15-16-1-PB

download 15-16-1-PB

of 6

description

tugas ujian anak

Transcript of 15-16-1-PB

  • JURNAL KEDOKTERAN INDONESIA, VOL. 2/NO. 1/JANUARI/2011

    96

    PENDAHULUAN

    Sindroma Down merupakan suatu cacat pada anakyang paling sering terjadi di dunia, disebabkan karenakelainan kromosom. Diperkirakan insidensinya 1.0-1.2 per 1000 kelahiran hidup (Soetjiningsih, 1995).Kothare et al. (2002) melaporkan angka kejadiansindroma Down sekitar 1 dari 650-1000 kelahiranhidup. Kurang lebih 4.000 anak dilahirkan dengansindroma Down setiap tahunnya di Amerika, atausekitar 1 dari 800-1000 kelahiran hidup (Idris, 2006;Nicolaidis, 1998). Sindroma Down merupakanmasalah kesehatan masyarakat yang penting. Di In-

    donesia prevalensi sindroma Down lebih dari 300ribu jiwa. Meskipun orangtua dari segala usiamempunyai kemungkinan untuk mendapat anakyang menderita sindroma Down, tetapikemungkinannya lebih besar untuk ibu yang usianyadi atas 35 tahun (Idris, 2006).

    Sindroma Down merupakan bentuk kelainankongenital yang ditandai dengan berlebihnya jumlahkromosom nomor 21 yang seharusnya dua buahmenjadi tiga buah sehingga jumlah seluruhkromosom mencapai 47 buah. Pada manusia normaljumlah kromosom sel mengandung 23 pasangankromosom. (Soetjiningsih, 1995; Idris, 2006).

    Hubungan Sindroma Down dengan Umur Ibu, Pendidikan Ibu,Pendapatan Keluarga, dan Faktor Lingkungan

    The Relationship Between Down Syndrome and Maternal Age, Maternal Scholling,Family Income, and Environmental Factor

    Charina SitumorangFakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret

    ABSTRACT

    Background. Maternal age is the main known risk factor of Down syndrome. Recently some researchershave suggested that there may be certain environmental factors that increase the risk of thecondition. This study aimed to estimate the association of Down syndrome and maternal age whilecontrolling for maternal education, family income and environmental factors.Methods. This study was analytic-observational using case control approach. It was conducted at aspecial school for children with disability in Surakarta. A sample of 20 mothers of children with DownSyndrome and 40 mothers of normal children, was selected by fixed-disease sampling. The relationshipbetween maternal age and the risk of Down syndrome while controlling for maternal education,family income, and environmental factor, was analyzed using multiple logistic logistic regression.Odds ratio was used to measure the association of variables.Results. Mean maternal age (year) at birth of Down syndrome children (37.82) was higher than that ofnormal children (28.60), and it was statistically significant. After controlling for maternal education,family income and living environmental factor, mothers aged 35 years or older had 12 times as manyrisk of Down syndrome as those aged less than 35 years, and it was statistically significant (OR= 12.10;95%CI 2.96 to 49.22). Evidence from this study did not support the relationship between maternaleducation, family income, and the risk of Down syndrome. Living in an unhealthy environment increasesthe risk of Down syndrome 2.5 times as many than living in a healthy environment, although thisrelationship was not statistically significant with the available sample size of 60 subjects (OR= 2.34;95%CI 0.44 to 15.28).Conclusion. There is a very strong relationship between maternal age at birth and the risk of deliveringchildren with Down syndrome, even after controlling for some potential confounding factors.Environmental factor seems to play a role in the incidence of this condition, but further studies areneeded with larger sample size.

    Key words: Down syndrome, maternal age, maternal education, family income, environmental factor

  • CHARINA SITUMORANG/ SINDROMA DOWN, UMUR IBU, PENDIDIKAN IBU,

    97

    Sindroma Down disebabkan oleh kesalahandalam pembelahan sel yang disebut nondisjunction. Nondisjunction terjadi menyebabkan embriomemiliki tiga salinan kromosom 21, bukan duasalinan normal. Sebelum atau sewaktu konsepsi,sepasang kromosom 21 pada sperma atau ovum gagalmembelah. Ketika embrio berkembang, kromosomekstra tersebut direplikasi di dalam setiap sel tubuh.Jenis Down syndrome ini yang meliputi 95% kasus,disebut Trisomy 21 (NDSS, 2011).

