11 BAB IV
-
Upload
berliany-l-ganie-fhatwa -
Category
Documents
-
view
74 -
download
1
Transcript of 11 BAB IV
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
Berdasarkan Penelitian yang dilakukan di SD Xaverius II Palembang
mengenai faktor-faktor yang yang mempengaruhi obesitas pada anak SD kelas IV
dan V tahun 2011 dengan jumlah sampel sebesar 172 orang anak yang terdiri dari
90 orang anak kelas IV dan 82 orang anak kelas V.
Pada hasil penelitian ini menggunakan dua metode teknis analisis data yaitu
analisis univariat dan analisis bivariat. Analisis univariat yang diteliti pada
penelitian ini terdiri dari gambaran obesitas siswa-siswi SD Xaverius II tahun
2011, gambaran Jenis kelamin siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011, gambaran
genetik siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011, gambaran prilaku makan siswa-
siswi SD Xaverius II tahun 2011, gambaran aktivitas fisik siswa-siswi SD
Xaverius II tahun 2011, gambaran pengetahuan orang tua siswa-siswi SD
Xaverius II tahun 2011 yang disajikan dalam bentuk tabel dan diagram. Pada
penelitian ini juga menggunakan analisis bivariat yang terdiri dari hubungan jenis
kelamin dengan kejadian obesitas pada siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011,
hubungan genetik dengan kejadian obesitas pada siswa-siswi SD Xaverius II
tahun 2011, hubungan prilaku makan dengan kejadian obesitas pada siswa-siswi
SD Xaverius II tahun 2011, hubungan aktivitas fisik dengan kejadian obesitas
pada siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011, hubungan pengetahuan orang tua
dengan kejadian obesitas pada siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011 yang
disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.
4.1.1. Analisis Univariat
A. Obesitas
Obesitas merupakan keadaan terdapatnya penimbunan lemak
yang berlebihan dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal.
Untuk mengetahui kejadian obesitas pada anak SD Xaverius II tahun
46
47
2011 dilakukan pengukuran status gizi siswa-siswi dengan cara
mengukur berat badan dan tinggi badan, setelah itu dicari nilai IMT
dan dibandingkan dengan standart persentil IMT menurut umur.
Tabel 4.1. Gambaran Obesitas Siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011
Variabel Jumlah Persentase (%)1. Obesitas ( ≥ 95th)2. Tidak Obesitas (< 95th)
10468
60,5%39,5%
Total 172 100%
Diagram 4.1. Gambaran Obesitas Siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011
Berdasarkan tabel dan diagram 4.1 diatas diketahui bahwa
60,5% (n=104) anak mengalami obesitas dan 39,5% (n=68) anak
memiliki status gizi tidak obesitas.
B. Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan tanda biologis yang membedakan
manusia laki-laki dan perempuan. Variabel ini diukur dengan cara
melakukan observasi dan pengambilan data dari sekolah. Gambaran
60,5%39,5%
48
karakteristik murid SD Xaverius II Palembang yang berupa jenis
kelamin dapat dilihat pada tabel dan diagram 4.2.
Tabel 4.2.Gambaran Jenis Kelamin Siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011
Variabel Jumlah Persentase (%)Jenis Kelamin- Laki laki- Prempuan
10864
62,8%37,2%
Total 172 100%
Diagram 4.2. Gambaran Jenis Kelamin Siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011
Pada tabel dan diagram 4.2 diatas diketahui sebagian besar anak
berjenis kelamin laki-laki dengan presentase 62,8% (n=108) dan
37,2% (n=64) anak berjenis kelamin perempuan.
C. Genetik
Genetik merupakan suatu sifat fisik yang diturunkan oleh kedua
orang tua, dalam penelitian ini genetik didapatkan dari perhitungan
IMT dari ayah dan ibu siswa-siswi SD Xaverius II yang tinggi badan
dan berat badan masing-masing orang tua didapatkan melalui
62,8%
37,2%
49
pengisian angket. Gambaran genetik siswa siswi SD Xaverius II dapat
dilihat dalam tabel dan diagram 4.3.
Tabel 4.3. Gambaran Genetik Siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011Gennetik Jumlah Presentase (%)- Kedua orang tua
obesitas- Salah satu orang
tua obesitas
24
54
14%
31,4%
- Orang tua tidak obesitas
94 54,7%
Total 172 100%
Diagram 4.3. Gambaran Genetik Siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011
Pada tabel dan diagram 4.3 diketahui sebagian besar kedua
orang tua siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011 tidak obesitas yaitu
sebesar 54,7% (n=94). Ada salah satu orang tua dari siswa-siswi SD
Xaverius II tahun 2011 yang menderita obesitas yaitu sebesar 31,4%
(n=54), sedangkan untuk kedua orang tua yang menderita obesitas
sebesar 14% (n=24).
