199825212 Referat Anestesi Umum Fix Dav (2)
-
Upload
andreas-cahyono -
Category
Documents
-
view
55 -
download
10
description
Transcript of 199825212 Referat Anestesi Umum Fix Dav (2)
LAPORAN KASUS
ANESTESI UMUM
Disusun Oleh:
Novita 112013220
Pembimbing :
dr. Baihaqi, Sp.An.
KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 20 JULI – 8 AGUSTUS 2015
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN - JAKARTA
1
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
JL. TERUSAN ARJUNA NO. 6 KEBON JERUK-JAKARTA BARAT
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS PRA-ANESTESI
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU ANESTESI
RSUD TARAKAN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. F
Umur : 10 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : -
Tanggal pemeriksaan : 03 Agustus 2015
Tanggal masuk RS : 03 Agustus 2015
2
Nama: Novita Tanda tangan
NIM : 11-2013-220
Dr. Pembimbing: dr. Baihaqi, Sp.An.
II. ANAMNESIS
Dilakukan dengan autoanamnesis pada An. F, tanggal 3 Agustus 2015 pada pukul
08.30 di kamar operasi RSUD Tarakan.
1. Keluhan utama
Keluhan utama : mencabut implant pada kaki kanan
Keluhan tambahan : -
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke rumah sakit untuk melepas implant pada kaki kanannya yang
dipasang sejak setahun yang lalu. Pasien pernah mengalami patah pada kaki
kanannya, patah kaki terjadi akibat pasien terjatuh ketika sedang bermain. Saat itu
pada kaki kanan pasien dipasang implant untuk menyambung kembali tulang yang
patah. Sekarang setelah tulang pasien tersambung kembali, implant yang dipasang
akan dilepas.
3. Riwayat penyakit penyerta
Pasien tidak memiliki penyakit penyerta seperti kencing manis, darah tinggi, asma,
maupun alergi. Pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan.
4. Habit
Pasien tidak memiliki kebiasaan khusus seperti merokok atau mengkonsumsi alkohol.
5. Riwayat operasi sebelumnya
Pasien sudah pernah dioperasi pemasangan implant pada kaki kanan sebelumnya pada
tahun 2014. Menurut pasien tidak terdapat kesulitan pada operasi dan selama
pemulihan pada waktu tersebut.
3
III. PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan umum
Keadaan Umum : tampak baik
Kesadaran : compos mentis
Tanda-tanda vital :
Tekanan darah : 130/60 mmHg Nadi : 90 kali per
menit
Suhu : 36,4°C Frekuensi nafas : 16 kali per
menit
Kepala : normocephali, tidak ada kelainan
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Leher : tidak ditemukan kelainan
Toraks :
Inspeksi : bentuk dada normal, simetris pada keadaan statis dan
dinamis,
tidak tampak pelebaran sela iga.
Palpasi : tidak teraba retraksi sela iga, pergerakan dinding dada
simetris
pada saat keadaan statis dan dinamis, vokal fremitus
kanan dan
kiri simetris dan tidak mengeras, tidak ada nyeri tekan
Perkusi : sonor pada seluruh lapang paru.
Auskultasi : suara nafas vesikuler, whezing -/-, ronkhi -/-
Abdomen :
Inspeksi : bentuk abdomen datar, tidak terdapat bekas operasi.
Palpasi : nyeri tekan (-)
Perkusi : timpani pada seluruh lapang abdomen.
Auskultasi : bising usus (+) normoperistaltik
4
Ekstremitas : akral hangat, nadi kuat
Edema Motorik
- - + +
- - + +
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUM
Hemoglobin : 13,0 g/dl
Hematokrit : 37,7 %
Eritrosit : 4,73 juta/mm3
Lekosit : 9.020 /mm3
Trombosit : 417.700 ribu/mm3
BT : 2 menit
CT : 11 menit
V. STATUS FISIK ASA :
1 – Pasien tanpa penyakit sistemik apapun dan sehat saat masuk ruang operasi.
VI. DIAGNOSA KERJA
Union tibia
VII. RENCANA TINDAKAN BEDAH
Remove implant tibia dextra
VIII. RENCANA TINDAKAN ANESTESI
Anestesi umum
PREOPERASI
5
Memastikan identitas pasien sesuai dengan yang tertulis pada rencana operasi.
Memastikan pasien sudah mengenakan pakaian operasi dan tutup kepala.
Memastikan apakah pasien sudah puasa 6-8 jam.
Menanyakan apakah ada alergi obat atau makanan.
Menanyakan apakah ada riwayat asma
Menanyakan apakah ada riwayat penyakit kronis lainnya.
Menanyakan apakah pasien memakai gigi palsu
Lakukan pemeriksaan fisik
Memastikan atau memasang IV line yang lancar.
INTRA OPERASI
Mula anestesi : 09.15
Lama operasi : 09.35 – 10.15
Tindakan Anestesi
Alat disiapkan dan pasien dengan posisi terlentang, memastikan kondisi pasien
stabil dengan tanda-tanda vital dalam batas normal, memastikan cairan infus
berjalan lancar.
Tindakan anestesi umum dengan pasien pada posisi terlentang.
Melakukan preoksigenasi dengan oksigen 7 L.
Melakukan preinduksi dengan memasukkan midazolam 1 mg dan fentanyl 100
mcg.
Melaukan induksi dengan propofol 100 mg.
Memberikan noveron 30 mg untuk melemaskan otot.
Dilakukan intubasi dengan menggunakan LMA ukuran 3 setelah otot
pernapasan pasien lemas.
Fiksasi LMA pada mulut pasien dengan plester.
Isi balon LMA dengan udara sampain mengembang.
Sambungkan LMA dengan oksigen 2L dan Sevofluran 2 vol%.
Observasi tanda-tanda vital selama operasi.
Cairan Masuk:
Ringer Fundin : 500 cc
6
Cairan Keluar:
Perdarahan : 50 cc
Urin : -
POST OPERASI
Post Anesthesi Care Unit (PACU)
Keluhan : -
Pemeriksaan Fisik :
Aldrete Score =
Kesadaran : 1 (sadar jika dipanggil)
Respirasi : 2 (dapat bernafas dalam)
Sirkulasi : 2 (Tekanan darah naik/turun berkisar 20%)
Warna kulit : 2 (merah muda, capirally refill <3 detik)
Aktivitas : 1 (2 anggota tubuh bergerak aktif/diperintah)
VAS = 3
Tekanan darah : 110/60 mmHg Nadi : 80 kali per menit
Suhu : 36°C Frekuensi nafas : 16 kali per menit
Penatalaksanaan:
1. Monitor tanda-tanda vital, perdarahan dan urin output
2. Dapat pindah ruangan bila aldrete score > 8 dan VAS < 3
3. Bila nyeri dapat diberikan Ketorolac 30 mg
BAB I
PENDAHULUAN
7
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan
aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu
tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan
berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah
anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun
1846. Obat yang digunakan dalam menimbulkan anesthesia disebut sebagai
anestetik, dan kelompok ini dibedakan dalam anestetik umum dan anestetik
lokal. Bergantung pada dalamnya pembiusan, anestetik umum dapat
memberikan efek analgesia yaitu hilangnya sensasi nyeri atau efek anesthesia
yaitu analgesia yang disertai hilangnya kesadaran, sedangkan anestetik lokal
hanya menimbulkan efek analgesia. Anestesi umum bekerja di Susunan Saraf
Pusat, sedangkan anestetik lokal bekerja langsung pada Serabut Saraf di
Perifer.
