07_Gunawan

16

Transcript of 07_Gunawan

Page 1: 07_Gunawan
Page 2: 07_Gunawan

RUU PERTANAHAN: ANTARA MANDAT DAN PENGINGKARANTERHADAP UUPA 1960

Gunawan*

AbstractAbstractAbstractAbstractAbstract: The sense of agrarian term covers the surface of the earth (land ). The land law ought to refer to the agrarian law. Theplanning of land constitution should also refer to the Constitution No. 5, 1960 on Basic Agrarian Law. Whether the planningof land constitution opposes the Basic Agrarian Law can be verified by the question on how far the above planning is made.This was mandated by the Basic Agrarian Law.KKKKKeyworeyworeyworeyworeywordsdsdsdsds: land law, right on land, , , , , land jurisdiction

Intisari: Intisari: Intisari: Intisari: Intisari: Pengertian agraria antara lain meliputi muka bumi (pertanahan), sehingga hukum pertanahan haruslah mengacu kepadahukum agraria, dalam hal ini berarti RUU Pertanahan haruslah mengacu kepada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentangPeraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA 1960). RUU Pertanahan bertentangan atau tidak dengan UUPA 1960 dapat diujidengan sejauhmana RUU Pertanahan menyusun pengaturan yang oleh UUPA 1960 memang diperintahkan untuk membuataturan turunan.Kata KKata KKata KKata KKata Kunci : unci : unci : unci : unci : Hukum Pertanahan, Hak atas Tanah, Pengadilan Pertanahan

Dan kita di sini bertanyaMaksud baik saudara untuk siapa? saudara berdiridi pihak yang mana ?

kenapa maksud baik dilakukantetapi makin banyak petani kehilangan tanahnyatanah-tanah di gunung sudah menjadi milik orang-orang di kotaperkebunan yang luas hanya menguntungkansegolongan kecil sajaalat-alat kemajuan yang diimporttidak cocok bagi petani yang sempit tanahnya

tentu saja, kita bertanya :maksud baik saudara untuk siapa ?kita mahasiswa tidak butasekarang matahari semakin tinggilalu akan bertakhta juga di atas puncak kepaladan di dalam udara yang panas kita juga bertanya :kita ini dididik untuk memihak yang mana ?ilmu-ilmu yang diajarkan disiniakan menjadi alat pembebasan

ataukah akan menjadi alat penindasan ?kita menuntut jawaban

dan maksud baik kitamemihak yang mana ?

(Puisi Pertemuan Mahasiswa, dibacakan WSRendra di kampus Universitas Indonesia,

1 Desember 1977 dan menjadi adegan dalam film“Yang Muda yang Bercinta” )

A. Pengantar

Hukum sebagai produk politik, melaluiserangkaian pengaturan mencoba merealisa-sikan politik ekonomi kepentingan kekuasaanyang menghegemoni dan mendominasi keku-asaan negara. Pemerintah kolonial HindiaBelanda, melalui Agrarische Wet Tahun 1870telah melengkapi transformasi agraria di nu-santara semenjak kehadiran VOC, yang me-mungkikan penguasaan dan pengunaan tanahyang dilakukan modal internasional.

Pasca perang revolusi kemerdekaan nasinal*Ketua Eksekutif IHCS (Indonesian Human Rights

Committee for Social Justice).

Page 3: 07_Gunawan

443Gunawan: RUU Pertanahan: Antara Mandat dan .....: 442-456

Indonesia (tahun 1945-1949), melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang PeraturanDasar Pokok-Pokok Agraria, hukum agrariakolonial dan struktur agraria yang kolonial danfeudal, hendak dirubah dengan hukum agrarianasional dan struktur agraria yang demokratisdan populis.

Namun upaya pembaruan agraria yang ber-basis kepada UUPA 1960 gagal, dan seiring ber-kuasanya rezim militer Orde Baru, kebijakanreforma agraria ditinggalkan, dan dilahirkannyaberbagai peraturaan peraturan perundangansektoral agrarian yang menyimpang dari UUPA1960 guna menopang pembangunanisme (deve-lopmentalism).

Reformasi 1998, telah mendorong lahirnyaKetetapam MPR Nomor : IX/MPR/2001 tentangPembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber-daya Alam, yang memandatkan pengkaiianulang peraturan perundangan yang berkaitandengan agraria dan melaksanakan landreform.

Transisi demokrasi sejak Mei 1998 seharusnyadiisi dengan konsolidasi demokrasi, yaitupelembagaan demokrasi, salah satunya adalahproduk hukum yang merupakan manifestasidari cita-cita perjuangan nasional, perjuangandemokrasi dan perjuangan kerakyatan. Dalamkonsteks agraria, maka produk hukum agrariahendaknya merupakan pelembagaan dari upayapelaksanaan pembaruan agraria sebagai upayamembangun kemerdekaan nasional, demokrasidan keadilan sosial.1

Namun akibat konflik elit, mengakibatkannegara dalam situasi perebutan kekuasaan terusmenurus, sehingga upaya mendemokratisirstruktur agraria tidak berhasil diselenggarakan.Lemahnya pelembagaan demokrasi, mengakibat-kan, artikulasi kepentingan nasional dan ke-pentingan rakyat dikalahkan oleh intenasio-

nalisasi modal yang mendorong liberalisasi danprivatisasi kekayaan alam (sumber-sumberagraria) melalui produk hukum seperti Undang-undang Sumber Daya Air, Undang-Undang Per-kebunan dan Undang-Undang Kehutanan, sertaKeputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 ten-tang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahansebagai dasar keluarnya Rancangan Undang-Undang Sumber Daya Agraria untuk menggan-tikan UUPA 1960.

Dalam situasi seperti tersebut di atas, PresidenSBY seakan menjadi secercah harapan, dan se-akan mulai terealisasi ketika di masa pemerin-tahan Presiden SBY, Negara Indonesia menge-sahkan Hukum Internasional HAM yang mem-berikan tanggungjawab dan kewajiban negarauntuk menjalankan pembarua agraria, melaluiUndang-Undang Republik Indonesia Nomor 11Tahun 2005 tentang Pengesahan InternationalCovenant on Economic, Social and CulturalRights,

Di Porto Algre, Brazil, 7 – 10 Maret 2006, dele-gasi pemerintah mengikuti dan menandatanganihasil ICARRD (International Conference onAgrarian Reform and Rural Development/) yangdiselenggarakan oleh FAO. Deklarasi AkhirICARRD menyandarkan diri pada, hasil akhirdari WCARRD (World Conference on AgrarianReform and Rural Development) pada tahun 1979dan Piagam Petani (Peasants’ Charter), yangmenekankan kebutuhan akan perumusan ber-bagai strategi nasional yang tepat untuk pemba-ruan agraria dan pembangunan pedesaan, danintegrasinya dengan berbagai strategi pem-bangunan nasional lain secara keseluruhan.

Presiden SBY juga menjadikan Badan Perta-nahan Nasional (BPN) untuk menjalankan pem-baruan agraria dan penyelesaian konflik agrariamelalui Peraturan Presiden No.10 Tahun 2006tentang BPN. Secercah harapan tadi kemudianmenuai nada pesimis, ketika Presiden SBYmengeluarkan Undang-Undang Nomor 25

1 Gunawan, (27 September 2011), Batas Waktu PresidenLaksanakan Pembaruan Agraria, Sinar Harapan, Jakarta.

Page 4: 07_Gunawan

444 Bhumi No. 39 Tahun 13, April 2014

Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Un-dang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentangPengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-PulauKecil, serta Undang-Undang Nomor 2 Tahun2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pem-bangunan untuk Kepentingan Umum, karenaproduk hukum tersebut bertentangan denganProgam Pembaruan Agraria Nasional dan penye-lesaian konflik agraria. Ada pasal dalam Undang-Undang Penanaman Modal dan Undang-Undang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang oleh Mahkamah Konsitusidinyatakan bertentangan dengan UUD 1945.

