116998871 Referat Penyakit Jantung Rematik Print

29
Demam rematik merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik non supuratif yang digolongkan pada kelainan vaskular kolagen atau kelainan jaringan ikat. Proses rematik ini merupakan reaksi peradangan yang dapat mengenai banyak organ tubuh terutama jantung, sendi dan sistem saraf pusat. Demam rematik akut adalah sinonim dari demam rematik dengan penekanan akut, sedangkan yang dimasuk demam rematik inaktif adalah pasien-pasien dengan demam rematik tanpa tanda-tanda radang. 1,2,3,4 Penyakit demam rematik dan gejala sisanya, yaitu penyakit jantung rematik, merupakan jenis penyakit jantung didapat yang paling banyak dijumpai pada populasi anak-anak dan dewasa muda. Puncak insiden demam rematik terdapat pada kelompok 5-15 tahun; penyakit ini jarang dijumpai pada anak dibawah usia 4 tahun dan penduduk di atas 50 tahun. Prevalensi demam rematik atau penyakit jantung rematik yang diperoleh dan penelitian WHO mulai tahun 1984 di 16 negara sedang berkembang di Afrika, Amerika Latin, Timur Jauh, Asia Tenggara dan Pasifik Barat berkisar 0,1 sampai 12,6 per 1.000 anak sekolah, dengan prevalensi rata-rata sebesar 2,2 per 1.000 anak sekolah. 4 Dalam laporan WHO Expert Consultation Geneva, 29 Oktober–1 November 2001 yang diterbitkan tahun 2004 angka mortalitas untuk PJR 0,5 per 100.000 penduduk di Negara maju hingga 8,2 per 100.000 penduduk di negara berkembang di daerah Asia Tenggara diperkirakan 7,6 per 100.000 1

description

nnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn

Transcript of 116998871 Referat Penyakit Jantung Rematik Print

Demam rematik merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik non supuratif

yang digolongkan pada kelainan vaskular kolagen atau kelainan jaringan ikat. Proses

rematik ini merupakan reaksi peradangan yang dapat mengenai banyak organ tubuh

terutama jantung, sendi dan sistem saraf pusat. Demam rematik akut adalah sinonim

dari demam rematik dengan penekanan akut, sedangkan yang dimasuk demam

rematik inaktif adalah pasien-pasien dengan demam rematik tanpa tanda-tanda

radang. 1,2,3,4

Penyakit demam rematik dan gejala sisanya, yaitu penyakit jantung rematik,

merupakan jenis penyakit jantung didapat yang paling banyak dijumpai pada populasi

anak-anak dan dewasa muda. Puncak insiden demam rematik terdapat pada kelompok

5-15 tahun; penyakit ini jarang dijumpai pada anak dibawah usia 4 tahun dan

penduduk di atas 50 tahun. Prevalensi demam rematik atau penyakit jantung rematik

yang diperoleh dan penelitian WHO mulai tahun 1984 di 16 negara sedang

berkembang di Afrika, Amerika Latin, Timur Jauh, Asia Tenggara dan Pasifik Barat

berkisar 0,1 sampai 12,6 per 1.000 anak sekolah, dengan prevalensi rata-rata sebesar

2,2 per 1.000 anak sekolah.4

Dalam laporan WHO Expert Consultation Geneva, 29 Oktober–1 November

2001 yang diterbitkan tahun 2004 angka mortalitas untuk PJR 0,5 per 100.000

penduduk di Negara maju hingga 8,2 per 100.000 penduduk di negara berkembang di

daerah Asia Tenggara diperkirakan 7,6 per 100.000 penduduk. Diperkirakan sekitar

2.000-332.000 penduduk yang meninggal diseluruh dunia akibat penyakit tersebut.5

Prevalensi demam rematik di Indonesia belum diketahui secara pasti,

meskipun beberapa penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa prevalensi

penyakit jantung rematik berkisar antara 0,3 sampai 0,8 per 1.000 anak sekolah.

Dengan demikian, secara kasar dapat diperkirakan bahwa prevalensi demam rematik

di Indonesia pasti lebih tinggi dari angka tersebut, mengingat penyakit jantung

rematik merupakan akibat dari demam rematik.6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1

2.1 DEMAM REMATIK AKUT

2.1.1 Etiologi

Demam rematik akut disebabkan oleh respon imunologis yang terjadi sebagai

sekuel dari infeksi streptokokus grup A pada faring tetapi bukan pada kulit. Tingkat

serangan demam rematik akut setelah infeksi streptokokus bervariasi tergantung

derajat infeksinya, yaitu 0,3 sampai 3 persen. Faktor predisposisi yang penting

meliputi riwayat keluarga yang menderita demam rematik, status sosial ekonomi

rendah (kemiskinan, sanitasi yang buruk), dan usia antara 6 sampai 15 tahun (dengan

puncak insidensi pada usia 8 tahun).7

2.1.2. Patologi

Lesi peradangan dapat ditemukan di berbagai bagian tubuh, terutama pada

jantung, otak, sendi dan kulit. Karditis akibat rematik sering disebut sebagai

pankarditis, dengan miokarditis sebagai bagian yang paling utama. Saat ini, diketahui

