03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 4

217
| i KATA PENGANTAR Sejak Oktober 2004, seluruh jajaran Kementerian Perdagangan telah mengerahkan segenap upaya dan pemikiran untuk melaksanakan amanat pembangunan di bidang perdagangan. Amanat tersebut diterjemahkan dalam Rencana Strategis 20042009 dan dilaksanakan dengan tujuan utama kemakmuran rakyat Indonesia. Dengan berakhirnya pelaksanaan tahun anggaran 2009, Kementerian Perdagangan telah menyelesaikan tugas untuk tahun kelima dari RPJMN 2005-2009 dan Rencana Strategis 2004-2009. Selama periode 2005-2009, Kementerian Perdagangan telah melaksanakan tugas dan fungsinya dengan optimal sebagai pelaksanaan Inpres No: 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Torehan kinerja yang menggembirakan diperlihatkan sektor perdagangan selama periode 2005-2009. Kinerja ekspor Indonesia tumbuh sangat dramatis, disertai dengan membaiknya daya saing produk Indonesia di mata dunia. Posisi Indonesia dalam kancah perdagangan global dan ekonomi dunia juga menunjukkan kinerja yang positif. Saat ini, Indonesia dianggap memegang peranan penting dalam percaturan perdagangan internasional. Posisi aktif Indonesia dalam perundingan dan negosiasi internasional semakin memperkuat status Indonesia sebagai mitra dagang strategis. Sementara itu, di dalam negeri, inflasi secara nasional berhasil diredam, walaupun sempat mengalami pergolakan akibat fluktuasi perkembangan ekonomi global. Tingkat produksi dan harga pasokan bahan pokok relatif stabil, dan program sektor perdagangan relatif dapat berjalan sesuai dengan target yang direncanakan. Namun demikian, berbagai pencapaian pembangunan perdagangan 2005−2009 masih menyisakan beberapa catatan penting untuk perbaikan selanjutnya. Komoditi ekspor masih didominasi komoditi primer yang bernilai tambah tidak cukup tinggi. Perbaikan nilai tambah komoditi ekspor merupakan tantangan pembangunan sektor perdagangan pada

Transcript of 03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 4

| i

KATA PENGANTAR

Sejak Oktober 2004, seluruh jajaran Kementerian Perdagangan telah

mengerahkan segenap upaya dan pemikiran untuk melaksanakan amanat

pembangunan di bidang perdagangan. Amanat tersebut diterjemahkan

dalam Rencana Strategis 2004−2009 dan dilaksanakan dengan tujuan

utama kemakmuran rakyat Indonesia.

Dengan berakhirnya pelaksanaan tahun anggaran 2009, Kementerian

Perdagangan telah menyelesaikan tugas untuk tahun kelima dari RPJMN

2005-2009 dan Rencana Strategis 2004-2009. Selama periode 2005-2009,

Kementerian Perdagangan telah melaksanakan tugas dan fungsinya dengan

optimal sebagai pelaksanaan Inpres No: 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas

Kinerja Instansi Pemerintah.

Torehan kinerja yang menggembirakan diperlihatkan sektor

perdagangan selama periode 2005-2009. Kinerja ekspor Indonesia tumbuh

sangat dramatis, disertai dengan membaiknya daya saing produk Indonesia

di mata dunia. Posisi Indonesia dalam kancah perdagangan global dan

ekonomi dunia juga menunjukkan kinerja yang positif. Saat ini, Indonesia

dianggap memegang peranan penting dalam percaturan perdagangan

internasional. Posisi aktif Indonesia dalam perundingan dan negosiasi

internasional semakin memperkuat status Indonesia sebagai mitra dagang

strategis. Sementara itu, di dalam negeri, inflasi secara nasional berhasil

diredam, walaupun sempat mengalami pergolakan akibat fluktuasi

perkembangan ekonomi global. Tingkat produksi dan harga pasokan bahan

pokok relatif stabil, dan program sektor perdagangan relatif dapat berjalan

sesuai dengan target yang direncanakan.

Namun demikian, berbagai pencapaian pembangunan perdagangan

2005−2009 masih menyisakan beberapa catatan penting untuk perbaikan

selanjutnya. Komoditi ekspor masih didominasi komoditi primer yang

bernilai tambah tidak cukup tinggi. Perbaikan nilai tambah komoditi

ekspor merupakan tantangan pembangunan sektor perdagangan pada

| ii

periode mendatang. Disamping itu akan diperlukan program peningkatan

daya saing produk Indonesia yang lebih menyeluruh. Di dalam negeri,

pembenahan masih perlu dilanjutkan pada aspek ekonomi biaya tinggi,

sarana dan prasarana distribusi, disparitas harga antar daerah, serta

pemberdayaan pasar tradisional dan UMKM.

Sebagai penutup, segala hal yang termuat dalam laporan ini kiranya

dapat memberi manfaat dalam pertimbangan dan keberlanjutan kebijakan

pembangunan perdagangan nasional, bagi generasi kini dan generasi ke

depan, menuju bangsa yang semakin berdaya saing dan sejahtera.

Jakarta, Maret 2010

a.n. MENTERI PERDAGANGAN R.I.

SEKRETARIS JENDERAL

ARDIANSYAH PARMAN

| iii

RINGKASAN EKSEKUTIF

Dinamika perekonomian dunia dan domestik telah mewarnai

perjalanan pembangunan di bidang perdagangan nasional sepanjang

2005−2009. Kenaikan harga minyak mentah, krisis keuangan global, sampai

kepada bencana yang terjadi di berbagai belahan dunia, turut

mempengaruhi kinerja perdagangan internasional Indonesia, dan

perdagangan di dalam negeri.

Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, peran Strategis

Kementerian Perdagangan dalam pembangunan perdagangan adalah

membangun daya saing yang berkelanjutan di pasar lokal dan global.

Membangun daya saing yang berkelanjutan diperlukan optimalisasi

pemanfaatan seluruh potensi sumber daya yang dimiliki serta kemampuan

untuk memanfaatkan peluang yang ada.

Penilaian capaian kinerja Kementerian Perdagangan tahun 2005-2009

dapat dilihat dari kontribusi sektor perdagangan terhadap ekonomi

nasional. Kontribusi tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung

mempengaruhi pertumbuhan perekonomian nasional. Walaupun

pertumbuhan ekonomi global cenderung mengalami penurunan dan

tekanan sehingga berpotensi mengganggu stabilitas perekonomian

nasional, namun kinerja sektor perdagangan terhadap perekonomian

nasional relatif tetap stabil, bahkan di beberapa area tetap mengalami

pertumbuhan yang positif.

Capaian kinerja perdagangan dalam laporan akuntabilitas diuraikan

berdasarkan pencapaian delapan sasaran yang tercantum dalam Rencana

Strategis Perdagangan tahun 2004-2009:

1. Meningkatnya pelayanan prima kepada dunia usaha melalui

penyederhanaan prosedur, transparansi kebijakan dan penerapan

teknologi informasi serta meningkatnya peran lembaga, sarana dan

instrumen perdagangan.

| iv

Secara keseluruhan, sasaran-1 dapat dicapai dengan baik, hampir

semua indikator kinerja dapat dicapai dengan capaian 100% (rata-rata

capaian menurut indikator sebesar 106,18%). Upaya yang perlu

mendapat dorongan lebih kuat adalah terkait dengan penanganan

perkara persaingan usaha, dimana capaian sasaran belum mencapai

80%.

Kunci utama dalam pencapaian sasaran-1 adalah upaya untuk

meningkatkan pelayanan kepada dunia usaha (salah satunya melalui

penyederhanaan prosedur) yang diikuti dengan transparansi kebijakan

bagi pelaku usaha. Indikator utama sasaran-1 adalah (i) prosentase

pelayanan perijinan yang diselesaikan sesuai standar, (ii) jumlah

kebijakan dan peraturan bidang perdagangan yang mendukung iklim

usaha, (iii) prosentase pemerintah daerah yang melaksanakan

kebijakan bidang perdagangan, dan (iv) status opini instansi BPK

terhadap laporan keuangan Kementerian.

Kementerian Perdagangan dalam rangka optimalisasi pelayanan

perijinan telah mentargetkan prosentase pelayanan perijinan yang

dapat diselesaikan sesuai standar adalah 90%, dan terealisasi sesuai

target. Dalam implementasinya, masih terdapat beberapa pelayanan

perijinan yang penerbitannya masih melebihi standar waktu yang

ditetapkan (max. 5 hari kerja). Hal tersebut disebabkan antara lain

ketidaklengkapan dokumen yang disampaikan atau verifikasi data tidak

cocok dan tingginya beban penyelesaian ijin tertentu yang harus

diproses. Beberapa perijinan tersebut antara lain: Nomor Pengenal

Importir Khusus (NPIK) Elektronika, Persetujuan Impor (PI) Barang

Modal Bukan Baru-Pemakai Langsung, Importir Produsen (IP) Besi atau

Baja, dan STP Keagenan/ Distributor.

Kementerian Perdagangan telah menerbitkan 69 kebijakan

meliputi kebijakan bidang perdagangan luar negeri, bidang

perdagangan dalam negeri dan bidang perdagangan berjangka

komoditi. Target kebijakan yang rencananya dikeluarkan di tahun 2009

| v

adalah sebanyak 37 kebijakan, namun mulai pulihnya perekonomian

Indonesia membuat Kementerian Perdagangan semakin aktif

menelurkan kebijakan yang dipandang menjadi stimulator perbaikan

kinerja perdagangan nasional. Namun, RUU tentang Perdagangan

belum dapat disahkan, tetapi sudah masuk dalam Prolegnas 2010.

Penerbitan kebijakan tersebut juga diimbangi oleh pengawasan

implementasinya di daerah. Dari target 22 Pemda yang diawasi,

seluruhnya menerapkan kebijakan yang dikeluarkan Kementerian

Perdagangan, baik dengan mengeluarkan Perda yang mendukung

maupun dengan langkah pasif misal tidak mengeluarkan Perda yang

menentang kebijakan Kementerian.

Selain itu, meningkatnya kinerja Kementerian juga dibarengi oleh

membaiknya status akuntabilitas keuangan dengan peningkatan opini

instansi BPK dari “Disclaimer” menjadi “Wajar Dengan Pengecualian”,

sesuai dengan target yang ditetapkan untuk tahun 2009.

2. Meningkatnya daya saing berkelanjutan di pasar global melalui akses

dan penetrasi pasar; kemitraan strategi global yang melibatkan

perusahaan-perusahaan nasional; penciptaan merek dagang yang

dapat menerobos pasar global.

Secara keseluruhan, sasaran-2 kurang menunjukkan kinerja yang

optimal. Hal tersebut dipicu oleh tajamnya penurunan pertumbuhan

ekspor non migas dari target yang ditetapkan. Selain itu, menurunnya

jumlah inquiries hubungan dagang turut memberi andil rendahnya

prosentase capaian indikator kinerja sasaran-2. Rata-rata capaian

kinerja pencapaian sasaran-2 adalah 49,69%. Namun, capaian yang

relatif baik ditunjukkan oleh pencapaian indikator kinerja kontribusi

sektor perdagangan terhadap PDB, jumlah kerjasama pemasaran dan

pengembangan produk, serta jumlah merek dagang yang terdaftar di

Ditjen HaKI.

Kunci utama dalam pencapaian sasaran-2 adalah upaya untuk

meningkatkan daya saing berkelanjutan (salah satunya melalui

| vi

peningkatan kontribusi sektor perdagangan) yang diikuti dengan

perluasan jaringan kerjasama global. Indikator utama sasaran-2 adalah

(i) prosentase kontribusi sektor perdagangan terhadap PDB, dan (ii)

prosentase peningkatan ekspor nonmigas.

Kontribusi sektor perdagangan terhadap PDB pada tahun 2009

mengalami penurunan dari tahun sebelumnya sebesar 13,4%.

Prosentase tersebut masih di bawah target yang ditetapkan dalam

Renstra (target 15%). Demikian halnya dengan, indikator peningkatan

ekspor nonmigas. Buruknya kondisi keuangan global sejak tahun 2008,

telah mempengaruhi kinerja ekspor nonmigas Indonesia di tahun

2009. Ekspor nonmigas Indonesia mengalami tekanan sejalan dengan

krisis ekonomi dunia. Hal tersebut dipicu oleh menurunnya permintaan

negara tujuan ekspor (global demand) sebagai akibat dari

meningkatnya implementasi kebijakan proteksionis di berbagai negara

maju.

3. Terwujudnya diversifikasi negara tujuan ekspor non-migas dan jumlah

komoditi/produk yang diekspor serta peningkatan kualitas dan

kuantitas pelaku ekspor yang didukung oleh jaringan pemasaran

global dan melibatkan perusahaan-perusahaan nasional.

Secara keseluruhan, sasaran-3 menunjukkan kinerja yang baik,

dua dari tiga indikator kinerja dapat dicapai dengan capaian 100%

(rata-rata capaian menurut indikator sebesar 92,94%). Upaya yang

perlu mendapat dorongan lebih kuat adalah terkait dengan

peningkatan jumlah eksportir handal, dimana capaian sasaran belum

mencapai 80%.

Kunci utama dalam pencapaian sasaran-3 adalah upaya untuk

mewujudkan diversifikasi negara tujuan tujuan ekspor non tradisional,

dengan disertai peningkatan kapasitas pelaku ekspor. Indikator utama

sasaran-3 adalah diversifikasi negara tujuan ekspor.

Sepanjang tahun 2005-2009 nilai ekspor non migas pada pasar

non tradisional memiliki tren yang terus meningkat, ditambah dengan

| vii

meningkatnya pangsa pasar ekspor non tradisional. Hal tersebut

mengindikasikan bahwa peluang pasar ekspor produk Indonesia ke

negara non tradisional masih terbuka dan memiliki potensi untuk

ditingkatkan. Target diversifkasi 200 negara tujuan ekspor non

tradisional di tahun 2009, dapat tercapai dengan baik. Bahkan terdapat

beberapa tambahan negara baru yang menjadi negara tujuan ekspor.

4. Meningkatnya kemampuan market intelligence dan negosiasi serta

meningkatnya kualitas pelayanan dan kuantitas lembaga promosi di

luar negeri.

Secara keseluruhan, sasaran-4 menunjukkan kinerja yang sangat

baik, dengan rata-rata capaian menurut indikator sebesar 284,93%.

Capaian kinerja yang paling ekstrem adalah capaian indikator jumlah

informasi peluang pasar dan produk yang dipublikasikan, yang

menghasilkan bentuk publikasi informasi 6 kali lebih banyak dari target

(hasil market intelligence). Hal tersebut terjadi akibat dampak dari

penambahan kantor ITPC di sejumlah negara akreditasi. Namun,

meningkatnya jumlah informasi yang dipublikasikan tidak serta merta

mendorong nilai kontak dagang yang dihasilkan. Prosentase capaian

kontak dagang hampir 60% dirasa masih perlu ditingkatkan lagi.

Kunci utama dalam pencapaian sasaran-4 adalah upaya untuk

meningkatkan kualitas lembaga promosi di luar negeri dan

kemampuan negosiasi. Indikator utama sasaran-4 adalah jumlah

kesepakatan yang dicapai dalam forum kerjasama perdagangan

internasional.

Dari berbagai perundingan yang diikuti oleh Kementerian

Perdagangan di forum multilateral, regional dan bilateral, telah

tercapai beberapa kesepakatan, dalam bentuk MoU sebanyak 4 MoU,

6 Agreement, 3 Ratifikasi dan 4 Mutual Recognition Arrangement

(MRA), dengan seluruhnya tercapai 100% sesuai dengan target yang

ditetapkan. Perundingan tersebut dilakukan dalam rangka peningkatan

akses pasar produk-produk Indonesia di pasar global.

| viii

5. Meningkatnya kemampuan early warning system, pengamanan

perdagangan luar negeri (trade defence dan trade diplomacy).

Secara keseluruhan, sasaran-5 menunjukkan kinerja yang sangat

baik, dengan rata-rata capaian menurut indikator lebih dari 100%.

Seluruh target dapat diselesaikan dengan capaian lebih baik.

Kunci utama dalam pencapaian sasaran-5 adalah upaya untuk

meningkatkan kemampuan early warning system dan tindakan

pengamanan perdagangan luar negeri. Indikator utama sasaran-5

adalah rasio penanganan kasus remedi perdagangan meliputi kasus

tuduhan dumping, subsidi dan safeguard.

Selama periode Januari–Desember 2009, Kementerian

Perdagangan telah menangani kasus tuduhan dumping, subsidi dan

safeguard, sebanyak 39 kasus, dengan perincian: (i) 4 kasus dihentikan,

dan (ii) 35 kasus masih ditangani. Capaian tersebut melampaui target

yang ditetapkan.

6. Terwujudnya sistem distribusi nasional yang efektif dan efisien melalui

pembangunan sarana dan prasarana perdagangan.

Secara keseluruhan, sasaran-6 menunjukkan kinerja yang sangat

baik, dengan rata-rata capaian menurut indikator 102%. Seluruh target

dapat diselesaikan dengan capaian lebih baik.

Kunci utama dalam pencapaian sasaran-6 adalah upaya untuk

mewujudkan sistem distribusi nasional yang efektif dan efisien.

Indikator utama sasaran-6 adalah (i) inflasi bahan pangan dan (ii)

tingkat ketersediaan bahan kebutuhan pokok nasional.

Selama 2009, perkembangan harga bahan kebutuhan pokok

secara umum relatif stabil dan terjangkau oleh masyarakat. Keadaan

ini dapat dilihat dari andil inflasi bahan pangan yang relatif stabil.

Namun, capaian inflasi bahan pangan tidak sesuai dengan yang

ditargetkan. Target inflasi 3,5% tidak tercapai, bahkan melebihi yaitu

sebesar 3,88%. Demikian halnya dengan tingkat ketersediaan bahan

| ix

kebutuhan pokok yang relatif stabil, dengan capaian 98%. Gejolak

pasokan bahan kebutuhan pokok biasanya terjadi pada musim-musim

tertentu misalnya musim panen, atau hari raya keagamaan.

7. Terwujudnya sistem keamanan pasar dalam negeri yang menyangkut

keselamatan, kesehatan dan lingkungan serta kepentingan industri

dalam negeri, meningkatnya tertib ukur dan terwujudnya

pemberdayaan konsumen serta pemberdayaan produksi dalam negeri.

Secara keseluruhan, sasaran-7 menunjukkan kinerja yang baik,

dengan rata-rata capaian menurut indikator 100%. Seluruh target

dapat diselesaikan dengan capaian lebih baik. Kunci utama dalam

pencapaian sasaran-7 adalah upaya untuk mewujudkan sistem

keamanan pasar dalam negeri dan pemberdayaan konsumen serta

pemberdayaan produksi dalam negeri. Indikator utama sasaran-7

adalah prosentase pengaduan perlindungan konsumen yang berhasil

diselesaikan.

Sepanjang 2009, layanan pengaduan berbagai kasus barang dan

jasa sebesar 164 kasus atau terjadi peningkatan layanan pengaduan

sebesar 192,85% dibandingkan tahun 2004 (sebanyak 56 kasus).

Seluruh kasus tersebut dapat diselesaikan dan ditindaklanjuti oleh

proses lebih lanjut. Hal tersebut semakin menunjukkan tingkat

kesadaran konsumen untuk mempertahankan dan memperjuangkan

haknya dalam melakukan pengaduan.

8. Termanfaatkannya secara optimal kegiatan pengelolaan resiko harga,

pembentukan harga dan alternatif pembiayaan dalam rangka

mendukung kegiatan dunia usaha.

Secara keseluruhan, sasaran-8 menunjukkan kinerja yang baik,

dengan rata-rata capaian menurut indikator 100%. Hampir semua

indikator dapat diselesaikan sesuai target dengan capaian mendekati

100%. Kunci utama dalam pencapaian sasaran-8 adalah upaya untuk

mengoptimalkan kegiatan di pasar komoditi. Indikator utama sasaran-

8 adalah nilai transaksi dalam pasar komoditi.

| x

Nilai transaksi pada tahun 2009 mengalami penurunan

dibandingkan dengan tahun 2008 yaitu sebanyak 4,46 juta lot dari 5,54

juta lot atau turun sekitar 19%. Hal ini disebabkan, banyak para pelaku

usaha (investor) PBK yang terkena dampak dari krisis keuangan

internasional sehingga banyak dari mereka yang menarik modalnya

keluar dan menyebabkan penurunan jumlah transaksi PBK di bursa.

Namun capaian tersebut sudah sesuai dengan target yang ditetapkan

(100% tercapai).

Meskipun dihadapkan pada berbagai tantangan perdagangan

internasional dan dalam negeri, Kementerian Perdagangan memiliki

optimisme yang tinggi untuk lebih meningkatkan kinerja perdagangan

nasional pada periode mendatang. Kinerja perdagangan internasional

hingga akhir tahun 2009 perlahan-lahan menunjukkan pemulihan. Di dalam

negeri, stabilitas harga dan kecukupan pasokan tetap terkendali.

Sementara itu, upaya perlindungan konsumen, pengawasan barang

beredar dan pemberdayaan pasar tradisional dan UMKM terus

diintensifkan. Optimisme yang tinggi ini juga didukung oleh keinginan kuat

pemerintah untuk memperbaiki kondisi ekonomi biaya tinggi, infrastruktur

dan penyederhanaan prosedur-prosedur birokrasi. Melalui kerja keras dan

konsistensi kebijakan, diharapkan daya saing bangsa dan kemakmuran

rakyat semakin dekat untuk diraih.

| xi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................. i

RINGKASAN EKSEKUTIF ......................................................................................................... iii

DAFTAR ISI .............................................................................................................................xi

DAFTAR GAMBAR................................................................................................................. xiii

DAFTAR TABEL ...................................................................................................................... xv

BAB 1. PENDAHULUAN ........................................................................................................... 1

A. Latar Belakang Organisasi .................................................................................... 2

B. Peran Strategis Organisasi.................................................................................... 4

C. Analisis Perkembangan Strategis........................................................................ 11

Potret Perdagangan 2004 .................................................................................. 12

Sekilas Perdagangan 2008 .................................................................................. 16

BAB 2. RENCANA STRATEGIS ................................................................................................ 21

A. Rencana Strategis .............................................................................................. 22

Visi ................................................................................................................... 22

Misi ................................................................................................................... 23

Tujuan ............................................................................................................... 24

Sasaran .............................................................................................................. 24

Strategi .............................................................................................................. 26

Kebijakan ........................................................................................................... 29

B. Rencana Kinerja dan Penetapan Kinerja ............................................................. 31

BAB 3. AKUNTABILITAS KINERJA ........................................................................................... 39

A. Kinerja Sektor Perdagangan tahun 2005-2009 ................................................... 40

1) Harga Relatif Ekspor .................................................................................... 43

| xii

2) Perkembangan Laju Inflasi .......................................................................... 45

3) Tenaga Kerja Sektor Perdagangan ............................................................... 47

4) Perkembangan Investasi Sektor Perdagangan ............................................. 49

B. Pengukuran Indikator Kinerja Utama ................................................................. 52

C. Evaluasi dan Analisis Akuntabilitas Kinerja ......................................................... 55

Sasaran 1 ........................................................................................................... 56

Sasaran 2 ........................................................................................................... 81

Sasaran 3 ......................................................................................................... 100

Sasaran 4 ......................................................................................................... 117

Sasaran 5 ......................................................................................................... 143

Sasaran 6 ......................................................................................................... 149

Sasaran 7 ......................................................................................................... 161

Sasaran 8 ......................................................................................................... 181

D. Akuntabilitas Keuangan ................................................................................... 191

BAB 4. PENUTUP ................................................................................................................ 199

| xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tiga Kelompok Pengembangan Perdagangan Indonesia .......................................... 10

Gambar 2. Komposisi Realisasi Investasi Tahun 2004 ................................................................ 13

Gambar 3. Komposisi Nilai Ekspor-Impor Tahun 2004............................................................... 15

Gambar 4. Perkembangan Harga Beberapa Bahan Pokok Tahun 2004 ...................................... 16

Gambar 5. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Dunia Sejak Tahun 2005 ............................. 17

Gambar 6. Impor Indonesia Menurut Golongan Penggunaan Barang Th. 2004 dan 2009 .......... 42

Gambar 7. Nilai Tukar Efektif Riil Tahun 2004-2009 .................................................................. 44

Gambar 8. Tingkat Inflasi Nasional Tahun 2005-2009 ............................................................... 45

Gambar 9. Tingkat Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang Tahun 2005-2009 ............................. 46

Gambar 10. Perkembangan Investasi PMDN Sektor Perdagangan Tahun 2005-2009 ................ 50

Gambar 11. Perkembangan Investasi PMA Sektor Perdagangan Tahun 2005-2009 ................... 51

Gambar 12. Kontribusi Sektor Perdagangan Terhadap PDB Tahun 2005-2009* ........................ 82

Gambar 13. Sasaran dan Realisasi Pertumbuhan Ekspor Non Migas Tahun 2005-2009 ............. 84

Gambar 14. Perkembangan Neraca Perdagangan Tahun 2006-2009 ......................................... 87

Gambar 15. Pangsa Pasar Ekspor Nonmigas dan Migas Tahun 2004-2009 ................................ 87

Gambar 16. Perkembangan Verifikasi SKA Tahun 2001 s.d 2009 ............................................... 92

Gambar 17. Jumlah Negara Tujuan Ekspor Tahun 2005-2009 ................................................... 94

Gambar 18. Jumlah Inquiries Hubungan Dagang Tahun 2007-2009 ........................................... 95

Gambar 19. Jumlah Merek Terdaftar HaKI Tahun 2007-2009 .................................................... 99

Gambar 20. Pangsa Pasar Ekspor Tahun 2004 dan 2009 ......................................................... 103

Gambar 21. Perkembangan Jumlah Eksportir Handal Tahun 2005 - 2009 ............................... 114

Gambar 22. Struktur Organisasi Timnas PPI ............................................................................ 132

Gambar 23. Nilai Kontak Dagang ITPC Tahun 2005-2009 ........................................................ 142

Gambar 24. Perkembangan Kasus Remedi Perdagangan Tahun 1995-2009 ............................ 145

Gambar 25. Perkembangan Inflasi Bahan Pangan Tahun 2005-2009 ....................................... 151

Gambar 26. Perkembangan Produksi dan Harga Beras Tahun 2004-2009 ............................... 152

Gambar 27. Perkembangan Produksi dan Harga Gula Tahun 2004-2009 ................................. 154

Gambar 28. Perkembangan Produksi dan Harga Minyak Goreng Tahun 2004-2009 ................ 156

Gambar 29. Perkembangan Produksi dan Harga Kedelai Tahun 2005-2009 ............................ 157

Gambar 30. Perkembangan Produksi dan Harga Tepung Terigu Tahun 2005-2009 ................. 158

| xiv

Gambar 31. Pelayanan Pengaduan Konsumen Tahun 2004-2009............................................ 163

Gambar 32. Sub Sektor Dalam Ekonomi Kreatif ...................................................................... 174

Gambar 33. Konsep "Triple Helix" Ekonomi Kreatif ................................................................. 175

Gambar 34. Perkembangan Volume Transaksi PBK Tahun 2004-2009..................................... 182

Gambar 35. Perkembangan Nilai Transaksi Sistem Resi Gudang Tahun 2004-2009 ................. 184

Gambar 36. Perkembangan Nilai Transaksi Pasar Lelang Tahun 2004-2009 ............................ 185

Gambar 37. Perkembangan Jumlah Pelaku Usaha PBK Skala Perusahaan ............................... 186

Gambar 38. Perkembangan Jumlah Pelaku Usaha PBK Skala Perorangan ............................... 187

Gambar 39. Perkembangan Jumlah Pelaku Usaha Sistem Resi Gudang Tahun 2004-2009....... 188

Gambar 40. Perkembangan Jumlah Pelaku Usaha Pasar Lelang Tahun 2004-2009 .................. 189

Gambar 41. Pagu dan Realisasi Anggaran Kementerian Perdagangan Tahun 2006-2009 ......... 192

Gambar 42. Penggunaan Anggaran Kementerian Perdagangan Tahun 2006-2009 Menurut

Jenis Belanja ...................................................................................................... 194

| xv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kondisi Ekonomi Makro Indonesia Tahun 2004 ........................................................... 12

Tabel 2. Indikator Utama Ekonomi Makro Tahun 2008 ............................................................. 20

Tabel 3. Capaian Indikator Target Renstra 2005-2009 ............................................................... 41

Tabel 4. Jumlah Tenaga Kerja Menurut Lapangan Usaha Sub Sektor Perdagangan Tahun

2005-2009 .................................................................................................................. 48

Tabel 5. Daftar Perijinan Impor ................................................................................................. 61

Tabel 6. Perijinan yang Diterbitkan Melalui UPP/INATRADE Tahun 2007 s.d 2009 .................... 63

Tabel 7. Total Data CEPT Form D Terkirim ke Portal NSW Melalui INATRADE ............................ 64

Tabel 8. Rekapitulasi Jumlah Penerbitan SKA Tahun 2009......................................................... 65

Tabel 9. Perkembangan Pelayanan/Perijinan Perdagangan Dalam Negeri Tahun 2007-2009 .... 67

Tabel 10. Jumlah Penerbitan Izin Usaha Berjangka Menurut Pelaku Usaha Tahun 2009 ........... 73

Tabel 11. Persetujuan Gudang SRG Tahun 2009 ....................................................................... 74

Tabel 12. Jumlah Pemda yang melaksanakan Kebijakan Perdagangan Tahun 2005-2009 .......... 74

Tabel 13. Target dan Realisasi Kontribusi Sektor Perdagangan Tahun 2005-2009 ..................... 84

Tabel 14. Target dan Realisasi Pertumbuhan Ekspor Tahun 2005-2009 ..................................... 86

Tabel 15. Pertumbuhan Ekspor Dunia Tahun 2005-2009........................................................... 88

Tabel 16. Perkembangan Ekspor Indonesia Menurut Sektor Tahun 2005-2009 ......................... 89

Tabel 17. Perkembangan Ekspor Non Migas ke Negara Tujuan Ekspor Tahun 2005-2009 ....... 102

Tabel 18. Negara Tujuan Ekspor Baru Tahun 2009 .................................................................. 103

Tabel 19. Partisipasi Pada Sejumlah Pameran di Luar Negeri Tahun 2009 ............................... 104

Tabel 20. Informasi Trade Expo Indonesia 2009 ...................................................................... 108

Tabel 21. Nilai Ekspor 5 Jenis Komoditi Utama Tahun 2009 .................................................... 111

Tabel 22. Penghargaan Primaniyarta Tahun 2009 ................................................................... 116

Tabel 23. Perkembangan Hasil Kesepakatan Kerjasama Tahun 2005-2009.............................. 120

Tabel 24. Jenis MoU yang Disepakati Tahun 2009 ................................................................... 121

Tabel 25. Jenis Kesepakatan (Agreement) yang Ditandatangani Tahun 2009 .......................... 122

Tabel 26. Jenis Ratifikasi yang Disepakati Tahun 2009 ............................................................ 125

Tabel 27. Jenis Mutual Recognition Arrangement yang Disepakati Tahun 2009 ...................... 125

Tabel 28. Perkembangan Kasus Tuduhan Dumping Tahun 2005-2009 .................................... 146

Tabel 29. Perkembangan Kasus Tuduhan Subsidi Tahun 2005-2009........................................ 147

| xvi

Tabel 30. Perkembangan Status Tuduhan Safeguard Tahun 2005-2009 .................................. 147

Tabel 31. Perkembangan Realisasi Revitalisasi Pasar Tahun 2005-2009 .................................. 159

Tabel 32. Produk SNI Wajib yang Diawasi ............................................................................... 169

Tabel 33. Sumber Penerimaan Anggaran Tahun 2006-2009 .................................................... 192

Tabel 34. Realisasi Anggaran Menurut Unit Eselon I Tahun 2006-2009 ................................... 195

Tabel 35. Realisasi Anggaran Kementerian Menurut Program Tahun 2006-2009 .................... 196

01 Pendahuluan

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 1

BAB 1. PENDAHULUAN

01 Pendahuluan

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 2

A. Latar Belakang Organisasi

abinet Indonesia Bersatu yang dibentuk pertama kali berdasarkan

Keppres No. 187 Tahun 2004, memisahkan antara Departemen

Perdagangan dan Departemen Perindustrian. Hal ini berbeda dengan

kabinet sebelumnya dimana Departemen Perdagangan masih bersatu

dengan Departemen Perindustrian.

Pemisahan dilakukan mengingat sektor industri dan sektor

perdagangan memiliki tingkat kompleksitas permasalahan dan tantangan

yang tinggi sehingga memang perlu untuk dikelola oleh menteri yang

berbeda. Perdagangan dihadapkan pada tantangan perdagangan global

dan dalam negeri, sedangkan perindustrian memiliki tantangan untuk

dapat menciptakan produk industri yang memiliki daya saing global.

Sejalan dengan Peraturan Presiden RI Nomor 9 Tahun 2005 tentang

Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian

Negara Republik Indonesia, serta berdasarkan Peraturan Menteri

Perdagangan Nomor: 01/M-DAG/PER/3/2005 tentang Organisasi dan Tata

Kerja Departemen Perdagangan, maka tugas Kementerian Perdagangan

adalah membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian urusan

pemerintahan di bidang perdagangan. 1

Dalam melaksanakan tugas tersebut, Kementerian Perdagangan

secara umum menyelenggarakan fungsi menetapkan kebijakan nasional di

bidang perdagangan, melaksanakan urusan pemerintahan di bidang

perdagangan, mengawasi pelaksanaannya serta mewakili pemerintah

dalam berbagai bentuk ikatan/kerjasama dengan negara dan lembaga

internasional.

Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi tersebut di atas

berdasarkan Perpres No. 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas

1 Berdasarkan UU No. 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara Republik

Indonesia, penggunaan nomenklatur “Departemen” diganti menjadi “Kementerian”. Oleh karena itu, LAK mengacu pada nomenklatur baru.

K

Tugas dan fungsi Kementerian Perdagangan RI

01 Pendahuluan

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 3

Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia dan Permendag No. 1

tahun 2005, maka susunan organisasi Kementerian Perdagangan adalah

sebagai berikut2:

1. Menteri; 2. Sekretariat Jenderal; 3. Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri; 4. Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri; 5. Direktorat Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional; 6. Inspektorat Jenderal; 7. Badan Pengembangan Ekspor Nasional; 8. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi; 9. Badan Penelitian dan Pengembangan Perdagangan; dan 10. Staf Ahli Menteri.

Seiring dengan perkembangan tugas dan tantangan yang dihadapi,

Kementerian Perdagangan mengalami reorganisasi sebanyak 4 kali, yaitu:

1. Reorganisasi pertama tahun 2005, mengenai tenaga teknis penera

yang berdasar pada Permendag No. 30 tahun 2005.

2. Reorganisasi kedua tahun 2007, yaitu: pemisahan unit Biro Umum dan

Humas menjadi dua Eselon II, yaitu: Biro Umum dan Pusat Humas.

3. Reorganisasi ketiga tahun 2007 mengenai struktur staf ahli

berdasarkan Permendag No. 34 tahun 2007.

4. Reorganisasi keempat tahun 2009, mengenai Unit Eselon I Sekretariat

Jenderal dengan menambah Unit Eselon II menjadi 10, yaitu: Pusat

Harmonisasi Kebijakan Perdagangan (Pushaka). Perubahan susunan

organisasi Kementerian tersebut berdasarkan Permendag No. 24 tahun

2009 tentang Perubahan keempat atas Permendag No. 01 tahun 2005.

Selain itu, pada tahun 2005, Kementerian Perdagangan juga

mengemban tugas dari Presiden RI untuk melakukan koordinasi

pengembangan investasi di Indonesia. Hal ini ditetapkan melalui Perpres

2 Lihat lampiran 1, struktur organisasi Kementerian Perdagangan RI.

Reorganisasi Kementerian dalam menunjang kinerja organisasi

01 Pendahuluan

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 4

No. 11 tahun 2005 tentang Perubahan Kelima atas Keppres No. 103 Tahun

2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi,

dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Nondepartemen, yang menyatakan

bahwa Badan Koordinasi Penanaman Modal dalam melakukan upaya

pengembangan investasi harus berkoordinasi dengan Menteri

Perdagangan. Mengacu pada hal tersebut, maka kemudian Kementerian

Perdagangan diberi tugas oleh Presiden untuk melakukan koordinasi

dengan Kementerian dan Lembaga Pemerintah Nondepartemen (LPND)

untuk membuat kebijakan-kebijakan yang terkait dengan penciptaan iklim

investasi yang kondusif.

B. Peran Strategis Organisasi

Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, peran Strategis

Kementerian Perdagangan dalam pembangunan perdagangan adalah

membangun daya saing yang berkelanjutan di pasar lokal dan global.

Membangun daya saing yang berkelanjutan diperlukan optimalisasi

pemanfaatan seluruh potensi sumber daya yang dimiliki serta kemampuan

untuk memanfaatkan peluang yang ada. Namun, untuk mencapai hal

tersebut, terdapat banyak kendala dan tantangan yang dihadapi.