    Sindroma Down pertama kali dideskripsikan dandipublikasikan oleh John Langdon Down pada 1866.Tetapi sebelumnya Esquirol pada tahun 1838 danSeguin pada tahun 1846 telah melaporkan seoranganak yang mempunyai tanda-tanda mirip dengan sin-droma Down (Soetjiningsih, 1995). Penderita kelain-an jumlah kromosom ini pada umumnya memilikikarakteristik fisik yang khas. Beberapa ciri fisik pe-nyandang kelainan ini di antaranya, bagian belakangkepala rata, mata sipit, alis mata miring (slanting ofthe eyelids), telinga lebih kecil, mulut yang mungil,otot lunak, persendian longgar , dan tangan kaki yangmungil (Soetjiningsih, 1995; Speirs, 1992; Suryo,2003).

    Sindroma Down memberikan masalah seriusbagi penderita. Anak dengan sindroma Downmemiliki kesulitan belajar, retardasi mental,penampilan muka yang khas, dan tonus otot buruk(hipotonia) sewaktu bayi. Individu dengan sindromaDown juga memiliki risiko yang lebih tinggi untukmengalami kelainan jantung, masalah pencernaanmisalnya refluks gastroesofagus, celiac disease, dantuna rungu. Beberapa individu dengan sindromaDown menunjukkan aktivitas kelenjar tiroid rendah(hipotiroidisme) organ di bagian bawah leher yangmemproduksi hormon tiroid (NIH, 2011).

    Kausa sindroma Down nondisjunction dewasaini belum diketahui, tetapi riset menunjukkan kejadiannondisjunction meningkat dengan meningkatnya usiaibu (Beiguelman, 1996; Kothare et al., 2002; Crane,2006; Girirajan, 2009). Statistik menunjukkan bahwadi antara kaum wanita berusia 20 tahun, hanya 1 dari2.300 kelahiran yang menderita cacat ini. Pada wanitaberusia 30 hingga 34 tahun, insidensi sindroma Down1 dari 750 kelahiran. Sedangkan pada wanita berusia39 tahun, insidensi itu naik secara drastis sampai 1dari 280 kelahiran. Pada wanita berusia 40 sampai44, insidensi 1 dari 13 kelahiran. Pada wanita berusia

    lebih dari 45 tahun, insidensi sindroma Down 1 dari65 kelahiran (Lidyana, 2004). Walaupun belumdiketahui secara pasti pengaruh usia ibu terhadapkejadian sindroma Down, namun non-disjunctionyang terjadi pada oosit ibu yang tua banyak dilaporkan(Kothare et al., 2002; Coad dan Melvyn, 2007;Girirajan, 2009).

    Tetapi, karena sebagian besar kelahiran terjadipada wanita muda, maka 80% anak dengan Downsyndrome lahir dari ibu dengan usia di bawah 35tahun. Belum ada bukti definitif yang menyingkirkanhipotesis bahwa terdapat hubungan antara sindromaDown dan faktor lingkungan ataupun aktivitas ibusebelum atau selama kehamilan (NDSS, 201;eMedtv, 2011). The Kennedy Krieger Institute,berbasis di Baltimore, AS, sedang melakukanpenelitian untuk mengidentifikasi faktor genetik danlingkungan yang berhubungan dengan sindromaDown dan kelainan jantung kongenital pada anakdengan sindroma Down (National Human GenomeInstitute, 2011).

    NHS Choices (2011) menyebutkan bahwaterdapat sejumlah bukti yang mengisyaratkan terda-pat clustering kasus sindroma Down. Clusteringdalam epidemiologi dimaksudkan tejadinya kasusdalam jumlah di atas rata-rata selama periode waktupendek hingga sedang di suatu area geografis tertentu,misalnya di suatu kecamatan atau kelurahan di suatukota.

    NHS Choices (2011) menambahkan, clusteringsindroma Down bisa terjadi secara kebetulan (chance),tetapi menurut sejumlah peneliti faktor lingkungantertentu mungkin meningkatkan risiko sindormaDown. Faktor risiko tersebut meliputi: (1) Paparanagen infeksi, misalnya virus, selama kehamilan; (2)Penggunaan kontrasepsi; (3) Merokok selamakehamilan; (4) Paparan radiasi; (5) Paparan terhadapinsektisida; (6) Tinggal di dekat tempat pembuangansampah/ limbah.

