03. Sepasang Walet Merah

219

Transcript of 03. Sepasang Walet Merah

Page 1: 03. Sepasang Walet Merah
Page 2: 03. Sepasang Walet Merah

SEPASANG WALET MERAHoleh Teguh S.

Cetakan pertama

Penerbit Cintamedia, JakartaGambar sampul oleh Soeryadi

Hak cipta dilindungi undang-undangDilarang mengcopy atau memperbanyak

sebagian atau seluruh isi buku initanpa izin tertulis dari penerbit

Teguh S.

Serial Pendekar Rajawali Saktidalam episode:

Sepasang Walet Merah128 hal. ; 12 x 18 cm

Page 3: 03. Sepasang Walet Merah

Pembuat Ebook :Scan buku ke djvu : Abu Keisel

Convert : Abu KeiselEditor : Kucing Listrik

Ebook oleh : Dewi KZhttp://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/

http://kangzusi.info/ http://ebook-dewikz.com/

Page 4: 03. Sepasang Walet Merah

1

Bulan bersinar penuh, menampakkanwajah bulat indah keemasan. Anginbertiup lembut membawa butir-butirembun yang menitik dari pucuk-pucukdaun pepohonan yang meliuk-liuk sepertimenari. Malam semakin indah manakalabinatang-binatang malam mulaimenembang dengan suara-suara merekayang merdu.

Namun keindahan itu mendadakpecah oleh suara-suara teriakan disertaidenting senjata beradu. Suara-suara ituternyata datang dari sebuah bukit batuyang berdiri gagah menyerupai sebuahbatok kelapa terbelah. Di tempat ituterlihat kilatan-kilatan cahaya putihkeperakan menyambar-nyambar di bawahsiraman cahaya bulan.

Trang! Trang!

Page 5: 03. Sepasang Walet Merah

Denting senjata beradu makin seringterdengar. Pijaran-pijaran bunga apiberpencaran ke segala penjuru. Tiba-tibadua orang yang saling mengadu senjata itumelompat ke belakang sejauh dua tombak,bersamaan dengan terdengarnya suaratawa terbahak-bahak

"Kakang Jaka, rupanya kitakedatangan tamu kurang ajar malam ini,"kata salah seorang dari mereka. Orang itubertubuh kecil ramping mengenakanpakaian ketat berwarna serba merah.

Dari suaranya dapat dipastikan kalaudia adalah seorang wanita. Sementarayang diajak bicara melangkah perlahan kedepan. Tampak jelas wajahnya yangbegitu tampan, berkeringat. Sinar matanyatajam menyorot lurus ke depan.Pakaiannya ketat dan serba merah pula.

"Tentu maksudnya sama dengantamu-tamu yan lain. Bersiaplah, AdikWulan," sahut pemuda itu yang dipanggilJaka.

"Ha ha ha...!"

Page 6: 03. Sepasang Walet Merah

Suara tawa itu kembali menggelegar.Kedua muda-mudi itu sudah berdiriberdampingan dengan senjata tombakpendek bermata dua menyilang di depandada. Semakin lama suara tawa itusemakin memekakkan telinga. Angin punmendadak bergemuruh disertai batu-batukerikil berlompatan. Jelas sekali kalausuara tawa itu dibarengi pengerahantenaga dalam.

Rupanya dua orang muda ini samasekali tidak gentar dengan kedatangansuara tawa itu. Mereka seperti tidakterpengaruh, bahkan tetap berdiri tegakdengan mata menatap lurus ke depan.

"Tapak Geni!" tiba-tiba Jaka berteriaklantang.

Dengan cepat mereka mendorongtangan kanan masing-masing ke depanSeketika dari telapak tangan kanan yangterbuka, meluncur deras seberkas sinarmerah yang kemudian menghantamsebongkah batu besar.

Blar...!

Page 7: 03. Sepasang Walet Merah

Batu sebesar rumah itu pun hancurberkeping-keping menimbulkan ledakanyang sangat dahsyat Pada saat yang sama,melesat sebuah bayangan hitam daribongkahan batu yang hancur.

Debu mengepul pekat menghalangisinar bulan menembus permukaan bumi.Bayangan hitam itu berputar beberapa kalidi udara sebelum mendarat manis di tanahberumput tebal. Jaka dan Wulan sudahmenarik tangan kanannya kembali.Mereka masih berdiri tegak dengan matatajam memandang tubuh hitam yang telahberdiri sekitar sepuluh langkah di depan.

"Sudah kuduga, dia pasti si GilaJubah Hitam," gumam Jaka begitumengenali sosok tubuh itu.

Si Gila Jubah Hitam, adalah tokohsakti yang tidak jelas golongannya.Tingkahnya yang mirip orang gila seringmembuat bingung tokoh-tokoh rimbapersilatan, baik dari gotongan hitammaupun putih.

Page 8: 03. Sepasang Walet Merah

"He he he..., tidak percuma bertahun-tahun kalian mengurung diri di BukitBatok," si Gila Jubah Hitam terkekehsambil menggaruk-garuk rambutnya yangpanjang dan kusut.

Kalau dilihat dari wajah, pakaian,dan tubuhnya orang pasti menyangka siGila Jubah Hitam ini seorang kakek-kakek.Padahal dia masih berusia tiga puluhtahun. Hanya karena tidak pernahmengurus diri, jadi kelihatan sepertiberumur tujuh puluhan

"Mau apa kau datang ke sini?" tanyaJaka. Matanya tetap tajam menatap si GilaJubah Hitam.

"Hanya mengunjungi kalian. Tidakboleh?"

Jaka memandang adiknya yangberdiri di sampingnya. Memang sulitdiduga niat dan keinginan orang itu.Dalam sekejap saja bisa berubah. Jakakembali mengalihkan pandangan padalaki-laki aneh yang kini telah duduk di

Page 9: 03. Sepasang Walet Merah

atas rerumputan. Dari kantung kulit yangselalu dibawanya, dikeluarkan seguci arak.

"Kalian punya makanan?" tiba-tiba siGila Jubah Hitam bertanya. Sikapnya acuh,seperti tidak pernah terjadi apa-apa.Padahal mereka tadi sempat mengaduilmu, meskipun hanya satu jurus saja.

"Mana ada makanan di sini?" Wulanjadi geli juga. Rasa tegang yangmenyelimuti dadanya berangsur-angsurberkurang.

"Lho, kalian selama bertahun-tahundi sini makan apa?" si Gila Jubah Hitamseperti kebingungan. Kembali tangannyagaruk-garuk kepala.

"Apa saja, asal bisa dimakan," sahutWulan.

"Kau punya apa saja?"Sekelebatan Wulan melihat seekor

rusa yang kemalaman di jalan. Secepatkilat tangannya bergerak, lalu seberkascahaya keperakan pun meluncur deras.Tak pelak lagi, rusa gemuk itu terjungkallangsung mati. Jaka tersenyum akan

Page 10: 03. Sepasang Walet Merah

ketangkasan adiknya melempar bintangperak yang menjadi andalan senjatarahasia mereka berdua.

"Itu!" sahut Wulan menunjuk rusayang mati dengan leher tertembus bintangbersegi delapan dari perak.

"He he he....!" si Gila Jubah Hitamterkekeh, lalu berdiri.

Wulan hampir saja tertawa melihattingkahnya yang seperti anak kecilmendapat mainan. Dengan berjingkrakkegirangan dihampirinya rusa yang ter-geletak itu. Sambil menari-nari danbernyanyi-nyanyi tidak karuan, si Gila itumengangkat rusa gemuk bagaimengangkat sekantung kapas.

Si Gila Jubah Hitam kembali ketempatnya semula seraya menjatuhkanrusa itu di depannya. Dia kembali dudukdan meminum arak langsung dari guci.Dengan lengan baju, disekanya mulutyang basah oleh arak.

Orang aneh itu mencabut bintangbersegi delapan yang menancap di leher

Page 11: 03. Sepasang Walet Merah

rusa, lalu dengan cepat dilemparkannyakembali pada Wulan. Tangkas sekali gadisitu menangkap senjata rahasia miliknya.Dimasukannya kembali senjata itu kedalam kantung yang tersembunyi di balikbaju, setelah sebelumnya dibersihkan darinoda darah.

"Aku senang sekali rusa ini dimasakwanita cantik yang baik hati," kata si Gilamenatap Wulan.

Wulan memandang Jaka. Kakaknyahanya tersenyum dan menganggukkankepala. Jaka tahu betul tabiat orang anehini. Dia akan selalu baik kalau ada yangmembuatnya baik lebih dulu.

Wulan menghampiri laki-laki anehitu, lalu dikeluarkan sebilah pisau darilipatan bajunya. Kini rusa malang itumulai dikulitinya. Sementara Jakamengumpulkan ranting dan membuat api.Sebentar saja rusa itu telah terpanggang diatas api

Page 12: 03. Sepasang Walet Merah

"He he he...," si Gila terkekeh senang.Perutnya mendadak lapar sekali menciumbau harum daging panggang.

Laki-laki aneh itu menggeserduduknya mendekati rusa panggang yangmasih di atas api. Hidungnya kembangkempis mencium bau harum yang lezat.Tangannya menjulur hendak mencuildaging rusa, tapi Wulan telah terlebihdulu menepisnya.

"Nanti, belum matang!" rungutWulan, persis seorang ibu pada anaknya.

"Aku sudah lapar, boleh mencicipisedikit saja," rengek si Gila Jubah Hitam.

"Kubilang nanti! Kita pesta sama-sama!"

"Pesta...! Kau bilang kita akan pesta?"mata si Gila Jubah Hitam seketikaberbinar-binar.

"Iya, kenapa?""Wah, wah! Nasibku memang mujur

malam Ini. Datang membuat ribut, malahditawari pesta. Maafkan aku," Si GilaJubah Hitam mendadak murung.

Page 13: 03. Sepasang Walet Merah

"Sudahlah, yang penting malam inikita akan pesta dan gembira!" Jakamenimpali.

"He he he..., kalian memang baik!"orang aneh itu terkekeh lagi.

Wulan tersenyum dan mengerlingpada kakaknya. Jaka cepat memahami artikerlingan itu, dan segera bangkit beranjakdari situ.

"Mau ke mana kakakmu?" tanya siGila Jubah Hitam.

"Mengambil arak," sahut Wulan terusmembalik-balik rusa panggangnya.

"Arak..?! Wah, jadi kita benar-benarpesta?"

Wulan mengangguk dan tersenyummanis. Si Gila Jubah Hitam kembaliberjingkrak-jingkrak kegirangan.Mulutnya tidak henti-hentinya bernyanyi.Tawa Wulan tidak tertahankan lagi.Sementara Jaka telah kembali dengan limaguci arak di pelukan tangannya. Si GilaJubah Hitam makin gembira. Apalagi Jaka

Page 14: 03. Sepasang Walet Merah

juga membawa gelas perak indah sebagaipelengkap pesta mereka.

* * *

Laki-laki aneh yang dikenal sebagai siGila Jubah Hitam kini tengah dudukbersandar di pohon. Dibiarkan sajaperutnya yang kekenyangan itu terbuka.Jaka dan Wulan duduk tidak jauh darisitu. Wulan sejak tadi tersenyum-senyummelihat tingkah polah si Gila Jubah Hitamyang selalu memancing tawa itu.

Nafsu makan si Gila ini juga luarbiasa. Setengah badan rusa gemuk Itu,dihabiskannya sendiri. Sedangkan Wulandan Jaka saja hanya makan sekedarnya.Sengaja mereka makan berlambat-lambatuntuk mengimbangi makan laki-laki anehitu.

"Sudah berapa orang yang datang kesini?" tanya Si Gila Jubah Hitam tiba-tiba.Suaranya terdengar teperti bergumam.

Page 15: 03. Sepasang Walet Merah

"Maksudmu?" tanya Jaka sambilmemandang adiknya.

"Aku yakin, aku bukan orangpertama yang datang ke Bukit Batok ini,"gumam si Gila Jubah Hitam tidakmenghiraukan pertanyaan Jaka.

"Memang bukan. Aku dan adikkusudah sepuluh tahun tinggal di sini," sahutJaka seenaknya.

"Bukan kalian, tapi yang lain!""O... maksudmu orang-orang yang...,"

Jaka tidak melanjutkan kata-katanya."Iya, mereka yang gila pusaka!"

sambung si Gila sambil membenahi letakbajunya.

"Aku tidak mengerti, kenapa merekamengira kami yang menyimpan bendapusaka itu," kata Wulan seperti mengeluh.

"Jadi kalian tidak menyimpannya?"tanya si Gila Jubah Hitam.

"Jangankan menyimpan, melihatbentuknya pun belum pernah! Dengarnamanya saja baru-baru ini," sahut Wulan.

Si Gila menatap Wulan tajam.

Page 16: 03. Sepasang Walet Merah

"Kau pasti tidak percaya!" dengusWulan agak Jengkel.

"Entahlah. Yang jelas aku tidakpeduli dengan benda pusaka macam itu,"sahut si Gila Jubah Hitam.

"Lantas, kenapa kau ke sini?" tanyaJaka. Si Gila Jubah Hitam tak menjawab.Hanya kepalanya yang terdongakmenengadah. Ada kemurungan terpencardari sinar matanya yang cekung. Desahnafasnya berat, lalu perlahan-lahankepalanya tertunduk. Sepertinya sedangmengenang sesuatu sehingga wajahnyakelihatan murung.

Kedua anak muda itu salingberpandangan. Mereka benar-benar tidakmengerti dengan perubahan yang tiba-tibapada si Gila Jubah Hitam Beberapa saatmereka hanya berdiam diri saja. Jakamengalihkan pandangannya kembali padalaki-laki aneh itu. Wulan jugamengarahkan pandangannya ke sana. SiGila Jubah Hitam masih tertunduk, diam.

Page 17: 03. Sepasang Walet Merah

"Ada yang menyusahkanmu?" tanyaWulan lembut

Kembali si Gila Jubah Hitammendesah berat. Pelan-pelan kepalanyaterangkat. Matanya langsung tertumbukpada wajah Wulan. Gadis ini tersentakmelihat butir-butir air bening menetes darisudut mata laki-laki aneh ini. Wulanmenggeser duduknya lebih dekat

"Kau menangis, kenapa?" tanyaWulan pelan dan lembut

"Oh, ah! Tidak..., tidak !" si Gila JubahHitam gugup. Cepat-cepat diseka airmatanya dengan lengan baju.

"Aku menangkap kesedihan diwajahmu. Kalau kau percaya pada kami,ungkapkanlah! Mungkin kami bisamembantu mengatasi kesedihanmu," lebihlembut suara Wulan.

"Aku tidak yakin kalian akanmenemukan," parau suara si Gila JubahHitam.

Wulan dan Jaka salingberpandangan. Belum dapat mengerti

Page 18: 03. Sepasang Walet Merah

maksudnya. Mereka segera menggeserduduknya agar lebih dekat lagi padaorang aneh ini

"Kalau kau bersedia mengatakannya,kami berjanji akan membantukesulitanmu," kata Jaka seraya meletakkantangannya ke punggung laki-laki itu.

"Persoalan yang kalian hadapisekarang, lebih berat daripadapersoalanku. Aku tidak ingin menambahbeban buat kalian lagi. Dosaku akansemakin besar dan menumpuk," lirih suarasi Gila Jubah Hitam.

"Kami tidak punya persoalan apa-apa. Kami mengasingkan diri ke BukitBatok ini karena ingin memperdalamilmu-ilmu yang kami miliki," kata Wulanmeyakinkan.

"Jangan bohongi diri kalian sendiri!Kalian tengah berhadapan dengan tokoh-tokoh rimba persilatan yang gila bendapusaka! Mereka menyangka kalian yangmenyimpan benda itu. Atau paling tidak,

Page 19: 03. Sepasang Walet Merah

mengetahui di mana letakpenyimpanannya."

Kembali sepasang anak muda itusaling berpandangan. Memang dalambeberapa hari ini sudah empat orang yangdatang mencari benda pusaka CupuManik Tunjung Biru. Empat orang yanghanya memiliki kepandaian tanggung itu,tentu saja harus rela melepaskan nyawamereka di tangan sepasang anak muda ini.Di kalangan rimba persilatan, sepasanganak muda ini dikenal sebagai SepasangWalet Merah.

Kemunculan si Gila Jubah Hitam diBukit Batok ini memang sedikitmenambah persoalan baru bagi SepasangWalet Merah. Entah ada hubungannyadengan Cupu Manik Tunjung Biru atautidak, tetapi yang jelas saat ini tokoh-tokohrimba persilatan tengah geger inginmendapatkan benda pusaka itu.

Tidak jelas bersumber dari mulutsiapa, kini Sepasang Walet Merah menjadisasaran buruan. Tokoh-tokoh rimba

Page 20: 03. Sepasang Walet Merah

persilatan menduga sepasang anak mudainilah yang paling tahu tentang benda itu.Padahal yang menjadi buruan tidak tahusama sekali tentang benda itu. Mengapaorang-orang menyangka kalau SepasangWalet Merah yang menyimpannya?

"Dari mana kau dengar kabar bohongitu?" tanya Jaka.

"Semua orang rimba persilatan sudahtahu, dan mereka pasti mengatakan kalaumereka tahu sendiri," sahut si Gila JubahHitam.

"Dan kau juga akan mengatakanbegitu? Juga menyangka kalau kamimenyimpan benda yang kami sendiri tidaktahu sama sekali? Iya?" desak Jaka agaksewot juga.

"He he he...," tiba-tiba si Gila kumatlagi edannya.

"Mereka semua mengatakan aku gila.Padahal, siapa sebenarnya yang gila?" siGila Jubah Hitam memberi pertanyaanyang cukup sulit.

Page 21: 03. Sepasang Walet Merah

"Baiklah! Aku tidak peduli apakahkau, mereka, atau kami yang gila. Akuhanya ingin tahu, untuk apa kau datang kesini, kenapa tiba-tiba kau sedih, dan untukapa datang memberi kabar tidak enak?"Jaka memberondong pertanyaan.

"Banyak amat?! Yang mana harus akujawab lebih dulu?" si Gila Jubah Hitambingung.

"Terserah!" jawab Jaka.Si Gila menggaruk-garuk kepalanya.

Mulutnya komat-kamit mengulangipertanyaan-pertanyaan Jaka tadi. Wulanyang memperhatikannya tidak dapatmenahan geli. Mendadak saja perutnyamules karena menahan tawa.

"Kebanyakan, ah! Aku akan pergi!"dengus si Gila.

"Hey...,!" Jaka terkejut.Tapi laki-laki aneh itu telah lebih

cepat menghilang. Tokoh satu ini memangboleh juga tingkat kepandaiannya. Dalamkeadaan duduk saja masih bisa mencelatdengan cepat. Jaka yang masih sempat

Page 22: 03. Sepasang Walet Merah

mengetahui arah perginya, akan mengejar.Tetapi Wulan telah lebih cepatmencegahnya.

"Sudahlah, Kakang. Satu saat nantikita pasti tahu," kata Wulan lembut.

"Aku masih penasaran. Adik Wulan,"sahut Jaka.

"Aku juga, tapi tidak ada gunanyamendesak. Bisa-bisa dia berbalikmemusuhi kita."

"Memang sulit juga menghadapiorang seperti itu," Jaka mengangkatbahunya.

"He he he...!"Tiba-tiba saja mereka dikejutkan oleh

suara tawa. Tidak salah lagi kalau suaraitu milik si Gila Jubah Hitam. SepasangWalet Merah paham betul dengansuaranya.

"Terima kasih, kalian telah berbaikhati mengundangku pesta. Lain waktu kitajumpa lagi, sobat!"

Jaka yang akan membuka mulutuntuk menjawab, jadi mengurungkan

Page 23: 03. Sepasang Walet Merah

niatnya. Wulan telah lebih cepat menepukpundaknya. Dan memang suara itu tidakterdengar lagi. Si Gila Jubah Hitam benar-benar telah pergi meninggalkan BukitBatok. Hebat juga pengerahan tenagadalam orang aneh itu. Dia dapatmengirimkan suara dari jarak yang cukupjauh.

"Aku rasa sebaiknya kita mendahuluimereka." kata Jaka.

"Jadi, kita turun kembali merambahrimba persilatan?" nada suara Wulanseperti tidak setuju.

"Terpaksa," desah Jaka sambilmengangkat bahunya

"Yaaah, lagi pula kita memperdalamilmu silat memang untuk menjaga danmempersiapkan diri. Mungkin sudahwaktunya," pelan suara Wulan.

"Kita berangkat besok saat fajar.""Baiklah."

* * *

Page 24: 03. Sepasang Walet Merah

Fajar baru saja menyingsing. Duaekor kuda hitam berlari menuruni lerengBukit Batok. Penunggangnya SepasangWalet Merah. Wulan memperlambat larikudanya ketika mencapai kaki bukit.

"Sebaiknya kita lebih cepat lagimeninggalkan bukit ini, Adik Wulan," ujarJaka.

"Untuk apa ? Toh tidak ada yangharus diburu."

Jaka mengangkat bahunya. Benarjuga kata Wulan tadi. Mereka memangtidak sedang memburu seseorang. Jadiuntuk apa harus cepat-cepat? Dan lagi,dengan berjalan seperti ini tidak akanmenarik perhatian orang.

"Semalaman aku berpikir," kata Jakaagak bergumam.

"Tentang apa?" tanya Wulan."Tentang Cupu Manik Tunjung Biru.""Apa yang kau pikirkan dari benda

itu?""Aku berpikir sebaiknya kita mencari

keterangan tentang benda itu."

Page 25: 03. Sepasang Walet Merah

"Maksudmu?""Yaaah, kita harus tahu jenis benda

apa, untuk apa, dan kenapa orang-orangsampai menginginkannya? Tidak mungkinmereka berani mempertaruhkan nyawauntuk sebuah benda kalau tidakbermanfaat sama sekali!" Jakamengemukakan pikirannya.

"Si Gila Jubah Hitam mengatakankalau benda itu merupakan benda pusaka.Jelas banyak kegunaannya," Wulanmenimpali.

"Kau tahu benda apa itu?""Kalau aku tahu, kau pun pasti tahu,

Kakang.""Susah juga, ya. Kita sendiri tidak

tahu, tapi orang menyangka lain.""Itulah hidup."Mereka tertawa bersama, tapi tidak

tahu apa yang ditertawakan. Namunmendadak tawa mereka berhenti. Seketikaitu juga, mereka menarik tali kekangkudanya. Belum sempat menarik napas,

Page 26: 03. Sepasang Walet Merah

mendadak secercah sinar keemasanmeluncur deras ke arah mereka.

"Awas, Kakang...!" teriak Wulan.Dengan sigap Jaka melompat dari

kudanya melesat ke udara sambil bersaltodua kali. Sinar keemasan Itu lewat dibawah kakinya, dan hampir menyambarWulan. Untung gadis itu tak kalah sigapdengan Jaka. Dia melompat cepat darikudanya.

Sepasang Walet Merah dengan manismendarat di atas tanah dan berdiri tegakberdampingan. Hampir bersamaan,mereka mencabut tombak yang keduaujungnya bermata tajam.

Kembali dua berkas sinar keemasanmeluncur deras ke arah mereka. TapiSepasang Walet Merah sama sekati tidakbergeming. Dan ketika dua sinarkeemasan itu hampir menyentuh tubuh,dengan cepat masing-masingmenggerakkan tongkatnya.

Trak! Trak!

Page 27: 03. Sepasang Walet Merah

Dua sinar itu meluruk ke tanah.Tampak sebentuk bunga anggrek daribahan logam keemasan menggeletak diujung kaki mereka.

"Dewi Anggrek Emas," desis Wulanmengenali senjata itu.

Belum lagi selesai kata-kata terucap,tiba-tiba di depan mereka muncul seorangwanita cantik. Dia mengenakan bajuberwarna kuning keemasan. Padarambutnya yang panjang terkepang,terselip bunga anggrek berwarna kuningemas. Wanita itu adalah Dewi AnggrekEmas. Tangannya menggenggamsetangkai bunga anggrek yang sangatbesar.

"Panjang jodoh kita bisa bertemu disini," suara Dewi Anggrek Emas terdengarlembut mempesona. Kedua matanya yangbulat indah tidak lepas menatap wajahJaka.

"Apa yang kau inginkan. DewiAnggrek Emas? Mengapa kaumenghadang jalan kami?" tanya Wulan

Page 28: 03. Sepasang Walet Merah

ketus. Dia benci melihat pandangan mataitu terhadap kakaknya.

"Sepuluh tahun tidak bertemu, rasarindu sekali. Apakah perasaanmu samadenganku, Jaka?" Dewi Anggrek Emastidak menghiraukan pertanyaan Wulan.

"Tentu saja aku rindu," sahut Jaka."Kakang!" bentak Wulan kesal.Jaka menatap adiknya yang kelihatan

sewot. Dia paham betul kalau Wulanmembenci wanita itu. Rasa benci itumemang dapat dimaklumi. Sebab, mes-kipun Dewi Anggrek Emas memilikiwajah cantik dan bentuk tubuh indah,namun tingkah lakunya liar. Segalamacam cara selalu digunakannya untukmenjerat pemuda-pemuda tampan untukmemuaskan nafsunya.

Dewi Anggrek Emas sampaisekarang masih penasaran karena belumjuga dapat menundukkan Jaka. Hatinyabelum puas kalau pemuda tampan itubelum lunduk di bawah kakinya. Hanya

Page 29: 03. Sepasang Walet Merah

saja yang jadi ganjalan utamanya adalahWulan.

"Dewi Anggrek Emas! Kalau kautidak ada keperluan penting, sebaiknyaangkat kaki dari sini!" bentak Wulanpenuh kebencian.

"Justru aku datang memang sengajamencari kalian," sahut Dewi AnggrekEmas.

"Kau pasti sama seperti yang lain.Menyangka kami memiliki benda keparatitu!" dengus Wulan.

"Sebaiknya kalian serahkan sajabenda pusaka itu padaku. Bukankahdengan demikian kalian akan selamat?"Dewi Anggrek Emas mengerling genitpada Jaka.

"Kami tidak tahu di mana benda itu!Jelas?!" lantang suara Wulan.

"Benar begitu, Jaka?" tanya DewiAnggrek Emas dengan suara dibuatselembut mungkin.

"Mungkin," sahut Jaka sambilmengangkat bahunya. Dia senang

Page 30: 03. Sepasang Walet Merah

membuat wanita ini jadi penasaran. Jakatahu betul kalau Dewi Anggrek Emasselalu menginginkan dirinya. Maka setiapbertemu, Jaka selalu mempermainkannyadengan halus.

