151855030 Penatalaksanaan RINITIS ATROFI Ella Akhir

19
PENATALAKSANAAN RINITIS ATROFI I. DEFINISI RINITIS ATROFI Rinitis atropi merupakan infeksi hidung kronik yang ditandai dengan adanya atropi regresif pada mukosa dan tulang konka. Secara klinis mukosa hidung menghasilkan sekret yang kental dan cepat mengering sehingga terbentuk krusta yang berbau busuk. Penyakit ini lebih banyak menyerang wanita daripada pria, terutama pada umur sekitar pubertas. 1,2 II. MUKOSA HIDUNG NORMAL Secara histologik dan fungsional, rongga hidung dibagi atas mukosa pernafasan (mukosa respiratori) dan mukosa penghidu (mukosa olfaktorius). Mukosa pernafasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan permukaannya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu yang mempunyai silia (ciliated pseudostratified collumner) dan diantaranya terdapat sel-sel goblet. 2 Mukosa penghidu terterdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis semu tidak bersilia(pseudostratified collumner non ciliated epithelium). Epitelnya dibentuk oleh tiga macam sel, yaitu sel penunjang, sel basal dan sel reseptor penghidu. Daerah mukosa penghidu berwarna coklat kekuningan. 1

description

v

Transcript of 151855030 Penatalaksanaan RINITIS ATROFI Ella Akhir

Page 1: 151855030 Penatalaksanaan RINITIS ATROFI Ella Akhir

PENATALAKSANAAN RINITIS ATROFI

I. DEFINISI RINITIS ATROFI

Rinitis atropi merupakan infeksi hidung kronik yang ditandai dengan adanya atropi

regresif pada mukosa dan tulang konka. Secara klinis mukosa hidung menghasilkan sekret

yang kental dan cepat mengering sehingga terbentuk krusta yang berbau busuk. Penyakit ini

lebih banyak menyerang wanita daripada pria, terutama pada umur sekitar pubertas.1,2

II. MUKOSA HIDUNG NORMAL

Secara histologik dan fungsional, rongga hidung dibagi atas mukosa pernafasan

(mukosa respiratori) dan mukosa penghidu (mukosa olfaktorius).

Mukosa pernafasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan permukaannya

dilapisi oleh epitel torak berlapis semu yang mempunyai silia (ciliated pseudostratified

collumner) dan diantaranya terdapat sel-sel goblet.2

Mukosa penghidu terterdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga

atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis semu tidak bersilia(pseudostratified

collumner non ciliated epithelium). Epitelnya dibentuk oleh tiga macam sel, yaitu sel

penunjang, sel basal dan sel reseptor penghidu. Daerah mukosa penghidu berwarna coklat

kekuningan.

Pada bagian yang lebih terkena aliran udara mukosanya lebih tebal dan kadang-

kadang terjadi metaplasia, menjadi sel epitel skuamosa.

Dalam keadaan normal mukosa respiratori berwarna merah muda dan selalu basah

karena diliputi oleh palut lendir (mucous blanked) pada permukaannya. Dibawah epitel tunika

terdapat propia yang banyak mengandung pembuluh darah, kelenjar mukosa dan jaringan

limfoid.

Pembuluh darah pada mukosa hidung mempunyai susunan yang khas. Arteriol

terrletak pada bagian yang lebih dalam dari tunika propia dan tersusun secara parallel dan

longitudinal. Arteriol ini memberikan perdarahan pada anyaman kapilerperigladuler dan

subepitel. Pembuluh aferen dari anyaman kapiler ini membuka ke rongga sinusoid vena yang

besar yang dindingnya dilapisi oleh jaringann elastic dan otot polos. Pada bagian ujungnya

sinusoid memiliki spinkter otot. Selanjutnya sinusoid akan mengalirkan darahnya ke pleksus

vena yang lebih dalam lalu ke venula. Dengan susunan demikian mukosa hidung menyerupai

1

Page 2: 151855030 Penatalaksanaan RINITIS ATROFI Ella Akhir

jaringan kavernosa yang erektil, yang mudah mengembang dan mengerut. Vasodilatasi dan

vasokonstriksi pembuluh darah ini dipengaruhi oleh saraf otonom.2

III. ETIOLOGI RINITIS ATROFI

Penyebab rinitis atrofi (Ozaena) belum diketahui secara pasti sampai sekarang.

Terdapat berbagai teori mengenai penyebab rinitis atrofik dan penyakit degeneratif sejenis.

