1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka ...
-
Upload
hoangxuyen -
Category
Documents
-
view
216 -
download
2
Transcript of 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka ...
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam rangka membantu kelangsungan usaha masyarakat kecil, dimana
modal menjadi masalah yang sulit, pemerintah melalui Perusahaan Umum (untuk
selanjutnya disebut Perum) Pegadaian berusaha menyalurkan uang pinjaman (kredit)
untuk lebih meningkatkan usaha dan taraf hidup mereka atas dasar hukum gadai
dengan harapan mereka tidak terjerat oleh gadai gelap, praktek riba dan pinjaman
tidak wajar lainnya. Pemberian pinjaman uang oleh Perum Pegadaian prosedurnya
sangat sederhana, tidak berbelit–belit, dan dalam waktu singkat kurang lebih lima
belas menit saja nasabah sudah dapat memperoleh uang pinjamannya dengan syarat
menyerahkan harta geraknya sebagai jaminan.
Perum Pegadaian mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sekaligus memupuk keuntungan melalui pemberian pinjaman skala
mikro, kecil, dan menengah serta melaksanakan usaha lainnya berdasarkan ketentuan
dan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan tujuan tersebut, Pegadaian
menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai berikut:
1. Pemberian pinjaman atas dasar hukum gadai
2. Pemberian pinjaman atas dasar hukum yang menerapkan prinsip-prinsip
fidusia;
1
Universitas Sumatera Utara
2
3. Menjalankan usaha lainnya yang menunjang terwujudnya misi dan visi
perusahaan.1
Pemerintah melalui Perum Pegadaian berupaya menyalurkan uang pinjaman
(kredit) bagi masyarakat terutama pada mereka golongan ekonomi lemah. Perluasan
fasilitas kredit memang sangat diperlukan, karena hal ini akan memberikan
kemungkinan perusahaan-perusahaan kecil dan perusahaan-perusahaan pada
umumnya dapat terdorong untuk maju sehingga dapat mempunyai pengaruh
menaikan taraf hidup perekonomian masyarakat. Kebijakan yang longgar dalam
perkreditan juga sangat diperlukan demi perlindungan terhadap pihak masyarakat
ekonomi lemah yaitu para petani kecil, pegawai kecil.
Peran Perum Pegadaian dioptimalisasikan terus menerus bagi kehidupan
masyarakat yang ditunjukan dengan berbagai perubahan kebijaksanaan, merupakan
contoh konkrit lahirnya kebijakan-kebijakan baru dengan membenahi secara lebih
fungsional pranata yang sudah ada sebelumnya. Kenyataan ini paling tidak
menunjukan bahwa Perum Pegadaian dipandang oleh pemerintah sebagai institusi
yang amat fungsional untuk menunjang perekonomian nasional dan pencapaian
tujuan program pembangunan dalam pembangunan jangka panjang kedua.
Mekanisme gadai terbentuk antara kreditur atau Perum Pegadaian dengan
debitur atau nasabah. Hubungan hukum dimulai pada saat seorang debitur atau
nasabah yang membutuhkan suatu dana guna kepentingan usaha atau kepentingan
1 Wikipedia Indonesia.com https//www.pegadaian.co.id/k.visimisi diakses tanggal 10 mei2010
Universitas Sumatera Utara
3
pribadi lainnya yang karena kebutuhan tersebut menyerahkan benda bergeraknya
sebagai jaminan kepada Perum Pegadaian.
Perum Pegadaian sudah ada lebih dari 100 (seratus) tahun di kancah keuangan
Indonesia. Perum Pegadaian hadir sebagai institusi penyedia pembiayaan jangka
pendek dengan syarat mudah dan tidak bertele-tele. Cukup membawa agunan,
seseorang bisa mendapat pinjaman sesuai dengan nilai taksiran barang tersebut.
Agunan itu bisa berbentuk apa saja asalkan berupa benda bergerak dan bernilai
ekonomis. Di samping itu, pemohon juga perlu menyerahkan surat kepemilikan dan
identitas diri.
Kreditur atau Perum Pegadaian menerima barang bergerak milik debitur,
dimana benda bergerak tersebut sebagai jaminan atas pinjaman yang dimohon oleh
debitur ditaksir dan diberikan nilai taksiran yang selanjutnya diberikan kelayakan
pinjaman. Prosedur diatas dilanjutkan dengan pernyataan lisan dari debitur tentang
berapa besar nilai hutang yang dikehendaki dari jumlah besar nilai kelayakan
pinjaman yang didasarkan pada nilai jual dari obyek pinjaman dengan harga
sekarang. Besaran jumlah pinjaman diberikan setelah dikurangi biaya asuransi
terhadap obyek jaminan. Biaya asuransi yang dikenakan juga variatif berdasarkan
golongan dari benda atau obyek yang dijaminkan. Kegunaan dari pembebanan biaya
asuransi adalah sebagai proteksi terhadap keamanan dan jaminan ganti rugi atau ganti
kembali dari benda atau obyek jaminan apabila musnah atau rusak.
Kebijakan penggantian dari asuransi merupakan kebijakan yang dibentuk
antara Perum Pegadaian dengan pihak asuransi yang selanjutnya diajukan kepada
Universitas Sumatera Utara
4
nasabah dalam bentuk format baku pada suatu klausula dari perjanjian kredit dengan
jaminan barang bergerak yang tercantum pada halaman belakang dari Surat Bukti
Kredit yang akan dipegang oleh nasabah atau debitur.
Besar jumlah penggantian asuransi yang disepakati antara Perum Pegadaian
dan Perusahaan Asuransi adalah 125% dari nilai taksiran, tetapi Perum Pegadaian
dalam hal ini tidak bertanggung jawab atas kerugian apabila terjadi force majeure,
antara lain bencana alam, huru hara dan perang, dalam konteks yang demikian berarti
terdapat konsekuensi bahwa nasabah karena sebab–sebab force majeure yang
menyebabkan benda jaminannya rusak atau hilang tidak akan mendapatkan
penggantian dari Pegadaian.2
Nasabah dari Perum Pegadaian secara umum adalah masyarakat yang selama
ini tidak pernah mengetahui bagaimana aspek hukum perlindungan terhadap obyek
jaminannya dari kemungkinan rusak atau hilang. Walaupun sebenarnya saat nasabah
datang ke Perum Pegadaian untuk menggadaikan barangnya oleh petugas Perum
Pegadaian dilihat dan dicatat model dan bentuk dari barang gadai tersebut, sehingga
pada saat nasabah telah melunasi pinjamannya maka nasabah akan tetap mendapatkan
barangnya seperti semula.
Batas–batas perlindungan terhadap debitur dalam suatu perjanjian gadai
selama ini tidak banyak dimengerti masyarakat karena tanggung jawab yang
diberikan Perum Pegadaian selalu didasarkan pada isi perjanjian kredit dengan
jaminan barang bergerak yang tercantum dalam surat bukti kredit, padahal banyak
2 Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Barang Bergerak Butir 4, pada Surat Bukti Kredit
Universitas Sumatera Utara
5
hak-hak debitur yang belum dilaksanakan dalam perjanjian tersebut misalnya
pemberitahuan secara person sebelum terjadinya lelang.
Selain hal–hal tersebut diatas, sering juga dijumpai barang yang digadaikan
adalah barang curian atau barang sewaan. Hal ini dikarenakan pihak Perum
Pegadaian tidak pernah menanyakan kepada nasabah asal barang tersebut. Karena
pihak Perum Pegadaian beranggapan bahwa barang yang dibawa oleh nasabah ke
Perum Pegadaian untuk digadaikan adalah barang milik nasabah itu sendiri. Padahal
bisa saja barang tersebut adalah milik orang lain yang disewa atau dicuri oleh nasabah
yang kemudian digadaikan di Perum Pegadaian. Hal ini kerap terjadi disebabkan
adanya anggapan bahwa barang yang akan digadai tersebut akan ditaksir oleh petugas
biasanya 70-80 persen dari harga pasar dan setelah ketemu nominalnya mereka akan
mendapat uang.
