11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pengaruh ...
-
Upload
phunghuong -
Category
Documents
-
view
225 -
download
0
Transcript of 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pengaruh ...
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pengaruh
Pengertian pengaruh menurut Badudu, J.S & Sutan (2002 : 849) adalah
sebagai berikut :
“Pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang, benda)
yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang.
Dari Pengertian di atas dapat di simpulkan, bahwa pengaruh merupakan
suatu daya yang dapat membentuk atau mengubah sesuatu yang lain.
2.2 Audit
2.2.1 Pengertian Auditing
Ada beberapa pengertian mengenai auditing yang dikemukakan oleh
beberapa ahli akuntansi dan pemeriksaan.
Menurut Mulyadi (2002 : 2) auditing adalah:
“Suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara
objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian
ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara
pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan serta
penyampaian hasil-hasilnya.”
Menurut Arens, et al. (2010 : 4) pengertian auditing adalah:
“Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about information
to determine and report on the degree of correspondence between the
information and established criteria. Auditing should be done by a
competent, independent person.”
12
Sedangkan pengertian Auditing menurut Sukrisno Agoes (2012 : 4)
adalah sebagai berikut :
“Suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis,
oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah
disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan
bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan
pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.”
Dari tiga definisi di atas terdapat beberapa istilah penting dalam auditing,
diantaranya:
1. Informasi dan kriteria yang telah ditetapkan
Informasi yang digunakan dalam audit harus tersedia dalam bentuk yang
dapat diverifikasi dengan standar (kriteria) yang dibuat untuk
mengevaluasi informasi tersebut.
2. Bukti audit
Berbagai informasi yang digunakan oleh auditor untuk menentukan
apakah informasi yang diaudit dinyatakan sesuai dengan kriteria yang
telah ditetapkan. Bukti dapat diperoleh dari kesaksian lisan klien,
komunikasi tertulis dengan pihak luar, observasi oleh auditor, dan data
elektronik serta data lain tentang transaksi.
3. Kompetensi dan independensi
Auditing harus dilakukan oleh orang yang kompeten maksudnya adalah
orang yang mampu melaksanakan tugasnya sesuai standar teknis profesi.
Artinya, auditor harus memiliki kemampuan untuk memahami kriteria-
kriteria yang digunakan dan memiliki kemampuan untuk mengetahui
13
dengan pasti jenis dan jumlah fakta yang dibutuhkan, agar pada akhirnya
pemeriksaan dapat menarik kesimpulan yang tepat. Selain itu auditor juga
harus memiliki sikap mental yang independen, sikap ini dibutuhkan dalam
pengambilan keputusan yang memihak. Walaupun kompetensi auditor
tinggi, hasil audit tidak akan berarti apa-apa jika auditor tidak dapat
menjaga independensinya.
4. Pelaporan
Penyususnan laporan audit adalah tahap akhir dalam proses audit yang
merupakan penyampaian hasil temuan-temuan auditor kepada pemakai
laporan tersebut dan memberitahukan tingkatkesesuaian antara informasi
dengan kriteria yang telah ditentukan (Arens et al. 2010 : 4)
2.2.2 Jenis Auditor
Ada beberapa jenis auditor dewasa ini yang berpraktik. Menurut Mulyadi
(2002 : 29) jenis yang paling umum adalah auditor independen, auditor
pemerintah, dan auditor intern.
1. Auditor Independen
Auditor independen adalah auditor profesional yang menyediakan jasanya
kepada masyarakat umum, terutama dalam bidang audit atas laporan
keuangan yang dibuat oleh kliennya. Profesi auditor independen
memperoleh honorarium dari kliennya dalam menjalankan keahliannya,
namun auditor independen harus independen, tidak memihak kepada
kliennya.
2. Auditor Pemerintah
Auditor pemerintah adalah auditor profesional yang bekerja di instansi
pemerintah yang tugas pokoknya melakukan audit pertanggungjawaban
keuangan yang disajikan oleh unit-unit organisasi atau entitas pemerintah
atau pertanggungjawaban keuangan yang ditujukan kepada pemerintah.
Auditor yang bekerja di instansi pemerintah pada umumnya di Indonesia
terbagi menjadi dua bagian yaitu auditor yang bekerja di Badan
Pengawasan Keuangan (BPK) sebagai auditor eksternal dan auditor yang
14
bekerja di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
sebagai auditor internal pemerintah.
3. Auditor Intern
Auditor intern adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan (perusahaan
negara maupun perusahaan swasta) yang tugas pokoknya adalah
menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh
manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik atau tidaknya
penjagaan terhadap kekayaan organiasai, menentukan efisiensi dan
efektifitas prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan keandalan
informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi.
2.2.3 Jenis-jenis Audit
Menurut Soekrisno Agoes (2012 : 10) Ditinjau dari luasnya pemeriksaan,
audit bisa dibedakan atas :
1. Pemeriksaan Umum (General Audit)
Suatu pemeriksaan umum atas laporan keuangan yang dilakukan oleh
KAP independen dengan tujuan untuk bisa memberikan pendapat
mengenai kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan. Pemeriksaan
tersebut harus dilakukan sesuai dengan Standar Profesional Akuntan
Publik atau ISA atau Panduan Audit Entitas Bisnis Kecil dan
memperhatikan Kode Etik Akuntan Indonesia, Kode Etik Profesi Akuntan
Publik serta Standar Pengendalian Mutu.
2. Pemeriksaan Khusus (Special Audit)
Suatu pemeriksaan terbatas (sesuai dengan permintaan auditee) yang
dilakukan oleh KAP yang independen, dan pada akhir pemeriksaan auditor
tidak perlu memberikan pendapat terhadap kewajaran laporan keuangan
secara keseluruhan. Pendapat yang diberikan terbatas pada pos atau
masalah tertentu yang diperiksa, karena prosedur audit yang dilakukan
juga terbatas. Misalnya KAP diminta untuk memeriksa apakah terdapat
kecurangan terhadap penagihan piutang usaha di perusahaan.
Menurut Soekrisno Agoes (2012 : 11) Ditinjau dari jenis
pemeriksaannya, audit bisa dibedakan atas :
1. Management Audit (Operational Audit)
Suatu pemeriksaan terhadap kegiatan operasional suatu perusahaan,
termasuk kebijakan akuntansi dan kebijakan operasional yang teah
ditentukan oleh manajeen, untuk mengetahui apakah kegiatan tersebut
sudah dilakukan efektif, efisien dan ekonomis.
2. Pemeriksaan Ketaatan (Compliance Audit)
15
Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui apakah perusahaan sudah
mentaati peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan yang berlaku, baik
yang ditetapkan oleh pihak internal perusahaan maupun eksternal.
3. Pemeriksaan Intern (Internal Audit)
Pemeriksaan yang dilakukan oleh bagian internal audit perusahaan, baik
terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan, maupun
ketaatan terhadap kebijakan manajemen yang telah di tentukan. Laporan
internal auditor berisi temuan pemeriksaan mengenai penyimpangan dari
kecurangan yang ditemukan, kelemahan pengendalian internal, beserta
saran-saran perbaikannya.
