk Knoop's diesedemikian rupa hingga pengujian dapat dilakukan pada perbedaan orientasi danbidang kristalografik. Nilai Knoop diperoleh sebagai rata-rata dari berbagaiorientasi kristalografik.
Tabel 3.3. Kekerasan mineral menurut skala Mohs.
Mineral Mohs Knoop VickersTalk 1 NA 1
Gipsum 2 61 3Kalsit 3 141 9Florite 4 181 21Apatit 5 483 48
Ortoklas 6 621 72
Sifat Fisik dan Mekanik Batuan Utuh 71
Mineral Mohs Knoop VickersKuarsa 7 788 100Topaz 8 1190 200
Korundum 9 2200 400Intan 10 8000 1600
3.5. PENENTUAN SIFAT MEKANIK BATUAN Dl LABORATORIUM3.5.1. Uji Kuat Tekan Uniaksial (Unconfined Compressive Strength Test -
UCS Test)
Tujuan uji tekan adalah untuk mengukur kuat tekan uniaksial sebuah contoh batuandalam gemoteri yang beraturan, baik dalam bentuk silinder, balok atau prismadalam satu arah (uniaksial). Tujuan utamanya uji ini adalah untuk klasifikasikekuatan dan karakterisasi batuan utuh. Hasil uji ini menghasilkan beberapainformasi yaitu; kurva tegangan regangan, kuat tekan uniaksial, Modulus Young,Nisbah Poisson, Fraktur Energi dan Spesifik Fraktur Energi.Uji ini menggunakan mesin tekan (compression machine, Gambar 3.7) dan dalampembebaanannya mengikuti standard dari International Society Rock Mechanics(ISRM, 1981). Laju Tegangan didefinsikan sebagai perkalian antara Laju Regangandengan Modulus Young (konstanta elastik), dan menurut standard Laju Teganganadalah antara 0,5-1 ,0 MPa/detik. Uji kuat tekan terhadap batuan kuat dan getas( brittle) dalam waktu singkat cenderung menghasilkan nilai yang besar.
i gpSfiiP;m
‘1I A :it ? m nIH:: -
r ..- V JrFr.=£is
•ZZ
m 4-10 m- - ' 4 s
KjaueeSi
1=
-
mmGambar 3.7. Mesin kuat tekan Control (1300 kN) dan Hungta (200 kN) di LaboratoriumGeomekanika dan Peralatan Tambang ITB
Pengukuran gaya tekan melalui pembacaan manometer gauge (lihat Gambar 3.7),atau load cell atau pressure transducer, sedangkan pengukuran perpindahan aksialdan lateral bisa dilakukan dengan masing-masing memasang dial gauge secara
72 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena, Mekanika Batuan
vertikal dan horisontal (lihat Gambar 3.7). Selain dengan dial gauge, pasanganLinear Variabel Differential Transducer (LVDT) atau electrical strain gauges jugadapat digunakan (lihat Gambar 3.8 dan Gambar 3.9).
a&
4
mmu« : v%m* 5«
aft;
bi
Gambar 3.8. Pengukuran perpindahan aksial (a) dan lateral (b) dengan LVDT.
= ~-i mm-ll St
mm ml : m
-£
Gambar 3.9. Pengukuran perpindahan aksial (a) dan aksial & lateral (b) dengan electronicstrain gauges (c) alat baca strain gauges.
3.5.1.1. Persyaratan Kualitas Contoh Batu Uji Untuk Uji UCS dan UjiTriaksial
Menurut ISRM (1981), contoh batu uji berbentuk silinder dengan L/D bervariasidari 2,5 hingga 3,0, dan sebaiknya diameter (D) contoh batu uji paling tidakberukuran tidak kurang dari ukuran NX, kurang lebih 54 mm. Dianjurkan jugabahwa diameter contoh batu uji berhubungan dengan ukuran butir terbesar yang adadi dalamnya dengan perbandingan paling tidak 10 : 1.
Kedua muka contoh batu uji harus mencapai kerataan hingga 0,02 mm dan tidakmelenceng dari sumbu tegak lurus lebih besar daripada 0.001 radian (sekitar 3,5min) atau 0,05 mm dalam 50 mm (0,06° rad). Demikian juga untuk sisi panjangnyaharus rata dan bebas dari ketidakrataan sehingga kelurusannya sepanjang contoh
Sifat Fisik dan Mekanik Batuan Utuh 73
batu uji tidak melenceng lebih daripada 0,3 mm.
Ketika penekanan dilakukan terhadap contoh batu uji maka contoh batu akanmengalami pemendekan pada sisi aksial dan penggelembungan pada sisi lateralseperti ditunjukkan pada Gambar 3.10, sehingga secara ideal bentuk akhir contohbatu uji seperti gentong.
0.5k *! i I. 4
i 4; i I !iU1 I
UD=2I
/|!
f —0.5 5
4D+ AD
Gambar 3.10. Perubahan bentuk contoh batuan pada Uji Kuat Tekan (UCS)
Penggunaan material perekat atau perlakuan (seperti penambahan belerang) padakedua ujung muka contoh batu uji tidak diperbolehkan.Diameter (D) contoh batu uji harus diukur tegak lurus sumbu silinder di tiga tempat,atas tengah dan bawah dengan ketelitian 0,1 mm. Hasil ukuran rata-rata D dihitungdan dipakai untuk menghitung luas kontak. Tinggi contoh batu uji harus diukurdengan ketelitian mendekati 1,0 mm.Contoh batu uji hams disimpan tidak lebih lama daripada 30 hari, dan hamsdiupayakan agar kandungan aimya tidak berubah sampai waktu pengujiandilakukan.
3.5.1.2. Persyaratan Susunan Contoh Uji dengan Plat PenekanAgar pengujian kuat tekan pada sebuah contoh batu berbentuk silindermenghasilkan distribusi tegangan yang merata sepanjang tubuh contoh batu silinder,maka trajektori tegangan vertikal hams selalu diupayakan tegak lurus terhadap platpenekan. Selain mengadopsi kerataan dan parallel kedua muka contoh batu uji,maka sebuah spherical seat diperlukan untuk diletakkan disisi antara plat penekandengan contoh batu uji (lihat Gambar 3.11).
74 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena, Mekanika Batuan
Dua buah pelat baja penekan dalam bentuk cakram dan mempunyai Rockwellhardness > HRC58 hams diletakkan antara dua muka sisi contoh batu uji. Diameter(D- diameter contoh batu uji) kedua pelat baja penekan hams memenuhipersyaratan (D+2 mm). Ketebalan pelat baja penekan paling tidak 15 mm atau samadengan D/3. Kedua muka pelat baja penekan hams halus dan rata dengan kekasarantidak lebih besar daripada 0,005 mm.
Salahsatu pelat baja penekan hams disambung susun dengan spherical seat yangdipasangkan di bagian atas contoh batu uji. Pasangan spherical seat sebaiknyadiberi sedikit pelumas mineral sehingga dapat mengunci setelah beratnya sisi atasspherical seat duduk tepat diatas pasangannya yang cembung. Pasangan susunanpelat baja penekan dan spherical seat hams diatur sedemikian rupa hingga lums danberada ditengah titik pembebanann dari mesin tekan. Pusat lengkungan sphericalseat hams menyentuh titik pusat bagian atas dari contoh batu uji.
3.5.I.3. Mekanisme Pecah Contoh Batu Uji dan Distribusi Tegangan PadaContoh Batu Uji
Penyebaran tegangan di dalam contoh batu secara teoritis adalah searah dengangaya yang dikenakan pada contoh tersebut. Keadaan ideal ini hanya dapat dicapaijika persyaratan kualitas contoh batu uji dan susunan contoh batu uji dengan platpenekan dipenuhi dengan baik, yaitu bahwa kedua muka contoh batu uji paralleldan rata serta tegak lums terhadap sumbu pembebanan mesin tekan.
MMHMMiHBMiitM
3•m-i
: >< < < : : ':• > > > >
I>
HIJ >••
> / t!
V' { f.-
'• > :: •:% :•: •1 •: : •: :>: ' ->
v •:"
< •: : •:
:i :• - >•r V
</
i
Gambar 3.11. Susunan contoh batu uji dengan pelat baja penekan dan spherical seat
Sifat Fisik dan Mekanik Batuan Utuh 75
Mekanisme pecahnya batuan getas dengan kondisi kekakuan mesin tekan yangtidak terlalu besar akan bersifat violent dan disebut sebagai fraktur getas (brittlefracture ) yang contohnya dapat dilihat pada Gambar 3.12. Menumt Griffith (1921)bahwa arah retakan dari sebuah material getas akan sesuai dengan tegangan utamamaksimumnya. Sehingga bila persyaratan kondisi ideal pengujian telah dipenuhimaka contoh uji batuan getas akan pecah secara vertikal yang searah denganpembebanan maksimumnya, yaitu tegangan aksial dan hal ini ditunjukkan olehGambar 3.13, dan mekanisme pecahnya bersifat fraktur getas.
Gambar 3.12. Fraktur getas contoh batu uji (Kramadibrata 1990)
Tergantung dari jenis batuan, kondisi rekahan awal {pre-existing cracks) padacontoh batu uji dan sistem mesin kuat tekan yang digunakan untuk pengujian, makabentuk pecah contoh batu uji akan bervariasi mulai kataklasis, axial splitting,pecahan kerucut {cone failure), homogeneous shear, combination axial & localshear, dan splintery & onio leaves & buckling. Kesemua model pecahnya tersebutdapat dilihat pada Gambar 3.14 dan beberapa contoh nyata dapat dilihat berurutanpada Gambar 3.15, 3.16 dan 3.17.
76 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena,Mekanika Batuan
yAS* I
. :ILT;
‘
f »
-1'0224MI*t
ORg
Gambar 3.13. Rekahan aksial (axial splitting ) contoh batu uji kuat tekan uniaksial(Kramadibrata 1990)
Cataclasis Axial Splitting
i
Combination AxialHomogeneous S hear & Local Shear
Cane Failure Homogeneous S hear
Splintery & Onion Leaves & Buckling
i 'I1 1
/
\
Gambar 3.14. Tipe pecah contoh batu hasil uji kuat tekan uniaksial (Kramadibrata 1990 -L/D=2)
Sifat Fisik dan Mekanik Batuan Utuh 77
*£
uKt»•» m i,
vSHm
n
m
ba
Gambar 3.15. Bentuk pecah contoh batu uji fraktur getas axial splitting & combination axial& local shear (a ) dan shear failure (b) (Kramadibrata 1990)
ijjl§ir= :pi> : ’
• •=mm-' 4
02 tl 410*1MJPH^VI «*!!•* -f stV1m ii=eg
;xzziz
mi mm m. . ..........m II==
*1 3 i'JfO#* Jitilil
Gambar 3.16. Bentuk pecah contoh batu uji - splintery & onion leaves & buckling(Kramadibrata 1990)
Tetapi dalam prakteknya sering juga dijumpai bahwa arah tegangan di dalam contohbatu uji tidak 100% searah dengan gaya yang dikenakan pada contoh batu tersebutkarena ada pengaruh dari plat penekan mesin tekan yang menghimpit contoh.Sehingga bentuk pecahan tidak berbentuk bidang pecah yang searah dengan gayamelainkan berbentuk kerucut (Gambar 3.17). Pecahan kerucut seperti demikianakan banyak dijumpai jika L/D contoh batu uji lebih kecil daripada 2.Secara umum, ada tiga tipe pecah batuan yang sering terjadi pada uji kuat tekanuniaksial, yaitu shear failure, axial splitting, dan multiple cracking. Shear failureterjadi ketika rekahan tunggal atau beberapa rekahan mempropagasi ke seluruh
78 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena, Mekanika Batuan
contoh batuan, sehingga terjadi pergeseran sepanjang rekahan yang terbentuk.Bidang geser tempat terjadinya geseran akan membentuk sudut tertentu terhadaptegangan aksial yang diberikan. Axial splitting terbentuk jika rekahan yang terjadisearah atau pararel dengan arah tegangan aksial. Hal ini menunjukkan bahwa ikatanbutiran pada contoh akan runtuh karena tarikan. Sedang multiple cracking terjadiketika contoh pecah sepanjang banyak bidang pada arah yang tidak beraturan. Inimerupakan kombinasi dari runtuhan geser dan axial splitting.
L/D=2
miniA 4/
r 1 f i rwk. ' i L/D=2 i
*
TVsCone failure
4'
Friction constraint
Gambar 3.17. Bentuk pecahan kerucut dan distribusi tegangan di dalam contoh batuan padaUji Kuat Tekan (UCS)
Hasil uji kuat tekan uniaksial yang meliputi pengukuran beban, perpindahan aksialdan lateral dan dengan memperhitungkan luas kontak dan panjang contoh batuanakan diperoleh kurva tegangan regangan seperti ditunjukkan oleh Gambar 3.18 danGambar 3.19..Kuat tekan uniaksial (ac) adalah gambaran dari nilai tegangan maksimum yangdapat ditanggung sebuah contoh batuan sesaat sebelum contoh tersebut hancur( failure) tanpa adanya pengaruh dari tegangan pemampatan (tegangan pemampatansama dengan nol). Persamaan kuat tekan uniaksial adalah,
FA (3-D
Contoh yang memiliki (L/D) > 2,5 akan mempunyai nilai UCS lebih kecil dan lebihcepat mengalami keruntuhan. Contoh yang memiliki (L/D) < 2 akan mempunyainilai UCS lebih besar dan lebih kuat. Untuk kondisi contoh dengan (L/D) = 1,kondisi tegangan akan saling bertemu sehingga akan memperbesar nilai kuat tekan.
Sifat Fisik dan Mekanik Batuan Utuh 79
i
Tegangan(MPa)
v O' c
i
Runtuh
/X \
\ ° E _ Batas elastik /
Regangan /volumetrik /
7 ~X Penutupan rekahan
*^ >
Lateral Regangan (%) Aksial
Gambar 3.18. Kurva Tegangan Regangan Uji Kuat Tekan Uniaksial (UCS).
Prc- Peak(Distributed)
Post-Peak(Localized)
apCc
*r n%T ° 'Xr.5'i/j B£ Damage £~ .s
r=fi
.3 E— o (0.5 a„> %'8 71d jS£ E- u Macrocracks-rj SB
c pau)fjn5 s< Finite strains c>
Pore closure
Recoverablestrain(Elastic)
<-
Permanentstrain(Inelastic)
Axial strain, e
>Gambar 3.19. Kurva lengkap tegangan regangan (a) Axial and lateral normal strain withincreasing deviatoric axial stress, (b) Volumetric strain with increasing axial normal (dilatancy,Schultz, 2009)
80 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena, Mekanika Batuan
3.5.I.4. Modulus Young
Modulus Young atau modulus elastisitas adalah kemampuan batuan untukmempertahankan kondisi elastisnya. Pada uji kuat tekan uniaksial, contoh batuanyang diberi tekanan akan mengalami beberapa tahap deformasi yakni deformasielastik dan deformasi plastik. Nilai Modulus Young diturunkan dari kemiringankurva tegangan- regangan pada bagian yang linear karena pada saat inilah contohmengalami deformasi elastis.
Persamaan untuk mencari nilai Modulus Young adalah :
E = AaAsa
(3-2)
Keterangan:
E = Modulus Young (MPa)AG = beda tegangan (MPa)Asa = beda regangan aksial (%)
Dalam menentukan Modulus Young, terdapat 3 cara (Gambar 3.20), yaitu :
1. Modulus Young Sekan { Secant Young's Modulus (Es). Adalah modulus Youngyang diukur dari tegangan = 0 sampai nilai tegangan tertentu, yang biasanya 50% Gc.
2. Modulus Young Tangen { Tangent Young's Modulus (Et). Adalah modulusYoung yang diukur pada tingkat tegangan = 50 % Gyp.
3. Modulus Young Rata-rata atau rerata {Average Young's Modulus (Eav). Adalahmodulus Young yang diukur dari rata-rata kemiringan kurva atau bagian linearyang terbesar dari kurva.
a (MPa)
a.<°VP -
50%ac
Secant
/ Aa
AS
a (MPaJa.
aVP
50%a.<
Tangen
Aa
AS
a,
a5
VP
50%a<
Renta
' AO
AS
s-Aksial (%) S-Akiwl (%) S-Aksial (%)
Gambar 3.20. Penentuan Modulus Young Sekan, Tangen dan Rerata.
Sifat Fisik dan Mekanik Batuan Utuh 81
Dapat dijelaskan bahwa batuan kuat dan kaku akan memiliki perilaku fraktur getassedangkan batuan lunak dan empuk akan bersifat runtuhan duktil ( lihat Gambar3.21). Hubungan kekuatan dan deformabiiitas dari Deere & Miller (1966) dan Bell(1993) diberikan pada Gambar 3.22. Tampak jelas bahwa Modulus Young akanmembesar dengan kenaikan kuat tekan.
3.5.I .5. Nisbah PoissonNisbah Poisson (n) adalah nilai mutlak dari perbandingan antara regangan lateralterhadap regangan aksial. Jika suatu material di regangkan pada satu arah, makamaterial tersebut cenderung mengkerut (dan jarang, mengembang) pada dua arahlainnya. Sebaliknya, jika suatu material ditekan, maka material tersebut akanmengembang (dan jarang, mengkerut) pada dua arah lainnya pula.
a
Batuan kuat &kaku (stiff)
Batuan lcmah & lunak»
f
i
'/ : •
50
8
Gambar 3.21. Kurva tegangan regangan untuk kekuatan vs. deformabiiitas
Dalam defonnasi elastik mekanik, kecenderungan material untuk mengkerut ataumengembang dalam arah tegak lurus terhadap arah pembebanan dikenal sebagaiefek Poisson. Oleh karena itu jika sebuah contoh batu silinder diberikan teganganpada arah aksialnya, maka contoh akan mengalami regangan baik ke arah aksialmaupun ke arah lateral dan persamaan Nisbah Poisson adalah,
^ — ^lateral
^aksial
Keterangan:
n = Nisbah Poissonel = regangan lateral (mm)sa = regangan aksial (mm)
(3-3)
82 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena, Mekanika Batuan
Nisbah Poisson sangat bergantung pada tingkat tegangan dan dipengamhi olehpembukaan dan penutupan rekahan dalam batuan saat pengujian dilakukan. NisbahPoisson nilainya bervariasi sesuai dengan deformasi yang dialami batuan tersebut.
Weaker Stronger
100 -
£oCO
stz
Of*o
Lowstrength
Mediumsu'er.gth
Highstrength
very lugastrength
Very iow saensdi
‘ ‘ 1 l
L
Marble, vV;
£m'
' Jsl I
i **!::* *** .ILK
ft';::,• -
4?r
W/.ffrV-
Uniaxial compressive strength oc, MPa
Gambar 3.22. Hubungan kekuatan dan deformabilitas batuan (Deere & Miller, 1966; Bell,1993).
Nilai Nisbah Poisson sangat jarang negatif dan lebih besar daripada 0,5. Untukbatuan isotropik nilainya Nisbah Poisson berada diantara 0 - 0,5. Tetapi untukbatuan pada umunya nilai Nisbah Poisson berkisar 0,05 - 0,45, sedangkan untukaplikasi rekayasa nilainya sekitar 0,2 - 0,3 dan untuk batubara berkisar 0,25 -
0,346. Variasi Nisbah Poisson untuk berbagai macam batuan diberikan padaGambar 3.23, dan kategorisasi Nisbah Poisson diberikan pada Tabel 3.4.
Dalam uji kuat tekan statik atau triaksial untuk penentuan kekuatan batuan atau sifatdeformabilitas sebuah batuan, maka perbandingan antara Modulus Young terhadapNisbah Poisson (E/v) untuk pelat baja penekan harus memenuhi persyaratan berikut.
Efek pembatas gesek { friction constraint ) akan menurun jika perbandingannya(E/v) pelat baja penekan mendekati batuan.
Sifat Fisik dan Mekanik Batuan Utuh 83
Pelat baja penekan yang sering dipakai dalam susunan pengujian mempunyaiE/v = 670; dan biasanya nilai ini lebih besar daripada nilai (E/v) batuan padaumumnya.
(E/v) Aluminum sekitar 200 dan kuningan sekitar 300, dan hal ini akan lebihbaik daripada baja, walaupun akan mudah rusak. Oleh karena itu pelat bajapenekan yang sudah diperkeras dengan diamater yang sama dengan contoh batuuji jauh lebih baik.
Tabel 3.4. Kategori Nisbah Poisson (Gercek, 2007)
Kategori Sangatrendah Rendah Medium Tinggi Sangat
tinggiNP (v) 0 <v< 0,1 0,1<v<0,2 0,2<v<0,3 0,3<v<0,4 0,4<v<0,5
Penentuan Nisbah Poisson pada material isotropik transversal dan ortotropikmengikuti persamaan seperti diberikan dalam Tabel 3.5.
Tabel 3.5. Modulus Elastisitas & Nisbah Poisson batuan isotropik transversal (Gercek, 2006).
Tegangan Tak Nol Modulus Elastisitas Nisbah Poisson
CTx El = Gx/Cx vi = - £y/sx : *V3 = - EjJ &x
CTy E] Gy/£y VI E\/ Ey : V3 £z/Cy
Oz E2 Gz/£z V2 Ex / Ez £y/£z
'Cxy GXy = TXy/2eZy -Tyz Gyz Tyz/2£yz -
Xzx GZx Txy/2gzx -* Bergantung Nisbah Poisson: V3 = (E1/E2) V2
** Bergantung Modulus geser Gi = Ei / [2( l+vi)]
Modulus elastisitas dan nisbah Poisson untuk batuan ortotropik sangat dipengaruhioleh arah sumbu tegangan (Tabel 3.6).
