061 puryanto 5205220017 badan penyelesaian sengketa konsumen (bpsk) sebagai alternatif upaya...

19

Click here to load reader

Transcript of 061 puryanto 5205220017 badan penyelesaian sengketa konsumen (bpsk) sebagai alternatif upaya...

Page 1: 061 puryanto 5205220017 badan penyelesaian sengketa konsumen (bpsk) sebagai alternatif upaya penegakan hak konsumen di indonesia

BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) SEBAGAI

ALTERNATIF UPAYA PENEGAKAN HAK KONSUMEN DI INDONESIA

Oleh : Puryanto NPM : 5205220017

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pengertian Konsumen menurut UUPK adalah setiap orang pemakai barang

dan/jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,

keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk

diperdagangkan.1

Perlindungan konsumen merupakan hal yang cukup baru dalam dunia

peraturan perundang-undangan di Indonesia. Perlindungan konsumen telah

meletakkan konsumen dalam posisi terendah dalam menghadapi para pelaku

usaha. Pada umumnya pelaku usaha berlindung di balik perjanjian baku yang

ditanda tangani oleh kedua belah pihak. Tidak adanya alternatif yang diambil oleh

konsumen telah menjadi satu rahasia umum dalam dunia industri usaha di

Indonesia.2

Dalam situasi dan kondisi yang demikian diperlukan landasan hukum yang

kuat bagi pemerintah dan masyarakat untuk melakukan upaya perlindungan dan

pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen.

Berdasarkan kondisi tersebut perlu diupayakan pemberdayaan konsumen dan

pembentukan undang-undang yang dapat melindungi kepentingan konsumen yang

dapat diterapkan dalam masyarakat. Piranti hukum dimaksudkan untuk

mendorong iklim usaha yang sehat melalui pelayanan dan penyediaan barang dan

atau jasa yang berkualitas. Sikap keprihatinan kepada konsumen juga

dimaksudkan sebagai wujud kepedulian yang tinggi terhadap konsumen.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang yang dikemukaan di atas, masalah

konsumen tidak akan terlepas dari masyarakat sebagai pengguna akhir. Sebab

risiko kerugian konsumen dengan sistem industri dan perdagangan yang

demikian telah menimpa beberapa konsumen, dan beban untuk membuktikan

haknya tidak mudah, karena konsumen pada umumnya memiliki keterbatasan

kemampuan dalam membuktikan kesalahan produsen3. Maka masalah pokok

penelitian ini adalah Bagaimanakah Penyelesaian Sengketa Konsumen Antara

Pelaku Usaha dan Konsumen di BPSK Jakarta Barat?

Permasalahan tersebut diatas adalah sangat mendasar, karena menyangkut

kepastian hukum, keadilan hukum, dan tidak hanya bagi konsumen tetapi pelaku

usahapun terlindungi oleh hukum. Dikatakan mendasar karena konsumen adalah

dalam posisi yang lemah.

Maka kehadiran Undang-undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen menjadi tonggak sejarah perkembangan perlindungan konsumen.

1 Shidarta, Hukum Peerlindungan Konsumen Indonesia, Gramedia Widiasarana Indonesia, Revisi

2006, hal.2. 2 Gunawan Wijaya Ahmad Yani, Hukum tentang Perlindungan Konsumen. (Bandung:

PT.Gramedia Pustaka Utama, 2000). Hal.3 3 Inosentius Samsul, Perlindungan Konsumen Kemungkinan Penerapan Tanggung Jawab

Mutlak, FH UI.2004. hal.18.

Page 2: 061 puryanto 5205220017 badan penyelesaian sengketa konsumen (bpsk) sebagai alternatif upaya penegakan hak konsumen di indonesia

2

Undang-undang ini mengatur tentang kebijakan perlindungan konsumen4, baik

materiil, maupun hukum formil mengenai penyelesaian sengketa konsumen5.

Berdasarkan Undang-undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen, apakah hukum itu dapat melindungi serta telah memberikan rasa

keadilan, dan dapat memberikan kepastian hukum bagi konsumen. Untuk

mewujudkan hal tersebut diatas diperlukan lembaga-lembaga penegak hukum

beserta aparatur maupun pencari keadilan berdasarkan Undang-undang No.8

Tahun 1999.

4 Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 19.

5 Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 45

Page 3: 061 puryanto 5205220017 badan penyelesaian sengketa konsumen (bpsk) sebagai alternatif upaya penegakan hak konsumen di indonesia

3

BAB II

PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN MENURUT UNDANG-

UNDANG PERLINDUNGAN KNSUMEN NO.8 TAHUN 1999

A. Penyelesaian Sengketa Konsumen Melalui Pengadilan

Musibah yang menimpa konsumen Indonesia tidaklah jarang terjadi.

Selama beberapa dasawarsa sejumlah peristiwa penting yang menyangkut

keamanan dan keselamatan konsumen dalam mengkonsumsi barang dan jasa

mencuat ke permukaan sebagai keprihatinan nasional yang tidak kunjung

mendapat perhatian dari sisi hukum bagi para konsumen. Padahal, saat ini

lebih dari 200 juta penduduk Indonesia tidak akan mungkin dapat

menanggalkan predikat “konsumen”. Abdul Hakim GN mengemukakan

keheranannya mengapa masalah perlindungan konsumen yang jelas

menyangkut hajat hidup orang banyak kurang mendapatkan perhatian.6

Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen pada 20 April 1999 oleh Pemerintahan

Transisi (Kabinet Reformasi Pembangunan) Presiden B.J. Habibie dengan

harapan terwujudnya wacana baru hubungan konsumen dengan pelaku usaha

(produsen, distributor, pengecer, pengusaha/perusahaan dan sebagainya) yang

harmonis dan saling menghargai.

Sebelum berlakunya Undang-Undang Perlindungan Konsumen

(UUPK), konsumen dapat memperjuangkan kepentingan-kepentingan

hukumnya dengan memanfaatkan instrumen-instrumen hukum pokok yang

ada, meskipun secara empirik tidak begitu meningkatkan martabat konsumen

apalagi mengayomi konsumen. Konsumen masih tetap berada pada posis

tawar (bargaining position) yang lemah. Akan tetapi itu tidak berarti

konsumen tidak dilindungi sama sekali, betapa pun lemahnya instrumen-

instrumen hukum pokok.7

Berikut ini adalah beberapa gugatan konsumen terhadap produsen di

Indonesia yang dilakukan melalui peradilan umum :

1. Gugatan Individual.

Dalam gugatan individual dapat dilihat dalam kasus Anny R.

Gultom dan Hontas Tambunan vs PT. Securindo Packatama Indonesia

(secure Parking)8.

2. Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Action).

Class Action merupakan suatu mekanisme atau prosedur gugatan

dimana pihak wakil kelompok bertindak tidak hanya untuk dirinya sendiri

tetapi juga sekaligus mewakili wakil kelompok yang jumlahnya banyak

dengan menderita kerugian yang sama.9

6 Abdul Hakim GN, Politik Hukum Indonesia, Jakarta: Yayasan Lembaga Bantuan Hukum

Indonesia,1988, hal. 41 7 Setiawan, Produsen atau Konsumen: Siapa Dilindungi Hukum, makalah pada seminar

“Damai Pemasaran antara Pengusaha dan Konsumen, diselenggarakan Asosiasi Manajer Indonesia

bekerjasama dengan Ikatan Sarjana Ilmu Kepolisian Indonesia (ISIK), di Jakarta, 27 Juni 1992.

Pada uraiannya, Setiawan sepertinya ingin mengatakan bahwa konsumen dapat dilindungi dengan

instrumen hukum pokok, dalam hal ini instrumen hukum perdata betapa pun minimnya. 8 Lihat, Putusan Pengadilan No. 551/Pdt.G/2000/PN.Jkt.Ps.

9 Andy A. Azhar, dalam situs internet http://hukumonline.com/

Page 4: 061 puryanto 5205220017 badan penyelesaian sengketa konsumen (bpsk) sebagai alternatif upaya penegakan hak konsumen di indonesia

4

Peraturan yang mengatur tentang Acara Gugatan Perwakilan

Kelompok diatur dalam PERMA No. 1 tahun 2002 tentang Acara Gugatan

Perwakilan Kelompok.