D. Prilaku Makan
14%
31,4%54,7%
50
Prilaku makan merupakan kebiasaan mengkonsumsi makanan
pada anak-anak. Pada penelitian ini prilaku makan dinilai melalui
sistem scoring dengan indikator pertanyaan mengenai kebiasaan
sarapan, frekuensi makan, makanan junk food, jajanan disekolah,
makanan cemilan saat menonton TV, mengkonsumsi buah dan sayur.
Gambaran prilaku makan anak SD Xaverius II Palembang dapat
dilihat pada tabel dan diagram 4.4.
Tabel 4.4.Gambaran Perilaku Makan Siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011
Perilaku makan Jumlah Presentase (%)- Perilaku makan
buruk ( < 60% )100 58,1%
- Perilaku makan baik ( 60% )
72 41,9%
Total 172 100%
Diagram 4.4. Gambaran Perilaku Makan Siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011
Pada tabel dan diagram 4.4 didapatkan sebagian besar siswa-
siswi SD Xaverius II tahu 2011 memiliki prilaku makan yang buruk
58,1%41,9%
51
sebesar 58,1% (n=100) dan 41,9% (n=72) siswa-siswi memiliki
perilaku makan yang baik.
E. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik merupakan suatu aktivitas atau keluaran energi
yang dilakukan oleh seseorang. Aktivitas fisik dalam penelitian ini
diukur dengan menggunakan buku harian energi dimana siswa-siswi
SD Xaverius II yang menjadi sampel penelitian mengisi seluruh
kegiatan yang mereka lakukan selama satu hari mulai dari bangun
tidur sampai tidur kembali. Gambaran aktivitas fisik siswa-siswi SD
Xaverius II dapat dilihat pada tabel dan diagram 4.5.
Tabel 4.5. Gambaran Aktivitas Fisik Siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011
Aktivitas fisik Jumlah Presentase (%)- Rendah(<2000kkal) 125 72,7%- Tinggi (2000kkal) 47 27,3%Total 172 100%
Diagram 4.5. Gambaran Aktivitas Fisik Siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011
Pada tabel dan diagram 4.5 dapat diketahui sebagian besar
aktivitas fisik yang dilakukan siswa-siswi SD Xaverius II bernilai
72,7%
27,3%
52
rendah, yaitu sebesar 72,7% (n=125). Sedangkan siswa-siswi yang
memiliki aktivitas fisik bernilai tinggi, memiliki presentase sebesar
27,3 % (n=47).
F. Pengetahuan Orang Tua
Pengetahuan adalah hasil dari tahu atau tingkat kepahaman
orang tua terhadap gizi. Penilaian pengetahuan orang tua ini
didapatkan melalu pembagian angket yang berisikan 20 pertanyaa
yang diisi oleh ibu dari siswa-siswi SD Xaverius II. Gambaran
pengetahuan orang tua dapat dilihat pada tabel dan diagram 4.6.
Tabel 4.6.Gambaran Pengetahuan Orang Tua Siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011
Pengetahuan Orang Tua
Jumlah Presentase (%)
- Rendah (<60%) 52 30,2%- Tinggi (60%) 120 69,8%
Total 172 100%
Diagram 4.6.Gambaran Pengetahuan Orang Tua Siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011
Pada tabel dan diagram 4.6 dapat dilihat sebagian besar orang
tua siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011 memiliki tingkat
30,2%
69,8%
53
pengetahuan yang tinggi yaitu sebesar 69,8 % (n=120), sedangkan
untuk orang tua yang memiliki tingkat pengetahuan yang rendah
sebesar 30,2% (n=52).
4.1.2.Analisis Bivariat
A. Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Obesitas pada
Siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011
Berdasarkan hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan
serta hasil pengamatan dan data sekolah terhadap siswa-siswi SD
Xaverius II tahun 2011 dapat diketahui pada tabel 4.7 dan grafik 4.1
bahwa sebagian anak yang mengalami obesitas berjenis kelamin laki-
laki yaitu 67,6% (n=73), dan 48,4% (n=31) berjenis kelamin
perempuan.