bahwa komponen katup yang mungkin sama atau lebih penting dibandingkan

keterlibatan otot jantung maupun pericardium. Pada miokarditis rematik,

kontraktilitas miokard jarang mengalami kerusakan dan kadar troponin serum tidak

mengalami peningkatan. Pada penyakit jantung rematik tidak hanya terjadi kerusakan

pada daun katup akibat timbulnya vegetasi pada permukaannya, namun seluruh katup

mitral mengalami kerusakan (dengan pelebaran annulus dan tertariknya korda

tendineae).7,8

Katup mitral merupakan katup yang paling sering dan paling berat mengalami

kerusakan dibandingkan dengan katup aorta dan lebih jarang pada katup trikuspid dan

pulmonalis. Badan Aschoff yang ditemukan pada otot jantung atrium merupakan

salah satu tanda khas pada demam rematik. Badan Aschoff terdiri dari lesi-lesi

peradangan yang disertai dengan pembengkakan, serat kolagen yang berfragmen, dan

perubahan jaringan penyambung, yang saat ini dianggap sebagai sel miokardium yang

mengalami nekrosis.7

2

Gambar 2.1

2.1.3. Manifestasi Klinis

Demam rematik akut didiagnosis dengan menggunakan kriteria Jones. Kriteria

tersebut dibagi menjadi tiga bagian : (1) lima gejala mayor, (2) empat gejala minor,

dan (3) bukti pemeriksaan yang mendukung adanya infeksi streptokokus grup A.5,7,8

Lihat tabel 2.1.

Gejala Mayor

Karditis

Poliartritis

Khorea

Eritema marginatum

Nodul subkutan

Gejala Minor

Temuan klinis :

Riwayat demam rematik atau penyakit jantung

rematik

Arthralgia

Demam

Temuan laboratorium:

Peningkatan reaktan fase akut ( laju pengendapan

eritrosit, protein C-reaktif)

Pemanjangan interval PR

Bukti yang

mendukung adanya

infeksi streptokokus

grup A

Kultur tenggorok atau pemeriksaan antigen

streptokokus hasilnya (+)

Peningkatan titer antibodi streptokokus

Tabel.2.1 Kriteria Jones

Kriteria Mayor

1. Karditis merupakan manifestasi klinik demam rematik yang paling berat

karena merupakan satu-satunya manifestasi yang dapat mengakibatkan

kematian penderita pada fase akut dan dapat menyebabkan kelainan katup

3

sehingga terjadi penyakit jantung rematik. Diagnosis karditis rematik dapat

ditegakkan secara klinik berdasarkan adanya salah satu tanda berikut: (a)

bising baru atau perubahan sifat bising organik, (b) kardiomegali, (c)

perikarditis, dan gagal jantung kongestif. Bising jantung merupakan

manifestasi karditis rematik yang seringkali muncul pertama kali, sementara

tanda dan gejala perikarditis serta gagal jantung kongestif biasanya baru

timbul pada keadaan yang lebih berat. 5

2. Poliartritis, ditandai oleh adanya nyeri, pembengkakan, kemerahan, teraba

panas, dan keterbatasan gerak aktif pada dua sendi atau lebih. Artritis pada

demam rematik paling sering mengenai sendi-sendi besar anggota gerak

bawah. Kelainan ini hanya berlangsung beberapa hari sampai seminggu pada

satu sendi dan kemudian berpindah, sehingga dapat ditemukan artritis yang

saling tumpang tindih pada beberapa sendi pada waktu yang sama;

sementara tanda-tanda radang mereda pada satu sendi, sendi yang lain mulai

terlibat. Perlu diingat bahwa artritis yang hanya mengenai satu sendi

(monoartritis) tidak dapat dijadikan sebagai suatu criteria mayor. Selain itu,

agar dapat digunakan sebagai suatu kriteria mayor, poliartritis harus disertai

sekurang-kurangnya dua kriteria minor, seperti demam dan kenaikan laju

endap darah, serta harus didukung oleh adanya titer ASTO atau antibodi anti

Streptokokus lainnya yang tinggi.5

3. Korea secara khas ditandai oleh adanya gerakan tidak disadari dan tidak

bertujuan yang berlangsung cepat dan umumnya bersifat bilateral, meskipun

dapat juga hanya mengenai satu sisi tubuh. Manifestasi demam rematik ini

lazim disertai kelemahan otot dan ketidakstabilan emosi. Korea jarang

dijumpai pada penderita di bawah usia 3 tahun atau setelah masa pubertas

dan lazim terjadi pada perempuan. Korea Sydenham merupakan satu-

satunya tanda mayor yang sedemikian penting sehingga dapat dianggap

sebagai pertanda adanya demam rematik meskipun tidak ditemukan kriteria

yang lain. Korea merupakan manifestasi demam rematik yang muncul secara

lambat, sehingga tanda dan gejala lain kemungkinan sudah tidak ditemukan

lagi pada saat korea mulai timbul.5,7

4. Eritema marginatum merupakan wujud kelainan kulit yang khas pada

demam rematik dan tampak sebagai makula yang berwarna merah, pucat di

bagian tengah, tidak terasa gatal, berbentuk bulat atau dengan tepi yang

4

bergelombang dan meluas secara sentrifugal. Eritema marginatum juga

dikenal sebagai eritema anulare rematikum dan terutama timbul di daerah

badan, pantat, anggota gerak bagian proksimal, tetapi tidak pernah

ditemukan di daerah wajah. Kelainan ini dapat bersifat sementara atau

menetap, berpindah-pindah dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh yang

lain, dapat dicetuskan oleh pemberian panas, dan memucat jika ditekan.