Peraturan-peraturan yang ada class action dalam hukum Indonesia

terdapat dalam :

1) UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

2) UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

3) UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi.

4) UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

5) PERMA No. 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan

Kelompok.

Gugatan class action di Indonesia dapat dilihat pada contoh kasus

berikut ini. Gugatan 15 warga DKI Jakarta vs Presiden Megawati

Soekarnoputri, Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso dan Gubernur Jabar R

Nuriana atas peristiwa banjir yang terjadi pada akhir Januari hingga awal

Februari 2002 ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 13 Maret

200210

.

3. Gugatan Legal Standing.

Pada prinsipnya istilah standing dapat diartikan secara luas yaitu

akses orang perorangan atau kelompok/organisasi di pengadilan sebagai

pihak penggugat.11

Legal standing, Standing tu Sue, Ius Standi, Locus Standi dapat

diartikan sebagai hak seseorang, sekelompok orang atau organisasi untuk

tampil di pengadilan sebagai penggugat dalam proses gugatan perdata

(Civil Proceding) disederhanakan sebagai “hak gugat”.12

Berikut ini adalah contoh gugatan legal standing, yaitu dalam kasus

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Yayasan Menanggulangi

Masalah Merokok, Yayasan Jantung Indonesia, Yayasan Wanita Indonesia

Tanpa Tembakau, Yayasan Kanker Indonesia vs PT. Djarum Kudus Tbk.,

PT. HM. Sampoerna Tbk., PT. Perada Swara Production, PT. Citra Lintas

Indonesia, PT. Metro Perdana Indonesia Advertising, PT. Rajawali Citra

Televisi Indonesia (RCTI), PT. Surya Citra Televisi (SCTV), PT.

Jurnalindo Aksara Grafika, PT. Era Media Informasi13

.

4. Gugatan Pemerintah.

Sejauh ini gugatan Pemerintah sebagai konsumen terhadap pihak

produsen belum pernah terjadi.

B. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)

Perlindungan konsumen adalah upaya yang terorganisir yang didalamnya

terdapat unsur-unsur pemerintah, konsumen, dan pelaku usaha yang jujur dan

bertanggung jawab untuk meningkatkan hak-hak konsumen. Dalam Undang-

10

Lihat Putusan Perkara No.83/PDT.G/2002.PN.JKT.PST 11

Mas Achmad Santosa, dkk., Petunjuk Pelaksanaan Gugatan Perwakilan, Jakarta, ICEL,

1997, hal. 53. 12

Proyek Pembinaan Teknis Yustisial MARI, 1998, hal. 75. 13

Lihat, Putusan Pengadilan No. 278/Pdt.G/2002/PN.Jak.Sel.

Page 5: 061 puryanto 5205220017 badan penyelesaian sengketa konsumen (bpsk) sebagai alternatif upaya penegakan hak konsumen di indonesia

5

Undang Perlindungan Konsumen dikatakan bahwa perlindungan konsumen

adalah “segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan

perlindungan hukum kepada konsumen”.

Konsumen dalam terminologi konsumen akhir inilah yang dilindungi

dalam undang-undang perlindungan konsumen. Sedangkan konsumen antara

adalah dipersamakan dengan pelaku usaha.

Dengan telah disyahkan dan diberlakukannya Undang-Undang No. 8

Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, tidak serta merta secara langsung

dapat menjamin terwujudnya penyelenggaraan perlindungan konsumen, karena

dalam pelaksanaan di lapangan penerapan beberapa pasal dari Undang-undang ini

diperlukan adanya dukungan pembentukan kelembagaan antara lain Badan

Pernyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) yang berkedudukan di Ibu Kota

Kabupaten atau Daerah Kota yang berfungsi menangani dan menyelesaikan

sengketa antara konsumen dan pelaku usaha di luar pengadilan melalui cara

Konsiliasi, Mediasi dan Arbitrase. Pembentukan BPSK ini dimaksudkan untuk

membantu penyelesaian sengketa antara konsumen dan pelaku usaha diluar

pengadilan.

Keberadaan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) diharapkan

mampu memberikan konsultasi perlindungan konsumen, menjembatani terhadap

setiap sengketa konsumen didaerahnya serta dapat malaksanakan tugas-tugas lain

yang telah menjadi kewenangannya dalam menerima pengaduan dan

menyelesaikan sengketa konsumen baik secara Konsiliasi, Mediasi maupun

Arbitrase. Namun demikian, tidak tertutup kemungkinan bahwa penyelesaian

sengketa konsumen diselesaikan melalui pengadilan, Lembaga Perlindungan

Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) ataupun penyelesaian sendiri melalui

jalan damai antara konsumen dan pelaku usaha.

Sengketa konsumen adalah sengketa berkenaan dengan pelanggaran hak-

hak konsumen. Penyelesaian sengketa konsumen ternyata memiliki kekhasan

tersendiri. Sejak semula, para pihak yaang berselisih, khususnya dari pihak

konsumen, dimungkinkan menyelesaikan sengketa tersebut mengikuti beberapa

lingkungan peradilan, misalnya peradilan umum atau konsumen memilih jalan

penyelesaian di luar pengadilan (secara damai).

Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau

di luar pengadilan (secara damai) berdasarkan pilihan sukarela diantara pihak

yang bersengketa.14

Setiap sengketa konsumen pada umumnya dapat diselesaikan

setidak-tidaknya melalui dua cara penyelesaian tersebut. Kedua kelompok cara

penyelesaian itu terdiri dari :

1. Penyelesaian sengketa secara damai.

Dengan penyelesaian sengketa secara damai dimaksudkan

penyelesaian sengketa antara para pihak atau dengan atau tanpa kuasa atau

pendamping bagi masing-masing pihak melalui cara damai. Perundingan

secara musyawarah mufakat antara para pihak yang bersangkutan.

Yang dimaksud dengan penyelesaian secara damai adalah

penyelesaian yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang bersengketa

(pelaku usaha dan konsumen) tanpa melalui pengadilan atau badan

penyelesaian sengketa konsumen dan tidak bertentangan dengan undang-

undang.

14

http://digilib.usu.ac.id/

Page 6: 061 puryanto 5205220017 badan penyelesaian sengketa konsumen (bpsk) sebagai alternatif upaya penegakan hak konsumen di indonesia

6

Penyelesaian sengketa dengan cara ini disebut cara kekeluargaan.

Dengan cara penyelesaian sengketa secara damai sesungguhnya yang

paling diinginkan.diusahakan bentuk penyelesaian sengketa yang mudah

dan relatif lebih cepat.

Berdasarkan UUPK, penyelesaian sengketa konsumen dapat

diselesaikan secara sukarela melalui pengadilan ataupun di luar pengadilan

sesuai pilihan para pihak yang bersengketa (Pasal 45 ayat (2). Khususnya

untuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan dimaksudkan untuk

mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau

tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak

akan terulang kembali kerugian yang diderita konsumen (UU No. 8 Tahun

1999 Pasal 47).

2. Penyelesaian melalui peradilan atau instansi yang berwenang.

Penyelesaian sengketa ini melalui peradilan umum atau melalui

lembaga yang khusus dibentuk undang-undang, yaitu Badan Penyelesaian

Sengketa Konsumen (BPSK). Badan ini dibentuk di setiap Daerah Tingkat

II (Pasal 49) dan badan ini mempunyai anggota-anggota dari unsur

pemerintah, konsumen dan pelaku usaha.

Setiap unsur berjumlah tiga orang atau sebanyak-banyaknya lima

orang, untuk konsumen diangkat dan diberhentikan oleh Menteri

(Perindustrian dan Perdagangan). Keanggotaannya terdiri dari ketua

merangkap anggota, wakil ketua merangkap anggota dan anggota dibantu

oleh sebuah sekretariat.

Dalam penyelesaian sengketa konsumen dibentuk majelis yang

terdiri dari sedikitnya tiga orang dan dibantu oleh seorang panitera (Pasal

54 ayat (1) dan (2)). Putusan yang dijatuhkan majelis BPSK bersifat final

dan mengikat (Pasal 54 ayat (3)). BPSK wajib menjatuhkan putusan

selama-lamanya 21 hari sejak gugatan diterima (Pasal 55). Keputusan

BPSK wajib dilaksanakan pelaku usaha dalam jangka waktu 7 hari setelah

putusan diterima, atau apabila ada keberatan maka mengajukan gugatan

kepada Pengadilan Negeri dalam jangka waktu 14 hari. Pengadilan Negeri

yang menerima keberatan penuntut umum memutuskan perkara tersebut

(Pasal 58).

