1 Bab I Berkenalan dengan Cina Benteng dan Tradisinyalib.ui.ac.id/file?file=digital/128997-T...

21
Universitas Indonesia 1 Bab I Berkenalan dengan Cina Benteng dan Tradisinya Memaknai kata ‘Rumah Kawin’ sepintas merujuk pada gedung resepsi pernikahan yang banyak terdapat di Jakarta. Persepsi terhadap Rumah Kawin menjadi berbeda manakala kita mengaitkannya dengan tradisi pernikahan Cina Benteng Udik. Ritual yang panjang - yang dilakukan dalam tiga bahkan lima hari - merupakan tuntutan yang terikat dalam sebuah tradisi perkawinan Cina Benteng Udik. Untuk memahami Rumah Kawin Cina Benteng Udik, terlebih dahulu harus memahami ritual yang biasa dilakukan mereka dalam perkawinan. Sam Kay merupakan ritual sembahyang hari pertama di Rumah Kawin, ritual Sam kay merupakan permohonan doa bagi Tuhan Allah (Kong Ti Kong) 1 agar memberkati acara perkawinan bagi pengantin dan keluarganya. Untuk keperluan ini Rumah Kawin telah mempersiapkan meja sembahyang untuk Sam Kay. Hari kedua merupakan pelaksanaan ritual Cio Tao, Rumah Kawin memiliki kamar pengantin, meja Hio Lou (meja abu hio), altar Dewa Dapur, dan meja makan tambahan untuk kepentingan Cio Tao. Ritual lain yang dijalankan sepanjang persiapan dan penyeleng-garaan pesta adalah doa Pedaringan, yaitu pemberian sesaji dan doa secara Kejawen untuk makanan yang cukup, tamu cepat kenyang, dan keselamatan serta berkah dalam penyelenggaraan pesta. Sore harinya adalah penyelenggaraan pesta Malam Rasul 2 . Sebelum pesta diselenggarakan, pihak Rumah Kawin mempersiapkan hidangan sesaji bagi para Rasul berupa ayam goreng, kue tujuh rupa dan minuman kopi pahit, dilengkapi dengan pembakaran kemenyan. Sesaji ini merupakan ‘permohonan ijin’ kepada para Rasul dan ‘permohonan perlindungan’. Doa-doa dilakukan secara Kejawen oleh pendoa yang biasa menjalankan ritual ini. Selesai ritual, ayam sesaji dipotong- 1 Onghokham (2008,118-119) meyakini bahwa penguasa tunggal sebagai ‘Tuhan’ dalam pemahaman Cina Peranakan masih diragukan, sebab ribuan dewa dan dewi yang mereka sembah sehingga konsep-konsep akan Tuhan dan Surga masih samara-samar. 2 Sebelum perang Pasifik, perayaan pernikahan Cina peranakan umumnya dilakukan dua hari, hari pertama - yaitu sehari sebelum hari pernikahan - disebut ‘hari potong ayam’ dan hari kedua yaitu hari pernikahannya disebut ‘hari kawin’ (Lan 1961:178), Malam Rasul merupakan bentuk akulturasi Budaya Cina Benteng Udik terhadap budaya setempat. Rumah kawin..., Kuntara Wiradinata, FISIP UI, 2009

Transcript of 1 Bab I Berkenalan dengan Cina Benteng dan Tradisinyalib.ui.ac.id/file?file=digital/128997-T...

Page 1: 1 Bab I Berkenalan dengan Cina Benteng dan Tradisinyalib.ui.ac.id/file?file=digital/128997-T 26650-Rumah kawin... · kepentingan ekonomi dan politik Belanda di Asia (lihat Castles,

Universitas Indonesia

1

Bab I

Berkenalan dengan Cina Benteng dan Tradisinya

Memaknai kata ‘Rumah Kawin’ sepintas merujuk pada gedung resepsi

pernikahan yang banyak terdapat di Jakarta. Persepsi terhadap Rumah Kawin

menjadi berbeda manakala kita mengaitkannya dengan tradisi pernikahan Cina

Benteng Udik. Ritual yang panjang - yang dilakukan dalam tiga bahkan lima hari -

merupakan tuntutan yang terikat dalam sebuah tradisi perkawinan Cina Benteng

Udik.

Untuk memahami Rumah Kawin Cina Benteng Udik, terlebih dahulu harus

memahami ritual yang biasa dilakukan mereka dalam perkawinan. Sam Kay

merupakan ritual sembahyang hari pertama di Rumah Kawin, ritual Sam kay

merupakan permohonan doa bagi Tuhan Allah (Kong Ti Kong)1 agar memberkati

acara perkawinan bagi pengantin dan keluarganya. Untuk keperluan ini Rumah

Kawin telah mempersiapkan meja sembahyang untuk Sam Kay. Hari kedua

merupakan pelaksanaan ritual Cio Tao, Rumah Kawin memiliki kamar pengantin,

meja Hio Lou (meja abu hio), altar Dewa Dapur, dan meja makan tambahan untuk

kepentingan Cio Tao.

Ritual lain yang dijalankan sepanjang persiapan dan penyeleng-garaan

pesta adalah doa Pedaringan, yaitu pemberian sesaji dan doa secara Kejawen untuk

makanan yang cukup, tamu cepat kenyang, dan keselamatan serta berkah dalam

penyelenggaraan pesta.

Sore harinya adalah penyelenggaraan pesta Malam Rasul2. Sebelum pesta

diselenggarakan, pihak Rumah Kawin mempersiapkan hidangan sesaji bagi para

Rasul berupa ayam goreng, kue tujuh rupa dan minuman kopi pahit, dilengkapi

dengan pembakaran kemenyan. Sesaji ini merupakan ‘permohonan ijin’ kepada

para Rasul dan ‘permohonan perlindungan’. Doa-doa dilakukan secara Kejawen

oleh pendoa yang biasa menjalankan ritual ini. Selesai ritual, ayam sesaji dipotong- 1 Onghokham (2008,118-119) meyakini bahwa penguasa tunggal sebagai ‘Tuhan’ dalam pemahaman Cina Peranakan masih diragukan, sebab ribuan dewa dan dewi yang mereka sembah sehingga konsep-konsep akan Tuhan dan Surga masih samara-samar. 2 Sebelum perang Pasifik, perayaan pernikahan Cina peranakan umumnya dilakukan dua hari, hari pertama - yaitu sehari sebelum hari pernikahan - disebut ‘hari potong ayam’ dan hari kedua yaitu hari pernikahannya disebut ‘hari kawin’ (Lan 1961:178), Malam Rasul merupakan bentuk akulturasi Budaya Cina Benteng Udik terhadap budaya setempat.

Rumah kawin..., Kuntara Wiradinata, FISIP UI, 2009

Page 2: 1 Bab I Berkenalan dengan Cina Benteng dan Tradisinyalib.ui.ac.id/file?file=digital/128997-T 26650-Rumah kawin... · kepentingan ekonomi dan politik Belanda di Asia (lihat Castles,

Universitas Indonesia

2

potong dan harus dimakan oleh setiap anggota keluarga supaya tidak terkena

‘serangan’ dari pihak-pihak yang ‘memasang’. ‘Serangan’ dan ‘pemasangan’

seperti itu diyakini mereka sebagai tindakan seseorang untuk menggagalkan acara

dan menimbulkan bencana melalui kekuatan magis, penyebab serangan ini adalah

adanya permusuhan atau rasa tidak senang terhadap pihak penyelenggara pesta.

Acara pesta Malam Rasul dimulai pukul 20.00. Pesta menjadi meriah

karena penyelenggara pesta menghadirkan organ tunggal atau gambang keromong

sebagai hiburan, suasana pesta lebih meriah lagi karena beberapa tamu ikut

menyanyi dan berdansa, pesta ini berakhir hingga larut malam. Hari ketiga, pesta

dimulai pagi hari pukul 09.00 hingga puncak pesta menjelang tengah malam.

Demikian gambaran umum bagi pesta pernikahan Cina Benteng Udik,

lamanya penyelenggaraan pesta bergantung kebutuhan pihak pengantin dan hari

baik yang dipilih oleh orang ‘pandai’ dari Tepékong - yaitu kelenteng di Pasar-

Lama - Tangerang. Upaya melibatkan orang yang pandai menghitung hari selaras

dengan sikap masyarakat Cina Benteng Udik yang memercayai angka dan aksara

bagi kehidupan mereka, seperti menghindari pernikahan pada bulan keempat (Si-

gwee) dan bulan keenam (Lak-gwee) kalender lunar masyarakat Cina, juga

memercayai perpantangan (Ciong) berkaitan dengan kelahiran dan kematian.

