11 BAB IV

37
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Berdasarkan Penelitian yang dilakukan di SD Xaverius II Palembang mengenai faktor-faktor yang yang mempengaruhi obesitas pada anak SD kelas IV dan V tahun 2011 dengan jumlah sampel sebesar 172 orang anak yang terdiri dari 90 orang anak kelas IV dan 82 orang anak kelas V. Pada hasil penelitian ini menggunakan dua metode teknis analisis data yaitu analisis univariat dan analisis bivariat. Analisis univariat yang diteliti pada penelitian ini terdiri dari gambaran obesitas siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011, gambaran Jenis kelamin siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011, gambaran genetik siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011, gambaran prilaku makan siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011, gambaran aktivitas fisik siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011, gambaran pengetahuan orang tua siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011 yang disajikan dalam bentuk tabel dan diagram. Pada penelitian ini juga menggunakan analisis bivariat yang terdiri dari hubungan jenis kelamin dengan kejadian obesitas pada siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011, hubungan genetik dengan 46

Transcript of 11 BAB IV

Page 1: 11 BAB IV

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Berdasarkan Penelitian yang dilakukan di SD Xaverius II Palembang

mengenai faktor-faktor yang yang mempengaruhi obesitas pada anak SD kelas IV

dan V tahun 2011 dengan jumlah sampel sebesar 172 orang anak yang terdiri dari

90 orang anak kelas IV dan 82 orang anak kelas V.

Pada hasil penelitian ini menggunakan dua metode teknis analisis data yaitu

analisis univariat dan analisis bivariat. Analisis univariat yang diteliti pada

penelitian ini terdiri dari gambaran obesitas siswa-siswi SD Xaverius II tahun

2011, gambaran Jenis kelamin siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011, gambaran

genetik siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011, gambaran prilaku makan siswa-

siswi SD Xaverius II tahun 2011, gambaran aktivitas fisik siswa-siswi SD

Xaverius II tahun 2011, gambaran pengetahuan orang tua siswa-siswi SD

Xaverius II tahun 2011 yang disajikan dalam bentuk tabel dan diagram. Pada

penelitian ini juga menggunakan analisis bivariat yang terdiri dari hubungan jenis

kelamin dengan kejadian obesitas pada siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011,

hubungan genetik dengan kejadian obesitas pada siswa-siswi SD Xaverius II

tahun 2011, hubungan prilaku makan dengan kejadian obesitas pada siswa-siswi

SD Xaverius II tahun 2011, hubungan aktivitas fisik dengan kejadian obesitas

pada siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011, hubungan pengetahuan orang tua

dengan kejadian obesitas pada siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011 yang

disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.

4.1.1. Analisis Univariat

A. Obesitas

Obesitas merupakan keadaan terdapatnya penimbunan lemak

yang berlebihan dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal.

Untuk mengetahui kejadian obesitas pada anak SD Xaverius II tahun

46

Page 2: 11 BAB IV

47

2011 dilakukan pengukuran status gizi siswa-siswi dengan cara

mengukur berat badan dan tinggi badan, setelah itu dicari nilai IMT

dan dibandingkan dengan standart persentil IMT menurut umur.

Tabel 4.1. Gambaran Obesitas Siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011

Variabel Jumlah Persentase (%)1. Obesitas ( ≥ 95th)2. Tidak Obesitas (< 95th)

10468

60,5%39,5%

Total 172 100%

Diagram 4.1. Gambaran Obesitas Siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011

Berdasarkan tabel dan diagram 4.1 diatas diketahui bahwa

60,5% (n=104) anak mengalami obesitas dan 39,5% (n=68) anak

memiliki status gizi tidak obesitas.

B. Jenis Kelamin

Jenis kelamin merupakan tanda biologis yang membedakan

manusia laki-laki dan perempuan. Variabel ini diukur dengan cara

melakukan observasi dan pengambilan data dari sekolah. Gambaran

60,5%39,5%

Page 3: 11 BAB IV

48

karakteristik murid SD Xaverius II Palembang yang berupa jenis

kelamin dapat dilihat pada tabel dan diagram 4.2.

Tabel 4.2.Gambaran Jenis Kelamin Siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011

Variabel Jumlah Persentase (%)Jenis Kelamin- Laki laki- Prempuan

10864

62,8%37,2%

Total 172 100%

Diagram 4.2. Gambaran Jenis Kelamin Siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011

Pada tabel dan diagram 4.2 diatas diketahui sebagian besar anak

berjenis kelamin laki-laki dengan presentase 62,8% (n=108) dan

37,2% (n=64) anak berjenis kelamin perempuan.

