1

36
1.2 Tujuan 1.2.1 Tujuan Umum Tujuan dari pelaksanaan Kuliah Kerja Lapangan ini adalah sebagai berikut: Merupakan kesempatan bagi mahasiswa untuk mengerti dan membandingkan disiplin ilmu yang didapat di dalam kelas dengan apikasi di lapangan. Praktek Kerja Lapangan ini merupakan mata kuliah yang dapat memberikan fasilitas untuk memperluas dan merealisasikan ilmu yang didapat secara praktis dan eksperimental. Mengembangkan pengetahuan dan kemampuan profesi dan kerja mahasiswa dengan melakukan praktek kerja di Instansi yang diminatinya sesuai dengan bidangnya untuk mempersiapkan diri melakukan penelitian dan aplikasinya ke masyarakat melalui instansi atau lembaga penelitian sebagai salah satu bakti perguruan tinggi dalam bidang pengabdian kepada masyarakat.

Transcript of 1

Page 1: 1

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Tujuan dari pelaksanaan Kuliah Kerja Lapangan ini adalah sebagai berikut:

Merupakan kesempatan bagi mahasiswa untuk mengerti dan membandingkan

disiplin ilmu yang didapat di dalam kelas dengan apikasi di lapangan. Praktek

Kerja Lapangan ini merupakan mata kuliah yang dapat memberikan fasilitas

untuk memperluas dan merealisasikan ilmu yang didapat secara praktis dan

eksperimental.

Mengembangkan pengetahuan dan kemampuan profesi dan kerja mahasiswa

dengan melakukan praktek kerja di Instansi yang diminatinya sesuai dengan

bidangnya untuk mempersiapkan diri melakukan penelitian dan aplikasinya ke

masyarakat melalui instansi atau lembaga penelitian sebagai salah satu bakti

perguruan tinggi dalam bidang pengabdian kepada masyarakat.

Memenuhi beban satuan kredit semester (SKS) yang harus itempuh sebagai

persyaratan akademis di jurusan Magister Herbal Universitas Indonesia.

1.2.2 Tujuan Khusus

Mengembangkan pengetahuan dan kemampuan mahasiswa dalam menerapkan

ilmu yang telah didapat dan dapat lebbih memahami proses pengolahan bahan

baku sampai menjadi produk jamu, sehingga dapat mempersiapkan diri untuk

melakukan penelitian serta aplikasinya di lingkungan masyarakat melalui instansi

atau lembaga penelitian.

1.3 Manfaat

1.3.1 Manfaat Bagi Perguruan Tinggi

Page 2: 1

Sebagai tambahan referensi khususnya menganai perkembanan industry di

Indonesia maupun proses dan teknologi yang mutakhir, dan dapat digunakan oleh

pihak-pihak yang memerlukan.

1.3.2 Manfaat Bagi Instansi Tempat Pelaksanaan PKL

Sebagai sarana penghubung ntara instansi dengan lembaga perguruan tinggi.

Hasil analisa dan penelitian yang dilakukan selama kerja praktek dapat

menjadi bahan masukan bagi perusahaan dan/atau Rumah Sakit untuk

menentukan kebijaksanaan di masa yang akan datang.

Sebagai sarana penilaian criteria tenaga kerja yang akan dibutuhkan oleh

instansi.

1.3.3 Manfaat Bagi Mahasiswa

Mengetahui kenyataan yang ada dalam dunia kerja sehingga untuk ke

depannya diharapkan mampu menerapkan ilmu yang telah didapat dalam

dunia kerja.

Dapat mempersiapkan langkah-langkah yang diperlukan untuk pembuatan

tesis dan mengetahui secara lebih luas aplikasinya di masyarakat di masa

mendatang di bidang medis dan kecantikan.

Dapat mengenal lebih jauh realita ilmu yang telah diterima di bangku kuliah

melalui kenyataan yang ada di lapangan dan aplikasinya.

Menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman selaku generasi yang

terdidik untuk siap terjun langsung di masyarakat khususnya di lingkungan

kerjanya.

Page 3: 1

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Obat tradisional merupakan salah satu warisan budaya bangsa Indonesia

yang telah digunakan selama berabad-abad untuk pemeliharaan dan peningkatan

kesehatan serta pencegahan dan pengobatan penyakit. Penggunaan obat dan

pengobatan tradisional menjadi salah satu upaya pembangunan kesehatan yang

dipilih masyarakat. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan merupakan upaya

lintas sector yang melibatkan pemerintah, akademis, dunia usaha maupun

masyarakat, sehingga diperlukan kolaborasi yang dinamis untuk mendukung

kesejahteraan bersama (Departemen Kesehatan RI, 2008; BPOM, 2006).

