07_191Congenital Talipes Equinovarus
-
Upload
ezi-septyandra -
Category
Documents
-
view
50 -
download
3
description
Transcript of 07_191Congenital Talipes Equinovarus
Congenital Talipes Equinovarus (CTEV)Bayu Chandra Cahyono
Fakultas Kedokteran Universitas Jember,
RSD dr. Soebandi, Jember, Jawa Timur, Indonesia
PENDAHULUANCongenital talipes equinovarus (CTEV) yang
juga dikenal sebagai ‘club foot’ adalah suatu
gangguan perkembangan ekstremitas infe-rior
yang sering ditemui, tetapi masih jarang
dipelajari. CTEV dimasukkan dalam terminolo-
gi “sindromik” bila kasus ini ditemukan bersa-
maan dengan gambaran klinik lain sebagai
suatu bagian dari sindrom genetik. CTEV dap-
at timbul sendiri tanpa didampingi gambaran
klinik lain, dan sering disebut sebagai CTEV
idiopatik. CTEV sindromik sering menyertai
gangguan neurologis dan neuromuskular,
seperti spina bifida maupun atrofi muskular
spinal. Bentuk yang paling sering ditemui ada-
lah CTEV idiopatik; pada bentuk ini, ekstremi-
tas superior dalam keadaan normal.
Club foot ditemukan pada hieroglif Mesir
dan perawatannya dijelaskan oleh
Hipokrates pada 400 SM dengan cara
memanipulasi kaki dengan lembut untuk
kemudian dipasangi perban. Sampai saat
ini, perawatan modern juga masih
mengandalkan manipulasi dan
immobilisasi. Manipulasi dan immobilisasi
serial yang dilakukan secara hati-hati diikuti
pemasangan gips adalah metode
perawatan modern non-operatif. Cara
imobilisasi yang saat ini mungkin paling
efektif adalah metode Ponseti; metode ini
dapat mengurangi perlu-nya operasi.
Walaupun demikian, masih ban-yak kasus
yang membutuhkan terapi operatif.
perempuanadalah 2:1.Keterlibatanbilateraldidapatkanpada 30-50%kasus.
KLASIFIKASI2,
4,6
Terdapat banyak
klasifi kasi CTEV,
belum ada yang
digunakan
secara universal.
Pembagian yang
sering digunakan
adalah postural
atau posisional,
serta fi xed/rigid.
Club foot pos-
tural atau
posisional bukan
merupakan club
foot sebenarnya.
Sedangkan club
foot jenis fi xed
atau rigid dapat
digolongkan
menjadi jenis fl
eksibel (dapat
dikoreksi tanpa
operasi) atau
resisten
(membutuhkan
terapi operatif,
walaupun hal ini
tidak sepenuhnya
benar - Ponseti).
Beberapa jenis
klasifi kasi lain
yang dapat
ditemukan,
antara lain,
adalah
klasifikasi
menurut Pirani,
Goldner,
DiMiglio,
Hospital for
Joint Diseases
(HJD), dan
Walker.
ETIOLOGI1,2,4,
5
Etiologi CTEV
tidak diketahui
pasti; beberapa
teori tentang
etiologi CTEV
antara lain:
1. Faktormekanikintrauteri Teori tertua
oleh
Hipokrates.
Dikatakan
bahwa kaki
bayi ditahan
pada posisi
equinovarus
karena
kompresi
eksterna
uterus.
Parker
(1824) dan
Browne
(1939)
mengatakan
bahwa
oligohidram
nion
mempermu
dah
terjadinya
penekanan
dari luar
karena
keterbatasa
n gerak
fetus.
4. Perkembangan fetusterhambat
5. Herediter Adanya
faktor
poligenik
mempermud
ah fetus
terpapar
faktor-faktor
eksternal,
se-peri
infeksi
Rubella dan
pajanan
talido-mid
(Wynne dan
Davis).
6. Vaskular Atlas dkk.
(1980)
menemukan
abnormali-tas
vaskulatur
berupa
hambatan
vaskular
setinggi sinus
tarsalis pada
kasus CTEV.
Pada bayi
dengan
CTEV
didapatkan
mus-cle
wasting di
bagian
ipsilateral,
mungkin
karena
berkurangnya
perfusi arteri
tibialis
anterior
selama masa
perkembanga
n.
