109558966 Isi REFERAT Fraktur Tulang Temporal

29
PENDAHULUAN Fraktur tulang temporal adalah kelainan yang sering dikonsultasikan ke spesailis THT (Telinga, Hidung, Tengorok) pada keadaan darurat. Pengetahuan tentang anatomi struktur vital dalam tulang temporal sangat penting untuk mendiagnosa dan penanganan cedera dengan cepat dan tepat. Evaluasi yang tepat dapat memperhitungkan derajat keparahan dan gejala-gejala trauma pada telinga. Fraktur tulang temporal terjadi pada sekitar 14-22% dari semua cedera tengkorak. Terjadi pengingkatan angka kejadian fraktur tulang unilateral, dan fraktur bilateral dari 9% menjadi 20%. Anak-anak merupakan 8-22% dari pasien dengan fraktur tulang temporal (Tomoko M, 2010). Cedera pada tulang temporal terjadi pada 30 sampai 70% kasus yang melibatkan trauma tumpul kepala. Meskipun langkah-langkah keamanan seperti sabuk pengaman, airbags, dan helm sepeda dapat membantu mengurangi jumlah kecelakaan kendaraan yang 1

description

gjhhgvb

Transcript of 109558966 Isi REFERAT Fraktur Tulang Temporal

Page 1: 109558966 Isi REFERAT Fraktur Tulang Temporal

PENDAHULUAN

Fraktur tulang temporal adalah kelainan yang sering dikonsultasikan ke

spesailis THT (Telinga, Hidung, Tengorok) pada keadaan darurat. Pengetahuan

tentang anatomi struktur vital dalam tulang temporal sangat penting untuk

mendiagnosa dan penanganan cedera dengan cepat dan tepat. Evaluasi yang tepat

dapat memperhitungkan derajat keparahan dan gejala-gejala trauma pada telinga.

Fraktur tulang temporal terjadi pada sekitar 14-22% dari semua cedera tengkorak.

Terjadi pengingkatan angka kejadian fraktur tulang unilateral, dan fraktur bilateral

dari 9% menjadi 20%. Anak-anak merupakan 8-22% dari pasien dengan fraktur

tulang temporal (Tomoko M, 2010).

Cedera pada tulang temporal terjadi pada 30 sampai 70% kasus yang

melibatkan trauma tumpul kepala. Meskipun langkah-langkah keamanan seperti

sabuk pengaman, airbags, dan helm sepeda dapat membantu mengurangi jumlah

kecelakaan kendaraan yang mengakibatkan trauma kepala, kecelakaan tetap yang

paling umum menjadi penyebab cedera tulang temporal. Luka tembakan pada

kepala merupakan penyebab yang tidak sering tetapi meningkatkan frekuensi

kejadian trauma kepala, dan lebih dari setengah pasien ini menderita trauma

intrakanial. Luka pada arteri karotis lebih sering meningkatkan angka kematian

dibandingkan pada trauma tumpul (Alpen Patel, M.D., and Eli Groppo, M.D.,

2010).

Fraktur tulang temporal berpotensi mengakibatkan cedera serius pada saraf

wajah, telinga tengah, telinga bagian dalam dan berisiko pada intrakranial.

Namun, fraktur tulang temporal mungkin dapat tidak terdeteksi pada pasien yang

1

Page 2: 109558966 Isi REFERAT Fraktur Tulang Temporal

asimtomatik atau tidak melaporkan gejala mereka kepada dokter ( Zamzil Amin,

2008 ).

Trauma tulang temporal sering dikaitkan dengan trauma cedera otak berat.

Sekitar 4% pasien dengan cedera kepala mengalami fraktur, dan 14-22% dari

pasien tersebut menderita fraktur tulang temporal. Tiga penyebab tersering adalah

kecelakaan dengan kendaraan dan sepeda motor 45%, jatuh 32%, dan perampokan

11% ( Myrian Marajo DS, Juliano Furno SM, Fabricio Barbosa DC, 2011 ).

Dari uraian diatas maka penulis ingin membahas tentang fraktur tulang

temporal terutama pars petrous, selain bertujuan untuk memenuhi tugas sebagai

dokter muda di laboratorium poli Telinga, Hidung, dan Tenggorok RSUD

Jombang, referat ini bertujuan untuk memberikan tambahan pengetahuan bagi

seluruh pembaca.

