19764483-Penerapan-Asuransi-Syariah

download 19764483-Penerapan-Asuransi-Syariah

of 23

Transcript of 19764483-Penerapan-Asuransi-Syariah

  • 8/14/2019 19764483-Penerapan-Asuransi-Syariah

    1/23

    PENERAPAN ASURANSI SYARIAH

    di INDONESIA

    OLEH : MUHAMMAD BAYU

    1

  • 8/14/2019 19764483-Penerapan-Asuransi-Syariah

    2/23

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. LATAR BELAKANG

    Betapa penting dan besar manfaatnya asuransi dalam masa

    pembangunan dewasa ini terutama dalam usaha menyerap modal swasta

    melalui premi asuransi yang didapat dari para pemegang polis. Dengan mulai

    tampak adanya perubahan dalam cara berfikir sebagian besar bangsa

    Indonesia, dari tradisional ke modern maka tiba saatnya dunia perasuransian di

    Indonesia untuk mengembangkan usahanya. Kebutuhan manusia akan

    perlindungan baik itu terhadap dirinya maupun barang-barangnya (asset)

    sudah semakin besar. Hal inbi dipengaruhi kondisi keamanan di negara kita

    yang perlu dijaga serta didukung tingginya tingkat pengetahuan manusia.

    Salah satu produk yang dimiliki manusia adalah asuransi. Perkembangan

    asuransi sendiri di Indonesia berkembang sangat pesat. Ini menunjukkan

    tingginya kebutuhan masyarakat adanya asuransi.

    Jika kita memperhatikan konsep asuransi maka hal tersebut jelas dapat

    memberikan perlindungan lebih pada nasabahnya. Orang yang mengikuti

    asuransi akan mendapat jaminan atas ganti kerugian barang-barangnya jika

    terjadi sesuatu yang tidak diharapkan (avengement). Hal ini tidak terlepas dari

    pengetian asuransi itu sendiri yang mana tercantum dalam pasal 246 KUHD

    yaitu suatu perjanjian (timbal balik) dengan mana seorang penanggung

    meningkatkan diri kepada seseorang tertanggung dengan membayar suatu

    premi, untuk memberikan penggantian kepadanya, karena suatu kerugian,

    kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan

    didirikannya, karena suatu peristiwa tak tentu (onzeker coorval). 1 Pengertian

    asuransi juga terdapat dalam ketentuan pasal 1 ayat 1 UU Nomor 2 Tahun

    1 H.M.N., HUKUM PERTANGGUNGAN, Penerbit Djambatan, Jakarta, 1986, Hal 1.

    2

  • 8/14/2019 19764483-Penerapan-Asuransi-Syariah

    3/23

    1992 tentang Perasuransian, yaitu: Asuransi atau Pertanggungan adalah

    perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penaggung

    mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk

    memberikan penggantian kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan

    yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang

    mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang

    tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas

    meninggalnya atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.2

    Berdasarkan perkembangannya, terdapat beberapa jenis asuransi di

    antara asuransi kerugian dan asuransi jiwa. Kedua asuransi tersebut sering

    disebut dengan asuransi non syariah. Selain itu juga terdapat asuransi syariah

    yang berdasarkan pada hukum Islam. Sebenarnya dalam hukum Islam sendiri

    masih terdapat pertentangan mengenai halal atau haramnya produk asuransi.

    Dalam praktek asuransi syariah juga masih belum sepenuhnya sesuai dengan

    syariat Islam sehingga batasan antara asuransi non syariah dengan asuransi

    syariah sangat tipis. Asuransi syariah diharapkan dapat mengatasi

    pertentangan mengenai halal atau haramnya produk asuransi dan dapat

    diterapkan di Indonesia tanpa menyalahi syariat Islam. Berdasarkan hal

    tersebut maka kelompok kami tertarik untuk membahasnya lebih lanjut dan

    mengangkatnya dalam makalah dengan judul :

    Penerapan Asuransi Syariah di IndonesiaBerdasarkan Fatwa MUI No.53/DSN-MUI/III/2006

    2 Pasal 1 ayat 1 Nomor 2 Tahun 1992 tentang Perasuransian

    3

  • 8/14/2019 19764483-Penerapan-Asuransi-Syariah

    4/23

    B. RUMUSAN MASALAH

    1. Mengapa penerapan asuransi syariah di Indonesia belum sesuai dengan

    prinsip-prinsip umum syariat islam (masih mengandung unsur asuransi

    non syariah)?

    C. TUJUAN PENULISAN

    1. Untuk mengetahui sudut pandang hukum Islam tentang asuransi.

    2. Untuk mengetahui perbedaan antara asuransi syariah dengan asuransi non

    syariah.

    D. MANFAAT PENULISAN

    1. Bagi masyarakat pada umumnya, diharapkan bisa menambah wawasan

    tentang asuransi syariah.