PATOFISIOLOGI1
Beberapa teori mengenai
patogenesis CTEV antara lain:
1. Terhambatnya perkembangan
fetus pada fase fibular
2. Kurangnya jaringan kartilagenosa talus
3. Faktor neurogenik. Telah ditemukan adanya abnormalitas
histokimiawi pada kelompok otot pero-
neus pasien CTEV. Hal ini diperkirakan
akibat perubahan inervasi intrauterin
kar-ena penyakit neurologis, seperti
stroke. Teori ini didukung oleh insiden
CTEV pada 35% bayi spina bifida.
DEFINISI1-3
Congenital talipes
equinovarus adalah fiksasi
kaki pada posisi adduksi,
supinasi dan varus. Tulang
kalkaneus, navikular, dan
kuboid ter-rotasi ke arah
medial terhadap talus, dan
ter-tahan dalam posisi
adduksi serta inversi oleh
ligamen dan tendon.
Sebagai tambahan, tu-lang
metatarsal pertama lebih
fleksi terhadap daerah
plantar.
EPIDEMIOLOGI1,2,4,5
Insidens CTEV bervariasi,
bergantung dari ras dan jenis
kelamin. Insidens CTEV di
Amerika Serikat sebesar 1-2
kasus dalam 1000 kelahi-ran
hidup. Perbandingan kasus
laki-laki dan
2. Defekneuromuskular Bebe
rapa
penel
iti
perc
aya
bahw
a
CTE
V
selal
u
kare
na
adan
ya
defek
neur
omus
ku-
lar,
tetapi
bany
ak
penel
itian
tidak
me-
nem
ukan
adan
ya
kelai
nan
histol
ogis
dan
elektr
omio
grafik
.
3. Defek selplasmaprimer Setel
ah
mela
kuka
n
pem
beda
han
pada
11
kaki
CTE
V
da
n
14
kak
i
nor
mal
;
Ira
ni
&
Sh
er
ma
n
me
ne
mu
kan
ba
hw
a
pa
da
kas
us
CT
EV,
leh
er
talu
s
sel
alu
pe
nd
ek,
diik
uti
ro-
tasi
ba
gia
n
ant
eri
or
ke
ara
h
me
dial
da
n
pla
nta
r;
did
ug
a
kar
en
a
def
ek
sel
pla
sma
prim
er. 4. Retr
aksifibrosissekunderkarenapening-katanjaringanfibrosa diototdanliga-men. Pada
pene
litian
post
mort
em,
Pons
etti
men
emu
kan
adan
ya
jarin
gan
kolag
en
yang
sang
at
long
gar
dan
dapa
t
tereg
ang
di
sem
ua
ligam
en
dan
struk
tur
tend
on
(kec
uali
Achill
es).
Seba
likny
a,
ten
do
n
Ac
hill
es
ter
bu
at
dar
i
jari
ng
an
kol
ag
en
yan
g
san
gat
pa
dat
da
n
tida
k
da
pat
ter
eg
an
g.
Zi
mn
y
dkk
.
me
ng
gu
nak
an
mik
-
ros
kop
ele
ktr
on,
me
ne
mu
kan
mio
bla
st
pa
da
fasi
a
me
dial
is
yan
g
dihip
otesi
skan
seba
gai
peny
ebab
kontr
aktur
medi
al.
178
CDK-191_vol39_no3_th2012.indd 178
5. Anomali insersi tendon(Inclan) Teori ini tidak didukung
oleh penelitian lain;
karena distorsi posisi
anatomis CTEV yang
membuat tampak terlihat
adanya kelainan insersi
tendon.
6. Variasi iklim Robertson mencatat
adanya hubungan antara
perubahan iklim dengan
insiden CTEV. Hal ini
sejalan dengan adanya
variasi serupa insiden
kasus poliomielitis di
komunitas. CTEV
dikatakan merupa-kan
sequela dari prenatal
polio-like condi-tion. Teori
ini didukung oleh adanya
pe-rubahan motor neuron
pada spinal cord anterior
bayi-bayi tersebut.
DIAGNOSIS & GAMBARAN KLINIS2,4,7
Cari riwayat adanya CTEV atau
penyakit neu-romuskuler dalam
keluarga. Deformitas seru-pa
dapat ditemui pada
mielomeningokel dan
artrogriposis. Lakukan
pemeriksaan lengkap untuk
mengidentifikasi kelainan lain.
