1.Model Kurikulum PNF Daerah Bencana

download 1.Model Kurikulum PNF Daerah Bencana

of 70

Transcript of 1.Model Kurikulum PNF Daerah Bencana

PENGEMBANGAN MODEL-MODEL KURIKULUM PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS PENDIDIKAN NON FORMAL PROGRAM PAKET A UNTUK DAERAH BENCANA ALAM

PUSAT KURIKULUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL JAKARTA 2008

0

TIM PENYUSUN PENGEMBANGAN MODEL-MODEL KURIKULUM PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS BAGI PENDIDIKAN NON FORMAL PROGRAM PAKET A UNTUK DAERAH BENCANA ALAM

Penanggung Jawab Koordinator Anggota Tim

: : :

Drs. Sutjipto, M.Pd Suci Paresti Apriyanti Wulandari Sri Lilis Herianthy, SPd Dewi Sri Handayani, SPd Drs Iwa Kuntadi, MPd Heni Herawati Br.D., MPd Urip Wahyudi, MPd Susi Fitri, SPd, MPsi Dr Deni Kurniawan, MPd

1

KATA PENGANTARIndonesia hampir setiap tahun mengalami berbagai bencana alam. Umumnya yang paling sering terjadi adalah bencana alam banjir, longsor dan gempa yang menimbulkan kerugian cukup besar, baik harta maupun jiwa manusia. Peristiwa bencana paling dahsyat yang terjadi di Indonesia adalah tsunami di Aceh pada tahun 2004 dan musibah gempa berskala 5,9 Richter di Kabupaten Bantul, DI Yogjakarta pada tahun 2006. Kebanyakan korban bencana tewas karena ketidaktahuannya akan pengetahuan menyelamatkan diri dan mengenal tandatanda alam yang mengisyaratkan akan terjadinya bencana alam. Selain itu juga disebabkan oleh kurangnya pengetahuan untuk mengenal lingkungan ekologisnya yang bisa menjadi faktor penyebab terjadinya bencana. Hal ini disebabkan Indonesia merupakan daerah pertemuan 3 lempeng tektonik besar, yaitu lempeng Indo-Australisa, lempeng Eurasia dan lempeng Pasifik. Oleh karenanya pemerintah memutuskan untuk memberikan mitigasi (pencegahan) bencana dan kesiapsiagaan bencana (disaster preparedness) pada pembangunan negara melalui pendidikan yang dipayungi dengan UndangUndang No 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana oleh pemerintah. Untuk meminimalisasi dampak bencana terhadap masyarakat, pemerintah menyadari bahwa diperlukan suatu strategi yang tepat, terencana dan berkesinambungan (simultan). Salah satu strateginya melalui pendidikan non formal (PNF) dengan memberikan layanan khusus pendidikan bagi masyarakat atau warga belajar yang mengalami bencana alam (UU No. 20 tahun 2003 pasal 32 ayat 2). Adapun, penekanan pada Pendidikan Non Formal (PNF) Kesetaraan karena lebih luas cakupannya yaitu, warga belajar tidak dibatasi usia dengan sifat pembelajaran yang luwes, fleksibel, beroritentasi pada kebutuhan masyarakat, dan bertumpu pada kecakapan hidup. Sesuai dengan tugas pokok Pusat Kurikulum maka Pusat Kurikulum mengembangkan Model Kurikulum Pendidikan Layanan Khusus bagi bagi Pendidikan Non Formal Program Paket A di Daerah Bencana Alam. Dalam dokumen ini, pengorganisasian kurikulum pengetahuan kebencanaan, diimplementasikan dengan pendekatan pembelajaran terintegrasi (integrated approach) pada semua mata pelajaran dan pendekatan pembelajaran mata pelajaran secara terpisah (subject centered approach) yang diaplikasikan pada satu mata pelajaran tersendiri dan juga muatan lokal. Akhirnya, dokumen ini diharapkan dapat dipahami dan digunakan oleh berbagai pihak yang berkecimpung di dunia pendidikan Kesetaraan Program Paket A, khususnya untuk Pendidikan Kesetaraan Program Paket A di daerah bencana alam.

Jakarta, Desember 2008 Kepala Pusat Kurikulum

Dra. Diah Harianti, M.Psi NIP. 131 286 957

2

ABSTRAK Indonesia hampir setiap tahun mengalami berbagai bencana alam. Umumnya yang paling sering terjadi adalah bencana alam banjir, longsor dan gempa yang menimbulkan kerugian cukup besar, baik harta maupun jiwa manusia. Hal ini membuat pemerintah memutuskan untuk memberikan mitigasi (pencegahan) bencana dan kesiapsiagaan bencana (disaster preparedness) pada pembangunan negara melalui pendidikan yang dipayungi dengan UndangUndang No 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana oleh pemerintah. Studi pengembangan ini, bertujuan menghasilkan Model Kurikulum Pendidikan Layanan Khusus (PLK) Pendidikan Non Formal (PNF) Program Paket A bagi warga belajar di daerah bencana alam, yang dilengkapi dengan contoh KTSP PNF Program Paket A di daerah bencana alam, yang diharapkan dapat membantu para praktisi pendidikan dalam mengelola pembelajarannya, sehingga dapat mengentaskan kemiskinan dan ketertinggaan pada masyarakat di daerah bencana alam. Ruang lingkup daerah pengembangan Model Kurikulum PLK pada Pendidikan Non Formal di daerah bencana alam adalah masyarakat yang tinggal di daerah yang terkena dan rawan bencana alam (bencana yang terjadi karena aktivitas alam dan manusia) bencana alam. Daerah yang digunakan sebagai identifikasi kebutuhan lapangan dan sampel ujicoba adalah daerah dengan kategori secara geografis rawan bencana alam banjir di Desa Lebaho Ulak, Kec. Muara Kaman,Kab. Kutai Kartanegara-Kalimantan Timur dan bencana alam gempa bumi di Dusun Kepuh Kulon, Desa Wiro Keten, Kec. Banguntapan, Kab. BantulDI Yogyakarta. Pengumpulan data pada studi pengembangan ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data ini dikumpulkan melalui wawancara, observasi, kuesioner, diskusi fokus dan kajian dokumentasi. Unsur yang terlibat pada studi pengembangan ini adalah Pusat Kurikulum, kepala Dinas Pendidikan, Kabid/Kasie Kurikulum Dinas Pendidikan Luar Sekolah, UPTD, Pengawas/Penilik, Ketua Pengelola dan Tutor, Kepala Sekolah dan Guru Sekolah Umum, LSM, Tokoh Masyarakat, Masyarakat/Orang tua, dan Warga Belajar. Pengolahan data dengan menggunakan teknik analisis kualitatif dengan cara mendata masukan kuesioner dan merangkum hasil diskusi fokus tentang pengembangan model kurikulum PLK PNF bagi warga belajar di daerah bencana alam. Kemudian menyusun hasil diskusi identifikasi permasalahan yang mungkin timbul jika mengimplementasikan model kurikulum PLK PNF Program Paket A di daerah bencana alam ini. Hasil studi pengembangan ini berupa pengorganisasian kurikulum pengetahuan kebencanaan, diimplementasikan dengan pendekatan pembelajaran terintegrasi (integrated approach) pada semua mata pelajaran dan pendekatan pembelajaran mata pelajaran secara terpisah (subject centered approach) yang diaplikasikan pada satu mata pelajaran tersendiri dan juga muatan lokal. model Kurikulum ini sebagai alternatif pengembangan model kurikulum PLK PNF Program Paket A untuk warga belajar di daerah bencana alam, karena memiliki keunggulan berkaitan dengan efisiensi dan efektifitas, nilai pedagogis seperti kemandirian, kerja kelompok, pengembangan sosialisasi dan bersifat situasional, yaitu sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan pendidikan di daerah bencana

3

alam yang memiliki berbagai keterbatasan dalam hal waktu tutorial, jumlah pendidik/tutor, jumlah warga belajar, maupun sarana prasarana. Temuan studi pengembangan mengatakan bahwa model kurikulum PLK PNF Program Paket A untuk daerah bencana alam dengan pendekatan pembelajaran terintegrasi (integrated approach) dan pendekatan pembelajaran mata pelajaran secara terpisah (subject centered approach) ini dapat dipahami secara konsep, bahasa dan memungkinkan untuk diimplementasikan. Namun, semua itu bergantung pada dukungan dinas pendidikan setempat, baik dari segi sarana prasarana pendidikan, kesiapan SDM pendidik dari segi kreativitas pengembangan pembelajaran, sosialisasi dan pelatihan sebagai pembinaan pada pendidik/tutor secara berkesinambungan dari dinas setempat untuk program pelaksanaan model kurikulum ini. Studi pengembangan ini memberikan rekomendasi bahwa untuk meningkatkan kualifikasi SDM pendidik, sangat diprioritaskan kesempatan mengikuti inservice training tentang model kurikulum pendidikan layanan khusus Pendidikan Non Formal Program Paket A di daerah bencana alam. Serta dari pihak dinas pendidikan setempat hendaknya memberikan perhatian khusus dan juga memberdayakan masyarakat dalam mendukung penyelenggaraan kegiatan pembelajaran di PKBM.

4

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ABSTRAK DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN A. B. C. D. BAB II Latar Belakang Landasan Hukum Tujuan Ruang Lingkup

PENGEMBANGAN KONSEP A. B. C. D. E. F. Hakikat Pendidikan Kesetaraan Layanan Pembelajaran Pada Pendidikan Kesetaraan Pengertian, Pengelompokkan dan Dampak Bencana Alam Upaya Penanganan Bencana Alam Hakikat Pengembangan Kurikulum Ragam Pendekatan Pembelajaran Untuk Pengetahuan Kebencanaan G. Implementasi Pengetahuan Kebencanaan Dengan Model Pembelajaran Terintegrasi 1. Kategori 2. Definisi 3. Manfaat 4. Pengorganisasian Kurikulum Tentang Pengetahuan Kebencanaan Dengan Model Pembelajaran Terintegrasi H. Implementasi Pengetahuan Kebencanaan Dengan Model Pembelajaran Mata Pelajaran Terpisah 1. Definisi 2. Pengorganisasian Kurikulum Tentang Pengetahuan Kebencanaan Dengan Model Pembelajaran Mata Pelajaran Secara Terpisah

BAB III

METODOLOGI A. B. C. D. Waktu dan Tempat Cara Pengumpulan Data Teknis Analisis Hasil dan Pembahasan

BAB IV

PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran/Rekomendasi

5

REFERENSI LAMPIRAN : 1. Pembelajaran Terintegrasi Pengetahuan Kebencanaan Pada Satu Mata Pelajaran Tertentu (Silabus-RPP dan LK) 2. Pembelajaran Terintegrasi Pengetahuan Kebencanaan Secara Tematik (Silabus-RPP dan LK) 3. Muatan Lokal Pengetahuan Kebencanaan (Silabus-RPP dan LK) 4. KURIKULUM (KTSP) PKBM PARIKESIT I PAKET A Desa Lebaho Ulak, Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur di Daerah Bencana Alam (Banjir) 5. KURIKULUM (KTSP) PKBM WIRA WIYATA KARYA PAKET A, Dusun Kepuh Kulon, Desa Wiro Keten, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta di Daerah Bencana Alam (Gempa Bumi)