2

Page 3: 109558966 Isi REFERAT Fraktur Tulang Temporal

PEMBAHASAN

Anatomi Tulang Temporal

Tulang temporal terdiri dari lima komponen yaitu tulang skuamosa, timpani,

styloid, mastoid, dan petrosus (Alpen Patel, M.D., and Eli Groppo, M.D., 2010).

Tulang temporal bersama dengan tulang oksipital, parietal, sfenoid, dan

zigomatkum membentuk dinding lateral dasar tengkorak atau bagian tengah dan

posterior dari fossa kranialis (Yan Edward, 2011).

Gambar 1. Gambar dua sisi tulang temporal pada tulang tengkorak manusia. (B) Dilihat dari sisi anterior, (C) dilihat dari inferior, (D) Dilihat dari bagian dasar tulang tengkorak.

( Sumber: Alpen Patel, M.D., and Eli Groppo, M.D., 2010 )

Pada trauma tulang temporal sangat rawan terjadi kerusakan organ-organ

intratemporal. Tulang temporal menutupi organ-organ penting seperti saraf

fasialis, saraf vestibulokoklearis, koklea dan labirin, tulang-tulang pendengaran,

3

Page 4: 109558966 Isi REFERAT Fraktur Tulang Temporal

membran timpani, kanalis akustikus eksternus, sendi temporomandibular , vena

jugularis serta arteri karotis. (Yan Edward, 2011).

Gambar 2. Gambar tulang temporal kiri dilihat dari sisi lateral. Tulang skuamosa, styloid, dan mastoid yang terlihat. Garis bagian tympani, meatus akustikus eksternus dan

tulang petrous adalah struktur interior dantidak terlihat dari pandangan lateral.

( Sumber: Alpen Patel, M.D., and Eli Groppo, M.D., 2010 )

Petrosus merupakan bagian dari tulang temporal yang berbentuk piramid,

terletak di dasar tulang tengkorak dan diantara tulang sphenoid dan oksipital. Hal

ini yang menyebabkan petrosus tidak terlihat dari sisi lateral tulang temporal.

Petrosus merupakan bagian terpenting dari tulang temporal yang melindungi

telinga tengah dan dalam serta bagian-bagian dari saraf facialis (Alpen Patel,

M.D., and Eli Groppo, M.D., 2010).

Pada pemeriksaan tampak bagian-bagian dari pars petrosa yang terdiri dari

basis, apex, tiga permukaan, dan berisi bagian dari organ pendengaran. Basis

menyatu dengan permukaan dalam dari skuama dan mastoid. Bagian apex dapat

digambarkan sebagai bangunan bersiku antara batas posterior dari sayap os

sphenoid dan bagian bawah dari os occipital. Pada bagian ini terdapat orifisium

internal dari canalis caroticus dan membentuk batas postero-lateral dari foramen

lacerum (Gray’s anatomy, 2012)

4

Page 5: 109558966 Isi REFERAT Fraktur Tulang Temporal

Permukaan anterior terbentuk dari bagian posterior middle fossa dari basis

kranii, dan berlanjut pada bagian dalam pars squamosa yang bersatu pada sutura

petrosquamous. Pada bagian ini terdapat cekungan-cekungan yang konsisten

dengan bentuk otak. Permukaan posterior terdiri dari bagian depan fossa posterior

basis kranii dan berlanjut pada bagian dalam mastoid. Pada daerah sentral terdapat

orificium yang disebut meatus akustikus internus. MAI merupakan kanalis

sepanjang 1 cm yang berjalan kea rah lateral yang berisi nervus fasialis, nervus

akustikus dan cabang arteri basilaris. Permukaan inferior berbentuk tidak

beraturan, yang terbentuk dari bagian luar basis kranii (Gray’anatomy, 2012).

Gambar 3. Pars Petrosus

Etiologi

Cedera tulang diakibatkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor (12% -47%),

penganiayaan (10% -37%), jatuh (16% -40%), dan luka tembak (3% -33%).

