109_11_Pengaruh-Kedalaman-Muka-Air-Awal.pdf

6
Seminar Nasional X 2014 Teknik Sipil ITS Surabaya Inovasi Struktur dalam Menunjang Konektivitas Pulau di Indonesia ISBN 978-979-99327-9-2 985 PENGARUH KEDALAMAN MUKA AIR AWAL TERHADAP ANALISIS STABILITAS LERENG TAK JENUH Agus Setyo Muntohar 1 dan Rio Indra Saputro 1 1 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Jl. Lingkar Selatan Tamantirto, Yogyakarta. Telp. +62-274-387656 (Ext. 229). Fax. +62-274-387646, email: [email protected] ABSTRAK Asumsi kedalaman muka air tanah yang sangat dalam atau terlalu dangkal pada simulasi numerik dapat memberikan hasil analisis yang tidak realistis. Untuk itu penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh kedalaman muka air tanah awal terhadap kestabilan lereng. Analisis dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak SEEP/W untuk mengkaji infiltrasi, dan SLOPE/W untuk mengkaji stabilitas lereng. Penelitian ini mengakji kejadian longsor lereng di saluran induk Kalibawang di KM 15+9, Kulonporgo, D.I. Yogyakarta. Kondisi tak jenuh dan jenuh pada lereng dimodelkan dari kurva karakteristik air-tanah. Analisis transient terhadap infiltrasi air hujan dimodelkan sebagai unit flux selama 30 hari pada permukaan lereng dengan kondisi batas seepage face review. Hasil penelitian menunjukkan posisi muka air tanah yang lebih dekat dengan permukaan lereng menyebabkan penurunan suction dan faktor aman lereng yang lebih cepat akibat hujan. Kedalaman muka air tanah berkisar 3-4 m atau suction sebesar 68 kPa merupakan batas nilai initial suction di permukaan lereng yang disarankan untuk analisis transient-numerik di lokasi studi Kalibawang. Kata-kata kunci : rembesan, model numerik, muka air tanah, lereng, tak jenuh air 1 PENDAHULUAN Kejadian longsor pada lereng di dekat saluran induk irigasi Kalibawang pada 21 November 2001 merupakan studi kasus yang menarik untuk dikaji. Pada area ini hampir di setiap musim penghujan terjadi pergerakan tanah. Kajian awal di area studi telah dilakukan oleh Wisaksono (2003), Haryanti dkk. (2010), Subiyanti dkk. (2011) dan Muntohar dkk. (2013) untuk mengetahui mekanisme dan faktor-faktor yang menyebabkan ketidakstabilan lereng dengan menggunakan metode numerik. Namun dalam pemodelannya tidak memperhatikan kondisi awal muka air tanah (initial groundwater level). Dalam penelitian ini dikaji pengaruh kedalaman awal muka air tanah terhadap perubahan stabilitas lereng di dekat saluran induk Kalibawang KM 15+9 (Gambar 1). Gambar 1 Lokasi daerah penelitian. Usaha untuk mengetahui mekanisme longsor atau gerakan tanah pada lereng akibat infiltrasi air hujan dan rembesan telah banyak dilakukan baik berupa kajian lapangan, laboratorium dan pemodelan numerik. Rahardjo dkk. (2007) menyebutkan bahwa banyak kegagalan lereng di seluruh dunia yang disebabkan curah hujan, kondisi hidrologi, dan formasi geologis lereng yang merupakan faktor penting

Transcript of 109_11_Pengaruh-Kedalaman-Muka-Air-Awal.pdf

Page 1: 109_11_Pengaruh-Kedalaman-Muka-Air-Awal.pdf

Seminar Nasional X – 2014 Teknik Sipil ITS Surabaya

Inovasi Struktur dalam Menunjang Konektivitas Pulau di Indonesia

ISBN 978-979-99327-9-2 985

PENGARUH KEDALAMAN MUKA AIR AWAL TERHADAP

ANALISIS STABILITAS LERENG TAK JENUH

Agus Setyo Muntohar1 dan Rio Indra Saputro

1

1 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Jl. Lingkar Selatan Tamantirto, Yogyakarta.