Tabel 4.7. Hubungan Jenis Kelamin Dengan Kejadian Obesitas pada Siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011
Jenis Kelamin
Status obesitasPR
(95% CI)PObesitas
Tidak obesitas
Jumlah
N % N % N %Laki laki 73 67,6% 35 51,5% 108 100%
Perempuan 31 48,4% 33 48,5% 64 100%1,395
(1,050-1,855)0,020*
Jumlah 104 60,5% 68 39,5% 172 100%
54
Grafik 4.1. Hubungan Jenis Kelamin Dengan Kejadian Obesitas pada Siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011
Hasil uji statistik didapatkan nilai p= 0,020* ( p <0,05 ), maka
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara jenis
kelamin dengan kejadian obesitas pada siswa-siswi SD Xaverius II
Palembang. Nilai PR (Prevalence Rate) 1,39 (PR > 1) yang berarti
jenis kelamin merupakan faktor resiko dari terjadinya obesitas (95%
CI: 1,050-1,855).
B. Hubungan Genetik dengan Kejadian Obesitas pada Siswa-
siswi SD Xaverius II tahun 2011
Dari hasil penelitian ini juga melihat hubungan genetik dengan
kejadian obesitas pada siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011.
Berdasarkan analisis statistik pada tabel 4.8 dan grafik 4.2 dapat
dilihat bahwa 80,8% (n=63) anak yang mengalami obesitas memiliki
orang tua yang juga menderita obesitas, sedangkan 43,6% (n=41) anak
yang mengalami obesitas memiliki orang tua yang tidak menderita
obesitas.
55
Tabel 4.8. Hubungan Genetik Dengan Kejadian Obesitas pada Siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011
Genetik
Status obesitas
ObesitasTidak
obesitasJumlah PR
(95% CI)P
N % N % N % Orang tua
obesitas63 80,8% 15 19,2% 78 100%
1,852(1,436-2,387)
0,005* Orang tua tidak obesitas
41 43,6% 53 56,4% 94 100%
Jumlah 104 60,5% 68 39,5% 172 100%
Grafik 4.2. Hubungan Genetik Dengan Kejadian Obesitas pada Siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011
Nilai p= 0,005* ( p < 0,05 ), maka dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara genetik dengan kejadian obesitas
pada siswa-siswi SD Xaverius II Palembang, dimana nilai PR
(Prevalence Rate) sebesar 1,852 (PR > 1) artinya adalah genetik
merupakan faktor resiko terjadinya obesitas ( 95% CI: 1,436-2,387).
56
C. Hubungan Perilaku Makan dengan Kejadian Obesitas pada
Siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011
Penelitian ini melihat hubungan prilaku makan dengan kejadian
obesitas pada siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011. Berdasarkan
hasil uji statistik pada tabel 4.9 dan grafik 4.3 dapat dilihat bahwa
70,0% (n=70) anak yang obesitas berprilaku makan buruk, sedangkan
47,2% (n=34) anak yang obesitas memiliki prilaku makan yang baik.
Tabel 4.9. Hubungan Prilaku Makan Dengan Kejadian Obesitas pada Siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011
Perilaku Makan
Status obesitasPR
(95% CI)PObesitas
Tidak obesitas
Jumlah
N % N % N % Perilaku
makan buruk
70 70,0% 30 30,0% 100 100%
1,482(1,125-1,953)
0,004* Perilaku makan baik
34 47,2% 38 52,8% 72 100%
Jumlah 104 60,5% 68 39,5% 172 100%
Grafik 4.3. Hubungan Prilaku Makan Dengan Kejadian Obesitas pada Siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011
57
Nilai p yang didapat dari hasil uji satistik sebesar p=0,004* (p <
0,05), maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara
prilaku makan dengan kejadian obesitas pada siswa-siswi SD
Xaverius II Palembang. Nilai PR (Prevalence Rate) sebesar 1,482
(PR>1) artinya prilaku makan merupakan faktor resiko dari obesitas
(95% CI: 1,125-1,953).
D. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Obesitas pada
Siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011
Penelitian yang dilakukan di SD Xaverius II juga untuk melihat
hubungan aktivitas fisik dengan kejadian obesitas pada siswa-siswi
SD Xaverius II tahun 2011. Dari tabel 4.10 dan grafik 4.4
menunjukkan bahwa 72,8% (n=91) anak yang mengalami obesitas
memiliki aktivitas fisik yang rendah, dan pada anak obesitas yang
memiliki aktivitas fisik yang tinggi sebesar 27,7% (n=13).
Tabel 4.10. Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Kejadian Obesitas pada Siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011
Aktivitas Fisik
Status obesitas
PR (95% CI) PObesitasTidak
obesitasJumlah
N % N % N %Rendah 91 72,8% 34 27,2% 125 100%
2,632(1,637- 4,231)
0,005*Tinggi 13 27,7% 34 72,3% 47 100%Jumlah 104 60,5% 68 39,5% 172 100%
58
Grafik 4.4. Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Kejadian Obesitas pada Siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011
Berdasarkan uji statistik dapat dilihat nilai p= 0,005 (p < 0,05),
maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
aktivitas fisik dengan kejadian obesitas pada siswa-siswi SD Xaverius
II Palembang. Nilai PR (Prevalence Rate) sebesar 2,632 (PR> 1) yang
artinya aktivitas fisik merupakan faktor resiko dari terjadinya obesitas
( 95% CI: 1,637- 4,231).
