15254399-EUTROFIKASI
-
Upload
ujak-kimia -
Category
Documents
-
view
19 -
download
9
Transcript of 15254399-EUTROFIKASI
EUTROFIKASI
A. Polusi dan Polutan
Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya
makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau
berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga
kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan
menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (Undang-
undang Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 1982).
Sedangkan polutan adalah zat yang dapat menyebabkan terjadinya polusi. Syarat-
syarat suatu zat disebut polutan bila keberadaannya dapat menyebabkan kerugian
terhadap makhluk hidup. Contohnya, karbon dioksida dengan kadar 0,033% di udara
berfaedah bagi tumbuhan, tetapi bila lebih tinggi dari 0,033% dapat rnemberikan efek
merusak
Suatu zat dapat disebut polutan apabila:
1. Jumlahnya melebihi jumlah normal
2. Berada pada waktu yang tidak tepat
3. Berada pada tempat yang tidak tepat
Sifat polutan adalah:
1. Merusak untuk sementara, tetapi bila telah bereaksi dengan zat lingkungan tidak
merusak lagi
2. Merusak dalam jangka waktu lama.
Contohnya Pb (timbal) tidak merusak bila konsentrasinya rendah. Akan tetapi dalam
jangka waktu yang lama, Pb dapat terakumulasi dalam tubuh sampai tingkat yang
merusak.
Macam-macam Pencemaran
Macam-macam pencemaran dapat dibedakan berdasarkan pada tempat terjadinya, macam
bahan pencemarnya, dan tingkat pencemaran.
a.Berdasarkan Tempat Terjadinya
1.Pencemaran Udara
1
Merupakan pengotoran partikel,kimia,dan biologi di atmosfir.
Sumber-sumber polusi udara,misalnya gas H2S,CO,CO2,partikel SOZ,NO2,dan dapat
juga berasal dari zat radioaktif seperti nuklir.
2.Pencemaran Air
Polusi air dapat disebabkan oleh beberapa jenis pencemar,misalnya pembuangan limbah
industri,sisa insektisida,dan pembuangan sampah domestik.
3.Pencemaran Tanah
Disebabkan oleh beberapa pencemaran,misalnya sampah-sampah plastik,botolpecahan
kacadetergen yang bersifat non bio degradable,zat kimia dari buangan pertanian.
4. Polusi Suara
Misalnya,suara bising kendaraan bermotor,deru mesin pabrik,radio berbunyi keras.
b. Berdasarkan macam tingkat pencemarannya
Hal ini didasarkan pada kadar zat pencemar dan waktu kontak.
Dibedakan menjadi 3 yaitu :
1. Pencemaran yang mulai mengakibatkan gangguan ringan pada panca indra dan tubuh
serta telah menimbulkan kerusakan pada ekosistem lain. Misalnya gas buangan
kendaraan bermotor yang menyebabkan mata pedih.
2. Pencemaran yang sudah mengakibatkan reaksi pada faal tubuh dan menyebabkan
sakit yang kronis. Misalnya pencemaran Hg (air raksa) di Minamata Jepang yang
menyebabkan kanker dan lahirnya bayi cacat.
3. Pencemaran yang kadar zat-zat pencemarnya demikian besarnya sehingga
menimbulkan gangguan dan sakit atau kematian dalam lingkungan. Misalnya
pencemaran nuklir
c. Macam Bahan Pencemaran
1. Kimiawi; berupa zat radio aktif, logam (Hg, Pb, As, Cd, Cr dan Hi), pupuk
anorganik, pestisida, detergen dan minyak.
2. Biologi; berupa mikroorganisme, misalnya Escherichia coli, Entamoeba, coli, dan
Salmonella thyposa.
3. Fisik; berupa kaleng-kaleng, botol, plastik, dan karet
2
Eutrofikasi adalah salah satu jenis polusi juga. Berdasarkan tempat terjadinya,
eutrofikasi adalah pencemaran air. Berdasarkan bahan pencemaran, eutrofikasi
berasal dari bahan pencemaran kimiawi.
B. Jenis Tumbuhan Aquatik
Tumbuhan aquatik dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu :
1. Tumbuhan Bentik
a. Submerged Aquatic Vegetation (SAV)
SAV adalah tumbuhan air yang seluruh bagian tubuhnya berada di bawah air.
Bentuknya mirip seperti rumput liar. Pada struktur bagian bawahnya terdapat
bagian yang menancap kuat di dasar danau.
b. Emergent Vegetation
Emergent Vegatation adalah tumbuhan air yang sebagaian berada di bawah
permukaan air, dan sebagain lagi muncul di permukaan air. Bagian yang muncul di
permukaan air adalah bunganya yang berhubungan dengan proses reproduksinya.
Contoh dari emergent vegetation adalah Cyperus papyrus dan Nymphaea alba (lili
air).
Tumbuhan bentik akan tumbuh subur di air yang miskin nutrient.
2. Fitoplankton
Fitoplankton adalah tumbuhan mikroskopik berupa sel tunggal atau beberapa sel
yang membentuk suatu grup kecil. Fitoplankton terdiri dari berbagai macam spesies
alga. Fitoplankton adalah pondasi dari rantai makanan karena ia sebagai produsen
pertama yang merupakan makanan bagi ikan-ikan kecil. Fitoplankton dapat
ditemukan di dekat permukaan air. Karena bertindak sebagai produsen, maka
fitoplankton membutuhkan matahari untuk proses fotosintesis. Jika terlalu banyak
fitoplankton di permukaan air maka dalam keadaan ekstrim dapat menyerap semua
sinar matahari di permukaan air. Fitoplankton dapat tumbuh dengan pesat jika air
tempat hidupnya kaya akan nutrient.
3
C. Proses Eutrofikasi
Definisi dasar dari eutrofikasi adalah pencemaran air yang disebabkan oleh
munculnya nutrient yang berlebihan ke dalam ekosistem air.
Eutrofikasi merupakan problem lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah
fosfat (PO3-), khususnya dalam ekosistem air tawar. Air dikatakan eutrofik jika
konsentrasi total phosphorus (TP) dalam air berada dalam rentang 35-100 µg/L.