Beberapa penulis menekankan faktor herediter.4,5 Namun ada beberapa keadaan yang

dianggap berhubungan dengan terjadinya rinitis atrofi (Ozaena), yaitu : 1,4,5

a) Infeksi setempat/ kronik spesifik. Paling banyak disebabkan oleh Klebsiella Ozaena.

Kuman ini menghentikan aktifitas sillia normal pada mukosa hidung manusia. Selain

golongan Klebsiella, kuman spesifik penyebab lainnya antara lain Stafilokokus,

Streptokokus, Pseudomonas aeuruginosa, Kokobasilus, Bacillus mucosus, Diphteroid

bacilli, Cocobacillus foetidus ozaena.

b) Defisiensi. Defisiensi Fe dan vitamin A. Nutrisi yang buruk disebutkan sebagai

fiaktor penting pada perkembangan rinitis atrofi. Beberapa penulis menyebutkan

penyakit ini berhubungan dengan defisiensi Fe. defisiensi vitamin larut lemak

(terutama vitamin A) juga dipertimbangkan sebagai salah satu faktor penyebab.

c) Teori phospolipid: analisis biokimia dari aspirasi hidung pada kasus rhinitis atropi

ditemukan adanya penurunan phospolipid total yang signifikan dibandingkan pada

hidung normal

d) Infeksi sekunder. Sinusitis kronis.

e) Kelainan hormon. Ketidakseimbangan hormon estrogen.

f) Beberapa penulis menyimpulkan defisiensi estrogen sebagai faktor penyebab rinitis

atrofi. Insidensi penyakit ini pada perempuan pubertas. gejala yang memberat pada

saat menstruasi dan kehamilan. dan berkurangnya gejala pada beberapa kasus setelah

pemberian estrogen. merupakan pendukung teori tersebut

g) Penyakit kolagen. Penyakit kolagen yang termasuk penyakit autoimun.

h) Ketidakseimbangan otonom. Terjadi perubahan neurovaskular seperti deteriorisasi

pembuluh darah akibat gangguan sistem saraf otonom.

i) Variasi dari Reflex Sympathetic Dystrophy Syndrome (RSDS).

j) Herediter.

2

Page 3: 151855030 Penatalaksanaan RINITIS ATROFI Ella Akhir

k) Autoimun : beberapa faktor seperti infeksi virus. malnutrisi. penurunan daya tahan

tubuh sebagai faktor pemicu destruksi proses autoimun dengan melepaskan antigen

mukosa hidung ke sirkulasi.

Selain faktor-faktor di atas, rinitis atrofi juga bisa digolongkan atas : rinitis atrofi

primer yang penyebabnya tidak diketahui dan rinitis atrofi sekunder, akibat trauma hidung

(operasi besar pada hidung atau radioterapi) dan infeksi hidung kronik yang disebabkan oleh

sifilis, lepra, midline granuloma, rinoskleroma dan tbc. Radiasi pada hidung umumnya segera

merusak pembuluh darah dan kelenjar penghasil mukus dan hampir selalu menyebabkan

rinitis atrofik. Berbagai infeksi seperti eksantema akut, scarlet fever, difteri dan infeksi

kronik telah diimplikasikan sebagai penyebab cedera pembuluh darah submukosa. Penyebab

dari lingkungan juga telah diajukan karena angka insiden yang lebih tinggi pada masyarakat

sosio ekonomi rendah.1,2,3

IV. KLASIFIKASI DAN PATOLOGI RINITIS ATROFI

Beberapa penulis menyatakan adanya metaplasi epitel kolumnar bersilia menjadi epitel

skuamous atau atrofik, dan fibrosis dari tunika propria. Terdapat pengurangan kelenjar

alveolar baik dalam jumlah dan ukuran dan adanya endarteritis dan periarteritis pada arteriole

terminal. Oleh karena itu secara patologi, rinitis atrofi bisa dibagi menjadi dua : 1

a) Tipe I : merupakan tipe paling sering (50-80%) dari semua kasus. Dikarateristikkan

dengan adanya endarteritis dan periarteritis pada arteriole terminal akibat

infeksikronik; membaik dengan efek vasodilator dari terapi estrogen.

b) Tipe II : tipe ini terdapat pada 20-50% kasus dimana terdapat vasodilatasi kapiler,

yang bertambah jelek dengan terapi estrogen.

