1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

76
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA BERULANG PADA BALITA USIA 36 59 BULAN DI PUSKESMAS SALOTUNGO WATAN SOPPENG Diajukan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar Oleh R A D H Y A L L A H C. 121 08 531 FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2009

Transcript of 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

Page 1: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANKEJADIAN ISPA BERULANG PADA BALITA USIA 36 – 59

BULAN DI PUSKESMAS SALOTUNGOWATAN SOPPENG

Diajukan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Program Studi Ilmu

Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar

Oleh

R A D H Y A L L A HC. 121 08 531

FAKULTAS KEDOKTERANPROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR

2009

Page 2: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul

“FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANKEJADIAN ISPA BERULANG PADA BALITA USIA 36 – 59

BULAN DI PUSKESMAS SALOTUNGOWATAN SOPPENG”

Diajukan oleh :

R A D H Y A L L A HC.121 08 531

Disetujui untuk diajukan dihadapan Dewan Penguji Skripsi ProgramStudi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Pembimbing I

Nurhaya Nurdin,S.Kep.Ns,M.N

Pembimbing II

Bestfy Anitasari,S.Kep.Ns

Mengetahui,Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan

DR. dr. Ilhamjaya Patellongi, M.KesNip : 19580128 198903 1 002

Page 3: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI

“FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANKEJADIAN ISPA BERULANG PADA BALITA USIA 36 – 59

BULAN DI PUSKESMAS SALOTUNGOWATAN SOPPENG”

Diajukan oleh :

R AD H Y A L L A HC 121 08 531

Telah dipertahankan didepan dewan penguji skripsi

Pada hari : Selasa, 02 Januari 2010Tempat : Ruang Kelas 1 Lt.4 PSIK. FK. Univeristas Hasanuddin Makassar

Tim Penguji

1. DR. dr. Ilhamjaya Patellongi, M.Kes ( ………………………………. )

2. Syahrul Said,S.Kep.,Ns ( ………………………………. )

3. Nurhaya Nurdin,S.Kep.Ns,M.N ( ………………………………. )

4. Bestfy Anitasari,S.Kep.Ns ( ………………………………. )

Mengetahui,

An. DekanPembantu Dekan Bidang Akademik

Fakultas Kedokteran UniversitasHasanuddin Makassar

DR. dr. Ilhamjaya Patellongi, M.KesNip : 19580128 198903 1 002

KetuaProgram Studi Ilmu KeperawatanFakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin Makassar

DR. dr. Ilhamjaya Patellongi, M.KesNip : 19580128 198903 1 002

Page 4: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

K A T A P E N G A N T A R

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karuniaNya

sehingga Proposal ini dapat selesai.

Proposal ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat dalam

menyelesaikan system kredit semester di Program Studi Ilmu Keperawatan

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar

Penulis menyadari bahwa bahwa proposal ini dapat selesai karena bantuan

dan kerjasama dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini, peneliti

menyapaikan terimakasih dann penghargaan yang setinggi-tingginya kepada

kepada :

1. Bapak Prof. DR. dr. Irwan Yusuf, Ph.D selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin Makassar

2. Bapak DR. dr. Ilhamjaya Patellongi, M.Kes selaku Ketua Program Studi Ilmu

Keperawatan Universitas Hasanuddin Makassar, sekaligus sebagai penguji

yang telah memberikan masukan dan arahan sehingga proposal ini dapat

selesai.

3. Syahrul Said, S.Kep.Ns, selaku penguji yang bersedia meluangkan waktunya

untuk memberi bimbingan dalam ujian proposal ini

4. Nurhaya Nurdin, S.Kep.Ns,M.N, selaku pembimbing yang telah memberikan

masukan tentang metode penulisan dalam penyelesaian proposal ini

5. Bestfy Anitasari, S.Kep.Ns, selaku pembimbing yang telah memberikan

masukan dan arahan dari awal hingga akhir penyusunan proposal ini

Page 5: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

6. Pimpinan Puskesmas Salotungo Watansoppeng – Provinsi Sulawesi Selatan,

yang bersedia memberi izin dalam pengambilan data awal untuk mendukung

proposal ini.

7. Keluarga tercinta yang senantiasa member support dalam rangaka

menyelesaikan proposal ini

8. Teman-teman sejawat, baik yang terlibat langsung maupun tidak langsung

untuk memberikan saran dan kritik dalam penyelesaian proposal ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan proposal ini masih jauh dari

kesempurnaan dan oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis

menerima segala saran dan kritik yang sifatnya membangun dalam

penyempurnaan proposal ini. Terimakasih

Makassar, 27 Oktober 2009

Penulis

R a d h y a l l a h

Page 6: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

A B S T R A K

RADHYALLAH, FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANKEJADIAN ISPA BERULANG PADA BALITA USIA 36 – 59 BULAN DIPUSKESMAS SALOTUNGO WATAN SOPPENG. DIBIMBING OLEH NURHAYANURDIN DAN BESTFY ANITASARI.XI + 54 Halaman + 10 Tabel + 24 Lampiran

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi pada saluran pernafasan ;mulai dari rongga hidung sampai alveoli beserta organ adneksanya (sinus, rongga telingadan pleura).yang disebabkan oleh mikroorganisme yang berlangsung selama 14 hariditandai dengan batuk pilek, sakit tenggorokan disertai dengan demam atau tidak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa yangberhubungan dengan kejadian ispa berulang pada balita usia 36 – 59 bulan di puskesmassalotungo watan soppeng

Bentuk penelitian ini adalah observasional dengan rancangan cross sectionalyaitu mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ispa berulang padabalita usia 36 – 59 bulan di puskesmas salotungo watan soppeng.

Dari penelitian ini diperoleh bahwa kejadian ISPA pada rumah tangga tidak sehatterdapat responden 10 (66.7%) lebih besar dibandingkan dengan rumah tangga sehatdengan jumlah responden 5 (33,3%). Hasil uji statistik dengan menggunakan SPSS versi16,0 diperoleh nilai p = 0,009. Karena nilai p < 0,05 maka Ho tidak ditolak. Artinya adahubungan antara perilaku rhidup bersih sehat dengan kejadian ISPA berulang pada Balita.

Dan pada tingkat pengetahuan ibu tentang ISPA dengan kategori baik terdapat 4(26.7%) Balita yang menderita ISPA lebih sedikit dibandingkan dengan tingkatpengetahuan ibu dengan kategori kurang yang berjumlah 7 (46.7%) Balita. Hasil ujistatistik dengan menggunakan SPSS versi 16.0 diperoleh nilai p = 0,009. Karena nilai p< 0,05 maka Ho tidak ditolak. Artinya ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibutentang ISPA dengan kejadian ISPABerulang pada Balita.

Berdasarkan hal tersebut diatas maka penelitian ini menyimpulkan bahwa denganmenerapkan pola perilaku hidup bersih dan sehat pada setiap anggota keluarga akanmenciptakan rumah tangga yang sehat yang pada akhirnya akan meninggkat derajatkesehatan setiap anggota keluarga dan pengetahuan tentang ISPA sangat di pengaruhioleh banyak hal, salah satunya adalah pendidikan namun yang tidak kalah penting adalahadanya pendidikan kesehatan karena dengan pendkes tersebut dapat mensejajarkantingkat pengetahuan masyarakat

Page 7: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

DAFTAR I S I

Halaman Judul .............................................................................................................. i

Halaman Persetujuan ................................................................................................... ii

Halaman Pengesahan.................................................................................................... iii

Kata Pengantar ............................................................................................................. iv

A b s t r a k .................................................................................................................... vi

BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 2

C. Tujuan Penelitian .................................................................................................... 3

1. Tujuan Umum ........................................................................................................ 3

2. Tujuan Khusus ....................................................................................................... 3

D. Manfaat Penelitian ................................................................................................... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 4

A. Tinjauan Tentang ISPA .......................................................................................... 4

1. Definisi .................................................................................................................. 4

2. Tanda Gejala Umum ISPA .................................................................................... 5

3. Klasifikasi ISPA .................................................................................................... 5

4. Etiologi .................................................................................................................. 5

5. Pencegahan ............................................................................................................ 6

6. Pengobatan ............................................................................................................ 6

B. Tinjauan Tentang Balita ......................................................................................... 7

1. Defenisi Balita ....................................................................................................... 7

2. Masalah Kesehatan Balita ..................................................................................... 8

Page 8: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

C. Tinjauan Umum Tentang Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan

Kejadian ISPA Berulang ....................................................................................... 9

1. Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS) ................................................................... 9

a. Definisi PHBS ................................................................................................. 9

b. Indikator Penilaian PHBS ................................................................................ 9

c. Manfaat PHBS ................................................................................................. 13

2. Akses Jaminan Layanan Kesehatan ..................................................................... 15

3. Status Gizi Balita ................................................................................................. 17

4. Pengetahuan Ibu Berhubungan dengan Kejadian ISPA........................................ 19

5. Sirkulasi Udara ..................................................................................................... 22

6. Kepadatana Hunian .............................................................................................. 23

7. Imunsasi ............................................................................................................... 25

BAB III. KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS .............................................. 27

A. Kerangka Konsep .................................................................................................... 27

B. Hipotesis ................................................................................................................... 28

BAB IV. METODE PENELITIAN ............................................................................. 29

A. Rancangan Penelitian ............................................................................................. 29

B. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................................... 29

1. Tempat Penelitian .................................................................................................. 29

2. Waktu Penelitian ................................................................................................... 29

C. Populasi dan Sampel ............................................................................................... 29

1. Populasi ................................................................................................................. 29

2. Sampel ................................................................................................................... 30

3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ................................................................................. 31

Page 9: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

D. Alur Peneltian .......................................................................................................... 32

E. Variabel Penelitian .................................................................................................. 33

1. Identifikasi Variabel .............................................................................................. 33

2. Defenisi Operasional dan Kriteria Obyektif .......................................................... 33

F. Pegolahan dan Analisa Data ................................................................................... 37

G. Masalah Etika ......................................................................................................... 38

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .............................................. 40

A. Hasil Penelitian......................................................................................................... 40

1. Karakteristik Responden Orang Tua Balita............................................................ 40

2. Karakteristik Balita................................................................................................. 42

3. Analisa Univariat.................................................................................................... 43

4. Analisa bivariat....................................................................................................... 45

B. Pembahasan .............................................................................................................. 49

1. Perilaku Hidup Bersih Sehat .................................................................................. 49

2. Akses Jaminan Layanan Kesehatan Masyarakat .................................................... 50

3. Status Gizi .............................................................................................................. 51

4. Pengetahuan Ibu tentang ISPA............................................................................... 52

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 55

A. Kesimpulan ............................................................................................................... 55

B. SARAN ...................................................................................................................... 55

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 10: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Tingkat Pengetahuan Dalam Domain Kognitif.................................................. 19

Tabel 2 Perbandingan Kebutuhan Kamar dan Jumlah Penghuni.................................... 24

Skema Kerangka Konsep Penelitian ............................................................................... 27

Bagan Alur Penelitian ..................................................................................................... 32

Tabel 3 Baku Penilaian Status Gizi Anak Perempuan dan Anak Laki-laki Usia 36-

59 Bulan Menurut Berat Badan dan Umur (BB/U)........................................... 35

Tabel 4 Distribusi Karakteristik Responden Orang Tua Balita di Puskesmas

Salotungo Kecamatan Lalabata Kabupaten Soppeng........................................ 41

Tabel 5 Distribusi Sampel Balita di Puskesmas Salotungo Kecamatan Lalabata

Kabupaten Soppeng........................................................................................... 42

Tabel 6 Distribusi Variabel Faktor-faktor Yang Berhubunga dengan Kejadian

ISPA pada Balita Usia 36-59 Bulan di Puskesmas Salotungo Kecamatan

Lalabata Kabupaten Soppeng ............................................................................ 44

Tabel 7 Hubungan Perilaku Hidup Bersih Sehat dengan Kejadian ISPA di

Puskesmas Salotungo Kecamatan Lalabata Kabupaten Soppeng ..................... 45

Tabel 8 Hubungan Akses Jaminan Layanan Kesehatan Masyarakat dengan

Kejadian ISPA di Puskesmas Salotungo Kecamatan Lalabata Kabupaten

Soppeng ............................................................................................................. 46

Tabel 9 Hubungan Status Gizi dengan Kejadian ISPA di di Puskesmas Salotungo

Kecamatan Lalabata Kabupaten Soppeng ......................................................... 47

Tabel 10 Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Kejadian ISPA di di Puskesmas

Salotungo Kecamatan Lalabata Kabupaten Soppeng........................................ 48

Page 11: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran :

1. Kuesioner

2. Master Tabel

3. Print out hasil penelitian

4. Surat izin penelitian dari Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar

5. Surat izin penelitian dari Kesbang Politik dan Linmas Kab. Soppeng

6. Surat keterangan telah melakukan penelitian dari Kepala Puskesmas

Salotungo Kab. Soppeng

7. Daftar riwayat hidup

Page 12: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas) masih merupakan masalah

kesehatan yang penting, karena ISPA (seperti ; sinusitis, common cold, influenza,

pneumonia) penyebab kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira

1 dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode

ISPA setiap tahunnya. 40 % - 60 % dari kunjungan di Puskesmas adalah oleh

penyakit ISPA. Dari seluruh kematian yang disebabkan oleh ISPA mencakup 20

% -30 %. Kematian yang terbesar umumnya adalah karena pneumonia dan terjadi

pada bayi berumur kurang dari 2 bulan. Hingga saat ini angka mortalitas ISPA

yang berat masih sangat tinggi. Kematian seringkali disebabkan karena penderita

datang untuk berobat dalam keadaan berat (Rasmaliah, 2004).

