141991566 Merger Dan Akuisisi
-
Upload
jack-wolshere -
Category
Documents
-
view
196 -
download
0
description
Transcript of 141991566 Merger Dan Akuisisi
Merger dan akuisisi merupakan salah satu penyelamatan Bank saat bank mengalami
“kebangkrutan” sebelum melakukan likuidasi. Merger adalah penggabungan dua perusahaan
menjadi satu, dimana perusahaan yang me-merger mengambil/membeli semua assets dan
liabilities perusahaan yang di-merger dengan begitu perusahaan yang me-merger memiliki
paling tidak 50% saham dan perusahaan yang di-merger berhenti beroperasi dan pemegang
sahamnya menerima sejumlah uang tunai atau saham di perusahaan yang baru (Brealey,
Myers, & Marcus, 1999, p.598). Definisi merger yang lain yaitu sebagai penyerapan dari
suatu perusahaan oleh perusahaan yang lain. Dalam hal ini perusahaan yang membeli akan
melanjutkan nama dan identitasnya. Perusahaan pembeli juga akan mengambil baik aset
maupun kewajiban perusahaan yang dibeli. Setelah merger, perusahaan yang dibeli akan
kehilangan/berhenti beroperasi (Harianto dan Sudomo, 2001, p.640).
Akuisisi adalah pengambil-alihan (takeover) sebuah perusahaan dengan membeli saham atau
aset perusahaan tersebut, perusahaan yang dibeli tetap ada. (Brealey, Myers, & Marcus, 1999,
p.598).
Jenis-jenis Merger dan Akusisi
Menurut Damodaran 2001, suatu perusahaan dapat diakuisisi perusahaan lain dengan
beberapa cara, yaitu :
a. Merger
Pada merger, para direktur kedua pihak setuju untuk bergabung dengan persetujuan para
pemegang saham. Pada umumnya, penggabungan ini disetujui oleh paling sedikit 50%
shareholder dari target firm dan bidding firm. Pada akhirnya target firm akan menghilang
(dengan atau tanpa proses likuidasi) dan menjadi bagian dari bidding firm.
b. Konsolidasi
Setelah proses merger selesai, sebuah perusahaan baru tercipta dan pemegang saham kedua
belah pihak menerima saham baru di perusahaan ini.
c. Tender offer
Terjadi ketika sebuah perusahaan membeli saham yang beredar perusahaan lain tanpa
persetujuan manajemen target firm, dan disebut tender offer karena merupakan hostile
takeover. Target firm akan tetap bertahan selama tetap ada penolakan terhadap penawaran.
Banyak tender offer yang kemudian berubah menjadi merger karena bidding firm berhasil
mengambil alih kontrol target firm.
d. Acquisistion of assets
Sebuah perusahaan membeli aset perusahaan lain melalui persetujuan pemegang saham target
firm. (p.835). Pembagian akuisisi tersebut berbeda menurut Ross, Westerfield, dan Jaffe
2002. Menurut mereka hanya ada tiga cara untuk melakukan akuisisi, yaitu :
a. Merger atau konsolidasi
Merger adalah bergabungnya perusahaan dengan perusahaan lain. Bidding firm tetap
berdiri dengan identitas dan namanya, dan memperoleh semua aset dan kewajiban milik
target firm. Setelah merger target firm berhenti untuk menjadi bagian dari bidding firm.
Konsolidasi sama dengan merger kecuali terbentuknya perusahaan baru. Kedua perusahaan
sama-sama menghilangkan keberadaan perusahaan secara hukum dan menjadi bagian dari
perusahaan baru itu, dan antara perusahaan yang di-merger atau yang me-merger tidak
dibedakan.
b. Acquisition of stock
Akuisisi dapat juga dilakukan dengan cara membeli voting stock perusahaan, dapat
dengan cara membeli sacara tunai, saham, atau surat berharga lain. Acquisition of stock dapat
dilakukan dengan mengajukan penawaran dari suatu perusahaan terhadap perusahaan lain,
dan pada beberapa kasus, penawaran diberikan langsung kepada pemilik perusahaan yang
menjual. Hal ini dapat disesuaikan dengan melakukan tender offer. Tender offer adalah
penawaran kepada publik untuk membeli saham target firm, diajukan dari sebuah perusahaan
langsung kepada pemilik perusahaan lain.
c. Acquisition of assets
Perusahaan dapat mengakuisisi perusahaan lain dengan membeli semua asetnya. Pada
jenis ini, dibutuhkan suara pemegang saham target firm sehingga tidak terdapat halangan dari
pemegang saham minoritas, seperti yang terdapat pada acquisition of stock (p.817-818).
Sedangkan berdasarkan jenis perusahaan yang bergabung, merger atau akuisisi dapat
dibedakan :
· Horizontal merger terjadi ketika dua atau lebih perusahaan yang bergerak di bidang
industri yang sama bergabung.
· Vertical merger terjadi ketika suatu perusahaan mengakuisisi perusahaan supplier atau
customernya.
· Congeneric merger terjadi ketika perusahaan dalam industri yang sama tetapi tidak dalam
garis bisnis yang sama dengan supplier atau customernya. Keuntungannya adalah perusahaan
dapat menggunakan penjualan dan distribusi yang sama.
· Conglomerate merger terjadi ketika perusahaan yang tidak berhubungan bisnis melakukan
merger. Keuntungannya adalah dapat mengurangi resiko. (Gitman, 2003, p.717).
Alasan-alasan Melakukan Merger dan Akuisisi
Ada beberapa alasan perusahaan melakukan penggabungan baik melalui merger maupun
akuisisi, yaitu:
a. Pertumbuhan atau diversifikasi
Perusahaan yang menginginkan pertumbuhan yang cepat, baik ukuran, pasar saham, maupun
diversifikasi usaha dapat melakukan merger maupun akuisisi. Perusahaan tidak memiliki
resiko adanya produk baru. Selain itu, jika melakukan ekspansi dengan merger dan akuisisi,
maka perusahaan dapat mengurangi perusahaan pesaing atau mengurangi persaingan.
b. Sinergi
Sinergi dapat tercapai ketika merger menghasilkan tingkat skala ekonomi (economies of
scale). Tingkat skala ekonomi terjadi karena perpaduan biaya overhead meningkatkan
pendapatan yang lebih besar daripada jumlah pendapatan perusahaan ketika tidak merger.
Sinergi tampak jelas ketika perusahaan yang melakukan merger berada dalam bisnis yang
sama karena fungsi dan tenaga kerja yang berlebihan dapat dihilangkan.
c. Meningkatkan dana
Banyak perusahaan tidak dapat memperoleh dana untuk melakukan ekspansi internal, tetapi
dapat memperoleh dana untuk melakukan ekspansi eksternal. Perusahaan tersebut
menggabungkan diri dengan perusahaan yang memiliki likuiditas tinggi sehingga
menyebabkan peningkatan daya pinjam perusahaan dan penurunan kewajiban keuangan. Hal
ini memungkinkan meningkatnya dana dengan biaya rendah.
d. Menambah ketrampilan manajemen atau teknologi
Beberapa perusahaan tidak dapat berkembang dengan baik karena tidak adanya efisiensi pada
manajemennya atau kurangnya teknologi. Perusahaan yang tidak dapat mengefisiensikan
manajemennya dan tidak dapat membayar untuk mengembangkan teknologinya, dapat
menggabungkan diri dengan perusahaan yang memiliki manajemen atau teknologi yang ahli.
e. Pertimbangan pajak
Perusahaan dapat membawa kerugian pajak sampai lebih 20 tahun ke depan atau sampai
kerugian pajak dapat tertutupi. Perusahaan yang memiliki kerugian pajak dapat melakukan
akuisisi dengan perusahaan yang menghasilkan laba untuk memanfaatkan kerugian pajak.
Pada kasus ini perusahaan yang mengakuisisi akan menaikkan kombinasi pendapatan setelah
pajak dengan mengurangkan pendapatan sebelum pajak dari perusahaan yang diakuisisi.
Bagaimanapun merger tidak hanya dikarenakan keuntungan dari pajak, tetapi berdasarkan
dari tujuan memaksimisasi kesejahteraan pemilik.
f. Meningkatkan likuiditas pemilik
Merger antar perusahaan memungkinkan perusahaan memiliki likuiditas yang lebih besar.
Jika perusahaan lebih besar, maka pasar saham akan lebih luas dan saham lebih mudah
diperoleh sehingga lebih likuid dibandingkan dengan perusahaan yang lebih kecil.
g. Melindungi diri dari pengambilalihan
Hal ini terjadi ketika sebuah perusahaan menjadi incaran pengambilalihan yang tidak
bersahabat. Target firm mengakuisisi perusahaan lain, dan membiayai pengambilalihannya
dengan hutang, karena beban hutang ini, kewajiban perusahaan menjadi terlalu tinggi untuk
ditanggung oleh bidding firm yang berminat (Gitman, 2003, p.714-716).
· Kelebihan dan Kekurangan Merger dan Akuisisi
Kelebihan Merger
Pengambilalihan melalui merger lebih sederhana dan lebih murah dibanding pengambilalihan
yang lain (Harianto dan Sudomo, 2001, p.641).
