199569992 case-report

27
Get Homework/Assignment Done Homeworkping.com Homework Help https://www.homeworkping.com/ Research Paper help https://www.homeworkping.com/ Online Tutoring https://www.homeworkping.com/ click here for freelancing tutoring sites BAB I PENDAHULUAN

Transcript of 199569992 case-report

Page 1: 199569992 case-report

Get Homework/Assignment Done

Homeworkping.com

Homework Help

https://www.homeworkping.com/

Research Paper help

https://www.homeworkping.com/

Online Tutoring

https://www.homeworkping.com/

click here for freelancing tutoring sites

BAB I

PENDAHULUAN

Sirosis hati merupakan stadium akhir kerusakan sel-sel hati yang kemudian

menjadi jaringan fibrosis. Kerusakan tersebut ditandai dengan distorsi arsitektur

hepar dan pembentukan nodulus regeneratif akibat nekrosis sel-sel hati.

Selanjutnya, distorsi arsitektur hepar dan peningkatan vaskularisasi ke hati

menyebabkan varises atau pelebaran pembuluh darah di daerah gaster maupun

Page 2: 199569992 case-report

esofagus. World Health Organization (WHO) tahun 2002 memperkirakan 783

000 pasien di dunia meninggal akibat sirosis hati.

Sirosis hati paling banyak disebabkan oleh penyalahgunaan alkohol dan

infeksi virus hepatitis. Di Indonesia sirosis hati banyak dihubungkan dengan

infeksi virus hepatitis B, C dan karena penyalahgunaan alkohol lebih jarang

terjadi dibandingkan negara-negara barat. Sekitar 57%, pasien sirosis hati

terinfeksi hepatitis B atau C. South East Asia Regional Office (SEARO) tahun

2011 melaporkan sekitar 5,6 juta orang di Asia Tenggara adalah pembawa

hepatitis B, sedangkan sekitar 480 000 orang pembawa hepatitis C (Widjaja and

Karjadi, 2011).

The Centers for Disease Control and Prevention (CDC) melaporkan bahwa di

seluruh dunia, lebih dari 400 juta orang terinfeksi hepatitis B kronis. Setiap tahun,

10 sampai 30 juta terinfeksi dan sekitar 1 juta orang meninggal karena hepatitis B.

Prevalensi hepatitis B disetiap regional berbeda-beda. WHO menunjukkan bahwa

bagian-bagian dari Asia, Afrika dan Amerika Selatan memiliki tingkat tinggi

insident hepatitis B. CDC melaporkan bahwa lebih dari 1 juta orang Amerika

terinfeksi hepatitis B kronis. Setiap tahun 100.000 terjadi infeksi baru dan lima

ribu orang Amerika meninggal akibat infeksi hepatitis B (Nunez M., 2003).

Patogenesis sirosis hepatis menurut penelitian terakhir memperlihatkan

adanya peranan sel stelata dalam mengatur keseimbangan pembentukan

matriks ekstraselular dan proses degradasi, di mana jika terpapar faktor tertentu

yang berlangsung secara terus menerus, maka sel stelata akan menjadi sel yang

membentuk kolagen. Terapi sirosis ditujukan untuk mengurangi progresi

penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati,

pencegahan dan penanganan komplikasi. Walaupun sampai saat ini belum ada

bukti bahwa penyakit sirosis hati reversibel, tetapi dengan kontrol pasien

yang teratur pada fase dini diharapkan dapat memperpanjang status

kompensasi dalam jangka panjang dan mencegah timbulnya komplikasi (Riley

et al, 2009).

Berdasarkan American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes melitus

merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik

Page 3: 199569992 case-report

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau

kedua-duanya (PERKENI, 2006).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia (2003) diperkirakan

penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun adalah sebesar 133 juta jiwa.

Dengan prevalensi DM pada daerah urban sebesar 14,7% dan daerah rural sebesar

7,2%, maka diperkirakan pada tahun 2003 terdapat penyandang diabetes sejumlah

8,2 juta di daerah urban dan 5,5 juta di daerah rural (PERKENI, 2006)

Insiden diabetes mellitus, terutama diabetes tipe-2 meningkat secara dramatis

di seluruh dunia karena peningkatan obesitas, gaya hidup dan populasi penuaan,

dan merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang cukup besar.

