1

32
1. Gambaran Umum Alga Alga (jamak Algae) adalah sekelompok organisme autotrof yang tidak memiliki organdengan perbedaan fungsi yang nyata. Alga bahkan dapat dianggap tidak memiliki "organ" seperti yang dimiliki tumbuhan (akar, batang, daun, dan sebagainya). Karena itu, alga pernah digolongkan pula sebagai tumbuhan bertalus. Selain itu, adapula istilah ganggang pernah dipakai bagi alga, namun sekarang tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan kekacauan arti dengan sejumlah tumbuhan yang hidup di air lainnya, seperti Hydrilla (Pujiantio Sri, 2008). Rumput laut atau yang biasa disebut dengan seaweed merupakan tanaman makro alga yang hidup di laut yang tidak memiliki akar, batang dan daun sejati dan pada umummnya hidup di dasar perairan. Rumput laut disebut tanaman karena memiliki klorofil (zat hijau daun) sehingga bisa berfotosintesis. Rumput laut juga sering disebut sebagai alga khususnya pada daerah-daerah tertentu di Indonesia. Akan tetapi rumput laut (seaweed) berbeda dengan lamun (seagrass). Lamun adalah tanaman yang hidup di laut dan tidak memiliki klorofil. Lamun merupakan kompetitor bagi rumput laut, dan biasanya tumbuh di daerah dekat pantai yang cenderung kotor. Rumput laut bersama-sama dengan lamun adalah

Transcript of 1

Page 1: 1

1. Gambaran Umum Alga

Alga (jamak Algae) adalah sekelompok organisme autotrof yang tidak

memiliki organdengan perbedaan fungsi yang nyata. Alga bahkan dapat dianggap

tidak memiliki "organ" seperti yang dimiliki tumbuhan (akar, batang, daun, dan

sebagainya). Karena itu, alga pernah digolongkan pula sebagai tumbuhan bertalus.

Selain itu, adapula istilah ganggang pernah dipakai bagi alga, namun sekarang

tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan kekacauan arti dengan sejumlah

tumbuhan yang hidup di air lainnya, seperti Hydrilla (Pujiantio Sri, 2008).

Rumput laut atau yang biasa disebut dengan seaweed merupakan tanaman

makro alga yang hidup di laut yang tidak memiliki akar, batang dan daun sejati

dan pada umummnya hidup di dasar perairan. Rumput laut disebut tanaman

karena memiliki klorofil (zat hijau daun) sehingga bisa berfotosintesis. Rumput

laut juga sering disebut sebagai alga khususnya pada daerah-daerah tertentu di

Indonesia. Akan tetapi rumput laut (seaweed) berbeda dengan lamun (seagrass).

Lamun adalah tanaman yang hidup di laut dan tidak memiliki klorofil. Lamun

merupakan kompetitor bagi rumput laut, dan biasanya tumbuh di daerah dekat

pantai yang cenderung kotor. Rumput laut bersama-sama dengan lamun adalah

kontributor penting pada rantai makanan di perairan pantai (Luning, 1990 dalam

Anonim, 2009c).

Menurut Ishak, RI. (2009) dalam Riyana (2000), alga merupakan

tumbuhan laut yang memiliki bentuk sangat bervariasi. Ada yang bersifat

uniseluler dan ada yang multiseluler. Ada yang berukuran mikroskopis (mikro

alga) hidup melayang bebas sebagai fitoplankton dan ada pula yang berukuran

besar (makro alga) melekat pada substrat keras atau menjalar di dasar perairan

sebagai fitobentik.

Tjitrosoepomo (1989) mengatakan bahwa tumbuhan alga merupakan

tumbuhan thalus yang hidup di air, baik air tawar maupun air laut, setidak-

tidaknya selalu menempati habitat yang lembab atau basah. Yang hidup di air ada

yang bergerak aktif ada yang tidak. Jenis-jenis yang hidup bebas di air, terutama

yang bersel tunggal dan dapat bergerak aktif merupakan penyusunan plankton,

Page 2: 1

tepatnya fitoplankton. Yang melekat pada sesuatu yang ada di dalam air, misalnya

batu atau kayu, disebut bentos.

Selanjutnya dikatakan adapula jenis-jenis yang dapat bergerak aktif yaitu

jenis alga yang mempunyai alat untuk bergerak yang berupa bulu-bulu cambuk

atau flagel. Flagel pada alga berjumlah satu atau lebih. Jika lebih dari satu flagel

dikatakan isokon bila sama panjangnya, heterokon bila panjangnya tidak sama.

Flagel yang menurut arah gerak terdapat di bagian belakang disebut flagel yang

opistokon. Selain daripada itu, pada alga spora dan gametnya pun lazimnya dapat

bergerak aktif dengan perantaraan flagel pula. Spora yang dapat bergerak aktif itu

disebut zoospore atau spora kembar. Spora dan gamet suatu jenis alga sering kali

sama bentuk dan ukurannya dan hanya berbeda dalam jumlah flagelnya.

Istilah alga pertama kali diperkenalkan oleh Linnaeus (1754) dalam

Anonim (2009b), pada mulanya penjelasan dijalankan berdasarkan warna.

Penjelasan alga berdasarkan kepada ciri-ciri berikut :

1) Pigmen fotosintesis seperti klorofil dan karotenoid.

2) Komponen dinding sel

Bahan dinding sel terdiri dri polisakarida, lipid dan bahan protein.

Komponen khusus yang mencirikan dinding sel termasuk asam poliuronat, asam

alginat (Phaeophyta), asam fusinat (banyak terdapat pada Phaeophyta) dan

komponen mukopeptida (Cynophyta). Ciri khas yang terdapat pada Chrysophyta

ialah mempunyai dinding sel yang bersilika.