84 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena, Mekanika Batuan
Tabel 3.6. Modulus Elastisitas & Nisbah Poisson batuan ortotropik (Gercek, 2006)
Tegangan Tak Nol Modulus Elastisitas Nisbah Poisson
ax Ex = CTx/ex Vxy — ” £y/£x • Vxz — £z/£x
ay Ey CTy/£y Vyz “ £Z/£y . VyX “ £x/£y
az NtoONw VZX " £X/£z * VZy ~ £y/£Z
TXy GXy — Txy/2£Zy -'Tyz GyZ TyZ/28yZ -
Tzx Gzx Txy/28zx “
Vxz = (Ex/Ez) vxZ ;Vyx = (Ey/Ex) vxy ; vzy = (Ex/Ey) vyz
Pada uji kuat tekan uniaksial contoh batu bentuk silinder, akan nampak bahwavariasi regangan sirkumferential atau regangan radial mulai menyimpang darilinearitas di saat transisi dari deformasi linear elastik ke fasa propagasi stabilrekahan {stable crack propagation ).Sehingga Nisbah Poisson batuan yang relatifkonstan sepanjang wilayah deformasi elastik, mulai menyimpang ketika mikrorekahan barn terbentuk atau pengembangan rekahan asli. Untuk berbagai macambatuan perbandingan antara tegangan awal pengembangan rekahan terhadap kuattekan sekitar 0,3 - 0.5 pada uji kuat tekan uniaksial dan sekitar 0,36-0,6 pada ujitriaksial (Gercek, 2007).
»
Sifat Fisik dan Mekanik Batuan Utuh 85
AndesiteBasalt
Claystone
ConglomerateDiabase
DicriteDoieiite
DolomiteGneiss
Granite
GianodicriteGreywackeLimestone
MarbleMarl
NoriteQuartzite
Rock salt
SandstoneShale
SiftstsoneTlJTf
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.3Poisson's ratio, v
Gambar 3.23. Nisbah Poisson batuan (Gercek, 2007)
1l
1I
i i i
r
1 i'' ’tr~?,Iff. '
71
J
jMpwptei
ii'xwtXn&Bfm I
i
jT i
*mI
r_r
i
i
L "9* -9*ii ! I
rIL
JL I ?
3.5.1.6. Persamaan Konstitutif & Konsep Energi ReganganUntuk menjelaskan perilaku batuan selain kekuatannya akan lebih baik denganilustrasi sistem energi dua jenis batuan, yaitu batuan A dan B, seperti diberikandalam Gambar 3.24. Batuan A mempunyai kuat tekan (GI) dan Modulus ElastisitasEl = (cii /ci) yang lebih besar daripada batuan B (02 dan E2 = (G2/S2). Tetapiwalaupun kekuatan batuan B setengahnya batuan A, energi regangan pada saatruntuh kurang lebih sama. Energi regangan saat batuan runtuh dinyatakan olehpersamaan berikut.V2 Gi x Si = ‘/2 G2 x £2 (3-4)
86 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena, Mekanika Batuan
a
a1
-BD H
A
8 1
a
a2
8 82 8
Gambar 3.24. Dua jenis batuan yang memiliki energi regangan yang sama tetapi kuat tekandan modulus yang berbeda.
Energi regangan ini (Wf) atau Rock Toughness (Fanner, 1986) merupakan luasdibawah garis segitiga dan dapat didekati dengan mengalikan tegangan denganregangan yang merupakan ukuran kerja untuk memecah batuan.
Wf =-— (3-5)2 E
Menurut Farmer (1986) persamaan (3-5) adalah sebuah besaran fracture toughnessatau Indeks Fraktur Batuan, dan merupakan parameter penting dalam mekanikabatuan dan fraktur batuan.
Konsep karakterisasi energi regangan dapat diterapkan dalam berbagai kasusgeomekanika seperti rock burst kekuatan batuan terhadap proses penggalian. Energiyang diperlukan untuk menggali sejumlah volume tertentu batuan disebut sebagaienergi spesifik (ES) yang diusulkan oleh Teale (1965) sebagai suatu tindakan cepatagar kemampugalian batuan dapat diprediksi. Energi spesifik ini biasanyadinyatakan dalam satuan MJ/m3 atau dapat juga dinyatakan sebagai MPa atauMN/m2 karena kesamaan dimensi. Namun Roger (1991) berargumen bahwa karenatidak ada metode penggalian yang sempuma, ES teoritik selanjutnya tidak dapatdiukur secara langsung. Sebagai gantinya ES sebuah metode penggalian dapatdideduksi dengan memperhatikan efisiensi mekanis dari proses rock cutting yangjuga dapat digunakan untuk menaksir kemampugalian batuan.
Beberapa persamaan yang sering digunakan dalam konsep energi regangan adalahsebagai berikut :
Energi Fraktur UCS = Wf = — Fp x A£ (3-6)
Sifat Fisik dan Mekanik Batuan Utuh 87
(3-7)Energi Fraktur Spesifik UCS = WSf = ac x Sf
Toughness Index (Singh, 1983) = TI =2
2Ex 100 (3-8)
Contoh kurva tegangan dan regangan untuk batu lempung dan batu gamping sepertipada Gambar 3.25, dan kurva tegangan dan regangan batupasir dan tufa breksiseperti pada Gambar 3.26.
1.2
-2.0
a (MPi)
1.&6A
o .
0.4
0.2
-1.0 0.0
kiro
2.0 3.0 -0.3 -0.28 (%)-Strain
'Axiah-*— Lateral 4 Volumetric
60.0
50.0
0.0
.0
.0
1
; (J.U-0.1 0.0 0.1
Axial~^Lateral-*-Volumetric
0.2 0.3 0.4 0.5
8(%) - Strain
Gambar 3.25. Kurva tegangan regangan contoh batu lempung dan batu gamping
fl-ex*b
•12.00
-11.00X
10.Q0 -
9.DC8.00 -7.00
6.C05.06 I j4.09
3.00 I2.00; i
I1.00
OrO0-0.4 -0.3 -0.2 -0.1 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9
£(%)VcA*r »tn*
Ie
i—-0 6
KURVA TEGANGAN-REGANGAN30-0
25 0
20 0
5.0
0
5.
-0 2 0 0 0 4 0 6-04
— sfcstal lateral Volumetric
]i
OS
Gambar 3.26. Kurva tegangan regangan contoh batu tufa breksi dan batu pasir.
3.5.I.7. Perilaku Pasca Runtuh (Post Failure Behaviour )Untuk simulasi realistik dari penggalian lubang bawah tanah dan penyangga sertapenentuan energi yang diperlukan untuk penggalian, perilaku massa batuantermasuk perilaku pasca runtuh (post failure behaviour ) perlu dimengerti denganbaik.
88 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena, Mekanika Batuan
Perilaku pasca runtuh sebuah contoh batuan utuh (Gambar 3.27) dapat diperolehdari uji kuat tekan secara lengkap yaitu bahwa kurva tegangan regangan diperolehmulai dari sebelum dan sesudah batuan runtuh dan ini hanya akan dapat dilakukanjika mesin kuat tekannya lebih kaku daripada contoh batu ujinya atau denganmenggunakan stiffness compensated piston displacements.
O
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0
Granity* !v
Vy
vy
yyyv
V•*•*
y‘*Gampingy
0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20e (%)
Gambar 3.27. Kurva tegangan regangan uji kuat tekan uniaksial batuan granit, dan batugamping
Hasil uji kuat tekan batu gamping, tufa breksi dan granit menunjukkan bahwa granitmemberikan nilai kuat tekan tertinggi 162 MPa dan batu gamping mempunyai nilaikuat tekan 20,5 MPa (Tabel 3.7).
Tabel 3.7. Nilai Kuat Tekan Uniaksial dan Modulus Young beberapa jenis batuan diIndonesia
JenisBatuan Lokasi
Kuat Tekan Uniaksial CTC (MPa) ModulusYoung E (GPa)Rerata SD
Gamping Cibinong 20,51 2,42 5,00
Tufa breksi Pongkor 28,38 6,11 5,77
Granit Karimun 162,82 15,40 18,75
Bila sebuah contoh batu diuji dengan laju pembebanan konstan, pada umumnyaakan terjadi violent failure saat tegangan puncak tercapai. Manakala uji dilakukandengan kontrol yang tidak sesuai, maka contoh batu akan fail violently pada saatatau sesaat setelah puncak tegangan dicapai. Hal ini tidak saja dipengaruhi oleh sifatinherent material, tetapi juga oleh sejumlah energi yang disimpan di dalam mesinuji dan contoh batu. Namun demikan jika, perpindahan atau regangan dianggapsebagai variable independent, keruntuhan batuan dapat dikontrol dan dapat diamati
Sifat Fisik dan Mekanik Batuan Utuh 89
dengan baik jika menggunakan sebuah rangka mesin tekan kaku (lihat Gambar3.28) yang dilengkapi dengan electronic servo control (lihat Gambar 3.29).Tentunya, kebanyakan mesin tekan kaku dan tipe batuan getas dimana explosivefailure tidak dapat di cegah tanpa mengabstraksikan energi dari contoh batu uji.
*a
j' i NVirh i r t r
arr
U cf .
I
L'i'r,! s?
*• -it ZibSu-t
i;d»ctaK‘>
* >v is..\7 '*<<> >I i>
lH:
%
r> r
Ao
S
VV\
a '
F.oefc 2.i sorij'tSlfcbit
s;A
<TL '>a. •?-/ ./1
":;V&
' \\
bRocfc J?1'asiabfee
8-:
A<70P
"\
\ XXX
:/•
v>
Xtiff ^\
\\
Response ofsuixomidm^sX
eGambar 3.28. Pengaruh kekakuan ( stiffness) mesin tekan pada proses runtuhan batuan dankarakteristik kurva tegangan regangan untuk batuan kaku dan batuan lunak di wilayah pascaruntuh (Brady & Brown, 1981).
Kondisi-kondisi tersebut merupakan dasar bagaimana perilaku batuan harus dibagidalam dua kelas besar di wilayah pasca runtuhnya dengan kondisi unconfinedcompression. Perilaku Batuan Kelas II dikarakterisasikan oleh non-uniform failure,hal mana sesuai dengan observasi eksperimen, dan tidak saja memperlihatkanperilaku Kelas I tetapi juga perilaku Kelas II tergantung pada variasi kekuatanpegasnya. Regangan elastik dari kedua perilaku batuan Kelas I dan II cenderungmenurun di wilayah pasca runtuh ketika load bearing capacity-nya menurun.Perbedaan mencolok antara batuan Kelas I dan II adalah pada besaran regangannon-elastik. Jika regangan non-elastik menaik dengan cepat daripada reganganelastik, batuan menunjukkan perilaku Kelas I dan jika kasusnya berlawanan, makadikategorikan sebagai perilaku Kelas II. Umumnya, regangan non-elastic menaikdengan kenaikan tegangan pemampatan dan dalam beberapa kasus, perubahanperilaku Kelas II ke Kelas I terjadi pada tegangan pemampatan tinggi.
90 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena, Mekanika Batuan
tVD'r
<•
* READOUTLoad Feedback SERVO
CONTROLLERLoad Cella - Digital voltmeter- Oscilloscope- XT Plotter- Computer System
Axial Strain Feetfcack Amplifier &AnalogDigital
Convertor
LOADSTROKESTRAINm arcumfercntia!
Strain feedback- r r •\ \ \
Q v-> .
ssStroke Feedbackm ts-
Piston« i i i s « <•> > »®
feedback Control - Servo Valve>
40
&30 ~
ll1 IS 20 -s
LVQT/Transducer-Stroke
1 0 -HytlraulicPower Pack
0.2 0.3 0.4Displacement, mm
O. O 0.5
Gambar 3.29. Servo Controlled Compression Machine System (Kramadibrata 1990)
Gambar 3.30 memperlihatkan perilaku pasca runtuh dari jenis batuan gneis danporpiri yang di uji kuat tekan uniaksial mempergunakan mesin Instron ServoControlled 5000 kN dengan Stiffness Frame 2000 kN/mm dengan, mengadopsisystem linear combination load displacement controlled (Gambar 3.29,Kramadibrata, 1990). Hasil pengujian menunjukkan bahwa batu gneis termasukdalam Kelas I dan Porpiri Kelas II dengan kuat tekan masing-masing sekitar 100MPa dan 450 MPa.
3.5.1.8. Beberapa Faktor yang Mempengarnhi Kurva Tegangan Regangan
1. Geometrik dan Bentnk Contoh Batuan
Sudah barang tentu geometri contoh batuan apakah berbentuk silindir, kubus ataupersegi panjang akan mempengarnhi hasil uji kuat tekan dan triaksial. Jika memangakan digunakan contoh berbentuk silinder atau persegi panjang, maka faktor nisbahpanjang dan diameter juga akan mempengarnhi hasil uji kuat tekan. Menurut ISRM(1981) bahwa nisbah l/d harus diantara 2 hingga 2,5 dan jika nisbahnya rendah akandapat diharapkan nilai UCS akan membesar dan sebaliknya.
t_ ":7
; uc-s
Sifat Fisik dan Mekanik Batuan Utuh 91
4M
II
MOfttM MUB * NHMU» * U0 > Wm
PQMHYIVYLONMMATID M MilU H m ft*0 * « %/m.
Porphyry
I
04.AM II POMTIVf ILOTI
Gneiss
4
AM AM AM A« AM AM AM AM AM AM AM•mAML ft
Gambar 3.30. Tipikal Kurva Tegangan Regangan Batuan Keias I & II (Kramadibrata, 1990)
Sedangkan ukuran atau diameter juga mempengaruhi nilai kuat tekan. Ujilaboratorium dan insitu pada batuan Lac du Bonnet granite (Martin & Chandler,1994) menunjukan bahwa kuat tekan insitu batuan hanya sekitar 70% daripada kuattekan batuan utuhnya.
2. Kondisi Pelat PenekanSeperti dalam anjuran ISRM (1981) dalam uji kuat tekan hams memenuhi beberapapersyaratan seperti karakteristik plat penekan yaitu, kekerasan, tebal dan diameter.Diameter plat penekan mempengaruhi distribusi tegangan di dalam contoh batuan.Jika diameter pelat penekan melebih batas yang ditentukan maka akan terjadi yangdisebut pembatas gesek antara plat penekan dan contoh batuan dan akhimya sisicontoh batu yang berdekatan dengan pelat penekan akan mengalami efekpengungkungan yang akhimya akan memberikan nilai kuat tekan yang tidak mumi.3. Kekakuan Mesin Tekan
Kekakuan mesin tekan akan mempengaruhi proses runtuh batuan dalam uji kuattekan, apakah akan runtuh secara violently atau tidak. Perbedaannya dicirikan olehpost failure behaviour yang dibagi dalam dua bagian yaitu, Keias Batuan I dan II.
4. Kondisi Lingkungan Contoh Batuan - Kandungan AirKandungan air yang terkandung pada batuan akan menentukan nilai kuat tekanbatuan tersebut. Semakin jenuh batuan tersebut, semakin lemah nilai kuat tekannya.Hal ini karena ikatan antar partikel pada batuan akan melemah seiring denganmeningkatnya kadar air yang terkandung pada batuan tersebut.
92 Made Astawa Ral, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena,Mekanika Batuan
5. Teniperatur
Temperatur akan mempengaruhi hasil uji kuat tekan uniaksial batuan, terutama nilaiModulus Young (E). Semakin tinggi temperatur pengujian, semakin rendah nilaiModulus Young yang didapat. Sebaliknya, semakin rendah temperatur pengujian,maka nilai Modulus Young yang didapat akan semakin besar. Dan secara umum,kenaikan temperatur dapat membuat batuan semakin duktil sehingga mengurangikekuatan batuan
6. Bobot Isi, Kandungan Mineral, Ukuran Butir dan Sifat Isotropik
Bobot isi menunjukkan kerapatan suatu benda, sehingga semakin besar nilai bobotisinya maka semakin padat benda tersebut. Dan semakin padat suatu batuan,semakin besar pula nilai kuat tekannya.Kekerasan batuan sangat ditentukan dari mineral pembentuk batuan tersebut.Semakin keras mineral pembentuknya maka, semakin keras pula batuan tersebut,dan akan menghasilkan nilai kuat tekan (GC) yang semakin besar juga (Tabel 3.8,label 3,9, Tabel 3.10 dan Tabel 3.11). Skala kekerasan pada mineral dikenaldengan skala kekerasan Mohs. Skala Mohs ini dimulai dari angka 1 yangmerupakan mineral terlembut, dan berakhir di angka 10 yang merupakan mineralterkeras (lihat Tabel 3.3 dan Tabel 3.9).
Bidang lemah akan memperlemah kondisi suatu batuan, sehingga pada pengujiankuat tekan uniaksial, akan semakin memperkecil nilai kuat tekan batuan tersebut.Demikian juga dengan sifat anisotrop batuan akan membuat hasil uji kuat tekanuniaksial dari batuan akan berbeda satu dengan yang lain meskipun batuan tersebutberjenis sama. Untuk mempermudah penelitian, batuan akan dianggap bersifatisotrop. Sementasi atau material pengisi (kuarsa, kalsit, lempung dll) kadangmempersulit penentuan kuat tekan.
Sifat Fisik dan Mekanik Batuan Utah 93
Tabel 3.8. Klasifikasi kuat tekan menurut berbagai sumber
i0.5 07
I I t I t2I
3I
4 5 6 7 8I I I I I I
10DCS (MPa)
20I
30 40 50 7CI I I 1 1 1 1
100200
I300 40*0J I I 1
Very weak Weak Strong Very strong Coates1064
Very low strength Low strength Mediumstrength High strength Very high strength & ^ef
Soil Very low strength Low strength Mediumstrength High strength Very high strength
Extremely towstrength
Very low strength Low strength Medium strength High strength Very h*gh strength extremely high Broch &Frankhnstrength 1972
Extremelyweak Very weak Weak Medium
strong Strong Very strong Ex'/emelystrong
Soil Weak Moderately strong Strong Very stiong Extremelystrong
iSRM1981
IAEG1979
Very weak Weak Moderately weak Moderately strong Strong Very strong Extremely strongBritish Geo!See1970BS 5930 1985
r i r0.5 0.7
T 1
2I3
I I ITT4 5 6 7 8
I 1020
UCS (MPa)
i i r30 40 50
I I I70 200
100
I I I I300 400
Tabel 3.9. Klasifikasi kuat tekan dan skala Mohs menurut Bieniawski & Tamrock
KlasifikasiKuat Tekan Uniaksia! (MPa)
Bieniawski, 1973 Tamrock, 1988Sangat keras 250-700 200 [7]Keras 100-250 120 - 200 [6-7]Keras sedang 50-100 60 - 120 [4,5-6]Cukup lunak - 30 - 60 [3-4,5]Lunak 25-50 10 - 30[2-3]Sangat lunak 1-25 - 10
(Tamrock Surface Drilling and Blasting, 1988), Mohs Hardness [-]
Tabel 3.10. Sifat fisik dan mekanik beberapa batuan utuh (Attewell & Farmer 1976)
Jenisbatuan UCS (MPa) UTS (MPa) Kuat Geser
(MPa)Bobot Isi Ruah
(ton/m3) Porositas
Granit 100-250 7-25 14-50 2,6-2,9 0,5-1,5
Diorit 150-300 15-30 NA NA NA
Diabas 100-350 15-35 25-60 2,7-3,05 0,1-0,5
Gabro 150-300 15-30 NA 2,8-3,1 0,1-0,2
Basalt 100-300 10-30 20-60 2,8-2,9 0,1-1,0
94 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena, Mekanika Batuan
Jenisbatuan UCS (MPa) UTS (MPa) Kuat Geser
(MPa)Bobot Isi Ruah
(ton/m3)Porositas
Gneis 50-200 5-20 NA 2,8-3,0 0,5-1,5
Marmer 100-250 7-20 NA 2,6-2,7 0,5-2
Slate 100-200 7-20 15-30 2,6-2,7 0,1-0,5
Kuartzit 150-300 10-30 20-60 2,6-2,7 0,1-0,5
Batupasir 20-170 4-25 8-40 2,0-2,6 5-25
Serpih 5-100 2-10 3-30 2,0-2,4 10-30
Gamping 30-250 5-25 10-50 2,2-2,6 5-20
Dolomit 30-250 15-25 NA 2,5-2,6 1-5
Baja 900-1500 NA. NA NA NA
Tabel 3.11. Klasifikasi Kekerasan batuan (Attewell & Farmer 1976).
Klasifikasi Kuat Tekan (MPa) Tipikal jenis batuan
Sangat lemah 10-20 Lapuk dan batuan sedimen terkompaksi - lemah
Lemah 20-40 Batuan sediment tersementasi - lemah, skis
Medium 40-80 Batuan sediment kompeten, beberapa batuanbeku dengan bobot isi rendah berbutir kasar
Kuat 80-160 Batuan beku kompeten, beberapa batuanmetamorfosa dan batupasir berbutir halus
Sangat kuat 160-320 kuarzit; batuan beku dengan bobot isi berat -berbutir halus
3.5.1.9. Efek Skala pada Kuat Tekan Uniaksial
Kehadiran efek skala pada sifat mekanik batuan seperti kuat tekan dan kuat tanktelah terbukti (Mogi, 1962; Bieniawski, 1968; Pratt et.al, 1972; Dhir & Sangha,1973; Bieniawski & Van Heerden, 1975; Hoek & Brown, 1980; Lavie &Denekamp, 1982; Price,1985; Butcher & Price, 1987; Jackson & Lau, 1990,Kramadibrata & Jones, 1993). Berbeda dengan sebelumnya, Hodgson & Cook(1970) menemukan bahwa ukuran contoh batu uji dari batuan getas seperti MainReef Series quartzite dan Jeppestown Series quartzite shale tidakmenunjukkan efekskala.
Walaupun demikian, dapat dikatakan bahwa selalu ada ukuran kritis diatas manakekuatan batuan tidak akan berubah. Tipe perilaku dapat diharapkan terjadi jikakerusakan mekanik memiliki batas atas. Jika kondisi bias ini diterima makaekstrapolasi nilai kekuatan batuan akan dibatasi sampai kebatas ukuran kritistersebut dan selanjutnya merupakan asimptotik. Tetapi masih sedikit saja yangmelakukan studi efek skala kekuatan untuk batuan sangat kuat dan getas.