Tantangan tersebut kiranya dapat mempengaruhi kinerja Kementerian

Perdagangan baik secara langsung maupun tidak langsung.

Adapun kendala dan tantangan di bidang perdagangan yang sudah,

sedang dan masih dihadapi adalah yang terkait ekspor-impor dan

penguatan pasar dalam negeri. Sebagai ilustrasi, masih lemahnya

kerjasama terutama di sektor produksi, transportasi dan jasa.

Infrasktruktur perdagangan dinilai masih perlu dilakukan perbaikan dan

penyempurnaan. Namun, hal ini tidak hanya terlepas dari peran

Kementerian semata. Dukungan dari instansi terkait masih belum

harmonis, kebijakan pusat dengan daerah dan antar sektor yang masih

Peran strategis Kementerian Perdagangan: membangun daya saing berkelanjutan di pasar domestik dan global

Kendala dan tantangan bidang perdagangan yang berkembang

01 Pendahuluan

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 5

tumpang tindih berakibat kurangnya kepastian untuk berusaha sehingga

berdampak pada lambatnya pembangunan infrastruktur perdagangan dan

berujung pada rendahnya tingkat kepercayaan publik terhadap

pemerintah. Sementara itu, lingkungan eksternal yang berkembang secara

cepat dapat berdampak positif dengan terciptanya berbagai peluang pasar,

tetapi dapat juga berdampak negatif dengan munculnya berbagai

tantangan/ancaman. Oleh karena itu dalam melakukan identifikasi peluang

dan ancaman bagi Indonesia dikaitkan dengan kecenderungan bisnis global

yang berlangsung sampai saat ini. Kecenderungan bisnis global

menunjukkan beberapa hal seperti keterkaitan secara global; munculnya

proteksionisme; liberalisasi perdagangan dan blok prdagangan;

transnasionalisasi (perusahaan-perusahaan multinasional/MNCs)

informasi; perkembangan teknologi informasi yang cepat; meningkatnya

kesadaran akan nilai universal; serta munculnya isu baru non-

perdagangan.

Keterkaitan secara global baik dalam aspek produksi, keuangan,

pemasaran, dan aspek lainnya dalam berbisnis secara global saat ini akan

memberikan peluang sekaligus ancaman bagi kelangsungan bisnis dalam

negeri. Munculnya proteksionisme terutama yang dilakukan oleh negara-

negara maju menjadi ancaman bagi Indonesia dalam hal akses pasar

produk ekspor ke negara-negara tersebut. Sedangkan liberalisasi

perdagangan dan pembentukan blok perdagangan yang terus berlangsung

saat ini akan menciptakan peluang dan sekaligus ancaman bagi Indonesia

dalam upaya peningkatan perdagangan luar negeri. Di satu sisi liberalisasi

perdagangan di dunia meningkatkan peluang pasar di luar negeri bagi

barang ekspor Indonesia, namun di sisi lain juga meningkatkan akses pasar

produk impor kepasaran dalam negeri karena Indonesia membutuhkan

barang atau bahan baku yang tidak diproduksi di dalam negeri. Selain itu,

kecenderungan perkembangan liberalisasi perdagangan harus diamati

secara proporsional, sehingga tidak merugikan kepentingan Indonesia.

01 Pendahuluan

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 6

Berkembangnya isu-isu baru non-perdagangan seperti bioterorisme,

keamanan pangan, lingkungan, perburuhan dan lain-lain juga menjadi

ancaman serius bagi sektor perdagangan khususnya dalam hal akses pasar

produk ekspor. Khusus kaitannya dengan terorisme, hal ini berdampak

negatif kepada investasi atau iklim usaha diberbagai negara, sehingga

mengganggu perkembangan ekonomi dunia secara keseluruhan termasuk

Indonesia. Meskipun demikian, munculnya isu-isu non-perdagangan

tersebut juga dapat menjadi peluang bagi Indonesia sepanjang kita mampu

menyesuaikan diri dengan berbagai aturan terkait.

Munculnya raksasa ekonomi baru seperti Republik Rakyat Tiongkok

(RRT), di satu sisi merupakan peluang bagi Indonesia untuk memperluas

serta menganekaragamkan tujuan ekspor. Di sisi lain, munculnya raksasa

ekonomi baru juga merupakan ancaman bagi produk domestik, karena di

era liberalisasi ekonomi ini produk yang mempunyai daya saing tinggi akan

mudah masuk ke pasar dalam negeri Indonesia. Selanjutnya, munculnya

negara-negara dengan perekonomian yang bertumpu pada ekspor

berkembang pesat seperti Malaysia, Vietnam, dan Thailand merupakan

tekanan terhadap produk domestik, baik di pasar internasional maupun di

pasar domestik. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan bagaimana dan

sejauhmana peluang dan ancaman tersebut di atas mempengaruhi sektor

perdagangan Indonesia.

Dari sisi internal, perbaikan kinerja manajemen Kementerian juga

masih dalam taraf perbaikan. Otomasi perizinan dan optimalisasi

pelayanan terhadap dunia usaha menjadi masalah utama yang harus

segera diselesaikan. Hal ini terkait dengan efektifitas dan efisiensi bisnis

yang diharapkan mampu meningkatkan performa perdagangan dan

investasi di dalam negeri.

Esensi daya saing yang berkelanjutan terletak pada bagaimana

menggerakkan dan mengelola seluruh potensi sumber daya yang dimiliki.

Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi serta peran serta Kementerian

01 Pendahuluan

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 7

Perdagangan, dalam rangka membangun daya saing tersebut, perlu adanya

suatu sistem manajemen yang efektif dan efisien yang berbasis kinerja

harus sejalan dan sinergi dengan perkembangan dinamika pembangunan

perdagangan.

Selanjutnya, sebagaimana tertuang dalam UU No. 17 tahun 2007

tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025,

bahwa tugas utama Kementerian Perdagangan adalah terkait dengan misi

mewujudkan bangsa yang berdaya saing.3 Dalam UU tersebut, termuat

postur strategis Perdagangan nasional yang diharapkan terbangun pada

tahun 2025, yaitu: Terwujudnya bangsa yang berdaya saing untuk

mencapai masyarakat yang lebih makmur dan sejahtera.

Tugas strategis Kementerian Perdagangan merujuk pada postur

strategis perdagangan nasional−yang tertulis dalam RPJPN 2005−2025 dan

telah dijabarkan dalam RPJMN 2005−2009−yaitu meningkatkan investasi

dan ekspor non-migas.4 Sesuai dengan RPJMN 2005−2009, terdapat lima

sasaran peningkatan investasi dan ekspor non-migas, yaitu:

1. Terwujudnya iklim investasi yang sehat dengan reformasi kelembagaan

ekonomi di berbagai tingkatan pemerintahan yang mampu

mengurangi praktik ekonomi biaya tinggi.

2. Peningkatan efisiensi pelayanan ekspor impor kepelabuhanan,

kepabeanan, dan administrasi (verifikasi dan restitusi) perpajakan ke

tingkatan efisiensi di negara-negara tetangga yang maju

perekonomiannya di lingkungan ASEAN. Termasuk di dalamnya adalah

pemangkasan prosedur perizinan pembentukan perusahaan baru

maupun operasionalisasi bisnis ke tingkatan efisiensi di negara-negara

tetangga yang maju perekonomiannya di lingkungan ASEAN.

3. Pemangkasan prosedur perizinan untuk memulai usaha dan

operasionalisasi bisnis ke tingkatan efisiensi di negara-negara tetangga

3 Lihat UU No. 17 tahun 2007, delapan misi pembangunan nasional. 4 Lihat Perpres No. 7 tahun 2005, Bab 17.

Postur strategis perdagangan nasional 2025 sesuai RPJP Nasional 2005-2025

01 Pendahuluan

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 8

yang maju perekonomiannya di lingkungan ASEAN. Dalam tiga tahun

pertama, diharapkan setengahnya telah tercapai.

4. Meningkatnya pertumbuhan ekspor secara bertahap dari sekitar 5,2%

pada tahun 2005 menjadi sekitar 9,8% pada tahun 2009 dengan

komposisi produk yang lebih beragam dan kandungan teknologi yang

semakin tinggi.

5. Meningkatnya efisiensi dan efektivitas sistem distribusi nasional, tertib

niaga, dan kepastian berusaha untuk mewujudkan perdagangan dalam

negeri yang kondusif dan dinamis.

Untuk mencapai lima sasaran yang ingin dicapai dalam peningkatan

ekspor dan investasi, RPJMN 2005−2009 telah menggariskan enam arah

kebijakan yang harus diambil terkait dengan Kementerian Perdagangan.

Keenam arah kebijakan ini adalah (1) mengurangi biaya transaksi dan

praktik ekonomi biaya tinggi, (2) menjamin kepastian usaha dan penegakan

hukum, (3) memperbaiki kebijakan investasi, (4) harmonisasi peraturan

pusat dan daerah, (5) meningkatkan akses dan perluasan pasar ekspor

serta penguatan kinerja eksportir dan calon eksportir, dan (6) efisiensi dan

efektivitas sistem distribusi nasional, tertib niaga, dan kepastian berusaha.

Upaya mengurangi biaya transaksi dan praktik ekonomi biaya tinggi

dilakukan melalui penyederhanaan peraturan dan prosedur perizinan,

pemangkasan birokrasi dan pengembangan kapasitas lembaga publik

pelaksananya, mulai dari tahapan memulai suatu usaha sampai dengan

tahapan operasionalisasi. Upaya ini diharapkan dapat bermanfaat untuk

menekan sekecil-kecilnya hambatan yang dihadapi dunia usaha dan yang

paling berat dirasakan oleh Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Kepastian usaha dan peningkatan penegakan hukum dicapai dengan

kepentingan untuk menghormati kontrak usaha; menjaga hak kepemilikan

(property rights), terutama berkenaan dengan kepemilikan lahan;

pengaturan yang adil pada mekanisme penyelesaian konflik atau

perbedaan pendapat (dispute settlement) berkenaan dengan perselisihan

Enam arah kebijakan Kementerian Perdagangan 2005-2009 dalam mencapai peningkatan ekspor dan investasi

01 Pendahuluan

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 9

niaga; penguatan implementasi persaingan usaha; penguatan

implementasi standardisasi produk-produk yang dipasarkan; dan

penyelesaian konflik antara produsen dan konsumen untuk tujuan

perlindungan konsumen.

Dengan merumuskan cetak biru pengembangan kebijakan investasi

ke depan termasuk di dalamnya melakukan revisi terhadap RUU

Penanaman Modal sesuai dengan praktek internasional terbaik.

Konsistensi antara kebijakan pusat dan daerah dilakukan dengan

penyederhanaan prosedur dan perizinan; penguatan kelembagaan

perdagangan yaitu kelembagaan perlindungan konsumen, kemetrologian,

bursa berjangka komoditi, dan kelembagaan persaingan usaha, serta

kelembagaan perdagangan lainnya; fasilitasi pengembangan prasarana

distribusi tingkat regional dan prasarana subsistem distribusi pada daerah

tertentu (kawasan perbatasan dan daerah terpencil); pengembangan

sarana penunjang perdagangan melalui pengembangan jaringan informasi

produksi dan pasar serta perluasan pasar lelang lokal dan regional;

peningkatan efektivitas pelaksanaan perlindungan konsumen; dan

penguatan sistem pengawasan barang beredar dan jasa.

Peningkatan kinerja eksportir, diversifikasi pasar, dan

meningkatkan mutu produk ekspor dilakukan dengan cara: (1) mendorong

secara bertahap perluasan basis produk ekspor dengan tetap

memperhatikan kriteria produk ekspor yang ramah lingkungan dan (2)

meningkatkan tingkat penerimaan (acceptance) produk Indonesia dengan

upaya-upaya pengembangan standar dan mutu produk, seperti penerapan

Standar Nasional Indonesia (SNI) dan memperkuat kapasitas lembaga uji

mutu produk.

Peningkatan nilai tambah ekspor dilakukan secara bertahap, yaitu

dari produk berupa bahan mentah (sektor primer) ke produk berupa

barang setengah jadi dan barang jadi.

01 Pendahuluan

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 10

Untuk meningkatkan akses pasar, dilakukan penyempurnaan dan

peningkatan kinerja diplomasi perdagangan internasional, baik untuk

negara maju maupun negara sedang berkembang.

Disamping itu beberapa langkah fasilitasi arus perdagangan perlu

juga diprioritaskan, seperti mekanisme pembiayaan perdagangan atau

trade financing yang sekarang antara lain dapat dilaksanakan dengan

pembentukan Lembaga Pembiayaan Ekspor pada awal 2009.

Pemerintah juga memfasilitasi tuduhan dumping dan import surge

yang dialami eksportir kita dengan memperkuat lembaga pengamanan

perdagangan internasional (safeguard dan anti-dumping).

Upaya ini perlu diintegrasikan dengan arah kebijakan peningkatan

kinerja perdagangan luar negeri guna mewujudkan ketahanan ekonomi

yang kokoh. Integrasi yang dimaksud adalah harmonisasi kebijakan,

penguatan kelembagaan perdagangan, fasilitasi pengembangan prasarana

distribusi tingkat regional dan prasarana subsistem distribusi pada daerah

tertentu, dan efektivitas perlindungan konsumen.

Gambar 1. Tiga Kelompok Pengembangan Perdagangan Indonesia

01 Pendahuluan

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 11

Lima sasaran yang digariskan RPJMN 2005−2009 di atas, dalam

pembangunan bidang perdagangan ditujukan untuk meningkatkan

investasi dan ekspor, diterjemahkan oleh Kementerian Perdagangan

menjadi tiga kelompok sasaran (Gambar 1). Sasaran 1−3 RPJMN

diterjemahkan menjadi kelompok sasaran pertama Kementerian

Perdagangan, yaitu meningkatnya investasi dan terciptanya iklim usaha

yang kondusif. Sasaran ke-4 RPJMN diterjemahkan menjadi kelompok

sasaran kedua Kementerian Perdagangan, yaitu meningkatnya

pertumbuhan ekspor. Sasaran ke-5 RPJMN diterjemahkan menjadi

kelompok sasaran ketiga Kementerian Perdagangan, yaitu meningkatnya

efisiensi dan efektivitas sistem distribusi nasional, tertib niaga, dan

kepastian berusaha.

Tiga kelompok sasaran Kementerian ini pada dasarnya merupakan

ringkasan dari delapan sasaran yang ingin dicapai Kementerian

Perdagangan, seperti dijelaskan pada Bab 2 bagian A.

C. Analisis Perkembangan Strategis

Peran Strategis Kementerian Perdagangan dilandasi oleh semangat

untuk meningkatkan peran perdagangan dalam tataran perekonomian

nasional. Tugas, fungsi, dan kewenangan Kementerian disusun untuk

senantiasa mengantisipasi perubahan perekonomian nasional dan global

yang sedemikian cepat. Kondisi perkembangan strategis awal tahun 2005

tentunya memiliki karakteristik dan tantangan sendiri, yang kemudian

dijawab dengan restrukturisasi sektor perdagangan dan sektor industri

menjadi dua fokus yang berbeda. Demikian halnya dengan kondisi

perkembangan strategis pada akhir tahun 2009, Kementerian

Perdagangan, seperti dijelaskan sub-bab sebelumnya, telah beberapa kali

mempertajam fungsinya untuk mampu mengakomodir derasnya dentuman

arus perekonomian global dan nasional.

01 Pendahuluan

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 12

Potret Perdagangan 2004

Sejenak melihat kondisi awal perdagangan periode 2004-2009,

pembangunan perdagangan tahun 2004 diselenggarakan dalam kondisi

ekonomi global dan domestik yang kondusif. Ekonomi global sedang

berada di puncak siklus ekonomi dengan pertumbuhan tertinggi selama

tiga dekade terakhir. Ekonomi domestik juga mencatat prestasi

pertumbuhan tertinggi setelah krisis 1997, yang diraih dalam kondisi

ekonomi makro yang stabil. Walaupun demikian, permasalahan-

permasalahan iklim usaha yang kurang kondusif dan perdagangan dalam

negeri yang belum efisien masih menjadi pekerjaan rumah pembangunan

perdagangan di tahun 2005−2009.

Tahun 2004 perekonomian Indonesia telah menunjukkan pemulihan

dari krisis ekonomi 1997. Pertumbuhan ekonomi meningkat sebesar 5,1%,

tertinggi setelah krisis, dengan pola ekspansi yang semakin seimbang

dimana peran ekspor dan investasi semakin meningkat, sementara

konsumsi relatif stabil, dengan pertumbuhan 4,6% tahun 2003 menjadi

4,9% di 2004. Kontribusi sektor perdagangan (termasuk hotel dan restoran)

juga mengalami pertumbuhan sebesar 5,7%.

Tabel 1. Kondisi Ekonomi Makro Indonesia Tahun 2004

Indikator Ekonomi 2004

Pertumbuhan PDB (%) 5,1

Inflasi IHK (%) 6,4

Nilai tukar rata-rata US$/Rp 8.940

PDB (Pengeluaran)

Konsumsi (%) 4,9

PMTB (%) 14,6

Ekspor Barang dan Jasa (%) 13,5

Impor Barang dan Jasa (%) 27,1

PDB (Lap Usaha)

Pengangkutan dan Komunikasi (%) 13,4

Perdagangan, Hotel dan Restoran (%) 5,7

Bangunan (%) 7,5

Keuangan, Persewaan dan Jasa (%) 7,7

Ekonomi global tahun 2004 sedang berada di puncak siklus ekonomi, dan ekonomi nasional dalam kondisi stabil pasca krisis 1997

Pertumbuhan sektor perdagangan dalam perekonomian tahun 2004 mencapai 5,7%, lebih besar dari pertumbuhan perekonomian nasional

01 Pendahuluan

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 13

Indikator Ekonomi 2004

Investasi

PMDN (Rp miliar) 1.658,7

PMA (US$ juta) 4.572,7 Sumber: BPS

Pada tahun 2004, investasi berupa Pembentukan Modal Tetap Bruto

(PMTB) tumbuh rata-rata 14,6%, jauh meningkat dibandingkan tahun

sebelumnya yang hanya 0,6% per tahun. Daya tarik investasi diperkirakan

sebagai respon positif terhadap proses demokratisasi yang menghasilkan

pemilihan legislatif maupun pemilihan langsung Presiden yang berjalan

dengan lancar dan damai. Penanaman modal atau investasi langsung pada

tahun 2004 nilainya masih didominasi oleh Penanaman Modal Asing (PMA).

Komposisi penanaman modal asing mencapai 73% dari keseluruhan nilai

investasi yang masuk ke Indonesia. Fenomena ini merupakan akibat dari

perkembangan globalisasi serta pesatnya kemajuan teknologi dan komunikasi

yang membawa pengaruh besar di dalam liberalisasi investasi.

Gambar 2. Komposisi Realisasi Investasi Tahun 2004

Sumber: BPS (diolah)

Membaiknya kondisi ekonomi Indonesia tahun 2004 juga didukung

oleh kondisi perekonomian dunia yang kondusif. Perekonomian dunia

1.658,71 27%

4.572,70 73%

P MDN

P MA

01 Pendahuluan

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 14

tumbuh mencapai 5%, tertinggi dalam tiga dekade terakhir. Pertumbuhan

dunia yang tinggi dipicu oleh perkembangan positif ekonomi Amerika

Serikat, RRT, Jepang, dan India serta negara-negara industri maju.

Peningkatan permintaan domestik di negara-negara tersebut memicu

pertumbuhan di negara-negara lainnya, sehingga terjadi kenaikan

permintaan dunia yang pada akhirnya menyebabkan peningkatan volume

perdagangan global dan ekspor nasional. Tingginya permintaan dunia ini

juga menyebabkan harga-harga komoditas internasional meningkat dan

dengan demikian meningkatkan nilai ekspor nasional.

Kondisi perekonomian nasional dan dunia serta stabilitas kurs rupiah

terhadap dolar, seperti yang telah disebut di atas, memberi dampak positif

pada kinerja ekspor. Ekspor sektor non-migas mencapai nilai sekitar

US$55,9 miliar dan sektor migas sekitar US$15,6 miliar (Gambar 3).

Peranan ekspor non-migas masih mendominasi keseluruhan ekspor

Indonesia sebesar 78%, sedangkan nilai ekspor migas masih cukup besar,

yaitu sebesar 22% dari keseluruhan ekspor Indonesia.

Peningkatan kinerja ekspor non-migas ditopang oleh komoditas

pertambangan dan komoditas berbasis barang primer seperti minyak

kelapa sawit, produk karet, produk logam, dan kertas. Sementara itu

peningkatan nilai ekspor migas cenderung disebabkan oleh naiknya harga

minyak dunia, bukan karena peningkatan volume produksi.

Peningkatan ekspor, terutama ekspor non-migas, diikuti oleh

peningkatan aktivitas ekonomi domestik. Peningkatan aktivitas ekonomi

domestik memicu peningkatan kebutuhan impor, khususnya impor bahan

baku dan barang modal. Negara-negara tujuan utama ekspor non-migas

Indonesia masih didominasi oleh Amerika Serikat, Jepang dan Singapura

dan negara-negara Uni Eropa. Kondisi ini praktis belum mengalami

perubahan selama 10 tahun hingga 2004.

Stabilitas kurs Rupiah memberi dampak positif pada kinerja ekspor

01 Pendahuluan

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 15

Gambar 3. Komposisi Nilai Ekspor-Impor Tahun 2004

Sumber: BPS (diolah)

Sementara itu, keragaman komoditi utama ekspor non-migas Indonesia

masih rendah. Produk-produk yang mendominasi ekspor nasional belum

berubah, ditambah dengan kondisi bahwa ekspor masih bergantung pada

komoditi-komoditi bernilai tambah rendah (ekspor nonmanufaktur), yang

umumnya memiliki elastisitas kecil dan harga yang fluktuatif.

Dari sisi perdagangan dalam negeri, inflasi 2004 meningkat

dibandingkan tahun 2003. Kenaikan inflasi terutama disebabkan oleh

kenaikan harga bahan makanan dan nilai tukar rupiah yang sempat

melemah di tengah tahun. Namun demikian volatilitas inflasi sepanjang

tahun masih terkendali, dengan tingkat inflasi 6,4%. Terkendalinya inflasi

2004 menyebabkan harga-harga komoditas (terutama beras, gula, minyak

goreng, tepung terigu dan kedelai) di dalam negeri relatif stabil dan tidak

menurunkan daya beli masyarakat secara signifikan (Gambar 4). Kenaikan

yang cukup besar sempat terjadi untuk komoditi minyak goreng pada

kuartal kedua 2004. Kenaikan ini disebabkan oleh harga CPO dunia yang

melambung tinggi, namun secara berangsur harga kembali relatif stabil

menjelang akhir tahun.

15.6

55,9

11.6

34.6

0

10

20

30

40

50

60

Milyar US$

Migas Nonmigas

EKSPOR IMPOR

Produk ekspor masih bergantung pada komoditi nilai tambah rendah

Volatilitas inflasi masih terkendali,tingkat inflasi 6,4%

01 Pendahuluan

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 16

Gambar 4. Perkembangan Harga Beberapa Bahan Pokok Tahun 2004

Sumber: BPS, Kemendag

Sekilas Perdagangan 2008

Dinamika perkembangan dunia semakin pada tataran yang datar dan

batasan-batasan antar ekonomi negara semakin bias. Dampak yang

ditimbulkan pun sudah saling mempengaruhi. Hal tersebut terlihat pada

kondisi perekonomian dunia beberapa tahun terakhir. Di akhir masa

periode RPJMN tahap 1: 2005-2009, perdagangan nasional dihadapkan

pada kondisi keterpurukan akibat terjadinya krisis keuangan global yang

melanda hampir sepanjang tahun 2008, hingga awal tahun 2009.

Harga minyak dunia dan krisis keuangan global memberi pengaruh

terhadap pertumbuhan ekonomi dunia. Perubahan pertumbuhan ekonomi

dunia berkorelasi positif dengan perubahan volume permintaan

internasional dan volume produksi, sehingga berdampak pada aktivitas

perdagangan internasional Indonesia dan aktivitas ekonomi domestik.

Jan Feb Mar Apr M e i Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des

Beras 2,758 2,762 2,891 2,766 2,731 2,749 2,765 2,789 2,822 2,793 2,851 2,863

Gula Pasir Impor 3,992 4,011 3,988 4,162 4,174 4,230 4,203 4,237 4,202 4,288 4,491 4,957

Gula Pasir 4,089 4,091 4,052 4,191 4,231 4,272 4,270 4,250 4,273 4,313 4,514 4,934

Minyak Goreng Curah 5,247 5,234 5,210 5,763 5,701 5,666 5,442 5,222 5,344 5,405 5,175 5,148

Tepung Terigu 3,346 3,345 3,365 3,442 3,426 3,518 3,578 3,608 3,649 3,711 3,741 3,879

Kacang Kedelai Impor 3,724 3,729 3,834 3,999 4,046 4,155 4,168 4,178 4,376 4,287 4,173 4,176

Kacang Kedelai Lokal 3,891 3,914 4,071 4,407 4,441 4,137 4,408 4,326 4,363 4,313 4,411 4,529

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000Rp/Kg

Krisis keuangan global hampir sepanjang tahun 2008

01 Pendahuluan

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 17

Di dalam negeri, peningkatan harga minyak dunia berdampak

langsung pada nilai ekspor migas dan aktivitas produksi di dalam negeri.

Sementara krisis keuangan global yang berakibat lesunya perekonomian

dunia berdampak pada turunnya permintaan terhadap produk ekspor,

khususnya di tahun 2009.

Meskipun mengalami fluktuasi, perekonomian dunia 2005−2008

tetap tumbuh positif. Namun di tahun 2009, IMF memperkirakan

pertumbuhan dunia akan mengalami penurunan terdalam sejak perang

dunia kedua, yaitu -1,3% (Y-o-Y). Pertumbuhan ekonomi dunia 2005−2008

berturut-turut adalah 4,3%; 5,1%; 4,9%; dan 3,4%. Perekonomian dunia

melambat sejak akhir 2008 hingga 2009.

Gambar 5. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Dunia Sejak Tahun 2005

Sumber: World Economic Outlook, IMF (diolah)

Perlambatan pertumbuhan ekonomi sudah terlihat sejak akhir tahun

2007 dengan pertumbuhan 4,9%. Namun pertumbuhan negara-negara

berkembang masih tetap tinggi, khususnya RRT dan India. Secara rata-rata,

volume perdagangan dunia turun menjadi 6,6%. Di tahun 2008 kembali

terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi (Gambar 5). Di negara

berkembang turun dari 8,3% menjadi 6,3%, negara maju turun dari 2,7%

Perekonomian dunia melambat sejak akhir 2008 hingga 2009

01 Pendahuluan

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 18

menjadi 1%. Rata-rata perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia sekitar

3,4%, dengan pertumbuhan volume perdagangan menurun menjadi 4,1%.

Sejalan dengan tren penurunan volume perdagangan dunia, produksi

industri dunia juga menunjukkan tren penurunan, terutama di 2008.

Melemahnya produksi industri dunia pada tahun 2008 lebih banyak

disebabkan oleh penurunan produksi industri di negara-negara maju.

Di negara maju, berbagai indikator pemulihan ekonomi makro telah

menunjukkan kecenderungan yang semakin membaik. Paket stimulus yang

diluncurkan oleh beberapa negara dan program stabilisasi sektor keuangan

telah berhasil mendorong penguatan keyakinan masyarakat sehingga

mampu mendorong konsumsi.

Di sisi lain, pemulihan ekonomi negara emerging markets, khususnya

RRT, India, dan Korea Selatan, semakin menunjukkan penguatan. Dengan

dukungan stimulus fiskal dalam bentuk infrastruktur dan tingginya

pertumbuhan kredit, kegiatan investasi di RRT yang telah berlangsung sejak

akhir tahun 2008 terus berlanjut. Meningkatnya permintaan domestik di

beberapa negara Asia tersebut mendorong peningkatan kinerja

perekonomian negara lainnya di kawasan ini.

Selain dipengaruhi oleh kondisi perekonomian dunia, kinerja

perdagangan juga dipengaruhi oleh dinamika ekonomi Indonesia. Dinamika

ekonomi Indonesia mempengaruhi kinerja perdagangan melalui berbagai

mekanisme, antara lain: stabilitas makro, kondisi sarana dan prasarana,

kebijakan iklim usaha dan investasi, kebijakan perdagangan dalam negeri,

dan kebijakan perdagangan internasional.

Investasi dan ekspor menunjukkan peran yang semakin penting

dalam struktur ekonomi, terutama pada periode 2007−2008. Sementara

itu secara sektoral, sektor industri pengolahan, sektor pertanian dan sektor

perdagangan masih merupakan penyumbang pertumbuhan ekonomi

terbesar.

Penurunan volume perdagangan dan produksi industri dunia

Akhir 2008, pemulihan ekonomi negara emerging markets semakin menunjukkan penguatan

01 Pendahuluan

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 19

Peranan ekspor barang dan jasa pada tahun 2008 meningkat menjadi

29,8%, atau lebih tinggi dibandingkan dengan peranan ekspor barang dan

jasa di tahun2007. Jika dibandingkan dengan tahun 2004, pangsa ekspor

non-migas tahun 2008 meningkat menjadi 79% (naik 1%p dari tahun

sebelumnya). Komoditi ekspor di tahun 2008 semakin terdiversifikasi.

Produk-produk ekspor di luar 10 produk utama dan 10 produk unggulan

semakin berdaya saing di pasar global, dengan peningkatan pangsa

menjadi 34% di tahun 2008 (naik 5% dari tahun 2004).

Demikian halnya diversifikasi pada komoditi, pertumbuhan ekspor

yang tinggi juga diikuti diversifikasi negara-negara tujuan ekspor. Pangsa

ekspor Indonesia ke pasar ekspor tradisional (Jepang, Amerika Serikat,

Singapura, dan Uni Eropa) mengalami pergeseran dari tahun 2004 ke 2008.

Keempat pasar tradisional tersebut menjadi tujuan ekspor Indonesia

sebesar 48% di tahun 2008 (tahun 2004 sebesar 55,4%). Hal ini

menunjukkan bahwa komoditi ekspor Indonesia semakin berdaya saing di

pasar internasional di luar keempat pasar ekspor tradisional tersebut.

Peningkatan pertumbuhan impor yang signifikan terjadi pada tahun

2008, yaitu sebesar 73,5%. Peningkatan impor di 2008 yang signifikan ini

juga disebabkan oleh perubahan pencatatan dan pelaporan angka impor

yang memasukkan impor dari kawasan berikat sehingga terjadi

peningkatan yang signifikan di 2008 dibandingkan dengan 2007. Menurut

golongan penggunaan barang, impor semua golongan barang selama 2008

mengalami kenaikan dibandingkan 2004.

Terhadap perdagangan dalam negeri, tekanan berat terhadap kondisi

ekonomi makro terjadi pada pertengahan tahun 2008 (Tabel 2). Tahun

2008, inflasi meningkat tajam, dan nilai tukar rupiah terdepresiasi dengan

volatilitas yang cukup tinggi. Akibatnya, Bank Indonesia melakukan

pengetatan moneter dengan menaikkan BI Rate pada tahun tersebut untuk

menahan likuiditas, dan mengurangi tekanan inflasi. Kelonggaran kebijakan

moneter melalui penurunan BI Rate pada akhir tahun 2008

Komoditi ekspor 2008 semakin terdiversifikasi, dengan peningkatan pangsa menjadi 34%

Tekanan berat terhadap ekonomi makro, inflasi meningkat tajam, rupiah terdepresiasi

01 Pendahuluan

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 20

mengindikasikan tekanan terhadap stabilitas makro dapat dikendalikan,

dengan nilai tukar kembali stabil dan inflasi menurun.

Tabel 2. Indikator Utama Ekonomi Makro Tahun 2008

Indikator 2008

Inflasi (% perubahan) 11,1

Nilai Tukar Nominal US$/Rp 9.681

BI Rate (%) 9,25* * BI rate mulai naik 8,25% bulan Mei 2008

Kenaikan inflasi pada tahun 2008 berasal dari tingginya lonjakan

harga minyak mentah dan harga pangan dunia. Sepanjang tahun 2008,

tingkat inflasi tertinggi secara berturut-turut terjadi di bulan Juni sebesar

2,5%, Januari 1,8%, Mei 1,4%, dan Juli sebesar 1,4%.

Sementara itu, di luar gejolak eksternal, kenaikan inflasi yang

bersumber dari harga bahan makanan relatif kecil karena terjaganya

kecukupan pasokan serta kebijakan stabilisasi harga kebutuhan pokok yang

dilakukan oleh pemerintah.

02 Rencana Strategis

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 21

BAB 2. RENCANA STRATEGIS

02 Rencana Strategis

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 22

A. Rencana Strategis

encana Strategis (RENSTRA) Kementerian Perdagangan 2004-2009

merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Nasional (RPJMN) 2005-2009 yang disusun sebagai

implementasi pelaksanaan kebijakan dan program bagi pembangunan

perdagangan selama periode 2005-2009 dan dengan mempertimbangkan

perkembangan lingkungan Strategis baik lingkungan internal maupun

lingkungan eksternal yang saling berpengaruh dalam penyelenggaraan

pembangunan perdagangan. Rumusan RPJMN 2005-2009 telah

menggariskan bahwa pembangunan bidang perdagangan bertujuan

meningkatkan investasi dan ekspor non-migas. Dalam implementasinya,

seluruh sumber daya dalam kelembagaan Kementerian Perdagangan

diarahkan untuk mewujudkan 3 sasaran utama, yaitu: (1) meningkatnya

pertumbuhan ekspor, (2) meningkatnya investasi dan iklim usaha yang

kondusif, dan (3) meningkatnya efisiensi dan efektivitas sistem distribusi

nasional, tertib niaga, dan kepastian berusaha.

Kementerian Perdagangan merumuskan visi, misi, dan sasaran yang

akan dicapai pada periode 2005−2009 dengan mempertimbangkan tugas

dan tanggung jawab yang diamanatkan oleh RPJMN 2005−2009:

Visi

RPJPN 2005−2025 menetapkan bahwa RPJMN 2004−2009, yang

merupakan RPJMN Tahap I, bertujuan untuk lebih menata kembali NKRI,

membangun Indonesia yang aman dan damai, yang adil dan demokratis,

dengan tingkat kesejahteraan yang lebih baik.

Kementerian Perdagangan sebagai salah satu pelaku pembangunan

perekonomian berperan penting dalam mewujudkan daya saing ekonomi

nasional. Oleh karena itu, dengan mempertimbangkan perkembangan,

masalah, dan berbagai kecenderungan pembangunan perekonomian yang

berkembang, maka VISI Kementerian Perdagangan adalah

R

02 Rencana Strategis

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 23

Terwujudnya sektor perdagangan sebagai penggerak utama

peningkatan daya saing bangsa dan kesejahteraan rakyat

Indonesia

Dalam visi tersebut terkandung maksud dari pembangunan sektor

perdagangan, yaitu mewujudkan sektor perdagangan sebagai penggerak

utama peningkatan daya saing bangsa dan kesejahteraan masyarakat

melalui sistem perdagangan dalam negeri yang kuat, efisien, terintegrasi

serta berdaya saing yang berkelanjutan di pasar global.

Seluruh langkah-langkah operasional yang akan dilakukan

Kementerian Perdagangan pada periode 2005−2009 diarahkan untuk

mencapai visi yang telah ditetapkan tersebut.

Misi

Dalam proses mewujudkan visi, Kementerian Perdagangan

mengemban misi, yaitu:

1. Meningkatkan kelancaran arus distribusi barang,

pemakaian/penggunaan produk dalam negeri, perlindungan

konsumen dan pengamanan perdagangan.

2. Memaksimumkan keuntungan/keunggulan daya saing bangsa

Indonesia dari perdagangan global.

3. Mewujudkan pelayanan publik yang prima dan good governance.

4. Meningkatkan peran penelitian dan pengembangan di bidang

perdagangan, serta proses konsultasi publik dalam pengambilan

keputusan di sektor perdagangan.

02 Rencana Strategis

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 24

Tujuan

Membangun perdagangan yang mampu menjawab tantangan

globalisasi ekonomi, mengantisipasi perkembangan dan perubahan

lingkungan serta persaingan global yang cepat merupakan suatu perspektif

baru bagi semua negara. Dengan demikian fokus dari strategi

pembangunan perdagangan di masa depan adalah membangun daya saing

yang berkelanjutan di pasar global. Terkait hal tersebut, tujuan yang ingin

dicapai adalah:

1. Menekan ekonomi biaya tinggi dengan deregulasi, debirokratisasi, dan

transparansi, pelayanan publik yang prima dan meningkatkan sarana

dan prasarana perdagangan.

2. Meningkatkan ekspor non-migas dan mewujudkan Indonesia menjadi

negara pemasok produk berkualitas dan bernilai tambah tinggi.

3. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas sektor perdagangan serta

mengamankan ketersediaan barang kebutuhan pokok dan strategis.