Periksa kaki bayi dalam keadaan
tengkurap, sehingga bagian
plantar dapat terlihat. Periksa juga
dengan posisi bayi supine untuk
mengevalu-asi adanya rotasi
internal dan varus. Pergelan-gan
kaki berada dalam posisi ekuinus
dan kaki berada dalam posisi
supinasi (varus) serta ad-duksi.
Tulang navikular dan kuboid
bergeser ke arah lebih medial.
Terjadi kontraktur jarin-gan lunak
plantar pedis bagian medial.
Tulang kalkaneus tidak hanya
berada dalam posisi ekuinus,
tetapi bagian anteriornya
mengalami rotasi ke arah medial
disertai rotasi ke arah lat-eral
pada bagian posteriornya.
Tumit tampak kecil dan kosong;
pada pera-baan tumit akan
terasa lembut (seperti pipi).
Sejalan dengan terapi, tumit
akan terisi kem-bali dan pada
perabaan akan terasa lebih
keras (seperti meraba hidung
atau dagu). Karena bagian
lateralnya tidak tertutup, maka
leher talus dapat dengan
mudah teraba di sinus tarsalis.
Normalnya leher talus tertutup
oleh tulang navikular dan
badan talus. Ma-leolus medialis
menjadi sulit diraba dan pada
umumnya menempel pada
tulang navikular. Jarak yang
normal terdapat antara tulang
na-vikular dan maleolus
menghilang. Tulang tibia sering
mengalami rotasi internal.
GAMBARAN RADIOLOGIS5,8
Gambaran radiologis CTEV
adalah adanya kes-ejajaran
tulang talus dan kalkaneus.
Posisi kaki
selama pengambilan foto
radiologis sangat penting.
Posisi anteroposterior (AP)
diambil dengan kaki fleksi
terhadap plantar sebesar 30º
dan posisi tabung 30° dari
keadaan ver-tikal. Posisi lateral
diambil dengan kaki fleksi
terhadap plantar sebesar 30º.
Gambaran AP dan lateral juga
dapat diambil pada posisi kaki
dorsofleksi dan plantar fleksi
penuh. Posisi ini penting untuk
mengetahui posisi relatif talus
dan kalkaneus dan mengukur
sudut talokal-kaneal dari posisi
AP dan lateral.
Garis AP digambar melalui
pusat dari aksis tulang talus
(sejajar dengan batas medial)
serta melalui pusat aksis tulang
kalkaneus (sejajar dengan
batas lateral). Nilai normalnya
adalah antara 25-40°. Bila
sudut kurang dari 20°,
dikatakan abnormal. Garis
anteroposte-rior talokalkaneus
hampir sejajar pada kasus
CTEV. Seiring dengan terapi,
baik dengan casting maupun
operasi, tulang kalkaneus akan
berotasi ke arah eksternal,
diikuti dengan talus yang juga
mengalami derotasi. Dengan
demikian akan terbentuk sudut
talokalkaneus yang adekuat.
Garis lateral digambar melalui
titik tengah antara kepala dan
badan tulang talus serta
sepanjang dasar tulang
kalkaneus. Nilai nor-malnya
antara 35-50°, sedang pada
CTEV nilainya berkisar antara
35° dan negatif 10°.
Garis AP dan lateral talus
normalnya melalui pertengahan
tulang navikular dan metatar-sal
pertama. Sudut dari dua sisi
(AP and lat-eral) ditambahkan
untuk menghitung indeks
talokalkaneus; pada kaki yang
sudah terkore-ksi akan memiliki
nilai lebih dari 40°.
Pengambilan foto radiologis
lateral dengan kaki yang
ditahan pada posisi maksimal
dor-sofleksi adalah metode
yang paling dapat diandalkan
untuk mendiagnosis CTEV
yang tidak dikoreksi.
TERAPI1-3,8,9
Terapi MedisTujuan terapi medis adalah
untuk mengoreksi deformitas
dan mempertahankan koreksi
yang telah dilakukan sampai
terhentinya pertumbu-han
tulang.
Secara tradisional, CTEVdikategorikan men-jadi duamacam, yaitu:
1• CTEV yang dapatdikoreksi dengan ma-
nipulasi, casting, dan pemasangan gips.
1• CTEV resisten yang
memberikan respons
minimal terhadap
penatalaksanaan den-gan
pemasangan gips dan dapat
relaps cepat walaupun
awalnya berhasil den-gan
terapi manipulatif. Pada
kategori ini dibutuhkan
intervensi operatif.
