123userdocs.s3-website-eu-west-1.amazonaws.com123userdocs.s3-website-eu-west-1.amazonaws.com/d/3a/2f/... ·...
Transcript of 123userdocs.s3-website-eu-west-1.amazonaws.com123userdocs.s3-website-eu-west-1.amazonaws.com/d/3a/2f/... ·...
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN
DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Manajemen Sumberdaya Air
Sumberdaya (resources) merupakan sumber persediaan, baik sebagai
cadangan maupun yang baru. Sumberdaya juga dapat diartikan sebagai suatu
atribut atau unsur dari lingkungan, yang menurut anggapan manusia mempunyai
nilai dalam jangka waktu tertentu yang ditentukan oleh keadaan sosial budaya,
ekonomi, teknologi dan kelembagaan (Manik, 2003). Oleh karena itu suatu
sumberdaya dapat dikatakan belum merupakan sumberdaya karena tidak
mempunyai nilai ekonomi, akan tetapi perkembangan teknologi, sumberdaya itu
dapat diolah atau dimanfaatkan sehingga bernilai ekonomi. Seperti halnya
sumberdaya air terutama air hujan yang melimpah di daerah-daerah tertentu dapat
dimanfaatkan sebagai alternatif pengganti keterbatasan sumberdaya air yang dapat
dimanfaatkan dalam memenuhi kebutuhan air bersih masyarakatnya.
2.1.1.1 Persoalan Umum Sumberdaya Air
Sumberdaya air Indonesia dewasa ini berada pada tingkat kritis seperti
ditandai terjadinya kelangkaan air di berbagai daerah, bencana banjir, kekeringan,
dan pencemaran yang sangat tinggi, baik karena kejadian alam dan terutama
karena ulah masyarakatnya. Air tanah perkotaan pun sudah berada pada kondisi
6
kritis yang akan merugikan kehidupan makhluk hidup dan keberlanjutan
ekosistem, oleh karena itu dalam perkembangan peradaban manusia saat ini,
keberadaan air bersih sangat vital bagi hidup, kehidupan dan keberlanjutan
ekosistem.
Air merupakan asset public yang harus dikelola oleh para pemilik
kepentingan (stakeholder), yaitu pemerintah, dunia usaha dan masyarakat. Ada
banyak faktor yang menyebabkan terjadinya permasalahan air dan sumberdaya air
antara lain (http://www.pu.go.id, 2005):
1. Meningkatnya jumlah penduduk dan laju pertumbuhan pembangunan 2. Meningkatnya kebutuhan air di berbagai sektor, seperti kebutuhan rumah
tangga, kebutuhan pertanian dan kebutuhan industri3. Meningkatnya perubahan tata guna lahan yang mengakibatkan kurangnya
daerah retarding dan resapan 4. Meningkatnya pencemaran air mulai dari daerah tangkapan air sampai
dengan hilir oleh; (a) Limbah Rumah Tangga (Non Point Sources), (b) Kegiatan Industri dan Pertambangan (Point Sources), (c) Kejadian Alam (sedimen, erosi, dan lain-lain), dan (d) Kegiatan Pembangunan lainnya
5. Perubahan dan tidak konsistennya Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) serta proses perencanaan/perumusan RTRW
6. Lemahnya penegakan hukum (law enforcement) 7. Belum adanya kelembagaan yang mencakup kapasitas; institusi; SDM;
mekanisme koordinasi kewenangan; peraturan; rendahnya peran serta pemilik kepentingan; pendanaan dan lokasi-lokasi implementasi/ percontohan.
8. Meningkatnya konflik antar pihak dalam Era Otonomi Daerah. 9. Tidak adanya peta kondisi air tanah dan air permukaan/air sungai yang up
to date. 10. Adanya perkembangan fungsi air yang semula hanya fungsi sosial dewasa
ini menjadi fungsi sosial, ekonomi dan lingkungan. 11. Tidak adanya keseimbangan antara: (a) Sistem Produksi (tata air), (b)
Distribusi air (tata kelola air), dan (c) Konsumsi (tata guna air)
Sementara itu, pengelolaan sumberdaya air (SDA) menghadapi banyak
kendala antara lain:
7
1. Belum dibedakan secara jelas batas ekosistem air tanah dan air permukaan
dalam pengelolaan SDA.
2. Keterkaitan hidrologis hulu-hilir belum menjadi pertimbangan terhadap air
permukaan dalam pengelolaan SDA.
3. Penutupan vegetasi di daerah tangkapan air watershield hulu kebanyakan DAS
yang menjadi kajian sudah kritis.
4. Perubahan iklim global dan hujan asam yang mempengaruhi kuantitas dan
kualitas air hujan.
5. Rusaknya/berkurangnya daerah resapan air tanah (recharged area).
6. Peningkatan erosi dan sedimentasi di kebanyakan DAS yang menjadi kajian.
7. Peningkatan fluktuasi debit aliran, terutama di daerah tengah dan hilir DAS
8. Kurangnya inventarisasi sumber air dan atau mata air
9. Pemilik Kepentingan SDA belum bersinergi.
Dalam upaya menjaga keberlangsungan pemanfaatan air secara adil oleh
para pemilik kepentingan, pengelolaan sumberdaya air sudah seyogyanya
dilakukan dengan bijaksana. Kepedulian kepada air pun hendaknya
mencerminkan nilai-nilai sosial, ekonomi, lingkungan serta dilakukan secara
terpadu yaitu: sumberdaya air, sumberdaya alam, sumberdaya hutan, dan
sumberdaya terkait lainnya. Untuk mendukung pengelolaan SDA, para pemilik
kepentingan keberlanjutan SDA turut serta menjadi mitra Pemerintah
menyelenggarakan pengelolaan SDA sesuai tupoksinya untuk menghindari
terjadinya tumpang tindih program dan tercapainya azas manfaat pemberdayaan
SDA. Informasi tersebut menjadi dasar komunikasi semua pihak dan sebagai
8
bahan pembahasan dalam koordinasi pengelolaan SDA mulai dari bentuk
partisipasi, perencanaan, pelaksanaan konstruksi, dan sebagainya. Berikut
ditampilkan gambaran permasalahan umum berkaitan dengan pengelolaan
sumberdaya air tanpa gerakan kemitraan penyelamatan air.
Sumber: http://www.pu.go.id, Tahun 2005
Gambar 2.1
Permasalahan Umum Berkaitan dengan Pengelolaan Sumberdaya Air
Untuk menjawab permasalahan tersebut, perlu diciptakan efektivitas dan
efisiensi kegiatan pengelolaan sumberdaya air, perlu dihimpun, dibahas dan
diformulasikan aspirasi, keinginan, rekayasa dan kiprah semua stakeholder
9
melalui cara intensitas komunikasi pemerataan informasi serta konsultasi,
networking yang berskala internasional, nasional, maupun lokal untuk tercapainya
sebuah konsensus dan komitmen sebagai masukan untuk semua pihak yang
berkepentingan dalam pengelolaan SDA. Terbangunnya jaringan informasi dan
komunikasi secara terus menerus para pemilik kepentingan dalam mengatasi
segenap permasalahan pengelolaan sumberdaya air merupakan prinsip untuk
mencapai keberhasilan lestarinya air sebagai asset publik.
Menyikapi permasalahan-permasalahan tersebut di atas maka para
pemerhati air secara orang per orang atau para peneliti untuk mengharmonisasikan
implementasi gagasan, kebijakan, kesadaran, hak dan kewajiban semua warga
yang konsern terhadap keberlanjutan SDA yang lestari, dan memberi masukan
dalam implementasi kebijakan dan meningkatkan kesadaran/keperdulian
masyarakat luas terhadap lestarinya air.
2.1.1.2 Persoalan Khusus Sumberdaya Air
Salah satu upaya dalam manajemen sumberdaya alam yaitu menjaga
kualitas dan kuantitas sumberdaya air agar keberadaannya dapat dimanfaatkan
oleh manusia dalam kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu pemanfaatan air
hujan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat perlu diupayakan khususnya untuk
menjaga keterbatasan sumberdaya air terutama di perkotaan dengan merancang
suatu sistem pemanenan air hujan yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan
serta kemampuan masyarakatnya.
10
Pokok permasalahan dalam pengelolaan sumberdaya air bersumber dan
pada akhirnya pada permasalahan ekonomi sumberdaya air. Pokok permasalahan
ini timbul karena adanya kenyataan bahwa air sering tersedia pada saat, di tempat
dengan kualitas yang berbeda dengan kebutuhan atau permintaan terhadapnya.
Secara ringkas, pokok permasalahan dalam pengelolaan sumberdaya air ialah
ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran (Dumairy, 1992).
Ketidakseimbangan tersebut dapat bersifat kuantitatif (kualitas), kualitatif
(kuantitas), atau bahkan keduanya. Jika permintaan seimbang dengan penawaran,
dalam segala hal dan sifatnya lestari, maka takkan ada masalah dalam mengelola
sumberdaya air tersebut. Bentuk ketidakseimbangan itu tidak pula selalu berupa
kelebihan permintaan dibandingkan penawaran, tetapi juga sebaliknya. Hal ini
bervariasi suatu tempat ke lain tempat, dari satu saat ke saat lain. Dalam hal
permintaan permintaan melebihi penawaran, pengelolaan sumberdaya air
(tindakan hidronomis) yang harus dilakukan adalah bagaimana menambah
penawaran agar mencukupi permintaan.
Upaya yang dapat dikerjakan antara lain menemukan sumber air baru,
mengalirkan air dari lain tempat ke tempat kekurangan, atau meningkatkan
efisiensi penggunaan sumberdaya airnya sehingga masalah tersebut teratasi.
Sedangkan dalam hal penawaran melebihi permintaan, pengelolaan sumberdaya
air (tindakan hidronomis) yang harus dilakukan adalah bagaimana memanfaatkan
kelebihan penawaran tersebut agar tidak sia-sia, atau bagaimana mengendalikan
kelebihan penawaran tersebut agar tidak mengundang bahaya yang mengancam
kehidupan. Upaya yang dapat dikerjakan misalnya mengalirkan kelebihan tadi ke
11
tempat lain yang membutuhkan tapi kekurangan, atau menciptakan suatu proyek
yang dapat memanfaatkan kelebihan tersebut. Berkenaan dengan pokok
permasalahan pengelolaan sumberdaya air, maka terdapat tiga persoalan dalam
pengelolaan sumberdaya air, yaitu:
1. Upaya yang harus dilakukan (sistem atau jaringan sumberdaya air yang harus
dibangun) guna mengatasi kesenjangan antara kesediaan air alami dan
permintaan terhadapnya.