4. Menciptakan persaingan usaha yang sehat dan perlindungan

konsumen, dan mengembangkan kemitraan usaha antara usaha kecil

dengan usaha menengah dan besar.

5. Mewujudkan pengelolaan resiko harga, pembentukan harga yang

transparan dan menyediakan sarana alternatif pembiayaan bagi dunia

usaha

Sasaran

Merujuk pada visi dan misi periode 2005−2009 serta

mempertimbangkan masalah pokok yang dihadapi dalam pembangunan

bidang perdagangan, maka Kementerian Perdagangan merumuskan

delapan sasaran yang akan dicapai pada periode 2005−2009, yaitu:

1. Meningkatnya pelayanan prima kepada dunia usaha melalui

penyederhanaan prosedur, transparansi kebijakan dan penerapan

02 Rencana Strategis

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 25

teknologi informasi yang modern serta meningkatnya peran lembaga,

sarana, dan instrumen perdagangan;

2. Meningkatnya daya saing berkelanjutan di pasar global melalui akses

dan penetrasi pasar, kemitraan strategi global yang melibatkan

perusahaan-perusahaan nasional, dan penciptaan merek dagang yang

dapat bersaing di pasar global;

3. Terwujudnya diversifikasi negara tujuan ekspor non-migas dan jumlah

komoditi/produk yang diekspor serta peningkatan kualitas dan

kuantitas pelaku usaha/eksportir yang didukung oleh jaringan

pemasaran global dan melibatkan perusahaan-perusahaan nasional;

4. Meningkatnya kemampuan market intelligence dan negosiasi serta

meningkatnya kualitas pelayanan dan kuantitas lembaga promosi di

luar negeri;

5. Meningkatnya kemampuan early warning system, pengamanan

perdagangan luar negeri (trade defence dan trade diplomacy);

6. Terwujudnya sistem distribusi nasional yang efektif dan efisien melalui

pembangunan sarana dan prasarana perdagangan;

7. Terwujudnya sistem keamanan pasar dalam negeri yang menyangkut

keselamatan, kesehatan dan lingkungan serta kepentingan industri

dalam negeri, meningkatnya tertib ukur dan terwujudnya

pemberdayaan konsumen serta pemberdayaan produksi dalam negeri;

dan

8. Termanfaatkannya secara optimal kegiatan pengelolaan resiko harga,

pembentukan harga dan alternatif pembiayaan dalam rangka

mendukung kegiatan dunia usaha.

02 Rencana Strategis

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 26

Strategi

Strategi pembangunan sektor perdagangan mencakup strategi

pembangunan jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek.

Strategi Jangka Panjang

Dalam jangka panjang, strategi pembangunan sektor perdagangan

diarahkan untuk mewujudkan lingkungan kondusif yang mampu memacu

daya saing yang berkelanjutan. Strategi mencakup arah untuk

memperlancar arus barang, peningkatan penguasaan desain dan teknologi,

menciptakan lapangan kerja serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi

untuk sebesar-besarnya dimanfaatkan bagi kesejahteraan rakyat menuju

perdagangan luar negeri yang menguntungkan.

Upaya mengintegrasikan dinamika perdagangan global dengan

ketahanan ekonomi nasional didukung melalui (1) penguatan posisi

nasional dalam fora kerjasama perdagangan internasional dan (2)

pengembangan citra, standar produk barang dan jasa nasional yang

berkualitas internasional, serta fasilitasi perdagangan internasional yang

berdaya saing tinggi.

Dalam mengintegrasikan dinamika perdagangan global, Kementerian

Perdagangan akan selalu berupaya untuk memaksimalkan manfaat

sekaligus meminimalkan efek negatif dari proses integrasi dengan dinamika

globalisasi terhadap ketahanan ekonomi nasional.

Perdagangan dalam negeri difokuskan untuk memperkokoh sistem

distribusi nasional yang efisien dan efektif yang menjamin kepastian

berusaha melalui perwujudan (1) berkembangnya lembaga perdagangan

yang efektif dengan perlindungan konsumen dan persaingan usaha secara

sehat; (2) terintegrasinya aktivitas perekonomian nasional dan

terbangunnya kesadaran penggunaan produksi dalam negeri; (3)

meningkatnya perdagangan antar wilayah/daerah; dan (4) terjaminnya

ketersediaan harga pokok dan barang strategis lainnya dengan harga yang

terjangkau.

Mewujudkan lingkungan kondusif yang mampu memacu daya saing berkelanjutan

02 Rencana Strategis

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 27

Kementerian Perdagangan juga mendukung upaya-upaya

peningkatan pemanfaatan bahan baku dan komponen yang bersumber dari

dalam negeri bagi pengembangan industri nasional, serta mengupayakan

optimalisasi pasar dalam negeri dengan meningkatkan konsumsi produk

dalam negeri di pasar dalam negeri.

Peningkatan nilai tambah produk di dalam negeri diharapkan dapat

dicapai melalui pemanfaatan teknologi untuk menumbuhkan komoditi

potensial yang berbasis pada potensi kekuatan dan modal dasar nasional,

yaitu sumber daya alam yang diperbaharui (renewable resources) dan

sumber daya manusia yang terampil dan profesional yang pada gilirannya

mampu mempercepat pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

(UMKM).

Strategi Jangka Menengah

Kebijakan pembangunan perdagangan dalam jangka menengah

diprioritaskan untuk: (1) mengembangkan produk yang memiliki

keunggulan kompetitif berdasarkan keunggulan komparatif; (2)

meningkatkan produktivitas dan penguasaan teknologi; (3) meningkatkan

sumber daya manusia yang berwawasan global; (4) meningkatkan kualitas

sesuai standar internasional; (5) mengembangkan disain yang mengarah

pada brand Indonesia yang dapat mengangkat citra Indonesia; dan (6)

mewujudkan kerjasama yang sinergis antara pemerintah dan dunia usaha

atau Indonesia Incorporated.

Dengan melakukan langkah-langkah jangka menengah di atas

diharapkan akan menciptakan iklim usaha dan investasi yang kondusif,

sehingga dapat menarik bagi investasi dan perdagangan dalam maupun

luar negeri.

Strategi Jangka Pendek

Komitmen pemerintah untuk menurunkan ekonomi biaya tinggi

sepenuhnya didukung oleh Kementerian Perdagangan melalui upaya-

upaya: mengurangi/menyederhanakan pengurusan dokumen administrasi

Menciptakan iklim usaha dan investasi yang kondusif

02 Rencana Strategis

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 28

di sektor perdagangan; meningkatkan transparansi; dan melakukan

inventarisasi dan evaluasi seluruh perizinan di sektor perdagangan

termasuk Peraturan Daerah (Perda) agar secara bertahap dapat

disederhanakan sehingga dapat diperoleh lebih mudah, cepat, dan dengan

biaya wajar.

Untuk menjaga kestabilan ekonomi dan politik, maka kestabilan

bahan pokok bagi seluruh masyarakat Indonesia senantiasa harus dijaga.

Salah satu permasalahan utama terkait dengan upaya menjaga kestabilan

bahan pokok ini terkait dengan kelancaran arus barang dan jasa di seluruh

wilayah Indonesia yang dapat mengakibatkan disparitas harga yang akan

mengakibatkan terjadinya kesenjangan.

Oleh karena itu, Kementerian Perdagangan mengambil langkah-

langkah strategis, antara lain: menciptakan dan menyempurnakan secara

terus menerus sistem informasi dan koordinasi lintas sektoral agar

memperoleh gambaran yang tepat mengenai produksi, konsumsi, dan

harga bahan pokok sebagai basis pengambil keputusan; menghilangkan

hambatan-hambatan yang membebani distribusi termasuk Perda dan

retribusi di daerah, serta melakukan koordinasi dengan instansi terkait,

produsen, dan distributor/pedagang perihal ketersediaan dan keandalan

sarana transportasi dan distribusi nasional.

Untuk meningkatkan daya saing komoditi ekspor dilakukan

diversifikasi komoditi ke arah yang lebih mempunyai nilai tambah tinggi

dan peningkatan produktivitas, serta mempertahankan dan meningkatkan

ekspor ke pasar tradisional, dan meningkatkan penetrasi pasar ke negara-

negara nontradisional. Potensi pasar juga digarap melalui pengiriman misi

dagang dan promosi ekspor yang efektif. Dalam era otonomi daerah,

promosi ekspor hendaknya tidak dilakukan secara sendiri-sendiri, namun

secara terpadu dan terkoordinir sehingga hasil yang dicapai dapat optimal.

Selain itu, upaya yang perlu dilakukan adalah meningkatkan perdagangan

lintas batas; meningkatkan akses pasar dengan memanfaatkan keberadaan

Menurunkan ekonomi biaya tinggi dan menjaga kestabilan ekonomi dan politik

02 Rencana Strategis

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 29

berbagai perjanjian perdagangan atau FTA; serta menyempurnakan

fasilitas perdagangan melalui harmonisasi tarif bea masuk, mempercepat

restitusi pajak dan penyederhanaan prosedur perizinan.

Mendukung pengembangan sektor prioritas pada sektor pertanian,

kehutanan, pertambangan, dan industri, sektor perdagangan akan

memberikan dukungan dalam rangka pengembangan komoditi sektor-

sektor tersebut baik untuk pasar dalam negeri maupun ekspor.

Terhadap sektor industri, kebijakan diarahkan untuk mendukung

pengembangan industri sebagai prioritas. Dukungan terhadap sektor

industri ini mengambil wujud kebijakan untuk mengamankan ketersediaan

bahan baku; mendorong peningkatan nilai tambah produk melalui

pemberian insentif, informasi pasar, peningkatan keterampilan SDM di

bidang kemasan dan pemasaran; meningkatkan akses dan jaringan pasar di

luar negeri; membangun merek nasional di pasar internasional;

pengamanan pasar dalam negeri (penataan tarif, peningkatan produksi dan

pengendalian impor); mengembangkan promosi dan pemasaran;

meningkatkan kemitraan antara industri dengan petani, pedagang,

pabrikan dan eksportir; meningkatkan pengawasan penerapan Standar

Nasional Indonesia (SNI), aliansi dengan perusahaan terkemuka dunia,

memberantas penyelundupan dan impor yang tidak resmi; sarana

pergudangan; dan mengembangkan waralaba lokal.

Kebijakan

Berdasarkan deskripsi tentang pengembangan jangka pendek,

menengah dan panjang di atas, kebijakan strategi operasional

pengembangan sektor perdagangan diarahkan pada 13 langkah

operasionalisasi, sebagai berikut:

1. Menata aturan yang jelas, pemangkasan birokrasi dalam prosedur

perijinan dan pengelolaan usaha dengan prinsip transparansi dan tata

kepemerintahan yang baik (good governance);

02 Rencana Strategis

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 30

2. Menata aturan yang jelas peningkatan efisiensi waktu dan biaya

administrasi;

3. Pengembangan kapasitas lembaga publik dan aparat pelaksananya;

4. Memperkuat daya saing di pasar global;

5. Mempertahankan dan meningkatkan akses dan penetrasi pasar ke

pasar tradisional mapun non-tradisional;

6. Meningkatkan kemampuan kantor perwakilan perdagangan di luar

negeri dan kualitas pelayanan serta pembukaan kantor baru di negara

atau kawasan mitra dagang;

7. Meningkatkan kinerja diplomasi perdagangan internasional, baik untuk

negara maju maupun negara berkembang;

8. Memperkuat kelembagaan pengamanan perdagangan internasional

(safeguard dan anti dumping) serta kelembagaan hamonisasi tarif;

9. Mengembangkan prasarana distribusi tingkat regional dan prasarana

sub-sistem distribusi didaerah tertentu (kawasan perbatasan dan

daerah terpencil) dan sarana penunjang perdagangan melalui

pengembangan jaringan informasi produksi dan pasar serta perluasan

pasar lelang lokal dan regional;

10. Harmonisasi kebijakan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah, penyederhanaan prosedur, perinjinan yang menghambat

kelancaran arus barang dan jasa serta pengembangan kegiatan jasa

perdagangan;

11. Memperkuat kelembagaan perlindungan konsumen, kemetrologian

dan kelembagaan persaingan usaha dan kelembagaan perdagangan

lainnya;

12. Meningkatkan efektivitas pelaksanaan perlindungan konsumen, tertib

ukur dan memperkuat sistem pengawasan barang dan jasa;

02 Rencana Strategis

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 31

13. Memperkuat kelembagaan bursa berjangka komoditi serta

mengembangkan alternatif pembiayaan.

B. Rencana Kinerja dan Penetapan Kinerja

Sebagai penjabaran lebih lanjut dari rencana Strategis

Kementerian Perdagangan, telah disusun Rencana Kinerja dan

Penetapan Kinerja yang mempresentasikan nilai kuantitatif yang

dilekatkan pada setiap indikator kinerja baik pada tingkat sasaran

strategis maupun tingkat kegiatan. Hal dimaksud merupakan benchmark

bagi proses pengukuran keberhasilan organisasi yang dilakukan setiap

akhir periode pelaksanaan tahunan.

Secara umum, kinerja Kementerian Perdagangan terangkum dalam 4

(empat) program prioritas Kementerian yaitu peningkatan investasi, 10

Produk Utama, 10 Produk Potensial dan 3 Jasa Perdagangan, Pembinaan

UKM Perdagangan, dan Capacity/Institutional Building dan Public

Education. Keempat program tersebut secara konsisten dilaksanakan oleh

delapan unit Eselon I. Rencana Kinerja (Renkin) dan Penetapan Kinerja

(Tapkin) berdasarkan unit Eselon I secara garis besar adalah sebagai

berikut:

1. Rencana Kinerja

Kementerian Perdagangan melalui 8 Unit Eselon I telah menyusun Rencana

Kinerja sebagai bagian dari proses perencanaan yang hendak dicapai.

Rincian Renkin selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 2. Adapun

Rencana Kinerja Kementerian Perdagangan yang strategis menurut unit

Eselon I adalah sebagai berikut.

a. Sekretariat Jenderal

Dalam rangka menghadapi AFTA dan ACFTA Sekretariat Jenderal

Kementerian Perdagangan telah menentukan sasaran perencanaan

kinerja, yaitu terselesaikannya penyelidikan anti dumping dan

02 Rencana Strategis

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 32

terlindunginya industri dalam negeri dari serbuan impor melalui

instrumen tindakan pengamanan (safeguards). Rencana tingkat

capaian kinerja Sekretariat Jenderal pada tahun 2009 masing-masing

sebanyak 3 kasus anti dumping yang berhasil dikenakan bea masuk

anti dumping (dihentikan) dan 4 rekomendasi kasus tindakan

pengamanan (safeguard) yang dapat diselesaikan.

b. Ditjen Perdagangan Dalam Negeri

Sasaran rencana kinerja Kementerian Perdagangan di bidang

Perdagangan Dalam Negeri terutama adalah terjaganya stabilitas

harga barang kebutuhan pokok masyarakat di 32 provinsi. Terkait

dengan persiapan menghadapi era perdagangan bebas (AFTA dan

ACFTA), Kementerian Perdagangan juga merencanakan kinerja

perdagangan dalam negeri meliputi peningkatan pelayanan perijinan

dan pengawasan barang beredar dan jasa, serta peningkatan daya

saing produk dalam negeri dalam menghadapi persaingan global.

Peningkatan pelayanan perijinan dan pengawasan barang beredar dan

jasa bertujuan meminimalisasi peredaran barang ilegal dengan

indikator persentase peningkatan kompetensi SDM. Peningkatan daya

saing pasar produk dalam negeri bertujuan agar peluang pasar bagi

produk dalam negeri semakin terbuka lebar melalui pengembangan

profesionalisme para pelaku usaha.

c. Ditjen Perdagangan Luar Negeri

Rencana kinerja Kementerian Perdagangan di bidang perdagangan luar

negeri terutama adalah meningkatnya kualitas pelayanan perijinan di

bidang perdagangan luar negeri. Indikator dari kualitas pelayanan

perijinan perdagangan luar negeri meliputi beberapa hal, yaitu: sistem

penerbitan Surat Keterangan Asal (SKA) secara online, waktu proses

penerbitan SKA secara online, jumlah IPSKA dengan pengarsipan

dokumen SKA secara elektronik, jenis perijinan ekspor dan impor yang

dapat dilayani secara elektronik, rata-rata waktu penyelesaian

perijinan untuk Importir Jalur Prioritas (IJP), sistem pengolahan

02 Rencana Strategis

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 33

dokumen NPIK secara elektronik, sistem pengolahan dokumen SPB dan

NRP secara elektronik, serta aplikasi API online yang terpasang di

Dinas Perindang penerbit API.

d. Ditjen Kerjasama Perdagangan Internasional

Rencana kinerja Kementerian Perdagangan di bidang kerjasama

perdagangan internasional adalah tercapainya hasil kesepakatan

kerjasama perdagangan internasional melalui diplomasi/negosiasi di

fora internasional dalam rangka pengurangan/penghapusan hambatan

akses pasar untuk peningkatan ekspor Indonesia. Indikator dari

tercapainya sasaran tersebut meliputi: persentase jumlah perundingan

perdagangan internasional, persentase jumlah sidang-sidang

internasional, persentase daerah perbatasan negara tetangga yang

berbatasan langsung dengan wilayah NKRI, jumlah buku profil

komoditi (karet, kelapa dan lada) dalam kerangka perumusan arah

kebijakan internasional, serta persentase jumlah bahan materi posisi

Indonesia di fora regional dan bilateral dengan negara mintra dagang.

e. Inspektorat Jenderal

Rencana kinerja Inspektorat Jenderal berupa terwujudnya pencegahan

dan penghilangan segala bentuk penyalahgunaan wewenang,

penyimpangan, dan pelanggaran terhadap peraturan perundang –

undangan yang berlaku. Indikator dari sasaran rancana kinerja

tersebut meliputi penurunan persentase jumlah temuan negatif

dibandingkan tahun sebelumnya dan peningkatan persentase

penyelesaian tindak lanjut hasil pengawasan sebanyak 80 persen.

Indikator penurunan jumlah temuan negatif meliputi penurunan

kelemahan di dalam dan di luar Sistem Pengendalian Intern (SPI)

masing-masing 20 persen.

f. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti)

Terciptanya persaingan usaha yang tertib, teratur, wajar, efisien dan

terlindunginya pelaku usaha perdagangan berjangka komoditi dari tindakan

yang merugikan merupakan rencana kinerja utama dari Kementerian

02 Rencana Strategis

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 34

Perdagangan di bidang pengawasan perdagangan berjangka komoditi.

Indikator dari tercapainya rencana kinerja tersebut meliputi: jumlah pelaku

usaha yang dikenakan sanksi karena melakukan pelanggaran peraturan dan

perundang-undangan di bidang perdagangan berjangka komoditi.

g. Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN)

Rencana kinerja Kementerian Perdagangan di bidang pengembangan

ekspor nasional terutama meliputi dua sasaran, yaitu: meningkatnya

daya saing produk ekspor Indonesia dan terwujudnya diversifikasi

pasar ekspor. Meningkatnya daya saing produk ekspor Indonesia dapat

dicapai melalui kegiatan adaptasi produk, pengembangan desain,

perbaikan mutu, dan peningkatan citra yang diindikasikan melalui

terciptanya produk/jasa yang bernilai tambah dan berdaya saing

global. Dalam masa krisis ekonomi global negara-negara tujuan ekspor

utama tidak bisa lagi diharapkan. Saat ini negara-negara maju (Amerika

Serikat, Jepang dan Uni Eropa) mengalami resesi ekonomi sebagai

akibat krisis keuangan global, sehingga perlu adanya diversifikasi pasar

tujuan ekspor produk-produk nasional melalui terobosan dan

perluasan pasar, hal ini dapat terlihat dari jumlah inquiries, jumlah

transaksi dan informasi pasar ekspor.

h. Badan Penelitian dan Pengembangan Perdagangan (BPPP)

Tersedianya hasil penelitian dan pengembangan di sektor

perdagangan, meliputi Perdagangan Dalam Negeri, Perdagangan Luar

Negeri dan Iklim Usaha Perdagangan yang berkualitas menjadi sasaran

dari rencana kinerja Kementerian Perdagangan di bidang penelitian

dan pengembangan perdagangan. Hasil dari penelitian dan kajian

pengembangan tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusi

yang signifikan untuk perumusan kebijakan perdagangan dalam rangka

mendukung peningkatan daya saing global. Indikator capaian dalam

bidang penelitian dan pengembangan perdagangan terdiri dari: jumlah

hasil kajian, working paper, dan policy memo, serta jumlah stakeholder

yang menggunakan kajian di bidang perdagangan.

02 Rencana Strategis

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 35

2. Penetapan Kinerja

Untuk menghasilkan kinerja yang maksimal, Kementerian Perdagangan

melalui 8 Unit Eselon I yang dimilikinya menyusun Penetapan Kinerja sebagai

acuan dalam melaksanakan setiap langkah strategis yang akan dicapai. Rincian

Tapkin selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 3. Adapun Penetapan Kinerja

Kementerian Perdagangan yang strategis adalah sebagai berikut.

a. Sekretariat Jenderal

1) Terselesaikannya permohonan dan penyelidikan anti dumping

sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sasaran tersebut

diharapkan dapat menghasilkan outcome berupa jumlah kasus

yang di inisiasi dan jumlah kasus anti dumping yang dikenakan bea

masuk anti dumping atau dihentikan.

2) Terlindunginya industri dalam negeri dari serbuan impor melalui

instrumen tindakan pengamanan (safeguard) di era persaingan

global. Sasaran tersebut diharapkan dapat menghasilkan outcome

berupa jumlah pelaku usaha dan aparat daerah yang mengetahui

dan memahami instrumen tindakan pengamanan (safeguards)

denga melalui kuesioner dan jumlah kasus tindakan pengamanan

(safeguard) yang diselesaikan.

b. Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri

1) Tersedianya barang kebutuhan pokok, barang penting dan sarana

perdagangan. Sasaran tersebut diharapkan dapat menghasilkan

outcome berupa meningkatnya kelancaran arus barang,

khususnya bahan kebutuhan pokok masyarakat.

2) Menurunnya disparitas harga dan gejolak harga, yang diharapkan

menghasilkan outcome berupa tersedianya informasi stock dan

harga bahan kebutuhan pokok secara nasional sebagai bahan

pengambilan kebijakan dan referensi harga.

02 Rencana Strategis

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 36

c. Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri

1) Meningkatnya kualitas pelayanan perijinan di bidang perdagangan

luar negeri, diharapkan menghasilkan outcome berupa proses

pembuatan SKA yang lebih efisien dan telah electronic based.

2) Tersusunnya kebijakan yang berpihak kepada konsumen, petani,

industri dalam negeri dan lingkungan, yang diharapkan

menghasilkan oucome berupa jumlah kebijakan impor dalam

rangka melindungi konsumen dalam negeri.

3) Terwujudnya iklim usaha yang kondusif di bidang ekspor dan impor,

dengan outcome yang diharapkan berupa meningkatnya pengusaha

yang melakukan kegiatan usaha di Kawasan Ekonomi Khusus.

d. Direktorat Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional

1) Terselesaikannya penanganan kasus tuduhan Dumping, Subsidi dan

tindakan safeguard melalui pemberian advokasi dan bantuan teknis

penyelesaian kasus, yang diharapkan menghasilkan oucome berupa

jumlah penyelesaian kasus tuduhan Dumping, Subsidi dan Tindakan

safeguard dan prosentase konsultasi teknis penanganan Trade

Remedies dan Konsultasi Interdep di daerah dalam rangka penyelesaian

kasus tuduhan Dumping, Subsidi dan Tindakan Safeguard.

2) Tercapainya kesepakatan kerjasama perdagangan internasional

dalam rangka pengurangan/penghapusan hambatan akses pasar,

yang diharapkan menghasilkan outcome berupa jumlah

Perundingan Perdagangan Internasional dan jumlah buku profil

Komoditi dalam kerangka perumusan arah kebijakan Internasional

dibidang komoditi.

e. Inspektorat Jenderal

Terwujudnya pencegahan dan penghilangan segala bentuk

penyalahgunaan wewenang, penyimpangan, dan pelanggaran

terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang

02 Rencana Strategis

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 37

diharapkan menghasilkan outcome berupa menurunnya prosentase

jumlah temuan negatif dari tahun sebelumnya.

f. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti)

Meningkatnya pemahaman masyarakat terhadap PBK, PL dan SRG

dengan outcome yang diharapkan berupa jumlah pelaku usaha dan

masyarakat yang mendapatkan pengetahuan mengenai PBK, SRG dan

PL.

g. Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN)

1) Meningkatnya jumlah dan frekuensi kontak dagang antara

eksportir Indonesia dengan pembeli luar negeri, serta

meningkatnya peran dunia usaha dalam penetrasi pasar dan

promosi ekspor, dengan outcome yang diharapkan yaitu

meningkatnya jumlah negara tujuan ekspor non migas.

2) Terwujudnya diversifikasi pasar ekspor melalui terobosan dan perluasan

pasar non tradisional, dengan outcome yang diharapkan yaitu

meningkatnya jumlah inquiries, transaksi dan informasi pasar ekspor.

h. Badan Penelitian dan Pengembangan Perdagangan (BPPP)

Tersedianya sistem dan pelayanan data dan informasi perdagangan

yang akurat, mutakhir dan mudah diakses dengan outcome yang

diharapkan yaitu meningkatnya data Impor dan Tarif Bea Masuk

Indonesia untuk memenuhi kewajiban menyampaikan data ke WTO.

Namun demikian, dalam rangka penyusunan Laporan Akuntabilitas

Kinerja Kementerian Perdagangan tahun 2009 ini, sasaran, indikator kinerja

dan target mengacu pada substansi yang telah termuat dalam Rencana

Strategis Kementerian Perdagangan tahun 2004-2009.

02 Rencana Strategis

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 38

03 Akuntabilitas Kinerja

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 39

BAB 3. AKUNTABILITAS KINERJA

03 Akuntabilitas Kinerja

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 40

A. Kinerja Sektor Perdagangan tahun 2005-2009

enilaian capaian kinerja Kementerian Perdagangan tahun 2005-

2009 juga dapat dilihat dari kontribusi sektor perdagangan

terhadap ekonomi nasional. Kontribusi tersebut baik secara langsung

maupun tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan perekonomian

nasional. Walaupun pertumbuhan ekonomi global cenderung mengalami

penurunan dan tekanan sehingga berpotensi mengganggu stabilitas

perekonomian nasional, namun kinerja sektor perdagangan terhadap

perekonomian nasional relatif tetap stabil, bahkan di beberapa area tetap

mengalami pertumbuhan yang positif.

Peran sektor perdagangan semakin penting dalam perekonomian

nasional, baik secara kuantitas maupun kualitas. Secara kuantitas,

pentingnya peran sektor perdagangan terlihat dari peningkatan kontribusi

PDB Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran. Nilai tambah Sektor

Perdagangan, Hotel dan Restoran selama periode 2005−2009 menunjukkan

peningkatan positif dari tahun ke tahun, yaitu Rp 293,9 triliun pada tahun

2005, menjadi Rp 367,9 triliun pada tahun 2009. Namun demikian, apabila

dilihat dari prosentase kontribusi sektor perdagangan terhadap PDB

mengalami penurunan, dengan kontribusi tahun 2009 mencapai 13,4%

(Tabel 3).

Meskipun berbagai gejolak terjadi di pasar internasional dan

domestik sepanjang tahun 2005−2008, ekspor tumbuh di atas target

Renstra Perdagangan. Target Renstra 5,7-10,1% dilampaui dengan

pertumbuhan ekspor rata-rata 17,6%. Prestasi ini tak lepas dari upaya-

upaya Kementerian Perdagangan untuk semakin mengintegrasikan

Indonesia dengan pasar dunia melalui intensifikasi kerjasama internasional

dan penyederhanaan berbagai prosedur, dan didukung oleh perbaikan

daya saing produk dalam negeri. Namun, di tahun 2009 krisis global

mengakibatkan lesunya perekonomian di berbagai negara tujuan ekspor.

Ekspor tumbuh negatif mencapai 28,9% pada semester I 2009, walaupun

P

Nilai tambah sektor perdagangan 2005-2009 menunjukkan tren positif, dengan kontribusi tahun 2009 sebesar 13,4% terhadap PDB nasional

Pertumbuhan rata-rata ekspor tahun 2005-2008 tumbuh di atas target, walaupun tahun 2009 turun 9,66%

03 Akuntabilitas Kinerja

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 41

sudah ada tanda-tanda peningkatan positif mulai bulan Mei, di mana

pertumbuhan ekspor mencapai pertumbuhan positif. Di akhir tahun 2009,

kontraksi ekspor telah membaik dengan kontraksi 14,98% untuk ekspor

total dan 9,66% untuk ekspor non-migas.

Dalam hal impor, Kementerian Perdagangan berupaya memacu

impor yang berorientasi pada kepentingan nasional, yaitu sesuai standar

kesehatan, keamanan, keselamatan, lingkungan dan moral bangsa.

Kinerja impor selama periode 2005−2008, khususnya nonmigas,

meningkat rata-rata 26,5% per tahun. Impor nonmigas sebagian besar

merupakan impor bahan baku atau penolong dan barang modal untuk

memenuhi kebutuhan produsen di dalam negeri khususnya yang

berorientasi ekspor. Namun, penurunan signifikan terjadi pada tahun 2009

dengan penurunan sebesar 21,1%.

Tabel 3. Capaian Indikator Target Renstra 2005-2009

Indikatora) Target Renstra 2005-09

Realisasi 2005-2009

2005 2006 2007 2008 2009

Peranan sektor perdagangan thd PDB

15 15,4 14,9 14,9 14,0 13,4

Pertumbuhan:

- Sektor perdaganganb) 7,5 - 8,9 8,6 6,1 8,5 7,2 1,1

- Ekspor 5,7 - 10,1 19,66 17,67 13,20 19,91 (14,98)

- Ekspor non migas 5,5 - 8,7 18,75 19,81 15,61 17,22 (9,66)

- Impor 8,6 - 11,0 24,00 5,83 21,96 73,48 (25,0)

- Impor non migas 8,2 - 11,9 15,67 4,62 24,79 87,75 (21,1)

- Inflasi umum 7 - 3 17,11 6,6 6,7 11,1 2,78 a) Unit dalam satuan persen b) Termasuk hotel dan restoran

Peningkatan pertumbuhan impor yang signifikan terjadi pada tahun

2008, yaitu sebesar 73,48% (Tabel 3). Peningkatan impor di 2008 yang

signifikan ini juga disebabkan oleh perubahan pencatatan dan pelaporan

Kinerja impor non migas 2005-2008 meningkat rata-rata 26,5% per tahun, namun impor non migas tahun 2009 menurun 21,1%

03 Akuntabilitas Kinerja

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 42

angka impor yang memasukkan impor dari kawasan berikat sehingga

terjadi peningkatan yang signifikan di 2008 dibandingkan dengan 2007.

Apabila dilihat dari golongan penggunaan barang, impor semua golongan

barang selama 2009 mengalami kenaikan dibandingkan 2005 (Gambar 6). Impor

barang konsumsi mengalami pertumbuhan sekitar 21,1%, barang modal naik

sekitar 30,9%, sedangkan bahan baku/penolong naik pada kisaran 25,3% per

tahun. Jika dilihat dari pangsanya, telah terjadi perubahan komposisi impor

dimana impor bahan baku penolong mengalami penurunan dari 78% pada 2005

menjadi 72% pada 2009, sedangkan barang modal mengalami peningkatan

menjadi 21%.

Kenaikan impor yang dialami selama ini lebih ditujukan kepada

peningkatan barang modal dan bahan baku/barang penolong yang erat

kaitannya dengan peningkatan investasi. Sedangkan pertumbuhan impor

untuk konsumsi tidak terlampau tinggi kecuali karena gejolak harga

komoditas yang diimpor seperti gandum dan kedelai, dan peranan impor

barang konsumsi relatif kecil sekali terhadap impor total.

Gambar 6. Impor Indonesia Menurut Golongan Penggunaan Barang Th. 2004 dan 2009

Sumber: BPS (diolah)

Sementara itu, peranan barang konsumsi sedikit menurun, dari 8%

menjadi 7% (Gambar 6). Barang modal yang diimpor selain digunakan

Barang Konsumsi

8%

Bahan Penolong

78%

Barang Modal14%

2005

Barang Konsumsi

7%

Bahan Penolong

72%

Barang Modal21%

2009

Andil peningkatan impor berasal dari peningkatan impor barang modal dan bahan baku/barang penolong

Komposisi impor barang konsumsi menurun dibanding tahun 2005

03 Akuntabilitas Kinerja

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 43

dalam industri perkapalan juga digunakan dalam industri telekomunikasi

yang membantu berkembangnya kedua industri tersebut di dalam negeri.

Negara yang memberikan kontribusi terbesar terhadap impor non-

migas Indonesia adalah RRT, Jepang, dan Singapura. Ketiga negara tersebut

memberikan peran sebesar 41,5% dari total impor non-migas Indonesia

tahun 2008. Sementara itu, total impor non-migas tahun 2009 tercatat

sebesar US$77,8 miliar, turun 21,1% dari tahun 2008.

Di dalam negeri, stabilitas harga bahan pangan dan kecukupan pasokan

periode 2005-2009 sempat terkendala oleh berbagai gejolak seperti bencana

dan krisis pangan dunia. Harga bahan-bahan pangan mengalami kenaikan

yang fluktuatif, namun secara umum harga dan kecukupan pasokan bahan

pangan dapat dikendalikan. Hal tersebut tercermin dari relatif stabilnya

tingkat inflasi nasional. Secara umum, angka inflasi berada pada kisaran yang

fluktuatif dengan tingkat tertinggi pada tahun 2005 sebesar 17,11% dan tahun

2008 sebesar 11,06%.

1) Harga Relatif Ekspor

Harga komoditas internasional secara langsung mempengaruhi besar

dari nilai ekspor nasional. Peningkatan harga internasional akan

menyebabkan peningkatan nilai ekspor.

Tahun 2005 harga-harga komoditas dunia cenderung mengalami

penurunan. Hal ini disebabkan perlambatan ekonomi dunia, dengan

tekanan inflasi akibat naiknya harga minyak menyebabkan otoritas

moneter di berbagai negara melakukan pengetatan moneter. Di tahun

2006, harga-harga komoditas mulai meningkat. Secara keseluruhan, indeks

harga komoditas meningkat 21,9%. Kenaikan harga tertinggi, yaitu pada

komoditas-komoditas logam dasar, dengan RRT merupakan konsumen

utama. Komoditas pertanian juga menunjukkan kenaikan yang cukup

tinggi.

Tingkat inflasi 2005-2009 relatif terkendali, walaupun terdapat berbagai gejolak, dengan tingkat inflasi tertinggi pada tahun 2005 (17,11%)

Perlambatan ekonomi dunia tahun 2005 mendorong penurunan harga-harga komoditas dunia

03 Akuntabilitas Kinerja

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 44

Namun mulai 2007 dan berlanjut di semester-I 2008, terjadi lonjakan

harga komoditas yang disebabkan oleh peningkatan permintaan terutama

dari negara-negara besar seperti RRT dan India. Kenaikan harga CPO,

gandum, jagung, dan kedelai sebesar dua kali lipat menyebabkan kenaikan

harga pangan di seluruh dunia, sehingga banyak sorotan kebijakan maupun

pembahasan global yang terpusat kepada kecukupan pangan dan energi

dengan harga yang terjangkau.

Pada kuartal terakhir 2008 sampai dengan pertengahan 2009, yang

terjadi adalah sebaliknya. Krisis keuangan global dan anjloknya

pertumbuhan ekonomi global menyebabkan harga minyak dan komoditas

mengalami penurunan yang tajam. Namun demikian kondisi saat ini

tampaknya sudah relatif stabil dan ada kecenderungan meningkat.

Gambar 7. Nilai Tukar Efektif Riil Tahun 2004-2009

Sumber: BIS, September 2009

Sementara itu, terkait dengan harga relatif ekspor, dibandingkan

dengan negara Asia lainnya seperti RRT, Thailand, dan Malaysia, nilai tukar

90

95

100

105

110

115

120

125

130

01 03 05 07 09 11 01 03 05 07 09 11 01 03 05 07 09 11 01 03 05 07 09 11 01 03 05 07 09 11 01 03 05 07

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Indonesia

Malaysia

Thailand

2005 = 100

RRT

03 Akuntabilitas Kinerja

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 45

efektif riil (REER) Rupiah tergolong paling fluktuatif (Gambar 7). Nilai tukar

efektif riil atau Real Effective Exchange Rate (REER) merupakan indikasi

daya saing produk ekspor suatu negara dan merupakan harga relatif

produk ekspor terhadap negara lain. Semakin besar nilai REER, maka nilai

tukar semakin terapreasiasi, sebaliknya semakin kecil nilai REER, nilai tukar

semakin terdepresiasi.