Sekarang komitmen Presiden SBY untukmenjalankan Progam Pembaruan Agraria Nasio-nal, kini benar-benar sudah kehabisan waktu.Dan semoga tidak menjadi hilangnya momen-tum bagi pelaksanaan Reforma Agraria atauPembaruan Agraria di Indonesia. Presiden SBYberhasil memasukan Reforma Agraria menjadiagenda pemerintah, namun progam ini terham-bat kalau tidak mau dibilang terhenti. Penyebab-nya adalah obyek tanah yang akan diredistribusi,lemah dalam pengaturan dan pengadaannya.2

Di dalam pengaturannya, hanya satu obyekReforma Agraria yang telah diatur lewat Pera-turan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentangPenertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar,yang hingga sekarang pelaksanaanya seharusnyadievaluasi. Obyek Reforma Agraria yang lain,diatur dalam Rancangan Peraturan Pemerintahtentang Reforma Agraria, hingga kini belumdisahkan. Di dalam Undang-Undang Nomor 19Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pember-dayaan Petani, Redistribusi Tanah kepada petanibisa didapat dari Konsolidasi Tanah, TanahNegara Bebas dan Tanah Negara Bekas TanahTerlantar, akan tetapi petani bisa mendapatkanyamelalui Hak Sewa dan beberapa perijinan.

Undang-undang ini menunjukan sedikitnyaobyek Reforma Agraria dibandingkan yangsebelumnya ada di RPP Reforma Agraria dannantinya ada di RUU Pertanahan, serta meka-nisme meredistribuskannya melalui Hak Sewabertentangan dengan prinsip Hak MenguasaiNegara yang diatur di dalam UUD 1945 danUUPA 1960 yang melarang negara menyewakantanah karena negara bukanlah pemilik tanah.Hak Sewa Tanah Pertanian adalah hak yangbersifat sementara yang nantinya akan dihapus-kan. Di dalam pengadaanya, Tanah Negara BekasTanah Terlantar yang akan didayagunakanmelalui Reforma Agraria terkendala sejauhmanaPenertiban Tanah Terlantar bisa dilakukan. Diobyek Reforma Agraria dari Tanah Negara daripelepasan Kawasan Hutan, juga tidak bisadidapat karena Menteri Kehutanan memilikiskema sendiri, hutan yang bisa dimanfaatkanmasyarakat di luar Progam Pembaruan AgrariaNasional. Dalam situasi seperti tersebut di atas,lalu kini salah satu agenda pembahasan di dalamProlegnas (Progam Legislasi Nasional) DPR RItahun 2013 hingga sekarang di “tahun politik”2014 adalah RUU Pertanahan.

Di dalam “Menimbang” RUU Pertanahandinyatakan, “bahwa dalam perkembangan pelak-sanaan kebijakan pembangunan yang cenderungmengutamakan pertumbuhan ekonomi, telahmemungkinkan terjadinya penafsiran yangmenyimpang dari tujuan dan prinsip-prinsipUndang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentangPeraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria denganberbagai dampaknya,” dan “Bahwa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang PeraturanDasar Pokok-Pokok Agraria sebagai peraturanperundang-undangan yang mengatur bidangpertanahan dalam pokok-pokoknya perlu dileng-kapi sesuai dengan perkembangan yang terjadiuntuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Didalam “Menimbang” RUU Pertanahan juga ter-lihat ada dua yang ditekankan. Pertama, tentang

2 Gunawan, (11 April 2014), Reforma Agraria PascaSBY, Harian Kompas, Jakarta.

Page 5: 07_Gunawan

445Gunawan: RUU Pertanahan: Antara Mandat dan .....: 442-456

penyimpangan penafsiran UUPA 1960; dankedua, tentang perlunya UUPA 1960 dilengkapiguna menjawab perkembangan yang terjadiuntuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Yangmenjadi pertanyaan sekarang adalah apakahRUU Pertanahan juga mengalami terjadinyapenafsiran yang menyimpang dari tujuan danprinsip-prinsip Undang-Undang Nomor 5 Tahun1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-PokokAgraria? Apa saja aturan dari UUPA 1960 yangperlu dilengkapi serta apa saja perkembanganmasyarakat terkait persoalan pertanahan? Per-tanyaan pertama dan kedua seperti tersebut diatas diajukan karena memang pernah ada upayauntuk mengubah atau mengganti UUPA 1960dengan dalih penyempurnaan sebagaimanadiatur dalam Pasal 1 Keputusan Presiden Nomor34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional diBidang Pertanahan, yang pada intinya dalamrangka mewujudkan konsepsi, kebijakan dansistem pertanahan nasional yang utuh danterpadu, serta pelaksanaan Tap MPR Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria danPengelolaan Sumber Daya Alam, Badan Perta-nahan Nasional melakukan langkah-langkahpercepatan penyusunan Rancangan Undang-undang Penyempurnaan Undang-undang No-mor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan DasarPokok-pokok Agraria dan Rancangan Undang-Undang tentang Hak Atas Tanah serta peraturanperundang-undangan lainnya di bidang perta-nahan. Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun2003 tentang Kebijakan Nasional di BidangPertanahan, lahir dari Proyek Bank Dunia yangbernama Land Adminitration Project (ProyekAdminitrasi Tanah). Dalam pengamatan IndraLubis (2003),3 tahap pertama dari proyek tersebut

berlangsung dari tahun 1995 hingga tahun 2000dengan tujuan untuk membentuk pasar-pasartanah yang ef isien dan bijaksana dan mengu-rangi konflik-konflik sosial atas tanah melaluipercepatan pendaftaran tanah. Tahap keduaproyek tersebut dimulai tahun 2001 denganperiode tidak sampai enam tahun, dan pada awaltahun 2004, pemerintah Indonesia dan BankDunia telah menyiapkan progam lanjutan yangdiberi nama Proyek Pembaruan KebijakanPengelolaan Pertanahan (Land Policy Manage-ment Reform progam). Akhirnya RancanganUndang-Undang Sumberdaya Agraria, yangdipopulerkan sebagai upaya penyempurnaanUUPA 1960, malah membongkar sama sekaliUUPA 1960. UUPA 1960 tidak dievaluasi, tetapidiakhir rancangan disebutkan bahwa berlakunyarancangan undang-undang ini sebagai undang-undang akan menggantikan UUPA 1960. Kon-sep landreform versi World Bank ini yang kemu-dian dikenal sebagai Negotiated Land Reform,yang telah dipraktekkan di beberapa negara danmendapatkan kritikan dan perlawanan darigerakan sosial masyarakat sipil. Perkembanganpertanahan yang terjadi untuk memenuhi kebu-tuhan masyarakat antara lain tuntutan diseleng-garakanya landreform, penyelesaian konflikpertanahan dan dalam rangka menjawab kebu-tuhan tanah untuk kepentingan pangan, energi,perumahan, mitigasi bencana, infrastruktur,pertahanan dan mengatasi kepadatan pendudukyang terus bertambah dan menjawab implikasipenggunaan tanah yang mengakibatkan diguna-kannnya ruang bawah tanah dan atas tanah tapitidak bisa dimasukkan dalam kategori kekayaanalam di perut bumi (hukum pertambangan) dantidak masuk kategori ruang angkasa (hukumruang angkasa).

B. Hukum Pertanahan dalam PerspektifUUPA 1960

Bersumber pada UUPA 1960, yang menyebut

3 Indra Lubis, (2003), Membongkar Kepalsuan LandReform Bank Dunia, Petani Press, Jakarta, dikutip dalamGunawan, (2007), Right to Food : From Justicibiality toAgraria Reform, PBHI dan University of Oslo Norway,Jakarta, hlm. 186.

Page 6: 07_Gunawan

446 Bhumi No. 39 Tahun 13, April 2014

agraria meliputi bumi, air, dan ruang angkasa,termasuk kekayaan alam di dalamnya, makaHukum Agraria, yaitu UUPA 1960 perlu aturanturunan yang mengatur permukaan bumi atautanah. Menurut Prof. Boedi Harsono, denganpemakaian sebutan Agraria dalam arti yangdemikian luasnya, maka dalam pengertian UUPAHukum Agraria bukan hanya merupakan satuperangkat bidang hukum, yang masing-masingmengatur hak-hak kelompok berbagai bidanghukum, yang masing-masing mengatur hak-hakpenguasaan atas sumber-sumber daya alamtertentu yang termasuk pengertian agraria. Ke-lompok tersebut terdiri atas: (1). Hukum Tanahyang mengatur hak-hak penguasaan atas tanahdalam arti permukaan bumi; (2). Hukum Air,yang mengatur hak-hak penguasaan atas air; (3).Hukum Pertambangan, yang mengatur hak-hakpenguasaan atas bahan-bahan galian; (4). Hu-kum Perikanan, yang mengatur hak-hak pengu-asaan yang terkandung di dalam air; (5). HukumPenguasaan atas Tenaga dan Unsur-UnsurDalam Ruang Angkasa, yang mengatur hak-hakpenguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalamruang angkasa.4 Kesimpulannya yaitu HukumTanah adalah keseluruhan ketentuan-ketentuanhukum, ada yang tertulis ada pula yang tidaktertulis, yang semuanya mempunyai obyekpengaturan yang sama, yaitu hak-hak penguasa-an atas tanah sebagai lembaga-lembaga hukumdan sebagai hubungan-hubungan hukum kong-rit, beraspek publik dan perdata, yang dapatdisusun dan dipelajari secara sistematis, hinggakeseluruhannya menjadi satu kesatuan yangmerupakan sistem. Oleh karena itu Hukum Ta-nah merupakan satu bidang hukum yang man-diri dan sebagai Cabang Hukum yang mandiri