Pasal 1 Undang-undang no. 23 tahun 1992 menyebutkan bahwa obat

tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan,

bahan mineral, sediaan sarian (galenik atau campuran dari bahan tersebut yang

secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman

(Departemen Kesehatan RI, 2008). Obat tradisional menurut WHO, harus

memenuhi criteria telah digunakan secara turun-temurun selama 3 generasi dan

telah terbukti aman dan bermanfaat.

Obat asli adalah suatu obat bahan alam yang ramuannya, cara

pembuatannya, pembuktian khasiatnya dan keamanan serta cara penggunaannya

dilakukan berdasarkan pengetahuan tradisional penduduk asli setempat. Obat

bahan alam adalah semua obat yang dibuat dari bahan alam yang dalam proses

pembuatannya belum sampai pada isolate murni maupun hasil pengembangan dari

isolate tersebut. Obat bahan alam dapat merupakan hasil penemuan baru sama

Page 4: 1

sekali, obat asli dan obat tradisional serta hasil pengembangan dari obat asli atau

obat tradisional tersebut (BPOM, 2006).

2.1 Penyediaan Bahan Baku Obat

Bahan baku obat akan mempengaruhi kualitas simplisia atau ekstrak yang

dihasilkan. Pengelolaan bahan baku dimulai sejak proses budidaya di lapangan,

hingga proses pengelolaan panen dan pasca panen. Budidaya tanaman harus

berdasarkan GAP (Good Agricultural Practices) (Tilaar M. et al, 2010).

GAP adalah suatu pedoman dalam “praktik pertanian yang baik dan

benar” untuk memperoleh hasil panen yang optimal, bermutu tinggi, terjamin,

aman, efisien, berwawasan lingkungan, dan dapat dirunut kembali (treacealbe)

asal-usul dan proses yang dilalui sebelum diperdagangkan dan digunakan.

Pedoman tersebut merupakan seperangat prinsip dan prosedur yang digali dari

tradsi pertanian yang ada dan adopsi gagasan dan inovasi teknologi untuk

pembanngunan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan (Collega of

Agriculture)

2.2 Kultivasi Tanaman Obat

2.2.1 Pemilihan Bibit

Perbanyakan tanaman dapat dilakukan secara generative (dengan biji) dan secara

vegetative (dengan stek, cangkok, okulasi, runduk dan kultur jaringan). Bibit yang

digunakan untuk mendapatkan suatu jenis tanaman tertentu juga akan menentukan

kualitas simplisia atau ekstrak yang dihasilkan. Bibit yang bagus akan

mempengaruh dalam hal kandungan senyawa aktif yang optimal (Departemen

Kesehaan RI, 2000).

Page 5: 1

2.2.2 Budidaya Tanaman Obat

Tanaman obat dapat dibudidayakan untuk mendapatkan hasil yang optimal,

hingga tercapai kandungan zat aktif dalam jumlah tertentu. Obat herbal biasanya

memerlukan pemanenan mekanis yang sederhana dengan penyimpanan yang baik.

Sifat lain yang diinginkan adalah perolehan yang tinggi, resisten terhadap

pathogen (serangga, kutu, jamur, bakteri dan virus), hal yang bisa berulang,

adaptasi yang baik dengan lokasi, kandungan air rendah (memudahkan proses

pengeringan) dan stabilitas organ tanaman (Heinrich et.al, 2010).

Tanaman budi daya diharapkan akan dapat meningkatkan mutu simplisia

dengan cara (Goeswin, 2007) :

a. Pemilihan bibit unggul sehingga simplisia yang dihasilkan memiliki

kandungan senyawa aktif yang tinggi.

b. Pengolahan tanah, pemilihan, pemupukan, dan perlindungan tanaman dapat

dilakukan secara seksama dengan menggunakan teknologi agroindustri yang

maju.

2.2.3 Pemanenan

Tahapan pengumpulan bahan baku sangat menentukan kualitas bahan baku.

Faktor yang paling berperan dalam tahapan itu adalah masa panen. Berdasarkan

garis besar pedoman panen, pengambilan bahan baku tanaman dilakukan sebagai

berikut :

a. Biji pengambilan biji dapat dilakukan pada saat mulai mengeringnya buah

atau sebelum semuanya pecah.