6

BAB I PENDAHULUANA. LATAR BELAKANG Secara geografis kepulauan Indonesia merupakan daerah yang rawan bencana karena termasuk dalam wilayah Pacific Ring of Fire (deretan gunung berapi Pasifik), yang bentuknya melengkung dari utara Pulau Sumatera-Jawa Nusa Tenggara hingga ke Sulawesi Utara. Kepulauan Indonesia juga terletak di pertemuan dua lempeng tektonik dunia dan dipengaruhi oleh 3 gerakan, yaitu Gerakan Sistem Sunda di bagian barat, Gerakan Sistem pinggiran Asia Timur dan Gerakan Sirkum Australia (http://www.walhi.or.id). Kedua faktor tersebut menyebabkan Indonesia rentan terhadap bencana. Maka dalam kurun waktu lima tahun, 1998-2004 terjadi 1150 kali bencana. Eksploitasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang dilakukan tanpa memperhatikan aspek-aspek kelestarian dan daya dukung lingkungan telah menyebabkan perubahan kondisi lingkungan hidup secara cepat. Musim di Indonesia dipengaruhi oleh letak kepulauan yang berada di antara 2 samudera (Hindia dan Pacifik) dan dua benua (Asia dan Australia). Angin muson barat yang bertiup dari Asia dan Pasifik mengakibatkan terjadinya musim penghujan, sementara angin muson timur yang bertiup dari Australia mengakibatkan musim kemarau. Meskipun kepulauan Nusantara mempunyai sifat iklim tropis, namun tiap pulau mempunyai karakteristik tersendiri. Akibatnya, perubahan musim di Indonesia akhir-akhir ini tidak beraturan, dimana musim kemarau menjadi semakin panjang. Kondisi ini menyebabkan masyarakat berada pada kondisi yang rentan terhadap bencana. Kerentanan menjadi tidak tertanggulangi karena kecepatan adaptasi masyarakat terhadap perubahan lingkungan sekitarnya menjadi jauh tertinggal dari kecepatan perubahan lingkungan itu sendiri. Secara alamiah masyarakat sebenarnya melakukan adaptasi terhadap perubahan lingkungan secara evolutif. Namun untuk konteks saat ini, dimana laju kerusakan lingkungan hidup sangat cepat, maka harus dilakukan pula percepatan terhadap proses adaptasi masyarakat untuk meminimalisir dampak (damage control). Maka, bangsa Indonesia tidak bisa lagi bangga dengan julukan Jamrud Khatulistiwa, karena pada kenyataannya, Indonesia adalah negeri sejuta bencana (Environmental Outlook Walhi, 2003) Hampir setiap tahun di Indonesia terjadi bencana yang mengakibatkan banyak kerugian baik jiwa maupun materi. Mengingat 83% kawasan Indonesia rawan bencana dan dari 220 juta jiwa penduduk, 98% warga negara Indonesia berada dalam tingkat tidak siap menghadapi

7

ancaman bahaya (http://www.walhi.or.id, 2008). Korban dari bencana alam ini yang paling rentan adalah anak-anak dan masyarakat di daerah rawan bencana. Peristiwa bencana paling dahsyat yang terjadi di Indonesia adalah tsunami di Aceh pada tahun 2004 dan musibah gempa berskala 5,9 Richter di Kabupaten Bantul, DI Yogjakarta pada tahun 2006. Kebanyakan korban bencana tewas karena ketidaktahuannya akan pengetahuan menyelamatkan diri dan mengenal tanda-tanda alam yang mengisyaratkan akan hadirnya bencana. Selain itu juga disebabkan oleh kurangnya pengetahuan untuk mengenal lingkungan ekologisnya yang bisa menjadi faktor penyebab terjadinya bencana. Hal ini membuat pemerintah memutuskan untuk memberikan mitigasi (pencegahan) bencana dan kesiapsiagaan bencana (disaster preparedness) dalam pembangunan negara melalui pendidikan yang dipayungi dengan Undang-Undang No 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana oleh pemerintah. Untuk meminimalisasi dampak bencana terhadap masyarakat, pemerintah menyadari bahwa diperlukan suatu strategi yang tepat, terencana dan berkesinambungan (simultan). Salah satu strateginya melalui pendidikan non formal (PNF), memberikan layanan khusus pendidikan bagi masyarakat/warga belajar di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi (UU No. 20 tahun 2003 pasal 32 ayat 2). Adapun, penekanan pendidikan non formal (PNF) lebih luas cakupannya, warga belajar tidak dibatasi usia dengan sifat pembelajaran yang luwes, fleksibel, beroritentasi pada kebutuhan masyarakat, dan bertumpu pada kecakapan hidup. Pendidikan non formal yaitu pendidikan kesetaraan program Paket A untuk daerah bencana alam perlu menciptakan pengelolaan pendidikan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungan belajar, serta kondisi mental dan fisik peserta didik yang tertuang dalam dokumen kurikulum pendidikan kesetaraan program Paket A. Hal ini selaras dengan apa yang ditentukan dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 36 Ayat (2) yang ditegaskan bahwa Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. Atas dasar pemikiran itu maka dikembangkan apa yang dinamakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan dilaksanakan oleh Dinas yang bertanggungjawab pada bidang pendidikan di Kota/Kabupaten berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan. Harapannya kurikulum menjadi lebih dekat dengan tuntutan kehidupan warga belajar, lebih luwes, dan memberi toleransi terhadap adanya keragaman kebutuhan.

8

B. LANDASAN HUKUM 1. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat (1) mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, dan ayat (2) mengharuskan bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. 2. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang kemudian disempurnakan dengan Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah 3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam Pasal 5 ayat (1) berbunyi: setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. 4. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 13 tentang kedudukan pendidikan non formal: Ayat 1) Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non formal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Ayat 2) Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan dengan sistem terbuka melalui tatap muka dan/atau melalui jarak jauh. 5. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 26 tentang pendidikan nonformal menyebutkan, bahwa: Ayat 1) Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Ayat 3) Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Ayat 6) Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan. 6. Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 32 ayat 2, dijelaskan pendidikan layanan khusus ialah pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan atau mengalami bencana alam, bencana social, dan tidak mampu dari segi ekonomi.

9

7. Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan: Pasal 19 Ayat 1 : Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik Pasal 42, Ayat 1 : Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. 8. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0131/U/ 1994 tentang paket A dan Paket B 9. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan. 10. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 24 Tahun 2006 tentang pelaksanaan Permendiknas Nomor 22 dan 23. 11. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 3 Tahun 2008 tentang Standar Proses Pendidikan Kesetaraan Paket A dan Paket B. 12. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 14 Tahun 2007 tentang Standar Isi untuk program Paket A, Paket B, dan Paket C. 13. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 tahun 2007 tentang Standar pengelolaan pendidikan oleh satuan pendidikan dasar dan menengah. 14. UndangUndang R.I. No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

C. TUJUAN Tujuan pengembangan model kurikulum model ini adalah: 1. Memberikan acuan bagi pemerintah daerah setempat, satuan pendidikan nonformal, Pendidik dan Tenaga Kependidikan pada pendidikan kesetaraan, dan warga masyarakat yang berkecimpung di bidang pendidikan nonformal yang menyelenggarakan pendidikan kesetaraan di daerah bencana alam. 2. Memberdayakan pamong, Pendidik dan Tenaga Kependidikan pendidikan kesetaraan, relawan atau masyarakat yang ada di daerah bencana alam dalam mengembangkan strategi pengajaran dan pembelajaran (silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran), serta materi ajar sesuai dengan kondisi daerah bencana alam.

10

D. RUANG LINGKUP Ruang lingkup pengembangan model kurikulum pendidikan layanan khusus pendidikan non formal bagi warga belajar di daerah bencana alam sebagai berikut: 1. Lingkup daerah Lingkup daerah pengembangan kurikulum pendidikan layanan khusus pada pendidikan non formal di daerah bencana alam adalah masyarakat yang tinggal di daerah yang terkena dan rawan bencana alam (bencana yang terjadi karena aktivitas alam dan manusia). Adapun yang termasuk jenis bencana alam adalah banjir, gempa bumi, letusan gunung api, tsunami, tanah longsor, semburan Lumpur, angin puting beliung dan hujan badai. 2. Lingkup Jenjang Pendidikan Lingkup jenjang pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Layanan Khusus Pendidikan Non Formal untuk daerah bencana alam adalah program Paket A Pendidikan Kesetaraan.

E. HASIL AKHIR YANG DICAPAI Serangkaian langkah kegiatan yang dilakukan beserta hasil-hasilnya digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan model kurikulum pendidikan layanan khusus bagi Pendidikan Non Formal Program Paket A di daerah bencana alam dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) PKBM pada daerah bencana alam, sebagai berikut Kurikulum (KTSP) PKBM PARIKESIT I PAKET A Desa Lebaho Ulak, Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur di Daerah Bencana Alam (Banjir) dan KURIKULUM (KTSP) PKBM WIRA WIYATA KARYA PAKET A, Dusun Kepuh Kulon, Desa Wiro Keten, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta di Daerah Bencana Alam (Gempa Bumi).

11

BAB II PENGEMBANGAN KONSEP

A. HAKIKAT PENDIDIKAN KESETARAAN Pendidikan kesetaraan merupakan pendidikan alternatif yang memberikan kesempatan kepada warga bangsa untuk memperoleh bekal pengetahuan, keterampilan fungsional, sikap dan kepribadian profesional yang lulusannya memiliki eligibilitas yang sama dan setara dengan lulusan pendidikan formal. Pendidikan kesetaraan secara umum bertujuan untuk memberikan kesempatan belajar pendidikan dasar dan menengah yang bermutu dan relevan dengan kebutuhan warga belajar (peserta didik) yang tidak memiliki kesempatan belajar pada pendidikan formal, dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional, serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Warga belajar yang dimaksudkan pada Pendidikan Non Formal adalah berasal dari masyarakat yang kurang beruntung, tidak pernah sekolah, putus sekolah dan putus lanjut, serta usia produktif yang belum memiliki pengetahuan dan kecakapan hidup, dan warga masyarakat lain yang perlu layanan khusus dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sebagai dampak dari perubahan peningkatan taraf hidup, ilmu dan teknologi. Selain itu, sasaran pendidikan kesetaraan adalah warga masyarakat yang memiliki keterbatasan dari segi ekonomi, sosial, budaya, jarak, waktu, geografi dan lain-lain. Termasuk melayani warga masyarakat yang memerlukan layanan khusus seperti daerah perbatasan, daerah bencana dan daerah terisolir dengan fasilitas pendidikan belum ada, serta dalam memenuhi kebutuhan belajar sebagai dampak perubahan peningkatan taraf hidup, ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebagai pendidikan alternatif, pendidikan kesetaraan dikembangkan mengacu pada Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Standar Nasional Pendidikan (Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan) yang disesuaikan dengan tuntutan, kebutuhan dan karakteristik peserta didik serta dengan penguatan pada penguasaan kecakapan hidup, khususnya kecakapan kerja. Makna kesetaraan pada pendidikan dasar kesetaraan (Paket A dan B) tidak harus berarti sama dengan SD dan SMP, tetapi kesetaraan itu mengandung arti kesamaan dalam kemampuan untuk mencapai standar kompetensi pendidikan dasar itu sendiri. Dalam pendidikan kesetaraan, sebagai pendidikan alternatif, makna kesetaraan

12

mengandung arti bahwa pengakuan, bobot, nilai, kadar, pengaruh, kedudukan, fungsi, dan kewenangan PNF kesetaraan dapat menjamin agar lulusannya memiliki kemampuan, kecakapan, dan nilai-nilai yang berguna dalam menempuh kehidupan. Sesuai dengan amanat UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) --Pasal 13 ayat (1) tentang jalur pendidikan, dan pasal 26, ayat (6) -- bahwa hasil PNF kesetaraan dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian kesetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan sesuai PP No 19, 2005. Selanjutnya berdasarkan Kepmen No. 0131/U/1994 tentang Program Paket A dan B, dan Kepmen Nomor 132/U/2004 tentang Paket C, PNF-kesetaraan berfungsi sebagai pelayanan pembelajaran bagi masyarakat untuk mendapat pendidikan melalui PNF dan pengakuan setara dengan tamatan SD, SMP, SMA. Program Paket A berfungsi untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan , sikap dan nilai yang setara dengan SD/MI kepada peserta didik yang karena berbagai hal tidak dapat bersekolah, sehingga dapat meningkatkan partisipasi SD/MI bagi kelompok usia 712 tahun, dan memberikan akses terhadap pendidikan setara SD/MI bagi orang dewasa sesuai dengan potensi dan kebutuhannya. Program Paket A bertujuan : 1) Memberikan dasar pembentukan warga negara yang beriman dan bertaqwa, berkarakter dan bermartabat 2) Memberikan dasar-dasar kemampuan membaca, menulis dan berhitung 3) Memberikan pengalaman belajar yang mandiri dan produktif 4) Memberikan dasar-dasar kecakapan hidup 5) Memberikan bekal pengetahuan, kemampuan dan sikap yang bermanfaat untuk mengikuti pendidikan lanjutan SMP/MTs atau Paket B. (Sumber ; Acuan Kurikulum Pendidikan Kesetaraan , 2006 ) Berdasarkan Permen No.14 tahun 2007 tentang standar isi Kurikulum Program Paket A menekankan pada : Tingkat I/Derajat Awal : Menekankan pada kemampuan literasi dan numerasi (kemahirwacanaan bahasa dan angka), sehingga peserta didik mampu berkomunikasi melalui teks secara tertulis dan lisan baik dalam bentuk huruf maupun angka. Tingkat II/Derajat Dasar: Menekankan fakta, konsep dan data secara bertahap, sehingga peserta didik mampu berkomunikasi melalui teks secara tertulis dan lisan dengan menggunakan fenomena alam dan atau sosial sederhana secara etis, untuk memiliki keterampilan dasar dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi.