I.1. Sekelumit kisah terkait Cina Benteng Udik

Cina Benteng Udik adalah Cina Benteng yang menetap di ujung utara

Tangerang, yaitu daerah Sewan, Kampung Melayu, Tanjung Pasir, Tanjung

Burung, Kosambi dan sekitarnya. Terminologi udik semula merujuk pada letak

daerah yang jauh dan sukar dicapai hingga tahun sebelum 1980. Berbeda dengan

Cina Benteng ‘kota’ - yang menetap di kota Tangerang dan menikmati modernisasi

sejak tumbuhnya industri-industri besar awal tahun 1970-an - Cina Benteng Udik

adalah sebagian masyarakat yang baru menikmati fasilitas jalan raya dan listrik

semenjak Bandar Udara Soekarno-Hatta dibuat tahun 1982.

Kehadiran imigran Cina di daerah Tangerang tidak dapat dipisahkan dari

sejarah terbentuknya kota Jakarta. Semenjak VOC hadir di Batavia, masyarakat

Batavia abad ke-17 dan 18 merupakan masyarakat majemuk, terdiri dari beragam

etnis dan secara sosial terbagi dalam hierarki yang dibentuk berdasarkan

Rumah kawin..., Kuntara Wiradinata, FISIP UI, 2009

Page 3: 1 Bab I Berkenalan dengan Cina Benteng dan Tradisinyalib.ui.ac.id/file?file=digital/128997-T 26650-Rumah kawin... · kepentingan ekonomi dan politik Belanda di Asia (lihat Castles,

Universitas Indonesia

3

kepentingan ekonomi dan politik Belanda di Asia (lihat Castles, Hoetink, Blusse).

Hubungan perdagangan antara VOC dengan saudagar Cina Peranakan yang

menetap di Tangerang pada awalnya berjalan dengan baik, Souw Beng Kong

adalah saudagar yang membantu mengerahkan komunitas Cina di Tangerang untuk

bekerja sebagai kuli kontrak VOC di dalam tembok benteng Batavia, atas

peranannya Souw diangkat sebagai Kapitan Cina pertama oleh pemerintah

Belanda. Sejak saat itulah terjadi eksodus besar masyarakat Cina ke Batavia, VOC

juga melakukan tindakan seperti ‘bedol desa’ terhadap masyarakat Cina di Yunnan

- daratan Cina - untuk dipekerjakan sebagai kuli kontrak di Batavia.

Kedatangan masyarakat Cina daratan juga menyertakan kesenian mereka

yaitu cikal-bakal musik Gambang, perkembangan lebih lanjut musik gambang

berakulturasi dengan musik Sunda dan Jawa, alat musik kromong, gong dan

kendang mulai digunakan untuk memainkan musik-musik selendro.

Pada saat pembantaian Cina Batavia dalam kasus Angke tahun 1740,

Kapitan Nie Hoe Kong ditangkap VOC dan masyarakat Cina melarikan diri keluar

dari Batavia menuju Tangerang, Bogor, Kerawang dan Bekasi. Hingga saat ini

kesenian Gambang Keromong masih dimainkan oleh masyarakat di daerah-daerah

tersebut.

Penamaan Benteng pada komunitas Cina di Tangerang ada yang

mengaitkan dengan asal mereka di Batavia yaitu Cina yang bermukim di dalam

tembok kota Batavia, sementara pemerintah daerah Tangerang menyebutkan

bahwa Benteng adalah nama lain dari Tangerang. Berdasarkan sensus tahun 2005,

masyarakat Kampung Melayu terdri dari penduduk lelaki sebanyak 9.579 orang

dan penduduk perempuan sebanyak 9.567 orang. Jumlah keluarga sebanyak

4.896 keluarga.

Permasalahan kewarganegaraan masyarakat Kampung Melayu sering

menjadi sorotan masyarakat, namun hingga tahun 2005 masyarakat Cina Benteng

di Kampung Melayu yang telah menjadi WNI sebanyak 16.064 orang dan masih

WNA sebanyak 2.982 orang.

Rumah kawin..., Kuntara Wiradinata, FISIP UI, 2009

Page 4: 1 Bab I Berkenalan dengan Cina Benteng dan Tradisinyalib.ui.ac.id/file?file=digital/128997-T 26650-Rumah kawin... · kepentingan ekonomi dan politik Belanda di Asia (lihat Castles,

Universitas Indonesia

4

I.2. Tradisi dan Relasi dalam Perkawinan Cina Benteng Udik

Tradisi perkawinan yang dilaksanakan Cina Benteng Udik merupakan

tradisi turun-temurun yang dialami, dihayati dan direproduksi oleh aktor-aktor

untuk kepentingan yang sama - yaitu pencapaian tertinggi dalam keberhasilan

perkawinan - demikian pendapat nyonya Tan Perias yang berprofesi sebagai

perias3. Cio Tao sebagai titik-balik dimana anak menjadi ‘manusia’ saat masuk

dunia baru yang dilambangkan dengan melangkah masuk dan menginjak tampah4,

merupakan tindakan spiritual yang dihayati ikatan dan resikonya.

“Waktu saya kawin dulu, masih jaman rusuh, Cio Tao tuh berat sekali, saya lupa

puasa dulu apa engga’ ya, pokoknya beda sama sekarang, riasan sih masih sama

tuh pake perak asli jaman masih lima belasan (rupiah) segram, coretan jidat

(noktah merah yang dilem pada dahi) dulu masih beras merah, bener lho kalo

perawan nempel terus engga jatoh sampe (ritual Cio Tao) selesai, sekarang susah

deh… kalo jatuh malu, jadi diganti kain merah (supaya) lebih kuatan” demikian

cerita nyonya Tan Perias.

Coretan merupakan ‘jaminan’ secara spiritual bahwa mempelai perempuan

akan memberikan yang terbaik bagi mempelai lelaki. Demikian juga dengan istilah

‘kain isi’ dan ‘kain kosong’ sebagai pembuktian kegadisan pengantin perempuan,

merupakan bentuk superioritas lelaki terhadap perempuan. Semenjak awal tahun

1980-an – selaras dengan modernitas yang diterima masyarakat melalui interaksi

dengan pendatang dan media informasi elektronik – mereka meninggalkan sistim

perjodohan karena tidak sesuai dengan pola pergaulan yang lebih bebas, beberapa

tindakan yang dianggap tidak sesuai dengan modernitas berangsur-angsur

ditinggalkan oleh tradisi Cina Benteng Udik.

Cina Benteng Udik adalah masyarakat patrilineal. Dalam hal perkawinan,

peran dan tanggung jawab ayah sangat dominan saat menikahkan anaknya -

setidaknya itu yang saya amati dari Pak Pandan - Ayah adalah penentu dalam

pernikahan, sehingga ayah bukan sekedar pemberi restu tetapi pihak yang

3 Istilah perias atau tukang rias sebelumnya adalah Sangk’em (dalam bahasa Hokkian). Sampai tahun1970 istilah ini masih digunakan oleh tukang rias di daerah Cirebon. 4 Tampah terbuat dari anyaman bambu dalam bentuk bundar dengan diameter 70 cm, pada sisi lingkarannya dijepit dengan bilah bambu yang juga melingkar. Tampah umumnya digunakan untuk menampah beras. Untuk keperluan Cio Tao, di tengah tampah ini dibuat gambar lambang Im-Yang (prinsip dinamika keseimbangan) berwarna merah dengan diameter 20 cm.

Rumah kawin..., Kuntara Wiradinata, FISIP UI, 2009

Page 5: 1 Bab I Berkenalan dengan Cina Benteng dan Tradisinyalib.ui.ac.id/file?file=digital/128997-T 26650-Rumah kawin... · kepentingan ekonomi dan politik Belanda di Asia (lihat Castles,

Universitas Indonesia

5

mengijinkan anaknya diikat dalam ritual Cio Tao; Ayah juga sebagai aktor yang

menentukan pesta pernikahan anak menjadi ramai, yaitu dengan mengonstruksi

relasi dalam masyarakat sehingga mereka yang ‘keutangan’5 harus menghadiri

pesta pernikahan anaknya; Ayah juga yang menetapkan ‘strategi’ penyelenggaraan

pernikahan sehingga resiko pengeluaran biaya dapat diatasi. Pada akhirnya ayah

adalah pihak yang memberi ‘nilai’ dalam perkawinan anak-anaknya.