    2. Bagi nasabah asuransi pada umumnya, diharapkan bisa memberikan

    pandangan lebih luas tentang keuntungan dan kerugian asuransi syariahdan asuransi non syariah.

    3. Bagi pengamat asuransi, diharapkan dapat mengetahui pendapat-pendapat

    yang ada tentang asuransi non syariah jika dipandang dari sudut hukum

    Islam.

    4. Bagi mahasiswa, diharapkan dapat memahami lebih dalam tentang

    asuransi, baik asuransi syariah maupun non syariah.

    4

  • 8/14/2019 19764483-Penerapan-Asuransi-Syariah

    5/23

    BAB II

    PEMBAHASAN

    2.1 Asuransi dalam Sudut Pandang Hukum Islam

    Perkembangan asuransi di Indonesia sudah berjalan dengan sangat

    pesat dan bahkan sudah memasyarakat di Indonesia. Diperkirakan juga

    banyak umat Islam terlibat di dalamnya. Di kalangan umat Islam, ada

    anggapan bahwa asuransi non syariah yang banyak berkembang tidak Islami.

    Orang yang melakukan asuransi sama halnya dengan orang yang mengingkari

    rahmat Allah. Oleh karena itu, permasalahan tersebut perlu juga ditinjau dari

    sudut pandang agama Islam.

    Allahlah yang menentukan segala-galanya dan memberikan rezeki kepada

    makhluk-Nya, sebagaimana firman Allah SWT, yang artinya: Dan tidak ada

    suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi

    rezekinya. (Q.S HUd : 6). dan siapa (pula) yang memberikan rezekinyakepadamu dari langit dan bumi? Apakah di samping Allah ada Tuhan (yang

    lain)? (Q.S. An-Naml : 64). Dan kami telah menjadikan untukmu di

    bumi keperluan-keperluan hidup, dan (kami menciptakan pula) makhluk-

    makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezeki kepadanya

    (Q.S. Al-Hijr : 20).

    Dari ketiga ayat tersebut dapat dipahami bahwa Allah sebenarnya

    telah menyiapkan segala-galanya untuk keperluan semua makhluk-Nya,

    termasuk manusia sebagai khalifah di muka bumi. Allah telah menyiapkan

    bahan mentah, bukan bahan matang. Manusia masih perlu mengolahnya,

    mencarinya dan mengikhtiarkiannya. Melibatkan diri ke dalam asuransi,

    adalah merupakan salah satu ikhtiar untuk menghadapi masa depan dan masa

    tua. Namun karena masalah asuransi ini tidak dijelaskan tegas dalam nash,

    maka masalahnya dipandang sebagai masalah ijtihad, yaitu masalah yang

    5

  • 8/14/2019 19764483-Penerapan-Asuransi-Syariah

    6/23

    mungkin masih diperdebatkan dan tentunya perbedaan pendapat sukar

    dihindari.

    Ada beberapa pandangan atau pendapat mengenai asuransi ditinjau

    dari fiqh Islam. Yang paling mengemuka perbedaan tersebut terbagi tiga,

    yaitu:

    1. Asuransi itu haram dalam segala macam bentuknya (termasuk asuransi

    jiwa). Pendapat ini dikemukakan oleh Sayyid Sabiq, Abdullah Al-Qalqii

    (Mufti Yordania), Yusuf Qadhawi dan Muhammad Bakhil Al-MuthI

    (Mutfti Mesir). Alasan-alasan yang mereka kemukakan adalah:

    - Asuransi sama dengan judi.

    - Asuransi mengandung unsur-unsur tidak pasti.

    - Asuransi mengandung unsur riba/renten.

    - Asuransi mengandung unsur pemerasan, karena pemegang polis,

    apabila tidak bisa melanjutkan pembayaran preminya akan hilang

    premi yang sudah dibayar atau dikurangi.

    - Premi-premi yang sudah dibayar akan diputar dalam praktek-praktek

    riba.

    - Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang tidak tunai.

    - Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis, dan sama halnya

    dengan mendahului takdir Allah.

    2. Asuransi non syariah diperbolehkanPendapat kedua ini dikemukakan oleh Abd. Wahab Khalaf,

    Mustafa Akhmad Zarqa (guru besar Hukum Islam pada fakultas Syariah

    Universitas Syria), Muhammad Yusuf Musa (Guru Besar Hukum Islam

    pada Universitas Cairo Mesir), dan Abd. Rakhman Isa (pemegang Kitab

    Al-Muamallha A-Hadistah Wa Ahkamuha). Mereka beralasan:

    6

  • 8/14/2019 19764483-Penerapan-Asuransi-Syariah

    7/23

    - Tidak ada nash (Al-Quran dan Sunnah) yang melarang adanya

    asuransi.

