07-achmad_hidayat.pdf
Transcript of 07-achmad_hidayat.pdf
-
7/30/2019 07-achmad_hidayat.pdf
1/23
Klasifikasi Jenis Tanah Pertanaman Padi
Achmad Hidayat1, Sofyan Ritung1, dan Achmad M. Fagi21Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian
2Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
PENDAHULUAN
Kepulauan Indonesia membentang sepanjang katulistiwa, diapit oleh benua Asia dan Australia serta
Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Maka, Indonesia mempunyai iklim tropik di mana curah hujan
pada musim hujan dan musim kemarau berbeda sangat jelas. Curah hujan rata-rata wilayah Indonesia lebihdari 2.000 mm/tahun dengan evaporasi dari permukaan daratan sekitar 2,4 x 1012 m3. Sisa air hujan berupa
limpasan permukaan (run-off) mengalir lewat sungai-sungai ke laut, dan sebagian ditampung di danau-
danau dan waduk-waduk buatan.
Iklim tropis dengan curah hujan tinggi membuat sebagian besar tanah bereaksi masam dan kurang
subur akibat pencucian hara dan erosi. Sekitar 70% dari tanah dengan kondisi demikian tersebar di
Sumatera, Kalimantan dan Papua. Heterogenitas iklim, topografi, bahan induk, dan vegetasi menyebab-kan
terbentuknya berbagai jenis tanah dari dataran rendah sampai dataran tinggi dengan berbagai tingkat
drainase dari yang baik, sedang, terhambat, bahkan buruk atau tergenang. Padi ditanam pada bermacam-
macam bentuk lahan (landscape) dengan rejim air yang berbeda. Petani menyesuaikan budi daya padiberdasarkan rejim air, yaitu padi sawah irigasi, padi sawah tadah hujan, padi gogo, padi rawa lebak, dan
padi sawah pasang-surut.
Supraptohardjo dan Suhardjo (1978) menginventarisasi penelitian-penelitian tanah pertanaman padi
yang secara kronologis diuraikan berikut ini:
Pada tahun 1950, Koenigs mempelajari morfologi tanah sawah di sekitar Bogor.
Untuk mengidentifikasi distribusi dan variasi jenis tanah sawah survei tanah tinjau dilaksanakan secarasistematis di Jawa, Bali, Sulawesi Selatan, dan Sumatera oleh Dames (1955), Dudal dan
Supraptohardjo (1957), Dudal (1958), Supraptohardjo (1961), dan staf survei tanah (1969).
Semua penelitian itu belum memperhatikan khusus genesis dari tanah sawah. Setelah tahun 1965 tanah
sawah di Madiun, Demak, Cirebon, Bandung, dan Garut diklasifikasi dengan pemetaan yang lebih detail.
Sejak 1965 sampai sekarang lebih banyak survei dan pemetaan telah dibuat dengan menggunakanmetode yang lebih modern.
PENGGUNAAN TAKSONOMI TANAH PADA LAHAN PERTANAMAN PADI
Lembaga riset di banyak negara penghasil beras, seperti BBSDLP (Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian) di Indonesia, menggunakan beberapa sistem klasifikasi
tanah sistem nasional dan internasional. Hampir semua sistem klasifikasi tanah itu tidak dibuat provisi
spesial untuk mengklasifikasi sawah yang tergenang. Hampir semua negara cenderung menggunakan
Taksonomi Tanah USDA 1975) atau peta tanah FAO-UNESCO (UNESCO 1974) untuk mengklasifikasi
tanah tingkat generalisasi tinggi.
Kategori dalam Klasifikasi Tanah
Moormann dan van Breemen (1978) menggunakan taksonomi tanah untuk mengklasifikasi tanah
pertanaman padi, dengan menggunakan indikator pembanding dengan unit tanah menurut FAO-UNESCO.Taksonomi tanah mempunyai beberapa keunggulan, yaitu: (a) sistem yang cukup lengkap untuk
mengklasifikasi sebagian besar tanah, dan (b) sistem bersifat multikategori. Deskripsi dari tanah
pertanaman padi dengan Taksonomi Tanah terbatas pada katagori tertinggi yang berarti hanya interpretasi
umum hubungan antara kondisi tanah dan pertumbuhan tanaman padi yang dapat dikemukakan. Kelima
katagori dari taksonomi tanah adalah:
-
7/30/2019 07-achmad_hidayat.pdf
2/23
1. Ordo jenis tanah dibedakan berdasarkan genesis tanah yang nyata. Padi ditanam di semua ordo tanah
tersebut.
Alfisols: tanah dengan translokasi silika liat yang jelas tanpa pengurasan basa dan tanpa
epippedon Alollic.
Aridisols: tanah dicirikan oleh kekurangan air sepanjang masa, horizon permukaan tidak secara
nyata menghitam oleh humus, dan juga tidak ada retakan yang besar.
Entisols: tanah yang tidak mempunyai tanda-tanda proses pem-bentukan tanah utama, dan juga
tidak mempunyai horizon yang jelas.
Histosols: tanah yang mengandung bahan organik tinggi sampai kedalaman 80 cm.
Inceptisols: tanah dengan ketersediaan air cukup selama lebih dari tiga bulan berturut-turut dan
mempunyai satu atau lebih horizon pedogenik.
Mollisols: tanah yang mempunyai horizon berwarna gelap, berstruktur baik, horizon atas dalam
(epipedon Mollic), dan kejenuhan basa tinggi di seluruh horizon.
Oxisols: tanah yang seluruh mineralnya melapuk secara ekstrim, tidak ada translokasi liat silikat,
dan aktivitas fraksi liat rendah.
Spodosols: tanah dengan translokasi yang jelas dan akumulasi humus dan aluminium atau humus,
aluminium dan besi sebagai material amorf.
Ultisols: tanah dengan translokasi yang jelas dari liat dan pencucian intensif disertai pengurasan
basa.
Vertisols: tanah liat dengan pencampur secara reguler tanah yang mencegah terbentuknya horizonpenanda, dan dengan perubahan ekstrim volume (mengembang-mengerut) oleh perubahan ke-
lengasan tanah ditandai oleh retakan-retakan, timbulnya slickensides dan mikrorelief gilgai.
2. Subordo ~ Penciri digunakan untuk menetapkan taxa yang bervariasi pada subordo. Dalam hal tanah
sawah, subordo yang membedakan tanah basah dari tanah kering pada ordo yang sama adalah paling
penting.
Kriteria subordo lain yang berkaitan dengan sifat-sifat genetik tanah dan rejim air tanah memfasilitasi
pembedaan regim air, yaitu sangat kering (xeric, tortic), kering musiman (ustic), dan terus-meneruslembab (udic, perudic).
3. Kelompok besar (great group) ~ tanah-tanah yang dikelompokkan bersama dalam satu kelompok
besar mempunyai:
persamaan yang erat dalam hal macam, tatanan, dan tingkat ekspresi dari horizon tanah,
persamaan yang erat dalam hal kelengasan tanah dan rejim suhu, dan
persamaan dalam hal status basa.
4. Subkelompok ~ ada tiga macam subkelompok, yaitu:
subkelompok yang menunjukkan konsep sentral (typic),
subkelompok transisi ke ordo, subordo atau kelompok besar lain, dan
subkelompok yang menunjukkan adanya satu atau lebih sifat-sifat menyimpang
Kelompok ketiga penting dalam klasifikasi tanah sawah yang sifat-sifatnya dapat menyimpang karenapelumpuran dan penggenangan.
5. Famili ~ tanah-tanah dalam satu famili mempunyai sifat fisik dan kimia yang menentukan tanggapnyaterhadap pengelolaan tanah. Tekstur tanah, mineralogi, dan rejim suhu adalah kriteria penting yang
digunakan pada tingkat famili. Tanah yang masuk ke dalam famili yang sama seharusnya mempunyai
tingkat kesesuaian yang sama untuk budi daya padi, dan perlu teknologi yang sama untuk
memaksimalkan hasil gabah.
-
7/30/2019 07-achmad_hidayat.pdf
3/23
6. Seri ~ seri adalah kategori terendah dalam klasifikasi tanah. Tanah yang mempunyai ciri hampir sama
dimasukkan ke dalam seri. Status hara dari horizon permukaan biasanya bukan kriteria untuk
memisahkan jenis tanah dalam satu seri, tetapi perubahan akibat penggunaan tanah untuk padi sawah
dapat dijadikan kriteria untuk membedakan seri yang spesifik.
Elemen Penamaan
Nomenklatur yang tertera dalam taksonomi tanah, yang pada awalnya mem-bingungkan pengguna, ternyata
sistematis dan mudah dipahami, sekali prinsip-prinsipnya dikuasai. Elemen formatif dari masing-masing
nama dari jenis tanah, sampai tingkat subkelompok, berasal dari bahasa Latin. Elemen-elemen itu biasanya
terkait dengan karakteristik penting dari tanah yang diklasifikasi. Contoh berikut adalah penamaan jenis
tanah Ultisols.
Tabel 1. Penamaan jenis tanah berdasarkan ciri-ciri ordo, sub-ordo, kelompok besar dan subkelompok.
Katagori Nomenklatur Ciri
Ordo Ultisol Ulti singkatan dari ultimate; pemben-tukantanah dan pencucian ber-langsung,
Sol berarti soil (tanah); semua ordo(nomenklatur) diakhiri kata ini.
Sub-ordo Aquult Aqu adalah aqua (air), berkenaan denganregim air yang ditentukan oleh dangkalnyaair tanah,
ult adalah singkatan dari Ultisol.Kelompok Besar Tropaquult Trop adalah singkatan dari tropical,
menandakan iklim panas dan lembab,
aquultadalah nama sub-ordo.Subkelompok Typic Tropaquult Typic singkatan dari typical; berkenaan
dengan konsep sentral dari kelompok besar.
Elemen-elemen formatif yang dikemukakan oleh Buol et al. (1973) dipilih oleh Moormann dan van
Breemen (1978) sesuai dengan relevansinya dengan klasifikasi tanah pertanaman padi (Tabel 2, 3, dan 4).
-
7/30/2019 07-achmad_hidayat.pdf
4/23
Tabel 2. Elemen formatif dalam penamaan Ordo (USDA 1975; Buol et al. 1973; Moormann dan van
Breemen 1978).
Ordo Elemen formatif dari ordo Makna dari elemen formatif1)
Alfisol Alf Tidak bermaknaAridisol Id Aridus (L), keringEntisol Ent Tidak bermaknaHistosol Ist
Histos (Gr), jaringanInceptisol Ept Inceptum (L), permulaanMollisol Oll Mollis (L), lembutOxisol Ox Oxide (F), oksidaSpodosol Od Spodos (Gr), abu kayuUltisol Ult Ultimus (L), akhirVertisol Ert Verto (L), berbalik
1)L = latin; Gr = Greek; F = France.
Tabel 3. Elemen formatif dalam penamaan sub-ordo (USDA 1975; Buol et al. 1973; Moormann dan van
Breemen (1978).