Hal-hal semacam itulah yang dikemudian hari akan menimbulkan persoalan
baru. Apabila pemilik barang semula mengetahui bahwa barang miliknya baik yang
disewakan ataupun dicuri oleh orang lain yang kemudian digadaikan oleh orang
tersebut di Perum Pegadaian, maka persoalan ini dapat berlanjut menjadi persoalan
hukum yang akan membawa aparat penegak hukum untuk menyelesaikannya.
Berdasarkan dari latar belakang tersebut, menarik untuk diketahui dan diteliti
lebih jauh yang akan dituangkan dalam tesis yang berjudul : “Tanggung jawab
kreditur pemegang gadai dalam perjanjian gadai di Perum Pegadaian wilayah II
Pekanbaru”.
Universitas Sumatera Utara
6
B. Perumusan Masalah
1. Bagaimanakah perjanjian gadai antara kreditur dan debitur di Perum Pegadaian
Pekanbaru ?
2. Bagaimanakah perlindungan hukum kreditur dan debitur dalam pelaksanaan
gadai di Perum Pegadaian Pekanbaru ?
3. Bagaimanakah tanggung jawab Perum Pegadaian sebagai kreditur pemegang
gadai dalam pejanjian gadai di Perum Pegadaian Pekanbaru ?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian merupakan bagian pokok ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk
lebih mendalami segala aspek kehidupan, disamping itu juga merupakan sarana untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan, baik dari segi teoritis dan praktis.3 Berdasarkan
rumusan masalah tersebut diatas, maka tujuan yang hendak dicapai adalah :
1. Untuk mengetahui dan menganalisa perjanjian gadai yang tercantum dalam surat
bukti kredit di Perum Pegadaian Pekanbaru.
2. Untuk mengetahui dan menganalisa perlindungan hukum kreditur dan debitur
dalam pelaksanaan gadai di Perum Pegadaian Pekanbaru.
3. Untuk mengetahui tanggung jawab Perum Pegadaian sebagai kreditur pemegang
gadai dalam perjanjian gadai di Perum Pegadaian Pekanbaru
3 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1998. hal 3.
Universitas Sumatera Utara
7
D. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini kegunaan utama dari penelitian ini diharapkan tercapai,
yaitu :
1. Kegunaan secara praktis
Hasil dan penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah
pengetahuan dibidang hukum perdata, khususnya mengenai perjanjian gadai di
Perum Pegadaian.
2. Kegunaan secara teoritis
Selain itu diharapkan juga hasil dari penelitian ini secara teoritis dapat berguna
sebagai bahan referensi tambahan penelitian sejenis pada program studi Magister
Kenotariatan Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian dan penelusuran yang telah dilakukan, baik
berdasarkan penelitian sebelumnya, khususnya pada Magister Kenotariatan
Universitas Sumatera Utara, dan sejauh yang telah diketahui penulis bahwa belum
ditemui adanya penelitian yang berkaitan dengan judul tesis ini, yaitu “Tanggung
jawab kreditur pemegang gadai dalam perjanjian gadai di Perum Pegadaian cabang
Nangka Pekanbaru”. Sebelumnya ada beberapa penelitian dikantor Perum Pegadaian,
antara lain sebagai berikut :
1. Herly Gusti Meliana Siagian, Magister Kenotariatan, tahun 2009 melakukan
penelitian tentang “Peranan Notaris dalam Perjanjian Kredit angsuran sistem
Universitas Sumatera Utara
8
fidusia pada Perum Pegadaian (Studi di Kantor Perum Pegadaian Cabang
Medan Utama). Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah :
Bagaimanakah kewenangan notaris dalam pembuatan perjanjian kredit
angsuran sistem fidusia pada Perum Pegadaian Cabang Medan Utama,
bagaimanakah kedudukan benda jaminan dalam perjanjian kredit angsuran
sistem fidisia pada Perum Pegadaian Cabang Medan Utama, bagaimanakah
peran notaris dalam pelaksanaan perjanjian kredit angsuran sistem fidusia
pada Perum Pegadaian Cabang Medan Utama.
2. Toto Edward Hutagalung, Magister Kenotariatan, tahun 2008, melakukan
penelitian tentang “Pelelangan atas barang jaminan gadai di Perusahaan
Umum Pegadaian Cabang Medan”. Permasalahan yang dibahas dalam
penelitian ini adalah : bagaimana prosedur pemberian dan pelunasan benda
jaminan gadai pada lembaga pegadaian, bagaimana pelaksanaaan pelelangan
di Indonesia pada umumnya, dan bagaimana pelaksanaan pelelangan atas
barang jaminan gadai di Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Medan.
Berdasarkan Kenyataan yang diperoleh keyakinan bahwa keaslian penelitian
ini cukup diyakini keberadaannya, maka judul yang diajukan ini belum pernah diteliti
dan dibahas sehingga dapat dikatakan bahwa penelitian ini adalah asli dan dapat
dipertanggungjawabkan keasliannya karena belum ada yang melakukan penelitian
yang sama dengan judul penelitian yang dilakukan ini.
Universitas Sumatera Utara
9
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Menurut Soerjono Soekanto, teori adalah suatu sistem yang berisikan
proposisi-proposisi yang telah diuji kebenarannya untuk menjelaskan aneka macam
gejala sosial yang dihadapinya dan memberikan pengarahan pada aktifitas penelitian
yang dijalankan serta memberikan taraf pemahaman tertentu.4
Fred N. Kerlinger dalam bukunya Fondation of Behavioral Research
menjelaskan teori5 : “Suatu teori adalah seperangkat konsep, batasan dan proposisi
yang menyajikan suatu pandangan sistematis tentang fenomena dengan merinci
hubungan antar variabel dengan tujuan menjelaskan dan memprediksi gejala
tersebut.”
Teori yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teori keadilan
berbasis perjanjian (John Rawls) yang menyebutkan keadilan yang memadai harus
dibentuk dengan pendekatan perjanjian, dimana azas-azas keadilan yang dipilih
bersama benar-benar merupakan kesepakatan para pihak, bebas, rasional dan
sederajat.6
Melalui pendekatan perjanjian dari sebuah teori keadilan yang berbasis
perjanjian (John Rawls) yang menyebutkan keadilan yang memadai harus dibentuk
4 Ibid, hal. 6.5 Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif
dan Empiris, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, hal. 133.6 Agus yudha hernoko,2008,hukum perjanjian azas proposionalitas dalam kontrak
komersial,laksbang mediatama, Yogyakarta
Universitas Sumatera Utara
10
dengan pendekatan perjanjian, dimana azas-azas keadilan yang dipilih bersama para
pihak, bebas, rasional dan sederajat.
Melalui pendekatan perjanjian dari sebuah teori keadilan mampu untuk
menjamin pelaksanaan hak dan sekaligus mendistribusikan kewajiban secara adil bagi
semua orang. Oleh karenanya suatu konsep keadilan yang baik haruslah bersifat
kontraktual, konsekuensinya setiap konsep keadilan yang tidak berbasis kontraktual
haruslah dikesampingkan demi kepentingan keadilan itu sendiri.
Hukum Perjanjian diatur dalam Buku III KUHPerdata menganut sistem
terbuka, artinya memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada siapa saja untuk
mengadakan perjanjian yang berupa dan berisi apa saja asalkan tidak bertentangan
dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan.
Definisi yang diberikan oleh Pasal 1313 KUHPerdata berbunyi: “Suatu
perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Dengan adanya pengertian tentang
perjanjian tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa kedudukan antara pihak yang
mengadakan perjanjian adalah sama dan seimbang.
Pengertian mengenai perjanjian seperti tersebut di atas apabila dilihat secara
mendalam, akan terlihat bahwa pengertian tersebut ternyata mempunyai arti yang luas
dan umum sekali sifatnya, selain itu juga tanpa menyebutkan untuk apa perjanjian
tersebut dibuat. Hal tersebut terjadi karena di dalam pengertian perjanjian menurut
konsepsi Pasal 1313 KUHPerdata, hanya menyebutkan tentang pihak yang satu atau
Universitas Sumatera Utara
11
lebih mengikatkan dirinya pada pihak lainnya dan sama sekali tidak menentukan
untuk tujuan apa suatu perjanjian tersebut dibuat.