Telp. +62-274-387656 (Ext. 229). Fax. +62-274-387646, email: [email protected]

ABSTRAK

Asumsi kedalaman muka air tanah yang sangat dalam atau terlalu dangkal pada simulasi numerik dapat

memberikan hasil analisis yang tidak realistis. Untuk itu penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh

kedalaman muka air tanah awal terhadap kestabilan lereng. Analisis dilakukan dengan menggunakan perangkat

lunak SEEP/W untuk mengkaji infiltrasi, dan SLOPE/W untuk mengkaji stabilitas lereng. Penelitian ini

mengakji kejadian longsor lereng di saluran induk Kalibawang di KM 15+9, Kulonporgo, D.I. Yogyakarta.

Kondisi tak jenuh dan jenuh pada lereng dimodelkan dari kurva karakteristik air-tanah. Analisis transient

terhadap infiltrasi air hujan dimodelkan sebagai unit flux selama 30 hari pada permukaan lereng dengan kondisi

batas seepage face review. Hasil penelitian menunjukkan posisi muka air tanah yang lebih dekat dengan

permukaan lereng menyebabkan penurunan suction dan faktor aman lereng yang lebih cepat akibat hujan.

Kedalaman muka air tanah berkisar 3-4 m atau suction sebesar 68 kPa merupakan batas nilai initial suction di

permukaan lereng yang disarankan untuk analisis transient-numerik di lokasi studi Kalibawang.

Kata-kata kunci : rembesan, model numerik, muka air tanah, lereng, tak jenuh air

1 PENDAHULUAN

Kejadian longsor pada lereng di dekat saluran induk irigasi Kalibawang pada 21 November 2001

merupakan studi kasus yang menarik untuk dikaji. Pada area ini hampir di setiap musim penghujan

terjadi pergerakan tanah. Kajian awal di area studi telah dilakukan oleh Wisaksono (2003), Haryanti

dkk. (2010), Subiyanti dkk. (2011) dan Muntohar dkk. (2013) untuk mengetahui mekanisme dan

faktor-faktor yang menyebabkan ketidakstabilan lereng dengan menggunakan metode numerik.

Namun dalam pemodelannya tidak memperhatikan kondisi awal muka air tanah (initial groundwater

level). Dalam penelitian ini dikaji pengaruh kedalaman awal muka air tanah terhadap perubahan

stabilitas lereng di dekat saluran induk Kalibawang KM 15+9 (Gambar 1).

Gambar 1 Lokasi daerah penelitian.

Usaha untuk mengetahui mekanisme longsor atau gerakan tanah pada lereng akibat infiltrasi air hujan

dan rembesan telah banyak dilakukan baik berupa kajian lapangan, laboratorium dan pemodelan

numerik. Rahardjo dkk. (2007) menyebutkan bahwa banyak kegagalan lereng di seluruh dunia yang

disebabkan curah hujan, kondisi hidrologi, dan formasi geologis lereng yang merupakan faktor penting

Page 2: 109_11_Pengaruh-Kedalaman-Muka-Air-Awal.pdf

Seminar Nasional X – 2014 Teknik Sipil ITS Surabaya

Inovasi Struktur dalam Menunjang Konektivitas Pulau di Indonesia

986 ISBN 978-979-99327-9-2

dalam kegagalan lereng. Faktor-faktor tersebut dapat dimodelkan dengan metode numerik untuk

mengetahui pengaruh masing-masing faktor terhadap kestabilan suatu lereng. Rahardjo dkk . (2007,

2010), Ray dkk. (2010), dan Santoso dkk. (2011) telah mengkaji pengaruh parameter kuat geser tanah,

hidraulika, dan kedalaman muka air tanah terhadap kestabilan lereng tanah residu. Berkaitan dengan

pengaruh kedalaman muka air tanah, asumsi kedalaman muka air tanah yang sangat dalam atau terlalu

dangkal pada simulasi numerik dapat memberikan hasil analisis yang tidak realistis (Lee dkk., 2009;

Rahardjo dkk., 2010). Untuk memberikan hasil analisis yang realistis, maka tekanan air pori negatif

awal (initial suction) yang terjadi di permukaan lereng dibatasi dengan nilai tertentu (Gofar and Lee,

2008).

