II-1 II. BAB II LANDASAN TEORI II.1 Konsep Dasar Sistem Informasi ...
05_BAB II
description
Transcript of 05_BAB II
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
2.1.1 Penelitian Ismail Nurdin
Jenis pelayanan masyarakat yang diselenggarakan oleh pemerintah
Kecamatan di lingkungan Pemerintah Kota Jambi, terdapat 6 (enam) jenis
pelayanan masyarakat antara lain : pembuatan KTP dan KK; Pembuatan Surat
Pindah; Pembuatan Advis IMB; Pembuatan Advis SITU; Pembuatan Akta Tanah;
dan Pembuatan Surat-surat lainnya.
Dari analisis data dengan bantuan statistik, diperoleh deskrifsi perilaku
aparatur, komunikasi birokrasi dan kualitas pelayanan kependudukan dengan
masing-masing dimensinya.
3. Perilaku aparatur kategori cukup baik, ini berarti bahwa perilaku
aparatur birokrasi di lingkungan Pemerintah Kota Jambi khususnya di
lingkunga pemerintah Kecamatan masih menampilkan perilaku yang
cukup baik saja, sedangkan dimensi-dimensinya dideskrifsikan sebagai
berikut : a. Kemampuan cukup baik; b. Kedisiplinan cukup baik; c.
Tanggung jawab cukup baik; d. Kesopanan cukup baik.
4. Komunikasi birokrasi kategori cukup baik, ini berarti bahwa perilaku
aparatur birokrasi di lingkungan Pemerintah Kota Jambi khususnya di
lingkungan Dimensi komunikasi birokrasi dideskrifsikan sebagai berikut
15
15
a. Kualitas komunikasi tergolong cukup baik; b. Penyampaian informasi
tergolong cukup baik; c. Sarana komunikasi tergolong baik.
5. Kualitas pelayanan cukup baik, ini berarti bahwa kualitas pelayanan
administrasi kependudukan oleh Kecamatan di lingkungan Pemerintah
Kota Jambi menampilkan pelayanan yang cukup baik saja. a. Sarana
pelayanan tergolong baik; b. Kehandalan tergolong cukup baik; c. Daya
tanggap tergolong cukup baik; d. Jaminan tergolong cukup baik; e.
Harga tergolong cukup baik; f. Empati tergolong cukup baik
6. Pada umumnya Perilaku Aparatur dalam menyelenggarakan pelayanan
publik di lingkungan Pemerintah Kecamatan di Kota Jambi belum
sepenuhnya menampilkan perilaku yang diharapkan oleh masyarakat
sebagai penerima pelayanan.
7. Pada umumnya Komunikasi Birokrasi yang dilakukan dalam
menyelenggarakan pelayanan publik di lingkungan Pemerintah
Kecamatan di Kota Jambi masih belum sepenuhnya efektif serta belum
sepenuhnya memenuhi harapan masyarakat sebagai penerima pelayanan.
8. Pada umumnya Kualitas Pelayanan Publik yang diselenggarakan oleh
Pemerintah Kecamatan di Kota Jambi belum sepenuhnya memenuhi
harapan masyarakat sebagai penerima pelayanan.
9. Operasional pelayanan aparatur pemerintah masih lebih mengandalkan
kewenangan dari pada kekuatan pasar ataupun kebutuhan konsumen.
10. Proses pemberian layanan oleh aparat pemerintah seringkali terjebak
pada pandangan “etic”, yang mengutamakan pandangan keinginan
16
16
mereka sendiri daripada pandangan “emic”, yakni pandangan dari
mereka yang menerima jasa layanan pemerintah.
11. Kesadaran masyarakat penerima layanan akan hak dan kewajibannya
relatif masih rendah, sehingga masyarakat cenderung menerima begitu
saja layanan yang diberikan oleh birokrasi pemerintah.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku aparatur,
komunikasi birokrasi dan kualitas pelayanan publik dipersepsikan oleh
masyarakat masih berada pada taraf cukup. Dan ternyata faktor yang dominan
mempengaruhi kualitas pelayanan publik adalah perilaku aparatur dan komunikasi
birokrasi yang ditampilkan oleh aparatur maupun birokrasi di lingkungan
Pemerintah Kota Jambi khususnya aparatur kecamatan di lingkungan Kota Jambi.
Oleh karena itu Pemerintah Kota maupun Pemerintah Kecamatan perlu berupaya
meningkatkan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat melalui :
1) Menata perilaku aparatur dan komunikasi birokrasi untuk meningkatkan
kemampuan kerja melalui pembenahan pola seleksi dan rekruitmen
aparatur, penyertaan pendidikan dan pelatihan, promosi dan
pengembangan karir, memperbaiki kedisiplinan, perbaikan kesejahteraan
dengan pemberian insentif yang memadai, serta pembinaan etika dan
moral melalui budaya kerja, keteladanan dan penagakkan hukum dan
ketentuan yang berlaku.
2) Upaya pengoptimalisasian kualitas pelayanan kepada masyarakat dapat
dilakukan antara lain melalui : penataan dan perbaikan sistem dan
admnistrasi pelayanan, penyebarluasan tatalaksana pelayanan, membuka
17
17
jalur pengaduan khusus dan langsung bagi penerima layanan yang
merasa tidak puas, pemantauan pimpinan baik secara kontinyu terhadap
pemberian pelayanan kepada masyarakat oleh aparat pelaksana,
pembenahan dan penyempurnaan sarana dan prasarana pelayanan, serta
merintis kerjasama kemitraan terhadap pihak ketiga yang saling
menguntungkan dalam rangka membangun dan menata pemberian
pelayanan kepada masyarakat yang lebih berkualitas.
Perbaikan dan peningkatan kualitas pelayanan, termasuk pelayanan
administrasi kependudukan pada kantor-Kantor Kecamatan yang dengan
melakukan penataan dan peningkatan dimensi-dimensi: (1) sarana pelayanan
dalam menunjang pemberian pelayanan, (2) keandalan terhadap metode sistem
pelayanan yang efektif dan efisien, (3) jaminan akan keamanan dan privacy
terhadap produk pelayanan, (4) harga produk layanan yang terjangkau dan
proporsi serta adil, (5) empati atau tingkat hubungan yang intens dan saling
menghargai serta menghormati antara pemberi pelayanan dengan publik yang
dilayani.
Penyelenggaraan pelayanan publik sangat terkait ekspresi dari pelaksanaan
tugas dan fungsi birokrasiadalah bagaimana sikap dan aktivitas birokrasi, yang
secara eksplisit berdasarkan pendekatan psikologi dan perilaku organisasi.
Perilaku birokrasi ditinjau dari aspek organisasi dan aparatur serta komunikasi
birokrasi merupakan faktor menonjol dalam aktifitas birokrasi, Dengan demikian
aspek perilaku aparatur dan komunikasi dalam birokrasi menentukan keberhasilan
birokrasi dalam memberikan pelayanan yang berkualitas.
18
18
2.1.2 Penelitian Sumarjo
Hasil regresi dengan metode ordinary least square (OLS) menunjukkan
bahwa baik secara individual maupun secara serentak, variabel Kognisi, Budaya,
dan Pemimpin signifikan mempengaruhi Produktivitas Kerja Pegawai di
Lingkungan Kecamatan Slogohimo Kabupaten Wonogiri.
Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa variabel independen
secara signifikan mempengaruhi variabel dependen, baik secara individual
maupun secara bersama-sama dapat diterima, atau dengan kata lain terbukti. Hasil
regresi menunjukkan bahwa variabel Pemimpin merupakan variabel yang
tertinggi dalam mempengaruhi disiplin kerja pegawai, disusul variabel Budaya,
baru kemudian variabel kognisi.
Dari koefisien regresi diketahui bahwa ketiga variabel independen
mempunyai tingkat elastisitas yang berkategori inelastic, artinya terjadinya
peningkatan tertentu pada variabel independen diikuti pening-katan yang tidak
sama besarnya (lebih kecil) pada variabel dependen. Pengujian asumsi klasik
menunjuk-kan bahwa hasil regresi ini telah memenuhi asumsi normalitas, bebas
dari masalah autokorelasi, multikolinearitas, dan heteroske-dastisitas.
2.1.3 Jurnal Penelitian, 1998, Donthu and Yoo
Donthu dan Yoo (1998) mengamati hubungan dimensi-dimensi
SERVQUAL (realbilitas, daya tanggap, empati, jaminan dan sifat nyata) dengan
klasifikasi Hofstede tentang budaya pada industri perbankan lintas 4 negara- U.S,
Kanada, U.K, dan India (sambil menganalisa; dimensi-dimensi kultur pada level
19
19
individual) mereka mendapati bahwa struktur dimensi kultur Hofstede.
Terlebih lagi, mereka mendapati bahwa konsumen dengan “power distance”
rendah memiliki ekspektasi/pengharapan tinggi terhadap kualitas jasa yang lebih
tanggap serta lebih dipercayai sementara mereka yang berada di Negara
individualistis juga memiliki pengharapan yang tinggi, tapi lebih terfokus pada
empati dan kepastian/jaminan)
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Tentang Dimensi Budaya
1. Power Distance
Hofstede menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Power Distance (jarak
kekuatan) adalah kondisi dimana individu-individu yang memiliki Power ataupun
kedudukan yang lebih rendah dalam struktur suatu masyarakat ataupun organisasi
menerima keadaan dimana kekuasaan didistribusikan secara tidak merata. Hal ini
seperti diungkapkan oleh Hofstede (2005:46) :
As the extent to which the less Powerful members of institutions and
organizations within a country expect and accept that Power is distributed
unequally... (Hofstede, 2005, p. 46). (Seperti tingkat anggota institusi dan
organisasi-organisasi yang kurang kuat di dalam suatu negeri mengharapkan dan
menerima bahwa Power dibagi-bagikan dengan bervariasi)
Pada negara-negara dimana Power Distance rendah ditemukan kepercayaan
bahwa setiap orang adalah sederajat dan harus memiliki hak sama serta memiliki
kesempatan yang sama untuk merubah status sosialnya di masyarakat. Budaya
20
20
toleransi kekuasaan atau Power Distance adalah tingkat toleransi atau kerelaan
seseorang pada kekuasaan yang dimiliki orang lain.
Dengan kata lain setiap orang mempunyai kadar toleransi yang berbeda
terhadap adanya ketidak-seimbangan kekuasaan. Jika skor budaya toleransi
kekuasaan seseorang tinggi berarti orang tersebut mempunyai toleransi besar
terhadap adanya perbedaan kekuasaan antara dirinya dengan orang lain, dan hal
tersebut dianggap sebagai sesuatu yang wajar.
Sedangkan jika budaya toleransi kekuasaan-nya rendah, maka seseorang
tidak mudah menerima adanya perbedaan kekuasaan yang ada. Artinya mereka
yang tingkat toleransi kekuasaannya rendah cenderung memandang bahwa
kekuasaan itu sebenarnya dapat dicapai oleh setiap individu, bukan karena nasib
atau takdir. Jadi jika seseorang menginginkan memiliki kekuasaan, ia harus
berusaha untuk mencapainya secara mandiri, bukan karena faktor kebetulan atau
keturunan.
Penelitian Hofstede (1994) menunjukkan bahwa tingkat toleransi kekuasaan
seseorang atau kelompok masyarakat dapat diukur dengan menggunakan skor
yang kemudian dibuat indeks yang menunjukkan tinggi rendahnya. Demikian juga
dalam penelitian ini budaya toleransi akan diukur melalui survey pada tingkat
analisis individual.
Hasil dari survey akan menunjukkan tinggi budaya toleransi kekuasaan yang
dimiliki seseorang. Pada penelitian yang dilakukan oleh Hofstede budaya toleransi
diukur dengan level analisis kelompok masyarakat atau negara untuk menentukan
perbedaan Power Distance Index suatu negara.
21
21
Tabel 2.1
Power Distance
POWER DISTANCE RENDAH POWER DISTANCE TINGGI
Individu/ Dalam Keluarga
Ketidak-sederajad-an antar manusia harus diminimalkan.
Ketidak-sederajad-an antar manusia diharapkan
Orang tua memperlakukan anak sederajad.
Orang tua mendidik anak agar patuh
Anak memperlakukan orang tua sederajad.
Anak memperlakukan orang tua dengan penuh hormat.
Di Sekolah
Guru mengharapkan inisiatif murid dalam kegiatan kelas.
Guru diharapkan mengambil semua inisiatif dalam kelas.
Guru adalah ahli, mengajarkan kebenaran pada anak.
Guru adalah teladan, mengajarkan budi pekerti.
Murid memperlakukan guru sederajad. Murid sangat menghormati guru.
Di Tempat Kerja
Hirarkhi dalam organisasi menggambarkan ketidak-sederajad-an dalam peran, disusun untuk memudahkan pelaksanaan tugas.
Hirarkhi dalam organisasi menggambarkan ketidak-sederajad-an dalam semua sisi kehidupan.
Desentralisasi sangat disukai. Sentralisasi sangat disukai.
Perbedaan gaji antara level atas dengan level bawah kecil.
Perbedaan gaji antara level atas dengan level bawah besar.
Bawahan mengharapkan atasan berkonsultasi kepadanya.
Bawahan mengharapkan agar atasan memerintahkan apa yang harus dia lakukan.
Atasan ideal adalah orang yang demokratis dan tahu banyak hal.
Atasan ideal adalah yang ‘kebapakan”.
Pada Level Negara
22
22
Kelas menengah adalah mayoritas anggota masyarakat.
Kelas menengah kecil jumlahnya di masyarakat.
Semua orang memiliki hak yang sama. Penguasa memiliki hak-hak istimewa.
Orang yang berkuasa berusaha untuk tampak tidak telalu berkuasa.
Orang yang berkuasa berusaha untuk tampak lebih berkuasa.
Kekuasaan berdasar pada posisi formal, keahlian dan kemampuan untuk memberi reward.
Kekuasaan berdasar pada keluarga atau teman, kharisma atau kemampuan menggerakkan masa.