Page 7: 061 puryanto 5205220017 badan penyelesaian sengketa konsumen (bpsk) sebagai alternatif upaya penegakan hak konsumen di indonesia

7

BAB III

PENYELESAIAN SENGKETA OLEH

BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK)

A. Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)

BPSK dibentuk untuk menindaklanjuti terbitnya UU no 8 tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen yang berlaku efektif sejak tanggal 21 April

2000. BPSK berada di bawah naungan Departemen Perindustrian dan

Perdagangan, sedangkan operasionalnya dibantu oleh pemerintah daerah

setempat. Pengusulan pembentukan BPSK di kabupaten/kota kepada

pemerintah berkoordinasi dengan provinsi dan fasilitasi operasional BPSK.15

Adapun tata cara pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa

Konsumen adalah sebagai berikut :

1. Proses Pembentukan Kelembagaan BPSK.

a. Adanya kesanggupan Kabupaten atau Kotamadya untuk pendanaan

pembentukan BPSK, mulai dari perekrutan sampai dengan operasional

BPSK16

yang disampaikan oleh Bupati atau Walikota setempat kepada

Menteri Perdagangan dan Perindustrian c.q. Ditjen Perdagangan

Dalam Negeri.

b. Usulan pembentukan BPSK yang disampaikan oleh Bupati atau

Walikota diproses lebih lanjut di Direktorat Perlindungan Konsumen

Ditjen Perdagangan Dalam Negeri Depperindag, untuk disusun

Keppres tentang pembentukan BPSK bagi daerah Kabupaten atau Kota

yang telah menyanggupi pembentukan BPSK.

c. Draft Keppres tentang pembentukan BPSK disampaikan Depperindag

kepada Sekretaris Negara untuk disyahkan Presiden.

d. Keppres tentang pembentukan BPSK yang telah disyahkan Presiden

disampaikan Depperindag kepada Bupati atau Walikota berikut

permintaan calon anggota dan sekretariat BPSK yang akan diusulkan

oleh Bupati atau Walikota daerah setempat.

2. Urutan Pemilihan dan Pengangkatan Anggota BPSK.

a. Bupati atau Walikota membentuk Tim Pemilihan Anggota BPSK

dengan Surat Keputusan Bupati (SKB) atau Walikota

b. Anggota Tim Pemilihan dilarang untuk diusulkan menjadi anggota

BPSK.

c. Tim Pemilihan.

d. Bupati atau Walikota mengajukan nama calon anggota BPSK yang

berasal dari daftar calon anggota yang telah dinyatakan lulus oleh Tim

Pemilih Calon Anggota BPSK Daerah kepada Menteri c.q. Direktur

Jenderal Perdagangan Dalam Negeri disertai dengan persyaratan

administrasi, dokumen penunjang dan berita acara pemilihan calon

anggota BPSK.

15

www.bappenas.go.id/ 16

Menurut As’ad Nugroho, Direktur Program Lembaga Kosnumen Jakarta, beberapa BPSK yang

sudah dibentuk diberbagai kota tidak atau belum berbuat apa-apa karena kelemahan mekanisme

pembentukan BPSK tersebut. Agar BPSK dapat berperan aktif, As’ad Nugroho menyarankan

beberapa hal diantaranya, (1) menggalang komitmen dan dukungan Pemda pada pembentukan

BPSK, baik dukungan fasilitas maupun politis, (2) lebih transparan dan demokratis, (3) melakukan

saringan anggota BPSK yang lebih kompetitif dan jujur.

Page 8: 061 puryanto 5205220017 badan penyelesaian sengketa konsumen (bpsk) sebagai alternatif upaya penegakan hak konsumen di indonesia

8

e. Nama calon anggota BPSK yang diajukan tersebut sekurang-

kurangnya 18 (delapan belas) orang dan sebanyak-banyaknya 30 (tiga

puluh) orang dengan ketentuan seurang-kurangnya 1/3 (sepertiga) dari

jumlah calon anggota tersebut berpengalaman dan berpendidikan di

bidang hukum.

f. Menteri menetapkan dan mengangkat anggota BPSK dari calon

anggota BPSK yang diajukan, dengan memperhatikan beban kerja dan

keseimbangan dari setiap unsur yang diwakilinya.

g. Dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak diterimanya usulan

nama calon anggota BPSK secara lengkap dan benar, Menteri

menetapkan nama-nama anggota BPSK dengan Surat Keputusan.

3. Susunan dan Kedudukan BPSK.

Berdasarkan Pasal 49 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan

Konsumen, dinyatakan bahwa pemerintah membentuk Badan Penyelesaian

Sengketa Konsumen (BPSK) di tingkat II untuk penyelesaian sengketa

konsumen di luar pengadilan. Dengan demikian, di setiap daerah tingkat II

(kabupaten atau kotamadya) di Indonesia nantinya akan dibentuk dan

didirikan BPSK, guna menyelesaikan sengketa konsumen di samping

badan peradilan.

Oleh karena Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK)

diundangkan terlebih dahulu mendahului Undang-Undang Pemerintah

Daerah (UU Pemda)17

maka dalam kerangka sistem hukum nasional sesuai

asas les pasietori derograt legi priori (ketentuan yang berlaku kemudian

menghapus ketentuan terdahulu), maka penyebutan Daerah Tingkat II

pada Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) diubah menjadi

Daerah Kota atau Daerah Kabupaten.

Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)

mempertanggung jawabkan pelaksanaan tugas dan wewenang meliputi

bidang perdagangan. Sedangkan mengenai anggaran untuk pelaksanaan

kegiatan BPSK dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara serta sumber-sumber lainnya yang sesuai dengan peraturan-

peraturan yang berlaku. Adapun susunan anggota Badan Penyelesaian

Sengketa Konsumen (BPSK) sebagaimana yang diatur dalam Pasal 50

UUPK, terdiri atas :

a. Ketua merangkap anggota.

b. Wakil ketua merangkap anggota.

c. Anggota.

Menurut Pasal 49 ayat (3) dan ayat (5) Undang-Undang

Perlindungan Konsumen (UUPK), keanggotan Badan Penyelesaian

Sengketa Konsumen (BPSK) terdiri dari tiga unsur :18

a. Unsur pemerintahan (3 orang – 5 orang).

b. Unsur konsumen (3 orang – 5 orang).

c. Unsur pelaku usaha (3 orang – 5 orang).

17

Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) diundangkan tanggal 20 April 1999 dan

mulai berlaku efektif 1 tahun kemudian (20 April 2000), sedangkan Undang-Undang Pemerintah

Daerah (UU Pemda) diundangkan dan mulai berlaku efektif 7 Mei 1999 (pada tanggal

diundangkannya). 18

Yusuf Shofie, Penyelesaian Sengketa Konsumen Menerut UUPK (Teori dan Praktek

Penegakan Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003, hal. 29.

Page 9: 061 puryanto 5205220017 badan penyelesaian sengketa konsumen (bpsk) sebagai alternatif upaya penegakan hak konsumen di indonesia

9

a. Pengangkatan dan pemberhentian anggota Badan Penyelesaian

Sengketa Konsumen (BPSK) ditetapkan oleh Menteri Perindustrian

dan Perdagangan (Deperindag). Untuk dapat diangkat sebagai anggota

Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) harus dipenuhi

peryaratan sesuai dengan (Pasal 49 ayat (2) Undang-Undang

Perlindungan Konsumen)

B. Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)

Dalam melaksanakan fungsinya untuk menjamin dan menegakkan hak-

hak konsumen, BPSK diberi tugas dan wewenang sesuai dengan Pasal 19 ayat

(2) dan ayat (3) serta pasal 20, 25 dan Pasal 26, jadi tidak secara keseluruhan

pasal-pasal dalam UUPK No. 8 Tahun 1999 yang dilanggar oleh pelaku usaha

dapat dikenakan sanksi administratif.

