16.1

download 16.1

of 11

Transcript of 16.1

TUGAS INDIVIDURUMINANSIA 2DIARE

ARIA IKA SEPTANA07/ 254199/ KH/ 5863KELOMPOK 12

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWANUNIVERSITAS GADJAH MADAYOGYAKARTA2010

LO :Jelaskan infeksi parasite gastrointestinal pada sapi (cacing fasciola dan koksidia) mulai dari etiologi sampai terapinya.Jelaskan berbagai infeksi parasite gastrointestinal pada ruminansia berdasarkan tempat predileksi dan terapinya.

Jelaskan infeksi parasite gastrointestinal pada sapi (cacing fasciola dan koksidia) mulai dari etiologi sampai terapinya.Infeksi cacing FasciolaEtiologiFasciolosis disebabkan oleh cacing Fasciola hepatica atau Fasciola gigantic. Cacing ini memiliki siklus hidup tak langsung yaitu memiliki hospes intermediet berupa siput dari genus lymnea yang hidup ditempat yang lembab. Telur cacing berselubung masuk melalui usus dan keluar mersama feses. Mirasidium terbentuk dalam 10-12 hari pada air menetas, lalu masuk ke siput dan pelakukan pembelahan aseksual, memprodksi serkaria dalam 1-2 bulan, satu mirasidium dapat menghasilkan beberapa ratus serkaria yang keluar dari siput, serkaria berubah menjadi metaserkaria. Hospes utama memakan rumput yang mengandung metaserkaria. Cacing muda ini masuk ke usus lalu ke cavum abdominal, lalu migrasi dan penetrasi ke hati dalam 4-6 hari, berada dalam hati selama 4-7 minggu lalu masuk ke duktus billiverus dan dewasa disana (Ballweber, 2001).

PathogenesisPathogenesis terjadi secara berurutan sesuai dengan siklus hidupnya. Fasciola muda masuk hingga sampai dihati sambil terus berjalan dia akan memakan parenkim hati, sehingga menyebabkan kerusakan yang parah pada hati. Setelah itu cacing ini akan pindah ke duktus biliverus dan dewasa disana. Sapi dewasa lebih resisten terhadap infeksi dan lebih mampu bertahan terhadap pengaruh infeksi daripada hewan yang masih muda (Levine, 1994).Gejala klinisAkut : disebabkan oleh masuknya sejumlah besar metaserkaria yang menyerang seluruh bagian hati dalam satu waktu atau dalam waktu yang singkat. Gejala klinisnya meliputi penurunan berat badan, nyeri pada perut, anemia, asites, depresi, kematian tiba-tiba, kejadian hanya beberapa hari, utamanya terjadi pada domba dan kambing.Subakut : disebabkan oleh masuknya sejumlah besar metaserkaria, tetapi dalam periode yang lebih lama. Gejala klinisnya meliputi penurunan berat badan, progresif anemia hemoraghi, kegagalan fungsi hati, kematian, terjadi 4-8 minggu.Kronis : disebabkan oleh masuknya sejumlah metaserkaria dalam waktu yang lama. Gejala klinisnya meliputi kurangnya nafsu makan, penurunan berat badan, penurunan produksi susu, anemia, kurus, edema submandibula, asites.Subklinis : disebabkan oleh masuknya sedikit metaserkaria dalam waktu yang lama, cholangitis terjadi tanpa gejala klinis yang jelas.

