1 - dpmptsp.kaltimprov.go.id · BAB V ANALISIS FINANSIAL ... Tabel 19 Analisis sensitivitas...

45
Prospek Menggiurkan Investasi Budidaya Kakao

Transcript of 1 - dpmptsp.kaltimprov.go.id · BAB V ANALISIS FINANSIAL ... Tabel 19 Analisis sensitivitas...

- 1 -

Prospek Menggiurkan

Investasi Budidaya Kakao

- 2 -

Prospek Menggiurkan

Investasi Budidaya Kakao

Salah satu prioritas pembangunan yang ditetapkan Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur dalam

mencapai Visi Daerah sebagai pusat perdagangan dan jasa yang terkemuka di Indonesia Timur dan Asia Pasifik

adalah pembangunan pertanian dalam arti luas. Kalimantan Timur dengan kekayaan sumberdaya dan

agroekologinya menyimpan potensi pengembangan komoditi pertanian seperti Kakao.

Dalam upaya untuk mendorong dunia usaha menanamkan investasinya di Kalimantan Timur, perlu

diberikan informasi yang jelas tentang prospektif pengembangan Kakao di Kalimantan Timur. Untuk

memperoleh gambaran yang komprehensif mengenai profil investasi Budidaya Kakao, Badan Promosi dan

Investasi Daerah (BPID) Kalimantan Timur bekerjasama dengan Center for Community Empowerment and

Economic (FORCE) melakukan studi penyusunan profil proyek investasi budidaya kakao. Saya menyambut

gembira atas tersusunnya laporan studi Pra FS Profil Proyek Komoditi Unggulan Daerah dengan judul: Prospek

Menggiurkan ; Investasi Budidaya Kakao, sebagai wujud realisasi dari kerjasama tersebut.

Kami berharap semoga buku ini dapat memberikan manfaat bagi dunia usaha dan pemerintah sebagai

dasar dalam mengambil kebijakan pengembangan kakao di Kalimantan Timur.

Akhirnya, kepada Direktur Center for Community Empowerment and Economic (FORCE) dan Tim

Studinya kami sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih atas usaha dan sumbangan pemikiran yang

diberikan. Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Walikota/Bupati beserta jajarannya di daerah studi dan

semua pihak yang telah memberikan kontribusinya sejak awal hingga tersusunnya laporan.

Terima Kasih.

Samarinda, Juni 2009

Badan Perijinan dan Penanaman Modal Daerah

Provinsi Kalimantan Timur,

KEPALA

H. Nusyirwan Ismail

- 3 -

Prospek Menggiurkan

Investasi Budidaya Kakao

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………………………………. 1 1.2 Maksud dan Tujuan………………………………………………………..…………………………… 3 1.3 Kegunaan……………………………………………………………………………….……………………. 3 BAB II SITUASI PEMASARAN 2.1 Pasar Dunia dan Pasar Domestik……………… 4 2.2 Pohon Industri................................. 5 BAB III TEKNIS PRODUKSI DAN POTENSI DAERAH 3.1 Potensi Lokasi dan Produksi……………………………………………………….………………. 8 3.2 Teknis Produksi……………………………………………………………………………….…………… 18 BAB IV KEBIJAKAN DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG 4.1 Infrastruktur Pendukung……………………………………………………………………………… 23 4.2 Kebijakan Pendukung............................................................... 26 4.3 Aspek Sosial dan Lingkungan....................................................... 29 4.4 Aspek Legalitas....................................................................... 30 BAB V ANALISIS FINANSIAL 5.1 Analisis Finansial……………………………………………………………….………………………… 34 BAB VI PENUTUP………………………………………………………………….……………………………………………. 40 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………………………………………………… 41 LAMPIRAN……………………………………………………………………………………………..………………………………… 42

- 4 -

Prospek Menggiurkan

Investasi Budidaya Kakao

Tabel 1 Perkembangan ekspor dan impor kakao Indonesia 2000-2005............................. 4 Tabel 2 Perkembangan harga kakao dalam negeri dan luar negeri 200-2006........................... 5 Tabel 3 Perusahaan penanam modal di industri kakao yang telah disetujui BKPM..................... 7 Tabel 4 Jumlah kecamatan dan desa serta luas wilayah menurut Kabupaten/Kota................... 9 Tabel 5 Rata-rata suhu udara, kelembaban, tekanan udara, kecepatan angin, curah hujan, dan

penyinaran matahari tahun 2005..................................................................... 10

Tabel 6 Luas dan potensi wilayah pertanian beberapa kabupaten di Kalimantan Timur............. 15 Tabel 7 Perkembangan produksi biji kakao dunia (ton).................................................... 12 Tabel 8 Perkembangan konsumsi/grindings biji kakao dunia (ribu ton)............................. 14 Tabel 9 Luas lahan kakao di Indonesia dari tahun 2000-2006.............................................. 15 Tabel 10 Hasil produksi kakao Indonesia periode tahun 2000-2006........................................ 15 Tabel 11 Distribusi areal penanaman kakao di Kalimantan Timur berdasarkan Kabupaten/Kota

pada tahun 2006........................................................................................ 16

Tabel 12 Kriteria kesesuaian lahan untuk kakao.............................................................. 19 Tabel 13 Parameter umum kualitas biji kakao................................................................ 21 Tabel 14 Standar nasional Indonesia (SNI) biji Kakao (SNI) 01-232-2000)................................. 22 Tabel 15 Produksi, harga dan penerimaan kakao berdasarkan tahun...................................... 34 Tabel 16 Kebutuhan biaya investasi kebun kakao............................................................. 35 Tabel 17 Proyeksi rugi laba budidaya kakao berdasarkan tahun........................................... 36 Tabel 18 Hasil analisa finansial proyek......................................................................... 37 Tabel 19 Analisis sensitivitas kelayakan usaha budidaya kakao............................................ 38

- 5 -

Prospek Menggiurkan

Investasi Budidaya Kakao

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Skema diversifikasi produk kakao................................................................... 6 Gambar 2 Peta Kalimantan Timur............................................................................... 8 Gambar 3 Perkembangan luas areal kakao dan produksi biji kakao di Kalimantan Timur tahun

2001-2006............................................................................................... 20

- 6 -

Prospek Menggiurkan

Investasi Budidaya Kakao

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Diagram alir proses perijinan...................................................................... 43 Lampiran 2 Proyeksi Aliran Kas, Laba/Rugi dan Kelayakan Finansial Budidaya Kakao ................. 44 Lampiran 3 Peta kesesuaiaan lahan kakao .................................................................... 46

- 7 -

Prospek Menggiurkan

Investasi Budidaya Kakao

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Di samping itu, kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan pengembangan agroindustri.

Menurut Balitbang Pertanian Departemen Pertanian (2005), pada tahun 2002, perkebunan kakao telah menyediakan lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu kepala keluarga petani yang sebagian besar berada di

Kawasan Timur Indonesia (KTI) serta memberikan sumbangan devisa terbesar ke tiga sub sektor perkebunan setelah karet dan kelapa sawit dengan nilai sebesar US$ 701 juta, meskipun pada tahun 2005 menurun sumbangan devisanya menjadi sebesar US$ 664,35 juta karena fluktuasi rupiah terhadap dolar dan diterapkannya peraturan WTO yang memberikan hak kepada negara importir untuk mengklaim mutu kakao yang diimpor.

Perkebunan kakao Indonesia mengalami perkembangan pesat sejak awal tahun 1980-an. Pada tahun

2005, areal perkebunan kakao Indonesia tercatat seluas 1.167.046 ha dimana sebagian besar (92,6 %) dikelola oleh rakyat dan selebihnya 3,3 % perkebunan besar negara serta 4,1 % perkebunan besar swasta. Jenis tanaman kakao yang diusahakan sebagian besar adalah jenis kakao lindak dengan sentra produksi utama adalah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah. Di samping itu juga diusahakan jenis kakao mulia oleh perkebunan besar negara di Jawa Timur dan Jawa Tengah.

Keberhasilan perluasan areal tersebut telah memberikan hasil nyata bagi peningkatan pangsa pasar

kakao Indonesia di kancah perkakaoan dunia. Indonesia berhasil menempatkan diri sebagai produsen kakao terbesar kedua dunia setelah Pantai Gading pada tahun 2002, walaupun kembali tergeser ke posisi ketiga oleh Ghana pada tahun 2003. Tergesernya posisi Indonesia tersebut salah satunya disebabkan oleh makin mengganasnya serangan hama pengerek buah Kakao (PBK). Di samping itu, perkakaoan Indonesia dihadapkan pada beberapa permasalahan, antara lain mutu produk yang masih rendah dan masih belum optimalnya pengembangan produk hilir kakao. Hal ini menjadi suatu tantangan sekaligus peluang bagi para investor untuk mengembangkan usaha dan meraih nilai tambah yang lebih besar dari agribisnis kakao.

Indonesia sebenarnya berpotensi untuk menjadi produsen utama kakao dunia, apabila berbagai permasalahan utama yang dihadapi perkebunan kakao dapat diatasi dan agribisnis kakao dikembangkan dan dikelola secara baik. Indonesia masih memiliki lahan potensial yang cukup besar untuk pengembangan kakao yaitu lebih dari 6,2 juta ha terutama di Irian Jaya, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Maluku dan Sulawesi Tenggara. Disamping itu kebun yang telah dibangun masih berpeluang untuk ditingkatkan produktivitasnya karena produktivitas rata-rata saat ini kurang dari 50 % potensinya. Di sisi lain situasi perkakaoan dunia beberapa tahun terakhir sering mengalami defisit, sehingga harga kakao dunia stabil pada tingkat yang tinggi

- 8 -

Prospek Menggiurkan

Investasi Budidaya Kakao

bahkan cenderung dari tahun ke tahun terus meningkat. Posisi akhir harga kakao dunia tahun 2006 mencapai US$ 1,58,7/lb atau US$ 49,39 jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga pada tahun 2001 sebesar US$ 49,39 /lb. Kondisi ini merupakan suatu peluang yang baik untuk segera dimanfaatkan. Upaya peningkatan produksi kakao mempunyai arti yang strategis karena pasar ekspor biji kakao Indonesia masih sangat terbuka dan pasar domestik masih belum tergarap. Berdasarkan kondisi harga kakao dunia yang relatif stabil dan cukup tinggi tersebut maka perluasan areal perkebunan kakao Indonesia diperkirakan akan terus berlanjut dan hal ini perlu mendapat dukungan agar kebun yang berhasil dibangun dapat memberikan produktivitas yang tinggi.

Kalimantan Timur merupakan Provinsi yang mempunyai potensi besar bagi pengembangan komoditi tanaman kakao di Indonesia. Kakao merupakan salah satu komoditi unggulan di Provinsi ini. Pada tahun 2006, luas areal kakao mencapai 41.312,50 ha tersebar di hampir seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Kalimantan Timur dengan produksi mencapai 26.774 ton (produktivitas 1,02 ton/ha). Wilayah Provinsi Kalimantan Timur yang luas berpotensi untuk dilakukannya pengembangan kakao melalui perluasan areal tanam.

Tantangan pasar global dan nilai tambah (added value) yang harus diperoleh oleh daerah, membawa konsekuensi perlunya peningkatan daya saing melalui pengembangan komoditas unggulan daerah. Dukungan pemerintah dalam bentuk kebijakan yang memudahkan bagi usaha komoditi kakao adalah faktor penting terutama bagi para investor untuk menanamkan modalnya pada komoditi ini. Dalam upaya memberikan informasi yang benar dan tepat kepada investor, mendesak diperlukannya profil proyek investasi yang menggambarkan sumberdaya dan prospektif pengembangan komoditas-komoditas unggulan salah satunya kakao di Kalimantan Timur.

Agar para investor yang tertarik dengan usaha budidaya kakao lebih mudah mendapatkan informasi

yang lebih mendalam, dipandang perlu untuk menyusun profil investasi budidaya kakao yang memuat tentang aspek teknis, ekonomi, sosial lingkungan, pemasaran, dukungan lokasi, sarana dan prasarana serta aspek legalitas.

1.2. Maksud dan Tujuan

Penyusunan profil proyek usaha budidaya kakao ini dimaksudkan untuk mengindintenfikasi kelayakan

teknis, pasar dan finansial. Dari hasil identifikasi ini disusun buku yang dapat memberikan informasi mengenai kelayakan teknis, pasar dan finansial budidaya kakao bagi investor.

1.3. Kegunaan Melalui terbitnya buku profil komoditi unggulan usaha budidaya kakao, diharapkan dapat berguna

sebagai: 1. Informasi peluang usaha dan investasi usaha budidaya budidaya kakao kepada investor baik asing

maupun dalam negeri serta kalangan dunia usaha, sehingga dapat memacu pertumbuhan investasi di Kalimantan Timur.

2. Dasar bagi pemerintah daerah dalam mengambil kebijakan pengembangan sektor perkebunan khususnya budidaya kakao di Kalimantan Timur.

- 9 -

Prospek Menggiurkan

Investasi Budidaya Kakao

SITUASI PEMASARAN

2.1. Pasar Dunia dan Pasar Domestik

Sebagian besar (rata-rata di atas 90 %) kakao Indonesia dipasarkan (diekspor) ke negara-negara Asia

Pasifik, Eropa, Afrika, dan Amerika. Dari tahun ke tahun, ekspor kakao Indonesia senantiasa meningkat. Jika tahun 2000 ekspor mencapai 424,1 ribu ton atau senilai US$ 341,9 juta, maka pada tahun 2005 naik menjadi 463,6 ribu ton atau senilai US$ 664,3 juta. Tahun 2002 merupakan ekspor kakao Indonesia tertinggi selama 2 dekade ini, yaitu mencapai 465,6 ribu ton atau setara US$ 701,0 juta. Penerimaan devisa seharusnya bisa menjadi lebih besar lagi apabila mutu kakao Indonesia terus diperbaiki.

