1
-
Upload
nurul-qiyu -
Category
Documents
-
view
31 -
download
0
Transcript of 1
![Page 1: 1](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062319/55721375497959fc0b92574a/html5/thumbnails/1.jpg)
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan dari pelaksanaan Kuliah Kerja Lapangan ini adalah sebagai berikut:
Merupakan kesempatan bagi mahasiswa untuk mengerti dan membandingkan
disiplin ilmu yang didapat di dalam kelas dengan apikasi di lapangan. Praktek
Kerja Lapangan ini merupakan mata kuliah yang dapat memberikan fasilitas
untuk memperluas dan merealisasikan ilmu yang didapat secara praktis dan
eksperimental.
Mengembangkan pengetahuan dan kemampuan profesi dan kerja mahasiswa
dengan melakukan praktek kerja di Instansi yang diminatinya sesuai dengan
bidangnya untuk mempersiapkan diri melakukan penelitian dan aplikasinya ke
masyarakat melalui instansi atau lembaga penelitian sebagai salah satu bakti
perguruan tinggi dalam bidang pengabdian kepada masyarakat.
Memenuhi beban satuan kredit semester (SKS) yang harus itempuh sebagai
persyaratan akademis di jurusan Magister Herbal Universitas Indonesia.
1.2.2 Tujuan Khusus
Mengembangkan pengetahuan dan kemampuan mahasiswa dalam menerapkan
ilmu yang telah didapat dan dapat lebbih memahami proses pengolahan bahan
baku sampai menjadi produk jamu, sehingga dapat mempersiapkan diri untuk
melakukan penelitian serta aplikasinya di lingkungan masyarakat melalui instansi
atau lembaga penelitian.
1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Bagi Perguruan Tinggi
![Page 2: 1](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062319/55721375497959fc0b92574a/html5/thumbnails/2.jpg)
Sebagai tambahan referensi khususnya menganai perkembanan industry di
Indonesia maupun proses dan teknologi yang mutakhir, dan dapat digunakan oleh
pihak-pihak yang memerlukan.
1.3.2 Manfaat Bagi Instansi Tempat Pelaksanaan PKL
Sebagai sarana penghubung ntara instansi dengan lembaga perguruan tinggi.
Hasil analisa dan penelitian yang dilakukan selama kerja praktek dapat
menjadi bahan masukan bagi perusahaan dan/atau Rumah Sakit untuk
menentukan kebijaksanaan di masa yang akan datang.
Sebagai sarana penilaian criteria tenaga kerja yang akan dibutuhkan oleh
instansi.
1.3.3 Manfaat Bagi Mahasiswa
Mengetahui kenyataan yang ada dalam dunia kerja sehingga untuk ke
depannya diharapkan mampu menerapkan ilmu yang telah didapat dalam
dunia kerja.
Dapat mempersiapkan langkah-langkah yang diperlukan untuk pembuatan
tesis dan mengetahui secara lebih luas aplikasinya di masyarakat di masa
mendatang di bidang medis dan kecantikan.
Dapat mengenal lebih jauh realita ilmu yang telah diterima di bangku kuliah
melalui kenyataan yang ada di lapangan dan aplikasinya.
Menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman selaku generasi yang
terdidik untuk siap terjun langsung di masyarakat khususnya di lingkungan
kerjanya.
![Page 3: 1](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062319/55721375497959fc0b92574a/html5/thumbnails/3.jpg)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Obat tradisional merupakan salah satu warisan budaya bangsa Indonesia
yang telah digunakan selama berabad-abad untuk pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan serta pencegahan dan pengobatan penyakit. Penggunaan obat dan
pengobatan tradisional menjadi salah satu upaya pembangunan kesehatan yang
dipilih masyarakat. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan merupakan upaya
lintas sector yang melibatkan pemerintah, akademis, dunia usaha maupun
masyarakat, sehingga diperlukan kolaborasi yang dinamis untuk mendukung
kesejahteraan bersama (Departemen Kesehatan RI, 2008; BPOM, 2006).
Pasal 1 Undang-undang no. 23 tahun 1992 menyebutkan bahwa obat
tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan,
bahan mineral, sediaan sarian (galenik atau campuran dari bahan tersebut yang
secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman
(Departemen Kesehatan RI, 2008). Obat tradisional menurut WHO, harus
memenuhi criteria telah digunakan secara turun-temurun selama 3 generasi dan
telah terbukti aman dan bermanfaat.