Kekurangan Merger
Dibandingkan akuisisi merger memiliki beberapa kekurangan, yaitu harus ada persetujuan
dari para pemegang saham masing-masing perusahaan,sedangkan untuk mendapatkan
persetujuan tersebut diperlukan waktu yang lama. (Harianto dan Sudomo, 2001, p.642)
· Kelebihan dan Kekurangan Akuisisi
Kelebihan Akuisisi
Keuntungan-keuntungan akuisisi saham dan akuisisi aset adalah sebagai berikut:
a. Akuisisi Saham tidak memerlukan rapat pemegang saham dan suara pemegang saham
sehingga jika pemegang saham tidak menyukai tawaran Bidding firm, mereka dapat menahan
sahamnya dan tidak menjual kepada pihak Bidding firm.
b. Dalam Akusisi Saham, perusahaan yang membeli dapat berurusan langsung dengan
pemegang saham perusahaan yang dibeli dengan melakukan tender offer sehingga tidak
diperlukan persetujuan manajemen perusahaan.
c. Karena tidak memerlukan persetujuan manajemen dan komisaris perusahaan, akuisisi
saham dapat digunakan untuk pengambilalihan perusahaan yang tidak bersahabat (hostile
takeover).
d. Akuisisi Aset memerlukan suara pemegang saham tetapi tidak memerlukan mayoritas
suara pemegang saham seperti pada akuisisi saham sehingga tidak ada halangan bagi
pemegang saham minoritas jika mereka tidak menyetujui akuisisi (Harianto dan Sudomo,
2001, p.643-644).
Kekurangan Akuisisi
Kerugian-kerugian akuisisi saham dan akuisisi aset sebagai berikut :
a. Jika cukup banyak pemegang saham minoritas yang tidak menyetujui pengambilalihan
tersebut, maka akuisisi akan batal. Pada umumnya anggaran dasar perusahaan menentukan
paling sedikit dua per tiga (sekitar 67%) suara setuju pada akuisisi agar akuisisi terjadi.
b. Apabila perusahaan mengambil alih seluruh saham yang dibeli maka terjadi merger.
c. Pada dasarnya pembelian setiap aset dalam akuisisi aset harus secara hukum dibalik nama
sehingga menimbulkan biaya legal yang tinggi. (Harianto dan Sudomo, 2001, p.643)
LIKUIDASI
Likuidasi Bank
Pembubaran dan likuidasi pada umumnya
Likuidasi bank sebagai akibat pencabutan ijin usaha
Proses dan akibat dilikuidasinya bank
Urutan Prioritas pihak-pihak yang memperoleh pembayaran dari hasil likuidasi.
Dasar Hukum
Undang-Undang N0.10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang N0. 7
Tahun 1992 tentang Perbankan
Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1999 yg mengatur pencabutan ijin usaha,
pembubaran dan likuidasi bank
Peraturan yang lebih bersifat umum yaitu:
- UU No. 1 Tahun 1995 tentang PT
- UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
- UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian
- Peraturan lainnya yang berkaitan
Pembubaran Bank
Pembubaran badan hukum bank terjadi karena :
- dicabut ijin usahanya
- Jangka waktu berdirinya yg ditetapkan
dalam anggaran dasar telah berakhir
- Penetapan Pengadilan
Pencabutan Ijin Usaha Bank
Pencabutan ijin bank dilakukan Pimpinan Bank Indonesia dikarenakan bank tersebut tidak
dapat mengatasi kesulitannya atau keadaan bank yang bersangkutan membahayakan sistem
perbankan nasional.
Keadaan bank yang bersangkutan membahayakan kelangsungan usahanya apabila
berdasarkan penilaian BI, kondisi usaha bank semakin memburuk, antara lain ditandai
dengan menurunnya permodalan, kualitas aset, likuiditas, dan rentabilitas, serta pengelolaan
bank yang tidak dilakukan berdasarkan prinsip kehati-hatian dan asas perbankan yang sehat.
Kriteria membahayakan sistem perbankan yaitu, suatu bank tidak mampu memenuhi
kewajiban-kewajiban kepada bank lain, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan dampak
berantai kepada bank-bank lainnya.
Pencabutan ijin usaha bank merupakan langkah akhir dari usaha menyehatkan bank
yang terkena kesulitan. Sebelumnya telah ditempuh langkah-langkah oleh BI agar :
1. pemegang saham menambah modal;
2. Pemegang saham mengganti dewan komisaris dan/atau direksi bank;
3. Bank menghapusbukukan kredit yang macet, dan memperhitungkan kerugian bank
dengan modalnya;
4. Bank melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain;
5. Bank dijual kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban. (Pasal
37 ayat (1)) UU Perbankan
Langkah lain yg sesuai dg peraturan perundangan2 yg berlaku al:
1. Menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan bank kepada pihak lain.
2. Menjual sebagian harta atau seluruh harta dan atau kewajiban bank kepada bank lain.
(SK Direksi BI No. 28/76/KEP/DIR tgl 3 Oktober 1995.
Dalam hal Direksi tidak menyelenggarakan RUPS dalam jangka waktu 60 hari
sejak tgl pencabutan ijin usaha atau dpt menyelenggarak namun tdk berhasil memutuskan
pembubaran badan hukum bank dan pembentukan Tim Likuidasi, Pimpinan BI meminta
kepada Pengadilan utk mengeluarkan penetapan sbb:
1. pembubaran badan hukum bank;
2. Penunjukan Tim Likuidasi;
3. Perintah pelaksanaan likuidasi sesuai dengan ketentuan;
4. Perintah agar Tim Likuidasi mempertanggungjawabkan pelaksanaan likuidasi kepada
BI
5. Pencabutan ijin usaha harus diumumkan secara luas kepada masyarakat melalui media
massa cetak yang mempunyai peredaran luas.
6. Dalam hal pencabutan ijin usaha terhadap BPR, pengumumannya selain seperti biasa
juga dapat dilakukan menempatkannya dalam pengumuman di Kantor Kecamatan agar
memungkinkan masyarakat setempat mengetahuinya.
Kewajiban-kewajiaban bank yang dicabut ijin usahanya, yaitu:
1. Menutup seluruh kantor-kantornya dan menghentikan segala kegiatan perbankan
sejak tanggal pencabutan ijin usaha tersebut.
2. Menyusun neraca penutupan per tanggal pencabutan ijin usaha, dan audit oleh
akuntan publik.
3. Menyelenggarkan RUPS untuk bank yg berbentuk PT atau Rapat Anggota utk bank
yg berbentu Koperasi, utk memutuskan pembubaran badan hukum bank dan pembentukan
Tim Likuidasi.
LIKUIDASI BANK
Likuidasi bank merupakan kelanjutan dari pelaksanaan pencabutan ijin usaha bank.
Likuidasi bank dilakukan dengan cara:
1. Pencairan harta dan atau penagihan piutang kepada para debitur, diikuti dengan
pembayaran kewajiban bank kepada para kreditur dari hasil pencairan dan atau penagihan
tersebut; atau
2. Pengalihan seluruh harta dan kewajiban bank kepada pihak lain yang disetujui oleh
BI.
TIM LIKUIDASI
Pelaksana dari likuidasi yaitu Tim Likuidasi, yang bekerja dalam jangka waktu 5
(lima) tahun terhitung sejak tanggal dibentuknya Tim Likuidasi tsb utk menyelesaikan semua
hak dan kewajiban dari bank yg dilikuidasi. Apabila dalam jangka waktu yg ditetapkan
penyelesaian tidak tercapai maka ditetapkan penjualan harta bank dilakukan secara lelang.
Semua beban tanggungjawab dan kepengurusan bank dalam likuidasi berada pada pada Tim
Likuidasi.
Kewenangan yg dimiliki Tim tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun
1999 al:
1. Mewakili bank dalam likuidasi dalam segala hal yang berkaitan dengan penyelesaian
hak dan kewajiban bank tersebut (Psl 10 ayat (3))
2. Dapat meminta pembatalan kepada pengadilan mengenai segala perbuatan hukum yg
merugikan harta bankapabila perbuatan hukum tersebut dilakukan dalam kurun waktu 1
tahun sebelum pencabutan ijin usaha (Pasal 14 ayat (1))
Kewajiban Tim Likuidasi
1. Melakukan pencairan harta dan atau penagihan piutang kepada para debitur;
2. Melakukan pembayaran kewajiban bank kepada para kreditur dari hasil pencairan dan
atau penagihan piutang bank tersebut;
3. Melakukan pengalihan seluruh harta dan kewajiban bank kepada pihak lain apabila
disetujui oleh BI;
4. Menyusun Neraca Akhir Likuidasi.
5. Melaporkan Neraca Akhir Likuidasi kepada BI serta mempertanggungjawabkannya
kepada RUPS;
6. Mengumumkan berakhirnya likuidasi dan menempatkannya pada Berita Negara
Republik Indonesia, memberitahukan kepada instansi yg berwenang, Deperindag agar badan
hukum bank tsb dicoret dari Daftar Perusahaan.
