10 Kajian Stabilitas Dan Pemutakhiran Defense Scheme Sistem Sulselbar

7
1 Kajian Stabilitas dan Pemutakhiran Defense Scheme Sistem Sulselbar Tim Kajian Stabilitas Sistem Sulselbar Abstrak Sistem Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat merupakan sistem yang terus mengalami perkembangan sampai saat ini, baik dengan adanya pertumbuhan beban, penambahan pembangkit maupun instalasi baru. Hal tersebut ditambah dengan 6 (enam) kali kejadian gangguan besar pada tahun 2012 melatar belakangi kebutuhan akan kajian stabilitas dan pemutakhiran Defense Scheme Sistem Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat yang dapat dijadikan acuan untuk pola pengamanan dan operasi sistem. Dengan perubahan ini, diharapkan jika sampai terjadi island operation yang disebabkan oleh gangguan besar di sistem Sulselbar, pembangkit-pembangkit di Sistem Sulsel dapat sukses beroperasi secara island karena terpenuhinya capacity balance pembangkit serta adanya timing load shedding dan islanding yang tepat. Keywords : Defense Scheme, Sistem Sulselbar, Island Operation, Load Shedding 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sistem Tenaga Listrik Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat saat ini disuplai dari beberapa sentral pembangkit besar yaitu PLTA Bakaru, PLTGU Sengkang, PLTD Suppa, PLTU Barru, PLTU Jeneponto dan beberapa unit pembangkit thermal dengan bahan bakar minyak. Terpusatnya unit-unit pembangkit besar dengan biaya operasi rendah di bagian utara menyebabkan transfer daya dari utara ke selatan masih cukup tinggi. Dalam pengoperasian sistem Tenaga Listrik Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat, terdapat batasan-batasan operasi yang harus dipatuhi. Batasan- batasan operasi ini meliputi batasan transient, batasan tegangan, maupun batasan kontingensi. Dengan adanya pertumbuhan beban, penambahan pembangkit baru, dan penambahan instalasi baru, tentu batasan- batasan ini akan berubah. Perubahan batasan-batasan ini akan mempengaruhi pola operasi yang akan diterapkan di sistem Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat. Selain itu, penambahan pembangkit baru juga akan mengakibatkan peningkatan level hubung singkat sehingga berpotensi diperlukan adanya penggantian peralatan-peralatan terkait. Agar pengoperasian Sistem Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat berjalan dengan aman dan handal, studi ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam pengoperasian maupun pengembangan selanjutnya. 1.2. Maksud dan Tujuan Maksud dan tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari dan menemukan solusi permasalahan- permasalahan yang terjadi pada Sistem Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat dengan menggunakan data-data yang valid dan terkini sehingga kejadian padam total sistem tidak terulang lagi. Selain itu penelitian ini juga bertujuan agar pengoperasian Sistem Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat berjalan dengan aman dan handal, serta menjadi acuan dalam pengoperasian maupun pengembangan selanjutnya. 1.3. Lingkup Kegiatan Ruang lingkup pekerjaan kajian stabilitas Sistem Sulawesi Selatan dan Sulawsi Barat meliputi kajian stabilitas transient, tegangan dan pola defense scheme terkini yang sesuai untuk kondisi perubahan instalasi (pembangkit dan transmisi) sistem sampai pertengahan tahun 2013. Adapun uraian pekerjaan yang akan dilakukan adalah meliputi hal-hal berikut ini : a. Meninjau semua data yang ada berdasarkan kajian sebelumnya, melakukan pengumpulan data dan kunjungan ke lokasi pembangkit. b. Penentuan prosedur standar, teknik dan metodologi yang akan digunakan dalam kajian. c. Kajian stabilitas transien berupa kajian pemulihan frekuensi (pemutakhiran skema under frequency load shedding dan islanding). 1.4. Metode Studi Metode studi pada tahapan ini adalah untuk membangun keperluan studi awal Stabilitas Sistem Interkoneksi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat dengan menggunakan perangkat lunak DigSilent PowerFactory dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Meninjau semua data yang ada berdasarkan studi sebelumnya. b. Evaluasi terhadap skema UFR sistem saat ini serta rekomendasi perbaikannya. Simulasi ini merupakan simulasi transient untuk mengetahui dampak gangguan pada pembangkit besar terhadap stabilitas sistem.