mempunyai tempat sendiri dalam Tata HukumNasional.5 Jika teori tersebut di atas bisa diguna-kan untuk mencari dalil perlunya undang-un-dang yang mengatur tentang pertanahan, makaselanjutnya yang diperlukan supaya tidak kelirumenafsirkan dan tidak keliru dalam membikinaturan turunan dari UUPA 1960, undang-un-dang yang mengatur tentang pertanahan wajibmengidentif ikasi apa saja di dalam UUPA 1960yang dimandatkan untuk dibuatkan aturanturunan.

Ada sejumlah pasal di dalam UUPA 1960 yangterkait dengan pertanahan, diperintahkan untukdibuatkan aturan turunan, baik dalam bentukundang-undang, peraturan pemerintah danpengaturan lainnya sebagaimana tabel berikutini:

Tabulasi Mandat UUPA 1960 di BidangPertanahan Pertanahan

4 Boedi Harsono, (1999), Hukum Agraria Indonesia,Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isidan pelaksanaanya, Jilid 1 Hukum Tanah Nasional, PenerbitJambatan, Jakarta, Edisi 2008, hlm. 8. 5 Ibid, hlm. 30-31.

No Mandat UUPA 1960 Pengaturan Keterangan

1 Pasal 2 (4) Hak menguasai dari Negaratersebut di atas pelaksanaannya dapatdikuasakan kepada daerah-daerah Swatantradan masyarakat-masyarakat hukum adat,sekedar diperlukan dan tidakbertentangan dengan kepentingan nasional,menurut ketentuan-ketentuan PeraturanPemerintah.

Peraturan Pemerintahtentang Hak MenguasaiNegara yangPelaksanaannyaDikuasakan kepadadaerah-daerah swatantradan masyarakat-masyarakat hukum adat

2 Pasal 10(1) Setiap orang dan badan hukum yangmempunyai sesuatu hak atas tanah pertanianpada azasnya diwajibkan mengerjakan ataumengusahakannya sendiri secara aktif, denganmencegah cara pemerasan

(2) Pelaksanaan daripada ketentuan dalamayat 1 ini akan diatur lebih lanjut denga nperaturan perundangan

(3) Pengecualian terhadap azas tersebut padaayat 1 pasal ini diatur dalam peraturanperundangan.

Peraturan perundangantentang KewajibanMengerjakan danMengusahakan sendiriSecara Aktif TanahPertanian denganMencegah CaraPemerasan

Menjadi semboyantanah untuk penggarapdan dasar pengaturanlandreform.

Peraturan pelaksanaanlandreform adalah : . (1).UU No. 5 Tahun 1960;(2). UU No. 2 Tahun1960 tentang PerjanjianBagi Hasil; (3). UU No.38 Prp. Tahun 1960tentang Penggunaan danPenetapan Luas Tanahuntuk Tanaman-Tanaman Tertentu; (4).UU No. 51 Prp. Tahun1960 tentang LaranganPemakaian Tanah TanpaIjin yang Berhak atauKuasanya; (5). UU No.56 Prp. Tahun 1960tentang Penetapan LuasTanah Pertanian; (6).PP No. 224 Tah un 1961tentang PelaksanaanPembagian Tanah danPemberian GantiKerugian; (6). UU No. 16Tahun 1964 tentang BagiHasil Perikanan; (7). PPlainnya yang merupakanpelaksanaan dariperaturan-peraturanyang disebut di atas danperaturan-peraturanlainnya yang secarategas disebut sebagaiperaturan landreformbeserta peraturan-peraturanpelaksanaannya danperaturan-peraturanbaru yang akan dibuatdikemudian hari, yangsecara tegas disebut didalamnya bahwaperaturan itu adalahperaturan landreform.

Page 7: 07_Gunawan

447Gunawan: RUU Pertanahan: Antara Mandat dan .....: 442-456

Dari tabel tersebut di atas terlihat banyakperintah dari UUPA 1960 yang diperlukan untukditindaklanjuti untuk membuat pengaturanlebih lanjut, yang seharusnya dimuat dalam RUUPertanahan, dalam artian apa yang telah diaturdi dalam UUPA 1960 tidaklah diatur kembali ataudiduplikasi di dalam RUU Pertanahan, karenayang diperlukan adalah aturan pelaksanaanya.Menurut Sudargo Gautama, UUPA sendiri

3 Pasal 11 (1) Hubungan hukum antara orang,termasuk badan hukum, dengan bumi, air danruang angkasa serta wewenang yangbersumber pada hubungan hukum itu akandiatur, agar tercapai tujuan yang disebutdalam pasal 2 ayat 3 dan dicegah penguasaanatas kehidupan dan pekerjaan orang lain yangmelampaui batas.

Peraturan tentangHubungan HukumAntara Orang dan BadanHukum dengan Tanahuntuk Mencapai Tujuandari Hak MenguasaiNegara dan MencegahPenguasaan atasKehidupan danPekerjaan Orang Lainyang Melampaui Batas

4 Pasal 13 (3) usaha Pemerintah dalam lapanganagraria yang bersifat monopoli hanya dapatdiselenggarakan dengan undang-undang.

Undang-Undang tentangUsaha Pemerintahdalam Lapangan Agrariayang Bersifat monopoli

5 Pasal 14(2) Berdasarkan rencana umum tersebut padaayat 1 ini dan mengingat peraturan yangbersangkutan, Pemerintah Daerah mengaturpersediaan, peruntukkan dan penggunaanbumi, air serta ruang angkasa untukdaerahnya, sesuai dengan keadaan daerahmasing -masing.

Peraturan Daerahtentang Persediaan,Peruntukan danPenggunaan Tanahuntuk Daerahnya

6 Pasal 17(1) Dengan mengingat ketentuan dalam pasal 7maka untuk mencapai tujuan yang dimaksuddalam pasal 2 ayat 3 diatur luas maksimumdan/atau minimum tanah yang boleh dipunyaidengan sesuatu hak tersebut dalam pasal 16oleh satu keluarga atau badan hukum.(2) Penetapan batas maksimum termaksuddalam ayat 1 pasal ini dilakukan denganperaturan perundangan di dalam waktu yangsingkat.

Peraturan Perundang-undangan tentang BatasMaksimum KepemilikanTanah

7 Pasal 17 (3) Tanah-tanah yang merupakankelebihan dari batas maksimum termaksuddalam ayat 2 pasal ini diambil oleh Pemerintahdengan ganti kerugian, untuk selanjutnyadibagikan kepada rakyat yang membutuhkanmenurut ketentuan-ketentuan dalamPeraturan Pemerintah

Peraturan Pemerintahtentang RedistribusiTanah KelebihanMaksimum

Obyek dan subyeklandreform

8 17 (4) Tercapainya batas minimum termaksuddalam ayat 1 pasal ini, yang akan ditetapkandengan peraturan perundangan, dilaksanakansecara berangsur-angsur

Peraturan perundangantentang Batas MinimumKepemilikan Tanah

9 Pasal 18Untuk kepentingan umum, termasukkepentingan bangsa dan Negara sertakepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atastanah dapat dicabut dengan memberi gantikerugian yang layak dan menurut cara yangdiatur dengan Undang-undang.