C. Genetik

Genetik merupakan suatu sifat fisik yang diturunkan oleh kedua

orang tua, dalam penelitian ini genetik didapatkan dari perhitungan

IMT dari ayah dan ibu siswa-siswi SD Xaverius II yang tinggi badan

dan berat badan masing-masing orang tua didapatkan melalui

62,8%

37,2%

Page 4: 11 BAB IV

49

pengisian angket. Gambaran genetik siswa siswi SD Xaverius II dapat

dilihat dalam tabel dan diagram 4.3.

Tabel 4.3. Gambaran Genetik Siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011Gennetik Jumlah Presentase (%)- Kedua orang tua

obesitas- Salah satu orang

tua obesitas

24

54

14%

31,4%

- Orang tua tidak obesitas

94 54,7%

Total 172 100%

Diagram 4.3. Gambaran Genetik Siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011

Pada tabel dan diagram 4.3 diketahui sebagian besar kedua

orang tua siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011 tidak obesitas yaitu

sebesar 54,7% (n=94). Ada salah satu orang tua dari siswa-siswi SD

Xaverius II tahun 2011 yang menderita obesitas yaitu sebesar 31,4%

(n=54), sedangkan untuk kedua orang tua yang menderita obesitas

sebesar 14% (n=24).

D. Prilaku Makan

14%

31,4%54,7%

Page 5: 11 BAB IV

50

Prilaku makan merupakan kebiasaan mengkonsumsi makanan

pada anak-anak. Pada penelitian ini prilaku makan dinilai melalui

sistem scoring dengan indikator pertanyaan mengenai kebiasaan

sarapan, frekuensi makan, makanan junk food, jajanan disekolah,

makanan cemilan saat menonton TV, mengkonsumsi buah dan sayur.

Gambaran prilaku makan anak SD Xaverius II Palembang dapat

dilihat pada tabel dan diagram 4.4.

Tabel 4.4.Gambaran Perilaku Makan Siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011

Perilaku makan Jumlah Presentase (%)- Perilaku makan

buruk ( < 60% )100 58,1%

- Perilaku makan baik ( 60% )

72 41,9%

Total 172 100%

Diagram 4.4. Gambaran Perilaku Makan Siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011

Pada tabel dan diagram 4.4 didapatkan sebagian besar siswa-

siswi SD Xaverius II tahu 2011 memiliki prilaku makan yang buruk

58,1%41,9%

Page 6: 11 BAB IV

51

sebesar 58,1% (n=100) dan 41,9% (n=72) siswa-siswi memiliki

perilaku makan yang baik.

E. Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik merupakan suatu aktivitas atau keluaran energi

yang dilakukan oleh seseorang. Aktivitas fisik dalam penelitian ini

diukur dengan menggunakan buku harian energi dimana siswa-siswi

SD Xaverius II yang menjadi sampel penelitian mengisi seluruh

kegiatan yang mereka lakukan selama satu hari mulai dari bangun

tidur sampai tidur kembali. Gambaran aktivitas fisik siswa-siswi SD

Xaverius II dapat dilihat pada tabel dan diagram 4.5.

Tabel 4.5. Gambaran Aktivitas Fisik Siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011

Aktivitas fisik Jumlah Presentase (%)- Rendah(<2000kkal) 125 72,7%- Tinggi (2000kkal) 47 27,3%Total 172 100%

Diagram 4.5. Gambaran Aktivitas Fisik Siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011

Pada tabel dan diagram 4.5 dapat diketahui sebagian besar

aktivitas fisik yang dilakukan siswa-siswi SD Xaverius II bernilai

72,7%

27,3%

Page 7: 11 BAB IV

52

rendah, yaitu sebesar 72,7% (n=125). Sedangkan siswa-siswi yang

memiliki aktivitas fisik bernilai tinggi, memiliki presentase sebesar

27,3 % (n=47).

F. Pengetahuan Orang Tua

Pengetahuan adalah hasil dari tahu atau tingkat kepahaman

orang tua terhadap gizi. Penilaian pengetahuan orang tua ini

didapatkan melalu pembagian angket yang berisikan 20 pertanyaa

yang diisi oleh ibu dari siswa-siswi SD Xaverius II. Gambaran

pengetahuan orang tua dapat dilihat pada tabel dan diagram 4.6.

Tabel 4.6.Gambaran Pengetahuan Orang Tua Siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011

Pengetahuan Orang Tua

Jumlah Presentase (%)

- Rendah (<60%) 52 30,2%- Tinggi (60%) 120 69,8%

Total 172 100%

Diagram 4.6.Gambaran Pengetahuan Orang Tua Siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011

Pada tabel dan diagram 4.6 dapat dilihat sebagian besar orang

tua siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011 memiliki tingkat

30,2%

69,8%

Page 8: 11 BAB IV

53

pengetahuan yang tinggi yaitu sebesar 69,8 % (n=120), sedangkan

untuk orang tua yang memiliki tingkat pengetahuan yang rendah

sebesar 30,2% (n=52).