"Dan itu berarti benda pusaka adapada kalian, bukan?"

"Tanyakan saja sendiri pada Wulan,"kata Jaka.

Wulan jadi gemas melihat sikapkakaknya yang seperti memberi anginpada wanita liar itu. Rasanya inginmemaki-maki, namun saat ini bukanlahwaktu yang tepat. Wulan jadi tambahgeregetan melihat Jaka tersenyum-senyum. Di tangannya tidak lagi tergeng-gam tombak bermata dua. Senjata itu sejaktadi sudah diselipkan di pinggangnya.

"Kalau benar benda itu ada padaku,kau mau apa?" gemas Wulan menantang.

Dewi Anggrek Emas hanya tertawasaja.

"Nenek jelek, rebut benda pusaka itudari tanganku!" teriak Wulan mengejek.

Page 31: 03. Sepasang Walet Merah

"Kadal buduk! Kurobek mulutmu!"geram Dewi Anggrek Emas. Muka dantelinganya merah saat itu juga ketikadipanggil nenek jelek.

Secepat kilat Dewi Anggrek Emasmelompat sambil mengibaskan bungaanggrek raksasa yang menjadi senjatakebanggaannya. Wulan yang sudah muaksejak tadi langsung menggeser kakinya kesamping. Dan tombak bermata dua pundigerakkan dengan cepat ke atas.

Trang!Dua senjata beradu sangat keras

sehingga menimbulkan pijaran bunga api.Dewi Anggrek Emas lantas melesatkantubuhnya dan berputar satu kali tanpamenjejak tanah lebih dulu, lalu kembalimenyerang dari atas.

Wulan segera memutar tombakpendeknya seolah-olah memayungikepalanya dari gempuran lawan. Namuntanpa diduga sama sekali, Dewi AnggrekEmas mengegos ke samping, lalu kakinyamelayang deras ke iga Tawan.

Page 32: 03. Sepasang Walet Merah

"Ih!" Wulan tersentak. Buru-burudigerakkan tangannya menangkis kakiyang mengarah ke iganya, sambilmemiringkan tubuh sedikit.

Dewi Anggrek Emas tidak inginmengambil resiko. Cepat ditarik kakinyakembali dan dijejakkan di tanah. Namunbaru saja kakinya sampai di tanah, Wulanmenyerangnya dengan satu tombakmengarah dada.

Tidak ada pilihan lain bagi DewiAnggrek Emas. Ditangkis tombak pendekitu dengan senjatanya yang berbentukbunga anggrek raksasa.

Trang!Kembali dua senjata beradu keras.

Seketika tangan Wulan seperti kesemutan.Bergegas ditarik pulang senjatanya.Demikian juga yang dialami DewiAnggrek Emas. Jari-jari tangannya menjadikaku. Hampir saja senjatanya lepas kalautidak segera dipindahkannya ke tangankiri.

Page 33: 03. Sepasang Walet Merah

Pertarungan yang baru berlangsungdua jurus itu mendapat perhatian seriusdari Jaka. Diam-diam dikaguminyakemajuan Wulan. Dua kali adu senjata,dua kali pula Wulan hampir melontarkansenjata lawan. Kelihatannya selamasepuluh tahun ini, Dewi Anggrek Emastidak mengalami perubahan. Baru duajurus saja, Jaka telah dapat menilainya

"Kenapa berhenti, takut?" ejek Wulan."Sepuluh orang sepertimu, aku tidak

akan mundur setapak pun!" dengus DewiAnggrek Emas.

"Bersiaplah! Terima jurus 'Matageledek'ku!"

Selesai berkata demikian, Wulanmenggerakkan kakinya menyusur tanahdengan cepat. Tombaknya dibolak-balikkan cepat ke depan. Dua ujungtombak yang bermata tajam mengarah kedada lawan.

Dewi Anggrek Emas menyambutserangan itu dengan jurus 'Anggrek Maut'

Page 34: 03. Sepasang Walet Merah

itu diputar-putar bagai baling-baling.Tubuhnya meliuk-liuk bagai karet.

"Lihat kaki!" teriak Wulan keras dantiba-tiba.

Secepat itu pula ujung tombaknyamengibas ke kaki lawan. Dewi AnggrekEmas menggeser kakinya segera, tetapiternyata terpedaya. Serangan Wulan yangmengarah ke kaki hanya tipuan saja.Sedangkan dalam waktu yang hampirbersamaan, kaki kanannya naik cepat danmenyambar pinggang.

"Setan!" dengus Dewi Anggrek Emaskaget. Cepat-cepat Dewi Anggrek Emasmengarahkan senjatanya untukmelindungi pinggangnya. Tapi lagi-lagitertipu. Ternyata kaki Wulan tidak sampaimenyambar pinggang. Justru pada saatkaki itu bergerak, Wulan membarengidengan memutar tombaknya ke atas.

Kali ini Dewi Anggrek Emas tidakbisa lagi mengelak Tombak itu sangatcepat menyambar ke lehernya. Mau tidak

Page 35: 03. Sepasang Walet Merah

mau Dewi Anggrek Emas menangkis de-ngan tangan kirinya yang masih bebas.

"Akh!" Dewi anggrek emas memekiktertahan.

Dengan cepat dia melompat sejauhdua tombak ke belakang. Tangan kirinyasobek cukup lebar. Darah segar mengucurderas. Dewi Anggrek Emas segeramenotok jalan darah di tangan yang lukaitu. Sekejap saja darah berhenti mengalir

* * *

Page 36: 03. Sepasang Walet Merah

36

Dewi Anggrek Emas memandangsengit pada lawannya. Giginya terkatuprapat dengan geraham bergemeletukmenahan geram. Dia hampir tidak percayakalau Wulan memperoleh kemajuanbegitu pesat. Jurus-jurusnya makinberbahaya. Gerakannya sangat cepat,sukar diduga arah dan tujuannya.

Sementara Jaka yang sejak tadimengawasi dengan seksama pertarunganitu, tersenyum-senyum melihat DewiAnggrek Emas mendapat luka. Di-acungkan ibu jarinya saat Wulan menolehdengan bibir tersungging senyum.

"Jangan besar kepala dulu, Wulan.Aku belum kalah," desis Dewi AnggrekEmas dongkol.

"Kau ingin adu kesaktian?" Wulanmenantang.

"Bersiaplah! Terima jurus 'AnggrekSeribu'ku!"

Page 37: 03. Sepasang Walet Merah

Dewi Anggrek Emas memasukkansenjata bunga anggrek raksasanya ke balikikat pinggang. Kemudian direntangkankedua belah tangannya ke samping.Dengan diiringi jerit melengking, secaracepat kedua tangannya bergerak. Seketikabenda-benda yang memancarkan sinarkeemasan bertebaran deras ke arah Wulan.

"Hait..!"Wulan berjumpalitan menghindari

serbuan anggrek emas yang dilontarkanDewi Anggrek Emas. Senjata yangberbentuk bunga anggrek berwarna emasitu datang bagai hujan tumpah dari langit.Begitu derasnya sehingga Wulan agakkerepotan menghindarinya.

Trang! Trang! Trang!Beberapa kali tombak bermata dua

beradu menahan serangan anggrek-anggrek emas yang datang tanpa henti.Bahkan kini Dewi Anggrek Emas meng-gerakkan kakinya dengan cepat sepertiingin memutari tubuh Wulan.

Page 38: 03. Sepasang Walet Merah

Wulan sadar betul melihat keadaanini. Tanpa menunggu waktu lagi, tombakbermata dua itu pun diputar-putar bagaibaling-baling. Dewi Anggrek Emas sangatterkejut melihat tubuh Wulan sepertihilang di balik gulungan sinar keperakan.Dengan hati panas diliputi penasaran yangtinggi, Dewi Anggrek Emas makinmempercepat gerakan sambil melontarkansenjata andalannya.

"Habiskan semua senjatamu, NenekSihir!" teriak Wulan mengejek.

"Phuih!"Dewi Anggrek Emas makingeram hatinya mendengar ejekan itu.

Dewi Anggrek Emas semakin cepatbergerak memutari tubuh Wulan. Senjataanggreknya menyebar dari segala penjuru.Namun sampai sejauh itu belum ada satupun yang dapat menembus benteng per-tahanan Wulan. Sinar keperakan yangmenyelimuti tubuh gadis itu sulitditembus. Dewi Anggrek Emas makingeram.

Page 39: 03. Sepasang Walet Merah

Tiba-tiba Dewi Anggrek Emasmenjerit melengking, lalu tubuhnyamelompat tinggi ke udara. Tangannyabergerak cepat melontarkan senjataandalannya dari udara.

"Setan!" dengus Wulan terkejutdengan perubahan serangan yang tiba-tiba.

Anggrek-anggrek emas itu datangsangat cepat dari atas kepalanya WulanBdak mungkin merobah lagipertahanannya Bagian atas memanglowong, dan tidak ada pilihan lain. SegeraWulan menjatuhkan diri dan bergulingandi tanah. Anggrek-anggrek emas itumeluruk deras menancap di tanahbeberapa jengkal saja dari tubuh Wulan.

"Mampus kau!" jerit Dewi AnggrekEmas.

Setelah berkata demikian, dengancepat Dewi Anggrek Emas meluruk kebawah sambil tidak henti melontarkansenjatanya. Seperti bermata saja, senjata itumengejar ke mana saja Wulan

Page 40: 03. Sepasang Walet Merah

menghindari sambil bergulingan. Wulantidak punya kesempatan lagimenggunakan tombaknya.

"Pakai ujung tombakmu, Wulan.Pinjam tenaga!" tiba-tiba Jaka berteriakkeras.

"Baik, Kakang!" balas Wulan.Tanpa menunggu lagi, Wulan

menekan ujung tongkatnya ke tanah.Ketika sebuah senjata meluncur deras kearahnya, dengan cepat Wulanmembalikkan tombaknya. Sebelah ujungtombaknya menutuk senjata bungaanggrek itu. Kemudian dengan meminjamtenaga dari tongkatnya, Wulan langsungmelompat ke angkasa.

"Curang!" sungut Dewi AnggrekEmas.

Manis sekali kaki Wulan mendarat ditanah. Senjata tombak bermata duakembali menyilang di depan dada. SesaatWulan memberikan kerlingan mata padaJaka, yang kemudian dibalas dengansenyuman. Sedangkan Dewi Anggrek

Page 41: 03. Sepasang Walet Merah

Emas kelihatan bersungut-sungut setelahlawannya mampu menandingi jurus'Anggrek Seribu' nya tanpa mendapatcelaka sedikit pun

"Jaka, hadapi aku!" bentak DewiAnggrek Eams sengit.

"Tidak perlu manis. Adikku punsudah cukup," tenang dan lembut Jakamenyahuti.

Tetapi kelembutan suara Jaka justrumenyakitkan di telinga Dewi AnggrekEmas. Jelas, kata-kata yang diucapkantenang itu mengandung nada ejekan sertameremehkan dirinya. Dewi Anggrek Emasmakin dongkol saja.

"Bagaimana, Nenek Sihir?Menyerah?" tantang Wulan.

"Phuih!" tambah geram hati DewiAnggrek Emas "Jaka, jangan salahkan akukalau adikmu yang masih bau kencur inimati di tanganku!"

"Apa tidak sebaliknya?" ejek Wulan."Tikus busuk! Terima seranganku!"

Page 42: 03. Sepasang Walet Merah

Seketika saja Dewi Anggrek Emasmengangkat tangannya tinggi-tinggi. Laludengan gerakan perlahan, tangannyaditurunkan hingga sejajar dengat ketiak.

"Hati-hati, Wulan. Dia mengeluarkanajian 'Wisanggeni'," kata Jakamemperingatkan. "Lawan dengan 'BayuSegara'!"

"Baik, Kakang," sahut Wulan.Segera saja Wulan menekuk kaki

kanannya ke depan. Sedangkan kakikirinya ditarik ke belakang agakmenyamping. Kemudian tangan kirinyadipentang lurus ke depan, lalu tangankanannya ditempelkan di siku kiri.

"Aji 'Wisanggeni'...!" teriak DewiAnggrek Emas melengking.

Seketika tubuhya mencelat bagaianak panah lepas dari busur. Pada saatyang bersamaan kaki Wulan bergerakcepat menyusur tanah. Tangannyamerentang ke samping, lalu dengan cepatdikebut ke depan.

Page 43: 03. Sepasang Walet Merah

Pada saat yang sama, Dewi AnggrekEmas telah mendorong kedua tangannyake depan pula. Maka kedua pasang tanganitu pun beradu keras hingga menimbulkansuara ledakan dahsyat. Tubuh DewiAnggrek Emas terjengkang ke belakangdua depa. Sedangkan Wulan melentingkantubuhnya ke angkasa. Dua kali berputar diudara, kemudian dengan cepat melurukbagai seekor elang menerkam mangsa, ter-arah ke kepala Dewi Anggrek Emas.

Dewi Anggrek Emas yangterjengkang itu belum dapat menguasaidiri. Dia terkejut sekali karena Wulan telahmenyerang kembali dari atas kepalanya.

"Setan!" umpat Dewi Anggrek Emas.Tanpa pikir panjang lagi,

disambutnya serangan Wulan yangmendadak. Kembali dua pasang telapaktangan beradu. Begitu dahsyatnyaserangan itu sampai-sampai kaki DewiAnggrek Emas melesak masuk ke tanahhingga sebatas lutut Wulan kembali

Page 44: 03. Sepasang Walet Merah

melenting berputar dua kali di udara, laludengan lincah mendarat ke tanah.

"Hoek!" Dewi Anggrek Emasmemuntahkan darah kental kehitaman.

Wajah wanita itu mendadak merah.Betapa malunya Dewi Anggrek Emaskarena dapat dikalahkan oleh seoranggadis yang dulu menjadi bulan-bulanandirinya. Setelah menyeka mulutnya, DewiAnggrek Emas mengerahkan tenagadalamnya. Dan....

"Hait..!"Tubuh Dewi Anggrek Emas terlonjak

ke atas. Kakinya telah keluar dari tanah.Kini tubuhnya melesat ke udara danmembuat putaran tiga kali sebelummenjejak tanah. Tubuhnya sedikit limbungketika kakinya sampai di tanah. Darimulutnya kembali memuntahkan kentalkehitaman. Matanya menjadi perihberkunang-kunang.

"Kau terluka dalam, Dewi AnggrekEmas. Perlu waktu satu bulan untuk

Page 45: 03. Sepasang Walet Merah

memulihkan kekuatanmu," kata Wulankalem.

"Bocah setan! Aku tidak akanmelupakan penghinaan ini. Satu saatkelak, akan kubalas kau!" dengus DewiAnggrek Emas dendam.

"Aku rasa dalam satu bulan belumtentu kau dapat memulihkan tenagadalammu," Jaka menimpali.

Dewi Anggrek Emas mendengus. Diabaru tahu kalau aji 'Bayu Segara' yangdilepaskan Wulan dapat menyedotsetengah lebih tenaga dalam yang di-milikinya. Memang bukan sedikit waktuyang dibutuhkan untuk memulihkannya

Aji 'Bayu Segara' memang tidakkelihatan akibatnya secara langsung Tapisiapa saja yang terkena ajian itu, dapatdipastikan lebih dari setengah tenagadalamnya akan tersedot. Dan lagi jurus-jurus serta ilmu-ilmu kesaktiannya jugaakan berkurang kehebatannya Tidak nyatasecara fisik, tapi mampu membuat mentalseorang tokoh jadi frustasi.

Page 46: 03. Sepasang Walet Merah

"Tunggu pembalasanku, Wulan!"teriak Dewi Anggrek Emas.

Setelah berkata demikian, DewiAnggrek Emas segera melompat pergi.Tetapi tanpa diduga sekali, lompatannyajadi lambat dan pendek seperti orangsedang belajar ilmu olah kanuragan. Diabenar-benar lupa kalau setengah kekuatantenaga dalamnya telah tersedot. Melihatkenyataan ini, Dewi Anggrek Emasmenjadi geram setengah mati. Matanyamerah menyala menatap Wulan yanghanya tersenyum-senyum.

"Jangan gunakan tenaga dalam, bisamati lemas nanti," kata Jaka kalem.

"Huh!" Dewi Anggrek Emasbersungut-sungut.

Hatinya benar-benar tidak dapatmelupakan penghinaan ini. Dendamterbalut rapat di dasar hatinya. Sambilmenggerutu jengkel, Dewi Anggrek Emasmelangkah pergi tanpa berani lagimenggunakan tenaga dalamnya.

Page 47: 03. Sepasang Walet Merah

"Kau tidak apa-apa, Wulan?" tanyaJaka ketika Dewi Anggrek Emas sudahtidak kelihatan lagu

"Tidak," sahut Wulan cepat."Tapi kau harus semadi sebentar

untuk memulihkan tenagamu. Barangkaliada sedikit pengaruh aji 'Wisanggeni' dijalan darahmu," kata Jaka penuhperhatian.

Wulan tersenyum, lalu dudukbersimpuh di bawah pohon yangberumput tebal. Segera diambilnya sikapbersemadi, memusatkan seluruh perhatiandan semua indranya dari hubungandengan dunia fana. Disatukan diri danjiwanya kepada Sang Pencipta. Perlahan-lahan Wulan merasakan tubuhnya kianringan, darahnya mengalir tenang. Hawasejuk mulai merembes masuk ke seluruhjaringan syarafnya.

Hawa sejuk nyaman perlahan-lahaanberganti menjadi panas. Semakin lamapanas yang menyambar ke seluruhtubuhnya semakin menyengat. Keringat

Page 48: 03. Sepasang Walet Merah

mulai menitik di kening dan seputarlehernya. Selanjutnya tubuh Wulan bagaiterserang demam. Dan....

"Hoek!" Wulan memuntahkan darahmerah kental dari mulutnya dua kali.

Berangsur-angsur seluruh jiwa danraganya kembali tenang. Wajah yangmemerah pun kembali pulih sepertisemula. Cerah bagai bayi tanpa dosa.Perlahan-lahan Wulan membuka matanyayang bulat bening seperti bertaburkanbintang berkilauan. Dengan lengan bajudiseka mulutnya Segera Wulan bangkitberdiri. Matanya langsung tertuju padaJaka yang duduk bersandar di bawahpohon rindang. Kakaknya itu pun tengahmemperhatikannya dengan bibirtersenyum.

"Sudah?" tanya Jaka setelah Wulanmendekat.

Wulan mengangguk."Kau terkena aji 'Wisanggeni' tadi,"

kata Jaka sambil bangkit dari duduknya.

Page 49: 03. Sepasang Walet Merah

"Bagaimana kau tahu?" tanya Wulan.Kakinya terus melangkah mendekati kudayang setia menunggu sambil merumput.

"Aku melihat noda merah padatelapak tanganmu," sahut Jaka serayamelompat ringan ke atas punggung kuda.

Wulan segera naik ke punggungkudanya sendiri. Sikapnya tenang,setenang air sungai mengalir. Digebahkudanya perlahan agar berjalan lambat-lambat saja Jaka juga menyentak talikekang kudanya. Dua ekor kuda denganpenunggang Sepasang Walet Merah ituberjalan perlahan.

"Kalau saja aji 'Bayu Segara' musudah sempurna, pasti perempuan ituakan mati tanpa luka," kata Jaka setengahbergumam.

"Yah, seharusnya akumenyempurnakannya dulu baru turunbukit lagi," desah Wulan.

"Kau bisa melakukannya dalamperjalanan."

"Apa mungkin?"

Page 50: 03. Sepasang Walet Merah

"Kenapa tidak? Setiap lawan yangterkena aji 'Bayu Segara' akan menitipkansebagian tenaga dalamnya padamu.Dengan demikian kau tidak perlu susah-susah bersemedi menyempurnakan tenagadalam. Enak, kan?"

"Kau lupa, Wulan. Aji 'Bayu Segara'hanya cocok dimiliki wanita. Sedangkanaku melatih padanannya yang dapatmenunjang ajianmu itu. Namanya, aji'Tirta Segara'."

"Maaf, aku lupa," Wulan tersipu."Kita dipersiapkan eyang resi untukmenjadi Sepasang Walet Merah. Jadi apayang kita miliki ini saling menunjang.Memang tidak ada salahnya kalau di-lakukan sendiri-sendiri. Tapi akan lebihsempurna jika dilakukan bersama-samadalam satu jiwa."

"Itu kan pesan Eyang Resi, Kakang.""Iya, aku hanya memperingatkan saja

kok." Wulan mendadak tercenung. Diaingat dengan kata-kata yang diucapkanguru mereka sebelum meninggal. Semua

Page 51: 03. Sepasang Walet Merah

yang telah diturunkan dan dikuasai kakakberadik ini akan lebih sempurna jikamemakan jantung burung walet merahyang hanya ada sepasang saja di dunia ini.Dan sepasang jantung itu telah disimpaneyang resi dalam satu tempat. Sayangbeliau belum sempat menyebutkan,dimana jantung sepasang walet merah Kudisimpan.

"Kakang..," kata Wulan."Ada apa?" tanya Jaka."Kau Ingat pesan terakhir Eyang

Resi?" Wulan balik bertanya."Pesan apa?" Jaka belum mengerti."Coba kau ingat-ingat dulu," kata

Wulan seolah-olah memberi teka-teki.Jaka mengerutkan keningnya. Terlalu

banyak pesan yang dibenkan guru merekasebelum meninggal.

Jaka mencoba untuk mengingat satuper satu. Menduduk dia tersentak ketikateringat salah satu pesan yang hampirterlupakan. Hanya satu kalimat saja, dankelihatannya tidak begitu penting.

Page 52: 03. Sepasang Walet Merah

"Aku rasa ini ada hubungannyadengan tokoh-tokoh rimba persilatan yangtengah mencari-cari kita," kata Wulan.

"Mungkin juga," gumam Jaka.Keningnya masih berkerut

* * *

Hari sudah menjelang senja. Mataharibersiap-siap pergi tidur. Di ataspepohonan, burung-burung nampak sibukkembali ke sarangnya. Sedangkan dibawahnya, terlihat dua ekor kuda yangtengah ditunggangi Sepasang WaletMerah. Mereka terus berjalan menyusurilereng Bukit Batok. Tidak jauh dari situ,terlihat sebuah desa yang mulai kelihatansepi. Desa yang satu-satunya terdekatdengan lereng bukit ini dinamakan DesaBatok.

Suasana sepi itu tiba-tiba pecah olehteriakan keras disusul dengan munculnyasesosok tubuh menjebol atap sebuahrumah. Sosok tubuh berpakaian ketat

Page 53: 03. Sepasang Walet Merah

serba putih itu bersalto beberapa kali. Disebuah dahan pohon sosok itu hinggapdengan manis. Matanya memandangsebentar pada rumah yang baru sajadijebolnya, lalu kembali mendarat ditanah. Gerakannya ringan, menandakanorang itu memiliki kepandaian yang tidakrendah.

Sepasang Walet Merah segeramenghentikan langkah kudanya. Serentakmereka melompat turun dan menuntunkuda mendekati sebuah pohon di pinggirjalan utama desa itu. Wulan mengamatirumah yang ternyata sebuah penginapan.Tatapannya lalu beralih pada orangberpakaian ketat serba putih yang berdiritegang menghadap ke pintu rumahpenginapan.

"Sarmapala," desah Wulan mengenaliorang itu.

Brak!Tiba-tiba saja pintu rumah

penginapan itu hancur berantakan.Kemudian disusul berkelebatnya seberkas

Page 54: 03. Sepasang Walet Merah

cahaya merah meluncur deras ke arahSarmapala. Dalam waktu yang bersamaan,Sarmapala melompat ke udara. Sinarmerah itu lewat di bawah kakinya, lalutepat menghantam pohon yang berada dibelakang laki-laki muda itu. Seketikapohon itu meledak dan tumbang.Sarmapala kembali mendarat manis di ta-nah.

"Klabang Hijau, ke luar kau! Janganseperti tikus bersembunyi di parit!" bentakSarmapala keras.

"He he he.... Sungguh besar nyalimu,Sarmapala. Tapi lebih besar bualanmudaripada besarnya gunung," terdengarsuara keras dari dalam penginapan.

"Nyalimu yang seperti liur! Kalaujantan, ke luar!" balas Sarmapala dengantajam.

Belum lagi selesai bibir Sarmapalaberkata, tiba-tiba berkelebat sebuahbayangan hijau ke luar dari pintu rumahpenginapan yang hancur berantakan.Sekejap saja di depan Sarmapala sudah

Page 55: 03. Sepasang Walet Merah

berdiri seorang laki-laki tua bertubuhbungkuk dengan tongkat hijau ditangannya. Bajunya yang menyerupaijubah, seluruhnya berwarna hijau. Bahkanwajah dan tangannya pun berwarna hijau.Dia kini tengah memandang Sarmapaladengan tajam.

"Sarmapala bisa mati di tanganKlabang Hijau." desis Jaka ketika melihatlaki-laki tua berdiri dengan tiba-tiba didepan Sarmapala.

"Kau akan membantu Sarmapala,Kakang?" tanya Wulan

"Tidak," Sahut Jaka tegas.Seperti apapun bahayanya

Sarmapala, tidak bakalan Jaka membantu.Dia tidak pernah menyukai laki-laki ituyang selalu saja menginginkan Wulanmenerima cintanya, meskipun Sarmapalaseorang pendekar digdaya yang berhatilurus.

Jaka masih ingat ketika Sarmapalamempermalukannya di depan orangbanyak. Saat itu tubuh Jaka dibuat babak

Page 56: 03. Sepasang Walet Merah

belur hanya karena salah pengertian yangsepele. Meskipun dulu hidupbergelandang dan mengemis, tapi Jakatidak pernah melakukan perbuatan yangmerugikan orang lain.

Waktu itu, Sarmapala masih remaja,sama seperti dirinya yang masih berusiasekitar lima belas tahun. Dia anak seorangpembesar kerajaan yang sangat dihormatidan disegani. Suatu saat, di pusat kerajaansedang diadakan pesta besar-besaran me-nyambut datangnya peringatan DasawarsaKerajaan. Dalam keadaan seluruhpenduduk bersenang-senang, tiba-tibaterjadi ribut-ribut

Keributan itu berawal dari seorangwanita setengah baya yang kecopetan.Kebetulan Jaka yang waktu itu masihbergelandang berada dekat dengankejadian itu. Semua orang langsungmenuduhnya mencopet wanita setengahbaya itu. Sarmapala yang saat itu jugaberada di sana bersama sejumlah prajurit,segera bertindak tanpa bertanya lebih

Page 57: 03. Sepasang Walet Merah

dulu. Tentu saja, Jaka yang hanya seoranggelandangan dan awam terhadap ilmukanuragan, menjadi babak belur.Untunglah seorang kakek tua cepatmenolongnya dan membawanya daritempat itu. Kakek yang bernama EyangResi Suralaga lalu mengangkat Jakasebagai anak sekaligus murid bersamacucu kakek itu yang bernama Wulan.Kejadian itu tidak terlupakan bagi Jakahingga saat ini.