Page 6: 1

b. Buah pengambilan buah tergantung tujuan dan pemanfaatan kandungan

aktifnya. Panen buah bisa dilakukan saat menjelang masak (misalnya Piper

nigrum), setelah benar-benar masak (misalnya adas), atau dengan cara melihat

perubahan warna/bentuk buah yang bersangkutan (misalnya jeruk, papaya)

c. Bunga pemanenan bunga dapat dilakukan pada saat menjelang

penyerbukan, saat bunga masih kuncup (seperti pada melati), atau saat bunga

sudah mulai mekar (misalnya mawar), tergantung dari tujuan pemanfaatan

kandungan aktifnya.

d. Daun atau herba panen daun dilakukan pada saat proses fotosintesis

berlangsung maksimal, yang ditandai dengan saat-saat tanaman mulai

berbunga atau buah mulai masak. Pengambilan pucuk daun dianjurkan pada

saat warna pucuk daun berubah menjadi daun tua.

e. Kulit batang pemanenan kulit batang hanya dilakukan pada tanaman yang

sudah cukup umur. Saat panen yang paling baik adalah awal musim kemarau.

f. Umbi lapis panen umbi dilakukan pada saat akhir pertumbuhan

g. Rimpang panen rimpang dilakukan pada saat awal musim kemarau.

h. Akar panen akar dilakukan pada saat prses pertumbuhan berhenti atau

tanaman sudah cukup umur. Panen yang dilakukan terhadap akar umumnya

akan mematikan tanaman yang bersangkutan.

2.2.4 Penanganan Pasca Panen

Penanganan pasca panen dapat dibagi menjadi berikut (Gunawan & Mulyani,

2004:

a. Sortasi basah: pemilahan hasil panen ketika tanaman masih segar.

Page 7: 1

b. Pencucian: untuk membersihkan kotoran yang melekat, terutama untuk bahan-

bahan yang berasal dari dalam tanah dan bahan yang tercemar pestisida.

c. Pengubahan bentuk: untuk memperluas permukaan bahan baku, meliputi

beberapa perlakuan seperti perajangan, pengupasan, pemiprilan (pada jagung),

pemotongan dan penyerutan.

d. Pengeringan

e. Sortasi kering: bahan dipilih setelah dikeringkan

f. Pengepakan dan penyimpanan

2.3 Penyiapan Simplisia

Simplisia adalah bahan alam yang belum mengalami perubahan apapun kecuali

pengeringan. Penanganan simplisia harus memenuhi persyaratan bahan dan cara

penanganan atau penyimpanan bahan, pengolahan dan cara pengemasan serta

penyimpanan simplisia.

Sumber simplisia tanaman obat dapat berupa tumbuhan liar atau tanaman

hasil budidaya (kultivasi). Tumbuhan liar umumnya kurang baik dijadikan sumber

simplisia dibandingkan dengan tanaman budidaya karena (Goeswin, 2007):

a. Usia atau bagian tumbuhan yang diproses tidak tepat, sering sangat berbeda,

sehingga mempengaruhi kandungan senyawa aktif.

b. Jenis/spesies tumbuhan yang dipanen bila kurang diperhatikan secara seksama

maka simplisia yang diperoleh tidak seragam. Apalagi jika yang memanen

orang awam, maka bentuk yang mirip kemungkinan akan sulit dibedakan.

c. Tempat tumbuh yang berbeda (kualitas tanah, kadar air, sinar matahari dan

sebagainya) dapat mempengaruhi kandungan senyawa aktifnya.

Page 8: 1

2.3.1 Penanganan Simplisia

Simplisia yang sudah dikeringkan, lalu ditempatkan dalam satu wadah tersendiri

agar tidak saling bercampur satu sama lain. Faktor-faktor pada waktu pengepakan

dan penyimpanan simplisia seperti cahaya, oksigen atau sirkulasi udara, reaksi

kimia antara senyawa aktif dan wadah, penyerapan air, proses dehidrasi serta

pengotoran dan atau pencemaran oleh serangga, kapan, dan sebagainya dapat

mempengaruhi keadaan simplisia.

Pada gudang-gudang industry jamu, wadah simplisia yang umum dipakai

adalah karung goni, plastic, peti kayu, karton, kaleng dan aluminium. Bahan cair

disimpan dalam botol kaca dan atau guci porselen, sementara untuk bahan

beraroma digunakan peti kayu yang dilapisi timah atau kertas timah.

2.3.2 Pemeriksaan Mutu

Pemeriksaan mutu simplisia :

1. Simplisia harus memenuhi persyaratan umum edisi terakhir dari buku resmi

yang dikeluarkan Departemen Kesehatan RI seperti Farmakope Herbal

Indonesia dan Materia Medika Indonesia. Jika tidak tercantum, maka harus

memenuhi persyaratan sesuai monografinya.

2. Tersedia contoh sebagai simplisia pembanding yang setiap periode tertentu

harus diperbaharui.

