14 si pi, jemmy esrom serang, hapzi ali, internal control over financial reporting, universitas...

32
INTERNAL CONTROL OVER FINANCIAL REPORTING Implementasi dan desain ICoFR 1. Definisi ICoFR. 2. Inherent limitation dari ICoFR. 3. COSO Integrated Framework. 4. Entity level control (ELC) and transactional level control (TLC). 5. Siklus dalam desain dan implementasi ICoFR. Paper Untuk memenuhi Tugas SISTEM INFORMASI DAN PENGENDALIAN INTERNAL Disusun Oleh : Jemmy Esrom Serang NIM : 55516120030 Dosen Pengampu : Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA Program Studi Magister Akuntansi FAKULTAS PASCA SARJANA UNIVERSITAS MERCUBUANA JAKARTA 2017

Transcript of 14 si pi, jemmy esrom serang, hapzi ali, internal control over financial reporting, universitas...

INTERNAL CONTROL OVER FINANCIAL REPORTING

Implementasi dan desain ICoFR 1. Definisi ICoFR. 2. Inherent limitation dari

ICoFR. 3. COSO Integrated Framework. 4. Entity level control (ELC) and

transactional level control (TLC). 5. Siklus dalam desain dan implementasi ICoFR.

Paper Untuk memenuhi

Tugas SISTEM INFORMASI DAN PENGENDALIAN INTERNAL

Disusun Oleh : Jemmy Esrom Serang

NIM : 55516120030

Dosen Pengampu : Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA

Program Studi Magister Akuntansi

FAKULTAS PASCA SARJANA

UNIVERSITAS MERCUBUANA

JAKARTA

2017

Tanggapi dan Jawab Forum minggu ini dengan baik dan benar :

Bagaimanakah Internal control over financial reporting pada perusahaan

saudara atau pada perusahaan lain yang saudara ketahui apakah

menggunakan kosep atau disain ICoFR dan bagaimana dengan Entity level

control (ELC) dan Transactional Level Control (TLC), apakah di terapkan ?,

Jelakankan !

JAWABAN

Berikut tanggapan saya terkait forum kita minggu ini tentang Implementasi

Internal Control Over Financial Reporting pada PT Semen Padang.

Sukses berkelanjutan bisnis sangat dipengaruhi oleh kekuatan system

internal control over financial reporting (ICOFR). Abad 21 peranan financial

reporting makin relevan dan penting. Financial reporting sebagai peta perjalanan

kinerja bisnis yang mencerminkan sukses tidaknya bisnis.

Takdipungkiri bahwa kegagalan perusahaan baik global maupun local

banyak disebabkan kelemahan ICOFR.Kebangkrutan perusahaan raksasa seperti

Enron di Amerika adalah contoh nyata. Bank Century di Indonesia da nada banyak

contoh lain juga akibat kelemahan ICOFR. Apakah para pimpinan,manajer dan

pelaku bisnis lain sadar akan hal itu?.

Jika Good Corporate Governance ingin dicapai, maka kebutuhan ICOR

yang kuat menjadi kebutuhan semua pihak. Namun inilah masalahnya, kurangnya

pengertian dan kesadaran kita akan hal itu. Lantas bagaimana solusinya?.Tanpa

learning tidak ada understanding, dan tanpa understanding tidak ada

consciousness.Untuk membantu kebutuhan tersebut, maka training ICOFR ini akan

menjawab kebutuhan tersebut bagi pemegang saham, komisaris, internal auditor,

dan manajer, sehingga mampu melakukan fungsinya dengan proaktif dan

professional untuk membangun bisnis kuat , sehat, dan kompetitif serta sustainable.

Pengendalian Internal atas Pelaporan Keuangan (Internal Control over

Financial Reporting – ICoFR) merupakan suatu proses yang dirancang dan

dilaksanakan oleh manajemen perusahaan dalam rangka mencapai keandalan

laporan keuangan, efisiensi, dan efektivitas operasi, serta kepatuhan terhadap

peraturan yang berlaku untuk memberikan keyakinan yang memadai. Pelaksanaan

ICoFR ini diatur dalam SOX Section 404 yang berjudul “Management Assessment

of Internal Control.” Section ini mengatur bahwasanya manajemen dari perusahaan

yang terdaftar di pasar modal Amerika Serikat (NYSE) wajib melakukan pelaporan

atas efektivitas ICoFR serta wajib menyertakan atestasi auditor pula atas efektivitas

ICoFR – nya.

SOX 404 mengharuskan manajemen membuat pernyataan mengenai

tanggung jawabnya terhadap pengendalian internal dan pelaporan keuangan ICoFR

yang dibuat oleh pelakunya. Diikuti dengan management assessment atas

efektivitas pengendalian internal yang telah dilakukannya dengan membuat

pengujian – pengujian. Selanjutnya adapula auditor eksternal yang diminta untuk

melakukan atestasi atas management assessment tersebut untuk menjamin

keefektifan pengendalian internalnya. Seksi ini secara terperinci diatur di dalam

PCAOB Auditing Standard No. 5 yang berjudul An Audit of Internal ControlOver

Financial Reproting That is Integrated with An Audit of Financial Statements.

ICoFR bertujuan untuk memastikan pencatatan yang terperinci, akurat, dan

wajar atas transaksi dan pengelolaan transaksi perusahaan. Tujuan ini selanjutnya

akan memberikan keyakinan yang memadai bahwa transaksi telah dicatat dengan

benar prinsip akuntansi yang berlaku umum serta keyakinan yang memadai akan

upaya pencegahan atau identifikasi perolehan, penggunaan, atau pengelolaan aset

perusahaan tanpa otorisasi yang berdampak material atas laporan keuangan.

ICoFR tidak dapat menjanjikan bahwa perusahaan akan mutlak tidak akan

mengalami kesalahan dalam penyajian laporan keuangannya yang bebas dari salah

saji material yang merupakan tujuan pengendalian secara tepat waktu oleh

manajemen. Desain dan pelaksanaan yang secermat apapun tidak mampu

meniadakan kesalahan – kesalahan yang akan terjadi.

