121496642 Referat Anak Sepsis Neonatorum

24
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Sepsis neonatorum adalah sindrom klinis dengan gejala infeksi sistemik dan diikuti dengan bakteremia pada bulan pertama kehidupan. Dalam sepuluh tahun terakhir terdapat beberapa perkembangan baru mengenai definisi sepsis. Salah satunya menurut The International Sepsis Definition Conferences (ISDC,2001), sepsis adalah sindrom klinis dengan adanya Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan infeksi. Sepsis merupakan suatu proses berkelanjutan mulai dari infeksi, SIRS, sepsis, sepsis berat, renjatan/syok septik, disfungsi multiorgan, dan akhirnya kematian. 7 Tabel 2.1 Kriteria SIRS 8 Usia Neonatus Suhu Laju Nadi Permeni t Laju Nafas Permenit Jumlah Leukosit x 10 3 /mm 3 Usia 0-7 hari >38,5°C atau <36,5 °C > 180/<10 0 >50 >34 Usia 7-30 hari >38,5°C atau <36,5 °C > 180/<10 0 >40 >19,5 atau <5 Definisi SIRS pada neonatus ditegakkan bila ditemukan 2 dari 4 kriteria dalam tabel. Salah satu di antaranya adanya kelainan suhu atau leukosit. 8 3

description

referat

Transcript of 121496642 Referat Anak Sepsis Neonatorum

Page 1: 121496642 Referat Anak Sepsis Neonatorum

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DefinisiSepsis neonatorum adalah sindrom klinis dengan gejala infeksi

sistemik dan diikuti dengan bakteremia pada bulan pertama kehidupan. Dalam

sepuluh tahun terakhir terdapat beberapa perkembangan baru mengenai definisi

sepsis. Salah satunya menurut The International Sepsis Definition Conferences

(ISDC,2001), sepsis adalah sindrom klinis dengan adanya Systemic Inflammatory

Response Syndrome (SIRS) dan infeksi. Sepsis merupakan suatu proses

berkelanjutan mulai dari infeksi, SIRS, sepsis, sepsis berat, renjatan/syok septik,

disfungsi multiorgan, dan akhirnya kematian.7Tabel 2.1 Kriteria SIRS8

Usia Neonatus

Suhu Laju Nadi Permenit

Laju Nafas Permenit

Jumlah Leukosit x 103/mm3

Usia 0-7 hari >38,5°C atau <36,5 °C

> 180/<100 >50 >34

Usia 7-30 hari

>38,5°C atau <36,5 °C

> 180/<100 >40 >19,5 atau <5

Definisi SIRS pada neonatus ditegakkan bila ditemukan 2 dari 4 kriteria dalam

tabel. Salah satu di antaranya adanya kelainan suhu atau leukosit.8Tabel 2.2

Kriteria Infeksi, Sepsis, sepsis Berat, Syok Sepsis8

Kriteria Definisi

Infeksi Terbukti infeksi (proven infection) bila ditemukan kuman

penyebab, atau Tersangka infeksi (suspected infection) bila

terdapat sindrom klinis (gejala klinis dan penunjang lain)

Sepsis SIRS disertai infeksi yang terbukti atau tersangka

Syok Sepsis Sepsis dan disfungsi organ kardiovaskular

2.2 EpidemiologiAngka kejadian sepsis neonatorum di dunia diperkirakan 1-10

kasus per 1000 kelahiran hidup dan 1 per 250 kelahiran prematur.9 Angka

kejadian sepsis neonatorum di negara maju 1-4 per 1000 kelahiran, di Asia

Tenggara berkisar 2,1-16 per 1000 kelahiran hidup. Sedangkan untuk angka

kejadian sepsis neonatorum di beberapa rumah sakit rujukan di Indonesia berkisar

antara 1,5%-3,72% dengan angka kematian mencapai 37,09%-80%9,10 Keragaman

angka kejadian pada masing-masing rumah sakit dapat dihubungkan dengan

3

Page 2: 121496642 Referat Anak Sepsis Neonatorum

angka prematuritas, perawatan prenatal, pelaksanaan persalinan, dan kondisi

lingkungan di ruang perawatan.10 Angka sepsis neonatorum meningkat secara

bermakna pada bayi dengan berat badan lahir rendah dan bila ada faktor risiko ibu

(obstetrik) atau tanda-tanda korioamnionitis seperti ketuban pecah lama (>18

jam), demam intrapartum ibu(>37,5°C), leukositosis ibu (>18.000), pelunakan

uterus, dan takikardia janin (>180 kali/menit). Sedangkan faktor risiko host untuk

sepsis neonatorum adalah jenis kelamin laki-laki, cacat imun didapat atau

kongenital, galaktosemia (Escherichia coli), pemberian besi intramuskular,

anomali kongenital (saluran kencing, asplenia, myelomeningokel, saluran sinus),

omfalitis, dan kembar (terutama kembar kedua dari janin yang terinfeksi).