3. Harus dilakukan pemeriksaan mutu fisis meliputi :

a. Kurang kering atau mengandung air

b. Termakan serangga atau hewan lain

c. Ada tidaknya pertumbuhan kepang, dan

Page 9: 1

d. Perubahan warna atau perubahan bau

4. Dilakukan pemeriksaan lengkap berupa :

a. Pemeriksaan organoleptik: meliputi pemeriksaan warna, bau, rasa

b. Pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik

c. Pemeriksaan fisika dan kimiawi

d. Uji biologi, penerapan angka kuman, pencemaran dan percobaan terhadap

binatang

Untuk mendapatkan kualitas tanaman obat yang terbaik, maka perlu dilakukan

hal berikut :

a. Sumber bahan baku jelas dengan waktu dan cara panen yang tepat.

b. Penyediaan dan pengerjaan bahan meliputi sortasi, pembersihan,

pengubahan bentuk, pengeringan, pengepakan dan penyimpanan dilakukan

sesuai dangan standar prosedur baku.

c. Pengawetan dan penyimpanan dilakukan dengan tepat agar tidak

tercampur dengan bahan lainnya serta dijaga dari pencemaran yang dapat

terjadi.

2.4 Pembuatan ekstrak

Berdasarkan buku Farmakope Indonesia Edisi 4, dikatakan bahwa ekstrak adalah

sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia

nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua

atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa

diperlakukan sedemikian rupa hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan.

Sebagian besar ekstrak dibuat dengan mengekstraksi bahan baku secara perkolasi.

Page 10: 1

Seluruh perkolat biasanya dipekatkan secara destilasi dengan cara pengurangan

tekanan, agar bahan sesedikit mungkin terkena panas (Departemen Kesehatan RI,

2000).

Ekstrak cair adalah sediaan cair simpllisia nabati yang mengandung etanol

sebagai pelarut atau sebagai pengawet atau sebagai pelarut dan pengawet. Jika

tidak dinyatakan lain pada masing-masing monografi, tiap mL ekstrak

mengandung bahan aktif dari 1 g simplisia yang memenuhi syarat. Ekstrak cair

yang cenderung membentuk endapan dapat didiamkan dan disaring atau bagian

yang bening diendap-tuangkan (dekantasi). Beningan yang diperoleh memenuhi

persyaratan Farmakope. Ekstrak cair dapat dibuat dari ekstrak yang sesuai

(Departemen Kesehatan RI, 2000)

Proses pembuatan ekstrak dimulai dari menghaluskan simplisia kasar

menjadi serbuk, kemudian dicampur dengan pelarut. Setelah dipisahkan,

kemudian dipekatkan dan terakhir dikeringkan.

2.4.1 Pembuatan Serbuk Simplisia

Proses awal pembuatan ekstrak adalah tahapan pembuatan serbuk dari simplisia

kering dengan peralatan tertentu sampai derajat kehaluasn tertentu tanpa

menyebabkan kerusakan kandungan kimia (BPOM, 2006).

2.4.2 Cairan Pelarut

Cairan pelarut dalam proses pembuatan ekstrak adalah pelarut yang baik (optimal)

untuk senyawa kandungan yang berkhasiat atau yang aktif, dengan demikian

senyawa tersebut dapat terpisahkan dari bahan dan dari senyawa kandungan

Page 11: 1

lainnya, serta ekstrak hanya mengandung sebagian besar senyawa kandungan

yang diinginkan. Faktor utama untuk pertimbangan pada pemilahan cairan penyari

adalah berdasarkan selektivitas cairan, kemudahan bekerja dan proses dengan

cairan, ekonomis dan ramah lingkungan serta aman digunakan (Departemen

Kesehatan RI, 2000).

Sampai saat ini berlaku aturan bahwa pelarut yang diperbolehkan adalah

air dan alcohol (etanol) serta campurannya. Jenis pelarut lain seperti metanl

(alcohol turunanya), heksana (hidrokarbon, aliphatic), toluene (hidrokarbon

aromatic), kloroform (dan segolongannya), aseton, umumnya digunakan sebagai

pelarut untuk tahap separasi dan tahap pemurnian (fraksinasi). Khususnya

methanol, dihindari penggunaannya karena sifatnya yang toksik akut dan kronik

(Departemen Kesehatan RI, 2000).

2.4.3 Separasi dan Pemurnian

Bertujuan untuk menghilangkan (memisahkan) senyawa yang tidak dikehendaki

semaksimal mungkin tanpa mempengaruhi senyawa kandungan yang

dikehendaki, sehingga diperoleh ekstrak yang lebih murni (Departemen Kesehatan

RI, 2000).