"Kakang...," Wulan mencolek lenganJaka.

"Oh!" Jaka tersentak darilamunannya.

"Kita di sini terus, Kakang?" tanyaWulan

"Sebentar, biarkan mereka selesaidulu dengan urusannya, baru kitalanjutkan perjalanan," jawab Jaka.

Wulan tidak membantah. Dia cukupmengerti perasaan Jaka saat ini. Wulanpun tahu peristiwa yang sekitar dua puluhtahun yang lalu. Saat itu dia masih berusia

Page 58: 03. Sepasang Walet Merah

sekitar lima tahun. Masih jelas dalamingatannya bagaimana kedaan Jaka waktuitu. Tetapi Wulan tidak menyalahkan Jakaataupun Sarmapala. Baginya hal itu hanyasalah pengertian saja. Lain halnya denganJaka. Rupanya dia mengingatnya sebagaisesuatu yang tidak patut dilupakan. Danitu memang hak seseorang, dan Wulantidak ingin mencampurinya.

Sementara itu Sarmapala sudahbertarung melawan Klabang Hijau. Jakayang selalu memperhatikan dengan serius,sudah bisa menghitung kalau pertarunganitu sudah berjalan hampir lima jurus. Dankelihatannya Sarmapala sudah sangatterdesak sekali.

Kepandaian Klabang Hijau memangjauh di atas Sarmapala. Hanya saja sikapSarmapala yang congkak dan tinggi hatimembuatnya enggan mengakui keung-gulan lawan. Hidupnya yang serbakecukupan dan dikelilingi para pengawal,membuatnya selalu memandang rendahpada siapa. Rupanya ini berlanjut sampai

Page 59: 03. Sepasang Walet Merah

dewasa. Lebih-lebih sekarang menjabatsebagai Kepala Pasukan Kerajaan, semakinjelas sikap congkaknya. Namun demikian,Sarmapala selalu berjalan dalam alur yanglurus.

Kini Sarmapala telah mengeluarkanjurus-jurus ilmu pedang andalannya.Sementara Klabang Hijau kelihatan masihmelayaninya setengah-setengah. Bahkansampai lewat tiga puluh jurus, KlabangHijau belum sekali pun membalas setiapserangan Sarmapala. Dia hanya berkelitmenghindar, sambil terkekeh tidak henti-hentinya Hal ini membuat Sarmapalasemakin gusar dan panas hatinya.

"Klabang Hijau, jangan hanya berkelitsaja! Serang aku!" teriak Sarmapala jengkelkarena merasa diremehkan.

"He he he.... Aku tidak pemahberurusan dengan pihak kerajaan. Bahkanselamanya aku tidak ingin berurusan!"sahut Klabang Hijau.

Page 60: 03. Sepasang Walet Merah

"Jangan katakan aku kejam kalaupedangku menembus jantungmu!" dengusSarmapala.

"Silakan, kalau kau mampu."Mendengar tantangan ini, Sarmapala

makin geram hatinya. Dia pun segeramemperhebat serangan-serangannyaPedang pusaka warisan Ayahandanya,berkelebat cepat mengarah ke bagian-bagian tubuh lawan. Rasa penasaran didalam hatinya semakin menebal. Tetapisampai sejauh ini, pedangnya belumsedikit pun menyentuh ujung jubah orangtua itu. Hingga pada suatu saat...

"Tahan...!" seru Klabang Hijau keras."Celaka!" sentak Jaka dan Wulan

hampir berbarengan.Apa yang dilakukan Klabang Hijau?

* * *

Page 61: 03. Sepasang Walet Merah

3

Tiba-tiba saja Klabang Hijau melesatke udara. Setelah berputar satu kali, dalamkeadaan masih di atas, disentakkan tangankanannya Sepasang Walet Merah tahubetul kalau Klabang Hijau tengah menge-luarkan jurus 'Kala Wisa' yang sangatberbahaya.

Tidak semua tokoh mampumenandingi jurus 'Kala Wisa' termasukSarmapala yang hanya mengandalkanilmu kanuragan dan sedikit menguasaiilmu kesaktian lainnya. Dapat dipastikanjika 'Kala Wisa' menghantam Sarmapala,dia pasti tewas seketika dengan tubuhmembiru. Pukulan jarak jauh 'Kala Wisa'memiliki gelombang racun yang sangatmematikan.

Cras!Pada detik yang sangat kritis dan

mendebarkan itu, tiba-tiba saja sebuah

Page 62: 03. Sepasang Walet Merah

bayangan berkelebat cepat memapakserangan Klabang Hijau.

"Setan belang! Siapa beranimencampuri urusanku?!" umpat KlabangHijau gusar, karena serangannya patah ditengah jalan.

'Tidak kusangka, nama besar KlabangHijau ternyata hanya untuk menakut-nakuti bocah kemarin sore," terdengarsuara serak dan parau.

Semua mata langsung tertuju padaarah suara tadi. Tampak seorangperempuan tua berambut putih se-luruhnya, berdiri di atas batu besar sebesarkerbau. Orang mengenalinya dari sabukhitam yang melilit pinggangnya.Namanya, Nenek Sumbing.

"Tidak ada gunanya kalian mengadunyawa di sini," kata Nenek Sumbing lagi.Suaranya tetap terdengar serak dan parau.

"Ha ha ha..., ternyata mulutnya yangsomplak mampu juga memberi nasehat,"Sarmapala tertawa mengejek.

Page 63: 03. Sepasang Walet Merah

Nenek Sumbing hanya tersenyum.Bibirnya yang telah sobek bagian atassemakin jelek dipandang. Senyuman itujuga lebih mirip seringaian. Gigi-giginyayang hitam mencuat ke luar.

"Kau datang ke desa ini tentunyabermaksud ke Bukit Batok. Aku rasalangkahmu hanya untuk mengantarnyawa saja, anak muda," tenang NenekSumbing berkata.

Merah padam wajah Sarmapalaketika mendengar ucapan Nenek Sumbingyang bernada tenang itu, namun membuatpanas telinga. Jelas kalau perempuan tuaitu meremehkan dirinya.

"Nenek jelek! Semua orang tahukalau Cupu Manik Tunjung Biru miliksiapa saja yang berhasil mendapatkannya.Pusaka itu bukan hanya milik kalian kaumrimba persilatan!" kata Sarmapala kerasdengan nada gusar.

Kata-kata yang diucapkan lantangdan keras, membuat Sepasang WaletMerah yang sejak tadi mengamati mereka,

Page 64: 03. Sepasang Walet Merah

menjadi tersentak kaget. Ternyata beritatentang pusaka Cupu Manik Tunjung Birusudah tersebar begitu luas. Bukan hanyatokoh-tokoh rimba persilatan saja yangingin memilikinya, tetapi orang-orangkerajaan seperti Sarmapala ini pun jugatertarik.

"Rasanya tidak ada gunanya berdebatdi sini. Kalau kau punya nyali, kita dapatsaling mengadu nyawa nanti di GoaLarangan Bukit Batok," kata NenekSumbing seraya mencelat tinggi danlenyap di antara rumah-rumah penduduk.

"Perhitungan kita belum selesai,Klabang Hijau," Sarmapala langsungmenatap Klabang Hijau. Dia tidak pedulilagi dengan Nenek Sumbing yang entahsudah pergi ke mana.

"He he he...," Klabang Hijau terkekeh,kemudian dibalikkan tubuhnya, lalumelangkah.

"Hey, tunggu! Kau tidak bisa pergibegitu saja sebelum salah satu di antarakita mati!" teriak Sarmapala lantang.

Page 65: 03. Sepasang Walet Merah

"Percuma aku melayanimu. Buang-buang tenaga saja," dengus Klabang Hijauterus saja berlalu.

Dengan kemarahan memuncak,Sarmapala berteriak nyaring sambilmelompat membabatkan pedangnya.Namun ketika mata pedangnya hampirmenyentuh tubuh Klabang Hijau, sekejapsaja sasarannya telah melompat tinggi dantelah hinggap di atas genteng rumahpenginapan.

"Kutunggu kau di Goa LaranganBukit Batok," kata Klabang Hijau sambilmelompat dan hilang di antarapepohonan.

"Pengecut!" umpat Sarmapala geram.Sambil bersungut-sungut, dihampirikudanya yang ditambatkan di depanrumah penginapan. Setelah melompatringan ke punggung kuda putih tunggang-annya, kuda itu pun melesat bagai anakpanah lepas dari busur ketika digebah talikekangnya.

Page 66: 03. Sepasang Walet Merah

Sepasang Walet Merah yang sejaktadi memperhatikan, hanya diam sajamelihat kejadian itu. Masing-masing sibukdengan pikirannya. Sebentar saja keadaandi depan rumah penginapan kembalisunyi lengang. Sementara senja telahsemakin merayap menjelang malam.Suasana gelap mulai menyelimuti desa itu.

"Mereka pasti menuju makam EyangResi," gumam Jaka.

Wulan hanya memandang Jaka tanpabicara.

"Kau dengar kata-kata NenekSumbing tadi, Wulan?" tanya Jaka.

"Ya," sahut Wulan."Mereka menyangka Cupu Manik

Tunjung Biru ada di Goa Larangan BukitBatok. Dan kau tahu di dalam goa ituEyang Resi Suralaga dimakamkan.Apakah kita hanya berdiam diri saja?"

"Aku tidak rela makam eyangdiobrak-abrik tangan-tangan kotor!"dengus Wulan geram.

Page 67: 03. Sepasang Walet Merah

Tanpa banyak bicara lagi, merekamelompat ke punggung kuda masing-masing. Secepat kilat digebah kudatunggangan mereka, kembali ke BukitBatok. Sepasang Walet Merah kinisemakin yakin bahwa benda pusaka yangtengah diperebutkan dan dicari-cari tokoh-tokoh rimba persilatan adalah milik EyangResi Suralaga.

Benda pusaka yang bernama CupuManik Tunjung Biru kini jadi rebutansetelah pemiliknya meninggal dunia.Eyang Resi Suralaga memang tidak pernahcerita panjang lebar mengenai hal itu.Tetapi kata-kata terakhirnya yangmerupakan teka-teki, kini hampirterungkap. Bahkan sekarang jadipermasalahan serius.

Sepasang Walet Merah belum tahu,apa manfaat pusaka itu bagi orang lain.Mereka sampai rela mengadu nyawahanya untuk memperebutkan sebuah cupuyang belum ketahuan bentuk dankhasiatnya.

Page 68: 03. Sepasang Walet Merah

Bagi Sepasang Walet Merah cupu itusangat bermanfaat. Tapi bagi orang lain?Ini yang menjadi pertanyaan.

* * *

Bukit Batok tampak berdiri angkuhterselimut kabut tebal yang bergeraktertiup angin. Bukit yang semula tidakdikenal, kini mendadak jadi pusatperhatian. Setiap hari selalu saja ada yangpergi ke sana. Tujuan mereka hanya satu.Cupu Manik Tunjung Biru.

Kini Goa Larangan Bukit Batok ramaioleh tokoh-tokoh rimba persilatan baikdari golongan putih maupun hitam.Mereka datang sendiri-sendiri, dan adapula yang bersama murid-muridnya.Bahkan terlihat pula serombonganprajurit-prajurit kerajaan yang dibagibeberapa kelompok. Masing-masingkelompok dipimpin seorang punggawaatau pembesar kerajaan.

Page 69: 03. Sepasang Walet Merah

Walaupun maksud memiliki CupuManik Tunjung Biru berlainan, tapi yangjelas orang-orang dari segala penjuru telahberdatangan ke Bukit batok. Tempat itukini seperti akan diadakan pesta saja.Bahkan ada beberapa kelompok orangyang hanya memiliki kepandaian pas-pasan ikut hadir. Mereka rata-rata hanyaingin melihat saja tokoh-tokoh tingkattinggi saling bertarung untukmemperebutkan benda yang bukanmiliknya.

"Tidak kusangka, Cupu ManikTunjung Biru punya daya tarik luar biasa,"gumam seorang pemuda sambilmenggeleng-gelengkan kepalanya.

Pemuda itu bertubuh kurusjangkung. Sepasang matanya bulatcekung, masuk ke dalam di antara duapipinya yang kempot. Namun masih jugaterlihat garis garis ketampanannya dengankulit yang kuning langsat. Pakaiannyarapih perlente bagai seorang pangeran.Disampingnya berdiri seorang pemuda de-

Page 70: 03. Sepasang Walet Merah

ngan bentuk tubuh dan wajah yang sama.Pakaiannya pun persis sama. Sulitmembedakan kalau mereka berdampinganbersama. Mereka dikenal dengan julukansi Setan Kembar.

"Kau lihat, Adik Sencaki. Pihakkerajaan ternyata berminat juga denganCupu Manik Tunjung Biru," kata pemudaitu lagi yang bernama Sencaka.

"Ya, mereka datang secara terbuka,"sahut Sencaki. Matanya meneliti keadaansekitar. Sepertinya tempat ini tidak adalagi tempat untuk bersembunyi.

Di balik pepohonan, batu-batu,bahkan di pucuk-pucuk pohon sudahdihuni tokoh-tokoh rimba persilatan yangselalu mengincar kesempatan untuk me-nembus Goa Larangan.

Tiba-tiba mata Sencaki yang tajammenangkap sepasang anak mudaberpakaian serba merah tengah duduk diatas punggung kuda. Memang agak jauhdari tempat ini, tapi jelas kalau merekatengah mengawasi keadaan sekitarnya.

Page 71: 03. Sepasang Walet Merah

"Bukankah itu Sepasang WaletMerah?" Sencaki seperti bertanya pada dirisendiri.

"Benar. Rupanya kau melihat juga,"sahut Sencaka.

"Kelihatannya mereka tenang-tenangsaja, Kakang," kata Sencaki tidakmengalihkan perhatian pada SepasangWalet Mwrah.

"Mungkin cupu itu telah berada ditangannya," sahut Sencaka menebak.

"Kalau begitu, untuk apa kita beradadi sini? Bukankah lebih baik merebut cupuitu dari tangan mereka?'

"Jangan terburu nafsu. Lihat duluperkembangan. Biarkan orang-orangdungu itu saling bunuh! Dengandemikian, rintangan kita berkurang."

Sencaki mengangguk-anggukankepalanya. Matanya tetap tidak berkedipmengawasi Sepasang Walet Merah yangberada di puncak bukit. Dari puncak itumemang bisa terlihat jelas keadaan disekitar Goa Larangan.

Page 72: 03. Sepasang Walet Merah

"Aku yakin Sepasang Walet Merahtidak rela tempat ini dijadikan ajangpertempuran," gumam Sencaki.

"Mereka juga harus berpikir dua kaliuntuk langsung turun tangan. Kau lihatsaja di situ. Ada Nenek Sumbing, KlabangHijau, Pendekar Mata Elang, dan hampirseluruh tokoh sakti tumplek di tempat ini.Kita sendiri belum tentu mampumenandingi salah satu di antara mereka."

"Jadi, menurutmu bagaimana,Kakang?"

"Diam di sini sambil mengamatiperkembangan. Dan kau jangan lepasmengawasi setiap gerak Sepasang WaletMerah."

Sencaki mengangguk-anggukankepalanya. Dia mengerti maksud kakakkembarnya ini. Dalam keadaan seperti ini,memang bukan tenaga dan kesaktian yangdiperlukan, tapi kelicikan dan kecerdikanlah yang bermain. Siapa yang lebih cerdik,dia yang berhasil mendapatkan CupuManik Tunjung Biru.

Page 73: 03. Sepasang Walet Merah

Tapi bukan si Setan Kembar saja yangpunya pikiran seperti itu. Tidak jauh darimereka, juga terlihat lima orang bertubuhkekar dengan golok tersampir dipunggung. Mereka lebih di kenal dengansebutan Lima Golok Neraka.

"Rasanya aku sudah tidak sabar lagi,"gumam salah seorang dari Lima GolokNeraka yang mengenakan baju berwarnakuning.

"Sabar, Baga Kuning. Kita datang kesini untuk mendapatkan Cupu ManikTunjung Biru. Bukan untuk mengantarkannyawa sia-sia!" kata seorang lagi yangmengenakan baju biru.

Memang kelima orang itu dapatdikenal namanya dari pakaian yangdikenakan. Warna yang berbedamerupakan ciri khas dari nama mereka.

"Lalu sampai kapan kita harusmenunggu? Rasanya tanganku sudahgatal," sembur Baga Ungu.

"Ingat, Baga Ungu, Baga Kuning, dankalian semua. Keadaan seperti ini sudah

Page 74: 03. Sepasang Walet Merah

kita duga sebelumnya. Dan cara yangterbaik bukan dengan jalan adu otot danilmu kesaktian, tapi!" kata Baga Birusambil telunjuknya diketuk-ketukan kekeningnya sendiri. Memang, adik-adiknyasudah tidak sabaran lagi untukmendapatkan benda pusaka itu.

"Lalu bagaimana menurutpikiranmu?" tanya Baga Putih.

Baga Biru tidak segera menjawab. Diasendiri tengah memikirkan cara terbaikagar dapat memenangkan persaingan initanpa terlalu menguras tenaga.Masalahnya, yang datang ke Bukit Batokini bukanlah orang-orang sembarangan.Mereka rata-rata memiliki kepandaianyang cukup tinggi. Jadi tidak mungkinmenghadapi mereka semua denganmengandalkan ilmu olah kanuragan dankesaktian.

Langkah yang terpenting sekarangadalah dapat menjaga emosi, dan mencariyang tepat tanpa harus mengeluarkanbanyak tenaga. Tentu saja hal ini

Page 75: 03. Sepasang Walet Merah

membutuhkan kerja otak yang berat.Kecerdikan lebih berperan untukmemenangkan persaingan ini.

Pada saat Baga Biru memeras otak,tiba-tiba terdengar ribut-ribut yang disusulsuara jerit kematian. Tampak satu pasukanberseragam prajurit kerajaan porak-poranda bagai diterjang banteng liar yangmengamuk. Beberapa mayat terlihatbergelimpangan dengan dada tertembusbatang panah.

"Ada apa?" tanya Baga Biru."Ada orang gila membantai prajurit

kerajaan," sahut Baga Kuning.Mata Baga Biru membeliak melihat

anak-anak panah datang bagai hujanmembantai para prajurit itu. Bukan hanyasatu kelompok pasukan saja yangmengalami hal ini Kelompok-kelompoklain pun ikut kacau dengan datangnyahujan panah secara tiba-tiba itu. Jeritmelengking disertai tumbangnya beberapatubuh manusia mewarnai keadaan BukitBatok.

Page 76: 03. Sepasang Walet Merah

Semua orang yang ada di situlangsung memusatkan perhatian padakejadian yang datang secara tiba-tiba itu.Terlihat beberapa prajurit yang masihhidup berusaha menyelamatkan diri.Namun karena derasnya anak panah yangdatang, seperti tak ada kesempatan lagibuat mereka untuk meloloskan diri. Satudua anak panah dapat mereka hindari,tapi anak panah berikutnya berhasilmenembus tubuh mereka.

Malang benar nasib mereka. Siapakahorang yang begitu tega dan kejammembantai puluhan orang tanpa diberikesempatan sedikit pun untuk balasmenyerang? Anak-anak panah itu bagaidatang dari segala penjuru. Hanya matayang telah terlatih baik saja yang dapatmelihat kalau anak panah itu datang darisatu arah.

Kini jeritan kematian yang menyayatitu sebentar saja sudah tidak terdengarlagi. Yang ada hanya tubuh-tubuhbergelimpangan tidak tentu arah. Darah

Page 77: 03. Sepasang Walet Merah

membanjiri rerumputan. Bau anyir darahmulai tercium dibawa angin.

* * *

"Ha ha ha..., mampus kalian semuaanjing-anjing Pasirwatu!" terdengar suaramenggelegar bersamaan denganberhentinya hujan panah.

Terlihat seorang laki-laki mudadengan tubuh tinggi tegap berdiri di atassebuah batu besar yang bertumpuk-tumpuk. Di tangan kanannya tergenggamsebuah busur. Sedangkan di pinggangnyatergantung sebuah kantong anak panahyang telah kosong. Pongah sekali lagaknyasambil berdiri membelakangi matahari.

Matanya tajam memandangi mayat-mayat prajurit Kerajaan Pasirwatu.Mendadak dibuangnya busur, dan dengangerakan lincah, kedua tangannyamencabut tombak pendek bermata tigayang terselip di pinggang. DialahRakawigirang.

Page 78: 03. Sepasang Walet Merah

Rakawigirang membantai habisprajurit Pasirwatu memang ada alasannya.Lima tahun lalu putri Kerajaan Pasirwatupernah disayembarakan. Ternyata pemudabernama Rakawigirang ini ikut pula dalamsayembara itu. Tapi dia dapat dikalahkanoleh putri yang disayembarakan itu.Memang putri itu seorang yang digdaya.Rupanya dari peristiwa itu Rakawigirangmemendam dendam.

"Siapa yang akan membela anjing-anjing Pasirwatu? Tunjukkan muka!"teriak Rakawigirang pongah menantang.

"Rakawigirang, tingkahmu sungguhmenjijikan!" suara balasan terdengarmenggeram, disusul munculnya seoranglaki-laki muda berpakaian ketat serbaputih.

"O, rupanya masih ada juga tikusbusuk Pasirwatu," Rakawigirangtersenyum sinis melihat Sarmapalamuncul.

Sarmapala, salah seorang abdi utamadengan jabatan kepala pasukan prajurit

Page 79: 03. Sepasang Walet Merah

Kerajaan Pasirwatu. Hatinya murkamelihat pembantaian brutal yang di-lakukan Rakawigirang. Lebih-lebih kata-kata yang terlontar dari mulutRakawigirang sangat menyakitkan telinga.

"Kurobek mulutmu, Rakawigirang!"geram Sarmapala.

"Majulah! Keluarkan senjatamu!"tantang Rakawigirang.

"Menghadapimu tidak perlumenggunakan senjata!"

Rakawigirang segera menyelipkankembali dua tombak bermata tiga kepinggangnya, lalu melesat ke udara danbersalto dua kali. Dengan manis kakinyamenjejak tanah sejauh lima langkah didepan Sarmapala.

"Kau datang ke sini tentu inginmencari Cupu Manik Tunjung Biru,bukan? Nah, sebelum itu hadapi akudulu!" kata Rakawigirang pongah.

"Bersiaplah!" dengus Sarmapalaenggan bertele-tele.

Page 80: 03. Sepasang Walet Merah

Bibirnya belum lagi keringmengucapkan kata-kata itu, Sarmapalalangsung membuka jurus-jurus tangankosong. Sedangkan Rakawigirang tampakberdiri tenang dengan mata tajammengawasi setiap kembangan jurustangan kosong Sarmapala. Bibirnya ter-sungging senyuman tipis. Dia sudah tidakaneh lagi menghadapi jurus-jurus itu,karena telah pernah berhadapan sewaktumelawan putri Rasmala dari KerajaanPasirwatu lima tahun lalu. Tentu sajaSarmapala juga mendapatkan sumberyang sama.

Seandainya putri sombong itu ada disini, belum tentu dapat mengalahkanRakawigirang lagi. Selama lima tahunRakawigirang memperdalam ilmu-ilmunya. Apalagi kini dia mempelajariilmu baru yang lebih dahsyat dan dapatdiandalkan.

"Tahan serangan!" teriak Sarmapalatiba-tiba.

Page 81: 03. Sepasang Walet Merah

Bersamaan dengan itu, kakiSarmapala bergerak cepat melompatmenerjang Rakawigirang Masih dalamposisi di atas tanah, digerakkan kakinyadengan cepat ke arah bagian-bagian tubuhlawan.

Rakawigirang yang sudahmengetahui gerakan-gerakan itusebelumnya, hanya memiringkantubuhnya sedikit ke kiri dan ke kananmenghindari sabetan kaki lawan yangberuntun. Tidak sedikit pun digeser ka-kinya.

Serangan pertama Sarmapala gagaltotal. Segera dibukanya serangan barudengan jurus kedua. Kali ini tubuhSarmapala dimiringkan ke kanan. Sebelahkakinya menekuk. Dengan cepat, tangankanannya menyambar kepala lawan.

Pembahan serangan yang cepat danmendadak itu tidak diduga sebelumnyaoleh Rakawigirang. Dia kaget, lalu cepat-cepat menundukkan kepala. Tapi tanpadiduga sama sekali, kaki kanan Sarmapala

Page 82: 03. Sepasang Walet Merah

yang tertekuk bergerak cepat menendangke depan.

"Setan!" dengus Rakawigirang sengit.Jarak mereka begitu dekat dan tidak

mungkin Rakawigirang mengelak.Terpaksa diayunkan tangannya memapaktendangan itu.

Buk!Benturan keras terjadi antara tangan

dan kaki. Seketika itu juga Rakawigirangmelompat dua kali ke belakang. Bibirnyameringis menahan sakit yang amat sangatpada tangannya.

"Babi buntung, keluarkan senjatamu!"umpat Rakawigirang sambil meringis.Untung tulang tangannya tidak patah.Hanya memar sedikit.

"Sudah kubilang, menghadapimutidak perlu menggunakan senjata," sahutSarmapala dingin.

"Setan! Jangan menyesal kalau kaumati di ujung senjataku!" geramRakawigirang sambil mencabut tongkatpendek berujung tiga dari pinggangnya.

Page 83: 03. Sepasang Walet Merah

"Ha ha ha..., anak kecil pun tidakakan gentar melihat mainanmu!" ejekSarmapala.

"Hiyaaa...!" Rakawigirang tidak lagibisa menahan amarahnya. Langsung sajadia melompat dengan dua senjata ditangan terhunus ke depan.

Sarmapala melesat tinggi ke udaramenghindari terjangan yang bagai bantengmengamuk itu. Ujung senjataRakawigirang meleset beberapa rambut dibawah kaki Sarmapala. Dua kali diabersalto di udara, lalu mendarat dibelakang Rakawigirang.