7. Membubarkan Tim Likuidasi apabila telah selesai menjalankan tugasnya.
Larangan bagi Tim Likuidasi
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dilarang memperoleh keuntungan
untuk diri sendiri. Apabila melanggar larangan tsb mereka secara pribadi bertanggungjawab
atas perbuatannya tersebut.
Direksi dan Dewan Komisaris bank dalam likuidasi sejak terbentuknya tim, menjadi
tdk aktif, tetapi tetap mempunyai kewajiban utk setiap saat membantu memberikan segala
data dan informasi yg diperlukan oleh Tim.
Tim Likuidasi dalam menjalankan tugas dan wewenangnya diawasi oleh BI.
BI mempunyai kewenangan utk: menilai pelaksanaan tugas dan wewenang dari Tim
Likuidasi, memberhentikan dan mengganti anggota Tim Likuidasi.
http://ianbachruddin.blogspot.com/2011/11/merger-dan-akuisisi-bank.html
DEFINISI MERGER
Merger, konsolidasi, akuisisi adalah hal yang sangat umum dilakukan agar perusahaan dapat
memenangkan persaingan, serta terus tumbuh dan berkembang.
Merger merupakan salah satu pilihan terbaik untuk memperkuat fondasi bisnis, jika merger
tersebut dapat memberikan sinergi. Sutan Remy Syahdeini dalam makalah berjudul “Merger,
Konsolidasi dan Akuisisi Bank” memberikan definisi merger atau penggabungan usaha
adalah penggabungan dari dua Bank atau lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya
salah satu Bank dan melikuidasi Bank-bank lainnya.
MOTIVASI MERGER
Joseph F. Sinkey (1983), menjelaskan motivasi yang mendorong bank untuk melakukan
merger, antara lain:
Untuk mendapatkan kesempatan beroperasi dalam skala usaha yang hemat,
Guna meningkatkan pangsa pasar,
Menghilangkan tidak efisien melalui operasional dan pengendalian finansial yang
lebih baik,
Kesempatan menggabungkan sumber daya ataupun pasar yang dimiliki masing-
masing Bank. Selain itu masih terdapat beberapa faktor yang mendorong motivasi
untuk merger, seperti: upaya diversifikasi, menurunkan biaya dana, dan menaikkan
harga saham secara emosi (bootstrapping ofearning per share) karena adanya
pengumuman akan merger bagi Bank publik.
SYARAT MERGER
Hazel J.Johnson (1995) menyatakan, prasyarat yang harus dianalisis terlebih dahulu dari
kedua Bank yang akan melakukan merger adalah:
1. Kondisi keuangan masing-masing Bank, merger sesama bank sehat atau karena collapse
2. Kecukupan modal
3. Manajemen, baik sebelum atau sesudah merger
4. Apakah merger dapat memberi manfaat bagi pengguna jasa Bank tersebut
Johnson lebih lanjut menyatakan setiap lembaga yang akan melakukan merger, pada
umumnya mempunyai beberapa isu penting yang relevan untuk dianalisis sebelum merger
dilakukan, antara lain:
1. Kapan waktu yang tepat untuk melakukan merger?
2. Bagaimana mengidentifikasi kecocokan pasangan (partner) untuk merger?
3. Bagaimana mengkomunikasikan dengan baik atas rencana merger ini kepada seluruh
pihak yang berkepentingan agar niat merger mempunyai dampak yang positif di
pasar?
4. Bagaimana melakukan cara, yang akan dilakukan untuk konsolidasi diantara Bank
yang merger?
JENIS MERGER
Terdapat empat jenis merger:
1. Merger horisontal, terjadi ketika sebuah perusahaan bergabung dengan perusahaan
lain di dalam lini bisnis yang sama.
2. Merger vertikal, berupa akuisisi sebuah perusahaan dengan salah satu pemasok atau
pelanggannya.
3. Merger kongenerik akan melibatkan perusahaan-perusahaan yang saling berhubungan
tetapi bukan merupakan produsen dari sebuah produk yang sama atau perusahaan
yang memiliki hubungan pemasok-produsen.
4. Merger konglomerat, terjadi ketika perusahaan-perusahaan yang tidak saling
berhubungan bergabung.
http://silumanmimpi-hendrik.blogspot.com/2010/06/merger-akuisisi-likuidasi.html
PERSYARATAN DAN PROSEDUR PENDIRIAN BANK
I. KETENTUAN UMUM
PadaPasal 5 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang
Perbankan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
Menurut jenisnya, Bank terdiri dari :
1.1.Bank Umum
Bank Umum disebut juga sebagai “bank dagang”, “bank komersial”, “bank kredit”, bahkan di
beberapa Negara disebut sebagai “bank deposito”.Bank yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah ini dalam kegiatannya memberikan
jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran.Sebagai Bank konvensional, Bank Umum melakukan
usaha perbankan dengan memberikan kredit kepada nasabah baik perorangan maupun
perusahaan. Sedangkan Bank Umum yang menganut prinsip syariah menggunakan aturan
perjanjian berdasarkan Hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana
dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan
syariah.
Bank Umum ini sendiri dapat berupa Bank Milik Negara, Swasta, maupun Koperasi, yang
dalam pengumpulan dananya terutama menerima simpanan dalam bentuk giro, deposito, serta
tabungan dan dalam usahanya terutama memberikan kredit jangka pendek. Kredit jangka
pendek ini dipilih karena dana utama yang diterima juga berjangka waktu pendek, sehingga
pemberian kredit jangka pendek diharapkan tidak mengganggu kemampuan bank untuk
memenuhi jangka pendeknya. Suatu bank dikatakan sebagai Bank Umum karena bank
tersebut mendapatkan keuntungan dari selisih bunga yang diterima dari peminjam dengan
yang dibayarkan oleh bank kepada depositor (disebut spread).
1.2.Bank Perkreditan Rakyat.
Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip
syariah ini dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.Jadi
disini, terlihat bahwa perbedaan antara bank umum dengan BPR terletak dalam kegiatan
pemberian jasa dalam lalu lintas pembayaran.Bank Perkreditan Rakyat memberikan jasa
berupa menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan atau
bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 disebutkan bahwa:
1. Setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum atau
Bank Perkreditan Rakyat dari Pimpinan Bank Indonesia, kecuali apabila kegiatan
menghimpun dana dari masyarakat dimaksud diatur dengan Undang-undang tersendiri.
2. Untuk memperoleh izin usaha Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), wajib dipenuhi persyaratan sekurang-kurangnya tentang:
a) Susunan organisasi dan kepengurusan;
b) Permodalan;
c) Kepemilikan;
d) Keahlian di bidang Perbankan;
e) Kelayakan rencana kerja.
3. Persyaratan dan tata cara perizinan bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
ditetapkan oleh BankIndonesia."
Dari ketentuan di atas dapat dilihat, bahwa langkah pertama yang harus dilakukan dalam
pendirian bank adalah menentukan jenis bank yang akan didirikan, apakah Bank Umum atau
Bank Perkreditan Rakyat. Dari kedua jenis bank, terdapat beberapa perbedaan mengenai
syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mendirikan sebuah bank.
II. PERSYARATAN DAN PROSEDUR PENDIRIAN BANK
2.1. Pendirian Bank Umum
Bank Umum dapat didirikan dan menjalankan usahanya dengan izin Bank Indonesia
selaku Bank Sentral.Pemberian izin untuk mendirikan Bank Umum dilakukan melalui 2
tahapan.Pertama, tahap persetujuan untuk melakukan persiapan Pendirian Bank yang
bersangkutan.Tahap kedua berupa pemberian izin usaha yakni izin yang diberikan untuk
melakukan kegiatan usaha setelah persiapan selesai dilakukan.Selama belum mendapat izin
usaha, pihak yang mendapat persetujuan prinsip tidak diperkenankan untuk melakukan
kegiatan usaha apapun di bidang perbankan.
Penjelasan secara rinci untuk pendirian bank umum dijabarkan dalam SK Direksi BI No:
32/33/Kep/Dir, Tentang Bank Umum tanggal 12 Mei 1999 :
2.1.1. Syarat Umum
Dalam pasal 3 disebutkan :
1) Bank hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha dengan izin Direksi Bank
Indonesia.
2) Bank hanya dapat didirikan oleh:
a) WNI dan/atau Badan Hukum Indonesia; atau
b) WNI dan/atau Badan Hukum Indonesia dengan WNA dan/atau Badan Hukum Asing
secara kemitraan.
Selanjutnya dalam pasal 4 disebutkan:
1) Modal disetor untuk mendirikan Bank ditetapkan sekurang-kurangnya sebesar Rp
3.000.000.000,00 (tiga triliun rupiah);
2) Modal disetor bagi Bank yang berbentuk hukum Koperasi adalah simpanan pokok,
simpanan wajib, dan hibah sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang Perkoperasian;
3) Modal disetor yang berasal dari warga Negara asing dan/atau badan hukum asing,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka (2) huruf b setinggi-tingginya sebesar 99 %
(Sembilan puluh sembilah persen) dari modal disetor bank.