2. Besarnya skala jaringan sumberdaya air yang harus dibangun dan luas wilayah
yang mampu dilayaninya.
3. Pengelolaan jaringan yang dapat mencapai sasaran diiginkan secara optimal.
Untuk daerah tropis seperti Indonesia, sebuah keluarga akan membutuhan
puluhan liter air bersih per hari untuk minum, membasuh mulut, mencuci, dan
memasak, dan kebutuhan yang lain. Dalam sebulan akan dibutuhkan beribu-ribu
liter air bersih untuk keperluan lain seperti mandi, mencuci pakaian dan perabotan
rumah tangga. Untuk daerah pedesaan yang kering di musim kemarau pada waktu
hujan hanya sedikit dan persediaan air dalam tanah menurun, akan sulit sekali
untuk mendapatkan air yang bersih. Pada musin kemarau sumur menjadi kering,
aliran sungai besar berubah menjadi kecil dengan air yang keruh, mengakibatkan
timbulnya penyakit yang menuntut banyak korban. Di samping itu pada musim
kemarau banyak waktu dan tenaga terbuang untuk mengambil air bersih, karena
sumber air biasanya terletak jauh dari tempat tinggal.
Masalah kebutuhan air bersih dapat ditanggulangi dengan memanfaatkan
sumber air dan air hujan. Menampung air hujan dari atap rumah adalah cara lain
12
untuk memperoleh air. Cara yang cukup mudah ini kebanyakan masih diabaikan
karena atap rumah yang terbuat dari daun rumbia atau alang-alang tidak
memungkinkannya. Namun pada rumah yang beratap genteng atau seng
bergelombang, hal ini dengan mudah dapat dilakukan dengan memasang talang
air sepanjang sisi atap dan mengalirkan air hujan itu ke dalam tempat
penyimpanan.
2.1.1.3 Pemanenan Air Hujan merupakan Salah Satu Tindakan Pengelolaan
Sumberdaya Air
Bentuk tindakan pengelolaan sumberdaya air bermacam-macam. Bentuk
tindakan yang harus dilakukan dengan perkataan lain proyek keairan yang harus
dilaksanakan tergantung dari kasus pengelolaan sumberdaya air yang dihadapi
seperti kekurangan persediaan air atau dalam istilah ekonomi: penawaran lebih
kecil daripada permintaan, maka tindakan yang harus dilakukan adalah
mengupayakan optimalitas pemanfaatan dari kelebihan persediaan yang ada, atau
mengendalikan kelebihan tersebut agar tidak menimbulkan hal-hal yang tak
diinginkan atau tidak menguntungkan. Ringkasnya, dasar dari setiap tindakan
pengelolaan sumberdaya air adalah upaya menyeimbangkan sisi permintaan
dengan sisi penawaran (Dumairy, 1992).
Setiap pokok permasalahan yang dihadapi diperlukan penjabaran secara
jelas dan terinci, agar bentuk kongkret dari tindakan yang harus diambil dapat
dioperasionalkan. Dalam hal pokok permasalahan yang dihadapi adalah
penawaran lebih kecil daripada permintaan, maka haruslah jelas penawaran dan
permintaan air untuk keperluan yang mengalami kesenjangan/ketidakseimbangan
13
Identifikasi pokok permasalahan
Kongkretisasi masalah
Penelitian sebab-sebab masalah
Inventarisasi pilihan-pilihan untuk
mengatasi masalah
Penentuan Pilihan yang terbaik
(penentuan tindakan)
Analisis pilihan-pilihan yang
memungkinkan
tersebut, seperti untuk keperluan irigasi pertanian, untuk keperluan pembangkit
energi, untuk keperluan industri atau untuk keperluan publik/masyarakat.
Selanjutnya perlu diselidiki dan dirinci sebab-sebab tidak mencukupinya
penawaran; seperti persediaan alami tidak mencukupi secara kuantitatif, ataukah
karena kualitas air yang tersedia tidak memenuhi syarat untuk dimanfaatkan.
Lebih lanjut perlu diteliti alternatif (pilihan) sumber air yang dapat dipilih
untuk mengatasi kekurangan suplay tersebut, misalnya dengan mencari sumber air
baru, memurnikan air kotor atau air tercemar, atau mendesalinasikan air laut. Dari
pilihan-pilihan yang memungkinkan kemudian perlu pula dianalisis mana yang
terbaik Dengan demikian bentuk tindakan yang harus diambil akan menjadi
kongkret dan jelas. Begitu pula jika pokok permasalahan yang dihadapi adalah
penawaran lebih besar daripada permintaan, haruslah terpenuhi dengan jelas
segala aspek dan implikasi yang berkenaan dengan kelebihan penawaran tersebut,
sehingga bentuk tindakan yang harus diambil dapat dikongkretkan. Gambar
berikut menunjukkan rangkaian prosedur penentuan bentuk tindakan pengelolaan
sumberdaya air.
Sumber: Dumairy, 1992Gambar 2.2
Prosedur Penentuan Bentuk Tindakan Pengelolaan Sumberdaya Air
14
Salah satu alternatif tindakan dalam mengatasi permasalahan pemenuhan
kebutuhan air bersih masyarakat yaitu dengan adanya konsep pemanenan air
hujan. Definisi pemanenan air hujan (CSE, 2003) yaitu:
In scientific terms, water harvesting refers to collection and storage of rainwater and also other activities aimed at harvesting surface and groundwater, prevention of losses throught evaporation and seepage and all other hydrological studies and enginering intervention, aimed at conservation and efficient utilization of the limited water endowment of physiographic unit such as a watershed.
Secara umum definisi pemanenan air ini merupakan kegiatan yang
bertujuan untuk mengumpulkan air hujan. Air hujan yang terkumpul dapat
disimpan untuk digunakan secara langsung atau dapat dijadikan sebagai sumber
pengisian kembali air tanah. Dalam merancang suatu bangunan pemanenan air
hujan dalam upaya mengatasi permasalahan pemenuhan kebutuhan air bersih
rumah tangga sebagai persoalan yang harus dipecahkan ini mencakup setidak-
tidaknya 4 (empat) faktor penting dalam merancang sistem pemanenan air hujan,
yaitu: faktor lingkungan, sosial, teknik dan ekonomi.
2.1.2 Faktor Lingkungan dalam Pengelolaan Sumberdaya Air Hujan
2.1.2.1 Kontinuitas Air Hujan
Meteorologi ialah ilmu yang menelaah tentang cuaca. Konsep-konsep
meteorologi sangat penting pada sisi penawaran. Berdasarkan konsep-konsep
meteorologi dapat diketahui tingkat ketersediaan air dan kondisi-kondisi keairan
di suatu daerah. Pada umumnya sumber air yang ada pada suatu daerah terdiri dari
3 (tiga) macam yaitu air hujan (presipitasi), air permukaan dan air tanah, dimana
15
presipitasi merupakan proses pengembunan uap air menjadi hujan dan jatuh
menuju bumi (Dumairy, 1992).
Air tawar yang dapat dikonsumsi tersebar secara tidak merata karena
adanya perbedaan curah hujan (presipitasi) tahunan. Wilayah yang kaya akan air
terdapat di daerah tropis dan daerah yang memiliki empat musim atau ugahari
(temperate), sedangkan wilayah yang miskin air terdapat di daerah kering (arid
dan semi-arid).
Air di bumi mengalami sirkulasi yang terus-menerus sepanjang masa-
menguap, mengembun dan mengalir. Air ke udara dari permukaan bumi, berubah
menjadi awan sesudah melalui beberapa proses kemudian jatuh kembali ke
permukaan bumi dalam bentuk hujan, baik hujan air ataupun hujan es atau salju.
Sebelum tiba dipermukaan bumi, sebagaian langsung menguap kembali se udara
dan sebagian sisanya tiba dipermukaan bumi, yakni kedaratan (temasuk sungai
dan danau) dan ke laut. Dari bagian yang tidak langsung menguap ke udara
tersebut, tidak semua yang mencapai tanah, melainkan sebagian tertahan oleh
tumbuh-tumbuhan yang sebagiannya akan menguap ke udara, dan sebagian
sisanya jatuh atau mengalir melalui dahan-dahan menuju permukaan tanah.
Dari air hujan yang benar-benar tiba di permukaan bumi, sebagian masuk
menyusup ke dalam tanah; bagian lainnya masuk menyusup lekuk-lekuk
permukaan tanah, mengalir ke daerah-daerah yang rendah kemudian masuk ke
sungai untuk akhirnya bermuara ke laut. Sebagian air yang masuk masuk ke
dalam tanah segera kembali keluar memasuki sungai-sungai dan akhirnya pun ke
laut, tetapi sebagian besar akan tersimpan di dalam tanah sebagai air tanah,
16
kemudian dalam jangka waktu yang lama keluar sedikit demi sedikit ke daerah-
daerah yang rendah di permukaan tanah.
Sementara itu butir-butir air yang mengalir di permukaan tanah, yakni
yang tidak sempat masuk ke dalam tanah, tidak seluruhnya sampai ke laut. Dalam
perjalanannya menuju laut sebagian menguap kembali ke udara. Uap-uap air yang
naik ke atmosfir bumi kembali terbentuk menjadi awan dan kelakpun akan jatuh
kembali berupa hujan. Demikianlah kegiatan ini berlangsung terus menerus
sepanjang masa, tanpa pernah berhenti. Siklus hidrologi air tergantung pada
proses evaporasi dan presipitasi (Effendi, 2003). Air yang terdapat di permukaan
bumi berubah menjadi uap air di lapisan atmosfer melalui proses evaporasi
(penguapan) air sungai, danau, dan laut; serta proses evapotranspirasi atau
penguapan air oleh tanaman.
2.1.2.2 Kuantitas Air Hujan
Prespirasi merupakan istilah umum yang digunakan untuk menunjuk pada
proses pengembunan uap air menjadi hujan dan jatuh menuju bumi. Jumlah
presipitasi biasanya dinyatakan dengan dalamnya presipitasi, atau kongkretnya
intensitas curah hujan (dalam satuan mm/jam). Jadi intensitas curah hujan berarti
jumlah presipitasi atau jumlah curah hujan dalam waktu tertentu. Intensitas curah
hujan juga mencerminkan sifat hujannya, hubungannya berbanding lurus. Tabel
berikut menjelaskan hubungan antara sifat hujan dan intensitas curah hujan dalam
dua jangka waktu, per jam dan per 24 jam.