3) Aspek struktur sel

§ Ketiadaan membran yang memisahkan nukleus

§ Pembagian nukleus tidak berlaku secara mitosis seperti yang berlaku

pada eukariotik.

§ Adanya dinding sel yang melindungi mukopeptida tertentu sebagai

komponen yang menguatkannya.

a. Pigmen

Alga memiliki pigmen hijau daun yang disebut klorofil sehingga dapat

melakukan fotosintesis. Selain itu juga memiliki pigmen-pigmen tambahan lain

yang dominan. Alga memiliki ukuran yang beranekaragam ada yang mikroskopis,

Page 3: 1

bersel satu, berbentuk benang atau pita, atau bersel banyak berbentuk lembaran.

Dalam perairan alga merupakan penyusun fitoplankton yang biasanya melayang-

layang di dalam air, tetapi juga dapat hidup melekat didasar perairan disebut

neustonik (Anonim, 2009c).

Alga ini hidup di laut, bentuk tubuh seperti rumput sehingga disebut

dengan rumput laut. Tubuh bersel banyak bentuk seperti lembaran. Warna merah

karena mengandung pigmen fikoeritrin. Reproduksi seksual dengan peleburan

antara spermatozoid dan ovum menghasilkan zigot. Zigot tumbuh menjadi alga

merah. Contoh alga merah adalah Euchema spinosum, Gelidium, Rhodymenia

dan Scinata. Euchemma spinosum merupakan penghasil agar-agar di daerah

dingin. Alga merah mempunyai pigmen yang disebut fikobilin yang terdiri dari

fokoeritrin (merah) dan fikosianin (biru). Hal ini memungkinkan alga yang hidup

di bawah permukaan laut menyerap gelombang cahaya yang tidak dapat diserap

oleh klorofil. Kemudian pigmen alga ini menyampaikan energi matahari ke

molekul klorofil (Riyana, 2000).

Walaupun tubuh alga menunjukkan keanekaragaman yang sangat besar,

tetapi semua selnya selalu mempunyai inti dan plastida dan dalam plastidanya

terdapat zat-zat warna derivate klorofil,yaitu klorofil-a atau klorofil-b atau kedua-

duanya. Selain derivat-derivat klorofil terdapat pula zat-zat warna lain, dan zat

warna lain inilah yang justru kadang-kadang lebih menonjol dan menyebabkan

kelompok-kelompok alga tertentu diberi nama menurut warna. Zat-zat tersebut

berupa fikosianin (berwarna biru), fikosantin (berwarna pirang), fikoeritrin

(berwarna merah). Di samping itu juga biasa ditemukan zat-zat warna santofil dan

karotin (Tjitrosoepomo, 1989).

Alga terdapat hampir pada semua perairan dunia, yang mengambang pada

permukaan kolam. Pita-pita panjang hijau kebiru-biruan melekat pada batu

karang, pita-pita rimbun pada rumput laut ditemukan di batu-batu karang lepas

pantai. Kebanyakan alga termasuk filum Thallophyta anggota kelompok ini tidak

mempunyai akar, batang dan daun sejati dan termasuk tumbuhan paling primitif.

Akan tetapi, alga menyerupai tumbuhan bentuk lebih tinggi, yaitu memiliki

klorofil. Sehingga dapat menyerap energi pancaran sinar matahari dan dapat

Page 4: 1

membuat makanan dengan proses fotosintesis. Alga sejak lama telah digunakan

oleh beberapa bangsa sebagai sumber protein dan zat-zat untuk kesehatan dalam

makanan. Di Negara Asia selama berabad-abad alga laut merupakan bahan

makanan yang dominan dengan produksi beberapa ton per tahun (Riyana, 2000).

b. Cadangan makanan

Alga menyimpan hasil kegiatan fotosintesis sebagal hasil bahan makanan

cadangan di dalam selnya. Sebagai contoh adalah alga hijau yang dapat

menyimpan pati seperti pada tumbuhan tingkat tinggi. Alga adalah organisme

berkloroplas yang dapat menghasilkan oksigen melalui proses fotosintesis.

Ukuran alga beragam dan beberapa micrometer sampai beberapa meter

panjangnya. Alga tersebar luas di alam dan dijumpai hampir di segala macam

lingkungan yang terkena sinar matahari (Dahuri, 2003).

Alga memiliki sel-sel kloroplas yang berwarna hijau. mengandung kiorofil

a dan b serta karetinoid. Pada kloroplas terdapat pirenoid hasil asimilasi berupa

tepung dan lemak. Cloropyceae terdiri atas sel kecil yang merupakan koloni

berbentuk benang yang bercabang-cabang atau tidak adapula yang membentuk

koloni yang menyerupai kormus tumbuhan tingkat tinggi. Biasanya hidup dalam

air tawar, menempatkan suatu bentos. Yang bersel besar dan ada pula yang hidup

di air laut, terutama dekat pantai (Atmadja dkk, 1996).

c. Flagel

Pada alga hijau yang bergerak terdapat dua flagella yang sama panjang,

macamnya adalah stikonematik, pantonematik, dan pantokronematik, Pada sel

yang dapat bergerak terdepat vakuola kontraktil di dalam sitoplasmanya, vakuola

ini berfungsi sebagai alat osmoregulasi. Khususnya jenis alga hijau yang

uniseluler ada yang berflagel dan adapula yang tidak (Anonim, 2009b).

d. Stuktur tubuh sel

Bentuk tubuh ada yang bulat, filamen, lembaran, dan ada yang menyerupai

tumbuhan tinggi, misalnya Bryopsis. Tubuh alga menunjukkan keanekaragaman

yang sangat besar. Menurut Anonim (2009b) alga mempunyai bermacam-macam

bentuk tubuh:

1) Bentuk uniseluler

Page 5: 1

2) Bentuk multiseluler:

· Ada koloni yang motil dan koloni yang kokoid

· Agregasi: bentuk palmeloid, dendroid, dan rizopoidal.