2.4.4 Pemekatan/Penguapan (Vaporasi dan Evaporasi)

Pemekatan berarti peningkatan jumlah partial solute (senyawa terlarut) secara

penguapan pelarut tanpa sampai menjadi kondisi kering, ekstrak hanya menjadi

kental/pekat (Departemen Kesehatan RI, 2000). Untuk meningkatan kecepatan

Page 12: 1

penguapan diaplikasikan system vakum tanpa menyebabkan gangguan pada

material sensitive panas (Goeswin, 2007).

2.4.5 Pengeringan

Pengeringan berarti menghilangkan pelarut dari bahan sehingga menghasilkan

serbuk, masa kering-rapuh, tergantung proses, tergantung proses dan peralatan

yang digunakan (Departemen Kesehatan RI, 2000). Ada beberapa alat yang dapat

digunakan (Goeswin, 2007):

a. Pengeringan baki (tray dryer)

Ini merupakan pengering yang paling sederhana dan murah, berupa lemari

yang didalamnya dapat disusun seperangkat baki yang mengandung /

menyimpan ekstrak yang akan dikeringkan. Udara dipanaskan dengan uap /

pemanas elektrik pada temperature terkendali, dan ditiupkan di atas

permukaan baki. Setelah beberapa waktu, baki dikeluarkan dari lemari. Bahan

didinginkan dan dipisahkan, lalu diserbukkan menjadi serbuk halus.

b. Pengeringan vakum (vacuum dryer)

Ekstrak dipanaskan dengan uap bersuhu rendah. Ekstrak mengalami subjek

vakum sehingga penguapan efektif, sekalipun pada suhu rendah. Pada akhir

proses, material menjadi kering, lalu dikeluarkan dari alat, kemudian

diserbukkan menjadi serbuk halus.

c. Pengeringan semprot (spray dryer)

Peralatan ini paling sesuai untuk pengeringan ekstrak yang secara esensial

akan menghasilkan produk mengalir bebas dan nonhigroskopis. Pengering

jenis ini merupakan system pengeringan kontinu, efisien termel, dan

Page 13: 1

menghasilkan produk dalam lingkungan bersih tanpa ada penanganan manusia

secara manual.

2.4.6 Rendemen

Rendemen adalah perbandingan antara ekstrak yang diperoleh dengan simplisia

awal (Departemen Kesehatan RI, 2000).

2.4.7 Parameter Uji Ekstrak

Parameter uji ekstrak dapat dibedakan atas parameter spesifik dan parameter non

spesifik. Disamping parameter uji ekstrak, juga ada uji kandungan kimia ekstak.

Uji kandungan kimia ekstrak dapat menggunakan pola kromatogram, kadar total

golongan kandungan kimia, dan kadar kandungan kimia tertentu (Departem

Kesehatan RI, 2000).

Parameter spesifik adalah untuk melihat indentitas ekstrak, organoleptik,

senyawa terlerut dalam pelarut tertentu. Parameter non spesifik terdiri atas

parameter yang mempunyai batasan berbeda pada setiap ekstrak seperti kadar air,

kadar abu total, kadar abu tidak larut asam, ataupun sama seperti sisa pelarut

organic, residu pestisida untuk fosfor dan klor organic, cemaran logam berat dan

cemaran mikroba (Departemen Kesehatan RI, 2000). Batasan pada parameter non

spesifik tersebut adalah (BPOM, 2006):

a. Sisa pelarut organic yaitu tidak boleh dari 1,0%.

b. Residu pestisida untuk fosfor dan klor organic harus kurang dari 5 g/kg.

c. Cemaran logam berat : Pb harus kurang dari 10 mg/kg, Cd harus kurang dari

0,3 mg/kg, dan As harus kurang dari 5 g/kg.

Page 14: 1

d. Cemaran mikroba : angka lempeng total harus kurang dari 104 kol/g, angka

kapang/khamir harus kurang dari 103 kol/g, MPN koliform harus negative, dan

mikroba pathogen harus negative.

2.4.8 Uji Keamanan

Keharusan adanya data uji farmakologi, uji toksisitas dan uji klinis mulai

diberlakukan dengan keluarnya UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, agar

obat tradisional lebih mampu bersaing dengan obat modern dan secara medic

lebih dapat dipertanggungjawabkan penggunaannya.