Keterbatasan ICoFR akan tetap ada karena dala pelaksanaannya ICoFR

merupakan suatu proses yang sangat melibatkan campur tangan manusia yang

rentan terhadap kecurangan atau kesalahan. ICoFR hanya dapat meminimalkan itu

semua. Oleh karena itu, terdapat konsep yang disebut dengan “keyakinan yang

memadai”.

Dalam rangka mewujudkan pengendalian internal yang efektif, sesuai

dengan rekomendasi US SEC, perusahaan harus menggunakan dan mengacu pada

suatu kerangka dasar pengendalian internal yang telah diakui secara global sebagai

best practice untuk menjamin efektivitasnya. Tujuan COSO adalah menjadi

panduan bagi manajemen eksekutif dan para pengelola perusahaan dalam

pengelolaan organisasi, pengendalian internal, manajemen resiko, dan penyusunan

pelaporan keuangan.

ICOFR di Indonesia telah diatur dalam SPAP (Standar Audit Akuntan

Publik) yang diterbitkan oleh IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) yaitu standar yang

mewajibkan auditor untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan standar

pekerjaan lapangan No.2, SPAP 1994 – PSA No.06, 23, 24, 35, 60 & 69 , SPAP

2001-SAT Seksi 400 & SA Seksi 314, dalam implementasinya pengendalian

internal menggunakan COSO, namun kewajiban audit atau memberi opini atas

pengendalian internal belum diterapkan. Bagi BUMN keharusan penyelenggaraan

pengendalian internal berbasis COSO tertuang dalam pasal 22 Keputusan Menteri

BUMN Nomor Kep-117/M-MBU/2002 tentang penerapan good governance pada

Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dalam keputusan tersebut dinyatakan bahwa

manajemen BUMN harus memelihara pengendalian internal bagi perusahaan yang

meliputi. Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal nomor: Kep-40/PM/2003

atau peraturan nomor VIII.G.11 tentang tanggung jawab direksi atas laporan

keuangan, yaitu:

1. Laporan Keuangan dalam rangka kewajiban penyampaian laporan

keuangan kepada Bapepam.

2. Direksi Emiten atau Perusahaan Publik wajib membuat surat pernyataan.

3. Surat pernyataan sebagaimana wajib ditandatangani oleh Direktur Utama

dan seorang Direktur yang membawahi bidang akuntansi atau keuangan,

dan bermeterai cukup.

4. Direksi Emiten atau Perusahaan Publik secara tanggung renteng

bertanggung jawab atas pernyataan yang dibuat termasuk kerugian yang

mungkin ditimbulkan.

5. Surat pernyataan wajib dilekatkan pada laporan keuangan yang

disampaikan kepada Bapepam.

6. Dalam hal laporan keuangan yang disampaikan telah diaudit atau ditelaah

secara terbatas, maka tanggung jawab Direksi atas pernyataan sebagaimana

dimaksud berlaku sampai dengan tanggal pendapat akuntan.

7. Laporan keuangan interim yang disampaikan tidak diaudit, maka tanggung

jawab Direksi atas pernyataan berlaku sampai dengan tanggal

disampaikannya surat pernyataan dimaksud kepada Bapepam.

8. Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana di bidang Pasar Modal,

Bapepam berwenang mengenakan sanksi terhadap setiap pelanggaran

ketentuan peraturan ini, termasuk pihakpihakyang menyebabkan terjadinya

pelanggaran tersebut.

Perusahaan Indonesia yang listing di bursa efek di Amerika Serikat (NYSE) dan

hanya satu-satunya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia yang

terdaftar di NYSE sehingga PT Telkom harus patuh terhadap SOA section 404

seperti yang disyaratkan oleh SEC (Securities and Exchange Commission).

PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) merupakan pemerintah yang perlu diaudit

oleh auditor atas laporan keuangan menerapkan standar SPAP dan harus melakukan

review intern control atas laporan keuangan. Berdasarkan informasi hingga saat ini

PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) belum melakukan reviu pengendalian internal

dan belum membuat pernyataan Direksi atas penerapan pengendalian internal.

Pelajaran yang harus dipetik adalah bahwa dengan globalisasi ini maka kita mau

tidak mau baik akuntan, perusahan, manajemen, analis, pemerintah selaku regulator

dan juga dunia kampus harus selalu mengikuti atau kalau bisa didepan untuk

menerapkan “good governance” disemua bidang bukan saja di dunia swasta, tetapi

juga di dunia birokrasi dan dunia akademis. Status kita yang selalu dianggap

memiliki risiko tinggi tidak lepas dari aspek penerapan “good governance” ini. Kita

akan selalu menjadi bulan bulanan para professional dan penentu kebijakan tingkat

internasional. Sebenarnya dengan sifat budaya kita yang religius sudah cukup

menjadi modal awal untuk menerapkan good governance itu, namun modal

perasaan religius tidak cukup karena harus ditopang oleh penegakan aturan aturan

yang baik dan benar sesuai dengan ukuran baik dan buruk yang ditetapkan oleh

nilai nilai akhlak dan agama yang kita anut. Upaya meningkatkan peran agama

menurut saya masih relevan untuk menegakkan moral bangsa, moral birokrat,

moral pengusaha, yang terpuruk ini.

Doylea, Geb, dan McVay (2006) menemukan bahwa salah satu penyebab

kelemahan material pengendalian internal menurut section 302 dan 404 Sarbanex-

Oxley Act adalah kompleksitas proses operasi. Sementara Namiri dan Stojanovic

(2007) mengemukakan bahwa rancangan pengendalian harus mengendalikan ke

arah mana sebuah proses bisnis dilaksanakan. Sebuah perancangan ulang proses

bisnis pun (business process reengineering), menyebabkan pemutakhiran kembali

penilaian risiko pada proses bisnis, yang menggiring ke sebuah pengendalian yang

baru atau terbaharui, termasuk pengujiannya. Proses bisnis merupakan fokus utama

dalam menilai perancangan dan pengelolaan pengendalian internal.