Prematuritas merupakan faktor risiko baik pada SNAD maupun SNAL.10,112.3

EtiologiPenyebab dari timbulnya sepsis pada neonatus dapat berupa bakteri,

virus, jamur, dan protozoa (jarang). Bakteri penyebab SNAD umumnya berasal

dari traktus genitalia maternal yang tidak menimbulkan penyakit pada ibu seperti

Streptococcus Grup B dan bakteri enterik. SNAL umumnya disebabkan oleh

infeksi nosokomial seperti Enterococcus, dan Staphylococcus aureus. Penyebab

SNAL lainnya seperti Streptococcus Grup B, E. coli, Listeria monocytogenes,

virus herpes simpleks, enterovirus, serta bakteri Staphylococcus coagulase-negatif

dan jamur Candida albicans yang menjadi penyebab SNAL tersering pada bayi

dengan berat badan lahir rendah.10,112.4 KlasifikasiBerdasarkan waktu terjadinya,

sepsis neonatorum dapat diklasifikasikan menjadi dua bentuk yaitu sepsis

neonatorum awitan dini (early-onset neonatal sepsis) dan sepsis neonatorum

awitan lambat (late-onset neonatal sepsis). Sepsis neonatorum awitan dini

(SNAD) merupakan infeksi perinatal yang terjadi segera dalam periode postnatal

(kurang dari 72 jam) dan biasanya diperoleh pada saat proses kelahiran atau in

utero. Di negara maju, kuman tersering yang ditemukan pada kasus SNAD adalah

Streptokokus Grup B (SGB) [(>40% kasus)], Escherichia coli, Haemophilus

influenza, dan Listeria monocytogenes, sedangkan di negara berkembang

termasuk Indonesia, mikroorganisme penyebabnya adalah batang Gramnegatif.

Sepsis neonatorum awitan dini memiliki kekerapan 3,5 kasus per 1000 kelahiran

hidup dengan angka mortalitas sebesar 15-50%.7,12,13,14,15Sepsis neonatorum awitan

lambat (SNAL) merupakan infeksi postnatal (lebih dari 72 jam) yang diperoleh

4

Page 3: 121496642 Referat Anak Sepsis Neonatorum

dari lingkungan sekitar atau rumah sakit (infeksi nosokomial). Proses infeksi

pasien semacam ini disebut juga infeksi dengan transmisi horizontal. Angka

mortalitas SNAL lebih rendah daripada SNAD yaitu kira-kira 10-20%. Di negara

maju, Coagulase-negative Staphilococci (CoNS) dan Candida albicans

merupakan penyebab utama SNAL, sedangkan di negara berkembang didominasi

oleh mikroorganisme batang Gram negatif (E. coli, Klebsiella, dan Pseudomonas

aeruginosa). 7,13,14,152.5 PatofisiologiPatofisiologi sepsis bayi baru lahir

merupakan interaksi respon kompleks antara mikroorganisme patogen dan

pejamu. Keadaan hiperinflamasi yang terjadi pada sepsis melibatkan beberapa

komponen, yaitu : bakteri, sitokin, komplemen, sel netrofil, sel endotel, dan

mediator lipid. Faktor inflamasi, koagulasi dan gangguan fibrinolisis memegang

peran penting dalam patofisiologi sepsis. Meskipun manifestasi klinisnya sama,

proses molecular dan seluler untuk menimbulkan respons sepsis tergantung

mikroorganisme penyebab, sedangkan tahapan-tahapan pada respons sepsis sama

dan tidak tergantung penyebab. Respons inflamasi terhadap bakteri gram negatif

dimulai dengan pelepasan lipopolisakarida (LPS), suatu endotoksin dari dinding

sel yang dilepaskan pada saat lisis, yang kemudian mengaktifasi sel imun non

spesifik (innate immunity) yang didominasi oleh sel fagosit mononuklear. LPS

terikat pada protein pengikat LPS saat di sirkulasi12,14,16 Kompleks ini mengikat

reseptor CD4 makrofag dan monosit yang bersirkulasi. Kompleks lipopolisakarida

berinteraksi dengan kelompok molekul yang disebut toll like receptor (TLR).