Tabel 1. Perkembangan Ekspor dan Impor Kakao Indonesia 2000 – 2005

Tahun Ekspor Impor

Volume (Ton) Nilai (US$ 000) Volume (Ton) Nilai (US$ 000)

2000 424.089 341.860 18.252 18.953

2001 392.072 389.262 11.841 15.699

2002 465.622 701.034 36.603 64.001

2003 355.726 621.022 39.226 76.205

2004 366.855 546.560 46.974 77.023

2005 463.632 664.338 52.353 82.326

Pertumbuhan Rata-rata (%)

3,42 18,42 42,47 63,51

Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian (2006)

Dengan demikian, selama rentang waktu 2000-2005 volume ekspor kakao Indonesia mengalami tingkat

pertumbuhan rata-rata sebesar 3,42 % pertahun, sedangkan nilainya melaju rata-rata 18,42 % setahun. Sementara itu impor kakao Indonesia mencatat laju pertumbuhan 42,47 % per tahun untuk volume dan 63,51 % per tahun untuk nilai (Tabel 1.).

Perkembangan ekspor impor seperti pada Tabel 1. mengisyaratkan bahwa peluang pasar ekspor kakao Indonesia di masa-masa mendatang masih terbuka lebar. Dalam beberapa tahun terakhir produksi kakao dunia melaju sekitar 1,5 % per tahun, sementara kosumsinya tumbuh lebih besar, yakni rata-rata 2,5 % setahun. Artinya, pasar kakao dunia mengalami devisit disamping itu harga biji kakao kering dipasaran internasional (New York) juga menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun yakni dari US$ 57,53 cent/lb tahun 1990 menjadi US$ 79,60 cent/lb tahun 2003, atau mencatat pertumbuhan sekitar 5,62 % setiap tahunnya. Sedangkan harga biji kakao kering dipasar domestik meningkat rata-rata 32,70 % setahun selama rentang waktu 2000-2006, tepatnya dari Rp 7.411 per kilogram menjadi Rp 8.948 per kilogram. Perkembangan harga kakao di pasar dalam dan luar negeri antara tahun 2000 –2006 dapat dilihat pada Tabel 2.

- 10 -

Prospek Menggiurkan

Investasi Budidaya Kakao

Tabel 2. Perkembangan Harga Kakao Dalam Negeri dan Luar Negeri 2000-2006

Tahun Pasar Dalam Negeri Pasar Luar Negeri (New York)

Harga (Rp/kg) Pertumbuhan (%) Harga (US$ cent/lb) Pertumbuhan (%)

2000 7.411 40,27

2001 7.208 -2,74 49,39 22,65

2002 8.948 24,14 79,82 63,29

2003 9.576 7,02 79,6 9,45

2004 9.579 0,03 155,00 94,72

2005 9.421 -1,6 153,80 -0,08

2006* 10.103 7,24 158,70 3,19

Rata - rata 5,67 30,19

Keterangan : *) posisi September 2006 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen Pertanian (2006)

2.2. Pohon industri Biji kakao merupakan bahan baku produk pangan dan non pangan (obat-obatan dan kosmetik). Biji

kakao yang akan dijadikan bahan baku pangan berbeda dalam hal penanganan pasca panennya dengan bahan baku non pangan. Untuk bahan baku pangan, diperlukan proses fermentasi agar dapat diperoleh cita rasa yang baik, sedangkan Biji kakao yang digunakan sebagai bahan baku non pangan tidak memerlukan proses fermentasi.

Biji kakao yang telah kering dipisahkan antara kulit (shell) dan liquor-nya. Dari liquor akan diperoleh

lemak (fat) dan cake. Dari kulit biji dan liquor tersebut, lebih lanjut akan diperoleh bermacam-macam produk seperti yang dapat dilihat pada Gambar 1.

Pangsa pasar biji kakao di dalam negeri masih relatif kecil. Hal ini disebabkan oleh belum

berkembangnya industri pengolahan biji kakao di Indonesia, meskipun sejak tahun 1996 telah disetujui usaha penanaman modal, baik dengan fasilitas PMA ataupun PMDN untuk mendirikan industri pengolahan biji kakao. Pada Tabel 3. dapat dilihat daftar perusahaan pengolah biji kakao yang telah disetujui oleh BKPM, baik yang menggunakan fasilitas PMDN, maupun PMA. Dengan melihat kondisi pada Tabel 3, pasar biji kakao untuk konsumsi dalam negeri cukup cerah.

- 11 -

Prospek Menggiurkan

Investasi Budidaya Kakao

Confectionary

Bars

Rice

Minuman

Makanan

Industri Kimia

Obat-obatan

Makanan

Industri Kimia

Obat-obatan

Industri Pakan

Ternak

Rumah Tangga

Industri Farmasi

Rumah Tangga

Industri Kimia

Industri Rumah

Tangga

Paste

Cocoa Butter

Pektin

Tannin

Lecithin

Essence (Flavor)

Extract

Concentrate

Powder

Bahan Bakar

Plastik Filler

Jelly

Alkohol

Pektin

Gas Bio

Single Cell

Protein

Pupuk Hijau

Vitamin D

Fatty Acid

Oleo

Chemical

Cake

Sheel & Pulp

Fat

Biji

Kakao

Makanan

Obat-obatan

Kosmetik

Minuman

Liquor

(Mass)

Buah

Kakao

Gambar 1. Skema diversifikasi produk kakao

- 12 -

Prospek Menggiurkan

Investasi Budidaya Kakao

Tabel 3. Perusahaan Penanam Modal di Industri Kakao yang telah disetujui BKPM

No. Nama Perusahaan Lokasi Jenis Produk KapasitasProduksi

PMDN

1. PT. Argo Sarana Satyamitra Jateng Lemak kakao Tepung kakao

2.860 ton 2.900 ton

2. PT. Davomas Abadi Jakarta Pasta coklat Bubuk kakao

2.880 ton 2.880 ton

3. PT. Inkoma Kakao Primatunggal Jakarta Lemak kakao Tepung kakao

2.400 ton 2.600 ton

4. PT. Mas Ganda Jabar Lemak kakao Tepung kakao

1.440 ton 1.440 ton

5. PT. Sumut Coindo Sumut Lemak kakao Tepung kakao Coklat butir Kakao mutu rendah Bungkil coklat

4.104 ton 2.188 ton 3.283 ton 1.368 ton 2.737 ton

6. PT. Sari Kakao Perkasa Sumut Lemak kakao Tepung kakao

2.287 ton 2.572 ton

7. PT. Berhan Intercontinental CAC Jabar Lemak kakao Tepung kakao

2.287 ton 7.600 ton

8. PT. Dana Bakti Wakaf Yogya Biji kakao kering 6.000 ton

9. PT. Bujang Karya Jatim Lemak kakao Tepung kakao

288 ton 165 ton

10. PT. Arya Pelangi Lampung Biji kakao kering 3.500 ton

11. PT. Larat Indah Maluku Biji kakao kering 4.200 ton

12. PT. Indokarya Gemasakti Kaltim Biji kakao kering 6.600 ton

13. PT. Mahkota Bumi Kalsel Biji kakao kering 4.000 ton

14. PT. Usaha Sejahtera Manikam Aceh Biji kakao kering 140 ton

15. PT. Tulus Sintuwu Karya Sulteng Biji kakao kering 150 ton

PMA

16. PT. Indo Cocoa Specialities Sumut Lemak kakao Tepung kakao Coklat

5.300 ton 5.600 ton 3.600 ton

17. PT. Frey Abadi Indonesia Jabar Coklat olahan 3.600 ton

18. PT. Effem Indonesia Sulsel Lemak kakao Tepung kakao Biji kakao kering

5.000 ton 6.000 ton 60.000 ton

19. PT. FP Foods Cocoa Indonesia Sumut Lemak kakao Tepung kakao

1.500 ton 1.400 ton

20. PT. Poleko Cocoa Industries Ind Sulsel Lemak kakao Tepung kakao

1.140 ton 1.260 ton

- 13 -

Prospek Menggiurkan

Investasi Budidaya Kakao

Nunukan

Malinau

Tarakan

Bulungan

Berau

Kutai Timur

Bontang

Samarinda

Kutai Barat

Balikpapan

Penajam Paser Utara

Pasir

Gambar 2. Peta Kalimantan Timur

TEKNIS PRODUKSI DAN POTENSI DAERAH

3.1. Potensi Lokasi dan Produksi

3.1.1. Potensi lokasi

a. Keadaan Wilayah Provinsi Kalimantan Timur

Kalimantan Timur dengan luas wilayah 208.657,74 km² dengan rincian luas daratan 198.441,17 km² dan luas pengelolaan laut 10.216,57 km² terletak antara 113º44’ Bujur Timur dan 119º00’ Bujur Barat serta diantara 4º24’ Lintang Utara dan 2º25’ Lintang Selatan. Provinsi ini dibagi menjadi 9 (sembilan) Kabupaten, 4 (empat) kota, 124 Kecamatan dan 1.348 Desa/ Kelurahan.

Provinsi Kalimantan Timur terletak di bagian paling timur Pulau Kalimantan dan sekaligus merupakan wilayah perbatasan dengan Negara Malaysia, khususnya Negara bagian Sabah dan Sarawak.

Batas Wilayah Utara : Malaysia Batas Wilayah Timur : Selat Makassar dan Laut Sulawesi Batas Wilayah Selatan : Kalimantan Selatan Batas Wilayah Barat : Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah

Dan Malaysia

Kalimantan Timur merupakan salah satu pintu gerbang pembangunan di wilayah Indonesia bagian

timur. Daerah yang juga dikenal sebagai penghasil kayu dan pertambangan ini mempunyai ratusan sungai yang tersebar pada hampir semua kabupaten/kota dan merupakan sarana angkutan utama di samping angkutan darat, dengan sungai yang terpanjang Sungai Mahakam.

Kabupaten/Kota yang memiliki luas wilayah terbesar adalah Kabupaten Malinau dengan luas 39.799,88

km2 atau 20,06 % dari total wilayah Provinsi Kalimantan Timur. Sedangkan daerah yang memiliki luas wilayah terkecil adalah kota Bontang yang hanya memiliki luas wilayah sebesar 163,39 km² atau 0,08 %. Rincian jumlah kecamatan dan desa serta luas wilayah setiap kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Timur dapat dilihat pada Tabel 4.

- 14 -

Prospek Menggiurkan

Investasi Budidaya Kakao

Tabel 4. Jumlah kecamatan dan desa serta luas wilayah menurut Kabupaten/Kota

Kabupaten/Kota dan Provinsi

Banyaknya Kecamatan

Banyaknya Desa

Luas Wilayah

km2 %

1. Pasir 10 116 10.936,38 5,51

2. Kutai Barat 21 223 30.943,79 15,59

3. Kutai Kertanegara 18 220 26.326,00 13,27

4. Kutai Timur 11 129 31.884,59 16,07

5. Berau 13 107 22.521,71 11,35

6. Malinau 9 98 39.799,88 20,06

7. Bulungan 13 87 17.249,61 8,69

8. Nunukan 7 218 13.875,42 6,99

9. Penajam Paser Utara 4 46 3.209,66 1,62

10. Balikpapan 5 27 560,70 0,28

11. Samarinda 6 42 718,23 0,36

12. Tarakan 4 20 251,81 0,13

13. Bontang 3 15 163,39 0,08

Provinsi Kaltim 124 1.348 208.657,74 100,00

Sumber: BPS Provinsi Kalimantan Timur (2006)

b. Topografi dan Jenis Tanah

Daratan Kalimantan Timur terdiri dari gugusan gunung dan pegunungan yang terdapat hampir di seluruh kabupaten, yaitu ada sekitar 13 gunung. Gunung yang paling tinggi di Kalimantan Timur yaitu Gunung Makita dengan ketinggian 2.987 m yang terletak di Kabupaten Bulungan. Sedang untuk danau yang berjumlah sekitar 17 buah, keseluruhannya berada di Kabupaten Kutai dengan danau yang paling luas yaitu Danau Jempang, Danau Semayang, dan Danau Melintang dengan luas masing-masing 15.000 ha, 13.000 ha, dan 11.000 ha.

c. Iklim, Suhu dan Curah Hujan

Kalimantan Timur yang beriklim tropis mempunyai musim yang hampir sama dengan wilayah Indonesia pada umumnya, yaitu adanya musim kemarau dan musim penghujan. Musim kemarau biasanya terjadi pada bulan Mei sampai dengan bulan Oktober, sedang musim penghujan terjadi pada bulan Nopember sampai dengan bulan April. Keadaan ini terus berlangsung setiap tahun yang diselingi dengan musim peralihan pada bulan-bulan tertentu. Selain itu, karena letaknya di daerah khatulistiwa maka iklim di Kalimantan Timur juga dipengaruhi oleh angin Muson, yaitu angin Muson Barat Nopember-April dan angin Muson Timur Mei -Oktober.

Namun dalam tahun-tahun terakhir ini, keadaan musim di Kalimantan Timur kadang tidak menentu.

Pada bulan-bulan yang seharusnya turun hujan dalam kenyataannya tidak ada hujan sama sekali, atau sebaliknya pada bulan-bulan yang seharusnya musim kemarau bahkan terjadi hujan dengan musim yang jauh lebih panjang.

Suhu udara di suatu tempat antara lain ditentukan oleh tinggi rendahnya tempat tersebut terhadap

permukaan laut dan jaraknya dari pantai. Secara umum daerah Kalimantan Timur beriklim panas dengan suhu udara pada tahun 2005 berkisar dari 21,80 ºC (Stasiun Meteorologi Tanjung Redeb = Januari) sampai dengan 38,30 ºC (Stasiun Meteorologi Tanjung Selor = September). Suhu udara rata-rata paling rendah sebesar

- 15 -

Prospek Menggiurkan

Investasi Budidaya Kakao

22,21ºC terjadi di Tanjung Redeb dan suhu udara rata-rata tertinggi sebesar 34,60 ºC terjadi di Tanjung Selor.