Sifat Fisik dan Mekanik Batuan Utuh 95
Teori “ weakest link” (Weibull, 1939) yang sudah banyak dipakai untukmenjelaskan efek skala pada kekuatan batuan berhubungan dengan rekahan strukturyang secara statistik terdistribusi menjelaskan bahwa setiap rekahan tersambungsatu sama lain dan membentuk sambungan seri. Keruntuhan sebuah sambunganakan menyebabkan keruntuhan total dari contoh batu tsb. Hubungan Weibull dapatdinyatakan sebagai,
m Log [CT1/CT2] = Log [V 1/V2] (3-9)Keterangan,a = UCS, dan V = volume.Lama & Gonano, (1976) dan Kaczynski (1986) melakukan penelitian pengaruhvolume contoh batuan pada uji kuat tekan untuk berbagai tipe batuan danmaksimum kuat tekan yang diuji hanya sampai dengan 175 MPa. Penggunaanpersamaan Weibull untuk melihat efek skala oleh Lundborg (1967) dan Bieniwaski(1968) masing-masing dilakukan pada batuan granit dan batubara.Sebuah persamaan efek skala untuk kuat tekan juga dibuat oleh Hoek & Brown(1980) untuk contoh batuan sampai dengan ukuran diameter 200 mm tetapidinormalisaikan ke ukuran 50 mm. Sedangkan Jackson & Lau (1990)menormalisasikan ke ukuran 63 mm. Hasil penelitian efek skala menunjukkanbahwa semakin kecil diameter contoh yang digunakan, semakin besar nilai UCSyang didapatkan. Hoek dan Brown (1980) serta Kramadibrata (1993) membuatpersamaan hubungan nilai acpada berbagai ukuran diameter contoh batuan sepertiditunjukkan pada persamaan berikut dan Gambar 3.31, Gambar 3.32 dan Gambar3.33.
acd = oc50f 50V’18
\d ) (3-10)
96 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena,Mekanika Batuan
•O
<£
£<5T3
oc<i>£
<lla.wcs-CTCTicza>
<nO)
>«5</)aiwCL£oo<5X,5cz3
t .5
1.4 -1.3 -1.2
1.1
1.0
c:a>£o<DCL
<5
£ca
££ounoxrO)
cz<1?
"o3<J>></)</)<»£ 0.9 -CL£oo«XCOc:3
o.e -
o MarbleLimestone
v GraniteA Basalt
Basalt-andesite lava< Gabbro
•MarbleNorite
A GraniteQuartz diorite
0.7
- 1Y
1
Q
9<4k
Ii
o 50 too 150 200 250 300
Specimen diameter d mm
Gambar 3.31. Hubungan antara nilai oc dan diameter batuan (Hoek & Brown, 1980)
UCS MPa600
500
400
300
200
100 -0
0
A
m
A
HASALTMAFK
* PORPHYRYA — GM3-U0 Ore
GMD-Ufi MilLOCK
A-
25 50i r75 100Diameter mm
125 150 175
Gambar 3.32. Hubungan antara nilai ac dan diameter batuan (Kramadibrata, 1993)
Sifat Fisik dan Mekanik Batuan Utuh 97
6.00 -
5.00 -
4.00 -Q.S. 3.00 -ob 2.00 -
1.00 -
0.00 I
y = -1.5394Ln(x) + 15.457R2 = 0.9544
T f 1 T ~l
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000
Volume (cm3)
Gambar 3.33.Kurva efek skala kuat tekan terhadap volume contoh beton (1:10)
Ringkasan persamaan efek skala untuk kuat tekan untuk berbagai macam batuandiberikan pada Tabel 3.12 dan Tabel 3.13. Sedangkan Kramadibrata dan Jones(1993) memberikan efek skala untuk kuat tekan dan kuat tarik pada batuanbasaltmafik, porpiri, bijih granodiaorit (GMD-U8 Ore), dan granodiorit waste(GMD-U8 Mullock).
Ilustrasi efek skala yang mencerminkan ekstrapolasi dari batuan utuh ke massabatuan dapat dilihat pada Gambar 3.34. Menurut Chen dkk, (2002) bahwa efekskala bisa juga dicerminkan dari perbedaan kurva tegangan - regangan sepertidiilustrasikan pada Gambar 3.36Tabel 3.12. Persamaan efek skala untuk kuat tekan
Peneliti Persamaan Tipe batuan
Mogi (1962) 0 = 1,0-1.1 D’0-092 (kg/cm2)
0 = 0,91-1,22 D'°'107 (kg/cm2)
MarbleConcrete
Kostak Bielenstein (1971) Log a = 4,665- 0,0626 Log V (psi) Matinenda sandstoneAbou-Sayed & Brechtel(1976) o= 60,04 D'0-17 (MPa) Quartz-diorite
Hustrulid (1976) 0 = 5718 D-°’5 (psi) Coal
Hoek & Brown (1980) [o1/o2] = [D1/D2]a Many rock- types
Price (1985) 0 = 1944 D-0'846 + 69,5 (MPa) Topopah spring tuff
Jackson & Lau (1990) a - 003 [63/D]Lac du Bonnet greygranite
98 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena,Mekanika Batuan
label 3.28. Hubungan UCS- PLI- Schmidt Hammer
TerminologiUCS
(MPa)PLI
(MPa)Schmidt
Hardness(Type L)
Dugaan kekuatanbatuan Contoh*
R5 ExtremelyStrong >250 >10 50-60
Rock material onlychipped underrepeated hammerblows
fresh basalt,chert, diabase,gneiss, granite,quatzite
R4 Very Strong 100-250 10-4 40-50
Requires manyblows of ageological hammerto break intact rockspecimens
Amphibolite,sandstone, basalt,gabbro, gneiss,granodiorite,limestone, marblerhyolite, tuff
R3 Strong 50-100 4-2 30-40
Hand heldspecimens brokenby a single blow of ageological hammer
Limestone,marble, phyllite,sandstone, schist,shale
R2 MediumStrong 25-50 2-1 15-30
Firm blow withgeological pickindents rock to5mm, knife justscrapes surface
Claystone, coal,concrete, schist,shale, siltstone
R1 Weak 25-5 ** <15
Knife cuts materialbut too hard toshape into triaxialspecimens
chalk, rock salt,potash
RO Very Weak 5-1 **
Material crumblesunder firm blows ofgeological pick, canbe scraped withknife
highly weatheredor altered rock
Extremely Weak 0.25-1 ** Indented bythumbnail clay gouge
3.7. PENENTUAN SIFAT MEKANIK MASSA BATUAN INSITU - 3D
3.7.1. Penentuan Sifat Mekanik Batuan InsituDilakukannya uji in-situ untuk menentukan sifat mekanik batuan lebihmenguntungkan dibandingkan dengan uji di laboratorium karena menyangkutvolume batuan yang besar sehingga hasilnya lebih representatif dan lebihmenggambarkan keadaan massa batuan yang sebenamya.
174 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena, Mekanika Batuan
Pengembangan pembangunan terowongan bawah tanah baik untuk keperluanbangunan sipil maupun pertambangan harus diimbangi juga dengan pengembanganpengetahuan untuk menjaga kemantapan terowongan. Ketidakmantapan terowonganmenurut Hoek & Brown (1980) dapat disebabkan oleh empat hal, yaitu strukturgeologi yang tidak mendukung, perubahan besar tegangan yang berlebihan,pelapukan, serta tekanan dan debit air tanah yang besar. Dari ke empat hal tersebutyang dapat mempengaruhi kekuatan massa batuan adalah struktur geologi danpelapukan.
Terowongan di massa batuan harus dirancang dengan kekuatan tertentu agar dapatbertahan dalam kurun waktu yang ditetapkan. Khusus untuk terowongan tambangbawah tanah minimal harus dapat bertahan selama masa produksi tambang tersebut.Untuk itu dalam rancangan terowongan diperlukan parameter kekuatan massabatuan yang berhubungan dengan waktu, yaitu kekuatan jangka panjang massabatuan. Helal, dkk. (1988) mengatakan bahwa untuk mendapatkan kemantapanstruktur alamiah dalam jangka panjang, diperlukan pengetahuan tentangkarakteristik kekuatan jangka panjang. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengankekuatan adalah kuat tekan, baik untuk kekuatan massa batuan maupun kekuatanjangka panjang massa batuan.
Massa batuan pada dasamya adalah batuan utuh yang dipisahkan satu dan lainnyaoleh diskontinuitas dengan perilaku yang berbeda. Sifat-sifat massa batuan tidakhanya tergantung pada sifat-sifat batuan utuh dan diskontinuitas secara terpisah,tetapi juga pada kombinasi ke dua faktor tersebut secara bersamaan. Jika massabatuan dikenai beban maka kurva tegangan-regangan tidak akan sama denganbatuan utuh pada kondisi beban yang sama. Modulus deformasi massa batuan akanlebih rendah dibanding modulus elastisitas batuan utuh, demikian juga kekuatanpuncaknya. Hasil pengujian laboratorium pada batuan utuh juga tergantung padaukuran contoh, karena setiap contoh akan mengandung geometri diskontinuitasyang berbeda (Hudson, 1989). Dapat dikatakan bahwa pendekatan yang dilakukanpada pengujian laboratorium untuk menentukan karakteristik kekuatan massabatuan masih terbatas, dan ekstrapolasi karakteristik massa batuan dari ujilaboratorium belum dapat ditentukan secara akurat.Penentuan kekuatan massa batuan insitu masih menjadi prioritas dalam proyekpenggalian bawah tanah skala besar, misalnya metode langsung dengan uji platebearing, uji kuat tekan uniaksial, uji geser langsung blok, uji borehole jack danpressuremeter, tetapi uji tersebut hanya untuk mendapatkan kekuatan puncak danperilaku deformasi saja. Hal ini masih berlaku karena penentuan teori runtuhan(failure theory) dari suatu pilar atau konstruksi bawah tanah selalu dikaitkan dengankekuatan puncak (ultimate strength). Sebelum mencapai kekuatan puncak batuanakan melewati suatu tahap yang dikenai sebagai kekuatan luluh (yield strength),yaitu batas akhir kekuatan dari perilaku elastik, kemudian berubah men-jadi plastikdengan mulai terjadinya deformasi permanen dan akhimya mencapai kekuatanpuncak. Berdasarkan pada teori runtuhan progresif (progressive failure theory),kekuatan dan beban pilar sesungguhnya di lapangan sangat bervariasi dan runtuhan
Sifat Fisik dan Mekanik Batuan Utuh 175
diawali dari titik paling kritis merambat secara bertahap hingga mencapai runtuhanakhir (Peng, 1986).
Selain metode langsung dengan pengujian insitu, beberapa metode tidak langsungyang telah digunakan selama ini untuk menentukan kekuatan massa batuan, jugabaru pada tahap untuk mengetahui kekuatan puncak. Metode ini berdasarkan padaperhitungan estimasi dari kekuatan basil uji laboratorium dan Geological StrengthIndex (GSI), pada kriteria Generalized Hoek- Brown, (Hoek, dkk., 1995) maupunklasifikasi massa batuan (Hoek & Brown, 1980; Yudhbir & Bieniawski, 1983;Ramaramurthy, 1986; Singh, 1993; Kalamaris & Bieniawski, 1993; Sheorey, 1997;Aydan & Dalgic, 1998; Barton, 2000) dalam Daftar Pustaka Hoek (2004).Pada umumnya masalah rekayasa batuan misalnya keruntuhan pada atap, dinding,atau pilar di dalam suatu lubang bukaan atau terowongan merupakan representasidari teori runtuhan progresif (lihat Gambar 3.109). Pembebanan menerus yangrelatif konstan terhadap massa batuan dapat mengakibatkan runtuhan yangberlangsung secara tidak seketika melainkan bertahap dan merupakan fungsi dariwaktu. Oleh karena itu, berdasarkan fenomena tersebut maka teori runtuhanprogresif lebih merepresen-tasikan kondisi sebenamya yang dialami massa batuandi alam sehingga lebih tepat untuk diterapkan pada rancangan suatu terowongan.Penentuan kekuatan massa batuan untuk kepentingan teori runtuhan progresif dapatdiperoleh dari kekuatan batuan bergantung waktu (time dependent) yangberhubungan dengan perilaku konstitutif. Perilaku konstitutif adalah gambaransecara kualitatif hubungan dasar antara tegangan dan regangan dalam batuan dibawah kondisi pembebanan. Variasi dari model-model konstitutif menggambar-kanreaksi bergantung dan tidak bergantung terhadap waktu dari batuan pada saatmenerima beban (Brady & Brown, 1993). Kekuatan bergantung waktu mempunyaiberbagai istilah yaitu kekuatan fundamental, kekuatan sebenamya, tegangan amanwaktu, kekuatan jangka panjang, atau kekuatan menahan beban. Kekuatanbergantung waktu didefinisikan sebagai tegangan maksimum yang dapat ditahanbatuan tanpa terjadi runtuhan pada skala waktu yang ditentukan (Vutukuri &Katsuyama, 1994).
176 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena,Mekanika Batuan
J Mkmm'fm
Shale
A. Roof fall caused by soft immediate roof
- TT^hrRockbolt sandstone
%t-
b £*
C. Roof fall caused by slickenslided planes
SheaT^ — Ifracture I
Rock bolt
p I-beam
E. Cross section of shear fracture
Siltstone ^Original section
Steel archOB. Steel arch failed due to squeezed wall
Grouted \ / \ Ah /
D. Roof fall caused by joint structure
Roc < bolt
I - beam
F. Long section of shear fracture
Gambar 3.109 Berbagai Bentuk Runtuhan Bawah Tanah
Pengukuran perpindahan merupakan salah satu teknik pemantauan kuantitatifgerakan massa batuan di sekeliling lubang bukaan dan merupakan bagian daripengukuran fenomena rayapan. Metode pemantauan perpindahan dindingterowongan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu,
1. Pemantauan perpindahan permukaan dinding (shallow displacement) ataupengukuran konvergensi dengan menggunakan konvergemeter yang mengukurperpindahan dinding sampai kedalaman panjang baut konvergen daripermukaan dinding terowongan, lihat Gambar 3.110a. Daerah pengaruh dengankonvergenmeter termasuk dalam near field domain (NFD).
2. Pemantauan perpindahan lokal-dalam (deep-seated/local deformation) batuandengan menggunakan ekstensometer yang mengukur perpindahan sampaikedalaman 7,5 meter dari permukaan dinding terowongan, lihat Gambar 3.110b.Daerah pengaruh diharapkan dapat mencapai far field domain (FFD), padadiameter terowongan maksimal 3,5 meter.
Sifat Fisik dan Mekanik Batuan Utuh 177
2 V
1mm
Mf Kl
\ mmv »-N
mm
Kfa %sjiTswl*k
I
*11ai
\$) Pemasaigai Kbmergeimeter
kMfraigai :12,3- bait to mergeiK7 - peigikirai Klrl - atasKi - pe ig <Mrai Kaiai - atashi - pe igiMrai klrl - kaiai
iiei»f
*f
*• ** **
j*<*
7
c
a- •H
Xi
X
/f 7,5 m.
FTO
>
*t
*i**I
<1iI?ii
7 *i
*i%t
*in
ss
2 1 I
%
2
1
I
V
HFD XX
AV
X
Pro>* laill
Di^ifeliaidvTif
i<i
1
\ii
»iaiit
L
j
tt
t
*ii
V 4\\x
X'S
Xx
xV
i$ Pemasaigai Elate isome ter
Keteraigai :T. 1, 2- 6, 7 - target magietfc
t
.**t*y
4
*4
X *4
X.**
4
Gambar 3.110. Penempatan Titik pemanatauan Convergencemeter dan Extensometer padadinding terowongan
178 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena, Mekanika Batuan
3.7.2. Karakterisasi Mekanik Massa BatuanKarakteristik massa batuan ditentukan dari sifat deformabilitasnya. Deformabilitasdirepresentasikan oleh sebuah modulus yang menjelaskan hubungan antara bebandan deformasi yang dihasilkan. Padahal massa batuan tidak ber-deformasi secaraelastik sehingga pengunaan terminologi modulus deformation lebih cocok daripadamodulus Young atau elastik.
Komisi terminologi ISRM menerbitkan definsi sebagai berikut.
Modulus of deformation: the ratio of stress to corresponding strain duringloading of a rock mass including elastic and inelastic behavior;
Modulus of elasticity or Young's modulus: the ratio of stress to correspondingstrain below the proportionality limit of a material
Hasil uji laboratorium seringnya tidak dapat langsung diaplikasi untuk penggunaanperhitungan pada massa batuan dimana contoh batuan utuh diambil dan uji insitudilakukan. Maka sudah barang tentu diperlukan pengujian dimana kondisi yangberlaku pada massa batuan dapat dilakukan yaitu uji insitu. Uji massa batuanmemiliki keunggulan karena dilakukan pada lingkungan massa batuan dimanakonstruksi akan dilakukan.
Uji insitu skala besar untuk menentukan karateristik mekanik massa batuanmeliputi,
Uji beban (rock loading test / jacking test )
Uji kuat tekan (compression test )
Uji geser {shear test )
Uji triaksial
Goodman Jack
Radial Jacking test
Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam penentuan karakterisasi massabatuan antara lain meliputi; variasi cacat batuan, struktur petrografi / matriksbatuan, orientasi {dip direction dan dip), geometeri, formasi batuan, tingkatpelapukan / alterasi batuan, elastik, plastik, sifat rheologi batuan, isotropic dananisotropik batuan, arah dan besar beban yang bekerja pada batuan, tingkat tekanandan atau pelepasan tekanan batuan, fissure dan / rekahan halus karena peledakan,penggalian & pemboran pada batuan, faktor seismik dan tingkat tegangan padamassa batuan.
Secara ringkas jenis pengujian, parameter yang diperoleh aplikasi spesifik untukpenentuan karakterisasi massa batuan dapat dilihat pada Tabel 3.29. Sedangkanhasil uji dimkasud pada berbagai tempat dan oleh berbagai peneliti diberikan padaTabel 3.30.
Sifat Fisik dan Mekanik Batuan Utuh 179
Tabel 3.29. Ringkaan Jenis Uji Sifat Mekanik In-situ & Aplikasinya
Jenis Uji Parameter yang diperoleh Penggunaan
Uji beban batuan Rockloading Test / Jacking Test
Parameter deformasiParameter kekuatan
Kemantapan lubangbukaanKemantapan lereng
Uji kuat tekan Kuat tekan Desain pillar
Uji geser blokSelubung kekuatan batuanKohesi (C)Sudut gesek dalam (()))
Kemantapan lubangbukaanKemantapan lereng
Uji triaksial in-situ Modulus Deformasi (E)Kemantapan lubangbukaanKemantapan lereng
Goodman jack Modulus Deformasi (E)
Tabel 3.30. Penentuan Deformasi Modulus dari Berbagai Projek
Nama project &batuan Tipe uji in-situ
Jumlah Ein-situ (GPa) E,ab (GPa) Catatan
ujiSelang Rata Selang Rata
Oroville Dam (23)Plate bearing 5 8,3-12,4 10,4
Batuanuniform tapi
Massive relaxation 22 4,1-51,7 17,9 74,5-105 89 hasil uji Flatamphibolite 1961
Flat Jacks 30 9,7-113,5 51,8 jack sangatbervariasi
Plate bearingTunnel 6 1,8-52 6,9 Hasil uji
Tumut 2 (11) relaxation 3 11 plateGneiss/granite
1965 Flat jacks 6 34,5-83 57,541,5-86,1 59,1 Bearing
bervariasiPressurechamber
2 13,8-20,6 17,7 3Q:1
Poatina (43)Mudstone 1965 Flat jacks - 16,6-22,1 20,6 31-45 34,5
Dworsahk Dam Plate bearing 3,5-34,5 23,5 G = hasil(17,18) Massive Goodman Jack 24 11,6-18,6 14,5
51,7 aslinya olehgranite gneiss, Goodman Jack 14 16,5-36,4 23,6 Goodman
1966 Goodman Jack 42,8-74,5 53,5 (17)
Tehachapi Tunnel Plate bearing 3,5-5,5 4,8 s =(17,18) Fractured Goodman Jack 4 4,1-7,1 5,8
77,9 dikoreksidiorite gneiss, Goodman Jack 4 3,5-7,9 5,8 Heuze &
1967 Goodman Jack 15,9-26,9 22,5 Salem (18)
Crestmore Mine Plate bearing 12-18,7 1547,5
H = data(17,18)
Flat jacks2
12,4-20,5 12,4~ sama
Massive marble, dihitung
180 Made Astawa Ral, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena, Mekanika Batuan
Nama project &batuan Tipe uji in-situ
Jumlah Ein-situ (GPa) Etab (GPa) Catatan
ujiSelang Rata Selang Rata
1968 Goodman Jack 9,3-11,7 10,4 ulang
Goodman Jack 11,7-17 14 Hustrulid(24)
Goodman Jack 36,5-46,2 40,9
Turlough Hit! (42)Granite, 1969
Large flat jacks 4 9,6-40,2 29,2 8-20,2 15
Lake Delio (44)Gneiss, 1970
Plate bearingPressure
1220
7,5-20,49,7-26,2
9,518,2
15-32,4 28,5
1966 - 1973di Witbankbreyten
chamber coalfields
Plate bearing 8 19 S.A 44 uji in-Gordon Scheme Dilatometer 2 25 situ pada
(45) Quartize Tunnel 38-91 67 pilar BB -1971 relaxation 10 “ 25 kondisi
Flat jacks 16 28-96 58 tekan (7)
Churchill falls (46) Pm = 4 GPflMassive gneiss
1972Plate bearing 10 34,5-48,2 41,5 45-75 55 (2,9-5 GPa)
Plate bearing 3-7 Ecoal-lab =Waldeck II (47) Radial press ? 4,5-10
5-15 20 5,2 GPaGreywacke 1973 Tunnel (4,6-6.1
relaxation GPa)
Mica project (48) Plate bearing 12 27,6Quartzite gneiss Flat jacks 19 8,3-48,3 28,8 24,5-32 27
1974 Goodman jack 132 16,6
Channel Tunnel(41) Chalk, 1975 Plate bearing ? 2,03-3,41 2.4 0,44-0,91 0,7
LG-2 Project (49)Massive granite Plate bearing ? 38-60,9 50 80
1976
Dinorwic (40) Flat jacks8
-50 75-140 105 Uji flat jack
Slate 1977 RQD index - gagal
3.7.2.1. Uji Beban Batuan Rock Loading Test /Jacking Test
Modulus deformasi atau modulus elastisitas massa batuan di dalam sebuah lubangbukaan batuan disebut juga sebagai kemampu rubahan (deformability). Pengujianuntuk menentukan modulus deformasi ini disebut uji beban batuan ( rock loadingtest / jacking test) dilaksanakan didalam test adit (lihat Gambar 3.111). Test aditbiasanya ditentukan melalui pengujian beban dengan cara mendongkrak batuantersebut (Jacking test ). Dongkrak menekan atap dan lantai lubang bukaan ataudinding yang pada bagian kontaknya merupakan permukaan pelat yang rata. Hasildari uji ini adalah deformasi atap dan lantai atau dinding akibat pembebanan oleh
Sifat Fisik dan Mekanik Batuan Utuh 181
jack tersebut. Deformasi ini diukur dengan dial gauge dan extensometer padaberbagai kedalaman.Data hasil pengujian selanjutnya digunakan untuk menentukan modulus deformasiatau modulus elastisitas dengan persamaan berikut.