Reseptor TLR menterjemahkan sinyal ke dalam sel dan terjadi aktifasi regulasi

protein (nuclear factor kappa β /NFkB). Organisme gram positif, jamur dan virus

memulai respons inflamasi dengan pelepasan eksotoksin / superantigen dan

komponen antigen sel. Eksotoksin bakteri gram positif juga dapat merangsang

proses yang sama. Molekul TLR2 leukosit berperan terhadap pengenalan bakteri

gram positif dan TLR4 untuk pengenalan endotoksin bakteri gram negatif.

Sitokin proinflamasi primer yang diproduksi adalah tumour necrosis factor (TNF)

α, interleukin (IL)1, 6, 8, 12 dan interferon (IFN) γ. Peningkatan IL-6 dan IL-8

mencapai kadar puncak 2 jam setelah masuknya endotoksin. Sitokin ini dapat

mempengaruhi fungsi organ secara langsung atau tidak langsung melalui mediator

sekunder (nitricoxide, tromboksan, leukotrien, platelet activating factor (PAF),

5

Page 4: 121496642 Referat Anak Sepsis Neonatorum

prostaglandin), dan komplemen. Mediator proinflamasi ini mengaktifasi berbagai

tipe sel, memulai kaskade sepsis dan menghasilkan kerusakan endotel

Imunoglobulin pertama yang dibentuk fetus sebagai respons infeksi bakteri

intrauterin adalah Ig M dan Ig A. Ig M dibentuk pada usia kehamilan 10 minggu

yang kadarnya rendah saat lahir dan meningkat saat terpapar infeksi selama

kehamilan. Peningkatan kadar IgM merupakan indikasi adanya infeksi fetal. Ada

3 mekanisme terjadinya infeksi neonatus yaitu saat bayi dalam kandungan /

pranatal, saat persalinan / intranatal, atau setelah lahir / pascanatal.12,15,16 Gambar

2.1Interaksi faktor inisiasi dan mediator proinflamasi host (+) dan antiinflamasi

(-) pada infeksi dan proses terjadinya SIRS dan syok sepsis16Paparan infeksi

pranatal terjadi secara hematogen dari ibu yang menderitapenyakit tertentu, antara

lain infeksi virus atau parasit seperti Toxoplasma,Rubella, Cytomegalovirus,

Herpes (infeksi TORCH), ditansmisikan secara hematogen melewati plasental ke

fetus. Infeksi transplasenta dapat terjadi setiap waktu selama kehamilan. Infeksi

dapat menyebabkan aborsi spontan lahir mati, penyakit akut selama masa neonatal

atau infeksi persisten dengan sekuele. Infeksi bakteri lebih sering di dapat saat

intranatal atau pascanatal. Selama dalam kandungan janin terlindung dari bakteri

ibu karena adanya cairan dan lapisan amnion. Bila terjadi kerusakan lapisan

amnion, janin berisiko menderita infeksi melalui amnionitis.14,17 Neonatus

terinfeksi saat persalinan dapat disebabkan oleh aspirasi cairan amnion yang

mengandung lekosit maternal dan debris seluler mikroorganisme, berakibat

pneumonia. Paparan bayi terhadap bakteri terjadi pertama kali saat ketuban pecah

atau dapat pula saat bayi melalui jalan lahir. Pada saat ketuban pecah, bakteri dari

vagina akan menjalar ke atas sehingga kemungkinan infeksi dapat terjadi pada

janin (infeksi transmisi vertikal).12,14Paparan infeksi yang terjadi saat kehamilan,

proses persalinan dimasukkan ke dalam kelompok infeksi paparan dini (early

onset of neonatal sepsis) dengan gejala klinis sepsis, terlihat dalam 3-7 hari

pertama setelah lahir. Infeksi yang terjadi setelah proses kelahiran biasanya

berasal dari lingkungan sekitarnya. Bakteri masuk ke dalam tubuh melalui udara

pernapasan, saluran cerna, atau melalui kulit yang terinfeksi. Bentuk sepsis

semacam ini dikenal dengan sepsis paparan lambat (late onset of neonatal sepsis).

Selain perbedaan dalam waktu paparan kuman, kedua bentuk infeksi ini (early

6

Page 5: 121496642 Referat Anak Sepsis Neonatorum

onset dan late onset) sering berbeda dalam jenis kuman penyebab infeksi.

