163332708201011551

download 163332708201011551

of 62

Transcript of 163332708201011551

  • 7/22/2019 163332708201011551

    1/62

    EFEK EKSTRAK DAUN KROKOT (Portulaca oleraceaL.) TERHADAP

    KADAR ALANIN TRANSAMINASE (ALT) TIKUS PUTIH

    (Rattus norvegicus) YANG DIBERI MINYAK GORENG

    DEEP FRYING

    SKRIPSI

    Untuk Memenuhi Persyaratan

    Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

    FARAH MAULIDA

    G0007010

    FAKULTAS KEDOKTERAN

    UNIVERSITAS SEBELAS MARET

    SURAKARTA

    2010

  • 7/22/2019 163332708201011551

    2/62

    PENGESAHAN SKRIPSI

    Skripsi dengan judul : Efek Ekstrak Daun Krokot (Portulaca oleracea L.)

    terhadap Kadar Alanin Transaminase (ALT) Tikus Putih (Rattus norvegicus)

    yang Diberi Minyak Goreng Deep F rying

    Farah Maulida, NIM/Semester : G0007010/VI, Tahun 2010

    Telah diuji dan sudah disahkan dihadapan Dewan Penguji Skripsi

    Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret

    Pada Hari Jumat, Tanggal 9 Juli 2010

    Pembimbing Utama

    Nama : Setyo Sri Rahardjo, dr., M.Kes

    NIP : 19650718 199802 1 001 ( . )

    Pembimbing Pendamping

    Nama : Lilik Wijayanti, dr., M.Kes.

    NIP : 19690305 199802 2 001 ( . )

    Penguji Utama

    Nama : Endang Sri Hardjanti, dr., P.Fark

    NIP : 19471007 197611 2 001 ( . )

    Anggota Penguji

    Nama : Sinu Andhi Yusup, dr., M.Kes

    NIP : 19700607 200112 1 002 ( . )

    Surakarta,

    Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS

    Sri Wahjono, dr., MKes., DAFK Prof. Dr. A.A. Subijanto, dr., MS.

    NIP : 19450824 197310 1 001 NIP : 19481107 197310 1 003

  • 7/22/2019 163332708201011551

    3/62

    PERNYATAAN

    Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah

    diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan

    sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

    ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam

    naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

    Surakarta, 9 Juli 2010

    FARAH MAULIDA

    NIM G0007010

  • 7/22/2019 163332708201011551

    4/62

    ABSTRAK

    Farah Maulida, G0007010, 2010, Efek Ekstrak Daun Krokot (Portulacaoleracea L.) terhadap Kadar Alanin Transaminase (ALT) Tikus Putih (Rattus

    norvegicus) yang Diberi Minyak Goreng Deep Frying, Fakultas Kedokteran,

    Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

    Tujuan Penelitian:Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek ekstrak daun

    krokot (Portulaca oleracea L.) terhadap kadar alanin transaminase (ALT) tikus

    putih (Rattus norvegicus) yang diberi minyak goreng deep frying.

    Metode Penelitian:Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratorik dengan

    rancangan penelitian experimental randomized control group post test only

    design. Subjek penelitian adalah 25 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) jantan,umur 6-8 minggu, berat badan + 200 gram, yang dibagi menjadi 5 kelompok.

    Kelompok K (kontrol normal) diberi aquades. Kelompok I (kontrol negatif) diberi

    minyak goreng deep frying dosis 0,42 ml/200 g BB/hari. Kelompok II (kontrol

    positif) diberi vitamin C dosis 18 mg/200 g BB/hari dan minyak goreng deep

    fryingdosis 0,42 ml/200 g BB/hari. Kelompok III (dosis I), diberi ekstrak daun

    krokot dosis 130 mg/200 g BB/hari dan minyak goreng deep frying dosis 0,42

    ml/200 g BB/hari. Kelompok IV (dosis II) diberi ekstrak daun krokot dosis 260

    mg/200 g BB/hari dan minyak goreng deep fryingdosis 0,42 ml/200 g BB/hari.

    Pengukuran ALT dilakukan pada hari ke-15 setelah perlakuan. Data yang

    diperoleh kemudian dianalisis dengan uji ANOVA.

    Hasil Penelitian: Hasil uji ANOVA menunjukkan adanya perbedaan yang

    bermakna antara kelima kelompok perlakuan dengan nilai p = 0,000. Post Hoc

    Test menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol

    negatif dengan kelompok kontrol normal, kontrol positif, dosis I, dan dosis II (p =

    0,000) ; serta antara kelompok kontrol positif dengan kelompok dosis II (p =

    0,005).

    Simpulan Penelitian: Terdapat efek penurunan kadar ALT oleh ekstrak daun

    krokot (Portulaca oleraceaL.) pada tikus putih yang diberi minyak goreng deep

    frying.

    Kata kunci: ekstrak daun krokot (Portulaca oleraceaL.), kadar ALT, minyak

    goreng deep frying

  • 7/22/2019 163332708201011551

    5/62

    ABSTRACT

    Farah Maulida, G0007010, 2010, The Effects of Portulaca oleracea LeavesExtracts to Alanin Transaminase Level (ALT) in White Rats (Rattus

    norvegicus) Which Are Given Deep Frying Oil.

    Objective: The aim of this research is to know wheter there is an effect of

    Portulaca oleracea leaves extracts to alanin transaminase level (ALT) in white

    rats which are given deep frying oil.

    Methods: This research is laboratoric experimental using experimental

    randomized control group post test only design.Subjects of this research are 25

    male white rats (Rattus norvegicus), 6-8 weeks of age, and 200 grams of weight.

    Subjects divided into five groups. Group K as a normal control just receivedaquadest. Group I as negative control group received deep frying oil (0,42 ml/200

    g body weight/day). Group II as positive control group received vitamin C (18

    mg/200 g body weight/day) and deep frying oil (0,42 ml/200 g body weight/day).

    Group III as group of dose I received extracts of Portulaca oleraceas leaves (130

    mg/200 g body weight/day) and deep frying oil (0,42 ml/200 g body weight/day).

    Group IV as group of dose II received extracts of Portulaca oleraceas leaves (260

    mg/200 g body weight/day) and deep frying oil (0,42 ml/200 g body weight/day).

    Measurement of alanin transaminase level were done at the fifteenth day after

    treatment. Data from this research was analyzed using Oneway ANOVA.

    Results: Result from this research showed that there was significant difference

    among five groups (p = 0,000). The result of Post Hoc Test showed that there

    were significant difference between negative control group with normal control

    group, positive control group, group of dose I, and group of dose II (p = 0,000);

    and between positive control group with group of dose II (p = 0,005).

    Conclusion: In short, this research shows that there is decreasing effect of

    Portulaca oleracea leavess extracts to alanin transaminase level in white rats

    which are given deep frying oil.

    Key Words: Portulaca oleracea leavess extracts, ALT level, deep frying oil

  • 7/22/2019 163332708201011551

    6/62

    PRAKATA

    Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

    hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang

    berjudul Efek Ekstrak Daun Krokot (Portulaca oleracea L.) terhadap Kadar

    Alanin Transaminase (ALT) Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang DiberiMinyak Goreng Deep Frying.Penyusunan skripsi digunakan untuk melengkapi

    tugas, guna memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk mencapai gelar sarjana

    kedokteran. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih

    kepada :

    1. Prof. Dr. A.A. Subijanto, dr., MS selaku Dekan Fakultas Kedokteran

    Universitas Sebelas Maret Surakarta.2. Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.3. Setyo Sri Rahardjo, dr. ,M.Kes selaku Pembimbing Utama yang telah

    memberikan bimbingan, saran, serta koreksi dengan penuh kesabaran bagi

    penulis.

    4. Lilik Wijayanti, dr., M.Kes selaku Pembimbing Pendamping yang telahmemberikan bimbingan, saran, serta koreksi dengan penuh kesabaran bagi

    penulis.

    5. Endang Sri Hardjanti, dr., P.Fark selaku Penguji Utama yang telahmemberikan nasihat, saran, dan masukan dalam penulisan skripsi ini.

    6. Sinu Andhi Yusup, dr., M.Kes selaku Anggota Penguji yang telahmemberikan nasihat, saran, dan masukan dalam penulisan skripsi ini.

    7. Segenap pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telahmembantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

    Penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang dapat

    meningkatkan kualitas skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini

    dapat memberikan manfaat tidak hanya bagi penulis pribadi tetapi juga bagi

    semua pihak.

    Surakarta, 9 Juli 2010

    Farah Maulida

  • 7/22/2019 163332708201011551

    7/62

    DAFTAR ISI

    PRAKATA ..................................................................................................... vi

    DAFTAR ISI ................................................................................................... vii

    DAFTAR TABEL ........................................................................................... ix

    DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... x

    DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xi

    BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................... 1

    A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1

    B. Rumusan Masalah ...................................................................... 4

    C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 4

    D. Manfaat Penelitian ..................................................................... 4

    BAB II. LANDASAN TEORI ....................................................................... 6

    A. Tinjauan Pustaka ........................................................................ 6

    1.........................................................Portulaca oleraceaL.

    .................................................... .......................................... 6

    2. Hati (Hepar) ............. .............................................................. 10

    3. Minyak Kelapa Sawit Teroksidasi Sebagai Radikal Bebas.... 12

    4. Stress Oksidatif. .................................................................. ... 15

    5. Antioksidan... ......................................................................... 20

    6. Krokot Sebagai Antioksidan. .............................................. ... 21

    B. Kerangka Pemikiran ................................................................... 24

    C. Hipotesis ..................................................................................... 25

    BAB III. METODE PENELITIAN ................................................................. 26

    A. Jenis Penelitian ........................................................................... 26

    B. Lokasi Penelitian ........................................................................ 26

    C. Subjek Penelitian ........................................................................ 26

    D. Teknik Sampling ........................................................................ 27

    E. Variabel Penelitian ..................................................................... 27

    F. Definisi Operasional Variabel Penelitian .................................. 27

    G. Rancangan Penelitian ................................................................ 29

  • 7/22/2019 163332708201011551

    8/62

    H. Alat dan Bahan Penelitian ......................................................... 30

    I. Penentuan Dosis ........................................................................ 31

    J. Cara Kerja ................................................................................... 33

    K. Analisis Data .............................................................................. 34

    BAB IV. HASIL PENELITIAN ...................................................................... 35

    A. Hasil Penelitian .......................................................................... 35

    B. Analisis Data .............................................................................. 37

    BAB V. PEMBAHASAN .............................................................................. 39

    BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 45

    A. Simpulan .................................................................................... 45

    B. Saran ........................................................................................... 45

    DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 46

    LAMPIRAN

  • 7/22/2019 163332708201011551

    9/62

    DAFTAR TABEL

    Tabel. 1 Rerata Kadar ALT Tikus Putih ..................................................... 34

    Tabel. 2 Hasil Uji OnewayANOVA ........................................................... 37

  • 7/22/2019 163332708201011551

    10/62

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1.Portulaca oleraceaL. .................................................................... 6

    Gambar 2. Grafik Rerata Kadar ALT Tikus Putih ......................................... 35

  • 7/22/2019 163332708201011551

    11/62

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1. Data Kadar ALT Tikus Putih pada Pengukuran Hari Ke-15

    Lampiran 2. Uji Normalitas

    Lampiran 3. Uji Homogenitas dan Uji OnewayANOVA Kadar ALT setelah

    Perlakuan

    Lampiran 4. HasilPost Hoc Test

    Lampiran 5. Data Biologis Tikus Putih

    Lampiran 6. Volume Maksimum Larutan Sediaan Uji yang Dapat Diberikan

    pada Hewan Uji

    Lampiran 7. Konversi Dosis Untuk Manusia dan Berbagai Jenis Hewan

    Lampiran 8. Pembuatan Larutan Uji

    Lampiran 9. Surat Ijin Pemesanan Ekstrak

    Lampiran 10. Surat Keterangan Pemesanan Ekstrak dari BPTO

    Lampiran 11. Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian di Universitas Setia Budi

    Lampiran 12. Surat Keterangan Hasil Pengukuran Kadar ALT

    Lampiran 13.Brosur Cara Kerja Pengukuran Kadar ALT

    Lampiran 14.Ethical Clearance

    Lampiran 15.Foto-foto penelitian

  • 7/22/2019 163332708201011551

    12/62

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Penggunaan bahan-bahan alami semakin meningkat dengan adanya

    isu back to nature. Bahan-bahan dari alam banyak digunakan masyarakat

    menengah ke bawah terutama dalam upaya preventif, promotif, dan

    rehabilitatif untuk menanggulangi berbagai penyakit (Katno et al., 2008).