Tabel 2.1
Hubungan Sifat Hujan dengan Intensitas Curah Hujan
17
Sifat Hujan(Keadaan Curah Hujan)
Intensitas Curah Hujan(mm)
Per jam Per 24 jamHujan Sangat Ringan < 1 < 5Hujan Ringan 1 – 5 5 – 20Hujan Normal 5 – 10 20 – 50Hujan Lebat 10 – 20 50 – 100Hujan Sangat Lebat > 20 > 100
Sumber: Dumairy. 1992
Berdasarkan angka dalam tabel tersebut, terlihat bahwa curah hujan tidak
bertambah secara proporsional dengan pertambahan waktu. Jika jangka waktu
pengamatan ditentukan lebih lama, maka persentase penambahan curah hujan
akan lebih kecil dibandingkan dengan persentase penambahan waktu. Hal ini
dapat terjadi karena selama jangka waktu yang lama tersebut curah hujan kadang-
kadang berkurang atau sempat berhenti.
1. Kebutuhan Air
Telah diketahui bahwa air merupakan suatu unsur yang sangat penting
dalam kehidupan, karena tanpa air praktis semua kehidupan ini tidak mungkin
terjadi. Manusia setiap hari membutuhkan air untuk keperluan minum, mencuci,
mandi, masak dan keperluan lain. Kebutuhan air untuk negara-negara yang sudah
maju lebih banyak jika dibandingkan negara-negara yang sedang berkembang.
Untuk masyarakat Indonesia di daerah perkotaan dibutuhkan air sekitar 100-150
liter/kapita/hari, sedangkan di daerah pedesaan saat ini dibutuhkan air sekitar 60
liter/kapita/hari sudah dianggap memenuhi, sedangkan untuk minum dibutuhkan
air sebanyak 3% dari berat badan atau sekitar 2,3 liter per hari (Sanropie, 1983),
18
Sedangkan berdasarkan data Departemen Kesehatan (2004), rata-rata
keperluan air adalah 60 liter per kapita per hari yang dipergunakan untuk
keperluan mandi 30 liter, mencuci 15 liter, masak 5 liter, minum 5 liter dan lain-
lain 5 liter. Kebutuhan air tersebut sebagian besar dipergunakan untuk keperluan
toilet yaitu 25%, keperluan mandi 25%, dapur sebesar 20%, keperluan pencucian
10% dan 20% lagi dipergunakan untuk keperluan lain-lainnya seperti berkebun.
Kebutuhan ini tentunya tidak selalu tepat untuk satu negara dengan negara lain,
satu kota dengan kota lain, karena sudah diketahui bahwa kebutuhan air bagi suatu
kota atau negara sangat dipengaruhi oleh banyak faktor.
Dalam perencanaan dan manajemen penyediaan air, perlu diketahui data
tentang jumah dan penyebaran penduduk, pemakaian air per kapita dan analisis
pemakaian air untuk berbagai keperluan, oleh karena itu perencanaan dan
manajemen penyediaan air di suatu daerah perlu dialokasikan berdasarkan pada
(Sanropie, 1983):
a. Pemakaian air untuk keperluan rumah tanggab. Pemakaian air untuk keperluan komersial dan industri c. Pemakaian air untuk keperluan umumd. Kebocoran/kehilangan air
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Air
Untuk dapat merencanakan kebutuhan air dengan tepat perlu diperhatikan
berbagai faktor, yaitu (Sanropie, 1983):
a. Besar kecilnya daerah, pengaruh ini umumnya tidak langsung, tetapi dapat
dikatakan untuk kota kecil pemakaian per orang per hari lebih kecil, kecuali di
19
kota tersebut terdapat industri yang membutuhkan air dalam jumlah besar,
maka pemakaian air per kapita akan meningkat.
b. Ada tidaknya industri.
c. Kualitas air, makin baik kualitas air cenderung kebutuhan air akan meningkat.
d. Harga air, makin tinggi harga air, orang makin berhemat untuk pemakaiannya.
e. Tekanan air, pada tekanan air yang rendah pada pipa-pipa distribusi dan di
rumah-rumah maka pemakaian air per kapita akan menurun.
f. Iklim, dalam hubungan pemakaian untuk minum dan mandi, maka di daerah
panas pemakaian rata-rata lebih banyak daripada di daerah dingin.
g. Karakteristik penduduk, taraf hidup dan kebiasaan penduduk membawa
pengaruh terhadap pemakaian air. Kebiasaan penduduk yang sudah maju selain
air untuk keperluan sehari-hari seperti minum, mandi, mencuci, masak dan
lain-lainnya masih ditambah kebutuhan air untuk mencuci mobil, atau untuk
menyiram halaman dan kebun-kebun bunga.
h. Efisiensi dari sistem penyediaan air bersih itu sendiri, misalnya ada tidaknya
meteran pada langganan dan sebagainya.
3. Sifat Air Hujan
Berdasarkan berbagai kemungkinan terjadinya sumber air dalam daur air,
maka sumber asal air dapat digolongkan menjadi (Sanropie, 1983):
a. Air Angkasa (Atmospheric Water), yang termasuk ini antara lain: air hujan, salju dan hujan es.
b. Air Permukaan (Surface Water), yang termasuk golongan ini antara lain: air sungai, air telaga, waduk, danau dan air laut.
c. Air Tanah (Ground Water), air tanah ini dibagi menjadi beberapa macam yaitu: (1) air rembesan atau air tanah dangkal, misalnya air
20
sumur gali, air sumur pompa dangkal, (2) air tanah dalam, misalnya air sumur pompa dalam, (3) air artesis, dan (4) mata air.
Adanya 3 (tiga) macam sumber asal air yang mempunyai kondisi berbeda,
air tersebut mempunyai sifat yang berbeda pula. Adapun sifat air hujan yang
termasuk golongan air angkasa adalah sebagai berikut (Sanropie, 1983):
a. Air hujan yang berasal dari proses penguapan, proses kondensasi dan proses
presipitasi, sehingga air tersebut betul-betul murni sebagai H2O. Dengan
demikian tidak terlarut berbagai mineral. Sifat air yang demikian ini disebut
sebagai air lunak dan bila diminum rasanya relatif kurang segar.
b. Dalam udara atmosfir terdapat berbagai gas antara lain NH3, CO, CO2 dan lain-
lain. Dengan adanya gas tersebut maka air hujan akan terlarut berbagai gas
tersebut. Air hujan yang mengandung banyak CO2 akan bersifat korosif. Sifat
air demikan ini akan merusak konstruksi yang dibuat dari besi, sehingga CO2
demikian dinyatakan sebagai CO2 agresif.
c. Pada umumnya bakteri patogen tidak tahan terhadap kekeringan seperti halnya
sifat pada udara atmosfir ini. Hingga air hujan yang jatuh dari atmosfir bebas
dari kuman patogen. Kontaminasi dimungkinkan dengan adanya tempat
penampungan air hujan tersebut telah terkontaminasi sebelumnya. Misalnya air
hujan yang jatuh melewati berbagai hal, seperti talang rumah, pohon dan lain-
lain yang lebih dahulu tercemar kuman. Dengan sendirinya bila peluang
terjadinya kontaminasi kuman akan lebih aman bila didesinfeksi atau direbus
lebih dahulu sebelum diminum.
d. Curah hujan pada masing-masing daerah berbeda yang mengakibatkan jumlah,
besar, frekwensi hujan berbeda juga.
21
e. Penggunaan air hujan sebagai air minum di masyarakat tertentu dilaksanakan
dalam waktu bertahun-tahun. Mineral merupakan bahan penting pada proses
bio kimia dalam tubuh manusia. Untuk menjadikan keseimbangan proses
biokimia tersebut perlu tindakan lain dengan melengkapi gizi sehari-hari yang
mengandung berbagai mineral yang diperlukan tubuh. Ataupun pada saat kelak
dengan teknologi tertentu dapat ditambah berbagai mineral dalam
penampungan air hujan.
2.1.2.3 Kualitas Air Hujan
Air menutupi sekitar 70% permukaan bumi, dengan jumlah sekitar 1.368
juta km3 (Angel dan Wolseley, 1992). Data menunjukkan bahwa kuantitas air
tawar di bumi memang sangat sedikit apabila dibandingkan air secara keseluruhan
yang sebagian besar ternyata merupakan air asin. Total air tawar yang ada di bumi
ini hanya sekitar 2,5% dari total air yang terdiri dari air tanah dangkal, air tanah
dalam, air sungai, air danau, air di udara (uap air), dan air dalam soil moisture
(Bowen, 1982).
Air terdapat dalam berbagai bentuk seperti uap air, es, cairan dan salju. Air
tawar terutama terdapat di sungai, danau, air tanah (ground water), dan gunung es
(glacier). Semua badan air di daratan dihubungkan dengan laut dan atmosfir
melalui siklus hidrologi yang berlangsung secara kontinu (Effendi, 2003). Air
hujan mengandung senyawa kimia dalam jumlah yang sedikit (Tebbut, 1992;
dalam Effendi, 2003).
22
Air merupakan salah satu senyawa kimia yang terdapat di alam secara
berlimpah, namun ketersediaan air yang memenuhi syarat bagi keperluan manusia
relatif sedikit karena dibatasi oleh berbagai faktor. Air hujan yang jatuh ke bumi
merupakan air limpahan yang relatif belum tercemar. Sebelum mencapai
permukaan bumi air hujan banyak melarutkan gas-gas di udara, sehingga
kualitasnya banyak mengandung CO2 dan O2. Air hujan biasanya bersifat asam
lemah, karena terjadinya reaksi CO2 dari atmosfer membentuk asam karbonat.
Jika air hujan bereaksi dan melarutkan gas-gas yang mengandung zat pencemar
seperti SO2 yang berasal dari gunung berapi dan industri, maka air hujan akan
menjadi asam dan dapat menyebabkan korosi dan memiliki rasa pahit.
Kadar garam-garam mineral air hujan, seperti garam Kalsium, Magnesium
dan Natrium Bikarbonat, sedikit sekali bila dibandingkan dengan kadar garam air
tanah dari sumur bor dengan kedalaman lebih besar dari 50 meter, namun masih
memenuhi persyaratan fisika dan kimia. Air hujan dari daerah industri
mengandung kadar Sulfat dan Nitrat yang lebih tinggi dibandingkan air hujan dari
daerah pemukiman dan air tanah. Berikut ini disajikan tabel hasil analisa kualitas
air hujan di daerah pemukiman dan daerah industri serta perbandingannya dengan
kualitas air tanah.