Tanda mayor demam rematik ini hanya ditemukan pada kasus yang berat.5

Gambar 2.2 Eritema marginatum

5. Nodulus subkutan pada umumnya hanya dijumpai pada kasus yang berat

dan terdapat di daerah ekstensor persendian, pada kulit kepala serta kolumna

vertebralis. Nodul ini berupa massa yang padat, tidak terasa nyeri, mudah

digerakkan dari kulit di atasnya, dengan diameter dan beberapa milimeter

sampai sekitar 2 cm. Tanda ini pada umumnya tidak akan ditemukan jika

tidak terdapat karditis.5,7

Gambar 2.3 Nodul Subkutan

5

Gambar 2.4 Manifestasi klinis demam rematik akut

Kriteria Minor

1. Riwayat demam rematik sebelumnya dapat digunakan sebagai salah satu

kriteria minor apabila tercatat dengan baik sebagai suatu diagnosis yang

didasarkan pada kriteria obyektif yang sama. Akan tetapi, riwayat demam

rematik atau penyakit jantung rematik inaktif yang pernah diidap seorang

penderita seringkali tidak tercatat secara baik sehingga sulit dipastikan

kebenarannya, atau bahkan tidak terdiagnosis.5,7

2. Artralgia adalah rasa nyeri pada satu sendi atau lebih tanpa disertai

peradangan atau keterbatasan gerak sendi. Gejala minor ini harus dibedakan

dengan nyeri pada otot atau jaringan periartikular lainnya, atau dengan nyeri

sendi malam hari yang lazim terjadi pada anak-anak normal. Artralgia tidak

dapat digunakan sebagai kriteria minor apabila poliartritis sudah dipakai

sebagai kriteria mayor.5

3. Demam pada demam rematik biasanya ringan, meskipun adakalanya

mencapai 39°C, terutama jika terdapat karditis. Manifestasi ini lazim

berlangsung sebagai suatu demam derajat ringan selama beberapa minggu.

Demam merupakan pertanda infeksi yang tidak spesifik, dan karena dapat

dijumpai pada begitu banyak penyakit lain, kriteria minor ini tidak memiliki

arti diagnosis banding yang bermakna.5

4. Peningkatan kadar reaktan fase akut berupa kenaikan laju endap darah,

kadar protein C reaktif, serta leukositosis merupakan indikator nonspesifik

dan peradangan atau infeksi. Ketiga tanda reaksi fase akut ini hampir selalu

ditemukan pada demam rematik, kecuali jika korea merupakan satu-satunya

6

manifestasi mayor yang ditemukan. Perlu diingat bahwa laju endap darah

juga meningkat pada kasus anemia dan gagal jantung kongestif. Adapun

protein C reaktif tidak meningkat pada anemia, akan tetapi mengalami

kenaikan pada gagal jantung kongestif. Laju endap darah dan kadar protein

C reaktif dapat meningkat pada semua kasus infeksi, namun apabila protein

C reaktif tidak bertambah, maka kemungkinan adanya infeksi Streptokokus

akut dapat dipertanyakan. 5,8

5. Interval P-R yang memanjang biasanya menunjukkan adanya

keterlambatan abnormal sistem konduksi pada nodus atrioventrikel dan

meskipun sering dijumpai pada demam rematik, perubahan gambaran EKG

ini tidak spesifik untuk demam rematik. Selain itu, interval P-R yang

memanjang juga bukan merupakan pertanda yang memadai akan adanya

karditis rematik.5,7

Bukti yang mendukung

Titer antistreptolisin O (ASTO) merupakan pemeriksaan diagnostik standar

untuk demam rematik, sebagai salah satu bukti yang mendukung adanya infeksi

Streptokokus. Titer ASTO dianggap meningkat apabila mencapai 250 unit Todd pada

orang dewasa atau 333 unit Todd pada anak-anak di atas usia 5 tahun, dan dapat

dijumpai pada sekitar 70% sampai 80% kasus demam rematik akut.5

Infeksi Streptokokus juga dapat dibuktikan dengan melakukan biakan usapan

tenggorokan. Biakan positif pada sekitar 50% kasus demam rematik akut.

Bagaimanapun, biakan yang negatif tidak dapat mengesampingkan kemungkinan

adanya infeksi Streptokokus akut.5

2.1.4. Diagnosis

Demam rematik akut didiagnosis berdasarkan kriteria Jones dimana

didapatkan minimal dua gejala mayor atau satu gejala mayor dan dua gejala minor,

ditambah adanya bukti pemeriksaan yang menunjukkan adanya infeksi streptokokus.