Peningkatan prevalensi diabetes tipe-2 dan konsekuensi komplikasi dan gangguan

yang berkaitan merupakan tantangan kesehatan terbesar yang dihadapi dunia saat

ini (Soewondo, 2011).

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sirosis Hepatis

A.1. Definisi

Sirosis hepatis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan

stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai

Page 4: 199569992 case-report

dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif

(Sudoyo et al, 2009).

A.2 Etiologi

Etiologi dari sirosis hepatis di negara barat yang tersering akibat

alkoholik sedangkan di indonesia terjadi terutama akibat dari infeksi virus

hepatitis B maupun C. Hasil penelitian di indonesia menyebutkan bahwa

virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40-50%, dan virus hepatitis C

30-40%, sedangkan 10-20% tidak diketahui penyebabnya dan termasuk

kelompok virus bukan B dan bukan C (non B-non C). Alkohol sebagai

penyebab sirosis di Indonesia mungkin frekuensi datanya kecil sekali karena

belum ada datanya (Sudoyo et al, 2009).

Hepatistis B Hepatitis C Tidak diketahui0

10

20

30

40

50

Column1

A.3 Epidemiologi

Di Indonesia data prevalensi sirosis hepatis belum ada, hanya laporan-

laporan dari beberapa penelitian seperti penelitian yang dilakukan RSUP

Dr. M. Djamil Padang Tahun 2011 dengan jumlah penderita sebesar 185 dan

yang bisa dijadikan sampel sebesar 65 (36%) dengan kriteria sebagai berikut:

Variabel Jumlah penderita

sirosis

%

37-43 14 21.5

44-50 23 35.4

51-57 14 21.5

58-64 10 15.4

Page 5: 199569992 case-report

65-71 4 6.2

Dengan perbandingan jumlah laki-laki lebih banyak dibandingkan

wanita, kurang lebih 5: 3. Sedangkan berdasarkan penelitian di RS DR.

Sarjito Yogyakarta sebesar 4,1 % dari pasien yang dirawat di bagian ilmu

penyakit dalam dengan kurun waktu 1 tahun pada tahun 2004 (Regina et al,

2013).

A.4 Klasifikasi

Berdasarkan morfologi Sherlock membagi sirosis hati atas 3 jenis,

yaitu:

1. Mikronodular ( besar nodul < 3mm)

2. Makronodular (besar nodul > 3mm)

3. Campuran (memperlihatkan gambaran mikro dan makronodular)

Secara fungsional sirosis hati terbagi atas:

1. Sirosis hati kompensata

Sering disebut dengan Laten sirosis hati. Pada stadium kompensata

belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan

pada saat pemeriksaan screening.

2. Sirosis hati dekompensata

Dikenal dengan active sirosis hati, dan stadium ini biasanya gejala

sudah timbul, misalnya: ascites, edema, dan ikterus.

(Sutadi, 2003)

Klasifikasi berdasarkan criteria Child-pugh:

Skor/ Parameter 1 2 3

Bilirubin (mg%) <2 2 - <3 >3

Albumin (gr%) >3.5 2.8 - >3.5 >2.8

Prothrombin

time (quick%)

>70 40 - >70 >40

Page 6: 199569992 case-report

Asites 0 Minimal-Sedang

(+) - (++)

Banyak

(+++)

Hepatic

Enchepalopati

Tidak ada St I dan St II St III dan IV

A.5 Patologi

Perlemakan hati alkoholik

Steatosis atau perlemakan hati, hepatosit teregang oleh vakuola

lunak dalam sitoplasma berbentuk makrovesikel yang mendorong inti

hepatosit ke membran sel

Hepatitis alkoholik

Fibrosis perivenuler berlanjut menjadi sirosis panlobular akibat

masuknya alkohol dan destruksi hepatosit berkepanjangan. Fibrosis

yang terjadi dapat berkontraksi di tempat cidera hati dan merangsang

pembentukan kolagen.

Di daerah periportal dan perisentral timbul septal jaringan ikat

seperti jaring yang akhirnya menghubungkan triad portal dengan vena

centralis kemudian mengalami regenerasi dan membentuk nodulus.

