0721046_Chapter 2 beton

download 0721046_Chapter 2 beton

of 37

description

beton

Transcript of 0721046_Chapter 2 beton

  • 4 Universitas Kristen Maranatha

    BAB II

    TINJAUAN LITERATUR

    2.1 Beton Bertulang

    2.1.1 Beton

    Beton adalah suatu campuran yang terdiri dari agregat halus (pasir),

    agregat kasar (kerikil, batu pecah), dan agregat lain yang dicampur menjadi satu

    dengan menambahkan secukupnya bahan perekat semen, dan air sebagai bahan

    pembantu guna keperluan reaksi kimia selama proses pengerasan dan perawatan

    beton berlangsung. Nilai kekuatan serta daya tahan (durability) beton merupakan

    fungsi dari banyak faktor, di antaranya adalah nilai banding campuran dan mutu

    bahan susun, metode pelaksanaan pengecoran, pelaksanaan finishing, temperatur,

    dan kondisi perawatan pengerasannya. Terkadang, satu atau lebih bahan aditif

    ditambahkan untuk menghasilkan beton dengan karakteristik tertentu.

    Seperti substansi-substansi mirip batuan lainnya, beton memiliki kuat

    tekan yang tinggi dan kuat tarik yang sangat rendah. Nilai kuat tariknya hanya

    berkisar 9% - 15% saja dari kuat tekannya. Pada penggunaan sebagai komponen

    struktural bangunan, umumnya beton diperkuat dengan batang tulangan baja

    sebagai bahan yang dapat bekerja sama dan mampu membantu kelemahannya,

    terutama pada bagian yang menahan gaya tarik. Dengan demikian tersusun

    pembagian tugas, dimana batang tulangan bertugas memperkuat dan menahan

    gaya tarik, sedangkan beton diperhitungkan untuk menahan gaya tekan.

    Material beton banyak dipakai dalam pekerjaan struktur karena

    kelebihankelebihan yang dimilikinya. Material beton mempunyai beberapa

    kelebihan sebagai berikut [Tjokrodimulyo 1996 : 2] :

    1. Beton mampu menahan gaya tekan dengan baik, serta mempunyai sifat tahan

    terhadap korosi dan pembusukan oleh kondisi lingkungan.

    2. Beton segar dapat dengan mudah dicetak sesuai dengan keinginan. Cetakan

    dapat pula dipakai berulang kali sehingga lebih ekonomis.

  • 5 Universitas Kristen Maranatha

    3. Beton segar dapat disemprotkan pada permukaan beton lama yang retak

    maupun dapat diisikan kedalam retakan beton dalam proses perbaikan.

    4. Beton segar dapat dipompakan sehingga memungkinkan untuk dituang pada

    tempattempat yang posisinya sulit.

    5. Beton tahan aus dan tahan bakar, sehingga perawatannya lebih murah.

    Selain beberapa kelebihan yang dimiliki, material beton juga memiliki

    beberapa kekurangan. Material beton mempunyai beberapa kekurangan sebagai

    berikut:

    1. Beton dianggap tidak mampu menahan gaya tarik, sehingga mudah retak.

    Nilai kuat tariknya hanya berkisar antara 9% 15% dari kuat tekannya. Oleh

    karena itu perlu di beri baja tulangan sebagai penahan gaya tarik.

    2. Beton keras menyusut dan mengembang bila terjadi perubahan suhu.

    3. Untuk mendapatkan beton kedap air secara sempurna, harus dilakukan

    dengan pengerjaan yang teliti.

    4. Beton bersifat getas (tidak daktail) sehingga harus dihitung dan diteliti secara

    seksama agar setelah dikompositkan dengan baja tulangan menjadi bersifat

    daktail, terutama pada struktur tahan gempa.

    Modulus elastisitas beton (Ec) adalah rasio tegangan normal tekan

    terhadap regangan yang timbul akibat tegangan tersebut. Nilai rasio ini berlaku

    untuk tegangan di bawah batas proporsional material. Untuk beton normal, nilai

    Ec dapat diambil sebesar 4700 .

    Kuat tekan beton yang disyaratkan (fc) adalah kuat tekan beton yang

    ditetapkan oleh perencana struktur (benda uji berbentuk silinder diameter 150 mm

    dan tinggi 300 mm), untuk dipakai dalam perencanaan struktur beton, dinyatakan

    dalam satuan MPa. Bila nilai fc di dalam tanda akar, maka hanya nilai numerik

    dalam tanda akar saja yang dipakai, dan hasilnya tetap mempunyai satuan MPa.

    2.1.2 Baja

    Beton tidak dapat menahan gaya tarik melebihi nilai tertentu tanpa

    mengalami retak-retak. Agar beton dapat bekerja dengan baik, maka beton perlu

    diberi perkuatan penulangan agar dapat menahan gaya tarik yang terjadi. Bahan

  • 6 Universitas Kristen Maranatha

    yang digunakan adalah baja karena baja memiliki sifat teknis yang

    menguntungkan.

    Baja adalah logam paduan dengan besi sebagai unsur dasar dan karbon

    sebagai unsur paduan utamanya dimana berfungsi sebagai unsur pengeras. Unsur

    paduan lain yang biasa ditambahkan selain karbon adalah mangan, silikon, dan

    tembaga. Dengan memberikan variasi antara kandungan karbon dan unsur paduan

    lainnya, berbagai jenis kualitas baja bisa didapatkan. Penambahan kandungan

    karbon pada baja dapat meningkatkan kekerasan (hardness) dan kekuatan tariknya

    (tensile strength), namun disisi lain membuatnya menjadi rapuh (brittle) dan

    menurunkan daktilitasnya (ductility). Sehingga untuk menjamin agar tercapai

    daktilitas minimum yang disyaratkan demi keamanan struktur, kadar karbon dan

    unsur paduan lainnya tidak boleh melampaui suatu batas maksimum tertentu.

    Selain dipengaruhi oleh komposisi kimianya, sifat-sifat fisis dan sifat-sifat

    mekanis baja struktur juga dipengaruhi oleh proses canai di pabrik, serta riwayat

    tegangan dan panas yang pernah dialami. Proses canai mempengaruhi

    mikrostruktur baja, dengan demikian juga mempengaruhi sifat-sifat material baja

    tersebut.

    Seperti material beton, baja juga merupakan material isotropik yang

    mempunyai sifat dan besaran elastik (properti) sama dalam semua arah. Sifat-sifat

    terpenting baja adalah Modulus elastisitas baja (Es), tegangan leleh (fy), kekuatan

    batas (fu), mutu baja, dan diameter batang.

    Modulus elastisitas tulangan (Es) adalah rasio tegangan normal tarik

    terhadap regangan yang timbul akibat tegangan tersebut. Nilai rasio ini berlaku

    untuk tegangan di bawah batas proporsional material. Modulus elastisitas untuk

    tulangan non-prategang Es boleh diambil sebesar 200000 MPa. Sedangkan

    modulus elastisitas untuk tendon prategang, nilai Es ditentukan melalui pengujian

    atau dari data pabrik. Kuat tarik leleh (fy) adalah kuat tarik leleh minimum yang

    disyaratkan atau titik leleh dari tulangan dalam satuan MPa.

    2.1.3 Beton Bertulang

    Beton bertulang adalah suatu bahan material yang terbuat dari beton dan

    baja tulangan. Kombinasi dari kedua material tersebut menghasilkan bahan

  • 7 Universitas Kristen Maranatha

    bangunan yang mempunyai sifat-sifat yang baik dari masing-masing bahan

    bangunan tersebut. Kedua material tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut.

    Beton mempunyai sifat yang bagus, yaitu mempunya kapasitas tekan yang

    tinggi. Akan tetapi, beton juga mempunyai sifat yang buruk, yaitu lemah jika

    dibebani tarik. Sedangkan baja tulangan mempunyai kapasitas yang tinggi

    terhadap beban tarik, tetapi mempunyai kapasitas tekan yang rendah karena

    bentuknya yang langsing (akan mudah mengalami tekuk terhadap beban tekan).

