(10) BAB 2 Landasan Teori

30
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Perkembangan Produksi dan Ekspor Lada Putih Dunia Lada termasuk salah satu komoditas pertanian yang banyak diperdagangkan dunia dan sangat diperlukan baik di negara-negara produsen sendiri maupun di negara-negara pengimpor. Sebanyak 70-80 persen permintaan impor lada putih langsung dipergunakan untuk kebutuhan industri terutama untu kindustri pengolahan makanan dan farmasi. Tabel 2. Perkembangan Produksi Lada Putih Dunia Tahun 2001-2010 (Ton) Tahun Negara Total Indone sia China, PR. Vietnam Malays ia Brazil 2001 38,000 21,700 2,500 2,700 2,000 66,90 0 2002 41,000 23,000 3,000 2,400 2,000 71,40 0 2003 35,000 33,000 4,500 3,200 3,000 78,70 0 2004 26,000 35,000 10,000 3,500 5,000 79,50 0 2005 22,000 20,000 12,000 3,000 5,000 62,00 0 11

Transcript of (10) BAB 2 Landasan Teori

Page 1: (10) BAB 2 Landasan Teori

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Perkembangan Produksi dan Ekspor Lada Putih Dunia

Lada termasuk salah satu komoditas pertanian yang banyak diperdagangkan

dunia dan sangat diperlukan baik di negara-negara produsen sendiri maupun di

negara-negara pengimpor. Sebanyak 70-80 persen permintaan impor lada putih

langsung dipergunakan untuk kebutuhan industri terutama untu kindustri pengolahan

makanan dan farmasi.

Tabel 2. Perkembangan Produksi Lada Putih Dunia Tahun 2001-2010 (Ton)

TahunNegara

TotalIndonesia China, PR. Vietnam Malaysia Brazil2001 38,000 21,700 2,500 2,700 2,000 66,9002002 41,000 23,000 3,000 2,400 2,000 71,4002003 35,000 33,000 4,500 3,200 3,000 78,7002004 26,000 35,000 10,000 3,500 5,000 79,5002005 22,000 20,000 12,000 3,000 5,000 62,0002006 21,000 18,000 16,000 3,000 4,500 62,5002007 21,000 20,000 11,000 4,000 3,500 59,5002008 18,000 28,000 9,970 6,600 3,000 65,5702009 17,000 21,800 22,000 6,600 2,500 69,9002010 19,000 22,800 22,000 7,050 2,000 72,850

Rata-rata 25,800 24,330 11,297 4,205 3250 68,882Persentas

e 37.46 35.32 16.40 6.10 4.72 100.00Sumber: International Pepper Community (IPC). World Pepper Statistics. www.ipcnet.org.

Diakses tanggal 22 Desember 2012.

Total produksi lada putih dunia cenderung berfluktuatif, dengan produksi

terendah pada tahun 2005 yaitu sebesar 62,000 ton hingga mencapai produksi

11

Page 2: (10) BAB 2 Landasan Teori

tertinggi yang terjadi pada tahun 2004 yaitu sebesar 79,500 ton. Negara produsen lada

putih seperti Indonesia, China, Malaysia, dan Brazil masing-masing menyumbang

sebesar 37.46 persen, 35.32 persen, 6.10 persen dan 4,72 persen dari total produksi

lada putih dunia selama sepuluh tahun terakhir, sedangkan 16.40 persen sisanya

berasal dari Vietnam yang tercatat menjadi produsen lada putih sejak tahun 2004.

Indonesia merupakan negara penghasil lada putih terbesar dunia dengan rata-rata

produksi 25,800 ton per tahunnya. Perkembangan ekspor lada putih dunia dapat di

lihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Perkembangan Ekspor Lada Putih Dunia Tahun 2001-2010 (Ton)

TahunNegara

TotalIndonesia Vietnam China, PR. Malaysia Brazil India2001 29,637 2,506 2,079 1,812 2,700 147 38,8812002 31,343 2,584 5,860 2,190 2,800 213 44,9902003 24,596 4,500 4,563 4,334 2,800 312 41,1052004 13,762 4,880 3,479 1,695 4,000 189 28,0052005 16,227 11,350 2,530 1,861 3,500 1,269 36,7372006 15,045 17,872 10,185 5,469 3,800 1,531 53,9022007 15,544 11,062 4,801 3,884 3,000 1,460 39,7512008 16,038 9,976 6,620 3,090 2,500 1,396 39,6202009 11,465 22,532 2,100 2,642 2,500 1,509 42,7482010 13,453 20,000 2,400 2,887 2,000 1,250 41,990Rata-rata 18,711 10,726.2 4,461.7 2,986.4 2,960 927.6

36,884.8

Sumber: International Pepper Community (IPC). World Pepper Statistics. www.ipcnet.org.

