1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt
-
Upload
assalafi-zyl -
Category
Documents
-
view
732 -
download
7
Transcript of 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANKEJADIAN ISPA BERULANG PADA BALITA USIA 36 – 59
BULAN DI PUSKESMAS SALOTUNGOWATAN SOPPENG
Diajukan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar
Oleh
R A D H Y A L L A HC. 121 08 531
FAKULTAS KEDOKTERANPROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR
2009
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul
“FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANKEJADIAN ISPA BERULANG PADA BALITA USIA 36 – 59
BULAN DI PUSKESMAS SALOTUNGOWATAN SOPPENG”
Diajukan oleh :
R A D H Y A L L A HC.121 08 531
Disetujui untuk diajukan dihadapan Dewan Penguji Skripsi ProgramStudi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Pembimbing I
Nurhaya Nurdin,S.Kep.Ns,M.N
Pembimbing II
Bestfy Anitasari,S.Kep.Ns
Mengetahui,Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan
DR. dr. Ilhamjaya Patellongi, M.KesNip : 19580128 198903 1 002
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI
“FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANKEJADIAN ISPA BERULANG PADA BALITA USIA 36 – 59
BULAN DI PUSKESMAS SALOTUNGOWATAN SOPPENG”
Diajukan oleh :
R AD H Y A L L A HC 121 08 531
Telah dipertahankan didepan dewan penguji skripsi
Pada hari : Selasa, 02 Januari 2010Tempat : Ruang Kelas 1 Lt.4 PSIK. FK. Univeristas Hasanuddin Makassar
Tim Penguji
1. DR. dr. Ilhamjaya Patellongi, M.Kes ( ………………………………. )
2. Syahrul Said,S.Kep.,Ns ( ………………………………. )
3. Nurhaya Nurdin,S.Kep.Ns,M.N ( ………………………………. )
4. Bestfy Anitasari,S.Kep.Ns ( ………………………………. )
Mengetahui,
An. DekanPembantu Dekan Bidang Akademik
Fakultas Kedokteran UniversitasHasanuddin Makassar
DR. dr. Ilhamjaya Patellongi, M.KesNip : 19580128 198903 1 002
KetuaProgram Studi Ilmu KeperawatanFakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin Makassar
DR. dr. Ilhamjaya Patellongi, M.KesNip : 19580128 198903 1 002
K A T A P E N G A N T A R
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karuniaNya
sehingga Proposal ini dapat selesai.
Proposal ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat dalam
menyelesaikan system kredit semester di Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar
Penulis menyadari bahwa bahwa proposal ini dapat selesai karena bantuan
dan kerjasama dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini, peneliti
menyapaikan terimakasih dann penghargaan yang setinggi-tingginya kepada
kepada :
1. Bapak Prof. DR. dr. Irwan Yusuf, Ph.D selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin Makassar
2. Bapak DR. dr. Ilhamjaya Patellongi, M.Kes selaku Ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan Universitas Hasanuddin Makassar, sekaligus sebagai penguji
yang telah memberikan masukan dan arahan sehingga proposal ini dapat
selesai.
3. Syahrul Said, S.Kep.Ns, selaku penguji yang bersedia meluangkan waktunya
untuk memberi bimbingan dalam ujian proposal ini
4. Nurhaya Nurdin, S.Kep.Ns,M.N, selaku pembimbing yang telah memberikan
masukan tentang metode penulisan dalam penyelesaian proposal ini
5. Bestfy Anitasari, S.Kep.Ns, selaku pembimbing yang telah memberikan
masukan dan arahan dari awal hingga akhir penyusunan proposal ini
6. Pimpinan Puskesmas Salotungo Watansoppeng – Provinsi Sulawesi Selatan,
yang bersedia memberi izin dalam pengambilan data awal untuk mendukung
proposal ini.
7. Keluarga tercinta yang senantiasa member support dalam rangaka
menyelesaikan proposal ini
8. Teman-teman sejawat, baik yang terlibat langsung maupun tidak langsung
untuk memberikan saran dan kritik dalam penyelesaian proposal ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan proposal ini masih jauh dari
kesempurnaan dan oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis
menerima segala saran dan kritik yang sifatnya membangun dalam
penyempurnaan proposal ini. Terimakasih
Makassar, 27 Oktober 2009
Penulis
R a d h y a l l a h
A B S T R A K
RADHYALLAH, FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANKEJADIAN ISPA BERULANG PADA BALITA USIA 36 – 59 BULAN DIPUSKESMAS SALOTUNGO WATAN SOPPENG. DIBIMBING OLEH NURHAYANURDIN DAN BESTFY ANITASARI.XI + 54 Halaman + 10 Tabel + 24 Lampiran
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi pada saluran pernafasan ;mulai dari rongga hidung sampai alveoli beserta organ adneksanya (sinus, rongga telingadan pleura).yang disebabkan oleh mikroorganisme yang berlangsung selama 14 hariditandai dengan batuk pilek, sakit tenggorokan disertai dengan demam atau tidak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa yangberhubungan dengan kejadian ispa berulang pada balita usia 36 – 59 bulan di puskesmassalotungo watan soppeng
Bentuk penelitian ini adalah observasional dengan rancangan cross sectionalyaitu mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ispa berulang padabalita usia 36 – 59 bulan di puskesmas salotungo watan soppeng.
Dari penelitian ini diperoleh bahwa kejadian ISPA pada rumah tangga tidak sehatterdapat responden 10 (66.7%) lebih besar dibandingkan dengan rumah tangga sehatdengan jumlah responden 5 (33,3%). Hasil uji statistik dengan menggunakan SPSS versi16,0 diperoleh nilai p = 0,009. Karena nilai p < 0,05 maka Ho tidak ditolak. Artinya adahubungan antara perilaku rhidup bersih sehat dengan kejadian ISPA berulang pada Balita.
Dan pada tingkat pengetahuan ibu tentang ISPA dengan kategori baik terdapat 4(26.7%) Balita yang menderita ISPA lebih sedikit dibandingkan dengan tingkatpengetahuan ibu dengan kategori kurang yang berjumlah 7 (46.7%) Balita. Hasil ujistatistik dengan menggunakan SPSS versi 16.0 diperoleh nilai p = 0,009. Karena nilai p< 0,05 maka Ho tidak ditolak. Artinya ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibutentang ISPA dengan kejadian ISPABerulang pada Balita.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka penelitian ini menyimpulkan bahwa denganmenerapkan pola perilaku hidup bersih dan sehat pada setiap anggota keluarga akanmenciptakan rumah tangga yang sehat yang pada akhirnya akan meninggkat derajatkesehatan setiap anggota keluarga dan pengetahuan tentang ISPA sangat di pengaruhioleh banyak hal, salah satunya adalah pendidikan namun yang tidak kalah penting adalahadanya pendidikan kesehatan karena dengan pendkes tersebut dapat mensejajarkantingkat pengetahuan masyarakat
DAFTAR I S I
Halaman Judul .............................................................................................................. i
Halaman Persetujuan ................................................................................................... ii
Halaman Pengesahan.................................................................................................... iii
Kata Pengantar ............................................................................................................. iv
A b s t r a k .................................................................................................................... vi
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 2
C. Tujuan Penelitian .................................................................................................... 3
1. Tujuan Umum ........................................................................................................ 3
2. Tujuan Khusus ....................................................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian ................................................................................................... 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 4
A. Tinjauan Tentang ISPA .......................................................................................... 4
1. Definisi .................................................................................................................. 4
2. Tanda Gejala Umum ISPA .................................................................................... 5
3. Klasifikasi ISPA .................................................................................................... 5
4. Etiologi .................................................................................................................. 5
5. Pencegahan ............................................................................................................ 6
6. Pengobatan ............................................................................................................ 6
B. Tinjauan Tentang Balita ......................................................................................... 7
1. Defenisi Balita ....................................................................................................... 7
2. Masalah Kesehatan Balita ..................................................................................... 8
C. Tinjauan Umum Tentang Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kejadian ISPA Berulang ....................................................................................... 9
1. Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS) ................................................................... 9
a. Definisi PHBS ................................................................................................. 9
b. Indikator Penilaian PHBS ................................................................................ 9
c. Manfaat PHBS ................................................................................................. 13
2. Akses Jaminan Layanan Kesehatan ..................................................................... 15
3. Status Gizi Balita ................................................................................................. 17
4. Pengetahuan Ibu Berhubungan dengan Kejadian ISPA........................................ 19
5. Sirkulasi Udara ..................................................................................................... 22
6. Kepadatana Hunian .............................................................................................. 23
7. Imunsasi ............................................................................................................... 25
BAB III. KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS .............................................. 27
A. Kerangka Konsep .................................................................................................... 27
B. Hipotesis ................................................................................................................... 28
BAB IV. METODE PENELITIAN ............................................................................. 29
A. Rancangan Penelitian ............................................................................................. 29
B. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................................... 29
1. Tempat Penelitian .................................................................................................. 29
2. Waktu Penelitian ................................................................................................... 29
C. Populasi dan Sampel ............................................................................................... 29
1. Populasi ................................................................................................................. 29
2. Sampel ................................................................................................................... 30
3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ................................................................................. 31
D. Alur Peneltian .......................................................................................................... 32
E. Variabel Penelitian .................................................................................................. 33
1. Identifikasi Variabel .............................................................................................. 33
2. Defenisi Operasional dan Kriteria Obyektif .......................................................... 33
F. Pegolahan dan Analisa Data ................................................................................... 37
G. Masalah Etika ......................................................................................................... 38
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .............................................. 40
A. Hasil Penelitian......................................................................................................... 40
1. Karakteristik Responden Orang Tua Balita............................................................ 40
2. Karakteristik Balita................................................................................................. 42
3. Analisa Univariat.................................................................................................... 43
4. Analisa bivariat....................................................................................................... 45
B. Pembahasan .............................................................................................................. 49
1. Perilaku Hidup Bersih Sehat .................................................................................. 49
2. Akses Jaminan Layanan Kesehatan Masyarakat .................................................... 50
3. Status Gizi .............................................................................................................. 51
4. Pengetahuan Ibu tentang ISPA............................................................................... 52
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 55
A. Kesimpulan ............................................................................................................... 55
B. SARAN ...................................................................................................................... 55
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Tingkat Pengetahuan Dalam Domain Kognitif.................................................. 19
Tabel 2 Perbandingan Kebutuhan Kamar dan Jumlah Penghuni.................................... 24
Skema Kerangka Konsep Penelitian ............................................................................... 27
Bagan Alur Penelitian ..................................................................................................... 32
Tabel 3 Baku Penilaian Status Gizi Anak Perempuan dan Anak Laki-laki Usia 36-
59 Bulan Menurut Berat Badan dan Umur (BB/U)........................................... 35
Tabel 4 Distribusi Karakteristik Responden Orang Tua Balita di Puskesmas
Salotungo Kecamatan Lalabata Kabupaten Soppeng........................................ 41
Tabel 5 Distribusi Sampel Balita di Puskesmas Salotungo Kecamatan Lalabata
Kabupaten Soppeng........................................................................................... 42
Tabel 6 Distribusi Variabel Faktor-faktor Yang Berhubunga dengan Kejadian
ISPA pada Balita Usia 36-59 Bulan di Puskesmas Salotungo Kecamatan
Lalabata Kabupaten Soppeng ............................................................................ 44
Tabel 7 Hubungan Perilaku Hidup Bersih Sehat dengan Kejadian ISPA di
Puskesmas Salotungo Kecamatan Lalabata Kabupaten Soppeng ..................... 45
Tabel 8 Hubungan Akses Jaminan Layanan Kesehatan Masyarakat dengan
Kejadian ISPA di Puskesmas Salotungo Kecamatan Lalabata Kabupaten
Soppeng ............................................................................................................. 46
Tabel 9 Hubungan Status Gizi dengan Kejadian ISPA di di Puskesmas Salotungo
Kecamatan Lalabata Kabupaten Soppeng ......................................................... 47
Tabel 10 Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Kejadian ISPA di di Puskesmas
Salotungo Kecamatan Lalabata Kabupaten Soppeng........................................ 48
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran :
1. Kuesioner
2. Master Tabel
3. Print out hasil penelitian
4. Surat izin penelitian dari Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar
5. Surat izin penelitian dari Kesbang Politik dan Linmas Kab. Soppeng
6. Surat keterangan telah melakukan penelitian dari Kepala Puskesmas
Salotungo Kab. Soppeng
7. Daftar riwayat hidup
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas) masih merupakan masalah
kesehatan yang penting, karena ISPA (seperti ; sinusitis, common cold, influenza,
pneumonia) penyebab kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira
1 dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode
ISPA setiap tahunnya. 40 % - 60 % dari kunjungan di Puskesmas adalah oleh
penyakit ISPA. Dari seluruh kematian yang disebabkan oleh ISPA mencakup 20
% -30 %. Kematian yang terbesar umumnya adalah karena pneumonia dan terjadi
pada bayi berumur kurang dari 2 bulan. Hingga saat ini angka mortalitas ISPA
yang berat masih sangat tinggi. Kematian seringkali disebabkan karena penderita
datang untuk berobat dalam keadaan berat (Rasmaliah, 2004).