description

Defense Scheme

Transcript of 10 Kajian Stabilitas Dan Pemutakhiran Defense Scheme Sistem Sulselbar

1

Kajian Stabilitas dan Pemutakhiran Defense Scheme Sistem Sulselbar

Tim Kajian Stabilitas Sistem Sulselbar

Abstrak

Sistem Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat merupakan sistem yang terus mengalami perkembangan sampai saat

ini, baik dengan adanya pertumbuhan beban, penambahan pembangkit maupun instalasi baru. Hal tersebut

ditambah dengan 6 (enam) kali kejadian gangguan besar pada tahun 2012 melatar belakangi kebutuhan akan kajian

stabilitas dan pemutakhiran Defense Scheme Sistem Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat yang dapat dijadikan acuan untuk pola pengamanan dan operasi sistem. Dengan perubahan ini, diharapkan jika sampai terjadi island

operation yang disebabkan oleh gangguan besar di sistem Sulselbar, pembangkit-pembangkit di Sistem Sulsel dapat

sukses beroperasi secara island karena terpenuhinya capacity balance pembangkit serta adanya timing load

shedding dan islanding yang tepat.

Keywords : Defense Scheme, Sistem Sulselbar, Island Operation, Load Shedding

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sistem Tenaga Listrik Sulawesi Selatan dan

Sulawesi Barat saat ini disuplai dari beberapa sentral

pembangkit besar yaitu PLTA Bakaru, PLTGU

Sengkang, PLTD Suppa, PLTU Barru, PLTU

Jeneponto dan beberapa unit pembangkit thermal

dengan bahan bakar minyak. Terpusatnya unit-unit

pembangkit besar dengan biaya operasi rendah di

bagian utara menyebabkan transfer daya dari utara ke

selatan masih cukup tinggi. Dalam pengoperasian sistem Tenaga Listrik

Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat, terdapat

batasan-batasan operasi yang harus dipatuhi. Batasan-

batasan operasi ini meliputi batasan transient, batasan

tegangan, maupun batasan kontingensi. Dengan

adanya pertumbuhan beban, penambahan pembangkit

baru, dan penambahan instalasi baru, tentu batasan-

batasan ini akan berubah. Perubahan batasan-batasan

ini akan mempengaruhi pola operasi yang akan

diterapkan di sistem Sulawesi Selatan dan Sulawesi

Barat. Selain itu, penambahan pembangkit baru juga

akan mengakibatkan peningkatan level hubung singkat sehingga berpotensi diperlukan adanya

penggantian peralatan-peralatan terkait.

Agar pengoperasian Sistem Sulawesi Selatan dan

Sulawesi Barat berjalan dengan aman dan handal,

studi ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam

pengoperasian maupun pengembangan selanjutnya.

1.2. Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan penelitian ini adalah untuk

mempelajari dan menemukan solusi permasalahan-

permasalahan yang terjadi pada Sistem Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat dengan menggunakan

data-data yang valid dan terkini sehingga kejadian

padam total sistem tidak terulang lagi. Selain itu

penelitian ini juga bertujuan agar pengoperasian

Sistem Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat berjalan

dengan aman dan handal, serta menjadi acuan dalam

pengoperasian maupun pengembangan selanjutnya.

1.3. Lingkup Kegiatan

Ruang lingkup pekerjaan kajian stabilitas

Sistem Sulawesi Selatan dan Sulawsi Barat meliputi

kajian stabilitas transient, tegangan dan pola defense

scheme terkini yang sesuai untuk kondisi perubahan

instalasi (pembangkit dan transmisi) sistem sampai pertengahan tahun 2013. Adapun uraian pekerjaan

yang akan dilakukan adalah meliputi hal-hal berikut

ini :

a. Meninjau semua data yang ada berdasarkan kajian

sebelumnya, melakukan pengumpulan data dan

kunjungan ke lokasi pembangkit.

b. Penentuan prosedur standar, teknik dan

metodologi yang akan digunakan dalam kajian.

c. Kajian stabilitas transien berupa kajian pemulihan

frekuensi (pemutakhiran skema under frequency

load shedding dan islanding).