    Namun, dengan menempatkan tulangan dibagian beton yang mengalami tegangan

    tarik akan mengeliminasi kekurangan dari beton terhadap beban tarik. Demikian

    juga bila baja tulangan ditaruh dibagian beton yang mengalami tekan, beton

    disekeliling tulangan bersama-sama tulangan sengkang akan mencegah tulangan

    mengalami tekuk. Kombinasi dari kedua bahan bangunan ini menghasilkan suatu

    bahan bangunan baru yang memiliki sifat-sifat yang lebih baik dibanding sifat-

    sifat dari masing-masih bahan tersebut sebelum digabungkan.

    Baja dianggap sebagai material homogen yang propertinya terdefinisi jelas

    maka sebaliknya dengan material beton. Beton merupakan material heterogen dari

    semen, mortar dan agregat batuan, yang properti mekaniknya bervariasi dan tidak

    terdefinisi dengan pasti. Hanya untuk memudahkan dalam analisa saja maka

    umumnya dianggap sebagai material homogen dalam konteks makro.

    [Dewobroto, 2005].

    Beton bertulang adalah beton yang ditulangi dengan luas dan jumlah

    tulangan yang tidak kurang dari nilai minimum dan direncanakan berdasarkan

    asumsi bahwa kedua material bekerja bersama-sama dalam menahan gaya yang

    bekerja.

    2.2 Bangunan Gedung Beton Bertulang

    2.2.1 Bangunan Gedung Beton Bertulang Beraturan

    Struktur gedung beraturan ini pada umumnya simetris dalam denah

    dengan sistem struktur yang terbentuk oleh subsistem-subsistem penahan beban

    lateral yang arahnya saling tegak lurus dan sejajar dengan sumbu-sumbu utama

    ortogonal denah tersebut. Struktur gedung ditetapkan sebagai struktur gedung

    beraturan, apabila memenuhi ketentuan sebagai berikut [Tulus 2009]:

  • 8 Universitas Kristen Maranatha

    a. Tinggi struktur gedung diukur dari taraf penjepitan lateral tidak lebih dari 10

    tingkat atau 40 m.

    b. Denah struktur gedung adalah persegi panjang tanpa tonjolan dan kalaupun

    mempunyai tonjolan, panjang tonjolan tersebut tidak lebih dari 25% dari

    ukuran terbesar denah struktur gedung dalam arah tonjolan tersebut.

    c. Denah struktur gedung tidak menunjukkan coakan sudut dan kalaupun

    mempunyai coakan sudut, panjang sisi coakan tersebut tidak lebih dari 15%

    dari ukuran terbesar denah struktur gedung dalam arah sisi coakan tersebut .

    d. Sistem struktur gedung tidak menunjukkan loncatan bidang muka dan

    kalaupun mempunyai loncatan bidang muka, ukuran dari denah struktur

    bagian gedung yang menjulang dalam masing-masing arah, tidak kurang dari

    75% dari ukuran terbesar denah struktur bagian gedung sebelah bawahnya.

    Dalam hal ini, struktur rumah atap yang tingginya tidak lebih dari 2 tingkat

    tidak perlu dianggap menyebabkan adanya loncatan bidang muka.

    e. Sistem struktur gedung memiliki kekakuan lateral yang beraturan, tanpa

    adanya tingkat lunak. Yang dimaksud dengan tingkat lunak adalah suatu

    tingkat, di mana kekakuan lateralnya adalah kurang dari 70% kekakuan

    lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80% kekakuan lateral rata-rata 3

    tingkat di atasnya. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan kekakuan lateral

    suatu tingkat adalah gaya geser yang bila bekerja di tingkat itu menyebabkan

    satu satuan simpangan antar-tingkat.

    f. Sistem struktur gedung memiliki berat lantai tingkat yang beraturan, artinya

    setiap lantai tingkat memiliki berat yang tidak lebih dari 150% dari berat

    lantai tingkat di atasnya atau di bawahnya. Berat atap atau rumah atap tidak

    perlu memenuhi ketentuan ini.

    g. Sistem struktur gedung memiliki unsur-unsur vertikal dari sistem penahan

    beban lateral yang menerus, tanpa perpindahan titik beratnya, kecuali bila

    perpindahan tersebut tidak lebih dari setengah ukuran unsur dalam arah

    perpindahan tersebut.

    h. Sistem struktur gedung memiliki lantai tingkat yang menerus, tanpa lubang

    atau bukaan yang luasnya lebih dari 50% luas seluruh lantai tingkat.

  • 9 Universitas Kristen Maranatha

    Kalaupun ada lantai tingkat dengan lubang atau bukaan seperti itu, jumlahnya

    tidak boleh melebihi 20% dari jumlah lantai tingkat seluruhnya.

    Untuk struktur gedung beraturan, pengaruh Gempa Rencana dapat ditinjau

    sebagai pengaruh beban gempa statik ekuivalen, sehingga analisisnya dapat

    dilakukan berdasarkan analisis statik ekuivalen. Sedangkan struktur gedung yang

    tidak memenuhi ketentuan menurut di atas, ditetapkan sebagai struktur gedung

    tidak beraturan. Untuk struktur gedung tidak beraturan, pengaruh Gempa Rencana

    harus ditinjau sebagai pengaruh pembebanan gempa dinamik, sehingga

    analisisnya harus dilakukan berdasarkan analisis respons dinamik.

    2.2.2 Bangunan yang Direncanakan Terhadap Beban Gempa

    Bangunan yang didesain tahan gempa pada prinsipnya harus menjamin

    keamanan dan kenyamanan pengguna bangunan. Hasil akhir yang diharapkan dari

    bangunan tahan gempa ini adalah tercapainya kinerja bangunan, yaitu:

    1. Bangunan tidak mengalami kerusakan pada elemen struktural maupun non-

    struktural saat terjadi gempa ringan.

    2. Pada saat terjadi gempa sedang, bangunan boleh mengalami kerusakan yang

    dapat diperbaiki pada elemen non-struktural, sedangkan elemen struktural

    tidak boleh mengalami kerusakan.

    3. Pada saat terjadi gempa kuat, bangunan boleh mengalami kerusakan pada

    elemen struktural dan non-struktural, tetapi bangunan tidak boleh runtuh.

    Desain bangunan tahan gempa ini bertujuan agar struktur gedung yang

    ketahanan gempanya direncanakan tersebut dapat berfungsi:

    1. Menghindari terjadinya korban jiwa manusia oleh runtuhnya gedung akibat

    gempa yang kuat.

    2. Membatasi kerusakan gedung akibat gempa ringan sampai sedang, sehingga

    masih dapat diperbaiki.

    3. Membatasi ketidaknyamanan penghunian bagi penghuni gedung ketika

    terjadi gempa ringan sampai sedang.

    4. Mempertahankan setiap saat layanan vital dari fungsi gedung.

    Dalam perencanaan struktur gedung terhadap pengaruh gempa rencana,

    semua unsur struktur gedung, baik bagian dari subsistem struktur gedung maupun

  • 10 Universitas Kristen Maranatha

    bagian dari sistem struktur gedung seperti rangka (portal), dinding geser, kolom,

    balok, lantai, dan kombinasinya, harus diperhitungkan memikul pengaruh gempa

    rencana.

    2.2.3 Perencanaan Tulangan Berdasarkan SNI 03-2847-2002

    Penulangan komponen Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah

    (SRPMM) harus memenuhi ketentuan-ketentuan penulangan komponen SRPMM

    [Iswandi & Fajar 2010]. Dalam tugas akhir ini perencanaan tulangan pada balok

    ditumpuan kiri diasumsikan sama dengan ditumpuan kanan.

    Syarat definisi komponen struktur lentur SRPMM, yaitu :

    a. Balok

    Syarat yang harus dipenuhi komponen balok sebagai berikut:

    1. Gaya aksial tekan terfaktor untuk balok tidak melebihi untuk balok

    Agfc/10. Bila beban aksial tekan terfaktor pada komponen struktur

    melebihi Agfc/10, maka ketentuan kolom SRPMM harus dipenuhi.

    2. Bentang bersih komponen struktur tidak kurang dari 4 kali tinggi

    efektifnya.