Undang-undang tentangPencabutan Hak atasTanah untukkepentingan Umum,kepentingan Bangsa danNegara sertakepentingan Bersamadari Rakyat

Kata kepentinganUmum berasal dari Pasal7 : “Untuk tidakmerugikan kepentinganumum maka pemilikandan penguasaan tanahyang melampauibatas tidakdiperkenankan.”Kata kepentinganBangsa dan Negara sertakepentingan Bersamadari Rakyat, bersumberdari Pasal 14 (1) Denganmengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 2ayat 2 dan 3, pasal 9 ayat2 serta pasal 10 ayat 1 dan2 Pemeritah dalamrangka sosialismeIndonesia, membuatsuatu rencana umummengenai persediaan,peruntukkan danpenggunaan bumi, airdan ruang angkasa sertakekayaan alam yangterkandung di dalamnya:a. untuk keperluanNegara; b. untukkeperluan peribadatandan keperluan-keperluan suci lainnya,sesuai dengan dasarKetuhanan Yang MahaEsa; c. untuk keperluanpusat-pusat kehidupanmasyarakat, sosial,kebudayaan dan lain-lain kesejahteraan; d.untuk keperluanmemperkembangkanproduksi pertanian,peternakan danperikanan serta sejalandengan itu; e. untukkeperluanmemperkembangkanindustri, transmigrasidan pertambangan.

10 Pasal 19 (1) Untuk menjamin kepastian hukumoleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanahdi seluruh wilayah Republik Indonesiamenurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan PeraturanPemerintah.

Peraturan Pemerintahtentang PendaftaranTanah

11 Pasal 21 (2) Oleh Pemerintah ditetapkanbadan-badan hukum yang dapat mempunyaihak milik dan syarat-syaratnya

Pengaturan tentangBadan-Badan Hukumyang Dapat MempunyaiHak Milik atas Tanah

12 Pasal 22(1) Terjadinya hak milik menuruthukum adat diatur dengan PeraturanPemerintah.(2) Selain menurut cara sebagai yangdimaksud dalam ayat 1 pasal ini hak milikterjadi karena :a. penetapan pemerintah, menurut cara dansyarat-syarat yang ditetapkan denganPeraturan Pemerintah;b. ketentuan Undang-Undang.

Peraturan PemerintahTerjadinya Hak milikMenurutHukum Adat:

Undang-Undang tentangTerjadinya Hak Milikatas Tanah

13 Pasal 24Penggunaan tanah milik oleh bukanpemiliknya dibatasi dan diatur denganperaturan perundangan

Peraturan perundangantentang PenggunaanTanah Milik oleh BukanPemiliknya

p p g y14 Pasal 26

(1) Jual-beli, penukaran, penghibahan,pemberian dengan wasiat, pemberian menurutadat dan perbuatan-perbuatan lain yangdimaksudkan untuk memindahkan hak milikserta pengawasannya diatur dengan PeraturanPemerintah

Peraturan Pemerintahtentang Transaksi HakMilik atas Tanah

15 Pasal 30 (2) Orang atau badan hukum yangmempunyai Hak Guna Usaha dan tidak lagimemenuhi syarat-syarat sebagai yang tersebutdalam ayat 1 pasal ini dalam jangka waktu satutahun wajib melepaskan atau mengalihkan hakitu kepada pihak lain yang memenuhi sya rat.Ketentuan ini berlaku juga terhadap pihakyang memperoleh Hak Guna Usaha, jika iatidak memenuhi syarat tersebut. Jika HakGuna Usaha yang bersangkutan tidakdilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktutersebut maka hak itu hapus karena hukum,dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lainakan dipindahkan, menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan PeraturanPemerintah.

Peraturan Pemerintahtentang Pelepasan danPengalihan HGU

16 Pasal 36 (2) Orang atau Badan Hukum yangmempunyai Hak Guna Bangunan dan tidaklagi memenuhi syarat-syarat yang tersebutdalam ayat 1 pasal ini dalam jangka waktu 1tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hakitu kepada pihak lain yang memenuhi syarat.Ketentuan ini berlaku juga terhadap pihakyang memperoleh Hak Guna Bangunan, jika iatidak memenuhi syarat-syarat tersebut. JikaHak Guna Bangunan yang bersangkutan tidakdilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktutersebut, maka hak itu hapus karena hukum,dengan ketentuan, bahwa hak-hak pihak lainakan diindahkan, menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan PeraturanPemerintah

Peraturan Pemerintahtentang Pelepasan danPengalihan HGB

6 Gunawan, (2011), Pergulatan Kekayaan Alam untukSebesar-besar Kemakmuran Rakyat, Bulletin Asasi,EdisiIntervensi Terhadap Legislasi, Elsam, Jakarta, hlm. 10.

17 Pasal 46 (1) Hak Membuka Tanah danMemungut Hasil Hutan hanya dapat dipunyaioleh Warga Negara Indonesia dan diaturdengan Peraturan Pemerintah

Peraturan Pemerintahtentang Hak MembukaTanah dan MemungutHasil Hutan

Sekarang diatur denganundang-undang, yaituUndang-Undang Nomor19 Tahun 2004 tentangPenetapan PeraturanPemerintah PenggantiUndang-Undang Nomor1 Tahun 2004 tentangPerubahan Undang-Undang Nomor 41Tahun 1999 tentangKehutanan

18 Pasal 47 (2) Hak Guna Air serta pemeliharaandan penangkapan ikan diatur denganPeraturan Pemerintah.

Peraturan Pemerintahtentang Hak Guna Airdan Pemeliharaan sertaPenangkapan Ikan

Sekarang diatur denganundang-undang, yaituUndang-Undang Nomor7 Tahun 2004 tentangPengelolaan SumberDaya Air dan Undang-Undang Nomor 45Tahun 2009 tentangPerubahan AtasUndang-Undang Nomor31 Tahun 2004 tentangPerikanan

19 Pasal 48 (2) Hak Guna Ruang Angkasa diaturdengan Peraturan Pemerintah.

Peraturan Pemerintahtentang Hak GunaRuang Angkasa

RUU Prioritas Prolegnas2011 terdapat RUUKeantariksaan

20 Pasal 49 (3) Perwakafan Tanah Milikdilindungi dan diatur dengan PeraturanPemerintah

Peraturan Pemerintahtentang PerwakafanTanah Milik

21 Pasal 50 (1) Ketentuan-ketentuan lebih lanjutmengenai Hak Milik diatur dengan Undang-Undang.

Undang-Undang tentangHak Milik atas Tanah

22 Pasal 50 (2) Ketentuan-ketentuan lebih lanjutmengenai Hak Guna Usaha, Hak GunaBangunan, Hak Pakai dan Hak Sewa UntukBangunan diatur dengan peraturanperundang-undangan

Peraturan Perundang-undangan tentang HakGuna Usaha, Hak GunaBangunan, Hak Pakaidan Hak Sewa UntukBangunan

23 Pasal 51 Hak Tanggungan yang dapatdibebankan pada Hak Milik, Hak Guna UsahaDan Hak Guna Bangunan tersebut dalam pasal25, 33 dan 39 diatur dengan Undang -Undang

Undang-Undang HakTanggungan

6

Page 8: 07_Gunawan

448 Bhumi No. 39 Tahun 13, April 2014

hanya merupakan dasar bagi penyusunan hu-kum agraria nasional. Bahwa apa yang ditentu-kan oleh pembuat undang-undang dalam UUPAhanya merupakan garis-garis besar saja dari padaapa yang merupakan pokok-pokok dan sendi-sendi perundang-undangan agraria. Segala sesu-atu memerlukan peraturan-peraturan lainyasebagai peraturan pelaksanaan-pelaksanaan danperaturan-peraturan yang memberi isi kepadagaris-garis pokok yang tercantum dalam UUPA.7

Sekarang tidak semua perintah UUPA 1960 un-tuk membuat aturan pelaksanaan dibuat, misal-nya untuk merealisasikan landreform, tetapi adabanyak peraturan perundangan terkait perta-nahan, akan tetapi tidak sesuai dengan perintahUUPA 1960, saling bertentangan dan ironisnya,ada banyak peraturan perundang-undanganterkait pertanahan, akan tetapi tidak ada Un-dang-Undang Pertanahan yang mengatur hu-kum pertanahan.

C. Uji Materi RUU Pertanahan

1. The Jungle of RegulationsUUPA 1960 telah memberikan mandat aturan

turunan di bidang pertanahan dalam berbagaibentuk pengaturan. Ada yang jelas berupa perin-tah pengaturan, misalnya lewat undang-undangdan peraturan pemerintah, tetapi ada juga yangsamar misalnya diatur lewat peraturan perun-dang-undangan atau akan diatur kemudian.Persoalannya adalah apakah yang sudah diaturdalam UUPA 1960 akan diatur kembali di dalamRUU Pertanahan, juga berbagai peraturan perun-dang-undangan di bidang pertanahan, baik yangberupa undang-undang maupun peraturanpemerintah apakah akan diatur di dalam RUUPertanahan atau tidak. Jika pengaturan perta-nahan yang berupa undang-undang materinya

tidak diatur di dalam RUU Pertanahan, bagaima-na posisi RUU Pertanahan terhadap berbagaiundang-undang di bidang pertanahan yangsudah ada? Pertanyaan-pertanyaan tersebutmenjadi penting, agar RUU Pertanahan tidakbertentangan dan tidak tumpang tindih denganUUPA 1960 dan juga dengan peraturan perun-dang-undangan di bidang pertanahan yang lain.