Dalam upaya mencapai tujuan di atas, seorang ayah secara sadar harus

nyampur6 dalam lingkungan sosial tertentu, Pak Pandan adalah contoh seorang

ayah yang secara konsisten hidup dalam lingkungan penggemar gambang

kromong, relasi yang dibentuk bukan sekedar dengan masyarakat Tangerang tetapi

merengkuh komunitas gambang di Jakarta, Bekasi dan Kerawang. Inisiatifnya

untuk menyelenggarakan pesta gambang bertepatan dengan hari raya Imlek adalah

contohnya, halaman depan rumah Pak Pandan yang tidak besar beberapa kali

dijadikan arena pesta gambang saat perayaan Imlek. Setelah melalui pesta

gambang yang terbatas tersebut, komunitas kecil itu membentuk kesepakatan

untuk menyelenggarakan pesta gambang yang lebih besar, “Di situ dah… luga-

lagu sampe adu jurus sepuasnya” demikian prinsip Pak Pandan. Rasa bersatu yang

terbentuk melalui komunitas ini terus berlanjut sebagai solidaritas kelompok yang

kuat, wujud strategi Pak Pandan bagi komunitas yang dibentuknya.

Bagaimana dengan Ibu Nuning istri Pak Pandan? - meski tidak tampak

dominan - Ibu Nuning sangat aktif dalam kegiatan Vihara, ketekunan dan baktinya

terhadap Vihara menjadi prestasi khusus sehingga Ibu Nuning diangkat jemaat

Vihara sebagai Rahmani pandita7, selain itu Ibu Nuning merupakan salah satu

tokoh dalam gerakan sosial mewakili Vihara, Ibu Nuning juga cukup dikenal

masyarakat Kampung Melayu. Pekerjaannya sebagai juru masak pada Rumah

Kawin memungkinkan dia memiliki relasi pada dua titik tersebut. Itulah sebabnya

perkawinan anak mereka merupakan perpaduan antara komunitas penggemar

5 Keutangan adalah kondisi berhutang karena ‘bantuan’ pihak satu pada pesta pihak lain, sehingga pihak lain harus membayar ‘bantuan’ pada pihak satu kelak secara sepadan. Bantuan itu bisa berupa uang, barang atau tenaga. Dalam bahasan selanjutnya akan diuraikan bahwa sistem keutangan yang dikonstruksi masyarakat Cina Benteng adalah sistem yang unik. 6 Istilah lokal untuk upaya menyatu dalam komunitas tertentu secara aktif dan intensif. 7 Rahmani pandita adalah istilah bagi Romo perempuan, yaitu tetua bagi jemaat dan pembantu Bante di Vihara.

Rumah kawin..., Kuntara Wiradinata, FISIP UI, 2009

Page 6: 1 Bab I Berkenalan dengan Cina Benteng dan Tradisinyalib.ui.ac.id/file?file=digital/128997-T 26650-Rumah kawin... · kepentingan ekonomi dan politik Belanda di Asia (lihat Castles,

Universitas Indonesia

6

gambang, komunitas Vihara dan lingkungan kekerabatan yang dibentuk di Rumah

Kawin.

I.3 Agama dan Kepercayaan Cina Benteng Udik

Sebelum terbitnya SK Menteri dalam Negeri tahun 1974 tentang pengisian

kolom agama pada Kartu Tanda Penduduk yang hanya menyatakan lima agama

yaitu: Islam, Katholik, Protestan, Budha dan Hindu; Cina Benteng Udik Kampung

Melayu adalah pemeluk agama Konghucu dan Taoisme8

Kelenteng - yang semula didominasi dewa-dewa dan tokoh-tokoh

kebajikan yang didewakan masyarakat Cina - setelah tahun 1974 berubah secara

drastis. Nama kelenteng menjadi Vihara, untuk menjadikannya sebagai agama

Budha mereka menggunakan Budha Mahayana yang bersumber dari Cina sebagai

dasarnya, tempat dewa-dewa kepercayaan Konghucu dan Taoisme diletakkan

dalam satu ruang kecil, mereka menyebutnya sebagai ruang Tridharma (Samkao).

Perubahan nama Kelenteng menjadi Vihara pada dasarnya tidak berdampak

besar dalam kehidupan masyarakat Cina Benteng Udik, tetapi berkaitan dengan

terbitnya larangan terhadap ekspresi budaya Cina dan aksara Cina menyebabkan

mereka mulai gamang, sebagian masyarakat merasa mereka belum beragama atau

tempat ibadah mereka tidak diakui dari sudut pandang agama.

Tanggal 21 Juni 1981, Cina Benteng Kampung Melayu mendirikan Vihara

pertama yang beraliran Terawadha, yaitu Tri Maha Dharma. Pak Tan adalah tokoh

yang menggagas bentuk serta struktur Vihara karena dia berpengalaman terlibat

dalam pembangunan Taman Mini Indonesia Indah. Meskipun ditentang oleh

tokoh-tokoh Cina Benteng setempat, Pak Tan tetap meneruskan pembangunan

gedung ini dengan alasan masyarakat setempat harus memiliki agama yang diakui

pemerintah Indonesia.

Hadirnya Vihara Tri Maha Dharma tidak berpengaruh banyak terhadap

masyarakat setempat, Pak Pandan yang mengaku beragama Budha jarang sekali

8 Konghucu dan Taoisme adalah ajaran kebajikan yang dikembangkan 535 tahun SM pada akhir dinasti Chou di Cina daratan (Creel, 1989; Liem, 2000), dalam perkembangannya di Indonesia ajaran kebajikan ini disertai dengan penyembahan terhadap tokoh-tokoh yang dimitoskan; menyerupai agama.

Rumah kawin..., Kuntara Wiradinata, FISIP UI, 2009

Page 7: 1 Bab I Berkenalan dengan Cina Benteng dan Tradisinyalib.ui.ac.id/file?file=digital/128997-T 26650-Rumah kawin... · kepentingan ekonomi dan politik Belanda di Asia (lihat Castles,

Universitas Indonesia

7

hadir di Vihara, atau Pak Geyong yang beragama Kristen tetap menjalankan

sembahyang terhadap abu leluhur dan tradisi Cina Benteng lainnya.

Masyarakat Cina Benteng Udik memelihara abu leluhur sebagai kewajiban

mereka, tindakan ini sesuai dengan kepercayaan Konghucu yang mengutamakan

bakti terhadap orang tua dan Taoisme yang mempercayai adanya kekuatan besar

leluhur yang mempengaruhi hidup mereka. Abu leluhur adalah abu hio (batang

dupa) yang tertampung dalam bejana kuningan di altar meja abu, abu itu tidak

dibuang dari generasi ke generasi berikutnya, anggota keluarga - yaitu lelaki tertua

- bertugas memelihara abu leluhur di Rumah Tua.

Istilah Rumah Tua tidak berkaitan dengan bentuk rumah yang sudah tua,

Rumah Tua adalah rumah orang yang dituakan dalam marga, Rumah Tua sebagai

harta waris yang selalu jatuh pada anak lelaki tertua, abu leluhur tidak boleh

berpindah rumah dan harus dipelihara anak lelaki tertua dari marga mereka. Pada

hari sembahyang yang bertepatan dengan perayaan-perayaan besar Cina, seluruh

anggota keluarga marga mereka harus berkumpul di bawah pengarahan anak lelaki

tertua.

Agama Katholik dan Kristen mulai berkembang sejak tahun 1995, Cina

Benteng Udik yang memeluk agama Katholik atau Kristen mulai meninggalkan

tradisi yang bersentuhan langsung dengan Samkao. Kondisi ini sangat terasa bagi

generasi muda Cina Benteng Udik usia remaja.

Salah satu alasan bagi Cina Benteng Udik memeluk agama Islam adalah

akibat perkawinan dengan pasangannya yang beragama Islam. Dalam kondisi

tertentu, mereka masih mengikuti tradisi Cina Benteng Udik terkait dengan ikatan

kekeluargaan.