13

B. LAYANAN PEMBELAJARAN PADA PENDIDIKAN KESETARAAN Peran pendidikan kesetaraan sangat strategis yaitu memberikan perluasan akses layanan pendidikan dasar, bekal pengetahuan dan program penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun. Hal ini disebabkan warga belajar yang dilayani pada pendidikan kesetaraan adalah masyarakat yang putus sekolah karena keterbatasan ekonomi, TKI di luar negeri, calon TKI, masyarakat di daerah-daerah khusus, seperti daerah perbatasan, daerah bencana, dan daerah yang terisolir dengan fasilitas pendidikan belum ada, dan sebagainya, maka pendidikan kesetaraan akan sangat membantu dalam memperoleh pendidikan. Adapun yang menjadi penyelenggara kelompok belajar belajar) pendidikan kesetaraan adalah : 1. PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) 2. SKB (Sanggar Kegiatan Belajar) 3. Pondok Pesantren 4. Majlis Taklim 5. Lembaga Kursus 6. Sekolah Rumah 7. Sekolah Alam 8. Sekolah Multigrade Teaching 9. Susteran 10. Diklat-diklat dan UPT 11. Lembaga Swadaya Masyarakat 12. Yayasan badan hukum dan badan usaha 13. Organisasi kemasyarakatan 14. Organisasi Sosial Masyarakat 15. Organisasi keagamaan (komunitas

Diversifikasi layanan pendidikan kesetaraan disediakan untuk merespon disparitas potensi, kebutuhan, dan kompetensi masyarakat yang majemuk. Berikut ini merupakan diversifikasi layanan khusus pada pendidikan kesetaraan: 1. Pangkalan belajar, yaitu sistem pelayanan pendidikan kesetaraan yang menghubungkan antara pangkalan (homebased) dengan daerah-daerah penyangga (hinterland) pada kawasan khusus, seperti kawasan perbatasan, pulau kecil. 2. Pembelajaran langsung, yaitu model layanan pembelajaran yang dilakukan secara langsung. 3. Pusat Sumber Belajar, yang berorientasi basis komunitas. 4. Layanan Pendidikan bergerak (mobile education service) atau Kelas Berjalan (Mobile Classroom), merupakan pelayanan pendidikan dengan sistem jemput bola (door to door) yang dilakukan oleh tutor pada peserta didik dari satu tempat ke tempat yang lain.

14

5. E-Learning, yaitu pembelajaran pendidikan kesetaraan secara online (e-learning) sebagai alternatif bagi peserta didik yang relatif sulit untuk bertemu langsung dengan tutor atau meninggalkan tempat kerjanya. Kurikulum pendidikan kesetaraan diarahkan untuk mewujudkan insan Indonesia cerdas komprehensif dan kompetitif bagi semua warga belajar pendidikan kesetaraan. Selain itu, layanan kesetaraan, baik bagi masyarakat pedesaan maupun masyarakat miskin di perkotaan tetap mempertimbangkan beberapa faktor, antara lain: 1. perencanaan integratif, 2. memahami budaya setempat, 3. penguasaan bahasa, 4. akses kepada pendidikan dasar yang mengacu pada keterampilan hidup yang sesuai dengan potensi lokal, budaya dan sumberdaya. Sistem pembelajaran (delivery system) pada pendidikan kesetaraan dengan menggunakan pendekatan sebagai berikut: 1. Induktif: membangun pengetahuan melalui kejadian atau fenomena empirik dengan menekankan pada experiential learning (belajar dengan mengalami sendiri). 2. Konstruktif: mengakui bahwa semua orang dapat membangun pandangannya sendiri terhadap dunia, melalui pengalaman individual untuk menghadapi/menyelesaikan masalah dalam situasi yang tidak tentu atau ambigius. 3. Tematik: mengorganisasikan pengalaman-pengalaman, mendorong terjadinya belajar di luar ruang kelas, mengaktifkan pengalaman belajar, menumbuhkan kerjasama antar perserta didik. 4. Berbasis Lingkungan: untuk meningkatkan relevansi, dan kebermanfaatannya bagi peserta didik sesuai potensi dan kebutuhan lokal. Kurikulum Satuan Pendidikan Kesetaraan disusun secara induktif, tematik dan berbasis kecakapan hidup, serta sesuai dengan konteks local dan global sehingga lebih relevan dengan kehidupan sehari-hari. Muatan kurikulum Pendidikan Kesetaraan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang meliputi mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri. Adapun, pengaturan beban belajar diatur dengan menggunakan dua sistem jam belajar: - Pertemuan sistem tatap muka (regular), dan - Satuan Kredit Kesetaraan (SKK). Pendidikan kesetaraan menerapkan proses pembelajaran yang berorientasi terhadap pencapaian standar kompetensi lulusan, dengan tiga pendekatan yaitu: materi ajar yang bermuatan literacy dan life skills, pengorganisasian materi secara tematik, proses pembelajaran

15

yang bersifat induktif, dan penilaian kompetensi. Dengan demikian standar kompetensi lulusan meliputi: 1. pemilikian keterampilan dasar untuk memenuhi kebutuhan seharihari (Paket A); 2. pemilikan keterampilan untuk memenuhi tuntutan dunia kerja (Paket B); dan 3. pemilikan keterampilan berwirausaha (Paket C). Perbedaan ini disebabkan oleh kekhasan karakteristik warga belajar karena memerlukan substansi praktikal yang relevan dengan kehidupan nyata. Dengan demikian, penilaian dalam pendidikan kesetaraan dilakukan dengan lebih mengutamakan uji kompetensi.

C. PENGERTIAN, PENGELOMPOKKAN DAN DAMPAK BENCANA ALAM Terdapat banyak pengertian yang berbeda mengenai bencana yang digunakan oleh para praktisi di dunia. Berikut ini merupakan beberapa pengertian mengenai bencana dan bencana alam: Carter dalam bukunya: Disaster Management-A Disaster Managerss Handbook (1991), bencana adalah suatu kejadian, alam atau buatan manusia, tiba-tiba atau progresive, menimbulkan dampak yang dahsyat (hebat) sehingga komunitas (masyarakat) yang terkena atau terpengaruh harus merespon dengan tindakan-tindakan luar biasa. Adapun, definisi bencana menurut M.Fikri Afistianto dan M. Farel Adirianto (2007) yaitu suatu peristiwa yang disebabkan oleh proses alam atau ulah manusia, dapat terjadi secara bertahap atau mendadak, dan mengakibatkan kehilangan jiwa manusia, kerusakan dan kehilangan harta benda, serta kerusakan lingkungan. Menurut UNDMTP (Program Pelatihan Manajemen Bencana PBB) pada buku Panduan Pendidikan di Masa Darurat (2008), bencana merupakan gangguan serius pada fungsi masyarakat yang menyebabkan kerugian besar dalam hal manusia, materi atau lingkungan yang melampaui kemampuan masyarakat yang terkena bencana untuk menghadapinya dengan hanya menggunakan sumber daya yang mereka miliki. Bencana biasanya dikelompokkan berdasarkan kecepatan serangannya (tiba-tiba atau lambat) atau berdasarkan penyebabnya (alam atau manusia). Sedangkan yang dimaksud dengan bencana-bencana alam adalah kejadian-kejadian yang ditimbulkan oleh bahaya-bahaya alam yang tak bisa diatasi oleh kemampuan lokal dan mempengaruhi dengan serius pembangunan sosial dan ekonomi sebuah wilayah (IASC (Komite Tetap Antar-Lembaga) tentang HAM, 2006)

16

Menurut Wikipedia Indonesia (ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia), bencana alam adalah konsekuensi dari kombinasi aktivitas alami (suatu peristiwa fisik, seperti letusan gunung, gempa bumi, tanah longsor) dan aktivitas manusia. Karena ketidakberdayaan manusia, akibat kurang baiknya manajemen keadaan darurat, sehingga menyebabkan kerugian dalam bidang keuangan dan struktural, bahkan sampai kematian. Dengan demikian, dari beberapa pengertian bencana tersebut, dapat disimpulkan pengertian, jenis dan dampak bencana, sebagai berikut : Bencana atau bencana alam adalah suatu kejadian yang ditimbulkan oleh kombinasi aktivitas alami (suatu peristiwa fisik, seperti letusan gunung, gempa bumi, tanah longsor) dan aktivitas manusia yang terjadi secara bertahap atau mendadak dan tidak dapat diatasi oleh kemampuan lokal, serta mempengaruhi dengan serius pembangunan sosial ekonomi sebuah wilayah, sehingga mengakibatkan kerugian seperti kehilangan jiwa manusia, kehilangan harta benda, serta kerusakan lingkungan, karena ketidakberdayaan manusia. Pengelompokkan bencana berdasarkan 1. kecepatan serangannya yaitu mendadak/tiba-tiba dan bertahap/ lambat. 2. penyebabnya yaitu (a) kombinasi alam dan ulah manusia (banjir, gempa, letusan gunung api, tsunami, tanah longsor, semburan lumpur, angin puting beliung dan hujan badai), dan (b) ulah manusia saja (misalnya kebakaran, kebakaran hutan, kekeringan dan penyakit). Dampak bencana atau bencana alam antara lain: 1. kehilangan jiwa manusia 2. kerusakan dan kehilangan harta benda 3. kerusakan lingkungan 4. mempengaruhi/merusak pembangunan sosial (struktur sosial masyarakat) 5. ketidakberdayaan manusia dan kemampuan lokal

D. UPAYA PENANGANAN BENCANA ALAM Banyaknya korban jiwa pada setiap bencana alam pada umumnya disebabkan karena ketidaktahuan masyarakat bagaimana cara bertindak ketika terjadi bencana. Sudah saatnya masyarakat memiliki pengetahuan tentang proses-proses geologi. Proses-proses geologi itu sebenarnya merupakan proses-proses alamiah biasa yang siklus kejadiannya bervariasi, mulai dari beberapa tahun hingga beberapa ratus bahkan beberapa juta tahun. Karena kehadiran manusia, proses geologi tersebut sering akhirnya berkembang menjadi bencana

17

ekologis. Tanda-tanda bencana ekologis yang terjadi di sekitar lingkungan hidup masyarakat, biasanya karena pengelolaan perkebunan/hutan maupun industri milik komunitas masyarakat setempat menciptakan simbiosis mutualisme dengan ekosistem sekitarnya. Komunitas masyarakat umumnya menggantungkan mata pencahariannya pada kearifan lokal setempat disebabkan ketiadaan pilihan lain untuk bertahan hidup. Kerusakan fungsi pemerintah mematuhi deregulasi menyebabkan rusaknya fungsi-fungsi ekosistem. Pada satu titik, kegagalan ekosistem tersebut akan mengakibatkan sejumlah bencana banjir, longsor, hama baru, malaria, konflik satwa dengan manusia, gempa, dll. Bencana ekologis yang terjadi secara akumulatif dan simultan di berbagai tempat akan terjadi secara keberlanjutan dan Indonesia berada dititik kritis. Adapun, UNESCO bekerja sama dengan Badan Koordinasi Nasional (Bakornas) dan Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia (MPBI) telah mengembangkan kesiapan masyarakat dalam menghadapi resiko bencana, dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Persiapan dan Pencegahan Bencana, Dimaksudkan untuk mempersiapkan diri masyarakat akan kemungkinan terjadinya bencana dan untuk mengurangi dampak bencana, serta menentukan tindakan penyelamatan yang tepat guna dan tepat waktu. 2. Penanganan Bencana, Dimaksudkan untuk memberikan tindakan penanganan bencana secara langsung dan mengamankan keadaan di lokasi bencana. 3. Pemulihan Bencana, Bertujuan membangun kembali segala yang rusak akibat bencana yang menimpa sebuah masyarakat, baik itu yang bersifat sarana prasarana maupun psikologis korban bencana. Sedangkan, pemerintah Indonesia sebagai negara yang rentan bencana mengupayakan konsep penanganan bencana alam di komunitas sosial, sebagai berikut: 1. memberikan bantuan dan tanggap darurat (emergency respons) dengan orientasi pada pemenuhan kebutuhan darurat, berupa pangan, evakuasi, relokasi, pelayanan kesehatan untuk penyelamatan jiwa. 2. Mitigasi (pencegahan) yang tujuannya mengidentifikasi daerahdaerah rentan bencana, mengenali pola-pola kerentanan, dan melakukan pembangunan gedung dan penataan ruang 3. mengintegrasikan upaya penanggulangan bencana dengan program pembangunan. Misalnya melalui perkuatan ekonomi, penerapan teknologi, pengentasan kemiskinan dan sebagainya