"Mampus kau!" bentak Rakawigirang.Dengan cepat tubuhnya berputar.

Satu ujung tombak itu mengancam perutsedangkan tombak lainnya mengarah keleher. Sarmapala yang baru saja mendaratke tanah, segera melenting ke belakangbeberapa tombak menghindari seranganyang begitu cepat

"Setan!" dengus Sarmapala. "Limatahun begitu pesat kemajuannya."

Page 84: 03. Sepasang Walet Merah

Belum lagi Sarmapala bernapassedikit, telah datang lagi seranganselanjutnya. Sarmapala hanya bisa berkelitdan melompat menghindari setiap serang-an lawan. Namun sampai lewat lima jurus,Rakawigirang belum menyentuhkan ujungsenjatanya ke tubuh Sarmapala. GerakanSarmapala benar-benar cepat berkelitmenghindari setiap serangan beruntunlagi berbahaya.

Namun setelah lewat sepuluh jurus,kelihatan Sarmapala mulai terdesak.Beberapa kali harus jatuh bangunmenghindari senjata lawan yang nyarismenikam tubuhnya. Rakawigirang benar-benar tidak memberi kesempatan padalawan untuk bernapas. Dia mendesakterus dengan jurus-jurus mautnya.

Bret!Tiba-tiba saja ujung senjata

Rakawigirang berhasil merobek bajuSarmapala. Bukan main terkejutnyapemuda itu. Cepat-cepat dia melompattinggi ke udara, dan menarik pedangnya.

Page 85: 03. Sepasang Walet Merah

"Bagus! Aku sungkan membunuhlawan tanpa memegang senjata!" seruRakawigirang.

Sebenarnya Sarmapala engganmenggunakan senjata. Tetapi karenaserangan-serangan lawan sangatberbahaya, terpaksa dikeluarkan jugasenjatanya. Mau tidak mau dia harusmenahan malu karena telah meremehkanlawan tadi.

Kini pertarungan mulai berjalanseimbang. Sarmapala tidak lagi harus jatuhbangun menghindari serangan. Bahkankini serangan-serangannya kelihatanmengganas. Sebentar saja telah dua puluhjurus terlewati. Namun sejauh ini belumada yang kelihatan terdesak.

"Awas kepala!" teriak Sarmapala tiba-tiba. Dengan cepat disabetkan pedangnyake arah kepala lawan. Begitu cepatnyasabetan pedang Sarmapala membuatRakawigirang tidak punya pilihan lain.Dengan cepat pula diangkatnya satusenjatanya untuk melindungi kepala.

Page 86: 03. Sepasang Walet Merah

Trang!Dua senjata beradu keras sehingga

menimbulkan pijaran bunga api. TanganRakawigirang pun sampai-sampaibergetar hebat. Belum lagi hilang rasakagetnya, tiba-tiba saja Sarmapalamemutar pedangnya dan....

Bret!"Akh!" Rakawigirang memekik

tertahan.Darah mengucur dari perut yang

sobek tergores ujung pedang Sarmapala.Cepat-cepat Rakawigirang melompat duadepa ke belakang. Dia meringis menahanperih yang menyayat perutnya. Darahterus merembes membasahi bajunya.

"Setan!" geram Rakawigirang sengit."Melawan Gusti Putri saja kau tak

mampu, apalagi melawan aku...?"Sarmapala mengejek.

Rakawigirang mendengus geram.Setelah menotok beberapa jalan darahsekitar perutnya, dia kembali menyerangdengan ganas. Sarmapala kini tidak

Page 87: 03. Sepasang Walet Merah

sungkan-sungkan lagi. DitandinginyaRakawigirang dengan jurus-jurus pedangmautnya. Pertarungan kembaliberlangsung seru.

Tepat pada jurus yang kelima puluh,Sarmapala merubah jurusnya. Ditarikpedangnya ke samping, seakan-akanmemberikan kebebasan lawan untukmenikam tubuhnya yang kosong. Hal inidimanfaatkan oleh Rakawigirang yangsudah kalap dibalut amarah.

Dengan cepat ditusukan keduasenjatanya ke arah perut dan dada. Semuaorang melihat pasti akan menyangkaSarmapala sengaja bunuh diri denganmembuka jurus pertahanannya. Namunapa yang terjadi selanjutnya?

Trang! Trang!Tepat pada saat ujung-ujung senjata

Rakawigirang hampir mencapai sasaran,mendadak Sarmapala mendoyongkantubuhnya ke belakang. Dalam keadaandoyong ke belakang itu, tangan Sarmapalayang semula terentang, riba-riba bergerak

Page 88: 03. Sepasang Walet Merah

cepat mengarahkan pedangnya daribawah ke atas.

"Akh" pekik Rakawigirang terkejutRakawigirang tidak mungkin

menarik senjatanya lagi. Dengan bebasSarmapala memapak Dua senjata tombakpendek bermata cabang tiga itu punterpental ke udara. Belum lagi hilang rasakagetnya, secepat kilat Sarmapalamembuat setengah putaran padapedangnya. Dan....

"Aaaa...!" Rakawigirang menjeritmelengking

Ujung pedang Sarmapala berhasilmenembus tepat dada Rakawigiranghingga tembus ke punggung. Sambilmendengus, Sarmapala mengayunkankakinya menendang tubuh lawan yangtelah tertembus pedang. Rakawigirangpun terlontar ke belakang bersamaandengan tertariknya pedang keluar daritubuhnya. Darah segar menyembur daritubuh Rakawigirang.

Page 89: 03. Sepasang Walet Merah

Rakawigirang menggeletak tidakbernyawa lagi. Sarmapala berdiri tegakmenatap tubuh lawannya yang telahmenjadi mayat. Setelah membersihkanmata pedang dari noda darah,dimasukkannya pedang itu ke sarungnyadi punggung.

* * *

Page 90: 03. Sepasang Walet Merah

4

Sarmapala melangkah ringan.Matanya mengamati ke sekeliling. Diatahu benar kalau di sekitarnyabersembunyi tokoh-tokoh rimba persilatanbaik dari golongan hitam maupun putih.Dan tentunya mereka telah menyaksikanpertarungan tadi. Tapi sepertinyaSarmapala tidak peduli. Langkahnya terusterayun menuju ke Goa Larangan.

Tetapi bani saja kakinya melangkahsekitar tiga tombak, tiba-tiba di depannyameluncur sebuah bayangan berwarnahijau, yang kemudian berhenti didepannya. Ternyata bayangan itu adalahKlabang Hijau yang telah berdiri angkerdengan sikap menantang.

"Belum saatnya kau melangkah kesana, anak setan," kata Klabang Hijaudingin.

"Hm, rupanya Klabang Hijau masihjuga penasaran," gumam Sarmapala.

Page 91: 03. Sepasang Walet Merah

"Aku belum puas kalau belummematahkan lehermu!"

"Silakan kalau kau mampu.""Bersiaplah untuk mati, anak setan!

Arwah cucuku yang kau nodai belumpuas kalau kau belum mampus ditanganku!"

Setelah berkata demikian, KlabangHijau segera mengerahkan aji 'Kala Wisa'.Sarmapala yakin kalau lawannya kali initidak main-main lagi untuk menggunakankesaktiannya. Makanya dia pun tidakmenganggap remeh, segera disiapkan aji'Guntur Geni', ajian yang cukup dahsyat.

Dua orang memiliki persoalanpribadi sudah siap-siap dengan ilmukesaktian masing-masing. Dan sebenarnyaKlabang Hijau ke Bukit Batok ini hanyauntuk menemui Sarmapala. Klabang Hijautahu betul kalau manusia satu ini sangatgila akan benda-benda pusaka yangmemiliki kekuatan tinggi. Selain itu,Sarmapala juga gemar mempelajari ilmu-ilmu kesaktian. Tidak heran kalau dia

Page 92: 03. Sepasang Walet Merah

selalu meninggalkan tugas-tugasnyasebagai kepala pasukan kerajaan hanyakarena ingin memenuhi ambisinya.

Klabang Hijau tidak pernah tertarikdengan Cupu Manik Tunjung Biru. Diatahu kalau benda pusaka itu milik EyangResi Suralaga yang mangkat beberapatahun lalu. Klabang Hijau pun tahu kalaumendiang tokoh tua itu memiliki cucuperempuan dan seorang murid laki-lakiyang diangkat menjadi cucunya. Jadisudah pasti kalau Cupu Manik TunjungBiru harus jatuh ketangan cucu-cucunyasebagai pewaris yang sah.

"Aji 'Kala Wisa'!""Aji 'Guntur Geni'!"Dua teriakan keras terdengar hampir

bersamaan waktunya, disusul denganmelesatnya dua tubuh lengkap dengankesaktian masing-masing. Klabang Hijaumeluncur deras dengan kedua telapaktangan terbuka ke depan. SedangkanSarmapala melompat dengan keduatangan terkepal ke depan. Hingga pada

Page 93: 03. Sepasang Walet Merah

satu titik di udara, dua pasang tanganbertemu.

Biar!Ledakan keras terjadi diikuti

berpencarnya bunga api yang berwarna-warni ke segala arah. Dia bergulinganbeberapa tombak.

Sementara itu Sarmapala tidak kalahjauhnya terpental. Punggungnya sampaimenghantam sebuah batu besar hinggahancur berkeping-keping. Debu mengepuldari batu yang hancur itu. Sarmapalamenggeletak di antara batu-batuan yangberserakan terlanggar tubuhnya. Darimulut, hidung, dan telinga keluar darahkental kehitaman. Pelan-pelan diaberusaha bangkit berdiri. Tetapi baru sajabangun sedikit, dari mulutnya kembalimemuntahkan darah kental kehitaman.Sarmapala berusaha duduk, dan segeramengambil sikap bersemedi.

Lain halnya dengan Klabang Hijau.Setelah bergulingan di tanah beberapakali, dengan cepat dia langsung

Page 94: 03. Sepasang Walet Merah

mengambil posisi bersemedi. Dari sudutbibirnya juga mengalir darah kentalkehitaman. Namun keadaannya tidakseparah Sarmapala.

Dengan menyalurkan hawa mumi keseluruh tubuh, tidak lama kemudiantenaga Klabang Hijau telah pulih kembali.Masih dalam posisi bersila, tubuhnyaterangkat naik dan bergerak ke depanmenghampiri Sarmapala yang telahmembuka matanya.

"Edan!" dengus Sarmapala ketikalawannya sudah kembali menyerangdengan posisi bersila.

Dengan cepat ditarik tangan kirinyake atas, lalu perlahan-lahan turun, tangankanannya menyilang di dada dengantelapak tangan terbuka. Perlahan-lahantubuhnya juga terangkat naik.

Wush!Klabang Hijau mengebut dua

tangannya ke depan ketika jaraknyadengan Sarmapala sudah dekat. Danbersamaan dengan itu, Sarmapala

Page 95: 03. Sepasang Walet Merah

mendorong dua telapak tangannya kedepan. Kembali dua pasang telapaktangan bertema Namun kali ini tidakdiiring dengan ledakan. Mereka sama-sama mendorong rapat Tubuh merekajuga berada sejauh batang anak panah diatas tanah.

Perubahan mulai terlihat pada wajahkedua orang itu. Tegang sekali. Asap putihmengepul dari telapak tangan yangmenyatu rapat. Dua tubuh yang masihmengambang di atas tanah itu perlahan-lahan bergerak berputar. Semakin lamaputaran itu semakin cepat. Yang terlihatkini hanya berupa bayangan berputarpada satu titik.

"Aaaa...!" tiba-tiba terdengar teriakanmemilukan.

Sejurus kemudian, tampak satutubuh terpental dari lingkaran yangberputar cepat. Ternyata itu adalah tubuhSarmapala. Dia menggelepar-geleparsebentar, lalu diam tak bergerak lagi.Seluruh tubuhnya hangus bagai terbakar.

Page 96: 03. Sepasang Walet Merah

Sementara Klabang Hijau telahduduk di tanah masih dengan sikapbersemedi. Kedua tangannya menyaturapat di depan dada. Terlihat daripergelangan tangan hingga telapakberwarna merah bagai darah. Agak lamadia bersemedi, sampai berangsur-angsurwarna merah di tangannya memudar, danhilang sana sekali. Klabang Hijaumembuka matanya, lalu menarik napasdalam-dalam sebentar, dan bangkitberdiri. Matanya sempat melihat mayatSarmapala yang hangus menggeletak ditanah.

"Sungguh hebat aji 'Guntur Geri',"gumam Klabang Hijau memuji kesaktianlawannya yang telah tewas.

* * *

Malam baru saja menjelang. Udaradingin menyelimuti seluruh puncak BukitBatok. Kabut tebal datang bergulung-gulung sedikit menghalangi

Page 97: 03. Sepasang Walet Merah

pemandangan. Namun semua itu tidakmenghalangi tokoh-tokoh rimba persilatanuntuk tetap tinggal di sana. Sementaralolongan anjing hutan semakin ramaiterdengar saling sambut. Beberapa ekorbahkan telah menghampiri mayat-mayatyang bergelimpangan di sekitar Goa La-rangan.

Pesta pora anjing-anjing liar itu tidakluput dari perhatian Sepasang WaletMerah yang masih berdiri di puncaktertinggi bukit ini. Sepuluh tahun merekatinggal di Bukit Batok, setiap jengkal tanahdapat mereka hafal dengan baik. Merekadapat memandang dengan leluasa dibawahnya hingga dapat tahu siapa-siapasaja yang datang ke tempat itu dengantujuan yang sama, mencari Cupu ManikTunjung Biru.

"Kematian yang sia-sia," gumamWulan lirih.

"Hanya orang tolol yang membuangnyawa percuma."

Page 98: 03. Sepasang Walet Merah

Sepasang Walet Merah terkejutmendengar suara yang datang tiba-tibadari belakang. Tampak seorang laki-lakiberpakaian kumuh berdiri dengan tanganmembawa guci arak. Wulan langsungtersenyum mengetahui orang yang ada didepannya itu.

"Kau datang lagi, Gila Jubah Hitam?"lembut suara Wulan.

"Ya. Aku datang untuk menyaksikanorang-orang tolol memperebutkanpepesan kosong," sahut si Gila JubahHitam.

Kata-katanya belum lagi hilangditelan angin, wajah si Gila Jubah Hitamkembali kelihatan murung. Matanya yangcekung menatap Wulan sayu.

"Aku senang jika kalian tidak lagimemanggilki dengan sebutan si Gila JubahHitam," lirih suaranya

"Lantas, kami harus memanggilmuapa?" tanya Jaka.

"Sebenarnya namaku Atmaya."

Page 99: 03. Sepasang Walet Merah

"Atmaya...?!" hampir bersamaan Jakadan Wulan berseru kaget

"Kenapa kalian kaget?" tanya si GilaJubah Hitam atau Atmaya.

"Bagaimana mungkin kami tidakkaget? Eyang Resi Suralaga seringmenyebut-nyebut namamu," kata Jaka.

"Benar begitu?" tanya Atmaya tidakpercaya.

"Kau lihat aku berbohong?" Jakamalah balik bertanya.

"Bohong atau tidak, itu urusanmu.Aku hanya ingin tahu si Suralaga bicaraapa saja tentang aku?"

"Kau jangan sembarangan menyebutEyang Resi dengan namanya saja!" dengusWulan gusar. Dia tidak senang kakeknyaseperti tidak dihormati.

"He he he..., rupanya kau tidaksenang aku menyebut namanya saja,"Atmaya dapat mengetahui perasaanWulan.

"Kakek Atmaya, sebenarnya adahubungan apa antara kau dengan eyang

Page 100: 03. Sepasang Walet Merah

resi?" tanya Jaka mencoba mendinginkansuasana.

"Pertanyaanku belum dijawab, kausudah bertanya lagi!" Atmaya seolah-olahbersungut kesal.

"Baiklah," Jaka mengalah. "Eyang resisering menyebut namamu, tapi beliautidak pernah bercerita tentang dirimuyang sebenarnya. Beliau hanya beri pesanagar kami mencarimu setelah penyelesaiandan penyempurnaan semua ilmu."

"Untuk apa dia menyuruh kalianmencariku?" tanya Atmaya.

"Aku sendiri tidak tahu," sahut Jaka.Atmaya memandang Wulan."Aku tahu, tapi jawab dulu

pertanyaan Kakang Jaka," kata Wulanmengerti arti pandangan Atmaya.

"He he he..., kau memang miripdengan ibumu. Cantik dan cerdik!"Atmaya terkekeh.

"Kau tahu ibuku?" Wulan kagetcampur penasaran.

Page 101: 03. Sepasang Walet Merah

Memang tidak pernah disangka kalauAtmaya atau si Gila Jubah Hitam tahubanyak tentang diri Wulan. Tentu sajagadis ini makin penasaran inginmengetahui orang tua ini sebenarnya.Tampaknya dia tahu banyak tentangEyang Resi Suralaga dan dirinya.

"Aku tahu siapa ibumu. Wanitacantik, cerdas, dan pandai dalam segalahal. Tidak heran kalau banyak pemudayang ingin mempersuntingnya," Atmayaseperti sedang mengenang masa lalu.

Wulan semakin heran dengankebenaran ucapan Atmaya. Meskipunibunya meninggal ketika dia berusia tigatahun, tapi Wulan kenal betul denganibunya. Ibunya meninggal karena menjadikorban musuh-musuh suaminya. Malangsekali nasibnya. Wulan tidak menyalahkanayahnya yang memang seorang pendekar.Pendekar mana pun pasti punya banyakmusuh,

"Sayang aku terlambat datang waktuitu. Aku hanya mendapatkan ibumu telah

Page 102: 03. Sepasang Walet Merah

meninggal. Sedangkan kau sendiri dibawaSuralaga ke Bukit Batok ini. Aku tidakdapat berbuat apa-apa lagi karenamemang dia lebih berhak merawatmudaripada aku," lanjut Atmaya.

"Siapa kau sebenarnya?" tanyaWulan. Suara terdengar bergetar.

"Meskipun Suralaga lebih tuaumurnya dari aku, tapi dalam urutankeluarga dia adik misanku," lanjut Atmaya

"Jadi...," Wulan tidak bisa berkata-kata lagi. pandangnya laki-laki yangberdiri di depannya setengah tidakpercaya.

"Ya. Kau adalah cucuku, Wulan.""Kakek...!"Wulan langsung menubruk Atmaya

dan memeluknya. Tidak dapat lagiditahannya air mata haru. SedangkanAtmaya tampak berkaca-kaca matanya.Bagi Wulan pertemuan itu benar-benarmengharukan dan tiba-tiba sekali. Jakahanya dapat menatap dengan pandangankosong, seperti sedang mimpi saja.

Page 103: 03. Sepasang Walet Merah

Cukup lama mereka salingberpelukan menumpahkan rasa. yangterpendam dalam dada Pelan-pelanAtmaya melepaskan pelukan gadis itu.Matanya masih berkaca-kaca memandangwajah Wulan yang bersimbah air mata.Dengan tangan bergetar, diusapnya airmata di wajah gadis itu.

"Kenapa baru sekarang kakek datangke sini?" tanya Wulan setelah tenangkembali.

"Aku sudah janji pada Suralaga untuktidak menganggumu," sahut Atmaya.

"Menggangguku? Apa maksudkakek?" tanya Wulan tidak mengerti.

"Semua peristiwa menyedihkan ituberawal dari ulahku. Aku telah menyebarkabar yang sebenarnya sangat rahasia.Aku menyesal dan merasa berdosa. Ketikaaku berniat merawatmu, Suralaga tidakmengijinkan. Tapi aku berjanji akandatang lagi sampai kau selesai mewarisiseluruh ilmu-ilmu Suralaga Aku hanyabisa memberimu rahasia tentang cupu."

Page 104: 03. Sepasang Walet Merah

"Rahasia tentang cupu? Lalu, rahasiayang kakek sebar?" tanya Jaka.

"Ya mengenai cupu itu," sahutAtmaya.

"Cupu? Maksud kakek, Cupu ManikTunjung Biru?" desak Jaka lagi.

"Benar. Cupu itu sebenarnya adapadaku dan kusimpan di suatu tempat.Tapi aku mengatakan kalau benda itudipegang ayahmu," sahut Atmaya meman-dang Wulan.

"Kenapa kakek berbuat demikian?"tanya Wulan sedikit menyesalkan.

"Aku sakit hati pada ayahmu. Beliautelah membuatku malu di depan keluargasehingga aku diusir dari keluarga besar,"sebentar Atmaya terdiam. Setelah menariknapas panjang, dilanjutkannya lagi."Sebenarnya memang salahku juga. Akumencuri pedang pusaka miliknya dankusembunyikan. Ternyata perbuatankudilihat oleh si Suralaga. Aku ditantangoleh ayahmu. Kami lalu bertarung dan akukalah. Tapi itu tidak berarti pedang

Page 105: 03. Sepasang Walet Merah

pusakanya kukembalikan. Setelah akumengabarkan kabar bohong tentang cupuitu pada orang-orang, baru aku sadarbahwa jiwa ayahmu terancam oleh orang-orang yang gila benda pusaka. Aku punberniat akan mengembalikan pedang milikayahmu, tapi terlambat"

Beberapa saat kemudian keadaanmenjadi sunyi. Pundak Atmayaberguncang-guncang menahan isak tangispenyesalan.

"Kalau saja pedang itu kukembalikanpada ayahmu tentu dia tidak akanterbunuh," kata Atmaya lagi. "Ah,sudahlah. Semuanya telah berlalu. Semuasudah takdir Yang Maha Kuasa, Kek,"lembut suara Wulan.

"Kau tidak dendam padaku, Wulan?"Atmaya memandang sayu pada Wulan.

"Untuk apa? Tinggal kau satu-satunya kakekku sekarang. Lagi pulasemua yang telah terjadi tidak perludijadikan dendam yang tidak akan pernahberkesudahan."

Page 106: 03. Sepasang Walet Merah

Atmaya tidak dapat menahanharunya. Langsung dipeluknya Wulandengan perasaan haru yang dalam. Betapabesar jiwa gadis ini. Setelah pelukan itulepas, Wulan mengajak Atmaya dan Jakaduduk di bawah pohon. Mereka dudukmelingkar tanpa membuat api unggun.Padahal udara di puncak Bukit Batokdingin menusuk pada malam hari. Tapibuat tokoh rimba persilatan sepertimereka, dengan mudah saja mengusirhawa dingin lewat penyaluran hawamurni ke seluruh tubuh.

"Aku tidak menyangka kalau merekamasih menginginkan Cupu ManikTunjung Biru," kata Atmaya agakbergumam setelah lama terdiam.

"Sebenarnya apa sih istimewanyacupu itu, Kek?" tanya Wulan.

Atmaya menatap Wulan dan Jakabergantian. Bibirnya tersunggingsenyuman. Wulan heran jugal melihatwajah kakek itu mendadak jadi cerah lagi.Memang aneh si Gila Jubah Hitam ini,

Page 107: 03. Sepasang Walet Merah

sehingga orang yang diajak bicara seringkali mengerutkan kening.

"Kakek akan menjelaskannya,bukan?" desak Jaka.

"Apa Suralaga tidak pernahmemberitahu kalian berdua?" Atmayabalik bertanya.

Sepasang Walet Merah menggelengbersamaan.

"Edan! Rupanya dia lebih giladaripada aku!" rungut Atmaya.

Lagi-lagi Wulan dan Jaka salingberpandangan. Sulit sekali memperolehketerangan dari laki-laki aneh ini.Persoalan yang dibicarakan, selalu sajadibolak-balik. Ada rahasia apa yangsebenarnya dibalik Cupu Manik TunjungBiru, sehingga tokoh-tokoh rimbapersilatan nekad mengadu nyawa untukmemperebutkannya?

* * *

Page 108: 03. Sepasang Walet Merah

Malam terus merambat bertambahlarut. Suasana puncak Bukit Batoksebenarnya sunyi senyap. Tapi seakan-akan suara anjing-anjing liar yang berpestamenikmati mayat-mayat di sekitar GoaLarangan, terus merusak suasana itu.Angin yang berhembus agak kencang,menyebarkan bau anyir darah. Mencekamsekali seperti mengandung hawakemahan.

Wulan masih tetap duduk bersimpuhdi depan Atmaya. Jaka yang duduk disamping gadis itu, tidak berkedipmengamati Atmaya. Wajah laki-laki yangdiam membisu itu, seperti tengahmemikirkan sesuatu. Desahan napasnyaterdengar keras dan tiba-tiba. Kemudianperlahan-lahan kepalanya terangkat mene-ngadah. Secara mendadak digelengkankepalanya sambil menyemburkan ludahdengan keras.

"Akh!"Seketika itu juga Sepasang Walet

Merah terkejut mendengar keluhan

Page 109: 03. Sepasang Walet Merah

tertahan, disusul dengan suara bendaberat jatuh ke semak-semak. Jaka segeramelompat ke arah datangnya suarakeluhan pendek tadi

"Bawa dia ke sini!" seru Atmaya beratpenuh wibawa.

Jaka yang belum hilang rasaterkejutnya, mendapatkan seorang laki-laki muda terkapar di semak-semak Segeradiseretnya tubuh orang itu ke depanAtmaya. Kelihatannya orang itu masihbernapas, dengan setemplokan ludahkental menempel di keningnya Rupanyasemburan ludah Atmaya tadi disertaipengerahan tenaga dalam. Sungguh luarbiasa, Atmaya Dia cepat tahu kalau disekitar sini ada orang yang mengintai.Padahal Sepasang Walet Merah tidakmendengar apa-apa tadi.

"Bangun!" dengus Atmaya sambilmengetuk jidat orang yang terkapar didepannya.

Seketika itu juga orang itu bangun.Tiba-tiba saja ludah yang menempel di

Page 110: 03. Sepasang Walet Merah

jidat orang itu langsung hilang, danlengket menepel di ujung ranting keringyang dipegang Atmaya. Aneh.

"Ampun, Ki, jangan bunuh aku," kataorang itu segera berlutut di depan Atmaya

"Siapa yang menyuruhmu memata-mataiku?" tanya Atmaya dingin suaranya

Jaka memperhatikan laki-laki yangkelihatan masih muda dan sebaya dengandirinya. Dia sendiri heran dengan sikaporang itu yang seperti ketakutan di depanAtmaya. Padahal, kalau dilihat dari caramengintip tadi, sepertinya dia memilikikepandaian yang lumayan. Sampai-sampai sepasang Walet Merah tidak me-ngetahui kehadirannya

"Kau datang ke sini bersama gurumu,heh?" tegas dan berat suara Atmaya.