Tugas-tugas Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) pada

Pasal 52 butir (e), butir (f), butir (g), butir (h), butir (i), butir (j), butir (k), dan

butir (m) dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK)

sebenarnya telah diserap dalam fungsi utama Badan Penyelesaian Sengketa

Konsumen (BPSK).

Dengan membandingkan bobot tugas dan wewenang yang demikian

luas, serta syarat-syarat untuk menjadi anggota BPSK patut dipertanyakan

apakah ada orang-orang yang berkompeten untuk itu di setiap wilayah

Kabupaten/Kota. Terlebih-lebih lagi untuk anggota yang berasal dari unsur

konsumen, harus dilakukan seleksi yang benar-benar matang.

Jika pemerintah diberikan kewenangan untuk mengangkat dan

memberhentikan wakil-wakil konsumen dalam keanggotan BPSK,

dikhawatirkan ada kecenderungan untuk tidak lagi mempercayai objektifitas

mereka dalam memperjuangkan kepentingan konsumen tatkala bersengketa di

BPSK.

Kewenangan BPSK sendiri sangat terbatas. Lingkup sengketa yang

berhak ditanganinya mencakup pelanggaran Pasal 19 ayat (2), Pasal 20, Pasal

25 dan Pasal 26. pengertian sanksi administratif disini telah mendapat

pengaruh dari sistem common law, sehingga dapat berupa penetapan ganti rugi

(lihat Pasal 60 UUPK). Pelanggaran terhadap pasal-pasal lainnya yang

bernuansa pidana, sepenuhnya menjadi kewenangan pengadilan. Termasuk

kategori ini adalah pelanggaran terhadap pencantuman klausula baku (Pasal 18

UUPK), sekalipun pengawasan terhadap pencantuman klausula baku adalah

bagian tugas BPSK (Pasal 15 UUPK).

C. Ketentuan Berproses di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

(BPSK).

Sesungguhnya kesederajatan untuk mendapatkan akses dalam

perlakuan hukum bagi konsumen telah diatur secara umum di dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata. Dalam kitab tersebut pada intinya dikatakan

bahwa siapa saja yang melakukan perbuatan melawan hukum dan

menimbulkan kerugian maka wajib memberikan ganti kerugian. Namun

khusus bagi kosumen yang dirugikan dirasakan belum cukup, maka dengan

Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) ini, konsumen

mendapatkan perlindungan yang komprehensif di dalam tatanan hukum

Indonesia.

Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat

kesadaran konsumen akan hak dan kewajiban yang masih rendah. Hal ini

disebabkan antara lain tingkat pendidikan konsumen yang belum memadai,

Page 10: 061 puryanto 5205220017 badan penyelesaian sengketa konsumen (bpsk) sebagai alternatif upaya penegakan hak konsumen di indonesia

10

sikap atau kebudayaan konsumen yang lebih suka menghindari konflik

(pasrah) yang sudah lama terpatri. Sehingga apabila konsumen dirugikan oleh

pelaku usaha, sebagian konsumen enggan memperkarakannya ke pengadilan,

karena memakan waktu, biaya yang mahal dan kompleks. Namun melalui

Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK), budaya atau kebiasaan

itulah yang secara perlahan-lahan akan berubah.

1. Permohonan Penyelesaian Sengketa Konsumen.

a. Setiap konsumen yang dirugikan dapat mengajukan permohonan

penyelesaian sengketa konsumen kepada BPSK baik secara tertulis

maupun tidak tertulis atau lisan melalui sekretariat BPSK. Permohonan

penyelesaian sengketa konsumen dapat juga diajukan ahli waris atau

kuasanya, apabila konsumen yang bersangkutan dalam hal :

1) Meninggal dunia.

2) Sakit atau berusia lanjut (manula).

3) Belum dewasa.

4) Orang asing (Warga Negara Asing).

b. Permohonan penyelesaian sengketa konsumen yang diajukan secara

tertulis diberikan bukti tanda terima kepada pemohon oleh sekretariat

BPSK. Sedangkan permohonan penyelesaian sengketa konsumen yang

diajukan secara tidak tertulis atau lisan oleh sekretariat BPSK dicatat

dalam format yang disediakan untuk itu dan dibubuhi tanda tangan

atau cap jempol oleh konsumen yang bersangkutan atau ahli warisnya

atau kuasanya dan kepada pemohon diberikan bukti tanda terima.

c. Berkas permohonan penyelesaian sengketa konsumen baik yang

diajukan secara tertulis maupun tidak tertulis atau lisan dicatat oleh

sekretariat BPSK dan dibubuhi tanggal dan nomor registrasi.

Secara teknis peradilan semu, permohonan penyelesaian

sengketa konsumen (PSK) diatur dalam Pasal 15 sampai dengan Pasal

17 SK Memperindag Nomor 350/MPP/Kep/12/2001.

2. Persyaratan Penyelesaian Sengketa Konsumen.

Penyelesaian sengketa konsumen di BPSK pada prinsipnya

merupakan penyelesaian sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen

akhir tanpa melibatkan pihak lain.19

Namun demikian penyelesaian sengketa konsumen20

harus

diajukan secara tertulis dengan melampirkan dokumen mengenai :21

a. Nama dan alamat lengkap dokumen atau ahli warisnya atau kuasanya

yang disertai dengan bukti diri,

19

Dsampaikan pada Temu Wicara Nasional Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen di Hotel

Cempaka Jakarta pada tanggal 15 Desember 2003 oleh Drs. H. Suherdi Sukandi (Ketua BPSK

Kota Bandung). 20

Lihat Ketentuan Pasal 46 UUPK, pihak yang dapat mengajukan gugatan : (a) seorang konsumen

yang dirugikan atau ahli warisnya (non litigation melalui BPSK atau litigation melalui peradilan),

(b) sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama, (c) Lembaga Perlindungan

Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM), (d) pemerintah atau instansi terkait (ketiganya melalui

litigation). 21

Isi permohonan penyelesaian sengketa konsumen (PSK)memuat secara benar dan lengkap (Pasal

16 SK Menperindag 350/MPP/Kep/12/2001) : identitas konsumen, ahli waris atau kuasanya

disertai bukti diri, nama dan alamat pelaku usaha, barang atau jasa yang diadukan, bukti perolehan,

keterangan tempat, waktu dan tanggal perolehan barang dan jasa yang diadukan, saksi-saksi yang

mengetahui perolehan barang atau jasa.

Page 11: 061 puryanto 5205220017 badan penyelesaian sengketa konsumen (bpsk) sebagai alternatif upaya penegakan hak konsumen di indonesia

11

b. Nama dan alamat lengkap pelaku usaha,

c. Barang dan/atau jasa yang diadukan,

d. Bukti perolehan (bon, faktur, kwitansi, dan dokumen bukti lain) bila

ada,

e. Keterangan tempat, waktu dan tanggal diperoleh barang dan/atau jasa

tersebut.

f. Saksi yang mengetahui barang dan/atau jasa tersebut diperoleh.

g. Foto-foto barang dan kegiatan pelaksanaan jasa (bila ada).

3. Praktek Penyelesaian Sengketa Konsumen melalui BPSK.

Penyelesaian sengketa konsumen di BPSK dibagi dalam 2 bagian,

yaitu :

a. Persidangan.

1) Ketua BPSK melalui Panitera22

memanggil pelaku usaha secara

tertulis setelah pengaduan konsumen dinyatakan benar dan lengkap

dengan melampirkan copy salinan permohonan penyelesaian

sengketa konsumen yang telah memenuhi persyaratan Pasal 16 SK

Menperindag No. 350/MPP/Kep/12/2001 secara formal. Dalam

surat panggilan tersebut dicantumkan :

- hari, tanggal, waktu dan tempat persidangan dengan jelas.

- kewajiban pelaku usaha untuk memberikan jawaban terhadap

permohonan penyelesaian sengketa konsumen.

2) Para pihak menghadap Ketua BPSK untuk diberikan penjelasan

tentang penyelesaian sengketa berdasarkan pilihan sukarela (Pasal

46 ayat (2).

3) Setelah para pihak sepakat, penyelesaian sengketa konsumen

ditempuh melalui BPSK, maka Ketua BPSK menjelaskan tentang

tata cara persidangan (arbitrase, konsiliasi, mediasi) untuk dipilih

dan disepakati.