Sebagian besar kasus merupakan tipe I. Endarteritis di arteriole akan menyebabkan

berkurangnya aliran darah ke mukosa. Juga akan ditemui infiltrasi sel bulat di submukosa.

Taylor dan Young mendapatkan sel endotel bereaksi positif dengan fosfatase alkali yang

menunjukkan adanya absorbsi tulang yang aktif. Atrofi epitel bersilia dan kelenjar

seromusinus menyebabkan pembentukan krusta tebal yang melekat. Atrofi konka

menyebabkan saluran nafas jadi lapang. Ini juga dihubungkan dengan teori proses autoimun;

Dobbie mendeteksi adanya antibodi yang berlawanan dengan surfaktan protein A. Defisiensi

3

Page 4: 151855030 Penatalaksanaan RINITIS ATROFI Ella Akhir

surfaktan merupakan penyebab utama menurunnya resistensi hidung terhadap infeksi. Fungsi

surfaktan yang abnormal menyebabkan pengurangan efisiensi mucus clearance dan

mempunyai pengaruh kurang baik terhadap frekuensi gerakan silia. Ini akan menyebabkan

bertumpuknya lendir dan juga diperberat dengan keringnya mukosa hidung dan hilangnya

silia. Mukus akan mengering bersamaan dengan terkelupasnya sel epitel, membentuk krusta

yang merupakan medium yang sangat baik untuk pertumbuhan kuman.1 Perubahan

histopatologi dalam hidung pada rinitis atrofi (Ozaena), yaitu :5

Mukosa hidung. Berubah menjadi lebih tipis.

Silia hidung. Silia akan menghilang.

Epitel hidung. Terjadi perubahan metaplasia dari epitel torak bersilia menjadi epitel

kubik atau epitel gepeng berlapis.

Kelenjar hidung. Mengalami degenerasi, atrofi (bentuknya mengecil), atau jumlahnya

berkurang.

Gambar 1 : Mukosa hidung normal6

4

Page 5: 151855030 Penatalaksanaan RINITIS ATROFI Ella Akhir

Gambar 2: Mukosa hidung pada penderita rhinitis atropi6

IV. GEJALA DAN KLINIS RINITIS ATROFI

Pasien dengan rinitis atrofi (ozaena) biasanya mengeluhkan hidung tersumbat,

gangguan penciuman (anosmi), ingus kental berwarna hijau, adanya krusta (kerak) berwarna

hijau, sakit kepala, epistaksis dan hidung terasa kering. Keluhan subjektif lain yang sering

ditemukan pada pasien biasanya napas berbau (sementara pasien sendiri menderita anosmia)

jadi penderita sendiri (-), orang lain (+) penciumannya. Pasien mengeluh kehilangan indra

pengecap dan tidak bisa tidur nyenyak ataupun tidak tahan udara dingin. Meskipun jalan

napas jelas menjadi semakin lebar, pasien merasakan sumbatan yang makin progresif saat

bernapas lewat hidung, terutama karena katup udara yang mengatur perubahan tekanan

hidung dan menghantarkan impuls sensorik dari mukosa hidung ke sistem saraf pusat telah

bergerak semakin jauh dari gambaran.1,2, 5

Pemeriksaan THT pada kasus rinitis atrofi (ozaena) dapat ditemukan rongga hidung

dipenuhi krusta hijau, kadang-kadang kuning atau hitam; jika krusta diangkat, terlihat rongga

hidung sangat lapang, atrofi konka (konka nasi media dan konka nasi inferior mengalami

hipotrofi atau atrofi), sekret purulen dan berwarna hijau, mukosa hidung tipis dan kering.1,3

Bisa juga ditemui ulat/ telur larva (karena bau busuk yang timbul). Sutomo dan Samsudin

membagi ozaena secara klinik dalam tiga tingkat : 1

5

Page 6: 151855030 Penatalaksanaan RINITIS ATROFI Ella Akhir

a) Tingkat I : Atrofi mukosa hidung, mukosa tampak kemerahan dan berlendir, krusta

sedikit.

b) Tingkat II : Atrofi mukosa hidung makin jelas, mukosa makin kering, warna makin

pudar, krusta banyak, keluhan anosmia belum jelas.

c) Tingkat III : Atrofi berat mukosa dan tulang sehingga konka tampak sebagai garis,

rongga hidung tampak lebar sekali, dapat ditemukan krusta di nasofaring, terdapat

anosmia yang jelas.