4. Computer Audit
Pemeriksaan oleh KAP terhadap perusahaan yang memproses data
akuntansinya dengan menggunakan Electronic Data Processing (EDP)
System. Ada 2 metode yang bisa dilakukan auditor :
a. Audit Around The Computer, hanya memeriksa input dan output dari
EDP system tanpa melakukan tes terhadap proses EDP system
tersebut.
b. Audit Through The Computer, selain memeriksa input dan output,
auditor juga melakukan tes proses EDP-nya, dengan menggunakan
Generalized Audit Software dan memasukan dummy data (data palsu)
untuk mengetahui apakah data tersebut di proses sesuai dengan sistem
yang seharusnya.
2.2.4 Standar Profesional Auditing
Menurut PSA No.01 (SA Seksi 150), Standar auditing beda dengan
prosedur auditing. “Prosedur“ berkaitan dengan tindakan yang harus
dilaksanakan, “ Standar “ berkenaan dengan kriteria atau ukuran hidup kinerja
tindakan dan berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai melalui penggunaan
prosedur tersebut. Jadi, berlainan dengan prosedur auditing, standar auditing
mencakup mutu professional (Professional Qualities) auditor independen dan
pertimbangan (Judgement) yang digunakan dalam pelaksanaan audit dan
penyusunan laporan auditing. Menurut Mulyadi (2002 : 35) terdapat lima macam
standar profesional yang diterbitkan oleh dewan sebagai aturan mutu pekerjaan
akuntan publik, yaitu :
16
1) Standar Auditing
Standar auditing merupakan pedoman audit atas laporan keuangan historis.
Standar auditing terdiri dari 10 standar dan terinci dalam bentuk Pernyataan
Standar Audit (PSA). PSA berisi ketentuan-ketentuan dan panduan utama
yang harus diikuti oleh akuntan publik dalam melaksanakan perikatan
audit. Kepatuhan terhadap Pernyataan Standar Auditing yang dikeluarkan
oleh dewan bersifat wajib (mandatory) bagi anggota Ikatan Akuntan
Indonesia yang berpraktik sebagai akuntan publik.
2) Standar Astesi
Standar astesi memberikan kerangka untuk fungsi atestasi bagi hasa
akuntan publik yang mencakup tingkat keyakinan tertinggi yang diberikan
dalam jasa audit atas laporan keuangan historis maupun tingkat keyakinan
yang lebih rendah dalam jasa nonaudit. Standar ini terdiri dari sebelas
standar dan dirinci dalam bentuk Pernyataan Standar Atestati (PSAT).
Termasuk di dalamnya adalah Interprestasi Pernyataan Standar Atestasi
(IPSAT), yang merupakan interpretasi resmi yang dikeluarkan oleh dewan
terhadap ketentuan-ketentuan yang diterbitkan oleh dewan dalam PSAT.
3) Standar Jasa Akuntansi dan Review
Standar ini memberikan kerangka untuk fungsi nonastestasi bagi jasa
akuntan publik yang mencakup jasa akuntansi dan review. Standar jasa
akuntansi dan review dirinci dalam bentuk Pernyataan Standar Jasa
Akuntansi dan Review (PSAR). Termasuk didalamnya adalah Interpretasi
Pernyataan Standar Jasa Akuntansi dan Review (IPSAR), yang merupakan
interpretasi resmi yang dikeluarkan oleh dewan terhadap ketentuan-
ketentuan yang diterbitkan oleh dewan dalam PSAR.
4) Standar Jasa Konsultasi
Standar jasa konsultasi memberikan panduan bagi akuntan pubik di dalam
penyediaan jasa konsultasi bagi masyarakat. Jasa konsultasi pada
hakikatnya berbeda dari jasa atestasi akuntan publik terhadap asersi pihak
ketiga. Dalam jasa konsultasi, para praktisi menyajikan temuan, simpulan,
dan rekomendasi. Sifat dan lingkup pekerjaan jasa konsultasi ditentukan
oleh perjanjian antara praktisi dan kliennya. Umumnya, pekerjaan jasa
konsultasi dilaksanakan untuk kepentingan klien. Standar jasa konsultasi
dirinci dalam bentuk Pernyataan Standar Jasa Konsultasi (PSJK) dan di
dalamnya termasuk Interpretasi Pernyataan Standar Jasa Konsultasi
(IPSJK)
5) Standar Pengendalian Umum
Standar pengendalian umum memberikan panduan bagi kantor akuntan
publik di dalam melaksanakan pengendalian mutu jasa yang dihasilkan
oleh kantornya dengan mematuhi berbagai standar yang diterbitkan oleh
Dewan Standar Professional Akuntan Publik dan Aturan Etika
Kompartemen Akuntan Publik yang diterbitkan oleh Kompartemen
Akuntan Publik, Ikatan Akuntan Indonesia. Dalam Perikatan jasa
professional, kantor akuntan publik bertanggung jawab untuk mematuhi
berbagai standar relevan yang telah diterbitkan oleh dewan dan
Kompartemen Akuntan Publik. Standar pengendalian mutu dirinci dalam
17
bentuk Pernyataan Standar Pengendalian Mutu (PSM) dan termasuk
Interpretasi Pernyataan Standar Pengendalian Mutu (IPSM).
2.2.5 Proses Auditing
Menurut Mulyadi (2002 : 56), tahap-tahap audit atas laporan keuangan
meliputi :
1. Penerimaan Penugasan Audit
Langkah awal pekerjaan audit atas laporan keuangan berupa pengambilan
keputusan untuk menerima atau menolak penugasan audit dari klien
berulang. Enam langkah yang perlu ditempuh oleh auditor dalam
mempertimbangkan penerimaan penugasan audit dari calon kliennya,
yaitu:
a. Mengevaluasi integritas manajemen.
b. Mengidentifikasi keadaan khusus dan risiko luar biasa.
c. Menilai kompetensi untuk melakukan audit.
d. Mengevaluasi independen.
e. Menentukan kemampuan untuk menggunakan kecermatan dan
keseksamaan.
f. Membuat surat penugasan audit (engagement letter).
2. Perencanaan Audit
Delapan tahap perencanaan audit :
a. Memahami bisnin dan industri klien.
b. Melaksanakan prosedur analitik.
c. Mempertimbangkan tingkat materialitas awal.
d. Mempertimbangkan risiko bawaan.
e. Mempertimbangkan berbagai faktor yang berpengaruh terhadap saldo
awal, jika penugasan klien berupa audit tahun pertama.
f. Mengembangkan strategi audit awal terhadap asersi signifikan.
g. Mereview informasi yang berhubungan dengan kewajiban-kewajiban
legal klien.
h. Memahami struktur pengendalian intern klien.
3. Pelaksanaan Pengujian Audit
Tahap ini disebut juga dengan pekerjaan lapangan. Tujuan utamanya
adalah untuk memperoleh bukti audit tentang efektivitas struktur
pengendalian intern klien dan kewajiban laporan keuangan klien. Secata
garis besar, pengujian audit dibagi menjadi tiga, yaitu:
a. Pengujian analitik (analytcal test).
b. Pengujian pengendalian (test of control).
c. Pengujian substantif (substantive test).
18
4. Pelaporan Audit
Langkah akhir dari suatu proses pemeriksaan auditor adalah penerbitan
laporan audit. Untuk itu, auditor perlu menyusun laporan keuangan
auditan (audited financial statement), penjelasan laporan keuangan (notes
to financial statement) dan pernyataan pendapat auditor.
Laporan audit penting sekali dalam menginformasikan pemakai informasi
mengenai apa yang telah dilakukan auditor dan kesimpulan yang diperolehnya.