    Dengan latar belakang tersebut penulis menelitihubungan antara sindroma Down dan umur ibu,dengan mengontrol pengaruh pendidikan ibu, penda-patan keluarga, dan faktor lingkungan. Pendidikan ibudan pendapatan keluarga ikut diperhitungkan karenapeneliti berargumen bahwa pendidikan ibu ataupunpendapatan keluarga rendah dapat menurunkankualitas asupan makanan ibu selama kehamilan,sehingga mempengaruhi perkembangan janin.

  • JURNAL KEDOKTERAN INDONESIA, VOL. 2/NO. 1/JANUARI/2011

    98

    SUBJEK DAN METODE

    Penelitian ini merupakan penelitian observasionalanalitik dengan pendekatan studi kasus kontrol.Penelitian dilakukan di Sekolah Luar Biasa (SLB) CSurakarta dan lingkungan tempat tinggal ibu dananak yang terpilih sebagai subjek penelitian. Denganteknik fixed disease sampling (Murti, 2006), sampelterdiri atas 20 orang ibu dengan anak sindromaDown dan 40 orang ibu dengan anak normal dipilihuntuk penelitian ini.

    Variabel terikat yang diteliti adalah kejadian anakdengan sindroma Down. Variabel bebas adalah umuribu pada saat melahirkan (tahun), riwayat pendidikanibu padaa saat melahirkan, pendapatan keluarga perbulan pada saat melahirkan, dan lingkungan rumah.

    Hubungan antara risiko melahirkan anak dengansindroma Down dan umur ibu, dengan mengontrolpengaruh pendidikan ibu, pendapatan keluarga, danlingkungan rumah, dianalisis dengan model regresilogistik ganda, dengan menggunakan program SPSS17.0 for Windows.

    HASIL-HASIL

    A. Karakteristik Sampel Penelitian

    Tabel 1 menunjukkan rata-rata usia ibu 31.71 tahun,dan pendapatan keluarga Rp 1,626,700 per bulan.

    Tabel 1. Karakteristik sampel menurut umur ibu danpendapatan keluarga per bulan

    Variabel Usia Ibu (tahun)Pendapatan Keluarga (rupiah)

    n Mean SD Min. Maks.60 31. 71 7.80 18.32 46.75

    60 1,626,700 2,316,000 100,000 15,000,000

    Tabel 2 menunjukkan, tingkat pendidikan ibu pa-ling banyak adalah SD dan SMA, masing-masing 18orang (30%).

    Tabel 2. Karakteristik sampel menurut pendidikan ibu

    Tingkat Pendidikan n %Tidak Sekolah 2 3.30SD 18 30.00SMP 10 16.70SMA 18 30.00D3/PT 12 20.00Total 60 100.00

    Tabel 3 menunjukkan, 73.30% sampel tinggal dilingkungan pemukiman yang kumuh.

    Tabel 3. Distribusi sampel menurut lingkungan rumah

    Lingkungan n % - Sehat 16 26.70 - Kumuh 44 73.30 Total 60 100.00

    B. Hasil Analisis Bivariat

    Tabel 4 menunjukkan, rata-rata usia ibu yangmelahirkan anak sindroma Down, (7.82 tahun) lebihtua bila dibandingkan dengan ibu yang melahirkananak normal (28.60 tahun), dan perbedaan itu secarastatistik signifikan (p35 tahun meningkatkan risikountuk melahirkan anak dengan sindroma Down 12kali lebih besar daripada usia ibu

  • CHARINA SITUMORANG/ SINDROMA DOWN, UMUR IBU, PENDIDIKAN IBU,

    99

    tersebut telah memperhitungkan pengaruh umur ibu,pendidikan ibu, dan pendapatan keluarga.

    PEMBAHASAN

    Penelitian ini dilakukan sejak bulan Septembersampai Oktober 2010 di SLB C Surakarta dan dilingkungan rumah subjek penelitian. Sampel yangditeliti terdiri atas 20 ibu dengan anak sindromaDown sebagai kelompok kasus dan 40 ibu dengananak normal sebagai kelompok kontrol.

    Berdasarkan karakteristik sampel penelitianmenurut usia ibu (Tabel 1), dapat dilihat bahwa rata-rata usia ibu dalam penelitian ini adalah 31.71 tahun.Hal ini sesuai dengan distribusi pada populasi di In-donesia bahwa persentase terbesar (25.73%)penduduk wanita berada pada kelompok umur 30-39 tahun (BPS, 2006).