Elemen formatif Makna KonotasiAnd Modifikasi dari ando Andolika (seperti ando)
Aqu Aqua (air) Regim air basah
Arg Modifikasi dari horizon argillic;
argilla (L), liat berwarna putih
Adanya horizon argillic
Flu Fluvius (L), sungai Dataran banjir
Hum Humus (L), bumi Adanya bahan organik
Ochr Ochros (Gr), pucat Adanya epipedon ochricOrth Orthos (Gr), betul Sesuatu yang seperti biasanya
Psamm Psammos (Gr), pasir Tekstur pasir
Rend Modifikasi dari Rendzina Kandungan karbonat tinggi
Ud Udus (L), lembab Regim air udic
Umbr Umbra (L), naungan Adanya epipedon umbric
Ust Ustus (L), terbakar Regim air usticXer Xeros (L), kering Regim air xeric
-
7/30/2019 07-achmad_hidayat.pdf
5/23
Tabel 4. Elemen formatif dalam penamaan Kelompok Besar (USDA 1975; Buol et al. 1973; Moormann
dan van Breemen (1978).
Elemen formatif Makna Konotasi
Alb Albus (L), putih Horizon albic
And Modifikasi dari ando Seperti ando
Arg Modifikasi dari argillic horizon;
argilla (L), liat berwarna putih
Horizon argillic
Chrom Chroma (Gr), warna Warna jelasDystr, dys Modifikasi dari dys (Gr), sakit;
dys. Trophic, tidak subur
Kejenuhan basa rendah
Eutr, en Modifikasi dari eu (Gr), baik;
entrophic, subur
Kejenuhan basa tinggi
Fluv Fluvus (L), air Dataran banjir
Frag Modifikasi darifragillis (L) Adanya fragipan
Hal Hals (Gr), garam Asin
Hapl Haplous (Gr), sederhana Horizon terbatas (minimum)
Hum Humus (L), bumi Adanya humusNatr Modifikasi dari natrium sodium Adanya horizon natric
Ocht Ochros (Gr), pucat Adanya epipedon achric
Pale Paleos (Gr), tua Pengembangan eksesif
Plint Plonthos (Gr), bata Adanya plinthitePsamm Psammos (Gr), pasir Tekstur pasir
Rhod Rhodon (Gr), mawar Warna merah tua
Sal Sal (L), garam Adanya horizon salic
Sulf Sulfur (L), sulfur Adanya sulfida atau hasil oksidasinya
Torr Torridus (L), panas dan kering Regim air torric
Trop Tropikos (Gr), tropik Lembab dan terus-menerus hangat
Ud Udus (L), lembab Regim air udic
Umbr Umbra (L), naungan Adanya epipedon umbricUst Ustus (L), terbakar Regim air ustic
Xer Xeros (Gr), kering Regim air xeric
Informasi tambahan tentang klasifikasi tanah pertanaman padi, yang paling spesifik adalah tanahpertanaman padi sawah dengan berbagai variasi genangan air dikemukakan dalam prosiding IRRI,
Symposium Soil and Rice (IRRI 1978).
JENIS TANAH UTAMA DI AREAL PERTANAMAN PADI
Posisi Areal dalam Toposequen
Posisi areal pertanaman padi dalam toposequen di mana tidak ada perubahan secara artifisial baik dalam hal
topografi maupun ketersediaan air, diilustrasikan dalam Gambar 1.
-
7/30/2019 07-achmad_hidayat.pdf
6/23
Gambar 1. Posisi area pertanaman padi dalam toposequen dapat mempengaruhi jenis tanah (Moormann
and van Breemen 1978).
Posisi lahan pertanaman padi dalam toposequen membawa konsekuensi bagi ketersediaan air, dan
kalau keadaan ini berlangsung lama akan ber-pengaruh terhadap klasifikasi tanah.
Area Pertanaman di Posisi Pluvial
Topografi areal di posisi pluvial berlereng agak terjal sampai terjadi dengan air tanah yang dalam. Sumber
air bagi tanaman padi adalah curah hujan.
Tanah di posisi pluvial mempunyai drainase baik dan bebas, maka profil tanah umumnya tidaktergenang air. Kelebihan air keluar dari areal pertanaman melalui perkolasi dan limpasan permukaan.
Aliran air bawah permukaan ke posisi phreatic dapat terjadi.
Areal Pertanaman di Posisi Phreatic
Areal phreatic berada di bagian agak ke bawah dari toposequen. Sebab itu, kedalaman air tanah berfluktuasisecara periodik, dari agak dangkal sampai dalam, bergantung pada laju perkolasi dan aliran air bawah
permukaan dari areal pluvial. Adakalanya air bawah permukaan muncul sebagai sumber air (spring) diposisi phreatic.
Topografi area di posisi phreatic agak landai sampai agak terjal. Tanaman padi mendapat air dari
curah hujan dan air tanah (air phreatic). Kelebihan air hujan keluar petakan pertanaman melalui perkolasidan aliran permukaan. Petakan pertanaman dapat tergenang secara temporer, sehingga profil tanah
menunjukkan adanya bercak-bercak gelap (glay mottling).
Areal Pertanaman di Posisi Fluxial
Areal fluxial berada pada posisi terbawah dari toposequen pada lembah-lembah atau dekat pantai, sehingga
air tanah dangkal. Drainase terhambat sehingga petakan pertanaman padi dapat tergenang. Genangan air
dapat berlangsung lama atau agak singkat, dan ini menentukan jenis tanaman palawija yang dapat ditanam
setelah padi sawah.
Tanaman padi mendapat air dari curah hujan, aliran permukaan, dan sumber air irigasi.
-
7/30/2019 07-achmad_hidayat.pdf
7/23
Taxa Tanah Pertanaman Padi Utama
Toposequen dan Klasifikasi Tanah
Sekitar 45% wilayah Indonesia berupa perbukitan dan pegunungan yang diciri-kan oleh topofisiografi yang
sangat beragam (Chiu et al. 2000). Pulau Jawa, sekitar 2/3 wilayahnya didominasi oleh perbukitan danpegunungan yang membentang di tengah, dari Barat sampai ke Timur. Di wilayah perbukitan itu berhulu
sungai-sungai kecil, sedang, dan besar yang menyediakan air bagi pertanaman padi di bagian Utara dan
Selatan. Karena itu Pulau Jawa mampu memenuhi kebutuhan beras nasional sebanyak 57%.
Kondisi wilayah nusantara yang demikian menyebabkan terjadinya sebaran berbagai jenis tanah,
khususnya tanah pertanaman padi, dengan klasifikasi yang berbeda. Keragaman jenis dan klas tanah itutampak dalam Atlas Sumber Daya Tanah skala 1:1.000.000 yang diterbitkan oleh Puslit Tanah dan
Agroklimat (2001). Untuk kepentingan praktek, taxa tanah dan tipe lahan pertanaman padi disederhanakan
oleh Moormann dan van Breemen (1978) seperti ditunjukkan dalam Tabel 5. Klasifikasi tanah pertanaman
padi sampai subordo didaftar dalam uraian tentang ciri-ciri jenis tanah pada tingkat ordo.
Tabel 5. Taxa tanah pertanaman padi utama dan tipe lahan pertanaman padi dominan (Moormann dan
van Breemen 1978).
Sub-ordo yang dijumpai dalam pertanaman padi
Ordo Umumnya
penting
Katagoria) Penting
tingkat lokal
Katagoria) Kurang
penting
Katagoria)
Inceptisols Aquepts ph, f, i - - Andepts p, i
Ochrepts p, ph, i
Tropepts p, ph, i
Alfisols Aqualfs ph, f, i Udalfs p, ph, i
Ustalfs p, ph, i Xeralfs i
Ultisols Aquults ph, f, i Humults p, i Ustults ph, i
Udults p, ph, i
Entisols Aquents ph, f Fluvents ph, i Orthents ph
Psamments ph, i
Vertisols - - Uderts ph, f, i Torrets i
Usterts f, i Xererts i
Mollisols - - Aquolls f, i Udolls p, ph, i
Oxisols - - - - Ustox p
Orthox p
Aridisols - - - - Orthids i
Histosols - - - - Hemists ph, f
Saprists ph, f
Spodosols - - - - Aquods ph, fa) Katagori lahan pertanaman padi: pluvial dan pluvial anthraquic; ph = phreatic dan phreatic anthraquic; f
= fluxial; i = irigasi.b) Hanya pada sub-kelompok aquic.
Karakteristik Tanah
Entisols (Fluvisols, Gleysols, Arenasols, Regosols, Alluvial). Kelompok besar yang masuk ke dalam
subordo Aquents (Gleysols, Fluvisols), adalah: Sulfaquents, Fluvaquents, Tropaquents, Psammaquents,
Haplaquents, dan Hydraquents. Kelompok besar dari ordo Fluvents (Fluvisols), adalah
Xerofluvents/Terrofluvents, Ustifluvents, Tropofluvents, dan Udifluvents.
Dari kelompok Entisols, yang termasuk kedalam tanah-tanah pertanian untuk padi adalah Aquents,
yaitu Entisols basah yang selalu jenuh air dengan drainase terhambat, dan Fluvents yaitu Entisols yang
-
7/30/2019 07-achmad_hidayat.pdf
8/23
terbentuk dari bahan endapan di dataran banjir sungai. Karena posisinya di tempat rendah dan jenuh air,
Aquents biasanya disawahkan sebagai sawah rawa, sawah pasang surut, dan sawah lebak. Fluvents
umumnya digunakan untuk sawah pengairan dan tadah hujan, atau sebagai tegalan untuk padi gogo. Dalam
sistem klasifikasi tanah nasional Entisols setara dengan Aluvial Kelabu atau Aluvial Hidromorf dan
Regosol.
Data analisis tanah Entisols dari berbagai wilayah menunjukkan, bergantung pada komposisi bahan
endapan yang membentuknya, Entisols memiliki kelas besar butir yang sangat bervariasi, dari berliatdengan kandungan liat tinggi (54-69%), sampai berlempung dengan kandungan debu tinggi (39-53%).
Reaksi tanah Aquents biasanya masam sampai agak masam (pH 4,7-6,6), dan Fluvents cenderung masam
sampai agak masam (5,0-6,5).
Kandungan bahan organik juga bervariasi, seperti pada Aquents, kan-dungannya sedang sampai tinggi
di seluruh lapisan. Kandungan P-potensial (P2O
5ekstraksi 25% HCl) bervariasi, sebagian sangat rendah
sampai rendah, dan sebagian sedang sampai tinggi. Demikian juga K-potensial (K2O ekstraksi 25% HCl),
banyak yang kandungannya sedang sampai tinggi di seluruh lapisan. Namun sebagian juga bervariasi
sangat rendah sampai rendah, baik di lapisan atas maupun bawah.
Jumlah basa yang dapat ditukar dan kejenuhan basa (KB) juga bervariasi, sebagian tergolong rendah,
dan sebagian sedang sampai tinggi di seluruh lapisan. Kapasitas tukar kation tanah (KTK) umumnya
rendah sampai sedang, atau sedang sampai tinggi di seluruh lapisan. Lapisan atas umumnya mem-punyaijumlah basa dapat ditukar, KTK, dan KB lebih tinggi daripada lapisan bawah. Dengan demikian, potensikesuburan alami Entisols sangat bervariasi, bergantung pada komposisi bahan, dari rendah sampai tinggi.