    - Ada kesepakatan dan kerelaan dari kedua belah pihak

    - Saling menguntungkan kedua belah pihak

    - Asuransi dapat menaggulangi kepentingan umum, sebab premi-premi

    yang terkumpul dapat diinvestasikan untuk proyek-proyek yang

    produktif dan pembangunan

    - Asuransi termasuk akad mudhrabah (bagi hasil)

    - Asuransi termasuk koperasi (Syirkah TaAwuniyah)

    - Asuransi dianalogikan (qiyaskan) dengan sistem pensiun seperti

    Taspen

    3. Asuransi yang bersifat sosial diperbolehkan dan yang bersifat komersial

    diharamkan

    Pendapat ketiga ini dianut antara lain oleh Muhammad Abdu

    Zahrah (Guru Besar Hukum Islam pada Universitas Kairo). Alasan

    kelompok ketiga ini sama dengan kelompok pertama dalam asuransi yang

    bersifat komersial (haram) dan sama pula halnya dengan alasan kelompok

    kedua, dalam asuransi yang bersifat sosial (boleh). Alasan golongan yang

    mengatakan asuransi syuhbat adalah karena tidak ada dalil yang tegas

    haram atau tidak haramnya asuransi itu.

    Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa masalah asuransi yang berkembang dalam masyarakat ada saat ini, masih ada yang

    mempertanyakan dan mengundang keragu-raguan, sehingga sukar untuk

    menentukan, yang mana yang paling dekat kepada ketentuan hukum yang

    benar. Sekiranya ada jalan lain yang dapat ditempuh, tentu jalan itulah

    yang pantas dilalui. Jalan alternatif baru yang ditawarkan, adalah asuransi

    menurut ketentuan agama Islam atau yang dikenal dengan asuransi

    7

  • 8/14/2019 19764483-Penerapan-Asuransi-Syariah

    8/23

    syariah. Dalam keadaan begini, sebaiknya berpegang kepada sabda Nabi

    Muhammad SAW: Tinggalkan hal-hal yang meragukan kamu

    (berpeganglah) kepada hal-hal yang tidak meragukan kamu. Sebagian

    para ahli syariah menyamakan sistem asuransi syariah dengan sistem

    makalahnya mendefinisikan takafuldengan at taknim, at taawun atau at

    takaful (asuransi bersifat tolong menolong), yang dikelola oleh suatu

    badan, dan terjadilah kesepakatan dari anggota untuk bersama-sama

    memikul suatu kerugian atau penderitaan yang mungkin terjadi pada

    anggotanya. Untuk kepentingan itu masing-masing aggota membayar

    iuran berkala (premi). Dana yang terkumpul akan terus dikembangkan,

    sehingga hasilnya dapat dipergunakan untuk kepentingan di atas, bukan

    untuk kepentingan badan pengelola (asuransi syariah). Dengan demikian

    badan tersebut tidak dengan sengaja mengeruk pkm keuntungan untuk

    dirinya sendiri. Di sini sifat yang paling menonjol adalah tolong-

    menolong seperti yang diajarkan Islam.

    2.2 Perbedaan antara asuransi non syariah dan asuransi syariah

    Ada beberapa ciri yang dimiliki asuransi non syariah, diantaranya

    adalah:

    1. Akad asuransi non syariah adalah akad mulzim (perjanjian yang wajib

    dilaksanakan) bagi kedua belah pihak, pihak penanggung dan pihak

    tertanggung. Kedua kewajiban ini adalah kewajiban tertanggung

    membayar premi-premi asuransi dan kewajiban penanggung membayar

    uang asuransi jika terjadi peristiwa yang diasuransikan.

    2. Akad asuransi ini adalah akad muawadhah, yaitu akad yang di dalamnya

    kedua orang yang berakad dapat mengambil pengganti dari apa yang telah

    diberikannya.

    8

  • 8/14/2019 19764483-Penerapan-Asuransi-Syariah

    9/23

    3. Akad asuransi ini adalah akad gharar karena masing-masing dari kedua

    belah pihak penanggung dan tertanggung pada waktu melangsungkan

    akad tidak mengetahui jumlah yang ia berikan dan jumlah yang dia ambil.

    4. Akad asuransi ini adalah akad idzan (penundukan) pihak yang kuat

    adalah perusahaan asuransi karena dialah yang menentukan syarat-syarat

    yang tidak dimiliki tertanggung.

    Sedangkan, asuransi syariah memiliki beberapa ciri, diantaranya

    adalah sebagai berikut:

    1. Akad asuransi syariah adalah bersifat tabarru, sumbangan yang diberikan

    tidak boleh ditarik kembali. Atau jika tidak tabarru, maka andil yang

    dibayarkan akan berupa tabungan yang akan diterima jika terjadi

    peristiwa, atau akan diambil jika akad berhenti sesuai dengan kesepakatan,

    dengan tidak kurang dan tidak lebih. Atau jika lebih maka kelebihan itu

    adalah keuntungan hasil mudhorobah bukan riba.