The Pirani Scoring SystemDapat digunakan untuk
identifikasi tingkat keparahan
dan memantau
perkembangan kasus CTEV
selama koreksi dilakukan.
Sistem ini terdiri dari 6 kategori,
masing-masing 3 dari hindfoot
dan midfoot. Untuk hindfoot,
kategori terbagi menjadi tonjolan
posterior/ posterior crease (PC),
kekosongan tumit/empti-ness of
the heel (EH), dan derajat
dorsofleksi / degree of dorsifl
exion (DF). Sedangkan untuk
kategori midfoot, terbagi menjadi
kelengkung-an batas
lateral/curvature of the lateral
border
(CLB), tonjolan di sisi
medial/medial crease (MC) dan
terpajannya kepala lateral
talus/uncovering of the lateral
head of the talus (LHT).
A. Curvature of the
lateral border of the foot (CLB)
Batas lateral kaki normalnya
lurus. Batas kaki yang
tampak melengkung
menandakan ter-dapat
kontraktur medial.
Lihat pada bagian plantar pedis
dan letakkan
batangan/penggaris di bagian
lateral kaki. Normalnya, batas
lateral kaki tampak lurus, mulai
dari tumit sampai ke kepala
metatarsal ke lima. Skor adalah
0 (Gambar 1).
Pada kaki abnormal, batas
lateral nampak menjauhi garis
lurus tersebut. Batas lateral
yang tampak melengkung
ringan diberi nilai 0,5
(lengkungan terlihat di bagian
distal kaki pada area sekitar
metatarsal) (Gambar 2).
Kelengkungan batas lateral
kaki yang nam-pak jelas
diberi nilai 1 (kelengkungan
tersebut nampak setinggi
persendian kalkaneokuboid)
(Gambar 3).
2. Medial crease of thefoot (MC)
Pada keadaan normal, kulit
daerah telapak kaki akan
memperlihatkan garis-garis
halus. Lipatan kulit yang lebih
dalam dapat me-nandakan
adanya kontraktur di daerah
medi-al. Pegang kaki dan
tarik dengan lembut saat
memeriksa.
CDK-191/ vol. 39 no. 3, th. 2012
179
CDK-191_vol39_no3_th2012.indd 179 4/3/2012 11:47:39 AM
Lihatlah pada lengkungbatas medial kaki. Nor-malnya, akan terlihat garis-garis halus pada kulittelapak kaki yang tidakmengubah kontur leng-kungmedial tersebut. Nilai MCadalah 0 (Gam-bar 4).
Pada kaki abnormal, akantampak satu atau dualipatan kulit yang dalam.Apabila hal ini tidak terlalubanyak mempengaruhikontur lengkung medial,nilai MC adalah 0,5(Gambar 5).
Apabila lipatan ini tampak
dalam dan dengan jelas
mempengaruhi kontur batas
medial kaki, nilai MC adalah
sebesar 1 (Gambar 6).
3. Posterior crease ofthe ankle (PC)
Pada keadaan normal, kulit
bagian tumit pos-terior akan
memperlihatkan lipatan kulit mul-
tipel halus. Terdapatnya lipatan
kulit yang lebih dalam
menunjukkan adanya
kemungkinan kontraktur posterior
yang lebih berat. Tarik kaki
dengan lembut saat memeriksa.
Pemeriksa melihat ke tumit
pasien. Normal-nya akan
terlihat adanya garis-garis halus
yang tidak mengubah kontur
tumit. Lipatan-lipatan ini
menyebabkan kulit dapat
menyesuaikan diri, sehingga
dapat meregang saat kaki
dalam posisi dorsofleksi. Pada
kondisi ini, nilai PC ada-lah 0
(Gambar 7).
Pada kaki abnormal, akan
didapatkan satu atau dua
lipatan kulit yang dalam.
Apabila li-patan ini tidak terlalu
mempengaruhi kontur
dari tumit, nilai PC adalah 0,5(Gambar 8).
Apabila pada pemeriksaanditemukan lipa-tan kulityang dalam di daerah tumitdan hal tersebut merubahkontur tumit, nilai PC ada-lah 1 (Gambar 9).