Penyebab kematian bayi di Indonesia hasil survey mortalita subdit ISPA
tahun 2005 menunjukkan bahwa ISPA merupakan dari penyebab kematian bayi
dengan jumlah 22,3% dari sekian kasus penyebab kematian pada balita (Depkes
RI, 2007).
Dari pola 10 penyakit terbanyak di beberapa rumah sakit umum di
Indonesia maupun data survey (SDKI, Surkesnas) juga menunjukkan tingginya
kasus ISPA. Prevalensi ISPA dalam beberapa tahun menurut hasil SDKI yaitu
pada tahun 1991 terjadi prevalensi 9,8% dengan kelompok umur 12 – 23 bulan,
tahun 1994 terjadi prevalensi 10% dengan kelompok umur 6 – 35 bulan, tahun
1997 terjadi prevalensi 9% dengan kelompok umur 6 – 11 bulan, tahun 2002-2003
terjadi prevalensi 8% dengan kelompok umur 6 – 23 bulan, dan pada tahun 2007
terjadi prevalensi 11% dengan kelompok umur 12 – 23 bulan (Depkes RI, 2007).
Sedangkan menurut data yang dikumpulkan melalui Profil Kesehatan Kota
Makassar Tahun 2008 tercatat bahwa jumlah kasus ISPA sebanyak 42.563
penderita (Dinkes SulSel, 2008).
Dan dari hasil data kunjungan Puskesmas Salotungo, Kab. Soppeng,
Provinsi Sulawesi Selatan survey dalam kasus pola 10 penyakit terbesar
Puskesmas Salotungo tahun 2008 pun menunjukkan bahwa angka kesakitan yang
paling tinggi ditimbulkan oleh ISPA dengan jumlah 1950 kasus dengan persentase
sekitar 29,03% dari jumlah kasus pola 10 penyakit terbesar.
Dari olah data kunjungan kasus ISPA Balita dengan usia 39 – 59 bulan
menunjukkan bahwa terdapat 75 kunjungan kasus atau sekitar 27,29% dari
seluruh kejadian ISPA di Puskesmas SalotungotaTahun 2008 yang dialami oleh
Balita.
Dari hasil uraian diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa ISPA
merupakan masalah kesehatan utama yang ada ditengah masyarakat baik
ditingkat nasional maupun tingkat kabupaten/kota, khususnya diwilayah kerja
Puskesmas Salotungo sehingga peneliti tertarik untuk mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhi kejadian ISPA pada Balita.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari hasil uraian latar belakang diatas, maka peneliatian ini
difokuskan pada ; Faktor apa saja yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada
Balita di wilayah kerja Puskesmas Salotungo Kabupaten Soppeng.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor yang berkaitan dengan kejadian ISPA berulang
pada Balita usia 36 – 59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Salotungo
Kabupaten Soppeng.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya faktor perilaku hidup bersih sehat berhubungan dengan
kejadian ISPA berulang
b. Diketahuinya faktor status gizi berhubungan dengan kejadian ISPA
berlang
c. Diketahuinya faktor pengetahuan ibu berhubungan dengan kejadian
ISPA berulang
D. Manfaat Penelitian
1. Puskesmas ; Sebagai bahan informasi dan masukan bagi Dinas Kesehatan
Kabupaten Soppeng khususnya Puskesmas Salotungo dalam usaha
peningkatan kesehatan lingkungan
2. Pembaca ; sebagai media untuk menambah wawasan dan referensi/kajian
dalam mengungkap kasus kejadian ISPA pada balita
3. Akademik/Institut Pendidikan ; Data variable yang diperoleh dan telah
diolah dapat dijadikan data untuk mendukung penelitian tentang ISPA
oleh peneliti berikutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang ISPA
1. Definisi
Istilah Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) mengandung tiga
unsur, yaitu infeksi, saluran pernafasan dan akut. Adapun batasan
definisinya masing-masing sebagai berikut :
a. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh
manusia dan berkembang biak sehingga dapat menimbulkan gejala
penyakit.
b. Saluran pernafasan adalah organ yang dimulai dari hidung hingga
alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus, rongga telinga dan
pleura. Dengan demikian ISPA secara otomatis mencakup saluran
nafas yang dimulai dari hidung termasuk jaringan adneksanya seperti
sinus, rongga telinga dan pleura.
c. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari.
Jadi Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi pada
saluran pernafasan ; mulai dari rongga hidung sampai alveoli beserta organ
adneksanya (sinus, rongga telinga dan pleura).yang disebabkan oleh
mikroorganisme yang berlangsung selama 14 hari ditandai dengan batuk
pilek, sakit tenggorokan disertai dengan demam atau tidak (Rasmaliah,
2004).
2. Tanda Gejala Umum ISPA
Adapun tanda gejala ISPA menurut Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh
Indonesia (PRSSI), 2002 antaralain ;
a. Batuk
b. Serak (anak bersuara parau)
c. Pilek
d. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 38,5 º C
e. Sesak napas.
3. Klasifikasi ISPA
Karena bentuk ISPA yang paling sering menyebabkan kematian
balita adalah pneumonia maka klasifikasinya dan dalam penentuan
klasifikasi penyakit dibedakan atas 2 kelompok menurut Warung
Masyrakat Informasi Indonesia [Warmasi], 2009 sebagai berikut :
a. Kelompok umur 2 bulan - < 5 tahun, klasifikasi dibagi atas : pnemonia
berat, pnemonia dan bukan pneumonia
b. Kelompok umur < 2 bulan , klasifikasi dibagi atas : pnemonia berat
dan bukan pneumonia.
4. Etiologi
a. Etiologi ISPA terdiri dari lebih 300 jenis bakteri, virus dan riketsia.
Bakteri penyebeb ISPA antara lain darin genus Streptokokus,
Stafilokokus, Pnemokokus, Hemofillus, Bordetella dan
Korinobakterium. Virus penyebeb ISPA antara lain adalah golongan
Mikosovirus, Adenovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma,
Herpesvirus.
b. Etiologi Pnemonia Penyebab pnemonia pada balita sukar ditegakkan
karena dahak sukar diperoleh. Menurut publikasi WHO bahwa
penyebab pnemonia adalah Streptokokus pnemonia dan Hemopillus
inluenzae (Warmasi, 2009).
5. Pencegahan
Penemuan dini penderita ISPA dengan penatalaksanaan kasus yang
benar merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program
(turunnya kematian dan turunnya penggunaan antibiotik dan obat batuk
yang kurang tepat pada pengobatan penyakit ISPA). Pedoman
penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar
pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan
antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi
penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan
kasus mencakup pula petunjuk tentang pemberian makanan bergizi dan
minuman yang sehat (air putih, sari buah) sebagai bagian dari tindakan
penunjang yang penting bagi pederita ISPA (Rasmaliah, 2004).
6. Pengobatan
a. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik
parenteral, oksigendan sebagainya.
b. Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita
tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian
kontrmoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat
antibiotik pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.
c. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan
perawatan dirumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk
tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang
merugikan seperti kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila
demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita
dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat
adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah
bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman
streptococcuss dan harus diberi antibiotik (penisilin) selama 10 hari
(Rasmaliah, 2004).
B. Tinjauan Tentang Balita
1. Defenisi Balita
Bawah lima tahun atau sering disingkat sebagai Balita dan
membatasinya sebagai bayi dan anak yang berusia lima tahun kebawah.
Karena Balita dikategorikan dalam dua kelompok maka selanjutnya kita
sebut masa bayi dan awal masa kanak-kanak dimana masing-masing
memiliki ciri-ciri khas yang berlainan
Dimana masa bayi menurut Nadia, 2005 bahwa masa bayi berlangsung
selama dua tahun pertama kehidupan setelah periode bayi baru lahir
selama dua minggu atau dalam bulan dapat disebut masa bayi adalah bayi
dengan usia 0-24 bln. Masa bayi sering dianggap sebagai keadaan tidak
berdaya dimana bayi setiap hari belajar untuk semakin mandiri.
Dan awal masa kanak-kanak berlansung 25-59 bln, para ahli
psikolog menyebutkan bahwa masa ini adalah masa kelompok dimana
anak mempelajari dasar-dasar perilaku sosial dalam mempersiapakn diri
sebelum masuk usia sekolah. Masa ini disebut juga masa menjelajah
dimana anak belajar untuk menguasai dan mengendalikan lingkungannya.
Pada masa ini juga anak sering meniru tindakan atau bicara orang
sekitarnya sehingga bias disebut sebagai usia meniru. Disisi lain,
meskipun anak berusaha memiliki kecendrungan untuk meniru orang lain
namun dalam bermain sang anak pun beusaha menunjukkan kreatifitasnya
sehingga pada usia ini sering juga disebut usia kreatif. (Nadia, 2005).
2. Masalah Kesehatan Balita
Beberapa faktor kematian Balita maupun yang berperan dalam
dalam proses tumbuh kembang Balita adalah adanya penyakit seperti ;
Diare, Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, Infeksi Saluran
Pernafasan dan menurut laporan Ditjen Pelayanan Medik, Departemen
Kesehatan RI pada tahun 2006, penyakit sistem saluran napas menempati
peringkat pertama dari 10 penyakit utama pada pasien rawat jalan di
Rumah Sakit di Indonesia, yaitu persentase 9,23%. Sedangkan untuk
persentase 10 penyakit utama pada pasien rawat inap di Rumah Sakit di
Indonesia pada tahun yang sama, penyakit Sistem Saluran Napas
menempati urutan ke-8 dengan persentase 1,69%.
Untuk itu kegiatan yang dilakukan terhadap Balita dalam rangka
pemantauan pertumbuhan dan perkembangan Balita dan untuk pencegahan
terhadap penyakit antaralain pemeriksaan perkembangan dan pertumbuhan
fisiknya, pemeriksaan dan perkembangan kecerdasan, pemeriksaan
penyakit infeksi, imunisasi, perbaikan gizi dan pendidikan kesehatan pada
orang tua (Depkes RI, 2007).
C. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Berulang
1. Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS)
a. Definisi PHBS
Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah semua perilaku
kesehatan yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga
atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan, dan
berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat.