E = f l-uYv 2r J\
AFAd/d
\
/(3-37)
Ad = penambahan perpindahan ( increment of displacement )E = modulus deformasi/elastisitas v = Nisbah Poisson
AF = penambahan beban ( increment of load) r = jari-jari plat distribusi
© 91. Bearing Part2. Bearing Plate3. Spherical base4. Dial gauge5. Support column6. Joint7. Oil jack8. Pressure plate9. Facing10. Extensometer11. Rock surface12. Basic beam13. Basic beam support
.'-'v r
3
©1 6
14. Oil pressure hoses15. Pressure gauge16. Oil pump
J L J D L
] [
Gambar 3.111 Peralatan Uji beban batuan dengan 2 ekstensometer
182 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena, Mekanika Batuan
(a ) (b) (C)
77® VHR-©7^ T
(T) / \ „ ® j \ „ „©„ ©*/ \
b© t/ 1. Concrete pad
2. Hydraulic jack3. Flat jack4. Reference frame with dial gauge5. Bore hole extensometer6. Reaction column7. Steel plate
Gambar 3.112 Peralatan Uji beban batuan
Contoh hasil dari uji beban seperti terlihat pada Gambar 3.113 dan Gambar 3.114merupakan hubungan antara tegangan (applied stress) dan perpindahan(displacement). Uji beban dilakukan minimal 5 kali pembebanan atau sering dikenaljuga dengan istilah 5 siklus. Modulus deformasi massa batuan yang diberikan padaGambar 3.113 adalah 18,87 GPa. Gambar 3.114 memperlihatkan hasil uji bebanyang dilakukan untuk pekerjaan pembangkit tenaga air di Bhutan yang merupakanhubungan antara tegangan (applied stress -MPa) terhadap perpindahan(displacement - cm).
Gambar 3.115 merupakan hasil uji beban dengan menggunakan metode Jackingyang datanya diplotkan sebagai hubungan regangan dan kedalaman. Dari ujiJacking tersebut diperoleh berapa pembebanan yang dialami pada massa batuan dikedalaman tertentu.
Sifat Fisik dan Mekanik Batuan Utuh 183
9
aO-5crintnUJcnui
oUJ
Q_CL<
5 TH CYCLE/
//8 /
4 TH CYCLE // /
/ /
//
/63 RD CYCLE ' y
/ y/s
/
/ / /// /
/ s /4 //2 ND CYCLE/ y yy y/
S'",r1 ST
CYCLE y/
/ // //
V/, yyV/ /y A/ yv/y/
SO
E -- !8,87 GPG
160 200 240
DISPLACEMENT, w (mm x I0"3 )
Gambar 3.113 Kurva tegangan - perpindahan Uji beban batuan
4r f lCL
w 3LU
toaUJ 2ZJtxCL<
ti
1 i
ii
!
t
*1,5 ! 2L.2LS 2,5L: ^ ~ ‘yi
MEASURED DEFORMATION {an)
Gambar 3.114 Tipikal kurva tegangan vs. Deformasi pada uji deformabilitas massa batuan diTala Hydropower Project - Bhutan
184 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena, Mekanika Batuan
Location » JW - i
Loading pUte SMI© * Left110.80 %tW9 f. X 108 5H? 12 14« SOv «4 t-
0.2
0.4
0.0
***** jJCmt ' Cmv
II
i
t.o /I i
/1111M1 s1 1Oet>a-i
(m) f iI i
* tt 1
*i ii i n
2.0
*f4- ~ r
3 0
-Sirean curve ot eias&caty (Bheory)— — Strain curve, of defewmataon (theory)— — X- — p« 20 - 40 kgtcm= (Stepper* Loading)m pm JIO - SO kgS/can-*•— p *= 5-60 fcgi/csn3 {I*5 Repealed Loading)
• P » 5-60 kgffcm3 <4* Repealed ioadno)*Comtimtous Loadmg
4.0
Gambar 3.115. Kurva regangan -kedalaman Jacking test
Sedang pada Gambar 3.116 merupakan Gambar dari Uji Beban dengan Flat Jackdan Plate loading test terhadap batu pasir pada perancangan lubang bawah tanah.Informasi mengenai kualitas massa batuan yang terdiri dari batupasir berkekar,batupasir berlapis dan zone patahan di wilayah pengujian tersebut diberikan dalambentuk RMR dan Q-sistem. Dan hasilnya menunjukkan bahwa kualitas massabatuan dari baik ke sangat buruk dengan nilai RMR dan Q masing-masing tertinggiadalah 65-75 dan 12-39 dan terendah 10-33 dan 0,1-1,1.
Sifat Fisik dan Mekanik Batuan Utuh 185
Jenis batuanBatupasir berkekarBatupasir berlapisZona patahan
Jenis batuan
Batupasir
Siltstone
Perlapisan batupasir & siltstone
Batupasir berbutir kasar
RMR Q63 - 75 12 - 3956 - 60 7 - 1310- 33 0,1-1,1
UCS (MPa)
Selang Rerata
101-219 166
22-95 41
34-97 66
49-123 72
Kualitas Massa BatuanBaik
Sedang - baikSangat buruk - burk
Modulus Elastisitas (GPa)
Selang Rerata14,3-29,3 22,3
6,7-16,2 10,6
10,1-17,9 12,8
I IJenis Batuan
Modulus Deformasi - GPa
Flat Jack Plate Loading
Batupasir2,7-2,9 X
2,2-5,6/3.2-5,1 X2.3-5,0 /
Siltstone3,3-12,4 X5,7-14,8/
Perlapisan batupasir &siltstone
2,2 X10,9 /
2,8 X3,0 /
= Normal bidang perlapisan/= Paralel bidang perlapisan
Gambar 3.116 Perancangan lubang bukaan besar bawah tanah - suatu kasus di MingtanPekerjaan Lokasi Pompa di Taiwan (Cheng & Liu, 1993) dan Hoek & Moy, 1993)
3.7.2.2. Uji Deformabilitas dengan Goodman JackKarena pengujian insitu membutuhkan peralatan yang relatif besar dan waktupersiapan lama dan biaya yang tidak sedikit, maka sudah banyak para praktisitambang bawah tanah menggunakan pendekatan empirik hasil penyelidikanbeberapa peneliti sebelumnya untuk menentukan modulus deformasi dan moduluselastisitas massa batuan. Beberapa parameter yang diperlukan untuk menentukanmodulus elastistas massa batuan adalah modulus elastisitas hasil uji laboratorium,kuat tekan batuan utuh, Rock Mass Rating (RMR, Bieniawski, 1978), GeologicalStrength Index (GSI) dan faktor ketergangguan (Hoek, 2002 - D). Hasil rumusanempirik seperti yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti diberikan dalam Tabel3.31.
186 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena, Mekanika Batuan
Tabel 3.31. Penentuan modulus elastisitas massa batuan secara empirik
Penentuan Modulus Elastisitas Rumus Empirik
Em = 0,469 Elab Mohammad dkk, 1997
Em = 2 RMR - 100 [GPa] Bieniawski, 1978
Em = 10 {( RMR-IO)/40) Serafim & Pereira, 1983
Em = 0,05 RMR Stille, 1986
Em = 10 «RMR-30)/5O Mehrotra dkk, 1991_e (4,407 + 0,08 RMR) Lasarevic & Kovacevic, 1996
Em = 0,87 e°'0455RMR Berardi & Bellingeri, 1998
Em = (acj)0'510«GS|-10)/4°} Hoek & Brown, 1997
Em = {1-(D/2)} (acj/100)0'5 1o^GSI_1°)/40> Hoek dkk, 2002
Em = {1-(D/2)} io{(RMR-1°)/4°} Hoek dkk, 2002
Sementara itu Chappel (1984) menentukan modulus elastisitas massa batuanberdasarkan pembobotan RMR dan hasilnya dibnerikan dalam Tabel 3.32.
Tabel 3.32 Hubungan antara RMR vs modulus elastisitas massa batuan (Chappel, 1984)
RMR Em [GPa]
0 - 2 0 0,05 - 0,5
20 - 40 0,5 - 4,0
40 - 60 4 - 5
60 - 80 5 - 2 5
8 0 - 1 0 0 2 5 - 5 0
Selain menggunakan persamaan empirik, metode penentuan modulus elastisitasmassa batuan secara langsung di lapangan juga dapat dilakukan denganmenggunakan peralatan Goodman Jack. Penelitian penentuan modulus elastisitasdengan menggunakan Goodman Jack telah dilaksanakan oleh group peneliti dariLaboratorium Geomekanika dan Peralatan Tambang, Prodi Teknik Pertambangan1TB. Alat ini merupakan sumbangan dari Kyushu University (lihat Gambar 3.117)
Sifat Fisik dan Mekanik Batuan Utuh 187
213mm*© ti 1 82mm
70mm I1-* *410mm 305mm
1.LVDT cable2.Hydraulic hose for loading3.Hydraulic hose for unloading4. Piston5. Bearing plate
1
m i$*7.0cm
341 cm
4v
~4~>
30.5 cm
0
7.3 cm
Ui60c2P
5
A-B Section
Remade ;
1. Electric cableconnection2. Hydraulic line connection
loading3. Hydraulic line connection,
unloading4. Hydraulic presses5. Steel Load platen (20 = 60°)
Gambar 3.117. Goodman Jack
Pengukuran modulus massa batuan dengan Goodman Jack dilakukan di wilayahsloping yang dipengaruhi oleh Cross-Cut di Tambang Emas Bawah Tanah Pongkor(lihat Gambar 3.118). Sedangkan lokasi detil pengukuran modulus elastisitas ditambang emas bawah tanah berada di Vein Ciurug yang ditunjukkan oleh Gambar3.119 hingga Gambar 3.122. Gambar 3.123 menunjukkan lokasi pengukurandimana Goodman Jack ditempatkan pada cross cut 6A dan slope.
188 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena, Mekanika Batuan
SlfUt * » *} J-s *“ V
SI1
OPE
: - j
/TpHlljPPItBqflfc'
t'Nftv \*>,.. N * T
PAci
iSOUTH
CHINA SEA *A.i§*sr g®|F
,.lC*LAy3R \ 4
FIC OcEAN
'"„'^3f|
IAN°c
,PHiAVA SEA
wmVrl
sflgji/ \
<?
*®%r
EAN.^r
a
i ’ AUSTRALIAfGambar 3.118. Lokasi Tambang Emas BawahTanah - Pongkor
-*“ pr-*Jj,
*vt
«’ >* *AS1 -/-S' .M UTIAa’11 -* ftv
* ; lii* V\c** •:.<•••'•• ;;-(7t >
fc©-55<-
V -0 _/\ t .9°<* rz£ •-
£>YES AKEA y/• -
/>-Lokasi XC 6ACentral &
c~~spPS:
S2rc r:;xS-Y-IP / ./
.//
Gambar 3.119 Sketsa Stasion Penelitian
S/Taf F/s/Zc dan Mekanik Batuan Utuh 189
A
''
3 m
gf§§§ gyl ©A
iiitiiliinidllllV'll'1
Tanp@ @kala
C=r7- "rn**W s-l
es m. m s« J4», *6 . j& « ®sj«?i «« «a— — . . M» -M *s»— INK . . . MM MS . m
A - B
Vein\
gF0§§ 6Ut §A\ \\Ramp up
gf§§§ gy{ IA
Footwall
V,m m
m»•>*wm m•#iitwe mm . m *m
mHangingwall5®
* wEmm :«*53»«* ®53
-5%%
i'
8/ t$y , w M
,9"«M
s*"a.->* im
iiil f t
f . .'Vl
Gambar 3.120 Pengukuran Em Dengan Goodman Jack di Tambang Emas Pongkor
Pada Gambar 3.120 mcmpcrlihat bagaimana intrumentasi pengukuran denganGoodman Jack yang diawali dengan pengukuran ekstensometer untuk mengetahuiperpindahan yang teijadi di dalam massa batuan. Selanjutnya dilakukan pengukurandengan Goodman Jack.Sedang Gambar 3.122 memperlihatkan sketsa penempatan Goodman Jack pada didinding lubang bukaan untuk mengukuran modulus elastisitas massa batuan, yangjuga dikombinasikan dengan pengukuran perpindahan di permukaan dinding lubangterowongan dengan menggunakan convergenmeter.Pemilihan lokasi Cross-Cut 6A Ciurug, Level 570 ini berdasarkan atas pertimbanganadanya stope aktif dibawah lokasi pengujian. Stope bergerak maju kearah lokasipengujian, tiga lubang digunakan untuk pengujian pada lubang bukaan denganposisi: sebelah sisi kiri dinding lubang bukaan, sebelah sisi kanan dinding lubangbukaan dan disbelah depan atau muka lubang bukaan. Pengujian dilakukan di setiaplubang dengan melakukan pengukuran sebanyak delapan kali dengan posisikedalaman berbeda dari collar pada setiap lubang di setiap kedalaman pengukurandilakukan pada empat arah. Ilustrasi pengujian dengan Goodman Jack pada lubangbukaan dapat dilihat pada Gambar 3.123 dan 3.124.
190 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena,Mekanika Batuan
-
n
Is
m mm ==
wmm Him ssiiHS-i-u=~z
Si
s::M m
Lifmmasmm PS*
Gambar 3.121 Instrumentasi Pengukuran dengan Goodman Jack
BIPAN
ik§teR§©
ik§t§R§0
m\©0dm§R J§§k
Vein
Feot Wall
mmIk§t§R§§ =
© @@dm§R da§k
©@gm§R JaekHanging Wall
Vein
Pand. Atas
ik§ten§@ Foot Wall
KANAN@©&fl©R Ji§k
' K0RV@fg@R
Ik§i'iW§©'
Foot Wall \ Vein
AfAi\
ik§t@R§e
Hanging Wall
*'/
/1 ^Pand.Depan
K©nv@r|§R
ik§ten§@=©ee^man Jaek
\\
\Pand. Samping
\*.
\ ik§teR§@ =\ Q@9^m§R Jaek
BIPAN
Gambar 3.122 Pengukuran Em Dengan Goodman Jack di Tambang Emas Pongkor
Sifat Fisik dan Mekanik Batuan Utuh 191
Footwall
Hangingwall
A
CROSS CUT5 A * V®A,C \
RAMP UP
CROSS CUT SA
llllillilMiglil 52
iIt;- -Is mmmmmmm
Section A-BA = Right boreholeB = Front boreholeC = Left borehole
= Stoping directionNo Scale
Gambar 3.123. Penampang lokasi pengukuran modulus elastitas insitu
Titik-titik kedalaman pengujian Goodman Jack pada setiap lubang bor dari collaradalah sebagai berikut.Binding kiri {strike/dip lubang bor : N338°E/0°): 0,5 m; 2 m; 3 m; 3,7 m; 4,7 m;5 m; 6 m; dan 6,5 m.
Binding kanan { strike/dip lubang bor : N159°E/0°): 1 m; 1,4 m; 3,5 m; 4 m; 5 m;5,5 m; 6 m; dan 6,9 m.
Binding depan {strike/dip lubang bor : N67°E/0°): 0,75 m; 2 m; 3,1 m; 3,9 m; 4,3m; 5,5 m; 6 m; dan 6,5 m.
Sedangkan posisi penekanan piston dan sepatu Goodman Jack di setiap lubang adaempat seperti ditunjukkan pada Gambar 3.124.
192 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena, Mekanika Batuan
==-
•J
mftS #f
m:= ilnI
Keterangan:A = Posisi 1 (arahjam 12)B = Posisi 2 (arahjam 3)C = Posisi 3 (arah jam 6)D = Posisi 4 (arahjam 9)
Gambar 3.124 Posisi Goodman Jack pada pengukuran
Modulus elastisitas massa batuan dengan peralatan Goodman Jack dihitung dcnganpersamaan (3.38).
E = AQAud /d
K(u, p) (3.38)
E : Modulus deformasi (MPa)
AQ : kenaikan tekanan (MPa)
Aud : petpindahan diametral rata-rata (mm)
v & p: Nisbah Poisson & Sudut piston
d : diameter lubang (mm)
Contoh data yang diperoleh dari pengujian Goodman Jack diberikan dalam tabelberikut.
p/v 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30 0,35 0,40 0,45 0,50
25° 1 ,154 1,143 1 ,127 1,105 1 ,078 0,045 1 ,007 0,963 0,914oOCO 1 ,127 1 ,217 1,201 1,179 1,152 1 ,119 1,080 1,035 0,985
35° 1,271 1,262 1,247 1 ,226 1 ,200 1,168 1,129 1,086 1,036
40° 1,290 1,282 1,269 1 ,250 1 ,225 1,195 1,159 1,117 1,069
45° 1 ,288 1,282 1 ,271 1 ,254 1,232 1 ,204 1,170 1,131 1,087oOLO 1 ,270 1,266 1,257 1 ,243 1,224 1,199 1,169 1,133 1,092
55° • 1 ,240 1,238. 1 ,232 1,221 1,204 1,183 1,156 1,125 1,088
Sifat Fisik dan Mekanik Batuan Utuh 193
Hasil pengukuran dengan Goodman Jack kemudian dihitung untuk menentukannilai Em dari setiap posisi di lubang bukaan dan pada dua jenis massa batuan (tufabreksi dan bijih Au-Ag). Hasil selengkapnya diberikan pada Tabel berikut.
Tabel 3.33. Data hasil pengujian Goodman Jack pada massa batuan tufa breksi
No. Em(GPa) No. Em
(GPa) No. Em(GPa) No. Em
(GPa) No. Em(GPa) No. Em
(GPa)1 7,34 23 6,50 45 6,94 67 5,48 89 4,19 111 7,562 5,20 24 6,75 46 7,73 68 4,97 90 3,57 112 8,943 5,20 25 5,15 47 7,86 69 3,09 91 4,11 113 6,954 6,85 26 7,44 48 7,22 70 5,29 92 3,82 114 6,565 4,11 27 7,11 49 6,57 71 6,14 93 3,12 115 7,616 5,34 28 6,25 50 7,76 72 4,35 94 4,70 116 7,837 4,47 29 6,34 51 8,19 73 3,27 95 5,46 117 5,658 7,60 30 6,52 52 5,92 74 6,47 96 4,21 118 8,379 5,46 31 6,90 53 7,78 75 4,18 97 6,40 119 7,9910 6,59 32 6,76 54 7,26 76 3,79 98 6,19 120 8,8211 5,55 33 7,85 55 ' 7,69 77 2,85 99 8,77 121 7,2712 4,47 34 8,03 56 7,53 78 4,96 100 7,37 122 6,63
13 4,11 35 7,92 57 8,16 79 6,47 101 7,78 123 9,5014 6,20 36 6,82 58 7,86 80 4,61 102 8,18 124 7,8515 5,29 37 6,76 59 7,71 81 4,26 103 8,41 125 7,0716 5,57 38 7,89 60 6,66 82 5,32 104 9,43 126 8,3417 7,56 39 6,67 61 6,39 83 4,33 105 6,.01 127 8,1518 6,75 40 6,90 62 7,83 84 3,90 106 7,20 128 7,4619 ' 6,75 41 6,72 63 7,60 85 2,93 107 8,5320 5,36 42 8,00 64 7,69 86 3,99 108 7,39
21 6,10 43 7,18 65 6,08 87 5,67 109 8,20
22 7,40 44 6,43 66 7,97 88 4,47 110 8,17Rata-Rata 6,45
Standar Deviasi 1,55Koefisien Varian 0,24
194 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena, Mekanika Batuan
Tabel 3.34. Data hasil pengujian Goodman Jack pada massa batuan Au-Ag ore
No. Em (GPa) No. Em (GPa) No. Em (GPa) No. Em (GPa) No. Em (GPa)
1 6,73 13 5,79 25 6,83 37 6,60 49 7,90
2 6,45 14 6,68 26 4,05 38 6,98 50 9,99
3 5,15 15 5,39 27 4,97 39 6,67 51 9,52
4 6,42 16 4,42 28 7,51 40 9,22 52 8,83
5 6,04 17 6,67 29 6,67 41 8,99 53 9,94
6 5,10 18 5,47 30 5,99 42 9,57 54 7,69
7 6,02 19 6,58 31 6,19 43 8,94 55 9,14
8 6,74 20 6,71 32 7,34 44 6,93 56 9,46
9 6,87 21 5,17 33 6,75 45 8,51 57 7,92
10 5,30 22 5,31 34 5,47 46 8,73 58 10,69
11 4,46 23 5,49 35 5,29 47 9,16
12 5,80 24 6,98 36 6,45 48 8,58Rata-Rata 6,96
Standar Deviasi 1,62Kqefisien Varian 0,23
Tabel 3.35. Ringkasan nilai Modulus deformasi
Uji ke Lubang borModulus Deformasi (Em), GPa
Slice 3
Posisi 1 Posisi 2 Posisi 3 Posisi 4 Rata2
1
Kanan (FW) 5,42 4,57 4,36 4,15 4,62Kiri (FW) 5,77 5,40 6,65 6,56 6,09Depan (Vein) 6,16 6,01 5,62 5,97 5,94
Depan (HW) 6,53 6,10 6,29 5,91 6,21
2
Kanan (FW) 7,82 7,75 7,47 7,78 7,71Kiri (FW) 7,35 7,26 7,34 7,49 7,36Depan (Vein) 5,96 5,80 6,56 6,16 6,12
Depan (HW) 6,99 6,56 7,47 7,42 7,11
3
Kanan (FW) - - - - -Kiri (FW) - - - - -Depan (Vein) 8,68 8,38 9,24 8,98 8,82
Depan (HW) 7,85 7,60 8,36 9,27 8,27
Rata-rata
Kanan (FW = Foot wall ) 6,17Kiri (FW = Foot wall) 6,73
Depan (Vein) 6,96Depan (HW = Hanging wall ) 7,20
Sifat Fisik dan Mekanik Batuan Utuh 195
Pada pengukuran ini dilakukan setiap penggalian yang dikenal dengan isitilah slice.Pada pengukuran ini dilakukan pada penggalian kedua (2) dan penggalian ketiga(3). Hasil pengukuran modulus elastisitas Em pengukuran insitu dengan GoodmanJack menunjukkan adanya perbedaan antara Em2 dan Em3.
