119175321 Laporan Kasus Tb Milier

of 25 /25
Laporan kasus Kepada Yth Herlina Bpk/Ibu dr. ………………. 19 September 2012 TUBERKULOSIS MILIER Pendahuluan Tuberkulosis (TB) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak di seluruh dunia terutama di negara berkembang. 1 Pada tahun 2009 diperkirakan terdapat 9,4 juta kasus baru TB di seluruh dunia dengan jumlah kematian 1,7 juta orang. 2,3 Pada seluruh kasus yang ditemukan, sekitar 11% terdapat pada anak, literatur lain menulis perkiraan jumlah kasus TB anak sebesar 1,3 juta dengan 450.000 kematian setiap tahunnya. 1,2,4 Tuberkulosis milier termasuk salah satu bentuk TB berat dan merupakan 3-7% kasus TB dengan angka kematian yang tinggi. Tuberkulosis milier merupakan jenis tuberkulosis yang bervariasi mulai dari infeksi kronis, progresif lambat, hingga penyakit fulminan akut, yang disebabkan penyebaran hematogen dan mengenai banyak organ. 5,6 Tuberkulosis milier lebih sering terjadi pada bayi dan anak kecil, terutama usia dibawah 2 tahun, karena imunitas seluler spesifik, fungsi makrofag dan mekanisme lokal pertahanan parunya belum berkembang sempurna sehingga kuman TB mudah berkembang biak dan menyebar keseluruh tubuh. 5,6 Tuberkulosis milier yang timbul di pengaruhi oleh dua faktor, yaitu jumlah dan virulensi kuman Mycobacterium tuberculosis dan status imunologis pasien (non spesifik dan spesifik). Beberapa kondisi yang menurunkan sistem imun juga dapat memudahkan timbulnya TB milier, seperti infeksi HIV, malnutrisi, infeksi morbili, pertusis, diabetes melitus, gagal ginjal, keganasan, dan penggunaan kortikosteroid jangka lama. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi perkembangan penyakit adalah faktor lingkungan, yaitu kurangnya sinar matahari, perumahan yang padat, polusi udara, asap rokok, penggunaan alkohol, obat bius, serta sosial ekonomi. 7 Tuberkulosis pada anak mempunyai permasalahan khusus berbeda dengan dewasa yaitu masalah diagnosis, pengobatan dan pencegahan. Gejala TB pada anak seringkali tidak khas, karena sulitnya mendiagnosis TB pada anak, sering terjadi overdiagnosis diikuti dengan overtreatment, atau sebaliknya. Foto thoraks bukan merupakan alat diagnostik utama pada TB anak, tapi bila dijumpai gambaran milier, langsung didiagnosis TB. Gambaran sugestif 1

Embed Size (px)

Transcript of 119175321 Laporan Kasus Tb Milier

  • Laporan kasus Kepada Yth

    Herlina Bpk/Ibu dr. .

    19 September 2012

    TUBERKULOSIS MILIER

    Pendahuluan

    Tuberkulosis (TB) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak di

    seluruh dunia terutama di negara berkembang.1 Pada tahun 2009 diperkirakan terdapat 9,4

    juta kasus baru TB di seluruh dunia dengan jumlah kematian 1,7 juta orang.2,3 Pada seluruh

    kasus yang ditemukan, sekitar 11% terdapat pada anak, literatur lain menulis perkiraan

    jumlah kasus TB anak sebesar 1,3 juta dengan 450.000 kematian setiap tahunnya.1,2,4

    Tuberkulosis milier termasuk salah satu bentuk TB berat dan merupakan 3-7% kasus

    TB dengan angka kematian yang tinggi. Tuberkulosis milier merupakan jenis tuberkulosis

    yang bervariasi mulai dari infeksi kronis, progresif lambat, hingga penyakit fulminan akut,

    yang disebabkan penyebaran hematogen dan mengenai banyak organ.5,6

    Tuberkulosis milier lebih sering terjadi pada bayi dan anak kecil, terutama usia

    dibawah 2 tahun, karena imunitas seluler spesifik, fungsi makrofag dan mekanisme lokal

    pertahanan parunya belum berkembang sempurna sehingga kuman TB mudah berkembang

    biak dan menyebar keseluruh tubuh.5,6

    Tuberkulosis milier yang timbul di pengaruhi oleh dua faktor, yaitu jumlah dan

    virulensi kuman Mycobacterium tuberculosis dan status imunologis pasien (non spesifik dan

    spesifik). Beberapa kondisi yang menurunkan sistem imun juga dapat memudahkan

    timbulnya TB milier, seperti infeksi HIV, malnutrisi, infeksi morbili, pertusis, diabetes

    melitus, gagal ginjal, keganasan, dan penggunaan kortikosteroid jangka lama. Faktor-faktor

    lain yang mempengaruhi perkembangan penyakit adalah faktor lingkungan, yaitu kurangnya

    sinar matahari, perumahan yang padat, polusi udara, asap rokok, penggunaan alkohol, obat

    bius, serta sosial ekonomi.7

    Tuberkulosis pada anak mempunyai permasalahan khusus berbeda dengan dewasa

    yaitu masalah diagnosis, pengobatan dan pencegahan. Gejala TB pada anak seringkali tidak

    khas, karena sulitnya mendiagnosis TB pada anak, sering terjadi overdiagnosis diikuti dengan

    overtreatment, atau sebaliknya. Foto thoraks bukan merupakan alat diagnostik utama pada

    TB anak, tapi bila dijumpai gambaran milier, langsung didiagnosis TB. Gambaran sugestif

    1

  • TB berupa pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat; konsolidasi

    segmental/lobar; kalsifikasi dengan infiltrat; atelektasi; tuberkuloma.8

    KASUS

    Seorang anak perempuan, F, berusia 5 8/12 tahun dirawat di IRNA D RSUP Dr. M. Djamil

    selama 5 hari (19 Juli sampai 23 Juli 2011), MR 792702.

    ANAMNESIS (Alloanamnesis diperoleh dari nenek kandung)

    Keluhan utama : Demam hilang timbul sejak 2 bulan yang lalu

    Riwayat penyakit sekarang :

    Demam sejak 2 bulan yang lalu, tidak tinggi, hilang timbul, tidak menggigil. Nafsu makan

    berkurang sejak 2 bulan yang lalu. Berat badan turun 3,5 kg sejak 2 bulan yang lalu. Tampak

    pucat sejak 1 bulan yang lalu. Batuk sejak 1 minggu yang lalu, berdahak, tidak disertai

    dengan sesak nafas. Mual dan muntah tidak ada. Riwayat kontak dengan penderita

    tuberkulosis ada (nenek buyut). Riwayat perdarahan dari kulit, hidung, gusi dan saluran cerna

    tidak ada. Riwayat kejang tidak ada. Riwayat sakit kepala tidak ada. Riwayat menderita sakit

    kuning tidak ada. Riwayat bepergian ke daerah endemik malaria tidak ada. Buang air kecil

    warna dan jumlah biasa, riwayat nyeri saat buang air kecil tidak ada. Buang air besar warna

    dan konsistensi biasa. Anak sebelumnya dibawa berobat ke poli anak RSUP M. Djamil 3

    hari sebelum masuk rumah sakit dan dilakukan test mantoux dengan diameter indurasi 17

    mm. Rontgen foto thorak AP lateral dengan hasil : tampak infiltrat milier pada kedua

    lapangan paru, kesan : TB Milier. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil

    Hb:9,2gr/dl; leukosit:9600/mm3; DC:0/1/12/44/27/16; LED:49mm/jam. Kemudian anak

    dirawat dengan keterangan TB milier.