4) Apabila para pihak memilih konsiliasi atau mediasi, Ketua BPSK

membentuk majelis dan mempersiapkan waktu persidangan. Bila

arbitrase yang dipilih, maka para pihak dipersilahkan untuk

memilih arbitor dari anggota BPSK (unsur pelaku usaha dan/atau

konsumen). Setelah arbitor terpilih oleh para pihak, arbitor terpilih

meminta Ketua BPSK menetapkan majelis.

5) Dan apabila para pihak bersengketa tidak ada kesepakatan dalam

memilih cara atau metode persidangan, hal ini belum ada peraturan

yang mengatur. Namun demikian untuk kasus semacam ini di

beberapa kota, Ketua BPSK akan memprioritaskan pada pilihan

dari konsumen.

b. Persidangan Mejelis.

Pada prinsip persidangan sesuai dengan petunjuk yang

tercantum pada SK Menperindag No. 350/MPP/Kep/12/2001. hanya

22

Lihat Yusuf Shofie dalam bukunya Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut UUPK:

Teori dan Praktek Penegakan Hukum, Panitera BPSK berasal dari anggota dan ditetapkan

dengan Surat Penetapan Ketua BPSK (Pasal 54 ayat (2) UUPK jo. Pasal 1 ayat (1) SK

Menperindag 350/MPP/Kep/12/2001). Tugas Panitera meliputi : a) mencatat jalannya proses

penyelesaian sengketa, b) menyimpan berkas laporan, c) menjaga barang bukti, d) membantu

majelis menyusun putusan, e) membantu menyampaikan putusan kepada konsumen dan pelaku

usaha, f) membuat berita acara persidangan, h) membantu majelis dalam tugas-tugas penyelesaian

sengketa konsumen.

Page 12: 061 puryanto 5205220017 badan penyelesaian sengketa konsumen (bpsk) sebagai alternatif upaya penegakan hak konsumen di indonesia

12

dalam ruang sidang tata letak tempat duduk penggugat, tergugat,

panitera, majelis dan sistimatika persidangan diatur dengan Surat

Keputusan Ka. BPSK tentang Tata Cara Persidangan.

Isi putusan Majelis BPSK tidak berupa penjatuhan sanksi

administratif (Pasal 37 ayat (3) SK Menperindag No.

350/MPP/Kep/12/2001). Jika ternyata hasil penyelesaian sengketa

konsumen baik dengan cara konsiliasi atau mediasi telah dibuat dalam

perjanjian tersebut dan dikuatkan dengan keputusan Majelis BPSK

yang ditandatangani oleh Ketua dan Anggota Majelis (Pasal 37 ayat

(1) dan (2) SK Menperindag No. 350/MPP/Kep/12/2001).

Jika ternyata hasil penyelesaian sengketa konsumen dicapai

melalui arbitrase, maka hasilnya dituangkan dalam bentuk Putusan

Majelis BPSK yang ditandatangani oleh Ketua dan Anggota Majelis

BPSK dimana didalamnya diperkenankan penjatuhan sanksi

administratif (Pasal 37 ayat (4), dan (5) SK Menperindag No.

350/MPP/Kep/12/2001).

4. Tata Cara Persidangan di BPSK.

BPSK sebagai instrumen penyelesaian sengketa di luar pengadilan

adalah:23

a. Pemanggilan pelaku usaha untuk hadir di persidangan BPSK dalam

waktu 3 (tiga) hari kerja sejak permohonan penyelesaian sengketa

diterima secara benar dan lengkap dan telah memenuhi persyaratan.

(Pasal 16 SK Menperindag No. 350/MPP/Kep/12/2001)

b. Jawaban disampaikan selambat-lambatnya pada persidangan pertama,

yaitu hari ke-7 (tujuh) terhitung sejak diterimanya permohonan

penyelesaian sengketa konsumen oleh BPSK.

5. Alat Bukti dan Pembuktian.

Pasal 21 SK Menperindag No. 350/MPP/Kep/12/2001 mengenai

alat-alat bukti yang digunakan24

oleh BPSK, yaitu :

a. Barang dan/atau jasa.

b. Keterangan para pihak.

c. Keterangan saksi dan/atau saksi ahli.

d. Surat dan/atau dokumen.

e. Bukti-bukti lain yang mendukung.

Sistem pembuktian25

yang digunakan dalam gugatan ganti rugi

yaitu dengan menggunakan pendekatan sistem Undang-Undang

Perlindungan Konsumen (UUPK), maka sistem pembuktian yang

digunakan di BPSK juga sistem pembuktian terbalik.26

Di dalam melakukan pemeriksaan dan penelitian sengketa

konsumen terdapat 2 (dua) hal yang perlu diperhatikan Majelis BPSK,

yaitu :

23

Ibid, hal. 35. 24

Pembuktian dalam proses penyelesaian sengketa konsumen merupakan beban dan tanggung

jawab pelaku usaha atau disebut pembuktian terbalik. 25

Alat bukti dalam perkara perdata menurut Pasal 164 HIR/Herziens Indonesisch Reglement

(Pasal 283 RBg/Reglement Buitengewesten), yaitu a) bukti tertulis, b) bukti dengan saksi-saksi, c)

persangkaan-persangkaan, d) pengakuan, e) sumpah. 26

Lihat Pasal 52 butir f jo pasal 3 butis f dan Pasal 10 SK Menperindag No.

350/MPP/Kep/12/2001

Page 13: 061 puryanto 5205220017 badan penyelesaian sengketa konsumen (bpsk) sebagai alternatif upaya penegakan hak konsumen di indonesia

13

a. Penelitian dan pemeriksaan terhadap bukti surat, dokumen, bukti

barang, hasil uji instrumen, dan alat bukti lain yang diajukan, baik oleh

konsumen maupun oleh pelaku usaha.

b. Pemeriksaan terhadap konsumen, pelaku usaha, saksi dan saksi ahli

terhadap orang lain yang mengetahui adanya pelanggaran terhadap

ketentuan Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK)

6. Putusan BPSK.

Menurut UUPK isi putusan Majelis BPSK bersifat final dan

mengikat. Kata final adalah bahwa tidak ada upaya hukum banding dan

kasasi atas putusan Majelis BPSK.27

Proses dikeluarkannya putusan BPSK dilakukan dengan tahap,

yaitu Pasal 39 SK Menperindag No. 350/MPP/Kep/12/2001 :

a. Didasarkan atas musyawarah untuk mencapai mufakat.

b. Maksimal jika hal itu telah diusahakan (dengan sungguh-sungguh),

ternyata tidak tercapai mufakat maka putusan dilakukan dengan cara

voting atau suara terbanyak.

Amar putusan BPSK terbatas pada 3 (tiga) alternatif, yaitu (Pasal

40 SK Menperindag No. 350/MPP/Kep/12/2001) :

a. Perdamaian.

b. Gugatan ditolak.

c. Gugatan dikabulkan.

Jika gugatan dikabulkan, maka dalam amar putusan ditetapkan

kewajiban yang harus dilakukan oleh pelaku usaha, dapat berupa sebagai

berikut :

a. Ganti rugi atas kerusakan pencemaran dan/atau kerugian konsumen

akibat mengkonsumsi barang dan/atau memanfaatkan jasa yang dapat

berupa :28

1) Pengembalian uang.

2) Pengganti barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya.

3) Perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan (Pasal 10 ayat

(1) dan (2) UUPK, SK Menperindag No. 350/MPP/Kep/12/2001).

b. Sanksi administrasi berupa penetapan ganti rugi maksimal Rp.

200.000.000,00 (dua ratus juta Rupiah) (Pasal 60 ayat (2) UUPK jo

Pasal 3 huruf l, dan Pasal 40 ayat (3) butir b SK Menperindag No.

350/MPP/Kep/12/2001).

UUPK tidak mengatur dalam waktu beberapa lama putusan BPSK

diberitahukan kepada para pihak29

(bila disepakatinya tidak diatur), hal itu

27

Aman Sinaga, Apakah Putusan BPSK Dapat Dibanding?, Media Indonesia, 29 Agustus 2004.