Proses bisnis adalah serangkaian atau sekumpulan aktifitas yang dirancang

untuk menyelesaikan tujuan strategik sebuah organisasi, seperti pelanggan dan

pasar (Hollander, Denna, dan Cherrington, 2000). Proses bisnis memiliki beberapa

karakteristik antara lain (Sparx System, 2004)

1. memiliki tujuan,

2. memiliki input tertentu,

3. memiliki output tertentu,

4. menggunakan sumberdaya,

5. memiliki sejumlah aktifitas yang dilakukan dalam suatu urutan,

6. dapat mempengaruhi lebih dari satu unit organisasional, dan

7. mnciptakan suatu nilai untuk konsumen. pelanggan dapat berupa internal

atau eksternal.

IMPLEMENTASI ICOFR PADA PT.SEMEN PADANG

Arah perencanaan jangka panjang Perseroan senantiasa berorientasi pada

pertumbuhan laba, pengembangan lingkungan yang bersih dan sehat serta

kesejahteraan masyarakat terutama di sekitar pabrik, dengan berlandaskan nilai

Tata Kelola Perusahaan yang Baik (GCG).

Kerangka Kerja dan Roadmap Tata Kelola Perusahaan yang Baik (GCG)

Kerangka Kerja

Secara umum, pelaksanaan GCG di Perseroan mengacu kepada Keputusan

Menteri BUMN No. 117/M-MBU/2002 tentang Penerapan Praktek Good

Corporate Governance pada BUMN, yang diperbaharui dengan Peraturan Menteri

Negara BUMN No. PER-01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perseroan

yang Baik Pada Badan Usaha Milik Negara. “Pedoman Umum Good Corporate

Governance Indonesia” yang dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan

Governance, Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan

praktik-praktik GCG yang lazim digunakan.

Arah perencanaan jangka panjang Perseroan senantiasa berorientasi pada

pertumbuhan profit, pengembangan lingkungan yang bersih dan sehat serta

kesejahteraan masyarakat terutama di sekitar pabrik dengan berlandaskan nilai Tata

Kelola Perusahaan yang Baik.

Komitmen

“Penaatan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan persyaratan

lainnya, serta pelaksanaan GCG” merupakan bukti dan bagian dari Komitmen

Perseroan dalam menjalankan GCG.

Kebijakan Perseroan disosialisasikan kepada semua insan Perseroan dengan

pendistribusian ke semua jajaran dengan tujuan agar setiap insan Perseroan dapat

mengetahui dan memahami Kebijakan Perseroan yang telah dirumuskan dan agar

dapat dipedomani dalam menjalankan aktifitas sehari-hari.

Untuk mengetahui efektifitas penerapan GCG di Perseroan, maka pada

tahun 2011 telah dilaksanakan Assesment terhadap penerapan GCG yang dilakukan

dengan bekerjasama dengan BPKP Sumatera Barat.

Struktur

Infrastruktur GCG terdiri dari Organ Utama dan Organ Pendukung.

1. Organ Utama terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Dewan

Komisaris dan Direksi.

2. Organ Pendukung berupa Komite Pembantu Dewan Komisaris yang

dibentuk sesuai karakteristik dan kebutuhan Perseroan, terdiri dari : Komite

Audit, Komite Hukum & Lingkungan, Komite Nominasi & Remunerasi,

Komite Strategi, Manajemen Risiko & Investasi (fungsi Komite Nominasi

& Remunerasi serta Komite Strategi, Manajemen Risiko & Investasi

terpusat dalam group), Sekretaris Perseroan, Satuan Pengawasan Intern

(SPI), Unit GCG & Manajemen Risiko, Perwakilan Manajemen

(Management Representative) serta Auditor Eksternal.

Mekanisme

Mekanisme Tata Kelola Perseroan diatur dalam berbagai perangkat kebijakan

yang disahkan oleh Direksi bersama Dewan Komisaris, diantaranya adalah:

1. Pedoman GCG, yang mengatur mekanisme tata kelola antar organ GCG,

Kode Etik, Manajemen Risiko, Tanggung Jawab Sosial Perseroan dan

Sistem Manajemen Semen Padang.

2. Manual dan Prosedur, terintegrasi dalam Sistem Manajemen Semen Padang

(SMSP), yang meliputi: Manual (level 1), Prosedur (level 2), Instruksi Kerja

(level 3), Data/ catatan (level 4) dan Whistleblowing System.

3. Charter

a. Komite Audit Charter

b. Internal Audit Charter

4. Culture, melalui penerapan Kode Etik Perseroan (code of conduct).

Pengendalian

Perseroan secara berkesinambungan melakukan evaluasi dan penilaian

terhadap implementasi GCG baik secara mandiri ataupun bekerjasama dengan

pihak independen.

Salah satu bentuk monitoring dan evaluasi implementasi Tata Kelola

Perseroan adalah melalui assessment GCG. Perseroan melakukan assessment

pelaksanaan praktik GCG dengan tujuan mengukur kedalaman implementasi

praktik GCG sekaligus mendapatkan umpan balik bagi perbaikan di masa

mendatang.

Roadmap Penerapan

Berdasarkan hasil assessment GCG, Perseroan telah menetapkan gambaran

tahapan penerapan GCG menuju ke best practice .

Pelaksanaan kegiatan usaha berlandaskan prinsip GCG diterapkan secara konsisten,

menyeluruh dan terpadu melalui 4 (empat) inisiatif GCG Perseroan yang

dikeluarkan oleh Direksi pada tanggal 1 Agustus 2006.

1. Pengelolaan Perseroan secara jujur, adil dan amanah serta senantiasa

menjunjung tinggi etos kerja;

2. Pengembangan prinsip keterbukaan, kewajaran, kemandirian, akuntabilitas

dan bertanggung jawab dalam pengelolaan Perseroan;

3. Peningkatan Nilai dan budaya Perseroan secara berkelanjutan melalui

penerapan Manajemen Risiko dan Manajemen Pengelolaan secara berhati-

hati (prudent) sesuai dengan asas kelangsungan usaha, kode etik serta

peraturan perundangan yang berlaku;

4. Penempatan semua pihak yang berkepentingan dengan Perseroan sebagai

mitra kerja yang harmonis.

Perseroan memastikan bahwa prinsip dasar GCG diterapkan pada setiap aspek

bisnis dan di semua jajaran. Prinsip dasar Tata Kelola Perseroan meliputi

keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability), responsibilitas

(responsibility), independensi (independency) serta kewajaran dan kesetaraan

(fairness).