    Riwayat penyakit dahulu : Tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya.

    Riwayat penyakit keluarga : Nenek buyut menderita TB paru BTA(+), tidak menyelesaikan

    pengobatannya sampai tuntas (hanya selama 2 bulan) dan tidak pernah kontrol. Bibi pasien

    menderita TB paru BTA (+) dan sudah dinyatakan sembuh. Mereka tinggal serumah dengan

    pasien.

    2

  • Riwayat kehamilan dan persalinan : Pasien merupakan anak ke-2 dari 3 bersaudara.

    Selama hamil ibu sehat dan rajin kontrol ke bidan. Pasien lahir spontan ditolong bidan,

    cukup bulan, berat badan lahir 2100 gram, panjang badan lahir 45 cm, langsung menangis

    kuat.

    Kesan : riwayat kehamilan dan persalinan dalam batas normal.

    Riwayat pemberian nutrisi : Pasien mendapat air susu ibu sampai berusia 2 tahun. Susu

    formula umur 6 bulan 3 tahun. Mulai mendapat makanan tambahan berupa buah biskuit,

    bubur susu saat usia 6-8 bulan. Nasi tim diberikan usia 8 bulan sampai 12 bulan. Nasi biasa

    mulai diberikan umur satu tahun, 2-3x sehari dengan ikan 3 kali seminggu, ayam 1 kali

    seminggu, disertai dengan tahu tempe dan sayur mayur, habis piring/kali. Kesan: riwayat

    asupan nutrisi cukup secara kualitas dan kurang secara kuantitas.

    Riwayat tumbuh kembang dan imunisasi : Pertumbuhan: Saat ini tinggi anak berada di

    bawah persentil 3 (masih dalam rentang potensi tinggi genetik) dan berat berada di bawah

    persentil 3. Perkembangan: Pasien mulai tengkurap usia 4 bulan, duduk usia 7 bulan, berdiri

    usia 12 bulan, berjalan usia 12 bulan dan bicara usia 15 bulan. Kesan pertumbuhan terganggu

    dan perkembangan dalam batas normal. Pasien mendapatkan imunisasi di posyandu yaitu

    DPT, hepatitis B dan polio usia 2 dan 3 bulan, anak tidak mendapat imunisasi BCG dan

    campak. Kesan : imunisasi dasar tidak lengkap dan booster belum pernah diberikan.

    Riwayat sosial ekonomi dan kondisi lingkungan : Ayah berusia 35 tahun, pendidikan

    SMP, pekerjaan buruh dengan penghasilan rata-rata 1 juta/bulan, tinggi badan 165 cm. Ibu

    berusia 30 tahun, pendidikan SMP, pekerjaan ibu rumah tangga, dengan tinggi badan 150 cm.

    Saat ini pasien tinggal di rumah permanen bersama dengan nenek buyut, di rumah ini tinggal

    4 keluarga (nenek dan bibi), pasien dan kakak menempati kamar berukuran 3x3m,

    mempunyai satu jendela dan ventilasi yang kecil dengan pencahayaan kurang. Halaman

    rumah sempit, sumber air minum dari galon, jamban keluarga di dalam rumah, sampah

    dibuang ke tempat sampah. Kesan : Pasien berasal dari keluarga kelas sosial ekonomi kurang

    dengan hygiene dan sanitasi lingkungan yang cukup.

    PEMERIKSAAN FISIK

    Keadaan umum tampak sakit sedang, sadar. Frekuensi nadi 100 kali/menit reguler dengan

    pengisian cukup. Laju nafas 30x/menit, suhu 37,80C, tekanan darah 100/60 mmHg, berat

    3

  • badan 13,5 kg (< P3 kurva CDC-NCHS 2000), tinggi badan 98 cm ( < P3 kurva CDC-NCHS

    2000), potensi tinggi genetik 142,5 159,5cm, berat badan menurut umur 67,5%, tinggi

    badan menurut umur 86,7%, berat badan menurut tinggi badan 90%.

    Anak anemis, tidak ada sianosis, edema dan ikterus. Kulit teraba hangat, tampak

    eritema dan indurasi ukuran 17 mm (bekas suntikan test mantoux) di volar lengan kanan

    bawah. Kelenjar getah bening tidak teraba. Kepala tampak bulat simetris. Rambut hitam tidak

    mudah rontok. Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor dengan diameter 2 mm

    kiri dan kanan dengan reflek cahaya positif. Telinga dan hidung tidak ditemukan kelainan.

    Mukosa mulut dan bibir basah. Tonsil T1-T1 tidak hiperemis dan faring tidak hiperemis.

    Kaku kuduk tidak ada.

    Pemeriksaan dada: simetris, gerakan hemitorak kanan sama dengan hemitorak kiri,

    fremitus hemitorak kanan sama dengan kiri, perkusi sonor, bunyi nafas vesikuler di kedua

    lapangan paru, rhonki dan wheezing tidak ada. Pada jantung, iktus kordis tidak terlihat, iktus

    kordis teraba pada 1 jari medial linea midklavikula sinistra RIC V, batas jantung normal,

    irama teratur, bising tidak ada. Abdomen tidak ada distensi, teraba supel, hepar teraba 1/3-

    1/3, pinggir tajam, konsistensi kenyal, permukaan rata, lien teraba S1-2, perkusi timpani,

    bising usus normal. Punggung tidak ditemukan gibbus. Status pubertas A1M1P1. Pada

    ekstremitas didapatkan akral hangat, refilling kapiler baik, edem tidak ada, reflek fisiologis

    normal, reflek patologis tidak ada, dan tidak ditemukan tanda rangsang meningeal.

    Pemeriksaan laboratorium rutin : Darah : hemoglobin 9,2 gr/dl, leukosit 9.600/mm3 , LED

    49 mm/jam1, dengan hitung jenis basofil 0, eosinofil 1, batang 12, segmen 44, limfosit 27,

    monosit 16, Eritrosit 4,4 jt/mm3, hematokrit 29 vol%, trombosit 428.000/mm3, retikulosit

    33%, MCH 20,9 pq (27-32 pq), MCV 66 fl (76-96 fl), MCHC 31,6% (32-37%), kesan

    anemia mikrositik hipokrom. Urin dan feses dalam batas normal.