Dua gejala mayor selalu lebih kuat dibandingkan satu gejala mayor dengan dua gejala

minor. Arthralgia atau pemanjangan interval PR tidak dapat digunakan sebagai gejala

minor ketika menggunakan karditis dan arthritis sebagai gejala mayor. Tidak adanya

bukti yang mendukung adanya infeksi streptokokus grup A merupakan peringatan

bahwa demam rematik akut mungkin tidak terjadi pada pasien (kecuali bila ditemukan

adanya khorea). Murmur innocent (Still’s) sering salah interpretasi sebagai murmur

7

dari regurgitasi katup mitral (MR) dan oleh karenanya merupakan penyebab yang

sering dari kesalahan diagnosis dari demam rematik akut. Murmur dari MR

merupakan tipe regurgitan sistolik (berawal dari bunyi jantung I) sedangkan murmur

innocent merupakan murmur dengan nada rendah dan tipe ejeksi.7

Pengecualian dari kriteria Jones meliputi tiga keadaan berikut ini:

1. Khorea mungkin timbul sebagai satu-satunya gejala klinis dari demam

rematik.

2. Karditis indolen mungkin satu-satunya gejala klinis pada pasien yang datang

ke tenaga medis setelah berbulan-bulan dari onset serangan demam rematik.

3. Kadang-kadang, pasien dengan demam rematik rekuren mungkin tidak

memenuhi kriteria Jones.

2.1.5. Diagnosis Banding

Arthritis reumatoid juvenile sering didiagnosis sebagai demam rematik akut.

Temuan klinis yang mengarah ke arthritis reumatoid juvenile antara lain : keterlibatan

dari sendi-sendi kecil di perifer, sendi-sendi besar terkena secara simetris tanpa

adanya arthritis yang berpindah, kepucatan pada sendi yang terkena, tidak ada bukti

infeksi streptokokus, perjalanan penyakit yang lebih indolen, dan tidak adanya respon

awal terhadap terapi salisilat selama 24 sampai 48 jam.7

Penyakit vaskular kolagen (systemic lupus erythematosus ; SLE, penyakit

jaringan penyambung campuran); arthritis yang reaktif, termasuk arthritis

poststreptococcal; serum sickness; dan infeksius arthritis (seperti gonokokus),

kadang-kadang perlu dibedakan.7

Infeksi virus yang disertai arthritis akut (rubella, parvovirus, virus hepatitis B,

herpesvirus, enterovirus) lebih sering terjadi pada orang dewasa. Penyakit-penyakit

hematologi seperti anemia sel sabit dan leukemia, dianjurkan untuk tetap dipikirkan

sebagai diagnosis banding. 7

Hanya karditis yang dapat menyebabkan kerusakan permanen pada jantung.

Tanda klinis ringan dari karditis menghilang secara cepat dalam jangka waktu

mingguan, tetapi pada pasien dengan karditis berat baru hilang setelah 2-6 bulan.

Khorea secara bertahap berkurang setelah 6 sampai 7 bulan atau lebih lama dan

biasanya tidak menimbulkan sekuel neurologis yang permanen.7

8

2.1.6. Penatalaksanaan

Ketika demam rematik akut ditemukan secara anamnesis dan pemeriksaan

fisik, selanjutnya dilakukan pemeriksaan laboratorium antara lain : pemeriksaan darah

lengkap, reaktan fase akut (LED, protein C-reaktif), kultur tenggorok, titer anti

streptolisin O (dan titer antibodi kedua, terutama pada pasien dengan khorea), foto

Rontgen, dan elektrokardiografi. Konsultasi ke ahli jantung diindikasikan untuk

menjelaskan apakah terjadi kerusakan pada jantung : pemeriksaan ekhokardiografi

dua dimensi dan Doppler yang biasa dilakukan.5,7

Penisilin benzathine G 0,6 sampai 1,2 juta unit disuntikkan secara

intramuskular, diberikan untuk eradikasi streptokokus. Pada pasien yang mempunyai

alergi penisilin, dapat diberikan eritromisin dengan dosis 40 mg/kgBB perhari dalam

dua sampai empat dosis selama 10 hari. Terapi anti-inflamasi atau supresi dengan

salisilat atau steroid tidak boleh diberikan sampai ditegakkannya diagnosis pasti.

Ketika diagnosis demam rematik akut ditegakkan, diperlukan edukasi kepada

pasien dan orang tuanya tentang perlunya pemakaian antibiotik secara berkelanjutan

untuk mencegah infeksi streptokokus berikutnya. Adanya keterlibatan jantung,

diperlukan pemberian profilaksis untuk menangani endokarditis infektif.5,7,9

Jangka waktu tirah baring bergantung pada tipe dan keparahan dari gejala dan

berkisar dari seminggu (untuk arthritis) hingga beberapa minggu untuk karditis berat.

