1966_2.pdf

414
LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN EMBUNG TAMBABOYO KABUPATEN SLEMAN D.I.Y (Design of Tambakboyo Small Dam Sleman D.I.Y Area ) Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana (Strata-1) Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang Disusun Oleh : ALEXANDER NIM L2A004013 SYARIFUDDIN HARAHAB NIM L2A004119 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2009

Transcript of 1966_2.pdf

LAPORAN TUGAS AKHIR

PERENCANAAN EMBUNG TAMBABOYO KABUPATEN

SLEMAN D.I.Y

(Design of Tambakboyo Small Dam Sleman D.I.Y Area )

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Menyelesaikan

Pendidikan Tingkat Sarjana (Strata-1)

Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Diponegoro

Semarang

Disusun Oleh :

ALEXANDER NIM L2A004013

SYARIFUDDIN HARAHAB NIM L2A004119

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2009

HALAMAN PENGESAHAN

ii

HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN TUGAS AKHIR

PERENCANAAN EMBUNG TAMBAKBOYO

KABUPATEN SLEMAN D.I.Y (Design of Tambakboyo Small Dam Sleman D.I.Y Area )

Disusun Oleh :

ALEXANDER NIM L2A004013

SYARIFUDDIN HARAHAB NIM L2A004119

Semarang, Januari 2009

Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II, Ir. Hj. Sri Eko Wahyuni, MS Ir. Salamun, MS. NIP. 130 898 929 NIP.131 596 956

Mengetahui, Ketua Jurusan Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Ir. Sri Sangkawati, MS. NIP. 130 872 030

Kata Pengantar

iii

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan

rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusunan Laporan Tugas Akhir dengan judul

“Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman D.I.Y” dapat

terselesaikan.

Penyusunan Laporan Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat yang harus

ditempuh setiap mahasiswa dan merupakan tahap akhir dalam menyelesaikan

pendidikan tingkat sarjana program strata satu (S1) pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas

Teknik Universitas Diponegoro Semarang.

Dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini tidak lepas dari bimbingan dan

bantuan dari beberapa pihak, maka pada kesempatan ini ingin menyampaikan rasa

terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Ir. Sri Sangkawati, MS., selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Diponegoro.

2. Ibu Ir. Hj. Sri Eko Wahyuni, MS, selaku Dosen Pembimbing I.

3. Bapak Ir. Salamun, MT, selaku Dosen Pembimbing II.

4. Bapak Ir. M. Agung Wibowo, MM. M.Sc. Phd, selaku dosen wali (2153).

5. Bapak Priyo Nugroho. ST. M.Eng, selaku dosen wali (2157).

6. Seluruh Dosen Program Strata Satu (S1) Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Diponegoro.

7. Seluruh staf administrasi Program Strata Satu (S1) Jurusan Teknik Sipil Fakultas

Teknik Universitas Diponegoro.

8. Orang tua dan keluarga tercinta atas do’a, dukungan, dan energi yang selalu

terus diberikan selama ini kepada penyusun.

9. Rekan-rekan Mahasiswa Teknik Sipil UNDIP Angkatan 2004 yang telah

memberikan dukungan dan bantuannya, semoga kita semua sukses di masa

depan.

Kata Pengantar

iv

10. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah membantu

secara moral dan material dalam menyelesaikan penulisan laporan Tugas Akhir

ini.

Kami menyadari bahwa dalam menyusun Tugas Akhir ini masih jauh dari

sempurna, baik dari segi pembahasan, segi pengkajian maupun cara penyusunan, hal

tersebut karena keterbatasan kemampuan kami, maka dari itu kami harapkan pendapat,

saran dan kritik yang membangun demi penyusunan masa yang akan datang.

Akhir harapan kami, semoga laporan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi kita

semua dan terutama bagi penyusun sendiri untuk pedoman dan bekal kami melakukan

tugas.

Semarang, Januari 2009

Penyusun

1. Alexander

L2A 004 013

2. Syarifuddin Harahab

L2A 004 119

DAFTAR ISI

iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ...................................................... ii

DAFTAR ISI ...................................................... iii

DAFTAR TABEL ...................................................... v

DAFTAR GAMBAR ...................................................... vi

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Tinjauan umum ....................................................................... 1

1.2. Latar Belakang ........................................................................ 1

1.3. Maksud dan Tujuan Perencanaan ............................................ 2

1.4. Lokasi Perencanaan. ................................................................. 2

1.5. Ruang Lingkup Penulisan Tugas Akhir ................................... 3

1.6. Sistematika Penulisan .............................................................. 3

BAB II STUDI PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum ....................................................................... 5

2.2. Analisis Hidrologi ................................................................... 5

2.2.1. Daerah Aliran Sungai (DAS) ........................................ 6

2.2.2. Curah Hujan Rencana ................................................... 6

2.2.3. Perhitungan Curah hujan Rencana.......................... ...... 10

2.2.4. Intensitas Curah Hujan ................................................ 28

2.2.5. Hujan Berpeluang Maksimum (PMP) ......................... 30

2.2.6. Banjir Berpeluang Maksimum (PMF) ......................... 32

2.2.7. Debit Banjir Rencana .................................................... 33

2.2.8. Analisis Debit Andalan ................................................. 40

2.2.9. Analisis Sedimen .......................................................... 42

2.3. Analisis Kebutuhan Air ........................................................... 48

2.3.1. Kebutuhan Air Baku ..................................................... 48

2.4. Neraca Air ............................................................................... 51

2.5. Penelusuran Banjir (Flood Routing) ....................................... 51

2.5.1. Penelusuran Banjir Melalui Pelimpah .......................... 52

DAFTAR ISI

iv

2.6. Perhitungan Volume Tampungan Embung ............................. 53

2.6.1. Volume Tampungan Hidup Untuk Kebutuhan ............. 53

2.6.2. Volume Oleh Penguapan .............................................. 53

2.6.3. Volume Resapan Embung ............................................ 54

2.7. Embung ................................................................................... 54

2.7.1. Pemilihan Lokasi Embung ............................................ 54

2.7.2. Tipe Embung ............................................................... 55

2.7.3. Rencana Teknik Pondasi .............................................. 58

2.7.4. Perencanaan Tubuh Embung ....................................... 60

2.7.5. Stabilitas Lereng Embung ............................................ 66

2.7.6. Rencana Teknis Bangunan Pelimpah (Spillway) .......... 80

2.7.7. Rencana Teknis Bangunan Penyadap ........................... 95

BAB III METODOLOGI

3.1. Tinjauan Umum ...................................................................... 100

3.2. Pengumpulan Data ................................................................... 100

3.3. Metodologi Perencanaan Embung .......................................... 102

3.4. Bagan Alir Tugas Akhir .......................................................... 104

DAFTAR TABEL

v

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Pedoman Pemilihan Sebaran

Tabel 2.2. Reduced mean (Yn) untuk Metode Sebaran Gumbel Tipe 1

Tabel 2.3. Reduced Standard Deviation (Sn) untuk Metode Sebaran Gumbel Tipe 1

Tabel 2.4. Reduced Variate (YT) untuk Metode Sebaran Gumbel Tipe 1

Tabel 2.5. Harga K untuk Metode Sebaran Log Pearson III

Tabel 2.6. Wilayah Luas Di bawah Kurva Normal

Tabel 2.7. Standard Variable (Kt) untuk Metode Sebaran Log Normal

Tabel 2.8. Nilai 2χ kritis untuk uji kecocokan Chi-Square

Tabel 2.9. Nilai D0 kritis untuk uji kecocokan Smirnov-Kolmogorof

Tabel 2.10.Tabel Kategori Kebutuhan Air Non Domestik

Tabel 2.11.Tabel Kebutuhan air non domestik kota kategori I,II,II dan IV

Tabel 2.12.Tabel Kebutuhan air bersih kategori V

Tabel 2.13.Tabel Kebutuhan air bersih domestik kategori lain

Tabel 2.14.Lebar Puncak Bendungan Kecil (Embung) yang Dianjurkan

Tabel 2.15. Kemiringan Lereng Urugan

Tabel 2.16. Angka Aman Minimum Dalam Tinjauan Stabilitas Lereng Sebagai Fungsi dari

Tegangan Geser. (*)

Tabel 2.17. Angka Aman Minimum Untuk Analisis Stabilitas Lereng.

Tabel 2.18. Percepatan gempa horizontal

Tabel 2.19. Sudut-sudut petunjuk menurut Fellenius

Tabel 2.20. Harga-harga koefisien kontraksi pilar (Kp)

Tabel 2.21. Harga-harga koefisien kontraksi pangkal bendung (Ka)

Tabel 4.1. Luas Pengaruh Stasiun Hujan Terhadap DAS Sungai Tambakboyo

Tabel 4.2. Hujan harian maksimum rata-ratA

Tabel 4.3. Persyaratan metode sebaran

Tabel 4.4. Perhitungan distribusi curah hujan (statistik)

Tabel 4.5. Perhitungan distribusi curah hujan (logaritma)

Tabel 4.6. Rekapitulasi hasil analisis frekuensi

Tabel 4.7. Metode Chi-Kuadrat

Tabel 4.8. Perhitungan uji sebaran Smirnov-Kolmogorov

Tabel 4.9. Koefisien sebaran Metode Log Pearson III

DAFTAR TABEL

vi

Tabel 4.10. Curah hujan rencana Metode Log Pearson III untuk periode ulang T tahun

Tabel 4.11. Intesitas curah hujan

Tabel 4.12. Perhitungan debit banjir rencana Metode Haspers

Tabel 4.13. Debit rencana periode ulang T tahun Metode Der Weduwen

Tabel 4.14. Perhitungan resesi unit hidrograf

Tabel 4.15. Intesitas curah hujan jam-jaman Metode Gama I

Tabel 4.16. Perhitungan hidrograf banjir periode ulang 2 tahun

Tabel 4.17. Perhitungan hidrograf banjir periode ulang 5 tahun

Tabel 4.18. Perhitungan hidrograf banjir periode ulang `10 tahun

Tabel 4.19. Perhitungan hidrograf banjir periode ulang 25 tahun

Tabel 4.20. Perhitungan hidrograf banjir periode ulang 50 tahun

Tabel 4.21. Perhitungan hidrograf banjir periode ulang 100 tahun

Tabel 4.22. Perhitungan hidrograf banjir periode ulang 200 tahun

Tabel 4.23. Perhitungan hidrograf banjir periode ulang 1000 tahun

Tabel 4.24 Perhitungan hidrograf banjir PMP

Tabel 4.25 Rekapitulasi perhitungan banjir rancangan Metode HSS Gama I

Tabel 4.26 Debit rencana periode ulang T tahun metode HSS gama I

Tabel 4.27. Rekapitulasi debit banjir rencana

Tabel 4.28. Curah hujan bulanan rata-rata stasiun Beran. Santan dan Bronggang

Tabel 4.29. Kelembaman relatif Stasiun Klimatologi Plunyon

Tabel 4.30. Kelembaman relatif Stasiun Klimatologi Plambongan

Tabel 4.31. Rata-rata kelembaman relatif

Tabel 4.32. Suhu udara (oC) Stasiun Klimatologi Plunyon

Tabel 4.33. Suhu udara (oC) Stasiun Klimatologi Plambongan

Tabel 4.34. Rata-rata suhu udara (oC)

Tabel 4.35. Kecepatan angin (km/hari) Stasiun Klimatologi Plunyon

Tabel 4.36. Kecepatan angin (km/hari) Stasiun Klimatologi Plambongan

Tabel 4.37. Rata-rata kecepatan angin (km/hari)

Tabel 4.38. Sinar matahari (%) Stasiun Klimatologi Plunyon

Tabel 4.39. Sinar matahari (%) Stasiun Klimatologi Plambongan

Tabel 4.40. Rata-rata sinar matahari (%)

Tabel 4.41. Perhitungan evaporasi Metode Penman

Tabel 4.42. Perhitungan debit andalan tahun 1987

Tabel 4.43. Perhitungan debit andalan tahun 1988

DAFTAR TABEL

vii

Tabel 4.44. Perhitungan debit andalan tahun 1989

Tabel 4.45. Perhitungan debit andalan tahun 1990

Tabel 4.46. Perhitungan debit andalan tahun 1991

Tabel 4.47. Perhitungan debit andalan tahun 1992

Tabel 4.48. Perhitungan debit andalan tahun 1993

Tabel 4.49. Perhitungan debit andalan tahun 1994

Tabel 4.50. Perhitungan debit andalan tahun 1995

Tabel 4.51. Perhitungan debit andalan tahun 1996

Tabel 4.52. Perhitungan debit andalan tahun 1997

Tabel 4.53. Perhitungan debit andalan tahun 1998

Tabel 4.54. Perhitungan debit andalan tahun 1999

Tabel 4.55. Perhitungan debit andalan tahun 2000

Tabel 4.56. Perhitungan debit andalan tahun 2001

Tabel 4.57. Perhitungan debit andalan tahun 2002

Tabel 4.58. Perhitungan debit andalan tahun 2003

Tabel 4.59. Perhitungan debit andalan tahun 2004

Tabel 4.60. Perhitungan debit andalan tahun 2005

Tabel 4.61. Perhitungan debit andalan tahun 2006

Tabel 4.62. Rekapitulasi debit andalan

Tabel 4.63. Penentuan debit andalan untuk kebutuhan air baku

Tabel 4.64. Perhitungan hubungan elevasi, luas dan volume daerah genangan

Tabel 4.65. Hubungan elevasi, luas dan volume daerah genangan

Tabel 4.66. Perhitungan flood routing periode ulang 50 tahun

Tabel 4.67. Perhitungan flood routing periode PMF

Tabel 4.68. Perhitungan flood routing periode ulang 1000 tahun

Tabel 4.69.Perhitungan volume kehilangan air akibat evaporasi

Tabel.4.70. Perhitungan sedimentasi

Tabel 4.71. Perhitungan neraca air Embung Tambakboyo

Tabel 4.72. Tabel kategori kebutuhan air non domestik

Tabel 4.73. Perhitungan jumlah kebutuhan air per jiwa

Tabel 5.1. Perhitungan Fetch efektif

Tabel 5.2. Tinggi jagaan Embung Urugan

Tabel 5.3. Ketinggian spillway berdasarkan lengkung Harold

Tabel 5.4. Nilai Froude dengan asumsi kecepatan aliran yang berbeda

DAFTAR TABEL

viii

Tabel 5.5. Peralatan dan Fasilitas Keamanan Embung

Tabel 5.6. Kemiringan tanggul hulu dan hilir

Tabel 5.7. Ketebalan hamparan pelindung dan gradasi batuan untuk kemiringan lereng 1:3

Tabel 5.8. Ukuran batu dan ketebalan hamparan pelindung rip-rap

Tabel 5.9. Perhitungan harga X dan Y

Tabel 5.10. Perhitungan harga X

Tabel 5.11. Kondisi perencanaan teknis material urugan sebagai dasar perhitungan

Tabel 5.12. Perhitungan stabilitas lereng kondisi embung selesai dibangun

Tabel 5.13. Perhitungan stabilitas lereng kondisi saat air turun mendadak (Rapid drow down)

Tabel 5.14. Perhitungan stabilitas lereng kondisi embung penuh

Tabel 5.15. Beban bangunan atas pada pilar

Tabel 5.16. Perhitungan Gaya Akibat Berat Pilar

Tabel 5.17. Beban bangunan atas pada pilar

Tabel 5.18. Koefisien aliran (k)

Tabel 5.19. Kombinasi Pembebanan

Tabel 5.20. Nilai-nilai daya dukung Terzaghi

Tabel 5.21. Kombinasi I (M + (H + K) + Ta + Tu)

Tabel 5.22. Kombinasi II (M + Ta + Ah + Gg + A + SR + Tm)

Tabel 5.23. Kombinasi III (Kombinasi (1) + Rm + Gg + A + SR + Tm + S)

Tabel 5.24. Kombinasi IV (M + Gh + Tag + Gg + AHg + Tu)

Tabel 5.25. Rekapitulasi kombinasi pembebanan

Tabel 5.26. Perhitungan Gaya Akibat Berat Abutment

Tabel 5.27. Beban bangunan atas pada abutment

Tabel 5.28. Beban akibat tanah

Tabel 5.29. Kombinasi Pembebanan Abutmen

Tabel 5.30. Nilai-nilai daya dukung Terzaghi

Tabel 5.31. Kombinasi I (M + (H + K) + Ta + Tu)

Tabel 5.32. Kombinasi II (M + Ta + Ah + Gg + A + SR + Tm)

Tabel 5.33. Kombinasi III (Kombinasi (1) + Rm + Gg + A + SR + Tm + S)

Tabel 5.34. Kombinasi IV (M + Gh + Tag + Gg + AHg + Tu)

Tabel 5.35. Rekapitulasi kombinasi pembebanan abutmen

Tabel 5.36. Perhitungan gaya akibat berat sendiri

Tabel 5.37. Perhitungan gaya akibat gempa

Tabel 5.38. Perhitungan rembesan dan tekanan air tanah kondisi muka air normal

DAFTAR TABEL

ix

Tabel 5.39. Pehitungan gaya uplift pressure kondisi muka air normal

Tabel 5.40. Perhitungan gaya hidrostatis keadaan muka air normal

Tabel 5.41. Perhitungan tekanan tanah

Tabel 5.42. Rekapitulasi gaya pada tubuh pelimpah keadaan normal

Tabel 5.43. Perhitungan gaya akibat berat sendiri

Tabel 5.44 . Perhitungan gaya akibat gempa

Tabel 5.45. Perhitungan rembesan dan tekanan air tanah kondisi muka air banjir

Tabel 5.46. Pehitungan gaya uplift pressure kondisi muka air banjir

Tabel 5.47. Perhitungan gaya hidrostatis

Tabel 5.48. Perhitungan tekanan tanah

Tabel 5.49. Rekapitulasi gaya-gaya yang bekerja pada tubuh pelimpah

Tabel 5.50. Perhitungan garis rembesan lane kondisi Normal

Tabel 5.51. Perhitungan Debit Berdasarkan Prosentase Bukaan Pintu

Tabel 6.1. Mutu Beton

Tabel 6.2. Ukuran dan Bentuk Penahan Air

Tabel 6.3. Perletakan Lantai Jembatan

Tabel 7.1. Perhitungan Volume Pekerjaan

Tabel 7.2. Daftar Harga Satuan Upah Pekerja

Tabel 7.3. Daftar Harga Satuan Sewa Alat

Tabel 7.4. Daftar Harga Satuan Bahan Bangunan

Tabel 7.5. Daftar Harga Satuan Pekerjaan Pembersihan dan Pembongkaran

Tabel 7.6. Daftar Harga Satuan Pekerjaan Pengukuran dan Pematokan

Tabel 7.7. Daftar Harga Satuan Pekerjaan Pasangan batu kosong tanpa pasir

Tabel 7.8. Daftar Harga Satuan Pekerjaan Pasangan batu 1 : 4 (termasuk siar 1:3) dengan

pasir muntilan

Tabel 7.9. Daftar Harga Satuan Pekerjaan Bekisting (acuan beton)

Tabel 7.10.Daftar Harga Satuan Pekerjaan Beton K-225

Tabel 7.11. Daftar Harga Satuan Pekerjaan Baja tulangan U-24

Tabel 7.12. Daftar Harga Satuan Pekerjaan Pipa Ralling Jembatan

Tabel 7.13. Daftar Harga Satuan Pekerjaan Pasang Paving Block abu-abu K-400, dengan

tebal pas muntilan 6 cm

Tabel 7.14. Daftar Harga Satuan Pekerjaan Gebalan Rumput

Tabel 7.15. Daftar Harga Satuan Pekerjaan galian tanah biasa dibuang di sekitar lokasi

proyek (dengan alat)

DAFTAR TABEL

x

Tabel 7.16. Daftar Harga Satuan Pekerjaan urugan bekas tanah galian(dipadatkan dengan alat

sederhana)

Tabel 7.17. Rekapitulasi Harga Satuan Pekerjaan

Tabel 7.18. Perhitungan Rencana Anggaran Biaya (RAB)

Tabel 7.19. Rekapitulasi Rencana Anggaran Biaya (RAB)

Tabel 7.20. Analisis Kebutuhan Tenaga Kerja

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Lokasi perencanaan Embung Tambakboyo ............................................. 2

Gambar 2.1. Metode poligon Thiessen ......................................................................... 8

Gambar 2.2. Metode Isohyet ......................................................................................... 9

Gambar 2.3 Koefisien Kurtosis.................................................................................... 10

Gambar 2.4. Sketsa hidrograf satuan sintetik Gama I .................................................. 36

Gambar 2.5. Sketsa penetapan WF ............................................................................... 38

Gambar 2.6. Sketsa penetapan RUA ............................................................................. 38

Gambar 2.7. Embung on stream ................................................................................... 56

Gambar 2.8. Embung off stream ................................................................................... 57

Gambar 2.9. Embung urugan ........................................................................................ 59

Gambar 2.10. Tipe-tipe embung beton ........................................................................... 60

Gambar 2.11. Tinggi embung ......................................................................................... 62

Gambar 2.12. Tinggi jagaan pada mercu embung .......................................................... 62

Gambar 2.13. Berat bahan yang terletak di bawah garis depresi .................................... 69

Gambar 2.14. Gaya tekanan hidrostatis pada bidang luncur .......................................... 72

Gambar 2.15. Skema pembebanan yang disebabkan oleh tekanan

hidrostatis yang bekerja pada bidang luncur ........................................... 73

Gambar 2.16. Cara menentukan harga-harga N dan T ................................................... 75

Gambar 2.17. Skema perhitungan bidang luncur dalam kondisi embung

penuh air .................................................................................................. 77

Gambar 2.18. Skema perhitungan bidang luncur dalam kondisi penurunan

air embung tiba-tiba ................................................................................ 77

Gambar 2.19. Lokasi pusat busur longsor kritis pada tanah kohesif (c-soil) .................. 78

Gambar 2.20. Posisi titik pusat busur longsor pada garis O0-K ..................................... 79

Gambar 2.21. Garis depresi pada embung homogen ...................................................... 80

Gambar 2.22. Garis depresi pada embung homogen (sesuai dengan garis parabola) ..... 81

Gambar 2.23. Grafik hubungan antara sudut bidang singgung (α ) dengan

................................................................................................................. 82

Gambar 2.24. Formasi garis depresi ............................................................................... 83

Gambar 2.25. Saluran pengarah aliran dan ambang pengatur debit pada sebuah

aaa∆+

DAFTAR GAMBAR

vii

pelimpah .................................................................................................. 87

Gambar 2.26. Penampang memanjang bangunan pelimpah ........................................... 87

Gambar 2.27. Ambang bebas (Sodibyo,1993) ............................................................... 88

Gambar 2.28. Ambang bebas (Sodibyo,1993) ............................................................... 89

Gambar 2.29. Skema penampang memanjang saluran peluncur .................................... 90

Gambar 2.30. Bagian berbentuk terompet dari saluran peluncur pada

bangunan pelimpah ................................................................................. 91

Gambar 2.31. Bentuk kolam olakan datar tipe I USBR .................................................. 93

Gambar 2.32. Bentuk kolam olakan datar tipe II USBR ................................................ 94

Gambar 2.33. Bentuk kolam olakan datar tipe III USBR ............................................... 95

Gambar 2.34. Bentuk kolam olakan datar tipe IV USBR ............................................... 96

Gambar 2.35. Peredam energi tipe bak tenggelam (Bucket) ......................................... 96

Gambar 2.36. Grafik untuk mencari jari-jari minimum (Rmin) bak .............................. 97

Gambar 2.37. Grafik untuk mencari batas minimum tinggi air hilir .............................. 97

Gambar 2.38. Batas minimum tinggi air hilir ................................................................. 98

Gambar 2.39. Komponen bangunan penyadap tipe standar ........................................... 100

Gambar 2.40. Skema perhitungan untuk lubang-lubang penyadap ................................ 103

Gambar 2.38. Bangunan penyadap menara .................................................................... 104

Gambar 2.39. Tekanan hidrostatis yang bekerja pada bidang bulat

yang miring ............................................................................................. 105

Gambar 3.1. Bagan alir tugas akhir .............................................................................. 112

Gambar 4.1. Pengaruh 4 dan 3 stasiun hujan dan DAS Embung Tambakboyo ............ 114

Gambar 4.2. Sketsa penentuan jumlah dan pertemuan sungai ................................... 134

Gambar 4.3. Grafik hidrograf Satuan Sintetis (HSS) Gama I .................................... 137

Gambar 4.4. Rekapitulasi hidrograf banjir rancangan .................................................. 149

Gambar 4.5. Potongan melintang Bendung Pulodadi ................................................... 150

Gambar 4.6. Grafik hubungan elevasi dengan volume genangan dan luas .................. 183

Gambar 4.7. Grafik flood routing periode ulang 50 tahun ............................................ 187

Gambar 4.8. Grafik flood routing PMF ......................................................................... 190

Gambar 4.9. Grafik flood routing periode ulang 1000 tahun ........................................ 193

Gambar 4.10. Neraca Air Embung Tambakboyo ........................................................... 200

Gambar 5.1. Tinggi jagaan (free board) ....................................................................... 203

Gambar 5.2. Panjang lintasan ombak effektif ............................................................... 205

Gambar 5.3. Grafik perhitungan metode SMB (Suyono Sosrodarsono, 1989) ............ 207

DAFTAR GAMBAR

viii

Gambar 5.4. Pembagian zone gempa di Indonesia ....................................................... 210

Gambar 5.5. Tinggi tampungan Embung Tambakboyo ................................................ 215

Gambar 5.6. Saluran pengarah aliran dan ambang pengatur debit pada bangunan

Pelimpah ................................................................................................. 215

Gambar 5.7. Koordinat penampang memanjang ambang penyadap saluran pengatur

Debit ........................................................................................................ 216

Gambar 5.8. Skema penampang memanjang saluran (Gunadharma, 1997) .............. 218

Gambar 5.9. Grafik untuk perencanaan ukuran batu kosong ........................................ 240

Gambar 5.10. Penampang memanjang spillway, kolam olak dan pasangan batu untuk

Gerusan .................................................................................................... 242

Gambar 5.11. Gradasi bahan yang dapat dipergunakan untuk penimbunan zone kedap

air embung urugan homogen ................................................................... 246

Gambar 5.12. Pelapisan embung urugan ....................................................................... 248

Gambar 5.13. Sket Garis Depresi Embung Tambakboyo .............................................. 249

Gambar 5.14. Sket Garis Depresi Embung Tambakboyo dengan Drainase Kaki ......... 251

Gambar 5.15. Hubungan antara sudut bidang singgung (α) dengan C ....................... 253

Gambar 5.16. Sliding metode irisan bidang luncur, kondisi selesai dibangun ............ 257

Gambar 5.17. Sliding metode irisan bidang luncur, kondisi saat air turun mendadak

(Rapid drow down) ................................................................................. 259

Gambar 5.18. Sliding metode irisan bidang luncur, kondisi saat air penuh ................. 261

Gambar 5.19. Penampang melintang tiang sandaran ................................................... 263

Gambar 5.20. Penulangan tiang sandaran .................................................................... 267

Gambar 5.21. Pelat bagian dalam (inner slab) ........................................................... 268

Gambar 5.22. Potongan A-A ........................................................................................ 269

Gambar 5.23. Muatan T ................................................................................................ 269

Gambar 5.24. Penyebaran muatan T pada lantai ....................................................... 270

Gambar 5.25. Bidang kontak dihitung atas 2 bagian ................................................. 271

Gambar 5.26. Tinjauan terhadap beban angin .............................................................. 272

Gambar 5.27. Distribusi pembebanan ........................................................................ 276

Gambar 5.28. Gelagar Jembatan (Balok T) ................................................................ 277

Gambar 5.29. Penulangan pelat lantai kendaraan ...................................................... 281

Gambar 5.30. Potongan melintang Spillway dan melintang jembatan ..................... 282

Gambar 5.31. Pilar Jembatan ........................................................................................ 285

Gambar 5.32. Abutmen Jembatan ................................................................................ 285

DAFTAR GAMBAR

ix

Gambar 5.33. Pilar Jembatan .................................................................................. 286

Gambar 5.34. Beban sendiri pilar ............................................................................ 286

Gambar 5.35. Beban bangunan atas pada pilar ......................................................... 288

Gambar 5.36. Beban terbagi rata dan garis pada pilar ............................................... 289

Gambar 5.37. Beban akibat gaya rem dan traksi ...................................................... 289

Gambar 5.38 Beban akibat gaya geser tumpuan dengan girder ............................. 290

Gambar 5.39. Beban gempa terhadap pilar ............................................................... 291

Gambar 5.40. Akibat aliran air dan tumbukan benda-benda hanyutan ....................... 292

Gambar 5.41. Abutment Jembatan .............................................................................. 298

Gambar 5.42. Beban sendiri abutmen ......................................................................... 298

Gambar 5.43. Beban bangunan atas pada abutmen ................................................... 300

Gambar 5.44. Beban terbagi rata dan kejut pada abutmen ........................................ 301

Gambar 5.45. Beban Akibat tanah diatasnya ............................................................... 301

Gambar 5.46. Beban akibat gaya rem dan traksi ......................................................... 302

Gambar 5.47. Beban akibat gaya geser tumpuan dengan girder ................................ 303

Gambar 5.48. Beban gempa terhadap abutmen ........................................................ 303

Gambar 5.49. Beban tanah aktif terhadap abutmen ................................................... 304

Gambar 5.50. Diagram kondisi air normal ................................................................ 321

Gambar 5.51. Diagram kondisi air banjir ................................................................. 331

Gambar 5.52. Komponen bangunan penyadap ......................................................... 334

Gambar 5.53. Skema pengaliran dalam penyalur kondisi pintu terbuka 80% .............. 335

Gambar 5.54. Gaya tekanan air yang terjadi pada pintu .............................................. 338

Gambar 5.55. Skema tekanan hidrolis dari plat baja yang didukung oleh balok-balok

cabang vertika ..................................................................................... 338

Gambar 5.56. Pemodelan beban pada balok vertikal ................................................... 339

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

1

 BAB I  PENDAHULUAN 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Tinjauan Umum

Air merupakan elemen yang sangat mempengaruhi kehidupan di alam. Semua makhluk hidup

sangat memerlukan air dalam perkembangan dan pertumbuhannya. Siklus hidrologi yang

terjadi menyebabkan jumlah volume air yang ada di dunia ini adalah tetap. Akan tetapi,

dipandang dari aspek ruang dan waktu distribusi air secara alamiah tidaklah ideal. Sebagai

contoh, dalam usaha sumber air baku. Jika tidak ada usaha pengendalian air pada musim

hujan, maka akan meyebabkan terjadinya erosi dan banjir sedang pada musim kemarau akan

kekeringan dan kesulitan mendapatkan sumber air baku. Hal tersebut di atas merupakan salah

satu permasalahan yang timbul dalam usaha pengembangan dan pengendalian sumber daya

air. Permasalahan tersebut perlu secepatnya diatasi. Untuk itu diperlukan suatu manajemen

yang baik terhadap pengembangan dan pengelolaan sumber daya air agar potensi bencana

yang disebabkan oleh air tersebut dapat dicegah. Pengelolaan sumber daya air yang baik akan

berdampak pada kelestarian dan keseimbangan lingkungan hidup baik sekarang maupun akan

datang. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dengan membuat sistem teknis seperti

penghijauan, perkuatan tebing, bendung, bendungan, embung, dan sebagainya maupun

dengan sistem non teknis seperti membuat perundang-undangan.

1.2 Latar Belakang

Jumlah penduduk yang semakin meningkat setiap tahunnya di Daerah Kabupaten Sleman dan

aktifitas masyarakat di sekitar daerah aliran sungai (DAS) yang semakin beragam serta

kebutuhan akan air semakin meningkat menyebabkan persoalan keseimbangan antara

kebutuhan air dan ketersediaan air, menurunnya kualitas air sumur dangkal yang dikonsumsi

masyarakat serta kebutuhan akan rekreasi kota. Hal tersebut merupakan permasalahan yang

dihadapi oleh Daerah Kabupaten Sleman khususnya dan DIY umumnya. Pemerintah Daerah

Kabupaten Sleman mengambil langkah-langkah untuk menghadapi permasalahan tersebut

dengan mengusahakan mengembalikan fungsi daerah resapan, serta mengembangkan

kawasan tesebut sebagai kawasan rekreasi taman bernuansa air. Dengan melaksanakan hal

tersebut diharapkan akan terbentuk basis keunggulan suatu kawasan (multifield economic

effect).

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

2

 BAB I  PENDAHULUAN 

1.3 Maksud dan Tujuan Perencanaan

Maksud dilakukan perencanaan Embung Tambakboyo ini adalah untuk memperoleh rencana

konstruksi embung yang handal dan komprehensif dan bangunan multiguna.

Adapun tujuan dari dibangunnya Embung Tambakboyo ini adalah untuk :

1. Konservasi sumber daya air dan konservasi lingkungan di DPS Tambakboyo.

2. Menaikkan tinggi muka air tanah.

3. Persediaan air baku untuk Kabupaten Sleman.

4. Mendukung potensi wisata di Daerah Istimewa Yogyakarta.

5. Meningkatkan perekonomian masyarakat sekitarnya sehingga menambah Pendapatan

Asli Daerah.

1.4 Lokasi Perencanaan

Lokasi embung terletak pada posisi 7o45’431” – 7 45’703” LS dan 110o 24’739” – 110

25’066” BT di meandering Sungai Tambakboyo, Kelurahan Wedomartani, Kecamatan

Ngemplak, Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Untuk lebih

jelasnya lokasi tersebut dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 1.1 Lokasi perencanaan Embung Tambakboyo

Lokasi Proyek

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

3

 BAB I  PENDAHULUAN 

1.5 Ruang Lingkup Penulisan Tugas Akhir

Ruang lingkup pembahasan dalam penyusunan perencanaan Embung Tambakboyo

Kelurahan Wedomartani, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa

Yogyakarta (DIY) adalah sebagai berikut :

a. Observasi Lapangan

b. Identifikasi Masalah

c. Unit Hidrograf dan Debit Banjir Rencana

d. Analisis Debit Andalan

e. Analisis Sedimen

f. Neraca Air Dan Optimasi Embung

g. Flood Routing untuk Spillway

h. Analisis Struktur

i. Gambar Perencanaan

j. Spesifikasi Teknik

k. Rencana Anggaran Biaya

l. Network Planning, Time Schedule dan Man Power

1.6 Sistematis Penulisan

Laporan Tugas Akhir ini disusun dalam 8 bab, di mana pokok bahasan untuk tiap bab adalah

sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Menguraikan mengenai tinjauan umum, latar belakang, maksud dan tujuan, lokasi

perencanaan, ruang lingkup penulisan serta sistematika penulisan.

BAB II DASAR TEORI

Menguraikan secara global teori–teori dan dasar–dasar perhitungan yang akan digunakan

untuk pemecahan permasalahan yang ada, baik untuk menganalisis faktor-faktor dan data-

data pendukung maupun perhitungan teknis perencanaan embung.

BAB III METODOLOGI

Menguraikan tentang metode secara berurutan dalam penyelesaian laporan Tugas Akhir yang

berisi tentang perencanaan Embung Tambakboyo.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

4

 BAB I  PENDAHULUAN 

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tentang tinjauan umum, analisis hidrologi, analisis data curah hujan, debit banjir rencana,

analisis debit andalan, analisis sedimen dan analisis hidrolika.

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Menguraikan tentang tinjauan umum, perhitungan konstruksi embung dan stabilitas embung.

BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT-SYARAT

Tentang syarat-syarat umum, syarat-syarat administrasi dan syarat-syarat teknis.

BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA

Menguraikan tentang analisis harga satuan, analisis satuan volume pekerjaan, daftar harga

bahan dan upah, rencana anggaran biaya, network planning, time schedule, man power dan

kurva S.

BAB VIII PENUTUP

Berisi tentang kesimpulan dan saran yang diperoleh dari hasil analisis perencanaan Embung

Tambakboyo.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

5

BAB II DASAR TEORI

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Tinjauan Umum

Perencanaan embung memerlukan bidang-bidang ilmu pengetahuan lain yang dapat

mendukung untuk memperoleh hasil perencanaan konstruksi embung yang handal dan

komprehensif dan bangunan multiguna. Ilmu geologi, hidrologi, hidrolika dan mekanika

tanah merupakan beberapa ilmu yang akan digunakan dalam perencanaan embung ini yang

saling berhubungan.

Dasar teori ini dimaksudkan untuk memaparkan secara singkat mengenai dasar-dasar teori

perencanaan embung yang akan digunakan dalam perhitungan konstruksi dan bangunan

pelengkapnya. Dalam perhitungan dan perencanaan embung, ada beberapa acuan yang harus

dipertimbangkan untuk mengambil suatu keputusan. Untuk melengkapi perencanaan embung

ini, maka digunakan beberapa standar antara lain : Tata Cara Penghitungan Struktur Beton

SK SNI T-15-1991-03, Penentuan Beban Gempa pada Bangunan Pengairan, 1999/2000,

Panduan Perencanaan Bendungan Urugan, Juli 1999, Peraturan Muatan Indonesia 1970 serta

beberapa standar lainnya.

2.2 Analisis Hidrologi

Hidrologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sistem kejadian air di atas, pada

permukaan dan di dalam tanah. Definisi tersebut terbatas pada hidrologi rekayasa. Secara luas

hidrologi meliputi pula berbagai bentuk air termasuk transformasi antara keadaan cair, padat,

dan gas dalam atmosfir, di atas dan di bawah permukaan tanah. Di dalamnya tercakup pula

air laut yang merupakan sumber dan penyimpan air yang mengaktifkan kehidupan di planet

bumi ini.

Curah hujan pada suatu daerah merupakan faktor yang menentukan besarnya debit banjir

yang terjadi pada daerah yang menerimanya. Analisis hidrologi dilakukan untuk

mendapatkan karakteristik hidrologi dan meteorologi daerah aliran sungai. Tujuannya adalah

untuk mengetahui karakteristik hujan, debit air yang ekstrim maupun yang wajar yang akan

digunakan sebagai dasar analisis selanjutnya dalam pelaksanaan detail desain.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

6

BAB II DASAR TEORI

2.2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS)

DAS adalah suatu daerah yang dibatasi oleh pemisah topografi yang menerima hujan,

menampung, menyimpan dan mengalirkan ke sungai dan seterusnya ke danau atau ke laut.

Komponen masukan dalam DAS adalah curah hujan, sedangkan keluarannya terdiri dari

debit air dan muatan sedimen (Suripin, 2004). Konsep Daerah Aliran Sungai (DAS)

merupakan dasar dari semua perencanaan hidrologi tersusun dari DAS-DAS kecil, dan

DAS kecil ini juga tersusun dari DAS-DAS yang lebih kecil lagi sehingga dapat

didefinisikan sebagai suatu wilayah yang dibatasi oleh batas alam seperti punggung bukit-

bukit atau gunung, maupun batas buatan seperti jalan atau tanggul dimana air hujan yang

turun di wilayah tersebut memberi kontribusi aliran ke titik kontrol (outlet).

2.2.2 Curah Hujan Rencana

2.2.2.1 Curah Hujan Area

Data curah hujan dan debit merupakan data yang paling fundamental dalam

perencanaan pembuatan embung. Ketetapan dalam memilih lokasi dan peralatan baik

curah hujan maupun debit merupakan faktor yang menentukan kualitas data yang

diperoleh. Analisis data hujan dimaksudkan untuk mendapatkan besaran curah hujan

dan analisis statistik yang diperhitungkan dalam perhitungan debit banjir rencana.

Data curah hujan yang dipakai untuk perhitungan debit banjir adalah hujan yang

terjadi pada daerah aliran sungai pada waktu yang sama. Curah hujan yang diperlukan

untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian

banjir adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah

hujan pada suatu titik tertentu. Curah hujan ini disebut curah hujan area dan

dinyatakan dalam mm (Sosrodarsono, 2003). Curah hujan area ini harus diperkirakan

dari beberapa titik pengamatan curah hujan. Berikut metode perhitungan curah hujan

area dari pengamatan curah hujan di beberapa titik :

a. Metode Rata-Rata Aljabar

Metode perhitungan dengan mengambil nilai rata-rata hitung (arithmetic mean)

pengukuran curah hujan di stasiun hujan di dalam area tersebut dengan

mengasumsikan bahwa semua stasiun hujan mempunyai pengaruh yang setara.

Metode ini akan memberikan hasil yang dapat dipercaya jika topografi rata atau datar,

stasiun hujan banyak dan tersebar secara merata di area tersebut serta hasil penakaran

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

7

BAB II DASAR TEORI

masing-masing stasiun hujan tidak menyimpang jauh dari nilai rata-rata seluruh

stasiun hujan di seluruh area.

R =n

RRR n ...21 =

n

i

i

nR

1

............................................................................ (2.01)

Dimana :

R = curah hujan rata-rata DAS (mm)

R1, R2, Rn = curah hujan pada setiap stasiun hujan (mm)

n = banyaknya stasiun hujan

b. Metode Poligon Thiessen

Metode perhitungan berdasarkan rata-rata timbang (weighted average). Metode ini

memberikan proporsi luasan daerah pengaruh stasiun hujan untuk mengakomodasi

ketidakseragaman jarak. Daerah pengaruh dibentuk dengan menggambarkan garis-

garis sumbu tegak lurus terhadap garis penghubung antara dua stasiun hujan terdekat.

Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa variasi hujan antara stasiun hujan yang satu

dengan lainnya adalah linear dan stasiun hujannya dianggap dapat mewakili kawasan

terdekat (Suripin, 2004). Metode ini cocok jika stasiun hujan tidak tersebar merata dan

jumlahnya terbatas dibanding luasnya. Cara ini adalah dengan memasukkan faktor

pengaruh daerah yang mewakili oleh stasiun hujan yang disebut faktor pembobot atau

koefisien Thiessen. Untuk pemilihan stasiun hujan yang dipilih harus meliputi daerah

aliran sungai yang akan dibangun. Besarnya koefisien Thiessen dapat dihitung dengan

rumus sebagai berikut (CD.Soemarto, 1999) :

C = total

i

AA

...................................................................................................... (2.02)

Dimana :

C = Koefisien Thiessen

Ai = Luas daerah pengaruh dari stasiun pengamatan i (km2)

Atotal = Luas total dari DAS (km2)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

8

BAB II DASAR TEORI

Langkah-langkah metode Thiessen sebagai berikut :

1. Lokasi stasiun hujan di plot pada peta DAS. Antar stasiun dibuat garis lurus

penghubung.

2. Tarik garis tegak lurus di tengah-tengah tiap garis penghubung sedemikian rupa,

sehingga membentuk poligon Thiessen. Semua titik dalam satu poligon akan

mempunyai jarak terdekat dengan stasiun yang ada di dalamnya dibandingkan

dengan jarak terhadap stasiun lainnya. Selanjutnya, curah hujan pada stasiun

tersebut dianggap representasi hujan pada kawasan dalam poligon yang

bersangkutan.

3. Luas areal pada tiap-tiap poligon dapat diukur dengan planimeter dan luas total

DAS (A) dapat diketahui dengan menjumlahkan luas poligon.

4. Hujan rata-rata DAS dapat dihitung dengan rumus :

R = n

nn

AAARARARA

......

21

2211 ................... ......................................... (2.03)

Dimana :

R = Curah hujan rata-rata DAS (mm)

A 1 ,A 2 ,...,A n = Luas daerah pengaruh dari setiap stasiun hujan (km2)

R 1 ,R 2 ,...,R n = Curah hujan pada setiap stasiun hujan (mm)

n = Banyaknya stasiun hujan

Gambar 2.1 Metode Poligon Thiessen

1

2

3

4

5 6 7

A1

A2

A3

A7A6

A4

A5

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

9

BAB II DASAR TEORI

c. Metode Rata – Rata Isohyet

Metode perhitungan dengan memperhitungkan secara aktual pengaruh tiap-tiap

stasiun hujan dengan kata lain asumsi metode Thiessen yang menganggap bahwa tiap-

tiap stasiun hujan mencatat kedalaman yang sama untuk daerah sekitarnya dapat

dikoreksi. Metode ini cocok untuk daerah berbukit dan tidak teratur (Suripin, 2004).

Prosedur penerapan metode ini meliputi langkah-langkah sebagai berikut :

1. Plot data kedalaman air hujan untuk tiap stasiun hujan pada peta.

2. Gambar kontur kedalaman air hujan dengan menghubungkan titik-titik yang

mempunyai kedalaman air hujan yang sama. Interval Isohyet yang umum dipakai

adalah 10 mm.

3. Hitung luas area antara dua garis Isohyet yang berdekatan dengan menggunakan

planimeter. Kalikan masing-masing luas areal dengan rata-rata hujan antara dua

Isohyet yang berdekatan.

4. Hitung hujan rata-rata DAS dengan rumus :

n

nnn

AAA

ARR

ARR

ARR

R

.......2

................22

21

12

431

21

.......................... (2.04)

Dimana :

R = Curah hujan rata-rata (mm)

R1, R2, ......., Rn = Curah hujan di garis Isohyet (mm)

A1, A2, ….. , An = Luas bagian yang dibatasi oleh Isohyet-Isohyet (km2)

Jika stasiun hujannya relatif lebih padat dan memungkinkan untuk membuat garis

Isohyet maka metode ini akan menghasilkan hasil yang lebih teliti. Peta Isohyet harus

mencantumkan sungai-sungai utamanya, garis-garis kontur dan mempertimbangkan

topografi, arah angin, dan lain-lain di daerah bersangkutan. Jadi untuk membuat peta

Isohyet yang baik, diperlukan pengetahuan, keahlian dan pengalaman yang cukup

(Sosrodarsono, 2003).

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

10

BAB II DASAR TEORI

Gambar 2.2 Metode Isohyet

2.2.2.2 Curah Hujan Maksimum Harian Rata-Rata

Metode/cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan hujan maksimum harian rata-

rata DAS adalah sebagai berikut :

a. Tentukan hujan maksimum harian pada tahun tertentu di salah satu pos hujan.

b. Cari besarnya curah hujan pada tanggal-bulan-tahun yang sama untuk pos hujan

yang lain.

c. Hitung hujan DAS dengan salah satu cara yang dipilih.

d. Tentukan hujan maksimum harian (seperti langkah 1) pada tahun yang sama

untuk pos hujan yang lain.

e. Ulangi langkah 2 dan 3 setiap tahun.

Dari hasil rata-rata yang diperoleh (sesuai dengan jumlah pos hujan) dipilih yang

tertinggi setiap tahun. Data hujan yang terpilih setiap tahun merupakan hujan

maksimum harian DAS untuk tahun yang bersangkutan (Suripin, 2004).

2.2.3 Perhitungan Curah Hujan Rencana

Perhitungan curah hujan rencana digunakan untuk meramalkan besarnya hujan dengan

periode ulang tertentu (Soewarno, 1995). Berdasarkan curah hujan rencana dapat dicari

besarnya intesitas hujan (analisis frekuensi) yang digunakan untuk mencari debit banjir

rencana. Analisis frekuensi ini dilakukan dengan menggunakan sebaran kemungkinan teori

probability distribution dan yang biasa digunakan adalah sebaran Gumbel tipe I, sebaran

Log Pearson tipe III, sebaran Normal dan sebaran Log Normal. Secara sistematis metode

Kontur tinggi hujan

A3

30 mm

A2

10 mm20 mm

A1

50 mm40 mm

60 mm 70 mm

Stasiun hujan

A4 A5 A6

Batas DAS

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

11

BAB II DASAR TEORI

analisis frekuensi perhitungan hujan rencana ini dilakukan secara berurutan sebagai

berikut :

a. Parameter statistik

b. Pemilihan jenis sebaran

c. Uji kecocokan sebaran

d. Perhitungan hujan rencana

a. Parameter Statistik

Parameter yang digunakan dalam perhitungan analisis frekuensi meliputi parameter nilai

rata-rata ( X ), standar deviasi ( dS ), koefisien variasi (Cv), koefisien kemiringan (Cs) dan

koefisien kurtosis (Ck).Perhitungan parameter tersebut didasarkan pada data catatan tinggi

hujan harian rata-rata maksimum 20 tahun terakhir.

Nilai rata-rata

nX

X i ............................................................................................ (2.05)

Dimana :

X = nilai rata-rata curah hujan

iX = nilai pengukuran dari suatu curah hujan ke-i

N = jumlah data curah hujan

Standar deviasi

Ukuran sebaran yang paling banyak digunakan adalah deviasi standar. Apabila penyebaran

sangat besar terhadap nilai rata-rata maka nilai Sd akan besar, akan tetapi apabila

penyebaran data sangat kecil terhadap nilai rata-rata maka nilai Sd akan kecil. Jika

dirumuskan dalam suatu persamaan adalah sebagi berikut (Soewarno, 1995) :

11

2

n

XXS

n

ii

d .......................................................................... ..... (2.06)

Dimana :

dS = standar deviasi curah hujan

X = nilai rata-rata curah hujan

iX = nilai pengukuran dari suatu curah hujan ke-i

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

12

BAB II DASAR TEORI

n = jumlah data curah hujan

Koefisien variasi

Koefisien variasi (coefficient of variation) adalah nilai perbandingan antara standar deviasi

dengan nilai rata-rata dari suatu sebaran. Koefisien variasi dapat dihitung dengan rumus

sebagai berikut (Soewarno, 1995) :

Cv = XS d .............................................................................................. (2.07)

Dimana :

Cv = koefisien variasi curah hujan

dS = standar deviasi curah hujan

X = nilai rata-rata curah hujan

Koefisien kemencengan

Koefisien kemencengan (coefficient of skewness) adalah suatu nilai yang menunjukkan

derajat ketidak simetrisan (assymetry) dari suatu bentuk distribusi. Jika dirumuskan dalam

suatu persamaan adalah sebagi berikut (Soewarno, 1995) :

Untuk populasi : 3

sC ................................................................. (2.08)

Untuk sampel : 3d

s SaC ................................................................. (2.09)

3

1

1

n

iiX

n ................................................................. (2.10)

3

121

n

ii XX

nnna ................................................................. (2.11)

Dimana :

sC = koefisien kemencengan curah hujan

= standar deviasi dari populasi curah hujan

dS = standar deviasi dari sampel curah hujan

= nilai rata-rata dari data populasi curah hujan

X = nilai rata-rata dari data sampel curah hujan

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

13

BAB II DASAR TEORI

iX = curah hujan ke i

n = jumlah data curah hujan

,a = parameter kemencengan

Koefisien kurtosis

Koefisien kurtosis adalah suatu nilai yang menunjukkan keruncingan dari bentuk kurva

distribusi, yang umumnya dibandingkan dengan distribusi normal yang mempunyai Ck = 3

yang dinamakan mesokurtik, Ck < 3 berpuncak tajam yang dinamakan leptokurtik,

sedangkan Ck > 3 berpuncak datar dinamakan platikurtik.

Gambar 2.3 Koefisien Kurtosis

Koefisien Kurtosis biasanya digunakan untuk menentukan keruncingan kurva distribusi,

dan dapat dirumuskan sebagai berikut :

4

4

dk S

MAC ............................................................................................. (2.12)

Dimana :

kC = koefisien kurtosis

MA(4) = momen ke-4 terhadap nilai rata-rata

dS = standar deviasi

Untuk data yang belum dikelompokkan, maka :

4

1

41

d

n

ii

k S

XXnC

................................................................................ (2.13)

dan untuk data yang sudah dikelompokkan

Leptokurtik

Mesokurtik

Leptokurtik

Mesokurtik

Platikurtik

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

14

BAB II DASAR TEORI

4

1

41

d

n

iii

k S

fXXnC

........................................................... ................ (2.14)

Dimana :

kC = koefisien kurtosis curah hujan

n = jumlah data curah hujan

iX = curah hujan ke i

X = nilai rata-rata dari data sampel

if = nilai frekuensi variat ke i

dS = standar deviasi

b. Pemilihan Jenis Sebaran

Masing-masing sebaran memiliki sifat-sifat khas sehingga harus diuji kesesuaiannya

dengan sifat statistik masing-masing sebaran tersebut Pemilihan sebaran yang tidak benar

dapat mengundang kesalahan perkiraan yang cukup besar. Pengambilan sebaran secara

sembarang tanpa pengujian data hidrologi sangat tidak dianjurkan. Penentuan jenis

sebaran yang akan digunakan untuk analisis frekuensi dapat dipakai beberapa cara sebagai

berikut.

Tabel pedoman pemilihan sebaran

Sebaran Gumbel Tipe I

Sebaran Log Pearson tipe III

Sebaran Normal

Sebaran Log Normal

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

15

BAB II DASAR TEORI

Tabel 2.1. Pedoman Pemilihan Sebaran

Jenis Sebaran Syarat

Normal Cs ≈ 0 Ck ≈ 3

Gumbel Tipe I Cs ≤ 1,1396 Ck ≤ 5,4002

Log Pearson Tipe III

Cs ≠ 0 Ck ≈1,5Cs2+3

Log normal Cs ≈ 3Cv + Cv3

Cv ≈ 0 (Sumber : Sutiono. dkk)

Sebaran Gumbel Tipe I

Digunakan untuk analisis data maksimum, misal untuk analisis frekuensi banjir. Untuk

menghitung curah hujan rencana dengan metode sebaran Gumbel Tipe I digunakan

persamaan distribusi frekuensi empiris sebagai berikut (CD.Soemarto, 1999) :

XT = YnYSnSX T ............................................................................................... (2.15)

S =1

)( 2

n

XX i ................................................................................................ (2.16)

Hubungan antara periode ulang T dengan YT dapat dihitung dengan rumus :

untuk T 20, maka : Y = ln T

Y = -ln

TT 1ln ................................................................................................ (2.17)

Dimana :

XT = nilai hujan rencana dengan data ukur T tahun.

X = nilai rata-rata hujan

S = standar deviasi (simpangan baku)

YT = nilai reduksi variat ( reduced variate ) dari variabel yang diharapkan

terjadi pada periode ulang T tahun. Tabel 2.4.

Yn = nilai rata-rata dari reduksi variat (reduce mean) nilainya tergantung dari

jumlah data (n). Tabel 2.2.

Sn = deviasi standar dari reduksi variat (reduced standart deviation) nilainya

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

16

BAB II DASAR TEORI

tergantung dari jumlah data (n). Tabel 2.3.

Tabel 2.2 Reduced mean (Yn) untuk Metode Sebaran Gumbel Tipe 1

N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 0,4952 0,4996 0,5035 0,5070 0,5100 0,5128 0,5157 0,5181 0,5202 0,5220

20 0,5236 0,5252 0,5268 0,5283 0,5296 0,5300 0,5820 0,5882 0,5343 0,5353

30 0,5363 0,5371 0,5380 0,5388 0,5396 0,5400 0,5410 0,5418 0,5424 0,5430

40 0,5463 0,5442 0,5448 0,5453 0,5458 0,5468 0,5468 0,5473 0,5477 0,5481

50 0,5485 0,5489 0,5493 0,5497 0,5501 0,5504 0,5508 0,5511 0,5515 0,5518

60 0,5521 0,5524 0,5527 0,5530 0,5533 0,5535 0,5538 0,5540 0,5543 0,5545

70 0,5548 0,5550 0,5552 0,5555 0,5557 0,5559 0,5561 0,5563 0,5565 0,5567

80 0.5569 0,5570 0,5572 0,5574 0,5576 0,5578 0,5580 0,5581 0,5583 0,5585

90 0,5586 0,5587 0,5589 0,5591 0,5592 0,5593 0,5595 0,5596 0,5598 0,5599

100 0,5600

( Sumber:CD. Soemarto,1999)

Tabel 2.3 Reduced Standard Deviation (Sn) untuk Metode Sebaran Gumbel Tipe 1

N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 0,9496 0,9676 0,9833 0,9971 1,0095 1,0206 1,0316 1,0411 1,0493 1,0565

20 1,0628 1,0696 1,0754 1,0811 1,0864 1,0315 1,0961 1,1004 1,1047 1,1080

30 1,1124 1,1159 1,1193 1,1226 1,1255 1,1285 1,1313 1,1339 1,1363 1,1388

40 1,1413 1,1436 1,1458 1,1480 1,1499 1,1519 1,1538 1,1557 1,1574 1,1590

50 1,1607 1,1923 1,1638 1,1658 1,1667 1,1681 1,1696 1,1708 1,1721 1,1734

60 1,1747 1,1759 1,1770 1,1782 1,1793 1,1803 1,1814 1,1824 1,1834 1,1844

70 1,1854 1,1863 1,1873 1,1881 1,1890 1,1898 1,1906 1,1915 1,1923 1,1930

80 1,1938 1,1945 1,1953 1,1959 1,1967 1,1973 1,1980 1,1987 1,1994 1,2001

90 1,2007 1,2013 1,2026 1,2032 1,2038 1,2044 1,2046 1,2049 1,2055 1,2060

100 1,2065

( Sumber:CD.Soemarto, 1999)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

17

BAB II DASAR TEORI

Tabel 2.4 Reduced Variate (YT) untuk Metode Sebaran Gumbel Tipe 1

Periode Ulang (Tahun) Reduced Variate

2 0,3665

5 1,4999

10 2,2502

20 2,9606

25 3,1985

50 3,9019

100 4,6001

200 5,2960

500 6,2140

1000 6,9190

5000 8,5390

10000 9,9210

(Sumber : CD.Soemarto,1999)

Sebaran Log-Pearson Tipe III

Digunakan dalam analisis hidrologi, terutama dalam analisis data maksimum (banjir) dan

minimum (debit minimum) dengan nilai ekstrim. Bentuk sebaran Log-Pearson tipe III

merupakan hasil transformasi dari sebaran Pearson tipe III dengan menggantikan variat

menjadi nilai logaritmik. Metode Log-Pearson tipe III apabila digambarkan pada kertas

peluang logaritmik akan merupakan persamaan garis lurus, sehingga dapat dinyatakan

sebagai model matematik dengan persamaan sebagai berikut (CD.Soemarto, 1999) :

Y = Y + K.S ……………………………………………………….....…...... (2.18)

Dimana :

Y = nilai logaritmik dari X atau log (X)

X = data curah hujan _

Y = rata-rata hitung (lebih baik rata-rata geometrik) nilai Y

S = deviasi standar nilai Y

K = karakteristik distribusi peluang Log-Pearson tipe III

Langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut :

1. Mengubah data curah hujan sebanyak n buah X1,X2,X3,...Xn menjadi log ( X1 ), log

(X2 ), log ( X3 ),...., log ( Xn ).

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

18

BAB II DASAR TEORI

2. Menghitung harga rata-ratanya dengan rumus :

)log(X

n

Xin

i 1

log ………………………………………….........……... (2.19)

Dimana :

)log(X = harga rata-rata logaritmik

n = jumlah data

Xi = nilai curah hujan tiap-tiap tahun (R24 maks)

3. Menghitung harga standar deviasinya dengan rumus berikut :

1

loglog1

2

n

XXiSd

n

i ………………………………….....……..... (2.20)

Dimana :

Sd = standar deviasi

4. Menghitung koefisien skewness (Cs) dengan rumus :

31

3

21

)log(log

Sdnn

XXiCs

n

i

…..………………………………….......…...... (2.21)

Dimana :

Cs = koefisien skewness

5. Menghitung logaritma hujan rencana dengan periode ulang T tahun dengan rumus :

Log (XT) = )log(X + K .Sd ……………………………….......…………...... (2.22)

Dimana :

XT = curah hujan rencana periode ulang T tahun

K = harga yang diperoleh berdasarkan nilai Cs

6. Menghitung koefisien kurtosis (Ck) dengan rumus :

4

1

42

321

)log(log

Sdnnn

XXinCk

n

i

…………………………………......……….... (2.23)

Dimana :

Ck = koefisien kurtosis

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

19

BAB II DASAR TEORI

7. Menghitung koefisien variasi (Cv) dengan rumus :

)log(X

SdCv ………………………………………………………………....... (2.24)

Dimana :

Cv = koefisien variasi

Sd = standar deviasi

Tabel 2.5 Harga K untuk Metode Sebaran Log Pearson III

Koefisien

Kemencengan

(Cs)

Periode Ulang Tahun

2 5 10 25 50 100 200 1000

Peluang (%)

50 20 10 4 2 1 0,5 0,1

3,0 -0,396 0,420 1,180 2,278 3,152 4,051 4,970 7,250

2,5 -0,360 0,518 1,250 2,262 3,048 3,845 4,652 6,600

2,2 -0,330 0,574 1,284 2,240 2,970 3,705 4,444 6,200

2,0 -0,307 0,609 1,302 2,219 2,912 3,605 4,298 5,910

1,8 -0,282 0,643 1,318 2,193 2,848 3,499 4,147 5,660

1,6 -0,254 0,675 1,329 2,163 2,780 3,388 3,990 5,390

1,4 -0,225 0,705 1,337 2,128 2,706 3,271 3,828 5,110

1,2 -0,195 0,732 1,340 2,087 2,626 3,149 3,661 4,820

1,0 -0,164 0,758 1,340 2,043 2,542 3,022 3,489 4,540

0,9 -0,148 0,769 1,339 2,018 2,498 2,957 3,401 4,395

0,8 -0,132 0,780 1,336 2,998 2,453 2,891 3,312 4,250

0,7 -0,116 0,790 1,333 2,967 2,407 2,824 3,223 4,105

0,6 -0,099 0,800 1,328 2,939 2,359 2,755 3,132 3,960

0,5 -0,083 0,808 1,323 2,910 2,311 2,686 3,041 3,815

0,4 -0,066 0,816 1,317 2,880 2,261 2,615 2,949 3,670

0,3 -0,050 0,824 1,309 2,849 2,211 2,544 2,856 3,525

0.2 -0,033 0,830 1,301 2,818 2,159 2,472 2,763 3,380

0,1 -0,017 0,836 1,292 2,785 2,107 2,400 2,670 3,235

0,0 0,000 0,842 1,282 2,751 2,054 2,326 2,576 3,090

-0,1 0,017 0,836 1,270 2,761 2,000 2,252 2,482 3,950

-0,2 0,033 0,850 1,258 1,680 1,945 2,178 2,388 2,810

-0,3 0,050 0,853 1,245 1,643 1,890 2,104 2,294 2,675

-0,4 0,066 0,855 1,231 1,606 1,834 2,029 2,201 2,540

-0,5 0,083 0,856 1,216 1,567 1,777 1,955 2,108 2,400

-0,6 0,099 0,857 1,200 1,528 1,720 1, 880 2,016 2,275

-0,7 0,116 0,857 1,183 1,488 1,663 1,806 1,926 2,150

-0,8 0,132 0,856 1,166 1,488 1,606 1,733 1,837 2,035

-0,9 0,148 0,854 1,147 1,407 1,549 1,660 1,749 1,910

-1,0 0,164 0,852 1,128 1,366 1,492 1,588 1,664 1,800

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

20

BAB II DASAR TEORI

(Lanjutan Tabel 2.5) Koefisien

Kemencengan

(Cs)

Periode Ulang Tahun

2 5 10 25 50 100 200 1000

Peluang (%)

50 20 10 4 2 1 0,5 0,1

-1,2 0,195 0,844 1,086 1,282 1,379 1,449 1,501 1,625

-1,4 0,225 0,832 1,041 1,198 1,270 1,318 1,351 1,465

-1,6 0,254 0,817 0,994 1,116 1,166 1,200 1,216 1,280

-1,8 0,282 0,799 0,945 0,035 1,069 1,089 1,097 1,130

-2,0 0,307 0,777 0,895 0,959 0,980 0,990 1,995 1,000

-2,2 0,330 0,752 0,844 0,888 0,900 0,905 0,907 0,910

-2,5 0,360 0,711 0,771 0,793 0,798 0,799 0,800 0,802

-3,0 0,396 0,636 0,660 0,666 0,666 0,667 0,667 0,668

(Sumber :CD. Soemarto,1999)

Sebaran Normal

Digunakan dalam analisis hidrologi, misal dalam analisis frekuensi curah hujan, analisis

statistik dari distribusi rata-rata curah hujan tahunan, debit rata-rata tahunan dan

sebagainya. Sebaran normal atau kurva normal disebut pula sebaran Gauss. Probability

Density Function dari sebaran normal adalah :

2

21_

21

X

eXP ................................................................................. (2.25)

Dimana :

)( XP = nilai logaritmik dari X atau log (X)

= 3,14156

E = 2,71828

X = variabel acak kontinu

= rata-rata nilai X

= standar deviasi nilai X

Untuk analisis kurva normal cukup menggunakan parameter statistik dan . Bentuk

kurvanya simetris terhadap X = dan grafiknya selalu di atas sumbu datar X, serta

mendekati (berasimtot) sumbu datar X, dimulai dari X = + 3 dan X-3 . Nilai mean

= modus = median. Nilai X mempunyai batas -<X<+ .

Luas dari kurva normal selalu sama dengan satu unit, sehingga :

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

21

BAB II DASAR TEORI

0,12

12

21

_

dxeXP

X

................................................. (2.26)

Untuk menentukan peluang nilai X antara X = 1x dan X = 2x , adalah :

dxeXXXPXx

x

2

21_2

121 2

1

............................................................ (2.27)

Apabila nilai X adalah standar, dengan kata lain nilai rata-rata = 0 dan deviasi standar

= 1,0, maka Persamaan 2.29 dapat ditulis sebagai berikut :

2

21

21 t

etP

..................................................................................................... (2.28)

Dengan

Xt ................................................................................. ............... ................ (2.29)

Persamaan 2.28 disebut dengan sebaran normal standar (standard normal distribution).

Tabel 2.6 menunjukkan wilayah luas di bawah kurva normal, yang merupakan luas dari

bentuk kumulatif (cumulative form) dan sebaran normal. Tabel 2.6 Wilayah Luas Di bawah Kurva Normal

1 0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 0,07 0,08 0,09

-3,4 0,0003 0,0003 0,0003 0,0003 0,0003 0,0003 0,0003 0,0003 0,0003 0,0002

-3,3 0,0005 0,0005 0,0005 0,0004 0,0004 0,0004 0,0004 0,0004 0,0004 0,0003

-3,2 0,0007 0,0007 0,0006 0,0006 0,0006 0,0006 0,0006 0,0005 0,0005 0,0005

-3,1 0,0010 0,0009 0,0009 0,0009 0,0008 0,0008 0,0008 0,0008 0,0007 0,0007

-3,0 0,0013 0,0013 0,0013 0,0012 0,0012 0,0011 0,0011 0,0011 0,0010 0,0010

-2,9 0,0019 0,0018 0,0017 0,0017 0,0016 0,0016 0,0015 0,0015 0,0014 0,0014

-2,8 0,0026 0,0025 0,0024 0,0023 0,0022 0,0022 0,0021 0,0021 0,0020 0,0019

-2,7 0,0036 0,0034 0,0033 0,0032 0,0030 0,0030 0,0029 0,0028 0,0027 0,0026

-2,6 0,0047 0,0045 0,0044 0,0043 0,0040 0,0040 0,0039 0,0038 0,0037 0,0036

-2,5 0,0062 0,0060 0,0059 0,0057 0,0055 0,0054 0,0052 0,0051 0,0049 0,0048

-2,4 0,0082 0,0080 0,0078 0,0075 0,0073 0,0071 0,0069 0,0068 0,0066 0,0064

-2,3 0,0107 0,0104 0,0102 0,0099 0,0096 0,0094 0,0094 0,0089 0,0087 0,0084

-2,2 0,0139 0,0136 0,0132 0,0129 0,0125 0,0122 0,01119 0,0116 0,0113 0,0110

-2,1 0,0179 0,0174 0,0170 0,0166 0,0162 0,0158 0,0154 0,0150 0,0146 0,0143

-2,0 0,0228 0,0222 0,0217 0,0212 0,0207 0,0202 0,0197 0,0192 0,0188 0,0183

-1,9 0,0287 0,0281 0,0274 0,0268 0,0262 0,0256 0,0250 0,0244 0,0239 0,0233

-1,8 0,0359 0,0352 0,0344 0,0336 0,0329 0,0322 0,0314 0,0307 0,0301 0,0294

-1,7 0,0446 0,0436 0,0427 0,0418 0,0409 0,0401 0,0392 0,0384 0,0375 0,0367

-1,6 0,0548 0,0537 0,0526 0,0516 0,0505 0,0495 0,0485 0,0475 0,0465 0,0455

-1,5 0,0668 0,0655 0,0643 0,0630 0,0618 0,0606 0,0594 0,0582 0,0571 0,0559

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

22

BAB II DASAR TEORI

(Lanjutan Tabel 2.6) 1 0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 0,07 0,08 0,09

-1,4 0,0808 0,0793 0,0778 0,0764 0,0749 0,0735 0,0722 0,0708 0,0694 0,0681

-1,3 0,0968 0,0951 0,0934 0,0918 0,0901 0,0885 0,0869 0,0853 0,0838 0,0823

-1,2 0,1151 0,1131 0,1112 0,01093 0,1075 0,1056 0,1038 0,1020 0,1003 0,0985

-1,1 0,1357 0,1335 0,1314 0,1292 0,1271 0,1251 0,1230 0,1210 0,1190 0,1170

-1,0 0,1587 0,1562 0,1539 0,1515 0,1492 0,1469 0,1446 0,1423 0,1401 0,1379

-0,9 0,1841 0,1814 0,1788 0,1762 0,1736 0,711 0,1685 0,1660 0,1635 0,1611

-0,8 0,2119 0,2090 0,2061 0,2033 0,2005 0,1977 0,1949 0,1922 0,1894 0,1867

-0,7 0,2420 0,2389 0,2358 0,2327 0,2296 0,2266 0,2236 0,2206 0,2177 0,2148

-0,6 0,2743 0,2709 0,2676 0,2643 0,2611 0,2578 0,2546 0,2514 0,2483 0,2451

-0,5 0,3085 0,3050 0,3015 0,2981 0,2946 0,2912 0,2877 0,2843 0,2810 0,2776

-0,4 0,3446 0,3409 0,3372 0,3336 0,3300 0,3264 0,3228 0,3192 0,3156 0,3121

-0,3 0,3821 0,3783 0,3745 0,3707 0,3669 0,3632 0,3594 0,3557 0,3520 0,3483

-0,2 0,4207 0,4168 0,4129 0,4090 0,4052 0,4013 0,3974 0,3936 0,3897 0,3859

-0,1 0,4602 0,4562 0,4522 0,4483 0,4443 0,4404 0,4364 0,4325 0,4286 0,4247

0,0 0,5000 0,4960 0,4920 0,4880 0,4840 0,4801 0,4761 0,4721 0,4681 0,4641

0,0 0,5000 0,50470 0,5080 0,5120 0,5160 0,5199 0,5239 0,5279 0,5319 0,5359

0,1 0,5398 0,5438 0,5478 0,5517 0,5557 0,5596 0,5636 0,5675 0,5714 0,5753

0,2 0,5793 0,5832 0,5871 0,5910 0,5948 0,5987 0,6026 0,6064 0,6103 0,6141

0,3 0,6179 0,6217 0,6255 0,6293 0,6331 0,6368 0,6406 0,6443 0,6480 0,6517

0,4 0,6554 0,6591 0,6628 0,6664 0,6700 0,6736 0,6772 0,6808 0,6844 0,6879

0,5 0,6915 0,6950 0,6985 0,7019 0,7054 0,7088 0,7123 0,7157 0,7190 0,7224

0,6 0,7257 0,7291 0,7324 0,7357 0,7389 0,7422 0,7454 0,7486 0,7517 0,7549

0,7 0,7580 0,7611 0,7642 0,7673 0,7704 0,7734 0,7764 0,7794 0,7823 0,7852

0,8 0,7881 0,7910 0,7939 0,7967 0,7995 0,8023 0,8051 0,8078 0,8106 0,8133

0,9 0,8159 0,8186 0,8212 0,8238 0,8264 0,8289 0,8315 0,8340 0,8365 0,8389

1,0 0,8413 0,8438 0,8461 0,8485 0,8505 0,8531 0,8554 0,8577 0,8599 0,8621

1,1 0,8643 0,8665 0,8686 0,8708 0,8729 0,8749 0,8770 0,8790 0,8810 0,8830

1,2 0,8849 0,8869 0,8888 0,8907 0,8925 0,8944 0,8962 0,8980 0,8997 0,9015

1,3 0,9032 0,9049 0,9066 0,9082 0,9099 0,9115 0,9131 0,9147 0,9162 0,9177

1,4 0,9192 0,9207 0,9222 0,9236 0,9251 0,9265 0,9278 0,9292 0,9306 0,9319

1,5 0,9332 0,9345 0,9357 0,9370 0,9382 0,9394 0,9406 0,9418 0,9429 0,9441

1,6 0,9452 0,9463 0,9474 0,9484 0,9495 0,9505 0,9515 0,9525 0,9535 0,9545

1,7 0,9554 0,9564 0,9573 0,9582 0,9591 0,9599 0,9608 0,9616 0,9625 0,9633

1,8 0,9541 0,9649 0,9656 0,9664 0,9671 0,9678 0,9686 0,9693 0,9699 0,9706

1,9 0,9713 0,9719 0,9726 0,9732 0,9738 0,9744 0,9750 0,9756 0,9761 0,9767

2,0 0,9772 0,9778 0,9783 0,9788 0,9793 0,9798 0,9803 0,9808 0,9812 0,9817

2,1 0,9821 0,9826 0,9830 0,9834 0,9838 0,9842 0,9846 0,9850 0,9854 0,9857

2,2 0,9861 0,9864 0,9868 0,9871 0,9875 0,9878 0,9891 0,9884 0,9887 0,9890

2,3 0,9893 0,9896 0,9896 0,9901 0,999904 0,999906 0,9909 0,9911 0,9913 0,9916

2,4 0,9918 0,9920 0,9922 0,9925 0,9927 0,9929 0,9931 0,9932 0,9934 0,9936

2,5 0,9938 0,9940 0,9941 0,9943 0,9945 0,9946 0,9948 0,9949 0,9951 0,9952

2,6 0,9953 0,9955 0,9956 0,9957 0,9959 0,9960 0,9961 0,9962 0,9963 0,9964

2,7 0,9965 0,9966 0,9967 0,9968 0,9969 0,9970 0,9971 0,9972 0,9973 0,9974

2,8 0,9974 0,9975 0,9976 0,9977 0,9977 0,9978 0,9979 0,9979 0,9980 0,9981

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

23

BAB II DASAR TEORI

(Lanjutan Tabel 2.6) 1 0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 0,07 0,08 0,09

2,9 0,9981 0,9982 0,9982 0,9983 0,9984 0,9984 0,9985 0,9985 0,9986 0,9986

3,0 0,9987 0,9987 0,9987 0,9988 0,9988 0,9989 0,9989 0,9989 0,9990 0,9990

3,1 0,9990 0,9991 0,9991 0,9991 0,9992 0,9992 0,9992 0,9992 0,9993 0,9993

3,2 0,9993 0,9993 0,9994 0,9994 0,9994 0,9994 0,9994 0,9995 0,9995 0,9995

3,3 0,9995 0,9995 0,9995 0,9996 0,9996 0,9996 0,9996 0,9996 0,9996 0,9997

3,4 0,9997 0,9997 0,9997 0,9997 0,9997 0,9997 0,9997 0,9997 0,9997 0,9998

(Sumber :Soewarno,1995)

Tabel 2.7 Penentuan Nilai K pada Sebaran Normal

Periode Ulang

T (tahun)

Peluang k

1,001 0,999 -3,05

1,005 0,995 -2,58

1,010 0,990 -2,33

1,050 0,950 -1,64

1,110 0,900 -1,28

1,250 0,800 -0,84

1,330 0,750 -0,67

1,430 0,700 -0,52

1,670 0,600 -0,25

2,000 0,500 0

2,500 0,400 0,25

3,330 0,300 0,52

4,000 0,250 0,67

5,000 0,200 0,84

10,000 0,100 1,28

20,000 0,050 1,64

50,000 0,200 2,05

100,000 0,010 2,33

200,000 0,005 2,58

500,000 0,002 2,88

1000,000 0,001 3,09

(Sumber :Soewarno,1995) Sebaran Log Normal

Sebaran log normal merupakan hasil transformasi dari sebaran normal, yaitu dengan

mengubah nilai variat X menjadi nilai logaritmik variat X. Sebaran log-Pearson III akan

menjadi sebaran log normal apabila nilai koefisien kemencengan Cs = 0,00. Metode log

normal apabila digambarkan pada kertas peluang logaritmik akan merupakan persamaan

garis lurus, sehingga dapat dinyatakan sebagai model matematik dangan persamaan

sebagai berikut (Soewarno, 1995):

XT = SKtX ._ ............................................................................................... ... ..... (2.30)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

24

BAB II DASAR TEORI

Dimana :

XT = besarnya curah hujan dengan periode ulang T tahun.

X = curah hujan rata-rata (mm)

S = Standar Deviasi data hujan harian maksimum

Kt = Standard Variable untuk periode ulang t tahun yang besarnya

diberikan pada Tabel 2.8

Tabel 2.8 Standard Variable (Kt) untuk Metode Sebaran Log Normal

T

(Tahun) Kt T (Tahun) Kt T (Tahun) Kt

1 -1.86 20 1.89 90 3.34

2 -0.22 25 2.10 100 3.45

3 0.17 30 2.27 110 3.53

4 0.44 35 2.41 120 3.62

5 0.64 40 2.54 130 3.70

6 0.81 45 2.65 140 3.77

7 0.95 50 2.75 150 3.84

8 1.06 55 2.86 160 3.91

9 1.17 60 2.93 170 3.97

10 1.26 65 3.02 180 4.03

11 1.35 70 3.08 190 4.09

12 1.43 75 3.60 200 4.14

13 1.50 80 3.21 221 4.24

14 1.57 85 3.28 240 4.33

15 1.63 90 3.33 260 4.42

( Sumber : CD.Soemarto,1999)

c. Uji Kecocokan Sebaran

Uji sebaran dilakukan dengan uji kecocokan distribusi yang dimaksudkan untuk

menentukan apakah persamaan sebaran peluang yang telah dipilih dapat menggambarkan

atau mewakili dari sebaran statistik sampel data yang dianalisis tersebut (Soemarto, 1999).

Ada dua jenis uji kecocokan (Goodness of fit test) yaitu uji kecocokan Chi-Square dan

Smirnov-Kolmogorof. Umumnya pengujian dilaksanakan dengan cara mengambarkan data

pada kertas peluang dan menentukan apakah data tersebut merupakan garis lurus, atau

dengan membandingkan kurva frekuensi dari data pengamatan terhadap kurva frekuensi

teoritisnya (Soewarno, 1995).

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

25

BAB II DASAR TEORI

Uji Kecocokan Chi-Square

Uji kecocokan Chi-Square dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan sebaran

peluang yang telah dipilih dapat mewakili dari distribusi statistik sampel data yang

dianalisis didasarkan pada jumlah pengamatan yang diharapkan pada pembagian kelas dan

ditentukan terhadap jumlah data pengamatan yang terbaca di dalam kelas tersebut atau

dengan membandingkan nilai Chi-Square ( 2 ) dengan nilai Chi-Square kritis ( 2 cr). Uji

kecocokan Chi-Square menggunakan rumus (Soewarno, 1995):

G

ih Ei

EiOi1

22 )( ................................................................................... .......... (2.31)

Dimana :

2h = harga Chi-Square terhitung

Oi = jumlah data yang teramati terdapat pada sub kelompok ke-i

Ei = jumlah data yang secara teoritis terdapat pada sub kelompok ke-i

G = jumlah sub kelompok

Parameter 2h merupakan variabel acak. Peluang untuk mencapai nilai 2

h sama atau

lebih besar dari pada nilai Chi-Square yang sebenarnya ( 2 ). Suatu distrisbusi dikatakan

selaras jika nilai 2 hitung < 2 kritis. Nilai 2 kritis dapat dilihat di Tabel 2.8. Dari

hasil pengamatan yang didapat dicari penyimpangannya dengan Chi-Square kritis paling

kecil. Untuk suatu nilai nyata tertentu (level of significant) yang sering diambil adalah 5

%.

Prosedur uji kecocokan Chi-Square adalah :

1. Urutkan data pengamatan (dari besar ke kecil atau sebaliknya).

2. Kelompokkan data menjadi G sub-group, tiap-tiap sub-group minimal terdapat lima

buah data pengamatan.

3. Hitung jumlah pengamatan yang teramati di dalam tiap-tiap sub-group (Oi).

4. Hitung jumlah atau banyaknya data yang secara teoritis ada di tiap-tiap sub-group

(Ei).

5. Tiap-tiap sub-group hitung nilai :

ii EO dan i

ii

EEO 2)(

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

26

BAB II DASAR TEORI

6. Jumlah seluruh G sub-group nilai i

ii

EEO 2)( untuk menentukan nilai Chi-

Square hitung.

7. Tentukan derajat kebebasan dk = G-R-1 (nilai R=2, untuk distribusi normal dan

binomial, dan nilai R=1, untuk distribusi Poisson) (Soewarno, 1995).

Derajat kebebasan yang digunakan pada perhitungan ini adalah dengan rumus sebagai

berikut :

Dk = n – 3 ................................................................................................... (2.32)

Dimana :

Dk = derajat kebebasan

n = banyaknya data

Adapun kriteria penilaian hasilnya adalah sebagai berikut :

Apabila peluang lebih dari 5%, maka persamaan distribusi teoritis yang digunakan

dapat diterima.

Apabila peluang lebih kecil dari 1%, maka persamaan distribusi teoritis yang

digunakan tidak dapat diterima.

Apabila peluang lebih kecil dari 1%-5%, maka tidak mungkin mengambil keputusan,

misal perlu penambahan data.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

27

BAB II DASAR TEORI

Tabel 2.9 Nilai 2 kritis untuk uji kecocokan Chi-Square

dk α Derajat keprcayan

0,995 0,99 0,975 0,95 0,05 0,025 0,01 0,005

1 0,0000393 0,000157 0,000982 0,00393 3,841 5,024 6,635 7,879

2 0,0100 0,0201 0,0506 0,103 5,991 7,378 9,210 10,597

3 0,0717 0,115 0,216 0,352 7,815 9,348 11,345 12,838

4 0,207 0,297 0,484 0,711 9,488 11,143 13,277 14,860

5 0,412 0,554 0,831 1,145 11,070 12,832 15,086 16,750

6 0,676 0,872 1,237 1,635 12,592 14,449 16,812 18,548

7 0,989 1,239 1,690 2,167 14,067 16,013 18,475 20,278

8 1,344 1,646 2,180 2,733 15,507 17,535 20,090 21,955

9 1,735 2,088 2,700 3,325 16,919 19,023 21,666 23,589

10 2,156 2,558 3,247 3,940 18,307 20,483 23,209 25,188

11 2,603 3,053 3,816 4,575 19,675 21,920 24,725 26,757

12 3,074 3,571 4,404 5,226 21,026 23,337 26,217 28,300

13 3,565 4,107 5,009 5,892 22,362 24,736 27,688 29,819

14 4,075 4,660 5,629 6,571 23,685 26,119 29,141 31,319

15 4,601 5,229 6,262 7,261 24,996 27,488 30,578 32,801

16 5,142 5,812 6,908 7,962 26,296 28,845 32,000 34,267

17 5,697 6,408 7,564 8,672 27,587 30,191 33,409 35,718

18 6,265 7,015 8,231 9,390 28,869 31,526 34,805 37,156

19 6,844 7,633 8,907 10,117 30,144 32,852 36,191 38,582

20 7,434 8,260 9,591 10,851 31,41 34,170 37,566 39,997

21 8,034 8,897 10,283 11,591 32,671 35,479 38,932 41,401

22 8,643 9,542 10,982 12,338 33,924 36,781 40,289 42,796

23 9,260 10,196 11,689 13,091 36,172 38,076 41,683 44,181

24 9,886 10,856 12,401 13,848 36,415 39,364 42,980 45,558

25 10,520 11,524 13,120 14,611 37,652 40,646 44,314 46,928

26 11,160 12,198 13,844 15,379 38,885 41,923 45,642 48,290

27 11,808 12,879 14,573 16,151 40,113 43,194 46,963 49,645

28 12,461 13,565 15,308 16,928 41,337 44,461 48,278 50,993

29 13,121 14,256 16,047 17,708 42,557 45,722 49,588 52,336

30 13,787 14,953 16,791 18,493 43,773 46,979 50,892 53,672

( Sumber : Soewarno, 1995)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

28

BAB II DASAR TEORI

Uji Kecocokan Smirnov-Kolmogorof

Uji kecocokan Smirnov-Kolmogorof dilakukan dengan membandingkan probabilitas

untuk tiap-tiap variabel dari distribusi empiris dan teoritis didapat perbedaan (∆).

Perbedaan maksimum yang dihitung (∆ maks) dibandingkan dengan perbedaan kritis (∆cr)

untuk suatu derajat nyata dan banyaknya variat tertentu, maka sebaran sesuai jika

(∆maks)< (∆cr).

