09E02632(1)

download 09E02632(1)

of 183

description

this is fileimportent to growing your spirit

Transcript of 09E02632(1)

  • Edi Iwan Siregar : Strategi Adaptasi Petani Rakyat Dalam Mensiasati Fluktuasi Harga Kelapa Sawit (Studi Kasus: Petani Kelapa Sawit Rakyat di Desa Tanjung Medan Kec. Kampung Rakyat Kab. Labuhan Batu Selatan), 2009.

    STRATEGI ADAPTASI PETANI RAKYAT DALAM MENSIASATI

    FLUKTUASI HARGA KELAPA SAWIT

    (Studi Kasus: Petani Kelapa Sawit Rakyat di Desa Tanjung Medan Kec.

    Kampung Rakyat Kab. Labuhan Batu Selatan).

    D

    I

    S

    U

    S

    U

    N

    O L E H:

    EDI IWAN SIREGAR (04 09 05 002)

    DEPARTEMEN ANTROPOLOGI

    FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

    UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

    MEDAN

    2009

  • Edi Iwan Siregar : Strategi Adaptasi Petani Rakyat Dalam Mensiasati Fluktuasi Harga Kelapa Sawit (Studi Kasus: Petani Kelapa Sawit Rakyat di Desa Tanjung Medan Kec. Kampung Rakyat Kab. Labuhan Batu Selatan), 2009.

    UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

    FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

    HALAMAN PERSETUJUAN

    Nama : Edi Iwan Siregar

    Nim : 040905002

    Departemen : Antropologi

    Judul : Strategi Adaptasi Petani Rakyat Dalam Menyiasati Fluaktuasi

    Harga Kelapa Sawit (Studi kasus: petani Kelapa Sawit di desa

    Tanjung Medan Kec. Kampung Rakyat Kab. Labuhan Batu

    Selatan)

    Medan, Juli 2009

    Pembimbing Skripsi Ketua Departemen

    (Drs. Lister Brutu, MA) (Drs. Zulkifli Lubis, MA)

    NIP. 131 676 488 NIP. 131 882 278

    Dekan FISIP USU

    (Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA)

    NIP. 131 757 010

  • Edi Iwan Siregar : Strategi Adaptasi Petani Rakyat Dalam Mensiasati Fluktuasi Harga Kelapa Sawit (Studi Kasus: Petani Kelapa Sawit Rakyat di Desa Tanjung Medan Kec. Kampung Rakyat Kab. Labuhan Batu Selatan), 2009.

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur kehadirat Allah Swt, karena dengan rahmat dan karunia-

    Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna melengkapi dan memenuhi

    salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Antropologi pada Fakultas Ilmu

    Sosial dan Ilmu Politik. Adapun judul skripsi ini adalah Strategi Adaptasi Petani

    Rakyat Dalam Menyiasati Fluktuasi Harga Kelapa Sawit.

    Selama penulisan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan dan

    bimbingan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin

    menyampaikan rasa terima kasih kepada:

    1. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial

    dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

    2. Bapak Drs. Zulkifli Lubis, MA selaku Ketua Departemen Antropologi,

    Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

    3. Bapak Drs. Yance, MSi selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah

    banyak memberi masukan dan nasehat kepada penulis.

    4. Bapak Drs. Lister Brutu, MA selaku Dosen Pembimbing skripsi penulis

    yang telah banyak meluangkan waktu serta memberikan banyak

    pengetahuan baru yang sangat berguna bagi penulis.

    5. Bapak Drs. Ermansyah, M, Hum selaku Dosen Ketua Penguji penulis yang

    telah banyak memberi masukan guna menyempurnakan skripsi ini.

    6. Bapak Drs. Agustrisno, MSP selaku Dosen Penguji yang juga telah

    memberikan banyak masukan dan saran kepada penulis guna

    penyempurnaan skripsi ini.

    7. Kepada seluruh Dosen Antropologi dan Dosen yang ada di Fakultas Ilmu

    Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara yang telah membantu

    penulis selama proses perkuliahan di Departemen Antropologi.

    8. Kepada seluruh pegawai Antropologi dan pegawai yang ada di Fakultas

    Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara yang telah

    membantu penulis dalam menyelesaikan urusan administrasi selama

    proses perkuliahan di Departemen Antropologi. Ucapan terima kasih yang

    sedalam-dalamnya kepada orang tua tercinta Ayahanda Mahmuddin

  • Edi Iwan Siregar : Strategi Adaptasi Petani Rakyat Dalam Mensiasati Fluktuasi Harga Kelapa Sawit (Studi Kasus: Petani Kelapa Sawit Rakyat di Desa Tanjung Medan Kec. Kampung Rakyat Kab. Labuhan Batu Selatan), 2009.

    9. Siregar dan Ibunda Masruro Dalimunte yang telah mengasuh, mendidik

    dan mendoakan ananda dengan penuh kasih sayang dan penuh perjuangan

    agar ananda dapat menjadi orang yang berilmu dan menjadi orang yang

    sukses. Inilah persembahan sementara yang dapat ananda berikan sebagai

    tanda bakti ananda.

    10. Kakanda tersayang Nurasiah Siregar, Ahmad Rizal Siregar, Sri Rahayani

    Siregar, Rohaya Masnah Siregar, dan khusus buat Almarhum kakanda

    Syahrul Azhar Siregar yang selama hidupnya memberikan saya dorongan

    dan inpirasi tentang arti kehidupan ini yang sesungguhnya di dunia.

    Terima Kasih atas doa dan perjuangan kalian selama ini. Ananda sayang

    kalian semua.

    11. Keluarga besar ayah dan ibu, terima kasih atas dukungan dan doanya.

    12. Sahabat-sahabat yang penulis sayangi, Abadi putra (sahabat terbaik ku),

    Akp. Prilmon Aritonang, Pak Ibnu, Ustaz. Iqbal, Windrahardi, Pak Zul,

    dan teman-teman wanitaku Pipit, S. Sos, Jeng Mimin, S. Sos, Rika, S. Sos,

    Rumaini, S.Sos, Juriah (The Spesial One), Adek, Widya, Eka, Azmah, Ika,

    Vika, Mepa. Terima Kasih atas kebersamaan yang telah kalian berikan

    selama ini. Tetap semangat ya!!!!!!!!!

    13. Khusus buat sahabat-sahabat di Rumah Keluarga Cerdas , Mas Jefri

    (sahabat sejati yang penuh perdebatan tapi seru), Incek Pati, Poslab, Ilham,

    Adik Edo, Duo Dedi, Eng (Avatar), Bang Iyal, Bang Andy, Azmal,

    Marko, Khairil, Icing, Awang, Ipur, Rizky, Boby, Franz. Terima kasih

    untuk semua persahabatan yang telah kalian berikan. Saya tidak akan

    mendapatkan pengalaman hidup yang begitu indah tanpa khadiran kalian

    selama ini. Mari sama-sama kita buktikan lima tahun ke depan ini, kita

    harus menjadi orang yang sukses!!!!!!!!

    14. Terima kasih kepada kerabat Antopologi Khususnya Stambuk 2004.

    Medan, Juli 2009

    (Edi Iwan Siregar)

  • Edi Iwan Siregar : Strategi Adaptasi Petani Rakyat Dalam Mensiasati Fluktuasi Harga Kelapa Sawit (Studi Kasus: Petani Kelapa Sawit Rakyat di Desa Tanjung Medan Kec. Kampung Rakyat Kab. Labuhan Batu Selatan), 2009.

    ABSTRAK

    Strategi Adaptasi Petani Rakyat Dalam Menyiasati Fluktuasi Harga Kelapa Sawit

    (Studi Kasus: Petani Kelapa Sawit Rakyat di Desa Tanjung Medan Kec. Kampung Rakyat Kab. Labuhan Batu Selatan)

    Kehidupan ekonomi Petani Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat berada pada posisi yang tidak menentu karena pendapatan mereka harus ditentukan oleh keadaan harga pasar global. Fluktuasi harga buah Kelapa Sawit menyebabkan Petani Kelapa Sawit di Desa Tanjung Medan berada dalam kondisi dilematis untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Terkadang harga kelapa sawit mengalami kenaikan harga dan dalam saat tertentu pula bisa mengalami penurunan. Seperti yang terjadi pada tahun 2008 dimana harga komoditas buah Kelapa Sawit mengalami penurunan secara signifikan yang menimbulkan dampak terhadap kehidupan sosial-ekonomis para petani Kelapa Sawit Rakyat, khususnya di desa Tanjung Medan Kec. Kampung Rakyat Kab. Labuhan Batu Selatan. Dengan pendapatan yang semakin menurun bagaimana mereka dapat mampu mengimbangi tingginya kebutuhan ekonomi-sosial keluarga yang harus dipenuhi. Situasi ini menyebabkan mereka melakukan kegiatan-kegiatan dalam rangka untuk dapat bertahan hidup dari tekanan ekonomi yang mereka hadapi. Kegiatan-kegiatan ekonomis yang mereka lakukan ternyata merupakan suatu bentuk strategi bagi mereka untuk dapat beradaptasi di tengah-tengah tekanan ekonomi yang mereka hadapi. Penelitian ini sendiri akan memaparkan bagaimana sebenarnya kehidupan sosial-ekonomi Petani Kelapa Sawit Rakyat di desa Tanjung Medan dengan hanya memiliki mata pencaharian pada sektor pertanian Kelapa Sawit dan juga hasil panen yang tidak luput dari intervensi iklim, mampu beradaptasi terhadap tuntutan kebutuhan-kebutuhan sosial-ekonomis keluarganya pasca menurunnya harga komoditas buah Kelapa Sawit. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Petani Kelapa Sawit Rakyat di Desa Tanjung Medan Kecamatan Kampung Rakyat Kabupaten Labuhan Batu Selatan sebagai suatu bentuk strategi adaptasi dalam menyiasati tekanan ekonomi global yaitu turunnya harga buah Kelapa Sawit yang berdampak pada kondisi sosial-ekonomis keluarga mereka. Upaya yang mereka lakukan adalah meliputi strategi aktif yaitu pemanfaatan sumber daya tenaga keluarga, strategi pasif yaitu penekanan pola subsistensi dengan memanfaatkan pekarangan rumah untuk menanam sayuran, beternak ayam dan bebek, serta strategi jaringan dengan memanfaatkan relasi sosial seperti kerabat, tetangga, rentenir, dan bank. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif untuk memperoleh informasi tentang usaha-usaha lain yang dijadikan strategi dalam menyiasati fluktuasi harga Kelapa Sawit. Peneliti melakukan wawancara mendalam dengan informan kunci seperti tokoh adat atau tokoh masyarakat dikalangan petani Kelapa Sawit Rakyat, untuk memperoleh informasi tentang persoalan mendasar yang menyebabkan terjadinya kemiskinan Petani Kelapa Sawit Rakyat di Desa Tanjung Medan dan

  • Edi Iwan Siregar : Strategi Adaptasi Petani Rakyat Dalam Mensiasati Fluktuasi Harga Kelapa Sawit (Studi Kasus: Petani Kelapa Sawit Rakyat di Desa Tanjung Medan Kec. Kampung Rakyat Kab. Labuhan Batu Selatan), 2009.

    kondisi perekonomian petani sebelum melakukan strategi aktif, strategi pasif dan strategi jaringan serta program-program yang diberikan oleh Pemerintah dalam membantu pengembangan desa ini. Peneliti melakukan wawancara serta observasi partisipasi kadangkala yang dilakukan untuk mengamati aktifitas dan cara-cara yang ditempuh keluarga petani Kelapa Sawit Rakyat dalam menyiasati fluktuasi harga Kelapa Sawit. Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa strategi yang dilakukan Petani Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat meliputi pembagian kerja keluarga, mencari kerja sampingan, memanfaatkan lahan pekarangan rumah untuk menanam sayuran pangan, beternak bebek sebagai langkah strategi untuk menekan pengeluaran terhadap pola subsistensi, dan meminjam uang ke bank sebagai strategi jaringan dalam memenuhi kebutuhan mendesak keluarga Petani Kelapa Sawit Rakyat di Desa Tanjung Medan. Adanya strategi tersebut membuat mereka lebih giat lagi dalam bekerja untuk dapat bertahan hidup atau mengubah kehidupan mereka menjadi lebih baik lagi. Akhirnya, dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwasannya strategi yang dilakukan Petani Kelapa Sawit Rakyat di Desa Tanjung Medan benar-benar membuat mereka dapat bertahan hidup dan sekaligus dapat menyelesaikan masalah ekonomi yang dihadapi dengan memiliki mata pencaharian tambahan, ditambah dengan adanya lahan pendukung dan relasi sosial yang memanfaatkan modal sosial tradisional. Kata-kata Kunci: Petani Kelapa Sawit Rakyat, Strategi bertahan hidup, Fluktuasi

    harga Kelapa Sawit, Strategi aktif, Strategi pasif, Strategi jaringan, Adaptasi

  • Edi Iwan Siregar : Strategi Adaptasi Petani Rakyat Dalam Mensiasati Fluktuasi Harga Kelapa Sawit (Studi Kasus: Petani Kelapa Sawit Rakyat di Desa Tanjung Medan Kec. Kampung Rakyat Kab. Labuhan Batu Selatan), 2009.