    Penggunaan bahan yang berasal dari alam secara umum dinilai lebih aman

    daripada bahan-bahan kimiawi karena bahan alami memiliki efek samping

    yang relatif lebih sedikit dibandingkan dengan bahan kimiawi (Sari, 2006).

    Pada saat ini penggunaan bahan pengawet dan antioksidan sintetis

    tidak direkomendasikan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)

    karena diduga dapat menimbulkan penyakit kanker (carcinogen agent).

    Antioksidan sintetik contohnya Butil Hidroksi Anisol (BHA), Butil Hidroksi

    Toluen (BHT), Propil Galat (PG), dan Tert-Butil Hidrokuinon (TBHQ)

    (Rohman dan Riyanto,2005). Karena itu, perlu dicari alternatif lain yaitu

    bahan pengawet dan antioksidan alami yang bersumber dari bahan alam.

    Antioksidan alami ini hampir terdapat pada semua tumbuh-tumbuhan dan

    buah-buahan tersebar di seluruh tanah air (Barus, 2009). Yang termasuk

    antioksidan alami antara lain turunan fenol, koumarin, hidroksi sinamat,

    tokoferol, difenol, kathekin, dan asam askorbat (vitamin C) (Meronda, 2008).

    Proses menggoreng adalah salah satu cara memasak bahan makanan

    mentahmenjadi makanan matang menggunakan minyak goreng. Umumnya,

  • 7/22/2019 163332708201011551

    13/62

    proses ini dilakukan oleh industri pengolahan makanan, restoran, jasa boga,

    penjual makanan jajanan maupun tingkat rumah tangga (Sartika, 2009).

    Dalam proses penggorengan, minyak goreng berperan sebagai media

    untuk perpindahan panas yang cepat dan merata pada permukaan bahan yang

    digoreng (Maskan, 2003). Terdapat dua cara proses menggoreng, yaitu pan

    frying dan deep frying. Menggoreng cara deep frying membutuhkan minyak

    dalam jumlah banyak sehinggabahan makanan dapat terendam seluruhnya di

    dalam minyak, dengan pemanasan berulang dan suhu yang tinggi (Sartika,

    2009).

    Saat ini, banyak masyarakat menengah ke bawah memakai minyak

    goreng curah secara berulang-ulang dengan lama pemanasan yang berbeda-

    beda untuk membuat aneka makanan, padahal pemanasan yang lama ataupun

    berulang-ulang itu akan mempercepat destruksi minyak akibat meningkatnya

    kadar peroksida (Oktaviani, 2009). Hal tersebut terjadi karena pada saat

    pemanasan akan terjadi proses degradasi, oksidasi dan dehidrasi dari minyak

    goreng. Proses ini dapat membentuk radikal bebas dan senyawa toksik yang

    bersifat racun, sehingga membahayakan tubuh (Mulyati dan Meilina, 2007).

    Bahaya radikal bebas antara lain adalah mengganggu produksi DNA, dan

    merusak lapisan lipid pada dinding sel (Arief, 2009).

    Hati merupakan organ tubuh yang rentan terhadap pengaruh berbagai

    zat atau senyawa kimia, karena hati merupakan tempat memetabolisir

    berbagai senyawa yang masuk ke dalam tubuh. Kerusakan hati dapat terjadi

    karena adanya infeksi mikroorganisme, keracunan obat-obatan dan zat kimia

  • 7/22/2019 163332708201011551

    14/62

    lainnya. Kerusakan hati juga disebabkan adanya ketidakseimbangan antara

    produksi radikal bebas seperti pada minyak goreng yang telah mengalami

    proses deep frying dengan daya antioksidan tubuh, sehingga akan

    menimbulkan oxidative stress, yang dapat menyebabkan kerusakan sel hati

    (Jawi et al., 2007).

    Indikator adanya kerusakan hati adalah terjadinya peningkatan enzim-

    enzim hati seperti alanin transaminase (ALT) dan aspartat transaminase

    (AST) (Panjaitan et al., 2007). ALT dianggap lebih spesifik daripada AST

    karena ALT paling banyak ditemukan di dalam hati, sedangkan AST juga

    dapat ditemukan di jantung, otot rangka, otak dan ginjal. Peningkatan kadar

    enzim ini terjadi bila ada pelepasan enzim secara intraseluler ke dalam darah

    yang disebabkan nekrosis sel-sel hati atau adanya kerusakan hati secara akut

    (Widyatmoko, 2009).

    Untuk mencegah terjadinya efek buruk dari radikal bebas, maka

    penggunaan antioksidan alami sudah mulai marak akhir-akhir ini seiring

    dengan semakin besarnya pemahaman masyarakat tentang peranannya dalam

    menghambat penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, arteriosklerosis,

    kanker, serta penuaan (Kuncahyo dan Sunardi., 2007).

    Krokot merupakan salah satu tanaman gulma yang dapat dijadikan

    sebagai sumber antioksidan alami. Fungsi antioksidan ini terkait dengan asam

    lemak omega-3 yang dikandungnya (Rahardjo, 2007). Salah satu keunikan

    krokot adalah herba ini mengandung komponen asam lemak omega-3

    tertinggi di antara sayuran lainnya (Rashed et al., 2004). Selain kandungan

  • 7/22/2019 163332708201011551

    15/62

    tersebut, fungsi antioksidan juga terkait dengan adanya senyawa antioksidan

    endogen di dalamnya, mencakup alfa tokoferol, asam askorbat, beta karoten

    dan glutation (Simopoulos, 2004).

    Berdasarkan pengamatan yang telah peneliti lakukan, sampai saat ini

    belum ada penelitian ilmiah untuk membuktikan manfaat krokot sebagai

    antioksidan yang dapat mengurangi terjadinya kerusakan hati akibat radikal

    bebas. Oleh karena itu, peneliti bermaksud melakukan penelitian untuk

    melihat efek pemberian ekstrak daun krokot terhadap kadar ALT pada tikus

    putih yang diberi minyak goreng deep frying.

    B. Rumusan Masalah

    Apakah terdapat efek ekstrak daun krokot (Portulaca oleracea L.)

    terhadap kadar alanin transaminase (ALT) tikus putih (Rattus norvegicus)

    yang diberi minyak goreng deep frying?

    C. Tujuan Penelitian

    Untuk mengetahui efek ekstrak daun krokot (Portulaca oleracea L.)

    terhadap kadar alanin transaminase (ALT) tikus putih (Rattus norvegicus)

    yang diberi minyak goreng deep frying.

    D.

    Manfaat Penelitian

    1. Manfaat Teoritis

    a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah yang

    lebih mendalam mengenai efek pemberian ekstrak daun krokot terhadap

    kadar alanin transaminase (ALT) pada tikus putih yang mendapat

  • 7/22/2019 163332708201011551

    16/62

    radikal bebas dari minyak goreng yang telah mengalami pemanasan

    berulang dengan suhu tinggi.

    b. Menambah pengetahuan tentang tanaman krokot sehubungan dengan

    perannya sebagai tanaman liar yang belum banyak digunakan.

    2. Manfaat Aplikatif

    Diharapkan penelitian ini dapat menjadi dasar bagi penelitian

    selanjutnya mengenai tanaman krokot.

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    A. Tinjauan Pustaka

    1.Portulaca oleraceaL.

  • 7/22/2019 163332708201011551

    17/62

    a. Taksonomi

    Klasifikasi krokot adalah sebagai berikut :

    Kingdom : Plantae

    Subkingdom : Tracheobionta

    Divisi : Magnoliophyta

    Kelas : Magnoliopsida

    Subkelas : Caryophyllidae

    Ordo : Caryophyllales

    Famili :Portulacaceae

    Genus :Portulaca

    Spesies :Portulaca oleraceaL.

    (ITIS Report, 2010)

    Gambar 1.Portulaca oleraceaL. (ITIS Report, 2010)

    b.Nama Daerah

    Portulaca oleracea L. memiliki banyak sekali nama. Di

    Indonesia dikenal sebagai gelang (Sunda), krokot (Jawa), resereyan

    (Madura), dan jalu-jalu kiki (Maluku) (Rahardjo, 2007). Di daerah

    http://www.plantamor.com/index.php?plantsearch=Portulacaceaehttp://www.plantamor.com/index.php?plantsearch=Portulacaceaehttp://www.plantamor.com/index.php?plantsearch=Portulacaceaehttp://www.plantamor.com/index.php?plantsearch=Portulacahttp://www.plantamor.com/index.php?plantsearch=Portulacahttp://www.plantamor.com/index.php?plantsearch=Portulacahttp://www.plantamor.com/index.php?plantsearch=Portulacahttp://www.plantamor.com/index.php?plantsearch=Portulacaceae
  • 7/22/2019 163332708201011551

    18/62

    Melayu, orang menyebutnya gelang pasir, sedangkan di Thailand

    disebut phak bia-yai. Di Cina, penduduk lebih suka menyebutnya ma

    chi xian. Beberapa nama lain adalah sebagai berikut : common purslane

    (Inggris), beldoegra (Portugis), verdolaja (Spanyol), gartenportulak

    (Jerman) dan kurfa(Arab dan Persia) (Dweck, 2001).

    c. Karakteristik dan Morfologi

    Tanaman krokot merupakan herba yang banyak mengandung

    air, tumbuh tegak atau merayap di permukaan tanah tanpa keluar akar

    dari bagian tanaman yang merayap tersebut. Batangnya bulat dan

    warnanya coklat keunguan, panjangnya dapat mencapai 50 cm, serta

    tidak berambut. Tanaman ini memiliki daun tunggal, berdaging tebal,

    permukaannya datar, tata letaknya duduk tersebar atau berhadapan.

    Bentuk daunnya bulat telur, ujung bulat melekuk ke dalam, tepi rata,

    panjangnya 1-4 cm, lebarnya 5-14 mm, ketiak daun tidak berambut

    (Rahardjo, 2007).

    Bunga terletak di ujung percabangan, berkelompok, terdiri dari

    2-6 kuntum bunga, daun mahkotanya berjumlah lima, kecil-kecil

    berwarna kuning, mulai mekar pada pagi hari antara pukul 08.00-11.00,

    dan mulai layu menjelang sore hari. Buahnya berbentuk oval,

    mempunyai biji yang berjumlah banyak, berwarna hitam coklat

    mengkilap. Cara perbanyakannya melalui biji (Rahardjo, 2007).

    d. Budidaya

  • 7/22/2019 163332708201011551

    19/62

    Tanaman krokot dapat diperbanyak melalui biji dengan mudah.

    Biji yang telah masak dan mengering kemudian jatuh ke tanah, akan

    tumbuh dengan sendirinya. Sebelum biji jatuh, hendaknya biji dipanen

    kemudian dikeringkan. Biji yang sudah kering dapat disemaikan di

    dalam petak persemaian (Rahardjo, 2007).

    Krokot dapat tumbuh baik di dataran rendah dan tinggi, di tanah

    yang gembur dan subur dengan pH tanah 5,5-6, curah hujan 200

    mm/bulan dengan bulan kering 2-4 bulan pertahun. Namun, tanaman ini

    dapat tumbuh juga di jenis tanah apapun, bahkan di lahan-lahan

    marginal sekalipun. Krokot dapat tumbuh di tempat terbuka maupun di

    sela-sela tanaman lain. Tanaman ini lebih menyukai tanah-tanah yang

    cenderung basah (Rahardjo, 2007).

    e. Kandungan Senyawa Kimia

    Beberapa penelitian melaporkan bahwa krokot mengandung

    banyak komponen senyawa aktif. Beberapa senyawa yang telah

    dilaporkan mencakup asam organik (asam oksalat, asam kafein, asam

    malat, dan asam sitrat), alkaloids, komarin, flavonoid, cardiac

    glycosides, anthraquinone glycosides, alanin, katekolamin, saponin, dan

    tannin (Mohammad et al., 2004 ; Xin et al., 2008). Flavonoid yang

    terkandung dalam krokot terdiri dari 5 jenis, yakni kaempferol,

    apigenin, myricetin, quercetin, dan luteolin (Xu et al., 2005).