Penimbunan kolagen terus berlanjut, ukuran hati mengecil,

berbenjol-benjol (nodular) menjadi keras, terbentuk sirosis alkoholik.

Mekanisme cedera hati metabolik

a. Hipoksia sentrilobular

Metabolisme asetildehid etanol meningkatkan konsumsi

oksigen lobuler, terjadi hipoksemia relative dan cedera sekunder di

daerah yang jauh dari aliran darah yang teroksigenasi (misal daerah

perisentral).

b. Infiltrasi/ aktivitas neutrofil

Terjadi pelepasan chemoattractants neutrofil oleh hepatosit

yang memetabolisme etanol. Cedera jaringan dapat terjadi neutrofil

dan hepatosit melepaskan intermediet oksigen relatife, proteosa,

dan sitokin

Page 7: 199569992 case-report

c. Formasi acetaldehyde-protein adducts

Berperan sebagai neoantigen dan menghasilkan limfosit yang

tersensitasi serta antibiotik spesifik yang menyerang hepatosit

pembawa antigen

d. Pembentukan radikal bebas

Oleh jalur alternative dari metabolisme etanol disebut sistem

yang mengoksidasi enzim mikrosomal.

(Sudoyo et al, 2009).

A.7 Manifestasi Klinis

Pasien dengan sirosis dapat datang ke dokter dengan sedikit keluhan,

dapat tanpa keluhan sama sekali, atau dengan keluhan penyakit lain.

Beberapa keluhan dan gejala yang sering timbul pada sirosis antara lain: kulit

berwarna kuning, rasa mudah lelah, nafsu makan menurun, gatal, mual,

penurunan berat badan, nyeri perut dan mudah berdarah. Pasien sirosis juga

dapat mengalami keluhan dan gejala akibat komplikasi dari sirosis hatinya

(Cheney et al, 2004).

Pada beberapa pasien, komplikasi ini dapat menjadi keluhan yang

membawanya pergi ke dokter. Pasien sirosis dapat tetap berjalan kompensata

selama bertahun-tahun, sebelum berubah menjadi dekompensata. Sirosis

dekompensata dapat dikenal dari timbulnya bermacam komplikasi seperti

ikterus, perdarahan varises, asites, atau ensefalopati. Sesuai dengan

konsensus Braveno IV, sirosis hati dapat diklasifikasikan menjadi empat

stadium klinis berdasarkan ada tidaknya varises, ascites, dan perdarahan

varises:

Stadium 1: tidak ada varises, tidak ada asites,

Stadium 2: varises, tanpa ascites,

Stadium 3: ascites dengan atau tanpa varises dan

Stadium 4: perdarahan dengan atau tanpa ascites.

Stadium 1 dan 2 dimasukkan dalam kelompok sirosis kompensata,

semetara stadium 3 dan 4 dimasukkan dalam kelompok sirosis

dekompensata.

Page 8: 199569992 case-report

Pada pasien ini, didapatkan adanya ascites dan adanya perdarahan yang

terbukti dengan adanya muntah darah dan BAB berwarna hitam, juga adanya

keluhan nafsu makan berkurang, mual, sehingga memperkuat diagnosis

sirosis hepatis dekompensata (Lee, 2009).

A.8 Diagnosis

Penegakan diagnosis sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisik, laboratorium,

dan USG untuk membedakan dengan hepatitis kronik aktif yang berat. Pada

stadium dekompensata diagnosis tidak sulit untuk ditegakkan dikarenakan

gejala dan tanda klinis sudah tampak.

1. Anamnesa

Pada anamnesa perlu ditanyakan riwayat minum-minuman beralkohol,

penggunaan narkoba suntik, dan riwayat hepatitis.

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang khas pada pasien dengan sirosis hepatis antara

lain (Sudoyo et al, 2009):

a. Spider naevi

b. Eritema palmaris

c. Ginekomastia

d. Fetor hepatikum

e. Splenomegali

f. Asites

g. Ikterik

3. Pemeriksaan Laboratorium

Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium

antara lain (Sudoyo et al, 2009):

