162697358 case-anestesi

42
Get Homework/Assignment Done Homeworkping.com Homework Help https://www.homeworkping.com/ Research Paper help https://www.homeworkping.com/ Online Tutoring https://www.homeworkping.com/ click here for freelancing tutoring sites Presentasi Kasus PENGELOLAAN ANESTESI UMUM PADA PASIEN DENGAN TONSILITIS KRONIK

Transcript of 162697358 case-anestesi

Page 1: 162697358 case-anestesi

Get Homework/Assignment Done Homeworkping.comHomework Help https://www.homeworkping.com/

Research Paper helphttps://www.homeworkping.com/

Online Tutoringhttps://www.homeworkping.com/

click here for freelancing tutoring sitesPresentasi Kasus

PENGELOLAAN ANESTESI UMUM PADA PASIEN DENGAN TONSILITIS KRONIK

Disusun Oleh :Rusiana Nasilah (1102008225)Putri Humairoh (1102008197)

Page 2: 162697358 case-anestesi

Pembimbing :Dr. Widodo, SpAn Dr. Iranima, SpAn

SMF ANESTESIOLOGIKEPANITERAAN 15 JULI-3 AGUSTUS 2013

RS GUNUNG JATI-CIREBONBAB I

PENDAHULUAN

Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan meliputi pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang mengalami pembedahan, pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif pasien gawat, terapi inhalasi dan penanggulangan penyakit menahun. Anestesi yang ideal adalah tercapainya anestesi yang meliputi hipnotik/sedasi, analgesi dan relaksasi otot.

Anestesi dibagi menjadi dua kelompok, yaitu : (1) anestesi lokal, yaitu suatu tindakan menghilangkan nyeri lokal tanpa disertai hilangnya kesadaran, dan (2) anestesi umum yaitu keadaan ketidaksadaran yang reversibel yang disebabkan oleh zat anestesi, disertai hilangnya sensasi sakit pada seluruh tubuh. Sebagian besar operasi (70-75 %) dilakukan dengan anestesi umum, lainnya dengan anestesi lokal/ regional.

Pada prinsipnya dalam penatalaksanaan anestesi pada suatu operasi terdapat beberapa tahap pesiapan yang harus dilaksanakan

2

Page 3: 162697358 case-anestesi

yaitu pra anestesi, tahap penatalaksanaan anestesi dan pemeliharaan serta tahap pemulihan dan perawatan pasca anestesi.

Tahap pra anestesi merupakan tahap persiapan yang sangat menentukan keberhasilan suatu anestesi. Hal ini penting dalam tahap ini adalah : (1) menyiapkan pasien yang meliputi riwayat penyakit pasien, keadaan umum pasien, dan mental pasien, (2) menyiapkan teknik, obat-obatan dan macam anestesi yang digunakan, (3) memperkirakan kemungkinan-kemungkinan yang akan timbul pada waktu pengelolaan anestesi dan komplikasi yang mungkin timbul pada pasca anestesi.

Tahap pengelolaan anestesi meliputi premedikasi, induksi dan pemeliharaan yang dapat dilakukan secara intravena maupun inhalasi. Pada tahap ini perlu monitoring dan pengawasan ketat serta pemeliharaan jalan nafas karena pada saat ini pasien dalam keadaan sadar dan kemungkinan komplikasi anestesi maupun pembedahan dapat terjadi.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A.ANESTESIA UMUM

Anestesi umum adalah bentuk anestesi yang paling sering digunakan atau dipraktikkan yang dapat disesuaikan dengan jumlah terbesar pembedahan, karena dengan anestesi ini jalan nafas dapat terus dipertahankan dan nafas dapat dikontrol. (2)

3

Page 4: 162697358 case-anestesi

Pada kasus ini anestesi yang digunakan adalah anestesi umum yaitu hilangnya rasa sakit di seluruh tubuh disertai hilangnya kesadaran yang bersifat sementara dan reversible yang diakibatkan oleh obat anestesi. Dalam memberikan obat–obat pada penderita yang akan menjalani operasi maka perlu diperhatikan tujuannya yaitu sebagai premedikasi, induksi, atau pemeliharaan. (5)

1. Persiapan Pra AnestesiSalah satu hal yang sangat penting dalam tindakan anestesi

adalah kunjungan pra anestesi pada pasien yang akan menjalani anestesi dan pembedahan, baik elektif dan darurat mutlak harus dilakukan untuk keberhasilan tindakan tersebut.Adapun tujuan persiapan pra anestesi adalah untuk mempersiapkan mental dan fisik secara optimal, merencanakan dan memilih tehnik serta obat – obat anestesi yang sesuai dengan fisik dan kehendak pasien, menentukan status fisik penderita dengan klasifikasi ASA (American Society Anesthesiology). (3)

1. Macam-macam teknik anestesi : No.

Teknik Resevoir bag

Valve

Rebreathing

Soda lime

1. Open _ _ _ _2. Semi open + + _ _3. Semi closed + + + +4. Closed + + + +

Keterangan : Rebreathing ( - ) = CO2 langsung ke udara kamar.Rebreathing ( + ) = CO2 langsung ke udara kamar & sebagian

dihisap lagi.Rebreathing ( + ) = CO2 dihisap lagi.

Pada kasus ini dipakai semi closed anestesi karena mempunyai beberapa keuntungan :

4

Page 5: 162697358 case-anestesi

1). Konsentrasi inspirasi relatif konstan.2). Konservasi panas dan uap.3). Menurunkan polusi kamar.4). Menurunkan resiko ledakan dengan obat yang mudah

terbakar.

2. Menentukan status fisik penderita dengan klasifikasi ASA (American Society Anesthesiology), yaitu : (4)

ASA 1 : Pasien dalam keadaan sehat, kelainan bedah terlokalisir, tanpa kelainan faali, biokimia dan psikiatri. Angka mortalitas mencapai 2 %.

ASA 2 : Pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang karena penyakit bedah maupun proses patofisiolgis. Angka mortalitas mencapai 16 %.

ASA 3 : Pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat sehingga aktivitas harian terbatas . Angka mortalitas mencapai 36 %.

ASA 4 : Pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara langsung mengancam kehidupannya dan tidak selalu sembuh dengan operasi. Angka mortalitas mencapai 68 %.