Tujuan Anastesi Umum adalah Anestesi umum menjamin hidup
pasien, yang memungkinkan operator melakukan tindakan bedah dengan
leluasa dan menghilakan rasa nyeri.
Anestesi yang ideal akan bekerja secara cepat dan baik serta
mengembalikan kesadaran dengan cepat segera sesudah pemberian dihentikan.
Selain itu batas keamanan pemakaian harus cukup lebar dengan efek samping
yang sangat minimal. Tidak satupun obat anestesi dapat memberikan efek
samping yang sangat minimal. Tidak satupun obat anestesi dapat memberikan
efek yang diharapkan tanpa efek samping, bila diberikan secara tunggal.
Pemilihan teknik anestesi merupakan hal yang sangat penting,
membutuhkan pertimbangan yang sangat matang dari pasien dan faktor
pembedahan yang akan dilaksanakan, pada populasi umum walaupun regional
anestesi dikatakan lebih aman daripada general anestesi, tetapi tidak ada bukti
yang meyakinkan bahwa teknik yang satu lebih baik dari yang lain.
BAB II
8
ANESTESI UMUM
2.1 DEFINISI
Anestesi umum (General Anesthesia) disebut pula dengan nama
Narkose Umum (NU). Anastesi Umum adalah tindakan meniadakan nyeri
secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat reversible. Anestesi
umum yang sempurna menghasilkan ketidaksadaran, analgesia, relaksasi otot
tanpa menimbulkan resiko yang tidak diinginkan dari pasien.
Dengan anestesi umum, akan diperoleh triad (trias) anestesia, yaitu :
- Hipnosis (tidur)
- Analgesia (bebas dari nyeri)
- relaksasi otot
Keadaaan anestesi biasanya disebut anestesi umum, ditandai oleh tahap
tidak sadar diinduksi, yang selama itu rangsang operasi hanya menimbulkan
respon reflek autonom. Jadi pasien tidak memberikan gerak volunter, tetap
perubahan kecepatan pernapasan dan kardiovaskuler dapat dilihat.
Keadaan anestesi berbeda dengan keadaan analgesia, yang
didefinisikan sebagai tidak adanya nyeri. Keadaan ini dapat ditimbulkan oleh
agen narkotika yang dapat menghilangkan nyeri sampai pasien sama sekali
tidak sadar. Sebaliknya, barbiturate dan penenang tidak menghilangkan nyeri
sampai pasien sama sekali tidak sadar.
Relaksasi otot didapatkan dari obat pelemas otot (muscle relaxant).
Relaksasi otot diperlukan untuk mengurangi tegangnya tonus otot sehingga
akan mempermudah tindakan pembedahan.
Banyak teori telah dikemukan, tetapi sampai sekarang belum ada
keterangan yang memuaskan bagaimana kerja obat anestetika. Ditinjau dari
vaskularisasi, jaringan terbagi atas:
1. kaya pembuluh darah, contoh otak dan organ lainya, misalnya jantung,
ginjal, hati dan sebagainya.
2. miskin pembuluh darah, contoh jaringan lemak, tulang, dan sebagainya.
9
Obat anestetika yang masuk kepembuluh darah atau sirkulasi kemudian
menyebar ke jaringan. Yang pertama terpengaruh oleh obat anestetika ialah
jaringan yang kaya akan pembuluh darah seperti otak, sehingga kesadaran
menurun atau hilang, hilangnya rasa sakit, dan sebagainya.
2.2 PERSIAPAN DAN PENILAIAN PRA ANESTESIA
Persiapan Tindakan Anestesi
- Dokter anestesi memberi salam kepada pasien dan memperkenalkan
dirinya
- Memeriksa identitas pasien, bila perlu: tanggal lahir, jenis dan lokasi
operasi (misalnya, lutut kanan)
- Bertanya mengenai kapan pasien makan terakhir kali
- Memeriksa mulut dan keadaan gigi (dalam keadaan terbuka)
- Memasang alat monitor standar: EKG, oksimetri nadi, pengukur tekanan
darah yang tidak invasive, jalan masuk melalui vena, bila perlu: pengukur
tekanan darah arteri.
Tujuan utama kunjungan pra anesthesia ialah untuk mengurangi angka
kesakitan operasi, mengurangi biaya operasi dan meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan.
Anamnesis
Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapatkan anestesia
sebelumnya sangatlah penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang
perlu mendapat perhatian khusus, misalnya alergi, mual-muntah, nyeri otot,
gatal-gatal atau sesak napas pasca bedah, sehingga kita dapat merancang
anesthesia berikutnya dengan lebih baik.
Kebiasaan merokok sebaiknya dihentikan 1-2 hari sebelumnya untuk
eliminasi nikotin yang mempengaruhi sistem kardiosirkulasi, dihentikan
beberapa hari untuk mengaktifkan kerja silia jalan pernapasan dan 1-2 minggu
10
untuk mengurangi produksi sputum. Kebiasaan minum alkohol juga harus
dicurigai akan adanya penyakit hepar.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan keadaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif
besar sangat penting untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan
laringoskopi intubasi. Leher pendek dan kaku juga akan menyulitkan
laringoskopi intubasi.
Pemeriksaan Laboratorium
Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan
dugaan penyakit yang walaupun pada pasien sehat untuk bedah minor,
misalnya pemeriksaan darah kecil (Hb, leukosit, masa perdarahan dan masa
pembekuan) dan urinalisis. Pada usia pasien diatas 50 tahun ada anjuran
pemeriksaan EKG dan foto toraks.
Kebugaran untuk anestesi
Pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk
menyiapkan agar pasien dalam keadaan bugar, sebaliknya pada operasi sito
penundaan yang tidak perlu harus dihindari.
Klasifikasi Status Fisik
Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik
seseorang ialah yang berasal dari The American Society of Anesthesiologists
(ASA). Klasifikasi fisik ini bukan alat prakiraan risiko anestesia, karena
dampak samping anestesia tidak dapat dipisahkan dari dampak samping
pembedahan.
Kelas I : Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia
Kelas II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang.
termasuk juga semua pasien yang berusia >80 tahun.
Kelas III : Pasien dengan penyakit sistemik berat sehingga
aktivitas rutin terbatas
Kelas IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat tidak dapat
11
melakukan aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan
ancaman kehidupan setiap saat
Kelas V : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa
pembedahan hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam.
Pada bedah cito atau emergensi biasanya dicantumkan huruf E.
Masukan Oral
Refleks laring mengalami penurunan selama anestesia. Regurgitasi isi
lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan napas merupakan risiko utama
pada pasien-pasien yang mengalami anesthesia. Untuk meminimalkan risiko
tersebut, semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan
anesthesia harus dipantangkan diri masukan oral (puasa) selama periode
tertentu sebelum induksi anesthesia.
Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan
pada bayi 3-4 jam. Air putih, teh manis sampai 3 jam dan untuk keperluan
minum obat air putih dan dalam jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum induksi
anestesia.
Premedikasi
Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesia
dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan, dan bangun dari
anesthesia diantaranya:
1. Meredakan kecemasan dan ketakutan.
2. Memperlancar induksi anesthesia.
3. Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus.