Walaupun demikian patogenesis, gejala klinik, dan tata laksana dari kedua bentuk

sepsis tersebut tidak banyak berbeda.13,14

Gamba

r 2.2Patofisiologi Sepsis Neonatorum13Faktor risiko terjadinya sepsis pada

neonatus dapat berasal dari faktoribu, bayi dan faktor lain.7,13Faktor risiko ibu:1.

Ketuban pecah dini dan ketuban pecah lebih dari 18 jam. Bila ketuban

pecah lebih dari 24 jam maka kejadian sepsis pada bayi meningkat sekitar 1% dan

bila disertai korioamnionitis maka kejadian sepsis meningkat menjadi 4 kali. 2.

Infeksi dan demam (> 38°C) pada masa peripartum akibat korioamnionitis,

infeksi saluran kemih, kolonisasi vagina oleh Streptokokus grup B (group B

streptococi = GBS), kolonisasi perineal oleh E. Coli, dan komplikasi obstetric

lainnya.3. Cairan ketuban hijau keruh dan berbau4. Kehamilan

multipel.Faktor risiko pada bayi:1. Prematuritas dan berat lahir rendah.2.

Resusitasi pada saat kelahiran misal pada bayi yang mengalami fetal

7

Page 6: 121496642 Referat Anak Sepsis Neonatorum

distress, dan trauma pada proses persalinan.3. Prosedur invasif seperti

intubasi endotrakeal, kateter, infus, pembedahan.4. Bayi dengan galaktosemia

(predisposisi untuk sepsis oleh E.coli), defek imun atau asplenia.5. Asfiksia

neonatorum6. Cacat bawaan.7. Tanpa rawat gabung.8. Pemberian

nutrisi parenteral.9. Perawatan di bangsal intensif bayi baru lahir yang terlalu

lama.Faktor risiko lain:Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa sepsis

neonatorum lebih sering terjadi pada bayi laki-laki daripada bayi perempuan, lebih

sering pada bayi kulit hitam daripada bayi kulit putih, lebih sering pada bayi

dengan status sosial ekonomi yang rendah, dan sering terjadi akibat prosedur cuci

tangan yang tidak benar pada tenaga kesehatan maupun anggota keluarga pasien.

Manifestasi Klinis

Tanda klinis sepsis neonatorum tidak spesifik, berhubungan dengan

karakteristik kuman penyebab dan respon tubuh terhadap masuknya kuman.

Neonatus dengan sepsis hipertermia, distres pernapasan, apnea, sianosis, kuning,

hepatomegali, hipotermia, anoreksia, letargi, kesulitan minum, muntah, distensi

abdomen, dan diare10.

Tabel 2.3 Manifestasi klinis sepsis neonatorum.12

Keadaan umum Demam, hipotermia, “tidak merasa baik”,tidak mau makan, sklerema

Sistem Gastointestinal Perut kembung, muntah, diare, hepatomegali

Sistem Pernapasan Apnea, dispnea, takipnea, retraksi, grunting, sianosis

Sistem Saraf Pusat Iritabilitas, lesu, tremor, kejang, hiporefleksia, hipotonia, refleks Moro abnormal, pernapasan tidak teratur, fontanela menonjol, tangisan nada tinggi

Sistem Kardiovaskuler Pucat, mottling, dingin,kulit lembab, takikardi, hipotensi, bradikardi

Sistem Hematologi Ikterus, splenomegali, pucat, petekie,

8

Page 7: 121496642 Referat Anak Sepsis Neonatorum

purpura, perdarahan

Sistem Ginjal Oliguria

Neonatus dengan sepsis bakterialis dapat disertai dengan gejala-gejala

nonspesifik atau tanda-tanda fokal infeksi antara lain; temperatur yang tidak

stabil, hipotensi, perfusi buruk (pucat dan atau berbercak-bercak), asidosis

metabolik, takikardi atau bradikadi, apnoe, distres pernafasan, merintih, sianosis,

irritable, letargi, kejang, intoleransi makanan, distensi abdomen, ikterus,

petechiae, purpura, dan perdarahan. Manifestasi awal biasanya terbatas pada

gejala pada satu sistem organ saja seperti apnoe saja atau takipnu dengan retraksi