Diakses tanggal 22 Desember 2012.

Berdasarkan Tabel 3, dapat dilihat bahwa rata-rata ekspor selama sepuluh

tahun terakhir (2001-2010), Indonesia menempati urutan pertama sebagai Negara

pengekspor lada putih dunia, dengan rata-rata total ekspor per tahunnya yaitu sebesar

18,711 ton atau menyumbang sebesar 45.89 persen dari total ekspor lada putih dunia.

China merupakan negara produsen lada putih kedua setelah Indonesia, namun

demikian China bukanlah salah satu eksportir besar karena produksi komoditas

mereka sebagian besar untuk konsumsi di dalam negerinya sendiri. Hal ini terlihat

12

Page 3: (10) BAB 2 Landasan Teori

dari rata-rata produksi China selama sepuluh tahun terakhir adalah sebesar 24,330 ton

sedangkan rata-rata ekspor lada putih China selama sepuluh tahun terakhir hanya

sebesar 4,461.7 ton. Hal ini berarti sebanyak 19,868.3 ton lada putih China digunakan

untuk konsumsi di dalam negerinya sendiri. Secara lebih jelas pertumbuhan produksi

dan ekspor lada putih dunia selama 10 tahun terakhir di tunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1.a. Perkembangan Produksi Lada Putih Dunia Tahun 2001-2010

Gambar 1.b Perkembangan Ekspor Lada Putih Dunia Tahun 2001-2010

13

2001200220032004200520062007200820092010 -

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

35,000

40,000

45,000

IndonesiaChina,PR.VietnamMalaysiaBrazil

2001200220032004200520062007200820092010 -

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

35,000

IndonesiaVietnamChina, PR.MalaysiaBrazilIndia

Page 4: (10) BAB 2 Landasan Teori

Berdasarkan Gambar 1, dapat terlihat bahwa pertumbuhan produksi dan

ekspor lada putih dunia selama 10 tahun terakhir. Dalam gambar di atas dapat terlihat

bahwa pertumbuhan produksi dan ekspor lada putih Indonesia terus mengalami

penurunan. Pada tahun 2004, produksi lada putih Indonesia sempat digantikan oleh

China, sementara itu pada tahun 2006 ekspor lada putih Indonesia digantikan oleh

Vietnam.

2.1.2 Teori Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional diartikan sebagai pertukaran barang dan jasa yang

terjadi melampaui batas antar negara. Perdagangan internasional diperlukan untuk

mendapatkan manfaat yang dimungkinkan oleh spesialisasi produksi. Dengan

perdagangan, setiap orang, wilayah, atau bangsa dapat memusatkan perhatian untuk

memproduksi barang dan jasa yang dapat dilakukannya secara efisien, sementara

mereka melakukan perdagangan untuk memperoleh barang dan jasa lain yang tidak

diproduksinya (Lipsey, 1997).

Teori Perdagangan Internasional menganalisa tentang dasar-dasar terjadinya

perdagangan antar negara, arus barang dan jasa, kebijakan yang diarahkan pada

pengaturan arus perdagangan serta pengaruhnya terhadap kesejahteraan negara-

negara yang terlibat. Teori perdagangan internasional juga menunjukkan keuntungan

yang dapat diperoleh masing-masing negara dengan adanya perdagangan

internasional (Salvatore, 1997).

Model Adam Smith

Model Adam Smith ini memfokuskan pada keuntungan mutlak yang

menyatakan bahwa suatu negara akan memperoleh keuntungan mutlak dikarenakan

negara tersebut mampu memproduksi barang dengan biaya yang lebih rendah

dibandingkan negara lain. Menurut teori ini jika harga barang dengan jenis sama tidak

memiliki perbedaan di berbagai negara maka tidak ada alasan untuk melakukan

perdagangan internasional.

14

Page 5: (10) BAB 2 Landasan Teori

Model Ricardian

Model Ricardian memfokuskan pada kelebihan komparatif dan mungkin

merupakan konsep paling penting dalam teori pedagangan internasional. Dalam

Sebuah model Ricardian, negara mengkhususkan dalam memproduksi apa yang

mereka paling baik produksi. Tidak seperti model lainnya, rangka kerja model ini

memprediksi dimana negara-negara akan menjadi spesialis secara penuh

dibandingkan memproduksi bermacam barang komoditas. Juga, model Ricardian

tidak secara langsung memasukan faktor pendukung, seperti jumlah relatif dari buruh

dan modal dalam negara.

Model Heckscher-Ohlin

Model Heckscgher-Ohlin dibuat sebagai alternatif dari model Ricardian dan

dasar kelebihan komparatif. Mengesampingkan kompleksitasnya yang jauh lebih

rumit model ini tidak membuktikan prediksi yang lebih akurat. Bagaimanapun, dari

sebuah titik pandangan teoritis model tersebut tidak memberikan solusi yang elegan

dengan memakai mekanisme harga neoklasikal kedalam teori perdagangan

internasional.