    3. Perbandingan lebar terhadap tinggi tidak kurang dari 0,3.

    4. Lebar balok tidak kurang dari 250 mm.

    Untuk desain elemen struktur SRPMM, ketentuan 2,3 dan 4 pada

    dasarnya tidak harus dipenuhi. Namun pemenuhan akan ketentuan 2,3 dan 4

    akan menghasilkan komponen struktur lentur SRPMM yang memiliki

    perilaku yang lebih baik.

    Pada komponen struktur balok SRPMM berlaku beberapa persyaratan

    untuk penulangan lentur sebagai berikut :

    1. Kuat lentur positif balok pada muka kolom harus lebih besar dari

    sepertiga (1/3) kuat lentur negatifnya.

    2. Kuat lentur negatif dan positif pada setiap irisan penampang disepanjang

    bentang harus lebih besar dari seperlima (1/5) kuat lentur yang terbesar

    yang disediakan pada kedua ujung balok tersebut.

  • 11 Universitas Kristen Maranatha

    Kuat geser rencana balok, kolom dan konstruksi pelat dua arah pada

    struktur SRPMM diambil sebagai nilai terbesar dari Gaya Lintang maksimum

    yang diperoleh dari kombinasi beban rencana termasuk pengaruh beban

    gempa E, dengan nilai E diambil sebesar dua kali nilai yang ditentukan dalam

    SNI-1726-2002.

    Dalam Tugas Akhir ini perencanaan tulangan lentur balok menggunakan

    desain balok beton bertulang tulangan ganda seperti pada gambar 2.1 berikut:

    Gambar 2.1 Penampang Balok Beton Bertulang Tulangan Ganda

    Perencanaan tulangan geser pada balok harus memenuhi ketentuan

    sebagai berikut:

    Pada kedua ujung balok harus dipasang sengkang sepanjang jarak dua

    kali tinggi komponen struktur dari muka perletakan. Sengkang pertama

    harus dipasang pada jarak tidak lebih dari 50 mm dari muka perletakan.

    Spasi maksimum sengkang didaerah ini tidak boleh melebihi :

    d/4

    delapan (8) kali diameter tulangan longitudinal terkecil

    24 kali diameter sengkang, dan

    300 mm

    Sengkang diluar daerah ujung balok harus dipasang dengan spasi

    maksimum d/2.

    Gambar 2.2 berikut adalah konfigurasi penulangan sengkang balok.

  • 12 Universitas Kristen Maranatha

    Gembar 2.2 Konfigurasi Penulangan Sengkang Balok

    Persamaan yang digunakan untuk merencanakan penulangan balok

    sebagai berikut :

    Menghitung luas tulangan minimum (As) :

    As = (2.1)

    dimana :

    Mu = Momen

    = 0,8 (faktor reduksi lentur)

    fy = Kuat tarik leleh (Mpa)

    j = 0,85 (koefisien lengan momen)

    d = tinggi efektif balok

    Menghitung tinggi blok tegangan tekan ekivalen aktual (a) penampang

    tulangan ganda:

    a = (2.2)

    dimana :

    As = Luas tulangan tarik (mm)

    As = Luas tulangan tarik (mm)

    fc = Kuat tekan beton (Mpa)

    b = lebar balok (mm)

  • 13 Universitas Kristen Maranatha

    Menghitung momen nominal aktual (Mn) :

    Mn = As fy (2.3)

    Cek As minimum (As min) :

    As min = (2.4)

    (2.5)

    Cek rasio tulangan () :

    = (2.6)

    b = 1. (2.7)

    < 0,75 b (2.8)

    Reinforcement adalah batas spasi minimum berdasarkan SNI 03-2847-

    2002 Pasal 9.6.

    Persamaan yang digunakan dalam perencanaan tulangan transversal

    sebagai berikut :

    Kontribusi beton menahan geser (Vc)

    Vc = (2.9)

    Menghitung kuat geser nominal tulangan geser :

    Vs = (2.10)

    Menghitung kuat geser maksimum tulangan geser :

    Vsmaks = (2.11)

    Menghitung spasi tulangan maksimum :

    s = (2.12)

    b. Kolom

    Syarat yang harus dipenuhi komponen kolom sebagai berikut:

    1. Gaya aksial terfaktor yang bekerja pada komponen struktur tidak kurang

    dari Agfc/10.

    2. Rasio tulangan g tidak kurang dari 0,01 dan tidak lebih dari 0,06.

  • 14 Universitas Kristen Maranatha

    Perencanaan tulangan lentur kolom dalam Tugas Akhir ini menggunakan

    program pcaColumn.

    Perencanaan tulangan geser kolom harus memenuhi ketentuan sebagai

    berikut:

    Kolom diikat dengan tulangan sengkang pada rentang lo dari muka

    kolom. Panjang lo tidak lebih kurang dari :

    1/6 tinggi bersih kolom

    Dimensi terbesar penampang kolom

    500 mm

    Sengkang didaerah lo dipasang dengan spasi maksimum so yang tidak

    boleh melebihi dari :

    8db tulangan longitudinal

    24db sengkang ikat

    Setengah dimensi terkecil penampang struktur

    300 mm

    Sengkang ikat pertama dipasang dengan spasi tidak lebih dari 0,5so

    Spasi sengkang ikat pada sebarang penampang kolom tidak boleh

    melebihi 2so.

    Gambar 2.3 berikut adalah konfigurasi penulangan sengkang kolom.

    Gembar 2.3 Konfigurasi Penulangan Sengkang Kolom

  • 15 Universitas Kristen Maranatha

    c. Lendutan

    Komponen struktur beton bertulang yang mengalami lentur harus

    direncanakan agar mempunyai kekakuan yang cukup untuk membatasi

    lendutan/deformasi apapun yang dapat memperlemah kekuatan ataupun

    mengurangi kemampuan layan struktur pada beban kerja. Batas lendutan

    maksimum yang diijinkan menurut SNI 03-2847-2002 adalah L/240.

    2.3 Beban

    Beban adalah gaya luar yang bekerja pada suatu struktur. Penentuan secara

    pasti besarnya beban yang bekerja pada suatu struktur selama umur layannya

    merupakan salah satu pekerjaan yang cukup sulit. Dan pada umumnya penentuan

    besarnya beban hanya merupakan suatu estimasi saja. Meskipun beban yang

    bekerja pada suatu lokasi sari struktur dapat diketahui secara pasti, namun

    distribusi beban dari elemen ke elemen, dalam suatu struktur umumnya

    memerlukan asumsi dan pendekatan. Jika beban-beban yang bekerja pada suatu

    telah diestimasi, maka masalah berikutnya adalah menentukan kombinasi-

    kombinasi beban yang paling dominan yang mungkin bekerja pada struktur

    tersebut. Besar beban yang bekerja pada suatu struktur diatur oleh peraturan

    pembebanan yang berlaku. Adapun jenis beban yang sering dijumpai seperti

    beban gravitasi dan beban gempa.

    2.3.1 Beban Gravitasi

    Beban gravitasi yang dimaksud adalah beban gravitasi dari segala macam

    komponen-komponen struktur gedung beserta beban gravitasi akibat dari manusia

    dan mesin yang ada. Dalam pembuatan Tugas Akhir ini, beban gravitasi terdiri

    dari beban mati dan beban hidup.

    1. Beban Mati

    Beban mati adalah berat dari semua bagian suatu gedung/bangunan yang

    bersifat tetap selama masa layan struktur, termasuk unsur-unsur tambahan,

    finishing, mesin-mesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian tak

  • 16 Universitas Kristen Maranatha

    terpisahkan dari bangunan tersebut. Termasuk dalam beban ini adalah berat

    struktur, pipa-pipa, saluran listrik, AC, lampu-lampu, penutup lantai dan plafon.