Terukur Em (GPa)Massa Batuan
Em2 Em3
Andesitic breccia 5,58 6,67
Au-Agore 5,28 6,96
Hasil pengujian untuk batuan utuh pada batuan andesit breksi dan bijih Au-Agmemperlihatkan hasil modulus elastisitas yang relatif lebih besar yaitu 14,46 GPauntuk batuan andesit breksi dan 13,72 GPa untuk bijih Au-Ag (Mohammad, dkk,1997) dan temyata umumnya sesuai dengan temuan Mohammad, dkk. (1997).
Massa Batuan UCS (MPa) Eiab (GPa)
Andesitic breccia 63,36 14,46
Au-Agore 57,83 13,72
Sedang untuk perhitungan Modulus Elastistas dengan menggunakan parameterRMR dan GSI pada batuan yang sama diberikan pada Tabel 3.36 berikut.
Tabel 3.36. Perhitungan Modulus deformasi dengan berbagai persamaan empirik
Persamaan Perkiraan Em [GPa]Andesit breksi Bijih Au-Ag
RMR 52 53Bieniawski (1978) 4,5 5,78
Serafim & Pereira (1983) 11,38 11,81Chappel (1984) 4,61 4,64
Mehrotra, et al. (1991) 2,78 2,86Lasarevic & Kovacevic (1996) 5,36 5,64
Berardi & Bellingeri (1998) 9,37 9,65
Hoek & Brown (1997) 9,06 8,98
Hoek, et al. (2002) 5,89 5,84
196 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena, Mekanika Batuan
Menurut data yang diberikan pada tabel tersebut, hasilnya cukup berdekatan denganyang diperkirakan dengan persamaannya Lasarevic & Kovacevic (1996) dan Hoekdkk (2002). Namun demikian perlu dicatat bahwa berdasarkan analisa dan observasidari hasil pengukuran tersebut dijumpai beberapa faktor yang dianggap sangatmempengaruhi pengukuran, yaitu
Aktivitas stoping sangat mempengaruhi hasil pengukuran pada lubang bukaandibawahnya.Kenaikan nilai Em yang terukur 20-30% dibandingkan terhadap hasil penelitiansebelumnya.
Semakin besar stope maka semakin tinggi tegangan dan semakin tinggi tekananyang diperlukan untuk memperbesar lubang bor. Selain itu gradient kurva yangdipakai untuk menentukan Em tekanan perpindahan semakin curam, makagradient semakin tinggi EmPengamatan menunjukkan bahwa aktivitas stoping mempengaruhi hasilpengukuran.
Modulus deformasi massa batuan menaik dengan semakin besamya aktivitasstope dibawahnya
Gambar 3.125 memperlihatkan hasil pengukuran dengan Ekstensometer Dataterhadap fungsi waktu pada dinding kiri dan kanan. Perubahan perpindahan didinding kiri semakin lama menunjukkan semakin besar, sedang pada dinding kananmenunjukkan kecenderungan perpindahan yang terjadi semakin mengecil. Kondisiini jelas karena dipengaruhi oleh aktifitas penggalian pada stope dan lainnya.
Indikasi adanya peningkatan tegangan dengan semakin dekatnya jarak stope, selaindidapatkan dari hasil pengukuran modulus deformasi juga dapat dilihat dari hasilpengukuran dengan ekstensometer dan konvergenmeter (lihat Gambar 3.125 dan3.126). Jarak stope semakin dekat akan menghasilkan kondisi tegangan di stationpengukuran semakin besar, sehingga untuk menghasilkan perpindahan yang samadibutuhkan tekanan dari Goodman Jack yang semakin besar.
Sifat Fisik dan Mekanik Batuan Utuh 197
?
3.503,00
1.50
I2 50
5 2.00£-a11'°°“ 0,50
0,00
Grafik Botensometor T 4-1, Station 3 Slice 3(Perplndahan Vs Waktu), Dindlng Kanarij ||||
illHi
Jara* slbpo : 0 m
i0 200 400
Garis kecenderungan
Paedakan di slope
600 800
Waktu (jam)
1000 1200 1600
Lubang Kanan
XC 6A
T1 T4
HtttGrafik Brstensomater T 4-1, Station 3 Slice
I 11|P^r,Jln aJ V“ JaJat< Bndljig Kapari
Pel^akan dt^pe ,30 ,20 _10
Jarak slope (m))
MS? r59
9
P59
e- we950
...J.. Garis k arungan900
0 10 30
SlopeV
Cross cut
30 20 10 0 -10 -20 -30 -40 -50
Arah Stoping
Grafik Botensomete(Perplndahan Va
rT 4-1, Station 3 Slice 3Waktu), Dfnding Kiri
200 4^ ft 600' 1 i
800 1000 1200 400 16(30
|1 -1'50 • K N\ V I f U. , J I
ii t rrtt mtm , !Jarak stope : 0 n*->| | 111f *
— G a n s kecenderungan
| Peledakandi slope Waktu (Jam)
Lubang Kiri
T4 T1
XC 6A
Grafik Ekstensometer T 4-1, Station 3 Slice 3(Perplndahan Vs Jarak Slope), Dindlng Nri
I%%
-20 -1050 -40 10 20 30 40 5D
i s - VI ; i mi nn n i t n
Garis kecenderungan
t Peledaksr dl slope
-2-5 — ?- -V-ILOLLLJarak stope (m)
Stop©
V
Cross cut
30 20 10 0 -10 -20 -30 -40 -50
4 Arah Stoping
Gambar 3.125. Data hasil pengukuran dengan ekstensometer
198 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena, Mekanika Batuan
Grafik Konvergenmeter,Station 3 slice
' Vaktu)»#+440»’tation 3 slice 0 I I I I,Kiri - Kanan
0,30E
r-fS 0,25 ><5« 0,20
n 0,15
I 0,10c
f °’05Q‘._ Q,DD-
Jarak stope : 0 m
ljans KBcenuerunuan
. . ,200 .. , 400 600 800 1000 1200 1400r«6u3KSlT ul SIOD&-0,05
Waktu (jam)
.....Grafik Konvergenmeter, Station 3 slice 3
(Perpindahan Vs Jarak stope), Kiri - Kanan9-40.
f13a
ssXI.E&a! -e
111 111 111
n
i9
0,50 V0T25/ 0
*5&T400.05OOG
2030 20 10— Garis kecenderungan
| Peledakan di stope
-005--0r10
Jarak stope (m)
Kiri Kanan
StopeV dTCross cut
30 20 10 0 -10 -20 -30 -40 -50
4 Arah Stoping
Gambar 3.126. Data hasil pengukuran dengan konvergenmeter
Berdasarkan perhitungan dari hasil pemantauan ekstensomeneter dankonvergenmeter, maka nilai modulus deformasi menjadi meningkat seperti terlihatpada Gambar 3.127.
Modulus deformasi Vs Jarak stope
109
CL 8Sr 7tti
gj 62 50)Q 4to2. 33
I 2S 1
0-50 -40 -30 -20 -10 0 10
Jarak stope (m)
-—— — Dinding kanan (FW)
— — Dinding kiri (FW)
— *— Dinding depan (Vein)
— — Dinding depan (HW)
—
Gambar 3.127 Hasil pengukuran Jarak Stope VS. Modulus Deformasi (MPa)
Sifat Fisik dan Mekanik Batuan Utuh 199
Hal ini membuktikan bahwa seperti yang dikemukakan oleh Palmstrom & Singh(2001) bahwa dari beberapa penyelidikan didapatkan bahwa nilai modulusdeformasi insitu tidak konstan, tetapi tergantung pada kondisi tegangan dan secaraumum nilainya akan lebih besar pada massa batuan yang mengalami tegangan lebihbesar.
3.7.2.3. Uji Geser InsituUji geser blok dilakukan untuk mendapatkan nilai kuat geser (shear strength) danparameter deformasi di daerah geser (shear zone) atau pada massa batuan yangbanyak mengandung bidang diskontinuitas.Pengujian Geser Insitu pengujian dapat dilakukan di insitu seperti pada Gambar3.128 dan Gambar 3.129. Perbedaaannya, pada Gambar 3.128 dilakukan dengan testadit, dan Gambar 3.129 dilakukan langsung di lereng. Pada pengujian yangdilakukan di test adit beban normalnya diperoleh dengan penekanan pada atap,sedang yang pada lereng pembebanan normal dilakukan dengan menambah bebanmaterial diatas material yang akan diuji ( lihat 3.5.4.2.9 untuk uji geser insitupermukaan).
Uji geser insitu bawah tanah harus dilakukan pada daerah yang struktumyamerupakan bagian dari konstruksi bawah tanah yang akan dibuat. Bagian batuanyang akan diuji harus sebesar mungkin & ukurannya tidak kurang dari 40 x 40cm dengan tinggi 20 cm. Bila ukurannya lebih besar dari 40 x 40cm, makaperbandingan panjang, lebar, dan tinggi biasanya 2 : 2 : 1. Kadang-kadanglandasannya merupakan blok yang ukurannya 0,70 m x 0,70m, bahkan dapat juga1,0 x 1,0 m.
3
5 L.
© / ® Vo 10
9
a= 15-%Gambar 3.128. Alat uji geser Insitu
1. Bearing part2. Bearing plate3. Spherical base4. Support column5. Oil jack6. Pressure plate7. Roller8. Specimen9. Dial gauge10. Fixed beam11. Oil pressure pump12. Pressure gauge
1 2
11
200 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena,Mekanika Batuan
Uji geser insitu di permukaan lereng yang ditunjukkan pada Gambar 3.129dilakukan oleh Baczynski (1989). Penelitian ini dilakukan di Leigh Creek Coalfield,Australian Selatan untuk menentukan kekuatan dan karakteristik bidang perlapisan’’weak seam” . Blok batuan yang dilakukan pergeseran mempunyai ukuran 14 m x11 m x 1,8 m dengan luar geser sebesar 150 m2, berat blok 510 ton, dan uji keduadilakukan pada blok contoh 21 mx 1 3 m x 2 m dengan luas permukaan geser 270m2. Dengan kemiringan bidang perlapisan mempunyai sebesar 10° hingga 20°.
Pada gambar 3.130 memperlihatkan peralatan hidrolik dan skematik percobaanyang dilakukan langsung di lapangan. Pembuatan blok batuan tersebut dibantudengan bulldozer D9 dengan lebar paritan yang mengelilinginya beukuran lebar 5mhingga 7 m dengan kedalaman 2m hingga 3m. Selanjutnya salahsatu sisi blok diberipenahan beton dengan ukuran 9m x 2m x 2m yang ditempatkan dari dinding blokcontoh dan dinding massa batuan. Untuk beban normalnya diberikan tumpukanmaterial (lihat Gambar 3.129).
ipSr 1
3**'
ii
M
"Ta tr
* ,mu
%•
Mjj
:: .Jfi
fr */ J %iHs
r -
Figure 2 : Jaekma amugfium
&£X» \
mi mI Irr
Pl& h
'sr*
J •irr'!.?! . V »r i.-,'Sfl*1
serr;oh
Figure 5 : Sthetuatic br«x« of vecoiui ilifar t&x
*V
£s Ii s i i i i l i i i L H i ill i111III j
=r
Imix mrj-::^ — - Si
Si
iil
mmm===m -P-• a*Pi Snsmmin . L-#
:Mr “ mmmmGambar 3.129, Pengujian Geser Langsung Insitu pada Lereng (Baczynski, 1989)
Sifat Fisik dan Mekanik Batuan Utuh 201
Tabel 3.37 memberikan parameter hasil uji kuat geser efektif laboratorium yangsebelumnya telah dilakukan dan hasil analisa balik contoh batuan M12 dan M13pada lereng low wall dan contoh batuannya diperoleh dari dua uji insitu skala besardan contoh batuan utuh yang diambil dari bongkahan (grab sampling) pada tempatyang sama.Table 3.37. Parameter tegangan efektif untuk bidang perlapisan “Weak Seams”
Parametertegangan efektif
Tipe data
Uji laboratoriumcontoh inti
(interpretasi)
Analisa BalikM12 & M13Longsor (*)
Ujilaboratorium
contohbongkah
Uji insitu(2x)
Sudut gesekdalam puncak 23° to 27° 20 - 24 (22°) 23° 22.6°Kohesi puncak
(kPa)0 kPa 0 kPa 11 kPa 10 kPa
Sudut gesekdalam sisa (°) 12 - 21, (15°) 15 - 16° 15° 14.0°Kohesi sisa
(kPa)7 - 45 (20) kPa 0 kPa 7 kPa 10 kPa
(*) Parameter perancangan yang diambil adalah 19° untuk sudut gesek dalam puncak dan 16° untuk sudut geseksisa,dengan kohesi nol
Gambar 3.130 menunjukkan bahwa hasil uji in-situ untuk nilai kohesi puncak dansisa hampir sama dengan hasil uji contoh batuan utuh di laboratorium yang diambildari bongkahan di permukaan (grab sampling). Tetapi hasil ini sangat berbedadengan hasil uji geser berdasarkan contoh batuan utuh yang diambil dari bor inti.Hal ini diakibatkan adanya kerusakan pada saat pengambilan contoh dengan bor intiakibat adanya pengaruh dari butiran halus saat pemboran, dengan demikian lapisantipis ’’weak seam” tidak bisa terwakili.
202 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena, Mekanika Batuan
200PEAK SHEAR STRENOTH- LAROE SCALE TEST SITE
illi
NORMAL STRESS (*Po1
0 tOO 200 400
ZVQ
too
0
RESIDUAL SHEAR STRENGTH •LAROE SCALE TEST SITE4
£y
w 0I*0
‘££ 4s >4*:if
P
T0
T*too
7
NORMAL STRESS (M>«lr -^y*
200 KW 400
Gambar 3.130. Hasil geser Insitu pada Lereng (Baczynski, 1989)
Keterangan:
o Drill Core samples - Large Scale Test SiteA hand Excavated Samples - Large Scale Test Site
Large Scale Field Tests• Drill Core Samples - other test sites
Salah satu altematif untuk mendapatkan data kohesi dan sudut gesek dalam massabatuan adalah dengan pengujian geser langsung skala besar (Gambar 3.131). Alatuji ini dikembangkan dan dilakukan di Laboratorium Geomekanikan & PeralatanTambang, ITB.
Sifat Fisik dan Mekanik Batuan Utuh 203
P- ; W..SAJI - - 4IM
~ v.- ~:V
mI mU5
m.
::::— ;
7£
.^a Ha
Gambar 3.131. Peralatan Uji Geser Skala Besar
3.7.2.4. Uji Triaksial In-Situ
Uji triaksial in-situ (Gambar 3.132) dilakukan pada suatu blok untuk mendapatkankarakteristik deformasi & kekuatan batuan pada kondisi pembebanan triaksial danjuga nilai kuat geser { shear strength) dan parameter deformasi di daerah geser(shear zone) atau pada massa batuan yang banyak mengandung bidangdiskontinuitas.
Pengujian ini biasanya dilakukan di dalam lubang bukaan bawah tanah dan kontakpermukaan lantai, atap dan dinding yang akan dikenakan beban berukuran sekitar1,0 m x 1,0 m.
Beban vertikal dilakukan oleh dongkrak hidrolik, beban horisontal oleh flat jack.Dudukan flat jack dibuat dengan cara menggali bagian lantai. Ruang antara flatjack dengan dinding batuan yang akan ditekan diisi oleh semen.
Pengukuran deformasi dibantu oleh tiga buah bore hole extensometer sepanjangmasing-masing + 1,0 m dan electric displacement transducer untuk mengukurperpindahan (displacement) vertikal. Sedangkan untuk arah horisontalnya,perpindahan diukur dengan deflectometer dan electric displacement transducer atauLinear Variable Differential Transducer (LVDT).Pada sebuah terowongan dilakukan uji triaksial in-situ. Pembebanan maksimum kearah vertikal adalah 0.6 MPa dan ke arah horisontal sampai mencapai 0.8 MPa.Kadang-kadang tekanan ke arah horisontal sampai mencapai 2 MPa.
Ev adalah modulus untuk pembebanan statik yang menaik dan EA adalah modulusuntuk pembebanan statik yang menurun.
204 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena, Mekanika Batuan
t ^ ^ j _ j \ _,i i r O I 1--» < — 1— •— »— i- <..j
i
(f) T”p f -'J'i'i I*i.o.(i) SU]4>- >I 1 ivO U'lin
0 Sph^iicci seating!.;
0 Hydj:oulic Jacks ( 3!
0 l-;xs «»sonjcf:ftir -*i < Vcrci. t.-alD t sp1-J c.’«riv,.- aL, .55
<e) Stiff Ui».A Plate( j) D«* 1!*?ct < >roe te r
0 iWlectomrter Borehole
0 TCKt S D0Cl3»*n(&i t;xu*»?«Offie r Bochol*J
(V) 0 Grout of Plot Jack :51its
^ 0 Flat Jocks
O
*I
l:2
JL~~
“7
>
©
0\
\1
/JQ
rTDac c
1LA r4)
©C HD !"n./
in<
yxwffiZ?.p fF^Siry^T-T-Ti? * ’^',1^•:J:*
5 vly ix
WAW 1$“"
/ / / / An I / / «i • - 1
Y///s£//x/\i 4
4u7:•
e /
^ /
'////?¥/""V —y y .J-
©/ xr'X : y/v>r;y yyy .r,i.'jyl / £~ £ -7~ N.
©*.fc ^
Gambar 3.132. Uji Triaksial Insitu
Tabe! 3.38 Hash uji Triaxial In-situ
SiklusNo.
interval TeganganVertikal - MPa
Intervalperpindahan
mm
EV ModulusMPa
EA ModulusMPa
1 0,05 - 0,30 0,00 - 0,22 1130
0,30 - 0,05 0,22 - 0,07 1600
2 0,05 - 0,10 0,07 - 0,31 1450
0,40 - 0,005 o co —V1o § 1400
3 0,05 - 0,40 0,06 - 0,30 1450
40,0 - 0,05 0,30 - 0,06 1450
Sifat Fisik dan Mekanik Batuan Utuh 205
SiklusNo.
Interval TeganganVertikal - MPa
Intervalperpindahan
mm
EV ModulusMPa
EA ModulusMPa
4 0,05 - 0,40 0,06 - 0,27 1660
0,40 - 0,05 0,27 - 0,04 15205 0,05 - 0,60 0,04 - 0,64 1440
0,60,0 - 0,05 0,64 - 0,24 13706 0,05 - 0,60 0,24 - 0,72 1440
0,60 - 0,05 0,72 - 0,34 1440
7 0,05 - 0,60 0,34 - 0,68 1610
0,60 - 0,05 0,68 - 0,52 (3750)
si=
ffexsWe proCf
mayne&citftrsncearK3KM
<a^al readout prot*he*S magiKliC strata anchot ptauic tjutOn lube
Ekstensometer
•::-
i=iI£
tHm**»tm yfjs
avtmrqi *tK ar.
**&*&•.:vnaet
Owt* f‘HOt
Konvergenmeter
*•"
*
1==
HH2= =
Borehole camera Goodman’s jack
Gambar 3.133. Peralatan Pengukuran Deformasi Massa Batuan
Peralatan pengukuran perpindahan masa batuan adalah extensometerkonvergenmeter yang dilengkapi dengan borehole camera. Selain itu dapat jugadigunakan Goodman’s jack (Gambar 3.133). Adapun jenis ekstensometer dapatdilihat dalam Tabel 3.39.
206 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena,Mekanika Batuan
Tabel 3.39. Jenis Ekstensometer
Tipe Nama Alat ukur Anker Titikrujukan Selang
Akurasipembacaan
(mm)
SingleRef
.
PointRB (free
relaxation) DG LVDT Expanding bolt 1 Dependenton DG type 0.1 to 0.01
RB (restrainedrelaxation) DG LVDT Expanding bolt 1 Dependent
on DG type 0.1 to 0.01
Multi-ReferencePoint
Wireline
IOmeterHollow
expanding bolt
DG Hollowexpanding bolt 4 150 0.1
SGcantilever
Spring-loadedwedge type 8 23 0.01
Ext
Graduatedsteel tape
Star shell roofbolt 5 Unlimited 0.5
pmeter 5 Unlimited 0.03
Vibrationwire SG Wedge type 8 Limited 0.01
E-H Ext Potentiometric TR Hydraulic anchor Limited by
Hydraulic 230 0.5
Red Swich ExtGraduatedsteel tape
pmeter
Ring magnetson tube holder Unlimited Unlimited 1
Hollow tubeExt LVDT Pre-formed steel
strips 4 50 0.01
Radiation Ext FilmRadioavtivesources onspring clips
Limited Unlimited 1.9
Magneticcantilever Ext
SGcantilever
Magnets onspring clips Unlimited Unlimited 0.7
Sonic Ext Sonic pulses Magnets onspring clips 21 Limited -
Extensofor Solenoidinductance
Hydraulic onspring clips Limited 120 0.01
Magnetic rod Magneticsensing
Magnets onspring clips Unlimited Unlimited 0.15
DG = dial gauge; SG = strain gauge; Ext = extensometer; TR = transducer; RB = rock bolt
Beberapa jenis ekstensometer seperti digambarkan pada Gambar 3.134 sampaidengan Gambar 3.137.