Budha Terawadha dan Kristen hingga saat ini mengambil jarak terhadap

sikap masyarakat yang masih terikat dengan kepercayaan terhadap leluhur,

termasuk ritual-ritualnya. Kepercayaan lama masyarakat Cina Benteng Udik

dianggap sebagai tradisi yang boleh dijalankan bersama-sama dengan ritual-ritual

Budha Terawadha.

Sikap Vihara Tri Maha Dharma yang toleran terhadap tradisi Masyarakat

Cina Benteng Udik mengakibatkan timbulnya sikap yang sama terhadap aliran

Terawadha dan Mahayana, masyarakat tidak memahami perbedaan Vihara dan

Rumah kawin..., Kuntara Wiradinata, FISIP UI, 2009

Page 8: 1 Bab I Berkenalan dengan Cina Benteng dan Tradisinyalib.ui.ac.id/file?file=digital/128997-T 26650-Rumah kawin... · kepentingan ekonomi dan politik Belanda di Asia (lihat Castles,

Universitas Indonesia

8

Kelenteng, mereka tidak peduli dengan ajaran Budha yang ‘berbeda’ tersebut,

mereka dapat berganti-ganti sembahyang ke Vihara atau Kelenteng sekehendak

mereka, dan mereka tetap menjalankan tradisi dalam ritual-ritual kepercayaan

mereka.

Berdasarkan perhitungan tahun 2005, jumlah masyarakat Kampung Melayu

yang beragama Islam sebanyak 16.113 orang; beragama Kristen 1.026 orang;

beragama Katholik 421 orang; beragama Hindu 33 orang; dan beragama Budha

1.553 orang

I.4 Cokek, Minuman Keras, Judi dalam Pesta Kawin

Kehadiran gambang dalam pesta perkawinan di Rumah Kawin merupakan

pelengkap acara. Pesta tanpa gambang menjadi hambar bahkan menjadi bahan

pertanyaan orang, namun kehadiran cokek yang tidak pernah diundang sering

menjadi cibiran orang.

“Awal tahun enampuluhan ya, cokek itu pelayan lho, dia pake kebaya sopan sekali,

dia yang ngawasin makanan di meja (hidangan), kalo habis dia tuh yang atur

tukang anter makanan dari dapur untuk nambah makanan, dia yang ngasih piring

ajak (mengarahkan) tamu (untuk) makan, dia engga’ sembarangan joget tarik

tangan laki orang, pokoknya dia bantu sekali” demikian penuturan Pak Tan.

Sebelum tahun 1962, pesta perkawinan Cina Benteng Udik diselenggarakan di

halaman rumah, pemasangan plangpang (tenda) disesuaikan dengan keterbatasan

lahan yang mereka miliki. Pesta yang diselenggarakan selama dua hingga tiga hari,

dan tamu yang datang dan pergi dalam waktu dan jumlah yang tidak menentu

menjadi penyebab dibutuhkannya tenaga tambahan untuk melayani tamu. Cokek

sebagai bagian dari pesta melakukan peran membantu tuan rumah menyambut

tamu.

Berbeda kondisinya dengan saat ini, semenjak Gambang Kromong

mengadopsi musik dangdut akhir tahun tujuhpuluhan, cokek tidak lagi membantu

tuan rumah pesta, mereka adalah pasangan dansa bagi lelaki penggemar dangdut

dan gambang, mereka berkelompok di satu sudut dan dikomandoi beberapa mak

cukin sebagi induk semangnya, mak cukin bertransaksi dengan lelaki penggemar

gambang, menawarkan para cokeknya sebagai pasangan mereka. Lelaki

Rumah kawin..., Kuntara Wiradinata, FISIP UI, 2009

Page 9: 1 Bab I Berkenalan dengan Cina Benteng dan Tradisinyalib.ui.ac.id/file?file=digital/128997-T 26650-Rumah kawin... · kepentingan ekonomi dan politik Belanda di Asia (lihat Castles,

Universitas Indonesia

9

penggemar gambang membutuhkan cokek sebagai pasangannya saat ngibing9, para

cokek membutuhkan imbalan uang dari peranannya mendampingi ngibing.

Tindakan saling membutuhkan tersebut tidak dalam posisi yang seimbang karena

perlakuan lelaki terhadap cokek justru menjadi pembuka tuduhan buruk terhadap

reputasi cokek, lelaki dianggap ‘memiliki hak’ setelah membayar pasangan

ngibingnya.

“Sebetulnya mereka engga nakal, kita harus bedain cokek sama pelacur” demikian

pembelaan Pak Jamin juragan orkes gambang dan beberapa lelaki penggemar

gambang. Pak Oleng, pria pendatang dari Jakarta menganggap cokek dan pelacur

sama saja,

“Ngerusak rumah tangga orang tuh, tukang porot semua (menghabiskan uang)”.

Pak Pandan memberi ilustrasi lain terkait strategi cokek untuk membedakan

dirinya dari pelacur,

“Ada cokek yang ogah dibawa … padahal dijanjiin sejuta, tuh cewe bilang ‘udah

engga usah repot-repot, yu.. ke kampung saya aja, kita nikah’, nah kalo udah tikah

(menikah) pensiun tuh cokek”. Demikian tawaran yang sering dilakukan dan

dialami lelaki Cina Benteng Udik dari cokek, namun ikatan perkawinan dengan

cokek berakibat pada kewajiban untuk terus-menerus memenuhi kebutuhan hidup

keluarga cokek.

Pesta perkawinan Cina Benteng Udik tidak lepas dari minuman keras. Pada

awal tahun 60-an, acara ngibing dilakukan berurutan secara tertib dan teratur,

mulai dari tokoh yang paling terpandang, mereka ditangkap oleh cokek dengan

cara pengalungan cukin ke leher tokoh tersebut. Sebelum tokoh tersebut ngibing

para lelaki yang hadir memberi hormat dengan cara bersulang minum arak Nori

masing-masing satu sloki, berurutan para tokoh itu ‘ditangkap’ oleh cokek dan

berkali-kali minuman alkohol itu diisi. Pak Tan menyebut acara itu sebagai ritual

pembuka, semakin banyak tokoh yang hadir maka semakin banyak minuman yang

ditenggak dan semakin banyak tamu yang mabuk. Perkembangannya saat ini,

minuman keras di jual oleh seseorang yang bertindak sebagai penjual, tamu

membeli pada penjual dan tamu yang senang berbagi kerap mengedarkan minuman

9 Ngibing adalah istilah Betawi untuk menari/ joget yang diiringi musik gambang.

Rumah kawin..., Kuntara Wiradinata, FISIP UI, 2009

Page 10: 1 Bab I Berkenalan dengan Cina Benteng dan Tradisinyalib.ui.ac.id/file?file=digital/128997-T 26650-Rumah kawin... · kepentingan ekonomi dan politik Belanda di Asia (lihat Castles,

Universitas Indonesia

10

miliknya pada sesama peminum, juga pada penari atau pemain musik, upaya untuk

gembira bersama-sama.

Kegiatan judi sesungguhnya tidak terbatas ruang dan waktu, lelaki dan

perempuan penggemar judi melakukan aktivitasnya di tempat pesta pernikahan,

tempat kematian bahkan disela-sela kesibukan hariannya. Komunitas tersembunyi

ini tetap ada dan melakukan kegiatannya meski-pun diawasi dan ditangkap oleh

aparat kepolisian. Apabila jaminan keamanan diberikan oleh penyelenggara pesta,

maka para penjudi akan menggerakkan komunitasnya untuk mendatangi pesta

perkawinan tersebut, “dimainin engga’..?”, pertanyaan standar ini yang selalu

diajukan kalau ada pesta pernikahan, pesta ulang tahun atau kematian.

Keramaian yang hadir bersama cokek dan gambangnya, serta perjudian

yang menekankan sit-an10 sebagai kewajiban memberi untuk penyelenggara pesta,

keduanya - cokek dan penjudi - sering ‘dirangkul’ oleh penyelenggara pesta

perkawinan untuk menutup pengeluaran pesta.