4. Lateral part of theHead of the Talus
(LHT)
Pada kasus CTEV yang tidak
diterapi, pemer-iksa dapat
meraba kepala talus di bagian
lat-eral. Dengan terkoreksinya
deformitas, tulang navikular
akan turun menutupi kepala
talus, membuatnya menjadi
lebih sulit teraba, dan akhirnya
sama sekali tidak dapat teraba.
Tanda “turunnya tulang
navikular menutupi kepala
talus” adalah ukuran besarnya
kontraktur di daerah medial
(Gambar 10).
Penatalaksanaan Non-operatifBerupa pemasangan splint
yang dimulai pada bayi berusia
2-3 hari. Urutan koreksi yang
akan dilakukan adalah sebagai
berikut:
1. Adduksi kaki depan(forefoot)
2. Supinasi kaki depan
3. Ekuinus
Usaha-usaha untuk
memperbaiki posisi ekui-nus di
awal masa koreksi dapat
mematahkan kaki pasien, dan
mengakibatkan terjadinya
rockerbottom foot. Tidak boleh
dilakukan pe-maksaan saat
melakukan koreksi. Tempatkan
kaki pada posisi terbaik yang
bisa didapatkan, kemudian
pertahankan posisi ini dengan
menggunakan “strapping”
yang diganti tiap beberapa
hari, atau menggunakan gips
yang diganti beberapa
minggu sekali. Cara ini dilan-
jutkan hingga dapat diperoleh
koreksi penuh atau sampai
tidak dapat lagi dilakukan
koreksi selanjutnya.
Posisi kaki yang sudah terkoreksi
ini kemudian dipertahankan
selama beberapa bulan. Tinda-
kan operatif harus dilakukan
sesegera mung-kin saat tampak
kegagalan terapi konservatif,
yang antara lain ditandai dengan
deformitas menetap, deformitas
berupa rockerbottom foot, atau
kembalinya deformitas segera
set-elah koreksi dihentikan.
Setelah pengawasan selama
6 minggu bi-asanya dapat
diketahui apakah jenis defor-
mitas CTEV mudah dikoreksi
atau resisten. Hal ini
dikonfirmasi menggunakan X-
ray dan dilakukan
perbandingan penghitungan
ori-entasi tulang. Tingkat
kesuksesan metode ini 11-
58%.
Metode PonsetiMetode ini dikembangkandari penelitian kadaver danobservasi klinik oleh dr.Ignacio Ponseti dariUniversitas Iowa.
Langkah-langkah yang diambil:
1. Deformitas utama pada
kasus CTEV ada-lah
adanya rotasi tulang
kalkaneus ke arah intenal
(adduksi) dan fleksi plantar
pedis. Kaki dalam posisi
adduksi dan plantar pedis
mengalami fleksi pada
Gambar 10
Gambar 2 0,5
Gambar 3
14 Nilai MC 0
180
CDK-191_vol39_no3_th2012.indd 180
Gambar 5 Nilai MC 0,5 Gambar 6 Nilai MC 1 Gambar 7 Nilai PC 0 Gambar 8 Nilai PC 0,5
Gambar 10 Perabaan kepala talus
Gambar 9 Nilai PC 1
sendi subtalar. Tujuan pertama adalah membuat kaki dalam
posisi abduksi dan dorsofleksi. Untuk mendapatkan kore-ksi
kaki yang optimal, tulang kalkaneus harus bisa dengan bebas
dirotasikan ke bawah talus. Koreksi dilakukan melalui
lengkung normal persendian subtalus, dapat dilakukan
dengan cara meletak-kan jari telunjuk operator di maleolus
medialis untuk menstabilkan kaki, kemu-dian mengangkat ibu
jari dan diletakkan di bagian lateral kepala talus, sementara
melakukan gerakan abduksi pada kaki depan dengan arah
supinasi.
2. Cavus kaki
akan
meningkat
bila kaki de-
pan berada
dalam posisi
pronasi.
Apabila ada
pes cavus,
langkah
pertama
koreksi kaki
adalah
mengangkat
metatarsal
per-tama
dengan
lembut untuk
mengoreksi
cavusnya.
Setelah
terkoreksi,
kaki depan
dapat
diposisikan
abduksi
seperti pada
langkah
pertama.
3. Saat kaki
dalam posisi
pronasi, dapat
menyebabkan
tulang
kalkaneus
berada di
bawah talus.