Sifat Fisik dan Mekanik Batuan Utuh 207
Single PositionExtensometer
D«op anchor ^Coupling ^Collar anchor
2 to 100 fB+t
Double Position Extensometer
3 to 50 feat 2 to 30 foot
C<*M* 8 inchPANCHOR MI0l£ ANCHOR *****Triple Position Extensometer
Gambar 3.134 Sonic Probe System Extensometer
Sistem yang dikembangkan untuk pemantauan perpindahan masa batuan (single ormultiple position extensometer). Setiap angker dihubungkan oleh batang besi (rod).Pada angker terluar, rod terakhir dihubungkan dengan tabung angker yangdilengkapi dengan magnet, pergeseran yang terjadi antara magnet akan dibaca olehread out unit.
Peep Janchor
Middleanchor .1
Probe end
Atumuniumtube
Magnet rod(color rod)
Collaranchor
MS probe
Shellsection
Rod
;i
ShellI section
Magnet tube(shown sectioned)
Magnet
Atumunium\ tube
Setting nut
Gambar 3.135 Skematik diagram sebuah contoh Rod Extensometer
208 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena, Mekanika Batuan
v«D» cxifiMsdioak *23®**L
f4
•Sf
* li-f 3r unwie *«>
*r..4 it * •
S / , Hf -rf
*0;r:MCMM
4w
if% -r *-<\ > 1V\ i*«0
nuwaKsejmecauawii, swraons aagrao* m, itaKMMI WK
^BWgsiaarfcaTOai
Gambar 3.136 llustrasi susunan sebuah Rod Esktensometer
EcBBSCasS&ad -iirtfefeItasuraf
MMKMttC tkraw .'Sfjir.mp*/1 Man s 0S3 i. 7— • s- » ///
i Si a*s KICTEBs
surtfesitt*©mileSaw*
fSafita^raatocftate iflwwe
Gambar 3.137 Magnetic Ring Extensometer, (Geotchnical System Australia PTY. LTD.
Titik referensi pembacaan adalah angker magnetik yang terdekat dengan operator.Suatu contoh lubang bukaan atau lereng dimana batuan diharapkan mengalamirelaksasi, titik referensi akan bergerak sebagaimana permukaan batuan bergerak.
Perubahan jarak antara target pertama (magnet referensi) dengan target terakhir(terdalam) adalah total gerakan dari permukaan batuan yang dapat dideteksi.Gerakan absolut dari target-target yang lain dihitung menggunakan asumsi bahwaposisi target terdalam adalah tetap.
Sifat Fisik dan Mekanik Batuan Utuh 209
Sistem pengukuran dengan magnetik extensometer terdiri dari tiga komponen utamayaitu,
Satu unit digital readoutSatu set flexible probe
Plastic gide tube & magnetic anchor
Pemantauan Massa Batuan
Pemantauan adalah pengamatan terhadap struktur rekayasa baik secara visualmaupun dengan bantuan peralatan. Dalam konteks geomekanika, pemantauanumumnya dilaksanakan untuk emapat tujuan utama (Brady & Brown, 1993):
(a) mendapatkan besar dan variasi parameter geoteknik seperti muka air tanah,bentuk permukaan bumi, dan seismic events sebelum dimulainya pekerjaanketeknikan;
(b) meyakinkan keselamatan selama konstruksi dan operasi melalui peringatanterjadinya: deformasi massa batuan, tekanan air tanah, dan beban padapenyangga yang berlebihan;
(c) memeriksa validitas asumsi, model konseptual, dan nilai parameter massatanah atau batuan dalam perhitungan rancangan;
(d) mengontrol pelaksanaan ground treatment dan tindakan perbaikan sepertigrouting, penirisan, atau penyanggaan dengan kabel tertarik.
Dengan teknologi sekarang, dua respons fisik dasar yang dapat diukur relatiflangsung adalah perpindahan dan tekanan. Perpindahan yang dapat diukur adalahperpindahan absolut dari beberapa titik pada batas galian atau, dengan kesulitanyang lebih tinggi, di dalam massa batuan serta perpindahan relatif atau convergenceantara dua titik pada batas galian. Tekanan airtanah dan tegangan normal padakontak batuan-penyangga atau di dalam material pengisi dapat dikur dengan.
menggunakan sel tekanan berisi fluida ( fluid-filled pressure cell).
Agar sistem pemantauan dapat bekerja dengan ekonomis dan handal, beberapapersyaratan harus dipenuhi (Brady & Brown, 1993):
(a) pemasangan yang mudah bahkan dalam kondisi lapangan yang sulit;(b) sensitivitas, keakuratan, dan kemampuulangan yang memadai;(c) ketahanan dan pelindung yang baik selama digunakan;(d) kemudahan pembacaan dan kemampuan menghasilkan data seketika;(e) gangguan yang ditimbulkan pada operasi penambangan sangat kecil.
Pada Gambar 3.138 merupakan gambaran penggunaan Magnetic RingExtensometer untuk mengukur terjadinya perpindahan dalam massa batuan di
210 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena, Mekanika Batuan
tambang batubara Ombilin. Pengukuran dilakukan di lubang bukaan yang tersusuoleh batu lanau. Pengukuran dilakukan sepanjang 7,5 m dari atap.
3.7.2.5.1. Contoh pemantauan massa batuan di OmbilinPada Gambar 3.138 merupakan gambaran penggunaan Magnetic RingExtensometer untuk mengukur terjadinya perpindahan dalam massa batuan ditambang batubara Ombilin. Pengukuran dilakukan di lubang bukaan yangtersusu oleh batu lanau. Pengukuran dilakukan sepanjang 7,5 m dari atap.
:iiE£%~aa
t arr r- r-
mJjjTg1*'
6
r-ifeiissl SfefteagBjgib JMIB
IK:
i i
i!
•:. j.
mmMM -r-=rH
LUBS‘“svsf:I 4• ' • =-•"
•r_—m&rX;
%nut*! rKtien ^irr
i-
*tr
Si!=
E ? » EAV, .». i
aiWiFa -.-^ill~*w r i t :; 4-!- *!< > * •;• : 1» --«*•i* «* •*-* H
B jfcaspr'fl
Ium.ii.
• • * • “ "*•!»»*.-«!» z?t-. HI;:n
i :T-: vj
Gambar 3.138 Skematik pengukuran extensometer di tambang batubara bawah tanahSawah Rasau IV Ombilin Sawahlunto (lubang Dosco- 1), (Koesnaryo, 1999)
Sifat Fisik dan Mekanik Batuan Utuh 211
Hasil pengukuran menunjukkan kurva hubungan waktu dan perpindahan di massabatuan di sepanjang magnetic ekstensometer ditempatkan. (lihat Gambar 3.139).
:
too -
1B c:
.3
15is-
I
H : m iSd 2(*J 250 m m \Wa*3tf {}$(¥(>
~+~ KEF -* T- i -T-2 T-3 T --4 # T-6 - # f(
l
Gambar 3.139 Kurva Perpindahan Atap vs Waktu Di Tambang Batubara Bawah TanahOmbilin (Lb Dosco-1), (Koesnaryo, 1999)
dan Gambar 3.140 merupakan gambar hubungan antara jarak ke permukaan kerjaterhadap perindahan. Pengukuran ini dilakukan di terowongan Tarbela.
i:i
I f[ 1: 1i 1I1 I
r
L
; c- T Ti-4- -
r- T
1 *
. . . *S -•*--4-/ Y •... j -r— i"
> r r -h5“1— r4' .4-
-fI*2
To } -
I H i.:„-o -
? ' ' - ‘
i t *--i-'!. .. . ... . i
\
. j
0 l 2 3 4‘ 4— 4 * » 1- 1 f '• ••' * i • - • • t
5 6 7 » 9 !0 ? i > 2 D M I S T 6 1 7 1 9 2 0Jarak fe «* izcs ( t*u
T-3'
7 *4 “ =©— T-5 t-6
Gambar 3.140 Interpretasi hasil pengukuran Extensometer di Station 2, terowongan Tarbela
Pada Gambar 3.141 merupakan mekanisme pengukuran perpindahan di permukaandinding lubang bukaan. Peralatan yang bisa mengukur perpindahan ini adalahconvergencemeter. Selain convergencemeter, dua gambar pertama di Gambar 3.141memperlihatkan pembacaan perpindahan dengan ekstensometer.
212 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena, Mekanika Batuan
r*: £:5-=•
• xL r"! n:. .
m• -j
t=:=jM
,3im tf
mi
.•:
~;;K* «,
*0* *-•
r
V-iS -.rt.i
iil
Gambar 3.141 Pemantauan Extensometer & Konvergen di Sawah Luhung Ombilin
Sifat Fisik dan Mekanik Batuan Utah 213
BOLTS c
/\\
1 4*KV
/ssS£ ~ SHORT IXTfNSOUfTI*CE - LON0 gXYfNSOMfTf*K - CONVERGENCE MEASUREMf NT
TIME (T) , tf«y«
4PfflUfttflMi .asI %iw
«K -as-30 -
AR***0
*
**•0v »
TOSMM
I«: !40 ’ JP»<9 '« a© L ifll stt r8«
h. i i10 I I>1 Jo
I-BO£ 80»"P *> h
tQ
100
SAFETY FACTOR
2-P»-f
PA
» • “1*o • \ i
* 30 • \ \
*090 8oj IOO aoo aoe mo A* , mm
Vi
Pi- STEEL RIBS INSTALLEDPs * ROCKBOLTS INSTALLEDPJ- SHOTCWTTE INSTALLED
i
Gambar 3.142 Interpretasi hasil pengukuran Ekstensometer, (Bieniawski, 1984)
Gambar 3.142 sampai dengan 3.145 menunjukan gambaran penggunaan alatpengukuran perpindahan yang biasa digunakan di tambang bawah tanah.
214 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena, Mekanika Batuan
L."UPPER ANCHOR
No
ANCHOR TUBE-I
MASSIVE LIMESTONE3 3m
1 Ix... LIMESTONE1-—r*"No. 4M
MUDSTONE _~_“ ZIMTLNc.3 Ffc-No 2|JEI:
-- T1-*”
2 3m
ET±rJirqfw^o«E—— rreEDDEq.— _r r ~NO. 1U--O. J 5 m — ^
''X/z/zASk 53 ROOF'
COAU±=rr=2/ 7X
J ROOF BOLT
A 'ROOF PINVEPROBE
RIB
ENTRY
SHELL
CONNECT TOREADOUT
'•RIB
GROUTFLOOR PIN-FLOOR// f '/ /
r--'UPPER ANCHORCt7 No 6
3 3 m rNO-4
rzx
No.32.3 m IT.No. 2
No.I
Q.75m ='X//zzA
/SHELL
CONNECT TOREADOUT
'•RIB
•— .ANCHOR TUBE - }ru -i— J -MASSIVE LIMESTONE
saLIMESTONE
Xr_L:r:r::--WUDSTONE- XTNONBEDDEO -~ ZLA
-Z WJONE—— BEDDED — “1--'ROOF'COAC£±C
2.5m ROOF BOLT
ROOF PINAE PROBE
RIB'
ENTRY
FLOOR PIN^ GROUTFLOOR
777777///7T/ [ 777777777/ / /
Gambar 3.143 Pengukuran Extensometer-1, (Bieniawski, 1984)
Sifat Fisik dan Mekanik Batuan Utuh 215
CnMr
Artiera««t-oXH-a*toc icawwJu/m-irtn*a
HeniMffW*
nwits I
0CJU ©Off
Gambar 3.144 Susunan extensometer dengan 3 titik pengukuran di LaboratoriumGeomekanika & Peralatan Tambang Jurusan Teknik Pertambangan ITB
l«waebd>«g ta> *«0»«1.3O)
/V
4=4 -v 4 4'cBMMANMhKMit amUtw)*WWMKM4W
\»«&«*t»4in
iunuiAl uar(i(a> (u*»OMW
Gambar 3.145 Susunan dengan 4 titik pengukuran (Angker Magnetik) Uji ini dilakukan disebuah lereng Pit Muara Tiga Besar dl Bukit Asam
216 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena, Mekanika Batuan
Daftar Pustaka
1. Abou-Sayed, A.S., Brechtel, C.E., experimental investigation of the effects ofsize on the uniaxial compressive strength of cedar city quartz diorite, The 17thU.S. Symposium on Rock Mechanics (USRMS), 76-0527 (1976).
2. Abrams, D. A. (1917). “ The Effect of Rate of Application of Load on TheCompressive Strength of Concrete.” Proc. ASTM, American Society ofTesting Materials, 17, 364-365.
3. Adachi, T. and Oka, F., An elasto-plastic constitutive model for soft rock withstrain softening, Int. J . For Numerical and Analytical Methods inGeomechanics, 19. 233-247 (1995) .
4. Akai, K., Yammamoto, K., and Ariola, M. Experimentele forschung Uberanisotropische eigenschaften von kristallinen schierfem. Proceedings on RockMechanics, vol. 11, Belgrade, 1970. pp. 181-6.
5. Alfreds R. Jumikis, Rock Mechanics, 2nd ed., Trans Tech Publications,Germany, 1983.
6. Al-Harthi, A.A. Effect of planer structures on the anisotropy of Ranyehsandstone, Saudi Arabia. Eng. Geo. J . 50, 1998. pp. 49-57.
7. Allirote, D. and Boehler, J.P. Evaluation of mechanical properties of astratified rock under confining pressure. Proceedings of the Fourth Congresson. I.S.R.M., vol. l , Montreux, 1970. pp. 15-22.
8. Anindita, P. (2008). “ Studi Perbandingan Uji Triaksial Multitahap TerhadapUji Triaksial Konvensional Pada Batu Cramping” , Skripsi, Program StudiTeknik Pertambangan, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan ITB.
9. Atchley, B. L., and Fun', H. L. (1967). “ Strength and Energy AbsorptionCapabilities of Plain Concrete under Dynamic and Static Loadings.” , ACI J.,64, 745- 756.
10. Attewal, P.B. and Ssanford, M.R. Intrinsic shear strength of brittle anisotropicrock-I: experimental and mechanical interpretation. Int. J. Rock Mech. Min.Sci., 1974. pp. 23-30.
11. Attewell, P.B. and Farmer, I.W., Principles of engineering geology, Chapmanand Hall, London 1976
12. Aydan O, Dalgi£ S Prediction of deformation behavior of 3-lanes Bolu tunnelsthrough squeezing rocks of North Anatolian fault zone (NAFZ). In:Proceedings of regional symposium on sedimentary rock engineering, Taipei,pp 228-233, (1998)
13. Barton, N. TBM Tunnelling in Jointed and Faulted Rock. 173p. Balkema,Rotterdam, (2000).
Sifat Fisik dan Mekanik Batuan Utuh 217
14. Barton, N., A Review of the Shear Strength of Filled Discontinuities in Rock,Norwegian Geotechnical Institute, Oslo, 1974.
15. Barton, N., Review of A New Shear-Strength Criterion for Rock Joints,Norwegian Geotechnical Institute, Oslo, 1973.
16. Bell, F.G., Engineering in Rock Masses, Butterworth-Heinemann, Oxford,1993
17. Bertero, V. V., Rea, D., Mahin, S., and Atalay, M. B. (1973). “ Rate of LoadingEffects on Uncracked and Repaired Reinforced Concrete Members.” , Proc.Fifth World Conference on Earthquake an Engrg., Rome, 1, 1461 -1470.
18. Beverly, B.E, Schoenwolf, D.A., Brierly, G.S., Correlations of rock indexvalues with engineering properties and the classification of intact rock 1979
19. Bhowmik, S., Dutta, P., An Investigation into the Shear Strength of RockDiscontinuity , 2004.
20. Bieniawski ZT Engineering rock mass classification: a manual. Wiley, NewYork, (1989)
21. Bieniawski ZT, Determining rock mass deformability: experience from casehistories. Int J Rock Mech Min Sci Geomech Abstr 15:237-248, (1978)
22. Bieniawski, Z.T., 1984, Rock Mechanics Design in Mining and Tunneling,Rotterdam: A. A. Balkema.
23. Bieniawski, Z.T., Mechanism of Brittle Fracture of Rock, University ofPretoria, Pretoria, 1967.
24. Bieniawski, Z.T., The Point load test in Geotechnical Practice, EngineeringGeology, Vol. 9, Elsevier Scientific Publishing, Co., Amsterdam, Netherlands,(1975)
25. Bieniawski. Z Tv Estimating the strength of rock materials. J. S. AfricanInstitute of Mining and Metallurgy, Vol. 74,. No.8. pp. 312-320. (1974)
26. Bischoff, P. H., Perry, S. H. (1991). “ Compressive Behaviour of Concrete atHigh Strain Rates” . Materials and Structures (Materiaux et Construction), No.24, PP. 425-440.
27. Boediman, A.R, 2007, Studi Perbandingan Hasil Uji Triaksial MetodeMultistage Terhadap Hasil Uji Triaksial Metode Konvensional Pada BatuPasir, Bandung: Institut Teknologi Bandung.
28. Brady BHG, Brown ET, Rock mechanics for underground mining,. GeorgeAllen and Unwin, London, (1985)
29. Braybrooke, J.C.,The State of the Art of Rock Cuttability and RippabilityPrediction, Fifth Australia-New Zealand Conference on Geomechanics:Prediction Versus Performance; Preprints of Papers. Barton, ACT: Institutionof Engineers, Australia, 1988: 13-42.
218 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena, Mekanika Batuan
8 KLASIFIKASI MASSA BATUAN
Batuan adalah material kompleks dengan variasi sifat-sifatnya yang sangat luas,
mulai dari jenis batuan, mineralogy, ukuran butir dan struktur serta lainnya.
Kumpulan batuan yang disebut sebagai massa batuan dan bisa juga disebut sebegai
“ jointed rock masses” merupakan gabungan dari blok atau partikel angular batuan
brittle yang saling mengunci dan dipisahkan oleh bidang-bidang ketidakmenerusan
dalam bentuk kekar, patahan, bidang perlapisan dan lainnya yang bisa jadi diisi oleh
material lunak.
Satu contoh massa batuan yang diilustrasikan dalam Gambar 8.1 adalah sebuahterowongan dengan kumpulan massa batuan yang terdiri dari variasi tingkat
kompleksitas geologi struktur. Agar terowongan tersebut bisa bertahan aman
sepanjang masa penggunaannya maka sangat pcnting untuk mengetahui secara detil
keadaan batuan utuh, massa batuan dan geologi struktur sebelum melakukan
perancangan dan kosntruski. Gambar 8.2 memberikan informasi mengenai variasi
sistem penyangga terowongan. Kondisi penyangga ini dikarenakan perbedaankarakteristik massa batuan. Sedangkan Gambar 8.3 memberikan variasi ukuran
dalam sebuah massa batuan yang memiliki perbedaan jumlah bidang diskontinuitas
atau tingkat kompleksitas kekar.
100
a, jointed tjanite b. largofault c.weak rock layer d. Jointed schist e. thrust asm® f. minor tautt(btocky) (weakness zone) (waoKnesa zone) (btocky) (weakness zone) (weaknesszone)
g. jotried gnels(Mock#
Gambar 8.1. Variasi kenampakan kompleksitas massa batuan (Stille & Palmstrom, 2008).
396 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena,Mekanika Batuan
Distance from west tunnel portal
10600 liMi* wm .p«=jjg ijiij-rijjj: __ iffMijji; HjS:»;5:j j i K f e j j j S; g^=;a g; « S#«iiij= f+fiMHr
Hi. iK
woo ! :=:::g “MOO5r «300 if*’* g
ai 8000 =4—2=a?oo It:: ESS-a:
tfcHr SP+&7' ; ~7BOO
MOO 120+00 110*00 100 +00 90+00 80+00 70+ 00 60+00 50+00 40+00 30+00 20,00 10+ 00 0+00Distance1rom east tunnel portal 2— . ' -p 1
Existing tunnel support key:
mRockboit anchorshoterete
Cellularcoricrete
Up to 18'raughrve*s ons*d«3 andHoc
;Typical bald tunnel\ cross sectionInvert is very roughas a result ofwater How
10' long parallelto flow, creosotetimbers
I Timber, square sotsI 6 *6 ', <y 6'x7 ’ wrt/i4' to6' gaps ki w sets,invert timbers hcaHyeroded Steel
Concrete arch
Smooth , r > Iconcrete BD"' ' 1
nI Concrete lined archI 6.3' high x 7 ' wide,up to 18' thick.Invert tocaity eroded
ITimber , square setsI 6'.*6'. or 6 x7' irw width
Invert soltd treatedtimber locally eroded
I Timber barrel linedI concrete5 '3“ diameter
Roughconcrete
Liner plate back*lied with: j«i;*“* concrete 5.8 ' high x 4.5 '
“***- wide
mTypical bo/d tunnel
IHcross section. Invertis vary rough as aresult ol water How
ColMar? concrete Sleet
can
i SteelcanI5.3‘
diameter
: Remined cave
I Bracedbarret Bracedtimber
SEPTEMBER 2002 Tunnels d Tunncllinii international
Gambar 8.2. Variasi sistem penyangga massa batuan terowongan (Tunnels & TunnelingInternational, Sept, 2002).