Paragraf terakhir dalam laporan audit menyajikan kesimpulan auditor berdasarkan
hasil dari proses audit yang telah dilakukan. Bagian ini merupakan bagian
terpenting dari keseluruhan laporan audit, sehingga sering kali seluruh laporan
audit dinyatakan secara sederhana sebagai pendapat auditor (opini audit). Ada
lima tipe opini auditor Arens, et al. (2010 : 70), antara lain:
1. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian ( Unqualified Opinion)
Pendapat ini menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara
wajar dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi
berterima umum di Indonesia. Laporan audit dengan pendapat wajar tanpa
pengecualian diterbitkan oleh auditor dalam kondisi:
a. Semua laporan keuangan (neraca, laporan laba rugi, laporan laba
ditahan, dan laporan arus kas) telah lengkap.
b. Semua aspek dari ketiga standar umum SPAP telah dipatuhi dalam
penugasan audit tersebut.
c. Bukti audit yang cukup telah terkumpul dan auditor telah
melaksanakan perikatan sedemikian rupa sehingga membuatnya
mampu menyimpulkan bahwa ketiga standar pekerjaan lapangan
telah dipatuhi.
d. Laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi
berterima umum. Hal tersebut berarti pula bahwa pengungkapan
informatif yang cukup telah tercantum dala catatan atas laporan
keuangan tersebut.
e. Tidak ada situasi yang membuat auditor untuk merasa perlu
menambahkan sebuah paragraph penjelasan atau memodifikasi
kalimat dalam laporan audit.
2. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian dengan Bahas Penjelasan
(Unqualified Opinion With Wxplanatory Language)
Pada situasi tertentu, auditor dapat menambahkan bahasa penjelasan pada
pendapat wajar tanpa pengecualian pada laporan auditnya. Tujuan dari
19
bahasa penjelasan adalah untuk memberi tahu pemakai laporan tentang
satu atau lebih fakta material berkenaan dengan laporan keuangan yang
telah diaudit. Penyebab-penyebab utama ditambahkannya suatu bahasa
penjelasan pada laporan audit. Bentuk baku adalah:
a. Tidak adanya konsistensi dalam penerapan prinsip akuntansi yang
berlaku umum.
b. Ketidakpastian atas kelangsungan hidup suatu perusahaan (going
concern).
c. Penekanan pada suatu hal oleh auditor.
d. Pendapat berdasarkan sebagian dari auditor lain dimana tidak ada
pembatasan ruang lingkup dan ketidaksesuaian dengan prinsip
akuntansi berlaku umum.
3. Pendapat Wajar dengan Pengecualian (Qualified Opinion)
Pendapat wajar dengan pengecualian menyatakan bahwa laporan keuangan
secara keseluruhan telah disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip
akuntansi berlaku umum, kecuali untuk hal-hal tertentu yang telah
diuraikan dalam laporan. Pendapat wajar dengan pengecualian dinyatakan
pada situasi:
a. Tidak adanya bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan
terhadap ruang lingkup audit.
b. Auditor yakin bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari
prinsip akuntansi berterima umum, yang berdampak material, dan ia
berkesimpulan untuk tidak menyatakan pendapat tidak wajar.
4. Pendapat Tidak Wajar Adverse Opinion )
Pendapat tidak wajar menyatakan bahwa laporan keuangan secara
keseluruhan tidak disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum, Auditor menyatakan pendapat ini jika dia yakin
bahwa laporan keuangan secara keseluruhan dapat menyesatkan.
5. Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer of Opinion)
Pernyataan tidak memberikan pendapat (Disclaimer of Opinion)
menyatakan bahwa auditor tidak dapat menyatakan pendapat atas laporan
keuangan secara keseluruhan. Pendapat ini juga diberikan apabila auditor
dalam kondisi tidak independen dalam hubungannya dengan klien.
2.3 Profesionalisme Auditor
2.3.1 Pengertian Profesionalime
Menurut Badudu dan Sutan (2002 : 848):
“Profesi adalah pekerjaan dimana dari pekerjaan tersebut diperoleh nafkah
untuk hidup, sedangkan profesionalisme dapat diartikan bersifat profesi
atau memiliki keahlian dan keterampilan karena pendidikan dan latihan.”
20
Menurut Brooks (1995 : 25) :
“Profession is a combination of features, duties, and rights all frame
within a set of common professional values - values that determine how
decisions are made and actions are taken.”
Menurut Tugiman (1997 : 98) mengartikan profesionalisme adalah
sebagai berikut :
“Profesionalisme sebagai sikap dari perilaku seseorang dalam melakukan
profesi tertentu. Seorang yang profesional, disamping mempunyai
kesungguhan dan ketelitian bekerja, mengejar kepuasan orang lain,
keberanian menanggung risiko, ketekunan dan ketabahan hati, integritas
tinggi, konsentrasi dan kepastian pikiran, kata dan perbuatan”.
Dalam penelitian ini konsep profesionalisme yang digunakan adalah
konsep untuk mengukur bagaimana para profesional memandang profesi mereka
yang tercermin dalam sikap dan perilaku mereka. Dengan anggapan bahwa sikap
dan perilaku mempunyai hubungan timbal balik.
Menurut Arens, et al. (2010 : 108) :
“Professional means a responbility for conduct that extend beyond
satisfying individual responsibilities and beyond the requirement of our
society law and regulation.”
Profesional umumnya dinyatakan dalam hal tingkat pendidikan formal dan
non formal yang dimiliki oleh individu. Setiap profesional memiliki nilai-nilai
pribadi yang mencakup kejujuran, integritas, objektivitas, kebijaksanaan,
keberanian dan kekuatan karakter untuk mengikuti keyakinan untuk menolak
peluang yang lebih mengutamakan kepentingan sendiri daripada klien.
21
2.3.2 Dimensi Profesionalisme
Menurut Hall Richard (1968 : 97) terdapat lima dimensi
profesionalisme, yaitu:
1. Professional community affiliation
This involves both the formal organization and informal colleague
grouping as the major source of ideas and judgements for the
professional in this work.
2. Sosial Obligation
This component includes the idea of dispensibility of the profession and
the view that the work performed benefits both the public and the
practitioner.
3. Belief self regulation
This involves the belief that the person best qualified to judge the work of
a professional is a fellow professional, and the view that such a practice
is desirable and practical. It is a belief in colleague control.
4. Dedication
This reflects the dedication of the professional to his work and the feeling
that he woulld probably want to do the work even if fewer extrinsic
rewards were available.
5. Autonomy
This involves the feeling that the practitioner ought to be able to make his
own decisions without external pressures from clients, those who are not
members of his profession, or fro his employing organization.
Atribut di atas dapat di jelaskan sebagai berikut :
1. Hubungan sesama profesi yang berarti menggunakan ikatan profesi
sebagai acuan, termasuk organisasi formal dan kelompok-kelompok
kolega sebagai sumber ide utama pekerjaan. Melalui ikata profesi ini para
profesional membangun kesadaran profesinya
2. Kewajiban sosial yaitu suatu pandangan tentang pentingnya peran profesi
serta manfaat yang diperoleh baik oleh masyarakat ataupun oleh
profesional karena adanya pekerjaan tersebut.
22
3. Keyakinan terhadap profesi yang melibatkan kepercayaan bahwa yang
berwenang untuk menilai pekerjaan profesional adalah rekan sesama
profesi, dan bukan pihak luar yang tidak mempunyai kompetensi dalam
bidang ilmu dan pekerjaan mereka.