Obat asli adalah suatu obat bahan alam yang ramuannya, cara
pembuatannya, pembuktian khasiatnya dan keamanan serta cara penggunaannya
dilakukan berdasarkan pengetahuan tradisional penduduk asli setempat. Obat
bahan alam adalah semua obat yang dibuat dari bahan alam yang dalam proses
pembuatannya belum sampai pada isolate murni maupun hasil pengembangan dari
isolate tersebut. Obat bahan alam dapat merupakan hasil penemuan baru sama
![Page 4: 1](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062319/55721375497959fc0b92574a/html5/thumbnails/4.jpg)
sekali, obat asli dan obat tradisional serta hasil pengembangan dari obat asli atau
obat tradisional tersebut (BPOM, 2006).
2.1 Penyediaan Bahan Baku Obat
Bahan baku obat akan mempengaruhi kualitas simplisia atau ekstrak yang
dihasilkan. Pengelolaan bahan baku dimulai sejak proses budidaya di lapangan,
hingga proses pengelolaan panen dan pasca panen. Budidaya tanaman harus
berdasarkan GAP (Good Agricultural Practices) (Tilaar M. et al, 2010).
GAP adalah suatu pedoman dalam “praktik pertanian yang baik dan
benar” untuk memperoleh hasil panen yang optimal, bermutu tinggi, terjamin,
aman, efisien, berwawasan lingkungan, dan dapat dirunut kembali (treacealbe)
asal-usul dan proses yang dilalui sebelum diperdagangkan dan digunakan.
Pedoman tersebut merupakan seperangat prinsip dan prosedur yang digali dari
tradsi pertanian yang ada dan adopsi gagasan dan inovasi teknologi untuk
pembanngunan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan (Collega of
Agriculture)
2.2 Kultivasi Tanaman Obat
2.2.1 Pemilihan Bibit
Perbanyakan tanaman dapat dilakukan secara generative (dengan biji) dan secara
vegetative (dengan stek, cangkok, okulasi, runduk dan kultur jaringan). Bibit yang
digunakan untuk mendapatkan suatu jenis tanaman tertentu juga akan menentukan
kualitas simplisia atau ekstrak yang dihasilkan. Bibit yang bagus akan
mempengaruh dalam hal kandungan senyawa aktif yang optimal (Departemen
Kesehaan RI, 2000).
![Page 5: 1](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062319/55721375497959fc0b92574a/html5/thumbnails/5.jpg)
2.2.2 Budidaya Tanaman Obat
Tanaman obat dapat dibudidayakan untuk mendapatkan hasil yang optimal,
hingga tercapai kandungan zat aktif dalam jumlah tertentu. Obat herbal biasanya
memerlukan pemanenan mekanis yang sederhana dengan penyimpanan yang baik.
Sifat lain yang diinginkan adalah perolehan yang tinggi, resisten terhadap
pathogen (serangga, kutu, jamur, bakteri dan virus), hal yang bisa berulang,
adaptasi yang baik dengan lokasi, kandungan air rendah (memudahkan proses
pengeringan) dan stabilitas organ tanaman (Heinrich et.al, 2010).
Tanaman budi daya diharapkan akan dapat meningkatkan mutu simplisia
dengan cara (Goeswin, 2007) :
a. Pemilihan bibit unggul sehingga simplisia yang dihasilkan memiliki
kandungan senyawa aktif yang tinggi.
b. Pengolahan tanah, pemilihan, pemupukan, dan perlindungan tanaman dapat
dilakukan secara seksama dengan menggunakan teknologi agroindustri yang
maju.
2.2.3 Pemanenan
Tahapan pengumpulan bahan baku sangat menentukan kualitas bahan baku.
Faktor yang paling berperan dalam tahapan itu adalah masa panen. Berdasarkan
garis besar pedoman panen, pengambilan bahan baku tanaman dilakukan sebagai
berikut :
a. Biji pengambilan biji dapat dilakukan pada saat mulai mengeringnya buah
atau sebelum semuanya pecah.
![Page 6: 1](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062319/55721375497959fc0b92574a/html5/thumbnails/6.jpg)
b. Buah pengambilan buah tergantung tujuan dan pemanfaatan kandungan
aktifnya. Panen buah bisa dilakukan saat menjelang masak (misalnya Piper
nigrum), setelah benar-benar masak (misalnya adas), atau dengan cara melihat
perubahan warna/bentuk buah yang bersangkutan (misalnya jeruk, papaya)
c. Bunga pemanenan bunga dapat dilakukan pada saat menjelang
penyerbukan, saat bunga masih kuncup (seperti pada melati), atau saat bunga
sudah mulai mekar (misalnya mawar), tergantung dari tujuan pemanfaatan
kandungan aktifnya.
d. Daun atau herba panen daun dilakukan pada saat proses fotosintesis
berlangsung maksimal, yang ditandai dengan saat-saat tanaman mulai
berbunga atau buah mulai masak. Pengambilan pucuk daun dianjurkan pada
saat warna pucuk daun berubah menjadi daun tua.
e. Kulit batang pemanenan kulit batang hanya dilakukan pada tanaman yang
sudah cukup umur. Saat panen yang paling baik adalah awal musim kemarau.
f. Umbi lapis panen umbi dilakukan pada saat akhir pertumbuhan
g. Rimpang panen rimpang dilakukan pada saat awal musim kemarau.
h. Akar panen akar dilakukan pada saat prses pertumbuhan berhenti atau
tanaman sudah cukup umur. Panen yang dilakukan terhadap akar umumnya
akan mematikan tanaman yang bersangkutan.