Kesulitan menafsirkan pengertian pengajajuan keberatan putusan BPSK, ternyata dialami oleh

hakin pada Pengadilan Medan. Hakim pada pengadilan negeri tersebut berpendapat bahwa

pengajuan keberatan ditafsirkan sebagai gugatan baru. Jika penafsiran ini dianut, maka

konsekuensi hukumnya BPSK sebagai suatu institusi atau lembaga menjadi tergugat di pengadilan

negeri. Tetapi hakim pada pengadilan negeri lain tempat dimana ada pengajuan keberatan atas

putusan BPSK berpendapat bahwa pengajuan keberatan adalah upaya hokum banding, jika

pendapat ini dianut maka konsukuensinya BPSK sebagai suatu lembaga tidak menjadi tergugat di

pengadilan, melainkan putusan BPSK yang diperiksa di pengadilan. 28

Yusuf Shofie dan Soni Awan, op. cit, hal. 26. BPSK tidak mengenal ganti rugi yang bersifat

hilangnya kesempatan untuk medapatkan keuntungan, kenikmatan, nama baik dan sebagainya.

Namun BPSK diberikan kewenangan untuk menjatuhkan sanksi administratif berupa penetapan

ganti rugi yang dibebankan kepada pelaku usaha untuk dibayarkan kepada konsumen.

Page 14: 061 puryanto 5205220017 badan penyelesaian sengketa konsumen (bpsk) sebagai alternatif upaya penegakan hak konsumen di indonesia

14

karena menyangkut salah satu ketentuan teknis lebih lanjut tentang

pelaksanaan tugas majelis, maka Pasal 54 ayat (4) UUPK30

memberi

kewenangan Menteri Perindustrian dan Perdagangan untuk mengeluarkan

surat keputusan menteri.

7. Upaya Hukum.

Pada penjelasan Pasal 54 ayat (4) UUPK ditegaskan bahwa tata

cara bersifat final31

berarti tidak ada upaya banding dan kasasi. Namun

kenyataannya UUPK mengenal pengajuan keberatan kepada Pengadilan

Negeri32

dalam waktu 14 (empatbelas) hari kerja setelah pihak

berkepentingan menerima pemberitahuan putusan tersebut.33

Untuk mengatasi masalah dalam pelaksanaan tugas Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), akan disusun sebuah Peraturan

Mahkamah Agung (Perma). Aturan tersebut mengatur tata cara pengajuan

keberatan terhadap putusan BPSK dan tata cara permohonan eksekusi.

Tim perumus Perma sendiri akan segera dibentuk.34

Penerbitan Perma tersebut dirasa mendesak karena selama ini

terdapat pasal yang saling bertentangan dalam UU No.8/1999 tentang

Perlindungan Konsumen. Antara lain Pasal 54 ayat (3) yang menyatakan

putusan BPSK bersifat final dan mengikat, sementara Pasal 56 ayat (2)

yang menyatakan para pihak dapat mengajukan keberatan paling lambat

14 hari setelah putusan diterima.

8. Eksekusi Putusan.

Jika pelaku usaha tidak menggunakan keberatan, maka putusan

BPSK menjadi berkekuatan tetap. Tidak dilaksanakan hukuman tersebut,

apalagi setelah diajukan eksekusi berdasarkan Pasal 57 UUPK merupakan

tindakan pidana di bidang perlindungan konsumen.

29

Pasal 41 ayat (1) SK Menperindag No. 350/MPP/Kep/12/2001 menentukan : “Ketua Badan

Penyelesaian Sengketa (BPSK) memberitahukan putusan majelis secara tertulis kepada alamat

konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa selambat-lambatnya dalam 7 (tujuh) hari kerja sejak

putusan dibacakan.” 30

Pasal 54 ayat (4) UUPK berbunyi :”Ketentuan teknis lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas

majelis diatur dalam surat kepeutusan menteri.” 31

Aman Sinaga, putusan yang bersifat final dan mengikat, adalah putusan yang menurut

pengertian Doktrin Hukum yang diajarkan di perguran tinggi, maupun menurut pengertian yang

baku di Badan Peradilan Umum, adalah putusan yang terhadapnya tidak dapat dilakukan upaya

hokum apapun, sehinggaperlu ada pengkajian dan evaluasi terhadap UUPK. 32

Aman Sinaga, ibid, sebutan pengajuan keberatan hanya dikenal dalam UUPK dan tidak dikenal

dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di pengadilan umum, sehingga hakim dalam

pengadilan negeri tempat dimana ada pengajuan keberatan atas keputusan BPSK memperoleh

kesulitan untuk penafsiran apakah pengajuan keberatan tersebut semacam banding atau ditafsirkan

sebagai gugatan, karena dalam hal ini belum ada ketentuan yang mengatur lebih lanjut mengenai

apa dan bagaimana yang dimaksud dengan pengajuan keberatan atas putusan BPSK di pengadilan

negeri. 33

Yusuf Shofie, ibid, hal. 48. 34

http://hukumonline.com/, diakses tanggal 18 April 2008.

Page 15: 061 puryanto 5205220017 badan penyelesaian sengketa konsumen (bpsk) sebagai alternatif upaya penegakan hak konsumen di indonesia

15

BAB IV

PRAKTEK PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DI BADAN

PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) DKI JAKARTA

A. BPSK Pemerintah Provinsi DKI Jakarta

Sejumlah masalah yang bersifat teoritik dari eksistensi BPSK dalam

penyelesaian sengketa konsumen belum semuanya teridentifikasi dalam masa

sosialisasi dan masa transisi pemberlakuan UUPK.

Konsumen lebih mengenal YLKI daripada BPSK. Hal ini tentunya

dapat dimaklumi, ketidak populeran BPSK akibat dari kurangnya sosialisasi

oleh pemerintah. BPSK yang sudah terbentuk sangat sulit bergerak karena

keterbatasan dana yang dialokasikan dari masing-masing pemerintah

kabupaten atau kota.

BPSK Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memiliki anggota yang terdiri

dari 3 (tiga) unsur, yaitu unsur pemerintah, unsur konsumen dan unsur pelaku

usaha. Dasar penyusunan anggota BPSK menganut azas keseimbangan,

sehingga anggota berjumlah sama dari setiap unsur yang ada dengan harapan

badan ini dapat menjalankan tugas dan wewenangnya secara adil dan obyektif.

Pengangkatan Anggota BPSK Pemerintah Provinsi DKI Jakarta

berdasarkan pada Keputusan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor

589/M-DAG/KEP/7/2006 tanggal 4 Juli 2006. Para Anggota BPSK

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dilantik oleh Gubernur DKI Jakarta. Adapun

susunan anggota BPSK Provinsi DKI Jakarta adalah :35

1. Unsur Pemerintah terdiri dari 3 orang yaitu ketua merangkap anggota.

2. Unsur Konsumen terdiri dari 3 orang yaitu wakil ketua merangkap

anggota.

3. Unsur Pelaku Usaha Konsumen terdiri dari 3 orang yaitu sebagai anggota.

Sekretariat BPSK adalah bagian dari susunan organisasi BPSK yang

berstatus sebagai pembantu tugas yang bekerja penuh pada Sekretariat BPSK

dan berfungsi untuk membantu kelancaran tugas BPSK. Anggota Sekretariat

adalah bukan Anggota BPSK.

Sedangkan untuk pengangkatan Kepada Sekretariat dan Anggota

Sekretariat BPSK Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dilantik dan disumpah

oleh Ketua BPSK berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perdagangan

Republik Indonesia Nomor 86/M-DAG/KEP/3/2007 tanggal 26 Maret 2007

dan dipertegas oleh surat dari Direktorat Jendral Perdagangan Dalam Negeri

Departemen Perdagangan Republik Indonesia Nomor 88/PDN 4.5/3/2007

tertanggal 29 Maret 2007. Adapun susunan anggota sekretariat BPSK Provinsi

DKI Jakarta terdiri dari :

1. Kepala Sekretariat.

2. Sekretariat Bidang Tata Usaha.

3. Sekretariat Bidang Pelayanan Pengaduan.

4. Sekretariat Bidang Penyajian dan Pengolahan Data.

5. Sekretariat Bidang Konsultasi.

35

www.bpsk-jakarta.blogspot.com

Page 16: 061 puryanto 5205220017 badan penyelesaian sengketa konsumen (bpsk) sebagai alternatif upaya penegakan hak konsumen di indonesia

16

6. Sekretariat Kepaniteraan.

B. Prosedur dan Tahapan Penyelesaian Sengketa di BPSK Provinsi DKI

Jakarta

Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) tidak secara

terperinci mengatur tentang prosedur atau mekanisme penyelesaian sengketa

konsumen melalui BPSK. Hanya beberapa ketentuan pokok yang dianggap

penting atau mendasar saja yang dijelaskan dalam undang-undang tersebut.