Pada tahun 2005 dan 2008, daya saing produk ekspor Indonesia

cukup tinggi. Bahkan pada September 2005, daya saing Indonesia

merupakan yang terbaik dengan indeks REER 93,8 diantara empat negara

Asia yang ditunjukkan pada gambar di atas. Hal yang sama juga terjadi

pada periode November 2008 sampai Maret 2009.

2) Perkembangan Laju Inflasi

Tantangan untuk menjamin pasokan dan stabilisasi bahan pokok

tidak terlepas dari fluktuasi harga internasional seperti yang terjadi di akhir

2007 dan menjelang 2008, serta kondisi produksi dan konsumsi dalam

negeri.

Gambar 8. Tingkat Inflasi Nasional Tahun 2005-2009

Sumber : BPS, 2009

Nilai tukar efektif riil Rupiah tergolong paling fluktuatif disbanding negara Asia lainnya

03 Akuntabilitas Kinerja

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 46

Salah satu indikator pencapaian stabilisasi harga adalah dengan melihat

tingkat inflasi pada periode tertentu. Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah

mentargetkan tingkat inflasi rata-rata antara tahun 2005−2009 sebesar 3-7%.

Secara umum, selama kurun waktu 2005−2009, angka inflasi berada pada

kisaran yang fluktuatif dengan tingkat tertinggi pada tahun 2005 sebesar 17,11%

dan tahun 2008 sebesar 11,06%. Inflasi bahan pangan cenderung tinggi, namun

andil inflasi bahan pangan relatif stabil pada 2005−2009, yaitu berturut-turut

3,3%, 3,1%, 2,8%, 3,5, dan 3,88%. Dari Gambar 9 terlihat bahwa tingginya inflasi

pada tahun 2005 dan 2008 bukan disebabkan oleh kenaikan harga bahan

pangan, terkecuali tahun 2009 harga bahan pangan sedikit melampaui inflasi

rata-rata nasional.

Gambar 9. Tingkat Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang Tahun 2005-2009

Keterangan: *) s.d Semester 1 Sumber : BPS (diolah)

Jika dilihat berdasarkan kelompok barang, tingginya tingkat inflasi

yang terjadi pada tahun 2005 terutama disebabkan oleh inflasi kelompok

transportasi (44,75%) karena kenaikan harga BBM sebanyak dua kali pada

2005 2006 2007 2008 2009*)

Bahan Makanan 13.91 12.94 11.26 16.35 2.10

Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau 13.71 6.36 6.41 12.53 4.67

Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar 13.94 4.83 4.88 10.92 0.97

Sandang 6.92 6.84 8.42 7.33 2.30

Kesehatan 6.13 5.87 4.31 7.96 2.98

Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 8.24 8.13 8.83 6.66 2.94

Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan 44.75 1.02 1.25 7.49 -4.10

Indeks Umum 17.11 6.60 6.59 11.06 1.22

-10.00

0.00

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00(%)

BahanMakanan

Perumahan, Air, listrik, Gas, dan Bahan Bakar

Makanan Jadi, Minuman, Rokok, &

Tembakau

Sandang

Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga

Kesehatan

Transpor, Komunikasi, & Jasa Keuangan

Indeks Umum

03 Akuntabilitas Kinerja

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 47

bulan Maret sebesar 32,5% dan bulan Oktober sebesar 87,5%. Sementara

itu, tingkat inflasi yang kembali tinggi pada tahun 2008 disebabkan oleh

inflasi kelompok bahan makanan (16,35%), makanan jadi (12,53%), dan

perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar (10,92%) karena kenaikan

BBM pada bulan Mei sebesar 33,33% dan terjadi gejolak harga pangan di

pasar internasional.

3) Tenaga Kerja Sektor Perdagangan

Pentingnya peran sektor perdagangan terlihat dari banyaknya tenaga

kerja di sektor ini. Jumlah tenaga kerja sektor perdagangan pada tahun

2009 sebanyak 17,5 juta jiwa, nomor dua setelah sektor pertanian. Jumlah

tersebut meningkat 1,74 persen dari tahun sebelumnya.

Upaya Kementerian Perdagangan untuk mengembangkan

perdagangan dalam negeri dan luar negeri dinilai efektif dalam

menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat termasuk bagi usaha

kecil dan menengah. Sementara itu, tenaga kerja di bidang perdagangan

lebih didominasi pada perdagangan eceran di pertokoan, warung,

eceran tradisional, eceran modern, kecuali mobil dan motor. Dengan

peningkatan sinergi dan koordinasi, maka 70% tenaga kerja sektor

perdagangan yang terisi oleh usaha informal dapat ditingkatkan

statusnya. Selain itu, integrasi strategis dengan segmen komunitas

ekonomi kreatif diyakini akan membuka peluang kesempatan kerja yang

signifikan.

Selain itu, fakta bahwa masyarakat Indonesia yang dikenal kreatif,

serta ide dan kreativitas merupakan sumber daya utama 14 sub sektor

Industri Kreatif, menyebabkan industri kreatif berpotensi menjadi salah

satu penggerak perekonomian Indonesia. Selain itu juga, sebagian

pelaku Industri Kreatif adalah sektor UMKM dan industri kreatif mampu

menyerap jumlah tenaga kerja yang cukup besar dimana rata-rata

tenaga kerja di sektor industri kreatif 2002-2008 mencapai 7,3 juta

Andil inflasi terbesar tahun 2005 bersumber pada kelompok transportasi (44,75%), sementara inflasi tahun 2008 terbesar pada kelompok bahan makanan (16,35%)

Tenaga kerja bidang perdagangan didominasi perdagangan eceran di pertokoan

03 Akuntabilitas Kinerja

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 48

pekerja. Sehubungan dengan itu, ekonomi kreatif berpotensi dalam

menjawab tantangan pembangunan Millennium Development Goals

(MDGs) dalam penanggulangan kemiskinan dan pengangguran.

Tabel 4. Jumlah Tenaga Kerja Menurut Lapangan Usaha Sub Sektor Perdagangan Tahun 2005-2009

Lapangan Usaha*

Tahun

2005 2006 2007 2008 2009**

50 1.149.123 1.264.661 637.151 576.360 584.006

51 769.406 722.709 894.411 972.970 1.000.627

52 14.776.610 15.256.481 14.956.336 15.562.337 15.827.282

53 27.740 74.139 20.293 21.575 24.978

54 25.131 65.193 23.296 19.848 12.546

Jumlah 16.748.010 17.383.183 16.531.487 17.153.090 17.449.439

*) Keterangan: 50 : Penjualan Mobil dan Sepeda Motor, penjualan eceran bahan bakar kendaraan. 51 : Perdagangan besar dalam negeri kecuali perdagangan mobil dan sepeda motor selain ekspor dan impor. 52 : Perdagangan eceran kecuali mobil dan motor. 53 : Perdagangan ekspor kecuali perdagangan mobil dan sepeda motor. 54 : Perdagangan impor kecuali perdagangan mobil dan sepeda motor. **) Sampai dengan bulan Pebruari Sumber: BPS, (diolah)

Tren positif ditunjukkan pada lapangan usaha “51” dan “52”.

Lapangan usaha “51” mencapai peningkatan 6,79% dari tahun 2005 sampai

dengan 2009. Hal tersebut mengindikasikan bahwa terdapat peningkatan

proporsi perdagangan besar dalam negeri dan menunjukkan bahwa

perekonomian domestik menjadi daya tarik tersendiri bagi pengusaha

lokal. Demikian halnya dengan lapangan usaha “52” yang tumbuh relatif

lebih rendah dibandingkan lapangan usaha “52”, yaitu sebesar 1,73%.

Namun demikian, secara kuantitatif absolut, jumlah tenaga kerja pada

lapangan usaha tersebut hampir menyentuh angka 15 juta tenaga kerja.

Relatif stabilnya perekonomian domestik berdampak pada peningkatan

lapangan kerja. Walaupun jumlah tenaga kerja pada lapangan usaha “52”

tersebut hanya tumbuh 1,70% dibandingkan tahun 2008, namun apabila

dilihat kondisi perekonomian dunia yang menerapkan kebijakan kontraksi

Jumlah tenaga kerja pada perdagangan eceran cenderung meningkat dengan kisaran pada 15 juta tenaga kerja

03 Akuntabilitas Kinerja

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 49

dengan pengurangan tenaga kerja, kondisi di Indonesia perlu diberikan

apresiasi.

Hal sebaliknya ditunjukkan oleh lapangan usaha “50” dan “54”,

dengan tren menurun sebesar 15,57% dan 15,94% (Tabel 4). Tekanan

perekonomian global ‘memaksa’ konsumen untuk mengurangi belanja

produk-produk dengan harga yang relatif tinggi, misalnya mobil dan motor.

Meski tetap bertumbuh (bila dibandingkan dengan tahun 2008) namun

telah terjadi penurunan jumlah tenaga kerja yang cukup signifikan bila

dibandingkan tahun 2005. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh lapangan

usaha “54”. Gerakan cinta produk Indonesia dan kebijakan pemerintah

untuk tetap mengendalikan impor (khususnya impor barang konsumsi)

relatif berdampak pada pengurangan transaksi perdagangan impor. Kondisi

tersebut kemudian memberikan pengaruh pada jumlah tenaga kerja pada

lapangan usaha tersebut. Bahkan apabila dibandingkan dengan tahun

sebelumnya, jumlah tenaga kerja mengalami penurunan pertumbuhan

sebesar 36,79%.

4) Perkembangan Investasi Sektor Perdagangan

Perkembangan realisasi investasi sektor perdagangan pada periode

2005−2009 menunjukkan peningkatan yang signifikan setiap tahunnya.

Tren pertumbuhan rata-rata per tahun nilai realisasi Penanaman Modal

Dalam Negeri (PMDN) selama periode 2005−2009 mencapai 99,02%,

sementara tren pertumbuhan rata-rata nilai realisasi Penanaman Modal

Asing (PMA) adalah sebesar 16,48%. Peningkatan ini disebabkan oleh

adanya berbagai macam deregulasi peraturan perdagangan yang ada,

ditunjang pula oleh implementasi UU No. 25 tahun 2007 dan peraturan-

peraturan pendukung lainnya.

Tahun 2009, nilai realisasi investasi PMDN di sektor perdagangan

meningkat hampir tiga kali bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya,

dengan nilai mencapai Rp 1.441,9 milyar (Gambar 10). Hal tersebut

mengindikasikan semakin membaiknya iklim investasi sektor perdagangan.

Deregulasi peraturan perdagangan mampu meningkatkan minat investasi PMA dan PMDN

Nilai investasi PMDN sektor perdagangan tahun 2009 mencapai Rp 1,44 trilyun

Kelesuan perdagangan mobil dan motor juga mendorong pada penurunan jumlah tenaga kerja pada lapangan usaha tersebut

03 Akuntabilitas Kinerja

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 50

Apabila dilihat perkembangannya dari tahun 2005, perkembangan realisasi

investasi PMDN sektor perdagangan mengalami peningkatan yang sangat

signifikan dengan tren hampir seratus persen. Salah satu program prioritas

Kementerian Perdagangan yaitu Peningkatan Investasi, secara langsung

maupun tidak langsung telah menstimulasi kinerja investasi di dalam

negeri. Selain itu, implementasi UU Penanaman Modal juga memberikan

pengaruh pada peningkatan investasi sektor perdagangan. Demikian

halnya dengan sub sektor hotel dan restoran dengan peningkatan tren

pertumbuhan sebesar 7,35%. Suasana kondusif politik nasional turut

member andil dalam peningkatan kepercayaan pada dunia pariwisata,

terutama perhotelan dan restoran. Pertumbuhan sub sektor tersebut juga

meningkat hampir lima puluh persen.

Gambar 10. Perkembangan Investasi PMDN Sektor Perdagangan Tahun 2005-2009

Sumber: BKPM.

Sementara itu, perkembangan realisasi investasi PMA sektor

perdagangan tahun 2009 juga mengalami peningkatan dari tahun

sebelumnya sebesar 84,07% (Gambar 11) dengan nilai sebesar US$ 706,1

juta. Peningkatan tersebut juga menunjukkan mulai efektifnya dampak

implementasi UU Penanaman Modal yang ternyata disambut positif oleh

kalangan pengusaha asing yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia.

Hal tersebut juga ditunjang oleh meningkatnya tren PMA sektor

UU Penanaman Modal disambut positif kalangan investor luar negeri, ditandai dengan meningkatnya investasi PMA tahun 2009 dibanding tahun sebelumnya

03 Akuntabilitas Kinerja

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 51

perdagangan dari tahun 2005 sebesar 16,48%. Apabila dilihat dari jumlah

izin tetap yang dikeluarkan, sebanyak 424 izin tetap dikeluarkan pada

tahun 2009, meningkat dari tahun sebelumnya yang mencapai 375 buah.

Sejalan dengan sasaran Kementerian Perdagangan yang ingin

meningkatkan pelayanan prima kepada dunia usaha, upaya perbaikan terus

ditingkatkan terutama terkait dengan perbaikan iklim investasi dan dunia

usaha di Indonesia.

Gambar 11. Perkembangan Investasi PMA Sektor Perdagangan Tahun 2005-2009

Sumber: BKPM.

Dalam hal perbaikan iklim usaha, peringkat Indonesia pada Index

Ease of Doing Business Bank Dunia mengalami perbaikan, khususnya pada

aspek memulai usaha (Starting Business) dan Trading Across Border.

Berdasarkan hasil survei Bank Dunia tersebut, pada tahun 2006 sampai

dengan tahun 2009, posisi kemudahan berusaha di Indonesia dari tahun ke

tahun diantara 151 negara yang diteliti menunjukkan perbaikan, yaitu dari

peringkat ke-133 pada tahun 2006 menjadi peringkat ke-122 pada tahun

2009.

Selain itu, Indonesia juga dapat menekan jumlah hari untuk memulai

bisnis dari 105 hari pada tahun 2008 menjadi 76 hari pada tahun 2009.

Biaya yang harus dikeluarkan pengusaha untuk memulai usaha di Indonesia

pun semakin rendah, yaitu dari 80% pendapatan per kapita (tahun 2008)

Nilai investasi PMA sektor perdagangan tahun 2009 mencapai US$ 706,1 juta

Peringkat Doing Business Indonesia tahun 2009 meningkat dari sisi permulaan usaha dan perdagangan lintas negara

03 Akuntabilitas Kinerja

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 52

menjadi 77,9% pendapatan per kapita di tahun 2009, atau menurun 2,62%.

Sementara dalam hal perdagangan internasional, Indonesia dapat

menyederhanakan jumlah dokumen yang dibutuhkan dan waktu

pengurusan dokumen ekspor-impor, yaitu dokumen ekspor dari 7 menjadi

5 dokumen, sehingga dapat memangkas waktu ekspor dari 25 hari menjadi

21 hari. Sedangkan, dokumen impor dari 9 menjadi 5 dokumen sehingga

dapat memangkas waktu impor dari 30 hari menjadi 27 hari.

B. Pengukuran Indikator Kinerja Utama

Sebagai pelaksanaan dari Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan

Aparatur Negara Nomor PER/09/M.PAN/05/2007 tentang Pedoman Umum

Penetapan Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Instansi Pemerintah,

maka Kementerian Perdagangan telah menetapkan Indikator Kinerja

Utama (IKU) di lingkungan Kementerian Perdagangan.

Indikator kinerja utama di lingkungan Kementerian Perdagangan

disusun dengan mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional, Rencana Strategis Kementerian Perdagangan tahun 2004-2009,

serta dengan mengakomodasikan keinginan stakeholder.

Indikator kinerja utama yang dirumuskan memang masih jauh,

namun diharapkan telah memberikan gambaran kepada berbagai pihak

yang berkepentingan tentang hasil-hasil yang akan diwujudkan oleh

Kementerian Perdagangan. Adapun capaian indikator kinerja utama

Kementerian Perdagangan tahun 2009 dapat dirinci sebagai berikut:

No Indikator Kinerja Utama

Satuan Target Realisasi Capaian (%)

Ref. Sasaran

1 Jumlah kebijakan dan peraturan bidang perdagangan yang mendukung iklim usaha

Permendag, Kepmendag,

SE

37 69 186,5

Sasaran 1

03 Akuntabilitas Kinerja

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 53

No Indikator Kinerja Utama

Satuan Target Realisasi Capaian (%)

Ref. Sasaran

2 Prosentase pelayanan perijinan yang dapat diselesaikan sesuai standar

Persen 90% 90% 100 Sasaran 1

3 Prosentase pemerintah daerah yang melaksanakan kebijakan bidang perdagangan

Persen 100 100 100 Sasaran 1

4 Prosentase kontribusi sektor perdagangan terhadap PDB

Persen 15 13,4 89,33 Sasaran 2

5 Prosentase peningkatan ekspor non migas

Persen 5,5 - 8,7 -9,66 -111,03 Sasaran 2

6 Diversifikasi negara tujuan ekspor

Negara non tradisional

200 200 100 Sasaran 3

7 Jumlah kesepakatan yang dicapai dalam forum kerjasama perdagangan internasional

MoU

Agreement

Ratifikasi

MRA

4

6

3

4

4

6

3

4

100 Sasaran 4

8 Rasio penanganan kasus remedi perdagangan

Persen Kasus yang dihentikan/Kasus yang masih ditangani:

4/10 kasus

Kasus yang dihentikan /Kasus yang masih ditangani:

4/35 kasus

114,29 Sasaran 5

9 Inflasi bahan pangan

Persen 3,5 3,88 110,85 Sasaran 6

10 Tingkat ketersediaan bahan kebutuhan pokok nasional

Persen 100 98 98 Sasaran 6

03 Akuntabilitas Kinerja

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 54

No Indikator Kinerja Utama

Satuan Target Realisasi Capaian (%)

Ref. Sasaran

11 Prosentase pengaduan perlindungan konsumen yang berhasil diselesaikan

Persen 100 100 100 Sasaran 7

12 Volume transaksi dalam pasar komoditi

Lot (PBK) Rp (SRG) Rp (PL)

4,4 juta 550 juta

1,7 trilyun

4,4 juta 553 juta

1,6 trilyun

100 104 97

Sasaran 8

13 Status opini instansi BPK terhadap Laporan Keuangan Kementerian

Status WDP WDP 100 Sasaran 1

Dari capaian indikator kinerja utama tersebut, tampak bahwa hampir

semua indikator kinerja Kementerian Perdagangan telah berhasil mencapai

kinerja sesuai yang ditargetkan pada awal tahun, maupun yang telah

ditetapkan dalam Renstra. Dalam perumusan kebijakan, Kementerian

Perdagangan telah berusaha mengantisipasi perubahan konstelasi ekonomi

dunia akibat krisis akhir tahun 2008 dengan mengeluarkan kebijakan-

kebijakan yang mendukung iklim usaha yang kondusif. Bahkan jumlah

kebijakan yang diterbitkan melebihi target yang ditetapkan. Salah satu

implementasi kebijakan tersebut adalah dengan menyederhanakan

prosedur perijinan bidang perdagangan luar negeri dan perdagangan dalam

negeri. Capaian lain juga diperlihatkan dari tercapainya target rasio

penanganan kasus remedi perdagangan dimana Kementerian Perdagangan

memegang peranan penting dalam membela kepentingan industri

nasional.

Hal sebaliknya, penurunan kinerja sektor perdagangan juga

diperlihatkan dari tidak tercapainya target prosentase kontribusi

perdagangan terhadap PDB disertai dengan anjloknya pertumbuhan ekspor

nonmigas. Salah satu tantangan dan kendalanya adalah terjadinya

kontraksi dunia yang memberikan pengaruh besar pada penurunan kinerja

03 Akuntabilitas Kinerja

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 55

perdagangan dalam perekonomian nasional. Kemudian, untuk menopang

kinerja perekonomian nasional di saat krisis, Kementerian Perdagangan

mengoptimalkan strategi penguatan perdagangan dalam negeri. Hal

tersebut ditunjukkan dengan relatif stabilnya inflasi bahan pangan dan

ketersediaan bahan kebutuhan pokok, dengan capaian sekitar 100% dari

target yang ditetapkan.

Optimisme yang tinggi dan didukung oleh keinginan kuat Pemerintah

untuk memperbaiki kondisi ekonomi biaya tinggi, infrastruktur dan

penyederhanaan prosedur-prosedur birokrasi. Melalui kerja keras dan

konsistensi kebijakan, diharapkan visi untuk mewujudkan bangsa yang

berdaya saing dapat tercapai dan menuju kemakmuran rakyat.

C. Evaluasi dan Analisis Akuntabilitas Kinerja

Evaluasi dan analisis akuntabilitas menjabarkan hasil evaluasi capaian

indikator-indikator kinerja Kementerian menurut sasaran yang tertuang

dalam Rencana Strategis. Namun, dari berbagai indikator pencapaian

sasaran, terdapat beberapa indikator kinerja utama yang memang menjadi

core dari pencapaian sasaran Kementerian.

Capaian IKU dijabarkan dalam sub bab sebelumnya untuk lebih

menggambarkan secara umum capaian sasaran Rencana Strategis. Namun

demikian, evaluasi dari capaian sasaran Kementerian pun akan dijabarkan

secara lebih terinci dan tergambar perkembangannya bila dibandingkan

dengan tahun-tahun sebelumnya. Sehingga terlihat keterkaitan antara capaian

sasaran yang tergambar dalam IKU dan indikator pencapaian sasaran.

Metodologi pengukuran pencapaian dalam indikator kinerja secara

umum digunakan rumus pada sub bab sebelumnya. Adapun Evaluasi dan

analisis secara rinci dari masing-masing sasaran, digambarkan dan

diuraikan sebagai berikut:

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 1

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 56

Sasaran 1 Meningkatnya pelayanan prima kepada dunia usaha melalui

penyederhanaan prosedur, transparansi kebijakan dan

penerapan teknologi informasi serta meningkatnya peran

lembaga, sarana dan instrumen perdagangan

alam sasaran-1, Kementerian Perdagangan mengacu pada

pencapaian kinerja berdasarkan lima kategori pencapaian sasaran,

yaitu: penyederhanaan prosedur, transparansi kebijakan, penerapan

teknologi informasi, dan peran lembaga, sarana dan instrumen

perdagangan. Untuk mencapai sasaran tersebut, indikator kinerjanya

adalah sebagai berikut:

No Indikator Kinerja Satuan Target Realisasi Capaian

(%)

1 Prosentase pelayanan perijinan yang dapat diselesaikan sesuai standar

Persen 90% 90% 100

2 Jumlah UU tentang Perdagangan dan UU tentang KEK

UU 2 UU 1 UU 50

3 Jumlah kebijakan dan peraturan bidang perdagangan yang mendukung iklim usaha

Permendag, Kepmendag,

SE

37 69 186,5

4 Jumlah penerbitan ijin usaha dan persetujuan lembaga di bidang PBK dan SRG

Ijin usaha

persetujuan

500

5

722

7

144,4

140

5 Prosentase pemerintah daerah yang melaksanakan kebijakan bidang perdagangan

Persen 100 100 100

D

“ „

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 1

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 57

No Indikator Kinerja Satuan Target Realisasi Capaian

(%)

6 Banyaknya data yang sudah masuk kedalam e-file

Jenis 34 34 100

- Sistem pengarsipan elektronik SKA

IPSKA 10 8 80

- Pengelolaan dokumen NPIK secara elektronik

Sistem 1 1 100

- Sistem pengolahan dokumen SPB & NRP secara elektronik

Sistem 2 2 100

7 Jenis data berbasis web

Jenis 8 8 100

8 Jumlah pengunjung website

Orang 6.300 7.080 112,38

9 Status opini instansi BPK terhadap Laporan Keuangan Kementerian

Status WDP WDP 100

10 Jumlah penanganan perkara yang dilakukan terhadap setiap dugaan pelanggaran UU No. 5/1999

Perkara:

- perubahan monitoring

- putusan final

15

5

10

11

0

11

73,3

Ket: Cetak tebal merupakan IKU

Sasaran Rencana Strategis pertama (atau elemen pertama dari sasaran

Renstra) yang harus dicapai oleh Kementerian Perdagangan adalah dalam

rangka mencapai peningkatan pelayanan prima kepada dunia usaha melalui

penyederhanaan prosedur, transparansi kebijakan dan penerapan teknologi

informasi serta meningkatnya peran lembaga, sarana dan instrumen

perdagangan. Pelaksanaan kegiatan (kinerja) untuk mencapai sasaran

Renstra ini menyebar ke berbagai unit organisasi Kementerian Perdagangan.

Penyederhanaan prosedur

1. Pelayanan perijinan ekspor dan impor

Terkait dengan perijinan, selama kurun waktu tahun 2009,

Kementerian Perdagangan telah mentargetkan prosentase pelayanan

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 1

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 58

perijinan yang dapat diselesaikan sesuai standar adalah 90%. Terdapat

beberapa pelayanan perijinan yang penerbitannya masih melebihi standar

waktu yang ditetapkan (max. 5 hari kerja). Hal tersebut disebabkan

beberapa hal, di antaranya adalah proses kelengkapan dokumen

administrasi saat proses perijinan berlangsung (ketidaklengkapan dokumen

yang disampaikan atau verifikasi data tidak cocok), dan tingginya beban

penyelesaian ijin tertentu yang harus diproses. Beberapa perijinan tersebut

antara lain: Nomor Pengenal Importir Khusus (NPIK) Elektronika, NPIK

Tekstil dan Produk Tekstil, Persetujuan Impor (PI) Barang Modal Bukan

Baru-Pemakai Langsung, Importir Terdaftar (IT) Produk Tertentu-

Elektronika, Importir Produsen (IP) Besi atau Baja, STP Keagenan/

Distributor dan SIUP 3A.5

a. Bidang perdagangan luar negeri

Kualitas pelayanan perijinan menjadi perhatian Kementerian.

Sehubungan dengan hal tersebut, telah dibangun sistem perijinan secara

elektronik (e-licensing) yang disebut dengan nama “INATRADE” dan telah

beroperasi sejak tanggal 17 Desember 2008, bersamaan dengan

peluncuran National Single Window (NSW) tahap pertama. Pembangunan

sistem perijinan e-licensing dimaksud sejalan dengan Inpres Nomor 5 tahun

2008 tentang Fokus Program Ekonomi Tahun 2008-2009, serta ketentuan

Pasal (16) Perpres Nomor 10 tahun 2008 tentang Penggunaan Sistem

Elektronik Dalam Kerangka National Single Window (NSW).

Melalui e-licensing, sebanyak 108 perijinan (78 jenis perijinan impor

dan 30 jenis perijinan ekspor). Sebanyak 34 jenis perijinan impor termasuk

pengiriman Surat Pendaftaran Barang (SPB) dimana permohonannya telah

dapat dilakukan secara elektronik dan sudah dapat disampaikan ke Ditjen

Bea dan Cukai, untuk selanjutnya diteruskan ke portal NSW. Melalui

pelayanan sistem INATRADE juga, khususnya perijinan impor 102

5 Lihat Tabel 5 dan Tabel 9, daftar perijinan impor dan perijinan bidang

perdagangan dalam negeri.

INATRADE merupakan upaya Kementerian Perdagangan untuk meningkatkan pelayanan terhadap dunia usaha

108 perijinan ekspor dan impor sudah dapat diselesaikan melalui e-licensing dan diintegrasikan ke NSW

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 1

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 59

perusahaan bagi Importir Jalur Prioritas (IJP) telah dapat mengakses sistem

INATRADE dan secara bertahap akan dapat digunakan untuk melayani

seluruh importir.

Menteri Keuangan RI selaku Ketua Tim Persiapan National Single Window (NSW) didampingi Menteri Perdagangan, Menteri Perhubungan, Menkominfo, Kepala Badan

POM, Wakil Sekretaris Kabinet dan Gubernur Jawa Timur pada peluncuran Implementasi Tahap IV Sistem NSW di Surabaya, tanggal 29 Juli 2009

Permohonan perijinan melalui sistem INATRADE telah dapat

diselesaikan dengan rata-rata waktu penyelesaian selama 1 hari kerja.

Sedangkan waktu penyelesaian perijinan melalui Unit Pelayanan

Perijinan (UPP) telah dapat diselesaikan dalam waktu 5 hari kerja.

Sebelumnya, berdasarkan Surat Keputusan, rata-rata waktu yang

dibutuhkan untuk menyelesaikan perijinan adalah 7 s.d 15 hari kerja (SK

19/2005 menyebutkan 15 hari kerja dan SK 230/1997 menyebutkan 7

hari kerja).

Untuk mempercepat proses customs clearance, sisa perijinan impor

yang diproses secara manual (45 jenis perijinan impor) telah dikirim ke

portal NSW melalui webservice INATRADE. Dengan demikian seluruh

Melalui Inatrade, penyelesaian perijinan tertentu dapat diselesaikan 1 hari

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 1

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 60

perijinan impor (78 perijinan) telah dikirim secara mandatori ke portal NSW

secara elektronik untuk customs clearance.

Selain itu, diinformasikan pula bahwa implementasi NSW-Ekspor

telah dilakukan ujicoba konsep dan sistem dengan dummy data di sistem

NSW. Kementerian Perdagangan akan mengirimkan data yang ada pada

Unit Pelayanan Perdagangan (UPP) Luar Negeri untuk dikirimkan ke NSW

melalui INATRADE (data perijinan ekspor yang masih berlaku).

Implementasi NSW Ekspor sendiri menunggu keberhasilan ujicoba dummy

data, dikarenakan sensitifitas proses ekspor yang harus melalui proses

‘time critical’. Apabila terjadi gangguan layanan ekspor karena

terhambatnya proses perijinan ekspor, dikhawatirkan akan menimbulkan

gangguan proses ekspor nasional.

Guna mendukung keberhasilan implementasi sistem INATRADE, pada

tahun 2008 telah dilakukan kegiatan bimbingan teknis INATRADE untuk

pelaku usaha dan pejabat terkait di daerah. Hal tersebut dilakukan dengan

tujuan agar pelaku usaha dapat terhindar dari kendala operasional,

sehingga pemanfaatan sistem Inatrade dapat optimal.

Sementara itu, dalam rangka uji coba NSW ekspor di pelabuhan

Tanjung Perak, maka perijinan ekspor yang telah dikirimkan ke portal NSW

sudah mencakup 5 perizinan, yaitu: Eksportir Terdaftar Rotan (ETR);

Persetujuan Ekspor Rotan, Laporan Surveyor (LS) Ekspor Rotan,

Persetujuan Ekspor Migas dan Persetujuan Ekspor Skrap Logam.

Perkembangan lain adalah Laporan Surveyor (LS) dan Certificate of

Inspection (COI) yang diterbitkan oleh Surveyor Indonesia dan PT.

Sucofindo juga telah dikirimkan ke portal NSW dalam rangka mempercepat

proses customs clearance. Selain itu, perijinan impor secara elektronik yang

semula hanya dapat dilakukan oleh Importir Jalur Prioritas (97 dari 102

perusahaan) saat ini sudah dapat diakses oleh importir Mitra Utama (MITA)

non prioritas yang berjumlah 46 perusahaan.

Sistem perijinan e-licensing diharapkan mampu mencegah terhambatnya proses “time-critical” ekspor-impor

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 1

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 61

Ke-tujuh-puluh-delapan jenis perijinan impor yang terdiri dari 33 jenis

perijinan impor dan SPB yang sudah dapat dilayani secara on-line (nomor 1

sampai dengan 33) dan 45 jenis perijinan lainnya yang sudah dapat dikirim

melalui web service sistem INATRADE ke Ditjen Bea Cukai melalui Portal

NSW adalah sebagaimana tabel berikut:

Tabel 5. Daftar Perijinan Impor

No. Nama Perijinan Impor No. Nama Perijinan Impor

1 PI Tabung Gas 3 KG 40 PI Tidak Re-Ekspor Barang Ex-Impor Sementara

2 PI Cengkeh 41 PI Impor Tanpa API dan NPIK

3 PI Cakram Optik Isi atau kosong 42 PI Impor Tanpa NPIK

4 PI Mesin Multi Fungsi dan Printer Berwarna

43 PI Beras

5 PI Sakarin 44 PI Gula Kristal Putih

6 PI Pupuk Bersubsidi 45 PI Cakram Optik Mesin dan Peralatan Mesin

7 IP Garam Non Iodisasi 46 PI Cakram Optik Polycarbonat

8 IP Plastik 47 PI Minyak dan Gas Bumi

9 IP Bahan Berbahaya (B2) 48 PI Minuman Beralkohol

10 IP BPO Metil Bromida 49 IP Nitrocellulose

11 IP BPO Non Metil Bromida 50 IP Prekursor Non Farmasi

12 IP Limbah Non B3 51 IT Besi atau Baja

13 IP PCMX 52 IT Produk Tertentu - Alas Kaki

14 IT Cakram Optik 53 IT Produk Tertentu – Elektronika

15 PI Garam Industri 54 IT Produk Tertentu – Mainan Anak-Anak

16 PI Intan Kasar 55 IT Produk Tertentu - Pakaian Jadi

17 PI Siklamat 56 IT Produk Tertentu – Produk Makanan dan Minuman

18 PI Bahan Berbahaya (B2) 57 IT Gula Kristal Putih

19 PI LPG 58 IT Non Cakram Optik

20 PI LPG & Tabung Gas 3 KG 59 IT Mesin Multifungsi dan Printer Berwarna

21 IP Gula - Kristal Rafinasi 60 PI Bahan Peledak Industri

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 1

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 62

No. Nama Perijinan Impor No. Nama Perijinan Impor

22 IP Pelumas 61 PI BPO Non Metil Bromida

23 IP Tekstil 62 PI BPO Metil Bromida

24 IP Etilena 63 PI Nitrocellulose

25 IP Garam Iodisasi 64 PI Prekursor Non Farmasi

26 NPIK Beras 65 PI Tanpa API

27 NPIK Elektronika 66 IP Besi Atau Baja

28 NPIK Gula 67 IP Besi Atau Baja K3S

29 NPIK Jagung 68 IP Beras

30 NPIK Kedelai 69 IP Gula - Kristal Mentah

31 NPIK Mainan Anak 70 IT Intan Kasar

32 NPIK Sepatu 71 IT Minuman Beralkohol

33 NPIK TPT 72 IT Sakarin dan Garamnya

34 PI Barang Hibah 73 IT Garam

35 PI Barang Modal Bukan Baru- Pemakai Langsung

74 IT Nitrocellulose

36 PI Barang Pindahan Duta Besar 75 IT Prekusor Non Farmasi

37 PI Barang Sementara 76 IT BPO Non Metil Bromida

38 PI Barang Modal Bukan Baru- Rekondisi

77 IT Bahan Peledak Industri (Komersial)

39 PI Pemasukan Barang Kembali 78 Surat Pendaftaran Barang (SPB)

Pelayanan perijinan ekspor dan impor melalui UPP/INATRADE

berdasarkan Tabel 6 menunjukan perkembangan yang cukup baik. Sejak tahun

2007 sampai dengan akhir tahun 2009, perijinan ekspor dan impor yang dilayani

melalui UPP/INATRADE mengalami kenaikan setiap tahunnya. Perkembangan

ini sejalan dengan berbagai upaya yang telah dilakukan dalam mensukseskan

National Single Window dan ASEAN Single Window. Diharapkan dengan

diterbitkannya Permendag tersebut di atas, maka pada tahun 2010 seluruh

perijinan impor dapat diajukan secara online melalui website INATRADE dan

dapat diakses seluruh importir dengan terlebih dahulu harus memiliki password

dan user-name sesuai dengan aturan yang ditetapkan.

Seluruh perijinan impor dapat diakses seluruh importir melalui INATRADE secara online

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 1

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 63

Tabel 6. Perijinan yang Diterbitkan Melalui UPP/INATRADE Tahun 2007 s.d 2009

No Jenis Perizinan (Mar – Des) 2007

2008 2009

1 Nomor Pengenal Importir 3.508 3.832 3.170

2 Importir Terdaftar (IT) 160 1.448 4.338

3 Persetujuan Impor (PI) 2.334 3.784 3.597

4 Importir Produsen (IP) 1.354 1.583 2.955

5 API-K - 10 40

6 Pengecualian Persetujuan Impor

- - 30

7 Persetujuan Ekspor (PE) Produk Pertanian & Kehutanan

27 389 638

8 Eksportir Terdaftar (ET) Ekspor Produk Pertanian & Kehutanan

392 814 785

9 Perijinan Ekspor (PE) Produk Pertanian & Kehutanan Lainnya

- - 42

10 Persetujuan Ekspor (PE) Produk Industri & Pertambangan

385 454 439

11 Eksportir Terdaftar (ET) Ekspor Produk Industri & Pertambangan

24 38 17

12 Perijinan Ekspor (PE) Produk Industri & Pertambangan Lainnya

- 4 29

(Okt - Des)

13 Surat Pendaftaran Barang (SPB)

1.020 6.342 7.064

Total perijinan 9.204 18.698 23.144

Sementara itu, target waktu penyelesaian perizinan dan pendaftaran

melalui UPP sekitar 1-5 hari kerja dan pemenuhan Service Level Arrangement

atau janji layanan ditetapkan 8 jam penerbitan perijinan impor untuk Importir

Jalur Prioritas (IJP) adalah sangat tergantung kepada kelengkapan dari

keseluruhan syarat dan ketentuan yang disampaikan oleh pelaku usaha.