    Beberapa contoh dari beberapa komponen bangunan penting yang digunakan

    untuk menentukan besarnya beban mati suatu gedung/bangunan diperlihatkan

    dalam Tabel 2.1 berikut ini (PBI 1983):

    Tabel 2.1 Berat Sendiri Bahan Bangunan dan Komponen Gedung

    Bahan Bangunan Berat

    Baja 7850 kg/m3

    Batu pecah 1450 kg/m3

    Besi tuang 7250 kg/m3

    Beton 2200 kg/m3

    Beton bertulang 2400 kg/m3

    Kayu (kelas I) 1000 kg/m3

    Kerikil 1650 kg/m3

    Pasir (kering udara sampai lembab) 1600 kg/m3

    KOMPONEN GEDUNG

    Adukan semen, per cm tebal 21 kg/m2

    Dinding pasangan bata merah 1/2 batu 250 kg/m2

    Penggantung langit-langit (dari kayu) 7 kg/m2

    Penutup atap genteng 50 kg/m2

    Penutup lantai dari ubin semen, per cm tebal 24 kg/m2

    2. Beban Hidup

    Beban hidup ialah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau

    penggunaan suatu gedung, termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari

    barang-barang yang dapat berpindah, mesin-mesin serta peralatan yang tidak

    merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung dan dapat diganti selama

    masa hidup dari gedung tersebut, sehingga mengakibatkan perubahan dalam

    pembebanan lantai dan atap tersebut. Khusus untuk atap, beban hidup dapat

    termasuk beban yang berasal dari air hujan, baik akibat genangan maupun akibat

  • 17 Universitas Kristen Maranatha

    tekanan jatuh (energi kinetik) butiran air. Besarnya beban hidup suatu

    gedung/bangunan dapat dilihat dalam Tabel 2.2 di bawah ini (PBI 1983).

    Tabel 2.2 Beban Hidup pada Lantai Gedung

    a. Lantai dan tangga rumah tinggal 200 kg/m2

    b. Lantai sekolah, ruang kuliah, kantor, toko, 250 kg/m2

    toserba, restoran, hotel, asrama dan rumah sakit

    c. Lantai ruang olahraga 400 kg/m2

    d. Lantai dan balkon dalam ruang-ruang 400 kg/m2

    untuk pertemuan

    e. Tangga, bordes tangga dan gang dari yang 300 kg/m2

    disebut dalam pasal b

    f. Tangga, bordes tangga dan gang dari yang 500 kg/m2

    disebut dalam pasal c

    g. Lantai untuk pabrik, bengkel, gudang, perpustakaan, 400 kg/m2

    ruang arsip, toko buku, toko besi, ruang alat-alat

    dan ruang mesin, harus direncanakan terhadap

    beban hidup yang ditentukan tersendiri,

    dengan minimum

    h. Lantai gedung parker bertingkat:

    *Untuk lantai bawah 800 kg/m2

    *Untuk lantai tingkat lainnya 400 kg/m2

    i. Balkon-balkon yang menjorok bebas keluar harus 300 kg/m2

    direncanakan terhadap beban hidup dari lantai

    ruang yang berbatasan, dengan minimum

    2.3.2 Beban Gempa

    Beban gempa adalah semua beban statik ekivalen yang bekerja pada

    struktur akibat adanya pergerakan tanah oleh gempa bumi, baik pergerakan

    horisontal maupun vertikal. Namun pada umumnya percepatan tanah arah

    horisontal lebih besar daripada arah vertikalnya, sehingga pengaruh gempa

    horisontal jauh lebih menentukan daripada gempa vertikal.

  • 18 Universitas Kristen Maranatha

    2.4 Peraturan Gempa FEMA 440

    Metode FEMA 440 [ATC, 2004] merupakan modifikasi dan perbaikan

    dari metode displacement coefficient pada FEMA 356 [ASCE, 2000]. Perbaikan

    yang terjadi yakni pada Metode Koefisien Perpindahan C1 dan C2. Untuk

    menghitung target peralihan digunakan persamaan 2.13 sebagai berikut:

    (2.13)

    Dimana :

    t = target peralihan yang diharapkan.

    Te = adalah waktu getar alami efektif.

    C0 = Faktor modifikasi untuk mengkonversi spectral displacement

    struktur SDOF ekivalen menjadi roof displacement struktur sistem MDOF,

    sesuai Tabel 2.3.

    *Dalam tugas akhir ini digunakan pola beban segitiga.

    Nilai Faktor Modifikasi C0 diperoleh pada tabel 2.3 berikut ini:

    Tabel 2.3 Nilai Faktor Modifikasi C0

    Shear Buildings Other Bildings

    Number Of

    Stories

    Tringular Load

    Patern

    Uniform Load

    Patern Any Load Patern

    1 1.0 1.0 1.0

    2 1.2 1.15 1.2

    3 1.2 1.2 1.3

    5 1.3 1.2 1.4

    10+ 1.3 1.2 1.5

    C1 = Faktor modifikasi untuk menghubungkan peralihan inelastik maksimum

    dengan peralihan respon elastik linier (C1). Nilai konstanta a adalah 130,

    90 dan 60 untuk site kategori B, C dan D. Untuk waktu getar < 0,2 detik

    maka nilai C1 pada 0,2 detik dapat dipakai (Pers. 2.14), sedangkan untuk

    waktu getar > 1 detik maka C1 = 1,0.

    (2.14)

  • 19 Universitas Kristen Maranatha

    R adalah faktor reduksi gempa Tabel 2.8

    C2 = Faktor modifikasi untuk mewakili efek dari pinched hysteresis shape,

    degradasi kekakuan dan penurunan kekuatan pada respon peralihan

    maksimum. Nilai faktor C2 untuk waktu getar < 0,2 detik dapat dihitung

    dengan menggunakan (Pers. 2.15), sedangkan untuk waktu getar > 0,7

    detik maka C2 = 1,0.

    (2.15)

    C3 = Faktor modifikasi untuk mewakili kenaikan peralihan akibat efek P-delta.

    Untuk gedung dengan perilaku kekakuan pasca-leleh bernilai positif maka

    C3 = 1,0. Sedangkan untuk gedung dengan perilaku kekakuan pasca-leleh

    negatif,

    (2.16)

    Sa = Akselerasi respon spektrum pada waktu getar alami fundamental efektif

    dan rasio redaman pada arah yang ditinjau. Nilai Sa sesuai dengan

    persamaan 2.17 berikut ini:

    (2.17)

    dimana Ts = 0,4 detik untuk lokasi kelas B menggunakan Ts periode

    karakteristik sama dengan 0,4 detik (FEMA 440).

    Nilai Sx1 = Ar adalalah Spektrum respons gempa rencana.

    Sedangkan B1 adalah Koefisien redaman sesuai tabel 2.4 berikut ini:

    Tabel 2.4 Koefisien Redaman Bs dan B1

    Percentage of critical

    Damping Bs B1

    2 0.8 0.8

    5 1 1

    10 1.3 1.2

    20 1.8 1.5

    30 2.3 1.7

    40 2.7 1.9

    50 3 2

  • 20 Universitas Kristen Maranatha

    Menghitung Gaya Geser Dasar ultimit pada saat perpindahan ultimit

    dengan metode perpindahan dapat diperoleh dengan persamaan berikut :

    (2.18)

    Dimana :

    Cm = Nilai untuk Faktor Massa Efektif sesuai dengan Tabel 2.5.

    W = Berat struktur, meliputi beban mati (DL) dan beban hidup (LL)

    Tabel 2.5 Nilai Faktor Massa Efektif Cm

    2.5 Peraturan Gempa SNI-1726-2002

    2.5.1 Gempa Rencana dan Kategori Gedung

    Standar ini menentukan pengaruh Gempa Rencana yang harus ditinjau

    dalam perencanaan struktur gedung serta berbagai bagian dan peralatannya secara

    umum. Akibat pengaruh Gempa Rencana, struktur gedung secara keseluruhan

    harus masih berdiri, walaupun sudah berada dalam kondisi di ambang keruntuhan.

    Gempa Rencana ditetapkan mempunyai perioda ulang 500 tahun, agar

    probabilitas terjadinya terbatas pada 10% selama umur gedung 50 tahun.

    Untuk berbagai kategori gedung, bergantung pada probabilitas terjadinya

    keruntuhan struktur gedung selama umur gedung dan umur gedung tersebut yang

    diharapkan, pengaruh Gempa Rencana terhadapnya harus dikalikan dengan suatu

    Faktor Keutamaan I menurut persamaan:

    I = I1. I2 (2.19)

    Dimana, I1 adalah Faktor Keutamaan untuk menyesuaikan perioda ulang

    gempa berkaitan dengan penyesuaian probabilitas terjadinya gempa itu selama

    umur gedung, sedangkan I2 adalah Faktor Keutamaan untuk menyesuaikan

    perioda ulang gempa berkaitan dengan penyesuaian umur gedung tersebut.