a. SGOT dan SGPT meningkat tapi tidak terlalu tinggi, dimana biasanya

SGOT>SGPT

b. Alkaline fosfatase meningkat

c. Bilirubin meningkat

d. Albumin menurun sedangkan globulin meningkat

e. Waktu protrombin memanjang

Page 9: 199569992 case-report

f. Natrium serum menurun

g. Kelainan hematologi meliputi anemia, trombositopenia dan

leukopenia

4. Pemeriksaan Penunjang

Untuk memperkuat diagnosis sementara menjadi diagnosis kerja,

maka dapat dilakukan rencana pemeriksaan penunjang sebagai berikut:

a. Pemeriksaan endoskopi

Varises esofagus dapat ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan

endoskopi. Sesuai dengan konsensus Baveno IV, bila pada pemeriksaan

endoskopi pasien sirosis tidak ditemukan varises, dianjurkan pemeriksaan

endoskopi ulang dalam 2 tahun. Bila ditemukan varises kecil, maka

dilakukan endoskopi dalam 1 tahun, dan jika ditemukan varises besar,

maka secepatnya dilakukan tindakan preventif untuk mencegah

perdarahan pertama. Endoskopi direncanakan untuk melihat penyebab

terjadinya hematemesis dan melena. Umumnya kedua hal tersebut

disebabkan pecahnya varises esofagus. Apabila terjadi varises esofagus

maka, hal ini akan mendukung diagnosis sirosis hepatis dekompensata,

karena pecahnya varises esofagus merupakan manifestasi dari hipertensi

portal.

b. Biopsi hati

Pemeriksaan biopsi hati merupakan gold standard untuk menegakkan

diagnosis sirosis hepatis. Karena pada kasus tertentu sulit untuk

membedakan antara hepatitis kronik aktif yang berat dengan suatu

keadaan sirosis hepatis dini. Bila pada pemeriksaan biopsi hati didapatkan

keadaan fibrosis dan nodul-nodul regenerasi sel hati, maka diagnosis

sirosis hepatis dapat ditegakkan dengan pasti.

c. USG

Pemeriksaan dengan USG dilakukan untuk melihat struktur hati,

mendeteksi spelnomegali, nodul dalam hati dan cairan abdomen.

A.9 Tata Laksana

Page 10: 199569992 case-report

Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa :

1. Simptomatis

2. Supportif, yaitu :

a. Istirahat yang cukup

b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang misalnya : cukup

kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin

c. Pengobatan berdasarkan etiologi:

Pada sirosis hati akibat infeksi virus hepatitis B dapat dicoba

dengan interferon alfa dan lamivudin.

Pada sirosis alkoholik, maka pengobatan utama adalah

menghentikan secara total konsumsi alkohol oleh pasien.

Pada hepatitis autoimun dapat diberikan steroid atau imunosupresif

Pada sirosis akibat hepatitis C kronik maka kombinasi interferon

dan ribavirin merupakan terapi standar.

d. Pengobatan fibrosis hati

Pengobatan antifibrotik sampai saat ini lebih mengarah pada

peradangan dan tidak terhadap fibrosis.

3. Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah

terjadi komplikasi seperti:

a. Asites

Dapat dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas :

Istirahat

diet rendah garam: untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat dan diet

rendah garam dan penderita dapat berobat jalan dan apabila gagal maka

penderita harus dirawat.

Diuretik

Pemberian diuretik hanya bagi penderita yang telah menjalani diet rendah

garam dan pembatasan cairan namun penurunan berat badannya kurang dari

1kg setelah 4 hari. Mengingat salah satu komplikasi akibat pemberian diuretik

adalah hipokalemia (khususnya penggunaan furosemid) dan hal ini dapat

mencetuskan ensefalopati hepatik, maka pilihan utama diuretik adalah

Page 11: 199569992 case-report

spironolakton, dan dimulai dengan dosis rendah 100-200mg, serta dapat

dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4 hari, apabila dengan dosis maksimal

diuresisnya belum tercapai maka dapat kita kombinasikan dengan furosemid

20-40mg/hari (dengan pengawasan terhadap kadar kalium darah). Respon

diuretik bisa dimonitor dengan penurunan BB + 0,5kg/hari tanpa edema kaki

atau + 1kg/hari dengan edema kaki.

b. Peritonitis bakterial spontan

Infeksi cairan dapat terjadi secara spontan, atau setelah tindakan

parasintese. Tipe yang spontan terjadi 80% pada penderita sirosis hati dengan

asites, sekitar 20% kasus. Keadaan ini lebih sering terjadi pada sirosis hati

stadium kompensata yang berat. Pada kebanyakan kasus penyakit ini timbul

selama masa rawatan.