    Pemeriksaan penunjang lain : Uji tuberkulin : positif dengan indurasi 17 mm. Foto thorax

    AP-lateral : pulmo : tampak infiltrat milier pada kedua lapangan paru, cor dalam batas

    normal, sinus dan diafragma baik. Kesan : Tb milier.

    DAFTAR MASALAH

    1. Suspek Tb disseminata

    - Tb milier

    - Susp Tb hepar

    4

  • - Susp Tb lien

    2. Anemia mikrositik hipokrom ec susp defisiensi fe

    3. Familial short stature

    4. Imunisasi dasar tidak lengkap, imunisasi booster belum pernah diberikan.

    DIAGNOSIS KERJA

    1. Suspek Tb disseminata

    - Tb milier

    - Suspek Tb hepar

    - Suspek Tb lien

    2. Anemia mikrositik hipokrom ec susp defisiensi Fe

    DD/ penyakit kronik

    3. Familial short stature

    TATALAKSANA

    1. Suspek Tb disseminata

    a. Diagnostik

    Lumbal pungsi, BTA sputum, kultur BTA LCS, USG abdomen

    b. Terapeutik : Diet makanan biasa tinggi kalori tinggi protein 1300 kkal

    INH 1x 135 mg Po

    Rifampisin 1x 210 mg Po

    Pirazinamid 1x 350 mg Po

    Etambutol 1x275 mg Po

    Vitamin B6 1x 14 mg Po

    Prednison 3x 9 mg Po

    Ambroxol 3x7,5 mg Po

    c. Edukasi : Diagnostik, tatalaksana dan prognosis

    d. Pemantauan : Efek terapi (keberhasilan pengobatan).

    2. Anemia mikrositik hipokrom ec susp def. Fe

    DD/ penyakit kronis

    a. Diagnostik : anamnesis, pemeriksaan fisik, gambaran darah tepi, SI (Serum

    Iron), TIBC (Total Iron Binding Capacity)

    5

  • b. Terapi : belum diberikan

    3.Familial short stature

    a. Diagnostik : Analisis diet, Kurva CDC-NCHS 2000

    b. Terapeutik : Diet TKTP 1300 Kkal

    c. Edukasi : Cara pemberian diet

    d. Pemantauan : Toleransi makan, berat badan

    3. Imunisasi dasar tidak lengkap

    Diagnostik : anamnestik

    Terapetik : -

    Edukasi : Pentingnya imunisasi dasar dan booster yang disesuaikan dengan jadwal

    pemberiannya

    FOLLOW UP

    Rawatan hari ke 2-3 ( 20-21 Juli 2012 )

    Demam tidak ada, batuk masih ada,berdahak, sesak nafas tidak ada,kejang tidak ada, muntah

    tidak ada, nafsu makan baik, anak makan cukup, buang air kecil normal. Keadaan umum

    sedang, anak sadar, tekanan darah 90/60 mmHg, frekuensi denyut nadi 94 kali per menit,

    frekuensi nafas 36 kali per menit, suhu 37,4 C, berat badan 13,5 kg. Mata : konjungtiva

    anemis, sklera tidak ikterik. Hidung : nafas cuping hidung tidak ada. Dada: jantung dan paru

    tidak ditemukan kelainan. Abdomen : distensi tidak ada, bising usus (+) normal, hepar teraba

    1/3-1/3, pinggir tajam, konsistensi kenyal, permukaan rata, lien teraba Schufner (S)1-2.

    Ekstremitas akral hangat, perfusi baik. Kesan hemodinamik stabil.

    Hasil pemeriksaan lumbal pungsi : warna jernih, jumlah 3cc, Nonne negatif, Pandy

    positif. Analisis LCS : jumlah sel 10, PMN 90%, MN : 10%, Gula LCS : 42mg/dl (

  • Rawatan hari ke 4-5 ( 22-23 Juli 2012 )

    Demam tidak ada, sesak nafas tidak ada, batuk masih ada, nafsu makan baik, kejang tidak

    ada, anak makan cukup, buang air kecil normal. Keadaan umum sedang, anak sadar,

    frekuensi denyut nadi 100 kali per menit, frekuensi nafas 32 kali per menit, suhu 37C, berat

    badan 13,5 kg. Mata : konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik. Dada: jantung dan paru tidak

    ditemukan kelainan. Abdomen: distensi tidak ada, hepar teraba 1/3-1/3, pinggir tajam,

    konsistensi kenyal, permukaan rata, lien teraba S1, bising usus (+) normal, ekstremitas akral

    hangat, perfusi baik. Kesan : hemodinamik stabil.

    Hasil pemeriksaan USG abdomen : hepar : membesar, struktur echo normal, SOL (-),

    vaskuler dan bilier tak melebar, ascites (-) ; kandung empedu : tak melebar, batu (-), dinding

    tak menebal ; pancreas-lien : besar-bentuk normal, SOL (-) ; kedua ginjal : tak membesar,

    batu (-), kaliks tak melebar. Kesan : hepatomegali non spesifik. Hasil konsultasi dari bagian

    mata : tidak ditemukan kelainan di bagian mata akibat infeksi tuberkulosis.

    Pasien pulang paksa pada hari ke-5 perawatan dengan alasan tidak ada yang menjaga

    anak. Diberikan penjelasan kepada keluarga tentang penyakit anak dan keharusan minum

    obat teratur dan tidak boleh terputus serta efek samping pengobatan. Keluarga memutuskan

    untuk kontrol teratur ke poliklinik IKA RSUP M Djamil Padang dan diberikan OAT untuk 15

    hari.

    Kontrol ulang setelah 2 minggu pemberian OAT ( 31 Juli 2012 )

    Demam tidak ada, batuk tidak ada, sesak nafas tidak ada, kejang tidak ada, nafsu makan baik,

    anak dapat membedakan warna merah dan hijau, buang air kecil dan buang air besar biasa.

    Keadaan umum sedang, frekuensi denyut nadi 90 kali per menit, frekuensi nafas 28 kali

    permenit, suhu 37 C, berat badan naik menjadi 15 kg. Mata konjungtiva anemis, sklera tidak

    ikterik. Jantung dan paru tidak ditemukan kelainan. Abdomen distensi tidak ada, hepar teraba

    1/3-1/3, pinggir tajam, konsistensi kenyal, permukaan rata, lien teraba S1, bising usus (+)

    normal. Extremitas akral hangat, perfusi baik. Kesan : hemodinamik stabil.

    Diberikan terapi OAT INH 1x 150 mg, Rifampisin 1x 225mg, Pirazinamid 1x375 mg,

    Etambutol 1x 300 mg, B6 1x 15 mg, prednison 3x10 mg, dan preparat besi 3x15mg untuk 1

    minggu ke depan disertai edukasi pentingnya keteraturan dalam minum obat.