2 METODE PENELITIAN

Lereng dan sifat-sifat tanah

Penampang lereng yang dianalisis seperti disajikan pada Gambar 2. Litologi lereng didominasi oleh

lapisan lanau (MH-1) dan lempung (CH-1 dan CH-2). Lapisan tidak lolos air berupa batulempung

(claystones) berada di bawah lapisan MH-1 sebagai batuan dasar (bedrock). Bidang keruntuhan

terdapat pada bidang antara lapisan CH-1 dan MH-1. Parameter kuat geser dan hidraulika masing-

masing contoh tanah seperti disajikan pada Tabel 1 dan Gambar 3a-3b. Rekaman intensitas hujan dan

waktu disajikan pada Gambar 3c yang terjadi selama 8 hari (Muntohar dkk., 2013). Untuk analisis

infiltrasi dan rembesan digunakan durasi waktu hingga 30 hari guna mengetahui mekanisme rembesan

dan kestabilan lereng pasca berhentinya hujan.

(a)

(b)

Gambar 2 (a) Model lereng dan kondisi batas dalam analisis numerik, (b) Geometri lereng dengan

elemen-elemen triangular.

Claystone

MH

CH-2

CH-1

1

2 3

4

5

6

78

9

10

11

12

13

14 15 16

17

18 19

20

2122

23

24

25

26

27

28 29

30

31

32

Bidang keruntuhan

Unit flux (hujan)seepage face review

A

B

C

Muka Air Tanah

No flow boundary (q = 0)

Skala :Vertikal = 1:500Horisontal = 1 :1000

Jarak (m)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200 210 220 230 240 250 260 270 280 290 300 310 320 330 340 350 360

Elevasi (m

)

90

100

110

120

130

140

150

Claystone

MH

CH-2

CH-1

1

2 3

4

5

6

78

9

10

11

12

13

14 15 16

17

18 19

20

2122

23

24

25

26

27

28 29

30

31

32

Jarak (m)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200 210 220 230 240 250 260 270 280 290 300 310 320 330 340 350 360

Elevasi (m

)

90

100

110

120

130

140

150

Page 3: 109_11_Pengaruh-Kedalaman-Muka-Air-Awal.pdf

Seminar Nasional X – 2014 Teknik Sipil ITS Surabaya

Inovasi Struktur dalam Menunjang Konektivitas Pulau di Indonesia

ISBN 978-979-99327-9-2 987

Tabel 1: Parameter kuat geser dan hidraulika tanah

Parameter Tanah MH-1 Tanah CH-1 Tanah CH-2 Claystone

Berat volume, γb (kN/m3) 15,95 15,96 15,85

Bedrock Kohesi, c’ (kPa) 4,875 4,1125 5,45

Sudut gesek internal, ’ 25,5o 7,87

o 18,74

o

Koefisien permeabilitas

jenuh air, ksat (m/d) 5,63 10

-5 9,62 10

-5 2,8 10

-4 1,00 10

-8

Kadar air volumetrik

jenuh air, sat (m3/m

3)

0,592 0,575 0,576 0,299

Pemodelan Rembesan dan Analisis Stabilitas Lereng

Pada penelitian ini analisis infiltrasi-rembesan dimodelkan secara numerik dengan menggunakan

perangkat lunak SEEP/W (Geoslope International, 2007a). Geometri lereng dan kondisi batas seperti

digambarkan pada Gambar 2a. Elemen-elemen triangular sebanyak 8485 elemen berukuran lebar 2 m