2.2.4 Penanganan Pasca Panen
Penanganan pasca panen dapat dibagi menjadi berikut (Gunawan & Mulyani,
2004:
a. Sortasi basah: pemilahan hasil panen ketika tanaman masih segar.
![Page 7: 1](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062319/55721375497959fc0b92574a/html5/thumbnails/7.jpg)
b. Pencucian: untuk membersihkan kotoran yang melekat, terutama untuk bahan-
bahan yang berasal dari dalam tanah dan bahan yang tercemar pestisida.
c. Pengubahan bentuk: untuk memperluas permukaan bahan baku, meliputi
beberapa perlakuan seperti perajangan, pengupasan, pemiprilan (pada jagung),
pemotongan dan penyerutan.
d. Pengeringan
e. Sortasi kering: bahan dipilih setelah dikeringkan
f. Pengepakan dan penyimpanan
2.3 Penyiapan Simplisia
Simplisia adalah bahan alam yang belum mengalami perubahan apapun kecuali
pengeringan. Penanganan simplisia harus memenuhi persyaratan bahan dan cara
penanganan atau penyimpanan bahan, pengolahan dan cara pengemasan serta
penyimpanan simplisia.
Sumber simplisia tanaman obat dapat berupa tumbuhan liar atau tanaman
hasil budidaya (kultivasi). Tumbuhan liar umumnya kurang baik dijadikan sumber
simplisia dibandingkan dengan tanaman budidaya karena (Goeswin, 2007):
a. Usia atau bagian tumbuhan yang diproses tidak tepat, sering sangat berbeda,
sehingga mempengaruhi kandungan senyawa aktif.
b. Jenis/spesies tumbuhan yang dipanen bila kurang diperhatikan secara seksama
maka simplisia yang diperoleh tidak seragam. Apalagi jika yang memanen
orang awam, maka bentuk yang mirip kemungkinan akan sulit dibedakan.
c. Tempat tumbuh yang berbeda (kualitas tanah, kadar air, sinar matahari dan
sebagainya) dapat mempengaruhi kandungan senyawa aktifnya.
![Page 8: 1](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062319/55721375497959fc0b92574a/html5/thumbnails/8.jpg)
2.3.1 Penanganan Simplisia
Simplisia yang sudah dikeringkan, lalu ditempatkan dalam satu wadah tersendiri
agar tidak saling bercampur satu sama lain. Faktor-faktor pada waktu pengepakan
dan penyimpanan simplisia seperti cahaya, oksigen atau sirkulasi udara, reaksi
kimia antara senyawa aktif dan wadah, penyerapan air, proses dehidrasi serta
pengotoran dan atau pencemaran oleh serangga, kapan, dan sebagainya dapat
mempengaruhi keadaan simplisia.
Pada gudang-gudang industry jamu, wadah simplisia yang umum dipakai
adalah karung goni, plastic, peti kayu, karton, kaleng dan aluminium. Bahan cair
disimpan dalam botol kaca dan atau guci porselen, sementara untuk bahan
beraroma digunakan peti kayu yang dilapisi timah atau kertas timah.
2.3.2 Pemeriksaan Mutu
Pemeriksaan mutu simplisia :
1. Simplisia harus memenuhi persyaratan umum edisi terakhir dari buku resmi
yang dikeluarkan Departemen Kesehatan RI seperti Farmakope Herbal
Indonesia dan Materia Medika Indonesia. Jika tidak tercantum, maka harus
memenuhi persyaratan sesuai monografinya.
2. Tersedia contoh sebagai simplisia pembanding yang setiap periode tertentu
harus diperbaharui.
3. Harus dilakukan pemeriksaan mutu fisis meliputi :
a. Kurang kering atau mengandung air
b. Termakan serangga atau hewan lain
c. Ada tidaknya pertumbuhan kepang, dan
![Page 9: 1](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062319/55721375497959fc0b92574a/html5/thumbnails/9.jpg)
d. Perubahan warna atau perubahan bau
4. Dilakukan pemeriksaan lengkap berupa :
a. Pemeriksaan organoleptik: meliputi pemeriksaan warna, bau, rasa
b. Pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik
c. Pemeriksaan fisika dan kimiawi
d. Uji biologi, penerapan angka kuman, pencemaran dan percobaan terhadap
binatang
Untuk mendapatkan kualitas tanaman obat yang terbaik, maka perlu dilakukan
hal berikut :
a. Sumber bahan baku jelas dengan waktu dan cara panen yang tepat.
b. Penyediaan dan pengerjaan bahan meliputi sortasi, pembersihan,
pengubahan bentuk, pengeringan, pengepakan dan penyimpanan dilakukan
sesuai dangan standar prosedur baku.
c. Pengawetan dan penyimpanan dilakukan dengan tepat agar tidak
tercampur dengan bahan lainnya serta dijaga dari pencemaran yang dapat
terjadi.