    2. Akad asuransi ini bukan akad mulzim (perjanjian yang wajib

    dilaksanakan) bagi kedua belah pihak. Karena pihak anggota ketika

    memberikan sumbangan tidak bertujuan untuk mendapatkan imbalan, dan

    kalau ada imbalan, sesunguhnya imbalan tersebut didapat melalui izin

    yang diberikan oleh jamaah (seluruh peserta asuransi atau pengurus yang

    ditunjuk bersama).

    3. Dalam asuransi syariah tidak ada piha yang lebih kuat karena semuakeputusan dan aturan-aturan diambil menurut izin jamaah seperti dalam

    asuransi takaful.

    4. Akad asuransinya syariah bersih dan gharar dan riba.

    5. Asuransi syariah bernuansa kekeluargaan yang kental.

    Suatu asuransi diperbolehkan mencari syarI jika tidak menyimpang

    dari prinsip-prinsip dan aturan-aturan syariat Islam. Untuk itu, prinsip-prinsip

    9

  • 8/14/2019 19764483-Penerapan-Asuransi-Syariah

    10/23

    dasar dalam asuransi syariah harus memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai

    berikut:

    1. Akad asuransi syariah adalah bersifat tabarru, sumbangan yang

    diberikan tidak boleh ditarik kembali. Atau jika tidak tabarru, maka andil

    yang dibayarkan akan berupa tabungan yang akan diterima jika terjadi

    peristiwa, atau akan diambil jika akad berhenti sesuai dengan

    kesepakatanm dengan tidak urang dan tidak lebih. Atau jika lebih maka

    kelebihan itu adalah keuntungan hasil nudhorobah bukan riba.

    2. Dalam asuransi syariah tidak ada pihak yang lebih kuat karena semua

    keputusan dan aturan-aturan diambil menurut izin jamaah seperti dalam

    asuransi takaful.

    3. Akad asuransi syariah bersih dari gharar dan riba.

    4. Asuransi syariah bernuansa kekeluargaan yang kental.

    Suatu asuransi diperbolehkan secara syari jika tidak menyimpang

    dari prinsip-prinsip dan aturan-aturan syariat Islam. Untuk itu, prinsip-prinsip

    dasar dalam asuransi syariah harus memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai

    berikut:

    1. Asuransi syariah harus dibangun atas dasar taawun (kerja sama), tolong

    menolong, saling menjamin, tidak berorientasi bisnis atau keuntungan

    materi semata. Allah SWT berfirman, Dan saling tolong-menolonglah

    dalam kebaikan dan ketaqwaan dan jangan saling tolong menolongdalam dosa dan permusuhan.

    2. Asuransi syariat tidak bersifat muawadhoh, tetapi tabarru atau

    mudhorobah.

    3. Sumbangan (tabarru) sama dengan hibah (pemberian). Oleh karena itu,

    haram hukumnya bila ditarik kembali. Kalau terjadi peristiwa, maka

    diselesaikan menurut syariat.

    10

  • 8/14/2019 19764483-Penerapan-Asuransi-Syariah

    11/23

    4. Setiap anggota yang menyetor uangnya menurut jumlah yang telah

    ditentukan, harus disertai dengan niat membantu demi menegakkan

    prinsip ukhuwah. Kemudian dari uang yang terkumpul itu diambillah

    sejumlah uang guna membantu orang yang sangat memerlukan.

    5. Tidak dibenarkan seseorang menyetorkan sejumlah kecil uangnya dengan

    tujuan supaya ia mendapa imbalan yang berlipat bila terkena suatu

    musibah. Akan tetapi ia diberi uang jamaah sebagai ganti atas kerugian itu

    menurut izin yang diberikan oleh jamaah.

    6. Apabila uang itu akan dikembangkan, maka harus dijalankan menurut

    aturan syari.

    Dibandingkan asuransi non syariah, asuransi syariah memiliki

    perbedaan mendasar dalam beberapa hal, diantaranya:

    1. Keberadaan Dewan Pengawas Syariah dalam perusahaan asuransi syariah

    merupakan suatu keharusan. Dewan ini berperan dalam mengawasi

    manajemen, produk serta kebijakan investasi supaya senantiasa sejalan

    dengan syariat Islam. Adapun dalam asuransi non syariah, maka hal itu

    tidak mendapat perhatian.

    2. Prinsip akad asuransi syariah adalah takafuli (tolong menolong). Yaitu

    nasabah yang satu menolong nasabah yang lain, yang tengah mengalami

    kesulitan. Sedangkan akad asuransi non syariah bersifat tadabuli (jual beli

    antara nasabah dengan perusahaan).3. Dana yang terkumpul dari nasabah perusahaan asuransi syariah (premi)

    diinvestasikan berdasarkan syariah dengan sistem bagi hasil

    (mudharobah). Sedangkan pada asuransi non syariah, investasi dana

    dilakukan pada sembarang sektor dengan sistem bunga.

    4. Premi yang terkumpul diperlakukan tetap sebagai dana milik nasabah.

    Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya.