3) Bentuk filamentik: filamen sederhana, filamen bercabang, filamen

heterotrikh, filamen pseudoparenkhimatik yang uniaksial dan multiaksial.

4) Bentuk sifon/pipa.

5) Pseudoparenkhimatik

e. Dinding Sel

Macam bentuk tubuh alga yaitu bersel satu atau uniseluler, membentuk

koloni berupa filamen atau koloni yang tidak membentuk filamen.

Sebagian alga yang uniseluler dapat bergerak atas kekuatan sendiri atau

disebut motil, dan yang tidak dapat bergerak sendiri yaitu nonmotil. Perbedaan

dengan tubuh uniseluler yang mikroskopis, pada alga yang membentuk koloni

berupa filamen berukuran cukup besar, sehingga dapat dilihat dengan mata

telanjang, sel yang terletak paling bawah pada filamen membentuk alat disebut

pelekat untuk menempel pada batu, batang pohon, atau lumpur (Anonim, 2009c).

Menurut Lardizabal (2007) bahwa inti alga ini memiliki membran, sehingga

bentuknya tetap disebut eukarion.

Koloni alga yang tidak membentuk filamen umumnya berbentuk pola atau

pipih tanpa pelekat. Sedangkan alga yang membentuk koloni tanpa filamen,

taupun koloni yang berupa filamen, reproduksi melalui fragmentasi. Fragmentasi

adalah terpecah-pecahnya koloni menjadi beberapa bagian alga masuk ke dalam

kelompok bakteri. Alga memiliki struktur sel prokariotik seperti halnya bakteri,

dan bisa melakukan fotosintesis langsung karena memiliki klorofil. Sebelumnya,

alga ini dikenal dengan sebutan Cyanophyta dan bersama bakteri masuk ke dalam

kingdom Monera. Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya, diketahui bahwa

alga ini memiliki karakteristik bakteri sehingga dimasukkan ke dalam kelompok

bakteri (Eubacteria) (Riyana, 2000).

f. Perkembangbiakan

Reproduksi akan menghasilkan dua sel anakan yang masing-masing akan

menjadi individu baru, terjadi pada alga bersel tunggal. Sedangkan alga yang

Page 6: 1

membentuk koloni tanpa filament, ataupun koloni yang berupa filament,

reproduksi melalui fragmentasi. Fragmentasi adalah terpecah-pecahnya koloni

menjadi beberapa bagian. Perkembangbiakan alga ada dua macam yaitu secara

aseksual dan seksual. Secara aseksual terjadi pada alga hijau dan alga pirang

dimana perkembangbiakan dilakukan dengan cara membentuk zoospora yang

dilengkapi flagel berambut. Sedangkan perkembangbiakan alga hijau adalah

anisogami dimana gamet jantan selalu bergerak mendekati gamet betina dengan

cara kemotaksis. Perkembangbiakan seksual pada alga pirang dengan isogami dan

anisogami (Lardizabal, 2007).

2. Keanekaragaman

Menurut Margurran (1988) dalam Ferianita (2007), ada tiga hal yang

membuat para ahli ekologi tertarik pada pengukuran ekosistem terutama kepada

keanekaragaman habitat, yaitu pertama, keanekaragaman memegang peranan

yang sentral dalam ekologi; kedua, ukuran keanekaragaman seringkali dilihat

sebagai indikator baik atau tidaknya suatu system ekologi; ketiga, terdapat

banyaknya perdebatan dalam pengukuran keanekaragaman, di mana

keanekaragaman tampak sebagai konsep ideal yang dapat diukur secara cepat dan

sederhana.

Menurut Atmadja dkk (1996), keanekaragaman adalah sifat komunitas

yang menunjukan banyaknya jenis yang ada dalam suatu komunitas.

Keanekaragaman jenis adalah gabungan antara jumlah jenis dan jumlah individu

masing-masing jenis dalam komunitas.

Pentingnya bagi para ahli ekologi untuk mengetahui bagaimana mengukur

keanekaragaman dan mengartikannya. Tidak ada komunitas yang terdiri atas

kelimpahan spesies yang sama (Margurran, 1988 dalam Ferianita 2007). Duryadi

(1996) dalam Ferianita (2007) menyebutkan bahwa mayoritas keberadaan spesies,

baik tumbuhan maupun hewan satwa adalah di ekosistem alam, oleh karena itu,

survei keberadaan spesies di dalam sangat diperlukan untuk mengetahui potensi

sumber dayanya sehingga dapat dirancang suatu strategi dan pertimbangan yang

matang dengan skala prioritas yang dapat dipertanggungjawabkan dalam

mengatur alam.

Page 7: 1

Keragaman jenis merupakan parameter yang digunakan dalam mengetahui

suatu komunitas. Ekosistem dengan keragaman rendah adalah tidak stabil dan

rentan terhadap pengaruh tekanan dari luar dibandingkan dengan ekosistem yang

memiliki keragaman tinggi (Boyd, 1999 dalam Hotimah, 2005). Menurut Stirn

(1981) dalam Hotimah, (2005) apabila H’ < > 3 berarti stabilitas komunitas biota

berada dalam kondsi prima (stabil). Semakin besar nilai H’ menunjukkan semakin

beragamnya kehidupan di perairan tersebut, kondisi ini merupakan tempat hidup

yang lebih baik. Kondisi di lokasi studi, mudah berubah dengan hanya mengalami

pengaruh lingkungan yang relatif kecil.

Menurut Boyd (1999) dalam Hotimah (2005) bahwa keragaman spesies

dapat diambil untuk menandai jumlah spesies dalam suatu daerah tertentu atau

sebagai jumlah spesies diantara jumlah total individu dari seluruh spesies yang

ada. Hubungan ini dapat dinyatakan secara numerik sebagai indeks

keanekaragaman. Jumlah spesies dalam suatu komunitas adalah penting dari segi

ekologi karena keragaman spesies kelihatan bertambah bila komunitas menjadi

semakin stabil.