1.4. Metode Studi

Metode studi pada tahapan ini adalah untuk

membangun keperluan studi awal Stabilitas Sistem

Interkoneksi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat

dengan menggunakan perangkat lunak DigSilent

PowerFactory dengan langkah-langkah sebagai

berikut:

a. Meninjau semua data yang ada berdasarkan

studi sebelumnya.

b. Evaluasi terhadap skema UFR sistem saat ini

serta rekomendasi perbaikannya. Simulasi ini merupakan simulasi transient untuk mengetahui

dampak gangguan pada pembangkit besar

terhadap stabilitas sistem.

2

2. SKENARIO DASAR

2.1. Skenario Pembebanan

Skenario dasar studi disusun dengan

memperhatikan studi sebelumnya dan hasil empirik

kondisi operasi sistem Sulawesi Selatan dan Sulawesi

Barat. Dari hasil studi dan pengalaman operasi

tersebut maka dapat dikonstruksi permasalahan yang

menjadi dasar penyusunan skenario dasar studi. Konstruksi permasalahan tersebut adalah skema

Under Frequency Load Shedding masih sesuai

dengan batasan batasan operasi normal.

Berdasarkan realisasi operasi, stabilitas sistem

dipengaruhi kondisi musim dan perbedaan

pembebanan. Pada kondisi musim basah (PLTA

Bakaru beroperasi 2 unit) pada umumnya sistem akan

lebih stabil sedangkan pada kondisi musim kering

(PLTA Bakaru beroperasi 1 unit) jika terjadi

gangguan pada sistem cenderung tidak stabil. Pada

kondisi beban rendah terjadinya gangguan juga

mengakibatkan sistem cenderung tidak stabil. Kombinasi musim dan pembebanan yang

mungkin terjadi pada Sistem Sulawesi Selatan dan

Sulawesi Barat ini menjadi dasar penyusunan 4

(empat) skenario simulasi. Ke-empat skenario

simulasi tersebut adalah :

Skenario 1 : Kondisi BP pada musim basah

Skenario 2 : Kondisi BP pada musim kering

Skenario 3 : Kondisi BR pada musim basah

Skenario 4 : Kondisi BR pada musim kering

2.2. Skenario Gangguan Gangguan yang diperkirakan akan

mengakibatkan gangguan meluas adalah :

1 unit PLTA Bakaru : 63 MW

2 unit PLTA Bakaru : 126 MW

1 unit PLTU Jeneponto : 100 MW

2 unit PLTU Jeneponto : 200 MW

PLTGU Sengkang blok 1 : 135 MW

2.3. Evaluasi Skema Eksisting Skenario skema UFR yang saat ini diterapkan

di Sistem Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat dapat

dilihat pada Tabel 1 berikut : Tabel 1 : Skema under Frequency Load Shedding eksisting

WBR WBP

1 49.20 < 100 16.0 MW 25.0 MW

2 49.00 < 100 27.0 MW 44.0 MW

3 48.80 < 100 19.0 MW 30.0 MW

4 48.60 < 100 22.0 MW 36.0 MW

5 48.40 < 100 31.0 MW 50.0 MW

115.0 MW 185.0 MW

Frekuensi

HzTahap

Waktu

ms

Load Shedding

TOTAL

Gambar 1 : Skema Island Eksisting

3. REKOMENDASI SKEMA UFR

Berdasarkan evaluasi dan simulasi skema UFR

Eksisting yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa

jika terjadi islanding pada sistem Sulsel (misalnya

saat terjadi gangguan pada 2 unit PLTU Jeneponto

saat musim kering) maka island tersebut gagal

bertahan. Oleh karena itu, maka diusulkan skema

UFR dan islanding baru sebagai berikut :

Gambar 2 : Rekomendasi Skema Island

Tabel 2 : Rencana Skema UFR Baru vs Eksisting

Makasar

(MW)

Barru

(MW)

Makasar

(MW)

Barru

(MW)