Selain itu, sebagai daerah beriklim tropis dengan habitat hutan yang sangat luas, Kalimantan Timur

mempunyai kelembaban udara relatif tinggi dengan rata-rata berkisar 74,25 % – 88,50 %. Kelembaban udara paling rendah yang dapat dipantau melalui Stasiun Meteorologi Nunukan terjadi pada bulan September sebesar 63,00 %, sedang yang paling tinggi terdapat di Stasiun Meteorologi Tanjung Redeb yang terjadi pada bulan Mei sebesar 97,00 %.

Rata-rata suhu minimum dan maksimum serta kelembaban udara rata-rata pada tahun 2005 di

beberapa stasiun meteorologi dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rata-rata suhu udara, kelembaban, tekanan udara, kecepatan angin, curah hujan, dan penyinaran matahari menurut stasiun Tahun 2005

U r a i a n

S t a s i u n

Samarinda Balikpapan Tarakan Tanjung

Selor Tanjung Redeb

Nunukan

1. Suhu Udara (oC)

- Minimum 22,80 - 24,20 22,50 22,21 23,63

- Maximum 34,20 - 31,10 34,60 34,36 31,82

2. Kelembaban Udara (%) 83,30 87,00 84,10 84,30 88,50 74,25

3. Tekanan Udara 1.432,2 1.011,0 1.011,0 1.010,70 - 1.009,53

4. Kecepatan Angin (Knot) 1,70 5,00 7,50 3,00 6,50 4,50

5. Curah Hujan (mm) 212,5 107,5 278,50 258,00 58,56 250,16

6. Penyinaran Matahari (%) 45,60 47,00 51,00 54,40 29,58 44,25

Sumber: Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan Timur (2006)

Curah hujan di daerah Kalimantan Timur sangat beragam menurut bulan dan letak stasiun pengamat. Rata-rata curah hujan tertinggi selama tahun 2005 tercatat pada Stasiun Meteorologi Tarakan sebesar 278,50 mm dan rata-rata curah hujan paling rendah tercatat pada Stasiun Tanjung Redeb yang hanya mencapai 58,56 mm.

Keadaan angin di Kalimantan Timur pada tahun 2005 yang dipantau di beberapa stasiun pengamat,

menunjukkan bahwa kecepatan angin berkisar antara 0,90 knot sampai 10,00 knot. Kecepatan angin paling tinggi 10,00 knot terjadi di Kota Tarakan pada bulan September, sedang terendah 0,90 knot terjadi di Kota Samarinda pada bulan Desember.

d. Potensi Sumberdaya Alam

Provinsi Kalimantan Timur merupakan salah satu Provinsi yang mempunyai kekayaan alam yang besar dan sangat beragam berupa sumber daya hutan tropis, sumber daya mineral, sumber daya kelautan dan sumber daya lahan. Berbagai keunggulan yang dimiliki tersebut dapat menjadikan Kalimantan Timur sebagai daerah tujuan investasi dan perdagangan bagi penanam modal dan pelaku-pelaku usaha perdagangan dalam dan luar negeri.

Diperkirakan besarnya potensi sumberdaya mineral dan energi yang ada di wilayah Provinsi Kalimantan Timur berupa minyak sebanyak 1,17 juta mstb (metric stock tank barrel), gas bumi sebesar 46.680 scf (standard cubic feet), batu bara sebanyak 21 milyar ton dan emas sebesar 60,50 juta ton. Selain itu, Provinsi

- 16 -

Prospek Menggiurkan

Investasi Budidaya Kakao

ini juga mempunyai potensi pertanian secara luas yang sangat besar. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 6.

Dalam hal penggunaan lahan, ada kesepakatan bersama antara Gubernur Kalimantan Timur dengan Bupati/Walikota se-Kalimantan Timur pada tanggal 12 Januari 2006 yang berisi; Pengurangan Kawasan Budidaya Kehutanan yang sebelumnya seluas ±9.774.753,19 ha menjadi seluas

±7.653.565,36 ha (39,14 %). Penambahan Kawasan Budidaya Non Kehutanan yang sebelumnya seluas ±5.170.784,60 ha menjadi seluas

±6.520.622,73 ha (33,36 %). Penambahan Kawasan Lindung termasuk Hutan Penelitian yang sebelumya seluas ±4.604.972,75 ha

menjadi seluas ±4.951.853,64 ha (25,33 %). Kawasan Strategis Nasional (radius 5 km sepanjang garis perbatasan negara) seluas ±424.516,12 ha (2,17

%).

e. Potensi Lokasi Kakao

Kalimantan Timur merupakan salah satu penghasil kakao rakyat di Indonesia, meskipun arealnya relative kecil dibadingkan dengan Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah tetapi bagi petani dibeberapa tempat di Kalimantan Timur komoditi tersebut dijadikan sebagai mata pencaharian yang utama. Beberapa daerah yang tercatat sebagai sentra penanaman kakao di Kalimantan Timur antara lain Kabupaten Nunukan (Kecamatan Lumbis dan Pulau Sebatik), Kabupaten Malinau (Kecamatan Malinau), Kabupaten Berau (Kecamatan Talisayan), Kota Samarinda (Sempaja dan Berambai), dan Kabupaten Kutai Timur (Teluk Pandan). Dibeberapa tempat lainnya juga terdapat areal perkebunan kakao dalam luasan yang relatife kecil. Luas areal pertanaman kakao di Provinsi Kalimantan Timur menurut data statistik tahun 2006 sebesar ± 41.412,50 ha dengan produksi biji kakao kering sejumlah 6.774 ton.

Prospek Menggiurkan

Investasi Budidaya Kakao

Tabel 6. Luasan dan potensi wilayah pertanian beberapa Kabupaten di Kalimantan Timur

Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur (2007)

Uraian Faktor

Pembatas Kutai Timur Kutai Barat Malinau

Kutai Kertanegara

Berau Penajam

Paser Utara Paser Nunukan

AREAL BERPOTENSI BAIK

- >75% sesuai

Kesuburan

415.789,12

457.868,24

75.521,74

256.387,65

200.619,34

42.892,40

178.495,42

75.976,28

AREAL BERPOTENSI SEDANG

- >75% sesuai bersyarat

- 50-75% sesuai bersyarat

Drainase dan lereng

Drainase

936.064,6

-

-

-

48.239,81

-

119.581,30

-

-

-

2.616,03

AREAL BERPOTENSI RENDAH

- >75% sesuai bersyarat

- 50-75% sesuai bersyarat

- 25-50% tidak sesuai

50-75% tidak sesuai

Drainase, lereng dan kesuburan

Lereng, drainase, salinitas dan kesuburan

Kedalaman perakaran, gambut dan drainase

-

-

72.981,31

-

-

922.565,01

103.333,12

-

1.212.056,89

10.092,50

-

-

654.757,20

234.057,96

-

87.870,56

552.616,10

6.522,39

-

-

149.641,91

23.385,91

-

-

305.282,08

69.705,40

-

-

446.877,02

28.003,40

-

-

AREAL TIDAK BERPOTENSI

- 50-75% tidak sesuai

- 25-50% sesuai

Drainase, tekstur, kedalaman perakaran dan gambut

49.899,09

-

1.399,63

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

>75% tidak sesuai Lereng dan salinitas

1.205.731,94 1.004.002,29 2.028.882,45 1.011.952,93 870.617,83 112.560,09 432.960,44 626.924,37

PENGGUNAAN LAIN

Cagar Alam - 44.586,6 - - -

Hutan Lindung - 269.552,9 631.553,92 674.357,00 218.261,42 360.444,03 12.815,45 114.849,51 173.832,86

Taman Nasional - 173.167,6 - - 50.692,64 - - - -

Hutan Pend.&Penelitian - - - - 25.850,78 - - - -

Taman Hutan Raya - - - - 57.688,69 - 13.411,11 - -

Hutan Wisata Suaka Alam - - - - - 103,37 - - -

JUMLAH 3.167.773,09 3.120.742,22 4.000.910,57 2.645.759,64 2.110.504,35 354.706,87 1.101.292,85 1.354.229,95

Prospek Menggiurkan

Investasi Budidaya Kakao

Tanaman tersebut secara keseluruhannya merupakan pertanaman rakyat. Produksi biji kakao kering

Kalimantan Timur dengan mutu unfermented sebagian besar dipasarkan di Sabah Malaysia. Khususnya yang

dihasilkan oleh petani Kalimantan Timur bagian utara. Produk petani perkebunan kakao lainnya dipasarkan

sebagai perdagangan antar pulau ke Ujung Pandang untuk selanjutnya dipasarkan kepasaran Amerika Serikat.

Sebagaimana komoditi pertanian lainnya, harga biji kakao kering selalu mengalami pasang surut yang tergantung

kepada harga pasaran dunia.

3.1.2. Potensi Produksi a. Perkembangan Produksi Biji Kakao Dunia

Kakao diproduksi oleh lebih dari 50 negara yang berada di kawasan tropis yang secara geografis dapat dibagi dalam tiga wilayah yaitu Afrika, Asia Oceania dan Amerika Latin. Lima negara penghasil utama kakao adalah Pantai Gading, Indonesia, Ghana, Nigeria dan Brazil. Diantara kelima negara tersebut, empat negara menunjukkan produksi kakao yang stabil, sedangkan satu negara lain, yaitu Ghana menunjukkan peningkatan produksi yang signifikan. Peningkatan produksi lebih dari 100 % dicapai oleh Ghana mulai tahun 2003 dibanding dengan produksinya pada awal tahun 2000. Produksi kakao kelima negara tersebut sejak 2001 sampai dengan 2006 disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Perkembangan produksi biji kakao dunia (ribu ton)

2001/02 2002/03 2003/04 2004/05 2005/06

Afrika 1952 68,1 % 2231 70,4 % 2550 72,1 % 2379 70,3 % 2577 71,8 %

Kamerun 131

160

162

184

168

Pantai Gading 1265 1352 1407 1286 1387

Ghana 341 497 737 599 741

Nigeria 185 173 180 200 170

Lainnya 31 50 64 110 112

Amerika 377 13,2 % 428 13,5 % 462 13,1 % 443 13,1 % 447 12,4 %

Brazil 124

163

163

171

162

Ecuador 81 86 117 116 115

Lainnya 173 179 182 157 170

Asia & Oceania 538 18,7 % 510 16,1 % 525 14,8 % 560 16,6 % 568 15,8 %

Indonesia 455

410

430

460

470

Malaysia 25 36 34 29 30

Papua New Guinea

38 43 39 48 46

Lainnya 19 21 22 23 20

Total dunia 2867 3169 3537 3382 3592

Sumber: The International Cocoa Organization (2007)

Disisi lain konsumsi biji kakao dunia sedikit berfluktuasi dengan kecendrungan terus meningkat, sehingga beberapa tahun terakhir terjadi defisit produksi. Negara konsumen utama biji kakao dunia adalah Belanda dengan tingkat konsumsi 470.000 ton pada tahun 2005/06, konsumen utama lainnya adalah Amerika Serikat, Pantai Gading, Brazil dan Jerman dengan konsumsi masing-masing 426.000, 360.000 dan 223.000, dan 302.000 ton. Perkembangan dan konsumsi biji kakao dunia dapat dilihat pada tabel 8.

- 19 -

Prospek Menggiurkan

Investasi Budidaya Kakao

Tabel 8. Perkembangan konsumsi/grindings biji kakao dunia (ribu ton)

2001/02 2002/03 2003/04 2004/05 2005/06

Eropa 1282 44,4 % 1320 42,9 % 1346 41,6 % 1375 41,1 % 1462 42,1 %

Jerman 195

193

225

235

302

Belanda 418 450 445 460 470

Lainnya 669 677 676 680 690

Afrika 421 14,6 % 447 14,5 % 446 14,4 % 493 14,8 % 507 14,6 %

Pantai Gading 290

315

335

364

360

Lainnya 131 131 131 130 147

Amerika 767 26,6 % 814 26,4 % 852 26,3 % 853 25,5 % 856 24,6 %

Brazil 173

196

207

209

223

USA 403 410 410 419 426

Lainnya 192 208 235 225 207

Asia & Oceania 416 14,4 % 499 16,2 % 575 17,7 % 622 18,6 % 651 18,7 %

Indonesia 105

115

120

115

120

Malaysia 105 150 203 250 250

Lainnya 206 234 252 257 281

Total dunia 2885 3079 3238 3343 3476

Sumber: The International Cocoa Organization (2007)

b. Perkembangan Produksi Biji Kakao Nasional

Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa Negara. Disamping itu kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan pengembangan

agroindustri. Perkebunan kakao Indonesia mengalami perkembangan pesat sejak awal tahun 1980-an dan pada tahun 2005, areal perkebunan kakao Indonesia tercatat seluas 1.167.046 ha yang sebagian besar (92,6 %) dikelola oleh rakyat dan selebihnya 3,3 % perkebunan besar negara serta 4,1 % perkebunan besar swasta. Perkembangan luas lahan kakao di Indonesia tersaji pada Tabel 9.

Tabel 9. Luas lahan kakao di Indonesia dari tahun 2000 - 2006

Tahun

Luas Lahan (ha)

Perkebunan Rakyat

Perusahaan Besar Negara

Perkebunan Besar Swasta

Jumlah

2000 641.133 52.690 56.094 749.917

2001 710.044 55.291 56.114 821.449

2002 798.628 54.815 60.608 914.051

2003 861.099 49.913 53.211 964.223

2004 1.003.252 38.668 49.040 1.090.960

2005 1.081.102 38.295 47.649 1.167.046

2006* 1.105.654 38.453 47.635 1.191.742

Keterangan: *) angka sementara

Sumber : Ditjen perkebunan, Departemen Pertanian (2006)

- 20 -

Prospek Menggiurkan

Investasi Budidaya Kakao

Jenis tanaman kakao yang diusahakan sebagian besar adalah jenis kakao lindak dengan sentra produksi utama adalah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah. Di samping itu juga diusahakan jenis kakao mulia oleh perkebunan besar negara di Jawa Timur dan Jawa Tengah.