Perubahan kontinu pada kompleks penyakit degeneratif kronik ini mempunyai awitan

yang timbul perlahan berupa atrofi hidung dini. Biasanya pertama mengenai mukosa hidung

tampak beberapa daerah metaplasia yang kering dan tipis dimana epitel pernapasan telah

kehilangan silia, dan terbentuk krusta kecil serta sekret yang kental. Dapat terjadi ulserasi

ringan dan pendarahan.1

Atrofi sedang tidak hanya mempengaruhi daerah mukosa hidung yang lebih besar

namun terutama melibatkan suplai darah epitel hidung, secara perlahan memperbesar rongga

hidung ke segala jurusan dengan semakin tipisnya epitel. Kelenjar mukosa atrofi dan

menghilang, sementara fibrosis jaringan subepitel perlahan-lahan menyeluruh. Jaringan

disekitar mukosa hidung juga ikut terlibat, termasuk kartilago, otot, dan kerangka tulang

hidung. Akhirnya kekeringan, pembentukan krusta dan iritasi mukosa hidung dapat meluas

ke epitel nasofaring, hipofaring dan laring. Keadaan ini dapat mempengaruhi patensi tuba

Eustachius, berakibat efusi telinga tengah kronik dan dapat menimbulkan perubahan yang

tidak diharapkan pada apartus lakrimalis termasuk keratitis sicca.

Pemeriksaan penunjang pada kasus rinitis atrofi (ozaena) yang dapat dilakukan

antara lain : 4

Transiluminasi.

Foto Rontgen. Foto sinus paranasalis.

Pemeriksaan mikroorganisme.

Uji resistensi kuman.

Pemeriksaan darah tepi.

Pemeriksaan Fe serum.

Pemeriksaan histopatologi. Dari pemeriksaan histopatologi terlihat mukosa hidung

menjadi tipis, silia hilang, metaplasia torak bersilia menjadi epitel kubik atau gepeng

6

Page 7: 151855030 Penatalaksanaan RINITIS ATROFI Ella Akhir

berlapis, kelenjar berdegenerasi atau atrofi, jumlahnya berkurang dan bentuknya

mengecil.

Pemeriksaan serologi darah.

V. DIAGNOSIS

Diagnosis rinitis atrofi (ozaena) dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan darah rutin, rontgen foto sinus paranasal, pemeriksaan Fe serum, Mantoux test,

pemeriksaan histopatologi dan test serologi (VDRL test dan Wasserman test) untuk

menyingkirkan sifilis.1

Diagnosis rinitis atroti dapat ditegakkan berdasarkan:5

a. Anamnesis

Pada anamnesis pasien mengeluhkan hidung tersumbat. hidung berdarah, sakit kepala

atau nyeri pada wajah. pasien tidak mencium bau busuk tetapi orang lain dapat

merasakannya dan adanya sekret hijau kental serta keropeng berwarna hijau.

b. Pemeriksaan klinis

Pada pemeriksaan rinoskopi anterior didapati krusta berwarna kuning kehijau-hijauan

atau kadang-kadang krusta dapat berwarna hitam terutama pada dinding lateral kavum

nasi yang berbau busuk. Setelah krusta diangkat, biasanya akan terjadi perdarahan.

Tampak rongga hidung yang sangat lapang dan konka yang atroti, mukosa hidung

yang tipis dan kering. Bisa juga ditemui ulat atau larva (karena bau busuk yang

timbul). Nasofaring bagian belakang dan bagian atas palatum molle jelas terlihat tanpa

hambatan.

Gambar 3 : Krusta pada Rhinitis Atropi 7

c. Pemeriksaan penunjang

7

Page 8: 151855030 Penatalaksanaan RINITIS ATROFI Ella Akhir

Pemeriksaan darah rutin dan Fe serum, kultur dan uji sensitititas sekret hidung, uji

serologis (VDRL) untuk menyingkirkan sifilis. uji mantoux dan foto toraks PA apabila

rinitis atrofi diduga berhubungan dengan tuberkulosis. foto rontgen dan CT scan sinus

paranasal dan pemeriksaan biopsi hidung.

Pada foto rontgen sinus paranasal terdapat osteoporosis konka dan rongga

hidung yang lapang. Pada CT scan sinus paranasal terdapat gambaran penebalan dari

mukosa sinus pananasal. hilangnya kompleks osteo meatal akibat destruksi bulla

etmoid dan prosesus unsinatus. hipoplasia dari sinus maksilaris, pembesaran dan

rongga hidung dengan destruksi dari dinding lateral hidung dan destruksi tulang

konka inferior dan konka media.