(Gambar 2b). Curah hujan didefinisikan sebagai unit flux (q) dalam fungsi waktu dengan intensitas

seperti pada Gambar 3c. Unit flux diberikan pada permukaan lereng dengan kondisi batas seepage face

review. Sedangkan di bagian bawah lapisan batulempung diberikan kondisi batas no flow sebagai unit

flux q = 0 agar terjadi infiltrasi satu arah. Model analisis transient dimana tekanan air pori awal

dibangkitkan dari muka air tanah dilakukan dalam interval waktu 1 hari selama 30 hari. Pada

penelitian ini, kondisi muka air tanah awal divariasikan 1 m, 2 m, 3 m, 4 m, 5 m, dan 10 m. Untuk

mengetahui pengaruh muka air tanah terhadap perubahan tekanan air pori dan stabilitas lereng,

ditinjau dari 3 titik di masing-masing potongan yaitu di bagian atas bidang keruntuhan (A), di tengah

bidang keruntuhan (B), dan di kaki bidang keruntuhan (C).

Analisis stabilitas lereng dimodelkan dengan SLOPE/W (Geoslope International, 2007b) yang

didasarkan pada konsep keseimbangan batas (limit equilibrium). Stabilitas lereng dihitung dengan

menggunakan metode Morgenstern – Price (MP) dimana bidang keruntuhan lereng telah ditentukan

(fully-specified slip surface). Tekanan air pori dari SEEP/W diperhitungkan dalam tegangan geser

yang dianalisis oleh SLOPE/W seperti dalam persamaan (1). Dalam keadaan terjadi tekanan air pori

negatif, nilai sudut gesek tanah tak jenuh air (b) diperkirakan dari fungsi kurva kadar air volumetrik

(Gambar 3b) sebagaimana dirumuskan oleh Vanapalli dkk. (1996) dalam persamaan (1). Kondisi ini

memudahkan penghitungan faktor aman lereng untuk setiap interval waktu yang diberikan.

' tan ' tan 'w rn a a w

s r

s c u u u

............................................. (1)

(a)

(b)

(c)

Gambar 3 (a) Kurva kadar air volumetrik, (b) Kurva koefisien permeabilitas tanah, (c) Intensitas dan

waktu hujan.

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.001 0.1 10 1000 100000

Ka

dar

Air

Vo

lum

etr

ik (

m3/m

3)

(ua-uw) kPa

MH CH-1 CH-2

1.E-09

1.E-08

1.E-07

1.E-06

1.E-05

1.E-04

1.E-03

1.E-02

0.001 0.1 10 1000

Ko

efi

sie

n P

erm

eab

ilit

as (

k, m

/d)

(ua-uw) kPa

MH CH-1 CH-2 Claystone

0.0000

0.0050

0.0100

0.0150

0.0200

0.0250

0.0300

0.0350

0.0400

0.0450

0.0500

0 6 12 18 24 30

Inte

nsit

as H

uja

n (m

/d)

Waktu (hari)

Page 4: 109_11_Pengaruh-Kedalaman-Muka-Air-Awal.pdf

Seminar Nasional X – 2014 Teknik Sipil ITS Surabaya

Inovasi Struktur dalam Menunjang Konektivitas Pulau di Indonesia

988 ISBN 978-979-99327-9-2

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Variasi faktor aman (FS) lereng terhadap waktu hujan untuk berbagai kedalaman muka air tanah awal

ditunjukkan pada Gambar 4. Hasil ini menunjukkan bahwa kedalaman muka air tanah mempengaruhi

faktor aman awal (FS(t = 0)) dan faktor aman minimum yang terjadi selama hujan. Semakin dekat

kedalaman muka air tanah ke permukaan lereng, faktor aman awal yang diperoleh semakin rendah.

Kondisi disebabkan oleh infiltrasi air hujan yang menyebabkan permukaan tanah menjadi jenuh air.