    Krokot juga dilaporkan mengandung senyawa kimia lain,

    termasuk urea, kalsium, besi, fosfor, mangan, tembaga, asam lemak,

  • 7/22/2019 163332708201011551

    20/62

    terutama asam lemak omega-3. Asam lemak omega-3 merupakan suatu

    komponen kimia penting yang tidak dapat diproduksi di dalam tubuh.

    Di antara jenis sayuran yang ada, krokot mempunyai konsentrasi asam

    lemak omega-3 tertinggi. Bijinya mengandung -sitosterol. Seluruh

    bagian tanaman ini mengandung l-norepinefrin, karbohidrat, fruktosa,

    vitamin A, vitamin B1, vitamin B2, dan kaya akan asam askorbat

    (Rashed et al., 2004). Krokot juga kaya akan beta karoten (Barbosa-

    Filho et al., 2008).

    f. Manfaat Farmakologi

    Tanaman krokot memiliki banyak fungsi sebagai obat

    tradisional (Rahardjo, 2007). Tanaman ini biasanya dipotong kecil-kecil

    dan dimakan atau digunakan secara topikal (Kumar et al., 2008).

    Masyarakat Brazil menggunakannya sebagai obat hemoroid (Agra et

    al., 2008). Masyarakat Cina mengenal krokot sebagai obat

    antihipertensi dan antidiabetik (Gong et al.,2009). Tanaman ini juga

    biasa digunakan sebagai obat luka dan relaksan otot (Rashed et al.,

    2004). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Karimi et al.

    (2008), dilaporkan bahwa ekstrak krokot mempunyai efek penurunan

    ketergantungan morfin pada tikus.

    Seluruh bagian tanaman dianggap sebagai antiflogistik,

    bakterisida, anafrodisiak, emolien, dan diuretik. Herbanya digunakan

    sebagai sedatif lambung, dan mengurangi peradangan. Kecuali akarnya,

    seluruh bagian tanaman digunakan sebagai antibakteri, antiinflamasi,

  • 7/22/2019 163332708201011551

    21/62

    dan antihelmintik. Tanaman ini juga digunakan untuk mengobati

    desentri basiler dan disuria. Tumbukan dari daunnya yang segar

    digunakan untuk obat luka bakar dan impetigo (Sanja et al., 2009).

    2. Hati (Hepar)

    Hepar merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh yang beratnya

    rata-rata 1,5 kg (Junqueira, 2007). Hepar menempati sebagian besar

    kuadran kanan atas abdomen (hypochondriaca dextra dan sebagian

    epigastrica). Hepar memiliki dua lobus utama, lobus dextra dan sinistra.

    Lobus dextra dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fissura

    segmentalis dextra. Lobus sinistra dibagi menjadi segmen medial dan

    lateral oleh ligamentum falciforme hepatis (Price dan Wilson, 2006).

    Hepar terdiri atas bermacam-macam sel. Hepatosit meliputi kurang

    lebih 60% sel hati, sedangkan sisanya terdiri dari sel-sel epithelial system

    empedu dalam jumlah yang signifikan dan sel-sel parenkimal yang

    termasuk di dalamnya endotelium, sel kuffer dan sel stellata yang

    berbentuk seperti bintang (Amirudin, 2007).

    Hati mempunyai banyak faal metabolik (Satyawirawan, 2007).

    Hati berfungsi dalam metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein, serta

    memiliki fungsi dalam pembentukan empedu. Hati juga mempunyai fungsi

    pertahanan tubuh, baik dalam detoksifikasi maupun dalam fungsi imunitas.

    Proses detoksifikasi dilakukan oleh enzim-enzim di hati terhadap zat-zat

    beracun, melalui oksidasi, reduksi, hidrolisis, atau konjugasi zat-zat

    berbahaya, dan mengubahnya menjadi zat yang secara fisiologis tidak

  • 7/22/2019 163332708201011551

    22/62

    aktif. Fungsi imunitas dilakukan oleh sel-sel Kupffer, fungsi utamanya

    adalah menelan bakteri dan benda asing lain dalam darah (Price dan

    Wilson, 2006).

    Sel-sel hati sering sekali mengalami kerusakan. Kerusakan hati

    akibat infeksi, obat ataupun virus dapat menyebabkan kerusakan menetap

    pada sel-sel hati yang berakibat pada peradangan (hepatitis) ataupun

    kematian sel-sel hati (nekrosis). Salah satu penyebab kerusakan hati adalah

    senyawa radikal bebas (Wijayanti, 2008).

    Minyak goreng pemanasan berulang mengandung radikal bebas

    yang dapat menyebabkan kerusakan membran sel, tak terkecuali adalah sel

    hepar (Thadeus, 2006). Peroksida lipid yang terbentuk pada pemanasan

    minyak goreng dapat menyebabkan disfungsi membran sel dan membran

    organel sel serta membentuk senyawa reaktif aldehid yang merusak

    hepatosit (Nurhidayati, 2008).

    Bila hepatosit mengalami kerusakan, maka enzim-enzim yang

    terdapat di dalam hepatosit tersebut akan terlepas ke dalam sirkulasi

    sistemik. Kerusakan hati ini ditandai dengan adanya peningkatan kadar

    enzim alanin transaminase (ALT), aspartat transaminase (AST), alkali

    fosfatase (ALP), bilirubin total, dan protein total dalam serum (Panjaitan et

    al., 2007).

    Gambaran histologi kerusakan jaringan hati juga dapat diamati

    secara langsung dengan melihat gambaran sediaan histologi jaringan hepar

    tersebut (Nurhidayati, 2008).

  • 7/22/2019 163332708201011551

    23/62

    Pengujian kadar enzim ALT dan AST sebagai indikasi kerusakan

    hati sampai saat ini dianggap paling praktis. Enzim AST terdapat di

    sitoplasma (20%) dan mitokondria (80%), sedangkan ALT hanya terdapat

    di sitoplasma (Giannini et al., 2005; Dufour et al., 2007). Diantara 2 enzim

    tersebut, pemeriksaan ALT merupakan indikator yang spesifik terhadap tes

    fungsi hati sebab enzim ALT sumber utamanya di hati sedangkan enzim

    AST banyak terdapat pada jaringan terutama jantung, otot rangka, ginjal

    dan otak (Wijayanti, 2008).

    Beberapa senyawa telah dibuktikan melalui penelitian ilmiah dapat

    menjaga fungsi hati, baik sebagai hepatoprotektor ataupun sebagai obat

    bila kerusakan tersebut telah terjadi. Contoh senyawa tersebut adalah

    karotenoid, vitamin A, C dan E, senyawa polifenol, flavonoid, dan

    kondroitin sulfat (Ha et al., 2003).

    3. Minyak Kelapa Sawit Teroksidasi Sebagai Radikal Bebas

    Di pasaran, banyak beredar minyak goreng yang terbuat dari

    beragam bahan dasar. Seperti dari minyak kelapa, minyak kedelai, minyak

    jagung, dan minyak biji bunga matahari. Selain itu ada pula minyak

    goreng kelapa sawit yang berbeda dalam proses pembuatannya. Jika

    dibandingkan dengan minyak kelapa sawit, minyak kelapa diduga

    mengandung lemak jenuh dalam jumlah tinggi. Rendahnya lemak jenuh

    dalam minyak kelapa sawit karena produksi minyak jenis ini melalui

    pemanasan dan pengepresan (Yustinah, 2009).

  • 7/22/2019 163332708201011551

    24/62

    Selama proses penggorengan, minyak mengalami reaksi degradasi

    yang disebabkan oleh panas, udara, dan air, sehingga mengakibatkan

    terjadinya oksidasi, hidrolisis, dan polimerisasi. Reaksi oksidasi juga dapat

    terjadi selama masa penyimpanan (Lee, 2002).

    Reaksi oksidasi terjadi akibat serangan oksigen terhadap asam

    lemak tak jenuh yang terkandung dalam minyak kelapa sawit. Reaksi

    antara oksigen dengan lemak akan membentuk senyawa peroksida yang

    selanjutnya akan membentuk asam lemak bebas, aldehida dan keton yang

    menimbulkan bau yang tidak enak pada minyak (ketengikan) (Herawati

    dan Akhlus, 2006).

    Oksidasi dapat terjadi melalui dua jenis mekanisme, yaitu auto-

    oksidasi dan foto-oksidasi. Reaksi auto-oksidasi melibatkan pembentukan

    radikal bebas yang sangat tidak stabil, yang merupakan inisiator terjadinya

    reaksi rantai (Azeredo, 2004).

    Pada reaksi foto-oksidasi, terjadi interaksi antara ikatan rangkap

    minyak dan radikal oksigen bebas yang sangat reaktif. Kedua jenis reaksi

    oksidasi ini menghasilkan produk reaksi primer, yaitu hidroperoksida,

    yang sangat tidak stabil. Senyawa ini bukan penyebab terjadinya

    perubahan rasa dan bau yang berkaitan dengan oxidative rancidity. Namun

    karena sifatnya yang tidak stabil, hidroperoksida akan segera

    terdekomposisi dan menghasilkan produk reaksi sekunder, misalnya

    senyawa aldehid, yang merupakan penyebab adanya oxidative rancidity

    (Azeredo, 2004).

  • 7/22/2019 163332708201011551

    25/62

    Radikal bebas yang terbentuk dari minyak goreng yang telah

    teroksidasi ini akan berinteraksi dengan bagian tubuh maupun sel-sel

    tertentu yang tersusun atas lemak, karbohidrat, protein, DNA dan RNA

    (Reynertson, 2007).

    Perusakan sel oleh radikal bebas reaktif didahului oleh kerusakan

    membran sel, dengan terjadi rangkaian proses sebagai berikut : 1) Terjadi

    ikatan kovalen antara radikal bebas dengan komponen-komponen

    membran (enzim-enzim membran, komponen karbohidrat membran

    plasma), sehingga terjadi perubahan struktur dari fungsi reseptor; 2)

    Oksidasi gugus tiol pada komponen membran oleh radikal bebas yang

    menyebabkan proses transpor lintas membran terganggu; 3) Reaksi

    peroksidasi lipid dan kolesterol membran yang mengandung asam lemak

    tidak jenuh majemuk (PUFA = poly unsaturated fatty acid). Hasil

    peroksidasi lipid membran oleh radikal bebas berefek langsung terhadap

    kerusakan membran sel, antara lain dengan mengubah fluiditas, struktur

    dan fungsi membran; dalam keadaan yang lebih ekstrim akhirnya akan

    menyebabkan kematian sel (Oktaviani, 2009).

    Oksidasi juga dapat menyebabkan warna minyak menjadi gelap,

    tetapi mekanisme terjadinya komponen yang menyebabkan warna gelap

    ini masih belum sepenuhnya diketahui (Maskan, 2003). Diprediksikan

    bahwa senyawa berwarna pada bahan yang digoreng terlarut dalam

    minyak dan menyebabkan terbentuknya warna gelap (Yustinah, 2009).

  • 7/22/2019 163332708201011551

    26/62

    Temperatur pada proses penggorengan adalah sekitar 1500C. Pada

    temperatur tersebut, setiap bahan pangan rata-rata memerlukan waktu 8

    menit untuk matang. Minyak goreng kelapa sawit akan diganti atau

    ditambahkan dengan minyak baru bila sudah digunakan untuk

    menggoreng tiga kali atau lebih. Proses penggorengan di atas dapat

    menyebabkan minyak goreng kelapa sawit menjadi rusak karena proses

    oksidasi (Andik, 2001).

    4. Stress Oksidatif

    Oksigen merupakan substansi esensial karena perannya yang

    begitu besar bagi metabolisme sel untuk menghasilkan energi bagi

    kehidupan sel. Di dalam sel, 90% oksigen digunakan dalam rantai

    transport elektron di mitokondria sitokrom oksidase (Arief, 2009).

    Oksigen juga memiliki potensi toksik, karena selain mendorong

    terjadinya reduksi oksigen yang bertahap untuk membentuk ATP dalam

    rantai transpor elektron, juga menyebabkan terbentuknya radikal oksigen

    dan senyawa oksigen reaktif (Reactive oxygen species, ROS) yang mampu

    menyebabkan cedera sel. Contoh senyawa oksigen reaktif antara lain

    adalah radikal superoksida, radikal hidroksil, hidrogen peroksida, dan

    radikal peroksida. Proses-proses yang secara alami menghasilkan senyawa

    oksigen reaktif adalah rantai respirasi mitokondria, reaksi oksidase,

    maupun pada peristiwa fagositosis oleh granulosit sistem imun (Videla,

    2009).