Teori ini berpendapat bahwa pola dari perdagangan internasional ditentukan

oleh perbedaan dalam faktor pendukung. Model ini memperkirakan kalau negara-

negara akan mengekspor barang yang membuat penggunaan intensif dari faktor

pemenuh kebutuhan dan akan mengimpor barang yang akan menggunakan faktor

lokal yang langka secara intensif. Masalah empiris dengan model H-o, dikenal

sebagai Pradoks Leotief, yang dibuka dalam uji empiris oleh Wassily Leontief yang

menemukan bahwa Amerika Serikat lebih cenderung untuk mengekspor barang buruh

intensif dibanding memiliki kecukupan modal dan sebagainya.

Teorema Heckscher-Ohlin menyatakan bahwa sebuah negara akan

mengekspor komoditi yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang

15

Page 6: (10) BAB 2 Landasan Teori

relatif melimpah dan murah di negara itu dan dalam waktu yang bersamaan ia akan

mengimpor komoditi yang produksinya memerlukan sumber daya yang relatif langka

dan mahal di negara itu (Salvatore, 1997).

Proses perdagangan internasional yang timbul sebagai akibat perbedaan

tersebut, juga dapat disebabkan karena adanya perbedaan antara permintaan dan

penawaran di setiap negara. Kelebihan permintaan domestik (excess demand)

terhadap penawaran domestik akan mendorong suatu negara untuk melakukan

permintaan impor, sedangkan kelebihan penawaran (excess supply) terhadap

permintaan domestik akan mendorong suatu negara untuk melakukan penawaran

ekspor.

Menurut Heckscher-Ohlin, suatu negara akan melakukan perdagangan dengan

negara lain disebabkan negara tersebut memiliki keunggulan komparatif yaitu

keunggulan dalam teknologi dan keunggulan faktor produksi. Basis dari keunggulan

komparatif adalah:

1. Faktor endowment, yaitu kepemilikan faktor-faktor produksi didalam suatu

negara.

2. Faktor intensity, yaitu teksnologi yang digunakan didalam proses produksi,

apakah labor intensity atau capital intensity.

Analisis teori H-O :

a. Harga atau biaya produksi suatu barang akan ditentukan oleh jumlah atau

proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing Negara

b. Comparative Advantage dari suatu jenis produk yang dimiliki masing-masing

negara akan ditentukan oleh struktur dan proporsi faktor produksi yang

dimilkinya.

c. Masing-masing negara akan cenderung melakukan spesialisasi produksi dan

mengekspor barang tertentu karena negara tersebut memilki faktor produksi

yang relatif banyak dan murah untuk memproduksinya

16

Page 7: (10) BAB 2 Landasan Teori

d. Sebaliknya masing-masing negara akan mengimpor barang-barang tertentu

karena negara tersebut memilki faktor produksi yang relatif sedikit dan mahal

untuk memproduksinya

Kelemahan dari teori H-O yaitu jika jumlah atau proporsi faktor produksi

yang dimiliki masing-masing negara relatif sama maka harga barang yang sejenis

akan sama pula sehingga perdagangan internasional tidak akan terjadi. Jadi menurut

teori H-O, suatu negara akan berspesialisasi dalam produksi dan ekspor barang-

barang yang input (faktor produksi) utamanya relatif sangat banyak di negara tersebut

dan impor barang yang input utamanya tidak dimiliki oleh negara tersebut (jumlahnya

terbatas).

2.1.3 Teori Penawaran dan Permintaan Ekspor

Secara teoritis ekspor suatu barang dipemgaruhi oleh suatu penawaran

(supply) dan permintaan (demand). Dalam teori perdagangan internasional disebutkan

bahwa factor-faktor yang mempengaruhi ekspor dapat dilihat dari sisi permintaan dan

sisi penawaran. Dari sisi permintaan, ekpor dipengaruhi oleh harga ekspor, nilai tukar

riil, pendapatan dunia dan kebijakan devaluasi. Sedangkan dari sisi penawaran,

ekspor dipengaruhi oleh harga ekspor, harga domestik, nilai tukar riil, kapasitas

produksi yang bisa diproduksi melalui investasi, impor bahan baku, dan kebijakan

deregulasi.

Produk-produk yang betul-betul kompetitif, penawaran dan permintaan

domestik akan tergantung pada harga barang, sedangkan permintaan dan penawaran

asing (ekspor) akan bergantung pada harga dalam mata uang asing (Krugman dan

Obsfeld (2000) yang diterjamahkan oleh Basri (2004)), dijelaskan pula bahwa

perdagangan akan terjadi di suatu pasar apabila terdapat perbedaan harga pada waktu

sebelum perdagangan, jika kedua negara menghasilkan produk yang sama. Selain

berbagai factor tersebut di atas, hubungan perdagangan antar negara yang

mempengaruhi aktivitas ekspor impor adalah nilai tukar mata uang masing-masing

negara (Samanhudi, 2009).