Dengan perbaikan teknologi keselamatan mobil, kejadian patah tulang akibat

kecelakaan kendaraan bermotor dapat mengalami penurunan. Di sisi lain,

peningkatan kejahatan dalam kekerasan dapat mengakibatkan cedera tulang

temporal karena penyerangan (Tomoko M, 2010).

Klasifikasi

Pada tahun 1926, Ulrich adalah orang pertama yang mengklasifikasikan fraktur

tulang temporal menjadi fraktur longitudinal dan fraktur transversal. Ghorayeb

5

Page 6: 109558966 Isi REFERAT Fraktur Tulang Temporal

dan Yeakley, dalam studi mereka terhadap 150 tulang temporal yang patah,

menemukan bahwa sebagian besar tulang yang patah berbentuk oblique dan

campuran (Antonia Riera March, 2012).

Fraktur longitudinal merupakan 80% dari semua fraktur tulang temporal.

Fraktur ini biasanya disebabkan karena pukulan pada tulang temporal atau

parietal. Garis fraktur sejajar dengan sumbu panjang piramida tulang petrosus.

Dimulai di pars squamosa (mastoid atau meatus akustikus eksternus), meluas

melalui saluran eksternal posterosuperior, berlanjut melewati atap dari telinga

tengah bagian anterior labirin, dan berakhir anteromedial di tengah fossa kranial

dekat dengan foramen lacerum dan foramen ovale. Tanda dan gejala dari fraktur

tersebut antara lain perdarahan pada saluran telinga yang berasal dari kulit dan

laserasi membran timpani, hemotympanum, fraktur pada kanalis akustikus

eksternus, gangguan tulang pendengaran yang dapat menyebabkan conductive

hearing loss (CHL), dan kelumpuhan saraf wajah (Antonia Riera March, 2012).

Fraktur transversal merupakan 20% dari semua fraktur tulang temporal. Fraktur

ini biasanya disebabkan oleh serangan pukulan dari frontal atau parietal, tetapi

dapat juga disebabkan pukulan dari oksipital. Garis fraktur berjalan dari sudut

kanan sumbu panjang piramida tulang petrosus dan mulai di tengah fossa kranial

(dekat dengan lacerum foramen dan spinosum). Kemudian melintasi piramida

tulang petrosus, melintang dan berakhir pada foramen magnum. Fraktur

transversal biasanya menyebabkan struktur koklea dan vestibular hancur, sehingga

dapat mengakibatkan sensorineural hearing loss (SNHL) dan vertigo yang berat.

Intensitas vertigo akan berkurang setelah 7-10 hari kemudian terus menurun

selama 1-2 bulan berikutnya, dan hanya menyisakan perasaan goyah yang

6

Page 7: 109558966 Isi REFERAT Fraktur Tulang Temporal

berlangsung sekitar 3-6 bulan, sampai akhirnya terjadi kompensasi (Antonia Riera

March, 2012).

Tabel 1. Perbandingan fraktur longitudinal dan fraktur transversal

Gambaran Fraktur longitudinal Fraktur transversal

Insiden 80% 20%

Mekanisme Trauma dari os tenporal atau

os parietal

Trauma daro os frontal atau os

oksipital

Otore CSF Sering Jarang

Perforasi

Membran timpani

Sering Jarang

Kerusakan

n.facialis

20% (tidak menetap dan onset

lambat)

50% (berat, menetap dan onset

immediate)

Hearing Loss Sering (tipe konduktif dan

sensorineural pada nada tinggi)

Sering (sensorineural atau

campuran)

Hemotimpanicum Sering Jarang

Nistagmus Sering (Spontan, intensitas

rendah atau tergantung posisi)

Sering (spontan, intensitas

tinggi)

Otore Sering Jarang

Vertigo Sering (kurang intens) Sering ( lebih intens, biasanya

terjadi pada fase akut, dengan

disertai nausea dan vomiting)

Sumber: (Antonia Riera March, 2012)

Frakture oblique biasanya terbentuk dari kedua fraktur yaitu longitudinal dan

transversal. Menurut beberapa penulis, fraktur oblique terjadi lebih sering

daripada fraktur transversal atau longitudinal. Beberapa literature medis

menyebutkan bahwa 62-90% dari fraktur pada tulang temporal merupakan fraktur

oblique (Antonia Riera March, 2012).