Rumus yang dipakai (Soewarno, 1995)

=

Cr

xi

x

PPP

max ..................................................................................................... (2.33)

Prosedur uji kecocokan Smirnov-Kolmogorof adalah :

1. Urutkan data (dari besar ke kecil atau sebaliknya) dan tentukan besarnya nilai masing-

masing data tersebut :

X1 → P(X1)

X2 → P(X2)

Xm → P(Xm)

Xn → P(Xn)

2. Tentukan nilai masing-masing peluang teoritis dari hasil penggambaran data

(persamaan distribusinya) :

X1 → P’(X1)

X2 → P’(X2)

Xm → P’(Xm)

Xn → P’(Xn)

3. Dari kedua nilai peluang tersebut, tentukan selisih terbesarnya antara peluang

pengamatan dengan peluang teoritis.

D = maksimum [ P(Xm) – P`(Xm)]

4. Berdasarkan tabel nilai kritis (Smirnov – Kolmogorof test), tentukan harga D0 (Tabel

2.10).

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

29

BAB II DASAR TEORI

Tabel 2.10 Nilai D0 kritis untuk uji kecocokan Smirnov-Kolmogorof

Jumlah data

N

α derajat kepercayaan

0,20 0,10 0,05 0,01

5 0,45 0,51 0,56 0,67

10 0,32 0,37 0,41 0,49

15 0,27 0,30 0,34 0,40

20 0,23 0,26 0,29 0,36

25 0,21 0,24 0,27 0,32

30 0,19 0,22 0,24 0,29

35 0,18 0,20 0,23 0,27

40 0,17 0,19 0,21 0,25

45 0,16 0,18 0,20 0,24

50 0,15 0,17 0,19 0,23

n>50 1,07/n 1,22/n 1,36/n 1,63/n

( Sumber : Soewarno,1995) Dimana α = derajat kepercayaan

2.2.4 Intensitas Curah Hujan

Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan waktu. Sifat umum

hujan adalah makin singkat hujan berlangsung intensitasnya cenderung makin tinggi dan

makin besar periode ulangnya makin tinggi pula intensitasnya. Analisis intesitas curah

hujan ini dapat diproses dari data curah hujan yang telah terjadi pada masa lampau.

Rumus-rumus yang dapat dipakai :

a. Menurut Dr. Mononobe

Jika data curah hujan yang ada hanya curah hujan harian. Rumus yang digunakan

(sosrodarsono, 2003) :

I = 32

24 2424

tR ......................................................................................................... (2.34)

Dimana :

I = Intensitas curah hujan (mm/jam)

t = lamanya curah hujan (jam)

R24 = curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

30

BAB II DASAR TEORI

b. Menurut Sherman

Rumus yang digunakan (Soemarto, 1999) :

I = bta ....................................................................................................................... (2.35)

log a = 2

11

2

111

2

1

))(log())(log(

))(log())log()(log())(log())(log(

n

i

n

i

n

i

n

i

n

i

n

i

ttn

titti ……......... ....... (2.36)

b = 2

11

2

111

))(log())(log(

))log()(log())(log())(log(

n

i

n

i

n

i

n

i

n

i

ttn

itnti ………………….......................... (2.37)

Dimana :

I = intensitas curah hujan (mm/jam)

t = lamanya curah hujan (menit)

a,b = konstanta yang tergantung pada lama curah hujan yang terjadi di daerah

aliran.

n = banyaknya pasangan data i dan t.

c. Menurut Talbot

Rumus yang dipakai (Soemarto, 1999) :

I = )( bt

a

.................................................................................................... (2.38)

a =

2

11

2

11

2

1

2

1

.).(

n

j

n

j

n

i

n

j

n

j

n

j

iin

itiiti ................................................................... (2.39)

b =

2

11

2

1

2

11

..)(

n

j

n

j

n

j

n

j

n

j

iin

tintii .............................................................. (2.40)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

31

BAB II DASAR TEORI

Dimana :

I = intensitas curah hujan (mm/jam)

t = lamanya curah hujan (menit)

a,b = konstanta yang tergantung pada lama curah hujan yang terjadi di daerah

aliran

n = banyaknya pasangan data i dan t

d. Menurut Ishiguro

Rumus yang digunakan (Soemarto, 1999) :

I = bt

a

.......................................................................................................... (2.41)

a =

2

11

2

11

2

1

2

1.).(

n

j

n

j

n

j

n

j

n

j

n

j

iin

itiiti............................................................. (2.42)

b =

2

11

2

1

2

11

..)(

n

j

n

j

n

j

n

j

n

j

iin

tintii.............................................................. (2.43)

Dimana :

I = intensitas curah hujan (mm/jam)

t = lamanya curah hujan (menit)

a,b = konstanta yang tergantung pada lama curah hujan yang terjadi di daerah

aliran

n = banyaknya pasangan data i dan t

2.2.5 Hujan Berpeluang Maksimum (Probable Maximum Precipitation, PMP)

PMP didefinisikan sebagai tinggi terbesar hujan dengan durasi tertentu yang secara

meteorologis dimungkinkan bagi suatu daerah pengaliran dalam suatu waktu dalam tahun,

tanpa adanya kelonggaran yang dibuat untuk trend klimatologis jangka panjang.(C.D

Soemarto, 1995). Secara teoritis dapat didefinisikan sebagai ketebalan hujan maksimum

untuk lama waktu tertentu yang secara fisik mungkin terjadi dalam suatu wilayah aliran

dalam kurun waktu tertentu (American Meteoroligical Society, 1959). Ada 2 metode

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

32

BAB II DASAR TEORI

pendekatan yang dapat digunakan untuk memperkirakan besarnya PMP (Chay Asdak,

1995), yaitu :

a. Cara Maksimisasi dan Transposisi Kejadian Hujan

Teknik maksimisasi melibatkan prakiraan batas maksimum konsentrasi kelembaman di

udara yang mengalir ke dalam atmosfer di atas suatu DAS. Pada batas maksimum tersebut,

hembusan angin akan membawa serta udara lembab ke atmosfer di atas DAS yang

bersangkutan dan batas maksimum fraksi dari aliran uap air yang akan menjadi hujan.

Perkiraan besarnya PMP di daerah dengan tipe hujan orografik terbatas biasanya

dilakukan dengan cara maksimisasi dan transposisi hujan yang sesungguhnya. Sementara

di daerah dengan pengaruh hujan orografik kuat, kejadian hujan yang dihasilkan dari

simulasi model lebih banyak dimanfaatkan untuk prosedur maksimisasi untuk kejadian

hujan jangka panjang yang meliputi wilayah luas. (Weisner, 1970)

b. Cara Analisis Statistika untuk kejadian hujan ekstrim

Hersfield mengajukan rumus yang didasarkan atas persamaan frekuensi umum,

dikembangkan oleh Chow (1951) dalam Ward dan Robinson (1990). Rumus ini

mengaitkan antara besarnya PMP untuk lama waktu hujan tertentu terhadap nilai tengah

(Xn) dan standar deviasi (Sn).

SnKmXnPMP . ……………………………………………………………… (2.44)

Dimana :

PMP = Probable Maximum Precipitation

Km = faktor pengali terhadap standar deviasi

Xn = nilai tengah (mean) data hujan maksimum tahunan

Sn = standar deviasi data hujan maksimum tahunan

Km = faktor pengali terhadap standar deviasi

Besarnya parameter Km biasanya ditentukan 20, namun dilapangan umumnya bervariasi

tergantung nilai tengah data hujan maksimum tahunan (Xn) dan lama waktu hujan.

Keuntungan teknik ini mudah dalam pemakaiannya dan didasarkan pada pencatatan data

hujan di lapangan, sedangkan kekurangannya adalah teknik PMP memerlukan data hujan

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

33

BAB II DASAR TEORI

yang berjangka panjang dan besarnya Km juga ditentukan oleh faktor lain selain nilai

tengah data hujan tahunan maksimum dan lama waktunya hujan. Besarnya PMP untuk

perencanaan embung adalah PMP/3, sedangkan untuk perencanaan DAM sama dengan

besarnya PMP.

2.2.6 Banjir Berpeluang Maksimum (Probable Maximum Precipitation, PMF)

Besaran debit maksimum yang masih dipikirkan yang ditimbulkan oleh semua faktor

meteorologis yang terburuk akibatnya debit yang diperoleh menjadi sangat besar dan

berarti bangunan menjadi sangat mahal. Oleh sebab itu cara ini umumnya hanya untuk

digunakan pada bagian bangunan yang sangat penting dan kegagalan fungsional ini dapat

mengakibatkan hal-hal yang sangat membahayakan, misal pada bangunan pelimpah

(spillway) pada sebuah embung. Apabila data debit tidak tersedia maka probable

Maximum Precipitation (PMP) dapat didekati dengan memasukkan data tersebut kedalam

model. Konsep ini muncul diawali oleh ketidakyakinan analisis bahwa suatu rancangan

yang didasarkan pada suatu analisis frekuensi akan betul-betul aman, meskipun hasil

analisis frekuensi selama ini dianggap yang terbaik dibandingkan dengan besaran lain

yang diturunkan dari model, akan tetapi keselamatan manusia ikut tersangkut, maka

analisis tersebut dipandang belum mencukupi. Apapun alasannya keselamatan manusia

harus diletakkan urutan ke atas. (Sri Harto, 1993)

2.2.7 Debit Banjir Rencana

Untuk mencari debit banjir rencana dapat digunakan beberapa metode diantaranya

hubungan empiris antara curah hujan dengan limpasan. Metode ini paling banyak di

kembangkan sehingga didapat beberapa rumus, diantaranya adalah :

2.2.7.1 Metode Der Weduwen

Metode Der Weduwen digunakan untuk luas DAS ≤ 100 km2 dan t = 1/6 jam sampai

12 jam digunakan rumus (Loebis, 1987) :

AqQt n.. .................................................................................................. (2.45)

25,0125,025,0 ILQt t ..................................................................................... (2.46)

AAtt

120

))9)(1((120 ............................................................................... (2.47)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

34

BAB II DASAR TEORI

45,165,67

240

tR

q nn ............................................................................................. (2.48)

71,41

nq

................................................................................................ (2.49)

Dimana :

Qt = Debit banjir rencana (m3/det)

Rn = Curah hujan maksimum (mm/hari) dengan kemungkinan tak

terpenuhi n%

= Koefisien pengaliran atau limpasan (run off) air hujan

= Koefisien pengurangan daerah untuk curah hujan DAS

q n = Debit persatuan luas atau curah hujan dari hasil perhitungan Rn

(m3/det.km2)

t = Waktu konsentrasi (jam)

A = Luas daerah pengaliran (km2) sampai 100 km2

L = Panjang sungai (km)

I = Gradien sungai atau medan

2.2.7.2 Metode Haspers

Untuk menghitung besarnya debit dengan metode Haspers digunakan persamaan

sebagai berikut (Loebis, 1987) :

AqQt n.. ...................................................................................................... (2.50)

Koefisien Run Off ( )

7.0

7.0

75.01012.01

ff

............................................................................................... (2.51)

Koefisien Reduksi ( )

1215

107.311 4/3

2

4.0 fxt

xt t

............................................................................. (2.52)

Waktu konsentrasi ( t )

t = 0.1 L0.8 I-0.3................................................................................................... (2.53)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

35

BAB II DASAR TEORI

Dimana :

f = luas ellips yang mengelilingi DPS dengan sumbu panjang tidak lebih

dari 1,5 kali sumbu pendek (km 2 )

t = waktu konsentrasi (jam)

L = Panjang sungai (Km)

I = kemiringan rata-rata sungai

Intensitas Hujan

Untuk t < 2 jam

2)2)(24260(0008.0124

tRttRRt

....................................................... (2.54)

Untuk 2 jam t <19 jam

1

24

ttRRt ....................................................................................................... (2.55)

Untuk 19 jam t 30 jam

124707.0 tRRt ..................................................................................... (2.56)

dimana t dalam jam dan Rt, R24 (mm)

Hujan maksimum ( q n )

t

Rnqn

6,3 ....................................................................................................... (2.57)

Dimana :

t = Waktu konsentrasi (jam)

Qt = Debit banjir rencana (m3/det)

Rn = Curah hujan maksimum (mm/hari)

q n = Debit persatuan luas (m3/det.km2)

Adapun langkah-langkah dalam menghitung debit puncaknya adalah sebagai berikut

(Loebis, 1987) :

a. Menentukan besarnya curah hujan sehari (Rh rencana) untuk periode ulang

rencana yang dipilih.

b. Menentukan koefisien run off untuk daerah aliran sungai.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

36

BAB II DASAR TEORI

c. Menghitung luas daerah pengaliran, panjang sungai dan gradien sungai untuk

DAS.

d. Menghitung nilai waktu konsentrasi.

e. Menghitung koefisien reduksi, intensitas hujan, debit persatuan luas dan debit

rencana.

2.2.7.3 Metode FSR Jawa dan Sumatra

Pada tahun 1982-1983, IOH (Institute of Hydrology), Wallingford, Oxon, Inggris

bersama-sama dengan DPMA (Direktorat Penyelidikan Masalah Air) telah

melaksanakan penelitian untuk menghitung debit puncak banjir yang diharapkan

terjadi pada peluang atau periode ulang tertentu berdasarkan ketersediaan data debit

banjir dengan cara analisis statistik untuk Jawa dan Sumatra. Untuk mendapatkan

debit banjir puncak banjir pada periode ulang tertentu, maka dapat dikelompokkan

menjadi dua tahap perhitungan, yaitu :

1. Perhitungan debit puncak banjir tahunan rata-rata (mean annual flood = MAF)

2. Penggunaan faktor pembesar (Growth factor = GF) terhadap nilai MAF untuk

menghitung debit puncak banjir sesuai dengan periode ulang yang diinginkan.

Perkiraan debit puncak banjir tahunan rata-rata, berdasarkan ketersediaan data dari

suatu DPS, dengan ketentuan :

1. Apabila tersedia data debit, minimal 10 tahun data runtut waktu maka, MAF

dihitung berdasarkan data serial debit puncak banjir tahunan.

2. Apabila tersedia data debit kurang dari 10 tahun data runtut waktu, maka MAF

dihitung berdasarkan metode puncak banjir di atas ambang (Peak over a

threshold = POT).

3. Apabila dari DPS tersebut, belum tersedia data debit, maka MAF ditentukan

dengan persamaan regresi, berdasarkan data luas DPS (AREA), rata-rata tahunan

dari curah hujan terbesar dalam satu hari (APBAR), kemiringan sungai (SIMS),

dan indeks dari luas genangan seperti luas danau, genangan air, waduk (LAKE).

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

37

BAB II DASAR TEORI

QT = GF.(T.AREA) x MAF (m3/dtk)....................................................... (2.58)

MAF = 85.0117.0445.26 )1()()(

108 LAKExxSIMSAPBARxAREA V ......................... (2.59)

V = 1.02 - 0.0275. log(AREA)............................................................. (2.60)

SIMS = MSL

H (m/km)............................................................................... (2.61)

APBAR = PBAR x ARF (mm)........................................................................ (2.62)

Dimana :

AREA = Luas DAS.(km2)

PBAR = Hujan terpusat rerata maksimum tahunan selama 24 jam. (mm),

dicari dari peta isohyet.

APBAR = Hujan rerata maksimum tahunan yang mewakili DAS selama 24

jam.(mm)

ARF = Faktor reduksi.

MSL = Jarak terjauh dari tempat pengamatan sampai hulu sungai.(Km)

SIMS = Indek kemiringan

LAKE = Index danau ( 0 s/d 0.25).

MAF = Debit rerata maximum tahunan.(m3/dtk)

QT = Debit rancangan. (m3/dtk)

GF = Growth faktor

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

38

BAB II DASAR TEORI

Tabel 2.11 Growth Faktor (GF)

Periode Luas DAS (Km2) Ulang <160 300 600 900 1200 >1500

5 10 20 50

100 200 500

1000

1.26 1.56 1.88 2.35 2.75 3.27 4.01 4.68

1.27 1.54 1.88 2.30 2.72 3.20 3.92 4.58

1.24 1.48 1.75 2.18 2.57 3.01 3.70 4.32

1.22 1.44 1.70 2.10 2.47 2.89 3.56 4.16

1.19 1.41 1.64 2.03 2.67 2.78 3.41 4.01

1.17 1.37 1.59 1.95 2.27 2.66 3.27 3.85

(Sumber : Joesron Loebis,1987)

2.2.7.4 Hidrograf Satuan Sintetik GAMA I

Cara ini dipakai sebagai upaya memperoleh hidrograf satuan suatu DAS yang belum

pernah diukur. Dengan pengertian lain tidak tersedia data pengukuran debit maupun

data AWLR (Automatic Water Level Recorder) pada suatu tempat tertentu dalam

sebuah DAS yang tidak ada stasiun hidrometernya (Soemarto, 1999). Cara ini

dikembangkan oleh Synder pada tahun 1938 yang memanfaatkan parameter DAS

untuk memperoleh hidrograf satuan sintetik. Hal tersebut didasarkan pada pemikiran

bahwa pengalihragaman hujan menjadi aliran baik pengaruh translasi maupun

tampungannya dapat dijelaskan dipengaruhi oleh sistem DAS-nya. Hidrograf satuan

Sintetik Gama I dibentuk oleh empat variabel pokok yaitu waktu naik (TR), debit

puncak (Qp), waktu dasar (TB) dan koefisien tampungan (k) (Sri Harto,1993).

Kurva naik merupakan garis lurus, sedangkan kurva turun dibentuk oleh persamaan

sebagai berikut :

kt

eQpQt ................................................................................................... (2.63)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

39

BAB II DASAR TEORI

Gambar 2.4 Sketsa Hidrograf satuan sintetik Gama I

Dimana :

Qt = debit yang diukur dalam jam ke-t sesudah debit puncak dalam

(m³/det)

Qp = debit puncak dalam (m³/det)

T = waktu yang diukur dari saat terjadinya debit puncak (jam)

K = koefisien tampungan dalam jam

Waktu naik (TR)

2775,10665,1.100

43,03

SIM

SFLTR …...................................................... (2.64)

Dimana :

TR = waktu naik (jam)

L = panjang sungai (km)

SF = faktor sumber yaitu perbandingan antara jumlah panjang sungai

tingkat I dengan panjang sungai semua tingkat

SIM = faktor simetri ditetapkan sebagai hasil kali antara faktor lebar (WF)

dengan luas relatif DAS sebelah hulu (RUA)

WF = faktor lebar adalah perbandingan antara lebar DAS yang diukur dari

titik di sungai yang berjarak 0,75 L dan lebar DAS yang diukur dari

titik yang berjarak 0,25 L dari tempat pengukuran, lihat Gambar 2.4

(-t/k)

TR

Tb

Qt = Qp.e

Qp

t

t

tpt

tr T

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

40

BAB II DASAR TEORI

Debit puncak (QP)

5886,04008,05886,0 ..1836,0 JNTRAQp ..................................... ..................... (2.65)

Dimana :

Qp = debit puncak (m3/det)

JN = jumlah pertemuan sungai yaitu jumlah seluruh pertemuan sungai di

dalam DAS

TR = waktu naik (jam)

A = luas DAS (km2).

Waktu dasar (TB)

2574,07344,00986,01457,04132,27 RUASNSTRTB .................................................................... (2.66)

Dimana :

TB = waktu dasar (jam)

TR = waktu naik (jam)

S = landai sungai rata-rata

SN = nilai sumber adalah perbandingan antara jumlah segmen sungai-

sungai tingkat 1(satu) dengan jumlah sungai semua tingkat untuk

penetapan tingkat sungai

RUA = luas DAS sebelah hulu (km2), yaitu perbandingan antara luas DAS

yang diukur di hulu garis yang ditarik tegak lurus garis hubung antara

stasiun hidrometri dengan titik yang paling dekat dengan titik berat

DAS (Au), dengan luas seluruh DAS, lihat Gambar 2.6.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

41

BAB II DASAR TEORI

Gambar 2.5 Sketsa Penetapan WF

Gambar 2.6 Sketsa Penetapan RUA

Dimana :

WU = Lebar DAS diukur di titik sungai berjarak 0,75 L dari titik kontrol

(km)

WL = Lebar DAS diukur di titik sungai berjarak 0,25 L dari titik kontrol

(km)

A = Luas Daerah Aliran Sungai (km2)

AU = Luas Daerah Aliran Sungai di hulu garis yang ditarik tegak lurus

garis hubung antara titik kontrol dengan titik dalam sungai, dekat

titik berat DAS (km2)

X

WL

A

B

WU

X-A=0,25L X-B=0,75L WF=WU/WL

RUA=Au/A

Au

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

42

BAB II DASAR TEORI

H = Beda tinggi antar titik terjauh sungai dengan titik kontrol (m)

WF = WU/ WL

RUA = AU /DAS

SN = Jml L1/L

= Nilai banding antara jumlah segmen sungai tingkat satu dengan

jumlah segmen sungai semua tingkat

= Kerapatan jaringan = Nilai banding panjang sungai dan luas DAS

JN = Jumlah pertemuan anak sungai didalam DAS

Koefisien tampungan(k) 0452,00897,11446,01798,0 D.SF.S.A.5617,0k ............................................................ (2.67)

Dimana :

A = Luas Daerah Aliran Sungai (km2)

S = Kemiringan Rata-rata sungai diukur dari titik kontrol

SF = Faktor sumber yaitu nilai banding antara panjang sungai tingkat satu

dan jumlah panjang sungai semua tingkat

D = Jml L/DAS

Dalam pemakaian cara ini masih ada hal-hal lain yang perlu diperhatikan, di

antaranya sebagai berikut :

1. Penetapan hujan efektif untuk memperoleh hidrograf dilakukan dengan

menggunakan indeks-infiltrasi. Ø index adalah menunjukkan laju kehilangan air

hujan akibat depresion storage, inflitrasi dan sebagainya. Untuk memperoleh

indeks ini agak sulit, untuk itu dipergunakan pendekatan tertentu (Barnes, 1959).

Perkiraan dilakukan dengan mempertimbangkan pengaruh parameter DAS yang

secara hidrologi dapat diketahui pengaruhnya terhadap indeks infiltrasi (Sri Harto,

1993):

Persamaan pendekatannya adalah sebagai berikut :

= 41326 )/(106985,1.10859,34903,10 SNAxAx ................................... (2.68)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

43

BAB II DASAR TEORI

2. Untuk memperkirakan aliran dasar digunakan persamaan pendekatan berikut ini.

Persamaan ini merupakan pendekatan untuk aliran dasar yang tetap, besarnya dapat

dihitung dengan rumus :

Qb = 9430,06444,04751,0 DA .......................................................................... (2.69)

Dimana :

Qb = aliran dasar

A = luas DAS (km²)

D = kerapatan jaringan kuras (drainage density) atau indeks kerapatan

sungai yaitu perbandingan jumlah panjang sungai semua tingkat

dibagi dengan luas DAS

2.2.7.5 Model HEC-HMS

HEC-HMS adalah software yang dikembangkan oleh U.S Army Corps of Engineering.

Software ini digunakan untuk analisis hidrologi dengan mensimulasikan proses curah

hujan dan limpasan langsung (run off) dari sebuah wilayah sungai. HEC-HMS di

desain untuk bisa diaplikasikan dalam area geografik yang sangat luas untuk

menyelesaikan masalah, meliputi suplai air daerah pengaliran sungai, hidrologi banjir

dan limpasan air di daerah kota kecil ataupun kawasan tangkapan air alami. Hidrograf

satuan yang dihasilkan dapat digunakan langsung ataupun digabungkan dengan

software lain yang digunakan dalam ketersediaan air, drainase perkotaan, ramalan

dampak urbanisasi, desain pelimpah, pengurangan kerusakan banjir, regulasi

penanganan banjir dan sistem operasi hidrologi (U.S Army Corps of Engineering,

2001). Model HEC – HMS dapat memberikan simulasi hidrologi dari puncak aliran

harian untuk perhitungan debit banjir rencana dari suatu DAS (Daerah Aliran

Sungai). Model HEC-HMS mengemas berbagai macam metode yang digunakan

dalam analisis hidrologi. Dalam pengoperasiannya menggunakan basis sistem

windows, sehingga model ini menjadi mudah dipelajari dan mudah untuk digunakan,

tetapi tetap dilakukan dengan pendalaman dan pemahaman dengan model yang

digunakan. Di dalam model HEC-HMS mengangkat teori klasik hidrograf satuan

untuk digunakan dalam permodelannya, antara lain hidrograf satuan sintetik Synder,

Clark, SCS, ataupun kita dapat mengembangkan hidrograf satuan lain dengan

menggunakan fasilitas user define hydrograph (U.S Army Corps of Engineering,

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

44

BAB II DASAR TEORI

2001). Sedangkan untuk menyelesaikan analisis hidrologi ini, digunakan hidrograf

satuan sintetik dari SCS (soil conservation service) dengan menganalisis beberapa

parameternya, maka hidrograf ini dapat disesuaikan dengan kondisi di Pulau Jawa.

2.2.8 Analisis Debit Andalan

Debit andalan merupakan debit minimal yang sudah ditentukan yang dapat dipakai untuk

memenuhi kebutuhan air. Perhitungan ini menggunakan cara analisis water balance dari

Dr. F.J Mock berdasarkan data cuarah hujan bulanan, jumlah hari hujan, evapotranspirasi

dan karakteristik hidrologi daerah pengaliran. Prinsip perhitungan ini adalah bahwa hujan

yang jatuh diatas tanah (presipitasi) sebagian akan hilang karena penguapan (evaporasi),

sebagian akan hilang menjadi aliran permukaan (direct run off) dan sebagian akan masuk

tanah (infiltrasi). Infiltrasi mula-mula menjenuhkan permukaaan (top soil) yang kemudian

menjadi perkolasi dan akhirnya keluar ke sungai sebagai base flow. Perhitungan debit

andalan meliputi :

a. Data Curah Hujan

R20 = curah hujan bulanan

N = jumlah hari hujan

b. Evapotranspirasi

Evapotranspirasi terbatas dihitung dari evapotranpirasi potensial Metode Penman,

dE/Eto = (m/20) x (18-n) ............................................................................... (2.70)

dE = (m/20) x (18-n) x Eto ....................................................... ......... (2.71)

Etl = Eto – dE ........................................................................................ (2.72)

Dimana :

dE = selisih evapotranspirasi potensial dan evapotranspirasi

terbatas.

Eto = evapotranspirasi potensial.

Etl = evapotranspirasi terbatas.

m = prosentase lahan yang tidak ditutupi vegetasi.

= 10 - 40 % untuk lahan yang tererosi.

= 30 – 50 % untuk lahan pertanian yang diolah.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

45

BAB II DASAR TEORI

c. Keseimbangan Air pada Permukaan Tanah

Rumus mengenai air hujan yang mencapai permukaan tanah.

S = Rs – Etl ...................................................................................... (2.73)

SMC(n) = SMC(n-1) + IS(n) .......................................................................... (2.74)

WS = S – IS ..................................................................................... (2.75)

Dimana :

S = kandungan air tanah.

Rs = curah hujan bulanan.

Etl = evapotranspirasi terbatas.

IS = tampungan awal / soil storage (mm)

IS (n) = tampungan awal / soil storage moisture (mm) di ambil antara 50-

250 mm.

SMC(n) = kelembaman tanah bulan ke-n.

SMC(n-1) = kelembaman tanah bulan ke- (n-1)

WS = water suplus / volume air bersih.

d. Limpasan (run off) dan tampungan air tanah (ground water storage)

V (n) = k.V (n-1) + 0,5 (l-k).I(n) ............................................................ (2.76)

dVn = V (n) – V (n-1) ........................................................................... (2.77)

Dimana :

V (n) = volume air bulan ke-n

V (n-1) = volume air tanah bulan ke-(n-1)

k = faktor resesi aliran tanah diambil antara 0 – 0,1

I = koefisien infiltrasi diambil antara 0 – 1,0

Harga k yang tinggi akan memberikan resesi lambat seperti kondisi geologi lapisan bawah

yang lulus air. Koefisien infiltrasi ditaksir berdasarkan kondisi porositas tanah dan

kemiringan lahan. Lahan porus mempunyai infiltrasi yang lebih tinggi dibandingkan tanah

lempung berat. Lahan yang terjal menyebabkan air tidak sempat berinfiltrasi ke dalam

tanah sehingga koefisien infiltrasi akan kecil.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

46

BAB II DASAR TEORI

e. Aliran Sungai

Aliran dasar = infiltasi – perubahan volume air dalam tanah.

B (n) = I – dV (n) ………………………………………………. …….... (2.78)

Aliran permukaan = volume air lebih – infiltrasi.

D (ro) = WS – I …………………………………………………… ………… (2.79)

Aliran sungai = aliran permukaan + aliran dasar

Run off = D (ro) + B (n) ………………………………………………. (2.80)

Debit = xluasDASdtksatubulanaialiransung

)( ……………………………… (2.81)

2.2.9 Analisis Sedimen

2.2.9.1 Tinjauan Umum

Pendekatan terbaik untuk menghitung laju sedimentasi adalah dengan pengukuran

sedimen transpor (transport sediment) di lokasi tapak embung. Namun karena

pekerjaan tersebut belum pernah dilakukan, maka estimasi sedimentasi dilakukan

pendekatan secara empiris. Perkiraan laju sedimentasi dalam studi ini dimaksudkan

untuk memperoleh angka sedimentasi dalam satuan m3/tahun, guna memberikan

perkiraan angka yang lebih pasti untuk penentuan ruang sedimen.

2.2.9.2 Laju Erosi dan Sediment Yield Metode USLE

memperkirakan laju sedimentasi digunakan metode Wischmeier dan Smith. Metode

ini akan menghasilkan perkiraan besarnya erosi gross. Untuk menetapkan besarnya

sedimen yang sampai di lokasi embung, erosi gross akan dikalikan dengan ratio

pelepasan sedimen (sediment delivery ratio). Metode ini atau lebih dikenal metode

USLE (universal soil losses equation) yang telah diteliti lebih lanjut jenis tanah dan

kondisi di indonesia oleh Balai Penelitian Tanah Bogor. Perhitungan perkiraan laju

sedimentasi meliputi :

1. Erosivitas Hujan

Penyebab utama erosi tanah adalah pengaruh pukulan air hujan pada tanah. Hujan

menyebabkan erosi tanah melalui dua jalan, yaitu pelepasan butiran tanah oleh

pukulan air hujan pada permukaan tanah dan kontribusi hujan terhadap aliran. Pada

metode USLE, prakiraan besarnya erosi dalam kurun waktu per tahun (tahunan), dan

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

47

BAB II DASAR TEORI

dengan demikian, angka rata-rata faktor R dihitung dari data curah hujan tahunan

sebanyak mungkin dengan menggunakan persamaan :

n

i

XEIR1

100/ ........................................................................................ (2.82)

Dimana :

R = erosivitas hujan rata-rata tahunan

n = jumlah kejadian hujan dalam kurun waktu satu tahun (musim hujan)

X = jumlah tahun atau musim hujan yang digunakan sebagai dasar

Perhitungan

Besarnya EI proporsional dengan curah hujan total untuk kejadian hujan dikalikan

dengan intensitas hujan maksimum 30 menit. Faktor erosivitas hujan didefinisikan

sebagai jumlah satuan indeks erosi hujan dalam setahun. Nilai R yang merupakan

daya rusak hujan dapat ditentukan dengan persamaan yang dilaporkan Bols (1978)

dengan menggunakan data curah hujan bulanan di 47 stasiun penakar hujan di Pulau

Jawa dan Madura yang dikumpulkan selama 38 tahun. Persamaannya sebagai berikut

(Asdak, 2002) :

n

i XEIR

1

30 ............................................................................ ................... (2.83)

526,0

max474,0211,1

30 ..119,6 PNPEI b ............................................................ (2.84)

Dimana :

R = indeks erosivitas hujan (KJ/ha/tahun)

n = jumlah kejadian hujan dalam kurun waktu satu tahun

30EI = indeks erosi bulanan (KJ/ha)

X = jumlah tahun yang digunakan sebagai dasar perhitungan

bP = curah hujan rata-rata tahunan(cm)

N = jumlah hari hujan rata-rata per tahun

maxP = curah hujan maksimum harian rata-rata (dalam 24 jam) per bulan

untuk kurun waktu satu tahun

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

48

BAB II DASAR TEORI

2. Erodibilitas Tanah (K)

Faktor erodibilitas tanah (K) merupakan tingkat rembesan suatu tanah yang tererosi

akibat curah hujan. Tanah yang mudah tererosi pada saat dipukul oleh butir-butir

hujan mempunyai erodibilitas tinggi dan dapat dipelajari hanya kalau terjadi erosi.

Erodibilitas dari berbagai macam tanah hanya dapat diukur dan dibandingkan pada

saat terjadi hujan. Besarnya erodibilitas tergantung pada topografi, kemiringan lereng,

kemiringan permukaan tanah, kecepatan penggerusan (scour velocity), besarnya

gangguan oleh manusia dan juga ditentukan oleh karakteristik tanah seperti tekstur

tanah, stabilitas agregat tanah, kapasitas infiltrasi, dan kandungan organik dan kimia

tanah. Tanah yang mempunyai erodibilitas tinggi akan tererosi lebih cepat

dibandingkan dengan tanah yang mempunyai erodibilitas rendah, dengan intensitas

hujan yang sama. Juga tanah yang mudah dipisahkan (dispersive) akan tererosi lebih

cepat daripada tanah yang terikat (flocculated). Erodibilitas tanah dapat dinilai

berdasarkan sifat-sifat fisik tanah sebagai berikut :

a. Tekstur tanah yang meliputi :

fraksi debu (ukuran 2 – 50 µ m)

fraksi pasir sangat halus (50 – 100 µ m)

fraksi pasir (100 – 2000 µ m)

c. Kadar bahan organik yang dinyatakan dalam %.

c. Permeabilitas yang dinyatakan sebagai berikut :

sangat lambat (< 0,12 cm/jam)

lambat (0,125 – 0,5 cm/jam)

agak lambat (0,5 – 2,0 cm/jam)

sedang (2,0 – 6,25 cm/jam)

agak cepat (6,25 – 12,25 cm/jam)

cepat (> 12,5 cm/jam)

d. Struktur dinyatakan sebagai berikut :

granular sangat halus : tanah liat berdebu

granular halus : tanah liat berpasir

granular sedang : lempung berdebu

granular kasar : lempung berpasir

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

49

BAB II DASAR TEORI

3. Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng

Proses erosi dapat terjadi pada lahan dengan kemiringan lebih besar dari 2 %. Derajat

kemiringan lereng sangat penting, karena kecepatan air dan kemampuan untuk

memecah/melepas dan mengangkut partikel-partikel tanah tersebut akan bertambah

besar secara eksponensial dari sudut kemiringan lereng. Secara matematis dapat

ditulis : Kehilangan tanah = c. Sk

Dimana :

C = konsatanta

K = konsatanta

S = kemiringan lereng (%)

Sudah ada kondisi tanah yang sudah dibajak tetapi tidak ditanami, eksponen K

berkisar antara 1,1 s/d 1,2. Menurut Weischmer menyatakan bahawa nilai faktor LS

dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

a. Untuk kemiringan lereng lebih kecil 20 % :

)076,053,076,0(100

2SxLLS ............................................................... (2.85)

Dalam sistem metrik rumus :

)138,0965,036,1(100

2SSxLLS ................................................. .......... (2.86)

b. Untuk kemiringan lereng lebih besar dari 20 % 4,16,0

91,22

SxLLS ................................................................................ (2.87)

Dimana :

L = panjang lereng (m)

S = Kemiringan lereng (%)

Nilai faktor LS sama dengan 1 jika panjang lereng 22 meter dan kemiringan

lereng 9 %. Panjang lereng dapat diukur pada peta topografi, tetapi untuk

menentukan batas awal dan ujung dari lereng mengalami kesukaran. Atas dasar

pengertian bahwa erosi dapat terjadi dengan adanya run off (overland flow), maka

panjang lereng dapat diartikan sebagai panjang lereng overland flow.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

50

BAB II DASAR TEORI

4. Faktor Penutup Lahan (C)

Faktor C merupakan faktor yang menunjukan keseluruhan pengaruh dari faktor

vegetasi, seresah, kondisi permukaan tanah, dan pengelolaan lahan terhadap besarnya

tanah yang hilang (erosi). Faktor ini mengukur kombinasi pengaruh tanaman dan

pengelolaannya. Besar nilai C pada penelitian ini diambil dengan melakukan

perhitungan prosentase luas dari tiap jenis pengelolaan tanaman yang ada pada tiap

sub DAS. Nilai C yang diambil adalah nilai C rata - rata dari berbagi jenis

pengelolaan tanaman dalam satu sub DAS, dikaitkan dengan prosentase luasannya.

Adapun bentuk matematis dari perhitungan nilai C rata-rata tiap sub DAS adalah:

n

ii

n

iii

A

CADASC

1

1)(

.................................................................…..... (2.88)

Untuk suatu sub DAS yang memiliki komposisi tata guna lahan/ vegetasi tanaman

yang cenderung homogen, maka nilai C dari tata guna lahan/ vegetasi yang dominan

tersebut akan diambil sebagai nilai C rata – rata.

5. Pendugaan Laju Erosi Potensial (E-Pot)

Erosi potensial adalah erosi maksimum yang mungkin terjadi di suatu tempat dengan

keadaan permukaan tanah gundul sempurna, sehingga terjadinya proses erosi hanya

disebabkan oleh faktor alam (tanpa keterlibatan manusia, tumbuhan, dan sebagainya),

yaitu iklim, khususnya curah hujan, sifat-sifat internal tanah dan keadaan topografi

tanah. Pendugaan erosi potensial dapat dihitung dengan pendekatan rumus berikut :

E-Pot = R x K x LS x A ............................................................................. (2.89)

Dimana :

E-Pot = erosi potensial (ton/tahun)

R = indeks erosivitas hujan

K = erodibilitas tanah

LS = faktor panjang dan kemiringan lereng

A = luas daerah aliran sungai (ha)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

51

BAB II DASAR TEORI

6. Pendugaan Laju Erosi Aktual (E-Akt)

Erosi aktual terjadi karena adanya campur tangan manusia dalam kegiatannya sehari-

hari, misalnya pengolahan tanah untuk pertanian dan adanya unsur-unsur penutup

tanah. Penutupan permukaan tanah gundul dengan tanaman akan memperkecil

terjadinya erosi, sehingga dapat dikatakan bahwa laju erosi aktual selalu lebih kecil

dari pada laju erosi potensial. Ini berarti bahwa adanya keterlibatan manusia akan

memperkecil laju erosi potensial. Dapat dikatakan bahwa erosi aktual adalah hasil

ganda antara erosi potensial dengan pola penggunaan lahan tertentu, sehingga dapat

dihitung dengan rumus berikut:

E-Akt = E - Pot x C x P ................................................................,,,,,..... .......... (2.90)

Dimana : E-Akt = erosi aktual di DAS (ton/ha/tahun)

E-Pot = erosi potensial (ton/ha/th)

C = faktor penutup lahan

P = faktor konservasi tanah

7. Pendugaan Laju Sedimentasi Potensial

Sedimentasi potensial adalah proses pengangkutan sedimen hasil dari proses erosi

potensial untuk diendapkan di jaringan irigasi dan lahan persawahan atau tempat-

tempat tertentu. Tidak semua sedimen yang dihasilkan erosi aktual menjadi sedimen,

hanya sebagian kecil material sedimen yang tererosi di lahan (DAS) mencapai outlet

basin tersebut atau sungai atau saluran terdekat. Perbandingan antara sedimen yang

terukur di outlet dan erosi di lahan biasa disebut nisbah pengangkutan sedimen atau

Sedimen Delivery Ratio (SDR). Sedimen yang dihasilkan erosi aktual pun tidak

semuanya menjadi sedimen, hal ini tergantung dari perbandingan antara volume

sedimen hasil erosi aktual yang mampu mencapai aliran sungai dengan volume

sedimen yang bisa diendapkan dari lahan di atasnya (SDR). Nilai SDR tergantung dari

luas DAS, yang erat hubungannya dengan pola penggunaan lahan. Nilai SDR dihitung

dengan persamaan sebagai berikut:

SDR = 2018,02018,0

8683,0)50(2

)8683,01(

A

nSAS

........................................ (2.91)

Dimana :

SDR = rasio pelepasan sedimen, nilainya 0 < SDR < 1

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

52

BAB II DASAR TEORI

A = luas DAS (ha)

S = kemiringan lereng rata-rata permukaan DAS (%)

n = koefisien kekasaran Manning

Pendugaan laju sedimentasi potensial yang terjadi di suatu DAS dihitung dengan

persamaan Weischmeier dan Smith, 1958 sebagai berikut :

S-Pot = E-Akt x SDR............................................................................................... (2.92)

Dimana :

SDR = Sedimen Delivery Ratio

S-Pot = sedimentasi potensial

E-Akt = erosi aktual (erosi yang tejadi

2.3 Analisis Kebutuhan Air Baku

2.3.1 Standar Kebutuhan Air Baku

Kebutuhan air baku disini dititik beratkan pada penyediaan air baku untuk diolah menjadi

air bersih. Standar kebutuhan air ada 2 (dua) macam yaitu : (Ditjen Cipta Karya, 2000)

a. Standar Kebutuhan Air Domestik

Standar kebutuhan air domestik yaitu kebutuhan air yang digunakan pada tempat-tempat

hunian pribadi untuk memenuhi keperluan sehari-hari : memasak, minum, mencuci dan

keperluan rumah tangga lainnya. Satuan yang dipakai liter/orang/hari.

b. Standar Kebutuhan Air Non Domestik

Standar kebutuhan air non domestik adalah kebutuhan air bersih diluar keperluan rumah

tangga, antara lain :

1. Pengguna komersil dan industri

Yaitu pengguna air oleh badan-badan komersil dan industri.

2. Pengguna umum

Yaitu pengguna air untuk bangunan-bangunan pemerintah, rumah sakit dan tempat-

tempat, ibadah.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

53

BAB II DASAR TEORI

Kebutuhan air non domestik untuk kota dapat dibagi dalam beberapa kategori antara lain :

(Ditjen Cipta Karya, 2000)

Kota kategori I (metro)

Kota kategori II (kota besar)

Kota kategori III (kota sedang)

Kota kategori IV (kota kecil)

Kota kategori V (desa)

Tabel 2.12 Kategori Kebutuhan Air Non Domestik

No URAIAN

KATEGORI KOTA BERDASARKAN JUMLAH JIWA

>1.000.000 500.000

S/D

1.000.000

100.000

S/D

500.000

20.000

S/D

100.000

<20.000

METRO BESAR SEDANG KECIL DESA

1 Konsumsi unit sambungan rumah (SR)

l/o/h

190 170 130 100 80

2 Konsumsi unit hidran umum (HU) l/o/h 30 30 30 30 30

3 Konsumsi unit non domestic l/o/h (%) 20-30 20-30 20-30 20-30 20-30

4 Kehilangan air (%) 20-30 20-30 20-30 20-30 20-30

5 Factor hari maksimum 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2

6 Factor jam puncak 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5

7 Jumlah per SR 5 5 5 5 5

8 Jumlah jiwa per HU 100 100 100 100 100

9 Sisa tekan di penyediaan distribusi

(mka)

10 10 10 10 10

10 Jam operasi 24 24 24 24 24

11 Volume reservoir (%max day demand) 20 20 20 20 20

12 SR:HR 50:50

S/D

80:20

50:50

S/D

80:20

80:20 70:30 70:30

13 Cakupan pelayanan(%) *)90 90 90 90 **)70

*) 60 % perpipanan, 30 % non perpipanan (sumber : Ditjen Cipta Karya, tahun 2000)

**) 25 % perpipanan, 45 % non perpipanan

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

54

BAB II DASAR TEORI

Kebutuhan air bersih non domestik untuk kategori I sampai dengan V dan beberapa sektor

lain adalah sebagai berikut: Tabel 2.13 Kebutuhan air non domestik kota kategori I,II,II dan IV

No SEKTOR NILAI SATUAN

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

Sekolah

Rumah sakit

Puskesmas

Masjid

Kantor

Pasar

Hotel

Rumah makan

Kompleks militer

Kawasan industri

Kawasan pariwisata

10

200

2000

3000

10

12000

150

100

60

0,2-0,8

0,1-0,3

Liter/murid/hari

Liter/bed/hari

Liter/hari

Liter/hari

Liter/pegawai/hari

Liter/hektar/hari

Liter/bed/hari

Liter/tempat duduk/hari

Liter/orang/hari

Liter/detik/hari

Liter/detik/hari

Tabel 2.14 Kebutuhan air bersih kategori V No SEKTOR NILAI SATUAN

1

2

3

4

5

Sekolah

Rumah sakit

Puskesmas

Hotel/losmen

Komersial/industri

5

200

1200

90

10

Liter/murid/hari

Liter/bed/hari

Liter/hari

Liter/hari

Liter/hari

Tabel 2.15 Kebutuhan air bersih domestik kategori lain

No SEKTOR NILAI SATUAN

1

2

3

4

Lapangan terbang

Pelabuhan

Stasiun KA-Terminal bus

Kawasan industri

10

50

1200

0,75

Liter/det

Liter/det

Liter/det

Liter/det/Ha

2.3.2 Proyeksi Kebutuhan Air Bersih

Proyeksi kebutuhan air bersih dapat ditentukan dengan memperhatikan pertumbuhan

penduduk untuk diproyeksikan terhadap kebutuhan air bersih sampai dengan lima puluh

tahun mendatang atau tergantung dari proyeksi yang dikehendaki (Soemarto, 1999).

Adapun yang berkaitan dengan proyeksi kebutuhan tersebut adalah:

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

55

BAB II DASAR TEORI

a. Angka Pertumbuhan Penduduk

Angka pertumbuhan penduduk dihitung dengan prosentase memakai rumus:

%1001-npenduduk

1-npenduduk -npenduduk (&)penduduk n pertumbuha Angka x

……..(2.93)

b. Proyeksi Jumlah Penduduk

Dari angka pertumbuhan penduduk diatas dalan persen digunakan untuk memproyeksikan

jumlah penduduk sampai dengan lima puluh tahun mendatang. Meskipun dalan

kenyataannya tidak selalu tepat, tetapi perkiraan ini dapat dijadikan dasar perhitungan

volume kebutuhan air di masa mendatang. Ada beberapa metode yang digunakan untuk

memproyeksikan jumlah penduduk antara lain yaitu:

Metode Geometrical Increase (Soemarto,1999)

Pn nrPo )1( ………………………………………………………… (2.94)

Dimana :

Pn = Jumlah penduduk pada tahun ke-n

Po = jumlah penduduk pada awal tahun

R = Prosentase pertumbuhan geometrical penduduk tiap tahun

n = Periode waktu yang ditinjau

Metode Arithmetical Increase (Soemarto,1999)

Pn = rnPo . ………………………………………………………………….. (2.95)

R =t

PtPo …………………………………………………………………. (2.96)

Dimana :

Pn = Jumlah penduduk pada tahun ke-n

Po = jumlah penduduk pada awal tahun

r = angka pertumbuhan penduduk tiap tahun

n = Periode waktu yang ditinjau

t = Banyak tahun sebelum tahun analisis

Pt = Jumlah penduduk pada tahun ke-t

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

56

BAB II DASAR TEORI

2.4 Neraca Air

Perhitungan neraca air dilakukan untuk mengecek apakah air yang tersedia cukur memadai

untuk memenuhi kebutuhan air baku atau tidak. Perhitungan neraca air ini pada akhirnya

akan menghasilkan kesimpulan mengenai ketersediaan air sebagai air baku yang nantinya

akan diolah. Ada tiga unsur pokok dalam perhitungan neraca air yaitu:

Kebutuhan Air

Tersedianya Air

Neraca Air

2.5 Penelusuran Banjir (Flood Routing)

Penelusuran banjir dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik Indrogral. Outflow/keluaran,

yang sangat diperlukan dalam pengendalian banjir. Perubahan hidrograf banjir antara inflow

(I) dan outflow (0) karena adanya faktor tampungan atau adanya penampang sungai yang

tidak seragam atau akibat adanya meander sungai. Jadi penelusuran banjir ada dua, untuk

mengetahui perubahan inflow dan outflow pada waduk dan inflow pada suatu titik dengan

suatu titik di tempat lain pada sungai.Perubahan inflow dan outflow akibat adanya tampungan.

Maka pada suatu waduk terdapat inflow banjir (I) akibat adanya banjir dan outflow (0) apabila

muka air waduk naik, di atas spillway (terdapat limpasan).

I > O tampungan waduk naik Elevasi muka air waduk naik.

I < 0 tampungan waduk turun Elevasi muka waduk turun.

Pada penelusuran banjir berlaku persamaan kontinuitas :

I – O = ∆S …………………………………………………………………… (2.97)

AS = Perubahan tampungan air di embung

Persamaan kontinuitas pada periode ∆t = t1 – t2 adalah :

122

212

21 SStxOOtII

................................................................. (2.98)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

57

BAB II DASAR TEORI

2.5.1 Penelusuran Banjir Melalui Pelimpah

Penelusuran banjir melalui pelimpah bertujuan untuk mengetahui dimensi pelimpah (lebar

dan tinggi pelimpah). Dan debit banjir yang digunakan dalam perhitungan flood routing

metode step by step adalah Q50 tahun. Prinsip dari perhitungan ini adalah dengan

menetapkan salah satu parameter hitung apakah B (lebar pelimpah) atau H (tinggi

pelimpah). Jika B ditentukan maka variabel H harus di trial sehingga mendapatkan tinggi

limpasan air banjir maksimum yang cukup dan efisien. Tingi spillway didapatkan dari

elevasi muka air limpasan maksimum – tinggi jagaan rencana. Perhitungan ini terhenti

ketika elevasi muka air limpasan sudah mengalami penurunan dan volume kumulatif

mulai berkurang dari volume kumulatif sebelumnya atau ∆V negatif yang artinya Q

outflow > Q inflow. Prosedur perhitungan flood routing spillway sebagai berikut ;

a. Memasukkan data jam ke-n (jam)

b. Selisih waktu (∆t) dalam detik

c. Q inflow = Q 50 tahun banjir rencana (m3/dt).

d. Q inflow rerata = (Q inflow n + Q inflow (n-1))/2 dalam m3/dt.

e. Volume inflow = Q inflow rerata x ∆t (m3/dt).

f. Asumsi muka air hulu dengan cara men-trial dan dimulai dari elevasi spillway

coba-coba (m).

g. H = tinggi muka air hulu – tinggi elevasi spillway.

h. Q outflow = ⅔ x B x √ ⅔g x H 3/2 (m3/dt). i. Q outflow rerata = ( Q output n + Q output (n-1))/2 dalam m3/dt.

j. Volume outflow = Q outflow rerata x ∆t (m3/dt).

k. ∆V = selisih volume (Q inflow rerata – Q outflow rerata).

l. Volume kumulatif yaitu volume tampungan tiap tinggi muka air limpasan yang

terjadi. V kum = V n + V (n+1) dalam m3.

m. Elevasi muka air limpasan, harus sama dengan elevasi muka air coba-coba.

2.6 Perhitungan Volume Tampungan Embung

Kapasitas tampung yang diperlukan untuk sebuah embung adalah :

Vn = Vu + Ve + Vi + Vs …………………………………………………. .......... (2.99)

Dimana :

Vn = volume tampungan embung total (m3)

Vu = volume hidup untuk melayani berbagai kebutuhan (m3)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

58

BAB II DASAR TEORI

Ve = volume penguapan dari kolam embung (m3)

Vi = jumlah resapan melalui dasar, dinding, dan tubuh embung (m3)

Vs = ruangan yang disediakan untuk sedimen (m3)

2.6.1 Volume Tampungan Hidup Untuk Melayani Kebutuhan

Penentuan volume tampungan embung dapat digambarkan pada mass curve kapasitas

tampungan. Volume tampungan merupakan selisih maksimum yang terjadi antara

komulatif kebutuhan terhadap kumulatif inflow.

2.6.2 Volume Air Oleh Penguapan

Untuk mengetahui besarnya volume penguapan yang terjadi pada muka embung dihitung

dengan rumus :

Ve = Ea x S x Ag x d ……………………………………….…...... (2.100)

Dimana :

Ve = volume air yang menguap tiap bulan (m3)

Ea = evaporasi hasil perhitungan (mm/hari)

S = penyinaran matahari hasii pengamatan (%)

Ag = luas permukaan kolam embung pada setengah tinggi tubuh embung

(m2)

d = jumlah hari dalam satu bulan

Untuk memperoleh nilai evaporasi dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Ea = 0,35(ea – ed) (1 – 0,01V) ………………………………………...……..... (2.101)

Dimana :

ea = tekanan uap jenuh pada suhu rata-rata harian (mm/Hg)

ed = tekanan uap sebenarnya (mm/Hg)

V = kecepatan angin pada ketinggian 2 m di atas permuk.aan tanah

2.6.3 Volume Resapan Embung

Besarnya volume kehilangan air akibat resapan melalui dasar, dinding dan tubuh embung

tergantung dari sifat lulus air material dasar dan dinding kolam. Sedangkan sifat ini

tergantung pada jenis butiran tanah atau struktur batu pembentuk dasar dan dinding kolam.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

59

BAB II DASAR TEORI

Perhitungan resapan air ini megggunakan Rumus praktis untuk menentukan besarnya

volume resapan air kolam embung, sebagai berikut :

Vi = K .Vu ……………………………………………………………………....... (2.102)

Dimana :

Vi = jumlah resapan tahunan (m3)

Vu = volume hidup untuk melayani berbagai kebutuhan (m3)

K = faktor yang nilainya tergantung dari sifat lulus air

material dasar dan dinding kolam embung.

K = 10%, bila dasar dan dinding kolam embung praktis rapat air (k < 10-5 cm/d)

termasuk penggunaan lapisan buatan (selimut lempung,

geomembran,"rubbersheet" semen tanah).

2.7 Embung

2.7.1 Pemilihan Lokasi Embung

Embung adalah suatu bangunan yang berfungsi untuk menampung kelebihan air pada saat

debit tinggi dan melepaskannya pada saat dibutuhkan. Embung merupakan salah satu

bagian dari proyek secara keseluruhan maka letaknya juga dipengaruhi oleh bangunan-

bangunan lain seperti bangunan pelimpah, bangunan penyadap, bangunan pengeluaran,

bangunan untuk pembelokan sungai dan lain-lain (Soedibyo, 1993).

Untuk menentukan lokasi dan denah embung harus memperhatikan beberapa faktor yaitu

(Soedibyo, 1993) :

1. Tempat embung merupakan cekungan yang cukup untuk menampung air, terutama

pada lokasi yang keadaan geotekniknya tidak lulus air, sehingga kehilangan airnya

hanya sedikit.

2. Lokasinya terletak di daerah manfaat yang memerlukan air sehingga jaringan

distribusinya tidak begitu panjang dan tidak banyak kehilangan energi.

3. Lokasi embung terletak di dekat jalan, sehingga jalan masuk (access road) tidak

begitu panjang dan lebih mudah ditempuh.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

60

BAB II DASAR TEORI

Sedangkan faktor yang menentukan didalam pemilihan tipe embung adalah (Soedibyo,

1993) :

1. Tujuan pembangunan proyek

2. Keadaan klimatologi setempat

3. Keadaan hidrologi setempat

4. Keadaan di daerah genangan

5. Keadaan geologi setempat

6. Tersedianya bahan bangunan

7. Hubungan dengan bangunan pelengkap

8. Keperluan untuk pengoperasian embung

9. Keadaan lingkungan setempat

10. Biaya proyek

2.7.2 Tipe Embung

Tipe embung dapat dikelompokkan menjadi empat keadaan yaitu (Soedibyo, 1993) :

1. Tipe Embung Berdasar Tujuan Pembangunannya

Ada dua tipe Embung dengan tujuan tunggal dan embung serbaguna :

(a). Embung dengan tujuan tunggal (single purpose dams)

adalah embung yang dibangun untuk memenuhi satu tujuan saja, misalnya untuk

kebutuhan air baku atau irigasi (pengairan) atau perikanan darat atau tujuan lainnya

tetapi hanya satu tujuan saja.

(b). Embung serbaguna (multipurpose dams)

adalah embung yang dibangun untuk memenuhi beberapa tujuan misalnya : irigasi

(pengairan), air minum dan PLTA, pariwisata dan irigasi dan lain-lain.

2. Tipe Embung Berdasar Penggunaannya

Ada 3 tipe yang berbeda berdasarkan penggunaannya yaitu :

(a). Embung penampung air (storage dams)

adalah embung yang digunakan untuk menyimpan air pada masa surplus dan

dipergunakan pada masa kekurangan. Termasuk dalam embung penampung air adalah

untuk tujuan rekreasi, perikanan, pengendalian banjir dan lain-lain.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

61

BAB II DASAR TEORI

(b). Embung pembelok (diversion dams)

adalah embung yang digunakan untuk meninggikan muka air, biasanya untuk

keperluan mengalirkan air ke dalam sistem aliran menuju ke tempat yang

memerlukan.

(c). Embung penahan (detention dams)

adalah embung yang digunakan untuk memperlambat dan mengusahakan seoptimal

mungkin efek aliran banjir yang mendadak. Air ditampung secara berkala atau

sementara, dialirkan melalui pelepasan (outlet). Air ditahan selama mungkin dan

dibiarkan meresap ke daerah sekitarnya.

3. Tipe Embung Berdasar Letaknya Terhadap Aliran Air

Ada dua tipe yaitu embung yaitu embung pada aliran (on stream) dan embung di luar

aliran air (off stream) yaitu :

(a). Embung pada aliran air (on stream)

adalah embung yang dibangun untuk menampung air, misalnya pada bangunan

pelimpah (spillway).

Gambar 2.7 Embung on stream

(b). Embung di luar aliran air (off stream)

adalah embung yang umumnya tidak dilengkapi spillway, karena biasanya air

dibendung terlebih dahulu di on stream-nya baru disuplesi ke tampungan. Kedua tipe

ini biasanya dibangun berbatasan dan dibuat dari beton, pasangan batu atau pasangan

bata.

Embung

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

62

BAB II DASAR TEORI

Gambar 2.8 Embung off stream

4. Tipe Embung Berdasar Material Pembentuknya

Ada 2 tipe yaitu embung urugan, embung beton dan embung lainnya.

(a). Embung Urugan ( Fill Dams, Embankment Dams )

Embung urugan adalah embung yang dibangun dari penggalian bahan (material) tanpa

tambahan bahan lain bersifat campuran secara kimia jadi bahan pembentuk embung

asli. Embung ini dibagi menjadi dua yaitu embung urugan serba sama (homogeneous

dams) adalah embung apabila bahan yang membentuk tubuh embung tersebut terdiri

dari tanah sejenis dan gradasinya (susunan ukuran butirannya) hampir seragam. Yang

kedua adalah embung zonal adalah embung apabila timbunan terdiri dari batuan

dengan gradasi (susunan ukuran butiran) yang berbeda-beda dalam urutan-urutan

pelapisan tertentu.

Gambar 2.9 Embung Urugan

Zone lolos air

Zone kedap air

Drainase

Embung

Tampungan

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

63

BAB II DASAR TEORI

(b). Embung Beton ( Concrete Dam )

Embung beton adalah embung yang dibuat dari konstruksi beton baik dengan tulangan

maupun tidak. Kemiringan permukaan hulu dan hilir tidak sama pada umumnya

bagian hilir lebih landai dan bagian hulu mendekati vertikal dan bentuknya lebih

ramping. Embung ini masih dibagi lagi menjadi embung beton berdasar berat sendiri

stabilitas tergantung pada massanya, embung beton dengan penyangga (buttress dam)

permukaan hulu menerus dan dihilirnya pada jarak tertentu ditahan, embung beton

berbentuk lengkung dan embung beton kombinasi.

Gambar 2.10 Tipe-tipe embung beton

2.7.3 Rencana Teknis Pondasi

Keadaan geologi pada pondasi embung sangat mempengaruhi pemilihan tipe embung,

oleh karena itu penelitian dan penyelidikan geologi perlu dilaksanakan dengan baik.

Pondasi suatu embung harus memenuhi 3 (tiga) persyaratan penting yaitu (Soedibyo,

1993) :

b. Embung Beton Dengan Dinding Penahan (Buttress Dams)

Tampak Samping

Tampak Atas

m l

a. Embung Beton Dengan Gaya Berat (Gravity Dams)

Tampak Samping Tampak Atas

m

l

R

c. Embung Beton Lengkung (Arch Dams)

R

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

64

BAB II DASAR TEORI

1. Mempunyai daya dukung yang mampu menahan bahan dari tubuh embung dalam

berbagai kondisi.

2. Mempunyai kemampuan penghambat aliran filtrasi yang memadai sesuai dengan

fungsinya sebagai penahan air.

3. Mempunyai ketahanan terhadap gejala-gejala sufosi (piping) dan sembulan (boiling)

yang disebabkan oleh aliran filtrasi yang melalui lapisan-lapisan pondasi tersebut.

Sesuai dengan jenis batuan yang membentuk lapisan pondasi, maka secara umum pondasi

embung dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu (Soedibyo, 1993) :

1. Pondasi batuan (Rock foundation)

2. Pondasi pasir atau kerikil

3. Pondasi tanah.

a. Daya dukung tanah (bearing capacity)

adalah kemampuan tanah untuk mendukung beban baik dari segi struktur pondasi

maupun bangunan diatasnya tanpa terjadinya keruntuhan geser.

b. Daya dukung batas (ultimate bearing capacity)

adalah daya dukung terbesar dari tanah mendukung beban dan diasumsikan tanah

mulai terjadi keruntuhan. Besarnya daya dukung batas terutama ditentukan oleh :

1. Parameter kekuatan geser tanah terdiri dari kohesi (C) dan sudut geser dalam

().

2. Berat isi tanah ()

3. Kedalaman pondasi dari permukaan tanah (Zf)

4. Lebar dasar pondasi (B)

Besarnya daya dukung yang diijinkan sama dengan daya dukung batas dibagi

angka keamanan dan dapat dirumuskan sebagai berikut (Pondasi Dangkal dan

Pondasi Dalam, Rekayasa Pondasi II, 1997) :

FKqqa ult .............................................................................................. (2.103)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

65

BAB II DASAR TEORI

Tinggi embung

Mercu embung

Perhitungan daya dukung batas untuk pondasi dangkal pada kondisi umum :

1. Pondasi menerus

qult= NBNqDNcc ..2

...

......................................... ……….. (2.104)

2. Pondasi persegi

qult = NBNqDBNcc .4.0...2

.3,01.

................................. (2.105)

Dimana :

qa = kapasitas daya dukung ijin

qult = kapasitas daya dukung maximum

FK = faktor keamanan (safety factor)

Nc,Nq,Nγ = faktor kapasitas daya dukung Terzaghi

c = kohesi tanah

γ = berat isi tanah

B = dimensi untuk pondasi menerus dan persegi (m)

2.7.4 Perencanaan Tubuh Embung

Beberapa istilah penting mengenai tubuh embung :

1. Tinggi Embung

Tinggi embung adalah perbedaan antara elevasi permukaan pondasi dan elevasi mercu

embung. Apabila pada embung dasar dinding kedap air atau zona kedap air, maka yang

dianggap permukaan pondasi adalah garis perpotongan antara bidang vertikal yang melalui

hulu mercu embung dengan permukaan pondasi alas embung tersebut. Tinggi maksimal

untuk embung adalah 20 m (Loebis, 1987).

Gambar 2.11 Tinggi embung

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

66

BAB II DASAR TEORI

2. Tinggi Jagaan (free board)

Tinggi jagaan adalah perbedaan antara elevasi permukaan maksimum rencana air dalam

embung dan elevasi mercu embung. Elevasi permukaan air maksimum rencana biasanya

merupakan elevasi banjir rencana embung.

Gambar 2.12 Tinggi jagaan pada mercu embung

Tinggi jagaan dimaksudkan untuk menghindari terjadinya peristiwa pelimpasan air

melewati puncak bendungan sebagai akibat diantaranya dari:

a. Debit banjir yang masuk embung.

b. Gelombang akibat angin.

c. Pengaruh pelongsoran tebing-tebing di sekeliling embung.

d. Gempa.

e. Penurunan tubuh bendungan.

f. Kesalahan di dalam pengoperasian pintu.

Tinggi jagaan adalah jarak vertikal antara puncak bendungan dengan permukaan air

reservoir. Tinggi jagaan normal diperoleh sebagai perbedaan antara elevasi puncak

bendungan dengan elevasi tinggi muka air normal di embung. Tinggi jagaan minimum

diperoleh sebagai perbedaan antara elevasi puncak bendungan dengan elevasi tinggi muka

air maksimum di reservoir yang disebabkan oleh debit banjir rencana saat pelimpah

bekerja normal. Tinggi tambahan adalah sebagai perbedaan antara tinggi jagaan normal

dengan tinggi jagaan minimum.

Tinggi jagaan

Mercu embung

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

67

BAB II DASAR TEORI

Kriteria I :

iae

wf hhh

atauhhH

2

.......................................................................... (2.106)

Kriteria II :

iae

wf hhh

hH 2

.......................................................................................... (2.107)

Dimana :

Hf = tinggi jagaan (m)

hw = tinggi ombak akibat tiupan angin (m)

he = tinggi ombak akibat gempa (m)

ha = perkiraan tambahan tinggi akibat penurunan tubuh bendungan (m)

hi = tinggi tambahan (m)

h = tinggi kemungkinan kenaikan permukaan air embung yang terjadi

timbulnya banjir abnormal

Tambahan tinggi akibat gelombang (Hw) dihitung berdasarkan pada kecepatan angin, jarak

seret gelombang (fecth) dan sudut lereng hulu dari bendungan. Digunakan rumus

(Soedibyo, 1993) :

Δh =

TQh

hQQ

13

2 0 ...…...……………………..…................... ...................... (2.108)

Dimana :

Qo = debit banjir rencana

Q = kapasitas rencana

= 0,2 untuk bangunan pelimpah terbuka

= 1,0 untuk bangunan pelimpah tertutup

h = kedalaman pelimpah rencana

A = luas permukaan air embung pada elevasi banjir rencana

Tinggi ombak yang disebabkan oleh gempa (he) (Soedibyo, 1993)

he = 0.. hge ...................................................................................................... (2.109)

Dimana :

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

68

BAB II DASAR TEORI

e = Intensitas seismis horizontal

= Siklus seismis

h0 = Kedalaman air di dalam embung

Kenaikan permukaan air embung yang disebabkan oleh ketidaknormalan operasi pintu

bangunan (ha). Sebagai standar biasanya diambil ha = 0,5 m. Angka tambahan tinggi

jagaan yang didasarkan pada tipe embung (hi). Karena limpasan melalui mercu embung

urugan sangat berbahaya maka untuk embung tipe ini angka tambahan tinggi jagaan (hi)

ditentukan sebesar 1,0 m (hi = 1,0 m). Apabila didasarkan pada tinggi embung yang

direncanakan, maka standar tinggi jagaan embung urugan adalah sebagai berikut

(Soedibyo, 1993) : Tabel 2.16 Tinggi jagaan embung urugan

Lebih rendah dari 50 m Hf 2 m

Dengan tinggi antara 50-100 m Hf 3 m

Lebih tinggi dari 100 m Hf 3,5 m

3. Lebar Mercu Embung

Lebar mercu embung yang memadai diperlukan agar puncak embung dapat tahan terhadap

hempasan ombak dan dapat tahan terhadap aliran filtrasi yang melalui puncak tubuh

embung. Disamping itu, pada penentuan lebar mercu perlu diperhatikan kegunaannya

sebagai jalan inspeksi dan pemeliharaan embung. Penentuan lebar mercu dirumuskan

sebagai berikut (Sosrodarsono, 1989) :

b = 3,6 31

H – 3 ........................................................................................................ (2.110)

Dimana :

b = lebar mercu

H = tinggi embung

Lebar puncak dari embung tipe urugan ditentukan berdasarkan pertimbangan sebagai

berikut ini.

Bahan timbunan asli (alam) dan jarak minimum garis rembesan melalui timbunan

pada elevasi muka air normal.

Pengaruh tekanan gelombang di bagian permukaan lereng hulu.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

69

BAB II DASAR TEORI

Tinggi dan tingkat kepentingan dari konstruksi bendungan.

Kemungkinan puncak bendungan untuk jalan penghubung.

Pertimbangan praktis dalam pelaksanaan konstruksi.

Formula yang digunakan untuk menentukan lebar puncak pada bendungan urugan sebagai

berikut (USBR, 1987, p.253) :

w z

510 .......................................................................................................... (2.111)

Dimana :

w = lebar puncak bendungan (feet)

z = tinggi bendungan di atas dasar sungai (feet)

Untuk bendungan-bendungan kecil (embung) yang diatasnya akan dimanfaatkan untuk

jalan raya, lebar minimumnya adalah 4 meter. Sementara untuk jalan biasa cukup 2,5

meter. Lebar bendungan kecil dapat digunakan pedoman sebagai berikut Tabel 2.17

Tabel 2.17 Lebar puncak bendungan kecil (embung) yang dianjurkan

Tinggi Embung (m) Lebar Puncak (m)

2,0 - 4,5 2,50

4,5 - 6,0 2,75

6,0 - 7,5 3,00

7,5 - 9,0 4,00

( Sumber : Suyono Sosrodarsono, 1977)

4. Panjang Embung

Panjang embung adalah seluruh panjang mercu embung yang bersangkutan termasuk

bagian yang digali pada tebing-tebing sungai di kedua ujung mercu tersebut. Apabila

bangunan pelimpah atau bangunan penyadap terdapat pada ujung-ujung mercu, maka lebar

bangunan-bangunan pelimpah tersebut diperhitungkan pula dalam menentukan panjang

embung (Sosrodarsono, 1989).

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

70

BAB II DASAR TEORI

5. Volume Embung

Seluruh jumlah volume konstruksi yang dibuat dalam rangka pembangunan tubuh embung

termasuk semua bangunan pelengkapnya dianggap sebagai volume embung

(Sosrodarsono, 1989).

6. Kemiringan Lereng (Slope Gradient)

Kemiringan rata-rata lereng embung (lereng hulu dan lereng hilir) adalah perbandingan

antara panjang garis vertikal yang melalui tumit masing-masing lereng tersebut. Berm

lawan dan drainase prisma biasanya dimasukkan dalam perhitungan penentuan kemiringan

lereng, akan tetapi alas kedap air biasanya diabaikan (Soedibyo, 1993). Kemiringan lereng

urugan harus ditentukan sedemikian rupa agar stabil terhadap longsoran. Hal ini sangat

tergantung pada jenis material urugan yang dipakai, Tabel 2.18. Kestabilan urugan harus

diperhitungkan terhadap frekuensi naik turunnya muka air, rembesan, dan harus tahan

terhadap gempa (Sosrodarsono, 1989). Tabel 2.18 Kemiringan lereng urugan

Material Urugan Material Utama

Kemiringan Lereng

Vertikal : Horisontal

Hulu Hilir

a. Urugan homogen

b. Urugan majemuk

a. Urugan batu dengan inti

lempung atau dinding

diafragma

b. Kerikil-kerakal dengan

inti lempung atau dinding

diafragma

CH

CL

SC

GC

GM

SM

Pecahan batu

Kerikil-kerakal

1 : 3

1 : 1,50

1 : 2,50

1 : 2,25

1 : 1,25

1 : 1,75

(Sumber :(Sosrodarsono, 1989)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

71

BAB II DASAR TEORI

7. Penimbunan Ekstra (Extra Banking)

Sehubungan dengan terjadinya gejala konsolidasi tubuh embung yang prosesnya berjalan

lama sesudah pembangunan embung tersebut diadakan penimbunan ekstra melebihi tinggi

dan volume rencana dengan perhitungan agar sesudah proses konsolidasi berakhir maka

penurunan tinggi dan penyusutan volume akan mendekati tinggi dan volume rencana

embung (Sosrodarsono, 1989).

8. Perhitungan Hubungan Elevasi terhadap Volume Embung

Seluruh jumlah volume konstruksi yang dibuat dalam rangka pembangunan tubuh embung

termasuk semua bangunan pelengkapnya dianggap sebagai volume embung. Analisis

keandalan embung sebagai sumber air menyangkut volume air yang tersedia, debit

pengeluaran untuk kebutuhan air untuk air baku (PDAM), pangendalian banjir dan debit

air untuk keperluan lain-lain selama waktu yang diperlukan. Analisis keandalan embung

diperlukan perhitungan-perhitungan diantaranya adalah perhitungan kapasitas embung

yaitu volume tampungan air maksimum dihitung berdasarkan elevasi muka air maksimum,

kedalaman air dan luas genangannya. Perkiraan kedalaman air dan luas genangan

memerlukan adanya data elevasi dasar embung yang berupa peta topografi dasar embung.

Penggambaran peta topografi dasar embung didasarkan pada hasil pengukuran topografi.

Perhitungan ini didasarkan pada data peta topografi dengan skala 1:1.000 dan beda tinggi

kontur 1m. Cari luas permukaan embung yang dibatasi garis kontur, kemudian dicari

volume yang dibatasi oleh 2 garis kontur yang berurutan dengan menggunakan rumus

pendekatan volume sebagai berikut (Bangunan Utama KP-02, 1986) :

)(31

xyxyx FFFFxZxV ........................................................................ (2.112)

Dimana :

Vx = Volume pada kontur X (m3)

Z = Beda tinggi antar kontur (m)

Fy = Luas pada kontur Y (km2)

Fx = Luas pada kontur X (km2)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

72

BAB II DASAR TEORI

2.7.5 Stabilitas Lereng Embung

Merupakan perhitungan konstruksi untuk menentukan ukuran (dimensi) embung agar

mampu menahan muatan-muatan dan gaya-gaya yang bekerja padanya dalam keadaan

apapun juga. Konstruksi harus aman terhadap geseran, penurunan embung, rembesan dan

keadaan embung kosong (k), penuh air (sub) maupun permukaan air turun tiba-tiba rapid

draw-down (sat) (Sosrodarsono, 1989). Salah satu tinjauan keamanan embung adalah

menentukan apakah embung dalam kondisi stabil, sehingga beberapa faktor yang harus

ditentukan adalah sebagai berikut :

Kondisi beban yang dialami oleh embung.

Karakteristik bahan atau material tubuh embung termasuk tegangan dan density.

Besar dan variasi tegangan air pori pada tubuh embung dan di dasar embung.

Angka aman minimum (SF) yang diperbolehkan untuk setiap kondisi beban yang

digunakan.

Kemiringan timbunan embung pada dasarnya tergantung pada stabilitas bahan timbunan.

Semakin besar stabilitas bahannya, maka kemiringan timbunan dapat makin terjal. Bahan

yang kurang stabil memerlukan kemiringan yang lebih landai. Sebagai acuan dapat

disebutkan bahwa kemiringan lereng depan (upstream) berkisar antara 1: 2,5 sampai 1 :

3,5 , sedangkan bagian belakang (downstream) antara 1: 2 sampai 1: 3. Kemiringan lereng

yang efisien untuk bagian hulu maupun bagian hilir masing-masing dapat ditentukan

dengan rumus berikut (Sosrodarsono, 1989) :

tan

"..".

mkm

kmS f

............................................................. .................... (2.113)

tan..

nkn

knS f................................................................................................ (2.114)

Dimana :

fS = faktor keamanan (dapat diambil 1,1) m dan n masing-masing kemiringan

lereng hulu dan hilir.

k = koefien gempa dan ” =sub

sat

Angka aman stabilitas lereng embung di bagian lereng hulu dan hilir dengan variasi beban

yang digunakan, diperhitungkan berdasarkan pada analisis keseimbangan batas (limit

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

73

BAB II DASAR TEORI

equilibrium analysis). Geometri lereng tubuh embung disesuaikan dengan hasil analisis

tersebut, sehingga diperoleh angka aman ( fS ) yang sama atau lebih besar dari angka aman

minimum yang persyaratkan. Kemiringan lereng baik di sisi hilir maupun di sisi hulu

embung harus cukup stabil baik pada saat konstruksi, pengoperasian yaitu pada saat

embung kosong, embung penuh, saat embung mengalami rapid draw down dan ditinjau

saat ada pengaruh gempa. Sehingga kondisi beban harus diperhitungkan berdasarkan

rencana konstruksi, pengoperasian reservoir, menjaga elevasi muka air normal di dalam

reservoir dan kondisi emergency, flood storage dan rencana melepas air dalam reservoir,

antisipasi pengaruh tekanan air pori dalam tubuh bendungan dan tanah dasar fondasi.

Tinjauan stabilitas bendungan dilakukan dalam berbagai kondisi sebagai berikut :

a. Steady-State Seepage

Stabilitas lereng di bagian hulu di analisis pada kondisi muka air di reservoir yang

menimbulkan terjadinya aliran rembesan melalui tubuh Embung. Elevasi muka air

pada kondisi ini umumnya dinyatakan sebagai elevasi muka air normal (Normal High

Water Level).

b. Operation

Pada kondisi ini, muka air dalam reservoir maksimum (penuh-lebih tinggi dari elevasi

muka air normal). Stabilitas lereng di sebelah hulu dianalisis dengan kondisi muka air

tertinggi dimana dalam masa operasi muka air mengalami turun dengan tiba-tiba

(sudden draw down) dari elevasi dari muka air maksimum (tertinggi) menjadi muka

air terendah (LWL). Angka aman yang digunakan untuk tinjauan stabilitas lereng

embung dengan berbagai kondisi beban dan tegangan geser yang digunakan seperti

dalam Tabel 2.19 Secara umum angka aman minimum untuk lereng hilir dan hulu

juga dicantumkan pada Tabel 2.20.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

74

BAB II DASAR TEORI

Tabel 2.19 Angka aman minimum dalam tinjauan stabilitas lereng sebagai fungsi dari tegangan geser. (*)

Kriteria Kondisi Tinjauan Lereng Tegangan

geser

Koef.

Gempa

SF min.

I Rapid drawdown Hulu

Hulu

CU

CU

0%

100%

1,50

1,20

II Muka air penuh

(banjir)

Hulu

Hulu

CU

CU

0%

100%

1,50

1,20

III Steady State Seepage Hilir

Hilir

CU

CU

0%

100%

1,50

1,20

(*) : Engineering and Design Stability of Earth and Rock-fill Dams, EM 1110-2-1902, 1970, p. 25.

Catatan : CU : Consolidated Undrained Test

Tabel 2.20 Angka aman minimum untuk analisis stabilitas lereng. Keadaan Rancangan / Tinjauan Angka Aman Minimum

Lereng hilir

(D/S)

Lereng Hulu

(U/S)

1. Saat konstruksi dan akhir

konstruksi

2. Saat pengoperasian embung dan saat

embung penuh

3. Rapid draw down

4. Saat gempa

1,25

1,50

-

1,10

1,25

1,50

1,20

1,10

( Sumber : Sosrodarsono, 1989)

Secara prinsip, analisis kestabilan lereng didasarkan pada keseimbangan antara masa tanah

aktif (potential runtuh) dengan gaya-gaya penahan runtuhan di bidang runtuh.

Perbandingan gaya-gaya di atas menghasilkan faktor aman (Sf) yang didefinisikan sebagai

berikut:

fS =

............................................................................................................ (2.115)

Dimana :

= gaya-gaya penahan

τ = gaya-gaya aktif penyebab runtuhan

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

75

BAB II DASAR TEORI

Berat dalam keadaan jenuh

Berat dalam keadaan lembab Garis depresi dalam keadaan air embungpenuh

W

Analisis ini dilakukan pada segala kemungkinan bidang permukaan runtuhan dan pada

berbagai keadaan embung di atas. Nilai angka aman hasil perhitungan (SF hitungan)

tersebut di atas harus lebih besar dari nilai angka aman minimum (SF minimum) seperti

tertera pada Tabel 2.19 dan Tabel 2.20. Gaya-gaya yang bekerja pada embung urugan :

1. Berat Tubuh Embung Sendiri

Berat tubuh embung dihitung dalam beberapa kondisi yang tidak menguntungkan yaitu :

a. Pada kondisi lembab segera setelah tubuh pondasi selesai dibangun.

b. Pada kondisi sesudah permukaan embung mencapai elevasi penuh dimana bagian

embung yang terletak disebelah atas garis depresi dalam keadaan jenuh.

c. Pada kondisi dimana terjadi gejala penurunan mendadak (Rapid drow-down)

permukaan air embung, sehingga semua bagian embung yang semula terletak di

sebelah bawah garis depresi tetap dianggap jenuh.

Gambar 2.13 Berat bahan yang terletak dibawah garis depresi

Gaya-gaya atau beban-beban utama yang bekerja pada embung urugan yang akan

mempengaruhi stabilitas tubuh embung dan pondasi embung tersebut adalah :

a. Berat tubuh embung itu sendiri yang membebani lapisan-lapisan yang lebih bawah

dari tubuh embung dan membebani pondasi.

b. Tekanan hidrostatis yang akan membebani tubuh embung dan pondasinya baik dari

air yang terdapat didalam embung di hulunya maupun dari air didalam sungai di

hilirnya.

c. Tekanan air pori yang terkandung diantara butiran dari zone-zone tubuh embung.

d. Gaya seismic yang menimbulkan beban-beban dinamika baik yang bekerja pada tubuh

embung maupun pondasinya.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

76

BAB II DASAR TEORI

2. Tekanan Hidrostatis

Pada perhitungan stabilitas embung dengan metode irisan (slice methode) biasanya beban

hidrostatis yang bekerja pada lereng sebelah hulu embung dapat digambarkan dalam tiga

cara pembebanan. Pemilihan cara pembebanan yang cocok untuk suatu perhitungan harus

disesuaikan dengan semua pola gaya–gaya yang bekerja pada embung yang akan diikut

sertakan dalam perhitungan (Sosrodarsono, 1989).

Pada kondisi dimana garis depresi mendekati bentuk horizontal, maka dalam perhitungan

langsung dapat dianggap horizontal dan berat bagian tubuh embung yang terletak dibawah

garis depresi tersebut diperhitungkan sebagai berat bahan yang terletak dalam air. Tetapi

dalam kondisi perhitungan yang berhubungan dengan gempa biasanya berat bagian ini

dianggap dalam kondisi jenuh (Soedibyo, 1993).

Gambar 2.14 Gaya tekanan hidrostatis pada bidang luncur

Gambar 2.15 Skema pembebanan yang disebabkan oleh tekanan hidrostatis yang bekerja pada

bidang luncur

(a) (b) (c)

U1

O

( U = W w = V w ) U2

U2

Ww

U

U1

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

77

BAB II DASAR TEORI

3. Tekanan Air Pori

Gaya-gaya yang timbul dari tekanan air pori di embung terhadap lingkaran bidang luncur.

Tekanan air pori dihitung dengan beberapa kondisi yaitu (Soedibyo, 1993):

a. Gaya-gaya yang timbul dari tekanan air pori dalam kondisi tubuh embung baru

dibangun.

b. Gaya-gaya yang timbul dari tekanan air pori dalam kondisi embung telah terisi penuh

dan permukaan air sedang menurun secara berangsur-angsur.

c. Gaya-gaya yang timbul dari tekanan air pori dalam kondisi terjadinya penurunan

mendadak permukaan embung hingga mencapai permukaaan terendah, sehingga

besarnya tekanan air pori dalam tubuh embung masih dalam kondisi embung terisi

penuh.

4. Beban Seismis ( Seismic Force )

Beban seismis akan timbul pada saat terjadinya gempa bumi dan penetapan suatu kapasitas

beban seismis secara pasti sangat sukar. Faktor-faktor yang menentukan besarnya beban

seismis pada embung urugan adalah (Sosrodarsono, 1989):

a. Karakteristik, lamanya dan kekuatan gempa yang terjadi.

b. Karakteristik dari pondasi embung.

c. Karakteristik bahan pembentuk tubuh embung.

d. Tipe embung.

Komponen horizontal beban seismis dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai

berikut (Sosrodarsono, 1989) :

M . α = e ( M . g ) ............................................................................................ (2.116)

Dimana :

M = massa tubuh embung (ton)

α = percepatan horizontal (m/s2)

e = intensitas seismic horizontal (0,10-0,25)

g = percepatan gravitasi bumi (m/s2)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

78

BAB II DASAR TEORI

Tabel 2.21 Percepatan gempa horizontal

Intensitas Seismis Gal Jenis Pondasi

Batuan Tanah Luar biasa 7 Sangat Kuat 6 Kuat 5 Sedang 4

400 400-200 200-100

100

0,20 g 0,15 g 0,12 g 0,10 g

0,25 g 0,20 g 0,15 g 0,12 g

(ket : 1 gal = 1cm/det2) ( Sumber:Sosrodarsono, 1989)

5. Stabilitas Lereng Embung Urugan Menggunakan Metode Irisan Bidang Luncur

Bundar

Metode analisis stabilitas lereng untuk embung tipe tanah urugan (earth fill type dam) dan

timbunan batu (rock fill type dam) didasarkan pada bidang longsor bentuk lingkaran.