    11

  • 8/14/2019 19764483-Penerapan-Asuransi-Syariah

    12/23

    Sedangkan pada asuransi non syariah, premi menjadi milik perusahaan dan

    perusahaanlah yang memiliki otoritas penuh untuk menetapkan kebijakan

    pengelolaan dana tersebut.

    5. Untuk kepentingan pembayaran klaim nasabah, dana diambil dari rekening

    tabaru (dana sosial) seluruh peserta yang sudah diikhlaskan untuk

    keperluan tolong menolong bila ada peserta yang terkena musibah.

    Sedangkan dalam asuransi non syariah, dana pembayaran klaim diambil

    dari rekening perusahaan.

    6. Keuntungan investasi dibagi dua antara nasabah selaku pemilik dana

    dengan perusahaan selaku pengelola dengan prinsip bagi hasil. Sedangkan

    dalam asuransi non syariah, keuntungan sepenuhnya menjadi milik

    perusahaan. Jika tak ada klaim nasabah tak memperoleh apa-apa.

    Selain terdapat beberapa perbedaan di atas, ternyata masih terdapat

    kesamaan antara asuransi non syariah dengan asuransi syariah, diantaranya:

    1. Akad kedua asuransi ini berdasarkan keridloan dari masing-masing pihak.

    2. Kedua-duanya memberikan jaminan keamanan bagi para anggota.

    3. Kedua asuransi ini memiliki akad yang bersifat mustamir (terus).

    4. Kedua-duanya berjalan sesuai dengan kesekapatan masing-masing pihak.

    Dari perbandingan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa asuransi

    non syariah tidak memenuhi standar syariah yang bisa dijadikan objek

    muamalah yang syah bagi kaum muslimin. Hal itu dikarenakan banyaknyapenyimpangan-penyimpangan syariat yang ada dalam asuransi tersebut.

    Dengan lahirnya asuransi syariah tersebut, maka ada beberapa manfaat

    yang hendak dicapai. Berikut ini beberapa manfaat yang dapat dipetik dalam

    menggunakan asuransi syariah, yaitu:

    1. Tumbuhnya rasa persaudaraan dan rasa sepeneganggungan di antara

    anggota.

    12

  • 8/14/2019 19764483-Penerapan-Asuransi-Syariah

    13/23

    2. Implementasi dari anjuran Rasulullah SAW agar umat Islam saling tolong-

    menolong.

    3. Jauh dari bentuk-bentuk muamalat yang dilarang syariat.

    4. Secara umum dapat memberikan perlindungan-perlindungan dari resiko

    kerugian yang diderita satu pihak.

    5. Juga meningkatkan efisiensi, karena tidak perlu secara khusus

    mengadakan pengamanan dan pengawasan untuk memberikan

    perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu dan biaya.

    6. Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang

    jumlahnya tertentu, dan tidak perlu mengganti/membayar sendiri kerugian

    yang timbul yang jumlahnya tertentu, dan tidak perlu

    mengganti/membayar sendiri kerugian yang timbul yang jumlahnya tidak

    tertentu dan tidak pasti.

    7. Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar pada pihak asuransi akan

    dikembalikan saat terjadi peristiwa atau berhentinya akad.

    8. MenutupLoss of Corning Powerseseorang atau badna usaha pada saat ia

    tidak dapat berfungsi (bekerja).

    2.3 Kelemahan-Kelemahan Praktek Asuransi Syariah

    Seperti yang telah dikemukakan, asuransi pada umumnya atau yang

    sering disebut dengan asuransi non syariah masih terdapat pandanganmengenai halal atau haramnya asuransi tersebut dari sudut pandang hukum

    Islam. Untuk mengatasi adanya perbedaan pendapat tersebut, maka

    dimunculkanlah asuransi syariah yang berdasarkan pada hukum Islam.

    Lahirnya asuransi syariah juga karena adanya kelemahan-kelemahan

    dalam asuransi non syariah yang bertentangan dengan ajaran Islam.

    Kelemahan-kelemahan tersebut tampak dari:

    13

  • 8/14/2019 19764483-Penerapan-Asuransi-Syariah

    14/23

    Asuransi syariah di Indonesia pada umumnya dipandang masih

    bersifat non syariah yang bertentangan dengan ajaran Islam. Hal tersebut

    menimbulkan masalah mengenai halal dan haramnya asuransi tersebut dari

    sudut pandang hukum Islam. Kelemahan-kelemahan asuransi syariah saat ini

    tampak dari:

    1. Akad Mengandung Gharar (Ketidakjelasan)

    Akad asuransi syariah masih ada yang mengandung hal-hal yang

    kurang pasti atau gharar. Maksudnya masing-masing pihak penanggung

    dan tertanggung tidak mengetahui secara pasti jumlah yang ia berikan dan

    jumlah yang dia ambil, pada waktu melangsungkan akad. Walaupun saat

    ini beberapa perusahaan asuransi syariah mampu mengetahui dengan pasti

    seberapa besar akan menerima uang (premi) dari nasabahnya yang akan

    disetorkan ke rekening dana seluruh peserta (tabarru), namun nasabah

    atau pihak perusahaan asuransi syariah masih belum bisa mengetahui atau

    menentukan dengan pasti berapa klaim yang akan diterima nasabah.