Pemeriksaan

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis fraktur

tulang temporal antara lain :Radiografi foto polos dari skull menunjukkan bagian

7

Page 8: 109558966 Isi REFERAT Fraktur Tulang Temporal

yang opaq dari air sel mastoid, udara pada intrakranial, atau namun jarang terjadi

terdapat lusensi (garis fraktur). Umumnya, diagnosis fraktur tulang temporal

dengan radiografi foto polos sulit dilakukan dan membutuhkan konfirmasi dengan

CT-scan. Tingkat negatif palsu untuk radiografi foto polos sangat tinggi (Richard

J Woodcock Jr, MD., 2012).

CT-Scan ( Computed Tomography Scanning). Potongan tipis (1 mm) CT-scan

dapat menunjukkan lusensi yang melewati tulang temporal. Keterlibatan telinga

tengah, tulang petrosus, kapsul otic, dan saluran saraf wajah merupakan penentu

utama prognosis (Richard J Woodcock Jr, MD., 2012).

Fraktur longitudinal (ditunjukkan pada gambar di bawah) sejajar dengan sumbu

panjang tulang petrosus. Keterlibatan telinga tengah, kanalis karotis, tulang

labirin, dan meatus akustikus eksternus sebaiknya diperhatikan (Richard J

Woodcock Jr, MD., 2012).

Gambar 4. Aksial noncontrast CT scan pada patah tulang longitudinal tulang temporal

(panah)

Fraktur transversal (dilihat di bawah) tegak lurus terhadap sumbu panjang

tulang petrosus. Keterlibatan struktur telinga bagian dalam dan nervus fasialis

harus diperhatikan.

8

Page 9: 109558966 Isi REFERAT Fraktur Tulang Temporal

Gambar 5. Aksial noncontrast CT scan patah tulang transversal pada tulang temporal (panah)

Fraktur oblique (ditampilkan di bawah) memiliki unsur tranversal dan

longitudinal.

Gambar 6. Aksial noncontrast CT scan dengan tulang temporal menunjukkan

patah tulang kompleks dengan komponen transversal (panah) dan komponen

oblique (panah atas)

MRI (Magnetic Resonance Imaging). Hasil MRI menunjukkan adanya cairan

pada telinga tengah dan air sel mastoid. Gambar T1-weighted memperlihatkan

bagian yang terang di labirin atau telinga tengah yang konsisten dengan

9

Page 10: 109558966 Isi REFERAT Fraktur Tulang Temporal

perdarahan. Namun, pada fraktur tulang temporal MRI memiliki sensitivitas dan

spesifisitas sangat rendah (Richard J Woodcock Jr, MD., 2012).

Nuclear Imaging. Studi kedokteran nuklir tidak digunakan dalam mendiagnosis

trauma akut. Namun, cisternography nuklir dapat digunakan sebagai tambahan

pada CT scan untuk diagnosis trauma yang berhubungan dengan kebocoran

Cerebro Spinal Fluid (CSF). Dalam pemakaiannya, cisternography nuklir

merupakan cara yang sensitif untuk mendeteksi kebocoran CSF tetapi tidak akurat

dalam menggambarkan lokasi kebocoran (Richard J Woodcock Jr, MD., 2012).

Angiography. Angiography bukan merupakan pemeriksaan penunjang dalam

diagnosis atau manajemen fraktur tulang temporal, namun bila fraktur mengenai

kanalis arteri karotis internal dapat terjadi kerusakan arteri karotis sehingga

diperlukan pemeriksaan angiography. Dalam sebuah penelitian retrospektif

terhadap penggunaan angiografi untuk evaluasi fraktur tulang temporal, Ahmed et

al menemukan bahwa angka kematian secara signifikan lebih tinggi terjadi pada

pasien dengan CT abnormal tanpa dilakukan angiogram daripada pada pasien

dengan CT abnormal dan angiogram yang abnormal. Para peneliti saat ini

menyimpulkan bahwa diperlukan pedoman penggunaan angiografi yang luas

untuk mencakup semua pasien yang memiliki bukti CT cedera neurocranial,

sehingga dapat mendeteksi cedera vaskular yang perlu manajemen yang agresif

dan untuk menurunkan angka kematian secara keseluruhan (Richard J Woodcock

Jr, MD., 2012).

