05_BAB II

107
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu 2.1.1 Penelitian Ismail Nurdin Jenis pelayanan masyarakat yang diselenggarakan oleh pemerintah Kecamatan di lingkungan Pemerintah Kota Jambi, terdapat 6 (enam) jenis pelayanan masyarakat antara lain : pembuatan KTP dan KK; Pembuatan Surat Pindah; Pembuatan Advis IMB; Pembuatan Advis SITU; Pembuatan Akta Tanah; dan Pembuatan Surat-surat lainnya. Dari analisis data dengan bantuan statistik, diperoleh deskrifsi perilaku aparatur, komunikasi birokrasi dan kualitas pelayanan kependudukan dengan masing-masing dimensinya. 3. Perilaku aparatur kategori cukup baik, ini berarti bahwa perilaku aparatur birokrasi di lingkungan Pemerintah Kota Jambi khususnya di 15 15

description

PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN CIANJUR

Transcript of 05_BAB II

Page 1: 05_BAB II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

2.1.1 Penelitian Ismail Nurdin

Jenis pelayanan masyarakat yang diselenggarakan oleh pemerintah

Kecamatan di lingkungan Pemerintah Kota Jambi, terdapat 6 (enam) jenis

pelayanan masyarakat antara lain : pembuatan KTP dan KK; Pembuatan Surat

Pindah; Pembuatan Advis IMB; Pembuatan Advis SITU; Pembuatan Akta Tanah;

dan Pembuatan Surat-surat lainnya.

Dari analisis data dengan bantuan statistik, diperoleh deskrifsi perilaku

aparatur, komunikasi birokrasi dan kualitas pelayanan kependudukan dengan

masing-masing dimensinya.

3. Perilaku aparatur kategori cukup baik, ini berarti bahwa perilaku

aparatur birokrasi di lingkungan Pemerintah Kota Jambi khususnya di

lingkunga pemerintah Kecamatan masih menampilkan perilaku yang

cukup baik saja, sedangkan dimensi-dimensinya dideskrifsikan sebagai

berikut : a. Kemampuan cukup baik; b. Kedisiplinan cukup baik; c.

Tanggung jawab cukup baik; d. Kesopanan cukup baik.

4. Komunikasi birokrasi kategori cukup baik, ini berarti bahwa perilaku

aparatur birokrasi di lingkungan Pemerintah Kota Jambi khususnya di

lingkungan Dimensi komunikasi birokrasi dideskrifsikan sebagai berikut

15

15

Page 2: 05_BAB II

a. Kualitas komunikasi tergolong cukup baik; b. Penyampaian informasi

tergolong cukup baik; c. Sarana komunikasi tergolong baik.

5. Kualitas pelayanan cukup baik, ini berarti bahwa kualitas pelayanan

administrasi kependudukan oleh Kecamatan di lingkungan Pemerintah

Kota Jambi menampilkan pelayanan yang cukup baik saja. a. Sarana

pelayanan tergolong baik; b. Kehandalan tergolong cukup baik; c. Daya

tanggap tergolong cukup baik; d. Jaminan tergolong cukup baik; e.

Harga tergolong cukup baik; f. Empati tergolong cukup baik

6. Pada umumnya Perilaku Aparatur dalam menyelenggarakan pelayanan

publik di lingkungan Pemerintah Kecamatan di Kota Jambi belum

sepenuhnya menampilkan perilaku yang diharapkan oleh masyarakat

sebagai penerima pelayanan.

7. Pada umumnya Komunikasi Birokrasi yang dilakukan dalam

menyelenggarakan pelayanan publik di lingkungan Pemerintah

Kecamatan di Kota Jambi masih belum sepenuhnya efektif serta belum

sepenuhnya memenuhi harapan masyarakat sebagai penerima pelayanan.

8. Pada umumnya Kualitas Pelayanan Publik yang diselenggarakan oleh

Pemerintah Kecamatan di Kota Jambi belum sepenuhnya memenuhi

harapan masyarakat sebagai penerima pelayanan.

9. Operasional pelayanan aparatur pemerintah masih lebih mengandalkan

kewenangan dari pada kekuatan pasar ataupun kebutuhan konsumen.

10. Proses pemberian layanan oleh aparat pemerintah seringkali terjebak

pada pandangan “etic”, yang mengutamakan pandangan keinginan

16

16

Page 3: 05_BAB II

mereka sendiri daripada pandangan “emic”, yakni pandangan dari

mereka yang menerima jasa layanan pemerintah.

11. Kesadaran masyarakat penerima layanan akan hak dan kewajibannya

relatif masih rendah, sehingga masyarakat cenderung menerima begitu

saja layanan yang diberikan oleh birokrasi pemerintah.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku aparatur,

komunikasi birokrasi dan kualitas pelayanan publik dipersepsikan oleh

masyarakat masih berada pada taraf cukup. Dan ternyata faktor yang dominan

mempengaruhi kualitas pelayanan publik adalah perilaku aparatur dan komunikasi

birokrasi yang ditampilkan oleh aparatur maupun birokrasi di lingkungan

Pemerintah Kota Jambi khususnya aparatur kecamatan di lingkungan Kota Jambi.

Oleh karena itu Pemerintah Kota maupun Pemerintah Kecamatan perlu berupaya

meningkatkan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat melalui :

1) Menata perilaku aparatur dan komunikasi birokrasi untuk meningkatkan

kemampuan kerja melalui pembenahan pola seleksi dan rekruitmen

aparatur, penyertaan pendidikan dan pelatihan, promosi dan

pengembangan karir, memperbaiki kedisiplinan, perbaikan kesejahteraan

dengan pemberian insentif yang memadai, serta pembinaan etika dan

moral melalui budaya kerja, keteladanan dan penagakkan hukum dan

ketentuan yang berlaku.

2) Upaya pengoptimalisasian kualitas pelayanan kepada masyarakat dapat

dilakukan antara lain melalui : penataan dan perbaikan sistem dan

admnistrasi pelayanan, penyebarluasan tatalaksana pelayanan, membuka

17

17

Page 4: 05_BAB II

jalur pengaduan khusus dan langsung bagi penerima layanan yang

merasa tidak puas, pemantauan pimpinan baik secara kontinyu terhadap

pemberian pelayanan kepada masyarakat oleh aparat pelaksana,

pembenahan dan penyempurnaan sarana dan prasarana pelayanan, serta

merintis kerjasama kemitraan terhadap pihak ketiga yang saling

menguntungkan dalam rangka membangun dan menata pemberian

pelayanan kepada masyarakat yang lebih berkualitas.

Perbaikan dan peningkatan kualitas pelayanan, termasuk pelayanan

administrasi kependudukan pada kantor-Kantor Kecamatan yang dengan

melakukan penataan dan peningkatan dimensi-dimensi: (1) sarana pelayanan

dalam menunjang pemberian pelayanan, (2) keandalan terhadap metode sistem

pelayanan yang efektif dan efisien, (3) jaminan akan keamanan dan privacy

terhadap produk pelayanan, (4) harga produk layanan yang terjangkau dan

proporsi serta adil, (5) empati atau tingkat hubungan yang intens dan saling

menghargai serta menghormati antara pemberi pelayanan dengan publik yang

dilayani.

Penyelenggaraan pelayanan publik sangat terkait ekspresi dari pelaksanaan

tugas dan fungsi birokrasiadalah bagaimana sikap dan aktivitas birokrasi, yang

secara eksplisit berdasarkan pendekatan psikologi dan perilaku organisasi.

Perilaku birokrasi ditinjau dari aspek organisasi dan aparatur serta komunikasi

birokrasi merupakan faktor menonjol dalam aktifitas birokrasi, Dengan demikian

aspek perilaku aparatur dan komunikasi dalam birokrasi menentukan keberhasilan

birokrasi dalam memberikan pelayanan yang berkualitas.

18

18

Page 5: 05_BAB II

2.1.2 Penelitian Sumarjo

Hasil regresi dengan metode ordinary least square (OLS) menunjukkan

bahwa baik secara individual maupun secara serentak, variabel Kognisi, Budaya,

dan Pemimpin signifikan mempengaruhi Produktivitas Kerja Pegawai di

Lingkungan Kecamatan Slogohimo Kabupaten Wonogiri.

Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa variabel independen

secara signifikan mempengaruhi variabel dependen, baik secara individual

maupun secara bersama-sama dapat diterima, atau dengan kata lain terbukti. Hasil

regresi menunjukkan bahwa variabel Pemimpin merupakan variabel yang

tertinggi dalam mempengaruhi disiplin kerja pegawai, disusul variabel Budaya,

baru kemudian variabel kognisi.

Dari koefisien regresi diketahui bahwa ketiga variabel independen

mempunyai tingkat elastisitas yang berkategori inelastic, artinya terjadinya

peningkatan tertentu pada variabel independen diikuti pening-katan yang tidak

sama besarnya (lebih kecil) pada variabel dependen. Pengujian asumsi klasik

menunjuk-kan bahwa hasil regresi ini telah memenuhi asumsi normalitas, bebas

dari masalah autokorelasi, multikolinearitas, dan heteroske-dastisitas.

2.1.3 Jurnal Penelitian, 1998, Donthu and Yoo

Donthu dan Yoo (1998) mengamati hubungan dimensi-dimensi

SERVQUAL (realbilitas, daya tanggap, empati, jaminan dan sifat nyata) dengan

klasifikasi Hofstede tentang budaya pada industri perbankan lintas 4 negara- U.S,

Kanada, U.K, dan India (sambil menganalisa; dimensi-dimensi kultur pada level

19

19

Page 6: 05_BAB II

individual) mereka mendapati bahwa struktur dimensi kultur Hofstede.

Terlebih lagi, mereka mendapati bahwa konsumen dengan “power distance”

rendah memiliki ekspektasi/pengharapan tinggi terhadap kualitas jasa yang lebih

tanggap serta lebih dipercayai sementara mereka yang berada di Negara

individualistis juga memiliki pengharapan yang tinggi, tapi lebih terfokus pada

empati dan kepastian/jaminan)

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Tentang Dimensi Budaya

1. Power Distance

Hofstede menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Power Distance (jarak

kekuatan) adalah kondisi dimana individu-individu yang memiliki Power ataupun

kedudukan yang lebih rendah dalam struktur suatu masyarakat ataupun organisasi

menerima keadaan dimana kekuasaan didistribusikan secara tidak merata. Hal ini

seperti diungkapkan oleh Hofstede (2005:46) :

As the extent to which the less Powerful members of institutions and

organizations within a country expect and accept that Power is distributed

unequally... (Hofstede, 2005, p. 46). (Seperti tingkat anggota institusi dan

organisasi-organisasi yang kurang kuat di dalam suatu negeri mengharapkan dan

menerima bahwa Power dibagi-bagikan dengan bervariasi)

Pada negara-negara dimana Power Distance rendah ditemukan kepercayaan

bahwa setiap orang adalah sederajat dan harus memiliki hak sama serta memiliki

kesempatan yang sama untuk merubah status sosialnya di masyarakat. Budaya

20

20

Page 7: 05_BAB II

toleransi kekuasaan atau Power Distance adalah tingkat toleransi atau kerelaan

seseorang pada kekuasaan yang dimiliki orang lain.

Dengan kata lain setiap orang mempunyai kadar toleransi yang berbeda

terhadap adanya ketidak-seimbangan kekuasaan. Jika skor budaya toleransi

kekuasaan seseorang tinggi berarti orang tersebut mempunyai toleransi besar

terhadap adanya perbedaan kekuasaan antara dirinya dengan orang lain, dan hal

tersebut dianggap sebagai sesuatu yang wajar.

Sedangkan jika budaya toleransi kekuasaan-nya rendah, maka seseorang

tidak mudah menerima adanya perbedaan kekuasaan yang ada. Artinya mereka

yang tingkat toleransi kekuasaannya rendah cenderung memandang bahwa

kekuasaan itu sebenarnya dapat dicapai oleh setiap individu, bukan karena nasib

atau takdir. Jadi jika seseorang menginginkan memiliki kekuasaan, ia harus

berusaha untuk mencapainya secara mandiri, bukan karena faktor kebetulan atau

keturunan.

Penelitian Hofstede (1994) menunjukkan bahwa tingkat toleransi kekuasaan

seseorang atau kelompok masyarakat dapat diukur dengan menggunakan skor

yang kemudian dibuat indeks yang menunjukkan tinggi rendahnya. Demikian juga

dalam penelitian ini budaya toleransi akan diukur melalui survey pada tingkat

analisis individual.

Hasil dari survey akan menunjukkan tinggi budaya toleransi kekuasaan yang

dimiliki seseorang. Pada penelitian yang dilakukan oleh Hofstede budaya toleransi

diukur dengan level analisis kelompok masyarakat atau negara untuk menentukan

perbedaan Power Distance Index suatu negara.

21

21

Page 8: 05_BAB II

Tabel 2.1

Power Distance

POWER DISTANCE RENDAH POWER DISTANCE TINGGI

Individu/ Dalam Keluarga

Ketidak-sederajad-an antar manusia harus diminimalkan.

Ketidak-sederajad-an antar manusia diharapkan

Orang tua memperlakukan anak sederajad.

Orang tua mendidik anak agar patuh

Anak memperlakukan orang tua sederajad.

Anak memperlakukan orang tua dengan penuh hormat.

Di Sekolah

Guru mengharapkan inisiatif murid dalam kegiatan kelas.

Guru diharapkan mengambil semua inisiatif dalam kelas.

Guru adalah ahli, mengajarkan kebenaran pada anak.

Guru adalah teladan, mengajarkan budi pekerti.

Murid memperlakukan guru sederajad. Murid sangat menghormati guru.

Di Tempat Kerja

Hirarkhi dalam organisasi menggambarkan ketidak-sederajad-an dalam peran, disusun untuk memudahkan pelaksanaan tugas.

Hirarkhi dalam organisasi menggambarkan ketidak-sederajad-an dalam semua sisi kehidupan.

Desentralisasi sangat disukai. Sentralisasi sangat disukai.

Perbedaan gaji antara level atas dengan level bawah kecil.

Perbedaan gaji antara level atas dengan level bawah besar.

Bawahan mengharapkan atasan berkonsultasi kepadanya.

Bawahan mengharapkan agar atasan memerintahkan apa yang harus dia lakukan.

Atasan ideal adalah orang yang demokratis dan tahu banyak hal.

Atasan ideal adalah yang ‘kebapakan”.