Dalam PHBS juga dilakukan edukasi untuk meningkatkan
pengetahuan, sikap dan perilaku melalui pendekatan pimpinan, bina
suasana dan pemberdayaan masyarakat (Dinkes SulSel, 2006).
b. Indikator Penilaian PHBS
Sasaran PHBS tatanan rumah tangga adalah seluruh anggota
keluarga yaitu pasangan usia subur, ibu hamil dan menyusui, anak dan
remaja, usia lanjut dan pengasuh anak. Indikator PHBS adalah suatu
alat ukur untuk menilai keadaan atau permasalahan kesehatan(ISPA).
Menurut Dinkes SulSel, 2006 indikator PHBS rumah tangga yang
digunakan yaitu mengacu kepada standar pelayanan minimal bidang
kesehatan ada sepuluh indikator, yaitu:
1). Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan
Adalah persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan (dokter,
bidan, dan tenaga para medis lainnya). Persalinan ditolong oleh
tenaga kesehatan menggunakan peralatan yang aman, bersih, dan
steril sehingga mencegah terjadinya infeksi saluran nafas pada bayi
baru lahir dan penyakit lainnya.
2). Memberi bayi ASI ekslusif
Adalah bayi usia 0-6 bulan hanya diberi ASI saja tanpa
memberikan tambahan makanan atau minuman lain. ASI adalah
makanan alamiah berupa cairan dengan kandungan protein tinggi
yang sangat baik untuk bayi karena mengandung zat kekebalan
terhadap penyakit.
3). Menimbang dan Imunisasi bayi/balita
Penimbangan bayi dan balita dilakukan mulai umur 1 bulan sampai
5 tahun di posyandu. Dengan demikian secara default pengontrolan
nilai timbangan bayi/balita bukan hanya menilai status berat badan
semata akan tetapi status gizi bayi/balita hubungannya dengan daya
tahan tubuh bayi/balita dan begitupula imunisasi untuk member
kekebalan pada bayi sehingga tidak mudah sakit terutama akibat
masalah kesehatan lingkungan.
4). Menggunakan air bersih
Air adalah kebutuhan dasar yang diperlukan sehari-hari untuk
minum, memasak, mandi, berkumur, membersihkan lantai,
mencuci alat-alat dapur dan sebagainya agar kita tidak mudah
terkena penyakit atau terhindar dari sakit.
5). Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun
Menghindarkan atau mengurangi kita menghirup debu/kotoran
yang menempel pada di saat kita menyentuh bagian wajah
6). Menggunakan jamban sehat
Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas
pembuangan kotoran manusia yang terdiri atas tempat jongkok
atau tempat duduk dengan leher angsa atau tanpa leher angsa
(cemplung) yang dilengkapi dengan unit pembuangan kotoran dan
air untuk membersihkannya. Jamban cemplung digunakan untuk
daerah yang sulit air, sedangkan jamban leher angsa digunakan
untuk daerah yang cukup air dan daerah padat penduduk.
7). Memberantas jentik di rumah
Rumah bebas jentik adalah rumah tangga yang setelah dilakukan
pemeriksaan jentik secara berkala tidak terdapat jentik nyamuk.
Pemeriksaan jentik berkala adalah pemeriksaan tempat-tempat
perkembangbiakan nyamuk (tempat-tempat penampungan air)
yang ada dalam rumah seperti bak mandi atau WC, vas bunga,
tatakan kulkas dan lain-lain. Hal yang dilakukan agar rumah bebas
jentik adalah melakukan 3 M plus (menguras, menutup, mengubur
plus menghindari gigitan nyamuk).
8). Makan buah dan sayur setiap hari
Makan sayur dan buah sangat penting karena sayur dan buah
mengandung vitamin dan mineral yang mengatur pertumbuhan dan
pemeliharaan tubuh serta mengandung serat yang tinggi. Konsumsi
sayur dan buah yang tidak merusak kandungan gizinya adalah
dengan memakannya dalam keadaan mentah atau dikukus.
Merebus dengan air akan melarutkan beberapa vitamin dan mineral
dalam sayur dan buah tersebut. Pemanasan tinggi akan
menguraikan beberapa vitamin seperti vitamin C.
9). Melakukan aktivitas fisik
Aktivitas fisik adalah melakukan pergerakan anggota tubuh yang
menyebabkan pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi
pemeliharaan kesehatan fisik, mental dan mempertahankan kualitas
hidup agar tetap sehat dan bugar sepanjang hari. Aktivitas fisik
yang dapat dilakukan antara lain kegiatan sehari-hari yaitu berjalan
kaki, berkebun, mencuci pakaian,mencuci mobil dan turun tangga.
Selain itu kegiatan olahraga seperti push up, lari ringan, bermain
bola, berenang, senam, fitness, dapat juga dilakukan sebagai
aktifitas fisik.
10). Tidak ada merokok di dalam rumah
Tidak merokok adalah penduduk 10 tahun keatas yang tidak
merokok selama 1 bulan terakhir. Perokok terdiri atas perokok
aktif dan perokok pasif. Bahaya perokok aktif dan perokok pasif
adalah dapat menyebabkan kerontokan rambut, gangguan pada
mata seperti katarak, kehilangan pendengaran lebih awal
disbanding bukan perokok, menyebabkan penyakit paru-paru
kronis, merusak gigi, stroke, kanker kulit, kemandulan, impotensi,
kanker rahim dan keguguran.
.c. Manfaat PHBS.
Dalam penelitian tentang Kebiasaan ibu dalam pencegahan
primer penyakit ISPA (infeksi saluran pernapasan akut) pada balita
keluarga non gakin di desa nanjung mekar wilayah kerja puskesmas
Nanjung Mekar Kabupaten Bandung menunjukkan bahwa kebiasaan
ibu dalam pencegahan primer penyakit ISPA dengan menciptakan
rumah yang sehat setengahnya responden (50,57%) memiliki kategori
tidak baik (Yamin Susanti. RD, Sulastri. W, 2007).
Dari hasil penelitian tersebut diatas dapat ditarik sebuah
kesimpulan bahwa sebagian besar masyarakat belum melaksanakan
perilaku hidup bersih dan sehat untuk menuju rumah tangga sehat
sehingga masih ada masyarakat yang tidak merasakan manfaat dari
perilaku hidup bersih dan sehat. Padahal menurut Dinkes SulSel, 2006
dari penerapan perilaku hidup bersih dan sehat sangat banyak
bermanfaat bagi penduduk Indonesia, yaitu:
1). Setiap rumah tangga meningkat kesehatannya dan tidak mudah
sakit.
2). Rumah tangga sehat dapat meningkat produktivitas kerja anggota
keluarga.
3). Dengan meningkatnya kesehatan anggota rumah tangga maka
biaya yang tadinya dialokasikan untuk kesehatan dapat dialihkan
untuk biaya investasi seperti biaya pendidikan dan usaha lain yang
dapat meningkatkan kesejahteraan anggota rumah tangga.
4). Salah satu indikator menilai keberhasilan Pemerintah Daerah
Kabupaten /Kota di bidang kesehatan.
5). Meningkatkan citra pemerintah dalam bidang kesehatan.
6). Dapat menjadikan percontohan rumah tangga sehat bagi daerah
lain.
Adapun kategori rumah tangga sehat dan rumah tangga tidak sehat
dapat dinilai dari sepuluh indikator PHBS di atas maka akan
didapatkan dua klasifikasi rumah tangga yang menjalankan PHBS.
Menurut Dinas Kesehatan Republik Indonesia tahun 2008 dalam Profil
Puskesmas Salotungo, 2008. klasifikasi tersebut sebagai berikut ;
a). Klasifikasi I (Sehat) : jika melakukan 1 sampai dengan 7 dari 10
indikator PHBS dalam tatanan rumah tangga.
b). Klasifikasi II (Tidak Sehat): jika melakukan 1 sampai dengan 6
dari 10 indikator PHBS dalam tatanan rumah tangga
2. Status Gizi Balita
Pemerintah telah menyusun Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2005-2009 dibidang kesehatan yang
mencakup program-program prioritas anataralain ; program promosi
kesehatan dan pemberdayaan masyarakat, program lingkungan sehat,
program pencegahan dan pemberantasan penyakit dan program perbaikan
gizi masyarakat. Salah satu sasarannya adalah menurunnya frekuensi gizi
kurang menjadi 20% pada tahun 2009 dan penurunan gizi buruk menjadi 5
% (Anggraini, 2008).
Namun sampai saat tahun 2009 ini permasalahan gizi, baik gizi
kurang maupun buruk masih sering dijumpai ditengah-tengah kehidupan
masyarakat. Data Dinas Kesehatan Republik Indonesia (Dinkes RI) tahun
2005 menunjukkan bahwa balita yang mengalami masalah gizi kurang
berkisar 5.040.000 balita (28%) dan gizi buruk berkisar 1.584.000 balita
(8.8%).
Penanganan terhadap masalah gizi Balita di masyarakat melalui posyandu
ternyata belum berjalan dengan baik dan pola penanganan dalam
mengatasi masalah gizi kurang & buruk ini juga belum optimal. Di
Posyandu, Pemberian Makanan Tambahan (PMT) sebagai suatu aksi gizi,
akan tetapi masih sekedar hanya untuk mengisi kegiatan posyandunya
saja, belum sampai pada substansi PMT itu sendiri yakni meningkatkan
kualitas makanan bergizi agar balita mengalami tumbuh kembang yang
sehat. Sisi yang lain, pola perbaikan gizi balita, sangat tergantung pada
perilaku ibu dalam melihat bagaimana memperbaikan gizi keluarga.
Dalam kenyataannya masih banyak ibu-ibu yang belum mengerti arti
pentingnya gizi pada anak. Untuk itu, pola pendampingan gizi secara
langsung, terprogram dan berkelanjutan merupakan langkah kebijakan gizi
yang harus dijalankan (Pos Keadilan Peduli Umat [pkpu], 2008).
Dalam penelitian tentang hubungan antara pengetahuan dan sikap
ibu dengan upaya pencegahan ISPA pada balita di puskesmas Ngoresan
Surakarta menunjukkan bahwa pada subvariabel pemenuhan gizi Balita
sebagian besar responden (59,77%) memiliki kategori baik. Hal ini
membuktikan bahwa belum sepenuhnya masyarakat khususnya para ibu
memenuhi kebutuhan gizi Balitanya (Purnomo, 2008).
Disinilah dirasakan sangat penting adanya Pondok gizi Budarzi
(ibu sadar gizi). Yaitu sebuah wadah yang terdapat dalam masyarakat dan
berkonsentrasi untuk menangani masalah gizi balita serta memelihara
status gizi balita agar tetap baik dan sehat, dengan jalan pendampingan
keluarga serta pemanfaatan potensi-potensi lokal yang bermanfaat untuk
meningkatkan status gizi.
3. Pengetahuan Ibu Berhubungan Dengan Kejadian ISPA
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Pengetahuan yang
dicakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkat seperti dalam
tabel berikut :
Tabel 1. Tingkat pengetahuan dalam domain kognitif
Domain Definisi
Tahu Mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya
Memahamikemampuan menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat
menginterpretasikan secara benar.
Aplikasikemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau
kondisi riil.
Analisiskemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen-
komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut.
Sintesiskemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam
suatu bentuk keseluruhan yang baru
Evaluasikemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau
obyek
( Notoatmodjo, 2007 dalam Warman, 2008)
Dan pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara
atau angket yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subjek
penelitian Pengetahuan sebagai parameter keadaan sosial dapat sangat
menentukan kesehatan masyarakat. Masyarakat dapat terhindar dari
penyakit asalkan pengetahuan tentang kesehatan dapat ditingkatkan,
sehingga perilaku dan keadaan lingkungan sosialnya menjadi sehat
(Warman, 2008).
Dalam masyarakat pegetahuan tentang kesehatan biasanya
diperoleh melalui pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain.
