09.70.0033_Hening_Puspitasari_Ayu_Setiadewi_BAB_I.pdf
-
Upload
dewi-puspitasari -
Category
Documents
-
view
23 -
download
5
Transcript of 09.70.0033_Hening_Puspitasari_Ayu_Setiadewi_BAB_I.pdf
-
1
1. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
Ikan lele (Clarias batrachus) mengandung protein yang cukup tinggi dan kandungan lemak
yang rendah (Susanto, 1988). Protein yang tinggi dapat mendukung perkembangan otak
pada anak-anak (Tim Agriminakultura, 2008). Dalam dunia perikanan, ikan lele merupakan
salah satu hasil budidaya yang jumlah produksinya tinggi. Menurut Data Statistik Kelautan
dan Perikanan, hasil produksi ikan lele pada tahun 2011 mencapai angka 330.687 ton
untuk seluruh wilayah Indonesia, sedangkan untuk wilayah Jawa menempati jumlah
produksi tertinggi yaitu sebesar 253.272 ton. Namun sayangnya perolehan produksi yang
tinggi ini belum diimbangi pengembangan produk olahan ikan lele yang bervariasi.
Daun singkong (Manihot esculenta Crantz) merupakan jenis sayuran yang mempunyai
kandungan nutrisi yang baik bagi tubuh. Selain harganya murah, daun singkong
mengandung serat sehingga dapat membantu memperlancar pencernaan. Selain itu daun
singkong juga memiliki kandungan vitamin C yang cukup tinggi yaitu sebanyak 275 mg
dalam setiap 100 gram (Depkes RI, 1992). Namun sekarang ini sebagian besar masyarakat
masih menilai daun singkong hanya bisa direbus untuk lalapan sehingga konsumsinya
terbatas. Untuk itu, perlu ada terobosan dalam pengolahannya agar manfaat daun singkong
dapat dirasakan. Salah satu jenis pengolahannya ialah dengan dibuat menjadi tepung
sehingga dapat disubstitusikan dalam beberapa jenis olahan pangan.
Bentuk ikan lele yang kurang menarik dan memiliki image yang kurang higienis sehingga
pengembangan produk-produk olahan berbasis ikan ini merupakan tantangan yang besar.
Dalam penelitian ini, secara khusus daging ikan lele dan tepung daun singkong akan
dikombinasikan dalam produk olahan yaitu rolade. Mengingat ikan lele dan daun singkong
mempunyai banyak nutrisi yang berguna bagi tubuh, alangkah baiknya bila kedua bahan
tersebut dikombinasikan. Tepung daun singkong disubstitusikan dalam adonan rolade dari
ikan lele. Jumlah substitusinya terbagi menjadi beberapa konsentrasi yaitu 5%, 10%, 15%
dan 20%. Rolade yang diperoleh selanjutnya akan diteliti karakter fisik, kimia, dan sensori.
Dengan pemberian substitusi tepung daun singkong pada rolade akan menyebabkan
perubahan terhadap karakter fisiknya dan kandungan nutrisinya yang dapat mempengaruhi
-
2
penerimaan sensori produk ini. Pemberian substritusi daun singkong dalam rolade berbasis
daging ikan lele ini diharapkan dapat memenuhi asupan nutrisi serat dan vitamin C. Dengan
pertimbangan bahwa rolade ini merupakan produk baru maka, dilakukan pula pengujian
sensori untuk mengetahui penerimaan responden terhadap produk ini. Diharapkan rolade
ini dapat menjadi pilihan makanan sehat keluarga.
1.2.Tinjauan Pustaka
1.2.1. Ikan Lele (Clarias batrachus) Ikan lele (Clarias batrachus) merupakan jenis ikan air tawar dengan tubuh memanjang dan
kulit licin. Ikan ini juga relatif tahan terhadap hama dan penyakit. Penelitian Ng dan
Kottelat (2008) menyebutkan bahwa ikan lele memiliki profil moncong yang sempit, garis
lateral yang lurus, dan garis anterior yang cembung. Tulang bagian atas kepala ditutupi oleh
kulit tebal dan bagian depannya berbentuk seperti pisau yang panjang dan tipis. Matanya
berbentuk bulat dan terletak pada tulang dorsal di kepala. Membran insangnya berbentuk
bebas tapi bersatu satu dengan yang lainnya. Bentuk mulut ikan lele seperti anak panah
dengan bibir yang tebal dan gigi-gigi yang tidak beraturan. Badan ikan lele berbentuk
silinder dengan kulit yang mulus. Umumnya warna ikan berkumis ini adalah abu-abu
hingga abu-abu gelap dengan bercak putih pada bagian perutnya. Penampakan secara
umum ikan lele dapat dilihat pada Gambar 1.