    DAFTAR ISI

    Lembar Persetujuan

    Kata Pengantar ...................................................................................... i

    Abstraksi ................................................................................................ iii

    Daftar Isi ............................................................................................... v

    BAB I : Pendahuluan

    1.1 Latar Belakang Masalah ..................................................... 1

    1.2 Perumusan Masalah ........................................................... 10

    1.3 Lokasi Penelitian ................................................................ 11

    1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................... 11

    1.5 Tinjauan Pustaka ................................................................ 12

    1.6 Metode Penelitian .............................................................. 23

    1.6.1 Tipe Penelitian ............................................................. 23

    1.6.2 Teknik Pengumpulan Data............................................ 23

    1.6.3 Analisa Data ................................................................. 26

    BAB II : Gambaran Umum Masyarakat di Desa Tanjung Medan

    2.1. Sejarah Singkat Desa Tanjung Medan ............................ 28

    2.2. Letak dan Luas Desa Tanjung Medan ............................. 33

    2.3. Komposisi Penduduk ...................................................... 34

    2.4. Sistem Mata Pencaharian ................................................ 39

    2.5. Sarana dan Prasarana ...................................................... 42

    BAB III : Kehidupan Sosial Ekonomi Petani di Desa Tanjung Medan..... 47

    3.1. Sistem Kekerabatan Masyarakat Desa Tanjung Medan ..... 52

    3.2. Hubungan Sosial Masyarakat Desa Tanjung Medan ......... 55

    3.3. Pertanian Kelapa Sawit Sebagai Sistem Mata Pencaharian 57

    3.3.1 Sistem Pemilikan Lahan Perkebunan Kelapa Sawit ..... 62

    3.3.2 Sistem Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Rakyat ........ 64

    3.3.2.1 Peralatan yang digunakan ..................................... 65

  • Edi Iwan Siregar : Strategi Adaptasi Petani Rakyat Dalam Mensiasati Fluktuasi Harga Kelapa Sawit (Studi Kasus: Petani Kelapa Sawit Rakyat di Desa Tanjung Medan Kec. Kampung Rakyat Kab. Labuhan Batu Selatan), 2009.

    3.3.2.2 Perawatan Kelapa Sawit yang dilakukan ............... 66

    3.3.2.3 Panen dan Sistem Pemasarannya........................... 77

    3.3.2.4 Jam Kerja ............................................................. 80

    3.3.2.5 Kebutuhan Keluarga Petani Kelapa Sawit ............. 81

    3.3.3 Bentuk Hubungan Sosial yang Terjalin ....................... 87

    3.3.3.1 Hubungan Patron-Klien ....................................... 87

    3.3.3.2 Hubungan Antara Sesama Petani Kelapa Sawit ..... 89

    3.4 Dampak Turunnya Harga Kelapa Sawit ............................ 90

    3.5 Pendapatan dan Pengeluaran petani Sebelum dan

    Sesudah Penurunan Kelapa Sawit ..................................... 94

    3.5.1 Pendapatan dan pengeluaran petani Sebelum Turunnya

    Harga Kelapa Sawit .................................................... 94

    3.5.2 Pendapatan dan Pengeluaran petani Setelah

    Turunnya harga Kelapa Sawit ...................................... 99

    BAB IV : Strategi Adaptasi Petani Kelapa Sawit dalam Menyesiasati

    Fluktuasi Harga` .................................................................... 101

    4.1 Strategi Aktif (Optimalisasi Sumber Daya Manusia) ....... 102

    4.1.1 Pekerjaan Sampingan .................................................. 102

    4.1.1.1 Mengumpul barang-barang bekas ......................... 102

    4.1.1.2 Mengumpul berondolan ........................................ 107

    4.1.1.3 Menangkap ikan .................................................. 110

    4.1.1.4 Mencari kayu bakar .............................................. 112

    4.2 Strategi Pasif (Penekanan Pola Subsistensi) ...................... 113

    4.2.1 Pemanfaatan pekarangan rumah untuk tanaman sayur. 115

    4.2.2 Pemanfaatan pekarangan rumah untuk ternak unggas . 117

    4.3 Strategi Jaringan ............................................................... 122

    4.3.1 Meminjam uang kepada kerabat atau tetangga ............ 123

    4.3.2 Meminjam uang kepada Tauke .................................. 127

    4.3.3 Meminjam uang kepada rentenir atau koperasi ............ 128

    4.3.4 Meminjam uang kepada bank ...................................... 130

    4.4 Penghasilan dari strategi aktif, strategi pasif, dan strategi

  • Edi Iwan Siregar : Strategi Adaptasi Petani Rakyat Dalam Mensiasati Fluktuasi Harga Kelapa Sawit (Studi Kasus: Petani Kelapa Sawit Rakyat di Desa Tanjung Medan Kec. Kampung Rakyat Kab. Labuhan Batu Selatan), 2009.

    jaringan; peningkatan atau hanya mencukupi kebutuhan

    sehari-hari......................................................................... 131

    4.5 Strategi dalam memenuhi Kebutuhan Sosial Budaya.......... 144

    4.5.1 Pemanfaatan Budaya Lokal dan Modal Sosial Budaya . 146

    4.5.1.1 Sistem Ekonomi Tradisional ..................................... 147

    4.5.1.2 Pemanfaatan Modal Sosial Budaya ........................... 148

    BAB V : Penutup

    5.1 Kesimpulan ....................................................................... 158

    5.2 Saran ................................................................................. 163

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN

  • Edi Iwan Siregar : Strategi Adaptasi Petani Rakyat Dalam Mensiasati Fluktuasi Harga Kelapa Sawit (Studi Kasus: Petani Kelapa Sawit Rakyat di Desa Tanjung Medan Kec. Kampung Rakyat Kab. Labuhan Batu Selatan), 2009.

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang Masalah

    Dewasa ini permasalahan globalisasi menjadi wacana dan perhatian

    khusus dari hampir seluruh lapisan masyarakat, baik di tingkat global, nasional

    maupun lokal. Kondisi bangsa-bangsa yang ada di seluruh dunia saat ini sedang

    berada di multi krisis, khususnya bangsa Indonesia yang dihadapkan dengan

    berbagai permasalahan global, seperti masalah ekonomi, politik, budaya, sosial,

    agama, pertahanan dan keamanan. Namun dalam hal ini yang patut untuk

    mendapat sorotan penting adalah masalah ekonomi.

    Masalah ekonomi merupakan masalah yang sangat sulit bagi setiap

    manusia, karena masalah ekonomi menyangkut pada hajat hidup orang banyak.

    Krisis ekonomi global tahun 2008 hingga 2009 saat ini dimulai dari krisis

    finansial yang terjadi pada negara Amerika yang mempengaruhi negara-negara

    lain yang banyak menggunakan mata uang tersebut dalam berbagai kegiatannya

    termasuk kegiatan ekspor-impor internasional. Salah satu dari negara itu adalah

    negara Indonesia1

    Negara Indonesia adalah negara pertanian yang berarti bahwa 75 persen

    dari penduduknya tinggal di daerah pedesaan dan mayoritas menggantungkan

    hidupnya dalam sektor pertanian. Dapat dikatakan bahwa sektor pertanian

    memegang peranan penting dalam sistem perekonomian masyarakat Indonesia.

    Mengingat pentingnya peranan pertanian dalam sistem prekonomian negara, maka

    .

    1 Sumber Elektronik, 24 Maret 2009 Jurus Sby menghadapi krisis global keuangan dunia http://www.yauhui, net/10

  • Edi Iwan Siregar : Strategi Adaptasi Petani Rakyat Dalam Mensiasati Fluktuasi Harga Kelapa Sawit (Studi Kasus: Petani Kelapa Sawit Rakyat di Desa Tanjung Medan Kec. Kampung Rakyat Kab. Labuhan Batu Selatan), 2009.

    pemerintah berusaha melakukan upaya untuk meningkatkan hasil produksi

    pertanian dengan berbagai kebijakan yang berorientasi pada pembangunan

    pertanian. Penerapan paradigma modernisasi yang mengutamakan prinsip

    efisiensi dalam pelaksanaan pembangunan pertanian menimbulkan perubahan

    struktur sosial masyarakat petani di pedesaan. Berbagai proses pelaksanaan

    pembangunan, terutama industrialisasi, dalam jangka menengah dan panjang

    menyebabkan terjadinya perubahan struktur pemilikan lahan pertanian, pola

    hubungan kerja, struktur kesempatan kerja, dan struktur pendapatan petani di

    pedesaan2

    Terkait dengan struktur pemilikan lahan, perubahan tersebut

    mengakibatkan terjadinya: (1) Petani lapisan atas (petani modern atau farmer);

    merupakan petani yang akses pada sumber daya lahan, kapital, mampu merespon

    teknologi dan pasar dengan baik, serta memiliki peluang berproduksi yang

    berorientasi keuntungan; dan (2) Petani lapisan bawah (petani tradisional); sebagai

    golongan mayoritas di pedesaan yang merupakan petani yang relatif miskin (dari

    segi lahan dan kapital), mereka hanya memiliki faktor produksi tenaga kerja.

    Untuk memenuhi kebutuhan berproduksi, kedua lapisan masyarakat petani

    tersebut terlibat dalam hubungan kerja yang kurang seimbang. Keadaan ini

    merupakan respon dari berbagai pihak baik pemerintah maupun masyarakat petani

    itu sendiri terhadap perkembangan sarana dan prasarana infrastruktur yang

    mendukung makin terbukanya akses petani terhadap teknologi pertanian dan

    kebutuhan pasar modern. Akses petani di pedesaan juga sudah terbuka melalui

    .

    2 Sumber elektronik, 10 November 2008 kearifan lokal menghadapi kemungkinan http://sawali.info/2008/10/11

  • Edi Iwan Siregar : Strategi Adaptasi Petani Rakyat Dalam Mensiasati Fluktuasi Harga Kelapa Sawit (Studi Kasus: Petani Kelapa Sawit Rakyat di Desa Tanjung Medan Kec. Kampung Rakyat Kab. Labuhan Batu Selatan), 2009.

    perkembangan teknologi komunikasi dan transportasi yang sudah mencapai

    pelosok pedesaan.

    Dalam hal ini kegiatan pengelolaan pertanian akan bergantung pada

    keadaan pasar global. Jika keadaan pasar tidak stabil maka akan terjadi fluktuasi3

    Perkebunan Kelapa Sawit adalah salah satu kegiatan pertanian yang

    berorientasi ekspor-impor. Kelapa Sawit merupakan jenis tanaman perkebunan

    yang sangat dibutuhkan masyarakat sebagai salah satu kebutuhan pokok yang

    menghasilkan produksi seperti minyak goreng, sabun dan sebagainya. Karena

    yang berdampak terhadap pendapatan, dan tingkat kesejahteraan petani. Tulisan

    ini sangat menarik untuk dikaji karena ketergantungan terhadap sistem pasar

    global yang demikian telah menimbulkan berbagai permasalahan pada masyarakat

    petani seperti masalah ekonomi, sosial, dan budaya, terlebih lagi bagi mereka

    masyarakat petani lokal yang masih bersifat tradisional.

    Saat ini tekanan ekonomi global dirasakan oleh petani perkebunan di

    Indonesia, terutama karena memang produk perkebunan cenderung berorientasi

    ekspor dan harganya tergantung pada pasar internasional. Fluktuasi harga yang

    cenderung menurun pada beberapa jenis komoditi pertanian seperti produk Kelapa

    Sawit, Karet, Coklat, Rotan dan lainnya merupakan permasalahan ekonomis yang

    mengancam keberlangsungan hidup masyarakat petani. Di sisi lainnya peranan

    modernisasi peralatan teknologi produksi pertanian, sistem upah pekerja dan biaya

    perawatan pertanian yang telah menyatu dalam kehidupan para petani turut

    menjadi beban ekonomis masyarakat petani lainnya.

    3 Fluktuasi adalah suatu keadaan yang menunjukkan harga pasar pada itik penjualan tidak diketahui pada saat keputusan ditetapkan. Keadaan harga dapat naik dan dapat juga menurun. Lht.Sutanto dalam Peasent Ekonomic 2003.