4. Pengabdian pada profesi yang mencerminkan dedikasi para profesional
untuk karyanya melalui penggunaan pengetahuan dan kecakapan yang
dimiliki. Sikap ini bisa disimpulkan sebagai suatu penyerahan diri secara
total terhadap pekerjaan.
5. Kemandirian yang menganggap bahwa seorang profesional harus mampu
membuat keputusan sendiri tanpa tekanan dari pihak yang lain, yaitu
mereka yang bukan anggota profesinya, atau dari organisasinya
mempekerjakan.
2.3.3 Cara Auditor Mewujudkan Perilaku Profesional
Pencapaian kompetensi profesional akan memerlukan standar pendidikan
umum yang tinggi diikuti oleh pendidikan khusus, pelatihan dan uji profesional
dalam subyek-subyek (tugas) yang relevan dan juga adanya pengalaman kerja.
Oleh karena itu untuk mewujudkan Profesionalisme auditor, dilakukan beberapa
cara antara lain pengendalian mutu auditor, review oleh rekan sejawat, pendidikan
profesi berkelanjutan, meningkatkan ketaatan terhadap hukum yang berlaku dan
taat terhadap kode perilaku profesional (Mulyadi 2002 : 49).
Seorang yang profesional juga harus memiliki standar profesi dalam setiap
menjalankan kegiatan profesionalnya Batasan kemampuan (knowledge, technical
skill and professional attitude) minimal yang harus dikuasai oleh seseorang
23
individu untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara
mandiri yang aturan-aturannya dibuat oleh organisasi profesi yang bersangkutan.
2.4 Kompleksitas Tugas (Task Complexity)
2.4.1 Pengertian Kompleksitas Tugas
Tugas melakukan audit cenderung merupakan tugas yang banyak
menghadapi persoalan kompleks. Auditor dihadapkan dengan tugas-tugas yang
kompleks, banyak, berbeda-beda dan saling terkait satu dengan lainnya
Kompleksitas audit didasarkan pada persepsi individu tentang kesulitan suatu
tugas audit. Ada auditor yang mempersepsikan tugas audit sebagai tugas dengan
kompleksitas tinggi dan sulit, sementara auditor lain ada yang mempersepsikan
sebagai tugas yang mudah.
Menurut Kahneman, et al (1973 : 247) mendefinsikan :
“Task complexity is thought to be synonymous with either task difficulty
(amount of attentional capacity or mental processing required) or task
structure (level of specification of what is to be done in the task)”
Iskandar, Zuraidah M.H, (2011 : 33) mendefinisikan :
“Complex tasks are ambiguously defined and difficult to measure
objectively.”
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan kompleksitas tugas pada
penelitian ini didefinisikan sebagai tugas yang kompleks, terdiri atas bagian-
bagian yang banyak, berbeda-beda dan saling terkait satu sama lain.
24
2.4.2 Indikator Kompleksitas Tugas
Dalam pelaksanaan tugasnya yang kompleks, auditor sebagai anggota pada
suatu tim audit memerlukan keahlian, kemampuan dan tingkat kesabaran yang
tinggi. Terdapat dua aspek penyusunan dari kompleksitas tugas, yaitu :
1. Tingkat sulitnya tugas, Tingkat sulitnya tugas selalu dikaitkan dengan
banyaknya informasi tentang tugas tersebut
2. struktur tugas., sementara struktur adalah terkait dengan kejelasan
informasi (information clarity) (Iskandar, Zuraidah M.H, 2011 : 33).
Menurut Bonner (1994 : 215), proses pengolahan informasi terdiri dari
tiga tahapan, yaitu: input, proses, output. Pada tahap input dan proess,
kompleksitas tugas meningkat seiring bertambahnya faktor petunjuk (cues).
Terdapat perbedaan antara pengertian banyaknya petunjuk yang diadakan
(number of cues available) dengan banyaknya petunjuk yang terolah (number of
cues processed). Banyaknya petunjuk yang ada, seorang pembuat keputusan harus
berusaha melakukan pemilahan terhadap petunjuk-petunjuk tersebut (meliputi
upaya penyeleksian dan pertimbangan-pertimbangan) dan kemudian
mengintegrasikannya ke dalam suatu pendapat (judgement). Keputusan bisa
diberikan segera bila banyak petunjuk yang diamati tidak meninggalkan batas-
batas kemampuan dari seorang pembuat keputusan.
Menurut Iskandar, Zuraidah M.H (2011 : 34) mengemukakan bahwa
kompleksitas tugas dalam pengauditan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
a. Banyaknya informasi yang tidak relevan dalam artian informasi
tersebut tidak konsisten dengan kejadian yang akan diprediksikan
25
b. Adanya ambiguitas yang tinggi, yaitu beragamnya outcome (hasil)
yang diharapkan oleh klien dari kegiatan pengauditan.
Terkait dengan kegiatan pengauditan, tingginya kompleksitas audit ini
dapat menyebabkan akuntan berperilaku disfungsional sehingga menyebabkan
seorang auditor menjadi tidak konsistensi dan tidak akuntanbilitas.
2.5 Pengalaman Auditor (Experience Auditors)
2.5.1 Pengertian Pengalaman
Pengalaman merupakan suatu proses pembelajaran dan pertambahan
perkembangan potensi bertingkah laku. Pengalaman seseorang dapat diartikan
sebagai suatu proses yang dapat membawa seseorang kepada suatu pola tingkah
laku yang lebih tinggi.
Menurut Badudu dan Sutan (2002 : 26):
“Pengalaman adalah sesuatu yang pernah dialami, dijalani, dirasai,
ditanggung, dan sebagainya”.
Mulyadi (2002 : 24) mendefinisikan bahwa:
“Pengalaman auditor merupakan akumulasi gabungan dari semua yang
diperoleh melalui interaksi”.
26
Menurut Bedard dan Chi dalam Gaballa dan Zhao Ning (2010 : 169)
menjelaskan :
“The professional experience is the power which can be obtained by the
practice over time from past experiences and direct feedback and the
general knowledge which lead to accomplish the task with high quality”
Di bidang audit, pengalaman auditor merupakan faktor penting yang
dibutuhkan dalam menyelesaikan pekerjaannya. Dari definisi di atas dapat di
jelaskan bahwa engalaman adalah salah satu penentu utama yang mempengaruhi
pada efisiensi kinerja dalam praktek profesional. Tanda-tanda studi perilaku yang
telah difokuskan pada subjek pengalaman bahwa kualitas kinerja dalam bidang
tertentu meningkat dengan pengalaman mereka di bidang itu.
2.5.2 Dimensi Pengalaman Auditor
Jika seorang memasuki karier sebagai akuntan publik, ia harus lebih dulu
mencari pengalaman profesi dibawah pengawasan akuntan senior yang lebih
berpengalaman (Mulyadi 2002 : 25). Di samping itu, pelatihan teknis yang cukup
mempunyai arti pula bahwa akuntan harus mengikuti perkembangan yang terjadi
dalam dunia usaha dan profesinya, agar akuntan yang baru selesai menempuh
pendidikan formalnya dapat segera menjalani pelatihan teknis dalam profesinya,
pemerintah mensyaratkan pengalaman kerja sekurang-kurangnya tiga tahun
sebagai akuntan dengan reputasi baik di bidang audit bagi akuntan yang ingin
memperoleh izin praktik dalam profesi akuntan publik (SK Menteri Keuangan
No.43/KMK.017/1997 tanggal 27 Januari 1997)”.