atau takikardi. Tetapi dapat pula langsung bermanifestasi berat dengan disfungsi

multiorgan. Bayi harus dire-evaluasi secara berkala untuk menilai apakah gejala

telah berkembang dari ringan menjadi berat. Komplikasi lanjut dari sepsis

meliputi gagal nafas, hipertensi pulmonal, gagal jantung, syok, gagal ginjal,

disfungsi hepar, udem serebral atau trombosis, perdarahan atau insufisiensi

adrenal, disfungsi sum-sum tulang (neutropenia, trombositopenia, anemia), dan

DIC.11

2.7 Diagnosis

Seorang bayi memiliki risiko sepsis bila memenuhi dua kriteria mayor atau

satu kriteria mayor ditambah dua kriteria minor. Kriteria tersebut yaitu:15,17

Tabel 2.4 Faktor Risiko Sepsis17

FAKTOR RISIKO MAYOR FAKTOR RISIKO MINOR

Ketuban pecah dini >18 jam Ketuban pecah dini >12jamDemam intrapartum >38 C Demam intrapartum >37,5 CKorioamnionitis Skor APGAR rendahKetuban berbau BBLSR Denyut jantung janin >160 x/menit Usia kehamilan <37 minggu

KembarKeputihanInfeksi Saluran kemih

Sepsis neonatorum didiagnosis berdasarkan manifestasi klinis dan disertai

dengan pemeriksaan penunjang berupa:

9

Page 8: 121496642 Referat Anak Sepsis Neonatorum

a. Laboratorium

1. Darah rutin

Darah rutin yaitu jumlah leukosit PMN, jumlah trombosit, dan preparat

darah hapus. Pada preparat darah hapus yang perlu diperhatikan adalah jumlah

leukosit imatur (neutropenia < 1800/ul) sehingga dapat diperhitungkan rasio

netrofil imatur dengan netrofil total. Dimana dikatakan terinfeksi apabila I:T rasio

> 0,2. Preparat darah hapus menunjukkan gambaran hemolisis, hipergranulasi,

hipersegmentasi, toksik granulasi. Pemeriksaan darah yang dilakukan untuk

mendukung diagnosis neonatus sepsis menurut sistem skor.17,18,19

Tabel 2.5 Sistem skor hematologis untuk prediksi sepsis neonaturum (Kriteria Rodwell)19

Jika jumlah skor lebih atau sama dengan 3 maka kemungkinan besar sepsis.

2. Kultur

Untuk membuktikan adanya sepsis bakterial, organisme harus diisolasi

dari kultur darah atau cairan tubuh steril seperti cairan cerebrospinal, cairan sendi,

cairan peritoneal dan pleura. Kultur darah merupakan gold standard dalam

diagnosis sepsis. Cairan lumbal diperiksa pada neonatus sakit kritis dengan kultur

darah positif, gambaran klinik septikemia, sebab meningitis ditemukan pada 1 dari

4 sepsis neonatorum. Hasil kultur positif merupakan tanda definitif terdapatnya

bakteri patogen, hasil biakan baru diperoleh minimal 3-5 hari. Kultur dapat

negatif disebabkan oleh bakteremia transien, spesimen darah kurang, proses

spesimen yang tidak optimal dan antibiotik diberikan intrapartum.17,18,19,20

3. C-Reaktif Protein (CRP)

Pada proses inflamasi sintesis CRP meningkat dalam waktu 4-6 jam

dengan puncaknya 36-50 jam. Kadar CRP cepat menurun setelah sumber infeksi

10

Page 9: 121496642 Referat Anak Sepsis Neonatorum

tereliminasi. Kadar normal CRP bayi cukup bulan dan prematur 2-5 mg/L, kadar

>10 mg/L berhubungan dengan infeksi-sepsis. Karena protein ini meningkat pada

berbagai kerusakan jaringan tubuh maka pemeriksaan ini tidak dapat dipakai

sebagai indikator tunggal dalam menegakkan diagnosis sepsis neonatal. Nilainya

bermakna apabila dilakukan pemeriksaan serial karena dapat mengevaluasi respon

antibiotik, menentukan lamanya pengobatan dan kekambuhan.15,17,18

4. Prokalsitonin

Prokalsitonin dikatakan lebih superior daripada protein fase akut lainnya

termasuk CRP, dengan sensitivitas dan spesifisitas berkisar dari 87-100%. Selain

itu prokalsitonoin juga berguna untuk mengindikasikan keparahan infeksi,

memantau kemajuan pengobatan dan memperkirakan hasil keluaran. Pengukuran

kuantitatif dilakukan dengan menggunakan immunoluminometric assay (ILMA)

dengan 2 antibodi monoklonal.14,17,18

5. Interleukin

Interleukin -6 (IL-6) adalah sitokin pleiotropic yang terlibat dalam

berbagai aspek dari sistem imunitas. IL-6 disintesis oleh berbagai macam sel

seperti monosit, sel endotel, dan fibroblas, setelah stimulasi TNF dan IL-1.