18

(upaya-upaya pemberdayaan masyarakat untuk akses kegiatan kemanusiaan, mata pencaharian dan pekerjaan) 4. meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengelola alam dan lingkungan sekitar tempat tinggalnya untuk menekan resiko terjadinya bencana. Dalam rangka menunjang dan memperkuat daya dukung setempat, sejauh memungkinkan upaya-upaya pengurangan risiko bencana alam ini akan menggunakan dan memberdayakan sumber daya setempat, baik dari segi sumber dana, sumber daya alam, keterampilan, proses ekonomi maupun sosial masyarakat.

E. HAKIKAT PENGEMBANGAN KURIKULUM Menurut Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dikatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Batasan menurut undang-undang itu tampak jelas, bahwa kurikulum memiliki dua aspek pertama sebagai rencana yang harus dijadikan sebagai pedoman dalam pelaksanaan proses belajar mengajar oleh guru dan kedua pengaturan isi dan cara pelaksanaan rencana itu, yang keduanya digunakan sebagai upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional. Pandangan ini sesuai dengan Murray Print (1993) yang mengungkapkan bahwa kurikulum meliputi: 1. perencanaan pengalaman belajar; 2. program sebuah lembaga pendidikan yang diwujudkan dalam sebuah dokumen; 3. sebagai sebuah dokumen/pedoman; dan 4. implementasi dokumen. Dengan demikian, dalam kurikulum harus mencakup dua hal penting, yaitu perencanaan pembelajaran berdasarkan program/dokumen kurikulum serta bagaimana perencanaan itu diimplementasikan menjadi pengalaman belajar siswa dalam rangka pencapaian tujuan yang diharapkan. Adapun, pengembangan kurikulum mempunyai makna yang luas. Menurut Sukmadinata (2000), pada satu sisi pengembangan kurikulum berarti menyusun seluruh perangkat kurikulum mulai dari dasar-dasar kurikulum, struktur dan sebaran mata pelajaran, standar kompetensi, sampai pedoman-pedoman pelaksanaan (macro curriculum). Pada sisi lainnya penjabaran kurikulum dari standar isi menjadi silabus dan rencana persiapan pengajaran yang lebih khusus seperti penyusunan rencana tahunan, caturwulan, dan satuan pelajaran (micro curriculum).

19

Ditinjau dari cakupan pengembangannya, ada dua pendekatan yang dapat diterapkan dalam pengembangan kurikulum di Indonesia, yaitu: 1. Pendekatan Top Down (Pendekatan Administratif) Pengembangan kurikulum muncul dari para administrator pendidikan dengan menggunakan prosedur-prosedur administrasi yang bersifat sentralistik (line staff model) 2. Pendekatan Grass Roots (Pendekatan dari bawah ke atas) Inisiatif pengembangan kurikulum dimulai dari lapangan atau dari guru-guru sebagai implementator, kemudian menyebar pada lingkungan yang lebih luas (lebih bersifat curriculum improvement) Di Indonesia kini menganut sistem pemerintahan desentralistik, maka lebih tepat menggunakan model pengembangan kurikulum Grass Roots (pendekatan dari bawah ke atas) dan dengan menggunakan penjabaran micro curriculum.

F. RAGAM PENDEKATAN PEMBELAJARAN UNTUK PENGETAHUAN KEBENCANAAN Kurikulum dan pembelajaran merupakan dua hal yang tidak terpisahkan walaupun keduanya memiliki posisi yang berbeda. Kurikulum berfungsi sebagai pedoman yang memberikan arah dan tujuan pendidikan, serta isi yang harus dipelajari. Sedangkan pembelajaran adalah proses yang terjadi dalam interaksi belajar mengajar antara tutor dan warga belajar. Posisi kurikulum dan pembelajaran menurut Saylor (1981) bahwa tanpa kurikulum sebagai sebuah rencana, maka pembelajaran atau pengajaran tidak akan efektif, demikian juga tanpa pembelajaran atau pengajaran sebagai implementasi sebuah rencana maka kurikulum tidak akan memiliki arti apa-apa. Bagi Oliva (1992), kurikulum berkaitan dengan apa yang harus diajarkan, sedangkan pengajaran mengacu kepada bagaimana cara mengajarkannya. Dengan demikian, kurikulum berhubungan dengan sebuah program, sebuah perencanaan, isi atau materi pelajaran serta pengalaman belajar. Sedangkan, pengajaran berkaitan dengan metode, tindakan mengajar, implementasi, presentasi dan evaluasi. Sistem pengembangan kurikulum akan melahirkan rangkaian pengajaran/pembelajaran dan hasil yang diharapkan sesuai dengan kurikulum. Rangkaian pengajaran ini kemudian akan menyatu dalam sistem pembelajaran yang merupakan tindak lanjut dari pengembangan kurikulum. Dalam implementasinya sistem pembelajaran akan dipengaruhi oleh isi pelajaran (keluasan dan kedalaman materi serta jenis materi pelajaran itu sendiri) dan berbagai

20

instrumen pendukung yang kesemuanya itu tidak lepas dari sosial budaya masyarakat. Berdasarkan disiplin ilmu terdapat tiga organisasi kurikulum yaitu: 1. Subject Centered Curriculum (Kurikulum Mata Pelajaran Terpisah) Bahan atau isi kurikulum disusun dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah (separated subject curriculum). Misalnya mata pelajaran matematika, biologi, geografi, dsb. 2. Correlated Curriculum (Kurikulum Terkorelasi) Pengelompokkan mata pelajaran-mata pelajaran sejenis menjadi suatu bidang studi, misalnya mata pelajaran geografi, sejarah, ekonomi dikelompokkan dalam bidang studi IPS. Dalam mengkorelasikan bahan atau isi materi kurikulum dapat dilakukan dengan pendekatan struktural, pendekatan fungsional dan pendekatan budaya setempat. 3. Integrated Curriculum (Kurikulum Terintegrasi/Terpadu) Pada organisasi kurikulum ini, belajar berangkat dari suatu pokok masalah yang harus dipecahkan, dengan cara mecari dan meganalisis fakta. Belajar melalui pemecahan masalah perkembangan siswa tidak hanya terjadi pada segi intelektual saja akan tetapi seluruh aspek, seperti sikap, emosi atau keterampilan. Oleh karenanya, pendekatan pembelajaran untuk pendidikan kebencanaan pun perlu disesuaikan dengan pengorganisasian kurikulum berdasarkan disiplin ilmu tersebut di atas, yaitu: 1. pendekatan berdasarkan mata pelajaran secara terpisah (separated subject approach) 2. pendekatan mata pelajaran terkorelasi (correlated subject approach) 3. pendekatan mata pelajaran terintegrasi (integrated subject approach) Semua pendekatan pembelajaran yang berdasarkan pengorganisasian kurikulum berdasarkan disiplin ilmu dapat diterapkan dalam memberikan pendidikan kebencanaan pada warga belajar pendidikan layanan khusus pada Pendidikan Kesetaraan. Namun untuk Pendidkan Kesetaraan program Paket A yang paling tepat dengan menggunakan pendekatan berdasarkan mata pelajaran secara terpisah (separated subject approach) dan pendekatan mata pelajaran terintegrasi (integrated subject approach), dengan alasan sebagai berikut: 1. sebagian besar PKBM program Paket A secara nasional masih melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan berdasarkan mata pelajaran secara terpisah

21

2. pada program Paket A Kesetaraan umumnya mata pelajaran-mata pelajaran yang sejenis dikelompokkan (terkorelasi) dalam satu mata pelajaran, seperti IPA dan IPS. Jadi, tidak diajarkan menurut disiplin ilmu tersendiri seperti biologi, fisika, ekonomi, ataupun sejarah. 3. Kurikulum dan pembelajaran pada Pendidikan Kesetaraan saat ini menggunakan pendekatan pembelajaran terintegrasi (integrated subject approach) yaitu pembelajaran tematik dan mengintegrasikan disiplin ilmu lainnya jika diperlukan, misalnya pendidikan lingkungan dan budaya, pendidikan kecakapan hidup, HIV/AIDS dll. Dalam pemilihan pendekatan pembelajaran untuk memasukkan pengetahuan kebencanaan dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi PKBM setempat. G. IMPLEMENTASI PENGETAHUAN KEBENCANAAN DENGAN MODEL PEMBELAJARAN TERINTEGRASI 1. KATEGORI Ada beberapa kategori yang menyebabkan pembelajaran terintegrasi sebagai pendekatan pembelajaran yang tepat untuk suatu disiplin ilmu baru, yaitu: Empirik, Karena pada hakikatnya pengalaman hidup sifatnya kompleks dan terpadu, artinya menyangkut berbagai aspek yang saling terkait atau berhubungan. Misalnya, rekreasi ke pantai merupakan kompleksitas pengalaman hidup tidak hanya bersifat sosial (berhubungan dengan keluarga dan masyarakat), ekonomi (kemampuan keluarga memenuhi kebutuhan rekreasi), tetapi juga berkaitan dengan biologi pengenalan biota-biota laut di pantai), geografi (cuaca dan iklim saat itu), dan matematika (jika membeli barang atau makanan). Dengan demikian, proses pembelajaran di sekolahpun juga memiliki pengalaman hidup di masyarakat, yang lebih sesuai dengan realita kehidupan. Teoritis ilmiah, Karena keadaan dan permasalahan dalam kehidupan terus berkembang selaras dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Misalnya, lingkungan hidup, pengetahuan narkoba (HIV/AIDS), pendidikan seks dll. Semua muatan ilmu pengetahuan dan informasi yang semakin bertambah tersebut tidaklah harus dimasukkan sebagai satu mata pelajaran yang berdiri sendiri, karena muatan kurikulumnya akan menjadi padat. Maka, akan sangatlah tepat dan efisien jika dalam implementasinya suatu pengetahuan/informasi baru, dengan

22

menggunakan model pembelajaran terintegrasi/terpadu, sehingga dapat mengakomodasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di masyarakat. 2. DEFINISI Definisi menurut Humphreys (1981) Studi terintegrasi adalah hal yang memungkinkan anak secara luas mengeksplorasi pengetahuan pada berbagai mata pelajaran yang berhubungan dengan aspek-aspek tertentu di lingkungannya. Ia melihat bahwa antar mata pelajaran ada keterkaitan, seperti antara sosiologi, kesenian, IPA, matematika, dan IPS, dimana keterampilan dan pengetahuan dikembangkan dan diaplikasikan lebih dari satu mata pelajaran. Berdasarkan definisi ini, Shoemaker (1989) mendefinisikan kurikulum terintegrasi sebagai ... pendidikan yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga melintasi garis-garis batas mata pelajaran, membawa bersama beragam aspek kurikulum ke dalam asosiasi yang bermakna agar terfokus kepada bidang-bidang studi yang luas. Ia memandang belajar dan mengajar secara holistik dan merefleksikan dunia nyata, yang interaktif. Dengan demikian definisi tersebut memberikan pandangan bahwa pembelajaran terintegrasi merupakan suatu pendekatan yang mempersiapkan warga belajar untuk pembelajaran berkelanjutan/ pendidikan sepanjang hayat. Secara umum, dari definisi tersebut tercermin karakteristik pembelajaran terintegrasi, yakni: penggabungan beberapa mata pelajaran menekankan pada suatu project/bidang ilmu tertentu dengan mata pelajaran yang ada dapat menggunakan berbagai buku sumber konsep ilmu yang saling berhubungan/berkaitan pengajaran tematik sebagai prinsip pengorganisasian pembelajaran jadwal yang fleksibel pengelompokan warga belajar yang fleksibel 3. MANFAAT Manfaat pembelajaran terintegrasi berdasarkan hasil penelitian, adalah: Pembelajaran/kurikulum terintegrasi bermanfaat dan relevan bagi semua jenjang pendidikan, juga Perguruan Tinggi. Membuat mengajar guru lebih menggairahkan. Membantu warga belajar mengontrol kegiatan belajarnya sendiri.