3. Makro alga

Makro alga (rumput laut) hidup di laut dan tidak memiliki akar, batang

dan daun sejati dan pada umumnya hidup di dasar perairan dan menempel pada

substrat (benda lain). Fungsi akar (holdfas) pada rumput laut bukan sebagai

penyerap makan melainkan saebagai alat pelekat pada substrat. Karena tidak

memiliki akar, batang dan daun seperti umumnya pada tanaman, maka rumput

laut digolongkan ke dalam tumbuhan tingkat rendah (Thallophyta). Morfologi dari

rumput laut merupakan salah satu dasar untuk membedakan antara satu jenis alga

dengan alga yang lain, bentuk thallus, kandungan pigmen, fungsi-fungsi bagian

rumput laut serta beberapa hal mendasar yang membedakan rumput laut (Kadi,

1996).

Makro alga tersebar di daerah litoral dan sublitoral. Daerah tersebut masih

memperoleh cahaya cukup, sehingga proses fotosintesis dapat berlangsung

(Dawes, 1981: 13). Makro alga menyerap nutrisi berupa fosfor dan nitrogen dari

Page 8: 1

lingkungan sekitar perairan (Leviton, 2001: 270) sehingga makro alga dapat

dijadikan bioindikator sekaligus sebagai filter kondisi perairan.

Begitu banyak fungsi dan manfaat dari dari makro alga itu sendiri jika

dilihat dari kegunaannya selama ini. Menurut Atmadja dkk (1996), makro alga

merupakan salah satu hasil laut yang penting dan banyak dimanfaatkan oleh

penduduk Indonesia, terutama yang tinggal di daerah pantai baik untuk

dikonsumsi maupun untuk diekspor. Makro alga termasuk tumbuhan tingkat

rendah (Thallophyta). Tumbuhan ini tidak memiliki akar, batang dan daun sejati.

Makro alga dikenal dengan nama alga atau rumput laut.

4. Klasifikasi alga

Dilihat dari keanekaragaman jenis tumbuhan thallus atau yang tergolong

ke dalam divisi Thallophyta mulai dari tingkat rendah hingga tingkatan tinggi,

berdasarkan ciri-ciri utama yang menyangkut cara hidupnya dibedakan dalam 3

anak divisi, yaitu Algae, Fungi dan Lichenes. Menurut Tjitrosoepomo (1989),

anak divisi alga dapat dibedakan dalam 7 kelas yaitu :

a. Kelas Flagellata

b. Kelas Diatomeae (ganggang kersik)

c. Kelas Conjugate (ganggang gandar)

d. Kelas Charophyceae (ganggang karang)

e. Kelas Chlorophyceae (ganggang hijau)

f. Kelas Phaeophyceae (ganggang pirang)

g. Kelas Rhodophyceae (ganggang merah)

Sedangkan Webber & thurman (1985); Aslan (1996) dalam Anonim

(2009c), menggolongkan khusus kelompok makro alga menjadi 3 kelas yaitu:

a. Kelas Chlorophyceae (ganggang hijau)

Sel-sel ganggang (alga) hijau ini mempunyai kloroplas yang berwarna

hijau mengandung klorofil-a dan b serta karetinoid. Pada kloroplas terdapat

pirenoid, hasil asimilasi berupa tepung dan lemak. Perkembangbiakannya terjadi

secara aseksual dan seksual. Perkembangbiakan aseksual dengan membentuk

zoospora, yang berbentuk buah per dengan 2-4 bulu cambuk tanpa rambut-rambut

mengkilap pada ujungnya, mempunyai 2 vakuola kontraktil, kebanyakan juga

Page 9: 1

suatu bintik mata merah dengan kloroplas di bagian bawah yang berbentuk piala

atau pot. Sedangkan pada perkembangbiakan seksual dengan anisogami, dimana

gamet jantan selalu bergerak bebas dan sangat menyerupai zoospora. Gamet

betina kadang-kadang tidak bergerak, jadi merupakan suatu oogonium.

Gambar 1 : Caulerpa serrulata (Sumber : Hutchings, P.dkk. 2008)

Menurut Tjitrosoepomo (1989), Chlorophyceae terdiri atas sel-sel kecil

yang merupakan koloni berbentuk benang yang bercabang-cabang, ada pula yang

membentuk koloni menyerupai kormus tumbuhan tingkat tinggi. Biasanya hidup

dalam air tawar merupakan suatu penyusun plankton atau suatu bentos. Yang

bersel besar ada yang hidup di air laut terutama dekat pantai. Ada jenis-jenis

Chlorophyceae yang hidup pada tanah-tanah yang basah, bahkan ada di antaranya

yang tahan akan kekeringan. Selanjutnya kelas Chlorophyceae dibagi lagi ke

dalam beberapa bangsa yaitu :

1) Bangsa Chlorococcales (Protococcales)

Memiliki habitat di air tawar, sel-sel vegetatif tidak mempunyai bulu

cambuk, mempunyai satu inti dan satu kloroplas. Kelompok ini merupakan satu

koloni yang bentuknya bermacam-macam dan tidak lagi mengadakan pembelahan

sel yang vegetatif. Perkembangbiakan dengan zoospora yang mempunyai bulu

cambuk atau tanpa bulu cambuk dinamakan aplonospora. Sedangkan

perkembangbiakan dengan isogami (antara lain pada marga Pediastrum dan

Hydrodictyon). Bangsa ini terbagi dalam dua suku yaitu :

a) Suku Hydrodictyaceae, contoh Pediastrum bonganum

b) Suku Clhorococcaceae, contoh Chlorococcum humicale

2) Bangsa Ulotrichales

Sel-sel selalu mempunyai satu inti dan satu kloroplas. Yang masih

sederhana membentuk koloni berupa benang yang becabang atau tidak. Yang

lebih tinggi tingkatannya mempunyai tallus yang lebar dan melekat pada suatu

alas dan tallus mempunyai susunanseperti jaringan parenkim, adapula yang

Page 10: 1

berbentuk pipa atau pita. Dalam bangsa ini terbagi dalam beberapa suku yaitu:

Suku Ulotrichaceae, contoh Ulothrix zonata dan Suku Ulvaceae, contoh Ulva

lactuca dan Enteromorpha intestinalis.