    Kalaupun ada, semuanya masih berupa perkiraan atau asumsi. Padahal

    seharusnya akad ini merupakan akad yang jelas, berapa yang harus

    dibayar dan apa yang akan didapat3. Dan akad yang bersifat gharar ini

    hukumnya diharamkan di dalam syariah Islam. Sebagaimana sabda

    Rasulullah SAW berikut ini: dari Abi Hurairah ra berkata bahwa

    Rasulullah SAW melarang jual beli dengan cara melempar batu dan jualbeli dengan cara gharar. (H.R Muslim).

    2. Akad Penundukan

    Kelemahan kedua dari asuransi syariah saat ini adalah masih

    terdapat akad idzan. Maksudnya adalah akad yang merupakan

    penundukan pihak yang kuat kepada pihak yang lemah. Pihak yang kuat

    3

    Gemala, Dewi,Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia,Edisi Revisi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), hlm 135

    14

  • 8/14/2019 19764483-Penerapan-Asuransi-Syariah

    15/23

    lebih dominan terletak pada pihak perusahaan karena dialah yang

    menentukan syarat-syarat yang tidak dimiliki tertanggung. Syarat-syarat

    yang di buat oleh pihak perusahaan asuransi syariah telah dibakukan pada

    akadnya atau perjanjiannya. Perjanjian yang telah dibakukan tersebut

    menimbulkan posisi perusahaan asuransi syariah menjadi lebih kuat

    dibandingkan dengan nasabah atau pesertanya. Hal tersebut menyebabkan

    pertentangan dengan prinsip keadilan yang sesuai dengan syariat Islam.

    3. Mengandung Unsur Pemerasan

    Penerapan asuransi syariah pada prakteknya masih seringkali

    terjadi unsur pemerasan. Ketika nasabah atau para pemegang polis tidak

    bisa melanjutkan pembayaran preminya, seringkali uang premi yang

    sudah dibayar jadi hangus atau hilang dan pihak asuransi juga tidak

    memberikan surat pemberitahuan mengenai hal tersebut. Seharusnya

    premi yang sudah diberikan oleh peserta dikembalikan sesuai dengan

    kesepakatan bagi hasil pada awal perjanjian4. Selain itu para pihak harus

    saling bertanggung jawab, yang berarti peserta asuransi takaful memiliki

    rasa tanggung jawab bersama untuk membantu dan menolong peserta lain

    yang mengalami musibah atau kerugian dengan niat ikhlas, karena

    memikul tanggung jawab dengan niat ikhlas adalah ibadah.

    4. Mengandung Unsur PenipuanDalam klausul perjanjian yang dibuat oleh pihak asuransi syariah

    biasanya masih ada yang kurang ditonjolkan saat penawaran. Demikian

    juga dengan resiko-resiko buruk yang akan terjadi, dan umumnya

    disembunyikan oleh pihak asuransi syariah. Terdapat beberapa peserta

    yang kemudian jera berurusan dengan perusahaan asuransi syariah yang

    4

    Akad Takafuli dan Tabarru Dalam Asuransi Syariah, 15 Juli 2007,http://www.pojokasuransi.com

    15

  • 8/14/2019 19764483-Penerapan-Asuransi-Syariah

    16/23

    cenderung tidak pernah mau berkompromi (hanya manis ketika

    menawarkan di awal). Seharusnya peserta dan pihak asuransi syariah

    saling melindungi penderitaan satu sama lain, yang berarti bahwa peserta

    asuransi syariah atau takaful akan berperan sebagai pelindung bagi peserta

    lain yang mengalami gangguan keselamatan berupa musibah yang

    dideritanya5. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Quraisy ayat 4 yang

    artinya: (Allah) yang telah menyediakan makanan untuk menghilangkan

    bahaya kelaparan dan menyelamatkan/mengamankan mereka dari mara

    bahaya ketakutan. Di antara sabda Rasulullah yang mengandung maksud

    perlunya saling melindungi adalah: Tidaklah sah iman seseorang itu

    kalau ia tidur nyenyak dengan perut kenyang sedangkan jirannya menatap

    kelaparan. (HR. al-Bazar)

    Dengan begitu maka asuransi takaful merealisir perintah Allah

    SWT dalam Al-Quran dan Rasulullah SAW dalam al-Sunnah tentang

    kewajiban saling melindungi di antara sesama warga masyarakat.