Mariam Darus Badrulzaman menyatakan bahwa walaupun definisi perjanjian
tersebut sudah otentik namun rumusannya disatu sisi adalah tidak lengkap karena
hanya menekankan pada perjanjian sepihak saja dan di sisi lain terlalu luas karena
dapat mengenai hal-hal yang berhubungan dengan janji kawin yaitu sebagai
perbuatan yang terdapat dalam bidang hukum keluarga7
Akibat daripada tidak lengkap dan terlalu luasnya rumusan perjanjian yang
diberikan oleh pembentuk Undang-undang tersebut di atas akibatnya timbul berbagai
pandangan sebagai doktrin tentang definisi yang diberikan oleh para ahli hukum
Subekti berpendapat bahwa suatu perjanjian atau persetujuan itu adalah suatu
peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu
saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal8
Tim penyusun ketrampilan perancangan hukum berpendapat bahwa perjanjian
itu adalah kesepakatan yang timbal balik di antara dua pihal atau lebih yang memuat
persyaratan-persyaratan tertentu mengenai objek tertentu yang melahirkan
persetujuan di antara para pihak.9
Disamping beberapa definisi di atas yang menekankan perjanjian sebagai
melahirkan kewajiban secara timbal balik yang belum nampak aspek hukumnya ada
7 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Edisi I, Cetakan I,Alumni,Bandung,2004,hal.18.
8 R.Subekti, Hukum Perjanjian, PT Intermasa, Cetakan; XVIII, Jakarta,2001,hal.1.9 Laborotorium Hukum FH UNPAR, Keterampilan Perancangan Hukum, PT
CitraAdityaBakti, Cetakan ke 1, Bandung,1997,hal.143.
Universitas Sumatera Utara
12
juga yang memberikan definisi lebih luas bahwa perjanjian itu adalah suatu
kesepakatan yang diperjanjikan di antara dua orang atau lebih pihak yang dapat
menimbulkan,memodifikasi atau menghilangkan hubungan hukum10
Definisi dari berbagai pendapat tersebut di atas bahwa perjanjian adalah
perbuatan hukum dengan mana satu orang atau lebih saling mengikatkan dirinya
dengan satu orang atau lebih yang bertujuan untuk melahirkan, memodifikasi atau
mengakhiri hubungan hukum yang terletak di bidang harta kekayaan.
Oleh karena itu suatu perjanjian akan lebih luas dan tegas artinya jika
pengertian mengenai perjanjian tersebut diartikan sebagai suatu persetujuan di mana
dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam
lapangan harta kekayaan.11
Selanjutnya dalam suatu perjanjian, pasal-pasal yang mengatur tentang
perjanjian tersebut biasa dinamakan dengan optional law, karena ketentuan dari
pasal-pasal yang mengaturnya boleh dikesampingkan oleh pihak yang membuat suatu
perjanjian.
Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas dalam Pasal 1313 KUH Perdata
dikatakan “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih
mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih” sehingga dari rumusan pasal
tersebut dapat dikemukakan unsur-unsur perjanjian adalah sebagai berikut:12
10Munir Fuady, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, Citra Aditya Bakti,Bandung,1994,halaman.4
11 R. Subekti, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, 1987, hal. 1312 Hasanudin Rahman, Legal Drafting, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal. 5
Universitas Sumatera Utara
13
a. Ada pihak-pihak
Sedikitnya dua orang pihak ini disebut subyek perjanjian dapat manusia maupun
badan hukum dan mempunyai wewenang melakukan perbuatan hukum seperti
yang ditetapkan undang-undang.
b. Ada persetujuan antara pihak-pihak
Persetujuan antara pihak-pihak tersebut sifatnya tetap bukan merupakan suatu
perundingan. Dalam perundingan umumnya dibicarakan mengenai syarat-syarat
dan obyek perjanjian maka timbulah persetujuan.
c. Ada tujuan yang akan dicapai
Mengenai tujuan para pihak hendaknya tidak bertentangan dengan ketertiban
umum, kesusilaan dan tidak dilarang oleh undang-undang.
d. Ada prestasi yang dilaksanakan
Prestasi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak sesuai dengan
syarat-syarat perjanjian, misalnya pembeli berkewajiban untuk membayar harga
barang dan penjual berkewajiban menyerahkan barang.
e. Ada bentuk tertentu lisan atau tertulis
Perlunya bentuk tertentu karena ada ketentuan Undang-undang yang
menyebutkan bahwa dengan bentuk tertentu suatu perjanjian mempunyai
kekuatan mengikat dan bukti yang kuat.
f. Ada syarat-syarat tertentu sebagai isi perjanjian
Universitas Sumatera Utara
14
Dari syarat-syarat tertentu dapat diketahui hak dan kewajiban para pihak. Syarat-
syarat ini terdiri dari syarat pokok yang menimbulkan hak dan kewajiban pokok.
Suatu perjanjian dinyatakan sah dan mempunyai akibat hukum yang mengikat
para pihak, apabila perjanjian tersebut memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan
dalam undang-undang. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kesewenangan,
penyalahgunaan keadaan dan ketidaktentuan.
Menurut Pasal 1320 KUHPerdata, bahwa untuk sahnya suatu perjanjian harus
memenuhi 4 (empat) unsur yaitu:13
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu hal tertentu dan;
4. Suatu sebab yang halal.
Syarat pertama dan kedua mengenai subyeknya atau pihak-pihak dalam
perjanjian sehingga disebut syarat subyektif, sedangkan syarat ketiga dan keempat
disebut syarat obyektif karena mengenai obyeknya suatu perjanjian.
Harus dibedakan antara syarat subyektif dengan syarat obyektif, dalam hal
syarat obyektif tidak terpenuhi, maka perjanjian itu batal demi hukum. Artinya dari
semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan.
Tujuan para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut untuk melahirkan suatu
13 Ibid, hal 6.
Universitas Sumatera Utara
15
perikatan hukum adalah gagal, dengan demikian maka tiada dasar untuk saling
menuntut di depan hakim. Dalam bahasa Inggris dikenal dengan null and void.14
Dalam hal syarat subyektif tidak terpenuhi, maka perjanjiannya bukan batal
demi hukum, tetapi salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya
perjanjian itu dibatalkan. Pihak yang dapat meminta pembatalan itu adalah pihak
yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya secara tidak bebas. Jadi,
perjanjian yang telah dibuat itu mengikat juga selama tidak dibatalkan (oleh hakim)
atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan tadi. Nasib suatu perjanjian
seperti di atas tidaklah pasti dan bergantung pada kesediaan suatu pihak untuk
menaatinya. Perjanjian yang demikian dinamakan voidable (bahasa Inggris) atau
vernietigbaar (bahasa Belanda) ia selalu diancam dengan bahaya pembatalan.15
Asas-asas umum dalam perjanjian meliputi:
1. Asas konsensualisme (concsensualism)
Setiap perjanjian yang dibuat dengan sah berlaku sebagai undang-undang bagi
para pembuatnya. Rumusan ini dapat ditemukan dalam Pasal 1338 Ayat (1)
KUHPer, selanjutnya dipertegas kembali dengan ketentuan Ayat (2) nya yang
menyatakan bahwa perjanjian yang telah disepakati tersebut tidak dapat ditarik
kembali secara sepihak oleh salah satu pihak dalam perjanjian tersebut tanpa
adanya persetujuan dari lawan pihaknya dalam perjanjian atau dalam hal-hal di
mana oleh Undang-undang dinyatakan cukup adanya alasan untuk itu.