27
Selain itu menyebutkan ada tiga faktor pengalaman auditor diantaranya adalah:
a. Lamanya Menekuni Bidang Audit
Pengalaman kerja telah dipandang sebagai suatu faktor penting dalam
memprediksi kinerja akuntan publik, sehingga pengalaman dimasukkan sebagai
salah satu persyaratan dalam memperoleh izin menjadi akuntan publik (SK
MenKeu No17/PMK.01/2008) tentang Jasa Akuntan Publik menyebutkan
bahwa:
“Seorang akuntan publik harus memiliki pengalaman praktik di bidang
audit umum atas laporan keuangan paling sedikit 1000 (seribu) jam dalam 5
(lima) tahun terakhir dan paling sedikit 500 (lima ratus) jam diantaranya
memimpin dan/atau mensupervisi perikatan audit umum yang disahkan
oleh Pemimpin/Pemimpin Rekan KAP”.
Berdasarkan ketentuan di atas, maka menjadi seorang auditor yang
berpengalaman harus memiliki pengalaman minimal 5 (lima) tahun dan sekurang-
kurangnya 500 jam.
Pengalaman pada umumnya dikaitkan dengan masa kerja. Masa kerja
merupakan hasil penyerapan dari berbagai aktivitas manusia, sehingga mampu
menumbuhkan keterampilan yang muncul dalam tindakan yang dilakukan
karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan. Penelitian di bidang psikologi
menunjukkan bahwa seseorang yang berpengalaman dalam bidang substantif
memiliki lebih banyak hal yang tersimpan dalam ingatannya dan dapat
mengembangkan suatu pemahaman yang baik mengenai suatu peristiwa (Bonner,
et al 1990:40).
28
b. Frekuensi Melakukan Tugas Audit
Olofsson Marcus, Bobby Puttonen (2011 : 14) mengemukakan bahwa :
“Something new, surprisingly, will be commonplace by the presence
kontuinitas and experience, for example when we study the cycling did
not realize that we are already good at. It is often realized new task
would be a regular with experience.”
Dengan semakin seringnya auditor melaksanakan tugas audit, maka
pengalaman dan pengetahuan akan semakin bertambah, sehingga kepercayaan diri
auditor akan bertambah besar. Artinya pengalaman menghasilkan informasi yang
tersimpan dalam memori. Dengan banyaknya informasi yang dimiliki auditor,
maka auditor dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan percaya diri.
Apabila seorang auditor sering melakukan tugas auditnya maka dia akan
terbiasa dan akan memperoleh lebih banyak pengetahuan. Dengan pengetahuan
yang dimiliki seorang auditor, maka ia akan mampu membuat pertimbangan audit
yang tepat.
c. Pendidikan Berkelanjutan
Dalam standar umum SA seksi 210 tentang pelatihan dan keahlian Auditor
Independen yang terdiri atas paragraph 03-05, menyebutkan secara jelas tentang
keahlian auditor disebutkan dalam paragraf pertama sebagai berikut “Audit harus
dilakukan oleh seseorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan yang
cukup sebagai auditor” (SPAP, 2001). Standar Umum pertama tersebut
menegaskan bahwa syarat yang harus dipenuhi oleh seorang akuntan untuk
melaksanakan audit adalah harus memiliki pendidikan serta pengalaman yang
memadai dalam bidang auditing.
29
Sebagaimana yang telah diatur dalam paragraf ketiga SA seksi 210 tentang
pelatihan dan keahlian independen disebutkan:
“Dalam melaksanakan audit untuk sampai pada suatu pernyatan
pendapatan, auditor harus senantiasa bertindak sebagai seorang yang ahli
dalam bidang akuntan dan bidang auditing. Pencapaian keahlian tersebut
dimulai dengan pendidikan formalnya yang diperluas melalui pengalaman-
pengalaman selanjutnya dalam praktik audit……..(SPAP, 2001).”
Dalam Peraturan Menteri Keuangan (SK MenKeu No.17/PMK.01/2008)
tentang jasa Akuntan Publik menyebutkan bahwa :
Pasal 5 poin b :
“Seorang akuntan publik harus memiliki Sertifikat Tanda Lulus Ujian
Sertifikasi Akuntan Publik (USAP) yang diselenggarakan oleh IAPI”.
Pasal 5 poin c :
“Dalam hal tanggal kelulusan USAP sebagaimana dimaksud pada poin b
telah melewati masa 2 (dua) tahun, maka wajib menyerahkan bukti telah
mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL) paling sedikit 60
(enam puluh) Satuan Kredit PPL (SKP) dalam 2 (dua) tahun terakhir”.
Para pemeriksa berkewajiban meneruskan pendidikannya dengan tujuan
meningkatkan keahliannya. Mereka harus berusaha memperoleh informasi tentang
kemajuan dan perkembangan baru dalam standar, prosedur, dan teknik-teknik
audit. Pendidikan lebih lanjut dapat diperoleh melalui keanggotaan dan partisipasi
dalam perkumpulan profesi, kehadiran dalam berbagai konferensi, seminar kursus
yang diadakan oleh suatu universitas, program pelatihan yang dilaksanakan oleh
organisasi (in-house training programs) dan partisipasi dalam proyek penelitian
Tugiman (1997 : 31)
30
2.6 Pertimbangan Audit (Audit Judgment)
2.6.1 Definisi Pertimbangan Audit ( Audit Judgement)
Pengertian Judgement menurut Bonner, et al (1990 : 13) adalah :
“The term judgement typically refers to forming an idea, opinion, or
estimate about an object, an efent a state or another type of phenomenon.
Judgement tend to take the form of predictions about the future or an
evaluation of a current state of affairs”
Kutipan tersebut menyatakan bahwa judgement mengacu pada
pembentukan ide, pendapat, atau pemikiran tentang objek, peristiwa, keadaan atau
jenis dari fenomena. Judgement cenderung mengambil prediksi tentang peristiwa
masa depan atau evaluasi dari situasi saat ini.
Judgement merupakan suatu kegiatan yang selalu dibutuhkan oleh auditor
dalam melaksanakan audit laporan keuangan dari suatu entitas. Penilaian
profesional mencerminkan pada semua tahap pekerjaan audit, termasuk
perencanaan audit, pengumpulan dan evaluasi bukti audit dan pembentukan opini
audit. Contoh penilaian audit mencakup penentuan materi cut-off point,
identifikasi tujuan audit, dan jenis risiko, dan penentuan pendapat audit yang tepat
(Iskandar, Zuraidah M.H, 2011 : 31)
Menurut Olofsson, Bobby (2011 : 5) audit judgment adalah:
“The application of relevant training, knowledge and experience, within
the context provided by auditing, accounting and ethical standards, in
making informed decisions about the courses of action that are
appropriate in the circumstances of the audit engagement”.
31
Kutipan diatas menjelaskan bahwa audit judgment merupakan penerapan
pengetahuan dan pengalaman yang relevan, dalam konteks auditing, accounting
dan standard etika, untuk mencapai keputusan yang tepat dalam situasi atau
keadaan selama berlangsungnya penugasan audit.
Judgement merupakan suatu proses yang terus menerus dalam perolehan
informasi (termasuk umpan balik dari tindakan sebelumnya), pilhan untuk
bertindak atau tidak bertindak, penerimaan informasi lebih lanjut. Pertimbangan -
pertimbangan tersebut tidak hanya berpengaruh pada jenis opini yang diberikan
auditor, tetapi juga berpengaruh dalam hal efisiensi pelaksanaan tugas audit
(Hogart, 1992 : 40).