Kekuasaan berdasar pada posisi formal, keahlian dan kemampuan untuk memberi reward.
Kekuasaan berdasar pada keluarga atau teman, kharisma atau kemampuan menggerakkan masa.
Cara mengganti sistem politik
adalah dengan mengganti
peraturan (evolusi).
Cara mengganti sistem politik adalah dengan mengganti pimpinan negara (revolusi).
Jarang ada kekerasan akibat politik dalam negeri.
Konflik politik dalam negeri sering diikuti dengan kekerasan.
Perbedaan pendapatan kecil, lebih diperkecil lagi dengan sistem perpajakan.
Perbedaan pendapatan besar, lebih diperbesar lagi dengan sistem perpajakan.
Ideologi politik mengutamakan dan mempraktekkan pembagian kekuasaan.
Ideologi politik mengutamakan dan mempraktekkan perebutan kekuasaan
Jarang ada kekerasan akibat politik dalam negeri.
Konflik politik dalam negeri sering diikuti dengan kekerasan.
Perbedaan pendapatan kecil, lebih diperkecil lagi dengan sistem perpajakan.
Perbedaan pendapatan besar, lebih diperbesar lagi dengan sistem perpajakan.
Ideologi politik mengutamakan dan mempraktekkan pembagian kekuasaan.
Ideologi politik mengutamakan dan mempraktekkan perebutan kekuasaan
Jarang ada kekerasan akibat politik dalam negeri.
Konflik politik dalam negeri sering diikuti dengan kekerasan.
Perbedaan pendapatan kecil, lebih diperkecil lagi dengan sistem perpajakan.
Perbedaan pendapatan besar, lebih diperbesar lagi dengan sistem perpajakan.
23
23
Ideologi politik mengutamakan dan mempraktekkan pembagian kekuasaan.
Ideologi politik mengutamakan dan mempraktekkan perebutan kekuasaan
Jarang ada kekerasan akibat politik dalam negeri.
Konflik politik dalam negeri sering diikuti dengan kekerasan.
Sumber : www.mti.gadjahmada.edu dan Hofstede, 2005, p.57
Power Distance di sekolah dapat dilihat dari mental murid dan mental guru
yang memang telah terprogram yang mana di antara mereka telah tercipta nilai-
nilai yang merupakan bagian dari budaya saling menghormati nilai yang ada.
Dalam situasi large-Power Distance (toleransi kekuatan yang besar),
ketidaksetaraan orang tua – anak diteruskan oleh ketidaksetaraan guru – murid
yang memberikan kemerdekaan berpikir murid.
Guru diperlakukan hormat (apalagi guru senior dibandingkan yang junior);
murid mungkin akan berdiri menghormat ketika guru memasuki kelas. Proses
pendidikan adalah ’teacher centered’ (pusat pendidikan); guru membuat batasan
jalur intelektual yang mesti diikuti murid.
Di dalam kelas ada peraturan yang mesti diikuti, dengan inisiatif datang dari
guru. Murid-murid boleh berbicara ketika diijinkan oleh guru; guru tidak pernah
dikritisi dan diperlakukan beda walaupun di luar sekolah. Ketika murid
menyalahi aturan, guru mengundang orang tua murid dan meminta mereka untuk
menempatkan murid kedalam aturan yang ada.
Proses pendidikan adalah sangat personal- bersifat orang per orang;
khususnya pada pendidikan tinggi di universitas, apa yang ditransfer tidak terlihat
sebagai ’kebenaran’ secara impersonal, tetapi lebih ke kebijakan guru sebagai
personal, ’The teacher is a guru’ dia adalah yang mempunyai kekuatan pengaruh
24
24
(weighty or honorable) kuat dan mulia, dan ini terjadi di Indonesia dan India, dan
memang di dua negara ini mereka di panggil ’guru’.
Dalam situasi small-Power Distance, guru diperlakukan setara dengan
murid. Guru muda di setarakan perlakuannya bahkan bisa jadi lebih disukai
daripada guru senior. Proses pendidikan adalah student-centered (pelajar pusat),
inisiatif muncul dari siswa, dan siswa diharapkan menemukan arah intelektual
mereka.
Siswa berhak melakukan intervensi didalam kelas, bertanya ketika tidak
mengerti, berdebat dengan guru, mengekspresikan ketidaksetujuan dan
mengkritisi didepan guru, dan memperlihatkan penghormatan biasa saja kepada
guru diluar sekolah. Lalu pendidikan lebih impersonal, apa yang ditransfer adalah
kebenaran dan fakta yang ada di guru. Belajar secara effectif sangat tergantung
pada komunikasi dua arah antara guru dan murid.
2. Individualism
Individualisme adalah dimensi budaya kedua yang dipilih Hofstede untuk
menggambarkan ciri suatu budaya. Individualisme adalah kriteria yang
menggambarkan longgarnya ikatan antar anggota suatu masyarakat dimana
seseorang hanya memikirkan dirinya atau keluarga dekatnya semata sedangkan
sebaliknya kolektivisme lebih menekankan pada kekohesivan kelompok. dalam
hal ini menggambarkan individualisme sebagai berikut :
Individualism pertains to societies in which the ties between individuals are
loose: everyone is expected to look after himself or herself and his or her
immediate family. The opposite is collectivism, which pertains to societies in
25
25
which people from birth onwards are integrated into strong, cohesive in-group,
which throughout people's lifetime continue to protect them in exchange for
unquestioning loyalty. (Hofstede, 2005, 76)
(Individualisme menyinggung pada masyarakat-masyarakat di mana rasa
persaudaraan antara individu telah hilang (individualistik): setiap orang
diharapkan untuk segera memelihara diri dan keluarganya. Kebalikannya adalah
kolektivisme, yang menyinggung kepada masyarakat-masyarakat di mana orang-
orang dari lahir telah merasa saling membutuhkan dalam kelompok dimana
mereka berada dan melanjutkan hidup untuk saling melindungi tanpa pamrih).
Hofstede mengukur dimensi budaya ketiga ini secara kontinum dengan
individualisme pada satu sisi dan kolektivisme di sisi lainnya. Konsumen high
individualism cenderung menyukai iklan yang menekankan pada produk dan
keuntungan secara personal. Mereka menggunakan nilai mereka sendiri dalam
mengevaluasi suatu produk. Konsumen low individualism cenderung untuk
menyukai iklan yang bergantung pada penerimaan produk tersebut dimata
masyarakat.
Tabel 2.2
Individualisme dan Kolektivisme
INDIVIDUALIS KOLEKTIF
Individu/ Dalam Keluarga
Identitas diri berdasar pada diri sendiri.
Identitas diri berdasar pada asal usul.
Acuan berpikir adalah “aku”. Acuan berpikir adalah “kami”Berterus-terang adalah karakteristik orang yang jujur.
Harmoni harus selalu di jaga, konfrontasi langsung harus dihindari.
Komunikasi konteks rendah. Komunikasi konteks tinggi.
26
26
Melanggar norma menimbulkan rasa bersalah dan kehilangan rasa hormat pada diri sendiri.
Melanggar norma menimbulkan rasa malu dan kehilangan muka dihadapan orang lain.
Di Sekolah
Gelar akan meningkatkan pendapatan dan rasa hormat terhadap diri sendiri.
Gelar akan memberikan peluang untuk memasuki kelompok dengan status lebih tinggi.
Tujuan pendidikan adalah belajar cara belajar.
Tujuan pendidikan adalah belajar cara melakukan sesuatu.
Di Tempat Kerja
Hubungan antara perusahaan-karyawan atau kantor-pegawai adalah hubungan saling menguntungkan.
Hubungan antara perusahaan-karyawan atau kantor-pegawai adalah hubungan moral, seperti hubungan keluarga.
Penerimaan karyawan/pegawai dan promosi jabatan berdasar pada kemampuan & peraturan.
Penerimaan karyawan/pegawai dan promosi jabatan berdasar pada hubungan pribadi.
Manajemen adalah manajemen individu.Manajemen adalah manajemen kelompok.
Tugas lebih penting dari hubungan. Hubungan lebih penting dari tugas.
Pada Level Negara
Lebih mengutamakan kepentingan individu daripada kepentingan bersama.
Lebih mengutamakan kepentingan bersama daripada kepentingan individu.
Setiap orang berhak atas kehidupan pribadi.
Kelompok campur tangan dalam kehidupan pribadi.
Setiap orang diharapkan memiliki pendapat pribadi.
Pendapat pribadi tidak penting dibanding pendapat kelompok.
Hukum dan hak berlaku untuk semua orang.
Hukum dan hak tergantung pada siapa orangnya.
Ekonomi berdasar pada kepentingan individu.
Ekonomi berdasar pada kepentingan bersama.
Kekuatan politik berdasar pemilih.Kekuatan politik berdasar pada kelompok yang berkepentingan.
Peran pemerintah terhadap sistem ekonomi terbatas.
Peran pemerintah terhadap sistem ekonomi dominan.
Kebebasan pers. Pers dikendalikan pemerintah.Teori ekonomi berdasar pada pencapaian kepentingan pribadi setiap orang.
Teori ekonomi yang di impor tidak relevan karena tidak sesuai dengan budaya kolektif.
Ideologi kebebasan pribadi lebih diutamakan daripada ideologi kebersamaan
Ideologi kebersamaan lebih diutamakan daripada ideologi kebebasan pribadi
Lebih mengutamakan kepentingan individu daripada kepentingan bersama.
Lebih mengutamakan kepentingan bersama daripada kepentingan individu.
27
27
Sumber : www.mti.gadjahmada.edu dan Hofstede, 2005, p.96- 97, 104.
Dimensi yang diidentifikasi sebagai Individualism versus collectivism
diasosiasikan kepada kepentingan relatif kepada tujuan-tujuan sebagai berikut
For the Individualist pole1. Personal time; have a job that leaves sufficient time for your personal or
family life.2. Freedom; have considerable freedom to adopt your own approach to the
job.3. Challenge; have challenging work to do-work from which you can get a
personal sense of accomplishment.
For the opposite, collectivist pole1. Training; have training opportunities (to improve your skills or learn
new skills).2. Physical conditions; have good physical working conditions (good
ventilation and lighting, adequate work space, etc.)3. Use of skills; fully use your skills and abilities on the job.
(Hofstede, 2005, 76-77)
Untuk tujuan individu1. Waktu privasi; milikilah suatu pekerjaan yang meninggalkan waktu
cukup untuk privasi atau kehidupan berkeluarga. 2. Kebebasan; milikilah kebebasan yang pantas dipertimbangkan untuk
mengadopsi pendekatan mu sendiri kepada pekerjaan. 3. Tantangan; milikilah menantang pekerjaan yang menantang yang
memberikan kepuasan kerja. Sebaliknya, tujuan bersama 1. Pelatihan; milikilah peluang pelatihan (untuk memperbaiki ketrampilan-
ketrampilan mu atau belajar ketrampilan-ketrampilan baru). 2. Kondisi badan; milikilah kondisi kerja secara yang baik secara fisik
(ventilasi baik dan menerangi, ruang kerja yang cukup, dll.) 3. Penggunaan skill; secara gunakan skill dan kemampuan dalam bekerja
secara maksimal.
Siswa dari hasil survei dengan skor ”individualist” menjawab bahwa nilai
dibawah ini sangat penting (Hofstede, 2005, p. 80):
28
28
a. Tolerance of others (toleransi untuk orang orang lain)
b. Harmony with others (keselarasan dengan orang lain)
c. Noncompetitiveness (tidak ada perlombaan)
d. A close, intimate friend (teman dekat atau karib)
e. Trustworthiness (kepercayaan yang berharga)
f. Contentedness with one’s position in life (isi dengan satu kedudukan
dalam hidup)
g. Being conservative
Sedangkan siswa dalam masyarakat collectivist menjawab nilai dibawah ini
sangat penting:
a. Filial piety (obedience to parents, respect for parent, honoring of
ancestors, financial support of parents) Sikap baik pada orangtua
(ketaatan ke orang tua, rasa hormat untuk orangtua, penghormatan para
nenek moyang, dukungan keuangan dari orang tua)
b. Chasity in women (menghormati wanita)
c. Patriotism
Dalam masyarakat individualist, hubungan dengan yang lain adalah
tidak mudah dimengerti dan diatur sebelumnya, tetapi mereka sedikit
berteman secara bebas dan harus hati-hati memilih teman. Dalam masyarakat
collectivist, tidak ada pemilihan spesifik dalam pertemanan; seorang teman
telah ditentukan oleh satu keluarga atau group.
Individualism dan collectivism di sekolah sebenarnya telah terbangun
atas ketertarikan anak-anak selama periode awal didalam sebuah keluarga
29
29
yang kemudian dikembangkan dan ditekankan kembali disekolah. Ini benar-
benar tergambar di dalam tingkah laku dikelas. Guru melarang muridnya
untuk berbicara didalam kelas, walaupun guru menanyakan sesuatu ke kelas.
Untuk siswa yang berpikir bahwa dia adalah bagian dari grup, adalah tidak
logis untuk bicara tanpa merasa diberi wewenang oleh grup untuk melakukan
hal tersebut (berbicara). Jika guru menginginkan murid untuk berbicara, guru
seharusnya menunjuk langsung ke seseorang murid secara personal.
Murid di dalam budaya collectivist akan juga menahan diri untuk
berbicara didalam grup besar tanpa kehadiran seorang guru, khususnya jika
ada beberapa bagian asing (dari grup). Penahanan diri ini akan turun didalam
kelompok kecil.
Contohnya, siswa akan di tanya secara bergantian dalam tempat duduk
mereka mendiskusikan sebuah pertanyaan untuk lima menit dalam grup 3 atau
5. Dengan cara ini jawaban individu menjadi jawaban grup, dan yang
berbicara mewakili grup mereka. Sering secara berurutan siswa akan menjadi
pembicara secara spontan bergantian. (Hofstede, 2005, 97).
3. Masculinity
Dimensi Masculinity vs Feminimity diasosiasikan kuat dengan hal-hal
yang disebutkan di bawah ini (Hofstede, 2005, 118)
For the masculine pole
1. Earning; have an opportunity for high earning
30
30
2. Recognition; get teh recognition you deserve when
you do a good job.