Melalui fenomena di atas, memandang Rumah Kawin adalah memandang

dunia kiasan, dunia yang dilakoni dengan kesungguhan sebagaimana spirit Cio Tao

dipegang teguh pada satu tangan dan di tangan lain adalah dunia kasat mata yang

penuh dengan cobaan hidup yang tampak dari relasi dalam pesta, sehingga nyata

bahwa realitas Rumah Kawin adalah harmoni antara dunia sakral dan dunia profan.

1.5 Masalah Penelitian

Rumah Kawin tertua di Kampung Melayu adalah Rumah Kawin Song Kim

Keh, didirikan tahun 1962 dengan luas bangunan 1.100 m2, hingga saat ini Rumah

Kawin Song tidak mengalami perubahan, lantai terbuat dari flur semen, tanpa

langit-langit dan pencahayaannya terbatas. Satu kilometer jauhnya dari Rumah

Kawin Song terdapat Rumah Kawin Teng Kim Lin (Melati) dengan luas bangunan

600 m2 dan didirikan tahun 1964, pada tahun 2004 Rumah Kawin Teng direnovasi

sehingga berpenampilan modern meskipun konsep penataan ruangnya masih 10 Sit-an adalah sejumlah uang yang harus disisipkan di bawah taplak meja judi, pemberi Sit-an adalah mereka yang menang judi pada setiap putaran permainan, besarnya sekitar satu hingga lima persen dari tarikan uang. Penghasilan dari Sit-an bergantung dari berapa meja judi yang dibuka tuan rumah perkawinan, dan berapa lama pesta diselenggrakan. Dalam kondisi tertentu, penghasilan dari uang Sit-an dapat digunakan untuk menutup biaya sewa Rumah Kawin. Sejak pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono, judi di Tangerang diawasi secara ketat terutama menjelang pemilu 2009.

Rumah kawin..., Kuntara Wiradinata, FISIP UI, 2009

Page 11: 1 Bab I Berkenalan dengan Cina Benteng dan Tradisinyalib.ui.ac.id/file?file=digital/128997-T 26650-Rumah kawin... · kepentingan ekonomi dan politik Belanda di Asia (lihat Castles,

Universitas Indonesia

11

model lama (sama seperti Rumah Kawin Song) Lima puluh meter jaraknya dari

Rumah Kawin Song terdapat gedung serbaguna Lautan. Lautan merupakan gedung

dengan penampilan moderen, interiornya luas dan langit-langitnya tinggi,

pencahayaan diperoleh dari cahaya alami dan lampu TL 40 watt, terdapat balkon di

bagian sisi belakang ruangnya.

Melakukan studi komparasi terhadap tiga Rumah Kawin ini bukanlah

perkara mudah, namun yang lebih menarik adalah fakta bahwa Rumah Kawin

Song memenangkan persaingan terhadap dua rumah kawin yang lainnya.

Fenomena inilah yang mengarahkan saya pada pertanyaan: Mengapa Rumah

Kawin Song lebih banyak digunakan oleh masyarakat Cina Benteng Udik hingga

akhir tahun 2009?.

1.6 Tujuan Penelitian

Dalam kaitannya antara Rumah Kawin Song dengan masyarakat Kampung

Melayu – Teluknaga, mengarahkan saya pada perhatian tentang: kemampuan,

keinginan dan pertimbangan timbal-balik11. Ketiga butir ini saling mempengaruhi

dan membatasi, yaitu (1) Kemampuan terkait dengan kemampuan ekonomi yang

membatasi pilihan-pilihan termasuk pilihan Rumah Kawin; (2) Keinginan

berkaitan dengan ekspresi individu dalam komunitasnya untuk menyikapi tradisi

masyarakat, misalnya Pak Pandan adalah penggemar gambang, maka dia akan

memberi peluang untuk menghadirkan gambang dalam kesempatan pesta yang dia

miliki; (3) Pertimbangan timbal-balik sebagai kesadaran pada nilai-nilai di antara

kemampuan mereka dengan keinginan mereka, Pertimbangan timbal-balik bersifat

ambigu dengan posisi: kemampuan akan menimbulkan keinginan, dan keinginan

mendorong kemampuan.

Apabila kemampuan selaras dengan keinginan maka terjadi kesuksesan,

sebaliknya apabila keinginan lebih besar dari kemampuan maka akan terjadi

kegagalan, sadar pada resiko buruk yang akan terjadi dari pilihan tersebut, individu

berupaya meningkatkan kemampuan ekonomi sebesar-besarnya dengan strategi:

(a) mengonstruksi ikatan terhadap masyarakatnya untuk meningkatkan

11 Saya mengembangkan tiga kategori ini berdasar ide normatif asimetri Raymond Firth (1951) yaitu: ideals, expectations, and actions (Parkin 1976:164)

Rumah kawin..., Kuntara Wiradinata, FISIP UI, 2009

Page 12: 1 Bab I Berkenalan dengan Cina Benteng dan Tradisinyalib.ui.ac.id/file?file=digital/128997-T 26650-Rumah kawin... · kepentingan ekonomi dan politik Belanda di Asia (lihat Castles,

Universitas Indonesia

12

kemampuan ekonominya, ikatan itu disebut ‘keutangan’ yang harus dibalas dengan

‘membayar keutangan’, ikatan ‘keutangan’ tersebut tampak dipertukarkan aktor-

aktor terhadap masyarakatnya dan (b) Upaya terus-menerus untuk memberi

kekuatan terhadap ikatan ‘keutangan’ tersebut melalui pola-pola yang saling

menguntungkan.

Dari kedua butir di atas, tampak pertimbangan ‘keutangan’ yang

dipertukarkan tampil sebagai bentuk resiprokal, tampil sebagai jawaban dari dialog

antara kemampuan untuk memberi dan keinginan untuk mendapatkan. Jika

resiprositas digunakan sebagai kunci maka tujuan penelitian saya adalah: Apakah

resiprositas dalam bentuk ‘keutangan’ dapat digunakan untuk membuka misteri

relasi antara pengantin dengan orang tuanya, orang tua pengantin dengan tamunya,

cokek dengan pasangan lelakinya, penjudi dengan orang tua pengantin, pemilik

Rumah Kawin dengan peminum dan sebagainya?. Melalui penelusuran ini juga

saya hendak menemukan relasi Rumah Kawin dengan kehidupan masyarakat Cina

Benteng Udik, masa lalu dan masa kini.

I.7 Kerangka Konsep

Memahami Cina Benteng Udik di Kampung Melayu, Teluknaga adalah

memahami kehidupan mereka sehari-hari, dinamika kehidupan masyarakat yang

mengalami percepatan semenjak Teluknaga ‘terbuka’ menyebabkan terjadinya

perubahan-perubahan yang dapat terlihat semenjak awal tahun 1980-an.

Kemudahan akses, fasilitas listrik yang memungkinkan informasi secara terus-

menerus disebarkan, kehadiran pendatang - khususnya pegawai bandara - yang

memiliki ketrampilan menengah hingga tinggi, juga pendatang lain dari desa-desa

yang tergusur mega proyek Bandara Soekarno-Hatta.

Berdasarkan pengamatan di lapangan, perubahan lingkungan fisik sangat

terasa disepanjang jalan raya Kampung Melayu, lalu bagaimana dengan tradisinya,

khususnya tradisi perkawinannya?. Kemajuan kampung Melayu hanya menyentuh

Rumah Kawin Melati (Teng Kim Lin) dan ruang serbaguna Lautan sebagai sarana

penunjang perkawinan, Rumah Kawin Song Kim Keh dengan segala permasalahan

di dalamnya masih tetap berwajah lama (tidak ada perubahan yang signifikan),

kehadiran Vihara Tri Maha Dharma yang beraliran Therawadha semenjak 21 Juni

Rumah kawin..., Kuntara Wiradinata, FISIP UI, 2009

Page 13: 1 Bab I Berkenalan dengan Cina Benteng dan Tradisinyalib.ui.ac.id/file?file=digital/128997-T 26650-Rumah kawin... · kepentingan ekonomi dan politik Belanda di Asia (lihat Castles,

Universitas Indonesia

13

1981 jelas tidak mendukung aktivitas tradisi perkawinan Cina Benteng secara

langsung, pembangunan Gereja Bethel Indonesia di kampung Kali Mati juga tidak

mendukung kehadiran tradisi perkawinan dan Rumah Kawin.