Bila dicermatisyarat-syarat pendirian bank umum tersebut tampak bahwa modal yang harus
disediakan relatif cukup besar.Tampaknya pimpinan BI menyadari bahwa bank sebagai
badan usaha memiliki karakteristik tersendiri jika dibandingkan dengan badan usaha
lainnya.Hal ini terlihat bahwa pimpinan bank tidak serta merta mengeluarkan izin usaha
walaupun modal sudah ada.
2.1.2. Persetujuan Prinsip
Sebagaimana dijabarkan dalam pasal 6:
1) Permohonan untuk mendapatkan persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 huruf a diajukan sekurang-kurangnya oleh seorang calon pemilik kepada direksi Bank
Indonesia sesuai dengan format dalam Lampiran I dan wajib dilampri dengan:
a) Rancangan akta pendirian badan hukum, termasuk rancangan anggaran dasar yang
sekurang-kurangnya memuat:
1. Nama dan tempat kedudukan;
2. Kegiatan usaha sebagai Bank;
3. Permodalan;
4. Kepemilikan;
5. Wewenang, tanggung jawab, dan masa jabatan dewan Komisaris serta Direksi;
b) Data kepemilikan berupa:
1) Daftar calon pemegang saham berikut rincian besarnya masing-masing kepemilikan
saham bagi Bank yang berbentuk hukum Perseroan Terbatas/Perusahaan Daerah;
2) Daftar calon anggota berikut rincian jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib, serta
daftar hibah bagi Bank yang berbentuk hukum Koperasi;
c) Daftar calon anggota dewan Komisaris dan anggota Direksi disertai dengan:
1. Fotokopi tanda pengenal yang dapat berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor;
2. Riwayat hidup;
3. Surat penyertaan pribadi (personal statement)yang menyatakan tidak pernah melakukan
tindakan tercela di bidang perbankan, keuangan, dan usaha lainnya dan atau tidak pernah
dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana kejahatan;
4. Surat keterangan atau bukti tertulis dari bank tempat bekerja sebelumnya mengenai
pengalaman operasional di bidang perbankan bagi calon Direksi yang telah berpengalaman;
dan
5. Surat keterangan dari lembaga pendidikan mengenai pendidikan perbankan yang pernah
diikuti dan/atau bukti tertulis bagi Bank tempat bekerja sebelumnya mengenai pengalaman di
bidang perbankan bagi calon anggota Dewan Komisaris.
d) Rencana susunan organisasi;
e) Rencana kerja untuk tahun pertama yang sekurang-kurangnya memuat:
1. Hasil penelaahan mengenai peluang pasar dan potensi ekonomi;
2. Rencana kegiatan usaha yang mencakup penghimpunan dan penyaluran dana serta
langkah-langkah kegiatan yang akan dilakukan dalam mewujudkan rencana yang dimaksud.
f) Bukti setoran modal sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) dari modal yang
disetor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), dalam bentuk fotokopi bilyet deposito
pada Bank di Indonesia dan atas nama “Direksi Bank Indonesia q.q. salah seorang calon
pemilik untuk pendirian Bank yang yang bersangkutan” dengan mencantumkan keterangan
bahwa pencairannya hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan tertulis dari Direksi
Bank Indonesia;
g) Surat pernyataan dari calon pemegang saham dan Bank yang berbentuk hukum
Perseroan Terbatas/Perusahaan Daerah atau dari calon anggota bagi Bank yang berbentuk
hukum Koperasi, bahwa setoran modal sebagaimana yang dimaksud dalam huruf f:
1. Tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank
dan/atau pihak lain di Indonesia;
2. Tidak berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang (money laundering).
2). Daftar calon pemegang saham atau daftar calon anggota sebagaimana dimaksud dalam
pasal 1 huruf b:
a. Dalam hal perorangan wajib dilampiri dengan dokumen sebagaimana yang dimaksud
dalam ayat (1) huruf c angka 1 sampai dengan angka 3;
b. Dalam hal badan hukum wajib dilampiri dengan:
1. Akta pendirian badan hukum, termasuk anggaran dasar berikut perubahan-perubahan
yang telah mendapat pengesahan dari instansi berwenang termasuk bagi badan hukum asing
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di negara asal badan hukum tersebut;
2. Dokumen sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c angka 1 sampai dengan angka
3 dari seluruh dewan komisaris dan direksi dari badan hukum yang bersangkutan;
3. Rekomendasi dari instansi berwenang di Negara asal bagi bbadan hukum asing;
4. Daftar pemegang ssaham berikut rincian besarnya masing-masing kepemilikan saham
bagi baddan hukum Perseroan Terbatas/Perusahaan Daerah, atau daftar anggota berikut
rincian jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib, serta daftar hibah bagi badan hukum
koperasi;
5. Laporan keuangan badan hukum yang diaudit oleh akuntan public dengan posisi paling
lama 6 (enam) bulan sebelum tanggal pengajuan permohonan pesetujuan prinsip.
Mencermati persyaratan yang harus dipenuhi jika ingin mendirikan Bank, agaknya
pemerintah tidak ingin mengulangi kekeliruan di masa lalu ketika muncul Paket
kebijaksanaan di bidang perbankan pada tahun 1988 yang lebih dikenal dengan “Pakto 88”.
Jika dicermati Pakto 88 tersebut, syarat-syarat untuk mendirikan bank tidak terlalu
sulit.Namun, bank tidak dikelola secara profesional, akibatnya bank harus dicabut ijin
usahanya oleh pemerintah. Untuk memperkokoh keberadaan bank sebagai lembaga
penyimpan dana yang aman, landasan hukum perbankan pun diperbaharui.
2.1.3. Data Kepemilikan Bank
Dalam mendirikan sebuah bank tidak hanya dilihat dari jumlah modal yang dimilikinya, akan
tetapi siapa pemilik dan pengelola bank. Prosedur tersebut tampak pada ketentuan di bawah
ini:
Pasal 9
Permohonan untuk mendapat ijin usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf b
diajukan oleh Direksi Bank kepada Direksi Bank Indonesia sesuai dengan format pada
lampiran 2 dan wajib dilampiri dengan:
a. Akta pendirian badan hukum, termasuk anggaran dasar badan hukumyang telah
disahkan oleh instansi yang berwenang;
b. Data kepemilikan berupa:
1. Daftar pemegang saham berikut rincian besarnya kepemilikan saham bagi bank yang
berbentuk hukum Perseroan Terbatas/Perusahaan Daerah; atau
2. Daftar angora berikut rincian jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib serta daftar
hibah bagi Bank yang berbentuk hukum Koperasi; yang masing-masing disertai dengan
dokumen sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (2);
c. Daftar susunan dewan Komisaris dan Direksi, disertai dengan:
1. Pas foto terakhir ukuran 4 x 6 cm;
2. contoh tandatangan dan paraf;
3. dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c;
4. fotokopi Kartu Izin Menetap Sementara (KIMS) dan fotokopi surat izin bekerja dari
instansi berwenang, bagi warga Negara asing;
d. Susunan organisasi serta system dan prosedur kerja, termasuk susunan personalia;
e. Bukti pelunasan modal disetor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), dalam
bentuk fotokopi bilyet deposito pada Bank di Indonesia atas nama “Direksi Bank Indonesia
q.q. salah seorang pemilik Bank yang bersangkutan” dengan mencantumkan keterangan
bahwa pencairannya hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan tertulis dari Direksi
Bank Indonesia.
f. bukti kesiapan operasional berupa:
1. daftar aktiva tetap dan inventaris;
2. bukti penguasaan gedung berupa bukti kepemilikan atau perjanjian sewa-menyewa
gedung kantor;
3. foto gedung kantor dan tata letak ruangan;
4. contoh formulir/warkat yang akan digunakan untuk operasional Bank;
5. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP);
g. Surat pernyataan dari pemegang saham bagi Bank yang berbentuk hukum Perseroan
Terbatas Perusahaan Daerah atau dari anggota bagi Bank yang berbentuk hukum Koperasi
bunga pelunasan modal disetor sebagaimana dimaksud dalam huruf c:
1. tidak bersal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari Bank
dan/atau pihak lain di Indonesia;
2. tidak berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang (money loundering);
h. Surat pernyataan tidak merangkap jabatan melebihi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 ayat (3) bagi anggota dewan Komisaris;
i. Surat pernyataan tidak merangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat
(2) bagi anggota Direksi;
j. Surat pernyataan dari anggota dewan Komisaris bahwa yang bersangkutan tidak
mempunyai hubungan keluarga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4);
k. Surat pernyataan dari anggota Direksi bahwa yang bersangkutan tidak mempunyai
hubungan keluarga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1);
l. Surat pernyataan dari anggota Direksi bahwa yang bersangkutan baik secara sendiri-
sendiri maupun bersama-sama tidak memiliki saham melebihi 25% dari modal disetor pada
suatu perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3).
Selanjutnya dalam Pasal 13 disebutkan:
1. Kepemilikan Bank oleh Badan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2)
setinggi-tingginya sebesar modal sendiri bersih badan hukum yang bersangkutan.