(Ballweber, 2001)Perubahan patologisGambaran patologi anatomi akut dan subakut tidak banyak mengalami kelainan, kecuali pada hatinya yang berupa radang akut disertai perdarahan, serta terjadinya dehidrasi yang ditandai dengan kekeringan jaringan subkutan. Bentuk akut juga memiliki cirri, ditemukan adanya pembengkakan hati, petichie, kantung empedu dan usus mengandung darah. Bentuk kronik dapat ditemukan turgor kulit yang menurun, organ vital jantung, paru paru, genital, usus dan limpa. Semuanya tampak pucat, adanya ikterik, oedema di jaringan submandibular, hati mengeras dalam rabaan, tepid an permukaannya tidak rata, di dalam sayatan ditemukan adanya fibrosis jaringan, saluran empedu menebal, meradang, dan mengalami pengapuran, di saluran maupun di kantong empedu banyak dijumpai cacing dewasa (Subronto, 2004).DiagnoseAntemortem : dengan menemukan telur cacing pada feses. Telur cacing fasciola berbentuk bulat, memiliki operculum, berwarna kuning, dengan ukuran 130-150 x 65-90 m. Pemeriksaan darah dapat dilakukan dengan mengambil darah sapi pada daerah vena jugularis kemudian di tambahkan dengan larutan EDTA, dan amati apabila terdapat gangguan maka akan terjadi peningkatan eosinofilia, bilirubinemia, hipoproteinemia. Pemeriksaan uji fungsi hati dengan melihat tingkat kadar enzim yang ada pada hati seperti SGPT, SGOT, SDH, SAP. Apabila mengalami peningkatan maka dapat di indikasikan bahwa sapi tersebut menderita fascioliasis (Subronto, 2004).Postmortem : cacing dewasa ditemukan pada duktus billiverus, cacing berbentuk seperti daun berwarna kehijau-hijauan sampai coklat, memiliki ukuran 2-4 x 1-1,5 cm. cacing yang belum dewasa sulit ditemukan pada parenkim hati, diperlukan pengirisan hati.

(Ballweber, 2001)Terapi dan saranAlbendazole 10 mg/kg BB pada sapi, domba 7,5 mg/kg BB dan kambing 15 mg/kg BB. Strategi penggunaan anthelmintika adalah dasar dari program pengontrolan, bertujuan untuk mengeliminasi parasit dan mencegah telur dikeluarkan karena dapat mengkontaminasi rumput. Manajemen merumput harus menghindari daerah beresiko tinggi selama periode transmisi, memperbaiki system drainase untuk mengurangi habitat dari siput (Ballweber, 2001).Infeksi KoksidiaEtiologiKoksidiosis pada sapi disebabkan oleh Eimeria bovis, E. zuernii, E. auburnensis, E. alabamensis, and E. ellipsoidalis. Siklus hidup dari Eimeria ini adalah secara langsung, tiap siklus memiliki beberapa generasi aseksual dan satu generasi seksual. Oocyst tidak bersporulasi keluar bersama feses, lalu enjadi infektif setelah mengalami proses sporulasi. Tiap zigot di dalamnya terdiri dari empat sel, tiap sel membentuk sporosista, tiap sporosista membentuk dua sporozoit. Sporozoit ini adalah fase infektif. Infeksi terjadi ketika oosista bersporulasi tertelan, lalu sporozoit akan dilepaskan dan penetrasi ke dinding usus. Tiap spesies memasuki tipe sel yang spesifik dari sel hospes. Reproduksi aseksual membentuk meront (skizon) yang mengandung merozoit (parasit individual), pertumbuhan meront merusak sel hospes dan akan melepaskan merozoit yang selanjutnya akan masuk ke sel yang baru. Merozoit akan mengalami fase seksual, memproduksi mikrogamet dan makrogamet. Secara berturut-turut mikro dan makrogamet ini akan melakukan fertilisasi untuk membentuk oosista. Selanjutnya oosista akan keluar dari sel hospes dan keluar berama feses. Periode prepatent adalah 4-22 hari (Ballweber, 2001).