Sejatinya, eutrofikasi merupakan sebuah proses alamiah di mana danau mengalami
penuaan secara bertahap dan menjadi lebih produktif bagi tumbuhnya biomassa.
Diperlukan proses ribuan tahun untuk sampai pada kondisi eutrofik. Proses alamiah ini,
oleh manusia dengan segala aktivitas modernnya, secara tidak disadari dipercepat
menjadi dalam hitungan beberapa dekade atau bahkan beberapa tahun saja. Maka
tidaklah mengherankan jika eutrofikasi menjadi masalah di hampir ribuan danau di muka
Bumi, sebagaimana dikenal lewat fenomena algal bloom. Contoh danau yang mengalami
eutrofikasi adalah Chesapake Bay di Amerika Serikat.
Melalui penelitian jangka panjang pada berbagai danau kecil dan besar, para peneliti
akhirnya bisa menyimpulkan bahwa fosfor merupakan elemen kunci di antara nutrient
utama tanaman (karbon (C), nitrogen (N), dan fosfor (P)) di dalam proses eutrofikasi.
Sebuah percobaan berskala besar yang pernah dilakukan pada tahun 1968 terhadap
Danau Erie (ELA Lake 226) di Amerika Serikat membuktikan bahwa bagian danau yang
hanya ditambahkan karbon dan nitrogen tidak mengalami fenomena algal bloom selama
delapan tahun pengamatan. Sebaliknya, bagian danau lainnya yang ditambahkan fosfor
(dalam bentuk senyawa fosfat)-di samping karbon dan nitrogen-terbukti nyata mengalami
algal bloom.
Danau dapat dikelompokkan berdasarkan produksi materi organiknya,
pengelompokannya dibagi menjadi dua kategori, yaitu :
1. Danau Oligotropik
Oligotropik merupakan sebutan untuk danau yang dalam dan kekurangan
makanan atau nutrient, karena fitoplankton di daerah limnetik tidak produktif.
Ciri-ciri danau oligotropik ini adalah :
4
Airnya jernih sekali
Dihuni oleh sedikit organisme
Dari atas sampai dasar air banyak terdapat oksigen sepanjang tahun.
2. Danau Eutropik
Eutropik merupakan sebutan untuk danau yang dangkal dan kaya akan kandungan
makanan atau nutrien, karena fitoplankton sangat produktif.
Ciri-ciri danau eutropik ini adalah :
Airnya keruh
Terdapat bermacam-macam organisme
Oksigen teradapat di daerah profundal, yaitu daerah yang dalam ( afotik atau
tidak tertembus cahaya matahari ).
Danau oligotrofik dapat berkembang menjadi danau eutrofik akibat adanya
materi-materi organik yang masuk dan endapan. Perubahan ini juga dapat dipercepat oleh
aktivitas manusia, misalnya dari sisa-sisa pupuk buatan pertanian dan timbunan sampah
kota yang memperkaya danau dengan buangan sejumlah nitrogen dan fosfor. Akibatnya
terjadi peledakan populasi ganggang atau blooming, sehingga terjadi produksi detritus
yang berlebihan yang akhirnya menghabiskan suplai oksigen di danau tersebut. Selain
badan air didominasi oleh fitoplankton yang tidak ramah lingkungan, eutrofikasi juga
merangsang pertumbuhan tanaman air lainnya, baik yang hidup di tepian (eceng gondok)
maupun dalam badan air (hydrilla). Oleh karena itulah maka di rawa-rawa dan danau-
danau yang telah mengalami eutrofikasi tepiannya ditumbuhi dengan subur oleh tanaman
air seperti eceng gondok (Eichhornia crassipes), Hydrilla dan rumput air lainnya.
D. Deplesi Oksigen
Salah satu dampak negatif eutrofikasi adalah terjadinya deplesi oksigen yang
menyebabkan ikan-ikan dan organisme lain di dalam air tersebut mati. Deplesi oksigen
ini terjadi karena aktivitas dekomposer dalam menguraikan alga yang mati dan tenggelam
ke dasar perairan.
Alga tumbuh sumbur di danau atau waduk yang terkena eutrofikasi, hal ini terjadi
karena tersedianya nutrien yang melimpah. Ketika alga-alga tersebut mati, maka akan
5
tenggelam ke dasar perairan dan alga-alga tersebut akan di dekomposisi oleh aktivitas
bakteri dan jamur. Aktivitas dekomposer ini dalam mengurai limbah organik di badan air
aerobik, tentu membutuhkan oksigen. Semakin banyak alga yang mati, semakin banyak
dekomposernya, maka akan semakin banyak pula oksigen yang dibutuhkan. Hal ini
menyebabkan penurunan oksigen terlarut di dalam air. Pada keadaan tertentu, tingakt
oksigen terlarut tersebut menjadi sangat rendah untuk mendukung kehidupan organisme,
sehingga menyebabkan kematian ikan dan organisme perairan yang lain.
Fenomena penurunan tingkat oksigen terlarut ini akan mengganggu pernafasan
fauna air seperti ikan dan udang-udangan; dengan tingkat gangguan tergantung pada
tingkat penurunan konsentrasi oksigen terlarut dan jenis serta fase fauna. Secara umum
diketahui bahwa kebutuhan oksigen jenis udang-udangan lebih tinggi daripada ikan dan
kebutuhan oksigen fase larva/juvenil suatu jenis fauna lebih tinggi dari fase dewasanya.
Dengan demikian maka dalam kondisi konsentrasi oksigen terlarut menurun akibat
dekomposisi; larva udang-udangan akan lebih menderita ataupun mati lebih awal dari
larva fauna lainnya.
Kesulitan fauna karena penurunan oksigen terlarut sebenarnya baru dampak
permulaaan, sebab jika jumlah pencemar organik dalam badan air bertambah terus maka
proses dekomposisi organik memerlukan oksigen lebih besar dan akibatnya badan air
akan mengalami deplesi oksigen bahkan bisa habis sehingga badan air menjadi anaerob
(Polprasert, 1989). Jika fenomena ini terjadi pada seluruh bagian badan air maka fauna
air akan mati masal karena tidak bisa menghindar; namun jika hanya terjadi di bagian
bawah badan air maka fauna air, termasuk ikan masih bisa menghindar ke permukaan
hingga terhindar dari kematian. Secara alamiah kejadian anaerob di semua lapisan badan
air memang sangat sulit terjadi karena bagian atas air selalu berhubungan dengan udara
bebas yang selalu mensupplainya, namun demikian kalau sebagian badan air anaerob
sangatlan sering; misal di teluk-teluk waduk dan pantai yang relatip menggenang sering
muncul gelembung-gelembung gas yang mengisaratkan bahwa bagian air yang anaerob
dekat dengan permukaan air.