Penyebab kematian bayi di Indonesia hasil survey mortalita subdit ISPA

tahun 2005 menunjukkan bahwa ISPA merupakan dari penyebab kematian bayi

dengan jumlah 22,3% dari sekian kasus penyebab kematian pada balita (Depkes

RI, 2007).

Dari pola 10 penyakit terbanyak di beberapa rumah sakit umum di

Indonesia maupun data survey (SDKI, Surkesnas) juga menunjukkan tingginya

kasus ISPA. Prevalensi ISPA dalam beberapa tahun menurut hasil SDKI yaitu

pada tahun 1991 terjadi prevalensi 9,8% dengan kelompok umur 12 – 23 bulan,

tahun 1994 terjadi prevalensi 10% dengan kelompok umur 6 – 35 bulan, tahun

1997 terjadi prevalensi 9% dengan kelompok umur 6 – 11 bulan, tahun 2002-2003

Page 13: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

terjadi prevalensi 8% dengan kelompok umur 6 – 23 bulan, dan pada tahun 2007

terjadi prevalensi 11% dengan kelompok umur 12 – 23 bulan (Depkes RI, 2007).

Sedangkan menurut data yang dikumpulkan melalui Profil Kesehatan Kota

Makassar Tahun 2008 tercatat bahwa jumlah kasus ISPA sebanyak 42.563

penderita (Dinkes SulSel, 2008).

Dan dari hasil data kunjungan Puskesmas Salotungo, Kab. Soppeng,

Provinsi Sulawesi Selatan survey dalam kasus pola 10 penyakit terbesar

Puskesmas Salotungo tahun 2008 pun menunjukkan bahwa angka kesakitan yang

paling tinggi ditimbulkan oleh ISPA dengan jumlah 1950 kasus dengan persentase

sekitar 29,03% dari jumlah kasus pola 10 penyakit terbesar.

Dari olah data kunjungan kasus ISPA Balita dengan usia 39 – 59 bulan

menunjukkan bahwa terdapat 75 kunjungan kasus atau sekitar 27,29% dari

seluruh kejadian ISPA di Puskesmas SalotungotaTahun 2008 yang dialami oleh

Balita.

Dari hasil uraian diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa ISPA

merupakan masalah kesehatan utama yang ada ditengah masyarakat baik

ditingkat nasional maupun tingkat kabupaten/kota, khususnya diwilayah kerja

Puskesmas Salotungo sehingga peneliti tertarik untuk mengetahui faktor-faktor

yang mempengaruhi kejadian ISPA pada Balita.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari hasil uraian latar belakang diatas, maka peneliatian ini

difokuskan pada ; Faktor apa saja yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada

Balita di wilayah kerja Puskesmas Salotungo Kabupaten Soppeng.

Page 14: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor yang berkaitan dengan kejadian ISPA berulang

pada Balita usia 36 – 59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Salotungo

Kabupaten Soppeng.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya faktor perilaku hidup bersih sehat berhubungan dengan

kejadian ISPA berulang

b. Diketahuinya faktor status gizi berhubungan dengan kejadian ISPA

berlang

c. Diketahuinya faktor pengetahuan ibu berhubungan dengan kejadian

ISPA berulang

D. Manfaat Penelitian

1. Puskesmas ; Sebagai bahan informasi dan masukan bagi Dinas Kesehatan

Kabupaten Soppeng khususnya Puskesmas Salotungo dalam usaha

peningkatan kesehatan lingkungan

2. Pembaca ; sebagai media untuk menambah wawasan dan referensi/kajian

dalam mengungkap kasus kejadian ISPA pada balita

3. Akademik/Institut Pendidikan ; Data variable yang diperoleh dan telah

diolah dapat dijadikan data untuk mendukung penelitian tentang ISPA

oleh peneliti berikutnya.

Page 15: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang ISPA

1. Definisi

Istilah Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) mengandung tiga

unsur, yaitu infeksi, saluran pernafasan dan akut. Adapun batasan

definisinya masing-masing sebagai berikut :

a. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh

manusia dan berkembang biak sehingga dapat menimbulkan gejala

penyakit.

b. Saluran pernafasan adalah organ yang dimulai dari hidung hingga

alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus, rongga telinga dan

pleura. Dengan demikian ISPA secara otomatis mencakup saluran

nafas yang dimulai dari hidung termasuk jaringan adneksanya seperti

sinus, rongga telinga dan pleura.

c. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari.

Jadi Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi pada

saluran pernafasan ; mulai dari rongga hidung sampai alveoli beserta organ

adneksanya (sinus, rongga telinga dan pleura).yang disebabkan oleh

mikroorganisme yang berlangsung selama 14 hari ditandai dengan batuk

pilek, sakit tenggorokan disertai dengan demam atau tidak (Rasmaliah,

2004).

Page 16: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

2. Tanda Gejala Umum ISPA

Adapun tanda gejala ISPA menurut Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh

Indonesia (PRSSI), 2002 antaralain ;

a. Batuk

b. Serak (anak bersuara parau)

c. Pilek

d. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 38,5 º C

e. Sesak napas.

3. Klasifikasi ISPA

Karena bentuk ISPA yang paling sering menyebabkan kematian

balita adalah pneumonia maka klasifikasinya dan dalam penentuan

klasifikasi penyakit dibedakan atas 2 kelompok menurut Warung

Masyrakat Informasi Indonesia [Warmasi], 2009 sebagai berikut :

a. Kelompok umur 2 bulan - < 5 tahun, klasifikasi dibagi atas : pnemonia

berat, pnemonia dan bukan pneumonia

b. Kelompok umur < 2 bulan , klasifikasi dibagi atas : pnemonia berat

dan bukan pneumonia.

4. Etiologi

a. Etiologi ISPA terdiri dari lebih 300 jenis bakteri, virus dan riketsia.

Bakteri penyebeb ISPA antara lain darin genus Streptokokus,

Stafilokokus, Pnemokokus, Hemofillus, Bordetella dan

Korinobakterium. Virus penyebeb ISPA antara lain adalah golongan

Page 17: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

Mikosovirus, Adenovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma,

Herpesvirus.

b. Etiologi Pnemonia Penyebab pnemonia pada balita sukar ditegakkan

karena dahak sukar diperoleh. Menurut publikasi WHO bahwa

penyebab pnemonia adalah Streptokokus pnemonia dan Hemopillus

inluenzae (Warmasi, 2009).

5. Pencegahan

Penemuan dini penderita ISPA dengan penatalaksanaan kasus yang

benar merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program

(turunnya kematian dan turunnya penggunaan antibiotik dan obat batuk

yang kurang tepat pada pengobatan penyakit ISPA). Pedoman

penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar

pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan

antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi

penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan

kasus mencakup pula petunjuk tentang pemberian makanan bergizi dan

minuman yang sehat (air putih, sari buah) sebagai bagian dari tindakan

penunjang yang penting bagi pederita ISPA (Rasmaliah, 2004).

6. Pengobatan

a. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik

parenteral, oksigendan sebagainya.

b. Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita

tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian

Page 18: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

kontrmoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat

antibiotik pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.

c. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan

perawatan dirumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk

tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang

merugikan seperti kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila

demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita

dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat

adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah

bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman

streptococcuss dan harus diberi antibiotik (penisilin) selama 10 hari

(Rasmaliah, 2004).

B. Tinjauan Tentang Balita

1. Defenisi Balita

Bawah lima tahun atau sering disingkat sebagai Balita dan

membatasinya sebagai bayi dan anak yang berusia lima tahun kebawah.

Karena Balita dikategorikan dalam dua kelompok maka selanjutnya kita

sebut masa bayi dan awal masa kanak-kanak dimana masing-masing

memiliki ciri-ciri khas yang berlainan

Dimana masa bayi menurut Nadia, 2005 bahwa masa bayi berlangsung

selama dua tahun pertama kehidupan setelah periode bayi baru lahir

selama dua minggu atau dalam bulan dapat disebut masa bayi adalah bayi

Page 19: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

dengan usia 0-24 bln. Masa bayi sering dianggap sebagai keadaan tidak

berdaya dimana bayi setiap hari belajar untuk semakin mandiri.

Dan awal masa kanak-kanak berlansung 25-59 bln, para ahli

psikolog menyebutkan bahwa masa ini adalah masa kelompok dimana

anak mempelajari dasar-dasar perilaku sosial dalam mempersiapakn diri

sebelum masuk usia sekolah. Masa ini disebut juga masa menjelajah

dimana anak belajar untuk menguasai dan mengendalikan lingkungannya.

Pada masa ini juga anak sering meniru tindakan atau bicara orang

sekitarnya sehingga bias disebut sebagai usia meniru. Disisi lain,

meskipun anak berusaha memiliki kecendrungan untuk meniru orang lain

namun dalam bermain sang anak pun beusaha menunjukkan kreatifitasnya

sehingga pada usia ini sering juga disebut usia kreatif. (Nadia, 2005).

2. Masalah Kesehatan Balita

Beberapa faktor kematian Balita maupun yang berperan dalam

dalam proses tumbuh kembang Balita adalah adanya penyakit seperti ;

Diare, Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, Infeksi Saluran

Pernafasan dan menurut laporan Ditjen Pelayanan Medik, Departemen

Kesehatan RI pada tahun 2006, penyakit sistem saluran napas menempati

peringkat pertama dari 10 penyakit utama pada pasien rawat jalan di

Rumah Sakit di Indonesia, yaitu persentase 9,23%. Sedangkan untuk

persentase 10 penyakit utama pada pasien rawat inap di Rumah Sakit di

Indonesia pada tahun yang sama, penyakit Sistem Saluran Napas

menempati urutan ke-8 dengan persentase 1,69%.

Page 20: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

Untuk itu kegiatan yang dilakukan terhadap Balita dalam rangka

pemantauan pertumbuhan dan perkembangan Balita dan untuk pencegahan

terhadap penyakit antaralain pemeriksaan perkembangan dan pertumbuhan

fisiknya, pemeriksaan dan perkembangan kecerdasan, pemeriksaan

penyakit infeksi, imunisasi, perbaikan gizi dan pendidikan kesehatan pada

orang tua (Depkes RI, 2007).

C. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Berulang

1. Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS)

a. Definisi PHBS

Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah semua perilaku

kesehatan yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga

atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan, dan

berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat.