ASA 5 : Pasien dengan kemungkinan hidup kecil.Tindakan operasi hampir tidak ada harapan.Tidak ada harapan hidup dalam 24 jam walaupun dioperasi atau tidak. Angka mortalitas mencapai 98 %.

b.Premedikasi AnestesiTujuan premedikasi bukan hanya untuk mempermudah induksi

dan mengurangi jumlah obat – obatan yang digunakan, tetapi terutama untuk menenangkan pasien sebagai persiapan anestesi. Premedikasi anestesi adalah pemberian obat sebelum anestesi

5

Page 6: 162697358 case-anestesi

dilakukan. Tindakan ini biasanya dilakukan sebelum pasien dibawa ke ruang operasi. (4)

Tindakan premedikasi ini mempunyai tujuan antara lain untuk memberikan rasa nyaman bagi pasien, membuat amnesia, memberikan analgesia, mencegah muntah, memperlancar induksi, mengurangi jumlah obat – obat anestesi, menekan reflek – reflek yang tidak diinginkan, mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas.

Obat –obat yang sering digunakan sebagai premedikasi adalah :1. Golongan hipnotik sedatif : Barbiturat, Benzodiazepin,

Transquilizer.2. Analgetik narkotik : Morfin, Petidin, Fentanil.3. Neuroleptik : Droperidol, Dehidrobenzoperidol.4. Anti kolinergik : Atropin, Skopolamin.

Obat – obat premedikasi :Sulfas Atropin

Sulfas atropin termasuk golongan anti kolinergik. Berguna mengurangi sekresi lendir dan mengurangi efek bronkhial dan kardial yang berasal dari perangsangan parasimpatis akibat obat anestesi atau tindakan operasi. Pada dosis klinik (0,4–0,6 mg ) akan menimbulkan bradikardi yang disebabkan perangsangan nervus Vagus. Pada dosis yang lebih besar (> 2 mg) akan menghambat nervus Vagus sehingga terjadi takikardi. Efek lainnya yaitu melemaskan nervus otot polos, mendepresi vagal reflek, menurunkan spasme gastrointestinal dan mengurangi rasa mual serta muntah.

Obat ini juga dapat menimbulkan rasa kering di mulut serta penglihatan kabur, maka lebih baik tidak diberikan pra anestesi lokal atau regional. Dalam dosis toksik dapat menyebabkan gelisah, delirium, halusinasi, dan kebingungan pada pasien. Tetapi hal ini dapat diatasi dengan pemberian Prostigmin 1 – 2 mg intra vena.

6

Page 7: 162697358 case-anestesi

Sedian : dalam bentuk Sulfat Atropin dalam ampul 0,25 mg dan 0,50 mg. Dosis : 0,01 mg/kgBB dan 0,1 – 0,4 mg untuk anak – anak. Pemberian : SC, IM, IV.(7)

PethidinMerupakan derivat fenil piperidin yang efek utamanya, depresi

nafas dan efek sentral lain. Efek analgetik timbul lebih cepat setelah pemberian sub cutan atau intra muskular, tapi masa kerja lebih pendek. Dosis toksik menimbulkan perangsangan SSP misal tremor, kedutan otot dan konvulsi. Pada saluran nafas, akan menurunkan tidal volume sedang frekuensi nafas kurang dipengaruhi sehingga efek depresi nafas tidak disadari. Secara sistemik menimbulkan anestesi kornea dengan akibat hilangnya refleks kornea. Obat ini juga meningkatkan kepekaan alat keseimbangan sehingga menimbulkan mual, muntah dan pusing pada penderita yang berobat jalan. Pada penderita rawat baring, obat ini tidak mempengaruhi sistem kardiovaskuler, tapi penderita berobat jalan dapat timbul sinkop orthostotik karena hipotensi akibat vasodilatasi perifer karena pelepasan histamin. (4)

Absorbsi petidin berlangsung baik pada semua cara pemberian. Pada pemberian IV kadarnya dalam darah akan turun cepat 1-2 jam pertama. Petidin dimetabolisme di hati dan dikeluarkan lewat ginjal sekitar 1/3 dosis yang diberikan. Preparat oral dalam tablet 50 mg, parenteral dalam bentuk ampul 50 mg per cc. Dosis dewasa 50-100 mg disuntikkan SK atau IM. Jika secara IV efek analgesiknya tercapai dalam waktu 15 menit. (4)

c. InduksiInduksi merupakan saat dimasukkannya zat anestesi sampai

tercapainya stadium pembedahan (III) yang selanjutnya diteruskan dengan tahap pemeliharaan anestesi untuk mempertahankan atau memperdalam stadium anestesi setelah induksi. (4)

7

Page 8: 162697358 case-anestesi

Macam-macam stadium anestesi :Stadium I (analgesia) : - mulai pemberian zat anestesi sampai

dengan hilangnya kesadaran - mengikuti perintah, rasa sakit hilang.

Stadium II ( Delirium ) : - mulai hilangnya kesadaran sampai dengan permulaan stadium bedah.

- gerakan tidak menurut kehendak, nafas tidak teratur, midriasis, takikardi.

Stadium III (Pembedahan) : 1. Tingkat 1 :nafas teratur spontan, miosis, bola mata tidak menurut

kehendak, nafas dada dan perut seimbang.2. Tingkat 2:nafas teratur spontan kurang dalam, bola mata tidak

bergerak, pupil mulai melebar, mulai relaksasi otot.3. Tingkat 3 : nafas perut lebih dari nafas dada,

relaksasi otot sempurna.4. Tingkat 4:nafas perut sempurna, tekanan darah menurun,

midriasis maksimal, reflek cahaya ( - )Stadium IV. (Paralisis) : nafas perut melemah, tekanan darah tidak

terukur, denyut nadi berhenti dan meninggal.