Meskipun menemui hambatan-hambatan, masyarakat Cina Benteng Udik

sampai saat ini masih mempertahankan tradisi perkawinan dan senantiasa

melakukan perubahan-perubahan dalam dirinya, ketahanan tradisi itu jelas

menunjukkan kekuatan yang tersembunyi di dalamnya, menurut Sahlins.

(1994:389);

Bagaimana upaya masyarakat menanggapi perubahan-perubahan yang akan memengaruhi mereka?, mereka melakukan siasat-siasat terhadap budaya warisan mereka. ‘Tradisi’ berfungsi sebagai tolak-ukur dimana masyarakat dapat memerkirakan kemampuan dirinya untuk berubah, …. Kelestarian kultural akan berlangsung dengan cara perubahan kultural. Pembaharuan berlangsung secara logis walaupun tidak secara spontan - untuk perubahan yang tampak tidak berarti - dari masyarakat yang sudah memiliki prinsip. Tradisionalisme tanpa kekolotan. Menilik pendapat Sahlins, tampak perubahan merupakan keniscayaan yang

senantiasa dilakukan sebagai upaya masyarakat untuk melestarikan budaya

mereka, masyarakat secara sadar melakukan perubahan untuk kepentingan mereka,

perubahan yang mengutamakan keseimbangan antara budaya yang konstan pada

‘detik’ itu terhadap tuntutan perubahan pada ‘detik’ berikutnya, keseimbangan

yang berwajah harmoni.

Perubahan-perubahan terhadap tradisi telah dilakukan Cina Benteng Udik,

akulturasi budaya dengan mengadopsi unsur budaya Sunda, Betawi dan Jawa

merupakan strategi mereka dengan cara ‘menyesuaikan-diri’ untuk menciptakan

harmoni terhadap tuntutan perubahan itu, ‘penyesuaian-diri’ bahkan menciptakan

perubahan-perubahan baru dalam kepercayaan, ritual pernikahan, dan tatanan

sosial kehidupan mereka.

Penyesuaian diri lebih jauh mengarahkan mereka untuk mengabaikan

fungsi praktis sesuatu dan menjadikannya sebagai fungsi simbolik, sesuatu yang

simbolik dianggap memiliki kekuatan terhadap kehidupan mereka, contohnya:

tempelan aksara Cina yang digunakan pada dinding Rumah Kawin adalah

informasi putra dari marga tertentu menikah dengan putri dari marga yang lain.

Rumah kawin..., Kuntara Wiradinata, FISIP UI, 2009

Page 14: 1 Bab I Berkenalan dengan Cina Benteng dan Tradisinyalib.ui.ac.id/file?file=digital/128997-T 26650-Rumah kawin... · kepentingan ekonomi dan politik Belanda di Asia (lihat Castles,

Universitas Indonesia

14

Meskipun saat ini mereka tidak memahami maknanya secara harafiah, aksara itu

tetap digunakan karena diyakini maknanya sebagai bagian dari kekuatan ritual Cio

Tao; nyonya Tan perias memaknai buku primbon tahunan Thung Xu sebagai buku

Lak Jit, yaitu wangsit yang terus digunakannya selama belasan tahun ritual Cio

Tao, penyerapan unsur Kejawen dalam ritual perkawinan menjadi pelindung yang

kuat bagi mereka.

Penyerapan unsur Jawa dan Sunda dalam kesenian khususnya gambang

kromong lokal dan menampilkan tembang gambang, lagu cina bahkan lagu

dangdut menunjukkan - sekali lagi - strategi masyarakat untuk mempertahankan

kepentingannya dengan menciptakan harmoni terhadap lingkungannya. Institusi-

institusi yang menentang bukan dihindari, siasat mencari peluang untuk menyusup

dan tetap menghadirkan tradisi yang mereka anggap penting terus dilakukan,

sehingga mereka selalu siap menyerap norma-norma baru untuk selalu disesuaikan

terhadap budaya mereka, demi kekuatan budaya mereka (Locher1978,101-117).

Keterbelakangan dan kemiskinan merupakan kondisi yang masih terasa

dalam lingkungan masyarakat Kampung Melayu, khususnya kemiskinan, kondisi

ini menjadi mencolok manakala dikaitkan dengan pesta pernikahan yang meriah.

Masyarakat Kampung Melayu sendiri merasakan ‘tantangan’ ini, namun mereka

telah mengonstruksi perangkat untuk menyiasati permasalahan tersebut, yaitu:

• Perangkat pertama adalah sistem keutangan model Cina Benteng Udik.

Sistem keutangan merupakan upaya untuk mendapatkan ‘sumbangan’ dari

kerabat atau teman yang sebelumnya ‘berhutang’ pada dia, sumbangan itu

bisa berupa dana, barang, maupun jasa, dan sumbangan tersebut akan

‘dikembalikan’ kelak apabila pemberi sumbangan melakukan kegiatan

serupa (bersifat resiprokal), lingkaran keutangan ini akan terus dibentuk

hingga mengikat komunitas para pelaku dalam masyarakat. Untuk aktivitas

seperti ini Levi-Strauss (1963:296) menggunakan istilah-istilah

“maximizing … to advantage” dan “play, move, choice, and strategy”

dalam bahasannya tentang transaksional. pemahaman seperti itulah yang

digunakan oleh masyarakat Cina Benteng Udik untuk me’rekacipta’

keutangan demi keuntungannya saat mengadakan pesta pernikahan.

Rumah kawin..., Kuntara Wiradinata, FISIP UI, 2009

Page 15: 1 Bab I Berkenalan dengan Cina Benteng dan Tradisinyalib.ui.ac.id/file?file=digital/128997-T 26650-Rumah kawin... · kepentingan ekonomi dan politik Belanda di Asia (lihat Castles,

Universitas Indonesia

15

• Perangkat kedua adalah perjudian, melalui sistim Sit-an (sebagai uang

komisi dari pemenang untuk tuan rumah pesta). Uang sit-an merupakan

penghasilan yang diandalkan untuk membayar sewa gedung.

• Perangkat ketiga adalah gambang keromong, sebagai daya tarik bagi

masyarakat yang membutuhkan hiburan, keramaian suara dan suasana yang

ditimbulkan gambang keromong beserta cokeknya merupakan ajang

‘plesir’ bagi kaum lelaki dan perempuan dalam pesta pernikahan.

• Perangkat keempat adalah perangkat yang paling unik, undangan

perkawinan yang disebarkan tanpa nama dan mencantumkan banyak pihak

yang turut mengundang sebagai strategi lain untuk meramaikan pesta.

• Perangkat kelima yang tidak berpengaruh secara langsung terhadap strategi

penyelenggaraan pesta adalah memfasilitasi tuntutan penggemar minuman

keras, suasana yang ‘panas’ membangkitkan suasana pesta, pesta yang

meriah menguntungkan tuan rumah penyelenggara pesta.

Perangkat-perangkat di atas merupakan kondisi timbal-balik yang

menguntungkan masyarakat, dan kondisi ini tetap dijaga ketat sebagai kebutuhan

resiprositas dalam masyarakat, kondisi ini akan berperan maksimal apabila

diselenggarakan secara serempak dalam sarana yang memadai, penyelenggara

pesta yang memiliki relasi yang luas tentunya akan mengumpulkan banyak tamu.

Rumah Kawin sebagai penentu keberhasilan rangkaian acara dalam pesta ini

adalah Rumah Kawin yang memenuhi semua perangkat beroperasi dengan

sempurna, yaitu wadah yang memaksimalkan strategi penyelenggaraan pesta

tersebut.