Penatalaksanaan

Umumnya, pasien dengan paralisis fasialis dapat dikelola secara konservatif

dengan kortikosteroid sistemik selama 10-14 hari kecuali bila ada kontraindikasi.

10

Page 11: 109558966 Isi REFERAT Fraktur Tulang Temporal

Pasien yang mengalami paralisis lengkap dengan onset yang cepat sebaiknya

segera dilakukan pemeriksaan awal dengan menggunakan perangsang saraf Hilger

antara hari 3 dan 7. Bila tidak ada penurunan rangsangan saraf, pasien sebaiknya

diobservasi. Penurunan rangsangan saraf dalam waktu satu minggu atau lebih,

degenerasi ENOG mencapai 90% dan terjadi selama 2-3 minggu, merupakan

indikasi utnuk dilakukan terapi bedah (Antonia Riera March, 2012).

Komplikasi

Komplikasi fraktur tulang temporal antara lain penurunan pendengaran,

kelumpuhan saraf wajah dan otogenic, dan kebocoran cairan serebrospinal yang

harus segera dilakukan perawatan oleh tim darurat trauma bedah saraf (Myrian

Marajo DS, Juliano Furno SM, Fabricio Barbosa DC, 2011).

Lebih dari setengah pasien dengan trauma pada tulang temporal mengalami

penurunan pendengaran. Tipe dan tingkatan dari penurunan pendengaran

berhubungan dengan trauma yang mendasari dan lokasi dari fraktur. Fraktur

transversal dapat mengenai kapsul otic dan meatus akustikus internus sehingga

sering mengakibatkan sensorineural hearing loss (SNHL) yang berat. Fraktur

longitudinal sering menyebabkan conductive atau mix hearing loss. Dislokasi dari

sendi incudostapedial merupakan penyebab terbanyak dari trauma tulang

pendengaran pada fraktur tulang temporal. Bahkan tanpa fraktur tulang temporal,

getaran hebat pada cochlea atau labirin dapat menyebabkan penurunan

pendengaran (Tomoko M, 2010).

Kelumpuhan saraf wajah. Cedera kepala yang disebabkan kecelakaan

kendaraan bermotor merupakan penyebab terbanyak kasus parese saraf fasialis

yang diakibatan trauma (31%). Mekanisme atau riwayat detail dari trauma harus

11

Page 12: 109558966 Isi REFERAT Fraktur Tulang Temporal

ditanyakan. Termasuk bagian kepala yang terkena benturan. Ini berhubungan

dengan kemungkinan jenis fraktur yang terjadi. Trauma dari arah frontal atau

oksipital sering menyebabkan fraktur tulang temporal jenis transversal. Sedangkan

trauma dari arah lateral sering menyebabkan fraktur jenis longitudinal. Onset dan

progresivitas parese saraf fasialis sangat penting. Terjadinya gangguan

pendengaran atau vertigo setelah trauma tulang temporal harus dicurigai adanya

cedera pada saraf fasialis. Segera setelah kondisi umum dan fungsi hemodinamik

pasien stabil, dilakukan pemeriksaan saraf fasialis dan status pendengaran.

Termasuk pemeriksaan awal dengan otoskopi. Sering pemeriksaan awal untuk

fungsi saraf fasialis ini terlambat dilakukan karena “keadaan darurat”, seperti

perdarahan aktif yang harus diatasi lebih dahulu Pemeriksaan THT di telinga

meliputi pemeriksaan kanalis akustikus eksternus untuk melihat adanya laserasi

atau tidak. Dengan bantuan otoskop, dilakukan inspeksi kondisi membran

timpani, apakah disertai dengan perforasi atau hemotimpani. Perlu diperhatikan

juga jenis cairan otore yang keluar, apakah bercampur darah atau jernih (cairan

serebrospinal). Komplikasi lain dari kerusakan saraf fasialis adalah air mata buaya