4.1.2.Analisis Bivariat

A. Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Obesitas pada

Siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011

Berdasarkan hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan

serta hasil pengamatan dan data sekolah terhadap siswa-siswi SD

Xaverius II tahun 2011 dapat diketahui pada tabel 4.7 dan grafik 4.1

bahwa sebagian anak yang mengalami obesitas berjenis kelamin laki-

laki yaitu 67,6% (n=73), dan 48,4% (n=31) berjenis kelamin

perempuan.

Tabel 4.7. Hubungan Jenis Kelamin Dengan Kejadian Obesitas pada Siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011

Jenis Kelamin

Status obesitasPR

(95% CI)PObesitas

Tidak obesitas

Jumlah

N % N % N %Laki laki 73 67,6% 35 51,5% 108 100%

Perempuan 31 48,4% 33 48,5% 64 100%1,395

(1,050-1,855)0,020*

Jumlah 104 60,5% 68 39,5% 172 100%

Page 9: 11 BAB IV

54

Grafik 4.1. Hubungan Jenis Kelamin Dengan Kejadian Obesitas pada Siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011

Hasil uji statistik didapatkan nilai p= 0,020* ( p <0,05 ), maka

dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara jenis

kelamin dengan kejadian obesitas pada siswa-siswi SD Xaverius II

Palembang. Nilai PR (Prevalence Rate) 1,39 (PR > 1) yang berarti

jenis kelamin merupakan faktor resiko dari terjadinya obesitas (95%

CI: 1,050-1,855).

B. Hubungan Genetik dengan Kejadian Obesitas pada Siswa-

siswi SD Xaverius II tahun 2011

Dari hasil penelitian ini juga melihat hubungan genetik dengan

kejadian obesitas pada siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011.

Berdasarkan analisis statistik pada tabel 4.8 dan grafik 4.2 dapat

dilihat bahwa 80,8% (n=63) anak yang mengalami obesitas memiliki

orang tua yang juga menderita obesitas, sedangkan 43,6% (n=41) anak

yang mengalami obesitas memiliki orang tua yang tidak menderita

obesitas.

Page 10: 11 BAB IV

55

Tabel 4.8. Hubungan Genetik Dengan Kejadian Obesitas pada Siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011

Genetik

Status obesitas

ObesitasTidak

obesitasJumlah PR

(95% CI)P

N % N % N % Orang tua

obesitas63 80,8% 15 19,2% 78 100%

1,852(1,436-2,387)

0,005* Orang tua tidak obesitas

41 43,6% 53 56,4% 94 100%

Jumlah 104 60,5% 68 39,5% 172 100%

Grafik 4.2. Hubungan Genetik Dengan Kejadian Obesitas pada Siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011

Nilai p= 0,005* ( p < 0,05 ), maka dapat disimpulkan bahwa ada

hubungan yang signifikan antara genetik dengan kejadian obesitas

pada siswa-siswi SD Xaverius II Palembang, dimana nilai PR

(Prevalence Rate) sebesar 1,852 (PR > 1) artinya adalah genetik

merupakan faktor resiko terjadinya obesitas ( 95% CI: 1,436-2,387).

Page 11: 11 BAB IV

56

C. Hubungan Perilaku Makan dengan Kejadian Obesitas pada

Siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011

Penelitian ini melihat hubungan prilaku makan dengan kejadian

obesitas pada siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011. Berdasarkan

hasil uji statistik pada tabel 4.9 dan grafik 4.3 dapat dilihat bahwa

70,0% (n=70) anak yang obesitas berprilaku makan buruk, sedangkan

47,2% (n=34) anak yang obesitas memiliki prilaku makan yang baik.

Tabel 4.9. Hubungan Prilaku Makan Dengan Kejadian Obesitas pada Siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011

Perilaku Makan

Status obesitasPR

(95% CI)PObesitas

Tidak obesitas

Jumlah

N % N % N % Perilaku

makan buruk

70 70,0% 30 30,0% 100 100%

1,482(1,125-1,953)

0,004* Perilaku makan baik

34 47,2% 38 52,8% 72 100%

Jumlah 104 60,5% 68 39,5% 172 100%

Grafik 4.3. Hubungan Prilaku Makan Dengan Kejadian Obesitas pada Siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011

Page 12: 11 BAB IV

57

Nilai p yang didapat dari hasil uji satistik sebesar p=0,004* (p <

0,05), maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara

prilaku makan dengan kejadian obesitas pada siswa-siswi SD

Xaverius II Palembang. Nilai PR (Prevalence Rate) sebesar 1,482

(PR>1) artinya prilaku makan merupakan faktor resiko dari obesitas

(95% CI: 1,125-1,953).

D. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Obesitas pada

Siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011

Penelitian yang dilakukan di SD Xaverius II juga untuk melihat

hubungan aktivitas fisik dengan kejadian obesitas pada siswa-siswi

SD Xaverius II tahun 2011. Dari tabel 4.10 dan grafik 4.4

menunjukkan bahwa 72,8% (n=91) anak yang mengalami obesitas

memiliki aktivitas fisik yang rendah, dan pada anak obesitas yang

memiliki aktivitas fisik yang tinggi sebesar 27,7% (n=13).