Ikan lele dapat ditemukan di seluruh perairan tawar, di daerah payau, didaerah yang
kandungan oksigennya rendah maupun dikolam yang hampir kering airnya. Ikan lele
mempunyai alat pernafasan tambahan yang dikenal dengan arborescent organ, sehingga
memungkinkan ikan lele untuk mengambil oksigen langsung dari udara. Sifat ikan lele
adalah hewan nocturnal artinya ia akan aktif pada malah hari atau lebih menyukai tempat
gelap. Pada siang hari yang cerah ikan lele lebih suka berdiam dalam lubang-lubang atau
tempat berlindung. Ikan lele juga dapat mengambil makanan yang mengapung dan
melayang (Suyanto, 1986; Sidthimuka, 1972).
-
Menurut Saanin (1968), klasifikasi ikan lele ialah:
Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Subordo : Siluroidae
Family : Clariidae
Genus : Clarias
Spesies : Clarias batrachus
Ikan lele merupakan salah satu bahan pangan bergizi yang mudah untuk dihidangkan
sebagai lauk. Kandungan lemak ikan lele yang rendah membuat daging ikan lele dapat
membantu pertumbuhan janin dalam kandungan dan sangat baik bagi kesehaan jantung.
Kandungan protein yang tinggi pada ikan lele dapat mendukung proses metabolism dalam
tubuh dan membantu merangsang perkembangan otak pada anak-anak (Tim
Agriminakutura, 2008). Kandungan lemak dan protein ikan lele cukup tinggi dibandingkan
dengan ikan tawar lainnya (Tabel 1). Tak hanya itu, nutrisi yang ada pada ikan lele juga
tergolong lengkap (Tabel 2).
Gambar 1. Clarias batrachus (Sumber: Dokumentasi pribadi)
Tabel 1. Perbandingan Gizi Ikan Air Tawar
Jenis ikan Protein (%) Lemak (%) Abu (%) Air (%) Mas Nila merah Nila hitam Lele
19,4 15,8 18,8 19,91
3,9 0,6 2,8 1,96
1,3 1 1,2 1,63
75,4 81,4 77,8 77,99
Sumber: Balai Besar Litbang Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan (2010).
-
4
Tabel 2. Kandungan Nutrisi Ikan Lele Segar
Nutrisi Unit Nilai setiap 100 g Proksimat Air g 80,36Energi kcal 95Protein g 16,38Lemak total g 2.82Karbohidrat g 0Serat pangan g 0Mineral Kalsium, Ca mg 14Zat besi, Fe mg 0,3Magnesium, Mg mg 23Fosfor , P mg 209Kalium, K mg 358Sodium, Na mg 43Zinc, Zn mg 0,51Vitamin Vitamin C, asam askorbat total mg 0,7Thiamin mg 0,21Riboflavin mg 0,072Niacin mg 1,907Vitamin B-6 mg 0,116Folat, DFE g 10Vitamin B-12 g 2,23Vitamin A, RAE g 15Vitamin A, IU IU 50Vitamin D (D2 + D3) g 12,5Vitamin D IU 500Lemak Asam lemak, total jenuh g 0,722Asam lemak, total MUFA g 0,844Asam lemak, total PUFA g 0,865Kolesterol mg 58
Sumber: USDA National Nutrient Database (2013)
-
1.2.2. Daun singkong (Manihot esculenta Crantz) Singkong mempunyai nama lain ubi kayu atau ketela pohon. Nama latin untuk singkong
adalah Manihot esculenta Crantz. Di berbagai daerah tropis, daun singkong digunakan
sebagai sayuran. Daun singkong merupakan sumber vitamin C yang baik, mengandung pro-
vitamin A sedang dan mengandung 30% protein berdasarkan bobot kering (Rubatzky &
Yamaguchi, 1995). Daun singkong umumnya berbelah agak dalam seperti tangan. Jumlah
belahan helai daun pada satu tangkai berkisar antara 5-9 helai. Permukaan daun sebelah
atas berwarna hijau tua dan sebelah bawah berwarna hijau kemerahan dengan panjang
antara 5-30 cm. Adapun warna tangkai daun bervariasi dari hijau muda ke hijau kekuning-
kuningan (Sastrosoedirjo, 1978). Penampakan umum daun singkong dapat dilihat pada
Gambar 2.