2.4 Pembuatan ekstrak
Berdasarkan buku Farmakope Indonesia Edisi 4, dikatakan bahwa ekstrak adalah
sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia
nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua
atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa
diperlakukan sedemikian rupa hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan.
Sebagian besar ekstrak dibuat dengan mengekstraksi bahan baku secara perkolasi.
![Page 10: 1](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062319/55721375497959fc0b92574a/html5/thumbnails/10.jpg)
Seluruh perkolat biasanya dipekatkan secara destilasi dengan cara pengurangan
tekanan, agar bahan sesedikit mungkin terkena panas (Departemen Kesehatan RI,
2000).
Ekstrak cair adalah sediaan cair simpllisia nabati yang mengandung etanol
sebagai pelarut atau sebagai pengawet atau sebagai pelarut dan pengawet. Jika
tidak dinyatakan lain pada masing-masing monografi, tiap mL ekstrak
mengandung bahan aktif dari 1 g simplisia yang memenuhi syarat. Ekstrak cair
yang cenderung membentuk endapan dapat didiamkan dan disaring atau bagian
yang bening diendap-tuangkan (dekantasi). Beningan yang diperoleh memenuhi
persyaratan Farmakope. Ekstrak cair dapat dibuat dari ekstrak yang sesuai
(Departemen Kesehatan RI, 2000)
Proses pembuatan ekstrak dimulai dari menghaluskan simplisia kasar
menjadi serbuk, kemudian dicampur dengan pelarut. Setelah dipisahkan,
kemudian dipekatkan dan terakhir dikeringkan.
2.4.1 Pembuatan Serbuk Simplisia
Proses awal pembuatan ekstrak adalah tahapan pembuatan serbuk dari simplisia
kering dengan peralatan tertentu sampai derajat kehaluasn tertentu tanpa
menyebabkan kerusakan kandungan kimia (BPOM, 2006).
2.4.2 Cairan Pelarut
Cairan pelarut dalam proses pembuatan ekstrak adalah pelarut yang baik (optimal)
untuk senyawa kandungan yang berkhasiat atau yang aktif, dengan demikian
senyawa tersebut dapat terpisahkan dari bahan dan dari senyawa kandungan
![Page 11: 1](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062319/55721375497959fc0b92574a/html5/thumbnails/11.jpg)
lainnya, serta ekstrak hanya mengandung sebagian besar senyawa kandungan
yang diinginkan. Faktor utama untuk pertimbangan pada pemilahan cairan penyari
adalah berdasarkan selektivitas cairan, kemudahan bekerja dan proses dengan
cairan, ekonomis dan ramah lingkungan serta aman digunakan (Departemen
Kesehatan RI, 2000).
Sampai saat ini berlaku aturan bahwa pelarut yang diperbolehkan adalah
air dan alcohol (etanol) serta campurannya. Jenis pelarut lain seperti metanl
(alcohol turunanya), heksana (hidrokarbon, aliphatic), toluene (hidrokarbon
aromatic), kloroform (dan segolongannya), aseton, umumnya digunakan sebagai
pelarut untuk tahap separasi dan tahap pemurnian (fraksinasi). Khususnya
methanol, dihindari penggunaannya karena sifatnya yang toksik akut dan kronik
(Departemen Kesehatan RI, 2000).
2.4.3 Separasi dan Pemurnian
Bertujuan untuk menghilangkan (memisahkan) senyawa yang tidak dikehendaki
semaksimal mungkin tanpa mempengaruhi senyawa kandungan yang
dikehendaki, sehingga diperoleh ekstrak yang lebih murni (Departemen Kesehatan
RI, 2000).
2.4.4 Pemekatan/Penguapan (Vaporasi dan Evaporasi)
Pemekatan berarti peningkatan jumlah partial solute (senyawa terlarut) secara
penguapan pelarut tanpa sampai menjadi kondisi kering, ekstrak hanya menjadi
kental/pekat (Departemen Kesehatan RI, 2000). Untuk meningkatan kecepatan
![Page 12: 1](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062319/55721375497959fc0b92574a/html5/thumbnails/12.jpg)
penguapan diaplikasikan system vakum tanpa menyebabkan gangguan pada
material sensitive panas (Goeswin, 2007).