  • Edi Iwan Siregar : Strategi Adaptasi Petani Rakyat Dalam Mensiasati Fluktuasi Harga Kelapa Sawit (Studi Kasus: Petani Kelapa Sawit Rakyat di Desa Tanjung Medan Kec. Kampung Rakyat Kab. Labuhan Batu Selatan), 2009.

    sifatnya yang penting bagi kebutuhan pokok, maka masyarakat memerlukan

    produksi Kelapa Sawit dalam jumlah yang besar agar kebutuhan mereka terhadap

    manfaat Kelapa Sawit dapat tercukupi. Perkebunan Kelapa Sawit dapat

    memberikan jumlah pendapatan yang mencukupi bahkan lebih tinggi bagi

    masyarakat petani Kelapa Sawit tergantung luas perkebunan sawitnya. Keadaan

    ini menyebabkan sebagian masyarakat banyak mengalihkan penggelolaan

    pertaniannya untuk menanam Kelapa Sawit.

    Pada saat ini perkebunan Kelapa Sawit yang juga merupakan jenis

    tanaman ekspor turut merasakan dampak dari krisis global. Dampak langsung

    terhadap petani sawit atas krisis ekonomi global ini mengakibatkan permintaan

    minyak sawit dunia menurun, sehingga industri minyak Kelapa Sawit di Indonesia

    harus dikurangi untuk mengimbangi suplay atas permintaan minyak Kelapa Sawit

    yang menurun. Penurunan atas permintaan minyak Kelapa Sawit mengakibatkan

    harga minyak Kelapa Sawit turun karena daya beli dan permintaan cenderung

    semankin berkurang, artinya perusahaan tidak mau membeli TBS ( Tandan Buah

    Segar) dari petani Kelapa Sawit. Untuk menjaga suplay, mereka cenderung lebih

    mengutamakan TBS yang berasal dari kebun inti perusahaan mereka. Hal ini

    mengakibatkan harga TBS di tingkat petani mengalami penurunan yang sangat

    signifikan4

    Korban yang paling dirugikan dalam hal ini tentunya adalah petani sawit

    itu sendiri, padahal sebelumnya mereka bisa sedikit menikmati manisnya harga

    minyak sawit. Berdasarkan laporan data harga eksport dari kantor pemasaran

    .

    4 Sumber Elektronik, 16 Oktober 2008 dampak dan antisipasi daerah dalam menghadapi krisis ekonomi global http://www.hariansumutpos.com.

  • Edi Iwan Siregar : Strategi Adaptasi Petani Rakyat Dalam Mensiasati Fluktuasi Harga Kelapa Sawit (Studi Kasus: Petani Kelapa Sawit Rakyat di Desa Tanjung Medan Kec. Kampung Rakyat Kab. Labuhan Batu Selatan), 2009.

    bersama (joint market office) PT. Perkebunan Nusantara, harga komoditas eksport

    sawit yang diupdate pada tgl 20 oktober 2008 menunjukkan harga sawit pada titik

    terendah mencapai Rp.80/kg. Data ini di dapat dari laporan harga sawit yang ada

    di beberapa daerah di Indonesia seperti; Provinsi Jambi, Kalimatan Timur dan

    Kalimantan Barat. Dalam kondisi ini mereka tetap harus menanggung biaya beban

    hidup yang terus meningkat. Sementara untuk memenuhi kebutuhan pangan tidak

    ada lagi tanah untuk menghasilkan akibat telah dikonversi menjadi sawit sehingga

    harus membeli. Akibatnya, di Jambi dilaporkan ada petani Kelapa Sawit yang

    bunuh diri karena tidak mampu menahan beban hidup, dilaporkan juga di

    Kabupaten Merangin banyak yang masuk rumah sakit jiwa akibat stres dan

    kebanyakan berasal dari petani sawit5

    Kasus serupa terjadi juga pada daerah Sumatera Utara, seperti dilaporkan

    oleh surat kabar Medan Bisnis, kamis 16 Oktober 2008, bahwa harga Kelapa

    Sawit di provinsi Sumatera Utara mengalami penurunan yang sangat drastis.

    Seperti di daerah Kisaran, di Kec. Meranti, akibat anjloknya harga TBS (Tandan

    Buah Segar) sawit belakangan ini, para petani sawit menjadi frustasi. Bahkan,

    banyak diantara petani sawit ini yang akhirnya memilih menelantarkan kebunnya.

    Menurut Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia

    (APKASINDO), Asmar Arsyad, petani memang paling rentan terimbas penurunan

    harga sebab petani berada di posisi paling bawah pada mata rantai industri sawit.

    Kondisi seperti ini jelas sangat merugikan masyarakat petani dan juga para

    eksportis Indonesia. Sementara sebuah kajian dari Laila Nagib, peneliti LIPI

    (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), menyampaikan bahwa kesejahteraan

    .

    5 Sumber Elektronik, 18 Desember 2008 anjloknya harga sawit http://www.litbang.deptan.go.id.special/komoditas sawit

  • Edi Iwan Siregar : Strategi Adaptasi Petani Rakyat Dalam Mensiasati Fluktuasi Harga Kelapa Sawit (Studi Kasus: Petani Kelapa Sawit Rakyat di Desa Tanjung Medan Kec. Kampung Rakyat Kab. Labuhan Batu Selatan), 2009.

    dari petani Kelapa Sawit dipengaruhi oleh luas lahan, hasil produksi dan harga

    Kelapa Sawit. Keterbatasan lahan yang dimiliki, pengelolaan kebun yang tidak

    optimal, dan penentuan harga sepihak yang tidak menguntungkan petani,

    merupakan faktor penting dalam mempengaruhi kesejahteraan petani. Akibatnya

    petani tetap hidup miskin, terjerat hutang atau terjebak dalam permainan modal.

    Sehingga keadaan ini mempengaruhi perekonomian petani Kelapa Sawit6

    Sedangkan untuk daerah Kabupaten Labuhan Batu yang merupakan

    daerah penghasil Kelapa Sawit terbesar untuk provinsi Sumatera Utara, harga

    Tandan Buah Segar (TBS) mencapai level Rp.150 per kilo gram (kg). Padahal

    harga sebelum terkena dampak krisis global berada pada kisaran Rp.2.000 per kg.

    Sebelumya, para petani sawit sudah mengalami kecemasan karena tingginya biaya

    perawatan produksi pertanian, seperti sulitnya memperoleh pupuk untuk tanaman

    Kelapa Sawit dan biaya produksi pasca panen

    .

    7

    Masyarakat petani di desa Tanjung Medan umumnya memiliki luas

    perkebunan per kepala rumah tangga (KK) rata-rata satu sampai dua hektar, dan

    .

    Tekanan ekonomi yang sama juga dirasakan oleh warga desa Tanjung

    Medan Kec. Kampung Rakyat salah satu Kecamatan di daerah Labuhan Batu.

    Saat ini kondisi pasar di desa Tanjung Medan sendiri mengalami perubahan harga

    TBS pada CPO (Cerude Palm Oil) yang ada di desa Tanjung Medan yaitu

    berkisar Rp.200 per kg (saat ini sudah sekitar Rp.900 per kg), jauh mengalami

    penurunan pada masa sebelumya yang harganya sempat mencapai Rp.1.900 per

    kg.

    6 Sumber Elektronik, 18 Oktober 2008 harga TBS dan CPO semankin menurun http://www. kabarsawit wordpress.com 7 Sumber Elektronik, 16 Oktober 2008 dampak krisis global pada tanaman kelapa sawit http://www. spi.or.id/sawit

  • Edi Iwan Siregar : Strategi Adaptasi Petani Rakyat Dalam Mensiasati Fluktuasi Harga Kelapa Sawit (Studi Kasus: Petani Kelapa Sawit Rakyat di Desa Tanjung Medan Kec. Kampung Rakyat Kab. Labuhan Batu Selatan), 2009.

    lebih dikenal sebagai Petani Rakyat8

    Sebelum terkena krisis global kehidupan para petani Kelapa Sawit juga

    telah diintervensi oleh berbagai hal seperti sulitnya mendapatkan pupuk, jika pun

    ada harganya tergolong mahal, biaya perawatan kebun sawit yang dibutuhkan

    cukup besar serta serangan hama seperti, babi, tikus, dan sebagainya. Di samping

    itu, keadaan iklim yang tidak menentu juga sangat mempengaruhi keadaan

    tanaman Kelapa Sawit misalnya ketidakpastian terhadap proses pematangan buah

    tandan Kelapa Sawit. Keadaan seperti ini sering membuat para petani melakukan

    .. Produksi Kelapa Sawit yang di hasilkan

    dari luas kebun sawitnya dapat mencapai satu satu dua ton dengan harga yang

    tidak stabil atau berfluktuasi. Pada tahun sebelumnya, sekitar periode 2005 sampai

    2007 harga Kelapa Sawit berkisar pada harga Rp.1.800, apabila di kalkulasikan

    dengan hasil panen yang mencapai 2 ton maka rata-rata pendapatan petani bisa

    mencapai Rp.3.600.000,00/panennya. Sedangkan untuk waktu panen dapat

    dilakukan dua minggu atau lebih. Dengan penghasilan yang demikian sangat

    memungkinkan bagi para petani sawit untuk dapat memenuhi berbagai keperluan

    hidupnya. Akan tetapi, semenjak harga sawit turun pada level Rp.200/kg,

    masyarakat petani Kelapa Sawit mengalami goncangan ekonomis, karena

    pendapatan mereka telah berkurang dari Rp.3.600.000,00 per bulannya menjadi

    Rp.400.000,00 per bulan. Sementara mereka harus menghidupi kebutuhan

    keluarga maupun biaya lainnya seperti pendidikan bagi anak-anak mereka, tempat

    tinggal, biaya sosial dan sebagainya (data hasil dari interview pada informan

    petani Tanjung Medan tanggal 23 september 2008).

    8 Petani Kelapa Sawit Rakyat adalah petani yang memiliki kebun sendiri dengan luas bervariasi,dan dikelola dengan cara-cara yang masih bersifat lokal meskipun sangat bergantung pada perkembangan teknologi.

  • Edi Iwan Siregar : Strategi Adaptasi Petani Rakyat Dalam Mensiasati Fluktuasi Harga Kelapa Sawit (Studi Kasus: Petani Kelapa Sawit Rakyat di Desa Tanjung Medan Kec. Kampung Rakyat Kab. Labuhan Batu Selatan), 2009.

    panen lebih awal. Bagaimana mereka bisa bertahan di tengah tekanan ekonomi

    yang sangat tinggi?

    Dahulu (sekitar tahun 90-an) meskipun diintervensi oleh keadaan tersebut,

    kehidupan ekonomi keluarga para petani Kelapa Sawit di desa Tanjung Medan

    masih dapat dikatakan serba berkecukupan. Menurut Pak Rosyib, salah satu petani

    sawit di desa Tanjung Medan yang dimintai keterangannya mengenai tekanan

    ekonomi global saat ini mengatakan bahwa sebelum terjadi penurunan harga

    Kelapa Sawit para petani sawit masih mampu membutuhi kehidupan keluarga,

    bahkan masih bisa membeli kendaraan bermotor, dan memenuhi keperluan

    pendidikan sekolah anak sampai jenjang Universitas. Hal tersebut disebabkan

    harga Kelapa Sawit yang cukup tinggi sehingga masih mampu mengimbangi

    biaya pengeluaran di dalam pengelolaan kebun Kelapa Sawitnya. Namun, ketika

    harga sawit mengalami penurunan, mereka sangat kesulitan untuk memenuhi

    kebutuhan-kebutuhan ekonomisnya (hasil wawancara tanggal 23 september

    2008).

    Dalam hal ini mengacu pada kasus di atas, bahwa perkebunan sawit

    merupakan salah satu sumber pendapatan yang penting oleh masyarakat Tanjung

    Medan. Perkebunan sawit dijadikan satu kegiatan pertanian untuk memenuhi

    kebutuhan hidup mereka. Mata pencaharian sebagai petani sawit lebih banyak

    tergantung kepada perkembangan teknologi, kecuali pada Petani Rakyat yang

    tradisional, mereka masih tergantung pada alat-alat produksi yang sangat

    sederhana seperti berbagai macam alat dalam memetik tandan buah Kelapa Sawit

    (dodos, dan egrek), parang panjang (babat), cangkul dan gerobak sorong serta

    pemanfaatan tenaga kerja secara maksimum.