4. Meminimalkan jumlah obat anestetik.
5. Mengurangi mual-muntah pasca bedah.
6. Menciptakan amnesia.
7. Mengurangi isi cairan lambung.
8. Mengurangi refleks yang membahayakan.
12
Membina hubungan baik dengan pasien dapan membangun
kepercayaan dan menentramkan hati pasien. Obat pereda kecemasan bisa
digunakan diazepam peroral 10-15 mg beberapa jam sebelum induksi
anesthesia. Jika disertai nyeri karena penyakitnya dapat diberikan opioid
misalnya petidin 50 mg intramuscular.
Cairan lambung 25 ml dengan pH 2,5 dapat menyebabkan pneumonitis
asam. Untuk meminimalkan kejadian diatas dapat diberikan antagonis reseptor
H2 histamin misalnya oral simetidin 600 mg atau oral ranitidine (zantac) 150
mg 1-2 jam sebelum jadwal operasi.
Untuk mengurangi mual-muntah pasca bedah sering ditambahkan
premedikasi suntikan intramuscular untuk dewasa droperidol 2,5-5 mg atau
ondansetron 2-4 mg (zofran,narfoz).
2.3 INDUKSI DAN RUMATAN ANESTESIA
INDUKSI ANESTESI UMUM
Induksi adalah usaha membawa / membuat kondisi pasien dari sadar ke
stadium pembedahan (stadium III Skala Guedel). Merupakan tindakan untuk
membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar, sehingga memungkinkan
dimulainya anesthesia dan pembedahan.
Ko-induksi adalah setiap tindakan untuk mempermudah kegiatan
induksi anestesi. Pemberian obat premedikasi di kamar bedah, beberapa menit
sebelum induksi anestesi dapat dikategorikan sebagai ko-induksi.
Untuk persiapan induksi anesthesia sebaiknya kita ingat kata STATICS:
S = Scope Stetoskop, untuk mendengarkan suara paru dan jantung,
Laringo-Scope. Pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai
dengan usia pasien. Lampu harus cukup terang.
T = Tubes Pipa trakea. Pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa balon
(cuffed) dan > 5 tahun dengan balon (cuffed).
13
A = Airway Pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa
hidung-faring (naso-tracheal airway). Pipa ini untuk menahan
lidah tidak menyumbat jalan napas.
T = Tape Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut.
I = Introducer Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastic (kabel) yang
mudah dibengkokakkan untuk pemandu supaya pipa trakea
mudah dimasukkan.
C = ConnectorPenyambung antara pipa dan peralatan anesthesia.
S = Suction Penyedot lender, ludah dan lain-lainnya.
Induksi anestesi umum dapat dikerjakan melalui cara / rute :
- Induksi Intravena
Induksi intravena paling banyak dikerjakan dan digemari, apalagi
sudah terpasang jalur vena, karena cepat dan menyenangkan. Obat induksi
bolus disuntikan dalam kecepatan 30-60 detik. Selama induksi anesthesia,
pernapasan pasien, nadi, dan tekanan darah harus diawasi dan selalu diberikan
oksigen. Induksi cara ini dikerjakan pada pasien yang kooperatif. Thiopental
dapat diberikan 3-7 mg/kgBB, profopol 2-3 mg/kgBB, dan ketamine dengan
dosis 1-2mg/kg BB
- Induksi Intramuskular
Induksi intramuskular biasanya menggunakan injeksi ketamin (ketalar)
yang dapat diberikan secara intramuscular dengan dosis 5-7 mg/kgBB dan
setelah 3-5 menit pasien tidur.
- Induksi Inhalasi
Induksi inhalasi hanya dikerjakan dengan halotan (fluotan) atau
sevofluran. Cara induksi ini dikerjakan pada bayi atau anak yang belum
terpasang jalur vena atau dewasa yang takut disuntik.
14
Induksi halotan memerlukan gas pendorong O2 atau campuran N2O dan
O2. Induksi dimulai dengan aliran O2 > 4 liter/menit atau campuran N20 : O2 =
3 : 1 aliran > 4 liter/menit, dimulai dengan halotan 0,5 vol % sampai
konsentrasi yang dibutuhkan. Kalau pasien batuk konsentrasi halotan
diturunkan untuk kemudian kalau sudah tenang dinaikkan lagi sampai
konsentrasi yang diperlukan.
Induksi dengan sevofluran lebih disenangi karena pasien jarang batuk.
Walaupun langsung diberikan dengan konsentrasi tinggi sampai 8 vol %.
Seperti dengan halotan konsentrasi dipertahankan sesuai kebutuhan.
Induksi dengan enfluran (etran), isofluran (foran,aeran) atau desfluran
jarang dilakukan, karena pasien sering batuk dan waktu induksi menjadi lama.
- Induksi per rektal
Cara ini hanya untuk anak atau bayi yang menggunakan tiopental atau
midazolam.
- Stadium anestesi
Stadium I : Analgesia
Mulai induksi sampai mulai tidak sadar.
Stadium II : Eksitasi, delirium
Mulai tidak sadar sampai mulai napas teratur otomatis. Pada
stadium ini pasien batuk, mual-muntah, henti napas dan lain-
lainnya.
Stadium III : Anestesia bedah
Mulai napas otomatis sampai mulai napas berhenti.
Plana 1. Mulai napas otomatis sampai gerak bola mata
berhenti.
Plana 2 Mulai gerak bola mata berhenti sampai napas torakal
lemah.
Plana 3 Mulai napas torakal lemah sampai napas torakal
berhenti.
15
Plana 4 Mulai napas torakal berhenti sampai napas diafragma
berhenti.
Stadium IV : Intoksikasi
Mulai paralisis diafragma sampai henti jantung atau meninggal.
Tabel stadium anesthesia menurut Guedel
2.4 RUMATAN ANESTESIA
Rumatan anestesi adalah menjaga tingkat kedalaman anestesi dengan
cara mengatur konsentrasi obat anestesi di dalam tubuh pasien. Jika
konsentrasi obat tinggi maka akan dihasilkan anestesi yang dalam, sebaliknya
jika konsentrasi obat rendah, maka akan didapat anestesi yang dangkal.
Anestesi yang ideal adalah anestesi yang adekuat. Untuk itu diperlukan
pemantauan secara ketat terhadap indikator-indikator kedalaman anestesi.
16
Rumatan anesthesia (maintenance) dapat dikerjakan dengan secara
intravena (anesthesia intravena total) atau dengan inhalasi atau dengan
campuran intravena inhalasi. Rumatan anesthesia biasanya mengacu pada trias
anesthesia yaitu tidur ringan (hipnosis) sekedar tidak sadar, analgesia cukup,
diusahakan agar pasien selama dibedah tidak menimbulkan nyeri dan relaksasi
otot lurik yang cukup.
Rumatan intravena misalnya dengan menggunakan opioid dosis tinggi,
fentanil 10-50 ug/kgBB. Dosis tinggi opioid menyebabkan pasien tidur dengan
analgesia cukup, sehingga tinggal memberikan relaksasi pelumpuh otot.
Rumatan intravena dapat juga menggunakan opioid dosis biasa, tetapi pasien
ditidurkan dengan infuse propofol 4-12 mg/kgBB/jam. Bedah lama dengan
anesthesia total intravena menggunakan opioid, pelumpuh otot dan ventilator.
Untuk mengembangkan paru digunakan inhalasi dengan udara+O2 atau
N20+O2.