Dalam PHBS juga dilakukan edukasi untuk meningkatkan

pengetahuan, sikap dan perilaku melalui pendekatan pimpinan, bina

suasana dan pemberdayaan masyarakat (Dinkes SulSel, 2006).

b. Indikator Penilaian PHBS

Sasaran PHBS tatanan rumah tangga adalah seluruh anggota

keluarga yaitu pasangan usia subur, ibu hamil dan menyusui, anak dan

remaja, usia lanjut dan pengasuh anak. Indikator PHBS adalah suatu

alat ukur untuk menilai keadaan atau permasalahan kesehatan(ISPA).

Menurut Dinkes SulSel, 2006 indikator PHBS rumah tangga yang

Page 21: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

digunakan yaitu mengacu kepada standar pelayanan minimal bidang

kesehatan ada sepuluh indikator, yaitu:

1). Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan

Adalah persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan (dokter,

bidan, dan tenaga para medis lainnya). Persalinan ditolong oleh

tenaga kesehatan menggunakan peralatan yang aman, bersih, dan

steril sehingga mencegah terjadinya infeksi saluran nafas pada bayi

baru lahir dan penyakit lainnya.

2). Memberi bayi ASI ekslusif

Adalah bayi usia 0-6 bulan hanya diberi ASI saja tanpa

memberikan tambahan makanan atau minuman lain. ASI adalah

makanan alamiah berupa cairan dengan kandungan protein tinggi

yang sangat baik untuk bayi karena mengandung zat kekebalan

terhadap penyakit.

3). Menimbang dan Imunisasi bayi/balita

Penimbangan bayi dan balita dilakukan mulai umur 1 bulan sampai

5 tahun di posyandu. Dengan demikian secara default pengontrolan

nilai timbangan bayi/balita bukan hanya menilai status berat badan

semata akan tetapi status gizi bayi/balita hubungannya dengan daya

tahan tubuh bayi/balita dan begitupula imunisasi untuk member

kekebalan pada bayi sehingga tidak mudah sakit terutama akibat

masalah kesehatan lingkungan.

Page 22: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

4). Menggunakan air bersih

Air adalah kebutuhan dasar yang diperlukan sehari-hari untuk

minum, memasak, mandi, berkumur, membersihkan lantai,

mencuci alat-alat dapur dan sebagainya agar kita tidak mudah

terkena penyakit atau terhindar dari sakit.

5). Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun

Menghindarkan atau mengurangi kita menghirup debu/kotoran

yang menempel pada di saat kita menyentuh bagian wajah

6). Menggunakan jamban sehat

Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas

pembuangan kotoran manusia yang terdiri atas tempat jongkok

atau tempat duduk dengan leher angsa atau tanpa leher angsa

(cemplung) yang dilengkapi dengan unit pembuangan kotoran dan

air untuk membersihkannya. Jamban cemplung digunakan untuk

daerah yang sulit air, sedangkan jamban leher angsa digunakan

untuk daerah yang cukup air dan daerah padat penduduk.

7). Memberantas jentik di rumah

Rumah bebas jentik adalah rumah tangga yang setelah dilakukan

pemeriksaan jentik secara berkala tidak terdapat jentik nyamuk.

Pemeriksaan jentik berkala adalah pemeriksaan tempat-tempat

perkembangbiakan nyamuk (tempat-tempat penampungan air)

yang ada dalam rumah seperti bak mandi atau WC, vas bunga,

tatakan kulkas dan lain-lain. Hal yang dilakukan agar rumah bebas

Page 23: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

jentik adalah melakukan 3 M plus (menguras, menutup, mengubur

plus menghindari gigitan nyamuk).

8). Makan buah dan sayur setiap hari

Makan sayur dan buah sangat penting karena sayur dan buah

mengandung vitamin dan mineral yang mengatur pertumbuhan dan

pemeliharaan tubuh serta mengandung serat yang tinggi. Konsumsi

sayur dan buah yang tidak merusak kandungan gizinya adalah

dengan memakannya dalam keadaan mentah atau dikukus.

Merebus dengan air akan melarutkan beberapa vitamin dan mineral

dalam sayur dan buah tersebut. Pemanasan tinggi akan

menguraikan beberapa vitamin seperti vitamin C.

9). Melakukan aktivitas fisik

Aktivitas fisik adalah melakukan pergerakan anggota tubuh yang

menyebabkan pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi

pemeliharaan kesehatan fisik, mental dan mempertahankan kualitas

hidup agar tetap sehat dan bugar sepanjang hari. Aktivitas fisik

yang dapat dilakukan antara lain kegiatan sehari-hari yaitu berjalan

kaki, berkebun, mencuci pakaian,mencuci mobil dan turun tangga.

Selain itu kegiatan olahraga seperti push up, lari ringan, bermain

bola, berenang, senam, fitness, dapat juga dilakukan sebagai

aktifitas fisik.

10). Tidak ada merokok di dalam rumah

Tidak merokok adalah penduduk 10 tahun keatas yang tidak

merokok selama 1 bulan terakhir. Perokok terdiri atas perokok

Page 24: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

aktif dan perokok pasif. Bahaya perokok aktif dan perokok pasif

adalah dapat menyebabkan kerontokan rambut, gangguan pada

mata seperti katarak, kehilangan pendengaran lebih awal

disbanding bukan perokok, menyebabkan penyakit paru-paru

kronis, merusak gigi, stroke, kanker kulit, kemandulan, impotensi,

kanker rahim dan keguguran.

.c. Manfaat PHBS.

Dalam penelitian tentang Kebiasaan ibu dalam pencegahan

primer penyakit ISPA (infeksi saluran pernapasan akut) pada balita

keluarga non gakin di desa nanjung mekar wilayah kerja puskesmas

Nanjung Mekar Kabupaten Bandung menunjukkan bahwa kebiasaan

ibu dalam pencegahan primer penyakit ISPA dengan menciptakan

rumah yang sehat setengahnya responden (50,57%) memiliki kategori

tidak baik (Yamin Susanti. RD, Sulastri. W, 2007).

Dari hasil penelitian tersebut diatas dapat ditarik sebuah

kesimpulan bahwa sebagian besar masyarakat belum melaksanakan

perilaku hidup bersih dan sehat untuk menuju rumah tangga sehat

sehingga masih ada masyarakat yang tidak merasakan manfaat dari

perilaku hidup bersih dan sehat. Padahal menurut Dinkes SulSel, 2006

dari penerapan perilaku hidup bersih dan sehat sangat banyak

bermanfaat bagi penduduk Indonesia, yaitu:

1). Setiap rumah tangga meningkat kesehatannya dan tidak mudah

sakit.

Page 25: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

2). Rumah tangga sehat dapat meningkat produktivitas kerja anggota

keluarga.

3). Dengan meningkatnya kesehatan anggota rumah tangga maka

biaya yang tadinya dialokasikan untuk kesehatan dapat dialihkan

untuk biaya investasi seperti biaya pendidikan dan usaha lain yang

dapat meningkatkan kesejahteraan anggota rumah tangga.

4). Salah satu indikator menilai keberhasilan Pemerintah Daerah

Kabupaten /Kota di bidang kesehatan.

5). Meningkatkan citra pemerintah dalam bidang kesehatan.

6). Dapat menjadikan percontohan rumah tangga sehat bagi daerah

lain.

Adapun kategori rumah tangga sehat dan rumah tangga tidak sehat

dapat dinilai dari sepuluh indikator PHBS di atas maka akan

didapatkan dua klasifikasi rumah tangga yang menjalankan PHBS.

Menurut Dinas Kesehatan Republik Indonesia tahun 2008 dalam Profil

Puskesmas Salotungo, 2008. klasifikasi tersebut sebagai berikut ;

a). Klasifikasi I (Sehat) : jika melakukan 1 sampai dengan 7 dari 10

indikator PHBS dalam tatanan rumah tangga.

b). Klasifikasi II (Tidak Sehat): jika melakukan 1 sampai dengan 6

dari 10 indikator PHBS dalam tatanan rumah tangga

Page 26: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

2. Status Gizi Balita

Pemerintah telah menyusun Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Nasional (RPJMN) 2005-2009 dibidang kesehatan yang

mencakup program-program prioritas anataralain ; program promosi

kesehatan dan pemberdayaan masyarakat, program lingkungan sehat,

program pencegahan dan pemberantasan penyakit dan program perbaikan

gizi masyarakat. Salah satu sasarannya adalah menurunnya frekuensi gizi

kurang menjadi 20% pada tahun 2009 dan penurunan gizi buruk menjadi 5

% (Anggraini, 2008).

Namun sampai saat tahun 2009 ini permasalahan gizi, baik gizi

kurang maupun buruk masih sering dijumpai ditengah-tengah kehidupan

masyarakat. Data Dinas Kesehatan Republik Indonesia (Dinkes RI) tahun

2005 menunjukkan bahwa balita yang mengalami masalah gizi kurang

berkisar 5.040.000 balita (28%) dan gizi buruk berkisar 1.584.000 balita

(8.8%).

Penanganan terhadap masalah gizi Balita di masyarakat melalui posyandu

ternyata belum berjalan dengan baik dan pola penanganan dalam

mengatasi masalah gizi kurang & buruk ini juga belum optimal. Di

Posyandu, Pemberian Makanan Tambahan (PMT) sebagai suatu aksi gizi,

akan tetapi masih sekedar hanya untuk mengisi kegiatan posyandunya

saja, belum sampai pada substansi PMT itu sendiri yakni meningkatkan

kualitas makanan bergizi agar balita mengalami tumbuh kembang yang

sehat. Sisi yang lain, pola perbaikan gizi balita, sangat tergantung pada

perilaku ibu dalam melihat bagaimana memperbaikan gizi keluarga.

Page 27: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

Dalam kenyataannya masih banyak ibu-ibu yang belum mengerti arti

pentingnya gizi pada anak. Untuk itu, pola pendampingan gizi secara

langsung, terprogram dan berkelanjutan merupakan langkah kebijakan gizi

yang harus dijalankan (Pos Keadilan Peduli Umat [pkpu], 2008).

Dalam penelitian tentang hubungan antara pengetahuan dan sikap

ibu dengan upaya pencegahan ISPA pada balita di puskesmas Ngoresan

Surakarta menunjukkan bahwa pada subvariabel pemenuhan gizi Balita

sebagian besar responden (59,77%) memiliki kategori baik. Hal ini

membuktikan bahwa belum sepenuhnya masyarakat khususnya para ibu

memenuhi kebutuhan gizi Balitanya (Purnomo, 2008).

Disinilah dirasakan sangat penting adanya Pondok gizi Budarzi

(ibu sadar gizi). Yaitu sebuah wadah yang terdapat dalam masyarakat dan

berkonsentrasi untuk menangani masalah gizi balita serta memelihara

status gizi balita agar tetap baik dan sehat, dengan jalan pendampingan

keluarga serta pemanfaatan potensi-potensi lokal yang bermanfaat untuk

meningkatkan status gizi.

3. Pengetahuan Ibu Berhubungan Dengan Kejadian ISPA

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Pengetahuan yang

dicakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkat seperti dalam

tabel berikut :

Page 28: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

Tabel 1. Tingkat pengetahuan dalam domain kognitif

Domain Definisi

Tahu Mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya

Memahamikemampuan menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat

menginterpretasikan secara benar.

Aplikasikemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau

kondisi riil.

Analisiskemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen-

komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut.

Sintesiskemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam

suatu bentuk keseluruhan yang baru

Evaluasikemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau

obyek

( Notoatmodjo, 2007 dalam Warman, 2008)

Dan pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara

atau angket yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subjek

penelitian Pengetahuan sebagai parameter keadaan sosial dapat sangat

menentukan kesehatan masyarakat. Masyarakat dapat terhindar dari

penyakit asalkan pengetahuan tentang kesehatan dapat ditingkatkan,

sehingga perilaku dan keadaan lingkungan sosialnya menjadi sehat

(Warman, 2008).