Faktor keamanan dari kemungkinan terjadinya longsoran dapat diperoleh dengan

menggunakan rumus keseimbangan sebagai berikut (Soedibyo, 1993) :

TeTNeUNlC

Fstan.

cos.sin.tansin.cos..

eAVeAlC

..................................................... (2.117)

Dimana :

Fs = faktor keamanan

N = beban komponen vertikal yang timbul dari berat setiap irisan bidang luncur

cos..A T = beban komponen tangensial yang timbul dari berat setiap irisan bidang

luncur sin..A

U = tekanan air pori yang bekerja pada setiap irisan bidang luncur

Ne = komponen vertikal beban seismic yang bekerja pada setiap irisan bidang

luncur sin... Ae

Te = komponen tangensial beban seismic yang bekerja pada setiap irisan bidang

luncur cos... Ae

= sudut gesekan dalam bahan yang membentuk dasar setiap irisan bidang

luncur.

C = Angka kohesi bahan yang membentuk dasar setiap irisan bidang luncur

Z = lebar setiap irisan bidang luncur

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

79

BAB II DASAR TEORI

E = intensitas seismis horisontal

= berat isi dari setiap bahan pembentuk irisan bidang luncur

A = luas dari setiap bahan pembentuk irisan bidang luncur = sudut kemiringan rata-rata dasar setiap irisan bidang luncur

V = tekanan air pori

( Sosrodarsono, 1989) Gambar 2.16 Cara menentukan harga-harga N dan T

Prosedur perhitungan metode irisan bidang luncur bundar (Soedibyo, 1993):

1. Andaikan bidang luncur bundar dibagi menjadi beberapa irisan vertikal dan walaupun

bukan merupakan persyaratan yang mutlak, biasanya setiap irisan lebarnya dibuat

sama. Disarankan agar irisan bidang luncur tersebut dapat melintasi perbatasan dari

dua buah zone penimbunan atau supaya memotong garis depresi aliran filtrasi.

2. Gaya-gaya yang bekerja pada setiap irisan adalah sebagai berikut :

a. Berat irisan ( W ), dihitung berdasarkan hasil perkalian antara luas irisan ( A )

dengan berat isi bahan pembentuk irisan ( γ ), jadi W=A. γ

b. Beban berat komponen vertikal yang pada dasar irisan ( N ) dapat diperoleh dari

hasil perkalian antara berat irisan ( W ) dengan cosinus sudut rata-rata tumpuan (

α ) pada dasar irisan yang bersangkutan jadi N = W.cos α

α α

α α

α

γ

ф

i = b/cos

S=C+(N-U-Ne )tan

Ne=e.W.sin

e.W = e.r.A

W = AT = W.sin

N = W.cos Te = e.W.cos

U

Bidang Luncur

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

80

BAB II DASAR TEORI

c. Beban dari tekanan hidrostatis yang bekerja pada dasar irisan ( U ) dapat

diperoleh dari hasil perkalian antara panjang dasar irisan (b) dengan tekanan air

rata-rata (U/cosα ) pada dasar irisan tersebut, jadi U = cos

.bU

d. Berat beban komponen tangensial ( T ) diperoleh dari hasil perkalian antara berat

irisan (W) dengan sinus sudut rata-rata tumpuan dasar irisan tersebut jadi T =

Wsin α

e. Kekuatan tahanan kohesi terhadap gejala peluncuran ( C ) diperoleh dari hasil

perkalian antara angka kohesi bahan ( c’ ) dengan panjang dasar irisan ( b ) dibagi

lagi dengan cos α, jadi C = cos

'.bc

3. Kekuatan tahanan geseran terhadap gejala peluncuran irisan adalah kekuatan tahanan

geser yang terjadi pada saat irisan akan meluncur meninggalkan tumpuannya

4. Kemudian jumlahkan semua kekuatan-kekuatan yang menahan ( T ) dan gaya-gaya

yang mendorong ( S ) dari setiap irisan bidang luncur, dimana T dan S dari masing-

masing irisan dinyatakan sebagai T = W Sin α dan S = C+(N-U) tan Ф

5. Faktor keamanan dari bidang luncur tersebut adalah perbandingan antara jumlah gaya

pendorong dan jumlah gaya penahan yang dirumuskan :

Fs

TS

............................................................................................... (2.118)

Dimana :

Fs = faktor aman

S = jumlah gaya pendorong

T = jumlah gaya penahan

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

81

BAB II DASAR TEORI

Gambar 2.17 Skema perhitungan bidang luncur dalam kondisi embung penuh air

Gambar 2.18 Skema perhitungan bidang luncur dalam kondisi penurunan air embung tiba-tiba

6. Penentuan Lokasi Titik Pusat Bidang Longsor

Untuk memudahkan usaha trial dan error terhadap stabilitas lereng, maka titik-titik

pusat bidang longsor yang berupa busur lingkaran harus ditentukan dahulu melalui

suatu pendekatan. Fellenius memberikan petunjuk-petunjuk untuk menentukan lokasi

titik pusat busur longsor kritis yang melalui tumit suatu lereng pada tanah kohesif (c-

soil) seperti pada tabel berikut :

o

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

82

BAB II DASAR TEORI

Gambar 2.19 Lokasi pusat busur longsor kritis pada tanah kohesif (c-soil)

Tabel 2.22 Sudut-sudut petunjuk menurut Fellenius

Lereng Sudut Lereng Sudut-sudut petunjuk

1 : n θ βA βB

√3 : 1

1 : 1

1 : 1,5

1 : 2

1 : 3

1 : 5

60°

45°

33°41’

25°34’

18°26’

11°19’

-29°

-28°

-26°

-25°

-25°

-25°

-40°

-38°

-35°

-35°

-35°

-37°

Pada tanah Ø-c untuk menentukan letak titik pada pusat busur lingkaran sebagai

bidang longsor yang melalui tumit lereng dilakukan secara coba-coba dimulai dengan

bantuan sudut-sudut petunjuk dari Fellenius untuk tanah kohesif (Ø=0). Grafik

Fellenius menunjukkan bahwa dengan meningkatnya nilai sudut geser (Ø) maka titik

pusat busur longsor akan bergerak naik dari Oo yang merupakan titik pusat busur

longsor tanah c(Ø=0) sepanjang garis Oo-K yaitu O1, O2, 03,…….On. Titik K

merupakan koordinat pendekatan dimana x = 4,5H dan z = 2H, dan pada sepanjang

garis Oo-K diperkirakan terletak titik-titik pusat busur longsor. Tiap-tiap titik pusat

busur longsor tersebut dianalisis angka keamanannya untuk memperoleh nilai Fk

yang paling minimum sebagai indikasi bidang longsor kritis.

θ

1 : n

O

ßA

A

H

ßB B C

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

83

BAB II DASAR TEORI

Gambar 2.20 Posisi titik pusat busur longsor pada garis O0-K

7. Stabilitas Embung Terhadap Aliran Filtrasi

Baik embung maupun pondasinya diharuskan mampu menahan gaya-gaya yang

ditimbulkan oleh adanya air filtrasi yang mengalir melalui celah-celah antara butiran-

butiran tanah pembentuk tubuh embung dan pondasi tersebut. Hal tersebut dapat

diketahui dengan mendapatkan formasi garis depresi (seepage flow–net ) yang terjadi

dalam tubuh dan pondasi embung tersebut (Soedibyo, 1993). Garis depresi didapat

dengan persamaan parabola bentuk dasar seperti di bawah ini :

Untuk perhitungan selanjutnya maka digunakan persamaan-persamaan berikut :

x = 0

20

2

2yyy .............................................................................................. (2.119)

y0 = 22 dh - d ...................................................................................... (2.120)

E

h

l1

B2 BB1

y

0,3 l1 a+ a = y0 /(1-cos

d

xl 2

C 0

y0 A A 0

a0

(B 2 -C 0-A0) - garis depresi

O3 O2

O1 R

A

O

+Z

+X

2H

4.5H K(4.5H , 2H)

H

H

B

O0

On

Gambar 2.21 Garis depresi pada embung homogen

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

84

BAB II DASAR TEORI

Untuk zone inti kedap air garis depresi digambarkan sebagai kurva dengan persamaan

berikut:

y = 2002 yxy ......................................................................................... (2.121)

Dimana :

h = jarah vertikal antara titik A dan B

d = jarak horisontal antara titik B2 dan A

l1 = jarak horisontal antara titik B dan E

l2 = jarak horisontal antara titik B dan A

A = ujung tumit hilir embung

B = titik perpotongan permukaan air embung dan lereng hulu embung.

A1 = titik perpotongan antara parabola bentuk besar garis depresi dengan

garis vertikal melalui titik B

B2 = titik yang terletak sejauh 0,3 l1 horisontal kearah hulu dari titik B

Akan tetapi garis parabola bentuk dasar (B2-C0-A0) yang diperoleh dari persamaan

tersebut bukanlah garis depresi yang sesungguhnya. Sehingga masih diperlukan

penyesuaian menjadi garis B-C-A yang merupakan bentuk garis depresi yang

sesungguhnya, seperti tertera pada gambar 2.21 sebagai berikut (Sosrodarsono, 1989).

Garis depresi didapat dengan persamaan parabola bentuk dasar pada Gambar 2.22

dibawah ini.

1A = titik perpotongan antara parabola bentuk besar garis depresi dengan

garis vertikal melalui titik B

2B = titik yang terletak sejauh 0,3 1l horisontal ke arah hulu dari titik B

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

85

BAB II DASAR TEORI

Gambar 2.22 Garis depresi pada Embung homogen (sesuai dengan garis parabola)

Pada titik permulaan, garis depresi berpotongan tegak lurus dengan lereng hulu

embung dan dengan demikian titik Co dipindahkan ke titik C sepanjang ∆a.

Panjang ∆a tergantung dari kemiringan lereng hilir embung, dimana air filtrasi

tersembul keluar yang dapat dihitung dengan rumus berikut (Sosrodarsono,1989) :

a + ∆a =

cos1

0

........................................................................................ (2.122)

Dimana :

a = jarak AC (m)

∆a = jarak CC0 (m)

α = sudut kemiringan lereng hilir embung

Untuk memperoleh nilai a dan ∆a dapat dicari berdasarkan nilai α dengan

menggunakan grafik sebagai berikut (Sosrodarsono, 1989) :

α Y0= ddh 22

a + ∆a = y0/(1-cosα)

hE

B2

B1y

(B2-C0-A0)-garis depresi

C0

I2

dx

A0

a0=Y0/2

B0,3h

h

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

86

BAB II DASAR TEORI

Gambar 2.23 Grafik hubungan antara sudut bidang singgung (α ) dengan aa

a

8. Gejala Sufosi ( Piping ) dan Sembulan ( Boiling )

Agar gaya-gaya hydrodinamis yang timbul pada aliran filtrasi tidak akan

menyebabkan gejala sufosi dan sembulan yang sangat membahayakan baik tubuh

embung maupun pondasinya, maka kecepatan aliran filtrasi dalam tubuh dan pondasi

embung tersebut pada tingkat-tingkat tertentu perlu dibatasi. Kecepatan aliran keluar

ke atas permukaan lereng hilir yang komponen vertikalnya dapat mengakibatkan

terjadinya perpindahan butiran-butiran bahan embung, kecepatannya dirumuskan

sebagai berikut (Sosrodarsono, 1989) :

..1

Fgw

C .................................................................................................. (2.123)

Dimana :

C = kecepatan kritis

w 1 = berat butiran bahan dalam air

F = luas permukaan yang menampung aliran filtrasi

γ = berat isi air

9. Kapasitas Aliran Filtrasi

Memperkirakan besarnya kapasitas filtrasi yang mengalir melalui tubuh dan pondasi

embung yang didasarkan pada jaringan trayektori aliran filtrasi dapat dihitung dengan

rumus sebagai berikut (Soedibyo, 1993) :

C = ∆a/(a+∆a)

600 < α < 800

α

Bida

ng v

ertik

a

0.3

0 .2

0 .1

0 ,0

0 .4

18 01 5012 09 06 03 0 0 0 0 0 0 0

= S u du t b idang sing gun g

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

87

BAB II DASAR TEORI

Qf = LHKNN

p

f ... ................................................................................ (2.124)

Dimana:

Qf = kapasitas aliran filtrasi

Nf = angka pembagi dari garis trayektori aliran filtrasi

Np = angka pembagi dari garis equipotensial

K = koefisien filtrasi

H = tinggi tekan air total

L = panjang profil melintang tubuh embung

10. Rembesan Air dalam Tanah

Semua tanah terdiri dari butir-butir dengan ruangan-ruangan yang disebut pori (voids)

antara butir-butir tersebut. Pori-pori ini selalu berhubungan satu dengan yang lain

sehingga air dapat mengalir melalui ruangan pori tersebut. Proses ini disebut

rembesan (seepage).Tidak ada bendungan urugan yang dapat dianggap kedap air,

sehingga jumlah rembesan melalui bendungan dan pondasinya haruslah

diperhitungkan. Bila laju turunnya tekanan akibat rembesan melampaui daya tahan

suatu partikel tanah terhadap gerakan, maka partikel tanah tersebut akan cenderung

untuk bergerak. Hasilnya adalah erosi bawah tanah, yaitu terbuangnya partikel-

partikel kecil dari daerah tepat dihilir ”ujung jari” (toe) bendungan (Ray K Linsley,

Gambar 2.24 Formasi garis depresi

Garis aliran filtrasi

Garis equipotensial

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

88

BAB II DASAR TEORI

Joseph B Franzini, hal 196, thn 1989). Hal tersebut dapat diketahui dengan

pembuatan flownet yang terjadi dalam tubuh dan pondasi embung tersebut.

Ketinggian tegangan suatu titik dinyatakan dengan rumus:

yγuhw ..................................................................................................... (2.125)

Dimana :

h = ketinggian tegangan (pressure head)

u = tegangan air

y = ketinggian titik diatas suatu datum tertentu

Menurut (Soedibyo, hal 80, 1993) banyaknya air yang merembes dan tegangan air

pori dapat dihitung dengan rumus:

fNNe

hk Q

............................................................................... (2.126)

Dimana :

Q = jumlah air yang merembes

k = koefisien rembesan

h = beda ketinggian air sepanjang flownet

Ne = jumlah equipotensial

Nf = jumlah aliran

Tegangan Pori (U)

h

Ne2

D w γu ................................................................................ 2.127)

Dimana :

u = tegangan pori

h = beda tinggi energi hulu dengan hilir

D = jarak muka air terhadap titik yang ditinjau

2.7.6 Rencana Teknis Bangunan Pelimpah ( Spillway )

Suatu pelimpah banjir merupakan katup pengaman untuk suatu embung. Maka pelimpah

banjir seharusnya mempunyai kapasitas untuk mengalirkan banjir-banjir besar tanpa

merusak embung atau bangunan-bangunan pelengkapnya, selain itu juga menjaga embung

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

89

BAB II DASAR TEORI

agar tetap berada dibawah ketinggian maksimum yang ditetapkan. Suatu pelimpah banjir

yang dapat terkendali maupun yang tidak dapat terkendali dilengkapi dengan pintu air

mercu atau sarana-sarana lainnya, sehingga laju aliran keluarnya dapat diatur (Soedibyo,

1993). Pada hakekatnya untuk embung terdapat berbagai tipe bangunan pelimpah dan

untuk menentukan tipe yang sesuai diperlukan suatu studi yang luas dan mendalam,

sehingga diperoleh alternatif yang paling ekonomis. Bangunan pelimpah yang biasa

digunakan yaitu bangunan pelimpah terbuka dengan ambang tetap (Soedibyo, 1993). Ada

berbagai macam jenis spillway, baik yang berpintu maupun yang bebas, side channel

spillway, chute spillway dan syphon spillway. Jenis-jenis ini dirancang dalam upaya untuk

mendapatkan jenis Spillway yang mampu mengalirkan air sebanyak-banyaknya. Pemilihan

jenis spillway ini disamping terletak pada pertimbangan hidrolika, pertimbangan ekonomis

serta operasional dan pemeliharaannya. Pada prinsipnya bangunan spillway terdiri dari 3

bagian utama, yaitu :

Saluran pengarah dan pengatur aliran

Saluaran peluncur

Peredam energi

2.7.6.1 Saluran Pengarah dan Pengatur Aliran

Bagian ini berfungsi sebagai penuntun dan pengarah aliran agar aliran tersebut

senantiasa dalam kondisi hidrolika yang baik. Pada saluran pengarah aliran ini,

kecepatan masuknya aliran air supaya tidak melebihi 4 m/det dan lebar saluran makin

mengecil ke arah hilir. Kedalaman dasar saluran pengarah aliran biasanya diambil

lebih besar dari 1/5 X tinggi rencana limpasan di atas mercu ambang pelimpah,

periksa gambar 2.22 Saluran pengarah aliran dan ambang debit pada sebuah

bangunan pelimpah. Kapasitas debit air sangat dipengaruhi oleh bentuk ambang.

Terdapat 3 ambang yaitu: ambang bebas, ambang berbentuk bendung pelimpah, dan

ambang bentuk bendung pelimpas penggantung (Soedibyo, 1993). Bangunan

pelimpah harus dapat mengalirkan debit banjir rencana dengan aman. Rumus umum

yang dipakai untuk menghitung kapasitas bangunan pelimpah adalah (Bangunan

Utama KP-02, 1986) :

23

..3

2..32

hgBxCdQ ................................................................................ (2.128)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

90

BAB II DASAR TEORI

Dimana :

Q = debit aliran (m3/s)

Cd = koefisien limpahan

B = lebar efektif ambang (m)

g = percepatan gravitasi (m/s)

h = tinggi energi di atas ambang (m)

Lebar efektif ambang dapat dihitung dengan rumus (Sosrodarsono, 1989) :

Le=L–2(N.Kp+Ka).H .................................................................................... (2.129)

Dimana :

Le = lebar efektif ambang (m)

L = lebar ambang sebenarnya (m)

N = jumlah pilar

Kp = koefisien konstraksi pilar

Ka = koefisien konstraksi pada dinding samping ambang

H = tinggi energi di atas ambang (m)

Tabel 2.23 Harga-harga koefisien kontraksi pilar (Kp) No Keterangan Kp

1 Untuk pilar berujung segi empat dengan sudut-sudut yang bulat pada jari-jari

yang hampir sama dengan 0,1 dari tebal pilar

0,02

2 Untuk pilar berujung bulat 0,01

3 Untuk pilar berujung runcing 0,00

Sumber : Joetata dkk (1997)

Tabel 2.24 Harga-harga koefisien kontraksi pangkal bendung (Ka) No Keterangan Ka

1 Untuk pangkal tembok segi empat dengan tembok hulu pada 90º ke arah aliran 0,20

2 Untuk pangkal tembok bulat dengan tembok hulu pada 90º ke arah aliran dengan

0,5 H1 > r > 0,15 H1

0,10

3 Untuk pangkal tembok bulat dimana r > 0,5 H1 dan tembok hulu tidak lebih dari

45º ke arah aliran

0,00

Sumber : Joetata dkk (1997)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

91

BAB II DASAR TEORI

Gambar 2.25 Saluran pengarah aliran dan ambang pengatur debit pada sebuah pelimpah

Gambar 2.26 Penampang memanjang bangunan pelimpah

Keterangan gambar :

1. Saluran pengarah dan pengatur aliran

2. Saluran peluncur

3. Bangunan peredam energi

4. Ambang

W

H

V < 4 m/det

V

Saluran pengarah aliran Ambang pengatur debit

1 2

5

h 1h2

43

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

92

BAB II DASAR TEORI

(a). Ambang Bebas

Ambang bebas digunakan untuk debit air yang kecil dengan bentuk sederhana. Bagian

hulu dapat berbentuk tegak atau miring (1 tegak : 1 horisontal atau 2 tegak : 1

horisontal), kemudian horizontal dan akhirnya berbentuk lengkung (Soedibyo, 1993).

Apabila berbentuk tegak selalu diikuti dengan lingkaran yang jari-jarinya 21 h2 .

Untuk menentukan lebar ambang biasanya digunakan rumus sebagai berikut :

Q =1,704.b.c.(h1)23

................................................................................... (2.130)

Dimana :

Q = debit air (m/detik)

b = panjang ambang (m)

h1 = kedalaman air tertinggi disebelah hulu ambang (m)

c = angka koefisien untuk bentuk empat persegi panjang = 0,82.

(b). Ambang Berbentuk Bendung Pelimpah (Overflow Weir)

Digunakan untuk debit air yang besar. Permukaan bendung berbentuk lengkung

disesuasikan dengan aliran air agar tidak ada air yang lepas dari dasar bendung.

Rumus untuk bendung pelimpah menurut JANCOLD (The Javanese National

Committee on Large Dams) adalah sebagai berikut :

Q = c.(L - K H N).H 21

............................................................................... (2.131)

Dimana :

Q = debit air (m3/det)

L = panjang mercu pelimpah (m)

Gambar 2.27 Ambang bebas (Soedibyo, 1993)

h2

h1 1/3h1 2/3h11/3h1 h1 2/3h1

1/2 h2

1/2 h2

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

93

BAB II DASAR TEORI

K = koefisien kontraksi

H = kedalaman air tertinggi disebelah hulu bendung (m)

C = angka koefisien

N = jumlah pilar

Gambar 2.28 Ambang bebas (Soedibyo, 1993)

2.7.6.2 Saluran Peluncur

Saluran peluncur merupakan bangunan transisi antara ambang dan bangunan peredam.

Biasanya bagian ini mempunyai kemiringan yang terjal dan alirannya adalah super

kritis. Hal yang perlu diperhatikan pada perencanaan bagian ini adalah terjadinya

kavitasi. Dalam merencanakan saluran peluncur (flood way) harus memenuhi

persyaratan sebagai berikut (Gunadharma, 1997) :

Agar air yang melimpah dari saluran pengatur mengalir dengan lancar tanpa

hambatan-hambatan.

Agar konstrksi saluran peluncur cukup kokoh dan stabil dalam menampung

semua beban yang timbul.

Agar biaya konstruksi diusahakan seekonomis mungkin.

Guna memenuhi persyaratan tersebut maka diusahakan agar tampak atasnya selurus

mungkin. Jika bentuk yang melengkung tidak dapat dihindarkan, maka diusahakan

lengkungan terbatas dan dengan radius yang besar. Biasanya aliran tak seragam terjadi

pada saluran peluncur yang tampak atasnya melengkung, terutama terjadi pada bagian

saluran yang paling curam dan apabila pada bagian ini terjadi suatu kejutan

gelombang hidrolis, peredam energi akan terganggu (Gunadharma, 1997).

titik nol dari koordinat X,Y

X 1,85 = 2 Hd 0,85 Y

0,175 Hd

0,282 Hd

x

y

poros bendungan

R = 0,5 Hd R = 0,2 Hd

Hv

He Hd

y

xo

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

94

BAB II DASAR TEORI

V1

hd1

1

hv1

l

l1V2

2

hd2

h1hv2

hL

Gambar 2.29 Skema penampang memanjang saluran peluncur (Gunadharma, 1997)

2.7.6.3 Bagian Yang Berbentuk Terompet Pada Ujung Hilir Saluran Peluncur

Semakin kecil penampang lintang saluran peluncur, maka akan memberikan

keuntungan ditinjau dari segi volume pekerjaan, tetapi akan menimbulkan masalah-

masalah yang lebih besar pada usaha peredam energi yang timbul per-unit lebar aliran

tersebut. Sebaliknya pelebaran penampang lintang saluran akan mengakibatkan

besarnya volume pekerjaan untuk pembuatan saluran peluncur, tetapi peredaman

energi per-unit lebar alirannyan akan lebih ringan (Gunadharma, 1997). Berdasarkan

pada pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, maka saluran peluncur dibuat

melebar (berbentuk terompet) sebelum dihubungkan dengan peredam energi.

Pelebaran tersebut diperlukan agar aliran super-kritis dengan kecepatan tinggi yang

meluncur dari saluran peluncur dan memasuki bagian ini, sedikit demi sedikit dapat

dikurangi akibat melebarnya aliran dan aliran tersebut menjadi semakin stabil sebelum

mengalir masuk ke dalam peredam energi.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

95

BAB II DASAR TEORI

Gambar 2.30 Bagian berbentuk terompet dari saluran peluncur pada bangunan

2.7.6.4 Peredam Energi

Aliran air setelah keluar dari saluran peluncur biasanya mempunyai kecepatan atau

energi yang cukup tinggi yang dapat menyebabkan erosi di hilirnya dan menyebabkan

distabilitas bangunan spillway. Oleh karenanya perlu dibuatkan bangunan peredam

energi sehingga air yang keluar dari bangunan peredam cukup aman. Sebelum aliran

yang melintasi bangunan pelimpah dikembalikan lagi ke dalam sungai, maka aliran

dengan kecepatan yang tinggi dalam kondisi super kritis tersebut harus diperlambat

dan dirubah pada kondisi aliran sub kritis. Dengan demikian kandungan energi dengan

daya penggerus sangat kuat yang timbul dalam aliran tersebut harus diredusir hingga

mencapai tingkat yang normal kembali, sehingga aliran tersebut kembali ke dalam

sungai tanpa membahayakan kestabilan alur sungai yang bersangkutan (Soedibyo,

1993). Guna meredusir energi yang terdapat didalam aliran tersebut, maka diujung

hilir saluran peluncur biasanya dibuat suatu bangunan yang disebut peredam energi

pencegah gerusan. Untuk meyakinkan kemampuan dan keamanan dari peredam

energi, maka pada saat melaksanakan pembuatan rencana teknisnya diperlukan

pengujian kemampuannya. Apabila alur sungai disebelah hilir bangunan pelimpah

kurang stabil, maka kemampuan peredam energi supaya direncanakan untuk dapat

menampung debit banjir dengan probabilitas 2% (atau dengan perulangan 50 tahun).

Angka tersebut akan ekonomis dan memadai tetapi dengan pertimbangan bahwa

apabila terjadi debit banjir yang lebih besar, maka kerusakan-kerusakan yang

mungkin timbul pada peredam energi tidak akan membahayakan kestabilan tubuh

embungnya (Gunadharma, 1997). Kedalaman dan kecepatan air pada bagian sebelah

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

96

BAB II DASAR TEORI

hulu dan sebelah hilir loncatan hidrolis tersebut dapat diperoleh dari rumus sebagai

berikut :

BQq ............................................................................................................. (2.132)

1Dqv ............................................................................................................. (2.133)

1815,0 2

1

2 FrDD

........................................................................ ........... (2.134)

11 .Dg

vFr ..................................................................................... (2.135)

Dimana :

Q = Debit pelimpah (m3/det)

B = Lebar bendung (m)

Fr = Bilangan Froude

v = Kecepatan awal loncatan (m/dt)

g = Percepatan gravitasi (m²/det )

D1,2 = Tinggi konjugasi

D1 = kedalaman air di awal kolam (m)

D2 = kadalaman air di akhir kolam (m)

Ada beberapa tipe bangunan peredam energi yang pemakaiannya tergantung dari

kondisi hidrolis yang dinyatakan dalam bilangan Froude. Dalam perencanaan dipakai

tipe kolam olakan dan yang paling umum dipergunakan adalah kolam olakan datar.

Macam tipe kolam olakan datar yaitu

(a) Kolam Olakan Datar Tipe I

Kolam olakan datar tipe I adalah suatu kolam olakan dengan dasar yang datar dan

terjadinya peredaman energi yang terkandung dalam aliran air dengan benturan

secara langsung aliran tersebut ke atas permukaan dasar kolam. Benturan

langsung tersebut menghasilkan peredaman energi yang cukup tinggi, sehingga

perlengkapan-perlengkapan lainnya guna penyempurnaan peredaman tidak

diperlukan lagi pada kolam olakan tersebut (Gunadharma, 1997). Karena

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

97

BAB II DASAR TEORI

penyempurnaan redamannya terjadi akibat gesekan-gesekan yang terjadi antara

molekul-molekul air di dalam kolam olakan, sehingga air yang meninggalkan

kolam tersebut mengalir memasuki alur sungai dengan kondisi yang sudah

tenang. Akan tetapi kolam olakan menjadi lebih panjang dan karenanya tipe I ini

hanya sesuai untuk mengalirkan debit yang relatif kecil dengan kapasitas

peredaman energi yang kecil pula dan kolam olakannyapun akan berdimensi

kecil. Dan kolam olakan tipe I ini biasanya dibangun untuk suatu kondisi yang

tidak memungkinkan pembuatan perlengkapan-perlengkapan lainnya pada kolam

olakan tersebut.

Gambar 2.31 Bentuk kolam olakan datar tipe I USBR (Soedibyo, 1993)

(b) Kolam Olakan Datar Tipe II

Kolam olakan datar tipe II ini cocok untuk aliran dengan tekanan hidrostatis yang

tinggi dan dengan debit yang besar (q > 45 m3/dt/m, tekanan hidrostatis > 60 m

dan bilangan Froude > 4,5). Kolam olakan tipe ini sangat sesuai untuk bendungan

urugan dan penggunaannyapun cukup luas (Soedibyo, 1993).

Loncatan hidrolis pada saluran datar

L

D2 V2

V1 D1

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

98

BAB II DASAR TEORI

Gambar 2.32 Bentuk kolam olakan datar Tipe II USBR (Soedibyo, 1993)

(c) Kolam Olakan Datar Tipe III

Pada hakekatnya prinsip kerja dari kolam olakan ini sangat mirip dengan sistim

kerja dari kolam olakan datar tipe II, akan tetapi lebih sesuai untuk mengalirkan

air dengan tekanan hidrostatis yang rendah dan debit yang agak kecil (q < 18,5

m3/dt/m, V < 18,0 m/dt dan bilangan Froude > 4,5). Untuk mengurangi panjang

kolam olakan biasanya dibuatkan gigi pemencar aliran di tepi hulu dasar kolam,

gigi penghadang aliran (gigi benturan) pada dasar kolam olakan. Kolam olakan

tipe ini biasanya untuk bangunan pelimpah pada bendungan urugan rendah

(Gunadharma, 1997).

D1

L

0.2 D1

D2

L

Gigi pemencar aliran

Ambang melengkung

Kemiringan 2 : 1

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

99

BAB II DASAR TEORI

Gambar 2.33 Bentuk kolam olakan datar Tipe III USBR (Gunadharma, 1997)

(d) Kolam Olakan Datar Tipe IV

Sistem kerja kolam olakan tipe ini sama dengan sistem kerja kolam olakan tipe

III, akan tetapi penggunaannya yang paling cocok adalah untuk aliran dengan

tekanan hidrostatis yang rendah dan debit yang besar per-unit lebar, yaitu untuk

aliran dalam kondisi super kritis dengan bilangan Froude antara 2,5 s/d

4,5.Biasanya kolam olakan tipe ini dipergunakan pada bangunan-bangunan

pelimpah suatu bendungan urugan yang sangat rendah atau bendung-bendung

penyadap, bendung-bendung konsolidasi, bendung-bendung penyangga dan lain-

lain.

Gigi pemencar aliran aliran

Gigi benturan Ambang perata

L Kemiringan 2 : 1 Kemiringan

2 : 1

L

D1

D2

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

100

BAB II DASAR TEORI

Gambar 2.34 Bentuk kolam olakan datar Tipe IV USBR

2.7.6.5 Peredam Energi Tipe Bak Tenggelam ( Bucket )

Tipe peredam energi ini dipakai bila kedalaman konjugasi hilir, yaitu kedalaman air

pada saat peralihan air dari super ke sub kritis, dari loncatan air terlalu tinggi

dibanding kedalaman air normal hilir atau kalau diperkirakan akan terjadi kerusakan

pada lantai kolam akibat batu-batu besar yang terangkut lewat atas embung. Dimensi-

dimensi umum sebuah bak yang berjari-jari besar diperlihatkan oleh Gambar 2.35

berikut :

elevasi dasar lengkungan

90°1

1

tinggi kecepatan

q

lantai lindung

hc

Ra = 0.1 R

T

H muka air hilir

+183

+184

Gambar 2.35 Peradam energi tipe bak tenggelam (bucket)

Parameter-parameter perencanaan yang sebagaimana diberikan oleh USBR sulit untuk

diterapkan bagi perencanaan kolam olak tipe ini. Oleh karena itu, parameter-

parameter dasar seperti jari-jari bak, tinggi energi dan kedalaman air harus dirubah

menjadi parameter-parameter tanpa dimensi dengan cara membaginya dengan

kedalam kritis (h c ) dengan persamaan kedalaman kritis adalah sebagai berikut :

L

Gigi pemencar aliran

aliran Ambang perata

aliran

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

101

BAB II DASAR TEORI

3

2

gqhc ................................................................................................ (2.136)

Dimana :

hc = kedalaman kritis (m)

q = debit per lebar satuan (m3/det.m)

g = percepatan gravitasi (m2/dt) (=9,81)

Jari-jari minimum yang paling diijinkan (Rmin) dapat ditentukan dengan

menggunakan perbandingan beda muka air hulu dan hilir (∆H) dengan ketinggian

kritis (hc) seperti yang ditunjukkan dengan Gambar 2.36 berikut :

Gambar 2.36 Grafik Untuk Mencari Jari-jari Minimum (Rmin) Bak

Demikian pula dengan batas minimum tinggi air hilir (Tmin). Tmin diberikan pada

Gambar 2.37 berikut :

Gambar 2.37 Grafik Untuk Mencari Batas Minimum Tinggi Air Hilir

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

102

BAB II DASAR TEORI

1 2 3 4 50

1

2

3

0

h2/h1=2/3

bias yang dipakai

h1 dalam m

h2 d

alam

m

Untuk nilai hcH di atas 2,4 garis tersebut merupakan batas maksimum untuk

menentukan besarnya nilai Tmin. Sedangkan untuk nilai hcH yang lebih kecil dari 2,4

maka diambil nilai kedalaman konjugasi sebagai kedalaman minimum hilir, dengan

pertimbangan bahwa untuk nilai hcH yang lebih kecil dari 2,4 adalah diluar

jangkauan percobaan USBR. Besarnya peredam energi ditentukan oleh perbandingan

h2 dan h1 Gambar 2.38. Apabila ternyata 1

2

hh

lebih besar dari 32 , maka tidak ada efek

peredaman yang bisa diharapkan. Terlepas dari itu, pengalaman telah menunjukkan

bahwa banyak embung rusak sebagai akibat dari gerusan lokal yang terjadi di sebelah

hilir, terutama akibat degradasi dasar sungai. Oleh karena itu, dianjurkan dalam

menentukan kedalaman minimum air hilir juga berdasarkan degradasi dasar sungai

yang akan terjadi dimasa datang.

h1 h2

Gambar 2.38 Batas Maksimum tinggi air hilir

2.7.6.6 Spillway Samping (Side Spillway)

Suatu bangunan pelimpah yang saluran peluncurnya berposisi menyamping terhadap

saluran pengatur aliran di hulunya/udiknya. Sering juga disebut saluran pengatur

aliran type pelimpah samping (regulation part of sideward over flow type) dilengkapi

dengan suatu bendung pengatur dan kadang-kadang dipasang pintu. Side Spillway ini

direncanakan untuk mengatasi/menampung debit banjir abnormal (1,2 kali debit banjir

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

103

BAB II DASAR TEORI

rencana). Aliran yang melintasi Side Spillway seolah-olah terbagi menjadi 2 tingkatan

dengan 2 buah peredam energi yaitu terletak dibagian akhir saluran pengatur dan

peredam energi dibagian akhir dari bangunan pelimpah.

Persyaratan yang perlu diperhatikan pada bangunan pelimpah tipe ini agar debit yang

melintasi tidak menyebabkan aliran yang menenggelamkan bendung pada saluran

pengatur maka saluran samping dibuat cukup rendah terhadap bendung tersebut.

Bangunan direncanakan sedemikian rupa agar pada saat mengalirkan debit banjir

abnormal perbedaan elevasi permukaan air diudiknya/hulunya dan di hilir bending

tidak kurang 2/3 kali tinggi di atas mercu bendung tersebut. Semakin besar

kemiringan sisi saluran samping akan lebih baik karena dapat mengurangi volume

galian. Akan tetapi harus diingat bahwa tinggi jatuhnya berkas aliran air dari bendung

ke dalam aliran tersebut, sehingga kekuatan batuan di atas bangunan pelimpah yang

akan dibangun perlu diperhatikan. Untuk Pertimbangan stabilitas dan kemudahan

dalam pelaksanaan konstruksi. Maka disarankan lebar dasar Side Spillway diambil

sekecil mungkin dengan lebar dasar yang sempit sehingga volume pernggalian akan

berkurang dan akan mempunyai efek peredam energi yang tinggi. Pada bangunan

pelimpah yang kecil, biasanya lebar dasar sepanjang dasar saluran samping dibuat

seragam. Sedangkan pada bangunan pelimpah yang besar, biasanya lebar dasar kolam

akan semakin besar ke hilir. Sehingga saat melewatkan debit banjir rencana,

permukaan air di dalam kolam tersebut membentuk bidang yang hampir datar dengan

penampang basah paling efektif. Untuk saluran samping pada bangunan pelimpah

samping, rumus dari I. Hinds sebagai dasar perencanaan. Rumus I. Hinds adalah

sebagai berikut :

xqQ x . ……………………………………………………………... (2.137)

nxav . ……………………………………………………………………… (2.138)

vhn

ny .1 …………………………………………………………….. (1.139)

Dimana :

Qx = debit pada titik x (m3/dt)

q = debit banjir tepi udik bendung dengan suatu titik pada mercu bendung

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

104

BAB II DASAR TEORI

tersebut (m)

v = kecepatan rata-rata aliran air di dalam saluran samping pada suatu titik

tertentu (m/dt)

N = exponent untuk kecepatan aliran air didalam saluran samping (anatara

0,4 s/d 0,8)

Y = perbedaan elevasi antara mercu bendung dengan permukaan air di

dalam saluran samping pada bidang Ax yang melalui titik tersebut.

Hv = tinggi tekanan kecepatan aliran (hv=v2/2g).

2.7.7 Rencana Teknis Bangunan Penyadap

Komponen terpenting bangunan penyadap pada embung urugan adalah penyadap,

pengatur dan penyalur aliran (DPU, 1970). Pada hakekatnya bangunan penyadap sangat

banyak macamnya tetapi yang sering digunakan ada 2 macam yaitu bangunan penyadap

tipe sandar dan bangunan penyadap tipe menara.

2.7.7.1 Bangunan Penyadap Sandar (Inclined Outlet Conduit).

Pintu dan saringan lubang penyadap

pipa penyalurSaluran pengelak

Pintu penggelontor sedimen

Ruang operasional

Gambar 2.39 Komponen bangunan penyadap tipe sandar

Bangunan penyadap sandar adalah bangunan penyadap yang bagian pengaturnya

terdiri dari terowongan miring yang berlubang-lubang dan bersandar pada tebing

sungai. Karena terletak pada tebing sungai maka diperlukan pondasi batuan atau

pondasi yang terdiri dari lapisan yang kokoh untuk menghindari kemungkinan

keruntuhan pada konstruksi sandaran oleh pengaruh fluktuasi dari permukaan air dan

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

105

BAB II DASAR TEORI

kelongsoran embung. Sudut kemiringan pondasi sandaran sibuat tidak lebih dari 60o

kecuali pondasinya terdiri dari batuan yang cukup kokoh (DPU, 1970).

Berat timbunan tubuh embung biasanya mengakibatkan terjadinya penurunan-

penurunan tubuh terowongan. Untuk mencegah terjadinya penurunan yang

membahayakan, maka baik pada terowongan penyadap maupun pada pipa penyalur

datar dibuatkan penyangga (supporting pole) yang berfungsi pula sebagai tempat

sambungan bagian-bagian pipa yang bersangkutan. Beban-beban luar yang bekerja

pada terowongan penyadap adalah :

1.) Tekanan air yang besarnya sama dengan tinggi permukaan air embung dalam

keadaan penuh.

2.) Tekanan timbunan tanah pada terowongan.

3.) Berat pintu dan penyaring serta fasilitas-fasilitas pengangkatnya serta kekuatan

operasi dan fasilitas pengangkatnya.

4.) Gaya-gaya hidrodinamis yang timbul akibat adanya aliran air dalam terowongan.

5.) Kekuatan apung terowongan yang dihitung 100% terhadap volume terowongan

luar.

6.) Apabila terjadi vakum di dalam terowongan, maka gaya-gaya yang

ditimbulkannya, merupakan tekanan-tekanan negatif.

7.) Gaya-gaya seismic dan gaya-gaya dinamis lainnya.

Lubang Penyadap

Kapasitas lubang-lubang penyadap dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

1. Untuk lubang penyadap yang kecil.

Q = ghAC 2.. ...................................................................................... (2.140)

Dimana :

Q = debit penyadap sebuah lubang (m3/det)

C = koefisien debit, ±0,62

A = luas penampang lubang (m2)

g = gravitasi (9,8 m/det2)

H = tinggi air dari titik tengah lubang ke permukaan (m)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

106

BAB II DASAR TEORI

2. Untuk lubang penyadap yang besar.

Q =

3

2

123

22..23

aa hHhHgCB ............................................. (2.141)

Dimana :

B = lebar lubang penyadap (m)

H1 = kedalaman air pada tepi atas lubang (m)

H2 = kedalaman air pada tepi bawah lubang (m)

ha = tinggi tekanan kecapatan didepan lubang penyadap (m)

= g

Va

2

2

Va = kecepatan aliran air sebelum masuk kedalam lubang penyadap

(m/det)

Biasanya dianggap harga Va = 0, sehingga rumus diatas berubah menjadi :

Q =

3

2

123

22..32 HHgCB ................................................................. (2.142)

Apabila lubang penyadap yang miring membentuk sudut θ dengan bidang

horisontal,

maka :

Qi = Q sec θ........................................................................................ (2.143)

3. Untuk lubang penyadap dengan penampang bulat.

Q = gHrC 2... 2 ...................................................................... (2.144)

Dimana :

r = radius lubang penyadap (m)

Rumus tersebut berlaku untuk rH > 3

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

107

BAB II DASAR TEORI

(Sumber : Suyono Sosrodarsono), )1977

Lubang penyadap yang kecil (bujur sangkar)

H

a.

H2

H1

L

H

Lubang penyadap yang besar (lingkaran)

Lubang penyadap yang besar (persegi empat)

b. c.

Gambar 2.40 Skema perhitungan untuk lubang-lubang penyadap

Ketinggian lubang penyadap ditentukan oleh perkiraan tinggi sedimen selama

umur ekonomis embung.

2.7.7.2 Bangunan Penyadap Menara (outlet tower)

Bangunan penyadap menara adalah bangunan penyadap yang bagian pengaturnya

terdiri dari suatu menara yang berongga di dalamnya dan pada dinding menara

tersebut terdapat lubang-lubang penyadap yang dilengkapi pintu-pintu. Pada

hakekatnya konstruksinya sangat kompleks serta biayanya pun tinggi. Hal ini di

sebabkan oleh hal-hal penting yang mengakibatkan adanya keterbatasan yaitu :

a. Bangunan penyadap menara merupakan bangunan yang berdiri sendiri, sehingga

semua beban luar yang bekerja pada menara tersebut harus ditampung

keseluruhan.

b. Bangunan penyadap menara merupakan bangunan yang berat, sehingga

membutuhkan pondasi yang kokoh dengan kemampuan daya dukung yang besar.

c. Bangunan didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan ekonomis dan bangunan,

pembuat bangunan penyadap menara kurang menguntungkan apalagi bila menara

yang dibutuhkan cukup tinggi.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

108

BAB II DASAR TEORI

Gambar 2.41 Bangunan Penyadap Menara

2.7.7.3 Pintu-pintu Air dan Katub pada Bangunan Penyadap

Perbedaan anatara pintu-pintu air dan katub adalah pintu air terdiri dari dua bagian

yang terpisah yaitu pintu yang bergerak dan bingkai yang merupakan tempat dimana

pintu dipasang. Sedangkan pada katub antara katub yang bergerak dan dinding katub

(yang berfungsi sebagai bingkai) merupakan satu kesatuan. Perhitungan konstruksi

pintu air dan katub didasarkan pada beban-beban yang bekerja yaitu :

Berat daun pintu sendiri

Tekanan hidrostatis pada pintu

Tekanan sedimen

Kekuatan apung

Kelembaman dan tekanan hidrodinamika pada saat terjadinya gempa bumi

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

109

BAB II DASAR TEORI

Tekanan air yang bekerja pada bidang bulat yang miring (P0), dengan skema pada

Gambar 2.42

H

D

Gambar 2.42 Tekanan hidrostatis yang bekerja pada bidang bulat yang miring

Dimana :

P = Resultan seluruh tekanan air (t)

γ = berat per unit volume air (l t/m3)

B = lebar daun pintu yang menampung tekanan air (m)

H = tinggi daun pintu yang menampung tekanan air (m)

H1 = tinggi air di udik daun pintu (m)

H2 = perbedaaan antara elevasi air di udik dan hilir daun pintu (m)

H3 = tinggi air di hilir daun pintu (m)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

110

 BAB III METODOLOGI 

BAB III

METODOLOGI

3.1 Tinjauan Umum

Perencanaan embung diawali dengan melakukan survey dan investigasi di lokasi yang

bersangkutan untuk memperoleh data perencanaan yang lengkap dan teliti. Metodologi yang

baik dan benar merupakan acuan untuk menentukan langkah-langkah kegiatan yang perlu

diambil dalam perencanaan (Soedibyo, 1993). Metodologi penyusunan perencanaan Embung

Tambakboyo sebagai berikut :

Survey dan investigasi pendahuluan

Identifikasi masalah

Studi pustaka

Pengumpulan data

Analisis hidrologi

Perencanaan konstruksi embung

Stabilitas konstruksi embung

Gambar Konstruksi

RKS Dan Rencana Anggaran Biaya (RAB)

Time Schedule, Network Planning dan man power

3.2 Pengumpulan Data

Setiap perencanaan akan membutuhkan data-data pendukung baik data primer maupun data

sekunder (Soedibyo, 1993).

3.2.1 Data Primer

Data primer didapat dari pihak-pihak yang berkepentingan dan data-data aktual lainnya

yang berkaitan dengan kondisi saat ini. Metode pengumpulan data primer adalah sebagai

berikut :

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

111

 BAB III METODOLOGI 

a. Metode Observasi

Dengan survey langsung ke lapangan, agar dapat diketahui kondisi real di lapangan secara

garis besar, untuk data detailnya bisa diperoleh dari instansi yang terkait .

b. Metode Wawancara

Yaitu dengan mewawancarai narasumber yang dapat dipercaya untuk memperoleh data

yang diperlukan.

3.2.2 Data Sekunder

Data sekunder yaitu data-data kearsipan yang diperoleh dari instansi terkait, serta data-data

yang berpengaruh pada perencanaan. Adapun data sekunder antara lain :

a. Data Topografi

Untuk menentukan elevasi dan tata letak lokasi di mana akan didirikan embung dan luas

daerah aliran sungai

b. Data Geologi

Data geologi dapat berupa data fisiografi, morfologi batuan, kondisi sedimen serta kondisi

litologi pada batuan. Data tersebut digunakan untuk memperhitungkan tipe pondasi yang

akan dipilih dan sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan embung.

c. Data Tanah

Data yang dihasilkan dari penyelidikan tanah di sekitar willayah embung. Data ini

digunakan untuk mengetahui struktur dan tipe dari tanah maupun batuan yang ada,

permeabilitas tanah, sifat-sifat fisik tanah, penentuan dan perhitungan jenis pondasi yang

dipilih serta daya dukung tanah terhadap konstruksi embung. Adapun data yang diperoleh

dari data tanah antara lain :

Data sondir

Test CBR

Direct Shear Test

Soil Test, dsb.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

112

 BAB III METODOLOGI 

d. Data Hidrologi

Data ini berupa data klimatologi yang berupa data curah hujan, evapotranspirasi dan data-

data pendukung lainnya.

e. Data Penduduk.

Untuk menentukan proyeksi penduduk pada beberapa tahun ke depan dan mengetahui

pertumbuhan penduduk pada daerah tersebut. Data ini dapat diperoleh melalui instansi

terkait yaitu instansi Biro Pusat Statistik.

f. Data Klimatologi

Data Klimatologi meliputi :

Data temperatur bulanan rata-rata (oC)

Kecepatan angin rata-rata (m/det)

Kelembaman udara relative rata-rata (%)

Lama penyinaran matahari rata-rata (%)

3.3 Metodologi Perencanaan Embung

Metode perencanaan digunakan untuk menentukan langkah-langkah yang akan dilakukan

dalam perencanaan Embung Tambakboyo. Adapun metodologi perencanaan yang digunakan

adalah :

3.3.1 Survey dan Investigasi Pendahuluan

Survey dan investigasi pendahuluan dilakukan untuk mengetahui keadaan sosial, ekonomi,

budaya masyarakat dan pengamatan lokasi di lapangan serta tanggapan masyarakat

terhadap rencana pembangunan embung.

3.3.2 Identifikasi Masalah

Untuk dapat mengatasi permasalahan secara tepat maka pokok permasalahan harus

diketahui terlebih dahulu. Solusi masalah yang akan dibuat harus mengacu pada

permasalahan yang terjadi.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

113

 BAB III METODOLOGI 

3.3.3 Studi Pustaka

Studi pustaka ini dilakukan untuk mendapatkan metode dalam analisis data, perhitungan

dan perencanaan embung yang telah terbukti kebenarannya

3.3.4 Pengumpulan Data

Data digunakan untuk mengetahui penyebab masalah dan untuk merencanakan embung

yang akan dibuat. Data yang diperoleh berupa data primer dan sekunder.

3.3.5 Analisis Data

Data yang telah didapat diolah dan dianalisis sesuai dengan kebutuhannya. Masing-masing

data berbeda dalam pengolahan dan analisisnya. Pengolahan dan analisis yang sesuai akan

diperoleh variabel-variabel yang akan digunakan dalam perencanaan embung.

3.3.6 Perencanaan Konstruksi Embung

Hasil dari analisis data digunakan untuk menentukan perencanaan konstruksi embung

yang sesuai, dan tepat disesuaikan dengan kondisi-kondisi lapangan yang mendukung

konstruksi embung tersebut.

3.3.7 Stabilitas Konstruksi Embung

Dalam perencanaan konstruksi embung perlu adanya pengecekan apakah konstruksi

tersebut sudah aman dari pengaruh gaya-gaya luar maupun beban yang diakibatkan dari

konstruksi itu sendiri (Sosrodarsono, 1989). Pengecekan stabilitas konstruksi pada tubuh

bendungan merupakan usaha untuk dapat mengetahui keamanan konstruksi. Gaya-gaya

yang bekerja dikontrol terhadap tiga penyebab runtuhnya bangunan gravitasi. Tiga

penyebab runtuhnya bangunan gravitasi adalah gelincir, guling dan erosi bawah tanah

(Soedibyo, 1993).

3.3.8 Gambar Konstruksi

Hasil perencanaan dan stabilitas konstuksi embung diwujudkan dalam bentuk gambar

yang detail dengan ukuran, bentuk dan skala yang ditentukan

3.3.9 RKS dan RAB

Sebelum pelaksanaan pekerjaan pada pembangunan suatu bangunan konstruksi sangat

diperlukan RKS. Hal ini untuk membantu kelancaran proyek terutama syarat-syarat

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

114

 BAB III METODOLOGI 

spesifikasi. Dalam RKS pada perencanaan embung terdiri atas syarat-syarat umum, syarat-

syarat teknis dan pengawasan kualitas bahan.

RAB disusun dengan tujuan untuk memperoleh nilai / harga satuan pekerjaan berdasarkan

harga upah dan bahan yang berlaku di lokasi pekerjaan, analisa harga satuan dan kuantitas

/ volume.

3.3.10 Time schedule, Network Planning dan Man Power

Time Schedule adalah suatu pembagian waktu terperinci yang disediakan untuk masing-

masing bagian pekerjaan, mulai dari pekerjaan awal sampai pekerjaan akhir serta sebagai

sarana koordinasi suatu jenis pekerjaan. Network Planning merupakan gambar yang

memperlihatkan susunan urutan pekerjaan dan logika ketergantungan antara kegiatan yang

satu dengan yang lainnya beserta waktu pelaksanaan. Man Power merupakan terkait

dengan jumlah sumber daya manusia yang akan digunakan dalam pelaksanaan

pembangunan.

3.4 Bagan Alir Tugas Akhir

Keandalan hasil perencanaan erat kaitannya dengan alur kerja yang jelas, metoda analisis

yang tepat dan kelengkapan data pendukung di dalam merencanakan embung. Adapun tahap-

tahap analisis Perencanaan Embung adalah sebagai berikut :

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

115

 BAB III METODOLOGI 

`

mulai

Memggghhhenuhi syarat

Identifikasi Masalah

Studi Pustaka

Pengumpulan Data

Memenuhi Syarat

Survei Dan Investigasi Pendahuluan

Mulai

T

Y

Analisis Hidrologi

A

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

116

 BAB III METODOLOGI 

Gambar 3.1 Bagan alir tugas akhir

Y

T

Analisis Hidrolika

Gambar Konstruksi

Time Schedule,Network Planning dan Man Power

selesai

Aman

A

Perencanaan Konstuksi Embung

Stabilitas Konstruksi Embung

Rencana Kerja Dan Syarat (RKS)

Rencana Anggaran Biaya (RAB)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

117

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

BAB IV

ANALISIS HIDROLOGI

4.1 Tinjauan Umum

Data hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena hidrologi

(hydrologic phenomena). Kumpulan data hidrologi dapat disusun dalam bentuk daftar atau

tabel. Sering pula daftar atau tabel tersebut disertai dengan gambar-gambar yang biasa

disebut diagram atau grafik, dan dapat disajikan dalam bentuk peta tematik, seperti peta curah

hujan dan peta tinggi muka air dengan maksud supaya lebih dapat menjelaskan tentang

persoalan yang dipelajari.

Secara umum analisis hidrologi merupakan satu bagian analisis awal dalam perancangan

bangunan-bangunan hidraulik. Analisis hidrologi diperlukan untuk mengetahui karakteristik

hidrologi di lokasi Embung Tambakboyo. Analisis hidrologi digunakan untuk menentukan

besarnya debit banjir rencana pada suatu perencanaan bangunan air. Data untuk penentuan

debit banjir rencana pada tugas akhir ini adalah data curah hujan, dimana curah hujan

merupakan salah satu dari beberapa data yang dapat digunakan untuk memperkirakan

besarnya debit banjir rencana.

4.2 Analisis Hidrologi

Dasar penentuan/perencanaan bangunan air adalah banjir rencana (design flood). Design

flood merupakan debit banjir rencana di sungai atau saluran alamiah dengan peride ulang

tertentu misalnya 2, 5, 10, 20, 50 dan 100 tahun yang dapat dialirkan tanpa membahayakan

lingkungan sekitar dan stabilitas bangunan sungai.

Ada beberapa cara untuk mendapatkan debit banjir rencana antara lain yaitu :

a. Menganalisis debit banjir di sungai dengan melakukan pengukuran langsung di lapangan

yang mencakup fluktasi aliran setiap hari.

b. Menganalisis data hujan maksimum pada daerah aliran sungai atau stasiun pengamat

terdekat dengan mengubahnya menjadi intesitas hujan untuk menghitung debit banjir

rencana.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

118

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Dalam perencanaan Embung Tambakboyo ini, untuk mendapatkan debit rencana dipakai

analisis data curah hujan maksimum yang turun pada daerah aliran sungai.

4.2.1 Penentuan Daerah Aliran Sungai (DAS)

Penentuan daerah aliran sungai (DAS) dilakukan berdasarkan pada peta rupa bumi.

Adapun cara yang dapat digunakan untuk menentukan luasan DAS dengan menggunakan

program AutoCad atau mengeplotkan pada peta kemudian pengukuran selanjutnya

menggunakan alat Planimeter. Penentuan Luas DAS pada penyusunan tugas akhir ini

menggunakan Program AutoCad.

Gambar 4.1 Pengaruh 4 dan 3 stasiun hujan dan DAS Embung Tambakboyo

Penentuan luasan pengaruh stasiun DAS untuk Perencanaan Embung Tambakboyo

menggunakan 3 stasiun hujan yaitu Stasiun Beran, Stasiun Santan dan Stasiun Bronggang.

Pengaruh luasan daerah dengan 3 stasiun hujan lebik baik dibandingkan dengan 4 stasiun

hujan. Hal tersebut dapat dilihat dari gambar di atas dengan memperhatikan luasan

pengaruh masing-masing stasiun hujan. Berdasarkan peta Topografi daerah aliran Sungai

Tambakboyo mempunyai luasan 20,33 km2. Berikut tabel luas pengaruh stasiun hujan

terhadap DAS Sungai Tambakboyo.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

119

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.1 Luas pengaruh stasiun hujan terhadap DAS Sungai Tambakboyo

(Sumber : Perhitungan)

4.2.2 Curah Hujan Maksimum Harian Rata-Rata DAS

Besarnya curah hujan maksimum harian rata-rata DAS dihitung dengan metode Thiessen.

Metode ini mempertimbangkan daerah pengaruh tiap titik pengamatan. Penggunaan

metode Thiessen karena kondisi topografi dan jumlah stasiun memenuhi syarat untuk

digunakan metode ini. Cara yang ditempuh untuk mendapatkan hujan maksimum harian

rata-rata DAS adalah sebagai berikut :

Tentukan hujan maksimum harian pada tahun tertentu di salah satu pos hujan.

Cari besarnya curah hujan pada tanggal-bulan-tahun yang sama untuk pos hujan yang

lain.

Hitung hujan DAS dengan salah satu cara yang dipilih.

Tentukan hujan maksimum harian (seperti langkah 1) pada tahun yang sama untuk

pos hujan yang lain.

Ulangi langkah 2 dan 3 setiap tahun.

No Nama Stasiun Luas Das (km2) C

1 Bronggang 15,34 0,755 2 Beran 3,22 0,158 3 Santan 1,77 0,087

Luas Total 20,33 1

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

120

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.2 Hujan harian maksimum rata-rata

No. Tahun Tanggal

Stasiun Pencatat Hujan Hujan Hujan Max

Santan Bronggang Beran Rata-rata Harian

Bobot Harian (mm)

Rata-rata

Curah Hujan 0.087 Curah

Hujan 0.754 Curah Hujan 0.158 (mm)

1 1987 27/11/1987 107 9 18 14 87 14 37

150 20/01/1987 89 8 173 131 73 12 150 15/11/1987 6 1 31 23 89 14 38

2 1988 13/02/1988 119 10 57 43 19 3 56

87 19/11/1988 49 4 98 74 54 9 87 02/03/1988 8 1 49 37 87 14 51

3 1989 23/04/1989 121 11 11 8 29 5 23

121 19/12/1989 91 8 137 103 60 10 121 24/03/1989 10 1 13 10 70 11 22

4 1990 28/03/1990 96 8 40 30 73 12 50

100 22/04/1990 33 3 126 95 13 2 100 04/12/1990 60 5 15 11 112 18 34

5 1991 23/01/1991 135 12 60 45 43 7 64

85 07/12/1991 0 0 112 85 0 0 85 28/11/1991 8 1 30 23 125 20 43

6 1992 04/01/1992 147 13 91 69 70 11 93

98 23/01/1992 81 7 109 82 55 9 98 06/12/1992 35 3 66 50 107 17 70

7 1993 03/01/1993 48 4 0 0 0 0 4

93 05/04/1993 0 0 114 86 45 7 93 15/11/1993 6 1 89 67 119 19 87

8 1994 12/03/1994 123 11 7 5 19 3 19

139 07/12/1994 10 1 171 129 55 9 139 06/03/1994 7 1 56 42 82 13 56

9 1995 21/11/1995 138 12 23 17 21 3 33

139 15/11/1995 0 0 157 118 131 21 139 15/11/1995 0 0 157 118 131 21 139

10 1996 22/01/1996 78 7 0 0 0 0 7

107 12/12/1996 60 5 130 98 25 4 107 17/04/1996 0 0 13 10 54 9 18

11 1997 11/04/1997 90 8 0 0 0 0 8

159 12/02/1997 0 0 180 136 148 23 159 12/02/1997 0 0 180 136 148 23 159

12 1998 16/06/1998 118 10 14 11 3 0 21

99 06/12/1998 0 0 131 99 0 0 99 31/01/1998 69 6 0 0 124 20 26

(Sumber : Perhitungan)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

121

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

(Sambungan Tabel 4.2)

No. Tahun Tanggal

Stasiun Pencatat Hujan Hujan Hujan Max

Santan Bronggang Beran Rata-rata Harian Bobot Harian (mm) Rata-rata

Curah Hujan 0.087 Curah

Hujan 0.754 Curah Hujan 0.158 (mm)

13 1999 17/04/1999 114 10 6 5 22 3 18

109 13/12/1999 82 7 122 92 59 9 109 11/03/1999 11 1 10 8 86 14 22

14 2000 20/03/2000 82 7 50 38 82 13 58

90 02/04/2000 40 3 107 81 38 6 90 11/12/2000 39 3 8 6 114 18 27

15 2001 07/01/2001 129 11 31 23 28 4 39

151 03/12/2001 22 2 192 145 29 5 151 06/11/2001 37 3 23 17 134 21 42

16 2002 22/01/2002 90 8 19 14 49 8 30

102 06/02/2002 61 5 108 81 94 15 102 25/12/2002 101 9 9 7 6 1 17

17 2003 27/02/2003 196 17 37 28 22 3 48

84 03/05/2003 60 5 75 57 37 6 68 26/02/2003 192 17 69 52 94 15 84

18 2004 30/01/2004 110 10 57 43 18 3 55

101 01/02/2004 48 4 95 72 30 5 81 27/12/2004 86 7 89 67 169 27 101

19 2005 10/12/2005 70 6 10 8 144 23 36

136 23/02/2005 43 4 162 122 66 10 136 15/02/2005 90 8 6 5 10 2 14

20 2006 22/12/2006 5 0 46 35 84 13 48

92 27/02/2006 92 8 2 2 2 0 10 10/04/2006 34 3 111 84 35 6 92

(Sumber : Perhitungan)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

122

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

4.2.3 Analisis Frekuensi Curah Hujan Rencana

Data yang digunakan dalam analisis curah hujan rencana adalah intensitas hujan

maksimum harian rata-rata DAS Sungai Tambakboyo berdasarkan waktu konsentrasi (tc).

4.2.3.1 Pengukuran Dispersi

Tidak semua nilai dari suatu variabel hidrologi terletak atau sama dengan nilai rata-

ratanya. tetapi kemungkinan ada nilai yang lebih besar atau kecil dari nilai rata-

ratanya. Besarnya dispersi dilakukan dengan pengukuran dispersi. yakni melalui

perhitungan parametrik statistik untuk (Xi–X). (Xi–X)2. (Xi–X)3. (Xi–X)4 terlebih

dahulu.

Dimana :

Xi = Besarnya curah hujan DAS (mm)

X = Rata-rata curah hujan maksimum daerah (mm)

Tabel 4.3 menunjukkan beberapa parameter yang menjadi syarat penggunaan suatu

metode sebaran. Dari tabel tersebut ditunjukkan beberapa nilai Cs. Cv. dan Ck yang

menjadi persyaratan dari penggunaan empat jenis metode sebaran. Tabel 4.3. Persyaratan metode sebaran

Jenis Sebaran Syarat

Normal Cs ≈ 0 Ck ≈ 3

Gumbel Tipe I Cs ≤ 1,1396 Ck ≤ 5,4002

Log Pearson Tipe III Cs ≠ 0 Ck ≈1,5Cs²+3

Log normal Cs ≈ 3Cv + Cv

3 Cv ≈ 0

(Sutiono. dkk)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

123

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.4 Perhitungan distribusi curah hujan (statistik)

No. Tahun Ri (Ri-Rrt)² (Ri-Rrt)³ (Ri-Rrt)4 1 1987 150 1425 53807 2031364 2 1988 87 642 -16253 411696 3 1989 121 76 659 5739 4 1990 100 146 -1767 21365 5 1991 85 761 -20992 579086 6 1992 98 198 -2795 39369 7 1993 93 359 -6804 128936 8 1994 139 703 18640 494238 9 1995 139 735 19941 540759

10 1996 107 23 -112 540 11 1997 159 2225 104919 4948484 12 1998 99 176 -2326 30816 13 1999 109 13 -45 160 14 2000 90 478 -10442 228238 15 2001 151 1543 60637 2382244 16 2002 102 108 -1126 11720 17 2003 84 808 -22972 653010 18 2004 101 114 -1220 13038 19 2005 136 592 14418 350918 20 2006 92 393 -7806 3601

Rata-rata 112 Jumlah 11519 178362 12875323

(Sumber : Perhitungan)

Sd = 24,62

Cs = 0,04

Cv = 0,22

Ck = 1,752

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

124

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

4.2.4 Pemilihan Jenis Sebaran

Metode yang digunakan diatas yang paling mendekati adalah metode sebaran Normal

dengan nilai Cs = 0,04 ≈ 0 dan Ck = 1,752 ≈ 3. Dari jenis sebaran yang telah memenuhi

syarat tersebut perlu diuji kecocokan sebarannya dengan beberapa metode. Hasil uji

kecocokan sebaran menunjukkan sebarannya dapat diterima atau tidak.

4.2.5 Uji Kecocokan Sebaran

4.2.5.1 Uji Sebaran Chi-Kuadrat (Chi-Square Test)

Untuk menguji kecocokan sebaran normal dengan metode Uji Chi-Kuadrat (Chi-

Square Test). Maka dapat dibuat sub kelompok. setiap sub kelompok minimal

terdapat lima buah data pengamatan (Soewarno. 1995). Untuk menguji kecocokan

suatu distribusi sebaran data curah hujan yang menggunakan metode uji Chi Kuadrat

(Chi-Square Test). digunakan rumus sebagai berikut:

Jumlah data = 20

Taraf signifikan (α) = 5%

K = 1 + 3,322 log n = 1+3,322 log 20 = 5,322 ≈ 6

DK = K-(P+1) = 6-(2+1) = 3

f2 =i

ii

EOE 2)(

Ei = n / K = 20/6 = 3,33

∆X = (Xmaks- Xmin )/G-1 = (159 – 84)/6 – 1 = 15 Xawal = Xmin -

½ ∆X = 84 – (0,5 x 15) = 76,5

Xakhir = Xmax + ½

∆X = 159+ (0,5 x 15) = 166,5

Dimana :

K = jumlah Kelas

DK = Derajad Kebebasan

= K-(P+1)

P = Nilai untuk Distribusi normal dan binomial P = 2 dan untuk

Distribusi poisson P = 1

n = Jumlah Data

f2 = Harga Chi Square

Oi = Jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok ke-1

Ei = Jumlah nilai teoritis pada sub kelompok ke-1

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

125

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Nilai f2 dicari pada tabel 2.9 dengan menggunakan nilai DK = 3 dan derajad

kepercayaan 5% kemudian dibandingkan dengan nilai f2 hasil perhitungan pada tabel

4.5 Syarat yang harus dipenuhi yaitu f2 hitungan < f2 tabel. Perhitungan nilai f2

disajikan pada tabel 4.5 sebagai berikut : Tabel 4.5 Metode Chi-Kuadrat

No. Nilai batas sub kelompok Jumlah Data

Oi - Ei (Oi-Ei)²/Ei Oi Ei

1 76,5< x ≤ 91,5 4 3,33 0,67 0,135 2 91,5 < x ≤ 106,5 7 3,33 3,67 4,045 3 106,5 < x ≤ 121,5 3 3,33 -0,33 0,033 4 121,5< x ≤ 136,5 1 3,33 -2,33 1,630 5 136,5 < x ≤ 151,5 4 3,33 0,67 0,135 6 151,5< x < 166,5 1 3,33 -2,33 1,630 Jumlah 20 20 7,608

(Sumber : Perhitungan)

Chi Square Hitungan (f2) = 7,608

N = 20

K = 6

Derajat Kebebasan (DK) = 3

DK = Derajat Signifikasi (%) = 5

Chi Square kritis (f2cr) = 7,815

f2 < f2cr Hipotesa Diterima

4.2.5.2 Uji Sebaran Smirnov-Kolmogorov

Uji kecocokan Smirnov-Kolmogorov sering juga disebut uji kecocokan non

parametrik (non parametric test) karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi

distribusi tertentu. Hasil perhitungan uji kecocokan sebaran dengan Smirnov-

Kolmogorov untuk metode sebaran normal dapat dilihat pada Tabel 4.6.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

126

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.6 Perhitungan uji sebaran Smirnov-Kolmogorov

No Xi m P(x) = m/(n+1) P(x<) k= (Xi-Xrt)/Sx P'(x) P'(x<) D (1) (2) (3) (3) (4) = 1 - (3) (5) (6) (7) = 1 - (6) (8) = (7) - (4) 1 84 1 0,048 0,952 -1,1 0,129 0,871 -0,081 2 85 2 0,095 0,905 -1,1 0,129 0,871 -0,034 3 87 3 0,143 0,857 -1,0 0,152 0,848 -0,009 4 90 4 0,190 0,810 -0,9 0,175 0,825 0,015 5 92 5 0,238 0,762 -0,8 0,197 0,803 0,041 6 93 6 0,286 0,714 -0,8 0,197 0,803 0,089 7 98 7 0,333 0,667 -0,6 0,255 0,745 0,078 8 99 8 0,381 0,619 -0,5 0,290 0,710 0,091 9 100 9 0,429 0,571 -0,5 0,290 0,710 0,139

10 101 10 0,476 0,524 -0,4 0,327 0,673 0,149 11 102 11 0,524 0,476 -0,4 0,327 0,673 0,197 12 105 12 0,571 0,429 -0,3 0,364 0,636 0,207 13 109 13 0,619 0,381 -0,1 0,441 0,559 0,178 14 121 14 0,667 0,333 0,4 0,674 0,326 -0,007 15 136 15 0,714 0,286 1,0 0,848 0,152 -0,134 16 139 16 0,762 0,238 1,1 0,870 0,130 -0,108 17 139 17 0,810 0,190 1,1 0,870 0,130 -0,060 18 150 18 0,857 0,143 1,5 0,937 0,063 -0,080 19 151 19 0,905 0,095 1,6 0,951 0,049 -0,046 20 159 20 0,952 0,048 1,9 0,974 0,026 -0,022

(Sumber : Perhitungan )

Jumlah = 2240

n = 20

Rata-rata = 112 mm

Sd = 24,559

D max = 0,207

Dcr = 0,29

Dmax < Dcr Hipotesa Diterima

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

127

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

4.2.6 Perhitungan Curah Hujan Metode Terpilih (Metode Sebaran Normal)

Perhitungan curah hujan rencana dengan metode sebaran normal :

Xrt = Hujan periode ulang T tahun = 112,10

Sd = Standar deviasi = 24,62

Cs = Koefisien Skewness = 0,04

k = koefisien sebaran Tabel 4.7 Koefisien sebaran metode sebaran normal

Periode Ulang (tahun)

K 2 5 10 20 50 100 0,000 0,840 1,280 1,640 2,050 2,330

(Sumber : Perhitungan )

Tabel 4.8 Curah hujan rencana metode sebaran normal untuk periode ulang T tahun

No T Xrt Sd k Xt (Tahun) Normal (mm)

1 2 112,10 24,62 0,000 112,10 2 5 112,10 24,62 0,840 132,78 3 10 112,10 24,62 1,280 143,61 4 20 112,10 24,62 1,640 152,48 5 50 112,10 24,62 2,050 162,57 6 100 112,10 24,62 2,330 169,47

(Sumber : Perhitungan )

4.2.7 Intensitas Curah Hujan

Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan waktu. Sifat umum

hujan adalah makin singkat hujan berlangsung intensitasnya cenderung makin tinggi dan

makin besar periode ulangnya makin tinggi pula intensitasnya. Analisis intesitas curah

hujan ini dapat diproses dari data curah hujan yang telah terjadi pada masa lampau. Rumus

yang digunakan Menurut Dr. Mononobe yaitu :

I = 32

24 2424

tR

Dimana :

I = Intensitas curah hujan (mm/jam)

t = lamanya curah hujan (jam)

R24 = curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

128

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.9 Intesitas curah hujan

Waktu Intensitas Curah Hujan ( I )

R2 R5 R10 R20 R50 R100 PMP 112,10 132,78 143,61 152,48 162,57 169,47 201,52

Jam mm mm mm mm mm mm mm 1 2 3 4 5 6 7 8 1 38,86 46,03 49,79 52,86 56,36 58,75 69,86 2 24,48 29,00 30,03 33,30 35,50 37,01 44,01 3 18,68 22,13 22,92 25,41 27,10 28,24 33,59 4 15,42 18,27 18,92 20,98 22,37 23,32 27,72 5 13,29 15,74 16,30 18,08 19,28 20,09 23,89 6 11,77 13,94 14,44 16,01 17,07 17,79 21,16 7 10,62 12,58 13,03 14,45 15,40 16,06 19,09 8 9,72 11,51 11,92 13,22 14,09 14,69 17,47 9 8,98 10,64 11,02 12,22 13,03 13,58 16,15

10 8,37 9,92 10,27 11,39 12,14 12,66 15,05 11 7,86 9,31 9,64 10,69 11,39 11,88 14,12 12 7,41 8,78 9,10 10,09 10,75 11,21 13,33 13 7,03 8,33 8,62 9,56 10,19 10,63 12,64 14 6,69 7,92 8,21 9,10 9,70 10,11 12,03 15 6,39 7,57 7,84 8,69 9,27 9,66 11,49 16 6,12 7,25 7,51 8,33 8,88 9,25 11,00 17 5,88 6,96 7,21 8,00 8,52 8,89 10,57 18 5,66 6,70 6,94 7,70 8,21 8,55 10,17 19 5,46 6,46 6,70 7,42 7,92 8,25 9,81 20 5,27 6,25 6,47 7,17 7,65 7,97 9,48 21 5,11 6,05 6,26 6,94 7,40 7,72 9,18 22 4,95 5,86 6,07 6,73 7,18 7,48 8,90 23 4,81 5,69 5,89 6,54 6,97 7,26 8,64 24 4,67 5,53 5,73 6,35 6,77 7,06 8,40

(Sumber : Perhitungan )

4.2.8 Hujan Berpeluang Maksimum (Probable Maximum Precipitation,PMP)

Berdasarkan rumus Hersfield yang didasarkan atas persamaan frekuensi umum.

dikembangkan oleh Chow (1951) dalam Ward dan Robinson (1990). Rumus ini

mengaitkan antara besarnya PMP untuk lama waktu hujan tertentu terhadap nilai tengah

(Xn) dan standar deviasi (Sn).

SnKmXnPMP .

Dimana :

PMP = Probable Maximum Precipitation

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

129

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Km = faktor pengali terhadap standar deviasi. Km = 20

Xn = nilai tengah (mean) data hujan maksimum tahunan

Sn = standar deviasi data hujan maksimum tahunan

Km = faktor pengali terhadap standar deviasi

Diketahui :

Xn = 112,10 mm

Sn = 24,62

Km = 20

PMP = 112,10 + (20 x 24,62)

= 604,54 mm

Untuk perencanaan embung, besarnya PMP yang akan digunakan untk perhitungan PMF

adalah sebesar 1/3 PMP.

1/3 PMP = 201,516 mm

4.2.9 Banjir Berpeluang Maksimum (Probable Maximum Precipitation, PMF)

Probable Maximum Precipitation muncul diawali oleh ketidakyakinan analisis bahwa

suatu rancangan yang didasarkan pada suatu analisis frekuensi akan betul-betul aman.

meskipun hasil analisis frekuensi selama ini dianggap yang terbaik dibandingkan dengan

besaran lain yang diturunkan dari model. akan tetapi keselamatan manusia ikut tersangkut.

maka analisis tersebut dipandang belum mencukupi. Apapun alasannya keselamatan

manusia harus diletakan urutan ke atas. (Sri Harto. 1993). Besarnya Debit PMF pada

perencanaan Embung Tambakboyo ini dihitung menggunakan Metode HSS Gama I. Data

curah hujannya berdasarkan data yang diperoleh dari perhitungan 1/3PMP sebesar

201,516 mm.

4.2.10 Debit Banjir Rencana

4.2.10.1 Metode Haspers

Metode ini digunakan dengan syarat luas DAS < 100 km2. Untuk menghitung

besarnya debit dengan metode Haspers digunakan persamaan sebagai berikut

(Loebis. 1987) :

AqQt n..

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

130

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Koefisien run off ( )

7,0

7,0

75,01012,01

ff

7,0

7,0

33,2075,0133,20012,01

xx

679,0

Waktu konsentrasi ( t )

t = 0,1 x L0,8 x I-0,3

Diketahui :

L = 16,51 km

I = 0,024228

t = 0,1 x 16,51 x 0,024228

= 2,877 jam

Koefisien reduksi ( )

1215

107,311 4/3

2

4.0 fxt

xt t

1233,20

15877,2107,3877,211 4/3

2

877,24,0

xx x

β = 0,903

Dimana :

f = luas ellips yang mengelilingi DPS dengan sumbu panjang tidak lebih dari

1.5 kali sumbu pendek (km 2 )

t = waktu konsentrasi (jam)

L = Panjang sungai (km)

I = kemiringan rata-rata sungai

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

131

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Intensitas hujan

Untuk t < 2 jam

2

24

24

)2)(260(0008.01 tRttRRn

Untuk 2 jam t <19 jam

1

24

ttRRn

Untuk 19 jam t 30 jam

1707.0 24 tRRn

dimana t dalam jam dan Rt.R24 (mm)

Hujan maksimum ( q n )

124

ttRRn

1877,210,112877,2

x

= 83,181 (mm/hari)

tRnqn

6,3

877,26,3

740,97877,20x

x

= 8,032 (m3/det.km2)

Debit banjir rencana

AqQt n..

33,20032,8903,0679,0 xxx = 100,16 m3/det

Dimana :

t = Waktu konsentrasi (jam)

Qt = Debit banjir rencana (m3/det)

Rn = Curah hujan maksimum (mm/hari)

q n = Debit persatuan luas (m3/det.Km2)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

132

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.10 Perhitungan debit banjir rencana Metode Haspers

No Periode Ulang R24 A α β Rn qn Q 1 2 112,10 20,33 0,679 0,903 83,181 8,032 100,16 2 5 132,78 20,33 0,679 0,903 98,529 9,514 118,64 3 10 143,61 20,33 0,679 0,903 106,568 10,290 128,32 4 20 152,48 20,33 0,679 0,903 113,146 10,925 136,24 5 50 162,57 20,33 0,679 0,903 120,637 11,649 145,26 6 100 169,47 20,33 0,679 0,903 125,753 12,143 151,42

(Sumber : Perhitungan )

4.2.10.2 Metode Der Weduwen

Perhitungan Debit banjir rencana dengan Metode Der weduwen.

Qn = Aq

α = 7.

1.41

q

= A

Att

120

.91120

qn = 45.1

65.67240 t

xRn

t = 0,250,125xI0,25xLxQ

Is LH

Dimana :

Qn = debit banjir (m³/det) dengan kemungkinan tak terpenuhi n %

Rn = curah hujan harian maksimum (mm/hari) dengan kemungkinan tidak

terpenuhi n %.

= koefisien limpasan air hujan (run off)

= koefisien pengurangan daerah untuk curah hujan DAS

qn = curah hujan (m³/det/km²)

A = luas daerah aliran (km²) sampai 100 km²

t = lamanya curah hujan (jam) yaitu pada saat-saat kritis curah hujan yang

mengacu pada terjadinya debit puncak

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

133

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

L = panjang sungai (km)

Is = gradien sungai atau medan

H = beda tinggi (m)

Perhitungan :

Periode ulang 2 tahun

Untuk R2 = 112,10

Asumsi t = 6,479 jam

024228,016510

400

LHI s

9253,033,20120

33,209506,61506,6120

x

985,345,1479,6

65,67240

112,10

xq (m³/det/km²)

6163,07)985,39253,0(

1,41

x

det/194,4633,20985,39253,06163,0 3mxxxQ 25,0125,0 024228,0194,4651,1625,0 xxt

t = 6,4794 jam……(ok)

Periode ulang 5 tahun

R5 = 132,78 mm

Asumsi t = 6,292 jam

β = 0,9242

q = 4,8343 (m³/det/km²)

α = 0,6425

Q = 58,3577 m³/det

t = 6,2928 jam

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

134

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Periode ulang 10 tahun

R10 = 143,61 mm

Asumsi t = 6,207 jam

β = 0,9238

q = 5,2868m³/det/km²

α = 0,6550

Q = 65,0333 m³/det

t = 6,2082 jam

Periode ulang 20 tahun

R20 = 152,48 mm

Asumsi t = 6,140 jam β = 0,9234

q = 5,6626 m³/det/km²

α = 0,6647

Q = 70,6670 m³/det

t = 6,1441 jam

Periode ulang 50 tahun

R50 = 162,57 mm

Asumsi t = 6,071 jam β = 0,9231

q = 6,0929 m³/det/km²

α = 0,6752

Q = 77,2084 m³/det

t = 6,0765 jam

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

135

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Periode ulang 100 tahun

R100 = 169,47 mm

Asumsi t = 6,026

β = 0,9229

q = 6,3896 m³/det/km²

α = 0,6821

Q = 81,769 m³/det

t = 6,033 jam

Tabel 4.11 Debit rencana periode ulang T tahun Metode Der Weduwen

No Periode Rn (mm) Q (m3/det) 1 2 112,10 46,19 2 5 132,78 58,36 3 10 143,61 65,03 4 25 152,48 70,67 5 50 162,57 77,21 6 100 169,47 81,77

(Sumber : Perhitungan )

4.2.10.3 Metode FSR Jawa-Sumatera

Diketahui :

AREA = 20,33 km2

MSL = 16,51 km

H = 400 m

PBAR = 132,78 mm Tabel 4.12 Faktor Reduksi Luas (ARF)

DPS (Km 2 ) ARF

1-10

10-30

30-30,000

0,99

0,97

1,152-0,12330 log AREA

(Sumber : Joesron Loebis,1987)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

136

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Perhitungan :

V = 1,02 - 0,0275, log(AREA)

= 1,02 – 0,0275 log 20,33 = 0,98403

SIMS = MSL

H = 51,16

400 = 24,2277 m/km

APBAR = PBAR x ARF

= 132,78 x 0,97 = 128,795 mm

MAF = 85.0117.0445.26 )1()()(

108 LAKExxSIMSAPBARxAREA V

= 85.0117.0445.2997,06

)01(2277,24)795,128()33,20(10

8 xxx

= 32,424 m3/dtk

Berdasarkan Tabel 2.11 maka bisa ditentukan nilai Growth Factor yang diambil

berdasarkan periode dan luas DAS, Berikut disajikan hasil perhitungan debit banjir

rencana :

QT = GF(T,AREA) x MAF

Untuk T = 2 tahun, nilai GF = 1,26

QT = 1,26 x 32,424 = 40,87 m3/dtk

Tabel 4.13 Hasil Perhitungan dengan Metode FSR Jawa-Sumatra

Periode (tahun) PBAR(R24) APBAR MAF GF

Luas DAS (km2)

QT (m3/dtk)

5 132,78 128,795 32,434 1,26 20,33 40,87 10 143,61 139,304 39,290 1,56 20,33 61,29 20 152,48 147,902 45,487 2,35 20,33 106,89 50 162,57 157,695 53,206 2,75 20,33 146,32

100 169,47 164,382 58,893 3,27 20,33 192,58 (Sumber : Perhitungan)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

137

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

4.2.10.4 Metode Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Gama I

Metode Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Gama I banyak digunakan untuk

mengetahui hidrograf banjir di Indonesia. Metode ini memang bisa dikondisikan

terhadap kondisi topografi sungai-sungai di Indonesia bila dibandingkan cara-cara

lain. Untuk rumus-rumus dapat dilihat pada bab II.