Kepercayaan lebih kuat pengaruhnya yang diturunkan dari orang tua atau
dari orang dipercaya. Sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak
selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata terutama karena alasan
ekonomi dan tidak adanya waktu.
Disi lain, kondisi pendidikan merupakan salah satu indikator yang
kerap ditelaah dalam mengukur tingkat pembangunan manusia suatu
Negara. Melalui pendidikan, pengetahuan berkontribusi terhadap
perubahan perilaku kesehatan. Pengetahuan yang dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan merupakan salah satu faktor pencetus yang berperan dalam
mempengaruhi keputusan untuk berperilaku sehat (Depkes RI, 2007).
Pada penelitian tentang Pengetahuan ibu tentang penyakit ISPA
pada anak balita di Puskesmas Ngoresan sebagian besar dalam kategori
baik (67%) dan sikap ibu dalam dalam upaya pencegahan ISPA pada
balita di Puskesmas Ngoresan sebagian besar dalam kategori baik (62%)
dan terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan upaya
pencegahan ISPA pada balita di Puskesmas Ngoresan Surakarta, dan
Pada hasil penelitian Hubungan antara pengetahuan dan sikap
orang tua dengan upaya pencegahan kekambuhan ispa pada anak di
wilayah kerja puskesmas purwantoro I juga menunjukkan bahwa
pengetahua orang tua tentang Infeksi Saluran Pernapasan Akut Pada Anak
di wilayah kerja Puskesmas Purwantoro I menunjukkan bahwa sebagian
besar responden dalam penelitian ini mempunyai pengetahuan yang baik
(Purnomo, 2008 ; putro, 2008).
Dan pada penelitian tentang Pengaruh status imunisasi DPT,
BBLR, paparan asap rokok, dan tingkat pengetahuan ibu terhadap kejadian
ispa non pneumonia pada Balita, hasil uji statistik menunjukkan bahwa
pengetahuan ibu (p=0,01; OR=10,810), sikap ibu (p=0,031; OR=3,353)
berpengaruh terhadap kejadian ISPA pada bayi/balita, sedangkan tindakan
(p=0,53I) tidak berpengaruh terhadap kejadian ISPA pada bayi/balita. Jadi
dapat disimpulkan dari hasil penelitian dengan tingkat kemaknaan 95%
(a=0,05) menunjukkan bahwa pengetahuan dan sikap ibu berpengaruh
terhadap kejadian ISPA pada bayi/balita , sedangkan tindakan tidak
berpengaruh. Menurut teori dijelaskan bahwa pengetahuan dan sikap
positif tidak selalu diikuti oleh tindakan. Dalam praktek sehari-hari terjadi
sebaliknya, seperti pada hasil penelitian ini, ibu telah berperilaku positif
meskipun pengetahuan dan sikapnya masih negatif. (Setiyorini. 2008).
Dan dalam penelitian tentang pengaruh Pengetahuan, Sikap Dan
Tindakan Ibu Terhadap Kejadian Ispa Pada Bayi Dan Anak Balita : Studi
Di Puskesmas Pakel, Kabupaten Tulungagung Propiusi Jaws Timur Tabun
2006 Hasil dari penelitian menunjukkan pengaruh yang signifikan
didapatkan pada variabel kejadian ISPA Non Pneumonia dengan
pengetahuan ibu (OR=0,3, 950/oCI: 0,11<0,83) yang artinya balita dengan
ibu yang mempunyai pengetahuan tentang ISPA yang rendah akan
mempunyai risiko 0,3 kali lebih besar terkena ISPA Non Pneumonia
dibandingkan dengan balita dengan ibu yang mempunyai pengetahuan
tentang ISPA yang tinggi (Ayu, 2006).
Dari seluruh penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa dari hasil
pengukuran pengetahuan ibu tentang ISPA menunjukkan masih ada ibu
balita yang mengalami kasus ISPA kurang mengetahui tentang penyakit
ISPA.
4. Sirkulasi Udara
Rumah yang baik tidak hanya dilihat dari faktor arsitektur, tapi
juga dari faktor kesehatan. Salah satu faktor penting dari sebuah rumah
yang berhubungan dengan kesehatan adalah sirkulasi udara. Kalau udara
bisa ke luar dan masuk dengan lancar, kesehatan penghuni rumah pun
akan baik.
Sirkulasi udara dari sebuah rumah bisa lewat jendela, pintu dan
ventilasi. Jendela pada bangunan selain memiliki fungsi tempat masuk
cahaya dan aksesoris rumah, sudah pasti berfungsi sebagai tempat sirkulasi
udara. Demikian juga pintu, selain memiliki fungsi tempat ke luar masuk
penghuni rumah, juga sebagai tempat sirkulasi udara.
Persoalannya, jendela, pintu dan ventilasi sebagai tempat ke luar
dan masuk udara, tak tertutup kemungkinan yang ikut masuk adalah
nyamuk dan serangga pembawa penyakit lainnya. Hal ini menjadi
dilematis ketika penghuni rumah membutuhkan sirkulasi udara ke dalam
ruangan, dalam waktu bersamaan serangga datang mengganggu (Anwar,
2008).
5. Kepadatana Hunian
Menurut Asrul Azwar (1989), rumah tangga bagi manusia untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari mempunyai arti sangat penting :
a. Sebagai tempat untuk melepaskan lelah, beristirahat setelah
melaksanakan kewajiban sehar-hari.
b. Sebagai tempat untuk bergaul dengan keluarga atau membina rasa
kekeluargaan bagi segenap anggota keluarga yang ada.
c. Sebagai tempat untukberlindung diri dari berbagai bahaya yang datang
mengancam.
d. Sebagai lambang status social yang dimiliki yang dirasakan sampai
saat ini.
e. Sebagai tempat untuk meletakkan atau menyimpan barang-barang
berharga yang dimiliki terutama hal ini masih ditemui pada masyarakat
pedesaan.
Kepadatan penghuni merupakan kedaan dimana kondisi antara
jumlah penghuni dengan luas seluruh rumah tidak seimbang dengan
jumlah penghuni atau melebihi kapasitas maka akan berdampak negative
pada kesehatan. Bila rumah terlalu sempit dengan jumhlah penghuni yang
tidak berbanding maka penularan bibit penyakit dari manusia ke manusia
lainnya mudah terjadi misalnya penyait Tuberkulosis atau penyakit saluran
pernafsan lainnya (Entjang, 2001).
Adapun ketentuan perbandingan kebutuhan kamar dengan junlah
penghuni (orang) adalah sebagai berikut :
Tabel 2. Perbandingan Kebutuhan Kamar dan Jumlah Penghuni (Orang)
Jumlah Kamar Jumlah Penghuni
Satu 2
Dua 3
Tiga 5
Empat 8
Lima keatas 10
Sumber ; BPS, 1995 dalam Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti SarosoJakarta [RSPI], 2009
Ukuran minimal suatu rumah sederhana untuk 4 orang penghuni
(ayah, ibu, dan 2 anak) dengan komposisi ruang 2 kamar tidur, 1 ruang
makan, dapur dan serambi kerja membutuhkan ukuran minimal 40 m²
dengan ukuran rata-rata luas lantai perkapita 10 m².
WHO mengemukakan, kontak serumah di lingkungan social dan
tempat kerja memiliki resiko terbatas, kondisi perumhan yang terlalu padat
dan ventilasi yang tidak baik sering membawa infeksi TB menular lebih
dari ½ anggota keluarga, (Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti
Saroso Jakarta [RSPI], 2009).
6. Imunisasi
Kata imun berasal dari bahasa Latin immunitas yang berarti
pembebasan (kekebalan) yang diberikan kepada para senator Romawi
selama masa jabatan mereka terhadap kewajiban sebagai warganegara
biasa dan terhadap dakwaan. Dalam sejarah, istilah ini kemudian
berkembang sehingga pengertiannya berubah menjadi perlindungan
terhadap penyakit, dan lebih spesifik lagi, terhadap penyakit menular.
Sistem imun adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri dari sel-sel serta
produk zat-zat yang dihasilkannya, yang bekerja sama secara kolektif dan
terkoordinir untuk melawan benda asing seperti kuman-kuman penyakit
atau racunnya, yang masuk ke dalam tubuh (RSPI Prof. Dr. Sulianti
Saroso Jakarta, 2009).
Kuman disebut antigen. Pada saat pertama kali antigen masuk ke
dalam tubuh, maka sebagai reaksinya tubuh akan membuat zat anti yang
disebut dengan antibodi. Pada umumnya, reaksi pertama tubuh untuk
membentuk antibodi tidak terlalu kuat, karena tubuh belum mempunyai
pengalaman. Tetapi pada reaksi yang ke-2, ke-3 dan seterusnya, tubuh
sudah mempunyai memori untuk mengenali antigen tersebut sehingga
pembentukan antibodi terjadi dalam waktu yang lebih cepat dan dalam
jumlah yang lebih banyak. Itulah sebabnya, pada beberapa jenis penyakit
yang dianggap berbahaya, dilakukan tindakan imunisasi atau vaksinasi.
Hal ini dimaksudkan sebagai tindakan pencegahan agar tubuh tidak
terjangkit penyakit tersebut, atau seandainya terkena pun, tidak akan
menimbulkan akibat yang fatal (RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso Jakarta,
2009).
Imunisasi ada dua macam, yaitu imunisasi aktif dan pasif.
Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah
dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan untuk merangsang tubuh
memproduksi antibodi sendiri. Contohnya adalah imunisasi polio atau
campak. Sedangkan imunisasi pasif adalah penyuntikan sejumlah antibodi,
sehingga kadar antibodi dalam tubuh meningkat. Contohnya adalah
penyuntikan ATS (Anti Tetanus Serum) pada orang yang mengalami luka
kecelakaan. Contoh lain adalah yang terdapat pada bayi yang baru lahir
dimana bayi tersebut menerima berbagai jenis antibodi dari ibunya melalui
darah placenta selama masa kandungan, misalnya antibodi terhadap
campak (RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso Jakarta, 2009).
Salah satu penelitian tentang Pengaruh status imunisasi DPT,
BBLR, paparan asap rokok, dan tingkat pengetahuan ibu terhadap kejadian
ispa non pneumonia pada balita menunjukkan tidak adanya pengaruh
status imunisasi DPT (OR=3,1, 95%CI: 0,27<81,71) terhadap kejadian
ISPA Non Pneumonia pada balita (Setiyorini, 2008).
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
B. Kerangka Konsep.
Berdasarkan dari uaraian yang dikemukakan pada Bab. I. Latar Belakang dan
Bab. II. Landasasan Teori penelitian, maka dikembangkanlah kerangka
konsep penelitian sebagai berikut ;
Skema Kerangka Konsep Penelitian
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Ispa
Variabel Independen Variabel Dependen
Keterangan :
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
Kejadian ISPA berulang
Berulang pada Balita
Status Gizi Balita
Pengetahuan Ibu
Perilaku Hidup BersihSehat
Sirkulasi Udara
Kepadatana Hunian
Imunsasi
B. H i p o t e s i s
Dari seluruh penjelasan diatas maka disusunlah suatua Hipotesis yaitu ;
1. Ada hubungan antara perilaku
hidup bersih sehat dengan kejadian ISPA berulang pada Balita.
2. Ada hubungan antara status gizi
dengan kejadian ISPA berulang pada Balita.
3. Ada hubungan antara
pengetahuan ibu berhubungan dengan kejadian ISPA berulang pada Balita.
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian cross sectional yaitu
mengungkapkan hubungan antara variabel independen : Perilaku Hidup Bersih
Sehat, Jaminan Akses Layanan Kesehatan, Status Gizi Balita, Pengetahuan
Ibu dengan variabel dependen : Kejadian ISPA pada Balita, (Nursalam &
Pariani, 2008).