Aquents (khususnya Sulfaquents) umumnya lebih miskin, sedangkan Fluvents bervariasi dari sedang
sampai tinggi.
Inceptisols (Gleysols, Andosols, Cambisols, Regosols). Subordo Inceptisols yang terpenting bagi
pertanaman padi adalah Aquepts, Andepts, Tropepts, dan Ochrepts. Masing-masing subordo mempunyaikelompok besar yang dominan dalam pertanaman padi.
Aquepts (Gleysols, Fluvisols) = Sulfaquepts, Haplaquepts, Andaquepts, Tropaquepts, Haplaquepts
Humaquepts.
Andepts (Andosols) = Eutrandepts, Dystrandepts.
Tropepts (Cambisols) = Ustropepts (Vertic Cambisols), Dystropepts (Ferralic Cambisols),
Humitropepts (Humic Cambisols). Ochrepts (Cambisols) = Ustochrepts, Eutochrepts, Dystochrepts.
Pada kelompok Inceptisols, yang termasuk tanah-tanah untuk pertanaman padi adalah Aquepts, yaituInceptisols basah atau jenuh air dengan drainase terhambat, dan air tanah dekat permukaan; Udepts:
Inceptisols di wilayah humid, dengan rejim kelembaban tanah udik sampai perudik/sangat lembab; danUstepts yaitu Inceptisols di wilayah beriklim agak kering sampai kering, dengan rejim kelembaban tanah
ustik/agak kering.
Aquepts merupakan tanah pertanian utama, yang penggunaannya terutama untuk pertanian pangan
lahan basah, khususnya sawah irigasi dan tadah hujan, dan sebagian sawah pasang surut. Udepts banyak
digunakan sebagai tegalan padi gogo, dan sebagian dimanfaatkan sebagai sawah tadah hujan. Ustepts yangdominan di wilayah beriklim kering dimanfaatkan sebagai sawah tadah hujan dan irigasi, dan pertanian
pangan lahan kering (padi gogo). Dalam sistem klasifikasi tanah nasional, Inceptisols setara dengan
Aluvial, Glei Humus, dan sebagian Latosol.
Data analisis tanah Inceptisols, seperti pada Entisols, bervariasi antarwilayah. Sebagian besar
Inceptisols menunjukkan kelas besar butir berliat dengan kandungan liat cukup tinggi (35-78%), tetapisebagian termasuk berlempung halus dengan kandungan liat lebih rendah (18-35%). Reaksi tanah masam
sampai agak masam (pH 4,6-5,5), sebagian pada Eutrudepts bereaksi agak masam sampai netral (pH 5,6-
6,8). Kandungan bahan organik sebagian rendah sampai sedang, dan sebagian lagi sedang sampai tinggi.
Kandungan lapisan atas selalu lebih tinggi daripada lapisan bawah, dengan rasio C/N tergolong rendah (5-
10) sampai sedang (10-18).
-
7/30/2019 07-achmad_hidayat.pdf
9/23
Kandungan P-potensial rendah sampai tinggi, dan K-potensial bervariasi sangat rendah sampai sedang.
Kandungan kedua hara di lapisan atas lebih tinggi dibanding lapisan bawah. Kandungan P2O
5umumnya
lebih tinggi daripada K2O, baik di lapisan atas maupun lapisan bawah. Jumlah basa-basa dapat ditukar di
seluruh lapisan umumnya tergolong sedang sampai tinggi. Kompleks adsorpsi didominasi oleh ion Mg dan
Ca, dengan kandungan ion K relatif rendah, 0,1-0,2 cmol (+)/kg tanah. KTK tanah sebagian besar sedangsampai tinggi di semua lapisan, sebagian kecil rendah sampai tinggi, dengan KTK lapisan atas lebih tinggi
daripada lapisan bawah. KB pada Aquepts dan Dystrudepts sebagian besar termasuk rendah sampai tinggi.Pada Eutrudepts, KB-nya tergolong tinggi sampai sangat tinggi. Potensi kesuburan alami Inceptisols secaraumum bervariasi dari rendah sampai tinggi. Pada Eutrudepts, potensi kesuburan alaminya berkisar dari
sedang sampai tinggi.
Vertisols (Grumusols). Tiga subordo dari Vertisols yang digunakan dalam budi daya padi adalah
Torrerts, Uderts, dan Usterts. Secara garis besar ciri dari Vertisols diuraikan berikut ini:
Dari kelompok Vertisols, yang termasuk tanah pertanian padi adalah Aquerts, yaitu Vertisols basahdengan drainase terhambat, yang dapat menjadi kering pada musim kemarau. Uderts adalah Vertisols yangterdapat di wilayah beriklim agak kering, dengan rejim kelembaban tanah udik/lembab, di manarekahannya tidak membuka lebar. Usterts yaitu Vertisols yang terbentuk di wilayah agak kering dan kering,
rejim kelembaban tanah ustik, dengan rekahan tanah membuka satu sampai dua kali dalam setahun. Ketiga
jenis tanah tersebut sebagian besar dimanfaatkan untuk sawah berpengairan dan tadah hujan. Dalam
klasifikasi tanah nasional, Vertisols setara dengan Grumusol.
Data hasil analisis tanah pedon-pedon Vertisols dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Tenggara,
Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur menunjukkan bahwa Vertisols merupakan tanah liat
dengan kandungan fraksi liat tinggi (33-92%). Reaksi tanah berkisar dari agak masam (pH 6,1-6,5) sampai
agak alkalis (pH 7,4-8,0). Kandungan bahan organik lapisan atas rendah sampai sedang, tetapi lapisan
bawah umumnya sangat rendah sampai rendah, rasio C/N tergolong sedang (11-15). Kandungan P dan K-potensial, bergantung pada bahan induk, bervariasi dari rendah sampai tinggi, dengan rata-rata kandungan
K2O lebih besar daripada P
2O
5. Jumlah basa-basa dapat ditukar tergolong sangat tinggi, dan didominasi
oleh ion Ca. KTK tanah sebagian besar tinggi sampai sangat tinggi, dengan KB termasuk tinggi sampai
sangat tinggi. Dengan demikian potensi kesuburan alami Vertisols, ditinjau dari kandungan basa, termasuk
tinggi sampai sangat tinggi. Kekurangannya terletak pada kandungan bahan organik yang rendah, sifat fisik
yang keras, rekah pada musim kemarau, dan sangat lekat (sticky) pada musim hujan. Karena tanah ini ber-
pH tinggi dan kaya ion kalsium, kemungkinan terjadinya fiksasi fosfat cukup besar.
Andisols. Dari kelompok Andisols, yang termasuk tanah-tanah pertanian padi adalah Udands, yaitu
Andisols berdrainase baik di wilayah beriklim humid, dengan rejim kelembaban tanah udik. Aquands
adalah Andisols basah, dengan air tanah berada pada atau dekat permukaan tanah. Ustands merupakanAndisols yang terdapat di wilayah agak kering sampai kering, dengan rejim kelembaban tanah ustik.
Vitrands yaitu Andisols yang bertekstur agak kasar, dengan kandungan gelas volkan yang tinggi. Dalam
klasifikasi tanah nasional, Andisols setara dengan Andosol.
Andisols umumnya menempati wilayah dataran tinggi, sekitar 700 m dpl. atau lebih tinggi, sehingga
penggunaan utama Udands, Ustands, dan Vitrands umumnya untuk pertanian pangan lahan kering (padi
gogo). Aquands secara khusus dimanfaatkan untuk persawahan.
Data analisis tanah menunjukkan bahwa Andisols memiliki tekstur yang bervariasi dari berliat (30-
65% liat) sampai berlempung kasar (10-20% liat), namun sebagian besar berlempung halus sampaiberlempung kasar. Reaksi tanah umumnya agak masam (5,6-6,5). Kandungan bahan organik lapisan atas
sedang sampai tinggi, dan lapisan bawah umumnya rendah, dengan rasio C/N tergolong rendah (6-10).
Kandungan P dan K-potensial bervariasi, sebagian sedang sampai tinggi, dan sebagian lagi rendah sampai
sedang. Umumnya kandungan lapisan atas lebih tinggi daripada lapisan bawah. Jumlah basa-basa dapat
ditukar tergolong sedang sampai tinggi, dan didominasi oleh ion Ca dan Mg, sebagian juga K. Kapasitas
tukar kation tanah sebagian besar sedang sampai tinggi, dengan kejenuhan basa umumnya sedang. Dengan
demikian, potensi kesuburan alami Andisols termasuk sedang sampai tinggi.
-
7/30/2019 07-achmad_hidayat.pdf
10/23
Alfisols (Luvisols, Mediteran). Tiga subordo Alfisols di mana padi ditanam adalah Aqualf, Ustalfs,
dan Udalfs. Kelompok besar dari masing-masing subordo, adalah:
Aqualfs (Gleyic Luvisols) = Tropaqualfs, Ochraqualfs dan Albaqualfs.
Ustalfs (Luvisols): Paleustalfs, Haplustalfs, Rhodustalfs, Natrustalfs.
Dari kelompok Alfisols, yang termasuk tanah-tanah utama untuk per-tanaman padi adalah Udalfs yaitu
Alfisols yang berkembang di wilayah agak basah dan agak kering, dengan rejim kelembaban tanah udik.Ustalfs yaitu Alfisols yang terdapat di wilayah agak kering sampai kering, dengan rejim kelembaban tanah
ustik. Kedua tanah tersebut umumnya dimanfaatkan untuk sawah tadah hujan dan sawah berpengairan
sederhana, sebagian lainnya untuk tegalan padi gogo. Dalam klasifikasi tanah nasional, Alfisols setara
dengan Mediteran.
Data hasil analisis tanah dari berbagai wilayah menunjukkan bahwa Alfisols merupakan tanah liat
dengan kandungan liat tinggi (35-85%). Reaksi tanah berkisar dari agak masam (pH 6,1-6,5) sampai netral
(pH 6,6-7,3). Kandungan bahan organik lapisan atas umumnya sedang sampai tinggi, tetapi lapisan bawah
umumnya sangat rendah sampai rendah, dengan rasio C/N tergolong rendah (5-10). Kandungan P dan K-potensial umumnya sedang pada lapisan atas, tetapi di lapisan bawah sebagian besar sangat rendah sampai
rendah. Jumlah basa-basa dapat ditukar dan KTK tanah termasuk sedang sampai tinggi, dengan KB
termasuk sedang sampai sangat tinggi. Potensi kesuburan alami Alfisols, ditinjau dari kandungan basa,termasuk sedang sampai tinggi. Kekurangannya mungkin terletak pada kandungan bahan organik tanah
yang rendah (khususnya di lapisan bawah), dan ini tampaknya merupakan gejala umum pada tanah yangsudah dikonversi dari hutan menjadi lahan pertanian.
Mollisols (Mollic Gleysols, Rendzinas, Planosols). Kesesuaian Mollisols bagi budi daya padi
tergolong tinggi. Dua subordo Mollisols yang utama adalah Aquolls dan Udolls. Secara garis besar sifat-
sifat utama Mollisols diuraikan sebagai berikut.