1. Penerapan azaz transparansi dilakukan mealui pelaksanaan berbagai

kegiatan dan media komunikasi yang intensif dan dikelola secara

professional, sehingga pemegang saham, kreditur, masyarakat serta seluruh

pemangku kepentingan dapat mengetahui kinerja dan kegiatan pengelolaan

Perseroan secara merata.

2. Perseroan melaksanakan prinsip akuntabilitas dengan menitikberatkan

pada peningkatan fungsi dan peran setiap Organ Perseroan dan Manajemen

sehingga pengelolaan usaha Perseroan dapat berjalan dengan baik.

Perseroan menerapkan sistim pengendalian internal dengan sebagian

tugasnya adalah melakukan pengawasan internal.

3. Perseroan menerapkan azas tangung jawab dengan senantiasa berpegang

teguh pada prinsip kehati-hatian dan memastikan kepatuhan terhadap

ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4. Penerapan prinsip kemandirian atau indepedency dilaksanakan dengan

proses pengambilan keputusan yang bebas dari benturan kepentingan

(conflict of interest) serta pengaruh/ tekanan dari pihak manapun yang tidak

sesuai dengan peraturan perundang-undanan yang berlaku dan prinsip

korporasi yang sehat.

5. Perseroan menerapkan azas kesetaraan dengan memperlakukan seluruh

stakeholder secara berimbang (equal treatment) antara hak dan kewajiban

yang diberikan kepada dan oleh Perseroan. Perseroan membuka akses

informasi kepada seluruh pemangku kepentingan untuk memberikan

sumbang-saran bagi kemajuan Perseroan, namun Perseroan juga

menetapkan aturan kerahasiaan informasi yang membatasi akses informasi

oleh pihak yang berkepentingan.

Implementasi & Assessment GCG Tahun 2011

Beberapa program yang dilaksanakan ditahun 2011 sebagai bukti komitmen

manajemen Perseroan dalam penerapan GCG diantaranya adalah :

1. Penandatangan pernyataan tahunan (Pakta Integritas) oleh Komisaris,

Direksi, seluruh karyawan dan rekanan bisnis pada awal tahun 2011.

2. Memberikan Pembekalan GCG dan Manajemen Risiko bagi Direksi dan

Dewan Komisaris baru setelah penetapan sebagai Pengurus pada tahun

2011.

3. Workshop GCG dan Manajemen Risiko ke seluruh Jajaran Staff dan

Pimpinan Perseroan.

4. Penandatanganan Memorandum of Undestanding (MoU) peningkatan

efektivitas implementasi GCG dengan BPKP Provinsi Sumatera Barat.

5. Pelaksanaan assessment GCG oleh BPKP Perwakilan Sumatera Barat dan

Penyusunan Rekomendasi Perbaikan/ area of improvements (AOI).

6. Penyelesaian penyempurnaan Pedoman Kode Etik.

Assessment Implementasi GCG

Menindaklanjuti MoU Perseroan dengan BPKP Propinsi Sumatera Barat No.

499/PJJ/DIRUT/06-2011 dan No. KKS-2961/PW03/4/2011 tanggal 21 Juni 2011,

Perseroan melakukan assessment penerapan implementasi GCG untuk mengetahui

kedalaman penerapan GCG dan peluang perbaikan (area of improvement).

Tujuan

Kegiatan assessment bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai

kesesuaian praktik-praktik GCG yang telah diterapkan di Perseroan dibandingkan

dengan best practice, dan sekaligus mengidentifikasi praktik-praktik GCG yang

masih perlu ditingkatkan atau diperbaiki Area of Improvement (AOI) sehingga

dapat dicapai suatu kondisi penerapan GCG yang ideal.

Ruang Lingkup

Lingkup assessment adalah semua aspek kegiatan tatakelola yang mendukung

pelaksanaan GCG di Perseroan. Aspek-aspek tersebut mencakup komitmen,

struktur, dan proses yang mendukung pengelolaan Perseroan berdasarkan prinsip-

prinsip GCG.

Kegiatan diagnostic assessment akan menilai hal-hal berikut:

a) Peran Pemegang Saham/RUPS, Dewan Komisaris, dan Direksi dalam

penerapan corporate governance di Perseroan.

b) Peran manajemen (corporate management) dan Komite-Komite Komisaris

Perseroan dalam mendukung penerapan corporate governance; dan

c) Pengelolaan hubungan dengan stakeholders lainnya.

Metodologi

Kegiatan assessment dilakukan dengan cara mengevaluasi capaian aktual

kualitas penerapan GCG pada lingkup Perseroan. Karakteristik dari kualitas

penerapan tersebut dalam hal ini dikaitkan dengan prinsip-prinsip GCG sesuai SK

Menteri BUMN No. Kep-117/M-MBU/2002 yaitu transparansi, akuntabilitas,

responsibilitas, independensi,dan fairness (kewajaran). Selanjutnya, prinsip-prinsip

tersebut dielaborasi dan diterjemahkan ke dalam instrument assessment berupa

indikator-indikator dan parameter-parameter yang menggunakan skor. Indikator

dan parameter GCG tersebut menjadi alat ukur utama dalam menguji tingkat

penerapan GCG , yang mencakup:

a) Partisipasi Pemegang Saham/RUPS

b) Kebijakan GCG

c) Penerapan di lingkup : a. Komisaris; b. Direksi; c. Komite Penunjang

(Komite Audit dan Komite lainnya)

d) Disclosure Kebijakan dan praktik GCG

e) Komitmen Perseroan untuk menerapkan GCG

Capaian Hasil

Capaian hasil assessment bekerjasama dengan BPKP Sumbar yang dilakukan

pada tahun 2011, dapat disimpulkan bahwa kondisi penerapan GCG di Perseroan

mendapatkan predikat CUKUP, dengan skor capaian actual 70,13 dari skor

maksimal 100 (sebagaimana tercantum pada Roadmap penerapan GCG diatas).

Dari assessmentGCG tersebut diperoleh 44 rekomendasi perbaikan, yang

selanjutnya dijadikan acuan untuk perbaikan penerapan GCG di Perseroan.