Tirah baring diikuti periode untuk ambulasi di dalam rumah dengan durasi bervariasi

sebelum anak diperbolehkan untuk kembali ke sekolah. Aktivitas bebas diperbolehkan

bila laju endap darah sudah kembali ke normal, kecuali pada anak dengan kerusakan

jantung yang cukup berat. Untuk lebih jelasnya lihat pada tabel 2.2 5,7

Hanya

arthritis

Carditis

ringan*

Karditis

sedang**

Karditis

berat***

Tirah baring

1-2 minggu 3-4 minggu 4-6 minggu

Selama masih

adanya gagal

jantung

kongestif

Ambulasi

indoor1-2 minggu 3-4 minggu 4-6 minggu 2-3 bulan

* kardiomegali diragukan

9

** kardiomegali ringan

*** kardiomegali yang nyata atau gagal jantung

Tabel 2.2 Durasi tirah baring dan ambulasi indoor

Terapi dengan agen anti inflamasi harus dimulai sedini mungkin saat demam

rematik akut sudah didiagnosis. Untuk karditis ringan hingga sedang, penggunaan

aspirin saja sebagai anti inflamasi direkomendasikan dengan dosis 90-100 mg/kgBB

perhari yang dibagi dalam 4 sampai 6 dosis. Kadar salisilat yang adekuat di dalam

darah adalah sekitar 20-25 mg/100 mL. Dosis ini dilanjutkan selama 4 sampai 8

minggu, tergantung pada respon klinis. Setelah perbaikan, terapi dikurangi secara

bertahap selama 4-6 minggu selagi monitor reaktan fase akut. 7

Untuk arthritis, terapi aspirin dilanjutkan selama 2 minggu dan dikurangi

secara bertahap selama lebih dari 2 sampai 3 minggu. Adanya perbaikan gejala sendi

dengan pemberian aspirin merupakan bukti yang mendukung arthritis pada demam

rematik akut. Pemberian prednisone ( 2 mg/kgBB perhari dalam 4 dosis untuk 2

sampai 6 minggu ) diindikasikan hanya pada kasus karditis berat. 5,7

Penanganan gagal jantung kongestif meliputi istirahat total dengan posisi

setengah duduk (orthopneic) dan pemberian oksigen. Prednison untuk karditis berat

dengan onset akut. Digoksin digunakan dengan hati-hati, dimulai dengan setengah

dosis rekomendasi biasa, karena beberapa pasien dengan karditis rematik sangat

sensitif terhadap pemberian digitalis. Furosemid dengan dosis 1 mg/kgBB setiap 6

sampai 12 jam, jika terdapat indikasi. 7

Penanganan khorea Sydenham dilakukan dengan mengurangi stres fisik dan

emosional. Terapi medikamentosa antara lain pemberian benzatin penisilin G 1,2 juta

unit, sebagai awalan eradikasi streptokokus dan juga setiap 28 hari untuk pencegahan

rekurensi, seperti pada pasien dengan gejala rematik lainnya. Tanpa profilaksis sekitar

25% pasien dengan khorea (tanpa adanya karditis) berkembang menjadi penyakit

katup jantung rematik pada follow-up 20 tahun berikutnya. Pada kasus yang berat,

obat-obatan berikut dapat diberikan : fenobarbital (15-30 mg setiap 6-8 jam),

haloperidol (dimulai dengan dosis 0,5 mg dan ditingkatkan setiap 8 jam sampai 2 mg

setiap 8 jam), asam valproat, klorpromazine, diazepam, atau steroid.5,7

2.1.7. Prognosis

10

Ada maupun tidak adanya kerusakan jantung permanen menentukan

prognosis. Perkembangan penyakit jantung sebagai akibat demam rematik akut

diperngaruhi oleh tiga faktor, yaitu:

1. Keadaan jantung pada saat memulai pengobatan. Lebih parahnya kerusakan

jantung pada saat pasien pertama datang, menunjukkan lebih besarnya

kemungkinan insiden penyakit jantung residual.

2. Kekambuhan dari demam rematik : Keparahan dari kerusakan katup

meningkat pada setiap kekambuhan.

3. Penyembuhan dari kerusakan jantung : terbukti bahwa kelainan jantung pada

serangan awal dapat menghilang pada 10-25% pasien. Penyakit katup sering

membaik ketika diikuti dengan terapi profilaksis. 7

2.1.8. Pencegahan

a. Pencegahan primer

Pencegahan primer dari demam rematik dimungkinkan dengan terapi penisilin

selama 10 hari untuk faringitis karena streptokokus. Namun, 30% pasien berkembang

menjadi subklinis faringitis dan oleh karena itu tidak berobat lebih lanjut. Sementara

itu, 30% pasien lainnya berkembang menjadi demam rematik akut tanpa keluhan dan

tanda klinis faringitis streptokokus.7,8,9

b. Pencegahan sekunder

Pasien dengan riwayat demam rematik, termasuk dengan gejala khorea dan

pada pasien dengan tidak adanya bukti pemeriksaan yang menunjukkan pasien

menderita demam remati akut harus diberikan profilaksis. Sebaiknya, pasien

menerima profilaksis dalam jangka waktu tidak terbatas. Lihat tabel 2.3 7

Kategori Durasi

Demam rematik tanpa karditis Minimal selama 5 tahun atau sampai usia

11

21 tahun, yang mana lebih lama

Demam rematik dengan karditis tetapi

tanpa penyakit jantung residual (tidak ada

kelainan katup)

Minimal 10 tahun atau hingga dewasa,

yang mana lebih lama

Demam rematik dengan karditis dan

penyakit jantung residual (kelainan katup

persisten)