Tabel 2.2
Hasil Analisa Kualitas Air Hujan dan Air tanah
Parameter Satuan Air Hujan di Pemukiman
Air Hujan di Industri
Air tanah Dalam
pH - 6,9 5,6 6,9Kalsium Mg/l 6,4 4,3 42,3Magnesium Mg/l 0,98 2,5 6.4Kesadahan Mg/l 20 12 -Natrium Mg/l 4,4 5,2 16,0
23
Kalium Mg/l 32 8 3,0Besi Mg/l 0,05 0,03 0,3Mangan Mg/l 0,01 0,01 0,0Seng Mg/l - 0,7 -Khlorida Mg/l 1,9 20,9 18,0Sulfat Mg/l 0,85 26 8,6Nitrat Mg/l 0,11 1,2 13,1Nitrit Mg/l 0,004 - 10,0Bikarbonat Mg/l 11 14,2 162,3Nilai Permanaganat Mg/l 6,6 13,1 2,2
Sumber: Puslibangkim,1993 Kualitas air hujan tergantung sekali pada kualitas udara yang dilalui
sewaktu turun kembali kepermukaan bumi. Bila kadar SO2 di dalam udara tinggi,
maka hujan yang turun akan bersifat asam, dan dapat dikatakan tercemar.
Keadaan seperti ini sering ditemukan di daerah perindustrian (Slamet, 1994).
Menurut Saeni (1989) secara langsung hujan asam akan mempengaruhi; (1)
Kesehatan manusia, yang dapat menyebabkan penyakit antara lain gangguan
saluran pernapasan, menyebabkan iritasi dan kenaikan skresi mucus, (2)
Tanaman, membawa pengaruh yang dapat melarutkan lilin pada permukaan daun
sehingga mengurangi daya tahan tanaman terhadap penyakit, (3) Tanah dan air,
dapat menurunkan pH tanah dan air permukaan (surface water) dan dari tanah
(ground water) yang akhirnya akan menurunkan atau merubah kualitas air.
Daya hantar listrik (DHL), menujukkan kemampuan air untuk menghantar
listrik. Kenaikan DHL dipengaruhi oleh kenaikan zat padat yang terlarut dalam
air. Zat padat yang terlarut dalam air ini banyak berasal dari buangan penduduk,
limbah industri, limpasan daerah pertanian dan masuknya bahan-bahan aerosol ke
dalam air (Saeni, 1989). DHL air memberikan gambaran ion-ion yang terlarut
dalam air hujan. Semakin banyak ion terlarut semakin tinggi daya hantar listrik
air. Oleh karena salah satu inti kondensasi hujan adalah kristal-kristal garam yang
24
berasal dari semburan air laut (sea spray), maka dapat dipastikan dalam air hujan
akan terdapat berbagai jenis anion maupun kation sesuai dengan kristal garam
pembentuk intinya (Husin dkk, 1991).
Nilai pH mencirikan keseimbangan antara asam dan basa serta merupakan
pengukuran konsentrasi ion hidrogen (H+). Adanya karbonat dan bikarbonat akan
menaikan kebasaan air. Sementara adanya asam-asam mineral bebas dan asam
karbonat akan menaikan keasaman air. Derajat keasaman (pH) air dapat
mempengaruhi jenis dan susunan zat dalam air (Saeni, 1989).
Menurut Stumm and Morgan (1981), jumlah komponen utama kation dan
anion yang terlarut dalam air hujan, akan menentukan pH air hujan. Ketiga
komponen tersebut; 1) Asam-asam HCI, HNO3, dan H2SO4, 2). Garam-garam
basa, yaitu MgCO3 dan CaCO3, dan 3) Aerosol, yaitu ; NaCL, KCL, CaSO4, SiO2,
Al dan Si. Menurut Slamet (1994), sulfat berisi iritan bagi saluran gastrol-
intestinal, bila becampur dengan magnesium atau natrium. Jumlah MgSO4 yang
tidak terlalu besar sudah dapat menimbulkan diare.
Saeni (1989) menyatakan bahwa, dalam keadaan tanpa katalis biologis
yang mengkatalis reduksinya, ion nitrat akan bereaksi dalam air. Kemampuan
pertukaran ion dari bahan-bahan yang terjadi secara alamiah tidak mengikat ion-
ion dengan kuat. Walaupun orang dewasa mempunyai toleransi tinggi untuk ion
nitrat dalam air, tetapi NO3 akan bersifat toksin bagi bayi dan hewan memamah
biak. Dalam sistem pencernaan dari bayi dan hewan memamah biak, nitrat
direduksi menjadi nitrit. Nitrit dapat mengikat hemoglobin dalam darah, sehingga
mengurangi kemampuan hemoglobin sebagai pembawa oksigen dalam darah,
25
sehingga mengurangi kemampuan hemoglobin sebagai pembawa oksigen dalam
darah. Hal ini menyebabkan keadaan yang dikenal sebagai methemoglobinemia,
dengan gejala seperti terkena penyakit jantung.
Menurut Slamet (1994), nitrat dan nitrit dalam jumlah besar dapat
menyebabkan gangguan gastro intestinal (GI), diare campur darah, disusul oleh
konvulsi, koma dan bila tidak ditolong akan meninggal. Keracunan kronis
menyebabkan depresi umum, sakit kepala dan gangguan mental. Nitrat terutama
akan bereaksi dengan hemoglobin. Dalam jumlah melebihi normal MetHb akan
menimbulkan Methemoglobin. Pada bayi, Methemoglobine sering dijumpai
karena pembentukan enzim untuk menguraikan MetHb masih belum sempurna.
Sebagai akibat Methemoglobine, bayi akan kekurangan O2, maka mukanya akan
tampak biru dan karenanya penyakit ini juga dikenal sebagai blue babies (Duffus,
1980; Soemirat, Rosa Ardian, 1991; WHO, 1997).
Amonia (NH3) merupakan hasil penguraian (pembusukan) dari buangan
bahan-bahan organik dan asam amino dari sisa-sisa tanaman, hewan maupun
dalam kotorannya. Amonia juga dapat terbentuk sebagai hasil penguraian dari
urea dan asam urik dari urin. Makin lama umur buangan tersebut akan semakin
besar kandungan amonianya. Amonia dalam air dapat menyebabkan gangguan
bau rasa serta berpengaruh terhadap kesehatan yaitu dapat menimbulkan gejala
iritasi, muntah, iritan pada paru-paru, iritasi mata yang berakibat kebutuhan
sementara. Amonia tidak berbahaya jika pH air di bawah 8 dan dan konsentrasi
garam amoniak kurang dari 1 mg/1 liter. Secara alami amonia di dalam air akan
semakin berkurang jika telah bersenyawa dengan klor. Semakin banyak
26
kandungan klor dalam air semakin banyak pula kandungan amonia (Herlambang,
1993).
Menurut Slamet (1994) klorida adalah senyawa halogen klor (Cl).
Toksisitasnya tergantung pada gugus senyawanya. Misalnya NaCl tidak beracun,
tetapi karbonil klorida sangat beracun. Di indonesia klor digunakan sebagai
desinfektan dalam penyediaan air minum. Dalam jumlah banyak klorida akan
menimbulkan rasa asin, dan korosi pada pipa sistem penyedian air panas. Sebagai
desinfektan, residu klor didalam penyediaan air sengaja dipelihara, tetapi klor
dapat terikat pada senyawa organik dan membentuk hidrokarbon berklor (Cl-HC)
yang banyak diantaranya dikenal sebgai senyawa karsinogenik. Oleh karena itu
diberbagai negara maju sekarang ini, klorinasi sebagai proses disinfektan tidak
lagi digunakan (Waldbott, 1973, AWWA, 1982). Darmono (1994) menambahkan
defisiensi klor tidak ditemukan dilapangan, tetapi dilaboratorium pada tikus yang
kekurangan Cl, hal ini dapat menyebabkan naiknya pH dalam darah, sehingga
alkalinitas naik dan akibatnya terjadi kelebihan garam bikarbonat.
Menurut Saeni (1989), dari kation-kation yang diketemukan dalam banyak
ekosistem air tawar kalsium (Ca) mempunyai konsentrasi tertinggi. Kalsium
adalah unsur kimia sebagai hasil dari banyak proses geokimia. Kimia kalsium,
walaupun cukup rumit tetapi lebih sederhana dibandingkan dengan ion logam
transisi yang ditemukan dalam air. Mineral merupakan sumber primer ion kalsium
dalam air. Menurut Darmono (1994), kalsium (Ca) merupakan komponen penting
dalam pembentukan tulang dan gigi, dan 99% jumlah Ca dalam tubuh ditemukan
disini. Selain itu, Ca merupakan komponen penting untuk kehidupan sel dan
27
cairan jaringan. Kalsium juga penting dalam aktivitas sistem enzim dan juga
terlibat dalam sistem koagulasi darah unsur kalsiumnya terdapat dalam plasma.
Fungsi penting dari Ca di luar sel (ekstraaeluler) adalah untuk mencegah
terjadinya gumpalan darah. Gumpalan ini merupakan protein darah yang tidak
larut. Peran Ca dalam sel (intraseluler) yang penting adalah dalam eksitasi syaraf
dan kontraksi otot.
Menurut Sax, 1957 (dalam Slamet, 1994) fluorida adalah senyawa fluor.
Fluor (F) adalah halogen yang sangat reaktif, karenanya dialam selalu terdapat
dalam bentuk senyawa. Fluorida anorganik bersifat lebih toksik dan lebih iritan
daripada yang bersifat. Keracunan kronis menyebabkan organisme menjadi kurus,
pertumbuhan tubuh terganggu, terjadi fluorisis gigi serta kerangka, gangguan
pencernaan yang dapat disertai dehidrasi. Pada kasus kerancuan berat akan terjadi
cacat tulang, kelumpuhan dan kematian. Stopinski (1990) melakukan penelitian
tentang senyawa florida memperhatikan adanya hubungan yang bermakna antara
fluorida dengan kanker tulang.
Saeni (1989) menyatakan bahwa, magnesium (Mg) seperti halnya kalsium
adalah sebuah unsur bumi yang basa. Tetapi sifat kimianya berbeda. Jari-jari Mg
0,65A. Konsentrasi Mg dalam air tawar sekitar 10 mg/liter, lebih kecil dibanding
kalsium.
2.1.3 Faktor Sosial dalam Pengelolaan Sumberdaya Air
Lingkungan sosial manusia berada dalam hubungan dengan manusia lain,
sebagai sesama anggota suatu masyarakat, sistem kebudayaan atau bangsa.
28
Melalui pranata sosial dan perangkat lainnya di lingkungan sosial ini manusia
mengembangkan pandangan hidup, ideologi, perangkat nilai serta berbagai hasil
pemikiran seperti teknologi. Dengan demikian, lingkungan sosial berperan dalam
arah pembangunan lingkungan buatan dan lingkungan alam (Djajadiningrat,
2001).