Rumatan inhalasi biasanya menggunakan campuran N2O dan O2 3:1
ditambah halotan 0,5-2 vol% atau enfluran 2-4 vol% atau isofluran 2-4 vol%
atau sovofluran 2-4 vol% bergantung apakah pasien bernapas spontan, dibantu
(assisted) atau dikendalikan (controlled).
2.5 TATALAKSANA JALAN NAPAS
A. Manuever triple jalan napas
Manuver tripel jalan napas terdiri dari:
1. Kepala ekstensi pada sendi atlanto-oksipital.
2. Mandibula didorong ke depan pada kedua angulus mandibula.
3. Mulut dibuka.
Dengan manuver ini diharapkan lidah terangkat dan jalan napas bebas,
sehingga gas atau udara lancer masuk trakea lewat hidung atau mulut.
17
B. Jalan napas faring
Jika maneuver tripel kurang berhasil, maka dapat dipasang jalan napas
mulut-faring lewat mulut (OPA, oro-pharingeal airway) atau jalan
napas hidung-faring lewat hidung (NPA, naso-pharingeal airway).
NPA: Berbentuk pipa bulat berlubang tengahnya dibuat dari bahan
karet lateks lembut. Pemasangan harus hati-hati dan untuk
menghindari trauma mukosa hidung pipa diolesi dengan jelly.
OPA: Berbentuk pipa gepeng lengkung seperti huruf C berlubang
ditengahnya dengan salah satu ujungnya bertangkai dengan
dinding lebih keras untuk mencegah kalau pasien menggigit
lubang tetap paten, sehingga aliran udara tetap terjamin. OPA
juga dipasang bersama pipa trakea atau sungkup laring untuk
menjaga patensi kedua alat tersebut dari gigitan pasien.
C. Sungkup muka
Sungkup muka (face mask) mengantar udara/gas anestesi dari alat
resusitasi atau sistem anestesi ke jalan napas pasien. Bentuk sungkup
muka sangat beragam bergantung usia dan pembuatannya. Sebagian
sungkup muka dari bahan transparan supaya udara ekspirasi kelihatan
(berembun) atau kalau ada muntahan atau bibir terjepit kelihatan.
D. Sungkup Laring
Sungkup laring (LMA, Laringeal Mask Airway) ialah alat jalan napas
berbentuk sendok terdiri dari pipa besar berlubang dengan ujung
menyerupai sendok yang pinggirnya dapat dikemb dua pipaang-
kempiskan seperti balon pada pipa trakea. Tangkai LMA dapat berupa
pipa keras dari polivinil atau lembek dengan spiral untuk menjaga
supaya tetap poten.
Dikenal 2 macam sungkup laring:
1. Sungkup laring standar dengan satu pipa napas.
2. Sungkup laring dengan dua pipa yaitu satu pipa napas standard dan
lainnya pipa tambahan yang ujung distalnya berhubungan dengan
esophagus.
18
Cara pemasangan LMA dapat dilakukan dengan atau tanpa
laringoskop. Sebenarnya alat ini dibuat dengan tujuan diantaranya
supaya dapat dipasang langsung tanpa bantuan alat dan dapat
digunakan jika intubasi trakea diramalkan bakal mendapat kesulitan.
LMA memang tidak dapat diganti kedudukan intubasi trakea, tetapi ia
terletak di antara sungkup muka dan intubasi trakea. Pemasangan
hendaknya menunggu anesthesia cukup dalam atau menggunakan
pelumpuh otot untuk menghindari trauma rongga mulut, faring.
E. Pipa Trakea
Pipa trakea (endotracheal tube) mengantar gas anestetik
langsung kedalam trakea dan biasanya dibuat dari bahan standar
polivinil-klorida. Ukuran diameter lubang pipa trakea dalam
millimeter. Karena penampang trakea bayi, anak kecil dan dewasa
berbeda, penampang melintang trakea bayi dan anak kecil dibawah
usia 5 tahun hamper bulat, sedangkan dewasa seperti huruf D, maka
untuk bayi anak digunakan tanpa kaf (cuff) dan untuk anak besar-
dewasa dengan kaf, supaya tidak bocor. Penggunaan kaf pada bayi-
anak kecil dapat membuat pipa trakea dengan kaf pada bayi harus
menggunakan ukuran pipa trakea yang diameternya lebih kecil dan ini
membuat ririko tahanan napas lebih besar.
Pipa trakea dapat dimasukkan melalui mulut (orotracheal tube)
atau melalui hidung (nasotracheal tube). Di pasaran bebas dikenal
beberapa ukuran dan perkiraan ukuran yang diperlukan.
F. Laringoskopi dan Intubasi
Intubasi trakea ialah tindakan memasukkan pipa trakea ke
dalam trakea melalui rima glottis, sehingga ujung distalnya berada
kira-kira dipertengahan trakea antara pita suara dan bifurkasio trakea.
Indikasi sangat bervariasi dan umumnya digolongkan sebagai berikut:
1. Menjaga patensi jalan napas oleh sebab apapun.
Kelainan anatomi, bedah khusus, bedah posisi khusus, pembersihan
secret jalan napas, dan lain-lainnya.
19
2. Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi.
Misalnya, saat resusitasi, memungkinkan penggunaan relaksan dengan
efisien, ventilasi jangka panjang.
3. Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi.
Indikasi Intubasi Endotrakeal
- Pasien yang tidak puasa dan tidak memiliki risiko aspirasi.
- Operasi di daerah abdomen dan toraks.
- Operasi pada posisi tengkurap.
Intubasi oral:
- Pada wanita: tuba endotrakeal berukuran 7,5; kedalaman masuk sekitar
21 cm sampai barisan gigi.
- Pada pria: tuba endotrakeal berukuran 8,0; kedalaman masuk sekitar 22
cm sampai barisan gigi
Relaksasi otot diperlukan sehingga keluhan pasca-operasi lebih sedikit.
Kesulitan Intubasi
1. Leher pendek berotot.
2. Mandibula menonjol.
3. Maksila/gigi depan menonjol.
4. Uvula tak terlihat (Mallampati 3 atau 4)
5. Gerak sendi temporo-mandibular terbatas.
6. Gerak vertebra servikal terbatas.
Komplikasi Intubasi
1. Selama Intubasi
- Trauma gigi-geligi
- Laserasi bibir, gusi, laring
- Merangsang saraf simpatis (hipertensi-takikardi)
- Intubasi bronkus
- Intubasi esophagus
20
- Aspirasi
- Spasme bronkus
2. Setelah Ekstubasi
- Spasme laring
- Aspirasi
- Gangguan fonasi.
- Edema glottis-subglotis
- Infeksi laring, faring, trakea
Ekstubasi
1. Ekstubasi ditunda sampai pasien benar-benar sadar, jika:
- Intubasi kembali akan menimbulkan kesulitan.
- Pasca ekstubasi ada risiko aspirasi.
2. Ekstubasi dikerjakan umumnya pada anestesi sudah ringan dengan
catatan tak akan terjadi spasme laring.
3. Sebelum ekstubasi bersihkan rongga mulut laring faring dari secret dan
cairan lainnya.
Teknik Pemasangan Intubasi Endotrakea
Pasanglah pipa endotrakea untuk menjaga jalan napas tetap lapang dan
untuk mencegah aspirasi cairan lambung. Pemasangan pipa endotrakea tidak
sulit dan dokter harus bisa melakukannya. Teknik ini sekarang diajarkan
secara luas kepada dokter, perawat, asisten dan petugas ambulans. Jika anda
sudah menguasainya, anda juga harus mengajarkannya kepada orang lain.
