11. BAB IV
-
Upload
faza-naufal -
Category
Documents
-
view
3 -
download
0
description
Transcript of 11. BAB IV
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan uji pre-
post intervensi tanpa kontrol dilakukan dengan mengambil data penderita frozen
shoulder yang berkunjung ke poliklinik Rehabilitasi Medik Rumah Sakit
Mohammad Hoesin Palembang selama bulan November sampai Desember tahun
2014. Diperoleh 30 pasien yang memenuhi kriteria inklusi.
4.1. Hasil
4.1.1 Karakteristik Sosiodemografi Penderita Frozen shoulder
1. Penderita Frozen shoulder Berdasarkan Usia
Penderita frozen shoulder yang berkunjung ke poliklinik Rehabilitasi
Medik Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang berdasarkan usia dapat
dilihat pada tabel 1. Pengelompokan usia dihitung dengan menggunakan rumus
perhitungan banyak kelas dan rumus perhitungan interval kelas yang akan
dijelaskan dilampiran. Dari hasil penelitian terhadap 30 responden, tidak ada satu
pun pasien yang berusia <40 tahun, kelompok usia terbanyak adalah >60 tahun
yaitu sebanyak 17 orang (56.7%), sedangkan 13 orang (43.3%) berusia 40-60
tahun
Tabel 1. Distribusi Pasien Frozen Berdasarkan Usia
Kelompok usia Frekuensi Persentase
< 40 0 0
40 - 60 13 43,4
> 60 17 56,7
Total 30 100
2. Penderita Frozen Shoulder Berdasarkan Jenis Kelamin
34
Penderita frozen shoulder yang berkunjung ke poliklinik Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 2. Dari 30 orang responden diperoleh bahwa 21 orang responden (70,0 %) berjenis kelamin perempuan, sedang sisanya yaitu 8 orang responden (30,0 %) berjenis kelamin laki-laki.
Tabel 2. Distribusi Pasien Frozen Shoulder Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase
Laki-laki 9 30
Perempuan 21 70
Total 30 100,0
3. Penderita Frozen Shoulder Berdasarkan Pekerjaan
Penderita frozen shoulder yang berkunjung ke poliklinik Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang berdasarkan pekerjaan dapat dilihat pada tabel 3. Dari 30 responden diperoleh 11 orang bekerja sebagai ibu rumah tangga, 2 orang sebagai karyawan transmigran, 2 orang sebagai pedagang, 1 orang sebagai pensiun farmasi, 3 orang pensiun guru, 6 orang pensiun PNS, 4 orang sebagai PNS dan 1 orang sebagai swasta.
Tabel 3. Distribusi Pasien Frozen Shoulder Berdasarkan Pekerjaan
Pekerjaan Frekuensi PersentaseIbu Rumah TanggaKaryawan Transmigran
112
36,76,7
Pedagang 2 6,7Pensiun Farmasi 1 3,3Pensiunan GuruPensiun PNS
36
10,020,0
PNSSwasta
41
13,33,3
Total 30 100,0
35
4.1.2 Perbaikan Derajat Nyeri Pada Penderita Frozen Shoulder dengan Menilai Perubahan Nilai VAS
Data yang diperoleh nilai VAS sebelum dan sesudah diterapi dengan mikrowave diathermy, ultrasound dan terapi latihan akan dibandingkan. Seluruh responden yang termasuk dalam kriteria inklusi merasa mengalami perbaikan walaupun perbaikan rasa nyeri dengan patokan nilai VAS pada tiap responden besarnya berbeda-beda. Perbedaan skor VAS sebelum dan sesudah diterapi dengan mikrowave diatermi dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Nilai VAS sebelum dan setelah diterapi dengan MWD, ultrasound dan latihan
No
VAS sebelum diterapi dengan MWD,
ultrasound dan latihan
VAS setelah diterapi dengan MWD,
ultrasound dan latihan selisih nilai VAS1 22 13 92 54 42 123 50 21 294 67 50 175 30 21 96 51 44 77 59 27 328 0 0 09 49 32 17
10 50 29 2111 79 53 2612 51 48 313 63 32 3114 10 4 615 100 87 1316 90 73 1717 50 39 1118 60 47 1319 53 32 2120 61 49 1221 10 0 1022 0 0 023 55 22 3324 84 77 725 60 34 2626 30 11 19
36
27 38 14 2428 42 26 1629 40 32 830 40 26 14
Tabel 5. Hasil perhitungan statistik nilai VAS
nilai statistik
VAS sebelum diterapi dengan MWD, US dan
latihan
VAS setelah diterapi dengan MWD, US dan
latihan selisih nilai VASMean 48,27 32,83 15,43
MedianMode
50,5050
32,0032
13,5017
Std. Deviation
24,291 21,950 9,239
Variance 590,064 481,799 85,357
Range 100 87 33
Minimum 0 0 0
Maximum 100 87 33
Analisis mengenai perubahan nyeri yang dialami pasien sebelum dan sesudah diterapi dengan mikrowave diatermi dilakukan dengan uji t berpasangan (paired t test). Sebelum dilakukan uji t berpasangan maka dilakukan terlebih dahulu dilakukan uji normalitas untuk data skor VAS di atas. Dari uji normalitas Shapiro-wilk maka diperoleh nilai signifikansi data skor VAS sebelum diterapi dengan mikrowave diatermi yaitu 0,345 dan skor VAS setelah diterapi dengan microwave diathermy yaitu 0,195. Karena nilai signifikansi data baik sebelum dan sesudah diterapi dengan microwave diathermy lebih dari 0,05 maka data tersebut memenuhi kriteria untuk uji t berpasangan.