    Faktor-faktor Keutamaan I1, I2, dan I ditetapkan menurut Tabel 2.6 berikut:

    No.Of

    Series

    Concrete

    Moment

    Frame

    Conccrete

    Shear Wall

    Steel

    Moment

    Frame

    Steel

    Concentric

    Braced

    Frame

    Other

    1-2 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0

    3 or more 0.9 0.8 0.8 0.9 1

  • 21 Universitas Kristen Maranatha

    Tabel 2.6 Faktor Keutamaan I untuk Berbagai Kategori Gedung dan

    Bangunan

    Kategori Gedung

    Faktor Keutamaan

    I1 I2 I

    Gedung umum seprti untuk penghunian,

    perniagaan dan perkantoran

    1,0

    1,0

    1,0

    Monument dan bangunan monumental 1,0 1,6 1,6

    Gedung penting pasca gempa seperti rumah

    sakit, instalasi air bersih, pembangkit tenaga

    listrik, pusat penyelamatan keadaan darurat,

    fasilitas radio dan televisi.

    1,4

    1,0

    1,4

    Gedung untuk menyimpan bahan berbahaya

    sperti gas, produkminyak bumi, asam, bahan

    beracun.

    1,6

    1,0

    1,6

    Cerobong, tangki di atas menara 1,5 1,0 1,5

    Catatan:

    Untuk semua struktur bangunan gedung yang ijin penggunaannya diterbitkan

    sebelum berlakunya Standar ini maka Faktor Keutamaam, I, dapat dikalikan 80%.

    Nilai faktor daktilitas dan faktor reduksi gempa harus ditentukan dengan cara-

    cara rasional, misalnya dengan menentukannya dari hasil analisis beban dorong

    statik (static push-over analysis).

    2.5.2 daktilitas Struktur Gedung

    Faktor daktilitas struktur gedung adalah rasio antara simpangan

    maksimum struktur gedung akibat pengaruh Gempa Rencana pada saat mencapai

    kondisi di ambang keruntuhan (m) dan simpangan struktur gedung pada saat

    terjadinya pelelehan pertama y yaitu :

    1,0 = m (2.20)

  • 22 Universitas Kristen Maranatha

    dimana : = 1,0 adalah nilai faktor daktilitas untuk struktur gedung yang

    berperilaku elastik penuh, sedangkan m adalah nilai faktor daktilitas maksimum

    yang dapat dikerahkan oleh sistem struktur gedung yang bersangkutan. Apabila

    Ve adalah pembebanan maksimum akibat pengaruh Gempa Rencana yang dapat

    diserap oleh struktur gedung elastik penuh dalam kondisi di ambang keruntuhan

    dan Vy adalah pembebanan yang menyebabkan pelelehan pertama di dalam

    struktur gedung, maka dengan asumsi bahwa struktur gedung daktail dan struktur

    gedung elastik penuh akibat pengaruh Gempa Rencana menunjukkan simpangan

    maksimum m yang sama dalam kondisi di ambang keruntuhan, maka berlaku

    hubungan sebagai berikut :

    Vy = (2.21)

    dimana : adalah faktor daktilitas struktur gedung. Apabila Vn adalah

    pembebanan gempa nominal akibat pengaruh Gempa Rencana yang harus ditinjau

    dalam perencanaan struktur gedung, maka berlaku hubungan sebagai berikut:

    Vn = = (2.22)

    dimana f1 adalah faktor kuat lebih beban dan bahan yang terkandung di dalam

    struktur gedung dan nilainya ditetapkan sebesar :

    f1 = 1,6

    dan R disebut faktor reduksi gempa menurut persamaan :

    1,6 R = . f1 Rm (2.23)

    dimana R = 1,6 adalah faktor reduksi gempa untuk struktur gedung yang

    berperilaku elastik penuh, sedangkan Rm adalah faktor reduksi gempa maksimum

    yang dapat dikerahkan oleh sistem struktur yang bersangkutan.

    Pada Tabel 2.7 dicantumkan nilai R untuk berbagai nilai yang

    bersangkutan, dengan ketentuan bahwa nilai dan R tidak dapat melampaui nilai

    maksimumnya.

  • 23 Universitas Kristen Maranatha

    Tabel 2.7 Parameter Daktilitas Struktur Gedung

    Taraf Kinerja Struktur Gedung R

    Elastik Penuh 1.0 1.6

    Daktai Parsial

    1.5 2.4

    2.0 3.2

    3.0 4.0

    3.5 4.8

    4.0 5.6

    4.5 6.4

    5.0 7.2

    Daktail penuh 5.3 8.0

    Nilai faktor daktilitas struktur gedung di dalam perencanaan struktur

    gedung dapat dipilih menurut kebutuhan, tetapi tidak boleh diambil lebih besar

    dari nilai faktor daktilitas maksimum m yang dapat dikerahkan oleh masing-

    masing sistem atau subsistem struktur gedung. Dalam Tabel 2.8 ditetapkan nilai

    m yang dapat dikerahkan oleh beberapa jenis sistem dan subsistem struktur

    gedung, berikut faktor reduksi maksimum Rm yang bersangkutan.

    Apabila dalam arah pembebanan gempa akibat pengaruh Gempa Rencana

    sistem struktur gedung terdiri dari beberapa jenis subsistem struktur gedung yang

    berbeda, faktor reduksi gempa representatif dari struktur gedung itu untuk arah

    pembebanan gempa tersebut, dapat dihitung sebagai nilai rata-rata berbobot

    dengan gaya geser dasar yang dipikul oleh masing-masing jenis subsistem sebagai

    besaran pembobotnya menurut persamaan :

    R = (2.24)

    di mana Rs adalah nilai faktor reduksi gempa masing-masing jenis subsistem

    struktur gedung dan Vs adalah gaya geser dasar yang dipikul oleh masing-masing

    jenis subsistem struktur gedung tersebut, dengan penjumlahan meliputi seluruh

    jenis subsistem struktur gedung yang ada. Metoda ini hanya boleh dipakai, apabila

    rasio antara nilai-nilai faktor reduksi gempa dari jenis-jenis subsistem struktur

    gedung yang ada tidak lebih dari 1,5.

  • 24 Universitas Kristen Maranatha

    Untuk jenis subsistem struktur gedung yang tidak tercantum dalam Tabel 2.8,

    nilai faktor daktilitasnya dan faktor reduksi gempanya harus ditentukan dengan

    cara-cara rasional, misalnya dengan menentukannya dari hasil analisis beban

    dorong statik (static push-over analysis).

    Tabel 2.8 Faktor Daktilitas Maksimum, Faktor Reduksi Gempa

    Maksimum, Faktor Tahanan Lebih Struktur Dan Faktor Tahanan Lebih

    Total Beberapa Jenis Sistem Dan Subsistem Struktur Gedung

    Sistem dan subsistem struktur gedung

    Uraian sistem

    pemikul beban

    gempa

    m

    Rm Pers.

    (6)

    f

    Pers.

    (39)

    1. Sistem dinding penumpu

    (Sistem struktur yang tidak memiliki

    rangka ruang pemikul beban gravitasi

    secara lengkap. Dinding penumpu atau

    sistem bresing memikul hampir semua

    beban gravitasi. Beban lateral dipikul

    dinding geser atau rangka bresing).

    1. Dinding geser

    beton bertulang

    2,7 4,5 2,8

    2. Dinding penumpu

    dengan rangka baja

    ringan dan

    bresing tarik

    1,8

    2,8

    2,2

    3. Rangka bresing di

    mana bresingnya

    memikul beban

    gravitasi

    a.Baja 2,8 4,4 2,2

    b.Beton bertulang

    (tidak untuk Wilayah

    5 & 6)

    1,8 2,8 2,2

    2. Sistem rangka gedung

    (Sistem struktur yang pada dasarnya

    memiliki rangka ruang pemikul

    beban gravitasi secara lengkap.

    Beban lateral dipikul dinding

    geser atau rangka bresing).