2.4.5 Pengeringan
Pengeringan berarti menghilangkan pelarut dari bahan sehingga menghasilkan
serbuk, masa kering-rapuh, tergantung proses, tergantung proses dan peralatan
yang digunakan (Departemen Kesehatan RI, 2000). Ada beberapa alat yang dapat
digunakan (Goeswin, 2007):
a. Pengeringan baki (tray dryer)
Ini merupakan pengering yang paling sederhana dan murah, berupa lemari
yang didalamnya dapat disusun seperangkat baki yang mengandung /
menyimpan ekstrak yang akan dikeringkan. Udara dipanaskan dengan uap /
pemanas elektrik pada temperature terkendali, dan ditiupkan di atas
permukaan baki. Setelah beberapa waktu, baki dikeluarkan dari lemari. Bahan
didinginkan dan dipisahkan, lalu diserbukkan menjadi serbuk halus.
b. Pengeringan vakum (vacuum dryer)
Ekstrak dipanaskan dengan uap bersuhu rendah. Ekstrak mengalami subjek
vakum sehingga penguapan efektif, sekalipun pada suhu rendah. Pada akhir
proses, material menjadi kering, lalu dikeluarkan dari alat, kemudian
diserbukkan menjadi serbuk halus.
c. Pengeringan semprot (spray dryer)
Peralatan ini paling sesuai untuk pengeringan ekstrak yang secara esensial
akan menghasilkan produk mengalir bebas dan nonhigroskopis. Pengering
jenis ini merupakan system pengeringan kontinu, efisien termel, dan
![Page 13: 1](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062319/55721375497959fc0b92574a/html5/thumbnails/13.jpg)
menghasilkan produk dalam lingkungan bersih tanpa ada penanganan manusia
secara manual.
2.4.6 Rendemen
Rendemen adalah perbandingan antara ekstrak yang diperoleh dengan simplisia
awal (Departemen Kesehatan RI, 2000).
2.4.7 Parameter Uji Ekstrak
Parameter uji ekstrak dapat dibedakan atas parameter spesifik dan parameter non
spesifik. Disamping parameter uji ekstrak, juga ada uji kandungan kimia ekstak.
Uji kandungan kimia ekstrak dapat menggunakan pola kromatogram, kadar total
golongan kandungan kimia, dan kadar kandungan kimia tertentu (Departem
Kesehatan RI, 2000).
Parameter spesifik adalah untuk melihat indentitas ekstrak, organoleptik,
senyawa terlerut dalam pelarut tertentu. Parameter non spesifik terdiri atas
parameter yang mempunyai batasan berbeda pada setiap ekstrak seperti kadar air,
kadar abu total, kadar abu tidak larut asam, ataupun sama seperti sisa pelarut
organic, residu pestisida untuk fosfor dan klor organic, cemaran logam berat dan
cemaran mikroba (Departemen Kesehatan RI, 2000). Batasan pada parameter non
spesifik tersebut adalah (BPOM, 2006):
a. Sisa pelarut organic yaitu tidak boleh dari 1,0%.
b. Residu pestisida untuk fosfor dan klor organic harus kurang dari 5 g/kg.
c. Cemaran logam berat : Pb harus kurang dari 10 mg/kg, Cd harus kurang dari
0,3 mg/kg, dan As harus kurang dari 5 g/kg.
![Page 14: 1](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062319/55721375497959fc0b92574a/html5/thumbnails/14.jpg)
d. Cemaran mikroba : angka lempeng total harus kurang dari 104 kol/g, angka
kapang/khamir harus kurang dari 103 kol/g, MPN koliform harus negative, dan
mikroba pathogen harus negative.
2.4.8 Uji Keamanan
Keharusan adanya data uji farmakologi, uji toksisitas dan uji klinis mulai
diberlakukan dengan keluarnya UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, agar
obat tradisional lebih mampu bersaing dengan obat modern dan secara medic
lebih dapat dipertanggungjawabkan penggunaannya.
Uji toksisitas diperlukan untuk menilai keamanan suatu obat maupun
bahan yang digunakan sebagai suplemen atau makanan. Berdasarkan lama
paparan dan dosis diketahui ada 3 tingkatan uji toksisitas, yaitu akut, sub kronik
dan kronik. Uji toksisitas akut digunakan untuk menilai sifat toksik suatu bahan
uji dengan pemberian suatu bahan sampel dosis tunggal dalam waktu singkat
(akut), biasanya 24 jam. Uji toksisitas sub-kronik dilakukan dengan pemberian
suatu bahan sampel dengan dosis berulang selama jangka waktu kurang dari 3
bulan. Uji toksisitas kronik dilakukkan seperti sub kronik tetapi dengan waktu
lebih dari 3 bulan. Uji toksisitas sub kronik dan kronik tetap diperlukan walaupun
diketahui bahan uji memiliki kadar toksisitas rendah. Hal ini bertujuan untuk
mengantisipasi kemungkinan adanya efek toksik terhadap organ tubuh jika
digunakan dalam waktu lama.