Setelah RUU Pertanahan diundangkan, makasemua ketentuan hukum sektoral yang terkaitdengan pertanahan wajib disesuaikan denganUndang-Undang Pertanahan. Penyesuaian men-jadi soal berikutnya, yakni produk hukum perta-nahan apa saja yang akan terkena pencabutanatau sekedar perubahan-perubahan sejumlahperaturan-perundang-undangan. Ketentuan ter-sebut menjadi penting, ketika Hukum Perta-nahan telah disinkronkan dan mengacu keUUPA 1960, maka diharapkan DPR dan Peme-rintah akan melakukan pembaruan hukummelalui Progam Legislasi Nasional (Prolegnas)untuk sinkronisasi cabang-cabang HukumAgraria yang lain, yaitu Hukum Pertambangan,Hukum Air, Hukum Kehutanan dan HukumRuang Angkasa untuk kembali mengacu kepadaUUPA 1960. Sebagai contoh, di dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlin-dungan dan Pemberdayaan Petani, obyek tanahyang bisa diredistribusikan kepada petani hanya-lah hasil dari konsolidasi tanah, tanah negarabebas, dan tanah negara bekas tanah terlantar.Petani dapat memperoleh redistribusi tanahtersebut dengan hak sewa, ijin pemanfaatan, danijin pengelolaan. Pengaturan ini jelas berten-tangan dengan UUPA 1960, karena tegas UUPA1960 melarang negara menyewakan tanah karenanegara bukan pemilik tanah dan hak sewa tanahpertanian di dalam UUPA 1960 disebut sebagaihak yang bersifat sementara yang nantinya akandihapuskan. Kini dalam RUU Pertanahan obyektanah yang bisa diredistribusikan kepada petanilebih banyak jenisnya daripada yang diatur di

7 Sudargo Gautama, (1973), Tafsiran Undang-UndangPokok Agraria, Tjetakan Ke-4, Penerbit Alumni, Bandung,hlm. 59.

Page 9: 07_Gunawan

449Gunawan: RUU Pertanahan: Antara Mandat dan .....: 442-456

dalam Undang-Undang Perlindungan danPemberdayaan Petani, RUU Pertanahan jugatidak mengenal Hak Sewa Tanah Pertanian.Contoh lain adalah persoalan undang-undangmana yang mengatur tanah di bawah permukaanair, tanah pantai, tanah daerah aliran sungai danpulau kecil, masuk ranah Undang-UndangPertanahan atau ke Undang-Undang Nomor 1Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-UndangNomor 27 Tahun 2007 tentang PengelolaanWilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil? Jika prob-lematika tersebut di atas tidak dapat diselesaikanlewat RUU Pertanahan, maka RUU Pertanahanmenjadi penambah “the jungle of regulations.”Rimba regulasi ini bersumber dari sektoralisasipengaturan dan siapa yang berwenang atassektor-sektor agraria dalam memudahkan inves-tasi, sehingga memunculkan pengabaian hak-hak rakyat dan ketidaksinkronan hukum yangberakibat ketidakpastian hukum. Problemnyaketidakpastian inilah yang menjadi lahan suburkorupsi agraria yang akhirnya memicu konflikagraria, kerugian keuangan negara dan keru-sakan lingkungan hidup

2. Hak Atas Tanah

RUU Pertanahan berbeda dengan UUPA 1960dalam menentukan jenis Hak Atas Tanah. Didalam RUU Pertanahan Hak Atas Tanah terdiriatas: (1) Hak Milik; (2) Hak Guna Usaha; (3) HakGuna Bangunan; (4) Hak Pakai; dan (5) HakSewa untuk Bangunan. Lebih sedikit dari apayang ditentukan UUPA 1960, di mana Hak AtasTanah meliputi: (1) Hak Milik; (2) Hak GunaUsaha; (3) Hak Guna Bangunan; (4) Hak Pakai;(5) Hak Sewa; (6) Hak Membuka Tanah; (7) HakMemungut Hasil hutan; (8) Hak-hak lain yangtidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atasyang akan ditetapkan dengan undang-undangserta hak-hak yang sifatnya sementara.

Dengan mempertegas bahwa Hak MembukaTanah dan Hak Memungut Hasil Hutan adalah

ranahnya pertanahan, diharapkan akan meng-akhiri sektoralisme yang kontradiktif antarakebijakan pertanahan yang merupakan kewe-nangan atau otoritas dari Badan PertanahanNasional dengan kebijakan kehutanan yangmerupakan kewenangan atau otoritas dari Ke-menterian Kehutanan, sehingga persoalan desadan tanah garapan petani yang berada di dalamwilayah hutan bisa dicarikan solusinya. Jugaagara Progam Pembaruan Agraria dapat berjalandi kawasan hutan yang merupakan sumberpengadaan tanah terbesar yang bisa diredistri-busikan kepada para petani dan kepada peme-rintah melalui progam strategis negara, sebagai-mana tercantum dalam Peraturan Pemerintahtentang Penertiban dan Penggunaan Tanah Ne-gara, yaitu: Pangan, Energi dan Perumahan. Jikapengaturan kehutanan masuk di dalam hak atastanah, juga akan membawa konsekuensi terha-dap susunan dan kedudukan kelembagaannegara yang mengurusi bidang pertanahan.Untuk mengatur wilayah kehutanan, UUPA 1960hanya memandatkan setingkat peraturanpemerintah, yaitu Peraturan Pemerintah tentangHak Membuka Tanah dan Memungut HasilHutan. UUPA 1960 sebagai peraturan dasarpokok-pokok agraria memang kemudian tidakbisa berlaku di seluruh cabang-cabang agrariaketika rezim Orde Baru mengeluarkan produkhukum sektoral seperti Undang-Undang Nomor57 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehu-tanan.

RUU Pertanahan menyimpangi dari UUPA1960 dalam hal jenis hak atas tanah, ketika RUUPertanahan membuat aturan baru yang tidakdikenal di dalam UUPA yaitu Hak Pengelolaan(HPL). Meski tidak dikenal dalam UUPA 1960,namun secara praktek HPL sudah berlaku ditanah-tanah yang dikelola Pemerintah. Beberapapakar agraria selama ini memandang HPL adalahrancu, karena esensi dari HPL adalah HakMenguasai Negara (HMN) itu sendiri. Demikian

Page 10: 07_Gunawan

450 Bhumi No. 39 Tahun 13, April 2014

juga dengan pendapat Mahkamaah Konstitusi.Dalam Putusan Perkara Pengujian Undang-Undang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Mahkamah Konstitusi berpendapatbahwa Pengelolaan adalah salah satu fungsi dariHak Menguasai Negara yang dijalankan olehBUMN/BUMD dan kepemilikan saham peme-rintah. Demikian pula di dalam RUU Pertana-han, HPL adalah praktek atau fungsi dari HakMenguasai Negara itu sendiri, ditambah diijin-kannya pihak ketiga memanfaatkan tanah HPL,sehingga di atas HPL dimungkinkan diberi HakPakai dan HGB.

3. Pembatasan Penguasaan danPenggunaan Tanah

RUU Pertanahan mengatur pembatasan luasHak Guna Bangunan dengan luas paling banyakuntuk perumahan seluas 200 (dua ratus) hektar;kawasan perhotelan/resort seluas 100 (seratus)hektar; untuk kawasan industri seluas 200 (duaratus) hektar. RUU Pertanahan juga melakukanpembatasan luas lahan untuk HGU, bedanyadalam HGU pembatasan lahan berada di ting-katan provinsi, sedangkan HGB memakai istilahkawasan. RUU Pertanahan mempunyai niat yangsama dengan Undang-Undang No. 56 Prp. Ta-hun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Perta-nian, yaitu dalam penetapan batas maksimumpenguasaan dan penggunaan tanah di daerah.Dalam Undang-Undang No. 56 Prp. Tahun 1960tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian, keten-tuan batas maksimum tidak ditentukan, akantetapi berdasarkan kepadatan penduduk didaerah, jadi ada rumus tertentu.