3. Advancement; have an opportunity for advancement
to higher-level jobs
4. Challenge; have challenge work to do-work from
which you can get a personal sense of accomplishment.
For the opposite, feminime pole
1. Manager; have a good working relationship with your direct superior.
2. Cooperation; work with people who cooperate well with one another
3. Living area; live in area desirable to you and your family.
4. Employment security; have the security that you will be able to work for
your company as long as you want to.
Untuk tujuan maskulin
1. Pendapatan; milikilah satu peluang untuk pendapatan yang tinggi
2. Pengenalan; biarkan orang tahu atas prestasi kerja anda
3. Kemajuan; milikilah satu peluang untuk kemajuan kepada tingkat
pekerjaan yang lebih tinggi
4. Tantangan; milikilah tantangan bekerja untuk mendapatkan kepuasan
kerja.
Kebalikannya, untuk tujuan feminin
1. Manajer; milikilah suatu hubungan aktip kerja yang baik dengan atasan
langsungmu.
31
31
2. Kooperasi; bekerja dengan orang-orang yang dapat bekerja sama
3. tempat tinggal; tinggal di tempat yang diinginkan anda dan keluarga.
4.Keamanan; milikilah jaminan keamanan yang membuat anda nyaman
bekerja.
Perbedaan dalam mental programming antara masyarakat berhubungan
dengan dimensi ini adalah perbedaan secara sosial, bahkan bisa lebih ke
perbedaan secara emosional. Peranan sosial dapat dibangun oleh faktor-faktor
eksternal, tetapi apa yang orang rasa adalah yang muncul dari dalam. Ini mengacu
pada definis sebagai berikut (Hofstede, 2005, 120)
A society is called masculine when emotional gender roles are clearly distinct: men are supposed to be assertive, tough, and focused on material success, whereas women are supposed to be more modest, tender, and concerned with the quality of life. A society is called feminine when emotional gender roles overlap: both men and women are supposed to be modest, tender, and concerned with the quality of life.
Suatu masyarakat menyebut jantan ketika peran-peran gender secara emosional (dengan) jelas terpisah; jelas: lelaki harus bersifat tegas, tabah, dan berfokus di sukses material, sedangkan wanita-wanita dianggap lebih rendah hati, lembut, dan terkait dengan mutu hidup. Suatu masyarakat menyebut feminin ketika peran-peran jenis kelamin tumpang-tindih secara emosional: kedua-duanya para laki-laki dan perempuan dianggap bersifat rendah hati, lembut, dan terkait dengan mutu hidup
Dalam komunitas high masculinity, materi merupakan tingkat kesuksesan
seseorang dan merupakan sarana komunikasi antara masyarakat sederajat.
Sedangkan di low masculinity, kepedulian pada lingkungan cenderung untuk
menciptakan permintaan barang yang ramah dengan lingkungan.
Tabel 2.3
Maskulinitas dan femininitas
FEMININ MASKULIN
32
32
Individu/ Dalam Keluarga
Nilai dominan dalam masyarakat adalah caring antar sesama.
Nilai dominan dalam masyarakat adalah keberhasilan materi.
Menghargai orang dan hubungan yang hangat.
Menghargai uang dan kebendaan.
Pria dan wanita diperbolehkan bersikap penyayang dan mementingkan hubungan dengan orang lain.
Pria harus asertif, ambisius dan tegar, wanita harus lemah lembut dan penyayang.
Bapak dan ibu mengurusi fakta dan perasaan bersama-sama
Bapak mengurusi fakta, ibu mengurusi perasaan.
Anak gadis dan anak laki-laki diperbolehkan menangis tapi keduanya tak boleh berkelahi.
Anak gadis diperbolehkan menangis sedang anak laki-laki tidak, anak laki-laki harus membalas bila dipukul, sedang anak perempuan tidak boleh berkelahi.
Simpati kepada orang yang lemah. Simpati kepada orang yang kuat.
Di Sekolah
Nilai rata-rata adalah norma. Nilai terbaik adalah norma.Kegagalan sekolah adalah kecelakaan kecil.
Kegagalan sekolah adalah musibah besar.
Guru yang bersahabat dihargai murid. Guru yang brilyan dihargai murid.Pemuda dan gadis mempelajari hal yang sama.
Pemuda dan gadis mempelajari hal yang berbeda.
Di Tempat Kerja
Bekerja untuk hidup. Hidup untuk bekerja.Manajer menggunakan intuisi & berusaha mencari konsensus.
Manajer diharapkan untuk mampu memutuskan & asertif.
Menekankan keadilan, solidaritas & kualitas lingkungan kerja.
Menekankan keadilan, kompetisi dan kinerja.
Konflik diselesaikan dengan cara kompromi dan negosiasi.
Konflik diselesaikan dengan cara bersengketa.
Pada Level Negara
Masyarakat ideal adalah masyarakat yang sejahtera.
Masyarakat ideal adalah masyarakat yang berprestasi.
Masyarakat yang toleran terhadap kelemahan.
Masyarakat yang korektif terhadap kelemahan.
Konflik internasional diselesaikan dengan negoisasi dan kompromi.
Konflik internasional diselesai-kan dengan show of force dan persengketaan.
Cukup banyak wanita duduk dalam pemerintahan.
Tidak banyak wanita duduk dalam pemerintahan.
Agama menekankan kehidupan saling mengisi antara pria dan wanita.
Agama menekankan dominasi laki-laki.
33
33
Perjuangan perempuan menuntut perimbangan tugas dan kesempatan di rumah dan di tempat kerja.
Perjuangan perempuan menuntut pengambil-alihan posisi yang ditempati pria.
Sumber : www.mti.gadjahmada.edu dan Hofstede, 2005, P. 136
Kegagalan di sekolah adalah mimpi buruk dalam budaya masculine. Dalam
masculine yang kuat seperti Jepang dan Jerman, suratkabar melaporkan setiap
tahun tentang siswa yang bunuh diri setelah mengalamai gagal dalam sebuah
ujian. Permainan olahraga yang kompetitif memegang peranan penting dalam
kurikulum pendidikan di negara Inggris dan Amerika sedangkan dinegara eropa
lainnya olahraga merupakan kegiatan ekstrakurikuler dan tidak merupakan bagian
dari kegiatan utama di sekolah.
4. Uncertainty Avoidance
Setelah Power Distance, Individulism-collectivism, dan Masculinity-
Feminintiy berlanjut ke uncertainty avoidance (dari kuat ke lemah).
Ditemukannya dimensi ini bermula dari pertanyaan tentang ”job stress”.
Pertanyaannya adalah ”How often do you feel nervous or tense at work?” yang
dilakukan oleh perusahaan IBM terhadap para karyawannya di seluruh dunia
(Hofstede, 2005, p.166).
Hofstede lalu mengembangkan lebih lanjut dengan pertanyaan lain yang
berkorelasi kuat dengan uncertainty avoidance yaitu :
1. Job Stress
2. Agreement with the statement ”Company rules
should not be broken-even when the employee thinks it is in the
company’s best interest”.
34
34
3. The percentage of employees expressing their intent
to stay with the company for a long-term career. The question was
”how long do you think you will continue working for IBM?”
1. Tekanan pekerjaan
2. Persetujuan dengan laporan keuangan "aturan Perusahaan tidak boleh
dilanggar walupun ketika karyawan berpikir itu ada keuntungan
perusahaan yang terbaik".
3. Persentase karyawan menampakan keinginan mereka untuk tinggal
dengan perusahaan untuk suatu karier jangka panjang. Pertanyaannya
adalah "berapa lama Anda berpikir anda akan melanjutkan bekerja untuk
IBM?"
Uncertainty avoidance dapat didefinisikan sebagai ”the extend to which the
members of a culture feel threatened by ambiquous or unknown situations”.
meluas kepada para anggota yana merasa kulturnya terancam oleh ambiquous atau
situasi-situasi tak dikenal
Konsumen di high uncertainty (ketidak-pastian tinggi) tidak menerima
penemuan baru. Mereka lebih menyukai merek yang sudah mereka ketahui,
berbelanja di toko terkenal untuk mengurangi resiko. Konsumen di low
uncertainty (ketidak-pastian rendah), cenderung untuk membedakan sedikit atau
tidak sama sekali resiko dalam pembelian produk baru.
35
35
Tabel 2.4
Uncertainty Avoidance
UA RENDAH UA TINGGI
Individu/ Dalam Keluarga
Ketidak pastian adalah hal yang normal dalam hidup.
Ketidak pastian adalah ancaman dan harus dilawan.
Stres rendah, perasaan nyaman. Stres tinggi, perasaan cemas.Merasa nyaman dalam situasi yang tidak menentu dan dalam menghadapi resiko yang belum diketahui.
Menerima resiko yang telah diketahui, takut pada situasi yang tidak menentu dan resiko yang belum diketahui.
Anak-anak tidak di didik keras dalam hal kebersihan dan hal-hal yang bersifat tabu.
Anak-anak di didik keras dalam hal kebersihan dan hal-hal yang bersifat tabu.
Agresi dan emosi tidak boleh diperlihatkan.
Agresi dan emosi boleh diperlihatkan pada tempat dan waktu yang tepat.
Sesuatu yang berbeda adalah sesuatu yang menimbulkan rasa ingin tahu
Sesuatu yang berbeda adalah sesuatu yang berbahaya.
Di Sekolah
Murid menyukai situasi belajar yang open-ended, mengharap-kan diskusi yang bermutu.
Murid menyukai situasi belajar yang terstruktur, mengharap-kan jawaban yang tepat.
Guru boleh berkata “Saya tidak tahu”.Guru harus bisa menjawab semua pertanyaan.
Di Tempat Kerja
Tidak perlu peraturan kecuali yang dibutuhkan.
Agak tergila-gila pada peraturan, meski andaikata tidak akan dipatuhi.
Waktu adalah kerangka untuk orientasi. Waktu adalah uang.Merasa nyaman ketika sedang bermalas-malasan, bekerja keras hanya bila dibutuhkan.
Ingin selalu sibuk, ada dorongan dalam diri untuk selalu bekerja keras.
Ketepatan kerja dan ketepatan waktu harus dipelajari.
Ketepatan kerja dan ketepatan waktu merupakan bawaan lahir.
Toleran terhadap ide dan perilaku yang berbeda dan inovatif.
Ide dan perilaku yang berbeda tidak disukai, inovasi dihambat.
Pada Level Negara
Peraturan negara relatif sedikit dan umum.
Peraturan negara relatif banyak dan cukup rinci.
Kalau peraturan sulit dipatuhi maka harus diganti.
Kalau peraturan sulit dipatuhi maka itu merupakan dosa dan harus bertobat.
Protes warga diijinkan. Protes warga harus ditekan.
36
36
Sikap positif terhadap kaum muda. Sikap negatif terhadap kaum muda.
Regionalisme, internasional-isme, usaha-usaha menginte-grasikan kaum minoritas.
Nasionalisme, xenophobia, represi terhadap minoritas.
Keyakinan satu kelompok tidak boleh dipaksakan pada kelompok lain.
Hanya ada SATU kebenaran.
Sumber : www.mti.gadjahmada.edu dan Hofstede, 2005, P.181
Murid dari uncertainty avoidance (menghindari ketidakpastian) kuat
mengharapkan guru lebih berpengalaman dan bisa menjawab semua pertanyaan.
Murid dari uncertainty avoidance lemah menerima guru yang berkata ”Saya tidak
tahu”. Mereka menghargai guru yang menggunakan bahasa yang mudah
dimengerti dan mengacu kebuku untuk menerangkan hal-hal sulit.
Satu lagi perbedaan antara uncertainty avoidance adalah pada sekolah dasar
dan sekolah menengah pertama dimana ada tingkatan peranan orang tua murid vs
guru. Dalam uncertainty avoidance kuat, orang tua kadang-kadang dibawa oleh
guru sebagai audience, tetapi mereka jarang dikonsultasikan.
Orang tua adalah orang yang tidak tahu menahu dan guru adalah ahli yang
serba tahu. Sebaliknya dalam uncetainty avoidance yang lemah, guru sering
mencoba untuk melibatkan orang tua murid dalam proses belajar anak; mereka
secara aktif mencari ide-ide dari orang tua murid.
Karakteristik dimensi budaya kedua yang diamati oleh Hofstede adalah
uncertainty avoidance. Dimensi ini adalah istilah yang menggambarkan perasaan
tidak nyaman yang dimiliki oleh suatu masyarakat didalam menyikapi situasi
yang penuh ketidakpastian dan ketidakjelasan serta berusaha untuk menghindari
situasi seperti ini.
37
37
Uncertainty avoidance refers to the degree to which the society is willing to
accept and deal with uncertainty (Punnett and Ricks, 1992:158). menghindari
ketidak-pastian mengacu pada derajat itu yang mana masyarakat mau menerima
dan berhubungan dengan ketidak-pastian (Punnett dan Ricks, 1992:158).
5. Term Orientation
”Long-term orientation (LTO) stands for the fostering of virtues oriented
toward future rewards-in particular, perseverance and thrift. Its opposite pole,
short-term orientation, stands for the fostering of virtues related to the past and
present-in particular, respect for tradition, preservation of ”face,” and fulfilling
social obligations” (Hostede, 2005, 210) "
Orientasi jangka panjang (LTO) wakili mengembangkan kebaikan-kebaikan
dengan orientasi reward di masa mendatang dalam bentuk ketekunan dan
penghematan. Sebaliknya, orientasi jangka pendek, mewakili mengembangkan
kebaikan-kebaikan berhubungan dengan masa lalu, menghormati tradisi,
pemeliharaan citra diri dan memenuhi kewajiban-kewajiban sosial" (Hostede,
2005, 210)
Dimensi ini ditambahkan oleh Hofstede seteleh dimensi-dimensi budaya
diatas. Efek dari dimensi ini pada behavioral intentions dapat dilihat pada
pengaruh yang kuat dari orang tua untuk mencari solusi terhadap masalah mereka.