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Adapun tinjauan umum tempat penelitian yang akan dilakukan adalah di
Puskesmas Salotungo Kecamatan Lalabata Kabupaten Soppeng dengan
luas wilayah 67 Km persegi yang terdiri dari daratan dan perbukitan.
2. Waktu Penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan November 2009.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitain adalah setiap subyek ( misalnya manusia;
pasien) yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan ( Nursalam, 2008).
Sedangkan menurut Notoatmojo mengatakan populasi adalah keseluruhan
objek penelitian/objek yang diteliti tersebut ( Notoatmodjo, 2002).
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Balita yang terdaftar
diwilayah kerja Puskesmas Salotungo Kec. Lalabata Kab. Soppeng dan
mengalami kasus ISPA Balita (39 – 59 bln) dengan jumlah populasi
sebanyak sebanyak 75 kunjungan kasus .
2. Sampel
Notoatmojo, 2005 mengatakan sampel adalah sebagian dari keseluruhan
objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi ( Notoatmodjo,
2005). Sedangkan menurut Nursalam, 2008. Sampling adalah suatu proses
dalam menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili populasi.
(Nursalam, 2008).
Besarnya sampel dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan rumus
sebagai berikut :
Rumus :
Keterangan :
N : Jumlah Populasi
n : Jumlah Sampel
Z : Standar deviasi normal untuk α = 0.05 (1.96)
d : Tingkat ketelitian (0,05)
Q : 1 - P
P : Perkiraan proporsi, jika tidak diketahui dianggap 50%
Dimana diketahui :
N = 75 Balita
Maka besarnya sampel adalah ;
Jadi jumlah sampel adalah 63 Balita ISPA
3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
a. Kriteria Inklusi
1). Keluarga bersedia untuk diteliti
2). Keluarga yang memiliki balita dengan usia 36 – 59 bulan.
3). Keluarga dengan salah satu anggota keluarga menderita ISPA pada
Balita dengan gejala ; batuk, serak (anak bersuara parau), pilek,
panas atau demam, suhu badan lebih dari 37 º C, Pernapasan lebih
dari 40 kali/menit pada anak usia 36 – 59 bulan
4). Keluarga yang salah satu anggota keluarganya pernah menderita
ISPA sebelumnya pada Balita dalam waktu 1 bulan atau paling
tidak pernah mengalami 1 - 2 kali priode ISPA dalam waktu satu
bulan.
b. Kriteria Eksklusi
1). Keluarga tidak bersedia untuk diteliti
2). Keluarga yang memiliki balita dengan usia < 35 bulan
3). Keluarga yang memiliki balita dengan kasus tidak ISPA
4). Keluarga yang memiliki balita namun baru pertama kali menderita
ISPA
D. Alur Peneltian
Persetujuan Judul Oleh Pembimbing I dan II
Izin Pengambilan Data Awal
Penetapan Sampel (Kriteria Inklusi)
Sampel
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kejadian ISPA
Variabel
Perilaku Hidup Bersih Sehat, Status Gizi Balita, Pengetahuan Ibu.
Pengisian Kuesioner
Pengolahan dan Analisa Data
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan
E. Variabel Penelitian
1. Identifikasi Variabel
Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda
terhadap sesuatu (benda,manusia, dll). Variabel juga merupakan ciri yang
dimiliki oleh kelompok tersebut ( Nursalam,2008 ).
a. Variabel Independen
Variabel independen adalah variabel yang nilainya menentukan
variabel lain (Nursalam, 2008). Variabel independen dalam penelitian
ini adalah perilaku hidup bersih sehat, status gizi dan pengetahuan ibu.
b. Variabel Dependen
Variabel dependen adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh
variabel lain (Nursalam, 2008). Variabel dalam penelitaian ini adalah
kejadian ISPA pada Balita usia 36 – 59 bulan di Puskesmas Salotungo
Kec. Lalabata Kab. Soppeng.
2. Defenisi Operasional dan Kriteria Obyektif
Definisi Operasional adalah definisi berdasarkan karakteistik yang
diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut (Nursalam, 2008)
Defenisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :
a. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Berulang
Definisi Operasional :
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) berulang adalah infeksi pada
saluran pernafasan ; mulai dari rongga hidung sampai alveoli beserta
organ adneksanya (sinus, rongga telinga dan pleura) yang ditandai
dengan batuk, serak (anak bersuara parau), pilek, panas atau demam,
suhu badan lebih dari 37 º C, sesak nafas yang pernah dialami
sebelumnya pada Balita dalam waktu 1 bulan atau paling tidak pernah
mengalami 1 - 2 kali priode ISPA dalam waktu satu bulan.
b. Anak Balita
Anak Balita yang akan diteliti adalah anak yang berumur antara 36
bulan sampai 59 bulan pada saat penelitian dilakukan yang menderita
ISPA berulang dan tidak menderita ISPA.
c. Perilaku Hidup Bersih Sehat
Defenisi Operasional :
Rumah tangga yang melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat
dengan dengan indikator PHBS dengan 10 kriteria, antaralain :
1). Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan
2). Memberi bayi ASI ekslusif
3). Menimbang dan Imunisasi bayi/balita
4). Menggunakan air bersih
5). Memberantas jentik di rumah
6). Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun
7). Melakukan aktivitas fisik
8). Makan buah dan sayur setiap hari
9). Tidak merokok di dalam rumah
10). Menggunakan jamban sehat
Kriteria Objektif :
Rumah Tangga Sehat : apabila 1 – 7 option indikator PHBS diatas
dimiliki oleh sebuah rumah tangga.
Rumah Tangga Tidak sehat : apabila < 7 option indikator PHBS diatas
dimiliki oleh sebuah rumah tangga.
d. Status Gizi Balita
Defenisi Operasional :
Status gizi balita yang diukur berdasarkan berat badan dan umur
Balita.
Defenisi Objektif :
Sesuai dengan KEPMEN KES RI, No.920/MENKES/SK/VIII/2002, 1
Agustus 2002 memberi rujukan penilaian status gizi anak perempuan
dan laki-laki usia 0 – 59 bulan menurut berat badan dan umur (BB/U) ;
Tabel 3 Baku Rujukan Penilaian Status Gizi Anak Perempuan Dan AnakLaki-Laki Usia 36 – 59 Bulan Menurut Berat Badan Dan Umur (BB/U)
Anak Perempuan Anak Laki-laki
UmurGizi
BurukGizi
Kurang Gizi BaikGizi
Lebih UmurGizi
BurukGizi
Kurang Gizi BaikGizi
Lebih
(Bln) (Kg) (Kg) (Kg) (Kg) (Bln) (Kg) (Kg) (Kg) (Kg)
36 9,6 9,7 - 11,1 11,2 - 17,9 18,0 36 9,7 9,8 - 11,3 11,4 - 18,2 18,3
37 9,7 9,8 - 11,2 11,3 - 18,2 18,3 37 9,8 9,9 - 11,4 11,5 - 18,4 18,5
38 9,8 9,9 - 11,3 11,4 - 18,4 18,5 38 9,9 10,0 - 11,6 11,7 - 18,6 18,7
39 9,9 10,0 - 11,4 11,5 - 18,6 18,7 39 10,0 10,1 - 11,7 11,8 - 18,8 18,9
40 10,0 10,1 - 11,5 11,6 - 18,9 19,0 40 10,1 10,2 - 11,8 11,9 - 19,0 19,1
41 10,1 10,2 - 11,7 11,8 - 19,1 19,2 41 10,2 10,3 - 11,9 12,0 - 19,2 19,3
42 10,2 10,3 - 11,8 11,9 - 19,3 19,4 42 10,3 10,4 - 12,0 12,1 - 19,4 19,5
43 10,3 10,4 - 11,9 12,0 - 19,5 19,6 43 10,4 10,5 - 12,2 12,3 - 19,6 19,7
44 10,4 10,5 - 12,0 12,1 - 19,7 19,8 44 10,5 10,6 - 12,3 12,4 - 19,8 19,9
45 10,5 10,6 - 12,1 12,2 - 20,0 20,1 45 10,6 10,7 - 12,4 12,5 - 20,0 20,1
46 10,6 10,7 - 12,2 12,3 - 20,2 20,3 46 10,7 10,8 - 12,5 12,6 - 20,3 20,4
47 10,7 10,8 -12,4 12,5 - 20,4 20,5 47 10,8 10,9 - 12,7 12,8 - 20,5 20,6
48 10,8 10,9 - 12,5 12,6 - 20,6 20,7 48 10,9 11,0 - 12,8 12,9 - 20,7 20,8
49 10,8 10,9 -12,6 12,7 - 20,8 20,9 49 11,0 11,1 - 12,9 13,0 - 20,9 21,0
50 10,9 11,0 - 12,7 12,8 -21,0 21,1 50 11,1 11,2 - 13,0 13,1 - 21,1 21,2
51 11,0 11,1 - 12,8 12,9 - 21,2 21,3 51 11,2 11,3 - 13,2 13,3 - 21,3 21,4
52 11,1 11,2 - 12,9 13,0 - 21,4 21,5 52 11,3 11,4 - 13,3 13,4 - 21,6 21,7
53 11,2 11,3 - 13,0 13,1 - 21,6 21,7 53 11,4 11,5 - 13,4 13,5 - 21,8 21,9
54 11,3 11,4 - 13,1 13,2 - 21,8 21,9 54 11,5 11,6 - 13,6 13,7 - 22,0 22,1
55 11,4 11,5 - 13,2 13,3 - 22,1 22,2 55 11,7 11,8 - 13,7 13,8 - 22,2 22,3
56 11,4 11,2 - 13,3 13,4 - 22,3 22,4 56 11,8 11,9 - 13,8 13,9 - 22,5 22,6
57 11,5 11,6 - 13,4 13,5 - 22,5 22,6 57 11,9 12,0 - 14,0 14,1 - 22,7 22,8
58 11,6 11,7 - 13,5 13,6 - 22,7 22,8 58 12,0 12,1 - 14,1 14,2 - 22,9 23,0
59 11,7 11,8 - 13,6 13,7 - 22,9 23,0 59 12,1 12,2 - 14,2 14,3 - 23,2 23,3
e. Jaminan Akses Layanan Kesehatan
Defenisi Operasional :
Suatu upaya atau tindakan pemeliharaan kesehatan yang dilakukan
oleh responden dengan menggunakan sistem jaminan/asuransi
kesehatan yang preminya dibayar oleh pemerintah
Defenisi Objekti :
Berobat dengan Asuransi/JPK : Bila pasien tersebut
menggunakan klaim
asuransi/jaminan pelayanan
kesehatan untuk berobat.
Berobat dengan Non Asuransi/JPK : Bila pasien tersebut tidak
menggunakan klaim
asuransi/jaminan pelayanan
kesehatan untuk berobat.
f. Pengetahuan Ibu
Defenisi Operasional :
Kemampuan seorang responden orang tua Balita untuk menilai dan
mengambil keputusan jika seorang anaknya mengalami ISPA untuk
membawanya berobat di Puskesmas.
Defenisi Objetik :
Baik : skor 7 – 10
(Jika menjawab dengan benar 7 – 10 soal wawancara)
Cukup : skor 5 – 6
(Jika menjawab dengan benar 5 – 6 soal wawancara)
Kurang : skor < 4
(Jika menjawab dengan benar < 4 soal wawancara)
Keterangan :
Jawaban Benar : bobot nilai = 1
Jawaban Salah : bobot nilai = 0
F. Pegolahan dan Analisa Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan computer program SPSS
versi 16.0 dan selanjutnya disajikan dalam bentuk table distribusi disertai
penjelasan dan table analisa hubungan antara variable yang diteliti.
Analisa data dilakukan secara :
1. Univariat, yaitu untuk mengetahui distribusi kejadian penyakit ISPA serta
variable yang berhubungan dengan kejadian ISPA.