Ketentuan batas maksimum HGU dan HGBdalam RUU Pertanahan, pertama, tidak diten-tukan di level daerah, tetapi batasan luasanyalangsung ditentukan pusat atau disebut di dalamundang-undang. Kedua, pembatasan di dalamundang-undang tidak berdasarkan kepadatanpenduduk di tiap daerah serta tidak

menggunakan rumus tertentu. Konsekuensipolitiknya membatasi wewenang pemerintahdaerah dalam menyusun rencana tata ruang dantata wilayah. Konsekuensi ekonominya adalahakan ada perburuan tanah hingga batas mak-simal sehingga akan memunculkan praktekspekulan tanah. Penyediaan tanah untuk HGUdan HGB seharusnya bersandar pada penataanruang dan wilayah sebagaimana diatur dalamUndang-Undang No 26 tahun 2007 tentangPenataan Ruang, sehingga bisa ditentukan lokasidan luasannya. Penataan ruang sendiri di tiapdaerah diatur lewat Peraturan Daerah. Pene-tapan luasan untuk HGU dan HGB selain mem-pertimbangkan kepadatan penduduk, seharus-nya juga mempertimbangkan aspek ekologi danperuntukan tanah yang lain yang juga diaturdalam berbagai undang-undang. Tentu sajamenjadi tidak adil, ketika petani maksimal hanyadapat memperoleh redistribusi tanah negaramaksimal seluas 2 ha dan harus menyewa, seba-gaimana diatur dalam Undang-UndangPerlindungan dan Pemberdayaan Petani,dibandingkan perusahaan yang memegangHGU dan HGB.

RUU Pertanahan juga tidak mengatur bagai-mana menentukan Batas Minimum KepemilikanTanah dan tidak memuat pengaturan tentanghubungan hukum antara orang dan tanah un-tuk mencegah pemerasan serta tanah sebagaijaminan sosial bagi buruh. Padahal konflik perta-nahan meletus akibat ketidakadilan kepemilikantanah akibat meluasnya kesenjangan antarapemilik tanah terlalu luas dengan rakyat takbertanah serta akibat konflik antara perusahaanpemegang HGU dan HGB dengan masyarakatdi sekitar areal HGU dan HGB. Kewajiban dantanggung jawab negara dalam perlindungan danpemenuhan hak atas pangan dan hak atasperumahan, jelas mewajibkan negara untukmenyediakan tanah untuk pertanian pangan dankawasan pemukiman atau perumahan.

Page 11: 07_Gunawan

451Gunawan: RUU Pertanahan: Antara Mandat dan .....: 442-456

RUU Pertanahan juga memperkenalkan hakbaru, yaitu Hak Ruang atas Tanah dan HakRuang Bawah Tanah yang basis argumennya bisabersumber dari Pasal 4 (2) UUPA 1960.

Hak-hak atas tanah yang dimaksud pada ayat 1pasal ini memberi wewenang untuk mempergunakantanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumidan air serta ruang yang ada di atasnya sekedardiperlukan untuk kepentingan yang langsungberhubungan dengan penggunaan tanah itu dalambatas-batas menurut undang-undang ini danperaturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi.

Pengaturannya seharusnya tidak hanyamengenai pemberian hak, tetapi juga melakukanpengukuran ulang hak atas tanah dan penga-turan tiga dimensi tanah. Ini karena pemilik hakatas tanah kini juga memiliki hak ruang atas danbawah tanah di atas tanah miliknya, sehinggajika ada pihak lain ingin menggunakan ruangtersebut menjadi jelas mana batasnya.

4. Landreform

RUU Pertanahan mengatur persoalan land-reform di dalam Bagian Reforma Agraria. Didalam RUU Pertanahan yang dimaksud denganTanah Obyek Reforma Agraria adalah a. Tanahnegara bekas Tanah Terlantar; b. Tanah kawasanhutan produksi yang dapat dikonversi; c. Tanahdari sumber lainnya, yang berasal dari: 1) Tanahnegara bebas; 2) Tanah negara bekas hak barat;3) Tanah negara berasal dari Tanah timbul danTanah tumbuh; 4) Tanah negara bekas swapraja;5) Tanah negara berasal bekas pertambanganmineral, batubara, dan panas bumi; 6) Tanahnegara berasal dari pelepasan kawasan hutan; 7)Tanah negara berasal dari tukar menukar atauperbuatan hukum keperdataan lainnya dalamrangka Reforma Agraria; atau 8) Tanah yangdiserahkan oleh pemegang haknya kepada nega-ra untuk Reforma Agraria.

Melihat komposisi Tanah Obyek ReformaAgraria, bisa diartikan bahwa Reforma Agraria

dimaknai oleh RUU Pertanahan sebagai sekedarRedistribusi Tanah Negara kepada masyarakatmiskin, bukan dalam rangka menciptakanstruktur agraria yang adil, menyelesaian konflikagraria dan sebagai dasar pembangunan sehing-ga kekayaan alam (sumber-sumber agraria) bisadigunakan untuk sebesar-besar kemakmuranrakyat, sebagaimana mandat Pasal 33 UUD 1945.RUU Pertanahan seharusnya memperhatikanPutusan Mahkamah Konstitusi dalam mengaturReforma Agraria. Menurut Mahkamah Konsti-tusi, dalam pertimbangannya dalam PutusanPermohonan Uji Materi Undang-Undang Pena-naman Modal, Pasal 33 UUD 1945 memberikanmandat kepada negara untuk melakukan redis-tribusi tanah sebagaimana petikan Putusan Mah-kamah Konstitusi Nomor 21-22/PUU-V/2007sebagai berikut:8

“Sepanjang menyangkut tanah, maka atas dasaradanya kepentingan yang dilindungi oleh konstitusiitulah dibuat kebijakan nasional di bidang pertanahanyang dimaksudkan untuk mencapai tujuan kemak-muran rakyat, di antaranya berupa pendistribusiankembali pemilikan atas tanah dan pembatasanpemilikan luas tanah pertanian, sehingga pengu-asaan atau pemilikan tanah tidak terpusat padasekelompok orang tertentu. Inilah yang antara laindilakukan melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-PokokAgraria (UUPA) (Lembaran Negara Republik In-donesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lem-baran Negara Republik Indonesia Nomor 2043)dan Undang-Undang Nomor 56 Prp Tahun 1960tentang Pembatasan Luas Tanah Pertanian(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 4431). Dengan adanya pem-

8 Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, RisalahSidang Perkara Nomor 21/PUU-V/2007, Perkara Nomor22/PUU-V/2007, Perihal Pengujian Undang-UndangRepublik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 TentangPenanaman Modal terhadap Undang-Undang Dasar 1945,Acara Pengucapan Putusan (VI), Jakarta, Selasa, 25 Maret2008.

Page 12: 07_Gunawan

452 Bhumi No. 39 Tahun 13, April 2014

batasan dan pendistribusian demikian berartisumber ekonomi akan tersebar pula secara lebihmerata dan pada akhirnya akan tercapai tujuanpemerataan kemakmuran rakyat.”

Dengan tidak mengatur Batas Minimumkepemilikan tanah, serta tidak dimasukan tanahkelebihan batas maksimum dan tanah absenteesebagai Tanah Obyek Reforma Agraria, menja-dikan Reforma Agraria di dalam RUU Perta-nahan belum memberikan solusi bagi ketidak-adilan atau ketimpangan agraria yang bersifathorisontal antar masyarakat.

Jika kita kembali dalam spirit UUPA 1960,maka redistribusi tanah dalam rangka land-reform bersumber pada, pertama, fungsi sosialtanah; kedua, larangan kepemilikan dan pengu-asaan tanah melebihi batas maksimum; ketiga,tanah untuk penggarap; keempat, hubunganhukum antara orang dan badan hukum dengansumber-sumber agraria dicegah penguasaan ataskehidupan dan pekerjaan orang lain yangmelampaui batas; kelima, perlindungan go-longan ekonomi lemah; keenam, usaha bersama;ketujuh, mencegah monopoli swasta; kedelapan,jaminan sosial perburuhan di lapangan agraria;kesembilan, rencana umum penggunaan tanah;kesepuluh, redistribusi tanah kelebihan maksi-mum kepada rakyat; kesebelas, penetapan batasminimum kepemilikan tanah; keduabelas,penghapusan pengaturan warisan kolonialismedan feodalisme dari hukum pertanahan. Jikakemudian peraturan tentang landreform ber-sumber pada Pasal 10 (1) UUPA 1960, yangmewajibkan pemilik tanah menggarap tanah danmencegah cara pemerasan, maka PenerimaTanah Obyek Reforma Agraria yang diatur didalam RUU Pertanahan menjadi terlalu luasbatasannya, karena kategori hanya WNI, berusia18 tahun atau sudah menikah, miskin, mengang-gur dan bersedia ditempatkan di Tanah ObyekReforma Agraria. Seharusnya RUU Pertanahanmengatur prioritas Penerima Tanah Obyek

Reforma Agraria, yang paling prioritas tentunyamereka yang bersedia menggarap tanah, yaitupetani yang tidak memiliki tanah, sehinggaberkorelasi dengan upaya mewujudkan kedau-latan pangan. Juga rakyat yang tanahnya di ba-wah batas minimum kepemilikan tanahnya.