Sebagai tambahan, orientasi jangka panjang akan menuntun konsumen dalam
mencari solusi permanen daripada membuat keputusan singkat. Dalam
prakteknya, mengacu kepada long-term vs short-term orientation dari kehidupan
kita disusun sebagai berikut. (Hostede, 2005, p. 209)
38
38
Long-term orientation pole we have: persistence (perseverance) ordering relationships by status thrift having a sense of shame
On the opposite short-term orientation pole: personal steadiness and stability protecting your face respect for tradition reciprocation of greetings, favors, and gifts
Semua nilai diatas diambil langsung dari pengajaran Confucius, seorang
intelektual china yang hidup sekitar 500 SM. Bagaimanapun, nilai dari pole
pertama diorentasikan kepada masa depan dan lebih dinamis, sedangkan pada pole
kedua diorientasikan kepada masa lalu dan sekarang dan lebih statis. Catatan
bahwa hal ini tidak mencerminkan baik dan sisi lain adalah buruk- ini adalah hal
orientasi sederhana kepada kehidupan.
Tabel 2.5
Term Orientation
SHORT-TERM ORIENTATION LONG-TERM ORIENTATION
Individu/ Dalam Keluarga
Marriage is a moral arrangement (pernikahan adalah rancangan untuk lebih bermoral)
Marriage is a pragmatic arrangement (Pernikahan adalah rancangan praktis)
Living with in-laws is a source of trouble(Hidup dengan ipar merupakan suatu masalah)
Living with in laws is normal(Hidup dengan ipar adalah biasa)
Young women associate affection with a boyfriend(Wanita muda menghubungkan emosi dengan pacar)
Young women associate affection with a husband(Wanita muda menghubungkan emosi dengan suami)
Humility is for women only(Kerendahan hati hanya untuk wanita)
Humility is for both men and women(Kerendahan hati untuk laki-laki dan perempuan)
Old age is an unhappy period but it starts Old age is a happy period and it starts
39
39
late(usia tua adalah masa yang tidak menyenangkan tetapi tidak terlambat)
early(usia tua merupakan masa permulaan menyenangkan)
Di Sekolah
Murid menyukai situasi belajar yang open-ended, mengharap-kan diskusi yang bermutu.
Murid menyukai situasi belajar yang terstruktur, mengharap-kan jawaban yang tepat.
Guru boleh berkata “Saya tidak tahu”.Guru harus bisa menjawab semua pertanyaan.
Di Tempat Kerja
Preschool children can be cared for by others(Sebelum sekolah anak-anak dapat menyukai semua orang)
Mothers should have time for their preschool children
(Ibu seharusnya mempunyai waktu untuk anak-anak masa sebelum sekolah)
Children get gifts for fun and love(anak-anak menerima pemberian yang menyenangkan dengan penuh cinta)
Children get gifts for education and development(anak-anak menerima pemberian yang mempunyai nilai didik
Children should learn tolerance and respect for others(anak-anak seharusnya belajar toleransi dan menghormati sesama)
Children should learn how to be thrifty(anak-anak seharusnya belajar bagaimana berhemat)
Birth order is not a matter of status(kelahiran tidak menjadi masalah untuk sebuah status)
Older children in the family have authority over younger children(anak paling tua/sulung dalam keluarga memiliki tanggung jawab lebih dari anak yang lebih muda)
Student attribute success and failure to luck(Perlengkapan murid yang sukses dan kegagalan untuk mencapai keberuntungan)
Student attribute success to effort and failure to lack of it.(Perlengkapan untuk sukses dengan usaha yang serius dan kegagalan tidak mempunyainya.
Talent for theoretical, abstract sciences(kemampuan/bakat untuk menceritakan berdasarkan teori)
Talent for applied, concrete sciences.(kemampuan/bakat untuk menerapkan, pengetahuan konkret)
Less good at mathematics and at solving formal problems.( Kurang bagus dalam matematika dan penyelesaian masalah)
Good at mathematics and at solving formal problems.(bagus dalam matematika dan penyelesaian masalah)
Hofstede, 2005, 217
40
40
2.3 Tentang Budaya dan Kebudayaan
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah,
yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-
hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris,
kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah
atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata
culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
Kebudayaan sebagai hasil karya, cipta dan rasa manusia dalam perjalanan
sejarahnya dimulai dari yang paling sederhana, berkembang dan maju terus
setahap demi setahap sampai pada yang kompleks dan modern seperti pada akhir
abad ke XX sekarang ini. Kebudayaan yang bertambah maju secara akumulatif,
mutunya semakin meningkat, sehingga di dalamnya sering ditemui unsur-unsur
kebudayaan yang statis di samping yang bersifat dinamis.
Kebudayaan itu berpengaruh langsung pada kehidupan individu dan
masyarakat dalam mewujudkan eksistensinya masing-masing. Pengaruh budaya
dan agama secara bersama-sama membentuk system nilai yang mewarnai sikap
mental dan membatasi tingkah laku individu dan kelompok.
Sistem dan nilai yang tergambar di dalam adat istiadat kebiasaan, kesenian,
hubungan kemasyarakatan dan lain-lain adalah unsur kebudayaan, sebagaimana
faktor keagamaan sangat berpengaruh besar pada pola sikap, pola pikir dan pola
tindak manusia. Kondisi itu tidak terkecuali bagi aparatur Pemerintah yang
memikul tanggung jawab melaksanakan tugas-tugas umum Pemerintah dan
pembangunan, khussnya yang memiliki legalitas sebagai pimpinan di unit kerja.
41
41
2.3.1 Pengertian Budaya dan Kebudayaan
Budaya adalah satu set nilai, penuntun kepercayaan akan suatu hal,
pengertian dan cara berpikir yang dipertemukan oleh para anggota organisasi dan
diterima oleh anggota baru seutuhnya. Atau dapat diartikan sebagai: ”norma-
norma perilaku, sosial dan moral yang mendasari setiap tindakan dalam organisasi
dan dibentuk oleh kepercayaan, sikap dan prioritas para anggotanya.” (Turner,
1992)
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J.
Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang
terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh
masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun
dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai
superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan
pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur
sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan
artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward B. Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang
kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian,
moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat
seseorang sebagai anggota masyarakat. Sedangkan menurut Selo Soemardjan dan
Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta
masyarakat.
42
42
The American Herritage Dictionary mengartikan kebudayaan adalah sebagai
suatu keseluruhan dari pola perilaku yang dikirimkan melalui kehidupan sosial,
seniagama, kelembagaan, dan semua hasil kerja dan pemikiran manusia dari suatu
kelompok manusia.
Menurut Koentjaraningrat budaya adalah keseluruhan sistem gagasan
tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang
dijadikan miliki diri manusia dengan cara belajar.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai
kebudayaan yang mana akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi
sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam
kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan
oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda
yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup,
organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk
membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
2.3.2 Unsur-Unsur Budaya dan Kebudayaan
Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau
unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut :
Melville J. Her menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu :
Alat-alat teknologi
Sistem ekonomi
43
43
Keluarga
Kekuasaan politik
Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi :
Sistem norma yang memungkinkan kerja sama antara para anggota
masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya
Organisasi ekonomi
Alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan
(keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
Organisasi kekuatan (politik)
2.3.3 Wujud Budaya dan Kebudayaan
Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga aspek,
antara lain : gagasan, aktivitas, dan artefak.
1. Gagasan (Wujud ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-
ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya
abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam
kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut
menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari
kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para
penulis warga masyarakat tersebut.
2. Aktivitas (tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari
44
44
manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem
sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling
berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut
pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi
dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.
3. Artefak (karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas,
perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau
hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret
diantara ketiga wujud kebudayaan.
Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang
satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh:
wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas)
dan karya (artefak) manusia.
2.3.4 Komponen Budaya dan Kebudayaan
Berdasarkan wujudnya tersebut, kebudayaan dapat digolongkan atas dua
komponen utama :
1. Kebudayaan material
Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata,
konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang
dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan,
senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup barang-barang,
45
45
seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar
langit, dan mesin cuci.
2. Kebudayaan nonmaterial
Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan
dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau
tarian tradisional.
2.3.5 Tujuan Keberadaan Budaya
Melengkapi para anggota dengan rasa (identitas) organisasi dan
menimbulkan komitmen terhadap nilai-nilai yang dianut organisasi.
2.3.6 Karakteristik Budaya Organisasi
Dibentuk oleh keyakinan individu – individu korporat
Mencerminkan aspirasi anggota-anggotanya
Memiliki konsekuensi
Sulit dipahami
Membentuk indentitas, memperkuat image, positioning dan pencapaian
tujuan
Menuntut keseimbangan antara nilai-nilai
Belajar
Adalah pola
Membentuk hubungan sinergi
Bagian dari strategi
46
46
2.3.7 Budaya Negatif (Lembaga)
1. Budaya ketakutan (culture of fear)
2. Budaya menyangkal (culture of denial)
3. Budaya kepentingan pribadi (culture of self interest)
4. Budaya mencela (culture of cynicism)
5. Budaya tidak percaya (culture of distrust)
6. Budaya anomie (culture of anomie)
7. Budaya mengedepankan kelompok (the rise of underground subcultures)
(Deal & Kennedy, 1998)
2.4.5 Proses Pembentukan Budaya Organisasi
Pengertian budaya organisasi dalam buku “Budaya Korporat dan
Keunggulan Korporasi” oleh Dr. Djokosantoso Moeljono adalah sistem nilai-nilai
yang diyakini semua anggota organisasi dan yang dipelajari, diterapkan serta
dikembangkan secara berkesinambungan, berfungsi sebagai sistem perekat, dan
dapat dijadikan acuan berperilaku dalam organisasi untuk mencapai tujuan
organisasi yang telah ditetapkan. Menurut Dr. Djokosantoso Moeljono tersebut
bahwa pembentukan budaya organisasi melalui tahap-tahap berikut :
1. Penyusunan nilai-nilai
Nilai-nilai yang berlaku dalam organisasi disurvei, ditampung dan disaring
sehingga diperoleh nilai-nilai utama yang berlaku dalam organisasi tersebut.
Nilai-nilai utama yang telah diperoleh merupakan titik tolak dalam
mengembangkan budaya kerja organisasi.
2. Internalisasi nilai-nilai
47
47
Nilai-nilai organisasi yang ada diinternalisasikan pada seluruh anggota
organisasi dengan cara sosialisasi atau simulasi.
3. Pembentukan change agent
Untuk mengefektifkan transformasi budaya organisasi perlu dibentuk
change agents, yang bertugas untuk menularkan nilai-nilai (budaya organisasi)
degan model pembiakan-sel.
4. Menyusun sistem
Membuat sistem dan prosedur untuk menjaga dan memelihara
kesinambungan dan kemajuan perusahaan, dengan selalu mengacu pada referensi
budaya organisasi.
2.4 Tentang Persepsi
Persepsi adalah proses internal yang kita lakukan untuk memilih,
mengevaluasi dan mengorganisasikan rangsangan dari lingkungan eksternal.
Dengan kata lain persepsi adalah cara kita mengubah energi – energi fisik
lingkungan kita menjadi pengalaman yang bermakna. Persepsi adalah juga inti
komunikasi, karena jika persepsi kita tidak akurat, tidak mungkin kita
berkomunikasi dengan efektif.
Persepsilah yang menentukan kita memilih pesan dan mengabaikan pesan
yang lain. Semakin tinggi derajat kesamaan persepsi individu,semakin mudah dan
semakin sering mereka berkomunikasi, dan sebagai konsekuensinya semakin
cenderung membentuk kelompok budaya atau kelompok identitas.
2.4.1 Pengertian Persepsi
48
48
Persepsi adalah suatu proses aktif, komunikator menyerap, mengatur, dan
menafsirkan pengalamannya secara selektif. Persepsi mempengaruhi komunikasi
antarbudaya (Steward L. Tubb dan Sylvia Moss, 1996). Persepsi individu
hakikatnya dibentuk oleh budaya karena ia menerima pengetahuan dari generasi
sebelumnya. Pengetahuan yang diperolehnya itu digunakan untuk memberi makna
terhadap fakta, peristiwa dan gejala yang dihadapinya.
Persepsi sebagai suatu proses dengan mana individu-individu
mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera mereka agar menberikan
makna bagi mereka. Dengan demikian, persepsi adalah kesan atau pandangan
seseorang terhadap objek tertentu (Robbins,1995). Suatu proses dengan mana kita
memilih, mengorganisir dan menginterpretasi informasi dikumpulkan oleh
pengertian kita dengan maksud untuk memahami dunia sekitar kita (Greenberg
dan Baron,1997).
Sebagai cara yang unik di mana setiap orang melihat, mengorganisir dan
menginterpretasikan sesuatu (Newstrom dan Davis, 1997). Suatu proses mengenal
dan memahami orang lain (Vecchio,1995). Sebagai interpretasi dari informasi
pancaindera, suatu arti yang dikuatkan pada informasi yang diterima melalui
pancaindera (Woolfok,1993).
Persepsi adalah suatu proses pengenalan atau identifikasi sesuatu dengan
menggunakan panca indera (Sasanti, 2003). Kesan yang diterima individu sangat
tergantung pada seluruh pengalaman yang telah diperoleh melalui proses berpikir
dan belajar, serta dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari dalam diri individu.
Sabri (1993) mendefinisikan persepsi sebagai aktivitas yang memungkinkan
49
49
manusia mengendalikan rangsangan-rangsangan yang sampai kepadanya melalui
alat inderanya, menjadikannya kemampuan itulah dimungkinkan individu
mengenali milleu (lingkungan pergaulan) hidupnya. Proses persepsi terdiri dari
tiga tahap yaitu tahapan pertama terjadi pada pengideraan diorganisir berdasarkan
prinsip-prinsip tertentu, tahapan ketiga yaitu stimulasi pada penginderaan
diinterprestasikan dan dievaluasi.