3) Bangsa Cladophorales

Sel-sel berinti banyak, kloroplas berbentuk jala dengan pirenoid-pirenoid,

membentuk koloni berupa berkas benang-benang yang bercabang dan melekat

pada substratnya, hidup di air tawar yang mengalir atau air laut dan

berkembangbiak secara vegetatif dengan zoospora dan generatif dengan isogami.

Bangsa ini terbagi dalam Cladophorales yaitu Suku Cladophoraceae, contohnya

Cladophora glomerata dan Cladophora dichotoma.

4) Bangsa Chaetophorales

Sel-sel mempunyai satu inti dan kebanyakan juga satu kloroplas.

Organisme ini thallusnya heterotrik, artinya mempunyai pangkal dan ujung yang

berbeda, terdiri atas benang-benang yang merayap, bercabang-cabang dan

berguna sebagai alat reproduksi. Bangsa ini terbagi dalam beberapa suku

diantaranya :

a) Suku Chaetophoraceae, contohnya Stigeoclonium lubricum,

Stigeoclonium tenue.

b) Suku Coleochaetaceae, contohnya Coleochaete scutata,

Coleochaeta pulvinata.

c) Suku Trentepohliaceae, contohnya Trentepohlia aurea.

5) Bangsa Oedogoniales

Hidup di air tawar, sel-selnya mempunyai satu inti dan kloroplas

berbentuk jala. Koloni berbentuk benang. Perkembangbiakan vegetatif dengan

zoospora, ujungnya yang bebas dari klorofil mempunyai banyak bulu cambuk

yang tersusun dalam satu karangan. Perkembangbiakan generatif dengan oogami.

Bangsa ini hanya meliputi satu suku yaitu Oedogoniaceae, contoh-contohnya

Oedogonium concatenatum dan Oedogonium ciliatum.

6) Bangsa Siphonales (Chlorosiphonales)

Bentuknya bermacam-macam, kebanyakan hidup di air laut. Thallus tidak

tidak mempunyai dinding pemisah yang melintang, sehingga dinding selnya

Page 11: 1

menyelubungi massa plasma yang mengandung inti dan kloroplas. Bangsa ini

terbagi dalam beberapa suku diantaranya:

a) Suku Protosiphonaceae, contohnya Protosiphon botryoides.

b) Suku Halicystidaceae, contohnya Halicytis ovalis.

c) Suku Caulerpaceae, contohnya Caulerpa prolefera.

d) Suku Vaucheriaceae, contohnya Vaucheria sessilisI.

b. Kelas Phaeophyceae (ganggang pirang)

Phaeophyceae adalah ganggang (alga) berwarna pirang. Dalam

kromatofornya terkandung klorofil-a, karotin dan santofil, tetapi terutama

fikosantin yang menutupi warna lainnya dan yang menyebabkan tumbuhan ini

berwarna pirang atau coklat, hidup di air laut, dan bereproduksi vegetatif dengan

fragmentasi, sedangkan generatif dengan isogami dan oogami.

Gambar 2 : Dictyota (Sumber : Hutchings, P.dkk. 2008)

c. Kelas Rhodophyceae (ganggang merah)

Rhodophyceae (ganggang atau alga merah) umumnya warna merah karena

adanya protein fikobilin, terutama fikoeritrin, tetapi warnanya bervariasi mulai

dari merah ke coklat atau kadang-kadang hijau karena jumlahnya pada setiap

pigmen. Dinding sel terdiri dari sellulosa dan gabungan pektin, seperti agar-agar,

karaginan dan fursellarin. Hasil makanan cadangannya adalah karbohidrat yang

kemerah-merahan. Ada perkapuran di beberapa tempat pada beberapa jenis. Jenis

dari divisi ini umumnya makroskopis, filamen, sipon, atau bentuk thallus,

beberapa dari mereka bentuknya seperti lumut.

Gambar 3 : Euchema spinosum (Sumber : Hutchings, P.dkk. 2008)

Alga ini hidup di air laut, terutama dalam lapisan-lapisan air yang dalam

yang hanya didapat gelombang pendek. Hidup sebagi bentos dan melekat pada

suatu substrat dengan benang-benang pelekat atau cakram pelekat. Cara

Page 12: 1

berkembangbiak yaitu aseksual (pembentukan spora) dan seksual (oogami).

Kelompok ini dibagi dalam dua anak kelas yaitu Bangieae dan Florodeae.

1) Anak Kelas Bangieae (Protoflorideae)

Thallus berbentuk benang, cakram atau pita yang memiliki percabangan

tidak beraturan. Perkembangbiakan vegetatif dengan monospora yang dapat

memperlihatkan gerakan ambeoid dan perkembangbiakan generatif dengan cara

oogami. Kelompok ini termasuk dalam suku Bangiceae, contohnya yang

membawahi alga atau ganggang tanah Porphyridium cruentum dan alga laut

Bangia artropurpurea.