6
E. Jenis Eutrofikasi
Menurut Goldmen dan Horne (1938), eutrofikasi perairan danau dapat terjadi
secara :
1. Cultural Eutrophication
Yang dimaksud denagan cultural eutrophication adalah eutrofikasi yang
disebabkan karena terjadinya proses peningkatan unsur hara di perairan oleh
aktivitas manusia.
Aktivitas manusia yang menyebabkan eutrofikasi banyak sekali
macamnya. Menurut Morse et al (The Economic and Environment Impact of
Phosporus Removal from Wastewater in the European Community, 1993) 10
persen berasal dari proses alamiah di lingkungan air itu sendiri
(background source), 7 persen dari industri, 11 persen dari detergen,
17 persen dari pupuk pertanian, 23 persen dari limbah manusia, dan
yang terbesar, 32 persen, dari limbah peternakan. Paparan statistik di
atas (meskipun tidak persis mewakili data di Tanah Air) menunjukkan
bagaimana berbagai aktivitas masyarakat di era modern dan semakin
besarnya jumlah populasi manusia menjadi penyumbang yang sangat besar
bagi lepasnya fosfor ke lingkungan air. Dari data statistic di atas juga dapat
diketahui bahwa 90 % penyebab eutrofikasi adalah berasal dari aktivitas manusia.
Hal ini menunjukkan bahwa eutrofikasi cultural lebih banyak terjadi
daripada eutrofikasi alami.
Akhirnya, yang harus dimengerti dan disadari adalah bahwa karena
Indonesia merupakan negara tropis yang mendapatkan cahaya Matahari sepanjang
tahun, maka blooming (dalam arti biomasa alga tinggi) dapat terjadi sepanjang
tahun. Artinya kapan saja (asal tidak mendung/hujan) dan dari manapun asalnya
kalau konsentrasi nutrien dalam badan air meningkat maka akan meningkat pula
aktifitas fotosintesa fitoplankton yang ada, dan jika peningkatan nutrien cukup
besar atau lama akan terjadi blooming. Fenomena itulah yang menyebabkan
badan-badan air (waduk, danau dan pantai) di Indonesia yang telah menjadi hijau
warnanya tidak pernah atau jarang sekali menjadi jernih kembali; tidak seperti di
7
negeri 4 musim seperti Kanada dan Jepang yang blooming hanya terjadi di akhir
musim semi dan panas.
2. Natural Eutrophication
Yang dimaksud oleh natural eutrophication adalah eutrofikasi alami yaitu
peningkatan unsure hara di dalam perairan bukan karena aktivitas manusia
melainkan oleh aktivitas alami. Setiana ( 1996 ) menyatakan bahwa proses
masuknya unsure hara ke badan perairan dapat melaui dua cara, yaitu :
Penapisan air drainase lewat pelepasan hara tanaman terlarut dari tanah
Lewat erosi permukaan tanah atau gerakan partikel tanah halus masuk ke
system drainase
Proses terjadinya pengkayaan perairan danau oleh unsure hara berlangsung dalam
waktu yang cukup lama, kecuali proses tersebut dipercepat oleh berbagai aktivitas
manusia di sekitar perairan danau.
Eutrofikasi mempunyai dampak yang buruk bagi ekosistem air, diantaranya
sebagai berikut :
Anoxia (tidak tersedianya oksigen) yang dapat membunuh ikan dan
invertrebata lain yang juga dapat memicu terlepasnya gas-gas berbahaya yang
tidak diinginkan
Algal blooms dan tidak terkontrolnya pertumbuhan dari tumbuhan akutaik
yang lain
Produksi substansi beracun oleh beberapa spesies blue-green algae
Konsentrasi tinggi bahan-bahan organic yang jika dicegah dengan
menggunakan klorin akan dapat menyebabkan terciptanya bahan-bahan
karsinogen yang dapat menyebabkan kanker
Pengurangan nilai keindahan dari danau atau waduk karena berkurangnya
kejernihan air
Terbatasnya akses untuk memancing dan aktivitas berekreasi disebabkan
terakumulasinya tumbuhan air di danau atau waduk
8
Berkurangnya jumlah spesies dan keanekaragaman tumbuhan dan hewan
(biodiversity)
Berubahnya komposisi dari banyaknya spesies ikan yang ada menjadi sedikit
spesies ikan (dalam hubungannnya dengan ekonomi dan kandungan protein)
Deplesi oksigen terutama di lapisan yang lebih dalam dari danau atau waduk
Berkurangnya hasil perikanan dikarenakan deplesi oksigen yang signifikan di
badan air
F. Sedimen, sumber sedimen dan sumber nutrien
Selain melimpahnya nutrien yang masuk ke air, sedimen tanah terkadang juga
bisa menjadi salah satu penyebab terjadinya eutrofikasi. Masuknya partikel-partikel tanah
ini ke perairan disebabkan karena proses erosi, utamanya pada musim penghujan. Pada
saat musim penghujan berlangsung, erosi sering muncul dan tanah yang mengandung
berbagai macam nutrien ini masuk ke perairan. Sedimen yang mengandung nutrien-
nutrien inilah yang akhirnya bisa memicu terjadinya eutrofikasi.
Nutrien yang masuk ke perairan, selain disebabkan karena terkikisnya tanah
bernutrien ke perairan (pupuk pertanian), juga bisa disebabkan karena limbah cair yang
berasal dari limbah pabrik, rumah tangga, limbah peternakan, dan lain-lain.