    Kontrol ulang setelah 3 minggu pemberian OAT ( 7 Agustus 2012 )

    Demam tidak ada, batuk tidak ada, sesak nafas tidak ada, kejang tidak ada, nafsu makan baik,

    anak dapat membedakan warna merah dan hijau, buang air kecil dan buang air besar biasa.

    7

  • Keadaan umum sedang, frekuensi denyut nadi 100 kali per menit, frekuensi nafas 22 kali

    permenit, suhu 37 C, berat badan 15 kg. Mata konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik.

    Jantung dan paru tidak ditemukan kelainan. Abdomen distensi tidak ada, hepar teraba 1/3-

    1/3, pinggir tajam, konsistensi kenyal, permukaan rata, lien teraba S1, bising usus (+) normal.

    Extremitas akral hangat, perfusi baik. Kesan : TB milier dalam terapi OAT minggu ketiga.

    Hasil pemeriksaan hemoglobin ulangan : 10,7 gr/dL. Terapi OAT, prednison dan

    preparat Fe diteruskan untuk 1 minggu ke depan disertai edukasi pentingnya keteraturan

    dalam minum obat.

    Kontrol ulang setelah 1 bulan pemberian OAT ( 14 Agustus 2012 )

    Demam tidak ada, batuk tidak ada, sesak nafas tidak ada, kejang tidak ada, nafsu makan baik,

    anak dapat membedakan warna merah dan hijau, buang air kecil dan buang air besar biasa.

    Keadaan umum sedang, frekuensi denyut nadi 102 kali per menit, frekuensi nafas 24 kali

    permenit, suhu 37 C, berat badan 15,5 kg. Mata konjungtiva tidak anemis, sklera tidak

    ikterik. Jantung dan paru tidak ditemukan kelainan. Abdomen distensi tidak ada, hepar teraba

    1/3-1/3, pinggir tajam, konsistensi kenyal, permukaan rata, lien teraba S1, bising usus (+)

    normal. Extremitas akral hangat, perfusi baik. Kesan : TB milier dalam terapi OAT minggu

    ke empat (bulan ke-1).

    Terapi OAT dan preparat Fe diteruskan untuk 2 minggu ke depan, dosis prednison

    mulai diturunkan bertahap (tapering-off).

    Kontrol ulang setelah 6 minggu pemberian OAT ( 28 Agustus 2012 )

    Demam tidak ada, batuk tidak ada, sesak nafas tidak ada, kejang tidak ada, nafsu makan baik,

    anak dapat membedakan warna merah dan hijau, buang air kecil dan buang air besar biasa.

    Keadaan umum sedang, frekuensi denyut nadi 98 kali per menit, frekuensi nafas 20 kali

    permenit, suhu 36,8 C, berat badan 15,5 kg. Mata konjungtiva tidak anemis, sklera tidak

    ikterik. Jantung dan paru tidak ditemukan kelainan. Abdomen distensi tidak ada, hepar teraba

    1/3-1/3, pinggir tajam, konsistensi kenyal, permukaan rata, lien teraba S1, bising usus (+)

    normal. Extremitas akral hangat, perfusi baik. Kesan : TB milier dalam terapi OAT minggu

    ke enam.

    8

  • Kontrol ulang setelah 2 bulan pemberian OAT ( 11 September 2012 )

    Demam tidak ada, batuk tidak ada, sesak nafas tidak ada, kejang tidak ada, nafsu makan baik,

    anak dapat membedakan warna merah dan hijau, buang air kecil dan buang air besar biasa.

    Keadaan umum sedang, frekuensi denyut nadi 96 kali per menit, frekuensi nafas 24 kali

    permenit, suhu 36,7 C, berat badan 16 kg. Mata konjungtiva tidak anemis, sklera tidak

    ikterik. Jantung dan paru tidak ditemukan kelainan. Abdomen distensi tidak ada, hepar teraba

    1/3-1/3, pinggir tajam, konsistensi kenyal, permukaan rata, lien teraba S1, bising usus (+)

    normal. Extremitas akral hangat, perfusi baik. Kesan : TB milier dalam terapi OAT bulan ke

    dua.

    Hasil pemeriksaan laboratorium LED : 30 mm/jam1. Hasil pemeriksaan foto toraks :

    Masih tampak gambaran infiltrat milier pada kedua lapangan paru, berkurang dibanding

    sebelumnya. Kesan : TB milier dengan perbaikan.

    9

  • TINJAUAN PUSTAKA

    Definisi

    Tuberkulosis milier (TB milier) merupakan penyakit limfohematogen sistemik akibat

    penyebaran kuman Mycobacterium tuberculosis dari kompleks primer, yang biasanya terjadi

    dalam waktu 2-6 bulan pertama, setelah infeksi awal. TB milier dapat mengenai 1 organ

    (sangat jarang, 90%),

    termasuk otak. TB milier klasik diartikan sebagai kuman basil TB berbentuk millet (padi)

    ukuran rata-rata 2 mm, lebar 1-5 mm diparu, terlihat pada Rontgen. Pola ini terlihat pada 1-3

    % kasus TB.6,9

    Etiologi

    Mycobacterium Tuberculosis adalah penyebab utama penyakit tuberkulosis pada manusia,

    berupa basil tidak membentuk spora, tidak bergerak, panjang 2-4 nm. Obligat aerob yang

    tumbuh dalam media kultur Loweinstein-Jensen, tumbuh baik pada suhu 37-410C, dinding sel

    yang kaya lemak menyebabkan tahan terhadap efek bakterisidal antibodi dan komplemen,

    tumbuh lambat dengan waktu generasi 12-24 jam.4

    Epidemiologi

    Laporan mengenai TB anak jarang di dapatkan. Perkiraan jumlah kasus TB anak

    pertahun adalah 5-6 % dari total kasus TB. Angka kejadian TB di Amerika Serikat dan

    Kanada mengalami peningkatan pada anak berusia 0-4 tahun (19%), sedangkan pada usia 5-

    15 tahun (40%). Angka kejadian TB di Asia Tenggara selama 10 tahun, di perkirakan bahwa

    jumlah kasus baru adalah 35,1 juta. Penanggulangan TB Global yang di keluarkan WHO

    pada tahun 2004, angka kejadian TB pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus (256

    kasus/100.000 penduduk). Hasil survey prevalensi TB di Indonesia tahun 2004 menunjukkan

    bahwa angka prevalensi TB BTA positif secara nasional 110 per 100.000 penduduk.7,8

    TB milier mirip dengan banyak penyakit, pada beberapa kasus, hampir 50% kasus

    tidak dapat didiagnosis semasa hidup. Dari semua pasien TB, 1,5% di perkirakan merupakan

    TB milier. Laporan dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika

    Serikat, dari tahun 1996 menunjukkan bahwa 257 pasien (1,2%) dari 21.337 pasien TB

    adalah TB milier. Insiden TB milier lebih tinggi pada orang Afrika Amerika di Amerika

    Serikat karena pengaruh faktor sosial ekonomi, laki-laki lebih tinggi insidennya dari wanita.