Petanda ini mengindukasi sintesis protein fase akut hepatik termasuk CRP dan

fibrinogen. Pada sebagian besar kasus sepsis neonatorum, interleukin-6 meningkat

secara cepat. Peningkatan terjadi beberapa jam sebelum peningkatan konsentrasi

CRP dan akan menurun sampai kadar tidak terdeteksi dalam 24 jam.17,18,19

b. Gangguan fungsi organ

Adanya proses inflamasi sistemik akan mengakibatkan gangguan fungsi

organ yang selanjutnya menimbulkan gangguan koagulasi, hipotensi, gangguan

perfusi jaringan, dan akhirnya kegagalan fungsi organ serta kematian. Manifestasi

klinis gangguan fungsi paru berupa takipnu, hipoksemia, dan alkalosis

respiratorik. Jika keadaan berat terjadi ARDS (acute respiratory distress

syndrome). Pemeriksaan untuk mengetahui fungsi paru adalah Analisis Gas Darah

(AGD).7,12

Adanya kerusakan hati dapat diketahui dengan peningkatan Serum

Glutamic Oxaloacetat Transaminase (SGOT), Serum Glutamic Pyruvat

Transaminase (SGPT) bilirubin serum, amonia, dan alkali fosfatase.19,20,21

11

Page 10: 121496642 Referat Anak Sepsis Neonatorum

Gangguan fungsi ginjal terjadi karena adanya hipovolemia dan

vasodilatasi yang menyebabkan hipoperfusi renal, sehingga menimbulkan akut

tubular nekrosis, uropati obstruktif, nefritis interstisial rabdomiolisis dan

glomerulonefritis. Gagal ginjal akut terjadi pada 50% penderita sepsis.8,16

Keterlibatan sistem hematologi ditandai dengan adanya anemia,

leukopenia dan trombositopenia. Diseminated Inntravascular Coagulophaty

(DIC) menyebabkan terjadinya konsumsi trombosit yang berlebihan. Akibat

adanya pembentukan formasi trombus mikrovaskular dan inhibisi dari fibrinolisis

menyebabkan semakin banyaknya pelepasan sitokin, molekul adhesi dari sel

proinflamasi dari kaskade sepsis. Petanda yang dapat dijumpai adalah kenaikan

Prothrombin Time, Partial Thromboplastine Time, D-Dimer dan produk-produk

pemecahan fibrinogen.17,18,22

2.8 Penatalaksanaan

Pemberian ampisilin profilaksis intrapartum dapat menurunkan insidensi

sepsis neonatorum SGB secara drastis, namun di sisi lain akan meningkatkan

insidens sepsis yang disebabkan oleh bakteri Gram negatif dan yang resisten

terhadap ampisilin. Ampisilin dan sefalosporin generasi ketiga (sefotaksim,

seftriakson, seftazidim) dilaporkan dapat menyebabkan organisme Gram negatif

memproduksi ESBL yang selanjutnya menimbulkan masalah resistensi. Oleh

karena itu, terapi kombinasi antibiotik betalaktam dan aminoglikosida sangat

dianjurkan untuk mencegah resistensi tersebut.7,12

Karbapenem digunakan di laboratorium untuk menginduksi organisme

pembawa gen beta-laktamase yang terekspresi agar mengekspresikan gen dan

memproduksi beta-laktamase. Jadi, penggunaan imipenem dan meropenem secara

berlebihan justru akan menyebabkan organisme memproduksi beta-laktamase.

Oleh karena itu, karbapenem tidak boleh digunakan secara luas di unit perawatan

intensif neonatus (UPIN), dan penggunaannya harus dibatasi hanya pada kasus

berat, yakni pada organisme yang memproduksi ESBL dan sefalosporinase.