2. Modal sendiri bersih sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan:
a. Penjumlahan dari modal disetor, cadangan, dan laba dikurangi penyertaan dan
kerugian, bagi badan hukum Perseroan Terbatas/Perusahaan Daerah; atau
b. Penjumlahan dari simpanan pokok, simpanan wajib, hibah, modal penyertaan, dana
cadangan dan Sisa Hasil Usaha dikurangi penyertaan dan kerugian bagi Badan Hukum
Koperasi.
2.1.4. Yang dapat menjadi Pemilik Bank
Dalam Pasal 15 dijabarkan siapa saja yang dapat menjadi pemilik bank:
1. Yang dapat menjadi pemilik Bank adalah pihak-pihak yang:
a. Tidak termasuk dalam daftar orang tercela di bidang perbankan sesuai dengan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia;
b. Menurut penilaian Bank Indonesia yang bersangkutan memiliki integritas yang baik.
2. Pemilik Bank yang memiliki integritas yang baik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf b, antara lain adalah pihak-pihak yang:
a. Memiliki akhlak dan moral yang baik;
b. Mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c. Memiliki komitmen yang tinggi terhadap perkembangan operasional bank yang sehat;
d. Dinilai layak dan wajar untuk menjadi pemegang saham Bank.
2.1.5. Perubahan Modal
Dalam Pasal 10 disebutkan:
1. Perubahan modal dasar bagi Bank yang berbentuk Hukum Perseroan
Terbatas/Perusahaan Daerah wajib dilaporkan oleh Direksi Bank kepada bank Indonesia
selambat-lambatnya 10 hari setelah tanggal persetujuan perubahan anggaran dasar dari
instansi yang berwenang dilampiri dengan:
a. Notulen rapat umum pemegang saham;
b. Perubahan anggaran dasar yang telah disetujui oleh instansi yang berwenang.
2. Perubahan modal bagi Bank yang berbentuk Badan Hukum Koperasi, wajib dilaporkan
oleh Direksi Bank kepada bank Indonesia selambat-lambatnya 10 hari setelah tanggal
perubahan anggaran dasar dilampiri dengan:
a. Notulen rapat anggota;
b. Perubahan anggaran dasar yang telah disetujui oleh rapat anggota.
2.1.6. Perubahan Pemilik
Dalam Pasal 18 disebutkan:
1. Perubahan komposisi kepemilikan yang tidak mengakibatkan penggantian dan/atau
penambahan pemilik Bank, wajib dilaporkan oleh Direksi Bank kepada Bank Indonesia
selambat-lambatnya 10 hari setelah perubahan dilakukan.
2. Laporan perubahan komposisi kepemilikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang
diakibatkan adanya penambahan modal disetor wajib dilampiri dengan:
a. Bukti penyetoran;
b. Notulen rapat umum pemegang saham/rapat anggota.
c. Surat pernyataan dari pemegang saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b;
d. Data kepemilikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b.
3. Laporan perubahan komposisi kepemilikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang
tidak mengubah modal disetor wajib dilampiri dengan dokumen sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) huruf b,c dan d.
2.1.7. Dewan Komisaris
Yang dapat menjadi Komisaris Bank diatur dalam Pasal 19, yaitu:
1. Anggota dewan Komisaris dan Direksi wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Tidak termasuk dalam daftar orang tercela dibidang perbankan sesuai dengan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia;
b. Memiliki kemampuan dalam menjalankan tugasnya;
c. Menurut penilaian Bank Indonesia yang bersangkutan memiliki integritas yang baik.
2. Anggota dewan komisaris dan Direksi yang memiliki integritas yang baik sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf c, antara lain adalah pihak-pihak yang:
a. Memiliki akhlak dan moral yang baik;
b. Mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c. Memiliki komitmen yang tinggi terhadap pengembangan operasional Bank yang sehat;
d. Dinilai layak dan wajar untuk menjadi anggota dewan Komisaris dan Direksi Bank.
Pasal 20
1. Bank yang sebagian sahamnya dimiliki oleh pihak asing dapat menempatkan Warga
Negara Asing sebagai anggota Dewan Komisaris dan Direksi.
2. Di antara Dewan Komisaris dan Direksi Bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
sekurang-kurangnya terdapat satu orang anggota dewan Komisaris dan satu orang anggota
Direksi berkewarganegaraan Indonesia.
Pasal 21
1. Jumlah anggota dewan Komisaris sekurang-kurangnya dua orang.
2. Anggota dewan Komisaris sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memiliki
pengetahuan dan/atau pengalaman di bidang perbankan.
3. Anggota dewan Komisaris hanya dapat merangkap jabatan:
a. Sebagai anggota dewan Komisaris sebanyak-banyaknya pada satu bank lain atau Bank
Perkreditan Rakyat; atau
b. Sebagai anggota dewan Komisaris, Direksi atau Pejabat Eksekutif yang memerlukan
tanggung jawab penuh sebanyak-banyaknya pada dua perusahaan lain bukan bank atau bukan
Bank Perkreditan rakyat.
4. Mayoritas anggota dewan Komisaris dilarang memiliki hubungan keluarga sampai
dengan derajat kedua termasuk suami/istri, menantu, dan ipar dengan anggota dewan
Komisaris lain.
Pasal 22
1. Direksi Bank sekurang-kurangnya berjumlah tiga orang.
2. Mayoritas dari anggota Direksi wajib berpengalaman dalam operasional bank sekurang-
kurangnya 5 tahun sebagai Pejabat Eksekutif pada Bank.
Pasal 23
1. Mayoritas anggota Direksi dilarang memiliki hubungan keluarga sampai dengan derajat
kedua termasuk suami/istri, keponakan, menantu, ipar, dan besan dengan anggota Direksi lain
atau anggota dewan Komisaris;
2. Anggota Direksi dilarang merangkap jabatan sebagai anggota dewan Komisaris, Direksi
atau Pejabat Eksekutif pada lembaga perbankan, perusahaan atau lembaga lain;
3. Di antara anggota-anggota Direksi dilarang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama
memiliki saham melebihi 25% dari modal disetor pada suatu perusahaan lain;
4. Direksi Bank dilarang memberikan kuasa umum kepada pihak lain yang mengakibatkan
pengalihan tugas dan wewenang tanpa batas;
2.1.8. Persetujuan Bank Indonesia
Anggota Komisaris Bank harus mendapat persetujuan dari Pimpinan Bank Indonesia.Hal ini
dijabarkan dalam Pasal 24.
1. Calon anggota dewan Komisaris atau Direksi wajib memperoleh persetujuan dari Bank
Indonesia sebelum diangkat dan menduduki jabatannya;
2. Permohonan untuk memperoleh persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
wajib disampaikan oleh Direksi Bank kepada Direksi Bank Indonesia sebelum rapat umum
pemegang saham atau rapat anggota yang mengesahkan pengangkatan dimaksud, disertai
dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c,Pasal 9 huruf h, I, j, k
dan l;
3. Persetujuan atau penolakan atas permohonan pengangkatan anggota dewan Komisaris
atau Direksi diberikan selambat-lambatnya 15 hari sejak dokumen permohonan diterima
secara lengkap;
4. Dalam rangka memberikan persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3), Bank Indonesia melakukan:
a. Penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen sebagaiman dimaksud dalam ayat
(2);
b. Wawancara terhadap calon anggota dewan Komisaris atau Direksi.
5. Laporan pengangkatan anggota dewan Komisaris atau Direksi wajib disampaikan oleh
Direksi Bank kepada Direksi Bank Indonesia selambat-lambatnya 10 hari setelah
pengangkatan dimaksud disahkan oleh rapat umum pemegang saham atau rapat anggota,
disertai dengan notulen rapat umum pemegang saham atau notulen rapat anggota.
2.1.9. Pimpinan Cabang
Penggantian Pimpinan Cabang Bank wajib dilaporkan ke Pimpinan Bank Indonesia,
hal ini dijabarkan dalam Pasal 25.Pengangkatan atau penggantian pemimpin Kantor Cabang
wajib dilaporkan oleh Direksi Bank kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 10 (sepuluh)
hari setelah tanggal pengangkatan dan dilampiri dengan:
a. Surat pengangkatan dan pemberian kuasa sebagai pemimpin Kantor Cabang dan
Direksi Bank;
b. Dokumen yang menyatakan identitas calon pemimpin Kantor Bank dengan persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c angka 1, angka 2, dan angka 3, serta
Pasal 9 huruf c angka 1dan angka 2.
2.2. Pendirian Bank Perkreditan Rakyat
Pada pendirian BPR juga diperlukan izin usaha dari Bank Indonesia sebagaimana
Bank Umum. Pada proses izin usaha dari Bank Indonesia diperlukan 2 tahap yaitu tahap
persetujuan prinsip dan perolehan izin usaha. Selama salah satu atau kedua proses ini belum
terpenuhi maka BPR tidak dapat melaksanakan kegiatan usaha apapun di bidang perbankan.
Syarat-syarat untuk mendirikan BPR diatur dalam SK Direksi BI No.32/35/Kep/Dir, tentang
Bank Perkreditan Rakyat tanggal 12 Mei 1999.