2.6.2 Dimensi Audit Judgement
Berdasarkan tingkatnya, judgement auditor dibedakan menjadi tiga :
1. Judgement auditor mengenai tingkat matrealitas.
Konsep matrealitas mengakui bahwa beberapa hal, baik secara individual
atau keseluruhan adalah penting bagi kewajaran penyajian laporan
keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
indonesia, sedangkan beberapa hal lainnya adalah tidak penting.
Matrealitas memberikan suatu pertimbangan penting dalam menentuan
jenis laporan audit mana yang tepat untuk di terbitkan dalam suatu kondisi
tertentu (IAI, 2001 : 312)
Financial Accounting Standart Board (FASB) mendefinisikan
matrealitas sebagai besarnya suatu penghilangan atau salah saji informasi
32
akuntansi yang dipandang dari keadaan-keadaan yang melingkupinya,
memungkinkan pertimbangan yang dilakukan oleh orang yang
mengandalkan pada informasi menjadi berubah atau dipengaruhi oleh
penghilangan atau salah saji tersebut. Definisi di atas mengharuskan
auditor untuk mempertimbangkan (1) keadaan-keadaan yang berhubugan
dengan satuan usaha (perusahaan klien), dan (2) informasi yang diperlukan
oleh mereka yang akan mengandalkan pada laporan keuangan yang telah
di audit.
Implementasinya, merupakan suatu judgement yang cukup sulit untuk
memutuskan beberapa matrealitas sebenarnya dalam suatu situasi tertentu.
SPAP SA Seksi 312 menyebutkan bahwa pertimbangan auditor mengenai
tingkat matrealitas merupakan pertimbangan profesional dan dipengaruhi
oleh persepsi auditor atas kebutuhan orang yag memiliki pengetahuan
yang memadai dan yang akan meletakan kepercayaan atas laporan
keuangan.
Dalam merencanakan suatu audit, auditor harus mempertimbangkan
matrealitas pada dua tingkatan, yaitu laporan keuangan dan tingkat saldo
rekening. Idealnya, menentukan pada awal audit jumlah gabungan dari
salah saji laporan keuangan yang dianggap material. Hal di atas pada
umumnya disebut pertimbangan awal mengenai matrealitas karena
menggunakan unsur judgement profesional dan masih dapat berubah jika
sepanjang audit yang akan dilakukan ditemukan perkembangan baru
2. Judgement auditor mengenai tingkat risiko audit.
33
Seorang auditor dalam melaksanakan tugas audit, dihadapkan pada resiko
audit yang dihadapinya sehubungan dengan judgement yang
ditetapkannya. Dalam merencanakan audit, auditor harus menggunakan
pertimbangannya dalam menentukan tingkat risiko audit yang cukup
rendah dan pertimbangan awal mengenai tingkat matrealitas dengan suatu
cara yang diharapkan, dalam keterbatasan bawaan dalam proses audit,
dapat memberikan bukti audit yang cukup untuk mencapai keyakinan
memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material (IAI,2001
: 312). Judgement auditor mengenai risiko audit dan matrealitas bersama
dengan hal-hal lain, diperlukan dalam menentukan sifat, saat, dan lingkup
prosedur audit serta dalam mengevaluasi hasil prosedur tersebut.
3. Judgement auditor mengenai going concern.
Kegagalan dalam mendeteksi kemungkinan ketidakmampuan klien untuk
going concern, seperti kasus Enron dan WorldCom, menimbulkan social
cost yang besar bagi auditor karena tingkat kepercayaan masyarakat
menjadi menurun. Statement of audit standars (SAS) no. 59 yang
dikeluarkan oleh American Institute of Certified Public Accountans
(1998), merupakan pernyataan dari badan regulasi audi untuk mereskon
keputusan going concern.
SAS 59 menuntut auditor harus mempertimbangkan apakah terdapat
keraguan yang substansial pada kemampuan entitas terus berlanjut sebagai
usaha yang going concern untk periode waktu yang layak pada setia
penugasan audit. Secara umum SAS 59 membahas tentang going concern ,
34
akan tetapi memberikan definisi operasional going concern. Sedangkan
kepuusan going concern merupakan hal yang sulit, sehingga keputusan ini
harus diambil oleh auditor yang memiliki keahlian yang memadai. Dengan
kata lain keputusan audior mengenai going concern membutuhkan
judgmenet auditor yang berpengalaman
SAS 59 menuntut auditor untuk memperhatikan rencana, strategi, dan
kemampuan manajemen klien untuk mengatasi kesulitan keuangan bisnis.
Auditor juga harus menilai keadaan dan kejadian lain dalam organisasi
klien, dan juga berkaitan dengan perusaaan, perusahaan lain dalam sektor
industri yang sama dan keadaan ekonomi secara umum. Auditor harus
memonitor semua kejadian yang mempengaruhi keadaan keuangan klien,
bahkan sebelum terdapat tingkat kesulitan yang signifikan pada keuangan
klien.
Auditor harus memperhatikan semua faktor yang terkait dengan entitas
pada saat akan mengambil keputusan tentang going concern. Evaluasi
kritis ini penting untuk memungkinkan auditor membuat penilaian yang
akurat tentang kemampuan klien mempertahankan operasinya. Jika auditor
mempunyai kesimpulan terhadap keraguan yang substansial tentang
kelangsungan hidup suatu entitas, SAS 59 meminta auditor untuk
mempertimbangkan pengaruhnya terhadap laporan keuangan dan apakah
pengungkapan going concern tersebut sudah mencakupi.
35
36
37
38
39
40
41
2.8 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis
Mengaudit suatu laporan keuangan adalah tugas seorang auditor . Dalam hal
ini seorang auditor, dituntut untuk melakukan tugasnya dengan baik untuk
memperoleh kepercayaan dari masyarakat yang dilayaninya. Pada saat
memberikan penilaian atau judgment, auditor dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Faktor-faktor tersebut antara lain adalah profesionalisme, kompleksitas tugas, dan
pengalaman auditor. Auditor tersebut dituntut untuk melaksanakan tugasnya
dengan baik, sesuai dengan standar profesional.
Gambar 2.2
Paradigma Pemikiran
Hipotesis Penelitian
Hubungan Profesionalisme dengan Audit Judgement
Profesionalisme menjadi aspek penting terkait dengan integritas profesi
seseorang. Menurut Ollofson dan Bobby, (2011:4) ,
“Professional judgement is necessary to provide a correct audit process.
Interpretations of ethical requirements and informed decisions must be
made during the audit process. Those interpretations and decisions cannot
be made without relevant knowledge and experience of the facts and
circumstances. Professional judgement is expected from auditors with
high training, knowledge and experience which means that he or she has
the competence to achieve reasonable judgement”.
Profesionalisme
Kompleksitas Tugas
Pengalaman Auditor
Audit Judgement
42
Dijelaskan bahwa professional judgement diperlukan untuk memberikan
proses audit yang benar. Interpretasi persyaratan etis dan keputusan harus dibuat
selama proses audit. Mereka interpretasi dan keputusan tidak dapat dibuat tanpa
pengetahuan dan pengalaman fakta dan keadaan yang relevan. Pertimbangan
profesional yang diharapkan dari auditor dengan pelatihan yang tinggi,
pengetahuan dan pengalaman yang berarti bahwa ia memiliki kompetensi
sehingga mencapai penilaian yang wajar.