"I..., akh!"Belum lagi orang itu mengucapkan

satu kata, tiba-tiba tubuhnya terjungkal. Dikeningnya menancap sebuah paku emas.Wulan dan Jaka serentak melompat danbersiaga dengan tombak pendek bermata

Page 111: 03. Sepasang Walet Merah

dua pada ujung-ujungnya. SedangkanAtmaya masih tetap duduk bersila ditempatnya. Dia seperti tidak terpengaruhsama sekali.

"Paku Emas...," gumam Atmayadengan mata menatap lurus pada pakuemas yang tertancap pada kening orangitu.

Sret! Sret!Dua kilatan sinar kuning melesat

cepat ke arah Atmaya. Dengan sigap,digerakkan tangan kanannya. Dan...

Tap! Tap!Seketika itu di jari-jari tangan Atmaya

sudah terselip dua batang paku emasSecepat kilat Atmaya menggerakkantangannya, dan kembali sinar kuningmelesat ke arah yang berlawanan menujuserangan gelap tadi.

"Aaaakh...!"Terdengar dua kali teriakan kesakitan

saling susul. Kemudian terlihat dua sosoktubuh terguling, tersuruk dari semak-

Page 112: 03. Sepasang Walet Merah

semak. Masing-masing keningnya tertan-cap sebuah paku emas.

"Hm..., hanya cunguk busuk!"gumam Atmaya agak mendengus.

"Siapa mereka, Kakang?" tanyaWulan.

"Orang-orang partai Paku Emas,"jawab Jaka setengah berbisik

"Kau tahu mereka?""Ya. Dari senjata yang digunakan.

Eyang resi pernah cerita padaku tentangpartai itu."

Wulan mengangguk-anggukkankepalanya. Jika Eyang Resi Suralagamenceritakan seseorang atau sebuahpartai, tentulah ada maksudnya. Palingtidak mereka yang diceritakan punyatingkatan kepandaian yang cukup tinggidan punya nama dalam rimba persilatan.

Ketika Wulan akan membukamulutnya lagi tiba-tiba beberapa sinarkuning kembali meluncur deras ke arahmereka dan Atmaya. Jelas di sekitar sinitidak hanya tiga orang saja dari partai

Page 113: 03. Sepasang Walet Merah

Paku Emas. Selain mereka yang telahtewas tadi masih ada beberapa orang yangmengintai. Bahkan kemungkinan gurumereka juga hadir di sini.

Tring! Tring!Sepasang Walet Merah menangkis

serangan-serangan itu dengan memutar-mutar tombak pendek senjata andalanmereka. Paku-paku emas yang meng-ancam jiwa, rontok di tengah jalan tersapusenjata Sepasang Walet Merah.

Sementara itu Atmaya hanyamelompat-lompat berkelit menghindariserangan beruntun yang datang bagaihujan. Paku-paku itu datang saling susultidak hentinya mengancam tubuh si GilaJubah Hitam.

"Hanya beginikah tikus-tikus yangkau bawa, Jenggala?" Atmaya berkatanyaring mengejek

Setelah berkata demikian, tangannyabergerak cepat Dan tiba-tiba saja beberapapaku emas berbalik arah, disusul denganterdengar jerit kematian. Beberapa tubuh

Page 114: 03. Sepasang Walet Merah

terjungkal dari semak-semak dan balikpohon.

"Gunakan 'Sapuan Badai', AdikWulan!" seru Jaka ketika melihat Atmayaberhasil merobohkan beberapa orang lagidengan senjata lawannya pula.

"Baik, Kakang!" sahut Wulan.Seketika itu juga Sepasang Walet Merahmelompat dan berpegangan tangan.Tombak mereka berputar bagai baling-baling. Bagai terjadi angin topan saja,paku-paku yang berkelebatan mengancamjiwa mereka tertiup keras dan berbalikarah mengarah ke pemiliknya. Kembaliterdengar jerit melengking disusul denganrobohnya beberapa orang dari semak-semak. Senjata makan tuan.

Deru angin dari ajian Sepasang WaletMerah terus bekerja dan semakin dahsyatPohon-pohon kecil mulai melayangtercabut sampai ke akar-akarnya. Batu-batu kerikil berterbangan tersapu angindari jurus 'Sapuan Badai' milik SepasangWalet Merah. Bahkan kini pohon-pohon

Page 115: 03. Sepasang Walet Merah

besar mulai tumbang. Kembali jeritkematian dan kepanikan yang menyayat

"He he he..., bagus, bagus!" Atmayaterkekeh gembira.

Dengan sikap tenang dia berdirisambil melipat tangannya di dada.Sepertinya tidak terpengaruh sama sekalidengan jurus 'Sapuan Badai' Suara Atmayaterdengar terus terkekeh. Gilanya sepertikumat lagi

Namun angin badai tidak bertahanlama ketika tiba-tiba saja dua berkas sinarkuning berhasil menembus badai buatanitu. Dua sinar kuning itu mengarah deraske kepala Sepasang Walet Merah.

"Awas, Kakang!" teriak Wulanlangsung melompat sambil melepaskanpegangan tangannya pada Jaka.

Seketika itu juga Jaka melompat kearah yang berlawanan. Dua sinar kuningmeluruk cepat mengenai sasaran kosongdan hanya menghantam sebuah pohonbesar. Terdengar suara ledakan yangdahsyat. Ternyata berasal dari pohon yang

Page 116: 03. Sepasang Walet Merah

hancur berkeping-keping dihantam duasinar kuning tadi.

"Tidak percuma kalian mengurasilmu si tua bangka Suralaga. Sayang,kalian harus lebih banyak membuka matadan telinga," terdengar suara menggemayang disertai pengerahan tenaga dalam.

Sepasang Walet Merah kembalimelompat dan berdiri berdampingan.Mata mereka melayang mengamati kesekitarnya yang gelap diselimuti kabuttebal. Suara itu seperti datang dari segalaarah. Jelas, sumber suara itu milik orangyang cukup tinggi ilmunya. Dia dapatmemperdengarkan suara tanpa diketahuidi mana orangnya. Sepasang Walet Merahmemang telah menyadari sejak semulakalau yang datang ke Bukit Batok adalahorang-orang yang berilmu cukup tinggi.

"Muncullah, Jenggala. Aku tidak sukamain petak umpet macam anak kecil!" seruAtmaya atau si Gila Jubah Hitam.Suaranya pun dikeluarkan dengan

Page 117: 03. Sepasang Walet Merah

pengerahan tenaga dalam yang cukupsempurna.

"Ha ha ha...!" kembali terdengarsuara. Kali ini suara tawa keras disertaipengerahan tenaga dalam yang kuat.Suara itu terdengar menggelegar danmenyakitkan telinga.

Saat setelah suara tawa itu berhenti,dari sebuah batu besar muncul sesosoktubuh berpakaian serba kuning yang ketat.Pada bagian dadanya tersulam gambarsebuah paku dari benang emas yangindah. Dia berambut panjang yangdigulung ke atas. Beberapa helai dibiarkanmeriap sampai bahu.

Wulan agak tersekat juga ketikamelihat wajah orang itu. Tak disangkasama sekali kalau wajah itu begitu tampandengan kulit putih bersih. Dua bolamatanya bening bagai bayi baru lahir.Bibirnya merah seperti bibir seorang gadis,dengan senyum tersungging. Tubuhnyapun ramping, namun

Page 118: 03. Sepasang Walet Merah

"Dia kah yang bernama Jenggala?"Wulan bertanya dalam hati.

* * *

Page 119: 03. Sepasang Walet Merah

119

Jenggala. Wajah yang tampan itutenang saja berdiri sekitar lima tombak didepan mereka. Sungguh tidak sesuai sekalidengan namanya. Wulan dibuat takberkedip menatap laki-laki muda itu. PikirWulan, nama Jenggala adalah seoranglaki-laki tua renta dengan wajah yangburuk. Ternyata dugaannya meleset Yangberdiri di depannya adalah seorang pe-muda dengan pandangan matamempesona serta senyum memikat setiapgadis yang meliriknya.

"Oh!" Wulan tersentak ketika Jakamenyenggol sikunya dengan keras.

"Jangan terpesona denganketampanannya," bisik Jaka sambilmenekan suaranya.

Seketika wajah Wulan memerah.Malu. Ternyata sejak tadi Jakamemperhatikannya Wulan jadi salahtingkah setelah kepergok tengah

Page 120: 03. Sepasang Walet Merah

mengagumi ketampanan seorang pria.Apalagi suara Jaka tadi seperti ditekandengan maksud mengingatkan Wulanagar jangan terlalu terbawa perasaannyasendiri.

"Jenggala, apa maksudmu datang kesini?" tanya Atmaya setelah lama salingberdiam diri.

"Huh! Kau sendiri, ada apa muncul disini?" Jenggala balas bertanya tanpamenjawab.

"Urusanku di sini tidak ada sangkutpautnya denganmu!" dengus Atmaya

"Kalau begitu, menyingkirlah! Akuada perlu sedikit dengan Sepasang WaletMerah!"

"Kutu busuk! Pongah sekalilagakmu!" rungut Atmaya sambilmenghentakkan kakinya ke tanah dengankesal.

"Mungkin aku pongah, tapi tidakbejat sepertimu!" sinis suara Jenggala.

Sambil menggeram berat, si GilaJubah Hitam langsung menggerakkan

Page 121: 03. Sepasang Walet Merah

tangan kanannya. Dengan seketika daritelapak tangannya yang terbuka, meluncurseberkas sinar merah ke arah Jenggala. SiGila Jubah Hitam rupanya tidak sungkan-sungkan lagi mengerahkan kesaktiannya.

"Uts!" Jenggala melompat ke atasmenghindari sinar merah yang meluncurderas mengancam nyawanya.

Sinar merah itu terus meluncur, lalumenghantam pohon di belakang Jenggala.Akibatnya memang tidak langsung.Perlahan-lahan daun-daun pohon itu ber-guguran. Pengaruh sinar merah itu terusbekerja, sedikit demi sedikit mulaikelihatan hasilnya. Batang pohon mulaihangus seluruhnya, kemudian luruhhancur jadi debu. Sungguh hebat ilmu'Arang Geni' yang dilepaskan si Gila JubahHitam.

Tanpa memberi kesempatan, si GilaJubah Hitam segera menyerang kembalilawannya yang masih berada di udara.Mau tidak mau Jenggala bersalto di udaramenghindari sinar-sinar merah itu. Baru

Page 122: 03. Sepasang Walet Merah

saja kakinya sampai di tanah, kembali diaharus melesat ke udara sambil jungkirbalik beberapa kali. Sinar-sinar merah ituterus mengancam jiwanya.

"Setan!" umpat Jenggala geram.Seketika itu juga dilontarkan paku-

paku emas andalannya ke arah si GilaJubah Hitam atau Atmaya. Kini gantian siGila Jubah Hitam yang harus jumpalitanmenghindari paku-paku emas, sambilmelancarkan ajian 'Arang Geni'. Sinar-sinar merah dan kuning saling berkelebatdi tengah kegelapan malam yang pekatoleh selimut kabut tebal.

Sepasang Walet Merah hanya terpakusaja melihat pemandangan yang indahnamun mengancam nyawa itu. Sinar-sinarmerah dan kuning yang berseliweran itukadang-kadang berbenturan hingganienimbulkan percikan bunga-bunga apiberwarna kebiru-biruan.

Sedikit demi sedikit jarak merekamakin dekat saja. Namun sinar-sinar yangindah tapi mengandung maut itu semakin

Page 123: 03. Sepasang Walet Merah

jarang terlihat. Selanjutnya yang terlihathanya kelebatan-kelebatan dua tubuhyang saling balas menyerangmempergunakan jurus-jurus silat yangcukup tinggi.

"Tampaknya pertarungan ini akanberjalan lama," gumam Jaka seperti bicarasendiri.

"Kau menyangka begitu, Kakang?"tanya Wulan tanpa mengalihkanpandangannya pada pertarungan itu.

"Ya. Mereka tokoh-tokoh sakti yangsudah cukup punya nama dalam rimbapersilatan. Aku yakin tingkat kepandaianmereka seimbang," sahut Jaka sambilmenjatuhkan diri, duduk di rerumputan.

Wulan menoleh sebentar, lalu ikutduduk di samping Jaka. Kembalipandangan terarah pada pertarungan itu.Bagi Wulan dan Jaka ini adalah kesem-patan buat mereka menyaksikanpertarungan dua tokoh sakti yang sudahcukup punya nama dengan jurus-jurussilat cukup tinggi. Tiba-tiba Wulan

Page 124: 03. Sepasang Walet Merah

tersentak ketika Atmaya merubahjurusnya.

"Kakang, bukankah itu jurus'Kelelawar Sakti'," tanya Wulan disela-selaketerkejutannya.

"Benar. Rupanya Kakek Atmaya danEyang Suralaga memiliki ilmu yang sama,"sahut Jaka yang juga mengenali jurus itu.

"Sungguh dahsyat jurus 'KelelawarSakti', sayang eyang resi tidakmengajarkannya padaku," gumam Wulan.

"Kau sudah memiliki padanannya,Wulan," kata Jaka menangkap nadakekecewaan pada Wulan.

"Tapi, apakah jurus 'Pukulan BataraKarang" sehebat dan sedahsyat jurus'Kelelawar Sakti'?"

"Dua jurus itu memiliki kehebatandan kelemahan sendiri-sendiri. Tapi jikakeduanya dipadukan dengan satukerjasama yang serasi, sangat sulit dicaritandingannya," Jaka menjelaskan.

Page 125: 03. Sepasang Walet Merah

"Kalau begitu, Eyang Resi pastimenurunkan jurus 'Kelelawar Sakti'padamu?" tanya Wulan.

"Benar," sahut Jaka"Kenapa kita tidak berlatih

kerjasamanya, Kakang?""Tanpa berlatih pun, jika kita

gunakan secara bersama-sama sudahmerupakan satu kesatuan jurus yangampuh."

Wulan menganggguk-anggukankepalanya. Namun dalam hati masihbelum mengerti dengan sikap eyang resiyang tidak pernah bercerita tentangkedahsyatan jurus-jurus yangdipelajarinya bila dipadukan denganjurus-jurus yang dimiliki Jaka. Memangdalam beberapa jurus, mereka dapatbekerjasama secara kompak. Tapisepertinya masih banyak yang belumdiketahui Wulan. Sedangkan Jaka sepertitahu banyak tentang jurus-jurus yangdiberikan Eyang Resi Suralaga.

Page 126: 03. Sepasang Walet Merah

Apakah Eyang Resi hanya memilihJaka untuk mengetahui banyak tentangjurus-jurus itu? Kalau memang demikian,berarti Eyang Resi Suralaga bersikap pilihkasih! Memberikan teka-teki padanya, tapikuncinya diberikan kepada Jaka. Sungguhtidak adil! Benak Wulan terus berkecamuk.

Sementara itu pertarungan antaraAtmaya dan Jenggala terus berlangsungsemakin seru. Dua puluh jurus telahberlalu dengan cepat, tapi belum adatanda-tanda yang terdesak. Kelihatannyamereka masih seimbang, entah sampaiberapa jurus lagi. Sepasang Walet Merahtidak berkedip mengamati setiap gerakanjuris yang mereka keluarkan.

Walaupun mata Wulan tertuju padapertarungan itu, tapi benaknya terasbertanya-tanya tentang sikap Eyang ResiSuralaga yang dirasanya tidak adil

* * *

Page 127: 03. Sepasang Walet Merah

Ketika lewat lima puluh jurus,mendadak Jenggala melompat mundursejauh lima lompatan katak. Keringat telahmembasahi sekujur tubuhnya. Wajahnyayang tampan kelihatan memerah. Dengusnapasnya memburu.

Sedangkan keadaan Atmaya tidakjauh berbeda dengan, lawannya. Bajukumal yang dikenakannya telah basaholeh keringat. Garis-garis wajahnyaterlihat menegang. Selama malangmelintang di rimba persilatan, baru kali iniAtmaya mendapat lawan yang tangguh.Kali ini dia benar-benar seriusmenghadapi lawannya hinggamenghabiskan lima puluh jurus.

"Aku akui kau hebat Atmaya Tapibelum cukup untuk memiliki Cupu ManikTunjung Biru," kata Jenggala dengantenang.

"He he he..., cupu itu memang bukanhakku, dan bukan pula hakmu," sahutAtmaya terkekeh.

Page 128: 03. Sepasang Walet Merah

"Cupu itu milik semua orang, makaaku berhak pula memilikinya!" dengusJenggala.

"Aku yakin, kau tidak bisamenggunakannya," sinis penuh ejekansuara Atmaya.

Jenggala hanya mendengus saja.Memang secara jujur, dia belum tahukegunaan cupu itu. Tapi dari kabar yangtersiar, di dalam cupu itu terukir tulisantentang jurus-jurus sakti. Di dalam cupuitu pun terdapat jantung Walet Merahyang berkhasiat untuk menolak berbagairacun yang terganas sekali pun. Secaraalamiah, tubuh orang yang memakanjantung itu akan timbul hawa murni secaraterus menerus dan teratur. Tidak mustahilkekuatan tenaga dalam akan berlipatganda.

Goresan tulisan yang terdapat dalamCupu Manik Tunjung Biru adalah jurus-jurus sakti Walet Merah. Semua yangterdapat pada Cupu Manik Tunjung Birusebenarnya yang berhak memilikinya

Page 129: 03. Sepasang Walet Merah

hanya Sepasang Walet Merah. Jadi secaralangsung mereka adalah ahli waris dariilmu Walet Merah. Eyang Resi Suralagasendiri, dulu telah mempersiapkan jurus-jurus dasar Walet Merah untuk Wulan danJaka Untuk lebih menguasai danmenyempurnakan jurus-jurus itu, merekaharus menemukannya pada Cupu ManikTunjang Biru. Jika kelak terlaksana, tidakmustahil mereka menjadi sepasangpendekar yang tangguh dan sulit dicaritandingannya.

Sementara itu Jenggala telah bersiap-siap dengan jurus andalannya. Keduakakinya terpentang lebar ke sampingTangan kirinya terkepal ke atas, dantangan kanan terbuka di depan dada.Atmaya paham betul kalau Jenggalahendak mengeluarkan jurus 'TapakKarang Waja'.

"Aku tidak boleh main-main," UsikAtmaya dalam hati.

Segera saja digeser sebelah kakikanannya ke depan agak menyamping.

Page 130: 03. Sepasang Walet Merah

Kemudian kaki kirinya ditekuk sehinggalututnya hampir menyentuh tanah.Sedangkan kedua tangannya terbukamenyilang di dada.

"Jurus 'Naga Wisa'!" sentak Wulanmengenali jurus yang diperagakanAtmaya.

Memang yang diperagakan Atmayaadalah jurus andalan yang sangat ampuhdan berbahaya. Jari-jari tangannyamembiru, mengandung racun yang me-matikan. Lebih dahsyat lagi kalau seluruhtubuh Atmaya telah timbul sisik-sisikseperti seekor naga. Ini berarti dia telahsampai pada tingkat terakhir jurus 'NagaWisa'.

Apa yang dibayangkan Wulanmemang kenyataan. Seluruh tubuhAtmaya perlahan-lahan muncul sisik-sisikyang berkilauan. Jari-jari tanganseluruhnya sudah membiru. Lebihmenakutkan lagi, kedua bola mata Atmayamerah menyala bagai bola api yang siap

Page 131: 03. Sepasang Walet Merah

membakar apa saja. Bahkan dari mulutnyamenjulur lidah yang bercabang.

"Gawat!" Jenggala pasti mati!" desisWulan.

Wulan tahu betul kehebatan jurus'Naga Wisa' karena jurus itu pernahdipelajarinya dari Eyang Resi Suralagameski belum sampai tingkat terakhir.Gadis ini baru menguasai tingkat kelima.Sedangkan jurus 'Naga Wisa' ada sepuluhtingkatan. Gambaran mengenai jurus-jurusselanjutnya itu, sudah diketahuinyakarena Eyang Resi Suralaga sudahmemperlihatkan semuanya

"Kau cemas?" Jaka berbisik melihatWulan seperti gelisah,

"Ah, tidak!" sahut Wulan gugup.Cepat-cepat dia bersikap wajar.

Jaka semakin yakin kalau Wulansudah terpikat dengan ketampananJenggala. Memang tidak bisa dipungkirikalau sebenarnya Jaka cemburu, tapi diatidak bisa berbuat apa-apa. Hubungannyadengan Wulan hanya sebatas seperti kakak

Page 132: 03. Sepasang Walet Merah

beradik saja, meskipun satu sama laintelah sama-sama tahu kalau merekabukanlah saudara.

Kembali Sepasang Walet Merahmemusatkan perhatian pada kedua tokohyang sudah siap dengan jurus andalanmasing-masing. Atmaya kini berdiri tegakdengan bola mata merah menyalamengarah pada Jenggala yang telah siapdengan jurus 'Tapak Karang Waja'

"Aku tidak peduli setan apa yangmerasuk dalam tubuhmu, Atmaya," desisJenggala. "Malam ini kau harus mampusoleh 'Tapak Karang Waja'!"

Selesai berkata, Jenggala langsungmenarik turun tangan kirinya. Dengansatu teriakan keras, kakinya terangkat laludijejakkan ke tanah dengan kuat Dalamsekejap saja, tubuh Jenggala sudahmeluncur deras ke arah Atmaya.

"Mampus kau, Atmaya!" teriakJenggala lantang.

"Aaaargh...!" Atmaya menggeramdahsyat

Page 133: 03. Sepasang Walet Merah

Sungguh sangat sukar dipercaya,Atmaya sedikit pun tidak merobahposisinya. Dia tetap berdiri tegarwalaupun Jenggala telah menyerangdengan mengerahkan jurus andalannyaDan pada detik selanjutnya...

Blarr!!!"Aaaargh...!""Aaaakh...!"Suara ledakan dahsyat saling susul

bersama jerit melengking dan geramankeras ketika kedua telapak tanganJenggala membentur dada Atmaya.Seketika dua tubuh terpental keras kebelakang.

Badan Jenggala membentur pohonbesar hingga hancur. Tidak berhenti disitu, beberapa pohon tumbang terhantamtubuh yang terus meluncur itu Luncurantubuh Jenggala baru berhenti ketika jatuhbergulingan di tanah, lalu menghantambatu sebesar kerbau hingga hancurberantakan. Jenggala menggeletak dengandarah kental keluar dari mulutnya.

Page 134: 03. Sepasang Walet Merah

"Kakek...!" jerit Wulan histeris.Memang, nasib yang dialami si Gila

Jubah Hitam tidak jauh berbeda Tubuhnyaterpental jauh ke belakang membenturdinding bukit cadas yang keras. Dindingbatu cadas itu hancur dan menimbulkangetaran yang amat kuat bagai terjadigempa. Atmaya, atau si Gila Jubah Hitammenggelatak di antara reruntuhan batu-batu cadas. Dari mulut dan hidungnyamengalir darah segar.

"Kakek...," rintih Wulan menghamburke arah si Gila Jubah Hitam. Gadis Inisemakin yakin kalau laki-laki itu memangkakeknya. Jurus-jurus yang dimiliki sangatmirip dengan Eyang Resi Suralaga.

Ketika Wulan akan menubruk,tangan Atmaya bergerak lemah mencegah.Wulan berhenti. Matanya menatap cemasterhadap keadaan kakeknya. Seluruhtubuh laki-laki itu penuh sisik keperakan.Dadanya bergerak pelan dan tersengal. Didadanya juga terlihat ada tanda dua tapaktangan berwarna merah kehitaman.

Page 135: 03. Sepasang Walet Merah

"Jangan dekat, Wulan. Kau belumsempurna menguasai jurus 'Naga Wisa'.Sangat berbahaya bagimu," lemah suaraAtmaya.

"Kek...," suara Wulan tersekat ditenggorokan.

"Cupu Manik Tunjung Biru milikmudan Jaka. Di dalamnya banyak tersimpanjurus-jurus maut yang harus kalian kuasaipenuh sebagai Sepasang Walet Merah.Dua jantung yang ada di dalamnya haruskalian makan. Aku yakin, ketak kalianakan menjadi sepasang pendekar yangsulit dicari tandingannya," semakin lemahsuara Atmaya. Sinar matanya pun semakinredup.

Wulan tak kuasa lagi membendungair matanya. Sementara Jaka hanya berdirisaja di samping gadis itu yang berlutut disisi tubuh Atmaya

"Hanya satu pesanku, jadilah kaliansepasang pendekar yang berada di jalanlurus. Kalian tidak boleh berpisah satusama lain. Aku senang jika kalian

Page 136: 03. Sepasang Walet Merah

menurunkan ilmu pada anak cucu kalian,juga cucu-cucu buyutku. Wulan..., kaubersedia meluluskan permintaanku, jugapermintaan Suralaga?"

Mulut Wulan seperti terkunci. Diahanya memandang pada Jaka yang telahberlutut juga. Memang sulit untukmeluluskan permintaan terakhir itu. Diantara mereka berdua sudah terjalin talipersaudaraan yang erat. Hal ini sulit bagiWulan yang telah menganggap Jakasebagai kakaknya. Entah bagi Jaka.

"Aku akan mati tersenyum jika kalianmau berjanji," kata-kata Atmaya makinmelemah. Beberapa kali dia terbatuk-batukdan diiringi dengan darah yang muncratdari mulutnya.

Tidak ada pilihan lain bagi Wulankecuali mengangguk Jaka pun ikutmenganggukkan kepalan ketika Atmayamemandang lemah kepadanya. Laki-lakikumal itu tersenyum bahagia.

"Jika aku mati, timbuni saja denganbatu-batu. Jangan kalian sentuh tubuhku.

Page 137: 03. Sepasang Walet Merah

Sangat berbahaya. Racun yang berada diseluruh tubuhku akan mematikan kalianseketika! Se... lamat..., ting..., gal!"

"Kek...!"Wulan tidak bisa berkata apa-apa

lagi. Atmaya atau si Gila Jubah Hitamtelah menghembuskan napasnya yangterakhir. Bibirnya menyungging senyum.Sesaat keadaan menjadi sunyi lengang.Bahu Wulan terguncang-guncang,menangis terisak. Sedangkan Jaka hanyatertunduk dengan hati terbalut duka danberbagai perasaan lainnya. Pesan terakhirAtmaya sangat persis dengan pesan EyangResi Suralaga sebelum meninggal.

"Jenggala, kubunuh kau!" geramWulan tiba-tiba!