14 Ibid.15Ibid, hal 9.
Universitas Sumatera Utara
16
2. Asas kebebasan berkontrak.
Asas kebebasan berkontrak adalah kebebasan para pihak untuk membuat
perjanjian baik mengenai bentuk maupun isinya. Asas ini disebut juga asas
otonom yaitu adanya kewenangan mengadakan hubungan hukum yang mereka
pilih di antara mereka.Asas kebebasan berkontrak ini berhubungan dengan isi
perjanjian16 Asas kebebasan berkontrak, menurut Subekti adalah bahwa setiap
orang pada dasarnya bebas membuat perjanjian yang berisi dan macam apa saja,
asal tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan atau ketertiban
umum. Dengan pengertian lain asas kebebasan berkontrak memberikan
kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian
yang berisi apa saja dan dalam bentuk apa saja sepanjang tidak bertentangan
dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.17
3. Asas kepercayaan
Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain harus dapat
menumbuhkan kepercayaan diantara kedua pihak bahwa satu sama lain akan
memenuhi prestasinya di kemudian hari. Tanpa adanya kepercayaan, maka
perjanjian itu tidak mungkin akan diadakan oleh para pihak, dengan kepercayaan
ini kedua pihak mengikatkan dirinya kepada perjanjian yang mempunyai
kekuatan mengikat sebagai undang-undang.18
4. Asas kekuatan mengikat
16 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum,Liberty, Jogjakarta,1998,hal.9717 R.Subekti, Hukum Perjanjian,PT Intermasa, Jakarta,1987I, hal. 8218 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, 1994, hal. 42
Universitas Sumatera Utara
17
Di dalam suatu perjanjian terikatnya para pihak pada apa yang diperjanjikan dan
juga terhadap beberapa unsur lain sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan dan
kepatuhan dan kebiasaan akan mengikat para pihak.
5. Asas persamaan hak
Asas ini menempatkan para pihak di dalam persamaan derajat, tidak ada
perbedaan walaupun ada perbedaan warna kulit bangsa, kepercayaan, kekuasaan,
jabatan, dan lain-lain, masing- masing pihak wajib melihara adanya persamaan
ini dan mengharuskan kedua pihak untuk menghormati satu sama lain sebagai
manusia ciptaan Tuhan.19asas keseimbangan
Asas ini menghendaki kedua pihak untuk memenuhi dan melaksanakan
perjanjian itu, asas keseimbangan ini merupakan kelanjutan dari asas persamaan,
kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut pelunasan prestasi melalui
kekayaan debitur, namun kreditur memikul pula beban untuk melaksanakan
perjanjian itu dengan itikad baik. Dapat dilihat di sini bahwa kedudukan kreditur
yang kuat diimbangi dengan kewajibannya untuk memperhatikan itikad baik,
sehingga kedudukan kreditur dan debitur seimbang.
6. Asas moral
Asas ini terlihat dalam perikatan wajar, dimana suatu perbuatan sukarela dari
seseorang tidak menimbulkan hak baginya untuk menggugat kontraprestasi dari
pihak debitur. Juga hal ini terlihat di dalam zaakwaarneming, dimana seseorang
yang melakukan suatu perbuatan dengan sukarela (moral) yang bersangkutan
19 Ibid, hal 43.
Universitas Sumatera Utara
18
mempunyai kewajiban (hukum) untuk meneruskan dan menyelesaikan
perbuatannya, asas ini terdapat dalam Pasal 1339 KUHPerdata.
7. Asas kepatutan
Asas ini dituangkan dalam Pasal 1339 KUHPerdata, asas kepatutan di sini
berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian.
8. Asas kebiasaan
Asas ini diatur dalam Pasal 1339 juncto Pasal 1347 KUHPerdata, yang
dipandang sebagai bagian dari perjanjian. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat
untuk hal-hal yang diatur secara tegas, tetapi juga hal-hal yang dalam keadaan
dan kebiasaan yang diikuti.asas kepastian hukum.
Perjanjian sebagai suatu figure hukum harus mengandung kepastian hukum.
Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu, yaitu sebagai
undang-undang bagi para pihak.20
Pada umumnya ada beberapa cara untuk mengadakan pembedaan jenis-jenis
perjanjian antara lain:
1. Perjanjian timbal balik, yaitu perjanjian dimana kedua belah pihak timbul
kewajiban pokok, seperti jual beli, sewa menyewa, penjual harus
menyerahkan barang yang dijual sedangkan pembeli membayar harga dari
barang itu,yang menyewakan berkewajiban memberikan kenikmatan dari
20 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
19
barang yang disewakan, penyewa membayar harga sewanya. Prestasi kedua
belah pihak kira-kira adalah seimbang.
2. Perjanjian timbal balik tidak sempurna (Perjanjian dua pihak secara
kebetulan) di mana salah satu pihak timbul prestasi pokok sedangkan pihak
lain ada kemungkinan untuk kewajiban sesuatu tanpa dapat dikatakan dengan
pasti bahwa kedua prestasi itu adalah seimbang.
3. Perjanjian sepihak yaitu perjanjian yang hanya salah satu pihak saja yang
mempunyai kewajiban pokok.21 Perjanjian yang dibuat secara sepihak dan
pihak lainnya hanya mempunyai pilihan untuk menerima atau menolak
perjanjian tersebut tanpa diberi kesempatan untuk merundingkan isinya22
4. Perjanjian bernama dan tak bernama. Perjanjian bernama adalah perjanjian
yang sudah mempunyai nama sendiri, yang dikelompokkan sebagai
perjanjian-perjanjian khusus dan jumlahnya terbatas, misalnya jual beli, sewa
menyewa, tukar-menukar, pertanggungan, pengangkutan, melakukan
pekerjaan. Perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai
nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas.
5. Perjanjian konsensuil dan riil. Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang
terjadinya itu baru dalam taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja bagi
pihak-pihak. Tujuan perjanjian baru tercapai apabila ada tindakan realisasi
21 Purwahid Patrik, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, Mandar Maju, Bandung,1994,hal.48.22 Suharmoko, Hukum Pwerjanjian,Teori dan Analisa Kasus Kencana Prenada Media
Group,2004,hal.124.
Universitas Sumatera Utara
20
hak dan kewajiban tersebut. Perjanjian real adalah perjanjian yang terjadinya
itu sekaligus realisasi tujuan perjanjian, yaitu pemindahan hak.23
6. Perjanjian obligator dan perjanjian kebendaan. Perjanjian obligator adalah
perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban, misalnya dalam jual beli,
sejak terjadi konsensus mengenai benda dan harga, penjual wajib
menyerahkan benda dan pembeli wajib membayar harga, penjual berhak atas
pembayaran harga, pembeli berhak atas benda yang dibeli. Perjanjian
kebendaan adalah perjanjian untuk memindahkan hak milik dalam jual beli,
hibah,tukar-menukar. Sedangkan dalam perjanjian lainnya hanya
memindahkan penguasaan atas benda (bezit), misalnya dalam menyewa,
pinjam pakai, gadai.
Dalam KUHPerdata dikenal adanya hak kebendaan yang bersifat memberi
kenikmatan dan hak kebendaan yang bersifat memberikan jaminan. Hak kebendaan
yang bersifat memberikan jaminan senantiasa tertuju kepada benda milik orang lain,
benda milik orang lain dapat berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak.
Untuk benda jaminan milik orang lain yang berupa benda bergerak maka hak
kebendaan tersebut adalah hak gadai, sedangkan benda jaminan milik orang lain yang
berupa benda tidak bergerak maka hak kebendaan tersebut adalah hipotik (sekarang
hak tanggungan).
23Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, PT Citra Aditya Bakti,Bandung,2000,hal.227.