Tabel 4.10. Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Kejadian Obesitas pada Siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011

Aktivitas Fisik

Status obesitas

PR (95% CI) PObesitasTidak

obesitasJumlah

N % N % N %Rendah 91 72,8% 34 27,2% 125 100%

2,632(1,637- 4,231)

0,005*Tinggi 13 27,7% 34 72,3% 47 100%Jumlah 104 60,5% 68 39,5% 172 100%

Page 13: 11 BAB IV

58

Grafik 4.4. Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Kejadian Obesitas pada Siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011

Berdasarkan uji statistik dapat dilihat nilai p= 0,005 (p < 0,05),

maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara

aktivitas fisik dengan kejadian obesitas pada siswa-siswi SD Xaverius

II Palembang. Nilai PR (Prevalence Rate) sebesar 2,632 (PR> 1) yang

artinya aktivitas fisik merupakan faktor resiko dari terjadinya obesitas

( 95% CI: 1,637- 4,231).

E. Hubungan Pengetahuan Orang Tua dengan Kejadian

Obesitas pada Siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011

Penelitian ini juga melihat hubungan pengetahuan orang tua

dengan kejadian obesitas pada siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011.

Pada tabel 4.11 dan grafik 4.5 menunjukkan bahwa 71,2% (n=37)

anak yang obesitas memiliki orang tua yang berpengetahuan rendah,

sedangkan 55,8% (n=67) anak yang obesitas memiliki orang tua yang

berpengetahuan tinggi.

Page 14: 11 BAB IV

59

Tabel 4.11. Hubungan Pengetahuan Orang tua Dengan Kejadian Obesitas pada Siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011

Pengetahuan Orang tua

Status obesitas

PR (95% CI) PObesitasTidak

obesitasJumlah

N % N %Rendah 37 71,2% 15 28,8% 52 100%

1,274(1,007-1,612)

0,086*Tinggi 67 55,8% 53 44,2% 120 100%Jumlah 104 60,5% 68 39,5% 172 100%

Grafik 4.5. Hubungan Pengetahuan Orang tua Dengan Kejadian Obesitas pada Siswa-siswi SD Xaverius II tahun 2011

Dari hasil uji statistik dapat dilihat nilai p = 0,086* (p > 0,05),

maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan signifikan antara

pengetahuan gizi orang tua dengan kejadian obesitas pada siswa-siswi

SD Xaverius II Palembang.

4.2. Pembahasan

Dari hasil pengukuran, wawancara dan angket yeng telah dilakukan

didapatkan data mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi obesitas pada

anak kelas IV dan V SD Xaverius II Palembang. Ada 2 variabel yang akan

dibahas pada penelitian ini berdasarkan metode teknis analisis data yaitu

Page 15: 11 BAB IV

60

dependent (obesitas) dan independent (jenis kelamin, genetik, prilaku

makan, aktivitas fisik, pengetahuan orang tua).

4.2.1.Variabel Dependent (Obesitas)

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan pengklasifikasian

data berat badan dan tinggi badan, setelah itu dicari nilai IMT dan

dibandingkan dengan standart persentil IMT menurut umur.

Pengklasifikasian pada penelitian ini dilakukan pada 172 sampel dari siswa-

siswi kelas IV dan V SD Xaverius II Palembang, didapatkan responden

yang mengalami obesitas sebesar 60,5% (n=104) orang anak. Hasil ini lebih

tinggi dibandingkan dengan penelitian Yusac (2007) di Jakarta Timur

sebesar 31% dan data anak obesitas menurut RIKESDAS (2010) di

Indonesia sebesar 9,2%. Hal ini semakin menguatkan teori double burden

masalah kesehatan di Indonesia. Kejadian ini terjadi karena fokus perhatian

tertuju pada masalah kurang gizi, sedangkan masalah kesehatan gizi anak

pada tahun-tahun terakhir ini, prevalensinya mengalami peningkatan adalah

obesitas (Dietz, 1987).

Masalah obesitas pada anak diperparah dengan masih banyaknya

pendapat di masyarakat yang mengira bahwa anak yang gemuk adalah anak

yang sehat. Oleh karena itu masalah obesitas harus segera ditangani, karena

obesitas pada anak merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

kejadian obesitas saat dewasa. Sekitar 26% bayi dan anak dengan status

obesitas tetap menderita obesitas dua puluh tahun kedepan (Adriyanti, 2010;

Soetjiningsih,1995).