Pelingkupan sosial yang merupakan proses pelingkupan yang menetapkan
dampak penting berdasarkan pandangan dan penilaian masyarakat. Setiap
komponen dan sistem dari lingkungan yang ada dinilai berdasarkan kepentingan
bagi masyarakat, baik secara lokal, nasional, maupun internasional serta ditinjau
dari aspek sosial ekonomi, sosial budaya, maupun estetika (Satriago, 1996).
Berkaitan dengan lingkungan sosial dalam perancangan sistim pemanenan air
hujan, diperlukan informasi lingkungan sosial dalam menentukan hasil rancangan
yang sesuai dengan profil (karakteristik), kemampuan, kebutuhan, keinginan, dan
kemungkinan penerapan.
Pendekatan valuasi ekonomi yang lebih didasarkan pada pendekatan
survey (langsung) sering disebut juga dengan pendekatan constructed market
techniques. Secara umum pendekatan ini mengukur keinginan membayar
(Willingness to Pay) dengan menggali preferensi dari masyarakat. Salah satu yang
populer dari pendekatan ini adalah Contingent Valuation Methode (CVM).
Pendekatan CVM pertama kali dikenalkan oleh Davis (1963, dalam Dixon, 1986).
Pendekatan ini disebut “contingent” (tergantung kondisi) karena pada
hakekatnya informasi yang diperoleh sangat tergantung dari hipotesis pasar yang
dibangun. Kondisi ini misalnya saja, seberapa besar keinginan masyarakat
29
membayar biaya yang dapat ditanggungnya, bagaimana pembayarannya dan lain
sebagainya. Pendekatan CVM ini secara teknis dapat dilakukan dengan 2 (dua)
cara (Carson, 2000), yaitu :
1. Pendekatan CVM dengan teknik eksperimental melalui simulasi dan
permainan.
2. Pendekatan CVM dengan melalui teknik survey.
Pendekatan CVM pada hakekatnya bertujuan untuk mengetahui pertama,
keinginan membayar (Willingness to Pay/WTP) dari masyarakat, misalnya
terhadap suatu produk yang ditawarkan atau terhadap perbaikan kualitas
lingkungan hidup (air, udara dan lain sebagainya), dan yang kedua adalah
keinginan menerima (Willingness to Accepted/WTA) dari kerusakan suatu
lingkungan hidup (air, udara dan lain sebagainya).
Contingent valuation method meskipun diakui sebagai pendekatan yang
cukup baik untuk valuasi, namun ada beberapa kelemahan yang perlu diperhatikan
dalam pelaksanaannya. kelemahan yang utama adalah timbulnya bias. Bias ini
terjadi jika timbul nilai yang over state maupun under state secara sistematis dari
nilai yang sebenarnya. Sumber-sumber bias terutama ditimbulkan oleh dua hal
yang utama, yaitu:
1. Bias yang ditimbulkan akibat strategi yang keliru, ini terjadi misalnya jika
dalam melakukan wawancara menyatakan bahwa untuk perbaikan lingkungan
responden akan di pungut fee, maka akan timbul kecenderungan responden
akan understate dari nilai fee tersebut. Sebaliknya, jika kita nyatakan bahwa
interview semata-mata hanya hipotesis belaka, maka akan timbul
30
kecenderungan responden untuk memberikan penilaian yang overstate dari
nilai yang sebenarnya.
2. Bias yang ditimbulkan oleh rancangan penelitian (design bias) bias ini bisa
terjadi jika informasi yang diberikan pada responden mengandung hal-hal yang
kontroversial. Misalnya saja jika responden ditawari bahwa untuk melindungi
kawasan wisata alam dari pencemaran limbah oleh pengunjung, maka karcis
harus dinaikkan. Tentu saja responden akan memberikan nilai WTP yang lebih
rendah daripada misalnya alat pembayaran dilakukan dengan cara lain, misalnya
melalui yayasan, trust fund dan lain sebagainya. (Fauzi dan Arif, 2000).
2.1.4 Faktor Teknik dalam Perancangan Pemanenan Air Hujan
2.1.4.1 Komponen-Komponen Sistem Pemanenan Air Hujan (Rainwater
Harvesting System)
Sistem pemanenan air hujan terdiri dari komponen-komponen dengan
berbagai langkah yang terdiri dari (1) penyaluran air hujan melalui pipa atau
saluran air, (2) penyaringan/filtration, dan (3) penyimpanan dalam tangki untuk
digunakan atau untuk pengisian kembali. Komponen-komponen yang umum suatu
sistem pemanenan air hujan berdasarkan langkah-langkah tersebut seperti
digambarkan di bawah ini.
31
Sumber: CSE (2003)Gambar 2.3
Komponen Umum Sistem Pemanenan Air Hujan
Komponen-komponen sistim penangkapan air hujan terdiri dari 8
(delapan) komponen (A Water Harvesting Manual for Urban Areas, 2003)
sebagai berikut:
1. Penangkap (Catchments): Penangkap sistem pemanenan air hujan
merupakan suatu permukaan terbuka yang secara langsung menerima curahan
air hujan dan sebagai sumber penyediaan air pada sistem pemanenan air
hujan. Penangkap ini dapat berbentuk suatu area tertentu berbentuk
permukaan luar suatu bangunan seperti atap/teras luar bangunan atau suatu
area halaman terbuka. Atap yang terbuat dari beton semen, besi galvanised
atau genteng dapat juga digunakan untuk penangkapan air hujan.
2. Saringan Kasar (Coarse Mesh): yang ditempatkan di atap untuk menyaring
sampah kasar seperti daun, ranting atau sampah lainnya yang mencegah jalan
masuk ke pipa atau saluran air. Berikut ditampilkan gambar ilustrasi saringan
kasar yang ditempatkan pada atap penangkapan air hujan.
32
Sumber: CSE (2003)
Gambar 2.4
Saringan Kasar Penangkapan Air Hujan
3. Saluran Air/Pipa (Gutters): Saluran air yang berada di sekitar tepi atap
miring untuk yang berfungsi mengumpulkan dan menyalurkan air hujan ke
tangki penyimpanan. Saluran air dapat berbentuk setengah bundar atau segi
empat dan dapat dibuat dengan menggunakan:
a. Bahan yang ada di toko matrial (bahan bangunan) seperti lembaran besi
galvanised sederhana, atau yang terbuat dari seng yang dibentuk sesuai
kebutuhan.
b. Saluran air setengah bundar yang terbuat dari pipa pralon (PVC) dengan
memotong pipa tersebut menjadi 2 (dua) bagian setengah lingkaran yang
sama.
c. Bambu atau pohon pinang yang dipotong setengahnya secara
memanjang/vertikal sehingga membentuk setengah lingkaran.
Ukuran saluran air ini harus disesuaikan dengan intensitas hujan paling tinggi,
dan sebaiknya dilakukan dengan menggunakan 10-15 % lebih besar dari
33
intensitas hujan tertinggi. Saluran air ini diperlukan untuk mendukung aliran
air sehingga tidak terlalu cepat mengalir atau terlalu lambat ketika air
mengalir. Penggunaan saluran air ini sangat tergantung pada konstruksi
bangunan; untuk jenis bangunan tertentu diperlukan besi penyangga atau kayu
penyangga yang ditempelkan ke dinding bangunan, namun untuk bangunan
yang mempunyai atap yang relatif luas, beberapa cara pemasangan khusus
diperlukan dalam menyangga saluran air ini.
4. Saluran Utama. Saluran ini berupa jaringan pipa atau saluran air yang
membawa air hujan dari penangkap atau atap menuju sistem pemanenan.
Saluran utama dalam bentuk pipa ini dapat dipergunakan bahan apapun seperti
Poly Vinyl Clorid ( PVC) atau pipa besi (galvanized iron/GI). Bahan pipa ini
yang banyak tersedia di toko matrial (bahan bangunan).
5. Bilasan Pertama (First-Flushing). Pengendalian bilasan pertama merupakan
suatu klep yang berfungsi dalam memastikan bahwa air hujan yang mengalir
(runoff) dari permulaan hujan turun tidak dimasukkan ke dalam sistem. Hal ini
perlu dilakukan karena permulaan hujan akan membawa sejumlah
kotoran/sampah dari udara maupun permukaan penangkap air hujan (atap).
Berikut diilustrasikan gambar pengendalian aliran air hujan yang diperoleh
dari penangkap air hujan.
Sumber: CSE (2003)
34
Gambar
2.5
Pengendalian Permulaan Hujan
6. Saringan (Filter). Saringan digunakan untuk mengurangi kadar polutan
air hujan yang diperoleh dari atap. Satu unit saringan adalah suatu ruang
yang berisi media penyaring seperti serat, lapisan kerikil pasir kasar dan
media lainnya, untuk menyaring/memisahkan kotoran dari air sebelum
masuk ke tangki penyimpan atau struktur pengisian. Arang dapat
digunakan untuk penyaringan tambahan.
Sumber: CSE (2003)
Gambar 2.6
Contoh-Contoh Struktur Saringan
a. Arang Sebagai Penyaring
Suatu saringan arang sederhana dapat dibuat dengan menggunakan drum
atau pot yang terbuat dari tanah liat. Saringan dapat dibuat dengan
mempergunakan media kerikil, pasir dan arang, yang semuanya dapat
dengan mudah diperoleh.
b. Saringan Pasir
Saringan pasir yang umumnya banyak tersedia sebagai media penyaring,
sehingga saringan pasir lebih mudah dan murah untuk dibuat. Saringan
35
ini dapat digunakan untuk memberikan perlakuan terhadap air dan
secara efektif menghilangkan turbidity (mengikat partikel-partikel
seperti slib dan tanah liat), warna dan jasad renik (microorganism).
7. Fasilitas Penyimpanan (Storage Facility). Berbagai pilihan dapat diterapkan
untuk membuat konstruksi penyimpanan berkaitan dengan bentuk, ukuran dan
bahan konstruksi. Bentuk dapat berupa silindris, segi-empat dan kotak. Bahan
konstruksi dapat terbuat dari beton semen yang diperkuat, ferrocement,
pekerjaan menembok, plastik (polyethylene) atau lembaran metal (besi
galvanised) yang banyak digunakan. Posisi tangki dapat ditempatkan sesuai
dengan ketersediaan lahan penempatannya, baik di atas lahan, sebagian bawah
tanah atau secara menyeluruh berada di bawah tanah. Beberapa pemeliharaan
perlu dilakukan seperti pembersihan dan pengurasan untuk memastikan mutu
air terjaga dalam penyimpanan air.