Pada Level Negara

22

22

Page 9: 05_BAB II

Kelas menengah adalah mayoritas anggota masyarakat.

Kelas menengah kecil jumlahnya di masyarakat.

Semua orang memiliki hak yang sama. Penguasa memiliki hak-hak istimewa.

Orang yang berkuasa berusaha untuk tampak tidak telalu berkuasa.

Orang yang berkuasa berusaha untuk tampak lebih berkuasa.

Kekuasaan berdasar pada posisi formal, keahlian dan kemampuan untuk memberi reward.

Kekuasaan berdasar pada keluarga atau teman, kharisma atau kemampuan menggerakkan masa.

Kekuasaan berdasar pada posisi formal, keahlian dan kemampuan untuk memberi reward.

Kekuasaan berdasar pada keluarga atau teman, kharisma atau kemampuan menggerakkan masa.

Cara mengganti sistem politik

adalah dengan mengganti

peraturan (evolusi).

Cara mengganti sistem politik adalah dengan mengganti pimpinan negara (revolusi).

Jarang ada kekerasan akibat politik dalam negeri.

Konflik politik dalam negeri sering diikuti dengan kekerasan.

Perbedaan pendapatan kecil, lebih diperkecil lagi dengan sistem perpajakan.

Perbedaan pendapatan besar, lebih diperbesar lagi dengan sistem perpajakan.

Ideologi politik mengutamakan dan mempraktekkan pembagian kekuasaan.

Ideologi politik mengutamakan dan mempraktekkan perebutan kekuasaan

Jarang ada kekerasan akibat politik dalam negeri.

Konflik politik dalam negeri sering diikuti dengan kekerasan.

Perbedaan pendapatan kecil, lebih diperkecil lagi dengan sistem perpajakan.

Perbedaan pendapatan besar, lebih diperbesar lagi dengan sistem perpajakan.

Ideologi politik mengutamakan dan mempraktekkan pembagian kekuasaan.

Ideologi politik mengutamakan dan mempraktekkan perebutan kekuasaan

Jarang ada kekerasan akibat politik dalam negeri.

Konflik politik dalam negeri sering diikuti dengan kekerasan.

Perbedaan pendapatan kecil, lebih diperkecil lagi dengan sistem perpajakan.

Perbedaan pendapatan besar, lebih diperbesar lagi dengan sistem perpajakan.

23

23

Page 10: 05_BAB II

Ideologi politik mengutamakan dan mempraktekkan pembagian kekuasaan.

Ideologi politik mengutamakan dan mempraktekkan perebutan kekuasaan

Jarang ada kekerasan akibat politik dalam negeri.

Konflik politik dalam negeri sering diikuti dengan kekerasan.

Sumber : www.mti.gadjahmada.edu dan Hofstede, 2005, p.57

Power Distance di sekolah dapat dilihat dari mental murid dan mental guru

yang memang telah terprogram yang mana di antara mereka telah tercipta nilai-

nilai yang merupakan bagian dari budaya saling menghormati nilai yang ada.

Dalam situasi large-Power Distance (toleransi kekuatan yang besar),

ketidaksetaraan orang tua – anak diteruskan oleh ketidaksetaraan guru – murid

yang memberikan kemerdekaan berpikir murid.

Guru diperlakukan hormat (apalagi guru senior dibandingkan yang junior);

murid mungkin akan berdiri menghormat ketika guru memasuki kelas. Proses

pendidikan adalah ’teacher centered’ (pusat pendidikan); guru membuat batasan

jalur intelektual yang mesti diikuti murid.

Di dalam kelas ada peraturan yang mesti diikuti, dengan inisiatif datang dari

guru. Murid-murid boleh berbicara ketika diijinkan oleh guru; guru tidak pernah

dikritisi dan diperlakukan beda walaupun di luar sekolah. Ketika murid

menyalahi aturan, guru mengundang orang tua murid dan meminta mereka untuk

menempatkan murid kedalam aturan yang ada.

Proses pendidikan adalah sangat personal- bersifat orang per orang;

khususnya pada pendidikan tinggi di universitas, apa yang ditransfer tidak terlihat

sebagai ’kebenaran’ secara impersonal, tetapi lebih ke kebijakan guru sebagai

personal, ’The teacher is a guru’ dia adalah yang mempunyai kekuatan pengaruh

24

24

Page 11: 05_BAB II

(weighty or honorable) kuat dan mulia, dan ini terjadi di Indonesia dan India, dan

memang di dua negara ini mereka di panggil ’guru’.

Dalam situasi small-Power Distance, guru diperlakukan setara dengan

murid. Guru muda di setarakan perlakuannya bahkan bisa jadi lebih disukai

daripada guru senior. Proses pendidikan adalah student-centered (pelajar pusat),

inisiatif muncul dari siswa, dan siswa diharapkan menemukan arah intelektual

mereka.

Siswa berhak melakukan intervensi didalam kelas, bertanya ketika tidak

mengerti, berdebat dengan guru, mengekspresikan ketidaksetujuan dan

mengkritisi didepan guru, dan memperlihatkan penghormatan biasa saja kepada

guru diluar sekolah. Lalu pendidikan lebih impersonal, apa yang ditransfer adalah

kebenaran dan fakta yang ada di guru. Belajar secara effectif sangat tergantung

pada komunikasi dua arah antara guru dan murid.

2. Individualism

Individualisme adalah dimensi budaya kedua yang dipilih Hofstede untuk

menggambarkan ciri suatu budaya. Individualisme adalah kriteria yang

menggambarkan longgarnya ikatan antar anggota suatu masyarakat dimana

seseorang hanya memikirkan dirinya atau keluarga dekatnya semata sedangkan

sebaliknya kolektivisme lebih menekankan pada kekohesivan kelompok. dalam

hal ini menggambarkan individualisme sebagai berikut :

Individualism pertains to societies in which the ties between individuals are

loose: everyone is expected to look after himself or herself and his or her

immediate family. The opposite is collectivism, which pertains to societies in

25

25

Page 12: 05_BAB II

which people from birth onwards are integrated into strong, cohesive in-group,

which throughout people's lifetime continue to protect them in exchange for

unquestioning loyalty. (Hofstede, 2005, 76)

(Individualisme menyinggung pada masyarakat-masyarakat di mana rasa

persaudaraan antara individu telah hilang (individualistik): setiap orang

diharapkan untuk segera memelihara diri dan keluarganya. Kebalikannya adalah

kolektivisme, yang menyinggung kepada masyarakat-masyarakat di mana orang-

orang dari lahir telah merasa saling membutuhkan dalam kelompok dimana

mereka berada dan melanjutkan hidup untuk saling melindungi tanpa pamrih).

Hofstede mengukur dimensi budaya ketiga ini secara kontinum dengan

individualisme pada satu sisi dan kolektivisme di sisi lainnya. Konsumen high

individualism cenderung menyukai iklan yang menekankan pada produk dan

keuntungan secara personal. Mereka menggunakan nilai mereka sendiri dalam

mengevaluasi suatu produk. Konsumen low individualism cenderung untuk

menyukai iklan yang bergantung pada penerimaan produk tersebut dimata

masyarakat.

Tabel 2.2

Individualisme dan Kolektivisme

INDIVIDUALIS KOLEKTIF

Individu/ Dalam Keluarga

Identitas diri berdasar pada diri sendiri.

Identitas diri berdasar pada asal usul.

Acuan berpikir adalah “aku”. Acuan berpikir adalah “kami”Berterus-terang adalah karakteristik orang yang jujur.

Harmoni harus selalu di jaga, konfrontasi langsung harus dihindari.

Komunikasi konteks rendah. Komunikasi konteks tinggi.

26

26

Page 13: 05_BAB II

Melanggar norma menimbulkan rasa bersalah dan kehilangan rasa hormat pada diri sendiri.

Melanggar norma menimbulkan rasa malu dan kehilangan muka dihadapan orang lain.

Di Sekolah

Gelar akan meningkatkan pendapatan dan rasa hormat terhadap diri sendiri.

Gelar akan memberikan peluang untuk memasuki kelompok dengan status lebih tinggi.

Tujuan pendidikan adalah belajar cara belajar.

Tujuan pendidikan adalah belajar cara melakukan sesuatu.

Di Tempat Kerja

Hubungan antara perusahaan-karyawan atau kantor-pegawai adalah hubungan saling menguntungkan.

Hubungan antara perusahaan-karyawan atau kantor-pegawai adalah hubungan moral, seperti hubungan keluarga.

Penerimaan karyawan/pegawai dan promosi jabatan berdasar pada kemampuan & peraturan.

Penerimaan karyawan/pegawai dan promosi jabatan berdasar pada hubungan pribadi.

Manajemen adalah manajemen individu.Manajemen adalah manajemen kelompok.

Tugas lebih penting dari hubungan. Hubungan lebih penting dari tugas.

Pada Level Negara

Lebih mengutamakan kepentingan individu daripada kepentingan bersama.

Lebih mengutamakan kepentingan bersama daripada kepentingan individu.

Setiap orang berhak atas kehidupan pribadi.

Kelompok campur tangan dalam kehidupan pribadi.

Setiap orang diharapkan memiliki pendapat pribadi.

Pendapat pribadi tidak penting dibanding pendapat kelompok.

Hukum dan hak berlaku untuk semua orang.

Hukum dan hak tergantung pada siapa orangnya.

Ekonomi berdasar pada kepentingan individu.

Ekonomi berdasar pada kepentingan bersama.

Kekuatan politik berdasar pemilih.Kekuatan politik berdasar pada kelompok yang berkepentingan.

Peran pemerintah terhadap sistem ekonomi terbatas.

Peran pemerintah terhadap sistem ekonomi dominan.

Kebebasan pers. Pers dikendalikan pemerintah.Teori ekonomi berdasar pada pencapaian kepentingan pribadi setiap orang.

Teori ekonomi yang di impor tidak relevan karena tidak sesuai dengan budaya kolektif.

Ideologi kebebasan pribadi lebih diutamakan daripada ideologi kebersamaan

Ideologi kebersamaan lebih diutamakan daripada ideologi kebebasan pribadi

Lebih mengutamakan kepentingan individu daripada kepentingan bersama.

Lebih mengutamakan kepentingan bersama daripada kepentingan individu.

27

27

Page 14: 05_BAB II

Sumber : www.mti.gadjahmada.edu dan Hofstede, 2005, p.96- 97, 104.

Dimensi yang diidentifikasi sebagai Individualism versus collectivism

diasosiasikan kepada kepentingan relatif kepada tujuan-tujuan sebagai berikut

For the Individualist pole1. Personal time; have a job that leaves sufficient time for your personal or

family life.2. Freedom; have considerable freedom to adopt your own approach to the

job.3. Challenge; have challenging work to do-work from which you can get a

personal sense of accomplishment.

For the opposite, collectivist pole1. Training; have training opportunities (to improve your skills or learn

new skills).2. Physical conditions; have good physical working conditions (good

ventilation and lighting, adequate work space, etc.)3. Use of skills; fully use your skills and abilities on the job.

(Hofstede, 2005, 76-77)

Untuk tujuan individu1. Waktu privasi; milikilah suatu pekerjaan yang meninggalkan waktu

cukup untuk privasi atau kehidupan berkeluarga. 2. Kebebasan; milikilah kebebasan yang pantas dipertimbangkan untuk

mengadopsi pendekatan mu sendiri kepada pekerjaan. 3. Tantangan; milikilah menantang pekerjaan yang menantang yang

memberikan kepuasan kerja. Sebaliknya, tujuan bersama 1. Pelatihan; milikilah peluang pelatihan (untuk memperbaiki ketrampilan-

ketrampilan mu atau belajar ketrampilan-ketrampilan baru). 2. Kondisi badan; milikilah kondisi kerja secara yang baik secara fisik

(ventilasi baik dan menerangi, ruang kerja yang cukup, dll.) 3. Penggunaan skill; secara gunakan skill dan kemampuan dalam bekerja

secara maksimal.

Siswa dari hasil survei dengan skor ”individualist” menjawab bahwa nilai

dibawah ini sangat penting (Hofstede, 2005, p. 80):

28

28

Page 15: 05_BAB II

a. Tolerance of others (toleransi untuk orang orang lain)

b. Harmony with others (keselarasan dengan orang lain)

c. Noncompetitiveness (tidak ada perlombaan)

d. A close, intimate friend (teman dekat atau karib)

e. Trustworthiness (kepercayaan yang berharga)

f. Contentedness with one’s position in life (isi dengan satu kedudukan

dalam hidup)

g. Being conservative

Sedangkan siswa dalam masyarakat collectivist menjawab nilai dibawah ini

sangat penting:

a. Filial piety (obedience to parents, respect for parent, honoring of

ancestors, financial support of parents) Sikap baik pada orangtua

(ketaatan ke orang tua, rasa hormat untuk orangtua, penghormatan para

nenek moyang, dukungan keuangan dari orang tua)

b. Chasity in women (menghormati wanita)

c. Patriotism

Dalam masyarakat individualist, hubungan dengan yang lain adalah

tidak mudah dimengerti dan diatur sebelumnya, tetapi mereka sedikit

berteman secara bebas dan harus hati-hati memilih teman. Dalam masyarakat

collectivist, tidak ada pemilihan spesifik dalam pertemanan; seorang teman

telah ditentukan oleh satu keluarga atau group.

Individualism dan collectivism di sekolah sebenarnya telah terbangun

atas ketertarikan anak-anak selama periode awal didalam sebuah keluarga

29

29

Page 16: 05_BAB II

yang kemudian dikembangkan dan ditekankan kembali disekolah. Ini benar-

benar tergambar di dalam tingkah laku dikelas. Guru melarang muridnya

untuk berbicara didalam kelas, walaupun guru menanyakan sesuatu ke kelas.

Untuk siswa yang berpikir bahwa dia adalah bagian dari grup, adalah tidak

logis untuk bicara tanpa merasa diberi wewenang oleh grup untuk melakukan

hal tersebut (berbicara). Jika guru menginginkan murid untuk berbicara, guru

seharusnya menunjuk langsung ke seseorang murid secara personal.

Murid di dalam budaya collectivist akan juga menahan diri untuk

berbicara didalam grup besar tanpa kehadiran seorang guru, khususnya jika

ada beberapa bagian asing (dari grup). Penahanan diri ini akan turun didalam

kelompok kecil.