Pada kasus ini digunakan Propofol.Propofol

Propofol merupakan derivat isoprofilfenol yang digunakan untuk induksi dan pemeliharaan anestesi umum. Propofol secara kimia tidak ada hubungannya dengan anestesi IV lain. Pemberian IV ( 2 mg/kg BB ) menginduksi anestesi secara cepat seperti Tiopental. Anestesi dapat dipertahankan dengan infus Propofol yang berkesinambungan dengan Opiat, N2 dan atau anestesi inhalasi lain.(4)

Propofol menurunkan tekanan arterial sistemik, dan kembali normal dengan intubasi trekea. Propofol tidak menimbulkan aritmia, atau iskemik otot jantung, tidak merusak fungsi hati dan ginjal. (7)

8

Page 9: 162697358 case-anestesi

Keuntungan Propofol, bekerja lebih cepat dari Tiopental, mempunyai induksi yang cepat, masa pulih sadar yang cepat, sehingga berguna pada pasien rawat jalan yang memerlukan prosedur cepat dan singkat. (7)

Sediaan :ampul atau vial 20 ml ( 200 mg ), tiap ml mengandung 10 mg Propofol.

Dosis : 1,5 – 2 mg/kgBB iv (anak) 2 – 2,5 mg/kgBB iv (dewasa)

4. PemeliharaanMaintenance atau pemeliharaan adalah pemberian obat

untuk mempertahankan atau memperdalam stadium anestesi setelah induksi. Pada kasus ini menggunakan Isofluran, N2O, dan O2.(5)

a. isofluranisofluran merupakan halogenasi eter yang pada dosis

anestetik atau subanestetik enurunkan laju metabolisme otak terhadap oksigen, tetapi meninggikan aliran darah otak dan tekanan intrakranial

Efek terhadap kardiovaskuler cukup stabil, jarang menyebabkan aritmia. Efek terhadap sistem saraf pusat seperti isofluran dan belum ada laporan toksik terhadap hepar

b. Dinitrogen Oksida/Gas Gelak/N2OMerupakan gas yang tidak berwarna, berbau amis, dan tidak

iritasi. Mempunyai sifat anestesi yang kurang kuat, tetapi dapat melalui stadium induksi dengan cepat, karena gas ini tidak larut dalam darah. Gas ini tidak mempunyai relaksasi otot, oleh karena itu operasi abdomen dan ortopedi perlu tambahan dengan zat relaksasi otot. Terhadap SSP menimbulkan analgesi yang berarti. Depresi nafas terjadi pada masa pemulihan, hal ini terjadi karena Dinitrogen Oksida mendesak oksigen dengan ruangan–ruangan tubuh. Hipoksia difus dapat dicegah dengan pemberian oksigen

9

Page 10: 162697358 case-anestesi

konsentrasi tinggi beberapa menit sebelum anestesi selesai. Penggunaan biasanya dipakai perbandingan atau kombinasi dengan oksigen.

Perbandingan N2O : O2 adalah sebagai berikut 60% : 40 % ; 70% : 30% atau 50% : 50%. (4)

5. Obat Pelumpuh Otot (Muscle Relaxant)Obat golongan ini menghambat transmisi neuromuscular

sehingga menimbulkan kelumpuhan pada otot rangka. Menurut mekanisme kerjanya, obat ini dibagi menjadi 2 golongan yaitu obat penghambat secara depolarisasi resisten, misalnya suksinil kolin, dan obat penghambat kompetitif atau non depolarisasi , misal kurarin. Dalam anestesi umum , obat ini memudahkan dan mengurangi cedera tindakan laringoskopi dan intubasi trakea, serta memberi relaksasi otot yang dibutuhkan dalam pembedahan dan ventilasi kendali. (4)

Dua golongan obat pelumpuh otot1. Depolarisasi.

- Ada fasikulasi otot- Berpotensiasi dengan antikolinesterase- Tidak menunjukkan kelumpuhan bertahap pada perangsangan tunggal atau tetanik

- Belum dapat diatasi dengan obat spesifik- Kelumpuhan berkurang dengan penambahan obat pelumpuh otot non depolarisasi dan asidosis

- Contoh: suksametonium (suksinil kolin)2. Non depolarisasi

- Tidak ada fasikulasi otot- Berpotensiasi dengan hipokalemia, hipotermia, obat anestetik inhalasi, eter, halothane, enfluran, isoflurane

- Menunjukkan kelumpuhan yang bertahap pada perangsangan tunggal atau tetanik

10

Page 11: 162697358 case-anestesi

- Dapat diantagonis oleh antikolinesterase- Contoh: tracrium (atrakurium besilat), pavulon (pankuronium bromida), norkuron (pankuronium bromida), esmeron (rokuronium bromida).

1.Succynil CholineMerupakan pelumpuh otot depolarisasi dengan mula kerja

cepat, sekitar 1 – 2 menit dan lama kerja singkat sekitar 3 – 5 menit sehingga obat ini sering digunakan dalam tindakan intubasi trakea. Lama kerja dapat memanjang jika kadar enzim kolinesterase berkurang, misalnya pada penyakit hati parenkimal, kakeksia, anemia, dan hipoproteinemia. (4)

Komplikasi dan efek samping dari obat ini adalah bradikardi, bradiaritma dan asistole, takikardi dan takiaritmia, peningkatan tekanan intra okuler, hiperkalemi dan nyeri otot fasikulasi. (3)

Obat ini tersedia dalam flacon berisi bubuk 100 mg dan 50 mg. Pengenceran dengan garam fisiologis / aquabidest steril 5 atau 25 ml sehingga membentuk larutan 2% sebagai pelumpuh otot jangka pendek. Dosis untuk inhalasi 1 – 2 mg / kgBB. (7)

2.Atrakurium besilat (Tracrium)Merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi yang

relative baru dengan struktur benzilisoquinolin yang berasal dari tanaman Leontice Leontopeltatum.

Keunggulan atracurium adalah :- metabolisme terjadi di dalam darah- tidak mempunyai efek kumulasi pada pemberian

berulang- tidak menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskular

yang bermaknaKemasan dibuat dalam ampul berisi 5 ml yang

mengandung 50 mg atrakurium besilat. Stabilitas larutan sangat 11

Page 12: 162697358 case-anestesi

bergantung penyimpanan pada suhu dingin dan perlindungan terhadap penyinaran. (4)

Dosis intubasi : 0,5 - 0,6 mg / Kg BB / IVDosis relaksasi otot : 0,5 – 0,6 mg / Kg BB / IVDosis pemeliharaan : 0,1 – 0,2 mg / Kg BB / IV

6. AnalgetikKetorolac

Ketorolac dapat diberikan secara oral, intramuskuler, atau intravena. Setelah

suntikan intramuscular atau intravena efek analgesinya dicapai dalam 30 menit,

maksimal setelah 1-2 jam dengan lama kerja sekitar 4-6 jam dan penggunaannya

dibatasi untuk 5 hari.