    1. Rangka bresing

    eksentris baja (RBE)

    4,3 7,0 2,8

    2. Dinding geser

    beton bertulang

    3,3 5,5 2,8

    3. Rangka bresing

    biasa

    a.Baja 3,6 5,6 2,2

    b.Beton bertulang

    (tidak untuk Wilayah

    5 & 6)

    3,6 5,6 2,2

    4. Rangka bresing

    konsentrik khusus

    a.Baja 4,1 6,4 2,2

  • 25 Universitas Kristen Maranatha

    Tabel 2.8 Faktor Daktilitas Maksimum, Faktor Reduksi Gempa

    Maksimum, Faktor Tahanan Lebih Struktur Dan Faktor Tahanan Lebih

    Total Beberapa Jenis Sistem Dan Subsistem Struktur Gedung (lanjutan)

    Sistem dan subsistem struktur gedung

    Uraian sistem

    pemikul beban gempa

    m

    Rm Pers.

    (6)

    f

    Pers.

    (39)

    5. Dinding geser beton

    bertulang berangkai

    daktail

    4,0 6,5 2,2

    6. Dinding geser beton

    bertulang kantilever

    daktailpenuh

    3,6 6,0 2,8

    7. Dinding geser beton

    bertulang kantilever

    daktailparsial

    3,3 5,5 2,8

    3. Sistem rangka pemikul momen

    (Sistem struktur yang pada dasarnya

    memiliki rangka ruang pemikul

    beban gravitasi secara lengkap.

    Beban lateral dipikul rangka

    pemikul momen terutama melalui

    mekanisme lentur)

    1. Rangka pemikul

    momen khusus

    (SRPMK)

    a.Baja 5,2 8,5 2,8

    b.Beton bertulang 5,2 8,5 2,8

    2. Rangka pemikul

    momen menengah

    beton (SRPMM)

    3,3 5,5 2,8

    3. Rangka pemikul

    momen biasa

    (SRPMB)

    a.Baja 2,7 6,5 2,8

    b.Beton bertulang 2,1 3,5 2,8

    4. Rangka batang baja

    pemikul momen

    khusus

    (SRBPMK)

    4,0 6,5 2,8

    4. Sistem ganda

    (Terdiri dari: 1) rangka ruang yang

    memikul seluruh beban gravitasi; 2)

    pemikul beban lateral berupa

    dinding geser atau rangka bresing

    dengan rangka pemikul momen.

    1. Dinding geser

    a.Beton bertulang

    dengan SRPMK beton

    bertulang

    5,2 8,5 2,8

    b.Beton bertulang

    dengan SRPMB baja

    2,6 4,2 2,8

    c. Beton bertulang

    dengan SRPMM beton

    bertulang

    4,0 6,5 2,8

  • 26 Universitas Kristen Maranatha

    Tabel 2.8 Faktor Daktilitas Maksimum, Faktor Reduksi Gempa

    Maksimum, Faktor Tahanan Lebih Struktur Dan Faktor Tahanan Lebih

    Total Beberapa Jenis Sistem Dan Subsistem Struktur Gedung (lanjutan)

    Sistem dan subsistem struktur

    gedung

    Uraian sistem

    pemikul beban

    gempa

    m

    Rm Pers.

    (6)

    f

    Pers.

    (39)

    Rangka pemikul momen harus

    direncanakan secara terpisah

    mampu memikul sekurangkurangnya

    25% dari seluruh beban

    lateral; 3) kedua sistem harus

    direncanakan untuk memikul secara

    bersama-sama seluruh beban lateral

    dengan memperhatikan interaksi

    /sistem ganda)

    b.Dengan SRPMB baja 2,6 4,2 2,8

    3. Rangka bresing

    biasa

    a.Baja dengan SRPMK

    baja

    4,0 6,5 2,8

    b.Baja dengan SRPMB

    baja

    2,6 4,2 2,8

    c.Beton bertulang

    dengan SRPMK beton

    bertulang

    (tidak untuk Wilayah 5

    & 6)

    4,0 6,5 2,8

    d.Beton bertulang

    dengan SRPMM beton

    bertulang

    (tidak untuk Wilayah 5

    & 6)

    2,6 4,2 2,8

    4. Rangka bresing

    konsentrik khusus

    a.Baja dengan SRPMK

    baja

    4,6 7,5 2,8

    b.Baja dengan SRPMB

    baja

    2,6 4,2 2,8

    5. Sistem struktur gedung kolom

    kantilever: (Sistem struktur yang

    memanfaatkan kolom kantilever

    untuk memikul beban lateral)

    Sistem struktur kolom

    kantilever

    1,4 2,2 2

    6. Sistem interaksi dinding geser

    dengan rangka

    Beton bertulang biasa

    (tidak untuk Wilayah

    3, 4, 5 & 6)

    3,4 5,5 2,8

  • 27 Universitas Kristen Maranatha

    Tabel 2.8 Faktor Daktilitas Maksimum, Faktor Reduksi Gempa

    Maksimum, Faktor Tahanan Lebih Struktur Dan Faktor Tahanan Lebih

    Total Beberapa Jenis Sistem Dan Subsistem Struktur Gedung (lanjutan)

    Sistem dan subsistem struktur gedung

    Uraian sistem pemikul

    beban gempa

    m

    Rm Pers.

    (6)

    f

    Pers.

    (39)

    7. Subsistem tunggal

    (Subsistem struktur bidang yang

    membentuk struktur gedung secara

    keseluruhan)

    1. Rangka terbuka baja

    5,2

    8,5

    2,8

    2. Rangka terbuka beton

    bertulang

    5,2 8,5 2,8

    3. Rangka terbuka beton

    bertulang dengan balok

    beton pratekan

    (bergantung pada indeks

    baja total)

    3,3 5,5 2,8

    4. Dinding geser beton

    bertulang berangkai

    daktail

    penuh.

    4,0 6,5 2,8

    5. Dinding geser beton

    bertulang kantilever

    daktail parsial

    3,3 5,5 5,5

  • 28 Universitas Kristen Maranatha

    2.5.3 Wilayah Gempa

    Indonesia ditetapkan terbagi dalam 6 Wilayah Gempa, di mana Wilayah

    Gempa 1 adalah wilayah dengan kegempaan paling rendah dan Wilayah Gempa 6

    dengan kegempaan paling tinggi. Pembagian Wilayah Gempa ini, didasarkan atas

    percepatan puncak batuan dasar akibat pengaruh Gempa Rencana dengan perioda

    ulang 500 tahun.

    Gambar 2.4 Respons Spektrum Gempa Rencana

  • 29 Universitas Kristen Maranatha

    Gambar 2.5 Wilayah Gempa Indonesia dengan percepatan puncak batuan

    dasar dengan perioda ulang 500 tahun

    Percepatan respons maksimum Am dan Ar, dimana Am adalah Percepatan

    respons maksimum atau Faktor Respons Gempa maksimum dan Ar adalah

    pembilang dalam persamaan hiperbola Faktor Respons Gempa C pada Spektrum

    Respons Gempa Rencana. Dalam Tabel 2.9 nilai-nilai Am dan Ar dicantumkan

    untuk masing-masing Wilayah Gempa dan masing-masing jenis tanah.

    Tabel 2.9 Spektrum Respons Gempa Rencana

  • 30 Universitas Kristen Maranatha

    2.5.4 Pembatasan Waktu Getar Alami Fundamental

    Untuk mencegah penggunaan struktur gedung yang terlalu fleksibel, nilai

    waktu getar alami fundamental T1 dari struktur gedung harus dibatasi, bergantung

    pada koefisien untuk wilayah gempa tempat struktur gedung berada dan jumlah

    tingkatnya n menurut persamaan :

    T1 < .n (2.25)

    Dimana koefisien ditetapkan menurut tabel 2.10 sebagai berikut :

    Tabel 2.10 Koefisien Yang Membatasi Waktu Getar Alami

    Fundamental Struktur Gedung

    Wilayah Gempa

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    0,20

    0,19

    0,18

    0,17

    0,16

    0,15

    2.5.5 Beban Gempa Nominal Statik Ekuivalen

    Struktur gedung beraturan dapat direncanakan terhadap pembebanan

    gempa nominal akibat pengaruh Gempa Rencana dalam arah masing-masing

    sumbu utama denah struktur tersebut, berupa beban gempa nominal statik

    ekuivalen, yang ditetapkan lebih lanjut dalam pasal-pasal berikut. Apabila

    kategori gedung memiliki Faktor Keutamaan I menurut Tabel 2.6 dan strukturnya

    untuk suatu arah sumbu utama denah struktur dan sekaligus arah pembebanan

    Gempa Rencana memiliki faktor reduksi gempa R dan waktu getar alami

    fundamental T1, maka beban geser dasar nominal statik ekuivalen V yang terjadi

    di tingkat dasar dapat dihitung sebagai:

    (2.26)

    Dimana C1 adalah nilai Faktor Respons Gempa yang didapat dari Spektrum

    Respons Gempa Rencana menurut Gambar 2.4 untuk waktu getar alami

  • 31 Universitas Kristen Maranatha

    fundamental T1, sedangkan Wt adalah berat total gedung, termasuk beban hidup

    yang sesuai.