Rencana & Strategi Implementasi GCG Tahun 2012

Sebagai tindak lanjut dan komitmen yang tinggi atas kesinambungan

peningkatkan praktik GCG pada seluruh level operasional, serta dengan mengacu

pada hasil assesment Penerapan GCG di Perseroan (berupa Rekomendasi & Area

of Improvement/AOI dari BPKP Perwakilan Sumatera Barat), Perseroan

mencanangkan beberapa kegiatan penting terkait praktik GCG dan peningkatannya

selama tahun 2012.

Kegiatan dimaksud mencakup diantaranya :

Melengkapi seluruh soft structure yang belum ada dan melakukan kajian

bagi penyempurnaan yang sudah ada demi meningkatkan kualitas

penerapan GCG.

Perseroan akan melakukan monitoring, pelaporan secara regular dan review

atas penerapan GCG serta memfasilitasi assessment oleh pihak independen

terhadap implementasi GCG di Perseroan untuk mendapatkan feed-back

penerapan GCG.

Sejalan dengan implementasi GCG, Program kerja kedepan manajemen risiko

tahun 2012 adalah mengetahui tingkat maturity level penerapan manajemen risiko

saat ini dan kemudian secara bertahap meningkatkan tingkat maturity level menuju

level terbaik. Perseroan juga menyelesaikan set up proyek manajemen risiko pada

pelaporan keuangan melalui Internal Control over Financial Reporting (ICoFR)

bersama dengan Group (SGG).

Quiz :

Apa yang saudara ketahui tentang 3 point di bawah ini dan kaitannya dengan

Internal control over financial reporting: implementasi dan desain ICoFR :

1. COSO Integrated Framework.

2. Entity level control (ELC) and Transactional level control (TLC).

3. Siklus dalam desain dan implementasi ICoFR.

JAWABAN

Sukses berkelanjutan bisnis sangat dipengaruhi oleh kekuatan system

internal control over financial reporting (ICOFR). Abad 21 peranan financial

reporting makin relevan dan penting. Financial reporting sebagai peta perjalanan

kinerja bisnis yang mencerminkan sukses tidaknya bisnis. Tak dipungkiri bahwa

kegagalan perusahaan baik global maupun local banyak disebabkan kelemahan

ICOFR. Kebangkrutan perusahaan raksasa seperti Enron di Amerika adalah contoh

nyata. Bank Century di Indonesia dan ada banyak contoh lain juga akibat

kelemahan ICOFR. Jika Good Corporate Governance ingin dicapai, maka

kebutuhan ICOFR yang kuat menjadi kebutuhan semua pihak.

BUMN merupakan salah satu perusahaan milik negara yang diwajibkan

menyelenggarakan pengendalian internal berbasis COSO, tertuang dalam pasal 22

Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-117/M-MBU/2002 tentang penerapan

good governance pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dalam keputusan

tersebut dinyatakan bahwa manajemen BUMN harus memelihara pengendalian

internal bagi perusahaan yang meliputi. Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar

Modal nomor: Kep-40/PM/2003 atau peraturan nomor VIII.G.11 tentang tanggung

jawab direksi atas laporan keuangan, yaitu:

a. Laporan Keuangan dalam rangka kewajiban penyampaian laporan

keuangan kepada Bapepam.

b. Direksi Emiten atau Perusahaan Publik wajib membuat surat pernyataan.

c. Surat pernyataan sebagaimana wajib ditandatangani oleh Direktur Utama

dan seorang Direktur yang membawahi bidang akuntansi atau keuangan,

dan bermeterai cukup.

d. Direksi Emiten atau Perusahaan Publik secara tanggung renteng

bertanggung jawab atas pernyataan yang dibuat termasuk kerugian yang

mungkin ditimbulkan.

e. Surat pernyataan wajib dilekatkan pada laporan keuangan yang

disampaikan kepada Bapepam.

f. Dalam hal laporan keuangan yang disampaikan telah diaudit atau ditelaah

secara terbatas, maka tanggung jawab Direksi atas pernyataan sebagaimana

dimaksud berlaku sampai dengan tanggal pendapat akuntan.

g. Laporan keuangan interim yang disampaikan tidak diaudit, maka tanggung

jawab Direksi atas pernyataan berlaku sampai dengan tanggal

disampaikannya surat pernyataan dimaksud kepada Bapepam.

h. Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana di bidang Pasar Modal,

Bapepam berwenang mengenakan sanksi terhadap setiap pelanggaran

ketentuan peraturan ini, termasuk pihakpihakyang menyebabkan terjadinya

pelanggaran tersebut.

Perusahaan Indonesia yang listing di bursa efek di Amerika Serikat (NYSE) dan

hanya satu- satunya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia yang

terdaftar di NYSE sehingga PT Telkom harus patuh terhadap SOA section 404

seperti yang disyaratkan oleh SEC (Securities and Exchange Commission).

1. COSO Integrated Framework

Sistem pengendalian intern yang dianut pemerintah Indonesia salah satunya

diadopsi dari COSO (Commitee of Sponsoring Organization of Treadway

Commision) yaitu komisi yang bergerak di bidang manajemen organisasi. Tujuan

dari Sistem Pengendalian Intern secara umum akan membantu suatu organisasi

mencapai tujuan operasional yaitu efektifitas dan efisiensi kegiatan, keterandalan

laporan keuangan, dan kepatuhan pada peraturan yang berlaku. Sistem Pengendaian

Intern perlu diketahui oleh seluruh komponen organisasi karena sistem ini

merupakan sistem yang terintegrasi dan merupakan tanggung jawab bersama untuk

mewujudkan tujuan organisasi.

Kerangka Pengendalian Internal-Terpadu COSO 2013 diterbitkan pada

tahun 1992 oleh COSO. Kemudian pada tanggal 14 Mei 2013, COSO merilis versi

terbaru dari Kerangka Pengendalian Internal-Terpadu. Kerangka baru COSO

adalah hasil dari proyek multitahunan yang signifikan, termasuk dua putaran

paparan publik untuk meninjau, menyegarkan, dan memodernisasi kerangka asli

dengan memastikannya tetap relevan.