1 49.20 < 100 23.6 1.2 41.0 -

2 49.00 < 100 37.0 7.0 43.0 -

3 48.80 < 100 29.9 - 40.0 -

4 48.60 < 100 36.3 - 38.0 -

5 48.40 < 100 43.5 6.7 - 42.5

170.3 14.9 162 42.5

Rekomendasi

GRAND TOTAL 204.5

Eksisting

185.2

TOTAL

TahapFrekuensi

Hz

Waktu

ms

Usulan skema UFR baru ini didesain dengan sasaran

sebagai berikut :

1. Ketika terjadi island, maka semua island yang

memiliki pembangkit thermal harus berhasil

bertahan, dengan kriteria :

a. Frekuensi overshoot pada island tersebut tidak

melebihi 52.0 Hz

b. Frekuensi drop pada island tersebut tidak kurang dari 47.5 Hz

c. Frekuensi steady state pada island tersebut

dalam range 48.0 – 51.0 Hz

Island

Makassar

Island

Sengkang

Island

Bakaru

Island

Barru

3

Keberhasilan pembangkit thermal untuk

beroperasi island tersebut sangat penting,

mengingat jika sampai pembangkit thermal

berhenti beroperasi untuk waktu yang lama, maka

butuh waktu yang lebih lama untuk

mengoperasikan kembali pembangkit thermal

terutama PLTU. Sedangkan untuk pembangkit

hidro, waktu yang diperlukan untuk start

pembangkit jauh lebih cepat, sehingga jika pembangkit hidro trip lepas dapat segera di-start

dan mengasut jaringan atau sinkron kembali ke

grid.

2. Island baru boleh terjadi minimal ketika terjadi

gangguan simultan 2 unit pembangkit

(mensimulasikan gangguan tower transmisi yang

mengavakuasi daya dai pembangkit roboh)

3. Mengoptimalkan load shedding

3.1. Simulasi Beban Puncak Musim

Basah 3.1.1. Gangguan pada PLTA Bakaru

Gambar 3 : Kurva frekuensi pada saat terjadi gangguan pada 1

unit dan 2 unit PLTA Bakaru

Hasil simulasi gangguan pada 1 dan 2 unit PLTA Bakaru ditunjukkan pada Gambar 4. Berdasarkan

simulasi tersebut dapat dilihat bahwa :

1. gangguan pada 1 unit PLTA Bakaru tidak

mengakibatkan UFR

2. gangguan pada 2 unit PLTA Bakaru

mengakibatkan UFR tahap 1

3.1.2. Gangguan pada PLTU Jeneponto

Gambar 4 : Kurva frekuensi pada saat terjadi gangguan pada 1

unit dan 2 unit PLTU Jeneponto

Hasil simulasi gangguan pada 1 dan 2 unit PLTU

Jeneponto ditunjukkan pada Gambar 4. Berdasarkan

simulasi tersebut dapat dilihat bahwa :

1. gangguan pada 1 unit PLTU Jeneponto

mengakibatkan UFR tahap 1

2. gangguan pada 2 unit PLTU Jeneponto

mengakibatkan UFR tahap 3

3.1.3. Gangguan pada PLTGU Sengkang

Gambar 5 : Kurva frekuensi pada saat terjadi gangguan pada

PLTGU Sengkang Blok I

Hasil simulasi gangguan pada Blok-1 PLTGU Sengkang ditunjukkan pada Gambar 5.

Berdasarkan simulasi tersebut dapat dilihat bahwa

gangguan pada blok I PLTGU Sengkang

mengakibatkan UFR Tahap 3.

3.1.4. Gangguan pada 2 Unit PLTA Poso dan 2

Unit PLTA Bakaru

Gambar 6 : Kurva frekuensi pada saat terjadi gangguan pada 2 unit

PLTA Bakaru dan 2 unit PLTA Poso

Hasil simulasi gangguan pada 2 unit PLTA

Bakaru dan 2 unit PLTA Poso ditunjukkan pada

Gambar 6. Berdasarkan simulasi tersebut dapat dilihat

bahwa : 1. Terjadi islanding, dan semua island thermal

berhasil bertahan

a. Island Sengkang mencapai frekuensi

overshoot 51.62 Hz

b. Island Makassar mengalami drop frekuensi

hingga 47.96 Hz

4

c. Island Barru mengalami drop frekuensi

hingga 47.64 Hz

2. Island Poso dan Island Bakaru collapse, karena

gangguan disimulasikan berasal dari kedua island

tersebut

3.2. Simulasi Beban Puncak Musim Kering

3.2.1. Gangguan pada PLTA Bakaru

Gambar 7 : Kurva frekuensi pada saat terjadi gangguan pada 1 unit

PLTA Bakaru

Hasil simulasi gangguan pada 1 unit PLTA

Bakaru ditunjukkan pada Gambar 7.