L1 = panjang sungai tingkat 1 = 22,927 km

Lst = panjang sungai semua tingkat = 55,908 km

L = panjang sungai utama = 16,908 km

N1 = jumlah sungai tingkat 1 = 17 buah

N = jumlah sungai semua tingkat = 33

JN = jumlah pertemuan anak sungai = 15

Wl = lebar DAS pada 0,25L = 1,939 km

Wu = lebar DAS pada 0,75L = 1,616 km

Au = luas DAS atas = 10,473 km2

A = luas total DAS = 20,33 km2

S = kemiringan sungai rata-rata = 0,024228

Gambar 4.2 Sketsa penentuan jumlah dan pertemuan sungai

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

138

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

410084,0908,55927,221

stLLSF

515,033171

NN

SN

0833419,0939,1616,1

l

u

WWWF

51516,033,20

473,10

AARUA u

429444,051516,0393939,0 xRUAWFSIM

75,233,20

908,55

ALD st

Perhitungan :

a. Waktu mencapai puncak

TR = 0,43 (L/100SF)3 + 1,0665 SIM + 1,2775

= 0,43 (16,908/100 x 0,410084)3 +1,0665 x 0,429444 + 1,2775

= 1,763451 jam

b. Debit puncak

QP = 0,1836 A0,5886 TR-0,4008 JN0,2381

= 0,1836 x (20,33)0,5886 x (1,763451)-0,4008 x (15)0,2381

= 1,641071 m3/det

c. Waktu dasar

TB = 27,4132 TR0,1457 S-0,0986 SN 0,7344 RUA0,2574

= 27,4132 x (1,763451)0,1457x (0,024228)-0,0986x (0,515) 0,7344 x

(0,51516)0,2574

= 20,302 jam

d. Koefisien tampungan

K = 0,5617 A0,1798 S-0,1446 SF-1,0897 D0,0452

= 0,5617 x (20,33)0,1798 x (0,024228)-0,1446 x (0,410084) -1,0897 x (2,75)0,0452

= 4,571365

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

139

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

e. indeks

Φ = 10,4903 – 3,859,10-6A2 + 1,6985,10-13 (A/SN)4

= 10,4903 – 3,859,10-6 (20,33)2 + 1,6985,10-13 (20,33/0.515)4

= 10,489 mm/jam

f. Aliran dasar

QB = 0,4751 A0,6444D0,9430

=0,4751 x 20,330,6444 x 2,750,9430

= 8,591 m3/det

g. Unit Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Gama-I

Kurva hidrograf merupakan garis lurus sampai pada debit puncak (Qp).

Sedangkan untuk debit yang terjadi pada jam ke-t dan setelahnya (setelah TR

pada sumbu horizontal). maka ditentukan dengan persamaan berikut (Sri Harto.

1981) :

kt

pt eQQ

.

Dimana :

Qt = Debit yang terjadi pada jam ke-t

Qp = Debit puncak

t = Waktu

k = Faktor tampungan

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

140

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.14 Perhitungan resesi unit hidrograf

t (jam) k t/k Qp Qt

0 0,0000 1 0,9310

1,763 1,6411 2 4,5714 0,0517 1,6411 1,5583 3 4,5714 0,2705 1,6411 1,2521 4 4,5714 0,4893 1,6411 1,0061 5 4,5714 0,7080 1,6411 0,8084 6 4,5714 0,9268 1,6411 0,6496 7 4,5714 1,1455 1,6411 0,5220 8 4,5714 1,3643 1,6411 0,4194 9 4,5714 1,5830 1,6411 0,3370 10 4,5714 1,8018 1,6411 0,2708 11 4,5714 2,0205 1,6411 0,2176 12 4,5714 2,2393 1,6411 0,1748 13 4,5714 2,4580 1,6411 0,1405 14 4,5714 2,6768 1,6411 0,1129 15 4,5714 2,8955 1,6411 0,0907 16 4,5714 3,1143 1,6411 0,0729 17 4,5714 3,3330 1,6411 0,0586 18 4,5714 3,5518 1,6411 0,0471 19 4,5714 3,7705 1,6411 0,0378 20 4,5714 3,9893 1,6411 0,0304 21 4,5714 4,2081 1,6411 0,0244 22 4,5714 4,4268 1,6411 0,0196 23 4,5714 4,6456 1,6411 0,0158 24 4,5714 4,8643 1,6411 0,0127

(Sumber : Perhitungan)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

141

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Gambar 4.2 Grafik hidrograf satuan sintetis (HSS) Gama I

Gambar 4.2 Grafik Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) Gama I

Gambar 4.3 Grafik hidrograf Satuan Sintetis (HSS) Gama I

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

142

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.15 Intesitas curah hujan jam-jaman Metode Gama I

Jam Φ

Intensitas Curah Hujan ( I )

R2 R5 R10 R20 R50 R100 1/3 PMP

112,10 132,78 143,61 152,48 162,57 169,47 201,52

R Re R Re R Re R Re R Re R Re R Re

1 10,49 38,86 28,37 46,03 35,54 49,79 39,30 52,86 42,37 56,36 45,87 58,75 48,26 69,86 59,37

2 10,49 24,48 13,99 29,00 18,51 30,03 19,54 33,30 22,81 35,50 25,02 37,01 26,52 44,01 33,52

3 10,49 18,68 8,19 22,13 11,64 22,92 12,43 25,41 14,92 27,10 16,61 28,24 17,76 33,59 23,10

4 10,49 15,42 4,93 18,27 7,78 18,92 8,43 20,98 10,49 22,37 11,88 23,32 12,83 27,72 17,24

5 10,49 13,29 2,80 15,74 5,25 16,30 5,81 18,08 7,59 19,28 8,79 20,09 9,60 23,89 13,40

6 10,49 11,77 1,28 13,94 3,45 14,44 3,95 16,01 5,52 17,07 6,58 17,79 7,30 21,16 10,67

7 10,49 10,62 0,13 12,58 2,09 13,03 2,54 14,45 3,96 15,40 4,91 16,06 5,57 19,09 8,60

8 10,49 9,72 0,00 11,51 1,02 11,92 1,43 13,22 2,73 14,09 3,60 14,69 4,20 17,47 6,98

9 10,49 8,98 0,00 10,64 0,15 11,02 0,53 12,22 1,73 13,03 2,54 13,58 3,09 16,15 5,66

10 10,49 8,37 0,00 9,92 0,00 10,27 0,00 11,39 0,90 12,14 1,65 12,66 2,17 15,05 4,56

11 10,49 7,86 0,00 9,31 0,00 9,64 0,00 10,69 0,20 11,39 0,91 11,88 1,39 14,12 3,64

12 10,49 7,41 0,00 8,78 0,00 9,10 0,00 10,09 0,00 10,75 0,26 11,21 0,72 13,33 2,84

13 10,49 7,03 0,00 8,33 0,00 8,62 0,00 9,56 0,00 10,19 0,00 10,63 0,14 12,64 2,15

14 10,49 6,69 0,00 7,92 0,00 8,21 0,00 9,10 0,00 9,70 0,00 10,11 0,00 12,03 1,54

15 10,49 6,39 0,00 7,57 0,00 7,84 0,00 8,69 0,00 9,27 0,00 9,66 0,00 11,49 1,00

16 10,49 6,12 0,00 7,25 0,00 7,51 0,00 8,33 0,00 8,88 0,00 9,25 0,00 11,00 0,51

17 10,49 5,88 0,00 6,96 0,00 7,21 0,00 8,00 0,00 8,52 0,00 8,89 0,00 10,57 0,08

18 10,49 5,66 0,00 6,70 0,00 6,94 0,00 7,70 0,00 8,21 0,00 8,55 0,00 10,17 0,00

19 10,49 5,46 0,00 6,46 0,00 6,70 0,00 7,42 0,00 7,92 0,00 8,25 0,00 9,81 0,00

20 10,49 5,27 0,00 6,25 0,00 6,47 0,00 7,17 0,00 7,65 0,00 7,97 0,00 9,48 0,00

21 10,49 5,11 0,00 6,05 0,00 6,26 0,00 6,94 0,00 7,40 0,00 7,72 0,00 9,18 0,00

22 10,49 4,95 0,00 5,86 0,00 6,07 0,00 6,73 0,00 7,18 0,00 7,48 0,00 8,90 0,00

23 10,49 4,81 0,00 5,69 0,00 5,89 0,00 6,54 0,00 6,97 0,00 7,26 0,00 8,64 0,00

24 10,49 4,67 0,00 5,53 0,00 5,73 0,00 6,35 0,00 6,77 0,00 7,06 0,00 8,40 0,00 (Sumber : Perhitungan)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

143

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.16 Perhitungan hidrograf banjir periode ulang 2 tahun

Jam UHSS Qt x Re

QB QP 28,37 13,99 8,19 4,93 2,80 1,28 0,13 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0,00 8,59 8,59

1 0,93 26,4 8,59 35,01

2 1,56 44,2 13,0 8,59 65,83

3 1,25 35,5 21,8 7,6 8,59 73,55

4 1,01 28,5 17,5 12,8 4,6 8,59 72,02

5 0,81 22,9 14,1 10,3 7,7 2,6 8,59 66,16

6 0,65 18,4 11,3 8,2 6,2 4,4 1,2 8,59 58,31

7 0,52 14,8 9,1 6,6 5,0 3,5 2,0 0,1 8,59 49,70

8 0,42 11,9 7,3 5,3 4,0 2,8 1,6 0,2 0 8,59 41,73

9 0,34 9,6 5,9 4,3 3,2 2,3 1,3 0,2 0 0 8,59 35,22

10 0,27 7,7 4,7 3,4 2,6 1,8 1,0 0,1 0 0 0 8,59 29,99

11 0,22 6,2 3,8 2,8 2,1 1,5 0,8 0,1 0 0 0 0 8,59 25,78

12 0,17 5,0 3,0 2,2 1,7 1,2 0,7 0,1 0 0 0 0 0 8,59 22,41

13 0,14 4,0 2,4 1,8 1,3 0,9 0,5 0,1 0 0 0 0 0 0 8,59 19,69

14 0,11 3,2 2,0 1,4 1,1 0,8 0,4 0,1 0 0 0 0 0 0 0 8,59 17,51

15 0,09 2,6 1,6 1,2 0,9 0,6 0,3 0,0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 15,76

16 0,07 2,1 1,3 0,9 0,7 0,5 0,3 0,0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 14,35

17 0,06 1,7 1,0 0,7 0,6 0,4 0,2 0,0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 13,22

18 0,05 1,3 0,8 0,6 0,4 0,3 0,2 0,0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 12,31

19 0,04 1,1 0,7 0,5 0,4 0,3 0,1 0,0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 11,58

20 0,03 0,9 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0,0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 10,99

21 0,02 0,7 0,4 0,3 0,2 0,2 0,1 0,0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 10,52

22 0,02 0,6 0,3 0,2 0,2 0,1 0,1 0,0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 10,14

23 0,02 0,4 0,3 0,2 0,1 0,1 0,1 0,0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 9,84

24 0,01 0,4 0,2 0,2 0,1 0,1 0,0 0,0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 9,59 (Sumber : Perhitungan)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

144

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.17 Perhitungan hidrograf banjir periode ulang 5 tahun

Jam UHSS Qt x Re

QB QP 35,54 18,51 11,64 7,78 5,25 3,45 2,09 1,02 0,15 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0,00 8,59 8,59

1 0,93 33,1 8,59 41,68

2 1,56 55,4 17,2 8,59 81,21

3 1,25 44,5 28,8 10,8 8,59 92,78

4 1,01 35,8 23,2 18,1 7,2 8,59 92,91

5 0,81 28,7 18,6 14,6 12,1 4,9 8,59 87,54

6 0,65 23,1 15,0 11,7 9,7 8,2 3,2 8,59 79,50

7 0,52 18,6 12,0 9,4 7,8 6,6 5,4 1,9 8,59 70,31

8 0,42 14,9 9,7 7,6 6,3 5,3 4,3 3,3 0,9 8,59 60,83

9 0,34 12,0 7,8 6,1 5,1 4,2 3,5 2,6 1,6 0,14 8,59 51,53

10 0,27 9,6 6,2 4,9 4,1 3,4 2,8 2,1 1,3 0,23 0 8,59 43,21

11 0,22 7,7 5,0 3,9 3,3 2,7 2,2 1,7 1,0 0,19 0 0 8,59 36,41

12 0,17 6,2 4,0 3,2 2,6 2,2 1,8 1,4 0,8 0,15 0 0 0 8,59 30,94

13 0,14 5,0 3,2 2,5 2,1 1,8 1,4 1,1 0,7 0,12 0 0 0 0 8,59 26,55

14 0,11 4,0 2,6 2,0 1,7 1,4 1,2 0,9 0,5 0,10 0 0 0 0 0 8,59 23,02

15 0,09 3,2 2,1 1,6 1,4 1,1 0,9 0,7 0,4 0,08 0 0 0 0 0 0 8,59 20,19

16 0,07 2,6 1,7 1,3 1,1 0,9 0,8 0,6 0,3 0,06 0 0 0 0 0 0 0 8,59 17,91

17 0,06 2,1 1,3 1,1 0,9 0,7 0,6 0,5 0,3 0,05 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 16,08

18 0,05 1,7 1,1 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,2 0,04 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 14,61

19 0,04 1,3 0,9 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,03 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 13,43

20 0,03 1,1 0,7 0,5 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0,03 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 12,48

21 0,02 0,9 0,6 0,4 0,4 0,3 0,3 0,2 0,1 0,02 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 11,71

22 0,02 0,7 0,5 0,4 0,3 0,2 0,2 0,2 0,1 0,02 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 11,10

23 0,02 0,6 0,4 0,3 0,2 0,2 0,2 0,1 0,1 0,01 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 10,61

24 0,01 0,5 0,3 0,2 0,2 0,2 0,1 0,1 0,1 0,01 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 10,21 (Sumber : Perhitungan)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

145

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.18 Perhitungan hidrograf banjir periode ulang 10 tahun

Jam UHSS Qt x Re

QB QP 39,30 19,54 12,43 8,43 5,81 3,95 2,54 1,43 0,53 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0,00 8,59 8,59

1 0,93 36,6 8,59 45,18

2 1,56 61,2 18,2 8,59 88,03

3 1,25 49,2 30,5 11,6 8,59 99,82

4 1,01 39,5 24,5 19,4 7,8 8,59 99,82

5 0,81 31,8 19,7 15,6 13,1 5,4 8,59 94,14

6 0,65 25,5 15,8 12,5 10,6 9,1 3,7 8,59 85,72

7 0,52 20,5 12,7 10,0 8,5 7,3 6,2 2,4 8,59 76,13

8 0,42 16,5 10,2 8,1 6,8 5,9 4,9 4,0 1,3 8,59 66,25

9 0,34 13,2 8,2 6,5 5,5 4,7 4,0 3,2 2,2 0,5 8,59 56,57

10 0,27 10,6 6,6 5,2 4,4 3,8 3,2 2,6 1,8 0,8 0 8,59 47,57

11 0,22 8,6 5,3 4,2 3,5 3,0 2,6 2,1 1,4 0,7 0 0 8,59 39,91

12 0,17 6,9 4,3 3,4 2,8 2,4 2,1 1,6 1,2 0,5 0 0 0 8,59 33,76

13 0,14 5,5 3,4 2,7 2,3 2,0 1,7 1,3 0,9 0,4 0 0 0 0 8,59 28,81

14 0,11 4,4 2,7 2,2 1,8 1,6 1,3 1,1 0,7 0,3 0 0 0 0 0 8,59 24,84

15 0,09 3,6 2,2 1,7 1,5 1,3 1,1 0,9 0,6 0,3 0 0 0 0 0 0 8,59 21,65

16 0,07 2,9 1,8 1,4 1,2 1,0 0,9 0,7 0,5 0,2 0 0 0 0 0 0 0 8,59 19,08

17 0,06 2,3 1,4 1,1 1,0 0,8 0,7 0,6 0,4 0,2 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 17,02

18 0,05 1,8 1,1 0,9 0,8 0,7 0,6 0,4 0,3 0,1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 15,36

19 0,04 1,5 0,9 0,7 0,6 0,5 0,4 0,4 0,2 0,1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 14,03

20 0,03 1,2 0,7 0,6 0,5 0,4 0,4 0,3 0,2 0,1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 12,96

21 0,02 1,0 0,6 0,5 0,4 0,3 0,3 0,2 0,2 0,1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 12,10

22 0,02 0,8 0,5 0,4 0,3 0,3 0,2 0,2 0,1 0,1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 11,41

23 0,02 0,6 0,4 0,3 0,3 0,2 0,2 0,1 0,1 0,0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 10,86

24 0,01 0,5 0,3 0,2 0,2 0,2 0,1 0,1 0,1 0,0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 10,41 (Sumber : Perhitungan)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

146

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.19 Perhitungan hidrograf banjir periode ulang 20 tahun

Jam UHSS Qt x Re

QB QP 42,37 22,81 14,92 10,49 7,59 5,52 3,96 2,73 1,73 0,90 0,20 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0,00 8,59 8,59

1 0,93 39,4 8,59 48,04

2 1,56 66,0 21,2 8,59 95,86

3 1,25 53,1 35,5 13,9 8,59 111,09

4 1,01 42,6 28,6 23,3 9,8 8,59 112,81

5 0,81 34,3 23,0 18,7 16,3 7,1 8,59 107,89

6 0,65 27,5 18,4 15,0 13,1 11,8 5,1 8,59 99,67

7 0,52 22,1 14,8 12,1 10,6 9,5 8,6 3,7 8,59 89,93

8 0,42 17,8 11,9 9,7 8,5 7,6 6,9 6,2 2,5 8,59 79,70

9 0,34 14,3 9,6 7,8 6,8 6,1 5,6 5,0 4,2 1,6 8,59 69,54

10 0,27 11,5 7,7 6,3 5,5 4,9 4,5 4,0 3,4 2,7 0,8 8,59 59,81

11 0,22 9,2 6,2 5,0 4,4 4,0 3,6 3,2 2,7 2,2 1,4 0,2 8,59 50,66

12 0,17 7,4 5,0 4,0 3,5 3,2 2,9 2,6 2,2 1,7 1,1 0,3 0 8,59 42,55

13 0,14 6,0 4,0 3,2 2,8 2,6 2,3 2,1 1,8 1,4 0,9 0,2 0 0 8,59 35,88

14 0,11 4,8 3,2 2,6 2,3 2,1 1,9 1,7 1,4 1,1 0,7 0,2 0 0 0 8,59 30,52

15 0,09 3,8 2,6 2,1 1,8 1,7 1,5 1,3 1,1 0,9 0,6 0,2 0 0 0 0 8,59 26,21

16 0,07 3,1 2,1 1,7 1,5 1,3 1,2 1,1 0,9 0,7 0,5 0,1 0 0 0 0 0 8,59 22,75

17 0,06 2,5 1,7 1,4 1,2 1,1 1,0 0,9 0,7 0,6 0,4 0,1 0 0 0 0 0 0 8,59 19,97

18 0,05 2,0 1,3 1,1 1,0 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,3 0,1 0 0 0 0 0 0 0 8,59 17,73

19 0,04 1,6 1,1 0,9 0,8 0,7 0,6 0,6 0,5 0,4 0,2 0,1 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 15,94

20 0,03 1,3 0,9 0,7 0,6 0,6 0,5 0,4 0,4 0,3 0,2 0,1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 14,49

21 0,02 1,0 0,7 0,6 0,5 0,4 0,4 0,4 0,3 0,2 0,2 0,0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 13,33

22 0,02 0,8 0,6 0,5 0,4 0,4 0,3 0,3 0,2 0,2 0,1 0,0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 12,40

23 0,02 0,7 0,4 0,4 0,3 0,3 0,3 0,2 0,2 0,2 0,1 0,0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 11,65

24 0,01 0,5 0,4 0,3 0,3 0,2 0,2 0,2 0,2 0,1 0,1 0,0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 11,05 (Sumber : Perhitungan)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

147

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.20 Perhitungan hidrograf banjir periode ulang 50 tahun

Jam UHSS Qt x Re

QB QP 45,87 25,02 16,61 11,88 8,79 6,58 4,91 3,60 2,54 1,65 0,91 0,26 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0,00 8,59 8,59

1 0,93 42,7 8,59 51,30

2 1,56 71,5 23,3 8,59 103,36

3 1,25 57,4 39,0 15,5 8,59 120,47

4 1,01 46,2 31,3 25,9 11,1 8,59 123,00

5 0,81 37,1 25,2 20,8 18,5 8,2 8,59 118,33

6 0,65 29,8 20,2 16,7 14,9 13,7 6,1 8,59 110,01

7 0,52 23,9 16,3 13,4 12,0 11,0 10,3 4,6 8,59 99,99

8 0,42 19,2 13,1 10,8 9,6 8,8 8,2 7,7 3,4 8,59 89,37

9 0,34 15,5 10,5 8,7 7,7 7,1 6,6 6,2 5,6 2,4 8,59 78,78

10 0,27 12,4 8,4 7,0 6,2 5,7 5,3 4,9 4,5 4,0 1,5 8,59 68,58

11 0,22 10,0 6,8 5,6 5,0 4,6 4,3 4,0 3,6 3,2 2,6 0,8 8,59 58,98

12 0,17 8,0 5,4 4,5 4,0 3,7 3,4 3,2 2,9 2,6 2,1 1,4 0,2 8,59 50,06

13 0,14 6,4 4,4 3,6 3,2 3,0 2,8 2,6 2,3 2,1 1,7 1,1 0,4 0 8,59 42,12

14 0,11 5,2 3,5 2,9 2,6 2,4 2,2 2,1 1,9 1,6 1,3 0,9 0,3 0 0 8,59 35,62

15 0,09 4,2 2,8 2,3 2,1 1,9 1,8 1,7 1,5 1,3 1,1 0,7 0,3 0 0 0 8,59 30,44

16 0,07 3,3 2,3 1,9 1,7 1,5 1,4 1,3 1,2 1,1 0,9 0,6 0,2 0 0 0 0 8,59 26,25

17 0,06 2,7 1,8 1,5 1,3 1,2 1,2 1,1 1,0 0,9 0,7 0,5 0,2 0 0 0 0 0 8,59 22,83

18 0,05 2,2 1,5 1,2 1,1 1,0 0,9 0,9 0,8 0,7 0,6 0,4 0,1 0 0 0 0 0 0 8,59 20,03

19 0,04 1,7 1,2 1,0 0,9 0,8 0,7 0,7 0,6 0,6 0,4 0,3 0,1 0 0 0 0 0 0 0 8,59 17,78

20 0,03 1,4 0,9 0,8 0,7 0,6 0,6 0,6 0,5 0,4 0,4 0,2 0,1 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 15,98

21 0,02 1,1 0,8 0,6 0,6 0,5 0,5 0,4 0,4 0,4 0,3 0,2 0,1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 14,53

22 0,02 0,9 0,6 0,5 0,4 0,4 0,4 0,4 0,3 0,3 0,2 0,2 0,1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 13,36

23 0,02 0,7 0,5 0,4 0,4 0,3 0,3 0,3 0,3 0,2 0,2 0,1 0,0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 12,42

24 0,01 0,6 0,4 0,3 0,3 0,3 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,1 0,0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 11,67 (Sumber : Perhitungan)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

148

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.21 Perhitungan hidrograf banjir periode ulang 100 tahun

Jam UHSS Qt x Re

QB QP 48,26 26,52 17,76 12,83 9,60 7,30 5,57 4,20 3,09 2,17 1,39 0,72 0,14 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0,00 8,59 8,59

1 0,93 44,9 8,59 53,52

2 1,56 75,2 24,7 8,59 108,49

3 1,25 60,4 41,3 16,5 8,59 126,88

4 1,01 48,6 33,2 27,7 11,9 8,59 129,97

5 0,81 39,0 26,7 22,2 20,0 8,9 8,59 125,45

6 0,65 31,4 21,4 17,9 16,1 15,0 6,8 8,59 117,07

7 0,52 25,2 17,2 14,4 12,9 12,0 11,4 5,2 8,59 106,86

8 0,42 20,2 13,8 11,5 10,4 9,7 9,1 8,7 3,9 8,59 95,97

9 0,34 16,3 11,1 9,3 8,3 7,8 7,3 7,0 6,5 2,9 8,59 85,08

10 0,27 13,1 8,9 7,4 6,7 6,2 5,9 5,6 5,3 4,8 2,0 8,59 74,57

11 0,22 10,5 7,2 6,0 5,4 5,0 4,7 4,5 4,2 3,9 3,4 1,3 8,59 64,66

12 0,17 8,4 5,8 4,8 4,3 4,0 3,8 3,6 3,4 3,1 2,7 2,2 0,7 8,59 55,44

13 0,14 6,8 4,6 3,9 3,5 3,2 3,1 2,9 2,7 2,5 2,2 1,7 1,1 0,1 8,59 46,95

14 0,11 5,4 3,7 3,1 2,8 2,6 2,5 2,3 2,2 2,0 1,8 1,4 0,9 0,2 0 8,59 39,52

15 0,09 4,4 3,0 2,5 2,2 2,1 2,0 1,9 1,8 1,6 1,4 1,1 0,7 0,2 0 0 8,59 33,51

16 0,07 3,5 2,4 2,0 1,8 1,7 1,6 1,5 1,4 1,3 1,1 0,9 0,6 0,1 0 0 0 8,59 28,72

17 0,06 2,8 1,9 1,6 1,4 1,3 1,3 1,2 1,1 1,0 0,9 0,7 0,5 0,1 0 0 0 0 8,59 24,81

18 0,05 2,3 1,6 1,3 1,2 1,1 1,0 1,0 0,9 0,8 0,7 0,6 0,4 0,1 0 0 0 0 0 8,59 21,62

19 0,04 1,8 1,2 1,0 0,9 0,9 0,8 0,8 0,7 0,7 0,6 0,5 0,3 0,1 0 0 0 0 0 0 8,59 19,06

20 0,03 1,5 1,0 0,8 0,8 0,7 0,7 0,6 0,6 0,5 0,5 0,4 0,2 0,1 0 0 0 0 0 0 0 8,59 17,00

21 0,02 1,2 0,8 0,7 0,6 0,6 0,5 0,5 0,5 0,4 0,4 0,3 0,2 0,0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 15,35

22 0,02 0,9 0,6 0,5 0,5 0,5 0,4 0,4 0,4 0,3 0,3 0,2 0,2 0,0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 14,02

23 0,02 0,8 0,5 0,4 0,4 0,4 0,3 0,3 0,3 0,3 0,2 0,2 0,1 0,0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 12,96

24 0,01 0,6 0,4 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,2 0,2 0,2 0,2 0,1 0,0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 12,10 (Sumber : Perhitungan)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

149

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.22 Perhitungan hidrograf banjir PMP

Jam UHSS Qt x Re

QB QP 59,37 33,52 23,10 17,24 13,40 10,67 8,60 6,98 5,66 4,56 3,64 2,84 2,15 1,54 1,00 0,51 0,08 0 0 0 0 0 0 0

0 0,00 8,59 8,59

1 0,93 55,3 8,59 63,87

2 1,56 92,5 31,2 8,59 132,32

3 1,25 74,3 52,2 21,5 8,59 156,67

4 1,01 59,7 42,0 36,0 16,0 8,59 162,34

5 0,81 48,0 33,7 28,9 26,9 12,5 8,59 158,58

6 0,65 38,6 27,1 23,2 21,6 20,9 9,9 8,59 149,90

7 0,52 31,0 21,8 18,7 17,3 16,8 16,6 8,0 8,59 138,79

8 0,42 24,9 17,5 15,0 13,9 13,5 13,4 13,4 6,5 8,59 126,67

9 0,34 20,0 14,1 12,1 11,2 10,8 10,7 10,8 10,9 5,3 8,59 114,39

10 0,27 16,1 11,3 9,7 9,0 8,7 8,6 8,7 8,7 8,8 4,2 8,59 102,44

11 0,22 12,9 9,1 7,8 7,2 7,0 6,9 7,0 7,0 7,1 7,1 3,4 8,59 91,08

12 0,17 10,4 7,3 6,3 5,8 5,6 5,6 5,6 5,6 5,7 5,7 5,7 2,6 8,59 80,46

13 0,14 8,3 5,9 5,0 4,7 4,5 4,5 4,5 4,5 4,6 4,6 4,6 4,4 2,0 8,59 70,64

14 0,11 6,7 4,7 4,0 3,8 3,6 3,6 3,6 3,6 3,7 3,7 3,7 3,6 3,3 1,4 8,59 61,62

15 0,09 5,4 3,8 3,2 3,0 2,9 2,9 2,9 2,9 3,0 3,0 2,9 2,9 2,7 2,4 0,9 8,59 53,38

16 0,07 4,3 3,0 2,6 2,4 2,3 2,3 2,3 2,4 2,4 2,4 2,4 2,3 2,2 1,9 1,6 0,5 8,59 45,86

17 0,06 3,5 2,4 2,1 1,9 1,9 1,9 1,9 1,9 1,9 1,9 1,9 1,8 1,7 1,5 1,2 0,8 0,1 8,59 39,03

18 0,05 2,8 2,0 1,7 1,6 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,4 1,2 1,0 0,6 0,1 0 8,59 33,11

19 0,04 2,2 1,6 1,4 1,3 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2 1,1 1,0 0,8 0,5 0,1 0 0 8,59 28,29

20 0,03 1,8 1,3 1,1 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 0,9 0,8 0,6 0,4 0,1 0 0 0 8,59 24,42

21 0,02 1,4 1,0 0,9 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,7 0,6 0,5 0,3 0,1 0 0 0 0 8,59 21,31

22 0,02 1,2 0,8 0,7 0,7 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,5 0,4 0,3 0,1 0 0 0 0 0 8,59 18,81

23 0,02 0,9 0,7 0,6 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,4 0,3 0,2 0,0 0 0 0 0 0 0 8,59 16,80

24 0,01 0,8 0,5 0,5 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,3 0,3 0,2 0,0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 15,19

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

150

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.23 Rekapitulasi perhitungan banjir rancangan Metode HSS Gama I

Jam

Debit Banjir T2

tahun T5

tahun T10 tahun T 20 tahun T50 tahun T100

tahun PMF

m3/det m3/det m3/det m3/det m3/det m3/det m3/det 0 8,59 8,59 8,59 8,59 8,59 8,59 8,59 1 35,01 41,68 45,18 48,04 51,30 53,52 63,87 2 65,83 81,21 88,03 95,86 103,36 108,49 132,32 3 73,55 92,78 99,82 111,09 120,47 126,88 156,67 4 72,02 92,91 99,82 112,81 123,00 129,97 162,34 5 66,16 87,54 94,14 107,89 118,33 125,45 158,58 6 58,31 79,50 85,72 99,67 110,01 117,07 149,90 7 49,70 70,31 76,13 89,93 99,99 106,86 138,79 8 41,73 60,83 66,25 79,70 89,37 95,97 126,67 9 35,22 51,53 56,57 69,54 78,78 85,08 114,39 10 29,99 43,21 47,57 59,81 68,58 74,57 102,44 11 25,78 36,41 39,91 50,66 58,98 64,66 91,08 12 22,41 30,94 33,76 42,55 50,06 55,44 80,46 13 19,69 26,55 28,81 35,88 42,12 46,95 70,64 14 17,51 23,02 24,84 30,52 35,62 39,52 61,62 15 15,76 20,19 21,65 26,21 30,44 33,51 53,38 16 14,35 17,91 19,08 22,75 26,25 28,72 45,86 17 13,22 16,08 17,02 19,97 22,83 24,81 39,03 18 12,31 14,61 15,36 17,73 20,03 21,62 33,11 19 11,58 13,43 14,03 15,94 17,78 19,06 28,29 20 10,99 12,48 12,96 14,49 15,98 17,00 24,42 21 10,52 11,71 12,10 13,33 14,53 15,35 21,31 22 10,14 11,10 11,41 12,40 13,36 14,02 18,81 23 9,84 10,61 10,86 11,65 12,42 12,96 16,80 24 9,59 10,21 10,41 11,05 11,67 12,10 15,19

(Sumber : Perhitungan )

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

151

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Gambar 4.4 Rekapitulasi hidrograf banjir rancangan

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

152

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.24 Debit rencana periode ulang T tahun metode HSS gama I

No Periode BF Q Tahun (m3/det) (m3/det)

1 2 8,59 73,55 2 5 8,59 92,91 3 10 8,59 99,82 4 25 8,59 112,81 5 50 8,59 123,00 6 100 8,59 129,97 9 PMF 8,59 162,34

4.2.11 Perhitungan Debit Banjir Rencana dengan Metode Passing Capacity

Metode passing capacity digunakan sebagai control terhadap hasil perhitungan debit banjir

rencana yang diperoleh dari data hujan. Langkah-langkah perhitungan passing capacity

adalah sebagai berikut :

Gambar 4.5 Potongan melintang Bendung Pulodadi

Menentukan kemiringan dasar sungai dengan mengambil elevasi sungai pada jarak

100 m dari as tubuh embung di sebelah hulu dan hilir. di dapat :

LhI = 0,004

Menentukan besaran koefisien manning berdasarkan kondisi dasar sungai, ditentukan.

n = 0,02

Menentukan luas tampang aliran :

A = 30 m2

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

153

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Menentukan keliling basah :

P = 23 m

Menghitung jari-jari hidraulis :

R = 1,30 m

Menghitung debit aliran

Q = 1/n x R2/3 x I1/2 x A

= 113,26 m3/det

4.2.12 Penentuan Debit Rencana

Hasil perhitungan debit banjir rencana yang dilakukan dengan beberapa metode disajikan

dalam tabel berikut ini : Tabel 4.25 Rekapitulasi debit banjir rencana

No Periode Ulang Haspers Weduwen HSS Gama I FSR PMF Passing Capacity

Tahun (m3/det) (m3/det) (m3/det) (m3/det) (m3/det) (m3/det) 1 2 100,16 46,19 73,55 -

162,34 113,26

2 5 118,64 58,36 92,91 40,87 3 10 128,32 65,03 99,82 61,29 4 20 136,24 70,67 112,81 106,89 5 50 145,26 77,21 123,00 146,32 8 100 151,42 81,77 129,97 192,58

Berdasarkan pertimbangan efisiensi. ketidakpastian besarnya debit banjir yang terjadi di

daerah tersebut, tingkat ketelitian perhitungan dan mendekati dengan Passing Capacity

serta pertimbangan untuk perhitungan flood routing yang menggunakan parameter waktu

dalam hitungan jam-jaman maka debit rencana yang digunakan berdasarkan perhitungan

Metode HSS Gama I dengan periode ulang 50 tahun sebesar 123,00 m3/dtk untuk

bangunan pelimpah.

4.3 Perhitungan Debit Andalan

Debit andalan merupakan debit minimal yang sudah ditentukan yang dapat dipakai untuk

memenuhi kebutuhan air. Perhitungan ini menggunakan cara analisis water balance dari Dr.

F.J Mock berdasarkan data cuarah hujan bulanan. jumlah hari hujan. evapotranspirasi dan

karakteristik hidrologi daerah pengaliran.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

154

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

4.3.1 Data Curah Hujan

Data curah hujan diambil dari data curah hujan bulanan dari Stasiun Beran, Santan dan

Bronggang Tabel 4.26 Curah hujan bulanan rata-rata stasiun Beran. Santan dan Bronggang

No Tahun Curah Hujan Bulanan (mm/bln)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des

1 1987 633 499 315 130 113 26 10 1 1 5 282 352 2 1988 576 825 746 225 407 184 19 16 53 522 424 360 3 1989 528 708 470 226 179 433 541 145 10 314 418 387 4 1990 856 465 564 240 117 63 49 109 11 77 209 682 5 1991 1023 1106 249 520 38 8 0 0 0 12 271 545 6 1992 975 952 832 533 260 113 92 336 184 257 320 281 7 1993 469 313 478 391 145 104 0 10 0 16 438 489 8 1994 502 697 890 236 82 0 0 0 0 39 205 321 9 1995 606 681 475 245 87 241 72 0 4 182 729 399

10 1996 374 275 223 170 47 38 1 24 0 329 570 426 11 1997 365 456 98 196 120 0 6 0 0 1 93 317 12 1998 424 659 514 404 95 317 285 33 67 620 684 326 13 1999 518 355 437 334 214 44 66 1 15 229 396 561 14 2000 447 538 361 483 139 123 26 67 10 159 308 213 15 2001 455 379 629 352 128 199 76 6 2 461 631 163 16 2002 590 703 340 257 125 98 60 6 4 324 306 400 17 2003 250 535 273 103 154 103 103 103 103 103 295 345 18 2004 447 419 355 116 272 10 50 4 15 61 327 693 19 2005 431 362 264 245 34 43 40 34 35 178 245 650 20 2006 399 444 312 450 220 29 102 3 35 128 80 644

4.3.2 Evapotranspirasi

Evapotranspirasi terbatas dihitung dari evapotranpirasi potensial Metode Penman.

dE/Eto = (m/20) x (18-n)

dE = (m/20) x (18-n) x Eto

Etl = Eto – dE

Dimana :

dE = selisih evapotranspirasi potensial dan evapotranspirasi

terbatas.

Eto = evapotranspirasi potensil.

Etl = evapotranspirasi terbatas.

m = prosentase lahan yang tidak ditutupi vegetasi.

= 10 - 40 % untuk lahan yang tererosi.

= 30 – 50 % untuk lahan pertanian yang diolah.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

155

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

4.3.3 Keseimbangan Air pada Permukaan Tanah

Rumus mengenai air hujan yang mencapai permukaan tanah.

S = Rs – Etl

SMC(n) = SMC(n-1) + IS(n)

WS = S – IS

Dimana :

S = kandungan air tanah.

Rs = curah hujan bulanan.

Etl = evapotranspirasi terbatas.

IS = tampungan awal / soil storage (mm)

IS (n) = tampungan awal / soil storage moisture (mm) di ambil antara 50-

250 mm.

SMC(n) = kelembaman tanah bulan ke-n.

SMC(n-1) = kelembaman tanah bulan ke- (n-1)

WS = water suplus / volume air bersih.

4.3.4 Limpasan (Run Off) dan Tampungan Air Tanah (Ground Water Storage)

V (n) = k.V (n-1) + 0.5 (l-k).I

dVn = V (n) – V (n-1)

Dimana :

V (n) = volume air bulan ke-n

V (n-1) = volume air tanah bulan ke-(n-1)

k = faktor resesi aliran tanah diambil antara 0 – 0,1

I = koefisien infiltrasi diambil antara 0 – 1,0

Harga k yang tinggi akan memberikan resesi lambat seperti kondisi geologi lapisan

bawah yang lulus air. Koefisien infiltrasi ditaksir berdasarkan kondisi porositas tanah

dan kemiringan lahan. Lahan porus mempunyai infiltrasi yang lebih tinggi dibandingkan

tanah lempung berat. Lahan yang terjal menyebabkan air tidak sempat berinfiltrasi ke

dalam tanah sehingga koefisien infiltrasi akan kecil.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

156

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

4.3.5 Aliran Sungai

Aliran dasar = infiltasi – perubahan volume air dalam tanah.

B (n) = I – dV (n)

Aliran permukaan = volume air lebih – infiltrasi.

D (ro) = WS – I

Aliran sungai = aliran permukaan + aliran dasar

Run off = D (ro) + B (n)

Debit = xluasDASdtksatubulanaialiransung

)(

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

157

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.27 Kelembaman relatif Stasiun Klimatologi Plunyon

No Tahun Kelembaman Relatif (%)

Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1 2002 89,00 88,04 89,39 90,13 92,58 92,63 85,26 89,13 89,29 78,29 89,50 87,58 2 2003 88,87 91,96 91,84 92,67 91,77 91,27 45,68 88,42 88,60 89,45 90,00 90,00 3 2004 89,48 89,72 89,68 89,37 89,55 89,03 89,00 89,00 89,00 89,45 89,93 89,58 4 2005 90,00 89,82 89,65 89,50 89,26 89,17 89,16 89,06 89,23 89,52 89,43 89,77 5 2006 89,74 89,71 89,68 89,50 89,13 89,00 89,00 89,00 91,00 91,00 91,00 89,03

Tabel 4.28 Kelembaman relatif Stasiun Klimatologi Plambongan

No Tahun Kelembaman Relatif (%)

Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1 2002 99,16 98,54 99,68 99,27 98,71 98,53 99,39 99,52 98,90 99,32 99,60 99,84 2 2003 99,52 99,54 99,48 99,90 99,97 99,77 99,81 99,48 99,50 99,74 99,70 99,48 3 2004 99,34 97,04 98,58 94,50 96,34 96,15 93,60 97,50 98,20 99,53 99,65 97,66 4 2005 99,18 96,61 97,08 98,73 98,43 98,53 97,94 99,05 98,78 96,19 99,59 99,20 5 2006 98,68 91,32 90,58 90,10 98,69 99,65 98,96 99,71 98,52 86,16 99,40 99,82

Tabel 4.29 Rata-rata kelembaman relatif

No Tahun Kelembaman Relatif (%)

Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des 1 Plunyon 89,42 89,85 90,05 90,23 90,46 90,22 79,62 88,92 89,42 87,54 89,97 89,19 2 Plambongan 99,18 96,61 97,08 96,50 98,43 98,53 97,94 99,05 98,78 96,19 99,59 99,20

Rata-rata 94,30 93,23 93,56 93,37 94,44 94,37 88,78 93,99 94,10 91,86 94,78 94,20

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

158

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.30 Suhu udara (oC) Stasiun Klimatologi Plunyon

No Tahun Suhu Udara (oC)

Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1 2002 22,69 23,44 23,55 23,55 22,35 17,22 17,02 21,00 23,40 24,01 25,34 26,23 2 2003 25,09 21,93 21,90 23,33 23,48 22,37 22,21 22,53 22,53 22,60 22,30 22,63 3 2004 22,39 22,64 22,26 22,03 21,55 20,02 23,37 26,26 24,15 24,48 24,32 24,23 4 2005 23,74 23,73 23,92 23,65 23,76 24,03 23,68 23,69 24,18 24,02 24,37 23,97 5 2006 23,34 24,41 24,61 23,98 23,85 23,37 22,92 23,15 23,82 24,08 24,28 23,90

Tabel 4.31 Suhu udara (oC) Stasiun Klimatologi Plambongan

No Tahun Suhu Udara (oC)

Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1 2002 26,30 26,18 26,60 26,50 26,58 25,67 25,23 24,64 25,07 26,20 26,38 26,36 2 2003 26,08 26,19 26,86 27,11 26,35 26,20 23,94 24,54 25,93 25,99 26,02 25,94 3 2004 26,58 26,59 26,85 22,58 26,40 25,41 24,74 24,43 25,43 26,99 26,95 26,67 4 2005 26,74 26,72 26,84 21,08 26,42 25,15 25,01 24,39 25,26 27,33 27,26 26,91 5 2006 27,18 27,26 27,08 15,65 26,26 24,63 24,79 24,14 25,45 28,45 28,14 27,46

Tabel 4.32 Rata-rata suhu udara (oC)

No Tahun Suhu Udara (oC)

Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des 1 Plunyon 23,45 23,23 23,25 23,31 23,00 21,40 21,84 23,33 23,62 23,80 24,12 24,19 2 Plambongan 26,58 26,59 26,85 22,58 26,40 25,41 24,74 24,43 25,43 26,99 26,95 26,67

Rata-rata 25,01 24,91 25,05 22,95 24,70 23,41 23,29 23,88 24,52 25,39 25,54 25,43

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

159

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.33 Kecepatan angin (km/hari) Stasiun Klimatologi Plunyon

No Tahun Kecepatan angin (km/hari)

Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1 2002 55,26 124,61 27,65 59,10 41,81 42,93 60,16 56,68 66,00 31,87 22,70 26,00 2 2003 57,59 125,65 29,45 61,46 43,63 45,62 61,79 58,79 68,30 33,60 24,68 28,52 3 2004 56,79 87,14 29,68 55,57 42,45 44,27 60,54 57,47 67,45 32,45 23,49 27,43 4 2005 49,89 90,37 32,12 57,89 45,84 47,12 59,71 55,68 65,38 34,70 25,01 26,98 5 2006 54,88 112,47 29,73 58,51 43,43 44,99 60,55 57,16 66,78 33,16 23,97 27,23

Tabel 4.34 Kecepatan angin (km/hari) Stasiun Klimatologi Plambongan

No Tahun Kecepatan angin (km/hari)

Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1 2002 36,71 29,13 28,99 35,89 24,98 22,5 36,15 52,35 56,15 55,35 45,12 45,75 2 2003 49,35 39,01 31,34 28,49 32,98 30,19 30,24 44,29 49,62 44,75 34,67 30,72 3 2004 42,43 35,46 31,20 31,51 31,40 28,68 33,10 47,48 52,01 49,50 37,65 36,25 4 2005 44,03 37,06 32,79 33,10 32,99 30,28 34,70 49,08 53,61 51,10 39,24 37,84 5 2006 38,65 35,67 30,68 27,56 33,65 30,78 30,34 43,23 47,69 45,83 30,57 29,69

Tabel 4.35 Rata-rata kecepatan angin (km/hari)

No Tahun Kecepatan Angin (km/hari)

Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des 1 Plunyon 54,88 112,47 29,73 58,51 43,43 44,99 60,55 57,16 66,78 33,16 23,97 27,23 2 Plambongan 42,23 35,27 31,00 31,31 31,20 28,49 32,91 47,29 51,82 49,31 37,45 36,05

Rata-rata 48,56 73,87 30,36 44,91 37,32 36,74 46,73 52,22 59,30 41,23 30,71 31,64

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

160

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.36 Sinar matahari (%) Stasiun Klimatologi Plunyon

No Tahun Sinar Matahari (%)

Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1 2002 22,00 23,14 56,39 27,99 33,61 32,15 35,28 44,06 30,00 19,06 20,00 23,00 2 2003 26,76 22,05 31,35 36,18 37,00 44,00 36,89 48,15 32,03 16,02 18,00 14,00 3 2004 24,11 19,02 25,37 25,48 16,00 29,00 38,80 40,56 31,96 43,21 28,00 30,00 4 2005 27,25 25,32 27,97 30,00 21,00 27,00 35,34 27,77 32,03 22,36 22,00 10,00 5 2006 18,64 24,47 18,72 18,00 26,00 30,00 27,78 39,87 36,63 44,77 39,00 19,00

Tabel 4.37 Sinar matahari (%) Stasiun Klimatologi Plambongan

No Tahun Sinar Matahari (%)

Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1 2002 43,97 39,04 52,56 54,76 73,06 69,66 71,74 75,08 70,09 69,88 51,78 49,00 2 2003 51,21 36,93 54,18 67,47 64,18 70,50 74,23 73,39 58,99 36,66 41,96 37,00 3 2004 47,59 37,99 53,37 61,12 68,62 70,08 72,99 74,24 64,54 53,27 46,87 43,00 4 2005 48,07 39,92 54,73 61,28 71,36 71,45 74,08 76,16 67,58 58,82 49,56 46,01 5 2006 46,46 42,67 55,78 58,73 76,52 72,53 74,32 78,89 73,64 72,41 54,59 52,00

Tabel 4.38 Rata-rata sinar matahari (%)

No Tahun Sinar Matahari (%)

Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des 1 Plunyon 23,75 22,80 31,96 27,53 26,72 32,43 34,82 40,08 32,53 29,08 25,40 19,20 2 Plambongan 47,46 39,31 54,12 60,67 70,75 70,84 73,47 75,55 66,97 58,21 48,95 45,40

Rata-rata 35,61 31,05 43,04 44,10 48,73 51,64 54,14 57,82 49,75 43,65 37,18 32,30

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

161

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.39 Perhitungan evaporasi Metode Penman

No Dasar Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des Jan

1 Suhu Udara C 25,0 24,9 25,0 22,9 24,7 23,4 23,3 23,9 24,5 25,4 25,5 25,4 2 Kelembaban Relatif % 94,30 93,23 93,56 93,37 94,44 94,37 88,78 93,99 94,10 91,86 94,78 94,20 3 Kecepatan Angin (U) m/s 0,562 0,855 0,351 0,520 0,432 0,425 0,541 0,604 0,686 0,477 0,355 0,366 4 Penyinaran Matahari 8 Jam (Q1) % 35,61 31,05 43,04 44,10 48,73 51,64 54,14 57,82 49,75 43,65 37,18 32,30 5 Albedo (r) 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 6 Transfer ke 12 Jam = 0, 786 Q1+ 3,45 % 31,436 27,859 37,281 38,113 41,755 44,037 46,007 48,894 42,552 37,755 32,670 28,839

Perhitungan (Prosida/Penman) 7 Tabel 2a dan 2b dengan (1) f(Tai) x 10-2 8,96 8,95 8,96 8,71 8,93 8,77 8,76 8,83 8,90 9,01 9,02 9,01 8 Tabel 2a dan 2b dengan (1) L-1 x 102 2,43 2,42 2,43 2,17 2,40 2,23 2,22 2,29 2,37 2,49 2,50 2,49 9 Tabel 2a dan 2b dengan (1) Pz

wa,Jsa mmHg 23,75 23,60 23,75 20,93 23,31 21,58 21,45 22,23 23,05 24,35 24,49 24,35 10 Tabel 2a dan 2b dengan (1) 1,91 1,90 1,91 1,76 1,89 1,80 1,79 1,83 1,87 1,94 1,95 1,94 11 (2) x (9) Pz

wa mmHg 22,4 22,0 22,2 19,5 22,0 20,4 19,0 20,9 21,7 22,4 23,2 22,9 12 Tabel 3 dengan (11) f(Tdp) 0,123 0,127 0,125 0,153 0,127 0,144 0,157 0,139 0,130 0,123 0,114 0,117 13 (9) - (11) Pz

wa, Jsa - Pzwa mmHg 1,355 1,598 1,529 1,388 1,295 1,214 2,407 1,337 1,359 1,981 1,278 1,413

14 Tabel 4 dengan (3) x f(U2) 0,138 0,165 0,118 0,134 0,126 0,125 0,136 0,142 0,149 0,130 0,119 0,120 15 (13) x(14) 0,187 0,264 0,181 0,186 0,163 0,152 0,327 0,189 0,203 0,257 0,152 0,169 16 Tabel 5 dengan Lintang caHsh x 10-2 9,12 9,16 8,90 8,32 7,64 7,25 7,37 7,93 8,59 8,99 9,08 9,06 17 Tabel 6 dengan (6) ash x f(r) 0,338 0,325 0,361 0,365 0,379 0,388 0,395 0,407 0,382 0,363 0,343 0,328 18 (16) x (17) 3,087 2,973 3,215 3,033 2,893 2,810 2,913 3,224 3,280 3,264 3,117 2,975 19 8 x [1 - (6)] 5,485 5,771 5,018 4,951 4,660 4,477 4,319 4,089 4,596 4,980 5,386 5,693 20 1 - [(19)/10] 0,451 0,423 0,498 0,505 0,534 0,552 0,568 0,591 0,540 0,502 0,461 0,431 21 (7) x (12) x (20) 0,498 0,481 0,558 0,673 0,606 0,697 0,781 0,726 0,625 0,556 0,474 0,454 22 (18) - (21) 2,589 2,492 2,657 2,360 2,288 2,113 2,132 2,498 2,655 2,708 2,643 2,521 23 (8) x (22) 6,292 6,031 6,457 5,121 5,491 4,712 4,733 5,722 6,292 6,743 6,607 6,277 24 (15) + (23) 6,479 6,294 6,638 5,307 5,654 4,863 5,060 5,911 6,495 7,00 6,758 6,446 25 (24) : (10) Eto mm/hari 3,392 3,313 3,475 3,015 2,991 2,702 2,827 3,230 3,473 3,609 3,466 3,323 26 Jumlah Hari hari 31 28 31 30 31 30 31 31 30 31 30 31 27 Evaporasi mm/bulan 105,15 92,756 107,739 90,46 92,731 81,058 87,637 100,13 104,19 111,87 103,98 103,0019

(Sumber : Perhitungan )

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

162

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.40 Perhitungan debit andalan tahun 1987

C Uraian Satuan Bulan

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

[1] CURAH HUJAN (P) mm 633 499 315 130 113 26 10 1 1 5 282 352 [2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 17 16 14 12 11 8 5 1 1 4 13 18 Limited Evapotranpiration

[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00 [4] Exposed Surface (m) % 30 30 30 40 40 50 50 50 50 50 40 30 [5] (m/20) * (18 - N)

0,015 0,030 0,060 0,120 0,140 0,250 0,325 0,425 0,425 0,350 0,100 0,000

[6] dE [5] x [3] mm 1,58 2,78 6,46 10,86 12,98 20,26 28,48 42,56 44,28 39,15 10,40 0,00 [7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 103,58 89,97 101,27 79,60 79,75 60,79 59,15 57,58 59,91 72,71 93,58 103,00 WATER BALANCE

[8] P - Etl [1] - [7] mm 529,42 409,03 213,73 50,40 33,25 -34,79 -49,15 -56,58 -58,91 -67,71 188,42 249,00 [9] SOIL STORAGE

mm 0 0 0 0 0 34,79 49,15 56,58 58,91 67,71 0 0

[10] SOIL MOISTURE

mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 [11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 529,42 409,03 213,73 50,40 33,25 0 0 0 0 0 188,42 249,00 RUN OFF AND

GROUND WATER STORAGE [12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 158,83 122,71 64,12 15,12 9,98 0 0 0 0 0 56,53 74,70 [13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12]

mm 138,97 107,37 56,10 13,23 8,73 0 0 0 0 0 49,46 65,36

[14] K x (Vn-1) mm 298,00 327,73 326,32 286,82 225,04 175,32 131,49 98,62 73,96 55,47 41,61 68,30

[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 436,97 435,10 382,43 300,05 233,77 175,32 131,49 98,62 73,96 55,47 91,07 133,66 [16] dVn = Vn - Vn-1

mm 1,35 -1,87 -52,67 -82,38 -66,28 -58,44 -43,83 -32,87 -24,65 -18,49 35,59 42,60

[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 157,48 124,58 116,79 97,50 76,26 58,44 43,83 32,87 24,65 18,49 20,93 32,10 [18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 370,60 286,32 149,61 35,28 23 0 0 0 0 0 131,90 174,30 [19] RUN OFF [17]+[18] mm 528,07 410,90 266,40 132,77 99,54 58,44 43,83 32,87 24,65 18,49 152,83 206,40

[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 2,0E-04 1,6E-04 1,0E-04 5,1E-05 3,8E-05 2,3E-05 1,7E-05 1,3E-05 9,5E-06 7,1E-06 5,9E-05 8,0E-05

[21] CA

km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 [22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 4141,88 3222,84 2089,45 1041,39 780,69 458,38 343,78 257,84 193,38 145,03 1198,70 1618,89 [23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 4,14 3,22 2,09 1,04 0,78 0,46 0,34 0,26 0,19 0,15 1,20 1,62

(Sumber : Perhitungan )

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

163

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.41 Perhitungan debit andalan tahun 1988

C Uraian Satuan Bulan

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

[1] CURAH HUJAN (P) mm 576 825 746 225 407 184 19 16 53 522 424 360 [2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 15 18 17 13 16 9 4 3 8 14 13 14 Limited Evapotranpiration

[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00 [4] Exposed Surface (m) % 30 30 30 40 30 40 50 50 50 30 30 30 [5] (m/20) * (18 - N)

0,045 0,060 0,090 0,160 0,075 0,240 0,375 0,450 0,450 0,165 0,105 0,075

[6] dE [5] x [3] mm 4,73 5,57 9,70 14,47 6,95 19,45 32,86 45,06 46,89 18,46 10,92 7,73 [7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 100,42 87,19 98,04 75,99 85,78 61,60 54,77 55,07 57,31 93,41 93,06 95,28 WATER BALANCE

[8] P - Etl [1] - [7] mm 475,58 737,81 647,96 149,01 321,22 122,40 -35,77 -39,07 -4,31 428,59 330,94 264,72 [9] SOIL STORAGE

mm 0 0 0 0 0 0 42,35 57,10 23,06 0 0 0

[10] SOIL MOISTURE

mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 [11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 475,58 737,81 647,96 149,01 321,22 122,40 0 0 0 428,59 330,94 264,72 RUN OFF AND

GROUND WATER STORAGE [12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 142,67 221,34 194,39 44,70 96,37 36,72 0 0 0 128,58 99,28 79,42 [13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12]

mm 124,84 193,67 170,09 39,12 84,32 32,13 0 0 0 112,51 86,87 69,49

[14] K x (Vn-1) mm 298,00 317,13 383,10 414,89 340,51 318,62 263,06 197,30 147,97 110,98 167,61 190,86

[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 422,84 510,80 553,19 454,01 424,83 350,75 263,06 197,30 147,97 223,49 254,49 260,35 [16] dVn = Vn - Vn-1

mm 14,67 87,97 42,39 -99,18 -29,18 -74,08 -87,69 -65,77 -49,32 75,51 31,00 5,87

[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 128,00 133,38 152,00 143,89 125,55 110,80 87,69 65,77 49,32 53,07 68,28 73,55 [18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 332,91 516,47 453,57 104,31 224,86 85,68 0 0 0 300,01 231,66 185,31 [19] RUN OFF [17]+[18] mm 460,91 649,84 605,57 248,20 350,41 196,47 87,69 65,77 49,32 353,08 299,94 258,85

[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 1,8E-04 2,5E-04 2,3E-04 9,6E-05 1,4E-04 7,6E-05 3,4E-05 2,5E-05 1,9E-05 1,4E-04 1,2E-04 1,0E-04

[21] CA

km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 [22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 3615,07 5096,96 4749,71 1946,69 2748,36 1541,02 687,77 515,82 386,87 2769,34 2352,54 2030,29 [23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 3,62 5,10 4,75 1,95 2,75 1,54 0,69 0,52 0,39 2,77 2,35 2,03

(Sumber : Perhitungan )

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

164

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.42 Perhitungan debit andalan tahun 1989

C Uraian Satuan Bulan

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

[1] CURAH HUJAN (P) mm 528 708 470 226 179 433 541 145 10 314 418 387 [2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 17 19 15 13 12 15 16 12 6 15 15 13 Limited Evapotranpiration

[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00 [4] Exposed Surface (m) % 30 30 30 40 40 30 30 40 50 30 30 30 [5] (m/20) * (18 - N)

0,015 -0,015 0,045 0,100 0,120 0,045 0,030 0,120 0,300 0,045 0,045 0,075

[6] dE [5] x [3] mm 1,58 -1,39 4,85 9,05 11,13 3,65 2,63 12,02 31,26 5,03 4,68 7,73 [7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 101,65 89,26 104,24 86,96 89,23 77,56 84,14 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50 WATER BALANCE

[8] P - Etl [1] - [7] mm 426,35 618,74 365,76 139,04 89,77 355,44 456,86 48,37 -90,69 205,63 317,52 287,50 [9] SOIL STORAGE

mm 0 0 0 0 0 0 0 0 90,69 0 0 0

[10] SOIL MOISTURE

mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 [11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 426,35 618,74 365,76 139,04 89,77 355,44 456,86 48,37 0 205,63 317,52 287,50 RUN OFF AND

GROUND WATER STORAGE [12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 127,90 185,62 109,73 41,71 27 107 137 15 0 62 95,26 86,25 [13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12]

mm 111,92 162,42 96,01 36,50 24 93 120 13 0 54 83,35 75,47

[14] K x (Vn-1) mm 298,00 307,44 352,39 336,30 279,60 227,37 240,51 270,33 212,27 159,20 159,88 182,43

[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 409,92 469,86 448,41 372,80 303,17 320,68 360,44 283,02 212,27 213,18 243,23 257,89 [16] dVn = Vn - Vn-1

mm -23,40 59,94 -21,45 -75,60 -69,64 17,51 39,76 -77,41 -70,76 0,91 30,06 14,66

[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 151,30 125,68 131,18 117,32 96,57 89,12 97,30 91,92 70,76 60,78 65,20 71,59 [18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 298,44 433,12 256,03 97,33 63 249 320 34 0 144 222,27 201,25 [19] RUN OFF [17]+[18] mm 449,75 558,80 387,21 214,64 159,41 337,93 417,11 125,78 70,76 204,72 287,47 272,84

[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 1,7E-04 2,2E-04 1,5E-04 8,3E-05 6,1E-05 1,3E-04 1,6E-04 4,9E-05 2,7E-05 7,9E-05 1,1E-04 1,1E-04

[21] CA

km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 [22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 3527,53 4382,89 3037,06 1683,53 1250,27 2650,51 3271,52 986,54 554,96 1605,71 2254,72 2139,97 [23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 3,53 4,38 3,04 1,68 1,25 2,65 3,27 0,99 0,55 1,61 2,25 2,14

(Sumber : Perhitungan )

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

165

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.43 Perhitungan debit andalan tahun 1990

C Uraian Satuan Bulan

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

[1] CURAH HUJAN (P) mm 856 465 564 240 117 63 49 109 11 77 209 682 [2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 19 13 16 12 11 7 6 10 3 8 11 17 Limited Evapotranpiration

[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00 [4] Exposed Surface (m) % 30 30 30 40 40 50 50 50 50 50 40 30 [5] (m/20) * (18 - N)

-0,015 0,075 0,030 0,120 0,140 0,275 0,300 0,200 0,375 0,250 0,140 0,015

[6] dE [5] x [3] mm -1,58 6,96 3,23 10,86 12,98 22,29 26,29 20,03 39,07 27,97 14,56 1,55 [7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 101,65 89,26 104,24 86,96 89,23 77,56 84,14 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50 WATER BALANCE

[8] P - Etl [1] - [7] mm 754,35 375,74 459,76 153,04 27,77 -14,56 -35,14 12,37 -89,69 -31,37 108,52 582,50 [9] SOIL STORAGE

mm 0 0 0 0 0 14,56 83,14 0,00 89,69 31,37 0 0

[10] SOIL MOISTURE

mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 [11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 754,35 375,74 459,76 153,04 27,77 0 0 12,37 0 0 108,52 582,50 RUN OFF AND

GROUND WATER STORAGE [12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 226,30 112,72 137,93 45,91 8 0 0 4 0 0 32,56 174,75 [13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12]

mm 198,02 98,63 120,69 40,17 7 0 0 3 0 0 28,49 152,91

[14] K x (Vn-1) mm 298,00 372,01 352,98 355,25 296,57 227,89 170,92 128,19 98,58 73,93 55,45 62,95

[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 496,02 470,64 473,67 395,43 303,86 227,89 170,92 131,44 98,58 73,93 83,94 215,86 [16] dVn = Vn - Vn-1

mm -23,40 -25,37 3,03 -78,24 -91,57 -75,96 -56,97 -39,48 -32,86 -24,64 10,00 131,92

[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 249,70 138,09 134,90 124,16 99,90 75,96 56,97 43,19 32,86 24,64 22,55 42,83 [18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 528,04 263,02 321,83 107,13 19 0 0 9 0 0 75,97 407,75 [19] RUN OFF [17]+[18] mm 777,75 401,11 456,74 231,29 119,34 75,96 56,97 51,85 32,86 24,64 98,52 450,58

[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 3,0E-04 1,5E-04 1,8E-04 8,9E-05 4,6E-05 2,9E-05 2,2E-05 2,0E-05 1,3E-05 9,5E-06 3,8E-05 1,7E-04

[21] CA

km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 [22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 6100,15 3146,09 3582,34 1814,05 936,00 595,82 446,86 406,69 257,73 193,30 772,73 3534,04 [23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 6,10 3,15 3,58 1,81 0,94 0,60 0,45 0,41 0,26 0,19 0,77 3,53

(Sumber : Perhitungan )

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

166

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.44 Perhitungan debit andalan tahun 1991

C Uraian Satuan Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

[1] CURAH HUJAN (P) mm 1023 1106 249 520 38 8 0 0 0 12 271 545

[2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 20 21 11 14 8 4 0 0 0 7 11 13 Limited Evapotranpiration

[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00 [4] Exposed Surface (m) % 30 30 40 30 50 50 50 50 50 50 40 30 [5] (m/20) * (18 - N)

-0,030 -0,045 0,140 0,060 0,250 0,350 0,450 0,450 0,450 0,275 0,140 0,075

[6] dE [5] x [3] mm -3,15 -4,17 15,08 5,43 23,18 28,37 39,44 45,06 46,89 30,76 14,56 7,73 [7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 101,65 89,26 104,24 86,96 89,23 77,56 84,14 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50 WATER BALANCE

[8] P - Etl [1] - [7] mm 921,35 1016,74 144,76 433,04 -51,23 -69,56 -84,14 -96,63 -100,69 -96,37 170,52 445,50 [9] SOIL STORAGE

mm 0 0 0 0 51,23 69,56 84,14 96,63 100,69 96,37 0 0

[10] SOIL MOISTURE

mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 [11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 921,35 1016,74 144,76 433,04 0 0 0 0 0 0 170,52 445,50 RUN OFF AND

GROUND WATER STORAGE [12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 276,40 305,02 43,43 129,91 0 0 0 0 0 0 51,16 133,65 [13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12]

mm 241,85 266,90 38,00 113,67 0 0 0 0 0 0 44,76 116,94

[14] K x (Vn-1) mm 298,00 404,89 503,84 406,38 390,04 292,53 219,40 164,55 123,41 92,56 69,42 85,64

[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 539,85 671,79 541,84 520,05 390,04 292,53 219,40 164,55 123,41 92,56 114,18 202,58 [16] dVn = Vn - Vn-1

mm -23,40 131,93 -129,95 -21,79 -130,01 -97,51 -73,13 -54,85 -41,14 -30,85 21,62 88,40

[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 299,80 173,09 173,37 151,70 130,01 97,51 73,13 54,85 41,14 30,85 29,53 45,25 [18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 644,94 711,72 101,33 303,13 0 0 0 0 0 0 119,37 311,85 [19] RUN OFF [17]+[18] mm 944,75 884,81 274,71 454,83 130,01 97,51 73,13 54,85 41,14 30,85 148,90 357,10

[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 3,6E-04 3,4E-04 1,1E-04 1,8E-04 5,0E-05 3,8E-05 2,8E-05 2,1E-05 1,6E-05 1,2E-05 5,7E-05 1,4E-04 [21] CA

km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33

[22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 7409,99 6939,90 2154,63 3567,37 1019,74 764,80 573,60 430,20 322,65 241,99 1167,88 2800,87 [23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 7,41 6,94 2,15 3,57 1,02 0,76 0,57 0,43 0,32 0,24 1,17 2,80

(Sumber : Perhitungan )

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

167

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.45 Perhitungan debit andalan tahun 1992

C Uraian Satuan Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

[1] CURAH HUJAN (P) mm 975 952 832 533 260 113 92 336 184 257 320 281

[2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 16 14 15 14 13 7 6 12 11 14 15 14 Limited Evapotranpiration

[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00 [4] Exposed Surface (m) % 30 30 30 30 40 40 50 30 40 40 30 40 [5] (m/20) * (18 - N)

0,030 0,060 0,045 0,060 0,100 0,220 0,300 0,090 0,140 0,080 0,045 0,080

[6] dE [5] x [3] mm 3,15 5,57 4,85 5,43 9,27 17,83 26,29 9,01 14,59 8,95 4,68 8,24 [7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 101,65 89,26 104,24 86,96 89,23 77,56 84,14 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50 WATER BALANCE

[8] P - Etl [1] - [7] mm 873,35 862,74 727,76 446,04 170,77 35,44 7,86 239,37 83,31 148,63 219,52 181,50 [9] SOIL STORAGE

mm 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

[10] SOIL MOISTURE

mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 [11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 873,35 862,74 727,76 446,04 170,77 35,44 7,86 239,37 83,31 148,63 219,52 181,50 RUN OFF AND

GROUND WATER STORAGE [12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 262,00 258,82 218,33 133,81 51 11 2 72 25 45 65,86 54,45 [13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12]

mm 229,25 226,47 191,04 117,09 45 9 2 63 22 39 57,63 47,64

[14] K x (Vn-1) mm 298,00 395,44 466,43 493,10 457,64 376,85 289,62 218,76 211,20 174,80 160,36 163,49

[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 527,25 621,91 657,47 610,19 502,47 386,15 291,68 281,59 233,06 213,81 217,99 211,13 [16] dVn = Vn - Vn-1

mm -23,40 94,66 35,56 -47,28 -107,72 -116,31 -94,47 -10,09 -48,53 -19,25 4,17 -6,85

[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 285,40 164,17 182,77 181,09 158,95 126,95 96,83 81,90 73,52 63,84 61,69 61,30 [18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 611,34 603,92 509,43 312,23 120 25 6 168 58 104 153,67 127,05 [19] RUN OFF [17]+[18] mm 896,75 768,09 692,20 493,32 278,49 151,76 102,34 249,45 131,84 167,88 215,35 188,35

[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 3,5E-04 3,0E-04 2,7E-04 1,9E-04 1,1E-04 5,9E-05 3,9E-05 9,6E-05 5,1E-05 6,5E-05 8,3E-05 7,3E-05 [21] CA

km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33

[22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 7033,51 6024,38 5429,19 3869,31 2184,29 1190,28 802,67 1956,56 1034,06 1316,78 1689,09 1477,31 [23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 7,03 6,02 5,43 3,87 2,18 1,19 0,80 1,96 1,03 1,32 1,69 1,48

(Sumber : Perhitungan )

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

168

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.46 Perhitungan debit andalan tahun 1993

C Uraian Satuan Bulan

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

[1] CURAH HUJAN (P) mm 469 313 478 391 145 104 0 10 0 16 438 489 [2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 14 14 14 13 12 8 1 3 0 4 13 14 Limited Evapotranpiration

[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00 [4] Exposed Surface (m) % 30 30 30 30 40 40 50 50 50 50 30 30 [5] (m/20) * (18 - N)

0,060 0,060 0,060 0,075 0,120 0,200 0,425 0,375 0,450 0,350 0,075 0,060

[6] dE [5] x [3] mm 6,31 5,57 6,46 6,78 11,13 16,21 37,25 37,55 46,89 39,15 7,80 6,18 [7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 101,65 89,26 104,24 86,96 89,23 77,56 84,14 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50 WATER BALANCE

[8] P - Etl [1] - [7] mm 367,35 223,74 373,76 304,04 55,77 26,44 -84,14 -86,63 -100,69 -92,37 337,52 389,50 [9] SOIL STORAGE

mm 0 0 0 0 0 0 83,14 86,63 100,69 92,37 0 0

[10] SOIL MOISTURE

mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 [11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 367,35 223,74 373,76 304,04 55,77 26,44 0 0 0 0 337,52 389,50 RUN OFF AND

GROUND WATER STORAGE [12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 110,20 67,12 112,13 91,21 17 8 0 0 0 0 101,26 116,85 [13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12]

mm 96,43 58,73 98,11 79,81 15 7 0 0 0 0 88,60 102,24

[14] K x (Vn-1) mm 298,00 295,82 265,92 273,02 264,62 209,45 162,29 121,72 91,29 68,47 51,35 104,96

[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 394,43 354,55 364,03 352,83 279,26 216,39 162,29 121,72 91,29 68,47 139,95 207,21 [16] dVn = Vn - Vn-1

mm -23,40 -39,87 9,47 -11,20 -73,57 -62,87 -54,10 -40,57 -30,43 -22,82 71,48 67,26

[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 133,60 107,00 102,65 102,41 90,30 70,81 54,10 40,57 30,43 22,82 29,77 49,59 [18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 257,14 156,62 261,63 212,83 39 19 0 0 0 0 236,27 272,65 [19] RUN OFF [17]+[18] mm 390,75 263,62 364,29 315,24 129,34 89,32 54,10 40,57 30,43 22,82 266,04 322,24

[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 1,5E-04 1,0E-04 1,4E-04 1,2E-04 5,0E-05 3,4E-05 2,1E-05 1,6E-05 1,2E-05 8,8E-06 1,0E-04 1,2E-04

[21] CA

km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 [22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 3064,77 2067,65 2857,24 2472,52 1014,44 700,55 424,30 318,23 238,67 179,00 2086,65 2527,46 [23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 3,06 2,07 2,86 2,47 1,01 0,70 0,42 0,32 0,24 0,18 2,09 2,53

(Sumber : Perhitungan )

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

169

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.47 Perhitungan debit andalan tahun 1994

C Uraian Satuan Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

[1] CURAH HUJAN (P) mm 502 697 890 236 82 0 0 0 0 39 205 321

[2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 14 15 16 10 6 0 0 0 0 5 8 11 Limited Evapotranpiration

[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00 [4] Exposed Surface (m) % 30 30 30 40 50 50 50 50 50 50 40 30 [5] (m/20) * (18 - N)

0,060 0,045 0,030 0,160 0,300 0,450 0,450 0,450 0,450 0,325 0,200 0,105

[6] dE [5] x [3] mm 6,31 4,17 3,23 14,47 27,82 36,48 39,44 45,06 46,89 36,36 20,80 10,82 [7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 101,65 89,26 104,24 86,96 89,23 77,56 84,14 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50 WATER BALANCE

[8] P - Etl [1] - [7] mm 400,35 607,74 785,76 149,04 -7,23 -77,56 -84,14 -96,63 -100,69 -69,37 104,52 221,50 [9] SOIL STORAGE

mm 0 0 0 0 7,23 77,56 83,14 96,63 100,69 69,37 0 0

[10] SOIL MOISTURE

mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 [11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 400,35 607,74 785,76 149,04 0 0 0 0 0 0 104,52 221,50 RUN OFF AND

GROUND WATER STORAGE [12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 120,10 182,32 235,73 44,71 0 0 0 0 0 0 31,36 66,45 [13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12]

mm 105,09 159,53 206,26 39,12 0 0 0 0 0 0 27,44 58,14

[14] K x (Vn-1) mm 298,00 302,32 346,39 414,49 340,21 255,16 191,37 143,53 107,64 80,73 60,55 65,99

[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 403,09 461,85 552,65 453,61 340,21 255,16 191,37 143,53 107,64 80,73 87,99 124,13 [16] dVn = Vn - Vn-1

mm -23,40 58,76 90,80 -99,04 -113,40 -85,05 -63,79 -47,84 -35,88 -26,91 7,25 36,15

[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 143,50 123,56 144,93 143,75 113,40 85,05 63,79 47,84 35,88 26,91 24,10 30,30 [18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 280,24 425,42 550,03 104,33 0 0 0 0 0 0 73,17 155,05 [19] RUN OFF [17]+[18] mm 423,75 548,98 694,96 248,08 113,40 85,05 63,79 47,84 35,88 26,91 97,27 185,35

[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 1,6E-04 2,1E-04 2,7E-04 9,6E-05 4,4E-05 3,3E-05 2,5E-05 1,8E-05 1,4E-05 1,0E-05 3,8E-05 7,2E-05 [21] CA

km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33

[22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 3323,60 4305,88 5450,84 1945,78 889,46 667,09 500,32 375,24 281,43 211,07 762,92 1453,78 [23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 3,32 4,31 5,45 1,95 0,89 0,67 0,50 0,38 0,28 0,21 0,76 1,45

(Sumber : Perhitungan )

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

170

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.48 Perhitungan debit andalan tahun 1995

C Uraian Satuan Bulan

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

[1] CURAH HUJAN (P) mm 606 681 475 245 87 241 72 0 4 182 729 399 [2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 15 16 12 10 8 12 6 0 2 8 16 13

Limited Evapotranpiration

[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00 [4] Exposed Surface (m) % 30 30 30 40 50 40 50 50 50 40 30 40 [5] (m/20) * (18 - N)

0,045 0,030 0,090 0,160 0,250 0,120 0,300 0,450 0,400 0,200 0,030 0,100

[6] dE [5] x [3] mm 4,73 2,78 9,70 14,47 23,18 9,73 26,29 45,06 41,68 22,37 3,12 10,30 [7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 101,65 89,26 104,24 86,96 89,23 77,56 84,14 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50

WATER BALANCE

[8] P - Etl [1] - [7] mm 504,35 591,74 370,76 158,04 -2,23 163,44 -12,14 -96,63 -96,69 73,63 628,52 299,50 [9] SOIL STORAGE

mm 0 0 0 0 2,23 67,56 12,14 97,63 96,69 0,00 0 0

[10] SOIL MOISTURE

mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 [11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 504,35 591,74 370,76 158,04 0,00 95,88 0 0 0 73,63 628,52 299,50

RUN OFF AND

GROUND WATER STORAGE

[12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 151,30 177,52 111,23 47,41 0 29 0 0 0 22 188,56 89,85 [13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12]

mm 132,39 155,33 97,32 41,49 0 25 0 0 0 19 164,99 78,62

[14] K x (Vn-1) mm 298,00 322,79 358,59 341,94 287,57 215,68 180,63 135,48 101,61 76,21 71,65 177,48

[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 430,39 478,13 455,92 383,43 287,57 240,85 180,63 135,48 101,61 95,53 236,64 256,10 [16] dVn = Vn - Vn-1

mm -23,40 47,73 -22,21 -72,49 -95,86 -46,72 -60,21 -45,16 -33,87 -6,07 141,10 19,46

[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 174,70 129,79 133,44 119,91 95,86 75,49 60,21 45,16 33,87 28,16 47,45 70,39 [18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 353,04 414,22 259,53 110,63 0 67 0 0 0 52 439,97 209,65 [19] RUN OFF [17]+[18] mm 527,75 544,01 392,97 230,53 95,86 142,61 60,21 45,16 33,87 79,71 487,42 280,04

[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 2,0E-04 2,1E-04 1,5E-04 8,9E-05 3,7E-05 5,5E-05 2,3E-05 1,7E-05 1,3E-05 3,1E-05 1,9E-04 1,1E-04

[21] CA

km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 [22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 4139,31 4266,86 3082,19 1808,17 751,84 1118,51 472,26 354,20 265,65 625,17 3823,01 2196,45 [23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 4,14 4,27 3,08 1,81 0,75 1,12 0,47 0,35 0,27 0,63 3,82 2,20

(Sumber : Perhitungan )

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

171

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.49 Perhitungan debit andalan tahun 1996

C Uraian Satuan Bulan

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

[1] CURAH HUJAN (P) mm 374 275 223 170 47 38 1 24 0 329 570 426 [2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 13 12 12 10 6 4 1 4 0 12 15 14 Limited Evapotranpiration

[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00 [4] Exposed Surface (m) % 30 40 40 40 50 50 50 50 50 30 30 40 [5] (m/20) * (18 - N)

0,075 0,120 0,120 0,160 0,300 0,350 0,425 0,350 0,450 0,090 0,045 0,080

[6] dE [5] x [3] mm 7,89 11,13 12,93 14,47 27,82 28,37 37,25 35,05 46,89 10,07 4,68 8,24 [7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 101,65 89,26 104,24 86,96 89,23 77,56 84,14 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50 WATER BALANCE

[8] P - Etl [1] - [7] mm 272,35 185,74 118,76 83,04 -42,23 -39,56 -83,14 -72,63 -100,69 220,63 469,52 326,50 [9] SOIL STORAGE

mm 0 0 0 0 42,23 39,56 83,14 72,63 100,69 0 0 0

[10] SOIL MOISTURE

mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 [11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 272,35 185,74 118,76 83,04 0 0 0 0 0 220,63 469,52 326,50 RUN OFF AND

GROUND WATER STORAGE [12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 81,70 55,72 35,63 24,91 0 0 0 0 0 66 140,86 97,95 [13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12]

mm 71,49 48,76 31,17 21,80 0 0 0 0 0 58 123,25 85,71

[14] K x (Vn-1) mm 298,00 277,12 244,41 206,69 171,36 128,52 96,39 72,29 54,22 40,67 73,94 147,89

[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 369,49 325,88 275,58 228,48 171,36 128,52 96,39 72,29 54,22 98,58 197,19 233,60 [16] dVn = Vn - Vn-1

mm -23,40 -43,62 -50,29 -47,10 -57,12 -42,84 -32,13 -24,10 -18,07 44,36 98,60 36,41

[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 105,10 99,34 85,92 72,01 57,12 42,84 32,13 24,10 18,07 21,83 42,25 61,54 [18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 190,64 130,02 83,13 58,13 0 0 0 0 0 154 328,67 228,55 [19] RUN OFF [17]+[18] mm 295,75 229,36 169,06 130,14 57,12 42,84 32,13 24,10 18,07 176,27 370,92 290,09

[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 1,1E-04 8,8E-05 6,5E-05 5,0E-05 2,2E-05 1,7E-05 1,2E-05 9,3E-06 7,0E-06 6,8E-05 1,4E-04 1,1E-04

[21] CA

km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 [22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 2319,65 1798,94 1325,96 1020,72 448,02 336,02 252,01 189,01 141,76 1382,57 2909,26 2275,27 [23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 2,32 1,80 1,33 1,02 0,45 0,34 0,25 0,19 0,14 1,38 2,91 2,28

(Sumber : Perhitungan )

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

172

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.50 Perhitungan debit andalan tahun 1997

C Uraian Satuan Bulan

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

[1] CURAH HUJAN (P) mm 365 456 98 196 120 0 6 0 0 1 93 317 [2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 14 15 8 12 11 0 2 0 0 1 7 12 Limited Evapotranpiration

[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00 [4] Exposed Surface (m) % 30 30 50 40 40 50 50 50 50 50 50 30 [5] (m/20) * (18 - N)

0,060 0,045 0,250 0,120 0,140 0,450 0,400 0,450 0,450 0,425 0,275 0,090

[6] dE [5] x [3] mm 6,31 4,17 26,93 10,86 12,98 36,48 35,05 45,06 46,89 47,54 28,59 9,27 [7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 101,65 89,26 104,24 86,96 89,23 77,56 84,14 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50 WATER BALANCE

[8] P - Etl [1] - [7] mm 263,35 366,74 -6,24 109,04 30,77 -77,56 -78,14 -96,63 -100,69 -107,37 -7,48 217,50 [9] SOIL STORAGE

mm 0 0 6,24 0 0 77,56 78,14 96,63 100,69 107,37 7,48 0

[10] SOIL MOISTURE

mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 [11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 263,35 366,74 0,00 109,04 30,77 0 0 0 0 0 0 217,50 RUN OFF AND

GROUND WATER STORAGE [12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 79,00 110,02 0,00 32,71 9 0 0 0 0 0 0 65,25 [13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12]

mm 69,13 96,27 0,00 28,62 8 0 0 0 0 0 0 57,09

[14] K x (Vn-1) mm 298,00 275,35 278,71 209,03 178,24 139,74 104,80 78,60 58,95 44,21 33,16 24,87

[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 367,13 371,62 278,71 237,66 186,32 139,74 104,80 78,60 58,95 44,21 33,16 81,96 [16] dVn = Vn - Vn-1

mm -23,40 4,49 -92,90 -41,05 -51,34 -46,58 -34,93 -26,20 -19,65 -14,74 -11,05 48,80

[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 102,40 105,54 92,90 73,77 60,57 46,58 34,93 26,20 19,65 14,74 11,05 16,45 [18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 184,34 256,72 0,00 76,33 22 0 0 0 0 0 0,00 152,25 [19] RUN OFF [17]+[18] mm 286,75 362,26 92,90 150,10 82,11 46,58 34,93 26,20 19,65 14,74 11,05 168,70

[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 1,1E-04 1,4E-04 3,6E-05 5,8E-05 3,2E-05 1,8E-05 1,3E-05 1,0E-05 7,6E-06 5,7E-06 4,3E-06 6,5E-05

[21] CA

km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 [22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 2249,06 2841,30 728,68 1177,25 643,99 365,34 274,01 205,51 154,13 115,60 86,70 1323,14 [23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 2,25 2,84 0,73 1,18 0,64 0,37 0,27 0,21 0,15 0,12 0,09 1,32

(Sumber : Perhitungan )

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

173

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.51 Perhitungan debit andalan tahun 1998

C Uraian Satuan Bulan

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

[1] CURAH HUJAN (P) mm 424 659 514 404 95 317 285 33 67 620 684 326 [2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 16 17 16 14 8 12 11 5 7 17 18 13 Limited Evapotranpiration

[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00 [4] Exposed Surface (m) % 30 30 30 30 50 30 40 50 50 30 30 40 [5] (m/20) * (18 - N)

0,030 0,015 0,030 0,060 0,250 0,090 0,140 0,325 0,275 0,015 0,000 0,100

[6] dE [5] x [3] mm 3,15 1,39 3,23 5,43 23,18 7,30 12,27 32,54 28,65 1,68 0,00 10,30 [7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 101,65 89,26 104,24 86,96 89,23 77,56 84,14 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50 WATER BALANCE

[8] P - Etl [1] - [7] mm 322,35 569,74 409,76 317,04 5,77 239,44 200,86 -63,63 -33,69 511,63 583,52 226,50 [9] SOIL STORAGE

mm 0 0 0 0 7,23 67,56 83,14 97,63 101,69 92,37 0 0

[10] SOIL MOISTURE

mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 [11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 322,35 569,74 409,76 317,04 0 0 0 0 0 0 583,52 226,50 RUN OFF AND

GROUND WATER STORAGE [12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 96,70 170,92 122,93 95,11 0 0 0 0 0 0 175,06 67,95 [13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12]

mm 84,62 149,56 107,56 83,22 0 0 0 0 0 0 153,18 59,46

[14] K x (Vn-1) mm 298,00 286,96 327,39 326,21 307,08 230,31 172,73 129,55 97,16 72,87 54,65 155,87

[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 382,62 436,52 434,95 409,44 307,08 230,31 172,73 129,55 97,16 72,87 207,83 215,33 [16] dVn = Vn - Vn-1

mm -23,40 53,90 -1,57 -25,51 -102,36 -76,77 -57,58 -43,18 -32,39 -24,29 134,96 7,50

[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 120,10 117,02 124,50 120,63 102,36 76,77 57,58 43,18 32,39 24,29 40,10 60,45 [18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 225,64 398,82 286,83 221,93 0 0 0 0 0 0 408,47 158,55 [19] RUN OFF [17]+[18] mm 345,75 515,84 411,33 342,56 102,36 76,77 57,58 43,18 32,39 24,29 448,57 219,00

[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 1,3E-04 2,0E-04 1,6E-04 1,3E-04 3,9E-05 3,0E-05 2,2E-05 1,7E-05 1,2E-05 9,4E-06 1,7E-04 8,4E-05