Universitas Sumatera Utara
21
Objek gadai adalah benda bergerak. Benda bergerak ini dibagi atas dua jenis,
yaitu benda bergerak berwujud dan tidak berwujud. Benda bergerak berwujud adalah
benda yang dapat berpindah atau dipindahkan. Yang termasuk dalam benda
berwujud, seperti emas, arloji, sepeda motor, dan lain-lain. Sedangkan benda
bergerak yang tidak berwujud seperti, piutang atas bawah, piutang atas tunjuk, hak
memungut hasil atas benda dan atas piutang.24
Gadai merupakan jaminan dengan menguasai bendanya, sedangkan hipotik
merupakan jaminan dengan tanpa menguasai bendanya. Gadai di Indonesia dalam
praktek perbankan sedikit sekali dipergunakan, kadang-kadang hanya sebagai
jaminan tambahan dari jaminan pokok yang lain. Hal demikian terjadi karena
terbentur pada syarat inbezitstelling pada gadai, padahal si debitor masih
membutuhkan benda jaminan tersebut.25
Penguasaan benda gadai oleh kreditur merupakan syarat esensial bagi lahirnya
gadai. Selain itu ketentuan tentang bentuk perjanjian gadai dapat dilihat dalam Pasal
1151 KUHPerdata yang berbunyi “Perjanjian gadai harus dibuktikan dengan alat
yang diperkenankan untuk membuktikan perjanjian pokoknya”.
Gadai merupakan pemberian berupa benda bergerak untuk dijadikan sebagai
jaminan utang. Dalam hal jaminan yang mudah dijadikan uang untuk dapat menutup
pinjaman apabila tidak dapat dilunasi oleh si peminjam atau debitur.26 Jaminan
24 Ibid.25 Purwahid Patrik dan Kashadi, Hukum Jaminan, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
Semarang, 2000, hal. 1226 Ibid, Hal. 78.
Universitas Sumatera Utara
22
dengan menguasai bendanya pada gadai tertuju pada benda bergerak yang
memberikan hak preferensi (droit de preference) dan hak yang senantiasa mengikuti
bendanya (droit de suit). Pemegang gadai juga mendapat perlindungan terhadap pihak
ketiga ia sebagai pemiliknya sendiri dari benda tersebut. Ia mendapat perlindungan
jika menerima benda tersebut dengan iktikad baik, yaitu mengira bahwa si debitur
tersebut adalah pemilik yang sesungguhnya dari benda itu.27
Dalam rangka mengamankan piutang kreditor, maka secara khusus oleh
debitur kepada kreditur diserahkan suatu kebendaan bergerak sebagai jaminan
pelunasan utang debitur, yang menimbulkan hak bagi kreditur untuk menahan
kebendaan bergerak yang digadaikan tersebut sampai dengan pelunasan utang
debitur.28
Masalah gadai ini diatur dalam Buku II Titel 20 Pasal 1150 sampai dengan
Pasal 1161 KUHPerdata. Menurut Pasal 1150 KUHPerdata pengertian dari gadai
adalah “Suatu hak yang diperoleh seorang kreditor atas suatu barang bergerak yang
bertubuh maupun tidak bertubuh yang diberikan kepadanya oleh debitor atau orang
lain atas namanya untuk menjamin suatu hutang, dan yang memberikan kewenangan
kepada kreditor untuk mendapatkan pelunasan dari barang tersebut lebih dahulu
daripada kreditor-kreditor lainnya terkecuali biaya-biaya untuk melelang barang
tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk memelihara benda itu, biaya-biaya
mana harus didahulukan.”
27 Ibid.28 Ibid
Universitas Sumatera Utara
23
Dari definisi gadai tersebut terkandung adanya beberapa unsur pokok, yaitu:29
1. Gadai lahir karena perjanjian penyerahan kekuasaan atas barang gadai kepada
kreditor pemegang gadai;
2. Penyerahan itu dapat dilakukan oleh debitor atau orang lain atas nama debitor;
3. Barang yang menjadi obyek gadai hanya barang bergerak, baik bertubuh
maupun tidak bertubuh;
4. Kreditor pemegang gadai berhak untuk mengambil pelunasan dari barang
gadai lebih dahulu daripada kreditor-kreditor lainnya.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia gadai berarti:
1. Suatu pinjam-meminjam uang dalam batas waktu tertentu dengan
menyerahkan barang sebagai tanggungan, jika telah sampai batas waktunya
tidak ditebus, barang menjadi hak yang memberi pinjaman.
2. Barang yang diserahkan sebagai tanggungan hutang.
3. Kredit jangka pendek dengan jaminan sekuritas yang berlaku tiga bulan dan
setiap kali dapat diperpanjang apabila tidak dihentikan oleh salah satu pihak
yang bersangkutan.30
Beberapa ahli juga memiliki pendapat yang berbeda-beda mengenai gadai,
menurut Wiryono Projodikoro gadai adalah sebagai sesuatu hak yang didapatkan si
berpiutang atau orang lain atas namanya untuk menjamin pembayaran hutang dan
memberi hak kepada si berpiutang untuk dibayar lebih dahulu dari siberpiutang lain
29 Ibid hal 1330 Alex Ma, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1989, hal.126.
Universitas Sumatera Utara
24
dari uang pendapatan penjualan barang itu.31 Sedangkan Subekti mengatakan
pandrecht adalah : “suatu hak kebendaan atas suatu benda yang bergerak kepunyaan
orang lain, yang semata-mata diperjanjikan dengan menyerahkan bezit atas benda
tersebut, dengan tujuan untuk mengambil pelunasan suatu utang dari pendapatan
penjualan benda itu, lebih dahulu dari penagih-penagih lainnya”.32
Pendapat Ter Haar menerangkan : “Di kalangan masyarakat Batak gadai itu
disebut tahan, dikalangan masyarakat Jawa dipergunakan istilah tanggungan dan
jonggolan, dan dikalangan masyarakat Bali dikenal istilah makantah”.33
Gadai berasal dari terjemahan dari kata pand atau vuistpand (bahasa Belanda),
atau pledge atau pawn (bahasa Inggris), pfand atau faustpfand (bahasa Jerman),
sedangkan dalam hukum adat istilah gadai ini disebut dengan cekelan.34
Dalam hukum adat, gadai juga dikenal dengan istilah “Jual Gadai” yaitu
menyerahkan tanah untuk menerima pembayaran sejumlah uang secara tunai dengan
ketentuan si penjual tetap berhak atas pengembalian tanahnya dengan jalan
menebusnya kembali.35 Dalam jual gadai penerima gadai (kreditur) berhak untuk
mengerjakan dan menikmati manfaat yang melekat pada tanah itu. Transaksi jual
gadai ini biasanya disertai dengan perjanjian tambahan seperti :
31 Wiryono Projowikoro, Hukum Perdata Tentang Hak-Hak Atas Benda, Cetakan ke- V, PT.Intermasa, Jakarta, 1986, hal. 153.
32 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cetakan ke- XVI, Intermasa, Jakarta, 1982, hal. 79.33
B. Ter Haar Bzn, Terjemahan K. Ng. Soebakti Poesponoto, Asas-Asas Dan SusunanHukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta, 1980, hal. 131.
34Ibid, hal. 103.35 Muhammad Yamin, Op. cit., hal. 26.
Universitas Sumatera Utara
25
1. Kalau tidak ditebus dalam masa yang dijanjikan maka tanah menjadi milik yang
membeli gadai.
2. Tanah tidak boleh ditebus selama satu, dua atau beberapa tahun dalam tangan
pembeli gadai.36
Dari beberapa pengertian diatas, maka ada beberapa unsur yang terkait dalam
gadai yaitu:
1. Adanya subjek gadai, yaitu kreditur (penerima gadai) dan debitur (pemberi
gadai).
2. Adanya objek gadai, yaitu barang bergerak, baik yang berwujud maupun tidak
berwujud.
3. Adanya kewenangan debitur.37
Subjek gadai terdiri atas dua pihak, yaitu pemberi gadai (pandgever) dan
penerima gadai (pandnemer). Pemberi gadai (pandgever) yaitu orang atau badan
hukum yang memberikan jaminan dalam bentuk benda bergerak selaku gadai kepada
penerima gadai untuk pinjaman uang yang diberikan kepadanya atau pihak ketiga.
Unsur-unsur pemberi gadai yaitu:
1. Orang atau badan hukum;
2. Memberikan jaminan berupa benda bergerak;
3. Kepada penerima gadai;
36 Setelah keluar UU. No 5 Tahun 1960 atau yang dikenal dengan UUPA maka peraturan initidak berlaku lagi, dan gadai tanah tidak diperbolehkan lagi, akan tetapi pada prakteknya dalammasyarakat adat gadai tanah masih tetap berlangsung, walaupun telah diberlakukan Hukum Nasional,akan tetapi Hukum Nasional ini disingkirkan oleh Hukum Adat yang masih hidup.