Gambar 4: Gambaran CT Scan Hidung dan Sinus Paranasal potongan koronal pada

penderita rhinitis atropi7

VI. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis rinitis atrofi (ozaena) antara lain :6

1) Rinitis kronik TBC

2) Rinitis kronik lepra

3) Rinitis kronik sifilis

4) rinitis sika

8

Page 9: 151855030 Penatalaksanaan RINITIS ATROFI Ella Akhir

VII. PENATALAKSANAAN

Hingga kini pengobatan medis terbaik rinitis atrofik hanya bersifat paliatif. Termasuk

dengan irigasi dan membersihkan krusta yang terbentuk, terapi sistemik dan lokal dengan

endokrin; steroid; dan antibiotik; vasodilator; pemakaian iritan jaringan lokal ringan seperti

alkohol; dan salep pelumas. Penekanan terapi utama adalah pembedahan, yaitu usaha-usaha

langsung mengecilkan rongga hidung, dan dengan demikian juga memperbaiki suplai darah

mukosa hidung.5 Tujuan pengobatan adalah menghilangkan faktor etiologi/ penyebab dan

menghilangkan gejala. Pengobatan dapat diberikan secara konservatif atau kalau tidak

menolong dilakukan operasi.1,4,5

a. Terapi Konservatif

Pengobatan konservatif ozaena meliputi pemberian antibiotik, obat cuci hidung, dan

simptomatik.

1) Antibiotik spektrum luas sesuai uji resistensi kuman, dengan dosis adekuat sampai

tanda-tanda infeksi hilang. Qizilbash dan Darf melaporkan hasil yang baik pada

pengobatan dengan Rifampicin oral 600 mg 1 x sehari selama 12 minggu.

2) Obat cuci hidung, untuk membersihkan rongga hidung dari krusta dan sekret dan

menghilangkan bau. Antara lain :

a) Betadin solution dalam 100 ml air hangat atau

b) Campuran :

NaCl

NH4Cl

NaHCO3 aaa 9

Aqua ad 300 cc 1 sendok makan dicampur 9 sendok makan air hangat

c) Larutan garam dapur

d) Campuran :

Na bikarbonat 28,4 g

Na diborat 28,4 g

NaCl 56,7 g dicampur 280 ml air hangat

Larutan dihirup ke dalam rongga hidung dan dikeluarkan lagi dengan

menghembuskan kuat-kuat, air yang masuk ke nasofaring dikeluarkan melalui mulut,

9

Page 10: 151855030 Penatalaksanaan RINITIS ATROFI Ella Akhir

dilakukan dua kali sehari. Pemberian obat simptomatik pada rinitis atrofi (Ozaena) biasanya

dengan pemberian preparat Fe.

3) Obat tetes hidung , setelah krusta diangkat, diberi antara lain : glukosa 25% dalam

gliserin untuk membasahi mukosa, oestradiol dalam minyak Arachis 10.000 U / ml,

kemisetin anti ozaena solution dan streptomisin 1 g + NaCl 30 ml. diberikan tiga kali

sehari masing-masing tiga tetes.

4) Vitamin A 3 x 10.000 U selama 2 minggu.

5) Preparat Fe.

6) Selain itu bila ada sinusitis, diobati sampai tuntas. Sinha, Sardana dan Rjvanski

melaporkan ekstrak plasenta manusia secara sistemik memberikan 80% perbaikan

dalam 2 tahun dan injeksi ekstrak plasenta submukosa intranasal memberikan 93,3%

perbaikan pada periode waktu yang sama. Ini membantu regenerasi epitel dan

jaringan kelenjar. Samiadi dalam laporannya memberikan : trisulfa 3 x 2 tablet sehari

selama 2 minggu, natrium bikarbonat, cuci hidung dengan Na Cl fisiologis 3 x sehari,

kontrol darah dan urine seminggu sekali untuk melihat efek samping obat,

pembersihan hidung di klinik tiap 2 minggu sekali, cuci hidung diteruskan sampai 2-3

bulan kemudian dan didapatkan hasil yang memuaskan pada 6 dari 7 penderita.

b. Tindakan Operatif

Tindakan operasi merupakan suatu pilihan pada pasien rinitis atrofi yangmana

pengobatan konservatif sudah dilakukan, namun tidak terbukti efektif.