PathogenesisPathogenesis terjadi secara berurutan sesuai dengan siklus hidupnya, yaitu mulai dari oosista tertelan hingga oosista keluar bersama feses. Infeksi koksidia pada sapi biasanya terjadi pada pedet yang berumur kurang dari 1 tahun.Gejala klinisInfeksi ringan menyebabkan fees menjadi encer atau diare dan terjadi penurunan berat badan. Beberapa infeksi menyebabkan diare berdarah yang rectal mengandung mucus, rectal tenesmus, dehidrasi dan kehilangan berat badan. Gejala berakhir kira-kira 1 minggu.Perubahan patologisPerubahan makroskopik ( nekropsi )hari 2-3. bintik merah fokal dilapisan mukosahari 4. Tinja berdarah, usus bengkak sampai 3x normalhari 5-6 . perdarahan luas hingga ke lapisan serosa dikelilingi nekrosishari 6-7 . gumpalan darah dan debris dilumen hari 8-9 . gumpalan padat menghilang

Perubahan mikroskopik ( nekropsi )hari 2-3, epitel mukosa rusak, hemoragihari 4. nekrosis sel mukosa hingga otot hari 5. nekrosis, oedem, hemoragi lebih luas, infiltrasi heterofil, eosinofil, limfosithari 6. nekrotik hemoragi core yang berisi debris sel, oosista dan fibrin dilumen usushari 7 -8. nekrotik core kuning dan lepashari 10. regenerasi epitel, fibrosis

DiagnoseAntemortem : oosista tidak bersporulasi ditemukan pada feses. Ada tidaknya oosista tidak berhubungan dengan hadirnya penyakit. Oosista umumnya medium hingga berukuran besar (lebih dari 12 m).Postmortem : terlihat adanya bentukan fase-fase pada preparat histology usus.

TerapiUntuk pengobatan menggunakan Amprolium, monensin atau obat yang mengandung sulfur (co : sulfamethazine). Untuk pencegahan menggunakan amprolium, decoquinate, lasalocid dan monensin (Ballweber, 2001).

Jelaskan berbagai infeksi parasite gastrointestinal pada ruminansia berdasarkan tempat predileksi dan terapinya.Infeksi cacingLokasiSpesies CacingRumen dan retikulum

Cacing daun paramphistomumAbomasumHaemonchus contortus, Ostertagia Circumcinata, O. trifurcate dan Trichostrongylus axei, O. occidentalis dan H. placei.Usus HalusCacing daun paramphistomum muda terdapat di duodenum, cacing pita Moniezia expanza, di usus halus bagian atas terdapat cacing pita berjumbai Thysanosoma actinioides, Strongyloides papillosus, Bunostomum trigonocephalum, Trichostrongylus colubriformis, Cooperia curticei dan Nematodirus spathiger.Usus BesarTrichuris Ovis, Oesophagostomum columbianum dan Chabertia Ovina.HatiFasciola hepatica, Fasciola magna, Dicrocoelium dendriticum dan cacing pita Thysanosoma actininoides.

(Levine, 1994)(Ballweber, 2001)

Terapi infeksi cacing nematoda:Nemasol K, dengan komposisi levamisole HCL 375 mg, indikasi membasmi cacing gilik sampai larvanya, dengan dosis 1 kaplet tiap 50 kg berat badan.Vermizyn, komposisi piperazine sitrat 99,6%, indikasi membasmi cacing haemonchus contortus, ostertagia, trichostryngulus pada kambing dan domba, sedangkan pada sapi membasmi neoascaris vitolurum dan oeshopagostomum radiatum. Domba kambing dengan dosis 5 gram tiap 10 kg berat badan, sapi dengan dosis 10 gram/50 kg berat badan.Wormzol B, komposisi albendazol 1.500 mg, indikasi membasmi cacing gilik bentuk telur, larva, dan dewasa. Diberikan dengan dosis 1 bolus/ 200 kg berat badan pada sapi.Wormzol K, komposisi albendazol 300 mg, indikasi membasmi cacing nematode, dengan dosis 1 kaplet tiap 60 kg berat badan.