(crocodile tears), yang terjadi akibat penyimpangan regenerasi serabut saraf

parasimpatis yang seharusnya menginervasi kelenjar liur, menjadi menyimpang ke

kelenjar lakrimal. Selain itu dapat pula terjadi hiperkinesis di tendon stapes, yang

menimbulkan keluhan telinga penuh dan bergemuruh. Tujuan pemeriksaan fungsi

saraf fasialis, disamping untuk menentukan derajat kelumpuhan, juga dapat

menentukan letak lesi saraf fasialis. Pada pemeriksaan fungsi motorik otot-otot

wajah, dapat digunakan gradasi fungsi saraf fasialis menurut House-Brackmann

dan Freys. Pemeriksaan radiologi berupa CT scanning dengan resolusi tinggi

12

Page 13: 109558966 Isi REFERAT Fraktur Tulang Temporal

sangat membantu dalam menegakkan diagnosis fraktur tulang temporal. Keutuhan

osikel atau tulang-tulang pendengaran juga dievaluasi. Jika memungkinkan, untuk

mendapatkan gambaran yang maksimal, CT scanning yang diminta adalah

potongan koronal axial dengan irisan 0,6 mm (Yan Edward, 2011).

Penatalaksanaan parese saraf fasialis akibat fraktur tulang temporal sampai

sekarang masih merupakan hal yang kontroversial. Sebagian penulis

merekomendasikan untuk hanya mengobservasi dan terapi simptomatis saja.

Mainan dkk, mengamati dari 45 pasien non-operatif, didapatkan 44 orang

mengalami penyembuhan yang memuaskan dan 65% mengalami penyembuhan

yang sempurna. Seperti dikutip Mattox, dari McKennan dan Chole, pasien

paralisis saraf fasialis dengan onset yang telah terlambat, tetap mengalami

penyembuhan yang baik. Ketika telah diputuskan, pasien dengan parese saraf

fasialis akibat trauma ini akan dilakukan terapi pembedahan berupa dekompresi,

pasien dihadapkan pada keadaan antara onset yang cepat atau onset yang telah

lama. Pada onset yang cepat, biasanya kondisi trauma pasien lebih berat. Dari

Mattox, berbeda dengan yang didapatkan oleh Adegbite dkk, mengatakan

prognosis lebih ditentukan oleh derajat kerusakan saraf fasialis, bukan oleh waktu

atau onsetnya (Yan Edward, 2011).

Trauma tumpul pada skull dapat menyebabkan fraktur pada tulang temporal

yang dapat mengakibatkan robekan dari dura dan foramina sehingga terjadi

kebocoran yang akut. Fraktur dapat juga menyebabkan defek pada tulang tegmen

yang merupakan predisposisi tunggal untuk encephalocele atau meningoceles

yang menghasilkan kebocoran CSF yang lambat. Seperti yang telah dijelaskan

sebelumnya, fraktur yang mengenai kapsul otic dapat dihubungkan dengan

13

Page 14: 109558966 Isi REFERAT Fraktur Tulang Temporal

insiden yang lebih tinggi dari kebocoran CSF. Otore CSF pada fraktur tulang

temporal biasanya terjadi dalam hitungan menit pada kecelakaan tapi dapat

tertunda pada presentasi klinis bila mengalami pengeringan pada saat melewati

nasopharing. Setelah trauma, otore CSF khasnya berbentuk serosa dan dapat

disalahartikan sebagai produk dari darah. Cairan itu sebaiknya diperiksa untuk

mengetahui kadar beta 2 transferin yang merupakan protein spesifik tertinggi pada

CSF. Pengukuran glukosa dan protein pada cairan ini dapat dilakukan untuk

mendukung identifikasi dari CSF tersebut. CT scan dengan resolusi tinggi dapat

memperlihatkan bagian dari fraktur dan memberi informasi seperti tempat dari

fistula CSF. Sisternography dengan kontras dapat meningkatkan sensitivitas dari

deteksi kebocoran CSF ketika aktif. Tatalaksana dari kebocoran CSF dimulai

dengan penanganan konservatif antara lain elevasi kepala, tirah baring dengan

elevasi kepala, obat pelunak feses, pencegahan bersin dan ketegangan otot yang

lain, dan pada beberapa pasien dapat dilakukan penempatan pada lumbar drain.