    Beban geser dasar nominal V harus dibagikan sepanjang tinggi struktur

    gedung menjadi beban-beban gempa nominal statik ekuivalen Fi yang menangkap

    pada pusat massa lantai tingkat ke-i menurut persamaan :

    (2.27)

    Dimana Wi adalah berat lantai tingkat ke-i, termasuk beban hidup yang sesuai, zi

    adalah ketinggian lantai tingkat ke-i diukur dari taraf penjepitan lateral.

    Beban kerja pada struktur bisa ditetapkan berdasarkan peraturan

    pembebanan yang berlaku. Struktur harus mampu memikul semua

    kombinasi pembebanan terfaktor seperti pada tabel 2.11 (SNI 03-2847-2002):

    Tabel 2.11 Kombinasi Pembebanan

    Kombinasi Beban:

    1 1,4D

    2 1.2D + 1,6L

    3 1.2D + 0,5L + 1Fx + 0.3Fy

    4 1.2D + 0,5L + 1Fx - 0.3Fy

    5 1.2D + 0,5L - 1Fx - 0.3Fy

    6 1.2D + 0,5L - 1Fx+ 0.3Fy

    7 1.2D + 0,5L + 0.3Fx + 1Fy

    8 1.2D + 0,5L + 0.3Fx - 1Fy

    9 1.2D + 0,5L - 0.3Fx - 1Fy

    10 1.2D + 0,5L - 0.3Fx + 1Fy

    11 0.9D + 1Fx + 0.3Fy

    12 0.9D + 1Fx - 0.3Fy

    13 0.9D - 1Fx - 0.3Fy

    14 0.9D - 1Fx + 0.3Fy

    15 0.9D + 0.3Fx + 1Fy

    16 0.9D + 0.3Fx - 1Fy

  • 32 Universitas Kristen Maranatha

    Tabel 2.11 Kombinasi Pembebanan (lanjutan)

    17 0.9D - 0.3Fx - 1Fy

    18 0.9D - 0.3Fx + 1Fy

    Dimana:

    D = beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen,

    termasuk dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga, dan

    peralatan layan tetap.

    L = beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung, termasuk

    kejut, tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti angin, hujan dan

    lain-lain.

    F = beban gempa untuk mensimulasikan arah pengaruh Gempa Rencana

    yang sembarang terhadap struktur gedung, pengaruh pembebanan

    gempa dalam arah utama harus dianggap efektif 100% dan harus

    dianggap terjadi bersamaan dengan pengaruh pembebanan gempa

    dalam arah tegak lurus pada arah utama pembebanan tadi, tetapi

    dengan efektifitas hanya 30%.

    Dalam perencanaan struktur gedung terhadap pengaruh Gempa Rencana,

    eksentrisitas rencana ed antara pusat massa dan pusat rotasi lantai tingkat. harus

    ditinjau baik dalam analisis statik, maupun dalam analisis dinamik 3 dimensi.

    Antara pusat massa dan pusat rotasi lantai tingkat harus ditinjau suatu

    eksentrisitas rencana ed. Apabila ukuran horisontal terbesar denah struktur gedung

    pada lantai tingkat itu, diukur tegak lurus pada arah pembebanan gempa,

    dinyatakan dengan b, maka eksentrisitas rencana ed ditentukan sebesar 0.05 b ,

    dalam hal tersebut nilai e adalah nol karena massa lantai dan konfigurasi

    strukturnya adalah simetri.

  • 33 Universitas Kristen Maranatha

    Gambar 2.6 Ilustrasi Penempatan Pusat Massa [Dewobroto,2005]

    2.5.6 Waktu Getar Alami Fundamental

    Waktu getar alami fundamental struktur gedung beraturan dalam arah

    masing-masing sumbu utama menurut dapat ditentukan dengan rumus Rayleigh

    sebagai berikut :

    (2.28)

    Dimana di adalah simpangan horisontal lantai tingkat ke-i dinyatakan dalam mm

    dan g adalah percepatan gravitasi yang ditetapkan sebesar 9810 mm/det.

    2.5.7 Analisis Statik Ekuivalen

    Mengingat pada struktur gedung beraturan pembebanan gempa nominal

    akibat pengaruh Gempa Rencana dapat ditampilkan sebagai beban-beban gempa

    nominal statik ekuivalen Fi yang menangkap pada pusat massa lantai-lantai

    tingkat, maka pengaruh beban-beban gempa nominal statik ekuivalen tersebut

    dapat dianalisis dengan metoda analisis statik 3 dimensi biasa yang dalam hal ini

    disebut analisis statik ekuivalen 3 dimensi.

  • 34 Universitas Kristen Maranatha

    2.5.8 Kinerja Batas Layan

    Kinerja batas layan struktur gedung ditentukan oleh simpangan antar-

    tingkat akibat pengaruh Gempa Rencana, yaitu untuk membatasi terjadinya

    pelelehan baja dan peretakan beton yang berlebihan, di samping untuk mencegah

    kerusakan non-struktur dan ketidaknyamanan penghuni. Simpangan antar-tingkat

    ini harus dihitung dari simpangan struktur gedung tersebut akibat pengaruh

    Gempa Nominal yang telah dibagi Faktor Skala. Untuk memenuhi persyaratan

    kinerja batas layan struktur gedung, dalam segala hal simpangan antar-tingkat

    yang dihitung dari simpangan struktur gedung tidak boleh melampaui kali

    tinggi tingkat yang bersangkutan atau 30 mm, bergantung yang mana yang

    nilainya terkecil.

    2.5.9 Kinerja Batas Ultimit

    Kinerja batas ultimit struktur gedung ditentukan oleh simpangan dan

    simpangan antar-tingkat maksimum struktur gedung akibat pengaruh Gempa

    Rencana dalam kondisi struktur gedung di ambang keruntuhan, yaitu untuk

    membatasi kemungkinan terjadinya keruntuhan struktur gedung yang dapat

    menimbulkan korban jiwa manusia dan untuk mencegah benturan berbahaya

    antar-gedung atau antar bagian struktur gedung yang dipisah dengan sela pemisah

    (sela delatasi). Simpangan dan simpangan antar-tingkat ini harus dihitung dari

    simpangan struktur gedung akibat pembebanan gempa nominal, dikalikan dengan

    suatu faktor pengali sebagai berikut:

    - Untuk struktur gedung beraturan :

    (2.29)

    - Untuk struktur gedung tidak beraturan :

    (2.30)

    Dimana, R adalah faktor reduksi gempa struktur gedung tersebut dan Faktor Skala

    adalah seperti yang ditetapkan dalam tabel 2.8.

  • 35 Universitas Kristen Maranatha

    Untuk memenuhi persyaratan kinerja batas ultimit struktur gedung, dalam

    segala hal simpangan antar-tingkat yang dihitung dari simpangan struktur gedung

    tidak boleh melampaui 0,02 kali tinggi tingkat yang bersangkutan.

    Jarak pemisah antar-gedung harus ditentukan paling sedikit sama dengan

    jumlah simpangan maksimum masing-masing struktur gedung pada taraf itu yang

    dihitung dengan cara yang disebut pada persamaan 2.29, 2.30. Dalam segala hal

    masing-masing jarak tersebut tidak boleh kurang dari 0,025 kali ketinggian taraf

    itu diukur dari taraf penjepitan lateral.