Produksi tanaman kakao dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan seiring semakin meluasnya areal pengembangan komoditi ini. Jika pada tahun 2000, produksi nasional kakao mencapai 421.142 ton, maka pada tahun 2005 produksi kakao meningkat menjadi 748.828 ton (lihat pada Tabel 10).

Tabel 10. Hasil produksi biji kakao Indonesia periode tahun 2000 - 2006

Tahun

Produksi (ton)

Perkebunan Rakyat

Perkebunan Besar Negara

Perkebunan Besar Swasta

Jumlah

2000 363.628 34.790 22.724 421.142

2001 476.924 33.905 25.975 536.804

2002 511.379 34.083 25.693 571.155

2003 634.877 32.075 31.864 698.816

2004 636.783 25.830 29.091 691.704

2005 693.701 25.494 29.633 748.828

2006* 723.992 26.122 29.360 779.474

Keterangan: *) angka sementara Sumber : Ditjen perkebunan Departemen Pertanian (2006)

Dari segi kualitas, kakao Indonesia tidak kalah dengan kakao dunia dimana bila dilakukan fermantasi dengan baik dapat mencapai cita rasa setara dengan kakao yang berasal dari Ghana dan Kakao Indonesia mempunyai kelebihan yaitu tidak mudah meleleh sehingga cocok bila dipakai untuk blending. Sejalan dengan keunggulan tersebut, peluang pasar kakao Indonasia cukup terbuka baik untuk ekspor maupun memenuhi kebutuhan dalam negeri. Dengan kata lain, potensi untuk menggunakan industri kakao sebagai salah satu pendorong pertumbuhan dan distribusi pendapatan cukup terbuka.

Meskipun demikian, agribisnis kakao Indonesia masih menghadapi berbagai masalah komplek antara lain produktivitas kebun masih rendah akibat serangan hama Penggerek Buah Kakao (PBK), mutu produk masih rendah serta belum optimalnya pengembangan produk hilir kakao. Hal ini menjadi suatu tantangan sekaligus peluang bagi para investor untuk mengembangkan usaha dan meraih nilai tambah yang lebih besar dari agribisnis kakao. c. Perkembangan Produksi Kalimantan Timur

Kalimantan Timur merupakan salah satu penghasil kakao rakyat di Indonesia, meskipun arealnya relatif kecil dibanding dengan Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah, tetapi bagi petani dibeberapa tempat di Kalimantan Timur, komoditi tersebut dijadikan sebagai mata pencaharian yang utama. Beberapa daerah yang tercatat sebagai sentra penanaman kakao di Kalimantan Timur antara lain Kabupaten Nunukan (Kecamatan Lumbis dan Pulau Sebatik), Kabupaten Malinau (Kecamatan Malinau), Kabupaten Berau (Kecamatan Talisayan), Kota Samarinda (Sempaja dan Berambai), dan Kabupaten Kutai Timur (Teluk Pandan).

Di beberapa tempat lainnya juga terdapat areal perkebunan kakao dalam luasan yang relatif kecil. Luas areal pertanaman kakao menurut statistik perkebunan Provinsi Kalimantan Timur dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Jika pada tahun 2001 luas areal tanaman kakao mencapai 33.830,50 ha meningkat menjadi sebesar 41.312,50 ha tahun 2006 (tabel 11.).

- 21 -

Prospek Menggiurkan

Investasi Budidaya Kakao

Tabel 11. Distribusi areal penanaman kakao di Kalimantan Timur berdasarkan Kabupaten/Kota pada tahun 2006

No Kabupaten/kota

Luas areal (ha) Produksi

(ton) Produktivitas

(ton/ha) Tanaman

Belum Menghasilkan

Tanaman Menghasikan

Tanaman Tua

Jumlah

1 Samarinda 246,00 692,00 46,00 71,50 103,32

2 Balikpapan 11,00 18,00 4,00 984,00 17,50 972,22

3 Kutai Kartanegara

308,00 644,00 1.511,00 33,00 370,00 574,53

4 Kutai Barat 321,00 44,50 45,50 2.463,00 24,50 550,56

5 Kutai Timur 5.429,50 6.489,00 896,00 411,00 3.499,00 539,22

6 Bontang 30,00 20,00 12.814,50 43,00 1.433,33

7 Pasir 57,00 594,00 402,00 50,00 59,00 99,33

8 Penajam Paser Utara

55,00 189,50 13,00 1.053,00 119,00 627,97

9 Berau 87,00 6.103,00 - 257,50 3.955,00 648,04

10 Bulungan 137,00 650,00 42,00 6.190,00 193,00 296,92

11 Malinau 780,00 1.679,00 730,50 829,00 720,50 429,12

12 Nunukan 3.215,00 9.214,00 609,00 3.189,50 17.702,00 1.921,21

Total 10.646,50 26.347,00 4.319,00 13.038,00 - -

41.312,50 26.774,00 1.016,21

Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur (2007)

Seiring dengan terus meningkatnya perluasan areal komoditi kakao, maka produksi biji kakao dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi produksi. Jika pada tahun 2001 hasil produksi kakao mencapai 27.758 ton menurun menjadi 22.013 ton pada tahun 2003, kemudian ditahun 2004 mengalami peningkatan mencapai 25.395 akan tetapi mengalami penurunan produksi pada tahun 2005 menjadi 25.070,50 dan mengalami peningkatan produksi di tahun 2006 menjadi 26.774. (lihat Gambar 3.)

Gambar 3. Perkembangan luas areal tanaman kakao dan produksi biji kakao di Kalimantan

Timur Tahun 2001-2006 (Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur, 2007)

Tanaman kakao yang diusahakan di Provinsi Kalimantan Timur 92,6 % merupakan perkebunan rakyat dan 7,4 % lainnya dibudidayakan oleh perusahaan negara maupun swasta. Produksi biji kakao kering Kalimantan Timur dengan mutu unfermented sebagian besar dipasarkan di Sabah Malaysia. Khususnya yang

27.758 27.362

22.013

25.395 25.071

26.774

33.831

31.69832.928

36.07137.296

41.313

15.000

20.000

25.000

30.000

35.000

40.000

45.000

2001 2002 2003 2004 2005 2006

Tahun

Luas areal /

Produksi

Produksi (ton)

Luas areal (ha)

- 22 -

Prospek Menggiurkan

Investasi Budidaya Kakao

dihasilkan oleh petani Kalimantan Timur bagian utara. Produk petani perkebunan kakao lainnya dipasarkan sebagai perdagangan antar pulau ke Makassar untuk selanjutnya dipasarkan kepasaran Amerika Serikat. Sebagaimana komoditi pertanian lainnya, harga biji kakao kering selalu mengalami pasang surut yang tergantung kepada harga pasaran dunia.

Pada saat nilai dolar pada rupiah tinggi, harga kakao juga melambung sehingga pendapatan petani meningkat. Dalam upaya mendorong perluasan tanaman kakao di Kalimantan Timur, Dinas Perkebunan selain memberikan bimbingan juga memberikan bantuan bibit unggul, sarana produksi dan pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) perkebunan.

3.2. Teknis produksi

3.2.1. Kesesuaian Lahan

Tanaman kakao (Theobroma cacao L.) yang ditanam di perkebunan rakyat pada umumnya adalah kakao jenis Forastero (bulk cocoa atau kakao lindak), Criolo (fine cocoa atau kakao mulia) dan hibrida (hasil persilangan antara jenis Forastero dan Criolo). Tingkat kesesuaian lahan untuk tanaman kakao digolongkan menjadi sesuai (S1), cukup sesuai (S2), agak sesuai (S3) dan tidak sesuai (N). Penilian tersebut didasarkan atas kondisi agroklimat, sifat fisik dan kimia tanah. Tingkat kesesuaian lahan untuk tanaman kakao. Dapat dilihat pada tabel 12.

3.2.2. Pembukaan Lahan

Lahan yang dipergunakan untuk penanaman kakao dapat berasal dari lahan alang-alang dan semak belukar, lahan primer atau lahan konversi. Pada lahan alang-alang dan semak belukar cara pembukaan lahan dilakukan dengan pembabatan secara manual atau dengan menggunakan herbisida. Pada lahan primer dilakukan dengan cara menebang pohon-pohon , sedangkan pada lahan konversi dilakukan dengan menebang atau membersihkan tanaman yang terdahulu.

3.2.3. Penanaman dan Penaungan

Tanaman kakao ditanam dengan jarak tanam 3 m x 3 m pada tanah datar dan 4 m x 2 m pada tanah miring, dengan demikian jumlah pohon kakao sekitar 1.100 pohon/ha. Sebelum tanaman kakao ditanam, harus ditanam terlebih dahulu tanaman pelindung, seperti lamtoro gung, yang berfungsi untuk melindungi tanaman muda kakao dari sinar matahari langsung. Semakin bertambah umur tanaman, semakin dikurangi jumlah naungannya. Untuk tanaman kurang dari 2 bulan, penyinaran matahari hanya diperlukan 25 - 30 % penyinaran, 3 bulan diperlukan 30 – 40 %, umur 4 bulan 50 – 70 % dan lebih besar dari 5 bulan diperlukan persentase penyinaran 70 %.

3.2.4. Pemupukan

Pupuk yang digunakan pada umumnya harus mengandung unsur-unsur Nitrogen, Phospat dan Kalium dalam jumlah yang cukup pupuk dan unsur-unsur mikro lainnya yang diberikan dalam jumlah kecil. Ketiga jenis tersebut di pasaran dijual sebagai pupuk Urea atau ZA, Triple Super Phospat (TSP) dan KCl. Selain pupuk tunggal, dipasaran juga tersedia pupuk majemuk, yang umumnya berbentuk tablet atau briket dan didalamnya, selain mengandung unsur NPK, juga unsur-unsur mikro. Penggunaan pupuk tersebut, walaupun harganya relatif lebih mahal dari pupuk tunggal, akan mengurangi penggunaan tenaga kerja.

- 23 -

Prospek Menggiurkan

Investasi Budidaya Kakao

Pemberian pupuk dilakukan 2 - 3 kali per tahun dengan meletakkan pupuk tersebut di dalam tanah

(sekitar 10 - 20 cm dari permukaan tanah) dan disebarkan di sekeliling tanaman.

Tabel 12. Kriteria Kesesuain Lahan Untuk Kakao

Kriteria Penilaian

S1 S2 S3 N

ELEVASI (m dpl) 1. KakaoMulia

2. Kakao lindak

0-600 0-300

600-700 300-450

700-800 450-600

> 800 > 600

CURAH HUJAN 1. Bulan kering (< 60 mm/bln ) 2. Rata-rata tahunan (mm)

0-1

1500-2500

1-3

1250-1500 2500-3000

3-5

1100-1250 3000-4000

> 5

< 1100 >4000

KONDISI TANAH 1. Drainase tanah 2. Tekstur tanah 3. Kedalaman perakaran (cm) 4. Lereng (%)

Baik

Lempung berpasir, Lempung liat berpasir,

Lempung berdebu, Debu lempung berliat, Lempung liat berdebu

> 150

0 -8

Agak terhambat,

Agak baik.

Pasir berlempung, Liat berpasir

150 – 100

8 – 15

Agak cepat

Liat berdebu, liat

100 – 60

15 - 45

Sangat terhambat, Terhambat

kerikil

Pasir, liat masif

< 60

> 45

SIFAT KIMIA TANAH 1. KPK (me/100 gr tanah) 2. pH 3. C – organik (%)

> 15

6,0 – 7,0

2 - 5

10 – 15

5,0 – 6,0 7,5 – 7,0

1 - 2

5 – 10

7,5 – 8,0 4,0 - 5,0

0,5 - 1

< 5

> 8,0

< 0,5

KETERSEDIAN UNSUR HARA 1. N – total 2. P2O5 tersedia 3. K2O tersedia

Sedang- sangat tinggi

Sedang- sangat tinggi

Sedang- sangat tinggi

Rendah

Rendah

Rendah

Sangat rendah

Sangat rendah

Sangat rendah

TOKSITAS 1. Salinitas (mmhos/cm) 2. Kejenuhan AI (%)

<1

<5

1-3

5-20

3-6

20-60

>6

>60

Sumber: Soetanto (1996)

3.2.5. Pengendalian Hama, Penyakit dan Gulma

Hama yang sering menyerang tanaman kakao antara lain adalah belalang, ulat jengkal (Hypsidra talaka Walker), kutu putih (Planoccos lilaci), penghisap buah (Helopeltis sp.) dan penggerek batang (Zeuzera sp.). Sedangkan penyakit yang sering diketemukan adalah penyakit jamur upas dan jamur akar. Penyakit

- 24 -

Prospek Menggiurkan

Investasi Budidaya Kakao

tersebut disebabkan oleh cendawan Oncobasidium thebromae. Selain itu juga sering dijumpai penyakit busuk buah yang disebabkan oleh Phytoptora sp.

Insektisida yang digunakan untuk pemberantasan ulat jengkal, kutu putih dan belalang antara lain adalah Decis, Supracide, Lebaycide, Coesar dan Atabron. Helopletis sp dapat diberantas dengan Lebaycide, Cupraycide dan Decis. Adapun fungisida yang sering digunakan untuk memberantas penyakit jamur upas dan jamur akar adalah Bayleton dan Meneb.

3.2.6. Panen dan Pasca Panen a. Pemetikan buah

Buah yang sudah masak dipetik dengan menggunakan pisau atau gunting tanaman. Jumlah biji dalam buah antara 20-60 biji. Di Sulawesi Selatan, untuk mendapatkan 1 kg biji kakao kering (kadar air 8 – 7 %) diperlukan sekitar 25-35 buah kakao. Produksi tanaman ditentukan oleh tingkat kesuaian lahan (lihat tabel 12.)