Pada kelompok Mollisols, yang termasuk tanah-tanah pertanian padi adalah Udolls, yaitu Mollisolsberdrainase baik di wilayah beriklim humid, dengan rejim kelembaban tanah udik. Ustolls adalah Ultisols
yang terbentuk di wilayah agak kering sampai kering, dengan rejim kelembaban tanah ustik. Aquolls me-
rupakan Mollisols basah dengan drainase terhambat, dan terdapat di cekungan yang rendah. Rendolls yaitu
Mollisols yang terbentuk dari batu gamping di wilayah beriklim basah, dengan solum tipis dan lapisan atas
berwarna hitam karena kandungan humusnya tinggi. Dalam klasifikasi tanah nasional, Mollisols setara
dengan Renzina.
Penggunaan utama Udolls di wilayah yang lebih banyak hujan umumnya untuk sawah tadah hujan,
sebagian lagi kebun campuran dan pertanian pangan lahan kering (padi gogo). Ustolls di wilayah lebih
kering sebagian diusahakan sebagai sawah tadah hujan, dan sebagian lainnya dimanfaatkan untuk pertanianpangan lahan kering (padi gogo). Aquolls secara spesifik dikembangkan men-jadi lahan sawah tadah hujan
dan sawah berpengairan. Rendolls yang terdapat di daerah karst dengan batu gamping sebagai bahan induk
tanah biasanya dimanfaatkan sebagai kebun campuran dan/atau pertanian pangan lahan kering (padi gogo).
Data hasil analisis tanah berbagai pedon Mollisols dari Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, dan
Sulawesi Utara menunjukkan bahwa Mollisols termasuk tanah berlempung halus sampai berliat, dengan
kandungan liat sedang (15-45%). Reaksi tanah berkisar dari agak masam (pH 5,6-6,5) sampai netral (pH
6,6-7,3). Kandungan bahan organik lapisan atas sedang sampai tinggi, tetapi pada lapisan bawah berangsur
menurun dan menjadi sangat rendah sampai rendah. Rasio C/N tergolong rendah sampai sedang (8-12).
Kandungan P dan K-potensial di lapisan atas termasuk sedang, dan di lapisan bawah rata-rata sangat rendah
atau rendah. Rata-rata kandungan P2O
5lebih besar daripada K
2O. Jumlah basa-basa dapat ditukar termasuk
sedang sampai sangat tinggi, dan didominasi oleh ion Ca dan Mg. KTK tanah sebagian besar sedang
sampai tinggi, dengan KB termasuk sedang sampai tinggi. Dengan demikian potensi kesuburan alami
Mollisols termasuk sedang sampai tinggi.
Ultisols (Podzolic). Padi ditanam di enam kelompok besar Subordo Aquults, yaitu Plinthaquults,
Fragiaquults, Albaquults, Pleaquults, Tropaquults, dan Ochraquults. Dari subordo Humults, padi hanya
ditanam di kelompok besar Tropohumults. Kelompok besar kedua terbanyak yang ditanami padi adalah
dari subordo Udults, yaitu Paleudults, Rhodudults, dan Hapludults.
-
7/30/2019 07-achmad_hidayat.pdf
11/23
Pada kelompok Ultisols, yang termasuk tanah-tanah pertanian padi adalah Udults, yaitu Ultisols yang
terbentuk di wilayah basah, dengan rejim kelembaban tanah udik atau perudik. Humults adalah Ultisols di
daerah pegunungan dengan iklim lembab sampai agak kering, dengan kandungan bahan organik tinggi.
Ustults adalah Ultisols yang terdapat di wilayah agak kering sampai kering yang miskin bahan organik,
dengan rejim kelembaban tanah ustik. Aquults me-rupakan Ultisols di tempat yang rendah dan basah, dimana air tanah dekat permukaan tanah untuk jangka waktu yang lama dalam setahun. Dalam klasifikasi
tanah nasional, Ultisols setara dengan Podsolik Merah Kuning.
Udults umumnya digunakan untuk perladangan berpindah atau tegalan (padi gogo). Aquults yang
penyebarannya relatif sempit sebagian besar di-kembangkan sebagai areal persawahan oleh para
transmigran di sekitar lokasi pemukiman transmigrasi. Ustults yang penyebarannya di wilayah iklim kering
relatif sedikit dominan digunakan untuk pertanian pangan lahan kering (padi gogo).
Data analisis tanah yang berasal dari berbagai wilayah menunjukkan, bergantung pada bahan induk
(batu liat atau batu pasir), Ultisols memiliki butir yang bervariasi dari berlempung halus (17-35% liat)sampai berliat (37-55% liat), reaksi tanah sangat masam sampai masam (pH 4,1-4,8). Kandungan bahan
organik di lapisan atas yang tipis (8-12 cm) umumnya rendah sampai sedang, dan di lapisan bawah
sebagian besar sangat rendah, dengan rasio C/N tergolong rendah (5-10). Kandungan P-potensial sangatrendah, dan K-potensial ber-variasi sangat rendah sampai rendah, baik di lapisan atas maupun lapisan
bawah. Jumlah basa-basa dapat ditukar tergolong sangat rendah di seluruh lapisan, kecuali di lapisan atas
yang umumnya rendah. Ion K hanya berkisar antara 0,00-0,10 cmol (+)/kg tanah. KTK tanah di semualapisan termasuk rendah dan KB sebagian terbesar sangat rendah (20% atau kurang), kecuali di lapisan atas
yang termasuk rendah sampai sedang (21-51%). Potensi kesuburan alami Ultisols disimpulkan sangat
rendah sampai rendah.
Oxisols (Ferrasols, Gleysols, Latosol). Dalam peta tanah dunia FAO, Oxisols disetarakan denganFerrasols untuk Amerika Selatan dan Afrika. Dari kelompok Oxisols, yang termasuk tanah pertanian untuk
tanaman padi adalah Udox, yaitu Oxisols yang miskin humus dan berkembang di wilayah humid, dengan
rejim kelembaban tanah udik sampai perudik. Aquox, yang merupakan Oxisols basah di depresi atau
tempat rendah yang menerima air rembesan dari sekitarnya, umumnya jenuh air dengan drainase terhambat.
Karena sifat fisik dan kimia yang mirip dengan Ultisols, penggunaan Udox hampir serupa, yang umumnya
untuk perladangan berpindah atau tegalan (padi gogo). Aquox yang terbatas penyebarannya di depresi dan
tempat-tempat yang rendah umumnya telah dibuka dan dijadikan sawah tadah hujan, khususnya pada
wilayah di sekitar pemukiman transmigrasi. Dalam klasifikasi tanah nasional Oxisols setara dengan Lotosol
Merah dan Lateritik.
Data hasil analisis tanah berbagai pedon Oxisols dari Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Jawa
Barat, dan Sulawesi Tenggara menunjukkan bahwa Oxisols termasuk bertekstur liat sampai liat berat, yang
kandungan fraksi liatnya dapat sangat tinggi (80-91%). Reaksi tanah bervariasi, sebagian pada Hapludox
dan Kandiudox sangat masam sampai masam (pH 3,9-4,9), sebagian lagi pada Eutrudox bereaksi masam
(pH 5,1-5,5), dan pada Acrudox bereaksi netral (pH 6,7-7,1).
Kandungan bahan organik lapisan atas yang sedikit agak tebal (12-25 cm) sebagian rendah dan
sebagian lagi sedang sampai tinggi, tetapi pada lapisan bawah berangsur menurun menjadi sangat rendah
sampai rendah. Rasio C/N tergolong rendah (6-10). Kandungan P dan K-potensial di lapisan atas danbawah hampir semuanya sangat rendah. Rata-rata kandungan K
2O pada sebagian pedon lebih besar dari
pada P2O
5. Jumlah basa-basa dapat ditukar termasuk sangat rendah, KTK tanah sebagian besar rendah, dan
KB-nya sangat rendah. Kecuali pada Eutrudox, jumlah basa dapat ditukar dan KTK tanah rendah sampaisedang, dan KB-nya tergolong sedang (40-60%). Dengan demikian, potensi kesuburan alami Oxisols
sebagian besar termasuk sangat rendah sampai rendah, sebagian lagi (Eutrudox) rendah sampai sedang.
Histosols (Organosols). Padi ditanam di tanah ordo Histosols, lapisan gambutnya dangkal, tipis, dan
lebih banyak mengandung mineral, tergolong subordo Hemists. Pada kelompok Histosols, yang termasuk
tanah pertanian untuk tanaman padi adalah Hemists yaitu Histosols dengan tingkat dekomposisi tengahan,
kadar serat 1/3-2/3 bagian dari volume tanah, dan BD berkisar antara 0,1-0,2 g/cm3. Saprists yaitu Histosols
yang tingkat dekomposisinya sudah lanjut, dengan kadar serat 1/6 bagian dari volume tanah, dan BD >0,2
g/cm3. Dalam klasifikasi tanah nasional, Histosols setara dengan Organosol.
-
7/30/2019 07-achmad_hidayat.pdf
12/23
Penggunaan utama kedua tanah gambut ini, yang paling sesuai adalah yang ketebalannya 0,75%). Rasio C/N tergolong tinggi sampai
sangat tinggi (16-69), yang berarti walaupun kandungan N tinggi tetapi tidak dalam bentuk tersedia bagi
tanaman. Kandungan P dan K-potensial di lapisan atas (0-50 cm) tergolong sedang sampai tinggi, lebihbaik daripada di lapisan bawah yang umumnya sangat rendah. Pada gambut dangkal dan gambut eutrofik
(subur), kandungan P dan K-potensial termasuk sedang sampai tinggi. Pada tipe gambut lainnya, hanya
lapisan atas yang kandungannya sedang sampai tinggi.
Jumlah basa-basa dapat ditukar (Ca, Mg, K dan Na) sebagian besar ter-golong sangat rendah sampai
rendah. Lapisan atas memiliki kandungan sedikit lebih tinggi dibanding lapisan bawah. Sebagian gambutdangkal dan gambut sedang (tebal 1-2 m) memiliki kandungan basa sedang. Kandungan ion Ca dan K
hampir semuanya sangat rendah sampai rendah. KTK tanah sangat tinggi (60-135 cmol (+)/kg tanah karena
kandungan bahan organik tinggi. Sebaliknya nilai KB termasuk sangat rendah (1-15%). Oleh karena itu,potensi kesuburan alami Histosols sangat rendah sampai rendah. Banyak penelitian yang menunjukkan
bahwa kandungan hara mikro, khususnya Cu, Zn, Bo, dan Mo, berada pada taraf sangat rendah, sehingga
Histosols sering mengalami kahat unsur mikro.
Spodosols. Ordo Spodosols tidak penting dalam usahatani padi. Jenis tanah yang tergolong ordo ini
sangat marginal bagi pertanaman padi.
Pada kelompok Spodosols, yang seringkali dibuka untuk pertanian adalah Haplorthods, yaituSpodosols yang terbentuk di wilayah beriklim basah, dengan curah hujan tinggi dan rejim kelembaban
tanah udik. Aquods adalah Spodosols basah atau jenuh air dengan drainase sangat terhambat, dan seringkali
mempunyai permukaan air tanah berada dekat permukaan tanah. Dalam klasifikasi tanah nasional,
Spodosols setara dengan Podsol.