Gambar 2. Daun singkong (kiri) (Sumber: Dokumentasi pribadi)
Daun singkong memiliki lebih banyak keunggulan nutrisi dibandingkan umbinya.
Keunggulan tersebut antara lain:
- Memiliki kadar protein cukup tinggi
- Sumber vitamin A, dengan kandungan vitamin A mencapai 3300 RE setiap 100
gramnya sehingga kesehatan mata jadi lebih baik
- Kandungan serat tinggi, sehingga dapat membantu buang air besar menjadi lebih teratur
dan lancar, juga dapat mencegah kanker usus dan penyakit jantung
-
6
- Kandungan vitamin C per 100 gram daun singkong mencapai 275 mg.
Di antara berbagai sayuran, kandungan gizi daun singkong termasuk baik, terutama
kandungan protein dan beta karotennya yaitu sebesar 6,8 gram dan 3.300 mcg bila
dibandingkan dengan kandungan protein dan beta karoten pada sawi yang hanya 2,3 gram
dan 1.940 mcg dalam 100 gram bahan (Lakitan, 1995). Di Indonesia yang jumlah penduduk
miskin pada tahun 2008 mencapai 34,96 juta jiwa, daun singkong merupakan solusi
alternatif untuk mengatasi kekurangan gizi. Namun, bila daun singkong dikombinasi
dengan bahan pangan lain seperti telur, tempe, ataupun ikan, tentunya akan lebih baik.
Menurut hasil penelitian Zulhaida dan Jumirah (2005), kadar tiosianat dalam daun singkong
mentah yaitu sebesar 0,010 ppm. Sedangkan pada daun singkong rebus sebesar 0,007 ppm.
Daun singkong mengandung berbagai macam zat gizi yang berfungsi baik untuk tubuh.
Daftar kandungan gizi daun singkong dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kandungan gizi daun singkong segar dalam 100 gram
Zat gizi Jumlah Kalori (kal) Protein (g) Lemak (g)
Karbohidrat (g) Vitamin A (SI) Vitamin C (mg)
Vitamin B1 (mg) Kalsium (mg) Fosfor (mg)
Hidrat arang (g) Zat besi (mg)
Air Bagian yang dapat dimakan
73 6,8 1,2 13
11000 275 0,12 165 54 13 2
57,2 87
Sumber: Direktorat Gizi Depkes RI (1992)
Umumnya daun singkong dikonsumsi dalam keadaan direbus, tetapi kadang juga berupa
lalap matang ditumis, ditumbuk untuk dibuat lauk sayur atau bahkan dijadikan bubuk untuk
sup dan saus. Walaupun kandungan gizinya cukup baik namun daun singkong juga
-
mengandung glikosida dan laustralin yang dapat terhidrolisis menjadi asam sianida. Asam
sianida merupakan racun yang dapat dihilangkan dengan cara perebusan (Sastrosoedirjo,
1978).
Daun singkong merupakan sayuran dan daun hijau yang memiliki harga cukup murah di
Indonesia. Satu helai daun mengandung cukup karotein untuk keperluan sehari. Bila
dihaluskan dan direbus tidak akan tersisa lebih dari satu sendok penuh. Daun singkong
merupakan sumber protein yang baik, namun ada jenis singkong yang daunnya
mengandung asam hidrosianat yang beracun. Tetapi racun itu akan hilang sesudah direbus
selama 5 menit (Soedarmo, 1984). Penelitian Fasuyi (2005) juga menyatakan bahwa proses
pengolahan daun singkong dapat menurunkan kandungan antinutrien seperti HCN,
sehingga aman dikonsumsi oleh manusia.