Apabila hal ini
terjadi, tu-lang
kalkaneus
tidak dapat
berotasi dan
menetap pada
posisi varus,
cavus akan
meningkat. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya bean-
shaped foot. Pada akhir langkah pertama, kaki akan
berada pada posisi abduksi maksimal, tetapi tidak per-
nah pronasi.
4. Manipulasi dikerjakan di ruang khusus setelah bayi disusui.
Setelah kaki
dima-nipulasi,
selanjutnya
dipasang long
leg cast untuk
mempertahan
kan koreksi
yang telah
dilakukan. Gips
dipasang den-
gan bantalan
seminimal
mungkin, tetapi
tetap adekuat.
Langkah
selanjutnya
ada-lah
menyemprotkan
tingtur benzoin
CDK-191/ vol. 39 no. 3, th. 2012
CDK-191_vol39_no3_th2012.indd 181
ke kaki untuk melekatkan kaki
dengan bantalan gips. Dr. Ponsetti
lebih memilih memasang bantalan
tambahan sepan-jang batas medial
dan lateral kaki, agar aman saat
melepas gips menggunakan gunting
gips. Gips yang dipasang tidak
boleh sampai menekan ibu jari kaki
atau mengobliterasi arcus
transversalis. Posisi lutut berada
pada sudut 90° selama pe-
masangan gips panjang. Orang tua
bayi dapat merendam gips ini
selama 30-45 menit sebelum
dilepas. Gips dibelah dua, dilepas
menggunakan gergaji berosilasi
(berputar), kemudian disatukan
kembali. Hal ini untuk mengetahui
perkembangan abduksi kaki depan,
selanjutnya dapat di-gunakan untuk
mengetahui dorsofleksi serta
koreksi yang telah dicapai oleh kaki
ekuinus.
5. Usaha mengoreksi CTEV dengan
paksaan melawan tendon Achilles
yang kaku dap-at mengakibatkan
patahnya kaki tengah (midfoot) dan
berakhir dengan terben-tuknya
deformitas berupa rockerbottom
foot. Kelengkungan kaki abnormal
(cavus) harus diterapi terpisah
seperti pada lang-kah kedua,
sedangkan posisi ekuinusnya harus
dapat dikoreksi tanpa menyebab-
kan patahnya kaki tengah.
Secara umum dibutuhkan 4-7 kali
pemasan-gan gips untuk mendapatkan
abduksi kaki maksimum. Gips diganti
tiap minggu. Koreksi (usaha membuat
kaki dalam posisi abduksi) dapat
dianggap adekuat bila aksis paha dan
kaki sebesar 60°
Setelah dapat dicapai abduksi kaki
maksimal, kebanyakan kasus
membutuhkan tenotomi perkutaneus
tendon Achilles secara aseptis. Daerah
lokal dianestesi dengan kombinasi
lignokain topikal dan infiltrasi lidokain
lokal minimal. Tenotomi dilakukan
dengan cara membuat irisan
menggunakan pisau Bea-ver (ujung
bulat). Luka pasca-operasi ditu-tup
dengan jahitan tunggal menggunakan
benang yang dapat diabsorpsi.
Pemasangan gips terakhir dilakukan
dengan kaki berada pada posisi
dorsofleksi maksimum, kemudian gips
dipertahankan hingga 2-3 minggu.
6. Langkah selanjutnya setelah
pemasan-gan gips adalah
pemakaian sepatu yang
dipasangkan pada lempengan
Dennis
182
Brown. Kaki yang bermasalah
diposisi-kan abduksi (rotasi
ekstrem) hingga 70°, kaki sehat
diabduksi 45°. Sepatu ini juga
memiliki bantalan di tumit untuk
mence-gah kaki terselip dari
sepatu. Sepatu di-gunakan 23 jam
sehari selama 3 bulan, kemudian
dipakai saat tidur siang dan
malam selama 3 tahun.
7. Pada 10-30% kasus, tendon
tibialis ante-rior dapat berpindah
ke bagian lateral ku-neiformis saat
anak berusia 3 tahun. Hal ini
membuat koreksi kaki dapat
bertahan lebih lama, mencegah
adduksi metatarsal dan inversi
kaki. Prosedur ini diindikasikan
pada anak usia 2-2,5 tahun,
dengan cara supinasi dinamik
kaki. Sebelum operasi, pasangkan
long leg cast untuk beberapa
minggu.