Bahan induk Spodosols berupa endapan pasir atau batuan pasir kuarsa (SiO 2), sehingga sangat miskinatau sangat rendah kesuburan alaminya. Spodosols yang paling sering ditemukan dan dimanfaatkan untuk
pertanian adalah Haplorthods dan Aquods. Di beberapa daerah pemukiman transmigrasi di Kalimantan
Tengah, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur, yang dimanfaatkan untuk pertanian tanaman pangan
umumnya adalah Aquods yang dibuka untuk sawah rawa. Namun karena kesuburan alaminya sangat
rendah, sesudah 1-2 tahun, tidak menghasilkan panen, maka ditinggalkan atau tidak ditanami lagi.
Hasil analisis tanah dari beberapa pedon Spodosols dari Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat
menunjukkan bahwa Spodosols termasuk tanah dengan kelas besar butir berpasir, dan kandungan fraksi
pasir tinggi (65-96%). Tanah bereaksi masam ekstrim sampai sangat masam (pH 3,3-4,9) di seluruh
lapisan, cenderung naik ke lapisan bawah. Pada permukaan tanah biasanya terdapat lapisan serasah bahanorganik (Oi atau Oe) tipis (5-10 cm), dan di bawahnya terdapat horizon A1 dengan kandungan bahanorganik termasuk sedang sampai tinggi (3,1-9,5%). Langsung di bawah horizon ini terdapat horizon E
berwarna putih atau putih kekelabuan dengan kandungan bahan organik sangat rendah (0,2-0,95%). Rasio
C/N tergolong tinggi (16-35).
Kandungan P dan K-potensial di lapisan atas dan lapisan bawah sangat rendah sampai rendah. Jumlah
basa-basa dapat tukar termasuk sangat rendah [0,2-1,2 cmol (+)/kg tanah]. Kandungan kedua unsur hara inidi lapisan serasah selalu lebih tinggi daripada lapisan bawah yang berpasir. KTK tanah sebagian besar
sangat rendah di lapisan pasir, dan agak tinggi sampai tinggi pada lapisan serasah dan di horizon Bs
(sesquioksida). KB semuanya sangat rendah sampai rendah. Dengan demikian, potensi kesuburan alami
Spodosols sangat rendah sampai rendah.
-
7/30/2019 07-achmad_hidayat.pdf
13/23
POTENSI PERLUASAN AREAL UNTUK PADI SAWAHDAN PADI GOGO
Lahan yang potensial untuk pengembangan atau perluasan areal pertanaman padi sawah dan padi gogo
dapat diketahui dengan cara membandingkan antara data luas lahan yang sesuai dengan data penggunaan
lahan yang ada saat ini. Potensi lahan sawah dan lahan kering untuk tanaman semusim dapat diketahui dari
peta arahan tata ruang pertanian yang disusun oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah danAgroklimat (Puslitbangtanak) yang telah berganti nama dengan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Sumber Daya Lahan Pertanian (BBSDLP), berskala 1:250.000 untuk 20 provinsi dan skala 1:1.000.000
untuk provinsi lainnya. Data penggunaan lahan yang digunakan berskala 1:250.000 dari Badan Pertanahan
Nasional dan BBSDLP. Kedua data spasial tersebut, yakni data potensi lahan dan penggunaan lahanditumpangtepatkan (overlay) untuk mendapatkan lahan yang masih tersedia bagi pengembangan atau
perluasan areal persawahan. Lahan potensial digolongkan tersedia apabila belum digunakan untuk
pertanian maupun penggunaan lainnya yang bersifat permanen, yaitu berupa belukar atau hutan yang dapatdikonversi. Hasil overlay dikalikan dengan faktor koreksi sebesar 0,7 dengan asumsi terdapat 0,3 (30%)
dari lahan tersebut yang tidak sesuai dan sudah digunakan untuk berbagai macam penggunaan, namun tidak
dapat didelineasi dalam peta skala 1:250.000 yang digunakan.
Potensi ketersediaan lahan padi sawah dibedakan antara lahan rawa dan nonrawa. Pada lahan kering,
tanaman semusim yang sesuai adalah berdasar-kan prioritas nasional diantaranya padi gogo, jagung,
kedelai, ubi kayu, dan sayuran. Jika diasumsikan untuk masing-masing tanaman tersebut dialokasikan luaslahan yang sama, maka tanaman padi gogo akan menempati lahan seluas 20% dari total lahan kering
tanaman semusim yang potensial tersedia.
Perluasan Lahan Padi Sawah
Hasil perhitungan potensi lahan untuk perluasan areal tanaman padi sawah di seluruh Indonesia disajikan
per pulau dan per provinsi seperti dalam Tabel 6. Tabel tersebut menunjukkan luas lahan yang sesuai untuk
perluasan areal padi sawah di seluruh Indonesia adalah 8,28 juta ha, terdiri atas sawah rawa 2,98 juta ha
dan sawah nonrawa 5,30 juta ha. Potensi terluas pengembangan sawah terdapat di Papua, Kalimantan, dan
Sumatera, masing-masing dengan luas 5,19 juta ha, 1,39 juta ha, dan 0,96 juta ha. Di Sulawesi hanyaterdapat sekitar 0,42 juta ha, Maluku dan Maluku Utara 0,24 juta ha, Nusa Tenggara dan Bali 0,05 juta ha,
dan Jawa 0,014 juta ha.
-
7/30/2019 07-achmad_hidayat.pdf
14/23
Tabel 6. Luas lahan yang sesuai dan tersedia untuk perluasan areal pertanaman padi sawah (Badan
Litbang Pertanian 2007).
Pulau/provinsiPotensi lahan (ha)
Rawa Non rawa Total
1. Nanggroe Aceh Darussalam 3.660 64.601 68.261
2. Sumatera Utara 6.700 68.800 75.500
3. Riau 46.400 139.700 186.0004. Sumatera Barat 39.352 70.695 110.0475. Jambi 40.500 156.600 197.000
6. Sumatera Selatanl 195.742 39.650 235.3937. Bangka Belitung 0 25.807 25.8078. Bengkulu 0 22.840 22.840
9. Lampung 22.500 17.500 40.000
Sumatera 354.854 606.193 960.847
10. DKI Jakarta - -
11. Banten 1.488 1.488
12. Jawa Barat 7.447 7.447
13. Jawa Tengah 1.302 1.302
14. DI Yogyakarta - -
15. Jawa Timur 4.156 4.156Jawa 0 14.393 14.393
16. Bali 0 14.093 14.093
17. Nusa Tenggara Barat 0 6.247 6.247
18. Nusa Tenggara Timur 0 28.583 28.583
Bali dan Nusa Tenggara 0 48.922 48.922
19. Kalimantan Barat 174.279 8.819 183.098
20. Kalimantan Tengah 177.194 469.203 646.39721. Kalimantan Selatan 211.410 123.271 334.681
22. Kalimantan Timur 167.276 64.487 231.763
Kalimantan 730.160 665.779 1.395.939
23. Sulawesi Utara 0 26.367 26.367
24. Gorontalo 0 20.257 20.257
25. Sulawesi Tenggara 0 191.825 191.82526. Sulawesi Selatan 0 63.403 63.403
27. Sulawesi Tenggara 0 121.122 121.122
Sulawesi 0 422.972 422.972
28. Papua 1.893.366 3.293.634 5.187.000
29. Maluku 0 121.680 121.680
30. Maluku Utara 0 124.020 124.020
Maluku dan Papua 1.893.366 3.539.334 5.432.700
Indonesia 2.978.380 5.297.593 8.275.773
Papua
Potensi lahan untuk padi sawah di Papua masih sangat luas, yakni 5,19 juta ha yang terdiri atas 1,89 juta ha
lahan rawa dan 3,29 juta ha lahan nonrawa. Lahan tersebut umumnya berupa belukar maupun hutan yangsebagian besar terdapat di daerah dataran, Aluvial, dan rawa. Pada lahan tersebut terdapat tanaman spesifik
seperti sagu yang banyak dijumpai di lahan basah dan sebagai makanan pokok masyarakat setempat
sehingga harus tetap dilestarikan. Berdasarkan peta tanah tinjau skala 1:250.000 (Puslittanak/BBSDLP
1990-2004) dan peta tanah eksplorasi skala 1:1.000.000 (Puslitbangtanak, 2001), jenis tanah yang dominan
di daerah ini berdasarkan Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff 2003) adalah Endoaquepts (nama padanan
menurut Sistem Soepraptohardjo, 1961 adalah Glei Humus, Glei Humus Rendah, Aluvial Kelabu),
-
7/30/2019 07-achmad_hidayat.pdf
15/23
Epiaquepts (Aluvial Kelabu), Dystrudepts (Aluvial Coklat-Coklat Kekelabuan), dan Eutrudepts (Aluvial
coklat-coklat kekelabuan).
Kalimantan
Lahan potensial dan tersedia untuk perluasan areal padi sawah di Kalimantan mencakup 1,39 juta ha, terdiriatas 0,73 juta ha lahan rawa dan 0,66 juta ha nonrawa. Lahan potensial tersebut terluas terdapat di
Kalimantan Tengah 0,65 juta ha, Kalimantan Selatan 0,33 juta ha, Kalimantan Timur 0,23 juta ha, danKalimantan Barat 0,18 juta ha.
Di Kalimantan Tengah, penyebaran lahan potensial untuk perluasan padi sawah 646.397 ha, terdiri
atas 177.194 ha lahan rawa dan 469.203 ha lahan nonrawa. Penyebarannya terdapat pada fisiografi jaluraliran sungai, rawa belakang, kubah gambut, dan dataran pasang surut dari bahan induk aluvium dan bahan
organik. Jenis tanah dominan adalah Endoaquepts (Glei Humus, Glei Humus Rendah, Aluvial kelabu),
Haplohemists (Organosol), dan Hydraquents (Aluvial Hidromorf), tanah lainnya adalah Dystrudepts
(Aluvial Coklat-Coklat Kekelabuan), Sulfaquents (Aluvial Kelabu), dan Haplofibrits (Organosol).
Lahan yang potensial untuk perluasan areal pertanaman padi sawah di Kalimantan Selatan 334.681 haterdiri atas 211.410 ha lahan rawa dan 123.271 ha lahan nonrawa. Penyebarannya terdapat pada fisiografi
dataran gambut, dataran Aluvial, dan jalur aliran sungai. Tanah terbentuk dari bahan induk aluvium dan
bahan organik. Jenis tanah dominan adalah Haplohemists (Organosol), Sulfaquepts (Aluvial Kelabu), dan
Endoaquepts (Glei Humus, Glei Humus Rendah, Aluvial kelabu), tanah lainnya adalah Sulfaquents(Aluvial kelabu), Sulfihemists (Organosol), dan Dystrudepts (Aluvial Coklat-Coklat Kekelabuan).