Salah satu ketentuan pokok tersebut adalah ketentuan yang tercantum dalam

Pasal 52 huruf a Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK), yang

pada intinya menyatakan bahwa BPSK melaksanakan penanganan dan

penyelesaian sengketa konsumen dengan cara mediasi, konsiliasi dan

arbitrase. Penjelasan selanjutnya tentang penyelesaian sengketa dengan cara

mediasi, konsiliasi dan arbitrase (lebih dikenal dengan istilah alternatif

penyelesaian sengketa) tidak ditemukan dalam undang-undang. Hanya dalam

Pasal 53 dan Pasal 54 ayat (4) Undang-Undang Perlindungan Konsumen

(UUPK), dinyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan

tugas dan wewenang BPSK serta Majelis BPSK akan diatur dalam Surat

Keputusan Menteri terkait.

1. Penyelesaian sengketa dengan cara Konsiliasi.

BPSK adalah badan yang bertugas menyelesaikan sengketa

konsumen di luar pengadilan. Prinsip dalam menyelesaikan sengketa di

badan ini adalah mudah, murah, cepat dan sederhana.

Konsiliasi adalan proses penyelesaian sengketa konsumen di luar

pengadilan dengan perantara BPSK untuk mempertemukan para pihak

yang bersengketa dan penyelesaiannya kepada para pihak. Persidangan

secara konsiliasi dilakukan secara sendiri oleh pihak yang bersengketa

didampingi oleh majelis yang bertindak pasif sebagai konsiliator.36

Dari kedua ketentuan tersebut dapat diartikan bahwa konsiliasi

sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang

dilakukan di BPSK atas kesepakatan para pihak yang bersengketa37

dalam

proses dengan dibantu konsiliator38

sebagai penengah dan bersifat pasif.

1. Konsiliasi (penyelesaian sengketa secara kekeluargaan dan kompromi)

adalah penyelesaian sengketa melalui jalan tengah cenderung lebih

36

Munir Fuady, Arbitrase Nasional; Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis, Bandung : PT.

Citra Aditya Bakti, 2000, hal. 52. Menurutnya, konsiliator hanya melakukan tindakan-tindaan

seperti mengatur watu dan tempat pertemuan para pihak, mengarahkan subjek pembicaraan,

membawa pesan dari satu pihak ke pihak lain jika pesan tersebut tidak mungkin disampaikan

langsung atau tidak mau bertemu muka langsung, dan lain-lain. 37

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Seri Bisnis; Hukum Arbirase, Jakarta : PT. Raja

Grafindo Persada, 2001, hal 37. Berbeda dengan konsiliasi menurut pengertian Black’s Law

Dictionary, yang merupakan langkah awal erdamaian sebelum sidang peradilan (litigasi)

dilaksanakan dan ketentuan mengenai perdamaian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata yang tidak hanya dapat dilakukan dengan konsiliasi. 38

Bandingkan dengan kewenangan mediator, dimana mediator berwenang untuk mengusulkan

solusi penyelesaian sengketa atau menyarankan jalan keluar atas proposal penyelesaian sengketa

yang bersangkutan. Akan tetapi kedua-duanya tidak berwenang memutuskan perkaram keputusan

dan persetujuan terhadap keputusan perkaran tetap terletak penuh di tangan para pihak yang

bersengketa itu sendiri.

Page 17: 061 puryanto 5205220017 badan penyelesaian sengketa konsumen (bpsk) sebagai alternatif upaya penegakan hak konsumen di indonesia

17

ditekankan pada satuan masyarakat yang kecil-kecil yang didalamnya

hubungan tatap muka lebih menonjol.39

Dalam upaya penyelesaian sengketa melalui konsiliasi dapat dilihat

pada kasus Linni Nurliana ( Konsumen ) selaku PEMOHON vs Koperasi

Karyawan (KOPKAR) BII ( Pengurus ) ( Pelaku Usaha ) selaku

TERMOHON dalam kasus Gugatan Standar Mutu Bangunan Rumah.40

2. Penyelesaian sengketa dengan cara Mediasi.

Mediasi adalan proses penyelesaian sengketa konsumen di luar

pengadilan dengan perantara BPSK sebagai penasehat (mediator)41

dan

penyelesaiannya diserahkan kepada kedua belah pihak. Persidangan

mediasi dilakukan sendiri oleh para pihak yang bersengketa dengan

didampingi oleh majelis yang bertindak aktif sebagai mediator.42

1) Dari kedua ketentuan tersebut dapat diartikan bahwa mediasi sebagai

salah satu alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang

dilakukan oleh BPSK atas kesepakatan para pihak yang bersengketa

sebagai mediator.43

Pada dasarnya mediasi adalah suatu proses dimana pihak ketiga,

suatu pihak luar yang netral terhadap sengketa,44

mengajak pihak yang

39

Konsiliasi dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 sebagai bentuk alternatif penyelesaian

sengketa di luar pengadilan adalah suatu tindakan atau proses untuk mencapai perdamaian di luar

pengadilan. Untuk mencegah dilaksanakannya proses litigasi (peradilan), melainkan juga dalam

setiap tingkat peradilan yang sering berlangsung, baik di dalam maupun di luar pengadilan dengan

pengecualian untuk hal-hal atau sengketa dimana telah diperoleh suatu putusan hakim yang telah

mempunyai kekuatan hukum tetap. 40

Lihat Putusan BPSK Provinsi DKI Jakarta No. 094/BPSK-DKI/SK/VII/08 tanggal 14 Juli 2008. 41

Bandingkan Munir Fuady, Ibid, hal. 47. Pihak mediator tidak mempunyai kewenangan untuk

memberikan putusan terhadap sengketa para pihak yang dimediatori, melainkan hanya berfungsi

untuk membantu dan menemukan solusi terhadap para pihak yang bersengketa tersebut.

Menurutnya kemampuan dan integritas dari pihak mediator diharapkan dapat mengefektifkan

proses negosiasi diantara para pihak yang bersengketa. 42

AAI, Mediasi di Pengadilan Hanya Basa Basi, Koran Media Indonesia, 17 Juli 2004, hal. 1.

Mediasi di pengadilan terkesan basa basi dan belum maksimal, mediator kurang berani

memberikan dukungan kontributif dan memberikan masukan bersifat teknis maupun argumentasi

hukum dalam penyelesaian suatu sengketa, apalagi menyangkut perkara bisnis. 43

Bandingkan proses penyelesaian sengketa konsumen melalui mediasi oleh YLKI, Warta

Konsumen, Mei, 2003, hampir serupa dengan mediasi pada BPSK. Pada YLKI proses mediasi

dimulai dengan, 1) YLKI sebagai mediator menanyakan para pihak yang berperkara (baik

identitas, alamat, dll), 2) khusus pelaku usaha, YLKI menanyakan berkapasitas atau tidak

perwakilan dari pelaku usaha untuk mengambil keputusan terhadap kasus tersebut, 3) YLKI

memberikan kesempatan kepada masing-masing pihak untuk menjelaskan duduk perkara yang

sebenarnya tanpa boleh dipotong oleh pihak lain sebelum pihak pertama selesai memberikan

penjelasan dan seterusnya, 4)YLKI memberikan waktu untuk klarifikasi dan koreksi tentang apa

yang disampaikan masing-masing pihak, 5) setelah permasalahan diketahui, masing-masing pihak

menyampaikan opsi atau tuntutan yang dinginkan sekaligus melakukan negosiasi untuk mencapai

kesepakatan, 6) apabila telah tercapai kesepakatan, maka isi kesepakatan tersebut seanjutnya

dituangkan dalam berita acara ksepakatan, tahap akhir dari proses mediasi adalah

mengimplementasikan hasil kesepakatan. 44

Munir Fuady, Ibid, hal. 47. Jika pihak ketiga yang netral (mediator) tidak ikut dilibatkan, maka

diantara pihak akan terjadi saling mencurigai, salah pengertian, salah persepsi, kurang komunikasi,

bersikap emosi, bersikap menang – kalah, dan lain-lain. Oleh karena itu, mediator yang dipilih

oleh para pihak yang bersengketa haruslah orang atau lembaga yang netral yang mampu

menjembatani kinginan para pihak. Karena peran mediator sangat penting, maka mediator haruslah