Para regulator dan stakeholder mempunyai ekspektasi tinggi mengenai

pengawasan tata kelola, manajemen risiko, dan pendeteksian serta pencegahan

penyelewengan (fraud). Sementara kemajuan telah dibuat dalam menghubungkan

manajemen risiko dan praktik pengendalian internal dalam mengejar tujuan

strategis organisasi. Banyak perubahan sejak tahun 1992, peningkatan risiko bisnis

secara signifikan, sehingga kebutuhan akan kompetensi dan akuntabilitas jauh lebih

besar dari sebelumnya. Perbedaan dari kerangka tahun 1992 :

a) Kerangka asli termasuk diskusi panjang konsep pengendalian internal, yang

sekarang pengetahuan institusional.

b) Meskipun konsep prinsip-prinsip pengendalian internal telah tertanam

dalam kerangka asli, prinsip tersebut belum terinci.

c) Praktisi telah menggunakan kerangka pengendalian internal atas pelaporan

keuangan eksternal, namun kerangka ini meliputi tiga kategori utama, yaitu:

tujuan termasuk operasi, pelaporan secara keseluruhan, dan tujuan

kepatuhan.

Dengan demikian, prinsip-prinsip yang mendasari perampingan kerangka asli yaitu:

a. meningkatkan fokus pada operasi,

b. pelaporan keuangan noneksternal, dan

c. tujuan kepatuhan.

Menurut COSO, “Pengendalian internal adalah suatu proses yang dilakukan

oleh dewan entitas direksi, manajemen, dan personil lainnya; dirancang untuk

memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tujuan yang berkaitan dengan

operasi, pelaporan, dan kepatuhan.”

Kerangka pengendalian internal tahun 2013 masih menggunakan tiga

kategori tujuan tersebut, dan terdiri dari lima komponen terpadu : lingkungan

pengendalian, penilaian risiko, aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi,

serta pemantauan. Kerangka tersebut terus beradaptasi, dan memungkinkan kita

untuk mempertimbangkan pengendalian internal dari entitas, divisi, unit operasi,

dan/atau tingkat fungsional, misalnya pusat layanan bersama.

Komponen Pengendalian Internal dalam Kerangka COSO 2013

Ada 17 prinsip-prinsip pengendalian internal dalam komponen

pengendalian internal, yaitu:

Lingkungan Pengendalian

Lingkungan pengendalian adalah kondisi yang dibangun dan diciptakan

dalam suatu organisasi yang akan mempengaruhi efektivitas pengendalian. Kondisi

lingkungan kerja dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu adanya penegakan integritas

dan etika seluruh anggota organisasi, omitmen pimpinan manajemen atas

kometensi, kepemimpinan manajemen yang kondusif, pembentukan struktur

organisasi yang sesuai dengan kebutuhan, pendelegasian wewenang dan tanggung

jawab yang tepat, penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang

pembinaan sumber daya manusia, perwujudan peran aparat pengawasan yang

efektif, dan hubungan kerja yang baik dengan pihak ekstern.

a) Menunjukkan komitmen terhadap integritas dan etika nilai-nilai.

b) Tanggung jawab pengawasan pelatihan.

c) Menetapkan struktur, wewenang, dan tanggung jawab.

d) Menunjukkan komitmen untuk berkompetensi

e) Meningkatkan akuntabilitas

Penilaian Risiko

Risiko merupakan hal-hal yang berpotensi menghambat tercapainya tujuan.

Identifikasi terhadap risiko (risk identification) diperlukan untuk mengetahui

potensi-potensi kejadian yang dapat menghambat dan menghalangi terwujudnya

tujuan organisasi. Setelah dilakukan identifikasi maka dilakukan analisis terhadap

risiko meliputi analisis secara kuantitatif (quantitative risk analysis) dan kualitatif

(qualitative risk analysis). Analisis risiko akan menentukan dampak kejadian, serta

merupakan input untuk mendapatkan cara mengelola risiko tersebut.

a. Menentukan tujuan yang sesuai.

b. Mengidentifikasi dan menganalisis risiko.

c. Menilai risiko penyelewengan (fraud)

d. Mengidentifikasi dan menganalisis perubahan yang signifikan.

Aktivitas Pengendalian

Kegiatan pengendalian adalah tindakan yang diperlukan untuk mengatasi

risiko, menetapkan dan melaksanakan kebijakan serta prosedur, serta memastikan

bahwa tindakan tersebut telah dilaksanakan secara efektif. Tindakan-tindakan yang

dilakukan untuk mengatasi risiko dapat dibagi menjadi 2 jenis tindakan yaitu

tindakan preventif dan tindakan mitigasi. Tindakan preventif adalah tindakan yang

dilakukan sebelum kejadian yang berisiko berlangsung, sedangkan tindakan

mitigasi adalah tindakan yang dilakukan setelah kejadian berisiko berlangsung,

dalam hal ini tindakan mitigasi berfungsi untuk mengurangi dampak yang terjadi.

Tindakan-tindakan tersebut juga harus dilakukan evaluasi sehingga dapat dinilai

keefektifan serta keefisienan tindakan tersebut.

a) Memilih dan mengembangkan kegiatan pengendalian

b) Memilih dan mengembangkan kontrol umum atas teknologi.

c) Menyebarkan melalui kebijakan dan prosedur.

Informasi dan Komunikasi

Informasi adalah data yang sudah diolah yang digunakan untuk

pengambilan keputusan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi.

Informasi yang berkualitas tentunya harus dikomunikasikan kepada pihak-pihak

yang terkait. Penyampaian informasi yang tidak baik dapat mengakibatkan

kesalahan interpretasi penerima informasi.

a. Menggunakan informasi yang relevan.

b. Berkomunikasi secara internal

c. Berkomunikasi eksternal

Monitoring

Pemantauan (monitoring) adalah tindakan pengawasan yang dilakukan oleh

pimpinan manajemen dan pegawai lain yang ditunjuk dan bertanggung jawab

dalam pelaksanaan tugas sebagai penilai terhadap kualitas dan efektivitas sistem

pengendalian intern. Pemantauan dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu pemantauan

berkelanjutan (on going monitoring), evaluasi yang terpisah (separate evaluation),

dan tindak lanjut atas temuan audit.

a) Melakukan evaluasi berkelanjutan dan/atau terpisah.

b) Mengevaluasi dan mengkomunikasikan kelemahan.