c. Hepatorenal syndrome

Kasus ini merupakan kasus emergensi sehingga penentuan etiologi sering

dinomorduakan, namun yang paling penting adalah penanganannya lebih

dulu. Prinsip penanganan yang utama adalah tindakan resusitasi sampai

keadaan pasien stabil, dalam keadaan ini maka dilakukan :

Pasien diistirahatkan dan dipuasakan

Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu transfusi

Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak sekali

kegunaannya yaitu : untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es,

pemberian obat-obatan, evaluasi darah

Pemberian obat-obatan berupa antasida, ARH2, Antifibrinolitik, Vitamin

K, Vasopressin, Octriotide dan Somatostatin

Disamping itu diperlukan tindakan-tindakan lain dalam rangka

menghentikan perdarahan misalnya Pemasangan Ballon Tamponade dan

Tindakan Skleroterapi / Ligasi atau Oesophageal Transection.

d. Ensefalophaty hepatic

Suatu syndrome Neuropsikiatri yang didapatkan pada penderita penyakit

hati menahun, mulai dari gangguan ritme tidur, perubahan kepribadian,

gelisah sampai ke pre koma dan koma. Pada umumnya enselopati Hepatik

Page 12: 199569992 case-report

pada sirosis hati disebabkan adanya factor pencetus, antara lain: infeksi,

perdarahan gastro intestinal, obat-obat yang Hepatotoxic.

e. Perdarahan gastrointestinal

Penyebab dari perdarahan gastrointestinal yang paling sering pada pasien

sirosis adalah perdarahan dari varises esofagus yang merupakan manifestasi

dari hipertensi portal dan penyebab dari sepertiga kematian. Pengobatan yang

dilakukan pada keadaan akut adalah tamponade dengan alat pipa Sengstaken-

Blakemore dan Minessota. Selanjutnya dapat dilakukan tindakan ligasi

endoskopi. Sedangkan untuk pencegahan dan penatalaksanaan setelah

perdarahan dapat diberikan preparat propanolol untuk menurunkun hipertensi

portal.

A.10 Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada pasien sirosis berdasarkan Ethical pada

tahun 2010.

Edema dan asites

Semakin beratnya sirosis penurunan aliran darah melalui

vena porta sirkulasi splanik dan sistemik vasodilatasi

pengiriman sinyal ke ginjal retensi garam dan air dalam tubuh

disertai aktivasi saraf simpatis ginjal penurunan aliran darah ke

ginjal dan laju filtrasi glomerulus air terkumpul ditungkai bawah

saat berdiri dan dalam rongga abdomen antara dinding perut dan

organ dalam.

Terjadi sekitar 10% pasien sirosis. Setelah asites terjadi harapan

hidup 5 tahun berkurang 50%. Bila asites refrakter terhadap

pengobatan maka hanya 40-60% yang bertahan hidup selama 2

tahun.

Tatalaksana yang dianjurkan 100-500 mg spironolakton dan

furosemid 20-40 mg/hari serta membatasi konsumsi garam.

Spontaneous Bacterial Peritonitis

Infeksi cairan asites oleh pertumbuhan kuman berlebih disertai

translokasi melalui dinding usus yang permeabilitasnya meningkat.

Page 13: 199569992 case-report

Bakteri penyebab terutama bakteri gram (-) tapi kadang-kadang

ditemukan bakteri (+) yaitu Staphilococcus aureus.

Beberapa pasien tidak merasakan keluhan sama sekali, namun

sebagian mengeluh demam, menggigil, nyeri abdomen, rasa tidak

diperut dan asites memburuk.

Diagnosis pasti dengan analisis cairan asites neutrofil absolut

> 250/mm3

Terapi yaitu dengan antibiotik cefotaxim i.v, amoksilin, atau

aminoglikosid.