Menurut Kalbers & Timothy J.Fogarty (1995 : 69), menyatakan bahwa
pekerjaan dapat disebut sebagai profesi jika memiliki kriteria:
“(1) giving certain services, (2) It needs certain knowledge, (3) this
knowledge must be gained by a long life education process designed for
the job, (4) has an autonomy to run the job, (5) the employee possess a
professional responsibility, (6) service quality must be more emphasized
then the benefits, (7) there is a control for in and out from its profession,
and (8) having an etical code profession (8). Professions are established
primarily to serve society”.
Dalam kutipan diatas dijelaskan bahwa pekerjaan dapat disebut sebagai
profesi jika memberikan layanan tertentu, memiliki pengetahuan tertentu,
pengetahuan ini harus diperoleh dari proses pendidikan seumur hidup panjang
yang dirancang untuk pekerjaan itu, memiliki otonomi untuk menjalankan
pekerjaan, memiliki tanggung jawab profesional, kualitas pelayanan harus lebih
ditekankan maka manfaat, ada kontrol untuk masuk dan keluar dari profesinya,
memiliki etika kode profesi dan, profesi yang didirikan terutama untuk melayani
masyarakat.
Seorang akuntan publik tentu akan menghadapi banyak situasi selama
keterlibatan dengan klien. Scutellaro (2013 : 14) menyatakan bahwa,
43
“The judgment becomes a very important thing that will be faced by a
certified public accountant in her professional life as integrity,
professionalism demonstratred explaining the main principles of a
certified public accountant”.
Jadi, judgement menjadi hal yang sangat penting yang akan dihadapi oleh
akuntan publik dalam kehidupan profesional integritasnya, profesionalisme yang
ditunjukkan melalui judgement merupakan unsur utama dari akuntan publik.
profesional judgement merupakan aspek yang semakin penting dari fungsi auditor
dalam melaksanakan tugas dalam memberikan penilaian/pertimbangan.
Dalam Standar Profesional Akuntan Publik (230.1) dalam pelaksanaan
audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran
profesionalnya dengan cermat dan seksama. Pertimbangan dengan menggunakan
kemahiran profesional diperlukan dalam menafsirkan hasil pengujian audit dan
penilaian bukti audit. Meskipun dengan bermaksud baik dan integritas kesalahan
dan kekeliruan dalam pertimbangan dapat terjadi. Auditor menggunakan
pertimbangan profesional nya dalam mengevaluasi kewajaran estimasi akuntansi
berdasarkan informasi yang dapat di harapkan masuk akal yang tersedia sebelum
penyelesaian pekerjaan lapangan.
Dalam penelitian (Ollofson dan Bobby, 2011 : 7) menjelaskan,
“An auditor who experience conflict between organizational values and
professionalism will have a tendency to have a deviant behavior during
the audit assignment. Deviant behavior that would have a tendency to
influence professional judgment to be made to deviate from the standards
also applies”.
44
Auditor yang mengalami konflik antara nilai-nilai organisasi dan
profesionalisme akan memiliki kecenderungan untuk memiliki perilaku
menyimpang selama penugasan audit. Perilaku menyimpang yang akan
kecenderungan untuk mempengaruhi pertimbangan profesional dan menyimpang
dari standar juga berlaku.
Menurut Beck and wu (2006 : 9) menjelaskan bahwa,
“An auditor must have the ability to apply professional judgment
appropriate to the financial statements made by the client based on the
applicable accounting standards, there is the influence of organizational-
professional conflict and professional judgment (professional judgment).
professional attitude can be reflected by the accuracy of the auditor in
making judgments in the audit assignment”.
Seorang auditor harus memiliki kemampuan untuk menerapkan
pertimbangan profesional yang memadai terhadap laporan keuangan yang dibuat
oleh klien berdasarkan standar akuntansi yang berlaku, terdapat adanya pengaruh
antara konflik organisasi-profesional dan penilaian profesional. Sikap
profesionalisme dapat dicerminkan oleh ketepatan auditor dalam membuat
judgement dalam penugasan auditnya.
Hubungan Kompleksitas Tugas dengan Audit Judgement
Dalam kasus lingkungan audit, penting untuk mempelajari kompleksitas
tugas karena kompleksitas tugas dapat berdampak pada kinerja seorang auditor
dalam melakukan audit judgment.
45
Secara singkat Chen, G., Casper, W. J. and Cortina, J. M. (2001 : 219)
menjelaskan bahwa,
“Task complexity refers to the number of different attributes in a task and
the relationships among these attributes. Relative to simple tasks, complex
tasks require more personal resources (e.g., attentional resources,
information-processing capacity, effort, and persistence) to be expanded
in performing”.
Kompleksitas tugas mengacu pada jumlah atribut yang berbeda dalam
tugas dan hubungan antara atribut tersebut. Sehubungan dengan tugas-tugas
sederhana, tugas-tugas kompleks membutuhkan banyak sumber daya pribadi
misalnya, sumber daya atensi, kapasitas pengolahan informasi, usaha, dan
ketekunan ntuk diperluas dalam melakukan tugas mereka.
Selain itu dalam penelitian Yeo dan Neal (2004 : 239) menyatakan
bahwa,
“As task complexity increases and exceeds a person's available resources,
performance should declin”.
Ketika kompleksitas tugas meningkat dan melebihi sumber daya seseorang
yang tersedia, kinerja akan menurun.
Dalam Sanusi Iskandar (2007 : 125) menjelaskan bahwa,
“A complex task may trigger apprehensions of failure and lower their
beliefs in their ability to accomplish the task. The lower these selfefficacy
beliefs, the lower the effort and persistence and, hence, performance”.
46
Tugas yang kompleks dapat memicu kekhawatiran kegagalan dan
keyakinan dalam kemampuan mereka untuk menyelesaikan tugas. Semakin
rendah ini keyakinan dalam menyelesaikan tugas, semakin rendah usaha,
ketekunan dan, kinerjanya.
Audit pekerjaan seorang auditor sering dievaluasi berdasarkan kinerja
penilaiannya. Kinerja penilaian (judgement) auditor dapat bervariasi dalam
kaitannya dengan kompleksitas tugas audit, yang bisa berkisar dari yang
sederhana dan rutin yang ekstrim.
Dalam penelitian Bonner S. E (1994 : 218),
“Task complexity increases, people use easier, non-compensatory
strategies that lead to lower quality judgments and decisions”.
Ketika kompleksitas tugas meningkat, seseorang akan melakukan
penilaian (judgement) dan keputusan pada kualitas yang rendah sehingga
kompleksitas tugas yang tinggi dapat merusak judgment yang dibuat oleh auditor.
Hubungan Pengalaman Auditor dengan Audit Judgement
Kompetensi tekhnis berupa pengalaman auditor merupakan kemampuan
individu dan dianggap menjadi faktor penting dalam mengambil judgment.
Berdasarkan jenis audit, pengetahuan dan pengalaman akan membantu dalam
pengambilan keputusan Pengalaman juga dapat diukur dengan rentang waku yang
telah digunakan terhadap suatu perkerjaan atau tugas.
Libby dan Frederick (1990: 350) menyatakan,
“If the auditor is more experienced then the interpretation produced by
the auditor will variety in determining audit results. The auditor can
47
produce various kinds of expectations in explaining the findings of the
audit. Someone with more experience stored in memory can easily develop
a good understanding of the events”.
Apabila auditor lebih berpengalaman maka interpretasi yang dihasilkan
oleh auditor akan beragam dalam meneatapkan hasil audit. Auditor dapat
menghasilkan berbagai macam ekspektasi dalam menjelaskan temuan audit.