    10

  • Pada beberapa kasus di temukan bahwa kulit hitam lebih tinggi insidennya di bandingkan

    kulit putih karena pengaruh sosial ekonomi.6

    Gambar 1. Insidens TB didunia (WHO, 2004)

    Tuberkulosis milier lebih sering terjadi pada bayi dan anak kecil, terutama usia < 2

    tahun, karena imunitas selular spesifik, fungsi makrofag, dan mekanisme lokal pertahanan

    parunya belum berkembang sempurna, sehingga kuman TB mudah berkembangbiak dan

    menyebar ke seluruh tubuh. TB milier juga dapat terjadi pada anak besar dan remaja akibat

    pengobatan penyakit paru primer sebelumnya yang tidak adekuat, atau pada usia dewasa

    akibat reaktivasi kuman yang dorman.6

    Terjadinya TB milier di pengaruhi oleh dua faktor, yaitu jumlah dan virulensi kuman

    Mycobacterium tuberculosis dan status imunologis pasien (non spesifik dan spesifik).

    Beberapa kondisi yang menurunkan sistem imun juga dapat memudahkan timbulnya TB

    milier, seperti infeksi HIV, malnutrisi, infeksi morbili, pertusis, diabetes melitus, gagal ginjal,

    keganasan, dan penggunaan kortikosteroid jangka lama. Faktor-faktor lain yang

    mempengaruhi perkembangan penyakit adalah faktor lingkungan, yaitu kurangnya sinar

    matahari, perumahan yang padat, polusi udara, asap rokok, penggunaan alkohol, obat bius,

    serta sosial ekonomi.7

    Jumlah penderita TB milier di bagian Ilmu Kesehatan Anak RSCM pada periode

    tahun Januari 2000 - Desember 2001 yang di diagnosis berdasarkan gambaran klinis dan foto

    11

  • thorak adalah 19 pasien, laki-laki 11 pasien dan perempuan 8 pasien dengan rentang usia 2,5-

    11 bulan, terbanyak berusia 1-6 bulan. Sedangkan di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP

    Dr.M.Djamil pada tahun 2006-2007 di dapatkan dari 27 pasien TB yang di rawat, di temukan

    2 pasien (7%) dengan TB milier.

    PatogenesisParu merupakan port dentree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Ukuran kuman TB

    sangat kecil (

  • Secara patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm , sedangkan secara

    histologik merupakan granuloma. Tuberkulosis diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan

    setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB

    yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi karena

    tidak adekuatnya sistem imun pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada anak

    dibawah 5 tahun (balita) , terutama dibawah 2 tahun.10,11,12

    Imunopatogenesis TBSetelah terinhalasi di paru, kuman TB mempunyai beberapa kemungkinan.

    Kemungkinan pertama, respon imun awal pejamu secara efektif membunuh semua kuman

    TB, sehingga TB tidak terjadi. Kedua, segera setelah infeksi terjadi multiplikasi,

    pertumbuhan kuman TB dan muncul manifestasi klinis, yang dikenal sebagai TB primer.

    Ketiga, kuman TB dalam keadaan dorman, terjadi infeksi laten dengan uji tuberkulin positif

    sebagai satu-satunya manifestasi. Keempat, kuman TB laten tumbuh dan muncul manifestasi

    klinis, disebut sebagai reaktivasi TB (TB pasca-primer)6

    Pada infeksi TB terjadi respon imunologi berupa imunitas seluler dan hipersensitivitas

    tipe lambat. Imunitas seluler menyebabkan proliferasi limposit-T CD4+ dan memproduksi

    sitokin lokal. Sebagai respon terhadap antigen yang dikeluarkan M. TB limposit-T CD4+

    13

    Gambar 2. Bagan Patogenesis Tuberkulosis8

  • mempengaruhi limposit-T Th1 untuk mengaktifkan makrofag dan limposit-T Th2 untuk

    memproduksi sitokin lokal TNF dan INF . Sitokin ini akan menarik monosit darah ke lesi

    TB dan mengaktifkannya. Monosit aktif atau makrofag dan limposit-T CD4+ memproduksi

    enzim lisosom, oksigen radikal, nitrogen intermediate khususnya nitrogen oksida dan

    Interleukin-12. Nitrogen oksida ini selanjutnya diaktifkan oleh TNF dan INF untuk

    menghambat pertumbuhan dan membunuh M. TB yang virulen. Peran imunitas seluler

    mengaktifkan makrofag dan menghancurkan basil terutama pada jumlah basil yang sedikit.

    Kemampuan membunuh M. TB juga bergantung pada jumlah makrofag setempat yang

    aktif.13,14

    Gambar 3. Hipersensitifitas tipe IV14

    Hipersensitifitas tipe lambat merupakan bagian dari respon imun seluler, yaitu

    terjadinya peningkatan aktifitas limposit-T CD4+ dan limposit-T CD8+ sitotoksik serta sel

    pembunuh yang memusnahkan makrofag setempat, jaringan sekitar dan perkijuan.

    Hipersensitifitas tipe lambat dapat mengisolasi lesi aktif, menyebabkan M. TB menjadi

    dorman, kerusakan jaringan, fibrosis dan jaringan parut. Proses ini dapat merugikan tubuh,

    dimana M. TB dapat keluar dari bagian pinggir daerah nekrosis dan membentuk

    hipersensitifitas tipe lambat kemudian difagositosis oleh makrofag setempat. Apabila

    makrofag belum diaktifkan oleh imunitas seluler, maka M. TB dapat tumbuh dalam makrofag

    sampai hipersensitifitas tipe lambat merusak makrofag dan menambah daerah nekrosis. Saat

    itu imunitas seluler menstimulasi makrofag setempat untuk membunuh basil dan mencegah

    perkembangan penyakit. Hipersensitifitas tipe lambat lebih berperan pada jumlah basil yang

    banyak dan menyebabkan nekrosis jaringan. .Apabila M. TB masuk ke dalam aliran limfe

    14

  • atau darah biasanya akan dihancurkan di tempat yang baru dengan terbentuknya tuberkel.

