14. bab i

14
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi yang sedang berlangsung sekarang ini, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat cepat. Arus komunikasi sangat sarat dan tentu akan mempengaruhi proses pendidikan, seiring kemajuan jaman. Oleh karena itu, kita tidak dapat mengelakkan dari situasi yang demikian itu, dan semua individu dituntut untuk memiliki berbagai keterampilan dan kemampuan. Keterampilan dan kemampuan yang harus dimiliki tersebut antara lain adalah kemampuan untuk memecahkan masalah dan kemampuan untuk berfikir kreatif. Kemampuan ini sangat penting, karena dalam kehidupan sehari-hari setiap orang selalu dihadapkan pada berbagai masalah yang harus dipecahkan dan menuntut kreativitas untuk menemukan solusi dari permasalahan yang dihadapinya agar dapat diselesaikan dengan cepat dan tepat. 1

Transcript of 14. bab i

Page 1: 14. bab i

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada era globalisasi yang sedang berlangsung sekarang ini, perkembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi sangat cepat. Arus komunikasi sangat sarat dan tentu

akan mempengaruhi proses pendidikan, seiring kemajuan jaman. Oleh karena itu, kita

tidak dapat mengelakkan dari situasi yang demikian itu, dan semua individu dituntut

untuk memiliki berbagai keterampilan dan kemampuan. Keterampilan dan

kemampuan yang harus dimiliki tersebut antara lain adalah kemampuan untuk

memecahkan masalah dan kemampuan untuk berfikir kreatif. Kemampuan ini  sangat

penting, karena dalam kehidupan sehari-hari setiap orang selalu dihadapkan pada

berbagai masalah yang harus dipecahkan dan menuntut kreativitas untuk menemukan

solusi dari permasalahan yang dihadapinya agar dapat diselesaikan dengan cepat dan

tepat.

Berdasarkan UU RI No.20 pasal 3 tahun 2003 (Permendiknas) tentang sistem

pendidikan nasional yang menyatakan bahwa:

Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggung jawab.

Pemecahan masalah (Problem solving) sangatlah penting dalam

kegiatan belajar matematika, Oleh karena itu siswa dituntuk untuk dapat

1

Page 2: 14. bab i

2

menunjukkan kemampuan untuk membuat, menafsirkan, dan menyelsaikan model

matematika dalam pemecahan masalah (National Council of Teachers of

Mathematics (NCTM) dalam Matin, 2011: 1). Namun pada kenyataanya, kemampuan

pemecahan masalah siswa terhadap materi yang diajarkan dirasakan masih kurang

baik. Dari hasil observasi terlihat bahwa ulangan harian dengan bentuk pilihan ganda

lebih membuat siswa senang daripada soal uraian. Karena ketika ulangan harian jika

diberikan soal bentuk pilihan ganda siswa lebih gampang mengisi dengan cara

menebak jawaban ketika tidak bisa mengerjakan soalnya itu beda dengan bentuk soal

uraian, yang memerlukan langkah-langkah dalam pengerjaannya dan langkah-

langkah pengerjaan siswa untuk memecahkan soal masih kurang sempurna. Hal ini

berdampak kepada nilai yang diperoleh menjadi kurang memuaskan. Selain itu juga,

masih banyak siswa yang tidak dapat menyelesaikan suatu soal ketika mereka lupa

rumusnya. Tidak sedikit pula siswa yang merasa kurang yakin atas pekerjaannya,

bahkan kadang mereka mengetahui bahwa pekerjaannya salah namun mereka tidak

bisa memperbaikinya.

Guru yang baik adalah guru yang selama pembelajaran di dalam kelas dapat

menguasai kelas dan berceramah dengan suara yang lantang dengan materi pelajaran

yang disampaikan sesuai dengan kurikulum. Praktek pendidikan yang selama ini

berlangsung di sekolah ternyata sangat jauh dari hakikat pendidikan yang

sesungguhnya, yaitu pendidikan yang menjadikan manusia yang memiliki

kemampuan belajar untuk mengembangkan potensi dirinya dan mengembangkan

pengetahuan lebih lanjut, kreatif dalam menghadapi suatu masalah, serta memiliki

Page 3: 14. bab i

3

kemampuan bekerjasama dalam kelompok. Untuk itulah sangat penting mencari

alternatif metode pembelajaran yang kondusif bagi pengembangan hasil belajar

siswa yang terkait dengan aspek-aspek yang lebih tinggi serta lebih mengaktifkan

siswa akan lebih kreatif sehingga bisa lebih tanggap terhadap masalah-masalah yang

ada di sekitarnya.