Gambar 2.7
Contoh Tangki Penyimpan yang Terbuat dari Lempengan Besi
8. Struktur Pengisian Kembali (Recharge Structure). Air hujan dimungkinkan
dapat digunakan untuk mengisi kembali air tanah melalui struktur yang biasa
36
disebut sumur resapan. Berbagai struktur pengisian kembali dimungkinkan
karena keterbatasan penampungan air yang tersedia dengan intensitas curah
hujan yang besar akan mengakibatkan air yang ditampung melebihi kapasitas
penampung. Sehingga perlu diupayakan pula dalam sistim pemanenan air
hujan dengan menyediakan sumur resapan sebagai sarana limpahan air, baik
dari sistem pemanenan air hujan maupun limpahan hujan yang tidak
tertangkap oleh atap penangkap air hujan. Hal ini dilakukan dalam upaya
mengisi kembali air tanah yang sudah mulai menurun kealaman
permukaannya.
2.1.4.2 Perlakuan terhadap Kualitas Air Hujan dalam Sistim Pemanenan
Air Hujan
Perlakuan pengolahan air hujan sebagai air baku untuk memenuhi
kebutuhan rumah tangga pada umumnya lebih mudah dibandingkan air sungai,
sehingga dalam upaya memanfaatkan air hujan sebagai sumber air untuk
pemenuhan kebutuhan rumah tangga akan lebih menguntungkan. Berbagai
perlakuan pengolahan sumber air baku air hujan dapat dilakukan diantaranya:
penggumpalan, pengendapan dan penyaringan.
Proses pengolahan dengan penggumpalan dilakukan jika sumber air baku
tersebut mengandung zat tersuspensi dan bahan organik yang sangat halus.
Kekeruhan dan warna ditunjukkan dengan adanya partikel koloid dalam air,
sehingga parameter tersebut akan berubah karena proses penggumpalan. Proses
penggumpalan dengan membubuhkan zat kimia tidak cocok. Untuk sistem
penyediaan air untuk kebutuhan rumah tangga baik itu tunggal maupun kolektif,
37
zat kimia hanya digunakan jika hasil pengolahan dengan proses lain tidak dapat
tercapai sesuai dengan yang diiinginkan.
Untuk tujuan partikel koloid dapat terendapkan maka suatu bangunan
pengolah bak pengendap harus dirancang khusus diantaranya, berbentuk aliran
horizontal, vertikal dan radial. Untuk bangunan pengolah dalam skala kecil bentuk
aliran horizontal dengan bak empat persegi panjang adalah paling cocok,
sederhana dan mudah dibangun.
Penyaringan adalah suatu proses menjernihkan air dengan melewatkan air
melalui media proses. Dalam saringan pasir digunakan pasir sebagai media
penyaring dan air akan turun mengalir lambat atau cepat tergantung media yang
digunakan. Kegunaan lain saringan pasir cepat atau lambat adalah dapat
mengurangi organisme phatogen dari baku terutama bakteri dan virus yang dapat
menyebabkan penyakit yang berhubungan dengan air. Saringan pasir lambat dapat
mempunyai beberapa keuntungan untuk digunakan, menghasilkan air yang jernih,
bebas dari zat tersuspensi dan bersih. Saringan ini untuk operasinya tidak
membutuhkan penggumpalan dari zat kimia (Siahaan,1990).
Tempat penyimpanan berupa bak air yang di bangun di bawah tanah harus
dibuat sedemkian rupa sehingga dapat mencegah debu, pasir, nyamuk atau
polutan lain untuk tidak dapat masuk selama tersimpan dalam suatu bak
penyimpanan. Agar air ini dapat dimanfaatkan untuk air minum maka air hujan
yang dikumpulkan dari atap rumah atau dari permukaan tanah harus terhidar dari
adanya pembusukan bahan organik dan tumbuhnya bakteri atau mikroorganisme
lainnya.
38
Salah satu upaya untuk melindungi kualitas air tersebut yaitu harus bebas
dari cahaya dan kondisi tempat harus dingin serta secara teratur dibersihkan.
Perlakuan sederhana yaitu dengan menggunakan tabung khlor yang berfungsi
untuk membunuh bakteri. Pada bangunan penyediaan air ini dapat dimungkinkan
bahwa kualitas air yang ada dapat lebih baik dari pada jika air hujan tersebut
disimpan saja tanpa perlakuan khusus. Akifer buatan disamping berfungsi sebagai
saringan pasir lambat dan digunakan pula sebagai penyimpan air sementara dalam
media yang berfungsi untuk menaikkan kandungan mineral dalam air. Kandungan
mineral dalam air diperlukan untuk kesehatan tubuh, tetapi hasil penelitian di
laboraturium mineral ini tidak melebihi batas maksimum yang diijinkan. Pada
Tabel 2.4 disajikan hasil analisa kualitas air hujan yang mengalami pengujian di
laboraturim dengan menyimpannya dalam berbagai media seperti kerikil, pasir,
arang dan batu koral.
Agar kualitas air sesuai atau menyerupai kondisi kandungan mineral yang
serupa dengan air tanah maka diperlukan jangka waktu beberapa hari untuk
tinggal dalam media akifer buatan ini. Efektifitas dari bahan media akifer buatan
dengan waktu tinggal air rata-rata tiga hari adalah sebagai berikut:
1. Arang lebih efektif untuk menurunkan kekeruhan dan warna pada air hujan.
2. Batu bata lebih efektif dalam menurunkan kandungan zat besi dan mangan
dalam air hujan.
3. Kerikil dan pasir dapat menambah kandungan mineral yaitu garam-haram
Kalsium, Magnesium dan Natrium dalam air hujan dalam jumlah yang tidak
melebihi batas maksimum yang diijinkan.
39
Tabel 2.4
Hasil Analisa Perbaikan Kualitas Air Hujan
Parameter Satuan
Kerikil dan Pasir Batu Bata Arang Batas
Maks.1 2 1 2 1 2Residu Terlarut Mg/l 96 30 52 34 43 26 1000PH 6,8 6,5 6,6 6,9 6,9 6,8 6,5-8,5Kalsium(Ca) Mg/l 5,2 14 6,2 19,6 6,4 6,2Magnesium (mg) Mg/l 1,2 4,6 1,7 11 0,98 1Kesadahan Mg/l 18 54 26 127 20 28 500Natrium (Na) Mg/l 1,1 4,6 5,8 16 4,4 4,5 200Kalium (K) Mg/l 1 2 7,6 33 3,2 6,2Besi (Fe) Mg/l 0,04 0,02 0,09 Tt 0,05 Tt 0,3Mangan (Mn) Mg/l 0,01 0,01 0,07 Tt 0,01 Tt 0,1Seng (Zn) Mg/l 0,17 0,03 0,42 Tt Tt Tt 5Khlorida (Cl) Mg/l 2,5 5,4 11 14 1,9 25 250Sulfat (S04) Mg/l 1,2 26 4,2 76 0,85 3,5 400Nitrat (NO3-N) Mg/l 0,11 0,1 0,65 1,4 0,11 0,11 1Nilai Permanganat Mg/l 6,4 5,5 9,6 4,5 6,6 3,2 10Bikarbonat Mg/l 21 38 24 36 11 12
Sumber: Puslitbangkim.1993Keterangan: 1. Sebelum Penelitian Puslitbangkim
2. Setelah Penelitian Puslitbangkim
2.1.5 Faktor Ekonomi
Secara umum dapat dikatakan bahwa banyak metode yang dapat dipakai
untuk menghitung valuasi ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan. Dixon
(1986) misalnya, membahas lebih detil mengenai metode-metode tersebut yang
pada dasarnya merupakan turunan dari metode yang lebih umum yang disebut
dengan analisa biaya manfaat atau cost-benefit analysis (CBA). Oleh karenanya
metode valuasi ekonomi inipun dibahas dari dua pendekatan manfaat (benefit)
maupun pendekatan biaya (cost). Secara rinci pendekatan valuasi ekonomi kedua
sisi tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini.
40
Sumber: Askary (2001)Gambar 2.8
Metode Valuasi Ekonomi
Sebagaimana terlihat dalam gambar tersebut, metode valuasi ekonomi
yang berdasarkan sisi manfaat (benefit based) dapat dikelompokan ke dalam dua
kategori umum. Pertama yang menyangkut langsung dengan nilai pasar (market
value) atau produktivitas dan yang kedua yang menyangkut nilai pasar penggati
(substitute atau surrogate) atau barang-barang komplementer (complementary
goods). Metode valuasi ekonomi yang termasuk ke dalam pengukuran nilai pasar
yang aktual adalah metode Effect on Production (EOP) dan human capital
approach (HCA) atau sering disebut Loss of Earning Approach (LEA).
Perancangan sistem pemanen air hujan ditujukan sebagai proyek non
komersial yang digagaskan, direncanakan, dilaksanakan, dikelola dan ditentukan
oleh warga masyarakat itu sendiri sebagai pengguna atau suatu lembaga yang
berkenan melaksanakan proyek ini secara hibah sebagai bentuk kepedulian
Pengganti aset produktif
Proyek Bayangan Pengukuran biaya
yang dikeluarkan Biaya Relokasi
Biaya Perjalanan Perbedaan Upah Nilai Gedung Pengukuran keinginan
membayar
Pasar Komplementer
Harga Pasar aktual
Valuasi Ekonomi Bardasarkan Manfaat
Valuasi Ekonomi Bardasarkan Biaya
Valuasi Ekonomi
Pengaruh produksi sumberdaya alam
Penurunan penghasilan tenaga kerja
41
terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan setempat. Dilihat dari tujuanya
sistem pemanen air hujan di Daerah Cicadas termasuk ke dalam proyek yang
berorientasi sosial yang mempertimbangkan aspek teknis, dan aspek ekonomis
yang menyangkut sejauh mana sumbangan atau peranan proyek ini terhadap
pembangunan ekonomi secara keseluruhan, dengan perkataan lain dilihat dari
peran stakeholder (Choliq,1993).
Perancangan sistem pemanen air hujan merupakan tahapan pertama dari
siklus proyek jika proyek ini dilaksanakan, karena dari perancangan terdapat
perencanaan yang terbagi atas identifikasi proyek dan kelayakan proyek. Setelah
melaksanakan identifikasi dilanjutkan dengan melakukan persiapan dan analisis
suatu proyek, yaitu melakukan persiapan dan analisis studi kelayakan yang
memberikan informasi yang cukup untuk melaksanakan proyek tersebut. Studi
kelayakan memberikan kesempatan untuk proyek agar bisa cocok dengan
lingkungan fisik dan sosialnya. Keuntungan yang lainnya adalah dapat
memastikan bahwa perancangan ini akan memberikan hasil yang optimal.