  • Edi Iwan Siregar : Strategi Adaptasi Petani Rakyat Dalam Mensiasati Fluktuasi Harga Kelapa Sawit (Studi Kasus: Petani Kelapa Sawit Rakyat di Desa Tanjung Medan Kec. Kampung Rakyat Kab. Labuhan Batu Selatan), 2009.

    Di samping membutuhkan pengetahuan tentang alat-alat di dalam

    pengelolaan perkebunan tersebut, para petani juga memiliki pengetahuan

    mengenai ciri-ciri dan cara hidup dari berbagai macam jenis tanaman Kelapa

    Sawit, serta mempunyai suatu pengetahuan yang lebih teliti mengenai sifat-sifat

    tanah dan kondisi tanah, serta pemanfaatan pupuk lokal. Meskipun pada

    umumnya menggunakan pupuk-pupuk yang non-organik seperti pupuk NPK,

    UREA, TSP, dan sebagainya yang harganya cukup mahal. Biaya produksi untuk

    perawatan kebun Kelapa Sawit mereka tersebut masih dapat diimbangi oleh

    pendapatan yang dihasilkan dari panen kebun sawitnya. Akan tetapi, ketika terjadi

    fluktuasi harga buah Kelapa Sawit yang menurun semua kebutuhan-kebutuhan

    menyangkut perawatan kebun dan kebutuhan keluarga sangat sulit untuk

    direalisasikan.

    Dalam hal ini peneliti melihat bahwa fluktuasi harga yang telah terjadi

    terhadap harga buah Kelapa Sawit telah mempengaruhi kehidupan masyarakat

    petani sawit di desa Tanjung Medan. Hal ini hampir persis seperti apa yang

    dikatakan oleh Scoot meskipun penghasilan minimum memiliki dimensi-dimensi

    fisiologis yang kukuh, akan tetapi juga berimplikasi terhadap kegiatan sosial dan

    kebudayaan masyarakat. Agar dapat menjadi anggota yang berfungsi penuh dalam

    masyarakat desa, suatu rumah tangga memerlukan sumber penghasilan pada

    tingkat tertentu agar dapat memenuhi kewajiban-kewajiban seremonial dan

    sosialnya di samping menyediakan makanan yang memadai untuk dirinya sendiri

    dan meneruskan pekerjaannya bercocok tanam. Jatuh ke bawah tingkat itu berarti

    bukan hanya menghadapi resiko kelaparan, akan tetapi juga kehilangan

  • Edi Iwan Siregar : Strategi Adaptasi Petani Rakyat Dalam Mensiasati Fluktuasi Harga Kelapa Sawit (Studi Kasus: Petani Kelapa Sawit Rakyat di Desa Tanjung Medan Kec. Kampung Rakyat Kab. Labuhan Batu Selatan), 2009.

    kedudukan sama sekali dalam komunitas dan mungkin jatuh ke satu situasi

    ketergantungan untuk selama-lamanya9

    a. Bagaimana kehidupan ekonomi masyarakat Petani Kelapa Sawit desa

    Tanjung Medan?

    .

    Oleh karena itu, tulisan ini akan memberikan suatu gambaran mengenai

    strategi bertahan hidup masyarakat petani Kelapa Sawit Rakyat dalam mensiasati

    fluktuasi harga Kelapa Sawit. Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian

    adalah pada masyarakat petani rakyat, karena dengan jumlah lahan yang sedikit

    mereka harus mampu keluar dari tekanan ekonomi yang mengancam

    keberlangsungan hidup keluarganya. Tulisan ini juga berusaha mengungkapkan

    kehidupan ekonomi Petani Rakyat yang sesungguhnya dan upaya-upaya yang

    dilakukan dalam mengatasi atau mencukupi kebutuhan hidup keluarganya.

    1.2. Perumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya maka

    permasalahan yang diajukan adalah bagaimana strategi bertahan hidup para Petani

    Rakyat dalam mensiasati tekanan ekonomi sehingga dapat tetap eksis dalam

    kehidupan keluarganya. Permasalahan ini diuraikan ke dalam (dua) pertanyaan

    penelitian yaitu:

    b. Apa dan bagaimana Petani Rakyat melakukan berbagai bentuk strategi

    dalam mensiasati fluktuasi harga Kelapa Sawit ?

    9 Lht.Scoot (1981:14) dalam ekonomi moral petani yang meneliti para petani di asia tenggara.

  • Edi Iwan Siregar : Strategi Adaptasi Petani Rakyat Dalam Mensiasati Fluktuasi Harga Kelapa Sawit (Studi Kasus: Petani Kelapa Sawit Rakyat di Desa Tanjung Medan Kec. Kampung Rakyat Kab. Labuhan Batu Selatan), 2009.

    1.3. Lokasi Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan di desa Tanjung Medan, kecamatan Kampung

    Rakyat, Kabupaten Labuhan Batu Selatan. Adapun alasan pemilihan lokasi ini

    adalah didasarkan pertimbangan sebagai berikut :

    a. Desa Tanjung Medan merupakan suatu daerah yang penduduknya bermata

    pencaharian utama sebagai petani Kelapa Sawit.

    b. Desa Tanjung Medan termasuk salah satu desa penghasil Kelapa Sawit

    untuk daerah kabupaten Labuhan Batu Selatan.

    c. Fluktuasi ekonomi sangat mempengaruhi kehidupan sosial, prilaku

    ekonomi, dan keberlangsungan hidup para petani sawit di desa Tanjung

    Medan.

    Dengan pertimbangan tersebut, maka penelitian ini dibatasi pada hal yang

    berkenaan dengan bagaimana kondisi sosial ekonomi para petani sawit tersebut,

    aktivitas-aktivitas sehari-hari mereka dalam mengelola perkebunan, serta strategi-

    strategi yang mereka lakukan dalam mensiasati fluktuasi harga Kelapa Sawit yang

    tadak stabil atau bergantung pada keadaan pasar.

    1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

    Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan berbagai bentuk strategi

    adaptasi Petani Kelapa Sawit Rakyat di desa Tanjung Medan dalam mensiasati

    fluktuasi harga Kelapa Sawit. Di dalam ini juga tercakup tentang sistem

    pengetahuan, aktivitas, dan strategi-strategi yang dilakukan para petani Kelpa

    Sawit Rakyat untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan hidupnya seperti kebutuhan

    pokok, sosial, dan kebutuhan lainnya.

  • Edi Iwan Siregar : Strategi Adaptasi Petani Rakyat Dalam Mensiasati Fluktuasi Harga Kelapa Sawit (Studi Kasus: Petani Kelapa Sawit Rakyat di Desa Tanjung Medan Kec. Kampung Rakyat Kab. Labuhan Batu Selatan), 2009.

    Secara akademis, penelitian ini dapat menambah wawasan ke ilmuan

    khususnya Antropologi, dalam memahami kehidupan petani Kelapa Sawit dan

    strategi yang dilakukan untuk mempertahankan keberlangsungan hidupnya.

    Dengan demikian diharapkan dapat menjadi rujukan bagi para akademis dalam

    melihat permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat petani.

    Secara praktis, dapat memberi masukan bagi pihak yang berkepentingan yaitu

    pemerintah dalam membuat kebijakan-kebijakan tentang petani Kelapa Sawit

    sebagai suatu bentuk pembangunan kehidupan petani. Diharapkan kebijakan-

    kebijakan tersebut lebih memperhatikan tingkat kesejahteraan para petani Kelapa

    Sawit di Indonesia.

    1.5. Tinjauan Pustaka

    Petani adalah istilah bagi orang yang sehari-harinya bekerja mengolah

    lahan pertanian dengan bercocok tanam. Kegiatan bercocok tanam yang dilakukan

    adalah menanam berbagai jenis tanaman pangan untuk memenuhi kebutuhan

    keluarga sehari-hari. Dalam mengelolah lahan pertanian mereka menggunakan

    peralatan-peralatan yang sederhana hingga peralatan yang modern.

    Menurut Firth, petani adalah kelompok sosial yang berbasis pada

    pertanian. Mata pencaharian mereka diperoleh dengan cara mengolah tanah dan

    bercocok tanam. Petani yang demikian pada umumnya telah memiliki komunitas

    yang tetap dan biasanya hidup dalam sebuah komunitas yang dikenal dengan

    masyarakat desa. Sebagai masyarakat mayoritas yang hidup di pedesaan, petani

    merupakan masyarakat yang tidak primitif, dan tidak pula modern. Masyarakat

    petani berada di pertengahan jalan antara suku-bangsa primitive (tribe) dan

  • Edi Iwan Siregar : Strategi Adaptasi Petani Rakyat Dalam Mensiasati Fluktuasi Harga Kelapa Sawit (Studi Kasus: Petani Kelapa Sawit Rakyat di Desa Tanjung Medan Kec. Kampung Rakyat Kab. Labuhan Batu Selatan), 2009.

    masyarakat industri. Mereka terbentuk sebagai pola-pola dari suatu infrastuktur

    masyarakat yang tidak bisa dihapus (Wolf, 1985: 46-48).

    Sementara, Radfield (1982 : 6-25) mengganggap petani itu adalah rakyat

    pedesaan yang hidup dari pertanian dengan teknologi lama, tetapi merasakan diri

    sebagai bagian bawah dari suatu kebudayaan yang besar, dengan suatu bagian

    kebudayaan atas yang dianggap lebih halus dan beradab dalam masyarakat kota.

    Selanjutnya Scoot dalam buku Heddy (2003 : 74) mengatakan bahwa

    kehidupan ekonomi masyarakat petani berada sedikit di atas garis subsistensi.

    Artinya kebanyakan rumah tangga petani hidup begitu dekat dengan batas-batas

    subsistensi dan menjadi sasaran-sasaran permainan alam serta tuntutan-tuntutan

    dari pihak luar, maka mereka meletakkan landasan etika subsistensi atas dasar

    pertimbangan prinsip Safety Frist (dahulukan selamat). Menurut Scoot keamanan

    merupakan suatu hal yang penting, sebab petani selalu dekat dengan garis bahaya.

    Prinsip dahulukan selamat mendasari pengaturan teknis, sosial, dan moral

    dalam masyarakat petani.

    Sejarah pertanian telah mencatat bahwa pola pertanian masyarakat petani

    awal adalah pertanian subsisten. Mereka menanam berbagai jenis tanaman pangan

    sebatas untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari. Perkembangan kultur

    pertanian berikutnya adalah terbentuknya komunitas-komunitas kecil yang

    menyerupai desa dalam bentuk dan struktur yang sederhana. Bentuk pertaniannya

    masih berupa sistem berladang, masyarakatnya tidak bersifat menetap karena

    berpindah-pindah mengikuti ladang yang baru. Perubahan yang cukup penting

    adalah berlangsung ketika pergeseran kebutuhan keluarga petani. Satu bentuk

    interaksi sosial-ekonomi yang lebih berkembang terjalin dengan lahirnya uang.

  • Edi Iwan Siregar : Strategi Adaptasi Petani Rakyat Dalam Mensiasati Fluktuasi Harga Kelapa Sawit (Studi Kasus: Petani Kelapa Sawit Rakyat di Desa Tanjung Medan Kec. Kampung Rakyat Kab. Labuhan Batu Selatan), 2009.

    Kelebihan hasil pertanian mulai dijual kepada orang yang membutuhkan.

    Pertanian pun bergeser dari corak subsisten ke pembentukan petani yang mulai

    mengenal sistem pasar akan tetapi sebagian masih menjalankan sistem

    pengelolaan lahan yang bersifat tradisional.

    Manusia mengawali dan mempertahankan hidupnya dengan cara berburu

    dan meramu. Sejak lahirnya, kira-kira satu juta tahun yang lalu, manusia

    memburu binatang sekaligus mengumpulkan tumbuh-tumbuhan atau akar-akaran

    sebagai kemungkinan untuk melanjutkan hidup mereka. Pergeseren mata

    pencaharian hidup manusia hingga pada aktivitas bercocok tanam yang terjadi

    kira-kira sepuluh ribu tahun yang lalu menjadi satu tahap revolusi kebudayaan

    yang pesat dalam sejarah hidup manusia (Soetomo,1997:21-22)

    Di samping sebagai seorang pekerja perlu diketahui bahwa petani juga

    merupakan pelaku ekonomi (economic agent) dan kepala rumah tangga; dimana

    tanahnya merupakan satu unit ekonomi dan rumah tangga. Mereka juga harus

    memenuhi berbagai kebutuhan keluarga seperti sandang, pangan, pendidikan,

    pakaian, perlengkapan rumah tangga, dan sebagainya. Sementara itu, untuk dapat

    menjadi anggota yang berfungsi penuh dalam masyarakat desa, suatu rumah

    tangga memerlukan sumber penghasilan pada tingkat tertentu agar dapat

    memenuhi kewajiban-kewajiban seremonial dan sosialnya di samping

    menyediakan makanan yang memadai untuk dirinya sendiri dan meneruskan

    pekerjaannya bercocok tanam. Jatuh ke bawah tingkat itu berarti bukan hanya

    menghadapi resiko kelaparan, akan tetapi juga kehilangan kedudukan sama sekali

    dalam komunitas dan mungkin jatuh ke satu situasi ketergantungan untuk selama-

    lamanya (Scoot, 1981:14).