G. Penanganan Eutrofikasi
Menyadari bahwa senyawa fosfatlah yang menjadi penyebab terjadinya
eutrofikasi, maka perhatian para saintis dan kelompok masyarakat pencinta lingkungan
hidup semakin meningkat terhadap permasalahan ini. Ada kelompok yang condong
memilih cara-cara penanggulangan melalui pengolahan limbah cair yang mengandung
fosfat, seperti detergen dan limbah manusia, ada juga kelompok yang secara tegas
melarang keberadaan fosfor dalam detergen. Ada dua cara yang dapat digunakan untuk
mengontrol eutrofikasi :
a. Attacking symptoms
Mencegah pertumbuhan vegetasi penyebab eutrofikasi
Menambah atau meningkatkan oksigen terlarut di dalam air
Bila menggunakan cara ini, ada beberapa metode yang dapat digunakan :
9
Chemical treatment yang dimaksudkan untuk mengurangi kandungan
nutrien yang berlebihan di dalam air
Aerasi
Harvesting algae (memanen alga) yang dimaksudkan untuk mengurangi
alga yang tumbuh subur di permukaan air
b. Getting at the root cause
Mengurangi nutrient dan sedimen berlebih yang masuk ke dalam air
Bila menggunakan cara ini, ada beberapa metode yang dapat digunakan :
Pembatasan penggunaan fosfat
Pembuangan limbah fosfat dari rumah tangga dan permukiman.
Upaya untuk menyubstitusi pemakaian fosfat dalam detergen
Cara ini dapat diwujudkan apabila pemerintah dapat menerbitkan suatu peraturan
pemerintah atau suatu undang-undang dalam pembatasan penggunaan fosfat untuk
melindungi ekosistem air dari cultural eutrofikasi. Di Ameriak Serikat sudah lahir
peraturan perundangan mengenai hal ini yang diusahakan oleh sebuah institusi St
Lawrence Great Lakes Basin. Di Indonesia sendiri belum terdapat perundangan yang
mengatur tentang penguunaan fosfat.
Ada beberapa factor yang menyebabkan penanggulangan terhadap probem
eutrofikasi ini sulit membuahkan hasil yang memuaskan. Faktor-faktor tersebut adalah :
aktivitas peternakan yang intensif dan hemat lahan
konsumsi bahan kimiawi yang mengandung unsur fosfat yang berlebihan
pertumbuhan penduduk bumi yang semakin cepat
urbanisasi yang semakin tinggi
lepasnya senyawa kimia fosfat yang telah lama terakumulasi dalam sedimen
menuju badan air.
Penyisihan fosfat merupakan metode terbaru yang banyak dikembangkan untuk
menanggulangi masalah eutrofikasi. Penyisihan fosfat menggunakan media plastik
dengan filter biologis mampu meningkatkan efisiensi penyisihan fosfat 85,3 %.
10
Penyisihan dengan kristalisasi pasir kuarsa dilakukan dengan aerasi kontinyu dapat
mencapai efisiensi 80% dalam waktu 120 - 150 menit. Pemanfaatan tanah lempung untuk
pengolahan air limbah diperoleh bahwa adsorpsi terbesar tercapai pada suasana asam dan
dengan penambahan presipitan Fe dapat mencapai efisiensi 80%. Hasil optimum dapat
dicapai dalam proses penyisihan fosfor dilakukan dengan menggunakan adsorben tanah
yang diasamkan bila ada penambahan presipitan Fe.
Daftar Pustaka
11
http://agussetiaman.wordpress.com/2008/11/25/perspektif-sosiologi/
http://bebas.vlsm.org/v12/sponsor/Sponsor-Pendamping/Praweda/Biologi/0034%20Bio
%201-7e.htm
http://earthobservatory.nasa.gov/features/phytoplankton/printall.php
http://en.wikipedia.org/wiki/emergent_plant
http://finli.blogspot.com/2007/11/apakah-eutrofikasi-itu.html
http://herihery.blogspot.com/2009/01/eutrofikasi.html
http://marine.rutgers.edu/dcms/ms200/benthicecology.doc
http://smk3ae.wordpress.com/2008/11/12/dekomposisi-zat-organik/
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0305/28/opini/335086.htm
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0403/03/bahari/887858.htm
http://www.unep.or.jp/ietc/publications/Short_series/LakeReservoirs-3/2.asp
Odum, Eugene P. 1993 . Dasar-Dasar Ekologi, edisi ke-3 . Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press
www.damandiri.or.id/file/marganofipbbab2.pdf
www.gumilarcenter.com/Sosiologi/materi3.pdf
EUTROFIKASI diperikan pertama kali oleh Weber pada tahun 1907 ketika ia
memperkenalkan istilah oligotrofik, mesotrofik dan eutrofik (Hutchinson, 1969). Istilah
ini menjelaskan proses eutrofikasi sebagai suatu rangkaian proses dari sebuah danau yang
bersih menjadi berlumpur oleh pengkayaan unsur hara tanaman dan meningkatnya
pertumbuhan tanaman. Sejak saat itu, terdapat banyak pemerian dan kriteria untuk istilah
ini serta pengenalan istilah baru tersebut semakin berkembang.
Terdapat dua bentuk eutrofikasi:
Eutrofikasi alami (Natural eutrophication)
Eutrofikasi buatan.
12
Akumulasi alami dari nutrien dalam danau disebut eutrofikasi alami (natural
eutrophication). Akumulasi nutrien dan erosi alami dapat dengan waktu yang sufisien,
mentransformasi danau kedalam tanah rawa dan kemudian tanah kering, sebuah proses
yang disebut suksesi alami (natural succesion). Eutrofikasi buatan sebagai hasil kegiatan
manusia menambah kekurangan oksigen dalam zone profundal. Jadi ikan yang
stenotermal, yang dapat bertahan pada suhu rendah, hanya hidup dalam danau “miskin”,
dimana air di bagian dalam yang dingin tidak kekurangan oksigen. Jenis-jenis seperti ini
adalah yang pertama kali menghilang di Great Lakes di Amerika serikat. Organisme
rendah (berlawanan dengan ikan) dari zone profundal beradaptasi untuk tahan terhadap
kekurangan oksigen dalam jangka waktu yang panjang (Odum, 1991).
Kegiatan manusia sangat mempengaruhi pengkayaan unsur hara dan eutrofikasi.