Dalam masyarakat pegetahuan tentang kesehatan biasanya

diperoleh melalui pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain.

Kepercayaan lebih kuat pengaruhnya yang diturunkan dari orang tua atau

dari orang dipercaya. Sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak

selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata terutama karena alasan

ekonomi dan tidak adanya waktu.

Page 29: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

Disi lain, kondisi pendidikan merupakan salah satu indikator yang

kerap ditelaah dalam mengukur tingkat pembangunan manusia suatu

Negara. Melalui pendidikan, pengetahuan berkontribusi terhadap

perubahan perilaku kesehatan. Pengetahuan yang dipengaruhi oleh tingkat

pendidikan merupakan salah satu faktor pencetus yang berperan dalam

mempengaruhi keputusan untuk berperilaku sehat (Depkes RI, 2007).

Pada penelitian tentang Pengetahuan ibu tentang penyakit ISPA

pada anak balita di Puskesmas Ngoresan sebagian besar dalam kategori

baik (67%) dan sikap ibu dalam dalam upaya pencegahan ISPA pada

balita di Puskesmas Ngoresan sebagian besar dalam kategori baik (62%)

dan terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan upaya

pencegahan ISPA pada balita di Puskesmas Ngoresan Surakarta, dan

Pada hasil penelitian Hubungan antara pengetahuan dan sikap

orang tua dengan upaya pencegahan kekambuhan ispa pada anak di

wilayah kerja puskesmas purwantoro I juga menunjukkan bahwa

pengetahua orang tua tentang Infeksi Saluran Pernapasan Akut Pada Anak

di wilayah kerja Puskesmas Purwantoro I menunjukkan bahwa sebagian

besar responden dalam penelitian ini mempunyai pengetahuan yang baik

(Purnomo, 2008 ; putro, 2008).

Dan pada penelitian tentang Pengaruh status imunisasi DPT,

BBLR, paparan asap rokok, dan tingkat pengetahuan ibu terhadap kejadian

ispa non pneumonia pada Balita, hasil uji statistik menunjukkan bahwa

pengetahuan ibu (p=0,01; OR=10,810), sikap ibu (p=0,031; OR=3,353)

berpengaruh terhadap kejadian ISPA pada bayi/balita, sedangkan tindakan

Page 30: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

(p=0,53I) tidak berpengaruh terhadap kejadian ISPA pada bayi/balita. Jadi

dapat disimpulkan dari hasil penelitian dengan tingkat kemaknaan 95%

(a=0,05) menunjukkan bahwa pengetahuan dan sikap ibu berpengaruh

terhadap kejadian ISPA pada bayi/balita , sedangkan tindakan tidak

berpengaruh. Menurut teori dijelaskan bahwa pengetahuan dan sikap

positif tidak selalu diikuti oleh tindakan. Dalam praktek sehari-hari terjadi

sebaliknya, seperti pada hasil penelitian ini, ibu telah berperilaku positif

meskipun pengetahuan dan sikapnya masih negatif. (Setiyorini. 2008).

Dan dalam penelitian tentang pengaruh Pengetahuan, Sikap Dan

Tindakan Ibu Terhadap Kejadian Ispa Pada Bayi Dan Anak Balita : Studi

Di Puskesmas Pakel, Kabupaten Tulungagung Propiusi Jaws Timur Tabun

2006 Hasil dari penelitian menunjukkan pengaruh yang signifikan

didapatkan pada variabel kejadian ISPA Non Pneumonia dengan

pengetahuan ibu (OR=0,3, 950/oCI: 0,11<0,83) yang artinya balita dengan

ibu yang mempunyai pengetahuan tentang ISPA yang rendah akan

mempunyai risiko 0,3 kali lebih besar terkena ISPA Non Pneumonia

dibandingkan dengan balita dengan ibu yang mempunyai pengetahuan

tentang ISPA yang tinggi (Ayu, 2006).

Dari seluruh penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa dari hasil

pengukuran pengetahuan ibu tentang ISPA menunjukkan masih ada ibu

balita yang mengalami kasus ISPA kurang mengetahui tentang penyakit

ISPA.

Page 31: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

4. Sirkulasi Udara

Rumah yang baik tidak hanya dilihat dari faktor arsitektur, tapi

juga dari faktor kesehatan. Salah satu faktor penting dari sebuah rumah

yang berhubungan dengan kesehatan adalah sirkulasi udara. Kalau udara

bisa ke luar dan masuk dengan lancar, kesehatan penghuni rumah pun

akan baik.

Sirkulasi udara dari sebuah rumah bisa lewat jendela, pintu dan

ventilasi. Jendela pada bangunan selain memiliki fungsi tempat masuk

cahaya dan aksesoris rumah, sudah pasti berfungsi sebagai tempat sirkulasi

udara. Demikian juga pintu, selain memiliki fungsi tempat ke luar masuk

penghuni rumah, juga sebagai tempat sirkulasi udara.

Persoalannya, jendela, pintu dan ventilasi sebagai tempat ke luar

dan masuk udara, tak tertutup kemungkinan yang ikut masuk adalah

nyamuk dan serangga pembawa penyakit lainnya. Hal ini menjadi

dilematis ketika penghuni rumah membutuhkan sirkulasi udara ke dalam

ruangan, dalam waktu bersamaan serangga datang mengganggu (Anwar,

2008).

5. Kepadatana Hunian

Menurut Asrul Azwar (1989), rumah tangga bagi manusia untuk

memenuhi kebutuhan sehari-hari mempunyai arti sangat penting :

a. Sebagai tempat untuk melepaskan lelah, beristirahat setelah

melaksanakan kewajiban sehar-hari.

Page 32: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

b. Sebagai tempat untuk bergaul dengan keluarga atau membina rasa

kekeluargaan bagi segenap anggota keluarga yang ada.

c. Sebagai tempat untukberlindung diri dari berbagai bahaya yang datang

mengancam.

d. Sebagai lambang status social yang dimiliki yang dirasakan sampai

saat ini.

e. Sebagai tempat untuk meletakkan atau menyimpan barang-barang

berharga yang dimiliki terutama hal ini masih ditemui pada masyarakat

pedesaan.

Kepadatan penghuni merupakan kedaan dimana kondisi antara

jumlah penghuni dengan luas seluruh rumah tidak seimbang dengan

jumlah penghuni atau melebihi kapasitas maka akan berdampak negative

pada kesehatan. Bila rumah terlalu sempit dengan jumhlah penghuni yang

tidak berbanding maka penularan bibit penyakit dari manusia ke manusia

lainnya mudah terjadi misalnya penyait Tuberkulosis atau penyakit saluran

pernafsan lainnya (Entjang, 2001).

Adapun ketentuan perbandingan kebutuhan kamar dengan junlah

penghuni (orang) adalah sebagai berikut :

Tabel 2. Perbandingan Kebutuhan Kamar dan Jumlah Penghuni (Orang)

Jumlah Kamar Jumlah Penghuni

Satu 2

Dua 3

Tiga 5

Empat 8

Lima keatas 10

Sumber ; BPS, 1995 dalam Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti SarosoJakarta [RSPI], 2009

Page 33: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

Ukuran minimal suatu rumah sederhana untuk 4 orang penghuni

(ayah, ibu, dan 2 anak) dengan komposisi ruang 2 kamar tidur, 1 ruang

makan, dapur dan serambi kerja membutuhkan ukuran minimal 40 m²

dengan ukuran rata-rata luas lantai perkapita 10 m².

WHO mengemukakan, kontak serumah di lingkungan social dan

tempat kerja memiliki resiko terbatas, kondisi perumhan yang terlalu padat

dan ventilasi yang tidak baik sering membawa infeksi TB menular lebih

dari ½ anggota keluarga, (Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti

Saroso Jakarta [RSPI], 2009).

6. Imunisasi

Kata imun berasal dari bahasa Latin immunitas yang berarti

pembebasan (kekebalan) yang diberikan kepada para senator Romawi

selama masa jabatan mereka terhadap kewajiban sebagai warganegara

biasa dan terhadap dakwaan. Dalam sejarah, istilah ini kemudian

berkembang sehingga pengertiannya berubah menjadi perlindungan

terhadap penyakit, dan lebih spesifik lagi, terhadap penyakit menular.

Sistem imun adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri dari sel-sel serta

produk zat-zat yang dihasilkannya, yang bekerja sama secara kolektif dan

terkoordinir untuk melawan benda asing seperti kuman-kuman penyakit

atau racunnya, yang masuk ke dalam tubuh (RSPI Prof. Dr. Sulianti

Saroso Jakarta, 2009).

Page 34: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

Kuman disebut antigen. Pada saat pertama kali antigen masuk ke

dalam tubuh, maka sebagai reaksinya tubuh akan membuat zat anti yang

disebut dengan antibodi. Pada umumnya, reaksi pertama tubuh untuk

membentuk antibodi tidak terlalu kuat, karena tubuh belum mempunyai

pengalaman. Tetapi pada reaksi yang ke-2, ke-3 dan seterusnya, tubuh

sudah mempunyai memori untuk mengenali antigen tersebut sehingga

pembentukan antibodi terjadi dalam waktu yang lebih cepat dan dalam

jumlah yang lebih banyak. Itulah sebabnya, pada beberapa jenis penyakit

yang dianggap berbahaya, dilakukan tindakan imunisasi atau vaksinasi.

Hal ini dimaksudkan sebagai tindakan pencegahan agar tubuh tidak

terjangkit penyakit tersebut, atau seandainya terkena pun, tidak akan

menimbulkan akibat yang fatal (RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso Jakarta,

2009).

Imunisasi ada dua macam, yaitu imunisasi aktif dan pasif.

Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah

dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan untuk merangsang tubuh

memproduksi antibodi sendiri. Contohnya adalah imunisasi polio atau

campak. Sedangkan imunisasi pasif adalah penyuntikan sejumlah antibodi,

sehingga kadar antibodi dalam tubuh meningkat. Contohnya adalah

penyuntikan ATS (Anti Tetanus Serum) pada orang yang mengalami luka

kecelakaan. Contoh lain adalah yang terdapat pada bayi yang baru lahir

dimana bayi tersebut menerima berbagai jenis antibodi dari ibunya melalui

darah placenta selama masa kandungan, misalnya antibodi terhadap

campak (RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso Jakarta, 2009).

Page 35: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

Salah satu penelitian tentang Pengaruh status imunisasi DPT,

BBLR, paparan asap rokok, dan tingkat pengetahuan ibu terhadap kejadian

ispa non pneumonia pada balita menunjukkan tidak adanya pengaruh

status imunisasi DPT (OR=3,1, 95%CI: 0,27<81,71) terhadap kejadian

ISPA Non Pneumonia pada balita (Setiyorini, 2008).

Page 36: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

B. Kerangka Konsep.

Berdasarkan dari uaraian yang dikemukakan pada Bab. I. Latar Belakang dan

Bab. II. Landasasan Teori penelitian, maka dikembangkanlah kerangka

konsep penelitian sebagai berikut ;

Skema Kerangka Konsep Penelitian

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Ispa

Variabel Independen Variabel Dependen

Keterangan :

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

Kejadian ISPA berulang

Berulang pada Balita

Status Gizi Balita

Pengetahuan Ibu

Perilaku Hidup BersihSehat

Sirkulasi Udara

Kepadatana Hunian

Imunsasi

Page 37: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

B. H i p o t e s i s

Dari seluruh penjelasan diatas maka disusunlah suatua Hipotesis yaitu ;

1. Ada hubungan antara perilaku

hidup bersih sehat dengan kejadian ISPA berulang pada Balita.

2. Ada hubungan antara status gizi

dengan kejadian ISPA berulang pada Balita.

3. Ada hubungan antara

pengetahuan ibu berhubungan dengan kejadian ISPA berulang pada Balita.

Page 38: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian cross sectional yaitu

mengungkapkan hubungan antara variabel independen : Perilaku Hidup Bersih

Sehat, Jaminan Akses Layanan Kesehatan, Status Gizi Balita, Pengetahuan

Ibu dengan variabel dependen : Kejadian ISPA pada Balita, (Nursalam &

Pariani, 2008).