Cara kerja ketorolac ialah menghambat sintesis prostaglandin di perifer tanpa

mengganggu reseptor opioid di system saraf pusar. Sifat analgetik ketorolac setara

dengan opioid, yaitu 30 mg ketorolac = 12 mg morfin = 100 mg pethidin, sedangkan

sifat antipiretik dan antiinflamasinya rendah. Ketorolac dapat digunakan secara

bersamaan dengan opioid.

Dosis awal 10-30 mg dan dapat diulang setiap 4-6 jam sesuai kebutuhan.

Untuk pasien normal dosis sehari dibatasi maksimal 90 mg dan untuk berat < 50 kg,

manula atau gangguan faal ginjal dibatasi maksimal 60 mg.

Sediaan : dalam ampul 5mg / 5ml

Pemberian : IM atau IV (2)

7. Intubasi TrakeaMerupakan suatu tindakan memasukkan pipa khusus ke

dalam trakea, sehingga jalan nafas bebas hambatan dan nafas mudah di monitor dan dikendalikan.

Tindakan intubasi trakea ini bertujuan untuk :1. Mempermudah pemberian anestesi.2. Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas dan demi

kelancaran pernafasan.3. Mencegah kemungkinan aspirasi lambung.4. Mempermudah penghisapan sekret trakheobronkial.

12

Page 13: 162697358 case-anestesi

5. Untuk pemakaian ventilasi yang lama.6. Mengatasi obstruksi laring akut. (4)

8. Terapi CairanDalam suatu tindakan operasi terapi cairan harus

diperhatikan dengan serius, terapi cairan perioperatif bertujuan untuk :1. Mencukupi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang hilang

selama operasi.2. Replacement dan dapat untuk tindakan emergency pemberian obat. (6)

Pemberian cairan operasi dibagi : (7)

1. Pra operasiPada pasien pra operasi dapat terjadi defisit cairan yang

diakibatkan karena kurang makan, puasa, muntah, penghisapan isi lambung, penumpukan cairan pada ruang ketiga seperti pada ileus obstruktif, perdarahan, luka bakar dan lain – lain. Kebutuhan cairan untuk dewasa dalam 24 jam adalah 2 ml / kgBB / jam. Bila terjadi dehidrasi ringan maka diperlukan cairan sebanyak 2% BB, dehidrasi sedang perlu cairan sebanyak 5% BB, dan dehidrasi berat sebesar 7% BB.

Setiap kenaikan suhu 10 Celcius kebutuhan cairan bertambah 10 – 15 %.

2. Selama operasiSelama tindakan operasi ini dapat terjadi kehilangan

cairan karena proses operasi. Kebutuhan cairan pada dewasa untuk operasi ringan 4ml/kgBB/jam, sedang 6ml/kgBB/ jam, berat 8 ml/kgBB/jam. Bila terjadi perdarahan selama operasi, di mana perdarahan kurang dari 10% EBV maka cukup digantikan dengan cairan kristaloid sebanyak 3 kali volume darah yang

13

Page 14: 162697358 case-anestesi

hilang. Apabila perdarahan lebih dari 10 % maka dapat dipertimbangkan pemberian plasma / koloid / dekstran dengan dosis 1 – 2 kali darah yang hilang. Sedangkan apabila terjadi perdarahan lebih dari 20% akan dipertimbangkan untuk dilakukannya transfusi.

3. Setelah operasiPemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan

defisit cairan selama operasi ditambah kebutuhan sehari – hari pasien.

9. PemulihanPasca anetesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi

dan anestesi yang biasanya dilakukan diruang pulih sadar atau recovery room yaitu ruangan untuk observasi pasien pasa operasi atau anestesi. Ruang pulih sadar adalah batu loncatan sebelum pasien dipindahkan ke bangsal atau masih memerlukan perawatan intensif di ICU. Dengan demikian pasien pasca operasi atau anestesi dapat terhindar dari komplikasi yang disebabkan karena operasi atau pengaruh anestesinya.1

Di ruang pulih sadar dimonitor jalan nafasnya apakah bebas atau tidak, ventilasinya cukup atau tidak, dan sirkulasinya sudah baik ataukah tidak. Selain obstruksi jalan nafas karena lidah yang jatuh ke belakang atau karena spasme laring, pasca bedah dini juga dapat terjadi muntah yang dapat menyebabkan aspirasi.1

Monitor kesadaran merupakan hal yang penting karena selama pasien belum sadar dapat terjadi gangguan jalan nafas. Tidak sadar yang berkepanjangan adalah akibat dari pengaruh sisa obat anestesi, hipotermi, atau hipoksia, dan hiperkarbi. Hipoksia dan hiperkarbi terjadi pada pasien dengan gangguan jalan nafas dan ventilasi. Menggigil yang terjadi pasca bedah adalah akibat efek vasodilatasi obat anestesi. Menggigil akan menambah beban jantung dan sangat berbahaya pada pasien dangan penyakit jantung.4

14

Page 15: 162697358 case-anestesi

Tabel 1. Aldrette Scoring SystemKriteria Recovery score

in 15 30 45 60 outAktivitas

Dapat bergerak volunter atau atas perintah

4 anggota gerak

2 2 2 2 2 2

2 anggota gerak

1 1 1 1 1 1

0 anggota gerak

0 0 0 0 0 0

Respirasi

Sirkulasi

Mampu benafas dan batuk secara bebas

2 2 2 2 2 2

Dyspnea, nafas dangkal atau terbatas

1 1 1 1 1 1

Apnea 0 0 0 0 0 0Tensi Pre op…mmHg

Tensi ± 20 mmHg preop

2 2 2 2 2 2

Tensi ± 20-50 mmHg preop

1 1 1 1 1 1

Tensi ± 50 mmHg preop

0 0 0 0 0 0

Kesadaran

Sadar Penuh 2 2 2 2 2 2Bangun waktu dipanggil

1 1 1 1 1 1

Tidak ada respon 0 0 0 0 0 0Warna kulit

Normal 2 2 2 2 2 2Pucat kelabu 1 1 1 1 1 1

15

Page 16: 162697358 case-anestesi

Sianotik 0 0 0 0 0 0

Dengan demikian pasien pasca operasi atau anestesi dapat terhindar dari komplikasi yang disebabkan karena operasi atau pengaruh anestesinya.