Uji toksisitas diperlukan untuk menilai keamanan suatu obat maupun

bahan yang digunakan sebagai suplemen atau makanan. Berdasarkan lama

paparan dan dosis diketahui ada 3 tingkatan uji toksisitas, yaitu akut, sub kronik

dan kronik. Uji toksisitas akut digunakan untuk menilai sifat toksik suatu bahan

uji dengan pemberian suatu bahan sampel dosis tunggal dalam waktu singkat

(akut), biasanya 24 jam. Uji toksisitas sub-kronik dilakukan dengan pemberian

suatu bahan sampel dengan dosis berulang selama jangka waktu kurang dari 3

bulan. Uji toksisitas kronik dilakukkan seperti sub kronik tetapi dengan waktu

lebih dari 3 bulan. Uji toksisitas sub kronik dan kronik tetap diperlukan walaupun

diketahui bahan uji memiliki kadar toksisitas rendah. Hal ini bertujuan untuk

mengantisipasi kemungkinan adanya efek toksik terhadap organ tubuh jika

digunakan dalam waktu lama.

2.5 Proses Pembuatan Sediaan

Page 15: 1

Pembuatan sediaan obat herbal memiliki tahapan seperti halnya obat konvensional

meliputi desain formula, praformulasi, formulasi dan evaluasi. Industri herbal dan

industry kosmetik harus memiliki sertifikasi yang menyatakan bahwa mereka

dapat menghasilkan sebuah produk yang terjamin keamanan, khasiat dan

kualitasnya.

Desain formulasi obat herbal, sama seperti desain formulasi obat

konvensional, meliputi 3 (tiga) komponen utama yang harus ada yaitu zat aktif,

eksipien utama dan eksipien pendukung serta komponen tambahan yaitu labeling

dan pengemasan. Zat aktif yang digunakan, dapat dalam bentuk ekstrak kering,

ekstrak kental, ekstrak cair, simplisia kering dan simplisia basah. Eksipien utama

mencakup bahan pengisi, pengikat, penghancur, lubrikan (pelincir), antiadherent

dan glidan. Eksipien pendukung seperti pewarna, pengawet, antioksidan,

chelating agent.

Tahap preformulasi meliputi penyusunan formula, persiapan produksi,

persiapan evaluasi, persiapan pengemas dan persiapan label. Pada tahap

preformulasi dilakukan pengkajian untuk mengumpulkan data-data dasar tentang

karakteristik fisika dan kimia obat yang dibuat menjadi bentuk sediaan farmasi

tersebut.

Bentuk sediaan obat herbal dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu sediaan padat,

semi padat dan sediaan cair. Cara pemberiaan dapat secara oral dan topical.

Bentuk sediaan padat dapat berupa granul/pil, tablet, kapsul, kaplet dan pilet

(tablet mini). Bentuk sediaan semi padat berupa krim dan gel. Sediaan cair dapat

berupa sirup dan solusio.

Page 16: 1

Tahap evaluasi bertujuan untuk mengetahui bila ada ketidakstabilitas

formulasi obat herbal. Tahap ini dapat dideteksi dalam beberapa hal dengan suatu

perubahan dalam penampilan fisik, warna, bau, rasa dan tekstur dari formulasi

tersebut, dan adanya perubahan kimia yang dibuktikan melalui analisis kimia.

Data ilmiah tentang kestabilan dari suatu formulasi menghasilkan ramalan shelf

life yang diharapkan dari produk yang diteliti tersebut.

Page 17: 1

Pedoman untuk Penilaian Obat-Obat Herbal vol 1

Sehubungan dengan tujuan pedoman ini, obat herbal didefinisikan sebagai

berikut:

Produk obat jadi dalam kemasan akhir yang diberi penandaan,

mengandung zat aktif yang berasal dari bagian tanaman di atas atau di bawah

tanah, atau bagian tanaman lainnya, atau kombinasi dari bagian-bagian tersebut,

baik dalam bentuk yang belum diolah maupun dalam bentuk preparat. Bagian

tanaman tersebut termasuk sari, getah, minyak lemak, minyak atsiri atau zat-zat

lainnya yang berasal dari tanaman. Selain zat aktif, obat herbal dapat mengandung

eksipien. Obat yang mengandung bagian tanaman dikombinasikan dengan zat

kimia aktif, termasuk zat kimia hasil isolasi dari tanaman, tidak termasuk obat

herbal.

Secara khusus, berdasarkan tradisi di beberapa Negara, obat herbal yang

cukup berarti. Akibat promosi WHO untuk menggunakan obat tradisional, banyak

negara meminta bantuan WHO dalam mengidentifikasi keamanan dan keefektifan

obat-obat herbal yang akan digunakan dalam system pelayanan kesehatan

nasional.

Tujuan pedoman ini adalah untuk menentukan criteria dasar dalam

evaluasi mutu, keamanan dan khasiat produk obat herbal sehingga dapat

membantu badan pengawas nasional, organisasi ilmiah, dan pabrik pembuatan

untuk melakukan penilaian terhadap dokumentasi/kepatuhan/catatan suatu produk

herbal.