Tingkat kematangan buah dapat dilihat dari perubahan warna buah, yaitu jika alur buah sudah

berwarna kuning, maka tingkat kematangannya adalah C, sedangkan jika alur dan punggung buah berubah kuning, tingkatannya B. Jika seluruh permukaan buah sudah berwarna kuning atau kuning tua, maka tingkat kematangannya adalah A dan A+. Pada umumnya petani sudah memanen buah kakao jika tingkat kematangannya sekurang-kurangnya B. Pemetikan buah pada umumnya dilakukan pagi hari. Buah-buah tersebut kemudian dikumpulkan di suatu tempat sambil menunggu untuk dipecahkan. Kegiatan tersebut dikenal dengan pemeraman buah.

b. Pemecahan buah

Buah yang sudah terkumpul kemudian dipecahkan dengan alat pemukul yang terbuat dari kayu. Buah tersebut dipukul pada bagian punggung dengan arah miring. Bila kulit telah terbagi dua, kulit bagian ujung dibuang dan tangan kanan menarik biji dari placenta. Biji kemudian ditempatkan di atas lembaran plastik atau di dalam keranjang bambu. Pada prinsipnya biji basah ini sudah dapat dijual langsung ke pasar. Namun demikian harga biji basah atau fermentasi tidak sempurna, rendah harganya.

c. Fermentasi

Fermentasi biji kakao dimaksudkan untuk mematikan lembaga biji kakao agar tidak dapat tumbuh dan untuk menimbulkan aroma yang khas coklat. Fermentasi dilakukan di dalam suatu wadah/kotak kayu dengan tebal tumpukkan biji tidak boleh lebih dari 42 cm. Fermentasi yang sempurna dilakukan dalam waktu 5 hari, dimana pada hari kedua harus dilakukan pengadukan/pembalikan. Sesudah itu biji dibiarkan dalam tempat fermentasi sampai hari kelima. Selama proses fermentasi, sebagian air yang terkandung dalam biji akan hilang dan aroma seperti asam cuka akan keluar dari tempat fermentasi. Biji yang sudah difermentasikan kemudian diangin-anginkan sebentar atau direndam dan dicuci sebelum dikeringkan.

d. Perendaman dan Pencucian

Perendaman mempunyai pengaruh terhadap proses pengeringan dan rendemen. Selama proses perendaman berlangsung, sebagian kulit biji kakao terlarut sehingga kulit bijinya lebih tipis dan rendemennya berkurang. Dengan demikian proses pengeringan menjadi lebih cepat.

- 25 -

Prospek Menggiurkan

Investasi Budidaya Kakao

Sesudah perendaman, dilakukan pencucian. Tujuan pencucian untuk mengurangi sisa-sisa pulp yang masih menempel pada biji dan mengurangi rasa asam pada biji. Bila kulit biji masih ada sisa-sisa pulp, biji mudah menyerap air dari udara sehingga mudah terserang jamur dan juga memperlambat proses pengeringan.

e. Pengeringan

Tujuan pengeringan adalah untuk menurunkan kadar air biji dari 60 % sampai pada kondisi dimana kandungan air dalam biji tidak dapat menurunkan kualitas biji dan biji tidak dapat ditumbuhi cendawan. Pengeringan yang terbaik adalah dengan sinar matahari. Untuk mengeringkan biji sampai pada kadar airnya mencapai 7 – 8 % diperlukan waktu 2 – 3 hari, tergantung dari kondisi cuaca. Jika cuaca tidak memungkinkan, pengeringan dapat dilakukan dengan alat pengering buatan.

f. Kualitas Biji Kakao

Kualitas biji kakao ditentukan berdasarkan standar uji yang berlaku, yaitu menurut SP-45-1976 yang direvisi bulan Februari 1990 atas usulan dari Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo). Dalam penentuan kualitas tersebut, yang dimaksud dengan biji kakao adalah biji tanaman kakao (Theobroma cacao L.) yang telah difermentasikan, dibersihkan dan dikeringkan. Parameter kualitas biji kakao dan cara ujinya dapat dilihat pada Tabel 13. sedangkan standar mutu biji kakao dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 13. Parameter Umum Kualitas Biji Kakao

Karakteristik Syarat Cara Pengujian

Kadar air (%) 7,50 SP-SMP-345-1985 ISO 2291 - 1980

Biji berbau asap dan atau Abnormal dan atau berbau asing

Tidak Ada Organoleptik

Serangga hidup Tidak Ada Visual

Kadar biji pecah dan atau pecahan biji dan atau pecahan kulit (% b/b), maks.

3 SP-SMP-346-1985

Kadar benda asing (% b/b), maks. 0 SP-SMP-346-1985

- 26 -

Prospek Menggiurkan

Investasi Budidaya Kakao

Tabel 14. Standar Nasional Indonesia (SNI) biji kakao (SNI 01-232-2000) Khusus

No. Karakteristik Mutu I Mutu II Sub Standar

1 Jumlah biji / 100 g * * *

2 Kadar air (% b/b) maks. 7,5 7,5 >7,5

3 Berjamur (% b/b) maks. 3 4 > 4

4 Tak terfermentasi (% b/b) maks. 3 8 > 8

5 Berserangga, hampa, berkecambah (% b/b) maks. 3 6 > 6

6 Biji pecah (% b/b) maks. 3 3 3

7 Benda asing (% b/b) maks. 0 0 0

8 Kemasan (kg) netto / karung 62,5 62,5 62,5

Sumber : KADIN Indonesia (2007) Keterangan: *) Ukuran biji ditentukan oleh jumlah biji per 100 g

AA jumlah biji per 100 gram maksimum 85

A jumlah biji per 100 gram maksimum 100

B jumlah biji per 100 gram maksimum 110

C jumlah biji per 100 gram maksimum 120

Substandar jumlah biji per 100 gram maksimum > 120 Untuk kakao jenis mulia notasinya dengan F (Fine Cocoa)

- 27 -

Prospek Menggiurkan

Investasi Budidaya Kakao

KEBIJAKAN DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG

4.1. Infrastruktur Pendukung

Pengembangan investasi budidaya kakao telah didukung dengan tersedianya jaringan jalan, airport, pelabuhan laut, terminal, fasilitas air bersih dan listrik, serta hotel dan restoran.

4.1.1. Pelabuhan Beserta Spesifikasinya

Kota Bontang memiliki pelabuhan laut yaitu Pelabuhan Laut Lok Tuan dan Tanjung Laut. Walaupun kondisi pelabuhan saat ini belum mendukung kegiatan pelayaran dan bongkar muat karena konstruksi, fasilitas, dan dangkal. Namun, pemerintah Kota Bontang telah membangun pelabuhan laut yang representatif baik untuk kapal antar pulau maupun ekspor-impor yang direncanakan selesai pada tahun 2006.

Berau memiliki pelabuhan di Tanjung Redeb yang mampu menampung kapal seberat 3.000 ton.

Kutai Timur memiliki pelabuhan laut yaitu di Sangatta 2 buah (milik KPC 1.800 m2 dan Pertamina 725 m2) dan pelabuhan umum di Sangkulirang seluas 189 m2.

4.1.2. Airport Beserta Fasilitas

Kalimantan Timur memiliki 11 bandara, dengan kualifikasi 1(satu) bandara internasional, dan 10 (sepuluh) lainnya bandara perintis, yaitu bandara internasional Sepinggan Balikpapan dan beberapa bandara perintis lainnya adalah, Temindung Samarinda, Juata Tarakan, Kalimarau Berau, Nunukan dan Tanjung Harapan Bulungan. Ketersediaan bandara ini mampu untuk memberikan dukungan bagi pengembangan investasi dan kegiatan ekonomi daerah. Bandara internasional Sepinggan di Balikpapan memiliki 27 operator maskapai penerbangan dengan 15 penerbangan terjadwal (schedule) seperti Garuda Indonesia, Lion Air, Batavia, Adam Air, Sriwijaya Air, Merpati Airlines, Silk Air dan 12 penerbangan tidak

terjadwal.

Kota Bontang saat ini tersedia bandara khusus yang dioperasikan PT. Badak, NGL, belum tersedia bandara bagi masyarakat umum.

Berau memiliki bandara umum dan bandara swasta. Bandara Kalimarau dikelola oleh Pemerintah dan dapat disinggahi oleh penerbangan nasional dan bandara swasta seperti Bandara Luncuran Naga, Mankajang milik PT Kiani Kertas, Bandara Batu Putih di Kecamatan Talisayan, Merasa dan Merapu di Kecamatan Kelay dan Bandara Long Caai di Kecamatan Segah.

Kutai Timur memiliki 9 bandara yaitu KPC di Tanjung Bara dan Bandara Pertamina di Sangkimah serta 7 bandara perintis yaitu di LongLees, Sautara, Batu Ampar, Jabdan, Miau Baru, Long Segar, Pengadan.

- 28 -

Prospek Menggiurkan

Investasi Budidaya Kakao

4.1.3. Listrik Beserta Kapasitas

Listrik adalah komoditas penting bagi keberlangsungan sendi-sendi kehidupan manusia saat ini. Tanpa pasokan energi listrik, hampir dipastikan banyak dunia usaha, rumah tangga maupun sektor yang lain lumpuh karenanya. Sebagian besar sumber energi listrik di Provinsi Kalimantan Timur hingga saat ini masih dipasok oleh Perusahaan Umum Listrik Negara. Selama tahun 2005, tenaga listrik yang diproduksi sebesar 1,5 juta MWH, terjual 1,3 juta MWH, dipakai sendiri 22 ribu MWH dan mengalami penyusutan sebesar 138 ribu MWH.

Selama tahun 2004 PLN telah memproduksi 38.759.476 KWH dengan jumlah yang terjual sebesar 35.569.249 KWH. Dengan kapasitas 14.326 KWH PLN mempekerjakan 137 orang pegawai. Jumlah pelanggan PLN terbesar berada di Tanjung Redeb sebanyak 9.688 pelanggan dan di Kecamatan gunung tabur sebanyak 517 pelanggan sedangkan pelanggan terkecil terdapat di ULD Gunung Sari sebanyak 160 orang pelanggan. Pemerintah Kabupaten Berau telah melakukan kerjasama dengan PT. Indonesia Power telah membangun PLTU Tanjung Redeb dengan power plan 2 x 25 MW.

Kabupaten Kutai Timur tahun 2003 memproduksi tenaga listrik sebesar 38.085 MWH dengan kapasitas terpasang 10,07 MW.

Produksi tenaga listrik di Kabupaten Nunukan mengalami peningkatan sebesar 16,03 % pada tahun 2004. Peningkatan ini diiringi melonjaknya tenaga listrik yang terpasang, yaitu sebesar 10.947 KWH atau terjadi kenaikan sebesar 28,05 % dari tahun sebelumnya. Otomatis tenaga listrik yang terjual juga mengalami kenaikan 19,41 %. Tenaga listrik yang terjual sebesar 23.103 MWH, sebagian besar digunakan oleh rumah tangga, yaitu sebesar 13.953 MWH, diikuti kegiatan usaha sebesar 5.710 MWH. Sedangkan untuk kegiatan publik, industri dan sosial masing-masing sebesar 2.246 MWH, 837 MWH dan 358 MWH. Kenaikan penggunaan tenaga listrik paling besar digunakan untuk kegiatan publik/umum.

4.1.4. Air Bersih dan Kapasitasnya

Seluruh kabupaten/kota di Kalimantan Timur memiliki jaringan air yang dikelola PDAM dengan kapasitas potensial 3.439 liter/detik dan kapasitas efektif 2.540 liter/detik. Kapasitas potensial 3.994 liter/detik dan kapasitas efektif 3.310 liter/detik.

Kabupaten Berau memiliki kapasitas terpasang 140 liter/detik dan produksi air bersih yang terpakai 140 liter/detik. Produksi total air bersih tahun 2003 sebesar 4.432.712 m3.Produksi total air bersih tahun 2005 di Kabupaten Kutai Timur 923.464 m3.

Produksi total air bersih di Kabupaten Nunukan berfluktuasi, jika di tahun 2002 sebesar 681.835,4 m3 kemudian menurun menjadi 571.382,5 m3 dan di tahun 2004 meningkat menjadi 724.869,40 m3.

4.1.5. Hotel dan Restoran

Kalimantan Timur sebagai daerah sentra perdagangan dan jasa, serta tujuan wisata terdapat sarana pendukung berupa hotel dan restoran. Jumlah hotel berbintang maupun non bintang pada tahun 2005 sebanyak 404 buah. Hotel berbintang 17 buah yang memiliki 1.775 kamar dan 2.777 tempat tidur, sedangkan hotel melati 297 buah dengan 3.063 kamar dan 4.987 tempat tidur.

Di Kota Bontang terdapai 1 buah hotel bintang III, yaitu Hotel Bintang Sintuk dan beberapa hotel non bintang 23 buah. Berau memiliki 2 buah hotel bintang II yaitu, hotel Berau Indah dan hotel Segah serta 37 buah hotel non bintang. Kabupaten Kutai Timur memiliki hotel non bintang 52 buah.

- 29 -

Prospek Menggiurkan

Investasi Budidaya Kakao

Selain hotel, di Kalimantan Timur terdapat pula restoran sebanyak 912 buah. Keberadaan hotel dan restoran ini mendukung fasilitas bagi investor.

4.1.6. Sekolah/ PT/Lembaga Pendidikan

Kalimantan Timur memiliki fasilitas pendidikan yang memadai dari pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Universitas Mulawarman sebagai perguruan tinggi negeri di Kalimantan Timur memiliki Fakultas Pertanian yang mampu menyediakan tenaga ahli untuk kebutuhan pengembangan investasi budidaya kakao. Di Kutai Timurpun telah terdapat Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIPER), dan untuk wilayah utara Kalimantan, juga terdapat perguruan tinggi yaitu Universitas Borneo juga memiliki Fakultas Pertanian. Selain pendidikan formal, pelatihan-pelatihanpun dilaksanakan oleh lembaga-lambaga pelatihan swasta maupun oleh dinas tenaga kerja dan dinas teknis terkait.

4.1.7. Jalan/Transportasi

Untuk memperlancar arus lintas bahan input maupun hasil produksi pertanian termasuk kakao telah dibangun jalan lintas kalimantan yang terdiri 3 poros, yaitu poros selatan, tengah dan utara. Infrastruktur perhubungan darat yang tersedia telah memadai untuk angkutan antar kota dalam Provinsi maupun antar kota antar Provinsi.