Tabel 6. Tes normalitas data nilai VAS dengan uji normalitas Shapiro-wilk
uji normalitas dataShapiro-Wilk
Statistik df Sig.VAS sebelum MWD, Ultrasound dan terapi latihan
0,962 30 0,345
VAS setelah MWD, Ultrasound dan terapi latihan
0,952 30 0,195
37
Tabel 7. Hasil uji t berpasangan keseluruhan nilai VAS
Paired Differences
t dfSig. (2-tailed)Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
95% Confidence Interval of the
DifferenceLower Upper
VAS sebelum terapi- VAS sesudah terapi
15,433 9,239 1,687 11,983 18,883 9,150 29 0,000
Dari hasil uji t berpasangan dengan indeks kepercayaan 95% diperoleh bahwa nilai signifikansinya adalah 0,000. Karena nilai ini lebih kecil dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perubahan skor VAS yang bermakna sebelum dan sesudah diterapi dengan microwave diathermy, ultrasound dan terapi latihan pada penderita frozen shoulder dengan penurunan derajat nyeri sebesar 11,983 sampai 18,883 poin.
4.1.3 Perbaikan ROM pada Penderita Frozen Shoulder dengan Menilai Perubahan Nilai ROM Bahu
Analisis mengenai perubahan ROM yang dialami pasien sebelum dan sesudah diterapi microwave diathermy, ultrasound dan terapi latihan dilakukan dengan uji t berpasangan (paired t test). Sebelum dilakukan uji t berpasangan maka dilakukan terlebih dahulu dilakukan uji normalitas untuk data ROM aktif dan pasif dengan menggunakan Shapiro-Wilk.
Tabel 8. Uji Normalitas Shapiro-Wilk ROM Aktif
Shapiro-WilkStatistic df. Sig.
Pre Abduksi .951 30 .184
Pre Adduksi .892 30 .005
Pre Fleksi .943 30 .107
Pre Ekstensi .840 30 .000
Pre IR .280 30 .000
38
Pre ER .758 30 .000
Post Abduksi .941 30 .098
Post Adduksi .928 30 .044
Post Fleksi .940 30 .089
Post Ekstensi .924 30 .034
Post IR .260 30 .000
Post ER .762 30 .000
Tabel 9. Uji Normalitas Shapiro-Wilk ROM Pasif
Shapiro-WilkStatistic df. Sig.
Pre Abduksi .926 30 .038
Pre Adduksi .880 30 .003
Pre Fleksi .908 30 .013
Pre Ekstensi .952 30 .193
Pre IR .968 30 .477
Pre ER .817 30 .000
Post Abduksi .912 30 .017
Post Adduksi .892 30 .005
Post Fleksi .900 30 .008
Post Ekstensi .894 30 .006
Post IR .919 30 .026
Post ER .803 30 .000
Dari uji normalitas Shapiro-Wilk dapat dilihat pada tabel 8 dan 9. bahwa sebagian besar kedua data, nilai signifikansi ROM aktif dan pasif tidak terdistribusi normal (p < 0,05), dengan demikian uji t berpasangan tidak dapat dilakukan dimana sarat uji t berpasangan data harus terdistribusi normal, sehingga uji Wilcoxon dilakukan karena tidak memerlukan distribusi data yang normal.