B.TONSILITIS KRONISTonsillitis kronis adalah peradangan kronis yang mengenai

seluruh jaringan tonsil yang umumnya didahului oleh suatu peradangan di bagian tubuh lain, seperti misalnya sinusitis, rhinitis, infeksi umum seperti morbili dan sebagainya.a. Etiologi dan Faktor Predisposisi

Organisme penyebab tonsillitis kronis yaitu beta hemolitikus streptokokus. Infeksi yang berulang-ulang bisa menyebabkan terjadinya pembesaran tonsil melalui parenchym atau degenerasi fibroid. Tetapi kadang-kadang kuman dapat berubah menjadi kuman golongan gram negative.

Selain itu, yang harus menjadi perhatian adalah factor predisposisi timbulnya tonsillitis kronis adalah rangsangan menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, hygine mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat.

b. Patologi Terjadinya proses peradangan yang berulang sehingga selain

epitel mukosa juga jaringan limfoid mengalami pengikisan maka pada proses penyembuhan jaringan limfoid akan diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kriptus menjadi lebar. Secara klinis, kriptus ini tampak diisi oleh detritus. Jika proses berjalan terus yang dapat menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan di sekitar fossa

16

Page 17: 162697358 case-anestesi

tonsilaris. Pada anak-anak proses ini dapat disertai dengan pembesaran kelenjar limfe submandibula.

c. Manifestasi klinikPasien mengeluh ada ganjalan di tenggorokan, tenggorokan

terasa kering dan pernafasan berbau. Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata, kriptus membesar, dan kriptus berisi detritus.

Gejala tonsillitis kronis menurut Mawson (1977), dibagi menjadi : 1.) gejala local, yang bervariasi dari rasa tidak enak di tenggorok, sakit tenggorok, sulit sampai sakit menelan, 2.) gejala sistemik, malaise, nyeri kepala, subfebris, nyeri otot dan persendian, 3.) gejala klinis tonsil dengan debris di kriptenya (tonsillitis folikularis kronis), edema atau hipertrofi tonsil (tonsillitis parenkimatosa kronis), tonsil fibrotic dan kecil (tonsillitis fibrotic kronis), plika tonsilaris anterior hiperemis dan pembengkakan kelenjar limfe regional.

Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi :

TO : tonsil masuk di dalam fossa atau sudah diangkat T1 : <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume

orofaring T2 : 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume

orofaring T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume

orofaring T4 : > 75% volume tonsil dibandingkan dengan volume

orofaringPemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk

memperkuat diagnose tonsilofaringitis akut adalah pemeriksaan laboratorium meliputi :

17

Page 18: 162697358 case-anestesi

1. Leukosit ↑2. Hemoglobin ↓3. Usap tonsil untuk pemeriksaan kultur bakteri dan tes

sensitifitas.

d. Diagnosis BandingDiagnosis banding dari tonsillitis kronik adalah :1. Penyakit-penyakit yang disertai dengan pembentukan

pseudomembran yang menutupi tonsil (tonsillitis membranosa)a. Tonsillitis difterib. Angina Plaut Vincent (Stomatitis ulseromembranosa)c. Mononucleosis infeksiosa

2. Penyakit Kronik Faring Granulomatusa. Faringitis Tuberkulosab. Faringitis Luetikac. Leprad. Aktinomikosis Faring

Penyakit-penyakit diatas, keluhan umumnya berhubungan dengan nyeri tenggorok dan kesulitan menelan. Diagnosa pasti berdasarkan pada pemeriksaan serologi, hapusan jaringan atau kultur, X-ray dan biopsy.

e. Penatalaksanaan Pengobatan pasti untuk tonsillitis kronis adalah pembedahan

dengan pengangkatan tonsil. Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana penatalaksanaan medis atau yang konservatif gagal untuk meringankan gejala-gejala. Penatalaksanaan medis termasuk pemberian penisilin yang lama, irigasi tenggorokan sehari-hari dan usaha untuk membersihkan kripte tonsil dengan alat irigasi gigi (oral). Ukuran jaringan tonsil tidak mempunyai hubungan dengan infeksi kronis maupun berulang.

18

Page 19: 162697358 case-anestesi

Indikasi tonsilektomi menurut American Academy of Otolaryngology – Head and Neck Surgery Clinical Indicators Compendium tahun 1995 menetapkan : 1. Serangan tonsillitis lebih dari 3 kali pertahun walaupun telah

mendapatkan terapi yang adekuat.2. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan

menyebabkan gangguan pertumbuhan orofacial.3. Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertrofi tonsil dengan

sumbatan jalan nafas, sleep apneu, gangguan menelan, gangguan berbicara, dan cor pulmonale.

4. Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak hilang dengan pengobatan.

5. Nafas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan.6. Tonsillitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grub A

streptokokus beta hemolitikus.7. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan.8. Otitis media efusi atau otitis media supuratif.

f. Komplikasi Komplikasi tonsillitis kronis meliputi komplikasi local dan sistemik.b. Komplikasi Lokal

Peritonsilitis Abses pertonsiler (Quinsy) Abses Parafaringeal Kista tonsil Tonsilolith

c. Komplikasi Sistemik yang dapat menyebar secara hematogen dan limfogen.