    Karakteristik sampel penelitian berdasarkanpendapatan keluarga (Tabel 1) didapatkan rata-ratapendapatan keluarga dalam penelitian ini adalah Rp1.6 juta. Menurut data Lembaga PenyelidikanEkonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Univer-sitas Indonesia tahun 2007, maka rata-ratapendapatan keluarga dalam penelitian ini berada diatas garis kemiskinan (LPEM FE UI, 2007).Distribusi ini pun sesuai dengan gambaran populasiIndonesia bahwa sebanyak 83.4% penduduk Indo-nesia tidak berada di bawah garis kemiskinan/

    tergolong masyarakat menengah ke atas (Wibowo,2010).

    Karakteristik sampel penelitian menurut tingkatpendidikan ibu (Tabel 2) didapatkan bahwa palingbanyak adalah SD dan SMA dengan persentasemasing-masing 30%. Hasil ini sedikit berbeda dengangambaran populasi Indonesia bahwa sebagian besarpenduduk wanita berada pada tingkat pendidikan SDyaitu 39.92%, sedangkan penduduk dengan tingkatpendidikan SMA hanya 16.26% (BPS, 2006).

    Karakteristik sampel penelitian berdasarkanlingkungan (Tabel 3) didapatkan bahwa sebagianbesar sampel penelitian tinggal di lingkungan kumuhsejumlah 44 orang (73.3%). Hasil ini berbedadengan gambaran populasi di Indonesia. Data yangdiperoleh tahun 2005 menunjukkan bahwa berdasarkepemilikan permukiman tercatat persentase totalpenghuni permukiman kumuh hanya 15% (Centerfor Housing and Settlement Studies, 2010).

    Sebagian besar karakteristik sampel padapenelitian ini hampir mendekati gambaran populasidi Indonesia. Hal ini berarti bahwa hasil padapenelitian ini bisa digunakan pada populasi di Indo-nesia. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini sesuaidengan hipotesis yang menyatakan bahwa adaperbedaan kejadian anak sindroma Down dari ibuusia tua dengan ibu usia muda.

    Hasil uji t tentang perbedaan mean usia ibumenunjukkan (Tabel 4), rata-rata usia ibu yangmelahirkan anak sindroma Down, yaitu 37.8 tahun,lebih tua bila dibandingkan dengan rata-rata usia ibuyang melahirkan anak normal yaitu 28.6 tahun.Perbedaan usia ibu tersebut secara statistik signifikan.

    Investigasi lebih lanjut dengan analisismultivariat (Tabel 5) menghubungkan kejadiansindroa Down dengan umur ibu, dengan mengontrolpengaruh pendidikan ibu, pendapatan keluarga danlingkungan pemukiman. Hasil analisis multivariattersebut menunjukkan, ibu usia tua (?35 tahun)terbukti berisiko untuk melahirkan anak sindromaDown 12 kali lebih tinggi dibandingkan dengan ibuusia muda (

  • JURNAL KEDOKTERAN INDONESIA, VOL. 2/NO. 1/JANUARI/2011

    100

    Data laporan penelitian ini menunjukkan hasilyang sesuai dan konsisten dengan penelitiansebelumnya yang telah dilakukan di beberapa negara,yaitu terdapat hubungan antara usia ibu dan kejadiananak sindroma Down. Hubungan itu dapat dijelaskandalam uraian patogenesis berikut. Pada ibu usia tua,ovum yang dikeluarkan pada saat ovulasi merupakanhasil dari oosit yang cenderung telah berada dalamsiklus meiosis yang terhenti cukup lama (Girirajan,2009). Fase meiosis yang terhenti lama pada ovummemudahkan terjadinya akumulasi berbagai efektoksik sebagai dampak dari lingkungan, juga terjadidegradasi dari mesin meiosis yang menyebabkankesalahan meiosis I dan meiosis II (Girirajan, 2009).Pengamatan pada pembuahan in vitro membuktikanbahwa gelendong meiosis manusia bersifat tidak stabildan juga sangat peka terhadap pengaruh eksternal.Struktur meiosis yang disebut spindles menjadisemakin rapuh seiring dengan meningkatnya usia ibuyang bersangkutan (Coad dan Melvyn, 2007).

    Faradz (2004) juga mengungkapkan hal yangsama mengenai penuaan sel telur wanita, bahwa adapengaruh intrinsik maupun ekstrinsik (lingkungan)dalam sel induk, yang menyebabkan pembelahanselama fase meiosis menjadi non disjunctiondisebabkan oleh faktor-faktor: terputusnya benang-benang spindel atau komponen-komponennya, ataukegagalan dalam pemisahan nukleolus. Hal inimemudahkan terjadinya nondisjungsi pada ovumselama pembelahan fase meiosis sehinggamenghasilkan zigot dengan jumlah kromosom ab-normal dalam hal ini kromosom 21 berjumlah 3buah (sindroma Down).