37 Ibid, hal. 35.
Universitas Sumatera Utara
26
4. Adanya pinjaman uang;
Untuk terjadinya gadai harus dipenuhi persyaratan-persyaratan yang
ditentukan sesuai dengan jenis benda yang digadaikan. Adapun cara-cara terjadinya
gadai adalah sebagai berikut:38
1. Cara terjadinya gadai pada benda bergerak
a. Perjanjian gadai
Dalam hal ini antara debitor dengan kreditor mengadakan perjanjian pinjam
uang (kredit) dengan janji sanggup memberikan benda bergerak sebagai
jaminan gadai atau perjanjian untuk memberikan hak gadai (perjanjian gadai).
Perjanjian ini bersifat konsensual dan obligatoir.
Dalam pasal 1151 KUHPerdata disebutkan bahwa: “Perjanjian gadai dapat
dibuktikan dengan segala alat yang diperbolehkan bagi pembuktian perjanjian
pokok” Dari ketentuan ini dapat disimpulkan bahwa bentuk perjanjian gadai
tidak terikat pada formalitas tertentu (bentuknya bebas), sehingga dapat dibuat
secara tertulis maupun lisan.39
b. Penyerahan benda gadai
Dalam pasal 1152 Ayat (2) KUHPerdata disebutkan: “Tidak ada hak gadai
atas benda yang dibiarkan tetap dalam kekuasaan si debitor ataupun yang
kembali dalam kekuasaan debitor atas kemauan kreditor”. Dengan demikian
hak gadai terjadi dengan dibawanya barang gadai keluar dari kekuasaan si
38 Purwahid Patrik dan Kashadi, Op.Cit., hal. 18-2239 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Pokok Hukum Jaminan di Indonesia Pokokpokok
Hukum Jaminan dan Perorangan, Liberty, Yogyakarta, 1980, hal 74-75.
Universitas Sumatera Utara
27
debitor pemberi gadai. Syarat bahwa barang gadai harus dibawa keluar dari
kekuasaan si pemberi gadai ini merupakan syarat inbezitstelling yang
merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam gadai.
Barang dikatakan dibawa ke luar dan kekuasaan pemberi gadai jika barang
gadai diserahkan oleh pemberi gadai kepada kreditor atau pihak ketiga
(sebagai pemegang gadai) yang disetujui oleh kreditor. Mengingat benda
gadai harus dibawa keluar dari kekuasan pemberi gadai maka diperlukan
suatu penyerahan. Penyerahan benda gadai dapat dilakukan secara nyata,
simbolis, traditto brevt manu ataupun traditio longa manu. Panyerahan secara
constitutum possessorium tidak menimbulkan hak gadai karena tidak
memenuhi syarat inbezitstelling.
2. Cara terjadinya gadai pada piutang atas bawa (atas tunjuk atau aantoonder)
a. Perjanjian gadai
Antara debitor dengan kreditor dibuat perjanjian untuk memberikan hak
gadai. Perjanjian ini bersifat konsensual, obligatoir dan bentuknya bebas.
b. Penyerahan surat buktinya
Pasal 1152 Ayat (1) KUHPerdata mengatakan bahwa: “Gadai surat atas bawa
terjadi dengan menyerahkan surat itu ke dalam tangan pemegang gadai atau
pihak ketiga yang disetujui kedua belah pihak.” Perlu diketahui bahwa piutang
atas bawa (atas tunjuk) selalu ada surat buktinya, dimana surat bukti ini
mewakili piutang.
3. Cara terjadinya gadai pada piutang atas order (aanorder)
Universitas Sumatera Utara
28
a. Perjanjian gadai
Antara kreditor dan debitor membuat perjanjian gadai yang bersifat
konsensual, obligatoir dan bentuknya bebas.
b. Adanya endosemen yang diikuti dengan penyerahan surat
Pasal 1152 KUHPerdata menyebutkan bahwa: “Untuk mengadakan hak gadai
piutang atas tunjuk, diperlukan adanya endosemen pada surat hutangnya dan
diserahkannya surat hutang kepada pemegang gadai.”
Piutang atas tunjuk ini juga selalu ada surat buktinya, dimana surat bukti ini
mewakili piutang. Endosemen adalah pernyataan penyerahan piutang yang
ditandatangani kreditor (endosen) yang bertindak sebagai pemberi gadai dan
harus memuat nama pemegang gadai (geendosseerde). Bentuk gadai piutang
atas order misalnya wesel. Wesel adalah surat yang mengandung perintah dari
penerbit (trekker) kepada tersangkut (betrakken) untuk membayar sejumlah
uang kepada pemegang (houder).
Hak yang timbul dari wesel itu, oleh pemegang wesel dapat diletakkan
sebagai jaminan kredit kepada pemberi kredit.
4. Cara terjadinya gadai pada piutang atas nama (opnaam)
a. Perjanjian gadai
Debitor dengan kreditor membuat perjanjian gadai yang bersifat konsensual,
obligatoir dan bentuknya bebas.
b. Adanya pemberitahuan kepada debitor dari piutang yang digadaikan
Universitas Sumatera Utara
29
Pasal 1153 KUHPerdata menyebutkan bahwa: “Hak gadai piutang atas nama
diadakan dengan memberitahukan akan penggadaiannya (perjanjian gadainya)
kepada debitor.”
Dalam memberitahukan ini debitor dapat meminta bukti tertulis perihal
penggadaiannya dan persetujuan dari pemberi gadai. Setelah itu debitor hanya
dapat membayar hutangnya kepada pemegang gadai. Bentuk pemberitahuan
ini dapat dilakukan baik secara tertentu maupun secara lisan. Pemberitahuan
dengan perantaraan jurusita perlu dilakukan apabila si debitor tidak bersedia
memberikan keterangan tertulis tentang persetujuan pemberian gadai itu.
Dalam gadai piutang atas nama tersangkut tiga pihak seperti penyerahan
piutang atas nama (cessie). Gadai piutang atas nama juga dinamakan cessie,
karena di sini yang digadaikan adalah piutang atas nama, sedang penyerahan
piutang atas nama dilakukan dengan cessie.40
Adapun sifat-sifat dari gadai secara umum adalah:41
1. Gadai adalah hak kebendaan
Dalam Pasal 1150 KUH Perdata tidak disebutkan sifat ini, namun demikian
sifat kebendaan ini dapat diketahui dari Pasal 1152 Ayat (3) KUHPerdata yang
mengatakan bahwa: “Pemegang gadai mempunyai hak revindikasi dari Pasal
1977 Ayat (2) KUHPerdata apabila barang gadai hilang atau dicuri” oleh karena
40 Purwahid Patrik dan Kashadi, Op. Cit , hal. 20-2141 Ibid hal 13-15
Universitas Sumatera Utara
30
hak gadai mengadung hak revindikasi, maka hak gadai merupakan hak
kebendaan sebab revindikasi merupakan ciri khas dari hak kebendaan.42
2. Hak gadai bersifat accessoir
Hak gadai hanya merupakan tambahan saja dari perjanjian pokoknya, yang
berupa perjanjian pinjam uang. Sehingga boleh dikatakan bahwa seseorang akan
mempunyai hak gadai apabila ia mempunyai, dan tidak mungkin seseorang dapat
mempunyai hak gadai tanpa mempunyai piutang. Jadi hak gadai merupakan hak
tambahan atau accessoir, yang ada dan tidaknya tergantung dari ada dan tidaknya
piutang yang merupakan perjanjian pokoknya. Dengan demikian hak gadai akan
hapus jika perjanjian pokoknya hapus.
3. Hak gadai tidak dapat dibagi-bagi
Karena hak gadai tidak dapat dibagi-bagi, maka dengan dibayarnya sebagian
hutang tidak akan membebaskan sebagian dari benda gadai. Hak gadai tetap
membebani benda gadai secara keseluruhan.