Page 18: 1
Page 19: 1

Penilaian Mutu

Penilaian Farmasetik

Penilaian ini harus meliputi semua aspek penting penilaian mutu obat herbal.

Penilaian sebaiknya mengacu kepada monografi farmakope jika ada. Jika tidak

ada monografi yang tersedia, monografi harus dibuat dan sebaiknya dibuat seperti

dalam farmakope resmi.

Semua prosedur harus disesuaikan dengan GMP.

Bahan Tanaman yang Belum Diolah

Definisi berdasarkan ilmu botani termasuk genus, spesies, dan kegunaan harus

diberikan untuk memastikan kebenaran identifikasi suatu tanaman. Definisi dan

deskripsi bagian tanaman yang digunakan sebagai obat (contohnya daun, bunga,

akar) harus disebutkan, disertai informasi apakah bahan yang digunakan dalam

bentuk segar, kering, atau diproses secara tradisional. Konstituen aktif dan

karakteristik harus disebutkan dan jka memungkinkan batas kandungannya harus

dicantumkan. Batasan jumlah senyawa asing, pengotoran dan mikroba harus

ditentukan atau dibatasi. Contoh bahan yang mewakili tiap lot bahan tanaman

yang diolah harus dibuktikan keasliannya oleh ahli botani yang berkualifikasi dan

harus disimpan sekurangnya dalam kurun 10 tahun. Nomor lot harus ditentukan

dan harus dicantumkan pada penandaan produk tersebut.

Preparat Tanaman

Preparat tanaman meliputi potongan atau serbuk tanaman, ekstrak, tingtur, minyak

lemak, minyak atsiri, sari tanaman dan preparat lain yang pengolahannya

menggunakan fraksinasi, pemurnian, dan pemekatan. Prosedur pembuatan

Page 20: 1

preparat tersebut harus dijelaskan secara rinci. Jika zat lain ditambahkan dalam

pembuatan dengan maksud untuk menyesuaikan konsentrasi zat aktif atau

konstituen yang khas atau untuk tujuan lainnya, zat yang ditambahkan tersebut

harus disebutkan dalam prosedur pembuatan. Metode identifikasi dan jika

memungkinkan penetapan kadar preparat tanaman juga harus dicantumkan. Jika

identifikasi zat aktif utama tidak memungkinkan, cukup mengidentifikasi senyawa

atau campuran senyawa yang khas (misalnya karakteristik fingerprint dengan

kromatografi inframerah) untuk memastikan keseragaman mutu preparat tanaman.

Produk jadi

Prosedur dan formula pembuatan, termasuk jumlah eksipien yang digunakan

harus diuraikan secara rinci. Spesifikasi produk jadi harus dijelaskan. Metode

identifikasi dan jika memungkinkan penetapan konsentrasi secara kuantitatif

bahan tanaman dalam produk jadi harus dipaparkan. Jika identifikasi zat aktif

utama tidak memungkinkan, cukup dengan mengidentifikasi bahan atau campuran

bahan yang khas (misalnya karateristik fingerprint dengan kromatografi

inframerah) untuk memastikan keseragaman mutu produk. Produk jadi harus

memenuhi persyaratann umum untuk bentuk sediaan tertentu.

Stabilitas

Stabilitas kimia dan fisika produk di dalam wadah yang akan dipasarkan, harus

diuji pada kondisi penyimpanan yang ditentukan, dan masa edar produk tersebut

harus ditetapkan.

Penilaian Keamanan

Page 21: 1

Penilaian keamanan obat herbal harus meliputi semua aspek penilaian keamanan

produk obat. Pada dasarnya, apabila suatu obat herbal telah digunakan secara

tradisional tanpa menunjukkan bahaya, tidak ada tindakan pembatasan khusus

yang perlu dilakukan oleh badan pengawas, kecuali jika ada bukti baru yang

menunjukkan perlunya peninjauan kembali penilaian manfaat-risiko.

Tinjauan literature terkait harus menggunakan artikel asli atau mengacu

kepada artikel asli. Jika ada monografi resmi/hasil tinjauan, acuan dapat dibuat

berdasarkan dokumen tersebut. Namun, walaupun penggunaan jangka panjang

tanpa bukti munculnya risiko dapat menunjukkan bahwa obat tersebut tidak

berbahaya, tidak selalu dapat dipastikan sejauh mana penilaian suattu produk

dapat mengandalkan hanya pada penggunaan jangka panjang untuk memastikan

bahwa obat tersebut tidak berbahaya, mengingat kekhawatiran yang muncul akhir-

akhir ini mengenai bahaya jangka panjang beberapa obat herbal.