Terkait dengan Sistem Otomasi Penerbitan SKA atau SKA OnLine,

sudah dimulai sejak tahun 2006 di 23 IPSKA, dan pada tahun 2007

bertambah menjadi 28 IPSKA dari 85 IPSKA di seluruh Indonesia.

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 1

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 64

Sedangkan 57 Instansi Penerbit SKA (IPSKA) lainnya masih melakukan

penerbitan SKA secara Manual. Hingga saat ini, seluruh jenis SKA dapat

diterbitkan secara elektronik (otomasi) pada 28 IPSKA Otomasi.6

Perkembangan lainnya pada tahun 2009 adalah dibangunnya sarana

perekaman (recording) dan transfer data SKA di 57 IPSKA. Dengan sistem

tersebut, maka data penerbitan SKA di 57 IPSKA tersebut akan disampaikan

melalui jaringan publik (internet) ke Kementerian Perdagangan setiap hari

untuk melengkapi database SKA Nasional. Database nasional tersebut

untuk selanjutnya akan ditukarkan dengan data SKA antar negara ASEAN.

Dalam rangka mendukung pelaksanaan ASEAN Single Window, sejak

tanggal 1 Juli 2009 telah dilakukan pertukaran data CEPT Form D dengan

Malaysia. Total data CEPT FORM D yang telah dikirimkan ke portal NSW

melalui INATRADE adalah sebanyak 36.135 (per tanggal 12 Februari 2010)

dengan perincian sebagai berikut:

Tabel 7. Total Data CEPT Form D Terkirim ke Portal NSW Melalui INATRADE

No. Nama Negara Terkirim Proses Kirim Total

1 Brunei Darussalam 143 2 145

2 Cambodia 69 2 71

3 Laos 19 - 19

4 Malaysia 11.181 185 11.366

5 Myanmar 124 1 125

6 Philippines 6.076 132 6.208

7 Singapore 2.896 33 2.929

8 Thailand 8.571 148 8.719

9 Viet Nam 6.463 90 6.553

T o t a l 35.542 593 36.135

6 Lihat Lampiran 6, 10 besar komoditi berdasarkan jenis SKA yang penerbitannya

melalui sistem otomasi.

Integrasi data SKA dari seluruh IPSKA di daerah secara online ke website Kementerian Perdagangan

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 1

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 65

Adapun jumlah eksportir pengguna SKA yang diterbitkan secara

otomasi dan telah tersimpan dalam database untuk tahun 2007 adalah

sejumlah 9.771 eksportir, tahun 2008 sejumlah 11.710 eksportir,

sedangkan tahun 2009 (s.d bulan Juni 2009) sebanyak 3.073 eksportir.

Sedangkan produk ekspor yang menggunakan SKA Otomasi sebanyak 96

jenis produk (HS dua digit).

Selama tahun 2009, SKA Preferensi maupun Non Preferensi yang

diterbitkan secara otomasi sebesar 734.450 form dengan rekapitulasi

jumlah penerbitan SKA yang diterbitkan masing-masing IPSKA sampai

dengan tanggal 31 Desember 2009 adalah sebagai berikut:

Tabel 8. Rekapitulasi Jumlah Penerbitan SKA Tahun 2009

NO IPSKA T A H U N 2009

Total Jan-Mar Apr-Jun Jul-Sep Okt-Des

1 D.I. Yogyakarta 1.927 1.843 1.704 1.822 7.296

2 Jakarta Barat 10.479 10.510 9.464 10.072 40.525

3 Jakarta Pusat 13.558 13.848 12.415 14.458 54.279

4 Jakarta Selatan 2.282 2.448 2.243 2.183 9.156

5 Jakarta Timur 6.051 7.583 7.703 8.470 29.807

6 Jakarta Utara 4.731 5.274 4.471 4.181 18.657

7 Kab. Bandung 819 736 756 814 3.125

8 Kab. Bekasi 4.170 4.636 4.889 6.217 19.912

9 Kab. Bogor 2.422 2.643 2.678 2.813 10.556

10 Kab. Cirebon 2.283 2.254 1.773 1.879 8.189

11 Kab. Tangerang 1.480 2.594 3.259 4.682 12.015

12 Kbn. Cakung 4.803 3.984 4.068 4.135 16.990

13 Kbn. T. Priok 1.740 1.690 1.250 1.928 6.608

14 Kota Batam 285 325 281 362 1.253

15 Kota Surakarta 3.467 3.654 3.506 3.379 14.006

16 Otorita Batam 2.666 2.798 2.292 2.467 10.223

17 Prop. Bali 14.336 15.437 13.965 14.474 58.212

18 Prop. DKI Jakarta 30.739 32.557 33.048 32.735 129.079

19 Prop. Jabar 10.324 10.489 10.695 10.714 42.222

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 1

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 66

NO IPSKA T A H U N 2009

Total Jan-Mar Apr-Jun Jul-Sep Okt-Des

20 Prop. Jateng 18.589 18.948 17.925 18.154 73.616

21 Prop. Jatim 23.225 25.656 26.108 27.787 102.776

22 Prop. Kalsel 551 749 749 890 2.939

23 Prop. Kalitim 436 428 539 834 2.237

24 Prop. Lampung 3.128 4.507 4.853 4.179 16.667

25 Prop. Riau 1.517 2.070 2.113 1.811 7.511

26 Prop. Sulsel 849 1.001 1.099 1.108 4.057

27 Prop. Sumbar 879 961 996 715 3.551

28 Prop. Sumut 6.106 6.760 7.576 8.544 28.986

TOTAL 173.842 186.383 182.418 191.807 734.450

b. Pelayanan bidang perdagangan dalam negeri

Perijinan bidang perdagangan dalam negeri yang dilayani meliputi:

perizinan jasa surveyor, surat izin usaha penjualan langsung (Multilevel

Marketing), Surat Tanda Pendaftaran Waralaba Asing (STPWA), STP

Keagenan/Distributor, Surat Izin Usaha Perdagangan Perwakilan

Perusahaan Perdagangan Asing (SIUP P3A), SIUP Minuman Beralkohol, dan

beberapa perijinan lainnya (lihat Tabel 9).

UPP perdagangan dalam negeri memberikan layanan perizinan

dengan prinsip ”single entry dan single exit point” sehingga proses

perijinan khususnya perdagangan dalam negeri tidak lagi dilakukan secara

tatap muka antara pemohon dengan pejabat pemroses.

Waktu penyelesaian permohonan perijinan menjadi lebih singkat dan

tanpa dipungut biaya. Sebelumnya, penyelesaian perijinan memakan

waktu antara 5-15 hari kerja, tetapi dengan penerapan sistem ini, waktu

persetujuan permohonan perizinan menjadi sekitar 1−5 hari kerja.

Unit Pelayanan Perdagangan meminimalisir proses tatap muka antara pelaku usaha pemohon dan pejabat pemroses, tanpa ada ketentuan biaya

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 1

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 67

Tabel 9. Perkembangan Pelayanan/Perijinan Perdagangan Dalam Negeri Tahun 2007-2009

No Jenis Perizinan Tahun 2007

Tahun 2008

∆ % s.d. Juni

2009 1

Jasa Surveyor : a. Baru b. Penyesuaian

39 21

30 12

-23

-40,90

19 2

2

Surat Izin Usaha Penjualan Langsung (MLM): a. Baru b. Perpanjangan

38 32

157 n.a

313 n.a

15 8

3

STP Waralaba Asing a. Baru b. Perpanjangan

7 1

9

n.a

5 0

4 STP Keagenan/Distributor 2.036 1414 -30,55 705 5 SIUP3A 487 495 1,64 123 6 Izin Usaha Pasar Modern 11 n.a n.a n.a 7

SIUP-Minuman Beralkohol a. Distributor b. Sub Distributor

33 40

25 22

-24,24 -45

17 45

8 SIUP-B2 (Distributor) 2 22 1.000 n.a 9 PKAPT

- Baru - Perpanjangan

154 99 -35,71 4233

10 PGAPT 63 57 9,52 46 11 SPPGAP 215 254 18,13 187 12 SPPGRAP 25 170 580 228 13 Pameran, Konvensi dan Seminar

Int’l 53 44 16,98 n.a

14 Izin Tipe UTTP 140 179 27,85 54 15 Izin Tanda Pabrik UTTP 35 14 -60 4

2. UU tentang Perdagangan dan UU tentang Kawasan Ekonomi Khusus

Salah satu prioritas Pemerintah 2005−2009 adalah untuk

memperbaiki iklim investasi dengan reformasi dan penyempurnaan

peraturan investasi, iklim usaha dan perburuhan. Sebagian besar sudah

tercapai dan sudah menjadi UU untuk penanaman modal, iklim usaha dan

sistem resi gudang.

a. UU tentang Perdagangan

Pembahasan RUU Perdagangan dengan DPR belum dapat

direalisasikan mengingat anggota DPR-RI pada saat itu akan berakhir masa

baktinya dan cenderung lebih aktif dalam permasalahan politik sehingga

banyak RUU-RUU dari instansi lain termasuk RUU Perdagangan tidak dapat

RUU Perdagangan sudah masuk dalam Prolegnas Prioritas 2010

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 1

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 68

dilakukan pembahasan. Namun demikian, proses harmonisasi yang

dikoordinasikan oleh Kementerian Hukum dan HAM sudah diselesaikan

dan pada saat ini sedang dalam proses untuk penyampaian kepada

Presiden guna memperoleh Surat Presiden untuk pembahasan di DPR.

Lebih lanjut RUU Perdagangan tersebut sudah masuk dalam Program

Legislasi Nasional Prioritas 2010 untuk dibahas dengan DPR.

b. UU tentang Kawasan Ekonomi Khusus

Sementara itu, Kementerian Perdagangan terlibat secara aktif dalam

percepatan pembangunan melalui penyerapan investasi dan peningkatan

ekspor dengan mengembangkan kawasan perdagangan bebas dan

kawasan ekonomi khusus. Kementerian Perdagangan bersama-sama

dengan Tim Nasional Dewan Kawasan Ekonomi Khusus terlibat aktif dalam

penyusunan RUU tentang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

Naskah RUU Kawasan Ekonomi Khusus telah ditandatangani oleh Menteri Perdagangan, Menteri Perindustrian, Menteri Hukum dan HAM, pimpinan Komisi serta para Ketua Fraksi-

Fraksi di Komisi VI DPR RI, 14 September 2009

Tujuan dari pembentukan KEK adalah untuk menyediakan

infrastruktur, pelayanan investasi, dan fasilitasi tertentu dalam satu

wilayah geografis. KEK dikembangkan dengan berdasar atas nilai strategis

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 1

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 69

wilayah tertentu. Melalui KEK tersebut nantinya diharapkan setiap daerah

akan memiliki daya saing dalam meningkatkan investasi di masing-masing

daerahnya dengan tetap memperhatikan peningkatan pendapatan nasional

dan daerah, kesejahteraan tenaga kerja, dan keberlangsungan UMKM dan

Koperasi.

Kementerian Perdagangan terlibat secara aktif dalam penyusunan

Rancangan UU Tentang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) hingga

penandatanganan dan pengesahan RUU tersebut menjadi UU tentang

Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) pada tanggal 15 September 2009.

c. Undang-undang lainnya

Khusus mengenai penanaman modal, telah lama ada upaya untuk

menyempurnakan UU penanaman modal dengan menyatukan dua rezim

investasi yang telah ada sejak 1967 dan 1968.7 Sudah sejak 1990-an diakui

bahwa kedua UU Penanaman Modal sudah tidak relevan dengan tantangan

dan kebutuhan percepatan perkembangan perekonomian dan

pembangunan hukum nasional, khususnya di bidang penanaman modal.

Kementerian Perdagangan bersama dengan para pemangku

kepentingan lainnya, termasuk Badan Koordinasi Penanaman Modal

(BKPM), bersama-sama berupaya merumuskan UU Penanaman Modal yang

baru dimulai di tahun 2005, yang akhirnya disahkan menjadi UU No. 25

tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang sesuai dengan best practice

UU penanaman modal yang lain.

Inti utama dari UU No. 25 tahun 2007 tersebut antara lain: (i) prinsip

perlakuan sama antara penanam modal asing dan dalam negeri, kepastian

hukum, akuntabilitas, dan keterbukaan, dan (ii) penyederhanaan prosedur

untuk penanaman modal termasuk persyaratan untuk dibentuk pelayanan

terpadu satu pintu (PTSP) dalam rangka perizinan investasi.

7 Lihat UU No. 11 tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan UU No. 1 Tahun

1967 tentang Penanaman Modal Asing, dan UU No. 12 tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan UU No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri.

UU tentang KEK telah disahkan pada bulan September 2009

UU No. 25 tahun 2007 menekankan pada kepastian hukum usaha dan penyederhanaan prosedur investasi dengan asas keterbukaan

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 1

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 70

Terkait dengan Sistem Resi Gudang, Kementerian Perdagangan telah

menyusun dan mempersiapkan sampai dengan disahkan, Undang-undang

No. 9 tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang. Sistem Resi Gudang (SRG)

merupakan salah satu instrumen pembiayaan dimana komoditas petani

dapat digunakan sebagai agunan. Selain itu SRG dapat juga menjadi

instrumen untuk menstabilkan harga komoditi.

Transparansi kebijakan

1. Jumlah kebijakan bidang perdagangan

Pada tahun 2009, secara keseluruhan, Kementerian Perdagangan

telah menerbitkan 69 kebijakan, dalam bentuk Peraturan Menteri

Perdagangan, Keputusan Menteri Perdagangan, maupun Surat Edaran

Direktur Jenderal. Kebijakan tersebut meliputi kebijakan bidang

perdagangan luar negeri, perdagangan dalam negeri dan perdagangan

berjangka komoditi. Namun, dari seluruh kebijakan tersebut, pada tahun

yang sama terdapat 55 kebijakan (52 Permendag dan 3 Surat Edaran

Direktur Jenderal) yang dapat diakses melalui website. Hal tersebut

dikarenakan terdapatnya beberapa kebijakan yang bersifat hanya untuk

internal organisasi, di samping kebijakan yang terdapat di website memang

terkait langsung dengan masyarakat/pelaku usaha dan sifatnya strategis.

Di bidang perdagangan luar negeri, dalam rangka menunjang

peningkatan ekspor non migas Kementerian Perdagangan telah

menerbitkan sebanyak 19 kebijakan impor, 9 kebijakan ekspor dan 12

kebijakan mengenai harga patokan ekspor yang terbit setiap bulan, serta 1

kebijakan tentang mutu barang. Sehingga, total kebijakan bidang

perdagangan luar negeri yang terbit dalam kurun waktu tahun 2009 adalah

sebanyak 49 Permendag.

Keseluruhan kebijakan yang diterbitkan di bidang perdagangan luar

negeri pada intinya adalah untuk meningkatkan dan menguatkan daya saing

UU No. 9/2006 sebagai penunjang optimalisas pembiayaan yang berpihak pada petani

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 1

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 71

ekspor, pengelolaan impor yang antara lain ditujukan untuk memudahkan

pengadaan impor bahan baku/bahan penolong bagi industri dalam negeri,

melindungi konsumen dan industri dalam negeri, aspek Keselamatan dan

Kesehatan Kerja, Lingkungan dan Mutu (K3LM), fasilitasi ekspor dan impor

serta untuk meningkatkan pengawasan standar mutu barang ekspor dan

impor. Hal ini menunjukkan keseriusan Kementerian Perdagangan dalam

meningkatkan pelayanan prima kepada masyarakat dan dunia usaha baik hal

yang terkait dengan penyederhanaan prosedur ekspor dan impor,

transparansi kebijakan maupun penerapan teknologi informasi.

Besarnya jumlah realisasi kebijakan dan peraturan yang ditetapkan

tidak lain ditujukan untuk meningkatkan daya saing ekspor, mengelola

impor, fasilitasi ekspor impor dan pengawasan standar mutu barang ekspor

dan impor. Lebih penting lagi, kebijakan yang ditetapkan tersebut adalah

dalam rangka menjaga tingkat pertumbuhan ekonomi nasional sebagai

antisipasi terjadinya krisis ekonomi global yang dikhawatirkan memberikan

dampak kepada penurunan nilai perdagangan dan penurunan tingkat

pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya akan memperngaruhi kinerja di

sektor lain.

Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan bersama Sesjen Kementerian

Perdagangan dan Dirjen Industri Logam, Mesin, Tekstil dan Aneka Kementerian Perindustrian , mengadakan Konferensi Pers mengenai Penerbitan Permendag Nomor

08/M-DAG/PER/2/2009 tentang Ketentuan Impor Besi atau Baja, 20 Februari 2009

Kebijakan di bidang perdagangan difokuskan pada upaya penguatan daya saing ekspor, pengelolaan impor, serta perlindungan konsumen dan industri dalam negeri

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 1

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 72

Sementara itu, seluruh kebijakan di bidang perdagangan meliputi

perdagangan luar negeri, perdagangan dalam negeri dan bidang

perdagangan berjangka komoditi serta resi gudang dapat dilihat pada

lampiran 7.

2. Penerbitan izin usaha dan persetujuan lembaga di bidang perdagangan

berjangka komoditi dan Sistem Resi Gudang

Pemrosesan perijinan terhadap Pelaku Usaha di bidang Perdagangan

Berjangka dapat berupa perijinan Bursa Berjangka, Lembaga Kliring

Berjangka, Bank Penyimpan Margin, Pialang Berjangka, Wakil Pialang

Berjangka, Pedagang Berjangka, Peserta SPA dan Penyelenggara SPA.

a. Perizinan Bursa Berjangka

Penerbitan 1 (satu) izin usaha Bursa Berjangka kepada PT Bursa

Komoditi dan Derivatif Indonesia dengan Nomor Izin Usaha:

26/BAPPEBTI/KP/6/2009 tanggal 23 Juni 2009.

b. Perizinan Lembaga Kliring Berjangka

Penerbitan izin usaha Lembaga Kliring Berjangka kepada PT Identrust

Security International dengan Nomor Izin Usaha:

30/BAPPEBTI/KP/7/2009 tanggal 3 Juli 2009.

c. Perizinan Pialang Berjangka dan Pialang Peserta SPA

Penerbitan persetujuan sebagai Pialang Peserta SPA kepada PT Nine

Stars Futures dengan Nomor 66/BAPPEBTI/SP/3/2009 tanggal 13

Maret 2009.

d. Perizinan Wakil Pialang Berjangka

Penerbitan izin kepada 717 Wakil Pialang Berjangka.

e. Persetujuan Bank Penyimpan Margin

Penebitan 3 buah persetujuan kepada perbankan sebagai Bank

Penyimpan Margin dalam industri PBK, yaitu:

PT Bank Sinarmas Tbk, Nomor Izin Usaha: 09/BAPPEBTI/SP/3/2009,

tanggal 30 Maret 2009.

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 1

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 73

PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, Nomor Izin Usaha:

32/BAPPEBTI/SP/7/2009, tanggal 9 Juli 2009.

PT Bank Windu Kentjana Internasional Tbk, Nomor Izin Usaha:

55/BAPPEBTI/SP/8/2009, tanggal 18 Agustus 2009.

Sedangkan terhadap PT Bank Century pada saat ini sedang dalam

proses pencabutan persetujuan karena:

Bank Century sudah tidak aktif melakukan kegiatan sebagai Bank

Umum Penyimpan Margin dalam industri Perdagangan Berjangka

Komoditi sebagaimana disebutkan dalam Pasal (2) Keputusan

Kepala Bappebti Nomor: 936/BAPPEBTI/SP/9/2006;

Perubahan nama Bank Century menjadi Bank Mutiara hingga saat

ini tidak dilaporkan kepada Bappebti;

Kerja sama Bank Century sebagai Bank Umum Penyimpan Margin

dengan PT. Kliring Berjangka Indonesia (Persero) sesuai dengan dengan

Perjanjian Nomor: 600/Per-KBI/IX/2006 dan Nomor:

600/Century/D/IX/06 tanggal 12 September 2006 telah berakhir pada

tanggal 12 September 2009 dan tidak diperpanjang lagi.

Adapun Tabel 10 menyajikan secara kumulatif perijinan yang

dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan selama tahun 2009 dalam

bentuk ijin usaha, persetujuan, sertifikat dan penetapan kepada pelaku

usaha.

Tabel 10. Jumlah Penerbitan Izin Usaha Berjangka Menurut Pelaku Usaha Tahun 2009

Pelaku Usaha Tahun 2009

Bursa Berjangka 1

Lembaga Kliring Berjangka 1

Bank Penyimpan Margin 3

Wakil Pialang Berjangka 717

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 1

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 74

Sedangkan persetujuan yang terkait dengan Sistem Resi Gudang

(SRG), Kementerian Perdagangan telah mengeluarkan persetujuan untuk 7

gudang SRG, yaitu:

Tabel 11. Persetujuan Gudang SRG Tahun 2009

No Gudang Alamat

1 PT. Petindo Daya Mandiri, Gudang Karanganyar

Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah

2 PT. Pertani (Persero) Kabupaten Malang, Jawa Timur 3 PT. Pertani (Persero) Kabupaten Sragen, Jawa Timur 4 PT. Pertani (Persero) Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur 5 PT. Pertani (Persero) Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah 6 PT. Pertani (Persero) Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan 7 PT. Pertani (Persero) Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan

3. Pelaksanaan kebijakan perdagangan di daerah

Hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan kebijakan bidang

perdagangan baik dalam negeri maupun luar negeri khususnya perijinan,

yang telah dilakukan dari tahun 2005 sampai dengan 2009 menunjukkan

peningkatan kepatuhan setiap tahunnya yang dapat digambarkan dalam

Tabel 12.

Tabel 12. Jumlah Pemda yang melaksanakan Kebijakan Perdagangan Tahun 2005-2009

Tahun Rencana

Pemantauan (SKPD)

Realisasi Pemda

yang Dipantau

Target Pemda yang

Perdanya Sesuai

dengan Permendag

Pemda yang Perdanya

Sesuai Permendag

Target Realisasi Capaian

2005 37 37 37 37 100% 100% 100%

2006 25 25 25 25 100% 100% 100%

2007 30 30 27 24 90% 89,52% 99%

2008 28 28 22 22 80% 80% 100%

2009 27 27 22 22 80% 80% 100%

Terjadi peningkatan kepatuhan kebijakan perdagangan di daerah

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 1

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 75

Pada tahun 2009, sasaran jumlah pemerintah daerah dalam

melaksanakan kebijakan bidang perdagangan telah dicapai 100%. Hal ini

dikarenakan upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Kementerian

Perdagangan dalam mewujudkan sasaran tersebut yaitu:

a. Monitoring dan evaluasi kepatuhan pelaksanaan kebijakan bidang

perdagangan sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2009;

b. Pelaksanaan bimbingan teknis dan sosialisasi pengawasan kepada

inspektorat Provinsi/Kabupaten/Kota terkait pelaksanaan kebijakan

perdagangan;

c. Pelaksanaan Pembinaan/Koordinasi dan konsultansi pengawasan

kepada Inspektorat Provinsi/Kabupaten/Kota.

Penerapan teknologi informasi

1. Integrasi data dalam e-file

Banyaknya data yang sudah masuk kedalam e-file, sebanyak 34 jenis

perijinan impor termasuk pengiriman Surat Pendaftaran Barang (SPB),

permohonannya telah dapat dilakukan secara elektronik dengan demikian

artinya data perijinan tersebut sudah terekam dalam sistem e-file.

Sementara itu, terkait dengan e-file SKA, banyaknya data yang sudah

masuk ke dalam e-file, sampai dengan tahun 2008 di 8 IPSKA, sebanyak

240.000 SKA dan masih perlu dibangun 2 sistem IPSKA tambahan (untuk

Sudin Indag Jakarta Timur dan Jakarta Utara) pada tahun 2009, sehingga

target 10 IPSKA dapat dipenuhi. Melalui program ini telah dilakukan

bimbingan teknis tentang tatacara penerbitan Surat Keterangan Asal (SKA)

kepada pejabat IPSKA, mengingat sering dan cepatnya pergantian pejabat

yang berwenang menandatangani SKA di IPSKA dengan pejabat baru yang

sebelumnya tidak memiliki pengetahuan tentang SKA dan munculnya

eksportir-eksportir pemula didaerah. Sementara, sistem pengolahan

dokumen Nomor Pengenal Importir Khusus (NPIK) secara elektronik telah

dilaksanakan di tahun 2009 sesuai target.

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 1

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 76

2. Jenis data berbasis web

Pada akhir tahun 2008, jenis data berbasis web sebanyak 4 jenis, dan

selama tahun 2009 Kementerian Perdagangan telah mentargetkan untuk

menambah 8 jenis data lagi sehingga semuanya menjadi 12 jenis data atau

terjadi kenaikan sebesar 200%. Kenaikan 200% menandakan bahwa

pegawai yang bertugas menangani masalah ini telah menunaikan tugas

dengan baik dan maksimal di samping memang menguasai

permasalahannya. Adapun tujuan dari penambahan jenis data itu sendiri

adalah:

a. Menyediakan dan menyempurnakan perangkat lunak/program-

program aplikasi untuk keperluan pengolahan dan analisa data statistik

guna mendukung pelaksanaan kegiatan atau program Kementerian

Perdagangan.

b. Mendapatkan data dan informasi perdagangan serta data lainnya yang

terkait berdasarkan hasil kajian/analisis yang dapat digunakan sebagai

bahan masukan bagi pimpinan dalam perumusan kebijaksanaan.

c. Mengembangkan database perdagangan dan data/informasi daerah

untuk memudahkan pengguna data (user) baik di dalam/di luar

lingkungan Kementerian Perdagangan untuk mendapatkan

data/informasi yang benar dan untuk diproses/mengolah lebih lanjut

sesuai dengan kebutuhan.

Adapun jenis data berbasis web adalah sebagai berikut: (a) Program

Aplikasi Indikator Ekonomi Nasional; (b) Program Aplikasi Peta Pasar; (c)

Program Aplikasi Harga International Komoditi Beras; (d) Analisa Kinerja

Ekspor; (e) Analisa Kinerja Impor; (f) Analisa Perkembangan Harga; (g)

Analisa Kinerja Industri Berbasis Sumber Daya Alam; (h) Analisa Daya Saing

Produk Ekspor Indonesia; (i) Pengolahan Data Laporan Atase Perdagangan;

(j) Identifikasi Data dan Informasi Perdagangan Di Daerah; (k) Pembuatan

Portal Ekonomi Kreatif Indonesia; (l) Pembuatan Web Page Cerita Sukses

Ekonomi Kreatif Indonesia; dan (m) Pembuatan Database Eksportir,

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 1

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 77

Importir, Perusahaan, Asosiasi dan Pelaku Industri Kreatif serta Lembaga

Pendidikan Formal/Non Formal.

3. Jumlah pengunjung website

Kementerian Perdagangan memanfaatkan media elektronika untuk

menyebarluaskan informasi terkait Kementerian Perdagangan melalui

website: http://www.depdag.go.id.

Selama tahun 2008, jumlah pengunjung website Kementerian

Perdagangan sebanyak 8.256 orang dari target sebanyak 6.000 orang

sehingga capaian kinerja pada tahun 2008 sebesar 137,6% sedangkan

tahun 2009 jumlah orang yang mengunjungi website Kementerian

Perdagangan sebanyak 7.080 dari 6.300 orang yang ditargetkan dan hal ini

berarti bahwa capaian kinerja kegiatan ini sebesar 112,38%.

Salah satu indikator pemberian pelayanan yang baik adalah tingkat

kontinuitas dari pelayanan, semakin tinggi tingkat kontinuitas dari suatu

pelayanan maka akan semakin tinggi pula tingkat keberhasilannya

sedangkan semakin rendah (sering terjadinya masalah sehingga

mengakibatkan pelayanan terhenti/hang) maka dapat dikatakan bahwa

pemberian pelayanan jaringan kurang baik. Target dari continuity of service

sebesar 95% dan realisasinya 95% sehingga capaian kinerja dari kegiatan ini

sebesar 100%. Target dan capaian kegiatan ini sama dengan tahun 2008,

dan capaian kinerja kegiatan ini memang sulit untuk ditingkatkan karena

faktor di luar kelalaian manusia (di luar human errornya) sangat besar.

Peran lembaga, sarana dan instrumen perdagangan

1. Status Keuangan Kementerian

Sebagai tindak lanjut dari amanat UU No. 17 Tahun 2003 tentang

Keuangan Negara, sistem penganggaran berbasis kinerja telah

diimplementasikan oleh Kementerian Perdagangan. Hal ini merupakan

salah satu nilai strategis organisasi yang menyelaraskan anggaran dengan

Jumlah pengunjung website Kementerian Perdagangan tahun 2009 mencapai 7.080 orang

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 1

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 78

kinerja yang dicapai, serta mencapai efektivitas dan efisiensi alokasi

anggaran. Status opini instansi BPK terhadap Laporan Keuangan

Kementerian ditandai dengan peningkatan kualitas penyusunan laporan

keuangan Kementerian Perdagangan. Dengan ditandainya hal tersebut,

opini dari BPK yang semula “Disclaimer” menjadi “Wajar Dengan

Pengecualian (WDP)”.

2. Penanganan perkara kasus persaingan usaha

Selama kurun waktu tahun 2009, telah ditangani 33 perkara, yang

meliputi 28 perkara yang berasal dari laporan masyarakat dan 5 perkara

inisiatif. Selanjutnya, dari 33 perkara tersebut terdapat 11 putusan yang

telah final. Putusan tersebut sebagai berikut:

a. Putusan Nomor 01/KPPU-L/2009 tentang Dugaan Persekongkolan

Tender Pekerjaan Paket Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro,

Pembangkit Listrik Tenaga Surya, Pembangkit Listrik Tenaga Baru

Tahun Anggaran 2008, Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan

Energi Departemen ESDM

b. Putusan Nomor 02/KPPU-L/2009 tentang Dugaan Pelanggaran

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Berkaitan dengan

Persekongkolan Tender Pekerjaan Interior dan Furniture

Pembangunan Gedung Perpustakaan Riau Kegiatan Pembangunan

Gedung Kantor (Gedung Perpustakaan Riau-Multiyears) di Lingkungan

Dinas Pemukiman dan Prasarana Wilayah Propinsi Riau Bidang Cipta

Karya Tahun Anggaran 2008

c. Putusan Nomor 03/KPPU-L/2009 tentang Dugaan Pelanggaran

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 berkaitan dengan

Persekongkolan Tender Proyek Pemeliharaan Berkala Jalan Simpang

Kota Pinang-Batas Tapsel Kabupaten Labuhan Batu Tahun Anggaran

2008

Pemerintah menjamin kelancaran berbisnis di Indonesia serta mengawasi persaingan usaha, dalam rangka menciptakan iklim usaha yang kondusif

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 1

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 79

d. Putusan Nomor 04/KPPU-L/2009 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 22

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Berkaitan dengan

Persekongkolan Tender Jasa-jasa Kebersihan dan Pelayanan Dalam

Gedung di Duri Damai (Paket I-No:5453-XK) dan Rumbai-Minas (Paket

II-No.5454-XK) di lingkungan PT Chevron Pacific Indonesia

e. Putusan Nomor 05/KPPU-L/2009 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 22

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Pada Tender Kegiatan Event

Organizer (EO) Lomba Keterampilan Siswa (LKS) SMK Tingkat Nasional

Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Anggaran 2008

f. Putusan Nomor 06/KPPU-L/2009 Dugaan Persekongkolan Tender

Paket Pekerjaan Penggantian Jembatan Beton Desa Padang Rejo A1,

Pengecoran Jalan Tanah Mas Kecamatan Talang Kelapa dan

Pengecoran Jalan Serasi II Kecamatan Talang Kelapa, Provinsi Sumatera

Selatan

g. Putusan Nomor 07/KPPU-L/2009 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 22

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 berkaitan dengan Tender

Pembangunan Bendung Irigasi Sei Lepan Tahap I, Kecamatan Sei Lepan

dan Pembangunan Jalan Lingkar Kota Pangkalan Brandan Tahap I,

Kecamatan Babalan di Dinas

h. Putusan Nomor 08/KPPU-L/2009 tentang Dugaan Persekongkolan

Tender Pengadaan dan Pembangunan Gardu/Trafo Distribusi, HUTM,

dan HUTR di Sumatera Utara pada Departemen Energi dan Sumber

Daya Mineral, Direktorat Jendral Listrik dan Pemanfaatan Energi

Satuan Kerja Listrik Pedesaan Sumatera Utara

i. Putusan Nomor 09/KPPU-L/2009 tentang Dugaan Pelanggaran

mengenai Dugaan Praktek Monopoli dan/atau Persaingan Usaha Tidak

Sehat Atas Akuisisi PT Alfa Retailindo oleh PT Carrefour Indonesia

j. Putusan Nomor 10/KPPU-L/2009 tentang Dugaan Pelanggaran

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 berkaitan dengan Pengaturan

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 1

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 80

Fee (Komisi) Penjualan Tiket Penerbangan kepada Sub Agen oleh

Asosiasi Agen Ticketing (ASATIN) di Nusa Tenggara Barat (NTB)

k. Putusan Nomor 11/KPPU-L/2009 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 22

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 berkaitan dengan Tender

Pekerjaan Optimalisasi WTP (2x20) Liter/Detik Menjadi 100 Liter/Detik

UPT-AB Kecamatan Siak dan Optimalisasi Instalasi Pengelolaan Air

UPT-AB Kecamatan Mempura pada Dinas Pekerjaan Umum

Kimpraswil, Kabupaten Siak, Propinsi Riau Tahun Anggaran 2008.

Pembacaan Putusan KPPU tahun 2009

Salah satu putusan yang banyak disorot oleh masyarakat adalah

putusan nomor 09/KPPU-L/2009, Carrefour terbukti secara sah melanggar

pasal 17 ayat 1 dan pasal 25 ayat 1 huruf a UU Nomor 5 Tahun 1999.

Putusannya adalah mewajibkan PT. Carrefour Indonesia untuk melepaskan

seluruh kepemilikannya di PT. Alfa Retailindo, Tbk. Sementara itu, kepada

pihak yang tidak terafiliasi dengan PT. Carrefour Indonesia, dikenakan

sanksi denda sebesar Rp. 25.000.000.000,-.

Selain itu, dalam penanganan perkara terkait dengan lelang jasa

kebersihan dan pelayanan di Lingkungan PT. Chevron Pacific Indonesia,

telah terbukti secara sah dan menyakinkan bahwa para terlapor yang

terdiri dari 7 pelaku usaha melanggar Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha

Tidak Sehat. Dalam putusan tersebut, PT. Chevron Pacific Indonesia

dikenakan kewajiban untuk membayar denda sebesar Rp. 2.000.000.000,-

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 2

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 81

Sasaran 2 Meningkatnya daya saing berkelanjutan di pasar global

melalui akses dan penetrasi pasar; kemitraan strategi global

yang melibatkan perusahaan-perusahaan nasional;

penciptaan merek dagang yang dapat menerobos pasar

global

alam pencapaian sasaran-2, terdapat beberapa fokus yang terkait,

yaitu: peningkatan daya saing, akses dan penetrasi pasar,

kemitraan global dan penciptaan merek dagang. Untuk mencapai sasaran

tersebut, ditetapkan indikator-indikator kinerja yang terbagi ke dalam

empat fokus dimaksud. Untuk mencapai sasaran tersebut di atas,

ditetapkan indikator kinerja yang dalam penjabarannya dapat digambarkan

sebagai berikut:

No Indikator Kinerja Satuan Target Realisasi Capaian

1 Prosentase kontribusi sektor perdagangan terhadap PDB

Persen 15 13,4 89,33

2 Prosentase peningkatan ekspor non migas

Persen 5,5 - 8,7 -9,66 -111,03

3 Jenis komoditi ekspor yang diawasi mutunya

Komoditi 4 1 25

4 Permintaan verifikasi SKA dari negara mitra dagang

Verifikasi 872 956 109,63

5 Jumlah negara tujuan ekspor

Negara 224 224 100

6 Jumlah inquiries hubungan dagang

Inquiries 7.500 3.806 50,75

D

„ “

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 2

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 82

No Indikator Kinerja Satuan Target Realisasi Capaian

7 Jumlah kerjasama pemasaran dan pengembangan produk

Kerjasama 17 17 100

8 Jumlah merek dagang/produk UKM yang terdaftar di Ditjen HaKI

Merek dagang

65 64 98,46

Ket: Cetak tebal merupakan IKU

Kontribusi sektor perdagangan

1. Kontribusi sektor perdagangan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)

Kinerja perdagangan, selain dipengaruhi oleh kondisi perekonomian

dunia, juga dipengaruhi oleh dinamika ekonomi Indonesia. Dinamika

ekonomi Indonesia mempengaruhi kinerja perdagangan melalui berbagai

mekanisme, antara lain: stabilitas makro, kondisi sarana dan prasarana,

kebijakan iklim usaha dan investasi, kebijakan perdagangan dalam negeri,

dan kebijakan perdagangan luar negeri.