    Adanya reseptor spesifik terhadap antigen yang dihasilkan M. TB pada limposit-T di darah

    dan jaringan limfe, menyebabkan pengumpulan dan aktivasi makrofag lebih cepat dan

    destruksi M. TB. Tuberkel yang terjadi tetap kecil dengan perkijuan yang minimal, cepat

    sembuh dan tidak diikuti oleh terjadinya penyebaran hematogen atau limfogen ke jaringan

    lain.14,15

    Gambar 4. Respon imunologis pada infeksi Mycobacterium tuberculosis15

    Manifestasi klinisManifestasi klinis TB milier bermacam-macam, bergantung pada banyaknya kuman

    dan jenis organ yang terkena. Gejala yang sering di jumpai adalah keluhan kronik yang tidak

    khas, seperti TB pada umumnya, misalnya anoreksia dan BB turun atau gagal tumbuh

    (dengan demam ringan atau tanpa demam), demam lama dengan penyebab yang tidak jelas,

    serta batuk dan sesak nafas. TB milier juga dapat di awali dengan serangan akut berupa

    demam tinggi yang sering hilang timbul (remittent), pasien tampak sakit berat dalam

    beberapa hari, tetapi gejala dan tanda respiratorik belum ada. Lebih kurang 50% pasien,

    limfadenopati superfisial, splenomegali, dan hepatomegali akan terjadi dalam beberapa

    minggu. Demam kemudian bertambah tinggi dan berlangsung terus-menerus/kontinu, tanpa

    disertai gejala respiratorik atau disertai gejala minimal, dan foto toraks biasanya masih

    normal. Gejala klinis biasanya timbul akibat gangguan pada paru, yaitu gejala respiratorik

    seperti batuk dan sesak nafas di sertai ronki atau mengi.6,9 Anemia bisa terjadi baik akibat

    15

  • penyakit kronik ataupun defisiensi besi. Anemia penyakit kronis sering bersamaan dengan

    anemia defisiensi besi dan keduanya memberikan gambaran penurunan besi serum, namun

    TIBC (Total Iron Binding Capacity) pada anemia defisiensi besi meningkat. Rendahnya besi

    pada anemia penyakit kronis disebabkan aktifitas mobilisasi besi sistem retikuloendotelial ke

    plasma menurun, sedangkan penurunan saturasi transferin pada anemia defisiensi besi

    diakibatkan oleh degradasi transferin yang meningkat.16 Kriteria diagnosis anemia defisiensi

    besi menurut WHO adalah : (1) kadar hemoglobin kurang dari normal sesuai usia, (2)

    Konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata

  • pemberian imunosupresif, infeksi virus (HIV). Jika uji tuberkulin negatif atau meragukan

    dilakukan uji ulang.6,8,13,14

    Uji tuberkulin untuk diagnosis imunologik terhadap infeksi M.tb mempunyai banyak

    keterbatasan. Uji ini membutuhkan 2 kali kunjungan pasien, ketrampilan petugas untuk

    melakukan uji dan pembacaan. Selain itu juga tidak mampu memisahkan infeksi TB laten

    dengan vaksinasi BCG atau infeksi oleh Mycobacteria other than tuberculosis (MOTT).

    Sekarang ada pemeriksaan baru secara in vitro yaitu IFN-. Pemeriksaan in vitro ini awalnya

    diteliti di peternakan sapi, berdasarkan inkubasi darah dengan purified protein derivative

    (PPD) selanjutnya dilakukan pemeriksaan imunologi IFN- yang dilepaskan sel T sebagai

    reaksi terhadap PPD. Pemeriksaan darah in vitro ini akan menghindari kunjungan kedua

    untuk menilai hasil uji tuberkulin dan reaksi kulit. Kelebihan lain adalah kemampuannya

    untuk membedakan antara reaktivitas terhadap M.tb dengan MOTT.18

    Uji tuberkulin dan pemeriksaan IFN- dalam darah tidak menilai komponen yang

    sama pada respons imunologi dan tidak saling menggantikan. Black meneliti hubungan antara

    kadar IFN- dalam darah dengan hasil uji tuberkulin pada 554 orang sehat. Terdapat

    hubungan yang kuat (P < 0,001) antara median IFN- dengan respon hipersensitifitas tipe

    lambat. Gold standard (baku emas) merupakan standar untuk pembuktian ada atau tidaknya

    penyakit pada pasien dan merupakan sarana diagnostik terbaik yang ada. Baku emas yang

    ideal selalu memberikan nilai positif pada semua subjek dengan penyakit dan selalu

    memberikan hasil negatif pada semua subjek tanpa penyakit. Baku emas untuk infeksi TB

    laten belum ada maka sulit unuk menilai apakah uji yang baru lebih baik daripada uji

    tuberkulin. Penilaian secara langsung sensitiviti dan spesitiviti alat uji baru tidak mungkin

    dilakukan tanpa referensi uji sebagai baku emas.18

    Pemeriksaan sputum atau bilas lambung dan kultur M.tuberculosis tetap penting di lakukan.

    Pemeriksaan M.tuberculosis akan menunjukkan hasil positif pada 30-50% pasien.

    Pemeriksaan sputum atau bilas lambung kurang sensitif pada diagnosis dini di bandingkan

    dengan pemeriksaan bakteriologis dan histologis dari biopsi hepar atau sumsum tulang.

    Untuk menentukan diagnosis meningitis TB, sebaiknya di lakukan pungsi lumbal pada setiap

    pasien TB milier walaupun belum timbul kejang atau penurunan kesadaran.6,8,13

    Penatalaksanaan Tujuan utama pengobatan TB adalah :

    1. Mengobati penyakit TB itu sendiri

    17

  • 2. Mencegah kematian dari TB aktif atau komplikasi TB

    3. Mencegah TB relaps

    4. Mencegah resistensi obat karena pemakaian kombinasi obat

    5. Mengurangi (menurunkan) penularan TB terhadap orang lain

    Pengobatan anti tuberkulosis di kelompokkan menjadi dua fase: fase yang pertama adalah

    fase intensif (awal) yang bertujuan membunuh dengan cepat sebagian besar kuman dan

    mencegah resistensi obat, dan fase yang kedua adalah fase lanjutan, yang bertujuan

    membunuh kuman yang dormant (tidak aktif). Pada fase intensif di berikan 4 macam obat

    (rifampisin, isoniazid, pirazinamid, dan ethambutol atau streptomisin). Pada fase lanjutan di

    berikan rifampisin dan isoniazid selama 10 bulan sesuai dengan perkembangan klinis. Dosis

    OAT dapat dilihat pada tabel dibawah ini (tabel.2).2,4

    Tabel 1. Obat Antituberkulosis yang Biasa Dipakai dan dosisnya

    Nama obat Dosis harian(mg/kgBB/hari)

    Dosis maksimal

    (mg per hari)Efek samping

    Isoniazid 5 15* 300 Hepatitis, neuritis perifer, hipersensitivitas

    Rifampisin 10 20 600 Gastrointestinal, reaksi kulit, trombositopenia, peningkatan enzim hati, cairan tubuh berwarna oranye kemerahan

    Pirazinamid 15 20 2000 toksisitas hati, artralgia, gastrointestinal

    Etambutol 15 20 1250 Neuritis optik, ketajaman mata berkurang, buta warna merah hijau, penyempitan lapang pandang, hipersentivitas, gastrointestinal

    Streptomisin 15 40 1000 ototoksik, nefrotoksik.

    (*) Bila isoniazid dikombinasikan dengan rifampisin, dosisnya tidak melebihi 10 mg/kgBB/hari

    Beberapa ahli merekomendasikan ethionamid (ETH) sebagai obat pilihan keempat.