2.5 Proses Pembuatan Sediaan
![Page 15: 1](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062319/55721375497959fc0b92574a/html5/thumbnails/15.jpg)
Pembuatan sediaan obat herbal memiliki tahapan seperti halnya obat konvensional
meliputi desain formula, praformulasi, formulasi dan evaluasi. Industri herbal dan
industry kosmetik harus memiliki sertifikasi yang menyatakan bahwa mereka
dapat menghasilkan sebuah produk yang terjamin keamanan, khasiat dan
kualitasnya.
Desain formulasi obat herbal, sama seperti desain formulasi obat
konvensional, meliputi 3 (tiga) komponen utama yang harus ada yaitu zat aktif,
eksipien utama dan eksipien pendukung serta komponen tambahan yaitu labeling
dan pengemasan. Zat aktif yang digunakan, dapat dalam bentuk ekstrak kering,
ekstrak kental, ekstrak cair, simplisia kering dan simplisia basah. Eksipien utama
mencakup bahan pengisi, pengikat, penghancur, lubrikan (pelincir), antiadherent
dan glidan. Eksipien pendukung seperti pewarna, pengawet, antioksidan,
chelating agent.
Tahap preformulasi meliputi penyusunan formula, persiapan produksi,
persiapan evaluasi, persiapan pengemas dan persiapan label. Pada tahap
preformulasi dilakukan pengkajian untuk mengumpulkan data-data dasar tentang
karakteristik fisika dan kimia obat yang dibuat menjadi bentuk sediaan farmasi
tersebut.
Bentuk sediaan obat herbal dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu sediaan padat,
semi padat dan sediaan cair. Cara pemberiaan dapat secara oral dan topical.
Bentuk sediaan padat dapat berupa granul/pil, tablet, kapsul, kaplet dan pilet
(tablet mini). Bentuk sediaan semi padat berupa krim dan gel. Sediaan cair dapat
berupa sirup dan solusio.
![Page 16: 1](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062319/55721375497959fc0b92574a/html5/thumbnails/16.jpg)
Tahap evaluasi bertujuan untuk mengetahui bila ada ketidakstabilitas
formulasi obat herbal. Tahap ini dapat dideteksi dalam beberapa hal dengan suatu
perubahan dalam penampilan fisik, warna, bau, rasa dan tekstur dari formulasi
tersebut, dan adanya perubahan kimia yang dibuktikan melalui analisis kimia.
Data ilmiah tentang kestabilan dari suatu formulasi menghasilkan ramalan shelf
life yang diharapkan dari produk yang diteliti tersebut.
![Page 17: 1](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062319/55721375497959fc0b92574a/html5/thumbnails/17.jpg)
Pedoman untuk Penilaian Obat-Obat Herbal vol 1
Sehubungan dengan tujuan pedoman ini, obat herbal didefinisikan sebagai
berikut:
Produk obat jadi dalam kemasan akhir yang diberi penandaan,
mengandung zat aktif yang berasal dari bagian tanaman di atas atau di bawah
tanah, atau bagian tanaman lainnya, atau kombinasi dari bagian-bagian tersebut,
baik dalam bentuk yang belum diolah maupun dalam bentuk preparat. Bagian
tanaman tersebut termasuk sari, getah, minyak lemak, minyak atsiri atau zat-zat
lainnya yang berasal dari tanaman. Selain zat aktif, obat herbal dapat mengandung
eksipien. Obat yang mengandung bagian tanaman dikombinasikan dengan zat
kimia aktif, termasuk zat kimia hasil isolasi dari tanaman, tidak termasuk obat
herbal.
Secara khusus, berdasarkan tradisi di beberapa Negara, obat herbal yang
cukup berarti. Akibat promosi WHO untuk menggunakan obat tradisional, banyak
negara meminta bantuan WHO dalam mengidentifikasi keamanan dan keefektifan
obat-obat herbal yang akan digunakan dalam system pelayanan kesehatan
nasional.
Tujuan pedoman ini adalah untuk menentukan criteria dasar dalam
evaluasi mutu, keamanan dan khasiat produk obat herbal sehingga dapat
membantu badan pengawas nasional, organisasi ilmiah, dan pabrik pembuatan
untuk melakukan penilaian terhadap dokumentasi/kepatuhan/catatan suatu produk
herbal.