8.2.1. Inventarisasi Struktur Massa BatuanMassa batuan yang terdiri dari kenampakan struktur geologi atau bidangdiskontinuitas, atau bidang perlapisan atau kekar dapat diklasifikasi menurut tigakarakteristik utama yaitu,
1. Orientasi bidang diskontinuitas dan keluarga bidang diskontinuitas
2. Jarak antar bidang diskontinuitas, frekuensi bidang diskontinuitas, Rock QualityDesignation- RQD dan ukuran blok bidang diskontinuitas
3. Kondisi bidang diskontinuitas terdiri dari beberapa karakteristik seperti;
Persisten atau kemenerusan bidang diskontinuitas
Kekasaran (roughness)
Apertur atau bukaan bidang diskontinuitas (aperture)
Isian bidang diskontinuitas (filling material)
Luahan (seepage)
Kekuatan (strength)
Klasifikasi Massa Batuan 397
£ m*A -A:m &4i:••• >r5 -- &%
A’Mtf* V" J *8 mm-. M m mmr>l y.'‘if M ms II1 i m •5- •: .'• %«X
j,_ • ''5 SBEMS
* i.*•. *r M?%KSS%mmm, *
S«8 s
Msr . .?w. 1& ISII *»1 95s W&mn£mi m’Ajfc - mmm*&sr~m TO,
* J S>‘;Vm: j.. 1»i<! £is 1?3~j‘•^?l8®rs|fc m* #1SKm fwmm%&s$£mju M3 -\u.v
Gambar 8.3. Hubungan antara kekuatan batuan utuh dan massa batuan
Pemetaan bidang diskontinuitas atau kekar dilakukan di suatu singkapan massabatuan dengan memperhatikan semua karakteristiknya yang secara skematikditunjukkan oleh Gambar 8.4.
Fill***
OiKvniauitfy »«t
ewe* tizi
oil ortwfhm 9s.SPOClOfl
ariMItt 19WI««2
flp#rtiir«ip AM's/ / ,
'’tip 4tr*cVon
S»*pog*
Gambar 8.4.Karakteristik bidang diskontinuitas (Hudson, 1989)
398 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena,Mekanika Batuan
Penampakan massa batuan yang diisi oleh beberapa bidang perlapisan dan kekardan dapat jelas dilihat masing-masing pada Gambar 8.5 dan 8.6 dan masing-masingpada umumnya mempunyai arah relatif horisontal dan bergelombang dan yangsatunya hampir tegak vertikal.
Gambar 8.5 Bidang kekar dan perlapisan pada batuan sedimen di tambang terbukabatubara
Batuan diantara kekar secara individu adalah batuan utuh dan sangat mengontrolukuran blok batuan (lihat Gambar 8.6). Beberapa massa batuan dapat memiliki jarakantar kekar yang sangat rapat atau sangat jarang. Kondisi massa batuan yangpertama dikatakan sebagai massa batuan berstruktur berat dan yang terakhir adalahsebagai masa batuan masif.
iiiiiiiii;mmwm2*r
wm m1m wmmmTeam m eE*m mm JSSEmm * r=m
'K'rr*«. .. )J war
mPH - '' V i im--Si mm L "
£ ml : m :|f|S
*uc *5 ==I S i= =2:
SLi mit f
Gambar 8.6. Bidang-bidang kekar pada batuan sedimen di tambang terbuka batubara
Klasifikasi Massa Batuan 399
8.1.1 Orientasi dan Keluarga Bidang Diskontinuitas
Pemetaan orientasi bidang kekar dilakukan di suatu singkapan massa batuan(Gambar 8.7 dan 8.8) dengan cara mengukur orientasi dalam bentuk kemiringan{dip) dan arah kemiringan {dip direction) sepanjang suatu garis bentangan tertentu{scanline) di muka massa batuan. Definisi kemiringan dan arah kemiringan suatukekar diberikan pada Gambar 8.9, 8.10 dan 8.11.
R*m m3=
mm mm
T
I --Hisls
51
-- i
Gambar 8.7 Pemataan kekar di lubang bawah tanah
r- -
n
mim
m wt -
=52
mmmpi
-T:
adkiKn-si::::r;h££: rr-:
Gambar 8.8 Pemataan kekar di lereng jenjang
iVXO-.c
O V
pc*Ni
sessiws#
op msciicr:
W.mm/ '% j /
4'
\ v//z>ms \ \
v kmzt n»a*sfeNmo®sptun
fiSSCNS as »
Gambar 8.9 Kemiringan dan arah kemiringan bidang secara planar dan proyeksi stereografis
400 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena,Mekanika Batuan
Strike
/? < L\ 1
Dip out lo faca Dip inio toco Strike perpendicular lo face
Dip direction— X— j,*-'
N
/tN
Vertical plane
Dip angleMeasured on verrcal plane; 55
Line of maximum dip
Horizontal plane 0rientatjon-Measured dodowise on Horizontal plane: 220 Qjp direction / Dip
220/55
ABC = Dip joint
Strike
Dip bench slope
B
Fulfil
Ellifl!
Dip directionbench slope
m-n*-
mSit
api
Gambar 8.10 Orientasi bidang kekar
Pemetaan kekar yang meliputi orientasi dan jarak antar bidang kekar menggunakanbeberapa peralatan seperti: tali (50 m), palu geologi, kompas geologi (+inclinometer), meteran (minimum 5 m), scracther, clipboard, pinsil (H), penggaris,tabel RMR dan tabel Q (penjelasan detil di sub bab 8.33), gambar standard skalakekasaran muka bidang kekar, botol ukur dsb (Gambar 8.11).
fat **.•*• .a- Itm =s
MB miHH
s
ipliHBi
jilSsit
5=== Si
K= a « •m iii;n:Tr.
!• :=gg
• •
myn
rr =
Gambar 8.11 Peralatan untuk pengukuran orientasi kekar di massa batuan
Klasifikasi Massa Batuan 401
Prosedur pengukuran arah kemiringan bidang kekar diukur dalam derajat yangdihitung dari arah Utara searah jarum jam, dan dituliskan sebagai angka tigadesimal, contoh 010° atau 105° (000°- 360°). Sedangkan prosedur pengukurankemiringan bidang kekar diukur dengan klinometer yang merupakan bagian kompasgeologi dan dituliskan sebagai angka dua desimal, contoh 05° atau 55° (00°- 90°).Kemiringan dan arah kemiringan harus ditulis dalam tiga desimal dan dua desimalyang dipisahkan dengan suatu garis miring, contoh N130°E/50°. Pasangan angkatersebut mewakili suatu vektor kemiringan.
Setelah orientasi kekar diperoleh dari pengukuran sepanjang tertentu di muka massabatuan maka selanjutnya adalah memplot datanya pada projeksi stereografik ataudisebut juga sebagai proyeksi stereonet. Prosedur pembuatan proyeksi stereonetdiberikan pada Gambar 8.12.
(1) Kertas transparan (kalki'r) diletakkan diatas Schmidt-net dan diletakkansedemikian rupa sehingga dapatberputar pada pusat yang tetap.Berikan tanda untuk titik utama (N) danukur 130° searah jarum jam laiu beritanda (40° + 90° = arah kemiringan).
(2) Putar kertas transparan dengan sumberpusat iingkaran sampai arahkemiringannya pada arah E-W (40°berlawanan dengan jarum jam).Ukur 50° dari arah luar Iingkaran (sudutkemiringan) dan gambarkan busurbesarnya.Kutub dari bidang tersebut didapatdengan menambahkan 90° melewatipusat Iingkaran.
(3) Kembalikan posist N ke tempat semula,maka akan terlihat proyeksi bidanglemah tersebut pada Schmidt-net (N 40°E/50° atau dip direction N 130° E/50°)beserta kutubnya.
u
O50° ~ 50
Q
XPole
Greatc*rcle
PembuatanStereonet
BidangN40°E/50°
Gambar 8.12. Pembuatan stereonet bidang N40°E/50°
Gambar 8.13 memberikan contoh hasil pengukuran 26 kekar di batuan sediment ditambang batubara terbuka Air Laya, Tanjung Enim (lihat Gambar 8.13). Padagambar tsb dapat dilihat ada yang disebut sebagai great circle yang mewakili mukajenjang dan great circles yang mewakili kutub masing-masing konsentrasi kekar.
402 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena,Mekanika Batuan
Dan tampak jelas bahwa terdapat 3 buah keluarga kekar ( joint set ) yang diwakilioleh kutub konsentrasi keluarga kekar A, B dan C. Namun perlu dicatat bahwa padawilayah keluarga kekar C dan disisi timur dijumpai beberapa kekar dengan orientasiagak random.
Seperti sudah diketahui bahwa kelongsoran lereng di tambang terbuka selaindikontrol oleh sifat fisik dan mekanik material pembentuk lereng, tetapi juga olehkekuatan bidang diskontinuitas seperti kekar dan bidang perlapisan batuansediment, dan dapat dipertegas jika orientasi bidangnya mengarah ke daerah yangterbuka dan tidak memiliki komponen penahannya. Untuk kepentingan mekanikabatuan atau geoteknik para enjinir perlu mengetahui wilayah kumpulan jenjang-jenjang yang berpotensi longsor yang diakibatkan oleh relativitas orientasi bidangdiskontinuitas terhadap orientasi muka lereng jenjang.
No aj PJ123456789
10111 21314151617181920212223242526
12096
113818588
1021102020212722221624221931302300304290270293270
4851516261615263373529373631.30
• 4042414066716871706272
C
ai
aS H
A
A4MAINCWEqual AreaC.l. = 2.0%/1% areaN = 26
Crest of slopeGreat circle representing slopeface corresponding to pole SGreat circle representing planescorresponding to centre of poleconcentrations (A, B and C)
Cutting Direction
Gambar 8.13. Data hasil pengukuran kekar di Air Laya-4, Tanjung Enim dan Proyeksistereografik contoh 3 keluarga kekar
Oleh karena itu hasil pengukuran bidang diskontinuitas ini selanjutnya diplotkanpada peta kemajuan tambang dalam bentuk beberapa stereonet (lihat Gambar 8.14).Jelas tampak pada gambar tersebut bahwa dengan menampilkan kondisi umumbidang diskontinuitas dalam bentuk stereonet dengan mudah para enjinirmemperoleh gambaran potensi keruntuhan akibat kehadiran bidang diskontinuitas.
Klasifikasi Massa Batuan 403
I. '
L **i k i mf y i . 7 "r/-f * • ' -a- ;/;
. .n«:: '. k :: £ -srs-V MHHK3?/• •-. .•• •:• '
. -~ rr^v* ' -*r
TortQOl<*8 Batu-Mapping
;; a:% =r6«mbif Ssntong -Mjpomo
Wosl Oomoin MoppinoX. ->sr SS*
l£** £y a
a &*'/Si fA
*SB0381 5 60 tH6m
*& K'S0D35S 0 6wn * '•w *S’ : ! <
-u' *a W"V: — •-i •v . --U:-’kr#*
v« - :- *1* $ " MMEQD359 69 - 158m
sr^v- ' -SBD359 110 350m 1 :* jg|'
rl-nsrMmff * K«r -cn iOdAn» -XT
Sr FJ x sa»E3 — ®
S3 — V"SS03S3 O-eOOm 0 „
> Cfii.*i**MAPPING i....- — &Sara iwi MAPPING 4 BOREHOLE STEREOPLOTS
Gambar 8.14. Peta topografi dilengkapi dengan proyeksi stereografis keluarga kekar
8.1.2 Karakteristik Ukuran Bidang Diskontinuitas
8.1.2.1 Spasi dan frekuensi bidang diskontinuitas
Spasi bidang diskontinuitas atau kekar adalah jarak tegak lurus antar kekar (lihatGambar 8.15). Beberapa massa batuan dapat memiliki spasi kekar dari yang sangatrapat hingga sangat jarang (lihat Tabel 8.1). Pengukuran spasi kekar ini hamsdilakukan di sepanjang garis bentangan pada singkapan massa batuan.
Hasil sebuah pengukuran spasi kekar perlu dilakukan analisa statistik dan salahsatuproduknya adalah dalam bentuk histogram distribusi normal spasi seperti ditujukkanoleh Gambar 8.16 yang merepresentasikan statistik spasi kekar di Formasi KaliKeluarga kekar-1. Secara statistik hubungan antara spasi kekar dengan frekuensinyaadalah dalam bentuk eksponensial negatif.
404 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena, Mekanika Batuan
Apparent spacingOn the plane
Apparent spacingin x direction
m
ygs
^‘.Cv
V’.1
*
Apparent spacingin y direction
True spacing
Gambar 8.15. Definisi spasi bidang diskontinuitas
Tabel 8.1. Klasifikasi spasi bidang diskontinuitas (Attewell, 1993)
Deskripsi Struktur bidang diskontinuitas Jarak pisah - mm
Very wide spaced Very thickly bedded > 2000
Widely spaced Thickly bedded 600 - 2000
Moderately widelyspaced Medium bedded 200 - 600
Closely spaced Thinly bedded 60 - 200
Very closelyspaced
Very thinly bedded 20 - 60
Thickly laminated (sedimentary) 6-20Narrow (metamorphic and igneous) 6-20
Foliated, cleaved, flow-banded, etc.metamorphic
6-20
Extremely closelyspaced
Thinly laminated (sedimentary) < 20
Very closely foliated, cleaved flow-banded,etc (metamorphic and igneous) < 6
Klasifikasi Massa Batuan 405
Normal Set Spacing Distribution Set-1 in Kali
60 -
50
40
*Ts5 30 -Iu.
20
10
0
\\
CDCDCD
CD a CD CD CDCD CD CD a a aa CN <JD CD rN LD a coCO CO ''j
CN ro •=Ta CD *=3-
i rTh-Th T i i
ON CO
Spacing
CDCNcri
CDCDCfj
CDCDCO
Gambar 8.16. Histogram distribusi normal spasi Formasi Kali Keluarga kekar-1
8.1.2.2 Rock Quality Designation (RQD - Deere, 1964)
Kehadiran bidang diskontinuitas di dalam massa batuan sering memberi pengaruh
buruk pada sifat mekaniknya sehingga besaran kuantitatif bidang diskontinuitasperlu diketahui. Parameter yang dapat menunjukkan kualitas massa batuan sebelumpenggalian dilakukan adalah Rock Quality Designation (RQD) yang dikembangkan
oleh Deere (1964) yang mana datanya diperoleh dari pengeboran eksplorasi dalambentuk inti bor yang merupakan wakil massa batuan berbentuk silinder, Diameterinti bor bervariasi mulai dari BQ, NQ dan HQ.
Inti bor hasil pemboran eksplorasi dan atau geoteknik disimpan dalam boks seperti'
pada Gambar 8.17. Ada empat boks pada gambar tersebut dengan catatan nomorboks dan variasi kedalaman yang ditulis pada masing-masing boks. Panjang bokspada umumnya satu meter dan terdiri dari paling tidak empat slot atau kolom untukmeletakkan inti bor.
Tampak jelas bahwa pada boks dengan kedalaman dari 0,00 meter hingga 5,30 minti bor sangat rusak dan menyerupai tanah. Sedangkan pada boks selanjutnyakenampakan batuan sudah mulai jelas, walaupun pada boks dengan kedalaman
38,00 m-42,00 inti batuan banyak mengalami rekahan dan retakan sehinggahampir sebagian batuan inti bor lembek dan hancur. Sedangkan pada kedua boksterakhir tampak bahwa batuan inti bor dapat dikatakan baik dengan beberaparetakan miring.
406 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena, Mekanika Batuan
:=:i KBEM BOX 1 (0 - 5.30 Mi Ir - r ;:-:::-
I
:b
S'.1 m
Haas
KBD-2 BOX 11 ( 38 , 00 - 42.&0 M ]
=3
i m= i *I US
mBwm _
KBD-3 BOX 14 p4.63.58.ftjg | KBD-2 BOX 18 ( 64 00- 63.00%,P m
II11± i .
-I 1' ... ...
mmB mSfit
Gambar 8.17. Core Drill (Inti Bor)
Untuk mengkuantifikasi inti bor dari boks tersebut maka RQD harus dihitung. RQDdihitung dari persentase bor inti yang diperoleh dengan panjang minimum 10 cmdan jumlah potongan inti bor tersebut biasanya diukur pada inti bor sepanjang 2 m,potongan akibat penanganan pemboran harus diabaikan dari perhitungan dan intibor yang lembek dan tidak baik berbobot RQD = 0 (Bieniawski, 1989) danperhitungannya adalah seperti berikut.
RQD =Panjang total bor inti > 0.10 m
Panjang total bor (m)xl00%
Bila bor inti tidak tersedia, RQD dapat dihitung secara tidak langsung denganmelakukan pengukuran orientasi dan jarak antar diskontinuitas pada singkapanbatuan. Priest & Hudson (1976) mengajukan sebuah persamaan untuk menentukanRQD dari data garis bentangan sebagai berikut.
RQD = 100 e-°-a (0.1 1+ 1)
X = frekuensi diskontinuitas per meter.
Untuk X = 6- 16/m, maka
RQD = 110.4 — 3.682c
Berikut adalah hubungan antara RQD dan kualitas batuan (Lihat tabel 8.2) yangdikemukakan oleh Deere (1968) dan Indeks Kecepatan (velocity index).
Klasifikasi Massa Batuan 407
A
EoooCslIIcQ:a>oaTOoI-O)cca
* i~~*
CT3CL
! L = 24 cm
t L = 18 cm
° ^ L = 0 Tidak ada Van9 ledih t>esar» 1_. sama dengan 10 cm
|L = 11 cmA
L = 49 cmRQD = ((24+18+11+49)/200)) x 100%
RQD = 51%
A
L = 0 Tidak ada perolehan
JL JL'i'
Pecahan karena pemboran
Gambar 8.18. Penentuan RQD dari contoh inti bor.
King & McConnel (Braybrooke, 1988) menggunakan Indeks Kecepatan (VI) untukmenjelaskan hubungannya dengan kualitas massa batuan, RQD dan FrakturFrekuensi (Tabel 8.2).
Tabel 8.2. Hubungan antar RQD, Kualitas batuan dan Indeks Kecepatan
Kualitas massa batuan RQD (%) FF (rrr1) Indeks Kecepatan
Sangat buruk 0 - 2 5 > 1 5 < 0,2
Buruk 2 5 - 5 0 1 5 - 8 0,2 - 0,4
Sedang 5 0 - 7 5 8 - 5 0,4 - 0,6
Baik 7 5 - 9 0 5 - 1 0,6 - 0,8
Sangat baik 9 0 - 1 0 0 < 1 0 - 1,0
8.1.2.3 Ukuran blok bidang diskontinuitas
Selain RQD ada juga sebuah ukuran untuk menentukan kualitas massa batuan yaitudengan menggunakan ukuran blok (Jv, lihat Tabel 8.3).
408 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena, Mekanika Batuan
Tabel 8.3. Ukuran blok massa batuan
Kelas Ukuran volumetrik kekar /m3 Jv Ukuran blok
Blok sangat besar < 1 < 1 Masif
Blok besar 1 - 3 1 - 3 Besar
Blok ukuran sedang 3 - 1 0 3 - 1 0 Sedang
Blok kecil oI 1 0 - 3 0 Kecil
Blok sangat kecil > 30 > 30 Sangat kecil
Pecahan blok > 60 # #
Menurut Palmstorm (1975), mcnduga RQD dapat juga dilakukan denganmenggunakan parameter Jv yang dihitung dengan persamaan berikut.
RQD = 115 - 3,3 Jv
Jika Jv lebih kecil daripada 4,5 maka RQD dianggap 100.
Nilai Jv lebih banyak dpengaruhi oleh frekuensi kekar dari pada RQD.
8.1.3 Kondisi Bidang Diskontinuitas
8.1.3.1 Kondisi Persistensi Kekar
Persistensi (lihat Gambar 8.19) didefinisikan sifat kemenerusan dari bidang-bidangkekar yang didefinisikan sebagai panjang dari diskontinuitas pada massa batuan dandapat diukur panjangnya. Persistensi ditentukan dengan mengamati dan mengukurpanjang dari bidang kekar di massa batuan. Klasifikasi persistensi kekar dapatdilihat pada Tabel 8.4.
Klasifikasi Massa Batuan 409
mmmss-V . . . ....
* r?«SNc&
«* S\sr *— *V rD$
;•M V<*
/ yIF
lIs?"WA- v
';v,'- -v7
©•7- V,- Mim .VMt**i
.si
2m&-- (?) ptaM
(5) *•« « '«*
(D MMM< # «>*»• ‘JO
sB4. Set 3V»
. 3ppfSi** 9*- 5®« •fR &
EMSI. )nla<l kri^fwaspi*mm m-AwW - M*t«M f «f
SN
§m.
'
A>& «>•
•atfflfi p*r«4.*»rt »•»
Gambar 8.19 Definisi persistensi pada suatu kekar di lereng tambang terbuka dan skematikdiagram persistensi menurut ISRM (1981)
Tabel 8.4 Klasifikasi persistensi (ISRM, 1981)
Deskripsi Panjang kekar (m)
Persistensi sangat rendah < 1
Persistensi rendah 1-3
Persistensi menengah 3- 1 0
Persistensi tinggi 1 0 - 2 0
Persistensi sangat tinggi > 20
8.1.3.2 Kondisi Kekasaran Kekar (Joint Roughness)
8.1.3.2.1 Definisi Kondisi Kekasaran Kekar
Parameter ini terdiri dari kekasaran permukaan ketidakmenerusan, pemisahan (jarakantar permukaan), panjang atau kesinambungan (persistensi), pelapukan batuanbinding dari pada bidang lemah, dan material pengisi. Kekasaran didefinisikansebagai tingkat kekasaran dipermukaan bidang kekar yang berfungsi sebagai
410 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena,Mekanika Batuan
pengunci antar blok atau mencegah pergeseran sepanjang permukaan kekar (lihatGambar 8.20 dan 8.21) .