Dalam Pasal 1160 KUHPerdata disebutkan bahwa: “Tak dapatnya hak gadai
dibagi-bagi dalam hal kreditor atau debitor meninggal dunia dengan
meninggalkan beberapa ahli waris”.
4. Hak gadai adalah hak yang didahulukan
Hak gadai adalah hak yang didahulukan, ini dapat diketahui dari ketentuan
Pasal 1133 dan Pasal 1150 KUHPerdata. Karena piutang dengan hak gadai
42 Mariam Darus Badrulzaman, Bab – Bab Tentang Credietverband, Gadai dan Fidusia,Alumni, Bandung, 1978, hal. 57
Universitas Sumatera Utara
31
mempunyai hak untuk didahulukan daripada piutang-piutang lainnya, maka
kreditor pemegang gadai mempunyai hak mendahulu (droit de preference).
5. Benda yang menjadi obyek gadai adalah benda bergerak, baik yang bertubuh
maupun tidak bertubuh.
6. Hak gadai adalah hak yang kuat dan mudah penyitaannya.43
Secara umum gadai dapat diartikan sebagai suatu hak yang diperoleh
seseorang berpiutang atas suatu barang bergerak. Gadai diperjanjikan dengan maksud
untuk memberikan jaminan atas suatu kewajiban prestasi tertentu, yang pada
umumnya tidak selalu merupakan perjanjian utang piutang dan karenanya dikatakan,
bahwa perjanjian gadai mengabdi kepada perjanjian pokoknya atau merupakan
perjanjian yang bersifat accessoir. Pada prinsipnya (barang) gadai dapat dipakai
untuk menjamin setiap prestasi tertentu.44 Dalam hal perjanjian pokok yang menjadi
dasar pemberian gadai adalah suatu perjanjian yang tidak memerlukan suatu bentuk
formalitas bagi sahnya perjanjian pokok tersebut, maka berarti gadai juga dapat
diberikan dengan cara yang sama, yaitu menurut ketentuan yang berlaku bagi sahnya
perjanjian pokok tersebut. Dengan demikian berarti sahnya suatu pemberian gadai
atau perjanjian gadai harus memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian secara umum
sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata.
43 P.J. Soepratiknya, Pokok – Pokok Hukum Perdata, Hukum Benda Jilid 2, Seksi HukumPerdata, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 1983, hal. 54
44 J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, Citra Aditya Bakti, Bandung,2002, hal. 100.
Universitas Sumatera Utara
32
Selain itu juga, bahwa perjanjian gadai pada dasarnya sama dengan perjanjian
pada umumnya yaitu suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang lain atau lebih, hanya saja perbedaannya disini terdapat
pada adanya barang jaminan dalam perjanjian gadai, yang digunakan sebagai jaminan
bahwa debitur akan melunasi hutangnya kepada kreditur. Perjanjian gadai dapat
diartikan sebagai perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum utang piutang yang
dijamin pelunasannya dengan kebendaan bergerak, baik kebendaan bergerak yang
berwujud maupun kebendaan bergerak yang tidak berwujud.45
Perjanjian gadai pada dasarnya akan terjadi bila barang-barang yang
digadaikan berada di bawah penguasaan kreditur (pemegang gadai) atau atas
kesepakatan bersama ditunjuk seorang pihak ketiga untuk mewakilinya.
Kata sepakat dalam suatu perjanjian merupakan suatu keadaan yang
menunjukkan kedua belah pihak sama-sama tidak menolak apa yang diinginkan pihak
lawannya. Dengan adanya kata sepakat, maka perjanjian itu telah ada, mengikat
kedua belah pihak dan dapat dilaksanakan. Untuk mengetahui kapan terjadinya kata
sepakat, KUHPerdata sendiri tidak mengaturnya, tetapi dalam ilmu pengetahuan
terdapat beberapa teori yang mencoba memberikan penyelesaian persoalan sebagai
berikut:
a. Teori kehendak (wilstheorie)
Dalam teori terjadi jika para pihak menyatakan kehendaknya untuk mengadakan
suatu perjanjian.
45 R. Surbekti, Loc.cit., hal. 106.
Universitas Sumatera Utara
33
b. Teori kepercayaan (vetrouwenstheorie)
Berdasarkan teori kepercayaan, kata sepakat dalam perjanjian dianggap telah
terjadi pada saat pernyataan salah satu pihak dapat dipercaya secara obyektif oleh
pihak yang lainnya.
c. Teori ucapan (uitingstherie)
Dalam teori ini yang dilihat adalah ucapan (jawaban) debitur. Kata sepakat
dianggap telah terjadi pada saat debitur mengucapkan persetujuannya terhadap
penawaran yang dilakukan kreditur.
d. Teori pengiriman (verzenuingstheorie)
Dalam teori ini kata sepakat dianggap telah terjadi pada saat debitur
mengirimkan surat jawaban kepada kreditur. Jika pengiriman dilakukan lewat
pos, maka kata sepakat dianggap telah terjadi pada saat surat jawaban tersebut
distempel oleh kantor pos.
e. Teori penerimaan (ontvangstheorie)
Menurut teori ini kata sepakat dianggap telah terjadi pada saat kreditur menerima
kemudian membaca surat jawaban dari debitur, karena saat itu dia mengetahui
kehendak dari debitur.
f. Teori pengetahuan (vernemingstheorie)
Menurut teori ini kata sepakat dianggap telah terjadi pada saat debitur
mengetahui bahwa debitur telah menyatakan menerima tawarannya.46
46 R. Subekti, Aneka Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992, hal. 25-26.
Universitas Sumatera Utara
34
2. Konsepsional
Konsep merupakan alat yang dipakai oleh hukum disamping yang lain, seperti
asas dan standard. Oleh karena itu kebutuhan untuk membentuk konsep merupakan
salah satu dari hal-hal yang dirasakan pentingnya dalam hukum. Konsep adalah suatu
konstruksi mental, yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh suatu proses yang berjalan
dalam pikiran penelitian untuk keperluan analistis.47
Kerangka konsep mengungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan
dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum.48
Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi
dalam penelitian (karya ilmiah) ini untuk menghubungkan teori dan observasi, antara
abstrak dan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi
yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut Operational
definition.49
Pentingnya difinisi operasional adalah untuk menghindari perbedaan
pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Kegunaan
dari adanya konsepsi agar supaya ada pegangan dalam melakukan penelitian atau
penguraian, sehingga dengan demikian memudahkan bagi orang lain untuk
memahami batasan-batasan atau pengertian-pengertian yang dikemukakan.
47 Satjipto Rahardjo, 1996, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 397.48 Soerjono Soekanto dan Sri mamuji, 1995, Penelitian Hukum Noramtif Sesuatu Tinjauan
Singkat, PT. Grafindo Persada, Jakarta, hal. 7.49 Satjipto Raharjo, Op.Cit., hal. 10.
Universitas Sumatera Utara
35
Dalam hal ini seolah-olah ia tidak berbeda dari suatu teori, tetapi
perbedaaannya terletak pada latar belakangnya. Konsep merupakan alat yang dipakai
oleh hukum disamping yang lain-lain, seperti asas dan standar. Untuk menjawab
permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar
secara operasional diperoleh hasil dalam penelitian ini sesuai dengan tujuan yang
telah ditentukan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dirumuskan kerangka konsep
sebagai berikut :
1. Suatu perjanjian akan lebih luas dan jelas artinya, jika batasan mengenai
perjanjian tersebut diartikan sebagai suatu persetujuan dimana dua orang atau
lebih mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta
kekayaan.
2. Dalam perjanjian dikenal adanya asas kebebasan berkontrak atau Freedom Of
Contrac. Maksud dari asas tersebut adalah bahwa setiap orang pada dasarnya
bebas untuk membuat perjanjian dengan berbagai isi dan jenisnya, asal tidak
bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.