Obesitas dianggap sebagai sinyal pertama dari munculnya kelompok

penyakit-penyakit non infeksi (Non Communicable Disease) seperti diabetes

melitus dan hipertensi yang sekarang ini banyak terdapat di negara maju

maupun negara-negara berkembang. Fenomena ini sering diberi nama “New

World Syndrome” atau sindrom dunia baru dan telah menimbulkan beban

sosial-ekonomi serta kesehatan masyarakat yang sangat besar di negara-

negara berkembang termasuk Indonesia (Hadi, 2005).

Page 16: 11 BAB IV

61

4.2.2. Variabel Independent

A. Jenis Kelamin

Penilaian variabel jenis kelamin dilakukan dengan cara

mengobservasi serta mengambil data sekolah SD Xaverius II. Dari

penelitian ini didapatkan kejadian obesitas lebih banyak terjadi pada

anak jenis kelamin laki-laki sebesar 67,6% dibandingkan dengan anak

perempuan yang sebesar 48,4%. Dari hasil analisis univariat

didapatkan adanya hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian

obesitas p=0,020* (p<0,05), dan nilai PR (Prevalence Rate) = 1,395

(1,050-1,855) yang berarti jenis kelamin merupakan faktor resiko dari

terjadinya obesitas. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Rahmawati

(2009) dan Nugroho (1999), didapatkan hubungan yang bermakna

antara jenis kelamin dengan kejadian obesitas (p=0,000*) dan juga

prevalensi kejadian obesitas lebih banyak terhadap anak laki-laki.

Kejadian obesitas pada anak laki-laki kemungkinan beresiko

lebih gemuk di usia 8-12 tahun yang disebabkan oleh peningkatan

lemak pra pubertas yang cepat dan akan terus berlangsung hingga

remaja (Wohl dalam Rahmawati, 2009).

Pada usia 10-12 tahun kebutuhan gizi anak laki-laki dan

perempuan berbeda. Anak perempuan biasanya sudah mulai haid

sehingga memerlukan protein dan zat besi yang lebih banyak (RSCM

dan PERSAGI, 1998).

Berdasarkan RISKESDAS tahun 2007, data anak overwight

maupun obesitas di Indonesia untuk umur 6-14 tahun pada anak laki-

laki sebesar 9,5% dan perempuan sebesar 6,4%, sedangkan data anak

overwight maupun obesitas khusunya di daerah Sumatera Selatan,

anak umur 6-14 tahun pada laki-laki sebesar 16% dan 11% pada

perempuan.

Menurut Pediatric Academic Society (PAS) dalam Farid (2007),

sejak tahun 1970 kejadian obesitas pada anak meningkat, hingga kini

meningkat dua kali lipat pada anak usia 2-5 tahun dan usia 12-19

Page 17: 11 BAB IV

62

tahun, bahkan meningkat tiga kali lipat pada anak usia 6-11 tahun.

Sedangkan penelitian Damayanti (2002), mengatakan bahwa dari

penelitian yang dilakukan di 14 kota besar di Indonesia, angka

kejadian obesitas pada anak tergolong relatif tinggi, antara 10-20%

dengan nilai yang terus meningkat hingga kini.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan ternyata

hasilnya berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Weiss

dkk (2004), yang menunjukkan bahwa anak perempuan memiliki

prevalensi yang lebih besar dari pada anak laki-laki, namun pada

penelitian tersebut tidak dinilai adanya hubungan jenis kelamin

dengan kejadian obesitas.

Jenis kelamin perempuan memiliki kecenderungan kuat untuk

menjadikan kelebihan energi yang dimiliki menjadi simpanan lemak.

Pola penggunaan energi atau “pemisahan energi” pada perempuan

menyebabkan proses penimbunan lemak dan keseimbangan energi

positif atau energi intake lebih besar dari pada energi expenditure.

Sementara pada laki-laki lebih cenderung menggunakan kelebihan

energi untuk sintesis protein (Sevita, 2009).

Terdapatnya perbedaan antara persentase laki-laki dan

perempuan yang lebih beresiko terhadap kejadian obesitas pada

penelitian ini dikarenakan perbedaan jumlah sampel laki-laki dan

perempuan.

B. Genetik

Penelitian mengenai variabel genetik dilakukan dengan

pembagian angket kepada siswa-siswi SD Xaverius II kelas IV dan V

yang dibawa pulang untuk diisi oleh orang tua. Kemudian setelah

mendapatkan kembali angket yang telah berisi berat badan dan tinggi

badan orang tua siswa-siswi dilakukan perhitungan IMT. Berdasarkan

hasil penelitian didapatkan 80,8% anak yang mengalami obesitas

memiliki orang tua yang juga menderita obesitas, sedangkan 43,6%

Page 18: 11 BAB IV

63

anak yang mengalami obesitas memiliki orang tua yang tidak

menderita obesitas. Dari hasil uji statistik dengan metode chi-square

didapatkan hasil p=0,005* (p<0,05) yang menandakan adanya

hubungan antara genetik dengan kejadian obesitas, dan didapatkan PR

(Prevalence Rate) = 1,852 (1,436 -2,387) artinya genetik merupakan

faktor resiko terjadinya obesitas.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yulian (2008)

didapatkan persentase dari faktor genetik yaitu 28,3% anak yang

obesitas memiliki ibu yang menderita obesitas dan sebesar 33,9%

yang memiliki ayah menderita obesitas, namun penelitian tersebut

tidak dicari hubungan antara kejadian obesitas dengan genetik.