Contohnya, siswa akan di tanya secara bergantian dalam tempat duduk

mereka mendiskusikan sebuah pertanyaan untuk lima menit dalam grup 3 atau

5. Dengan cara ini jawaban individu menjadi jawaban grup, dan yang

berbicara mewakili grup mereka. Sering secara berurutan siswa akan menjadi

pembicara secara spontan bergantian. (Hofstede, 2005, 97).

3. Masculinity

Dimensi Masculinity vs Feminimity diasosiasikan kuat dengan hal-hal

yang disebutkan di bawah ini (Hofstede, 2005, 118)

For the masculine pole

1. Earning; have an opportunity for high earning

30

30

Page 17: 05_BAB II

2. Recognition; get teh recognition you deserve when

you do a good job.

3. Advancement; have an opportunity for advancement

to higher-level jobs

4. Challenge; have challenge work to do-work from

which you can get a personal sense of accomplishment.

For the opposite, feminime pole

1. Manager; have a good working relationship with your direct superior.

2. Cooperation; work with people who cooperate well with one another

3. Living area; live in area desirable to you and your family.

4. Employment security; have the security that you will be able to work for

your company as long as you want to.

Untuk tujuan maskulin

1. Pendapatan; milikilah satu peluang untuk pendapatan yang tinggi

2. Pengenalan; biarkan orang tahu atas prestasi kerja anda

3. Kemajuan; milikilah satu peluang untuk kemajuan kepada tingkat

pekerjaan yang lebih tinggi

4. Tantangan; milikilah tantangan bekerja untuk mendapatkan kepuasan

kerja.

Kebalikannya, untuk tujuan feminin

1. Manajer; milikilah suatu hubungan aktip kerja yang baik dengan atasan

langsungmu.

31

31

Page 18: 05_BAB II

2. Kooperasi; bekerja dengan orang-orang yang dapat bekerja sama

3. tempat tinggal; tinggal di tempat yang diinginkan anda dan keluarga.

4.Keamanan; milikilah jaminan keamanan yang membuat anda nyaman

bekerja.

Perbedaan dalam mental programming antara masyarakat berhubungan

dengan dimensi ini adalah perbedaan secara sosial, bahkan bisa lebih ke

perbedaan secara emosional. Peranan sosial dapat dibangun oleh faktor-faktor

eksternal, tetapi apa yang orang rasa adalah yang muncul dari dalam. Ini mengacu

pada definis sebagai berikut (Hofstede, 2005, 120)

A society is called masculine when emotional gender roles are clearly distinct: men are supposed to be assertive, tough, and focused on material success, whereas women are supposed to be more modest, tender, and concerned with the quality of life. A society is called feminine when emotional gender roles overlap: both men and women are supposed to be modest, tender, and concerned with the quality of life.

Suatu masyarakat menyebut jantan ketika peran-peran gender secara emosional (dengan) jelas terpisah; jelas: lelaki harus bersifat tegas, tabah, dan berfokus di sukses material, sedangkan wanita-wanita dianggap lebih rendah hati, lembut, dan terkait dengan mutu hidup. Suatu masyarakat menyebut feminin ketika peran-peran jenis kelamin tumpang-tindih secara emosional: kedua-duanya para laki-laki dan perempuan dianggap bersifat rendah hati, lembut, dan terkait dengan mutu hidup

Dalam komunitas high masculinity, materi merupakan tingkat kesuksesan

seseorang dan merupakan sarana komunikasi antara masyarakat sederajat.

Sedangkan di low masculinity, kepedulian pada lingkungan cenderung untuk

menciptakan permintaan barang yang ramah dengan lingkungan.

Tabel 2.3

Maskulinitas dan femininitas

FEMININ MASKULIN

32

32

Page 19: 05_BAB II

Individu/ Dalam Keluarga

Nilai dominan dalam masyarakat adalah caring antar sesama.

Nilai dominan dalam masyarakat adalah keberhasilan materi.

Menghargai orang dan hubungan yang hangat.

Menghargai uang dan kebendaan.

Pria dan wanita diperbolehkan bersikap penyayang dan mementingkan hubungan dengan orang lain.

Pria harus asertif, ambisius dan tegar, wanita harus lemah lembut dan penyayang.

Bapak dan ibu mengurusi fakta dan perasaan bersama-sama

Bapak mengurusi fakta, ibu mengurusi perasaan.

Anak gadis dan anak laki-laki diperbolehkan menangis tapi keduanya tak boleh berkelahi.

Anak gadis diperbolehkan menangis sedang anak laki-laki tidak, anak laki-laki harus membalas bila dipukul, sedang anak perempuan tidak boleh berkelahi.

Simpati kepada orang yang lemah. Simpati kepada orang yang kuat.

Di Sekolah

Nilai rata-rata adalah norma. Nilai terbaik adalah norma.Kegagalan sekolah adalah kecelakaan kecil.

Kegagalan sekolah adalah musibah besar.

Guru yang bersahabat dihargai murid. Guru yang brilyan dihargai murid.Pemuda dan gadis mempelajari hal yang sama.

Pemuda dan gadis mempelajari hal yang berbeda.

Di Tempat Kerja

Bekerja untuk hidup. Hidup untuk bekerja.Manajer menggunakan intuisi & berusaha mencari konsensus.

Manajer diharapkan untuk mampu memutuskan & asertif.

Menekankan keadilan, solidaritas & kualitas lingkungan kerja.

Menekankan keadilan, kompetisi dan kinerja.

Konflik diselesaikan dengan cara kompromi dan negosiasi.

Konflik diselesaikan dengan cara bersengketa.

Pada Level Negara

Masyarakat ideal adalah masyarakat yang sejahtera.

Masyarakat ideal adalah masyarakat yang berprestasi.

Masyarakat yang toleran terhadap kelemahan.

Masyarakat yang korektif terhadap kelemahan.

Konflik internasional diselesaikan dengan negoisasi dan kompromi.

Konflik internasional diselesai-kan dengan show of force dan persengketaan.

Cukup banyak wanita duduk dalam pemerintahan.

Tidak banyak wanita duduk dalam pemerintahan.

Agama menekankan kehidupan saling mengisi antara pria dan wanita.

Agama menekankan dominasi laki-laki.

33

33

Page 20: 05_BAB II

Perjuangan perempuan menuntut perimbangan tugas dan kesempatan di rumah dan di tempat kerja.

Perjuangan perempuan menuntut pengambil-alihan posisi yang ditempati pria.

Sumber : www.mti.gadjahmada.edu dan Hofstede, 2005, P. 136

Kegagalan di sekolah adalah mimpi buruk dalam budaya masculine. Dalam

masculine yang kuat seperti Jepang dan Jerman, suratkabar melaporkan setiap

tahun tentang siswa yang bunuh diri setelah mengalamai gagal dalam sebuah

ujian. Permainan olahraga yang kompetitif memegang peranan penting dalam

kurikulum pendidikan di negara Inggris dan Amerika sedangkan dinegara eropa

lainnya olahraga merupakan kegiatan ekstrakurikuler dan tidak merupakan bagian

dari kegiatan utama di sekolah.

4. Uncertainty Avoidance

Setelah Power Distance, Individulism-collectivism, dan Masculinity-

Feminintiy berlanjut ke uncertainty avoidance (dari kuat ke lemah).

Ditemukannya dimensi ini bermula dari pertanyaan tentang ”job stress”.

Pertanyaannya adalah ”How often do you feel nervous or tense at work?” yang

dilakukan oleh perusahaan IBM terhadap para karyawannya di seluruh dunia

(Hofstede, 2005, p.166).

Hofstede lalu mengembangkan lebih lanjut dengan pertanyaan lain yang

berkorelasi kuat dengan uncertainty avoidance yaitu :

1. Job Stress

2. Agreement with the statement ”Company rules

should not be broken-even when the employee thinks it is in the

company’s best interest”.

34

34

Page 21: 05_BAB II

3. The percentage of employees expressing their intent

to stay with the company for a long-term career. The question was

”how long do you think you will continue working for IBM?”

1. Tekanan pekerjaan

2. Persetujuan dengan laporan keuangan "aturan Perusahaan tidak boleh

dilanggar walupun ketika karyawan berpikir itu ada keuntungan

perusahaan yang terbaik".

3. Persentase karyawan menampakan keinginan mereka untuk tinggal

dengan perusahaan untuk suatu karier jangka panjang. Pertanyaannya

adalah "berapa lama Anda berpikir anda akan melanjutkan bekerja untuk

IBM?"

Uncertainty avoidance dapat didefinisikan sebagai ”the extend to which the

members of a culture feel threatened by ambiquous or unknown situations”.

meluas kepada para anggota yana merasa kulturnya terancam oleh ambiquous atau

situasi-situasi tak dikenal

Konsumen di high uncertainty (ketidak-pastian tinggi) tidak menerima

penemuan baru. Mereka lebih menyukai merek yang sudah mereka ketahui,

berbelanja di toko terkenal untuk mengurangi resiko. Konsumen di low

uncertainty (ketidak-pastian rendah), cenderung untuk membedakan sedikit atau

tidak sama sekali resiko dalam pembelian produk baru.

35

35

Page 22: 05_BAB II

Tabel 2.4

Uncertainty Avoidance

UA RENDAH UA TINGGI

Individu/ Dalam Keluarga

Ketidak pastian adalah hal yang normal dalam hidup.

Ketidak pastian adalah ancaman dan harus dilawan.

Stres rendah, perasaan nyaman. Stres tinggi, perasaan cemas.Merasa nyaman dalam situasi yang tidak menentu dan dalam menghadapi resiko yang belum diketahui.

Menerima resiko yang telah diketahui, takut pada situasi yang tidak menentu dan resiko yang belum diketahui.

Anak-anak tidak di didik keras dalam hal kebersihan dan hal-hal yang bersifat tabu.

Anak-anak di didik keras dalam hal kebersihan dan hal-hal yang bersifat tabu.

Agresi dan emosi tidak boleh diperlihatkan.

Agresi dan emosi boleh diperlihatkan pada tempat dan waktu yang tepat.

Sesuatu yang berbeda adalah sesuatu yang menimbulkan rasa ingin tahu

Sesuatu yang berbeda adalah sesuatu yang berbahaya.

Di Sekolah

Murid menyukai situasi belajar yang open-ended, mengharap-kan diskusi yang bermutu.

Murid menyukai situasi belajar yang terstruktur, mengharap-kan jawaban yang tepat.

Guru boleh berkata “Saya tidak tahu”.Guru harus bisa menjawab semua pertanyaan.

Di Tempat Kerja

Tidak perlu peraturan kecuali yang dibutuhkan.

Agak tergila-gila pada peraturan, meski andaikata tidak akan dipatuhi.

Waktu adalah kerangka untuk orientasi. Waktu adalah uang.Merasa nyaman ketika sedang bermalas-malasan, bekerja keras hanya bila dibutuhkan.

Ingin selalu sibuk, ada dorongan dalam diri untuk selalu bekerja keras.

Ketepatan kerja dan ketepatan waktu harus dipelajari.

Ketepatan kerja dan ketepatan waktu merupakan bawaan lahir.

Toleran terhadap ide dan perilaku yang berbeda dan inovatif.

Ide dan perilaku yang berbeda tidak disukai, inovasi dihambat.

Pada Level Negara

Peraturan negara relatif sedikit dan umum.

Peraturan negara relatif banyak dan cukup rinci.

Kalau peraturan sulit dipatuhi maka harus diganti.

Kalau peraturan sulit dipatuhi maka itu merupakan dosa dan harus bertobat.

Protes warga diijinkan. Protes warga harus ditekan.

36

36

Page 23: 05_BAB II

Sikap positif terhadap kaum muda. Sikap negatif terhadap kaum muda.

Regionalisme, internasional-isme, usaha-usaha menginte-grasikan kaum minoritas.

Nasionalisme, xenophobia, represi terhadap minoritas.

Keyakinan satu kelompok tidak boleh dipaksakan pada kelompok lain.

Hanya ada SATU kebenaran.

Sumber : www.mti.gadjahmada.edu dan Hofstede, 2005, P.181

Murid dari uncertainty avoidance (menghindari ketidakpastian) kuat

mengharapkan guru lebih berpengalaman dan bisa menjawab semua pertanyaan.

Murid dari uncertainty avoidance lemah menerima guru yang berkata ”Saya tidak

tahu”. Mereka menghargai guru yang menggunakan bahasa yang mudah

dimengerti dan mengacu kebuku untuk menerangkan hal-hal sulit.

Satu lagi perbedaan antara uncertainty avoidance adalah pada sekolah dasar

dan sekolah menengah pertama dimana ada tingkatan peranan orang tua murid vs

guru. Dalam uncertainty avoidance kuat, orang tua kadang-kadang dibawa oleh

guru sebagai audience, tetapi mereka jarang dikonsultasikan.

Orang tua adalah orang yang tidak tahu menahu dan guru adalah ahli yang

serba tahu. Sebaliknya dalam uncetainty avoidance yang lemah, guru sering

mencoba untuk melibatkan orang tua murid dalam proses belajar anak; mereka

secara aktif mencari ide-ide dari orang tua murid.

Karakteristik dimensi budaya kedua yang diamati oleh Hofstede adalah

uncertainty avoidance. Dimensi ini adalah istilah yang menggambarkan perasaan

tidak nyaman yang dimiliki oleh suatu masyarakat didalam menyikapi situasi

yang penuh ketidakpastian dan ketidakjelasan serta berusaha untuk menghindari

situasi seperti ini.

37

37

Page 24: 05_BAB II

Uncertainty avoidance refers to the degree to which the society is willing to

accept and deal with uncertainty (Punnett and Ricks, 1992:158). menghindari

ketidak-pastian mengacu pada derajat itu yang mana masyarakat mau menerima

dan berhubungan dengan ketidak-pastian (Punnett dan Ricks, 1992:158).

5. Term Orientation

”Long-term orientation (LTO) stands for the fostering of virtues oriented

toward future rewards-in particular, perseverance and thrift. Its opposite pole,

short-term orientation, stands for the fostering of virtues related to the past and

present-in particular, respect for tradition, preservation of ”face,” and fulfilling

social obligations” (Hostede, 2005, 210) "

Orientasi jangka panjang (LTO) wakili mengembangkan kebaikan-kebaikan

dengan orientasi reward di masa mendatang dalam bentuk ketekunan dan

penghematan. Sebaliknya, orientasi jangka pendek, mewakili mengembangkan

kebaikan-kebaikan berhubungan dengan masa lalu, menghormati tradisi,

pemeliharaan citra diri dan memenuhi kewajiban-kewajiban sosial" (Hostede,

2005, 210)

Dimensi ini ditambahkan oleh Hofstede seteleh dimensi-dimensi budaya

diatas. Efek dari dimensi ini pada behavioral intentions dapat dilihat pada

pengaruh yang kuat dari orang tua untuk mencari solusi terhadap masalah mereka.