Resolusi spontan dengan manajemen konseravatif terjadi pada 95-100% pasien.

Pada penyembuhan kebocoran spontan, penutupan terjadi pada 7 hari pertama

pada 78% pasien dan 17% penutupan terjadi pada 8-14 hari kemudian.

Penggunaan antibiotik profilaksis masih menjadi kontroversi meskipun kebocoran

yang terjadi lebih dari tujuh hari dapat dihubungkan dengan insiden yang lebih

tinggi dari meningitis. Perbaikan dengan pembedahan direkomendasikan pada

kasus yang berlangsung 7-10 hari setelah trauma. Defek tegmen lebih sering

multiple daripada single, dan bila hanya terdapat satu defek belum cukup untuk

indikasi dilakukan perbaikan definitive. Pembedahan dengan pendekatan

mastoidektomi dapat menjadi inadekuat bila terdapat defek tegmen yang multiple

14

Page 15: 109558966 Isi REFERAT Fraktur Tulang Temporal

oleh karena itu pembedahan dengan pendekatan melalui middle fossa atau

kombinasi dengan tranmastoid sebaiknya dipertimbangkan pada sebagian besar

kasus (Tomoko M, 2010).

Perlukaan pada carotis jarang terjadi (1-4%) pada trauma tulang temporal. Pada

jurnal baru-baru ini oleh Dempewolf dijelaskan bahwa 44 dari 127 (35%) pasien

dengan fraktur tulang temporal dapat mengalami fraktur kanalis carotis dimana

hanya 5 dari 127 (4%) yang mendapatkan cedera pada arteri carotis. CT scan pada

tulang temporal dan maxilofasial merupakan cara paling sensitive untuk

mendeteksi fraktur kanalis carotis, dengan nilai negative > 100%. CT angiography

dan MRA dapat digunakan lebih sering daripada angiography standar bila CT

scan menunjukkan adanya cedera vaskuler. Pemeriksaan fisik tidak menunjukkan

sensitifitas karena hanya 2 dari 5 pasien pada penelitian Dempewolf yang

memperlihatkan adanya manifestasi dari cedera vaskuler (contoh : epistaxis,

deficit neurologi fokal) (Tomoko M, 2010).

Vertigo setelah trauma tulang temporal dapat merupakan sekunder

manifestasi dari getaran vestibuler yang lain pada OCS atau destruksi vestibular

pada OCD. Vertigo biasanya dapat sembuh spontan dan mengalami perbaikan

pada 6 hingga 12 bulan melalui sistem adaptasi sentral. Fistula perilimph setelah

cedera kapsul otic dapat juga menyebabkan vertigo dan SNHL. Penyebab lain dari

vertigo setelah fraktur tulang temporal adalah post traumatic hidrops

endolimphatic. Pada pasien ini menunjukkan adanya rasa penuh, tinnitus,

penurunan pendengaran yang naik turun, dan vertigo mirip dengan pasien

Meniere’s disease. Episode vertigo yang singkat dapat dihubungkan dengan

benign positional paroxysmal vertigo (BPPV). BPPV disebabkan oleh oleh

15

Page 16: 109558966 Isi REFERAT Fraktur Tulang Temporal

displacement karena adanya trauma pada otoconia dari vestibula sampai ampulla

di kanalis semisirkularis posterior. Terapi dari BPPV termasuk rehabilitasi standar

dan maneuver reposisi (Tomoko M, 2010).

16

Page 17: 109558966 Isi REFERAT Fraktur Tulang Temporal

RINGKASAN

Fraktur tulang temporal terjadi pada sekitar 14-22% dari semua cedera

tengkorak. Sebagian besar patah tulang unilateral, dan fraktur bilateral dilaporkan

dari 9% menjadi 20%. Anak-anak mencapai 8-22% pasien dengan fraktur tulang

temporal.

Trauma tulang temporal sering dikaitkan dengan trauma cedera otak berat.

Sekitar 4% dari pasien dengan cedera kepala, dan 14-22% dari pasien dengan

fraktur tulang temporal. Tiga penyebab tersering adalah kecelakaan dengan

kendaraan dan sepeda motor 45%, jatuh 32%, dan perampokan 11%.