Perdarahan varises esofagus

Sirosis hepatis aliran dalam hati menghambat aliran darah

dari usus kembali ke jantung peningkatan tekanan vena portal

(hipertensi portal) vena-vena dibawah esofagus dan bagian atas

lambung akan melebar varises esofagus dan lambung bila

tekanan portal meningkat terus perdarahan varises (hematemesis,

melena)

Sindrom hepatorenal

Disebabkan oleh hipertensi portal vasodilatasi splanik dan

sistemik penurunan volume darah efektif (hipovolemi relatif)

penurunan aliran darah ke ginjal (pre-renal acute kidney injuri)

gangguan fungsi ginjal akut oliguri, peningkatan ureum dan

kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal.

Tatalaksana dengan mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati,

dana mengatur keseimbangan antara garam dan air.

Encephalopati Hepatik

Kelainan neuropsikiatri akibat disfungsi hati. Mula-mula ada

ganggun tidur ( insomnia dan hiperinsomnia), selanjutnya dapat

timbul defisit neurologis, gangguan kesadaran selanjutnya koma.

Mekanismenya sebagian protein akan dicerna oleh bakteri

normal usus bahan toxic yang terbawa dari usus melalui vena

porta tidak didetoksifikasi oleh hati karena adanya kerusakan sel hati

Page 14: 199569992 case-report

dan beberapa bagian darah ada yang tidak dapat masuk ke sel hati

tetapi langsung ke vena lainnya hasil pencernaan sebagian akan

diserap kembali ke dalam tubuh, salah satunya amonia yang

berbahaya terhadap otak bahan toxic terkumpul cukup banyak

menganggu fungsi otak.

Hal ini terjadi pada 45% pasien sirosis. Bentuk subklinis EH

mengenai sekitar 50-80% pasien dan tidak mudah didiagnosis .

Laktulosa membantu pasien mengeluarkan amonia. Neomisis

untuk mengurangi bakteri usus penghasil amonia. Diet protein

dikurangi sampai 0,5 gr/kg BB/hari, terutama diberikan asam amino

rantai cabang.

Diagnosis EH berdasarkan criteria West-heaven

Stadium Kesadaran Intelektualitas Temuan

Neurologis

0 Normal Normal Pemeriksaan

normal,

mungkin

gangguan

psikomotor

1 Berkurangnya

kesadaran,

ringan

Atensi

memendek

Asteriksis

ringan atau

tremor

2 Letargis Disorientasi,

perilaku

inapropriate

Asteriksis berat

dan bicara

tersendat

3 Somnolen,

tetapi dapat

dibangunkan

Disorientasi

berat, perilaku

aneh

Rigirditas

muscular dan

klonus,

hiperrefleksia

4 Koma Koma Deserebrasi

A.11 Prognosis

Page 15: 199569992 case-report

Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi oleh sejumlah faktor

meliputi etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyebab lain

yang menyertai.

Klaisfikasi berdasarkan child-pugh dapat menilai prognosa pasien

sirosis. Angka kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien dengan

Child A, B, dan C berturut-turut sebesar 100%, 80%, dan 45% (Sudoyo et al,

2009).

BAB IV

PEMBAHASAN

Dasar diagnosa pada kasus ini adalah sirosis hepatis et causa hepatitis kronis

dimana berdasarkan penelitian didapatkan bahwa hepatitis B kronis dan hepatitis

C kronis menyebabkan terjadinya sirosis hepatis dalam beberapa waktu. Hepatitis

kronis dapat didefinisikan sebagai penyakit terus tanpa perbaikan selama

setidaknya enam bulan. Kebanyakan orang (60% -80%) yang telah terinfeksi

kronis hepatitis tidak memiliki gejala. Hepatitis kronis dapat menyebabkan sirosis

hati dan karsinoma hepatoseluler (HCC). Sirosis terkait HCV menyebabkan

Page 16: 199569992 case-report

kegagalan hati dan kematian pada sekitar 20% -25% kasus sirosis. Virus hepatitis

B bersifat tidak sitopatik, kerusakan hepatosit terjadi akibat lisis hepatosit melalui

mekanisme imunologis. Infeksi kronis terjadi jika terdapat gangguan respon

imunologis terhadap infeksi virus. Selama infeksi akut, terjadi infiltrasi sel-sel

radang antara lain limfosit T yaitu sel NK (Non spesific Killer) dan sel T

sitotoksik. Antigen virus, terutama HbcAg dan HbeAg, yang diekspresikan pada

permukaan hepatosit bersama-sama dengan glikoptotein HLA kelas I,

mengakibatkan hepatosit yang terinfeksi menjadi target untuk isis oleh limfosit T.