2. Bivariat, yaitu untuk mengetahui factor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian ISPA untuk menguji hipotesis penelitian digunakan uji Chi
Square (X²) dengan rumus :
Keterangan :
∑ : Jumlah sampel yang diteliti
0 : Nilai observasional
E : Nilai expeated (harapan)
Dengan tingkat kemaknaan : 0,05
Bermakna jika nilai P value : < 0,05
Interprestasi : H0 ditolak apabila nilai P > 0,05
3. Multivariat, yaitu analisis yang digunakan untuk melihat variable yang
paling berpengaruh (dominan) dengan kejadian ISPA. Analisa yang
digunakan adalah logistic regresi
.G. Masalah Etika
1. Persetujuan
Responden ditetapkan setelah terlebih dahulu mendapatkan penjelasan
tentang kegiatan penelitian, tujuan dan dampak bagi mahasiswa, serta
setelah responden menyatakan setuju untuk dijadikan responden secara
tertulis melalui Informed Concern. Calon responden yang tidak
menyetujui untuk dijadikan responden tidak akan dipaksa.
2. Anomanitas (tanpa nama)
Seluruh responden yang dijadikan dalam sampel penelitian tidak akan
disebutkan namanya baik dalam kuesioner maupun dalam penyajian
pelaporan penelitian melainkan dalam bentuk inisial.
3. Kerahasiaan
Kerahasian informasi responden yang dijadikan sampel dalam penelitian
akan dijamin oleh peneliti dan hanya informasi tertentu saja yang
ditampilkan.
4. Alat Ukur
Alat ukur data dirancang oleh peneliti sendiri tanpa melakukan uji coba
sehingga hasil yang didapat mungkin kurang valid, oleh karena itu
validitas dan reabilitasnya masih perlu diuji coba.
5. Peneliti
Penelitian ini dilakukan oleh peneliti pemula sehingga pembaca atau
pemerhati tentang penyakit ISPA akan masih sulit untuk menerima hasil
penelitian ini.
6. Value
Meskipun penelitian ini dilakukan oleh peneliti pemula namun segala isi
dan pengolahan data yang dituangkan dalam penelitian ini dilakukan usaha
seoptimal mungkin agar memberikan hasil yang valid.
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Salotungo Kecamatan
Lalabata Kabupaten Soppeng. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 23
November sampai dengan 23 Desember 2009. Banyaknya responden yang
terpilih sebagai sampel adalah 45 anak balita dengan distribusi sebagai
berikut:
1. Karakteristik Responden Orang Tua Balita
Adapun distribusi responden menurut karakteristik orang tua Balita
dengan kelompok umur pada tabel 4 menunjukan bahwa responden
terbanyak pada kelompok umur 32 – 41 dengan jumlah 16 orang (53.3%)
dan terdapat kelompok umur terendah yaitu kelompok umur < 21 dimana
memiliki jumlah sebaran 2 orang (6.7%).
Pada kelompok jenis kelamin menunjukan bahwa jumlah
responden dengan jenis kelamin perempuan dengan jumah 21 orang (70%)
lebih besar dibandingkan dengan responden dengan jenis kelamin laki-laki
dengan jumlah 9 orang (30%).
Sedang pada data responden menurut kelompok pendidikan orang
tua Balita menunjukan bahwa tingkat pendidikan responden terbanyak
pada tingkat D.III/Perguruan Tinggi sebanyak 17 orang (56,7%) dan
terendah pada tingkat SD sebanyak 1 orang (3.3%).
Dan pada data menurut kelompok kerja menunjukan bahwa
responden terbanyak adalah ibu rumah tangga sebanyak 18 orang
(60%) dan yang paling sedikit adalah pegawai swasta sebanyak 1 orang
(3,3%).
Tabel 4Distribusi Karakteristik Responden Orang Tua Balita di Puskesmas Salotungo
Kecamatan Lalabata Kab. Soppeng 2009
Variabel n % Total
Umur :
<= 21 2 6.7 2
22 – 31 8 26.7 8
32 – 41 16 53.3 16
42 – 51 4 13.3 4
Total 30 100.0 30
Variabel n % Total
Jenis Kelamin :
Laki-laki 9 30.0 9
Perempuan 21 70.0 21
Total 30 100.0 30
Variabel n % Total
Pendidikan :
SD 1 3.3 1
SMP 5 16.7 5
SMU 7 23.3 7
D.III / Perguruan Tinggi 17 56.7 17
Total 30 100.0 30
Variabel n % Total
Pekerjaan :
PNS 4 13.3 4
Pegawai Swasta 1 3.3 1
Wiraswasta 7 23.3 7
Lainnya 18 60.0 18
Total 30 100.0 30
Sumber : Data Primer, Desember 2009
2. Karakteristik Balita
Pada table 5 distribusi sampel Balita dengan kelompok umur
menunjukan bahwa kelompok umur sampel terbanyak pada umur 36 – 47
bulan dengan jumlah 15 Balita (50%) dan terendah pada kelompok umur
60 bulan dengan jumlah 1 Balita (3,3%).
Dan distribusi data Balita menurut kelompok jenis kelamin
menunjukan bahwa persentase jenis kelarnin laki-laki lebih tinggi yaitu 16
anak balita (53,3%) dibanding perempuan dengan jumlah 14 (46,7%)
Balita.
Tabel 5Distribusi Sampel Balita di Puskesmas Salotungo Kecamatan Lalabata
Kab. Soppeng 2009
Variabel n % Total
Umur
36 – 47 15 50.0 15
48 – 59 14 46.7 14
= 60 1 3.3 1
Total 30 100.0 30
Variabel n % Total
Jenis Kelamin
Laki-laki 16 53.3 16
Perempuan 14 46.7 14
Total 30 100.0 30
Sumber : Data Primer, Desember 2009
3. Analisa Univariat
Tabel 4 menunjukan persentase kejadian ISPA berulang bahwa
ISPA berulang dan ISPA tidak berulang memiliki distribusi masing-
masing 15 Balita dengan persentase 50%.
Pada kelompok variabel PHBS menunjukan bahwa terdapat rumah
tangga sehat dengan jumlah 19 (63.3%) dan rumah tangga tidak sehat
dengan jumlah 11 (36.7%).
Pada distribusi akses jaminan layanan kesehatan masyarakat
menunjukan bahwa semua responden memanfaatkan akses tersebut
dengan jumlah 30 (100%).
Sedang pada distribusi status gizi menunjukan bahwa terdapat
kelompok distribusi dengan gizi buruk dengan jumlah 27 (90%) lebih
besar dibanding dengan status gizi baik dengan jumlah 3 (10%).
Dan pada data distibusi pengetahuan tentang kejadian ISPA
menunjukkan bahawa terdapat pengetahuan ibu tentang ISPA yang baik
sebesar 17 orang (56.7%), pengetahuan kurang 8 orang (26.7%) dan
terkecil dengan pengetahuan cukup 5 orang (16.7%).
Tabel 6Distribusi Variabel Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Pada
Balita Usia 36 – 59 Bulan di Puskesmas SalotungoKecamatan Lalabata Kab. Soppeng 2009
Variabel n % Total
Kejadian ISPA
ISPA Berulang 15 50.0 15
ISPA Tidak Berulang 15 50.0 15
Total 30 100.0 30
Variabel n % Total
PHBS
Sehat 19 63.3 19
Tidak Sehat 11 36.7 11
Total 30 100.0 30
Variabel N % Total
Status Gizi
Gizi Baik 3 10.0 3
Gizi Buruk 27 90.0 27
Variabel n % Total
Kejadian ISPA
ISPA Berulang 15 50.0 15
ISPA Tidak Berulang 15 50.0 15
Total 30 100.0 30
Variabel n % Total
Pengetahuan Ortu
Baik 17 56.7 17
Cukup 5 16.7 5
Kurang 8 26.7 8
Total 30 100.0 30
Sumber : Data Primer, Desember 2009
4. Analisa bivariat
a. Hubungan Perilaku Hidup Bersih Sehat dengan kejadian ISPA
Berulang
Tabel 7Hubungan Perilaku Hidup Bersih Sehat dengan kejadian ISPA di Puskesmas
Salotungo Kab. Soppeng Tahun 2009
Variabel Kejadian ISPA
PerilakuHidup Bersih
Sehat
ISPA BerulangISPA Tidak
BerulangTotal
P
n % n % n %
Sehat 5 33.3% 14 93.3% 19 63.3%
0.001Tidak Sehat 10 66.7% 1 6.7% 11 36.7%
Total 15 100% 15 100% 30 100%
Sumber : Data Primer, Desember 2009
Tabel 7 menunjukkan bahwa kejadian ISPA pada rumah
tangga tidak sehat terdapat responden 10 (66.7%) lebih besar
dibandingkan dengan rumah tangga sehat dengan jumlah responden 5
(33,3%). Sedangkan pada kasus ISPA tidak berulang terdapat rumah tangga
sehat dengan jumlah responden 14 (93.3%) lebih besar dibandingkan rumah
tangga tidak sehat dengan jumlah 1 (6.7%) responden.
Hasil uji statistik dengan menggunakan SPSS versi 16,0 diperoleh
nilai p = 0,001. Karena nilai p < 0,05 maka Ho tidak ditolak.
Artinya ada hubungan antara perilaku rhidup bersih sehat dengan
kejadian ISPA pada Balita Berulang.
b. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian ISPA Berulang
Tabel 8Hubungan Status Gizi dengan kejadian ISPA di Puskesmas Salotungo
Kab. Soppeng Tahun 2009
Variabel Kejadian ISPA
Status GiziISPA Berulang
ISPA TidakBerulang
TotalP
n % n % n %
Gizi Baik 2 13.3% 1 6.7% 3 10.0%
1.000Gizi Buruk 13 86.7% 14 93.3% 27 90.0%
Total 15 100.0% 15 100.0% 30 100.0%
Sumber : Data Primer, Desember 2009
Tabel 8 menunjukkan bahwa pada kasus kejadian ISPA
berulang terdapat status gizi baik 2 (13.3%) pada Balita lebih sedikit
dibanding dengan status gizi buruk 13 (86.7%) pada Balita.
Hasil uji statistik dengan menggunakan SPSS versi 16,0 diperoleh
nilai p = 1.00. Karena nilai p > 0,05 maka Ho ditolak.
Artinya tidak ada hubungan antara status gizi dengan kejadian
ISPA berulang pada Balita.
c. Hubungan Pengetahuan Ibu tentang ISPA dengan kejadian ISPA
Berulang
Tabel 9Hubungan Pengetahuan Orang Tua tentang kejadian ISPA di Puskesmas
Salotungo Kab. Soppeng Tahun 2009
Variabel Kejadian ISPA
PengetahuanOrtu
ISPA BerulangISPA Tidak
BerulangTotal
P
n % n % N %
Baik 4 26.7% 13 86.7% 17 56.7%
0.009Cukup 4 26.7% 1 6.7% 5 16.7%
Kurang 7 46.7% 1 6.7% 8 26.7%
Total 15 100.0% 15 100.0% 30 100.0%
Sumber : Data Primer, Desember 2009
Pada tabel 9 menunjukkan bahwa pada tingkat pengetahuan
orang tua tentang ISPA dengan kategori baik terdapat 4 (26.7%) Balita
yang menderita ISPA baerulang lebih sedikit dibandingkan dengan
tingakat pengetahuan orang tua dengan kategori kurang yang
berjumlah 7 (46.7%) Balita yang menderita ISPA berulang. Sedang
pada kasus ISPA tidak berulang terdapat 13 (86.7%) Balita yang
menderita lebih besar dengan kategori baik pada pengetahuan orang
tua tentang ISPA dibanding pada tingkat pengetahuan orang tua
tentang ISPA dengan kategori kurang.