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Adapun tinjauan umum tempat penelitian yang akan dilakukan adalah di

Puskesmas Salotungo Kecamatan Lalabata Kabupaten Soppeng dengan

luas wilayah 67 Km persegi yang terdiri dari daratan dan perbukitan.

2. Waktu Penelitian

Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan November 2009.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitain adalah setiap subyek ( misalnya manusia;

pasien) yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan ( Nursalam, 2008).

Sedangkan menurut Notoatmojo mengatakan populasi adalah keseluruhan

objek penelitian/objek yang diteliti tersebut ( Notoatmodjo, 2002).

Page 39: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Balita yang terdaftar

diwilayah kerja Puskesmas Salotungo Kec. Lalabata Kab. Soppeng dan

mengalami kasus ISPA Balita (39 – 59 bln) dengan jumlah populasi

sebanyak sebanyak 75 kunjungan kasus .

2. Sampel

Notoatmojo, 2005 mengatakan sampel adalah sebagian dari keseluruhan

objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi ( Notoatmodjo,

2005). Sedangkan menurut Nursalam, 2008. Sampling adalah suatu proses

dalam menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili populasi.

(Nursalam, 2008).

Besarnya sampel dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan rumus

sebagai berikut :

Rumus :

Keterangan :

N : Jumlah Populasi

n : Jumlah Sampel

Z : Standar deviasi normal untuk α = 0.05 (1.96)

d : Tingkat ketelitian (0,05)

Q : 1 - P

P : Perkiraan proporsi, jika tidak diketahui dianggap 50%

Dimana diketahui :

N = 75 Balita

Page 40: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

Maka besarnya sampel adalah ;

Jadi jumlah sampel adalah 63 Balita ISPA

3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

a. Kriteria Inklusi

1). Keluarga bersedia untuk diteliti

2). Keluarga yang memiliki balita dengan usia 36 – 59 bulan.

3). Keluarga dengan salah satu anggota keluarga menderita ISPA pada

Balita dengan gejala ; batuk, serak (anak bersuara parau), pilek,

panas atau demam, suhu badan lebih dari 37 º C, Pernapasan lebih

dari 40 kali/menit pada anak usia 36 – 59 bulan

4). Keluarga yang salah satu anggota keluarganya pernah menderita

ISPA sebelumnya pada Balita dalam waktu 1 bulan atau paling

tidak pernah mengalami 1 - 2 kali priode ISPA dalam waktu satu

bulan.

b. Kriteria Eksklusi

1). Keluarga tidak bersedia untuk diteliti

2). Keluarga yang memiliki balita dengan usia < 35 bulan

Page 41: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

3). Keluarga yang memiliki balita dengan kasus tidak ISPA

4). Keluarga yang memiliki balita namun baru pertama kali menderita

ISPA

D. Alur Peneltian

Persetujuan Judul Oleh Pembimbing I dan II

Izin Pengambilan Data Awal

Penetapan Sampel (Kriteria Inklusi)

Sampel

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kejadian ISPA

Variabel

Perilaku Hidup Bersih Sehat, Status Gizi Balita, Pengetahuan Ibu.

Pengisian Kuesioner

Pengolahan dan Analisa Data

Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan

Page 42: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

E. Variabel Penelitian

1. Identifikasi Variabel

Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda

terhadap sesuatu (benda,manusia, dll). Variabel juga merupakan ciri yang

dimiliki oleh kelompok tersebut ( Nursalam,2008 ).

a. Variabel Independen

Variabel independen adalah variabel yang nilainya menentukan

variabel lain (Nursalam, 2008). Variabel independen dalam penelitian

ini adalah perilaku hidup bersih sehat, status gizi dan pengetahuan ibu.

b. Variabel Dependen

Variabel dependen adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh

variabel lain (Nursalam, 2008). Variabel dalam penelitaian ini adalah

kejadian ISPA pada Balita usia 36 – 59 bulan di Puskesmas Salotungo

Kec. Lalabata Kab. Soppeng.

2. Defenisi Operasional dan Kriteria Obyektif

Definisi Operasional adalah definisi berdasarkan karakteistik yang

diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut (Nursalam, 2008)

Defenisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :

a. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Berulang

Definisi Operasional :

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) berulang adalah infeksi pada

saluran pernafasan ; mulai dari rongga hidung sampai alveoli beserta

organ adneksanya (sinus, rongga telinga dan pleura) yang ditandai

Page 43: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

dengan batuk, serak (anak bersuara parau), pilek, panas atau demam,

suhu badan lebih dari 37 º C, sesak nafas yang pernah dialami

sebelumnya pada Balita dalam waktu 1 bulan atau paling tidak pernah

mengalami 1 - 2 kali priode ISPA dalam waktu satu bulan.

b. Anak Balita

Anak Balita yang akan diteliti adalah anak yang berumur antara 36

bulan sampai 59 bulan pada saat penelitian dilakukan yang menderita

ISPA berulang dan tidak menderita ISPA.

c. Perilaku Hidup Bersih Sehat

Defenisi Operasional :

Rumah tangga yang melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat

dengan dengan indikator PHBS dengan 10 kriteria, antaralain :

1). Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan

2). Memberi bayi ASI ekslusif

3). Menimbang dan Imunisasi bayi/balita

4). Menggunakan air bersih

5). Memberantas jentik di rumah

6). Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun

7). Melakukan aktivitas fisik

8). Makan buah dan sayur setiap hari

9). Tidak merokok di dalam rumah

10). Menggunakan jamban sehat

Page 44: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

Kriteria Objektif :

Rumah Tangga Sehat : apabila 1 – 7 option indikator PHBS diatas

dimiliki oleh sebuah rumah tangga.

Rumah Tangga Tidak sehat : apabila < 7 option indikator PHBS diatas

dimiliki oleh sebuah rumah tangga.

d. Status Gizi Balita

Defenisi Operasional :

Status gizi balita yang diukur berdasarkan berat badan dan umur

Balita.

Defenisi Objektif :

Sesuai dengan KEPMEN KES RI, No.920/MENKES/SK/VIII/2002, 1

Agustus 2002 memberi rujukan penilaian status gizi anak perempuan

dan laki-laki usia 0 – 59 bulan menurut berat badan dan umur (BB/U) ;

Tabel 3 Baku Rujukan Penilaian Status Gizi Anak Perempuan Dan AnakLaki-Laki Usia 36 – 59 Bulan Menurut Berat Badan Dan Umur (BB/U)

Anak Perempuan Anak Laki-laki

UmurGizi

BurukGizi

Kurang Gizi BaikGizi

Lebih UmurGizi

BurukGizi

Kurang Gizi BaikGizi

Lebih

(Bln) (Kg) (Kg) (Kg) (Kg) (Bln) (Kg) (Kg) (Kg) (Kg)

36 9,6 9,7 - 11,1 11,2 - 17,9 18,0 36 9,7 9,8 - 11,3 11,4 - 18,2 18,3

37 9,7 9,8 - 11,2 11,3 - 18,2 18,3 37 9,8 9,9 - 11,4 11,5 - 18,4 18,5

38 9,8 9,9 - 11,3 11,4 - 18,4 18,5 38 9,9 10,0 - 11,6 11,7 - 18,6 18,7

39 9,9 10,0 - 11,4 11,5 - 18,6 18,7 39 10,0 10,1 - 11,7 11,8 - 18,8 18,9

40 10,0 10,1 - 11,5 11,6 - 18,9 19,0 40 10,1 10,2 - 11,8 11,9 - 19,0 19,1

41 10,1 10,2 - 11,7 11,8 - 19,1 19,2 41 10,2 10,3 - 11,9 12,0 - 19,2 19,3

42 10,2 10,3 - 11,8 11,9 - 19,3 19,4 42 10,3 10,4 - 12,0 12,1 - 19,4 19,5

43 10,3 10,4 - 11,9 12,0 - 19,5 19,6 43 10,4 10,5 - 12,2 12,3 - 19,6 19,7

44 10,4 10,5 - 12,0 12,1 - 19,7 19,8 44 10,5 10,6 - 12,3 12,4 - 19,8 19,9

45 10,5 10,6 - 12,1 12,2 - 20,0 20,1 45 10,6 10,7 - 12,4 12,5 - 20,0 20,1

46 10,6 10,7 - 12,2 12,3 - 20,2 20,3 46 10,7 10,8 - 12,5 12,6 - 20,3 20,4

47 10,7 10,8 -12,4 12,5 - 20,4 20,5 47 10,8 10,9 - 12,7 12,8 - 20,5 20,6

48 10,8 10,9 - 12,5 12,6 - 20,6 20,7 48 10,9 11,0 - 12,8 12,9 - 20,7 20,8

Page 45: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

49 10,8 10,9 -12,6 12,7 - 20,8 20,9 49 11,0 11,1 - 12,9 13,0 - 20,9 21,0

50 10,9 11,0 - 12,7 12,8 -21,0 21,1 50 11,1 11,2 - 13,0 13,1 - 21,1 21,2

51 11,0 11,1 - 12,8 12,9 - 21,2 21,3 51 11,2 11,3 - 13,2 13,3 - 21,3 21,4

52 11,1 11,2 - 12,9 13,0 - 21,4 21,5 52 11,3 11,4 - 13,3 13,4 - 21,6 21,7

53 11,2 11,3 - 13,0 13,1 - 21,6 21,7 53 11,4 11,5 - 13,4 13,5 - 21,8 21,9

54 11,3 11,4 - 13,1 13,2 - 21,8 21,9 54 11,5 11,6 - 13,6 13,7 - 22,0 22,1

55 11,4 11,5 - 13,2 13,3 - 22,1 22,2 55 11,7 11,8 - 13,7 13,8 - 22,2 22,3

56 11,4 11,2 - 13,3 13,4 - 22,3 22,4 56 11,8 11,9 - 13,8 13,9 - 22,5 22,6

57 11,5 11,6 - 13,4 13,5 - 22,5 22,6 57 11,9 12,0 - 14,0 14,1 - 22,7 22,8

58 11,6 11,7 - 13,5 13,6 - 22,7 22,8 58 12,0 12,1 - 14,1 14,2 - 22,9 23,0

59 11,7 11,8 - 13,6 13,7 - 22,9 23,0 59 12,1 12,2 - 14,2 14,3 - 23,2 23,3

e. Jaminan Akses Layanan Kesehatan

Defenisi Operasional :

Suatu upaya atau tindakan pemeliharaan kesehatan yang dilakukan

oleh responden dengan menggunakan sistem jaminan/asuransi

kesehatan yang preminya dibayar oleh pemerintah

Defenisi Objekti :

Berobat dengan Asuransi/JPK : Bila pasien tersebut

menggunakan klaim

asuransi/jaminan pelayanan

kesehatan untuk berobat.

Berobat dengan Non Asuransi/JPK : Bila pasien tersebut tidak

menggunakan klaim

asuransi/jaminan pelayanan

kesehatan untuk berobat.

Page 46: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

f. Pengetahuan Ibu

Defenisi Operasional :

Kemampuan seorang responden orang tua Balita untuk menilai dan

mengambil keputusan jika seorang anaknya mengalami ISPA untuk

membawanya berobat di Puskesmas.

Defenisi Objetik :

Baik : skor 7 – 10

(Jika menjawab dengan benar 7 – 10 soal wawancara)

Cukup : skor 5 – 6

(Jika menjawab dengan benar 5 – 6 soal wawancara)

Kurang : skor < 4

(Jika menjawab dengan benar < 4 soal wawancara)

Keterangan :

Jawaban Benar : bobot nilai = 1

Jawaban Salah : bobot nilai = 0

F. Pegolahan dan Analisa Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan computer program SPSS

versi 16.0 dan selanjutnya disajikan dalam bentuk table distribusi disertai

penjelasan dan table analisa hubungan antara variable yang diteliti.