Sebagai tambahan, orientasi jangka panjang akan menuntun konsumen dalam

mencari solusi permanen daripada membuat keputusan singkat. Dalam

prakteknya, mengacu kepada long-term vs short-term orientation dari kehidupan

kita disusun sebagai berikut. (Hostede, 2005, p. 209)

38

38

Page 25: 05_BAB II

Long-term orientation pole we have: persistence (perseverance) ordering relationships by status thrift having a sense of shame

On the opposite short-term orientation pole: personal steadiness and stability protecting your face respect for tradition reciprocation of greetings, favors, and gifts

Semua nilai diatas diambil langsung dari pengajaran Confucius, seorang

intelektual china yang hidup sekitar 500 SM. Bagaimanapun, nilai dari pole

pertama diorentasikan kepada masa depan dan lebih dinamis, sedangkan pada pole

kedua diorientasikan kepada masa lalu dan sekarang dan lebih statis. Catatan

bahwa hal ini tidak mencerminkan baik dan sisi lain adalah buruk- ini adalah hal

orientasi sederhana kepada kehidupan.

Tabel 2.5

Term Orientation

SHORT-TERM ORIENTATION LONG-TERM ORIENTATION

Individu/ Dalam Keluarga

Marriage is a moral arrangement (pernikahan adalah rancangan untuk lebih bermoral)

Marriage is a pragmatic arrangement (Pernikahan adalah rancangan praktis)

Living with in-laws is a source of trouble(Hidup dengan ipar merupakan suatu masalah)

Living with in laws is normal(Hidup dengan ipar adalah biasa)

Young women associate affection with a boyfriend(Wanita muda menghubungkan emosi dengan pacar)

Young women associate affection with a husband(Wanita muda menghubungkan emosi dengan suami)

Humility is for women only(Kerendahan hati hanya untuk wanita)

Humility is for both men and women(Kerendahan hati untuk laki-laki dan perempuan)

Old age is an unhappy period but it starts Old age is a happy period and it starts

39

39

Page 26: 05_BAB II

late(usia tua adalah masa yang tidak menyenangkan tetapi tidak terlambat)

early(usia tua merupakan masa permulaan menyenangkan)

Di Sekolah

Murid menyukai situasi belajar yang open-ended, mengharap-kan diskusi yang bermutu.

Murid menyukai situasi belajar yang terstruktur, mengharap-kan jawaban yang tepat.

Guru boleh berkata “Saya tidak tahu”.Guru harus bisa menjawab semua pertanyaan.

Di Tempat Kerja

Preschool children can be cared for by others(Sebelum sekolah anak-anak dapat menyukai semua orang)

Mothers should have time for their preschool children

(Ibu seharusnya mempunyai waktu untuk anak-anak masa sebelum sekolah)

Children get gifts for fun and love(anak-anak menerima pemberian yang menyenangkan dengan penuh cinta)

Children get gifts for education and development(anak-anak menerima pemberian yang mempunyai nilai didik

Children should learn tolerance and respect for others(anak-anak seharusnya belajar toleransi dan menghormati sesama)

Children should learn how to be thrifty(anak-anak seharusnya belajar bagaimana berhemat)

Birth order is not a matter of status(kelahiran tidak menjadi masalah untuk sebuah status)

Older children in the family have authority over younger children(anak paling tua/sulung dalam keluarga memiliki tanggung jawab lebih dari anak yang lebih muda)

Student attribute success and failure to luck(Perlengkapan murid yang sukses dan kegagalan untuk mencapai keberuntungan)

Student attribute success to effort and failure to lack of it.(Perlengkapan untuk sukses dengan usaha yang serius dan kegagalan tidak mempunyainya.

Talent for theoretical, abstract sciences(kemampuan/bakat untuk menceritakan berdasarkan teori)

Talent for applied, concrete sciences.(kemampuan/bakat untuk menerapkan, pengetahuan konkret)

Less good at mathematics and at solving formal problems.( Kurang bagus dalam matematika dan penyelesaian masalah)

Good at mathematics and at solving formal problems.(bagus dalam matematika dan penyelesaian masalah)

Hofstede, 2005, 217

40

40

Page 27: 05_BAB II

2.3 Tentang Budaya dan Kebudayaan

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah,

yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-

hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris,

kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah

atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata

culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.

Kebudayaan sebagai hasil karya, cipta dan rasa manusia dalam perjalanan

sejarahnya dimulai dari yang paling sederhana, berkembang dan maju terus

setahap demi setahap sampai pada yang kompleks dan modern seperti pada akhir

abad ke XX sekarang ini. Kebudayaan yang bertambah maju secara akumulatif,

mutunya semakin meningkat, sehingga di dalamnya sering ditemui unsur-unsur

kebudayaan yang statis di samping yang bersifat dinamis.

Kebudayaan itu berpengaruh langsung pada kehidupan individu dan

masyarakat dalam mewujudkan eksistensinya masing-masing. Pengaruh budaya

dan agama secara bersama-sama membentuk system nilai yang mewarnai sikap

mental dan membatasi tingkah laku individu dan kelompok.

Sistem dan nilai yang tergambar di dalam adat istiadat kebiasaan, kesenian,

hubungan kemasyarakatan dan lain-lain adalah unsur kebudayaan, sebagaimana

faktor keagamaan sangat berpengaruh besar pada pola sikap, pola pikir dan pola

tindak manusia. Kondisi itu tidak terkecuali bagi aparatur Pemerintah yang

memikul tanggung jawab melaksanakan tugas-tugas umum Pemerintah dan

pembangunan, khussnya yang memiliki legalitas sebagai pimpinan di unit kerja.

41

41

Page 28: 05_BAB II

2.3.1 Pengertian Budaya dan Kebudayaan

Budaya adalah satu set nilai, penuntun kepercayaan akan suatu hal,

pengertian dan cara berpikir yang dipertemukan oleh para anggota organisasi dan

diterima oleh anggota baru seutuhnya. Atau dapat diartikan sebagai: ”norma-

norma perilaku, sosial dan moral yang mendasari setiap tindakan dalam organisasi

dan dibentuk oleh kepercayaan, sikap dan prioritas para anggotanya.” (Turner,

1992)

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J.

Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang

terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh

masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.

Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun

dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai

superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan

pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur

sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan

artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.

Menurut Edward B. Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang

kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian,

moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat

seseorang sebagai anggota masyarakat. Sedangkan menurut Selo Soemardjan dan

Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta

masyarakat.

42

42

Page 29: 05_BAB II

The American Herritage Dictionary mengartikan kebudayaan adalah sebagai

suatu keseluruhan dari pola perilaku yang dikirimkan melalui kehidupan sosial,

seniagama, kelembagaan, dan semua hasil kerja dan pemikiran manusia dari suatu

kelompok manusia.

Menurut Koentjaraningrat budaya adalah keseluruhan sistem gagasan

tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang

dijadikan miliki diri manusia dengan cara belajar.

Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai

kebudayaan yang mana akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi

sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam

kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.

Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan

oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda

yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup,

organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk

membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

2.3.2 Unsur-Unsur Budaya dan Kebudayaan

Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau

unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut :

Melville J. Her menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu :

Alat-alat teknologi

Sistem ekonomi

43

43

Page 30: 05_BAB II

Keluarga

Kekuasaan politik

Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi :

Sistem norma yang memungkinkan kerja sama antara para anggota

masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya

Organisasi ekonomi

Alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan

(keluarga adalah lembaga pendidikan utama)

Organisasi kekuatan (politik)

2.3.3 Wujud Budaya dan Kebudayaan

Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga aspek,

antara lain : gagasan, aktivitas, dan artefak.

1. Gagasan (Wujud ideal)

Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-

ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya

abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam

kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut

menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari

kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para

penulis warga masyarakat tersebut.

2. Aktivitas (tindakan)

Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari

44

44

Page 31: 05_BAB II

manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem

sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling

berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut

pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi

dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.

3. Artefak (karya)

Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas,

perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau

hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret

diantara ketiga wujud kebudayaan.

Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang

satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh:

wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas)

dan karya (artefak) manusia.

2.3.4 Komponen Budaya dan Kebudayaan

Berdasarkan wujudnya tersebut, kebudayaan dapat digolongkan atas dua

komponen utama :

1. Kebudayaan material

Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata,

konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang

dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan,

senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup barang-barang,

45

45

Page 32: 05_BAB II

seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar

langit, dan mesin cuci.

2. Kebudayaan nonmaterial

Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan

dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau

tarian tradisional.

2.3.5 Tujuan Keberadaan Budaya

Melengkapi para anggota dengan rasa (identitas) organisasi dan

menimbulkan komitmen terhadap nilai-nilai yang dianut organisasi.

2.3.6 Karakteristik Budaya Organisasi

Dibentuk oleh keyakinan individu – individu korporat

Mencerminkan aspirasi anggota-anggotanya

Memiliki konsekuensi

Sulit dipahami

Membentuk indentitas, memperkuat image, positioning dan pencapaian

tujuan

Menuntut keseimbangan antara nilai-nilai

Belajar

Adalah pola

Membentuk hubungan sinergi

Bagian dari strategi

46

46

Page 33: 05_BAB II

2.3.7 Budaya Negatif (Lembaga)

1. Budaya ketakutan (culture of fear)

2. Budaya menyangkal (culture of denial)

3. Budaya kepentingan pribadi (culture of self interest)

4. Budaya mencela (culture of cynicism)

5. Budaya tidak percaya (culture of distrust)

6. Budaya anomie (culture of anomie)

7. Budaya mengedepankan kelompok (the rise of underground subcultures)

(Deal & Kennedy, 1998)

2.4.5 Proses Pembentukan Budaya Organisasi

Pengertian budaya organisasi dalam buku “Budaya Korporat dan

Keunggulan Korporasi” oleh Dr. Djokosantoso Moeljono adalah sistem nilai-nilai

yang diyakini semua anggota organisasi dan yang dipelajari, diterapkan serta

dikembangkan secara berkesinambungan, berfungsi sebagai sistem perekat, dan

dapat dijadikan acuan berperilaku dalam organisasi untuk mencapai tujuan

organisasi yang telah ditetapkan. Menurut Dr. Djokosantoso Moeljono tersebut

bahwa pembentukan budaya organisasi melalui tahap-tahap berikut :

1. Penyusunan nilai-nilai

Nilai-nilai yang berlaku dalam organisasi disurvei, ditampung dan disaring

sehingga diperoleh nilai-nilai utama yang berlaku dalam organisasi tersebut.

Nilai-nilai utama yang telah diperoleh merupakan titik tolak dalam

mengembangkan budaya kerja organisasi.

2. Internalisasi nilai-nilai

47

47

Page 34: 05_BAB II

Nilai-nilai organisasi yang ada diinternalisasikan pada seluruh anggota

organisasi dengan cara sosialisasi atau simulasi.

3. Pembentukan change agent

Untuk mengefektifkan transformasi budaya organisasi perlu dibentuk

change agents, yang bertugas untuk menularkan nilai-nilai (budaya organisasi)

degan model pembiakan-sel.

4. Menyusun sistem

Membuat sistem dan prosedur untuk menjaga dan memelihara

kesinambungan dan kemajuan perusahaan, dengan selalu mengacu pada referensi

budaya organisasi.

2.4 Tentang Persepsi

Persepsi adalah proses internal yang kita lakukan untuk memilih,

mengevaluasi dan mengorganisasikan rangsangan dari lingkungan eksternal.

Dengan kata lain persepsi adalah cara kita mengubah energi – energi fisik

lingkungan kita menjadi pengalaman yang bermakna. Persepsi adalah juga inti

komunikasi, karena jika persepsi kita tidak akurat, tidak mungkin kita

berkomunikasi dengan efektif.

Persepsilah yang menentukan kita memilih pesan dan mengabaikan pesan

yang lain. Semakin tinggi derajat kesamaan persepsi individu,semakin mudah dan

semakin sering mereka berkomunikasi, dan sebagai konsekuensinya semakin

cenderung membentuk kelompok budaya atau kelompok identitas.

2.4.1 Pengertian Persepsi

48

48

Page 35: 05_BAB II

Persepsi adalah suatu proses aktif, komunikator menyerap, mengatur, dan

menafsirkan pengalamannya secara selektif. Persepsi mempengaruhi komunikasi

antarbudaya (Steward L. Tubb dan Sylvia Moss, 1996). Persepsi individu

hakikatnya dibentuk oleh budaya karena ia menerima pengetahuan dari generasi

sebelumnya. Pengetahuan yang diperolehnya itu digunakan untuk memberi makna

terhadap fakta, peristiwa dan gejala yang dihadapinya.

Persepsi sebagai suatu proses dengan mana individu-individu

mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera mereka agar menberikan

makna bagi mereka. Dengan demikian, persepsi adalah kesan atau pandangan

seseorang terhadap objek tertentu (Robbins,1995). Suatu proses dengan mana kita

memilih, mengorganisir dan menginterpretasi informasi dikumpulkan oleh

pengertian kita dengan maksud untuk memahami dunia sekitar kita (Greenberg

dan Baron,1997).

Sebagai cara yang unik di mana setiap orang melihat, mengorganisir dan

menginterpretasikan sesuatu (Newstrom dan Davis, 1997). Suatu proses mengenal

dan memahami orang lain (Vecchio,1995). Sebagai interpretasi dari informasi

pancaindera, suatu arti yang dikuatkan pada informasi yang diterima melalui

pancaindera (Woolfok,1993).

Persepsi adalah suatu proses pengenalan atau identifikasi sesuatu dengan

menggunakan panca indera (Sasanti, 2003). Kesan yang diterima individu sangat

tergantung pada seluruh pengalaman yang telah diperoleh melalui proses berpikir

dan belajar, serta dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari dalam diri individu.