  • Edi Iwan Siregar : Strategi Adaptasi Petani Rakyat Dalam Mensiasati Fluktuasi Harga Kelapa Sawit (Studi Kasus: Petani Kelapa Sawit Rakyat di Desa Tanjung Medan Kec. Kampung Rakyat Kab. Labuhan Batu Selatan), 2009.

    Secara sederhana Malinowski (dalam Sjairin, 2002:1-2) menyatakan

    bahwa kebutuhan hidup manusia itu dapat di bagi pada tiga kategori besar yaitu:

    a. Kebutuhan alamiah-biologi (manusia harus makan dan minum untuk

    menjaga kestabilan temperatur tubuhnya agar tetap berfungsi dalam

    hubungan harmonis secara menyeluruh dengan organ-organ tubuh

    lainnya).

    b. Kebutuhan kejiwaaan (manusia membutuhkan perasaan tenang yang

    jauh dari perasaan takut, keterpencilan, gelisah, dan lain-lain).

    c. Kebutuhan sosial (manusia membutuhkan hubungan untuk dapat

    melangsungkan keturunan, untuk tidak merasa dikucilkan, dapat belajar

    mengenai kebudayaannya, untuk dapat mempertahankan diri dari

    serangan musuh dan lain-lain).

    Untuk mewujudkan kebutuhan manusia tersebut, maka manusia

    membutuhkan kegiatan-kegiatan yang menyangkut atas pemenuhan kebutuhan

    hidup. Kegiatan ini dinamakan juga sebagai sebuah kegiatan ekonomi. Sehingga

    dalam hidup manusia tidak pernah terlepas dari apa yang namanya kegiatan

    ekonomi. Sebagaimana yang didefinisikan oleh ahli antropologi ekonomi yang

    dikemukakan oleh Karl Polanyi bahwa ekonomi sebagai upaya manusia untuk

    memenuhi kebutuhan hidup di tengah lingkungan alam dan lingkungan sosialnya

    (Polanyi dalam Sairin, 2002: 16-17).

    Hubungan manusia dengan lingkungannya selalu dijembatani oleh pola-

    pola kehidupan. Manusia di dalam kelompok ataupun masyarakat selalu

    mempunyai kebudayaan. Dengan kebudayaan yang dimilikinya, mereka tidak

    hanya mampu beradaptasi dengan lingkungannya, tetapi juga mampu mengubah

  • Edi Iwan Siregar : Strategi Adaptasi Petani Rakyat Dalam Mensiasati Fluktuasi Harga Kelapa Sawit (Studi Kasus: Petani Kelapa Sawit Rakyat di Desa Tanjung Medan Kec. Kampung Rakyat Kab. Labuhan Batu Selatan), 2009.

    alam lingkungan menjadi sesuatu yang berarti dengan kehidupan sehari-hari.

    Kebudayaan itu sendiri dapat berupa keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan

    hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri

    manusia dengan belajar (Koentjraningrat,1980:193-194).

    Sementara itu Tylor (dalam Fedyani, 2005:82) mengartikan kebudayaan

    sebagai penjumlahan total apa yang dicapai oleh individu dari masyarakatnya

    berupa keyakinan-keyakinan, adat-istiadat, norma-norma artistik sebagai warisan

    dari masa lampau. Artinya, kebudayaan itu mencakup totalitas dari pengalaman

    manusia.

    Namun, landasan operasional yang digunakan dalam mengintrepetasikan

    penelitian ini adalah mengacu pada defenisi kebudayaan secara dinamis atau

    sebagai proses yang dikemukakan oleh ahli antropologi seperti Marvin Harris,

    Julian Steward, dan Vayda. Menurut Marvin Harris yang mengatakan bahwa

    kebudayaan merupakan suatu kebiasaan yang dilakukan oleh kelompok

    masyarakat tertentu, seperti adat atau cara hidup masyarakat. Kebudayaan

    merujuk pada pengetahuan yang diperoleh dan digunakan untuk

    menginterpretasikan pengalaman dan pola tingkah laku sosial10

    Sedangkan Steward menjelaskan kajiannya mengenai hubungan timbal

    balik atau hubungan resiprokal antara kebudayaan dan lingkungan. Steward

    percaya bahwa beberapa unsur dari kebudayaan lebih berkaitan erat dengan

    lingkungan dibandingkan dengan unsur kebudayaan yang lain. Analisis ekologi

    bisa digunakan untuk menjelaskan hubungan lintas budaya yang sama yang

    .

    10 Harris melihat kebudayaan itu sebagai repleksi dari sistem sosial budaya yang dibaginya atas tiga kategori yaitu infrasruktur yang meliputi gagasan, agama, subsistensi,tabu,dll. Struktur yang meliputi kekerabatan, ideologi politik ,agama, nasional, dll. Dan suprastruktur yang meliputi simbol, mite, estetika, standar,dll, dimana infrastruktur yang menjadi basis. lihat Fedyani dalam bukunya Antropologi kontemporer.

  • Edi Iwan Siregar : Strategi Adaptasi Petani Rakyat Dalam Mensiasati Fluktuasi Harga Kelapa Sawit (Studi Kasus: Petani Kelapa Sawit Rakyat di Desa Tanjung Medan Kec. Kampung Rakyat Kab. Labuhan Batu Selatan), 2009.

    disebut kebudayaan inti (core culture). Kebudayaan inti ini terdiri dari sektor

    ekonomi masyarakat yang mempengaruhi segala aktivitas masyarakat sebagai

    hasil dari:

    1. Hubungan timbal balik antara lingkungan dan eksploitasi produksi

    ekonomi

    2. Hubungan antara pola prilaku dan eksploitasi teknologi

    3. Pola prilaku yang mempengaruhi sektor kebudayaan lain

    Maksud dari analisis Steward tersebut adalah bahwa ketika lingkungan

    mengalami perubahan, maka unsur kebudayan yang paling mudah berubah adalah

    sektor ekonomi dan teknologi karena berkaitan erat dengan lingkungan (Hardesty,

    1977).

    Pandangan ini di pertegas oleh Ralp Linton (dalam Koentjaraningrat,

    1990) yang membagi unsur kebudayaan yang mudah berubah dan sukar berubah

    ke dalam dua istilah yaitu; covert culture (bagian inti kebudayaan atau

    kebudayaan yang sukar berubah) dan overt culture (bagian kulit kebudayaan atau

    kebudayaan yang mudah berubah). Adapun yang masuk ke dalam covert culture

    adalah: sistem nilai budaya, keyakinan keagamaan yang dianggap keramat,

    beberapa adat yang sudah dipelajari sangat dini dalam proses sosialisasi individu

    warga masyarakat. Sedangkan yang termasuk dalam overt culture adalah

    kebudayaan fisik, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, tata cara, gaya

    hidup, serta alat-alat atau benda-benda yang berguna. Hal ini di perkuat oleh

    Vayda yang melihat kebudayaan secara dinamis sesuai dengan konteks dan setting

    dari pemilik dan pelaku. Lebih lanjut Abdullah (1999) menyatakan bahwa

  • Edi Iwan Siregar : Strategi Adaptasi Petani Rakyat Dalam Mensiasati Fluktuasi Harga Kelapa Sawit (Studi Kasus: Petani Kelapa Sawit Rakyat di Desa Tanjung Medan Kec. Kampung Rakyat Kab. Labuhan Batu Selatan), 2009.

    perubahan kebudayaan sangat dipengaruhi oleh masuknya pasar, terintegrasinya

    pasar dan ekspansi pasar pada hampir semua etnis di dunia11

    Selanjutnya Hardestry menambahkan, ada 2 macam perilaku yang adaptif,

    yaitu perilaku yang bersifat idiosyncratic (cara-cara unik individu dalam

    mengatasi permasalahan lingkungan) dan adaptasi budaya yang bersifat

    dipolakan, dibagi rata sesama anggota kelompok, dan tradisi. Adaptasi dilihat

    sebagai suatu proses pengambilan ruang perubahan, dimana perubahan tersebut

    ada di dalam perilaku kultural yang bersifat teknologikal (technological),

    organisasional, dan ideological. Sifat-sifat kultural mempunyai koefisiensi seleksi

    seperti layaknya seleksi alam, sejak tedapat unsur variasi, perbedaan tingkat

    .

    Sementara itu, Hardestry melihat bahwa manusia selalu berupaya untuk

    menyesuaikan diri dengan lingkungan alam sekitarnya yang bersifat dinamik

    tersebut, baik secara biologis/genetik maupun secara budaya. Proses penyesuaian

    yang disebut dengan sistem adaptasi melibatkan seleksi genetik dan varian budaya

    yang dianggap sebagai jalan terbaik untuk menyelesaikan permasalahan

    lingkungan. Adaptasi juga merupakan suatu proses yang dinamik karena baik

    organisme maupun lingkungan sendiri tidak ada yang bersifat konstan/tetap.

    Daya tahan hidup populasi tidak bekerja secara pasif dalam menghadapi kondisi

    lingkungan tertentu, melainkan memberikan ruang bagi individu dan populasi

    untuk bekerja secara aktif memodifikasi perilaku mereka dalam rangka

    memelihara kondisi tertentu, menanggulangi resiko tertentu pada suatu kondisi

    yang baru, atau mengimprovisiasi kondisi yang ada (Hardestry, 1977: 45-46).

    11. Dikutip dari Lister Brutu dalam aspek-aspek kultural masyarakat pakpak. Dalam tulisan tersebut dijelaskan bagaimana kebudayan pakpak yang bersifat dinamis. Buku tersebut sangat relevan dengan penelitian ini yang memandang kebudayaan tersebut dengan bentuk yang dinamik.

  • Edi Iwan Siregar : Strategi Adaptasi Petani Rakyat Dalam Mensiasati Fluktuasi Harga Kelapa Sawit (Studi Kasus: Petani Kelapa Sawit Rakyat di Desa Tanjung Medan Kec. Kampung Rakyat Kab. Labuhan Batu Selatan), 2009.

    kematian dan kelahiran, dan sifat kultural yang bekerja melalui sistem biologi.

    Proses adaptif yang aktual sedapat mungkin merupakan kombinasi dari beberapa

    mekanisme biologis dan modifikasi budaya tersebut diatas. Sehingga adaptasi

    dapatlah disebut sebagai sebuah strategi aktif manusia. Adaptasi dapat dilihat

    sebagai usaha untuk memelihara kondisi kehidupan dalam menghadapi

    perubahan. Definisi adaptasi tersebut kemudian berkaitan erat dengan tingkat

    pengukuran yang dihubungkan dengan tingkat keberhasilannya agar dapat

    bertahan hidup. Adaptasi seharusnya dilihat sebagai respon kultural atau proses

    yang terbuka pada proses modifikasi dimana penanggulangan dengan kondisi

    untuk kehidupan oleh reproduksi selektif dan memperluasnya (Hardestry 1977:

    243).

    Dinamika adaptif mengacu pada perilaku yang didesain pada pencapaian

    tujuan dan kepuasan kebutuhan dan keinginan dan konsekuensi dari perilaku

    untuk individu, masyarakat, dan lingkungan. Ada 2 mode analitik utama pada

    perilaku ini: yaitu tindakan individu yang didesain untuk meningkatkan

    produkstifitasnya, dan mode yang diperbuat oleh perilaku interaktif individu

    dengan individu lain dalam group, yang biasanya dibangun oleh aturan yang

    bersifat resiprositas. Perilaku interakstif tersebut didesain juga untuk mengatur

    dan memanfaatkan sumber daya yang ada di lingkungannya dalam memenuhi

    kebutuhan hidupnya12

    Dalam rangka mewujudkan proses pemanfaatan sumber daya, maka yang

    dibutuhkan adalah kemampuan untuk melakukan identifikasi sumber daya,

    kemudian memanfaatkan dan mengelolanya dengan baik. Dengan demikian,

    .