Peralatan Intubasi Endotrakea
1. Laringoskop yang berfungsi dengan baik dan cadangannya.
2. Pipa endotrakea dengan ukuran yang sesuai.
3. Forsep intubasi Magill.
4. Alat penghisap (elektrik atau manual).
5. Masker anestesi.
6. Pompa untuk mengembangkan paru dengan masker atau pipa,
misalnya SIB (self inflating bag).
21
Posisi kepala dan leher
Posisi yang baik untuk melihat laring adalah dengan leher sedikit fleksi dan
kepala ekstensi pada leher. Pada hampir semua orang dewasa dapat dibantu
dengan meletakkan satu atau bahkan dua bantal di belakang leher, perbedaan
dengan anak-anak yang lebih kecil tidak membutuhkan bantal dan pada
neonatus dibutuhkan bantal kecil di belakang bahu.
Oksigenasi
Meskipun relaksan tidak digunakan, pernapasan pasien selama proses intubasi
tampak terganggu. Oleh karena itu, pertama-tama kita harus memberikan
oksigenasi kepada pasien melalui masker yang melekat pada wajah, sampai 10
kali pernapasan. Jika pasien tidak bernapas maka kembangkan paru perlahan-
lahan dengan menggunakan masker wajah dan SIB. Jangan mencoba
melakukan pada pasien yang sianosis tanpa mengembangkan paru-paru
dengan masker wajah lebih dahulu, meskipun terdapat udara yang cukup.
Penggunaan Laringoskop
- Peganglah laringoskop dengan tangan kiri.
- Masukkan laringoskop dengan lembut pada bagian kanan mulut dan
tekanlah di atas lidah sampai uvula terlihat.
- Kemudian ujungnya dipindahkan ke garis tengah. Masukkan ujungnya
sedikit lebih dalam sehingga epiglottis terlihat, ujung laringoskop
masuk di antara epiglottis dan dasar lidah.
- Tarik laringoskop ke arah langit-langit (jangan menggunakan gigi
depan pasien sebagai titik tumpu), dan ostium laring akan tampak pada
bagian anterior dan kartilago aritenoidea pada bagian posterior.
Pemasangan pipa
- Pipa endotrakeal dipegang dengan tangan kanan.
- Dengan hati-hati masukkan ke dalam mulut dan faring (diusahakan
supaya tidak menyentuh dinding jika mungkin) dan diantara pita suara.
Jika pita suara tidak terlihat dengan baik: Intruksikan asisten untuk
menekan kartilago tiroidea dengan lembut ke belakang, sehingga laring
22
akan tampak. Intruksikan juga untuk menarik lidah sehingga
pandangan lebih jelas. Jika terliha kartilago aritenoidea, bukan pita
suara, maka masukkan pipa di tengah-tengah di antara kartilago
tersebut dengan epiglottis, biasanya akan masuk ke dalam trakea. Hal
ini akan lebih mudah bila kita memasukkan busi uretra ke dalam pipa
endotrakea.
Memeriksa posisi pipa
Setelah intubasi, penting untuk memeriksa kembali posisi pipa
endotrakea untuk meyakinkan bahwa pipa tidak masuk ke dalam esophagus
atau masuk ke dalam salah satu bronkus utama (akan menyebabkan kolaps
paru-paru kontralateral). Cara yang terbaik untuk meyakinkan bahwa pipa
tidak masuk ke dalam esophagus adalah dengan melihat langsung ke dalam
laring. Jika letaknya benar, maka dinding dada akan mengembang bila udara
dipompakan masuk dan mengempes bila udara keluar. Tetapi bila pipa masuk
ke dalam esophagus, maka perut yang akan mengembang dan terdengar suara
berdeguk. Juga harus diperiksa posisi pipa dengan mendengarkan suara aliran
udara dengan stetoskop pada kedua dasar paru dan perut pada saat asisten
memompa udara secara manual. Indikasi lebih lanjut pemasangan intubasi
secara benar adalah pasien non paralisis yang akan sering batuk jika
memasukkan kateter penghisap ke dalam pipa endotrakea. Jika sudah yakin
bahwa pipa endotrakea berada pada posisi yang benar, pipa difiksasi setempat.
2.6 MEMPERTAHANKAN ANESTESI DAN PENGAKHIRAN
ANESTESI
2.6.1 Mempertahankan Anestesi
- Pemantauan yang minimal harus dilakukan selama operasi: EKG,
pengukuran tekanan darah yang tidak invasive, oksimetri nadi,
kapnometri, gas napas, pengukuran gas anestesi.
- Pertahankan anestesi sehingga tercapai keseimbangan anestesi, dengan
opioid (misalnya, remifentanil 0,2-0,3 ug/kg/menit) dan gas anestesi
23
(misalnya 0,5 MAC Desfluran) atau sebagai anestesi intravena total
(TIVA) dengan opioid dan propofol.
- Segera rencanakan terapi nyeri pasca-operasi, bila perlu, pemberian
analgetik non-steroid (misalnya 30 mg/kg metamizol) dan pemberian
opioid kerja lama (misalnya 0,1 mg/kg piritramid).
- Tanda-tanda klinis untuk kedalaman anestesi yang tidak memadai:
1. Peningkatan tekanan darah.
2. Peningkatan frekuensi denyut jantung.
3. Pasien mengunyah/menelan dan menyeringai.
4. Terdapat pergerakan.
5. Berkeringat.
2.6.2 Pengakhiran Anestesia
- Pengakhiran pemberian anesthesia dilakukan sesaat sebelum operasi
berakhir (pada penggunaan remifentanil, anestesi baru diakhiri setelah
kulit dijahit).
- FiO2 100% dipasang selama beberapa menit sebelum rencana
ekstubasi.
- Penyedotan secret yang terkumpul di dalam mulut dan faring.
- Ekstubasi, bila pernapasan spontan mencukupi dan reflex perlindungan
telah kembali (antagonisasi dari relaksasi otot).
- Pasien yang stabil secara hemodinamik dan respiratorik diletakkan di
dalam ruangan pasca-bedah.
2.7 KONTRA INDIKASI ANESTESI UMUM
Tergantung efek farmakologi pada organ yang mengalami kelainan, (harus
hindarkan pemaiakaian obat)
- Hepar = obat hepatotoksik, dosis dikurangi/ obat yang toksis terhadap
hepar/dosis obat diturunkan
- Jantung = obat-obat yang mendespresi miokard/ menurunkan aliran darah
koroner
24
- Ginjal = obat yg diekskresi di ginjal
- Paru = obat yg merangsang sekresi Paru
- Endokrin = hindari obat yg meningkatkan kadar gula darah/ hindarkan
pemakaian obat yang merangsang susunan saraf simpatis pada diabetes
- penyakit
- basedow, karena bias menyebabkan peninggian gula darah
Komplikasi
Komplikasi (penyulit) kadang-kadang datangnya tidak diduga kendatipun
tindakan anestesi sudah dilaksanakan dengan baik. Komplikasi dapat
dicetuskan oleh tindakan anesthesia sendiri atau kondisi pasien. Penyulit dapat
timbl pada waktu pembedahan atau kemudian segera ataupun belakangan
setelah pembedahan (lebih dari 12jam).