Sebagai akibatnya akan meningkatkan kedalaman zona pembasahan (wetting zone) dan pengurangan

suction atau peningkatan tekanan air pori. Kondisi ini terjadi untuk Hw(init) = 1 m, 2 m, dan 3 m yang

ditunjuukkan pada Gambar 4a hingga 4c, dimana faktor aman (FS) berkurang secara drastis pada aktu

mendekati berakhirnya hujan, dan setelahnya tidak terjadi perubahan faktor aman yang sangat kecil.

Faktor aman minimum yang terendah dicapai pada kondisi Hw(init) = 1 m. Hal ini dapat disebabkan oleh

peningkatan muka air tanah secara cepat yang memperbesar tekanan air pori pada lereng. Sedangkan

untuk Hw(init) = 4 m, 5 m, dan 10 m (Gambar 4d hingga 4f), faktor aman masih cenderung berkurang

walaupun hujan telah berhenti hingga waktu 30 hari.

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 4 Perubahan faktor aman lereng terhadap waktu untuk berbagai kondisi muka air tanah awal

(Hw(init)) (a) Hw(init) = 1 m, (b) Hw(init) = 2 m, (c) Hw(init) = 3 m, (d) Hw(init) = 4 m, (e) Hw(init) = 5 m, (f)

Hw(init) = 10 m.

(a)

(b)

(c)

Gambar 5 Distribusi tekanan air pori terhadap waktu untuk Hw(init) = 3 m di lokasi yang ditinjau (a)

lokasi A, (b) lokasi B, dan (c) lokasi C.

0.95

1.00

1.05

1.10

1.15

1.20

0 6 12 18 24 30

Fakto

r A

man

Waktu (hari)

Hujan berhenti

Hw (init) = 1 m

FS = 1

1.00

1.05

1.10

1.15

1.20

1.25

1.30

1.35

0 6 12 18 24 30

Fakto

r A

man

Waktu (hari)

Hujan berhenti

Hw (init) = 2 m

1.10

1.15

1.20

1.25

1.30

1.35

1.40

1.45

1.50

1.55

0 6 12 18 24 30

Fakto

r A

man

Waktu (hari)

Hujan berhenti

Hw (init) = 3 m

1.45

1.50

1.55

1.60

1.65

1.70

1.75

0 6 12 18 24 30

Fakto

r A

man

Waktu (hari)

Hujan berhenti

Hw (init) = 4 m

1.78

1.80

1.82

1.84

1.86

1.88

1.90

0 6 12 18 24 30

Fakto

r A

man

Waktu (hari)

Hujan berhenti

Hw (init) = 5 m

2.50

2.55

2.60

2.65

2.70

2.75

0 6 12 18 24 30

Fakto

r A

man

Waktu (hari)

Hujan berhenti

Hw (init) = 10 m

Hujan berhenti

Hw (init) = 10 m

0

2

4

6

8

10

12

14

-30 0 30 60 90 120

Ke

da

lam

an

(m

)

Tekanan air Pori, uw (kPa)

0 days 1 days 2 days 4 days

8 days 16 days 30 days

Lokasi: A

Waktu, t :

0

2

4

6

8

10

12

14

-30 0 30 60 90 120

Ke

da

lam

an

(m

)

Tekanan air Pori, uw (kPa)

0 days 1 days 2 days 4 days

8 days 16 days 30 days

Lokasi: B

Waktu, t :

0

2

4

6

8

10

12

14

-30 0 30 60 90 120

Ked

ala

man

(m

)

Tekanan air Pori, uw (kPa)

0 days 1 days 2 days 4 days

8 days 16 days 30 days

Lokasi: C

Waktu, t :

Page 5: 109_11_Pengaruh-Kedalaman-Muka-Air-Awal.pdf

Seminar Nasional X – 2014 Teknik Sipil ITS Surabaya

Inovasi Struktur dalam Menunjang Konektivitas Pulau di Indonesia

ISBN 978-979-99327-9-2 989

Untuk menjelaskan perubahan faktor aman akibat perubahan tekanan air pori disajikan Gambar 5 dan

6 yang memberikan ilustrasi perbandingan distribusi tekanan air pori untuk Hw(init) = 3 m dan Hw(init) =

10 m. Hujan yang terjadi selama 8 hari menyebabkan permukaan lereng lebih cepat mengalami

penjenuhan dimana zona pembasahan hingga mencapai 3 m (Gambar 5a). Kondisi jenuh air memicu

kenaikan muka air tanah yang menyebabkan peningkatan tekanan air pori (Gambar 5b dan 5c).