Minimal 10 tahun sejak episode terakhir

dan minimal sampai usia 40 tahun,

kadang-kadang selama seumur hidup

Tabel 2.3 Durasi profilaksis untuk demam rematik

2.2 PENYAKIT JANTUNG REMATIK

2.2.1 Definisi

Penyakit jantung reumatik (Reumatic Heart Disease) merupakan penyakit

jantung didapat yang sering ditemukan pada anak. Penyakit jantung reumatik

merupakan kelainan katup jantung yang menetap akibat demam reumatik akut

sebelumnya, terutama mengenai katup mitral (75%), aorta (25%), jarang mengenai

katup trikuspid, dan tidak pernah menyerang katup pulmonal. Penyakit jantung

reumatik dapat menimbulkan stenosis atau insufisiensi atau keduanya. 5,8

Terkenanya katup dan endokardium adalah manifestasi paling penting dari

demam rematik. Lesi pada katup berawal dari verrucae kecil yang terdiri dari fibrin

dan sel-sel darah di sepanjang perbatasan dari satu atau lebih katup jantung. Katup

mitral paling sering terkena, selanjutnya diikuti oleh katup aorta; manifestasi ke

jantung-kanan jarang ditemukan. Sejalan dengan berkurangnya peradangan, verrucae

akan menghilang dan meninggalkan jaringan parut. Dengan serangan berulang dari

demam rematik, verrucae baru terbentuk di bekas tempat tumbuhnya verrucae

sebelumnya dan endokardium mural dan korda tendinea menjadi terkena.8

Gambar 2.5 Vegetasi pada katup jantung

12

2.2.2 Patofisiologi

Demam reumatik merupakan kelanjutan dari infeksi faring yang disebabkan

Streptokokus beta hemolitik grup A. Reaksi autoimun terhadap infeksi Streptokokus

secara hipotetif akan menyebabkan kerusakan jaringan atau manifestasi demam

reumatik, sebagai berikut (1) Streptokokus grup A akan menyebabkan infeksi pada

faring, (2) antigen Streptokokus akan menyebabkan pembentukan antibodi pada

hospes yang hiperimun, (3) antibodi akan bereaksi dengan antigen Streptokokus, dan

dengan jaringan hospes yang secara antigenik sama seperti Streptokokus ( dengan

kata lain antibodi tidak dapat membedakan antara antigen Streptokokus dengan

antigen jaringan jantung), (4) autoantibodi tesebut bereaksi dengan jaringan hospes

sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan. 5

Gambar 2.3 Patofisiologi penyakit jantung rematik

Adapun kerusakan jaringan ini akan menyebabkan peradangan pada lapisan

jantung khususnya mengenai endotel katup, yang mengakibatkan pembengkakan daun

katup dan erosi pinggir daun katup. Hal ini mengakibatkan tidak sempurnanya daun

katup mitral menutup pada saat sistolik sehingga mengakibatkan penurunan suplai

darah ke aorta dan aliran darah balik dari ventrikel kiri ke atrium kiri, hal ini

mengakibatkan penurunan curah sekuncup ventrikel sehingga jantung berkompensasi

dengan dilatasi ventrikel kiri, peningkatan kontraksi miokardium, hipertrofi dinding

13

ventrikel dan dinding atrium sehingga terjadi penurunan kemampuan atrium kiri

untuk memompa darah hal ini mengakibatkan kongesti vena pulmonalis dan darah

kembali ke paru-paru mengakibatkan terjadi edema intertisial paru, hipertensi arteri

pulmonalis, hipertensi ventrikel kanan sehingga dapat mengakibatkan gagal jantung

kanan.5,7

2.2.3 Pola Kelainan Katup

1. Insufisiensi mitral

Insufisiensi mitral merupakan akibat dari perubahan struktural yang biasanya

meliputi kehilangan beberapa komponen katup dan pemendekan serta penebalan

korda tendineae. Selama demam rematik akut dengan karditis berat, gagal jantung

disebabkan oleh kombinasi dari insufisiensi mitral yang berpasangan dengan

peradangan pada perikardium, miokardium, endokardium dan epikardium. Oleh

karena tingginya volume pengisian dan proses peradangan, ventrikel kiri mengalami

pembesaran. Atrium kiri berdilatasi saat darah yang mengalami regurgitasi ke dalam

atrium. Peningkatan tekanan atrium kiri menyebabkan kongesti pulmonalis dan gejala

gagal jantung kiri. 8,10

Perbaikan spontan biasanya terjadi sejalan dengan waktu, bahkan pada pasien

dengan insufisensi mitral yang keadaannya berat pada saat onset. Lebih dari separuh

pasien dengan insufisiensi mitral akut tidak lagi mempunyai murmur mitral setelah 1

tahun. Pada pasien dengan insufisiensi mitral kronik yang berat, tekanan arteri

pulmonalis meningkat, ventrikel kanan dan atrium membesar, dan berkembang

menjadi gagal jantung kanan. Insufisiensi mitral berat dapat berakibat gagal jantung

yang dicetuskan oleh proses rematik yang progresif, onset dari fibrilasi atrium, atau

endokarditis infekstif. 8,9

2. Stenosis Mitral

Stenosis mitral pada penyakit jantung rematik disebabkan adanya fibrosis pada

cincin mitral, adhesi komisura, dan kontraktur dari katup, korda dan muskulus

papilaris. Stenosis mitral yang signifikan menyebabkan peningkatan tekanan dan

pembesaran serta hipertrofi atrium kiri, hipertensi vena pulmonalis, peningkatan

rersistensi vaskuler di paru, serta hipertensi pulmonal. Terjadi dilatasi serta hipertrofi

atrium dan ventrikel kanan yang kemudian diikuti gagal jantung kanan.8

14

3. Insufisiensi Aorta

Pada insufisiensi aorta akibat proses rematik kronik dan sklerosis katup aorta

menyebabkan distorsi dan retraksi dari daun katup. Regurgitasi dari darah

menyebabkan volume overload dengan dilatasi dan hipertrofi ventrikel kiri.