Antibiotik tidak boleh digunakan sebagai terapi profilaksis (pada bayi dengan

intubasi, memakai kateter vaskular sentral, chest drain) karena terbukti tidak

efektif untuk pencegahan sepsis. Bila bakteri tumbuh pada pipa endotrakeal, hal

itu berarti telah terjadi kolonisasi dan pengobatan profilaksis tidak akan

12

Page 11: 121496642 Referat Anak Sepsis Neonatorum

mengurangi kolonisasi (kultur pipa endotrakeal akan tetap positif) serta tidak akan

mencegah sepsis, tetapi justru meningkatkan resistensi terhadap antibiotik.12,23

a. Pemilihan antibiotik untuk sepsis neonatorum awitan dini

Pada bayi dengan SNAD, terapi empirik harus meliputi SGB, E. coli, dan

Listeria monocytogenes. Kombinasi penisilin atau ampisilin ditambah

aminoglikosida mempunyai aktivitas antimikroba lebih luas dan umumnya efektif

terhadap semua organisme penyebab SNAD. Kombinasi ini sangat dianjurkan

karena akan meningkatkan aktivitas antibakteri.7,14,24

b. Pemilihan antibiotik untuk sepsis neonatorum awitan lambat

Kombinasi penisilin atau ampisilin dengan aminoglikosida dapat juga

digunakan untuk terapi awal SNAL. Pada beberapa rumah sakit, strain penyebab

infeksi nosokomial telah mengalami perubahan selama 20 tahun terakhir ini

karena telah terjadi peningkatan resistensi terhadap kanamisin, gentamisin, dan

tobramisin. Oleh karena itu, pada infeksi nosokomial lebih dipilih pemakaian

netilmisin atau amikasin. Amikasin resisten terhadap proses degradasi yang

dilakukan oleh sebagian besar enzim bakteri yang diperantarai plasmid, begitu

juga yang dapat menginaktifkan aminoglikosida lain7

Pada kasus risiko infeksi Staphylococcus (pemasangan kateter vaskular),

obat anti stafilokokus yaitu vankomisin ditambah aminoglikosida dapat digunakan

sebagai terapi awal. Pada kasus endemik MRSA dipilih vankomisin. Pada kasus

dengan risiko infeksi Pseudomonas (terdapat lesi kulit tipikal) dapat diberikan

piperasilin atau azlosilin (golongan penisilin spektrum luas) atau sefoperazon dan

seftazidim (sefalosporin generasi ketiga). Secara in vitro, seftazidim lebih aktif

terhadap Pseudomonas dibandingkan sefoperazon atau piperasilin. Di beberapa

tempat, kombinasi sefalosporin generasi ketiga dengan penisilin atau ampisilin,

digunakan sebagai terapi awal pada SNAD dan SNAL. Keuntungan utama

menggunakan sefalosporin generasi ketiga adalah aktivitasnya yang sangat baik

terhadap bakteri-bakteri penyebab sepsis, termasuk bakteri yang resisten terhadap

aminoglikosida. Selain itu, sefalosporin generasi ketiga juga dapat menembus

cairan serebrospinal dengan sangat baik. Walaupun demikian, sefalosporin

generasi ketiga sebaiknya tidak digunakan sebagai terapi awal sepsis karena tidak

efektif terhadap Listeria monocytogenes, dan penggunaannya secara berlebihan

13

Page 12: 121496642 Referat Anak Sepsis Neonatorum

akan mempercepat munculnya mikroorganisme yang resisten dibandingkan

dengan pemberian aminoglikosida.23,25,26

Infeksi bakteri Gram negatif dapat diobati dengan kombinasi turunan

penisilin (ampisilin atau penisilin spektrum luas) dan aminoglikosida.

Sefalosporin generasi ketiga yang dikombinasikan dengan aminoglikosida atau

penisilin spektrum luas dapat digunakan pada terapi sepsis yang disebabkan oleh

bakteri Gram negatif.26,27

Pilihan antibiotik baru untuk bakteri Gram negatif yang resisten terhadap

antibiotik lain adalah karbapenem, aztreonam, dan isepamisin. Enterokokus dapat

diobati dengan a cell-wall active agent (misal: penisilin, ampisilin, atau

vankomisin) dan aminoglikosida. Staphilococci sensitif terhadap antibiotik

golongan penisilin resisten penisilinase (misal: oksasiklin, nafsilin, dan metisilin).

Pemberian antibiotik pada SNAD dan SAL di negara-negara berkembang tidak

bisa meniru seperti yang dilakukan di negara maju. Pemberian antibiotik

hendaknya disesuaikan dengan pola kuman yang ada pada masing-masing unit

perawatan neonatus. Oleh karena itu, studi mikrobiologi dan uji resistensi harus

dilakukan secara rutin untuk memudahkan para dokter dalam memilih

antibiotik.14,16

c. Terapi suportif (adjuvant)