  • 7/22/2019 163332708201011551

    27/62

    Stress oksidatif adalah ketidakseimbangan antara produksi oksigen

    reaktif dengan kemampuan sistem biologik tubuh untuk mendetoksifikasi

    senyawa reaktif atau memperbaiki kerusakan sel (Otero et al., 2009).

    Keadaan ini menyebabkan kelebihan radikal bebas, yang akan bereaksi

    dengan lemak, protein, asam nukleat seluler, sehingga terjadi kerusakan

    lokal dan disfungsi organ tertentu. Jika stress oksidatif ini berlangsung

    lama, akan menyebabkan kerusakan sel atau jaringan, yang selanjutnya

    merupakan penyebab timbulnya keganasan, inflamasi, aterosklerosis,

    penuaan, dan iskemia (Arief, 2009).

    Radikal bebas dapat bereaksi dengan karbohidrat melalui abstraksi

    salah satu atom hidrogen, menghasilkan radikal karbonil. Hal ini

    mengakibatkan terjadinya pemutusan rantai karbohidrat pada molekul

    seperti asam hialuronat (Hanis, 2009).

    Terhadap protein, radikal bebas dapat menyebabkan fragmentasi

    dan cross-linking, sehingga mempercepat terjadinya proteolisis. Pengaruh

    radikal bebas pada gugus tiol enzim akan menyebabkan antara lain

    perubahan dalam aktifitas enzim tersebut (Hanis, 2009).

    Terhadap lipid, radikal bebas menyebabkan reaksi peroksidasi.

    Peroksidasi lemak selalu mengubah struktur molekul lemak. Peroksidasi

    lipid diinisiasi dengan abstraksi atom hidrogen dari rantai samping asam

    lemak tak jenuh ganda, menghasilkan radikal peroksil. Selain merusak

    enzim reseptor protein intramembran, radikal peroksil juga dapat

    mengabstraksi atom H+dari asam lemak lain sehingga proses peroksidasi

  • 7/22/2019 163332708201011551

    28/62

    lipid selanjutnya terinisiasi membentuk semakin banyak peroksida lipid

    (Hanis, 2009).

    Radikal bebas yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya

    kerusakan protein membran sel yang salah satu fungsinya adalah sebagai

    kanal ion, sehingga terjadi kebocoran ion dan berakhir pada peningkatan

    jumlah Ca2+

    intrasel. Peningkatan Ca2+

    intrasel juga dipengaruhi oleh

    rusaknya fungsi dari Ca2+-ATPase dan sistem Ca2+/Na+ exchange karena

    serangan radikal bebas. Jumlah Ca2+ intrasel yang terlalu banyak akan

    mengaktifkan enzim fosfolipase, protease dan endonuklease. Aktivasi

    fosfolipase akan merusak membran lipid. Peningkatan aktifitas protease

    dapat merusak protein struktural di dalam sel, mengakibatkan sel

    kehilangan kerangkanya sehingga sel tersebut mengalami perubahan

    bentuk dan terjadi pembengkakan sel, dan pada akhirnya mengalami lisis.

    Sedangkan endonuklease akan merusak DNA dengan cara memotong

    rantai utama DNA tersebut sehingga DNA menjadi terfragmentasi.

    (Halliwell dan Gutteridge, 2001).

    Perusakan DNA oleh radikal bebas juga dapat terjadi karena reaksi

    dengan radikal hidroksil (OH) yang terbentuk di dalam inti sel. Stress

    oksidatif dapat memicu pelepasan ion logam di dalam sel, yang akan

    berikatan dengan DNA. Ion logam tersebut dapat mengkatalis

    terbentuknya OH dari H2O2melalui reaksi donor elektron dari ion logam

    kepada H2O2. OH yang terbentuk kemudian akan segera bereaksi dengan

  • 7/22/2019 163332708201011551

    29/62

    molekul terdekat, yang tidak lain adalah DNA itu sendiri, menyebabkan

    terjadinya kerusakan DNA (Halliwell dan Gutteridge, 2001).

    Fragmentasi DNA yang berlebihan akan memicu terjadinya

    aktivasi enzim poly(ADP-ribose) synthetase di dalam sel. Enzim ini

    kemudian memecah molekul NAD+ (Nicotinamide Adenine Nucleotida)

    dan mengikat pecahan molekul NAD+ tersebut dengan protein di dalam

    inti sel yang memungkinkan terjadinya proses perbaikan DNA. NAD+ itu

    sendiri merupakan komponen yang penting dalam mengatur fungsi

    metabolisme sel. Makin banyak ikatan DNA yang terputus, makin banyak

    pula enzim poly(ADP-ribose) synthetase memecah molekul NAD+.

    Dengan demikian, jumlah NAD+ yang diperlukan untuk mengatur fungsi

    metabolisme sel makin berkurang. Konsekuensinya, metabolisme sel

    menjadi terganggu atau bahkan terhenti, mengakibatkan terjadinya

    kerusakan atau bahkan kematian sel (Halliwell dan Gutteridge, 2001).

    Lipid peroksida dalam membran mengganggu fungsi membran

    dengan mengubah fluiditas membran, menyebabkan ion-ion seperti Ca2+

    masuk ke dalam sel dan mengganggu fungsi makromolekul lain. Selain

    menyebabkan degradasi membran lemak, proses peroksida lipid juga

    menyebabkan terbentuknya berbagai produk seperti malondialdehid serta

    etana dan pentana. Malondialdehid ini dapat menimbulkan ikatan silang

    pada protein (Hanis, 2009). Sehingga, konsentrasi malondialdehid dalam

    hati dapat dijadikan indikator dari proses peroksidasi di dalam tubuh

    (Ernawati, 2006).

  • 7/22/2019 163332708201011551

    30/62

    Radikal bebas akan menyebabkan terjadinya perubahan struktur

    DNA atau RNA yang menyebabkan terjadinya mutasi atau sitotoksisitas

    (Hanis, 2009). Radikal bebas juga dapat merangsang pertumbuhan sel

    dengan cara merusak gen spesifik yang mengontrol kecepatan

    pertumbuhan dan diferensiasi sel (Yilmaz et al., 2006).

    Sifat reaktif yang tersebar dari pembentukan radikal bebas dalam

    sel menyebabkan terbentuknya mekanisme pertahanan terhadap radikal

    bebas tersebut. Salah satu mekanisme pertahanan tersebut adalah dengan

    aktifitas beberapa enzim, seperti superoksida dismutase (SOD), katalase,

    dan glutation peroksidase (Arief, 2009).

    Enzim SOD terdapat dalam sitosol dan mitokondria. Enzim ini

    dapat mengkonversi 2 molekul superoksida menjadi hidrogen peroksida

    dan oksigen. Dismutasi anion superoksida menjadi hidrogen peroksida dan

    oksigen ini sering disebut sebagai pertahanan pertama terhadap stress

    oksidatif karena superoksida merupakan inisiator kuat berbagai reaksi

    berantai. Katalase merupakan enzim yang dapat mengkatalisis konversi

    hidrogen peroksida menjadi air dan oksigen. Enzim ini terutama terdapat

    dalam peroksisom dan sedikit terdapat dalam sitosol dan mikrosom sel.

    Sedangkan glutation peroksidase berperan dalam proses reduksi H2O2dan

    peroksida lemak oleh glutation (Arief, 2009).

    5. Antioksidan

  • 7/22/2019 163332708201011551

    31/62

    Antioksidan merupakan senyawa yang mampu menghambat atau

    mencegah terjadinya oksidasi (Rohdiana, 2001). Cara kerja senyawa

    antioksidan adalah bereaksi dengan radikal bebas reaktif membentuk

    radikal bebas tak reaktif yang relatif stabil. Antioksidan menstabilkan

    radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki

    radikal bebas, dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari

    pembentukan radikal bebas (Utami et al., 2009).

    Tubuh manusia menghasilkan senyawa antioksidan, tetapi

    jumlahnya sering kali tidak cukup untuk menetralkan radikal bebas yang

    masuk ke dalam tubuh (Sofia, 2006 ; Kuncahyo dan Sunardi, 2007).

    Antioksidan dibedakan menjadi dua kelompok yaitu antioksidan

    enzimatik dan non enzimatik. Antioksidan enzimatik, yang terdiri dari

    superoksida dismutase(SOD), katalase (CAT), glutation peroksida (GPx),

    serta glutation reduktase (GRx). Antioksidan non enzimatik antara lain

    vitamin C, vitamin E, dan beta karoten (Yilmaz et al., 2006; Jawi et al.,

    2007).

    Secara alami beberapa jenis tumbuhan merupakan sumber

    antioksidan, hal ini dapat ditemukan pada beberapa jenis sayuran, buah-

    buahan segar, beberapa jenis tumbuhan dan rempah-rempah (Praptiwi et

    al., 2006). Jenis antioksidan yang dapat ditemukan pada tumbuhan antara

    lain adalah asam lemak omega-3, beta karoten, alfa tokoferol, asam

    askorbat dan glutation(Simopoulos, 2004).

  • 7/22/2019 163332708201011551

    32/62

    Antioksidan dalam bahan makanan berlemak berperan sebagai

    inhibitor atau pemecah peroksida. Mekanisme oksidasi pada lemak atau

    minyak pada prinsipnya merupakan proses pemecahan yang terjadi di

    sekitar ikatan rangkap dalam molekul gliserida (Barus, 2009).

    Oksidasi lipid adalah penyebab utama ketengikan dalam makanan,

    namun hal ini dapat dikontrol dengan adanya antioksidan yang dapat

    membuat stabil radikal bebas dengan menyumbangkan elektron atau atom

    hidrogen sehingga dapat mencegah peroksidasi lipid (Rupasinghe dan

    Yasmin, 2010).

    6. Krokot sebagai Antioksidan

    Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Simopoulos

    (2004), terbukti bahwa krokot mengandung asam lemak omega-3 tertinggi

    di antara berbagai sayuran yang telah ditelitinya. Kandungan asam lemak

    omega-3 yang ada dalam krokot adalah sekitar 300-400 mg/ 100 g daun

    krokot segar.

    Asam lemak omega-3 adalah asam lemak poli tak jenuh yang

    mempunyai ikatan rangkap banyak, ikatan rangkap pertama terletak pada

    atom karbon ketiga dari gugus metil. Asam lemak omega-3 mengandung

    asam lemak esensial yakni asam alpha-linolenic acid (ALA) dan

    metabolitnya yang berantai lebih panjang, yakni eicosapentaenoic acid

    (EPA), docosahexaenoic acid (DHA), dan docosapentaenoic acid (DPA)

    (Rahardjo, 2007).

  • 7/22/2019 163332708201011551

    33/62

    Asam lemak omega-3 telah terbukti berperan penting dalam

    pencegahan dan pengobatan aterosklerosis, trombosis,

    hipertrigliseridaemia dan tekanan darah tinggi. Disamping itu juga

    potensial untuk pencegahan dan pengobatan asma, artritis, migrain, dan

    beberapa jenis kanker yaitu kanker prostat, payudara dan kolon (Koswara,

    2009).

    Asam lemak omega-3 ini mencegah radikal bebas dengan cara

    menyumbangkan sebuah elektron pada lipid biomembran, sehingga

    meningkatkan stabilitas dan integritas fungsional pada membran sel

    (Hallsberger, 2007).

    Karena EPA dan DHA bersifat antioksidan, sehingga dapat

    meredam radikal bebas dan dapat mencegah terjadinya kerusakan hati oleh

    radikal bebas. Selain memiliki efek antioksidan, EPA dan DHA juga dapat

    mengurangi reaksi inflamasi sehingga mencegah kerusakan sel yang lebih

    parah (Gonzalez et al., 2006).

    Pada penelitian yang dilakukan Gonzales et al. (2006), secara in

    vitro membuktikan potensi efek protektif dari asam lemak esensial omega-

    3 pada hepatosit. Hepatosit yang ditumbuhkan pada medium kaya DHA,

    tingkat stress oksidatifnya lebih rendah secara signifikan daripada

    hepatosit yang ditumbuhkan pada medium tanpa DHA. Pada penelitian ini

    juga dibuktikan, DHA mampu mencegah kerusakan DNA oleh hidrogen

    peroksida.