Dari semuanya ini, tampak Harmoni, strategi dan kontinuitas hadir

sebagai kerangka konsep yang mendasari bahasan tentang Rumah Kawin dan relasi

yang ada di dalamnya, namun apakah sistim ‘keutangan’ sebagai bentuk

resiprositas dan strategi menciptakan ‘keutangan’ juga termasuk dalam konsep

social capital? Lawang (2005:89) mengungkapkan :

Nilai kapital dari kapital sosial itu terletak pada hubungan antara orang atau kelompok dengan struktur sosial itu, baik yang diciptakan oleh orang-orang melalui interaksi sosial, maupun yang diterimanya begitu saja dari

Rumah kawin..., Kuntara Wiradinata, FISIP UI, 2009

Page 16: 1 Bab I Berkenalan dengan Cina Benteng dan Tradisinyalib.ui.ac.id/file?file=digital/128997-T 26650-Rumah kawin... · kepentingan ekonomi dan politik Belanda di Asia (lihat Castles,

Universitas Indonesia

16

masyarakat. Hubungan ini hampir pasti diukur dengan konsep-konsep ekonomi yang rasional, efektif, efisien, berkesinambungan, sesuai dengan sifat kapital yang terdapat dalam konsep kapital sosial itu. Resiprositas dalam konteks kapital sosial lebih tepat ditujukan bagi

kegiatan yang terstruktur rapi, arisan merupakan contoh kapital sosial yang paling

mengena, individu-individu terikat secara jelas, perhitungan ekonomi sangat

rasional, kesempatan mendapatkan dana dari komunitas arisan ini yang bersifat

resiprokal dapat dinikmati oleh anggota-anggotanya (lihat Ife & Tesoriero, 2008:

35-36). Kapital sosial tampak bukan konsep yang tepat bagi resiprositas model

Cina Benteng Udik. Goffman (1971:62-94) melalui Supportive Interchanges

menekankan supportive rituals yang dilakukan oleh individu-individu terhadap

komunitasnya, ritual bertujuan untuk membentuk ikatan kekerabatan yang kuat.

Resiprokal yang terbentuk juga bukan model yang tepat bagi resiprositas Cina

Benteng Udik karena ikatan kekerabatan bukan sebagai tujuan tetapi sebagai

akibat.

Parkin (1976:163) memberi referensi yang dapat mempertajam gambaran

pertukaran dalam nuansa resiprositas menurut kacamata antropologi:

Konsep pertukaran memiliki dua referensi dalam antropologi: Pertama, referensi ini ditujukan bagi prinsip universal dan fundamental dimana masyarakat dan kebudayaan sudah terorganisir. Prinsip tersebut tampak sebagai identifikasi Malinowski tentang ikatan kewajiban resiprositas, juga gagasan Mauss dalam karyanya Gift, dan karya Lévi-Strauss yang sangat komprehensif yaitu sistem-sistem budaya pertukaran yang mempertukarkan perempuan (dan harus ditambahkan, lelaki), barang-barang dan jasa-jasa serta pesan-pesan, juga pendapat Strauss tentang aturan-aturan dasar yang menata hubungan sistem-sistem pertukaran. Kedua, konsep pertukaran sosial mengerucut pada sebuah proses yang dilakukan oleh tindakan individu, dan menjadi bagian dari tuntutan normatif, tuntutan yang ditentukan oleh persepsi-persepsi mereka bagi kepentingan pergaulan mereka, agar tujuan dalam pergaulan dapat tercapai.

Berdasarkan referensi di atas, dapat ditarik tiga prinsip yang penting dalam

pertukaran, yaitu: (1) prinsip universal dan fundamental dimana masyarakat dan

kebudayaan sudah terorganisir secara harmonis, (2) kondisi seperti ini akan

tercapai apabila masyarakat senantiasa menghayati dan memegang teguh

kebudayaannya sehingga kelestarian budaya dapat terjaga, (3) prinsip tindakan

individu yang mengonstruksi keuntungan timbal-balik sebagai tuntutan normatif.

Rumah kawin..., Kuntara Wiradinata, FISIP UI, 2009

Page 17: 1 Bab I Berkenalan dengan Cina Benteng dan Tradisinyalib.ui.ac.id/file?file=digital/128997-T 26650-Rumah kawin... · kepentingan ekonomi dan politik Belanda di Asia (lihat Castles,

Universitas Indonesia

17

Lebih jauh lagi, Parkin juga memberikan asumsi metodologis dari analisis

transaksional dengan mengangkat tiga issu yang terkait, yaitu: (1) konsep dan

rasionalitas. Mengutip pendapat Kapferer, "Keadaan sekitar yang mengarahkan

individu untuk memberi nilai pada aktivitasnya dimana mereka menggunakannya

untuk kwalitas aktivitas itu sendiri, lebih dari sekedar keuntungan yang umumnya

diberikan”. (2) keleluasaan yang dimiliki individu untuk melakukan tindakan di

luar dan di dalam institusi yang lebih besar, Kapferer juga berpendapat “kondisi-

kondisilah yang menentukan individu atau kelompok individu untuk menampilkan

sebuah pilihan rasionalitas yang lebih baik dari yang lain”. (3) batasan-batasan

normatif dalam masyarakat, pengembangannya dilakukan oleh individu-individu

hingga dapat memanipulasi relasi sosial yang bebas dari norma dan tekanan

institusi. Sesuatu yang kompleks.

Melalui asumsi metodologis terkait issu konsep dan Rasionalitas,

keleluasaan, dan batasan-batasan normatif dalam masyarakat diharap dapat

menelusuri pemahaman akan Rumah Kawin Cina Benteng Udik dan relasi-relasi di

dalamnya, sehingga langkah-langah penelitian perlu dilakukan dengan cara

menelusuri lebih jauh tindakan-tindakan manusia yang memaknai Rumah Kawin

bukan hanya dalam konteks fungsi praktisnya, tetapi menembus pada fungsi

simbolik yang diyakini menyimpan jawaban yang dicari.

Blumer (1969:2) mengajukan tiga premis sederhana untuk memahami

dasar-dasar tindakan manusia dalam konteks interaksi dalam masyarakat. (1)

Manusia melakukan tindakan terhadap ‘sesuatu’ berdasarkan makna-makna yang

dia tangkap dari ‘sesuatu’ tersebut. (2) Makna itu diterima atau timbul dari

interaksi sosial yang dilakukan terhadap orang lain. (3) Makna ini dipahami dan

dimodifikasi melalui proses interpretasi yang digunakan seseorang dalam

berhubungan dengan ‘sesuatu’ yang dia hadapi. Melalui premis sederhana ini

terbuka jalan untuk mengetahui bagaimana individu-individu berelasi satu terhadap

lainnya, bagaimana ‘kesepakatan’ dalam pemaknaan itu dibentuk di antara mereka

sehingga mereka merasakannya sebagai etika, norma dan tatanan hidup mereka,

mereka bertindak berdasarkan makna yang telah dikonstruksi bersama demi

keuntungan mereka, dan mereka melakukan respon berupa tindakan yang akan

ditangkap oleh pihak lain sebagai timbal-balik yang harus dipahami bersama,

Rumah kawin..., Kuntara Wiradinata, FISIP UI, 2009

Page 18: 1 Bab I Berkenalan dengan Cina Benteng dan Tradisinyalib.ui.ac.id/file?file=digital/128997-T 26650-Rumah kawin... · kepentingan ekonomi dan politik Belanda di Asia (lihat Castles,

Universitas Indonesia

18

interaksi antara individu-individu inilah yang kemudian memberi ‘makna

mendalam’ selaras dengan pendapat Geertz (1973: 404-405)

Makna tidak terdapat di dalam objek-objek, tindakan-tindakan, proses-

proses, dan lainnya, tetapi - seperti yang ditekankan Durkheim, Weber, dan

ahli-ahli lain - makna terdapat di atasnya, sehingga penjelasan tentang

makna dapat ditelusuri dari pembentuknya, yaitu manusia yang berada di

dalam masyarakat.

Studi tentang pemikiran manusia adalah - meminjam kata-kata dari Joseph

Levenson - studi tentang manusia-manusia yang berpikir, dan mereka

berpikir tidak dalam tempat khusus mereka, melainkan di tempat yang

sama - dunia sosial - tempat melakukan segalanya bersama, hakekat

integrasi kultural, perubahan kultural, atau konflik kultural dapat dilihat di

sana: di dalam pengalaman individu dan kelompok individu di bawah

pengarahan simbol-simbol, yang mereka tangkap, yang dirasakan, ada

nalar, ada nilai dan ada tindakan.

Berdasarkan pertimbangan di atas, maka pembahasan Rumah Kawin dan

relasinya harus dimulai dari individu yang berinteraksi dengan Rumah Kawin

tersebut, Rumah kawin sebagai teks yang menyimpan makna-makna intrinsik,

ritual-ritual dan simbol-simbol yang dikonstruksi masyarakat untuk kepentingan

aktivitas di dalamnya12, dan bagaimana relasi yang dibangun secara resiprokal

antara individu di dalam Rumah Kawin dan individu di luar Rumah Kawin.