Berdasarkan simulasi tersebut dapat dilihat

bahwa gangguan pada 1 unit PLTA Bakaru

tidak mengakibatkan UFR.

3.2.2. Gangguan pada PLTU Jeneponto

Gambar 8 : Kurva frekuensi pada saat terjadi gangguan pada 1

unit dan 2 unit PLTU Jeneponto

Hasil simulasi gangguan pada 1 dan 2 unit

PLTU Jeneponto ditunjukkan pada Gambar 8.

Berdasarkan simulasi tersebut dapat dilihat bahwa :

1. gangguan pada 1 unit PLTU Jeneponto

mengakibatkan UFR tahap 1

2. gangguan pada 2 unit PLTU Jeneponto

mengakibatkan UFR tahap 5

3.2.3. Gangguan pada PLTGU Sengkang

Gambar 9 : Kurva frekuensi pada saat terjadi gangguan pada

PLTGU Sengkang Blok I

Hasil simulasi gangguan pada Blok-1

PLTGU Sengkang ditunjukkan pada Gambar 9.

Berdasarkan simulasi tersebut dapat dilihat bahwa gangguan pada blok I PLTGU Sengkang

mengakibatkan UFR Tahap 3.

3.2.4. Gangguan pada 2 Unit PLTA Poso dan 2

Unit PLTA Bakaru

Gambar 10 : Kurva frekuensi pada saat terjadi gangguan pada 1

unit PLTA Bakaru dan 3 unit PLTA Poso (PLTD

Dilepas pada Frekuensi 52 Hz)

Hasil simulasi gangguan pada 1 unit PLTA Bakaru

dan 3 unit PLTA Poso ditunjukkan pada Gambar 10.

Berdasarkan simulasi tersebut dapat dilihat bahwa :

1. Terjadi islanding, dan island Sengkang serta Barru

berhasil bertahan.

a. Island Sengkang mencapai frekuensi overshoot 50.0 Hz

b. Island Barru mengalami drop frekuensi hingga

48.0 Hz serta overshoot hingga 51.345 Hz.

2. Island Poso dan Island Bakaru collapse, karena

gangguan disimulasikan berasal dari kedua island

tersebut

3. Island Makassar juga tidak berhasil bertahan. Hal

ini disebabkan frekuensi melambung terlalu tinggi

(> 52 Hz). Untuk mengatasi hal ini semua PLTD

yang masih dioperasikan di Makassar diset untuk

lepas dari sistem pada frekuensi 51 Hz. Hasil

simulasi ditunjukkan pada Gambar 11.

5

Gambar 11 : Kurva frekuensi pada saat terjadi gangguan pada 1

unit PLTA Bakaru dan 3 unit PLTA Poso (PLTD

Dilepas pada Frekuensi 51 Hz)

3.3. Simulasi Beban Rendah Musim Basah

3.3.1. Gangguan pada PLTA Bakaru

Gambar 12 : Kurva frekuensi pada saat terjadi gangguan pada 1

unit dan 2 unit PLTA Bakaru

Hasil simulasi gangguan pada 1 unit dan 2 unit

PLTA Bakaru ditunjukkan pada Gambar 12.

Berdasarkan simulasi tersebut dapat dilihat bahwa :

1. Gangguan pada 1 unit PLTA Bakaru tidak

mengakibatkan UFR.

2. Gangguan pada 2 unit PLTA Bakaru

mengakibatkan UFR Tahap 2

3.3.2. Gangguan pada PLTU Jeneponto

Gambar 13 : Kurva frekuensi pada saat terjadi gangguan pada 1

unit dan 2 unit PLTU Jeneponto

Hasil simulasi gangguan pada 1 dan 2 unit

PLTU Jeneponto ditunjukkan pada Gambar 13.