  • 7/22/2019 163332708201011551

    34/62

    Simopoulos (2004) menyatakan bahwa fungsi antioksidan krokot

    juga terkait dengan adanya asam askorbat (vitamin C). Asam askorbat

    yang ditemukan dalam 100 gram daun krokot adalah sekitar 26,6 mg.

    Vitamin C mampu berperan sebagai scavenger radikal bebas dan

    dapat bereaksi dengan anion superoksida, radikal hidroksil dan peroksida

    lipid. Vitamin C mampu menghambat pembentukan radikal superoksida,

    radikal hidroksil, radikal peroksil, oksigen singlet dan hidrogen peroksida.

    Oleh karena vitamin C mampu menghambat radikal bebas, maka peran

    vitamin C menjadi sangat penting dalam menjaga integritas membran sel

    (Suhartono et al., 2007). Vitamin C merupakan antioksidan tipe pereduksi,

    dimana senyawa ini akan mendonorkan 1 elektron membentuk

    semidehidroaskorbat yang tidak bersifat reaktif. Dengan mendonorkan

    elektron tersebut, maka mencegah komponen senyawa yang lain untuk

    teroksidasi (Padayatty et al., 2003).

    Senyawa antioksidan endogen lainnya di dalam krokot adalah alfa

    tokoferol, beta karoten dan glutation. Dalam 100 gram daun krokot segar,

    ditemukan sekitar 12,2 mg alfa tokoferol; 1,9 mg karoten beta; serta 14,8

    mg glutation (Simopoulos, 2004).

  • 7/22/2019 163332708201011551

    35/62

    B. Kerangka Pemikiran

    Keterangan :

    : menghambat

    Gambar 1. Skema kerangka pemikiran

    C. Hipotesis

    Ekstrak daun

    krokot

    Mengandung antioksidan:

    1. Asam lemak omega-3

    2. Vitamin C

    3. Alfa tokoferol

    4. Beta karoten

    5. Glutation

    Minyak goreng kelapa sawit

    Deep frying(pemanasan

    berulang pada suhu tinggi)

    Oksidasi asam lemak tak jenuh

    Radikal bebas

    Peroksida lipid

    meningkat

    Membran sel rusak

    ALT meningkat

    Faktor-faktor lain

    yang dapat

    menyebabkan

    kerusakan sel hati:

    -Obat-obatan

    -Infeksi

    mikroorganisme

    -Virus

    Kerusakan sel hati

    Peroksida

    lipid menurun

    Membran tidak rusak

    Kerusakan hati menurun

    ALT menurun

  • 7/22/2019 163332708201011551

    36/62

    Pemberian ekstrak daun krokot (Portulaca oleracea L.) akan

    menurunkan kadar alanin transaminase (ALT) pada tikus putih (Rattus

    norvegicus) yang diberi minyak goreng deep frying.

    BAB III

  • 7/22/2019 163332708201011551

    37/62

    METODE PENELITIAN

    A. Jenis Penelitian

    Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik.

    B. Lokasi Penelitian

    Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmasi Universitas Setia

    Budi Surakarta.

    C. Subjek Penelitian

    Subjek penelitian adalah tikus putih (Rattus norvegicus) galur Wistar

    dengan jenis kelamin jantan, umur 6-8 minggu, berat badan kurang lebih 200

    gram, dan sehat.

    Sampel akan di bagi dalam tiga kelompok. Jumlah sampel dihitung

    dengan rumus Federer: (n-1)(t-1) > 15

    dimana :

    n = besar sampel

    t = jumlah kelompok

    hasil penghitungan :

    (n-1)(5-1) > 15

    4n-4 > 15

    4n > 15+4

    4n > 19

    n > 4,75

  • 7/22/2019 163332708201011551

    38/62

    Oleh karena itu peneliti menggunakan 5 ekor tikus putih untuk tiap

    kelompok, sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 25 ekor tikus

    putih (Rattus norvegicus).

    D. Teknik Sampling

    Pengambilan sampel hewan uji dilakukan dengan purposive sampling,

    sedangkan pembagian subjek ke dalam kelompok menggunakan randomisasi.

    E. Variabel Penelitian

    Identifikasi Variabel Penelitian

    1. Variabel bebas : ekstrak daun krokot (Portulaca oleraceaL.)

    2. Variabel terikat : kadar ALT tikus putih

    3. Variabel luar :

    a. dapat dikendalikan :

    1) makanan dan minuman

    2) jenis kelamin

    3) usia

    4) berat badan

    b. tidak dapat dikendalikan :

    1) sistem imun hewan uji

    2) kondisi psikologis hewan uji/ stres

    F. Definisi Operasional Variabel Penelitian

    1. Ekstrak Daun Krokot

    Ekstrak daun krokot yang dipakai dalam penelitian ini diperoleh

    dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat

  • 7/22/2019 163332708201011551

    39/62

    Tradisional, Kabupaten Karanganyar. Pembuatan ekstrak menggunakan

    metode maserasi dengan pelarut ethanol. Ekstrak krokot ini diberikan

    peroral sekali dalam sehari menggunakan sonde lambung. Dalam

    penelitian ini digunakan dua dosis ekstrak daun krokot, yakni 130 mg/200

    g BB tikus putih dan 260 mg/200 g BB tikus putih dalam 1 hari. Ekstrak

    daun krokot ini diberikan selama 14 hari.

    Skala variabel ekstrak krokot merupakan skala rasio.

    2. Kadar ALT

    Kadar alanin transaminase (ALT) ditentukan dengan menggunakan

    alat spektrofotometer. Pengambilan darah tikus dilakukan dengan

    menggunakan mikrokapiler melalui pleksus retroorbitalis. Sampel darah

    dimasukkan ke dalam tabung reaksi tanpa antikoagulan untuk

    mendapatkan serumnya. Tabung reaksi yang berisi darah tanpa

    antikoagulan didiamkan selama 30 menit pada suhu kamar, kemudian

    disentrifus dengan kecepatan 1500 rpm selama 15 menit.

    Serum di atas sel-sel darah yang menggumpal selanjutnya diambil

    dengan pipet mikro dan dimasukkan ke dalam tabung ependorf. Kemudian

    dilakukan pengukuran kadar ALT menggunakan reagen (kit).

    Dengan menggunakan kit ALT, kuvet I sebagai blanko diberi 100

    ml aquades dan 1000 ml reagen I. Setelah dicampur dan diinkubasi 5

    menit pada suhu 37 C. Masing-masing kuvet dicampur ditambah 250 ml

    reagen II. Setelah tercampur dan diinkubasi 1 menit pada suhu yang sama,

    ditentukan Optical density (OD) nya dengan spektrofotometer pada

  • 7/22/2019 163332708201011551

    40/62

    panjang gelombang 365 nm. Pembacaan OD diulang 3 kali dengan interval

    waktu 1 menit. Delta absorben / menit selanjutnya dikalikan faktor

    konversi sebesar 3971 untuk mendapatkan kadar ALT. Kadar ALT normal

    pada tikus putih adalah 17,5-30,2 IU/L (Widyatmoko,2009).

    Skala yang digunakan adalah skala rasio.

    G. Rancangan Penelitian

    Rancangan penelitian ini adalah eksperimental randomized control

    group post test only design.

    Keterangan :

    K : Kelompok kontrol (perlakuan dengan aquades)

    25 ekor tikus putih

    K I II III IVAdaptasiHari ke-1

    sampai

    hari ke-

    Aquades

    Vitamin

    C dan

    minyak

    goreng

    deep

    frying

    Minyak

    goreng

    deep

    frying

    Ektrak

    daun krokot

    dosis I dan

    minyak

    goreng

    deep frying

    Ekstrak

    daun krokot

    dosis II dan

    minyak

    goreng

    deep frying

    Hari ke-15

    ALT

    Analisis dengan uji statistik

  • 7/22/2019 163332708201011551

    41/62

    I : Kelompok perlakuan I (perlakuan dengan pemberian

    minyak goreng deep fryingdosis 0,42 ml/200 g BB/hari)

    II : Kelompok perlakuan II (perlakuan dengan pemberian

    vitamin C dosis 18 mg/200 g BB/hari dan minyak goreng

    deep fryingdosis 0,42 ml/200 g BB/hari)

    III : Kelompok perlakuan III (perlakuan dengan pemberian

    ekstrak krokot dosis 130 mg/200 g BB/hari dan minyak

    goreng deep fryingdosis 0,42 ml/200 g BB/hari)

    IV : Kelompok perlakuan IV (perlakuan dengan pemberian

    ekstrak daun krokot dosis 260 mg/200 g BB/hari dan

    minyak goreng deep fryingdosis 0,42 ml/200 g

    BB/hari)

    ALT : Pengukuran kadar ALT tikus putih setelah perlakuan

    H. Alat dan Bahan Penelitian

    1. Alat

    a. Kandang tikus putih beserta kelengkapan pemberian makan

    b. Timbangan hewan

    c. Tabung mikrokapiler untuk mengambil sampel darah

    d. Tabung reaksi 5 ml untuk menampung sampel darah

    e. Tabung ependorf

    f. Pipet mikro

    g. Spektrofotometer untuk pemeriksaan kadar ALT

    h. Sonde lambung

    i. Spuit injeksi

    j. Termometer 150 0C

    2. Bahan

  • 7/22/2019 163332708201011551

    42/62

    a.Ekstrak daun krokot

    b.Vitamin C

    c.Minyak goreng deep fryingd.Makanan pellet

    e.Aquades

    I. Penentuan Dosis

    1. Perhitungan dosis minyak goreng deep frying

    Dosis minyak goreng dari kelapa sawit deep fryingyang diberikan

    pada mencit sehingga dapat menyebabkan kerusakan sel hati adalah 0,3

    ml/100 g BB atau 0,06 ml/20 g BB mencit (Hidayat,2005). Faktor

    konversi mencit (20 gr) ke tikus (200 gr) adalah 7,0 (Harmita dan

    Maksum, 2005). Maka, dosis minyak goreng kelapa sawit deep frying

    yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 0,06 x 7,0 = 0,42 ml/ 200 gr

    BB tikus putih/hari.

    2. Perhitungan dosis ekstrak daun krokot

    Berdasarkan penelitian Karimi et al. (2010), didapatkan dosis

    ekstrak herba krokot 2 g/kg BB tikus putih (sama dengan 0,4 g/200 gr BB

    tikus putih/hari), dapat berfungsi sebagai antioksidan dalam mencegah

    terjadinya nefrotoksisitas akibat radikal bebas. Berdasarkan hasil uji

    kesetaraan yang telah dilakukan di Balai Besar Tanaman Obat dan Obat

    Tradisional, Tawangmangu, didapatkan kesetaraan bahwa berat daun

    krokot segar =3

    1x berat tanaman krokot segar. Karena dalam penelitian

  • 7/22/2019 163332708201011551

    43/62

    ini yang digunakan adalah ekstrak daun krokot, maka dosis yang

    digunakan dalam penelitian ini adalah3

    1 x dosis ekstrak tanaman yang

    berfungsi sebagai antioksidan dalam penelitian Karimi et al. (2010),

    sehingga didapatkan dua dosis, yakni :

    Dosis I =3

    1x 0,4 g/200g BB tikus putih/hari

    = 130 mg/200g BB tikus putih/hari

    Dosis II = 2 x 130 mg/200g BB tikus putih/hari

    = 260 mg / 200g BB tikus putih/hari

    3. Perhitungan dosis vitamin C

    Dosis vitamin C yang dapat berfungsi sebagai antioksidan pada

    manusia adalah 1000 mg. Jadi, dengan faktor konversi 0,018, didapatkan

    dosis vitamin C pada tikus putih adalah 18 mg/200 g BB/tikus putih.

    J. Cara Kerja

    1. Hewan coba diperoleh dari Laboratorium Farmasi Universitas Setia Budi

    Surakarta. Dilakukan adaptasi pada hewan uji dengan tempat penelitian

    selama 1 minggu.