Efek-efek samping yang dilaporkan harus didokumentasikan sejalan dengan

praktif farmasi umum yang hati-hati.

Page 22: 1

Dari buku vol. 2

Umum

Tidak seperti produk farmasi konvensional, yang biasanya terbuat dari bahan

sintetis dengan teknik dan prossedur pembuatan yang dapat diproduksi ulang,

produk obat herbal dibuat dari bahan tumbuhan asal yang dapat terkontaminasi

dan terurai, serta memiliki komposisi dan sifat yang bervariasi. Selain itu, dalam

pembuatan dan pengawasan mutu produk obat herbal, prosedur dan teknik yang

sering digunakan memiliki perbedaan mendasar dari yang digunakan pada produk

konvensional.

Pengawasan bahan awal, penyimpanan dan pengolahan dianggap sangat

penting karena sifat banyak produk obat herbal yang sering kompleks dan variable

serta jumlah dan kuantitas kecil dari penetapan bahan aktif yang terdapat di

dalamnya.

Bangunan

Area penyimpanan

Bahan tumbuhan obat harus disimpan dalam area yang terpisah. Area

penyimpanan harus memiliki ventilasi yang baik dan dilengkapi sedemikian rupa

sehingga terlindungi dari masuknya serangga atau hewan lain, terutama hewan

pengerat. Tindakan yang efektif harus dilakukan untuk membatasi penyebaran

hewan dan mikroba terhadap bahan tumbuhan serta untuk mencegah kontaminasi

silang. Wadah harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga memungkinkan

sirkulasi udara bebas.

Page 23: 1

Perhatian khusus harus diberikan terhadap kebersihan dan pemeliharaan yang baik

pada area penyimpanan, khususnya bila ada penumpukkan debu.

Penyimpanan tumbuhan, ekstrak, tingtur, dan sediaan lainnya mungkin

membutuhkan kondisi kelembaban dan suhu yang khusus atau perlindungan dari

cahaya; langkah-langkah harus dilakukan untuk memastikan bahwa kondisi

tersebut tersedia dan dipantau

Area Produksi

Untuk memudahkan pembersihan dan menghindari kontaminasi silang ketika ada

penumpukan debu, tindakan pengamanan khusus harus dilakukan selama

pengambilan sampel, penimbangan, pencampuran dan pengolahan tumbuhan obat,

misalnya dengan menggunakan penghisap debu atau bangunan khusus.

Pengawasan Mutu

Karyawan unit pengawasan mutu harus memiliki keahlian khusus dalam produk

obat herbal sehingga dapat melakukan uji identifikasi, dan pemeriksaan terhadap

pengotor, adanya pertumbuhan atau gangguan jamur, ketidakseragaman

pengiriman bahan tumbuhan obat, dan lain-lain.

Sampel pembanding bahan tumbuhan harus tersedia untuk diggunakan dalam uji

perbandingan, misalnya pemeriksaan secara visual dan mikroskopik serta

kromatografi.

Pengambilan sampel

Pengambilan sampel harus dilakukan dengan penanganan yang hati-hati oleh

karyawan yang memiliki keahlian yang diperlukan karena bahan tumbuhan obat

Page 24: 1

tersusun atas tumbuhan yang individual atau bagian tumbuhan sehingga bersifat

heterogen sampai ke tingkat tertentu.

Saran lebih lanjut mengenai pengambilan sapel, inspeksi secara visual, metode

analisis, dan lain-lain, terdapat dalam Quality control methods for medicinal plant

materials.

Pengujian stabilitas

Produk obat herbal tidak akan cukup ditentukan stabilitasnya hanya dari unsure

pokok dengan aktivitas terapeutik yang telah diketahui, karena keseluruhan bahan

tumbuhan atau sediaan tumbuhan dapat diduga sebagai bahan aktif. Uji stabilitas

misalnya dengan perbandingan kromatogram, sedapat mungkin juga harus

menunjukkan bahwa zat lain yang terdapat di dalamnya stabil dan kandungannya

sebagai bagian keseluruhan yang tetap konstan.

Bila suatu produk obat herbal mengandung beberapa bahan tumbuhan atau

sediaan beberapa bahan tumbuhan, dan tidak mungkin untuk menetapkan

stabilitas tiap bahan aktif, stabilitas produk harus ditetapkan dengan metode

seperti kromatografi, metode penetapan kadar yang telah digunakan secara luas,

serta uji fisik dan organoleptik atau uji lain yang sesuai.