Sabri (1993) mendefinisikan persepsi sebagai aktivitas yang memungkinkan

49

49

Page 36: 05_BAB II

manusia mengendalikan rangsangan-rangsangan yang sampai kepadanya melalui

alat inderanya, menjadikannya kemampuan itulah dimungkinkan individu

mengenali milleu (lingkungan pergaulan) hidupnya. Proses persepsi terdiri dari

tiga tahap yaitu tahapan pertama terjadi pada pengideraan diorganisir berdasarkan

prinsip-prinsip tertentu, tahapan ketiga yaitu stimulasi pada penginderaan

diinterprestasikan dan dievaluasi.

Mar’at (1981) mengatakan bahwa persepsi adalah suatu proses pengamatan

seseorang yang berasal dari suatu kognisi secara terus menerus dan dipengaruhi

oleh informasi baru dari lingkungannya. Riggio (1990) juga mendefinisikan

persepsi sebagai proses kognitif baik lewat penginderaan, pandangan, penciuman

dan perasaan yang kemudian ditafsirkan.

Banyak ahli yang mencoba membuat definisi dari ‘persepsi’. Beberapa di

antaranya adalah :

1. Persepsi merupakan proses yang terjadi di dalam diri individu yang

dimulai dengan diterimanya rangsang, sampai rangsang itu disadari dan

dimengerti oleh individu sehingga individu dapat mengenali dirinya

sendiri dan keadaan di sekitarnya (Bimo Walgito).

2. Persepsi merupakan proses pengorganisasian dan penginterpretasian

terhadap stimulus oleh organisme atau individu sehingga didapat sesuatu

yang berarti dan merupakan aktivitas yang terintegrasi dalam diri

individu (Davidoff).

3. Persepsi ialah interpretasi tentang apa yang diinderakan atau dirasakan

individu (Bower).

4. Persepsi merupakan suatu proses pengenalan maupun proses pemberian

arti terhadap lingkungan oleh individu (Gibson).

5. Persepsi juga mencakup konteks kehidupan sosial, sehingga dikenallah

persepsi sosial. Persepsi social merupakan suatu proses yang terjadi

dalam diri seseorang yang bertujuan untuk mengetahui,

50

50

Page 37: 05_BAB II

menginterpretasi, dan mengevaluasi orang lain yang dipersepsi, baik

mengenai sifatnya, kualitasnya, ataupun keadaan lain yang ada dalam

diri orang yang dipersepsi sehingga terbentuk gambaran mengenai orang

lain sebagai objek persepsi tersebut (Lindzey & Aronson).

6. Persepsi merupakan proses pemberian arti terhadaplingkungan oleh

seorang individu (Krech).

7. Persepsi merupakan suatu proses yang dimulai dari penglihatan hingga

terbentuk tanggapan yang terjadi dalam diri individu sehingga individu

sadar akan segala sesuatu dalam lingkungannya melalui indera-indera

yang dimilikinya.

2.4.2 Faktor-Faktor Persepsi

Mar'at (Aryanti, 1995) mengemukakan bahwa persepsi di pengaruhi oleh

faktor pengalaman, proses belajar, cakrawala, dan pengetahuan terhadap objek

psikologis. Rahmat (dalam Aryanti, 1995) mengemukakan bahwa persepsi juga

ditentukan juga oleh faktor fungsional dan struktural. Beberapa faktor fungsional

atau faktor yang bersifat personal antara kebutuhan individu, pengalaman, usia,

masa lalu, kepribadian, jenis kelamin, dan lain-lain yang bersifat subyektif. Faktor

struktural atau faktor dari luar individu antara lain: lingkungan keluarga, hukum-

hukum yang berlaku, dan nilai-nilai dalam masyarakat.

Jadi, faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi terdiri dari faktor personal

dan struktural. Faktor-faktor personal antara lain pengalaman, proses belajar,

kebutuhan, motif dan pengetahuan terhadap obyek psikologis. Faktor-faktor

struktural meliputi lingkungan keadaan sosial, hukum yang berlaku, nilai-nilai

dalam masyarakat.

Pelaku orang lain dan menarik kesimpulan tentang penyebab perilaku

tersebut atribusi dapat terjadi bila:1). Suatu kejadian yang tidak biasa menarik

51

51

Page 38: 05_BAB II

perhatian seseorang, 2). Suatu kejadian memiliki konsekuensi yang bersifat

personal, 3). Seseorang ingin 1mengetahui motif yang melatarbelakangi orang

lain (Shaver, 1981; Lestari, 1999).

Brems & Kassin (dalam Lestari, 1999) mengatakan bahwa persepsi sosial

memiliki beberapa elemen, yaitu:

1. Person, yaitu orang yang menilai orang lain.

2. Situasional, urutan kejadian yang terbentuk berdasarkan pengalaman

orang untuk meniiai sesuatu.

3. Behavior, yaitu sesuatu yang di lakukan oleh orang lain. Ada dua

pandangan mengenai proses persepsi, yaitu :

a. Persepsi sosial, berlangsung cepat dan otomatis tanpa banyak

pertimbangan orang membuat kesimpulan tentang orang lain dengan

cepat berdasarkan penampilan fisik dan perhatian sekilas.

b. Persepsi sosial, adalah sebuah proses yang kompleks, orang

mengamati perilaku orang lain dengan teliti hingga di peroleh

analisis secara lengkap terhadap person, situasional, dan behaviour.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa persepsi

suatu proses aktif timbulnya kesadaran dengan segera terhadap suatu obyek yang

merupakan faktor internal serta eksternal individu meliputi keberadaan objek,

kejadian dan orang lain melalui pemberian nilai terhadap objek tersebut. Sejumlah

informasi dari luar mungkin tidak disadari, dihilangkan atau disalahartikan. Bartol

& Bartol, 1994).

2.4.3 Jenis-Jenis Persepsi

52

52

Page 39: 05_BAB II

Proses pemahaman terhadap rangsang atau stimulus yang diperoleh oleh

indera menyebabkan persepsi terbagi menjadi beberapa jenis.

a. Persepsi visual

Persepsi visual didapatkan dari indera penglihatan.Persepsi ini adalah

persepsi yang paling awal berkembang pada bayi, dan mempengaruhi

bayi dan balita untuk memahami dunianya[1]. Persepsi visual

merupakan topik utama dari bahasan persepsi secara umum.

b. Persepsi Auditori

Persepsi auditori didapatkan dari indera pendengaran yaitu telinga.

c. Persepsi perabaan

Persepsi pengerabaan didapatkan dari indera taktil yaitu kulit.

d. Persepsi penciuman

Persepsi penciuman atau olfaktori didapatkan dari indera penciuman

yaitu hidung.

e. Persepsi Pengecapan

Persepsi pengecapan atau rasa didapatkan dari indera pengecapan yaitu

lidah.

2.4.4 Persepsi dan Budaya

Faktor – faktor internal bukan saja mempengaruhi atensi bukan saja

mempengaruhi atensi sebagai salah satu aspek persepsi, tetapi juga mempengaruhi

persepsi kita secara keseluruhan, terutama penafsiran atas suatu rangsangan.

Agama, ideologi, tingkat ekonomi, pekerjaan, dan cita rasa sebagai faktor – faktor

53

53

Page 40: 05_BAB II

internal jelas mempengaruhi persepsi seseorang terhadap realitas. Denagn

demikian persepsi itu terkait oleh budaya ( culture - bound ).

Kelompok – kelompok budaya boleh jadi berbeda dalam mempersepsikan

sesuatu. Orang Jepang berpandangan bahwa kegemaran berbicara adalah

kedangkalan, sedangkan orang Amerika berpandangan bahwa mengutarakan

pendapat secara terbuka adalah hal yang baik.

Larry A. Samovar dan Richard E. Porter mengemukakan 6 unsur budaya

yang secara langsung mempegaruhi persepsi kita ketika kita berkomunikasi

dengan orang dari budaya lain, yakni :

a. Kepercayaan (beliefs), nilai ( values ), sikap ( attitude )

b. Pandangan dunia ( world view )

c. Organisasi sosial ( sozial organization )

d. Tabiat manusia ( human nature )

e. Orientasi kegiatan ( activity orientation )

f. Persepsi tentang diri dan orang lain ( perseption of self and other )

2.4.5 Kegagalan Dalam Persepsi

Persepsi kita seringkali tidak cermat. Salah satu penyebabnya adalah asumsi

atau pengharapan kita. Kita mempersepsikan sesuatu atau seseorang sesuai

dengan pengharapan kita. Berikut beberapa bentuk dan kegagalan persepsi :

a. Kesalahan atribusi : atribusi adalah proses internal dalam diri kita untuk

memahami penyebab perilaku orang lain.

b. Efek halo : merujuk pada fakta bahwa begitu kita membentuk kesan

54

54

Page 41: 05_BAB II

menyeluruh mengenai seseorang, kesan yang menyeluruh ini cenderung

menimbulkan efek yang kuat atas penilaian kita akan sifat- sifatnya yang

spesifik.

c. Stereotip : adalah mengeneralisasikan orang – orang berdasarkan sedikit

informasi dan membentuk asumsi mengenai mereka berdasarkan

keanggotaan mereka dalam suatu kelompok.

d. Prasangka : suatu kekeliruan persepsi terhadap orang yang berbeda.

Istilah ini berasal dari bahasa latin ( praejudicium ), yang berarti

preseden atau penilaian berdasarkan pengalaman terdahulu.

e. Gegar budaya : suatu bentuk ketidak mampuan menyesuaikan diri, yang

merupakan reaksi terhadap upaya sementara yang gagal untuk

menyesuaikan diri dengan lingkungan dan orang –orang baru.

2.4.6 Pembentukan Persepsi

Proses pembentukan persepsi dijelaskan oleh Feigi (dalam Yusuf, 1991:

108) sebagai pemaknaan hasil pengamatan yang diawali dengan adanya stimuli.

Setelah mendapat stimuli, pada tahap selanjutnya terjadi seleksi yang berinteraksi

dengan "interpretation", begitu juga berinteraksi dengan "closure".

Proses seleksi terjadi pada saat seseorang memperoleh informasi, maka

akan berlangsung proses penyeleksian pesan tentang mana pesan yang dianggap

penting dan tidak penting. Proses closure terjadi ketika hasil seleksi tersebut akan

disusun menjadi satu kesatuan yang berurutan dan bermakna, sedangkan

interpretasi berlangsung ketika yang bersangkutan memberi tafsiran atau makna

55

55

Page 42: 05_BAB II

terhadap informasi tersebut secara menyeluruh. Menurut Asngari (1984: 12-13)

pada fase interpretasi ini, pengalaman masa silam atau dahulu. memegang peranan

yang penting.

Faktor-faktor fungsional yang menentukan persepsi seseorang berasal dari

kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain termasuk yang kita sebut

sebagai faktor-faktor personal (Rakhmat 1998: 55). Selanjutnya Rakhmat

menjelaskan yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi

karakteristik orang yang memberi respon terhadap stimuli.

Persepsi meliputi juga kognisi (pengetahuan), yang mencakup penafsiran

objek, tanda dan orang dari sudut pengalaman yang bersangkutan (Gibson, 1986 :

54). Selaras dengan pernyataan tersebut Krech, dkk. (dalam Sri Tjahjorini

Sugiharto 2001: 19) mengemukakan bahwa persepsi seseorang ditentukan oleh

dua faktor utama, yakni pengalaman masa lalu dan faktor pribadi.

2.5 Tentang Pelayanan Publik

Di bentuknya suatu pemerintahan, pada hakekatnya adalah memberikan

pelayanan kepada masyarakat. Pemerintahan tidaklah dibentuk untuk melayani

diri sendiri tetapi untuk melayani masyarakat, menciptakan kondisi yang

memungkinkan setiap individu dapat mengembangkan kemampuan dan

kreatifitasnya untuk tujuan bersama.

Pemerintah merupakan manifestasi dari kehendak rakyat, karena itu harus

memperhatikan kepentingan rakyat dan melaksanakan fungsi rakyat melalui

proses dan mekanisme pemerintahan. Pemerintah, memiliki peran untuk

56

56

Page 43: 05_BAB II

melaksanakan fungsi pelayanan dan pengaturan warga negara. Untuk

mengimplementasikan fungsi tersebut, pemerintah melakukan aktivitas pelayanan,

pengaturan, pembinaan, koordinasi dan pembangunan dalam berbagai bidang.

Layanan itu sendiri disediakan pada berbagai lembaga atau institusi pemerintah

dengan aparat sebagai pemberi layanan secara langsung kepada masyarakat.

Antara pemerintah dengan masyarakat terdapat suatu hubungan, dimana ada

masyarakat di sana pula pemerintah diperlukan. Hubungan ini lebih didasarkan

pada suatu interaksi antara yang menyediakan atau memberikan produk dengan

yang membutuhkan atau menerima produk.

Pemerintah adalah semua badan memproduksi, mendistribusi atau menjual

alat pemenuh kebutuhan rakyat berbentuk jasa publik dan layanan civil,

sedangkan masyarakat yang mempunyai hak untuk mendapatkan, menerima dan

menggunakan produk dari pemerintah, baik yang bersifat fisik maupun non fisik.

Layanan publik berfungsi mendukung jasa publik yang merupakan produk

yang menyangkut kebutuhan hidup orang banyak atau kepentingan umum seperti

air minum, jalan raya, listrik, telepon, dimana proses produksinya disebut

pelayanan publik. Layanan publik diproduksi dan dijualbelikan dibawah kontrol

pemerintah. Sedangkan layanan civil adalah hak, kebutuhan dasar dan tuntutan

setiap orang, lepas dari suatu kewajiban. Layanan civil tidak diperjualbelikan,

penyediaannya dimonopoli dan merupakan kewajiban pemerintah dan tidak boleh

diprivatisasikan.

Di bidang pemerintahan, masalah pelayanan tidaklah kalah penting,

perannya lebih besar karena menyangkut kepentingan umum, bahkan menjadi

57

57

Page 44: 05_BAB II

kepentingan rakyat secara keseluruhan. Pelayanan yang diselenggarakan oleh

pemerintah semakin terasa dengan adanya kesadaran bernegara dan

bermasyarakat, maka pelayanan telah meningkat kedudukannya dimata

masyarakat menjadi suatu hak, yaitu hak atas pelayanan.

Perhatian terhadap eksistensi pelayanan semakin berkembang pula seiring

dengan munculnya berbagai masalah dalam pelayanan pemerintah kepada rakyat,

seperti pembuatan KTP, akta, perizinan sampai pada penyediaan sarana dan

prasarana umum dan sosial. Informasi yang ditemukan secara langsung dan

melalui berbagai media massa (cetak dan elektronik) seringkali mengungkapkan

berbagai kelemahan pelayanan pemerintah yang mencerminkan ketidakpuasan

masyarakat terhadap pelayanan tersebut.