Lahan yang potensial untuk perluasan areal pertanaman padi sawah di Kalimantan Timur seluas
231.763 ha, terdiri atas 167.276 ha lahan rawa dan 64.487 ha non rawa. Penyebarannya pada fisiografi
basin aluvial, jalur aliran sungai, dataran Aluvial, dan dataran antarperbukitan dari bahan induk aluvium
dan bahan organik. Jenis tanah dominan adalah Endoaquepts (Glei Humus, Glei Humus Rendah, Aluvial
Kelabu) dan Sulfaquepts (Aluvial Kelabu). Tanah lainnya adalah Dystrudepts (Aluvial Coklat-Coklat
Kekelabuan), Sulfaquents (Aluvial Kelabu) dan Haplohemists (Organosol).
Lahan yang potensial untuk perluasan areal pertanaman padi sawah di Kalimantan Barat seluas
183.098 ha, terdiri atas 174.279 ha lahan rawa dan 8.819 ha nonrawa. Penyebarannya pada lahan rawa
terutama pada fisiografi kubah gambut dan dataran gambut dari bahan induk bahan organik, hanya sebagiankecil pada dataran tektonik dari bahan induk batuan sedimen. Jenis tanah dominan adalah Haplohemists
(Organosol) dengan kedalaman tergolong dangkal sampai sedang. Jenis tanah lainnya adalah Haplofibrists(Organosol), Sulfihemists (Organosol), Hapludults (Podsolik Merah Kuning), dan Dystrudepts (Aluvial
coklat-coklat kekelabuan). Kedalaman tanah Organosol yang termasuk sesuai adalah kurang dari 100 cm.
Sumatera
Lahan potensial dan tersedia untuk perluasan areal pertanaman padi sawah di Sumatera mencakup 0,96 juta
ha, terdiri atas 0,35 juta ha lahan rawa dan 0,61 juta ha nonrawa. Lahan potensial tersebut terluas diSumatera Selatan yaitu 0,24 juta ha, kemudian Jambi 0,197 juta ha, Riau 0,186 juta ha, Sumatera Barat
0,11 juta ha, Sumatera Utara 0,075 juta ha, NAD 0,068 juta ha, Lampung 0,04 juta ha, Bangka Belitung
0,025 juta, dan Bengkulu 0,022 juta ha.
Lahan yang potensial untuk perluasan areal sawah di Sumatera Selatan 253.393 ha, terdiri atas
195.742 ha lahan rawa dan 39.650 ha nonrawa. Penyebarannya sebagian besar pada daerah rawa fisiografi
rawa belakang, dataran pasang surut, delta/estuarin, kubah gambut, dan sebagian kecil pada fisiografialuvial/jalur aliran. Bahan induk tanah adalah aluvium dan bahan organik. Jenis tanah yang dominan adalah
Endoquepts (Glei Humus, Glei Humus Rendah, Aluvial kelabu), Hydraquents (Aluvial Hidromorf),
Sulfaquents (Aluvial Kelabu), Haplohemists (Organosol), dan Haplosaprists (Organosol).
Potensi perluasan sawah di Jambi 197.000 ha terdiri atas 40.500 ha lahan rawa dan 156.600 ha
nonrawa. Penyebarannya terdapat pada fisiografi aluvial/jalur aliran, rawa belakang, dan kubah gambut dari
bahan induk aluvium dan bahan organik. Jenis tanah yang dominan adalah Endoaquepts (Glei Humus, Glei
-
7/30/2019 07-achmad_hidayat.pdf
16/23
Humus Rendah, Aluvial Kelabu), sedangkan tanah lainnya adalah Halpohemists (Organosol), Dystrudepts
(Aluvial Coklat-Coklat Kekelabuan), dan Endoaquents (Aluvial Kelabu).
Potensi perluasan sawah di Riau 186.000 ha, terdiri atas 46.400 ha lahan rawa dan 139.700 ha
nonrawa. Penyebarannya terdapat pada fisiografi aluvial/jalur aliran, rawa belakang, dan kubah gambut daribahan induk aluvium dan bahan organik. Jenis tanah yang dominan adalah Endoaquepts (Glei Humus, Glei
Humus Rendah, Aluvial Kelabu), sedangkan tanah lainnya adalah Halpohemists (Organosol), Dystrudepts
(Aluvial Coklat-Coklat Kekelabuan), dan Endoaquents (Aluvial Kelabu).
Lahan yang potensial untuk perluasan areal sawah di Sumatera Barat 110.047 ha terdiri atas 39.352 ha
lahan rawa dan 70.695 ha nonrawa. Penyebaran-nya sebagian besar pada fisiografi dataran aluvial, dan
sebagian lagi pada jalur aliran sungai, dataran antarperbukitan, dataran volkan, dan rawa belakang. Bahan
induk tanah adalah aluvium dan bahan organik. Jenis tanah yang dominan meliputi Endoquepts (Glei
Humus, Glei Humus Rendah, Aluvial Kelabu), Dystrudepts (Aluvial Coklat-Coklat Kekelabuan), dan
Endoaquents (Aluvial Kelabu) sebagian kecil Haplohemists (Organosol), dan Haplosaprists (Organosol).
Potensi perluasan areal sawah di Sumatera Utara 75.500 ha, terdiri atas 6.700 ha lahan rawa dan
68.800 ha nonrawa. Penyebarannya pada fisiografi aluvial, dataran volkan, dataran antarperbukitan, dataran
aluvio-koluvial dari bahan induk aluvium dan volkan. Jenis tanah yang dominan adalah Endoaquepts (Glei
Humus, Glei Humus Rendah, Aluvial Kelabu), sedangkan tanah lainnya adalah Dystrudepts (Aluvial
Coklat-Coklat Kekelabuan), Hydrudands (Andosol), Hapludands (Andosol), dan Endoaquents (Aluvial
Kelabu).
Di Nanggroe Aceh Darussalam lahan yang potensial untuk perluasan sawah 68.261 ha, terdiri atas3.660 ha lahan rawa dan 64.601 ha nonrawa. Penyebaran-nya terdapat pada fisiografi aluvial dan aluvio-
marin dari bahan induk aluvium, dengan jenis tanah dominan Endoaquepts (Glei Humus, Glei Humus
Rendah, Aluvial Kelabu), sebagian lagi Dystrudepts (Aluvial Coklat-Coklat Kekelabuan) dan Sulfaquents
(Aluvial Kelabu).
Lahan yang potensial untuk perluasan sawah di Lampung hanya sekitar 40.000 ha, terdapat pada lahan
rawa (dataran pasang surut) seluas 22.500 ha dan nonrawa (jalur aliran sungai) seluas 17.500 ha. Bahan
induk tanah adalah aluvium, dengan jenis dominan Hydraquents (Aluvial Hidromorf) dan Endoaquepts
(Glei Humus, Glei Humus Rendah, Aluvial Kelabu), sedangkan jenis tanah lainnya Dystrudepts (Aluvial
Coklat-Coklat Kekelabuan) dan Sulfaquents (Aluvial Kelabu).
Di Bangka Belitung, lahan yang potensial untuk perluasan sawah sekitar 25.807 ha, tergolongnonrawa. Penyebarannya pada fisiografi jalur aliran sungai dari bahan induk aluvium. Jenis tanah dominan
adalah Endoaquepts (Glei Humus, Glei Humus Rendah, Aluvial Kelabu) dan Dystrudepts Dystrudepts
(Aluvial Coklat-Coklat Kekelabuan).
Potensi lahan untuk perluasan sawah di Bengkulu hanya 22.840 ha, semua-nya tergolong nonrawa.
Penyebarannya pada fisiografi jalur aliran sungai, dataran aluvio-koluvial, dataran antarperbukitan dari
bahan induk aluvium dan sedimen. Jenis tanah tergolong Endoaquepts (Glei Humus, Glei Humus Rendah,
Aluvial Kelabu), dan Dystrudepts (Aluvial Coklat-Coklat Kekelabuan).
Sulawesi
Lahan potensial dan tersedia untuk perluasan areal pertanaman padi sawah di Sulawesi mencakup 0,42 juta
ha, semuanya tergolong nonrawa. Lahan potensial yang terluas terdapat di Sulawesi Tengah yaitu 0,19 juta
ha, kemudian Sulawesi Tenggara 0,12 juta ha, Sulawesi Selatan (termasuk Sulawesi Barat) 0,06 juta ha,Sulawesi Utara 0,026 juta ha, dan Gorontalo 0,02 juta ha.
Lahan yang potensial untuk perluasan areal sawah di Sulawesi Tengah 191.825 ha, penyebarannyapada fisiografi jalur aliran sungai dan dataran antar-perbukitan dari bahan induk aluvium. Jenis tanah
dominan adalah Endo-aquepts (Glei Humus, Glei Humus Rendah, Aluvial Kelabu) dan Dystrudepts
(Aluvial Coklat-Coklat Kekelabuan). Jenis tanah lainnya adalah Udifluvents (Aluvial Coklat-Coklat
Kekelabuan).
-
7/30/2019 07-achmad_hidayat.pdf
17/23
Luas lahan potensial untuk perluasan areal sawah di Sulawesi Tenggara 121.122 ha, pada fisiografi
dataran aluvial, jalur aliran sungai, dan dataran antar-perbukitan dari bahan induk aluvium. Jenis tanah
dominan adalah Endo-aquepts (Glei Humus, Glei Humus Rendah, Aluvial Kelabu). Jenis tanah lainnya
adalah Dystrudepts (Aluvial Coklat-Coklat Kekelabuan).
Di Sulawesi Selatan (termasuk Sulawesi Barat), lahan yang potensial untuk perluasan sawah 63.403ha, terdapat pada fisiografi dataran aluvial dan jalur aliran sungai dari bahan induk aluvium. Jenis tanah
dominan adalah Endo-aquepts (Glei Humus, Glei Humus Rendah, Aluvial Kelabu). Jenis tanah lainnyaHaplusterts (Grumusol) dan Dystrudepts (Aluvial Coklat-Coklat Kekelabuan).
Di Sulawesi Utara dan Gorontalo lahan yang potensial untuk perluasan sawah masing-masing 26.367
ha dan 20.257 ha. Penyebarannya pada fisiografi jalur aliran sungai dari bahan induk aluvium. Jenis tanah
dominan adalah Endoaquepts (Glei Humus, Glei Humus Rendah, Aluvial Kelabu). Jenis tanah lainnya
adalah Udifluvents (Aluvial Coklat-Coklat Kekelabuan).
Nusa Tenggara dan Bali
Potensi lahan untuk perluasan areal pertanaman padi sawah di Nusa Tenggara dan Bali mencakup 48.922
ha, terluas di Nusa Tenggara Timur (28.583 ha), kemudian Bali (14.093 ha), dan Nusa Tenggara Barat(6.247 ha). Penyebarannya pada fisiografi dataran aluvial, dataran tektonik dan volkan dari bahan induk
aluvium, batuan sedimen dan volkan. Jenis tanahnya adalah Haplusterts (Grumusol), Haplustepts (Aluvial
Coklat), Endoaquepts (Glei Humus, Glei Humus Rendah, Aluvial Kelabu) dan Eutrudepts (Aluvial Coklat).Jawa
Potensi lahan untuk perluasan areal pertanaman padi sawah di Jawa hanya 14.393 ha, dan lokasinya
berpencar dalam areal yang sempit. Penyebaran terluas terdapat di Jawa Barat (7.447 ha), kemudian Jawa
Timur (4.156 ha), Banten (1.488 ha), dan Jawa Tengah (1.302 ha). Penyebarannya pada fisiografi dataran
antarperbukitan, volkan dan dataran tektonik dari bahan induk aluvium, volkan dan batuan sedimen. Jenis
tanahnya bervariasi, di antaranya Dystrudepts dan Eutrudepts (Aluvial Coklat-Coklat Kekelabuan),Haplusterts (Grumusol), Haplustalfs (Mediteran), Hapludands (Andosol), dan Endoaquepts (Glei Humus,
Glei Humus Rendah, Aluvial Kelabu).