Kombinasi insufisiensi mitral dengan insufisiensi aorta lebih sering terjadi daripada

insufisiensi aorta saja. Tekanan darah sistolik meningkat, sedangkan tekanan diastolik

semakin rendah. Pada insufisiensi aorta berat, jantung membesar dengan apeks

ventrikel kiri terangkat.Murmur timbul segera bersamaan dengan bunyi jantung kedua

dan berlanjut hingga akhir diastolik. Murmur tipe ejeksi sistolik sering terdengar

karena adanya peningkatan stroke volume. 8

4. Kelainan Katup Trikuspid

Kelainan katup trikuspid sangat jarang terjadi setelah demam rematik akut.

Insufisiensi trikuspid lebih sering timbul sekunder akibat dilatasi ventrikel kanan.

Gejala klinis yang disebabkan oleh insufisiensi trikuspid meliputi pulsasi vena

jugularis yang jelas terlihat, pulsasi sistolik dari hepar, dan murmur holosistolik yang

meningkat selama inspirasi. 8,10

5. Kelainan Katup Pulmonal

Insufisiensi pulmonal sering timbul pada hipertensi pulmonal dan merupakan

temuan terakhir pada kasus stenosis mitral berat. Murmur Graham Steell hampir sama

dengan insufisiensi aorta, tetapi tanda-tanda arteri perifer tidak ditemukan. Diagnosis

pasti dikonfirmasi oleh pemeriksaan ekhokardiografi dua dimensi serta Doppler.8

2.2.4 Penatalaksanaan Operatif

a. Mitral stenosis

—Prinsip dasar pengelolaan adalah melebarkan lubang katup mitral yang menyempit,

tetapi indikasi intervensi ini hanya untuk penderita kelas fungsional III ke atas.

15

Intervensi dapat bersifat bedah (valvulotomi, rekonstruksi aparat sub valvular,

kommisurotomi atau penggantian katup.8

b.  Insufisiensi Mitral

Penentuan waktu yang tepat untuk melakukan pembedahan katup pada

penderita insufisiensi mitral masih banyak diperdebatkan. Namun kebanyakan ahli

sepakat bahwa tindakan bedah hendaknya dilakukan sebelum timbul disfungsi

ventrikel kiri. Jika mobilitas katup masih baik, mungkin bisa dilakukan perbaikan

katup (valvuloplasti, anuloplasti). Bila daun katup kaku dan terdapat kalsifikasi

mungkin diperlukan penggantian katup (mitral valve replacement). Katup biologik

(bioprotese) digunakan terutama digunakan untuk anak dibawah umur 20 tahun,

wanita muda yang masih menginginkan kehamilan dan penderita dengan kontra

indiksi pemakaian obat-obat antikoagulan. Katup mekanik misalnya Byork Shiley,

St.Judge dan lain-lain, digunakan untuk penderita lainnya dan diperlukan

antikoagulan untuk selamanya.5,8

c.  Stenosis Aorta

Pasien dengan gejala-gejala akibat stenosis aorta membutuhkan tindakan

operatif. Pasien tanpa gejala membutuhkan penanganan yang sangat hati-hati serta

follow up untuk menentukan kapan tindakan bedah dilakukan. Penanganan stenosis

dengan pelebaran katup aorta memakai balon mai diteliti. Pasien-pasien yang dipilih

adalah pasien yang tidak memungkinkan dilakukan penggantian katup karena usia,

adanya penyakit lain yang berat, atau menunjukkan gejala yang berat. Pasien-pasien

dengan gradien sistolik 75 mmHg harus dioperasi walaupun tanpa gejala. Pasien tanpa

gejala tetapi perbedaan tekanan sistolik kurang dari 75 mmhg harus dikontrol setiap 6

bulan. Tindakan operatif harus dilaksanakan bila pasien menunjukkan gejala terjadi

pembesaran jantung, peningkatan tekanan sistolik aorta yang diukur denagn teknik

Doppler. Pada pasien muda bisa dilakukan valvulotomi aorta sedangkan pada pasien

tua membutuhkan penggantian katup. Risiko operasi valvulotomi sangat kecil, 2%

pada penggantian katup dan risiko meningkat menjadi 4% bila disertai bedah pintas

koroner. Pada pembesaran jantung dengan gagal jantung, risiko naik jadi 4 sampai

8%. Pada pasien muda yang tidak bisa dilakukan valvulotomi penggantian katup perlu