Sel hepatosit mengalami lisis akibat limfosit T sehingga terjadi proses apoptosis

sel. Sel yang berapoptosis membentuk jaringan fibrosis sel hepatosit sehingga

terjadi sirosis.

Dalam metabolisme karbohidrat, hepar melakukan fungsi sebagai berikut:

1. Menyimpan glikogen

2. Mengubah galaktosa dan fruktosa menjadi glukosa

3. Glukoneogenesis

4. Membentuk banyak senyawa kimia penting dari hasil perantara metabolisme

karbohidrat.

Pada pasien ini keadaan glukosa yang tinggi dalam darah bisa di karenakan

fungsi hepar yang sudah tidak bisa normal kembali di karenakan terjadinya sirosis

pada hati. Hepar berperan penting dalam mempertahankan konsentrasi glukosa

dalam darah dan mengambilnya dari darah kemudian menyimpannya apabila

terjadi kelebihan kadar glukosa dalam darah.

Varises esofagus terjadi karena sirosis hepatis aliran dalam hati

menghambat aliran darah dari usus kembali ke jantung peningkatan tekanan

vena portal (hipertensi portal) vena-vena dibawah esofagus dan bagian atas

lambung akan melebar varises esofagus dan lambung bila tekanan portal

meningkat terus perdarahan varises (hematemesis, melena)

Asites pada pasien disebabkan karena hati mengalami perubahan dalam

memetabolisme protein plasma sehingga terjadi penurunan metabolisme protein

plasma dan menyebabkan cairan intraseluler keluar dari jaringan interstitiel

sehingga terjadi edem dan asites.

Page 17: 199569992 case-report

Pada pasien ini di berikan terapi transfusi darah karena terjadi gejala

hematemesis dan melena sehingga HB turun. Diberikan pula obat koagulan antara

lain vit K dan asam traneksamat. Furosemid sebagai diuretic untuk membantu

pengeluaran cairan dalam tubuh pasien seperti asites dan edema tungkai.

Ksrmenghemat pengeluaran kalium yang diakibatkan oleh obat diuretik.

Spironolaktan diuretic hemat kalium berfungsi sebagai pendukung furosemide

dan mengehemat pengeluaran kalium dalam tubuh. Propanolol untuk

mengurangi hipertensi porta. Curcuma berfungsi sebagai hepatoproktetor.

Cefotaxim berfungsi sebagai antibiotik untuk mengatasi infeksi sekunder pada

pasien yaitu SBP. Antasid sebagai penetral asam lambung dan ranitidin sebagai

mengurangi pengeluaran asam lambung sehingga menurunkan keluhan pasien

beruapa mual, nyeri ulu hati, dan perut terasa senep.

DAFTAR PUSTAKA

Soewondo P., 2011. Current Practice in the Management of Type 2 Diabetes in

Indonesia: Results from the International Diabetes Management Practices

Study (IDMPS). J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 12, Desember 2011

PERKENI. 2006. Konsensus Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe

2 Di Indonesia. Jakarta : PB PERKENI

Regina V., Arnelis, Edward Z., 2013. Hubungan Kadar Limfosit Total dengan

Prognosis Penyakit pada Penderita Sirosis Hati di Bagian Penyakit

Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2011. Jurnal Kesehatan Andalas.

2013; 2(2).

Page 18: 199569992 case-report

Riley TR, Taheri M, Schreibman IR. Does weight history affect fibrosis in the

setting of chronic liver disease?. J Gastrointestin Liver Dis. 2009.

18(3):299-302.

Ethical Digest. 2010. Semijurnal Farmasi dan Kedokteran. No. 72.

Sudoyo, Aru W., dkk. 2006.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV, Jilid 1.

Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.

Sutadi, Maryani S., 2003. Sirosis Hepatis. USU digitaly libary.

Nunez M. Treatment of Chronic Hepatitis B in the Human Immunodeficiency

Virus-Infected Patient: Present and Future.Clin Infect Dis. 2003;37:1678-

1685

Widjaja F., Karjadi T., 2011. Pencegahan Perdarahan Berulang pada Pasien

Sirosis Hati. Volum: 61, Nomor: 10 . Jurnal Indonesia Medical Association.