2) Anak Kelas Florideae

Thallus ada yang masih sederhana tetapi umumnya hampir selalu

bercabang-cabang beraturan dan memiliki beranekaragam bentuk, seperti benang,

lembaran-lembaran dengan percabangan menyirip atau menggarpu. Kelompok ini

dibagi dalam beberapa bangsa yaitu:

a) Bangsa Nemalionales

Dalam pengelompokkannya termasuk suku Helmithocladiceae yang terdiri

dari Batrachospermum moniliforme, Bonnemaisonia hamifera.

b) Bangsa Gelidiales

Dalam pengelompokkannya termasuk suku Gelidiaceae, misalnya

Gelidium tilagineum dan Gelidium lichenoides, yang terkenal penghasil agar-

agar.

c) Bangsa Gigartinales

Kebanyakan terdiri dari alga laut yaitu terdiri dari suku Gigartinaceae

dengan dua warganya sebagai penghasil bahan berguna ialah Chondrus crispus

dan Gigartina mamillosa sebagai penghasil karagen atau lumut islandia yang

berguna sebagai bahan obat.

d) Bangsa Nemastomales

Terdiri dari suku Rhodophyllidaceae yang salah satu warganya terkenal

sebagai penghasil agar-agar yaitu Eucheuma spinosum. Selain itu, suku

Sphaerococcaceae juga sebagai penghasil agar-agar yang di antaranya Glacilaria

lichenoides dan berbagai jenis yang termasuk marga Sphaerococcus

Page 13: 1

e) Bangsa Ceramiales, yaitu suku Ceramiaceae, contohnya

Challithamnion corymbosum.

5. Manfaat Makro alga

Dari segi ekonomi, rumput laut merupakan salah satu makro alga yang

merupakan komoditi yang potensial untuk dikembangkan mengingat nilai gizi

yang dikandungnya. Rumput laut dapat dijadikan bahan makanan seperti agar-

agar, sayuran, kue, dan menghasilkan bahan algin, keragian, dan furcelaran yang

digunakan dalam industri farmasi, kosmetik, tekstil dan lainnya. Dari ratusan jenis

rumput laut yang tumbuh dan berkembang di perairan Indonesia, hanya beberapa

jenis saja yang telah diusahakan secara komersial, yaitu Gracilaria sp., Gelidium

sp., Hypnea sp., Eucheuma sp., dan Sargasum sp. (Atmadja, 1996).

Makro alga diperairan Indonesia dapat diamati dari potensi lahan budidaya

yang tersebar di Indonesia. Potensi usaha makro alga di Indonesia mencakup areal

seluas 26.700 ha dengan potensi produktif sebesar 482.400 ton/ tahun

budidaya makro alga mempunyai peranan penting dalam usaha

meningkatkan produksi perikanan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi

serta memenuhi kebutuhan pasar dalam dan luar negeri. Pemanfaatan alga secara

tradisional terutama sebagai bahan pangan misalnya ada yang dimakan mentah

seperti lalap, dibuat sayur atau sebagai obat. Pemanfaatan untuk industri dan

sebagai komoditi ekspor baru berkembang dalam beberapa dasawarsa terakhir ini

(Anonim, 2009b).

Kandungan yang terdapat dalam makro alga adalah algin, agar dan

keraginan. Algin adalah bahan yang terkandung dalam alga coklat yang banyak

digunakan dalam industri kosmetika dan farmasi. Agar-agar bisa diperoleh dari

alga merah yaitu dari marga Gellidium, Gracillaria, Hypnea merupakan bahan

pokok pembuatan agar-agar. Sedangkan karaginan merupakan bahan yang juga

diperoleh dari berbagai jenisalga merah. Bahan ini dalam industri perdagangan

mempunyai manfaat yang sama dengan Agar dan Algin (Dahuri, 2003).

Di Indonesia alga tidak hanya berpotensi menghasilkan biodiesel.

Komoditas ini bisa menjadi bahan pangan, pakan ternak, biomassa yang langsung

bisa dibakar, untuk industri farmasi, plastik, metanol, guna mengatasi pencemaran

Page 14: 1

lingkungan. Kenyataannya sekarang komoditas tersebut mulai tidak dilakukan

lagi. Yang gencar dipublikasikan justru jarak, yang produktivitasnya rendah.

Kelebihan makro alga dibanding bahan nabati lain adalah pengambilan

minyaknya tanpa perlu penggilingan. Minyak alga (alga oil) bisa langsung

diekstrak dengan bantuan zat pelarut, enzim, pengempaan (pemerasan), ekstraksi

CO2, ekstraksi ultrasonik, dan osmotic shock. Panen alga bisa dilakukan dengan

aneka cara, mulai dari penyaringan mikro, sentrifugal (pemutaran), dan flokulasi

(flocculation). Flokulasi adalah pemisahan alga dari air dengan bantuan zat kimia

(Putra, 2007).

Potensi dan kegunaan alga dalam industri di Indonesia adalah:

a. Alga Laut sebagai Sumber Makanan

Kandungan bahan-bahan organik yang terdapat dalam alga merupakan

sumber mineral dan vitamin untuk agar-agar, salad rumput laut maupun agarose.

Agarose merupakan jenis agar yang digunakan dalam percobaan dan penelitian

dibidang bioteknologi dan mikrobiologi. Potensi alga sebagai sumber makanan

(terutama rumput laut), di Indonesia telah dimanfaatkan secara komersial dan

secara intensif telah dibudidayakan terutama dengan tehnik polikultur (kombinasi

ikan dan rumput laut) (Putra, 2007).

b. Alga Laut sebagai Adsorben Logam Berat

Pemanfaatan sistem adsorpsi untuk pengambilan logam-logam berat dari

perairan telah banyak dilakukan. Beberapa spesies alga telah ditemukan

mempunyai kemampuan yang cukup tinggi untuk mengadsorpsi ion-ion logam,

baik dalam keadaan hidup maupun dalam bentuk sel mati (biomassa). Berbagai

penelitian telah membuktikan bahwa gugus fungsi yang terdapat dalam alga

mampu melakukan pengikatan dengan ion logam. Gugus fungsi tersebut terutama

adalah gugus karboksil, hidroksil, sulfudril, amino, iomodazol, sulfat, dan sulfonat

yang terdapat di dalam dinding sel dalam sitoplasma (Hotimah, 2005).