E. Hubungan Pengetahuan Orang Tua dengan Kejadian
Obesitas pada Siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011
Penelitian ini juga melihat hubungan pengetahuan orang tua
dengan kejadian obesitas pada siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011.
Pada tabel 4.11 dan grafik 4.5 menunjukkan bahwa 71,2% (n=37)
anak yang obesitas memiliki orang tua yang berpengetahuan rendah,
sedangkan 55,8% (n=67) anak yang obesitas memiliki orang tua yang
berpengetahuan tinggi.
59
Tabel 4.11. Hubungan Pengetahuan Orang tua Dengan Kejadian Obesitas pada Siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011
Pengetahuan Orang tua
Status obesitas
PR (95% CI) PObesitasTidak
obesitasJumlah
N % N %Rendah 37 71,2% 15 28,8% 52 100%
1,274(1,007-1,612)
0,086*Tinggi 67 55,8% 53 44,2% 120 100%Jumlah 104 60,5% 68 39,5% 172 100%
Grafik 4.5. Hubungan Pengetahuan Orang tua Dengan Kejadian Obesitas pada Siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011
Dari hasil uji statistik dapat dilihat nilai p = 0,086* (p > 0,05),
maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan signifikan antara
pengetahuan gizi orang tua dengan kejadian obesitas pada siswa-siswi
SD Xaverius II Palembang.
4.2. Pembahasan
Dari hasil pengukuran, wawancara dan angket yeng telah dilakukan
didapatkan data mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi obesitas pada
anak kelas IV dan V SD Xaverius II Palembang. Ada 2 variabel yang akan
dibahas pada penelitian ini berdasarkan metode teknis analisis data yaitu
60
dependent (obesitas) dan independent (jenis kelamin, genetik, prilaku
makan, aktivitas fisik, pengetahuan orang tua).
4.2.1.Variabel Dependent (Obesitas)
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan pengklasifikasian
data berat badan dan tinggi badan, setelah itu dicari nilai IMT dan
dibandingkan dengan standart persentil IMT menurut umur.
Pengklasifikasian pada penelitian ini dilakukan pada 172 sampel dari siswa-
siswi kelas IV dan V SD Xaverius II Palembang, didapatkan responden
yang mengalami obesitas sebesar 60,5% (n=104) orang anak. Hasil ini lebih
tinggi dibandingkan dengan penelitian Yusac (2007) di Jakarta Timur
sebesar 31% dan data anak obesitas menurut RIKESDAS (2010) di
Indonesia sebesar 9,2%. Hal ini semakin menguatkan teori double burden
masalah kesehatan di Indonesia. Kejadian ini terjadi karena fokus perhatian
tertuju pada masalah kurang gizi, sedangkan masalah kesehatan gizi anak
pada tahun-tahun terakhir ini, prevalensinya mengalami peningkatan adalah
obesitas (Dietz, 1987).
Masalah obesitas pada anak diperparah dengan masih banyaknya
pendapat di masyarakat yang mengira bahwa anak yang gemuk adalah anak
yang sehat. Oleh karena itu masalah obesitas harus segera ditangani, karena
obesitas pada anak merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
kejadian obesitas saat dewasa. Sekitar 26% bayi dan anak dengan status
obesitas tetap menderita obesitas dua puluh tahun kedepan (Adriyanti, 2010;
Soetjiningsih,1995).
Obesitas dianggap sebagai sinyal pertama dari munculnya kelompok
penyakit-penyakit non infeksi (Non Communicable Disease) seperti diabetes
melitus dan hipertensi yang sekarang ini banyak terdapat di negara maju
maupun negara-negara berkembang. Fenomena ini sering diberi nama “New
World Syndrome” atau sindrom dunia baru dan telah menimbulkan beban
sosial-ekonomi serta kesehatan masyarakat yang sangat besar di negara-
negara berkembang termasuk Indonesia (Hadi, 2005).