Komplikasi Kardiovaskuler
a) Hipotensi : tekanan systole kurang dari 70mmHg atau turun 25% dari
sebelumnya.
b) Hipertensi : umumnya tekanan darah dapat meningkat pada periode
induksi dan pemulihan anestesia. Komplikasi ini dapat
membahayakan khususnya pada penyakit jantung, karena
jantung akan bekerja keras dengan kebutuhan o2 mokard yang
meningkat, bila tak tercukupi dapat timbl iskemia atau infark
miokard. Namun bila hipertensi karena tidak adekuat dapat
dihilangkan dengan menambah dosis anestetika.
c) Aritmia Jantung : anestesi ringan yang disertai maniplasi operasi dapat
merangsang saraf simpatiks, dapat menyebabkan aritmia.
Bradikardia yang terjadi dapat diobati dengan atropin
d) Payah Jantung : mungkin terjadi bila pasien mendapat cairan IV berlebihan.
Penyulit Respirasi
a) Obstruksi jalan nafas
25
b) Batuk
c) Cekukan (Hiccup)
d) Intubasi endobronkial
e) Apnu (Henti Nafas)
f) Atelektasis
g) Pnemotoraks
h) Muntah dan Regurgitas
Perubahan Cairan Tubuh
a) Hipovolemia
b) Hipervolemia
Komplikasi Neurologi
a) KonvulsiTerlambat sadar
b) Cidera saraf tepi (perifer)
Komplikasi Lain-Lain
a) Menggihil
b) Gelisah setelah anestesi
c) Mimpi buruk
d) Sadar selama operasi
e) Kenaiakn suhu tubuh
2.8 MACAM-MACAM OBAT ANESTESI UMUM
Obat anestesi umum dibagi menurut bentuk fisiknya dibagi terdiri dari 3 golongan:
1. Obat Anestetika gas
2. Obat Anestetika yang menguap
3. Obat Anestetika yang diberikan secara intravena
1. Anestetik gas
26
Pada umumnya anestetik gas berpotensi rendah, sehingga hanya digunakan untuk
induksi dan operasi ringan. Anestetik gas tidak mudah larut dalam darah sehingga
tekanan parsial dalam darah cepat meningkat. Batas keamanan antara efek anesthesia
dan efek letal cukup lebar.
Contoh :
1.1 Nitrogen monoksida (N2O)
Nitrogen monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa
dan lebih berat daripada udara. N2O biasanya tersimpan dalam bentuk cairan
bertekanan tinggi dalam baja, tekanan penguapan pada suhu kamar ± 50 atmosfir.
N2O mempunyai efek analgesic yang baik, dengan inhalasi 20% N2O dalam oksigen
efeknya seperti efek 15 mg morfin. Kadar optimum untuk mendapatkan efek
analgesic maksimum ± 35% . gas ini sering digunakan pada partus yaitu diberikan
100% N2O pada waktu kontraksi uterus sehingga rasa sakit hilang tanpa mengurangi
kekuatan kontraksi dan 100% O2 pada waktu relaksasi untuk mencegah terjadinya
hipoksia. Anestetik tunggal N2O digunakan secara intermiten untuk mendapatkan
analgesic pada saat proses persalinan dan Pencabutan gigi. H2O digunakan secara
umum untuk anestetik umum, dalam kombinasi dengan zat lain.
2. Anestetik yang menguap
Anestetik yang menguap (volatile anesthetic) mempunyai 3 sifat dasar yang sama
yaitu berbentuk cairan pada suhu kamar, mempunyai sfat anestetik kuat pada kadar
rendah dan relative mudah larut dalam lemak, darah dan jaringan. Kelarutan yang
baik dalam darah dan jaringan dapat memperlambat terjadinya keseimbangan dan
terlawatinya induksi, untuk mengatasi hal ini diberikan kadar lebih tinggi dari kadar
yang dibutuhkan. Bila stadium yang diinginkan sudah tercapai kadar disesuaikan
untuk mempertahankan stadium tersebut. Untuk mempercepat induksi dapat diberikan
zat anestetik lain yang kerjanya cepat kemudian baru diberikan anestetik yang
menguap.
Umumnya anestetik yang menguap dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan
eter misalnya eter (dietileter) dan golongan hidrokarbon halogen misalnya halotan,
metoksifluran, etil klorida, trikloretilen dan fluroksen. Eter merupakan cairan tidak
berwarna, mudah menguap, berbau mudah terbakar, mengiritasi saluran nafas dan
27
mudah meledak. Eter merupakan anestetik yang sangat kuat sehingga penderita dapat
memasuki setiap tingkat anesthesia. Sifat analgesic kuat sekali, dengan kadar dalam
darah arteri 10-15 mg % sudah terjadi analgesia tetapi penderita masih sadar.
Eter pada kadar tinggi dan sedang menimbulkan relaksasi otot karena efek sentral dan
hambatan neuromuscular yang berbeda dengan hambatan oleh kurare, sebab tidak
dapat dilawan oleh neostigmin. Zat ini meningkatkan hambatan neuromuscular oleh
antibiotic seperti neomisin, streptomisin, polimiksin dan kanamisin. Eter dapt
merangsang sekresi kelenjar bronkus. Pada induksi dan waktu pemulihan eter
menimbulkan salvias, tetapi pada stadium yang lebih dalam, salvias akan dihambat
dan terjadi depresi nafas.
Eter diabsorpsi dan disekresi melalui paru dan sebagian kecil diekskresi juga melalui
urin, air susu, keringat dan difusi melalui kulit utuh.
Isofluran merupakan eter berhalogen yang tidak mudah terbakar. Isofluran berbau
tajam sehingga membatasi kadar obat dalam udara yang dihisap oleh penderita karena
penderita menahan nafas dan batuk. Setelah pemberian medikasi preanestetik stadium
induksi dapat dilalui dengan lancar dan sedikit eksitasi bila diberikan bersama N2O
dan O2. isofluran merelaksasi otot sehingga baik untuk intubasi. Tendensi timbul
aritmia amat kecil sebab isofluran tidak menyebabkan sensiitisasi jantung terhadap
ketokolamin. Peningkatan frekuensi nadi dan takikardiadihilangkan dengan
pemberian propanolol 0,2-2 mg atau dosis kecil narkotik (8-10 mg morfin atau 0,1 mg
fentanil), sesudah hipoksia atau hipertemia diatasi terlebih dulu. Pada anestesi yang
dalam dengan isofluran tidak terjadi perangsangan SSP seperti pada pemberian
enfluran. Isofluran meningkatkan aliran darah otak pada kadar labih dari 1,1 MAC
(minimal Alveolar Concentration) dan meningkatkan tekanan intracranial.
Sevoflurane merupakan halogenasi eter. Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat
ibandingkan isoflurance. Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan nafaas,
sehingga digemari untuk induksi anestesi inhalasi disamping halotan. Efek terhadap
kardiovaskular cukup stabil, jarang menyebabkan aritmia. Efek terhadap sistem saraf
pusat seperti isofluran dan belum ada laporan toksik pada hepar. Setelah pemberian
dihentikan sevofluran cepat dikeluarkan oleh badan.