Hasil uji statistik dengan menggunakan SPSS versi 16.0 diperoleh
nilai p = 0,009. Karena nilai p < 0,05 maka Ho tidak
ditolak. Artinya ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu
tentang ISPA dengan kejadian ISPABerulang pada Balita.
5. Ananlisa Multivariat
Untuk melihat variabel yang paling berpengaruh terhadap kejadian
ISPA maka dilakukan uji logistic regresi pada dua variabel yang
berpengaruh dalam penelitian ini yaitu variabel perilaku hidup berish sehat
dan pengetahuan orang tua.
Berdasarkan hasil analisa multivariat maka variabel yang paling
berpengaruh terhadap kejadian ISPA adalah perilaku hidup bersih sehat
dengan nilai P = 0.04.
B. Pembahasan
1. Perilaku Hidup Bersih Sehat
Hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan antara
perilaku hidup bersih sehat dengan kejadian ISPA berulang pada Balita
dimana diperoleh nilai p = 0,009.
Adanya hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat dengan
kejadian ISPA karena dalam penelitian ini menunjukkan bahwa rata – rata
responden dengan tingkat pendidikan tinggi terdapat 15 (50%) yang
memiliki rumah tangga yang sehat. Artinya bahwa pendidikan adalah
salah satu faktor yang berpengaruh pada seseorang untuk melakukan
perilaku hidup bersih sehat.
Hal ini sesuai dengan kutipan Depkes RI, 2007 yang mengatakan
bahwa melalui pendidikan, pengetahuan berkontribusi terhadap perubahan
perilaku kesehatan. Pengetahuan yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan
merupakan salah satu faktor pencetus yang berperan dalam mempengaruhi
keputusan untuk berperilaku sehat.
Dan dalam penelitian Yamin et al, 2007 yang terkait masalah
perilaku hidup bersih sehat untuk mendukung terciptanya rumah tangga
yang sehat menyebutkan bahwa kebiasaan ibu dalam pencegahan primer
penyakit ISPA dengan menciptakan rumah tangga yang sehat setengahnya
responden (50,57%) memiliki kategori tidak baik.
2. Status Gizi
Dari hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
antara status gizi dengan kejadian ISPA berulang pada Balita dengan nilai
P = 1.000.
Keadaan ini disebabkan bahwa dalam penelitian ini
menggambarkan karakteristik responden yang mempengaruhi status gizi
Balita adalah terdapatnya responden orang tua Balita dengan status
pendidikan tinggi yang mengalami gizi buruk pada Balitanya yang jauh
lebih besar 22 (73.3%) dibandingkan responden dengan status gizi
pendidikan tinggi yang mengalami gizi baik pada Balitanya 2 (6.7%). Hal
ini menandakan bahwa dengan tingkat pendidikan tinggi yang dimiliki
pada orang tua Balita tidak mempengaruhi pengetahuan orang tua Balita
dalam pengambilan keputusan untuk pemenuhan gizi Balitanya yang bisa
mempengaruhi status kesehatannya saat ini.
Hal ini sesuai dalam sebuah dalam penelitian tentang hubungan
antara pengetahuan dan sikap ibu dengan upaya pencegahan ISPA pada
balita di puskesmas ngoresan Surakarta menunjukkan bahwa pada
subvariabel pemenuhan gizi Balita sebagian besar responden (59,77%)
memiliki kategori baik. Hal ini membuktikan bahwa belum sepenuhnya
masyarakat khususnya para ibu memenuhi kebutuhan gizi Balitanya
(Purnomo, 2008).
3. Pengetahuan Ibu tentang ISPA
Dari hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan antara
pengetahuan ibu dengan kejadian ISPA berulang pada Balita dengan nilai
P = 0.009.
Dalam penelitian ini menggambarkan bahwa responden dengan
kategori status pendidikan tinggi jauh lebih besar daripada responden
dengan status pendidikan rendah yang memiliki pengetahuan tentang
kejadian ISPA pada Balita yang baik, artinya bahwa dengan pendidikan
yang tinggi dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan orang tua terhadap
kejadian ISPA pada Balita.
Dengan tingginya tingkat pendidikan orang tua maka akan meningkat pula
pengetahuan orang tua tentang kejadian ISPA dimana dengan pengetahuan
tersebut berpengaruh terhadap sikap dan tindakannya dalam mengambil
keputusan untuk menyelesaikan masalah kejadian ISPA yang menimpa
anaknya. Hal lain yang perlu diperhatikan juga bahwa tingginya
pengetahuan ibu tentang kejadian ISPA tidak terlepas dari pengalaman
pribadi atau orang lain yang di adopsinya agar seseorang berperilaku
positif dalam setiap pengambilan keputusan.
Penelitian ini didukung oleh penelitian lain yang terkait yaitu
Hubungan antara pengetahuan dan sikap orang tua dengan upaya
pencegahan kekambuhan ISPA pada anak di wilayah kerja puskesmas
purwantoro I juga menunjukkan : (1). Pengetahua orang tua tentang
Infeksi Saluran Pernapasan Akut Pada Anak di wilayah kerja Puskesmas
Purwantoro I menunjukkan bahwa sebagian besar responden dalam
penelitian ini mempunyai pengetahuan yang baik (Purnomo, 2008 ; Putro,
2008).
C. Keterbatasan Penelitian
Adapun keterbatasan dalam penelitian ini adalah
1. Kurangnya pendalaman pertanyaan terhadap karakteristik responden yang
bisa berpengaruh terhadap variabel indepen faktor yang berhubungan
dengan kejadian ISPA sehingga dalam pembahasan pada penelitian ini
tidak begitu mendetail.
2. Kemampuan peneliti yang masih sangat kurang dalam melakukan
penelitian yang dikarenakan masih dalam kategori peneliti pemula.
3. Dalam membuat alat ukur (kuesioner) pada penelitian ini bahwasanya
walaupun telah dilakukan uji validitas namun juga masih jauh dari
sempurna
4. Dan melakukan uji serta interprestasi pada penelitian ini masih kurang
dalam melakukan atau menuangkan pembahasan yang lebih baik.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasrkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Ada hubungan antara perilaku hidup bersih sehat dengan kejadian ISPA
berulang pada Balita
2. Tidak ada hubungan antara status gizi dengan kejadian ISPA berulang
pada Balita
3. Ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan kejadian ISPA berulang
pada Balita
B. SARAN
1. Dengan menerapkan pola perilaku hidup bersih dan sehat pada setiap
anggota keluarga akan menciptakan rumah tangga yang sehat yang pada
akhirnya akan meninggkat derajat kesehatan setiap anggota keluarga
2. Pengetahuan tentang ISPA sangat di pengaruhi oleh banyak hal, salah
satunya adalah pendidikan namun yang tidak kalah penting adalah adanya
pendidikan kesehatan karena dengan pendkes tersebut dapat
mensejajarkan tingkat pengetahuan masyarakat
5. Pendalaman pertanyaan terhadap karakteristik responden yang bisa
berpengaruh terhadap variabel indepen faktor yang berhubungan dengan
kejadian ISPA oleh peneliti selanjutnya kiranya dapat dilakukan dan lebih
baik.
4. Dalam melakukan uji serta interprestasi pada penelitian berikutnya dapat
dalam melakukan atau menuangkan pembahasan yang lebih baik.
5. Puskesmas ; Sebagai bahan informasi dan masukan bagi Dinas Kesehatan
Kabupaten Soppeng khususnya Puskesmas Salotungo dalam usaha
peningkatan kesehatan lingkungan
6. Pembaca ; sebagai media untuk menambah wawasan dan referensi/kajian
dalam mengungkap kasus kejadian ISPA pada balita
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, 2008. Membuka Sirkulasi Udara Tanpa Nyamuk. (Online).(http://wartamedika.com/id/Knowledge/Knowledge_Detail.page?kid=2790). diakses 6 Oktober 2009
Ayu. IK, 2006. Pengaruh Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Ibu TerhadapKejadian Ispa Pada Bayi Dan Anak Balita : Studi Di Puskesmas Pakel,Kabupaten Tulungagung Propiusi Jaws Timur Tabun 2006. (Online).(http://www.adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl-s1-2006-ayuirakusu-2327&PHPSESSID=068ef00626d3e335b59998cc35e21ce4).diakses 6 November 2009
Badan Perencanaan dan Pembanguanan Nasasional, 2006. BAB 27 PeingkatanAkses Masyarakat Terhadap Layanan Kesehatan Yang Lebih Berkualitas,(Online), (http://www.bappenas.go.id/get-file-server/node/5534/), diakses6 Juli 2008.
Anggraini. SD, 2008. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu TentangMakanan Bergizi Dengan Status Gizi Balita Usia 1-3 Tahun Di DesaLencoh Wilayah Kerja Puskesma Selo Boyolali. Fakultas Ilmu KesehatanUniversitas Muhammadiyah Surakarta 2008. (Online),(http://etd.eprints.ums.ac.id/1884/1/J210040033.pdf). diakses 11 Juli 2009.
Depatemen Kesehatan Republik Indonesia, 2005. Klasifikasi Status Gizi AnakBawah Lima Tahun (BALITA) . KEPMEN KES RI,No.920/MENKES/SK/VIII/2002. Jakarta : Direktorat Jendral BinaKesehatan Masyarakat.
Depatemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007. Profil Kesehatan Indonesia.Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan, 2006. Pedoman PengembanganKabupaten/Kota Percontohan Program Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat(PHBS). (Online). (http://dinkes-sulsel.go.id/pdf/Perilaku_hidup_bersih_&_sehat.pdf). diakses 26 Oktober2009
Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan, 2008. Profil Kesehatan Sulawesi SelatanTahun 2007). Makassar : Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan.
Nursalam, 2008 ; Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian IlmuKeperawatan. Pedoman Skripsi, Tesisis dan Instrumen Keperawatan,Jakarta : Salemba Medika.
Nursalam & Pariani, 2000. Metodologi Riset Keperawatan. Surabaya : PSIK FKUnair,.
Nadia. A, 2005. Perkembangan Balita Yang Ideal, Suatu Tinjauan Psikologis.(Online)..(http://www.kharisma.de/files/kegiatan/PERKEMBANGAN%20BALIT%20YANG%20IDEAL%20Suatu%20Tinjauan%20Psikologis.pdf). diakses 22 Oktober 2009
Purnomo. W, 2008. Hubungan Antara Pengetahuan Dan Sikap Ibu DenganUpaya Pencegahan Ispa Pada Balita Di Puskesmas Ngoresan Surakarta.(Online). (http://etd.eprints.ums.ac.id/2691). diakses 07 Oktober 2009.
Putro. DEP, 2008. Hubungan Antara Pengetahuan Dan Sikap Orang Tua DenganUpaya Pencegahan Kekambuhan Ispa Pada Anak Di Wilayah KerjaPuskesmas Purwantoro I. (Online). (http://etd.eprints.ums.ac.id/903/).diakses 7 Oktober 2009.
Puskesmas Salotungo, 2008. Profil Kesehatan Puskesmas Salotungo.Watansoppeng : Puskesmas Salotungo
Perhimpinan Rumah Sakit Seluruh Indonesia, 2002. Musim Kemarau, AnakRawan Terkena ISPA. (Online).(http://www.pdpersi.co.id/?show=detailnews&kode=862&tbl=kesling).Diakses 1 November 2009
Pos Keadlian Peduli Umat, 2008. Profil Program Perbaikan & PemeliharaanStatus Gizi Balita Melalui Pondok Gizi Ibu Sadar Gizi (PG BUDARZI),(Online), (http://www.pkpu.or.id/2009/profil_budarzi.pdf), diakses 10 Juli2009.
Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso Jakarta, 2009. I m m u n is a s i. (Online). (http://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=15).diakses 6 Oktober 2009
Rasmaliah, 2008. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) DanPenganggulangannya, (Online),(http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-rasmaliah9.pdf), diakses 5 Juli2009
Setiyorini. D, 2008. Pengaruh Status Imunisasi Dpt, Bblr, Paparan Asap Rokok,Dan Tingkat Pengetahuan Ibu Terhadap Kejadian Ispa Non PneumoniaPada Balita. (Online). (http://www.adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl-s1-2009-setiyorini-9941&PHPSESSID=6c1784a347f723a344115bf159462dcf). diakses 6November 2009.
Warman, 2008. Hubungan Faktor Lingkungan, Sosial Ekonomi dan PengetahuanIbu dengan Kejadian Diare Akut Pada Balita di Kelurahan Pekan ArbaKecamatan Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir. (Online)(http://yayanakhyar.wordpress.com). diakses 11 Juli 2009
Warung Masyrakat Informasi Indonesia, 2009. Infekis Saluran Nafas Akut (ISPA),(Online),(http://www.warmasif.co.id/kesehatanonline/mod.php?mod=download&op=visit&lid=887), diakses 5 Juli 2009.
Yamin. A, Susanti. RD, Sulastri. W. 2007. Kebiasaan Ibu Dalam PencegahanPrimer Penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) Pada BalitaKeluarga Non Gakin Di Desa Nanjung Mekar Wilayah Kerja PuskesmasNanjung Mekar Kabupaten Bandung. (Online).(http://pustaka.unpad.ac.id/wp_content/uploads/2009/07/kebiasaan_ibu.pdf). diakses 13 Oktober 2009
LEMBAR PERMINTAAN MENJADI RESPONDEN PADA PENELITIAN
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Nama saya Radhyalla, mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin. Saya akan melakukan penelitian dengan
judul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Ispa Berulang Pada
Balita Usia 36 – 59 Bulan Di Puskesmas Salotungo Watan Soppeng”. Hasil
penelitian ini akan bermanfaat bagi perkembangan ilmu keperawatan serta peran
perawat di masyarakat.
Untuk itu saya mohon partisipasi saudara untuk mengisi kuesioner atau daftar
pertanyaan yang telah saya persiapkan dengan sejujur – jujurnya. Semua data
yang dikumpulkan akan dirahasiakan dan tanpa nama. Data hanya disajikan
untuk penelitian dan pengembangan ilmu keperawatan dan tidak digunakan untuk
maksud – maksud yang lain.
Sebagai bukti kesediaan menjadi responden dalam penelitian ini, saya mohon
kesediaan saudara untuk menandatangani lembar persetujuan yang telah
disediakan.
Atas pertisipasi saudara dalam mengisi kuesioner ini sangat saya hargai dan
saya ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Makassar, 21 November 2009
Hormat saya
Radhyallah
SURAT PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN
PADA PENELITIAN
Saya yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bersedia untuk
berpartisipasi pada penelitian “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Ispa Berulang Pada Balita Usia 36 – 59 Bulan Di Puskesmas
Salotungo Watan Soppeng” yang dilakukan oleh Radhyallah mahasiswa
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Hasanuddin Makassar.
Atas dasar pemikiran bahwa penelitian ini dilakukan untuk pengembangan
ilmu keperawatan, maka saya memutuskan untuk berpartisipasi dalam
penelitian ini.
Tanda tangan di bawah ini menunjukkan bahwa saya telah di beri penjelasan
dan menyatakan bersedia menjadi responden.
Soppeng, … November 2009
Respon
Tanda tangan
KUESIONER PENELITIAN
Nomor Kuesioner :
Tanggal wawancara :
I. Identitas Responden
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis Kelamin : 1). Laki-laki 2). Perempuan
4. Pendidikan :
a. Tidak Sekolah
b. SD
c. SMP
d. SMU/Sederajat
e. Akademik/PT
5. Pekerjaan KK :
a. Pegawai Negeri
b. Wiraswasta
c. Nelayan
d. Berdagang
e. Bertani
f. Pegawai swasta
g. Lain-lain
II. Identitas Balita
1. Nama :
2. Umur : …… 1). Laki-laki 2). Perempuan
III.Kejadian ISPA
1. Berdasarkan hasil diagnose medis/puskesmas, anak ibu dinyatakan
menderita sakit ISPA ?
a. Ya b. Tidak
2. Apakah anak ibu pernah mengalami sakit demam, batuk, flue dan
sesak nafas sebelumnya dalam kurun waktu 1 bulan ini ?
a. Ya b. Tidak
IV. Status Gizi
1. Timbangan anak ibu dalam kategori ;
a. Gizi Buruk
b. Gizi Kurang
c. Gizi Baik
d. Gizi Lebih
Dengan berat badan : …….. Kg.
V. Perilaku Hidup Bersih Sehat
N
OIndikato PHBS
Melaksanaka
n PHBS
Ya Tidak
1 Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan
a. Apakah persalinan ibu dibantu oleh bidan
kesehatan ?
b. Apakah persalinan ibu ditolong oleh dukun
terlatih ?
c. Apakah persalinan ibu ditolong oleh dukun
kampung ?
2 Memberi bayi ASI ekslusif (0-6 bln hanya diberi
ASI)
a. Apakah ibu memberi anaknya susu selain ASI
selama umurnya masih 6 bulan kebawah ?
b. Apakah Ibu memberi anaknya hanya ASI saja
selama umurnya masih 6 bulan ?
c. Apakah ibu memberi anaknya makanan saring
selama umurnya kurang dari 6 bulan ?
3 Menimbang dan Imunisasi bayi/balita
a. Apakah anak ibu telah di imunisasi lengkap ?
b. Apakah anak ibu rutin ditimbang di Puskesmas
atau di Posyandu ?
c. Apakah penimbangan dan imunisasi anak ibu
dilakukan setiap bulannya ?
4 Menggunakan air bersih (ledeng atau air sumber)
a. Apakah di rumah ibu telah tersedia air PAM atau
air sumur
b. Apakah ibu dan keluarga menggunakan air
ledeng atau air sumur sebagai kebutuhan mandi,
mencuci dan memasak ?
c. Apakah ibu dan keluarga sering menggunakan
air sungai untuk mandi, mencuci dan memasak ?
5 Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun
a. Setelah bersih-bersih rumah, apakah ibu dan
keluarga selalu mencuci tangan dengan air bersih
dan sabun ?
b. Apakah sabun cuci tangan dan sabun mandi
dalam rumah tangga ibu terpisah(tidak campur
aduk) ?
c. Untuk mencuci tangan, apakah kebiasaan
keluarga ibu menggunakan air mengalir ?
6 Menggunakan jamban sehat (jamban keluarga)
a. Apakah ibu dan keluarga menyediakan jamban
keluarga ?
b. Apakah ibu dan keluarga menggunakan jamban
setiap kali buang air besar ?
c. Apakah ibu dan keluarga sering menggunakan
sungai sebagai tempat untuk buang air besar ?
7 Memberantas jentik di rumah
a. Apakah penampungan air di rumah ibu sering di
cuci/dikuras ?
b. Apakah ibu sering mendapatkan serbuk abate
secara gratis dari Puskesmas ?
c. Apakah pembuangan sampah rumah tangga ibu
dilakukan di TPS ?
8 Makan buah dan sayur setiap hari
a. Apakah ibu dan keluarga setiap hari
mengkosumsi sayuran ?
b. Apakah ibu dan keluarga setiap hari
mengkosumsi buah-buahan ?
c. Apakah anggota keluarga senang makan sayur ?
9 Melakukan aktivitas fisik
a. Apakah ibu dan keluarga masing-masing
memiliki waktu luang khusus untuk olah raga ?
b. Apakah ibu dan keluarga sering melakukan
kegiatan fisik minimal seperti berkebun, jalan
pagi, naik turun tangga, cuci baju, dll
c. Apakah semua pekerjaan rumah dikerjakan oleh
pembantu rumah tangga ?
10 Tidak merokok di dalam rumah
a. Apakah ada anggota keluarga yang merokok
dalam rumah ?
b. Apakah tersedia ruangan/tempat khusus bagi
anggota keluarga yang merokok ?
c. Apakah tersedia bak sampah tertutup untuk debu
dan puntung rokok ?
VI. Pengetahuan Ibu Tentang ISPA
1. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (demam yang disertai batuk dan
flue) adalah merupakan salah satu penyakit..?
a. Menular
b. Tidak menular
c. Keturunan
d. Tidak tahu
2. Penyakit batuk dan flue menular melalui ?
a. Kulit
b. Makanan
c. Udara
d. Tidak tahu
3. Setiap kali anak ibu mengalami demam, batuk dan sesak napas,
apakah ibu langsung membawanya untuk berobat di Puskesmas ?
a. Ya
b. Tidak
c. Dibawa ke dukun
d. Dibiarkan
4. Apabila anak ibu telah dibawa berobat di Puskesmas akibat
demam, batuk dan sesak napas dan belum juga sembuh dalam
waktu 3 hari, maka tindakan ibu
a. Tetap kembali berobat di Puskesmas
b. Bawa ke dukun
c. Cari obat di warung
d. Dibiarkan
5. Penyebab flue, batuk, sesak nafas adalah
a. Debu dan asap rokok
b. Jarang mandi
c. Makanan
d. Tidak tahu
6. Batuk dan flue dapat digolongkan dalam kategori ;
a. Penyakit ringan
b. Penyakit berat
c. Penyakit infeksi saluran nafas
d. Tidak tahu
7. Demam, disertai batuk dan flue adalah penyakit menular yang
mudah menyerang
a. Balita
b. Remaja
c. Orang dewasa
d. Orang tua
8. Anak Balita tahan terhadap penyakit influenza dipengaruhi oleh
a. Kekebalan tubuh
b. Jenis kelamin
c. Obat
d. Tidak tahu
9. Untuk mencegah terjadinya penyakit batuk, flue pada balita, maka
sebaiknya setiap rumah tangga memperhatikan ;
a. Kebersihan lingkungan
b. Persediaan obat di rumah
c. Makanan
d. Tidak tahu
10. Penanganan awal pada anak yang sakit ISPA dengan gejala
demam, batuk dan flue adalah
a. Membawanya berobat ke Puskesmas
b. Membelikan obat flue di warung
c. Diberi obat tradisional
d. Tidak tahu
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
NAMA : RADHYALLAHNIM : C.121 08 531TTL : SOPPENG, 11 APRIL 1979AGAMA : ISLAMALAMAT : JL. PROF.DR.IR. SOETAMI
NO.9 KEL. BULUROKENGKEC. BIRINGKANAYAMAKASSAR
SUKU/BANGSA : BUGI/INDONESIA
RIWAYAT PENDIDIKAN
1. SD Inpres Bulurokeng – Makassar Tahun 1994
2. SMP Negeri 9 Bulurokeng – Makassar Tahun 1995
3. SMU Muhammadiyah 06 – Makassar Tahun 1998
4. Akper Depkes Banta-Bantaeng – Makassar Tahun 2001
RIWAYAT PEKERJAAN
1. Tenaga honorer pada ruang Emergency Care di Rumah Sakit Ajjapange
Kab. Soppeng mulai September 2001 s/d Juni 2003
2. Tenaga Honorer di Puskesmas Pembantu Dinas Kesehatan Kab. Soppeng,
mulai Juli s/d Desember 2003
3. Tenaga kontrak di Bag. ICU Rumah Sakit Hikma – Makassar, mulai
Januari – Juni 2004
4. Tenaga honorer di Puskesmas Pembantu Dinas Kesehatan Kab. Paser –
KALTIM, mulai Agustus – Desember 2004
5. Pegawai Negeri Sipil di Puskesmas Pembantu Dinas Kesehatan Kab. Paser
– KALTIM, mulai Februari 2005 hingga saat ini.