1.2.3. Rolade Rolade merupakan produk pangan yang diperoleh dari campuran daging yang dihaluskan
dengan tepung atau pati dan penambahan bumbu-bumbu lalu digulung (Ambarwati, 2012).
Bahan baku rolade atau meatloaf terdiri atas bahan utama dan bahan tambahan. Bahan
utama yaitu daging, sedangkan bahan tambahan yaitu minyak, bahan pengisi, bahan
pengikat, air es, garam, bumbu bumbu, dan bahan tambahan makanan lain yang diizinkan
(Triyana, 2006). Menurut Anandh et al. (2011), proses pembuatan rolade diawali dengan
mencampur daging dan garam pada kecepatan 200 rpm selama 2 menit. Kemudian
ditambahkan bumbu-bumbu, kondimen (campuran bawang merah, bawang putih, dan jahe
2:1:1 ), dan serutan es untuk dicampur lagi selama 3 menit hingga homogen. Adonan rolade
dimasak dengan cara dikukus pada suhu 82C selama 10 menit.
Untuk menghasilkan rolade yang baik diperlukan bahan pendukung selain daging yakni:
1. Bahan pengisi dan bahan pengikat.
Fungsi penambahan bahan pengisi dan bahan pengikat pada pembuatan rolade adalah
untuk mereduksi penyusutan selama pemasakan, memperbaiki sifat irisan,
meningkatkan cita rasa dan mengurangi biaya produksi. Bahan pengisi harus
-
8
mengandung karbohidrat yang tinggi sedangkan bahan pengikat (binder) mengandung
protein yang tinggi (Soeparno, 2005).
2. Putih telur
Pada pembuatan rolade putih telur yang berfungsi sebagai emulsifier. Penggunaan telur
sangat mempengaruhi tekstur, warna, dan penampakan pada produk akhir yang akan
dihasilkan (Tien et al., 2010).
3. Garam
Pemberian garam pada rolade selain dapat memberi rasa juga berfungsi sebagai pelarut
protein dan sebagai pengawet karena dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Namun
pemberian garam tidak dianjurkan berlebihan karena dapat menyebabkan terjadinya
penggumpalan atau salting out dan rasa produk menjadi terlalu asin (Kramlich, 1973).
4. Gula
Fungsi gula pada pembuatan rolade akan mempengaruhi citarasa yaitu meningkatkan
rasa manis, kelezatan, aroma, tekstur daging, dan mampu menetralisir gram yang
berlebihan serta menambah energi Soeparno (1994).
5. Lemak
Bahan tambahan lain yang juga berpengaruh pada hasil akhir rolade ialah lemak.
Lemak berfungsi sebagai fase diskontinyu dari emulsi rolade, oleh karena itu lemak
merupakan salah satu komponen penting. Keempukan dan kebasahan (juiceness) juga
dipengaruhi oleh kandungan lemak. Jumlah penambahan lemak harus dibatasi yakni
tidak boleh lebih dari 30% dari bobot daging, fungsinya ialah untuk mempertahankan
tekstur selama pengolahan dan penanganan (Kramlich, 1973).
6. Bumbu
Penambahan bumbu-bumbu ditujukan untuk menambah atau meningkatkan rasa, karena
bahan penyedap dapat meningkatkan dan memodifikasi flavor yang berbeda. Beberapa
bumbu bersifat antioksidan sehingga dapat menghambat ketengikan serta memiliki
aktivitas antimikroba sehingga dapat mengahambat pertumbuhan mikroba merugikan
(Soeparno, 1994).