3. Anestetik yang diberikan secara intravena (anestetik perenteral)
28
Pemakaian obat anestetik intravena, dilakukan untuk : induksi anesthesia, induksi dan
pemeliharaan anesthesia bedah singkat, suplementasi hypnosis pada anesthesia atau
analgesia local, dan sedasi pada beberapa tindakan medic. Anestesi intravena ideal
membutuhkan kriteria yang sulit dicapai oleh hanya satu macam obat yaitu cepat
menghasilkan efek hypnosis, mempunyai efek analgesia, disertai oleh amnesia
pascaanestesia, dampak yang tidak baik mudah dihilangkan oleh obat antagonisnya,
cepat dieliminasi dari tubuh, tidak atau sedikit mendepresi fungsi restirasi dan
kardiovaskular, pengaruh farmakokinetik tidak tergantung pada disfungsi organ.
Untuk mencapai tujuan di atas, kita dapat menggunakan kombinasi beberapa obat atau
cara anestesi lain. Kebanyakan obat anestetik intravena dipergunakan untuk induksi.
Kombinasi beberapa obat mungkin akan saling berpotensi atau efek salah satu obat
dapat menutupi pengaruh obat yang lain.
Opioid ialah semua zat baik sintetik atau natural yang dapat berikatan dengan
reseptor morfin. Opioid disebut juga sebagai analgetika narkotika yang sering
digunakan dalam anesthesia untuk mengendalikan nyeri saat pembedahan dan nyeri
pasca pembedahan. Kadang-kadang digunakan untuk anesthesia narkotik total pada
pembedahan jantung. Opium ialah getah candu. Opiate ialah obat yang dibuat dari
opium. Narkotik ialah istilah tidak spesifik untuk semua obat yang dapat
menyebabkan tidur. Untuk anestesi opioid digunakan fentanil dosis induksi 20-50
mg/kg dilanjutkan dengan dosis rumatan 0.3-1 mg /kg/menit.
Ketamin kurang di gemari untuk induksi anestesi, karena sering menimbulkan
takikardi, hipertensi, hipersalivasi, nyeri kepala, pasca anesthesia dapat menimbukan
mual-luntah, pandangan kabur dan mimpi buruk. Sebelum diberikan sebaiknya
diberikan sedasi midazolam atau diazepam dengan dosis 0.1mg/kg intravena dan
untuk mengurangi salivasi diberikan sulfas atropine 0.01 mg/kg. dosis bolus untuk
induksi intravena aialah 1-2 mg/kg dan untuk intramuscular 3-10 mg. Ketamin
dikemas dalam cairan bening kepekatan 1% (1ml=10), 5% (1ml=50mg) dan 10%
(1ml=100mg).
Diazepam menyebabkan tidur dan penurunan kesadaran yang disertai nistagmus dan
bicara lambat, tetapi tidak berefek analgesik. Juga tidak menimbulkan potensiasi
terhadap efek penghambat neuromuscular dan efek analgesik obat narkotik. Diazepam
digunakan untuk menimbulkan sedasi basal pada anesthesia regional, endoskopi dan
29
prosedur dental, juga untuk induksi anestesia terutama pada penderita dengan
penyakit kardiovascular. Diazepam juga digunakan untuk medikasi preanestetik dan
untuk mengatasi konvulsi yang disebabkan obat anestesi local.
Propofol secara kimia tak ada hubungannya dengan anestetik intravena lain. Zat ini
berupa minyak pada suhu kamar dan disediakan sebagai emulsi 1%. Dosis bolus
untuk induksi 2-2.5 mg/kg, dosis rumatan untuk anesthesia intravena total 4-12
mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif 0.2 mg/kg. pengenceran
propofol hanya boleh dekstros 5%. Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-
kira 80% tetapi efek ini lebih disebabkan karena vasodilatasi perifer daripada
penurunan curah jantung. Tekanan sistemik kembali normal dengan intubasi trakea.
Propofol tidak merusak fungsi hati dan ginjal. Aliran darah ke otak, metabolism otak,
dan tekanan intracranial akan menurun. Biasanya terdapat kejang.
2.9 MACAM-MACAM OBAT ANALGESIA
Metoda Penghilang nyeri, biasanya digunakan golongan opioid untuk
nyeri hebat dan golongan anti inflamasi non steroid (NSAID, nonsteroidal anti
inflammatory drugs) untuk nyeri sedang atau ringan.
Metoda menghilangkan nyeri dapat dengan cara sistemis (oral, rectal,
transdermal, sublingual, subkutan, intramuscular, intravena atau perinfus). Cara
yang sering digunakan dan paling digemari ialah intramuscular opioid.
Metoda regional misalnya dengan epidural opioid (untuk dewasa morfin 1-
6 mg, petidin 20-60 mg, fentanil 25-100ug) atau intraspinal opioid (untuk dewasa
morfin 0,1-0,3 mg, petidin 10-30 mg, fentanil 5-25 ug).
Kadang-kadang digunakan metoda infiltrasi pada luka operasi sebelum
pembedahan selesai misalnya pada sirkumsisi atau pada luka apendektomi.
Opioid
Opioid ialah semua zat baik sintetik atau natural yang dapat berikatan
dengan reseptor morfin. Opioid disebut juga sebagai analgetika narkotika yang
sering digunakan dalam anesthesia untuk mengendalikan nyeri saat pembedahan
dan nyeri pasca pembedahan. Malahan kadang-kadang digunakan untuk
anesthesia narkotik total pada pembedahan jantung. Opium ialah getah candu.
30
Opiate ialah obat yang dibuat dari opium. Narkotik ialah istilah tidak spesifik
untuk semua obat yang dapat menyebabkan tidur.
Mekanisme Kerja
Reseptor opioid sebenarnya tersebar luas di seluruh jaringan sistem saraf
pusat, tetapi lebih terkonsentrasi di otak tengah yaitu di sistem limbic, thalamus,
hipotalamus, korpus striatum, sistem aktivasi reticular dan di korda spinalis yaitu
di substansia gelatinosa dan dijumpai pula di pleksus saraf usus. Molekul opioid
dan polipeptida endogen (met-enkefalin, beta-endorfin, dinorfin) berinteraksi
dengan reseptor morfin dan menghasilkan efek.
Opioid digolongkan menjadi:
1. Agonis
Mengaktifkan reseptor.
Contoh: morfin, papaveretum, petidin (meperidin, demerol), fentanil,
alfentanil, sufentanil, remifentanil, kodein, alfaprodin.
2. Antagonis
Tidak mengaktifkan reseptor dan pada saat bersamaan mencegah agonis
merangsang reseptor.
Contoh: nalokson, naltrekson.
3. Agonis-antagonis
Pentasosin, nalbufin, butarfanol, buprenorfin.
Klasifikasi Opioid
Dalam klinik opioid digolongkan menjadi lemah (kodein) dan kuat
(morfin), tetapi penggolongan ini kurang popular. Penggolongan lain menjadi
natural (morfin, kodein, papaverin, dan tebain), semisintetik (heroin,
dihidromorfin/morfinon, derivate tebain) dan sintetik (petidin, fentanil, alfentanil,
sufentanil dan remifentanil).
Petidin
31
Petidin (meperidin, demerol) adalah zat sintetik yang formulanya sangat
berbeda dengan morfin, tetapi mempunyai efek klinik dan efek samping yang
mendekati sama. Perbedaannya dengan morfin sebagai berikut:
1. Petidin lebih larut dalam lemak dibandingkan dengan morfin yang lebih larut
dalam air.