17

Page 8: (10) BAB 2 Landasan Teori

2.1.4 Faktor Harga

Apabila suatu Negara akan melakukan perdagangan dengan negara lain

(ekspor dan impor) maka ada beberapa factor yang harus diperhatikan. Salah satu

diantaranya adalah harga dari barang yang akan diperdagangkan karena harga akan

menentukan besar kecilnya jumlah barang yang akan diperdagangkan (Samanhudi,

2009). Teori permintaan menerangkan tentang cirri hubungan antara jumlah

permintaan dan harga barang yang merupakan suatu hipotesa yang menerangkan :

“Makin rendah harga suatu barang, maki banyak permintaan terhadap barang

tersebut, sebaliknya makin tinggi harga suatu barang makin rendah permintaan

barang tersebut (cateris paribus)” (Sadono Sukirno, 2003:76).

2.1.5 Nilai Tukar Mata Uang (Kurs)

Kurs merupakan perbandingan antara nilai tukar mata uang suatu negara

dengan negara lain. Perdagangan yang dilakukan anatar dua negara tidaklah semudah

yang dilakukan dalam suatu negara, karena harus memakai dua mata uang yang

berbeda misalnya antara Indonesia dan Amerika Serikat, pengimpor Amerika harus

memberli rupiah untuk membeli barang-barang dari Indonesia. Sebaliknya pengimpor

Indonesia harus membeli dollar amerika untuk menyelesaikan pembayaran terhadap

barang yang dibelinya di Amerika.

Nilai tukar adalah nilai mata uang suatu negara diukur dari nilai satu unit mata

uang terhadap mata uang negara lain. Apabila kondisi ekonomi suatu negara

mengalami perubahan, maka biasanya diikuti oleh perubahan nilai tukar secara

subtansional. Masalah mata uang muncul saat suatu negara mengadakan transaksi

dengan negara lain, dimana masing-masing negara menggunakan mata uang berbeda.

Jadi nilai tukar merupakan harga yang harus dibayar oleh mata uang suatunegara

untuk memperoleh mata uang negara lain.

Nilai tukar mata uang asing memainkan peranan sentral dalam hubungan

perdagangan internasional, karena kurs memungkinkan dapat membandingkan harga

18

Page 9: (10) BAB 2 Landasan Teori

barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu Negara. Hal ini juga dijelaskan oleh

Salvatore (1999) bahwa dalam melakukan transaksi perdagangan antar Negara,

mereka menggunakan mata uang asing bukan mata uang negaranta, mereka

membutuhkan mata uang standar seperti US$ untuk bertransaksi. Apabila mata uang

domestik terapresiasi terhadap mata uang asing maka harga impor bagi penduduk

domestik menjadi lebih murah, tetapi apabila nilai mata uang domestic terdepresiasi

maka nilai mata uang asing menjadi lebih mahal yang mengakibatkan ekspornya bagi

pihak luar negeri menjadi lebih murah.

Para ekonom membedakan kurs menjadi dua yaitu kurs nominal dan kurs riil.

Kurs nominal adalah harga relative dari mata uang dua Negara,. Sebagai contoh, jika

mata dollar Amerika Serikat dan yen Jepang adalah 120 yen per dollar, maka orang

Amerika Serikat dapat menukarkan 1 dollar untuk 120 yen di pasar uang. Sebaliknya

orang Jepang yang ingin memiliki dollar akan membayarkan 120 yen untuk setiap

dollar yang dibeli. Ketika orang-orang mengacu pada “kurs” di antara kedua Negara,

mereka biasanya mengartikan kurs nominal (Mankiw, 2003)

Nilai tukar riil ada;ah nilai tukar nominal yang sudah dikoreksi dengan harga

relatif yaitu harga-harga didalam negeri dibandingkan dengan harga-harga di luar

negeri. Nilai tukar dapat dihitung dengtan menggunakan rumus dibawah ini :

Q = S.P/P*

Dimana : Q = Nilai tukar riil

S = Nilai tukar nominal

P = Tingkat harga domestic

P* = Tingkat harga di luar negeri

19

Page 10: (10) BAB 2 Landasan Teori

2.1.6 Konsep Keunggulan Komparatif

Kunci perdagangan internasional adalah teori keunggulan komparatif. Prinsip

teori ini bahwa suatu negara dapat meningkatkan standar kehidupan dan pendapatan

riilnya melalui spesialisi produksi komoditi yang memiliki produktivitas tinggi.