61
4.2.2. Variabel Independent
A. Jenis Kelamin
Penilaian variabel jenis kelamin dilakukan dengan cara
mengobservasi serta mengambil data sekolah SD Xaverius II. Dari
penelitian ini didapatkan kejadian obesitas lebih banyak terjadi pada
anak jenis kelamin laki-laki sebesar 67,6% dibandingkan dengan anak
perempuan yang sebesar 48,4%. Dari hasil analisis univariat
didapatkan adanya hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian
obesitas p=0,020* (p<0,05), dan nilai PR (Prevalence Rate) = 1,395
(1,050-1,855) yang berarti jenis kelamin merupakan faktor resiko dari
terjadinya obesitas. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Rahmawati
(2009) dan Nugroho (1999), didapatkan hubungan yang bermakna
antara jenis kelamin dengan kejadian obesitas (p=0,000*) dan juga
prevalensi kejadian obesitas lebih banyak terhadap anak laki-laki.
Kejadian obesitas pada anak laki-laki kemungkinan beresiko
lebih gemuk di usia 8-12 tahun yang disebabkan oleh peningkatan
lemak pra pubertas yang cepat dan akan terus berlangsung hingga
remaja (Wohl dalam Rahmawati, 2009).
Pada usia 10-12 tahun kebutuhan gizi anak laki-laki dan
perempuan berbeda. Anak perempuan biasanya sudah mulai haid
sehingga memerlukan protein dan zat besi yang lebih banyak (RSCM
dan PERSAGI, 1998).
Berdasarkan RISKESDAS tahun 2007, data anak overwight
maupun obesitas di Indonesia untuk umur 6-14 tahun pada anak laki-
laki sebesar 9,5% dan perempuan sebesar 6,4%, sedangkan data anak
overwight maupun obesitas khusunya di daerah Sumatera Selatan,
anak umur 6-14 tahun pada laki-laki sebesar 16% dan 11% pada
perempuan.
Menurut Pediatric Academic Society (PAS) dalam Farid (2007),
sejak tahun 1970 kejadian obesitas pada anak meningkat, hingga kini
meningkat dua kali lipat pada anak usia 2-5 tahun dan usia 12-19
62
tahun, bahkan meningkat tiga kali lipat pada anak usia 6-11 tahun.
Sedangkan penelitian Damayanti (2002), mengatakan bahwa dari
penelitian yang dilakukan di 14 kota besar di Indonesia, angka
kejadian obesitas pada anak tergolong relatif tinggi, antara 10-20%
dengan nilai yang terus meningkat hingga kini.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan ternyata
hasilnya berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Weiss
dkk (2004), yang menunjukkan bahwa anak perempuan memiliki
prevalensi yang lebih besar dari pada anak laki-laki, namun pada
penelitian tersebut tidak dinilai adanya hubungan jenis kelamin
dengan kejadian obesitas.
Jenis kelamin perempuan memiliki kecenderungan kuat untuk
menjadikan kelebihan energi yang dimiliki menjadi simpanan lemak.
Pola penggunaan energi atau “pemisahan energi” pada perempuan
menyebabkan proses penimbunan lemak dan keseimbangan energi
positif atau energi intake lebih besar dari pada energi expenditure.
Sementara pada laki-laki lebih cenderung menggunakan kelebihan
energi untuk sintesis protein (Sevita, 2009).
Terdapatnya perbedaan antara persentase laki-laki dan
perempuan yang lebih beresiko terhadap kejadian obesitas pada
penelitian ini dikarenakan perbedaan jumlah sampel laki-laki dan
perempuan.
B. Genetik
Penelitian mengenai variabel genetik dilakukan dengan
pembagian angket kepada siswa-siswi SD Xaverius II kelas IV dan V
yang dibawa pulang untuk diisi oleh orang tua. Kemudian setelah
mendapatkan kembali angket yang telah berisi berat badan dan tinggi
badan orang tua siswa-siswi dilakukan perhitungan IMT. Berdasarkan
hasil penelitian didapatkan 80,8% anak yang mengalami obesitas
memiliki orang tua yang juga menderita obesitas, sedangkan 43,6%
63
anak yang mengalami obesitas memiliki orang tua yang tidak
menderita obesitas. Dari hasil uji statistik dengan metode chi-square
didapatkan hasil p=0,005* (p<0,05) yang menandakan adanya
hubungan antara genetik dengan kejadian obesitas, dan didapatkan PR
(Prevalence Rate) = 1,852 (1,436 -2,387) artinya genetik merupakan
faktor resiko terjadinya obesitas.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yulian (2008)
didapatkan persentase dari faktor genetik yaitu 28,3% anak yang
obesitas memiliki ibu yang menderita obesitas dan sebesar 33,9%
yang memiliki ayah menderita obesitas, namun penelitian tersebut
tidak dicari hubungan antara kejadian obesitas dengan genetik.