Buangan,seperti limbah rumah tangga, aliran dari bak penampungan kotoran, beberapa
limbah industri, aliran dari perkotaan, aliran dari pertanian dan pengelolaan hutan, serta
limbah hewan mengandung unsur hara tanaman yang seringkali menyebabkan
pengkayaan unsur hara dan mempercepat eutrofikasi.
Apa yang menyebabkan eutrofikasi ? Hara makanan tumbuhan merupakan salah satu
kelompok pencemar di perairan . Senyawaan ini biasanya kaya akan nitrogen dan fosfor
serta menstimulasi pertumbuhan tanaman secara berlebihan (Connell dan Miller, 1998).
Diuraikan juga 3 perubahan ekosistem yang disebabkan oleh pengkayaan unsur hara dan
eutrofikasi yaitu:
Perubahan dalam metabolisme komunitas,
Perubahan populasi dan komunitas dengan pengkayaan unsur hara,
ciri-ciri kriteria untuk keadaan tropik.
Eutrofikasi dapat menyebabkan: Ledakan populasi ganggang, berkembangnya gulma air,
deoksigenasi dan kematian ikan serta mempercepat pengotoran air (berlumpur) dan
pendangkalan air danau.
I. PENDAHULUAN
Danau adalah salah satu ekosistem enting karena fungsinya bagi masyarakat.Diantaranya
danau sering dimanfaatkan sebagai: sumber air minum , penangkapan budidaya ikan,
13
tempat cuci mandi, objek wisata dan lain sebagainya. Namun, seperti halnya ekosistem
lainnya di muka bumi ini, danau tetap saja tidak bebas dari gangguan serta permasalahan
ekologis
Diantara masalah yang menarik serta perlu mendapat perhatian serius adalah masalah
eutrofikasi (pengkayaan unsur hara). Proses ini sebenarnya sifatnya agak alami dimana
terdapat masukan unsur hara dalam danau karena peristiwa-peristiwa dalam danau
tersebut. Dalam situasi alami tersebut, maka proses eutrofikasi dapat dikatakan
berlangsung lambat dan dalam keadaan seimbang. Namun menjadi masalah ketika
campur tangan manusia lewat berbagai aktifitas pemanfaatan danau mulai mempengaruhi
ekosistem danau. Proses ini kemudian dikenal sebagai eutrofikasi kultural.
Unsur hara sangat berperan dalam meningkatnya eutrofikasi. Connell dan Miller (1995)
mengatakan bahwa tubuh air dengan sedikit aliran air, seperti danau, bendungan, laut
tertutup, dan sebagainya, menjadi eutrofik melalui pengkayaan unsur hara dalam jangka
waktu yang lama. Aktifitas pemanfaatan danau dan ekosistem sekitar untuk berbagai
keperluan, memberi peluang bagi semakin tingginya tingkat eutrofikasi pada ekosistem
danau.
Bahaya dari proses eutrofikasi boleh dikatakan sangat besar dan mengancam
keberlanjutan (sustainable) dari ekosistem tersebut termasuk manusia sebagai pengguna
ekosistem danau. Eutrofikasi bukan hanya samapai pada proses semakin kayanya
ekosistem danau oleh unsur hara, tetapi menyangkut masalah yang lebih luas yaitu
dampak yang ditimbulkan oleh unsur hara yang semakin kaya. Dengan kondisi unsur
hara yang melimpah maka fenomena ekologis seperti blooming ganggang dan kemudian
gulma air (aquatic weeds), pendangkalan danau dan masalah deoksigenasi serta
penurunan kesehatan danau akan dengan mudah ditemui.
Namun demikian, karena dampaknya yang tidak secara langsung dirasakan dan terjadi
lewat suatu pproses yang memakan waktu sehinggga eutrofikasi sering disepelekan
dalam program pengendalian dampak lingkungan. Berbeda dengan masalah pencemaran
yang lain yang dapat langsung dirasakan dampaknya misalnya menyebabkan kematian.
14
Disadari bahwa kurangnya perhatian terhadap masalah eutrofikasi, disebabkan karena
informasi tentang eutrofikasi itu sendiri yang kurang di ekspose pada masyarakat dan
pemerintah. Untuk itu maka perlu ada kajian ilmiah yang nantinya akan mendeskripsikan
apa dan bagaimana proses eutrofikasi tersebut. Nantinya informasi tersebut dapat
disampaikan kepada pihak yang berkompeten.
II. DEFINISI DAN PROSES EUTROFIKASI
Menurut Connell dan Miller (1995), Eutrofikasi diperikan pertama kali oleh Weber pada
tahun 1907 ketika ia memperkenalkan istilah oligotrofik, mesotrofik dan eutrofik
(Hutchinson, 1969). Istilah ini memerikan proses eutrofikasi sebagai suatu rangkaian
proses dari sebuah danau yang bersih menjadi berlumpur oleh pengkayaan unsur hara
tanaman dan meningkatnya pertumbuhan tanaman. Sejak saat itu, terdapat banyak
pemerian dan kriteria untuk istilah ini serta pengenalan istilah baru tersebut semakin
berkembang.
OECD telah mencirikan eutrofikasi sebagai “pengkayaan unsur hara pada air yang
menyebabkan rangsangan suatu perubahan yang simpomatik yang meningkatkan
produksi ganggang dan makrofit, memburuknya perikanan, memburuknya kualitas air
dan perubahan simpomatik lainnya yang tidak dikehendaki serta mengganggu
penggunaan air” (Wood, 1975 dalam Connell dan Miller, 1995).
Akumulasi alami dari nutrien dalam danau disebut eutrofikasi alami (natural
eutrophication). Akumulasi nutrien dan erosi alami dapat dengan waktu yang sufisien,
mentransformasi danau kedalam tanah rawa dan kemudian tanah kering, sebuah proses
yang disebut suksesi alami (natural succesion). Dalam proses ini nutrien
inorganikmerangsang pertumbuhan tanaman; tumbuhan suatu saat mati dan menyumbang
sedimen organik kedalam dasar danau (Chiras, 1988).