Faktor Genetik yang diketahui mempunyai peranan kuat adalah

parental fatness, anak yang obesitas biasanya berasal dari keluarga

yang obesitas. Bila kedua orang tua obesitas, sekitar 80% anak-anak

mereka akan menjadi obesitas. Bila salah satu orang tua obesitas

kejadiannya menjadi 40%, dan bila kedua orang tua tidak obesitas

maka prevalensi obesitas akan turun menjadi 14%. Peningkatan resiko

menjadi obesitas tersebut kemungkinan disebabkan oleh pengaruh gen

atau faktor lingkungan dalam keluarga (Damayanti, 2002).

Obesitas berat dengan awitan dini dapat disebabkan karena

adanya defek pada gen yang mengkode hormon derivat adiposa,

seperti leptin, neuropeptidase (seperti propiomelanokortin, cocain-

and amphetamine regulated transcript (CART), dan mekanicortine-4)

atau reseptor untuk ligan-ligan tersebut (Debora, 2008).

Berdasarkan hipotesis Barker dalam Hidayati (2010),

menyatakan bahwa perubahan lingkungan nutrisi intrauterine

menyebabkan gangguan perkembangan organ-organ tubuh terutama

kerentanan terhadap pembentukan janin, dan adanya pengaruh diet

serta stress lingkungan dapat merupakan faktor predisposisi timbulnya

berbagai penyakit dikemudian hari. Mekanisme kerentanan genetik

terhadap terjadinya obesitas dapat melalui efek pada resting metabolic

Page 19: 11 BAB IV

64

rate, thermogenesis non exercise, kecepatan oksidasi lipid dan kontrol

nafsu makan yang jelek. Dengan demikian kerentanan obesitas

ditentukan secara genetik sedangkan lingkungan menentukan ekspresi

fenotipe.

Dalam penelitian ini terdapat hubungan antara genetik dengan

kejadian obesitas, namun perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan

tempat yang berbeda, sampel yang lebih banyak, serta dilakukan

dengan pengukuran langsung berat badan dan tinggi badan orang tua

siswa-siswi, agar dapat mendukung kevalidan penelitian ini dan

sebagai sumber informasi yang baru. Hal ini disebabkan pada

penelitian mengenai faktor genetik pada siswa-siswi SD Xaverius II,

pada pengukuran berat badan dan tinggi badan orang tua dengan

menggunakan angket yang dibawa pulang oleh siswa-siswi untuk diisi

oleh orang tua mereka, dimana dalam pengisian angket tanpa

pengawasan dari peneliti, sehingga memungkinkan terjadinya bias

seperti pengukuran berat badan yang tidak akurat dan pengisian

angket yang dilakukan oleh orang lain.

C. Prilaku Makan

Variabel prilaku makan diukur berdasarkan pengisian kuesioner

pertanyaan terhadap kebiasaan sarapan, frekuensi makan, makanan

junk food, jajanan disekolah, makanan cemilan saat menonton TV,

mengkonsumsi buah dan sayur siswa-siswi SD Xaverius II kelas IV

dan V yang dipandu oleh peneliti. Dari penelitian ini didapatkan

sebagian besar anak yang obesitas memiliki prilaku makan buruk

yaitu sebesar 70,0% dan 47,2% anak memiliki prilaku makan yang

baik. Berdasarkan hasil uji statistik dengan metode chi-square

didapatkan terdapat hubungan yang signifikan antara prilaku makan

dengan kejadian obesitas dengan p=0,004* (p<0,05). Prilaku makan

juga merupaka faktor resiko terjadinya obesitas dengan hasil PR

(Prevalence Rate) = 1,482 (1,125 – 1,953).

Page 20: 11 BAB IV

65

Kebiasaan makan berlebihan merupakan faktor utama pemicu

obesitas, terutama kebiasaan mengkonsumsi makan dan minuman

yang mengadung karbohidrat dan lemak. Intake makanan yang

melebihi pengeluaran energi akan mengakibatkan kelebihan energi

yang nantinya akan tertimbun di bawah lapisan kulit dalam bentuk

lemak. Apabila berlangsung terus-menerus, maka timbunan lemak ini

akan melebihi ambang batas normal dan akan memicu terjadinya

obesitas (Wiich, 1983).