1. Immunoglobulin intravena

Imunoglobulin intravena saat ini belum dianjurkan untuk pemberian rutin

sebagai profilaksis maupun terapi SNAD. Banyak penelitian mengenai hal ini

menggunakan jumlah sampel yang kecil dan belum ada sediaan imunoglobulin

yang spesifik, beberapa efek samping dan komplikasi telah dilaporkan seperti

infeksi, hemolisis, dan supresi kekebalan tubuh pada pemberian imunoglobulin

hiperimun. Pada kondisi tertentu seperti sepsis berat atau infeksi berulang pada

neonatus kurang bulan, ada penelitian yang menganjurkan pemberian

imunoglobulin intravena dengan dosis 500-1000 mg/kg/kali setiap dua

minggu.10,28

2. Transfusi fresh frozen plasma (FFP)

Fresh frozen plasma (FFP) mengandung antibodi, komplemen, dan protein

lain seperti C-Reactive Protein dan fibronektin. Antibodi bayi baaru lahir terbatas

14

Page 13: 121496642 Referat Anak Sepsis Neonatorum

pada spesifikasi yang dihasilkan oleh ibunya, tidak termasuk antibodi protektif

terhadap patogen patogen tertentu. FFP mengandung antibodi protektif, namun

dalam dosis 10 ml/kg, jumlah antibodi tidak adekuat untuk mencapai kadar

proteksi pada tubuh bayi. Pada pemberian secara kontinu (seperti 10 ml/kg setiap

12 jam), kadar proteksi dapat tercapai.10,28

3. Transfusi sel darah putih

Transfusi sel darah putih sebagai terapi ajuvan pada SNAD dan infeksi

neonatus umumnya masih dalam tahap uji coba dan belum dianjurkan

penggunaannya. Hanya beberapa pusat kesehatan di Amerika Serikat yang

mampu mengisolasi granulosit untuk sediaan transfusi. Transfusi granulosit juga

potensial mempunyai komplikasi seperti infeksi dan reaksi transfusi di samping

biaya yang tinggi dan teknik pembuatannya yang sulit.10,28

4. Pemberian G-CSF dan GM-CSF

Saat ini, banyak peneliti yang mempelajari tentang colony-stimulating

factors, yaitu suatu protein spesifik yang penting untuk proliferasi dan diferensiasi

progenitor granulosit serta mempengaruhi fungsi granulosit matang. Saat ini

terdapat 2 jenis protein tersebut yang banyak diteliti berkaitan dengan infeksi

neonatus yaitu granulocyte-colony stimulating factor (G-CSF) dan granulocyte

macrophage-colony stimulating factor (GM-CSF). Suatu penelitian melaporkan

peningkatan jumlah neutrofil absolut, eosinofil, monosit, limfosit, dan trombosit

dengan pemberian GM-CSF rekombinan pada neonatus yang sepsis. Namun

masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui efektifitas terapi ini.10,28

5. Transfusi tukar

Secara teoretis, transfusi tukar menggunakan whole blood segar pada

sepsis neonatorum bertujuan: 1) mengeluarkan/mengurangi toksin atau produk

bakteri serta mediator-mediator penyebab sepsis, 2) memperbaiki perfusi perifer

dan pulmonal dengan meningkatkan kapasitas oksigen dalam darah, dan 3)

memperbaiki sistem imun dengan adanya tambahn neutrofil dan berbagai antibodi

yang mungkin terkandung dalam darah donor. Transfusi tukar juga memiliki

15

Page 14: 121496642 Referat Anak Sepsis Neonatorum

beberapa kelemahan seperti kesulitan teknik pelaksanaan, potensial terjadinya

infeksi, dan reaksi transfusi.10,28

6. Kortikosteroid

Terapi kortikosteroid intravena pada sepsis neonatorum masih

kontroversial. Walaupun kortikosteroid pernah digunakan sebagai terapi sepsis,

namun kemanjurannya masih diragukan, karena pemberiannya berlangsung

setelah kaskade mediator inflamasi dimulai.10,28

2.9 Prognosis

Dengan diagnosis dini dan terapi yang tepat, prognosis pasien baik; tetapi

bila tanda dan gejala awal serta faktor risiko sepsis neonatorum terlewat, akan

meningkatkan angka kematian. Pada meningitis terdapat sekuele pada 15-30%

kasus neonatus. Rasio kematian pada sepsis neonatorum 2–4 kali lebih tinggi pada

bayi kurang bulan dibandingkan bayi cukup bulan. Rasio kematian pada sepsis

awitan dini adalah 15 – 40 % (pada infeksi SBG pada SNAD adalah 2 – 30 %)

dan pada sepsis awitan lambat adalah 10 – 20 % (pada infeksi SGB pada SNAL

kira – kira 2 %).7,14

16