Dalam proses eutrofikasi alamiah, detritus tanaman, garam-garaman, pasir dan
sebagainya dari suatu daerah aliran masuk dalam aliran air dan disimpan dalam badan air
selama waktu geologis. Ini menyebabkan pengkayaan unsur hara, sedimentasi, pengisian
dan peningkatan biomassa (Connell dan Miller, 1988).
Danau-danau oligotrofik secara tiba-tiba menjadi lebih kaya atau eutrofik dengan
tertimbunnya zat-zat makanan pada saat mereka menjadi lebih tua. Di alam eutrofikasi
15
menghasilkan suatu keseimbangan dan ini dapat dilihat dengan perbedaan susunan
komunitas pada tubuh air oligotrofik dan eutreofik. Pada air eutrofik alami, plankton
berlimpah, perkembangan ganggang merupakan hal yang umum. Terdapat imbangan
yang baik pada bahan-bahan organik baik dalam larutan maupun pada dasarnya.
Eutrofikasi menjadi sebuah masalah jika disebabkan oleh campur tangan manusia, karena
hal-hal yang seperti inilah jangka waktu menjadi berkurang sehingga keseimbangan
secara sehingga keseimbangan secara alami berkurang (Michael, 1994).
Eutrofikasi buatan sebagai hasil kegiatan manusia menambah kekurangan oksigen dalam
zone profundal. Jadi ikan yang stenotermal, yang dapat bertahan pada suhu rendah, hanya
hidup dalam danau “miskin”, dimana air di bagian dalam yang dingin tidak kekurangan
oksigen. Jenis-jenis seperti ini adalah yang pertama kali menghilang di Great Lakes di
Amerika serikat. Organisme rendah (berlawanan dengan ikan) dari zone profundal
beradaptasi untuk tahan terhadap kekurangan oksigen dalam jangka waktu yang panjang
(Odum, 1991).
Diutarakan juga oleh Conell dan Miller (1988), bahwa kegiatan manusia sangat
mempengaruhi pengkayaan unsur hara dan eutrofikasi. Pada kenyataanya, dalam waktu
100 tahun terakhir banyak danau yang memperlihatkan pengkayaan unsur hara sangat
cepat yang disebabkan oleh pencemran. Buangan, seperti limbah rumah tangga, aliran
dari bak penampungan kotoran, beberapa limbah industri, aliran dari perkotaan, aliran
dari pertanian dan pengelolaan hutan, serta limbah hewan mengandung unsur hara
tanaman yang seringkali menyebabkan pengkayaan unsur hara dan mempercepat
eutrofikasi.
Menurut Michael (1994), pengaruh terbesar eutrofikasi terlihat pada air-air yang tenang,
hasil yang nyata adalah suatu perkembangan ganggang. Seringkali lapisan ganggang dan
kotoran bebek menutupi seluruh permukaan yang menyebabkan deoksigenasi pada air-air
dibawahnya dimana fotosintesis berhenti disebabkan putusnya pencahayaan oleh lapisan
ganggang. Pada saat ganggang ini mati dan terurai, terjadi penurunan oksigen yang
terurai lebih lanjut.
III. DANAU DAN TINGKAT EUTROFIKASI
16
Danau dapat diklasifikasikan berdasarkan produktifitas primernya. Produktifitas atau
kesuburan danau tergantung pada nutrisi yang diterimanya dari perairan regional, pada
usia geologis dan pada kedalaman. Berdasarkan produktifitas, danau dibagi atas danau
oligotrofik dan eutrofik. Danau oligotrofik biasanya dalam, dengan hipolimnion lebih
besar dari epilimnion, dan mempunyai produktifitas primer rendah. Tanaman di daerah
littoral jarang dan kerapatan plankton rendah, walaupun jumlah jenis yang ada mungkin
tinggi. Danau eutrofik adalah lebih dangkal dan produktifitas primernya lebih tinggi,
vegetasi littoral lebih lebat dan populasi plankton lebih rapat (Odum, 1971).
Selanjutnya Thohir (1991) dan Soeriaatmaja (1981) mengungkapkan fase-fase
perkembangan kehidupan di danau, yang terdiri dari: oligotrofi, mesotrofi, eutrofi dan
distrofi. Danau oligotrofi, keadaan airnya jernih, bahan organik yang dikandung sedikit,
kerapatan hewan dan tumbuhan rendah, suhu air relatif rendah, bahan makanan sedikit
tetapi kaya oksigen. Danau oligotrofi lama kelamaan akan meningkat aktifitas
biologisnya dan menjadi danau mesotrofi, dimana air menjadi lebih keruh, produksi
bahan organik bertambah, kesuburan danau lebih tinggi namun belum mencapai
kesuburan optimal. Jika kesuburan danau telah mencapai titik optimal, danau tersebut
disebut danau eutrofi.
III. UNSUR HARA PENYEBAB EUTROFIKASI
Hara makanan tumbuhan merupakan salah satu kelompok pencemar di perairan .
Senyawaan ini biasanya kaya akan nitrogen dan fosfor serta menstimulasi pertumbuhan
tanaman secara berlebihan (Connell dan Miller, 1998). Menurut Michael (1995),
pertanyaan tentang apakah fosfat atau nitrogen yang mepunyai pengaruh paling serius
terhadap eutrofikasi, tetap diperdebatkan, tidak diragukan lagi bahwa keduanya
memberikan sumbangan yang khas.
Ketersediaan nitrogen dan fosfor bagi tanaman yang sedang tumbuh bergantung pada
serangkaian reaksi biologis perantara yang rumit. Nitrogen terdapat di lingkungan
perairan dalam beragam bentuk dan gabungan kimiawi yang luas yang meliputi keadaan
oksidasi yang berbeda. Nitrogen organik terikat pada unsur pokok sel dari makhluk
hidup, sebagai contoh, purin, peptida dan asam amino, sedangkan nitrogen anorganik,
sebagai contoh, amonia, nitrit, nitrat dan gas nitrogen, terlarut dalam massa air.