23

Prestasi warga belajar lebih baik, dapat belajar lebih banyak & bekerja lebih baik, daripada jika belajar mata pelajaran secara terpisah. Memotivasi dan mengembangkan kekuatan warga belajar untuk melihat hubungan-hubungan yang baru, lalu menciptakan model, sistem, dan struktur yang baru. Kemampuan membuat hubungan, memecahkan masalah dari beragam sudut pandang, dan menyatukan informasi dari bidangbidang yang berbeda. (Lipson dkk., 1993) Dampak aktivitas belajar terintegrasi yang sinergis lebih besar daripada jumlah keterampilan dan konsep yang dipelajari pada berbagai bidang studi. (Bonds, Cox & Gantt-Bonds, 1993) Eksplosi pengetahuan, meningkatnya tuntutan mengatasi beragam masalah, roster yang terfragmentasi, keprihatinan terhadap relevansi kurikulum, dan kurangnya hubungan antarmata pelajaran dapat diatasi dengan menerapkan pembelajaran terintegrasi. (Jacobs 1989).

4. PENGORGANISASIAN KURIKULUM TENTANG PENGETAHUAN KEBENCANAAN DENGAN MODEL PEMBELAJARAN TERINTEGRASI Dalam mengembangkan kurikulum, setiap institusi PKBM haruslah mengacu pada Standar Isi Nasional. Oleh sebab itu, sebelum mengembangkan KTSP (kurikulum PKBM), setiap pengembang kurikulum, baik itu dari dinas pendidikan maupun tutor PKBM, disarankan untuk membaca dengan seksama Standar Isi Nasional. Langkah pengorganisasian kurikulum tentang pendidikan kebencanaan, dengan model pendekatan pembelajaran terintegrasi/tematik, dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: 4.1 Menetapkan materi bahan ajar tentang pendidikan kebencanaan yang nantinya akan diintegrasikan pada mata pelajaran. Misalnya: a. Persiapan dan Pencegahan Bencana, meliputi materi : - pengetahuan tentang bencana, antara lain jenis bencana, gejala-gejala bencana, dampak/bahaya bencana, dll - pencegahan terjadinya bencana, meliputi mengidentifikasi lingkungan sekitar yang rentan/rawan bencana, menjaga dan memelihara lingkungan sekitar, penyuluhan/ menginformasikan pada lingkungan sekitar untuk menimbulkan kesadaran dalam menjaga dan memelihara lingkungan, memperkirakan faktor resiko bencana - persiapan jika terjadi bencana, meliputi menjalin hubungan kerjasama dengan berbagai pihak di masyarakat,

24

membuat rencana tindakan, menentukan lokasi pengungsian, menyiapkan peralatan keselamatan diri jika terluka dan persiapan secara psikologis/ mental jika terjadi bencana b. Penanganan Bencana, meliputi materi: - tindakan langsung pada saat bencana: membunyikan tanda bahaya, memberitahu tokoh masyarakat/pimpinan wilayah setempat, pencarian bantuan - penanganan bencana: mengamankan keadaan di lokasi bencana, memberi pertolongan pertama dan kesehatan, penanganan jenazah, mendata korban bencana, perhatian khusus pada korban/warga yang lemah, mendata kebutuhan korban bencana baik secara fisik dan psikologis - tindakan pengungsian: lokasi pengungsian,dapur umum, obat-obatan, dan kebutuhan sanitasi c. Pemulihan Bencana, meliputi materi: - pihak-pihak yang terlibat pada pemulihan bencana - kebutuhan pemulihan yang mendesak - kebutuhan pemulihan jangka panjang 4.2 Menelaah/menganalisis Standar Isi setiap mata pelajaran. Dimaksudkan untuk mencari Standar Kompetensi (SK) maupun Kompetensi Dasar (KD) yang dapat diintegrasikan dengan pendidikan kebencanaan. Semua SK-KD yang dapat diintegrasikan dicatat nomer SK-KD nya, cantumkan pada struktur kurikulum Pendidikan Kesetaraan Program Paket A, sebagai berikut: Struktur Kurikulum Kesetaraan Program Paket ASK/KD yg diintegrasikan dg materi pendidikan kebencanaan Tingkatan 1 / Tingkatan 2 / Derajat Awal/ Derajat Dasar/ Setara Setara Kelas Kelas I III SD IV-VI SD1.2; 2.1; 2.2; 2.3; 7.1; 8.1; 8.2; 8.3; 9.1; 9.2; 13.1; 13.2; 13.3; 13.4; 14.1; 14.2; 14.3; 14.4; 14.5; 15.1; 15.2; 15.3; 16.1; 16.2; 17.1; 17.2; 18.1; 18.2; 18.3; 18.4; 19.2; 20.2; 21.2; 23.2; 24.2; 25.2; 26.2 1.1; 1.2; 1.3; 3.1; 3.2; 4.1; 4.2; 5.1; 5.2; 6.1; 6.2; 7.1; 7.2; 8.1; 8.2; 9.1; 9.2; 10.1; 10.2; 10.3; 11.2; 11.3; 12.1; 12.2 1.2; 1.3; 2.2; 3.1; 3.2; 4.1; 4.2; 5.1; 5.2; 6.1; 6.2; 7.1; 7.4; 8.1; 8.3; 8.4; 9.1; 9.2; 9.3; 10.1; 3.1; 4.1; 5.2; 6.1;7.2; 9.3; 11.1; 11.2; 12.1; 12.2; 13.3; 14.1; 14.2; 15.1; 15.2; 15.3; 16.1; 16.2; 17.1; 19.2; 20.1; 20.2; 21.2; 22.2; 23.2; 24.1; 24.2; 25.2; 26.1; 26.2; 28.2; 29.1; 29.2; 30.1; 30.2 1.1; 1.2; 5.1; 5.2; 5.3; 7.1; 7.2; 8.1; 8.2;

Mata Pelajaran

1.

Pendidikan Agama

2.

Pendidikan Kewarganegaraan Bahasa Indonesia

3.

1.1; 1.2; 2.1; 3.1; 3.2; 4.1; 4.2; 5.1; 5.2; 6.1; 6.2; 7.1; 7.2; 8.2; 9.1; 9.2; 9.3; 10.1;

25

10.2; 11.1; 11.2; 11.3; 12.1; 12.2; 17.1; 17.2; 17.3; 21.1; 21.2; 23.1; 23.2; 24.1; 24.2

4.

Matematika

1.4; 2.4; 2.5; 2.6; 3.4; 4.3; 5.2; 5.3; 5.4; 5.5; 6.3; 7.1; 7.2; 7.3; 7.4; 8.1; 11.1; 11.2; 11.3; 11.4; 13.1; 13.2; 13.3; 15.1; 15.2; 15.3; 1.1; 1.2; 1.3; 2.1; 2.2; 2.3; 4.1; 4.2; 4.3; 5.1; 5.2; 5.3; 6.3; 7.3; 8.1; 8.2; 10.1; 10.2; 11.2; 11.3; 12.1; 12.2; 13.1; 13.2; 13.3; 14.2; 15.1; 15.2; 15.3; 15.4;

5.

Ilmu Pengetahuan Alam

6. 7.

Ilmu Pengetahuan Sosial Seni Budaya

8.

Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan

1.2; 1.4; 2.1; 2.2; 2.3; 3.1; 3.2; 3.3; 4.2; 4.3; 5.2; 5.3; 5.4; 6.1; 6.2; 6.3; 6.5 2.1; 2.2; 4.1; 4.2; 6.1; 6.2; 8.1; 8.2; 8.3; 10.1; 10.2; 12.1; 12.2; 14.2; 14.3; 16.3; 18.4; 20.2; 22.2; 24.1; 26.1; 26.2; 28.1; 28.2; 30.1; 30.2; 32.1; 32.2; 32.3; 34.2; 36.2; 36.3; 38.3; 40.1; 40.2; 40.3 1.1; 1.2; 1.3; 3.1; 3.2; 4.1; 4.2; 5.1; 5.2; 6.1; 6.2; 6.3; 8.1; 8.2; 9.1; 9.2; 10.1; 10.2; 11.1; 11.2; 12.1; 12.2; 13.1; 13.2; 13.3; 14.1; 14.2; 14.3; 16.1; 16.2; 17.1; 17.2; 18.1; 18.2; 18.3; 20.1; 20.2; 21.1; 21.2; 22.1; 22.2; 22.3; 23.1; 23.2; 23.3; 24.1; 24.2; 25.1; 25.2; 25.3; 26.1; 26.2; 27.1; 27.2; 28.1; 28.2; 29.1; 29.2; 30.1; 30.2; 30.3; 31.1; 31.2; 33.1; 33.2; 34.1; 34.2; 34.3; 35.1; 35.2; 35.3; 36.1; 36.2

10.2; 12.1; 12.2; 13.3; 16.1; 16.2; 16.3; 17.1; 17.2; 19.3; 19.4; 20.1; 20.2; 20.3; 21.2; 22.2; 22.3; 24.2 1.3; 1.3; 1.4; 1.5; 1.6; 3.4; 4.5; 6.3; 6.5; 7.4; 8.3; 9.4; 9.5; 10.3; 10.4; 13.1; 13.2; 13.3; 13.4; 13.5; 19.1; 19.2; 19.3; 20.1; 20.2; 20.3; 21.1; 21.2; 21.3; 21.4 1.2; 1.4; 4.1; 4.2; 5.1; 5.2; 6.1; 6.3; 6.4; 6.5; 7.2; 10.1; 10.2; 10.4; 11.1; 11.2; 11.3; 12.1; 12.2; 13.113.2; 14.1; 14.2; 14.3; 15.1; 18.1; 18.2; 20.1; 20.2; 20.3; 21.1; 21.2; 21.3; 22.4; 22.5; 22.6; 22.7; 26.1; 26.2; 27.1; 27.2 1.2; 1.3; 1.5; 1.6; 2.1; 2.2; 2.3; 2.4; 5.1; 5.2; 6.1; 6.2 1.3; 2.1; 3.3; 4.1; 4.2;5.3; 6.2; 8.2; 10.2; 12.1; 14.2; 16.3; 18.2; 20.1; 20.3; 24.1; 24.2; 26.2; 28.2; 30.2; 32.2; 34.2; 36.1; 38.2; 38.4; 40.2; 40.4; 42.2; 42.4; 44.2; 44.4; 46.1; 46.3; 48.2 1.1; 1.2; 1.3; 2.1; 2.2; 4.1; 4.2; 5.1; 5.2; 6.1; 6.2; 6.3; 7.1; 7.2; 9.1; 9.2; 10.3; 10.4; 11.1; 11.2; 12.1; 12.2; 13.1; 13.2; 13.3; 14.1; 14.2; 16.1; 16.2; 17.1; 17.2; 17.3; 18.1; 18.2; 18.3; 19.1; 19.221.1; 21.2; 22.2; 23.1; 23.2; 24.1; 24.2; 25.1; 25.2; 25.3; 28.1; 28.2; 29.1; 29.2; 30.1; 30.2; 30.3; 31.1; 31.2; 31.3; 33.1; 33.2; 34.1; 34.2; 34.3; 34.4; 35.1; 35.2; 36.1; 36.2

9. 10.