Mar’at (1981) mengatakan bahwa persepsi adalah suatu proses pengamatan
seseorang yang berasal dari suatu kognisi secara terus menerus dan dipengaruhi
oleh informasi baru dari lingkungannya. Riggio (1990) juga mendefinisikan
persepsi sebagai proses kognitif baik lewat penginderaan, pandangan, penciuman
dan perasaan yang kemudian ditafsirkan.
Banyak ahli yang mencoba membuat definisi dari ‘persepsi’. Beberapa di
antaranya adalah :
1. Persepsi merupakan proses yang terjadi di dalam diri individu yang
dimulai dengan diterimanya rangsang, sampai rangsang itu disadari dan
dimengerti oleh individu sehingga individu dapat mengenali dirinya
sendiri dan keadaan di sekitarnya (Bimo Walgito).
2. Persepsi merupakan proses pengorganisasian dan penginterpretasian
terhadap stimulus oleh organisme atau individu sehingga didapat sesuatu
yang berarti dan merupakan aktivitas yang terintegrasi dalam diri
individu (Davidoff).
3. Persepsi ialah interpretasi tentang apa yang diinderakan atau dirasakan
individu (Bower).
4. Persepsi merupakan suatu proses pengenalan maupun proses pemberian
arti terhadap lingkungan oleh individu (Gibson).
5. Persepsi juga mencakup konteks kehidupan sosial, sehingga dikenallah
persepsi sosial. Persepsi social merupakan suatu proses yang terjadi
dalam diri seseorang yang bertujuan untuk mengetahui,
50
50
menginterpretasi, dan mengevaluasi orang lain yang dipersepsi, baik
mengenai sifatnya, kualitasnya, ataupun keadaan lain yang ada dalam
diri orang yang dipersepsi sehingga terbentuk gambaran mengenai orang
lain sebagai objek persepsi tersebut (Lindzey & Aronson).
6. Persepsi merupakan proses pemberian arti terhadaplingkungan oleh
seorang individu (Krech).
7. Persepsi merupakan suatu proses yang dimulai dari penglihatan hingga
terbentuk tanggapan yang terjadi dalam diri individu sehingga individu
sadar akan segala sesuatu dalam lingkungannya melalui indera-indera
yang dimilikinya.
2.4.2 Faktor-Faktor Persepsi
Mar'at (Aryanti, 1995) mengemukakan bahwa persepsi di pengaruhi oleh
faktor pengalaman, proses belajar, cakrawala, dan pengetahuan terhadap objek
psikologis. Rahmat (dalam Aryanti, 1995) mengemukakan bahwa persepsi juga
ditentukan juga oleh faktor fungsional dan struktural. Beberapa faktor fungsional
atau faktor yang bersifat personal antara kebutuhan individu, pengalaman, usia,
masa lalu, kepribadian, jenis kelamin, dan lain-lain yang bersifat subyektif. Faktor
struktural atau faktor dari luar individu antara lain: lingkungan keluarga, hukum-
hukum yang berlaku, dan nilai-nilai dalam masyarakat.
Jadi, faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi terdiri dari faktor personal
dan struktural. Faktor-faktor personal antara lain pengalaman, proses belajar,
kebutuhan, motif dan pengetahuan terhadap obyek psikologis. Faktor-faktor
struktural meliputi lingkungan keadaan sosial, hukum yang berlaku, nilai-nilai
dalam masyarakat.
Pelaku orang lain dan menarik kesimpulan tentang penyebab perilaku
tersebut atribusi dapat terjadi bila:1). Suatu kejadian yang tidak biasa menarik
51
51
perhatian seseorang, 2). Suatu kejadian memiliki konsekuensi yang bersifat
personal, 3). Seseorang ingin 1mengetahui motif yang melatarbelakangi orang
lain (Shaver, 1981; Lestari, 1999).
Brems & Kassin (dalam Lestari, 1999) mengatakan bahwa persepsi sosial
memiliki beberapa elemen, yaitu:
1. Person, yaitu orang yang menilai orang lain.
2. Situasional, urutan kejadian yang terbentuk berdasarkan pengalaman
orang untuk meniiai sesuatu.
3. Behavior, yaitu sesuatu yang di lakukan oleh orang lain. Ada dua
pandangan mengenai proses persepsi, yaitu :
a. Persepsi sosial, berlangsung cepat dan otomatis tanpa banyak
pertimbangan orang membuat kesimpulan tentang orang lain dengan
cepat berdasarkan penampilan fisik dan perhatian sekilas.
b. Persepsi sosial, adalah sebuah proses yang kompleks, orang
mengamati perilaku orang lain dengan teliti hingga di peroleh
analisis secara lengkap terhadap person, situasional, dan behaviour.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa persepsi
suatu proses aktif timbulnya kesadaran dengan segera terhadap suatu obyek yang
merupakan faktor internal serta eksternal individu meliputi keberadaan objek,
kejadian dan orang lain melalui pemberian nilai terhadap objek tersebut. Sejumlah
informasi dari luar mungkin tidak disadari, dihilangkan atau disalahartikan. Bartol
& Bartol, 1994).
2.4.3 Jenis-Jenis Persepsi
52
52
Proses pemahaman terhadap rangsang atau stimulus yang diperoleh oleh
indera menyebabkan persepsi terbagi menjadi beberapa jenis.
a. Persepsi visual
Persepsi visual didapatkan dari indera penglihatan.Persepsi ini adalah
persepsi yang paling awal berkembang pada bayi, dan mempengaruhi
bayi dan balita untuk memahami dunianya[1]. Persepsi visual
merupakan topik utama dari bahasan persepsi secara umum.
b. Persepsi Auditori
Persepsi auditori didapatkan dari indera pendengaran yaitu telinga.
c. Persepsi perabaan
Persepsi pengerabaan didapatkan dari indera taktil yaitu kulit.
d. Persepsi penciuman
Persepsi penciuman atau olfaktori didapatkan dari indera penciuman
yaitu hidung.
e. Persepsi Pengecapan
Persepsi pengecapan atau rasa didapatkan dari indera pengecapan yaitu
lidah.
2.4.4 Persepsi dan Budaya
Faktor – faktor internal bukan saja mempengaruhi atensi bukan saja
mempengaruhi atensi sebagai salah satu aspek persepsi, tetapi juga mempengaruhi
persepsi kita secara keseluruhan, terutama penafsiran atas suatu rangsangan.
Agama, ideologi, tingkat ekonomi, pekerjaan, dan cita rasa sebagai faktor – faktor
53
53
internal jelas mempengaruhi persepsi seseorang terhadap realitas. Denagn
demikian persepsi itu terkait oleh budaya ( culture - bound ).
Kelompok – kelompok budaya boleh jadi berbeda dalam mempersepsikan
sesuatu. Orang Jepang berpandangan bahwa kegemaran berbicara adalah
kedangkalan, sedangkan orang Amerika berpandangan bahwa mengutarakan
pendapat secara terbuka adalah hal yang baik.
Larry A. Samovar dan Richard E. Porter mengemukakan 6 unsur budaya
yang secara langsung mempegaruhi persepsi kita ketika kita berkomunikasi
dengan orang dari budaya lain, yakni :
a. Kepercayaan (beliefs), nilai ( values ), sikap ( attitude )
b. Pandangan dunia ( world view )
c. Organisasi sosial ( sozial organization )
d. Tabiat manusia ( human nature )
e. Orientasi kegiatan ( activity orientation )
f. Persepsi tentang diri dan orang lain ( perseption of self and other )
2.4.5 Kegagalan Dalam Persepsi
Persepsi kita seringkali tidak cermat. Salah satu penyebabnya adalah asumsi
atau pengharapan kita. Kita mempersepsikan sesuatu atau seseorang sesuai
dengan pengharapan kita. Berikut beberapa bentuk dan kegagalan persepsi :
a. Kesalahan atribusi : atribusi adalah proses internal dalam diri kita untuk
memahami penyebab perilaku orang lain.
b. Efek halo : merujuk pada fakta bahwa begitu kita membentuk kesan
54
54
menyeluruh mengenai seseorang, kesan yang menyeluruh ini cenderung
menimbulkan efek yang kuat atas penilaian kita akan sifat- sifatnya yang
spesifik.
c. Stereotip : adalah mengeneralisasikan orang – orang berdasarkan sedikit
informasi dan membentuk asumsi mengenai mereka berdasarkan
keanggotaan mereka dalam suatu kelompok.
d. Prasangka : suatu kekeliruan persepsi terhadap orang yang berbeda.
Istilah ini berasal dari bahasa latin ( praejudicium ), yang berarti
preseden atau penilaian berdasarkan pengalaman terdahulu.
e. Gegar budaya : suatu bentuk ketidak mampuan menyesuaikan diri, yang
merupakan reaksi terhadap upaya sementara yang gagal untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan dan orang –orang baru.
2.4.6 Pembentukan Persepsi
Proses pembentukan persepsi dijelaskan oleh Feigi (dalam Yusuf, 1991:
108) sebagai pemaknaan hasil pengamatan yang diawali dengan adanya stimuli.
Setelah mendapat stimuli, pada tahap selanjutnya terjadi seleksi yang berinteraksi
dengan "interpretation", begitu juga berinteraksi dengan "closure".
Proses seleksi terjadi pada saat seseorang memperoleh informasi, maka
akan berlangsung proses penyeleksian pesan tentang mana pesan yang dianggap
penting dan tidak penting. Proses closure terjadi ketika hasil seleksi tersebut akan
disusun menjadi satu kesatuan yang berurutan dan bermakna, sedangkan
interpretasi berlangsung ketika yang bersangkutan memberi tafsiran atau makna
55
55
terhadap informasi tersebut secara menyeluruh. Menurut Asngari (1984: 12-13)
pada fase interpretasi ini, pengalaman masa silam atau dahulu. memegang peranan
yang penting.
Faktor-faktor fungsional yang menentukan persepsi seseorang berasal dari
kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain termasuk yang kita sebut
sebagai faktor-faktor personal (Rakhmat 1998: 55). Selanjutnya Rakhmat
menjelaskan yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi
karakteristik orang yang memberi respon terhadap stimuli.
Persepsi meliputi juga kognisi (pengetahuan), yang mencakup penafsiran
objek, tanda dan orang dari sudut pengalaman yang bersangkutan (Gibson, 1986 :
54). Selaras dengan pernyataan tersebut Krech, dkk. (dalam Sri Tjahjorini
Sugiharto 2001: 19) mengemukakan bahwa persepsi seseorang ditentukan oleh
dua faktor utama, yakni pengalaman masa lalu dan faktor pribadi.
2.5 Tentang Pelayanan Publik
Di bentuknya suatu pemerintahan, pada hakekatnya adalah memberikan
pelayanan kepada masyarakat. Pemerintahan tidaklah dibentuk untuk melayani
diri sendiri tetapi untuk melayani masyarakat, menciptakan kondisi yang
memungkinkan setiap individu dapat mengembangkan kemampuan dan
kreatifitasnya untuk tujuan bersama.
Pemerintah merupakan manifestasi dari kehendak rakyat, karena itu harus
memperhatikan kepentingan rakyat dan melaksanakan fungsi rakyat melalui
proses dan mekanisme pemerintahan. Pemerintah, memiliki peran untuk
56
56
melaksanakan fungsi pelayanan dan pengaturan warga negara. Untuk
mengimplementasikan fungsi tersebut, pemerintah melakukan aktivitas pelayanan,
pengaturan, pembinaan, koordinasi dan pembangunan dalam berbagai bidang.
Layanan itu sendiri disediakan pada berbagai lembaga atau institusi pemerintah
dengan aparat sebagai pemberi layanan secara langsung kepada masyarakat.
Antara pemerintah dengan masyarakat terdapat suatu hubungan, dimana ada
masyarakat di sana pula pemerintah diperlukan. Hubungan ini lebih didasarkan
pada suatu interaksi antara yang menyediakan atau memberikan produk dengan
yang membutuhkan atau menerima produk.
Pemerintah adalah semua badan memproduksi, mendistribusi atau menjual
alat pemenuh kebutuhan rakyat berbentuk jasa publik dan layanan civil,
sedangkan masyarakat yang mempunyai hak untuk mendapatkan, menerima dan
menggunakan produk dari pemerintah, baik yang bersifat fisik maupun non fisik.
Layanan publik berfungsi mendukung jasa publik yang merupakan produk
yang menyangkut kebutuhan hidup orang banyak atau kepentingan umum seperti
air minum, jalan raya, listrik, telepon, dimana proses produksinya disebut
pelayanan publik. Layanan publik diproduksi dan dijualbelikan dibawah kontrol
pemerintah. Sedangkan layanan civil adalah hak, kebutuhan dasar dan tuntutan
setiap orang, lepas dari suatu kewajiban. Layanan civil tidak diperjualbelikan,
penyediaannya dimonopoli dan merupakan kewajiban pemerintah dan tidak boleh
diprivatisasikan.
Di bidang pemerintahan, masalah pelayanan tidaklah kalah penting,
perannya lebih besar karena menyangkut kepentingan umum, bahkan menjadi
57
57
kepentingan rakyat secara keseluruhan. Pelayanan yang diselenggarakan oleh
pemerintah semakin terasa dengan adanya kesadaran bernegara dan
bermasyarakat, maka pelayanan telah meningkat kedudukannya dimata
masyarakat menjadi suatu hak, yaitu hak atas pelayanan.
Perhatian terhadap eksistensi pelayanan semakin berkembang pula seiring
dengan munculnya berbagai masalah dalam pelayanan pemerintah kepada rakyat,
seperti pembuatan KTP, akta, perizinan sampai pada penyediaan sarana dan
prasarana umum dan sosial. Informasi yang ditemukan secara langsung dan
melalui berbagai media massa (cetak dan elektronik) seringkali mengungkapkan
berbagai kelemahan pelayanan pemerintah yang mencerminkan ketidakpuasan
masyarakat terhadap pelayanan tersebut.