Analisa data dilakukan secara :

1. Univariat, yaitu untuk mengetahui distribusi kejadian penyakit ISPA serta

variable yang berhubungan dengan kejadian ISPA.

Page 47: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

2. Bivariat, yaitu untuk mengetahui factor-faktor yang berhubungan dengan

kejadian ISPA untuk menguji hipotesis penelitian digunakan uji Chi

Square (X²) dengan rumus :

Keterangan :

∑ : Jumlah sampel yang diteliti

0 : Nilai observasional

E : Nilai expeated (harapan)

Dengan tingkat kemaknaan : 0,05

Bermakna jika nilai P value : < 0,05

Interprestasi : H0 ditolak apabila nilai P > 0,05

3. Multivariat, yaitu analisis yang digunakan untuk melihat variable yang

paling berpengaruh (dominan) dengan kejadian ISPA. Analisa yang

digunakan adalah logistic regresi

.G. Masalah Etika

1. Persetujuan

Responden ditetapkan setelah terlebih dahulu mendapatkan penjelasan

tentang kegiatan penelitian, tujuan dan dampak bagi mahasiswa, serta

setelah responden menyatakan setuju untuk dijadikan responden secara

tertulis melalui Informed Concern. Calon responden yang tidak

menyetujui untuk dijadikan responden tidak akan dipaksa.

Page 48: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

2. Anomanitas (tanpa nama)

Seluruh responden yang dijadikan dalam sampel penelitian tidak akan

disebutkan namanya baik dalam kuesioner maupun dalam penyajian

pelaporan penelitian melainkan dalam bentuk inisial.

3. Kerahasiaan

Kerahasian informasi responden yang dijadikan sampel dalam penelitian

akan dijamin oleh peneliti dan hanya informasi tertentu saja yang

ditampilkan.

4. Alat Ukur

Alat ukur data dirancang oleh peneliti sendiri tanpa melakukan uji coba

sehingga hasil yang didapat mungkin kurang valid, oleh karena itu

validitas dan reabilitasnya masih perlu diuji coba.

5. Peneliti

Penelitian ini dilakukan oleh peneliti pemula sehingga pembaca atau

pemerhati tentang penyakit ISPA akan masih sulit untuk menerima hasil

penelitian ini.

6. Value

Meskipun penelitian ini dilakukan oleh peneliti pemula namun segala isi

dan pengolahan data yang dituangkan dalam penelitian ini dilakukan usaha

seoptimal mungkin agar memberikan hasil yang valid.

Page 49: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Salotungo Kecamatan

Lalabata Kabupaten Soppeng. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 23

November sampai dengan 23 Desember 2009. Banyaknya responden yang

terpilih sebagai sampel adalah 45 anak balita dengan distribusi sebagai

berikut:

1. Karakteristik Responden Orang Tua Balita

Adapun distribusi responden menurut karakteristik orang tua Balita

dengan kelompok umur pada tabel 4 menunjukan bahwa responden

terbanyak pada kelompok umur 32 – 41 dengan jumlah 16 orang (53.3%)

dan terdapat kelompok umur terendah yaitu kelompok umur < 21 dimana

memiliki jumlah sebaran 2 orang (6.7%).

Pada kelompok jenis kelamin menunjukan bahwa jumlah

responden dengan jenis kelamin perempuan dengan jumah 21 orang (70%)

lebih besar dibandingkan dengan responden dengan jenis kelamin laki-laki

dengan jumlah 9 orang (30%).

Sedang pada data responden menurut kelompok pendidikan orang

tua Balita menunjukan bahwa tingkat pendidikan responden terbanyak

pada tingkat D.III/Perguruan Tinggi sebanyak 17 orang (56,7%) dan

terendah pada tingkat SD sebanyak 1 orang (3.3%).

Page 50: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

Dan pada data menurut kelompok kerja menunjukan bahwa

responden terbanyak adalah ibu rumah tangga sebanyak 18 orang

(60%) dan yang paling sedikit adalah pegawai swasta sebanyak 1 orang

(3,3%).

Tabel 4Distribusi Karakteristik Responden Orang Tua Balita di Puskesmas Salotungo

Kecamatan Lalabata Kab. Soppeng 2009

Variabel n % Total

Umur :

<= 21 2 6.7 2

22 – 31 8 26.7 8

32 – 41 16 53.3 16

42 – 51 4 13.3 4

Total 30 100.0 30

Variabel n % Total

Jenis Kelamin :

Laki-laki 9 30.0 9

Perempuan 21 70.0 21

Total 30 100.0 30

Variabel n % Total

Pendidikan :

SD 1 3.3 1

SMP 5 16.7 5

SMU 7 23.3 7

D.III / Perguruan Tinggi 17 56.7 17

Total 30 100.0 30

Variabel n % Total

Pekerjaan :

PNS 4 13.3 4

Pegawai Swasta 1 3.3 1

Wiraswasta 7 23.3 7

Lainnya 18 60.0 18

Total 30 100.0 30

Sumber : Data Primer, Desember 2009

Page 51: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

2. Karakteristik Balita

Pada table 5 distribusi sampel Balita dengan kelompok umur

menunjukan bahwa kelompok umur sampel terbanyak pada umur 36 – 47

bulan dengan jumlah 15 Balita (50%) dan terendah pada kelompok umur

60 bulan dengan jumlah 1 Balita (3,3%).

Dan distribusi data Balita menurut kelompok jenis kelamin

menunjukan bahwa persentase jenis kelarnin laki-laki lebih tinggi yaitu 16

anak balita (53,3%) dibanding perempuan dengan jumlah 14 (46,7%)

Balita.

Tabel 5Distribusi Sampel Balita di Puskesmas Salotungo Kecamatan Lalabata

Kab. Soppeng 2009

Variabel n % Total

Umur

36 – 47 15 50.0 15

48 – 59 14 46.7 14

= 60 1 3.3 1

Total 30 100.0 30

Variabel n % Total

Jenis Kelamin

Laki-laki 16 53.3 16

Perempuan 14 46.7 14

Total 30 100.0 30

Sumber : Data Primer, Desember 2009

3. Analisa Univariat

Tabel 4 menunjukan persentase kejadian ISPA berulang bahwa

ISPA berulang dan ISPA tidak berulang memiliki distribusi masing-

masing 15 Balita dengan persentase 50%.

Page 52: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

Pada kelompok variabel PHBS menunjukan bahwa terdapat rumah

tangga sehat dengan jumlah 19 (63.3%) dan rumah tangga tidak sehat

dengan jumlah 11 (36.7%).

Pada distribusi akses jaminan layanan kesehatan masyarakat

menunjukan bahwa semua responden memanfaatkan akses tersebut

dengan jumlah 30 (100%).

Sedang pada distribusi status gizi menunjukan bahwa terdapat

kelompok distribusi dengan gizi buruk dengan jumlah 27 (90%) lebih

besar dibanding dengan status gizi baik dengan jumlah 3 (10%).

Dan pada data distibusi pengetahuan tentang kejadian ISPA

menunjukkan bahawa terdapat pengetahuan ibu tentang ISPA yang baik

sebesar 17 orang (56.7%), pengetahuan kurang 8 orang (26.7%) dan

terkecil dengan pengetahuan cukup 5 orang (16.7%).

Tabel 6Distribusi Variabel Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Pada

Balita Usia 36 – 59 Bulan di Puskesmas SalotungoKecamatan Lalabata Kab. Soppeng 2009

Variabel n % Total

Kejadian ISPA

ISPA Berulang 15 50.0 15

ISPA Tidak Berulang 15 50.0 15

Total 30 100.0 30

Variabel n % Total

PHBS

Sehat 19 63.3 19

Tidak Sehat 11 36.7 11

Total 30 100.0 30

Variabel N % Total

Status Gizi

Gizi Baik 3 10.0 3

Gizi Buruk 27 90.0 27

Page 53: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

Variabel n % Total

Kejadian ISPA

ISPA Berulang 15 50.0 15

ISPA Tidak Berulang 15 50.0 15

Total 30 100.0 30

Variabel n % Total

Pengetahuan Ortu

Baik 17 56.7 17

Cukup 5 16.7 5

Kurang 8 26.7 8

Total 30 100.0 30

Sumber : Data Primer, Desember 2009

4. Analisa bivariat

a. Hubungan Perilaku Hidup Bersih Sehat dengan kejadian ISPA

Berulang

Tabel 7Hubungan Perilaku Hidup Bersih Sehat dengan kejadian ISPA di Puskesmas

Salotungo Kab. Soppeng Tahun 2009

Variabel Kejadian ISPA

PerilakuHidup Bersih

Sehat

ISPA BerulangISPA Tidak

BerulangTotal

P

n % n % n %

Sehat 5 33.3% 14 93.3% 19 63.3%

0.001Tidak Sehat 10 66.7% 1 6.7% 11 36.7%

Total 15 100% 15 100% 30 100%

Sumber : Data Primer, Desember 2009

Tabel 7 menunjukkan bahwa kejadian ISPA pada rumah

tangga tidak sehat terdapat responden 10 (66.7%) lebih besar

dibandingkan dengan rumah tangga sehat dengan jumlah responden 5

Page 54: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

(33,3%). Sedangkan pada kasus ISPA tidak berulang terdapat rumah tangga

sehat dengan jumlah responden 14 (93.3%) lebih besar dibandingkan rumah

tangga tidak sehat dengan jumlah 1 (6.7%) responden.

Hasil uji statistik dengan menggunakan SPSS versi 16,0 diperoleh

nilai p = 0,001. Karena nilai p < 0,05 maka Ho tidak ditolak.

Artinya ada hubungan antara perilaku rhidup bersih sehat dengan

kejadian ISPA pada Balita Berulang.

b. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian ISPA Berulang

Tabel 8Hubungan Status Gizi dengan kejadian ISPA di Puskesmas Salotungo

Kab. Soppeng Tahun 2009

Variabel Kejadian ISPA

Status GiziISPA Berulang

ISPA TidakBerulang

TotalP

n % n % n %

Gizi Baik 2 13.3% 1 6.7% 3 10.0%

1.000Gizi Buruk 13 86.7% 14 93.3% 27 90.0%

Total 15 100.0% 15 100.0% 30 100.0%

Sumber : Data Primer, Desember 2009

Tabel 8 menunjukkan bahwa pada kasus kejadian ISPA

berulang terdapat status gizi baik 2 (13.3%) pada Balita lebih sedikit

dibanding dengan status gizi buruk 13 (86.7%) pada Balita.

Hasil uji statistik dengan menggunakan SPSS versi 16,0 diperoleh

nilai p = 1.00. Karena nilai p > 0,05 maka Ho ditolak.

Page 55: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

Artinya tidak ada hubungan antara status gizi dengan kejadian

ISPA berulang pada Balita.

c. Hubungan Pengetahuan Ibu tentang ISPA dengan kejadian ISPA

Berulang

Tabel 9Hubungan Pengetahuan Orang Tua tentang kejadian ISPA di Puskesmas

Salotungo Kab. Soppeng Tahun 2009

Variabel Kejadian ISPA

PengetahuanOrtu

ISPA BerulangISPA Tidak

BerulangTotal

P

n % n % N %

Baik 4 26.7% 13 86.7% 17 56.7%

0.009Cukup 4 26.7% 1 6.7% 5 16.7%

Kurang 7 46.7% 1 6.7% 8 26.7%

Total 15 100.0% 15 100.0% 30 100.0%

Sumber : Data Primer, Desember 2009

Pada tabel 9 menunjukkan bahwa pada tingkat pengetahuan

orang tua tentang ISPA dengan kategori baik terdapat 4 (26.7%) Balita

yang menderita ISPA baerulang lebih sedikit dibandingkan dengan

tingakat pengetahuan orang tua dengan kategori kurang yang

berjumlah 7 (46.7%) Balita yang menderita ISPA berulang. Sedang

pada kasus ISPA tidak berulang terdapat 13 (86.7%) Balita yang

menderita lebih besar dengan kategori baik pada pengetahuan orang

tua tentang ISPA dibanding pada tingkat pengetahuan orang tua

tentang ISPA dengan kategori kurang.