[21] CA

km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 [22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 2711,82 4045,92 3226,20 2686,79 802,84 602,13 451,60 338,70 254,02 190,52 3518,27 1717,69 [23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 2,71 4,05 3,23 2,69 0,80 0,60 0,45 0,34 0,25 0,19 3,52 1,72

(Sumber : Perhitungan )

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

174

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.52 Perhitungan debit andalan tahun 1999

C Uraian Satuan Bulan

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

[1] CURAH HUJAN (P) mm 518 355 437 334 214 44 66 1 15 229 396 561 [2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 14 13 14 12 11 4 5 1 3 9 13 15 Limited Evapotranpiration

[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00 [4] Exposed Surface (m) % 30 30 30 30 40 50 50 50 50 40 30 30 [5] (m/20) * (18 - N)

0,060 0,075 0,060 0,090 0,140 0,350 0,325 0,425 0,375 0,180 0,075 0,045

[6] dE [5] x [3] mm 6,31 6,96 6,46 8,14 12,98 28,37 28,48 42,56 39,07 20,14 7,80 4,64 [7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 101,65 89,26 104,24 86,96 89,23 77,56 84,14 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50 WATER BALANCE

[8] P - Etl [1] - [7] mm 416,35 265,74 332,76 247,04 124,77 -33,56 -18,14 -95,63 -85,69 120,63 295,52 461,50 [9] SOIL STORAGE

mm 0 0 0 0 0,00 33,56 18,14 95,63 85,69 0,00 0 0

[10] SOIL MOISTURE

mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 [11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 416,35 265,74 332,76 247,04 124,77 0,00 0,00 0,00 0,00 120,63 295,52 461,50 RUN OFF AND

GROUND WATER STORAGE [12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 124,90 79,72 99,83 74,11 37 0 0 0 0 36 88,66 138,45 [13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12]

mm 109,29 69,76 87,35 64,85 33 0 0 0 0 32 77,58 121,14

[14] K x (Vn-1) mm 298,00 305,47 281,42 276,58 256,07 216,62 162,46 121,85 91,38 68,54 75,15 114,55

[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 407,29 375,23 368,77 341,43 288,82 216,62 162,46 121,85 91,38 100,21 152,73 235,69 [16] dVn = Vn - Vn-1

mm -23,40 -32,07 -6,46 -27,34 -52,60 -72,21 -54,15 -40,62 -30,46 8,82 52,52 82,96

[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 148,30 111,79 106,29 101,46 90,04 72,21 54,15 40,62 30,46 27,37 36,13 55,49 [18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 291,44 186,02 232,93 172,93 87 0 0 0 0 84 206,87 323,05 [19] RUN OFF [17]+[18] mm 439,75 297,81 339,22 274,38 177,37 72,21 54,15 40,62 30,46 111,81 243,00 378,54

[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 1,7E-04 1,1E-04 1,3E-04 1,1E-04 6,8E-05 2,8E-05 2,1E-05 1,6E-05 1,2E-05 4,3E-05 9,4E-05 1,5E-04

[21] CA

km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 [22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 3449,09 2335,82 2660,61 2152,10 1391,20 566,33 424,75 318,56 238,92 877,00 1905,94 2969,00 [23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 3,45 2,34 2,66 2,15 1,39 0,57 0,42 0,32 0,24 0,88 1,91 2,97

(Sumber : Perhitungan )

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

175

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.53 Perhitungan debit andalan tahun 2000

C Uraian Satuan Bulan

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

[1] CURAH HUJAN (P) mm 447 538 361 483 139 123 26 67 10 159 308 213 [2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 15 16 13 14 12 11 6 8 3 12 13 12 Limited Evapotranpiration

[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00 [4] Exposed Surface (m) % 30 30 30 30 40 40 50 50 50 40 30 40 [5] (m/20) * (18 - N)

0,045 0,030 0,075 0,060 0,120 0,140 0,300 0,250 0,375 0,120 0,075 0,120

[6] dE [5] x [3] mm 4,73 2,78 8,08 5,43 11,13 11,35 26,29 25,03 39,07 13,42 7,80 12,36 [7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 101,65 89,26 104,24 86,96 89,23 77,56 84,14 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50 WATER BALANCE

[8] P - Etl [1] - [7] mm 345,35 448,74 256,76 396,04 49,77 45,44 -58,14 -29,63 -90,69 50,63 207,52 113,50 [9] SOIL STORAGE

mm 0 0 0 0 0,00 0,00 58,14 29,63 90,69 0,00 0 0

[10] SOIL MOISTURE

mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 [11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 345,35 448,74 256,76 396,04 49,77 45,44 0,00 0,00 0,00 50,63 207,52 113,50 RUN OFF AND

GROUND WATER STORAGE [12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 103,60 134,62 77,03 118,81 15 14 0 0 0 15 62,26 34,05 [13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12]

mm 90,65 117,80 67,40 103,96 13 12 0 0 0 13 54,48 29,79

[14] K x (Vn-1) mm 298,00 291,49 306,96 280,77 288,55 226,21 178,60 133,95 100,47 75,35 66,48 90,72

[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 388,65 409,29 374,36 384,73 301,61 238,14 178,60 133,95 100,47 88,64 120,96 120,51 [16] dVn = Vn - Vn-1

mm -23,40 20,63 -34,92 10,37 -83,12 -63,48 -59,53 -44,65 -33,49 -11,82 32,31 -0,45

[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 127,00 113,99 111,95 108,44 98,05 77,11 59,53 44,65 33,49 27,02 29,94 34,50 [18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 241,74 314,12 179,73 277,23 35 32 0 0 0 35 145,27 79,45 [19] RUN OFF [17]+[18] mm 368,75 428,11 291,68 385,67 132,89 108,92 59,53 44,65 33,49 62,46 175,21 113,94

[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 1,4E-04 1,7E-04 1,1E-04 1,5E-04 5,1E-05 4,2E-05 2,3E-05 1,7E-05 1,3E-05 2,4E-05 6,8E-05 4,4E-05

[21] CA

km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 [22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 2892,22 3357,84 2287,77 3024,96 1042,29 854,28 466,95 350,22 262,66 489,89 1374,23 893,70 [23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 2,89 3,36 2,29 3,02 1,04 0,85 0,47 0,35 0,26 0,49 1,37 0,89

(Sumber : Perhitungan )

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

176

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.54 Perhitungan debit andalan tahun 2001

C Uraian Satuan Bulan

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

[1] CURAH HUJAN (P) mm 455 379 629 352 128 199 76 6 2 461 631 163 [2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 15 14 16 13 11 12 6 2 1 15 16 11 Limited Evapotranpiration

[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00 [4] Exposed Surface (m) % 30 30 30 30 40 40 50 50 50 40 30 40 [5] (m/20) * (18 - N)

0,045 0,030 0,075 0,060 0,120 0,140 0,300 0,250 0,375 0,120 0,075 0,120

[6] dE [5] x [3] mm 4,73 2,78 8,08 5,43 11,13 11,35 26,29 25,03 39,07 13,42 7,80 12,36 [7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 101,65 89,26 104,24 86,96 89,23 77,56 84,14 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50 WATER BALANCE

[8] P - Etl [1] - [7] mm 353,35 289,74 524,76 265,04 38,77 121,44 -8,14 -90,63 -98,69 352,63 530,52 63,50 [9] SOIL STORAGE

mm 0 0 0 0 0 0 8 91 99 0 0 0

[10] SOIL MOISTURE

mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 [11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 353,35 289,74 524,76 265,04 38,77 121,44 0 0 0 352,63 530,52 63,50 RUN OFF AND

GROUND WATER STORAGE [12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 106,00 86,92 157,43 79,51 12 36 0 0 0 106 159,16 19,05 [13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12]

mm 92,75 76,06 137,75 69,57 10 32 0 0 0 93 139,26 16,67

[14] K x (Vn-1) mm 298,00 293,07 276,84 310,94 285,39 221,67 190,16 142,62 106,97 80,23 129,59 201,64

[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 390,75 369,12 414,59 380,52 295,56 253,55 190,16 142,62 106,97 172,79 268,86 218,31 [16] dVn = Vn - Vn-1

mm -23,40 -21,63 45,47 -34,07 -84,95 -42,01 -63,39 -47,54 -35,66 65,82 96,06 -50,55

[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 129,40 108,55 111,96 113,59 96,58 78,45 63,39 47,54 35,66 39,97 63,09 69,60 [18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 247,34 202,82 367,33 185,53 27 85 0 0 0 247 371,37 44,45 [19] RUN OFF [17]+[18] mm 376,75 311,37 479,29 299,12 123,72 163,45 63,39 47,54 35,66 286,81 434,46 114,04

[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 1,5E-04 1,2E-04 1,8E-04 1,2E-04 4,8E-05 6,3E-05 2,4E-05 1,8E-05 1,4E-05 1,1E-04 1,7E-04 4,4E-05

[21] CA

km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 [22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 2954,96 2442,22 3759,26 2346,07 970,39 1282,04 497,18 372,88 279,66 2249,55 3407,62 894,49 [23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 2,95 2,44 3,76 2,35 0,97 1,28 0,50 0,37 0,28 2,25 3,41 0,89

(Sumber : Perhitungan )

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

177

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.55 Perhitungan debit andalan tahun 2002

C Uraian Satuan Bulan

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

[1] CURAH HUJAN (P) mm 590 703 340 257 125 98 60 6 4 324 306 400 [2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 14 16 12 11 10 7 3 2 1 11 11 14 Limited Evapotranpiration

[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00 [4] Exposed Surface (m) % 30 30 30 40 50 50 50 50 50 30 30 30 [5] (m/20) * (18 - N)

0,060 0,030 0,090 0,140 0,200 0,275 0,375 0,400 0,425 0,105 0,105 0,060

[6] dE [5] x [3] mm 6,31 2,78 9,70 12,66 18,55 22,29 32,86 40,05 44,28 11,75 10,92 6,18 [7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 101,65 89,26 104,24 86,96 89,23 77,56 84,14 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50 WATER BALANCE

[8] P - Etl [1] - [7] mm 488,35 613,74 235,76 170,04 35,77 20,44 -24,14 -90,63 -96,69 215,63 205,52 300,50 [9] SOIL STORAGE

mm 0 0 0 0 0 0 24,14 90,63 96,69 0 0 0

[10] SOIL MOISTURE

mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 [11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 488,35 613,74 235,76 170,04 35,77 20,44 0 0 0 215,63 205,52 300,50 RUN OFF AND

GROUND WATER STORAGE [12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 146,50 184,12 70,73 51,01 11 6 0 0 0 65 61,66 90,15 [13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12]

mm 128,19 161,11 61,89 44,64 9 5 0 0 0 57 53,95 78,88

[14] K x (Vn-1) mm 298,00 319,64 360,56 316,84 271,11 210,37 161,80 121,35 91,01 68,26 93,65 110,70

[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 426,19 480,75 422,45 361,47 280,49 215,74 161,80 121,35 91,01 124,86 147,60 189,58 [16] dVn = Vn - Vn-1

mm -23,40 54,56 -58,30 -60,98 -80,98 -64,76 -53,93 -40,45 -30,34 33,85 22,73 41,98

[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 169,90 129,56 129,03 111,99 91,71 70,89 53,93 40,45 30,34 30,84 38,92 48,17 [18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 341,84 429,62 165,03 119,03 25 14 0 0 0 151 143,87 210,35 [19] RUN OFF [17]+[18] mm 511,75 559,18 294,06 231,02 116,75 85,20 53,93 40,45 30,34 181,78 182,79 258,52

[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 2,0E-04 2,2E-04 1,1E-04 8,9E-05 4,5E-05 3,3E-05 2,1E-05 1,6E-05 1,2E-05 7,0E-05 7,1E-05 1,0E-04

[21] CA

km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 [22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 4013,82 4385,88 2306,43 1811,95 915,70 668,25 423,03 317,27 237,95 1425,80 1433,69 2027,64 [23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 4,01 4,39 2,31 1,81 0,92 0,67 0,42 0,32 0,24 1,43 1,43 2,03

(Sumber : Perhitungan )

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

178

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.56 Perhitungan debit andalan tahun 2003

C Uraian Satuan Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

[1] CURAH HUJAN (P) mm 250 535 273 103 154 103 103 103 103 103 295 345

[2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 13 15 12 10 11 11 9 6 5 6 11 13 Limited Evapotranpiration

[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00 [4] Exposed Surface (m) % 40 30 40 50 50 50 50 50 50 50 40 40 [5] (m/20) * (18 - N)

0,100 0,045 0,120 0,200 0,175 0,175 0,225 0,300 0,325 0,300 0,140 0,100

[6] dE [5] x [3] mm 10,52 4,17 12,93 18,09 16,23 14,19 19,72 30,04 33,86 33,56 14,56 10,30 [7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 101,65 89,26 104,24 86,96 89,23 77,56 84,14 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50 WATER BALANCE

[8] P - Etl [1] - [7] mm 148,35 445,74 168,76 16,04 64,77 25,44 18,86 6,37 2,31 -5,37 194,52 245,50 [9] SOIL STORAGE

mm 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5,37 0 0

[10] SOIL MOISTURE

mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 [11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 148,35 445,74 168,76 16,04 64,77 25,44 18,86 6,37 2,31 0 194,52 245,50 RUN OFF AND

GROUND WATER STORAGE [12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 44,50 133,72 50,63 4,81 19 8 6 2 1 0 58,36 73,65 [13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12]

mm 38,94 117,01 44,30 4,21 17 7 5 2 1 0 51,06 64,44

[14] K x (Vn-1) mm 298,00 252,71 277,29 241,19 184,05 150,79 118,10 92,29 70,47 53,31 39,98 68,28

[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 336,94 369,71 321,58 245,40 201,05 157,47 123,05 93,96 71,08 53,31 91,04 132,73 [16] dVn = Vn - Vn-1

mm -23,40 32,77 -48,13 -76,19 -44,35 -43,58 -34,42 -29,09 -22,88 -17,77 37,74 41,68

[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 67,90 100,95 98,76 81,00 63,78 51,22 40,07 31,00 23,58 17,77 20,62 31,97 [18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 103,84 312,02 118,13 11,23 45 18 13 4 2 0 136,17 171,85 [19] RUN OFF [17]+[18] mm 171,75 412,97 216,89 92,23 109,12 69,03 53,28 35,46 25,19 17,77 156,79 203,82

[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 6,6E-05 1,6E-04 8,4E-05 3,6E-05 4,2E-05 2,7E-05 2,1E-05 1,4E-05 9,7E-06 6,9E-06 6,0E-05 7,9E-05 [21] CA

km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33

[22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 1347,07 3239,08 1701,15 723,36 855,84 541,40 417,88 278,12 197,60 139,37 1229,75 1598,60 [23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 1,35 3,24 1,70 0,72 0,86 0,54 0,42 0,28 0,20 0,14 1,23 1,60

(Sumber : Perhitungan )

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

179

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.57 Perhitungan debit andalan tahun 2004

C Uraian Satuan Bulan

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

[1] CURAH HUJAN (P) mm 447 419 355 116 272 10 50 4 15 61 327 693 [2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 15 14 12 10 13 6 7 2 3 6 14 16 Limited Evapotranpiration

[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00 [4] Exposed Surface (m) % 30 30 30 40 40 50 50 50 50 50 30 30 [5] (m/20) * (18 - N)

0,045 0,060 0,090 0,160 0,100 0,300 0,275 0,400 0,375 0,300 0,060 0,030

[6] dE [5] x [3] mm 4,73 5,57 9,70 14,47 9,27 24,32 24,10 40,05 39,07 33,56 6,24 3,09 [7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 101,65 89,26 104,24 86,96 89,23 77,56 84,14 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50 WATER BALANCE

[8] P - Etl [1] - [7] mm 345,35 329,74 250,76 29,04 182,77 -67,56 -34,14 -92,63 -85,69 -47,37 226,52 593,50 [9] SOIL STORAGE

mm 0 0 0 0 0 67,56 34,14 92,63 85,69 47,37 0 0

[10] SOIL MOISTURE

mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 [11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 345,35 329,74 250,76 29,04 182,77 0 0 0 0 0 226,52 593,50 RUN OFF AND

GROUND WATER STORAGE [12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 103,60 98,92 75,23 8,71 55 0 0 0 0 0 67,96 178,05 [13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12]

mm 90,65 86,56 65,82 7,62 48 0 0 0 0 0 59,46 155,79

[14] K x (Vn-1) mm 298,00 291,49 283,54 262,02 202,23 187,66 140,74 105,56 79,17 59,38 44,53 78,00

[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 388,65 378,05 349,36 269,64 250,21 187,66 140,74 105,56 79,17 59,38 103,99 233,79 [16] dVn = Vn - Vn-1

mm -23,40 -10,61 -28,69 -79,72 -19,43 -62,55 -46,91 -35,19 -26,39 -19,79 44,62 129,79

[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 127,00 109,53 103,92 88,43 74,26 62,55 46,91 35,19 26,39 19,79 23,34 48,25 [18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 241,74 230,82 175,53 20,33 128 0 0 0 0 0 158,57 415,45 [19] RUN OFF [17]+[18] mm 368,75 340,35 279,45 108,76 202,20 62,55 46,91 35,19 26,39 19,79 181,91 463,70

[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 1,4E-04 1,3E-04 1,1E-04 4,2E-05 7,8E-05 2,4E-05 1,8E-05 1,4E-05 1,0E-05 7,6E-06 7,0E-05 1,8E-04

[21] CA

km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 [22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 2892,22 2669,48 2191,82 853,02 1585,95 490,62 367,97 275,97 206,98 155,24 1426,75 3637,00 [23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 2,89 2,67 2,19 0,85 1,59 0,49 0,37 0,28 0,21 0,16 1,43 3,64

(Sumber : Perhitungan )

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

180

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.58 Perhitungan debit andalan tahun 2005

C Uraian Satuan Bulan

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

[1] CURAH HUJAN (P) mm 431 362 264 245 34 43 40 34 35 178 245 650 [2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 15 14 12 10 13 6 3 0 0 7 11 13 Limited Evapotranpiration

[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00 [4] Exposed Surface (m) % 30 40 40 40 50 50 50 50 50 30 30 30 [5] (m/20) * (18 - N)

0,045 0,080 0,120 0,160 0,125 0,300 0,375 0,450 0,450 0,165 0,105 0,075

[6] dE [5] x [3] mm 4,73 7,42 12,93 14,47 11,59 24,32 32,86 45,06 46,89 18,46 10,92 7,73 [7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 101,65 89,26 104,24 86,96 89,23 77,56 84,14 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50 WATER BALANCE

[8] P - Etl [1] - [7] mm 329,35 272,74 159,76 158,04 -55,23 -34,56 -44,14 -62,63 -65,69 69,63 144,52 550,50 [9] SOIL STORAGE

mm 0 0 0 0 55,23 34,56 44,14 62,63 65,69 0,00 0 0

[10] SOIL MOISTURE

mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 [11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 329,35 272,74 159,76 158,04 0 0 0 0 0 69,63 144,52 550,50 RUN OFF AND

GROUND WATER STORAGE [12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 98,80 81,82 47,93 47,41 0 0 0 0 0 21 43,36 165,15 [13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12]

mm 86,45 71,60 41,94 41,49 0 0 0 0 0 18 37,94 144,51

[14] K x (Vn-1) mm 298,00 288,34 269,95 233,92 206,55 154,91 116,19 87,14 65,35 49,02 50,47 66,31

[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 384,45 359,94 311,89 275,40 206,55 154,91 116,19 87,14 65,35 67,29 88,41 210,81 [16] dVn = Vn - Vn-1

mm -23,40 -24,52 -48,05 -36,49 -68,85 -51,64 -38,73 -29,05 -21,78 1,94 21,11 122,40

[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 122,20 106,34 95,97 83,90 68,85 51,64 38,73 29,05 21,78 18,95 22,24 42,75 [18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 230,54 190,92 111,83 110,63 0 0 0 0 0 49 101,17 385,35 [19] RUN OFF [17]+[18] mm 352,75 297,26 207,81 194,53 68,85 51,64 38,73 29,05 21,78 67,69 123,41 428,09

[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 1,4E-04 1,1E-04 8,0E-05 7,5E-05 2,7E-05 2,0E-05 1,5E-05 1,1E-05 8,4E-06 2,6E-05 4,8E-05 1,7E-04

[21] CA

km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 [22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 2766,72 2331,53 1629,91 1525,75 540,02 405,02 303,76 227,82 170,87 530,95 967,95 3357,70 [23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 2,77 2,33 1,63 1,53 0,54 0,41 0,30 0,23 0,17 0,53 0,97 3,36

(Sumber : Perhitungan )

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

181

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.59 Perhitungan debit andalan tahun 2006

C Uraian Satuan Bulan

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

[1] CURAH HUJAN (P) mm 431 362 264 245 34 43 40 34 35 178 245 650 [2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 15 14 12 10 13 6 3 0 0 7 11 13 Limited Evapotranpiration

[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00 [4] Exposed Surface (m) % 30 30 30 30 40 50 50 50 50 40 40 30 [5] (m/20) * (18 - N)

0,045 0,060 0,090 0,120 0,100 0,300 0,375 0,425 0,325 0,120 0,140 0,030

[6] dE [5] x [3] mm 4,73 5,57 9,70 10,86 9,27 24,32 32,86 42,56 33,86 13,42 14,56 3,09 [7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 101,65 89,26 104,24 86,96 89,23 77,56 84,14 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50 WATER BALANCE

[8] P - Etl [1] - [7] mm 297,35 354,74 207,76 363,04 130,77 -48,56 17,86 -93,63 -65,69 19,63 -20,48 544,50 [9] SOIL STORAGE

mm 0 0 0 0 0,00 48,56 0,00 93,63 65,69 0,00 20,48 0

[10] SOIL MOISTURE

mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 [11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 297,35 354,74 207,76 363,04 130,77 0 17,86 0 0 19,63 0,00 544,50 RUN OFF AND

GROUND WATER STORAGE [12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 89,20 106,42 62,33 108,91 39 0 5 0 0 6 0 163,35 [13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12]

mm 78,05 93,12 54,54 95,30 34 0 5 0 0 5 0 142,93

[14] K x (Vn-1) mm 298,00 282,04 281,37 251,93 260,42 221,06 165,80 127,86 95,90 71,92 57,81 43,36

[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 376,05 375,16 335,91 347,23 294,75 221,06 170,49 127,86 95,90 77,08 57,81 186,29 [16] dVn = Vn - Vn-1

mm -23,40 -0,89 -39,25 11,32 -52,48 -73,69 -50,58 -42,62 -31,97 -18,82 -19,27 128,48

[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 112,60 107,32 101,58 97,59 91,71 73,69 55,94 42,62 31,97 24,71 19,27 34,87 [18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 208,14 248,32 145,43 254,13 92 0 13 0 0 14 0,00 381,15 [19] RUN OFF [17]+[18] mm 320,75 355,64 247,01 351,72 183,25 73,69 68,44 42,62 31,97 38,45 19,27 416,02

[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 1,2E-04 1,4E-04 9,5E-05 1,4E-04 7,1E-05 2,8E-05 2,6E-05 1,6E-05 1,2E-05 1,5E-05 7,4E-06 1,6E-04

[21] CA

km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 [22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 2515,73 2789,39 1937,42 2758,66 1437,29 577,95 536,80 334,29 250,72 301,62 151,14 3262,99 [23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 2,52 2,79 1,94 2,76 1,44 0,58 0,54 0,33 0,25 0,30 0,15 3,26

(Sumber : Perhitungan )

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

182

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.60 Rekapitulasi debit andalan

No Tahun Debit Andalan (m³/detik)

Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

1 1987 4,14 3,22 2,09 1,04 0,78 0,46 0,34 0,26 0,19 0,15 1,20 1,62 2 1988 3,62 5,10 4,75 1,95 2,75 1,54 0,69 0,52 0,39 2,77 2,35 2,03 3 1989 3,53 4,38 3,04 1,68 1,25 2,65 3,27 0,99 0,55 1,61 2,25 2,14 4 1990 6,10 3,15 3,58 1,81 0,94 0,60 0,45 0,41 0,26 0,19 0,77 3,53 5 1991 7,41 6,94 2,15 3,57 1,02 0,76 0,57 0,43 0,32 0,24 1,17 2,80 6 1992 7,03 6,02 5,43 3,87 2,18 1,19 0,80 1,96 1,03 1,32 1,69 1,48 7 1993 3,06 2,07 2,86 2,47 1,01 0,70 0,42 0,32 0,24 0,18 2,09 2,53 8 1994 3,32 4,31 5,45 1,95 0,89 0,67 0,50 0,38 0,28 0,21 0,76 1,45 9 1995 4,14 4,27 3,08 1,81 0,75 1,12 0,47 0,35 0,27 0,63 3,82 2,20

10 1996 2,32 1,80 1,33 1,02 0,45 0,34 0,25 0,19 0,14 1,38 2,91 2,28 11 1997 2,25 2,84 0,73 1,18 0,64 0,37 0,27 0,21 0,15 0,12 0,09 1,32 12 1998 2,71 4,05 3,23 2,69 0,80 0,60 0,45 0,34 0,25 0,19 3,52 1,72 13 1999 3,45 2,34 2,66 2,15 1,39 0,57 0,42 0,32 0,24 0,88 1,91 2,97 14 2000 2,89 3,36 2,29 3,02 1,04 0,85 0,47 0,35 0,26 0,49 1,37 0,89 15 2001 2,95 2,44 3,76 2,35 0,97 1,28 0,50 0,37 0,28 2,25 3,41 0,89 16 2002 4,01 4,39 2,31 1,81 0,92 0,67 0,42 0,32 0,24 1,43 1,43 2,03 17 2003 1,35 3,24 1,70 0,72 0,86 0,54 0,42 0,28 0,20 0,14 1,23 1,60 18 2004 2,89 2,67 2,19 0,85 1,59 0,49 0,37 0,28 0,21 0,16 1,43 3,64 19 2005 2,77 2,33 1,63 1,53 0,54 0,41 0,30 0,23 0,17 0,53 0,97 3,36 20 2006 2,52 2,79 1,94 2,76 1,44 0,58 0,54 0,33 0,25 0,30 0,15 3,26

(Sumber : Perhitungan )

Tabel 4.61 Penentuan debit andalan untuk kebutuhan air baku

No Debit Andalan (m³/detik)

Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

1 1,35 1,80 0,73 3,87 0,45 0,34 0,25 1,96 0,14 0,12 0,09 0,89 2 2,25 2,07 1,33 3,57 0,54 0,37 0,27 0,99 0,15 0,14 0,15 0,89 3 2,32 2,33 1,63 3,02 0,64 0,41 0,30 0,52 0,17 0,15 0,76 1,32 4 2,52 2,34 1,70 2,76 0,75 0,46 0,34 0,43 0,19 0,16 0,77 1,45 5 2,71 2,44 1,94 2,69 0,78 0,49 0,37 0,41 0,20 0,18 0,97 1,48 6 2,77 2,67 2,09 2,47 0,80 0,54 0,42 0,38 0,21 0,19 1,17 1,60 7 2,89 2,79 2,15 2,35 0,86 0,57 0,42 0,37 0,24 0,19 1,20 1,62 8 2,89 2,84 2,19 2,15 0,89 0,58 0,42 0,35 0,24 0,21 1,23 1,72 9 2,95 3,15 2,29 1,95 0,92 0,60 0,42 0,35 0,24 0,24 1,37 2,03 10 3,06 3,22 2,31 1,95 0,94 0,60 0,45 0,34 0,25 0,30 1,43 2,03 11 3,32 3,24 2,66 1,81 0,97 0,67 0,45 0,33 0,25 0,49 1,43 2,14 12 3,45 3,36 2,86 1,81 1,01 0,67 0,47 0,32 0,26 0,53 1,69 2,20 13 3,53 4,05 3,04 1,81 1,02 0,70 0,47 0,32 0,26 0,63 1,91 2,28 14 3,62 4,27 3,08 1,68 1,04 0,76 0,50 0,32 0,27 0,88 2,09 2,53 15 4,01 4,31 3,23 1,53 1,25 0,85 0,50 0,28 0,28 1,32 2,25 2,80 16 4,14 4,38 3,58 1,18 1,39 1,12 0,54 0,28 0,28 1,38 2,35 2,97 17 4,14 4,39 3,76 1,04 1,44 1,19 0,57 0,26 0,32 1,43 2,91 3,26 18 6,10 5,10 4,75 1,02 1,59 1,28 0,69 0,23 0,39 1,61 3,41 3,36 19 7,03 6,02 5,43 0,85 2,18 1,54 0,80 0,21 0,55 2,25 3,52 3,53 20 7,41 6,94 5,45 0,72 2,75 2,65 3,27 0,19 1,03 2,77 3,82 3,64

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

183

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Dari tabel di atas untuk perhitungan debit andalan digunakan curah hujan 90 % tak

terpenuhi pada data ke-m dimana :

M = 0,9 x N

= 0,9x 20

= 18 (Data debit andalan yang digunakan pada urutan ke-18)

4.4 Analisis Hubungan Elevasi dengan Volume Embung

Perhitungan ini didasarkan pada peta dengan skala 1 : 1000 dan beda tinggi kontur 1m. cari

luas permukaan genangan embung yang dibatasi garis kontur. kemudian dicari volume yang

dibatasi oleh dua garis kontur yang berurutan dengan menggunakan persamaan pendekatan

volume (Soedibyo. 1993)

FxFyFxFyxZxVx 31

Dimana :

Vx = Volume pada kontur (m3)

Z = Beda tinggi antar kontur (m)

Fy = Luas pada kontur Y (m2)

Fx = Luas pada kontur X (m2)

Dari perhitungan tersebut di atas. kemudian dibuat grafik hubungan antara elevasi volume

embung. dari grafik tersebut dapat dicari luas dari volume embung setiap elevasi terntentu

dari embung. Tabel 4.62 Perhitungan hubungan elevasi, luas dan volume daerah genangan

Elevasi Embung

Luas Permukaan

Jumlah Luas

Permukaan h Volume

Embung Volume

Komulatif

(m) (m²) (m²) (m) (m³) (m³)

140 0,00 0,00 27911,79 1,00 13955,90

141 27911,79 13955,90 63352,78 1,00 31676,39

142 35440,99 45632,29 75598,08 1,00 37799,04

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

184

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

(Lanjutan Tabel 4.62)

Elevasi Embung

Luas Permukaan

Jumlah Luas

Permukaan h Volume

Embung Volume

Komulatif

(m) (m²) (m²) (m) (m³) (m³) 143 40157,09 83431,33

85302,38 1,00 42651,19 144 45145,29 126082,52

95171,63 1,00 47585,82 145 50026,34 173668,33

105394,18 1,00 52697,09 146 55367,84 226365,42

119075,13 1,00 59537,57 147 63707,29 285902,99

137200,00 1,00 68600,00 148 73492,71 354502,99

155961,18 1,00 77980,59 149 82468,47 432483,58

172318,34 1,00 86159,17 150 89849,87 518642,75

186525,21 1,00 93262,61 151 96675,34 611905,35

201028,72 1,00 100514,36 152 104353,38 712419,71

(Sumber : Perhitungan )

Tabel 4.63 Hubungan elevasi, luas dan volume daerah genangan

Elevasi Embung Luas Permukaan Volume Storage (m) (m²) (m³) 140 0,00 0,00 141 27911,79 13955,90 142 35440,99 45632,29 143 40157,09 83431,33 144 45145,29 126082,52 145 50026,34 173668,33 146 55367,84 226365,42 147 63707,29 285902,99 148 73492,71 354502,99 149 82468,47 432483,58 150 89849,87 518642,75 151 96675,34 611905,35 152 104353,38 712419,71

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

185

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Gambar 4.6 Grafik hubungan elevasi dengan volume genangan dan luas

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

186

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

4.5 Penelusuran Banjir (Flood Routing)

4.5.1 Penelusuran Banjir Melalui Pelimpah

Penentuan elevasi mercu spillway dengan menggunakan grafik hubungan elevasi dengan

luas tampungan dan volume genangan.

Volume = 285.902,99 m3

Elevasi = + 147 m

Debit yang melimpah melalui spillway diperhitungkan atas dasar debit banjir rencana

dengan periode ulang 50 tahun. Dalam hal ini spillway dianggap sebagai ambang lebar dan

direncanakan Spillway bentuk Ogge tipe terbukadengan :

Cd = 1,3

B rencana = 25 m

Rumus pengaliran untuk spillway

(CD. Soemarto, 1999)

Dimana :

Cd = koefisien debit yang melimpah

B = lebar spillway

g = percepatan gravitasi 9,81 m/det2

h = elevasi air yang melimpah melalui pelimpah/spillway (trial error).

sehingga didapat :

Elevasi puncak dam

Elevasi puncak dam dipengaruhi oleh :

Debit rencana banjir

Debit rencana banjir akan mengakibatkan muka air danau mencapai ketinggian

maksimum. Disini digunakan debit banjir dengan periode u;ang 50 tahun. Debit ini disebut

inflow.

23

.81,93225.3,1.

32 HQoutflow

23

.32..

32 HgBCdQoutflow

23

.32..

32 HgBCdQoutflow

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

187

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Debit spillway

Debit spillway merupakan debit banjir yang melimpah secara bertahap melalui spillway.

Debit ini disebut debit outflow.

Puncak optimal embung yang diperoleh pada saat debit inflow sama dengan debit outflow

yang dihitung dengan penelusuran banjir (flood routing). Perhitungan flood routing

dilakukan dengan menggunakan tabel. Tabel 4.64 Perhitungan flood routing periode ulang 50 tahun

Jam t Q Inflow Q Rerata Q Rerata x t Asumsi elevasi Q Outflow Q Outrerata Q Outrerata x t

Jam det m3/det m3/det m3 m m3/det m3/det m3

1 2 3 4 5 6 7 8 9

0 8,59 147,000 0,00

3600 29,94 107799,53 4,10 14777,14

1 51,30 147,280 8,21

3600 77,33 278390,28 13,90 50039,27

2 103,36 147,500 19,59

3600 111,92 402904,92 26,02 93673,92

3 120,47 147,700 32,45

3600 121,74 438256,90 39,49 142152,86

4 123,00 147,890 46,52

3600 120,67 434396,64 50,55 181985,12

5 118,33 147,990 54,58

3600 114,17 411011,68 54,17 195003,33

6 110,01 147,980 53,76

3600 105,00 378004,62 52,53 189109,70

7 99,99 147,950 51,31

3600 94,68 340842,29 49,31 177506,81

8 89,37 147,900 47,31

3600 84,07 302655,66 45,75 164699,24

9 78,78 147,860 44,19

3600 73,68 265243,03 42,67 153601,24

10 68,58 147,820 41,14

3600 63,78 229607,38 40,03 144090,00

11 58,98 147,790 38,91

3600 54,52 196265,70 37,81 136112,19

12 50,06 147,760 36,71

3600 46,09 165929,46 35,28 127013,54

13 42,12 147,720 33,85

3600 38,87 139932,21 33,15 119344,75

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

188

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

(Lanjutan Tabel 4.64)

Jam t Q Inflow Q Rerata Q Rerata x t Asumsi elevasi Q Outflow Q Outrerata Q Outrerata x t

Jam det m3/det m3/det m3 m m3/det m3/det m3

1 2 3 4 5 6 7 8 9

14 35,62 147,700 32,45

3600 33,03 118896,73 31,76 114338,19

15 30,44 147,680 31,07

3600 28,35 102043,54 30,73 110623,67

16 26,25 147,670 30,39

3600 24,54 88342,92 30,05 108174,56

17 22,83 147,660 29,71

3600 21,43 77142,18 29,37 105743,80

18 20,03 147,650 29,04

3600 18,91 68061,94 28,70 103331,52

19 17,78 147,640 28,37

3600 16,88 60765,78 28,04 100937,88

20 15,98 147,630 27,71

3600 15,25 54903,17 27,38 98563,00

21 14,53 147,620 27,05

3600 13,94 50192,44 26,72 96207,05

22 13,36 147,610 26,40

3600 12,89 46407,28 26,08 93870,18

23 12,42 147,600 25,75

3600 12,05 43365,83 25,43 91552,55

24 11,67 147,590 25,11 (Sumber : Perhitungan )

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

189

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Gambar 4.7 Grafik flood routing periode ulang 50 tahun

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

190

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.65 Perhitungan flood routing periode PMF

Jam t Q Inflow Q Rerata Q Rerata x t Asumsi elevasi Q Outflow Q Outrerata Q Outrerata x t

Jam det m3/det m3/det m3 m m3/det m3/det m3

1 2 3 4 5 6 7 8 9

0 8,591 147,000 0,000

3600 36,23 130424,92 4,327 15575,80

1 63,867 147,290 8,653

3600 98,09 353139,23 15,937 57371,88

2 132,321 147,560 23,220

3600 144,50 520192,20 31,434 113161,60

3 156,675 147,800 39,648

3600 159,51 574226,09 50,918 183306,51

4 162,340 148,080 62,189

3600 160,46 577647,68 71,215 256374,65

5 158,575 148,280 80,241

3600 154,24 555254,95 86,013 309647,17

6 149,900 148,400 91,785

3600 144,34 519639,54 90,805 326899,39

7 138,789 148,380 89,825

3600 132,73 477832,40 82,246 296084,02

8 126,673 148,220 74,666

3600 120,53 433919,06 68,860 247897,44

9 114,393 148,090 63,055

3600 108,41 390293,00 59,649 214735,44

10 102,437 148,010 56,242

3600 96,76 348329,52 53,774 193586,55

11 91,080 147,950 51,306

3600 85,77 308775,54 49,703 178930,02

12 80,462 147,910 48,100

3600 75,55 271986,16 46,532 167513,85

13 70,641 147,870 44,963

3600 66,13 238072,71 44,193 159093,77

14 61,621 147,850 43,422

3600 57,50 206997,34 42,660 153576,75

15 53,377 147,830 41,898

3600 49,62 178634,16 40,773 146782,76

16 45,864 147,800 39,648

3600 42,45 152808,84 38,909 140071,64

17 39,030 147,780 38,170

3600 36,07 129855,52 37,441 134786,70

18 33,112 147,760 36,711

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

191

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

(Lanjutan Tabel 4.65)

Jam t Q Inflow Q Rerata Q Rerata x t Asumsi elevasi Q Outflow Q Outrerata Q Outrerata x t

Jam det m3/det m3/det m3 m m3/det m3/det m3

1 2 3 4 5 6 7 8 9

3600 30,70 110531,94 36,350 130861,24

19 28,294 147,750 35,989

3600 26,36 94891,28 35,631 128270,04

20 24,423 147,740 35,272

3600 22,87 82323,70 34,916 125696,16

21 21,312 147,730 34,559

3600 20,06 72225,39 34,205 123139,74

22 18,813 147,720 33,852

3600 17,81 64111,20 33,500 120600,89

23 16,804 147,710 33,149

3600 16,00 57591,28 32,800 118079,73

24 15,191 147,700 32,451 (Sumber : Perhitungan )

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

192

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Gambar 4.8 Grafik flood routing PMF

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

193

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

4.6 Volume Air Oleh Penguapan (Evaporasi)

Untuk mengetahui besarnya volume penguapan yang terjadi pada muka embung dihitung

dengan rumus :

Ve = Ea x S x Ag x d

Dimana :

Ve = Volume air yang menguap tiap bulan (m3)

Ea = Evaporasi hasil perhitungan (mm/hari)

Ag = Luas permukaan Embung pada setengah tinggi tubuh embung (m2)

d = Jumlah hari dalam 1 bulan

Penguapan atau evaporasi dipengaruhi oleh suhu air. suhu udara (Atmosfer).

kelembaman. kecepatan angin. tekanan udara. sinar matahari dan lain-lain yang saling

berhubungan. Rumus yang digunakan rumus empiris Penman :

Ea = 0,35(ea – ed) (1 – 0,01V)

Dimana :

ea = tekanan uap jenuh pada suhu rata-rata harian (mm/Hg)

ed = tekanan uap sebenarnya (mm/Hg)

V = kecepatan angin pada ketinggian 2 m di atas permukaan tanah

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

194

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.66 Perhitungan volume kehilangan air akibat evaporasi

No Uraian Satuan Bulan

Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1 Kelembaman Relatif % 94,30 93,23 93,56 93,37 94,44 94,37 88,78 93,99 94,10 91,86 94,78 94,20 2 Suhu Udara °C 25,01 24,91 25,05 22,95 24,70 23,41 23,29 23,88 24,52 25,39 25,54 25,43 3 Kecepatan angin m/dt 0,56 0,85 0,35 0,52 0,43 0,43 0,54 0,60 0,69 0,48 0,36 0,37 mile/hr 30,35 46,17 18,98 28,07 23,32 22,96 29,21 32,64 37,06 25,77 19,19 19,78 4 Sinar Matahari (%) 35,61 31,05 43,04 44,10 48,73 51,64 54,14 57,82 49,75 43,65 37,18 32,30 5 Tekanan Uap Jenuh (ea) mm/Hg 26,85 26,85 27,13 27,99 28,13 26,99 26,13 25,99 27,13 28,42 27,71 21,84 6 Tekanan Uap Sebenarnya (ed) mm/Hg 25,32 25,03 25,38 26,13 26,57 25,47 23,20 24,43 25,53 26,11 26,26 20,57 7 Evaporasi (E) mm/hr 0,70 0,93 0,73 0,83 0,67 0,65 1,33 0,73 0,77 1,02 0,60 0,53 8 Jumlah Hari (1 bulan) Hari 31 28 31 30 31 30 31 31 30 31 30 31

m/dt 8,09E-09 1,08E-

08 8,42E-

09 9,63E-

09 7,81E-

09 7,57E-

09 1,53E-

08 8,40E-

09 8,88E-

09 1,18E-

08 6,98E-

09 6,15E-

09 Evaporasi tiap bulan dalam m3

m3 42145,29 912,79 1097,38 949,96 1052,18 881,56 826,46 1732,17 947,82 970,53 1329,68 762,99

Total kehilangan selama 1 tahun m3 12157,79 (Sumber : Perhitungan )

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

195

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

4.7 Volume Yang Disediakan Untuk Angkutan Sedimen

Perkiraan laju sedimentasi dalam studi ini dimaksudkan untuk memperoleh angka

sedimentasi dalam satuan m3/tahu, guna memberikan perkiraan yang lebih pasti untuk

penentuan ruang sedimen dan untuk memperkirakan umur rencana embung. Data atau

parameter yang digunakan dalam analisis sedimentasi adalah sebagai berikut:

Luas DAS = 20,33 km2

Curah hujan (R) = 162,57 mm

Koefisien kekasaran manning (n) = 0,02

Indeks erodibilitas tanah (K) = 0,4

Factor CP = 0,43

γ sedimen = 2,2 ton/m3

Contah perhitungan :

Indek erosivitas hujan = 2,21x Rb1,36

= 2,21 x (162,57 x 10-3)1,36

= 0,187 ton.m/ha.th

Untuk kemiringan lebih kecil dari 20% = LS = L/100(1,36+0,965S+0,138S2)

Erosi potensial = R x K x LS x A

Erosi aktual = erosi potensial x CP

SDR =

S-pot = erosi aktual x SDR

2018,02018,0

8683,0502

8683,01

AnS

AS

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

196

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel. 4.67 Perhitungan sedimentasi

N0

Elevasi Slope Rerata Panjang Lereng Luas Ls Erosi pot Erosi aktual SDR Sedimentasi pot

m % m Ha m (ton/th/ha) (ton/th) (ton/th)

1 480< 13,7 1.233,329 151,295 18,438 254,832 109,578 0,357 39,119 2 400-480 2 1.610,724 256,115 22,224 519,964 223,585 0,291 65,063 3 320-400 6,7 1.829,168 397,759 26,069 947,241 407,314 0,283 115,270 4 240-320 5,1 2.045,730 552,162 28,843 1454,866 625,592 0,261 163,280 5 160-240 1,6 2.186,008 676,008 30,067 1856,770 798,411 0,239 190,820

Jumlah 2033,339 573,552 (Sumber : Perhitungan )

Volume sedimen pada embung tergantung pada umur rencana embung. Embung

Tambakboyo direncanakan mempunyai umur rencana 50 tahun, dan berat jenis dari material

sedimen adalah 2,2 ton/m3.

Volume sedimen = (573,552 (ton/th) / 2,2 ton/m3) x 50 th

= 13035,27 m3

4.8 Volume Resapan Embung

Besarnya volume kehilangan air akibat resapan melalui dasar, dinding, dan tubuh embung

tergantung dari sifat lulu air material dasar dan dinding kolam. Sedangkan sifat ini tergantung

pada jenis butiran tanah atau struktur batu pembentuk dasar dan dinding kolam. Perhitungan

resapan air ini megggunakan Rumus praktis untuk menentukan besarnya volume resapan air

kolam embung, sebagai berikut :

Vi = K .Vu

Dimana :

Vi = jumlah resapan tahunan (m3)

Vu = volume hidup untuk melayani berbagai kebutuhan (m3)

K = faktor yang nilainya tergantung dari sifat lulus air

material dasar dan dinding kolam embung.

K = 10%, bila dasar dan dinding kolam embung praktis rapat air (k < 10-5 cm/d)

termasuk penggunaan lapisan buatan (selimut lempung,

geomembran,"rubbersheet" semen tanah).

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

197

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

4.9 Volume Tampungan Untuk Melayani Kebutuhan

Volume Tampungan Untuk Melayani Kebutuhan Air Baku di sebut juga Volume Efektif

storage. Volume efektif storage adalah besarnya volume penyimpanan air di dalam embung

untuk memenuhi kebutuhan air baku. Volume storage dihitung berdasarkan besarnya debit

andalan yang ada. Ketinggian air dipertahankan pada elevasi + 144 m untuk kegiatan

pariwisata dan selebihnya direncanakan untuk kebutuhan air baku.

Diketahui :

Volume Tampungan Embung ketinggian + 147 m (Vt147) = 285.902,99 m3

Volume Tampungan Embung ketinggian + 144 m (Vt144) = 126.082,52 m3

Volume Evaporasi (Ve) = 12.157,79 m3

Volume Sedimen (Vs) = 13.035,27 m3

Volume Air Mati = Vt144 – Vs

= 126.082,52 - 13.035,27

= 113.047,25 m3

Volume Air efektif = (Vt +147 – Vt +144 ) – Ve – Vs

= (285.902,99 –126.082,52) – 12.157,79 – 13.035,27

= 134.627,41 m3

Volume Resapan = 10% x Volume Air efektif

= 10% x 134.627,41 m3

= 13.462,741 m3

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

198

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

4.10 Neraca Air

Penentuan neraca air embung didasarkan atas pendekatan yang paling nyata menyangkut

perhitungan neraca air (water budget). Caranya dengan mengandaikan bahwa :

S = Inflow –Outflow

S = I + P – Og – Pc – E – Ip- Osp

Dimana :

S = Storage (simpanan)

I = Inflow embung

P = Presipitasi

Pc = Perkolasi

E = Evaporasi

Ip = Pengambilan air melaui intake

Osp = Outflow (aliran keluar melalui spillway)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

199

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.68 Perhitungan neraca air Embung Tambakboyo

Bulan hari Inflow Kebutuhan Surflus (+)

Debit Komulatif Air baku Pariwisata Evaporasi Rembesan Sedimen Jumlah Kumulatif Defisit (-) m3/dt m3/dt m3/dt m3/dt m3/dt m3/dt m3/dt m3/dt m3/dt m3/dt m3/dt

Jan 31 6.10 527053.05 527053.05 82000 113047.25 912.79 13462.74 1086.27 210509.05 210509.05 316544.00 Feb 28 5.10 440377.62 967430.67 82000 113047.25 1097.38 13462.74 1086.27 210693.64 421202.68 546227.98 Mar 31 4.75 410374.63 1377805.29 82000 113047.25 949.96 13462.74 1086.27 210546.22 631748.90 746056.39 Apr 30 1.02 88190.03 1465995.33 82000 113047.25 1052.18 13462.74 1086.27 210648.44 842397.34 623597.99 Mei 31 1.59 137026.31 1603021.63 82000 113047.25 881.56 13462.74 1086.27 210477.82 1052875.16 550146.48 Jun 30 1.28 110767.96 1713789.59 82000 113047.25 826.46 13462.74 1086.27 210422.71 1263297.87 450491.72 Jul 31 0.69 59423.03 1773212.62 82000 113047.25 1732.17 13462.74 1086.27 211328.43 1474626.30 298586.32 Agust 31 0.23 19683.73 1792896.35 82000 113047.25 947.82 13462.74 1086.27 210544.08 1685170.38 107725.97 Sep 30 0.39 33425.45 1826321.80 82000 113047.25 970.53 13462.74 1086.27 210566.79 1895737.17 -69415.37 Okt 31 1.61 138733.51 1965055.32 82000 113047.25 1329.68 13462.74 1086.27 210925.94 2106663.11 -141607.80 Nop 30 3.41 294418.72 2259474.04 82000 113047.25 762.99 13462.74 1086.27 210359.25 2317022.36 -57548.32 Des 31 3.36 290105.40 2549579.44 82000 113047.25 694.27 13462.74 1086.27 210290.53 2527312.89 22266.55

(Sumber : Perhitungan )

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

200

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Gambar 4.9 Neraca Air Embung Tambakboyo

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

201

BAB IV ANALISA HIDROLOGI

Tabel 4.69 Tabel kategori kebutuhan air non domestik

No URAIAN

KATEGORI KOTA BERDASARKAN JUMLAH JIWA

>1.000.000

500.000

S/D

1.000.000

100.000

S/D

500.000

20.000

S/D

100.000

<20.000

METRO BESAR SEDANG KECIL DESA

1 Konsumsi unit sambungan rumah (SR)

l/org/hr 190 170 130 100 80

2 Konsumsi unit hidran umum (HU)

l/org/hr 30 30 30 30 30

3 Konsumsi unit non domestic (%) 20-30 20-30 20-30 20-30 20-30

4 Kehilangan air (%) 20-30 20-30 20-30 20-30 20-30

5 Factor hari maksimum 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2

6 Factor jam puncak 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5

7 Jumlah per SR 5 5 5 5 5

8 Jumlah jiwa per HU 100 100 100 100 100

9 Sisa tekan di penyediaan distribusi (mka) 10 10 10 10 10

10 Jam operasi 24 24 24 24 24

11 Volume reservoir (% max day demand) 20 20 20 20 20

12 SR:HR

50:50

S/D

80:20

50:50

S/D

80:20

80:20 70:30 70:30

13 Cakupan pelayanan(%) *)90 90 90 90 **)70

(sumber : Ditjen Cipta Karya, tahun 2000)

*) 60 % perpipanan, 30 % non perpipanan

**) 25 % perpipanan, 45 % non perpipanan

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

202

BAB IV ANALISA HIDROLOGI

Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman masuk pada kota kategori kota sedang sehingga

diperoleh data sebagai berikut :

Tabel 4.70 Perhitungan jumlah kebutuhan air per jiwa

NO Uraian l/org/hr

1 Konsumsi unit sambungan rumah (SR) 130 l/org/h 130

2 Konsumsi unit hidran umum (HU) 30 l/org/h 30

4 Kehilangan air 25% 40

5 Faktor hari maksimum 1,2 240

6 Faktor jam puncak 1,5 360

7 Cakupan pelayanan 90 % 324

Kebutuhan Air Baku

324 l/o/hr

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa besarnya kebutuhan air sebesar 324 l/org/hr. Untuk

kebutuhan air baku per bulan sebesar :

Kebutuhan air baku per jiwa = 324 l/org/hr

= 324 x 30

= 9.720 l/org

= 9,72 m3/org

Berdasarkan perhitungan neraca air jumlah volume air yang dapat digunakan untuk

kebutuhan air baku sebesar 82.000 m3. Sehinga dapat diperoleh jumlah penduduk yang

terpenuhi kebutuhan air bakunya per bulan.

Jumlah penduduk terpenuhi = Volume Air : Kebutuhan Air

= 82.000 m3 : 9,72 m3/org

= 8436 orang

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

203

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

BAB V

PERENCANAAN KONSTRUKSI

5.1 Penentuan Tinggi Jagaan

Tinggi jagaan adalah jarak bebas antara mercu embung dengan permukaan air maksimum

rencana. Tinggi jagaan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

iae

wf

iae

wf

hhhhH

hhh

atauhhH

2

)2

(

Dimana :

Hf = tinggi jagaan (m)

∆h = yang terjadi akibat timbulnya banjir abnormal (m)

hw = tinggi ombak akibat kenaikan (m)

he = tinggi jagaan ombak akibat gempa (m)

ha = tinggi kemungkinan kenaikan permukaan air, apabila terjadi kemacetan pada

pintu bangunan pelimpah (m)

hi = tinggi tambahan yang didasarkan pada tingkat urgensi embung (m)

Gambar 5.1 Tinggi jagaan (free board)

Puncak embung

Tinggi jagaan

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

204

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

5.1.1 Tinggi Kenaikan Permukaan Air yang Disebabkan oleh Banjir Abnormal

(h)

Dihitung Berdasarkan Persamaan Sebagai berikut :

QAh

hQQh

132 0

Dimana :

Qo = debit banjir rencana (m3/det)

Q = kapasitas rencana (m3/det)

= 0,2 untuk bangunan pelimpah terbuka

= 1,0 untuk bangunan pelimpah tertutup

H = kedalaman pelimpah rencana (m)

A = luas permukaan air pada elevasi banjir rencana (km2)

T = durasi terjadinya banjir abnormal (biasanya antara 1 s/d 3 jam)

Untuk perhitungan digunakan data-data sebagai berikut :

Qo = 123,00 m3/detik

Q = 54,58 m3/detik

H = 0,99 ≈ 1 m

A = 0,0735 km²

h =

)36003(58,5400,10735,0

1

00,158,54

00,1232,032

x

h = 0,3 m

5.1.2 Tinggi Ombak yang Disebabkan oleh Angin (hw)

Tinggi ombak yang disebabkan oleh angin ini perhitungannya sangat dipengaruhi oleh

panjangnya lintasan ombak (F) dan kecepatan angin di atas permukaan air embung.

Panjang lintasan ombak yang dipakai adalah Fetch efektif sebesar 109,45 m (Gambar

5.2.). Sedangkan kecepatan angin di atas permukaan air embung diambil dari data di

stasiun BMG DIY yaitu 20 m/det. Perhitungan tinggi ombak (hw) ini menggunakan grafik

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

205

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

metode SMB yang dikombinasikan dengan metode Saville. Dengan kemiringan hulu 1:3,

tinggi jangkauan ombak (hw) yang didapat adalah 0,071 m .

Gambar 5.2 Panjang lintasan ombak effektif

Perhitungan fetch efektif rata-rata digunakan persamaan berikut (Bambang

Triatmojo,1996) :

CosCosX

F ieff

.

Dimana :

Feff = fetch rerata efektif

Xi = panjang fetch yang diukur dari titik observasi gelombang ke ujung akhir fetch.

α = deviasi mbahan 60 sampai sudut sebesar 840 pada kedua sisi dari arah angin.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

206

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Tabel 5.1 Perhitungan Fetch efektif

α (°) Cos α X (m) X cos α

84 0,105 30,19 3,170

78 0,208 29,83 6,205

72 0,309 29,63 9,156

66 0,407 30,89 12,572

60 0,500 32,47 16,235

54 0,588 35,49 20,868

48 0,669 43,26 28,941

42 0,743 47,31 35,151

36 0,809 50,37 40,749

30 0,866 57,73 49,994

24 0,914 64,97 59,383

18 0,951 64,67 61,501

12 0,978 72,27 70,680

6 0,995 290,6 289,147

0 1 202,93 202,930

6 0,995 161,39 160,583

12 0,978 142,48 139,345

18 0,951 228,66 217,456

24 0,914 187,77 171,622

30 0,866 161,6 139,946

36 0,809 125,88 101,837

42 0,743 106,66 79,248

48 0,669 93,66 62,659

54 0,588 76,22 44,817

60 0,500 61,03 30,515

66 0,407 35,68 14,522

72 0,309 32,2 9,950

78 0,208 30,45 6,334

84 0,105 30 3,150

Jumlah 19,084 2088,665

(Sumber : Hasil Perhitungan)

mCos

CosXF ieff 45,109

084,19665,2088.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

207

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Gambar 5.3 Grafik perhitungan metode SMB (Suyono Sosrodarsono, 1989)

5.1.3 Tinggi Ombak yang Disebabkan oleh Gempa (he)

Gambar 5.4 Pembagian zone gempa di Indonesia

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

208

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Koefisien gempa (z) = 0,8

Percepatan dasar gempa (Ac) = 151,72 cm/dt²

Faktor koreksi (V) = 1,1

Percepatan gravitasi (g) = 980 cm/dt²

Perhitungan intensitas seismis horizontal dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

e = gVAcz ..

e =

980172,15180,0

e = 0,124

Didapatkan tinggi ombak yang disebabkan oleh gempa adalah :

0.. hgehe

Dimana :

e = Intensitas seismis horizontal

= Siklus seismis ( 1 detik )

h0 = Kedalaman air di dalam embung

= elv.HWL – elv.dasar kolam

= +147,99 - (+140)

= + 7,99 (MSL)

= 99,78,914,3

1124,0

= 0,349 m

Jadi tinggi puncak ombak di atas permukaan air rata-rata 2

eh = 0,175 m.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

209

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

5.1.4 Kenaikan Permukaan Air Embung yang Disebabkan oleh Ketidaknormalan

Operasi Pintu Bangunan (ha)

Kenaikan permukaan air embung yang disebabkan oleh ketidaknormalan operasi pintu-

pintu bangunan sebagai standar biasanya diambil ha = 0,5 m ( Suyono Sosrodarsono,

1981).

5.1.5 Angka Tambahan Tinggi Jagaan yang Didasarkan pada Tipe Bendungan (hi)

Mengingat limpasan melalui mercu bendungan urugan akan sangat berbahaya, maka untuk

bendungan type ini angka tambahan tinggi jagaan (hi) diambil sebesar 1,0 m (Suyono

Sosrodarsono, 1981).

Berdasarkan data perhitungan tersebut di atas di mana :

h = 0,3 m

hw = 0,071 m

2eh = 0,175 m

ha = 0,5 m

hi = 1,0 m

Maka tinggi jagaan dapat ditentukan , yang hasilnya adalah sebagai berikut :

Hf = 0,3 + 0,071 + 0,5 + 1,0

= 1,271 m

Hf = 0,3 + 0,175 + 0,5 + 1,0

= 1,975 m

Hf = 0,071 + 0,175 + 0,5

= 0,746 m

Dari ketiga alternatif tinggi jagaan tersebut diambil tinggi jagaan 1,975 m.

Angka standard untuk tinggi jagaan pada bendungan urugan adalah sebagai berikut : Tabel 5.2 Tinggi jagaan Embung Urugan

Lebih rendah dari 50 m Hf 2 m

Dengan tinggi antara 50-100 m Hf 3 m

Lebih tinggi dari 100 m Hf 3,5 m

(Suyono Sosrodarsono, 1981)

Berdasarkan tabel di atas, maka tinggi jagaan yang diambil sebesar 2 m.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

210

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

5.2 Tinggi Embung

Besarnya tinggi tubuh embung sangat dipengaruhi oleh besarnya masing-masing tampungan

yang ada. Tampungan tersebut adalah :

a. Tampungan mati (dead storage) merupakan tampungan untuk sedimen yang diendapkan

selama usia guna embung. Berdasarkan hasil perhitungan akumulasi pengendapan

sedimen, didapatkan dead storage selama 50 tahun sebesar 13.035,27 m3 pada elevasi +

140,81 m. Muka air terendah di Embung Tambakboyo dipertahankan pada elevasi +144

m untuk memenuhi kebutuhan kegiatan pariwisata.

b. Tampungan efektif (effective storage), merupakan tampungan untuk memenuhi

kebutuhan air baku.

c. Tinggi crest pelimpah (MAN) ditentukan berdasarkan kapasitas desain kolam embung

terpilih sebesar 285.902,99 m3 pada elevasi +147 m. Dari hasil flood routing didapat

elevasi muka air banjir (MAB) pada elevasi +147,99 m atau dengan ketinggian 0,99 m di

atas pelimpah (spillway).

Maka tinggi embung (H) = Elv.MAB – Elv. Dasar kolam + tinggi jagaan

= 147,99 – 140 + 2

= 9,99 m ≈ 10 m

Elevasi puncak mercu embung = 140 + 10

= +150 m

Gambar 5.5 Tinggi tampungan Embung Tambakboyo

Crest = +150 m

HWL = + 147,99 m

Flood storage

Dead storage + 140 m

Effective storage

NWL = + 147 m

+ 140,81 m

LWL = + 144 m

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

211

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

5.3 Lebar Mercu Embung

Lebar mercu embung yang memadai diperlukan agar mercu embung dapat bertahan terhadap

hempasan ombak diatas permukaan lereng yang berdekatan dengan mercu tersebut dan dapat

bertahan terhadap aliran filtrasi yang melalui bagian mercu tubuh embung yang

bersangkutan. Disamping itu, pada penentuan lebar mercu perlu diperhatikan kegunaannya

sebagai jalan eksploitasi dan pemeliharaan.

Untuk memperoleh lebar minimum mercu embung, dihitung dengan menggunakan rumus

sebagai berikut ;

B = 3,60 (H)1/3 – 3,00

Dimana :

B = Lebar puncak embung (m).

H = Tinggi embung (= 10 m).

B = 3,60 (H)1/3 – 3,00

= 3,60 x 10 1/3 – 3,00 = 4,697 m 5,00 meter

Berdasarkan perhitungan diatas diperoleh lebar mercu embung minimum 5 meter.

5.4 Panjang Dasar Embung

Panjang tubuh mercu embung yang dimaksud adalah seluruh panjang mercu embung yang

membentang dari ujung kiri sampai dengan ujung kanan tebing termasuk dengan gaIian yang

masuk ke masing-masing ujung tebing, dan apabila bangunan pelimpah ataupun penyadap

terdapat pada bagian dari mercu embung maka lebar bangunan-bangunan tersebut juga

diperhitungkan sebagai panjang embung sehingga panjang mercu utama 50 meter.

5.5 Penimbunan ekstra

Penimbunan ekstra pada tubuh embung dimaksudkan untuk mengimbangi penurunan mercu

embung yang disebabkan oleh adanya proses konsolidasi. Sesudah tubuh embung dibangun

maka proses konsolidasi ini masih terus berlangsung untuk beberapa waktu lamanya.

Penimbunan ekstra dimaksudkan agar sesudah proses konsolidasi tersebut selesai, maka

elevasi puncak/mercu embung diharapkan dapat mencapai elevasi sesuai rencana (Elevasi

rencana). Penurunan tubuh embung yang disebabkan oleh proses konsolidasi didalam tubuh

embung tersebut, biasanya berkisar antara 0,20 sampai 0,40 % dari tinggi embung.

Penimbunan ekstra telah diperhitungkan dalam perhitungan tinggi jagaan (Free board).

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

212

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

5.6 Bangunan Pelimpah (Spillway)

Pada embung tipe urugan tidak diperbolehkan terjadi limpasan air (over topping) pada saat

terjadi debit banjir. Kelebihan debit pada saat banjir terjadi, harus dibuang melalui pelimpah.

Pelimpah banjir pada Embung Tambakboyo direncanakan dengan Pelimpah Ogee Tipe

Terbuka (overflow spillway).

Secara umum pelimpah jenis ini terdiri dari empat bagian, yakni :

saluran pengarah aliran

saluran pengatur aliran

saluran transisi

saluran peluncur, dan

peredam energi

5.6.1 Data Teknis Perencanaan

Debit banjir rencana (Q50 TH) = 123,00 m3/dt

Debit outflow spillway = 54,58 m3/dt

Lebar total pelimpah (B') = 25 m

Tinggi Jagaan = 2 m

Kemiringan pelimpah hulu = vertikal (900)

Elevasi rencana crest pelimpah = +150 m

Elevasi dasar embung = +140 m

Pelimpah banjir diletakkan pada tebing sebelah kiri embung, pondasi bagian kiri sungai

mempunyai daya dukung yang baik, profil ambang yang digunakan adalah ambang

overflow atau pelimpah bebas dengan tipe OGEE yang mercunya mengikuti lengkung

Harold.

Dalam pra desain ini lebar pelimpah banjir direncanakan sebesar 25,00 m, dimana nilai ini

merupakan hasil yang dianggap paling sesuai dari beberapa alternatif dimensi yang telah

dianalisis, sedangkan puncak atau crest pelimpah berada pada elevasi + 150 m. Pelimpah

direncanakan dengan debit outflow spillway sebesar 54,58 m3/dt

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

213

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

5.6.2 Lebar Efektif Spillway

Untuk menghitung lebar efektif spillway embung digunakan rumus sebagai berikut:

Rumus : Be = B – 2(n.Kp + Ka).He

Dimana :

Be = lebar efektif spillway embung (m)

B = lebar spillway embung (m) = 25 m

Kp = koefisien kontraksi pilar = 0,01

Ka = koefisien kontraksi pangkal bendung (abutment bulat) = 0,2

n = jumlah pilar = 2

He = tinggi energi (m)

Jadi lebar efektif spillway embung adalah :

Be = 25 – 2(2 x 0,01 + 0,2) x He)

Be = 25– (0,44 x He)

5.6.3 Tinggi Air Banjir di Atas Mercu Spillway

Perhitungan tinggi energi di atas mercu menggunakan rumus debit embung dengan mercu

bulat sebagai berikut :

23

...32

32. eed HBgCQ

Dimana :

Q = debit (m3/detik) = 54,58 m3/s

Cd = koefisien debit = C0*C1*C2

Untuk nilai C0 = 1,3 (Konstanta) KP – 02 hal 49

Untuk nilai C1 = 1

Untuk nilai C2 = 1

g = percepatan gravitasi (m/det2)

Be = lebar efektif mecu pelimpah (m)

He = tinggi energi di atas mercu pelimpah (m)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

214

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

23

)44,025(81,932

323,1 54,58 ee xHxHxxxx

Dengan cara coba-coba diperoleh He = 1,17 m

Be = 25 – (0.44 x 1,17)

Be = 24,485 m

Tinggi air banjir di atas bendung :

Hd = He – k

Dimana :

k = tinggi kecepatan

= V2/2g

V = Q/A

= Q/(Be x He)

= 54,58 / (24,485 x 1,17)

= 1,905 m/detik

k = V2/2g

= 1,905 2/(2 x 9.,8)

= 0,185 m

Hd = He – k

= 1,17 – 0,185

= 0,985 m ≈ 0,99 m

Jadi tinggi air banjir di atas mercu pelimpah (Hd) = 0,99 m

5.6.4 Saluran Pengarah Aliran Bangunan Pelimpah

Saluran pengarah aliran dimaksudkan agar aliran air senantiasa dalam kondisi hidrolika

yang baik dengan mengatur kecepatan alirannya tidak melebihi 4 m/det dengan lebar

semakin mengecil ke arah hilir. Apabila kecepatan aliran melebihi 4 m/det, maka aliran

akan bersifat helisoidal dan kapasitas alirannya akan menurun. Disamping itu aliran

helisoidal tersebut akan mengakibatkan peningkatan beban hidrodinamis pada bangunan

pelimpah tersebut. Berdasarkan pengujian-pengujian yang ada saluran pengaruh aliran

ditentukan sebagai berikut :

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

215

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Gambar 5.6 Saluran pengarah aliran dan ambang pengatur debit pada bangunan Pelimpah

Dari analisis data sebelumnya di mana didapat :

Ketinggian air di atas mercu (H) = 147,99 – 147 m = 0,99 m

Qout yang melewati spillway = 54,58 m/det³

Maka :

W = 0,198 m. Maka W yang dipakai = 7 m > 0,198 m

5.6.5 Penampang Mercu Ambang Penyadap

Dipakai tipe pelimpah dengan menggunakan metode yang dikembangkan oleh Civil

Engineering Department U.S. Army. Dasar-dasar yang digunakan dalam metode ini adalah

penentuan bentuk penampang lintang embung dengan persamaan empiris, tetapi didukung

oleh angka kooefisien limpahan (C) yang diperoleh dari hasil eksperimen. Persamaan–

persamaan yang digunakan untuk menghitung penampang lintang embung dengan metode

C.E.D.U.S. Army terdiri dari 2 (dua) bagian sebagai berikut:

a. Penampang lintang sebelah hulu dapat diperoleh dengan persamaan sebagai berikut:

dHr 5,01 dHr 2,02

dHa 175,0 dHb 282,0

Dimana :

Hd = tinggi muka air banjir di hulu pada saat banjir = 0,99 m

HW .51

W

H VAmbang pengatur debit

V < 4 m/det

Saluran pengarah aliran

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

216

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Dari penjelasan di atas didapat lengkung mercu spillway bagian hulu sebagai berikut:

a = 0,175 × 0,99 = 0,173 m

b = 0,282 × 0,99 = 0,279 m

r1 = 0,5 × 0,99 = 0,495 m

r2 = 0,2 × 0,99 = 0,198 m

Gambar 5.7 Koordinat penampang memanjang ambang penyadap saluran pengatur debit

b. Penampang lintang sebelah hilir dari titik tertinggi mercu pelimpah dapat diperoleh

dengan persamaan lengkung Harold sebagai berikut:

YHX d 85.085.1 2 85.0

85.1

2 dHXY

Dimana:

Hd = tinggi tekanan rencana (m)

X = jarak horisontal dari titik tertinggi mercu embung ke titik di permukaan

mercu di sebelah hilirnya (m)

Y = jarak vertikal dari titik tertinggi mercu embung ke titik permukaan

mercu sebelah hilirnya (m)

titik nol dari koordinat X,Y

X ^1,85 = 2 (Hd^0,85 )Yr 1 = 0,5 Hd = 0,495 m

r2= 0,2 Hd = 0,198 m

0,282 Hd = 0,279 m 0,175 Hd = 0,173 m

y

x

poros embung

Hv = 0,185 m

He = 1,14 m

+141

Hd = 0,99 m

+147

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

217

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Tabel 5.3 Ketinggian spillway berdasarkan lengkung Harold

Koordinat Lengkung Elevasi

X Hd Y

0,20 0,99 0,03 146,97

0,40 0,99 0,09 146,91

0,60 0,99 0,20 146,80

0,80 0,99 0,33 146,67

1,00 0,99 0,50 146,50

1,20 0,99 0,71 146,29

1,40 0,99 0,94 146,06

1,60 0,99 1,20 145,80

1,80 0,99 1,50 145,50

2,00 0,99 1,82 145,18

2,20 0,99 2,17 144,83

2,40 0,99 2,55 144,45

2,60 0,99 2,95 144,05

2,80 0,99 3,39 143,61

3,00 0,99 3,85 143,15

3,20 0,99 4,34 142,66

3,40 0,99 4,85 142,15

3,60 0,99 5,39 141,61

3,80 0,99 5,96 141,04

4,00 0,99 6,55 140,45

4,20 0,99 7,17 139,83

4,40 0,99 7,82 139,18

4,60 0,99 8,49 138,51

4,80 0,99 9,18 137,82

5,00 0,99 9,90 137,10

Koordinat X = 1 m dan Y = 0,5 m merupakan titik pertemuan antara lengkung dengan

garis lurus.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

218

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

5.6.6 Rencana Teknis Hidrolis

Garis dasar saluran ditentukan dengan perhitungan hidrolik yang dilakukan dengan rumus

Bernoulli sebagai berikut :

Gambar 5.8 Skema penampang memanjang saluran (Gunadharma, 1997)

Elevasi ambang hilir = elevasi ambang udik

3/4

22

13/4

2222

21

2

2

1

2

.

..22

22

RVnS

lR

Vng

Vg

Vh

hhdg

Vhdg

V

e

e

hL = S . ∆l1

Dimana :

V1 = kecepatan aliran air pada bidang 1

V2 = kecepatan aliran pada bidang 2

hd1 = kedalaman air pada bidang 1

hd2 = kedalaman air pada bidang 2

∆l1 = panjang lereng dasar diantara bidang 1 dan bidang 2

∆l = jarak horisontal diantara bidang 1 dan bidang 2

R = radius (jari-jari) hidrolika rata-rata pada potongan saluran yang diambil

S0 = Kemiringan dasar saluran

V1

hd1

A

hv1

L

l1V2

B

hd2

h1hv2

h L

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

219

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

S = kemiringan permukaan aliran

h1 = kehilangan energi karena gesekan dan lain-lain

he = perbedaan tinggi antara garis energi dengan permukaan air

n = angka kekasaran saluran = 0,012

hL = kehilangan energi karena dasar saluran

Di titik A :

Kecepatan aliran V1 = 2,252 m/det

Tinggi tekanan kecepatan aliran hv1 = 0,185 m

Tinggi aliran hd1 = 0,66 m

Jari-jari bidrolis rata-rata R = A/(2Hd+b) = 0,626 m

Dengan menggunakan rumus :

Di titik B

Tinggi potencial bidang di bidang B = hd1 + he2 = 0,66 + (147-140,5)

= 7,16 m

Diasumsikan bahwa kecepatan aliran di B (V2) = 7,5 m/det, maka :

mVb

Qhd 291,05,7.25

58,54. 22

2

A2 = 25 x 0,291 = 7,277 m2

mbhd

AR 284,0)25291,0.2(

277,7).2( 22

22

mRr 600,02

)284,0916,0(

det

876,42

)5,7252,2( mVr

134

2221

22

2.

22l

R

Vng

Vg

Vhe

= 3,258 m

Dengam demikian tinggi tekanan total diperoleh :

Hd2 + he2 = 0,291 + 3,258 = 3,55 m < 7,16 m

Dicoba lagi dengan asumsi kecepatan aliran yang berbeda

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

220

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Tabel 5.4 Nilai Froude dengan asumsi kecepatan aliran yang berbeda V2 b2 hd2 A2 R2 R rata2 V rata2 hv1 hl hv2 he2 he2+hd2 bil Froude

7,5 25 0,291 7,277 0,284 0,455 4,876 0,258 0,133 2,867 3,258 3,55 4,438

7,9 25 0,276 6,909 0,270 0,448 5,076 0,258 0,147 3,181 3,586 3,86 4,798

8,4 25 0,260 6,498 0,255 0,440 5,326 0,258 0,166 3,596 4,020 4,28 5,261

8,9 25 0,245 6,133 0,241 0,433 5,576 0,258 0,185 4,037 4,481 4,73 5,737

9,3 25 0,235 5,869 0,230 0,428 5,776 0,258 0,202 4,408 4,869 5,10 6,128

10 25 0,218 5,458 0,215 0,420 6,126 0,258 0,233 5,097 5,588 5,81 6,833

11 25 0,198 4,962 0,195 0,411 6,626 0,258 0,281 6,167 6,707 6,91 7,883

11,1 25 0,197 4,917 0,194 0,410 6,676 0,258 0,286 6,280 6,825 7,02 7,991

11,2 25 0,195 4,873 0,192 0,409 6,726 0,258 0,291 6,393 6,943 7,14 8,099

11,22 25 0,195 4,865 0,192 0,409 6,736 0,258 0,292 6,416 6,967 7,16 8,121

Dari hasil perhitungan di atas dengan V2 = 11,22 m/det didapatkan hd + he = 7,16 m

(sesuai dengan asumsi yang diambil), maka :

he = (hd+he2) – hd2 = 7,160 – 0,195 = 6,965 m

hv = he – hl = 6,965 – 0,292 = 6,673 m

Froude number pada titik B adalah :

121,8195,0.81,9

22,11. 2

2 hdg

VFr

5.6.7 Perencanaan Kolam Olak / Peredam Energi

Sebelum aliran air yang melintasi bangunan pelimpah dikembalikan ke sungai, maka

aliran dengan kecepatan yang tinggi dalam kondisi super kritis tersebut harus diperlambat

dan dirubah pada kondisi aliran sub kritis. Guna meredusir energi yang terdapat di dalam

aliran tersebut, maka di ujung hilir saluran peluncur harus dibuat suatu bangunan yang

disebut peredam energi (stilling basin). Ada beberapa tipe peredam energi yang sangat

tergantung pada karakteristik hidrolis aliran seperti kecepatan aliran (v), bilangan froude

(Fr), dan debit persatuan lebar (q) dan harus aman dari banjir 50 tahunan. Berdasarkan

perhitungan di atas diperoleh bilangan Froude (Fr) sebesar 8,328 > 4,5 dan V = 11,41

m/det < 18 m/det, sehingga kolam olak yang digunakan adalah kolam olak tipe USBR

tipe III (Suyono Sosrodarsono, 1981).

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

221

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

5.6.7.1 Kedalaman Loncatan Hidrolis dalam Kolam Olakan (Suyono

Sosrodarsono, 1981)

Dipakai rumus sebagai berikut :

gdVdd

d 122

112

242

atau :

1

21

2211

22

42 dgdVdd

d

Bila :

1

212

1 . dgVF

maka :

21

1

2 241

21 F

dd

atau :

18121 2

11

2 Fdd

Didapatkan hasil perhitungan sebagai berikut :

hd2 = d1 = 0,195 m

Fr = 8,121

22 121,8241

21

195,0

d

d2 = 2,14 m

5.6.7.2 Panjang Kolam Olakan

Ukuran panjang kolam olak USBR tipe III tergantung pada bilangan Froude aliran

yang akan melintasi kolam tersebut.

Dengan Fr = 8,121, didapatkan nilai L/d2 = 2,81

L = 2,81 x 2,16 = 6,07 ≈ 6,5 m

Jadi panjang kolam olak USBR tipe III sebesar 6,5 m.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

222

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

5.6.7.3 Gigi-Gigi Pemencar Aliran, Gigi-Gigi Benturan dan Ambang Ujung

Hilir Kolam Olakan

Gigi-gigi pemencar aliran berfungsi sebagai berkas aliran, terletak di ujung saluran

masuk ke dalam olakan. Gigi-gigi benturan berfungsi sebagai penghadang aliran serta

mendeformir loncatan hidrolis menjadi pendek, terletak pada dasar kolam olakan

sedangkan ambang ujung hilir kolam olakan dibuat tanpa bergerigi.

5.6.7.4 Dimensi Kolam Olakan (Suyono Sosrodarsono, 1981).

Ukuran kolam olakan adalah 25 m x 6,5 m

Gigi-gigi pemencar

Ukuran gigi-pemencar (d1) = 0,195 m ≈ 0,2 m

Lebar kolam olak = 25 m

Jumlah gigi-gigi dibuat = 62 bh @ 20 cm

Jarak antara gigi-gigi (d1) = 20 cm

Jarak ke dinding masing-masing = 20 cm.

Cek jumlah jarak = (62 x 0,2) + (61 x 0,2) + (2 x 0,2) = 25 m

Gigi-gigi pembentur

nilai h3/d1 = 2. (berdasarkan bilangan Froude )

h3 = 0,39 m ≈ 0,4 m

Lebar kolam olak = 25 m

Jumlah gigi-gigi dibuat = 35 bh @ 40 cm

Jarak antara gigi-gigi (0,75h3) = 30 cm

Jarak ke dinding masing-masing = 40 cm.

Kemiringan = 1 : 1

Cek jumlah jarak = (35 x 0,4) + (34 x 0,3) + (2 x 0,4) = 25 m

Ambang ujung hilir kolam olakan

Nilai h4/ d1 = 1,5 (berdasarkan bilangan Froude)

h4 = 0,293 m ≈ 0,3 m

Kemiringan = 1 : 2

Jarak antara gigi-gigi pemencar aliran sampai dengan gigi-gigi benturan adalah

0,8 x d2 = 0,8 x 2,14 = 1,712 m ≈ 2 m

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

223

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

5.6.7.5 Tinggi Jagaan (Suyono Sosrodarsono, 1981).

Tinggi jagaan pada bangunan pelimpah (spillway), dihitung dengan menggunakan

rumus sebagai berikut :

Fb = c . v . d

atau

Fb = 0,6 + 0,037 . v. d1/3

Fb minimal = 0,5 s/d 0,6 m di atas permukaan aliran

Dimana :

Fb = tinggi jagaan

c = koefisien = 0,1 untuk penampang saluran berbentuk persegi panjang, dan

0,13 untuk penampang berbentuk trapesium

v = kecepatan aliran (m/det)

d = kedalaman air di dalam saluran (m)

Tinggi jagaan pada kolam olakan adalah sebagai berikut :

d2 = 2,14 m

b = 25 m

A = 2,14 x 25 = 53,5 m²

AQv =

5,5358,54 = 1,02 m/det

Tinggi jagaan :

Fb = 0,10 x 1,02 x 2,14 = 0,218 m

atau

Fb = 0,6 + (0,037 x 1,02 x 2,14 1/3) = 0,648 m

Dipakai nilai tertinggi yaitu Fb = 0,648 m dibulatkan Fb = 1,00 m.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

224

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

5.6.8 Tinjauan Terjadinya Scouring

Tinjauan scouring diperlukan untuk mengantisipasi adanya gerusan lokal di ujung hilir

pelimpah. Untuk mengantisipasi hal tersebut dipasang apron yang berupa pasangan batu

kosong. Batu yang dipakai untuk apron harus keras, padat, awet, serta mempunyai berat

jenis 2,4 T/m3. Panjang apron diambil 4 kali kedalaman gerusan atau scouring (KP – 02

hal 104). Rumus yang digunakan adalah rumus Lacey untuk menghitung kedalaman

lubang gerusan : 3/1

47,0

fQR

Dimana :

R = kedalaman gerusan di bawah permukaan air banjir (m)

Q = debit outflow spiilway (m3/det)

f = faktor lumpur Lacey

= 1,76 . Dm0,5

Dm = diameter nilai tengah (mean) untuk bahan jelek (mm)

Untuk menghitung turbulensi dan aliran yang tidak stabil, R ditambah 1,5 nya lagi (data

empiris).Tebal lapisan pasangan batu kosong sebaiknya diambil 2 sampai 3 kali d40 dicari

dari kecepatan rata-rata aliran dengan bantuan Gambar 5.9.

Gambar 5.9 dapat dipakai untuk menentukan d40 dari campuran pasangan batu kosong dari

kecepatan rata-rata selama terjadi debit rencana diatas ambang bangunan.

Gambar 5.9 Grafik untuk perencanaan ukuran batu kosong

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

225

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Data :

Qoutflow = 54,58 m3/det

V rata-rata = Qoutflow / A penampang

A penampang = Beff . Hd = 24,485 . 0,99 = 24,24 m2

V rata-rata = 54,58 / 24,24 = 2,25 m/det

Dari grafik pada Gambar 5.9 didapat Dm = 0,3 m

f = 1,76 Dm0,5 R = 3/1

96,058,5447,0

= 1,76 (0,3)0,5 = 1,78 m

= 0,96

Maka kedalaman gerusan dibawah permukaan air banjir adalah 1,78 m ≈ 1,8 m.

Untuk keamanan dari turbulensi dan aliran tidak stabil R = 1,5 x 1,8 = 2,7 m

Panjang lindungan dari pasangan batu kosong = 4 x R = 4 x 2,7 = 10,8 m

Diambil panjang lindungan pasangan batu kosong 11 m.

5.6.9 Ketinggian Air di Hilir Batu Kosong

Diketahui berdasarkan perhitungan sebelumnya :

V = 11,22 m/det

B = 25 m

n = 0,002

I = 0,0158

R = 25h / (25 +2h)

Berdasarkan rumus manning diperoleh

V = 1/n x R2/3 x I1/2

11,22 = 1/0,002 x (25h/(25+2h))2/3 x (0,0158)1/2

0,9566 x (25 + 2h) = 25h

h =1,02 m (di atas permukaan tanah)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

226

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Gambar 5.10 Penampang memanjang spillway, kolam olak dan pasangan batu untuk gerusan

hv

2/3 hd = 0,66 m

+ 140

d1

1 : 1,5

+ 147

12.82 6.50

7.00

1.14

7.00

0.99

0.19

W

hd

H

L Mercu L Kolam Olak

0.400.20 0.30

2.00

d2 2.14

4.50

+ 138,86

11.00

Batu kosong

Batu kosong

1.02+ 139,75

0.50

2.70

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

227

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

5.7 Fasilitas Keamanan Embung

Fasilitas dan peralatan untuk memonitor perilaku embung yang berkaitan dengan keamanan

embung selama dan setelah konstruksi. Peralatan fasilitas tersebut digunakan untuk

mengetahui dan mengukur kejadian-kejadian yang sudah direncanakan maupun yang tidak

terencana pada embung. Peralatan dan fasilitas tersebut diantaranya adalah : Tabel 5.5 Peralatan dan Fasilitas Keamanan Embung

Peralatan Kegunaan Keterangan

Piezometer Mengukur tekanan air pori di tubuh embung

dan pondasinya

Di pasang tiap potongan 10 m dari

potongan 3 titik

Alat Pengukur

Rembesan

Mengukur dan memantau rembesan pada

timbunan tubuh embung

Di pasang 2 tempat

Peil Schaal Untuk memantau ketinggian air yang ada di

embung

Di pasang di dua tempat yaitu di

menara dan spillway

Patok Geser Untuk memantau pergeseran yang terjadi

pada tubuh embung

Di pasang pada puncak mercu dan

down stream embung.