Negara-negara akan mengutamakan untuk memproduksi komoditi yang paling

produktif. Prinsip keunggulan komparatif menunjukkan bahwa spesialisasi akan

menguntungkan semua negara meskipun ada negara yang secara mutlak lebih efisien

dalam memproduksi semua barang dibandingkan Negara lainnya. Jika negara-negara

itu mau melakukan spesialisasi produk di mana mereka mendapat keunggulaan

komparatif (atau efisiensi relatif lebih tinggi), maka perdagangan antar negara akan

menguntungkaan bagi semuanya. Karena itu mengingat kondisi produktif di tiap

negara sangat berbeda, negara-negara tersebut sangat menyadari bahwa akan lebih

menguntungkan jika melakukan spesialisasi dalam produksi suatu jenis barang

tertentu (Lindert, 1993).

2.1.7 Konsep Keunggulan Kompetitif

Berbeda dengan konsep keunggulan komparatif (comparative advantage)

yang menyatakan bahwa suatu negara tidak perlu menghasilkan suatu produk apabila

produk tersebut telah dapat dihasilkan oleh negara lain dengan lebih baik, unggul, dan

efisien secara alami, konsep keunggulan kompetitif adalah sebuah konsep yang

menyatakan bahwa kondisi alami tidaklah perlu untuk dijadikan penghambat karena

keunggulan pada dasarnya dapat diperjuangkan dan ditandingkan (dikompetisikan)

dengan berbagai perjuangan/usaha. Dan keunggulan suatu negara bergantung pada

kemampuan perusahaan-perusahaan di dalam negara tersebut untuk berkompetisi

dalam menghasilkan produk yang dapat bersaing di pasar.

Menurut Porter (1998), ada empat kategori atribut yang merupakan faktor

penentu keunggulan bersaing industri nasional, yakni kondisi faktor (factor

conditions), kondisi permintaan (demand conditions), industri pendukung dan terkait

(related and supporting industries), serta persaingan, struktur dan strategi perusahaan

20

Page 11: (10) BAB 2 Landasan Teori

(firms strategy, structure, and rivalry). Keempat atribut tersebut didukung oleh

peranan kesempatan atau peluang (chance) dan peranan pemerintah (government)

dalam meningkatkan daya saing industri nasional, dan secara bersama-sama

membentuk suatu sistem yang dikenal dengan “the national diamond”. Dalam

hubungannya, keempat determinan ini saling menguatkan satu sama lain.

Kondisi faktor produksi dibagi menjadi dua, yaitu yang biasa dan yang

terspesialisasi. Yang biasa adalah faktor-faktor produksi yang diwarisi secara alami

seperti kekayaan sumber daya alam (SDA), tanah, dan tenaga kerja yang belum

terlatih. Sedangkan yang terspesialisasi adalah faktor-faktor produksi yang tidak

terdapat secara alami, melainkan harus diciptakan terlebih dahulu. Contoh dari faktor

produksi yang terspesialisasi adalah teknologi dan tenaga kerja yang terlatih. Kondisi

faktor produksi dikatakan baik apabila jumlah faktor produksi yang dimiliki ada

banyak dan perbandingan antara faktor produksi biasa dengan faktor produksi

terspesialisasi adalah proporsional. Semakin baik kondisi faktor produksi yang

dimiliki oleh perusahaan-perusahaan di dalam suatu negara, maka akan semakin

kompetitif negara tersebut.

Kondisi permintaan dikatakan dapat menaikkan kompetitivitas apabila kondisi

permintaan tersebut adalah mutakhir (sophisticated). Yang dimaksud dengan

permintaan mutakhir di sini adalah kecenderungan untuk selalu menuntut agar produk

yang dihasilkan terus diinovasi supaya bisa memuaskan kebutuhan para demander.

Selanjutnya adalah industri-indsutri yang berkaitan dan mendukung.

Kompetitivitas dapat meningkat apabila industri-industri yang berkaitan dan

mendukung memusatkan diri mereka dalam satu kawasan. Hal ini akan menghemat

biaya komunikasi, ongkos gudang penyimpanan, ongkos transportasi, serta akan

meningkatkan arus pertukaran informasi.

Yang paling akhir adalah strategi, struktur, dan persaingan perusahaan.

Strategi dan struktur yang diterapkan perusahaan akan menentukan

21

Page 12: (10) BAB 2 Landasan Teori

kompetitivitasnya. Hal ini lebih menyangkut kepada konteks waktu dan budaya

dimana perusahaan itu berada. Tidak semua perusahaan cocok menggunakan strategi

dan struktur tertentu. Perusahaan dituntut agar dapat menerapkan strategi dan struktur

yang paling tepat dengan keadaan yang dialami agar dapat survive terhadap kondisi

sekitarnya. Selain itu, persaingan antarperusahaan juga dapat meningkatkan

kompetitivitas perusahaan karena dengan adanya persaingan, maka dipastikan akan

ada usaha ekstra dari perusahaan untuk meningkatkan daya saingnya agar dapat,

sekali lagi, survive dalam kompetisi.