Peningkatan muka air tanah dan tekanan air pori ini menyebabkan kuat geser tanah berkurang,

sehingga faktor aman lereng berkurang secara drastis. Kondisi berbeda ditunjukkan pada Gambar 6

untuk kedalaman muka air tanah awal Hw(init) = 10 m. Untuk muka air tanah awal yang lebih dalam,

terjadi penundaan zona pembasahan dan tidak terjadi perubahan muka air tanah. Hujan yang terjadi

belum cukup untuk menurunkan suction pada zona pembasahan, sehingga faktor aman lereng masih

lebih dari 1,5 selama durasi hujan. Hal ini dimungkinkan karena suction awal yang digunakan dalam

analisis sangat tinggi sehingga terjadi penundaan terhadap perubahan tekanan air pori. Melihat

distibusi tekanan air pori pada Gambar 4a -4c dan 5a-5c, dapat diketahui bahwa tekanan air pori mulai

berubah pada kedalaman 3-4 m. Pada kondisi ini tekanan air pori yang dicapai sebesar – 68 kPa.

Dengan demikian dalam studi ini, kedalaman muka air tanah yang diberikan sebagai kondisi awal

adalah 3 m atau suction maksimum dibatasi 68 kPa. Gofar dan Lee (2008), Lee dkk., (2009), dan

Rahardjo dkk. (2007) menyebutkan bahwa suction awal sebesar 50-70 kPa akan menghasilkan

analisis yang realistis untuk kondisi tanah residual di area tropis (seperti Singapura dan Malaysia).

(a)

(b)

(c)

Gambar 6 Distribusi tekanan air pori terhadap waktu untuk Hw(init) = 10 m di lokasi yang ditinjau (a)

lokasi A, (b) lokasi B, dan (c) lokasi C.

4 KESIMPULAN

Secara umum infiltrasi air hujan akan menyebabkan permukaan tanah menjadi jenuh air. Kondisi ini

akan meningkatkan kedalaman zona pembasahan (wetting zone) dan pengurangan suction. Simulasi

numerik pada lereng di area Kalibawang, Kulonprogo, D.I. Yogyakarta terhadap variasi kedalaman

muka air tanah awal memberikan kesimpulan sebagai berikut :

a. Semakin dekat kedalaman muka air tanah ke permukaan lereng, faktor aman awal yang diperoleh

semakin rendah.

b. Posisi muka air tanah yang lebih dekat dengan permukaan lereng menyebabkan penurunan suction

yang lebih cepat akibat hujan. Kedalaman muka air tanah berkisar 3-4 m atau suction sebesar 68

kPa merupakan batas nilai initial suction yang disarankan di permukaan lereng untuk lokasi studi

di Kalibawang.

5 UCAPAN TERIMA KASIH

Naskah ini merupakan bagian dari penelitian fundamental “Studi Ekperimental Dan Numerik Model

Infiltrasi Untuk Stabilitas Lereng“. Terima kasih disampaikan kepada Direktorat Penelitian dan

Pengabdian kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan, yang telah memberikan dana penelitian melalui Hibah Penelitian Fundamental pada

tahun 2011 dan 2012.