    5. Diinvestasikan pada Lembaga Ribawi

    Perusahaan asuransi syariah masih menginvestasikan dana peserta

    kepada pihak lain atau lembaga yang menjalankan usaha dan bisnis

    dengan praktik ribawi, dimana lembaga tersebut menggunakan sistem

    bunga dalam pendapatannya. Bunga inilah yang nantinya akan diperoleholeh pihak perusahaan asuransi dan sebagiannya menjadi uang yang akan

    diterima atau dibayarkan kepada peserta asuransi bila ada yang

    melakukan klaim kepada mereka. Ketika perusahaan asuransi syariah

    membenamkan investasinya pada perusahaan dengan cara bunga atau riba

    maka hal tersebut menjadikan sebuah titik haram. Berarti ketika seorang

    5

    Kartajaya, Hermawan. Ekonomi Islam Itu Adil dan Indah,http://www.pojokasuransi.com/forum

    16

  • 8/14/2019 19764483-Penerapan-Asuransi-Syariah

    17/23

    muslim ikut asuransi syariah tersebut maka pada hakikatnya orang

    tersebut sedang melakukan transaksi pembungaan uang alias riba yang

    mutlak haramnya.

    Dan dalam hal penerapan asuransi syariah di indonesia masih bersifat batil

    atau masih menerapkan sistem penawaran non syariah dalam hal sistem bagi

    hasilnya (nisbah). Dimana perusahaan asuransi syariah menerapkan sistem tawar

    menawar dalam menentukan prosentase yang notabene tawar menawar tersebut

    masih termasuk kedalam unsur jual beli.

    Sebagai contoh dalam perjanjian asuransi mudharobah, pengelolaan dana

    premi takaful keluarga dalam unsur tabungan dengan salah satu perusahaan

    asuransi syariah di kota malang. Kelompok kami mencoba untuk mencari

    informasi dengan berpura-pura membuka dana asuransi disalah satu perusahaan

    asuransi dikota malang. Pihak perusahaan asuransi syariah tersebut menawarkan

    pada kami sistem pembagian nisbah sebesar 50 % untuk nasabah dan 50% untuk

    perusahaan asuransi tersebut. Kemudian ketika kami tidak setuju, mereka

    menawarkan untuk 60% untuk kita dan 40% untuk mereka (perusahaan asuransi)

    tersebut. Sedangkan didalam buku Aspek-aspek hukum perasuransian syariah di

    Indonesia karya Gemala Dewi, S.H.,LL.M. cetakan prenada media grup edisi

    revisi cetakan ketiga menjelaskan bahwa, seharusnya pembagian nisbah tersebut

    70% dan 30%, hal ini dikarenakan pihak asuransi hanya mengolah dana dari

    nasabah untuk di investasikan. Dalam buku ini dijelaskan pula bahwa pembagian70% dan 30% tersebut untuk nasabah sebesar 70% dan 30% untuk biaya

    operasional perusahaan asuransi tersebut.

    Dikarenakan hal tawar menawar itulah maka asuransi syariah masih kami

    anggap batil dan tidak sesuai dengan syariah islam. Meskipun dalam FATWA

    DEWAN SYARIAH NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA

    No.21/DSN-MUI/X/2001 tentang PEDOMAN UMUM ASURANSI

    17

  • 8/14/2019 19764483-Penerapan-Asuransi-Syariah

    18/23

    SYARIAH dan FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL MAJELIS

    ULAMA INDONESIA No.53/DSN-MUI/III/2006 tentang TABBARU' PADA

    ASURANSI SYARIAH tidak dijelaskan secara mendalam tentang pembagian

    dana nisbah secara pasti dan sah menurut syariah islam. Hal inilah yang membuat

    kami riskan akan adanya unsur menguntungkan diri sendiri bagi pihak

    perusahaan, dikarenakan dalam sistem penawarannya pihak perusahaan asuransi

    syariah berusaha mendapatkan keuntungan yang sama besar dengan nasabahnya.

    18

  • 8/14/2019 19764483-Penerapan-Asuransi-Syariah

    19/23

  • 8/14/2019 19764483-Penerapan-Asuransi-Syariah

    20/23

    3. Dana yang terkumpul dari nasabah perusahaan asuransi syariah (premi)

    diinvestasikan berdasarkan syariah dengan sistem bagi hasil (mudharobah).

    Sedangkan pada asuransi non syariah, investasi dana dilakukan pada

    sembarang sektor dengan sistem bunga.

    4. Premi yang terkumpul diperlakukan tetap sebagai dana milik nasabah.

    Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya. Sedangkan

    pada asuransi konvensional, premi menjadi milik perusahaan dan

    perusahaanlah yang memiliki otoritas penuh untuk menetapkan kebijakan

    pengelolaan dana tersebut.

    5. Untuk kepentingan pembayaran klaim nasabah, dana diambil dari rekening

    tabaru (dana sosial) seluruh peserta yang sudah diikhlaskan untuk keperluan

    tolong menolong bila ada peserta yang terkena musibah. Sedangkan dalam

    asuransi non syariah, dana pembayaran klaim diambil dari rekening

    perusahaan.