Pembangunan jembatan seperti jembatan Dondang dan Mahakam II yang memperpendek jarak jarak tempuh Samarinda-Balikpapan merupakan bagian dari pembangunan highway Bontang-Samarinda-Balikpapan.

Pembangunan jalan lintas utara Kalimantan Timur yaitu Sangata, Kutai Timur dan Tanjung Redeb, Berau akan mempercepat arus angkutan barang/jasa.

4.1.8. Perbankan/Asuransi

Lembaga perbankan di Kalimantan Timur pada tahun 2004 berjumlah 223 unit yang tersebar di kabupaten/kota di Kalimantan Timur. Posisi kredit yang telah tersalurkan kepada sektor usaha berjumlah Rp 8 trilyun. Posisi kredit untuk wilayah Bontang berjumlah 815,044 milyar, Berau sebesar Rp 477,61 milyar dan Kutai Timur sebesar Rp 350,514 milyar.

Di Kabupaten Berau terdapat 9 unit bank. Di Kabupaten Kutai Timur terdapat 4 unit bank dengan 3 unit bank pemerintah dan 1 unit bank swasta serta lembaga non perbankan 188 koperasi. Ada 3 lembaga asuransi yaitu Asuransi Bumi Putera, Asuransi Jiwasraya dan Asuransi Jiwa Mubarakah.

4.1.9. Pos dan Telekomunikasi

Kalimantan Timur melalui PT. Telkom sejak tahun 2001/2002 telah membangun 288.386 SST. Penggunaan jasa telekomunikasi telepon saat ini meningkat pesat, dengan diindikasikan tercatatnya 9 operator sembilan telepon selular.

Kota Bontang memiliki 10.470 SST dan 1.290 CCT. Kutai Timur memiliki 4.380 SST dan 540 CCT dan 7 kantor pos cabang.

- 30 -

Prospek Menggiurkan

Investasi Budidaya Kakao

4.2. Kebijakan pendukung

4.2.1. Arah Kebijakan Jangka Panjang 2025

Untuk mencapai sasaran jangka panjang yang telah diuraikan diatas, maka kebijakan dan program yang akan ditempuh dalam pengembangan agribisnis kakao adalah sebagai berikut:

1. Kebijakan peningkatan produktivitas dan mutu kakao.

Kebijakan ini dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas tanaman serta mutu kakao secara bertahap, baik yang dihasilkan oleh perkebunan rakyat maupun perkebunan besar. Kebijakan peningkatan produktivitas dan mutu kakao ini diimplementasikan lewat program-program sebagai berikut:

- Program penciptaan klon kakao tahan PBK baik melalui upaya eksplorasi tanaman kakao yang diduga tahan PBK maupun melalui rekayasa genetik.

- Program pengendalian hama PBK.

- Program peremajaan tanaman kakao karena sebagian besar sudah berumur >25 tahun melalui klonalisasi tanaman kakao dan dengan menggunakan bibit/benih unggul.

- Program perbaikan mutu biji kakao melalui upaya perbaikan pengelolaan kebun maupun fermentasi.

- Program penerapan secara ketat persyaratan mutu biji kakao untuk ekspor.

- Program peningkatan kemampuan dan pemberdayaan petani dan kelembagaan usaha.

2. Kebijakan peningkatan nilai tambah dan pendapatan petani kakao.

Kebijakan ini dimaksudkan agar ekspor kakao Indonesia tidak lagi berupa bahan mentah (biji), tapi dalam bentuk hasil olahan, sehingga nilai tambah dinikmati di dalam negeri. Kebijakan peningkatan produktivitas dan mutu kakao ini diimplementasikan lewat program program sebagai berikut:

- Program pengembangan industri hilir kakao khususnya pengolahan bubuk tepung kakao dan kakao butter untuk meningkatkan nilai tambah.

- Program pengembangan kemitraan antara petani kakao dengan industri pengolahan di dalam negeri dan perusahaan luar negeri yang menguasai pasar kakao.

- Program diversifikasi di areal tanaman kakao dengan jenis tanaman keras seperti kelapa, jati dan mahoni (kegiatan on-farm).

- Program pengembangan model mediasi (perantara) untuk mempertemukan keinginan/ kebutuhan buyer dengan produk yang dihasilkan petani (kegiatan off-farm).

- Program diversifikasi produk kakao, seperti kakao bubuk, lemak, pasta dll.

3. Kebijakan penyediaan sumber pembiayaan

Kebijakan ini dimaksudkan untuk menyediakan berbagai kemungkinan sumber pembiayaan baik yang berasal dari lembaga perbankan maupun non-bank (antara lain memanfaatkan penyertaan dana masyarakat melalui Kontrak Investasi Kolektif, Resi Gudang).

4.2.2. Kebijakan dan Program Jangka Menengah (2005-2010)

Untuk mencapai sasaran jangka menengah yang telah diuraikan diatas, maka kebijakan dan program yang akan ditempuh oleh pemerintah dalam mendukung pengembangan kakao adalah sebagai berikut:

- 31 -

Prospek Menggiurkan

Investasi Budidaya Kakao

1. Kebijakan peningkatan produktivitas

Kebijakan peningkatan produktivitas ini diimplementasikan lewat serangkaian program sebagai berikut:

- Program Intensifikasi Tanaman pada sentra produksi kakao rakyat

- Kegiatan pengendalian Hama Penggerek Buah Kakao (PBK) di wilayah yang sudah terserang dan melakukan tindakan preventif (sarungisasi buah kakao) dan kuratif bagi daerah yang belum terserang dengan memanfaatkan sistem peraturan karantina serta penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) secara maksimal serta meningkatkan kegiatan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT).

- Kegiatan penggunaan benih dari varietas tahan PBK yang direkomendasikan oleh Pusat Penelitian Kopi Kakao Indonesia.

- Pengembangan areal tetap dilanjutkan dan diutamakan untuk mencapai skala ekonomi pada lokasi yang secara agroekologi cocok untuk pengembangan kakao baik secara tumpang sari di antara kakao maupun pada areal tanaman baru.

- Bibit menggunakan jenis-jenis klon unggul yang dihasilkan oleh Lembaga Penelitian dan digunakan cara vegetatif dengan memanfaatkan sumber bahan tanaman dari kebun-kebun entres yang ada.

- Program rehabilitasi dan peremajaan tanaman yang dilakukan pada tanaman rusak atau tanaman tua dengan cara sambung samping menggunakan klon-klon unggul disertai dengan pemeliharaan yang intensif dan efisien.

2. Kebijakan pemberdayaan petani

Kebijakan pemberdayaan petani diimplementasikan lewat serangkaian program sebagai berikut:

- Program penumbuhan kelembagaan petani dan kelembagaan usaha, khususnya di sentra-sentra produksi dan pengembangan kakao.

- Penumbuhan penangkar benih dalam rangka penyediaan benih unggul kakao dikembangkan model waralaba.

- Program pelatihan dan pendampingan untuk meningkatkan kemampuan petani dalam rangka memanfaatkan peluang bisnis yang ada.

- Program peningkatan ketrampilan petani untuk mencegah meluasnya serangan hama PBK melalui kegiatan SL-PHT secara intensif.

3. Kebijakan penataan kelembagaan

Kebijakan penataan kelembagaan ini diimplementasikan lewat serangkaian program sebagai berikut:

- Program fasilitasi lembaga keuangan pedesaan, sehingga dapat terjangkau oleh petani pekebun.

- Program pengembangan dan pemantapan networking and sharing, khususnya CCDC ( Cooperative Commodity Development Center ).

4. Kebijakan pengolahan dan pemasaran hasil

Kebijakan pengolahan dan pemasaran hasil diimplementasikan lewat serangkaian program sebagai berikut:

- Program pengembangan dan desiminasi teknologi pengolahan hasil.

- 32 -

Prospek Menggiurkan

Investasi Budidaya Kakao

- Program fasilitasi penyediaan sarana pengolahan hasil khususnya yang dapat dioperasikan di tingkat petani.

- Program peningkatan mutu hasil baik hasil utama maupun hasil lanjutan.

- Program penerapan SNI wajib segera dilaksanakan setelah fasilitas pendukungnya terpenuhi dan diterapkan secara disiplin baik untuk kakao yang dipasarkan didalam negeri maupun untuk ekspor.

- Program pemanfaatan limbah kakao sebagai pakan ternak, dll.

- Program peningkatan dan pemantapan kelembagaan pemasaran mulai tingkat petani sampai pemasaran ekspor.

- Program pengembangan pemasaran dalam negeri, melalui kegiatan pengembangan sistem informasi pemasaran, pengembangan sistem jaringan dan mekanisme serta usaha-usaha pemasaran.

- Program pengembangan pemasaran internasional, melalui kegiatan pengembangan analisis peluang dan hambatan ekspor serta pengendalian impor produk perkebunan, pengembangan kerjasama internasional di bidang pemasaran hasil perkebunan, peningkatan promosi dan proteksi.

- Program pengembangan sarana pengolahan hasil perkebunan, melalui kegiatan penyiapan paket usulan kebijakan yang terkait dengan pengembangan sarana pengolahan hasil perkebunan rakyat skala kecil (mini plant) dan skala menengah/besar.

5. Kebijakan pemantapan infrastruktur

Kebijakan pemantapan infrastruktur diimplementasikan lewat serangkaian program sebagai berikut:

- Program peningkatan infrastruktur jalan dan jembatan khususnya untuk menjangkau sentra-sentra produksi kakao.

- Program peningkatan sarana gudang dan pelabuhan yang menjangkau sentra produksi kakao.

- Program peningkatan sarana listrik dan komunikasi yang dapat diakses oleh petani perkebunan.

- Program pengembangan sentra-sentra pemasaran kakao (terminal agribisnis) di wilayah pengembangan kakao.

4.3. Aspek Sosial dan Lingkungan

Pada aspek sosial, pemanfaatan lahan oleh petani akan meningkatkan kesejahteraannya, namun demikian karena permasalahan utama petani adalah kurangnya modal, maka diperlukan model kemitraan secara terpadu antara petani dengan Perusahaan Inti dan Bank, sehingga sumberdaya lahan petani dapat termanfaatkan. Dengan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani, maka akan memperkecil kesenjangan sosial.

Dari aspek lingkungan, kegiatan perkebunan kakao jelas memberikan dampak positif dan negatif terhadap komponen/sub kompenan/parameter lingkungan. Besaran dampak (magnitude) diperkirakan berkisar dari kecil sampai besar, dengan nilai kepentingan dampak (importance) diperkirakan dari tidak penting hingga penting. Dampak positif kegiatan perkebunan terjadi pada komponen sosekbudkesmas, khususnya pada parameter mata pencaharian, pendapatan dan kesejahteraan petani secara langsung dan aspek pendidikan secara tidak langsung. Setelah tanaman tumbuh dan berkembang dengan baik, maka kegiatan perkebunan juga akan memberikan dampak positif terhadap komponen biologi (flora dan fauna), penurunan erosi dan peningkatan kesuburan tanah dan peningkatan kualitas air perairan dari sungai-sungai yang berada di dalam

- 33 -

Prospek Menggiurkan

Investasi Budidaya Kakao

dan di sekitar areal kegiatan perkebunan. Pemanfaatan lahan-lahan yang kurang produktif atau lahan-lahan tidur, merupakan nilai positif penting dari kegiatan perkebunan kakao. Melalui pemanfaatan lahan tersebut, maka kondisi ekosistem lahan yang sebelumnya mempunyai dukung rendah (produktivitas rendah) dapat diperbaiki dan dapat ditingkatkan fungsinya, selanjutnya akan memberikan dampak positif terhadap beberapa parameter lingkungan ikutan, seperti terhadap ketersediaan air permukaan dan air tanah.

Dampak negatif dari kegiatan perkebunan dapat terjadi pada tahap-tahap awal perencanaan lahan dan pembukaan lahan/pengolahan tanah (dengan alat berat), khususnya berkaitan dengan masalah kepemilikan dan ganti rugi lahan, erosi, kompaksi tanah dan penurunan kesuburan tanah serta sedimentasi sungai yang terjadi pada awal pembukaan lahan.

Merujuk pada peraturan perundangan yang berlaku, maka diwajibkan kepada pengelola perkebunan

(dengan luas 6000 ha) untuk melakukan studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).

4.4. Aspek Legalitas

Izin usaha pembukaan kebun di Kabupaten dan Kota di Kalimantan Timur mengacu kepada perundangan dan peraturan nasional yaitu Undang-undang Nomor 24 tahun 1994 tentang Sistem Budidaya Tanaman; Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang pengelolaan Lingkungan Hidup; Undang-undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Tata Ruang (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3702; Undang-undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah; Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonomi (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Teknik Penyusunan dan Materi Muatan Produk Hukum Daerah; Keputusan Menteri Pertanian Nomor 357/pts/HK.350/5/2002 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan.

Adapun izin usaha perkebunan di daerah harus memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut: 1. Usaha Perkebunan Rakyat wajib mendaftarkan usahanya kepada Dinas;

2. IUP dapat diberikan kepada:

a. Koperasi; b. Badan Usaha Milik Daerah; c. Badan Usaha Milik Nasional; d. Badan Usaha Swasta Nasional; e. Patungan Badan Usaha Nasional dengan Badan Usaha Asing.

3. Usaha budidaya perkebunan wajib memiliki IUP, diberikan oleh Bupati/ Walikota;

4. IUP berlaku selama 30 tahun dan dapat diperpanjang dengan periode waktu yang sama;

5. Untuk memperoleh IUP, perusahaan harus menyampaikan permohonan kepada Bupati/Walikota melalui Kepala Dinas;

6. Perusahaan pemohon IUP harus melengkapi persyaratan permohonan berupa: a. Akte pendirian perusahaan dan perubahannya; b. Proposal mengenai usaha yang akan dijalankan yang telah disetujui oleh Kepala Dinas; c. Rencana kerja usaha perkebunan; d. Dokumen AMDAL sesuai ketentuan yang berlaku; e. Rekomendasi dari dinas teknis; f. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD);

- 34 -

Prospek Menggiurkan

Investasi Budidaya Kakao

g. Surat keterangan domisili kantor perusahaan; h. Peta calon usaha dengan skala 1 : 100.000. i. Menyetor uang jaminan kesungguhan pada Bank yang ditunjuk sebesar Rp 15.000,- (Lima belas ribu

rupiah) untuk setiap 1 ha luasan areal.

7. Dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah permohonan diterima dengan lengkap, pejabat pemberi IUP harus memutuskan IUP tersebut dapat diberikan atau ditolak.

Selanjutnya izin usaha industri perkebunan harus memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

1. Untuk melaksanakan kegiatan usaha industri perkebunan wajib memperoleh izin tertulis dari Bupati;

2. Izin usaha industri perkebunan dapat diberikan kepada pihak-pihak sebagaimana tercantum dalam Peraturan Daerah;

3. Untuk memperoleh izin, perusahaan harus menyampaikan permohonan kepada Bupati/Walikota melalui kepada dinas dengan melengkapi:

a. Akte pendirian perusahaan dan perubahannya; b. Proposal mengenai usaha yang akan dijalankan yang telah disetujui oleh Kepala Dinas; c. Rencana kerja usaha perkebunan; d. Dokumen AMDAL sesuai ketentuan yang berlaku; e. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD); f. Surat keterangan domisili kantor perusahaan; g. Izin lokasi bagi perusahaan bukan pemilik kebun sumber bahan baku industri; h. Analisis kelayakan usaha; i. Kepastian pasokan bahan baku; j. Izin HO/gangguan dari pejabat berwenang.

4. Dalam waktu 2 (dua) bulan setelah permohonan diterima dengan lengkap, pejabat pemberi izin harus memutuskan permohonan izin tersebut dapat diberikan atau ditolak.

Selain peraturan perundangan yang berkaitan dengan kegiatan usaha perkebunan, maka pemrakarsa kegiatan hendaknya juga memahami tentang tata cara penanaman modal dalam negeri, yaitu;

I. Surat Permohonan (Blangko Model 1/PMDN) dan ditanda tangani diatas materai Rp. 6,000.- oleh pemohon

dibuat rangkap dua dengan dilampiri persyaratan sbb: 1. Bukti Diri Pemohon:

a. Photo copy Akte Pendirian (PT, BUMN, BUMD, CV, Firma dll); b. Photo copy Anggaran Dasar bagi Badan Usaha Koperasi; c. Photo copy KTP;

2. Photo copy Nomor Wajib Pajak (NPWP) Pemohon; 3. Proposal Proyek atau Bidang Usaha yang dimohon dan atau rencana kegiatan dari awal penanaman

modal hingga pemasaran hasil produksi. 4. Peta Lokasi Proyek Skala 1 : 100.000. 5. Persyaratan dan atau ketentuan sektoral yaitu, rekomendasi dari :

1). Lurah/Kades; 2). Camat; 3). Instansi Teknis yang menjelaskan tentang bahwa lokasi yang dimohon tidak bermasalah dan layak

untuk proyek dimaksud seperti rekomendasi dari : a. Dinas Kehutanan;

- 35 -

Prospek Menggiurkan

Investasi Budidaya Kakao

b. Dinas Perkebunan; c. Dinas Pertanian dan Peternakan; d. Badan Pertanahan Nasional; e. Dinas/Instansi lainnya yang berkaitan dengan proyek yang dimohon.

6. Laporan keuangan dan atau akuntabilitas; 7. Pernyataan bersedia berkantor pusat di Kota/Kabupaten; 8. Surat Kuasa dari yang berhak apabila permohonan bukan dilakukan oleh pemohon sendiri. 9. Kesepakatan/perjanjian kerjasama untuk bermitra dengan Usaha Kecil yang antara lain memuat :

1. Nama dan alamat masing-masing pihak; 2. Pola kemitraan yang akan digunakan; 3. Hak dan Kewajiban masing-masing pihak; 4. Bentuk pembinaan yang akan diberikan kepada usaha kecil; 5. Hal-hal lain yang dianggap perlu.

10. Akte Pendirian atau perubahannya mengenai penyertaan usaha kecil sebagai pemegang saham, apabila kemitraan dalam bentuk penyertaan saham;

11. Surat pernyataan diatas materai dari usaha kecil yang menerangkan bahwa yang bersangkutan memenuhi kriteria usaha kecil sesuai dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995.

II. Setelah Permohonan diterima di Bagian Perekonomian & Penanaman Modal Setda Kota/Kabupaten, yang selanjutnya Permohonan diperiksa kelengkapannya/ lampirannya oleh Sub Bagian Penanaman Modal dan BUMD.

III. Setelah lampiran sudah lengkap, maka proposal dipresentasikan oleh Investor dengan biaya sendiri untuk dipresentasikan dihadapan pejabat Pemerintah Kota/Kabupaten dan bila dianggap perlu juga diundang dari DPRD, Unsur Organisasi dalam masyarakat, Unsur Mahasiswa, LSM dll.

IV. Hasil Presentasi dinilai oleh Bagian Perekonomian dan Penanaman Modal atas persetujuan Pemerintah Kota/Kabupaten.

- 36 -

Prospek Menggiurkan

Investasi Budidaya Kakao

ANALISIS FINANSIAL

Asumsi

Perhitungan analisis kelayakan usahatani budidaya kakao berdasarkan beberapa asumsi sebagai berikut; Luas lahan Jarak tanam Banyaknya tanaman Mutu hasil Umur Proyek

: : : : :

10.000 ha 3 x 3 m (tanah datar) dan 2 x 4 m (tanah miring) 1.100 – 1.250 tanaman per ha Berat biji kering 1 – 1,2 g/biji, kandungan lemak 50 % dan kulit ari + 12 % 23 tahun

Berdasarkan tinjauan lapangan dan penelitian para ahli lainnya, tingkat produksi kakao berfluktuasi. Produksi mengalami kenaikan yang tajam pada umumnya terjadi pada tahun ke-7 sampai tahun ke-15. Pada tahun berikutnya, produksi mengalami penurunan. Sedangkan perkembangan harga kakao ditentukan berdasarkan harga minimal dan diasumsikan terus meningkat setiap tahunnya.

Tabel 15. Produksi, harga, dan penerimaan kakao berdasarkan tahun

Tahun panen

Volume (kg / ha / tahun)

Harga (Rp / kg) Revenue (Rp)

1 ha 10.000 ha

1

2

3 400 9250 3.700.000 37.000.000.000

4 650 9250 6.012.500 60.125.000.000

5 900 9250 83.25.000 83.250.000.000

6 1.100 9250 10.175.000 101.750.000.000

7 1.250 9500 11.875.000 118.750.000.000

8 1.350 9500 12.825.000 128.250.000.000

9 1.500 9500 14.250.000 142.500.000.000

10 1.600 9500 15.200.000 152.000.000.000

11 1800 9750 17.550.000 175.500.000.000

12 1900 9750 18.525.000 185.250.000.000

13 2000 9750 19.500.000 195.000.000.000

14 2000 9750 19.500.000 195.000.000.000

15 2000 10000 20.000.000 200.000.000.000

16 1900 10000 19.000.000 190.000.000.000

17 1800 10000 18.000.000 180.000.000.000

18 1700 10000 17.000.000 170.000.000.000

19 1600 11500 18.400.000 184.000.000.000

20 1400 11500 16.100.000 161.000.000.000

- 37 -

Prospek Menggiurkan

Investasi Budidaya Kakao

Tahun panen

Volume (kg / ha / tahun)

Harga (Rp / kg) Revenue (Rp)

1 ha 10.000 ha

21 1200 11500 13.800.000 138.000.000.000

22 1000 11500 11.500.000 115.000.000.000

23 800 11500 9.200.000 92.000.000.000

Kebutuhan Biaya

Biaya investasi kebun digunakan untuk investasi tanaman dan non tanaman, perincian biaya investasi untuk per ha dan 10.000 ha (1 Kimbun) kebun kakao dapat dilihat pada Tabel 16. berikut.

Tabel 16. Kebutuhan Biaya Investasi Kebun Kakao

KEBUTUHAN BIAYA (Rp/ha) (Rp/10.000 ha)

A. INVESTASI TANAMAN - Tahun 0 (TBM 0) - Tahun 1 (TBM 1) - Tahun 2 (TBM 2) B. INVESTASI NON TANAMAN

13.787.400 2.777.500 2.515.000

322.400

137.874.000.000 27.775.000.000 25.150.000.000 3.224.000.000

Total Investasi Tanaman + Non Tanaman (selama 0-2 tahun)

19.402.300

194.023.000.000

Biaya investasi tanaman pada tahun ke-0 (TBM 0) digunakan untuk pembukaan lahan (land clearing), penanaman tanaman pelindung dan tanam kakao. Sedangkan untuk Tahun 1 dan ke-2 digunakan untuk perawatan tanaman, seperti penyulaman, pemupukan dan pencegahan hama dan penyakit. Untuk membantu pendanaan dana investasi, diasumsikan mendapat fasilitas kredit bank 50 %, sedangkan sisanya dipenuhi dengan modal sendiri. Sebagai konsekwensi dari pinjaman bank dibebankan angsuran dan bunga bank dipatok 14 %. Investasi non-tanaman digunakan untuk pembangunan prasarana, seperti bangunan, lahan, perizinan, pemetaan dan tenaga kerja pendukung sebagainya.

Sedangkan besarnya biaya operasional rutin secara reguler dibutuhkan dengan jumlah yang tetap tanpa memperhatikan inflasi adalah Rp 39.640.000.000. Biaya ini dipergunakan untuk pemupukan, penyiangan, penyulaman, pemangkasan, pemanenan, dan pasca panen.

Proyeksi Laba / Rugi

Proyeksi laba/rugi memberikan gambaran tentang kegiatan usaha perkebunan kakao rakyat dalam periode yang akan datang. Asumsi dasar yang digunakan untuk perhitungan laba/rugi ini adalah menyangkut kualitas biji kakao yang dijual petani. Kualitas biji kakao yang dijual petani adalah biji kering, dengan harga jual awal Rp 9.250/kg sampai Rp 11.500/kg di akhir proyek. Berdasarkan asumsi tersebut, sejak pada tahun keempat sampai akhir analisis pada tahun ke-23, pengusaha kakao mendapatkan keuntungan yang cukup memadai. Jika pada tahun ke-4 berbuah keuntungan tersebut hanya Rp 7.023.720.000/tahun belum memperhitungkan nilai investasi, maka pada tahun berikutnya meningkat dua kali lipat, seiring dengan meningkatnya produktivitas tanaman.

- 38 -

Prospek Menggiurkan

Investasi Budidaya Kakao

Tabel 17. Proyeksi rugi laba budidaya kakao berdasarkan tahun

Tahun Hasil penjualan Biaya produksi kebun Laba (rugi) kotor

0 0 139.874.000.000 -139.874.000.000

1 0 28.387.000.000 -28.387.000.000

2 0 25.762.000.000 -25.762.000.000

3 37.000.000.000 53.539.323.636 -16.539.323.636

4 60.125.000.000 53.101.280.000 7.023.720.000

5 83.250.000.000 52.663.236.364 30.586.763.636

6 101.750.000.000 52.225.192.727 49.524.807.273

7 118.750.000.000 51.787.149.091 66.962.850.909

8 128.250.000.000 51.349.105.455 76.900.894.545

9 142.500.000.000 50.911.061.818 91.588.938.182

10 152.000.000.000 50.473.018.182 101.526.981.818

11 175.500.000.000 50.034.974.545 125.465.025.455

12 185.250.000.000 49.596.930.909 135.653.069.091

13 195.000.000.000 49.158.887.273 145.841.112.727

14 195.000.000.000 48.720.843.636 146.279.156.364

15 200.000.000.000 48.282.800.000 151.717.200.000

16 190.000.000.000 47.844.756.364 142.155.243.636

17 180.000.000.000 47.406.712.727 132.593.287.273

18 170.000.000.000 46.968.669.091 123.031.330.909

19 184.000.000.000 46.530.625.455 137.469.374.545

20 161.000.000.000 46.092.581.818 114.907.418.182

21 138.000.000.000 45.654.538.182 92.345.461.818

22 115.000.000.000 45.216.494.545 69.783.505.455

23 92.000.000.000 44.778.450.909 47.221.549.091

Total 3.004.375.000.000 1.226.359.632.727 1.778.015.367.273

Selama 23 tahun umur proyek, biaya yang dikeluarkan untuk budidaya tanaman kakao baik biaya investasi maupun biaya operasional adalah Rp 1.226.359.632.727 sedangkan penerimaan dari hasil penjualan diperoleh sebesar Rp 3.004.375.000.000 sehingga diperoleh laba usaha sebesar Rp 1.778.015.367.273.

- 39 -

Prospek Menggiurkan

Investasi Budidaya Kakao

Break Event Point (BEP) diperoleh dari rumus;

Total biaya rata-rata per tahun = ------------------------------------

Harga jual rata-rata per kg

Rp 53.422.375.336 = ----------------------------

Rp 10.071,43 per kg

= 5.294.182,32 Kg

Kriteria Kelayakan Proyek

Analisis kelayakan proyek diukur melalui kriteria investasi meliputi benefit/cost (B/C) ratio, Break event point (BEP) baik harga maupun produksi, Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan payback period.

B/C Ratio

Analisis B/C ratio adalah perbandingan antara total cash inflow terhadap total cash outflow. Gross B/C ratio ini menunjukkan gambaran berapa kali lipat benefit (penerimaan) akan diperoleh dari cost (biaya) yang dikeluarkan sebelum dikalikan dengan discount factor (DF). Hasil analisis menunjukkan nilai gross B/C ratio sebesar 2,45. Nilai ini menunjukkan bahwa benefit yang yang diperoleh 2,45 kali lipat dari cost yang dikeluarkan. Sedangkan Net B/C ratio ini menunjukkan gambaran berapa kali lipat benefit akan diperoleh dari cost yang dikeluarkan setelah dikalikan dengan DF sebesar 14 %. Berdasarkan perhitungan kelayakan usaha, nilai Net B/C ratio adalah 1,36 yang artinya benefit yang diperoleh adalah 1,36 kali lipat dari cost yang dikeluarkan.