Tulang temporal terdiri dari lima komponen yaitu tulang skuamosa,

timpani, styloid, mastoid, dan petrosus. Pars petrosus merupakan bagian dari

tulang temporal yang berbentuk piramid, terletak di dasar tulang tengkorak dan

diantara tulang sphenoid dan oksipital. Pada pemeriksaan tampak bagian-bagian

dari pars petrosa yang terdiri dari basis, apex, tiga permukaan, dan berisi bagian

dari organ pendengaran.

Fraktur tulang temporal diklasifikasikan menjadi fraktur longitudinal dan

fraktur transversal dan fraktur oblique.

Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendiagnosis selain dari gejala klinis

dapat dilakukan pemerikssan penunjang dengan pemeriksaan radiologi antara lain

foto polos, CT-Scan, MRI, Nuclear imaging, angigrafi.

Komplikasi fraktur tulang temporal antara lain penurunan pendengaran,

kelumpuhan saraf wajah dan kebocoran cairan serebrospinal, fraktur kanalis

karotis, vertigo.

17

Page 18: 109558966 Isi REFERAT Fraktur Tulang Temporal

DAFTAR PUSTAKA

Alpen Patel,M.D. 2010. Management of Temporal Bone Trauma,

Craniomaxillofac Trauma Reconstruction Volume 3:105–113. Copyright#

2010 by Thieme Medical Publishers, Inc., 333 Seventh Avenue, New York, ,

USA.Department of Otolaryngology–Head and Neck Surgery, Towson

Medical Center

Antonio Riera March, MD, FAC., 2012. Temporal Bone Fracture, Department of

Otolaryngology-Head and Neck Surgery, University of Puerto Rico School

of Medicine

Antonio Riera March, MD, FAC. 2012. Temporal Bone Fracture Treatment &

Management, Department of Otolaryngology-Head and Neck Surgery,

University of Puerto Rico School of Medicine

Gray’s anatomy of the Human Body. 2012. The Temporal Bone.

http://education.yahoo.com/reference/gray/subject/subject/34

Mariam I. Saadia-Redleaf. 2011. Bilateral Clinical Pathology of The temporal.

Department of Otolaryngology–Head and Neck Surgery. The University of

illinois at Chicago.

Myrian Marajó Dal Secchi, Juliana Furno Simões Moraes, Fabrício Barbosa de

Castro. 2011. Fracture of the temporal bone in patients with traumatic

brain injury, Brotherhood of Santa Casa of Mercy of Santos. Santos / SP -

Brazil.

Richard J Woodcock Jr, MD. 2012. Temporal Bone Fracture Imaging.

Consulting Radiologist, Atlanta Radiology Consultants, LLC; Consulting

Radiologist and MRI Director, St Joseph's Hospital. Coauthor Sarah

Connell, MD., Peter C Belafsky, MD, MPH, PhD Assistant Professor,

Department of Otolaryngology, Head and Neck Surgery, University of

Miami, Jackson Memorial Hospital

Stewart C. Little, MD; Bradley W. Kesser, MD. 2006. Original Article:

Radiographic Classification of Temporal Bone Fracture, Arch

Otolaryngol Head Neck Surg. 2006;132(12):1300-1304.

doi:10.1001/archotol.132.12.130018

Page 19: 109558966 Isi REFERAT Fraktur Tulang Temporal

Tomoko Makishima, MD, PhD. 2010. Temporal Bone Fracture. Grand Rounds

Presentation, UTMB, Dept. of Otolaryngology

Yan Edward, Al Hafiz. 2008. Terapi Dekompresi pada Parese Saraf Fasialis

Akibat Fraktur Tulang Temporal, Bagian Telinga Hidung Tenggorok

Bedah Kepala dan Leher, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas - RSUP

Dr. M. Djamil Padang

Zamzil Amin Asha’ari. 2008. Original article: Head Injury with Temporal Bone

Fracture: One Year Review of Case Incidence, Causes, Clinical Features

and Outcome, Department of Otorhinolaryngology-Head and Neck

Surgery, Kulliyyah of Medicine, International Islamic University Malaysia,

Jalan Hospital, 25100 Kuantan, Pahang, Malaysia.

19