Page 18: 061 puryanto 5205220017 badan penyelesaian sengketa konsumen (bpsk) sebagai alternatif upaya penegakan hak konsumen di indonesia

18

bersengketa pada suatu penyelesaian sengketa yang disepakati.45

Sesuai

dengan batasan ini, mediator berada di tengah-tengah dan tidak memihak

pada salah satu pihak.46

Sesuai dengan sifatnya, mediasi tidak dapat

diwajibkan tetapi hanya dapat terjadi apabila kedua belah pihak secara

sukarela berpartisipasi. Peran utama mediator adalah menetapkan garis-

garis komunikasi diantara kedua belah pihak yang akan mengantarkan

pemahaman bersama yang lebih benar.47

Pada akhirnya, suatu kesepakatan

akan tercipta tanpa cara-cara merugikan setidaknya hubungan baik tanpa

adanya konflik.48

Dalam upaya penyelesaian sengketa melalui mediasi dapat dilihat

pada kasus Drs. Nurul Huda, M.Ag selaku PEMOHON vs PT. Swadaya

Ridatama ( Ir. Budi Setiawan ) ( Pelaku Usaha ) selaku TERMOHON

dalam kasus gugatan serah terima rumah.49

3. Penyelesaian sengketa dengan cara Arbitrase.

Arbitrase adalah suatu proses penyelesaian sengketa konsumen di

luar pengadilan, yang dalam hal ini para pihak yang bersengeta

menyerahkan sepenuhnya penyelesaian sengketa kepada Badan

Penyelesaian Sengeta Konsumen (BPSK). Persidangan secara arbitrase

dilakukan sepenuhnya dan diputuskan oleh majelis yang bertindak sebagai

arbiter.50

Dari kedua keputusan tersebut dapat diartikan bahwa arbitrase

sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang

dilakukan sepenuhnya oleh BPSK atas kesepakatan para pihak yang

bersengketa. BPSK sendiri akan membentuk majelis sebagai sarana

penyelesaian sengketa selaku proses dalam penyelesaian sengketa,51

mempunyai keahlian dibidangnya masing-masing dan harus mendapatkan pelatihan dari suatu

lembaga yang khusus untuk mempersiapkan tenaga ahli sebagai mediator. 45

Sularsi, Mengupas Proses Penyelesaian Pengaduan Konsumen, Warta Konsumen, YLKI,

Mei 2003, hal. 26. Menurutnya dalam melakukan penyelesaian kasus secara mediasi ada 2 (dua)

kemungkinan yang bisa terjadi yaitu 1) kesepakatan tercapai artinya selesai, 2) tidak terjadi

kesepakatan artinya deadlock, artinya kasus selesai dalam tingkat non litigasi. 46

Susanti Adi Nugroho, Mediasi Sebagai Upaya Mengurangi Penumpukan Perkara, dikutip

oleh Yusuf Shofie dan Somi Awan. Dalam melaksanakan fungsinya, mediator wajib menaati kode

etik mediator. Juga tidak diperbolehkan seorang mediator merangkap sebagai hakim yang

memeriksa dan mengadili perkara tersebut. Ketentuan ini dapat disimpulkan dari pasal yang

menyatakan bahwa hakim memeriksa suatu perkara, baik sebagai ketua majelis atau anggota

majelis dilarang bertindak sebagai mediator bagi perkara yang bersangkutan. 47

Berbagai peran mediator dalam proses mediasi adalah 1) mengontrol proses dan menegaskan

aturan dasar, 2) mempertahankan struktur dan momentum dalam negosiasi, 3) menumbuhkan dan

mempertahankan kepercayaan diantara para pihak, 4) menerangkan proses dan mendidik para

pihak dalam hal komunikasi yang baik, 5) menguatkan suasana komunikasi, 6) membantu para

pihak untuk menghadapi situasi dan kenyataan, 7) memfasilitasi creative problem solving diantara

para pihak, 8) mengakhiri proses bilamana sudah tidak produktif lagi. 48

Yusuf Shofie, Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut Undang-Undang Perlindungan

Konsumen (UUPK) Teori dan Praktek Penegakkan Hukum, Bandung : PT. Citra Aditya

Bakti, 2003, hal. 23. 49

Lihat BPSK DKI Surat Perjanjian Perdamaian Dengan Cara Mediasi No. 049/BPSK-

DKI/PPM/VI/08 tanggal 25 Juni 2008. 50

Lihat Pasal 12 UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. 51

Lihat Ketentuan Pasal 6 UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian

Sengketa.

Page 19: 061 puryanto 5205220017 badan penyelesaian sengketa konsumen (bpsk) sebagai alternatif upaya penegakan hak konsumen di indonesia

19

Arbitrase merupakan institusi penyelesaian sengketa alternatif yang

paling populer dan paling luas digunakan dibandingkan dengan institusi

penyelesaian sengketa alternatif lainnya. Hal ini disebabkan banyaknya

kelebihan yang dimiliki oleh institusi ini.52

Dalam upaya penyelesaian sengketa melalui arbitrase dapat dilihat

pada kasus R.P. Soebagyo Tjondronegoro ( Konsumen ) selaku

PEMOHON vs PT. Teh Sosro ( Bapak Suwanto selaku Direksi ) selaku

TERMOHON dalam kasus gugatan minuman botol.

C. Analisa Eksekusi Putusan BPSK Oleh Pengadilan Negeri

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tidak mencantumkan siapa

yang meminta penetapan eksekusi, apakah konsumen sebagai pihak yang

dirugikan dan memenangkan sengketa dan pihak lain.53

Ternyata Pasal 42 ayat

(2) KepMen No. 350/MPP/Kep/12/2001 menentukan bahwa terhadap putusan

BPSK sebagaimana dimaksud ayat (1) putusan BPSK merupakan putusan

final dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dimintakan eksekusi oleh

BPSK kepada Pengadilan Negeri di tempat konsumen dirugikan.54

Ketentuan ini merupakan suatu hal yang tidak lazim dalam suatu

proses penyelesaian sengketa oleh suatu badan yang bertugas menyelesaikan

sengketa dan ketentuan ini meminimalisir fungsi dan kedudukan BPSK

sebagai suatu badan yang memeriksa dan memutuskan suatu sengketa sebagai

peradilan semu (quasi yudikatif) dan putusannya telah mempunyai kekuatan

hukum tetap dan final. Jika terhadap putusan BPSK tidak diajukan keberatan

dan tidak pula dilaksanakan, maka yang seharusnya meminta eksekusi ke

pengadilan negeri adalah pihak yang telah menang dalam sengketa yang

diperiksa oleh BPSK yaitu konsumen sebagaimana yang berlaku pada

penyelesaian sengketa pada pengadilan negeri dimana pihak yang menang dan

putusan perkaranya telah mempunyai kekuatan hukum tetap mengajukan

permohonan eksekusi kepada pengadilan negeri karena tergugat kalah tidak

mau memenuhi bunyi putusan tersebut secara sukarela.

52

Jika dibandingkan dengan alternatif-alternatif yang lain untuk menyelesaikan sengketa, maka

institusi arbitrase merupakan lembaga penyelesaian sengketa yang paling mirip dengan

pengadilan, terutama jika ditinjau dari prosedur yang berlaku, kekuatan putusannya, keterkaitan

dengan hukum yang berlaku atau dengan aturan main yang ada. 53

Lihat Ketentuan Pasal 6 ayat (3) dan Pasal 59 UU No. 8 Tahun 1999. 54

Suparno, Kesiapan Badan Peradilan Umum dalam Melaksanakan Penetapan Eksekusi

Putusan BPSK serta Tata Cara Pengajuan Upaya Hukum Keberatan Terhadap Putusan

BPSK, Direktur Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI, h. 3.