Berpikir kreatif adalah berpikir secara konsisten dan terus menerus untuk

menghasilkan sesuatu yang kreatif/ orisinil sesuai dengan keperluan (Mustaji, 2007).

Untuk itu, agar kita dapat memiliki perilaku positif untuk berpikir kreatif dan kita

dapat menyelesaikan segala masalah dengan kreatif maka pada setiap individu perlu

ditumbuhkan rasa keingintahuan, mencari masalah, menikmati tantangan optimis

terhadap segala hal, mampu membedakan penilaian, nyaman dengan imajinasi,

melihat masalah sebagai peluang, melihat masalah sebagai hal yang menarik,

menerima masalah secara emosional, menantang anggapan, tidak mudah menyerah

dan berusaha keras (Haris dalam Mustaji, 2007).

Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang ikut membantu dalam

pemecahan suatu masalah. Matematika sebagai salah satu ilmu dasar, peranan penting

dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Sehingga pada

prinsipnya pembelajaran matematika adalah pembelajaran yang terjadi dalam ilmu

pasti yang merupakan sebuah proses belajar mengajar.

Belajar adalah proses perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi

antara siswa dengan sumber-sumber belajar. Sehingga, proses belajar tidak hanya

Page 4: 14. bab i

4

terjadi karena adanya interaksi antara siswa dan guru tetapi dapat pula diperoleh

lewat interaksi antara siswa dengan sumber-sumber belajar lainnya.

Dalam pemecahan masalah matematika setiap siswa harus mempunyai

kemampuan yang berbeda-beda. Memahami rendahnya mutu hasil belajar

matematika siswa, khususnya dalam pemecahan masalah matematika tidak dapat

terlepas dari konteks yang melengkapi proses pembelajaran, seperti diri siswa sendiri,

fasilitas pembelajaran, serta guru yang mengajar. Diri siswa terkait dengan

kemampuan mengikuti pembelajaran matematika, kesiapan psikologis maupun

kesiapan intelektualnya untuk mengikuti pembelajaran matematika. Fasilitas

pembelajaran terkait dengan berbagai daya dukung sarana maupun prasarana

pembelajaran yang dioptimalkan dalam proses pembelajaran. Guru harus pandai

memilih strategi pembelajaran sesuai dengan kondisi dan potensi yang dimiliki oleh

anak tersebut, guna memfasilitasi anak-anak dengan kemampuan berbeda-beda. Salah

satunya dengan memperhatikan bagaimana menentukan model pembelajaran yang

sesuai sehingga dapat mengakomodasi kemampuan anak yang berbeda-beda tersebut.

Untuk mewujudkan harapan agar siswa menjadi kreatif dan memiliki

kemampuan pemecahan masalah matematika yang  baik, tentu dibutuhkan pula model

pembelajaran yang berbasis pada pemecahan masalah secara kreatif. Diantaranya

model pembelajaran yang dimaksud adalah model pembelajaran Creative Problem

Solving (CPS).

Mengingat matematika tidak mudah dipelajari, maka pembelajaran

matematika harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat menarik siswa untuk

Page 5: 14. bab i

5

belajar. Hal ini sangat penting karena biasanya seseorang akan senang pada sesuatu

apabila hal itu disampaikan dalam bentuk-bentuk yang menarik. Oleh karena itu,

matematika yang diajarkan harus memperlihatkan unsur-unsur menariknya baik bagi

diri secara individual maupun secara kelompok. Untuk itu pembelajaran matematika

dengan model Creative Problem Solving (CPS) harus dilakukan dalam kerangka

pengembangan diri secara individual dengan  teknik-teknik pembelajaran yang

dilakukan secara berkelompok, serta bahan-bahan dan metode pembelajarannya

dilakukan secara integratif.