Gambar 12. Kontribusi Sektor Perdagangan Terhadap PDB Tahun 2005-2009*

Ket: *) Termasuk Hotel dan Restoran Sumber: BPS

Nilai tambah sektor perdagangan selama periode 2005−2008

menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun, yaitu dari Rp 293,9 triliun

Target Renstra 05-09

Peran sektor perdagangan rata-rata mencapai hampir15% per tahun terhadap PDB Nasional selama tahun 2005-2009

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 2

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 83

pada tahun 2005 menjadi Rp 363,3 triliun pada tahun 2008. Adapun

kontribusi sektor perdagangan, hotel dan restoran terhadap PDB selama

periode tersebut cenderung menurun. Bahkan penurunan tersebut

semakin tinggi sebagai akibat dari krisis perekomian, dan pada tahun 2009,

kontribusi sektor perdagangan terhadap PDB mengalami penurunan dari

tahun sebelumnya sebesar 13,4% (Gambar 12).

Menteri Perdagangan RI didampingi Presiden Direktur Palindo II, Group Managing Director HPH dan Pimpinan PT. Jakarta Internasional Container Terminal (JICT), meresmikan

Pengoperasian Ruang Control Tower di JICT Tanjung Priok, Jakarta Utara, 27 Mei 2009

Sementara itu, pertumbuhan sektor perdagangan juga mengalami

fluktuasi dari tahun 2005-2009. Tingkat pertumbuhan sektor perdagangan

mencapai penurunan terendah pada tahun 2009, yang mencapai 1,1%

(Tabel 13). Hal tersebut mengindikasikan bahwa memburuknya kinerja

ekspor juga memberikan pengaruh negatif terhadap dukungan

perdagangan terhadap perekonomian. Walaupun tumbuh dengan nilai

pertumbuhan kecil, namun hal tersebut tetap menggembirakan karena

tetap tumbuh positif, berbeda dengan sejumlah negara maju dan

berkembang yang justru mengalami pertumbuhan negatif.

Pertumbuhan sektor perdagangan tahun 2009 merupakan terendah sejak 2005 (1,1%), namun tetap tumbuh positif di saat krisis

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 2

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 84

Tabel 13. Target dan Realisasi Kontribusi Sektor Perdagangan Tahun 2005-2009

Indikatora) Target Renstra 2005-09

Realisasi 2005-2009

2005 2006 2007 2008 2009

Peranan sektor perdagangan thd PDB

15 15,4 14,9 14,9 14,0 13,4

Pertumbuhan Sektor perdagangan 7,5 - 8,9 8,6 6,1 8,5 7,2 1,1

a) Perdagangan termasuk hotel dan restoran

2. Peningkatan ekspor non migas

Realisasi pertumbuhan ekspor non-migas selama periode

2005−2008 berada pada kisaran 15%−19%, melebihi target yang ditetapkan

dalam RPJM dan RKP. Namun, ekspor di tahun 2009 mengalami kontraksi

akibat kondisi perekonomian global yang belum pulih (Gambar 13). Selama

tahun 2009, pertumbuhan ekspor turun 14,98% dari tahun 2008,

sementara pertumbuhan ekspor nonmigas turun 9,66%.

Gambar 13. Sasaran dan Realisasi Pertumbuhan Ekspor Non Migas Tahun 2005-2009

Ket: Pertumbuhan ekspor non migas pada Renstra merupakan batas atas (5,5 – 8,7 persen).

Kinerja ekspor Indonesia selama periode 2005−2008 menunjukkan

tren pertumbuhan yang cukup tinggi, dari USD 85,7 miliar pada tahun 2005

menjadi USD 137,0 miliar pada tahun 2008 atau meningkat rata-rata 17,6%

Pertumbuhan ekspor nonmigas 2009 turun 9,66%, akibat kontraksi perekonomian global

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 2

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 85

per tahun. Catatan penting ditorehkan pada tahun 2006, dimana

pertumbuhan ekspor nonmigas mencapai tingkat tertinggi dan Indonesia

berhasil menembus angka US$ 100 milyar untuk nilai total ekspor. Selama

kurun 2005-2008, peningkatan ekspor tersebut didukung oleh kenaikan

ekspor migas dan ekspor nonmigas, ekspor migas meningkat dari USD 19,2

miliar menjadi USD 29,1 miliar dengan rata-rata pertumbuhan 17,3%, dan

ekspor nonmigas meningkat dari USD 66,4 menjadi USD 107,9 dengan rata-

rata pertumbuhan 17,8%.

Namun demikian, fakta tersebut berubah menuju arah sebaliknya,

pada tahun 2009, ekspor Indonesia mengalami tekanan sejalan dengan

krisis ekonomi dunia. Krisis perekonomian global yang melanda hampir

seluruh negara di dunia berimbas pada kondisi perekonomian di tahun

2009. Total ekspor turun 14,98% sebagai akibat dari krisis tersebut.

Keadaan tersebut mempengaruhi kinerja ekspor nonmigas Indonesia yang

mengalami penurunan sebesar 9,66% dibanding tahun sebelumnya (Tabel

14). Walaupun ekspor nonmigas Indonesia mengalami penurunan

pertumbuhan, namun Indonesia berhasil melakukan ekspor kendaraan

roda empat “Honda Freed” perdana ke Thailand akhir tahun 2009.

Wakil Menteri Perdagangan didampingi Presiden Direktur PT. Honda Prospect Motor melakukan pelepasan ekspor perdana 1.000 unit Honda Freed ke Thailand di Karawang, 14

Desember 2009

Kinerja ekspor tahun 2005-2008 menggembirakan, nilai ekspor Indonesia tahun 2006 menembus US$ 100 milyar

Kinerja ekspor tahun 2009 turun, namun Indonesia berhasil melakukan ekspor kendaraan roda empat untuk pertama kalinya

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 2

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 86

Dampak resesi ekonomi di beberapa negara tujuan utama ekspor

Indonesia sangat terasa pada kinerja ekspor awal tahun 2009. Total ekspor

mengalami penurunan 17,7%, dan apabila dibandingkan dengan periode

yang sama tahun 2008, terjadi penurunan 36,1%. Kinerja ekspor tahun

2009 mulai membaik sejak bulan Maret, peningkatan terjadi sebesar 20,6%

dari bulan sebelumnya. Peningkatan kinerja ekspor terus mengalami

penguatan sampai dengan akhir tahun 2009 (Gambar 14). Menguatnya

nilai ekspor saat itu disebabkan oleh meningkatnya beberapa harga

komoditas dan volume ekspor produk pertambangan yang sangat

signifikan.

Tabel 14. Target dan Realisasi Pertumbuhan Ekspor Tahun 2005-2009

Indikator

(%)

Target Renstra 2005-09

Realisasi 2005−2009

2005 2006 2007 2008 2009

Pertumbuhan ekspor 5,7 - 10,1 19,66 17,67 13,20 19,91 (14,98)

Pertumbuhan ekspor

non-migas 5,5 - 8,7 18,75 19,81 15,61 17,22 (9,66)

Sumber: BPS dan Renstra Kementerian Perdagangan 2005-2009.

Apabila dilihat dari pangsa ekspor, ekspor non-migas periode

2004−2009 memiliki pangsa yang lebih besar dibandingkan ekspor migas

(Gambar 15). Jika dibandingkan dengan tahun 2004, pangsa ekspor non-

migas tahun 2009 meningkat 7%, dari 78% menjadi 85%, disebabkan

anjloknya harga minyak, sehingga pasar migas dunia mengalami

kelesuan.

Penurunan ekspor terlihat sejak awal 2009, namun cenderung mengalami rebound pada triwulan ke-2

Pangsa ekspor nonmigas selama 2005-2009 masih mendominasi ekspor Indonesia, dengan 85% di tahun 2009

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 2

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 87

Gambar 14. Perkembangan Neraca Perdagangan Tahun 2006-2009

Dalam dinamika ekonomi global yang mengalami naik turun pada

2005−2009, ekspor Indonesia berhasil mencatatkan pertumbuhan rata-rata

yang lebih cepat dari pertumbuhan ekspor dunia (Tabel 15). Ekspor

Indonesia tumbuh dengan rata-rata 17,66%, sementara rata-rata ekspor

dunia hanya tumbuh sebesar 14,47%. Pertumbuhan ekspor yang dialami

Indonesia sepanjang 2005−2009 ini tergolong kelompok tercepat di dunia,

setelah Rusia dan RRT.

Gambar 15. Pangsa Pasar Ekspor Nonmigas dan Migas Tahun 2004-2009

Sumber: BPS.

17.319.2

21.1 22.0 21.0 23.1 23.4 24.5

26.228.1 29.0

24.6

19.5

23.225.2

29.4

5.1 5.3 5.6 5.2 4.6 5.2 5.8 6.6 7.4 8.7 8.2

4.5 3.2 3.54.9

7.0

22.524.5

26.6 27.225.6

28.3 29.2 31.1

33.536.8 37.3

29.1

22.8

26.730.1

36.3

0

5

10

15

20

25

30

35

40

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4

2006 2007 2008 2009

Ekspor 2006-2009

Non Oil and Gas Oil and Gas Total

Ekspor Indonesia 2005-2009 tumbuh rata-rata 17,66%, di atas rata-rata pertumbuhan ekspor dunia

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 2

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 88

Tabel 15. Pertumbuhan Ekspor Dunia Tahun 2005-2009

Eksportir Rata-rata

Pertumbuhan Ekspor 2005−2009

Rusia 26,88%

RRT 24,65%

Indonesia 17,66%

Belanda 17,06%

Jerman 12,69%

USA 12,29%

Belgia 11,75%

Italia 11,16%

Perancis 9,52%

Kanada 9,51%

Jepang 8,43%

Dunia 14,47% Sumber: Comtrade, September 2009.

Berbagai strategi dan upaya terus dilakukan pemerintah agar kinerja

pengembangan promosi ekspor yang koordinatif dengan melibatkan

seluruh stakeholders yang antara lain diaktualisasikan pada kegiatan

pameran dan misi dagang yang diharapkan mampu mendukung

pencapaian sasaran penetapan indikator kinerja. Hal ini dilakukan untuk

terwujudnya penetrasi negara tujuan ekspor non migas yang pada akhirnya

akan membawa dampak kepada peningkatan ekspor.

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, pada tahun 2009,

prosentase pertumbuhan ekspor produk non migas justru mengalami

penurunan (Tabel 16). Hal tersebut dipicu oleh menurunnya permintaan

negara tujuan ekspor (global demand) sebagai akibat dari meningkatnya

implementasi kebijakan proteksionis di berbagai negara maju. Sehingga

masing-masing mitra dagang Indonesia semakin memperketat

pengeluaran biaya perdagangan.

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 2

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 89

Tabel 16. Perkembangan Ekspor Indonesia Menurut Sektor Tahun 2005-2009

Periode 2005 2006 2007 2008 2009 Perub '09/'08

(%)

Peran thd Total Ekspor NM (%)

2005 2009

Migas 19.232 21.210 22.088 29.127 19.018,0 (34,71) 100,00 100,00

- Minyak Mentah 8.146 8.168 9.226 12.419 7.820,3 (37,03) 42,36 41,12

- Gas Alam 9.154 10.182 9.984 13.161 8.936,7 (32,09) 47,60 46,99

- Minyak Olahan 1.932 2.860 2.878 3.547 2.261,0 (36,26) 10,05 11,89

Non Migas 66.429 79.589 92.013 107.894 97.472,4 (9,66) 100,00 100,00

- Pertanian 2.880 3.406 3.937 4.585 4.363,2 (4,83) 4,34 4,48

- Industri 55.594 64.895 75.925 88.394 73.430,2 (16,93) 83,69 75,33

- Pertambangan 7.955 11.288 12.151 14.916 19.679,0 31,93 11,98 20,19

Total 85.661,0 100.799,0 114.101,0 137.020,6 116.490,4 (14,98) - -

Apabila dilihat dari proporsi sektor pendukung, penurunan ekspor

nonmigas ditopang oleh produk industri (Tabel 16). Produksi industri dunia

menunjukkan tren penurunan, terutama di 2008. Melemahnya produksi

industri dunia tersebut lebih banyak disebabkan penurunan produksi industri

di negara-negara maju. Namun sebaliknya, produk pertambangan nasional

justru mengalami pertumbuhan sebesar 31,93% dibanding tahun 2008.

Pertumbuhan positif sektor pertambangan memang dipicu oleh relatif

meningkatnya harga komoditi pertambangan yang justru tidak terpengaruh

pada terjadinya krisis dunia. Kebutuhan bahan baku pertambangan dunia

masih sangat tinggi, sehingga harga internasional pun masih relatif stabil.

Peningkatan daya saing

1. Komoditi ekspor yang diawasi mutunya

Dalam upaya peningkatan daya saing produk ekspor, Kementerian

Perdagangan melakukan pengawasan terhadap beberapa komoditi ekspor

yang dianggap cukup penting. Hal ini ditujukan agar semua produk yang

diekspor telah memiliki standar yang dapat diterima di pasar global yang

pada akhirnya akan meningkatkan daya saing komoditi ekspor. Pada tahun

2009, Kementerian Perdagangan menargetkan untuk melakukan

Kementerian Perdagangan bersama instansi terkait dan pelaku usaha melakukan pengawasan mutu komoditas berdasarkan standar internasional

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 2

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 90

pengawasan terhadap 4 komoditi ekspor yaitu komoditi kakao, kopi,

gambir dan bokor SIR. Namun demikian, karena mempertimbangkan

beberapa hal antara lain kemampuan seluruh eksportir untuk komoditi

dimaksud, maka pengawasan komoditi ekspor yang dapat direalisasikan

pada tahun 2009 hanya terhadap komoditi bokor SIR.

Pengawasan terhadap komoditi bokor SIR berdasarkan beberapa

pertimbangan, antara lain karena standar komoditi tersebut sudah sesuai

dengan standar internasional dan diakui di banyak negara. Selain itu,

komoditi tersebut juga sudah lebih siap, baik dari sisi mutu maupun sisi

eksportirnya.

Beberapa kendala yang ditemui dalam upaya penerapan pengawasan

terhadap komoditi ekspor antara lain adalah faktor eksternal seperti krisis

ekonomi global tahun 2008-2009. Terjadinya krisis ekonomi global yang

mengakibatkan menurunnya daya beli negara-negara tujuan ekspor

Indonesia dikhawatirkan akan mengurangi daya beli terhadap komoditi

ekspor Indonesia seperti kakao. Pengawasan standar mutu komoditi ekspor

Indonesia (oleh Kementerian Perdagangan), seperti kakao, dengan

persyaratan mutu yang lebih tinggi dari yang ada saat ini dikhawatirkan

akan semakin memperburuk kinerja ekspor kakao Indonesia.

Faktor lain yang menyebabkan belum dapat direalisasikannya

pengawasan mutu komoditi ekspor sesuai dengan target yang ditetapkan

adalah perubahan pada persyaratan teknis pengawasan mutu komoditi

dimaksud. Jika pada awalnya pengawasan didasarkan pada spesifikasi

teknis tertentu, maka saat ini pengawasan mutu harus berdasarkan pada

Standar Nasional Indonesia (SNI). Perubahan ini tentu saja menyebabkan

skema pengawasan yang sudah disusun saat ini harus diubah sehingga

membutuhkan waktu yang lebih lama untuk melakukan revisi tersebut.

2. Verifikasi Surat Keterangan Asal (SKA)

SKA merupakan dokumen pelengkap ekspor yang menunjukan

identitas bahwa produk tersebut benar-benar berasal dari negara

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 2

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 91

pengekspor, permintaan verifikasi terhadap SKA dilatarbelakangi oleh

negara pemberi preferensi untuk mengetahui/menentukan bahwa produk

tersebut dapat diberikan preferensi atau tidak, juga dilatar belakangi

adanya praktek illegal transshipment yang menggunakan SKA Indonesia.

Salah satu tujuan verifikasi SKA adalah untuk mengetahui barang tersebut

asal Indonesia yang benar-benar akan mendapatkan preferensi. Hal

tersebut selanjutnya akan berdampak pada meningkatnya daya saing

produk Indonesia di negara tujuan ekspor dibandingkan produk yang sama

dari negera lain.

Salah satu langkah yang diambil adalah pelaksanaan penerbitan SKA

secara otomasi. Tujuan pelaksanaan penerbitan SKA secara otomasi yang

dimulai tahun 2006 di 23 IPSKA dan menjadi 28 IPSKA di tahun 2009 di

antaranya adalah untuk mengurangi jumlah verifikasi dari negara mitra

dagang terutama verfikasi lapangan ke Indonesia oleh otoritas negara-

negara mitra dagang. Sementara itu, permintaan verifikasi SKA tahun 2009

mencapai 956, atau mengalami penurunan permintaan verifikasi.

Namun demikian, berdasarkan Gambar 16, jumlah permintaan

verifikasi SKA berupa penyelidikan mengenai keabsahan dokumen SKA

dan/atau kebenaran data dan informasi yang terdapat dalam SKA atas

permintaan otoritas negara mitra dagang/negara tujuan ekspor sejak tahun

2001 sampai tahun 2009 cenderung meningkat, dengan rata-rata

permintaan verifikasi per tahun sebanyak 840 permintaan verifikasi SKA ke

seluruh IPSKA di Indonesia.

Apabila dilihat dari jumlah permintaan verifkasi, terlihat bahwa

setelah otomasi jumlah permintaan verifikasi justru cenderung meningkat

terutama pada tahun 2007 yang mencapai 1.302 verifikasi, tetapi

sebaliknya jumlah permintaan verifikasi lapangan oleh otoritas negara

tujuan mengalami penurunan.

Permintaan verifikasi yang cenderung meningkat lebih disebabkan

oleh semakin bertambahnya kesepakatan FTA yang diikuti oleh Indonesia

Tujuan otomasi SKA adalah untuk mengurangi verifikasi negara mitra dagang, terlihat dari penurunan permintaan verifikasi tahun 2009

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 2

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 92

sehingga semakin banyak pula jenis dan jumlah SKA yang diterbitkan oleh

IPSKA di seluruh Indonesia terutama di 28 IPSKA otomasi.

Permintaan verifikasi SKA yang banyak diminta oleh negara mitra

dagang sejak tahun 2006 sampai dengan tahun 2009 adalah permintaan

verifikasi yang dilakukan secara acak (sampling) sebagai bentuk konfirmasi

yang diperlukan Negara bersangkutan untuk mendapatkan kepastian

terpenuhinya ketentuan asal barang (rules of origin). Sedangkan

permintaan verifikasi SKA karena kesalahan pengisian SKA dan keraguan

terhadap isi SKA cenderung menurun sehingga otomasi SKA cukup bisa

mengatasi masalah dalam tata cara pengisian SKA.

Demikian pula, sejak diberlakukannya otomasi penerbitan SKA,

jumlah verifkasi lapangan yang dilakukan oleh otoritas dari negara mitra

dagang cenderung turun, terutama verifikasi lapangan yang dilakukan oleh

tim OLAF dari Uni Eropa dan USCBP dari Amerika Serikat. Hal ini

menunjukkan salah satu bukti keberhasilan program penerbitan SKA secara

otomasi untuk lebih memberikan kepercayaan kepada negera-negara mitra

dagang terkait dengan barang yang berasal dari Indonesia yang

menggunakan SKA Indonesia.

Gambar 16. Perkembangan Verifikasi SKA Tahun 2001 s.d 2009

Oto

mas

i SKA

Permintaan verifikasi SKA karena kesalahan pengisian SKA cenderung menurun sejak tahun 2009

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 2

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 93

Akses dan penetrasi pasar

Berbagai strategi dan upaya terus dilakukan pemerintah untuk

meningkatkan kinerja pengembangan promosi ekspor yang koordinatif

dengan melibatkan seluruh stakeholders yang antara lain diaktualisasikan

pada kegiatan pameran dan misi dagang yang diharapkan mampu

mendukung pencapaian sasaran penetapan indikator kinerja. Hal ini

dilakukan untuk terwujudnya penetrasi negara tujuan ekspor non migas

yang pada akhirnya akan membawa dampak kepada peningkatan ekspor.

Menteri Perdagangan Republik Indonesia didampingi Dirjen Wakil Walikota Kotamadya Shanghai melaksanakan peletakan batu pertama pembangunan Paviliun Indonesia yang

terletak di Arena Shanghai World Expo 2010 di Shanghai, RRT, 18 September 2009

Berdasarkan Gambar 17, diketahui bahwa jumlah negara tujuan

ekspor produk non migas Indonesia sepanjang tahun 2005-2009 tidak

mengalami perubahan yang signifikan. Selama periode tersebut, Indonesia

telah melakukan ekspor secara stabil ke 206 negara, dengan 34 negara

memiliki tren ekspor antara 30% hingga 204,9% (didominasi oleh negara

non tradisional antara lain India, Republik Macedonia, Timor Leste,

Kazakhstan, Kyrgyzstan dan Kuba). Hal tersebut menunjukkan bahwa

sepanjang tahun 2005-2009, penetrasi pasar yang dilakukan Indonesia ke

Penetrasi Indonesia ke negara tujuan ekspor non-tradisional memberikan kontribusi yang signifikan, dengan trennilai ekspor hingga 204,9%

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 2

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 94

negara-negara non tradisional telah mampu memberikan kontribusi yang

sifnifikan dalam upaya meningkatkan ekspor produk non migas Indonesia.

Laporan diversifikasi negara tujuan ekspor lebih lanjut dapat dilihat pada

Sasaran 3.

Gambar 17. Jumlah Negara Tujuan Ekspor Tahun 2005-2009

Kemitraan global

Dalam rangka menjalin dan meningkatkan dukungan kemitraan

global, Kementerian Perdagangan terus berupaya memaksimalkan

hubungan dagang dengan negara tujuan ekspor, selain memanfaatkan

bantuan dan kerjasama dari lembaga/badan promosi internasional dan

asosiasi.

1. Jumlah inquiries hubungan dagang

Pelayanan inquiries dilakukan dengan memberikan pelayanan

informasi hubungan dagang dari importir/calon pembeli luar negeri yang

berminat dengan produk ekspor Indonesia serta melayani permintaan

informasi dari eksportir dalam negeri, terkait dengan informasi pembeli

dan promosi ekspor bagi produk masing-masing perusahaan.

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 2

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 95

Gambar 18. Jumlah Inquiries Hubungan Dagang Tahun 2007-2009

Sepanjang tahun 2009, total inquiry yang diperoleh adalah sebanyak

3.806 buah atau mencapai 50,75% dari target yang ditetapkan (7.500

inquiries) yang berasal dari 57 negara termasuk Indonesia dan telah

diteruskan ke 1.777 perusahaan di seluruh provinsi Indonesia. Jumlah

inquiries yang diterima sepanjang tahun 2007-2009 dapat terlihat pada

Gambar 18.

Produk yang diminati antara lain kertas, kayu olahan, mebel

rotan, makanan olahan, produk karet, hasil pertanian, perikanan, furniture,

tembakau, bahan bangunan, kebutuhan rumah tangga, kosmetik, pakaian

jadi, alat tulis, suku cadang kendaraan bermotor, produk elektrik dan

rempah-rempah.

Sebagai bagian dari upaya untuk meningkatan jumlah inquiries,

Kementerian Perdagangan juga memfasilitasi sarana untuk

mempertemukan calon buyer dan calon eksportir, dalam bentuk Buyer

Reception Desk (BRD). Pelayanan yang diberikan BRD, dalam upaya

peningkatan kontak dagang, meliputi: penyiapan program kunjungan,

penjemputan buyer dari airport, pendampingan kunjungan ke perusahaan

Total inquiries tahun 2009 melonjak drastis dibandingkan dengan tahun 2007, mencapai 3.806 inquiries

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 2

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 96

serta mengatur pertemuan dan kontak dagang antara buyer yang

berkunjung dengan eksportir Indonesia.

Sejak pembentukannya, BRD telah banyak membantu kunjungan

bisnis para pembeli luar negeri di Indonesia dan dimanfaatkan para buyer

dari mancanegara untuk menjalin hubungan dagang dengan eksportir.

Pada tahun 2009, jumlah kunjungan buyer mencapai 1.333 buyer

(termasuk buyer yang hadir pada kegiatan Trade Expo Indonesia 2009) dari

99 negara. Capaian tersebut mencapai sebesar 121,2% dari target yang

ditetapkan dan meningkat secara signifikan bila dibandingkan dengan

jumlah buyer yang ditangani pada tahun 2008 sebanyak 866 buyer dari 90

negara.

2. Jumlah kerjasama pemasaran dan pengembangan produk

Dalam rangka menjalin dan meningkatkan dukungan kemitraan

global, Kementerian Perdagangan terus berupaya memaksimalkan

hubungan dagang dengan negara tujuan ekspor, selain memanfaatkan

bantuan dan kerjasama dari lembaga/badan promosi internasional dan

asosiasi. Sepanjang tahun 2009, telah dilakukan 17 kegiatan kerjasama

pemasaran dan pengembangan produk atau meningkat sebesar 13,33%

dibandingkan tahun 2008 sebesar 15 kegiatan. Peningkatan tersebut

dikarenakan bertambahnya lembaga promosi yang bekerjasama dengan

Indonesia, hal tersebut mengindikasikan semakin meningkatnya

kepercayaan dunia akan kualitas produk Indonesia, dan bahwa produk

Indonesia memiliki potensi ekspor di pasar global. Kerjasama tersebut

antara lain:

a. Kerjasama dengan (TPO/Trade Promotion Office). Kesepakatan

kerjasama (MoU) yang telah ditandatangani dengan lembaga/badan

promosi perdagangan (TPO’s) internasional antara lain adalah CEPEX

(Tunisia), JEDCO (Jordania), EPCI (Iran), SEDD (Sharjah-PEA), YESC

(Yaman), AUSTRADE (Australia), HKTDC (Hongkong), TAITRA (Taiwan),

MATRADE (Malaysia), JETRO & JICA (Jepang), KOTRA (Korea Selatan)

BRD telah membantu para calon pembeli luar negeri untuk menjalin hubungan dagang dengan eksportir Indonesia, dengan melayani 1.333 buyer di tahun 2009

Semakin aktifnya kerjasama promosi antara Indonesia dan lembaga promosi luar negeri mencerminkan kepercayaan dunia terhadap Indonesia

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 2

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 97

dan Lembaga Promosi Dagang Rumania. Nota kesepakatan kerjasama

Kementerian Perdagangan dengan berbagai TPO’s tersebut mencakup

dalam hal peningkatan pertukaran informasi perdagangan ekspor-

impor dan investasi, kerjasama promosi ekspor di masing-masing

negara termasuk pengiriman delegasi-delegasi dagang serta

pendidikan dan pelatihan.

Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Ekspor Indonesia-BPEN Kementerian Perdagangan menandatangani MoU dengan Trade Facillitation Office (TFO) Kanada di Jakarta, tanggal 4

Nopember 2009

b. Kerjasama dengan asosiasi komoditi dan instansi terkait dalam rangka

pengembangan produk ekspor nonmigas dilakukan dalam bentuk

workshop atau seminar. Hal tersebut bertujuan untuk

mensosialisasikan program kerja Kementerian Perdagangan yang

terkait dengan pengembangan ekspor, serta untuk mensosialisasikan

informasi tentang desain produk yang sesuai dengan selera pasar

internasional.

c. Kerjasama antara Kementerian Perdagangan, ATDAG/ITPC dengan

konsul kehormatan wilayah Amerika dan Eropa merupakan salah satu

upaya untuk meningkatkan jejaring bisnis melalui terselenggaranya

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 2

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 98

kerjasama bisnis (business-to-business) antara eksportir Indonesia

dengan para pengusaha di wilayah Amerika dan Eropa dimana pada

akhirnya dapat meningkatkan kontak dagang antara eksportir dengan

buyer potensial yang dibawa oleh konsul kehormatan.

d. Kerjasama dengan berbagai instansi terkait di luar negeri yaitu Swiss

Import Promotion Programmes (SIPPO)-Swiss, Center for The

Promotion of Imports from Developing Countries (CBI) – Belanda,

Netherlands Senior Experts (PUM) - Belanda, dan Association of

International Floralies (AIF) – Belgia. Tujuan dari kerjasama tersebut

adalah untuk meningkatkan kemampuan teknis, desain dan pemasaran

bagi para pengusaha/eksportir Indonesia, memperluas wawasan dari

para pengusaha/eksportir Indonesia, dan meningkatkan citra (image)

produk Indonesia di dunia internasional, melalui penciptaan brand

name dan desain produk. Kerjasama yang telah dilakukan berupa

worskhop dan konsultasi individu.

Penciptaan merek dagang

Kementerian Perdagangan juga memberikan fasilitasi pendaftaran

HaKI bagi para UKM potensial, terutama yang bergerak di sektor ekonomi

kreatif.8 Hal tersebut tentunya bertujuan untuk meningkatkan kesadaran

dan pemahaman kepada para pelaku usaha di bidang ekonomi kreatif

untuk melindungi hak atas ciptaan atau hasil olah pikir/intelektualitasnya

yang pada akhirnya akan meningkatkan daya saing produk yang

dihasilkannya.

Sebanyak 64 merek dagang, dari target 65 merek dagang (98,5%),

dalam proses pendaftaran HaKI-nya. Sedangkan, total jumlah merek yang

terdaftar HKI dari tahun 2007 sampai dengan 2009 adalah 379 merek

(Gambar 19).

8 Kontribusi Ekonomi Kreatif secara garis besar dapat dilihat pada Sasaran 7-

Program Aku Cinta Indonesia.

Total merek terdaftar HaKI tahun 2007-2009 sebanyak 379 merek

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 2

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 99

Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan berkomunikasi dengan salah satu pelaku usaha UKM pada kesempatan acara Gelar Produk UKM dan Sosialisasi Pemahaman HaKI

pada UKM di Jakarta, tanggal 31 Maret 2009

Gambar 19 menunjukkan bahwa jumlah merek terdaftar HKI pada tahun

2009 mengalami penurunan sebesar 65,6% dibandingkan tahun 2008. Penurunan

ini disebabkan antara lain adanya penurunan target capaian tahun 2007 dan 2008

yang ditetapkan sebanyak 200 HKI yang terdaftar. Sedangkan pada tahun 2009

terdapat kebijakan dari Kementerian Perdagangan bahwa target selama tahun

2005-2009 adalah sebesar 300 HKI (target 60 buah per tahun), sehingga untuk

tahun 2009 ditargetkan sebesar 65 buah. Selain itu dari sisi anggaran untuk tahun

2009 juga terjadi penurunan sebesar 62,5%.

Gambar 19. Jumlah Merek Terdaftar HaKI Tahun 2007-2009

Jumlah merek terdaftar HaKI tahun 2009 mengalami penurunan, namun capaian sesuai dengan target

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 3

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 100

Sasaran 3 Terwujudnya diversifikasi negara tujuan eskpor non-migas dan

jumlah komoditi/produk yang diekspor serta peningkatan

kualitas dan kuantitas pelaku ekspor yang didukung oleh

jaringan pemasaran global dan melibatkan perusahaan-

perusahaan nasional

ada sasaran-3, Kementerian Perdagangan menetapkan indikator

kinerja dalam upaya mencapai sasaran tersebut. Dalam sasaran

tersebut, fokus pencapaian sasaran dapat dikelompokkan kedalam

beberapa fokus, yaitu: jumlah nilai ekspor non migas, jumlah komoditi

ekspor, kualitas dan kuantitas pelaku ekspor. Untuk mencapai sasaran

tersebut di atas, ditetapkan indikator-indikator kinerja yang dalam

penjabarannya dapat dapat digambarkan sebagai berikut:

No Indikator Kinerja Satuan Target Realisasi Capaian

1 Diversifikasi negara tujuan ekspor

Negara non tradisional

200 200 100

2 Jumlah komoditi/produk ekspor Indonesia

Komoditi 97 97 100

3 Jumlah eksportir handal (dengan kriteria tertentu)

Orang 5.346 4.214 78,83

Ket: Cetak tebal merupakan IKU

Dengan adanya perubahan tataran ekonomi dunia ke arah globalisasi

dan liberalisme perdagangan yang menuntut setiap negara untuk mampu

mencermati dan mengantisipasi setiap perkembangan negara-negara lain

maka salah satu tugas pokok Kementerian Perdagangan adalah

pengembangan ekspor yang mencakup penciptaan dan pengendalian

P

„ “

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 3

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 101

manajemen ekspor yang strategis, terencana, sistematis dan komprehensif.

Salah satu upaya yang ditempuh adalah melalui pengembangan promosi

ekspor yang koordinatif dengan melibatkan seluruh stakeholders yang antara

lain diaktualisasikan pada kegiatan pameran dan misi dagang yang diharapkan

mampu mendukung pencapaian sasaran penetapan indikator kinerja.

Hal tersebut dilakukan untuk mewujudkan diversifikasi negara tujuan

ekspor non migas dan jumlah komoditi/produk yang diekspor serta

peningkatan kualitas dan kuantitas pelaku ekspor yang didukung oleh

jaringan pemasaran global dan melibatkan perusahaan-perusahaan

nasional. Dari sasaran tersebut sebagaimana terlihat pada indikator kinerja

yang masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut:

Diversifikasi negara tujuan ekspor

Sebagai upaya pengembangan dan promosi ekspor, Kementerian

Perdagangan terus mengupayakan penajaman strategi penetrasi pasar. Hal

tersebut bertujuan untuk terus mengembangkan dan menjaga

kesinambungan ekspor dengan memasuki negara tujuan ekspor baru,

dalam hal ini, yaitu pasar non tradisional, dengan tentunya tidak

meninggalkan dan tetap mengembangkan ekspor di pasar tradisional.

Sepanjang tahun 2009, Indonesia telah melakukan ekspor ke 24

negara tujuan ekspor tradisional dengan nilai ekspor non migas sebesar

US$ 55.573,7 juta (volume mencapai 148,633 juta ton).9 Selain itu,

Indonesia juga telah melakukan penetrasi pasar ke 200 negara tujuan

ekspor non tradisional dengan total nilai ekspor sebesar US$ 41.865,7 juta

(volume mencapai 184,286 juta ton). Selama tahun 2005-2009, kegiatan

penetrasi pasar ekspor ke negara tujuan ekspor tradisional dan non

tradisional dapat dilihat pada tabel berikut:

9 Negara tujuan ekspor tradisional meliputi: Amerika Serikat, Jepang, Singapura,

dan negara-negara dibawah Uni Eropa. Sedangkan negara tujuan ekspor non tradisional meliputi negara-negara berkembang, seperti: RRT, India, Korea Selatan serta sebagian negara Afrika dan Timur Tengah.

Tahun 2009, Indonesia telah melakukan ekspor ke 24 negara tradisional dan 200 negara non tradisional

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 3

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 102

Tabel 17. Perkembangan Ekspor Non Migas ke Negara Tujuan Ekspor Tahun 2005-2009

Keterangan 2005 2006 2007 2008 2009

Negara tradisional

Jumlah 24 24 24 24 24

Nilai Ekspor NM (US$ juta) 43.476,75 51.791,02 56.341,8 63.130,9 55.573,7

Negara non tradisional

Jumlah 204 203 204 198 200

Nilai Ekspor NM (US$ juta) 22.897,6 27.738,2 35.613,4 44.702,3 41.865,7 Sumber: BPS

Tabel 17 menunjukkan bahwa nilai ekspor non migas pada pasar

ekspor tradisional tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 11,97%

dibandingkan nilai ekspor non migas pada tahun 2008. Demikian halnya

dengan pasar ekspor non tradisional yang mengalami penurunan nilai

ekspor non migas sebesar 6,35% dibandingkan pada tahun 2008. Namun,

sepanjang tahun 2005-2009 nilai ekspor non migas pada pasar tradisional

dan pasar non tradisional memiliki tren yang terus meningkat. Hal tersebut

mengindikasikan bahwa peluang pasar ekspor produk Indonesia baik ke

negara tradisional maupun non tradisional masih terbuka dan memiliki

potensi untuk ditingkatkan.

Jika dilihat dari pangsa pasar ekspor, perkembangan pangsa pasar

negara tujuan ekspor produk Indonesia dari tahun 2004-2009 mengalami

pergeseran. Gambar 20 menunjukkan diversifikasi negara tujuan ekspor

sudah terjadi, ditandai dengan berkurangnya porsi ekspor ke negara tujuan

utama seperti Amerika Serikat, Jepang dan Uni Eropa hingga 12%,

sedangkan ekspor nasional lebih banyak ditujukan ke Asia dan negara-

negara berkembang lainnya. Terdiversifikasinya negara tujuan ekspor

menyebabkan kinerja ekspor Indonesia selama 2008-2009 tidak terlalu

terpengaruh oleh krisis ekonomi di tiga negara tujuan ekspor utama

tersebut.

Pangsa pasar tujuan ekspor Indonesia periode 2005-2009 telah mengalami perubahan proporsi

Ekspor Indonesia tahun 2009 ke negara tradisional turun 11,97%, dan ke negara non tradisional turun 6,35%

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 3

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 103

Gambar 20. Pangsa Pasar Ekspor Tahun 2004 dan 2009

Sumber: BPS (diolah)

Walaupun secara total, nilai ekspor ke negara tujuan utama

menurun, namun ekspor ke RRT, India, dan Korea meningkat hingga 25%.