Pelayanan yang mahal, kaku dan berbelit-belit, sikap dan tindakan aparat,
pelayanan yang suka menuntut imbalan, kurang ramah, arogan, lambat dan
fasilitas pelayanan yang kurang memuaskan dan sebagainya adalah merupakan
fenomena-fenomena yang kerap kali mewarnai proses hubungan antara
pemerintah dan masyarakat berkaitan dengan proses pelayanan. Hal ini memberi
isyarat bahwa kajian dan analisis masalah pelayanan masyarakat merupakan salah
satu fenomena penting, relevan dan aktual untuk diteliti.
2.5.1Pengertian Pelayanan Publik
Dalam konteks ke-Indonesia-an, penggunaan istilah pelayanan publik
(public service) dianggap memiliki kesamaan arti dengan istilah pelayanan umum
atau pelayanan masyarakat. Oleh karenanya ketiga istilah tersebut dipergunakan
58
58
secara interchangeable, dan dianggap tidak memiliki perbedaan mendasar.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dinyatakan pengertian pelayanan
bahwa “pelayanan adalah suatu usaha untuk membantu menyiapkan (mengurus)
apa yang diperlukan orang lain. Sedangkan pengertian service dalam Oxford
(2000) didefinisikan sebagai “a system that provides something that the public
needs, organized by the government or a private company”. Oleh karenanya,
pelayanan berfungsi sebagai sebuah sistem yang menyediakan apa yang
dibutuhkan oleh masyarakat.
Sementara istilah publik, yang berasal dari bahasa Inggris (public), terdapat
beberapa pengertian, yang memiliki variasi arti dalam bahasa Indonesia, yaitu
umum, masyarakat, dan negara. Public dalam pengertian umum atau masyarakat
dapat kita temukan dalam istilah public offering (penawaran umum), public
ownership (milik umum), dan public utility (perusahaan umum), public relations
(hubungan masyarakat), public service (pelayanan masyarakat), public interest
(kepentingan umum) dll.
Sedangkan dalam pengertian negara salah satunya adalah public authorities
(otoritas negara), public building (bangunan negara), public revenue (penerimaan
negara) dan public sector (sektor negara)4. Dalam hal ini, pelayanan publik
merujukkan istilah publik lebih dekat pada pengertian masyarakat atau umum.
Namun demikian pengertian publik yang melekat pada pelayanan publik
tidak sepenuhnya sama dan sebangun dengan pengertian masyarakat. Nurcholish
(2005: 178) memberikan pengertian public sebagai sejumlah orang yang
mempunyai kebersamaa berfikir, perasaan, harapan, sikap dan tindakan yang
59
59
benar dan baik berdasarkan nilai-nilai norma yang mereka miliki.
Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Meneg PAN)
Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003, memberikan pengertian pelayanan publik yaitu
segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan
publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun
pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya dalam Oxford (2000) dijelaskan pengertian public service
sebagai “a service such as transport or health care that a government or an
official organization provides for people in general in a particular society”.
Fungsi pelayanan publik adalah salah satu fungsi fundamental yang harus
diemban pemerintah baik di tingkat pusat maupun di daerah. Fungsi ini juga
diemban oleh BUMN/BUMD dalam memberikan dan menyediakan layanan jasa
dan atau barang public.
Dalam konsep pelayanan, dikenal dua jenis pelaku pelayanan, yaitu
penyedia layanan dan penerima layanan. Penyedia layanan atau service provider
(Barata, 2003: 11) adalah pihak yang dapat memberikan suatu layanan tertentu
kepada konsumen, baik berupa layanan dalam bentuk penyediaan da penyerahan
barang (goods) atau jasa-jasa (services). Penerima layanan atau service receiver
adalah pelanggan (customer) atau konsumen (consumer) yang menerima layanan
dari para penyedia layanan.
Adapun berdasarkan status keterlibatannya dengan pihak yang melayani
terdapat 2 (dua) golongan pelanggan5, yaitu :
a. Pelanggan internal, yaitu orang-orang yang terlibat dalam proses
60
60
penyediaan jasa atau proses produksi barang, sejak dari perencanaan,
pencitaan jasa atau pembuatan barang, sampai dengan pemasaran
barang, penjualan dan pengadministrasiannya.
b. Pelanggan eksternal, yaitu semua orang yang berada di luar organisasi
yang menerima layanan penyerahan barang atau jasa.
Pada prinsipnya pelayanan publik berbeda dengan pelayanan swasta. Namun
demikian terdapat persamaan di antara keduanya, yaitu :
1. Keduanya berusaha memenuhi harapan pelanggan, dan mendapatkan
kepercayaannya;
2. Kepercayaan pelanggan adalah jaminan atas kelangsungan hidup
organisasi.
Sementara karakteristik khusus dari pelayanan publik yang membedakannya
dari pelayanan swasta adalah :
Sebagian besar layanan pemerintah berupa jasa, dan barang tak nyata.
Misalnya perijinan, sertifikat, peraturan, informasi keamanan, ketertiban,
kebersihan, transportasi dan lain sebagainya.
Selalu terkait dengan jenis pelayanan-pelayanan yang lain, dan
membentuk sebuah jalinan sistem pelayanan yang bersaka regional, atau
bahkan nasional. Contohnya dalam hal pelayanan transportasi, pelayanan
bis kota akan bergabung dengan pelayanan mikrolet, bajaj, ojek, taksi
dan kereta api untuk membentuk sistem pelayanan angkutan umum di
Jakarta.
Pelanggan internal cukup menonjol, sebagai akibat dari tatanan
61
61
organisasi pemerintah yang cenderung birokratis. Dalam dunia
pelayanan berlaku prinsip utamakan pelanggan eksternal lebih dari
pelanggan internal. Namun situasi nyata dalam hal hubungan antar
lembaga pemerintahan sering memojokkan petugas pelayanan agar
mendahulukan pelanggan internal.
Efisiensi dan efektivitas pelayanan akan meningkat seiring dengan
peningkatan mutu pelayanan. Semakin tinggi mutu pelayanan bagi
masyarakat, maka semakin tinggi pula kepercayaan masyarakat kepada
pemerintah. Dengan demikian akan semakin tinggi pula peran serta
masyarakat dalam kegiatan pelayanan.
Masyarakat secara keseluruhan diperlakukan sebagai pelanggan tak
langsung, yang sangat berpengaruh kepada upaya-upaya pengembangan
pelayanan.
Desakan untuk memperbaiki pelayanan oleh polisi bukan dilakukan oleh
hanya pelanggan langsung (mereka yang pernah mengalami gangguan
keamanan saja), akan tetapi juga oleh seluruh lapisan masyarakat.
Tujuan akhir dari pelayanan publik adalah terciptanya tatanan kehidupan
masyarakat yang berdaya untuk mengurus persoalannya masing-masing.
2. 5.2 Paradigma Pelayanan Publik
Pelayanan publik adalah identik dengan representasi dari eksistensi birokrasi
pemerintahan, karena berkenaan langsung dengan salah satu fungsi pemerintah
yaitu memberikan pelayanan. Oleh karenanya sebuah kualitas pelayanan publik
62
62
merupakan cerminan dari sebuah kualitas birokrasi pemerintah. Di masa lalu,
paradigma pelayanan publik lebih memberi peran yang sangat besar kepada
pemerintah sebagai sole provider. Peran pihak di luar pemerintah tidak pernah
mendapat tempat atau termarjinalkan. Masyarakat dan dunia swasta hanya
memiliki sedikit peran dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Pada tahun 1990-an terjadi reformasi di sektor publik. Hal ini terjadi karena
terjadi kesalahan dalam memahami (mitos) upaya perbaikan kinerja pemerintah.
Berkenaan dengan hal tersebut, Osborne & Plastrik (1996: 13) menjelaskan 5
mitos di seputar reformasi sektor publik, yaitu :
Mitos Liberal
Bahwa pemerintah dapat diperbaiki melalui pembelanjaan yang lebih dan
bekerja lebih banyak (spending more and doing more). Dalam kenyataannya,
menganggarkan banyak uang kepada sistem yang disfuingsional tidak
menghasilkan hasil yang signifikan.
Mitos Konservatif
Bahwa pemerintah dapat diperbaiki melalui pembelanjaan yang dikurangi
dan bekerja lebih sedikit (spending less and doing less). Dalam kenyataannya,
penghematan yang dilakukan pemerintah terhadap anggarannya tidak menolong
kinerja pemerintah menjadi lebih baik.
Mitos Bisnis
Bahwa pemerintah dapat diperbaiki melalu penyelenggaraan pemeritahan
yang meniru teknik penyelenggaraan bisnis. Dalam kenyataannya, walaupun
metafora bisnis dan teknik manajemen seringkali menolong, namun ada
63
63
perbedaan kritis antara realitas sektor publik dan bisnis.
Mitos Pekerja
Bahwa kinerja pegawai pemerintah dapat meningkat apabila mempunyai
uang yang cukup. Dalam kenyataannya kita harus mengubah cara sumber daya
dimanfaatkan jika kita ingin mengubah hasil.
Mitos Rakyat
Bahwa pemerintah dapat diperbaiki melalui perekrutan sumber daya
manusia yang lebih baik. Dalam kenyataannya, masalahnya bukan terletak pada
sumber daya, akan tetapi sistemlah yang menjebak mereka.
Oleh karenanya berkenaan dengan reformasi di sektor publik, salah satu
prinsip penting yang merubah paradigma pelayanan publik adalah prinsip
streering rather than rowing. Berkenaan dengan prinsip ini, pemerintah
diharapkan untuk lebih berperan sebagai pengarah daripada sekedar pengayuh.
Fungsi pengayuh bisa dilakukan secara lebih efisien oleh pihak lain yang
profesional. Prinsip ini menjelaskan bahwa pemerintah tidak dapat secara terus
menerus bekerja sendirian, dan harus mulai mengubah paradigma pelayanan agar
tujuan dari penyelenggaraan pelayanan dapat tercapai lebih baik lagi.
Masih banyak prinsip-prinsip yang dikenalkan dalam konsep ini, namun
intinya adalah semuanya mengubah cara pandang kita terhadap cara kerja
pemerintahan. Semangat entrepreneurial government ini lebih didasarkan pada
pengalaman yang terjadi dalam penyelenggaraan pemerintahan di Amerika
Serikat. Konsep lain yang sebenarnya telah lebih dulu eksis dan memiliki
kemiripan dengannya adalah New Public Management (NPM) yang dipelopori
64
64
oleh Inggris dengan gerakan privatisasi pada masa kepemimpinan Margaret
Thatcher. Pada masa Thatcher, privatisasi untuk pertama kalinya diselenggarakan
terhadap perusahaan milik negara dengan tujuan untuk menyehatkan perusahaan
negara. Gerakan ini menjadi tren di dunia manajemen BUMN. Banyak negara
yang kemudian meniru pola privatisasi Inggris ini, termasuk juga New Zealand,
dan menyebar ke seluruh dunia.
Dengan paradigma baru di bidang pelayanan yang dilandasi oleh filosofi
entrepreneurial government dan new public management inilah maka cara
pandang tradisional terhadap peran pemerintah dalam menyelenggarakan
pelayanan publik haruslah diubah. Osborne dan Plastrik (1996) menjelaskan 5
strategi penting untuk mewujudkannya, yaitu :
1. Strategi inti: menciptakan kejelasan tujuan
2. Strategi konsekuensi: menciptakan konsekuensi untuk kinerja
3. Strategi pelanggan: menempatkan pelanggan di posisi penentu
4. Strategi pengendalian: memindahkan pengendalian dari puncak/pusat
5. Strategi budaya: menciptakan budaya wira usaha
Dalam perspektif lain, secara umum pergeseran paradigma pelayanan adalah
pergeseran dari birokrasi yang “dilayani” menjadi birokrasi yang “melayani”.
Fungsi pelayanan yang diemban dan melekat pada birokrasi, tidak serta merta
menempatkan warga masyarakat sebagai kelompok pasif.
Dalam hal ini partisipasi masyarakat dalam pelayanan harus ditingkatkan,
karena sejalan dengan misi pemberdayaan yang harus lebih diutamakan
(empowering rather than serving). Pemberdayaan ini akan menuntun pada adanya
65
65
peningkatan partisipasi warga masyarakat dalam pelayanan publik.
Partisipasi masyarakat dalam pelayanan publik dikenal dengan konsep
coproduction. Konsep ini dikenal pertama kali dan dikembangkan sejak tahun
1980-an, ketika pakar administrasi publik dan politik urban membangun teori
yang menjelaskan kegiatan kolektif dan peran kritis dari keterlibatan warga
masyarakat dalam penyediaan pelayanan barang dan jasa. Pada dasarnya teori co-
production mengkonseptualisasi pemberian layanan baik sebagai sebuah penataan
maupun proses, di mana pemerintah dan masyarakat membagi tanggung jawab
(conjoint responsibility) dalam menyediakan pelayanan publik7. Sehingga di sini
kita tidak lagi membedakan warga masyarakat sebagai pelanggan tradisional
dengan pemerintah sebagai penyedia layanan. Kedua pihak dapat bertindak
sebagai bagian dari pemberi layanan.
Secara singkat, teori co-production dalam pelayanan publik dapat dipahami
dengan memahami konsep-konsep pelanggan dan produksi di sektor publik, yaitu
consumer produser, regular producer dan co-production. Menurut Parks8
consumer producers adalah pihak yang berhubungan dengan produksi yang pada
akhirnya akan mengkonsumsi akhir dari produk yang dibuatnya. Di sisi lain,
regular producers adalah yang menyelenggarakan proses produksi, yang akan
merubah output menjadi pembayaran, yang pada akhirnya akan
membelanjakannya untuk barang dasn jasa lainnya. Dalam hal ini co-production
memerlukan kedua pihak berkontribusi input pada proses produksi untuk barang
dan jasa tertentu. Dengan kata lain, dalam banyak pelayanan, proses produksi
output dan outcome memerlukan partisipasi aktif dari penerima layanan barang
66
66
dan jasa.