Creative Problem Solving (CPS) adalah model pembelajaran yang melakukan

pemusatan pada pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah, yang diikuti

dengan penguatan keterampilan Pepkin (Aldo, 2009). Dalam pembelajaran model

Creative Problem Solving (CPS) ini siswa dituntut aktif sehingga dalam pembelajaran

siswa mampu mengeluarkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki untuk

memecahakan masalah yang belum mereka temui. Aktif berarti siswa banyak

melakukan aktivitas selama proses belajar berlangsung, karena dalam pembelajaran

model Creative Problem Solving (CPS) ada beberapa tahapan yang harus dilalui

siswa selama dalam proses pembelajaran yang meliputi klarifikasi masalah,

pengungkapan pendapat,evaluasi dan pemilihan serta implementasi. Aktivitas siswa

selama proses pembelajaran berlangsung tidak hanya mendengarkan dan mencatat

saja. Bertanya pada teman saat diskusi, berani mengemukakan pendapat, dan aktivitas

lainnya baik secara mental, fisik, dan sosial sehingga siswa dapat menggunakan

Page 6: 14. bab i

6

berbagai cara sesuai dengan daya kreatif mereka untuk memecahkan masalah

tersebut, sehingga sebagian tujuan pembelajaran matematika terpenuhi.

Berdasarkan hal-hal di atas, timbul keinginan penulis untuk melakukan

penelitian dengan judul Perbandingan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

antara siswa yang Mendapatkan Model Pembelajaran Creative Problem Solving

(CPS) dengan Konvensional.

B. Batasan Masalah

Berdasarkan keterbatasan yang dimiliki peneliti dan untuk memfokuskan

masalah, maka peneliti membatasinya sebagai berikut :

1. Penelitian dilakukan di SMAN 19 Garut Kelas XI IPA 3 dan IPA 4.

2. Pokok bahasan yang digunakan pada penelitian adalah Turunan Fungsi.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka penulis

merumuskan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah kemampuan pemecahan masalah siswa yang mendapatkan pembelajaran

Creative Problem Solving (CPS) lebih baik dibanding siswa yang mendapatkan

pembelajaran konvensional?

2. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa yang mendapatkan

pembelajaran dengan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) lebih

baik dibanding siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional?

Page 7: 14. bab i

7

D. Tujuan penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan, maka penelitian ini

bertujuan untuk :

1. Menelaah kemampuan pemecahan masalah siswa yang mendapatkan

pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) dengan siswa yang

mendapatkan pembelajaran konvensional.

2. Mengetahui apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa yang

mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran Creative Problem

Solving (CPS) lebih baik dibanding siswa yang mendapatkan pembelajaran

konvensional.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat kepada berbagai pihak, baik

secara langsung maupun tidak langsung terutama dalam rangka pengimplementasian

Kompetensi Tingkat Satuan Pendidikan dalam kegiatan belajar mengajar di kelas.

Secara khusus manfaat penelitian ini di harapkan dapat memberikan sumbangan,

terutama kepada pihak-pihak seperti diuraikan berikut ini :

1. Bagi Guru

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan (model pembelajaran

alternatif) dalam kegiatan belajar mengajar di kelas.

Page 8: 14. bab i

8

2. Bagi Siswa

a. Siswa diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan

prestasi belajar siswa dengan menggunakan metode Creative Problem

Solving (CPS)

b. Untuk menumbuhkan minat dalam mempelajari matematika dengan cara

kreatif.

3. Calon Pendidik

a. Memberikan wawasan mengenai model pembelajaran Creative Problem

Solving (CPS) dalam pembelajaran matematika.

b. Memperoleh gambaran mengenai model–model pembelajaran marematika

guna memberikan kontribusi pengetahuan terhadap diri calon pendidik.

F. Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode

eksperimen, yaitu dengan cara memberikan perlakuan pada dua kelas sampel yang

berbeda. Pertama, kelas eksperimen dengan pembelajarannya menggunakan model

pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) dan yang kedua adalah kelas kontrol

dengan pembelajarannya menggunakan model pembelajaran konvensional.

Kegiatan pertama pada tindak penelitian ini adalah dengan cara memberikan

tes awal pada kedua kelas tersebut. Adapun tujuan diberikannya tes awal adalah

untuk mengetahui kemampuan awal siswa baik pada kelas eksperimen maupun pada

kelas kontrol. Setelah proses pembelajaran selesai, maka penulis memberikan tes

Page 9: 14. bab i

9

akhir untuk membandingkan kemampuan pemecahan masalah dari kedua kelas

tersebut.

G. Hipotesis

Berdasarkan uraian-uraian di atas yang telah dikemukakan tadi, penulis

mengajukan hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut : Kemampuan pemecahan

masalah siswa yang menggunakan pembelajaran Creative Problem Solving (CPS)

lebih baik dibandingkan dengan Konvensional.