-
7/30/2019 07-achmad_hidayat.pdf
18/23
Perluasan Lahan Padi Gogo
Potensi perluasan lahan kering untuk tanaman padi gogo berdasarkan hasil perhitungan adalah + 1,42 juta
ha. Secara rinci potensi lahan tersebut pada masing-masing pulau dan provinsi disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Luas lahan yang sesuai dan tersedia untuk perluasan areal tanaman semusim dan padi gogo
(Badan Litbang Pertanian 2007).Pulau/Provinsi Tanaman semusim
lahan kering*)Padi Gogo
**)
1. Nanggroe Aceh Darussalam 282.109 56.422
2. Sumatera Utara 429.751 85.950
3. Riau 252.980 50.596
4. Sumatera Barat 55.118 11.024
5. Jambi 177.341 35.468
6. Sumatera Selatan 307.225 61.445
7. Bangka Belitung - -
8. Bengkulu 88.078 17.616
9. Lampung 26.398 5.280
Sumatera 1.311.776 262.355
10. DKI Jakarta 0 011. Banten 311 62
12. Jawa Barat 4.873 975
13. Jawa Tengah 8.966 1.793
14. DI Yogyakarta - -
15. Jawa Timur 26.394 5.279
Jawa 40.544 8.109
16. Bali - -
17. Nusa Tenggara Barat 137.659 27.532
18. Nusa Tenggara Timur - -
Bali dan Nusa Tenggara 137.659 27.532
19. Kalimantan Barat 856.368 171.274
20. Kalimantan Tengah 401.980 80.396
21. Kalimantan Selatan 494.791 98.95822. Kalimantan Timur 1.886.264 377.253
Kalimantan 3.639.403 727.881
23. Sulawesi Utara 5.091 1.018
24. Gorontalo - -
25. Sulawesi Tengah 47.219 9.444
26. Sulawesi Selatan 69.725 13.945
27. Sulawesi Tenggara 93.417 18.683
Sulawesi 215.452 43.090
28. Papua 1.688.587 337.717
29. Maluku - -
30. Maluku Utara 50.391 10.078
Maluku dan Papua 1.738.978 347.796
Indonesia 7.083.811 1.416.762**)Dihitung berdasarkan asumsi untuk padi gogo = 20% dari luas lahan kering semusim.
-
7/30/2019 07-achmad_hidayat.pdf
19/23
Papua dan Maluku
Potensi lahan kering untuk pengembangan padi gogo di Papua yakni 0,34 juta ha. Lahan tersebut umumnya
berupa belukar dan hutan yang sebagian besar terdapat di dataran tektonik, dataran aluvial, dan pegunungan
tektonik dari bahan induk batuan sedimen dan aluvium. Berdasarkan peta tanah tinjau skala 1:250.000(Puslittanak/BBSDLP 1990-2004) dan peta tanah eksplorasi skala 1:1.000.000 (Puslitbangtanak 2001),
jenis tanah yang dominan di daerah ini berdasarkan taksonomi tanah (Soil Survey Staff 2003) adalahHaplustepts (Aluvium), Dystrudepts dan Eutrudepts (Aluvial Coklat-Coklat Kekelabuan).
Potensi lahan untuk pengembangan padi gogo di Maluku Utara mencakup 10.078 ha, umumnya
terdapat pada fisiografi dataran karst, dataran aluvial, dan dataran tektonik dari bahan induk batuansedimen, aluvium, dan batugamping. Jenis tanah dominan adalah Haplustalfs (Mediteran), Haplustepts
(Aluvial), dan Eutrudepts (Aluvial Coklat-Coklat Kekelabuan). Jenis tanah lainnya adalah Haprendolls
(Rendzina), Haplustolls (Rendzina), dan Ustorthents (Regosol).
Kalimantan
Lahan yang potensial dan tersedia untuk perluasan areal pertanaman padi gogo di Kalimantan mencakup
0,73 juta ha, terluas di Kalimantan Timur 0,38 juta ha, kemudian Kalimantan Barat 0,17 juta ha,
Kalimantan Selatan 0,09 juta ha, dan Kalimantan Tengah 0,08 juta ha.
Di Kalimantan Timur, lahan yang potensial untuk perluasan areal per-tanaman padi gogo seluas
377.253 ha, tersebar pada fisiografi dataran tektonik, dataran karst, pegunungan volkan, pegunungan
tektonik, dataran volkan, dan perbukitan tektonik dari bahan induk sedimen, batu gamping, plutonik, dan
volkanik. Jenis tanah dominan adalah Hapludults (Podsolik Merah Kuning), Hapludolls (Rendzina) dan
Hapludox (Latosol Merah). Jenis tanah lainnya adalah Dystrudepts, Plinthudults, Kandiudults (Podsolik
Merah Kuning), dan Eutrudepts (Mediteran).
Di Kalimantan Barat, lahan yang potensial untuk perluasan areal per-tanaman padi gogo 171.274 ha.
Penyebarannya pada fisiografi dataran tektonik, perbukitan tektonik, dan dataran volkan. Tanah terbentuk
dari bahan induk sedimen dan plutonik. Jenis tanah dominan adalah Hapludults (Podsolik Merah Kuning),Haplorthods (Podsol), Haplohumults (Podsolik Merak Kuning), Hapludox (Latosol Merah). Jenis tanah
lainnya adalah Dystrudepts (Podsolik Merah Kuning), Palehumults (Podsolik Merah Kuning), dan
Durorthods (Podsol).
Lahan yang potensial untuk perluasan areal pertanaman padi gogo di Kalimantan Selatan 98.958 ha,
tersebar pada fisiografi dataran tektonik, perbukitan tektonik, dataran karst, dan perbukitan tektonik dari
bahan induk sedimen dan batu gamping. Jenis tanah dominan adalah Hapludults (Podsolik Merah Kuning),
Hapludolls (Rendzina), dan Haprendolls (Rendzina). Jenis tanah lainnya adalah Plinthudults, Dystrudepts
(Podsolik Merah Kuning), dan Eutrudepts (Mediteran).
Di Kalimantan Tengah, lahan yang potensial untuk perluasan areal per-tanaman padi gogo 80.396 ha,
tersebar pada fisiografi dataran volkan dan dataran tektonik dari bahan induk plutonik dan sedimen. Jenis
tanah dominan adalah Hapludox (Latosol Merah), Hapludults (Podsolik Merah Kuning), dan Haplorthods
(Podsol). Jenis tanah lainnya adalah Palehumults dan Dystrudepts (Podsolik Merah Kuning).
Sumatera
Lahan yang potensial dan tersedia untuk perluasan areal pertanaman padi gogo di Sumatera mencakup 0,26juta ha, terluas di Sumatera Utara 0,086 juta ha, kemudian Sumatera Selatan 0,061 juta ha, Nanggroe AcehDarussalam 0,056 juta ha, Riau 0,051 juta ha, Jambi 0,035 juta ha, Bengkulu 0,017 juta ha, Sumatera Barat
0,011 juta ha, dan Lampung 0,005 juta ha.
Di Sumatera Utara, lahan yang potensial untuk perluasan areal pertanaman padi gogo 85.950 ha,
tersebar pada fisiografi kerucut volkan, dataran dan perbukitan tektonik, pegunungan volkan dari bahan
induk volkanik dan sedimen. Jenis tanah dominan adalah tergolong Dystrudepts (Latosol), Hapludands
(Andosol), Hapludults dan Kandiudults (Podsolik Merah Kuning).
-
7/30/2019 07-achmad_hidayat.pdf
20/23
Potensi perluasan areal pertanaman padi gogo di Sumatera Selatan mencakup 61.445 ha.
Penyebarannya pada fisiografi dataran tektonik, jalur aliran sungai, dan dataran volkan. Jenis tanah
dominan adalah Hapludults (Podsolik Merah Kuning) dan Dystrudepts (Aluvial Coklat-Coklat
Kekuningan). Jenis tanah lainnya adalah Kandiudults, Paleudults, dan Hapludox (Podsolik Merah Kuning).
Potensi perluasan areal untuk pertanaman padi gogo di Nanggroe Aceh Darussalam mencakup 56.422
ha yang tersebar pada fisiografi dataran tektonik, dataran volkan, perbukitan volkan, perbukitan tektonik,
perbukitan karst, pegunungan tektonik, kubah gambut dan pegunungan volkan. Jenis tanah dominan adalahEutrudepts (Latosol), Dystrudepts (Latosol), Hydrudands (Andosol), Hapludands (Andosol), Kandiudults
(Podsolik Merah Kuning), dan Hapludults (Podsolik Merah Kuning). Jenis tanah lainnya adalah
Haprendolls (Rendzina) dan Udorthents (Regosol).
Lahan yang potensial untuk perluasan areal pertanaman padi gogo di Riau adalah 50.596 ha.
Penyebarannya pada fisiografi dataran tektonik, jalur aliran sungai, dan dataran volkan. Jenis tanah
dominan adalah Hapludults (Podsolik Merah Kuning) dan Dystrudepts (Podsolik Merah Kuning, AluvialCoklat-Coklat Kekuningan), sedangkan jenis tanah lainnya adalah Kandiudults, Paleudults, dan Hapludox
(Podsolik Merah Kuning).
Di Jambi, potensi perluasan areal pertanaman padi gogo 35.468 ha yang tersebar pada fisiografi
dataran tektonik, jalur aliran sungai, dataran dan kaki volkan. Jenis tanah dominan adalah Hapludults
(Podsolik Merah Kuning) dan Dystrudepts (Podsolik Merah Kuning, Aluvial Coklat-Coklat Kekuningan).
Jenis tanah lainnya adalah Kandiudults, Paleudults, dan Hapludox (Podsolik Merah Kuning), serta
Hapludands (Andosol).
Di Bengkulu, lahan yang potensial untuk perluasan areal pertanaman padi gogo 17.616 ha.
Penyebarannya pada fisiografi perbukitan tektonik, teras marin, perbukitan volkan, kerucut volkan,
pegunungan tektonik, dan pegunungan volkan dari bahan induk sedimen, aluvium, dan volkanik, dengan
jenis tanah dominan Dystrudepts (Latosol, Aluvial), Hapludults (Podsolik Merah Kuning), Hapludands
(Andosol), dan Kandiudults (Podsolik Merah Kuning). Jenis tanah lainnya adalah Hapludox (Latosol
Merah).