Faktor Genetik yang diketahui mempunyai peranan kuat adalah
parental fatness, anak yang obesitas biasanya berasal dari keluarga
yang obesitas. Bila kedua orang tua obesitas, sekitar 80% anak-anak
mereka akan menjadi obesitas. Bila salah satu orang tua obesitas
kejadiannya menjadi 40%, dan bila kedua orang tua tidak obesitas
maka prevalensi obesitas akan turun menjadi 14%. Peningkatan resiko
menjadi obesitas tersebut kemungkinan disebabkan oleh pengaruh gen
atau faktor lingkungan dalam keluarga (Damayanti, 2002).
Obesitas berat dengan awitan dini dapat disebabkan karena
adanya defek pada gen yang mengkode hormon derivat adiposa,
seperti leptin, neuropeptidase (seperti propiomelanokortin, cocain-
and amphetamine regulated transcript (CART), dan mekanicortine-4)
atau reseptor untuk ligan-ligan tersebut (Debora, 2008).
Berdasarkan hipotesis Barker dalam Hidayati (2010),
menyatakan bahwa perubahan lingkungan nutrisi intrauterine
menyebabkan gangguan perkembangan organ-organ tubuh terutama
kerentanan terhadap pembentukan janin, dan adanya pengaruh diet
serta stress lingkungan dapat merupakan faktor predisposisi timbulnya
berbagai penyakit dikemudian hari. Mekanisme kerentanan genetik
terhadap terjadinya obesitas dapat melalui efek pada resting metabolic
64
rate, thermogenesis non exercise, kecepatan oksidasi lipid dan kontrol
nafsu makan yang jelek. Dengan demikian kerentanan obesitas
ditentukan secara genetik sedangkan lingkungan menentukan ekspresi
fenotipe.
Dalam penelitian ini terdapat hubungan antara genetik dengan
kejadian obesitas, namun perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan
tempat yang berbeda, sampel yang lebih banyak, serta dilakukan
dengan pengukuran langsung berat badan dan tinggi badan orang tua
siswa-siswi, agar dapat mendukung kevalidan penelitian ini dan
sebagai sumber informasi yang baru. Hal ini disebabkan pada
penelitian mengenai faktor genetik pada siswa-siswi SD Xaverius II,
pada pengukuran berat badan dan tinggi badan orang tua dengan
menggunakan angket yang dibawa pulang oleh siswa-siswi untuk diisi
oleh orang tua mereka, dimana dalam pengisian angket tanpa
pengawasan dari peneliti, sehingga memungkinkan terjadinya bias
seperti pengukuran berat badan yang tidak akurat dan pengisian
angket yang dilakukan oleh orang lain.
C. Prilaku Makan
Variabel prilaku makan diukur berdasarkan pengisian kuesioner
pertanyaan terhadap kebiasaan sarapan, frekuensi makan, makanan
junk food, jajanan disekolah, makanan cemilan saat menonton TV,
mengkonsumsi buah dan sayur siswa-siswi SD Xaverius II kelas IV
dan V yang dipandu oleh peneliti. Dari penelitian ini didapatkan
sebagian besar anak yang obesitas memiliki prilaku makan buruk
yaitu sebesar 70,0% dan 47,2% anak memiliki prilaku makan yang
baik. Berdasarkan hasil uji statistik dengan metode chi-square
didapatkan terdapat hubungan yang signifikan antara prilaku makan
dengan kejadian obesitas dengan p=0,004* (p<0,05). Prilaku makan
juga merupaka faktor resiko terjadinya obesitas dengan hasil PR
(Prevalence Rate) = 1,482 (1,125 – 1,953).
65
Kebiasaan makan berlebihan merupakan faktor utama pemicu
obesitas, terutama kebiasaan mengkonsumsi makan dan minuman
yang mengadung karbohidrat dan lemak. Intake makanan yang
melebihi pengeluaran energi akan mengakibatkan kelebihan energi
yang nantinya akan tertimbun di bawah lapisan kulit dalam bentuk
lemak. Apabila berlangsung terus-menerus, maka timbunan lemak ini
akan melebihi ambang batas normal dan akan memicu terjadinya
obesitas (Wiich, 1983).
Pada penelitian yang dilakukan Sevita (2009) tidak ada
hubungan kebiasaan mengkonsumsi energi dengan kejadian obesitas
dengan p=0,052 dan pada penelitian tersebut juga didapatkan adanya
hubungan antara kebiasaan konsumsi serat dengan kejadian obesitas
(p=0,040). Hal ini didukung oleh penelitian Rahmawati (2009)
didapatkan tidak ada hubungan antara frekuensi jajan dengan kejadian
obesitas (p=1,000) serta didapatkan hubungan yang bermakna antara
frekuensi makanan cepat saji dengan kejadian obesitas (p=0,050).