Tabel 10. Hasil analisis uji Wilcoxon ROM aktif
39
n Median(minimum-maksimum)
p
Abduksi sebelum terapiAbduksi setelah terapi
3030
117 (56-170)144 (72-177)
0,000
Adduksi sebelum terapiAdduksi setelah terapi
3030
51 (1-75)65 (17-82)
0,000
Fleksi sebelum terapiFleksi setelah terapi
3030
110,5(44-170)137,5(67-180)
0,000
Ekstensi sebelum terapiEkstensi setelah terapi
3030
50 (20-65)57,5 (31-69)
0,000
IR sebelum terapiIR setelah terapi
3030
70 (54-70)70 (69-74)
0,109
ER sebelum terapiER setelah terapi
3030
60 (5-65)65 (23-75)
0,000
Tabel 11. Hasil analisis uji Wilcoxon ROM pasif
n Median(minimum-maksimum)
p
Abduksi sebelum terapiAbduksi setelah terapi
3030
137 (88-179) 149 (100-180)
0,000
Adduksi sebelum terapiAdduksi setelah terapi
3030
63 (15-79)67,5 (26-76)
0,001
Fleksi sebelum terapiFleksi setelah terapi
3030
130 (54-173)147 (60-184)
0,000
Ekstensi sebelum terapiEkstensi setelah terapi
3030
51 (29-69)62 (35-71)
0,000
IR sebelum terapiIR setelah terapi
3030
73 (66-80)75 (70-80)
0,000
ER sebelum terapiER setelah terapi
3030
62 (18-70)67,5 (26-82)
0,000
40
Dengan uji Wilcoxon pada ROM aktif (Tabel 10.) diperoleh nilai
signifikansi 0,000 (p , < 0,05) untuk gerakan abduksi, adduksi, fleksi, ekstensi,
eksternal rotasi dan diperoleh 0,109 (p > 0,05) untuk gerakan internal rotasi. Pada
ROM pasif (Tabel 11.) diperoleh nilai signifikansi 0,000 (p < 0,05) untuk gerakan
abduksi, adduksi, fleksi, ekstensi, internal rotasi dan eksternal rotasi, dengan
demikian dapat disimpulkan ada perbaikan ROM aktif yang bermakna pada
hampir seluruh gerakan dan perbaikan ROM pasif pada seluruh gerakan pada
penderita frozen shoulder sebelum dan sesudah diterapi dengan MWD,
ultrasound, dan terapi latihan.
4.2 Pembahasan
4.2.1. Karakteristik Sosiodemografi Penderita Frozen Shoulder
Dari data tabel 1 diperoleh bahwa umur pasien yang paling banyak
mengalami frozen shoulder adalah berusia >60 tahun yaitu sebanyak 17 orang
(56.7%), Hasil penelitian ini sesuai dengan berbagai literatur yang menyebutkan
bahwa frozen shoulder jarang muncul pada usia muda. Hanya saja terdapat sedikit
perbedaan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Goldfried P Sianturi pada
tahun 2003 dimana kelompok umur terbanyak justru 46-50 tahun. Munculnya
frozen shoulder pada responden penelitian ini banyak yang berupa frozen shoulder
sekunder, yaitu frozen shoulder yang dilatarbelakangi oleh faktor penyebab
sebelumnya, bisa berupa kondisi sistemik, intrinsik, dan ekstrinsik. Pada usia yang
lebih tua, terjadi degenerasi berbagai fungsi, termasuk fungsi kardiovaskular,
saraf, muskuloskeletal, endokrin dan lain-lain. Oleh karena itu, pada penelitian ini
frozen shoulder muncul lebih banyak pada usia >60 tahun.
Dari data tabel 2. tentang penderita frozen shoulder berdasarkan jenis
kelamin, didapatkan bahwa 70,0 % responden merupakan perempuan dan 30,0 %
merupakan laki-laki. Hal ini sesuai dengan penelitian Dacree dkk (1989), dimana
perempuan lebih banyak daripada laki-laki.