Demam reumatik dan penyakit jantung reumatik Glomerulonefritisarthritis Nefritis Iridosiklitis

19

Page 20: 162697358 case-anestesi

Dermatitis Pruritus Urtikaria Furunkulosis

20

Page 21: 162697358 case-anestesi

BAB IIIILUSTRASI KASUS

A. IDENTITAS Nama : Nn RUsia : 26 tahunNo.CM : 785877Jenis Kelamin : PerempuanAlamat : CirebonDiagnosis pre operasi : Tonsilitis KronisJenis Operasi : TonsilektomiJenis Anestesi : General Anestesi Tanggal masuk : 18-07-2013Tanggal Operasi : 19-07-2013

B. ANAMNESISKeluhan utama : Nyeri Tenggorokan

Riwayat Penyakit Sekarang : Sejak 2 tahun yang lalu, pasien mengeluhkan nyeri tenggorokan, nyeri dirasakan hilang timbul. Awalnya hanya ringan, namun semakin lama dirasakan semakin memberat. Sulit menelan (+), rasa mengganjal di tenggorokan (+), pasien juga sering mengalami batuk pilek sebelumnya dan hilang timbul. Pasien juga mengeluhkan sering terbangun di malam hari karena rasa tidak nyaman dan sesak, terbangun sekitar 2-3 kali dalam semalam. Serak (-), tidur mengorok (+)

Riwayat penyakit dahulu : - R. Asma disangkal- R. Alergi obat dan makanan disangkal- R. DM disangkal

21

Page 22: 162697358 case-anestesi

Riwayat operasi : riwayat pernah operasi disangkalC. PEMERIKSAAN FISIK1. Keadaan Umum : Baik, compos mentis2. Tanda Vital T : 120/70 mmHg

N : 80 x/menit RR : 22 x/menit S : 36,5 C BB : 50kg

3. Status generalis :a. Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik b. Hidung : Nafas cuping hidung (-), sekret (-)c. Mulut : Tidak ditemukan gigi palsud. Telinga : Pendengaran baik (+) secret (-)e. Leher : Kel thyroid tidak membesarf. Tenggorok : T3-T3, kripta melebar, hiperemis (-), detritus

(-), uvula di tengah.g. Thorax : Retraksi (-)

Paru I: Pengembangan dada kanan = kiriP: Fremitus raba kanan = kiriP: Sonor-sonorA: Suara dasar: vesikuler +/+ Suara tambahan : -/-

Jantung I : Ictus cordis tidak tampakA: Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising

(-)h. Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), hepar lien tidak teraba

i. Extremitas : edem (-) sianosis (-) akral dingin (-)

22

Page 23: 162697358 case-anestesi

D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Hb : 13,0 g/dl Hct : 38.7 %Plt : 220Wbc : 6.7 GDS : 89 mg/dl Ureum : 14.6 mg/dlKreatinin : 0,56 mg/dlAlbumin : 3,8 g/dLSGOT : 20 u/LSGPT : 10 u/LHbsAg : negatif (-)

TERAPI THT1. Pro Tonsilektomi2. IVFD RL 20 tetes/menit3. Konsul anestesi

KESIMPULAN1. Kelainan sistemik : (-)2. Status fisik ASA I

23

Page 24: 162697358 case-anestesi

TATA LAKSANA ANESTESI1. Di ruang persiapan

a. Cek persetujuan operasi dan identitas penderitab. Pemeriksaan tanda-tanda vitalc. Lama puasa 6 jamd. Cek obat dan alat anestesi e. Posisi terlentangf. Pakaian pasien diganti pakaian operasig. Infus RL 20 tetes/menit

2. Di ruang operasia. Jam 09.00 pasien masuk kamar operasi, manset dan monitor

dipasang, premedikasi injeksi petidin 50 mg iv. b. Jam 09.05 dilakukan induksi dengan propofol 100 mg, segera

kepala diekstensikan, face mask didekatkan pada hidung dengan O2 6 l/menit. Setelah reflek bulu mata menghilang, Tramus 20 mg dimasukkan IV, tampak fasikulasi otot. Sesudah tenang dilakukan intubasi dengan nasal endotrakheal tube no. 6,5 dan Guedel, balon ET dikembangkan. Setelah terpasang baik dihubungkan dengan mesin anestesi untuk mengalirkan N2O:O2 = 4 L:6 L permenit.

c. Jam 09.25 dialirkan volutail berupa isovluran 1-2 vol %, d. Jam 09.30 operasi dimulai dan tanda vital dimonitor tiap 15

menit.Infus RL 500cc.e. Jam 10.30 Injeksi ketorolac 30 mg , injeksi Ondansetron 4 mg,

infus RL 500 cc.f. Jam 11.00 operasi selesai penderita dipindah ke ruang

recovery.

Monitoring Selama AnestesiJam Tensi Nadi SpO2 Keterangan09.00 12 84 100% Masuk ruang operasi, infuse RL 500cc,

24

Page 25: 162697358 case-anestesi

0/70 injeksi petidin 50 mg

09.05

115/65

88 100% Injeksi propofol 100 mg, Tramus 20 mg

09.15

102/62

76 100%

09.30

106/64

80 100% Infus RL 500cc

09.45

105/66

80 100% Dexametason 10 mg

10.00

106/66

80 100%

10.15

106/64

82 100%

10.30

108/66

84 100% injeksi ondancetron 4 mg dan ketorolac 30 mg

10.45

108/68

84 100%

11.00

110/68

84 100% Operasi Selesai, pindah ke RR

INSTRUKSI PASCA ANESTESIPasien dirawat di RR dalam posisi supine, oksigen 2 liter/menit,

awasi respirasi, nadi, tensi tiap 15 menit. Bila tensi turun dibawah 90/60, berikan kristaloid atau efedrin 10 mg. Bila muntah, berikan ondansetron 4 mg. Bila kesakitan, berikan ketorolac 15 mg. Infus RL dan NaCl 1500 cc/24 jam dengan tetesan 18 tetes per menit. Setelah sadar, pasien di rawat di ruang perawatan sesuai dengan bagian operator. Bila aldrette skor > 8 tanpa nilai 0, dipindah ke ruang perawatan.

Setelah pasien sadar, pasien dipindahkan ke ruang perawatan .

25

Page 26: 162697358 case-anestesi

1. Awasi keadaan umum, perdarahan, selama 2 jam post operasi. 2. Cek darah rutin & elektrolit dan dikoreksi bila perlu3. Bila tidak ada mual, tidak ada muntah, bising usus (+), boleh

makan dan minum secara bertahap4. Bila nyeri bertambah, konsultasi ke bagian anestesi.

BAB IVPEMBAHASAN

Pada pasien diatas dari pre operasi (anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang) didapatkan status fisik pasien diklasifikasikan sebagai ASA I yaitu pasien sehat baik secara organik, fisiologik, psikiatrik, maupun biokimia.