Menurut Cooper sebagaimana dikutip oleh McLaverty (2002: 15)
menjelaskan bahwa partisipasi publik—terutama dalam proses pengambilan
keputusan adalah sarana untuk memenuhi hak dasar sebagai warga. Pada akhirnya
tujuan dari partisipasi publik adalah untuk mendidik dan memberdayakan warga.
Sedangkan menurut Marschall (2004: 231), tujuan dari partisipasi publik adalah
pada dasarnya untuk mengkomunikasikan dan mempengaruhi proses pengambilan
keputusan sebagaimana juga membantu dalam pelaksanaan pelayanan.
Heller dalam Rich (1995: 660) menjelaskan dua bentuk dasar partisipasi,
yaitu partisipasi akar rumput (grass-root participation) yang mengacu pada
organisasi dan gerakan sosial yang didasarkan pada inisiatif warga yang memilih
tujuan dan metoda mereka sendiri, dan partisipasi mandat pemerintah
(government-mandated participation) yang melibatkan persyaratan hukum di
mana akan ada kesempatan bagi masukan warga terhadap pengambilan keputusan
(kebijakan) atau pelaksanaan sebuah lembaga.
Secara sederhana Cooper (Lynch, 1983: 14-15) membedakan partisipasi ke
dalam partisipasi tidak langsung (indirect participation) dan partisipasi langsung
(direct participation). Partisipasi tidak langsung, misalnya, partisipasi dalam hal
penyelenggaraan negara dengan memilih wakilnya untuk duduk di kursi
parlemen.
Sama halnya ketika menyuarakan pendapat untuk kepentingan
penyelenggaraan pemerintah melalui media massa dan sebagainya. Sementara
partisipasi langsung bisa berupa keterlibatan secara langsung warga dalam
67
67
penyelenggaraan pemerintah, seperti menjadi komisi penasihat, aktivitas dengar
pendapat, keterlibatan di kelompok-kelompok kepentingan dan partisipasi dalam
lembaga pemerintah yang menyelenggarakan kegiatan pemberian pelayanan
umum.
Oleh karenanya penyelenggaraan pelayanan umum haruslah mendapat
dukungan partisipasi dari masyarakat. Konsep partisipasi masyarakat terhadap
fungsi pelayanan yang diberikan pemerintah dapat berupa partisipasi dalam hal
mentaati pemerintah, membangun kesadaran hukum, kepedulian terhadap
peraturan yang berlaku, dan dapat juga berupa dukungan nyata dengan membantu
secara langsung proses penyelenggaraan pelayanan umum.
2. 5.3 Standar Pelayanan Publik
Dalam upaya mencapai kualitas pelayanan yang diuraikan di atas,
diperlukan penyusunan standar pelayanan publik, yang menjadi tolok ukur
pelayanan yang berkualitas. Penetapan standar pelayanan publik merupakan
fenomena yang berlaku baik di negara maju maupun di negara berkembang. Di
Amerika Serikat, misalnya, ditandai dengan dikeluarkannya executive order
12863 pada era pemerintahan Clinton, yang mengharuskan semua instansi
pemerintah untuk menetapkan standar pelayanan konsumen (setting customer
service standard). Isi dari executive order tersebut adalah sebagai berikut :
Identify customer who are, or should be, served by the agency, survey the customers to determine the kind and quality of service they want and their level of satisfaction with existing service, post service standards and measure result against the best bussiness, provide the customers with choice in both sources of services, and complaint system easily accesible, and provide means to address customer complaints.
68
68
Inti isi executive order tersebut di atas adalah adanya upaya identifikasi
pelanggan yang (harus) dilayani oleh instansi, mensurvei pelanggan untuk
menentukan jenis dan kualitas pelayanan yang mereka inginkan dan untuk
menentukan tingkat kepuasan pelanggan dengan pelayanan yang sedang berjalan,
termasuk standar pelayanan pos serta mengukur hasil dengan yang terbaik,
menyediakan berbagai pilihan sumbersumber pelayanan kepada pelanggan dan
sistem pengaduan yang mudah diakses, serta menyediakan sarana untuk
menampung dan menyelesaikan keluhan/pengaduan.
Di Inggris juga diperkenalkan Service First the New Charter Programme,
yang berisi 9 prinsip penyediaan pelayanan publik yang merupakan wujud dari
visi pemerintah yang dilaksanakan oleh setiap pegawai negeri. Prinsip-prinsip
tersebut adalah :
a. Menentukan standar pelayanan;
b. Bersikap terbuka dan menyediakan informasi selengkap-lengkapnya;
c. Berkonsultasi dan terlibat;
d. Mendorong akses dan pilihan;
e. Memperlakukan semua secara adil;
f. Mengembalikan ke jalan yang benar ketika terjadi kesalahan;
g. Memanfaatkan sumber daya secara efektif;
h. Inovatif dan memperbaiki; dan
i. Bekerjasama dengan penyedia layanan lainnya.
Di Indonesia, upaya untuk menetapkan standar pelayanan publik dalam
69
69
kerangka peningkatan kualitas pelayanan publik sebenarnya telah lama dilakukan.
Upaya tersebut antara lain ditunjukan dengan terbitnya berbagai kebijakan seperti
1. Inpres No. 5 Tahun 1984 tentang Pedoman Penyederhanaan dan
Pengendalian Perijinan di Bidang Usaha,
2. Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 81 Tahun
1993 tentang Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum.
3. Inpres No. 1 Tahun 1995 tentang Perbaikan dan Peningkatan Mutu
Pelayanan Aparatur Pemerintah Kepada Masyarakat.
4. Surat Edaran Menko Wasbangpan No. 56/Wasbangpan/6/98 tentang
Langkah-langkah Nyata Memperbaiki Pelayanan Masyarakat. Instruksi
Mendagri No. 20/1996;
5. Surat Edaran Menkowasbangpan No. 56/MK. Wasbangpan/6/98; Surat
Menkowasbangpan No. 145/MK. Waspan/3/1999; hingga Surat Edaran
Mendagri No. 503/125/PUOD/1999, yang kesemuanya itu bermuara
pada peningkatan kualitas pelayanan.
6. Kep. Menpan No 81/1993 tentang Pedoman Tatalaksana Pelayanan
Umum
7. Surat Edaran Depdagri No. 100/757/OTDA tetang Pelaksanaan
Kewenangan Wajib dan Standar Pelayanan Minimum, pada tahun 2002
8. Kep. Menpan No: 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum
Penyelenggaraan Pelayanan Publik.
Namun sejauh ini standar pelayanan publik sebagaimana yang dimaksud
70
70
masih lebih banyak berada pada tingkat konseptual, sedangkan implementasinya
masih jauh dari harapan. Hal ini terbukti dari masih buruknya kualitas pelayanan
yang diberikan oleh berbagai instansi pemerintah sebagai penyelenggara layanan
publik.
Adapun yang dimaksud dengan standar pelayanan (LAN, 2003) adalah suatu
tolok ukur yang dipergunakan untuk acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai
komitmen atau janji dari pihak penyedia pelayanan kepada pelanggan untuk
memberikan pelayanan yang berkualitas. Sedangkan yag dimaksud dengan
pelayanan berkualitas adalah pelayanan yang cepat, menyenangkan, tidak
mengandung kesalahan, serta mengikuti proses dan prosedur yang telah
ditetapkan terlebih dahulu.
Jadi pelayanan yang berkualitas tidak hanya ditentukan oleh pihak yang
melayani, tetapi juga pihak yang ingin dipuaskan ataupun dipenuhi kebutuhannya.
Manfaat yang dapat diperoleh dengan adanya standar pelayanan (LAN, 2003)
antara lain adalah :
1. Memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa mereka mendapat
pelayanan dalam kualitas yang dapat dipertanggungjawabkan,
memberikan fokus pelayanan kepada pelanggan/masyarakat, menjadi
alat komunikasi antara pelanggan dengan penyedia pelayanan dalam
upaya meningkatkan pelayanan, menjadi alat untuk mengukur kinerja
pelayanan serta menjadi alat monitoring dan evaluasi kinerja pelayanan.
2. Melakukan perbaikan kinerja pelayanan publik. Perbaikan kinerja
pelayanan publik mutlak harus dilakukan, dikarenakan dalam kehidupan
71
71
bernegara pelayanan publik menyangkut aspek kehidupan yang sangat
luas. Hal ini disebabkan tugas dan fungsi utama pemerintah adalah
memberikan dan memfasilitasi berbagai pelayanan publik yang
diperlukan oleh masyarakat, mulai dari pelayanan dalam bentuk
pengaturan ataupun pelayanan-pelayanan lain dalam rangka memenuhi
kebutuhan masyarakat dalam bidang pendidikan, kesehatan, utlilitas,
sosial dan lainnya.
3. Meningkatkan mutu pelayanan. Adanya standar pelayanan dapat
membantu unit-unit penyedia jasa pelayanan untuk dapat memberikan
pelayanan yang terbaik bagi masyarakat pelanggannya. Dalam standar
pelayanan ini dapat terlihat dengan jelas dasar hukum, persyaratan
pelayanan, prosedur pelayanan, waktu pelayanan, biaya serta proses
pengaduan, sehingga petugas pelayanan memahami apa yang seharusnya
mereka lakukan dalam memberikan pelayanan.
Masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan juga dapat mengetahui dengan
pasti hak dan kewajiban apa yang harus mereka dapatkan dan lakukan untuk
mendapatkan suatu jasa pelayanan. Standar pelayanan juga dapat membantu
meningkatkan transparansi dan akuntabilitas kinerja suatu unit pelayanan.
Dengan demikian, masyarakat dapat terbantu dalam membuat suatu
pengaduan ataupun tuntutan apabila tidak mendapatkan pelayanan yang sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan. Berdasarkan uraian di atas, maka standar
pelayanan menjadi faktor kunci dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan
publik. Upaya penyediaan pelayanan yang berkualitas antara lain dapat dilakukan
72
72
dengan memperhatikan ukuran-ukuran apa saja yang menjadi kriteria kinerja
pelayanan. Menurut LAN (2003), kriteria-kriteria pelayanan tersebut antara lain :
a. Kesederhanaan, yaitu bahwa tata cara pelayanan dapat diselenggarakan
secara mudah, lancar, cepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan
dilaksanakan oleh pelanggan.
b. Reliabilitas, meliputi konsistensi dari kinerja yang tetap dipertahankaN
dan menjaga saling ketergantungan antara pelanggan dengan pihak
penyedia pelayanan, seperti menjaga keakuratan perhitungan keuangan,
teliti dalam pencatatan data dan tepat waktu.
c. Tanggungjawab dari para petugas pelayanan, yang meliputi pelayanan
sesuai dengan urutan waktunya, menghubungi pelanggan secepatnya
apabla terjadi sesuatu yang perlu segera diberitahukan.
d. Kecakapan para petugas pelayanan, yaitu bahwa para petugas pelayanan
menguasai keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan.
e. Pendekatan kepada pelanggan dan kemudahan kontak pelanggan dengan
petugas. Petugas pelayanan harus mudah dihubungi oleh pelanggan,
tidak hanya dengan pertemuan secara langsung, tetapi juga melalui
telepon atau internet. Oleh karena itu, lokasi dari fasilitas dan operasi
pelayanan juga harus diperhatikan.
f. Keramahan, meliputi kesabaran, perhatian dan persahabatan dalam
kontak antara petugas pelayanan dan pelanggan. Keramahan hanya
diperlukan jika pelanggan termasuk dalam konsumen konkret.
g. Keterbukaan, yaitu bahwa pelanggan bisa mengetahui seluruh informasi
73
73
yang mereka butuhkan secara mudah dan gambling, meliputi informasi
mengenai tata cara, persyaratan, waktu penyelesaian, biaya dan lain-lain.
h. Komunikasi antara petugas dan pelanggan. Komunikasi yang baik
dengan pelanggan adalah bahwa pelanggan tetap memperoleh informasi
yang berhak diperolehnya dari penyedia pelayanan dalam bahasa yang
mereka mengerti.
i. Kredibilitas, meliputi adanya saling percaya antara pelanggan dan
penyedia pelayanan, adanya usaha yang membuat penyedia pelayanan
tetap layak dipercayai, adanya kejujuran kepada pelanggan dan
kemampuan penyedia pelayanan untuk menjaga pelanggan tetap setia.
j. Kejelasan dan kepastian, yaitu mengenai tata cara, rincian biaya layanan
dan tata cara pembayarannya, jadwal waktu penyelesaian layanan
tersebut. Hal ini sangat penting karena pelanggan tidak boleh ragu-ragu
terhadap pelayanan yang diberikan.
k. Keamanan, yaitu usaha untuk memberikan rasa aman dan bebas pada
pelanggan dari adanya bahaya, resiko dan keragu-raguan. Jaminan
keamanan yang perlu kita berikan berupa keamanan fisik, finansial dan
kepercayaan pada diri sendiri.
l. Mengerti apa yang diharapkan pelanggan. Hal ini dapat dilakukan
dengan berusaha mengerti apa saja yang dibutuhkan pelanggan.
Mengerti apa yang diinginkan pelanggan sebenarnya tidaklah sukar.
Dapat dimulai dengan mempelajari kebutuhan-kebutuhan khusus yang
diinginkan pelanggan dan memberikan perhatian secara personal.
74
74
m. Kenyataan, meliputi bukti-bukti atau wujud nyata dari pelayanan, berupa
fasilitas fisik, adanya petugas yang melayani pelanggan, peralatan yang
digunakan dalam memberikan pelayanan, kartu pengenal dan fasilitas
penunjang lainnya.
n. Efisien, yaitu bahwa persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal
yang berkaitan langsung dengan pencapai sasaran pelayanan dengan
tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk
pelayanan.
o. Ekonomis, yaitu agar pengenaan biaya pelayanan harus ditetapkan secara
wajar dengan memperhatikan nilai barang/jasa dan kemampuan
pelanggan untuk membayar.