"Wulan...!"Jaka tidak bisa berbuat apa-apa lagi

untuk mencegah gadis itu yang tiba-tibakalap. Wulan telah melompat cepat sambilmenghunus tombak pendek bermata dua.Ketika sampai di tubuh Jenggala, langsungsenjata andalannya berkelebat cepat.

Page 138: 03. Sepasang Walet Merah

Tetapi apa yang terjadi? Wulanlangsung mundur ketika ujung senjatanyamenyentuh jasad Jenggala. Hanya terkenaujungnya saja, jasad itu segera hancur jadidebu. Benar-benar dahsyat jurus 'NagaWisa'. Jasad Jenggala kini menjadi tepungdalam seketika. Baru kali ini Wulanmenyaksikan keampuhan jurus 'NagaWisa' yang sesungguhnya.

"Wulan...."Wulan menoleh. Matanya basah oleh

air bening yang merembang di kelopakmatanya yang bulat indah. Jakamengambil senjata di tangan Wulan, dandiselipkan di pinggang gadis itu.Pandangan matanya lembut lurus ke arahbola mata Wulan. Sesaat mereka hanyaterdiam saling pandang.

"Sebaiknya kita kubur dulu jenazahKakek Atmaya," bisik Jaka lembut.

Wulan menoleh ke arah jasadAtmaya. Hatinya sedih melihat satu-satunya keluarga terakhir telah meninggaldunia. Sepertinya baru sedetik mereka

Page 139: 03. Sepasang Walet Merah

bertemu. Dan kini harus berpisah untukselama-lamanya. Maut kembalimemisahkan Wulan dari orang-orangyang dicintainya

* * *

Pagi baru saja menjelang. Mataharimengukir dirinya dengan sinar kemerahanmenyapu lembut mengusir kabut. Burung-burung membangunkan teman-temannyauntuk mencari makan entah di mana. Disamping tumpukkan batu, Wulan masihberdiri mematung membayangkankenangan-kenangan manis yang telahdialaminya. Sedangkan Jaka masih setiamenunggu di samping gadis itu. Sudahcukup lama mereka saling berdiam diri.Masing-masing sibuk dengan pikirannya.

"Wulan...," bisik Jaka tiba-tiba sambilmenepuk pundak Wulan lembut.

Wulan mengangkat kepalanya dantersentak kaget. Tiba-tiba saja di depanmereka telah duduk bersila seorang

Page 140: 03. Sepasang Walet Merah

pemuda berambut panjang. Laki-lakimuda itu hanya mengenakan rompidengan pedang bergagang kepala burungtersampir di punggungnya. DialahPendekar Rajawali Sakti.

Rangga, atau Pendekar Rajawali Saktijuga mengangkat kepalanya pelan-pelan.Jarak mereka tidak terlalu jauh, hanyasekitar dua tombak lebih. Secara serentak,Sepasang Walet Merah telahmenggenggam tombaknya masing-masingyang masih terselip di pinggang.Kehadiran Rangga yang tidak diketahuisama sekali, membuat Sepasang WaletMerah cepat waspada.

"Maaf, mungkin kehadirankumembuat kalian terkejut," kata Ranggalembut disertai senyum terkembang.

"Kau datang ke sini tentunya inginmencari Cupu Manik Tunjung Biru,bukan?" Wulan langsung menuduh.

"Benda atau makanan itu?" tanyaRangga sambil berdiri.

Page 141: 03. Sepasang Walet Merah

"Jangan berlagak bodoh!" sentakWulan sengit

"Kehadiranmu tanpa kami ketahuisudah menandakan kalau kau bukanorang sembarangan. Tentunya maksuddan tujuanmu sama seperti yang lain,"ucap Jaka masih dapat bersikap sabar danlunak.

"Maaf," ucap Rangga sedikit hormat"Aku di sini memang telah sejak malamtadi"

"Nah, jelas sekarang! Kau mengintaikami dan mengira kami menyimpan cupuitu!" ucap Wulan ketus. "Ayo, Kakang.Orang ini jelas-jelas menginginkan CupuManik Tunjung Biru!"

"Tunggu, Wulan!" Jaka cepat-cepatmencegah tangan Wulan yang akanmenarik senjatanya.

"Apakah kehadiranku di sinimengganggu?" tanya Rangga.

"Maaf atas kekasaran sikap adikku,"ucap Jaka sudah dapat menuai kalauRangga tidak bermaksud buruk. "Kalau

Page 142: 03. Sepasang Walet Merah

boleh tahu, siapa namamu dan bermaksudapa datang ke Bukit Batok ini?"

"Namaku Rangga. Aku datang ke sinisecara kebetulan saja. Sebenarnya akuhanya ingin lewat saja. Tetapi ketika akumelihat begitu banyak orang dan mayatbergelimpangan, lalu aku singgahsebentar," Rangga menjelaskan secarajujur. "Apa kedatanganku mengganggu?"

"Jangan percaya kata-katanya,Kakang!" kembali ketus suara Wulan.

Rangga hanya tersenyum sajamendengar suara tanpa persahabatan itu.Bisa dimakluminya sikap gadis cantik ini.Semalam dia telah tahu permasalahannyayang sedang terjadi. Itulah sebabnya,mengapa tidak dilanjutkan perjalanannya.Hati nuraninya merasa tergerak inginmembantu sepasang anak muda yangtengah dilanda bahaya ini.

Rangga sama sekali tidakmenyalahkan sikap Wulan yang terlaluemosi itu. Tapi Rangga kagum dengansikap Jaka yang lebih sabar dan tenang

Page 143: 03. Sepasang Walet Merah

dalam menghadapi persoalan. Benar-benarsikap seorang ksatria sejati

Baru saja Rangga ingin membukamulutnya, tiba-tiba terdengar suara tawamengikik, yang disusul dengan kelebatanbayangan Dan detik itu juga munculseorang perempuan tua berambut putih.Pada bibir bagian atasnya terdapat lukapanjang sehingga giginya yang hitamterlihat mencuat

"Nenek Sumbing," desis Jakamengenali perempuan tua itu.

Wulan sedikit terkejut dengankedatangan perempuan tua itu yangsecara tiba-tiba di Bukit Batok ini.

Memang telah diduga sebelumnya,tapi tak disangka harus begini cepatberhadapan dengan tokoh tua yang sulitdiukur tingkat kepandaiannya.

Belum lagi hilang rasa terkejutnya,tiba-tiba saja muncul seorang laki-laki tuaberpakaian serba hijau. Dari warnapakaiannya, jelas kalau dia adalahKlabang Hijau. Kemunculannya didasari

Page 144: 03. Sepasang Walet Merah

oleh rasa penasaran melihat NenekSumbing yang telah berhasil meng-gagalkan aji 'Kala Wisa' ketika KlabangHijau berhadapan dengan Sarmapala didepan penginapan.

Klabang Hijau yang gemar mencarilawan untuk mengadu kesaktian, sepertimerasa ditantang dengan kata-kata NenekSumbing waktu itu. Makanya setelahdilampiaskan dendamnya padaSarmapala, dia tidak segera pergi.Ditunggu saat yang tepat untuk bertemunenek jelek ini. Dan inilah saat yang tepatketika dia melihat Nenek Sumbing munculdi Bukit Batok.

"He he he..., kita bertemu lagi, nenekusil," Klabang Hijau terkekeh.

"Huh! Aku tidak ada urusandenganmu!" dengus Nenek Sumbing.

"Siapa bilang? Kau telah beranimencampuri urusanku, berarti kau sudahberani menantangku!" jawab KlabangHijau.

Page 145: 03. Sepasang Walet Merah

Nenek Sumbing segera teringatkejadian di depan rumah penginapan.Baru disadari kalau sikapnya telahmembuat persoalan baru bagi KlabangHijau. Dia tahu tabiat tokoh tua yang anehini. Kegemarannya adalah berkelanahanya untuk mengukur tingkatkepandaiannya saja. Memang diakui,sampai detik ini belum ada seorang punyang mampu mengalahkannya.

Klabang Hijau sendiri tidak pedulidengan kemelut yang terjadi dalam rimbapersilatan. Baginya seorang lawan lebihmenarik perhatian daripada segala macamtetek bengek persoalan dunia. Dia tidakpeduli dengan cupu yang tengahdiperebutkan. Dia ke sini hanya inginbertarung dengan Nenek Sumbing. Itusaja. Wataknya memang hampir samadengan si Gila Jubah Hitam. Dia tidak bisadimasukkan dalam salah satu golongan.

"Sekarang aku menagihtantanganmu, Nenek Sumbing!" tegasnada suara Klabang Hijau.

Page 146: 03. Sepasang Walet Merah

"Hh...!" Nenek Sumbing mendesahpanjang Sebenarnya, tidak ada setitik punniatan di hatinya untuk mencari perkaradengan Klabang Hijau. Tapi sekarangdihadapkan pada salah satu pilihan yangamat sulit Terpaksa harus dihadapinyaKlabang Hijau lebih dulu, danmenangguhkan mencari Cupu ManikTunjung Biru.

* * *

Page 147: 03. Sepasang Walet Merah

6

Klabang Hijau memutar-mutartongkatnya yang berwarna hijau. Tidakpakai basa-basi lagi, segeradikeluarkannya jurus 'Tongkat SaktiMembelah Badai'. Putaran tongkat yangcepat menimbulkan suara menderu. Hawa

Page 148: 03. Sepasang Walet Merah

panas mulai menyebar ke sekitarnya.Semakin lama semakin menyengat

Sementara Nenek Sumbang masihterdiri tegak menatap tajam putarantongkat itu. Tampaknya tidak gentar danterpengaruh oleh hawa panas yangsemakin menyengat. Padahal daun-daunpepohonan di sekitarnya sampaiberguguran hingga berwarna kuningkering.

"Jangan gunakan hawa murni," bisikRangga.

Sepasang Walet Merah telahmenyalurkan hawa murni menjadi terkejutmendengarnya. Segera saja merekahentikan penyaluran hawa murni itu.

"Ke sinilah. Pegang tanganku!" bisikRangga lagi.

Jaka yang sejak semula sudahmenduga kalau Rangga tidak bermaksudburuk, langsung menarik tangan Wulandan membawanya mendekati Rangga.Cepat dipegangnya tangan PendekarRajawali Sakti. Seketika tubuh Jaka teraliri

Page 149: 03. Sepasang Walet Merah

hawa dingin yang nyaman, sehinggaudara panas yang menyengat hilangbegitu saja.

"Pegang tanganku, sebelum kauterkena akibatnya!" perintah Rangga padaWulan.

'Tidak apa-apa, Adik Wulan. Kauakan selamat," lembut suara Jaka

Wulan masih kelihatan ragu-ragu.Tapi udara panas kian menyengat kulit,membuatnya harus melangkah juga kesamping kanan Pendekar Rajawali Sakti.Lebih-lebih ketika melihat Jaka segarsetelah tangannya menggenggam tanganRangga

Tiga orang itu akhirnya salingberpegangan tangan. Sekejap saja hawapanas yang menyengat di tubuh Wulanberganti menjadi sejuk dan nyaman. HatiWulan kini malah menjadi malu sendirikarena telah menyangka buruk padaRangga. Mendadak saja tangan Wulanmalah menjadi dingin karena digenggamterus oleh seorang laki-laki tampan. Baru

Page 150: 03. Sepasang Walet Merah

kali ini tangannya digenggam sedemikianrupa sehingga mendadak saja dadanyaberdetak keras tidak beraturan.Ganggaman seorang laki-laki tampan lagiasing yang menggetarkan itu.

Selama hidupnya, laki-laki yangdekat hanya Jaka. Tidak heran kalau diajadi salah tingkah ketika tangannyadigenggam laki-laki lain. Wulan bagaikansekuntum bunga yang belum pernahterjamah oleh tangan iseng manusia. Diabagaikan bunga yang belum tahubentuknya kumbang. Gadis itu punmemejamkan matanya untukmenghilangkan segala macam perasaanyang berkecamuk dalam dadanya.

Sementara itu Klabang Hijau semakinhebat memutar tongkatnya. Putaran itumembentuk sinar hijau yang melingkardan mengeluarkan kilat yang menyambar-nyambar. Seperti bermata saja, ujung kilatitu menyambar tubuh Nenek SumbingTentu saja hal ini membuat si nenek tua

Page 151: 03. Sepasang Walet Merah

berlompatan ke sana kemari, menghindarisambaran kilat.

"Setan! Terima sabuk saktiku!" umpatNenek Sumbing merasa kewalahanmenghadapi serangan Klabang Hijau.

Selesai dengan kata-katanya, NenekSumbing melepaskan sabuk hitamnya.Dengan seketika dikebutkan sabuk itubeberapa kali. Suara menggelegar bagaiguntur terdengar memekakkan telinga.Ujung sabuk hitam itu selalu menghalauarah kilat yang menyambar ke arahnya.

"Hiya...!" Nenek Sumbing tiba-tibamenjerit tinggi.

Seketika itu juga tubuhnya melesattinggi ke angkasa sambil berjungkir baliktiga kali. Tubuh itu langsung meluncurcepat ke bawah, tepat ke arah kepalaKlabang Hijau. Bersamaan dengan itu,tangannya bergerak cepat mengecutkansabuk hitamnya.

Trak!Ujung sabuk menembus lingkaran

hijau yang menutupi seluruh tubuh

Page 152: 03. Sepasang Walet Merah

Klabang Hijau. Hal ini membuat seranganKlabang Hijau menjadi berantakan. Dalamsekejap lingkaran yang menyelimutitubuhnya buyar. Kesempatan ini tidakdisia-siakan oleh Nenek Sumbing. Dengancepat diayunkan kakinya ke arah dadalawan.

"Uts!"Klabang Hijau langsung menyabet

kaki itu dengan tongkatnya. Namunsecepat kilat Nenek Sumbing menarikkakinya. Dengan gerakan yang tak terdugaNenek Sumbing mengebutkan sabuknyake kepala lawan. Untunglah KlabangHijau cepat menarik kepalanya kebelakang, sehingga ujung sabuk lewat didepan mukanya

Pertarungan terus berlangsungberganti-ganti jurus, saling sambung tanpahenti. Tampaknya dalam jurus-jurus awalmereka masih kelihatan seimbang.

Pada saat yang sama, Jakamengalihkan pandangannya ke GoaLarangan. Matanya tiba-tiba saja mendelik

Page 153: 03. Sepasang Walet Merah

ketika melihat lima orang sedangmendekati mulut goa.

"Wulan...," bisik Jaka."Aku sudah tahu. Ayo kita halangi,"

potong Wulan cepat.Tanpa banyak bicara lagi, Sepasang

Walet Merah segera melepaskangenggamannya pada Rangga, langsungmelompat cepat ke arah Goa Larangan.Mereka tidak lagi menghiraukanpertarungan dua tokoh sakti itu.Sedangkan Pendekar Rajawali Sakti sepertiacuh saja terhadap Sepasang Walet Merah.Dia dengan seksama memperhatikansetiap pertarungan itu.

"Berhenti!" teriak Wulan melengking.Teriakan yang disertai tenaga dalam,

membuat terkejut lima orang yangberpakaian dengan warna berbeda itu.Mereka adalah Lima Golok Neraka.

Mereka semakin terkejut ketikamelihat Sepasang Walet Merah tiba-tibasaja telah meluruk dan berdiri di depan

Page 154: 03. Sepasang Walet Merah

mulut goa. Di tangan mereka telah ter-genggam senjata tombak bermata dua.

* * *

"Sungguh beruntung sekali bertemulangsung dengan kalian," kata Baga Biru,salah satu dari Lima Golok Neraka yangtertua.

"Huh! Kalian orang-orang tidak tahudiri! Datang hanya untuk merusakperistirahatan orang!" dengus Wulan.

"Kalau begitu, serahkan saja CupuManik Tunjung Biru pada kami," kataBaga Biru lagi.

"Langkahi dulu mayat kami!" seruWulan menantang.

Baga Biru menjentikan dua jarinya.Seketika itu juga empat orang lainnyaserentak mencabut senjata masing-masingyang berupa golok besar dengan sebelahsisinya bergerigi. Senjata-senjata ituberkilatan tertimpa sinar matahari. BagaKuning dan Baga Ungu menggeser

Page 155: 03. Sepasang Walet Merah

posisinya berada di sebelah kiri Baga Biru.Sedangkan Baga Merah dan Baga Putihmengambil tempat di kanannya.

"Hati-hati, Wulan. Tampaknyamereka punya kepandaian cukup tinggi,"bisik Jaka. Jika dilihat dari cara merekamengambil posisi saja, sudah terlihat kalauilmu peringan tubuh mereka tidak rendah.Kaki-kaki mereka seperti tidak bergerak,tapi tiba-tiba saja telah siap dengan posisimasing-masing.

Wulan tidak bersuara. Matanya tajammenatap pada lima orang yang sudah siapdengan senjata di tangan. Sedikit punhatinya tidak merasa gentar. Setinggi apapun tingkat kepandaian lawan, harusdipertahankan hak miliknya sampai titikdarah penghabisan.

"Hiyaaat...!" tiba-tiba Wulan memekikkeras.

Seketika itu juga tombaknyaberpindah ke tangan kiri, sedang tangankanannya bergerak cepat Cahayakeperakan berkelebat keluar dari tangan

Page 156: 03. Sepasang Walet Merah

kanan Wulan. Ternyata gadis itu telahmenyerang lebih dulu denganmelemparkan bintang-bintang besi bersegidelapan.

Cring! Cring! Cring!Lima Golok Neraka mengebut-

ngebutkan senjatanya menangkis bintang-bintang besi yang meluncur cepatmengancam jiwa. Wulan terus menghujanilima orang itu dengan senjata rahasianya.Namun sampai sejauh ini, tak satu punsenjata itu menyentuh kulit lawan.Semuanya rontok di tengah jalan.

"Hanya sampai di sinikah kepandaianmurid Suralaga?" Baga Biru mengejek.

"Kurobek mulutmu, bangsat'" Wulanseperti kalap mendengar ejekan yangmembawa-bawa nama Eyang ResiSuralaga.

Setelah berkata demikian, Wulanlangsung mencelat menerjang Baga Biru.Ujung tombaknya berkelebat mengancamleher.

Trang!

Page 157: 03. Sepasang Walet Merah

Baga Biru menangkis serangan itudengan mengayunkan goloknya. Wulanmencelat lagi ke belakang sejauh satubatang tombak. Tangannya terasa ke-semutan ketika ujung tombaknyaberbenturan dengan golok Baga Biru.Padahal dia menyerang denganmengerahkan tenaga dalam.

Itu baru satu dari Lima GolokNeraka. Bagaimana jika semuanyabergabung bersatu padu? Ada sedikit rasagentar terselip di hati Wulan. Dia sadarkalau lawannya mempunyai tingkatkepandaian yang jauh di atasnya. Ternyatahal ini pun dirasakan oleh Jaka. Segera diamelompat menghampiri Wulan.

"Kita hadapi bersama. Adik WulanTahan emosimu," kata Jaka setengahberbisik.

Tanpa banyak bicara lagi, Wulansegera memegang tangan Jaka. Merekalangsung mengerahkan jurus 'Tapak Geni'.Melihat Sepasang Walet Merah telah siapakan menyerang lagi, Baga Biru memberi

Page 158: 03. Sepasang Walet Merah

isyarat pada yang lain. Serentak merekamerapat dan menyatukan ujung-ujunggolok.

"Tapak Geni...!" Wulan dan Jakaberteriak bersamaan.

Seketika itu juga mereka mendorongtangan ke depan. Dari telapak tanganmereka meluncur sinar merah ke arahLima Golok Neraka.

Dalam waktu yang bersamaan, dariujung-ujung golok yang menyatu, keluarseberkas sinar bagai kilat. Pada satu titik,kedua sinar itu saling bertemu. Ledakankeras pun tetjadi disertai percikan bungaapi. Belum tuntas suara ledakan keras tadi,kembali Sepasang Walet Merahmengerahkan ajiannya. Lima GolokNeraka pun tak kalah sigap untukmenyambut serangan itu.

Suara ledakan kembali terdengarberuntun. Lima Golok Neraka mulaibergerak maju sambil terus menyatukanujung goloknya. Semakin lama jarakmereka semakin dekat saja. Ketika jarak

Page 159: 03. Sepasang Walet Merah

mereka hanya tinggal setengah tombaklagi, tiba-tiba Baga Biru melepaskan diriseraya mengibaskan goloknya.

"Awas!" teriak Jaka sambilmelepaskan pegangannya pada tanganWulan.

Sepasang Walet Merah melompat kesamping menghindari tebasan golok BagaBiru. Tanpa diduga sama sekali, Baga Birumelompat ke arah Jaka seraya menebaskangoloknya. Jaka yang belum siap benar,sedapat mungkin menangkis serangan ituyang mengancam iganya dengan tombakpendek bermata dua.

Trang!Serangan cepat Baga Biru memang

berhasil dipatahkan, tetapi dengan cepatBaga Biru melayangkan kakinya.

Buk!Tanpa dapat dihindari lagi, kaki itu

bersarang telak di dada Jaka. Tubuh Jakaterdorong ke belakang sejauh dua tombak.Baga Biru tidak memberi kesempatan

Page 160: 03. Sepasang Walet Merah

lawannya untuk bernapas. Dia langsungmelompat sambil berteriak nyaring.

Jaka yang masih sempoyongandengan dada sesak, terkejut mendapatilawannya sudah kembali menyerang Tapibelum sempat dia berbuat sesuatu, tiba-tiba...

Cras!Ujung tombak Baga Biru menggores

dada Jaka. Darah segar keluar deras dariluka yang dalam dan memanjang. KembaliBaga Biru mengirimkan satu tendangankeras. Buk! Tendangan itu tepat bersarangdi luka yang diderita Jaka.

"Akh!" Jaka memekik pendek dantertahan. Tubuhnya tersuruk ke belakangdan membentur pohon. Jaka melurukroboh di tanah. Darah semakin mengalirderas dari dadanya yang terluka. Dalamkeadaan kritis, Jaka masih berusaha untukbangkit. Matanya berkunang-kunang.Bibirnya meringis menahan sakit yangamat sangat. Seluruh tulang dadanyaterasa remuk.

Page 161: 03. Sepasang Walet Merah

"Kakang...!" Wulan memekik cemasmelihat keadaan Jaka yang kritis.

Dengan dada penuh diliputi berbagaiperasaan, gadis itu berlari ke arah Jakayang tertunduk bersandar di pohon.Tampaknya dia sudah tidak sanggup lagiuntuk dapat berdiri. Napasnya satu dua.Wulan langsung menubruk tubuh Jakadan memeluknya.

"Kakang...," suara Wulan tercekat.Dilepaskan pelukannya sambil matanyananar melihat darah membasahi tubuhJaka.

Cepat-cepat Wulan menotokbeberapa bagian tubuh Jaka untukmembekukan aliran darah. Seketika darahitu tidak mengalir. Wulan membuka ikatkepalanya dan membalut luka Jaka yangcukup lebar. Selesai menolong Jaka, diaberdiri membalikkan tubuh menghadapiLima Golok Neraka.

"Kubunuh kalian!" pekik Wulanmengkelap.

Page 162: 03. Sepasang Walet Merah

Selesai mengatakan itu, Wulanlangsung berteriak nyaring. Tubuhnyayang ramping berkelebat cepat bagaiseekor burung walet Diterjangnya LimaGolok Neraka seraya mengarahkan duaujung tombaknya ke bagian-bagian tubuhlawan yang mematikan.

Wulan bertarung bagai singa betinaterluka. Tidak dipedulikannya lagi lawanyang jauh lebih tinggi tingkatkepandaiannya. Rasa marah dan dendammembalut seluruh perasaan takut gadisini, sehingga tidak dapat berpikir jernihlagi. Serangan-serangannya memanghebat, tapi kurang terkontrol. Lima GolokNeraka dengan mudah dapat menghindarisetiap serangan Wulan yang gencar.

* * *

Baga Biru yang mengetahui Wulanyang tak terkontrol itu, dengan tenangselalu dapat mengantisipasinya. Bibirnyatersenyum ketika tahu beberapa

Page 163: 03. Sepasang Walet Merah

kelemahan pada setiap serangan Wulanyang beruntun. Dia pun mencari-carikesempatan yang baik untuk menjatuhkanlawan sambil membuatnya malu.

Baga Biru memberi isyarat kepadayang lain untuk terus bertahan sambilmendesak Wulan. Empat orang itumengangguk sambil tersenyum-senyum.Wulan tidak sadar kalau Lima GolokNeraka mempunyai rencana kotorterhadapnya. Dia terus saja menyerangmembabi buta.

"Hup!" Baga Biru menurunkantangan kanannya setelah melempar golokke tangan kirinya.

Wulan yang sibuk menghadangempat golok, tidak memperhatikan BagaBiru. Tiba-tiba saja tangan kanan Baga Birumenepuk bokong gadis itu.

"Auw!" Wulan memekik kaget"Ha ha ha...!" Lima Golok Neraka

tertawa terbahak-bahak bersama-sama.Wajah Wulan seketika merah padam.

Sambil mendengus geram, tangannya

Page 164: 03. Sepasang Walet Merah

bergerak cepat menerjang leher Baga Biru.Namun terjangan tangan yangmenggenggam tongkat itu hanya dilayanidengan mengegoskan kepala sedikit kesamping. Bahkan tangan kanan Baga Birumenjulur ke depan.

"Setan!" maki Wulan sambilmelompat mundur. Tangan Baga Biruhampir saja menyentuh buah dadanya.Laki-laki itu makin tertawa-tawa liar. Bolamatanya jalang penuh nafsu memandangparas Wulan yang cantik.

"Serahkan saja Cupu Manik TunjungBiru, dan kau akan senang bila jadiistriku," kata Baga Biru.

"Phuih!" Wulan semakin geramhatinya.

Lima Golok Neraka kembali tertawagelak. Mereka melangkah maju mendekatiWulan. Dada mereka bergolak penuhnafsu. Liur mereka seperti tak tertahanmemandangi kecantikan Wulan.Mendadak mereka melompat serempakWulan menjadi bingung. Sedapat mungkin

Page 165: 03. Sepasang Walet Merah

diputarnya tombak pendek bermata duauntuk melindungi dirinya.

Trang! Trang!"Akh!" Wulan menjerit tertahan.

Tangannya bergetar kesemutan ketikatombak pendeknya beradu dengan golokmereka.

Pada saat yang tepar, ujung golokBaga Biru berkelebat cepat.

Bret...! Bagian dada baju Wulansobek, sehingga kulit bukitnya yang putih,terbuka. Dua bukit kembar terlihat akanmencuat hendak keluar.