Pelayanan yang mahal, kaku dan berbelit-belit, sikap dan tindakan aparat,

pelayanan yang suka menuntut imbalan, kurang ramah, arogan, lambat dan

fasilitas pelayanan yang kurang memuaskan dan sebagainya adalah merupakan

fenomena-fenomena yang kerap kali mewarnai proses hubungan antara

pemerintah dan masyarakat berkaitan dengan proses pelayanan. Hal ini memberi

isyarat bahwa kajian dan analisis masalah pelayanan masyarakat merupakan salah

satu fenomena penting, relevan dan aktual untuk diteliti.

2.5.1Pengertian Pelayanan Publik

Dalam konteks ke-Indonesia-an, penggunaan istilah pelayanan publik

(public service) dianggap memiliki kesamaan arti dengan istilah pelayanan umum

atau pelayanan masyarakat. Oleh karenanya ketiga istilah tersebut dipergunakan

58

58

Page 45: 05_BAB II

secara interchangeable, dan dianggap tidak memiliki perbedaan mendasar.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dinyatakan pengertian pelayanan

bahwa “pelayanan adalah suatu usaha untuk membantu menyiapkan (mengurus)

apa yang diperlukan orang lain. Sedangkan pengertian service dalam Oxford

(2000) didefinisikan sebagai “a system that provides something that the public

needs, organized by the government or a private company”. Oleh karenanya,

pelayanan berfungsi sebagai sebuah sistem yang menyediakan apa yang

dibutuhkan oleh masyarakat.

Sementara istilah publik, yang berasal dari bahasa Inggris (public), terdapat

beberapa pengertian, yang memiliki variasi arti dalam bahasa Indonesia, yaitu

umum, masyarakat, dan negara. Public dalam pengertian umum atau masyarakat

dapat kita temukan dalam istilah public offering (penawaran umum), public

ownership (milik umum), dan public utility (perusahaan umum), public relations

(hubungan masyarakat), public service (pelayanan masyarakat), public interest

(kepentingan umum) dll.

Sedangkan dalam pengertian negara salah satunya adalah public authorities

(otoritas negara), public building (bangunan negara), public revenue (penerimaan

negara) dan public sector (sektor negara)4. Dalam hal ini, pelayanan publik

merujukkan istilah publik lebih dekat pada pengertian masyarakat atau umum.

Namun demikian pengertian publik yang melekat pada pelayanan publik

tidak sepenuhnya sama dan sebangun dengan pengertian masyarakat. Nurcholish

(2005: 178) memberikan pengertian public sebagai sejumlah orang yang

mempunyai kebersamaa berfikir, perasaan, harapan, sikap dan tindakan yang

59

59

Page 46: 05_BAB II

benar dan baik berdasarkan nilai-nilai norma yang mereka miliki.

Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Meneg PAN)

Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003, memberikan pengertian pelayanan publik yaitu

segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan

publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun

pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selanjutnya dalam Oxford (2000) dijelaskan pengertian public service

sebagai “a service such as transport or health care that a government or an

official organization provides for people in general in a particular society”.

Fungsi pelayanan publik adalah salah satu fungsi fundamental yang harus

diemban pemerintah baik di tingkat pusat maupun di daerah. Fungsi ini juga

diemban oleh BUMN/BUMD dalam memberikan dan menyediakan layanan jasa

dan atau barang public.

Dalam konsep pelayanan, dikenal dua jenis pelaku pelayanan, yaitu

penyedia layanan dan penerima layanan. Penyedia layanan atau service provider

(Barata, 2003: 11) adalah pihak yang dapat memberikan suatu layanan tertentu

kepada konsumen, baik berupa layanan dalam bentuk penyediaan da penyerahan

barang (goods) atau jasa-jasa (services). Penerima layanan atau service receiver

adalah pelanggan (customer) atau konsumen (consumer) yang menerima layanan

dari para penyedia layanan.

Adapun berdasarkan status keterlibatannya dengan pihak yang melayani

terdapat 2 (dua) golongan pelanggan5, yaitu :

a. Pelanggan internal, yaitu orang-orang yang terlibat dalam proses

60

60

Page 47: 05_BAB II

penyediaan jasa atau proses produksi barang, sejak dari perencanaan,

pencitaan jasa atau pembuatan barang, sampai dengan pemasaran

barang, penjualan dan pengadministrasiannya.

b. Pelanggan eksternal, yaitu semua orang yang berada di luar organisasi

yang menerima layanan penyerahan barang atau jasa.

Pada prinsipnya pelayanan publik berbeda dengan pelayanan swasta. Namun

demikian terdapat persamaan di antara keduanya, yaitu :

1. Keduanya berusaha memenuhi harapan pelanggan, dan mendapatkan

kepercayaannya;

2. Kepercayaan pelanggan adalah jaminan atas kelangsungan hidup

organisasi.

Sementara karakteristik khusus dari pelayanan publik yang membedakannya

dari pelayanan swasta adalah :

Sebagian besar layanan pemerintah berupa jasa, dan barang tak nyata.

Misalnya perijinan, sertifikat, peraturan, informasi keamanan, ketertiban,

kebersihan, transportasi dan lain sebagainya.

Selalu terkait dengan jenis pelayanan-pelayanan yang lain, dan

membentuk sebuah jalinan sistem pelayanan yang bersaka regional, atau

bahkan nasional. Contohnya dalam hal pelayanan transportasi, pelayanan

bis kota akan bergabung dengan pelayanan mikrolet, bajaj, ojek, taksi

dan kereta api untuk membentuk sistem pelayanan angkutan umum di

Jakarta.

Pelanggan internal cukup menonjol, sebagai akibat dari tatanan

61

61

Page 48: 05_BAB II

organisasi pemerintah yang cenderung birokratis. Dalam dunia

pelayanan berlaku prinsip utamakan pelanggan eksternal lebih dari

pelanggan internal. Namun situasi nyata dalam hal hubungan antar

lembaga pemerintahan sering memojokkan petugas pelayanan agar

mendahulukan pelanggan internal.

Efisiensi dan efektivitas pelayanan akan meningkat seiring dengan

peningkatan mutu pelayanan. Semakin tinggi mutu pelayanan bagi

masyarakat, maka semakin tinggi pula kepercayaan masyarakat kepada

pemerintah. Dengan demikian akan semakin tinggi pula peran serta

masyarakat dalam kegiatan pelayanan.

Masyarakat secara keseluruhan diperlakukan sebagai pelanggan tak

langsung, yang sangat berpengaruh kepada upaya-upaya pengembangan

pelayanan.

Desakan untuk memperbaiki pelayanan oleh polisi bukan dilakukan oleh

hanya pelanggan langsung (mereka yang pernah mengalami gangguan

keamanan saja), akan tetapi juga oleh seluruh lapisan masyarakat.

Tujuan akhir dari pelayanan publik adalah terciptanya tatanan kehidupan

masyarakat yang berdaya untuk mengurus persoalannya masing-masing.

2. 5.2 Paradigma Pelayanan Publik

Pelayanan publik adalah identik dengan representasi dari eksistensi birokrasi

pemerintahan, karena berkenaan langsung dengan salah satu fungsi pemerintah

yaitu memberikan pelayanan. Oleh karenanya sebuah kualitas pelayanan publik

62

62

Page 49: 05_BAB II

merupakan cerminan dari sebuah kualitas birokrasi pemerintah. Di masa lalu,

paradigma pelayanan publik lebih memberi peran yang sangat besar kepada

pemerintah sebagai sole provider. Peran pihak di luar pemerintah tidak pernah

mendapat tempat atau termarjinalkan. Masyarakat dan dunia swasta hanya

memiliki sedikit peran dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

Pada tahun 1990-an terjadi reformasi di sektor publik. Hal ini terjadi karena

terjadi kesalahan dalam memahami (mitos) upaya perbaikan kinerja pemerintah.

Berkenaan dengan hal tersebut, Osborne & Plastrik (1996: 13) menjelaskan 5

mitos di seputar reformasi sektor publik, yaitu :

Mitos Liberal

Bahwa pemerintah dapat diperbaiki melalui pembelanjaan yang lebih dan

bekerja lebih banyak (spending more and doing more). Dalam kenyataannya,

menganggarkan banyak uang kepada sistem yang disfuingsional tidak

menghasilkan hasil yang signifikan.

Mitos Konservatif

Bahwa pemerintah dapat diperbaiki melalui pembelanjaan yang dikurangi

dan bekerja lebih sedikit (spending less and doing less). Dalam kenyataannya,

penghematan yang dilakukan pemerintah terhadap anggarannya tidak menolong

kinerja pemerintah menjadi lebih baik.

Mitos Bisnis

Bahwa pemerintah dapat diperbaiki melalu penyelenggaraan pemeritahan

yang meniru teknik penyelenggaraan bisnis. Dalam kenyataannya, walaupun

metafora bisnis dan teknik manajemen seringkali menolong, namun ada

63

63

Page 50: 05_BAB II

perbedaan kritis antara realitas sektor publik dan bisnis.

Mitos Pekerja

Bahwa kinerja pegawai pemerintah dapat meningkat apabila mempunyai

uang yang cukup. Dalam kenyataannya kita harus mengubah cara sumber daya

dimanfaatkan jika kita ingin mengubah hasil.

Mitos Rakyat

Bahwa pemerintah dapat diperbaiki melalui perekrutan sumber daya

manusia yang lebih baik. Dalam kenyataannya, masalahnya bukan terletak pada

sumber daya, akan tetapi sistemlah yang menjebak mereka.

Oleh karenanya berkenaan dengan reformasi di sektor publik, salah satu

prinsip penting yang merubah paradigma pelayanan publik adalah prinsip

streering rather than rowing. Berkenaan dengan prinsip ini, pemerintah

diharapkan untuk lebih berperan sebagai pengarah daripada sekedar pengayuh.

Fungsi pengayuh bisa dilakukan secara lebih efisien oleh pihak lain yang

profesional. Prinsip ini menjelaskan bahwa pemerintah tidak dapat secara terus

menerus bekerja sendirian, dan harus mulai mengubah paradigma pelayanan agar

tujuan dari penyelenggaraan pelayanan dapat tercapai lebih baik lagi.

Masih banyak prinsip-prinsip yang dikenalkan dalam konsep ini, namun

intinya adalah semuanya mengubah cara pandang kita terhadap cara kerja

pemerintahan. Semangat entrepreneurial government ini lebih didasarkan pada

pengalaman yang terjadi dalam penyelenggaraan pemerintahan di Amerika

Serikat. Konsep lain yang sebenarnya telah lebih dulu eksis dan memiliki

kemiripan dengannya adalah New Public Management (NPM) yang dipelopori

64

64

Page 51: 05_BAB II

oleh Inggris dengan gerakan privatisasi pada masa kepemimpinan Margaret

Thatcher. Pada masa Thatcher, privatisasi untuk pertama kalinya diselenggarakan

terhadap perusahaan milik negara dengan tujuan untuk menyehatkan perusahaan

negara. Gerakan ini menjadi tren di dunia manajemen BUMN. Banyak negara

yang kemudian meniru pola privatisasi Inggris ini, termasuk juga New Zealand,

dan menyebar ke seluruh dunia.

Dengan paradigma baru di bidang pelayanan yang dilandasi oleh filosofi

entrepreneurial government dan new public management inilah maka cara

pandang tradisional terhadap peran pemerintah dalam menyelenggarakan

pelayanan publik haruslah diubah. Osborne dan Plastrik (1996) menjelaskan 5

strategi penting untuk mewujudkannya, yaitu :

1. Strategi inti: menciptakan kejelasan tujuan

2. Strategi konsekuensi: menciptakan konsekuensi untuk kinerja

3. Strategi pelanggan: menempatkan pelanggan di posisi penentu

4. Strategi pengendalian: memindahkan pengendalian dari puncak/pusat

5. Strategi budaya: menciptakan budaya wira usaha

Dalam perspektif lain, secara umum pergeseran paradigma pelayanan adalah

pergeseran dari birokrasi yang “dilayani” menjadi birokrasi yang “melayani”.

Fungsi pelayanan yang diemban dan melekat pada birokrasi, tidak serta merta

menempatkan warga masyarakat sebagai kelompok pasif.

Dalam hal ini partisipasi masyarakat dalam pelayanan harus ditingkatkan,

karena sejalan dengan misi pemberdayaan yang harus lebih diutamakan

(empowering rather than serving). Pemberdayaan ini akan menuntun pada adanya

65

65

Page 52: 05_BAB II

peningkatan partisipasi warga masyarakat dalam pelayanan publik.

Partisipasi masyarakat dalam pelayanan publik dikenal dengan konsep

coproduction. Konsep ini dikenal pertama kali dan dikembangkan sejak tahun

1980-an, ketika pakar administrasi publik dan politik urban membangun teori

yang menjelaskan kegiatan kolektif dan peran kritis dari keterlibatan warga

masyarakat dalam penyediaan pelayanan barang dan jasa. Pada dasarnya teori co-

production mengkonseptualisasi pemberian layanan baik sebagai sebuah penataan

maupun proses, di mana pemerintah dan masyarakat membagi tanggung jawab

(conjoint responsibility) dalam menyediakan pelayanan publik7. Sehingga di sini

kita tidak lagi membedakan warga masyarakat sebagai pelanggan tradisional

dengan pemerintah sebagai penyedia layanan. Kedua pihak dapat bertindak

sebagai bagian dari pemberi layanan.

Secara singkat, teori co-production dalam pelayanan publik dapat dipahami

dengan memahami konsep-konsep pelanggan dan produksi di sektor publik, yaitu

consumer produser, regular producer dan co-production. Menurut Parks8

consumer producers adalah pihak yang berhubungan dengan produksi yang pada

akhirnya akan mengkonsumsi akhir dari produk yang dibuatnya. Di sisi lain,

regular producers adalah yang menyelenggarakan proses produksi, yang akan

merubah output menjadi pembayaran, yang pada akhirnya akan

membelanjakannya untuk barang dasn jasa lainnya. Dalam hal ini co-production

memerlukan kedua pihak berkontribusi input pada proses produksi untuk barang

dan jasa tertentu. Dengan kata lain, dalam banyak pelayanan, proses produksi

output dan outcome memerlukan partisipasi aktif dari penerima layanan barang

66

66

Page 53: 05_BAB II

dan jasa.