dilakukan memakai katup sintetis. Keuntungan katup jaringan ini adalah

16

kemungkinan tromboemboli jarang, tidak diperlukan antikoagulan, dan perburukan

biasanya lebih lambat bila dibandingkan dengan memakai katup sintetis.5

d. Insufisiensi Aorta

Pilihan untuk katup buatan ditentukan berdasarkan umur, kebutuhan, kontra

indikasi untuk koagulan, serta lamanya umur katup. Penderita dengan katup jaringan,

baik porsin atau miokardial mungkin tidak membutuhkan penggunaan antikoagulan

jangka panjang. Risiko operasi kurang lebih 2% pada penderita insufisiensi kronik

sedang dengan arteri koroner normal. Sedangkan risiko operasi pada penderita

insufisiensi berta dengan gagal jantung, dan pada penderita penyakit arteri, bervariasi

antara 4  sampai 10%. Penderita dengan katup buatan mekanis harus mendapat terapi

antikoagulan jangka panjang.5,7

2.2.5 Prognosis

Demam rematik tidak akan kambuh bila infeksi Streptokokus diatasi.

Prognosis sangat baik bila karditis sembuh pada permulaan serangan akut demam

rematik. Selama 5 tahun pertama perjalanan penyakit demam rematik dan penyakit

jantung rematik tidak membaik bila bising organik katup tidak menghilang. Prognosis

memburuk bila gejala karditisnya lebih berat, dan ternyata demam rematik akut

dengan payah jantung akan sembuh 30% pada 5 tahun pertama dan 40% setelah 10

tahun. Dari data penyembuhan ini akan bertambah bila pengobatan pencegahan

sekunder dilakukan secara baik. 5

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

17

Demam rematik merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik non supuratif

yang digolongkan pada kelainan vaskular kolagen atau kelainan jaringan ikat. Proses

rematik ini merupakan reaksi peradangan yang dapat mengenai banyak organ tubuh

terutama jantung, sendi dan sistem saraf pusat. Penyakit demam rematik dan gejala

sisanya, yaitu penyakit jantung rematik, merupakan jenis penyakit jantung didapat

yang paling banyak dijumpai pada populasi anak-anak dan dewasa muda.

Pada penyakit jantung rematik tidak hanya terjadi kerusakan pada daun katup

akibat timbulnya vegetasi pada permukaannya, namun seluruh katup mitral

mengalami kerusakan (dengan pelebaran annulus dan tertariknya korda tendineae).

Katup mitral merupakan katup yang paling sering dan paling berat mengalami

kerusakan dibandingkan dengan katup aorta dan lebih jarang pada katup trikuspid dan

pulmonalis.

Demam rematik akut didiagnosis berdasarkan kriteria Jones dimana

didapatkan minimal dua gejala mayor atau satu gejala mayor dan dua gejala minor,

ditambah adanya bukti pemeriksaan yang menunjukkan adanya infeksi streptokokus.

Dua gejala mayor selalu lebih kuat dibandingkan satu gejala mayor dengan dua gejala

minor.

Penatalaksanaan pada demam rematik maupun penyakit jantung rematik

antara lain tirah baring, eradikasi streptokokus, pemberian obat anti-inflamasi,

pencegahan primer dan sekunder serta tindakan operatif pada kelainan katup.

DAFTAR PUSTAKA

18

1. Affandi MB. Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik: Diagnosis,

penatalaksanaan dan gambaran klinik pada pemeriksaan pertama di RSCM

Bagian 1K Anak, Jakarta 1978-1981. Maj Kes Mas 1986; XVI (4): 240-48.

2. Wahab AS. Penanganan Demam Rematik pada Anak. Berita Kedokteran

Masyarakat 1989; V (5): 196-203

3. World Health Organization. WHO program for the prevention of rheumatic

fever/rheumatic heart disease in 16 developing countries: report from Phase

1(1986-90). Bull WHO 1992; 70(2): 213-18

4. Koshi G, Benjamin V, Chenan G. Rheumatic fever and rheumatic heart

disease in rural South Indian children. Bull WHO 1981; 59 (4): 599-603

5. Stollerman GH. Rheumatic Fever. In: Braunwald, E. etal (eds). Harrison's

Principles of Internal Medicine. 16th. ed. Hamburg. McGraw-Hill Book.

2005 : 1977-79

6. Soeroso S dkk. Tinjauan Prevalensi Demam Rematik dan Penyakit Jantung

Rematik pada Anak di Indonesia. Dalam: Sastrosubroto H. dkk (ed). Naskah

Lengkap Simposium dan Seminar Kardiologi Anak. Semarang. 27 September

1986: 1-11

7. Park M. Pediatric Cardiology for Practicioners. 5th ed. Philadelphia: Mosby

Elsevier. 2008

8. Kliegman R, Behrman R, Jenson H. Rheumatic Heart Disease in Nelson

Textbook of Pediatric. 18th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier. 2007. p.1961-

63

9. Markum A.H. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1. Jakarta : FKUI, 2002.

599-613.

10. Price, Sylvia Anderson and Lorraine McCarty Wilson. 2005. Patofisiologi

Konsep Klinis Proses-proses penyakit. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran

EGC. p. 613-27

19