Wulan memekik kaget bukan main.Buru-buru ditutupinya bagian yangterbuka itu dengan tangannya. Wajahnyasemakin merah karena marah campurmalu. Baga Biru yang sempat melihatkemulusan kulit dua bulat kembar itu,semakin bernafsu. Perhatiannya terhadapCupu Manik Tunjung Biru terasa hilangseketika. Kini dia hanya terpusat padagadis cantik yang sudah tidak berdaya didepannya.

Page 166: 03. Sepasang Walet Merah

"He he he...," Baga Biru terkekeh.Liurnya menetes menahan gejolak birahi.

"Kubunuh kalian!" geram Wulan.Baga Biru tidak peduli. Kakinya

melangkah maju mendekati Wulan yangsibukmemegangi sobekan baju didadanya. Dengan kalap gadis itumenerjang Baga Biru. Tapi laki-laki inihanya memiringkan sedikit tubuhnya,sehingga tusukan tombak pendek Wulanhanya lewat menyambar tempat kosong.Bahkan tangan kiri Baga Biru berhasilmenjambret bahu gadis itu.

Bret!"Akh!" lagi lagi Wulan memekik.Kini bahunya terbuka lebar sampai ke

punggung. Keadaan Wulan benar-benartidak menguntungkan saat ini. Sebagiantubuhnya kini telah terbuka lebar. Kulittubuhnya yang putih mulus terlihatleluasa membangkitkan gairah lima laki-laki yang menatapnya liar penuh nafsu.

Baga Biru sudah tidak bisa lagimenahan gejolak nafsunya. Sambil

Page 167: 03. Sepasang Walet Merah

mengerahkan ilmu meringankan tubuh,dia melompat menerjang. Wulan yangsudah tak berdaya hanya bisa mendelik,serta repot berusaha menutupi tubuhnya.Pada saat yang kritis itu, tiba-tiba....

"Akh...!" tubuh Baga Biru yanghampir mencapai Wulan, tiba-tiba sajaterjengkang ke belakang.

Empat orang lainnya hanyaternganga. Di depan Wulan kini berdiriseorang pemuda tampan berbaju rompidengan pedang di punggung Laki-lakimuda itu tidak lain dari Rangga, atauPendekar Rajawali Sakti.

"Rangga...," Wulan mendesah."Menyingkirlah. Bawa saudaramu ke

tempat yang aman," kata Rangga pelan,namun tegas suaranya.

Sementara itu Baga Biru terlemparsejauh dua batang tombak ke belakangtelah berdiri kembali. Mukanya merahpadam karena ada orang yang beranimenghalangi maksudnya. Dengan cepatdia melompat menerjang Rangga.

Page 168: 03. Sepasang Walet Merah

Rangga hanya memiringkan sedikittubuhnya menghindari tebasan golok BagaBiru. Kemudian tangan kirinya bergerakcepat menotok pergelangan tangan lawan.Baga Biru terperanjat, cepat-cepat ditariktangannya sambil berputar mengarahkanmata goloknya ke perut Rangga.

Lagi-lagi Pendekar Rajawali Saktihanya mengegos sedikit Tangan kanannyasegera bergerak menotok kembalipergelangan tangan lawan. Makin kalapsaja Baga Biru. Dua serangannya gagaltotal, bahkan dua kali pula hampir terkenatotokan pada jalan darah di pergelangantangannya.

"Serang, anjing keparat ini!" teriakBaga Biru keras.

Seketika itu juga empat orangsaudaranya segera bergerak mengepungPendekar Rajawali Sakti. Golok merekaberkelebatan menyerang ke bagian-bagiantubuh yang mematikan. Pendekar RajawaliSakti hanya mengegoskan tubuhnya ke

Page 169: 03. Sepasang Walet Merah

kiri dan ke kanan menghindari setiaptebasan golok lawan.

Semakin lama serangan Lima GolokNeraka semakin dahsyat mematikan.Menyadari lawannya bukan hanyasekedar nama kosong belaka. Ranggamengeluarkan jurus 'Cakar Rajawali'. Kinigerakan tubuhnya semakin cepat. Keduatangannya bergerak mencari sasaran.Kesepuluh jari tangannya menjadi kerasbagai baja.

Pendekar Rajawali Sakti menarikkepalanya ke belakang ketika golok BagaKuning mengarah ke lehernya. Secepatkilat dinaikkan tangan kiri, dandisentilnya ujung golok yang berada tepatdi depan lehernya.

Tring!Baga Kuning kaget bukan main.

Tangannya bergetar hebat bagai terkenasengatan ribuan kalajengking. Cepat-cepatditarik pulang senjatanya. Baga Kuningsegera mundur dua tindak ke belakang.

Page 170: 03. Sepasang Walet Merah

Seluruh tangan kanannya seperti mati,sulit digerakan.

Satu demi satu Pendekar RajawaliSakti menyentil ujung-ujung goloklawannya. Mereka semua langsungmelompat mundur karena sepertitersengat tangan mereka. Merah Padamwajah Lima Golok Neraka. Segeradipindahkan golok mereka ke tangan kiri.Bagi mereka, tangan kanan atau kiri samaaktifnya.

"Aku masih mau memaafkan kalian.Nah, pergilah. Benda itu bukan milikkalian," ujar Pendekar Rajawali Sakti.

"Kutu busuk! Jangan sok jadipahlawan, kau!" bentak Baga Biru berang.

"Aku peringatkan sekali lagi. Pergilahkalian sebelum aku jatuhkan tangan mautpada kalian!" dingin suara Rangga.

"Seraaang...!" Baga Biru berteriaklantang.

Serempak Lima Golok Nerakaberlompatan menyerang PendekarRajawali Saku. Namun serangan yang

Page 171: 03. Sepasang Walet Merah

mendadak dan cepat itu hanya menemuitempat kosong saja. Rangga telah lebihdulu menjejak kakinya dan melesat ke atasdengan menggunakan jurus 'SayapRajawali Membelah Mega'.

Tentu saja hal ini membuat kelimapenyerangnya kebingungan. Dan ditengah-tengah kebingungan itu, tiba-tibasaja Rangga menggerakan tangannyadengan cepat.

Plak! Plak!Lima kali tangan Rangga menem-

peleng kepala mereka. Lima Golok Nerakabergulingan di tanah. Rangga masihmemberikan kelonggaran bagi lawannyadengan tidak mengerahkan seluruhkekuatan. Hanya saja kepala Lima GolokNeraka dibuat benjol sebesar telur ayam.

"Setan!" dengus Baga Biru sambilmenggeleng-gelengkan kepalanyamencoba menghilangkan rasa pening.

Baga Biru cepat melejit ke atas ketikarasa pening di kepalanya hilang.Diayunkan goloknya dengan cepat disertai

Page 172: 03. Sepasang Walet Merah

pengerahan tenaga dalam yang penuh.Pendekar Rajawali Sakti tidak sedikit punberkelit Dia seperti menanti datangnyagolok itu. Dan ketika ujung golok hampirmencapai tubuhnya, dengan cepatdijepitnya ujung golok itu dengan dua jaritangannya.

"Trek!"Baga Biru hanya melompong melihat

goloknya patah dengan mudah olehPendekar Rajawali Sakti. Belum lagi hilangrasa bingungnya, tiba-tiba sebelah tanganRangga berkelebat cepat. Baga Biru tidakmampu lagi berkelit. Lehernya terbabattangan Pendekar Rajawali Sakti, dandisusul dengan tendangan telakmenghantam dadanya.

Baga Biru tidak mampu lagi bersuara.Tubuhnya melayang deras ke tanah tanpakepala lagi. Tangan Pendekar RajawaliSakti yang setajam pedang telahmemisahkan kepala dari badannya. Empatorang lainnya hanya bisa melongo

Page 173: 03. Sepasang Walet Merah

menyaksikan Baga Biru menggeletaktanpa kepala lagi.

"Siapa di antara kalian yang inginmenyusul?" keras dan lantang suaraRangga.

Empat orang dari Lima Golok Nerakasaling berpandangan. Di wajah merekatergambar jelas rasa kengerian yang amatsangat Buru-buru mereka menggotongtubuh Baga Biru yang sudah tidakmemiliki kepala lagi. Tiga orangmenggotong badan, seorang lagimembawa kepala Baga- Biru. Bergegasmereka meninggalkan Bukit Batok.

Sementara Pendekar Rajawali Saktimasih melayang tegak lurus di angkasa,dan perlahan-lahan turun kembali. Ketikakakinya sampai di tanah, segeradihampirinya Wulan yang tengahmerawat luka-luka Jaka. Gadis itumenoleh ketika merasa di dekatnya adaorang lain.

"Bagaimana lukanya?" tanya Rangga.

Page 174: 03. Sepasang Walet Merah

"Aku masih tidak tahu. Dia masihbelum sadar juga," sahut Wulan lirih.

"Bawa saudaramu ke goa itu. Biaraku yang jaga di luar," kata Rangga.

"Goa Larangan...?!" Wulan terkejut"Iya. Kenapa?" Rangga heran."Apa kau tidak tahu kalau goa itu

sekarang jadi pusat perhatian semuaorang?"

Rangga hanya mengerutkankeningnya. Dia semakin paham denganapa yang tengah terjadi di Bukit Batok ini.Rupanya orang-orang yang berkumpul ditempat ini menduga kalau Cupu ManikTunjung Biru ada di dalam Goa Larangan.Rangga menatap mulut goa yang tampakhitam gelap. Tiba-tiba matanya menyipit.Dilihatnya sebuah titik cahaya di dalamkegelapan goa itu. Cahaya itu terlihat jauhdi relung goa.

"Cahaya Cupu Manik Tunjung Birukah itu?" tanya Rangga dalam hati.

Mendadak saja cahaya itu hilang daripandangan matanya. Rangga menoleh ke

Page 175: 03. Sepasang Walet Merah

arah Wulan, lalu jongkok di sampingtubuh Jaka yang masih belum siuman.Dadanya tampak bergerak lemah,menandakan masih hidup. Ranggamenempelkan telapak tangannya di dadayang bergerak lemah itu.

"Racun...," desis Rangga kaget."Apa?!" Wulan semakin cemas."Dia harus cepat ditolong "Wulan tidak bisa berkata apa-apa

lagi. Didiamkan saja ketika Ranggamenyobek baju bagian dada Jaka.Selanjutnya kedua tangan Ranggamenempel di dada yang bidang itu.Perlahan-lahan kedua tangan Ranggabergetar. Sebentar kemudian, asap putihmengepul dari tangan yang menempel didada itu.

"Buka balutannya," kata Rangga.Wulan segera membuka kain

pembalut luka Jaka. Tampak darah yangmenghitam seperti mendidih, melelehkeluar dari luka yang lebar dan panjangDari mulut Jaka juga mengalir darah

Page 176: 03. Sepasang Walet Merah

kehitaman. Rangga menyalurkan hawamurni melalui kedua telapak tangannya keseluruh tubuh Jaka. Dicobanya untukmengeluarkan racun yang bersarang didalam tubuh salah seorang dari SepasangWalet Merah.

Sedikit demi sedikit darah yangkeluar berubah merah segar. Ranggamelepaskan tangannya setelah darah yangmengandung racun tuntas.

"Bisa minta kain bajumu sedikit?"pinta Rangga. Tanpa membantah lagi,Wulan lantas menyobek bajunya. Tidakdipedulikan lagi sebagian tubuhnya yangterbuka. Pikirannya hanya terpusat padakeselamatan Jaka. Rangga membalut lukadi dada Jaka dengan kain sobekan bajuWulan. Kemudian diangkatnya tubuh Jakadan dibawa ke rimbunan pepohonan.Wulan mengikuti sambil mengikatcabikan-cabikan bajunya. Yang pentingtubuhnya tidak terlalu lebar terbuka.

Page 177: 03. Sepasang Walet Merah

* * *

Page 178: 03. Sepasang Walet Merah

7

Tanpa ragu-ragu lagi Wulanmenceritakan semua tentang Cupu ManikTunjung Biru yang diketahuinya. Wulanmerasa yakin kalau Pendekar RajawaliSakti tidak seperti tokoh-tokoh lain yangdatang hanya untuk merebut benda yangbukan miliknya.

Rangga mendengarkannya denganserius. Sedikit pun dia tidak bersuarasampai Wulan selesai dengan ceritanya.Bahkan sampai lama Wulan terdiam,masih juga belum membuka mulut.

Wulan memandang Jaka yangkelihatan tidur pulas di sampingnya.Hanya sebentar Jaka sadar tadi, lalumerasa lelah dan mengantuk. Sampaisekarang Jaka belum juga bangun. Wulankembali teringat pesan terakhir Eyang ResiSuralaga dan Kakek Atmaya.

"Kau tunggu di sini, Wulan," kataRangga tiba-tiba seraya bangit berdiri.

Page 179: 03. Sepasang Walet Merah

"Kau akan ke mana?" tanya Wulan"Ke Goa Larangan," sahut Rangga."Untuk apa ke sana?"

"Aku akanmencoba masuk kedalam goa itu,Wulan," ujarRangga sambil

berbalikmenghadap kemuka goa.

"Rangga...!"teriak Wulan

mencemaskan kepergian Rangga yang nekat inginmasuk ke goa itu. Sebab banyak pihak lain yang tidakakan membiarkan Rangga masuk begitu saja!

"Mengambil Cupu Manik TunjungBiru. Jangan khawatir, cupu itu akanmenjadi milik kalian berdua."

"Aku tidak yakin benda itu ada disana," Wulan setengah bergumam.

Page 180: 03. Sepasang Walet Merah

"Kau bilang, selama ini tinggal di goaitu. Berarti Eyang Resi Suralaga jugatinggal di sana. Aku yakin beliau pastimenyimpan benda itu di sana juga."

"Aku kenal betul Goa Larangan, tapiaku belum pernah melihat benda itu.Namanya saja baru dengar sekarang-sekarang ini," polos sekali Wulan berkata.

"Tidak ada salahnya kan aku kesana?"

"Mereka tidak akan membiarkanmumasuk ke goa itu."

"Aku akan coba." Rangga segeramelangkah, tapi...,

"Rangga..," suara Wulan agak tersekatdi tenggorokan.

Rangga berbalik. Dilihatnya Wulantelah berdiri. Tampak bagian atas bajunyaterbuka. Kulit dada yang putih terlihatjelas seakan dua bukit kembarnya inginkeluar. Darah muda Pendekar RajawaliSakti sedikit bergetar melihatpemandangan itu. Cepat-cepat dialihkanperhatiannya ke arah lain.

Page 181: 03. Sepasang Walet Merah

Wulan menangkap sikap Rangga, jadimerasa canggung dan serba salah. Diatidak bisa berbuat apa-apa untukmenutupi dadanya yang terbuka. Hanyatangannya saja yang sibuk agar kemulusantubuhnya sedikit tidak terlihat oleh oranglain. Keadaanlah yang membuatnyamenahan malu.

"Aku tidak tahu harus berkata apa.Budimu terlalu besar bagi kami berdua,"pelan suara Wulan.

"Ah, sudahlah. Aku senang jika dapatmengembalikan cupu itu padamu," sahutRangga.

Wulan ingin berkata lagi, tapi Ranggatelah lebih cepat menghilang darihadapannya. Cepat sekali Rangga pergi,sampai-sampai gadis itu tidak melihatarahnya pergi. Wulan menarik napaspanjang, lalu kembali duduk di sampingJaka yang terbaring lelap.

Mata Wulan merayapi wajah Jakayang tampak lelap. Seolah-olah barudisadarinya kalau laki-laki yang selama

Page 182: 03. Sepasang Walet Merah

sekian tahun selalu bersama-sama bukansaudaranya. Wulan seperti baru pertamakali melihat wajah Jaka yang tampan, yangselama ini lepas dan perhatiannya.Rasanya tidak berlebihan kalau duakakeknya menginginkan Wulan dan Jakamenjadi sepasang pendekar suami istri.

"Jaka...," Wulan mendesah ketikamelihat kelopak mata Jaka bergerak-gerak.

Jaka menggeleng-gelengkankepalanya, lalu perlahan-lahan membukamatanya. Yang pertama kali dilihatnyaadalah wajah Wulan yang duduk di sam-pingnya. Pelan-pelan dia berusahabangun. Tubuhnya memang masih terasalemah, tapi kesegaran mulai merambat keseluruh tubuhnya. Jaka duduk bersandardi pohon.

"Wulan...!" Jaka tersentak kaget ketikamelihat keadaan Wulan yang sobek-sobekbajunya "Kau.... Kenapa begini?"

"Aku..., aku tidak apa-apa. Hanyabajuku saja yang rusak," sahut Wulan."Seorang pendekar telah menolong kita."

Page 183: 03. Sepasang Walet Merah

"Pendekar...?""Iya. Dia menamakannya Pendekar

Rajawali Sakti"Jaka berusaha mengingat-ingat.

Rasanya tidak pernah dengar nama itu.Namun begitu, dalam hatinyamengucapkan terima kasih pada pendekaryang telah menolong mereka.

"Dia yang tadi pagi bersama kita,"kata Wulan seolah-olah mengingatkan

"O..., Itu," Jaka jadi teringat denganlaki-laki muda yang sebaya dengannya.Ternyata matahatinya tidak salah menilai.

"Dia juga yang menyembuhkanmudari racun Lima Golok Neraka," sambungWulan.

Jaka langsung menatap Wulan.Dirasakan ada nada-nada aneh pada suaraWulan. Laki-laki itu memang masih mudadan tampan. Ilmunya pun sangat tinggi.Buktinya, dengan mudah Lima GolokNeraka dapat dikalahkannya. Tidak anehkalau Wulan seperti terpikat karenanya.Secara jujur, Jaka cemburu juga. Namun

Page 184: 03. Sepasang Walet Merah

dia tidak berusaha memperlihatkan cem-burunya pada Wulan. Memang sulit bagimereka untuk menghilangkan perasaansaudara yang telah tertanam sejak lama.

"Aku sudah ceritakan semuanya padapendekar itu. Kau tidak keberatan, kan?"kata Wulan

"Oh, tidak," sahut Jaka. "Asal kautidak ceritakan tentang permintaan EyangResi dan Kakek Atmaya yang terakhir."

"Juga itu.""Apa...?" Jaka kaget bukan main."Tapi ditangagapinya dengan baik .

Katanya kita memang cocok untuk...,"Wulan tidak melanjutkan ucapannya.Kepalanya tertunduk, tidak sanggup lagimeneruskan kata-kata yang hanyakarangannya sendiri. Dia sebenarnyahanya ingin tahu perasaan Jaka saja.

"Wulaa..," Jaka meletakkan tangannyake pundak gadis itu yang terbuka.

Seketika aliran darah Jaka sepertiterhenti. Baru kali ini dia menyentuhpundak Wulan tanpa penghalang. Sangat

Page 185: 03. Sepasang Walet Merah

halus kulit pundak itu. Rasanya Jakaseperti sulit bernapas. Debar jantungnyapun kian cepat berdetak.

Perlahan-lahan Wulan mengangkatkepalanya. Pandangannya langsungtertuju pada satu titik perasaan yang sukardiungkapkan. Seketika dirasakan adasesuatu yang lain pada dirinya. Dia tidakmengerti perasaan apa yang tengahmelanda dirinya. Yang jelas, debarjantungnya jadi semakin kuat saja.

Tangan Jaka yang berada di pundakWulan, perlahan-lahan merayap naik. Laludengan lembut jari-jari tangannyamengusap pipi yang halus bagai sutra.Wulan membiarkan saja ketika tangan itusecara perlahan-lahan menarik kepalanya.Dia malah memejamkan matanya ketikadesah napas Jaka mengusap kulitwajahnya. Begitu hangat dan lembut

Seketika itu juga, Wulan sepertiterserang demam luar biasa ketika bibirJaka menyentuh bibirnya dengan lembutJaka merasakan seluruh tubuh Wulan

Page 186: 03. Sepasang Walet Merah

menggigil. Cepat-cepat dilepaskanbibirnya yang memagut tadi. Sungguhmati, Jaka tidak tahu kenapa Wulandemikian

"Wulan, kau kenapa?" tanya Jakaseperti orang bodoh.

"Aku...," Wulan tidak sanggupberkata-kata lagi. Wajahnya menyemburatmerah. Kepalanya kembali tertunduk.

"Maafkan aku, Wulan. Tidakseharusnya aku berbuat seperti inipadamu," pelan suara Jaka.

Wulan mengangkat kepalanya.Mereka kembali saling pandang. Entahkenapa, tiba-tiba saja Wulan jadi sepertitakut kehilangan Jaka. Apakah ini yangdinamakan cinta? Begitu cepatkah cinta itudatang?

"Kita akan selalu bersama kan,Kakang?" lirih suara Wulan.

"Tentu," sahut Jaka tersenyumTanpa berpikir banyak, Wulan segera

menjatuhkan tubuhnya ke dalam pelukanJaka. Sesaat mereka saling berpelukan

Page 187: 03. Sepasang Walet Merah

tanpa berkata-kata lagi. Kini hanya hatidan debar jantung mereka yang terpautjadi satu. Mengalun dalam irama cintayang indah.

Dengan jari-jari tangannya, Jakamengangkat dagu gadis itu. Mata merekakembali bertemu. Jaka secara lembutmendekatkan wajahnya. Yang terjadi kinihanya desahan napas dari dua insanberlainan jenis yang menyatukan bibirmereka dengan rapat. Anehnya, Wulanseperti sudah biasa saja melakukannya.Dibalasnya kecupan dan lumatan bibirJaka penuh dengan gelora cinta.

Mendapat balasan yang bergeloradari Wulan, gairah Jaka bangkit seketika.Pelan-pelan dibaringkan tubuh rampingitu di atas rerumputan. Tangannya kinimulai merayap menjelajahi tubuh indahyang terbaring pasrah. Luka yang adapada tubuh Jaka seakan-akan lenyap saatitu juga, terbawa desah napas Wulan yangmemburu hangat menggairahkan.

"Oh, Kakang...," desah Wulan.

Page 188: 03. Sepasang Walet Merah

* * *Sementara itu Pendekar Rajawali

Sakti semakin dekat dengan GoaLarangan. Malam yang berkabut tebalhanya menampakkan bayangan tubuhnyasaja yang bergerak ringan bagai melayangdi atas tanah. Tanpa disadari dua pasangmata mengawasi setiap geraknya yangtersembunyi tidak jauh dari situ.

"Uts!" tiba-tiba Pendekar RajawaliSakti melompat.

Seberkas sinar kebiruan menyambarcepat ke arah tubuhnya. UntungnyaPendekar Rajawali Sakti selalu waspada.Sinar biru itu hanya lewat sedikit di bawahkakinya. Dua kali jumpalitan di udara, laludengan manis menjejakkan kakinya ditanah.

"Rupanya ada juga yang ingin main-main denganku," gumam Rangga pelan.

Baru saja selasai bergumam, sinarbiru kembali meluncur menyambar tubuhRangga. Pendekar ini hanya memiringkan

Page 189: 03. Sepasang Walet Merah

tubuhnya sedikit, maka sinar itu hanyalewat di depan dadanya. Matanya yangtajam, segera dapat mengetahui dari manadatangnya sinar-sinar itu.

"Keluar, kalian!" dengus Rangga.Dengan kekuatan luar biasa, tangan

kanannya bergerak mengibas. Seberkascahaya kemerahan pun meluncur derasdari telapak tangannya. Sinar itu langsungmenghantam pohon besar tidak jauhdarinya. Pohon itu pun tumbang tanpamenimbulkan suara ledakan sedikit pun.

Dari pohon yang tumbang itu,berkelebat dua sosok bayangan putih.Dalam sekejap saja di depan Rangga telahberdiri dua orang dengan pakaian, wajah,dan bentuk tubuh yang sama.

"Ah, rupanya Setan Kembar dariGunung Wetan tertarik juga dengan kabarkosong," kata Rangga mengenali dua laki-laki kembar di depannya.

"Kami sudah mendengar namabesarmu, Pendekar Rajawali Sakti.

Page 190: 03. Sepasang Walet Merah

Beruntung sekali bisa bertemu di sini,"kata Sencaka.

"Tentunya maksudku berbedadengan kalian."

"Aku tidak peduli dengan alasanmudatang ke Bukit Batok. Yang jelas, siapasaja berani mendekati Goa Larangan,harus mati!" dingin suara Sencaki.

"Apa ada larangan seperti nama goaitu?" Rangga berlagak pion.

"Aku yang melarang!" dengusSencaki

"Apakah goa ini milikmu?""Jangan banyak bacot!" bentak

Sencaki yang tidak pernah dapat meredamemosi. Lain dengan saudara kembarnyayang lebih tenang dan kalem dalamwataknya. Mereka memang selalu samadalam banyak hal, tapi dalam watakmereka berbeda jauh.

"Meskipun kau punya nama besaryang bisa membuat jantung orang copottapi kami tidak gentar menghadapimu!"lanjut Sencaki.

Page 191: 03. Sepasang Walet Merah

"Aku pun tahu nama besar kalian,tapi aku muak dengan sepak terjangkalian!" Rangga tidak kalah dingin sertapedas suaranya.

"Bersiaplah untuk mati!" dengusSencaki seraya mencabut senjataandalannya berupa sepasang pedangpendek melengkung.

Sret!Sencaka pun telah mencabut senjata

yang sama bentuknya dengan Sencaki.Rangga tetap berdiri tenang walaupun duaorang dari Setan Kembar telah mencabutsenjatanya. Pendekar Rajawali Sakti samasekali tidak menyentuh gagangpedangnya. Dia sengaja bersikap seolah-olah meremehkan, untuk memancingkemarahan lawan.

"Cabut pedangmu!" dengus SencakiRangga hanya tersenyum tanpa

mempedulikan bentakan Sencaki"Jangan salahkan kami bila kau mati

tanpa senjata," kata Sencaka. Suaranyamasih terdengar tenang dan tanpa emosi.

Page 192: 03. Sepasang Walet Merah

"Silakan kalau kalian mampu"Setan Kembar segera bergerak

membuka jurus. Rangga masih tetaptenang, namun dua bola matanya tajammengamati setiap gerakan lawan. Sambilberteriak nyaring, dua orang kembar itumelompat menyerang.

Sadar kalau lawan memilikikepandaian cukup tinggi, Ranggamelayaninya dengan jurus 'Cakar Ra-jawali'. Tubuhnya bergerak cepatmenghindari setiap sabetan dan tusukanpedang lawan yang sangat berbahaya danmematikan. Hingga pada saat yang tepatRangga berhasil menyentil ujung pedangSencaki. Namun dengan cepat Sencakimemutar pedangnya menyabet ke perutRangga;

"Uh!" Rangga mendengus sambilmenarik perutnya ke belakang.