Menurut Harris dan Ramelow (1990) dalam Toni (2000) bahwa

kemampuan alga dalam menyerap ion-ion logam sangat dibatasi oleh beberapa

kelemahan seperti ukurannya yang sangat kecil, berat jenisnya yang rendah dan

mudah rusak karena degradasi oleh mikroorganisme lain. Untuk mengatasi

Page 15: 1

kelemahan tersebut berbagai upaya dilakukan, di antaranya dengan

mengimmobilisasi biomassanya. Immobilisasi biomassa dapat dilakukan dengan

mengunakan (1) Matrik polimer seperti polietilena glikol, akrilat, (2) oksida

(oxides) seperti alumina, silika, (3) campuran oksida (mixed oxides) seperti kristal

aluminasilikat, asam polihetero, dan (4) Karbon.

Berbagai mekanisme yang berbeda telah dipostulasikan untuk ikatan

antara logam dengan alga/biomassa seperti pertukaran ion, pembentukan

kompleks koordinasi, penyerapan secara fisik, dan pengendapan mikro. Tetapi

hasil penelitian akhir-akhir ini menunjukan bahwa mekanisme pertukaran ion

adalah yang lebih dominan. Hal ini dimungkinkan karena adanya gugus aktif dari

alga biomassa seperti karboksil, sulfat, sulfonat dan amina yang akan berikatan

dengan ion logam (Putra, 2007).

c. Alga Laut sebagai Sumber Senyawa Bioaktif

Alga hijau, alga merah ataupun alga coklat merupakan sumber potensial

senyawa bioaktif yang sangat bermanfaat bagi pengembangan (1) industri farmasi

seperti sebagai anti bakteri, anti tumor, anti kanker atau sebagai reversal agent dan

(2) industri agrokimia terutama untuk antifeedant, fungisida dan herbisida (Putra,

2007).

Kemampuan alga untuk memproduksi metabolit sekunder terhalogenasi

yang bersifat sebagai senyawa bioaktif dimungkinkan terjadi, karena kondisi

lingkungan hidup alga yang ekstrem seperti salinitas yang tinggi atau akan

digunakan untuk mempertahankan diri dari ancaman predator. Dalam dekade

terakhir ini, berbagai variasi struktur senyawa bioaktif yang sangat unik dari isolat

alga merah telah berhasil diisolasi. Namun pemanfaatan sumber bahan bioaktif

dari alga belum banyak dilakukan. Berdasarkan proses biosintesisnya, alga laut

kaya akan senyawa turunan dari oksidasi asam lemak yang disebut oxylipin.

Melalui senyawa ini berbagai jenis senyawa metabolit sekunder diproduksi

(Harris & Ramelow, 1990 skripsi Toni, 2000).

d. Alga Laut sebagai Sumber Senyawa Alginat

Alginat merupakan konstituen dari dinding sel pada alga yang banyak

dijumpai pada alga coklat (Phaeophycota). Senyawa ini merupakan

Page 16: 1

heteropolisakarida dari hasil pembentukan rantai Monomer Mannuronic Acid dan

Gulunoric Acid. Kandungan alginat dalam alga tergantung pada jenis alganya.

Kandungan terbesar alginat (30-40 % berat kering) dapat diperoleh dari jenis

Laminariales sedangkan Sargassum muticum, hanya mengandung 16-18 % berat

kering (Dahuri, 2003).

Pemanfaatan senyawa alginat didunia industri telah banyak dilakukan

seperti natrium alginat dimanfaatkan oleh industri tektil untuk memperbaiki dan

meningkatkan kualitas bahan industri, kalsium alginat digunakan dalam

pembuatan obat-obatan. Senyawa alginat juga banyak digunakan dalam produk

susu dan makanan yang dibekukan untuk mencegah pembentukan kristal es.

Dalam industri farmasi, alginat digunakan sebagai bahan pembuatan pelapis

kapsul dan tablet. Alginat juga digunakan dalam pembuatan bahan biomaterial

untuk tehnik pengobatan seperti micro-encapsulation and cell transplantation

(Anonim, 2005).

e. Alga Laut sebagai Pupuk Organik

Dikarenakan kandungan kimiawi yang terdapat dalam alga laut merupakan

nutrien yang sangat penting bagi semua mahluk hidup termasuk tumbuh-

tumbuhan, maka alga laut dapat dimanfaatkan sebagai sumber alternatif penganti

pupuk-pupuk pertanian yang mengandung bahan kimia sintesis. Alga dapat

digunakan sebagai pupuk organik karena mengandung bahan-bahan mineral

seperti potasium dan hormon seperti auxin dan sytokinin yang dapat

meningkatkan daya tumbuh tanaman untuk tumbuh, berbunga dan berbuah.

Pemanfaatan alga sebagai pupuk organik ditunjang pula oleh adanya sifat

hydrocolloids pada alga laut yang dapat dimanfaatkan untuk penyerapan air (daya

serap tinggi) dan menjadi substrat yang baik untuk mikroorganisme tanah

(Dahuri, 2003).

f. Alga Laut sebagai Penghasil Bioetanol dan Biodiesel

Meskipun masih dalam tahap riset yang mendalam, potensi alga laut

sebagai penghasil bioetanol dan biodiesel sangat menjanjikan dimasa mendatang.

Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang dan Kanada mentargetkan

mulai tahun 2025 bahan bakar hayati (biofuel) bisa diproduksi dari budidaya cepat

Page 17: 1

mikroalga yang tumbuh diperairan tawar/asin. Keuntungan lebih yang dapat

diperoleh adalah tak butuh traktor seperti di darat, tanpa penyemaian benih, gas

CO2 yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar dan panen yang

terus-terusan (continuous) yang dikarenakan waktu tanam alga hanya 1 minggu

(Anonim, 2005).