Berdasarkan simulasi tersebut dapat dilihat bahwa :

1. Gangguan pada 1 unit PLTU Jeneponto tidak

mengakibatkan UFR

2. Gangguan pada 2 unit PLTU Jeneponto

mengakibatkan UFR tahap 3

3.3.3. Gangguan pada PLTGU Sengkang

Gambar 14 : Kurva frekuensi pada saat terjadi gangguan pada

PLTGU Sengkang Blok I

Hasil simulasi gangguan pada Blok-1

PLTGU Sengkang ditunjukkan pada Gambar 14.

Berdasarkan simulasi tersebut dapat dilihat bahwa

gangguan pada blok I PLTGU Sengkang

mengakibatkan UFR Tahap 3.

3.3.4. Gangguan pada 2 Unit PLTA Poso dan 2

Unit PLTA Bakaru

Gambar 15 : Kurva frekuensi pada saat terjadi gangguan pada 2

unit PLTA Bakaru dan 2 unit PLTA Poso (Droop

PLTU Jeneponto 5%)

Hasil simulasi gangguan pada 2 unit PLTA Bakaru

dan 2 unit PLTA Poso ditunjukkan pada Gambar 10.

Berdasarkan simulasi tersebut dapat dilihat bahwa :

1. Terjadi islanding, dan island Sengkang serta

Barru berhasil bertahan.

a. Island Sengkang mencapai frekuensi

overshoot 50.937 Hz

b. Island Barru mencapai frekuensi overshoot

hingga 50.90 Hz

2. Island Poso dan Island Bakaru collapse, karena

gangguan disimulasikan berasal dari kedua

island tersebut 3. Island Makassar juga tidak berhasil bertahan.

Frekuensi di island Makassar cenderung

berosilasi. Hal ini mengindikasikan bahwa

6

damping torque di Island Makassar untuk

skenario ini masih kurang besar. Untuk

mengatasi hal ini, droop pada PLTU Jeneponto

kemudian diset pada 7%. Hasil Simulasi

ditunjukkan pada Gambar 16.

Gambar 16 : Kurva frekuensi pada saat terjadi gangguan pada 2

unit PLTA Bakaru dan 2 unit PLTA Poso (Droop

PLTU Jeneponto 7%)

3.4. Simulasi Beban Rendah Musim Kering

3.4.1. Gangguan pada PLTA Bakaru

Gambar 17 : Kurva frekuensi pada saat terjadi gangguan pada 1

unit PLTA Bakaru

Hasil simulasi gangguan pada 1 unit PLTA

Bakaru ditunjukkan pada Gambar 17. Berdasarkan

simulasi tersebut dapat dilihat bahwa gangguan pada

1 unit PLTA Bakaru tidak mengakibatkan UFR.

3.4.2. Gangguan pada PLTU Jeneponto

Gambar 18 : Kurva frekuensi pada saat terjadi gangguan pada 1

unit dan 2 unit PLTU Jeneponto

Hasil simulasi gangguan pada 1 dan 2 unit PLTU

Jeneponto ditunjukkan pada Gambar 18. Berdasarkan

simulasi tersebut dapat dilihat bahwa :

1. Gangguan pada 1 unit PLTU Jeneponto tidak

mengakibatkan UFR

2. Gangguan pada 2 unit PLTU Jeneponto

mengakibatkan UFR tahap 4

3.4.3. Gangguan pada PLTGU Sengkang

Gambar 19 : Kurva frekuensi pada saat terjadi gangguan pada

PLTGU Sengkang Blok I

Hasil simulasi gangguan pada Blok-1

PLTGU Sengkang ditunjukkan pada Gambar 19.

Berdasarkan simulasi tersebut dapat dilihat bahwa

gangguan pada blok I PLTGU Sengkang

mengakibatkan UFR Tahap 5.

3.4.4. Gangguan pada 2 Unit PLTA Poso dan 2

Unit PLTA Bakaru

Gambar 20 : Kurva frekuensi pada saat terjadi gangguan pada 1

unit PLTA Bakaru dan 3 unit PLTA Poso (Droop

PLTU Jeneponto 5%)

Hasil simulasi gangguan pada 1 unit PLTA Bakaru

dan 3 unit PLTA Poso ditunjukkan pada Gambar 20.