Di Sumatera Barat, lahan yang potensial untuk perluasan areal pertanaman padi gogo hanya 11.024 ha,
yang tersebar pada fisiografi dataran dan kaki volkan, kerucut volkan, dataran dan perbukitan tektonik,
teras marin, dan pegunungan volkan dari bahan induk volkanik, sedimen, dan aluvium. Jenis tanah
dominan adalah Dystrudepts (Latosol, Aluvial), Hapludults (Podsolik Merah Kuning), dan Hapludands(Andosol). Jenis tanah lainnya adalah Kandiudults (Podsolik Merah Kuning).
Lahan yang potensial untuk pengembangan padi gogo di Lampung sekitar 5.280 ha. Penyebaran pada
fisiografi dataran dan kaki volkan, dan dataran tektonik dari bahan induk volkanik dan sedimen. Jenis tanah
dominan adalah Hapludults dan Kandiudults (Podsolik Merah Kuning). Jenis tanah lainnya adalah
Dystrudepts (Podsolik Merah Kuning) dan Hapludands (Andosol).
Sulawesi
Di Sulawesi, lahan yang potensial dan tersedia untuk pengembangan padi gogo hanya 0,043 juta ha, terluasdi Sulawesi Tenggara 0,018 juta ha, kemudian Sulawesi Selatan (termasuk Sulawesi Barat) 0,013 juta ha,
Sulawesi Tengah 0,009 juta ha, dan Sulawesi Utara 0,001 juta ha.
Lahan yang potensial untuk padi gogo di Sulawesi Tenggara adalah 18.683 ha, tersebar pada fisiografidataran tektonik, pegunungan tektonik, dataran aluvial, perbukitan volkan, dataran karst, dan pegununganvolkan dari bahan induk sedimen, metamorf, aluvium, plutonik, dan batu gamping. Jenis tanah dominanadalah Haplustepts Dystrudepts (Aluvial Coklat-Coklat Kekuningan), Hapludox (Latosol Merah),
Kandiudults dan Hapludults (Podsolik Merah Kuning). Jenis tanah lainnya adalah Haplustalfs (Mediteran)
dan Haprendolls (Rendzina).
Lahan yang potensial untuk pengembangan padi gogo di Sulawesi Selatan (termasuk Sulawesi Barat)adalah 13.945 ha, tersebar pada fisiografi dataran karst, perbukitan tektonik, perbukitan volkan, dataran
-
7/30/2019 07-achmad_hidayat.pdf
21/23
aluvial, dataran tektonik, dataran volkan, dan pegunungan volkan dari bahan induk batu gamping, sedimen,
volkanik, dan aluvium. Jenis tanah dominan adalah Haplustepts dan Eutrudepts (Aluvial Coklat-Coklat
Keuningan), Haplusterts (Grumusol). Jenis tanah lainnya adalah Haplustalfs (Mediteran), Haprendolls
(Rendzina), Haplustults (Podsolik Merah Kuning), dan Hapludalfs (Mediteran).
Di Sulawesi Tengah, lahan yang potensial untuk perluasan areal per-tanaman padi gogo 9.444 ha,
terdapat pada fisiografi perbukitan volkan, perbukitan tektonik, dataran karst, dataran tektonik, pegunungan
tektonik, dan dataran volkan dari bahan induk volkanik, metamorf, plutonik, batu gamping, dan sedimen.Jenis tanah dominan adalah Haplustepts, Eutrudepts, dan Dystrudepts (Aluvial Coklat-Coklat Kekuningan),
Hapludults dan Haplohumults (Podsolik Merah Kuning). Jenis tanah lainnya Haplustalfs dan Hapludalfs
(Mediteran), serta Haplorthods (Podsol).
Di Sulawesi Utara, lahan yang potensial untuk pengembangan padi gogo 1.018 ha. Penyebarannya
pada fisiografi dataran volkan dari bahan induk volkanik. Jenis tanah dominan adalah Hapludults (Podsolik
Merah Kuning), dan jenis tanah lainnya Dystrudepts (Latosol Merah Kuning).
Nusa Tenggara Barat
Potensi lahan untuk pengembangan padi gogo di Nusa Tenggara Barat seluas 27.532 ha. Penyebarannya
pada fisiografi dataran volkan, dataran aluvial, dataran karst, dan pegunungan volkan dari bahan induk
volkanik, aluvium, dan batu gamping. Jenis tanahnya adalah Haplustepts (Aluvial Coklat-Coklat
Kekunigan) dan Haplusterts (Grumusol). Jenis tanah lainnya adalah Haplustalfs (Mediteran), Ustorthents(Regosol), dan Ustipsamments (Regosol).
Jawa
Di Jawa, luas lahan untuk pengembangan tanaman padi gogo adalah 8.109 ha dengan lokasi yang berpencar
dalam areal yang sempit di masing-masing lokasi. Penyebaran terluas terdapat di Jawa Timur (5.279 ha),
diikuti oleh Jawa Tengah (1.793 ha), Jawa Barat (975 ha), dan Banten (62 ha).
Di Jawa Timur, penyebarannya pada fisiografi dataran tektonik, perbukitan tektonik, dataran aluvial,
perbukitan karst, perbukitan volkan, kerucut volkan, dan dataran volkan dari bahan induk sedimen,aluvium, batu gamping, dan volkanik. Jenis tanahnya bervariasi, di antaranya Haplustepts (Aluvial Coklat-
Coklat Kekunigan), Haplusterts (Grumusol), Haplustolls (Rendzina), dan Hapludands (Andosol). Jenis
tanah lainnya adalah Haplustalfs (Mediteran), Dystrudepts (Latosol), dan Ustorthents (Regosol).
Potensi lahan untuk perluasan areal pertanaman padi gogo di Jawa Tengah mencakup 1.793 ha, yang
tersebar pada fisiografi perbukitan tektonik, dataran volkan, kerucut volkan, perbukitan karst, dan dataran
tektonik dari bahan induk sedimen, volkanik, dan batu gamping. Jenis tanahnya adalah Haplustepts dan
Eutrudepts (Latosol), Hapludults (Podsolik Merah Kuning), Hapludands (Andosol), Haprendolls dan
Haplustolls (Rendzina). Jenis tanah lainnya adalah Dystrudepts (Latosol), Hapludalfs (Mediteran) danHaplustalfs (Mediteran), serta Ustorthents (Regosol).
Di Jawa Barat, lahan untuk perluasan areal tanaman padi gogo seluas 975 ha. Penyebarannya pada
fisiografi dataran volkan, dataran tektonik dari bahan induk volkanik dan batuan sedimen. Jenis tanahnya
adalah Eutrudepts (Latosol), Dystrudepts (Latosol), Hapludults (Podsolik Merah Kuning), Hapludands
(Andosol), dan jenis tanah lainnya adalah Hapludalfs dan Haplustalfs (Mediteran), serta Ustorthents
(Regosol).
PENUTUP
Potensi lahan untuk pengembangan padi sawah maupun padi gogo untuk memenuhi kebutuhan pangan
nasional masih memberi peluang dengan memanfaatkan lahan basah dan lahan kering yang cukup luas di
beberapa wilayah. Metode klasifikasi jenis tanah masih perlu penyempurnaan yang menyangkut: (1)
penyelarasan antara metode nasional yang dikembangkan sejak pemerintahan Belanda, dan (2)
penyelarasan antara metode nasional dan metode Soil Taxonomy (USDA) atau FAO-UNESCO.
-
7/30/2019 07-achmad_hidayat.pdf
22/23
Teknisi dan penyuluh pertanian masih menggunakan klasifikasi lama, sementara banyak peneliti yang
menggunakan klasifikasi nasional atau klasifikasi internasional. Ketidakkonsistenan penggunaan dan
pengklasifikasian tanah dapat membingungkan praktisi dan penyuluh lapangan.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2007. Prospek dan arah pengembangan komoditaspertanian: tinjauan aspek sumber daya lahan. Departemen Pertanian.
BPS. 2002. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jakarta.
BPS. 2003. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jakarta.
BPS. 2005. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jakarta.
Buol, S.W., F.D. Hole, and R.S. McCracken. 1973. Soil genesis and classification. Oxford & IBH Pub. Co.
New Delhi. 360 p.
Chiu, W.T.F., Z.S. Chen, W.C. Cosico, and F.B. Aglibut (eds.). 2000. Management of slopelands in theAsia-Pacific Region. Food and Fertilizer Technology Center. Taipei, Taiwan. 90 p.
Direktorat Rawa. 1984. Kebijaksanaan Departemen Pekerjaan Umum dalam rangka pengembangan daerah
rawa. Diskusi Pola Pengembangan Pertanian Tanaman Pangan di Lahan Pasang Surut/Lebak.Palembang, 30 Juli2 Agustus 1984. Ditjen Pengairan, Departemen PU.
International Rice Risearch Institute. 1978. Soils and rice. Los Banos, Philippine. 825 p.
Moormann, F.R. and N. Van Breemen. 1978. Rice: soil, water, land. International Rice Research Institute.
Los Banos, Laguna, Philippines. 185 p.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. 2000. Atlas sumber daya tanah eksplorasiIndonesia, skala 1:1.000.000. Puslitbangtanak, Bogor.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. 2001. Atlas arahan tata ruang pertanian
nasional skala 1:1.000.000. Puslitbangtanak, Bogor.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. 2002. Atlas pewilayahan komoditas pertanian
unggulan nasional, skala 1:1.000.000. Puslitbangtanak, Bogor.
Puslitbangtanak. 2003. Arahan lahan sawah utama dan sekunder nasional di P. Jawa, P. Bali dan P.Lombok. Laporan Akhir Kerja Sama antara Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah danAgroklimat, Badan Litbang Pertanian, dengan Proyek Koordinasi Perencanaan Peningkatan
Ketahanan Pangan, Biro Perencanaan dan Keuangan, Sekretariat Jenderal Departemen Pertanian.
Ritung, S dan A. Hidayat. 2007. Prospek perluasan lahan untuk padi sawah dan padi gogo di Indonesia.
Jurnal Sumberdaya Lahan 1(4).
Soepraptohardjo, M. 1961. Klasifikasi tanah kategori tinggi. KNIT I, Bogor.
Soepraptohardjo, M. and H. Suhardjo. 1978. Rice soils of Indonesia. In Proc. Soil and Rice. IRRI, Los
Banos, Philippines. p. 99-113.
Soil Survey Staff. 2003. Keys to soil taxonomy. Ninth edition. United States Departement of Agriculture.Natural Resources Conservation Services.
Subagyo, H.,Nata Suharta, dan Agus B. Siswanto. 2004. Tanah-tanah pertanian di Indonesia. p. 21-68.
Dalam Sumberdaya Lahan Indonesia dan Pengelolaannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanah dan Agroklimat. Bogor.
Subagyo, H. 1998. Karakteristik biofisik lokasi pengembangan sistem usaha pertanian pasang surut,
Sumatera Selatan. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor (Tidak dipublikasi).
UNESCO (United Nations Educational, Sceintific and Cultural Organization). 1974. FAO-UNESCO soilmap of the world 1 : 500.000. Vol. 1. Legend, Paris.
-
7/30/2019 07-achmad_hidayat.pdf
23/23
USDA (United States Department of Agriculture). 1975. Soil taxonomy: a basic system of soil
classification for making and interproting soil surveys. USDA Agric. Hand. 436. US Gueront Printing
Office, Washington D.C. 754 p.