![Page 18: 1](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062319/55721375497959fc0b92574a/html5/thumbnails/18.jpg)
![Page 19: 1](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062319/55721375497959fc0b92574a/html5/thumbnails/19.jpg)
Penilaian Mutu
Penilaian Farmasetik
Penilaian ini harus meliputi semua aspek penting penilaian mutu obat herbal.
Penilaian sebaiknya mengacu kepada monografi farmakope jika ada. Jika tidak
ada monografi yang tersedia, monografi harus dibuat dan sebaiknya dibuat seperti
dalam farmakope resmi.
Semua prosedur harus disesuaikan dengan GMP.
Bahan Tanaman yang Belum Diolah
Definisi berdasarkan ilmu botani termasuk genus, spesies, dan kegunaan harus
diberikan untuk memastikan kebenaran identifikasi suatu tanaman. Definisi dan
deskripsi bagian tanaman yang digunakan sebagai obat (contohnya daun, bunga,
akar) harus disebutkan, disertai informasi apakah bahan yang digunakan dalam
bentuk segar, kering, atau diproses secara tradisional. Konstituen aktif dan
karakteristik harus disebutkan dan jka memungkinkan batas kandungannya harus
dicantumkan. Batasan jumlah senyawa asing, pengotoran dan mikroba harus
ditentukan atau dibatasi. Contoh bahan yang mewakili tiap lot bahan tanaman
yang diolah harus dibuktikan keasliannya oleh ahli botani yang berkualifikasi dan
harus disimpan sekurangnya dalam kurun 10 tahun. Nomor lot harus ditentukan
dan harus dicantumkan pada penandaan produk tersebut.
Preparat Tanaman
Preparat tanaman meliputi potongan atau serbuk tanaman, ekstrak, tingtur, minyak
lemak, minyak atsiri, sari tanaman dan preparat lain yang pengolahannya
menggunakan fraksinasi, pemurnian, dan pemekatan. Prosedur pembuatan
![Page 20: 1](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062319/55721375497959fc0b92574a/html5/thumbnails/20.jpg)
preparat tersebut harus dijelaskan secara rinci. Jika zat lain ditambahkan dalam
pembuatan dengan maksud untuk menyesuaikan konsentrasi zat aktif atau
konstituen yang khas atau untuk tujuan lainnya, zat yang ditambahkan tersebut
harus disebutkan dalam prosedur pembuatan. Metode identifikasi dan jika
memungkinkan penetapan kadar preparat tanaman juga harus dicantumkan. Jika
identifikasi zat aktif utama tidak memungkinkan, cukup mengidentifikasi senyawa
atau campuran senyawa yang khas (misalnya karakteristik fingerprint dengan
kromatografi inframerah) untuk memastikan keseragaman mutu preparat tanaman.
Produk jadi
Prosedur dan formula pembuatan, termasuk jumlah eksipien yang digunakan
harus diuraikan secara rinci. Spesifikasi produk jadi harus dijelaskan. Metode
identifikasi dan jika memungkinkan penetapan konsentrasi secara kuantitatif
bahan tanaman dalam produk jadi harus dipaparkan. Jika identifikasi zat aktif
utama tidak memungkinkan, cukup dengan mengidentifikasi bahan atau campuran
bahan yang khas (misalnya karateristik fingerprint dengan kromatografi
inframerah) untuk memastikan keseragaman mutu produk. Produk jadi harus
memenuhi persyaratann umum untuk bentuk sediaan tertentu.
Stabilitas
Stabilitas kimia dan fisika produk di dalam wadah yang akan dipasarkan, harus
diuji pada kondisi penyimpanan yang ditentukan, dan masa edar produk tersebut
harus ditetapkan.
Penilaian Keamanan
![Page 21: 1](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062319/55721375497959fc0b92574a/html5/thumbnails/21.jpg)
Penilaian keamanan obat herbal harus meliputi semua aspek penilaian keamanan
produk obat. Pada dasarnya, apabila suatu obat herbal telah digunakan secara
tradisional tanpa menunjukkan bahaya, tidak ada tindakan pembatasan khusus
yang perlu dilakukan oleh badan pengawas, kecuali jika ada bukti baru yang
menunjukkan perlunya peninjauan kembali penilaian manfaat-risiko.
Tinjauan literature terkait harus menggunakan artikel asli atau mengacu
kepada artikel asli. Jika ada monografi resmi/hasil tinjauan, acuan dapat dibuat
berdasarkan dokumen tersebut. Namun, walaupun penggunaan jangka panjang
tanpa bukti munculnya risiko dapat menunjukkan bahwa obat tersebut tidak
berbahaya, tidak selalu dapat dipastikan sejauh mana penilaian suattu produk
dapat mengandalkan hanya pada penggunaan jangka panjang untuk memastikan
bahwa obat tersebut tidak berbahaya, mengingat kekhawatiran yang muncul akhir-
akhir ini mengenai bahaya jangka panjang beberapa obat herbal.