    Tabel 2. Regimen pengobatan TB Milier menurut WHO6

    Fase intensif Fase lanjutan Referensi 2HRZS 4HR WHO (pedoman therapi)2HRZ (S or Eth) 7-10HR American Academy of

    Pediatrics

    18

  • 6HRZEth Tidak ada (regimen

    total untuk 6 bulan)

    Donald, 1998

    Kortikosteroid (prednison) diberikan pada TB milier, meningitis TB, perikarditis TB,

    efusi pleura, dan peritonitis TB. Prednison biasanya diberikan dengan dosis 2 mg/kgBB/hari

    selama 4 minggu, kemudian diturunkan perlahan-lahan (tappering off) selama 2-6 minggu.7

    Semua anak yang diduga atau di diagnosis TB milier seharusnya dirawat dirumah

    sakit sampai keadaan klinisnya stabil.6

    Evaluasi Hasil Pengobatan

    Evaluasi hasil pengobatan dilakukan setelah 2 bulan terapi. Evaluasi pengobatan

    dilakukan dengan beberapa cara, yaitu evaluasi klinis, evaluasi radiologis, dan pemeriksaan

    LED. Evaluasi yang terpenting adalah evaluasi klinis, yaitu menghilang atau membaiknya

    kelainan klinis yang sebelumnya ada pada awal pengobatan, misalnya penambahan berat

    badan yang bermakna, hilangnya demam, hilangnya batuk, perbaikan nafsu makan, dan lain-

    lain. Evaluasi radiologis pada pasien TB milier perlu diulang setelah 1 bulan untuk evaluasi

    hasil pengobatan. Gambaran milier pada foto toraks biasanya menghilang dalam 1 bulan,

    kadang-kadang berangsur menghilang dalam 5-10 minggu, tetapi mungkin saja belum ada

    perbaikan hingga beberapa bulan.6,8

    ANALISIS KASUS

    Telah diajukan sebuah kasus seorang anak perempuan umur 5 tahun 8 bulan, dengan

    diagnosis TB Milier. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis adanya demam lama,

    19

  • batuk berdahak, berat badan turun, riwayat kontak dengan penderita TB positif. Dari

    pemeriksaan fisik didapatkan hepatosplenomegali, uji tuberkulin positif (indurasi 17 mm).

    Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan LED yang tinggi. Foto thorak di dapatkan kesan

    TB milier. Dari pemeriksaan BTA sputum didapatkan hasil negatif. Hasil pemeriksaan BTA

    sputum yang negatif tidak menyingkirkan diagnosis TB karena pemeriksaan BTA

    menunjukkan hasil positif hanya pada 30-50 % pasien. Hal ini kemungkinan disebabkan

    karena pada TB anak bersifat paucibacillary (jumlah kuman sedikit) dan lokasi kuman di

    parenkim yang jauh dari bronkus.7 Lumbal punksi yang dilakukan pada pasien memiliki

    kesan yang meragukan, dengan jumlah sel normal, dengan PMN 90% dan MN 10%, pandi

    (+), kadar glukosa LCS yang menurun, sehingga meningitis belum dapat disingkirkan.

    Adanya peningkatan PMN pada LCS bisa timbul pada fase awal meningitis TB, tetapi jumlah

    sel yang hanya 10 tidak mendukung ke arah meningitis. Diagnosis Tb disseminata pada

    pasien ini tidak bisa dibuktikan karena hasil USG abdomen yang meragukan dengan hasil

    hepatomegali non spesifik, dan adanya splenomegali juga tidak terbukti dari USG. Tapi ini

    belum bisa menyingkirkan adanya TB hepar karena pemeriksaan radiologi pada TB hepar

    dan lien tidak spesifik.20 Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan kultur BTA cairan LCS tapi

    hasilnya belum keluar.

    Dari anamnesis diketahui anak tidak pernah mendapat imunisasi BCG. Hal ini sesuai

    dengan literatur yang menyebutkan bahwa imunisasi BCG bisa memberikan efek proteksi

    atau pencegahan terhadap terjadinya TB berat pada anak, seperti TB milier dan meningitis

    TB. Sebuah penelitian meta analisis terhadap 5 penelitian acak terkontrol dan 8 kasus kontrol

    studi menyatakan tidak terdapat perbedaan yang signifikan, dengan rata-rata efek proteksi

    sekitar 80 % terhadap TB berat.21,23 Pada studi meta analisis lainnya diperkirakan pada 100,5

    juta vaksin BCG yang telah diberikan pada bayi pada tahun 2002 telah mencegah 29.729

    kasus meningitis tuberkulosis (satu kasus dalam 3.435 vaksinasi) dan 11.486 kasus TB miliar

    (satu kasus dalam 9.314 vaksinasi). Jumlah kasus terbanyak yang dapat dicegah adalah di

    Asia Tenggara (46%), sub Sahara Afrika (27%), wilayah Barat Pasifik (15%).22

    Pada pasien ini ditemukan adanya anemia mikrositik hipokrom yang diperkirakan

    disebabkan oleh defisiensi Fe. Hal ini dipertegas dengan ditemukan gambaran anemia

    mikrositik hipokrom pada sediaan darah tepi dan terdapat penurunan saturasi transferin

    (SI/TIBC), yaitu 6,7%. Anemia penyakit kronis sering bersamaan dengan anemia defisiensi

    besi dan keduanya memberikan gambaran penurunan besi serum, namun TIBC pada anemia

    defisiensi besi meningkat. Rendahnya besi di anemia penyakit kronis disebabkan aktifitas

    mobilisasi besi sistem retikuloendotelial ke plasma menurun, sedangkan penurunan saturasi

    20

  • transferin pada anemia defisiensi besi diakibatkan oleh degradasi transferin yang meningkat.14

    Anemia mikrositik hipokrom akibat defisiensi besi pada pasien ini ditatalaksana dengan

    pemberian preparat besi 3x15mg. Defisiensi besi yang terjadi akibat proses inflamasi ataupun

    infeksi dapat diobati dengan pemberian terapi besi 3-6 mg/kgBB perhari dalam dosis terbagi

    (2-3 kali sehari) selama 3-6 minggu. Respon terapi terhadap pemberian preparat besi dapat

    diamati secara klinis atau dari pemeriksaan laboratorium. Kadar hemoglobin akan meningkat

    0,1 mg/dL/hari sampai mencapai 11 mg/dL dalam 3-4 minggu. Apabila didapatkan hasil

    seperti yang diharapkan, pengobatan dilanjutkan sampai 2-3 bulan setelah kadar hemoglobin

    kembali normal.17 Evaluasi kadar hemoglobin pada pasien ini didapatkan kadar hemoglobin

    mengalami peningkatan dari 9,2 gr/dL menjadi 10,7 gr/dL.