Smooth joint
(a) JMC = 1.0
Rough joint (matched)
(b) JMC-1.0
Rough joint (Mismatched)
srw
' ' .Jbf x/ «(b) *ry.s «w
(c) JMC - 0
Gambar 8.20 Perngaruh kekasaran pada proses pergeseran blok batuan
8.1.3.2.2 Kondisi Profil Kekasaran Kekar
Deskripsi kekasaran kekar menggunakan rujukan yang diberikan oleh ISRM (1981)seperti tampak pada Gambar 8.21. Panjang Profile pada rujukan tersebut adalah 1 -10 m dengan kondisi skala vertikal sama dengan skala horisontal. Kondisi relatifkekasaran permukaan bidang kekar dinyatakan sebagai berikut.
i. Sangat kasar, jika jenjang-jenjang yang terjadi dipennukaan bidang kekarhampir vertikal.
ii. Kasar, jika kekerasan dapat dilihat dengan jelas dan apabila diraba masih terasaagak abrasif.
iii. Kekasaran rendah, jika kekasaran dipennukaan bidang kekar barn dapatdiketahui dengan jelas jika diraba dengan tangan.
iv. Halus, jika permukaan rekahan menjadi halus dan terasa halus ketika disentuh.
v. Licin, jika permukaan rekahan terlihat seperti poles atau bergelombang halus
Untuk menunjukkan perbedaan kekasaran bidang kekar atau bidang diskontinuitasantara skala batuan utuh dan massa batuan maka ISRM (1981) memberikan ilustrasipada Gambar 8.22, bahwa skala batuan utuh identik dengan uji geser laboratoriumdan uji geser insitu merepresentasikan kondisi massa batuan.
Klasifikasi Massa Batuan 411
I
n
m
IV
V
VT
vn
vm
ix
ROUGH STEPPED / IRREGULAR
PERCENTADJUSTMENT
95
90
SMOOTH STEPPED
SLICKENSIDED STEPPED
ROUGH /IRREGULAR UNDULATING
SMOOTH UNDULATING
SLICKENSIDED UNDULATING
ROUGH / IRREGULAR PLANAR
SMOOTH PLANAR
85
75
70
POLISHED PLANAR
65
60
55
Gambar 8.21. Profil kekasaran muka bidang kekar (ISRM, 1981)
1 lob«ra »ory
2 t n s i t uih««r ** »1
2\
\ \v\
N
N
\
Ss
V
N
Gambar 8.22. Perbandingan tinjauan skala kekasaran lapangan dan laboratorium (ISRM,
1981)
412 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena, Mekanika Batuan
8.1.3.2.3 Kondisi Muka Kekasaran Permukaan Kekar
Gambar 8.25 menunjukkan contoh pengukuran muka kekasaran permukaan kekardalam bentuk sudut rupa muka kekasaran i ( roughness angle i ) yang dilakukan olehPatton (1966) pada permukaan geser batuan. Sudut proyeksi orde satu adalah sudutgelombang kekasaran yang utama ( major undulation ) pada permukaan geser batuandan ditunjukkan oleh sudut ii pada Gambar 8.23, sedangkan gelombang-gelombangkecil dengan sudut yang lebih besar disebut sebagai sudut proyeksi orde dua danditunjukkan oleh sudut-sudut in_
i sampai in-4 pada Gambar 8.23.
3» mmi»S
&
/ i i *11-3hi-i hr*2*11-4
*1
Gambar 8.23. Definisi sudut kekasaran muka bidang geser (Patton, 1966)
Menurut Barton (1973), pada tegangan normal yang rendah, sudut proyeksi ordedua memainkan peranan penting dalam menentukan kekuatan geser (sudut gesekdalam) batuan dan kuantifikasinya dinyatakan dalam ( <\> + i). Dengan meningkatnyategangan normal, kekasaran orde dua akan hancur sehingga perannya digantikanoleh sudut proyeksi orde satu. Pada tegangan normal yang cukup tinggi kekasaran
Klasifikasi Massa Batuan 413
orde satu juga akan hancur sehingga perilaku kekuatan geser batuan akan lebihdipengaruhi oleh kekuatan batuan utuh daripada kekasaran permukaan geser.
Kondisi permukaan bidang diskontinuitas di lapangan pada kenyataannya sangatkasar dan kompleks. Hal ini sangat berpengaruh dalam menentukan kekuatan gesermassa batuan. Kriteria Mohr-Coulomb- seperti yang telah dijelaskan pada bagiansebelumnya- hanya berlaku untuk permukaan bidang geser yang relatif datar.
Barton & Choubey (1977) peneliti pertama di dalam ilmu mekanika batuan yangtelah melakukan penelitian untuk mempelajari pengaruh kekasaran permukaangeser terhadap kekuatan geser batuan. Model sederhana yang digunakan untukmenggambarkan fenomena ini yaitu bidang geser yang berbentuk gigi gergajiseperti pada Gambar 8.24. Ketika batuan digeser pada permukaan yang kasar,batuan akan mengalami pengembangan volume. Hal ini terjadi karena blok bagianatas terangkat oleh gaya geser yang diproyeksikan searah kemiringan sudut asperitisi (proyeksi orde satu) dan peristiwa ini disebut dengan dilatansi.
8.1.3.2.4. Joint Roughness Coefficient - JRC
Nilai Joint Roughness Coefficient (JRC) menurut Barton & Choubey (1977) dapatditentukan dengan dua cara. Yang pertama yaitu dengan memperkirakan secaravisual dan mencocokkannya secara langsung dengan penampang kekasaran yangada pada Gambar 8.25. Cara ini dilakukan pada skala laboratorium. Kedua, yaitumetode pengukuran langsung di lapangan dengan menggunakan rujukan padaGambar 8.26.
x = C + cr tan (8 + ,')x = Tegangan geserC = Kohesia = Tegangan normal
\i = Koefisien gesek dalam batuan= tan 8
i = Sudut dilatansi = Sudutasperitis besar = ProyeksiTingkat Pertama
Gambar 8.24. Definis sudut inkilinasi asperitis kekar (Barton & Choubey, 1977)
414 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena,Mekanika Batuan
0 5 cm
JRC = 0 - 2
JRC = 2- 4
JRC = 4 - 6
JRC = 6 - 8
JRC = 8 - 10
JRC = 10 - 12
JRC = 12 - 14
JRC = 14 - 16
JRC = 16 - 18
JRC = 18- 20
10
Gambar 8.25 Kondisi kekasaran kekar - Joint Roughness Coefficient JRC - (Barton &Choubey, 1977)
me -o-ip
JKf. - 2-4
me -i-s-JRC. ~ *4iJRC -
V
JKC -lQ-n »*me »12-n
.1— *'
JRC -16-1S
IJRC -10-101
“ 3 ia%
Gambar 8.26. Niiai variasi kekasaran muka bidang kekar (Joint Roughness Coefficients JRC-Barton, 1977)
Klasifikasi Massa Batuan 415
8.1.3.3 Kondisi Bukaan Apertur Kekar
Pelapukan dinding batuan atau pada permukaan diskontinuitas yang terbentuk padabatuan oleh ISRM (1981) diklasifikasikan menjadi sebagai berikut.
i. Tidak lapuk atau segar. Tidak terlihat tanda-tanda pelapukan, batuan segar,kristalnya terang.
ii. Pelapukan ringan. Ketidakmenerusan ternoda atau luntur dan dapat terisi olehisian tipis hasil dari alterasi material. Lunturan tadi dapat meluas daripermukaan ketidakmenerusan sarnpai ke dalam batuan dengan jarak sampai20% dari pada spasi ketidakmenerusan.
iii. Pelapukan sedang. Lunturan meluas dari bidang ketidakmenerusan lebih besardari 20% dari pada spasi ketidakmenerusan. Ketidakmenerusan dapat terisioleh hasil alterasi material. Mungkin dapat ditemukan batas butiran yangterbuka.
iv. Pelapukan kuat. Lunturan meluas melalui batuan dan terdapat bagian materialbatuan yang gembur. Tekstur asli batuan tetap terjaga, tetapi didapatkanpemisahan butiran.
v. Sangat lapuk. Batuan terdekomposisi seluruhnya, dan dalam kondisi gembur.Kenampakan luar adalah tanah.
Pemisahan (separasi, lihat Gambar 8.27) didefinisikan sebagai lebar celah padapermukaan ketidakmenerusan mengendalikan permukaan bidang kekar yangberhadapan agar saling mengunci. Rekahan yang terisi oleh material lain (misalnyalempung) dapat juga digolongkan sebagai separasi jika material pengisinya telahtercuci (hilang) secara lokal. Pemisahan mengendalikan permukaanketidakmenerusan yang berhadapan agar saling mengunci. Pada waktu tidakmengunci maka isian ketidakmenerusan mengendalikan kuat geserketidakmenerusan.
«•
Open discontinuity
Closed discontinuity aperture
/ //,A// /// 6/: <" >
L' W' f ‘ -i mi Hi/ // //'V,I it; //M l
Filled discontinuitywidth
H h/5« V/
/ // 4 3i siI' l
%V-
/1i
Gambar 8.27. Kondisi bukaan apertur kekar (ISRM, 1981)
416 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena, Mekanika Batuan
Jika pemisahan berkurang, kekasaran dinding batuan cenderung menjadi lebihterkunci dan material isian maupun batuan memperkuat kuat geser bidangketidakmenerusan. Klasifikasi pemisahan dapat dilihat pada Tabel 8.5.
Tabel 8.5. Klasifikasi deskripsi kondisi bukaan kekar (Barton & Choubey, 1977)
Apertur mm Deskripsi Deskripsi umum
< 0,1 Sangat terkunci rapat
Rekahan tertutup0,1 - 0,25 Terkunci rapat
0,25 - 0,5 Sebagian terbuka
0,5 - 2,5 TerbukaRekahan celah
2,5 - 10 Terbuka lebar
10 - 100 Terbuka sangat lebar
Rekahan terbuka100 - 1000 Sangat lebar sekali
> 1000 Celah besar
8.1.3.4 Kondisi Isian Kekar
Goodman (1970) mengatakan bahwa kuat geser rekahan akan turun dan menjadisama dengan kuat geser material pengisi jika ketebalan material pengisi minimal 50% lebih tebal daripada amplitudo gelombang muka bidang gesemya (undulation,lihat Gambar 8.28).
Material pengisi didefinisikan sebagai isian celah antar permukaan bidang kekaryang umumnya terdiri dari pasir, kalsit, lempung, lanau, breksi, kuarsa dan pyrite.Material pengisi (Gambar 8.31) ini akan mempengaruhi kuat geser bidang kekar.Isian mempunyai dua hal yang berpengaruh yaitu:
i. Tergantung ketebalannya, isian menghambat penguncian yang diakibatkankekerasan rekahan.
ii. Sifat isian itu sendiri yaitu kuat geser, permeabilitas, dan perilaku deformasi.Sehingga perlu diketahui jenis, ketebalan, kesinambungan, dan hubungan isiansatu sama lain.
Klasifikasi Massa Batuan 417
SOUGHNitft IMnirUM
*»*•*« •WIOYM Of mUNO
» hz£&wmmm*
t.N i U t
t*
l a O M t
=?
>
Gambar 8.28 Pengaruh isi terhadap kekauatan geser (ISRM, 1981)
\\\
'SrNC
>A "s* /St
y> £ .+
x* M VA X-St x$ x
K .*J' X4 - &•-'X
1mi
Gambar 8.29 Material pengisi pada kekar (ISRM, 1981)
418 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena, Mekanika Batuan
8.1.3.5 Kondisi Luahan Kekar (seepage)
Suatu keadaan struktur yang stabil dalam keadaan kering akan menjadi tidak stabilbila kandungan aimya meningkat. Pada terowongan atau lubang bukaan, kondisikecepatan air tanah dalam liter per menit untuk setiap 10 meter penggalian perludiketahui. Cara lain adalah dengan mengetahui kondisi umum yang dapatdinyatakan sebagai kering, lembab, basah, menetes dan mengalir.
Jika tersedia data tekanan air maka dinyatakan perbandingan air tehadap teganganutama mayor. Hubungan antara deskripsi bidang diskntinuitas taak terisi dan terisiterhadap bobot diberikan pada Tabel 8.6.
Tabel 8.6 Kondisi luahan air (ISRM, 1981)
Diskontinuitas tak terisi Isian diskontinuitas
BobotLuahan Deskripsi Bobot
Luahan Deskripsi
IThe discontinuity is very tightand dry, water flow along itdoes not appear possible
IThe filling materials are heavilyconsolidated and dry, significantflow appears unlike due to verylow permeability
II The discontinuity is dry with noevidence of water flow II The filling materials are damp, but
no free water is present
IIIThe discontinuity is dry butshows evidence of water flow,i.e. rust staining, etc.
III The filling materials are wet,occasional drops of water.
IV The discontinuity is damp butno free water is present IV
The filling materials show signs ofoutwash, continuous flow of water(estimate l/min)
VThe discontinuity showsseepage, occasional drop ofwater, but no continuous flow.
V
The filling materials are washedout locally, considered water flowalong out-wash channels (estimateI/m & describe pressure i.e. low,medium, high)
VI
The discontinuity shows acontinuous flow of water,(estimate l/min and describepressure i.e. low, medium,high)
VI
The filling materials are washedout completely, very high waterpressures experienced, especiallyon first exposure (estimate l/min &describe pressure).
8.1.3.6 Kondisi Kuat Geser Bidang Kekar8.1.3.6.1. Pengaruh Isian Bidang Geser Pada Kuat Geser
Kuat geser dapat berkurang secara signifikan ketika sebagian atau seluruhpermukaan tidak kontak secara langsung melainkan ditutupi oleh material pengisiyang relatif lunak seperti lempung, kalsit dan lanau. Jika ketebalan material pengisi
Klasifikasi Massa Batuan 419
lebih besar daripada amplitude) gelombang (undulation ) muka geser, makakarakteristik geser akan ditentukan oleh kekuatan material pengisi (Gambar 8.30 cdan d). Tetapi jika tinggi ketebalan material pengisi tidak melebihi amplitudogelombang muka geser (Gambar 8.30 b), maka perilaku geser batuan akan lebihkompleks.
Pada kondisi seperti ini, menurut Barton & Choubey (1977), mekanisme pergeseranbatuan akan mengalami dua tahap. Pertama, tegangan dan perpindahan hanyadipengaruhi oleh kekuatan material pengisi. Setelah terjadi perpindahan, permukaanbidang geser akan mengalami kontak sehingga kekuatan bidang diskontinuitasditentukan oleh kekasaran dan kekuatan bidang geser itu sendiri. Pada Gambar 8.25,model kekasaran yang digambarkan merupakan kekasaran permukaan geser dengansudut kemiringan i pada proyeksi orde dua sehingga pada tegangan normal yangtinggi kekasarannya akan hancur dan sudut proyeksi orde satu akan menggantikanperan sudut proyeksi orde dua (lihat Gambar 8.23).
///////////////////
//////////////////7
a/7 ,/ / // ///// / / / /// // // / ,
c/ / / /// // / / // /// // / /
/
b
/Undulation *
Filling material
////// 7.d
Gambar 8.30 Keberadaan material pengisi pada rekahan
Pendekatan altematif untuk memperkirakan kekuatan geser permukaan bidangdiskontinuitas diajukan oleh Barton (1973, 1976, 1977, 1990) yang berpendapatbahwa kriteria sederhana seperti Mohr-Coulomb ataupun Patton (1966) tidak cukupuntuk menggambarkan kekuatan geser batuan. Barton menggunakan kekar buatandalam melakukan penelitiannya dengan persamaan berikut.
x = an tan { (pb + JRClogrJCSv a
\
n /
>
Keterangan.
JRC = Joint Roughness CoefficientJCS = Joint Wall Compressive Strength
4>b = base friction angle
Persamaan di tersebut tidak berlaku jika GN = 0, dan hanya dapat digunakan untuktegangan normal bervariasi antara 1 - 30 % dari nilai JCS.
420 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena,Mekanika Batuan
8.1.3.6.2. Kondisi Kuat Geser Kekar dengan JCS dan JRC
a. Pekiraan Joint Wall Compressive Strength (JCS) berdasarkan Schmidt Hammerdan Berat Spesifik Batuan
Dengan metode pengukuran langsung di lapangan nilai Joint Compressive Strength(JCS) diperkirakan berdasarkan metode yang diajukan oleh ISRM { InternationalSociety for Rock Mechanics ) yaitu dengan memperkirakan terlebih dahulukekerasan Schmidt dan berat jenis batuannya lalu diplot ke dalam Gambar 8.31.Perlu dicatat disini bahwa nilai JCS mungkin lebih kecil daripada kuat tekan batuanutuh karena telah dipengaruhi oleh alterasi kimia ataupun pelapukan (Barton, 1982).
b. Menduga JRC di Lapangan (Barton, 1982)
Dengan memperkirakan secara visual dan mencocokkannya secara langsung denganpenampang kekasaran Barton & Choubey (1977, lihat Gambar 8.34). Sudut gesekdasar fa adalah sudut gesek dalam yang diperoleh dari pengujian geser langsungdengan tegangan normal yang cukup tinggi dimana efek dilatansi dikurangi hinggasekecil mungkin. Nilainya sama dengan sudut gesek dalam sisa ( fa) atau dapat jugadiperoleh dengan melakukan pengujian geser langsung bertahap (multi-stage shearstress test ) yaitu dengan memberikan tiga jenis beban normal yang relatif tinggisecara bertahap pada sekali pengujian dimana tegangan normal tersebut tidakmelebihi 50% nilai UCS.
Klasifikasi Massa Batuan 421
Range of Average UCS of Rocks - MPa
400350300
5150c
o
8 § § 8J+ J+ 1+ 1+ 1+
8 EX/A *32 30
^4428 -/
O)c
>4w 40w
0>Q. 30E Woo05.2 20X05cD
10 20 30
,«4-J i l l* 1
ZJZZLZZVZZZLIII SiZ'TZTy/ZZ7/ afflWsv7Zy wV/AY//AVA77/MY/SZVS/
^26 ?
40 50 60
0 10 20 30 40 50 60i
0 10 20 30 40 50 60• i * i -L i i i l l
0 10 20 30 40 50 60i i i i i i i i > < t i i
0 10 20 30 40 50 60
Schmidt Hammer- L type hammer
co*3O<DOd>££rox
i
K-
A
Gambar 8.31 Metode penentuan nilai JCS berdasarkan kekerasan Schmidt dan berat jenis(ISRM, 1981)
422 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena,Mekanika Batuan
400300200
EE</></>oc_co>DOL_
</)oMl
oQ_i f )CO<D
"O3
Q_E<
100
50403020
10
5432
^ 1
0,50,40,30,2
0,1
X
1////
y'
7 / X / xr,// .7X7 7777y/v Z v /
77 /
/' x .' 7 7
7 X
v* 7 7 7
// /7/ /7 / / X77 7 / V 7
7
7/ ////// 7 y^7777/ / / 7 ~ ~ 7 77777, 77 7 7
/
7-/
/
7 7 77
7 7
77
7
20 ^16 "5
8 i8 .26 i25 5=J <D
Oo</>i f )oc£O)0o
0,5 2c'5
432
1
0,1 0,2 0,3 0,5 1 2 3 4 5 10Length of section - m
mm -iS m mm mIm =us Us
m
Gambar 8.32 Metode penentuan nilai JRC pada skala lapangan (Barton & Choubey, 1977)
Penentuan Kekuatan batuan utuh di lapanganHaramy dan DeMarco telah meringkas prosedur dan hasil dari beberapa peneliti,menyimpulkan bahwa pengujian ‘tidak mahal, cepat dan tepat’ untuk memperolehperkiraan kuat tekan dari contoh inti bor, banyak yang berukuran NX (diameter 55mm). Haramy dan DeMacro menerangkan hubungan oleh Deere (1966) dan Baverly(1979) antara index Schmidt rebound (diperoleh ketika menekan hammer denganarah vertical) dan kuat tekan uniaksial.
Prosedur pengujian diterangkan pada ISRM ‘Suggested Method for DeterminingHardness and Abrasiveness of Rocks’ dan ‘Suggested Method for the QuantitativeDescription of Discontinuities in Rock Masses’.Dalam kenyataannya banyak uji dilakukan pada singkapan batuan yang harusdikerjakan mempunyai arah horizontal (atau mendekati horizontal). Pada kondisi inikekuatan maksimum dapat mencapai 60 MPa (untuk jenis L Schmidt hammer).
Klasifikasi Massa Batuan 423
Kekuatan lebih rendah ketika permukaan singkapan batuan dalam kondisi jenuh.Rata-rata bias adalah 40% dari kekuatan yang diperkirakan (dan kesalahanminimum 10%)
Kekuatan batuan utuh
i. Menggunakan Schmidt hammer: Jenis L untuk batuan keras; Jenis R-710untuk material lemah.
ii. Penerapan hammer dengan arah tegak lurus terhadap dinding contoh yangakan ditest.
iii. Permukan batuan yang diuju harus halus, rata dan bebas dari retakan danbidang diskontinu hingga kedalaman 6 cm.
iv. Untuk batuan tunggal diperkuat pada bidang yang kaku.
v. Bahan yang tidak berguna uji ‘anomalous’, mudah terdeteksi melalui pukulanyang kurang dan terdengar kosong ‘hollow’, atau menyebabkan terjadi retakanatau pecah.
vi. Melakukan 10 hingga 20 kali uji pada setiap seri pengujian. Lokasi uji harusdipisahkan dengan sedikitnya dari diameter dari hammer.
vii. Catat sudut oriantasi hammer. Menggunakan kurva koreksi yang disiapkanoleh pabrik untuk hasil uji.
viii. Bahan yang tidak berguna setengah pada uji yang memberikan hasil rendah.
ix. Index rebound diperoleh dari rata-rata setengah tertinggi dari hasil.
Tabel 8.7 Manual Index Text untuk menilai kekuatan batuan (ISRM)
Rock description Range of Co (MPa) Pocket knifeField identificationGeological hammer
Extremely strong 250 No peeling Only chips after impactVery strong 100-250 No peeling Many blows to fracture
Strong 50-100 No peeling Several blows to fracture
Med. Strong 25-50 No peeling A firm blows to fractureWeak 5-25 Difficult peeling Can indent
Very weak 1-5 Easy peeling Can crumble
424 Made Astawa Rai, S. Kramadibrata, R.K. Wattimena,Mekanika Batuan