Berdasarkan simulasi tersebut dapat dilihat bahwa :

1. Terjadi islanding, dan island Sengkang serta

Barru berhasil bertahan. a. Island Sengkang mencapai frekuensi

overshoot 50.624 Hz

b. Island Barru mencapai frekuensi overshoot

hingga 51.168 Hz

2. Island Poso dan Island Bakaru collapse, karena

gangguan disimulasikan berasal dari kedua

island tersebut

3. Island Makassar juga tidak berhasil bertahan.

Frekuensi di island Makassar cenderung

berosilasi. Hal ini mengindikasi-kan bahwa

damping torque di Island Makassar untuk

skenario ini masih kurang besar. Untuk mengatasi hal ini, droop pada PLTU Jeneponto

7

kemudian diset pada 7% dan 6%. Hasil Simulasi

ini masing-masing ditunjukkan pada Gambar 21

dan Gambar 22.

Gambar 21 : Kurva frekuensi pada saat terjadi gangguan pada 2

unit PLTA Bakaru dan 2 unit PLTA Poso (Droop

PLTU Jeneponto 7%)

Gambar 22 : Kurva frekuensi pada saat terjadi gangguan pada 2

unit PLTA Bakaru dan 2 unit PLTA Poso (Droop

PLTU Jeneponto 6%)

4. Kesimpulan.

1. Secara umum, beroperasinya pembangkit-

pembangkit baru di sistem Sulsel akan

memperbaiki stabilitas dan robustness sistem

Sulsel.

2. Meskipun demikian, diperlukan perubahan pola load shedding dan islanding pada

sistem Sulsel untuk memperkuat defense

scheme sistem Sulsel. Dengan perubahan ini,

diharapkan jika sampai terjadi island

operation yang disebabkan oleh gangguan

besar di sistem Sulsal, pembangkit-

pembangkit di Sistem Sulsel dapat sukses

beroperasi secara island karena terpenuhinya

capacity balance pembangkit serta adanya

timing load shedding dan islanding yang

tepat.

3. Agar operasi island pembangkit dapat

berhasil, maka semua pembangkit harus

dipastikan mampu beroperasi sesuai dengan

aturan jaringan, yaitu bahwa semua

pembangkit harus tetap terhubung ke

jaringan pada rentang frekuensi 47,5 – 52,0

Hz. Selain itu, ada beberapa hal khusus

sebagai berikut yang perlu

diimplementasikan untuk memperkuat stabilitas pasokan daya di island Makassar :

a. Semua PLTD di Island Makassar perlu

dilepas dari jaringan pada frekuensi 51,0

Hz

b. Droop PLTU Jeneponto perlu di-set lebih

besar dari 5% (Direkomendasikan 6%)

5. Referensi

[1] Kundur, Prabha S., Power System

Stability and Control, McGraw-Hill, inc,

1993.

[2] Stevenson, William D., and Grainger, John J., Power System Analysis,

McGraw-Hill, inc, 1994.

[3] Anderson, P.M, Fouad A.A, Power

System Control and Stability, IEEE

Press,2003.

[4] Andersson, PM, Power System

Protection, IEEE Press,1999.

Susunan Tim Kajian Stabilitas Sistem Sulselbar

1. Sudibyo - PLN Pusat DIVTRSIT

2. Nanang Hariyanto - STEI ITB 3. Rizky Rahmani - STEI ITB

4. M. Chaliq Fadli - PLN Wilayah KSKT

5. Ishak Burhani N - PLN Pusat DIVSIS

6. Sanggam Robaga - PLN Pusat DIVTRSIT

7. Ronald Hutahean - PLN AP2B Sulselrabar

8. Mudakir - PLN AP2B Sulselrabar

9. Yudha V - PLN AP2B Sulselrabar

10. Agus Riyadi - PLN AP2B Sulselrabar

11. Devi Hendriyono - PLN Puslitbang

12. Didik F Dakhlan - PLN Puslitbang

13. A.S Habibie - PLN Puslitbang 14. Muchtar Djafar - PLN Wil. Sulutenggo