0

2

4

6

8

10

12

14

-100 -75 -50 -25 0 25 50

Ke

da

lam

an

(m

)

Tekanan air Pori, uw (kPa)

Awal 1 hari 2 hari 4 hari

8 hari 16 hari 30 hari

Lokasi: A

Waktu, t :

0

2

4

6

8

10

12

14

-100 -75 -50 -25 0 25 50

Ke

da

lam

an

(m

)

Tekanan air Pori, uw (kPa)

Awal 1 hari 2 hari 4 hari

8 hari 16 hari 30 hari

Lokasi: B

Waktu, t :

0

2

4

6

8

10

12

14

-100 -75 -50 -25 0 25 50

Ke

da

lam

an

(m

)

Tekanan air Pori, uw (kPa)

Awal 1 hari 2 hari 4 hari

8 hari 16 hari 30 hari

Lokasi: C

Waktu, t :

Page 6: 109_11_Pengaruh-Kedalaman-Muka-Air-Awal.pdf

Seminar Nasional X – 2014 Teknik Sipil ITS Surabaya

Inovasi Struktur dalam Menunjang Konektivitas Pulau di Indonesia

990 ISBN 978-979-99327-9-2

6 DAFTAR PUSTAKA

1. Geoslope International, 2007a. SEEP/W User's Guide for Finite Element Analysis. Geoslope

International Ltd., Calgary, Alberta, Canada.

2. Geoslope International, 2007b. SLOPE/W User's Guide for Finite Element Analysis. Geoslope

International Ltd., Calgary, Alberta, Canada.

3. Gofar, N., and Lee, L.M. (2008) Extreme rainfall characteristics for surface slope stability in the

Malaysian Peninsular, Georisk: Assessment and Management of Risk for Engineered Systems and

Geohazards 2(2), 65-78.

4. Haryanti, S., Suryolelono, K.B., dan Jayadi, R. (2010) Analisis Pengaruh Karakteristik Hujan

terhadap Gerakan Lereng. Jurnal Ilmiah Semesta Teknika 13(2), 105-115.

5. Lee, L. M., Gofar, N., and Rahardjo, H. (2009). A simple model for preliminary evaluation of

rainfall-induced slope instability. Engineering Geology 108, 272–285.

6. Muntohar, A., Ikhsan, J., and Soebowo, E. (2013) Mechanism of rainfall triggering landslides in

Kulonprogo, Indonesia. Geo-Congress 2013, 452-461.

7. Rahardjo, H., Nio, A. S., Leong, E. C., and Song, N. Y. (2010). Effects of Groundwater Table

Position and Soil Properties on Stability of Slope during Rainfall. Journal of Geotechnical and

Geoenvironmental Engineering 136(11), 555–1564

8. Rahardjo, H., Ong, T. H., Rezaur, R. B., and Leong, E. C. (2007). Factors Controlling Instability

of Homogeneous Soil Slopes under Rainfall. Journal of Geotechnical and Geoenvironmental

Engineering 133(12), 1532-1543.

9. Ray, R. L., Jacobs, J. M., and Alba, P. d. (2010). Impacts of Unsaturated Zone Soil Moisture and

Groundwater Table on Slope Instability. Journal of Geotechnical and Geoenvironmental

Engineering 136(10), 1448-1458.

10. Santoso, A. M., Phoon, K.-K., and Quek, S.-T. (2011). Effects of soil spatial variability on

rainfall-induced landslides. Computers and Structures 89, 893–900.

11. Subiyanti, H., Rifa’i, A., dan Jayadi, R., (2011) Analisis Kelongsoran Lereng Akibat Pengaruh

Tekanan Air Pori di Saluran Induk Kalibawang Kulonprogo. Jurnal Ilmiah Semesta Teknika

14(1), 15-25.

12. Vanapalli, S.K., Fredlund D.G., Pufahl, D.E. and Clifton, A.W., (1996). Model for the Prediction

of Shear Strength with respect to Soil Suction. Canadian Geotechnical Journal 33, 379-392.

13. Wisaksono, B., (2003) Analisis stabilitas lereng penyebab gerakan tanah di Km 15,9 saluran

induk Kalibawang Kulon Progo. Tesis S2 Teknik Sipil Universitas Gadjah Mada.