Perubahan bentuk dalam massa air dari nitrogen anorganik menjadi nitrogen organik
17
terjadi oleh pertumbuhan fotosintesis pada tanaman air. Kebalikan dari proses ini
menghasilkan pembentukan amonia dari bahan organik oleh sejumlah mekanisme yang
melibatkan otolisis sel, jasad renik dan pembuangan dari makhluk hidup besar. Amonia
dapat hilang dari air oleh penguapan tetapi oksidasi menghasilkan nitrifikasi terutama
oleh jasad renik, dan menghasilkan nitrat yang tidak dapat menguap. Nitrat dapat
melakukan proses denitrifikasi yang dapat menyebabkan hilangnya gas nitrogen dan
masuk ke dalam atmosfer (Brezonik 1972 dalam Connell dan Miller, 1998). Senyawa
nitrogen yang dapat diasimilasikan oleh tumbuhan, menurut Suseno (1974) dapat dibagi
dalam 4 golongan besar yaitu: Nitrogen nitrat, Nitrogen Amoniak, Nitrogen Organik dan
Nitrogen Molekulair (N2). Namun demikian sumber utama bagi tumbuhan yang
terpenting adalah ion Nitrat.
Mengenai fosfor dikatakan oleh Connell dan Miller (1998), bahwa fosfor terdapat dalam
suatu keadaan oksidasi tunggal sebagai fosfor anorganik atau fosfor organik. Bentuk
anorganik terutama adalah ortofosfat (PO43-) dan polifosfat. Bentuk organik selalu
digabungkan dengan senyawaan zat selular dan sebagian besar fosfor dalam air alamiah
adalah dalam bentuk organik. Bentuk anorganik, khususnya ortofosfat, siap diasimilasi
selama fotosintesis.
Selanjutnya dikatakan bahwa sumber pencemaran utama dari unsur hara adalah bagian
permukaan dan bagian di bawah permukaan (subsurface) aliran air dari daerah pertanian
dan perkotaan, aliran limbah ternak, seperti halnya buangan limbah cair industri dan
rumah tangga termasuk aliran kotoran. Limbah-limbah ini terdiri dari bermacam-macam
zat yang mengandung nitrogen dan fosfor. Sebagai contoh, nitrogen terdapat dalam
bentuk nitrogen organik, amoniak, nitrit, nitrat yang diturunkan dari protein, asam
nukleat, urea dan zat-zat lainnya. Senyawa fosfor dihasilkan dari degradasi senyawa
seperti asam nukleat dan fosfolipid serta dalam bentuk fosfat anorganik. Fosfor juga
dapat berasal dari pembentuk fosfat di dalam detergen. Ini dapat siap dihidrolisis untuk
menghasilkan ortofosfat yang siap diasimilasi oleh tumbuh-tumbuhan. Sumber utama
nitrogen dan fosfor dalam daerah perairan dihasilkan dari produksi makanan atau limbah
dalam bentuk aliran air kotor.
IV. DAMPAK EUTROFIKASI TERHADAP BIOTA AIR
18
Connell dan Miller (1995) menguraikan 3 perubahan ekosistem yang disebabkan oleh
pengkayaan unsur hara dan eutrofikasi yaitu: Perubahan dalam metabolisme komunitas,
Perubahan populasi dan komunitas dengan pengkayaan unsur hara, ciri-ciri kriteria untuk
keadaan tropik.
Menyangkut pengaruh eutrofikasi terhadap perubahan populasi dan komunitas, dalam
Connel dan Miller (1995) dikatakan bahwa dengan adanya fitoplankton di dalam danau
terdapat suatu perubahan musiman pada komposisi komunitas yang berhubungan dengan
suhu, cahaya dan faktor musiman lainnya. Welch (1980) dalam Connel dan Miller (1995)
menyatakan bahwa di daerah beriklim sedang, umumnya Diatomae mendominasi pada
saat musim semi, ganggang hijau pada musim panas, ganggang biru hijau pada akhir
musim panas dan mungkin diatomae pada akhir musim gugur. Namun terdapat
keragaman yang dapat diduga dalam pola ini, karena fitoplanklton yang berbeda juga
memiliki dinamika yang berbeda dan kebutuhan-kebutuhan terhadap nitrogen, fosfor,
karbondioksida serta faktor lainnya, yang menghasilkan perubahan dalam komposisi
komunitas dengan meningkatnya eutrofikasi. Perubahan yang mencolok dengan
meningkatnya unsur hara adalah ganggang biru-hijau (Cyanophyceae) meningkat
menjadi dominan.
Sementara itu Suriawirya (1995) mengatakan bahwa dalam mikrobiologi air, beberapa
jasad tertentu dapat dijadikan jasad parameter / indikator alami terhadap kehadiran
pencemaran oganik. Misalnya bakteri Sphaerotilus sebagai petunjuk kandungan senyawa
organik tinggi dalam air. Mikroalga Anabaena dan Mycrocystis dapat menjadi petunjuk
untuk kehadiran senyawa fosfat yang tinggi.
Pengaruh utama dari meningkatnya eutrofikasi pada ikan adalah disebabkan oleh
berkurangnya oksigen yang terlarut. Berkembangnya ganggang beracun pada umumnya
meningkat dengan meningkatnya eutrofikasi. Hal ini dapat menyebabkan kematian
sejumlah besar mahluk hidup air dan hewan daratan yang menggunakan air (Connel dan
Miller, 1995).
V. KESIMPULAN / PENUTUP
Dari pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa:
1. Eutrofikasi adalah suatu proses yang terjadi karena danau semakin kaya oleh unsur
hara. Hal ini dapat terjadi secara alami atau secara buatan karena campur tangan manusia.
19
2. Ada beberapa unsur hara yang menyebabkan kesuburan danau, namun yang
berperan utama dalam proses eutrofikasi adalah Nitrogen dan Fosfor yang berasal dari:
produksi alami, limbah rumah tangga, erosi, limbah ternak, pupuk dan penguraian bahan
organik.
3. Eutrofikasi dapat menyebabkan: Ledakan populasi ganggang, berkembangnya
gulma air, deoksigenasi dan kematian ikan serta mempercepat pengotoran air (berlumpur)
dan pendangkalan air danau.