Seseorang dengan pengalaman lebih yang tersimpan dalam ingatannya dapat
dengan mudah mengembangkan pemahaman yang baik tentang peristiwa yang di
hadapinya.
Dalam sebuah panduan internasional untuk, auditor, regulator dan
pembuat standar yang dibuat oleh Institute of Chartered Accountants of
Scotland (ICAS) (2012 : 4) menyatakan,
“accountants need to be questioning and capable of exercising
professional judgement. Education, culture and experience of principles-
based accounting and of making judgements varies from country to
country and individual to individual”.
Akuntan perlu bertanya dan mampu melakukan penilaian profesional.
Pendidikan, budaya dan pengalaman akuntansi berbasis prinsip dan pertimbangan
dapat bervariasi dari satu negara ke negara dan individu ke individu.
Menurut Gaballa dan zhou Ning (2010 : 169) melihat bahwa,
“Professional experience reflects possession of the auditor to the structure
of developed knowledge includes general knowledge, which is the facts,
theories and definitions which are mentioned in the books, magazines, and
special knowledge and represented in the knowledge related to the
completion of some tasks, these two types of knowledge are the basic
interpreter for the quality of personal rule of the expert auditors , and is
correlated to a large extent with the scope of the efficiency of memory and
the personal attributes and beliefs affect the test and modernize the
knowledge infrastructure, and the pace of increase in building good
attitudes and having prior knowledge about them”.
48
Pengalaman profesional mencerminkan penguasaan auditor dengan
struktur pengetahuan yang dikembangkan meliputi pengetahuan umum, yang
merupakan fakta, teori dan definisi yang disebutkan dalam buku-buku, majalah,
dan pengetahuan khusus dan diwakili dalam pengetahuan yang berkaitan dengan
penyelesaian beberapa tugas, ada dua jenis pengetahuan yaitu interpreter basic
untuk kualitas aturan pribadi dari auditor ahli, dan berkorelasi untuk sebagian
besar dengan lingkup efisiensi memori dan atribut pribadi dan keyakinan
mempengaruhi pengujian dan memodernisasi infrastruktur pengetahuan, dan laju
peningkatan dalam membangun sikap yang baik dan memiliki pengetahuan
sebelumnya tentang mereka.
Penilaian profesional mencerminkan penilaian kolektif pada semua tahap
pekerjaan audit, termasuk perencanaan audit, pengumpulan dan evaluasi bukti
audit dan pembentukan opini audit. Contoh penilaian audit yang mencakup
penentuan materi poin cut-off, identifikasi tujuan audit, penilaian dari sumber dan
jenis risiko, dan penentuan pendapat audit yang tepat. Penilaian Audit memainkan
peran kunci dalam audit Iskandar, Zuraidah M.H (2011 : 31). Seseorang yang
memiliki pengetahuan dan keterampilan prosedural yang luas yang ditunjukkan
dalam pengalaman audit sehingga dapat membantu auditor dalam membuat
penilaian (judgement).
Hubungan Profesionalisme, Kompleksitas Tugas dan Pengalaman Auditor
Dengan Audit Judgement
Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi auditor dalam pembuatan
audit judgment, baik yang bersifat teknis maupun non teknis. Secara teknis, faktor
49
profesionalisme, kompleksitas tugas serta pengalaman saat melakukan
pemeriksaan dapat mempengaruhi judgment auditor.
Sikap profesionalisme auditor dapat dicerminkan oleh ketepatan auditor
dalam membuat judgement dalam penugasan auditnya. Dalam Standar
Pekerjaan Lapangan No.1 telah disebutkan bahwa pekerjaan harus direncanakan
sebaik baiknya. Dimana pekerjaan audit yang dilaksanakan baik dalam tahap
perencanaan maupun dalam tahap suvervisi harus melibatkan professional
judgement. Ini mengharuskan para auditor untuk senantiasa menggunakan
profesional judgement mereka dalam segala proses audit.
Menurut Pertimbangan profesional adalah proses yang digunakan untuk
mencapai kesimpulan yang beralasan bahwa berdasarkan fakta-fakta yang relevan
dan kondisi yang tersedia pada saat kesimpulan. Sebuah bagian penting dari
proses ini adalah keterlibatan individu dengan pengetahuan dan pengalaman yang
cukup. Pertimbangan profesional melibatkan identifikasi, tanpa bias, alternatif
yang masuk akal, karena itu, pertimbangan cermat dan obyektif informasi yang
mungkin tampak bertentangan dengan kesimpulan adalah kunci untuk
penerapannya (Guy Moore, 2009 : 2).
Hasil penelitian Chung dan Monroe (2001 : 120) bahwa kompleksitas
tugas yang tinggi berpengaruh terhadap judgement yang diambil auditor. Hal
senada juga ditujukkan dalam penelitian yang dilakukan Abdolmohammadi dan
Wright (1986 : 6) mengatakan bahwa terdapat perbedaan judgement yang diambil
auditor pada kompleksitas tinggi dan kompleksitas rendah.
50
Menurut Bonner S. E, (1994 : 221), menjelaskan bahwa,
“In performing a complex task, an effort can not directly or strong effect on
performance. The auditor also should improve their competence is to
increase skills and experience of the audit. The auditor must have
knowledge auditing, knowledge of auditing and accounting as well as
industry audited entity”.
Dalam melaksanakan suatu tugas yang kompleks, usaha tidak dapat secara
langsung atau kuat berpengaruh pada kinerja. Auditor juga harus meningkatkan
kompetensinya yaitu dengan menambah keahlian dan pengalaman auditnya.
Auditor harus memiliki pengetahuan pengauditan (umum dan khusus),
pengetahuan mengenai bidang auditing dan akuntansi serta memahami industri
entitas yang diperiksa.
Menurut pandangan Gaballa dan zhou Ning, (2010 : 169) menjelaskan,
“Professional experience is a strength that can be obtained by practice from
time to time from past experience and immediate feedback and the common
knowledge that leads to complete tasks with high quality”.
Pengalaman profesional adalah kekuatan yang dapat diperoleh dengan
praktek dari waktu ke waktu dari pengalaman masa lalu dan umpan balik
langsung dan pengetahuan umum yang mengarah untuk menyelesaikan tugas
dengan kualitas tinggi
Dalam pandangan dari Abdolmohammadi dan Wright, (1987 : 10)
menjelaskan bahwa,
“An experienced auditor the ability to predict an event would be better.
Experienced auditors usually easier smelled a fraud happened. Experience
51
ever passed by an auditor in performing audit tasks give lessons to the
auditors in making judgment” .
Seorang auditor yang berpengalaman maka kemampuannya untuk
memprediksi suatu kejadian pun akan lebih baik. Auditor yang berpengelaman
biasanya lebih mudah mencium adanya kecurangan terjadi. Pengalaman yang
pernah dilalui oleh seorang auditor dalam melakukan tugas auditnya memberikan
pelajaran kepada auditor tersebut dalam melakukan judgment.
Berdasarkan model penelitian diatas, hipotesis penelitiannya adalah sebagai
berikut :
H1 : Profesionalisme Auditor memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Audit
Judgement
H2 : Kompleksitas Tugas Auditor memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
Audit Judgement
H3 : Pengalaman Auditor memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Audit
Judgement
H4:Profesionalisme, Kompleksitas Tugas, Pengalaman Auditor memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap Audit Judgement