Lima Langkah Transisi Dari Kerangka COSO 1992 Ke Kerangka COSO 2013

1) Mengembangkan Kesadaran, Keahlian, dan Keselarasan

Langkah pertama dalam transisi ke Kerangka COSO 2013 adalah dengan

membangun kesadaran internal, keahlian pengguna COSO, dan keselarasan

kepemimpinan di perusahaan. Untuk itu kita harus memahami Kerangka COSO

2013.

2) Penilaian Dampak Awal

Setelah memahami kerangka COSO 2013, kita perlu melakukan penilaian

bagaimana dampak transisi itu. Mungkin faktor paling signifikan yang

mempengaruhi transisi dari versi 1992 sampai versi 2013 adalah bagaimana

manajemen yang sesungguhnya diterapkan dengan baik.

3) Memfasilitasi Kesadaran, Pelatihan, dan Penilaian Komprehensif

Langkah 1 dan 2 terbatas hanya pada perusahaan. Langkah ketiga ini

mensyaratkan terlibat organisasi yang lebih luas untuk membangun kesadaran dan

melakukan pressure test penilaian dampak awal yang dilakukan pada langkah ke

dua. Kita harus memfasilitasi kesadaran untuk memperbarui Kerangka Kerja

COSO. Kita juga harus mendiskusikan dampak kerangka kerja COSO 2013 dengan

auditor eksternal perusahaan, selain itu pelatihan mendalam mungkin diperlukan.

4) Mengembangkan dan Menjalankan Rencana Transisi COSO

Setelah kita membangun kesadaran yang luas mengenai pembaharuan kerangka

COSO, memperoleh keselarasan kepemimpinan dan dukungan pada waktu transisi,

serta menyelesaikan penilaian dampak komprehensif, maka kemudian kita

mengembangkan dan melaksanakan rencana transisi perusahaan kita. Harus

realistis antara harapan dan rencana. Ketika kita mengeksekusi rencana transisi, kita

akan melewati tiga tahap, yaitu:

a. Dokumentasi dan Evaluasi

Kita perlu memperbarui format dari dokumen yang mendasari perusahaan,

menyelaraskan ke pemetaan baru yang diciptakan dalam langkah dua.

Dokumentasi yang mendasari harus mendukung manajemen dalam

membuat suatu keputusan. Kita juga harus mengevaluasi desain kontrol

yang mendasari dan meningkatkan desain sesuai kebutuhan.

b. Validasi Pengujian dan Gap (Kesenjangan) Remidiasi

Setelah kontrol perusahaan mengenai pelaporan keuangan eksternal dan

pengungkapan efektif, kita perlu melakukan pengujian validasi untuk

memastikan kontrol ini telah diimplementasikan dan beroperasi seperti yang

diharapkan.

c. Review Eksternal dan Pengujian

Di beberapa titik, auditor eksternal perlu menilai dan mendapatkan

kenyamanan dengan program COSO 2013 dan dokumentasi pendukung.

5) Memacu Peningkatan Berkelanjutan

Setelah transisi untuk Kerangka COSO 2013 selesai, kita harus terus-menerus

mendorong perbaikan setelah transisi tersebut. Mereka yang saat ini masih

menggunakan COSO versi 1992 harus menyelesaikan transisi mereka ke versi 2013

paling lambat 15 Desember 2014, di mana kerangka asli akan dianggap digantikan.

2. Entity level control (ELC) and Transactional level control (TLC)

Ruang lingkup pengendalian terbagi dalam dua level, yaitu entity level control

(pengendalian tingkat entitas) dan activity/transactional level control (pengendalian

tingkat aktivitas/transaksi).

Perbandingan antara kedua level tersebut ialah sebagai berikut :

Entity level control (ELC)

Kegiatan pengendalian ini umumnya beroperasi pada tingkat perusahaan

atau manajemen puncak pengambil keputusan strategis. Level ini memiliki

jangkauan atau kewenangan pengendalian yang lebih tinggi dari activity

level, dan bisa mempengaruhi kegiatan pada activity level, misalnya

kebijakan perusahaan. Proses identifikasi yang relevan entitas-tingkat

kontrol dapat dimulai dengan pemantauan, dan informasi dan

komunikasi).diskusi antara auditor dan karyawan yang sesuai untuk atas

pelaporan keuangan (yaitu, lingkungan pengendalian, penilaian risiko,

aktivitas pengendalian,pemantauan, dan informasi dan komunikasi).

Sementara mengevaluasi entitas tingkat kontrol, auditor mungkin

mengidentifikasi kontrol yang mampu mencegah atau mendeteksi salah saji

dalam laporan keuangan. Itu periode- end proses pelaporan keuangan dan

pemantauan manajemen terhadap hasil operasi merupakan sumber potensial

dari kontrol tersebut.

Contoh dalam DJP:

Kegiatan pengendalian atas pelaksanaan salah satu program DJP, yaitu

“Knowing Your Tax Payer” dimana ini merupakan kebijakan DJP dalam

mengintensifkan penerimaan pajak, sehingga munculnya satu fungsi baru

yaitu account representative.

Pengaruh Entity-Level Controls pada Pengujian Kontrol Lain

Evaluasi auditor entitas tingkat kontrol dapat menghasilkan peningkatan

atau mengurangi pengujian bahwa auditor jika tidak mungkin dilakukan

pada lain kontrol.

Sebagai contoh, jika auditor telah merancang pendekatan audit dengan

harapan tertentu entitas tingkat kontrol (misalnya, kontrol dalam lingkungan

pengendalian) akan efektif dan mereka kontrol tidak efektif, auditor dapat

mengevaluasi kembali merencanakan pendekatan audit dan memutuskan

untuk memperluas prosedur audit nya. Di sisi lain, evaluasi auditor dari

beberapa entitas tingkat kontrol dapat menghasilkan pengurangan nya atau

pengujian nya kontrol lain, seperti kontrol lebih sesuai pernyataan yang

relevan. Tingkat dimana auditor mungkin dapat mengurangi pengujian

kontrol atas pernyataan yang relevan dalam kasus tersebut tergantung

padapresisi dari entitas-tingkat control.