5.8 Kemiringan Tubuh Tanggul

Kemiringan Lereng direncanakan sedemikian rupa agar lereng stabil terhadap longsoran. Hal

ini sangat tergantung pada jenis material urugan yang dipakai. Besarnya diestiminasi dengan

persamaan sebagai berikut :

Fs u/s tg

kmkm

'1'

1,10

Fs d/s tgknkn

1

1,10

Dimana :

Fs = safety factor (u/s = up stream, d/s = down stream)

m.n = kemiringan lereng

= sudut geser dalam k = koefesien gempa, k = 1,0

' = sat sub

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

228

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Kemiringan lereng tanggul adalah perbandingan antara panjang garis vertikal yang melalui

puncak dengan panjang garis horizontal yang melalui tumit masing masing. Dari data teknis

yang ada, kemiringan Embung Tambakboyo direncanakan :

a. Kemiringan lereng hulu (m) = 1: 3,00

b. Kemiringan lereng hilir (n) = 1: 2,25

Tabel 5.6 Kemiringan tanggul hulu dan hilir

No Material Timbunan Slope Hulu Slope Hilir

1 Homogen Well Graded 1 : 2,5 1 : 2,0

2 Homogen Course Silt 1 : 3,0 1 : 2,25

3 Homogen Silty Clay

H<15 m 1 : 2,5 1 : 2,5

H>15 m 1 : 3,0 1 : 3,0

4 Sand atau Sand Gravel 1 : 2,5 1 : 2,0

(Sumber : Suyono Sosrodarsono, 1989)

Dari data tanah yang ada, diketahui bahwa jenis tanah di sekitar Embung Tambakboyo adalah

Homogen Course Silt sehingga kemiringan hulu diambil 1:3,0 dan hilir 1:2,25.

5.9 Pelindung Lereng Embung

5.9.1 Pelindung Lereng Hulu Tubuh Embung

Guna mengantisipasi hempasan ombak serta penurunan mendadak permukaan air embung

yang akan menggerus permukaan lereng, direncanakan pelindung lereng hulu embung (up

stream) dengan konstruksi hamparan batu pelindung atau rip-rap, konstruksi tersebut

dipilih berdasarkan :

Fleksibel mengikuti penurunan tubuh embung

Mereduksi hempasan ombak

Stabil terhadap pengaruh fluktuasi muka air embung dan gerakan ombak.

Konstruksi dapat dikerjakan secara mekanis.

Lokasi bahan batu dekat dan mudah untuk mengangkutnya.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

229

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Mencermati peta situasi rencana Embung Tambakboyo, jarak tepi embung yang saling

berhadapan maksimum 290,6 meter dan kemiringan lereng hulu embung direncanakan

pada kemiringan 1 : 3,00. Untuk merencanakan ketebalan dan ukuran batu-batu hamparan

dapat digunakan ketentuan di bawah ini (Tabel 5.7).

Tabel 5.7 Ketebalan hamparan pelindung dan gradasi batuan untuk kemiringan lereng 1:3

Jarak Tepi Yang

Berhadapan

( Km )

Ketebalan

Vertical

Hamparan

( Cm )

Berat Ukuran

Maksimum

( Kg )

25 %

> Dari

45 – 75 %

Terletak Antara

( Kg )

25 % < Dari

( Kg )

1.6

4.0

8.0

16.0

46

61

76

91

450

630

1125

2250

135

270

450

900

135 – 4.5

270 – 13.5

450 – 22.5

900 – 45.0

4.5

13.5

22.5

45

( Sumber: Embung Type urugan, Ir. Suyono Sosrodarsono, 1981)

5.9.2 Pelindung Lereng Hilir Tubuh Embung

Pelindung lereng hilir (Down Stream) direncanakan untuk untuk mengurangi erosi lereng,

memperkecil rekahan permukaan dan memperkecil kecenderungan memancarnya air ke

permukaan pada bahan–bahan organik dalam kandungan tanah yang mudah mengikat air

serta memperkecil fluktuasi yang luas pada kandungan atau memperkecil kadar

permukaan air, untuk embung ini direncanakan memakai gebalan rumput dengan

kemiringan 1 : 2,25 bertujuan untuk :

Melindungi lereng dari gerusan terhadap angin.

Melindungi lereng dari pengaruh cuaca, temperatur, dan sinar matahari.

5.10 Material Konstruksi

5.10.1 Lapisan Kedap Air (Imprevious Zone)

Bahan yang dipakai untuk lapisan kedap air dapat berasal dari tanah dan tanah liat (clay),

baik tanpa campuran maupun dicampur dengan pasir dengan perbandingan tertentu

berdasarkan hasil percobaan penimbunan (trial embankment). Tanah ataupun tanah liat

yang dipakai sebagai bahan timbunan lapisan kedap air ini haruslah memenuhi persyaratan

utama untuk bahan kedap air yaitu :

a. Koefisien filtrasi serta kekuatan geser yang diinginkan.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

230

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

b. Tingkat deformasi yang rendah

c. Mudah pelaksanaan pemadatannya

d. Tidak mengandung zat-zat organis serta bahan mineral yang mudah terurai

Lapisan kedap air harus mempunyai tingkat permeabilitas yang rendah, hal ini ditentukan

oleh nilai koefisien filtrasinya. Sebagai standar koefisien filtrasi (k) bahan nilainya

1 x 10-5 cm/dt. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya rembesan air melalui lapisan

kedap air yang bersangkutan. Untuk mendapatkan nilai (k) yang memenuhi syarat untuk

lapis kedap air biasanya diperkirakan berdasarkan prosentase butiran tanah yang lolos

saringan No.300 (Suyono Sosrodarsono, 1989). Gradasi bahan kedap air biasanya

mempunyai ukuran butiran seperti tertera pada Gambar 5.11.

Gambar 5.11 Gradasi bahan yang dapat dipergunakan untuk penimbunan zone kedap air embung

urugan homogen

5.10.2 Perlindungan Lereng

Lereng sebelah hulu dari Embung Tambakboyo dilindungi oleh lapisan timbunan batu

(rip-rap) setebal 0,5 m, yang bertujuan untuk melindungi lereng dari pengaruh kekuatan

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

231

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

ombak dan aliran air. Kondisi batu untuk perlindungan lereng ini harus baik dan tidak

mudah lapuk.

Perlindungan lereng bagian hulu ini dimulai dari batas tertinggi gerakan gelombang

(mercu) sampai ke permukaan genangan terendah (LWL). Dalam pelaksanaannya lapisan

timbunan batu ini diletakkan di atas suatu lapisan saringan yang terdiri dari batu pasir

dengan ukuran butir yang teratur. Lapisan saringan ini memiliki ketebalan sebesar 0,2 m.

Penempatan lapisan saringan ini di bawah lapisan timbunan batu, bertujuan mencegah

tergerusnya bahan-bahan halus dari embung ke dalam tumpukan batu. Pengggunaan rip-

rap sebagai lapisan pelindung mempunyai kelebihan, antara lain :

1. Dapat mengikuti penurunan tubuh embung

2. Mempunyai kemampuan reduksi hempasan ombak yang besar

3. Cukup stabil terhadap pengaruh-pengaruh fluktuasi permukaan air dan gerakan ombak

4. Konstruksinya dapat dikerjakan secara mekanis.

Selain kelebihan-kelebihan seperti di atas, rip-rap juga mempunyai kekurang-kekurangan,

yaitu antara lain :

a. Dibutuhkan banyak bahan batu

b. Memerlukan lapisan filter yang relatif tebal.

Tabel 5.8 Ukuran batu dan ketebalan hamparan pelindung rip-rap

Tinggi

Gelombang

(m)

Diameter rata-rata batu

hamparan pelindung (D 50 cm)

Ketebalan minimum

hamparan batu pelindung

(cm)

Ketebalan minimum

lapisan filter

(cm)

0,0 – 0,6 25 40 15

0,6 – 1,2 30 45 15

1,2 – 1,8 38 60 23

1,8 – 2,4 45 75 23

2,4 – 3,0 52 90 30

(Sumber : Suyono Sosrodarsono, 1989)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

232

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Pelapisan (zoning) embung dapat dilihat pada Gambar 5.12 sebagai berikut :

Gambar 5.12 Pelapisan embung urugan

Keterangan:

A = Lapisan kedap air (impervious zone)

B = Rip-rap

Dari hasil hitungan tinggi gelombang sebesar 0,071 m didapat ketebalan minimum untuk rip-

rap 40 cm, ketebalan minimum lapisan filter 15 cm (dapat dilihat pada Tabel 5.8).

5.11 Perhitungan Stabilitas Embung

5.11.1 Stabilitas Embung Terhadap Aliran Filtrasi

Stabilitas lereng embung terhadap rembesan ditinjau dengan cara sebagai berikut:

a. Formasi Garis Depresi Tubuh Bendung Kondisi Tanpa Menggunakan Chimney

Diketahui :

H = 7,99 m

l1 = 23,97 m

l2 = 33,53 m

d = 0,3 x l1 + l2 = (0,3x23,97) + 33,53 = 40,721 m

Drainase Kaki

Rip-Rap

2.251 Lapisan Kedap Air

Urugan Tanah Liat

1 3

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

233

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Gambar 5.13 Sket garis depresi Embung Tambakboyo

Persamaan parabola Seepage Line :

ddhYo 22

721,40721,4099,7 22 Yo

= 0,776 m

2YoAo

= 0,388 m

Maka garis parabola bentuk dasar dapat diperoleh dengan persamaan :

2..2 YoxYoY

2776,0.776,0.2 xY

2602,0.552,1 xY

Dengan memasukkan nilai - nilai X pada persamaan tersebut diperoleh nilai kurva

Seepage sebagai berikut :

CREST+150

Muka tanah ASLI + 140

HWL + 147,99

40.72

33.5323.97

57.50

7.19

10.00 4.56

4.41

8.22 0.34

3

1

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

234

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Tabel 5.9 Perhitungan harga X dan Y

X Y X Y X Y X Y

-0,338 0 15 4,887 31 6,980 47 8,576

0 0,776 16 5,043 32 7,090 48 8,666

1 1,468 17 5,195 33 7,198 49 8,755

2 1,925 18 5,342 34 7,305 50 8,843

3 2,293 19 5,485 35 7,411 51 8,931

4 2,610 20 5,625 36 7,515 52 9,017

5 2,892 21 5,761 37 7,617 53 9,103

6 3,149 22 5,895 38 7,719 54 9,187

7 3,386 23 6,025 39 7,819 55 9,272

8 3,608 24 6,152 40 7,917 56 9,355

9 3,817 25 6,277 41 8,015 57 9,437

10 4,015 26 6,400 42 8,111 58 9,519

11 4,204 27 6,520 43 8,206 59 9,601

12 4,385 28 6,638 44 8,300 60 9,681

13 4,558 29 6,754 45 8,393 61 9,761

14 4,725 30 6,867 46 8,485 62 9,840 (Sumber : Perhitungan )

Permukaan aliran keluar untuk d = 240 (< 300), adalah :

22

sincoscos

hdda

22

24sin99,7

24cos721,40

24cos721,40

= 4,562 m

cos10

Yaa

24cos1776,0562,4

a

ma 414,4

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

235

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

b. Formasi Garis Depresi Tubuh Embung Kondisi Menggunakan Drainase Kaki

Diketahui :

H = 7,99 m

l1 = 23,97 m

l2 = 23,53 m

d = 0,3 x l1 + l2 = (0,3 x 23,97) + 23,53 = 30,721 m

Gambar 5.14 Sket garis depresi Embung Tambakboyo dengan drainase kaki

Persamaan parabola Seepage Line

ddhYo 22

721,30721,3099,7 22 Yo

= 1,022 m

Maka garis parabola bentuk dasar dapat diperoleh dengan persamaan :

2..2 YoxYoY

2022,1.022,1.2 xY

045,1.044,2 xY

CREST+150

2,25

1

Muka tanah ASLI + 140

HWL + 147,99

7.19

10.003

1

10.0030.72

23.5323.97

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

236

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Dengan memasukkan nilai - nilai X pada persamaan tersebut diperoleh nilai kurva

Seepage sebagai berikut : Tabel 5.10 Perhitungan harga X

X Y X Y X Y X Y

0 1,022 16 5,809 32 8,152 48 9,958

1 1,758 17 5,983 33 8,276 49 10,060

2 2,266 18 6,151 34 8,399 50 10,161

3 2,679 19 6,315 35 8,520 51 10,261

4 3,037 20 6,475 36 8,639 52 10,360

5 3,356 21 6,631 37 8,756 53 10,458

6 3,648 22 6,783 38 8,872 54 10,556

7 3,918 23 6,932 39 8,987 55 10,652

8 4,171 24 7,078 40 9,100 56 10,748

9 4,409 25 7,221 41 9,211 57 10,842

10 4,635 26 7,361 42 9,322 58 10,936

11 4,851 27 7,499 43 9,431 59 11,029

12 5,057 28 7,634 44 9,538 60 11,121

13 5,255 29 7,767 45 9,645 61 11,213

14 5,446 30 7,897 46 9,750 62 11,304

15 5,631 31 8,026 47 9,855 63 11,394 (Sumber : Perhitungan )

Permukaan aliran keluar dapat dihitung dengan rumus :

cos10

Yaa

124cos1022,1

aa

= 0,655 m

Permukaan aliran keluar, d = 1240 (< 300), nilai C (∆a/(a + ∆a) dapat dicari dengan :

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

237

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Gambar 5.15 Hubungan antara sudut bidang singgung (α) dengan C

Dari gambar 5.15 didapat nilai C = 0,19, maka dapat diperoleh :

aaaC

aaa

19,0

Dimana :

maa 655,0

Maka :

655,019,0 a

ma 1244,0

Subtitusi :

ma 655,01244,0

ma 531,0

c. Jaringan Trayektori Aliran Filtrasi (Seepage Flow-Net)

Kapasitas aliran filtrasi asumsi Kh = Kv

Dengan menggunakan persamaan jaringan trayektori aliran sebagai berikut :

LHkNN

Qe

ff

α = 124o

600 < α < 0

α

Bida

ng v

ertik

a0.3

0.2

0.1

0,0

0.4

180150120906030 0 0 0 0 0 0

= Sudut bidang singgung

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

238

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Dimana :

Qf = kapasitas aliran filtrasi (kapasitas rembesan)

Nf = angka pembagi dari garis trayektori aliran filtrasi

Ne = angka pembagi dari garis equipotensial

k = koefisien filtrasi

H = tinggi tekanan air total

L = panjang profil melintang tubuh embung

Dari data yang ada di dapat :

Nf = 3

Ne = 10

k = 4 x 10-5 cm/det = 4 x 10-6 m/det

H = 7,99 m L = 57,5 m

Maka debit aliran filtrasi adalah sebagai berikut :

Qf = 5,5799,7104103 6 xxxx

= 5,51 x 10-4 m³/dt

Syarat Q lebih kecil dari 2% Qinflow rata-rata embung (0,02 x 54,58 = 1,09 m³/dt ).

5.11.2 Stabilitas Embung terhadap Longsor

Stabilitas lereng embung ditinjau dalam tiga keadaan yaitu pada saat air embung mencapai

elevasi penuh, pada saat embung baru selesai dibangun dan sebelum dialiri air dan pada

saat air embung mengalami penurunan mendadak.

Data Teknis :

Tinggi Embung = 10 m

Lebar Mercu Embung = 5 m

Kemiringan Hulu = 1 : 3

Kemiringan Hilir = 1 : 2,25

Elevasi Air embung = + 147.99 m (M.A.B)

Tinggi Air = 7,99 m

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

239

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Tabel 5.11 Kondisi perencanaan teknis material urugan sebagai dasar perhitungan

Zone tubuh

embung

Kekuatan Geser γ timbunan dalam beberapa

kondisi (ton/m3)

C (kg/cm2) θ kering basah Jenuh

(γd) (γb) (γsat)

Zone kedap air 4,6 38,18 0,91 1,39 1,54

Zone lulus air 0,02 36,36 1,22 1,55 1,77

Metode analisis stabilitas lereng untuk embung tipe tanah urugan (earth fill type dam) dan

timbunan batu (rock fill type dam) didasarkan pada bidang longsor bentuk lingkaran.

Faktor keamanan dari kemungkinan terjadinya longsoran dapat diperoleh dengan

menggunakan rumus keseimbangan sebagai berikut (Suyono Sosrodarsono, 1981) :

TeTNeUNlC

Fstan.

cos.sin.tansin.cos..

eAVeAlC

Dimana :

Fs = faktor keamanan

N = beban komponen vertikal yang timbul dari berat setiap irisan bidang luncur

cos..A T = beban komponen tangensial yang timbul dari berat setiap irisan bidang

luncur sin..A

U = tekanan air pori yang bekerja pada setiap irisan bidang luncur

Ne = komponen vertikal beban seismic yang bekerja pada setiap irisan bidang

luncur sin... Ae

Te = komponen tangensial beban seismic yang bekerja pada setiap irisan bidang

luncur cos... Ae

= sudut gesekan dalam bahan yang membentuk dasar setiap irisan bidang

luncur.

C = Angka kohesi bahan yang membentuk dasar setiap irisan bidang luncur

Z = lebar setiap irisan bidang luncur

E = intensitas seismis horisontal

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

240

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

= berat isi dari setiap bahan pembentuk irisan bidang luncur

A = luas dari setiap bahan pembentuk irisan bidang luncur = sudut kemiringan rata-rata dasar setiap irisan bidang luncur

V = tekanan air pori

Stabilitas embung terhadap longsor dilihat pada keadaan 3 kondisi yaitu :

a. Pada saat embung baru selesai dibangun (belum terisi air)

Dalam kondisi ini, stabilitas lereng yang ditinjau adalah lereng sebelah hulu dan

hilir.Tanah timbunan masih mengandung air pada saat proses pemadatan timbunan. Hasil

perhitungan dapat dilihat pada Tabel 5.12 dan Gambar 5.16.

b. Pada saat air embung mencapai elevasi penuh

Dalam kondisi ini, stabilitas lereng yang ditinjau adalah sebelah hulu dan hilir. Hasil

perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 5.14 dan Gambar 5.18

c. Pada saat embung mengalami penurunan air mendadak (Rapid Down)

Dalam kondisi ini stabilitas lereng yang ditinjau adalah lereng sebelah hulu. Tanah

timbunan masih mengandung air yang sangat lambat merembes keluar dan masih

membasahi timbunan. Hasil perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 5.13 dan Gambar

5.17.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

241

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Gambar. 5.16 Sliding metode irisan bidang luncur, kondisi selesai dibangun

o

3

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

242

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Tabel 5.12 Perhitungan stabilitas lereng kondisi embung selesai dibangun

Irisan A (m²) γ W (Ton/m) α Sin α Cos α T = W. Sin α N = W.Cos α Tg ø Ne = e.W. Sin α Te = e.W. Cos α U = u.b / Cos α CL

1 4,79 0,91 4,36 57 0,838 0,545 3,65 2,38 0,786 0,37 0,24 0,00

140,21

2 12,59 0,91 11,46 44 0,694 0,720 7,96 8,24 0,786 0,80 0,82 0,00

3 16,61 0,91 23,09 34 0,559 0,829 12,90 19,14 0,786 1,29 1,91

4 18,00 0,91 16,38 24 0,407 0,914 6,66 14,97 0,786 0,67 1,50 0,00

5 18,19 0,91 25,28 15 0,259 0,966 6,54 24,42 0,786 0,65 2,44

6 17,38 0,91 15,82 7 0,122 0,993 1,93 15,70 0,786 0,19 1,57 0,00

7 15,62 0,91 21,71 1 0,017 1,000 0,38 21,71 0,786 0,04 2,17

8 13,04 0,91 11,87 -15 -0,259 0,966 -3,07 11,46 0,786 -0,31 1,15 0,00

9 9,50 0,91 13,21 -21 -0,358 0,934 -4,73 12,33 0,786 -0,47 1,23

10 5,23 0,91 8,05 -27 -0,454 0,891 -3,65 7,18 0,786 -0,37 0,72 0,00

Jumlah 28,57 137,53 7,86 2,86 13,75 0,00 140,21

TeTNeUNlC

Fstan.

786,075,1357,28

)086,253,137(21,140

xFs = 5,815 > 1,2 (Aman)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

243

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Gambar. 5.17 Sliding metode irisan bidang luncur, kondisi saat air turun mendadak (Rapid drow down)

o

3

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

244

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Tabel 5.13 Perhitungan stabilitas lereng kondisi saat air turun mendadak (Rapid drow down)

Irisan A (m²) γ W

(Ton/m) α Sin α Cos α T = W. Sin α N = W. Cos α Tg ø Ne = e.W.Sin α Te = e.W. Cos α U = u.b / Cos α CL

1 4,79 0,91 4,36 57 0,838 0,545 3,65 2,38 0,786 0,37 0,24 0,00

140,21

2 10,27 0,91 9,35 44 0,694 0,720 6,49 6,73 0,786 0,65 0,67 4,59

2,32 1,39 3,22 44 0,694 0,720 2,24 2,32 0,786 0,22 0,23

3 8,22 0,91 7,48 34 0,559 0,829 4,18 6,20 0,786 0,42 0,62 11,92

8,39 1,39 11,66 34 0,559 0,829 6,52 9,67 0,786 0,65 0,97

4 4,68 0,91 4,26 24 0,407 0,914 1,73 3,89 0,786 0,17 0,39 15,89

13,32 1,39 18,51 24 0,407 0,914 7,53 16,92 0,786 0,75 1,69

5 0,57 0,91 0,52 15 0,259 0,966 0,13 0,50 0,786 0,01 0,05 20,25

17,62 1,39 24,49 15 0,259 0,966 6,34 23,66 0,786 0,63 2,37

6 17,38 1,54 26,77 7 0,122 0,993 3,26 26,57 0,786 0,33 2,66 20,47

7 15,62 1,54 24,05 1 0,017 1,000 0,42 24,05 0,786 0,04 2,41 20,12

8 13,04 1,54 20,08 -15 -0,259 0,966 -5,19 19,40 0,786 -0,52 1,94 19,60

9 9,50 1,54 14,63 -21 -0,358 0,934 -5,24 13,66 0,786 -0,52 1,37 18,79

10 5,23 1,54 8,05 -27 -0,454 0,891 -3,65 7,18 0,786 -0,37 0,72 16,74

Jumlah 28,40 163,11 11,00 2,84 16,31 148,37 140,21

TeTNeUNlC

Fstan.

=31,1640,28

786,0)37,14884,211,163(21,140

x = 3,345 > 1,2 (Aman)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

245

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Gambar. 5.18 Sliding metode irisan bidang luncur, kondisi saat air penuh

o

3

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

246

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Tabel 5.14 Perhitungan stabilitas lereng kondisi embung penuh

Irisan A (m²) γ W (Ton/m) α Sin α Cos α T = W. Sin α N = W.Cos α Tg ø Ne = e.W.Sin α Te = e.W.Cos α U = u.b / Cos α CL

1 4,94 0,91 4,50 57 0,838 0,545 3,77 2,45 0,786 0,38 0,25 0,00

117,02

2 11,41 0,91 10,38 43 0,682 0,732 7,08 7,60 0,786 0,71 0,76 2,12

1,37 1,39 1,90 43 0,682 0,732 1,30 1,39 0,786 0,13 0,14

3 11,37 0,91 10,35 30 0,500 0,866 5,17 8,96 0,786 0,52 0,90 7,22

4,61 1,39 6,41 30 0,500 0,866 3,20 5,55 0,786 0,32 0,56

4 9,98 0,91 9,08 19 0,325 0,946 2,96 8,59 0,786 0,30 0,86 6,50

6,27 1,39 8,72 19 0,325 0,946 2,84 8,24 0,786 0,28 0,82

5 8,80 0,91 8,01 9 0,156 0,988 1,25 7,91 0,786 0,13 0,79 6,53

6,37 1,39 8,85 9 0,156 0,988 1,38 8,75 0,786 0,14 0,87

6 7,98 0,91 7,26 -1 -0,017 1,000 -0,13 7,26 0,786 -0,01 0,73 5,23

5,02 1,39 6,98 -1 -0,017 1,000 -0,12 6,98 0,786 -0,01 0,70

7 8,06 0,91 7,33 -10 -0,174 0,985 -1,27 7,22 0,786 -0,13 0,72 2,13

1,74 1,39 2,42 -10 -0,174 0,985 -0,42 2,38 0,786 -0,04 0,24

8 4,45 0,91 4,05 -18 -0,309 0,951 -1,25 3,85 0,786 -0,13 0,39 0,00

Jumlah 25,75 87,13 11,00 2,58 8,71 29,73 117,02

TeTNeUNlC

Fstan.

=71,875,25

786,0)73,2958,213,87(02,117

x = 4,645 > 1,2 (Aman)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

247

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

5.12 Perencanaan Jembatan

5.12.1 Struktur Atas (Upper Structure)

Struktur atas merupakan struktur dari jembatan yang terletak dibagian atas dari jembatan.

Struktur jembatan bagian atas meliputi :

5.12.1.1 Sandaran

Merupakan pembatas antara kendaraan dengan pinggiran jembatan yang berfungsi

sebagai pengaman bagi pemakai lalu lintas yang melewati jembatan tersebut.

Konstruksi sandaran terdiri dari :

− Tiang sandaran (Raill Pos) , biasanya dibuat dari beton bertulang untuk jembatan

girder beton, sedangkan untuk jembatan rangka tiang sandaran menyatu dengan

struktur rangka tersebut.

− Sandaran ( Hand Raill) , biasanya dari pipa besi, kayu dan beton bertulang.

Beban yang bekerja pada sandaran adalah beban sebesar 100 kg yang bekerja dalam

arah horisontal setinggi 0,9 meter.

Gambar 5.19 Penampang melintang tiang sandaran

1

1

1

1

10 45

45

20

Pot I-I Pot II- II

200

11 36

52

20

10

60 40 130 40 130 40 60

50

16 10

25

10

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

248

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

a. Perencanaan Tiang Sandaran :

Mutu beton = K-225 ( f ‘c = 22,5 Mpa )

Mutu baja = BJTP –24 ( fy = 240 Mpa )

Tinggi sandaran = 1,00 meter

Jarak sandaran = 2,00 meter

Dimensi sandaran = - bagian atas ( 100 x 160 ) mm

- bagian bawah ( 100 x 250 ) mm

Tebal selimut = 20 mm

tul. utama = 10 mm

tul. sengkang = 8 mm

Tinggi efektif ( d ) = h – p – 0,5 x tul. utama - tul. sengkang

= 250 – 20 – 0,5 x 10 – 8

= 217 mm

Penentuan karakteristik bahan :

Untuk K-225 ( f ‘c = 22,5 Mpa ) dan BJTP 24 ( fy = 240 Mpa )

0058,0240

4,1fy1,4 ρmin

85,0 dan 600

600fy

c ' f 0,85 x 0,75 ρ 11max

fy

x

03620 240600

600x240

22,50,85x 0,85 x 0,75 ,

b. Penentuan Pembebanan

Muatan horisontal H = 100 kg / m’

( Letak H = 90 cm dari trotoir )

P = H x L

= 100 x 2,00

= 200 kg

Gaya momen H sampai ujung lantai jembatan ( h ) = 90 = 0,9 m

M = P x h

= 200 x 0,9

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

249

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

= 90 kgm = 900 Nmm.

c. Perhitungan Tulangan Tiang Sandaran

k = M /Ф. b .d2

= 900 x 103/(0,8 x 100 x 2172)

= 0,239 mm2

cfk

fycf

'85,0211'85,0ρperlu

5,2285,0

239,0211240

5,2285,0ρperlu xxx

=1,002 x 10-3

perlu < min, = min = 0,0058

As = x b x d

= 0,0058 x 217 x 100

= 125,86 mm2

Dipakai tulangan 2 Ø 10 (As =157 mm2)

d. Kontrol Kapasitas Momen

Dianggap baja tulangan telah luluh pada saat beton mulai retak (εc = 0,003, fs =fy)

a = bcf

fyAs.'.85,0

.

min = 1005,2285,0

240157xx

x

= 19,7 mm

c = 1

a

=85,07,19

= 23,176 mm

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

250

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

fs =600 x

ccd

= 600 x

176,23

176,23217

= 5017,88 Mpa > fy = 240 Mpa (Aman)

Mn = As x fy x

2ad

= 157 x 240 x

27,19217

= 7.805.412 N.mm

= 7.805,412 N.m

67,8900

412,805.7

MuMn (Aman)

e. Perencanaan Tulangan Geser

Vu = 2000 N

Vc = dbcf ..'31

= 1002175,2231 xx

= 34.310,71 N

xVcx21 = 0,5 x 0,6 x 34.310,71

= 8.577,677 N > Vu (Aman)

Walaupun secara toeritis tidak perlu sengkang tetapi untuk kestabilan struktur dan

peraturan mensyaratkan dipasang tulangan minimum.

s maksimum = 0,5 x d

= 0,5 x 217

= 108,5 mm

Atau

s maksimum = 600 mm

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

251

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Digunakan jarak = 108,5 mm dengan luas tulangan minimum :

Av min = sbfy

cfx .

'31

= 5,108100240

5,2231 xx

= 71,48 mm2

Dipakai tulangan Ø 8 mm, (Av = 100,531 mm2) dengan jarak sengkang

s = b

cfxfyAv

.3

'1.

= 100

35,221

240531,100

xxx

= 152,59 mm

Jadi dipakai tulangan Ø 8 -100 untuk tulangan geser dan 2 Ø 10 untuk tulangan

lentur.

Gambar 5.20 Penulangan tiang sandaran

16

10

25

10

2Ø10

Pot I-IPot II-II

2Ø10

Ø8-100 Ø8-100

10

45

45

20

16

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

252

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

5.12.1.2 Perencanaan Pelat

Gambar 5.21 Pelat bagian dalam (inner slab)

a. Perencanaan Pelat

Mutu beton = K-225 ( f ‘c = 22,5 Mpa )

Mutu baja = BJTP –24 ( fy = 240 Mpa )

Tebal selimut = 40 mm

tul. utama = 12 mm

Tinggi efektif ( d ) = h – p – 0,5 x tul. utama

= 200 – 40 – 0,5 x 12

= 154 mm

b. Pembebanan Pelat

Beban mati

Berat pelat = 0,2 x 2400 kg/m3 = 480 kg/m2

Berat aspal = 0,1 x 2200 kg/m3 = 220 kg/m2

Berat air hujan = 0,05 x 1000 kg/m3 = 50 kg/m2

Total beban mati (qDL) = 750 kg/m2

A

A8.30 8.30 8.40

5.00

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

253

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Gambar 5.22 Potongan A-A

Menurut SKSNI T15-1991-03 :

MA = MC = Momen tumpuan tepi =1/16 x 750 x 1,72 kgm = 135 kgm = 1,35 kNm

MB = Momen tumpuan tengah =1/9 x 750 x 1,72 kgm =241 kgm = 2,41 kNm

MAB = MBC = Momen lapangan = 1/14 x 750 x 1,72 kgm =155 kgm = 1,35 kNm

Beban hidup

Beban Akibat Muatan "T" pada Lantai Kendaraan

Gambar 5.23 Muatan T

100 kN 100 25

2.75m 500 mm

500 mm

100 kN

200 mm

100

200 mm 500

500 mm

200 mm

25

5 4 - 9 m 0.5 m 0.5 m 1.75

2.75 m 50 200 kN 200

125 mm

125

0.80 1.70 1.70 0.80

0.55

1/16

1/14

1/9

1/14

1/16

A B C

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

254

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Beban roda : T = 100 kN

Bidang roda : bx = 50 + 2 (20) = 90 cm = 0,9 m

by = 20 + 2 (20) = 60 cm = 0,6 m

Bidang kontak : bxy = 0,6 x 0,9 = 0,540 m2

koefisien kejut : k = 1 + 20/(50 + 8300)

= 1,0023

Muatan T disebarkan : T = (100 x 1,0023) / 0,540 =185,61 kN/m2

Gambar 5.24 Penyebaran muatan T pada lantai

Digunakan tabel Bittner ( dari DR. Ernst Bitnner ), dengan ;

lx = 170

ly = ( karena tidak menumpu pada gelagar melintang )

dan setelah di interpolasi, hasilnya sebagai berikut :

Momen pada saat 1 ( satu ) roda berada pada tengah-tengah plat

tx = 90

lx = 170

ty = 60

lx = 170

Mxm = 0,1414 x 185,61 x 0,6 x 0,9 = 14,17 kNm

Mym = 0,0768 x 185,61 x 0,6 x 0,9 = 7,69 kNm

Momen total ( beban mati + muatan T)

10 cm 20 cm 90

cm

50 cm

45o

60 cm

20 cm

tx / lx = 0,529 fxm = 0,1414

ty / lx = 0,353 fym = 0,0768

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

255

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Arah - x : Mxm = 1,55 + 14,17 = 15,72 kNm

Arah - y : Mym = 7,69 kNm

Momen pada saat 2 ( dua ) roda berdekatan dengan jarak antara as ke as

minimum = 1,00 meter. Luas bidang kontak dapat di hitung atas 2 bagian

( I & II ) sebagai berikut :

Gambar 5.25 Bidang kontak dihitung atas 2 bagian

Bagian - I :

tx = 185

lx = 170

ty = 60

lx = 170

Mxm = 0,0837 x 185,61 x 0,6 x 1,85 = 17,24 kNm

Mym = 0,0525 x 185,61 x 0,6 x 1,85 = 10,82 kNm

Bagian – II :

tx = 10

lx = 170

ty = 60

lx = 170

Mxm = 0,2355 x 185,61 x 0,6 x 0,1 = 2,62 kNm

Mym = 0,0345 x 185,61 x 0,6 x 0,1 = 0,38 kNm

tx / lx = 1 fxm = 0,0837

ty / lx = 0,353 fym = 0,0525

tx / lx = 0,058 fxm = 0,2355

ty / lx = 0,353 fym = 0,0345

185 10

60

( I ) ( II )

87,5 10 87,5

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

256

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Jadi : Mxm = I – II = 14,62 kNm

Mym = I – II = 10,44 kNm

Momen total ( beban mati + muatan T )

Mxm = 1,55 + 14,62 = 16,17 kNm

Mym = 10,72 kNm

Akibat beban sementara

Beban sementara adalah beban angin yang bekerja pada kendaraan sebesar q = 150

kg/m2 pada arah horizontal setinggi 2 (dua ) meter dari lantai

Gambar 5.26 Tinjauan terhadap beban angin

Reaksi pada roda = ( 2 x 4 x 150 ) / 1,75 = 685,7 kg = 6,86 kN

Sehingga beban roda, T = 100 + 6,86 = 106,86 kN

Beban T disebarkan = 106,86 : ( 0,6 x 0,9 ) = 197,88 kN

Di tinjau akibat beban 1 ( satu ) roda ( yang menentukan ) pada tengah-tengah plat.

Mxm = 0,1414 x 197,88 x 0,6 x 0,9 = 15,11 kNm

Mym = 0,0768 x 197,88 x 0,6 x 0,9 = 8,21 kNm

Momen total ( beban mati + beban sementra ) ;

Mxm = 1,55 + 15,11 = 16,66 kNm

q = 150 kg/m2 2 m

1,75 m

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

257

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Mym = 8,49 kNm

Momen desain di pakai momen yang terbesar

Mxm = 16,66 kNm

Mym = 10,44 kNm

c. Perhitungan Tulangan Pelat

1. Penulangan Lapangan Arah-X

Mxm = 16,66 kNm = 16.660 Nm

hf = 200 mm,

d = h – p – 0,5 Ø = 200 – 40 – 0,5 x 12 = 154 mm

k = Mxm/( .b.d2)

= (16.660 ) / (0,8 x 1000 x 1542)

= 8,78 x 10-4

cfk

fycf

'85,0211'85,0ρperlu

5,2285,01078,8211

2405,2285,0ρ

4

perlu xxxx

= 1,48 x 10-6

perlu < min, = min = 0,0058

As = x b x d

= 0,0058 x 1000 x 154

= 893,2 mm2

Di pakai tulangan Ø 12 (As = 113,04 mm2) dengan jarak antar tulangan

S perlu = 2,893100004,113 x

= 126,58 mm

Dipakai tulangan Ø 12 – 100 mm.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

258

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

2. Penulangan Lapangan Arah-Y

Mxm = 10,44 kNm = 10.440 Nm

hf = 200 mm,

d = h – p – 0,5 Ø = 200 – 40 – 0,5 x 12 = 154 mm

k = Mxm/( .b.d2)

= (10.440 ) / (0,8 x 1000 x 1542)

= 5,50 x 10-4

cfk

fycf

'85,0211'85,0ρperlu

5,2285,01050,5211

2405,2285,0ρ

4

perlu xxxx

= 2,29 x 10-6

perlu < min, = min = 0,0058

As = x b x d

= 0,0058 x 1000 x 154

= 893,2 mm2

Di pakai tulangan Ø 12 (As = 113,04 mm2) dengan jarak antar tulangan

S perlu = 2,893100004,113 x

= 126,58 mm

Dipakai tulangan Ø 12 – 100 mm.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

259

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

3. Penulangan Tumpuan

Dari PBI ‘ 71 pasal 8. 5. ( 2 ) “ …tulangan momen negatif paling sedikit

1/3 (sepertiga) dari tulangan tarik total yang diperlukan di atas tumpuan… “

Mtx total = 2,41 + ( 1/3 x 16,66 )

= 2,41 + 5, 553 = 7,963 kNm =7.963 Nm

hf = 200 mm,

d = h – p – 0,5 Ø = 200 – 40 – 0,5 x 12 = 154 mm

k = Mxm/( .b.d2)

= (7.963 ) / (0,8 x 1000 x 1542)

= 4,19 x 10-4

cfk

fycf

'85,0211'85,0ρperlu

5,2285,01019,4211

2405,2285,0ρ

4

perlu xxxx

= 1,74 x 10-6

perlu < min, = min = 0,0058

As = x b x d

= 0,0058 x 1000 x 154

= 893,2 mm2

Di pakai tulangan Ø 12 (As = 113,04 mm2) dengan jarak antar tulangan

S perlu = 2,893100004,113 x

= 126,58 mm

Dipakai tulangan Ø 12 – 100 mm.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

260

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

5.12.1.3 Perencanaan Gelagar Jembatan (Balok T)

Gambar 5.27 Distribusi pembebanan

a. Perencanaan Gelagar Jembatan (Balok T)

Mutu beton = K-225 ( f ‘c = 22,5 Mpa )

Mutu baja = BJTP –24 ( fy = 240 Mpa )

b. Pembebanan Gelagar Jembatan (Balok T)

Beban mati

Berat Plat = 0,2 x 1,7 x 2400 = 816 kg/m

Berat Gelagar = 0,4 x 0,55 x 2400 = 528 kg/m

Berat Aspal = 0,1 x 1,7 x 2200 = 374 kg/m

Berat air hujan = 0,05 x 1,7 x 1000 = 85 kg/m

Beban hidup

Beban merata = 1,7 x 2200 = 3740 kg/m

Beban terpusat = 12 ton = 12000 kg/m

Total beban merata = 816 + 526 + 374 + 85 = 5543 kg/m

Total beban terpusat =12000 kg

GelagarPelat

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

261

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Momen maksimal = xPxLxqxL41

81 2

= 47732,159 + 24900

= 72632,159 kg.m

Geser maksimal = xPxqxL21

21

12000213,85543

21 xxx

= 29003,45 kg

c. Penulangan Gelagar Jembatan (Balok T)

Direncanakan gelagar jembatan berupa balok T

Gambar 5.28 Gelagar Jembatan (Balok T)

Bef = 6 ho + bo

= 6 x 0,2 + 0,4

= 1,6 m

= 160 cm

Bef = bo + L/2

= 0,4 + 8,3/2

= 2,06 m

= 206 cm

Bef = bo + Lo/10 + Bk/2

= 0,4 + 8,3/10 + 1,7/2

= 2,08 m

= 208 cm

Bef yang dipakai adalah yang terkecil = 160 cm

0,2

0,4

0,55

Bef

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

262

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

1. Perhitungan Tulangan Lentur

Periksa letak bagian beton tertekan

M = Mu/Ø

=8,0159,72632

= 90790,199 kg.m

Mflens = RI x b x hf x ( d - hf/2)

Gelagar :

fc’ = 35 Mpa

fy = 240 Mpa

β1 = 0,81

RI = 0,81 x 350 = 283,5 kg/cm2

d = 70 cm

Mflens = 283,5 x 160 x 20 x (70x 10)

= 54432000 kg.cm

=544320 kg.m

Karena Mflens > Mu/Ø, maka penampang dihitung sebagai penampang

persegi

K = RIdbM

.. 2

= 5,283701609,9079019

2 xx

= 0,0408

F = K211

= 0408,0211 x

= 0,0417

F max =fy

x60045001

= 2400600450081,0

x

= 0,4339

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

263

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Karena F > Fmax, maka tulangan tarik under reinforced

As =fy

FxbxdxRI

= 2400

5,283701600417,0 xxx

= 55,169 cm2

Maka dipakai tulangan 10 Ø 28 (As = 61,57 cm2)

2. Perhitungan Tulangan Geser

Vn =

Vu

= 6,0

45,29003

= 48339,083 kg

= 483,390 kN

Vc = xbwxdfcx '17,0

= 7004003517,0 xxx

= 281,605 kN

Vn – Vc = 201,785 kN

7004003532

32 ' xxxxbwxdfcx

=1104,334 kN

Karena (Vn-Vc) < xbwxdfcx '

32 , maka penampang mencukupi

Perhitungan perlu tidaknya tulangan geser :

Vu = 290,034 kN

ØVc/2 = 84,48 kN

Karena Vu > ØVc/2, maka diperlukan tulangan geser

Digunakan tulangan geser Ø10

Av = jumlah luas penampang dua kali sengkang = 157 mm2

S =2d

VcVnAvxdxfy

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

264

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

= 2

70044,201785240700157

xx

= 130,71 mm < 350 mm

Dipakai tulangan Ø10-100

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

265

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Gambar 5.29 Penulangan pelat lantai kendaraan

0.80

1.70

1.70

0.80

0.55

1/16

1/14

1/9

1/14

1/16

A

B

C

0.20

8.30

Ø 12-100 Ø 12-100

Ø 12-100

Ø 12-100

Ø 12-100

Ø 12-100

Ø 12-100 Ø 12-100

Ø 12-100

Ø 12-100

Ø 12-100

Ø 12-100Ø 12-100

Ø 12-100

Ø 12-100

10 Ø 28

10 Ø 28

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

266

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

5.13 Perhitungan Struktur Bawah Fungsi utama bangunan bawah jembatan adalah untuk menyalurkan semua beban yang

bekerja pada bangunan atas ke tanah. Perhitungan struktur bawah meliputi :

Perhitungan Abutment.

Perhitungan Pilar (Pier)

Perencanaan elemen-elemen struktural pembentuk konstruksi bangunan bawah jembatan,

secara detail akan disajikan dalam sub-sub bab sesuai dengan jenis elemennya.

Gambar 5.30 Potongan melintang spillway dan melintang jembatan

Pilar identik dengan abutmen perbedaannya hanya pada letak konstruksinya saja.

Sedangkan fungsi pilar adalah untuk memperpendek bentang jembatan yang terlalu

panjang.

Dalam mendesain pilar dilakukan dengan urutan sebagai berikut :

1. Menentukan bentuk dan dimensi rencana penampang pilar.

2. Menentukan pembebanan yang terjadi pada pilar :

a. Beban mati berupa gelagar induk, lantai jembatan, , trotoir, perkerasan jembatan (

pavement), sandaran, dan air hujan

b. Beban hidup.

c. Beban sekunder berupa beban gempa, rem dan traksi, koefisien kejut, beban

angin dan beban akibat aliran dan tumbukan benda – benda hanyutan.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

267

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

3. Menghitung momen, gaya normal dan gaya geser yang terjadi akibat kombinasi dari

beban – beban yang bekerja.

Dalam perencanaan ini, struktur bawah jembatan berupa abutmen yang dapat diasumsikan

sebagai dinding penahan tanah. Dalam hal ini perhitungan abutmen meliputi :

1. Menentukan bentuk dan dimensi rencana penampang abutmen.

2. Menentukan pembebanan yang terjadi pada abutmen :

a. Beban mati berupa gelagar induk, lantai jembatan, perkerasan jembatan

(pavement), sandaran, dan air hujan.

b. Beban hidup berupa beban merata dan garis.

c. Beban sekunder berupa beban gempa, tekanan tanah aktif, rem dan traksi,

koefisien kejut , beban angin dan beban akibat aliran dan tumbukan benda –

benda hanyutan.

3. Menghitung momen, gaya normal dan gaya geser yang terjadi akibat kombinasi dari

beban – beban yang bekerja.

5.13.1 Perencanaan Dimensi Pilar dan Abutmen Jembatan

5.13.1.1 Pembebanan Pilar dan Abutmen

a. Beban Mati Tabel 5.15 Beban bangunan atas pada pilar

Segmen Perhitungan

Vm (ton)

Gelagar

Plat Lantai

Air

Pavement

Sandaran

Pipa (railing)

3 x 0,55 x 0,4 x 8,33 x 2,4

5 x 8,33 x 0,2 x 2,4

5 x 8,33 x 0,05 x 1

5 x 8,33 x 0,1 x 2,2

5 x 2 x 0,1 x 0,16 x 1 x 2,4

4 x 8,33 x 0,0033 x 7,8

13,19

19,99

2,07

9,16

0,38

0,86

45,65

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

268

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

b. Beban Hidup

Beban Hidup Akibat Bangunan Atas

Beban terbagi rata (q’)

Untuk L < 30 m, maka

q = 22 ton/m

q’ = 75,2

22 = 8 ton/m

k = 1,002

q’ = 8 x 1,002 ton/m

= 8,016 ton/m

Beban Garis (P)

P = 12 ton

P’ =75,2

12 = 4,36 ton

k = 1,002

P’ = 4,39 ton

Beban hidup = 4,39 +( 8,016 x 8,33)

= 103,34 ton

Beban Bangunan Atas(pilar) = 45,65 + 103,34 = 148,99 ton

Beban Bangunan Atas (Abutment) = 74,49 ton

5.13.1.2 Dimensi Pilar Jembatan

Tegangan izin pasangan batu = 15 ton/m2

terjadiσ = AP < σ izin pasangan batu

A 15

99,148 = 9,93 ≈ 10 m2

A = p x l

10 = p x 5

P = 2 m

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

269

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Gambar 5.31 Pilar Jembatan

5.13.1.3 Dimensi Abutment Jembatan

Tegangan izin pasangan batu = 15 ton/m2

terjadiσ = AP < σ izin pasangan batu

A 15

49,74 = 4,97 ≈ 5 m2

A = p x l

5 = p x 5

P = 1 m

Gambar 5.32 Abutment Jembatan

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

270

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

5.13.1.4 Stabilitas Pilar Jembatan

Gambar 5.33 Pilar Jembatan

A. Pembebanan Pada Pilar

1. Beban Vertikal

a. Beban Sendiri

Gambar 5.34 Beban sendiri pilar

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

271

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Tabel 5.16 Perhitungan Gaya Akibat Berat Pilar

No. Perhitungan

Volume Volume ( m 3 )

Berat (A) =Volume x

2,2(ton) Yo(m) Zo(m) A x Yo (ton.m)

A x Zo (ton.m)

W1

W1

10,25 x 2 x 5

0,75 x 0,4 x 5

102,5

1,5

225,5

3,3

5,125

10,63

1

10,63

1155,69

35,769

225,5

3,3

Jumlah 228,8 1190,769 228,8 (Sumber : Perhitungan )

Xo = 1 m

Zo = 28,55,225

769,1190 m

Berat Pilar = (W1 + W2 )= 228,8 ton

b. Beban Mati Akibat Bangunan Atas

Dari perhitungan sebelumnya : Tabel 5.17 Beban bangunan atas pada pilar

Segmen Perhitungan Vm (ton)

Gelagar

Plat Lantai

Air

Pavement

Sandaran

Pipa (railing)

3 x 0,55 x 0,4 x 8,33 x 2,4

5 x 8,33 x 0,2 x 2,4

5 x 8,33 x 0,05 x 1

5 x 8,33 x 0,1 x 2,2

5 x 2 x 0,1 x 0,16 x 1 x 2,4

4 x 8,33 x 0,0033 x 7,8

13,19

19,99

2,07

9,16

0,38

0,86

Jumlah 45,65 (Sumber : Perhitungan)

Berat Total Beban Mati (Wba) = 45,65 ton

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

272

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Gambar 5.35. Beban bangunan atas pada pilar

c. Beban Hidup Akibat Bangunan Atas

Beban terbagi rata (q’)

Untuk L < 30 m, maka

q = 22 ton/m

q’ = 75,2

22 = 8 ton/m

k = 1,002

q’ = 8 x 1,002 ton/m

= 8,016 ton/m

Beban Garis (P)

P = 12 ton

P’ =75,2

12 = 4,36 ton

k = 1,002

P’ = 4,39 ton

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

273

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Beban hidup = 4,39 +( 8,016 x 8,33) = 103,34 ton

Gambar 5.36 Beban terbagi rata dan garis pada pilar

2. Gaya Horisontal

a. Gaya Rem dan Traksi

Beban D tanpa koefisien kejut ;

Beban terbagi rata = q’ = 8 x 8,33 = 66,64 ton

Beban garis tanpa kejut = 4,36 ton

Beban D total = 71 ton

Hr = 5% Total beban D tanpa koefisien kejut

= 5% x 71 ton = 3,55 ton

Gambar 5.37 Beban Akibat Gaya Rem dan Traksi

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

274

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

b. Gaya Geser Tumpuan dengan Balok Beton Bertulang (Gg)

Gg = f x Wd

Dimana :

F = gaya gesek tumpuan dengan balok

f = koefisien gesek antara karet dengan beton/baja (f = 0,15-0,18)

Wd = Beban bangunan atas pada pilar = 45,65 ton

F = 0,15 x 45,65 = 6,85 ton

Gambar 5.38 Beban Akibat Gaya Geser Tumpuan dengan Girder

c. Gaya Akibat Gempa ( Tag )

Gaya gempa arah memanjang :

T= C x W

Dimana :

T = gaya horisontal akibat gempa

C = koefisien gempa untuk wilayah DIY = 0,14

W = Muatan mati dari bagian konstruksi yang ditinjau (ton)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

275

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Gambar 5.39 Beban Gempa Terhadap Pilar

- Gaya gempa terhadap bangunan atas ;

Wba =45,65 ton

Tba = 0,14 x 45,65 = 6,391 ton

- Gaya gempa terhadap pilar

Wp = 228,8 ton

Tp = 0,14 x 228,8 = 32,032 ton

e. Gaya Akibat Aliran Air dan Tumbukan Benda-Benda Hanyutan

Ah = k Va2

Dimana :

Ah = tekanan aliran normal

Va = kecepatan aliran air = 1,905 m/detik

k = koefisien aliran tergantung bentuk pilar

Tabel 5.18 Koefisien aliran (k)

Bentuk depan pilar k

- Persegi (tidak disarankan)

- Bersudut < 300

- Bundar

0,075

0,025

0,035

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

276

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Bentuk depan pilar tengah adalah ½ lingkaran, sehingga k = 0,035

Ah = 0,035 1,9052 = 0,127 T/m2

Hsungai = 1,17 m

Tebal pilar = 2 m

Luas bidang kontak = 1,172 = 2,34 m2

PAh = 0,127 2,34 = 0,297 Ton

Gambar 5.40 Akibat aliran air dan tumbukan benda-benda hanyutan

B. Kombinasi Pembebanan

Pilar ditinjau terhadap kombinasi pembebanan sebagai berikut

Tabel 5.19 Kombinasi Pembebanan

No. Kombinasi Pembebanan dan Gaya Tegangan yang dipakai

terhadap Tegangan Ijin

I

II

III

IV

M + (H + K) + Ta + Tu

M + Ta + Ah + Gg + A + SR + Tm

Kombinasi (1) + Rm + Gg + A + SR + Tm + S

M + Gh + Tag + Gg + AHg + Tu

100%

125%

140%

150%

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

277

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Keterangan :

A = Beban Angin

Ah = Gaya akibat aliran dan hanyutan

AHg = Gaya akibat aliran dan hanyutan pada saat terjadi gempa

Gg = Gaya gesek pada tumpuan bergerak

Gh = Gaya horisontal ekivalen akibat gempa bumi

(H+K) = Beban hidup dan kejut

M = Beban mati

P1 = Gaya-gaya pada saat pelaksanan

Rm = Gaya rem

S = Gaya sentrifugal

SR = Gaya akibat susut dan rangkak

Tm = Gaya akibat perubahan suhu

Ta = Gaya tekanan tanah

Tag = Gaya tekanan tanah akibat gempa bumi

Tb = Gaya tumbuk

Tu = Gaya angkat

Kapasitas Dukung Tanah Dasar

Kapasitas dukung tanah dasar (bearing capacity) dipengaruhi oleh parameter

danc,, . Besarnya kapasitas dukung tanah dasar untuk pondasi empat persegi

panjang dapat dihitung dengan metode Terzaghi, yaitu :

)/2,01(5,0)/3,01( LBNBNDLBNcq qfcult

= 0,2x117,3 x (1 +0,3.5/2) + 1,811x1x108,9 + 0,5x 1,811x5x159,5x(1-0,2.5/2)

= 41,055 + 197,218 + 631,869

= 870,142 (t/m2)

qall = qult / 2

= 870,142 / 2

= 435,071 (t/m2)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

278

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Dimana :

ultq = daya dukung ultimate tanah dasar (t/m2)

c = kohesi tanah dasar (t/m2) = 0,2 (t/m2)

= berat isi tanah dasar (t/m3) = 1,811 (t/m3)

B = lebar pondasi (meter) = 5 m

L = panjang pondasi (meter) = 2 m

Df = kedalaman pondasi (meter) = 1 m

N , Nq, Nc = faktor daya dukung Terzaghi

Tabel 5.20 Nilai-nilai daya dukung Terzaghi

φ Keruntuhan Geser Umum Keruntuhan Geser Lokal Nc Nq Nγ N’c N’q N’γ

0 5,7 1,0 0,0 5,7 1,0 0,0 5 7,3 1,6 0,5 6,7 1,4 0,2

10 9,6 2,7 1,2 8,0 1,9 0,5 15 12,9 4,4 2,5 9,7 2,7 0,9 20 17,7 7,4 5,0 11,8 3,9 1,7 25 25,1 12,7 9,7 14,8 5,6 3,2 30 37,2 22,5 19,7 19,0 8,3 5,7 34 52,6 36,5 35,0 23,7 11,7 9,0 35 57,8 41,4 42,4 25,2 12,6 10,1 40 95,7 81,3 100,4 34,9 20,5 18,8

41,41 117,3 108,9 159,5 39,8 24,9 24,5 45 172,3 173,3 297,5 51,2 35,1 37,7 48 258,3 287,9 780,1 66,8 50,5 60,4 50 347,6 415,3 1153,2 81,3 65,6 87,1

Tinjauan stabilitas pilar :

- Tinjauan terhadap guling ; n MH MV Fg

- Tinjauan terhadap geser ; Fg = n HyV

- Tinjauan terhadap eksetrisitas ; B 61

V MH - MV -

2B e

- Tinjauan pada dasar pilar ; qult W

MH AV

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

279

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Tabel 5.21 Kombinasi I Pilar (M + (H + K) + Ta + Tu)

Beban Gaya (ton) Jarak terhadap A (m) Momen (tm) Jenis Bagian V H x y z MV MH

M Wsendiri Wb atas

228,8 45,65

- -

- -

2,5 2,5

- -

572 114,125

- -

(H+K) Wlife (q+p) 103,34 - - 2,5 - 258,35 -

Ta - - - - - - - Tu - - - - - - -

Total 377,79 944,475 -

Tabel 5.22 Kombinasi II Pilar (M + Ta + Ah + Gg + A + SR + Tm)

Beban Gaya (ton) Jarak terhadap A (m) Momen (tm) Jenis Bagian V H x y z MV MHx MHY

M Wsendiri Wb atas

228,8 45,65

- -

- -

2,5 2,5

- -

572 114,125

- -

- -

Ta - - - - - - - - Ah - 0,297 - - 8,58 - - 2,548 Gg - 6,58 - - 10,25 - 67,445 - A - - - - - - - -

SR - - - - - - - - Tm - - - - - - - -

Total 274,45 6,877 686,125 67,445 2,548

Tabel 5.23 Kombinasi III Pilar (Kombinasi (1) + Rm + Gg + A + SR + Tm + S)

Beban

Gaya (ton) Jarak terhadap A (m) Momen (tm) V H x y z MV MHx MHy

Kombinasi I 377,79 - 944,475 - - Rm - 3,55 - - 11 - 39,05 - Gg - 6,58 - - 10,25 - 67,445 - A - - - - - - -

SR - - - - - - - Tm - - - - - - - S - - - - - - -

Total 377,79 10,13 944,475 106,495 -

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

280

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Tabel 5.24 Kombinasi IV Pilar (M + Gh + Tag + Gg + AHg + Tu) Beban Gaya (ton) Jarak terhadap A (m) Momen (tm)

Jenis Bagian V H x y z MV MHx MHy

M Wsendiri Wb atas

228,8 45,65

- -

- -

2,5 2,5

- -

572 114,125

- -

- -

Gh Tba Tp

- -

6,391 30,032

- -

- -

10,63 5,28

- -

- -

67,936 169,128

Tag - - - - - - - - Gg - 6,58 - - 10,25 - 67,445 -

Ahg - 0,297 - - 8,58 - - 2,548 Tu - - - - - - -

Total 274,45 45,3 - - - 686,125 67,445 239,612

Tabel 5.25 Rekapitulasi kombinasi pembebanan

Kombinasi V (ton) H (ton) MV (ton.m) MHx (ton.m) MHy (ton.m)

Kombinasi I 377,79 - 944,475 - -

Kombinasi II 274,45 6,877 686,125 67,445 2,548

Kombinasi III 377,79 10,13 944,475 106,495 -

Kombinasi IV 274,45 45,3 686,125 67,445 239,612

C. Kontrol Kestabilan Terhadap Pilar

Kestabilan pilar diperhitungkan terhadap gaya-gaya yang terjadi pada kombinasi

pembebanan dengan mengambil nilai gaya maksimum, dan ditinjau terhadap titik G

pada dasar pilar.

Momen penahan yang bekerja akibat berat konstruksinya :

V max = 377,79 ton

Hmax = 45,3 ton

MVmax = 944,475 ton.m

MHxmax = 106,495 ton.m

MHymax = 239,612 ton.m

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

281

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

1. Kontrol terhadap Guling

Fg = n MH MV

= 1,5 239,612944,475

= 3,94 > 1,5 …….. (Aman)

2. Kontrol terhadap Geser

Fg = n HyV

= 1,5 45,3

377,79x 0,6

= 5,003 > 1,5 ......... (Aman)

3. Kontrol terhadap Eksentrisitas

e = B61

V MH - MV -

2B

= 5 61

377,79 239,612 - 944,475 -

25

= 0,63 < 0,83.......... (Aman)

4. Kontrol Daya Dukung Tanah Dasar Pilar

Tinjauan pada dasar pilar ; qult W MH

AV

L = 2 m

B = 5 m

W =1/6 x 5 x 22 = 3,33 m3

= qult 3,33

532,823 10

377,79

= 37,78 160,007

= 197,786 < 435,071 (t/m2)………(Aman)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

282

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

5.13.1.5 Stabilitas Abutment Jembatan

Gambar 5.41 Abutment Jembatan

A. Pembebanan pada Abutment

1. Gaya Vertikal

a. Beban Sendiri

Gambar 5.42 Beban sendiri abutment

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

283

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Tabel 5.26 Perhitungan Gaya Akibat Berat Abutment

No. Perhitungan Volume Volume ( m 3 )

Berat (A) =Volume x

2,2(ton) Xo(m) Yo(m)

A x Xo (tm)

A x Yo (tm)

W1

W2

W3

1,5 x 10,25 x 5

0,5 x 2,5 x 11 x 5

0,75 x 0,5 x 5

76,875

68,75

1,875

169,125

151,25

4,125

0,75

2,33

1,25

5,125

3,667

10,63

126,844

352,917

5,156

866,766

554,583

43,828

TOTAL 324,5 484,917 1465,177

Xo =

AAxXo

= 5,324

917,484

= 1,494 m

Yo = m515,45,324

177,1465

Berat Abutment= (W1 + W2 + W3 )= 324,5 ton

b. Beban Mati Akibat Bangunan Atas

Dari perhitungan sebelumnya : Tabel 5.27 Beban bangunan atas pada abutment

Segmen Perhitungan Vm (ton)

Gelagar

Plat Lantai

Air

Pavement

Sandaran

Pipa (railing)

3 x 0,55 x 0,4 x 8,33 x 2,4

5 x 8,33 x 0,2 x 2,4

5 x 8,33 x 0,05 x 1

5 x 8,33 x 0,1 x 2,2

5 x 2 x 0,1 x 0,16 x 1 x 2,4

4 x 8,33 x 0,0033 x 7,8

13,19

19,99

2,07

9,16

0,38

0,86

Jumlah 45,65

Berat Total Beban Mati pada Abutment (Wba)

= 0,5 x 45,65 ton

= 22,825 ton

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

284

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Gambar 5.43 Beban bangunan atas pada Abutment

c. Beban Hidup Akibat Bangunan Atas

Beban terbagi rata (q’)

Untuk L < 30 m, maka

q = 22 ton/m

q’ = 75,2

22 = 8 ton/m

k = 1,002

q’ = 8 x 1,002 ton/m

= 8,016 ton/m

Beban Garis (P)

P = 12 ton

P’ =75,2

12 = 4,36 ton

k = 1,002

P’ = 4,39 ton

Beban hidup = 4,39 +( 8,016 x 8,33) = 103,34 ton

Berat Total Beban Hidup pada Abutment = 0,5 x 103,34 ton

= 51,670 ton

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

285

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Gambar 5.44 Beban terbagi rata dan kejut pada Abutment

d. Berat tanah

Gambar 5.45 Beban Akibat Tanah Diatasnya

tanah = 1,6 T/m3

Tabel 5.28 Beban akibat tanah

W Volume (m3) Berat (ton) Xo Yo

Wt 0,5 x 2,5 x 11 x 5 110 3,167 7,33

Berat Tanah (Wt)= 110 ton

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

286

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

2. Gaya Horisontal

a. Gaya Rem dan Traksi

Beban D tanpa koefisien kejut ;

Beban terbagi rata = q’ = 8 x 8,33 = 66,64 ton

Beban garis tanpa kejut = 4,36 ton

Beban D total = 71 ton

Hr = 5% Total beban D tanpa koefisien kejut

= 5% x 71 ton = 3,55 ton

Gambar 5.46 Beban Akibat Gaya Rem dan Traksi

b. Gaya Geser Tumpuan dengan Balok Beton Bertulang (Gg)

Gg = f x Wd

Dimana :

F = gaya gesek tumpuan dengan balok

f = koefisien gesek antara karet dengan beton/baja (f = 0,15-0,18)

Wd = Beban bangunan atas pada pilar = 22,825 ton

F = 0,15 x 22,825 = 3,424 ton

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

287

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Gambar 5.47 Beban Akibat Gaya Geser Tumpuan dengan Girder

c. Gaya Akibat Gempa ( Tag )

Gaya gempa arah memanjang :

T= C x W

Dimana :

T = gaya horisontal akibat gempa

C = koefisien gempa untuk wilayah DIY = 0,14

W = Muatan mati dari bagian konstruksi yang ditinjau (ton).

Gambar 5.48 Beban Gempa Terhadap Abutment

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

288

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

- Gaya gempa terhadap bangunan atas ;

Wba = 22,825 ton

Tba = 0,14 x 22,825 = 3,196 ton

- Gaya gempa terhadap abutment

Wa = 324,5 ton

Ta = 0,14 x 324,5 = 45,43 ton

- Gaya gempa terhadap tanah ;

Wt = 110 ton

Tt = 0,14 x 110 = 15,40 ton

d. Beban Tanah Aktif (TA)

diketahui :

tanah : 1,6

: 37,750

Gambar 5.49 Beban Tanah Aktif Terhadap Abutment

241.0/275,3745tanθ/245tanKa 0202

beban merata q = 0.6 x 1,6 = 0,96 T/m2

Gaya tekanan tanah aktif :

P1 = q x Ka x h = 0,96 x 0.241 x 11 = 2,545 T

Lengan terhadap A : 5,5 m

MP1 = 2,545 x 5,5 = 13,998 Tm

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

289

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

P2 = 0.5 x x Ka x H2 = 0.5 x 1,6 x 0.241 x 112 = 23,239 T

Lengan terhadap A : 3,667 m

MP2 = 23,239 x 3,667 = 85,547 Tm

Beban Total Tanah Aktif = 2,545 + 23,239 = 25,784 T

Total Momen Tanah Aktif = 13,998 + 85,547 = 99,545 Tm

B. Kombinasi Pembebanan

Abutment ditinjau terhadap kombinasi pembebanan

Tabel 5.29 Kombinasi Pembebanan Abutment

No. Kombinasi Pembebanan dan Gaya Tegangan yang dipakai terhadap Tegangan Ijin

I II III IV

M + (H + K) + Ta + Tu M + Ta + Ah + Gg + A + SR + Tm Kombinasi (1) + Rm + Gg + A + SR + Tm + S M + Gh + Tag + Gg + AHg + Tu

100% 125% 140% 150%

Keterangan :

A = Beban Angin

Ah = Gaya akibat aliran dan hanyutan

AHg = Gaya akibat aliran dan hanyutan pada saat terjadi gempa

Gg = Gaya gesek pada tumpuan bergerak

Gh = Gaya horisontal ekivalen akibat gempa bumi

(H+K) = Beban hidup dan kejut

M = Beban mati

P1 = Gaya-gaya pada saat pelaksanan

Rm = Gaya rem

S = Gaya sentrifugal

SR = Gaya akibat susut dan rangkak

Tm = Gaya akibat perubahan suhu

Ta = Gaya tekanan tanah

Tag = Gaya tekanan tanah akibat gempa bumi

Tb = Gaya tumbuk

Tu = Gaya angkat

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

290

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Kapasitas Dukung Tanah Dasar

Kapasitas dukung tanah dasar (bearing capacity) dipengaruhi oleh parameter

danc,, . Besarnya kapasitas dukung tanah dasar untuk pondasi empat persegi

panjang dapat dihitung dengan metode Terzaghi, yaitu :

qult = )/2,01(5,0)/3,01( LBNBNDLBNc qfc

= 0,2x117,3x (1 +0,3.4/5) + 1,811x1x108,9 + 0,5x1,811x4x159,5x(1-0,2.4/5)

= 29,09 + 197,218 + 485,276

= 711,584 (t/m2)

qall = qult / 2

=711,584 / 2

= 355,792 (t/m2)

Dimana :

ultq = daya dukung ultimate tanah dasar (t/m2)

c = kohesi tanah dasar (t/m2) = 0,2 (t/m2)

= berat isi tanah dasar (t/m3) = 1,811 (t/m3)

B = lebar pondasi (meter) = 4 m

L = panjang pondasi (meter) = 5 m

Df = kedalaman pondasi (meter) = 1 m

N , Nq, Nc = faktor daya dukung Terzaghi

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

291

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Tabel 5.30 Nilai-nilai daya dukung Terzaghi

φ Keruntuhan Geser Umum Keruntuhan Geser Lokal Nc Nq Nγ N’c N’q N’γ

0 5,7 1,0 0,0 5,7 1,0 0,0 5 7,3 1,6 0,5 6,7 1,4 0,2

10 9,6 2,7 1,2 8,0 1,9 0,5 15 12,9 4,4 2,5 9,7 2,7 0,9 20 17,7 7,4 5,0 11,8 3,9 1,7 25 25,1 12,7 9,7 14,8 5,6 3,2 30 37,2 22,5 19,7 19,0 8,3 5,7 34 52,6 36,5 35,0 23,7 11,7 9,0 35 57,8 41,4 42,4 25,2 12,6 10,1 40 95,7 81,3 100,4 34,9 20,5 18,8

41,41 117,3 108,9 159,5 39,8 24,9 24,5 45 172,3 173,3 297,5 51,2 35,1 37,7 48 258,3 287,9 780,1 66,8 50,5 60,4 50 347,6 415,3 1153,2 81,3 65,6 87,1

Tinjauan stabilitas abutment :

- Tinjauan terhadap guling ; n MH MV Fg

- Tinjauan terhadap geser ; Fg = n HyV

- Tinjauan terhadap eksetrisitas ; B 61

V MH - MV -

2B e

- Tinjauan pada dasar abutment ; qult W

MH AV

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

292

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Tabel 5.31 Kombinasi I Abutment (M + (H + K) + Ta + Tu)

Beban Gaya (ton) Jarak terhadap A (m)

Momen (tm)

Jenis Bagian V H x y MV MH

M Wsendiri Wb atas W tanah

324,5 22,825

110

- - -

1,494 0,5

3,167

- - -

684,803 11,413 378,37

- - -

(H+K) Wlife (q+p) 51,670 - 0,5 - 25,835 -

Ta - -

21,545 23,239

- -

5,5 3,667

- -

13,998 85,547

Tu - - - - - - Total 508,995 25,784 1100,421 99,545

Tabel 5.32 Kombinasi II Abutment (M + Ta + Ah + Gg + A + SR + Tm)

Beban Gaya (ton) Jarak terhadap A (m)

Momen (tm)

Jenis Bagian V H x y MV MH

M Wsendiri Wb atas W tanah

324,5 22,825

110

- - -

1,494 0,5

3,167

- - -

684,803 11,413 378,37

- - -

Ta - -

21,545 23,239

- -

5,5 3,667

- -

13,998 85,547

Ah - - - - - - Gg - 3,424 - 10,25 - 35,096 A - - - - - -

SR - - - - - - Tm - - - - - -

Total 457,325 29,208 1074,586 134,641

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

293

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Tabel 5.33 Kombinasi III Abutment (Kombinasi (1) + Rm + Gg + A + SR + Tm + S)

Beban

Gaya (ton) Jarak terhadap A (m) Momen (tm) V H x y MV MH

Kombinasi I 508,995 25,784 1100,421 99,545 Rm - 3,55 - 11 - 39,545 Gg - 3,424 - 10,25 - 35,096 A - - - - - -

SR - - - - - - Tm - - - - - - S - - - - - -

Total 508,995 32,758 1100,421 173,691

Tabel 5.34 Kombinasi IV Abutment (M + Gh + Tag + Gg + AHg + Tu)

Beban Gaya (ton) Jarak terhadap A (m) Momen (tm) Jenis Bagian V H x y MV MH

M Wsendiri Wb atas W tanah

324,5 22,825

110

- - -

1,494 0,5

3,167

- - -

684,803 11,413 378,37

- - -

Gh Tba Ta Tt

- - -

3,196 45,43 15,4

- - -

10,63 4,515 7,33

- - -

33,973 176,116 112,882

Tag - - - - - - Gg - 3,424 - 10,25 - 35,096

Ahg - - - - - - Tu - - - - - -

Total 457,325 93,234 1074,586 358,067

Tabel 5.35 Rekapitulasi kombinasi pembebanan abutment

Kombinasi V (ton) H (ton) MV (ton.m) MH (ton.m)

Kombinasi I 508,995 25,784 1100,421 99,545

Kombinasi II 457,325 29,208 1074,586 134,641

Kombinasi III 508,995 32,758 1100,421 173,691

Kombinasi IV 457,325 93,234 1074,586 358,067

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

294

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

C. Kontrol Kestabilan terhadap Abutment

Kestabilan abutment diperhitungkan terhadap gaya-gaya yang terjadi pada kombinasi

pembebanan dengan mengambil nilai gaya maksimum, dan ditinjau terhadap titik G

pada dasar abutment.

Momen penahan yang bekerja akibat berat konstruksinya :

V max = 508,995 ton

Hmax = 93,234 ton

MVmax = 1100,421 ton.m

MHmax = 358,067 ton.m

1. Kontrol terhadap Guling

Fg = n MH MV

= 1100,421 / 358,067

= 3,073 > 1,5 …….. Aman

2. Kontrol terhadap Geser

Fg = n HyV

= (0,6 508,995) / 93,234

= 3,276 > 1,5 ......... Aman

3. Kontrol terhadap Eksentrisitas

e = B61

V MH - MV -

2B

= 4/2 – (1100,421 – 358,067) / 508,995

= 0,542 < 0,667.......... Aman

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

295

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

4. Kontrol Daya Dukung Tanah Dasar Abutment

Tinjauan pada dasar Abutment ; qult W MH

AV

L = 5 m

B = 4 m

W =1/6 x 42 x 5 = 13,333 m3

= qult 13,333358,067

20508,995

= 52,305 < 355,792 (t/m2)………(Aman)

5.14 Analisis Stabilitas Pelimpah pada Keadaan Normal

5.14.1 Perhitungan Gaya yang Bekerja pada Tubuh Pelimpah

a. Akibat Berat Sendiri

Rumus : G = V x γpas

Dimana : V = volume (m3)

γpas = 2,2 t/m3

Jarak ditinjau dari titik O, selanjutnya perhitungan disajikan dalam Tabel berikut: Tabel 5.36 Perhitungan gaya akibat berat sendiri

No

Luas γ Gaya Vertikal Titik O (m²) (ton/m³) (ton) Jarak (m) Momen (ton.m)

B1 7,20 2,2 15,84 11,82 187,23 B2 0,69 2,2 1,52 10,34 15,70 B3 3,75 2,2 8,25 10,11 83,41 B4 8,57 2,2 18,85 7,27 137,07 B5 3,50 2,2 7,70 12,32 94,86 B6 1,75 2,2 3,85 11,49 44,24 B7 0,16 2,2 0,35 9,55 3,36 B8 4,30 2,2 9,46 8,34 78,90 B9 5,48 2,2 12,06 6,82 82,22 B10 3,36 2,2 7,39 5,87 43,39 B11 6,22 2,2 13,68 2,88 39,41 B12 0,86 2,2 1,89 3,57 6,75 B13 0,61 2,2 1,34 2,32 3,11 B14 2,48 2,2 5,46 0,91 4,96

Gaya Vertikal 102,19 Momen 819,65

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

296

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

b. Gaya Gempa

Rumus : ad = n(ac x z)m

g

aE d

Dimana :

Ad = percepatan gempa rencana (cm/det2)

E = koeisien gempa

Maka :

ad = 151,72 cm2/det

15,0980

72,151

gaE d

Dari koefisien gempa diatas, kemudian dicari besarnya gaya gempa dan momen akibat

gempa dengan rumus :

K = E x G

Dimana :

E = 0,15 (koefisien gempa)

G = berat bangunan (Ton)

K = gaya gempa Tabel 5.37 Perhitungan gaya akibat gempa

No

Gaya Vertikal Gaya Horizontal Titik O (ton) K = 0,15 x G Jarak Momen (ton.m)

K1 15,84 2,376 6,8 16,16 K2 1,52 0,228 7,94 1,81 K3 8,25 1,238 6,31 7,81 K4 18,85 2,828 5,37 15,19 K5 7,70 1,155 3,25 3,75 K6 3,85 0,578 3,83 2,21 K7 0,35 0,053 4,75 0,25 K8 9,46 1,419 3,33 4,73 K9 12,06 1,808 2,87 5,19 K10 7,39 1,109 3,12 3,46 K11 13,68 2,053 2,32 4,76 K12 1,89 0,284 0,93 0,26 K13 1,34 0,201 1,06 0,21 K14 5,46 0,818 0,68 0,56

jumlah 16,147 Momen 66,35

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

297

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

c. Perhitungan Uplift Pressure Kondisi Muka Air Normal

Perhitungan uplift pressure mamakai rumus :

Dimana :

Px = Gaya angkat pada titik x (T/m2)

Hx = Tinggi titik yang ditinjau ke muka air atau tinggi energi di hulu pelimpah (m)

Lx = Jarak sepanjang bidang kontak dari hulu sampai x (m)

H = Beda tinggi energi (m)

L = Panjang total bidang kontak bangunan dan tanah bawah (m)

L dan Lx ditentukan menurut cara angka rembesan Lane dimana :

- Bidang horisontal memiliki daya tahan tehadap aliran (rembesan) 3 kali lebih

lemah dibandingkan dengan bidang vertikal.

- Bidang yang membentuk sudut 45 0 atau lebih terhadap bidang horisontal

dianggap vertikal.

LxPx Hx H

L

1L Lv H

3

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

298

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Tabel 5.38 Perhitungan rembesan dan tekanan air tanah kondisi muka air normal

Titik

Garis Lane

Panjang Rembesan L

HW

Hx

Px LV LH 1/3LH Lx

A 0 0,000 0,00 15,63 7 7,00 7,000 A-B 1 B 1,00 15,63 7 8,00 7,552 B-C 1 0,333 C 1,33 15,63 7 8,00 7,403 C-D 3,5 D 4,83 15,63 7 4,50 2,335 D-E 1 0,333 E 5,17 15,63 7 4,50 2,186 E-F 3,5 F 8,67 15,63 7 8,00 4,119 F-G 2 0,667 G 9,33 15,63 7 8,00 3,820 G-H 0,5 H 9,83 15,63 7 7,50 3,096 H-I 1,5 0,500 I 10,33 15,63 7 7,50 2,872 I-J 1,5 J 11,83 15,63 7 9,00 3,700 J-K 1,5 0,500 K 12,33 15,63 7 9,00 3,476 K-L 0,25 L 12,58 15,63 7 8,75 3,114 L-M 1 0,333 M 12,92 15,63 7 8,75 2,965 M-N 0,75 N 13,67 15,63 7 9,50 3,379 N-O 1,82 0,607 O 14,27 15,63 7 9,50 3,108 O-P 1,36 P 15,63 15,63 7 8,14 1,139

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

299

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Tabel 5.39 Pehitungan gaya uplift pressure kondisi muka air normal

Gaya

Uraian

V Jarak Momen (ton) (m) (ton,m)

U B-C 0,5 x (7,552 + 7,403) x 1 7,29 12,32 89,81 U C-D 0,5 x (7,403 + 2,335) x 1 4,87 11,32 55,13 U D-E 0,5 x (2,335 + 2,186) x 1 2,26 10,32 23,32 U E-F 0,5 x (2,186 + 4,119) x 2 6,31 8,61 54,33 U F-G 0,5 x (4,119 + 3,82) x 2 7,94 6,82 54,15 U G-J 0,5 x (3,096 + 2,872) x 1,5 4,48 5,07 22,71 U J-K 0,5 x (3,7 + 3,476) x 1,5 5,38 3,57 19,21 U K-N 0,5 x (3,114 + 2,965) x 1 3,04 2,32 7,05 U N-O 0,5 x (3,379 + 3,108) x 1,82 5,90 0,91 5,37

Jumlah 47,47 331,09

d. Tekanan Hidrostatis

Tekanan hidrostatis pada keadaan muka air normal. Tabel 5.40 Perhitungan gaya hidrostatis keadaan muka air normal

Gaya

Uraian

Gaya Horizontal Jarak Momen (ton) (m) (ton.m)

Wh1 0,5 x 7,552 x 8 30,210 4,17 125,976 Wh2 1 x 2,872 2,870 1 2,870 Wh3 0,5 x( 3,7- 2,872) x 1 0,410 0,83 0,340 Wh4 2,965 x 0,5 1,480 0,25 0,370 Wh5 0,5 x (3,379-2,965) x 0,5 0,100 0,17 0,017 Wh6 2,335 x 3,5 -8,170 3,11 -25,409 Wh7 0,5 x (7,403-2,335) x 3,5 -8,870 2,53 -22,441 Wh8 0,5 x 3,108 x 1,36 -2,110 0,45 -0,950

Jumlah 15,920 80,774

e. Tekanan Tanah Aktif dan Pasif

Tekanan tanah aktif dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Pa = γs . Ka.H – 2 .C Ka

Dimana :

Ka = tan2 (45º - Ф/2)

= tan2 (45º - 41,41/2)

= 0,204

Pa = 1,811x.0,204x2,5 – 2x0,2 204,0

= 0,743 ton

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

300

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Tekanan tanah pasif dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Pp = γs.Kp.H + 2.C Kp

Dimana :

Kp = tan2 (45 + Ф/2)

= tan2 (45 + 41,41/2)

= 4,907

Pp = 1,811x4,907x1,36 + 2x0,2x 907,4

= 12,972 ton

Dimana :

Pa = tekanan tanah aktif

Pp = tekanan tanah pasif

Ф = sudut geser dalam = 41,41º

g = gravitasi bumi = 9,8 m/detik2

H = kedalaman tanah aktif dan pasif (m)

γs = berat jenis tanah jenuh air = 1,811 ton/m3

γw = berat jenis air = 1,0 ton/m3

Tabel 5.41 Perhitungan tekanan tanah

Gaya

Uraian

Gaya Horizontal Jarak Momen (ton) (m) (ton.m)

Pa 0,5 x 0,743 x 2,5 0,929 0,833 0,774 Pp 0,5 x 12,979 x 1,36 -8,826 0,453 -3,998

jumlah -7,897 -3,224

Tabel 5.42 Rekapitulasi gaya pada tubuh pelimpah keadaan normal

No Faktor Gaya Gaya (ton) Momen(ton.m) H V Mh Mv

1 Berat Konstruksi 102,19 819,65 2 Gaya Gempa -16,147 -66,35 3 Tekanan Uplift -47,470 -331,086 4 Gaya Hidrostatis -15,920 -80,774 5 Tekanan Tanah 7,897 3,224

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

301

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

5.14.2 Perhitungan Stabilitas untuk Kondisi Muka Air Normal

a. Stabilitas terhadap Guling

Untuk mengetahui nilai SF (faktor keamanan) bangunan spillway terhadap guling, maka

rumus yang dipakai adalah sebagai berikut :

Dimana :

SF = Faktor keamanan

M.V = Jumlah momen vertikal (t.m)

M.H = Jumlah momen horisontal (t.m)

SF 897,143564,488

1,5

= 3,395 > 1,5 (Aman)

Dengan didapatkannya nilai SF = 3,395 maka bangunan spillway yang ada dinyatakan

aman terhadap bahaya guling.

b. Stabilitas terhadap Geser

Guna mengetahui stabilitas spillway terhadap bahaya geser, maka ditinjau dengan

menggunakan rumus :

Dimana :

SF = Faktor keamanan

(V-U) = Jumlah gaya vertikal dikurangi gaya uplift pressure (t)

H = Jumlah gaya horisontal yang bekerja pada bangunan spillway (t)

SF 17,2472,54

1,5

= 2,264 > 1,5 (Aman)

Dari hasil perhitungan nilai SF = 2,264, dengan demikian bangunan spillway yang ada

dinyatakan aman terhadap bahaya geser.

M VSF 1,5

M H

V U

SF 1,5H

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

302

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

c. Stabilitas terhadap Piping

Guna mencegah pecahnya bagian hilir bangunan, harga keamanan terhadap erosi tanah

harus sekurang-kurangnya 2 (dua) (SF > 2).