    2. Tikus putih ditimbang, dan dilakukan pengelompokan secara random

    menjadi 5 kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari 25 ekor.

    a. Kelompok K : Kelompok kontrol normal

    b. Kelompok I : Kelompok kontrol negatif

    c. Kelompok II : Kelompok kontrol positif

  • 7/22/2019 163332708201011551

    44/62

    d. Kelompok III : Kelompok dosis I

    e. Kelompok IV : Kelompok dosis II

    3. Minyak goreng dari kelapa sawit dipanaskan 6 kali pada suhu 1500C

    selama 8 menit.

    4. Kelompok K hanya diberi aquades dan pakan standar.

    5. Kelompok I diberi minyak goreng dari kelapa sawit deep frying dosis

    0,42 ml/200 g BB/hari selama 14 hari. Minyak goreng diberikan peroral

    sehari sekali menggunakan sonde lambung.

    6. Kelompok II sebagai kelompok pembanding, diberi vitamin C. Vitamin

    C yang digunakan dalam penelitian ini adalah vitamin C tablet @ 50 mg.

    Tablet vitamin C ini dilarutkan dalam aquades dan diberikan peroral

    sekali dalam sehari menggunakan sonde lambung dengan dosis 18

    mg/200 g BB/hari. Selain itu, juga diberi minyak goreng dari kelapa

    sawit deep fryingdosis 0,42 ml/ 200 g BB/hari selama 14 hari.

    7. Kelompok III diberi ekstrak daun krokot dengan dosis 130 mg/200 g

    BB/hari dan minyak goreng dari kelapa sawit deep fryingdosis 0,42 ml/

    200 g BB/hari selama 14 hari.

    8. Kelompok IV diberi ekstrak daun krokot dengan dosis 260 mg /200 g

    BB/hari serta minyak goreng dari kelapa sawit deep fryingdosis 0,42 ml/

    200 g BB/hari selama 14 hari.

    9. Pada hari ke-15, dilakukan pengukuran kadar ALT tikus putih pada

    masing-masing kelompok.

  • 7/22/2019 163332708201011551

    45/62

    10. Membandingkan rata-rata kadar ALT pada tiap kelompok, kemudian

    melakukan analisis terhadap data yang diperoleh.

    3. Analisis Data

    Semua data yang terkumpul diolah menggunakan SPSS versi 17.0.

    Data dianalisis menggunakan uji parametrik ANOVA untuk mengetahui

    adanya perbedaan rata-rata kadar ALT di antara lima kelompok perlakuan.

    Setelah itu, dilanjutkan dengan Post-hoc multiple comparisons testuji Least

    Significance Difference(LSD) untuk melihat lebih jelas letak perbedaan antar

    kelompok perlakuan. Derajat kemaknaan yang digunakan adalah = 0,05.

    BAB IV

    HASIL PENELITIAN

    A. Hasil Penelitian

    Hasil penelitian efek ekstrak daun krokot terhadap kadar ALT tikus

    putih yang diberi minyak goreng deep fryingadalah sebagai berikut :

    Tabel 1.Rerata Hasil Pengukuran Kadar ALT pada Tiap Kelompok

    Kelompok N Rerata + SD (U/L)

  • 7/22/2019 163332708201011551

    46/62

    K 5 50,38 + 5,51

    I 5 76,60 + 9,83

    II 5 41,98 + 2,80

    III 5 48,44 + 8,27

    IV 5 56,54 + 8,05

    (Data Primer, 2010)

    Keterangan:

    K : Kelompok kontrol normal (diberi aquades)

    I : Kelompok kontrol negatif (diberi minyak goreng deep frying

    dosis 0,42 ml/200 g BB/hari)

    II : Kelompok kontrol positif (diberi vitamin C dengan dosis 18

    mg/200 g BB/hari dan minyak goreng deep frying dosis 0,42

    ml/200 g BB/hari)

    III : Kelompok dosis I (diberi ekstrak daun krokot dengan dosis 130

    mg/200 g BB/hari dan minyak goreng deep fryingdosis 0,42 ml/

    200 g BB/hari)

    IV : Kelompok dosis II (diberikan ekstrak daun krokot dengan dosis

    260 mg/200 g BB/hari dan minyak goreng deep frying dosis

    0,42 ml/ 200 g BB/hari)

    Dari tabel 1. di atas, bila dibuat grafik akan didapatkan hasil sebagai

    berikut :

  • 7/22/2019 163332708201011551

    47/62

    Gambar 2.Grafik Rerata Kadar ALT Tikus Putih

    Dari tabel dan grafik di atas, dapat dilihat bahwa rerata kadar ALT

    paling tinggi terdapat pada kelompok I (kontrol negatif) yakni sebesar 76,6

    U/L. Hal ini menunjukkan bahwa kerusakan hati paling parah terjadi pada

    kelompok ini. Rerata kadar ALT paling rendah didapatkan pada kelompok II

    (kontrol positif), yakni sebesar 41,98 U/L. Hal ini kemungkinan berkaitan

    dengan aktivitas antioksidan vitamin C yang mampu menghambat terjadinya

    kerusakan hati oleh minyak goreng deep frying.

    Rerata kadar ALT kelompok III (dosis I) sebesar 48,44 U/L dan

    kelompok IV (dosis II) sebesar 56,54 U/L. Nilai ini tidak jauh berbeda

    dengan nilai rerata kadar ALT pada kelompok K (aquades), yakni sebesar

    50,38 U/L. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak daun krokot mampu

    menurunkan terjadinya kerusakan hati akibat pemberian minyak goreng deep

    frying.

    B. Analisis Data

    50.38

    76.6

    41.9848.44

    56.54

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    70

    80

    90

    Kelompok K Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV

    RerataKadarALT(U/L)

    Kelompok Perlakuan

  • 7/22/2019 163332708201011551

    48/62

    Sebelum menganalisis data kadar ALT tikus putih menggunakan uji

    Oneway ANOVA dengan SPSS versi 17.0, dilakukan pengujian syarat

    ANOVA yaitu pengujian terhadap sebaran data (harus normal) dan varians

    data (harus homogen).

    Setelah dilakukan uji normalitas (lampiran 2), didapatkan bahwa data

    untuk semua kelompok mempunyai sebaran yang normal (dengan melihat

    hasil uji Saphiro-Wilk, dimana masing-masing kelompok mempunyai nilai p

    > 0,05). Selanjutnya dilakukan uji homogenitas variansi (lampiran 3), dengan

    hasil varian data adalah homogen (p > 0,05), di mana didapatkan nilai p =

    0,098. Dengan demikian, kedua syarat uji OnewayANOVA telah terpenuhi,

    sehingga uji ANOVA dapat dilakukan. Hasil uji Oneway ANOVA dapat

    dilihat pada tabel di bawah ini :

    Tabel 2.Hasil Uji Oneway ANOVA

    ANOVA

    Kadar ALT (U/L)

    Sum of Squares df Mean Square F Sig.

    Between Groups 3513.026 4 878.257 16.373 .000

    Within Groups 1072.820 20 53.641

    Total 4585.846 24

    (Data Primer, 2010)

    Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa nilai p = 0,000 (p < 0,05) yang

    berarti terdapat perbedaan kadar ALT tikus putih yang bermakna di antara

    kelima kelompok perlakuan.

    Analisis kemudian dilanjutkan dengan Post-hoc multiple comparisons

    test uji Least Significance Difference (LSD) (lampiran 4). Berdasarkan

  • 7/22/2019 163332708201011551

    49/62

    perhitunganPost-hoc multiple comparisons testdengan batas signifikasi 0,05,

    diperoleh data perbandingan rerata kadar ALT antar kelompok perlakuan.

    Perbedaan yang bermakna didapatkan pada perbandingan rerata kadar ALT

    antara kelompok I (kontrol negatif) dengan semua kelompok (nilai p = 0,000),

    baik kelompok K (kontrol normal), kelompok II (kontrol positif), kelompok

    III (dosis I), dan kelompok IV (dosis II). Selain itu, perbedaan yang bermakna

    juga didapatkan pada perbandingan rerata kadar ALT antara kelompok II

    (kontrol positif) dengan kelompok IV (dosis II), dengan nilai p = 0,005.

    Perbedaan yang tidak bermakna terlihat pada perbandingan rerata kadar

    ALT antara kelompok kontrol normal dengan kelompok kontrol positif (nilai

    p = 0,085) ; dengan kelompok dosis I (nilai p = 0,680) ; serta dengan

    kelompok dosis II (nilai p = 0,199). Hal ini juga terlihat pada perbandingan

    rerata kadar ALT antara kelompok kontrol positif dan kelompok dosis I (nilai

    p = 0,178), serta antara kelompok dosis I dengan kelompok dosis II (nilai p =

    0,096).

    BAB V

    PEMBAHASAN

    Pemeriksaan kadar ALT pada tikus putih dilakukan pada hari ke-15

    perlakuan. Berdasarkan hasil uji normalitas dan homogenitas variansi, diketahui

    bahwa dalam tiap kelompok perbedaan rerata kadar ALT tikus putih tidak

  • 7/22/2019 163332708201011551

    50/62

    bermakna. Dapat dikatakan bahwa efek perlakuan yang diterima tikus putih dalam

    tiap kelompoknya relatif sama.

    Hasil statistik uji Oneway ANOVA menunjukkan adanya perbedaan yang

    bermakna pada rerata kadar ALT antara kelima kelompok. Dari Post-hoc multiple

    comparisons test uji Least Significance Difference (LSD) diketahui adanya

    perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol negatif dengan semua

    kelompok (lampiran 4). Kelompok kontrol negatif memiliki rerata kadar ALT

    tertinggi di antara semua kelompok. Tingginya rerata kadar ALT pada kelompok

    kontrol negatif ini disebabkan tikus putih pada kelompok kontrol negatif hanya

    diberi minyak goreng deep frying.

    Proses deep frying pada minyak goreng dapat menyebabkan terjadinya

    oksidasi asam lemak tak jenuh. Dari proses oksidasi ini, akan terbentuk radikal

    bebas yang ditandai dengan adanya peningkatan kadar peroksida lipid. Peroksida

    lipid dalam membran sel hati dapat mengganggu fungsi membran dengan

    mengubah fluiditas membran menyebabkan ion-ion seperti Ca2+masuk ke dalam

    sel dan mengganggu fungsi makromolekul lain. Keadaan ini mengakibatkan

    terjadinya nekrosis hati (Hanis, 2009). Dengan adanya nekrosis hati, maka

    komponen sel akan mengalami degradasi progresif dan lebih lanjut akan

    mengakibatkan keluarnya enzim-enzim hati, terutama ALT, sehingga kadar ALT

    serum akan meningkat.

    Pada penelitian ini didapatkan perbedaan yang bermakna antara kelompok

    kontrol negatif dengan kelompok dosis I dan dosis II, di mana rerata kadar ALT

    tikus putih pada kelompok dosis I dan kelompok dosis II lebih rendah daripada

  • 7/22/2019 163332708201011551

    51/62

    kelompok kontrol negatif. Hal ini disebabkan tikus putih pada kelompok dosis I

    dan dosis II, selain diberi minyak goreng deep frying, juga diberi ekstrak daun

    krokot.

    Hasil post-hoc multiple comparisons test juga menunjukkan bahwa

    terdapat perbedaan yang tidak bermakna antara rerata kadar ALT kelompok

    kontrol normal dengan kelompok dosis I dan dosis II. Hal ini menunjukkan bahwa

    fungsi antioksidan krokot dapat mencegah terjadinya kerusakan sel-sel hati akibat

    pemaparan minyak goreng deep fryingsehingga rerata kadar ALT pada kelompok

    dosis I dan dosis II ini hampir menyerupai kadar ALT pada tikus kelompok

    kontrol normal yang hanya diberi aquades tanpa mendapat pemaparan minyak

    goreng.

    Daun krokot mengandung beberapa senyawa antioksidan yang dapat

    meredam radikal bebas, di antaranya adalah asam lemak omega-3, vitamin C, alfa

    tokoferol, beta karoten, dan glutation (Simopoulos, 2004). Dengan adanya

    senyawa antioksidan ini, dapat mengurangi terjadinya peningkatan peroksida lipid

    sehingga kerusakan sel-sel hati dapat berkurang.