    12 Sumber Elektronik, 8 Mei 2009Adaptasi dalam Antropologi http:// prasetijo.wordpress.com/2008/01/28

  • Edi Iwan Siregar : Strategi Adaptasi Petani Rakyat Dalam Mensiasati Fluktuasi Harga Kelapa Sawit (Studi Kasus: Petani Kelapa Sawit Rakyat di Desa Tanjung Medan Kec. Kampung Rakyat Kab. Labuhan Batu Selatan), 2009.

    berdasarkan pandangan tersebut, identifikasi sumber daya merupakan salah satu

    langkah yang strategis dalam proses pembangunan masyarakat. Oleh sebab itu,

    identifikasi sumber daya juga dapat berfungsi untuk mengangkat sumber daya

    yang masih terpendam ke atas permukaan realitas sosial, sehingga dapat segera

    dimanfaatkan dalam rangka peningkatan taraf hidup (Soetomo, 2006:20).

    Kemampuan dalam melakukan identifikasi sumber daya yang tersedia

    adalah salah satu bentuk dari strategi untuk dapat bertahan dari goncangan

    ekonomi yang terjadi. Tindakan semacam ini merupakan suatu proses untuk

    bertahan hidup. Strategi bertahan hidup adalah salah satu cara untuk memenuhi

    kebutuhan. Maka cara-cara pemenuhan kebutuhan tersebut akan diatur oleh sistem

    sosial budaya yang ada dan sekaligus sebagai suatu proses strategi adaptasi.

    Sebagai suatu proses adaptasi sebagai aspek sosial budaya sistem ekonomi dan

    teknologi juga merupakan aspek yang penting dalam usaha mempertahankan

    hidup. Pengetahuan, aturan-aturan, rencana, cara-cara memperoleh sumber daya,

    sarana serta membuat dan menggunakan peralatan dalam usaha mengolah sumber

    tersebut akan menentukan sikap bertahan hidup manusia13

    Edi Suharno seorang pengamat masalah kemiskinan dari Institut pertanian

    Bogor (Suharto, 2003 : 1), menyatakan bahwa defenisi dari strategi bertahan

    hidup (coping strategies) adalah kemampuan seseorang dalam menerapkan

    seperangkat cara untuk mengatasi berbagai permasalahan yang melingkupi

    kehidupannya. Dalam konteks keluarga miskin, strategi penangan masalah ini

    pada dasarnya merupakan kemampuan segenap anggota keluarga dalam

    .

    13 lht. Amri Marzali dalam petani peisan cikalong. Dan lht juga Komaruddin dalam strategi pembangunan sumber daya berbasis pendidikan kebudayaan.

  • Edi Iwan Siregar : Strategi Adaptasi Petani Rakyat Dalam Mensiasati Fluktuasi Harga Kelapa Sawit (Studi Kasus: Petani Kelapa Sawit Rakyat di Desa Tanjung Medan Kec. Kampung Rakyat Kab. Labuhan Batu Selatan), 2009.

    mengelola segenap aset yang dimilikinya. Bisa juga disamakan dengan kapabilitas

    keluarga miskin dalam menanggapi goncangan dan tekanan (Shock and Stress).

    Berdasarkan konsepsi ini, Moser (dalam Suharno, 2002:13) membuat

    kerangka analisis yang disebut The Aset Vulnerability Framework. Kerangka

    ini meliputi berbagai penggelolaan aset yang dapat digunakan untuk melakukan

    penyesuaian atau pengembagan strategi tertentu dalam mempertahankan

    kelangsungan hidup seperti :

    a. Aset tenaga kerja (labour aset), misalnya meningkatkan keterlibatan

    wanita dan anak dalam keluarga untuk bekerja membantu ekonomi

    rumah tangga

    b. Aset modal manusia (human capital aset), misalnya memanfaatkan status

    kesehatan yang dapat menentukan kapasitas orang atau bekerja atau

    keterampilan dan pendidikan yang menentukan umpan balik atau hasil

    kerja (return) terhadap tenaga yang dikeluarkannya

    c. Aset produktif (productive aset), misalnya menggunakan rumah, sawah,

    ternak, tanman untuk keperluan hidupnya

    d. Aset relasi rumah tangga atau keluarga (Household relation asets),

    misalnya memanfaatkan jaringan dan dukungan dari sistem keluarga

    besar, kelompok etnis, migrasi tenaga kerja dan mekanisme uang

    kiriman (remittances)

    e. Aset modal sosial (sosial capital aset), misalnya memanfaatkan

    lembaga-lembaga sosial lokal, arisan dan pemberi kredit dalam proses

    dan sistem perekonomian keluarga

  • Edi Iwan Siregar : Strategi Adaptasi Petani Rakyat Dalam Mensiasati Fluktuasi Harga Kelapa Sawit (Studi Kasus: Petani Kelapa Sawit Rakyat di Desa Tanjung Medan Kec. Kampung Rakyat Kab. Labuhan Batu Selatan), 2009.

    Selanjutnya Edi Suharno (2003) menyatakan strategi bertahan hidup

    (coping strategies) dalam mengatasi goncangan dan tekanan ekonomi dapat

    dilakukan dengan berbgai cara. Cara-cara tersebut dapat dikelompokkan menjadi

    tiga kategori yaitu :

    a. Strategi aktif, yaitu strategi yang mengoptimalkan segala potensi

    keluarga untuk (misalnya melakukan aktivitasnya sendiri,

    memperpanjang jam kerja, memanfaatkan sumber atau tanaman liar di

    lingkungan sekitar dan sebagainya

    b. Strategi pasif, yaitu mengurangi pengeluaran keluarga (misalnya

    pengeluaran sandang, pangan, pendidikan, dan sebagainya)

    c. Strategi jaringan, misalanya menjalin relasi, baik formal maupun

    informal dengan lingkungan sosialnya, dan lingkungan kelembagaan

    (misalnya : meminjam uang tetangga, mengutang di warung,

    memanfaatkan program kemiskinan, meminjam uang ke rentenir atau

    bank, dan sebagainya.

    Hal tersebut telah terjadi pada masyarakat Petani Rakyat yang terdapat di

    desa Tanjung Medan, yang melakukan berbagai cara maupun strategi untuk

    mengatasi fluktuasi harga Kelapa Sawit yang mempengaruhi kegiatan-kegiatan

    ekonomis keluarga, sosial dan budaya mereka. Untuk itu, perlulah kiranya untuk

    mengkaji lebih dalam lagi bagaimana sebenarnya bentuk strategi yang mereka

    lakukan dalam mencukupi kebutuhan-kebutuhan dan menjaga kelangsungan

    hidupnya, akan diintrepetasikan dalam penelitian ini.

    Dalam mendeskripsikan permasalahan ini, Studi Antropologi Sosial

    Budaya, sangat berperan penting dalam mengintrepetasikan penelitian ini, karena

  • Edi Iwan Siregar : Strategi Adaptasi Petani Rakyat Dalam Mensiasati Fluktuasi Harga Kelapa Sawit (Studi Kasus: Petani Kelapa Sawit Rakyat di Desa Tanjung Medan Kec. Kampung Rakyat Kab. Labuhan Batu Selatan), 2009.

    kedua bidang ilmu pengetahuan ini berusaha melihat permasalahan manusia

    dalam hubungannya dengan aspek sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat.

    1.6. Metode Penelitian

    1.6.1. Tipe penelitian

    Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan

    kualitatif14

    a. Kondisi rumah tangga, contohnya peralatan-peralatan rumah tangga yang

    ada.

    yang bertujuan untuk mencari data-data dan informasi tentang kata-

    kata dan tindakan masyarakat yang berkenaan dengan fokus penelitian yaitu

    tentang strategi adaptasi yang dilakukan oleh petani Kelapa Sawit Rakyat dalam

    mensiasati tekanan ekonomi keluarga di Desa Tanjung Medan Kec. Kampung

    Rakyat Kab. Labuhan Batu Selatan.

    1.6.2. Teknik Pengumpulan Data

    Data dapat dibagi atas 2 (dua) kelompok yaitu data primer dan data

    sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dari lapangan, sedangkan

    data sekunder merupakan data yang diperoleh dari buku, jurnal, studi kepustakaan

    dll. Data primer di peroleh melalui observasi dan wawancara mendalam.

    a. Observasi

    Selama penelitian berlangsung pengumpulan data juga dilakukan dengan

    teknik pengamatan pada berbagai aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat serta

    berbagai kondisi-kondisi seperti misalnya :

    14 Konsep pendekatan kualitatif di ambil dari pemikiran Moelong yang mengatakan bahwa metode kualitatif adalah metode yang bertujuan mencari data-data dan informasi tentang kata-kata dan tindakan masyarakat (Moelong, 1991: 112).

  • Edi Iwan Siregar : Strategi Adaptasi Petani Rakyat Dalam Mensiasati Fluktuasi Harga Kelapa Sawit (Studi Kasus: Petani Kelapa Sawit Rakyat di Desa Tanjung Medan Kec. Kampung Rakyat Kab. Labuhan Batu Selatan), 2009.

    b. Kondisi perkebunan Kelapa Sawit, misalnya luas perkebunan Kelapa

    Sawit, peralatan yang digunakan dalam mengelola kebun sawit, kondisi

    fisik perkebunan sawit, dll.

    c. Aktifitas yang dilakukan oleh para petani Kelapa Sawit Rakyat dalam

    rutinitas kehidupannya sehari-hari di kebun sawit miliknya misalnya

    bagaimana kegiatan mengelola kebun sawitnya, bagaimana proses

    pemasaran Kelapa Sawitnya yang meliputi dari proses pemanenan buah

    Kelapa Sawit sampai pada transaksi jual-beli antara petani dengan pihak

    agen/tauke, dan juga bagaimana hubungan sosial mereka dengan

    masyarakat disekitarnya seperti hubungan kekerabatan dalam hal-hal yang

    berkaitan dengan acara-acara adat dan seremonial seperti upacara

    perkawinan, kelahiran, keorganisasian, dan hubungan antara keluarga inti,

    dan hubungan dengan tetangga mereka, dll.

    Adakalanya pengamatan dilakukan terlibat secara kadang kala dalam

    berbagai aktivitas penduduk, khususnya yang berkaitan dengan kegiatan yang

    berhubungan dengan kegiatan dalam pengelolaan kebun Kelapa Sawit, misalnya

    pergi bersama-sama ke lokasi kebun untuk melihat langsung aktivitas penduduk

    dan terlibat langsung dengan aktivitas mereka. Dengan teknik ini peneliti dapat

    menjalin hubungan baik secara lebih cepat serta dapat menggambarkan keadaan

    langsung kehidupan masyarakat lokal yang sebenarnya. Dengan teknik ini peneliti

    juga dapat mengetahui norma dan nilai-nilai yang sebenarnya. Data yang

    diperoleh melalui pengamatan juga sekaligus berguna untuk konfirmasi data yang

    akan diperoleh nantinya melalui wawancara. Untuk membantu pengamatan

    peneliti juga menggunakan kamera untuk merekam keadaan-keadaan tertentu atau

  • Edi Iwan Siregar : Strategi Adaptasi Petani Rakyat Dalam Mensiasati Fluktuasi Harga Kelapa Sawit (Studi Kasus: Petani Kelapa Sawit Rakyat di Desa Tanjung Medan Kec. Kampung Rakyat Kab. Labuhan Batu Selatan), 2009.

    untuk mendokumentasikan hal-hal yang tidak terobservasi di lapangan. Di

    samping itu, hasil photo yang dilakukan dapat dijadikan sebagai penegasan data

    yang diperoleh di lapangan. Jadi, jenis observasi yang seperti peneliti lakukan

    nantinya merupakan salah satu jenis dari metode observasi kadang kala15

    Wawancara mendalam yang dilakukan dipandu pedoman wawancara.

    Wawancara mendalam dilakukan terhadap informan pangkal, informan kunci dan

    informan biasa. Informan pangkal merupakan informan awal yang dijumpai yang

    dianggap dapat membantu peneliti dalam melakukan penelitian. Dalam penelitian

    ini yang menjadi informan pangkal adalah Kepala desa Tanjung Medan dan tokoh

    masyarakat petani. Informan kunci merupakan informan yang memiliki

    pengetahuan yang luas tentang masalah yang sedang di teliti yaitu petani Kelapa

    Sawit Rakyat. Petani Kelapa Sawit Rakyat yang dimaksud adalah petani sawit

    yang hanya memiliki luas lahan rata-rata 2 ha, dan merupakan sumber mata

    pencaharian utama mereka, serta merasakan dampak dari penurunan harga buah

    Kelapa Sawit. Sedangkan yang menjadi informan biasa adalah masyarakat desa

    Tanjung Medan yang memiliki mata pencaharian lain selain sebagai petani Kelapa

    Sawit Rakyat yaitu para wiraswasta, pekerja di lembaga pemerintah/PNS dan

    petani holtikultura. Jumlah informan kunci sebanyak 5 keluarga yaitu keluarga

    Mahmuddin Siregar, keluarga Muslim, Keluarga Salman, Keluarga Syahbudin

    Pasaribu dan keluarga Rizal. Keseluruhan informan kunci tersebut diwawancarai

    secara mendalam dengan menyertakan life history, sedangkan informan biasa

    .

    b. Wawancara

    15 Metode observasi kadang kala adalah metode pengamatan dimana peneliti atau pengamat tidak berbartisipasi sepenuhnya dilapangan, hanya pada situasi-situasi tertentu saja (lht.Koentjaraningrat dalam metode penelitian sosial).