2.2.1. Syarat Umum Pendirian BPR
Hal ini dijabarkan dalam Pasal 3:
1. BPR hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha dengan izin Direksi Bank
Indonesia
2. BPR hanya dapat didirikan oleh:
a) Warga Negara Indonesia yang seluruh kepemilikannya oleh Warga Negara Indonesia;
b) Badan Hukum Indonesia yang seluruh kepemilikannya oleh Warga Negara Indonesia;
c) Pemerintah Daerah; atau
d) Dua pihak atau lebih sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c.
2.2.2. Modal BPR
Dalam Pasal 4 disebutkan:
1. Modal disetor untuk mendirikan BPR ditetapkan sekurang-kurangnya sebesar:
a. Rp. 2.000.000.000 (Dua Milyar Rupiah) untuk BPR yang didirikan diwilayah Daerah
Khusus Ibukota jakarta Raya dan Kabupaten/Kotamadya Tanggerang, Bekasi, dan Karawang;
b. Rp. 1.000.000.000 (Satu Milyar Rupiah) untuk BPR yang didirikan di wilayah ibukota
propinsi diluar wilayah tersebut pada huruf a;
c. Rp. 500.000.000 (lim ratus juta rupiah) untuk BPR yang didirikan di luar wilayah
tersebut pada huruf a dan huruf b.
2. Modal disetor bagi BPR yang berbentuk hukum Koperasi adalah simpanan pokok,
simpanan wajib, dan hibah sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang perkoperasian;
3. Bagian dari modal disetor BPR yang digunakan untuk modal kerja sekurang-kurangnya
berjumlah 50% (lima puluh perseratus)
2.2.3. Persetujuan Prinsip
Masalah ini dijabarkan dalam Pasal 6 sebagai berikut:
1. Permohonan untuk mendapatkan persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 huruf a diajukan oleh sekurang-kurangnya oleh seorang calon pemilik kepada Direksi
Bank Indonesia sesuai dengan format lampiran 1 dan wajib dilampiri dengan :
a) Rancangan akta pendirian badan huku, termasuk rancangan anggaran dasar yang
sekurang-kurangnya memuat:
1. Nama dan tempat kedudukan
2. Kegiatan usaha sebagai BPR
3. Permodalan
4. Kepemilikan
5. Wewenang, tanggung jawab, dan masa jabatan dewan Komisaris dan Direksi;
b) Data kepemilikan berupa:
1. Daftar calon pemegang saham berikut rincian besarnya masing-masing kepemilikan
saham bagi BPR yng berbentuk hukum Perseroan Terbatas/Perusahaan Daerah
2. Daftar calon anggota berikut rincian jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib, serta
daftar hibah bagi BPR yang berbentuk hukum Koperasi
c) Daftar calon anggota dewan Komisaris dan Direksi disertai dengan:
1. Fotokopi KTP;
2. Riwayat hidup;
3. Surat pernyataan yang menyatakan tidak pernah melakukan tidakan tercela di bidang
perbankan. Keuangan, dan usaha lainnya dan/atau tidak pernah dihukum karena terbukti
melakukan tindak pidana kejahatan;
4. Surat keterangan atau bukti tertulis dari pihak sebelumnnyamengenai pengalaman
operasional dibidang perbankan bagi calon Direksi yang tidak berpengalaman;
5. Surat keterangan dari lembaga pendidikan perbankan yang pernah diikuti dan/atau bukti
tertulis dari pihak Bank tempat bekerja sebelumya mengenai penglaman dibidang perbankan
bagi calon anggota dewan komisaris
d) Rencana susunan organisasi;
e) Rencana kerja untuk tahun pertama yang sekurang-kurangnya memuat:
1. Hasil penelaahan mengenai peluang dasar dan potensi ekonomi;
2. Rencana kegiatan usaha yang mencakup penghimpunan dan penyaluran dana serta
langkah-langkah kegiatan yang akan dilakukan dalam mewujudkan rencana dimaksud;
3. Rencana kebutuhan pegawai;
4. Proyeksi arus kas bulanan selama 12 bulan yang dimulai sejak BPR melakukan
kegiatan operasionalnya serta proyeksi neraca dan perhitungan laba rugi;
f) Bukti setoran modal sekurang-kurangnya 30% dari modal disetor sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), dalam bentuk fotokopi Bilyet deposito pada Bank Umum di
Indonesia dana atas nama “Direksi Bank Indonesia q.q salah seorang calon pemilik untuk
pendirin BPR yang bersanngkutan” dengan mencantumkan keterangan bahwa pencairannya
hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan tertulis dari Direksi Bank Indonesia
g) Surat pernyataan dai pemegang saham bagi BPR yang berbentuk hukum Perseroan
Terbatas/Perusahaan Daerah atau dari calon anggota dari BPR yng berbentu hukum
koperasi,bahwa setoran modal sebagaimana dimaksud dalam huruf f:
1. Tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank
dan/atau pihak lain di Indonesia;
2. Tidak berasal dari hasil kegiatan yang melnggar hukum.
2. Daftar calon pemegang saham atau calon anggota sebagiamana dimaksud dalam ayat (1)
huruf b:
a. dalam hal perorangan wajib dilampiri dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) huruf c angnka 1, angka 2, dan angka 3;
b. dalam hal Badan Hukum wajib dilampiri dengan:
1. akta pendirian badan hukum termasuk anggaran dasar berikut perubahan-perubahan
yang telah mendapat pengesahan dari instansi yang berwenang;
2. dokumen sebagimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c angka 1, angka 2 dan angka 3
dari seluruh Dewan Komisaris dan Direksi badan hukum yang bersangkutan;
3. daftar pemegang saham berikut rincian besarnya masing-masing kepemilikan saham
bagi badan hukum Perseroan Terbatas/Perusahaan Daerah, atau daftar anggota berikut rincian
jumlah simpanan pokok, simpanan wajib serta daftar hibah bagi badan hukum koperasi;
4. laporan keuangan posisi akhir bulan sebelum tanggal pengajuan permhonan persetujuan
prinsip;
5. laporan keuangan badan hukum yang diaudit oleh Akuntan Publik dengan posisi paling
lama 6bulan sebelum tanggal pengajuan permohonan pengajuan prinsip, bagi badan hukum
yang melakukan penyertaan sebesar Rp.1.000.000.000 atau lebih.
2.2.4. Ijin Pendirian BPR
Dalam pasal 9 disebutkan :
Permohonan untuk mendapatkan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf b
diajukanoleh direksi BPR kepada direksi Bank Indonesia sesuai dengan format dalam
lampiran 2 dan wajib dilampiri dengan:
a) akta pendirian badan hokum, termasuk anggaran dasar badan hukum yang telah
disahkan oleh instansi yang berwenang;
b) data kepemilikan berupa :
1. daftar pemegang saham berikut rincian besarnya kepemilikan saham bagi BPR yang
berbentuk badan hukum perseroan terbatas/perusahaan daerah;
2. daftar anggota berikut rincian jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib serta daftar
hibah bagi BPR yang berbentuk Hukum koperasi, yang masing-masing disertai dengan
dokumen sebagaimana yang dimaksud pasal 6 ayat (2).
c) daftar susunan dewan Komisaris dan Direksi disertai dengan:
1. disertai pas foto terakhir ukuran 4x4 cm;
2. contoh tandatangan dan paraf;
3. dokumen sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf c.
d) susunan organisasi serta sistem dan prosedur kerja, termasuk personalia:
e) bukti pelunasan modal disetor sebagaimana dimaksud dalam pasal ayat (1), dalam
bentuk fotokopi bilyet deposito pada Bank Umum di Indonesia dan atas nama “Direksi Bank
Indonesia q.q. salah seorang pemilik BPR yang bersangkutan” dengan mencantumkan
keterangan bahwa pencairannya hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan tertulis
dari direksi bank Indonesia;
f) Bukti kesiapan operasional antara lain berupa:
1. Daftar aktiva tetap dan inventaris;
2. Bukti penguasaan gedung berupa bukti kepemilikan atau perjanjian sewa menyewa
gedung kantor;
3. Foto gedung kantor dan tata letak ruangan;
4. Contoh formulir/warkat yang akan digunkan untuk operasional BPR;
5. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP).
g) Surat pernyataan dari pemegang saham bagi BPR yang berbentuk hukum Perseroan
Terbatas/Perusahaan Daerah atau dari anggota bagi BPR yang berbentuk hukum koperasi
bahwa pelunasan modal disetor sebagaimana dimaksud dalam huruf c :
1. Tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank
dan/atau pihak lain di Indonesia;
2. Tidak berasal dari hasil kegiatan yang melanggar hukum.
h. Surat pernyataan tidak merangkap jabatan melebihi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 20 ayat (3) dan ayat (4) bagi anggota dewan Komisaris;
i. Surat pernyataan tidak merangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat
(2) bagi anggota direksi;
j. Surat pernyataan dari anggota direksi bahwa yang bersangkutan bersedia menjadi
direksi selama sekurang-kurangnya 3 tahun sejak BPR beroperasi dan tidak akan
mengundurkan diri, kecuali mendapat persetujuan terlebih dahulu dari bank Indonesia;
k. Surat pernyataan dari anggota direksi bahwa yang bersangkutan tidak mem[punyai
hubungan keluarga sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat (1)
2.2.5. Kepemilikan BPR
Menurut pasal 13
1. Kepentingan BPR oleh Badan Hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (2)
setinggi-tingginya sebesar modal sendiri bersih Badan Hukum yang bersangkutan;
2. Modal sendiri bersih sebagaimana dimaksud ayat (1) merupakan :
a. Penjumlahan dari modal disetor, cadangan, cadangan dan laba, dikurangi penyertaan
dan kerugian, bagi badan hokum perseroan terbatas/perusahaan daerah; atau
b. Penjumlahan dari simpanan pokok, simpanan wajib, hibah, modal pernyertaan, dana
cadangandan sisa hasil usaha dikurangi penyertaan dan kerugian, bagi badan hukum koperasi.