    Asam lemak omega-3 merupakan senyawa antioksidan yang paling banyak

    ditemukan dalam daun krokot. Asam lemak omega-3 ini dapat mencegah radikal

    bebas dengan cara menyumbangkan sebuah elektron pada lipid biomembran,

    sehingga meningkatkan stabilitas dan integritas fungsional pada membran sel

    (Hallsberger, 2007). Vitamin C juga relatif banyak ditemukan di krokot. Vitamin

    C ini mampu menghambat pembentukan radikal superoksida, radikal hidroksil,

    radikal peroksil, oksigen singlet dan hidrogen peroksida dengan cara mengikat

  • 7/22/2019 163332708201011551

    52/62

    oksigen (Suhartono et al., 2007). Kandungan alfa tokoferol dan beta karoten dapat

    berfungsi mengendalikan peroksida lemak dengan menyumbangkan hidrogen ke

    dalam reaksi, menyekat aktivitas tambahan yang dilakukan oleh peroksida,

    sehingga memutus reaksi berantai dan bersifat membatasi kerusakan sel

    (Hariyatmi, 2004). Menurut Simopoulos (2004), kandungan glutation dalam

    krokot dapat berfungsi untuk memetabolisme peroksida sehingga mencegah

    terbentuknya lipid peroksida. Dengan demikian, kerja berbagai senyawa

    antioksidan yang terdapat dalam krokot hampir sama, yakni melindungi stabilitas

    membran sel, sehingga menurunkan terjadinya kerusakan sel hati.

    Adanya aktivitas antioksidan tanaman krokot dalam penelitian ini juga

    selaras dengan penelitian Karimi et al. (2010) yang menunjukkan bahwa ekstrak

    tanaman krokot dapat menurunkan terjadinya peningkatan BUN (blood urea

    nitrogen) dan Scr (serum creatinine) setelah diinduksi dengan cisplatin. Hal ini

    menunjukkan bahwa ekstrak tanaman krokot dapat berfungsi mengurangi

    terjadinya kerusakan ginjal akibat terbentuknya radikal bebas oleh cisplatin.

    Pada kelompok kontrol positif, digunakan larutan dari tablet vitamin C

    sebagai sumber senyawa antioksidan pembanding, karena dalam ekstrak daun

    krokot juga terkandung vitamin C dalam jumlah yang cukup besar. Dari hasil

    Post-hoc multiple comparisons test, didapatkan adanya perbedaan yang tidak

    bermakna secara statistik antara kelompok vitamin C dengan kelompok dosis I.

    Hal ini menunjukkan bahwa efek antioksidan ekstrak daun krokot pada kelompok

    dosis I hampir sama dengan efek antioksidan pada kelompok vitamin C. Namun,

    terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik antara rerata kadar ALT tikus

  • 7/22/2019 163332708201011551

    53/62

    pada kelompok vitamin C dengan kelompok dosis II. Rerata kadar ALT pada

    kelompok dosis II lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok vitamin C. Hal

    tersebut menunjukkan bahwa efek antioksidan ekstrak daun krokot pada

    kelompok dosis II lebih rendah bila dibandingkan dengan efek antioksidan pada

    kelompok vitamin C. Rendahnya efek antioksidan pada kelompok dosis II juga

    terlihat dari rerata kadar ALT kelompok dosis II yang lebih tinggi bila

    dibandingkan dengan kelompok dosis I.

    Lebih rendahnya aktivitas antioksidan ekstrak daun krokot dosis II dapat

    terjadi karena beberapa kemungkinan, antara lain karena cukup tingginya kadar

    alkaloid dalam ekstrak daun krokot diduga mempunyai aktifitas toksik terhadap

    sel-sel hati. Kadar alkaloid tertinggi pada tanaman krokot ditemukan di daun,

    yakni sebesar 300 ppm (Rahardjo, 2007). Menurut klasifikasi Hegnauer, alkaloid

    dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yakni True alkaloid, Protoalkaloid, dan

    Pseudoalkaloid. Jenis True alkaloidbersifat toksik dengan ciri-ciri basa, biasanya

    mengandung atom nitrogen di dalam cincin heterosiklis, turunan asam amino,

    distribusinya terbatas dan biasanya terbentuk di dalam tumbuhan sebagai garam

    dari asam organik (Widodo, 2007).

    Menurut Halliwell dan Gutteridge (2001), kadar senyawa antioksidan

    tertentu pada dosis yang berlebihan dapat berubah menjadi prooksidan, sehingga

    dapat memperparah terjadinya kerusakan oksidatif akibat radikal bebas. Vitamin

    C diketahui dapat berubah menjadi prooksidan dengan mengkatalisis

    pembentukan radikal hidroksil melalui reaksi Fenton. Adanya radikal hidroksil ini

    dapat menginisiasi terjadinya peroksidasi lipid dengan cepat. Selain itu, karoten

  • 7/22/2019 163332708201011551

    54/62

    yang bekerja sebagai antioksidan di bawah kondisi fisiologis normal dapat juga

    bekerja sebagai prooksidan pada konsentrasi tinggi dan kondisi yang lebih

    oksidatif (Tuminah, 2001). Hal ini kemungkinan juga berkaitan dengan semakin

    rendahnya aktivitas antioksidan pada kelompok ekstrak daun krokot dosis II pada

    penelitian ini.

    Kemungkinan lain adalah adanya pengaruh komposisi pelarut yang

    menentukan kadar senyawa-senyawa dalam ekstrak daun krokot yang dapat

    berkhasiat sebagai antioksidan. Pelarut ethanol 70% mungkin hanya dapat

    melarutkan sedikit senyawa di dalam daun krokot yang berkhasiat sebagai

    antioksidan. Perlu dicari pelarut yang efektif untuk mengekstrak asam lemak

    omega-3 dan vitamin C di dalam daun krokot yang bersifat antioksidan.

    Faktor lain yang kemungkinan dapat menyebabkan rendahnya aktivitas

    antioksidan pada kelompok dosis II adalah adanya variasi kepekaan tikus putih

    terhadap senyawa antioksidan dalam ektrak daun krokot yang sangat bersifat

    individual serta dipengaruhi juga oleh keadaan lambung dan absorbsi pada saluran

    pencernaan. Selain itu, kemungkinan juga dipengaruhi oleh adanya faktor

    lingkungan, faktor ketrampilan peneliti, dan masih banyak faktor non teknis

    lainnya.

    Karena masih terdapat beberapa kemungkinan terkait makin rendahnya

    aktivitas antioksidan ekstrak daun krokot pada dosis yang lebih tinggi pada

    penelitian ini, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan

    dosis optimal ekstrak daun krokot terkait fungsinya sebagai antioksidan yang

    dapat melindungi hati terhadap kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas.

  • 7/22/2019 163332708201011551

    55/62

    BAB VI

    SIMPULAN DAN SARAN

    A.Simpulan

    Terdapat efek penurunan kadar alanin transaminase (ALT) oleh ekstrak

    daun krokot (Portulaca oleracea L.) pada tikus putih yang diberi minyak

    goreng deep frying.

    B.Saran

  • 7/22/2019 163332708201011551

    56/62

    1. Mengingat penelitian ini masih bersifat awal, perlu dilakukan penelitian

    lebih lanjut mengenai efek ekstrak daun krokot terhadap kadar ALT tikus

    putih yang diberi minyak goreng dengan deep fryingmenggunakan dosis

    yang lebih bervariasi, serta menggunakan pelarut yang lebih efektif sebagai

    pelarut senyawa-senyawa antioksidan yang terdapat dalam daun krokot

    (misalnya klorofom, aseton, dan butanol), sehingga dapat ditemukan dosis

    ekstrak daun krokot yang paling optimal dalam fungsinya sebagai

    antioksidan.

    2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pemeriksaan kadar

    antioksidan dan pemeriksaan biomarker terhadap senyawa yang terkandung

    dalam tanaman krokot serta penelitian lebih lanjut terhadap gambaran

    mikroskopis sel hati tikus putih untuk membandingkan kerusakan sel hati

    yang terjadi antar kelompok perlakuan.

    3. Dalam rangka aplikasi hasil penelitian ini terhadap manusia, maka perlu

    dilakukan uji preklinik yang lengkap sebelumnya.

    DAFTAR PUSTAKA

    Agra M.F., Silva K.N., Baslio I.J.L.D., Frana P.F., Barbosa-Filho J.M. 2008.

    Survey of medicinal plants used in the region Northeast of Brazil. Rev

    Bras Farmacogn.18:472-508.

    Amirudin R. 2007. Fisiologi dan biokimiawi hati. In : Sudoyo A.W., Setiyohadi

    B., Alwi I., Simadibrata M., Setiati S. (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit

    Dalam. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, pp: 415-7.

  • 7/22/2019 163332708201011551

    57/62

    Andik E.S. 2001. Pengaruh Pemberian Minyak Goreng Kelapa Sawit Curah

    Setelah Pemanasan Berulang pada Struktur Histologis Hati Mencit.

    Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Skripsi.

    Anggiasih A. 2006. Pengaruh Ekstrak Daging Buah Mahkota Dewa (Phaleria

    macrocarpa) Terhadap Kadar Gula Darah Tikus Putih (Rattus

    norvegicus) dengan Induksi Aloksan. Fakultas Kedokteran Universitas

    Sebelas Maret Surakarta. Skripsi.

    Arief S. 2009. Radikal Bebas.

    http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10RadikalBebas102.pdf/10Radikal

    Bebas102.html. (25Februari 2010).

    Azeredo H.M.C., Faria, J.A.F., Silva. 2004. Minimization of proxide formationrate in soybean oil by antioxidant combinations. Food Research

    International. 37:689-94.

    Barbosa-Filho J.M., Alencar A.A., Nunes X.P., Tomaz A.C.A., Sena-Filho J.G.,

    Athayde-Filho P.F., Silva M.S., Souza M.F.V., da-Cunha E.V.L. 2008.

    Sources of alpha, beta, gamma, delta and epsilon-carotenes: A twentieth

    century review.Rev Bras Farmacogn. 18:135-54.

    Bardosono S. 2009. Statistik Parametrik.

    http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/27d347fd3710a196b1610efc

    3605eb39b82db5a5.pdf. (26Maret 2010).

    Barus P. 2009. Pemanfaatan Bahan Pengawet dan Antioksidan Alami pada

    Industri Bahan Makanan. http://www.usu.ac.id/id/files/pidato/pina.pdf.

    (25Februari 2010).

    Dufour D.R., Lott J.A., Nolte F. S., Gretch D.R., Koff R.S. 2007. Diagnosis and

    monitoring of hepatic injury. Clinical Chemistry. 46:2027-42.

    Dweck A.C. 2001. Purslane (Portulaca oleracea) the global panacea. Personal

    Care Magazine. 4:7-15.

    Ernawati M.D.W. 2006. Pengaruh paparan udara halotan dengan dosis subanastesi

    terhadap gangguan hati mencit. Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi.

    2:71-5.

    Giannini E.D., Testa R., Savarino V., 2005. Liver enzyme alteratsion: a guide for

    clinicians. CMAJ. 172:367-79.

    Gong F., Li F., Zhang L., Li J., Zhang Z., Wang G. 2009. Hypoglycemic effects of

    crude polysaccharide fromPurslane.Int. J. Mol. Sci.10:880-8.

    http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10RadikalBebas102.pdf/10RadikalBebas102.html.%20(25http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10RadikalBebas102.pdf/10RadikalBebas102.html.%20(25http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10RadikalBebas102.pdf/10RadikalBebas102.html.%20(25http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/27d347fd3710a196b1610efc3605eb39b82db5a5.pdf.%20(26http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/27d347fd3710a196b1610efc3605eb39b82db5a5.pdf.%20(26http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/27d347fd3710a196b1610efc3605eb39b82db5a5.pdf.%20(26http://www.usu.ac.id/id/files/pidato/pina.pdf.%20(25http://www.usu.ac.id/id/files/pidato/pina.pdf.%20(25http://www.usu.ac.id/id/files/pidato/pina.pdf.%20(25http://www.usu.ac.id/id/files/pidato/pina.pdf.%20(25http://www.usu.ac.id/id/files/pidato/pina.pdf.%20(25http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/27d347fd3710a196b1610efc3605eb39b82db5a5.pdf.%20(26http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/27d347fd3710a196b1610efc3605eb39b82db5a5.pdf.%20(26http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10RadikalBebas102.pdf/10RadikalBebas102.html.%20(25http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10RadikalBebas102.pdf/10RadikalBebas102.html.%20(25
  • 7/22/2019 163332708201011551

    58/62

    Gonzalez P.A., Planaguma A., Gronert K., Miquel R., Lopez-Parra M. 2006.