  • Edi Iwan Siregar : Strategi Adaptasi Petani Rakyat Dalam Mensiasati Fluktuasi Harga Kelapa Sawit (Studi Kasus: Petani Kelapa Sawit Rakyat di Desa Tanjung Medan Kec. Kampung Rakyat Kab. Labuhan Batu Selatan), 2009.

    ditentukan sesuai dengan kebutuhan data yang akan diperoleh. Dalam hal ini

    informan biasa berjumlah 7 keluarga.

    Wawancara mendalam yang ditujukan kepada informan pangkal untuk

    memperoleh data mengenai latar belakang sejarah desa, dan data-data penduduk.

    Wawancara mendalam yang di tujukan kepada petani Kelapa Sawit Rakyat untuk

    memperoleh informasi tentang :

    a. Persoalan mendasar tentang kehidupan petani sawit tradisional.

    b. Besarnya pendapatan dan pengeluaran sebagai Petani Kelapa Sawit

    Rakyat.

    c. Kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi oleh para petani dalam

    kehidupan sehari-hari.

    d. Pengerahan, aktivitas, dan tindakan yang dilakukan para petani sawit

    sebagai bentuk strategi dalam mensiasati tekanan ekonomi keluarga.

    e. Strategi yang mereka lakukan untuk meningkatkan atau mencukupi

    kebutuhan sehari-hari.

    Sedangkan wawancara mendalam yang dilakukan pada informan biasa

    dilakukan untuk review informasi dari informan kunci juga untuk memperoleh

    informasi tentang bagaimana tanggapan mereka atas perubahan tersebut.

    1.6.3. Analisa Data

    Analisa data merupakan sebuah pengkajian di dalam data yang mencakup

    prilaku objek, atau pengetahuan yang teridentifikasi. Beberapa hal yang dilakukan

    dalam analisa data yaitu: pemilihan, pemilahan, kategorisasi dan evaluasi data.

    Data-data yang diperoleh dari lapangan akan diteliti kembali, hal ini untuk melihat

    kelengkapan hasil dari wawancara dan observasi apakah sudah sesuai dengan

  • Edi Iwan Siregar : Strategi Adaptasi Petani Rakyat Dalam Mensiasati Fluktuasi Harga Kelapa Sawit (Studi Kasus: Petani Kelapa Sawit Rakyat di Desa Tanjung Medan Kec. Kampung Rakyat Kab. Labuhan Batu Selatan), 2009.

    interview guide yang disusun sebelumnya serta juga kesesuaian pada jawaban

    yang satu dengan yang lainnya. Keseluruhan data yang diperoleh dari observasi

    dan wawancara tersebut akan diolah secara sistematis dan dianalisis pada tiap

    data-data yang dikumpulkan. Kemudian menguraikan pada bagian-bagian

    permasalahan dengan membuat sub-sub judul pada bab-bab dalam penulisan

    penelitian. Pengaturan data-data sedemikian disebut metode klasifikasi yang

    pernah digunakan oleh Antropolog GP.Murdock dalam mengklasifikasikan daerah

    kebudayaan pada berbagai suku bangsa di Indian Amerika. Metode klasifikasi ini

    juga pernah dilakukan oleh Clark Wissler dalam mengklasifikasikan daerah

    kebudayaan di Amerika Utara yang dibaginya menjadi sembilan bagian.

    Analisis ini hanya ditargetkan untuk memperoleh gambaran seutuhnya dari

    strategi adaptasi petani Kelapa Sawit Rakyat dalam mensiasati tekanan ekonomi

    keluarga di Desa Tanjung Medan Kec. Kampung Rakyat Kab. Labuhan Batu

    Selatan.

    Analisa data yang dilakuan sesuai dengan kajian Antropologis dengan

    melihat permasalahan yang ada. Dalam hal ini kajian Antropologi Ekonomi, dan

    Antropologi Budaya adalah dasar-dasar intrepetasi dalam pengenalan utama

    permasalahan yang akan dianalisis. Analisa data dilakukan mulai pada saat

    meneliti atau selama proses pengumpulan data berlangsung hingga penulisan

    laporan penelitian selesai.

  • Edi Iwan Siregar : Strategi Adaptasi Petani Rakyat Dalam Mensiasati Fluktuasi Harga Kelapa Sawit (Studi Kasus: Petani Kelapa Sawit Rakyat di Desa Tanjung Medan Kec. Kampung Rakyat Kab. Labuhan Batu Selatan), 2009.

    BAB II

    GAMBARAN UMUM MASYARAKAT DI DESA TANJUNG MEDAN 2.1. Sejarah Singkat Desa Tanjung Medan Menurut cerita dari pemuka adat setempat bapak Ramlan Lubis, H. Malik

    Siregar, dan Mahmuddin Siregar, Desa Tanjung Medan merupakan salah satu

    desa yang dahulu berbentuk sebuah Kerajaan. Kampung Rakyat adalah

    Kecamatan dari desa Tanjung Medan yang merupakan induk dari kerajaan desa

    Tanjung Medan. Kecamatan Kampung Rakyat itu sendiri sebenarnya berasal dari

    kata Kampung Raja, yang artinya tempat para Raja-raja. Di daerah Kampung

    Rakyat dulunya banyak berdiri kerajaan-kerajaan dari suku bangsa Melayu,

    diantaranya adalah Kerajaan Panai di desa Teluk Panji, Kerajaan Tanjung Medan,

    dan Kerajaan Tanjung Mulia (Kerajaan Barumun).

    Kerajaan Tanjung Medan sendiri dipimpin oleh seorang raja yang bernama

    Sultan Nong Hamzah (1939-1945). Sultan Nong Hamzah adalah putera dari Raja

    Barumun bernama Sultan Bahluddin yang pada saat itu menguasai Kampung

    Rakyat, dan daerah kekuasaannya meliputi Sungai Barumun, Sungai Balida,

    sampai ke daerah pinggiran Sungai Barombang. Masyarakat yang mendiami

    daerah ini adalah dari suku bangsa Melayu yaitu Melayu Deli, dan Melayu Panai

    dan masih ada hubungannya dengan suku bangsa Melayu dari Kerajaan Malaysia.

    Daerah Barumun dahulu memiliki nama Rotan Nagara yang artinya

    hasil hutan yaitu rotan adalah milik negara atau kerajaan. Kerajaan-kerajaan

    yang terdapat di daerah Kampung Rakyat pada saat itu adalah suatu kerajaan

  • Edi Iwan Siregar : Strategi Adaptasi Petani Rakyat Dalam Mensiasati Fluktuasi Harga Kelapa Sawit (Studi Kasus: Petani Kelapa Sawit Rakyat di Desa Tanjung Medan Kec. Kampung Rakyat Kab. Labuhan Batu Selatan), 2009.

    kecil, dimana raja-raja yang berkuasa pada daerah masing-masing harus

    menyerahkan upetinya kepada negara. Sementara itu, kerajaan yang paling besar

    untuk daerah Kabupaten Labuhan Batu Selatan adalah Kerajaan Kota Pinang yang

    daerah kekuasaannya sampai ke daerah Labuhan Batu. Kerajaan Kota Pinang

    dahulu dipimpin oleh seorang raja bernama Tongku Mustafa (1916-an) yang

    terkenal kejam dan pembangkang. Pada saat itu Raja Tongku Mustafa tidak ingin

    membayar upeti kepada negara. Bahkan, ia sangat dibenci oleh rakyatnya karena

    sangat kejam dalam kepemimpinannya.

    Pada tahun 1939-1943 negara Jepang memasuki daerah Kampung Rakyat

    dan melukukan penjajahan terhadap masyarakatnya, termasuk desa Tanjung

    Medan. Akan tetapi kekuasaan bangsa Jepang di tanah Kampung Rakyat tidak

    bertahan lama kerena tanpa ada sepengetahuan yang pasti secara tiba-tiba penjajah

    Jepang menarik pasukannya dari daerah Kampung Rakyat.

    Setelah kepergian tentara Jepang, pada tahun 1947 bertepatan dengan

    terjadinya Agresi Militer Kedua, Kolonial Belanda datang dan menjajah daerah

    Kampung Rakyat. Pada waktu itu Kolonial Belanda masuk melalui desa

    Perlabian, kemudian menjajah kerajaan desa Tanjung Medan yang pada saat itu

    dalam kepemimpinan Raja Nong Hamzah. Mereka menembaki warga setempat

    sehingga membuat rakyat desa Tanjung Medan menjadi ketakutan. Karena merasa

    ketakutan terhadap penjajah Belanda, maka banyak diantara masyarakat desa

    Tanjung Medan yang lari ke daerah Barumun untuk mendapatkan perlindungan

    dari Raja Barumun.

    Keberhasilan Penjajah Belanda menguasai desa Tanjung Medan ternyata

    telah membuka kehidupan yang baru bagi masyarakatnya. Dalam sistem

  • Edi Iwan Siregar : Strategi Adaptasi Petani Rakyat Dalam Mensiasati Fluktuasi Harga Kelapa Sawit (Studi Kasus: Petani Kelapa Sawit Rakyat di Desa Tanjung Medan Kec. Kampung Rakyat Kab. Labuhan Batu Selatan), 2009.

    perekonomian, mulai dikembangkan jenis tanaman produksi dengan

    memanfaatkan aset produksi tenaga masyarakat desa Tanjung Medan. Hal

    tersebut semakin jelas seelah pihak Belanda berhasil memantapkan kekuasaannya

    di daerah Kampung Rakyat. Pihak Kerajaan di seluruh daerah yang ada di

    Kecamatan Kampung Rakyat telah berhasil dikuasai, dan berada dalam tekanan

    Penjajah Belanda. Raja-raja di daerah Kampung Rakyat pun dengan seketika

    berubah menjadi berpihak terhadap kebijakan Kolonial Belanda.

    Banyak perubahan-perubahan yang telah terjadi selama kekuasaan

    Kolonial Belanda. Dalam hal sistem mata pencaharian atau pekerjaan, telah terjadi

    pengalihan jenis tanaman produksi. Dahulu penduduk Tanjung Medan masih

    mengandalkan jenis tanaman karet atau rambung. Sejarah penanaman tumbuhan

    karet ini dulunya berawal dari salah satu utusan dari pihak kerajaan desa Tanjung

    Medan yang dikirim ke negeri jiran Malaysia sebagai bentuk hubungan baik

    kedua belah pihak kerajaan. Akan tetapi, setelah utusan kerajaan kembali ke

    Tanjung Medan, ia memberikan pernyataan kepada Raja Nong Hamzah bahwa ia

    telah membawa tambang emas yaitu tumbuhan karet atau pohon rambung. Setelah

    mendapatkan kejelasan lebih lanjut mengenai manfaat dari tumbuhan karet itu,

    maka pihak kerajaan pun menyerukan kepada masyarakatnya untuk menanam

    pohon karet sebagai tanaman produksi.

    Pada tahun 1958 penjualan hasil karet di lakukan ke negeri jiran Malaysia

    yang dilakukan secara seludupan. Sampai akhirnya seiring perkembangan zaman

    dikenalkan karet planting (karet kawinan) yang kemudian dilanjutkan dengan

    peremajaan tanaman karet itu sendiri. Akan tetapi, kedatangan bangsa Belanda ke

    Kampung Rakyat telah mengubah jenis tanaman produksi di desa Tanjung Medan

  • Edi Iwan Siregar : Strategi Adaptasi Petani Rakyat Dalam Mensiasati Fluktuasi Harga Kelapa Sawit (Studi Kasus: Petani Kelapa Sawit Rakyat di Desa Tanjung Medan Kec. Kampung Rakyat Kab. Labuhan Batu Selatan), 2009.

    yang semulanya adalah jenis tanaman karet. Penjajah Belanda mengenalkan jenis

    tanaman produksi yang baru yaitu tanaman Kelapa Sawit. Dengan kekuasaannya

    pihak Belanda memaksa rakyat untuk menanam pohon Kelapa Sawit dalam

    jumlah besar yang sekarang terkenal dengan sebutan Perkebunan Kelapa Sawit.