    Penelitian ini menyimpulkan terdapathubungan yang kuat dan secara statistik signifikanantara usia ibu dan risiko untuk melahirkan anakdengan sindroma Down, setelah mengontrolpengaruh faktor perancu potensial seperti pendidikanibu, pendapatan keluarga, dan faktor lingkungan.Faktor lingkungan tampaknya memiliki peranterhadap terjadinya sindroma Down, tetapi perludilakukan penelitian lebih lanjut dengan ukuransampel lebih besar untuk mengkonfirmasi dugaanini.

    DAFTAR PUSTAKA

    Badan Pusat Statistik (BPS) (2006). Ketenagakerjaan.http://www.kpwkm.gov.my/ malayindo/cms/p r % 2 8 u m k k % 2 9 / p d f _ s t a t i s t i k /KETENAGAKERJAAN.pdf. Diakses 7Desember 2010.

    Beiguelman B, Henrique K, da Silva LM (1996).Maternal age and Down syndrome in SouthernBrazil. Brazilian Journal of Genetics, 19 (4): 637-640

    Center for Housing and Settlement Studies (2010).Pengelolaan lingkungan permukiman kumuhmenuju habitat kota hijau lestari. http://geo.ugm.ac.id/perkim/seminar%20nasional.php.Diakses 7 Desember 2010.

    Coad J, Melvyn D (2007). Anatomi dan fisiologiuntuk bidan. Jakarta: EGC. Hal: 67-89, 103-121, 122-153, 154-170, 217-245

    Crane E, Joan KM (2006). Changes in maternal agein England and Wales-implication for Downsyndrome. Down Syndrome Research andPractice 10(1): 41-43 eMedtv (2011). Causesof Down syndrome. http://down-syndrome.emedtv.com/down-syndrome/causes-of-down-syndrome.html. Diakses Desember 2011.

    Faradz SMH (2004). Retardasi mental pendekatanseluler dan molekuler. http://eprints.undip.ac . id/299/1/Sultana_M._H._Faradz.pdf(diakses 27 Maret 2010)

    Girirajan S (2009). Parental-age effects in Downsyndrome. Journal of Genetics, 88 (1): 9-14

    Idris R, Beatrice A, Hadi H (2006). Penderitasindrom Down berdasarkan analisis kromosomdi Laboratorium Biologi Fakultas KedokteranUniversitas Indonesia Antara Tahun 1992-1994.Profesi Medika. 6(1):35-45

    Kothare S, Neera S, Usha D (2002). Maternal ageand chromosomal profile in 160 Down syndromecases-experience of a tertiary genetic centre fromIndia. IJHG 2(1): 49-53

    Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan MasyarakatFakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LPEM

  • CHARINA SITUMORANG/ SINDROMA DOWN, UMUR IBU, PENDIDIKAN IBU,

    101

    FE UI). 2007. Angka kemiskinan pasca pemilu.h t t p : / / w w w . l p e m . o r g / i n d e x . p h p ?mn=1&sb=1&id=4 (diakses 7 Desember 2010)

    Lidyana V (2004). Melahirkan di atas usia 30 Tahun.Jakarta: Restu Agung. hal: 16-21

    Murti B (2006). Desain dan ukuran sampel untukpenelitian kuantitatif dan kualitatif di bidangkesehatan. Yogyakarta: Gadjah Mada UniversityPress. hal: 68-69

    National Human Genome Rsearch Institute (2011).Learning about Down syndrome. http://www.genome.gov/19517824. Diakses Desember2011.

    NDSS (2011). What causes down syndrome?National Down Syndrome Society. http://ndss.org/index.php?option=com_content&view=article&id=60&Itemid=77. Diakses Oktober2011.

    Nicolaidis P, Petersen MB (1998). Origin andmechanisms of non-disjunction in humanautosomal trisomies. Hum Reprod 13(2): 313-9

    Soetjiningsih (1995). Tumbuh kembang anak.Jakarta: EGC. hal: 211-221

    Speirs, Al (1992). Paediatrics for nurses. London:Pitman Medical. hal: 139-141

    Suryo (2003). Genetika manusia. Yogyakarta: GadjahMada University Press

    Wibowo H (2010). Kemiskinan dan tempat tinggal.http://hendrowibowo.niriah.com/2010/ 04/07/kemiskinan-dan-tempat-tinggal/. Diakses 7Desember 2010.