Penyusunan sebuah standar pelayanan minimal atau SPM di daerah
mengikuti prinsip-prinsip antara lain :
1. Diterapkan pada kewenangan wajib daerah dan kewenangan yang lain
2. Ditetapkan pemerintah dan diberlakukan untuk seluruh daerah
kabupaten/kota
3. Menjalin hak individu dan akses masyarakat mendapat pelayanan dasar
dari pemerintah daerah
4. Bersifat dinamis sesuai dengan perubahan kebutuhan nasional dan
perkembangan kapasitas daerah
5. Berbeda dengan standar teknis yang merupakan faktor pendukung alat
mengukur pencapaian SPM
2.6 Kerangka Pemikiran
75
75
Untuk menentukan titik tolak pemikiran dan dasar bagi penelitian ini, perlu
terlebih dahulu menetapkan tinjauan teoritis agar penelitian sesuai dan sejalan
dengan permasalahan yang dibahas. Adapun landasan teori atau model yang
dikembangkan oleh Hofstede dan Parasuraman et.al yaitu mengenai Dimensi
Budaya dan Dimensi Pelayanan.
One reason for such challenges is that consumers’ perceptions of what
constitutes a good service inevitably is culturally bound (Zeithaml, Bitner and
Gremler 2002). De Ruyter et al. (1998, p. 189) argue that “[i]n order to market
services effectively to international consumers, service providers must have a
thorough knowledge of their target group(s)”. A solid understanding of the role of
culture in the service delivery process has therefore become more crucial than
ever to service firms with a goal of global expansion, and, indeed, can be a
competitive advantage (Riddle 1986).
Satu alasan untuk tantangan-tantangan semacam itu adalah bahwa persepsi
konsumen mengenai seperti apa layanan jasa yang baik mau tidak mau terikat
secara cultural (Zeithaml, Bitner dan Gremler 2002) De Ruyter dkk mengemukaan
bahwa “ untuk memasarkan layanan jasa secara efektif pada konsumen
internasional, penyedia jasa harus memiliki pengetahuan menyeluruh mengenai
kelompok-kelompok sasarannya. “ pemahaman mendalam mengenai peran
budaya dalam proses layanan jasa telah menjadi lebih penting dari sebelumnya
bagi firma jasa dengan tujuan ekspansi global dan memang, dapat menjadi
keuntungan kompetitif (Riddle 1986)
2.6.1 Kualitas Layanan Publik
76
76
1. Konsep Pelayanan
Istilah dan konsep pelayanan banyak ditemui dalam berbagai aspek
kehidupan manusia dewasa ini. Keragaman istilah dan konsep pelayanan
menandakan ketertarikan para ahli untuk memberikan kontribusi terhadap
perkembangan konsep pelayanan itu sendiri. Istilah-istilah tersebut antara
lainpelayanan umum, pelayanan publik, pelayanan civil, pelayanan prima, dan
lain sebagainya. Berbagai konsep mengenai pelayanan banyak dikemukakan oleh
para ahli, seperti Moenir 2002 : 16), pelayanan adalah “proses pemenuhan
kebutuhan melalui aktivis orang yang berlangsung”.
Pada bagian lain dikatakan bahwa : Pelayanan umum adalah kegiatan yang
dilakukan oleh seorang atau sekelompok orang dengan landasan faktor materiil
melalui sistem, prosedur dan metode tertentu dalam rangka usaha memenuhi
kepentingan orang lainsesuai dengan haknya. Pelayanan itu adalah proses dalam
rangka memenuhi kebutuhan manusia sesuai dengan haknya.
Kata “umum” dalam“pelayanan“ menunjukkan masyarakat, orang banyak,
yang punya kepentingan, terjemahan dalam Bahasa Inggris “Publik” kalau
dihubungkan dengan kata pelayanan maka menjadi pelayanan umum (public
service) atau pelayanan publik.
Adapun pengertian pelayanan umum sebagaimana dikemukakan oleh
Saefullah (1999 : 5, 8) yakni : Pelayanan umum (public service) adalah pelayanan
yang diberikan kepada masyarakat umum yang menjadi warga negara atau secara
sah menjadi penduduk negara yang bersangkutan. Lebih lanjut dikatakan bahwa
secara operasional pelayanan umum yang diberikan pemerintah kepada
77
77
masyarakat dapat dibedakan dalam dua kelompok besar yaitu :
Pertama, pelayanan umum yang diberikan memperhatikan orang-
perseorang, tetapi keperluan masyarakat secara umum. Dalam pelayanan ini
meliputi penyediaan sarana dan prasarana transportasi, penyediaan pusat-pusat
kesehatan, pembangunan lembaga-lembaga pendidikan, pemeliharaan keamanan
dan lain sebagainya;
Kedua, pelayanan yang diberikan secaraorang perseorangan, pelayanan ini
meliputi kemudahan-kemudahan dalam memperoleh pemeriksaan kesehatan,
memasuki lembaga pendidikan, memperoleh kartu tanda penduduk dan surat-surat
lainnya, pembelian karcis perjalanan, dan sebagainya.
Jadi pengertian pelayanan umum atau pelayanan publik dibedakan atas
pelayanan untuk kepentingan masyarakat secara umum dan pelayanan untuk
kepentingan perorangan atau individu.
Berkaitan dengan pelayanan, konsep layanan merupakan terjemahan dari
bahasa Inggris “service”, yang menurut Kotler (dalam Tjiptono, 1996 : 6) berarti
kegiatan bermanfaat yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak yang lain,
yang pada dasarnya tidak terwujud, serta tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu.
Pengertian ini sangat erat hubungannya dengan adanya keterbatasan
kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya yang mengakibatkan
masyarakat membutuhkan pihak lain untuk mengatasi kekurangan kebutuhan dan
kepentingannya. Pemenuhan kebutuhan atau kepentingan dimaksud hanya dapat
terealisasi bila ada pihak lain yang memenuhi atau yang memberi pelayanan.
Untuk menelaah lebih lanjut mengenai layanan civil ini, Ndraha (2000 : 59)
78
78
mengartikan layanan sebagai produk dan dapat juga diartikan sebagai cara atau
alat yang digunakan oleh provider dalam memasarkan atau mendistribusikan
produknya. Sedangkan kata civil yaitu segala sesuatu yang menyangkut
kehidupan sehari-hari warga negara di luar urusan militer dan ibadah.
Sebagai kegiatan, Finer (dalam Ndraha, 2003 : 548) menguraikan
karakteristik civil service (The Nature of Civil Service Activity) demikian :
1. The urgency of State Service ( pentingnya pelayanan terhadap
warganegara)
2. Large-scale Organization (didasarkan pada kebijakan publik padatingkat
makro)
3. Monopoly and No Price (dimonopoli oleh negara dan tidak-jual
belidalam arti pasar, biaya tidak dibebankan kepada konsumer,
tidakdiprivatisasi) Finer berpendapat demikian berdasarkan anggapan
bahwa pelayanan civil merupakan bagian pelayanan publik.
4. Equality of Treatment (perlakuan yang sama terhadap tiap konsumer)
5. Limited Enterprice (aktor dan aktris pelayanan civil bukanlah pedagang
pengusaha yang menuntut imbalan dari konsumer, juga tidak boleh
bertindak untuk kepentingan pribadi, juga bukan sinterklas)
6. Public Accountability (pertanggungjawaban kepada publik, dalam hal
inikonsumer)
7. “Establishment” or Hierarchy (civil service) terbentuk sebagai
sebuahbody)
8. Grading of Its Members (pengelompokan dan klasifikasi civil service)
79
79
9. Directness of Government (pelayanan yang dikendalikan langsung oleh
pemerintah, seringkali teras kaku, oleh sebab itu, aktor dan
aktrispemerinathan harus kreatif danarif)
10. Lack of Ruthlessness (pelayanan yang tulus dalam suasana
kebersamaan)
11. Anonymity and Impartiality (tidak bersifat pribadi dan tidak memihak)
Seiring dengan itu, Ndraha (2000 : 60) juga membedakan layanan
civilsebagai berikut : layanan civil dapat dibedakan menjadi layanan civil guna
memenuhi hak bawaan (asasi) manusia dan layanan civil guna memenuhi hak
derivatif, hak berian, atau hak sebagai hukum yang menyangkut diri seseorang.
Sedangkan pada bagian lain Ndraha (2000 : 62) mengemukakan bahwa
provider layanan civil adalah setiap unit kerja publik, baik yang terdapat dijajaran
eksekutif, legislatif, yudikatif, maupun lainnya. Bahkan unit kerja lain yang secara
organisasional berada di luar pemerintahan tetapi karena tugasnya berkaitan
dengan urusan publik. Lebih lanjut Ndraha (2001 : 11) mengungkapkan bahwa
layanan civil adalah layanan yang menjadi kewajiban (bukan wewenang)
negara.Pemerintah berkewajiban memberi layanan, artinya tidak boleh menolak
melakukannya dengan alasan apapun.
Dalam konteks hubungan pemerintah dengan masyarakat, menurut Saefullah
(1995 : 5), layanan publik (public service) adalah layanan yangdiberikan kepada
masyarakat umum yang menjadi warga negara atau yang secarasah menjadi
penduduk negara yang bersangkutan.
Secara operasional, menurut Saefullah (1999 : 8), pelayanan publik
80
80
diberikan kepada masyarakat dapat dibedakan dalam dua kelompok besar yaitu :
Pertama, pelayanan umum yang diberikan memperhatikan orang-
perseorang, tetapi keperluan masyarakat secara umum. Dalam pelayanan ini
meliputi penyediaan sarana dan prasarana transportasi, penyediaan pusat-
pusat kesehatan, pembangunan lembaga-lembaga pendidikan, pemeliharaan
keamanan dan lain sebagainya ;
Kedua, pelayanan yang diberikan secaraorang perseorangan, pelayanan ini
meliputi kemudahan-kemudahan dalam memperoleh pemeriksaan kesehatan,
memasuki lembaga pendidikan, memperoleh kartu tanda penduduk dan
surat-surat lainnya, pembelian karcis perjalanan, dan sebagainya.
Adapun tujuan layanan yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat,
menurut Rasyid (1997 : 116) adalah : Layanan berkenan usaha pemerintah yang
bertujuan untuk menciptakan kondisi yang menjamin bahwa warga masyarakat
dapat melaksanakan kehidupan mereka secara wajar, dan ditujukan juga untuk
membangun dan memelihara keadilan dalam masyarakat. Selanjutnya mengenai
layanan civil, konsep ini sebenarnya bukan merupakan hal yang baru dalam kajian
ilmu pengetahuan.
Bahkan secara filosofis, dapat dikatakan bahwa munculnya ilmu
administrasi negara sebetulnya terkait erat dengan konsep pelayanan civil.
Munculnya ilmu pemerintahan sebagai cabang ilmu baru semakin memperkuat
telaahan terhadap pelayanan civil. Dengan demikian layanan civil dalam proses
layanan yang dilakukan oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
di luar urusan militer dani ibadah.
81
81
Pemerintah adalah lembaga yang memproduksi, mendistribusikan atau
memberikan alat pemenuhan kebutuhan rakyat yang berupa layanan civil. Secara
eksplisit dapat dikatakan bahwa pemberian layanan civil merupakan jenis
pelayanan yang dimonopoli oleh pemerintah. Hal ini dapat dipahami mengingat
pelayanan civil merupakan bagian dari fungsi pemerintah yang memberikan
pelayanan kepada masyarakat.
Layanan civil berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan
pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat secara baik dan berkualitas
sebagai konsekuensi dari tugas dan fungsi layanan yang diembannya, berdasarkan
hak-hak yang dimiliki oleh masyarakat dalam rangka mencapai tujuan
pemerintahan dan pembangunan.
Kualitas pelayanan menurut Lukman (2000 : 10) adalah :Kualitas pelayanan
adalah suatu kegiatan pelayanan yang diberikan kepada pelanggan sesuai dengan
prinsip : lebih murah, lebih baik, cepat, tepat, akurat, ramah, sesuai dengan
harapan pelanggan. Kualitas pelayanan juga dapat diartikan sebagai kegiatan
pelayanan yang diberikan kepada seseorang atau orang lain, organisasi pemerintah
atau swasta (sosial, politik, LSM, dll) sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Kualitas pelayanan sektor publik adalah pelayanan yang
memuaskan masyarakat sesuai dengan standar pelayanan dan azas-azas pelayanan
publik.
Elthaitammy (dalam Tjiptono 2002 : 58) mengemukakan bahwa :Kualitas
pelayanan adalah service excellence atau pelayanan yang unggul, yakni suatu
sikap atau cara karyawan dalam melayani pelanggan secara memuaskan. Secara
82
82
garis besar ada 4 (empat) unsur pokok dalam konseppelayanan yang unggul, yaitu
1). Kecepatan;
2). Ketepatan;
3). Keramahan
4). Kenyamanan.
Keempat komponen ini merupakan suatu kesatuan pelayanan yang
terintegrasi, maksudnya pelayanan atau jasa menajdi tidakexc ellence bila ada
komponen yang kurang.
2.7 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis dari penelitian
dirumuskan sebagai berikut :
1. Variavel power distance (jarak kekuasaan) aparat kecamatan
berpengaruh terhadap persepsi pelayanan masyarakat di lima kecamatan
terpadat penduduknya di Kabupaten Cianjur.
2. Varibael Individualism/Collectivism (Individualisme/Kolektivitas)
aparat kecamatan berpengaruh terhadap pelayanan masyarakat di lima
kecamatan terpadat penduduknya di Kabupaten Cianjur.
3. Variabel Masculinity/Feminity (Maskulin/Feminim) aparat kecamatan
berpengaruh terhadap pelayanan masyarakat di lima kecamatan terpadat
penduduknya di Kabupaten Cianjur.
4. Variabel Uncertanity Avoidance (Sikap yang menghindari
ketidakpastian) aparat kecamatan berpengaruh terhadap pelayanan
83
83
masyarakat di lima kecamatan terpadat penduduknya di Kabupaten
Cianjur.
5. Varibael Term Orientation (Orientasi waktu) aparat kecamatan
berpengaruh terhadap persepsi pelayanan masyarakat di lima kecamatan
terpadat penduduknya di Kabupaten Cianjur.
84
84