    Docosahexaenoic acid (DHA) blunts liver injury by conversion to

    protective lipid mediators: protectin D1 and 17S-hydroxy-DHA. TheFASEBJournal. 20:E1844-55.

    Ha B.J., Lee J.Y.,2003. The effect of chondroitin sulfate against CCl4-induced

    hepatotoxicity (Abstrac).Biol Pharm Bull. 26:5.

    Halliwel B., Gutteridge J. 2001.Free Radical in Biology and Medicine. London:

    Claredon Press, p: 46.

    Hallsberger S. 2007. Synthetic Antioxidants.

    http://www.communicationagents.com/sepp/2007/02/28/synthetic_antiox

    idants.htm. (25Februari 2010).

    Hanis. 2009. Sistem Tumbuh Kembang dan Geriatri.

    http://www.akademik.unsri.ac.id/download/journal/files/medhas.pdf (25

    Februari 2010).

    Harmita, Maksum R. 2005. Analisa Hayati. Cetakan ke-2. Jakarta: Farmasi

    FMIPA Univesitas Indonesia, p:56.

    Hariyatmi. 2004. Kemampuan vitamin E sebagai antioksidan terhadap radikal

    bebas pada usia lanjut.MIPA. 14 : 52-60.

    Herawati, Akhlus, S. 2006. Kinerja (Bht) Sebagai antioksidan minyak sawit pada

    perlindungan terhadap oksidasi oksigen singlet.Akta Kimindo. 2:18.

    Hidayat T. 2005. Efek Antioksidam Ekstrak Daun Sambiloto (Andrographis

    paniculata) pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang Diberi Minyak

    Kelapa Sawit dengan Pemanasan Berulang. Universitas Sebelas Maret

    Surakarta. Skripsi.

    ITIS Report. 2010.Portulaca oleracea L.http://www.itis.gov.(25 Januari 2010).

    Jawi I.M., Suprapta D.N., Sutirtayasa I.W.P. 2007. Efek antioksidan ekstrak umbi

    jalar ungu (Ipomoiea batatas L.) terhadap hati setelah aktivitas fisik

    maksimal dengan melihat kadar AST dan ALT darah pada mencit. Dexa

    Media. 20:103-6.

    Junqueira L.C., Carneiro J. 2007. Histologi Dasar : Teks dan Atlas. Edisi 10.

    Jakarta : EGC, p: 318.

    Karimi G., Ziaee T., Nazari A. 2008. Effect ofPortulaca oleraceaeL. extracts on

    the morphine dependence in mice. Iran. J. Basic Medical Sciences. 10:

    22932.

    http://www.communicationagents.com/sepp/2007/02/28/synthetic_antioxidants.htm.%20(25http://www.communicationagents.com/sepp/2007/02/28/synthetic_antioxidants.htm.%20(25http://www.communicationagents.com/sepp/2007/02/28/synthetic_antioxidants.htm.%20(25http://www.akademik.unsri.ac.id/download/journal/files/medhas.pdfhttp://www.akademik.unsri.ac.id/download/journal/files/medhas.pdfhttp://www.itis.gov/http://www.itis.gov/http://www.itis.gov/http://www.itis.gov/http://www.akademik.unsri.ac.id/download/journal/files/medhas.pdfhttp://www.communicationagents.com/sepp/2007/02/28/synthetic_antioxidants.htm.%20(25http://www.communicationagents.com/sepp/2007/02/28/synthetic_antioxidants.htm.%20(25
  • 7/22/2019 163332708201011551

    59/62

    Karimi G., Khoei A., Omidi A., Kalantari M., Bababei J., Elahe T., Razavi B.M.

    2010. Protective effect of aqueous and ethanolic extracts of Portulacaoleracea againts cisplatin induced nephrotoxicity. Iran. J. Basic Medical

    Sciences. 13: 31-5.

    Katno., Pramono S, Agus S. 2008. Tingkat manfaat dan keamananan tanaman

    obat dan obat tradisional.

    http://librarybiotech.blogspot.com/2006/12/tanaman-obat.html. (20

    Januari 2010).

    Koswara S. 2009. Konsumsi Lemak yang Ideal bagi Kesehatan.

    http://www.ebookpangan.com/ARTIKEL/KONSUMSI%20LEMAK%20

    YANG%20IDEAL.pdf.(25 Februari 2010).

    Kumar B.S.A., Prabhakarn V., Lakshman K., Nandeesh R., Subramanyam P.,

    Khan S., Ranganayakalu D., Krishna N.V. 2008. Pharmacognostical

    studies of Portulaca oleracea Linn. Rev. bras. farmacogn. 18:4.

    Kuncahyo I., Sunardi. 2007. Uji aktivitas antioksidan ekstrak belimbing wuluh

    (Averrhoa bilimbi, L.) terhadap 1,1-diphenyl-2-picrylhidrazyl (DPPH).

    Seminar Nasional Teknologi 2007 (SNT 2007).pp:E1-9.

    Lee J., Lee S., Lee H., Park K., E. Choe. 2002. Spinach (Spinacia oleracea) as a

    natural food grade antioxidant in deep fat fried products.J. Agric. Food

    Chem. 50:5664-9.

    Maskan M., H.I. Bagci. 2003. The recovery of used sunflower seed oil utilized in

    repeated deep fat frying process. European Food Research and

    Technology. 218:26-31.

    Meronda R.G. 2008. Bahan Makanan Tambahan Antioksidan dan Sekuesteran.

    http://www.jacn.org/cgi/reprint/22/1/18.pdf. (14Maret 2010).

    Mohammad T.B., Mohammad H.B., Farhad M. 2004. Antitussive effect of

    Portulaca oleraceaL. in Guinea Pigs. Iran. J. Pharmaceut. Res. 3:187-90.

    Mulyati S., Meilina H. 2007. Pemurnian Minyak Jelantah dengan Menggunakan

    Sari Mengkudu. http://222.124.186.229/gdl40/go.php?id=gdlnode-gdl-

    res-2007-srimulyati-1082&node=351&start=6.(24 Februari 2010).

    Nurhidayati. 2007. Efek Protektif Teripang Pasir (Holothuria scabra) terhadap

    Hepatotoksisitas yang Diinduksi Karbon Tetraklorida (CCl4).

    http://www.fk.unair.ac.id/attachments/527_JURNAL-IKD-090610060M-

    Nurhidayati.pdf. (25Februari 2010).

    http://librarybiotech.blogspot.com/2006/12/tanaman-obat.html.%2020%20Januari%202009http://librarybiotech.blogspot.com/2006/12/tanaman-obat.html.%2020%20Januari%202009http://www.ebookpangan.com/ARTIKEL/KONSUMSI%20LEMAK%20YANG%20IDEAL.pdfhttp://www.ebookpangan.com/ARTIKEL/KONSUMSI%20LEMAK%20YANG%20IDEAL.pdfhttp://www.jacn.org/cgi/reprint/22/1/18.pdf.%20(14http://www.jacn.org/cgi/reprint/22/1/18.pdf.%20(14http://222.124.186.229/gdl40/go.php?id=gdlnode-gdl-res-2007-srimulyati-1082&node=351&start=6http://222.124.186.229/gdl40/go.php?id=gdlnode-gdl-res-2007-srimulyati-1082&node=351&start=6http://222.124.186.229/gdl40/go.php?id=gdlnode-gdl-res-2007-srimulyati-1082&node=351&start=6http://www.fk.unair.ac.id/attachments/527_JURNAL-IKD-090610060M-Nurhidayati.pdf.%20(25http://www.fk.unair.ac.id/attachments/527_JURNAL-IKD-090610060M-Nurhidayati.pdf.%20(25http://www.fk.unair.ac.id/attachments/527_JURNAL-IKD-090610060M-Nurhidayati.pdf.%20(25http://www.fk.unair.ac.id/attachments/527_JURNAL-IKD-090610060M-Nurhidayati.pdf.%20(25http://www.fk.unair.ac.id/attachments/527_JURNAL-IKD-090610060M-Nurhidayati.pdf.%20(25http://222.124.186.229/gdl40/go.php?id=gdlnode-gdl-res-2007-srimulyati-1082&node=351&start=6http://222.124.186.229/gdl40/go.php?id=gdlnode-gdl-res-2007-srimulyati-1082&node=351&start=6http://www.jacn.org/cgi/reprint/22/1/18.pdf.%20(14http://www.ebookpangan.com/ARTIKEL/KONSUMSI%20LEMAK%20YANG%20IDEAL.pdfhttp://www.ebookpangan.com/ARTIKEL/KONSUMSI%20LEMAK%20YANG%20IDEAL.pdfhttp://librarybiotech.blogspot.com/2006/12/tanaman-obat.html.%2020%20Januari%202009http://librarybiotech.blogspot.com/2006/12/tanaman-obat.html.%2020%20Januari%202009
  • 7/22/2019 163332708201011551

    60/62

    Oktaviani N.D. 2009. Hubungan lamanya pemanasan dengan kerusakan minyak

    goreng curah ditinjau dari bilangan peroksida.Jurnal Biomedika. 1:31-4.

    Otero D., Zerbo R., Bekay, Decara, Sanchez, Fonseca R, Herrera D A. 2009.

    Alpha-tocopherol protects against oxidative stress in the fragile X

    knockout mouse: an experimental therapeutic approach for the Fmr1

    deficiency.Neuropsychopharmacology. 34:101126.

    Padayatty S.J., Katz A., Wang Y., Eck P. 2003. Vitamin c as an antioxidant:

    evaluation of its role in disease prevention.Am J Clin Nutr. 22:18-35.

    Panjaitan R.G.P., Handharyani E., Chairul., Masriani., Zakiah Z., Manalu W.

    2007. Pengaruh pemberian karbon tetraklorida terhadap fungsi hati dan

    ginjal tikus putih.Makara Kesehatan. 11:11-6.

    Praptiwi, Dewi P., Harapini M. 2006. Nilai peroksida dan aktivitas anti radikal

    bebas diphenyl picril hydrazil hydrate (DPPH) ekstrak metanol Knema

    laurina.Majalah Farmasi Indonesia. 17:326.

    Price S.A., Wilson L.M. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses

    Penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC, pp: 472-6.

    Rahardjo, M. 2007. Krokot (Portulaca oleracea) gulma berkhasiat obat

    mengandung omega 3. Warta Penelitian dan Pengembangan. 1:1-4.

    Rashed A.N., Afifi F.U., Shaedah.M., Taha M. 2004. Investigation of the active

    constituents of Portulaca oleracea L. (Portulacaceae) growing in Jordan.

    Pakistan Journal of Pharmaceutical Sciences. 17:37-45.

    Reynertson K.A. 2007. Phytochemical Analysis of Bioactive Constituens from

    Edible Myrtaceae Fruit. The City University of New York. Dissertation.

    Rohdiana D. 2001. Aktivitas daya tangkap radikal polifenol dalam daun teh.

    Majalah Jurnal Indonesia.12:53-8.

    Rohman A., Riyanto S. 2005. Daya antioksidan ekstrak etanol daun kemuning

    (Murraya paniculata (L) Jack) secara in vitro. Majalah Farmasi

    Indonesia. 16:136-40.

    Rupasinghe H.P.V., Yasmin A. 2010. Inhibition of oxidation of aqueous

    emulsions of omega-3 fatty acids and fish oil by phloretin and phloridzin.

    Molecules.15:251-7.

    Sanja S.D., Sheth N.R., Patel N.K., Patel D., Patel B. 2009. Characterization and

    evaluation of antioxidant activity of Portulaca oleraea. International

    Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. 1:74-84.

  • 7/22/2019 163332708201011551

    61/62

    Sari L.O.R.K. 2006. Pemanfaatan obat tradisional dengan pertimbangan manfaat

    dan keamanannya.Majalah Ilmu Kefarmasian. 1 : 1-7.

    Sartika R.A.D. 2009. Pengaruh suhu dan lama proses menggoreng (deep frying)

    terhadap pembentukam asam lemak trans.Markara Sains. 13:23-8.

    Satyawirawan F.S., Suryaatmaja M. 2007. Pemeriksaan Faal Hati.

    http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/07_PemeriksaanFaalHati.pdf/07_P

    emeriksaanF