Ujung pedang Sencaki lewat di depanperut Rangga. Tampaknya Sencaki tidakterpengaruh oleh sentilan jari PendekarRajawali Sakti. Bahkan semakin ganas saja

Page 193: 03. Sepasang Walet Merah

menyerang Demikian pula dengansaudara kembarnya yang selalumendukung setiap serangan Sencaki.Tidak jarang ujung pedang Sencakahampir bersarang di tubuh PendekarRajawali Sakti.

"Nampaknya mereka bisamenandingi jurus 'Cakar Rajawali'. Hm...,akan kucoba lagi," bisik Rangga dalamhati.

Pada saat yang tepat pedang Sencakimasuk mengarah dada Pendekar RajawaliSakti. Dengan cepat tangan Ranggabergerak menjepit pedang Itu dengan duajarinya. Jepitan itu sangat kuat dan disertaipengerahan tenaga dalam yang tinggi.Tapi hanya sekali sentak saja, Sencakiberhasi melepaskan jepitan itu Bahkan dialangsung memutar pedangnya mengarahke leher. Rangga benar-benar terkejut.

Pendekar Rajawali Sakti tidak punyapilihan lain. Segera dikerahkan jurus'Sayap Rajawali Membelah Mega'. Seketikaitu juga tubuhnya mencelat ke udara.

Page 194: 03. Sepasang Walet Merah

Pedang Sencaki hanya menyambar tempatkosong di bawah kaki Rangga.

Tetapi sungguh di luar dugaan samasekali. Setelah Pendekar Rajawali Sakamelesat ke udara, ternyata Setan Kembarpun bisa melayang bagai burung. Apalagiserangan-serangan mereka juga semakindahsyat. Baru kali ini Pendekar RajawaliSakti menemui lawan yang mampumenandingi duel di udara. Sungguh lawanyang cukup tangguh. Kibasan-kibasantangan pendekar muda itu selalu dapatdihindari lawan. Namun serangan-serangan balasan Setan Kembar juga tidakkalah dahsyatnya. Empat buah pedangpendek seperti mengurung PendekarRajawali Sakti.

"Sungguh hebat kalian," puji Ranggadalam hati.

Dengan cepat Pendekar RajawaliSakti merubah jurusnya. Kini- dia melesattinggi, lalu secepat itu pula menukikdengan kaki bergerak mengancam kepalalawan. Jelas, ini adalah jurus 'Rajawali

Page 195: 03. Sepasang Walet Merah

Menukik Menyambar Mangsa'. Begitucepat gerakan kakinya, sehingga membuatSetan Kembar kewalahan. Secepat itu pulamereka merubah jurusnya.

Kembali pertarungan beijalanseimbang. Rangga terus saja menukikturun dan menjejakkan kakinya di tanahdengan gerakan indah. Setan Kembar jugasegera turun sambil terus menyerang,membuat Pendekar Rajawali Sakti sedikitkewalahan juga.

"Terpaksa harus kugunakan jurus‘Pukulan Maut Paruh Rajawali’" dengusRangga dalam hati.

* * *

Ketika Pendekar Rajawali Saktimerubah jurusnya, baru kelihatan kalaulawan mulai terdesak sedikit demi sedikit.Gerakan pendekar muda ini selalu penuhtipuan. Bahkan setiap pukulannyamengandung hawa panas yang luar biasa.

Page 196: 03. Sepasang Walet Merah

Hal ini membuat Setan Kembar menjadikacau dalam permainan jurus-jurusnya.

"Hm..,."Rangga mendengus ketika melihat

Sencaki sedikit lowong pertahanannya.Dengan cepat dimiringkan tubuhnyamenghindari tebasan pedang Sencaka.Tapi tanpa diduga, tangan kirinyamenyodok iga Sencaki yang kosong.

Sencaki yang tengah memusatkanperhatiannya pada kaki lawan, benar-benar terkejut Padahal dia tadi ingin cepat-cepat melompat, tapi pukulan tangan kiriRangga bagai kilat datangnya. Tanpaampun lagi iga Sencaki terhantam'Pukulan Maut Paruh Rajawali'.

"Aaaakh!" Sencaki memekik keras.Sencaki terjungkal beberapa langkah

ke belakang. Tampak pada bagian iganyaseperti hangus terbakar. Warna hitamsebesar kepalan tangan menghanguskanbajunya, tembus sampai ke bagian tubuh.Melihat saudara kembarnya terkenapukulan, Sencaka pun memperhebat

Page 197: 03. Sepasang Walet Merah

serangannya. Dua pedang pendeknyaberkelebat cepat mengancam tubuhPendekar Rajawali Sakti.

Sementara itu Sencaki yang roboh,berusaha bangun kembali Mulutnyameringis kesakitan merasakan tulang-tulang iganya remuk. Cepat digerakkanjari-jari tangannya ke bagian sekitar lukahitam di iga. Walaupun masih terasa nyeri,Sencaki bergerak berdiri.

"Bangsat!" umpat Sencaki geram.Segera dia terjun lagi dalam

pertarungan. Sencaka agak senang jugamelihat saudaranya mampu melanjutkanpertarungan lagi. Sedangkan Ranggasedikit terkejut karena pukulan mautnyatidak membuat lawan tewas. Bahkan kinimampu menyerang kembali denganganas.

Sret!Rangga tidak ada pilihan lagi. Segera

dicabut pedang saktinya. Seketika keadaanmalam yang diliputi kabut menjadi terang

Page 198: 03. Sepasang Walet Merah

oleh sinar biru yang terpancar dari pedangpusaka itu.

Betapa terkejutnya Setan Kembarmelihat pamor pedang itu. Tapi rasaterkejut itu pun lenyap ketika Ranggamengibaskan pedangnya.

Trang! Trang!Dua kali terdengar senjata

berbenturan. Kali ini Setan Kembarterlonjak dan langsung mencelat mundurdua langkah. Mata mereka membelalakmelihat sebuah pedang mereka masing-masing buntung. Bahkan akibat benturanitu, tangan mereka seperti kaku.

Rasa kaget yang menyentak jantungmereka belum lagi hilang, Rangga kinikembali menyerang dengan menggunakanjurus gabungan antara 'Cakar Rajawali'dengan 'Pukulan Maut Paruh Rajawali'.

"Awas...!" seru Sencaka keras.Sencaki yang masih dalam keadaan

terluka, tidak dapat mengelak cepat.Terpaksa ditangkisnya pedang yangmengancam jiwanya.

Page 199: 03. Sepasang Walet Merah

Trang! Pedang Sencaki buntung!Dan tanpa diduga sama sekali,

pedang Rangga terus menerobos tanpahenti.

"Aaaakh...!" Sencaki menjeritmelengking.

Pedang itu telah membuat leherSencaki hampir putus. Sebentar masihmampu bertahan, tapi tak lama ambrukdan menggelepar di tanah. Darahnyamengucur deras dari leher yang koyak.

"Sencaki...!" teriak Sencaka kaget.Benar-benar hampir tak percaya Sencakamelihat saudara kembarnya tewasmengerikan.

Sencaka memang tidak bisa berbuatbanyak lagi. Pedang itu kini telahberkelebat lagi mengancam dirinya.Pikirannya cerdik. Dia tidak maumengambil resiko dengan menghadangpedang itu dengan pedangnya. Cepat-cepat dia melompat sejauh satu tombak kebelakang. Pedang Pendekar Rajawali Saktihanya menebas bagian kosong

Page 200: 03. Sepasang Walet Merah

"Kubunuh kau, bangsat!" geramSencaka. Secepat kilat Sencaka menyerangRangga dengan melompat. Tapi kalahcepat dengan Rangga. Karena baru sajaakan melompat, pedang Rangga telahlebih dulu mengibas. Sencaka yangdirasuki amarah tidak dapat lagimenghindar. Pedang itu tepat menancapdi dadanya. Dengan satu jeritanmelengking panjang, tubuh Sencaka robohmandi darah.

Rangga kembali memasukkanpedang pusaka ke dalam sarung dipunggung. Kembali gelap menyelimutisekitarnya. Sebentar Rangga memandangidua mayat lawannya, lalu cepat melompatke arah mulut goa.

* * *

Page 201: 03. Sepasang Walet Merah

8

Rangga mengamati sebentar mulutgoa yang gelap pekat Kakinya melangkahringan memasuki Goa Larangan Semakinmasuk, semakin lembab udaranya. Ranggamengerahkan ilmu 'Mata Dewa Elang' se-hingga dapat melihat jelas dalam keadaangelap sekali pun

Kakinya terus melangkah lebih dalamlagi, dan baru berhenti melangkah ketikadidapatkannya sebuah makam yang indahdi depannya. Segera Rangga berlututdengan sikap memberi hormat. Dari ceritaWulan dapat dipastikan kalau ini makamEyang Resi Suralaga. Pendekar RajawaliSakti kembali berdiri.

"Maaf, saya datang untuk membantucucu-cucumu," kata Rangga sopan

Baru saja Rangga selesai berkata, tiba-tiba makam itu bergetar yang semakinlama semakin kuat. Rangga tetap berdiritenang. Matanya tertuju pada makam yang

Page 202: 03. Sepasang Walet Merah

masih bergetar bagai terjadi gempa. Tiba-tiba asap putih mengepul perlahan-lahandi tengah-tengah makam. Kian lama kianmenebal.

Rangga kembali memberi hormat,namun matanya tetap tertuju ke arahmakam yang masih mengepulkan asapputih tebal. Pelan-pelan getaran itumelemah bersamaan dengan pudarnyaasap, hingga akhirnya hilang sama sekali.Goa kembali tenang.

"Apakah Eyang Resi berkenan cupuitu saya bawa untuk Sepasang WaletMerah?" Rangga bertanya halus dansopan.

Rangga menunggu beberapa saatsambil tetap menjura hormat Matanyatertuju pada sebuah benda berbentukkendi berwarna keemasan yang munculsetelah asap tebal menghilang. ItulahCupu Manik Tunjung Biru. Besarnyaseukuran kepala orang dewasa, beradatepat di tengah-tengah makam.

Page 203: 03. Sepasang Walet Merah

Tiba-tiba saja cupu itu bergerak-gerakdan melayang ke arah Rangga. PendekarRajawali Sakti ini pun berdiri serayamengeluarkan tangannya. Cupu ManikTunjung Biru berhenti tepat di telapaktangannya. Tanpa ragu-ragu lagi, diamenjura dan berbalik. Kembalidilangkahkan kakinya menuju luar goa.

Ketika kakinya baru melangkahsejauh dua tombak di depan mulut GoaLarangan, tiba-tiba di depannya munculseorang perempuan tua dengan rambutyang serba putih.

"Nenek Sumbing," gumam Ranggamengenali perempuan tua itu. "Apakahtelah kau selesaikan pertarunganmu?"

"Hik hik hik..," Nenek Sumbingtertawa ngikik. "Sangat mudahmelenyapkan si tua Klabang Hijau."

Pendekar Rajawali Sakti tak perlupenjelasan lagi. Dia cepat mengerti kalauKlabang Hijau telah tewas di tanganperempuan tua ini. Jadi jelas, tingkat

Page 204: 03. Sepasang Walet Merah

kepandaian Nenek Sumbing tidak bisadiremehkan.

"Heh! Rupanya kau sudah berhasilmenemukan Cupu Manik Tunjung Biru,bocah!" seru Nenek Sumbing. Matanyajelalatan memandang benda yang beradadi kempitan ketiak Pendekar RajawaliSakti.

"Benda pusaka ini akan kuserahkanpada pemiliknya," sahut Rangga.

"Kalau begitu, kau tak usah repot-repot mencarinya. Benda itu milikku."

"Aku sudah tahu siapa pemiliknya.Yang pasti bukan kau, Nenek Sumbing."

"Kampret jelek! Berani umbar bacotdi depanku. Apa kau punya nyawarangkap?" Nenek Sumbing mendelikgusar.

"Bukan hanya rangkap, tapi seribu."Nenek Sumbing berjingkrak geram.

Kata-kata Rangga yang diucapkan tenangitu sangat menyakitkan telinganya. Jelasmengandung tantangan meski tidakdiucapkan secara langsung.

Page 205: 03. Sepasang Walet Merah

"Bocah, serahkan saja cupu itu!Jangan sampai kuturunkan tangan kejampadamu!" dengus Nenek Sumbingmengancam.

"Aku rasa kau telah kejam sejakdulu," sahut Rangga kalem.

"Setan belang! Rupanya kau tidakbisa diajak damai!"

"Tidak ada kata damai untuk orangserakah sepertimu."

Nenek Sumbing tidak bisa lagimenahan geram. Seketika itu jugaditerjangnya Pendekar Rajawali Sakti.Namun terjangan itu luput, karenapendekar ini telah menggeser kakinyasedikit ke kanan. Nenek Sumbing yangsemula menganggap remeh, semakingusar. Segera dia berbalik dan menyerangkembali dengan jurus-jurus tangan kosongPerhatiannya terpusat penuh pada cupuyang aman dalam ketiak PendekarRajawali Sakti.

Dalam lima jurus saja, Rangga pahamkalau Nenek Sumbing mengarahkan jurus-

Page 206: 03. Sepasang Walet Merah

jurusnya hanya untuk merebut CupuManik Tunjung Biru. Namun demikian,pertahanan Nenek Sumbing juga sangatkokoh. Beberapa kali Rangga mencobauntuk membuka pertahanan itu denganpancingan, tapi kenyataannya gagal.Nenek Sumbing seperti mampu membacake mana arah gerakan dan tujuan lawan.

Sebenarnya, pertarungan itu berjalanlamban seperti dua orang yang sedangberlatih olah kanuragan. Sampai matahariterbit di ufuk Timur, mereka hanyamenyelesaikan sepuluh jurus tangankosong. Rangga penasaran juga melihatNenek Sumbing seperti main-main.

"Aku tidak punya waktu untuk main-main denganmu, Nenek Sumbing!" seruRangga agak gusar.

"Siapa yang main-main? Lihattanganku!" dengus Nenek Sumbing.

Belum lagi kering mulutnya berkata,Nenek Sumbing memiringkan badannyake kiri sambil tangan kanannya dengancepat didorong ke depan. Rangga hanya

Page 207: 03. Sepasang Walet Merah

berkelit ke kanan, karena serangan itumudah dibaca. Tapi tak diduga samasekali, kaki perempuan itu terangkat naikcepat

Buk!Rangga tersentak ketika dirasakan

perutnya terkena hantaman kakiperempuan tua itu. Dua langkah diaterdorong ke belakang, lalu dengan cepatmenguasai diri. Dan memang benar,Nenek Sumbing sudah kembalimenyerang dengan jurus-jurus yang cepat

"Awas kaki!" seru Nenek Sumbingtiba-tiba.

Rangga hanya mengangkat kakikanan sedikit ketika kaki Nenek Sumbingbergerak cepat menyambar. Dan sebelumperempuan tua itu berdiri dengan leluasa,dengan cepat kaki Pendekar Rajawali Saktiterayun ke depan.

"Uts!" Nenek Sumbing cepat menarikkepalanya.

Kibasan kaki Rangga melesetbeberapa senti di depan muka Nenek

Page 208: 03. Sepasang Walet Merah

Sumbing. Masih dalam keadaan kakikanan di atas, Rangga menaikkan kakikirinya. Cepat sekali Rangga bergerakmemutar tubuh. Dan tanpa diduga kakikiri pendekar itu melayang ke arah dada.

"Ukh!" Nenek Sumbing yang tidakmenyangka secepat itu datangnyaserangan susulan, tidak bisa mengelaklagi.

Satu tombak Nenek Sumbingterjengkang ke belakang. Dadanya terasasesak terkena tendangan yang disertaidengan pengerahan tenaga dalam yangsempurna. Nenek Sumbing mendengus,sambil mengerahkan hawa murni keseluruh tubuhnya. Ini dilakukan untukmenghilangkan rasa sesak yang me-nyelimuti dadanya.

* * *

Duel dua tokoh tingkat tinggi ituterjadi sampai matahari naik cukup tinggi.Sampai sejauh ini belum ada yang terlihat

Page 209: 03. Sepasang Walet Merah

terdesak. Masing-masing sudah me-ngeluarkan jurus-jurus andalan yangsangat berbahaya.

Pada kesempatan yangmemungkinkan, Rangga menggunakanjurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega'.Tubuhnya melayang cepat ke angkasa.Tidak diduga, Nenek Sumbing punmampu melesat cepat mengejar PendekarRajawali Sakti.

"Jangan lari, Bocah!" seru NenekSumbing.

Tangan Nenek Sumbing bergerakcepat melontarkan benda-benda kecilberbentuk jarum. Senjata rahasia itumelesat cepat ke arah Pendekar RajawaliSakti. Saat itu juga Rangga memang telahsiap dengan jurusnya itu, sehingga denganmudah tangannya mengibas cepatmenghalau serangan jarum-jarum NenekSumbing. Gerakannya bagai sepasangsayap burung saja yang hendakmenghalau kumpulan awan di langit.

Page 210: 03. Sepasang Walet Merah

Jarum-jarum senjata rahasia NenekSumbing pun rontok di tengah, jalan.Bahkan beberapa di antaranya berbalikmenyerang sang pemilik. Tentu sajaNenek Sumbing terkejut. Segera diajumpalitan di udara menghindari senjatarahasianya sendiri.

Pada saat perempuan itu sibukdengan senjata rahasianya sendiri, Ranggadengan cepat merubah jurusnya menjadi'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa'.Begitu cepat gerakan kakinya melurukmengincar kepala lawan. Nenek Sumbingtidak mampu mengelak lagi. Terpaksadihadangnya kaki itu dengan tangannya.

Krek!"Akh!" Nenek Sumbing memekik

tertahan.Bunyi tulang patah terdengar cukup

keras. Tampak tangan kiri perempuan tuaitu seperti layu, menyambar disampingtubuhnya. Nenek Sumbing merasa tidakmenguntungkan bertarung di udara.Cepat-cepat dia kembali turun.

Page 211: 03. Sepasang Walet Merah

Sementara itu Rangga tenismengikutinya dengan tetap mengerahkanjurus 'Rajawali Menukik MenyambarMangsa'. Ketika kaki Nenek Sumbingsampai di tanah, tiba-tiba dari atas datangserangan bagai seekor rajawali hendakmenyambar mangsa.

Nenek Sumbing menjerit kaget. Buru-buru dijatuhkan tubuhnya danbergulingan di tanah. Kaki Ranggamenyambar tempat kosong. Tapi secepatitu pula Rangga kembali melesat ke udara,lalu turun kembali langsung menyambarlawan yang bergulingan di tanah. NenekSumbing benar-benar seperti seekor tikusyang terancam oleh elang lapar.

Tiga kali serangan Rangga berhasildihindari. Kini Pendekar Rajawali Saktimerubah jurusnya menjadi 'Pukulan MautParuh Rajawali' ketika kakinya menjejaktanah. Mendapat sedikit kesempatan,Nenek Sumbing bergegas bangkit

"Tamat riwayatmu, Nenek Sumbing!"seru Rangga keras.

Page 212: 03. Sepasang Walet Merah

Seketika Nenek Sumbing harusmenerima serangan jurus 'Pukulan MautParuh Rajawali'. Kedua tangan Ranggabergerak cepat mengarah ke bagian-bagiantubuh yang mematikan. Perempuan tua itukembali repot menghindari serangan yangdatang beruntun bagai hujan yang tumpahdari langit. Lebih-lebih hanya sebelahtangan saja yang bergerak menahangempuran itu.

Beberapa kali Nenek Sumbinghampir kecolongan. Jurus yangdikerahkan Pendekar Rajawali Sakti penuhdengan tipuan. Dan lagi, setiap ayunantangannya mengandung hawa panasmenyengat kulit. Hal ini membuat NenekSumbing kian sulit mengatur napasnya.

"Ikh!" Nenek Sumbing kembalitersentak ketika tangan kiri Rangga tiba-tiba menerobos mengarah dada.

Buru-buru Nenek Sumbing melompatke belakang. Dalam keadaan tangan masihmengarah sasaran, kaki Rangga sudahbergerak cepat melompat sambil

Page 213: 03. Sepasang Walet Merah

menyepak. Nenek Sumbing segeramengegoskan tubuhnya ke kiri. Sepakankaki Rangga luput dari sasaran.

"Hiya...!" Rangga berteriak nyaring.Dengan kaki masih melayang, tangan

kanan Pendekar Rajawali Sakti berkelebatcepat. Kali ini Nenek Sumbing tidak bisalagi menghindar. Hawa panas yangdatang lebih dulu, membuat tubuhnyakaku. Dan....

"Aaaakh...!" Nenek Sumbing menjeritmenyayat hati.

Tangan kanan Rangga telak masuk kebagian dada perempuan tua itu. Seketikatubuh Nenek Sumbing terlontar keras kebelakang, dan baru berhenti setelahmenabrak pohon yang cukup besar. Tubuhitu pun terhempas keras di tanah. Tampakdari mulutnya darah kental kehitamanmuncrat membasahi pakaian.

Nenek Sumbing meregang nyawasebentar, lalu diam dengan dada melesakke dalam. Rangga berdiri tegakmemandang tubuh tua yang menggeletak

Page 214: 03. Sepasang Walet Merah

tak bernyawa lagi Kemudian mata Ranggaberedar ke sekeliling. Bibirnyamenyungging senyum, karena yakin tidakada lagi orang-orang yang terlihat disekitar tempat ini.

Mereka yang rata-rata memilikikepandaian di bawah Nenek Sumbing,segera melarikan diri ketika melihatperempuan tua itu tewas. Ranggamengalihkan pandangannya ke arahWulan yang berdiri memapah Jaka.Pendekar Rajawali Sakti itu puntersenyum seraya melangkah mendekatiSepasang Walet Merah. Cupu ManikTunjung Biru masih berada di dalamkempitan ketiaknya.

* * *

Rangga menyerahkan Cupu ManikTunjung Biru kepada Sepasang WaletMerah. Wulan yang menerimanya tidakmampu untuk berkata-kata lagi selainmatanya saja yang berkaca-kaca

Page 215: 03. Sepasang Walet Merah

meluapkan keharuan. Agak lama merekatidak saling bicara.

"Aku rasa tempat ini tidak amanuntuk kalian berdua," kata Ranggamemulai pembicaraan.

Wulan menatap Jaka sebentar, lalukembali memandang Pendekar RajawaliSakti.

"Jika kalian setuju, aku punya tempatcukup baik," kata Rangga lagi.

"Boleh kami tahu?" tanya Jaka."Tentu saja. Tempat itu bernama

Pulau Karang. Memang tempatnya diseberang laut, tapi kalian bisa menyewaperahu dari para nelayan."

"Di mana letaknya?" tanya Wulan."Kalau ingin ke sana, pergi saja ke

arah selatan. Jika telah sampai pantai,minta tolonglah pada nelayan untukmengantarkan. Rata-rata mereka tahutempat itu."

Wulan mengerutkan keningnya."Jangan khawatir. Di sana ada banyak

pulau karang Kalian bisa memilihnya

Page 216: 03. Sepasang Walet Merah

salah satu. Sulit bagi orang lain untukmencari pulau yang akan kalian tempati.Bahkan nelayan yang mengantar kalianbelum tentu dapat ingat."

"Bagaimana, Kakang?" tanya Wulanmeminta pendapat

"Aku rasa itu lebih baik," sahut Jakamenerima penuh usul Pendekar RajawaliSakti.

"Tapi keadaanmu...""Aku tidak apa-apa. Hanya luka ini

perlu sedikit perawatan lagi."Sepasang Walet Merah kembali

menoleh pada Rangga, tapi pendekarmuda itu telah tidak ada lagi ditempatnya. Tentu saja mereka jadimencari-cari. Rangga seolah-olah lenyapditelan bumi, hilang tanpa jelas ke manaperginya. Bahkan suaranya pun takterdengar saat pergi.

"Sungguh tinggi ilmunya," gumamJaka kagum.

Page 217: 03. Sepasang Walet Merah

"Ya. Kalau saja seluruh tokoh saktiseperti dia, dunia ini pasti aman," sahutWulan bergumam pula.

Jaka memandang Wulan dantersenyum. Tangannya melingkar dipundak gadis itu. Wulan juga tersenyumsambil melingkarkan tangannya dipinggang Jaka. Sesaat mereka berdirimematung.

"Kita berangkat sekarang?" usul Jakasetelah lama terdiam.

"Sebentar, aku ganti pakaian dulu,"sahut Wulan baru sadar kalau pakaiannyacabik-cabik tidak karuan.

Sepasang Walet Merah mengayunkankakinya menuju ke Goa Larangan. Goa itusebenarnya memang tempat tinggalmereka. Bertahun-tahun mereka tinggal disana, dan sebentar lagi harus hengkangdari situ. Entah untuk waktu berapa lama,atau mungkin tak lama lagi.

"Sebenarnya aku berat meninggalkantempat ini," bisik Wulan.

"Aku juga," sahut Jaka

Page 218: 03. Sepasang Walet Merah

"Tapi kita harus berlatih lagi untukmenyempurnakan ilmu 'Walet Merah'."

"Kau tetap ingin jadi pendekar?" Jakabertanya.

"Kenapa?" Wulan balas bertanya."Tidak apa-apa," desah Jaka."Kau tidak suka, Kakang?""Aku suka, tapi aku lebih suka jadi

orang biasa. Punya ladang, keluarga, dananak-anak yang manis. Hidup tentramtanpa selalu dibayangi bahaya."

"Kita akan hidup tentram setelahmenguasai ilmu "Walet Merah'," sahutWulan.

Jaka hanya tersenyum saja. Wulan takkalah dengan senyumnya yang manis. Danmatahari pun tersenyum sepertimengiringi sepasang anak manusiamemasuki goa. Tanpa diketahui, sepasangmata mengawasi dari jarak yang tidakbegitu jauh. Sepasang mata itu milikPendekar Rajawali Sakti. Bibirnyamenyungging senyum, lalu berbalik danmelangkah pergi.

Page 219: 03. Sepasang Walet Merah

TAMAT

Pembuat Ebook :Scan buku ke djvu : Abu Keisel

Convert : Abu KeiselEditor : Fujidenkikagawa

Ebook oleh : Dewi KZhttp://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/

http://kangzusi.info/ http://ebook-dewikz.com/