Dilihat pada tabel 3. yang berkaitan tentang pekerjaan didapatkan bahwa
dari 30 responden pekerjaan yang terbanyak merupakan ibu rumah tangga
sebanyak 11 orang dengan persentase 36,7 %. Hal ini sesuai dengan teori
41
Nasution (1993) dimana hal dikarenakan perempuan lebih sering melakukan
pekerjaan rumah tangga yang mengakibatkan overuse menimbulkan mikrotrauma
berulang sehingga lebih mudah mengalami nyeri bahu.
4.2.2. Perubahan Derajat Nyeri dan Peningkatan ROM Pada Pasien Frozen Shoulder
Rerata keluhan nyeri pada penderita frozen Shoulder sesudah diberikan
perlakuan pada ke dua kelompok mengalami penurunan dari rerata keluhan nyeri
frozen Shoulder sebelum mendapat perlakuan. Analisis kemaknaan dengan uji t-
paired (berpasangan) menunjukkan bahwa pada masing-masing kelompok
menghasilkan penurunan keluhan nyeri frozen shoulder sebelum dan sesudah
terapi p 0,00. Berarti berbeda secara bermakna (p < 0,05). Ini berarti bahwa
pemberian terapi kombinasi microwave diatermi, ultrasound dapat menurunkan
nyeri pada penderita frozen Shoulder.
Dilihat dari tabel 12 terdapat perubahan nilai median ROM aktif dan pasif
sebelum dan setelah pemberian terapi. Dengan uji Wilcoxon pada ROM aktif
diperoleh nilai signifikansi 0,000 (p , < 0,05) untuk gerakan abduksi, adduksi,
fleksi, ekstensi, eksternal rotasi dan diperoleh 0,109 (p > 0,05) untuk gerakan
internal. Pada ROM pasif diperoleh nilai signifikansi 0,000 (p < 0,05) untuk
gerakan abduksi, adduksi, fleksi, ekstensi, internal rotasi dan eksternal rotasi.
Dengan demikian dapat disimpulkan ada perbaikan ROM aktif yang bermakna
pada gerakan abduksi, adduksi, fleksi, dan eksternal rotasi tetapi tidak pada
gerakan internal rotasi dan perbaikan ROM pasif pada gerakan abduksi, adduksi,
fleksi, internal rotasi dan eksternal rotasi pada pasien frozen shoulder sebelum dan
sesudah diterapi dengan microwave diathermy, ultrasound, dan terapi latihan.
Pemberian microwave diathermy dapat berpengaruh terhadap pengurangan
nyeri pada kasus frozen shoulder dengan cara meningkatkan elastisitas
pembungkus jaringan syaraf dan meningkatkan neurotransmitter serta ambang
rangsang saraf. Pada mild heat dapat memblok nyeri pada kornu posterior oleh
serabut termosensor, sedangkan pada dosis tinggi dan waktu yang lama
menyebabkan penurunan nyeri yang diakibatkan stimulus C yang merangsang
42
hipotalamus untuk membentuk endorphin sehingga rasa nyeri akan berkurang
(Frintice & Quillen, 2005).
Ultrasound merupakan deep heat modality, yang telah digunakan selama
lebih dari 60 tahun di klinik. Ultrasound efektif dalam meningkatkan ROM bahu
periarthritic. Ekstensibilatas kolagen dan tendon meningkat seiring dengan
meningkatnya suhu. Sehingga peregangan harus dimulai selama pemanasan dan
teruskan hingga jaringan kembali seperti semula (Lippincott Williams & Wilkins,
2005).
Pemberian terapi latihan yang teratur dapat mengurangi sakit dan spasme
otot, memelihara fungsi sendi bahu dan menghilangkan gangguan fungsi sendi
bahu yang terjadi atau meningkatkan fungsi sendi semaksimal mungkin.
(Thomson, 2001; Djohan, 2004).
Teori-teori tersebut sesuai dengan hasil penelitian ini yaitu terapi
microwave diathermy, ultrasound dan terapi latihan dapat menurunkan intensitas
nyeri pada pasien frozen shoulder dan memperbaiki ROM. Pemberian microwave
diathermy dapat berpengaruh pada pengurangan nyeri dengan cara meningkatkan
elastisitas pembungkus jaringan saraf, meningkatkan aktivitas neurotransmitter
serta ambang rangsang saraf, sedangkan terapi latihan menghilangkan gangguan
fungsi sendi bahu dan ultrasound yang berpengaruh dalam meningkatkan ROM
bahu.
43
44