Menurut Cooper sebagaimana dikutip oleh McLaverty (2002: 15)

menjelaskan bahwa partisipasi publik—terutama dalam proses pengambilan

keputusan adalah sarana untuk memenuhi hak dasar sebagai warga. Pada akhirnya

tujuan dari partisipasi publik adalah untuk mendidik dan memberdayakan warga.

Sedangkan menurut Marschall (2004: 231), tujuan dari partisipasi publik adalah

pada dasarnya untuk mengkomunikasikan dan mempengaruhi proses pengambilan

keputusan sebagaimana juga membantu dalam pelaksanaan pelayanan.

Heller dalam Rich (1995: 660) menjelaskan dua bentuk dasar partisipasi,

yaitu partisipasi akar rumput (grass-root participation) yang mengacu pada

organisasi dan gerakan sosial yang didasarkan pada inisiatif warga yang memilih

tujuan dan metoda mereka sendiri, dan partisipasi mandat pemerintah

(government-mandated participation) yang melibatkan persyaratan hukum di

mana akan ada kesempatan bagi masukan warga terhadap pengambilan keputusan

(kebijakan) atau pelaksanaan sebuah lembaga.

Secara sederhana Cooper (Lynch, 1983: 14-15) membedakan partisipasi ke

dalam partisipasi tidak langsung (indirect participation) dan partisipasi langsung

(direct participation). Partisipasi tidak langsung, misalnya, partisipasi dalam hal

penyelenggaraan negara dengan memilih wakilnya untuk duduk di kursi

parlemen.

Sama halnya ketika menyuarakan pendapat untuk kepentingan

penyelenggaraan pemerintah melalui media massa dan sebagainya. Sementara

partisipasi langsung bisa berupa keterlibatan secara langsung warga dalam

67

67

Page 54: 05_BAB II

penyelenggaraan pemerintah, seperti menjadi komisi penasihat, aktivitas dengar

pendapat, keterlibatan di kelompok-kelompok kepentingan dan partisipasi dalam

lembaga pemerintah yang menyelenggarakan kegiatan pemberian pelayanan

umum.

Oleh karenanya penyelenggaraan pelayanan umum haruslah mendapat

dukungan partisipasi dari masyarakat. Konsep partisipasi masyarakat terhadap

fungsi pelayanan yang diberikan pemerintah dapat berupa partisipasi dalam hal

mentaati pemerintah, membangun kesadaran hukum, kepedulian terhadap

peraturan yang berlaku, dan dapat juga berupa dukungan nyata dengan membantu

secara langsung proses penyelenggaraan pelayanan umum.

2. 5.3 Standar Pelayanan Publik

Dalam upaya mencapai kualitas pelayanan yang diuraikan di atas,

diperlukan penyusunan standar pelayanan publik, yang menjadi tolok ukur

pelayanan yang berkualitas. Penetapan standar pelayanan publik merupakan

fenomena yang berlaku baik di negara maju maupun di negara berkembang. Di

Amerika Serikat, misalnya, ditandai dengan dikeluarkannya executive order

12863 pada era pemerintahan Clinton, yang mengharuskan semua instansi

pemerintah untuk menetapkan standar pelayanan konsumen (setting customer

service standard). Isi dari executive order tersebut adalah sebagai berikut :

Identify customer who are, or should be, served by the agency, survey the customers to determine the kind and quality of service they want and their level of satisfaction with existing service, post service standards and measure result against the best bussiness, provide the customers with choice in both sources of services, and complaint system easily accesible, and provide means to address customer complaints.

68

68

Page 55: 05_BAB II

Inti isi executive order tersebut di atas adalah adanya upaya identifikasi

pelanggan yang (harus) dilayani oleh instansi, mensurvei pelanggan untuk

menentukan jenis dan kualitas pelayanan yang mereka inginkan dan untuk

menentukan tingkat kepuasan pelanggan dengan pelayanan yang sedang berjalan,

termasuk standar pelayanan pos serta mengukur hasil dengan yang terbaik,

menyediakan berbagai pilihan sumbersumber pelayanan kepada pelanggan dan

sistem pengaduan yang mudah diakses, serta menyediakan sarana untuk

menampung dan menyelesaikan keluhan/pengaduan.

Di Inggris juga diperkenalkan Service First the New Charter Programme,

yang berisi 9 prinsip penyediaan pelayanan publik yang merupakan wujud dari

visi pemerintah yang dilaksanakan oleh setiap pegawai negeri. Prinsip-prinsip

tersebut adalah :

a. Menentukan standar pelayanan;

b. Bersikap terbuka dan menyediakan informasi selengkap-lengkapnya;

c. Berkonsultasi dan terlibat;

d. Mendorong akses dan pilihan;

e. Memperlakukan semua secara adil;

f. Mengembalikan ke jalan yang benar ketika terjadi kesalahan;

g. Memanfaatkan sumber daya secara efektif;

h. Inovatif dan memperbaiki; dan

i. Bekerjasama dengan penyedia layanan lainnya.

Di Indonesia, upaya untuk menetapkan standar pelayanan publik dalam

69

69

Page 56: 05_BAB II

kerangka peningkatan kualitas pelayanan publik sebenarnya telah lama dilakukan.

Upaya tersebut antara lain ditunjukan dengan terbitnya berbagai kebijakan seperti

1. Inpres No. 5 Tahun 1984 tentang Pedoman Penyederhanaan dan

Pengendalian Perijinan di Bidang Usaha,

2. Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 81 Tahun

1993 tentang Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum.

3. Inpres No. 1 Tahun 1995 tentang Perbaikan dan Peningkatan Mutu

Pelayanan Aparatur Pemerintah Kepada Masyarakat.

4. Surat Edaran Menko Wasbangpan No. 56/Wasbangpan/6/98 tentang

Langkah-langkah Nyata Memperbaiki Pelayanan Masyarakat. Instruksi

Mendagri No. 20/1996;

5. Surat Edaran Menkowasbangpan No. 56/MK. Wasbangpan/6/98; Surat

Menkowasbangpan No. 145/MK. Waspan/3/1999; hingga Surat Edaran

Mendagri No. 503/125/PUOD/1999, yang kesemuanya itu bermuara

pada peningkatan kualitas pelayanan.

6. Kep. Menpan No 81/1993 tentang Pedoman Tatalaksana Pelayanan

Umum

7. Surat Edaran Depdagri No. 100/757/OTDA tetang Pelaksanaan

Kewenangan Wajib dan Standar Pelayanan Minimum, pada tahun 2002

8. Kep. Menpan No: 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum

Penyelenggaraan Pelayanan Publik.

Namun sejauh ini standar pelayanan publik sebagaimana yang dimaksud

70

70

Page 57: 05_BAB II

masih lebih banyak berada pada tingkat konseptual, sedangkan implementasinya

masih jauh dari harapan. Hal ini terbukti dari masih buruknya kualitas pelayanan

yang diberikan oleh berbagai instansi pemerintah sebagai penyelenggara layanan

publik.

Adapun yang dimaksud dengan standar pelayanan (LAN, 2003) adalah suatu

tolok ukur yang dipergunakan untuk acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai

komitmen atau janji dari pihak penyedia pelayanan kepada pelanggan untuk

memberikan pelayanan yang berkualitas. Sedangkan yag dimaksud dengan

pelayanan berkualitas adalah pelayanan yang cepat, menyenangkan, tidak

mengandung kesalahan, serta mengikuti proses dan prosedur yang telah

ditetapkan terlebih dahulu.

Jadi pelayanan yang berkualitas tidak hanya ditentukan oleh pihak yang

melayani, tetapi juga pihak yang ingin dipuaskan ataupun dipenuhi kebutuhannya.

Manfaat yang dapat diperoleh dengan adanya standar pelayanan (LAN, 2003)

antara lain adalah :

1. Memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa mereka mendapat

pelayanan dalam kualitas yang dapat dipertanggungjawabkan,

memberikan fokus pelayanan kepada pelanggan/masyarakat, menjadi

alat komunikasi antara pelanggan dengan penyedia pelayanan dalam

upaya meningkatkan pelayanan, menjadi alat untuk mengukur kinerja

pelayanan serta menjadi alat monitoring dan evaluasi kinerja pelayanan.

2. Melakukan perbaikan kinerja pelayanan publik. Perbaikan kinerja

pelayanan publik mutlak harus dilakukan, dikarenakan dalam kehidupan

71

71

Page 58: 05_BAB II

bernegara pelayanan publik menyangkut aspek kehidupan yang sangat

luas. Hal ini disebabkan tugas dan fungsi utama pemerintah adalah

memberikan dan memfasilitasi berbagai pelayanan publik yang

diperlukan oleh masyarakat, mulai dari pelayanan dalam bentuk

pengaturan ataupun pelayanan-pelayanan lain dalam rangka memenuhi

kebutuhan masyarakat dalam bidang pendidikan, kesehatan, utlilitas,

sosial dan lainnya.

3. Meningkatkan mutu pelayanan. Adanya standar pelayanan dapat

membantu unit-unit penyedia jasa pelayanan untuk dapat memberikan

pelayanan yang terbaik bagi masyarakat pelanggannya. Dalam standar

pelayanan ini dapat terlihat dengan jelas dasar hukum, persyaratan

pelayanan, prosedur pelayanan, waktu pelayanan, biaya serta proses

pengaduan, sehingga petugas pelayanan memahami apa yang seharusnya

mereka lakukan dalam memberikan pelayanan.

Masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan juga dapat mengetahui dengan

pasti hak dan kewajiban apa yang harus mereka dapatkan dan lakukan untuk

mendapatkan suatu jasa pelayanan. Standar pelayanan juga dapat membantu

meningkatkan transparansi dan akuntabilitas kinerja suatu unit pelayanan.

Dengan demikian, masyarakat dapat terbantu dalam membuat suatu

pengaduan ataupun tuntutan apabila tidak mendapatkan pelayanan yang sesuai

dengan standar yang telah ditetapkan. Berdasarkan uraian di atas, maka standar

pelayanan menjadi faktor kunci dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan

publik. Upaya penyediaan pelayanan yang berkualitas antara lain dapat dilakukan

72

72

Page 59: 05_BAB II

dengan memperhatikan ukuran-ukuran apa saja yang menjadi kriteria kinerja

pelayanan. Menurut LAN (2003), kriteria-kriteria pelayanan tersebut antara lain :

a. Kesederhanaan, yaitu bahwa tata cara pelayanan dapat diselenggarakan

secara mudah, lancar, cepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan

dilaksanakan oleh pelanggan.

b. Reliabilitas, meliputi konsistensi dari kinerja yang tetap dipertahankaN

dan menjaga saling ketergantungan antara pelanggan dengan pihak

penyedia pelayanan, seperti menjaga keakuratan perhitungan keuangan,

teliti dalam pencatatan data dan tepat waktu.

c. Tanggungjawab dari para petugas pelayanan, yang meliputi pelayanan

sesuai dengan urutan waktunya, menghubungi pelanggan secepatnya

apabla terjadi sesuatu yang perlu segera diberitahukan.

d. Kecakapan para petugas pelayanan, yaitu bahwa para petugas pelayanan

menguasai keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan.

e. Pendekatan kepada pelanggan dan kemudahan kontak pelanggan dengan

petugas. Petugas pelayanan harus mudah dihubungi oleh pelanggan,

tidak hanya dengan pertemuan secara langsung, tetapi juga melalui

telepon atau internet. Oleh karena itu, lokasi dari fasilitas dan operasi

pelayanan juga harus diperhatikan.

f. Keramahan, meliputi kesabaran, perhatian dan persahabatan dalam

kontak antara petugas pelayanan dan pelanggan. Keramahan hanya

diperlukan jika pelanggan termasuk dalam konsumen konkret.

g. Keterbukaan, yaitu bahwa pelanggan bisa mengetahui seluruh informasi

73

73

Page 60: 05_BAB II

yang mereka butuhkan secara mudah dan gambling, meliputi informasi

mengenai tata cara, persyaratan, waktu penyelesaian, biaya dan lain-lain.

h. Komunikasi antara petugas dan pelanggan. Komunikasi yang baik

dengan pelanggan adalah bahwa pelanggan tetap memperoleh informasi

yang berhak diperolehnya dari penyedia pelayanan dalam bahasa yang

mereka mengerti.

i. Kredibilitas, meliputi adanya saling percaya antara pelanggan dan

penyedia pelayanan, adanya usaha yang membuat penyedia pelayanan

tetap layak dipercayai, adanya kejujuran kepada pelanggan dan

kemampuan penyedia pelayanan untuk menjaga pelanggan tetap setia.

j. Kejelasan dan kepastian, yaitu mengenai tata cara, rincian biaya layanan

dan tata cara pembayarannya, jadwal waktu penyelesaian layanan

tersebut. Hal ini sangat penting karena pelanggan tidak boleh ragu-ragu

terhadap pelayanan yang diberikan.

k. Keamanan, yaitu usaha untuk memberikan rasa aman dan bebas pada

pelanggan dari adanya bahaya, resiko dan keragu-raguan. Jaminan

keamanan yang perlu kita berikan berupa keamanan fisik, finansial dan

kepercayaan pada diri sendiri.

l. Mengerti apa yang diharapkan pelanggan. Hal ini dapat dilakukan

dengan berusaha mengerti apa saja yang dibutuhkan pelanggan.

Mengerti apa yang diinginkan pelanggan sebenarnya tidaklah sukar.

Dapat dimulai dengan mempelajari kebutuhan-kebutuhan khusus yang

diinginkan pelanggan dan memberikan perhatian secara personal.

74

74

Page 61: 05_BAB II

m. Kenyataan, meliputi bukti-bukti atau wujud nyata dari pelayanan, berupa

fasilitas fisik, adanya petugas yang melayani pelanggan, peralatan yang

digunakan dalam memberikan pelayanan, kartu pengenal dan fasilitas

penunjang lainnya.

n. Efisien, yaitu bahwa persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal

yang berkaitan langsung dengan pencapai sasaran pelayanan dengan

tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk

pelayanan.

o. Ekonomis, yaitu agar pengenaan biaya pelayanan harus ditetapkan secara

wajar dengan memperhatikan nilai barang/jasa dan kemampuan

pelanggan untuk membayar.