2.1.4.1 Identifikasi Proyek
Analisis yang paling tepat digunakan didalam perancangan ini adalah
analisis ekonomis yang merupakan hasil total atau produktivitas suatu proyek
untuk masyarakat, didalam hal ini yang penting adalah mengarahkan sumberdaya-
sumberdaya yang langka kepada proyek-proyek yang dapat memberikan Social
Return atau The Ecomonic Returns yang paling tinggi, namun tidak menutup
kemungkinan untuk melakukan analisis ekonomis bagi individu tertentu.
42
Perhitungan ekonomis diperuntukan bagi individu yang ingin membangun
dan membandingkannya dengan pelayanan air PDAM dan atau membeli secara
eceran, analisis tekno-ekonomi bagi bangunan pemanen air hujan di Daerah
Cicadas dapat diterangkan sebagai berikut :
- Perhitungan biaya pembuatan bangunan perlu dilakukan dengan maksud dapat
mengetahui kelayakan bangunan tersebut secara ekonomis, dikenal dengan dua
komponen biaya, yaitu biaya tetap (BT) dan biaya tidak tetap (BV), namun
karena bangunan ini ditujukan bagi konsumsi masing-masing rumah tangga
maka asumsi penerimaan bukan berasal dari harga sewa (HS) sebagai biaya
varibelnya namun pada kasus ini diasumsikan dengan membandingkannya
dengan biaya langganan air PDAM atau harga eceran air setempat. Agar
investasi dalam hal ini agar memperoleh keuntungan yang wajar perlu dihitung
biaya pembuatan.
- Biaya pembuatan dalam merancang dan membuat bangunan meliputi: biaya
pengadaan material yaitu biaya untuk pembelian bahan atau komponen
bangunan dan biaya pengerjaan. Berikut rumus perhitungan biaya yang
digunakan dalam perancangan bangunan ini.
1. Biaya operasional bangunan yaitu biaya pemakaian alat pada saat
diopersikan menurut Irwanto (1984) akan memenuhi persamaan berikut
BOB = BT + (BV x X)
Ket.BOB = Biaya operasional bangunan per tahun (Rp/Tahun)BT = Biaya Tetap (Rp/Tahun)BV = Biaya Variabel (Rp/Tahun)X = Jumlah Tahun (Tahun)
43
2. Komponen biaya tetap dalam perhitungan biaya meliputi biaya penyusutan
dan biaya investasi. Biaya penyusutan (Depreciation Cost), yaitu
penurunan nilai modal suatu bangunan akibat pertambahan umur yang
besarnya dapat dihitung dengan menggunakan metode garis lurus yaitu:
D= P−Sn
Ket:D = Biaya penyusutan (Rp/Tahun)P = Biaya beli (investasi)/harga banguanan (Rp)S = Harga akhir (Rp)n = Umur teknis (Tahun)
2.1.4.2 Kelayakan Proyek
Suatu ukuran tertentu sebagai dasar penerimaan atau penolakan serta
pengurutan suatu proyek telah dikembangkan berbagai cara yang dinamakan
investment criteria atau kriteria investasi (Gray et.al., 1992). Lima macam
kriteria yang umum dikenal dengan (1) Net Present Value dari arus benefit dan
biaya (NPV); (2) Internal Rate of Return (IRR); (3) Net Benefit-Cost Ratio (Net
B/C); (4) Gross Benefit-Cost Ratio; dan (5) Profitability Ratio (PV/K). Setiap
kriteria ini mempergunakan perhitungan nilai sekarang (present value) atas arus
benefit dan biaya selama umur proyek.
Ketiga kriteria pertama yaitu NPV, IRR dan Net B/C lebih umum dipakai
dan dapat dipertanggungjawabkan, namun kedua kriteria terakhir yaitu Gross B/C
dan PV’/K didasarkan atas salah pengertian tentang sifat dasar biaya, sehingga
dapat menyebabkan kekeliruan dalam penyusunan urutan peluang investasi,
dengan kata lain kedua kriteria ini tidak dianjurkan untuk dipergunakan di
Indonesia (Gray et.al., 1992).
44
1. Net Present Value dari Arus Benefit dan Biaya (NPV)
Keuntungan netto suatu usaha adalah pendapatan bruto dikurangi
jumlah biaya. Maka NPV suatu proyek adalah selisih PV arus benefit dengan
PV arus biaya. Rumus NPV dapat dituliskan sebagai berikut:
NPV =[ B0
(1+ i )0+
B1
(1+i )1+.. .+
Bn
(1+i )n ]−[ C0
(1+i )0+
C1
(1+i )1+. ..+
Cn
(1+ i )n ]atau secara singkat:
NPV =∑i=0
n Bt
(1+i )t−∑
i=0
n C t
(1+i )t=∑
i=0
n Bt−C t
(1+i )t
Ket.Bt = Benefit sosial bruto proyek pada tahun t, terdiri dari segala jenis
penerimaan atau keuntungan non-finansial yang diterima atau dirasakan oleh penyelenggara proyek dalam tahun t, baik sebagai pembayaran rendemen atau pengembalian investasi semula.
Ct = Biaya sosial bruto sehubungan dengan proyek pada tahun t, termasuk segala jenis pengeluaran, baik yang bersifat modal (pembelian peralatan, tanah, konstruksi, dan sebagainya) maupun yang rutin, baik dalam bentuk uang atau non-finansial, yang dibebabi kepada penyelenggara proyek dalam tahun t (termasuk investasi semula dalam tahun ke-nol dan seterusnya)
n = Umur ekonomis proyeki = Social Opportunity Cost of Capital yang digunakan sebagai Social
Discount Rate
Dalam evaluasi suatu proyek tertentu, pernyataan proyek dikatakan
layak dinyatakan oleh nilai NPV yang sama atau lebih besar dari nol.
Artinya, suatu proyek dapat dinyatakan bermanfat untuk dilaksanakan bila
NPV proyek tersebut sama atau lebih besar dari nol. Jika NPV = 0, berarti
proyek tersebut mengembalikan persis sebagai social opportunity cost faktor
produksi modal. Jika NPV lebih kecil daripada nol, proyek tidak dapat
menghasilkan senilai biaya yang dipergunakan dan oleh sebab itu
45
pelaksanaannya harus ditolak. Ini berarti bahwa sumber-sumber yang
seyogyanya dipakai untuk proyek tersebut sebaiknya dialokasikan pada
penggunaan lain yang lebih menguntungkan.
2. Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return (IRR) adalah rate of return atau tingkat
rendemen atas investasi netto. Dalam istilah aljabar, perkiraan IRR dapat
dihitung dengan rumus:
IRR=i1+NPV 1
NPV 1−NPV 2×(i2−i1 )
Jika ternyata IRR suatu proyek sama dengan nilai i yang berlaku
sebagai social discount rate, maka NPV proyek itu adalah nol. Jika IRR lebih
kecil daripada social discount rate, berarti NPV lebih kecil daripada nol. Oleh
karena itu, nilai IRR yang lebih besar atau sama dengan social discount rate
menyatakan bahwa proyek tersebut layak, sedangkan IRR kurang dari social
doscount rate menyatakan bahwa proyek tersebut tidak layak.
3. Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C)
Net B/C atau BCR merupakan angka perbandingan antara jumlah
present value yang positif (sebagai pembilang) dengan jumlah present value
yang negatif (sebagai penyebut). Secara umum, rumusnya adalah sebagai
berikut:
Net B/C=∑t=0
n Bt−C t
(1+i)t
∑t=0
n Bt−C t
(1+i)t
(untuk Bt – Ct > 0)
(untuk Bt – Ct < 0)
46
Untuk menghitung indeks ini terlebih dahulu dihitung (Bt – Ct)/(1 + i)t
untuk setiap tahun t. Seperti dalam perhitungan IRR, Net B/C akan terdapat
apabila paling sedikit salah satu nilai Bt – Ct adalah negatif, jika tidak demikian
maka Net B/C (seperti IRR) adalah tak hingga. Kriteria layak atau tidaknya
suatu proyek yaitu jika Net B/C suatu proyek lebih besar dari 1, yang berarti
bahwa NPV > 0, sehingga dapat dikatakan bahwa proyek tersebut layak,
sedangkan jika Net B/C < 1 menunjukkan bahwa proyek dapat dikatakan tidak
layak.
2.2 Kerangka Pemikiran
Definisi pemanenan air hujan yaitu:
In scientific terms, water harvesting refers to collection and storage of rainwater and also other activities aimed at harvesting surface and groundwater, prevention of losses throught evaporation and seepage and all other hydrological studies and enginering intervention, aimed at conservation and efficient utilization of the limited water endowment of physiographic unit such as a watershed. (CSE, 2003)
Secara umum definisi pemanenena air ini merupakan kegiatan yang
bertujuan untuk mengumpulkan air hujan. Air hujan yang terkumpul dapat
disimpan untuk digunakan secara langsung atau dapat dijadikan sebagai sumber
pengisian kembali air tanah. Penampungan air hujan sebelum sampai pada tanah
akan mendapat keuntungan yang diperoleh, yaitu air yang tertampung tidak
banyak terkontaminasi dan secara umum kualitas air dapat memenuhi sebagian
besar kebutuhan air rumahtangga (UNEP, 1983). Besarnya air hujan yang dapat
ditampung sangat tergantung dari kontinuitas dan kuantitas air hujan yang turun di
suatu daerah. Kontinuitas air hujan dapat diperoleh dari rata-rata curah hujan
47
tahunan yang merupakan presipitasi, sedangkan kuantitas air hujan yang diperoleh
akan tergantung dari curah hujan suatu wilayah dan ukuran penangkap
(pengumpul) air hujan. Sebagai contoh, untuk 10 mm curah hujan dapat
menyediakan 100.000 liter air hujan untuk setiap hektar penangkap air hujan.
Curah hujan di Provinsi Jawa Barat pada umumnya termasuk dalam
kategori tinggi (Stasiun Geofisika Kelas I Kota Bandung 2000). Pada daerah
dataran tinggi yang merupakan daerah pegunungan, memiliki curah hujan sampai
dengan di atas 4500 mm/tahun. Curah hujan Kota Bandung yang termasuk
kategori agak rendah, memiliki musim kemarau yang relatif pendek yaitu sekitar 3
(tiga) bulan, dengan rata-rata curah hujan 2000 mm/tahun.