-
Salah satu bahan yang dapat memperngaruhi karakter rolade adalah tepung tapioka. Tepung
tapioka merupakan pati yang diekstrak dari singkong. Pati singkong atau tapioka memiliki
suhu gelatinisasi yang sangat rendah, lebih rendah dari pati umbi-umbian yang lain maupun
pati sereal.Menurut Winarno (2004), suhu gelatinisasi tepung tapioka berada pada kisaran
52-64C. Sedangkan menurut Swinkels (1985), suhu gelatinisasi tepung tapioka berkisar
antara 65-70C. Menurut Moorthy (2004), ukuran granula tapioka menunjukan variasi yang
besar yaitu sekitar 5-40 m dengan bentuk bulat dan oval. Variasi tersebut dipengaruhi oleh
varietas tanaman singkong dan periode pertumbuhan pada musim yang berbeda. Ikatan ini
terjadi apabila bagian-bagian linier molekul pati berada paralel satu sama lain, sehingga
gaya ikatan hidrogen akan menarik rantai ini bersatu. Di antara misela terdapat daerah yang
renggang atau amorf. Daerah amorf ini kurang padat, sehingga mudah dimasuki air.Jumlah
atau kadar amilosa pati pada singkong berada pada kisaran 20-27% mirip dengan pati
tanaman lain (Taggart, 2004).
1.2.4. Vitamin C Vitamin C mempunyai sifat mudah rusak oleh pemanasan karena mudah teroksidasi, serta
dapat hilang dalam jumlah banyak pada waktu pemotongan sayur dan buah. Laju kerusakan
akan meningkat karena kerja logam, terutama besi, tembaga, dan juga kerja enzim. Adanya
oksigen dan pemanasan yang terlalu lama dapat merusak kandungan vitamin C dalam
makanan. Perusakan atau oksidasi vitamin C ini terjadi dengan adanya udara pada kondisi
netral dan basa. Suhu pemasakan yang lebih rendah dinilai dapat meningkatkan retensi
viamin C. Jumlah vitamin C dalam sayuran masih mentah lebih banyak dibandingkan
sayuran yang sudah melalui proses pemasakan. Penurunan vitamin C terjadi pada saat
pengupasan, pemotongan, dan penghancuran. Pencucian dan pembilasan sayuran juga dapat
menjadi sangat penting. Perlakuan blanching dapat meningkatkan hilangnya vitamin C
sekitar 15% (deMan, 1997).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kerusakan vitamin C selama pemrosesan termasuk
perlakuan panas:
-
10
- Bila sayuran ditempatkan dalam air mendidih maka enzim akan rusak oleh panas
- Bila pengukusan dilakukan dalam panci tertutup dan menggunakan air yang sedikit,
maka asam askorbat akan larut ke dalam air masakan. Tingkat kehilangan
bergantung pada banyaknya air yang telah dipakai. Makin banyak air, makin besar
kehilangan asam askorbat
- Semakin lama waktu pemasakan , maka akan memperpanjang pemasanasan dan
menaikkan oksidasi
- Bahan pangan dalm bentuk hancuran (mash) dan bubur akan meningkatkan
kecepatan oksidasi.
(Gaman & Sherington, 1994).
1.2.5. Serat Pangan Serat pangan adalah bagian dari bahan pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim-
enzim pencernaan. Serat pangan merupakan bagian dari tumbuhan yang dapat dikonsumsi
dan tersusun dari karbohidrat yang memiliki sifat resistan terhadap proses pencernaan dan
penyerapan di usus halus manusia serta mengalami fermentasi sebagian atau keseluruhan di
usus besar (Muchtadi, 2001). Serat sebagai bagian integral dari bahan pangan yang
dikonsumsi sehari-hari dengan sumber utama dari tanaman, sayur-sayuran, sereal, buah-
buahan, kacang-kacangan. Berdasarkan kelarutannya serat pangan terbagi menjadi dua
yaitu serat pangan terlarut dan tidak larut. Kusnandar (2010) dalam Santoso (2011),
mengungkapkan bahwa didasarkan pada fungsinya di dalam tanaman, serat dibagi menjadi
3 fraksi utama, yaitu:
a. Polisakarida struktural yang terdapat pada dinding sel, yaitu selulosa, hemiselulosa,
dan substansi pektat.
b. Non-polisakarida struktural yang sebgaian besar terdiri dari lignin
c. Polisakarida non-struktural, yaitu gum dan agar-agar.
-
1.3. Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik produk olahan dari ikan lele
(Clarias batrachus) dari segi fisik, kimia, dan penerimaan konsumen melalui pengujian
sensori dengan konsentrasi substitusi tepung daun singkong yang berbeda.