    Sehingga hanya dalam beberapa tahun saja lamanya Penjajah Belanda telah

    berhasil memperluas perkebunan Kelapa Sawit dan mendirikan sebuah pabrik

    pengelolan Kelapa Sawit yaitu PT. Perlabian State yang merupakan pabrik Kelapa

    Sawit pertama di desa Perlabian Kecamatan Kampung Rakyat.

    Berpuluh-puluh tahun lamanya Penjajah Belanda memeras keringat

    masyarakat Kampung Rakyat untuk menjadi buruh di pabriknya. Keinginan

    masyarakat Kampung Rakyat pada saat itu khususnya Desa Tanjung Medan untuk

    mengelola tanaman Kelapa Sawit secara pribadi terkekang oleh politik Belanda.

    Penjajah Belanda mengatakan bahwa tanaman Kelapa Sawit hanya dapat di kelola

    oleh perkebunan dengan skala besar sehingga mempengaruhi rakyat untuk tidak

    menanam tanaman Kelapa Sawit secara perorangan. Di samping itu, mereka juga

    membuat aturan terhadap masyarakat desa Tanjung Medan bahwa siapa saja dari

    masyarakat yang ketahuan menanam pohon Kelapa Sawit akan di tembak.

    Namun, kekuasaan pihak Belanda yang diperoleh dengan cara

    mengeksploitasi dan memonopoli sumber daya alam masyarakat desa Tanjung

    Medan berakhir juga dengan sendirinya setelah Indonesia memperoleh

    kemerdekaan yang sesungguhnya dan berdiri menjadi Negara yang berdaulat.

    Masyarakat di desa Tanjung Medan sekarang mulai membuka lahan sendiri untuk

    ditanami Kelapa Sawit, walaupun masih dalam intervensi pihak-pihak perusahaan

    swasta dan Negara yang berkuasa.

  • Edi Iwan Siregar : Strategi Adaptasi Petani Rakyat Dalam Mensiasati Fluktuasi Harga Kelapa Sawit (Studi Kasus: Petani Kelapa Sawit Rakyat di Desa Tanjung Medan Kec. Kampung Rakyat Kab. Labuhan Batu Selatan), 2009.

    Dalam kurun waktu yang tidak begitu lama para perantau dari berbagai

    etnis suku bangsa mulai berdatangan ke daerah Kampung Rakyat dan yang paling

    dominan adalah Orang Hulu atau Tapanuli Selatan. Untuk dusun Labuhan yang

    merupakan salah satu dusun di Desa Tanjung Medan, mula-mula dibuka oleh

    seorang etnis dari Tapanuli Selatan yang bernama Tukkot Lombang, dan untuk

    dusun Gunung Maria di buka oleh seseorang yang bernama Jabalanga. Nama

    kedua tokoh tersebut sudah terkenal di daerahnya masing-masing, karena telah

    diabadikan sebagai nama tempat pemandian di kedua daerah tersebut, yaitu

    Pemandian Tukkot Lombang untuk daerah pemandian di dusun Labuhan dan

    Pamandian Jabalanga untuk daerah pemandian di dusun Gunung Maria.

    Desa Tanjung Medan sendiri memiliki tujuh dusun yaitu, Kampung Jawa,

    Labuhan, Gunung Maria, Sukajadi, Padang Bulan, Pekan Tanjung Medan dan

    Aek Gapuk. Sistem pemerintahannya di pimpin oleh seorang Lurah dan selama

    periodenya telah empat kali melakukan pergantian lurah yang diantaranya adalah :

    1. Ahmad Soleh Harahap (1960-seumur hidup), merupakan lurah yang

    pertama dan menurut masyarakat setempat sangat baik di masa

    kepemimpinannya.

    2. Dahlan Harahap, merupakan anak dari ahmad soleh harahap yang

    bertugas melanjutkan kepemimpinan ayahnya.

    3. Mudo, merupakan lurah yang ketiga menjabat sebagai kepala lurah.

    4. Ir. Ripdan Harahap (2009, sekarang ini).

  • Edi Iwan Siregar : Strategi Adaptasi Petani Rakyat Dalam Mensiasati Fluktuasi Harga Kelapa Sawit (Studi Kasus: Petani Kelapa Sawit Rakyat di Desa Tanjung Medan Kec. Kampung Rakyat Kab. Labuhan Batu Selatan), 2009.

    2.1. Letak dan Luas Desa Tanjung Medan

    Letak Astronomi Desa Tanjung Medan terletak pada koordinat 7 50 LU

    9 21 LU dan 97 18 BT-98 42 BT. Secara geografis jarak Desa Tanjung

    Medan ke Ibukota Kecamatan 0,00 Km.

    Tabel I Luas Wilayah Kecamatan Kampung Rakyat

    No Kelurahan/Desa Tanah Sawah Tanah Kering

    Bangunan/ Perkarangan Lainnya Jumlah

    1 Kamp. Perlabian 0 6.621 18 61 6.700 2 Perk.Perlabian 0 10.170 108 266 10.544 3 Pekan Tolan 0 1.517 56 987 2.560 4 Tolan I/II 0 1.781 42 173 1.996 5 Air Merah 150 10.034 365 0 10.549

    6 Perk. Batang Saponggol 0 3.762 27 16 0.805

    7 Perk. Teluk Panji 0 7.392 308 84 7.784 8 Teluk Panji I 0 789 200 56 1.045 9 Teluk Panji II 0 827 172 22 1.021

    10 Teluk Panji III 0 571 202 21 794 11 Teluk Panji IV 0 838 216 25 1.079 12 Kamp.Teluk Panji 100 749 57 0 1.206 13 Tanjung Medan 0 7.979 275 288 8.542 14 Tanjung Selamat 0 1.862 630 333 2.825 15 Tanjung Mulia 0 9.022 222 1.221 10.465 Jumlah 250 63.914 3.198 3.553 70.915

    Sumber : Data diolah dari Kec.Tanjung Medan Tahun 2007

    Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa Kecamatan Kampung Rakyat

    menempati area seluas 709, 15 Km yang terdiri dari 15 desa. Dengan batas-batas

    wilayah yakni :

    - Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Panai Tengah

    - Sebelah Timur berbatasan dengan Propinsi Riau

    - Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Kota Pinang, dan

  • Edi Iwan Siregar : Strategi Adaptasi Petani Rakyat Dalam Mensiasati Fluktuasi Harga Kelapa Sawit (Studi Kasus: Petani Kelapa Sawit Rakyat di Desa Tanjung Medan Kec. Kampung Rakyat Kab. Labuhan Batu Selatan), 2009.

    - Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Bilah Hulu

    Dari 15 desa yang terdapat di Kecamatan Kampung Rakyat, yang memiliki

    wilayah terluas adalah Desa Air Merah dengan luas 105,49 Km, dan yang terkecil

    adalah Desa Teluk Panji III dengan luas 7,94 Km. Sementara itu, Desa Tanjung

    Medan itu sendiri memiliki luas wilayah 85,42 Km. Dengan demikian, Desa

    Tanjung Medan merupakan desa ke empat terluas yang terdapat di Kecamatan

    Kampung Rakyat.

    2.3. Komposisi Penduduk

    - Menurut Jumlah Rumah Tangga

    Berdasarkan data komposisi penduduk menurut jumlah rumah tangga

    menunjukkan bahwa sebagian besar dari jumlah penduduk Desa Tanjung Medan

    telah berkeluarga. Hal ini dapat dilihat pada tabel :

    Tabel 2 Komposisi Penduduk Menurut Jumlah Rumah Tangga

    No Desa/Kelurahan Jumlah

    Penduduk Rumah Tangga

    Rata-Rata/RT

    1 Kamp. Perlabian 7.777 1.33 6 2 Perk. Perlabian 6.290 1.043 6 3 Pekan Tolan 4.343 943 5 4 Tolan I/II 971 288 3 5 Air Merah 2.796 532 5

    6 Perk.Batang Saponggol 908 157 6

    7 Perk. Teluk Panji 6.483 1.173 6 8 Teluk Panji I 2.164 349 6 9 Teluk Panji II 2.061 385 5

    10 Teluk Panji III 1.758 386 5 11 Teluk Panji IV 2.712 447 6 12 Kamp. Teluk Panji 2.907 805 6 13 Tanjung Medan 5.645 2.181 3 14 Tanjung Selamat 2.262 851 3 15 Tanjung Mulia 2.906 517 6

    Jumlah 51.983 11.109 5 Sumber : Data diolah dari Kec.Tanjung Medan Tahun 2007

  • Edi Iwan Siregar : Strategi Adaptasi Petani Rakyat Dalam Mensiasati Fluktuasi Harga Kelapa Sawit (Studi Kasus: Petani Kelapa Sawit Rakyat di Desa Tanjung Medan Kec. Kampung Rakyat Kab. Labuhan Batu Selatan), 2009.

    Dari tabel di atas dapat dilihat jumlah penduduk di Desa Tanjung Medan

    yang telah berumah tangga berjumlah 2.181 jiwa, merupakan jumlah terbesar dari

    keseluruhan desa yang terdapat di Kecamatan Kampung Rakyat. Sedangkan untuk

    jumlah rumah tangga yang paling sedikit terdapat di kelurahan Perkebunan

    Batang Saponggol dengan jumlah rumah tangga 908 jiwa.

    - Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin

    Berdasarkan data komposisi penduduk menurut jenis kelamin dapat dilihat

    perbandingan antara jumlah penduduk yang berjenis kelamin laki-laki dan

    perempuan pada Desa Tanjung Medan. Jumlahnya tidak jauh berbeda dan hanya

    terpaut 15 orang lebih banyak jumlah perempuan. Hal ini dapat dilihat pada tabel.

    Tabel 3 Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin

    No Desa/Kelurahan Laki-Laki Perempuan Jumlah

    1 Kamp. Parlabian 3.922 3.855 7.777 2 Perk. Perlabian 3.215 3.075 6.290 3 Pekan Tolan 2.194 2.149 4.343 4 Tolan I/II 490 481 971 5 Air Merah 1.452 1.344 2.796

    6 Perk. Batang Saponggol 449 459 908

    7 Perk. Teluk Panji 3.329 3.154 6.483 8 Teluk Panji I 1.095 1.069 2.164 9 Teluk Panji II 1.044 1.017 2.061

    10 Teluk Panji III 885 873 1.758 11 Teluk Panji IV 1.357 1.355 2.712

    12 Kamp. Teluk Panji 2.248 2.222 4.470

    13 Tanjung Medan 2.815 2.830 5.645 14 Tanjung Selamat 1.168 1.094 2.262 15 Tanjung Mulia 1.506 1.400 2.906

    Jumlah 27.169 26. 377 53. 546

    Sumber : Data diolah dari Kec.Tanjung Medan Tahun 2007

  • Edi Iwan Siregar : Strategi Adaptasi Petani Rakyat Dalam Mensiasati Fluktuasi Harga Kelapa Sawit (Studi Kasus: Petani Kelapa Sawit Rakyat di Desa Tanjung Medan Kec. Kampung Rakyat Kab. Labuhan Batu Selatan), 2009.

    Jumlah penduduk Desa Tanjung Medan dengan jenis kelamin laki-laki

    adalah 2.815 jiwa, sedangkan penduduk yang berjenis kelamin wanita berjumlah

    2.830 jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah wanita telah mengungguli jumlah

    laki-laki.

    - Jumlah Penduduk Menurut Jenis Pekerjaan

    Sebagian besar penduduk di Desa Tanjung Medan bekerja sebagai petani,

    dan sebagian lagi bekerja di bidang wiraswasta. Pada tabel terlihat sebagai berikut

    Tabel 4 Komposisi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan

    No Desa/Kelurahan Petani Industri PNS/ABRI Lainnya Jumlah 1 Kamp. Perlabian 1. 752 142 49 204 2.147 2 Perk. Perlabian 2. 192 240 35 80 2.547 3 Pekan Tolan 757 107 25 98 987 4 Tolan I/II 129 18 9 24 180 5 Air Merah 708 80 10 24 822

    6 Perk. Batang Saponggol 466 33 6 0 505

    7 Perk. Teluk Panji 942 144 25 44 1.155

    8 Teluk Panji I 18 40 10 286 354 9 Teluk Panji II 318 45 11 17 391

    10 Teluk Panji III 464 76 13 17 570 11 Teluk Panji IV 293 58 9 9 369

    12 Kamp. Teluk Panji 899 118 10 66 1.093

    13 Tanjung Medan 1935 156 60 567 2718 14 Tanjung Selamat 575 76 25 29 705 15 Tanjung Mulia 615 82 12 45 754

    Sumber : Data diolah dari Kec.Tanjung Medan Tahun 2007

    Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat jumlah penduduk di Desa Tanjung

    Medan