Pada penelitian yang dilakukan Sevita (2009) tidak ada

hubungan kebiasaan mengkonsumsi energi dengan kejadian obesitas

dengan p=0,052 dan pada penelitian tersebut juga didapatkan adanya

hubungan antara kebiasaan konsumsi serat dengan kejadian obesitas

(p=0,040). Hal ini didukung oleh penelitian Rahmawati (2009)

didapatkan tidak ada hubungan antara frekuensi jajan dengan kejadian

obesitas (p=1,000) serta didapatkan hubungan yang bermakna antara

frekuensi makanan cepat saji dengan kejadian obesitas (p=0,050).

Asupan dan pengeluaran energi tubuh diatur oleh mekanisme

saraf dan hormonal. Hampir setiap individu, pada saat asupan

makanan meningkat, konsumsi kalori juga ikut meningkat, begitupun

sebaliknya. Karena itu, berat badan dipertahankan secara baik dalam

cakupan yang sempit dalam waktu yang lama. Keseimbangan yang

baik ini dipertahankan oleh internal set point atau lipostat, yang dapat

mendeteksi jumlah energi yang tersimpan (jaringan adiposa) dan

semestinya meregulasi asupan makanan supaya seimbang dengan

energi yang dibutuhkan (Kane dan Kumar, 2004).

Pada mekanisme neurohormonal ada 3 sistem dalam yang

beperan dalam mengatur keseimbangan berat badan. mekanisme

pertama melalui sistem aferen yang berasal dari jaringan adiposa yang

menghasilkan hormon hormon yang bekerja jangka panjang seperti

insulin dan leptin dan juga hormon yang menjadi mediator dalam

waktu singkat seperti gherlin. Sistem aferen ini mengalami integrasi

Page 21: 11 BAB IV

66

dengan sistem yang kedua yaitu central processing unit, terutama

terdapat pada hipotalamus setelah itu dihubungkan ke sistem yang

ketiga yaitu Sistem efektor yang membawa perintah dari hypothalamic

nuclei dalam bentuk reaksi untuk makan dan pengeluaran energi. Pada

anak yang prilaku makannya buruk diikuti oleh aktivitas fisik yang

kurang atau asupan makan lebih tinggi dari keluaran energi yang

nantinya akan menyebabkan penumpukan lemak, sehingga akan

terjadi proses anabolisme, dimana senyawa-senyawa kimia sederhana

akan diubah menjadi senyawa kimia yang komplek berupa lemak

sebagai cadangan energi yang sebagian besar berada di jaringan

adiposa dan hati. Penumpukan lemak yang terus menerus tanpa

diimbangi dengan pemecahan lemak melalui pengeluaran energi

melalui aktivitas fisik menyebabkan obesitas pada anak (Kane dan

Kumar, 2004).

D. Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik sebagai salah satu usaha untuk mengeluarkan

kelebihan energi yang dikonsumsi. Aktivitas fisik dalam penelitian ini

diukur dengan menggunakan buku harian energi dimana siswa-siswi

SD Xaverius II yang menjadi sampel penelitian mengisi seluruh

kegiatan yang mereka lakukan selama satu hari mulai dari bangun

tidur sampai tidur kembali.

Berdasarkan penelitian ini didapatkan 72,8% anak yang

mengalami obesitas memiliki aktivitas fisik yang rendah, dan pada

anak obesitas yang memiliki aktivitas fisik yang tinggi sebesar 27,7%.

Dari hasil uji statistik dengan metode chi-square didapatkan ada

hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian obesitas dengan

p=0,005* (p<0,05). Aktivitas fisik juga merupakan faktor resiko

terjadinya obesitas dengan PR (Prevalence Rate) = 2,632 (1,637 –

4,231).

Page 22: 11 BAB IV

67

Menurut penelitian Yulian (2008), mendapatkan hubungan

antara aktivitas fisik dengan kejadian obesitas dengan nilai p=0,001.

Penelitian yang dilakukan oleh Sevita (2009), juga menyatakan ada

hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian obesitas dengan nilai

p=0,031. Hasil-hasil penelitian tersebut mendukung hasil penelitian

ini.

Rendahnya aktivitas fisik menyebabkan ketidakseimbangan

antara asupan energi dengan keluaran energi (energy expenditures)

sehingga terjadi kelebihan energi yang selanjutnya disimpan dalam

bentuk jaringan lemak. Pengaruh aktivitas fisik juga dapat dijelaskan

melalui mekanisme neurohormonal yaitu melalui 3 sistem yang

beperan dalam mengatur keseimbangan berat badan. Mekanisme

pertama melalui sistem aferen yang berasal dari jaringan adiposa yang

menghasilkan hormon hormon yang bekerja jangka panajang seperti

insulin dan leptin dan juga hormon yang menjadi mediator dalam

waktu singkat seperti gherlin. Sistem aferen ini mengalami integrasi

dengan sistem yang kedua yaitu central processing unit, terutama

terdapat pada hipotalamus, setelah itu dihubungkan ke sistem yang

ketiga yaitu sistem efektor yang membawa perintah dari hypothalamic

nuclei dalam bentuk reaksi untuk makan dan pengeluaran energi.