Gambar 2. “The National Diamond System”

22

Page 13: (10) BAB 2 Landasan Teori

2.1.8 Pengertian Daya Saing

Pengertian daya saing mengacu pada kemampuan suatu negara untuk

memasarkan produk yang dihasilkan negara itu relatif terhadap kemampuan negara

lain. Konsep daya saing dalam perdagangan internasional terkait dengan keunggulan

yang dimiliki suatu komoditas atau kemampuan suatu negara dalam menghasilkan

komoditas tersebut secara lebih efisien daripada negara lain. Daya saing dapat juga

dikatakan sebagai kemampuan suatu komoditi untuk memasuki pasar luar negeri dan

kemampuan untuk dapat bertahan dalam pasar tersebut, dalam artian jika suatu

produk mempunyai daya saing maka produk tersebutlah yang banyak diminati oleh

banyak konsumen (Tatakomara, 2004).

2.2 Penelitian Terkait

Samanhudi (2009) melakukan penelitian untuk mengetahui factor-faktor yang

mempengaruhi ekspor pertanian Indonesia ke Amerika Serikat dengan menggunakan

data panel untuk komodotas karet, coklat dan CPO dalam kurun waktu triwulanan

selama 9 tahun (1999-2007). Dengan menggunakan Generalized Least Square

disimpulkan bahwa harga produk pertanian, GDP Amerika Serikat, kurs mata uang

berpengaruh terhadap volume ekspor produk perkebunan Indonesia ke Amerika

serikat.

Anggraini (2006) melakukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang

paling berpengaruh terhadap volume ekspor kopi Indonesia dari Amerika Serikat

periode tahun 1975-2004. Data yang digunakan adalah data sekunder. Dengan

menggunakan model regresi linear diketahui bahwa pendapatan perkapita Amerika

Serikat, harga kopi dunia, harga teh dunia (sebagai barang substitusi) dan konsumsi

kopi Amerika Serikat satu tahun sebelumnya berpengaruh secara signifikan terhadap

volume ekspor kopi Indonesia dari Amerika Serikat.

Popy Anggasari (2008) melakukan penelitian untuk menganalisis perkembangan

produksi, konsumsi dan impor kedelai serta menganalisis faktor-faktor yang

mempengaruhi volume impor kedelai di Indonesia. Dengan menggunakan metode

23

Page 14: (10) BAB 2 Landasan Teori

analisis regresi linear berganda OLS diketahui bahwa volume impor kedelai secara

nyata dipengaruhi oleh harga kedelai domestik, harga kedelai luar negeri, niai tukar

rupiah terhadap dollar Amerika dan dummy tarif impr sebesar 10 persen.

2.2.1 Penelitian Mengenai Lada

Pada tahun 2008, Dizy Soebtrianasari melakukan penelitian mengenai faktor-

faktor yang mempengaruhi penawaran dan permintaan lada putih Indonesia di pasar

Internasional serta menganalisis pengaruh perdagangan lada putih di pasar

internasional terhadap harga yang terbentuk. Penelitian ini menggunakan data

sekunder berupa deret waktu (time series) selama dua puluh lima tahun (1982-2006).

Model analisis yang digunakan adalah model persamaan simultan yang di duga

dengan metode Two Stages Least Square (2SLS) dengan menggunakan program

Statistical Analysis System (SAS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penawaran

ekspor lada putih Indonesia ke Amerika Serikat sangat dipengaruhi oleh produksi

lada putih Indonesia, jumlah ekspor lada putih Indonesia ke Amerika Serikat tahun

sebelumnya dan harga riil ekspor lada putih Indonesia. Sedangkan untuk faktor yang

mempengaruhi penawaran ekspor lada putih Indonesia ke Belanda, hanya peubah

harga riil ekspor saja yang berpengaruh nyata. Pada jangka panjang, ekspor lada putih

Indonesia ke Amerika Serikat lebih responsif terhadap perubahan produksi lada putih,

sedangkan ekspor lada putih ke Belanda hanya responsif terhadap perubahan harga

riil ekspor.