11.

Keterampilan Fungsional *) Muatan Lokal **) 10.1 Pengetahuan Kebencanaan Pengembangan Kepribadian Profesional

(terlampir halaman 27 s.d 29)

(terlampir halaman 27 s.d 29)

Keterangan: *) Pilihan mata pelajaran **) Substansinya dapat menjadi bagian dari mata pelajaran yang ada, baik mata pelajaran wajib maupun pilihan.

4.3 Menyusun Silabus dan RPP sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan dengan memperhatikan karakteristik pembelajaran terintegrasi. Di dalam mengorganisasikan pembelajaran dengan model kurikulum hendaknya memperhatikan karakteristik dari pengajaran terintegrasi.

26

Contoh SilabusRPP dengan pembelajaran terintegrasi pendidikan kebencanaan, baik pada satu mata pelajaran (Lampiran 1) ataupun secara tematik dengan beberapa mata pelajaran (Lampiran 2). 4.4 Penilaian pencapaian kompetensi dasar warga belajar dilakukan berdasarkan indikator, dengan menggunakan tes dan non tes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk, penggunaan portofolio dan penilaian diri. Penilaian harus bersifat komprehensif, menilai ranah kognitif, afektif dan psikomotor sesuai dengan karakteristik mata pelajaran masing-masing.

H. IMPLEMENTASI PENGETAHUAN KEBENCANAAN DENGAN MODEL PEMBELAJARAN MATA PELAJARAN SECARA TERPISAH 1. DEFINISI Model pendekatan pembelajaran mata pelajaran secara terpisah merupakan mata pelajaran yang organisasi materi atau isi kurikulum berpusat pada mata pelajaran tertentu yang berdiri sendiri atau terpisah. 2. PENGORGANISASIAN KURIKULUM TENTANG PENDIDIKAN KEBENCANAAN DENGAN MODEL PEMBELAJARAN MATA PELAJARAN SECARA TERPISAH Pada Pendidikan Kesetaraan berdasarkan struktur kurikulumnya untuk Pendidikan Kebencanaan dengan menggunakan pendekatan pembelajaran mata pelajaran secara terpisah (separated subect approach) dapat diimplementasikan pada mata pelajaran muatan lokal, karena merupakan mata pelajaran pilihan yang bediri sendiri atau terpisah. Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang substansi mata pelajarannya tidak terbatas pada mata pelajaran keterampilan saja. Langkah pengorganisasian kurikulumnya sebagai berikut: 2.1 Membuat program/kurikulumnya terlebih dahulu yaitu dengan menyusun Standar Isi yang meliputi SK-KD untuk setiap tingkatan.

27

Contoh:MUATAN LOKAL PENDIDIKAN KEBENCANAAN PENDIDIKAN KESETARAAN PROGRAM PAKET A Latar Belakang Indonesia hampir setiap tahun mengalami berbagai bencana alam. Umumnya yang paling sering terjadi adalah bencana alam banjir, longsor dan gempa yang menimbulkan kerugian cukup besar, baik harta maupu jiwa manusia. Hal ini disebabkan Indonesia merupakan daerah pertemuan 3 lempeng tektonik besar, yaitu lempeng Indo-Australisa, lempeng Eurasia dan lempeng Pasifik. Lempeng Indo-Australia bertabrakan dengan lempeng Eurasia di lepas pantai Sumatra, Jawa dan Nusa Tenggara, sedangkan lempeng Indo-Australia bertabrakan dengan lempeng Pasifik di utara Papua dan Maluku Utara. Akumulasi energi yang dilepaskan oleh tabrakan terkumpul sampai suatu titik dimana lapisan bumi tidak lagi sanggup menahan tumpukan energi sehingga lepas berupa gempa bumi. Peristiwa bencana paling dahsyat yang terjadi di Indonesia adalah tsunami di Aceh pada tahun 2004 dan musibah gempa berskala 5,9 Richter di Kabupaten Bantul, DI Yogjakarta pada tahun 2006. Kebanyakan korban bencana tewas karena ketidaktahuannya akan pengetahuan menyelamatkan diri dan mengenal tanda-tanda alam yang mengisyaratkan akan hadirnya sebuah gempa. Selain itu juga disebabkan oleh kurangnya pengetahuan untuk mengenal lingkungan ekologisnya yang bisa menjadi faktor penyebab terjadinya bencana. Mata pelajaran muatan lokal ini untuk menjembatani antara kebutuhan masyarakat daerah dengan tujuan pendidikan nasional yang diperkuat dengan UU No 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana oleh pemerintah. Landasan 1. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah 2. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 13 ayat (1) dan (2) tentang kedudukan pendidikan non formal: 3. Undang-Undang No. 20 tahun 2003 pasal 32 ayat 2, dijelaskan tentang pendidikan layanan khusus untuk daerah yang mengalami bencana alam 4. Undang-Undang No 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

28

5. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0131/U/1994 tentang paket A dan Paket B 6. Permendiknas No 22 Tahun 2006 tentang Muatan Lokal yang wajib diberikan pada semua satuan pendidikan Tujuan 1. memberikan bekal pengetahuan, wawasan dan keterampilan mengenai daerahnya dan lingkungannya 2. memiliki sikap assertif saat menghadapi masalah kebencanaan di lingkungannya. Ruang Lingkup Ruang lingkup mata pelajaran Muatan Lokal Pengetahuan Kebencanaan adalah kesiapsiagaan dan mitigasi bencana, penanganan bencana dan pemulihan bencana. Muatan lokal ini diprogramkan selama satu tahun. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkatan 1/Derajat Awal/Setara Kelas 1-3 SD STANDAR KOMPETENSI1. mengemukakan kesiapsiagaan dan mitigasi bencana karena ulah manusia

KOMPETENSI DASAR1.1 mengidentifikasi macam-macam bencana 1.2 memberikan contoh ulah manusia yang menyebabkan bencana 1.3 mendeskripsikan tanda-tanda akan terjadinya bencana 1.4 menyebutkan ciri-ciri rawan bencana 1.5 melakukan pencegahan bencana di lingkungan sekitarnya 1.6 mengemukakan dampak yang mengakibatkan bencana 1.7 memahami hidup siaga terhadap bencana 2.1 memberi contoh tindakan langsung pada saat bencana terjadi 2.2 mengetahui cara menolong diri sendiri jika terjadi bencana 2.3 mengetahui pihak yang harus dihubungi pada setelah bencana terjadi (cara mencari bala bantuan) 3.1 mengidentifikasi pihak yang terlibat pada pemulihan bencana 3.2 mengemukakan kebutuhan

2. melakukan cara penanganan bencana

3. menjelaskan tindakan pemulihan bencana

29

pemulihan bencana jangka pendek/mendesak dan cara mendapatkannya 3.3 mengemukakan kebutuhan pemulihan bencana jangka panjang dan cara mendapatkannya

Tingkatan 2/Derajat Dasar/Setara Kelas 4-6 SD STANDAR KOMPETENSI1. menjelaskan kesiapsiagaan dan mitigasi bencana karena faktor kombinasi alam dan ulah manusia

KOMPETENSI DASAR1.1 menjelaskan macam-macam bencana 1.2 memberikan contoh faktoralam dan ulah manusia yang menyebabkan bencana 1.3 mengklasifikasikan bencana berdasarkan tanda-tandanya 1.4 menerangkan pengertian daerah rawan bencana 1.5 menerapkan cara pencegahan bencana di lingkungan sekitarnya 1.6 menjelaskan dampak yang mengakibatkan bencana 1.7 membiasakan hidup siaga terhadap bencana 2.1 menerapkan tindakan langsung pada saat bencana terjadi 2.2 memahami cara menolong diri sendiri dan orang lain jika terjadi bencana 2.3 memahami pihak yang harus dihubungi pada setelah bencana terjadi (cara mencari bala bantuan) 3.2 menerangkan pihak yang terlibat pada pemulihan bencana 3.1 menjelaskan kebutuhan pemulihan bencana jangka pendek/mendesak dan cara mendapatkannya 3.3 menerangkan kebutuhan pemulihan bencana jangka panjang dan cara mendapatkannya

2. menerapkan cara penanganan bencana

3. memahami tindakan pemulihan bencana

2.2 Menyusun Silabus dan RPP sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Contoh SilabusRPP Muatan Lokal pada Lampiran 3. 2.3 Penilaian pencapaian kompetensi dasar Muatan Lokal untuk warga belajar dilakukan berdasarkan indikator, dengan menggunakan tes dan non tes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil

30

karya berupa tugas, proyek dan/atau produk, penggunaan portofolio dan penilaian diri. Penilaian harus bersifat komprehensif, menilai ranah kognitif, afektif dan psikomotor.

31

BAB III METODOLOGI

A. WAKTU DAN TEMPAT Studi Pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Layanan Khusus (PLK) pada Pendidikan Non Formal Terpencil ini dilaksanakan pada bulan Februari s.d Desember 2008 melalui serangkaian langkah kegiatan sebagai berikut: identifikasi kebutuhan lapangan, penyusunan kerangka dan pengembangan model kurikulum (buram-1), penelaahan dan perbaikan model kurikulum (buram-2: ujicoba), ujicoba model kurikulum, finalisasi model kurikulum, presentasi model kurikulum, dan laporan akhir. Tempat kegiatan dilaksanakan di Jakarta, Cisarua-Bogor dan daerah-daerah yang menjadi tempat kajian kebutuhan lapangan yaitu PKBM Parikesit I Paket A Desa Lebaho Ulak, Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur dan PKBM Wira Wiyata Karya Paket A, Dusun Kepuh Kulon, Dewa Wiro Keten, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta. B. UNSUR YANG TERLIBAT Adapun yang terlibat pada studi pengembangan model kurikulum ini adalah Pusat Kurikulum, Balai Pengembangan PNF & Infornal Regional II Jayagiri- Bandung, Perguruan Tinggi (UNJ & UPI), dan para praktisi Pendidikan Non Formal Kesetaraan dan Pendidikan Formal. Sedangkan yang terlibat sebagai responden kajian kebutuhan lapangan dan ujicoba antara lain kepala Dinas Pendidikan, Kabid/Kasie Kurikulum Dinas Pendidikan Luar Sekolah, UPTD, Pengawas/Penilik, Ketua Pengelola dan Tutor, Kepala Sekolah dan Guru Sekolah Umum, LSM, Tokoh Masyarakat, Masyarakat/Orang tua, dan Warga Belajar. C. CARA PENGUMPULAN DATA Studi pengembangan model kurikulum ini menggunakan pengumpulan data primer dan data sekunder. Data ini dikumpulkan melalui wawancara, observasi, kuesioner, diskusi fokus dan kajian dokumentasi. Data primer diperoleh melalui wawancara pada pihak sekolah dan masyarakat pada saat kegiatan indentifikasi kebutuhan lapangan, dan seminar pada saat kegiatan penyusunan kerangka dan pengembangan model. Sedangkan, pada ujicoba data primer diperoleh melalui pengisian kuesioner oleh responden dan diskusi fokus dengan Ketua Pengelola dan Tutor sebagai responden di PKBM model dan pengguna model kurikulum PLK PNF ini. Adapun, data sekunder diperoleh melalui observasi ke PKBM dan workshop penyusunan KTSP (Kurikulum PKBM) dilengkapi dengan silabus/RPP pada saat kegiatan indentifikasi kebutuhan lapangan dan ujicoba model kurikulum. Selain itu, data sekunder juga diperoleh melalui studi