Sebagai gambaran penggunaan air hujan, misalkan diambil rata-rata curah
hujan sebesar 2000 mm/tahun dan asumsi penguapan adalah 10%, dengan luas
atap adalah 100 m2, maka diperkirakan air hujan yang akan tertampung adalah
sebesar 180 m3/tahun. Kemudian dengan asumsi kebutuhan air rumah tangga
adalah 160 liter/hari/KK (Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemukiman
Departemen Pekerjaan Umum Badan Penelitian dan Pengembangan PU dan LPM
ITB, 1988) per tahunnya dibutuhkan kurang dari 60m3/tahun/KK, sehingga air
hujan yang didapat pertahunnya dari 100 m2 atap, jauh melebihi kebutuhan
keluarga. Namun penelitian secara terperinci berkaitan dengan kuantitas dan
kontinuitas air hujan yang turun di daerah tertentu perlu dilakukan untuk
mengetahui seberapa besar kemampuan air hujan yang dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat.
48
Penyimpanan air hujan dalam bak penampungan di beberapa daerah telah
dikenal lama dan sebagian masih dipergunakan sampai sekarang. Air hujan ini
dapat dikumpulkan dan ditampung dari air hujan yang jatuh di atap rumah atau
bangunan atau dari limpasan permukaan tanah, jalan-jalan, halaman atau dari
suatu area khusus yang dipersiapkan. Oleh karena itu potensi penangkapan air
hujan untuk memenuhi kebutuhan air rumah tangga sangat memungkinkan,
disamping mengurangi ketergantungan pada pelayanan PDAM, penurunan
permukaan air tanah, juga sekaligus mengurangi bahaya banjir.
Air hujan yang berlimpah merupakan sumberdaya air yang perlu
dimanfaatkan untuk kehidupan sehari-hari baik itu untuk kebutuhan rumah tangga
atau pun untuk dikonsumsi sebagai air minum. Penggunaan air hujan sebagai
sumber air kebutuhan rumah tangga seperti mandi dan cuci cukup memenuhi
syarat apabila telah difilter dari debu, pasir, nyamuk atau polutan lainnya yang
berasal dari kolektor, namun air hujan sedikit sekali mengandung garam-garam
mineral, diantaranya garam Kalsium, Magnesium dan Natrium Bikarbonat, tetapi
masih memenuhi persyaratan fisika dan kimia. Air hujan dari daerah industri
mengandung kadar Sulfat dan Nitrat yang lebih tinggi dibandingkan air hujan dari
daerah pemukiman dan air tanah. Namun air hujan dapat memiliki kualitas yang
memenuhi syarat untuk dikonsumsi dengan penambahan mineral-mineral tertentu
sesuai dengan standar baku mutu air minum PDAM.
Dikaitkan dengan kondisi masyarakat setempat yang merupakan
masyarakat dengan tingkat kesejahteraan menengah ke bawah, pemenuhan
kebutuhan air melalui sistem Rainwater Harvesting ini relatif murah dan mudah,
49
karena dikondisikan terintegrasi dengan bangunan atau rumah sehingga mudah
diakses oleh penghuni rumah.
Kebutuhan air yang diperlukan masyarakat Kelurahan Cicadas cukup
besar mengingat padatnya penduduk. Setiap harinya masyarakat Cicadas
mangeluarkan biaya pemenuhan kebutuhan air bersih untuk dikonsumsi ataupun
digunakan untuk kegiatan rumah tangga lainnya, baik biaya pembayaran PDAM,
pembelian langsung menggunakan dirigen (tempat air), maupun biaya operasional
air artesis. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa pengeluaran biaya secara
kontinu untuk mendapatkan air bersih merupakan indikasi yang kuat untuk dapat
pula memiliki fasilitas penampungan air bersih yang layak konsumsi sehingga
dapat menghemat pengeluaran untuk kebutuhan air dimasa yang akan datang.
Sistem penampungan air hujan dapat disediakan di tempat-tempat yang
membutuhkan air untuk dipergunakan. Beberapa keuntungan yang diperoleh
dengan adanya sistem penampungan air hujan ini (UNEP, 2002) adalah:
1. Penampungan air hujan dapat dipergunakan sebagai tambahan sumber air,
sehingga dapat mengurangi atau menghilangkan ketergantungan terhadap
sumber air lain.
2. Penampungan air hujan dapat dipergunakan sebagai penyedia dalam keadaan
darurat atau diakibatkan gangguan sistem penyedia air publik (PDAM),
bahkan akibat bencana alam yang terjadi.
3. Penampungan air hujan dapat mengurangi luapan saluran air dan genangan air
atau banjir.
50
4. Penggunaan air hujan biasanya sebagai pengguna yang mengoperasikan dan
mengelola sistem penangkap (kolektor), oleh karena itu penggunaan air akan
disesuaikan dengan penyimpanan yang ada. Pengguna akan tahu berapa
banyak air yang ada di penampungan dan akan berusaha untuk mencegah
terjadinya kekeringan di tempat penampungan
5. Teknologi pemanenan air hujan yang fleksibel dan dapat dibangun sesuai
dengan kondisi dan kebutuhan. Konstruksi, pengoperasian dan perawatannya
tidak membutuhkan tenaga khusus.
Perlakuan pengolahan air hujan sebagai air baku untuk memenuhi
kebutuhan rumah tangga pada umumnya lebih mudah dibandingkan air sungai,
sehingga dalam upaya memanfaatkan air hujan sebagai sumber air untuk
pemenuhan kebutuhan rumah tangga akan lebih menguntungkan. Berbagai
perlakuan sederhana pengolahan sumber air hujan yang dapat dilakukan
diantaranya penggumpalan, pengendapan dan penyaringan.
Proses pengolahan dengan penggumpalan dilakukan jika sumber air baku
tersebut mengandung zat tersuspensi dan bahan organik yang sangat halus.
Kekeruhan dan warna ditunjukkan dengan adanya partikel koloid dalam air,
sehingga parameter tersebut akan berubah karena proses penggumpalan. Proses
penggumpalan dengan membubuhkan zat kimia tidak cocok. Untuk sistem
penyediaan air untuk kebutuhan rumah tangga baik itu tunggal maupun kolektif,
zat kimia hanya digunakan jika hasil pengolahan dengan proses lain tidak dapat
tercapai sesuai dengan yang diiinginkan.
51
Untuk tujuan partikel koloid dapat terendapkan maka suatu bangunan
pengolah bak pengendap harus dirancang khusus diantaranya, berbentuk aliran
horizontal, vertikal dan radial. Untuk bangunan pengolah dalam skala kecil bentuk
aliran horizontal dengan bak empat persegi panjang adalah paling cocok,
sederhana dan mudah dibangun.
Tempat penyimpanan berupa bak air yang dibangun di bawah tanah harus
dibuat sedemikian rupa sehingga dapat mencegah debu, pasir, nyamuk atau
polutan lain untuk tidak dapat masuk selama tersimpan dalam suatu bak
penyimpanan, baik secara mandiri maupun secara kolektif. Agar air ini dapat
dimanfaatkan untuk air minum maka air hujan yang dikumpulkan dari atap rumah
atau dari permukaan tanah harus terhidar dari adanya pembusukan bahan organik
dan tumbuhnya bakteri atau mikroorganisme lainnya. Salah satu upaya untuk
melindungi kualitas air tersebut yaitu harus bebas dari cahaya dan kondisi tempat
harus dingin serta secara teratur dibersihkan. Perlakuan sederhana yaitu dengan
menggunakan tabung khlor yang berfungsi untuk membunuh bakteri.
Bangunan tampungan air hujan yang dilengkapi akifer buatan merupakan
suatu konstruksi gabungan antara akifer buatan dan tempat penyimpanan
merupakan model bangunan penyediaan air dan cocok untuk digunakan dalam
menangani masalah sulit air di daerah kering (Soenarto, 1998). Pembangunan
sistem pemanenan air hujan sangat tergantung pada biaya yang dibutuhkan dalam
membangun fasilitas fisik. Disamping secara ekonomi sistem ini harus lebih
menguntungkan dibandingkan dengan fasilitas penyediaan air yang sudah ada,
selain itu keinginan membayar (willingness to pay) masyarakat terhadap sistim
52
Manajemen Sumberdaya Air
Persoalan Ketersediaan Air
Bersih Masyarakat
Potensi Air Hujansebagai Alternatif
Sumber Air Bersih
Kemungkinan Pemanenan Air Hujan Untuk Memenuhi
Kebutuhan Air Bersih Masyarakat
Faktor Lingkungan
Faktor Sosial
Faktor Teknik
Faktor Ekonomi
Kontinuitas, Kuantitas dan Kualitas Air
Hujan
Karakteristik, Kemampuan,
Kebutuhan Air, Keinginan
Membayar, dan Kemungkinan
Penerapan RWH
Masyarakat
Penangkapan, Penyaringan
dan Penampungan
Air Hujan
Biaya Pembuatan
RWH Rumah Tangga, Biaya Operasional,
NPV, IRR dan BCR
RANCANGAN PEMANENAN AIR HUJAN UNTUK MEMENUHI KEBUTUHAN
AIR BERSIH MASYARAKAT
penangkapan air hujan perlu diketahui agar pengembangan dalam konsep
perancangan dapat disesuaikan dengan kebutuhan masyarakatnya.
Berikut ini digambarkan kerangka pemikiran dalam merancang instalasi
pemanenan air hujan untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat.
Gambar 2.9
Kerangka Pemikiran Rancangan Instalasi Pemanenan Air Hujan
53
2.3 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan, maka dapat
ditarik suatu hipotesis penelitian sebagai berikut:
1. Faktor lingkungan dalam hal kontinuitas, kuantitas dan kualitas air hujan Kota
Bandung berpotensi dalam memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat dengan
mempergunakan sistem pemanenan air hujan (rainwater harvesting).
2. Faktor sosial seperti kondisi, kemampuan, kebutuhan air bersih, dan keinginan
masyarakat serta kemungkinan penerapan pemanenan air hujan oleh
masyarakat Kelurahan Cicadas Kota Bandung dapat dijadikan acuan dalam
membuat rancangan pemanenan air hujan (rainwater harvesting).
3. Faktor teknis rancangan pemanenan air hujan (rainwater harvesting) dalam
hal penangkapan, penyaringan dan penyimpanan air hujan dapat diterapkan
sesuai dengan kondisi dan kemampuan masyarakat Kelurahan Cicadas Kota
Bandung.
4. Faktor ekonomi hasil rancangan pemanenan air hujan dapat dikatakan layak
untuk diterapkan di Kelurahan Cicadas Kota Bandung.
54