2.2.2 Penelitian Mengenai Daya Saing Lada

Marlinda (2008) melakukan penelitian mengenai daya saing lada Indonesia di

pasar Internasional. Jenis data yang digunakan adalah berupa data sekunder yang

merupakan data deret waktu selama sepuluh tahun dari tahun 1997-2006. Dari

analisis struktur pasar dengan menggunakan nilai Herfindahl Index dan

Concentration Ratio diperoleh hasil bahwa struktur pasar lada Indonesia

menunjukkan kecenderungan kea rah pasar persaingan oligopoli. Berdasarkan analisis

nilai Revealed Comparative Advantage (RCA), komoditi lada Indonesia memiliki

24

Page 15: (10) BAB 2 Landasan Teori

keunggulan komparatif yang mempunyai nilai RCA yang lebih dari satu. Pada tahun

2006, Indonesia mempunyai nilai RCA sebesar 14,32 tetapi daya saingnya masih

lebih rendah jika dibandingkan dengan Vietnam.

Kania (2011) melakukan penelitian untuk untuk melihat perkembangan

ekspor lada Indonesia serta untuk mengetahui struktur pasar yang terbentuk pada

komoditas lada di pasar internasional. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk

melihat apakah Indonesia, sebagai salah satu negara pengekspor lada terbesar

memiliki keunggulan untuk produk tersebut, baik secara komparatif maupun

kompetitif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data deret waktu tahun

2001-2010. Hasil yang diperoleh pada penelitian membuktikan perkembangan ekspor

lada Indonesia berfluktuasi, struktur pasar pada perdagangan lada di pasar

internasional menunjuk ke arah oligopoli dengan tingkat konsentrasi pasar sedang,

nilai rata-rata harfindahl Index pada tahun 2001-2010 sebesar 1.622 dengan nilai

rasio konsentrasi berkisar 68 persen, Dari aspek keunggulan komparatif selama

periode yang sama Indonesia memiliki keunggulan komparatif, Indonesia menempati

peringkat kedua setelah Vietnam. Sebaliknya aspek keunggulan kompetitif pada

periode tersebut menunjukan penurunan pangsa pasar dan daya saing yang melemah.

2.3 Kerangka Pikir

Indonesia merupakan produsen dan eksportir utama lada putih di dunia. Lada

putih sebagai komoditas ekspor memiliki nilai ekonomi tinggi untuk meningkatkan

kesejahteraan petani dan menambah devisa negara. Selain itu, komoditas lada putih

juga sebagai penyedia lapangan kerja dan pemenuhan bahan baku industri. Lada putih

Indonesia masih mempunyai kekuatan dan peluang untuk dikembangkan, karena

lahan yang sesuai untuk lada putih cukup luas, biaya produksi lebih rendah dibanding

negara pesaing, tersedianya teknologi budidaya lada yang efisien, serta adanya

peluang melakukan diversifikasi produk apabila harga lada jatuh.

Perdagangan lada putih dewasa ini semakin berkembang yang ditandai dengan

semakin meningkatnya permintaan lada putih oleh negara-negara konsumen dan

semakin banyaknya jumlah negara pengekspor lada putih di dunia. Kedudukan

25

Page 16: (10) BAB 2 Landasan Teori

Indonesia dalam perdagangan lada putih di pasar internasional tidak hanya

dipengaruhi oleh penawaran ekspor lada putih Indonesia saja, tetapi juga dapat

dipengaruhi oleh penawaran ekspor lada putih negara pesaing lainnya seperti

Vietnam, China, Malaysia, Brazil, dan India. Vietnam merupakan pendatang baru

dalam perdagangan lada dunia tetapi merupakan pesaing utama Indonesia dalam

beberapa tahun terakhir.

Selama periode tahun 2001-2010, ekspor lada putih Indonesia mengalami

fluktuasi dan cenderung mengalami penurunan. Hal tersebut diduga oleh pengaruh

fluktuasi dari berbagai faktor yang mempengaruhinya, seperti produksi domestik,

harga ekspor lada putih, harga domestik lada putih, dan nilai tukar rupiah terhadap

dollar AS.

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah

menganalisis daya saing dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi

ekspor lada putih Indonesia. Semua variabel uji yang digunakan dalam penelitian ini

adalah berdasarkan hasil dari rujukan penelitian-penelitian terdahulu dan hipotesis

yang digunakan dalam penelitian ini.

Daya saing lada putih Indonesia di pasar Internasional dapat dilihat

berdasarkan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Analisis keunggulan

komparatif pada penelitian ini menggunakan analisis RCA (Revalead Comparatif

Advantage). Nilai RCA diperoleh dari perbandingan pangsa pasar lada putih

Indonesia dengan pangsa pasar lada putih dunia di pasar Internasional, Pada RCA

akan dijelaskan kekuatan daya saing komoditas lada putih

Indonesia secara relatif terhadap produk sejenis dari negara lain

(dunia) yang juga menunjukkan posisi komparatif Indonesia sebagai

produsen komoditas udang dibandingkan dengan negara-negara

lainnya dalam perdagangan internasional.