Selama tahun 2009, Indonesia telah melakukan ekspor ke beberapa negara

non tradisional baru, seperti Vatikan, Christmas Islands, dan Niue (Tabel

18).

Tabel 18. Negara Tujuan Ekspor Baru Tahun 2009

No Negara Tujuan

Ekspor Baru

Nilai Ekspor

Tahun 2009 (US$ ribu) Volume Ekspor

(ton)

1 Vatikan 263.000 121

2 Christmas Islands 219.000 33

3 US Minor Outlying 38.000 6

4 Montserrat 30.000 17

5 Niue 12.000 9

Selain diversifikasi negara tujuan ekspor, Indonesia juga melakukan

diversifikasi komoditi ekspor. Porsi ekspor nonmigas 10 komoditas utama

yang sebelumnya sebesar 60%, turun menjadi 35% di tahun 2009. Semakin

banyak komoditi potensial yang kompetitif di pasar global seperti makanan

EU16.1%

Japan15.6%

AS15.6%

Singapore9.2%

Cina6.2%

India3.4%

Malaysia5.2%

S. Korea 3.6%

Thailand2.5%

Taiwan2.6%

Others20.1%

Tahun 2004

EU13.9%

Japan11.6%

AS11%

Singapore9.1%

China8.6%

India6.2%

Malaysia5.2%

S. Korea 4.4%

Thailand2.4%

Taiwan2.8%

Others24.6%

Tahun 2009

Ekspor ke RRT, India dan Korea meningkat hingga 25% selama periode 2005-2009

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 3

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 104

olahan, perhiasan, ikan dan produk ikan, kerajinan dan rempah-rempah,

kulit dan produk kulit, peralatan medis, minyak atsiri, peralatan kantor dan

tanaman obat, meskipun produknya masih tradisional dan belum diolah

secara modern.

Untuk meningkatkan diversifikasi negara tujuan ekspor, Kementerian

Perdagangan terus melakukan kegiatan promosi dagang antara lain dilakukan

dengan memprakarsai atau turut serta dalam kegiatan pameran luar negeri dan

misi dagang. Dari 49 kegiatan promosi dagang yang dilakukan sepanjang tahun

2009 (atau melampaui target 40 kegiatan promosi), jumlah keseluruhan nilai

transaksi yang diperoleh adalah sebesar US$ 846.774.094 atau tercapai sekitar

235% dari target transaksi sebesar US$ 359.100.000 (termasuk kegiatan

penyelenggaraan marketing point) dan diikuti oleh 1.293 perusahaan. Beberapa

kegiatan promosi tersebut dijabarkan sebagai berikut:

1. Kegiatan pameran luar negeri pada tahun 2009 telah dilaksanakan

sebanyak 15 pameran dagang Internasional (Tabel 19) dan berhasil

mendatangkan transaksi dagang sebesar US$ 360.699.198. Jumlah

pelaku usaha yang diikutsertakan dalam kegiatan pameran luar negeri

selama tahun 2009 berjumlah 243 perusahaan.

Tabel 19. Partisipasi Pada Sejumlah Pameran di Luar Negeri Tahun 2009

No Nama Pameran Negara Penyelenggara

1 International Spring Fair Plovdiv, Bulgaria

2 Fashion Accessories Hongkong, China

3 Seoul Food Seoul, Korea

4 Ca Expo Nanning, China

5 Pasar Malam Tong Tong 2009 Amsterdam, Belanda

6 Expo Riva Schuh Italia

7 Vicenzaoro Autumn 2009 Italia

8 International Horti Fair 2009 Belanda

9 Tripoli International Fair 2009 Libya

10 Motexha Spring Fair 2009 Dubai

11 Project Near East Amman, Jordania

Transaksi promosi dagang tahun 2009 mencapai US$ 846,7 juta dan diikuti 1.293 perusahaan

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 3

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 105

No Nama Pameran Negara Penyelenggara

12 Decorex 2009 Afrika Selatan

13 Saudi Build 2009 Arab Saudi

14 Lagos International Trade Fair Nigeria

15 INDEX Dubai

2. Misi dagang yang semula dijadwalkan sebanyak 6 kegiatan, pada

realisasinya dapat terlaksana di 7 negara: Australia, RRT, Vietnam,

Jepang, Libya, Dubai dan Amerika Serikat dengan hasil transaksi

mencapai US$ 200.185.000 dan diikuti sebanyak 116 eksportir.

Kontribusi misi dagang terhadap total transaksi hasil promosi dagang

tahun 2009 tergolong cukup signifikan yakni sebesar 65,78%.

3. Kegiatan Instore Promotion dapat terealisasi di 3 tempat, yaitu di

Persatuan Emirat Arab, Sendai dan Amerika Serikat. Minat pengunjung

dalam counter Indonesia cukup tinggi khususnya untuk produk

perhiasan, tekstil (batik) dan produk makanan olahan. Transaksi yang

dihasilkan dari keempat kegiatan tersebut adalah sebesar US$

119.330,51.

Menteri Perdagangan RI didampingi Kepala ITPC Dubai pada saat pembukaan in-store

promotion di LULU Hypermart, Dubai, 7 April 2009

Batik dan perhiasan cukup menarik minat pengunjung Instore Promotion di beberapa negara

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 3

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 106

4. Penerimaan misi dagang telah menerima kunjungan sebanyak 1.069

buyer dari 6 negara. Kegiatan penerimaan misi dagang dilakukan selain

dalam bentuk pertemuan bisnis antara buyer dan eksportir Indonesia

juga melakukan kunjungan langsung ke daerah sentra produksi.

Kegiatan tersebut antara lain:

Misi Pembelian Hongkong Trade Development Council (HKTDC)

dengan membawa 20 delegasi yang menanyakan informasi

mengenai prosedur investasi, bea masuk dan peraturan lainnya.

Penerimaan misi dagang Aljazair dilakukan pada tanggal 30 Januari

– 8 Februari 2009 untuk menjajagi kerjasama penjualan produk

minyak sayur, margarin, minyak nabati, gula pasir, air mineral,

minuman bersoda, elektronik dan bidang konstruksi.

Kunjungan 3 delegasi dari Milan, Italia dalam rangka menjajaki

pembelian produk garment & garment accessories, heavy

equipment (railway equipment, crane dan tunneling equipment),

elektronik, dan telah dipertemukan dengan 20 pengusaha

Indonesia.

Delegasi Misi Dagang dalam rangka TEI 2009 sebanyak 1.036 orang

yang berasal dari 43 negara. Delegasi misi dagang tersebut paling

banyak berasal dari wilayah Asia, Australia, dan New Zealand.

Delegasi Belarus terdiri dari pejabat pemerintah dan pelaku bisnis

yang mengadakan presentasi tentang potensi industri dan peluang

kerjasama bisnis Belarus. Produk yang diminati antara lain ban,

pupuk potassium, traktor dan peralatan pertanian, traktor dan

mesin pertambangan, kendaraan (truk & bis).

Misi Pembelian COMCE dari Meksiko membawa 8 delegasi, yang

dipertemukan dengan 28 perusahaan Indonesia.

5. Pelaksanaan Trade Expo Indonesia (TEI) ke-24 tahun 2009.

Penyelenggaraan TEI ke-24 ini masih merupakan bagian dari revitalisasi

yang bertujuan untuk mensejajarkan TEI dengan pameran-pameran

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 3

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 107

dagang yang telah mendunia. Lebih dari itu, penyelenggaraan TEI 2009

juga dimanfaatkan sebagai pencitraan “Nation Branding” Indonesia

sebagai bangsa yang kreatif.

Pelaksanaan TEI 2009 diikuti oleh 780 perusahaan terdiri dari berbagai

instansi terkait, BUMN, Pemda, Asosiasi, dan sebagainya. Jumlah

tersebut melampaui jumlah yang ditargetkan sebelumnya yaitu

sebanyak 770 perusahaan.

Jumlah buyer pada TEI 2009 tercatat sebanyak 7.914 orang dari 99

negara, terdiri dari 6.613 buyer dari pasar non tradisional (84%) dan

1.301 buyer dari pasar tradisional (16%). Jumlah buyer pada TEI 2009

melampaui jumlah buyer yang ditargetkan yaitu sebesar 7.800 orang

dan naik 6,3% dibanding tahun 2008. Produk dengan nilai transaksi

tertinggi berturut-turut adalah furniture, komponen otomotif,

peralatan listrik dan barang-barang elektronik, alas kaki, food &

beverages, produk pertanian, produk kimia, kerajinan, peralatan olah

raga, tekstil dan produk tekstil, building material, jewelry, produk kulit,

produk stationery, dan sektor jasa.

Menteri Perdagangan RI didampingi Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal serta Kepala BPEN membuka secara resmi Trade

Expo Indonesia ke-24 tahun 2009 di Arena Pekan Raya Jakarta, 28 Oktober 2009

TEI 2009 diikuti 780 perusahaan dan 7.914 buyer, dengan nilai transaksi mencapai US$ 285,4 juta

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 3

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 108

Total nilai transaksi selama TEI 2009 mencapai US$ 285,4 juta yang

terdiri dari US$ 222,9 juta untuk produk dan US$ 62,4 juta dari sektor

jasa. Selain itu, terjadi peningkatan permintaan terhadap sektor jasa

tenaga kerja Indonesia. Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan

Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) memperoleh permintaan

penempatan tenaga terlatih sebanyak 14.431 orang, antara lain jasa

perawat dan pengasuh orang jompo untuk bekerja di berbagai rumah

sakit di Jepang. Buyer peminat jasa terampil Indonesia berasal dari

Australia, Selandia Baru, Italia, Portugal, Vietnam, Singapura, Malaysia,

Sri Lanka, India, dan Mesir.

Tabel 20. Informasi Trade Expo Indonesia 2009

No Uraian Jumlah/Negara/ Orang

1 Perusahaan 780 perusahaan

2 Buyer 7.914 orang

3 Negara partisipan 99 negara

4 Produk dengan nilai transaksi tertinggi Furniture

5 Transaksi US$ 285,4 juta

6 Permintaan tenaga kerja 14.431 orang

6. Sebagai salah satu upaya untuk mengembangkan ekspor produk Indonesia

termasuk mengembangkan produk ekspor produk daerah, Kementerian

Perdagangan telah ikut berpartisipasi dalam 21 pameran dalam negeri yang

diselenggarakan oleh Asosiasi dan instansi terkait. Dari seluruh partisipasi

Kementerian Perdagangan tersebut, memperoleh nilai transaksi sebesar Rp

2.779.368.120 dan US$ 74.888. Keikutsertaan Kementerian Perdagangan

lebih ditujukan kepada upaya melalukan pendekatan dan penyebaran

informasi ekspor kepada dunia usaha, serta memberikan pembelajaran

bagaimana cara melakukan promosi dan negosiasi yang baik. Selain itu,

bentuk partisipasi ini merupakan salah satu bentuk dukungan Kementerian

Kementerian Perdagangan turut berpartisipasi pada pameran dalam negeri dengan nilai transaksi mencapai Rp 2,77 miliar

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 3

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 109

Perdagangan kepada instansi lain baik instansi pemerintah maupun swasta

yang turut aktif mempromosikan produk Indonesia.

Menteri Perdagangan didampingi Menteri Perdagangan Dalam Negeri Malaysia, dan Ketua Asosiasi Franchise Indonesia (AFI) membuka pameran International Franchise,

License & Business Concept Expo Conference (IFRA) 2009 di JCC, 19 Juni 2009

7. Pengembangan marketing point di 3 daerah yaitu Tarakan, Skow dan

Nunukan. Selama tahun 2009, total transaksi yang diperoleh 161

perusahaan pada Marketing Point Skow sebesar Rp 4.470.872.089 atau

meningkat 3 kali lipat dibandingkan hasil transaksi yang diperoleh pada

tahun 2008 (Rp 1.464.307.800).

Sementara itu, marketing point Tarakan telah melakukan pertemuan

langsung dengan buyer dari negara Malaysia untuk produk hasil laut

dan kontak melalui internet yang datang dari negara Pakistan, India,

China, Malaysia, Slovakia, Turki, Polandia, Afrika Selatan, Uni Emirat

Arab, USA, dan Taiwan dengan produk yang diminati Perikanan,

Furnitur, Plywood dan Batubara.

8. Pameran virtual. Pameran tersebut merupakan penyediaan sarana

promosi produk UKM yang berorientasi ekspor melalui penyediaan

fasilitas website (http://www.nafedve.com), sehingga dunia usaha

Total transaksi marketing point tahun 2009 meningkat tiga kali lipatdari tahun 2008

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 3

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 110

dapat melakukan promosi secara efisien dan efektif mengingat fasilitas

ini dapat diakses oleh importir dunia. Perusahaan yang telah menjadi

anggota adalah 424 perusahaan dari seluruh Indonesia (naik 4,17%

dibandingkan tahun 2008). Adapun kategori produk yang paling

banyak dijumpai pada pameran virtual Kementerian Perdagangan

adalah produk kerajinan (123 perusahaan), furnitur (115 perusahaan),

produk garmen (35 perusahaan), fashion accessories (27 perusahaan)

dan peralatan rumah tangga (22 perusahaan).

Jumlah komoditi ekspor

Sepanjang tahun 2009, Indonesia telah mengekspor sebanyak 97

komoditi (HS 2) ke 224 negara tujuan ekspor. Jumlah komoditi ini cenderung

stabil jika dibandingkan dengan jumlah komoditi tahun 2008 sebanyak 98

komoditi. Dari data BPS, diketahui jenis komoditi (HS 2) yang memiliki tren

terbesar adalah komoditi Timah Hitam (HS 78) sebesar 108%, disusul kemudian

Kapal laut (HS 89) sebesar 48% dan Perhiasan (HS 71) sebesar 35%. Data

komoditi yang diekspor sepanjang tahun 2009 dapat dilihat pada lampiran 8.

Menteri Perdagangan RI didampingi Dirjen Perdagangan Luar Negeri dan Kepala BPEN mengunjungi pabrik keramik ke Plant II, PT. Arwana Citramulia Tbk. di Cikande Serang,

Banten, 15 Juli 2009

Tren ekspor Indonesia terbesar tahun 2005-2009 berturut-turut adalah Timah Hitam (108%), Kapal laut (48%) dan perhiasan (35%)

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 3

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 111

Sedangkan 5 jenis komoditi utama yang memiliki nilai ekspor

tertinggi adalah Bahan Bakar Mineral (HS 27); Lemak/Minyak Hewan

Nabati (HS 15); Mesin/Peralatan (HS 85); Bijih,Kerak dan Abu Logam (HS

65), serta Karet dan Produk dari Karet (HS 40). Sedangkan negara tujuan

ekspor utama ke-5 jenis komoditi tersebut di dominasi oleh RRT, Jepang

dan India (Tabel 21).

Tabel 21. Nilai Ekspor 5 Jenis Komoditi Utama Tahun 2009

No Jenis komoditi (HS) Negara tujuan ekspor utama

Nilai ekspor tahun 2009 (US$ juta)

Tren (%)

2005-2009

1 Bahan Bakar Mineral (27)

Jepang 2.193,2 19,92 China 2.079,6 129,54 India 1.952,3 43,33 Korea 1.900,9 37,82 Taiwan 1806,5 29,11

2 Lemak/Minyak Hewan Nabati (15)

India 3.508,8 48,37 China 2.000,5 33,47 Belanda 1.122 18,7 Malaysia 1046,4 36,47 Bangladesh 535,6 42,99

3 Mesin/Peralatan (85) Singapura 1.474,4 -10,02 US 1.153,3 1,26 Jepang 907,9 0,89 HongKong 405,9 7,34 China 272,8 18,39

4 Bijih,Kerak dan Abu Logam (26)

Jepang 2.152,5 15,34 Korea 1.022,8 12,75 Spanyol 767,5 0,95 China 695 43,82 India 636,9 -9,42

5 Karet dan Produk dari Karet (40)

Amerika Serikat 996,2 3,66 China 838,9 22,98 Jepang 727,4 11,2 Singapura 224,7 6,57 Korea 170 15,27

Kualitas dan kuantitas pelaku ekspor

Dalam rangka meningkatkan kualitas dunia usaha dalam melakukan

ekspor, Kementerian Perdagangan melakukan berbagai kegiatan

pendampingan, pembinaan dan pelatihan. Pada tahun 2009, jumlah

eksportir yang memiliki wawasan ekspor/impor serta memahami peluang

pasar adalah sebanyak 4.214 eksportir atau mencapai target sebesar 100%

4.214 eksportir binaan Kementerian Perdagangan memiliki wawasan ekspor/impor serta memahami peluang pasar

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 3

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 112

jika dibandingkan dengan jumlah eksportir tahun 2008. Adapun kegiatan

yang dimaksud antara lain adalah:

1. Kegiatan Pembinaan Terpadu UKM Perdagangan dengan

melaksanakan Pelatihan ekspor bagi para UKM daerah yang terpilih

sekaligus berpartisipasi dalam Trade Expo Indonesia (TEI) 2009 di

Jakarta. Tujuan dan sasaran dari kegiatan ini adalah untuk mendorong

munculnya eksportir baru dari kalangan UKM yang pada gilirannya

akan memberikan kontribusi dalam peningkatan ekspor, baik skala

daerah/propinsi maupun nasional.

Selama tahun 2009 kegiatan penjaringan peserta pelatihan dengan

melakukan kunjungan langsung ke sentra produksi yang

direkomendasikan oleh Dinas Perindag di 16 daerah yaitu Medan,

Padang, Garut, Pekalongan, Semarang, Surakarta, Surabaya, Bali,

Makasar dan Banjarmasin, dan telah dipilih 49 UKM ekspor untuk

diikutsertakan dalam rangkaian kegiatan lainnya yaitu Pelatihan Ekspor

di BBPPEI dan mengikuti Trade Expo Indonesia Tahun 2009.

Menteri Perdagangan didampingi Kepala BPEN menghadiri Trade Expo Indonesia di Jakarta International Expo Kemayoran, 31 Oktober 2009

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 3

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 113

Selama pameran berlangsung berhasil memperoleh transaksi sebesar

US$ 1.200.000. Hasil transaksi tersebut merupakan indikator bahwa

produk-produk UKM telah mampu memenuhi permintaan buyer

manca negara. Nilai potensial transaksi tersebut masih bisa berubah

karena masih banyak negosiasi yang perlu ditindak lanjuti peserta

setelah selesai pameran.

2. Untuk meningkatkan kemampuan ekspor telah diselenggarakan 94

angkatan pelatihan kepada para pelaku ekspor pemula sebanyak 2.462

orang atau terealisasi sebesar 65,48% dari target. Materi pelatihan

yang diberikan mencakup 7 kelompok materi pelatihan yaitu (i)

Perdagangan Internasional, (ii) Pengembangan Produk, (iii)

Pembiayaan dan Pembayaran ekspor, (iv) Promosi/Komunikasi Ekspor,

(v) Strategi Pemasaran Ekspor, (vi) Manajemen Mutu, serta (vii)

Pemilihan Distributor. Melalui pelatihan ini diharapkan dapat

meningkatkan kapasitas dan keahlian para UKM dan eksportir dalam

memperlancar proses transaksi ekspor produknya.

Selain itu, guna mendukung program peningkatan ekspor

produk-produk budaya Indonesia, Kementerian Perdagangan

menyediakan fasilitas pelayanan informasi melalui teleconference

sebagai sarana diskusi langsung antara para pelaku ekspor daerah

dengan tenaga ahli dari negara tujuan eksport. Kegiatan teleconference

untuk Bussiness Matching ini terselenggara sebanyak 8 kali (Tokyo,

Beijing dan Perancis) yang diikuti oleh 110 peserta. Jumlah peserta

pelatihan selama tahun 2005 s.d 2009 sangat fluktuatif dan cenderung

menurun pada tahun 2009 (Gambar 21).

94 angkatan pelatihan pelaku ekspor pemula sebanyak 2.462 orang tahun 2009

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 3

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 114

Gambar 21. Perkembangan Jumlah Eksportir Handal Tahun 2005 - 2009

Penurunan jumlah peserta pada tahun 2009 disebabkan

beberapa hal antara lain:

Terdapat 30 angkatan pelatihan yang tidak dilaksanakan karena

jumlah peserta tidak memenuhi target.

Tidak terlaksananya beberapa pelatihan kerjasama dengan Bank

Mandiri dikarenakan adanya perubahan pejabat bagian diklat di

lingkungan Bank Mandiri serta keterbatasan waktu pelaksanaan

lelang yang mendekati akhir anggaran.

Beberapa pelatihan bagi institusi lebih sesuai jika dilakukan secara

in house training di perusahaan

3. Pusat Pelatihan dan Promosi Ekspor Daerah (P3ED) merupakan bentuk

implementasi kerjasama antara JICA, PEMDA dan Kementerian

Perdagangan untuk memberikan dan mengembangkan dunia usaha

didaerah dalam meningkatkan Sumber Daya Manusia agar menjadi

eksportir yang handal dan memberikan gambaran pengetahuan

dibidang informasi. P3ED yang terdapat di 4 Propinsi (Medan Sumatra

Utara, Surabaya Jawa Timur, Banjarmasin Kalimantan Selatan dan

Makassar Sulawesi Selatan).

2,80

0

2,61

6 3,97

0

2,83

7

2,46

2

-

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

3,500

4,000

4,500

2005 2006 2007 2008 2009

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 3

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 115

Sepanjang tahun 2009, dari keempat P3ED tersebut, telah

menyelenggarakan 51 pelatihan yang diikuti oleh 1.230 orang peserta

atau 86,01% dari target sebanyak 1.430 UKM serta mengalami penurunan

sebesar 16,9% dari jumlah peserta tahun 2008 (1.480 peserta), selain itu

juga memperoleh permintaan dagang sebanyak 319 inquiries.

4. Dukungan terhadap pengembangan klaster produk kulit di Jogyakarta

merupakan kegiatan yang berkesinambungan dan komplementer,

dengan tujuan mensinergikan antar berbagai rantai nilai (value chain)

yang menghubungkan keberlangsungan produk kulit. Kementerian

Perdagangan sebagai inisiator sejak tahun 2006 bekerjasama dengan

stakeholder telah melakukan langkah-langkah penentuan core industri,

mapping pelaku industri terkait, identifikasi sentra-sentra industri dan

mengelompokan kelompok industri kulit.

Pada tahun 2007, Kementerian Perdagangan telah memberikan

dukungan dalam hal pembuatan website produk kulit, cetak katalog

produk kulit, training of trainer (TOT) bagi fasilitator dan mendatangkan

tenaga ahli kulit dari CBI - Belanda. Sebagai pembinaan lanjutan, pada

tahun 2008-2009 Kementerian Perdagangan bekerjasama dengan

berbagai lembaga internasional mengadakan beberapa untuk para

pelaku industri kulit di Yogyakarta, antara lain Workshop

pengembangan klaster kulit di Yogya tanggal 25 Juni 2009 diikuti oleh 80

peserta dari Dinas/Instansi terkait, Asosiasi, Akademisi dan para pelaku

usaha kulit serta Workshop HKI dan Tata Cara Pendaftaran HKI untuk

UKM Produk Kulit Yogyakarta pada tanggal 9 Desember 2009 di Hotel

Inna Garuda, Yogyakarta yang diikuti oleh 57 peserta.

5. Pemberian penghargaan Primaniyarta.10 Pada tahun 2009 terdapat 26

perusahaan yang berhak untuk mendapatkan penghargaan

10 Primaniyarta adalah pemberian penghargaan pemerintah kepada dunia usaha

untuk memotivasi para eksportir agar selalu berupaya keras meningkatkan perolehan devisa, menyediaan lapangan kerja, pendapatan negara dan sekaligus sebagai contoh keberhasilan bagi para eksportir lain.

Pelatihan P3ED diikuti oleh 1.230 UKM, turun 16,9% dari tahun 2008

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 3

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 116

Primaniyarta, yaitu 12 perusahaan pemenang kategori Eksportir

Berkinerja, 6 perusahaan pemenang kategori Pembangun Merk Global,

6 perusahaan pemenang kategori UKM Ekspor, serta 2 perusahaan

pemenang kategori Pelaku Ekspor Ekonomi Kreatif (Tabel 22).

Menteri Perdagangan RI menyerahkan piagam Penghargaan Primaniyarta 2009 kepada 26 perusahaan eksportir terbaik, 28 Oktober 2009

Berdasarkan target yang ditetapkan (sosialisasi dan seleksi di 20

daerah), kegiatan sosialisasi dan seleksi hanya mencapai 70%, jumlah

nominator melampaui target yang ditetapkan (target 75 nominator)

serta peraih penghargaan primaniyarta tahun 2009 hanya mencapai

87% target (30 pemenang).

Tabel 22. Penghargaan Primaniyarta Tahun 2009

Kategori Penghargaan Jumlah Perusahaan

Pemenang

Eksportir Berkinerja 12 perusahaan

Pembangunan Merek Global 6 perusahaan

UKM Ekspor 6 perusahaan

Eksportir Barang dan Jasa Ekonomi Kreatif 2 perusahaan

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 4

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 117

Sasaran 4 Meningkatnya kemampuan market intelligence dan negosiasi

serta meningkatnya kualitas pelayanan dan kuantitas

lembaga promosi di luar negeri

ntuk mencapai terwujudnya peningkatan kualitas dan kuantitas

informasi pasar dan produk ekspor non migas Indonesia

peningkatan kualitas pelayanan dan kuantitas lembaga promosi di luar

negeri dalam rangka pengembangan 10 produk utama, 10 produk potensial

serta 3 jasa Indonesia, maka fokus dalam pencapaian sasaran-4 adalah

terkait dengan: kemampuan market intelligence, negosiasi, dan kualitas

lembaga promosi. Adapun pencapaian target masing-masing indikator

kinerja dapat digambarkan sebagai berikut:

No. Indikator Kinerja Satuan Target Realisasi %

1 Jumlah informasi peluang pasar dan produk yang dipublikasikan

Informasi 80 556 695

2 Jumlah kesepakatan yang dicapai dalam forum kerjasama perdagangan internasional

MoU

Agreement

Ratifikasi

MRA

4

6

3

4

4

6

3

4

100

3 Nilai kontak dagang di negara akreditasi ITPC

US$ 250.000.000 149.477.881 59,79

Ket: Cetak tebal merupakan IKU

Sasaran keempat Rencana Strategis (atau elemen keempat dari

sasaran Renstra) yang harus dicapai oleh Kementerian Perdagangan adalah

dalam rangka peningkatan kemampuan market intelligence dan negosiasi

serta meningkatnya kualitas pelayanan dan kuantitas lembaga promosi di

luar negeri.

U

„ “

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 4

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 118

Pilar kerjasama multilateral, regional dan bilateral bagi Indonesia,

sebagai negara berkembang, sangat penting dilakukan, karena antara satu

pilar dengan pilar yang lainnya mempunyai karakteristik yang berbeda,

namun satu sama lain saling menunjang bahkan bersifat komplementer.

Dalam kurun waktu hampir dua dasawarsa, terjadi perkembangan

yang sangat dinamis dalam hubungan perdagangan internasional.

Perdagangan dalam lingkup multilateral, regional dan bilateral telah

memasuki babak baru. Cakupan perdagangan internasional semakin luas,

tidak hanya melibatkan perdagangan barang, namun juga perdagangan

jasa dan investasi. Format dalam hubungan perdagangan internasional juga

semakin beragam sehingga memerlukan strategi dan langkah yang

“cerdas” dalam penanganannya.

Kemampuan market intelligence

Dalam rangka mendukung program peningkatan ekspor,

Kementerian Perdagangan terus berupaya untuk menyediakan informasi

yang dibutuhkan oleh dunia usaha. Sepanjang tahun 2009, Kementerian

Perdagangan telah menghasilkan 556 informasi ekspor mengenai peluang

pasar dan produk yang telah dipublikasikan baik secara offline (dalam

bentuk Buletin Eksport, Brosur Homepage Indonesia-Inggris, Brosur

Nafedve, brosur layanan informasi, buku petunjuk/panduan ekspor

Indonesia, Buku Statistik Ekspor dan Neraca Perdagangan Indonesia, Buku

Inquiry dan CD (Doing Business in Indonesia) maupun online melalui

website. Informasi tersebut diperoleh melalui berbagai kegiatan antara lain

kegiatan market intelligence/pengamatan langsung terhadap pasar produk,

segmentasi pasar, strategi pesaing, dan kondisi negara target untuk tujuan

penetrasi pasar produk Indonesia. Pada tahun 2009 telah menghasilkan 6

judul market intelligence.

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 4

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 119

Dari hasil market intelligence tersebut telah didiseminasikan ke 10

daerah yaitu Medan, Semarang (diganti Surakarta karena sedang ada acara

lain), Makassar, Padang (diganti Ambon karena sedang terjadi gempa),

Yogyakarta, Surabaya, Banjarmasin, Lampung, Bali dan NTB.

Tingginya capaian informasi peluang pasar dan produk yang

dipublikasikan dikarenakan telah dibukanya 10 kantor ITPC baru di

beberapa kota dagang di dunia yaitu Barcelona-Spanyol, Pusan-Korea

Selatan, Chicago-Amerika Serikat, Chennai-India, Jeddah-Arab Saudi, Lagos-

Nigeria, Lyon-Perancis, Mexico City-Meksiko, Santiago-Chile, dan

Vancouver-Kanada. Selain itu meningkatnya aktivitas penulisan oleh ITPC

dikarenakan banyaknya tuntutan dunia usaha akan informasi mengenai

kondisi negara yang akan dituju.

Negosiasi

Penjelasan mengenai Indikator Kinerja terkait dengan negosiasi,

Pencapaian MoU atau kesepakatan lainnya yang disepakati dalam rangka

meningkatkan akses pasar produk-produk Indonesia di pasar global, akan

dijelaskan dengan sistematika sebagai berikut: (i) hasil kesepakatan

kerjasama, akan dijelaskan mengenai jenis kesepatan yang telah dicapai di

tahun 2009, (ii) perkembangan hasil kesepakatan kerjasama, akan

dijelaskan mengenai data hasil kesepakatan dari tahun 2005-2009, dan (iii)

proses negosisasi/perundingan, akan dijelaskan mengenai landasan atau

strategi negosiasi, landasan hukum serta penjelasan dari hasil pencapaian

partisipasi aktif indonesia di berbagai forum.

HASIL KESEPAKATAN KERJASAMA

Untuk mengukur keberhasilan indikator kinerja hasil kesepakatan

yang dicapai oleh Kementerian Perdagangan, maka membandingan jumlah

kesepakatan yang dihasilkan setiap tahunnya adalah kurang tepat. Hal

tersebut dikarenakan setiap kesepakatan (MoU, Agreement, Ratifikasi,

Telah dibukanya 10 kantor ITPC baru di beberapa kota dagang dunia turut memperluas penetrasi pasar produk/ komoditi Indonesia

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 4

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 120

maupun MRA), isu yang disepakati sangat berbeda satu dengan yang

lainnya. Sebagai ilustrasi lain, yang dapat digunakan antara lain,

membandingan kuantitas jumlah produksi beras tahun I dengan kuantitas

produksi gula pasir Tahun II sangatlah tidak mungkin karena produknya

berbeda. Oleh karena itu, untuk melihat kinerja dari Kementrian

Perdagangan mengenai hasil kesepakatan yang telah capai hendahnya

dilihat secara kumulatif dari tahun ketahun.

Tabel 23. Perkembangan Hasil Kesepakatan Kerjasama Tahun 2005-2009

No Bentuk Kesepakatan Tahun

2005 2006 2007 2008 2009

1 MoU 1 6 - - 4

2 Agreement 5 4 6 7 6

3 Ratifikasi - 1 - 1 3

4 MRA 1 1 2 0 4 Ket: Uraian lebih lengkap, lihat tabel 24, tabel 25, tabel 26 dan tabel 27

Berdasarkan data 5 tahun terakhir (2005-2009), kesepakatan yang

dicapai terus meningkat (Tabel 23). Dengan peningkatan tersebut akan

membawa dampak outcome dengan semakin meningkatkan daya saing

produk Indonesia di pasar luar negeri untuk beberapa produk.

Selain itu, dengan disepakatinya MRA untuk 8 bidang profesi yang

berlaku di kawasan ASEAN menyebabkan para tenaga kerja di 8 bidang

profesi akan mendapat pengakuan kesetaraan.

Outcome dari kesepakatan tersebut bagi Indonesia, adalah sebagai

negara dengan jumlah penduduk terbesar dibanding negara ASEAN lainnya

tentunya akan mempunyai lebih banyak tenaga profesional di 8 bidang

profesi yang diakuai kualitasnya sehingga bebas untuk mencari pekerjaan

di kawasan ASEAN.

Kesepakatan yang dicapai selama 2005-2009 terus meningkat

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 4

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 121

Dari berbagai perundingan yang diikuti oleh Kementerian

Perdagangan, terdapat beberapa hasil yang disepakati dalam rangka

peningkatan akses pasar produk-produk Indonesia di pasar global, yaitu:

a. Kesepakatan di Fora Kerjasama Multilateral

Salah satu hal yang patut dicatat dari hasil KTM WTO VII baru-baru ini

(Desember 2009), adalah disepakati perpanjangan masa moratorium

sampai 2011 untuk dua isu, yaitu: (i) Trade-Related Intellectual Property

Rights–Non Violation and Situation Complaint (NVSC) dan (ii) E-Commerce.

Menteri Perdagangan RI, selaku koordinator G-33 tengah memimpin pertemuan kelompok

pada Konperensi Tingkat Menteri WTO di Jenewa, Swiss pada tgl 29 November 2009

b. Kesepakatan di Fora Kerjasama Regional

Berikut adalah jenis-jenis kesepakatan yang dilakukan di forum

kerjasama regional:

Tabel 24. Jenis MoU yang Disepakati Tahun 2009

No Negara Mitra Mou Tanggal

1 Thailand Protocol to Provide Special Consideration for Rice and Sugar

Chan-am, Thailand, 26 Februari 2009

2 Vietnam MoU on Rice Trade 25 April 2009

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 4

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 122

No Negara Mitra Mou Tanggal

3 Libya MOU on Trade Cooperation Tripoli, 4 April 2009

4 Swiss the Establishment of a Joint Economic and Trade Commission

Jakarta, 26 Nopember 2009

Tabel 25. Jenis Kesepakatan (Agreement) yang Ditandatangani Tahun 2009

No Negara Mitra Agreement Tanggal

1 ASEAN Perjanjian Perdagangan Barang ASEAN (ATIGA)

Chan-am, Thailand, 26 Februari 2009

2 ASEAN ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA),

Chan-am, 26 Februari 2009

3 ASEAN - China Persetujuan Investasi Bangkok, Thailand, 15 Agustus 2009

4 ASEAN - Korea Persetujuan Investasi Jeju Island, Korea, 2 Juni 2009

5 ASEAN – Aus - NZ Penandatanganan AANZFTA Chan-am, Thailand, 27 Februari 2009

6 ASEAN - India Perdagangan Barang (TIG) Bangkok, Thailand, 13 Agustus 2009

Di bawah panduan AEC Blueprint, ASEAN berhasil mencatat beberapa

pencapaian internal yang cukup signifikan. Di antara pencapaian tersebut

adalah disahkannya ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA) yang

merupakan kodifikasi, penyempurnaan dan pendalaman atas kesepakatan

ASEAN di sektor barang, ASEAN Comprehensive Investment Agreement

(ACIA) yang juga merupakan kodifikasi, penyempurnaan dan pendalaman

komitmen yang sudah ada, serta kesepakatan ASEAN di bidang

perdagangan jasa yang tertuang dalam ASEAN Framework Agreement on

Services Paket 6 dan Paket 7.

ATIGA merupakan hasil integrasi dari berbagai kesepakatan ASEAN di

bidang perdagangan barang. Dengan kata lain, ATIGA merupakan

perjanjian komprehensif di bidang perdagangan barang yang merangkum

dan menyempurnakan Agreement on Common Effective Preferential

Scheme for the ASEAN Free Trade Area (CEPT-AFTA) yang ditandatangani

pada tahun 1992, serta berbagai kesepakatan lainnya yang terkait seperti

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 4

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 123

di bidang kepabeanan (1997), Mutual Recognition Arrangements (1998), e-

ASEAN (2000), HS nomenklatur (2003), Sektor Prioritas Integrasi (2004),

dan perjanjian ASEAN Single Window (2005). Khusus untuk

penurunan/penghapusan tarif dan hambatan non-tarif, ATIGA pada

dasarnya menegaskan kembali kesepakatan yang telah dicapai

sebelumnya.