Selanjutnya dalam pasal 15 disebutkan:
Yang dapat menjadi pemilik BPR adalah pihak-pihak :
a. Tidak termasuk dalam daftar orang tercela dibidang perbankan sesuai dengan yang
diterapkan oleh Bank Indonesia.
b. Menurut penilaian Bank Indonesia yang bersangkutan memiliki integritas, antara lain :
1. Memiliki akhlak dan moral yang baik;
2. Mematuhi peraturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku;
3. Bersedia mengembangkan BPR yang sehat.
2.2.6. Perubahan modal
Hal ini dijabarkan dalam pasal 16 sebagai berikut :
1. Perubahan modal dasar bagi BPR yang berbentuk badan hokum perseroan
terbatas/perusahaan daerah wajib dilaporkan oleh direksi BPR kepada bank Indonesia
selambat-lambatnya 10 hari setelah tanggal persetujuan perubahan anggaran dasar dari instani
yang berwnang dilampiri dengan:
a. Notulen rapat umum pemegang saham;
b. Perubahan anggaran dasar yang telah disetujui oleh rapat anggota.
2. Perubahan modal bagi BPR yang berbentuk hokum koperasi wajib dilaporkan oleh
direksi BPR kepada bank Indonesia selambat-lambatnya 10 hari setelah tanggal persetujuan
perubahan anggaran dasar dilampiri dengan:
a. Notulen rapat umum pemegang saham;
b. Perubahan anggaran dasar yang telah disetujui oleh rapat anggota.
2.2.7. Perubahan Pemilik Modal
Dalam pasal 17disebutkan :
1. Penggantian dan/atau penambahan pemilik BPR wajib terlebih dahulu memperoleh
persetujuan dari Bank Indonesia;
2. Tatacara penggantian dan/atau penambahan pemilik BPR sebagaimana perundang-
undangan yang berlaku tentang merger, konsolidasi dan akuisi bank;
Selanjutnya dalam pasal 18 dikemukakan :
1. Perubahan komposisi kepemilikan yang tidak mengakibatkan penggantian dan/atau
penambahan pemilik wajib dilaporkan oleh direksi BPR kepada Bank Indonesia selambat-
lambatnya 10 hari setelah perubahan dilakukan;
2. Laporan perubahan komposisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang diakibatkan
adanya penambahan modal disetor wajib dilampiri dengan:
a. Bukti penyetoran;
b. Notulen rapat umum pemegang saham/rapat anggota;
c. Surat pernytaan dari pemegang saham sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf g;
d. Data kepemilikan sebagaimana dimaksud dalam pasa 9 huruf b.
3. Laporan perubahan komposisi kepemilikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang
tidak mengubah modal disetor wajib dilampiri dengan dokumen sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) huruf b, huruf c, huruf d;
2.2.8. Anggota Komisaris dan Direksi
Dalam pasal 19 disebutkan :
Anggota dewan komisaris dan direksi wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Tidak termasuk dalam daftar oang tercela dibidang perbankan sesuai dengan yang
ditetapkan oleh bank Indonesia
b. Menurut penilaian bank Indonesia yang bersangkutan memiliki integritas, antara lain :
1. Memiliki akhlak dan moral yang baik;
2. Mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku;
3. Bersedia mengembangkan dan melakuan kegiatan ussaha BPR secara sehat.
Selanjutnya dalam pasal 20 disebutkan:
1) Jumlah anggota dewan Komisaris dan Direksi sekurang-kurangnya 1 orang;
2) Anggota dewan Komisaris sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 wajib memiliki
pengetahuan dan/atau pengalaman di bidang perbankan;
3) Anggota dewan komisaris BPR dapat merangkap jabatan sebagai komisaris sebanyak-
banyaknya pada 3 BPR dan/atau BPR berdasarkan prinsip syariah;
4) Komisaris BPR dilarang menjabat sebagai anggota direksi pada bank umum.
Pasal 21
1) Jumlah anggota direksi BPR sekurang-kurangnya 2 orang;
2) Anggota direksi sekurang-kurangnya berpendidikan formal setingkat Diploma II atau
sarjana muda;
3) Sekurang-kurangnya 50% dari anggota direksi wajib berpengetahuan dalam operasional
bank sekurang-kurangnya 2 tahun sebagi pejabat di bidang pendanaan dan/atau perkreditan.
2.2.9. Syarat Menjadi Anggota Direksi
1) Anggota direkasi dilarang mempunyai hubungan keluarga dengan :
a) Anggota direksi lainnya dalam hubungan sebagai orangtua termasuk mertua, anak
termasuk menantu, saudara kandung termasuk hubungan sebagai orangtua, anak dan
suami/istri;
b) Dewan komisaris dalam hubungan sebagai orang tua, anak dan suami/istri.
2) Anggota direksi BPR dilarang merangkap jabatan sebagai anggota direksi atau pejabat
eksekutif pada lembaga perbankan, perusahaan atau lembaga lain;
3) Direksi BPR dilarang memberikan kuasa hokum kepada pihak lain yang mengakibatkan
pengalihan tugas dan wewenang tanpa batas.
Pasal 23
1. Dalam hal terjadi penggantian anggota dewan komisaris dan/atau direksi, calon
pengganti jabatan tersebut wajib memperoleh persetujuan dari direksi bank Indonesia
sebelum diangkat dan menduduki jabatannya;
2. Permohonan untuk memperoleh persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
wajib disampaikan oleh direksi BPR kepada Bank Indonesia sebelum rapat umum pemegang
saham atau rapat anggota yang mengesahkan pengangkatan dimaksud, disertai dengan
dokumen sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf c, huruf h, huruf I dan huruf k;
3. Persetujuan atau penolakan atas permodalan pengangkatan anggota dewan komisaris
dan direksi diberikan selambat-lambatnya 15 hari setelah dokumen permohonan diterima
secara lengkap;
4. Dalam rangka memberikan persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3), Bank Indonesia melakukan :
a) Penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen sebagaiimana yang dmaksud
dalam ayat (2);
b) Wawancara terhadap calon anggota dewan komisaris dan direksi.
5. Laporan pengangkatan anggota dewan komisaris dan/atau direksi wajib disampaikan
oleh direksi BPR kepada bank Indonesia selambat-lambatnya 10 hari setelah pengangkatan
dimaksud disahkan oleh rapat umum pemegang saham atau rapat anggota sesuai dengan
format dalam lampiran 5, disertai notulen rapat umum pemegang saham atau rapat anggota.
2.2.10. Peningkatan Status BPR
BPR dapat ditingkatkan statusnya menjadi Bank Umum. Persyaratannya adalah BPR tersebut
harus memiliki tingkat permodalan, yang selama 12 bulan terakhir atau sekurang-kurangnya
10 bulan terakhir tergolong sehat dan selebihnya cukup sehat. BPR tersebut juga harus
memenuhi persyaratan modal disetor untuk menjadi Bank Umum dan memenuhi ketentuan
Direksi dan dewan Komisaris sebagaimana yang dipersyaratkan dalam Bank Umum.
DAFTAR PUSTAKA
Sentosa Sembiring, S.H., M.H. 2000.Hukum Perbankan. Bandung. Mandar Maju.
Munir Fuady, S.H., M.H., LL.M. 1999. Hukum Perbankan Modern (Berdasarkan Undang-
Undang Tahun 1998) Buku Kesatu. Bandung. PT. Citra Aditya Bakti.
-------. 2011. Booklet Perbankan Indonesia 2011. Jakarta. Direktorat Perizinan dan Informasi
Perbankan.
Drs. Muhamad Djumhana. 1998. Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung. PT. Citra Aditya
Bakti.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.
http://tantra-agistya.blogspot.com/2011/11/persyaratan-dan-prosedur-pendirian-bank.html
1. PT. Bank CIMB Niaga ( Bank Niaga + Lippo Bank )
Salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah melalui penggabungan usaha.
Penggabungan usaha adalah penyatuan dua atau lebih perusahaan yang terpisah menjadi satu
entity ekonomi karena satu perusahaan menyatu dengan perusahaan lain atau memperoleh
kendali atas aktiva dan operasi perusahaan lain. Penggabungan usaha pada umumnya
dilakukan dalam bentuk merger, akuisisi, dan konsolidasi. Merger dan akuisisi merupakan suatu
cara pengembangan dan pertumbuhan perusahaan.