2. Metabolism oleh hepar lebih cepat dan menghasilkan normeperidin, asam
meperidinat dan asam normeperidinat. Normeperidin ialah metabolit yang
masih aktif memiliki sifat konvulsi dua kali lipat petidin, tetapi efek
analgesinya sudah berkurang 50%. Kurang dari 10% petidin bentuk asli
ditemukan dalam urin.
3. Petidin bersifat seperti atropine menyebabkan kekeringan mulut, kekaburan
pandangan dan takikardia.
4. Seperti morfin ia menyebabkan konstipasi, tetapi efek terhadap sfingter Oddi
lebih ringan.
5. Petidin cukup efektif untuk menghilangkan gemetaran pasca bedah yang tak
ada hubungannya dengan hipotermi dengan dosis 20-25 mg iv pada dewasa.
Morfin tidak.
6. Lama kerja petidin lebih pendek dibandingkan morfin.
Dosis petidin intramuscular 1-2 mg/kgBB (morfin 10 x lebih kuat) dapat
diulang tiap 3-4 jam. Dosis intravena 0,2-0,5 mg/kgBB. Petidin subkutan tidak
dianjurkan karena iritasi. Rumus bangun menyerupai lidokain, sehingga dapat
digunakan untuk analgesia spinal pada pembedahan dengan dosis 1-2 mg/kg BB.
Fentanil
Fentanil ialah zat sintetik seperti petidin dengan kekuatan 100xmorfin. Lebih
larut dalam lemak dibandingkan petidin dan menembus sawar jaringan dengan
mudah. Setelah suntikan intravena ambilan dan distribusinya secara kualitatif hamper
sama dengan morfin, tetapi fraksi terbesar dirusak paru ketika pertama melewatinya.
Dimetabolisiir oleh hati dengan N-dealkilasi dan hidroksilasi dan sisa
metabolismenya dikeluarkan lewat urin.
Efek depresi napasnya lebih lama dibanding efek analgesinya. Dosis 1-3
ug/kgBB analgesinya kira-kira hanya berlangsung 30 menit, karena itu hanya
dipergunakan untuk anestesi pembedahan dan tidak untuk pasca bedah.
32
Dosis besar 50-150 ug/kgBB digunakan untuk induksi anesthesia dan
pemeliharaan anesthesia dengan kombinasi bensodiasepin dan anestetik kekakuan otot
punggung yang sebenarnya dapat dicegah dengan pelumpuh otot.
Tramadol
Tramadol (tramal) adalah analgetik sentral dengan afinitas rendah pada
reseptor mu dan kelamahan analgesinya 10-20% disbanding morfin. Tramadol dapat
diberikan dengan dosis maksimal 400 mg per hari.
2.10 OBAT PELUMPUH OTOT
Relaksasi otot lurik dapat dicapai dengan mendalamkan anesthesia umum
inhalasi, melakukan blockade saraf regional dan memberikan pelumpuh otot.
Pendalaman anesthesia beresiko depresi napas dan depresi jantung, blockade saraf
terbatas penggunaannya.
Anesthesia tidak perlu dalam, hanya sekedar supaya tidak sadar, analgesinya
dapat diberikan opioid dosis tinggi dan otot lurik dapat relaksasi akibat pemberian
pelumpuh otot. Ketiga kombinasi ini dikenal sebagai trias anesthesia “the triad of
anesthesia” dan ada yang memasukkan ventilasi kendali.
Setiap serabut saraf motorik mensarafi beberapa serabut otot lurik dan
sambungan ujung saraf dengan otot lurik disebut sambungan saraf-otot. Pelumpuh
otot disebut juga sebagai obat blockade neuro-muskular.
Akibat rangsang terjadi depolarisasi pada terminal saraf. Influx ion kalsium
memicu keluarnya asetil-kolin sebagai transmitter saraf. Asetilkolin saraf akan
menyeberang dan melekat pada reseptor nikotinik-kolinergik di otot. Kalau jumlahnya
cukup banyak, maka akan terjadi depolarisasi dan lorong ion tebuka, ion natrium, dan
kalsium masuk dan ion kalium keluar, terjadilah kontraksi otot. Asetilkolin cepat
dihidrolisa oleh asetilkolin-esterase (kolin-esterase khusus atau murni) menjadi asetil
dan kolin, sehingga lorong tertutup kembali terjadilah repolarisasi.
PELUMPUH OTOT NONDEPOLARISASI
33
Pelumpuh otot nondepolarisasi (inhibitor kompetitif, takikurare) berikatan
dengan reseptor nikotinik-kolinergik, tetapi tak menyebabkan depolarisasi, hanya
menghalangi asetil-kolin menempatinya, sehingga asetilkolin tak dapat bekerja.
Berdasarkan susunan molekul, maka pelumpuh otot nondepolarisasi
digolongkan menjadi:
1. Bensiliso-kuinolinum: d-tubokurarin, metokurin, atrakurium, doksakurium,
mivakurium.
2. Steroid: pankuronium, vekuronium, pipekuronium, ropakuronium, rokuronium.
3. Eter-fenolik: gallamin
4. Nortoksiferin: alkuronium.
Berdasarkan lama kerja, pelumpuh otot non-depolarisasi dibagi menjadi kerja
panjang, sedang, dan pendek.
Pilihan pelumpuh otot;
1. Gangguan faal ginjal : atrakurium, vekuronium
2. Gangguan faal hati : atrakurium
3. Miaasternia gravis : jika dibutuhkan dosis 1/10 atrakurium
4. Bedah singkat : atrakurium, rokuronium, mivakuronium
5. Kasus obstetri : semua dapat digunakan, kecuali gallamin.
Tanda-tanda kekurangan pelumpuh otot
1. Cegukan (hiccup).
2. Dinding perut kaku.
3. Ada tahanan pada inflasi paru.
BAB III
KESIMPULAN
34
1. Anestesi umum (General Anesthesia) disebut pula dengan nama Narkose
Umum (NU). Anastesi Umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara
sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat reversible. Anestesi umum
yang sempurna menghasilkan ketidak sadaran, analgesia, relaxasi otot tanpa
menimbulkan resiko yang tidak diinginkan dari pasien.
2. Anestesi umum dibagi menurut bentuk fisiknya terdiri dari 2 cara, yaitu
anastetik inhalasi dan anastetik intravena
3. Terlepas dari cara penggunaanya suatu anestetik yang ideal sebenarnya harus
memperlihatkan 3 efek utama yang dikenal sebagai “Trias Anestesia”, yaitu
efek hipnotik (menidurkan), efek analgesia, dan efek relaksasi otot.
4. Stadium anestesi
Stadium I : Analgesia
Stadium II : Eksitasi, delirium
Stadium III : Anestesia bedah (Plana 1, Plana 2, Plana 3, Plana 4)
Stadium IV : Intoksikasi
DAFTAR PUSTAKA
35
Dachlan, R.,dkk. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan
Terapi FK UI. Jakarta
Dobson, M.B.,ed. Dharma A., Penuntun Praktis Anestesi, EGC, 1994, Jakarta.
Werth, M. Pokok-Pokok Anestesi, EGC, 2010, Jakarta
Edward Morgan et al. Clinical Anesthesiology. Fourth Edition. McGraw-Hill
Companies. 2006.
Latief SA, Suryadi KA. Petunjuk Praktis Anestesiologi, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia 2009.
Staf Pengajar Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FK UI, Anestesiologi,
1989, Jakarta
36