Dalam aktivitas fisik, hormon yang terlibat adalah hormon insulin dan

leptin, tetapi hormon leptin lebih berperan dari pada insulin dalam

mekanisme ini, sehingga terjadi keseimbangan berat badan. Sel-sel

adiposa berkomunikasi dengan pusat hypothalamic yang mengontrol

selera makan dan pengeluaran energi dengan cara mengeluarkan

leptin, yang merupakan salah satu jenis sitokin. Jika terdapat

simpanan energi yang berlimpah dalam bentuk jaringan adiposa, akan

dihasilkan leptin dalam jumlah besar lalu melintasi sawar darah otak,

dan berikatan dengan reseptor leptin. Reseptor leptin menghasilkan

sinyal yang mempunyai dua efek, yaitu menghambat jalur anabolisme

dan memicu jalur katabolisme melalui neuron yang berbeda. Hasil

Page 23: 11 BAB IV

68

akhir dari leptin adalah mengurangi asupan makanan dan memacu

pengeluaran energi. Karena itu, dalam beberapa saat, energi yang

tersimpan dalam sel-sel adiposa mengalami reduksi dan

mengakibatkan berat badan berkurang. Pada keadaan ini, ekuilibrium

atau energy balance akan tercapai, tetapi pada anak-anak yang

menderita obesitas didapatkan kadar hormon leptin yang meningkat.

Dimana peningkatan hormon leptin ini tidak diimbangi dengan

pengendalian nafsu makan dan aktivitas fisik yang menyebabkan

resistensi pada leptin, tetapi belum dapat diketahui penyebab dari

resistensi hormon leptin tersebut (Kane dan Kumar, 2004).

Pola aktivitas fisik berperan dalam meningkatkan resiko obesitas

pada anak. Obesitas dapat terjadi karena aktivitas fisik yang kurang

sehingga mengakibatkan kelebihan energi. Tersedianya berbagai

macam fasilitas yang memudahkan hidup, dan tidak membutuhkan

banyak energi, mengakibatkan tubuh kurang bergerak. Aktivitas fisik

secara teratur seperti olah raga sangat penting dalam upaya

penanggulangan obesitas pada anak (Damayanti dan Muhilal, 2006 ;

Soetjiningsih, 1998).

E. Pengetahuan Orang Tua

Hasil penelitian mengenai faktor pengetahuan orang tua yang

mempengaruhi obesitas pada anak kelas IV dan V di SD Xaverius II

Palembang didapatkan, sebagian besar anak yang obesitas memiliki

orang tua yang berpengetahuan rendah sebesar 71,2% dan 55,8%

memiliki pengetahuan yang tinggi. Berdasarkan hasil uji statistik

dengan metode chi-square didapatkan tidak ada hubungan yang

signifikan secara statistik antara pengetahuan gizi orang tua (ibu)

dengan kejadian obesitas dengan p=0,086* (p > 0,05). PR= 1,274

(1,007-1,612) yang menunjukkan pengetahuan orang tua merupakan

faktor resiko terjadinya obesitas.

Page 24: 11 BAB IV

69

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan

oleh sevita (2009) dimana tidak didapatkan hubungan antara

pengetahuan orang tua dengan kejadian obesitas (p=0,476) dan dari

penelitian tersebut didapatkan juga pengetahuan orang tua merupakan

faktor resiko dari terjadinya obesitas (PR=1,534).

Menurut Notoatmodjo (1993), pengetahuan merupakan domain

yang terpenting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Dari

pengalaman dan pengetahuan terbukti bahwa prilaku yang didasari

oleh pengetahuan akan bertahan lama dibandingkan dengan prilaku

yang tidak didasari pengetahuan. Ketika ibu memiliki pengetahuan

gizi yang baik, diharapkan prilakunya dalam merawat dan

membesarkan anak akan baik pula, terutama dalam memperhatikan

pola makan anak dan penyediaan makanan yang bergizi.

Menurut Hilma (2004) mengatakan walaupun pendapatan atau

penghasilan orang tua yang berlebih, tetapi tidak memiliki

pengetahuan akan bahan makanan yang bergizi, secara tidak sadar

mengutamakan mengkonsumsi berbagai makanan lezat seperti steak,

burger, fried chicken sehingga pertumbuhan dan perkembangan

tubuh, kesehatan serta produktifitas kerja anak akan mengalami

gangguan, karena tidak ada keseimbangan antara gizi yang diperlukan

dengan zat gizi yang diterima.

Tidak bermaknanya hubungan antara pengetahuan orang tua

dengan kejadian obesitas dalam penelitian ini dapat disebabkan oleh

pengetahuan gizi yang dimiliki ibu tidak diikuti juga dengan prilaku

yang baik dalam penyediaan makanan.