5. Tanah untuk Kepentingan Umum

Di dalam RUU Pertanahan disebutkan bawahPerolehan Tanah untuk kepentingan umumdilakukan melalui Pengadaan Tanah danPencabutan Hak atas Tanah. Hal tersebut me-nunjukan adanya 2 model pengadaan tanah,yaitu Pengadaan Tanah Secara Sukarela (Penga-daan Tanah) dan Pengadaan Tanah Secara Wajib(Pencabutan Hak atas Tanah) dalam mempe-roleh tanah untuk kepentingan umum. Kemu-dian RUU Pertanahan mengatur bahwa penga-daan tanah akan diatur lewat peraturan perun-dang-undangan. Sekarang untuk mengaturpengadaan tanah bagi kepentingan umum,sudah ada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunanuntuk Kepentingan Umum, tetapi di dalamundang-undang ini, pengadaan tanah untukkepentingan umum yang secara norma hukumbersifat sukarela, tetapi dalam pengaturannyamenjadi kewajiban warga negara. Singkatnya,menjadi tidak jelas antara Pengadaan TanahSecara Sukarela dengan Pencabutan Hak atasTanah.

Di Undang-Undang Pengadaan Tanah BagiPembangunan untuk Kepentingan Umum,jenis-jenis kepentingan umum yang dimaksud-kan lebih bernuansa pembangunan infrastruk-tur. Berbeda dengan Pasal 7 UUPA 1960 yangfrasa “kepentingan umum” yang berbunyi: “un-tuk tidak merugikan kepentingan umum makapemilikan dan penguasaan tanah yang melam-paui batas tidak diperkenankan.” Nantinya tanah-tanah yang merupakan kelebihan dari batasmaksimum diambil oleh pemerintah dengan

Page 13: 07_Gunawan

453Gunawan: RUU Pertanahan: Antara Mandat dan .....: 442-456

ganti kerugian, untuk selanjutnya dibagikan ke-pada rakyat yang membutuhkan. Artinya kepen-tingan umum adalah kewajiban konstitusionalbagi negara untuk meredistribusikan tanahmelalui Reforma Agraria dalam rangka mencip-takan keadilan sosial, serta kewajiban hukummeredistribusikan tanah yang melebihi batasmaksimum kepada rakyat yang kepemilikan danpenguasaan tanahnya di bawah batas minimum.Dalam rangka negara dapat mencabut hak atastanah yang melebihi batas maksimum, makaPasal 18 UUPA 1960 nyatakan, “Untuk kepen-tingan umum, termasuk kepentingan bangsadan negara serta kepentingan bersama darirakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, denganmengganti kerugian yang layak dan menurutcara yang diatur dengan Undang-undang.”

Yang dimaksud dengan kepentingan bangsadan negara serta rakyat merujuk pada Pasal 14UUPA 1960 yang berbunyi: (1) Pemerintah membuat suatu rencana umum

mengenai persediaan, peruntukan dan peng-gunaan bumi, air dan ruang angkasa, sertakekayaan alam yang terkandung di dalamnya:a. untuk keperluan Negara; b. untuk keper-luan peribadatan dan keperluan suci lainnya,sesuai dengan dasar Ketuhanan Yang MahaEsa; c. untuk keperluan pusat-pusat kehi-dupan masyarakat, sosial, kebudayaan danlain-lain kesejahteraan; d. untuk keperluanmemperkembangkan produksi pertanian,peternakan dan perikanan serta sejalandengan itu; e. untuk keperluan perkembanganindustri, tranmigrasi, dan pertambangan.Di dalam Undang-Undang tentang Penga-

daan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepen-tingan Umum, Tanah untuk KepentinganUmum digunakan untuk pembangunan: a.pertahanan dan keamanan nasional; b. jalanumum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api,stasiun kereta api, dan fasilitas operasi kereta api;c. waduk, bendungan, bendung, irigasi, saluran

air minum, saluran pembuangan air dan sanitasi;dan bangunan pengairan lainnya; d. pelabuhan,bandar udara, dan terminal; e. infrastrukturminyak, gas, dan panas bumi; f. pembangkit,transmisi, gardu, jaringan, dan distribusi tenagalistrik; g. jaringan telekomunikasi daninformatika Pemerintah; h. tempat pembuangandan pengolahan sampah; i. rumah sakitPemerintah/Pemerintah Daerah; j. fasilitaskeselamatan umum; k. tempat pemakamanumum Pemerintah/Pemerintah Daerah; l.fasilitas sosial, fasilitas umum, dan ruang terbukahijau publik; m. cagar alam dan cagar budaya.Artinya kepentingan umum di dalam Undang-Undang Pengadaan Tanah bagi Pembangunanuntuk Kepentingan Umum tidak berangkat darilarangan batas maksimum pemilikan danpenggunaan tanah, dimana tanah yang melebihibatas maksimum akan diambil oleh negaradengan ganti kerugian untuk diredistribusikankepada rakyat. Justru Undang-UndangPengadaan Tanah Bagi Pembangunan untukKepentingan Umum mengambil tanah rakyatatas nama pembangunan.

Pasal 9 Undang-Undang Pengadaan Tanahbagi Pembangunan untuk Kepentingan Umummemandatkan memperhatikan keseimbanganantara kepentingan umum dengan kepentinganpembangunan dan kepentingan rakyat. Prob-lemnya di dalam undang-undang ini sama sekalitidak dijelaskan dan disebutkan apa yang dimak-sud dengan kepentingan negara dan kepen-tingan rakyat. Terhadap pasal tersebut di atas,Mahkamah Konstitusi berpendapat:9

Bahwa di dalam Undang-Undang, mungkin saja adasuatu ketentuan yang tidak memberikan perincianmengenai istilah atau kata yang digunakan, meskipun

9 Mahkamah Konstitusi (13/02/2013), Risalah PerkaraNomor 50/PUU-X/2012 Perihal Pengujian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanahbagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, AcaraPengucapan Putusan, Jakarta.

Page 14: 07_Gunawan

454 Bhumi No. 39 Tahun 13, April 2014

hal tersebut dapat menimbulkan ketidakjelasan,ketidakpastian atas istilah atau kata yang dimaksudoleh Undang-Undang, namun hal tersebut dapatdiatasi dengan menerbitkan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah untuk merincinyadengan tetap dalam semangat perlindunganterhadap berbagai kepentingan.

Dari pendapat Mahkamah Konstitusi sepertitersebut di atas, terdapat pertimbangan untukmenyusun aturan di bawah undang-undanguntuk memperinci dan melindungi kepentinganterkait kepentingan rakyat.

6. Pengadilan Pertanahan

RUU Pertanahan bermaksud membentukPengadilan Pertanahan. Sebenarnya tidak adamandat untuk membentuk Pengadilan Perta-nahan. Dalam pelaksanaan UUPA 1960 di masaPresiden Soekarno yang ada adalah PengadilanLandreform, yang dibentuk lewat Undang-Undang No. 21 tahun 1964 tentang PengadilanLandreform yang masuk kategori peraturan-peraturan tentang landreform. Pengadilan Per-tanahan ditujukan untuk menyelesaikan seng-keta pertanahan. Yang harus diingat bahwa diluar sengketa dan perkara pertanahan, masih adakonflik pertanahan. Artinya Pengadilan Perta-nahan hanya akan memberi solusi sengketa men-jadi perkara pertanahan, sehingga sengketapertanahan bisa diselesaikan lewat mekanismepengadilan.