 Secara keseluruhan, tidak didapatkan aspek-aspek yang dapat memperberat proses anestesi selama pembedahan. Namun, ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan selama masa pembiusan. Refleks laring mengalami penurunan selama anestesia. Regurgitasi isi lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan nafas merupakan risiko utama pada pasien-pasien yang menjalani anestesia. Untuk meminimalkan risiko tersebut, semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anestesia harus dipantangkan dari masukan oral (puasa) selama periode tertentu sebelum induksi anestesia.

Tindakan premedikasi sendiri, yaitu  pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesia bertujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesia diantaranya untuk meredakan kecemasan dan ketakutan, memperlancar induksi anestesia,

26

Page 27: 162697358 case-anestesi

mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus, meminimalkan jumlah obat anestetik, mengurangi mual-muntah pasca bedah,menciptakan amnesia, mengurangi isi cairan lambung, mengurangi refleks yang membahayakan.

Keluhan pasien jika disertai nyeri karena penyakitnya dapat diberikan preparat opioid misalnya petidin 50 mg intramuskular, fentanyl 50 microgram, ataupun morfin. Sedangkan untuk mengurangi mual muntah pasca bedah sering ditambahkan premedikasi berupa ondansentron 2 -4 mg iv.

Berdasarkan status fisik pasien tersebut, jenis anestesi yang paling baik digunakan dalam tonsilektomi adalah general anestesi. Teknik anestesi umum yang dipilih adalah teknik balance anesthesia, nafas kendali dengan nasootracheal tube nomor 6,5. Teknik ini dimulai dengan pemberian obat pelumpuh otot non depolar, setelah itu dilakukan pemasangan nasotrakeal tube.

Pada pasien ini diberikan obat pelumpuh otot atracurium besylate 20 mg iv, yang merupakan nondepolaritation intermediete acting. Sedangkan atracurium sebagai obat pelumpuh otot non depolarisasi dipilih sebagai agen penginduksi karena mempunyai beberapa keunggulan antara lain metabolisme terjadi di dalam darah (plasma) terutama melalui suatu reaksi kimia unik yang disebut eliminasi Hofman. Reaksi ini tidak tergantung pada fungsi hati atau ginjal. Selain itu tidak mempunyai efek kumulasi pada pemberian berulang dan tidak menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskular.  Dosis intubasi dan relaksasi otot adalah 0,5-0,6 mg/kgBB (iv), dan dosis pemeliharaan yaitu 0,1-0,2 mg/kgBB (iv). Obat pelumpuh otot kalau perlu diulangi lagi dengan 1/3 dosis awal, yaitu apabila pasien tampak ada usaha bernafas spontan, cegukan, ada tahanan pada inflasi paru, atau otot perut mulai tegang. Menjelang akhir operasi saat mulai menjahit lapisan kulit diusahakan nafas spontan dengan membantu usaha nafas sendiri secara manual.

27

Page 28: 162697358 case-anestesi

Ektubasi dapat segera diberikan setelah spontan normal kembali dengan volume tidal 300 ml. O2 diberikan terus ( 5-6 L ) selama 2-3 menit untuk mencegah hipoksia difusi. Apabila nafas tetap lemah setelah ditunggu beberapa menit dapat diberi obat anti pelumpuh otot non depolarisasi sebelum diekstubasi yaitu neostigmin (prostigmin) dosis 0,04 mg/kg, piridostigmin 0,1-0,4 mg/kg, atau fisostigmin 0,01-0,03 mg/kg. Penawar pelumpuh otot bersifat muskarinik menyebabkan hipersalivasi, keringatan, bradikardi, kejang bronkus, hipermotilitas usus, dan pandangan kabur, sehingga pemberiannya harus disertai oleh obat vagolitik seperti atropin dosis 0,01-0,02 mg/kg.

Induksi anestesi merupakan tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesi. Obat-obatan yang sering digunakan untuk induksi antar lain tiopental, propofol dan ketamin. Pada pasien ini diberikan propofol 100 mg iv.

Propofol merupakan obat induksi anestesi cepat, yang didistribusikan dan dieliminasikan dengan cepat. Propofol diberikan dengan dosis bolus untuk induksi 2-2,5 mg/kg, dosis rumatan untuk anestesi intravena total 4-12 mg/Kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif 0,2 mg/Kg. Efek samping propofol pada sistem pernafasan adanya depresi pernapasan, apneu, bronkospasme, dan laringospasme. Pada susunan saraf pusat adanya sakit kepala, pusing, euforia, kebingungan, gerakan klonik-mioklonik, epistotonus, mual, muntah. Pada daerah penyuntikan dapat terjadi nyeri.

Selesai dilakukan induksi, sampai pasien tertidur dan reflek bulu mata hilang. Sungkup ditempatkan pada muka. Sebaiknya dagu ditahan atau sedikit ditarik ke belakang ( posisi kepala ekstensi) agar jalan nafas bebas dan pernafasan lancar. Pengikat sungkup muka ditempatkan dibawah kepala. Jika pernafasan masih tidak lancar dicoba mendorong kedua pangkal rahang ke depan dengan jari manis dan tengah tangan kiri. Kalau perlu dengan kedua tangan kita yaitu

28

Page 29: 162697358 case-anestesi

dengan kedua ibu dan telunjuk jari yang memegang sungkup muka dan dengan jari-jari yang lain menarik rahang ke atas. Tangan kanan kita bila brbas dapat memegang balon pernafasan dari alat anestesi untuk membuat pernafasan ( menekan balon sedikit bila pasien melakukan ispirasi). N2O mulai diberikan 4L dengan O2 2 L /menit untuk memperdalamkan anestesi, bersamaan dengan ini sevo dibuka sampai 1% dan sedikit demi sedikit ( sesudah setiap 5-10 kali tarik nafas) dinaikkan dengan 1% sampai 3 atau 4 % tergantung reaksi dan besar tubuh penderita. Kedalaman anestesi dinilai dari tanda-tanda mata ( bola mata menetap), nadi tidak cepat dan terhadap rangsang operasi tidak banyak berubah. Jika stadium anestesi sudah cukup dalam, rahang sudah lemas, masukkan pipa orofaring. Isoflurane kemudian dikurangi dan dihentikan beberapa menit sebelum operasi selesai. Selesai operasi N2O dihentikan dan pasien diberi O2 100% beberapa menit mencegah hipoksia.

isofluran merupakan halogenasi eter yang pada dosis anestetik atau subanestetik enurunkan laju metabolisme otak terhadap oksigen, tetapi meninggikan aliran darah otak dan tekanan intrakranial . Efek terhadap kardiovaskuler cukup stabil, jarang menyebabkan aritmia.