Efek-efek samping yang dilaporkan harus didokumentasikan sejalan dengan
praktif farmasi umum yang hati-hati.
![Page 22: 1](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062319/55721375497959fc0b92574a/html5/thumbnails/22.jpg)
Dari buku vol. 2
Umum
Tidak seperti produk farmasi konvensional, yang biasanya terbuat dari bahan
sintetis dengan teknik dan prossedur pembuatan yang dapat diproduksi ulang,
produk obat herbal dibuat dari bahan tumbuhan asal yang dapat terkontaminasi
dan terurai, serta memiliki komposisi dan sifat yang bervariasi. Selain itu, dalam
pembuatan dan pengawasan mutu produk obat herbal, prosedur dan teknik yang
sering digunakan memiliki perbedaan mendasar dari yang digunakan pada produk
konvensional.
Pengawasan bahan awal, penyimpanan dan pengolahan dianggap sangat
penting karena sifat banyak produk obat herbal yang sering kompleks dan variable
serta jumlah dan kuantitas kecil dari penetapan bahan aktif yang terdapat di
dalamnya.
Bangunan
Area penyimpanan
Bahan tumbuhan obat harus disimpan dalam area yang terpisah. Area
penyimpanan harus memiliki ventilasi yang baik dan dilengkapi sedemikian rupa
sehingga terlindungi dari masuknya serangga atau hewan lain, terutama hewan
pengerat. Tindakan yang efektif harus dilakukan untuk membatasi penyebaran
hewan dan mikroba terhadap bahan tumbuhan serta untuk mencegah kontaminasi
silang. Wadah harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga memungkinkan
sirkulasi udara bebas.
![Page 23: 1](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062319/55721375497959fc0b92574a/html5/thumbnails/23.jpg)
Perhatian khusus harus diberikan terhadap kebersihan dan pemeliharaan yang baik
pada area penyimpanan, khususnya bila ada penumpukkan debu.
Penyimpanan tumbuhan, ekstrak, tingtur, dan sediaan lainnya mungkin
membutuhkan kondisi kelembaban dan suhu yang khusus atau perlindungan dari
cahaya; langkah-langkah harus dilakukan untuk memastikan bahwa kondisi
tersebut tersedia dan dipantau
Area Produksi
Untuk memudahkan pembersihan dan menghindari kontaminasi silang ketika ada
penumpukan debu, tindakan pengamanan khusus harus dilakukan selama
pengambilan sampel, penimbangan, pencampuran dan pengolahan tumbuhan obat,
misalnya dengan menggunakan penghisap debu atau bangunan khusus.
Pengawasan Mutu
Karyawan unit pengawasan mutu harus memiliki keahlian khusus dalam produk
obat herbal sehingga dapat melakukan uji identifikasi, dan pemeriksaan terhadap
pengotor, adanya pertumbuhan atau gangguan jamur, ketidakseragaman
pengiriman bahan tumbuhan obat, dan lain-lain.
Sampel pembanding bahan tumbuhan harus tersedia untuk diggunakan dalam uji
perbandingan, misalnya pemeriksaan secara visual dan mikroskopik serta
kromatografi.
Pengambilan sampel
Pengambilan sampel harus dilakukan dengan penanganan yang hati-hati oleh
karyawan yang memiliki keahlian yang diperlukan karena bahan tumbuhan obat
![Page 24: 1](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062319/55721375497959fc0b92574a/html5/thumbnails/24.jpg)
tersusun atas tumbuhan yang individual atau bagian tumbuhan sehingga bersifat
heterogen sampai ke tingkat tertentu.
Saran lebih lanjut mengenai pengambilan sapel, inspeksi secara visual, metode
analisis, dan lain-lain, terdapat dalam Quality control methods for medicinal plant
materials.
Pengujian stabilitas
Produk obat herbal tidak akan cukup ditentukan stabilitasnya hanya dari unsure
pokok dengan aktivitas terapeutik yang telah diketahui, karena keseluruhan bahan
tumbuhan atau sediaan tumbuhan dapat diduga sebagai bahan aktif. Uji stabilitas
misalnya dengan perbandingan kromatogram, sedapat mungkin juga harus
menunjukkan bahwa zat lain yang terdapat di dalamnya stabil dan kandungannya
sebagai bagian keseluruhan yang tetap konstan.
Bila suatu produk obat herbal mengandung beberapa bahan tumbuhan atau
sediaan beberapa bahan tumbuhan, dan tidak mungkin untuk menetapkan
stabilitas tiap bahan aktif, stabilitas produk harus ditetapkan dengan metode
seperti kromatografi, metode penetapan kadar yang telah digunakan secara luas,
serta uji fisik dan organoleptik atau uji lain yang sesuai.