Peraturan Kepala Badan Nasional PertanahanNasional Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Penge-lolaan Pengkajian dan Penanganan Konf likPertanahan telah membikin kategori kasuspertanahan yang meliputi Sengketa Pertanahan,Konflik Pertanahan dan Perkara Pertanahan.Sengketa pertanahan yang tidak memiliki dimen-si sosial-politik, sangat dimungkinkan menjadiperkara pertanahan sebagai upaya penyelesaiansengketa melalui mekanisme pengadilan. Pada-hal mengingat karakteristik khusus hukumpertanahan dan ruang lingkup yang cukup besar

diperlukan suatu lembaga penyelesaian masalahyang lebih efektif dan progresif serta berpihakkepada korban. Banyaknya konflik pertanahanyang bersifat struktural warisan masa lalu yangberlarut-larut sampai sekarang tanpa adanyapenyelesaian merupakan bukti tidak mampunyasistem peradilan yang sekarang untuk menyele-saikan konflik pertanahan. Lembaga peradilantidak efektif, lama dan memakan biaya yangcukup besar.

Tadinya lewat Peraturan Presiden Nomor 10Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional,BPN menyelenggarakan fungsi pengkajian danpenanganan konflik pertanahan, namun fungsitersebut dihilangkan melalui Peraturan PresidenNomor 63 Tahun 2013 tentang Badan PertanahanNasional Republik Indonesia. Padahal yangsekarang menjadi persoalan krusial adalahkonflik pertanahan, yang mana konflik perta-nahan tidak bisa disebut kasus baru, akan tetapikonflik pertanahan warisan masa lalu. Tentu sajaPengadilan Pertanahan akan kesulitan menyele-saikan kasus tersebut karena berdimensi politis,HAM, dan susah mencari kebenaran materiil,data f isik dan yuridis, karena dalam prosesperampasan tanah tersebut selain berlangsungsecara represif juga manipulatif.

Konflik pertanahan yang terjadi di wilayahperkebunan yang persoalannya terjadi sejak erakolonialisme dan era Orde Baru. Di kemudianhari, pasa Orde Baru tumbang, rakyat melaku-kan aksi reclaiming. Aksi massa rakyat tani tidaksaja bersumber pada aspek historis bahwa tanahtersebut adalah tanah leluhurnya yang duludirampas, tetapi juga akibat tanah tersebut dalamkondisi diterlantarkan oleh pemegang HGU.Penyebab konflik pertanahan di kehutanan da-pat dilihat dari penguasaan negara atas kawasanhutan, lalu memberikan izin pengusahaan kepa-da swasta, tanpa memperhatikan klaim kepemi-likan masyarakat adat atau lahan garapan petanidi kawasan tersebut. Tidak berjalannya Reforma

Page 15: 07_Gunawan

455Gunawan: RUU Pertanahan: Antara Mandat dan .....: 442-456

Agraria mengakibatkan struktur agraria sejakmasa kolonial tidak berubah yang memperta-hankan dualisme antara pertanian modal besar(perkebunan) dan pertanian subsisten. Meng-ingat hal tersebut di atas, menjadi perlu meka-nisme adanya alternatif baru guna menyelesaikankonflik pertanahan warisan masa lalu dan peme-nuhan hak-hak petani korban (rehabilitasi, res-titusi, dan kompensasi).

D. Kesimpulan

RUU Pertanahan belum mengatur seluruhmandat pengaturan dari UUPA 1960 di bidangpertanahan, bahkan mengurangi dan menam-bah pengaturan yang tidak bersumber dari UUPA1960 seperti pengaturan di dalam Hak Penge-lolaan, Hak Atas Tanah, Pembatasan PenguasaanTanah, Reforma Agraria dan Pengadilan Perta-nahan.

RUU Pertanahan juga membuat aturan baruyang belum cukup detil dalam merespon dina-mika pertanahan masyarakat seperti Hak GunaRuang Atas Tanah dan Hak Guna Ruang BawahTanah, bahkan ada perkembangan di masyarakatterkait pertanahan yang tidak diatur sama sekali,yaitu penyelesaian konflik pertanahan warisanmasa Orde Baru dan pemulihan hak-hak korbanperampasan tanah di masa Orde Baru, sertabagaimana mengatur pertanahan di pengelolaanwilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sertasungai.

RUU Pertanahan juga tidak memperjelaspengertian dari kepentingan umum yangdimaksudkan oleh UUPA 1960.

Daftar Pustaka

Buku dan ArtikelBoedi Harsono, (1999), Hukum Agraria Indone-

sia, Sejarah Pembentukan Undang-UndangPokok Agraria, Isi dan pelaksanaanya, Jilid1 Hukum Tanah Nasional, Penerbit Jam-

batan, Jakarta, Edisi 2008.Gunawan, (2007), Right to Food: From Justi-

cibiality to Agraria Reform, PBHI dan Uni-versity of Oslo Norway, Jakarta.

Gunawan, (2011), Pergulatan Kekayaan Alamuntuk Sebesar-besar Kemakmuran Rakyat,Bulletin Asasi Edisi Intervensi TerhadapLegislasi, Elsam, Jakarta.

Gunawan, (27 September 2011), Batas WaktuPresiden Laksanakan Pembaruan Agraria,Sinar Harapan, Jakarta.

Gunawan, (11 April 2014), Reforma Agraria PascaSBY, Harian Kompas, Jakarta.

Sudargo Gautama, (1973), Tafsiran Undang-Undang Pokok Agraria, Tjetakan Ke-4,Penerbit Alumni, Bandung.

Peraturan Perundang-Undangan

Ketetapam MPR Nomor: IX/MPR/2001 tentangPembaruan Agraria dan Pengelolaan Sum-berdaya Alam.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentangPeraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

Undang-Undang No. 56 Prp. Tahun 1960 tentangPenetapan Luas Tanah Pertanian.

Undang-Undang No. 21 tahun 1964 tentangPengadilan Landreform.

Undang-Undang Nomor 57 Tahun 1967 tentangKetentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentangPengelolaan Sumber Daya Air.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentangPenetapan Peraturan Pemerintah Penggan-ti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004tentang Perubahan Undang-Undang No-mor 41 Tahun 1999 tentang Kehutananmenjadi Undang-Undang.

Undang-Undang nomor 25 Tahun 2007 tentangPenanaman Modal Undang-Undang no-mor 27 Tahun 2007 tentang PengelolaanWilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil,serta.

Undang-Undang No 26 tahun 2007 tentangPenataan Ruang.

Undang-Undang nomor 27 Tahun 2007 tentangPengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-

Page 16: 07_Gunawan

456 Bhumi No. 39 Tahun 13, April 2014

Pulau Kecil.Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31Tahun 2004 tentang Perikanan.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 TentangPengadaan Tanah Bagi Pembangunanuntuk Kepentingan Umum.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 Perlin-dungan dan Pemberdayaan Petani.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentangPerubahan Undang-Undang Nomor 27Tahun 2007 tentang Pengelolaan WilayahPesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003tentang Kebijakan Nasional di Bidang Per-tanahan.

Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 ten-tang Pengadaan Tanah bagi PelaksanaanPembangunan untuk Kepentingan Umum.

Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 ten-tang Badan Pertanahan Nasional RepublikIndonesia.

Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2013 ten-tang Badan Pertanahan Nasional RepublikIndonesia.

Peraturan Kepala Badan Nasional PertanahanNasional Nomor 3 Tahun 2011 TentangPengelolaan Pengkajian dan PenangananKonflik Pertanahan.

Dokumen Hukum

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia,Risalah Sidang Perkara Nomor 21/PUU-V/2007, Perkara Nomor 22/PUU-V/2007,Perihal Pengujian Undang-Undang RepublikIndonesia Nomor 25 Tahun 2007 TentangPenanaman Modal terhadap Undang-Undang Dasar 1945, Acara PengucapanPutusan (VI), Jakarta, Selasa, 25 Maret 2008.

Mahkamah Konstitusi, Putusan Nomor 3/PUU-VIII/2010, Pengujian Undang-UndangNomor 27 Tahun 2007 tentang PengelolaanWilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecilterhadap Undang-Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia Tahun 1945.

Mahkamah Konstitusi (13/02/2013), RisalahPerkara Nomor 50/PUU-X/2012 PerihalPengujian Undang-Undang Nomor 2Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagiPembangunan untuk Kepentingan Umum,Acara Pengucapan Putusan, Jakarta.

RUU Pertanahan, http://www.dpr.go.id/id/ruu/Korpolkam/Komisi2/175/RUU-tentang-Pertanahan.