4. Ekologi Makro alga

Secara ekologis, suatu sumber daya hayati laut merupakan bagian yang tak

terpisahkan dari suatu sistem ekosistem atau tatanan ilmiah. Dalam suatu

ekosistem yang terdiri dari berbagai jenis organisme, terjadi hubungan fungsional

dan interaksi organisme dengan lingkungan fisiknya sehingga memungkinkan

terjadinya hubungan energi dan membentuk suatu struktur biota yang jelas, serta

siklus materi di antara komponen-komponen hidup dan tak hidup. Setiap bentuk

pemanfaatan yang berbentuk eksploitasi terhadap sumber daya hayati laut akan

mempengaruhi sistem keseimbangan dari suatu ekosistem (Romimohtarto dan

Juwana, 2009).

Makro alga memerlukan sinar matahari untuk dapat melangsungkan

fotosintesis. Banyaknya sinar matahari yang masuk dalam air berhubungan erat

dengan kecerahan air laut. Fotosintesis berlangsung tidak hanya dengan bantuan

sinar matahari saja tetapi juga oleh zat hara sebagai makanannya. Gerakan air

selain untuk mensuplai zat hara, juga membantu memudahkan rumput laut

menyerap zat maknannya, membersihkan kotoran dan dan melangsungkan

pertukaran oksigen dan karbondioksida. Gerakan air yang baik untuk

pertumbuhan rumput laut ini antar 20-40 cm/detik. Sedangkan gerakan air

bergelombang tidak lebih dari 30 cm. Bila arus air lebih cepat maupun ombak

yeng terlalu tinggi dapat dimungkinkan terjadi kerusakan tanaman misalnyapatah

atau terlepas dari substratnya (Anonim, 2005).

5. Parameter Kualitas Air Laut Terhadap Tumbuhan Makro Alga

Menurut Dahuri (2003), ada beberapa parameter kualitas air laut terhadap

tumbuhan makro alga di antarnya adalah:

a. Suhu

Page 18: 1

Rumput laut memerlukan sinar matahari untuk proses fotosintesis, karena

itu rumput laut hanya dapat tumbuh pada perairan dengan kedalaman tertentu di

mana sinar matahari dapat sampai ke dasar perairan. Puncak laju fotosintesis

terjadi pada intensitas cahaya yang tinggi dengan suhu antara 20-28 ºC, namun

masih ditemukan tumbuh pada suhu 31 ºC.

b. pH

Dalam memilih lokasi untuk budidaya Gracillaria verrucosa, harus

memperhatikan faktor biologis, fisika dan kimiawi. Salah satu faktor kimiawi

tersebut adalah pH sedangkan pH air yang optimal untuk pertumbuhan rumput

laut adalah 7-8.

c. Kedalaman Air

Kedalaman perairan yang baik untuk budidaya rumput laut Gracilaria

verrucosa, adalah 0,5-1,0 m pada waktu surut terendah (lokasi yang berarus

kencang), untuk metode lepas dasar, dan 2-15 m untuk metode rakit apung, 5-20

m untuk metode long line dan sistem jalur. Kondisi ini untuk menghindari rumput

laut mengalami kekeringan dan mengoptimalkan perolehan sinar matahari).

d. Kecerahan

Cahaya matahari adalah merupakan sumber energi dalam proses

fotosintesis. Dalam proses fotosintesis terjadi pembentukan bahan organik yang

diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangan yang normal. Kecerahan

perairan berhubungan erat dengan penetrasi cahaya matahari. Kecerahan perairan

yang ideal lebih dari 1 m. Air yang keruh (biasanya mengandung lumpur) dapat

menghalangi tembusnya cahaya matahari di dalam air sehingga proses fotosintesis

menjadi terganggu. Di samping itu kotoran dapat menutupi permukaan thallus dan

menyebabkan thallus tersebut membusuk dan patah. Secara keseluruhan kondisi

ini akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan rumput laut.

e. Salinitas

Page 19: 1

Salinitas yang baik berkisar antara 15-30 ppt di mana kadar garam optimal

adalah 20-25 ppt. Untuk memperoleh perairan dengan kondisi salinitas tersebut

harus dihindari lokasi yang berdekatan dengan muara sungai

f. Kecepatan Arus

Rumput laut merupakan organisme yang memperoleh makanan melalui

aliran air yang melewatinya. Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di

perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan rumput laut.

Nitrat nitrogen sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini

dihasilkan dari proses oksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat adalah proses yang

penting dalam siklus nitrogen dan berlangsung dalam kondisi aerob. Oksidasi

ammonia menjadi nitrit dilakukan oleh bakteri Nitrosomonas, sedangkan oksidasi

nitrit menjadi nitrat dilakukan oleh bakteri Nitrobacter. Kedua jenis bakteri

tersebut merupakan bakteri kemotrofik, yaitu bakteri yang mendapatkan energi

dari proses kimiawi. Nitrat dan amonium adalah sumber utama nitrogen di

perairan. Namun amonium lebih disukai oleh tumbuhan. Kadar nitrat-nitrogen

pada perairan alami hampir tidak pernah lebih dari 0,1 mg/liter.

Gerakan air yang cukup akan menghindari terkumpulnya kotoran pada

thallus, membantu pengudaraan, dan mencegah adanya fluktuasi yang besar

terhadap salinitas maupun suhu air. Arus dapat disebabkan oleh arus pasang surut,

maupun karena angin dan ombak. Besarnya kecepatan arus yang baik antara 20-

40 cm/detik. Indikator suatu lokasi yang memiliki arus yang baik adanya

tumbuhan karang lunak dan padang lamun yang bersih dari kotoran dan miring ke

satu arah.