Asupan dan pengeluaran energi tubuh diatur oleh mekanisme
saraf dan hormonal. Hampir setiap individu, pada saat asupan
makanan meningkat, konsumsi kalori juga ikut meningkat, begitupun
sebaliknya. Karena itu, berat badan dipertahankan secara baik dalam
cakupan yang sempit dalam waktu yang lama. Keseimbangan yang
baik ini dipertahankan oleh internal set point atau lipostat, yang dapat
mendeteksi jumlah energi yang tersimpan (jaringan adiposa) dan
semestinya meregulasi asupan makanan supaya seimbang dengan
energi yang dibutuhkan (Kane dan Kumar, 2004).
Pada mekanisme neurohormonal ada 3 sistem dalam yang
beperan dalam mengatur keseimbangan berat badan. mekanisme
pertama melalui sistem aferen yang berasal dari jaringan adiposa yang
menghasilkan hormon hormon yang bekerja jangka panjang seperti
insulin dan leptin dan juga hormon yang menjadi mediator dalam
waktu singkat seperti gherlin. Sistem aferen ini mengalami integrasi
66
dengan sistem yang kedua yaitu central processing unit, terutama
terdapat pada hipotalamus setelah itu dihubungkan ke sistem yang
ketiga yaitu Sistem efektor yang membawa perintah dari hypothalamic
nuclei dalam bentuk reaksi untuk makan dan pengeluaran energi. Pada
anak yang prilaku makannya buruk diikuti oleh aktivitas fisik yang
kurang atau asupan makan lebih tinggi dari keluaran energi yang
nantinya akan menyebabkan penumpukan lemak, sehingga akan
terjadi proses anabolisme, dimana senyawa-senyawa kimia sederhana
akan diubah menjadi senyawa kimia yang komplek berupa lemak
sebagai cadangan energi yang sebagian besar berada di jaringan
adiposa dan hati. Penumpukan lemak yang terus menerus tanpa
diimbangi dengan pemecahan lemak melalui pengeluaran energi
melalui aktivitas fisik menyebabkan obesitas pada anak (Kane dan
Kumar, 2004).
D. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik sebagai salah satu usaha untuk mengeluarkan
kelebihan energi yang dikonsumsi. Aktivitas fisik dalam penelitian ini
diukur dengan menggunakan buku harian energi dimana siswa-siswi
SD Xaverius II yang menjadi sampel penelitian mengisi seluruh
kegiatan yang mereka lakukan selama satu hari mulai dari bangun
tidur sampai tidur kembali.
Berdasarkan penelitian ini didapatkan 72,8% anak yang
mengalami obesitas memiliki aktivitas fisik yang rendah, dan pada
anak obesitas yang memiliki aktivitas fisik yang tinggi sebesar 27,7%.
Dari hasil uji statistik dengan metode chi-square didapatkan ada
hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian obesitas dengan
p=0,005* (p<0,05). Aktivitas fisik juga merupakan faktor resiko
terjadinya obesitas dengan PR (Prevalence Rate) = 2,632 (1,637 –
4,231).
67
Menurut penelitian Yulian (2008), mendapatkan hubungan
antara aktivitas fisik dengan kejadian obesitas dengan nilai p=0,001.
Penelitian yang dilakukan oleh Sevita (2009), juga menyatakan ada
hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian obesitas dengan nilai
p=0,031. Hasil-hasil penelitian tersebut mendukung hasil penelitian
ini.
Rendahnya aktivitas fisik menyebabkan ketidakseimbangan
antara asupan energi dengan keluaran energi (energy expenditures)
sehingga terjadi kelebihan energi yang selanjutnya disimpan dalam
bentuk jaringan lemak. Pengaruh aktivitas fisik juga dapat dijelaskan
melalui mekanisme neurohormonal yaitu melalui 3 sistem yang
beperan dalam mengatur keseimbangan berat badan. Mekanisme
pertama melalui sistem aferen yang berasal dari jaringan adiposa yang
menghasilkan hormon hormon yang bekerja jangka panajang seperti
insulin dan leptin dan juga hormon yang menjadi mediator dalam
waktu singkat seperti gherlin. Sistem aferen ini mengalami integrasi
dengan sistem yang kedua yaitu central processing unit, terutama
terdapat pada hipotalamus, setelah itu dihubungkan ke sistem yang
ketiga yaitu sistem efektor yang membawa perintah dari hypothalamic
nuclei dalam bentuk reaksi untuk makan dan pengeluaran energi.