Kualitas air menyatakan tingkat kesesuaian air untuk dipergunakan bagi pemenuhan
tertentu kehidupan manusia, seperti untuk air minum, mengairi tanaman, minuman ternak
dan sebagainya (Arsyad, 1989). Salah satu potensi sumber daya air yang strategis dan
banyak dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas pembangunan adalah air sungai. Air
sungai merupakan sumberdaya alam yang potensial menerima beban pencemaran limbah
kegiatan manusia seperti: kegiatan industri, pertanian, peternakan dan rumah tangga.
Akibat menurunnya kualitas air, kuantitas air yang memenuhi kualitas menjadi
berkurang. Mengingat sungai merupakan sumberdaya air yang penting untuk menunjang
pembangunan ekonomi dan kesejahteraan manusia, maka fungsi sungai sebgai
sumberdaya air harus dilestarikan agar dapat menunjang pembangunan secara
berkelanjutan.
Menurut Direktorat Pengendali Masalah Air (1975) dalam Wardhani (2002),
pencemaran air merupakan segala pengotoran atau penambahan organisme atau zat-zat
lain ke dalam air, sehingga mencapai tingkat yang mengganggu penggunaan dan
pemanfaatan serta kelestarian perairan tersebut. Masalah pencemaran air berhubungan
erat dengan kualitas air. Data kualitas air dibutuhkan dalam manajemen sungai sebagai
dasar untuk penentuan karakteristik fisik dan kimia sungai.
Sungai memiliki kualitas air yang selalu berubah dari waktu ke waktu (dinamis).
Perubahan ini dapat disebabkan oleh musim, jenis dan jumlah limbah yang masuk serta
debit. Menurut Alaerts dan Santika (1984) dalam Wardhani (2002), terdapat sumber
pencemar yang diakibatkan oleh perubahan sesuatu faktor dalam sungai. Misalnya pada
musim hujan, air hujan mengadakan pengotoran dan akan terjadi pengenceran
(konsentrasi pencemar yang mungkin ada dapat berkurang). Tetapi ada faktor lain yang
20
berubah yaitu akibat kecepatan aliran dalam sungai atau saluran bertambah. Endapan
pada dasar sungai dapat tergerus dan terbawa oleh aliran sungai sehingga kekeruhan naik
secara drastis dan endapan sungai yang sudah membusuk pada dasar sungai tersebut
bercampur dengan air yang segar pada lapisan atas. Dalam hal ini pencemaran akan
terjadi tergantung dari mampu tidaknya efek penggelontoran air mengimbangi efek
bertambahnya kekeruhan dan endapan organis yang tergerus tadi.
Menurut Mantiri (1994) dalam Wardhani (2002), masuknya limah ke dalam
badan air seperti sungai, danau ataupun laut akan menurunkan kualitas air serta
mengubah kondisi ekologi perairan. Pengaruh pencemaran air limbah terhadap kualitas
air dapat dilihat dari sifat fisik, kimia dan biologi perairan. Sifat fisik antara lain adalah
peningkatan kekeruhan, padatan tersuspensi, air menjadi berbau dan berwarna.
Sedangkan sifat kimia dan biologi adalah meningkatnya kandungan nutrien dan logam-
logam dan bakteri.
Beberapa akibat pencemaran sungai, terutama oleh industri dan pemukiman
menurut Klein (1972) dalam Wardhani (2002) adalah sebagai berikut :
1. Bahan organik yang dapat terfermentasi akan terurai. Karena proses penguraiannya
membutuhkan oksigen, maka jika bahan organik yang terdapat diperairan jumlahnya
berlebihan akan terjadi deoksigenasi yang dapat menyebabkan kematian ikan.
2. Padatan tersuspensi akan mengendap di dasar sungai sehingga menyebabkan
pendangkalan serta merusak berbagai organisme akuatik.
3. Bahan-bahan korosif (asam dan basa) dan bahan-bahan beracun (sianida, fenol, Zn,
Cu) menyebabkan kematian ikan, bakteri serta organisme akuatik lain.
4. Beberapa jenis pencemaran industri mengakibatkan peningkatan turbiditas,
perubahan warna, timbulnya busa, perubahan suhu dan radioaktivitas.
5. Bahan-bahan yang menimbulkan rasa dan bau, kesadahan yang tinggi, bahan-bahan
beracun serta berbagai logam berat menyebabkan air sungai tidak dapat digunakan
sebagai air baku untuk air minum.
6. Ketidakseimbangan ekologi mengakibatkan melimpahnya beberapa spesies tertentu
yang semakin menurunkan kualitas perairan.
21
Sutrisno (1987), Air sangat dibutuhkan oleh semua makhluk di dunia, khususnya sebagai
air minum. Air juga dapat menimbulkan gangguan kesehatan terhadap penggunanya, hal
ini disebabkan karena :
1. Adanya kemampuan air untuk melarutkan bahan-bahan padat, gas dan bahan cair
lainnya, sehingga semua air alam mengandung mineral dan zat-zat lain dalam larutan
yang diperoleh dari udara dan tanah. Kandungan bahan atau zat dalam air dengan
konsentrasi tertentu dapat menimbulkan efek gangguan kesehatan untuk pemakainya.
2. Air sebagai faktor utama dalam penularan berbagai penyakit. Dalam hubungannya
dengan kebutuhan manusia akan air minum, dan efek yang akan ditimbulkannya maka,
perlu ditetapkan standar kualitas air minum.
Menurut peraturan Menteri Kesehatan, tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air
minum dikatakan bahwa standar persyaratan kualitas air minum perlu ditetapkan dengan
pertimbangan sebagai berikut :
1. Air minum yang memenuhi syarat kesehatan mempunyai peranan penting dalam
rangka pemeliharaan, perlindungan dan mempertinggi derajat kesehatan rakyat.
2. Perlu mencegah adanya penyediaan dan pembagian air minum untuk umum yang
tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan.
Pada saat ini, ada beberapa jenis standar kualitas air minum baik yang bersifat nasional
maupun internasional. Kualitas air yang bersifat nasional hanya berlaku untuk negara
yang menetapkan standar, sedangkan yang bersifat internasional berlaku pada negara
yang belum memiliki standar kualitas air tersendiri. Namun standar internasional ini
dapat digunakan di negara man saja dengan menyesuaikan kondisi dan situasi negara
yang bersangkutan (Sutrisno, 1987).
22