Namun sejauh ini permasalahan utama masih belum terpecahkan, yaitu:

fakta yang menunjukkan bahwa Rumah Kawin Song Kim Keh sebagai fokus

penelitian tidak mengalami perubahan yang berarti semenjak tahun 1962 namun

12 Bandingkan dengan penelusuran Mary Douglas (1975: 9-25) memahami makna- makna dari ritual melalui penelusuran pada kehidupan sehari-hari masyarakat Lele di luar ritual, Buhonyi dan Hama adalah konsep simbolik yang menjadi tatanan masyarakat Lele yang tampak dari situasi keseharian hidup mereka. Peneliti lain, Janet Hoskins(1993:173-175) lebih jauh lagi menekankan aspek waktu dalam kaitannya dengan masa lalu dan masa mendatang terkait dengan pertukaran-pertukaran yang terjadi dalam masyarakat Sumba, “I examine the importance of temporal intervals in individual and collective strategies of exchange in marriage, feasting, and funerals, …. Two sorts of time must be considered in constituting exchange value: biographical time, the time span of an individual life; and intergenerational time, which includes the relations of ancestors and descendants”.

Rumah kawin..., Kuntara Wiradinata, FISIP UI, 2009

Page 19: 1 Bab I Berkenalan dengan Cina Benteng dan Tradisinyalib.ui.ac.id/file?file=digital/128997-T 26650-Rumah kawin... · kepentingan ekonomi dan politik Belanda di Asia (lihat Castles,

Universitas Indonesia

19

lebih sering digunakan dari pada Rumah Kawin lainnya. Pada akhirnya hanya

dengan upaya pemahaman (Verstehen) yang harus dilakukan terus-menerus dan

ditumbuh-kembangkan sebagai upaya terakhir untuk mencapai puncak pemaknaan

akan Rumah Kawin Cina Benteng Udik ini.

I.8 Metode Penelitian

Penelitian yang saya lakukan dimulai bulan Juli 2008 di Dusun Tiga, Kampung

Melayu Teluknaga. Pengamatan yang dilakukan bersama tim Pengabdian

Masyarakat dari Universitas Pelita Harapan mengarah pada pengamatan terhadap

kehidupan masyarakat, kesulitan yang dihadapi masyarakat, potensi yang dapat

digali dan peranan perguruan tinggi dalam meningkatkan harkat hidup masyarakat.

Dua bulan kemudian, pengamatan saya fokuskan ke Kampung Melayu

karena kehadiran Rumah Kawin Song Kim Keh yang tertua dan masih digunakan

oleh masyarakat Cina setempat. Upaya membangun rapport dimulai dari

lingkungan terdekat Rumah Kawin Song. Setelah mendapatkan jaringan yang lebih

luas melalui teknik snow-bowling, maka saya menetapkan sepasang informan Pak

Jangkung dan istri merupakan narasumber Cina pendatang yang telah menetap di

Kampung Melayu semenjak 1982, diskusi intensif tentang karakter Cina Benteng

mengarahkan saya pada kesimpulan bahwa tahun 1980 adalah awal perubahan

Teluknaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakatnya. informan yang lain

adalah Pak Tan, penggagas dan arsitek pembangunan Vihara Tri Maha Dharma,

juga sebagai menantu tertua Song Kim Keh warga asli Cina Benteng. Putra sulung

Pak Tan, Panjul pecandu alkohol, saya mendapatkan banyak informasi tentang

Rumah Kawin Song dan pergeseran tradisi perkawinan lama dengan tradisi baru,

dari mereka juga diketahui kebiasaan mabuk pada generasi muda. Selain itu Pak

Leo dari Vihara Tri Maha Dharma dan Pak Irawan dari Cetya Kampung Melayu,

berbagi informasi tentang sikap Vihara terhadap fenomena Rumah Kawin yang

dianggap tradisi dan terlepas dari agama Budha, Teng Sulung putra Teng Kim Lin

memberi informasi untuk komparasi Rumah Kawin Teng dengan Song juga

kebiasaan judi yang dia lakukan: Pak Jeba sang To Kong13 juga sebagai ketua RT

13 To Kong adalah orang yang ahli dalam ritual pemandian mayat, sembahyang kematian dan penguburan. To Kong merupakan keahlian yang diwariskan pada anak lelaki tertua.

Rumah kawin..., Kuntara Wiradinata, FISIP UI, 2009

Page 20: 1 Bab I Berkenalan dengan Cina Benteng dan Tradisinyalib.ui.ac.id/file?file=digital/128997-T 26650-Rumah kawin... · kepentingan ekonomi dan politik Belanda di Asia (lihat Castles,

Universitas Indonesia

20

memberi gambaran tentang masyarakat Kampung Melayu, tradisi kematian dan

ritual kematian yang sejalan dengan Cio Tao, Pak Pandan penggemar gambang

beserta Ibu Nuning memberi gambaran nyata tentang cokek, poligami, kekuatan

Cio Tao dan makna bekerja untuk menghukum diri, Pak Geyong memberi

gambaran tentang pindah agama dan prinsip orang tua di dalam Cio Tao, Pak

Canda yang melihat adanya kejenuhan masyarakat terhadap gambang lokal, Pak

Jamin pemilik gambang adalah pihak yang menampik tudingan miring tentang

cokek dan poligami, Revinna mahasiswi Universitas Pelita Harapan yang sering

bertanya ulang pada kakek dan neneknya untuk menjawab pertanyaan saya tentang

Benteng Udik, nyonya Tan Perias yang menjelaskan langkah-langkah Cio Tao,

makna-makna simbolis dalam Cio Tao, dan kesulitan mempertahankan tradisi

‘asli’ Cio Tao Tangerang; lalu Tan Sulung putra nyonya Tan Perias yang

menjelaskan kesulitan-kesulitan Cina Benteng Udik saat berurusan dengan aparat

pemerintah termasuk pengurusan surat-surat penting terkait masyarakat miskin

Cina Benteng udik.

Pengamatan yang dilengkapi dokumentasi foto dan video saya gunakan

untuk mengabadikan obyek artefak, prosesi ritual dan suasana pesta kawin.

Melalui dokumentasi tersebut, saya menganalisis ulang momentum-momentum

dengan lebih teliti. Perekaman suara dengan MP3 yang tersembunyi saat interview

memberi kenyamanan berbicara bagi informan, hasil perekaman senantiasa diputar

ulang untuk menangkap kata-kata penting yang terlewat, melalui pencatatan itu

saya sering mempertanyakan ulang pada informan dan pihak ketiga (triangulasi)

untuk mendapatkan penjelasan yang utuh. Perekaman gambar video dilakukan

untuk mengabadikan ritual-ritual panjang dan bertahap, melalui perekaman ini

saya dapat menggambarkan struktur liturgi dalam ritual perkawinan maupun

keagamaan. Hasil dokumentasi ini dijadikan kajian untuk menangkap fenomena

yang hadir, juga mencari makna-makna terkait yang tersembunyi dalam kehidupan

masyarakat Cina Benteng Udik.

Pengumpulan data dari media informasi dan bukti-bukti fisik berupa

undangan pernikahan memberi manfaat dalam memperkuat penyusunan hipotesa-

hipotesa saya, termasuk hipotesa yang berkaitan dengan sistim ‘keutangan’ model

Cina Benteng Udik.

Rumah kawin..., Kuntara Wiradinata, FISIP UI, 2009

Page 21: 1 Bab I Berkenalan dengan Cina Benteng dan Tradisinyalib.ui.ac.id/file?file=digital/128997-T 26650-Rumah kawin... · kepentingan ekonomi dan politik Belanda di Asia (lihat Castles,

Filename: Bab 1 Directory: C:\DOCUME~1\TOMY~1\MYDOCU~1\KUNTAR~1 Template: C:\Documents and Settings\T o m y\Application

Data\Microsoft\Templates\Normal.dotm Title: Subject: Author: Kuntara Keywords: Comments: Creation Date: 1/6/2010 11:54:00 AM Change Number: 12 Last Saved On: 1/7/2010 8:34:00 AM Last Saved By: Kuntara Total Editing Time: 18 Minutes Last Printed On: 1/9/2010 10:39:00 AM As of Last Complete Printing Number of Pages: 21 Number of Words: 6,158 (approx.) Number of Characters: 35,104 (approx.)

Rumah kawin..., Kuntara Wiradinata, FISIP UI, 2009