32

dokumentasi hasil penelitian dan studi pustaka tentang teori kurikulum, teori pendidikan maupun yang berhubungan dengan kebijakan pendidikan. D. TEKNIS ANALISIS Dalam menganalisis studi pengembangan model kurikulum ini dengan menggunakan teknik analisis kualitatif dengan mendata masukan kuesioner dan merangkum hasil diskusi fokus tentang pengembangan model kurikulum PLK PNF Program Paket A bagi warga belajar di daerah bencana alam. Kemudian menyusun hasil diskusi identifikasi permasalahan yang mungkin timbul jika mengimplementasikan model kuriklum PLK PNF Program Paket A ini. E. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Sistematika Penulisan dan bahasa pada model kurikulum PLK PNF Program Paket A di daerah bencana alam Secara umum dari aspek keterbacaan model kurikulum pendidikan layanan khusus Pendidikan Non Formal Program Paket A di daerah bencana alam ini sudah baik. Pemahaman dari segi bahasa penulisan 42% berpendapat mudah dipahami dan komunikatif. Namun, ada beberapa masukkan pada bahasa penulisan pada model kurikulum ini agar lebih disederhanakan (35%), penggunaan bahasa asing atau saduran bahasa asing hendaknya dicari padanan kata ke dalam bahasa Indonesia atau terjemahannya yang dapat dipahami oleh para praktisi pendidikan di lapangan (35%), masih perlu penyempurnaan penggunaan bahasa (10%) dan masih ada antar paragraf yang tidak nyambung (6%). Untuk sistematika secara umum juga sudah baik dan runtun, namun 29% berpendapat antara daftar isi dengan isi naskah perlu disesuaikan dan 3% berpendapat landasan hukum untuk pendidikan non formal perlu dilengkapi. 2. Kemungkinan keterlaksanaan model kurikulum PLK PNF Program Paket A di daerah bencana alam Secara umum (100%) responden berpendapat bahwa model ini dapat dilaksanakan di PKBM dengan alasan sebagai berikut: Bisa, tetapi disesuaikan dengan kondisi sosial, budaya masyarakat, ketekunan dan kesabaran Bisa, jika ditindaklanjuti dengan pelatihan Bisa, tapi perlu diujicobakan dengan praktek mengajar Bisa tapi hendaknya lebih disederhanakan Bisa, dengan disesuaikan jenis bencana di daerah Bisa, tapi perlu contoh yang lengkap Bisa, jika SDM tutor PKBM siap

33

Namun demikian ada sebagian responden (+ 35%) menjawab bahwa model ini tidak dapat dilaksanakan dengan alasan sebagai berikut: Perlu dana untuk pelatihan dalam menerapkan model ini Karena sudah trauma Lebih memikirkan kehidupan keseharian Perlu dilengkapi dengan modul pembelajaranI Karena warga belajar tidak selalu hadir untuk mengikuti tutorial Karena perlu disosialisasikan dan pelatihan Karena kemampuan tutor PKBM yang masih minim 3. Kendala/permasalahan yang mungkin timbul dalam melaksanakan model kurikulum PLK PNF Program Paket A di daerah bencana alam Adapun kendala-kendala/permasalahan yang timbul dalam melaksanakan/menerapkan model kurikulum ini menurut responden seperti berikut: Kurangnya motivasi warga belajar untuk belajar, tetapi lebih senang bekerja mencari nafkah untuk kebutuhan keluarga (29%) Waktu tutorial yang jarang dan tidak lama sehingga penambahan pelajaran tentang pengetahuan kebencanaan merupakan beban baru bagi tutor dan warga belajar (29%) SDM tutor yang masih kurang memungkinkan untuk melaksanakan pembelajaran pengetahuan kebencanaan. (26%) Sarana-prasarana yang sangat minim menjadi kendala penerapan model kurikulum bencana ini. (23%) Warga belajar lebih senang dengan pelajaran yang praktis. (16%)

4. Pendapat tentang KTSP sebagai lampiran model kurikulum PLK PNF Program Paket A di daerah bencana alam Adapun pendapat responden tentang KTSP yang merupakan lampiran pada model ini secara umum berpendapat sudah sesuai. Sangat sesuai, mengingat Bantul dekat dengan gunung-gunung yang masih aktif. Perlu modul pembelajaran tentang model kurikulum bencana ini sehingga lebih memudahkan guru dalam mengajarkannya/mengaplikasikannya. Perlu bimbingan dalam pembuatan KTSP khususnya pada materi kebencanaan. 5. Saran responden terhadap model kurikulum PLK PNF Program Paket A di daerah bencana alam Berikut ini merupakan saran yang diberikan oleh responden terhadap model kurikulum pendidikan layanan khusus daerah terpencil:

34

Tutor perlu difasilitasi dengan sarana prasarana, modul dan pelatihan (19%) Model kurikulum hendaknya sederhana sehingga lebih mengena pada sasaran (19%) Perlu pelatihan dan pembinaan pada tutor untuk mempermudah tutor melaksanakan pembelajaran (16%) Perlu sosialisasi tentang model kurikulum kebencanaan ini (13%) Sangat bermanfaat sebagai kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana alam gempa bumi di Bantul (13%) Lebih baik diajarkan dalam bentuk life skill atau keterampilan (13%) Dalam menerapkan perlu dikoordinasikan dengan institusi terkait seperti PMI, BMG, dll (10%) Hendaknya di PKBM dilengkapi dengan sarana prasarana yang sesuai dengan penerapan model kurikulum kebencanaan ini. (10%) Perlu materi tentang bimbingan konseling kebencanaan (6%)

35

BAB IV PENUTUP

A. KESIMPULAN Dari serangkaian kegiatan Pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Layanan Khusus Pendidikan Non Formal Program Paket A pada Daerah Bencana Alam yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan sebagai berikut: Hasil ujicoba Model Kurikulum Pendidikan Layanan Khusus ini dari segi keterbacaan dapat dipahami oleh para pelaksana pendidikan di lapangan. Hasil ujicoba tentang KTSP Pendidikan Non Formal Program Paket A pada daerah bencana alam (merupakan Lampiran Model Kurikulum ini) sangat jelas dan dapat dipahami oleh para pelaksana pendidikan di lapangan, karena telah dilengkapi dengan pengorganisasian kurikulum pengetahuan kebencanaan, yang diimplementasikan dengan pendekatan pembelajaran terintegrasi (integrated approach) pada semua mata pelajaran dan pendekatan pembelajaran mata pelajaran secara terpisah (subject centered approach) yang diaplikasikan pada satu mata pelajaran tersendiri dan juga muatan lokal, serta diberi contoh Silabus, RPP dan LK. Pada saat workshop ujicoba para tutor dan penilik memahami cara menyusun pengorganisasian kurikulum pengetahuan kebencanaan berupa silabus dan RPP yang diimplementasikan dengan pendekatan pembelajaran terintegrasi (integrated approach) pada semua mata pelajaran dan pendekatan pembelajaran mata pelajaran secara terpisah (subject centered approach) yang diaplikasikan pada satu mata pelajaran tersendiri dan juga muatan lokal, Kendala dari penerapan model Kurikulum Pendidikan Layanan Khusus Pendidikan Non Formal Program Paket A pada daerah bencana alam disebabkan oleh beberapa faktor yaitu kemampuan SDM tutor terutama dalam kreativitas penyusunan kegiatan pembelajaran, keterbatasan media pembelajaran dan ketersediaan dana untuk keperluan kegiatan di sekolah. 2. SARAN / REKOMENDASI Berdasarkan serangkaian kegiatan Pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Layanan Khusus Pendidikan Non Formal Program Paket A untuk daerah bencana alam yang telah dilaksanakan hal-hal yang menjadi saran/rekomendasi sebagai berikut: Untuk meningkatkan kualifikasi SDM tutor, penilik dan tenaga tutor sukarela, sangat diprioritaskan kesempatan mengikuti inservice trainning tentang model kurikulum pendidikan layanan khusus

36

pendidikan non formal program paket A. Inservice training dimaksudkan untuk mengaktifkan para praktisi lapangan dalam kegiatan gugus dengan mendapatkan pendampingan dari ahli pendidikan/pakar/guru bina. Memberikan reward yang memadai agar para praktisi lapangan memiliki dedikasi yang tinggi dalam mengajar di sekolah terpencil. Sarana prasarana yang mendukung pada ketersediaan informasi dalam hal ini ketersediaan buku-buku sumber, media pembelajaran maupun internet jika memungkinkan. Pemberdayaan masyarakat dan tenaga tutor sukarela di PKBM dalam mendukung penyelenggaraan kegiatan pembelajaran Paket A. Perhatian khusus dan berkesinambungan dari pihak birokrasi pendidikan dalam hal ini dinas pendidikan setempat. Mengingat pendidikan dan pengelolaan pembelajaran di PKBM sangat berbeda dengan pendidikan formal. Perbedaan ini dilihat dari usia dan kondisi warga belajar, kemampuan/pendidikan tutor, sarana prasarana PKBM dan factor lainnya.

37

REFERENSI

Afistianto, M.Fikri dan Adirianto, M. Farel (LIPI & UNESCO). 2007.Serial Pembelajaran Anak Pesisir dan Laut Kita: Detektif Siaga Bencana. Jakarta: Canadian International Development Agency. Depdiknas. 2006. Undang-Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Biro Hukum dan Organisasi, Sekjen Depdiknas. Http://www.walhi.or.id. Sejuta Bencana Terencana di Indonesia. Humphreys, A.; Post, T.; and Ellis, A. 1981. Interdisciplinary Methods: A Thematic Approach. Santa Monica, CA: Goodyear Publishing Company. IASC Komite Tetap Antar-Lembaga. 2006. Melindungi Para Korban Bencana Alam: Buku Panduan Operasional IASC (Komite Tetap Antar-Lembaga) tentang Hak-hak Asasi Manusia (HAM) dan Bencana-bencana Alam. Washington, DC: IASC Komite Tetap Antar-Lembaga. Oliva, Peter F., 1981. Developing Curriculum, A Guide to Problems, Principles and Process. New York: Harper & Publisher. Print, Murray (1993). Curriculum Development and Design. Sydney: Allen & Unwin. Sanjaya, Dr. M.Pd, Wina.2008. Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Saylor, J. Galen, Alexander, William M. Dan Lewis Arthur J. (1981). Curriculum Planning for Better Teaching and Learning. Holt-Rinehart and Winston. Shoemaker, B. (1989). Integrative Education: A Curriculum for the Twenty-First Century. Oregon School Study Council. Suryadi, Ph.D, Ace. 2007. Mewujudkan Masyarakat Pembelajar: Konsep, Kebijakan dan Implementasi. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal, Depdiknas.

38

LAMPIRAN-1: PEMBELAJARAN TERINTEGRASI PENGETAHUAN KEBENCANAAN PADA SATU MATA PELAJARAN TERTENTU SILABUS Kelompok Belajar Mata Pelajaran Tingkat/Derajat/Setara Semester : Program Paket A (Pendidikan Kesetaraan) : Ilmu Pengetahuan Sosial : 1/Awal/Kelas 1-3 SD : IIPENILAIANTertulis Unjuk Kerja Hasil Karya

STANDAR KOMPETENSI : 5. Memahami lingkungan dan melaksanakan kerjasama di sekitar tempat tinggal KOMPETENSI MATERI POKOK KEGIATAN PEMBELAJARAN INDIKATOR DASAR 5.1 Menceritakan Kenampakan Mengamati gambar penampakkan lingkungan Mengidentifikasi kenampakan Alam dan alam dan catatlah penampakan lingkungan alam dan kenampakan buatan lingkungan Pelestariannya alam yang ada di gambar tsb. di lingkungan sekitar alam dan Gunungapi Mendiskusikan penampakan lingkungan alam Menjelaskan manfaat buatan di dan buatan serta manfaatnya kenampakan alam dan sekitar tempat kenampakan buatan bagi Mempresentasikan hasil diskusi kelompok tinggal kehidupan 5.2 Memelihara Menyebutkan contoh cara memperlakukan Memberi contoh cara yang baik lingkungan alam dan buatan dengan baik dalam memperlakukan lingkungan lingkungan alam dan buatan Mendiskusikan hubungan/pengaruh antara alam dan Memahami hubungan antara gunungapi dan kehidupan disekitar lingkungan buatan di gunungapi sesuai bacaan * gunungapi dan kehidupan di sekitar tempat sekitar lingkungan gunung api * Sumbang saran cara pengelolaan sumberdaya tinggal alam yang dapat mengakibatkan bencana Menjelaskan cara pengelolaan meletusnya gunungapi * sumberdaya alam yang dapat mengakibatkan bencana Mendiskusikan cara menyelamatkan diri dari meletusnya gunungapi * gempa Mempraktekkan pelestarian Merawat dan membersihkan lingkungan lingkungan sekolah (tanaman, halaman dan selokan sekolah)* materi, pengalaman belajar dan indikator tentang pengetahuan kebencanaan