TERAPI OPERATIF1,8
1. Insisi Beberapa pilihan insisi, antara lain :
1• Cincinnati: berupa insisi
transversal, mu-lai dari sisi
anteromedial (persendian
navikular-kuneiformis) kaki sampai
ke sisi anterolateral (bagian distal
dan medial sinus tarsal),
dilanjutkan ke bagian be-lakang
pergelangan kaki setinggi sendi
tibiotalus.
2• Insisi Turco curvilineal
medial/posterome-dial: insisi ini
dapat menyebabkan luka terbuka,
khususnya di sudut vertikal dan
medial kaki. Untuk menghindari
hal ini, beberapa operator memilih
beberapa jalan, antara lain:
1 Tiga insisi terpisah – insisi
posterior arah vertikal,
medial, dan lateral
2 Dua insisi terpisah –
curvilinear me-dial danposterolateral.
Banyak pendekatan bisa dilakukan
untuk tera-pi operatif di semua
kuadran, antara lain:
1• Plantar: fasia plantaris, abduktor
halucis, fl eksor digitorumbrevis, ligamen planta-ris
panjang dan pendek
2• Medial: struktur-struktur medial,
se-lubung tendon, pelepasan
talonavikular dan subtalar, tibialis
posterior, FHL (flek-sor halucis
longus), dan pemanjangan FDL
(fleksor digitorum longus)
3• Posterior: kapsulotomi persendian
kaki dan subtalar, terutama
pelepasan lig-amen talofibular
posterior dan tibiofibu-
lar, serta ligamen kalkaneofibular
1• Lateral: struktur-struktur
lateral, selubung peroneal,pesendian kalkaneokuboid,serta pelepasan ligamentalonavikular dan subtalar
Pendekatan mana pun harus bisamenghasil-kan pajanan yangadekuat. Struktur-struktur yangharus dilepaskan ataudiregangkan ada-lah:
1• Tendon Achilles
2• Pelapis tendon dari otot-otot
yang mele-wati sendi subtalar
3• Kapsul pergelangan kaki
posterior dan ligamen Deltoid
4• Ligamen tibiofibular inferior
5• Ligamen fibulokalkaneal
6• Kapsul dari sendi talonavikular
dan sub-talar
7• Fasia plantar pedis dan otot-
otot intrin-sik.
Aksis longitudinal talus dan kalkaneus
harus dipisahkan sekitar 20° dari
proyeksi lateral. Koreksi yang
dilakukan kemudian diper-tahankan
dengan pemasangan kawat di
persendian talokalkaneus, atau
talonavikular atau keduanya. Hal ini
juga dapat dilakukan menggunakan
gips. Luka paska operasi tidak boleh
ditutup paksa. Luka dapat dibiarkan
terbuka agar membentuk jaringan
granu-lasi atau nantinya dapat
dilakukan cangkok (graft) kulit.
Penatalaksanaan dengan operasiharus mem-pertimbangkan usiapasien :
1. Pada anak kurang dari 5
tahun, koreksi dapat dilakukanhanya melalui prosedurjaringan lunak.
2. Untuk anak lebih dari 5 tahun,
membu-tuhkan pembentukan
ulang tulang/bony reshaping
(misal, eksisi dorsolateral dari
persendian kalkaneokuboid
[prosedur Dillwyn Evans] atau
osteotomi tulang ka-lkaneus untuk
mengoreksi varus).
3. Apabila anak berusia lebih
dari 10 tahun, dapat dilakukantarsektomi lateralis atauarthrodesis.
Harus diperhatikan keadaan luka
pasca-operasi. Jika penutupan kulit
sulit dilakukan, lebih baik dibiarkan
terbuka agar dapat terjadi reaksi
granulasi, untuk kemudian memung-
kinkan terjadinya penyembuhan primer
atau sekunder. Dapat juga dilakukan
pencangko-
CDK-191/ vol. 39 no. 3, th. 2012
CDK-191_vol39_no3_th2012.indd 182 4/3/2012 11:47:41 AM
kan kulit untuk menutupi defek luka
operasi. Perban hanya boleh dipasang
longgar dan harus diperiksa secara
reguler.
Follow-up PasienPin untuk fiksator biasanya dilepas
setelah 3-6 minggu. Satelah itu, tetap
diperlukan perban yang dipasangkan
dengan sepatu Dennis Brown selama
6-12 bulan.