Penyusunan sebuah standar pelayanan minimal atau SPM di daerah

mengikuti prinsip-prinsip antara lain :

1. Diterapkan pada kewenangan wajib daerah dan kewenangan yang lain

2. Ditetapkan pemerintah dan diberlakukan untuk seluruh daerah

kabupaten/kota

3. Menjalin hak individu dan akses masyarakat mendapat pelayanan dasar

dari pemerintah daerah

4. Bersifat dinamis sesuai dengan perubahan kebutuhan nasional dan

perkembangan kapasitas daerah

5. Berbeda dengan standar teknis yang merupakan faktor pendukung alat

mengukur pencapaian SPM

2.6 Kerangka Pemikiran

75

75

Page 62: 05_BAB II

Untuk menentukan titik tolak pemikiran dan dasar bagi penelitian ini, perlu

terlebih dahulu menetapkan tinjauan teoritis agar penelitian sesuai dan sejalan

dengan permasalahan yang dibahas. Adapun landasan teori atau model yang

dikembangkan oleh Hofstede dan Parasuraman et.al yaitu mengenai Dimensi

Budaya dan Dimensi Pelayanan.

One reason for such challenges is that consumers’ perceptions of what

constitutes a good service inevitably is culturally bound (Zeithaml, Bitner and

Gremler 2002). De Ruyter et al. (1998, p. 189) argue that “[i]n order to market

services effectively to international consumers, service providers must have a

thorough knowledge of their target group(s)”. A solid understanding of the role of

culture in the service delivery process has therefore become more crucial than

ever to service firms with a goal of global expansion, and, indeed, can be a

competitive advantage (Riddle 1986).

Satu alasan untuk tantangan-tantangan semacam itu adalah bahwa persepsi

konsumen mengenai seperti apa layanan jasa yang baik mau tidak mau terikat

secara cultural (Zeithaml, Bitner dan Gremler 2002) De Ruyter dkk mengemukaan

bahwa “ untuk memasarkan layanan jasa secara efektif pada konsumen

internasional, penyedia jasa harus memiliki pengetahuan menyeluruh mengenai

kelompok-kelompok sasarannya. “ pemahaman mendalam mengenai peran

budaya dalam proses layanan jasa telah menjadi lebih penting dari sebelumnya

bagi firma jasa dengan tujuan ekspansi global dan memang, dapat menjadi

keuntungan kompetitif (Riddle 1986)

2.6.1 Kualitas Layanan Publik

76

76

Page 63: 05_BAB II

1. Konsep Pelayanan

Istilah dan konsep pelayanan banyak ditemui dalam berbagai aspek

kehidupan manusia dewasa ini. Keragaman istilah dan konsep pelayanan

menandakan ketertarikan para ahli untuk memberikan kontribusi terhadap

perkembangan konsep pelayanan itu sendiri. Istilah-istilah tersebut antara

lainpelayanan umum, pelayanan publik, pelayanan civil, pelayanan prima, dan

lain sebagainya. Berbagai konsep mengenai pelayanan banyak dikemukakan oleh

para ahli, seperti Moenir 2002 : 16), pelayanan adalah “proses pemenuhan

kebutuhan melalui aktivis orang yang berlangsung”.

Pada bagian lain dikatakan bahwa : Pelayanan umum adalah kegiatan yang

dilakukan oleh seorang atau sekelompok orang dengan landasan faktor materiil

melalui sistem, prosedur dan metode tertentu dalam rangka usaha memenuhi

kepentingan orang lainsesuai dengan haknya. Pelayanan itu adalah proses dalam

rangka memenuhi kebutuhan manusia sesuai dengan haknya.

Kata “umum” dalam“pelayanan“ menunjukkan masyarakat, orang banyak,

yang punya kepentingan, terjemahan dalam Bahasa Inggris “Publik” kalau

dihubungkan dengan kata pelayanan maka menjadi pelayanan umum (public

service) atau pelayanan publik.

Adapun pengertian pelayanan umum sebagaimana dikemukakan oleh

Saefullah (1999 : 5, 8) yakni : Pelayanan umum (public service) adalah pelayanan

yang diberikan kepada masyarakat umum yang menjadi warga negara atau secara

sah menjadi penduduk negara yang bersangkutan. Lebih lanjut dikatakan bahwa

secara operasional pelayanan umum yang diberikan pemerintah kepada

77

77

Page 64: 05_BAB II

masyarakat dapat dibedakan dalam dua kelompok besar yaitu :

Pertama, pelayanan umum yang diberikan memperhatikan orang-

perseorang, tetapi keperluan masyarakat secara umum. Dalam pelayanan ini

meliputi penyediaan sarana dan prasarana transportasi, penyediaan pusat-pusat

kesehatan, pembangunan lembaga-lembaga pendidikan, pemeliharaan keamanan

dan lain sebagainya;

Kedua, pelayanan yang diberikan secaraorang perseorangan, pelayanan ini

meliputi kemudahan-kemudahan dalam memperoleh pemeriksaan kesehatan,

memasuki lembaga pendidikan, memperoleh kartu tanda penduduk dan surat-surat

lainnya, pembelian karcis perjalanan, dan sebagainya.

Jadi pengertian pelayanan umum atau pelayanan publik dibedakan atas

pelayanan untuk kepentingan masyarakat secara umum dan pelayanan untuk

kepentingan perorangan atau individu.

Berkaitan dengan pelayanan, konsep layanan merupakan terjemahan dari

bahasa Inggris “service”, yang menurut Kotler (dalam Tjiptono, 1996 : 6) berarti

kegiatan bermanfaat yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak yang lain,

yang pada dasarnya tidak terwujud, serta tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu.

Pengertian ini sangat erat hubungannya dengan adanya keterbatasan

kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya yang mengakibatkan

masyarakat membutuhkan pihak lain untuk mengatasi kekurangan kebutuhan dan

kepentingannya. Pemenuhan kebutuhan atau kepentingan dimaksud hanya dapat

terealisasi bila ada pihak lain yang memenuhi atau yang memberi pelayanan.

Untuk menelaah lebih lanjut mengenai layanan civil ini, Ndraha (2000 : 59)

78

78

Page 65: 05_BAB II

mengartikan layanan sebagai produk dan dapat juga diartikan sebagai cara atau

alat yang digunakan oleh provider dalam memasarkan atau mendistribusikan

produknya. Sedangkan kata civil yaitu segala sesuatu yang menyangkut

kehidupan sehari-hari warga negara di luar urusan militer dan ibadah.

Sebagai kegiatan, Finer (dalam Ndraha, 2003 : 548) menguraikan

karakteristik civil service (The Nature of Civil Service Activity) demikian :

1. The urgency of State Service ( pentingnya pelayanan terhadap

warganegara)

2. Large-scale Organization (didasarkan pada kebijakan publik padatingkat

makro)

3. Monopoly and No Price (dimonopoli oleh negara dan tidak-jual

belidalam arti pasar, biaya tidak dibebankan kepada konsumer,

tidakdiprivatisasi) Finer berpendapat demikian berdasarkan anggapan

bahwa pelayanan civil merupakan bagian pelayanan publik.

4. Equality of Treatment (perlakuan yang sama terhadap tiap konsumer)

5. Limited Enterprice (aktor dan aktris pelayanan civil bukanlah pedagang

pengusaha yang menuntut imbalan dari konsumer, juga tidak boleh

bertindak untuk kepentingan pribadi, juga bukan sinterklas)

6. Public Accountability (pertanggungjawaban kepada publik, dalam hal

inikonsumer)

7. “Establishment” or Hierarchy (civil service) terbentuk sebagai

sebuahbody)

8. Grading of Its Members (pengelompokan dan klasifikasi civil service)

79

79

Page 66: 05_BAB II

9. Directness of Government (pelayanan yang dikendalikan langsung oleh

pemerintah, seringkali teras kaku, oleh sebab itu, aktor dan

aktrispemerinathan harus kreatif danarif)

10. Lack of Ruthlessness (pelayanan yang tulus dalam suasana

kebersamaan)

11. Anonymity and Impartiality (tidak bersifat pribadi dan tidak memihak)

Seiring dengan itu, Ndraha (2000 : 60) juga membedakan layanan

civilsebagai berikut : layanan civil dapat dibedakan menjadi layanan civil guna

memenuhi hak bawaan (asasi) manusia dan layanan civil guna memenuhi hak

derivatif, hak berian, atau hak sebagai hukum yang menyangkut diri seseorang.

Sedangkan pada bagian lain Ndraha (2000 : 62) mengemukakan bahwa

provider layanan civil adalah setiap unit kerja publik, baik yang terdapat dijajaran

eksekutif, legislatif, yudikatif, maupun lainnya. Bahkan unit kerja lain yang secara

organisasional berada di luar pemerintahan tetapi karena tugasnya berkaitan

dengan urusan publik. Lebih lanjut Ndraha (2001 : 11) mengungkapkan bahwa

layanan civil adalah layanan yang menjadi kewajiban (bukan wewenang)

negara.Pemerintah berkewajiban memberi layanan, artinya tidak boleh menolak

melakukannya dengan alasan apapun.

Dalam konteks hubungan pemerintah dengan masyarakat, menurut Saefullah

(1995 : 5), layanan publik (public service) adalah layanan yangdiberikan kepada

masyarakat umum yang menjadi warga negara atau yang secarasah menjadi

penduduk negara yang bersangkutan.

Secara operasional, menurut Saefullah (1999 : 8), pelayanan publik

80

80

Page 67: 05_BAB II

diberikan kepada masyarakat dapat dibedakan dalam dua kelompok besar yaitu :

Pertama, pelayanan umum yang diberikan memperhatikan orang-

perseorang, tetapi keperluan masyarakat secara umum. Dalam pelayanan ini

meliputi penyediaan sarana dan prasarana transportasi, penyediaan pusat-

pusat kesehatan, pembangunan lembaga-lembaga pendidikan, pemeliharaan

keamanan dan lain sebagainya ;

Kedua, pelayanan yang diberikan secaraorang perseorangan, pelayanan ini

meliputi kemudahan-kemudahan dalam memperoleh pemeriksaan kesehatan,

memasuki lembaga pendidikan, memperoleh kartu tanda penduduk dan

surat-surat lainnya, pembelian karcis perjalanan, dan sebagainya.

Adapun tujuan layanan yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat,

menurut Rasyid (1997 : 116) adalah : Layanan berkenan usaha pemerintah yang

bertujuan untuk menciptakan kondisi yang menjamin bahwa warga masyarakat

dapat melaksanakan kehidupan mereka secara wajar, dan ditujukan juga untuk

membangun dan memelihara keadilan dalam masyarakat. Selanjutnya mengenai

layanan civil, konsep ini sebenarnya bukan merupakan hal yang baru dalam kajian

ilmu pengetahuan.

Bahkan secara filosofis, dapat dikatakan bahwa munculnya ilmu

administrasi negara sebetulnya terkait erat dengan konsep pelayanan civil.

Munculnya ilmu pemerintahan sebagai cabang ilmu baru semakin memperkuat

telaahan terhadap pelayanan civil. Dengan demikian layanan civil dalam proses

layanan yang dilakukan oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat

di luar urusan militer dani ibadah.

81

81

Page 68: 05_BAB II

Pemerintah adalah lembaga yang memproduksi, mendistribusikan atau

memberikan alat pemenuhan kebutuhan rakyat yang berupa layanan civil. Secara

eksplisit dapat dikatakan bahwa pemberian layanan civil merupakan jenis

pelayanan yang dimonopoli oleh pemerintah. Hal ini dapat dipahami mengingat

pelayanan civil merupakan bagian dari fungsi pemerintah yang memberikan

pelayanan kepada masyarakat.

Layanan civil berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan

pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat secara baik dan berkualitas

sebagai konsekuensi dari tugas dan fungsi layanan yang diembannya, berdasarkan

hak-hak yang dimiliki oleh masyarakat dalam rangka mencapai tujuan

pemerintahan dan pembangunan.

Kualitas pelayanan menurut Lukman (2000 : 10) adalah :Kualitas pelayanan

adalah suatu kegiatan pelayanan yang diberikan kepada pelanggan sesuai dengan

prinsip : lebih murah, lebih baik, cepat, tepat, akurat, ramah, sesuai dengan

harapan pelanggan. Kualitas pelayanan juga dapat diartikan sebagai kegiatan

pelayanan yang diberikan kepada seseorang atau orang lain, organisasi pemerintah

atau swasta (sosial, politik, LSM, dll) sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku. Kualitas pelayanan sektor publik adalah pelayanan yang

memuaskan masyarakat sesuai dengan standar pelayanan dan azas-azas pelayanan

publik.

Elthaitammy (dalam Tjiptono 2002 : 58) mengemukakan bahwa :Kualitas

pelayanan adalah service excellence atau pelayanan yang unggul, yakni suatu

sikap atau cara karyawan dalam melayani pelanggan secara memuaskan. Secara

82

82

Page 69: 05_BAB II

garis besar ada 4 (empat) unsur pokok dalam konseppelayanan yang unggul, yaitu

1). Kecepatan;

2). Ketepatan;

3). Keramahan

4). Kenyamanan.

Keempat komponen ini merupakan suatu kesatuan pelayanan yang

terintegrasi, maksudnya pelayanan atau jasa menajdi tidakexc ellence bila ada

komponen yang kurang.

2.7 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis dari penelitian

dirumuskan sebagai berikut :

1. Variavel power distance (jarak kekuasaan) aparat kecamatan

berpengaruh terhadap persepsi pelayanan masyarakat di lima kecamatan

terpadat penduduknya di Kabupaten Cianjur.

2. Varibael Individualism/Collectivism (Individualisme/Kolektivitas)

aparat kecamatan berpengaruh terhadap pelayanan masyarakat di lima

kecamatan terpadat penduduknya di Kabupaten Cianjur.

3. Variabel Masculinity/Feminity (Maskulin/Feminim) aparat kecamatan

berpengaruh terhadap pelayanan masyarakat di lima kecamatan terpadat

penduduknya di Kabupaten Cianjur.

4. Variabel Uncertanity Avoidance (Sikap yang menghindari

ketidakpastian) aparat kecamatan berpengaruh terhadap pelayanan

83

83

Page 70: 05_BAB II

masyarakat di lima kecamatan terpadat penduduknya di Kabupaten

Cianjur.

5. Varibael Term Orientation (Orientasi waktu) aparat kecamatan

berpengaruh terhadap persepsi pelayanan masyarakat di lima kecamatan

terpadat penduduknya di Kabupaten Cianjur.

84

84