    6. Keuntungan investasi dibagi dua antara nasabah selaku pemilik dana dengan

    perusahaan selaku pengelola dengan prinsip bagi hasil. Sedangkan dalam

    asuransi non syariah, keuntungan sepenuhnya menjadi milik perusahaan. Jika

    tak ada klaim nasabah tak memperoleh apa-apa.

    Selain terdapat beberapa perbedaan di atas, ternyata masih terdapat

    kesamaan antara asuransi non syariah dengan asuransi syariah, diantaranya:

    1. Akad kedua asuransi ini berdasarkan keridhoan dari masing-masing pihak.2. Kedua-duanya memberikan jaminan keamanan bagi para anggota.

    3. Kedua asuransi ini memiliki akad yang bersifat mustamir (terus menerus).

    4. Kedua-duanya berjalan sesuai dengan kesekapatan masing-masing pihak.

    Lahirnya asuransi syariah juga karena danya kelemahan-kelemahan dalam

    asuransi konvensional yang bertentangan dengan ajaran Islam. Kelemahan-

    kelemahan tersebut tampak dari:

    20

  • 8/14/2019 19764483-Penerapan-Asuransi-Syariah

    21/23

    1. Akadnya banyak mengandung Grarar (ketidak jelasan)

    seharusnya akad yang ada ini merupakan akad yang jelas, berapa yang harus

    dibayar dan apa yang akan didapat. Dan akad yang bersifat gharar ini

    hukumnya diharamkan di dalam syariah Islam

    2. Akad Penundukan

    Perjanjian yang dibuat dalam asuransi syariah telah dibakukan dzn hzl tersebut

    menimbulkan posisi perusahaan asuransi syariah menjadi lebih kuat

    dibandingkan dengan nasabah atau pesertanya. Hal tersebut menyebabkan

    pertentangan dengan prinsip keadilan yang sesuai dengan syariat Islam

    3. Mengandung Unsur Pemerasan

    Seharusnya premi yang sudah diberikan oleh peserta dikembalikan sesuai

    dengan kesepakatan bagi hasil pada awal perjanjian. Selain itu para pihak

    harus saling bertanggung jawab, yang berarti peserta asuransi takaful memiliki

    rasa tanggung jawab bersama untuk membantu dan menolong peserta lain

    yang mengalami musibah atau kerugian dengan niat ikhlas, karena memikul

    tanggung jawab dengan niat ikhlas adalah ibadah.

    4. Mengandung Unsur Penipuan

    Seharusnya peserta dan pihak asuransi syariah saling melindungi penderitaan

    satu sama lain, yang berarti bahwa peserta asuransi syariah atau takaful akan

    berperan sebagai pelindung bagi peserta lain yang mengalami gangguan

    keselamatan berupa musibah yang dideritanya.5. Diinvestasikan pada Lembaga Ribawi.

    Bunga hasil investasi dari dana-dana para nasabah inilah nantinya akan

    diperoleh oleh pihak perusahaan asuransi dan sebagiannya menjadi uang yang

    akan diterima atau dibayarkan kepada peserta asuransi bila ada yang

    melakukan klaim kepada mereka. Ketika perusahaan asuransi syariah

    membenamkan investasinya pada perusahaan dengan cara bunga atau riba

    21

  • 8/14/2019 19764483-Penerapan-Asuransi-Syariah

    22/23

    maka hal tersebut menjadikan sebuah titik haram. Berarti ketika seorang

    muslim ikut asuransi syariah tersebut maka pada hakikatnya orang tersebut

    sedang melakukan transaksi pembungaan uang alias riba yang mutlak

    haramnya.

    SARAN

    Dengan banyaknya kelemahan-kelemahan yang terkandung dalam asuransi non

    syariah menurut ajaran hukum Islam (syariah) tersebut maka dianjurkan untuk

    menggunakan asuransi syariah yang didasarkan pada ajaran Islam, sehingga bagi

    nasabah khususnya yang beragama Islam tidak menimbulkan dosa. Hal ini

    disebabkan asuransi syariah merupakan asuransi yang lebih halal karena

    didasarkan ajaran Islam meskipun keuntungan yang diperoleh tidak sebesar pada

    asuransi non syariah.

    22

  • 8/14/2019 19764483-Penerapan-Asuransi-Syariah

    23/23

    DAFTAR PUSTAKA

    Gemala Dewi. SH., LL.M., Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan dan

    Perasuransian Syariah di Indonesia, Edisi Revisi. Penerbit Kencana

    Prenada Media Group, Jakarta. 2006.

    Muashudi. H., SH., MH.,Hukum Asuransi. Penerbit CV. Mandar Maju, Bandung.

    1998.

    Purwosutjipto, HMN., SH,Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia (Hukum

    Pertanggungan), Penerbit Djambatan, Jakarta, 1983.

    www.google.co.id

    www.hukumonline.com

    Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Perasuransian.

    Fatwa DSN 21/DSN-MUI/X/2001 tentang PEDOMAN ASURANSI SYARIAH.