KOMPLIKASI1,8,10
1• Infeksi (jarang)
2• Kekakuan dan keterbatasan gerak:
keka-kuan yang muncul awal
berhubungan dengan hasil yang
kurang baik.
3• Nekrosis avaskular talus:
sekitar 40% ke-jadian nekrosisavaskular talus muncul padateknik kombinasi pelepasanmedial dan lateral.
4• Overkoreksi yang mungkinkarena:
5• Pelepasan ligamen interoseum
dari persendian subtalus
1• Perpindahan tulang navikular
yang ber-lebihan ke arahlateral
2• Adanya perpanjangan tendon.
DIAGNOSIS BANDING1,2,7,8
1• Postural clubfoot – terjadi karena
posisi fetus dalam uterus. Jenis
abnormalitas kaki ini dapat
dikoreksi secara manual. Postural
clubfoot memberi respons baik
pada pemasangan gips serial dan
jarang relaps.
2• Metatarsus adductus (atau varus)
– suatu deformitas tulang metatarsal
saja. Forefoot mengarah ke garis
tengah tubuh, atau berada pada
aposisi adduksi. Abnor-malitas ini
dapat dikoreksi dengan manip-ulasi
dan pemasangan gips serial.
PROGNOSIS1,5,9
Kurang lebih 50% kasus CTEV bayi baru
lahir dapat dikoreksi tanpa tindakan
operatif. Teknik
Ponseti (termasuk tenotomi tendon
Achil-les) dilaporkan memiliki tingkat
kesuksesan sebesar 89%. Peneliti lain
melaporkan rerata tingkat kesuksesan
sebesar 10-35%. Sebagian besar kasus
melaporkan tingkat kepuasan 75-90%,
baik dari segi penampilan maupun
fungsi kaki.
Hasil memuaskan didapatkan pada
kurang lebih 81% kasus. Faktor utama
yang mem-pengaruhi hasil fungsional
adalah rentang gerakan pergerakan
kaki, yang dipengaruhi oleh derajat
pendataran kubah dari tulang talus. Tiga
puluh delapan persen pasien CTEV
membutuhkan tindakan operatif lebih
lan-jut (hampir dua pertiganya adalah
prosedur pembentukan ulang tulang).
Rerata tingkat kekambuhan deformitas
mencapai 25%, de-ngan rentang 10-
50%. Hasil terbaik didapat-kan pada
anak-anak yang dioperasi pada usia
lebih dari 3 bulan (biasanya dengan
ukuran lebih dari 8 cm).
DAFTARPUSTAKA
1. Patel M.Clubfoot[Internet].2007[cited2008 Jul29].Availablefrom:www.emedicine.com
2. NordinS.Controversiesincongenitalclubfoot:literaturereview[Internet].2002[cited2008 jul29].Availablefrom:www.mjm.com
3. SouleRE.Treatment ofcongenitaltalipesequinovarusininfancyandearlychildhood[Internet].2008[cited200
8Jul5].Availablefrom:www.jbjs.com
4. MeidzybrodzkaZ.Congenitaltalipesequinovarus(clubfoot):disorderofthefootbutnotthehand[Internet].2002[cited2008Jul29].Availablefrom:www.anatomisociety.com
5. Anonym.Clubfootdeformity[Internet].2005[cited2008
Jul5].Availablefrom:www.dubaibone.com
6. KlerJ.Treatmentmethodsofcongenitaltalipesequinovarus-threecasereports[Internet].2005[cited2005 Jul7].Availablefrom:www.jpn-online.com
7. Harris E.Keyinsight totreatingtalipesequinovarus[Internet].2008[cited2008 Jul29].Availablefrom:www.podiatry.com
8. HussainS,Gomal J.Turco’spostero–medialreleaseforcong
enital talipes equinovarus 2007 [Internet]. 2008 [cited 2008 Jul 5].Available from: www.gjm.com
9. Pirani S. A reliable and valid method of assessing the amount ofdeformity in the congenital clubfoot deformity [Internet]. 1991[cited 2008 Jul 2]. Available from: www.ubc.com
10. Anonym. Birth defect risk factor series: talipesequinovarus (clubfoot) [Internet]. 2006 [cited 2008 Jul 2].Available from: www.statehealth.com
CDK-191/ vol. 39 no. 3, th. 2012
CDK-191_vol39_no3_th2012.indd 183