Hasil uji statistik dengan menggunakan SPSS versi 16.0 diperoleh

Page 56: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

nilai p = 0,009. Karena nilai p < 0,05 maka Ho tidak

ditolak. Artinya ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu

tentang ISPA dengan kejadian ISPABerulang pada Balita.

5. Ananlisa Multivariat

Untuk melihat variabel yang paling berpengaruh terhadap kejadian

ISPA maka dilakukan uji logistic regresi pada dua variabel yang

berpengaruh dalam penelitian ini yaitu variabel perilaku hidup berish sehat

dan pengetahuan orang tua.

Berdasarkan hasil analisa multivariat maka variabel yang paling

berpengaruh terhadap kejadian ISPA adalah perilaku hidup bersih sehat

dengan nilai P = 0.04.

B. Pembahasan

1. Perilaku Hidup Bersih Sehat

Hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan antara

perilaku hidup bersih sehat dengan kejadian ISPA berulang pada Balita

dimana diperoleh nilai p = 0,009.

Adanya hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat dengan

kejadian ISPA karena dalam penelitian ini menunjukkan bahwa rata – rata

responden dengan tingkat pendidikan tinggi terdapat 15 (50%) yang

memiliki rumah tangga yang sehat. Artinya bahwa pendidikan adalah

salah satu faktor yang berpengaruh pada seseorang untuk melakukan

perilaku hidup bersih sehat.

Page 57: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

Hal ini sesuai dengan kutipan Depkes RI, 2007 yang mengatakan

bahwa melalui pendidikan, pengetahuan berkontribusi terhadap perubahan

perilaku kesehatan. Pengetahuan yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan

merupakan salah satu faktor pencetus yang berperan dalam mempengaruhi

keputusan untuk berperilaku sehat.

Dan dalam penelitian Yamin et al, 2007 yang terkait masalah

perilaku hidup bersih sehat untuk mendukung terciptanya rumah tangga

yang sehat menyebutkan bahwa kebiasaan ibu dalam pencegahan primer

penyakit ISPA dengan menciptakan rumah tangga yang sehat setengahnya

responden (50,57%) memiliki kategori tidak baik.

2. Status Gizi

Dari hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan

antara status gizi dengan kejadian ISPA berulang pada Balita dengan nilai

P = 1.000.

Keadaan ini disebabkan bahwa dalam penelitian ini

menggambarkan karakteristik responden yang mempengaruhi status gizi

Balita adalah terdapatnya responden orang tua Balita dengan status

pendidikan tinggi yang mengalami gizi buruk pada Balitanya yang jauh

lebih besar 22 (73.3%) dibandingkan responden dengan status gizi

pendidikan tinggi yang mengalami gizi baik pada Balitanya 2 (6.7%). Hal

ini menandakan bahwa dengan tingkat pendidikan tinggi yang dimiliki

pada orang tua Balita tidak mempengaruhi pengetahuan orang tua Balita

Page 58: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

dalam pengambilan keputusan untuk pemenuhan gizi Balitanya yang bisa

mempengaruhi status kesehatannya saat ini.

Hal ini sesuai dalam sebuah dalam penelitian tentang hubungan

antara pengetahuan dan sikap ibu dengan upaya pencegahan ISPA pada

balita di puskesmas ngoresan Surakarta menunjukkan bahwa pada

subvariabel pemenuhan gizi Balita sebagian besar responden (59,77%)

memiliki kategori baik. Hal ini membuktikan bahwa belum sepenuhnya

masyarakat khususnya para ibu memenuhi kebutuhan gizi Balitanya

(Purnomo, 2008).

3. Pengetahuan Ibu tentang ISPA

Dari hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan antara

pengetahuan ibu dengan kejadian ISPA berulang pada Balita dengan nilai

P = 0.009.

Dalam penelitian ini menggambarkan bahwa responden dengan

kategori status pendidikan tinggi jauh lebih besar daripada responden

dengan status pendidikan rendah yang memiliki pengetahuan tentang

kejadian ISPA pada Balita yang baik, artinya bahwa dengan pendidikan

yang tinggi dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan orang tua terhadap

kejadian ISPA pada Balita.

Dengan tingginya tingkat pendidikan orang tua maka akan meningkat pula

pengetahuan orang tua tentang kejadian ISPA dimana dengan pengetahuan

tersebut berpengaruh terhadap sikap dan tindakannya dalam mengambil

keputusan untuk menyelesaikan masalah kejadian ISPA yang menimpa

Page 59: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

anaknya. Hal lain yang perlu diperhatikan juga bahwa tingginya

pengetahuan ibu tentang kejadian ISPA tidak terlepas dari pengalaman

pribadi atau orang lain yang di adopsinya agar seseorang berperilaku

positif dalam setiap pengambilan keputusan.

Penelitian ini didukung oleh penelitian lain yang terkait yaitu

Hubungan antara pengetahuan dan sikap orang tua dengan upaya

pencegahan kekambuhan ISPA pada anak di wilayah kerja puskesmas

purwantoro I juga menunjukkan : (1). Pengetahua orang tua tentang

Infeksi Saluran Pernapasan Akut Pada Anak di wilayah kerja Puskesmas

Purwantoro I menunjukkan bahwa sebagian besar responden dalam

penelitian ini mempunyai pengetahuan yang baik (Purnomo, 2008 ; Putro,

2008).

C. Keterbatasan Penelitian

Adapun keterbatasan dalam penelitian ini adalah

1. Kurangnya pendalaman pertanyaan terhadap karakteristik responden yang

bisa berpengaruh terhadap variabel indepen faktor yang berhubungan

dengan kejadian ISPA sehingga dalam pembahasan pada penelitian ini

tidak begitu mendetail.

2. Kemampuan peneliti yang masih sangat kurang dalam melakukan

penelitian yang dikarenakan masih dalam kategori peneliti pemula.

Page 60: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

3. Dalam membuat alat ukur (kuesioner) pada penelitian ini bahwasanya

walaupun telah dilakukan uji validitas namun juga masih jauh dari

sempurna

4. Dan melakukan uji serta interprestasi pada penelitian ini masih kurang

dalam melakukan atau menuangkan pembahasan yang lebih baik.

Page 61: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasrkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai

berikut :

1. Ada hubungan antara perilaku hidup bersih sehat dengan kejadian ISPA

berulang pada Balita

2. Tidak ada hubungan antara status gizi dengan kejadian ISPA berulang

pada Balita

3. Ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan kejadian ISPA berulang

pada Balita

B. SARAN

1. Dengan menerapkan pola perilaku hidup bersih dan sehat pada setiap

anggota keluarga akan menciptakan rumah tangga yang sehat yang pada

akhirnya akan meninggkat derajat kesehatan setiap anggota keluarga

2. Pengetahuan tentang ISPA sangat di pengaruhi oleh banyak hal, salah

satunya adalah pendidikan namun yang tidak kalah penting adalah adanya

pendidikan kesehatan karena dengan pendkes tersebut dapat

mensejajarkan tingkat pengetahuan masyarakat

5. Pendalaman pertanyaan terhadap karakteristik responden yang bisa

berpengaruh terhadap variabel indepen faktor yang berhubungan dengan

Page 62: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

kejadian ISPA oleh peneliti selanjutnya kiranya dapat dilakukan dan lebih

baik.

4. Dalam melakukan uji serta interprestasi pada penelitian berikutnya dapat

dalam melakukan atau menuangkan pembahasan yang lebih baik.

5. Puskesmas ; Sebagai bahan informasi dan masukan bagi Dinas Kesehatan

Kabupaten Soppeng khususnya Puskesmas Salotungo dalam usaha

peningkatan kesehatan lingkungan

6. Pembaca ; sebagai media untuk menambah wawasan dan referensi/kajian

dalam mengungkap kasus kejadian ISPA pada balita

Page 63: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, 2008. Membuka Sirkulasi Udara Tanpa Nyamuk. (Online).(http://wartamedika.com/id/Knowledge/Knowledge_Detail.page?kid=2790). diakses 6 Oktober 2009

Ayu. IK, 2006. Pengaruh Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Ibu TerhadapKejadian Ispa Pada Bayi Dan Anak Balita : Studi Di Puskesmas Pakel,Kabupaten Tulungagung Propiusi Jaws Timur Tabun 2006. (Online).(http://www.adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl-s1-2006-ayuirakusu-2327&PHPSESSID=068ef00626d3e335b59998cc35e21ce4).diakses 6 November 2009

Badan Perencanaan dan Pembanguanan Nasasional, 2006. BAB 27 PeingkatanAkses Masyarakat Terhadap Layanan Kesehatan Yang Lebih Berkualitas,(Online), (http://www.bappenas.go.id/get-file-server/node/5534/), diakses6 Juli 2008.

Anggraini. SD, 2008. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu TentangMakanan Bergizi Dengan Status Gizi Balita Usia 1-3 Tahun Di DesaLencoh Wilayah Kerja Puskesma Selo Boyolali. Fakultas Ilmu KesehatanUniversitas Muhammadiyah Surakarta 2008. (Online),(http://etd.eprints.ums.ac.id/1884/1/J210040033.pdf). diakses 11 Juli 2009.

Depatemen Kesehatan Republik Indonesia, 2005. Klasifikasi Status Gizi AnakBawah Lima Tahun (BALITA) . KEPMEN KES RI,No.920/MENKES/SK/VIII/2002. Jakarta : Direktorat Jendral BinaKesehatan Masyarakat.

Depatemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007. Profil Kesehatan Indonesia.Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan, 2006. Pedoman PengembanganKabupaten/Kota Percontohan Program Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat(PHBS). (Online). (http://dinkes-sulsel.go.id/pdf/Perilaku_hidup_bersih_&_sehat.pdf). diakses 26 Oktober2009

Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan, 2008. Profil Kesehatan Sulawesi SelatanTahun 2007). Makassar : Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan.

Page 64: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

Nursalam, 2008 ; Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian IlmuKeperawatan. Pedoman Skripsi, Tesisis dan Instrumen Keperawatan,Jakarta : Salemba Medika.

Nursalam & Pariani, 2000. Metodologi Riset Keperawatan. Surabaya : PSIK FKUnair,.

Nadia. A, 2005. Perkembangan Balita Yang Ideal, Suatu Tinjauan Psikologis.(Online)..(http://www.kharisma.de/files/kegiatan/PERKEMBANGAN%20BALIT%20YANG%20IDEAL%20Suatu%20Tinjauan%20Psikologis.pdf). diakses 22 Oktober 2009

Purnomo. W, 2008. Hubungan Antara Pengetahuan Dan Sikap Ibu DenganUpaya Pencegahan Ispa Pada Balita Di Puskesmas Ngoresan Surakarta.(Online). (http://etd.eprints.ums.ac.id/2691). diakses 07 Oktober 2009.

Putro. DEP, 2008. Hubungan Antara Pengetahuan Dan Sikap Orang Tua DenganUpaya Pencegahan Kekambuhan Ispa Pada Anak Di Wilayah KerjaPuskesmas Purwantoro I. (Online). (http://etd.eprints.ums.ac.id/903/).diakses 7 Oktober 2009.

Puskesmas Salotungo, 2008. Profil Kesehatan Puskesmas Salotungo.Watansoppeng : Puskesmas Salotungo

Perhimpinan Rumah Sakit Seluruh Indonesia, 2002. Musim Kemarau, AnakRawan Terkena ISPA. (Online).(http://www.pdpersi.co.id/?show=detailnews&kode=862&tbl=kesling).Diakses 1 November 2009

Pos Keadlian Peduli Umat, 2008. Profil Program Perbaikan & PemeliharaanStatus Gizi Balita Melalui Pondok Gizi Ibu Sadar Gizi (PG BUDARZI),(Online), (http://www.pkpu.or.id/2009/profil_budarzi.pdf), diakses 10 Juli2009.

Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso Jakarta, 2009. I m m u n is a s i. (Online). (http://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=15).diakses 6 Oktober 2009

Rasmaliah, 2008. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) DanPenganggulangannya, (Online),(http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-rasmaliah9.pdf), diakses 5 Juli2009

Page 65: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

Setiyorini. D, 2008. Pengaruh Status Imunisasi Dpt, Bblr, Paparan Asap Rokok,Dan Tingkat Pengetahuan Ibu Terhadap Kejadian Ispa Non PneumoniaPada Balita. (Online). (http://www.adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl-s1-2009-setiyorini-9941&PHPSESSID=6c1784a347f723a344115bf159462dcf). diakses 6November 2009.

Warman, 2008. Hubungan Faktor Lingkungan, Sosial Ekonomi dan PengetahuanIbu dengan Kejadian Diare Akut Pada Balita di Kelurahan Pekan ArbaKecamatan Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir. (Online)(http://yayanakhyar.wordpress.com). diakses 11 Juli 2009

Warung Masyrakat Informasi Indonesia, 2009. Infekis Saluran Nafas Akut (ISPA),(Online),(http://www.warmasif.co.id/kesehatanonline/mod.php?mod=download&op=visit&lid=887), diakses 5 Juli 2009.

Yamin. A, Susanti. RD, Sulastri. W. 2007. Kebiasaan Ibu Dalam PencegahanPrimer Penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) Pada BalitaKeluarga Non Gakin Di Desa Nanjung Mekar Wilayah Kerja PuskesmasNanjung Mekar Kabupaten Bandung. (Online).(http://pustaka.unpad.ac.id/wp_content/uploads/2009/07/kebiasaan_ibu.pdf). diakses 13 Oktober 2009

Page 66: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

LEMBAR PERMINTAAN MENJADI RESPONDEN PADA PENELITIAN

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Nama saya Radhyalla, mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin. Saya akan melakukan penelitian dengan

judul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Ispa Berulang Pada

Balita Usia 36 – 59 Bulan Di Puskesmas Salotungo Watan Soppeng”. Hasil

penelitian ini akan bermanfaat bagi perkembangan ilmu keperawatan serta peran

perawat di masyarakat.

Untuk itu saya mohon partisipasi saudara untuk mengisi kuesioner atau daftar

pertanyaan yang telah saya persiapkan dengan sejujur – jujurnya. Semua data

yang dikumpulkan akan dirahasiakan dan tanpa nama. Data hanya disajikan

untuk penelitian dan pengembangan ilmu keperawatan dan tidak digunakan untuk

maksud – maksud yang lain.

Sebagai bukti kesediaan menjadi responden dalam penelitian ini, saya mohon

kesediaan saudara untuk menandatangani lembar persetujuan yang telah

disediakan.

Atas pertisipasi saudara dalam mengisi kuesioner ini sangat saya hargai dan

saya ucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Makassar, 21 November 2009

Hormat saya

Radhyallah

Page 67: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

SURAT PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN

PADA PENELITIAN

Saya yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bersedia untuk

berpartisipasi pada penelitian “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan

Kejadian Ispa Berulang Pada Balita Usia 36 – 59 Bulan Di Puskesmas

Salotungo Watan Soppeng” yang dilakukan oleh Radhyallah mahasiswa

Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Hasanuddin Makassar.

Atas dasar pemikiran bahwa penelitian ini dilakukan untuk pengembangan

ilmu keperawatan, maka saya memutuskan untuk berpartisipasi dalam

penelitian ini.

Tanda tangan di bawah ini menunjukkan bahwa saya telah di beri penjelasan

dan menyatakan bersedia menjadi responden.

Soppeng, … November 2009

Respon

Tanda tangan

Page 68: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

KUESIONER PENELITIAN

Nomor Kuesioner :

Tanggal wawancara :

I. Identitas Responden

1. Nama :

2. Umur :

3. Jenis Kelamin : 1). Laki-laki 2). Perempuan

4. Pendidikan :

a. Tidak Sekolah

b. SD

c. SMP

d. SMU/Sederajat

e. Akademik/PT

5. Pekerjaan KK :

a. Pegawai Negeri

b. Wiraswasta

c. Nelayan

d. Berdagang

e. Bertani

f. Pegawai swasta

g. Lain-lain

Page 69: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

II. Identitas Balita

1. Nama :

2. Umur : …… 1). Laki-laki 2). Perempuan

III.Kejadian ISPA

1. Berdasarkan hasil diagnose medis/puskesmas, anak ibu dinyatakan

menderita sakit ISPA ?

a. Ya b. Tidak

2. Apakah anak ibu pernah mengalami sakit demam, batuk, flue dan

sesak nafas sebelumnya dalam kurun waktu 1 bulan ini ?

a. Ya b. Tidak

IV. Status Gizi

1. Timbangan anak ibu dalam kategori ;

a. Gizi Buruk

b. Gizi Kurang

c. Gizi Baik

d. Gizi Lebih

Dengan berat badan : …….. Kg.

Page 70: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

V. Perilaku Hidup Bersih Sehat

N

OIndikato PHBS

Melaksanaka

n PHBS

Ya Tidak

1 Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan

a. Apakah persalinan ibu dibantu oleh bidan

kesehatan ?

b. Apakah persalinan ibu ditolong oleh dukun

terlatih ?

c. Apakah persalinan ibu ditolong oleh dukun

kampung ?

2 Memberi bayi ASI ekslusif (0-6 bln hanya diberi

ASI)

a. Apakah ibu memberi anaknya susu selain ASI

selama umurnya masih 6 bulan kebawah ?

b. Apakah Ibu memberi anaknya hanya ASI saja

selama umurnya masih 6 bulan ?

c. Apakah ibu memberi anaknya makanan saring

selama umurnya kurang dari 6 bulan ?

3 Menimbang dan Imunisasi bayi/balita

a. Apakah anak ibu telah di imunisasi lengkap ?

b. Apakah anak ibu rutin ditimbang di Puskesmas

atau di Posyandu ?

Page 71: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

c. Apakah penimbangan dan imunisasi anak ibu

dilakukan setiap bulannya ?

4 Menggunakan air bersih (ledeng atau air sumber)

a. Apakah di rumah ibu telah tersedia air PAM atau

air sumur

b. Apakah ibu dan keluarga menggunakan air

ledeng atau air sumur sebagai kebutuhan mandi,

mencuci dan memasak ?

c. Apakah ibu dan keluarga sering menggunakan

air sungai untuk mandi, mencuci dan memasak ?

5 Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun

a. Setelah bersih-bersih rumah, apakah ibu dan

keluarga selalu mencuci tangan dengan air bersih

dan sabun ?

b. Apakah sabun cuci tangan dan sabun mandi

dalam rumah tangga ibu terpisah(tidak campur

aduk) ?

c. Untuk mencuci tangan, apakah kebiasaan

keluarga ibu menggunakan air mengalir ?

6 Menggunakan jamban sehat (jamban keluarga)

a. Apakah ibu dan keluarga menyediakan jamban

keluarga ?

b. Apakah ibu dan keluarga menggunakan jamban

setiap kali buang air besar ?

Page 72: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

c. Apakah ibu dan keluarga sering menggunakan

sungai sebagai tempat untuk buang air besar ?

7 Memberantas jentik di rumah

a. Apakah penampungan air di rumah ibu sering di

cuci/dikuras ?

b. Apakah ibu sering mendapatkan serbuk abate

secara gratis dari Puskesmas ?

c. Apakah pembuangan sampah rumah tangga ibu

dilakukan di TPS ?

8 Makan buah dan sayur setiap hari

a. Apakah ibu dan keluarga setiap hari

mengkosumsi sayuran ?

b. Apakah ibu dan keluarga setiap hari

mengkosumsi buah-buahan ?

c. Apakah anggota keluarga senang makan sayur ?

9 Melakukan aktivitas fisik

a. Apakah ibu dan keluarga masing-masing

memiliki waktu luang khusus untuk olah raga ?

b. Apakah ibu dan keluarga sering melakukan

kegiatan fisik minimal seperti berkebun, jalan

pagi, naik turun tangga, cuci baju, dll

c. Apakah semua pekerjaan rumah dikerjakan oleh

pembantu rumah tangga ?

Page 73: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

10 Tidak merokok di dalam rumah

a. Apakah ada anggota keluarga yang merokok

dalam rumah ?

b. Apakah tersedia ruangan/tempat khusus bagi

anggota keluarga yang merokok ?

c. Apakah tersedia bak sampah tertutup untuk debu

dan puntung rokok ?

VI. Pengetahuan Ibu Tentang ISPA

1. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (demam yang disertai batuk dan

flue) adalah merupakan salah satu penyakit..?

a. Menular

b. Tidak menular

c. Keturunan

d. Tidak tahu

2. Penyakit batuk dan flue menular melalui ?

a. Kulit

b. Makanan

c. Udara

d. Tidak tahu

3. Setiap kali anak ibu mengalami demam, batuk dan sesak napas,

apakah ibu langsung membawanya untuk berobat di Puskesmas ?

a. Ya

b. Tidak

Page 74: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

c. Dibawa ke dukun

d. Dibiarkan

4. Apabila anak ibu telah dibawa berobat di Puskesmas akibat

demam, batuk dan sesak napas dan belum juga sembuh dalam

waktu 3 hari, maka tindakan ibu

a. Tetap kembali berobat di Puskesmas

b. Bawa ke dukun

c. Cari obat di warung

d. Dibiarkan

5. Penyebab flue, batuk, sesak nafas adalah

a. Debu dan asap rokok

b. Jarang mandi

c. Makanan

d. Tidak tahu

6. Batuk dan flue dapat digolongkan dalam kategori ;

a. Penyakit ringan

b. Penyakit berat

c. Penyakit infeksi saluran nafas

d. Tidak tahu

7. Demam, disertai batuk dan flue adalah penyakit menular yang

mudah menyerang

a. Balita

b. Remaja

Page 75: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

c. Orang dewasa

d. Orang tua

8. Anak Balita tahan terhadap penyakit influenza dipengaruhi oleh

a. Kekebalan tubuh

b. Jenis kelamin

c. Obat

d. Tidak tahu

9. Untuk mencegah terjadinya penyakit batuk, flue pada balita, maka

sebaiknya setiap rumah tangga memperhatikan ;

a. Kebersihan lingkungan

b. Persediaan obat di rumah

c. Makanan

d. Tidak tahu

10. Penanganan awal pada anak yang sakit ISPA dengan gejala

demam, batuk dan flue adalah

a. Membawanya berobat ke Puskesmas

b. Membelikan obat flue di warung

c. Diberi obat tradisional

d. Tidak tahu

Page 76: 1. Faktor2 b.d Kejdian ISPA by Radhyt

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

NAMA : RADHYALLAHNIM : C.121 08 531TTL : SOPPENG, 11 APRIL 1979AGAMA : ISLAMALAMAT : JL. PROF.DR.IR. SOETAMI

NO.9 KEL. BULUROKENGKEC. BIRINGKANAYAMAKASSAR

SUKU/BANGSA : BUGI/INDONESIA

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. SD Inpres Bulurokeng – Makassar Tahun 1994

2. SMP Negeri 9 Bulurokeng – Makassar Tahun 1995

3. SMU Muhammadiyah 06 – Makassar Tahun 1998

4. Akper Depkes Banta-Bantaeng – Makassar Tahun 2001

RIWAYAT PEKERJAAN

1. Tenaga honorer pada ruang Emergency Care di Rumah Sakit Ajjapange

Kab. Soppeng mulai September 2001 s/d Juni 2003

2. Tenaga Honorer di Puskesmas Pembantu Dinas Kesehatan Kab. Soppeng,

mulai Juli s/d Desember 2003

3. Tenaga kontrak di Bag. ICU Rumah Sakit Hikma – Makassar, mulai

Januari – Juni 2004

4. Tenaga honorer di Puskesmas Pembantu Dinas Kesehatan Kab. Paser –

KALTIM, mulai Agustus – Desember 2004

5. Pegawai Negeri Sipil di Puskesmas Pembantu Dinas Kesehatan Kab. Paser

– KALTIM, mulai Februari 2005 hingga saat ini.