Pada pasien ini diberikan maintenance O2 + N2O + isofluran . Oksigen diberikan untuk mencukupi oksigen jaringan. Pemberian anestesi dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%, gas ini bersifat sebagai anestetik lemah tetapi  analgetiknya kuat. Sevoflurane merupakan halogenasi eter. Induksi dan pulih anestesi lebih cepat dibandingkan isoflurane. Efek terhadap kardiovaskular cukup stabil, jarang menyebabkan aritmia. Setelah pemberian dihentikan, isoflurane cepat dikeluarkan oleh tubuh.

Sebelum operasi selesai pada pasien ini diberikan analgetik ketorolac 30 mg dan antiemetik ondansetron 4 mg. Pemberian ketorolac pada pasien ini bertujuan untuk mengurangi nyeri pasca pembedahan, dan ondansetron diberikan dengan tujuan mengurangi

29

Page 30: 162697358 case-anestesi

mengurangi mual dan muntah pasca pembedahan dengan kerja di sentral.

Setelah operasi selesai pasien dibawa ke Recovery Room (RR). Di ruang inilah pemulihan dari anestesi umum atau anestesi regional dilakukan. RR terletak berdekatan dengan ruang operasi sehingga apabila terjadi suatu kondisi yang memerlukan pembedahan ulang tidak akan mengalami kesulitan. Pada saat di RR, dilakukan monitoring seperti di ruang operasi, yaitu meliputi tekanan darah, saturasi oksigen, EKG, denyut nadi hingga kondisi stabil. Bila pasien gelisah harus diteliti apakah karena kesakitan atau karena hipoksia (TD turun, nadi cepat , misalnya karena hipovolemik). Bila kesakitan harus diberikan analgetik seperti petidin 15-25 mg IV, tetapi kalau gelisah karena hipoksia harus diobati sebabnya, misalnya dengan menambah cairan elektrolit ( RL ), koloid ( dextran), darah. Oksigen selalu diberikan sebelum pasien sadar penuh. Pasien hendaknya jangan dikirim ke ruangan sebelem sadar, tenang, reflek jalan nafas sudah aktif, tekanan darah, nadi dalam batas normal. Pasien dapat keluar dari RR apabila sudah mencapai skor Lockherte/Aldrete lebih dari tujuh. Sedangkan pada pasien diatas, didapatkan skornya 10 sehingga pasien dapat dipindahkan ke tempat perawatan selanjutnya.

30

Page 31: 162697358 case-anestesi

BAB VKESIMPULAN

 Dalam suatu tindakan anestesi banyak hal yang harus

diperhatikan agar tindakan anestesi tersebut dapat berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan anestesi. Dalam hal ini pemeriksaan pra anestesi memegang peranan penting pada setiap operasi yang melibatkan anestesi. Pemeriksaan yang baik dan teliti memungkinkan kita mengetahui kondisi pasien dan memperkirakan masalah yang mungkin timbul sehingga dapat mengantisipasinya serta dapat menentukan teknik anestesi yang akan dipakai. Selain itu, pemilihan obat dan dosisnya harus benar- benar diperhatikan agar tidak menimbulkan efek samping yang membahayakan pasien.

Anestesi umum adalah pilihan anestesi untuk tonsilektomi. Status fisik pasien termasuk dalam ASA I sehingga secara keseluruhan, tidak didapatkan aspek-aspek yang dapat memperberat proses anestesi maupun pembedahan. Tindakan premedikasi sendiri, yaitu  pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi

31

Page 32: 162697358 case-anestesi

anestesia bertujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesia. Pasien dapat keluar dari recovery room apabila sudah mencapai skor Lockherte/Aldrete lebih dari tujuh. Hal ini penting dilakukan untuk menilai kondisi paska operasi pasien.

Dalam laporan ini disajikan kasus penatalaksanaan anestesi umum pada operasi tonsilektomi pada pasien perempuan, umur 21 tahun, status fisik ASA I. Dengan diagnosis tonsilitis kronis dengan menggunakan teknik general anestesi inhalasi semi closed dengan ET no 6,5.

Secara umum pelaksanaan operas dan penanganan anestesi berlangsung dengan baik tanpa ada kendala yang berarti.

DAFTAR PUSTAKA

1. Latief, S.A., Suryadi, K.A., Dachlan, R. 2002. Petunjuk Praktis

Anestesiologi. Edisi Kedua. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif. Jakarta:

FK UI

2. Pramono, A., 2008. Study Guide Anestesiologi dan Reanimasi. Yogyakarta : FK

UMY.

3. Boulton, T.B., Blogg, C.E., 1994. Anestesiologi. Edisi 10. EGC. Jakarta.

4. Anonim1, 2008. Narfoz. Diakses dari http://www.pharosindonesia.com/our-

product/46-ethical/109-narfoz.html 

5. Dachlan, R dkk. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Jakarta : bagian

Anesteiologi dan terapi Intensif. FK UI

32

Page 33: 162697358 case-anestesi

6. Muhiman, M. 2000. Anastesiologi. Jakarta : bagian Anestesiologi dan terapi

Intensif. FK UI.

7. Dobson Michael B, Penuntun Praktis Anestesi, cetakan I, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1994.

8. Gan, Sulistia, Farmakologi dan terapi, edisi ke- 3 FKUI, Jakarta, 1986.

9. Muhardi, M, dkk. Anastesiologi, bagian Anastesiologi dan Terapi Intensif, FKUI, CV Infomedia, Jakarta, 1989.

10. Snow, J.C. Manual of Anasthaesiology, 2 nd edition, Little Brown and Company, Boston, 1982.Tjay, Tan Hoan, Obat – obat Penting, edisi ke – 4, Depkes RI, Jakarta, 1979

33