Tujuan operasi pada rhinitis atrofi (ozaena) antara lain untuk : menyempitkan rongga

hidung yang lapang, mengurangi pengeringan dan pembentukan krusta dan mengistirahatkan

mukosa sehingga memungkinkan terjadinya regenerasi.1 Teknik bedah dibedakan menjadi

dua kategori utama : 5

1) Implan dengan pendekatan intra atau ekstra nasal dan

2) Operasi, seperti penyempitan lobulus hidung atau fraktur tulang hidung ke arah

dalam.

Beberapa teknik operasi yang dilakukan antara lain : 1,8

1) Young's operation

10

Page 11: 151855030 Penatalaksanaan RINITIS ATROFI Ella Akhir

Penutupan total rongga hidung dengan flap. Sinha melaporkan hasil yang baik dengan

penutupan lubang hidung sebagian atau seluruhnya dengan menjahit salah satu hidung

bergantian masing-masing selama periode tiga tahun.

Gambar 5 : Young's operation,7

2) Modified Young's operation

Penutupan lubang hidung dengan meninggalkan 3 mm yang terbuka.

Gambar 6 : Modified Young's operation6,7

3) Lautenschlager operation

Dengan memobilisasi dinding medial antrum dan bagian dari etmoid, kemudian

dipindahkan ke lubang hidung.. Pada operasi ini, antrum maksila dibuka dengan operasi

Caldwell- Luc. Dinding medial antrum dimobilisasi kearah medial dengan membuat

potongan berbentuk U dengan menggunakan bor, apabila mungkin, mukosa kavum nasi

11

Page 12: 151855030 Penatalaksanaan RINITIS ATROFI Ella Akhir

yang tipis karena penyakit ini jangan sampai rusak.  Tulang antrum medial dengan konka

inferior diluksasi kearah medial dengan bertumpu pada area etmoid.

4) Implantasi submukosa dengan tulang rawan, tulang, dermofit, bahan sintetis seperti

Teflon, campuran Triosite dan Fibrin Glue.

Gambar 7 : Implantasi submukosa9

5) Transplantasi duktus parotis ke dalam sinus maksila (Wittmack's operation) dengan

tujuan membasahi mukosa hidung.

6) Mewengkang N melaporkan operasi penutupan koana menggunakan flap faring pada

penderita ozaena anak berhasil dengan memuaskan.

Bila pengobatan konsevatif adekuat yang cukup lama tidak menunjukkan perbaikan,

pasien dirujuk untuk dilakukan operasi penutupan lubang hidung. Prinsipnya

mengistirahatkan mukosa hidung pada nares anterior atau koana sehingga menjadi normal

kembali selama 2 tahun. Atau dapat dilakukan implantasi untuk menyempitkan rongga

hidung.4

DAFTAR PUSTAKA

12

Page 13: 151855030 Penatalaksanaan RINITIS ATROFI Ella Akhir

1. Asnir, A. R. Rinitis Atrofi. Cermin Dunia Kedokteran. 2004 Juli: 144: 45-9.

2. Endang, M, Nusjirwan R. Rinorea, Infeksi Hidung dan Sinus dalam Efiaty S, Nurbaiti I

(ed). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed. ke-6.

Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006. 139-43

3. George t. Anatomy of Nose & Sinus. 2009 Jun. [cited 2012 Okt 3]. Available from:

http://ws.ajou.ac.kr/~ent/knew/education/medical_student/lecture/05_nose_anatomy.pdf

4. Arif, M., et al. Rinitis Atrofi (Ozaena). Kapita Selekta Kedokteran. Ed. III, cet. 2.

Jakarta : Media Aesculapius. 1999. 87-94

5. Adams, L. G. et al. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Ed. ke-6. Penerbit Buku Kedokteran

EGC. Jakarta. 173-82, 221-2

6. Sinha V, Viral A, Dilavar A. Modified Young’s Operation for the Treatment of Atrophic

Rhiniti. Department of Otolaryngology and Head and Neck Surgery. Oct 4, 2010: 3 (2):

45-54.

7. Thiagarajan B , Ramamoorthy G. Atrophic Rhinitis: A Literature Review .

WebmedCentral: ENT Scholar 2012;3(4): 56-61.

8. Tanja H. Rhinitis sicca, dry nose and atrophic rhinitis: a review of the literature. Eur Arch

Otorhinolaryngol, July 25, 2010. 4 (2): 34-9.

9. Naumann H. Head and Neck Surgery. Indication, Technique, Pitfalls. New York : Georg

Thieme Publishers, 2004: 1 (2); 349-51, 381-2.

13