    2.6 Perencanaan Berbasis Perpindahan

    Konsep perencanaan struktur berbasis kinerja (performance-based seismic

    design) merupakan perencanaan struktur berbasis perpindahan (direct

    displacementbased design) [Priestley 2000].

    Perencanaan tahan gempa berbasis kinerja (performance-based seismic

    design) merupakan proses yang dapat digunakan untuk perencanaan bangunan

    baru maupun perkuatan (upgrade) bangunan yang sudah ada, dengan pemahaman

    yang realistik terhadap resiko keselamatan (life), kesiapan pakai (occupancy) dan

    kerugian harta benda (economic loss) yang mungkin terjadi akibat gempa yang

    akan datang.

    Proses perencanaan tahan gempa berbasis kinerja dimulai dengan

    membuat model rencana bangunan kemudian melakukan simulasi kinerjanya

    terhadap berbagai kejadian gempa. Setiap simulasi memberikan informasi tingkat

    kerusakan (level of damage), ketahanan struktur, sehingga dapat memperkirakan

    berapa besar keselamatan (life), kesiapan pakai (occupancy) dan kerugian harta

    benda (economic loss) yang akan terjadi. Perencana selanjutnya dapat mengatur

    ulang resiko kerusakan yang dapat diterima sesuai dengan resiko biaya yang

    dikeluarkan.

  • 36 Universitas Kristen Maranatha

    Gambar 2.7 Ilustrasi Rekayasa Gempa Berbasis Kinerja [ATC 58]

    Sasaran kinerja terdiri dari kejadian gempa rencana yang ditentukan

    (earthquake hazard), dan taraf kerusakan yang diijinkan atau level kinerja

    (performance level) dari bangunan terhadap kejadian gempa tersebut. Mengacu

    pada FEMA273 (1997) yang menjadi acuan klasik bagi perencanaan berbasis

    kinerja maka kategori level kinerja struktur , adalah :

    Segera dapat dipakai (IO = Immediate Occupancy)

    Keselamatan penghuni terjamin (LS = Life-Safety)

    Terhindar dari keruntuhan total (CP = Collapse Prevention)

    Gambar 2.4 menjelaskan secara kualitatif level kinerja (performance levels)

    FEMA273 yang digambarkan bersama dengan suatu kurva hubungan gaya-

    perpindahan yang menunjukkan perilaku struktur secara menyeluruh (global)

    terhadap pembebanan lateral. Kurva tersebut dihasilkan dari analisa statik non-

    linier khusus yang dikenal sebagai analisa pushover, sehingga disebut juga

    sebagai kurva pushover. Sedangkan titik kinerja (performance point) merupakan

    besarnya perpindahan titik pada atap pada saat mengalami gempa rencana.

  • 37 Universitas Kristen Maranatha

    Gambar 2.8 Kurva kapasitas [ATC, 1996].

    Kurva Kapasitas menggambarkan secara kualitatif kondisi kerusakan yang

    terjadi pada level kinerja yang kemudian dapat diklasifikasikan berdasarkan Tabel

    2.10. Ilustrasi ini memberi bayangan seberapa besar kerusakan itu terjadi.

    [Dewobroto, 2005].

    Tabel 2.12 Klasifikasi Tingkat Keamanan [ATC, 1996].

    Tahapan dalam melakukan perencanaan berbasis perpindahan adalah

    sebagai berikut [Pranata 2008]:

    1. Pemodelan, Analisis dan Desain

    Dalam perancangan struktur bangunan gedung, dilakukan analisis

    dinamik 3D untuk mengetahui karakteristik dinamik gedung dan

    mendapatkan jumlah luas tulangan nominal untuk desain. Pemodelan, analisis

  • 38 Universitas Kristen Maranatha

    dan desain memakai program ETABS Nonlinear V.9.7.1 dengan analisis

    dinamik respons spektrum [SNI 1726-2002].

    2. Pemodelan Properti Sendi

    Karena akan dilakukan investigasi skema kelelehan, maka pada model

    struktur yang akan dilakukan analisis statik beban dorong terlebih dulu

    dilakukan pemodelan properti sendi plastis pada lokasi-lokasi yang

    diharapkan akan terjadi, yaitu pada ujung-ujung (tumpuan) pada balok serta

    kolom.

    Gambar 2.9 Properti Sendi default-M3 dan default-PMM [CSI, 2006].

    Dalam Tugas Akhir ini properti sendi pada elemen struktur balok

    menggunakan Default-M3 dengan pertimbangan karena balok efektif

    menahan momen dalam arah sumbu kuat (sumbu-3), sehingga diharapkan

    sendi plastis terjadi pada balok. Elemen kolom, menggunakan Default-PMM

    dengan pertimbangan bahwa pada elemen kolom terdapat hubungan antara

    gaya aksial dengan momen (diagram interaksi P-M).

    3. Analisis Statik Beban Dorong

    Analisis statik beban dorong atau analisis pushover adalah suatu analisis

    nonlinier statik dimana pengaruh Gempa Rencana terhadap struktur bangunan

    gedung dianggap sebagai beban statik yang menangkap pada pusat massa

    masing-masing lantai, yang nilainya ditingkatkan secara berangsur-angsur

    sampai melampaui pembebanan yang menyebabkan terjadinya pelelehan

    (sendi plastis) pertama di dalam struktur bangunan gedung, kemudian dengan

    peningkatan beban lebih lanjut mengalami perubahan bentuk pasca-elastik

  • 39 Universitas Kristen Maranatha

    yang besar sampai mencapai target peralihan yang diharapkan atau sampai

    mencapai kondisi plastik.

    Metode analisis statik beban dorong merupakan metode dengan

    pendekatan nonlinier statik, dimana dapat digunakan pada struktur bangunan

    gedung beraturan. Salah satu hasil analisis yang mempunyai manfaat penting

    yaitu kurva kapasitas.

    Kurva kapasitas hasil dari analisis statik beban dorong menunjukkan

    hubungan kurva beban lateral-peralihan oleh peningkatan beban statik sampai

    pada kondisi ultimit atau target peralihan yang diharapkan.

    2.7 Metode Capacity Spectrum (ATC-40)

    Metode capacity spectrum adalah metode yang digunakan pada program

    ETABS. Dari hasil output program ini diperoleh parameter titik kinerja struktur.

    Konsep desain kinerja struktur metode capacity spectrum pada dasarnya

    merupakan prosedur yang dilakukan untuk mendapatkan peralihan aktual struktur

    gedung. Peralihan aktual yang didapatkan dari hasil ini menunjukkan besar

    simpangan atap struktur. Perbandingan antara simpangan atap struktur terhadap

    tinggi total struktur menunjukkan kinerja struktur.

    2.8 Perangkat Lunak

    Dalam Tugas Akhir ini digunakan beberapa perangkat lunak untuk

    mempermudah perencanaan yakni:

    1. ETABS (Extended Three Dimensional Building System) adalah suatu

    program atau perangkat lunak yang berfungsi untuk membantu dalam

    pemodelan, menganalisis dan desain secara tiga dimensi suatu bangunan

    gedung yang prosedur integrasinya berupa data base. Untuk memodelkan

    gedung, dibutuhkan beberapa input nilai-nilai yang telah diketahui. Dalam

    hal ini dibutuhkan data material, data profil untuk balok, kolom dan pelat,

    beban gravitasi dan beban gempa, dan kombinasi pembebanan.

    2. pcaColumn V.3.63 adalah suatu program atau perangkat lunak yang

    berfungsi untuk membantu dalam menganalisis komponen kolom pada

    struktur. Untuk menganalisis kolom, dibutuhkan beberapa input nilai-nilai

  • 40 Universitas Kristen Maranatha

    yang telah diketahui. Dalam hal ini dibutuhkan data gaya dalam Momen

    (Mu), gaya Aksial (Pu), gaya Geser (Vu), data material dan dimensi kolom

    yang direncanakan.

    3. SAP2000 V.14 adalah suatu program atau perangkat lunak yang berfungsi

    untuk membantu dalam pemodelan dan menganalisis rangka atap baja.

    Untuk memodelkan rangka atap, dibutuhkan beberapa input nilai-nilai

    yang telah diketahui. Dalam hal ini dibutuhkan data material, data profil

    rangka atap baja, beban gravitasi, beban hidup dan kombinasi

    pembebanan.