Dengan menggunakan metode Lane yang disebut metode angka rembesan Lane, dapat

dihitung dengan rumus :

Dimana :

CL = Angka rembesan Lane

Lv = Jumlah panjang vertikal (m)

LH = Jumlah panjang horisontal (m)

H = Beda tinggi muka air (m)

233,27

27,336,123/1

HwLHLvCL --> aman (CL = 2)

Dari hasil perhitungan nilai CL = 2,333, dengan demikian bangunan spillway dinyatakan

aman terhadap bahaya piping.

d. Stabilitas terhadap Daya Dukung Tanah

Besarnya daya dukung tanah dipengaruhi oleh dalamnya pondasi, lebarnya pondasi, berat

isi tanah, sudut geser dalam dan kohesi dari tanah. Daya dukung tanah (ultimate bearing

capacity) dihitung dengan rumus pondasi menerus sebagai berikut (terzaghi) :

NBNzNCaq subqcult

Dimana :

qult = daya dukung ultimate (t/m2)

C = kohesi (t/m2)

sub = berat isi tanah jenuh air (t/m3)

= berat per satuan volume tanah (t/m3)

, = faktor yang tak berdimensi dari bentuk tapak pondasi

z = kedalaman pondasi = 1 m

B = lebar pondasi = 12,82 m

13L V HC L L / H

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

303

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Dari hasil penyelidikan tanah pada lokasi embung, tanah dasar untuk lokasi pondasi adalah

sebagai berikut:

sat tanah = 1,811 gr/cm3

sub tanah = sat tanah - air

= 1,811 – 1

= 0,811

c = 0,2 ton/m2

= 41,41°

maka diperoleh harga – harga dari Tabel faktor daya dukung terzaghi (interpolasi) sebagai

berikut:

Nc = 117,3

Nq = 108,9

N = 159,5

, = bentuk tapak pondasi adalah jalur atau strip, = 1, dan = 0.5

Perhitungan:

Qult = c×Nc + ×z×Nq + ×sub×B×N

Qult = 0,2 117,3+ 1,811 1108,9+ 0,50,81112,82159,5

= 1049,84 ton/m3

SF = safety Factor = 2,0 – 3.0

Faktor keamanan (Safety factor) diambil 3, maka besarnya daya dukung ijin tanah adalah:

384,1049

SFqult

ijin = 349,947 t/m2

untuk menghitung nilai stabilitas terhadap daya dukung tanah, maka perlu ditinjau

eksentrisitas terlebih dahulu (DR. Suyono). rumus yang digunakan adalah sebagai berikut

e = L/6≤2L-

ΣVΣM

= 6

12,82≤2

12,82-102,19

143,897-819,65

= 6,613 – 6,41 m < 2,70 m

= 0,203 m < 2,70 m (Aman)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

304

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

'61max

Le

LV

= )12,82

6x0,203+1(12,82102,19

= 8,728 T/m2 < 349,947 T/m2 (Aman)

'61min

Le

LV

= )12,82

6x0,203-1(12,82102,19

= 7,214 T/m2 > 0 T/m2 (Aman)

Dari hasil perhitungan di atas, dengan demikian bangunan spillway dinyatakan aman

terhadap daya dukung tanah.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

305

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Gambar 5.50 Diagram Kondisi Air Normal

wh1

wh3wh4wh5

wh6

wh7

wh8

wh2

Pa Pp

1.00 1.00 1.00 2.00 2.00 1.50 1.50 1.00 1.82 12.82

U B-CU C-D

U D-E

U F-G U G-J U J-KU K-N U N-O

U E-F

B

A

C

D E

F G

H I

JK

M

N O

P

B1

B2

B3

B5

B6

B4

B8 B9 B10

B11

B12 B13B14

B7

K1

K3

K4

K5

K6

K2

K8 K9 K10

K12 K13K14

K11

K7

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

306

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

5.15 Analisis Stabilitas Pelimpah pada Keadaan Banjir

5.15.1 Perhitungan Gaya yang Bekerja pada Tubuh Pelimpah Keadaan Banjir

a. Akibat Berat Sendiri

Rumus : G = V x γpas

Dimana : V = volume (m3)

γpas = 2,2 t/m3

Jarak ditinjau dari titik O, selanjutnya perhitungan disajikan dalam Tabel berikut: Tabel 5.43 Perhitungan gaya akibat berat sendiri

No

Luas γ Gaya Vertikal Titik O (m²) (ton/m³) (ton) Jarak (m) Momen (ton,m)

B1 7,20 2,2 15,84 11,82 187,23 B2 0,69 2,2 1,52 10,34 15,70 B3 3,75 2,2 8,25 10,11 83,41 B4 8,57 2,2 18,85 7,27 137,07 B5 3,50 2,2 7,70 12,32 94,86 B6 1,75 2,2 3,85 11,49 44,24 B7 0,16 2,2 0,35 9,55 3,36 B8 4,30 2,2 9,46 8,34 78,90 B9 5,48 2,2 12,06 6,82 82,22 B10 3,36 2,2 7,39 5,87 43,39 B11 6,22 2,2 13,68 2,88 39,41 B12 0,86 2,2 1,89 3,57 6,75 B13 0,61 2,2 1,34 2,32 3,11 B14 2,48 2,2 5,46 0,91 4,96

Gaya Vertikal 102,19 Momen 819,65

b. Gaya Gempa

Rumus : ad = n(ac x z)m

g

aE d

Dimana :

Ad = percepatan gempa rencana (cm/det2)

E = koeisien gempa

Maka :

ad = 151,72 cm2/det

15,0980

72,151

gaE d

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

307

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Dari koefisien gempa diatas, kemudian dicari besarnya gaya gempa dan momen akibat

gempa dengan rumus :

K = E x G

Dimana :

E = 0,15 (koefisien gempa)

G = berat bangunan (Ton)

K = gaya gempa Tabel 5.44 Perhitungan gaya akibat gempa

No

Gaya Vertikal Gaya Horizontal Titik O (ton) K = 0,15 x G Jarak Momen (ton.m)

K1 15,84 2,376 6,8 16,16 K2 1,52 0,228 7,94 1,81 K3 8,25 1,238 6,31 7,81 K4 18,85 2,828 5,37 15,19 K5 7,70 1,155 3,25 3,75 K6 3,85 0,578 3,83 2,21 K7 0,35 0,053 4,75 0,25 K8 9,46 1,419 3,33 4,73 K9 12,06 1,808 2,87 5,19 K10 7,39 1,109 3,12 3,46 K11 13,68 2,053 2,32 4,76 K12 1,89 0,284 0,93 0,26 K13 1,34 0,201 1,06 0,21 K14 5,46 0,818 0,68 0,56

jumlah 16,147 Momen 66,35

c. Perhitungan Uplift Pressure Kondisi Muka Air Banjir

Perhitungan uplift pressure mamakai rumus :

Dimana :

Px = Gaya angkat pada titik x (T/m2)

Hx = Tinggi titik yang ditinjau ke muka air atau tinggi energi di hulu pelimpah (m)

Lx = Jarak sepanjang bidang kontak dari hulu sampai x (m)

H = Beda tinggi energi (m)

L = Panjang total bidang kontak bangunan dan tanah bawah (m)

LxPx Hx H

L

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

308

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

L dan Lx ditentukan menurut cara angka rembesan Lane dimana :

- Bidang horisontal memiliki daya tahan tehadap aliran (rembesan) 3 kali lebih

lemah dibandingkan dengan bidang vertikal.

- Bidang yang membentuk sudut 45 0 atau lebih terhadap bidang horisontal

dianggap vertikal.

Tabel 5.45 Perhitungan rembesan dan tekanan air tanah kondisi muka air banjir

Titik

Garis Lane

Panjang Rembesan L

HW

Hx

Px LV LH 1/3LH Lx

A 0 0,000 0,00 15,63 7,17 8,17 8,170 A-B 1 B 1,00 15,63 7,17 9,17 8,711 B-C 1 0,333 C 1,33 15,63 7,17 9,17 8,558 C-D 3,5 D 4,83 15,63 7,17 5,67 3,453 D-E 1 0,333 E 5,17 15,63 7,17 5,67 3,300 E-F 3,5 F 8,67 15,63 7,17 9,17 5,194 F-G 2 0,667 G 9,33 15,63 7,17 9,17 4,888 G-H 0,5 H 9,83 15,63 7,17 8,67 4,159 H-I 1,5 0,500 I 10,33 15,63 7,17 8,67 3,930 I-J 1,5 J 11,83 15,63 7,17 10,17 4,742 J-K 1,5 0,500 K 12,33 15,63 7,17 10,17 4,512 K-L 0,25 L 12,58 15,63 7,17 9,92 4,148 L-M 1 0,333 M 12,92 15,63 7,17 9,92 3,995 M-N 0,75 N 13,67 15,63 7,17 10,67 4,401 N-O 1,82 0,607 O 14,27 15,63 7,17 10,67 4,122 O-P 1,36 P 15,63 15,63 7,17 9,31 2,138

1L Lv H

3

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

309

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Tabel 5.46 Pehitungan gaya uplift pressure kondisi muka air banjir

Gaya

Uraian

V Jarak Momen (ton) (m) (ton,m)

U B-C 0,5 x (8,711+ 8,558) x 1 8,64 12,32 106,44 U C-D 0,5 x (8,558 + 3,453) x 1 6,01 11,32 68,03 U D-E 0,5 x (3,453 + 3,3) x 1 3,34 10,32 34,47 U E-F 0,5 x (3,3 + 5,194) x 2 8,45 8,61 72,75 U F-G 0,5 x (5,194 + 4,88) x 2 10,07 6,82 68,68 U G-J 0,5 x (4,159 + 3,93) x 1,5 6,07 5,07 30,77 U J-K 0,5 x (4,472 +4,512) x 1,5 6,74 3,57 24,06 U K-N 0,5 x (4,148+ 3,995) x 1 4,07 2,32 9,44 U N-O 0,5 x (4,401 + 4,112) x 1,82 7,75 0,91 7,05

Jumlah 61,14 421,71

d. Tekanan Hidrostatis

Tekanan hidrostatis dihitung pada keadaan banjir. Tabel 5.47 Perhitungan gaya hidrostatis

Gaya

Uraian

Gaya Horizontal Gaya Vertikal Jarak X Jarak Y Momen V Momen H (ton) (ton) (m) (m) (ton,m) (ton,m)

Wh1 0,5 x 8,711 x 9,17 39,940 4,560 182,126 Wh2 1 x 3,93 3,930 1,000 3,930 Wh3 0,5 x( 4,742- 3,93) x 1 0,406 0,830 0,337 Wh4 3,995 x 0,5 1,990 0,250 0,498 Wh5 0,5 x (4,401-3,995) x 0,5 0,100 0,170 0,017 Wh6 0,5 x 4,112 x 3,5 -7,190 1,170 -8,412 Wh7 0,5 x 3,21 x 2,14 x 1 3,440 1,070 3,681 Wh8 3,453 x 3,5 -12,090 3,25 -39,293 Wh9 0,5 x (8,558-3,453) x 3,5 -8,930 2,670 -23,843

Jumlah -21,020 3,440 3,681 115,360

e. Tekanan Tanah Aktif dan Pasif

Tekanan tanah aktif dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Pa = γs . Ka.H – 2 .C Ka

Dimana :

Ka = tan2 (45º - Ф/2)

= tan2 (45º - 41,41/2)

= 0,204

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

310

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Pa = 1,811x.0,204x2,5 – 2x0,2 204,0

= 0,743 ton

Tekanan tanah pasif dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Pp = γs.Kp.H + 2.C Kp

Dimana :

Kp = tan2 (45 + Ф/2)

= tan2 (45 + 41,41/2)

= 4,907

Pp = 1,811x4,907x1,36 + 2x0,2x 907,4

= 12,972 ton

Dimana :

Pa = tekanan tanah aktif

Pp = tekanan tanah pasif

Ф = sudut geser dalam = 41,41º

g = gravitasi bumi = 9,8 m/detik2

H = kedalaman tanah aktif dan pasif (m)

γs = berat jenis tanah jenuh air = 1,811 ton/m3

γw = berat jenis air = 1,0 ton/m3

Tabel 5.48 Perhitungan tekanan tanah

Gaya

Uraian

Gaya Horizontal Jarak Momen (ton) (m) (ton,m)

Pa 0,5 x 0,743 x 2,5 0,929 0,833 0,774 Pp 0,5 x 12,979 x 1,36 -8,826 0,453 -3,998

jumlah -7,897 -3,224

Tabel 5.49 Rekapitulasi gaya-gaya yang bekerja pada tubuh pelimpah

No Faktor Gaya Gaya Momen H V Mh Mv

1 Berat Konstruksi 102,19 819,65 2 Gaya Gempa -16,147 -66,35 3 Tekanan Uplift -61,140 -421,710 4 Gaya Hidrostatis -21,020 3,440 -115,360 3,681 5 Tekanan Tanah 7,897 3,224

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

311

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

5.15.2 Perhitungan Stabilitas untuk Kondisi Muka Air Banjir

a. Stabilitas terhadap Guling

Untuk mengetahui nilai SF (faktor keamanan) bangunan spillway terhadap guling, maka

rumus yang dipakai adalah sebagai berikut :

Dimana :

SF = Faktor keamanan

M.V = Jumlah momen vertikal (t.m)

M.H = Jumlah momen horisontal (t.m)

SF 483,178621,401

1,5

= 2,25 > 1,5 (Aman)

Dengan didapatkannya nilai SF = 2,25 maka bangunan spillway yang ada dinyatakan aman

terhadap bahaya guling.

b. Stabilitas terhadap Geser

Guna mengetahui stabilitas spillway terhadap bahaya geser, maka ditinjau dengan

menggunakan rumus :

Dimana :

SF = Faktor keamanan

(V-U) = Jumlah gaya vertikal dikurangi gaya uplift pressure (t)

H = Jumlah gaya horisontal yang bekerja pada bangunan spillway (t)

SF 27,2949,44

1,5

= 1,52 > 1,5 (Aman)

Dari hasil perhitungan nilai SF = 1,52, dengan demikian bangunan spillway yang ada

dinyatakan aman terhadap bahaya geser.

M VSF 1,5

M H

V U

SF 1,5H

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

312

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

c. Stabilitas terhadap Piping

Guna mencegah pecahnya bagian hilir bangunan, harga keamanan terhadap erosi tanah

harus sekurang-kurangnya 2 (dua) (SF > 2).

Dengan menggunakan metode Lane yang disebut metode angka rembesan Lane, dapat

dihitung dengan rumus :

Dimana :

CL = Angka rembesan Lane

Lv = Jumlah panjang vertikal (m)

LH = Jumlah panjang horisontal (m)

H = Beda tinggi muka air (m)

18,217,7

27,336,123/1

HwLHLvCL --> aman (CL = 2)

Dari hasil perhitungan nilai CL = 2,18, dengan demikian bangunan spillway dinyatakan

aman terhadap bahaya piping.

d. Stabilitas terhadap Daya Dukung Tanah

Besarnya daya dukung tanah dipengaruhi oleh dalamnya pondasi, lebarnya pondasi, berat

isi tanah, sudut geser dalam dan kohesi dari tanah. Daya dukung tanah (ultimate bearing

capacity) dihitung dengan rumus pondasi menerus sebagai berikut (terzaghi) :

NBNzNCaq subqcult

Dimana :

qult = daya dukung ultimate (t/m2)

C = kohesi (t/m2)

sub = berat isi tanah jenuh air (t/m3)

= berat per satuan volume tanah (t/m3)

, = faktor yang tak berdimensi dari bentuk tapak pondasi

z = kedalaman pondasi = 1 m

B = lebar pondasi = 12,82 m

13L V HC L L / H

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

313

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Dari hasil penyelidikan tanah pada lokasi embung, tanah dasar untuk lokasi pondasi adalah

sebagai berikut:

sat tanah = 1,811 gr/cm3

sub tanah = sat tanah - air

= 1,811 – 1

= 0,811

c = 0,2 ton/m2

= 41,41°

maka diperoleh harga – harga dari Tabel faktor daya dukung terzaghi (interpolasi) sebagai

berikut:

Nc = 117,3

Nq = 108,9

N = 159,5

, = bentuk tapak pondasi adalah jalur atau strip, = 1, dan = 0.5

Perhitungan:

Qult = c×Nc + ×z×Nq + ×sub×B×N

Qult = 0,2 117,3+ 1,811 1108,9+ 0,50,81112,82159,5

= 1049,84 ton/m3

SF = safety Factor = 2,0 – 3.0

Faktor keamanan (Safety factor) diambil 3, maka besarnya daya dukung ijin tanah adalah:

384,1049

SFqult

ijin = 349,947 t/m2

untuk menghitung nilai stabilitas terhadap daya dukung tanah, maka perlu ditinjau

eksentrisitas terlebih dahulu (DR. Suyono). rumus yang digunakan adalah sebagai berikut

e = L/6≤2L-

ΣVΣM

= 6

12,82≤2

12,82-105,63

178,483-823,33

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

314

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

= 6,105 – 6,41 m < 2,70 m

= - 0,305 m < 2,70 m (Aman)

'61max

Le

LV

= )12,82

6x0,305+1(12,82105,63

= 9,416 T/m2 < 349,947 T/m2 (Aman)

'61min

Le

LV

= )12,82

6x0,305-1(12,82105,63

= 7,063 T/m2 > 0 T/m2 (Aman)

Dari hasil perhitungan di atas, dengan demikian bangunan spillway dinyatakan aman

terhadap daya dukung tanah.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

315

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Gambar 5.51 Diagram Kondisi Air Banjir

B

A

C

D E

F G

H I

JK

M

N O

P

B1

B2

B3

B5

B6

B4

B8 B9 B10

B11

B12 B13B14

B7wh1

wh3wh4wh5

wh8 wh9

wh6 wh2Pa Pp

1.00 1.00 1.00 2.00 2.00 1.50 1.50 1.00 1.82

12.82

U B-CU C-D

U D-E

U F-G U G-J U J-KU K-N U N-OU E-F

wh7

K1K3

K4

K5

K6

K2

K8 K9 K10

K12 K13 K14

K11

K7

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

316

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

5.16 Tebal Lantai Olakan Tabel 5.50 Perhitungan garis rembesan lane kondisi Normal

Titik

Garis Lane

Panjang Rembesan L

HW

Hx

Px LV LH 1/3LH Lx

A 0 0,000 0,00 19,16 7 7,00 7,000 A-B 1 B 1,00 19,16 7 8,00 7,635 B-C 1 0,333 C 1,33 19,16 7 8,00 7,513 C-D 3,5 D 4,83 19,16 7 4,50 2,734 D-E 1 0,333 E 5,17 19,16 7 4,50 2,613 E-F 3,5 F 8,67 19,16 7 8,00 4,834 F-G 2 0,667 G 9,33 19,16 7 8,00 4,591 G-H 0,5 H 9,83 19,16 7 7,50 3,908 H-I 1,5 0,500 I 10,33 19,16 7 7,50 3,725 I-J 1,5 J 11,83 19,16 7 9,00 4,678 J-K 1,5 0,500 K 12,33 19,16 7 9,00 4,495 K-L 0,25 L 12,58 19,16 7 8,75 4,154 L-M 1 0,333 M 12,92 19,16 7 8,75 4,032 M-N 0,75 N 13,67 19,16 7 9,50 4,508 N-O 1,82 0,607 O 14,27 19,16 7 9,50 4,286 O-P 1,36 P 15,63 19,16 7 8,14 2,429 P-Q 6,5 2,17 Q 17,80 19,16 7 8,14 1,637 Q-R 1,36 R 19,16 19,16 7 9,5 2,500

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

317

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Untuk memperhitungkan tebal lantai belakang (kolam olak), digunakan rumus sebagai

berikut :

dx ≥ pas

WxPxSf.

Dimana :

Dx = Tebal lantai pada titik x

Px = Gaya angkat pada titik x

Wx = Kedalaman air pada titik x

pas = Berat jenis bahan (2,2 ton/m³)

Sf = Faktor keamanan (1,5)

Perhitungan :

Px = Hx – (Lx.Hw/L)

= 8,14 – (17,8 x 7 / 19,16)

= 1,637

dx ≥ 2,2

0637,15,1 x

≥ 1,12 m

Direncanakan tebal lantai kolam olak dibuat 1,2 m

Kontrol :

Sf = pasWxPx

dx .

= 2,20637,1

2,1 x

= 1,613 > 1,5 (Aman)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

318

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

5.17 Bangunan Penyadap

Bangunan penyadap dalam perencanaan ini digunakan type penyadap menara, hasil sadapan

kemudian dialirkan ke unit pengolahan sesuai dengan kebutuhan debit untuk air baku.

Gambar 5.52 Komponen bangunan penyadap

5.17.1 Pipa Penyalur

perencanaan ini, pipa penyalur selain berfungsi sebagai penyadap juga sebagai

penggelontoran lumpur mengingat terjadinya sedimentasi yang terjadi di dalam kolam

tampungan (embung). Untuk menghindari penyadapan air yang keruh, diusahakan agar

penyadap pada bagian atas dinding terowongan dibuat 2 sampe 3 lubang. Lubang ini

berfungsi sebagi penyadap air, sedangkan bagian paling bawah sebagai penggelontoran

lumpur.

Dimensi pipa vacuum ditentukan perhitungan sebagi berikut :

C = koefisien debit = 0,62

Qkbthn = debit kebutuhan air

g = percepatan gravitasi = 9,8 m/det2

h = tinggi air dari titik tengah lubang ke permukaan = 3,5 m

Lubang udara

Pipa penyalur

Ruang operasi

pintu, katup, saringan pada lubang penggelontor sedimen

Menara penyadap

Pintu, saringan pada lubang penyadap

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

319

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Tabel 5.51 Perhitungan debit berdasarkan prosentase bukaan pintu

H Q50 Q60 Q70 Q80 Q90 Q100 1,0 0,3433 0,4119 0,4806 0,5493 0,6179 0,6866 1,5 0,4204 0,5045 0,5886 0,6727 0,7568 0,8409 2,0 0,4855 0,5826 0,6797 0,7768 0,8739 0,9709 2,5 0,5428 0,6513 0,7599 0,8684 0,9770 1,0856 3,0 0,5946 0,7135 0,8324 0,9513 1,0702 1,1892 3,5 0,6422 0,7707 0,8991 1,0276 1,1560 1,2844 4,0 0,6866 0,8239 0,9612 1,0985 1,2358 1,3731 4,5 0,7282 0,8739 1,0195 1,1651 1,3108 1,4564 5,0 0,7676 0,9211 1,0746 1,2282 1,3817 1,5352 5,5 0,8051 0,9661 1,1271 1,2881 1,4491 1,6101 6,0 0,8409 1,0090 1,1772 1,3454 1,5136 1,6817 6,5 0,8752 1,0502 1,2253 1,4003 1,5754 1,7504 7,0 0,9082 1,0899 1,2715 1,4532 1,6348 1,8165 7,5 0,9401 1,1281 1,3162 1,5042 1,6922 1,8802 8,0 0,9709 1,1651 1,3593 1,5535 1,7477 1,9419 8,5 1,0008 1,2010 1,4012 1,6013 1,8015 2,0017 9,0 1,0298 1,2358 1,4418 1,6478 1,8537 2,0597

Bukaan pintu = 80%

Pintu berbentuk persegi ukuran 0,5m x 0,5m, maka :

Luas penampang yang melewati pintu :

A = 0,5m x 0,4m = 0,2m2

Debit dan kecepatan aliran yang melintasi pintu adalah :

Gambar 5.53 Skema pengaliran dalam penyalur kondisi pintu terbuka 80%

h = 0,4 m (bukaan pintu 80%)

Pipa ventilasi

D = 0,5 m

H Pintu

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

320

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Debit air pada saat pintu dibuka 80% (Qw)

hgCxAxQ .2

5,38,922,062,0 xxxxQ

m3/det

Kecepatan (V)

det/135,52,0

027,1 mAQV

Bilangan Froude (F)

834,18,08,92

135,52

xxxgxh

VF

Volume udara yang dibutuhkan :

det/176,0135,51834,104,0 385,0 mxQa

Luas penampang dan diameter pipa ventilasi (Aa)

20080,020176,0 m

VQ

Aa

aa

(kecepatan angin dalam pipa penyalur udara (Va) diambil sama dengan 20 m2/det)

Diameter pipa vacum :

mxAD a 106,0

14,30080,044

Dari perhitungan di atas, maka digunakan pipa hume berdiameter 20 cm.

5.17.2 Perhitungan Dimensi Pipa Pengambilan

Dimensi pipa pengambilan dihitung berdasarkan besarnya debit yang disediakan untuk

melayani kebutuhan air baku. Sistem distribusi air dari embung untuk keperluan air baku

penduduk dilakukan dengan sistem gravitasi, yang didesain sebagai pipa bertekanan. Hal

ini dimaksudkan agar kehilangan selama pendistribusian ke pemakai tidak secara menerus

(continue), tetapi sesuai dengan kebutuhan pemakai.

Vtamp = 82.000 m3

Qkbthan = 0,949 m3/det

I pipa pengambilan = 0,13

C = 0,62

027,1Q

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

321

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Rumus yang digunakan adalah :

21

321 xIxR

nAxQ

oAR

xdO

2

41 xdxA

Perhitungan :

21

32

2 13,025,0015,01785,0949,0 xxdxxxd

67,2488,7949,0 xd

mmd 5,0461,0

5.17.3 Perhitungan Konstruksi Pintu Air

Konstruksi pintu umumnya terdiri dari sistem balok memanjang atau melintang dan pelat

baja (Bj 3700 dengan σ = 2400 Kg/cm2 dan σijin = 1600 Kg/cm2) yang diletakkan pada

sistem balok-balok tersebut. Tegangan pada balok-balok yang disebabkan oleh tekanan-

tekanan hidrostatis dapat dihitung dengan pembebanan yang merata sepanjang balok-balok

tersebut yang bertumpu pada kedua ujungnya. Sedangkan tegangan yang terjadi pada plat

baja yang merupakan bidang persegi panjang bertumpuan pada sekeliling tepinya, dapat

dihitung dengan rumus Bach sebagai berikut :

xPtbx

baaxKxf maks

2

22

2

21

58375,85,05,05,0

5,08,0212400

2

22

2

xt

xxx

25,099,1397

t

cmt 01337,099,1397

5,0

Dimana :

a,b = panjang sisi-sisi bidang persegi panjang (cm)

t = tebal lembaran baja (cm)

P = tekanan air

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

322

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

K = Koefisien yang bergantung dari kondisi tumpuan (dalam keadaan tumpuan

tetap K = 0,8)

f = tegangan (Kg/cm2)

Gambar 5.54 Gaya tekanan air yang terjadi pada pintu

Dari bentuk tekanan diatas maka didapat gaya sebesar :

airxxxF 5,05,075,325,321

9810875,0 xF

KNF 58375,8

Gambar 5.55 Skema tekanan hidrolis dari plat baja yang didukung oleh balok-balok cabang

vertikal.

balok melintang

0,5 m

0,5 m

3,75 x γ air

tekanan air Pintu

3,25 x γair

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

323

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Dari gambar 5.56 Momen maksimal yang terjadi pada balok melintang dengan bentuk

beban 2 segitiga. Dari bentuk beban trapesium ini didapat gaya merata sebesar :

mKNxxxq /073,158375,825,0125,0

Gambar 5.56 Pemodelan beban pada balok vertikal

2

81 xqxlM maks

25,0073,1

81 xx

KNm034,0

WxM maks

2400340

Wx

3142,0 cmWx

Dipakai pelat besi 50 x 10 dengan Wx = 0,833 cm3

beban q

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

324

 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

BAB VI

RENCANA KERJA DAN SYARAT-SYARAT ( RKS )

6.1 Syarat-Syarat Umum dan Administrasi

6.1.1 Ketentuan dan Persyaratan Umum

Pasal 1

Umum

1.1 Atas nama Pemerintah Republik Indonesia, Badan Perencanaan Pembangunan

Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Sleman dalam hal ini selanjutnya bertindak sebagai

Pendiri/Pemilik Bangunan (Owner/Bouwheer), mengundang pemborong yang

masuk dalam Daftar Rekanan Terseleksi untuk mengajukan penawaran dalam

Pekerjaan Pembangunan Embung Tambakboyo..

1.2 Sumber dana Pekerjaan Pembangunan Embung Tambakboyo. ini berasal dari

APBN murni.

1.3 Penawaran harus disiapkan dan diajukan sesuai petunjuk-petunjuk yang tercantum

dalam dokumen ini. Petunjuk ini kemudian menjadi bagian yang tidak terpisahkan

dari Dokumen Kontrak.

Pasal 2

Syarat – syarat Peserta Lelang

2.1 Mereka yang berhak mengikuti lelang adalah :

a. Memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjalankan

usaha/kegiatan sebagai penyedia barang/jasa.

b. Memiliki keahlian, pengalaman, kemampuan teknis dan manajerial untuk

menyediakan barang/jasa.

c. Sebagai wajib pajak sudah memenuhi kewajiban perpajakan tahun terakhir,

dibuktikan dengan melampirkan fotokopi bukti tanda terima penyampaian Surat

Pajak Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) tahun terakhir dan fotokopi Surat

Setoran Pajak (SSP) PPh.

d. Tidak pailit yang dinyatakan dalam Daftar Rekanan Mampu (DRM).

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

325

 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

Pasal 3

Pemberian Penjelasan

3.1 Pemberian penjelasan (Aanwijzing) akan diadakan pada :

a. Hari :

b. Tanggal :

c. Tempat :

d. Jam :

3.2 Apabila dianggap perlu diadakan rapat Pemberian Penjelasan lanjutan pada waktu

dan tempat yang akan ditetapkan pada rapat Pemberian Penjelasan yang pertama.

3.3 Dari hasil Pemberian Penjelasan dibuat “Berita Acara Penjelasan” yang juga

merupakan bagian dari Dokumen Kontrak Pemborong. Risalah penjelasan ini

ditandatangani oleh 2 (dua) orang wakil rekanan.

3.4 Risalah penjelasan ini dapat diambil pemborong yang berkepentingan pada :

a. Hari :

b. Tanggal :

c. Tempat :

d. Jam :

3.5 Bagi mereka yang tidak mengikuti atau menghadiri Rapat Penjelasan, tidak boleh

mengikuti atau memasukkan Penawaran.

Pasal 4

Jaminan Penawaran dan Pelaksanaan

4.1 Jaminan Penawaran untuk pelelangan ini adalah sebesar 1-3 % dari nilai kontrak,

berupa surat Jaminan Bank Pembangunan Daerah dan jangka waktu berlakunya

ditetapkan oleh panitia pelelangan.

4.2 Bagi Pemborong atau Kontraktor yang tidak memenangkan pelelangan ini, jaminan

lelang tersebut akan dikembalikan atau dapat diambil 6 (enam) hari setelah

pengumuman pemenang lelang.

4.3 Jaminan Penawaran menjadi milik Negara bila peserta mengundurkan diri setelah

memasukkan Surat Penawaran, atau mengundurkan diri setelah ditunjuk sebagai

Pemenang Lelang.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

326

 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

4.4 Bagi yang memenangkan pelelangan ini, jaminan tersebut akan dikembalikan setelah

menggantinya dengan Jaminan Pelaksanaan yang besarnya 5 % dari nilai kontrak

dan berjangka waktu sampai penyelesaian pekerjaan.

4.5 Jaminan Pelaksanaan dapat dikembalikan apabila pekerjaan sudah diserahkan yang

pertama kalinya dan diterima baik oleh Pimpinan Proyek (disertai Berita Acara

Penyerahan Pertama).

Pasal 5

Pelelangan

5.1 Pelelangan akan diadakan menurut Peraturan yang berlaku sesuai Keppres No.17

dan No. 80 Tahun 2003 serta perubahan-perubahan pada saat Rapat Penjelasan.

5.2 Yang tidak diperkenankan ikut sebagai peserta atau penjamin dalam Pelelangan ini

adalah :

a. Pegawai Negeri, Pegawai Badan Usaha Milik Negara atau Pegawai Hak Milik

Pemerintah.

b. Mereka yang dinyatakan pailit.

c. Mereka yang dalam keikutsertaannya akan bertentangan dengan tugasnya.

5.3 Pemasukan Surat Penawaran paling lambat pada :

a. Hari :

b. Tanggal :

c. Tempat :

d. Jam :

5.4 Pembukaan Surat Penawaran akan dilaksanakan pada :

a. Hari :

b. Tanggal :

c. Tempat :

d. Jam :

5.5 Wakil Pemborong yang mengikuti atau menghadiri pelelangan harus membawa surat

kuasa bermaterai Rp. 6.000,- dari Direktur Kontraktor dan bertanggung jawab

penuh.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

327

 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

SURAT PENAWARANProyek Pekerjaan Pembangunan Bendung DanawarihKotamadia TegalJawa Tengah

Kepada :Yth. : Pimpinan Proyek PekerjaanPembangunan Bendung Danawarihdi Tegal

Pasal 6

Sampul Surat Penawaran

6.1 Sampul Surat Penawaran berukuran 25 x 40 cm, berwarna putih dan tidak tembus

baca.

6.2 Sampul Surat Penawaran yang berisi surat-surat Penawaran lengkap dengan

lampiran-lampirannya, supanya ditutup (dilem) dan diberi lak 5 (lima) tempat dan

tidak boleh diberi kode cap perusahaan atau kode lainnya.

6.3 Sampul Surat Penawaran di sebelah kiri atas dan di sebelah kanan supaya ditulis

sesuai contoh (lihat contoh sampul Penawaran berikut ini).

Bagian Muka :

Bagian Belakang :

SURAT PENAWARAN Proyek Pekerjaan Pembangunan Embung Tambakboyo.

Kepada Yth : Pimpinan Proyek Pekerjaan Pembangunan Embung Tambakboyo.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

328

 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

Pasal 7

Sampul Penawaran Yang Tidak Sah

7.1 Sampul surat dibuat menyimpang atau tidak sesuai dengan syarat-syarat pada Pasal

5.

7.2 Sampul Surat Penawaran terdapat tanda-tanda lain di luar syarat-syarat yang telah

ditentukan dalam Pasal 6.

7.3 Dicantumkan nomor surat keluar.

Pasal 8

Persyaratan Penawaran

8.1 Penawaran yang diminta adalah penawaran yang benar-benar lengkap menurut

gambar bestek, peraturan-peraturan yang telah ditentukan, serta Berita Acara Rapat

Penjelasan (Aanwijzing).

8.2 Surat Penawaran, Surat Pernyataan dan Daftar Rencana Anggaran Biaya (RAB)

supaya dibuat di atas kertas yang ada kopstok masing-masing perusahaan

(Kontraktor) dan harus ditandatangani oleh Direksi Pemborong yang bersangkutan

dan di bawah tanda tangan disebutkan nama lengkap.

8.3 Apabila Surat Penawaran tidak ditandatangani oleh Direktur Pemborong sendiri,

maka harus dilampiri :

a. Surat Kuasa dari Direktur Pemborong yang bersangkutan dan diberi materai Rp.

6.000,-.

b. Foto copy Akte Pendirian Badan Hukum.

8.4 Surat Penawaran dibuat rangkap 7 (tujuh) lengkap dengan lampiran dan Surat

Penawaran yang asli diberi materai Rp. 6.000,- dan materai diberi tanggal, terkena

tanda tangan si Penawar dan juga Cap Perusahaan.

8.5 Surat Penawaran termasuk lampiran-lampirannya dimasukkan ke dalam sampul

Surat Penawaran yang tertutup sesuai dengan yang tercantum pada Pasal 13.

8.6 Lampiran-lampiran Surat Penawaran :

a. Rencana Anggaran Biaya yang memuat uraian pekerjaan, volume, harga satuan

pekerjaan, jumlah harga, jumlah total harga dan keuntungan Pemborong

(Kontraktor).

b. Daftar harga satuan dan upah kerja serta daftar analisa satuan pekerjaan.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

329

 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

c. Rencana kerja (Time Schedule) dalam bentuk Bar Chart dan kurva “S” satu

lembar.

d. Daftar tenaga kerja.

e. Daftar peralatan yang dimiliki dan yang akan disewa.

f. Surat kualifikasi terbaru dan masih berlaku.

g. Surat kesanggupan bermaterai Rp. 6.000,-.

h. Foto copy NPWP yang masih berlaku.

i. Foto copy SIUJK yang masih berlaku.

j. Foto copy TDR bidang pekerjaan sipil yang masih berlaku.

k. Foto copy Surat Jaminan Penawaran atau Tender Garansi yang masih berlaku.

l. Foto copy akte pendirian perusahaan.

m. Foto copy anggota GAPENSI atau KADIN yang masih berlaku.

n. Foto copy PKP (Pengusaha Kena Pajak).

8.7 Bagi Pemborong (kontraktor) yang sudah memasukkan Surat Penawaran tidak dapat

mengundurkan diri dan apabila ditunjuk sebagai pemenang terikat untuk

melaksanakan pekerjaan dan menyelesaikannya sesuai dengan penawaran yang

diajukan.

8.8 Apabila pemborong (kontraktor) yang telah ditunjuk mengundurkan diri, maka

pekerjaan diberikan kepada pemenang kedua, apabila yang bersangkutan menerima

persyaratan yang sama dengan pemenang pertama.

8.9 Bagi peserta yang tidak mendapatkan pekerjaan, maka tender garansi dapat diambil

setelah ada pengumuman lelang.

Pasal 9

Surat Penawaran Yang Tidak Sah

9.1 Surat Penawaran yang tidak dimasukkan dalam sampul tertutup yang telah

ditentukan panitia.

9.2 Surat Penawaran, Surat Pernyataan dan Daftar Rencana Anggaran Biaya (RAB)

serta surat-surat lainnya yang tidak dibuat di atas kertas kop nama perusahaan yang

bersangkutan.

9.3 Surat Penawaran yang tidak ditandatangani oleh penawar.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

330

 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

9.4 Surat Penawaran yang tidak bermaterai dan tidak diberi tanggal serta tidak terkena

tanda tangan oleh penawar atau tidak ada stampel perusahaan, dalam hal ini

kekurangan dapat dipenuhi pada saat pembukaan pelelangan.

9.5 Harga penawaran yang tertulis dengan angka tidak sama dengan yang ditulis dengan

huruf.

9.6 Jumlah penawaran yang tertulis dengan angka maupun dengan huruf tidak jelas

besarnya (buram sama sekali dan tidak dapat dibaca).

9.7 Surat penawaran yang diajukan dalam syarat lain tidak sesuai dengan syarat-syarat

yang telah ditetapkan.

9.8 Syarat penawaran yang tidak terdapat pernyataan yang jelas bahwa penawaran

tunduk pada ketentuan-ketentuan yang termuat dalam pelelangan.

9.9 Terdapat salah satu lampiran surat penawaran yang tidak ditandatangani oleh

penawar dan tidak diberi stempel perusahaan kecuali foto copy.

9.10 Surat penawaran dari pemborong atau kontraktor yang tidak diundang.

9.11 Surat penawaran yang tidak lengkap lampirannya sesuai dengan ketentuan dalam

Pasal 7 ayat 6.

Pasal 10

Pemasukan Penawaran

10.1 Pembukaan surat penawaran dilakukan oleh panitia pelelangan di hadapan para

peserta pelelangan pada waktu yang telah ditentukan panitia pelelangan.

10.2 Sebagai unsur pemeriksaan adalah 2 (dua) wakil dari peserta lelang yang

mendampingi panitia pelelangan dalam pemeriksaan surat penawaran yang masuk.

10.3 Keputusan yang sah dan tidaknya suatu penawaran berada di tangan panitia.

10.4 Atas pembukaan sampul dan penetapan sah atau tidaknya suatu penawaran, harga-

harga penawaran dan lain-lain peristiwa pada penyelenggaraan pelelangan dibuatkan

berita acara pembukaan surat penawaran pelelangan yang ditandatangani oleh

panitia pelelangan dan sekurang-kurangnya oleh 2 (dua) orang wakil peserta.

10.5 Keputusan mengenai hasil pelelangan akan diberitahukan oleh panitia pelelangan

kepada masing-masing peserta lelang.

10.6 Pemberi tugas dan panitia lelang tetap berwenang untuk tidak memberikan alas an-

alasan berhasil atau tidaknya suatu penawaran.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

331

 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

10.7 Penetapan pelelangan diputuskan oleh Kepala Bagian BAPPEDA Kabupaten

Sleman.

Pasal 11

Calon Pemenang

11.1 Panitia lelang menilai calon pemenang yang sah dan menetapkan 3 (tiga) calon

pemenang untuk diusulkan pada Pimpinan Proyek dalam menentukan pemenang

lelang.

11.2 Penilaian surat penawaran dilakukan berdasarkan :

a. Kriteria-kriteria seperti yang tercantum dalam Keppres. No. 17 dan No. 80

Tahun 2003.

b. Persyaratan teknis dan administrasi sesuai yang telah ditentukan.

c. Kesesuaian dengan rencana kerja dan syarat-syarat yang telah diberikan.

d. Kewajaran harga dan memperhatikan harga pasar.

e. Harga standar yang telah diberikan.

11.3 Pemilihan peserta lelang yang akan menjadi calon pemenang dilihat dari

kelengkapan persyaratan, perhitungan harga yang ditawarkan dapat

dipertanggungjawabkan dan penawaran tersebut adalah yang terendah di antara

penawaran yang memenuhi syarat.

11.4 Jika 2 (dua) peserta atau lebih mengajukan harga penawaran yang sama, maka

panitia memilih peserta yang menurut pertimbangan mempunyai kecakapan dan

kemampuan yang terbesar. Jika bahan-bahan untuk menentukan pilihan itu tidak

ada, maka pemilihan dilakukan dengan undian, hal ini dicatat dalam Berita Acara.

11.5 Calon pemenang harus sudah ditetapkan selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari

setelah pembukaan Surat Penawaran.

Pasal 12

Pengumuman Pemenang

12.1 Penetapan pemenang lelang diputuskan oleh pejabat yang berwenang.

12.2 Pengumuman pemenang dilakukan oleh panitia lelang secara luas setelah penetapan

pemenang dari pejabat yang berwenang.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

332

 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

12.3 Kepada rekanan yang berkeberatan atas penetapan pemenang pelelangan, diberikan

kesempatan untuk mengajukan sanggahan secara tertulis kepada pejabat yang

bersangkutan selambat-lambatnya dalam waktu 4 (empat) hari setelah pengumuman

atau penetapan pemenang dan sanggahan hanya dapat diajukan terhadap pelaksanaan

prosedur pelelangan.

12.4 Jawaban terhadap sanggahan diberikan secara tertulis selambat-lambatnya dalam

waktu 4 (empat) hari kerja setelah diterimanya sanggahan tersebut.

Pasal 13

Pembatalan Lelang 13.1 Lelang dibatalkan apabila:

a. Diantara rekanan yang diundang mengikuti Aanwijzing dan peserta yang

mengajukan surat penawaran yang sah ternyata kurang dari 3 (tiga).

b. Semua penawaran melampaui dana yang tersedia dan harga standar yang

berlaku.

c. Harga-harga yang ditawarkan oleh peserta lelang dianggap tidak wajar.

d. Apabila sanggahan yang diajukan oleh rekanan ternyata benar.

e. Berhubungan dengan berbagai hal yang tidak mungkin diadakan penetapan.

Pasal 14

Pemberian Pekerjaan

14.1 Pimpinan Proyek akan memberikan pekerjaan kepada pemborong atau kontraktor

yang penawarannya pantas, wajar dan bertanggung jawab dan menang dalam

pelelangan.

14.2 Surat Perintah Kerja (Gunning) akan diberikan kepada pemborong atau kontraktor

yang telah ditunjuk dalam waktu 6 (enam) hari setelah habisnya masa sanggahan.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

333

 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

6.1.2 Ketentuan dan Persyaratan Administrasi

Pasal 1

Nama Proyek

Nama proyek ini adalah Perencanaan Embung Tambakboyo. Proyek ini berada di wilayah

Kabupaten Sleman.

Pasal 2

Lingkup Pekerjaan

Lingkup pekerjaan yang akan dilaksanakan dalam proyek ini adalah Perencanaan Embung

Tambakboyo. Lebih lanjut tentang pembangunan ini akan diuraikan dalam bagian syarat-

syarat teknis.

Pasal 3

Pemberi Tugas

Pemberi tugas dalam proyek ini adalah adalaha Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

(BAPPEDA) Kabupaten Sleman, yang kemudian disebut PIHAK KESATU.

Pasal 4

Perencana

4.1 Sebagai perencana dalam proyek ini adalah PT. iccon Mulya dengan alamat Jl.

Poncowolo Barat VII 504 C Semarang.

4.2 Perencana juga berkewajiban mengadakan pengawasan berkala dalam bidang

struktur dan pelaksanaan kerja.

4.3 Tidak dibenarkan mengubah ketentuan-ketentuan pelaksanaan sebelum mendapat

ijin atau pengawasan dari Pimpinan Proyek.

Pasal 5

Pengawas Lapangan

Sebagai Pengawas Lapangan adalah petugas yang ditunjuk oleh Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Sleman yang akan ditentukan kemudian.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

334

 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

5.1 Pengawas Lapangan tidak dibenarkan mengubah ketentuan-ketentuan dalam

melaksanakan pekerjaan sebelum mendapat ijin dari Pimpinan Proyek.

5.2 Apabila pengawas lapangan menjumpai kejanggalan dalam pelaksanaan atau bestek

supaya segera memberitahukan kepada Pimpinan Proyek.

5.3 Memberi petunjuk kepada Pelaksana mengenai segala sesuatu yang berhubungan

dengan pekerjaan yang diberikan, agar pelaksanaan pekerjaan berjalan dengan lancar

dan baik.

5.4 Memeriksa, menerima atau menolak bahan-bahan bangunan yang dipergunakan,

apakah sesuai dengan syarat yang ditentukan.

Pasal 6

Pemborong/Kontraktor

6.1 Kontraktor adalah perusahaan yang ditunjuk sebagai pemenang lelang yang

selanjutnya disebut sebagai PIHAK KEDUA.

6.2 Apabila kontraktor akan memulai pekerjaannya di lapangan sebelumnya supaya

memberitahukan terlebih dahulu kepada Pemimpin Proyek secara tertulis.

6.3 Untuk melaksanakan pekerjaan ini, maka pihak kontraktor harus menempatkan

seorang Kepala Pelaksana yang ahli dan cakap serta diberi kekuasaan penuh oleh

Direktur/Pimpinan perusahaan, agar dapat bertindak untuk dan atas namanya.

6.4 Kepala pelaksana harus berpengalaman dan memiliki anak buah yang terampil

sehingga dapat berjalan dengan baik dan lancar.

Pasal 7

Rencana Kerja (Time Schedule)

7.1 Pemborong atau Kontraktor harus membuat Rencana Kerja pelaksanaan pekerjaan

yang disetujui Pimpinan Proyek selambat-lambatnya 1 (satu) minggu setelah Surat

Perintah Kerja (SPK) dikeluarkan.

7.2 Pemborong atau Kontraktor harus melaksanakan pekerjaan menurut rencana kerja

dan syarat-syarat, gambar rencana beserta gambar-gambar penjelasannya yang telah

dibuat dan disepakati bersama.

7.3 Pemborong atau Kontraktor tetap bertanggung jawab sepenuhnya atas terselesainya

pekerjaan tepat pada waktunya.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

335

 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

Pasal 8

Laporan Harian dan Mingguan

8.1 Pemborong diwajibkan membuat laporan Harian dan Mingguan, yang menunjukkan

prestasi kemajuan fisik pekerjaan kepada Pemberi Tugas, yang diketahui oleh

Direksi Lapangan dan Pengelola Proyek lainnya.

8.2 Penilaian prestasi kerja atas dasar pekerjaan yang telah dikerjakan, tidak termasuk

bahan-bahan bangunan di tempat pekerjaan dan tidak atas dasar besarnya

pengeluaran uang yang telah dilaksanakan oleh Pemborong atau Kontraktor.

8.3 Laporan tersebut memuat laporan penandatanganan bahan bangunan, penggunaan

mesin-mesin kerja, penggunaan alat-alat bantu kerja, pengerahan tenaga kerja,

laporan keadaan cuaca, dokumentasi proyek dan lain sebagainya.

8.4 Semua laporan tersebut dibuat sebenar-benarnya rangkap 6 (enam).

Pasal 9

Pengawasan

9.1 Pengawasan terhadap pelaksanaan pekerjaan dilakukan oleh Konsultan Pengawas

yang akan ditunjuk oleh Pimpinan Proyek.

9.2 Pada setiap saat Konsultan Pangawas maupun petugas-petugasnya harus dapat

dengan mudah mengawasi, memeriksa dan menguji setiap bagian pekerjaan, setiap

bahan, pengelolaan maupun sumber-sumbernya.

9.3 Jika diperlukan pengawasan di luar jam-jam kerja, maka Pemborong atau Kontraktor

harus memberitahukan atau mengajukan permohonan secara tertulis kepada

Konsultas Pengawas.

9.4 Permohonan tersebut harus dengan surat yang disampaikan kepada Konsultan

Pengawas 2 (dua) hari sebelumnya. Konsultan Pengawas dalam persetujuannya akan

memberitahukan secara tertulis kepada Kontraktor yang bersangkutan dalam waktu

1 x 4 jam setelah surat permohonan tersebut.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

336

 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

Pasal 10

Jangka Waktu Pelaksanaan

10.1 Jangka waktu penyelesaian pekerjaan ini ditentukan atas kesepakatan antara Pemberi

Tugas dan Kontraktor.

10.2 Kesanggupan jangka waktu pelaksanaan pekerjaan oleh peserta lelang harus

dicantumkan dalam Surat Penawaran dan dihitung dalam hari kalender.

10.3 Kecuali ketentuan lain, maka jangka waktu pelaksanaan dihitung dari tanggal yang

tersebut dalam Surat Pemenang atau Surat Perintah Kerja.

Pasal 11

Keamanan Tempat Pekerjaan

11.1 Sejak dimulainya pekerjaan hingga penyerahan tersebut Pemborong atau Kontraktor

harus benar-benar menjaga atau mematuhi peraturan-peraturan keamanan yang

berlaku guna mencegah hal-hal yang tidak diingankan seperti kecelakaan, pencurian

dan lain-lainnya.

11.2 Untuk menjaga keamanan lokasi pekerjaan dibuat pagar pembatas dengan pintu

yang kuat serta dibuat gardu penjagaan lengkap dengan petugas kemanannya.

11.3 Dalam melaksanakan pekerjaan dan pengangkutan bahan-bahan keperluan

pekerjaan, kontraktor harus teliti dan hati-hati, sedemikian rupa sehingga tidak

mengganggu dan menimbulkan kerusakan terhadap jalan-jalan yang sudah ada,

maupun prasaran-prasarana umum lainnya seperti jaringan listrik, air minum,

telepon dan lain-lainnya.

11.4 Kontraktor harus melaporkan kepada pengawas apabila terjadi kerusakan yang

dikarenakan kelalaiannya dan mengganti ongkos perbaikan kepada instansi yang

bersangkutan.

11.5 Kontraktor harus melakukan segala usaha untuk mencegah pengotoran jalan umum

oleh kendaraan-kendaraan yang dipergunakan untuk pekerjaan.

11.6 Apabila terjadi kerusakan-kerusakan peralatan di lokasi pekerjaan yang disebabkan

kelalaian dalam pelaksanan, Kontraktor wajib memperbaiki dengan biaya sendiri.

11.7 Kontraktor harus mengurus penjagaan di luar jam kerja dalam lokasi pekerjaan

termasuk bangunan yang sedang dikerjakan, gudang dan lain sebagainya.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

337

 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

11.8 Untuk keamanan dan penjagaan perlu diadakan penerangan lampu-lampu pada

tempat-tempat tertentu serta ruang-ruang yang dipakai atas persetujuan Direksi.

11.9 Kontraktor bertanggung jawab sepenuhnya atas bahan dan alat-alat yang disimpan

dalam gudang dan halaman lokasi pekerjaan. Apabila terjadi kebakaran atau

pencurian, Kontraktor harus mendatangkan gantinya untuk kelancaran

pelaksanaannya.

11.10 Kontraktor harus menjaga jangan sampai terjadi kebakaran, perusakan dan sabotase

di tempat pekerjaan.

11.11 Alat-alat pemadam kebakaran atau lainnya untuk keperluan yang sama harus ada di

tempat pekerjaan.

Pasal 12

Kebersihan dan Ketertiban

12.1 Selama berlangsungnya pembangunan, keadaan di sekitar lokasi kerja dan bagian

bangunan yang dikerjakan, harus tetap bersih dan tertib, bebas dari bahan-bahan

bekas, tumpukan tanah dan lain-lainnya. Kelalaian dalam hal ini dapat menyebabkan

seluruh pekerjaan dihentikan sementara. Akibat dari hal-hal sehubungan dengan ini

seluruhnya menjadi tanggung jawab Kontraktor.

12.2 Pemborong atau Kontraktor wajib membuat barak-barak bagi Pekerja, WC dan

urinoir khusus untuk Pekerja.

12.3 Penimbunan bahan yang ada di dalam gudang maupun yang berada di sekitar lokasi

kerja, harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu kelancaran dan

keamanan. Jalannya pemeriksaan dan penelitian bahan-bahan dilakukan oleh

Pengelola Proyek maupun Konsultan Pengawas.

12.4 Para pekerja tidak diperkenankan keluar masuk proyek dengan bebas tanpa seijin

Pengawas.

12.5 Peraturan lain mengenai ketertiban akan dikeluarkan oleh Konsultan Pengawas pada

waktu pelaksanaan.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

338

 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

Pasal 13

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

13.1 Pelaksanaan pekerjaan oleh Kontraktor maupun oleh Sub Kontraktor harus

memenuhi syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang berlaku menurut Undang-

undang.

13.2 Pemborong bertanggung jawab atas keselamatan dan kesehatan Pekerja.

13.3 Apabila terjadi kecelakaan, Pemborong harus segera mengambil tindakan yang perlu

untuk menyelamatkan korban dengan segala biaya ditanggung oleh Kontraktor, dan

Kontraktor harus segera memberitahukan kepada Pimpinan Proyek.

13.4 Kontraktor harus menyediakan obat-obatan atau PPPK yang memenuhi syarat yang

ditentukan di tempat pekerjaan dan setiap kali selesai dipergunakan harus segera

dilengkapi kembali.

13.5 Kontraktor harus menyediakan perlengkapan keamanan kerja seperti helm, sepatu,

sarung tangan dan sebagainya yang diperlukan untuk keselamatan kerja.

13.6 Kontraktor harus melakukan pencegahan kecelakaan kerja semaksimal mungkin

dengan papan-papan peringatan mengenai keselamatan kerja di lokasi pekerjaan.

Pasal 14

Pertanggungan Asuransi

14.1 Semua resiko yang diakibatkan oleh keadaan force majeur seperti kebakaran, gempa

bumi, banjir dan lain sebagainya yang dapat mengakibatkan kerugian pada pekerjaan

dan masih dalam pemesanan pemborong adalah menjadi resiko pemborong. Oleh

sebab itu sebaiknya pemborong menyusutkan resiko ini sampai sekecil mungkin

dengan jalan menutup pertanggungan (asuransi).

14.2 Dalam lingkungan pertanggungan asuransi harus tercakup kerugian yang

diakibatkan force majeur terhadap bagian-bagian pekerjaan yang menjadi tanggung

jawab Pemborong atau Kontraktor sendiri, yang diakibatkan oleh kelalaian

Pemborong dalam melaksanakan pekerjaan.

14.3 Surat polisi tersebut harus mencantumkan nama Pemberi Tugas bersama dengan

kuitansi dan premi yang telah dibayar Pemborong dan harus diserahkan kepada

Pengelola Proyek.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

339

 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

14.4 Kerusakan ataupun kerugian-kerugian akibat kejadian tersebut harus segera

diperbaiki dan dikembalikan dalam keadaan semula, sesuai dengan perbaikan ini,

uang asuransi yang telah diterima oleh Pengelola Proyek akan dibayarkan kepada

Kontraktor sebesar jumlah maksimum yang telah dibayarkan Perusahaan Asuransi

kepada Pemberi Tugas.

Pasal 15

Permulaan Pekerjaan

15.1 Selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) minggu setelah Surat Perintah

Kerja dikeluarkan dari Pimpinan Proyek, pekerjaan harus segera dimulai.

15.2 Kontraktor diwajibkan memberitahukan kepada direksi, apabila memulai pekerjaan.

15.3 Apabila ketentuan di atas tidak dipenuhi, maka jaminan pelaksanaan dinyatakan

hilang.

Pasal 16

Pembayaran

16.1 Berdasarkan Surat Edaran Nomor 07/SE/KPKN/2002 bulan April 2003 dan Surat

Edaran dari Departemen Keuangan R.I. cq. Direktur Jenderal Anggaran nomor SE-

48/A/2002 tanggal 21 April 2003, tentang pembayaran dapat dilakukan setelah pihak

rekanan menyerahkan jaminan yang diterbitkan oleh pemerintah atau bank atau

lembaga keuangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan RI sebesar nilai

angsuran tersebut, yang berhak mencairkan adalah Pemimpin Proyek untuk

keperluan pemeliharaan sebagaimana yang diatur dalam Surat Perjanjian Pemborong

RI.

16.2 Pembayaran uang muka akan diberikan pada pemborong sebesar 20 % dari nilai

perjanjian kontrak yang akan digunakan sebagai modal kerja untuk mobilisasi awal

dan demobilisasi dibayarkan sesudah Kontrak ditandatangani kedua belah pihak.

16.3 Pembayaran kembali uang muka akan diperhitungkan berangsur-angsur secara

merata pada tahap-tahap pembayaran dan berangsur-angsur berdasarkan kemajuan

pelaksanaan pekerjaan. Pembayaran tersebut diatur sebagai berikut :

a. Angsuran I (satu)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

340

 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

Sebesar 20 % dari nilai kontrak dikurangi 20 % dari besarnya uang muka.

Angsuran I dibayarkan setelah pekerjaan telah mencapai prestasi 25 % dan telah

dilaksanakan serta disetujui oleh Direksi.

b. Angsuran II (dua)

Sebesar 20 % dari nilai kontrak dikurangi 20 % dari besarnya uang muka.

Angsuran I dibayarkan setelah pekerjaan telah mencapai prestasi 45 % dan telah

dilaksanakan serta disetujui oleh Direksi

c. Angsuran III (tiga)

Sebesar 15 % dari nilai kontrak dikurangi 15 % dari besarnya uang muka.

Angsuran I dibayarkan setelah pekerjaan telah mencapai prestasi 60 % dan telah

dilaksanakan serta disetujui oleh Direksi.

d. Angsuran IV (empat)

Sebesar 15 % dari nilai kontrak dikurangi 15 % dari besarnya uang muka.

Angsuran I dibayarkan setelah pekerjaan telah mencapai prestasi 75 % dan telah

dilaksanakan serta disetujui oleh Direksi.

e. Angsuran V (lima)

Sebesar 15 % dari nilai kontrak dikurangi 15 % dari besarnya uang muka.

Angsuran I dibayarkan setelah pekerjaan telah mencapai prestasi 90 % dan telah

dilaksanakan serta disetujui oleh Direksi.

f. Angsuran VI (enam)

Sebesar 10 % dari nilai kontrak dikurangi 15 % dari besarnya uang muka.

Angsuran I dibayarkan setelah pekerjaan telah mencapai prestasi 100 % dan

telah dilaksanakan serta disetujui oleh Direksi.

g. Angsuran VII (tujuh)

Sebesar 5 % dari nilai kontrak dibayarkan setelah masa pemeliharaan habis

jangka waktunya dan dilakukan penyerahan kedua disertai gambar As Built

Drawing yang telah disetujui Pengawas dan Direksi.

16.4 Tiap pengajuan pembayaran angsuran harus disertai Berita Acara Pemeriksaan

pekerjaan dilampiri daftar opname pekerjaan dan foto-foto atau dokumentasi proyek

dalam album.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

341

 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

Pasal 17

Penundaan Pembayaran

Pembayaran angsuran akan ditunda apabila pemborong melakukan kesalahan-kesalahan,

hasil pekerjaan Pemborong atau Kontraktor kurang memuaskan, kerusakan-kerusakan

tidak atau belum diperbaiki serta persyaratan administrasi belum dipenuhi.

Pasal 18

Perintah Pelaksanaan

18.1 Apabila terjadi ketidaksamaan antara peraturan ini dengan gambar bestek maka

digunakan gambar rencana yang lebih mengikat.

18.2 Kontraktor tidak diperbolehkan mengubah konstruksi yang telah ada kecuali

mendapat ijin Direksi.

18.3 Kekurangan-kekurangan dan ketentuan-ketentuan yang belum tercantum dalam

bestek ini dibuat pengaturan tersendiri.

18.4 Bila Kontraktor tidak ada di tempat pekerjaan dimana Direksi akan memberikan

penjelasan-penjelasan atau petunjuk-petunjuknya maka petunjuk tersebut harus

diikuti dan dilaksanakan oleh Pelaksana atau orang-orang yang ditunjuk oleh

Kontraktor.

18.5 Kontraktor diharuskan untuk memberikan penjelasan-penjelasan tertulis secara

lengkap apabila Direksi memerlukan tentang tempat pekerjaan yang akan dimulai

pelaksanaannya.

18.6 Dalam keadaan apapun tidak dibenarkan memulai pekerjaan yang sifatnya permanen

tanpa terlebih dahulu mendapat ijin dari Direksi.

18.7 Pemberitahuan yang lengkap dan jelas atas macam pekerjaan yang akan

dilaksanakan kepada Direksi harus agak longgar sehingga ada waktu yang

memungkinkan untuk mengadakan pemeriksaan.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

342

 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

Pasal 19

Penyerahan Pekerjaan

19.1 Pekerjaan dapat diserahkan untuk pertama kalinya apabila pekerjaan telah selesai

100 % dan dapat diterima dengan baik oleh Pimpinan Proyek disertai dengan Berita

Acara dan dilampirkan Daftar Kemajuan Pekerjaan.

19.2 Pada penyerahan pertama pekerjaan ini, keadaan sekitarnya harus dalam keadaan

bersih.

19.3 Sewaktu diadakan penelitian dan pemeriksaan secara teknis dalam rangka

penyerahan pertama, maka surat pernyataan teknis diajukan kepada Pimpinan

Proyek.

19.4 Surat permohonan pernyataan teknis yang dikirimkan kepada Pimpinan Proyek

maupun tembusannya yang ditujukan kepada Pengelolaan Proyek harus sudah

dikirim selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sebelum penyerahan yang pertama

berakhir.

Pasal 20

Perpanjangan Waktu Penyerahan

20.1 Surat Permohonan Perpanjangan Waktu Penyerahan pertama yang dilakukan kepada

Pimpinan Proyek harus sudah diterima selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari

sebelum batas waktu penyerahan yang pertama kali berakhir dan surat-surat tersebut

dilampiri :

a. Data lengkap

b. Time Schedule baru yang sudah direncanakan dengan matang. Surat

permohonan perpanjangan waktu penyerahan tanpa data lengkap tidak akan

dipertimbangkan.

20.2 Permohonan perpanjangan waktu penyerahan pekerjaan yang pertama kalinya dapat

diterima Pimpinan Proyek apabila :

a. Ada pekerjaan tambahan dan pengurangan yang tidak dapat dihindari setelah

atau sebelum kontrak ditandatangani kedua belah pihak.

b. Adanya Surat Perintah tertulis dari Pimpinan Proyek tentang pekerjaan

tambahan.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

343

 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

c. Adanya Surat Perintah tertulis dari Pimpinan Proyek tentang pekerjaan untuk

sementara waktu dihentikan.

d. Adanya gangguan curah hujan yang terus menerus di tempat pekerjaan, dimana

hal ini harus diperkuat dengan persetujuan Direksi Lapangan.

e. Adanya force majeur (bencana alam, gangguan keamanan dan sebagainya) di

lokasi pekerjaan, dimana hal ini harus dikukuhkan oleh Kepala Daerah

setempat.

Pasal 21

Masa Pemeliharaan

21.1 Jangka waktu pemeliharaan adalah 90 (sembilan puluh) hari kalender setelah

penyerahan pekerjaan.

21.2 Apabila dalam pemeliharaan terjadi kerusakan-kerusakan akibat kurang sempurnanya

mutu bahan yang digunakan, maka pihak pemborong harus segera memperbaiki dan

menyempurnakan kembali setelah pihak Pemborong diperingatkan atau diberitahu

yang pertama kalinya secara tertulis oleh Pimpinan Proyek.

Pasal 22

Pekerjaan Tambahan dan Kurang

22.1 Pemborong hanya dapat mengajukan pembayaran tambah, hanya untuk pekerjaan

tambah yang diperintahkan secara tertulis oleh Pimpinan Proyek.

22.2 Setelah pekerjaan tambah dikerjakan, pemborong supaya mengajukan pada

Pimpinan Proyek Daftar Rencana Anggaran Biaya, agar Pimpinan Proyek dapat

memperhitungkan apakah pekerjaan tambah tersebut dapat dibayar atau tidak.

22.3 Di dalam mengajukan daftar Rencana Anggaran Biaya pekerjaan ditambah 10 %

(sepuluh persen) keuntungan Pemborong dari Bowsoom dan pajak jasa sebesar 2,5

% dari jumlah Bowsoom dan keuntungan Pemborong.

22.4 Untuk memperhitungkan pekerjaan tambah dan pengurangan menggunakan harga

satuan yang telah dimaksudkan ke dalam Penawaran atau Kontrak.

22.5 Bilamana harga satuan pekerjaan belum tercantum dalam Surat Penawaran yang

diajukan, maka akan diselesaikan secara musyawarah.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

344

 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

22.6 Untuk dapat memudahkan penelitian, sewaktu-waktu diadakan pemeriksaan teknis

dalam rangka penyerahan pertama maka Surat Permohonan Pemeriksaan Teknis

yang diajukan oleh Kontraktor supaya dilampiri :

a. Daftar kemajuan pekerjaan 100 %.

b. Satu album yang berisi foto proyek yang menyatakan hasil prestasi pekerjaan.

c. Foto berwarna ukuran 15 R sebanyak 5 (lima) buah berbingkai.

22.7 Surat Permohonan Pemeriksaan Teknis yang dikirim kepada Pimpinan Proyek harus

sudah dikirim selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum batas waktu penyerahan

yang pertama kali berakhir.

Pasal 23

Denda Keterlambatan Pekerjaan

Apabila jangka waktu penyelesaian yang telah disepakati di atas dilampaui maka pihak

pemborong dikenakan denda 1/1000 (satu perseribu) dari jumlah harga borongan untuk

setiap kali keterlambatan, setinggi-tingginya 5 % (lima persen) dari jumlah harga

borongan, kecuali jika keterlambatan pekerjaan disebabkan oleh force majeur.

Pasal 24

Pencabutan Pekerjaan

24.1 Sesuai dengan peraturan umum tentang pelaksanaan pembangunan di Indonesia,

Direksi atau Pimpinan Proyek berhak membatalkan atau mencabut pekerjaan dari

tangan Pemborong apabila ternyata pihak Pemborong menyerahkan pada PIHAK

KETIGA, semata-mata hanya untuk mencari keuntungan dari pekerjaan tersebut.

24.2 Jika jangka waktu denda maksimum telah dilampaui, pekerjaan belum juga dapat

diselesaikan dan diserahkan, maka PIHAK KEDUA harus melaksanakan pekerjaan

tersebut dengan biaya tetap dipikul oleh PIHAK KEDUA.

24.3 Apabila ternyata PIHAK KEDUA tidak mengindahkan tanggung jawab dan

kewajiban atas perbaikan-perbaikan selama masa pemeliharaan, maka PIHAK

KESATU dapat memberikan waktu yang mana PIHAK KEDUA sekali lagi diberi

kesempatan untuk dapat memenuhi kewajiban.

24.4 Jika PIHAK KEDUA tidak mengindahkan peringatan-peringatan yang tercantum

dalam ayat-ayat di atas sewaktu melaksanakan pekerjaan selanjutnya mengulangi

lagi kesalahan atau kealpaan yang sama, maka PIHAK KESATU akan

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

345

 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

melaksanakan sendiri pekerjaan tersebut atau menyerahkan pada pihak lain dengan

pembiayaan sepenuhnya dipikul oleh PIHAK KEDUA.

24.5 Pada pencabutan pekerjaan, PIHAK KEDUA hanya akan menerima pembayaran

sebatas pekerjaan yang telah diperiksa serta disetujui oleh Pimpinan Proyek,

sedangkan harga-harga bahan bangunan yang berada di tempat pekerjaan menjadi

resiko pihak kedua sendiri.

Pasal 25

Dokumentasi

25.1 Sebelum kegiatan dimulai, keadaan lapangan atau tempat dimana pekerjaan akan

dilaksanakan yang masih dalam keadaan fisik 0% (nol persen) atau dimana tanah

masih dalam keadaan seperti semula belum ada kegiatan atau bangunan.

Pengambilan gambar supaya dipilih pada tempat-tempat yang dianggap penting

menurut pertimbangan dan petunjuk Direksi Lapangan.

25.2 Pemborong diwajibkan membuat foto dokumentasi pada tahapan-tahapan fisik

mencapai ; 0 %, 50 % dan 100 %. Pengambilan gambar proyek agar diusahakan

pada tempat atau titik pemotretan yang tetap, sehingga nantinya akan tampak dan

diketahui dengan perubahan-perubahan dan perkembangan-perkembangan yang

terjadi selama terselenggaranya proyek.

25.3 Pengambilan foto proyek yaitu 9 x 13 cm berwarna atau ukuran kartu pos.

Pemborong juga harus membuat dan menyerahkan foto proyek ukuran 10R untuk

keadaan proyek 0 % dan 100 %, masing-masing 2 (dua) buah.

25.4 Pengambilan foto proyek sekurang-kurangnya 4 (empat) buah titik, pada tempat atau

posisi yang berbeda.

25.5 Khusus untuk penyerahan pekerjaan pertama atau penyerahan pekerjaan yang telah

mencapai keadaan fisik 100 %, supaya dilampiri foto pemeriksaan oleh Badan

Pengawas Pembangunan pada Berita Acara Pengajuan Permohonan Pembayaran

Angsuran.

25.6 Semua foto dokumentasi proyek tersebut supaya dimasukkan ke dalam album

khusus.

25.7 Ukuran, warna dan bentuk album foto khusus tersebut ditentukan kemudian,

sehingga diperoleh keseragaman.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

346

 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

Pasal 26

Force Majeur

26.1 Yang dimaksud dengan force majeur adalah kejadian-kejadian bencana alam atau

musibah yang terjadi pada waktu peleksanaan seperti: huru-hara, perang, tanah

longsor, gempa bumi, banjir dan lain sebagainya, yang terjadi diluar kekuasaan

Pemborong, yang mempengaruhi kelancaran pelaksanaan pekerjaan.

26.2 Bila terjadi force majeur, maka pemborong diwajibkan membuat laporan kepada

Pimpinan Proyek dalam jangka waktu selambat-lambatnya 7 x 24 jam setelah

terjadinya force majeur.

26.3 Bila terjadi 7 (tujuh) hari sejak dikeluarkan surat Gubernur atau peraturan mengenai

force majeur ini, Pimpinan Proyek tidak atau belum menjawab pengajuan

pemborong, maka dianggap force majeur disetujui oleh Pimpinan Proyek.

26.4 Untuk pekerjaan permanen atau pekerjaan sementara atau bahan-bahan di daerah

kerja yang mengalami kehancuran atau kerusakan akibat force majeur, maka

pemborong berhak atas biaya perbaikan pekerjaan permanen atau pekerjaan

sementara yang telah selesai atau telah dibayar oleh Pimpinan Proyek dalam

sertifikat bulanan sesuai dengan perhitungan biaya kerusakan oleh Konsultan.

Pasal 27

Perselisihan 27.1 Segala perselisihan atau pertikaian antara Pemilik dan Direksi Pekerjaan dengan

Kontraktor, yang timbul dari atau sehubungan dengan Kontrak atau pelaksanaan

pekerjaan (baik selama berlangsungnya pekerjaan atau setelah penyelesaiannya baik

sebelum atau sesudah pemutusan, penelantaran, atau pelanggaran Kontrak) harus

diselesaikan secara munsyawarah untuk memperoleh mufakat.

27.2 Jika Pemilik atau Direksi Pekerjaan dan Kontraktor gagal mencapai kesepakatan

antar Direksi Pekerjaan dengan Kontraktor mengenai suatu hal yang berdasarkan

kontrak diharuskan adanya persetujuan Pemilik, maka perselisihan dapat

diselesaikan oleh Direksi Pekerjaan dengan tunduk pada ketentuan Pasal 2 Ayat (1)

yaitu mengenai tugas dan wewenang Direksi Pekerjaan, atau diselesaikan oleh

Pemilik yang harus memberikan keputusannya secara tertulis kepada Kontraktor

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

347

 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

dalam waktu 15 hari sejak pengakhiran perundingan oleh Kontraktor kepada Pemilik

atau sebaliknya.

27.3 Jika pemilik memberikan keputusan tertulisnya kepada Kontraktor dan tidak ada

permintaan untuk arbitrasi yang disampaikan oleh Kontraktor selama 15 hari sejak

penerimaan keputusan tertulis tersebut, maka keputusan tersebut adalah terakhir dan

mengikat serta harus dengan segera diberlakukan oleh kedua belah pihak. Kontraktor

harus tetap melaksanakan pekerjaan dengan penuh kesungguhan tanpa

memperhatikan apakah Kontraktor meminta arbitrasi atau tidak.

27.4 Jika Pemilik tidak memberikan keputusan tertulisnya dalam jangka waktu 15 hari

sebagaimana ditentukan, atau jika Kontraktor tidak puas dengan keputusan tersebut,

maka dalam waktu 15 hari sejak penerimaan keputusan tersebut atau dalam jangka

waktu 30 hari sejak pengakhiran perundingan, jika tidak ada keputusan yang

dihasilkan, Kontraktor dapat menuntut agar perselisihan tersebut diajukan kepada

suatu Dewan Arbitrasi, untuk menyelesaikan perselisihan berdasarkan ketentuan

sebagai berikut :

a. Peraturan arbitrasi yang dianut, kecuali ditentukan lain dalam syarat khusus

Kontrak dalam Pasal 27.4 (a) adalah :

(i) Jumlah Arbiter 3 orang.

(ii) Masing-masing pihak memilih seorang Arbiter.

(iii) Kedua Arbiter memilih seorang Arbiter sebagai ketua.

(iv) Apabila kedua Arbiter gagal memilih ketua dalam waktu 30 hari sesudah

penunjukan Arbiter masing-masing pihak, maka penunjukan Arbiter

diserahkan kepada Badan Arbitrasi Nasional Indonesia (BANI).

b. Tempat arbitrasi adalah di Jakarta, kecuali apabila disepakati ditempat lain.

Pengeluaran untuk Arbiter yang diangkat oleh Kontraktor akan dibebankan

kepada Kontraktor, dan pengeluaran untuk Arbiter yang diangkat oleh Pemilik

akan dibebankan oleh Pemilik. Pengeluaran untuk Ketua Dewan Arbitrasi dan

pengeluaran lain akan ditanggung bersama oleh kedua pihak. Keputusan Dewan

Arbiter harus mengikat dan final bagi Pemilik dan Kontraktor. Kontraktor harus

memenuhi instruksi Direksi Pekerjaan dan tetap bekerja dengan kesungguhan

menurut cara yang diarahkan oleh Direksi Pekerjaan, kecuali hal-hal yang

dipersengketakan.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

348

 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

27.5 (1)Semua berita acara memberitahukan, atau perintah tertulis yang harus

diberikan kepada oleh Pemilik atau Direksi Pekerjaan kepada Kontraktor

berdasarkan ketentuan Kontrak, harus dikirim atau disampaikan ke kantor

Kontraktor yang tercantum dalam Surat Perjanjian atau alamat lainnya yang

ditunjuk oleh Kontraktor sesuai dengan Pasal 27.5 (3)

(2) Semua pemberitahuan yang harus disampaikan kepada Pemilik atau Direksi

Pekerjaan berdasarkan ketentuan Kontraktor yaitu harus dikirim atau diserahkan

pada alamat masing-masing yang ditunjuk untuk maksud tersebut dalam Surat

Perjanjian (Kontrak) atau alamat lain yang ditunjuk untuk maksud tersebut sesuai

Pasal 27.5 (3).

(3) Masing-masing pihak boleh mengubah alamat tersebut dalam Surat Perjanjian

(Kontrak) dengan alamat lain dan pemberitahuan tertulis terlebih dahulu oleh

pihak lain.

27.6 Apabila perselisihan terpaksa harus diselesaikan di pengadilan negeri, maka akan

dipilih Pengadilan Negeri dimana Pemberi Tugas berdomisili.

Pasal 28

Tanggung jawab

28.1 Pada keadaan apapun dimana pekerjaan yang telah dilaksanakan telah mendapat

persetujuan oleh Direksi tidak berarti membebaskan Kontraktor atas tanggung

jawabnya kepada pekerjaan sesuai dengan isi kontrak.

28.2 Tenaga-tenaga kerja yang digunakan harus tenaga yang ahli atau terlatih dan

berpengalaman pada bidangnya dan dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik

sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku serta petunjuk-petunjuk dari

Direksi.

28.3 Kontraktor harus mengusahakan atas tanggungannya, langkah-langkah, peralatan

yang perlu untuk melindungi pekerja-pekerja atau bahan-bahan yang digunakan agar

tidak terjadi sesuatu yang tidak diharapkan.

28.4 Kontraktor harus menyediakan perlengkapan-perlengkapan yang dibutuhkan Direksi

untuk memperlancar pekerjaan serta menjamin kualitas pekerjaan.

28.5 Kontraktor harus selalu membuat laporan-laporan secara tertulis hal ikhwal yang

terjadi dalam rangka Pelaksanaan Proyek kepada Direksi secara periodik.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

349

 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

Pasal 29

Penyerahan Pekerjaan pada Sub Kontraktor

29.1 Pada dasarnya pekerjaan harus diselesaikan sendiri oleh PIHAK KEDUA dan

apabila bagian-bagian pekerjaan tersebut oleh PIHAK KEDUA akan diborongkan

kepada PIHAK KETIGA (Sub Kontraktor) dan golongan ekonomi lemah setempat,

maka terlebih dahulu harus mendapatkan persetujuan PIHAK KESATU, tanggung

jawab penyelesaian pekerjaan tetap di PIHAK KEDUA.

29.2 Apabila terdapat kepastian bahwa pekerjaan PIHAK KEDUA telah diborongkan

kepada PIHAK KETIGA tanpa persetujuan PIHAK KESATU, maka setelah PIHAK

KESATU memberi pernyataan tertulis kepada PIHAK KEDUA, PIHAK KEDUA

harus mengembalikan keadaan sehingga sesuai dengan perjanjian Pemborong ini dan

semua biaya yang telah dikeluarkan oleh PIHAK KEDUA atau PIHAK KETIGA

ditanggung sepenuhnya PIHAK KEDUA.

29.3 Dalam hal dimana ada bagian-bagian pekerjaan diborongkan kepada PIHAK

KETIGA dengan persetujuan PIHAK KESATU, maka PIHAK KEDUA tetap

bertanggungjawab penuh kepada PIHAK KESATU terhadap segala tindakan dan

pekerjaan yang dilakukan PIHAK KETIGA. PIHAK KESATU tidak memiliki

hubungan langsung dengan PIHAK KETIGA, melainkan selalu dengan PIHAK

KEDUA.

Pasal 30

Kerjasama Dengan Golongan Ekonomi Lemah

30.1 Pemborong yang terpilih sebagai Pelaksana Pekerjaan. Ditetapkan dalam Surat

Penjanjian (Kontrak) untuk bekerjasama dengan rekanan golongan ekonomi lemah

setempat antara lain sebagai Sub Kontraktor atau leveransir barang, bahan dan jasa.

Pasal 31

Penggunaan Bahan-bahan Bangunan

31.1 Pemborong di dalam melaksanakan pekerjaan ini supaya mengutamakan untuk

menggunakan bahan-bahan produksi dalam negeri.

31.2 Semua bahan-bahan bangunan yang digunakan untuk pekerjaan ini sebelum

digunakan harus mendapat persetujuan pemakaiannya dari Pengawas Lapangan.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

350

 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

31.3 Semua bahan bangunan yang dinyatakan tidak dapat dipakai atau ditolak oleh

Direksi atau Pengawas Lapangan harus segera disingkirkan dari lokasi pekerjaan.

31.4 Pemborong bertanggungjawab sepenuhnya atas keamanan bahan bangunan, alat-alat

kerja dan lain-lainnya yang disimpan dalam gudang dan lokasi pekerjaan. Apabila

terjadi kebakaran atau pencurian maka Pemborong harus segera mendatangkan

gantinya demi kelancaran pekerjaan.

6.2 Syarat-Syarat Teknis

Pasal 1

Penjelasan Umum

1.1 Pemberian pekerjaan meliputi penyediaan, pengangkutan dan semua pengolahan

bahan, pengerahan tenaga kerja, pengadaan semua alat pembantu dan sebagainya,

yang pada umumnya secara langsung atau tidak langsung termasuk di dalam usaha

menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan menyerahkan pekerjaan dalam keadaan

sempurna dan lengkap.

1.2 Dalam hal ini juga termasuk pekerjaan-pekerjaan atau bagian-bagian pekerjaan yang

walaupun tidak disebutkan dalam RKS dan gambar, tetapi masih berada dalam

lingkup pekerjaan yang harus dilaksanakan sesuai dengan petunjuk Pimpinan

Proyek.

1.3 Tanah bangunan termasuk segala perlengkapannya akan diserahkan kepada

Pemborong atau Kontraktor dalam keadaan yang sama seperti pada waktu

Aanwijzing.

1.4 Pekerjaan haruslah diserahkan oleh Pemborong/Kontraktor dengan sempurna dalam

keadaan selesai, termasuk juga pembersihan bekas-bekas bongkaran dan lain

sebagainya.

1.5 Sepanjang tidak ditentukan lain pada persyaratan teknis, maka untuk pekerjaan ini

tetap mengikuti syarat-syarat teknis berikut ini serta Normalisasi Standar Indonesia

yang berlaku sebagaimana Pasal 2 berikut ini.

1.6 Pekerjaan konstruksi meliputi pembangunan/rehabilitasi/peningkatan bendung

sebagaimana tercantum dalam album gambar.

1.7 Jalan masuk ke dan melalui daerah kerja dapat menggunakan jalan-jalan setempat

yang ada yang berhubungan dengan jalan raya yang berdekatan dengan daerah

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

351

 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

proyek. Kontraktor hendaknya berpegang pada semua peraturan dan ketentuan

hukum yang berhubungan dengan penggunaan arah angkutan umum dan

bertanggung jawab terhadap kerusakan akibat penggunaan jalan tersebut. Kontraktor

harus memperbaiki atau memperlebar jalan yang ada, memperbaiki dan memperkuat

jembatan beton sehingga memenuhi kebutuhan pengangkutannya sejauh yang

dibutuhkan untuk pekerjaannya. Kontraktor dapat menggunakan tanah yang sudah

dibebaskan oleh Pemberi Tugas untuk keperluan jalan masuk ke daerah kerja itu

apabila Kontraktor membutuhkan tambahan jalan masuk demi kemajuan pekerjaan.

Pemberi tugas tidak bertanggung jawab terhadap pemeliharaan jalan masuk atau

bangunan yang digunakan oleh Kontraktor selama pelaksanaan pekerjaan. Apabila

Kontraktor membutuhkan jalan lain yang tidak ditentukan oleh Direksi maka harus

dikerjakan oleh Kontraktor atas bebannya sendiri, dan harga untuk semua pekerjaan

tersebut sudah termasuk dalam harga satuan pekerjaan

1.8 Gambar-gambar yang dimiliki Kontraktor :

1. Gambar-gambar pekerjaan

(a) Semua gambar-gambar yang disiapkan oleh Kontraktor harus ditandai oleh

Direksi dan apabila ada perubahan diserahkan kepada Direksi untuk

mendapatkan persetujuan sebelum program Pelaksana dimulai.

(b) Gambar-gambar pelaksana/Gambar kerja

Kontraktor menggunakan gambar-gambar kontrak sebagai dasar untuk

mempersiapkan gambar-gambar pelaksanaan, gambar dibuat detail untuk

pekerjaan tetap dan untuk pekerjaan khusus seperti beton harus

memperlihatkan penampang melintang dan memanjang beton.

(c) Gambar-gambar bengkel, disiapkan oleh Kontraktor untuk menyimpan

peralatan dan bahan-bahan milik Kontraktor

(d) Kontraktor menyediakan satu lembar set gambar-gambar lengkap di

lapangan.

2. Gambar-gambar pekerjaan sementara

Gambar yang disiapkan oleh Kontraktor harus dirinci dan diserahkan pada

Direksi sebelum tanggal program pelaksanaan dalam waktu yang ditentukan

oleh dalam Kontrak. Kontraktor hendaknya mengusulkan pekerjaan sementara

yang berkaitan dengan pekerjaan tetap secara mendetail dan diserahkan oleh

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

352

 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

Direksi untuk mendapatkan persetujuan tujuh hari sebelum tanggal dimulainya

pelaksanaan.

3. Gambar-gambar yang sebelumnya terbangun/terpasang

Kontraktor menyiapkan dan menyimpan satu set gambar yang dilaksanakan

paling akhir untuk tiap-tiap pekerjaan. Gambar-gambar yang dilaksanakan akan

diperiksa tiap bulan di lapangan oleh Direksi dan tiap hari oleh Pengawas

Lapangan, apabila diketemukan hal-hal yang tidak memuaskan dan tidak

dilaksanakan diperbaiki kembali selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja.

Pelaksanaan selesai Kontraktor harus menyerahkan gambar pelaksanaannya

dalam 3 set cetakan yang dijilid ukuran A3 dan satu set negatifnya ukuran A1.

1.9 Program Pelaksanaan dan Laporan

1. Program pelaksanaan

Kontraktor harus melaksanakan program pelaksanaan sesuai dengan syarat-

syarat kontrak dengan menggunakan CPM network. Program tersebut harus

dibuat dalam dua bentuk yaitu bar-chart dan daftar yang memperlihatkan setiap

kegiatan yaitu mulai tanggal paling awal, mulai tanggal paling akhir, waktu

yang diperlukan, waktu float, serta sumber tenaga kerja , peralatan dan bahan

yang diperlukan.