Contoh yang paling kuat saat ini adalah dorongan dari Bank Indonesia melalui kebijakan
single presence agar bank-bank nasional melakukan merger agar menjadi lebih efisien, lebih
kokoh dalam permodalan sehingga memiliki daya saing yang kuat secara internasional.
Dorongan yang sama pun berlaku di perusahaan-perusahaan sekuritas, asuransi dan lainnya
dengan sasaran akhir yang sama pula.Merger di Indonesia secara umum diatur dalam Undang-
undang No.1/1995 mengenai Perseroan Terbatas, Peraturan Pemerintah No. 27/1998 mengenai
Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas, Peraturan Pemerintah No.
28/1999 mengenai Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank dan peraturan-peraturan lain yang
terkait. Untuk perusahaan Terbuka, merger diatur dalam Peraturan Bapepam No. IX.G.1
mengenai Penggabungan dan Peleburan Usaha Perusahaan Public atau Emiten.
Pendapat Dan Saran Dari segi positif dan negatif adanya merger:
Dampak positifnya antara lain:
1. Dimungkinkannya pertukaran cadangan cash flow secara internal antar perusahaan yang
melakukan merger, sehingga bank hasil merger dapat memanage risiko likuiditas dengan lebih
fleksibel.
2. Diperolehnya peningkatan modal perusahaan (biasanya CAR akan meningkat tetapi tidak
terlalu cukup tinggi) dan adanya keunggulan dalam memanage biaya akibat bertambahnya skala
usaha.
3. Dicapainya keunggulan market power dalam persaingan, yang kemudian dapat memperbesar
margin bunga pinjaman.
Sedangkan pengaruh negatifnya antara lain:
1. Karena proses merger biasanya dilakukan atas dorongan untuk cepat terselesaikannya
kemelut keuangan di salah satu bank peserta, maka harga penjualan sahamnya cenderung akan
dinilai dibawah harga pasar yang wajar.
2. Proses merger biasanya diikuti dengan peningkatan ketidakpastian pada pihak direksi,
manajer dan karyawan.
3. Proses merger perbankan nasional di Indonesia biasanya diikuti dengan pengurangan jumlah
pegawai dan staf kurang profesional di perusahaan perbankan hasil merger.
4. Terjadinya benturan kepentingan, kondisi saling curiga dan bahkan konflik diantara para
anggota komisaris dan direksi. Hal ini terjadi jika bank hasil merger tersebut dikuasai oleh lebih
satu pemegang saham pengendali.
5. Kegiatan merger dalam dua tahun pertama cenderung diikuti dengan strategi efisiensi
sehingga hal ini akan mengurangi semangat dan kreativitas dari sebagian pihak direksi dan staf
profesional.
6. Benturan budaya perusahaan tidak dapat dielakkan sehingga perusahaan hasil merger akan
mengalami penurunan dalam jangka pendek.
Contoh yang paling kuat saat ini adalah dorongan dari Bank Indonesia melalui kebijakan single presence agar bank-bank nasional melakukan merger agar menjadi lebih efisien, lebih kokoh dalam permodalan sehingga memiliki daya saing yang kuat secara internasional.
Sukses merger dari bank papan atas seperti Bank Mandiri, Bank Danamon dan Bank Permata
telah merangsang bank-bank pada papan menengah seperti Bank Haga dan Bank Hagakita
untuk bergabung dengan pihak bank asing Rabobank. Dan terakhir ini kita melihat adanya minat
dari bank-bank kecil menengah (Bank Harta, Bank Mitraniaga, Bank Harmoni) untuk melakukan
strategi serupa.
Daftar Akuisisi dan Merger Bank di Indonesia antara lain:
Nama Bank Akuisisi Saham %
01. Konsorsium Wishart Bank Anglomas Intl 90
02. Hana Bank + IFC Bank Bintang Manunggal 61
03. Triputra Persada R Bank Purba Danarta 81,49
04. Kharisma Putra K Bank Ina Perdana 55
05. Dian Intan Pertiwi Bank Finconesia 51
06. Bank Victoria Bank Swaguna 99,79
07. Rabobank Bank Haga & Hagakita -
08. BoTM-UFJ+Acom Bank Nusantara P 75,41
09. Bank Commonwealth Bank Arta Niaga K 80
10. BRI Bank Jasa Arta 100
11. Bank of India Bank Swadesi 90
12. ICBC Bank Halim 90
13. Bank Index Selindo Bank Harmoni -
14. Bank Multicor Bank Windu Kentjana -
15. Bank Panin Bank Harfa 100
16. Bank Mandiri Bank Sinar H (Bali) 80
17. Mercy Corps Bank Sri Partha 68
Data diatas, dapat anda lihat padahttp://blogelytekonomi.blogspot.com/2009/06/merger-dan-
akuisisi.html
Selain Bank, Ada beberapa Perusahaan yang juga bergabung dengan cara M&A
(Marger&Akuisisi), antara lain :
Yang sedang hangat adalah langkah agresif PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF)
mengakuisisi PT PP London Sumatera Tbk (LSIP). Yang lainnya adalah PT BAT Indonesia Tbk
dengan PT Benthoel International Investama Tbk sejak tahun 2009. Dan yang sedang dikaji
oleh Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah kemungkinan merger atau
penggabungan PT Semen Gresik Tbk dengan PT Semen Kupang, untuk menyelamatkan
perusahaan semen tersebut. Dan beberapa perusahaan yang lain.
Merger dan Akuisisi di Indonesia Sepanjang 2010 Capai Nilai 23 Triliun
Sepanjang tahun 2010 ini marak terjadi aksi merger dan akuisisi di antara perusahaan-
perusahaan di Indonesia. Aksi merger dan akuisisi ini memiliki beberapa alasan. Pertumbuhan
dan diversifikasi baik ukuran, pasar saham, maupun diversifikasi usaha dapat dilakukan oleh
perusahaan yang melakukan merger maupun akuisisi. Perusahaan tidak memiliki resiko adanya
produk baru. Selain itu, jika melakukan ekspansi dengan merger dan akuisisi, maka perusahaan
dapat mengurangi perusahaan pesaing atau mengurangi persaingan.
Sementara itu kesempatan untuk melakukan sinergi dan mencapai economies of scaleyang
mampu memangkas biaya produksi per unit menjadi salah satu faktor yang dapat dicapai
dengan merger dan akusisi. Tujuan untuk mencari sumber dana baru juga menjadi faktor yang
dipertimbangkan dalam melakukan merger dan akuisisi. Proses akuisisi menguntungkan
perseroan karena kapitalisasi pasar saham perusahaan menjadi lebih besar.
Akusisi juga dipercaya menguntungkan bukan hanya bagi perusahaan, akan tetapi juga bagi
investor saham karena kapitaliasi pasar saham perusahaan menjadi lebih besar. Emiten yang
tadinya masuk di saham yang berkapitalisasi menengah-bawah, dapat ‘naik tingkat’ ke atas.
Berikut ini adalah beberapa aksi merger dan akuisisi yang terjadi sepanjang tahun 2010 di
Indonesia:
Nilai transaksi akuisisi terbesar dilakukan PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE). Perseroan akan
mengakuisisi tiga anak usaha Grup Sinar Mas senilai total Rp 4,4 triliun. Tiga perusahaan yang
akan diakuisisi pengembang properti di kawasan Serpong, Tangerang, Banten itu adalah 85.3%
saham PT Duta Pertiwi Tbk (DUTI) senilai Rp 3.47 triliun, 55% saham PT Sinar Mas Wisesa Rp
387.1 miliar, dan 60% saham PT Sinar Mas Teladan senilai Rp 500.9 miliar.
Posisi berikutnya diduduki oleh PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk (UNSP) yang mengakuisisi
enam anak usaha Domba Mas senilai Rp 3.16 triliun. Kemudian, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk
(BBRI) yang akan mengakuisisi PT Bank Agro sekitar Rp 2 triliun, dan PT United Tractors Tbk
yang akan mengakuisisi salah satu perusahaan tambang batu bara pada kuartal IV-2010 senilai
US$ 200 juta atau setara Rp 1.8 triliun.
PT Kalbe Farma Tbk dan PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk juga menyiapkan dana
masing-masing Rp 1 triliun untuk akuisisi. Sejumlah emiten lain juga menyiapkan agenda akuisisi
dan merger, terutama pada kuartal IV-2010. Namun, hingga kini, belum diketahui nilai transaksi
akuisisi maupun merger tersebut seperti rencana PT Semen Gresik Tbk (SMGR) yang bakal
mengakuisisi Cement Industries of Malaysia Bhd. Perseroan kabarnya mengalokasikan dana
US$ 300 juta untuk akuisisi tersebut.
Demikian pula rencana merger Esia, produk CDMA PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) dan Flexi,
produk PT Telkomsel, anak usaha PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM). Kendati gaungnya
kian kencang, hingga kini belum terang berapa nilai merger Esia dan Flexi tersebut.
http://ivansibarani.blogspot.com/2012/03/perusahaan-yang-melakukan-merger.html