Activity/transactional level control (TLC)

Kegiatan pengendalian pada level ini lebih berhubungan dengan

pelaksanaan proses bisnis atau transaksi dari bagian dalam suatu organisasi.

Level ini memiliki kewenangan yang lebih rendah dari entity level control,

dan dapat dipengaruhi kebijakan dalam entity level control.

Contoh dalam DJP:

Pemantauan atas kinerja account representative dalam mengintensifkan

penerimaan perpajakan.

3. Siklus dalam desain dan implementasi IcoFR

1. Adjusting financial reporting risk

Tahap pertama dalam siklus IcoFR adalah penyesuaian atau penelaahan

terhadap risiko pelaporan keuangan. Dalam tahap ini, pihak manajemen akan

mengidentifikasi risiko-risiko apa saja yang mungkin akan timbul dalam pelaporan

keuangan sebuah perusahaan.

2. Adjust & implementat controls

Tahap kedua dalam siklus IcoFR adalah implementasi dan penyesuaian

terhadap pengendalian. Dalam tahap ini, pihak manajemen akan melakukan

penyesuaian antara risiko dan pengendaliannya. Dari risiko-risiko yang telah

diidentifikasi oleh pihak manajemen dalam tahap pertama, maka pihak manajemen

akan membuat suatu pengendalian yang sesuai dengan risiko yang telah

diidentifikasi. Selanjutnya, pengendalian tersebut akan diterapkan dalam

perusahaan tersebut.

3. Control remediation

Tahap selanjutnya dalam siklus ICoFR adalah pengendalian. Tahap ini juga

dapat dikatakan sebagai tahap monitoring. Pihak manajemen akan melakukan

pengawasan dan pengendalian terhadap pengendalian-pengendalian apa saja yang

telah diterapkan di dalam perusahaan tersebut.

4. Identifikasi & manage changes

Tahap terakhir dalam siklus ICoFR adalah identifikasi perubahan. Setelah

ICoFR diterapkan dalam perusahaan tersebut, maka pihak manajemen akan

mengidentifikasi perubahan-perubahan apa saja yang terjadi. Tahap ini juga dapat

dikatakan sebagai tahapan review.

Desain, implementasi, dan evaluasi pengendalian harus disesuaikan dengan

ukuran dan pelaporan risiko perusahaan. Merancang dan memelihara ICFR secara

efektif menjadi lebih menantang karena ukuran bisnis dan ruang lingkup

kegiatannya meningkat. Pada saat yang sama, perusahaan-perusahaan yang lebih

kecil juga mungkin menghadapi beberapa masalah kesulitan pengendalian/kontrol.

Sebagai contoh, risiko manajemen dapat lebih besar dalam sebuah organisasi yang

lebih kecil di mana pejabat-pejabat perusahaan memiliki keterlibatan langsung

dengan operasi dan dengan pencatatan transaksi. Selain itu, perusahaan kecil

mungkin tidak memiliki personel yang cukup untuk sepenuhnya melaksanakan

pemisahan tugas di semua proses. Namun demikian, perusahaan publik yang lebih

kecil masih harus menerapkan system kontrol yang akan menyediakan keyakinan

yang memadai bahwa laporan keuangan yang disusun sesuai dengan GAAP dan

bebas dari salah saji material.

Manajemen Pelaporan pada Efektivitas ICFR

Pasal 404 dari Undang-Undang Sarbanes-Oxley membutuhkan (dengan

pengecualian tertentu) semua perusahaan public setiap tahunnya menilai efektivitas

ICFR dan melaporkan hasilnya. Manajemen juga memiliki tanggung jawab untuk

mengungkapkan perubahan yang signifikan untuk sistem ICFR dalam laporan

kuartalannya. Disiplin melakukan penilaian ICFR, ditambah dengan persyaratan

untuk melaporkan hasil dalam pengajuan publik, membuat investor meningkatkan

kepercayaan keandalan laporan keuangan. Dalam melakukan penilaian, manajemen

harus menentukan apakah telah menerapkan kontrol yang memadai, mengatasi

risiko bahwa salah saji material dalam laporan keuangan perusahaan apakah dapat

dicegah atau dideteksi secara tepat waktu dan apakah control terkait operasi secara

efektif. Penilaian manajemen terhadap ICFR bias mengambil secara top-down,

pendekatan berbasis risiko. Dalam pendekatan itu, manajemen pertama-tama

berfokus pada control entitas dan kemudian pada pos penting dan proses yang

signifikandan, akhirnya, pada kegiatan pengendalian. Sementara penilaian

manajemen harus mencakup ICFR perusahaan secara keseluruhan, harus

mencurahkan perhatian terbesar bagi area-area yang menimbulkan risiko tertinggi

untuk pelaporan keuangan yang dapat diandalkan.

ICFR dan Auditor

Pasal 404 dari Undang-Undang Sarbanes-Oxley mensyaratkan perusahaan

public memiliki laporan auditor independen pada efektivitas ICFR.Di bawah

standar PCAOB, audit ICFR dan audit keuangan yang terintegrasi - yaitu, baik audit

dilakukan sebagai tunggal, maupun proses saling menguatkan,.Karena

kekhawatiran tentang biaya audit ICFR bagi perusahaan dengan sumber daya yang

terbatas, hasil. Kongres telah membebaskan (perusahaan publik yang lebih kecil,

dan perusahaan publik yang baru) dari persyaratan bahwa auditor perusahaan itu

menyatakan pendapat atas efektivitas ICFR. Namun, dalam audit laporan keuangan

auditor masih memerlukan sebagai bagian dari penilaian risiko audit, untuk

mendapatkan pemahaman masing-masing komponen ICFR perusahaan.Sementara

auditor tidak memerlukan untuk menguji internal control dalam audit tersebut, jika

auditor menyimpulkan bahwa ada kelemahan secara material atau kekurangan yang

signifikan dalam kontrol, kelemahan atau kekurangan harus dilaporkan secara

tertulis kepada manajemen dan komite audit.