3. Perum Pegadaian merupakan suatu lembaga yang ikut meningkatkan
perekonomian dengan cara memberikan uang pinjaman berdasarkan hukum
gadai kepada masyarakat, agar terhindar dari praktek pinjaman uang dengan
bunga yang tidak wajar ditegaskan dalam keputusan Menteri Keuangan
No.Kep.39/MK/6/1/1971 tanggal 20 Januari 1970.
Universitas Sumatera Utara
36
G. Metode Penelitian
Metodologi penelitian berasal dari kata “Metode dan logos”, metode yang
artinya adalah cara yang tepat untuk melakukan sesuatu, dan logos yang artinya ilmu
atau pengetahuan. Jadi metodologi artinya cara melakukan sesuatu dengan
menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan.
Sedangkan “Penelitian” adalah suatu kegiatan untuk mencari, mencatat,
merumuskan dan menganalisis sampai menyusun laporannya.50
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada
metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu
atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya kecuali itu juga
diadakan pelaksanaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut kemudian
mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di
dalam gejala yang bersangkutan.51
Penelitian sebagai suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran-kebenaran
secara sistematis, metodologis dan konsisten, karena melalui proses penelitian
tersebut diadakan analisis dan konstruksi terhadap data yang telah dikumpulkan dan
diolah.52
1. Sifat dan Jenis Penelitian
50 Cholid Narbuko dan H. Abu Achmadi, Metodologi Penelitian. PT. Bumi Aksara, Jakarta,2002. hal. 1
51 Soerjono Soekanto, Op.Cit, hal 43.52 Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif – Suatu Tinjauan Singkat.
Rajawali Pres, Jakarta, 1985, hal. 1
Universitas Sumatera Utara
37
Spesifikasi penelitian dalam proposal ini merupakan penelitian deskriptif.
Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memberikan data awal yang seteliti mungkin
tentang manusia, keadaan atau gejala–gejala lainnya. Maksudnya adalah terutama
untuk mempertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat membantu didalam memperkuat
teori-teori lama atau didalam kerangka menyusun teori baru.53
Metode deskriptif ini dipergunakan untuk melaporkan atau menggambarkan
hasil suatu penelitian dengan cara mengumpulkan data, menyusun data,
mengklasifikasikannya, menganalisa dan menginterpretasikan data yang ada.
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah
menggunakan metode penelitian yang bersifat yuridis normative yang didukung oleh
empiris. Menurut metode ini, berdasarkan pada peraturan perundang-undangan dan
didukung dengan penelitian di lapangan. Metode ini memberikan kerangka
pembuktian atau kerangka pengujian untuk memastikan kebenaran.54
Pendekatan ini dimaksudkan untuk mendapat penjelasan atas masalah yang
diteliti dengan hasil penelitian yang diperoleh, dalam hubungannya dengan aspek–
aspek hukum.
2. Sumber Data
Populasi adalah seluruh obyek atau seluruh individu atau seluruh gejala atau
seluruh kejadian atau seluruh unit yang akan diteliti.55 Oleh karena itu populasi
53 Soerjono Soekanto, Op Cit, hal. 1054 Rony Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Yurimetri, Ghalia Indonesia,
Jakarta, 1998, hal. 3655 Ibid, hal. 51
Universitas Sumatera Utara
38
meliputi seluruh aspek yang akan diteliti. Sedangkan sampel adalah sebagian dari
jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Sampel diperlukan apabila
peneliti tidak mungkin untuk mempelajari semua yang ada pada populasi. Hal ini
dikarenakan adanya keterbatasan waktu, biaya dan tenaga.
Sebagai subyek didalam penelitian ini adalah tanggung jawab dari kreditur
dalam perjanjian gadai apabila barang yang digadai hilang atau rusak atau benda
gadai adalah barang milik orang lain bukan milik debitur serta perlindungan hukum
terhadap debitur. Sedangkan obyeknya adalah Perum Pegadaian cabang Nangka
Pekanbaru.
Teknik sampling adalah salah satu cara untuk menentukan sampel, jumlahnya
sesuai dengan ukuran sampel yang akan dijadikan sumber data sebenarnya, dengan
memperhatikan sifat–sifat dan penyebaran populasi agar dapat diperoleh sampel yang
mewakili (representative).56
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
representative, yaitu nasabah Perum Pegadaian yang ditemui saat dilakukannya
penelitian yang mempunyai hubungan erat dengan permasalahan yang diteliti.
Adapun responden sebagai sumber data dalam penelitian ini adalah :
1. Manager Operasional dan Kepala Cabang Perum Pegadaian Pekanbaru
2. 5 (lima) orang nasabah yang melakukan perjanjian gadai di Perum Pegadaian
Pekanbaru.
56 Ibid, hal. 152
Universitas Sumatera Utara
39
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang relevan dengan permasalahan yang diteliti,
dikaitkan dengan jenis penelitian hukum yang bersifat normatif, maka teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian
kepustakaan (Library Research) dan Penelitian Lapangan (Field Research).
a. Penelitian Kepustakaan
Yaitu untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pendapat atau
pemikiran konseptual dan penelitian pendahulu yang berhubungan dengan
objek penelitian, dapat berupa buku-buku kepustakaan, peraturan perundang-
undangan dan karya ilmiah lainnya.
b. Penelitian Lapangan
Sebagai data penunjang dalam penelitian ini juga didukung penelitian
lapangan (Field Research) untuk mendapatkan data primer guna akurasi
terhadap hasil yang dipaparkan, yang dapat berupa pendapat dari nasabah,
responden, laporan-laporan perusahaan dan lain-lain yang relevan dengan
objek yang diteliti.Selain itu peneliti juga melakukan observasi langsung ke
Perum.Pegadaian Pekanbaru.
4. Alat Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan hal yang sangat erat hubungannya dengan
sumber data, karena melalui pengumpulan data ini akan diperoleh data yang
Universitas Sumatera Utara
40
diperlukan untuk selanjutnya dianalisis sesuai dengan yang diharapkan. Berkaitan
dengan hal tersebut, maka dalam penelitian ini data yang dikumpulkan meliputi data
primer dan data sekunder.
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari masyarakat dan dalam
penelitian ini digunakan teknik wawancara. Wawancara yaitu cara memperoleh
informasi dengan bertanya langsung pada pihak-pihak yang diwawancarai terutama
orang-orang yang berwenang mengetahui dan terkait dengan perjanjian gadai,
khususnya di Perum Pegadaian cabang Nangka Pekanbaru.
Sistem wawancara yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah wawancara
bebas terpimpin, artinya terlebih dahulu dipersiapkan daftar pertanyaan sebagai
pedoman tetapi masih dimungkinkan adanya variasi pertanyaan yang disesuaikan
dengan situasi pada saat wawancara dilakukan.57
Sedangkan data sekunder diperoleh dengan cara menelusuri dan melakukan
analisis terhadap berbagai dokumen yang dapat berupa buku–buku, tulisan–tulisan
serta berbagai peraturan yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.
5. Analisis Data
Setelah data terkumpul baik primer maupun sekunder, kemudian dianalisis
secara kualitatif mengingat data yang terkumpul bersifat deskriptif. Sehubungan
dengan tujuan penelitian yang telah ditentukan di atas, maka analisis kualitatif ini
berusaha untuk menghubungkan fakta yang ada dengan berbagai peraturan yang
57 Soetrisno Hadi, Metodologi Research Jilid II, Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM,Yogyakarta, 1985, hal. 26
Universitas Sumatera Utara
41
berlaku yang mengatur tentang Perum Pegadaian dan aturan hukum mengenai
tanggung jawab Perum Pegadaian terhadap benda jaminan apabila rusak atau hilang
ataupun barang yang digadai adalah hasil curian dan juga aspek–aspek sosiologisnya
yang dapat mempengaruhi pelaksanaan dari berbagai ketentuan tersebut.
Selanjutnya hasil analisis tersebut akan dituangkan dalam bentuk deskriptif
yang ringkas dan jelas. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan logika
berpikir induktif-deduktif dimana dari yang bersifat khusus ke yang bersifat umum,
guna kepentingan para pihak yang membutuhkan baik dari nasabah, Perum Pegadaian
maupun masyarakat luas.
Universitas Sumatera Utara