Terapi infeksi cacing trematoda:Terapi cacing trematoda ( fasciola ), dapat menggunakan heksakloretan dengan cara diminumkan atau menggunakan mebendasol 100 ml/ kg berat badan.Hexachloretan, aulotane, perchloroethan, fasciolin, efektif terhadap cacing dewasa, untuk hewan yang kurus, lemah, dosis harus dikurangi atau digunakan obat lain yang kurang toksik. Dosis Sapi dewasa 60g/kg BB, Pedet 10g/50kg Tidak lebih dari 30 g, Kambing, domba dewasa 15 20 g PO, Kambing, domba anakan 0,4 g/kg.Clioxanide, sangat efektif untuk fascioliasis domba, dan membunuh cacing dewasa umur 6 minggu atau lebihNiclofolan, bilevon, sangat efektif untuk cacing fasciola dewasa. Dosis Sapi 3mg/kg PO, untuk akut 3-8 g/kg, Domba 4mg/kg PO, untuk akut 3-8 g/kg tiap 2 minggi untuk pencegahan.Terapi obat CCl4 dan hexachloethan memberikan hasil terbaik untuk membunuh cacing dewasa, niclosamide dengan dosis 90 mg/kg memberikan hasil baik terhadap cacing muda domba.

Terapi infeksi cestoda :arecoline HCl, memparalisis cacing sampai lepas dari mukosa, dengan dosis 1mg/kg berat badan ( oral ).Niclosamide ( yomesan, mansonil ), dengan dosis sapi 50 mg/kg BB, domba dan kambing 100 mg/kg BB.

Infeksi protozoa

Koksidiosis

Koksidiosis disebut juga penyakit berak darah yang disebabkan ooleh sporozoa dari genus Eimeria sp. Ternak mamalia atau unggas muda lebih peka terhadap penyakit ini. Morbilitas dan mortalitas dari penyakit ini dapat mencapai sekitar 80-90%.Pengobatan terhadap koksidiosis utamanya adalah untuk mengendalikan diare, mencegah dehidrasi dan anemia, serta mengeliminasi organisme infektif. Pada kasus akut, penggantian cairan sangat penting. Antara terapi obat yang dapat diberikan kepada pasien terserang koksidiosis:-Sulfadimethoxine 55 mg/kg PO pada hari pertama kemudian 27.5 mg/kg selama 4 hari atau hingga sapi tidak menunjukan gejala infeksi isospora dan pada pemeriksaan sampel feses negatif ookista. Sulfadiazine 30 mg/kg PO tiap hari sampai 14 hari. Tribison 15-30 mg/kg PO dua kali sehari. Tortrazunil 7 mg/kg 2-5 hari

Koksidia dapat dikendalikan dengan sanitasi yang tepat, pembersihan lingkungan dengan larutan amonium hidroksida yang kuat dan pemanasan permukaan kandang yang pernah mengalami serangan koksidia (Soulsby, 1982).

Tabel 5. jenis jenis protozoa gastrointestinal pada ruminansiaNo Jenis protozoaPredileksi 1.Tetratrichomonas pavloviUsus besar ( sapi jantan )2.Tetratrichomonas ovis Sekum dan rumen ( domba )3.Protrichomonas ruminantimRumen ( sapi, domba )4.Retromonas ovis Sekum ( domba, sapi )5.Monocercomonas ruminatumSekum ( sapi )6.Oikomonas minimaRumen ( sapi )7.Oikomonas communis Rumen ( kambing )8.Sphaeromonas maxima Rumen ( sapi, kambing )9.Callimastix braune Rumen ( sapi, kambing, domba )10.Entamoeba bovis Rumen ( sapi )11.Entamoeba ovis Usus halus ( kambing, domba )(Levine, 1985)

DAFTAR PUSTAKA

Ballweber, LR. 2001. Veterinary Parasitology-The Practical Veterinarian. ButterworthHeinemann. United States of America.Levine, ND. 1985. Protozoologi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.Levine, ND. 1994. Parasitologi Veteriner. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.Soulsby, E.J.L., 1982, Helminth, Arthopods and Protozoa Of Domesticatied Animals, 7th Edition, The English Langguage Book Society And Balliere Tindall, London.Subronto. 2004. Ilmu Penyakit Ternak 2. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.