2. Laporan kemajuan pelaksanaan

Sebelum tanggal sepuluh tiap bulan atau saat waktu ditentukan Direksi,

kontraktor harus menyerahkan tiga salinan laporan kemajuan bulanan pada

Direksi, mengenai gambaran secara detail kemajuan pekerjaan bulan terdahulu.

Isi dari laporan itu berisi tentang hal sebagai berikut :

a. Prosentase kemajuan pekerjaan laporan bulanan maupun prosentase rencana

yang akan diprogramkan bulan berikutnya.

b. Prosentase dari tiap pekerjaan pokok yang diselesaikan maupun prosentase

rencana yang diprogramkan harus sesuai dengan kemajuan yang dicapai

pada bulan laporan.

c. Rencana kegiatan dalam waktu dua bulan berturut-turut dengan ramalan

tanggal permulaan dan penyelesaiannya.

d. Daftar tenaga buruh setempat dan daftar peralatan konstruksi.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

353

 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

e. Jumlah volume untuk berbagai pekerjaan beton, galian-timbunan, pasangan

batu, dan lain-lain.

f. Daftar besarnya pembayaran terakhir yang diterima dan kebutuhan

pembayaran yang diperlukan pada bulan berikutnya serta hal-hal lain yang

diminta sesuai dengan Kontrak.

3. Rencana kerja harian, mingguan dan bulanan

Kontraktor harus menyerahkan dua rangkap rencana mingguan yang disetujui

oleh direksi setiap akhir minggu dan untuk minggu-minggu berikutnya. Rencana

tersebut termasuk pekerjaan tanah, pekerjaan konstruksi lainnya yang

berhubungan dengan pelaksanaan pekerjaan, pengadaan tanah, pengangkutan

bahan dan peralatan serta lain-lain yang diminta oleh direksi. Kontraktor harus

menyerahkan dua rangkap rencana kerja harian secara tertulis untuk semua

kemajuan yang sudah disetujui oleh Direksi setiap hari maupun untuk hari-hari

berikutnya. Kontraktor harus menyediakan rencana bulanan dengan sistem bar-

chart pada akhir bulan maupun pada akhir dan untuk bulan-bulan berikutnya.

Rencana kerja ini harus memperlihatkan tenggang waktu dari mulai sampai

akhir kegiatan utama dengan volume pekerjaannya. Rencana kerja ini harus

diserahkan kepada Direksi pada hari ketiga tiap bulan untuk perbaikan dan

perubahan.

4. Rapat bersama untuk membicarakan kemajuan pekerjaan

Rapat tetap antara direksi dengan Kontraktor diadakan seminggu sekali pada

tempat dan waktu yang disetujui oleh Direksi. Maksud dari rapat ini

membicarakan kemajuan pekerjaan yang sedang dilakukan, pekerjaan yang

diusulkan untuk seminggu berikutnya dan membahas permasalahan yang timbul

agar dapat segera diselesaikan.

Pasal 2

Normalisasi Standar Indonesia

N.1 – 2 - Peraturan Beton Indonesia 1971

N.1 – 3 - Peraturan Umum untuk Bahan Bangunan di Indonesia

N.1 – 5 - Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia

N.1 – 7 - Syarat-syarat untuk Kapur Bahan Bangunan

N.1 – 8 - Semen Portland

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

354

 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

N.1 – 10 - Spesifikasi untuk Batu Merah

Pasal 3

Pekerjaan Persiapan

3.1 Dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah kontrak ditandatangani,

Pemborong/Kontraktor harus sudah melaksanakan persiapan di lapangan sesuai

dengan petunjuk Direksi.

3.2 Pembuatan kantor direksi, gudang dan barak-barak pekerja harus memenuhi

persyaratan yang telah ditentukan oleh Direksi.

3.3 Penyediaan air bersih.

3.4 Pengadaan penerangan.

Pasal 4 Gambar-gambar Pekerjaan

4.1 Gambar-gambar rencana pekerjaan terdiri dari gambar bestek, gambar detail situasi

dan lain sebagainya yang akan disampaikan kepada Pemborong/Kontraktor beserta

dokumen-dokemen lainnya. Kontraktor tidak boleh mengubah dan menambah tanpa

persetujuan dari Pimpinan Proyek/Direksi, gambar-gambar tersebut tidak boleh

diberikan kepada pihak lain yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan

borongan ini atau digunakan untuk maksud lain.

4.2 Gambar-gambar tambahan

Pemborong/Kontraktor harus membuat gambaran detail (gambar kerja/shop

drawing) yang disahkan oleh Direksi, gambar-gambar tersebut menjadi milik

Direksi.

As Built Drawing

Yang dimaksud dengan As Built Drawing adalah gambar-gambar yang sesuai

dengan yang dilaksanakan. Untuk pekerjaan ulang yang belum ada dalam

bestek, Kontraktor harus membuat gambar-gambar yang sesuai dengan apa yang

dilaksanakan yang dengan jelas memperlihatkan perbedaan antara gambar

kontrak dan gambar pelaksanaan. Gambar-gambar tersebut harus diserahkan

rangkap 3 (tiga) dan biaya pembuatannya ditanggung oleh pihak Kontraktor.

4.3 Pemborong/Kontraktor harus menyimpan di tempat kerja satu bendel gambar

kontrak lengkap termasuk Rencana Kerja dan Syarat-syarat Berita Acara Rapat

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

355

 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

Penjelasan (Aanwijzing), Time schedule, dan semuanya dalam keadaan baik (dapat

dibaca dengan jelas), hal ini untuk menjaga jika pemberi tugas atau wakilnya

sewaktu-waktu memerlukannya.

Pasal 5

Mobilisasi

Sebelum kegiatan pelaksanaan dimulai, Pemborong harus mengajukan rencana mobilisasi

kepada Direksi. Kegiatan yang dimaksud adalah :

Transportasi lokal, alat-alat dan perlengkapan lain ke tempat kerja.

Bangunan dan pengamanan daerah kerja.

Pembuatan bangunan sebagaimana yang tercantum dalam uraian pekerjaan.

Penyaluran bahan-bahan yang diperlukan untuk pekerjaan pembangunan.

Pasal 6

Daerah Kerja

6.1 Areal tanah untuk daerah kerja pada dasarnya disediakan oleh pemberi tugas,

penggunaan daerah diluar yang disediakan menjadi tanggung jawab dan atas usaha

Pemborong/Kontraktor.

6.2 Kontraktor harus menutup daerah kerja bagi umum untuk keamanan kerja alat dan

bahan selama pelaksanaan pekerjaan berlangsung.

6.3 Pada daerah yang telah disediakan, Pemborong harus merencanakan penggunaannya

yang pada dasarnya akan membantu kelancaran pelaksanaan. Rencana harus

disetujui oleh Direksi sebelum penggunaan areal kerja.

6.4 Pemborong diharuskan membuat kantor lapangan, gudang dan sebagainya guna

menunjang pelaksanaan pekerjaan.

6.5 Sebelum pekerjaan dimulai seluruh daerah kerja dibersihkan terlebih dulu.

Pasal 7

Peralatan Kerja

7.1 Pemborong harus menyediakan peralatan dengan baik dan siap pakai yang

diperlukan untuk pekerjaan pembangunan.

7.2 Untuk pelaksanaan pekerjaan ini Pemberi Tugas/Direksi tidak menyediakan atau

meminjamkan atau menyewakan peralatan kerja.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

356

 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

7.3 Untuk pengamanan pelaksanaan pekerjaan Kontraktor harus menyediakan alat-alat

keselamatan kerja sesuai dengan Peraturan Pemerintah yang berlaku.

Pasal 8

Pengukuran

8.1 Pengukuran peil dilaksanakan oleh Kontraktor dengan menggunakan alat-alat

miliknya dan diawasi oleh Direksi.

8.2 Pengukuran dilaksanakan dengan alat ukur waterpass, theodolit dan sebagainya

dalam keadaan baik yang telah disetujui oleh Direksi.

8.3 Tanda-tanda patok (bouwplank) yang sudah dipasang dijaga agar tidak rusak dan

tidak berubah tempatnya, bila perlu Kontraktor harus mengadakan pengecekan ulang

bila Direksi menginginkan.

8.4 Tanda patok ini terbuat dari kayu Kalimantan atau bambu yang dicat merah ujung

atasnya ± 0,6 cm, panjang 60 cm dan masuk ke dalam tanah sepanjang 40 cm.

8.5 Tanda dasar untuk proyek merupakan Bench Mark yang terletak berdekatan dengan

saluran induk seperti terlihat pada gambar ketinggian dari Bench Mark ini

didasarkan pada titik tetap utama. Bench Mark yang lain dan titik referensi yang

terlihat pada gambar diberikan pada Kontraktor sebagai referensi. Sebelum

menggunakan suatu Bench Mark dan titik referensi kecuali Bench Mark dasar

untuk setting out pekerjaan, Kontraktor harus melakukan pengukuran/pemeriksaan

atas ketelitiannya. Pemberi Tugas tidak akan bertanggung jawab atas ketelitian

Bench Mark yang lain begitu juga dengan referensinya. Kontraktor perlu

mendirikan Bench Mark tambahan sementara untuk kemudahan tetapi setiap Bench

Mark sementara didirikan , rencana dan tempatnya disetujui oleh Direksi dan akan

merupakan ketelitian yang berhubungan dengan Bench Mark yang didirikan oleh

Direksi.

8.6 Permukaan tanah asli yang terlihat pada gambar akan dianggap betul sesuai dengan

kontrak. Apabila terjadi keraguan dari Kontraktor atas kebenaran dari muka tanah,

sekurang-kurangnya 30 hari sebelum mulai bekerja Kontraktor memberitahukan

kepada direksi secara tertulis untuk menyesuaikan dan melaksanakan pengukuran

kembali ketinggian muka tanah tersebut. Sebelum mulai melaksanakan pekerjaan

tanah, kontraktor akan mengukur dan mengambil ketinggian lokasi pekerjaan,

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

357

 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

dengan menggunakan Bench Mark atau titik referensi yang disetujui direksi.

Pengukuran volume yang dikerjakan dibuat berdasarkan ketinggian yang disetujui.

8.7 Kontraktor harus menyediakan dan memelihara peralatan pengukuran untuk dipakai

sendiri dan Direksi. Alat dan perlengkapan harus baik menurut direksi dan alat harus

diganti jika hilang atau rusak. Semua alat-alat dan perlengkapan itu tetap menjadi

milik Kontraktor. Alat-alat tidak boleh ditukar dalam waktu pelaksanaan kontrak,

kecuali dengan ijin atau perintah Direksi.

8.8 Semua biaya yang dikeluarkan untuk pekerjaan pengukuran harus sudah masuk

dalam harga satuan penawaran.

Pasal 9

Mutual Check

9.1 Untuk sistem pelaksanaan pekerjaan ini adalah kontrak harga satuan

9.2 Untuk pelaksanaan Mutual Check I harus diperhatikan beberapa hal-hal sebagai

berikut :

a. Diadakan dengan dasar gambar tender yang telah dimenangkan Kontraktor

b. Terdiri dari Kontraktor dan bersama-sama dengan pihak Direksi.

c. Kontraktor harus melakukan pengukuran kembali semua kegiatan-kegiatan

pekerjaan dengan mencocokan kembali pada titik tetap dengan ketelitian 10 √L

mm. Membuat gambar-gambar hasil pengukuran kembali profil memanjang dan

melintang dengan mengikuti standar penggambaran tender drawing. Membuat

gambar-gambar bangunan dengan mengikuti standar penggambaran tender

drawing. Membuat perhitungan hidrolis apabila ada perubahan bentuk.

Membuat perhitungan kuantitas dan Rencana Anggran Biaya atas perubahan

(tambahan/pengurangan)

d. Semua produk-produk hasil uitsetten/pengukuran kembali disampaikan pada

Pemberi Tugas untuk selanjutnya diteliti/diperiksa kebenarannya dan setelah

mendapat persetujuan dari direksi maka Kontraktor dapat melaksanakan

pekerjaan tersebut.

e. Dari hasil pengukuran kembali/uitsetten akan didapat perbandingan volume

dengan tender drawing.

f. Gambar-gambar hasil uitsetten adalah sebagai dasar untuk pelaksanaan

konstruksi lapangan.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

358

 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

g. Semua gambar-gambar hasil Mutual Check I diperbanyak tiga kali.

9.3 Untuk Mutual Check ke II harus diperhatikan beberapa hal-hal sebagai berikut :

a. Dilaksanakan untuk mendapatkan pekerjaan yang sebenarnya

dilaksanakan/gambar terpasang (As Built Drawing).

b. Hasil Mutual Check ke II dengan gambar terpasang sebagai dasar pembayaran

volume pekerjaan yang telah selesai dikerjakan.

c. Semua gambar-gambar terpasang dibuat rangkap tiga.

9.4 Untuk jangka waktu Mutual Check akan diatur/ditentukan direksi. Jika tidak

ditentukan maka pengajuan biaya tambahan/pengurangan biaya paling lambat satu

bulan sebelum jangka waktu pelaksanaan berakhir sudah harus disampaikan kepada

Pemberi Tugas dan instansi yang berwenang. Ketentuan-ketentuan yang belum

diatur dalam Mutual Check ini akan ditentukan kemudian oleh Direksi.

Pasal 10

Pengalihan Aliran Sungai dengan Pengeringan Dasar Galian

10.1 PIHAK KEDUA harus melaksanakan pengalihan air sungai untuk memungkinkan

terlaksananya pekerjaan.

10.2 Sebelum melaksanakan pekerjaan ini, maka PIHAK KEDUA diharuskan

menyerahkan kepada Direksi rencana dari pekerjaan pengalihan sungai.

10.3 Sekalipun rencana tersebut telah disetujui Direksi, tidak berarti PIHAK KESATU

bebas dari tanggung jawab dalam metode yang dipergunakan.

10.4 Pengalihan sungi harus dijaga sepenuhnya melalui saluran pengelak sementara

selama pembuatan jembatan, pembuangan dan bangunan lain.

10.5 PIHAK KEDUA harus merencanakan, membangun dan memelihara semua

pekerjaan pelindung sementara yang perlu, seperti tanggul penutup sementara

(kistdam), tanggul-tanggul dan pekerjaan pelindung lainnya.

10.6 PIHAK KEDUA harus menyediakan semua bahan yang diperlukan untuk pekerjaan

ini dan harus pula menyediakan, memasang, memelihara dan mengoperasikan

pompa-pompa air yang diperlukan dan segala peralatan untuk membuang air dari

seluruh area pekerjaan yang membutuhkan proses pengeringan.

10.7 PIHAK KEDUA bertanggung jawab dan harus memperbaiki dengan biaya sendiri

semua kerusakan pada pondasi bangunan atau bagian lain dari pekerjaan yang rusak

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

359

 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

oleh genangan air, yang diakibatkan kesalahan pelaksana pembuatan pekerjaan

pelindung.

10.8 Informasi data hidrologi dan data penyelidikan tanah dapat diperoleh di kantor

proyek untuk referensi bagi Pemborong dalam merencanakan tanggul penutup

sementara dan lain sebagainya.

10.9 Pemilik pekerjaan dan Direksi tidak menjamin kebenaran dan ketepatan informasi

data tersebut dan dianggap tidak bertanggungjawab untuk semua kesimpulan dan

interpretasi yang dibuat oleh Pemborong.

10.10 Setelah pekerjaan pengalihan air sungai selesai, maka PIHAK KEDUA harus

membongkar dan membereskan lokasi bekas pekerjaan tersebut sehingga menjadi

rapid dan tidak mengganggu pelaksanaan pekerjaan lainnya dan tidak pula

menghalangi kemampuan operasi bendung beserta perlengkapannya.

Pasal 11

Pekerjaan Tanah

11.1 Untuk pekerjaan-pekerjaan kecil, misalnya saluran got, bangunan kecil dengan

galian yang tidak terlalu dalam, dapat digunakan tenaga manusia.

11.2 Untuk galian yang besar dan dalam, misalnya bendung, saluran primer yang

mempunyai jumlah volume yang besar, supaya menggunakan alat berat.

11.3 Hasil galian dapat dipakai sebagai timbunan tanggul, bila hasil galian memenuhi

syarat bahan timbunan atau disetujui Direksi.

11.4 Semua biaya untuk galian tanah dan pembuangannya harus sudah masuk harga

satuan, dimana meliputi penggalian, pembuangan, ganti rugi tanaman, pembersihan

termasuk penggunaan alat berat.

11.5 Untuk tanah-tanah yang tidak dapat bertahan pada lereng-lereng yang ditentukan

oleh direksi dan material-material yang longsor ke daerah galian disepanjang garis

galian, harus dipindahkan oleh Kontraktor dan lereng-lereng harus diselesaikan

kembali menurut garis dan tingkat yang ditetapkan oleh direksi. Kontraktor diminta

untuk menggali daerah-daerah yang mungkin akan longsor diluar batas-batas

penggalian yang diperlukan untuk mencegah kerusakan pada pekerjaan.

11.6 Untuk daerah asal bahan (borrow area) ada beberapa hal-hal yang perlu diperhatikan

antara lain :

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

360

 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

a. Bahan timbunan yang diperlukan untuk pekerjaan harus diambilkan dari borrow

area yang disetujui oleh direksi dan setelah diuji untuk mengetahui kecocokan

bahan.

b. Sebelum penggalian tanah, permukaan harus dikupas dari tanaman-tanaman

termasuk akar-akarnya. Apabila permukaan tanah dikupas sampai kedalaman

0,15 m maka tanah kupasan ditimbun dan ditempatkan disekitar borrow area.

c. Setelah selesai penggalian, Kontraktor meninggalkan daerah tersebut dalam

keadaan rapi sesuai petunjuk direksi, termasuk semua pekerjaan tanah yang

diperlukan untuk mencegah penggenangan air di daerah tersebut. Apabila

borrow area terletak pada sawah atau tanah tegalan , maka tanah yang dipakai

untuk timbunan tidak boleh melebihi kedalaman 0,5 m dan setelah semua

penggalian selesai daerah tersebut dapat dipakai kembali untuk pertanian.

d. Batas borrow area minimum 20 m diluar batas pekerjaan tetap.

11.7 Kontraktor harus menggali, memuat, mengangkut, membuang, membentuk dan

memadatkan bahan-bahan timbunan tersebut sampai dengan ukuran yang tercantum

di dalam gambar.

11.8 Penggalian saluran dan pembuangannya sebagai berikut :

a. Penggalian saluran harus sesuai dengan dimensi yang ada pada gambar.

b. Tanah galian dari saluran primer, sekunder, saluran pembuang dan saluran jalan

harus ditempatkan sepanjang tanggul saluran atau jika terdapat kelebihan galian,

dan jika tidak disebutkan harus diletakkan tanggul yang memerlukan tambahan

timbunan.

c. Kelebihan galian yang tidak dibutuhkan untuk pekerjaan tanah baik setempat

atau di tempat lain dimana volume galian dan timbunan tidak seimbang di

sepanjang saluran, harus diletakkan pada tempat tanggul buangan terpisah dan

di luar pekerjaan tanah permanen. Tanggul buangan di buat menurut direksi dan

kontraktor menyiapkan rencana pekerjaan tanah tersebut bagi setiap bagian dari

pekerjaan dengan detail lokasi dan program penggalian dari saluran dan

membuang tanahnya sebagai timbunan tanggul.

d. Kontraktor harus mengajukan usul rencana pelaksanaan pekerjaan tanah

selambat-lambatnya tujuh hari sebelum tanggal yang dimaksud sebagi

pemberitahuan kepada direksi.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

361

 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

e. Untuk penggalian tanah lunak digunakan alat-alat seperti spades, hoes,

bulldozers dengan dihubungkan alat pembelah, scrapers tanpa dihubungkan

dengan alat khusus.

f. Untuk galian batu atau tanah keras menggunakan alat pembelah khusus yang

dihubungkan bulldozer D8 atau peralatan yang sebanding atau yang diperlukan

sesuai dengan pelaksanaan.

11.9 Untuk longsoran di talud, Kontraktor harus mencoba untuk menjaga dengan sangat

hati-hati dan mengambil tindakan pencegahan yang diperlukan yaitu dengan

memperbaiki semua pekerjaan tanah dan kerusakan yang bersangkutan serta

melaksanakan perubahan yang diperlukan pada pekerjaan yang dapat disetujui

Direksi.

Pasal 12

Timbunan Tanah Kembali

12.1 Untuk timbunan tanah kembali dipadatkan, dimaksudkan menimbun kembali bekas

galian bangunan dengan material tanah hasil galian atau menurut petunjuk Direksi.

12.2 Timbunan harus dilakukan sedemikian dicapai kepadatan yang cukup dan merata.

Pemadatan dilakukan dengan stamper atau alat ringan sedemikian sehingga tidak

membahayakan bangunan atau menurut petunjuk Direksi.

12.3 Harga satuan untuk timbunan kembali dipadatkan harus sudah termasuk biaya

pemadatan, perapian dan biaya-biaya lain yang diperlukan, misalnya alat bambu dan

lain-lain.

Pasal 13

Timbunan Tanah Tanggul

13.1 Timbunan tanggul dibedakan dengan timbunan dengan tanah yang tersedia

(misalnya galian dan sebagainya) dan timbunan dari lokasi pengambilan (borrow

area).

13.2 Timbunan tanggul yang kecil dimana kepadatan dan kualitas yang disyaratkan tidak

begitu tinggi misalnya untuk tanggul saluran sekunder. Maka penimbunan-

penimbunan tetap harus dengan persetujuan Direksi.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

362

 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

13.3 Dalam hal tanah timbunan dari material yang tersedia (hasil galian) tanah yang

digunakan harus dari tanah yang baik dan dapat memenuhi persyaratan bahan

timbunan atau sesuai petunjuk Direksi.

13.4 Material timbunan harus bersih dari akar-akar tumbuhan, humus, bahan-bahan

organik dan bahan substansi lain.

13.5 Timbunan tanah dilakukan lapis demi lapis dengan ketebalan 20 cm atau sesuai

dengan percobaan pemadatan. Setiap lapis harus dipadatkan dengan alat pemadat

sehingga dicapai kepadatan minimum 95 % dari hasil proctor standart.

13.6 Harga satuan timbunan harus sudah cukup semua biaya untuk sewa alat dan biaya

operasinya, biaya pemadatan dan biaya tes laboratorium.

Pasal 14

Pekerjaan Pasangan Batu

14.1 Bahan batu adalah jenis batuan basalt/andesit dan permukaan batu harus dipecah

minimal 2 sisi dan bersih dari kotoran.

14.2 Bahan pasir adalah jenis Muntilan dengan kadar lumpur maksimum 1 % dengan

butiran tajam.

14.3 Campuran spesi terdiri dari 1 PC : 4 Pasir diaduk dengan beton molen. Perbandingan

tersebut adalah perbandingan volume. Adukan harus ditampung dalam kotak

peneampungan agar tidak tercampur dengan bahan lain.

14.4 Pemasangan batu tidak boleh bersentuhan dan rongga-rongga harus terisi penuh

spesi.

14.5 Harga satuan termasuk upah tenaga kerja, bahan, pembersihan batu muka dan

perapihan.

Pasal 15

Pekerjaan Siaran

15.1 Bahan pasir sejenis Muntilan dengan campuran 1 PC : 3 Pasir.

15.2 Sebelumnya permukaan antara batu muka digaruk sedalam 2 cm dan dibersihkan

kemudian diisi spesi 1,5 cm (siar dalam).

15.3 Volume dihitung sesuai dengan luasan permukaan batu muka yang disiar sesuai

garis gambar.

15.4 Harga satuan termasuk upah tenaga, bahan, pembersihan batu muka dan perapihan.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

363

 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

Pasal 16

Pekerjaan Plesteran

16.1 Bahan pasir sejenis Muntilan dengan campuran 1 PC : 3 Pasir (perbandingan

volume).

16.2 Sebelumnya permukaan harus dibersihkan dari kotoran tanah dan dilakukan

penyiraman.

16.3 Volume dihitung sesuai dengan luasan permukaan.

16.4 Harga satuan termasuk upah tenaga, bahan, pembersihan batu muka dan perapiahan

peralatan.

Pasal 17

Pekerjaan Beton Bertulang

17.1 Semen Portland yang digunakan harus memenuhi syarat-syarat N.1 – 8 dan harus

melalui pengujian.

17.2 Pasir dan split yang dipakai harus memenuhi syarat-syarat PBI 1971. Untuk split

harus berasal dari batu pecah jenis basalt/andesit. Pasir jenis muntilan.

17.3 Pemborong diwajibkan membuat sample/kubus beton dan melakukan tes terhadap

mutu beton selama waktu pelaksanaan sesuai dengan persyaratan PBI 1971. Biaya

pengujian menjadi tanggung jawab kontraktor.

17.4 Campuran beton 1 PC : 2 Pasir : 3 Split (perbandingan volume). Pengadukan harus

menggunakan beton molen dan pemadatan harus menggunakan vibrator.

17.5 Pembongkaran bekesting atas persetujuan Direksi.

17.6 Beton yang telah dicor harus terus dibasahi minimum selama 14 hari.

17.7 Mutu beton yang digunakan adalah sebagai berikut :

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

364

 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

Tabel 6.1 Mutu Beton

No Mutu σ’bk kg/cm2

σ’bm S = 46 kg/cm2

Kategori dari Pengawasan terhadap

Bangunan Kualitas Agregat

Kekuatan tekanan

1 B0 - - non srukturil Pemeriksaan

dengan mata

Tidak ada

pengujian

2 BI - - stukturil Pemeriksaan

dengan teliti

Tidak ada

Pengujian

3 K. 125 125 200 stukturil

Pengujian men-

detail dengan

analisa ayakan

Pengujian

akan

diadakan

4 K.175 175 250 Stukturil

Pengujian men-

detail dengan

analisa ayakan

Pengujian

akan

diadakan

5 K. 225 225 300 Stukturil

Pengujian men-

detail dengan

analisa ayakan

Pengujian

akan

diadakan

6

>K.225 >225 >300 stukturil

Pengujian

mendetail dengan

analisa ayakan

Pengujian

akan

diadakan

Sumber : Dokumen Tender Syarat-Syarat Umum dan Teknis, DPU Pengairan 1999.

Pasal 18

Komposisi/Campuran Beton

18.1 Beton harus dibentuk dari semen portland, pasir kerikil/batu pecah air seperti yang

ditentukan sebelumnya, semuanya dicampur dalam perbandingan yang serasi dan

diolah sebaik-baiknya sampai pada ketentuan yang baik dan tepat.

18.2 Untuk beton mutu B 0, campuran yang biasa untuk pekerjaan non strukturil dipakai

perbandingan dari semen portland terhadap pasir dan agregat kasar tidak boleh

kurang dari 1:3:5.

18.3 Untuk beton mutu B 1 dan K 125, campuran nominal dari semen portland, pasir dan

kerikil/batu pecahan harus digunakan dengan perbandingan volume 1:2:3 atau

1:11/2:21/2.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

365

 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

18.4 Untuk mutu K175 dan mutu-mutu lainnya yang lebih tinggi harus dipakai campuran

yang direncanakan (design mix). Campuran yang direncanakan diketemukan dari

percobaan-percobaan campuran untuk memenuhi kekuatan karakteristik yang

disyaratkan.

18.5 Tingkat agregat yang kasar untuk kelas II derajat K 125 dan untuk kelas III derajat K

175 beton berada dalam batas yang ditentukan dalam N.1.2.1971 dan kontraktor

harus memperoleh derajat yang patut apabila diminta oleh direksi dengan

mengkoordinir ukuran agregat yang profesional, agar diperoleh derajat yang

sepatutnya.

18.6 Perbandingan antara bahan-bahan pembentuk beton yang dipakai untuk berbagai

pekerjaan (sesuai kelas mutu) harus dipakai dari waktu ke waktu selama berjalannya

pekerjaan, demikian juga pemeriksaan terhadap agregat dan beton yang dihasilkan.

Perbandingan campuran dan faktor air semen yang tepat, kekedapan, awet dan

kekuatan yang dikehendaki dengan tidak memakai semen terlalu banyak.

Faktor air semen dari beton (tidak terhitung air yang dihisap oleh agregat) tidak

boleh melampaui 0,55 (dari beratnya) untuk kelas III dan jangan melampaui 0,60

(dari beratnya) untuk kelas lainnya. Pengujian dari beton akan dilakukan oleh direksi

dan perbandingan campuran harus diubah jika perlu untuk tujuan atau penghematan

yang dikehendaki, kegairahan bekerja, kepadatan, kekedapan, awet atau kekuatan

dan Kontraktor tidak berhak atas penambahan konpensasi disebabkan perubahan

yang demikian.

Pasal 19

Pamasangan Bekesting

19.1 Acuan beton/bekesting adalah konstruksi non permanen sebagai cetakan

pembentukan beton muda agar setelah mengeras mempunyai bentuk, dimensi dan

kedudukan yang benar sesuai gambar rencana.

19.2 Bahan acuan beton dapat dibuat dari baja, kayu atau beton pratekan yang harus

bersih permukaannya sebelum proses pengecoran dilaksanakan.

19.3 Pembuatan acuan beton harus sesuai dengan gambar rencana dan detail-detailnya

yang telah mendapat persetujuan dari Direksi. Tata cara pengecoran tahapan

persiapan kerja dan pelaksanaan pengecoran harus disetujui oleh Direksi.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

366

 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

19.4 Konstruksi acuan beton harus tidak menimbulkan kerusakan-kerusakan pada beton

jadi pada saat pembongkaran. Acuan beton harus dapat menerima getaran vibrator

(alat pemadat). Acuan beton dan perancah hanya diperbolehkan terjadi lendutan

maksimum 3 mm pada saat beban maksimum atau 1/300 panjang bentang.

19.5 Pada acuan beton sebelah dalam harus dilapisi multipleks atau plywood. Acuan

beton dibuat dari papan dengan kualitas tebal 3 cm dan sekur (penyanggah) dari

kayu 5/7.

19.6 Pada acuan beton pratekan harus dikonstruksikan kuat dengan bahan baja, kayu atau

plywood/multipleks dengan sekur/strip baja sehingga mendapat kedudukan dan

kekuatan yang cukup. Sistem sambungan yang digunakan harus sesuai dengan

peraturan yang ada.

19.7 Sebelum proses pengecoran dilaksanakan maka bagian dalam acuan beton diolesi

dengan oli atau bahan lain yang memudahkan dalam pembongkaran dengan syarat-

syarat bahan tersebut tidak mempengaruhi mutu atau warna beton cor. Pelaksanaan

ini dilakukan sebelum penyetelan besi tulangan.

19.8 Pada acuan harus diperhatikan pemeliharaan, kekokohan dan kelancaran fungsi baut-

baut yang ada.

19.9 Pada acuan dinding tegak dan bagian tipis harus dilaksanakan menurut kemajuan

pekerjaan dari bawah ke atas dengan satu sisi tertutup bertahan, di mana harus

memenuhi persyaratan pengecoran agar pengecoran dapat dilakukan pada tinggi

jatuh kurang dari ketinggian 130 cm (persyaratan PBI) atau acuan tetap utuh tetapi

proses pengecoran dilakukan dengan bantuan pompa, pipa/selang dan vibrator agar

proses pengisian beton dapat merata dan padat.

Pasal 20

Pengadukan Beton

20.1 Syarat pelaksanaan pekerjaan beton dari pengadukan sampai perawatannya,

hendaknya sesuai dengan ketentuan dan persyaratan PBI 1971.

20.2 Pengadukan, pengangkutan, pengecoran sebaiknya dilakukan pada cuaca yang baik,

bila hari sedang hujan atau panas terik, maka harus dilakukan usaha untuk

melindungi alat-alat pengadukan tersebut atau pengangkutan atau pengecoran

sehingga dapat dijamin bahwa air semen tidak akan berpengaruh atau berubah.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

367

 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

20.3 Direksi dapat menunda proses pengecoran apabila berpendapat bahwa keadaan tidak

memungkinkan dan tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemborong untuk mengklaim

keputusan atas keputusan tersebut.

20.4 Alat pengaduk semen harus dirawat terutama dari kontainernya (bebas dari

pengumpulan bahan beton sisa yang mengeras) dan Direksi akan mengontrol pada

saat dimulainya pengadukan selanjutnya.

20.5 Pengadukan di lapangan harus dibuat tempat khusus di lokasi pekerjaan dan harus

dapat menghasilkan adukan homogen. Penakaran bahan adukan harus seteliti

mungkin pada perbandingan jumlah yang disyaratkan dengan memperhatikan

kapasitas maksimum mesin pengaduk tersebut.

20.6 Waktu aduk dari bahan tersebut adalah tiap kurang dari 1,5 (satu setengah) menit

dihitung dari pemasukan semua bahan termasuk air untuk kapasitas aduk dari 1 m3

maka waktu minimum harus diperpanjang dengan persetujuan Direksi.

20.7 Putaran dari mesin minimum harus diperpanjang dengan persetujuan Direksi.

20.8 Putaran dari mesin pengaduk harus dikontrol. Kontinuitasnya sesuai dengan

rekomendasi pabrik.

20.9 Harus disediakan mesin aduk lebih dari satu untuk lebih berfungsi sebagai reserve

mixer serta dapat ikut melayani pada beban puncak kebutuhan adukan persatuan

waktu.

20.10 Beton rusak-mengeras tidak boleh diaduk lagi dan harus dibuang agar tidak

mengganggu-memperlambat proses pengecoran. Pengadukan dilanjutkan 10

(sepuluh) menit kemudian untuk waktu aduk lebih dari 1,5 (satu setengah) menit dan

harus dibolak-balik pada waktu tertentu menurut perintah Direksi.

20.11 Pengangkutan bahan adukan beton jadi ke lokasi harus dilakukan secara khusus

untuk menjaga agar tidak terjadi segregasi dan kehilangan bahan-bahan (air semen

dan butiran-butiran halus).

20.12 Pengangkutan harus kontinu sehingga tidak terjadi pemisahan antara beton yang

sudah dicor terlebih dahulu dengan yang masih baru atau dapat terjadi pengikatan

sempurna.

20.13 Penggunaan talang miring untuk transportasi bahan aduk harus mendapat ijin dari

Direksi, dimana harus diperhatikan panjang talang dan kontinuitas pasokan.

20.14 Adukan beton harus dicor dalam waktu satu jam setelah pengadukan air dimulai,

jangka waktu ini termasuk transportasi ke lokasi. Dengan pengadukan mekanis dapat

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

368

 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

memperpanjang waktu 2 (dua) jam setelah menambah bahan additive perlambatan

maka jangka waktu dapat diperpanjang lagi, tetapi penggunaan bahan additive harus

seijin dari Direksi.

Pasal 21

Pekerjaan Pasangan Batu Kali 21.1 Batu yang akan digunakan adalah batu kali diameter batu tidak boleh melebihi 20

cm dan tidak kurang dari 10 cm.

21.2 Jenis batu yang dipergunakan berkualitas baik.

21.3 Permukaan batu yang menghadap keluar tidak boleh berbentuk lonjong melainkan

berbentuk pipih.

21.4 Batu dipasang pada sayap pasangan/dinding yang miring atau sesuai petunjuk

Direksi Lapangan.

Pasal 22

Pasangan Batu Pengisi

22.1 Batu dipasang tegak lurus dengan permukaan, agar kedudukan batu-batu kuat dalam

pemasangannya dan diatur sedemikian rupa sehingga permukaan batu rata (satu

batu).

22.2 Pertemuan antara satu bata dengan batu yang lain saling beriringan dan tidak boleh

ada tanahnya.

Pasal 23

Sambungan Gerak

23.1 Pada penahanan air (water stop), Kontraktor harus menyediakan dan memasang

penahan air, pada semua tempat sambungan gerak pada bagian yang memerlukan

dan sambungan harus kedap air. Apabila tidak diminta lain, penahan air dibuat dari

karet didapat dari pabrik yang disetujui direksi dan harus disimpan dan dipasang

sesuai petunjuk dari pabrik. Penahanan air di atas harus dicetak sampai kepanjangan

yang memungkinkan dan lengkap dengan bagian yang membentuk sudut dan

persilangan, dan harus dibuat untuk keperluan bangunan-bangunan di bawah air

secara menerus. Usulan kontraktor untuk menyambung penahan air harus disetujui

direksi, dan semua sambungan harus rapat. Adapun ukuran minimum dan bentuk

dari penahan sebagai berikut:

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

369

 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

Tabel 6.2 Ukuran dan Bentuk Penahan Air

Bahan

(mm)

Lebar

(mm)

Tebal

(mm)

Diameter

lingkaran

ujung (mm)

Diameter

lingkaran

tengah (mm)

Diameter

lobang

tengah

(mm)

Karet 225 9,5 25 38 19

150 9,5 19 - - Sumber : Dokumen Tender, Syarat-Syarat Umum dan Teknis, DPU Pengairan 1999.

Pada bagian ujungnya karet penahan air harus mempunyai potongan lingkaran, harus

dilindungi dari kerusakan akibat terkena panas selama pemasangannya. Pada

pengecoran betonnya harus dirapatkan dengan hati-hati dan seksama sehingga tidak

ada lubang-lubang yang terjadi. Kontraktor harus menyediakan hasil pengujian dari

pabrik untuk tiap penahanan air yang dikirim ke lapangan.

23.2 Pada karet penahan air harus memenuhi persyaratan-persyaratan dari pada SNI atau

spesifikasi lain yang disetujui direksi.

23.3 Pada pengisi sambungan, Kontraktor harus menyediakan dan memasang pengisi

sambungan pada semua sambungan dan apabila tidak ditentukan lain, sambungan

harus fibre board yang direndam bitumen seperti expandite flexcell. Pengisi

sambungan harus didapatkan dari pabrik yang disetujui direksi dan harus disimpan

dan dipasang menurut instruksi dari pabrik. Lembaran-lembaran pengisi sambungan

dipasang rapat sehingga sambungan menutupi pada sisi-sisinya untuk mencegah

keluarnya semen.

23.4 Pada batang dowel apabila menembus sambungan harus dibungkus, bungkusan-

bungkusan harus dibuat terlebih dahulu dari bahan yang memenuhi untuk pengisi

sambungan atau bahan lain yang disetujui oleh Direksi.

23.5 Pada penutup sambungan, Kontraktor harus membuat alur pada sambungan gerak

dan sambungan konstruksi pada kedua permukaan dari pekerjaan betonnya kecuali

bagian bawah dari pekerjaan beton yang ada penyangganya. Alur dibuat lurus .

Kontraktor harus menyiapkan permukaan dari alur dan menyiapkan bahan penutup

sambungan kemudian mengisi alur tersebut dengan bahan di atas. Penutup

sambungan dari bahan semacam bitumen didapatkan dari pabrik. Pemasangan

penutup sambungan harus disetujui terlebih dahulu oleh Direksi.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

370

 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

23.6 Pada sambungan dengan cat bitumen, Kontraktor harus membersihkan dan

mengeringkan permukaan-permukaan tersebut sebelum pengecatan bitumen

dilaksanakan, dan pengecatan dengan bitumen dilaksanakan dalam 2 lapisan. Jenis

bitumen harus dari jenis penetrasi 40/50 atau lainnya yang mendapat persetujuan

dari Direksi.

23.7 Perletakan jembatan harus dari karet biasa atau karet dengan lapisan kering baja dan

sesuai dengan kebutuhan sebagai berikut:

Tabel 6.3 Perletakan Lantai Jembatan

Jenis peralatan

Muatan

tegak lurus

terbesar

Gerak

mendatar

terbesar

Lantai jembatan yang diganjal sederhana dengan

batang bersih kurang dari 4,4 m 7,5 ton/m 2 mm

Lantai jembatan yang diganjal sederhana dengan

batang bersih kurang dari 4,5 m tapi lebih dari 6,5 m 8,5 ton/m 4 mm

Balok yang diganjal sederhana dengan bentang

bersih kurang dari 9 m 14 ton/m 4 mm

Sumber : Dokumen Tender, Syarat-Syarat Umum dan Teknis, DPU Pengairan 1999.

Karet pendukung yang dipakai pada ujung terjepit dari balok dan lantai beton harus

dipasang dengan pasak baja lunak melalui bantalan pendukung, diisi ke dalam

lubang yang sudah dibuat lebih dahulu dengan adukan semen pasir 1:1. Pasak-pasak

itu harus dibungkus dengan dua lapis kertas bangunan dimana ia menonjol kedalam

lantai beton. Jika diijinkan oleh Direksi, Kontraktor dapat mengganti dengan

lembaran-lembaran pendukung dari timah hitam dengan ukuran dan mutu yang

disetujui.

Pasal 24

Pemasangan Peil Schaal

24.1 Bahan peil schaal/alat ukur tinggi air dibuat dari fiberglass.

24.2 Bahan dan ukuran peil schaal harus sesuai dengan petunjuk Direksi Lapangan.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

371

 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

24.3 Peil schaal dipasang pada dinding tegak sungai (di atas mercu), di antara saluran

dengan pintu intake dan pada sayap saluran irigasi.

24.4 Pemasangan peil schaal harus tegak lurus dengan permukaan air. Diusahakan

pemasangan pada lokasi air yang tenang (tidak bergelombang).

24.5 Pada bagian kiri dan kanan peil schaal diberi paku atau baut dan permukaan peil

schaal harus rata.

24.6 Pada tempat perletakan peil schaal diberi pasangan 1 :3.

Pasal 25

Syarat – syarat Bahan

Apabila dianggap perlu Direksi dapat memerintahkan untuk diadakan pemeriksaan pada

bahan atau pada campuran bahan-bahan yang dipakai dalam pelaksanaan konstruksi

bendung untuk menguji pemenuhan persyaratan oleh Pemborong/Kontraktor.

Pemeriksaan bahan-bahan dan beton harus dilakukan dengan cara-cara yang ditentukan

dan pemeriksaan tersebut harus disimpan oleh Pemborong dan apabila diminta harus dapat

menunjukkan kepada Direksi setiap saat selama pekerjaan berlangsung dan selama 2 (dua)

tahun setelah pekerjaan selesai.

25.1 Semen Portland

a. Untuk konstruksi beton bertulang pada umumnya dapat dipakai jenis semen

yang memenuhi ketentuan-ketentuan dan persyaratan yang ditentukan dari

spesifikasi teknis yang sesuai dengan NI – 8 1972.

b. Apabila dipakai persyaratan-persyaratan khusus mengenai sifat-sifat betonnya,

maka dapat dipakai semen lain seperti yang ditentukan dalam NI-8 seperti

semen Portland, trassemen alluminia, semen tahan sulfat dan lainnya. Dalam hal

ini Pemborong harus meminta pertimbangan dari lembaga pemeriksaan bahan-

bahan yang diakui dan disetujui oleh Direksi.

c. Semen yang dipakai harus dalam keadaan baru dan masih dalam kantong-

kantong yang disegel. Semen disimpan di tempat yang kering dan terlindung

dari pengaruh cuaca, berventilasi secukupnya dan penimbunan tak langsung

mengenai tanah. Merk yang dipilih tidak dapat diganti dalam pelaksanaan

kecuali dengan persetujuan Direksi.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

372

 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

25.2 Agregat Halus

a. Agregat halus untuk beton dapat berupa pasir alami sebagai hasil disintegrasi

alami batuan berupa pasir buatan yang dihasilkan oleh alat-alat pemecah batu,

sesuai dengan syarat-syarat mutu agregat yang telah ditentukan.

b. Agregat halus terdiri dari butir-butir yang tajam dan keras. Butir-butir halus

bersifat kekal artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh-pengaruh cuaca,

seperti terik matahari dan hujan.

c. Agregat halus tidak boleh mengandung Lumpur lebih dari 5 % (ditentukan

terhadap berat kering), yang diartikan dengan Lumpur adalah bagian-bagian

yang dapat melalui ayakan 0,03 mm. apabila kadar lumpur melampaui 5 %

maka agregat halus harus dicuci.

d. Agregat halus tidak boleh mengandung bahan-bahan organik terlalu banyak, ini

dibuktikan dengan percobaan (dengan larutan NaOH) agregat halus yang tidak

memenuhi percobaan ini dapat dipakai juda dengan syarat kekuatan adukan

agregat tersebut pada umur 7 (tujuh) dan 28 (dua puluh delapan) hari tidak

kurang dari 95 % dari kekuatan adukan agregat yang sama tetapi dicuci hingga

bersih dengan air pada umur yang sama.

e. Agregat halus terdiri dari butir-butir yang seragam besarnya dan apabila diayak

harus memenuhi syarat -syarat sebagai berikut :

Sisa di atas ayakan 0,25 mm harus berkisar antara 80 % sampai 95 % dari

berat.

Sisa ayakan di atas saringan 5 mm harus minimum 2 % dari berat.

Sisa ayakan di atas saringan 1 mm harus minimum 10 % dari berat.

f. Pasir laut tidak boleh dipakai sebagai agregat halus untuk campuran beton,

kecuali dengan petunjuk-petunjuk dari lembaga pemeriksaan bahan-bahan yang

diakui dan disetujui oleh Direksi.

25.3 Agregat Kasar

a. Agregat kasar beton dapat berupa kerikil atau batu pecah. Pada umumnya yang

di maksud dengan agregat kasar adalah agregat yang besar butirannya lebih dari

5 mm, sesuai dengan syarat-syarat mutu agregat untuk berbagai beton, maka

agregat kasar harus memenuhi persyaratan-persyaratan tersebut.

b. Agregat yang kasar harus terdiri dari butir-butir yang kasar dan tidak berpori.

Agregat kasar mengandung butir-butir pipih yang dapat dipakai apabila jumlah

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

373

 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

butir-butir pipih tersebut tidak melebihi/melampaui 20 % dari berat agregat

seluruhnya. Butir-butir agregat harus bersifat kekal artinya tidak pecah dan tidak

hancur oleh perubahan cuaca (terik matahari atau hujan).

c. Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1 % (ditentukan dari

berat kering). Yang diartikan dengan lumpur adalah bagian yang dapat melalui

saringan 1 %, apabila tidak memenuhi persyaratan tersebut maka agregat harus

dicuci. Agregat tidak boleh mengandung zat-zat alkali.

d. Agregat kasar harus terdiri dari butir yang beraneka ragam besarnya dan apabila

diayak harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

Sisa ayakan di atas saringan 4 mm harus berkisar antara 90 % - 99 % dari

berat.

Sisa ayakan di atas saringan 3,5 mm besarnya harus 0 % dari berat.

Selisih antara sisa-sisa komulatif di atas 2 (dua) saringan yang berurutan

adalah besarnya maksimum 0 % dan minimum 10 %.

e. Besar butiran agregat maksimum tidak boleh lebih dari pada cetakan, 1/3 dari

tebal plat atau ¾ dari jarak bersih minimum antara batang-batang atau berkas-

berkas tulangan. Penyimpangan dari pembatasan ini diijinkan menurut penilaian

Direksi, cara-cara pengecoran beton adalah sedemikian rupa sehingga terjadi

sarang kerikil.

25.4 Agregat Campuran

a. Susunan butir agregat campuran untuk beton dengan mutu K-400 atau mutu

yang lebih tinggi lagi harus diperiksa dengan melakukan analisa ayakan oleh

laboratorium yang ditunjuk oleh Direksi.

b. Hasil dari pemeriksaan laboratorium tersebut adalah yang menentukan apakah

agregat campuran tersebut dapat dipakai atau tidak dan harus diganti.

c. Apabila harus diganti dengan agregat yang memenuhi syarat, maka pemborong

wajib menyediakan lagi paling lambat dalam kurun waktu 7 (tujuh) hari.

25.5 Batu Pecah

a. Batu pekerjaan pasangan hanya diperbolehkan menggunakan batu pecah.

Ukuran batu yang dipakai berdiameter antara 15 mm – 25 mm.

b. Batu yang dipakai harus dari jenis keras, tidak lapuk dan tidak terdapat bekas-

bekas pelapukan.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

374

 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

c. Batu yang dipakai harus bersih dari kotoran yang melekat kalau perlu harus

dicuci terlebih dahulu.

25.6 Besi Beton

a. Besi beton yang dipakai bebas dari kotoran, lapisan lemak, minyak sisik, karat

dan tidak cacat (retak, mengelupas dan sebagainya) serta lapisan yang

mengurangi daya lekatnya besi dengan beton.

b. Besi yang digunakan dalam beton bertulang adalah besi dengan fy = 240 Mpa.

c. Besi beton yang dipakai harus disuplai dari satu sumber dan tidak dibenarkan

mencampur bermacam-macam sumber. Besi beton yang dipakai sebelumnya

harus dimintakan uji laboratoriun dengan dua contoh percobaan perlengkungan

dan stress-strain untuk setiap 20 ton besi. Pengujian masing-masing percobaan

digunakan 3 (tiga) batang besi dengan pengawasan dari Direksi.

d. Garis tengah besi beton harus sesuai dengan gambar rencana, apabila yang

dipakai kurang dari ketentuan maka diwajibkan menambah tulangan sesuai

dengan petunjuk-petunjuk Direksi.

e. Besi beton sebelum dipakai sebagai konstruksi harus dilindungi dari terik

matahari dan hujan sehingga tidak timbul karat.

f. Batang-batang tulangan disimpan tidak langsung menyentuh tanah. Batang

tulangan besi beton dari berbagai ukuran harus diberi tanda dan dipisahkan satu

sama lainnya sehingga tidak tertukar.

g. Penimbunan batang-batang tulangan di udara terbuka untuk jangka waktu yang

lama harus dicegah.

25.7 Air

a. Air yang dipakai untuk perawatan dan pembuatan beton tidak boleh

mengandung minyak, asam, alkali garam dan bahan-bahan lain yang dapat

merusak besi tulangan atau betonnya, dalam hal ini mutu air yang digunakan,

dianjurkan untuk mengirim contoh air tersebut ke laboratorium pemeriksaan

bahan-bahan yang ditunjuk dan diakui oleh Direksi untuk diteliti sampai

seberapa jauh air tersebut mengandung zat-zat yang dapat merusak beton dan

besi tulangan.

b. Apabila pemeriksaan contoh air tersebut dalam ayat 1 di atas tidak dapat

dilakukan, maka dalam hal ini adanya keragu-raguan mengenai pemakaian air

harus diadakan percobaan pembanding antara kekuatan beton (semen+pasir)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

375

 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

dengan menggunakan air itu selama 7 (tujuh) sampai 18 (dua puluh delapan)

hari paling sedikit adalah 90 % dari kekuatan beton tersebut dengan martel

dengan memakai air suling pada umur yang sama.

c. Jumlah air yang dipakai untuk membuat adukan beton dapat ditentukan dengan

ukuran berat dan harus dilakukan secepatnya.

Pasal 26

Pekerjaan Lain-lain

Syarat-syarat untuk pekerjaan lain-lain yang belum tercantum dalam uraian di atas akan

diatur dan ditentukan lebih lanjut sesuai dengan persyaratan teknis yang berlaku.

Pasal 27

Pemeliharaan dan Finishing

27.1 Bila setelah dilaksanakan terjadi kerusakan, Pemborong harus memperbaiki sebelum

pekerjaan diserahkan kepada pihak Direksi.

27.2 Semua jenis pekerjaan harus dipelihara sesuai dengan petunjuk Direksi di lapangan.

27.3 Bila ada penjelasan yang tercantum di atas yang belum jelas atau kurang dipahami,

akan disusul di kemudian hari dan bila perlu dikonsultasikan dengan pihak Direksi.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

376

 BAB VII  RENCANA ANGGARAN BIAYA 

BAB VII

RENCANA ANGGARAN BIAYA

7.1 Perhitungan Volume Pekerjaan

Perhitungan volume galian dan timbunan, volume pekerjaan dan harga satuan pekerjaan

digunakan sebagai acuan di dalam perhitungan anggaran. Dalam perhitungan volume galian

dan timbunan untuk embung dilakukan dengan cara menghitung dimensi konstruksi,

mengacu pada gambar teknis yang telah dibuat. Tabel 7.1 Perhitungan volume pekerjaan

NO PEKERJAAN URAIAN VOLUME

1 Badan bendung

(Pasangan batu)

- Badan bendung tanpa lantai kolam olak 48,93 x 25 1223,25 m3

- Lantai kolam olak 6,47 x 25 161,75 m3

Total 1385 m3

2 Lantai Depan (pas batu) 1,5 x 25 37,5 m3 3

Jembatan

a Pilar (pasangan batu) ((2 x 10,25) + (0,4 x 0,4)) x 5 x 2 206,6 m3 b Gelagar jembatan • beton (0,55 x 0,4 x 25) x 3 16,5 m3 • tulangan lentur ((73,88.10-4 x 25) x 3) x 7850 4349,685 kg geser (1,88 x 78,5 x 10-6 x 250) x 3 x 7850 868,877 kg c Lantai jembatan • beton 5 x 0,2 x25 25 m3

• tulangan ((5 x 113,1 . 10-6 x 250) + ( (8,3 x 113,1 . 10-6 x 50) x 3)) x 7850 2215,148 kg

d Pagar sandaran

1. Tiang Pagar

• beton ((0,1 x 0,16 x 0,55)+(0,1 x 0,25 x 0,45)) x 26 0,521 m3

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

377

 BAB VII  RENCANA ANGGARAN BIAYA 

(Lanjutan Tabel 7.1)

NO PEKERJAAN URAIAN VOLUME

• tulangan

lentur ((78,5 .10-6 x 4 x 0,55) +(78,5.10-6 x 4 x 0,45))x 26 x 7850 64,087 Kg

geser ((0,44 x 50,3.10-6 x 6) + (0,62 x 50,3.10-6 x 5)) x 26 x 7850 58,928 kg

2. Railing Φ6 (2 x 25) x 2 100 m1

4 Tembok Tepi Bendung (pasangan batu)

(((0,5 x(1,5+3,5) x 10,25) x 10)+((0,5 x 0,75) x 5)) x 2 516,25 m3

5

Rumah pintu intake (K175)

Kolom 20x20 4 x 0,2 x 0,2 x3,5 0.56 m3

Balok 20 x 40 4 x 0,2 x 0,4 x 4,5 0.72 m3 Atap 15 cm 0,15 x 7m2 1.05 m3 Total 2.33 m3 6 Bekisting 7.00 m3 7 Pintu air besi ( lengkap)

- pintu intake 1 unit

8 Galian tanah biasa

3119,65 m3 9 Urugan tanah 2568,75 m3

10 Gebalan rumput 15,2 x 25,32 384,864 m²

11 Rip-rap (batu kosong) 5,657 x 0,5 x 1476 4174,86 m3

12 Pasangan batu kosong 0,3 x 11,02 x 25 82,65 m3 13 Jalan paving 5 x 1476 7380 m²

14 Uit zet /patok/bowplank 1000.00 m²

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

378

 BAB VII  RENCANA ANGGARAN BIAYA 

(Lanjutan Tabel 7.1)

NO PEKERJAAN URAIAN VOLUME

15 Direksi keet 1 ls

16 Barak kerja, gudang, dll 1 ls

17 Pembersihan lahan 1000.00 m²

18 pembersihan akhir/demobilisasi 1 ls

(Sumber : Perhitungan )

7.2 Rencana Anggaran Biaya

Langkah – langkah yang dilakukan untuk menghitung rencana anggaran dan biaya suatu

pekerjaan fisik yaitu :

a. Menghitung volume tiap – tiap pekerjaan sesuai dengan gambar.

b. Menentukan analisa harga satuan pekerjaan yang diperlukan.

c. Menentukan harga satuan bahan dan upah.

d. Dengan mengalikan harga satuan pekerjaan dengan volume pekerjaan didapatkan harga

pekerjaan.

e. Dibuat rekapitulasi harga pekerjaan.

Harga bangunan (bowsom) adalah harga pekerjaan fisik keseluruhan pekerjaan. Biaya

pembangunan (animingsom) adalah harga pekerjaan fisik yang ditambahkan PPn sebesar 10

% harga pekerjaan fisik. Harga inilah yang digunakan dalam setiap pelelangan pekerjaan

pemborongan.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

379

 BAB VII  RENCANA ANGGARAN BIAYA 

7.2.1 Analisis Harga Satuan

7.2.1.1 Analisis harga satuan upah pekerja Tabel 7.2 Daftar harga satuan upah pekerja

No. Jenis Tenaga Kerja Satuan Harga Satuan

1 Pekerja Hari 30,000.00 2 Mandor Hari 40,000.00 3 Tukang Hari 37,500.00 4 Kepala tukang Hari 40,000.00 5 Operator Hari 37,500.00 6 Pembantu operator Hari 32,500.00 7 Sopir Hari 37,500.00 8 Pembantu sopir Hari 30,000.00 9 Koordinator driller Hari 37,500.00 10 Geologist /tenaga ahli Hari 50,000.00 11 Administrasi bor Hari 32,500.00 12 Driller/operator bor Hari 35,000.00 13 Pembantu operator bor Hari 32,500.00 14 Mekanik/tukang las Hari 37,500.00 15 Crew Hari 32,500.00 16 Tenaga lokal Hari 30,000.00 17 Jaga malam Hari 32,500.00

7.2.1.2 Analisis harga satuan sewa alat Tabel 7.3 Daftar harga satuan sewa alat

No. Uraian Satuan Harga Satuan

1 Dump Truck jam 157,894.94 2 Truk bak terbuka jam 88,000.00 3 Truk tangki air jam 166,761.42 4 Bulldozer jam 429,000.00 5 Motor grader jam 280,500.00 6 Wheel loader jam 305,453.50 7 Excavator jam 297,000.00 8 Crane jam 165,000.00 9 Trailler jam 110,000.00 10 Mesin gilas 2 roda 6-10 ton jam 186,244,40 11 Mesin gilas 3 roda 6-10 ton jam 170,998.06

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

380

 BAB VII  RENCANA ANGGARAN BIAYA 

(Lanjutan Tabel 7.3)

No. Uraian Satuan Harga Satuan

12 Mesin gilas roda karet 8-10 ton jam 249,480.00 13 Vibratory roller jam 191,185.28 14 Vibroroller 1 ton jam 55,000.00 15 Water pump jam 16,500.00 16 Pick up jam 83,710.95 17 Hidroulic excavator jam 280,000.00 18 Concrete vibrator jam 370,000.00 19 Compressor jam 50,000.00 20 Concrete mixer jam 88,000.00 21 Jack hammer jam 48,840.00 22 Stamper jam 14,348.00 23 Genset jam 75,000.00 24 Alat transport lokal unit 100,000.00

7.2.1.3 Analisis harga satuan bahan bangunan Tabel 7.4 Daftar harga satuan bahan bangunan

No. Uraian Satuan / Unit

Harga Satuan

1 Batu belah m3 120,000.00 2 Batu bulat m3 110,000.00 3 Pasir muntilan m3 137,000.00 4 Portland cement kg 1,050.00 5 Minyak tanah industri Liter 12,691.00 6 Bensin industri Liter 9,905.00 7 Solar industri Liter 12,438.00 8 Additive Liter 31,500.00 9 Kayu cetakan m3 962,500.00 10 Paku Kg 13,000.00 11 Baja tulangan U-24 Kg 11,700.00 12 Baja tulangan U-32 Kg 12,250.00 13 Paving block 10 cm. abu-abu K-400 m2 89,500.00 14 Pipa galvanis Φ 2” medium B Batang 376,625.00 15 Pipa galvanis Φ 3” medium B Batang 480,000.00 16 Pipa galvanis Φ 4” medium B Batang 595,000.00 17 Kawat las Batang 2,000.00

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

381

 BAB VII  RENCANA ANGGARAN BIAYA 

(Lanjutan Tabel 7.4)

No. Uraian Satuan / Unit

Harga Satuan

18 Kawat galvanis Φ 3 mm Kg 9,900.00 19 Kawat galvanis Φ 4 mm Kg 10,500.00 20 Kawat galvanis Φ 5 mm Kg 11,250.00 21 Peil Skala Unit 1,250,000.00 22 Balok Kayu Kelas I m3 2,818,750.00 23 Papan Kelas I m3

2,818,750.00 24 Balok Kayu Kelas II m3

2,306,250.00 25 Papan Kelas II m3

2,306,250.00 26 Balok Kayu Kelas III m3

910,000.00 27 Papan Kelas III m3

910,000.00

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

382

 BAB VII  RENCANA ANGGARAN BIAYA 

7.2.1.4 Analisis Harga Satuan Pekerjaan

Item Pekerjaan : Pembersihan dan Pembongkaran Satuan Kuantitas : m2

Tabel 7.5 Daftar harga satuan pekerjaan pembersihan dan pembongkaran

No. Uraian Satuan Kuantitas Harga Satuan Jumlah Harga Urut ( Rp.) ( Rp.)

A. TENAGA KERJA 1 Pekerja Hari 142.8571 30,000.00 4,285,713.00 2 Mandor Hari 24.0000 40,000.00 960,000.00 3 Operator Hari 39.3283 37,500.00 1,474,811.25 4 Pembantu Operator Hari 39.3283 32,500.00 1,278,169.75

5 Sopir

Hari 142.8571 37,500.00 5,357,141.25

6 Pembantu Sopir Hari 142.8571 30,000.00 4,285,713.00

B. ALAT 1 Bulldozer jam 119.0500 429,000.00 51,072,450.00 2 Wheel Loader jam 156.2500 305,453.50 47,727,109.38 3 Dump Truck jam 1,000.000 157,894.94 157,894,940.00

C Jumlah (termasuk biaya umum dan keuntungan 274,336,047.63 D Harga Pekerjaan (di luan PPN) per ha 274,336,047.63 E Harga Satuan Pekerjaan (di luan PPN) per m2 27,433.60 F Jumlah Dibulatkan 27,434.00

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

383

 BAB VII  RENCANA ANGGARAN BIAYA 

Item Pekerjaan : Pengukuran dan Pematokan Satuan Kuantitas : 1 m²

Tabel 7.6 Daftar harga satuan pekerjaan pengukuran dan pematokan

No. Uraian Satuan Kuantitas Harga Satuan

Jumlah Harga

Urut ( Rp.) ( Rp.)

A. TENAGA KERJA 1 Pekerja Hari 0.0240 30,000.00 720.00 2 Mandor Hari 0.0012 40,000.00 48.00

B. BAHAN 1 Kayu Kelas III m³ 0.0030 910,000.00 2,730.00

C. PERALATAN 1 Alat Bantu ls. 1.0000 1,000.00 1,000.00

D. Jumlah (termasuk biaya umum dan keuntungan 4,498.00 E. Harga Satuan Pekerjaan (di luan PPN) 4,498.00 F. Jumlah Dibulatkan 4,498.00

Item Pekerjaan : Pasangan batu kosong Satuan Kuantitas : m3

Tabel 7.7 Daftar harga satuan pekerjaan pasangan batu kosong tanpa pasir

No. Uraian Satuan Kuantitas Harga Satuan Jumlah Harga

Urut ( Rp.) ( Rp.)

A. TENAGA KERJA 1 Pekerja Hari 1.5000 30,000.00 45,000.00 2 Mandor Hari 0.0750 40,000.00 3,000.00

B ALAT 1 Batu belah m3 1.1000 120,000.00 132,000.00

C Jumlah (termasuk biaya umum dan keuntungan 180,000.00 D Harga Satuan Pekerjaan (di luan PPN) 180,000.00 E Jumlah Dibulatkan 180,000.00

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

384

 BAB VII  RENCANA ANGGARAN BIAYA 

Item Pekerjaan : Pasangan batu Satuan Kuantitas : m³

Tabel 7.8 Daftar harga satuan pekerjaan pasangan batu 1 : 4 (termasuk siar 1:3) dengan pasir muntilan

No. Uraian Satuan Kuantitas Harga Satuan

Jumlah Harga

Urut ( Rp.) ( Rp.)

A. TENAGA KERJA 1 Pekerja Hari 2.2140 30,000.00 66,420.00 2 Tukang Hari 0.7370 37,500.00 27,637.50 3 Mandor Hari 0.1590 40,000.00 6,360.00

B. BAHAN 1 Portland cement kg 143.5800 1,050.00 150,759.00 2 Batu belah m3 1.0924 120,000.00 131,088.00 3 Pasir muntilan m3 0.4494 137,000.00 61,567.80 4 Alat bantu set 0.1100 34,650.00 3,811.50

C. ALAT 1 Concrete Mixer jam 0.6000 88,000.00 52,800.00

D. Jumlah ( termasuk biaya umum dan keuntungan ) 500,443.80

E. Harga satuan pekerjaan (di luar PPN) 500,443.80 F. Jumlah dibulatkan 500,444.00

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

385

 BAB VII  RENCANA ANGGARAN BIAYA 

Item Pekerjaan : Bekisting Satuan Kuantitas : m³

Tabel 7.9 Daftar harga satuan pekerjaan bekisting (acuan beton)

No. Uraian Satuan Kuantitas Harga Satuan Jumlah Harga Urut ( Rp.) ( Rp.)

A. TENAGA KERJA 1 Pekerja Hari 0.3500 30,000.00 10,500.00 2 Tukang Hari 0.3500 37,500.00 13,125.00 3 Mandor Hari 0.0500 40,000.00 2,000.00

B. BAHAN 1 Paku kg 0.2000 13,000.00 2,600.00 2 Kayu cetakan m3 0.0300 962,500.00 28,875.00 3 Alat bantu m3 0.0280 34,650.00 970.20

D. Jumlah ( termasuk biaya umum dan keuntungan ) 58,070.20

E. Harga satuan pekerjaan (di luar PPN) 58,070.20 F. Jumlah dibulatkan 58,070.00

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

386

 BAB VII  RENCANA ANGGARAN BIAYA 

Item Pekerjaan : Beton K.225 Satuan Kuantitas : m³

Tabel 7.10 Daftar harga satuan pekerjaan beton K-225

No. Uraian Satuan Kuantitas Harga Satuan

Jumlah Harga

Urut ( Rp.) ( Rp.)

A. TENAGA KERJA 1 Pekerja Hari 1.7140 30,000.00 51,420.00 2 Tukang Hari 0.3430 37,500.00 12,682.50 3 Mandor Hari 0.1710 40,000.00 6,840.00 4 Sopir Hari 0.0050 37,500.00 187.50

B. BAHAN 1 Batu pecah 2/3 m³ 0.7337 155,260.00 113,914.26 2 Pasir muntilan m³ 0.4891 137,000.00 67,006.70 3 Portland cement kg. 354.000 1,050.00 371,700.00 4 Additive liter 0.7500 31,500.00 23,626.00 5 Alat bantu set 0.1500 34,650.00 5,197.50

C. ALAT 1 Concrete Mixer jam 0.2157 88,000.00 18,981.60 2 Concrete Vibrator jam 0.5872 370,000.00 217,264.00 3 Truk tangki air jam 0.0360 166,761.42 6,003.41 4 Water Pump jam 0.0327 16,500.00 539.55

D. Jumlah ( termasuk biaya umum dan keuntungan ) 895,542.02

E. Harga satuan pekerjaan (di luar PPN) 895,542.02 F. Jumlah dibulatkan 895,542.00

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

387

 BAB VII  RENCANA ANGGARAN BIAYA 

Item Pekerjaan : Baja Tulangan Satuan Kuantitas : kg

Tabel 7.11 Daftar harga satuan pekerjaan baja tulangan U-24

No. Uraian Satuan Kuantitas Harga Satuan Jumlah Harga Urut ( Rp.) ( Rp.)

A. TENAGA KERJA 1 Pekerja Hari 0.0180 30,000.00 540.00 2 Tukang Hari 0.0350 37,500.00 1,312.50 3 Mandor Hari 0.0040 40,000.00 160.00

B. BAHAN 1 Baja Tulangan U-24 Kg 1.1000 11,700.00 12,870.00 2 Alat bantu set 0.0200 34,650.00 693.00

D Jumlah (termasuk biaya umum dan keuntungan 15,575.50 E Harga Satuan Pekerjaan (di luan PPN) 15,575.50 F Jumlah Dibulatkan 15,576.00

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

388

 BAB VII  RENCANA ANGGARAN BIAYA 

Item Pekerjaan : Pipa Ralling Jembatan Ø 3" Satuan Kuantitas : m’

Tabel 7.12 Daftar harga satuan pekerjaan pipa ralling jembatan

No. Uraian Satuan Kuantitas Harga Satuan Jumlah Harga Urut ( Rp.) ( Rp.)

A. TENAGA KERJA 1 Pekerja Hari 0.0131 30,000.00 393.00 2 Tukang Hari 0.2400 37,500.00 9,000.00 3 Mandor Hari 0.0041 40,000.00 164.00

B. BAHAN 1 Pipa Galvanis Ø 3" m’ 0.1700 320,000.00 54,400.00

C. PERALATAN 1 Alat Bantu Ls 1.0000 1,000.00 1,000.00

D. Jumlah (termasuk biaya umum dan keuntungan 64,957.00 E. Harga Satuan Pekerjaan (di luan PPN) 64,957.00 F. Jumlah Dibulatkan 64,957.00

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

389

 BAB VII  RENCANA ANGGARAN BIAYA 

Item Pekerjaan : Paving Block Satuan Kuantitas : m2

Tabel 7.13 Daftar harga satuan pekerjaan pasang paving block abu-abu K-400, dengan tebal pas muntilan 6 cm

No. Uraian Satuan Kuantitas Harga Satuan Jumlah Harga Urut ( Rp.) ( Rp.)

A. TENAGA KERJA 1 Pekerja Hari 0.5000 30,000.00 15,000.00 2 Tukang Hari 0.2400 37,500.00 9,000.00 3 Mandor Hari 0.0500 40,000.00 2,000.00 4 Operator Hari 0.0030 37,500.00 112.50

B. BAHAN 1 Paving Block 10 cm. abu-abu K-400 m2 1.0000 89,500.00 89,500.00 2 Pasir Muntilan m3 0.0720 137,000.00 9,864.00 3 Alat bantu set 0.0250 34,650.00 866.25

C. ALAT 1 Vibroroller 1 ton jam 0.0240 55,000.00 1,320.000

D Jumlah (termasuk biaya umum dan keuntungan 127,662.75 E Harga Satuan Pekerjaan (di luan PPN) 127,662.75 F Jumlah Dibulatkan 127,663.00

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

390

 BAB VII  RENCANA ANGGARAN BIAYA 

Item Pekerjaan : Gebalan Rumput Satuan Kuantitas : m²

Tabel 7.14 Daftar harga satuan pekerjaan gebalan rumput

No. Uraian Satuan Kuantitas Harga Satuan Jumlah Harga Urut ( Rp.) ( Rp.)

A. TENAGA

1 Pekerja Hari 0.2500 30,000.00 7,500.00 2 Mandor Hari 1.0150 40,000.00 40,600.00

B. Jumlah (termasuk biaya umum dan keuntungan) 48,100.00 C. Harga Satuan Pekerjaan (di luar PPN) 48,100.00 D. Jumlah dibulatkan 48,100.00

Item Pekerjaan : Galian tanah biasa Satuan Kuantitas : m3 Tabel 7.15 Daftar harga satuan pekerjaan galian tanah biasa dibuang di sekitar lokasi proyek (dengan alat)

No. Uraian Satuan Kuantitas Harga Satuan Jumlah Harga Urut ( Rp.) ( Rp.)

A. TENAGA KERJA 1 Pekerja Hari 0.0314 30,000.00 942.00 2 Mandor Hari 0.0063 40,000.00 252.00 3 Operator Hari 0.0045 37,500.00 168.75 4 Pembantu Operator Hari 0.0045 32,500.00 146.25

B. BAHAN 1 Alat bantu set 0.0250 34,650.00 866.25

C. ALAT 1 Excavator jam 0.0320 297,000.00 9,504.00

D Jumlah (termasuk biaya umum dan keuntungan 11,879.25 E Harga Satuan Pekerjaan (di luan PPN) 11,879.25 F Jumlah Dibulatkan 11,879.00

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

391

 BAB VII  RENCANA ANGGARAN BIAYA 

Item Pekerjaan : Urugan tanah Satuan Kuantitas : m3 Tabel 7.16 Daftar harga satuan pekerjaan urugan bekas tanah galian(dipadatkan dengan alat sederhana)

No. Uraian Satuan Kuantitas Harga Satuan Jumlah Harga Urut ( Rp.) ( Rp.)

A. TENAGA KERJA 1 Pekerja Hari 0.0375 30,000.00 1,125.00 2 Mandor Hari 0.0125 40,000.00 500.00

B. ALAT 1 Stamper jam 0.1250 14,438.00 1,793.50

C Jumlah (termasuk biaya umum dan keuntungan 3,418.50 D Harga Satuan Pekerjaan (di luan PPN) 3,418.50 E Jumlah Dibulatkan 3,419.00

Tabel 7.17 Rekapitulasi harga satuan pekerjaan

No. Uraian Pekerjaan Satuan Harga 1 Pembersihan dan Pembongkaran m2 27,434.00 2 Pengukuran dan Pematokan m2 4,498.00 3 Pemasangan Bouwplank m2 24,712.00 4 Pasangan Batu kosong m3 180,000.00 5 Pasangan batu m3 500,444.00 6 Urugan Tanah m3 3,419.00 7 Galian Tanah m3 11,879.00 8 Pembesian kg 15,576.00 9 Bekisting m2 58,070.00 10 Beton K-225 m3 895,542.00 11 Pipa Ralling Jembatan Ø 3" m’ 64,957.00 12 Gebalan Rumput m2 48,100.00 13 Paving block m2 127,663.00

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

392

 BAB VII  RENCANA ANGGARAN BIAYA 

7.2.2 Rencana Anggaran Biaya Embung Tambakboyo

Pekerjaan : Pembangunan Embung Tambakboyo

Lokasi : Kabupaten Sleman Tabel 7.18 Perhitungan rencana anggaran biaya (RAB)

NO URAIAN SATUAN VOLUME HARGA HARGA

SATUAN PEKERJAAN

( Rp.) ( Rp.)

a b c d e f = ( d x e ) I PEKERJAAN PERSIAPAN

1 Pembersihan dan pembongkaran m2 1,000.00 27,434.00 27,434,000.00

2 Pengukuran dan pematokan m2 1,000.00 4,498.00 4,498,000.00

3 Direksi Keet ls 1.00 37,500,000.00 37,500,000.00

4 Barak Kerja, Gudang ls 1.00 20,000,000.00 20,000,000.00

Jumlah Harga Pekerjaan I 89,432,000.00

II PEKERJAAN TANAH

1 Galian tanah biasa m3 3,119.65 11,879.00 37,058,322.35

2 Urugan tanah biasa m3 2,568.75 3,419.00 8,782,556.25

3 Pasang gebalan rumput m2 384.864 48,100.00 18,511,958.40

Jumlah Harga Pekerjaan II 64,352,837.00

III PEKERJAAN PASANGAN

1 Pasangan batu m3 2,145.35 500,444.00 1,073,627,535.40

2 Pasangan batu kosong m3 4,257.51 180,000.00 766,351,800.00

3 Bekisting m3 7.00 58,070.00 406,490.00

4 Pembesian kg 7,556.73 15,576.00 117,703,548.60

5 Pembetonan m3 44.351 895,542.00 39,718,183.24

6 Pintu intake Unit 1.00 8,000,000.00 8,000,000.00

7 Peil Skaal Unit 1.00 2,250,000.00 2,250,000.00

8 Besi pagar dia. 3” (galvanis) m' 100 64,957.00 6,495,700.00

9 Paving block m2 7,380 127,663.00 942,152,940.00

Jumlah Harga Pekerjaan III 2,956,706,197.24

IV PEKERJAAN LAIN-LAIN

1 Administrasi, dokumentasi,

Ls 1 27,500,000.00 27,500,000.00 mobilisasi dan demobilisasi

2 Pembersihan akhir Ls 1 2,500,000.00 2,500,000.00

Jumlah Harga Pekerjaan XIII 30,000,000.00

Total 3,140,491,034.24

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

393

 BAB VII  RENCANA ANGGARAN BIAYA 

Tabel 7.19 Rekapitulasi rencana anggaran biaya (RAB)

NO URAIAN PEKERJAAN HARGA PEKERJAAN

I PEKERJAAN PERSIAPAN 89,432,000.00 II PEKERJAAN TANAH 64,352,837.00 III PEKERJAAN PASANGAN 2,956,706,197.24 IV PEKERJAAN LAIN-LAIN 30,000,000.00A Jumlah Harga Pekerjaan 3,140,491,034.24 B PPN ( 10 % x A ) 314,049,103.42 C Total Biaya Pekerjaan ( A + B ) 3,454,540,137.67 D Dibulatkan 3,454,500,000.00

Terbilang : TIGA MILYAR EMPAT RATUS LIMA PULUH EMPAT JUTA LIMA RATUS RIBU RUPIAH

7.2.3 Analisis Kebutuhan Tenaga Kerja

Berikut disajikan perhitungan kebutuhan tenaga kerja pada proyek pembangunan Embung

Tambakboyo : Tabel 7.20 Analisis kebutuhan tenaga kerja

NO URAIAN SATUAN VOLUME KOEFISIEN JUMLAH TENAGA KERJA

DURASI (MGU)

a b c d

I PEKERJAAN PERSIAPAN

1 Pembersihan dan pembongkaran m2 1,000.00 0.08 90 1

2 Pengukuran dan pematokan m2 1,000.00 0.025 42 1

3 Direksi Keet ls 1.00 - 40 1

4 Barak Kerja, Gudang ls 1.00 - 40 1

Jumlah Harga Pekerjaan I

II PEKERJAAN TANAH

1 Galian tanah biasa m3 3,119.65 0.047 147 3

2 Urugan tanah biasa m3 2,568.75 0.05 128 5

3 Pasang gebalan rumput m2 384.864 1.265 487 5

Jumlah Harga Pekerjaan II

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

394

 BAB VII  RENCANA ANGGARAN BIAYA 

(sambungan Tabel 7.20)

NO URAIAN SATUAN VOLUME KOEFISIEN JUMLAH TENAGA KERJA

DURASI (MGU)

a b c d

III PEKERJAAN PASANGAN

1 Pasangan batu m3 2,145.35 3.11 6672 17

2 Pasangan batu kosong m3 4,257.51 1.575 6706 19

3 Bekisting m3 7.00 0.75 5 1

4 Pembesian kg 7,556.73 0.057 431 2

5 Pembetonan m3 44.351 2.233 99 1

6 Pintu intake Unit 1.00 - 5 1

7 Peil Skaal Unit 1.00 - 6 1

8 Besi pagar dia. 3” (galvanis) m' 100 0.257 26 1

9 Paving block m2 7,380 0.793 5852 11

Jumlah Harga Pekerjaan III

IV PEKERJAAN LAIN-LAIN

1 Administrasi, dokumentasi,

Ls 1 - 200 24 mobilisasi dan demobilisasi

2 Pembersihan akhir Ls 1 - 100 1

Jumlah Harga Pekerjaan XIII

7.3 Jadwal Waktu Pelaksanaan (Time Schedule)

Jadwal waktu pelaksanaan atau rencana pelaksanaan pekerjaan berdasarkan waktu untuk

megatur pelaksanaan agar dapat diselesaikan sesuai dengan kegiatan yang akan dilakukan

untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.

Pertimbangan-pertimbangan yang menjadi dasar dalam membuat jadwal waktu pelaksanaan

pekerjaan adalah :

Jenis pekerjaan

Tenaga yang tersedia

Penjadwalan pengadaan bahan

Keadaan lapangan

Keadaan cuaca di sekitar lokasi

Peralatan yang disediakan

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

395

 BAB VII  RENCANA ANGGARAN BIAYA 

Fungsi membuat jadwal pelaksanaan adalah :

Sebagai kontrol waktu yang mengikat dalam pelaksanaan pekerjaan.

Pembagian tahapan pekerjaan akan lebih jelas sehingga akan lebih mudah dipahami.

7.4 Network Planning

Network planning yaitu suatu jaringan yang terdiri dari serangkaian kegiatan yang

dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu proyek dan disusun berdasarkan urutan kegiatan

tertentu. Jaringan kerja ini menunjukkan hubungan yang logis antar kegiatan berupa

hubungan timbal balik antara pembiayaan dan waktu penyelesaian proyek.

Jaringan kerja/network planning bermanfaat untuk :

a. Menyusun urutan kegiatan proyek yang memiliki hubungan ketergantungan yang

kompleks antar kegiatan.

b. Menentukan total waktu yang dibutuhkan untuk penyelesaian proyek.

c. Membuat perkitaan jadwal proyek yang paling ekonomis.

d. mengidentifikasi kegiatan-kegiatan kritis dan pengaruhnya terhadap jadwal proyek

keseluruhan bila terjadi keterlambatan.

e. Mengusahakan fluktuasi minimal penggunaan sumber daya.

Data-data yang diperlukan untuk membuat suatu network planning yaitu :

a. Metode pelaksanaan proyek konstruksi yang akan dilaksanakan, karena metode

pelaksanaan akan mempengaruhi kegiatan-kegiatan yang dilakukan.

b. Daftar semua kegiatan untuk proyek tersebut.

c. Durasi waktu dari masing-masing kegiatan.

d. Urutan pelaksanaan kegiatan.

e. Ketergantungan atau hubungan timbal balik antara kegiatan satu dan yang lainnya.

Langkah-langkah pembuatan suatu network planning yaitu :

a. Menentukan metode pelaksanaan dari proyek yang akan dilaksanakan.

b. Membuat perkiraan daftar rincian kegiatan beserta durasi waktu yang diperlukan untuk

menyelesaikan kegiatan tersebut.

c. Menyusun hubungan timbal balik atau urutan logis antara kegiatan satu dan yang

lainnya. Menentukan kegiatan mana yang harus dilakukan terlebih dahulu dan mana

yang mengikutinya.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

396

 BAB VII  RENCANA ANGGARAN BIAYA 

d. Membuat diagram jaringan kerja/network planning.

e. Menghitung jaringan kerja.

Ada dua macam jaringan kerja (network planning) yaitu :

a. Kegiatan pada node (activity on node)

Yaitu kegiatan digambarkan pada kotak yang disebut node. Anak panah berfungsi

sebagai penghubung yang menjelaskan hubungan ketergantungan diantara kegiatan-

kegiatan.

b. Kegiatan pada anak panah (activity on arrow)

Yaitu kegiatan digambarkan sebagai anak panah yang menghubungkan dua lingkaran

yang mewakili peristiwa (event). Nama dan durasi kegiatan ditulis diatas dan dibawah

anak panah.

Dalam perencanaan Embung Tambakboyo ini akan menggunakan metode kegiatan pada anak

panah dan memakai metode CPM (critical path method). Critical path method atau disebut

juga metode lintasan kritis merupakan metode jadwal perencanaan proyek dengan

menggunakan peristiwa paling awal (Earliest Event Time/EET) dan peristiwa paling akhir

(Latest Event Time/LET).

Paling awal (EET) yaitu waktu mulai paling awal/tercepat suatu peristiwa terjadi dan tidak

mungkin terjadi sebelumnya. Manfaat ditetapkannya EET adalah untuk mengetahui saat

paling awal mulai melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berasal dari peristiwa (event) yang

bersangkutan. Sedangkan LET adalah waktu paling akhir/saat paling akhir suatu peristiwa

dapat terjadi dan tidak mungkin terjadi sesudahnya. Manfaat ditetapkannya LET adalah untuk

mengetahui saat paling akhir atau paling lambat untuk memulai melaksanakan kegiatan yang

berasal dari peristiwa (event) yang bersangkutan. Gambar Network planning dapat dilihat

pada lampiran.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

397

 BAB VII  RENCANA ANGGARAN BIAYA 

Keterangan Network Planning:

b d a

c e

a = urutan kegiatan

b = waktu kegiatan paling cepat

c = waktu kegiatan paling lambat

d = simbol kegiatan

e = waktu kegiatan

= lintasan kritis

= dummy

LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

398

 BAB VIII  PENUTUP 

BAB VIII

PENUTUP

8.1 Kesimpulan

a. Debit banjir rencana ditentukan dengan beberapa metode. Namun metode yang dipilih

adalah Metode Hidrograf Satuan Sentetik (HSS) Gama I atas pertimbangan efesiensi dan

ketidakpastian besarnya debit banjir. Dari hasil perhitungan debit rencana didapat sebesar

123,00 m3/dtk dengan periode ulang 50 tahun.

b. Hasil flood routing dapat diketahui ketinggian limpasan maksimum (outflow) di atas

mercu dan debit outflow sebesar 54,58 m3/dtk.

c. Direncanakan pembangunan Embung Tambakboyo untuk kebutuhan pariwisata sehingga

volume air pada ketinggian + 144 m dipertahankan untuk memenuhi kebutuhan

pariwisata, selebihnya dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan air baku yang volumenya

sebesar 82.000 m³.

d. Urugan tanah untuk mendukung beban dari tubuh embung diambil dari tanah disekitar

Embung Tambakboyo.

e. Untuk melindungi agar tubuh embung terjaga terhadap naik turunnya permukaan air, maka

pada lereng hulu bendungan dipasang batuan yang tahan terhadap pelapukan (rip-rap).

8.2 Saran

Agar Embung Tambakboyo berfungsi sesuai dengan yang diharapkan, maka hal yang harus

diperhatikan adalah Eksploitasi dan pemeliharaan harus dilakukan secara continue.