ALOKASI WAKTU Disesuaikan dengan jam pelajaran 4 x 35 mnt

SUMBER/ALAT Gambar penampakan alam gunung, danau di kaki gunung, sungai, sawah yang dialiri air sungai Kliping tentang sumberdaya alam yang mengakibatkan bencana gunungapi Alat-alat kebersihan

39

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARANKelompok Belajar Mata Pelajaran Tingkat/Derajat/Setara Semester Alokasi Waktu : Program Paket A (Pendidikan Kesetaraan) : Ilmu Pengetahuan Sosial : 1/Awal/Kelas 1-3 SD : II : 2 x 35 menit

Standar Kompetensi : 5. Memahami lingkungan dan melaksanakan kerjasama di sekitar tempat tinggal Kompetensi Dasar : 5.1 Menceritakan lingkungan alam dan buatan di sekitar tempat tinggal 5.2 Memelihara lingkungan alam dan buatan di sekitar tempat tinggal Indikator : Mengidentifikasi kenampakan alam dan kenampakan buatan di lingkungan sekitar Menjelaskan manfaat kenampakan alam dan kenampakan buatan bagi kehidupan Memberi contoh cara yang baik dalam memperlakukan lingkungan alam dan buatan Memahami hubungan antara gunungapi dan kehidupan di sekitar lingkungan gunung api * Menjelaskan cara pengelolaan sumberdaya alam yang dapat mengakibatkan bencana meletusnya gunungapi * Mempraktekkan pelestarian lingkungan I. Tujuan Pembelajaran : Warga belajar mampu memahami manfaat kenampakan alam dan buatan bagi kehidupan Warga belajar mampu menjelaskan hubungan antara gunungapi dan kehidupan di sekitar lingkungan gunungapi. Warga belajar mampu menjaga dan memelihara lingkungan alam dan buatan dalam kehidupan sehari-hari II. Materi Ajar : Kenampakan Alam dan Pelestariannya Gunungapi III. Metode Pembelajaran : Ceramah Tanya jawab Diskusi Demonstrasi Presentasi

40

IV. Strategi Pembelajaran : Pertemuan Pertama : Kegiatan Awal (5 menit ) Klasikal : Absensi Penjelasan tentang kegiatan yang dilakukan hari tersebut Sumbang saran, antar warga belajar tentang lingkungan alam yang ada di sekitar kehidupan warga belajar Pengelompokkan siswa berdasarkan kesetaraan kelas 1, 2 & 3 kelompok untuk mengetahui pencapaian kompetensi dari masing-masing kelas Kegiatan Inti (62 menit ) Kelompok: Tutor pada masing-masing kelompok memandu siswa Tutor pada masing-masing kelompok memandu siswa Tutor memberikan gambar penampakan lingkungan alam, warga belajar mengamati dan mengidentifikasi penampakan lingkungan alam yang ada pada gambar (LK WB tugas-1) Warga belajar secara berpasangan ditugaskan untuk mendiskusikan dan menuliskan penampakan lingkungan alam dan buatan yang ada pada gambar. (LK WB tugas-1) Warga belajar secara berkelompok diberi tugas untuk mendiskusikan manfaat kenampakan lingkungan alam dan buatan bagi kehidupan manusia (LK WB tugas-1) Warga belajar secara berkelompok menuliskan laporan diskusi tentang manfaat kenampakkan lingkungan alam dan buatan bagi kehidupan manusia. Warga belajar mempresentasikannya Kegiatan Penutup (3 menit) Klasikal : Seluruh kelompok dikumpulkan kembali secara bersama-sama Kesimpulan pembelajaran dengan percakapan antara tutor dan warga belajar Pesan moral dan refleksi Pertemuan Kedua : Kegiatan Awal (5 menit ) Klasikal : Absensi Penjelasan tentang kegiatan yang dilakukan hari tersebut Sumbang saran, antar warga belajar tentang lingkungan alam yang ada di sekitar kehidupan siswa Pengelompokkan warga belajar berdasarkan kesetaraan kelas 1, 2 & 3 kelompok untuk mengetahui pencapaian kompetensi dari masing-masing kelas

41

Kegiatan Inti (62 menit ) Tutor dengan tanya jawab mencontohkan cara memperlakukan lingkungan alam dan buatan dengan baik Warga belajar ditugaskan untuk membaca Sumberdaya Alam Komplek Gunung Anak Krakatau mendiskusikan hubungan/pengaruh antara gunungapi dan kehidupan disekitar lingkungan gunungapi * (LK tugas-2) Warga belajar ditugaskan untuk mendata sumberdaya alam gunung api dan hubungannya dengan kehidupan manusia * (LK tugas-2) Warga belajar mempresentasikan hasil kerjanya. Sumbang saran antar warga belajar tentang cara pengelolaan sumberdaya alam yang dapat mengakibatkan bencana meletusnya gunungapi karena ulah manusia* Warga belajar mendiskusikan bagaimana cara menyelamatkan diri dari letusan gunung api dan menuliskannya sebagai laporan. (LK tugas-3) Warga belajar merawat dan membersihkan lingkungan sekolah (tanaman, halaman dan selokan) sebagai tugas mandiri melalui tugas piket.* Kegiatan Penutup (3 menit) Klasikal : Seluruh kelompok dikumpulkan kembali secara bersama-sama Kesimpulan pembelajaran dengan percakapan antara tutor dan warga belajar Pesan moral dan refleksi V. Alat/Bahan/Sumber Belajar : Gambar penampakan alam gunung, danau di kaki gunung, sungai, sawah yang dialiri air sungai Kliping tentang sumberdaya alam yang mengakibatkan bencana gunungapi Alat-alat kebersihan VI. Penilaian : Tes tertulis/lisan Performence (Unjuk Kerja) Produk (hasil karya) Mengetahui Pengelola Jakarta, Juli 2008 Tutor

..

* Indikator dan Strategi Pembelajaran tentang pengetahuan kebencanaan

42

LEMBAR KERJATUGAS-1 Nilai Nama : .................................................... Tingkat/Derajat/Setara: 1/Awal/Kelas 1-3 SD Mata Pelajaran : IPS (pertemuan 1) Hari/Tanggal : A. Amatilah Gambar Penampakan Lingkungan Alam Ini ! Paraf Tutor OT

1

2

3

4

43

B. Tuliskan kenampakan lingkungan dan kenampakan lingkungan buatan pada gambar tersebut di atas ! No Gbr 1 Penampakan lingkungan alam Manfaatnya

2

3

4

44

No Gbr 1

Penampakan lingkungan buatan

Manfaatnya

2

3

4

45

LEMBAR KERJATUGAS-2 Nilai Nama : .................................................... Tingkat/Derajat/Setara: 1/Awal/Kelas 1-3 SD Mata Pelajaran : IPS (pertemuan 1) Hari/Tanggal : Paraf Tutor OT

Bacalah bacaan di bawah ini, kemudian identifikasi sumber daya alam gunung api dan hubungannya dengan kehidupan manusia.

Sumber: http://www.abc.net.au/reslib/200711/r200660_768425.jpg

Bacaan:Sumberdaya Alam Komplek Gunung Anak Krakatau Sumberdaya alam suatu gunungapi secara umum adalah berupa tanah yang sangat subur sehingga menjadikan daerah tersebut sangat padat penduduknya. Dikarenakan kawasan gunungapi merupakan tempat tersimpannya air (reservoir air) merupakan sumber kehidupan bagi manusia, dan hampir semua jenis pepohonan dapat tumbuh di wilayah suatu gunungapi. Jadi selain hasil pertanian juga hasil hutan yang dapat dijadikan suatu sumber devisa negara. Selain tanah subur keindahan alampun merupakan sumberdaya yang tidak kalah penting dalam penghasilan devisa negara tersebut yang mana gunungapi merupakan objek yang hanya dilihat dan dikunjungi sudah mendatangkan keuntungan yang tidak kecil nilai rupiahnya, serta membantu masyarakat disekitarnya untuk ikut berpartisipasi dalam upaya wisata atau dalam penyediaan sarana-prasarana serta barang-barang cindera mata bagi para wisatawan. Potensi lainnya yang merupakan sumberdaya di suatu wilayah gunungapi adalah berupa bahan galian terutama untuk bangunan, tetapi tidak selalu menguntungkan

46

orang banyak, malahan sering menimbulkan suatu permasalahan bagi banyak orang. Mengapa? Bahan galian di suatu gunungapi kalau yang sifatnya seperti dapat terbarukan misalnya bahan galian yang berupa aliran lahar pada sungai-sungai di gunungapi aktif yang terendapkan lagi bila terjadi hujan, (di kawasan G. Merapi, di G. Semeru). Akan tetapi tidak sedikit menimbulkan permasalahan baru dalam penggalian tersebut, misalnya penambangan di kaki G. Cereme, terdapat suatu penggalian bahan bangunan yang ternyata menimbulkan suatu permasalahan antara lain menyebabkan suatu danau tempat penampungan air (reservoir air) secara alami mengering di lereng gunungapi tersebut, yang akhirnya terpaksa penggalian tersebut harus dihentikan dan dilakukan penambalan agar airnya tidak bocor. Juga di daerah G. Galunggung, penggalian pasir sudah merambah ke tanggul-tanggul pengelak aliran lahar, yang dibangun tahun 1982, maka bila terjadi letusan lagi, tanggul-tanggul lahar tersebut harus dibangun kembali dengan biaya yang tidak sedikit. Mengapa demikian? Dikarenakan volume pasir dan bahan galian di sekitar G. Galunggung yang digali melebihi bahan galian yang terendapkan. Bagaimana di G. Krakatau? Apakah pasir di sana dapat dipergunakan untuk bahan bangunan? Berdasarkan sifat fisiknya batuan di G. Anak Krakatau tidaklah banyak berbeda dengan di Gunungapi lainnya, tentu bahan galian tersebut dapat dipergunakan, mungkin kwalitasnya dapat menyamai pasir G. Galunggung, G. Merapi atau G. Semeru. Namun karena lokasinya di kawasan yang rawan bencana dan gunungnya termasuk sangat aktif dan juga terdapat di suatu komplek lingkungan yang sangat penting bagi kehidupan biota yang ada di Selat Sunda. Jadi kalau ada usaha-usaha untuk melakukan penggalian pasir di daerah tersebut menurut pemikiran saya sangat tidak disarankan. Selain daerahnya yang rawan terhadap bencana juga akan merugikan para nelayan yang beraktivitas di Selat Sunda, karena kehidupan biota di sekitar daerah tersebut akan terganggu sehingga lingkungan kehidupan flora dan fauna di daerah itu tentu akan berubah oleh adanya ativitas tersebut. Untuk pengambilan bahan galian sebaiknya di carikan tempat lain yang lebih baik dan menguntungkan banyak pihak. (dikutip dari http://groups.yahoo.com/group/kisunda/message/12693)

.................................................................................................................................. .................................................................................................................................. .................................................................................................................................. .................................................................................................................................. .................................................................................................................................. .................................................................................................................................. .................................................................................................................................. .................................................................................................................................. .................................................................................................................................. .................................................................................................................................. .................................................................................................................................. .................................................................................................................................. ..................................................................................................................................

47

LEMBAR KERJATUGAS-3 Nilai Nama : .................................................... Tingkat/Derajat/Setara: 1/Awal/Kelas 1-3 SD Mata Pelajaran : IPS (pertemuan 1) Hari/Tanggal : Paraf Tutor OT

Diskusikan dalam kelompokmu bagaimana cara menyelamatkan diri dari letusan gunung api. Tuliskan hasil diskusi kelompok!

http://vocino.com/wp-content/uploads/2008/05/1210280436qspclgm-500x569.jpg

.................................................................................................................................. .................................................................................................................................. .................................................................................................................................. .................................................................................................................................. .................................................................................................................................. .................................................................................................................................. .................................................................................................................................. .................................................................................................................................. .................................................................................................................................. .................................................................................................................................. .................................................................................................................................. .................................................................................................................................. .................................................................................................................................. .................................................................................................................................. .................................................................................................................................. .................................................................................................................................. .................................................................................................................................. .................................................................................................................................. .................................................................................................................................. ...........................