Break Event Point (BEP)

BEP (titik impas) adalah kondisi pada saat suatu usaha tidak mengalami keuntungan maupun kerugian. Nilai BEP dipakai untuk menentukan besarnya volume penjualan dimana perusahaan tersebut sudah dapat menutupi semua biaya-biayanya tanpa mengalami kerugian maupun keuntungan.

Nilai BEP volume produksi kakao diperoleh pada tingkat produksi sebesar 5.294.182 Kg pertahun. Artinya, dengan tingkat harga rata-rata sebesar Rp 10.071,43 usaha budidaya kakao tidak akan mengalami kerugian atau mendapat keuntungan (impas) dengan hanya memproduksi biji kering kakao seberat 5.294.182 Kg pertahun. Sementara itu, kemampuan produksi biji kering kakao dengan luas tanam 10.000 ha dalam analisis ini mencapai 12.978.260,87 kg per tahun jauh lebih besar dibandingkan dengan BEP produksinya.

Tabel 18. Hasil Analisa Finansial Proyek Kriteria investasi

Nilai

Gross B/C 2,45

Net B/C 1,36

BEP harga produksi

Rp 4.108 per kg 5.294.183 Kg

NPV Rp 160.410.394.874

IRR 34,64 %

Payback period 7 tahun 8 bulan

- 40 -

Prospek Menggiurkan

Investasi Budidaya Kakao

Payback period

Payback period diartikan sebagai jangka waktu kembalinya investasi yang telah dikeluarkan melalui keuntungan yang diperoleh dari suatu proyek. Hasil perhitungan analisis kelayakan usaha diperoleh nilai payback period terjadi tahun ke 7 lebih 8 bulan.

Net Present Value (NPV)

NPV dari suatu proyek merupakan nilai sekarang dari selisih benefit dengan cost pada discount factor (DF) tertentu. NPV menunjukkan kelebihan manfaat dibandingkan dengan biaya. Apabila NPV lebih besar dari 0 berarti proyek tersebut menguntungkan dan layak untuk diusahakan. Berdasarkan hasil perhitungan NPV pada discount factor 14 % menunjukan nilai NPV sebesar Rp 160.410.394.874 yang artinya nilai NPV > 1. Hal ini berarti proyek usaha budidaya kakao layak untuk diusahakan.

Internal Rate of Return (IRR)

IRR adalah suatu kriteria investasi untuk mengatakan persentase keuntungnan dari suatu proyek tiap-tiap tahun dan juga merupakan alat ukur kemampuan proyek dalammengembalikan bunga pinjaman. IRR pada dasarnya menunjukkan Discount Factor (DF) dimana NPV = 0. Berdasarkan hasil analisis perhitungan IRR diperoleh nilai 34,64 %. Apabila diasumsikan bungna bank yang berlaku adalah 14 % maka proyek tersebut menguntungkan dan layak untuk diusahakan, karena nilai IRR jauh lebih tinggi dibandingkan dengan suku bunga pasar.

Analisis Sensitivitas

Analisis ini digunakan untuk mengetahui sensitivitas usaha budidaya kakao ketika ada perubahan tertentu yang mempengaruhi usaha. Asumsi kondisi usaha diambil apabila usaha budidaya kakao mengalami kenaikan biaya produksi sebesar 5 % dan harga jual turun 5 %. Selengkapnya tersaji dalam Tabel 20.

Tabel 19 . Analisis sensitivitas kelayakan usaha budidaya kakao

Kriteria Investasi Sensitivitas

Biaya naik 5 % Harga jual turun 5 %

Gross B/C ratio

Net B/C Ratio

Net Present Value (NPV) (Rp)

Internal Rate of Return (IRR)

Payback Period (PBP)

2,33

1,29

138.050.066.684

32,87

9 tahun

2,25

1,25

118.053.005.994

31,58

9 tahun 3 bulan

Hasil analisis menunjukkan bahwa kenaikan biaya produksi naik 5 % dan harga jual kakao turun sebesar

5 %, usaha kakao masih menguntungkan dan tetap layak untuk dilaksanakan. Hal ini tercermin dari nilai-nilai kriteria investasi yang menunjukkan kelayakan usaha ini. Hasil analisis sensitivitas sebagaimana Tabel diatas ditunjukkan bahwa apabila terjadi kenaikan biaya produksi sebesar 5 % dan harga jual kakao turun 5 %, nilai Net BC ratio masing-masing 1,29 dan 1,25 lebih besar dari 1, berarti net benefit yang diperoleh dari usaha budidaya kakao adalah 1,29 dan 1,25 kali lipat dari cost yang dikeluarkan. Jangka waktu kembalinya investasi yang telah dikeluarkan melalui keuntungan yang diperoleh dari suatu proyek juga tergolong tidak berubah

- 41 -

Prospek Menggiurkan

Investasi Budidaya Kakao

jauh. Hal ini ditunjukkan oleh nilai payback period terjadi tahun ke 9 jika biaya produksi mengalami kenaikan 5 % dan 9 tahun 3 bulan apabila harga jual mengalami penurunan sebesar 5 %.

Hasil perhitungan NPV pada discount factor 14 % menunjukan nilai NPV masing-masing sebesar Rp 138.050.066.684 dan Rp 118.053.005.994 yang artinya nilai NPV > 1. Hal ini berarti proyek poengembangan kakao layak untuk diusahakan. Berdasarkan hasil analisis perhitungan IRR juga diperoleh nilai 32,87 % dan 31,58 %. Apabila diasumsikan bunga bank yang berlaku adalah 14 % maka proyek tersebut menguntungkan dan layak untuk diusahakan, karena nilai IRR jauh lebih besar dibandingkan dengan suku bunga tersebut.

Hasil analisis menunjukkan bahwa kenaikan biaya produksi dan harga jual sapi potong dan pupuk organic turun sebesar 10 %, usaha sapi potong masing menguntungkan dan tetap layak untuk dilaksanakan. Hal ini tercermin dari nilai-nilai criteria investasi yang menunjukkan kelayakan.Hasil analisis sensitivitas sebagaimana TabelTabel diatas ditunjukkan bahwa apabila terjadi kenaikan biaya produksi sebesar 10 % dan harga jual sapi potong dan pupuk organic pun, nilai Net BC ratio masing-masing 2,75 dan 2,46 lebih besar dari 1, berarti benefit yang diperoleh adalah 2,75 dan 2,46 kali lipat dari cost yang dikeluarkan. Jangka waktu kembalinya investasi yang telah dikeluarkan melalui keuntungan yang diperoleh dari suatu proyek juga tergolong pendek . Hal ini ditunjukkan oleh nilai payback period terjadi tahun ke 5. Hasil perhitungan NPV pada discount factor 14 % menunjukan nilai NPV masing-masing sebesar Rp 5.415.178.946,00 dan Rp 4.468.455.481,00 yang artinya nilai NPV > 1. Hal ini berarti proyek poengembangan sapi potong layak untuk diusahakan. Berdasarkan hasil analisis perhitungan IRR juga diperoleh nilai 32,18 % dan 26,66 % . Apabila diasumsikan bungna bank yang berlaku adalah 14 % maka proyek tersebut menguntungkan dan layak untuk diusahakan, karena nilai IRR jauh lebih besar dibandingkan suku bunga tersebut.

- 42 -

Prospek Menggiurkan

Investasi Budidaya Kakao

PENUTUP

Berdasarkan pemaparan mengenai peluang investasi budidaya kakao di Kalimantan Timur, terlihat

jelas bahwa wilayah Kalimantan Timur antara lain Berau, Kutai kertanegara, Kutai Timur dan Nunukan memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa investasi usaha budidaya kakao di Provinsi Kalimantan Timur menguntungkan dan layak untuk diusahakan. Para investor tidak perlu ragu menanamkan modalnya untuk investasi di bidang ini. Ditinjau dari aspek teknis maupun ekonomis serta dukungan pemerintah daerah setempat yang kuat akan memudahkan bagi para investor berusaha.

Jika diperlukan informasi lebih lanjut tentang investasi budidaya kakao dapat melakukan kontak ke alamat yaitu:

1. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)

Jl. Gatot Subroto 44 Jakarta 12190-Indonesia PO Box 3186

Telp. +62-021-5252008, 5254981, Fax +62-0215227609, 5254945, 5253866

E-mail : sysadm@ bkpm.go.id

Website : http://www.bkpm.go.id

2. Badan Perijinana dan Penanaman Modal Daerah (BPPMD) Provinsi Kalimantan Timur

Jl Basuki Rahmat No 56 Samarinda KALTIM 75117 Telp. 62-0541-743235 – 743446 Fax : 0541-736446 E-mail : [email protected]

Website : http://www.bppmd.kaltimprov.go.id

3. Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur

Jl. MT Haryono Samarinda Kalimantan Timur

Telp. 0541-736852/748660, Fax. 0541-748382

- 43 -

Prospek Menggiurkan

Investasi Budidaya Kakao

DAFTAR PUSTAKA

Bank Indonesia (2004) Aspek pemasaran kakao di Kalimantan Timur. http://www.bi.go.id/sipuk/im/ind/kakao/pemasaran. Diakses pada 17 Nopember 2007.

BAPPEDA Provinsi Kalimantan Timur (2006) Kalimantan Timur Dalam Angka 2006. BAPPEDA Provinsi Kalimantan Timur, Samarinda.

Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan Timur (2007) Data Iklim Kalimantan Timur. Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan Timur, Samarinda.

Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur (2007a) Statistik Perkebunan Kalimantan Timur 2006. Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur, Samarinda.

Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur (2007b). Laporan Tahunan Dinas Perkebunan Kalimantan Timur 2006. Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur, Samarinda.

Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur (2007) Petunjuk pelaksanaan program revitalisasi perkebunan Kalimantan Timur 2007. Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur, Samarinda.

Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian (2006) Statistik Perkebunan 2006. Ditjen Perkebunan Departemen Pertanian, Jakarta,

Hatta S (1992) Budidaya, Pengolahan Hasil dan Aspek Ekonominya. Kanisius, Yogyakarta.

KADIN Indonesia (2007) Pengolahan kakao. http://www.kadin-indonesia.or.id/ enm/images/dokumen/KADIN-104-1605-13032007.pdf. Diakses pada 27 Nopember 2007.

Poedjiwidodo Y (1996) Sambung samping kakao. Tribis Agriwidya, Ungaran.

Pusat Penelitian kopi dan kakao Indonesia (2004) Panduan Lengkap Budidaya Kakao. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Siregar T (1989) Budidaya, Pengolahan dan Pemasaran Coklat. Penebar Swadaya, Jakarta.

Susanto FX (1994) Tanaman Kakao Budidaya dan Pengolahan Hasil. Kanisius, Yogyakarta.

The International Cocoa Organization (ICCO) (2007) International Cocoa Organization Annual Report 2005/2006. ICCO, London.

- 44 -

Prospek Menggiurkan

Investasi Budidaya Kakao

- 45 -

Prospek Menggiurkan

Investasi Budidaya Kakao

1.

P

E

R

M

O

H

O

N

A

N

Model 1 / PMDN Kelengkapan

- Akte perusahaan atau

KTP bagi perorangan

- Copy NPWP

- Proses dan flowchart

- Uraian produksi / kegiatan

usaha

- Surat kuasa, apabila bukan

ditandatangani Direksi

Uraian produksi /

kegiatan usaha

- Surat kuasa apabila bukan

ditandatangani Direksi

Model 1 / Foreigen Capital

Investment (PMA)

Peserta Indonesia

-Akta perusahaan

-Copy KTP apabila perorangan

-Copy NPWP untuk PMA

peserta asing

-Akte perusahaan

-Copy paspor apabila perorangan

-Copy NPWP untuk PT PMA

-Proses dan flowchart

-Uraian produksi kegiatan

Surat Persetujuan

untuk PMDN

Surat Persetujuan

untuk PMA

2. PERSETUJUAN PENANAMAN

RENCANA PERUBAHAN

- Perubahan bidang usaha atau produksi

- Perubahan investasi

- Perubahan/pertambahan TKA

- Perubahan kepemilikan saham

- Preusan PMA atau PMDN atau non PMA/PMDN

- Perpanjangan WPP

- Perubahan status

- Pembelian saham preusan PMDN dan non PMA/PMDN oleh

asing atau sebaliknya

-APIT, untukmengimpor barang modal dan bahan baku yang dibutuhkan

-RPTK untuk mendatangkan/ menggunakan TKA

-Rekomendasi TA.01 kepada Dirjen Imigrasi agar dapat diterbitkan VISA

bagi TKA

-IKTA, untuk memperkerjakan TKA

-SP Pabean BB/P, pemberian fasilitas atas penginfor bahan baku/penolong ===========================================

Di Kabupaten/ Kota : Izin lokasi, IMB, Izin UUG/HO, Sertifikat Atas Tanah

3.

PERIZI-

NAN

PELAK- SANAAN

Copy akta pendirian

dan pengesahan

Kelengkapan

- Copy akte perusahaan

- Copy IMB

- Copy izin UUG/HO

- Copy sertifikat hak atas tanah

- LKPM

- RKL/RPL atau UKL/UPL atau SPPL BAP

- Copy SP PMDN atau SP PMA dan

perubahannya

- RKL/RPL atau UKL/UPL atau SPPL BAP

- Copy SP PMDN atau SP PMA dan

perubahannya

Sebagai dasar untuk

-Melakukan produksi komersil

-Pengajuan rencana peluasan

investasi

-Pengajuan restrukturisasi

-Pengajuan atau tambahan bahan baku /penolong

4. REALI-

SASI

IZIN

USAHA

Lampiran Gambar 14. Diagram Alir Proses Perijinan