Daya saing lada putih Indonesia berdasarkan keunggulan kompetitif dianalisis

dengan menggunakan Porter’s Diamond. Analisis ini melihat daya saing berdasarkan

kondisi faktor (factor sumberdaya manusia, faktor sumber daya alam, faktor

sumberdaya ilmu pengetahuan dan teknologi, faktor sumber daya modal dan

26

Page 17: (10) BAB 2 Landasan Teori

infrastruktur), kondisi permintaan, industri terkait dan pendukung, strategi

perusahaan, struktur dan persaingan.

Kemudian untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor lada

putih Indonesia dianalisis menggunakan regresi linear berganda dengan metode

Ordinary Least Square (OLS). Pada akhirnya penelitian ini diharapkan dapat menjadi

salah satu acuan bagi pemerintah maupun para pelaku eksportir lada putih dalam

mengambil kebijakan yang terkait dengan daya saing dan ekspor lada putih Indonesia

di pasar internasional.

27

Secara Komparatif

(Analisis RCA)

Secara Kompetitif

(Porter’sDiamond)

Volume Ekspor lada Putih

Kebijakan Peningkatan Daya Saing dan Ekspor Lada Putih Indonesia

Day

a S

aing

Lad

a P

utih

Ind

ones

iaD

aya

Sai

ng L

ada

Put

ih I

ndon

esia

Produksi Lada Putih Indonesia

Harga Ekspor Riil Lada Putih

Harga Domestik Riil Lada Putih

Nilai tukar rupiah terhadap US$

Fak

tor-

Fak

tor

yang

mem

peng

aruh

i Eks

por

lada

Put

ih

Page 18: (10) BAB 2 Landasan Teori

Gambar 3. Kerangka Pikir

2.4 Definisi Variabel Operasional

Definisi operasional mencakup pengertian-pengertian yang akan digunakan

untuk mendapatkan dan menganalisa data yang terdapat dalam penelitian. Variabel-

variabel dalam penelitian tersebut ialah :

1. Volume ekspor lada putih negara produsen merupakan volume ekspor lada

putih ke masing-masing negara tujuan tiap tahunnya dan dinyatakan dalam

satuan ribu kilogram.

2. Produksi lada putih negara produsen merupakan jumlah total produksi lada

putih masing-masing negara produsen dan dinyatakan dalam satuan ribu

kilogram.

3. Harga ekspor riil lada putih Indonesia adalah harga FOB dari lada putih

Indonesia yang merupakan hasil bagi antara total nilai ekspor lada putih

dengan volume ekspor lada putih, yang telah di deflasikan dengan Indeks

Harga Perdagangan Besar Indonesia (IHPBI) dengan tahun dasar (2000=100)

dan dinyatakan dalam satuan US$ per kilogram.

4. Harga ekspor riil lada putih negara produsen adalah harga FOB dari lada putih

masing-masing negara produsen yang merupakan hasil bagi antara total nilai

ekspor lada putih dengan volume ekspor lada putih, yang telah dideflasikan

dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) negara produsen dengan tahun dasar

(2000=100) dan dinyatakan dalam satuan US$ per kilogram.

5. Harga domestik riil lada putih Indonesia adalah harga lada putih dalam negeri

setiap tahunnya yang telah di deflasikan dengan IHK Indonesia dengan tahun

dasar (2000=100) dan dinyatakan dalam satuan rupiah per kilogram.

6. Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat merupakan rata-rata nilai

tukar Indonesia terhadap dollar Amerika Serikat per tahun dan di deflasikan

dengan IHK Indonesia dengan tahun dasar (2000=100) dan dinyatakan dalam

satuan rupiah per dollar Amerika Serikat.

28

Page 19: (10) BAB 2 Landasan Teori

2.5 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan studi penelitian terdahulu maka dalam penelitian ini akan diajukan

beberapa hipotesis, diantaranya :

Nilai RCA lada putih Indonesia lebih besar dari satu (RCA > 1),

artinya Indonesia memiliki keunggulan komparatif pada

komoditi lada putih (di atas rata-rata dunia) sehingga

komoditi tersebut berdaya saing kuat.

Hubungan positif terjadi antara produksi lada putih dengan

volume ekspornya. Semakin tinggi produksi domestik maka

volume ekspornya akan mengalami peningkatan.

Ekspor lada putih Indonesia dipengaruhi oleh harga ekspor,

dimana hubungan keduanya positif. Jika terjadi kenaikan

harga ekspor maka ekspor meningkat atau sebaliknya.

Harga domestik dengan volume ekspor TPT Indonesia ke AS

berhubungan negatif. Bila terjadi kenaikan harga domestik maka

ekspor TPT akan menurun.

Nilai tukar rupiah secara nominal berhubungan positif dengan

ekspor lada putih Indonesia. Jika terjadi depresiasi nilai tukar

rupiah terhadap dollar AS, maka volume ekspor akan

meningkat dan sebaliknya.

29