Dalam aktivitas fisik, hormon yang terlibat adalah hormon insulin dan
leptin, tetapi hormon leptin lebih berperan dari pada insulin dalam
mekanisme ini, sehingga terjadi keseimbangan berat badan. Sel-sel
adiposa berkomunikasi dengan pusat hypothalamic yang mengontrol
selera makan dan pengeluaran energi dengan cara mengeluarkan
leptin, yang merupakan salah satu jenis sitokin. Jika terdapat
simpanan energi yang berlimpah dalam bentuk jaringan adiposa, akan
dihasilkan leptin dalam jumlah besar lalu melintasi sawar darah otak,
dan berikatan dengan reseptor leptin. Reseptor leptin menghasilkan
sinyal yang mempunyai dua efek, yaitu menghambat jalur anabolisme
dan memicu jalur katabolisme melalui neuron yang berbeda. Hasil
68
akhir dari leptin adalah mengurangi asupan makanan dan memacu
pengeluaran energi. Karena itu, dalam beberapa saat, energi yang
tersimpan dalam sel-sel adiposa mengalami reduksi dan
mengakibatkan berat badan berkurang. Pada keadaan ini, ekuilibrium
atau energy balance akan tercapai, tetapi pada anak-anak yang
menderita obesitas didapatkan kadar hormon leptin yang meningkat.
Dimana peningkatan hormon leptin ini tidak diimbangi dengan
pengendalian nafsu makan dan aktivitas fisik yang menyebabkan
resistensi pada leptin, tetapi belum dapat diketahui penyebab dari
resistensi hormon leptin tersebut (Kane dan Kumar, 2004).
Pola aktivitas fisik berperan dalam meningkatkan resiko obesitas
pada anak. Obesitas dapat terjadi karena aktivitas fisik yang kurang
sehingga mengakibatkan kelebihan energi. Tersedianya berbagai
macam fasilitas yang memudahkan hidup, dan tidak membutuhkan
banyak energi, mengakibatkan tubuh kurang bergerak. Aktivitas fisik
secara teratur seperti olah raga sangat penting dalam upaya
penanggulangan obesitas pada anak (Damayanti dan Muhilal, 2006 ;
Soetjiningsih, 1998).
E. Pengetahuan Orang Tua
Hasil penelitian mengenai faktor pengetahuan orang tua yang
mempengaruhi obesitas pada anak kelas IV dan V di SD Xaverius II
Palembang didapatkan, sebagian besar anak yang obesitas memiliki
orang tua yang berpengetahuan rendah sebesar 71,2% dan 55,8%
memiliki pengetahuan yang tinggi. Berdasarkan hasil uji statistik
dengan metode chi-square didapatkan tidak ada hubungan yang
signifikan secara statistik antara pengetahuan gizi orang tua (ibu)
dengan kejadian obesitas dengan p=0,086* (p > 0,05). PR= 1,274
(1,007-1,612) yang menunjukkan pengetahuan orang tua merupakan
faktor resiko terjadinya obesitas.
69
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh sevita (2009) dimana tidak didapatkan hubungan antara
pengetahuan orang tua dengan kejadian obesitas (p=0,476) dan dari
penelitian tersebut didapatkan juga pengetahuan orang tua merupakan
faktor resiko dari terjadinya obesitas (PR=1,534).
Menurut Notoatmodjo (1993), pengetahuan merupakan domain
yang terpenting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Dari
pengalaman dan pengetahuan terbukti bahwa prilaku yang didasari
oleh pengetahuan akan bertahan lama dibandingkan dengan prilaku
yang tidak didasari pengetahuan. Ketika ibu memiliki pengetahuan
gizi yang baik, diharapkan prilakunya dalam merawat dan
membesarkan anak akan baik pula, terutama dalam memperhatikan
pola makan anak dan penyediaan makanan yang bergizi.
Menurut Hilma (2004) mengatakan walaupun pendapatan atau
penghasilan orang tua yang berlebih, tetapi tidak memiliki
pengetahuan akan bahan makanan yang bergizi, secara tidak sadar
mengutamakan mengkonsumsi berbagai makanan lezat seperti steak,
burger, fried chicken sehingga pertumbuhan dan perkembangan
tubuh, kesehatan serta produktifitas kerja anak akan mengalami
gangguan, karena tidak ada keseimbangan antara gizi yang diperlukan
dengan zat gizi yang diterima.
Tidak bermaknanya hubungan antara pengetahuan orang tua
dengan kejadian obesitas dalam penelitian ini dapat disebabkan oleh
pengetahuan gizi yang dimiliki ibu tidak diikuti juga dengan prilaku
yang baik dalam penyediaan makanan.