    Dalam tatalaksana TB milier anak OAT diberikan selama 2 bulan, sedangkan INH

    dan rifampisin dilanjutkan sampai 6-10 bulan. Pemberian vitamin B6 dimaksudkan untuk

    mencegah efek samping INH berupa neuritis perifer yang timbul akibat inhibisi kompetitif

    pada metabolisme piridoksin. Prednison diberikan sampai 1 bulan, kemudian ditappering off

    selama 2-6 minggu.6,8

    Setelah 2 bulan pengobatan anak, dilakukan evaluasi terhadap pengobatan TB.

    Evaluasi yang terpenting adalah evaluasi klinis, yaitu menghilang atau membaiknya kelainan

    klinis yang sebelumnya ada pada awal pengobatan. Pada pasien ini demam tidak ada, batuk

    tidak ada, nafsu makan membaik dan berat badan mengalami peningkatan sebesar 2,5 kg.

    DAFTAR PUSTAKA

    21

  • 1. Nelson LJ, Wells CD. Global epidemiology of childhood tuberculosis. Int J Tuberc

    Lung Dis 2004;8:636-47.

    2. World Health Organization. Global Tuberculosis Control 2010. WHO, Geneva,

    Switzerland,2010.

    3. Cruz AT, Starke JR. Pediatric tuberculosis. Pediatrics in Review 2010;31:13-26.

    4. Maltezau HO, Spyridis P, Kafetzis DA. Extra-pulmonary tuberculosis in children.

    Arch Dis Child. 2000;83:342-46.

    5. Departemen kesehatan Republik Indonesia. Dalam: Buku pedoman nasional

    penanggulangan tuberkulosis. Edisi ke-2, cetakan I. Departemen Kesehatan Republik

    Indonesia, 2006.

    6. Kartasasmita CB, Basir D. Tuberkulosis. Dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto

    DB, penyunting. Buku ajar respirologi anak. Edisi pertama. Jakarta. IDAI;2008.h.162-

    261.

    7. Starke JR. Tuberculosis. Dalam: Behrman RE, Kliegman R, Jenson HB, penyunting.

    Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-19. Philadelphia; Saunders;2011.h.960-71.

    8. Rahajoe NN, Basir D, Makmuri MS, Kartasasmita CB. Pedoman nasional

    tuberkulosis anak. Edisi ke-2. Jakarta: UKK Respirologi IDAI;2007.

    9. WHO. Anti tuberculosis treatment in children. Dalam: Guidance for national

    tuberculosis programmes on the management of tuberculosis in children. Geneva:

    World Health Organization;2006;1205-11.

    10. International Union Against Tuberculosis and Lung Disease. Diagnostic ATLAS of

    intrathoracic tuberculosis in children. Paris;2003.

    11. Grossman M. Tuberculosis. Dalam: Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD,

    penyunting. Buku ajar Pediatri Rudolph. Edisi ke-20. EGC;1997.h.687-97.

    12. Schlesinger LS. Phagositosis and toll-like receptors in tuberculosis. Dalam: Rom W,

    Garay SM, Levitzky, penyunting. Pulmonary pathophysiology. Edisi ke-5. Volume

    I;2004.

    13. Ardiana D, Wuryaningrum W, Widjaja ES. Skrofuloderma pada Dada. Disampaikan

    pada Pertemuan Berkala Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin XIV. Surabaya. 1 April,

    2002.

    14. Kenyorini, Suradi, Surjanto E. Uji Tuberkulin. Jurnal Tuberkulosis Indonesia

    2010;3(2):1-5.

    22

  • 15. Rogelio Hernndez-Pando, Rommel Chacn-Salinas, Jeanet Serafn-Lpez, and Iris

    Estrada. Immunology, pathogenesis, virulence. In: tuberculosis 2007 from basic

    science to patient care. 2007:157-205. Diunduh dari www.tuberculosistextbook.com.

    16. Barreto ML, et al. Neonatal BCG protection against tuberculosis lasts for 20 years in

    Brazil. Int Tuberc Lung Dis 2005;10:1171-3.

    17. Gunadi D, Lubis B, Rosdiana N. Terapi dan suplementasi besi pada anak. Sari

    Pediatri 2009;11(3):207-11.

    18. Subagyo A, Aditama TY, Sutoyo DK, Partakusuma LG. Pemeriksaan Interferon-

    gamma Dalam Darah Untuk Deteksi Infeksi Tuberkulosis. Jurnal Tuberkulosis

    Indonesia 2010;3(2):6-19.

    19. Roth JG, Baker SK. Miliary tuberculosis. Dalam: Rom WN, Garay SM, penyunting.

    Tuberculosis. Edisi ke-2. Philadelphia;2003.h.960-71.

    20. Kirks DR. The pediatric ER chest: what every radiologist should know. Dalam: Nash

    DH, Petterson H, penyunting. Pediatric Radiology. Edisi pertama. London: Merit

    Communications,1992:h.165-75.

    21. Guidi R, Bolli V, Lanza C, Biagetti C, Osimani P, Benedictis FM. Macronodular

    hepatosplenic tuberculosis. Acta Radiologica Short Reports 2012;1:21

    22. Weir RE. Persistence of the immune response induced by BCG vaccination. BMC

    Infectious Diseases 2008;8:1-9.

    23. Sterne JA, Rodrigues LC, Guedes. Does the efficacy of BCG decline with time since

    vaccination? Int tuberc Lung Dis 1998;3:200-7.

    24. Muhammad A, Sianipar O. Telaah pustaka. Penentuan defisiensi besi anemia penyakit

    kronis menggunakan peran indeks sTfR-F. Indonesian Journal of Clinical Pathology

    and Medical Laboratory.2005;12:9-15.

    23

  • PEDIATRIC NUTRITIONAL CARE

    1. Identitas

    Nama : Fitri

    Umur : 5 tahun 8 bulan

    Jenis kelamin : Perempuan

    Diagnosis : TB milier

    2. Assessment :

    BB : 13,5 kg

    TB : 98 cm

    BB Ideal : 14 kg

    HA : 3 tahun 7 bulan

    CDC BB/U : 67,5 %

    TB/U : 86,7 %

    BB/TB : 90%

    Kesan : familial short stature

    3. Requirement

    RDA : 102 kkal/kgbb/hari

    RDA ideal : BB ideal x RDA

    = 14 x 102 = 1428 kkal/hari

    RDA absolut : BB absolut x RDA

    = 13,5 x 102 = 1377 kkal/hari

    BMR : 16,97 x BB + 161,8 x TB + 371,2

    = 16,97 x 13,5 + 161,8 x 0,98 + 371,2

    = 229 + 158,5 + 371,2 = 758,7 kkal

    BEE : BMR x Faktor stres = 758,7 x 1,5 = 1138 kkal

    4. Kebutuhan cairan : 85 cc/kgbb/hari = 85 x 13,5 = 975 cc/hari = 1147 cc/hari

    5. Type of Food : Makanan biasa

    6. Route : oral

    7. Saat ini mendapatkan : MB TKTP 1300 kkal (Memenuhi 171 % BMR, 114 % BEE,

    91 % RDA ideal)

    24

  • 25