Menteri Perdagangan RI dan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Vietnam

menandatangani MoU perdagangan beras di Ho Chi Minh City, Vietnam, 25 April 2009

ACIA pada dasarnya merupakan hasil modifikasi dan penyempurnaan

kesepakatan ASEAN di bidang investasi, yakni ASEAN Invesment Guarantee

Agreement (IGA, 1987) dan Framework Agreement on the ASEAN

Investment Area (AIA, 1998). Melalui ACIA, negara anggota ASEAN sepakat

untuk mengubah kedua kesepakatan tersebut menjadi satu perjanjian

komprehensif yang forward-looking, memuat bagian-bagian dan aturan

yang disempurnakan, dan memperhatikan international best practices

guna meningkatkan investasi intra-ASEAN dan menarik lebih banyak

investasi asing ke ASEAN.

ACIA memuat empat pilar kerjasama investasi ASEAN, yakni: (i)

liberalisasi, (ii) proteksi, (iii) fasilitasi, dan (iv) promosi. Prinsip yang

mendasari ACIA adalah progresif, menguntungkan, perlakuan khusus untuk

Empat pilar kerjasama investasi ASEAN meliputi liberalisasi, proteksi, fasilitasi, dan promosi

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 4

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 124

anggota, tidak ada back-tracking dari komitmen di bawah IGA dan AIA,

special and differential treatment sesuai tingkat pembangunan dan

sensitivitas sektoral, perlakuan timbal-balik (reciprocal), dan

mengakomodasikan kemungkinan perluasan cakupan perjanjian.

Penandatanganan Persetujuan Investasi ASEAN-Korea oleh para Menteri Ekonomi ASEAN dan Menteri Perdagangan Korea, di Jeju, Korea, 2 Juni 2009

Dalam konteks AFAS, Negara-negara ASEAN telah memberikan

komitmen pada empat Priority Integration Sectors (PIS), yakni: (i) air travel;

(ii) healthcare; (ii) e-ASEAN (telecommunications and IT services); (iv) dan

tourism. Annexes dari Protocol ini memuat komitmen horisontal, jadwal

specific commitments dan daftar pengecualian Most Favoured Nation

(MFN) dari setiap negara anggota, dan mulai berlaku efektif 90 hari setelah

penandatanganan.

Kesepakatan AFAS-6 ini kemudian disusul dengan dicapainya

kesepakatan AFAS-7 yang ditandatangani pada tanggal 26 Februari 2009 di

Cha-am Thailand. Dalam AFAS-7 ini, komitmen liberalisasi negara anggota

ditingkatkan sesuai AEC Blueprint, yakni 49% equity participation untuk

sektor-sektor non-prioritas dan 51% equity participation untuk sektor-

sektor prioritas.

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 4

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 125

Tabel 26. Jenis Ratifikasi yang Disepakati Tahun 2009

No Negara Partner Ratifikasi Tanggal

1 ASEAN - Jepang Ratifikasi TIG ASEAN-Jepang 19 November 2009 dengan PERPRES No. 50 Tahun 2009

2 Indonesia - Uzbekistan Trade Agreement 13 Mei 2008 dan Diratifikasi 13 September 2009

3 ASEAN ASEAN Framework Agreement for the Integration of Priority Sector (PIS)

11 Juni 2009 dengan PERPRES No. 25 Tahun 2009

TIG adalah kesepakatan kerja sama perdagangan komprehensif

antara negara-negara ASEAN-Jepang yang mencakup perdagangan barang,

jasa, dan juga investasi. Kesepakatan ini turut diperkuat dengan PERPRES

No. 50 Tahun 2009. Sampai saat ini sedang dilakukan notifikasi kepada

seluruh pihak ASEAN-Jepang agar implementasi Perjanjian tersebut dapat

dimulai. Pada tanggal 13 September 2009, Indonesia telah meratifikasi Trade

Agreement dengan Uzbekistan yang bertujuan untuk meningkatkan,

memberikan kemudahan, serta mengembangkan kerjasama ekonomi dan

perdagangan yang stabil dan berjangka panjang antara kedua negara.

Di ASEAN telah terdapat kemajuan dengan diratifikasinya ASEAN

Framework Agreement for The Integration of Priority Sectors (PIS). Hal ini

untuk mengidentifikasi kebijakan yang akan dilaksanakan, dengan batas

waktu yang jelas, dengan cara-cara yang saling menguntungkan, oleh

negara-negara Anggota di dalam sektor prioritas pada tanggal 11 Juni 2009

dengan Perpres Nomor 25 Tahun 2009.

Tabel 27. Jenis Mutual Recognition Arrangement yang Disepakati Tahun 2009

No MRA Tanggal

1 ASEAN Mutual Recognition Arrangement Framework on Accountancy Services

Cha-am, Thailand, 26 February 2009

2 ASEAN Mutual Recognition Arrangement on Medical Cha-am, Thailand, 26

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 4

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 126

No MRA Tanggal

Practitioners February 2009

3 ASEAN Mutual Recognition Arrangement on Dental Practitioners

Cha-am, Thailand, 26 February 2009

4 ASEAN Sectoral Mutual Recognition Arrangement (MRA) for Good Manufacturing Practice (GMP) Inspection of Manufacturers of Medicinal Products

Pattaya, Thailand, 10 April 2009

Dengan disepakatinya MRA untuk 4 sektor, setidaknya akan

membawa dampak yang positif bagi pengakuan profesionalisme tenaga

terampil/professional dalam lingkup ASEAN sehingga memungkinkan

tenaga kerja Indonesia di ke 4 sektor tersebut mendapatkan perlakuan

yang sama di semua negara ASEAN.

c. Fora Kerjasama Bilateral

Sejalan dengan perundingan perdagangan dalam fora multilateral dan

regional, perundingan perdagangan yang dilakukan antara Indonesia dengan

mitra dagang juga semakin meningkat. Upaya-upaya diplomasi dan negosiasi

secara aktif terus dilakukan dari tahun ke tahun. Negosiasi-negosiasi bilateral

dengan mitra dagang seperti Singapura, Amerika Serikat, Belanda atau negara-

negara asal Timur Tengah dan Afrika kerapkali menghasilkan kesepakatan dan

jalan tengah atas segala permasalahan yang timbul dan lebih mengedepankan

asas kerjasama ekonomi perdagangan yang strategis dan saling menguntungkan.

Indonesia - Amerika Serikat

Pembentukan Trade and Investment Council (TIC) Indonesia-Amerika

Serikat dimaksudkan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan

perdagangan bilateral antara kedua negara, antara lain:

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 4

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 127

Menteri Perdagangan RI didampingi Dubes RI untuk Amerika Serikat mengadakan kunjungan kerja ke Washington DC, Amerika Serikat dalam rangka Trade and Investment

Council, tanggal 13-15 Mei 2009.

a. Family Smoking Prevention and Tobacco Control Act

Dalam Act yang telah ditandatangani Presiden Obama tanggal 22

Juni 2009, AS melarang distribusi dan penjualan (termasuk importasi)

tembakau dan rokok beraroma (tidak termasuk rokok putih dan rokok

beraroma menthol).

Act tersebut dirasa diskriminatif terhadap produk rokok kretek

yang dianggap rokok beraroma sementara rokok beraroma menthol

tidak dilarang. Pemerintah Indonesia telah menyatakan keberatannya

dalam berbagai kesempatan dan berencana akan mengajukan

konsultasi melalui WTO mengenai diskriminasi antara rokok kretek dan

rokok menthol .

b. Priority Watch List

Sejak 6 Nopember 2006, the United States Trade Representatives

(USTR) menempatkan Indonesia dalam posisi Watch List, namun pada

tanggal 30 April 2009, Indonesia kembali ditempatkan pada posisi

Priority Watch List (PWL), bersama-sama dengan 11 negara lainnya

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 4

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 128

yaitu RRT, Russia, Algeria, Argentina, Kanada, Chile, India, Israel,

Pakistan, Thailand dan Venezuela.

Pada tanggal 10 Juni 2009 telah diadakan pertemuan antara Tim

Nasional Penanggulangan Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual

(Timnas PP HKI) dengan Director for Intellectual Property and

Innovation dalam kantor USTR yang membahas lebih lanjut mengenai

masuknya Indonesia ke dalam PWL dan saran tindaklanjut untuk keluar

dari status tersebut.

Indonesia – Pakistan

Salah satu upaya untuk meningkatkan hubungan perdagangan

bilateral Indonesia - Pakistan, yaitu dengan telah menandatangani

Kerangka Kerja Mengenai Kemitraan Bidang Ekonomi dan Perdagangan

secara Komprehensif (Framework Agreement on Comprehensive Economic

Partnership/FACEP) pada tanggal 24 Nopember 2005 di Islamabad,

Pakistan, oleh Menteri Perdagangan kedua negara. Hasil yang dicapai,

antara lain:

a. Skema pertukaran konsesi tarif untuk Kinnow Pakistan dan CPO

Indonesia

Kedua pihak berhasil menyepakati formula/skema pertukaran

konsesi tarif untuk Kinnow Pakistan dan CPO Indonesia. Indonesia

memberikan penurunan tarif bea masuk Kinnow seasonal tariff 0%

periode Desember 2009 sampai April 2010 dan season berikutnya 5%

dengan catatan di luar season dikenakan 10%; sedangkan tarif masuk

CPO Indonesia akan mendapatkan perlakuan sama dengan yang

diberikan Pakistan kepada Malaysia.

b. Perluasan Kerjasama PTA

Kedua pihak juga sepakat untuk meningkatkan dan memperluas

kerjasama PTA dengan memasukkan komoditi-komoditi baru ke dalam

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 4

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 129

Offer List dan Request List masing-masing pihak. Pakistan, misalnya

setuju mempertimbangkan permintaan pengurangan tarif masuk

untuk komoditi impor dari Indonesia, seperti produk kertas, sorbitol,

keramik dan perikanan. Sedangkan Indonesia setuju

mempertimbangkan pengurangan tarif masuk tambahan bagi komoditi

Pakistan, seperti tekstil dan kulit. Hal ini dimaksudkan untuk

menciptakan level playing field yang sama mengingat nilai ekspor CPO

Indonesia bernilai sekitar US$ 400 juta atau 50% dari total ekspor

Indonesia ke Pakistan, sedangkan ekspor Kinnow hanya bernilai USS 2 -

US$ 4 juta per tahun.

Indonesia – Australia

Hubungan pemerintah antara Indonesia dan Australia selama ini

telah berjalan baik, meskipun demikian perdagangan dan investasi perlu

ditingkatkan untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteran

rakyat.

Dalam kunjungan Presiden RI pada bulan April 2005 telah

ditandatangani Joint Declaration on Comprehensive Partnership between

The Republic of Indonesia and Australia yang merupakan payung dalam

pembentukan kerjasama di bidang ekonomi, perdagangan dan investasi,

yang ditindaklanjuti dengan proposal dari Australia mengenai Trade and

Investment Framework (TIF). TIF merupakan langkah awal kemungkinan

pembentukan FTA Indonesia-Australia.

Pada tanggal 25 September 2005 di Vientiane, Laos, Menteri

Perdagangan R.I. dan Menteri Perdagangan Australia telah

menandatangani Trade and Investment Framework Indonesia - Australia.

TIF merupakan kerjasama antar pemerintah yang dimaksudkan untuk

meningkatkan laju perdagangan kedua negara. TIF mempunyai tujuan

untuk:

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 4

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 130

Meningkatkan kerjasama perdagangan dan investasi,

Membentuk forum dialog kebijakan,

Meningkatkan fasilitasi perdagangan dan investasi,

Memperluas kapasitas dan kerjasama teknik dalam bidang

perdagangan dan investasi antar kedua negara, termasuk

memberdayakan UKM.

Untuk lebih meningkatkan kerjasama perdagangan dan investasi

Bilateral Indonesia-Australia kedua negara sepakat mengadakan studi

kelayakan bersama (joint feasibility study) mengenai manfaat dari

perdagangan bebas Indonesia-Australia.

Menteri Perdagangan RI bersama Menteri Perdagangan Australia memberikan keterangan pers setelah pelaksanaan 8th Trade Minister Meeting di Sydney, 19 Februari 2009

Setelah melakukan beberapa kali pertemuan, kedua tim JFS telah

menyelesaikan draft JFS for the Indonesia-Australia FTA. Hasil JFS

tersebut telah dilaporkan kepada kedua Menteri Perdagangan pada

pertemuan tahunan Menteri Perdagangan Australia-Indonesia di

Sydney, Australia tanggal 19 Pebruari 2009 dan finalisasinya telah

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 4

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 131

diselesaikan pada Maret 2009 dan kedua belah pihak telah menerima

Draft JFS for the Indonesia-Australia FTA dari tim Joint Study.

Indonesia – EFTA

Ide mengadakan perdagangan bebas dengan European Free Trade

Association (EFTA) sejak tahun 2005, dimana Pemerintah Swiss atas nama

EFTA menyampaikan keinginan mereka kepada Indonesia untuk

mengadakan Free Trade. Untuk melihat kemungkinan tersebut, Indonesia

dan EFTA telah melaksanakan beberapa kegiatan, yaitu :

Penandatanganan Record of Understanding for a Possible Future Trade

Agreement, Nopember 2005;

Joint Study Group (JSG) sebanyak 2 kali, yaitu: JSG-1 tanggal 25-26 April

2006 di Jenewa dan JSG-2 tanggal 26-27 September 2006 di Jakarta;

Pertemuan ke-1 Working Group on Trade and Investment pada tanggal

25-26 Oktober 2007 di Yogyakarta.

PROSES NEGOSIASI/PERUNDINGAN

Hasil kesepakatan yang dicapai di tahun 2009 sebagaimana

disebutkan di atas, tidak terlepas dari berbagai negosiasi/perundingan yang

dilakukan diberbagai forum kerjasama perdagangan internasional dengan

perincian sebagai berikut: (i) Forum Kerjasama Perdagangan Multilatetral

sebanyak 150 kali persidangan dari 75 kali persidangan yang ditargetkan;

(ii) Forum Kerjasama Perdagangan Regional sebanyak 240 kali persidangan

dari target 70 kali persidangan; dan (iii) Forum Kerjasama Perdagangan

Bilateral sebanyak 125 kali persidangan dari target 50 kali persidangan.

Dari tingkat realisasi perundingan perdagangan internasional baik

dalam forum multilateral, regional, maupun bilateral yang frekwensinya

cukup besar, memiliki dampak yang signifikan terhadap kualitas kerjasama

yang dihasilkan maupun jumlah kesepakatan yang dihasilkan. Hal tersebut

Negosiasi perdagangan di fora internasional berlandaskan tiga pilar yaitu multilateral, regional, dan bilateral menghasilkan kualitas kerjasama yang berkesinambungan dan saling menguntungkan

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 4

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 132

tetunya akan memberikan dampak pertumbuhan ekonomi, sosial, dan

politik Indonesia. Oleh karena itu, Indonesia akan terus berperan aktif

dalam setiap perundingan diberbagai forum.

Dalam rangka meningkatkan peran aktif Indonesia dalam

perundingan perdagangan internasional baik secara multilateral, regional,

maupun bilateral terutama guna memperjuangkan dan mengamankan

kepentingan nasional, Pemerintah telah membentuk Timnas PPI dengan

Keppres No. 28 Tahun 2005. Timnas PPI menggantikan Tim Nasional WTO

yang sudah berjalan sejak tahun 1999 (Keppres No. 104 Tahun 1999 yang

kemudian disempurnakan menjadi Keppres No. 18 Tahun 2001 dan

Keppres No. 16 Tahun 2002).

Gambar 22. Struktur Organisasi Timnas PPI

Pembentukan Timnas PPI, cakupannya lebih luas dari WTO atau negosiasi

perdagangan di forum multilateral, dilakukan sebagai respon terhadap

tantangan yang dihadapi saat itu dengan meningkatnya keperluan negosiasi di

Timnas PPI dibentuk tahun 2005 menggantikan Timnas WTO, melalui Keppres No. 28/2005

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 4

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 133

forum regional maupun bilateral (Gambar 22). Sebelumnya, Indonesia tidak

melakukan negosiasi perjanjian bilateral perdagangan internasional.

Hingga tahun 2009, telah dilakukan penajaman posisi Indonesia

dalam menghadapi perundingan di fora multilateral, regional dan bilateral.

Hal ini dibutuhkan untuk memperkuat posisi delegasi Indonesia dalam

menghadapi perundingan-perundingan di fora internasional.

Menteri Perdagangan RI bersama Direktur Jenderal KPI dalam rapat dengan beberapa

Menteri Perdagangan negara sahabat.

Pelaksanaan strategi negosiasi/perundingan Indonesia dalam

menghadapi perundingan perdagangan internasional dilakukan melalui

pendekatan 3 pilar negosiasi perdagangan yang meliputi multilateral,

regional, dan bilateral.

a. Perundingan di Forum Kerjasama Multilateral

Terkait dengan perundingan Doha Development Agenda (DDA) saat

ini secara terus menerus dilakukan proses intensif di Geneva untuk

membahas draft text yang disiapkan oleh Chairman dari Kelompok

Perundingan Pertanian dan Non-Pertanian. Dalam draft text tersebut,

Indonesia (koordinator G-33) secara konsisten mempertahankan posisinya

berkaitan dengan Special Products.

Indonesia konsisten pada posisinya terkait dengan Special Products

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 4

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 134

Adapun perbedaan mendasar dari rumitnya perundingan DDA antara

lain terletak pada 3 isu utama (Triangle Issues) yaitu: (i) Domestic Support

(terkait dengan subsidi pertanian) dan Market Access (terkait dengan

penurunan tarif; (ii) Special Product/SP dan Special Safeguard

Mechanism/SSM) di bidang Pertanian; serta (iii) Formula penurunan tarif di

Bidang Non-Agricultural Market Access (NAMA).

Menteri Perdagangan RI didampingi Duta Besar LBBP RI New Delhi, dan Dubes RI WTO, memimpin pertemuan kelompok G-33 dalam Pertemuan Informal Tingkat Menteri sebelum

pembicaraan Agenda Pembangunan Doha di New Delhi-India, 3 September 2009

Dari isu tersebut, Indonesia berkepentingan untuk memperjuangan

Special Product (SP) dan Special Safeguard Mechanism (SSM) di forum

WTO karena kedua isu tersebut terkait langsung dengan: (i) pengentasan

kemiskinan; (ii) pembangunan pedesaan; (iii) dan ketahanan pangan bagi

bangsa Indonesia.

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 4

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 135

b. Perundingan di Forum Kerjasama Regional

Di forum regional, Indonesia berperan aktif dalam perundingan

perdagangan ASEAN, ASEAN dengan negara Mitra Dialog dan APEC.

Partisipasi Kementrian Perdagangan di fora Regional dilakukan di 3 forum / organisasi yaitu:

1. ASEAN yang membahas antara lain : (i) Piagam ASEAN; (ii) ASEAN Economic Community.

2. ASEAN dengan Mitra Dialog:

(i) ASEAN - China Free Trade Area; (ii) ASEAN - Australia- New Zealand Free Trade Area; (iii) ASEAN - Japan Comprehensive Economic Partnership; (iv) ASEAN - Korea Free Trade Area; (v) ASEAN - India Free Trade Area; (vi) ASEAN Plus Three.

3. Asia-Pacific Economic Cooperation

Partisipasi Kementerian Perdagangan di fora Multilateral di 3 forum yaitu:

1. Word Trade Organization (WTO) dalam Perundingan Doha Development Agenda (DDA) dengan isu utama pada: (i) Pertanian; (ii) Non-Pertanian;(iii) Jasa; (iv) Trade Related Intellectual Property Rights (TRIPs); (v) Trade Facilitation;(vi) Trade Environment; dan (vii) Rules.

2. Organisasi Komoditi Internasional, pada organisasi komoditi: (i) International Tripartite Rubber Council (ITRC); (ii) Association of Natural Rubber Producing Countries

(ANRPC); (iii) International Pepper Community (IPC); (iv) Asian and Pacific Coconut Community (APCC); (v) International Coffee Organization (ICO); (vi) International Textile Coordinating Board (ITBC).

3. Organisasi Non-PBB, di: (i) Development - 8; (ii) UNCTAD; (iii) Organisasi Konperensi Islam; dan (iv)Informal Trade Ministers Dialog.

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 4

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 136

Komitmen yang paling penting dalam perjanjian perdagangan

internasional yang bersifat regional adalah ASEAN Charter dan kesepakatan

ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint yang ditandatangani oleh

masing-masing Kepala Negara pada ASEAN Summit pada bulan Nopember

2007 yang lalu.

Terkait dengan proses integrasi perekonomian ASEAN menuju ASEAN

Economic Community (AEC), ASEAN telah menargetkan selesai pada tahun

2015 dengan berpedoman pada AEC Blueprint yang disahkan pada tahun

2007.

Terdapat 4 (empat) pilar yang menjadi strategi dalam membangun

ASEAN Economic Community/Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), yaitu (1)

Pasar Tunggal dan Berbasis Produksi; (2) Wilayah berdaya saing Ekonomi;

(3) Pembangunan Ekonomi yang Adil dan Merata; dan (4) Integrasi dengan

Perekonomian Global.

Dirjen KPI didampingi Direktur Kerjasama Regional KPI pada ASEAN Economic Community

Council Meeting yang membahas capaian negara ASEAN menuju ASEAN Economic Community

Komitmen kuat Indonesia mencapai target AEC tahun 2015

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 4

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 137

Berbagai Persetujuan maupun kesepakatan dalam kerangka MEA

telah disepakati. Khusus dalam pilar Pasar Tunggal dan Berbasis Produksi,

beberapa Persetujuan penting telah ditandatangani yang meliputi: (i)

Persetujuan di Bidang Perdagangan Barang (ATIGA); (ii) Persetujuan di

Bidang Perdagangan Jasa (AFAS Paket ke-7); (iii) dan Persetujuan di Bidang

Investasi (ACIA).

Dalam rangka implementasi ATIGA secara lebih komprehensif,

khususnya terkait dengan penghapusan Non Tariff Barriers (NTB) dilakukan

secara bertahap sejak tahun 2008 hingga 2010.

Untuk AFAS Paket 7 dan ACIA, penyelesaian ratifikasi diprediksi akan

mengalami kelambatan sehubungan dengan belum disepakatinya

komitmen pendukung pelaksanaannya. Untuk itu, Indonesia dan Negara

Anggota ASEAN lainnya mendorong sektor terkait masing-masing untuk

menyelesaikan komitmen pendukung tersebut agar dapat dapat difinalisasi

sesuai.

Di luar AEC, perundingan ASEAN dengan mitra dialog juga dilakukan

yaitu dengan RRT, Korea, Jepang, Australia-New Zealand dan India.

Dalam kerangka ASEAN FTA dengan mitra dialog, para kepala negara

ASEAN selain membahas masalah-masalah internal ASEAN juga membahas:

(i) hubungan ASEAN dengan seluruh Mitra Dialognya (RRT, India, Jepang,

Korea), (ii) ASEAN Plus Three (RRT-Jepang-Korea), dan (iii) ASEAN dengan

negara Asia Timur (ASEAN, Australia, RRT, India, Jepang, Korea, dan New

Zealand), serta penyelesaian sejumlah perjanjian dengan Mitra Dialog

ASEAN, seperti ASEAN-Jepang (barang), Australia dan New Zealand

(komprehensif), India (barang), RRT dan Korea (investasi).

Sementara itu, dalam forum APEC, Indonesia terus memainkan peran

aktif dan konstruktif dimana forum tersebut merupakan tempat

bertemunya 21 ekonomi penting di Asia-Pasifik yang sangat beragam

tingkat pembangunan ekonominya.

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 4

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 138

Menteri Perdagangan RI berfoto bersama Menteri Perdagangan dan Menteri Luar Negeri Ekonomi APEC pada Pertemuan Tingkat Menteri APEC di Singapura, 11 November 2009

Sebagai pencetus Bogor Goals 2010/2020, Indonesia juga sangat

berkepentingan terhadap pencapaian Bogor Goals pada tahun 2010, dan

mengenai prospek jangka panjang APEC menjadi Free Trade Area of the

Asia-Pacific (FTAAP).

Pertemuan APEC di Singapura pada bulan November 2009, mengambil

Tema: Sustaining growth, connecting the Region. Isu-isu yang disepakati terkait

dengan ekonomi, perdagangan dan investasi adalah sebagai berikut: (i) seruan

untuk melawan proteksionisme, (ii) seruan untuk penyelesaian perundingan

DDA tahun 2010, (iii) peluncuran konsep “paradigma pertumbuhan baru” yang

mengedepankan pertumbuhan yang seimbang, inklusif dan berkelanjutan, (iv)

dukungan capaian Bogor goals tahun 2010 bagi ekonomi maju, dan (v)

kelanjutan percepatan integrasi ekonomi regional di kawasan Asia-Pasifik.

c. Perundingan di Forum Kerjasama Bilateral

Selanjutnya, dalam fora perdagangan bilateral difokuskan pada

perundingan perdagangan dalam berbagai kerangka kerjasama.

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 4

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 139

Untuk perundingan bilateral lainnya, ada empat Joint Study yang

telah diselesaikan, yaitu: (i) FTA dengan negara-negara EFTA yang terdiri

dari Norwegia, Islandia, Swiss dan Liechtenstein, (ii) FTA dengan India, (iii)

FTA dengan Australia, dan (iv) FTA dengan Chili. Keempat hasil Joint Study

tersebut merekomendasikan bahwa FTA dapat menguntungkan kedua

negara sehingga tahapan perundingan untuk membicarakan FTA dapat

dimulai.

Adapun negara mitra lainnya lainnya yang menjadi mitra runding,

antara lain: Amerika Serikat, Kanada, Mexico, Brazil, Suriname, Thailand,

Viet-Nam, Malaysia, PNG, Timor Leste,

Sebelumnya Indonesia telah melakukan kerjasama bilateral dengan

Jepang yang dikenal dengan Indonesia–Japan Economic Partnership

Agreement/IJ-EPA, yang berlaku efektif sejak tahun 2008. Kerjasama

tersebut merupakan suatu bentuk persetujuan perdagangan bebas

bilateral yang pertama bagi Indonesia dengan negara mitra dagang.

Partisipasi Kementrian Perdagangan Internasional di fora Bilateral dilakukan dengan beberapa negara lain yaitu:

1. Indonesia – Jepang dalam kerangka Economic Partnership Agreement (EPA);

2. Indonesia – Amerika Serikat dalam kerangka Trade and Investment Framework Agreement (TIFA);

3. Indonesia – Pakistan dalam kerangka Comprehensive Economic Partnership (CEP);

4. Indonesia – Malaysia dalam kerangka Joint Trade and Investment Committee ( JTIC);

5. Indonesia – India Comprehensive Economic Cooperation Agreement (CECA);

6. Indonesia– Iran Comprehensive Trade and Economic Partnership (CTEP);

7. Indonesia – Australia Trade and Investment Framework (TIF); 8. Indonesia –Timor Leste; 9. Indonesia – New Zealand Trade – Investment Framework (TIF); 10. Indonesia - European Free Trade Association; 11. Indonesia – Pakistan dalam kerangka Comprehensive Economic

Partnership (CEP).

Joint Study dengan EFTA, India, Australia dan Chili telah selesai

Kerjasama IJEPA merupakan yang FTA pertama dan telah berlaku efektif sejak tahun 2008

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 4

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 140

Menteri Perdagangan RI bersama Presiden Amerika Serikat dalam forum G-20 di Washington, Amerika Serikat, 12 Juli 2009

Dari rangkaian hasil perundingan yang dilakukan, secara berkala juga

terus melakukan komunikasi dengan dunia usaha melalui sosialisasi yang

dilaksanakan di Jakarta maupun di daerah berkoordinasi dengan KADIN

Pusat maupun KADIN Daerah. Keikutsertaan KADIN pada kegiatan

sosialisasi dimaksudkan untuk mendengarkan pandangan atas manfaat

yang bisa diperoleh dari kerjasama yang telah ada. Selain itu, diharapkan

masukan dari dunia usaha dalam menghadapi berbagai perundingan

kedepan.

Kualitas lembaga promosi

Dalam era perdagangan bebas saat ini informasi pasar yang menjadi

tujuan ekspor sangat diperlukan agar mudah dalam melakukan penetrasi

ke pasar dimaksud, oleh karena itu Kementerian Perdagangan berupaya

membantu para pelaku ekspor Indonesia untuk melakukan penerobosan

pasar dengan membuka kantor ITPC di beberapa negara entry point yang

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 4

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 141

dapat membantu para pengusaha untuk menerobos pasar negara tujuan.

Untuk memperluas penerobosan pasar ke negara lain, selain 9 kantor ITPC

yang telah didirikan, di tahun 2009 Kementerian perdagangan juga telah

membuka 10 kantor ITPC yang baru yaitu di Barcelona-Spanyol, Busan-

Korea Selatan, Chicago-Amerika Serikat, Chennai-India, Jeddah-Arab Saudi,

Lagos-Nigeria, Lyon-Perancis, Mexico City-Meksiko, Santiago-Chile, dan

Vancouver-Kanada.

Menteri Perdagangan RI didampingi oleh Kepala BPEN, Wakil Walikota Busan, dan Minister Consular KBRI Seoul meresmikan Kantor ITPC di Busan, tanggal 30 Mei 2009

Ditambahnya kantor ITPC baru telah berhasil mendorong kunjungan

pembeli ke Indonesia, menyelenggarakan pameran/promosi produk

Indonesia di Showroom ITPC dengan mengundang pengusaha setempat,

menghubungkan pembeli dengan pengusaha Indonesia (trade inquiries)

dan mendiseminasikan informasi peluang-peluang pasar luar negeri baik

melalui surat, e-mail maupun secara langsung di daerah-daerah, sehingga

mampu menghasilkan nilai kontak dagang sebesar US$ 149.477.881 serta

menghasilkan 556 judul informasi pasar (Gambar 23).

Nilai kontak dagang tersebut hanya mencapai target sebesar 59,79%,

namun bila dibandingkan dengan nilai kontak dagang tahun–tahun

Tambahan kantor ITPC baru mendorong calon pembeli berkunjung ke Indonesia

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 4

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 142

sebelumnya terdapat peningkatan yang cukup signifikan sebagaimana yang

dilihat dalam tabel berikut:

Gambar 23. Nilai Kontak Dagang ITPC Tahun 2005-2009

Gambar 23 menunjukkan nilai kontak dagang ITPC pada tahun 2009

mengalami peningkatan sebesar 139,46% dibandingkan tahun 2008, dan

memiliki tren yang terus meningkat. Hal tersebut menggambarkan kinerja

ITPC yang semakin meningkat, seiring dengan meningkatnya kepercayaan

dunia usaha untuk memanfaatkan lembaga promosi Kementerian

Perdagangan di luar negeri.

Nilai kontak dagang ITPC yang terus meningkat menunjukkan kinerja lembaga promosi internasional yang semakin terpercaya

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 5

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 143

Sasaran 5 Meningkatnya kemampuan early warning system,

pengamanan perdagangan luar negeri (trade defense dan

trade diplomacy)

okus pencapaian sasaran-5 terkait dengan kemampuan Kementerian

Perdagangan dalam meningkatkan kemampuan early warning

system (sistem peringatan dini) dan pengamanan perdagangan. Hal

tersebut terkait dengan upaya Kementerian dalam menyesuaikan cepatnya

perkembangan perubahan perdagangan global. Untuk mencapai sasaran

tersebut, indikator kinerjanya adalah sebagai berikut:

No Indikator Kinerja Satuan Target Realisasi Capaian

(%)

1 Jumlah kelompok produk impor yang mendapatkan pengawasan khusus/ peringatan dini

Produk 14 28 200

2 Rasio penanganan kasus remedi perdagangan

Persen Kasus yang dihentikan/Kasus yang masih ditangani:

4/10 kasus

Kasus yang dihentikan/ Kasus yang masih ditangani:

4/35 kasus

114,29

Ket: Cetak tebal merupakan IKU

Kemampuan EWS

Berdasarkan pengolahan dan analisis data impor tahun 2005 s.d

2007 yang terjaring dalam Early Warning System (EWS) diperoleh 14

(empat belas) produk yang trend volume impornya cukup signifikan,

F

„ “

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 5

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 144

yaitu: wheat flour, cane sugar, oth salt cont, gypsum anhydrite, potassium

chloride, unbleached kraft paper or paperboard, cotton, artificial staple

fibres of viscose rayon, briefs & panties of man-made fibres, women/girls’

trousers, bib&brace overall, brassieres of oth textile materials, oth

footwear, bead wire, dan wire nails. Dari keempatbelas produk tersebut

beberapa produk impor telah menimbulkan kerugian serius industri

dalam negeri antara lain produk kawat dan paku yang kasusnya sedang

ditangani.

Pada akhir tahun 2008, telah diidentifikasi 14 produk yang

mengalami lonjakan impor, sehingga di tahun 2009 mentargetkan

keempatbelas produk tersebut yang akan mendapat peringatan dini.

Namun, dari data impor 3 tahun terakhir, telah diidentifikasi 28 produk

mengalami lonjakan impor akibat serbuan impor dengan produk yang lebih

beragam pada tahun 2008, sehingga realisasi menjadi 200%. Dari hasil

pengolahan data impor tersebut dapat diketahui daerah mana saja yang

mengalami lonjakan impor sehingga dapat dijadikan bahan acuan dalam

penentuan daerah pelaksanaan sosialisasi.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, Kementerian Perdagangan

mengadakan sosialisasi kepada pelaku usaha dan aparat di 6 daerah, yaitu:

Yogyakarta, Pontianak, Surabaya, Palembang, Bali dan Bandung. Daerah

tersebut teridentifikasi mengalami lonjakan impor yang signifikan sehingga

diharapkan sosialisasi tersebut dapat membuat para pelaku usaha dan

aparat daerah tersebut mengetahui dan memahami fungsi serta manfaat

dari instrumen tindakan pengamanan (safeguards).

Hasil penelitian EWS juga dapat dipakai sebagai acuan untuk

penentuan lokasi penyelenggaraan sosialisasi tindakan pengamanan

(safeguard) pada tahun berikutnya yang disesuaikan dengan lokasi industri

komoditi dimaksud. Sehingga perkembangan impor untuk periode-periode

berikutnya perlu dipantau terus-menerus agar tidak mengancam industri

dalam negeri.

Peringatan dini terhadap serbuan produk impor diharapkan memberikan pemahaman instrumen tindakan pengamanan

28 produk impor mendapat pengawasan peringatan dini

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 5

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 145

Disamping itu, hal lain yang telah dilakukan adalah terkait dengan

pemberian asistensi dan bantuan teknis diberikan kepada para

pengusaha/industri yang berpotensi mengalami kerugian atau ancaman

akibat lonjakan impor.

Pengamanan Perdagangan

Pembelaan tuduhan dumping, subsidi, dan safeguard sangat penting

seiring dengan meningkatnya ekspor Indonesia dalam beberapa tahun

terakhir ini. Indonesia telah menjadi target pengenaan anti-dumping,

subsidi, dan safeguard dipasar negara tujuan ekspor.

Jumlah kasus tuduhan terhadap Indonesia yang ditangani sampai

dengan tahun 2009 sebanyak 198 kasus, yang terdiri atas 163 kasus

tuduhan dumping, 12 kasus tuduhan subsidi dan 23 kasus tindakan

safeguard (Gambar 24). Dari berbagai tuduhan tersebut, hampir 45% telah

dihentikan karena tidak terbukti melakukan dumping, subsidi dan tindakan

safeguard. Namun masih terdapat 87 kasus (43,94%) yang dikenakan

tuduhan dumping, subsidi maupun safeguard, dan hampir 12% masih

dalam proses penanganan kasus.

Gambar 24. Perkembangan Kasus Remedi Perdagangan Tahun 1995-2009

Mayoritas kasus yang ditangani sampai tahun 2009 merupakan kasus tuduhan dumping

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 5

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 146

Selama periode Januari–Desember 2009, Kementerian Perdagangan

telah menangani kasus tuduhan dumping, subsidi dan safeguard, sebanyak

39 kasus, dengan perincian: (i) 4 kasus dihentikan, dan (ii) 35 kasus masih

ditangani.

Perkembangan kasus-kasus tuduhan dumping, subsidi maupun

tindakan safeguard dari negara-negara mitra dagang yang dapat dihentikan

dapat dilihat pada Tabel 28, Tabel 29 dan Tabel 30.

Tabel 28. Perkembangan Kasus Tuduhan Dumping Tahun 2005-2009

No Status Tuduhan

Dumping

Tahun

2005 2006 2007 2008 2009

1 Dihentikan 3 9 1 5 1

2 Dikenakan 17 5 5 6 2

3 Dalam Proses 0 0 2 14 24

Dari data status tuduhan dumping tahun 2005-2009, pada tahun

2009 terdapat 1 kasus tuduhan yang dapat dihentikan prosesnya tanpa

harus melalui proses penyelesaian di Dispute Settlement Body di WTO

(Tabel 28). Proses penghentian tersebut dapat terlaksana antara lain

karena dalam tahapan sanggahan negara penuduh dapat menerima

argumentasi yang disampaikan oleh Indonesia.

Turunnya jumlah kasus yang dapat dihentikan bukan berarti upaya

penyelesaian kurang berhasil, namun karena kurang akomodatifnya

beberapa negara penuduh dalam merespon sanggahan. Oleh karena itu,

upaya penyelesaian terus dilakukan terhadap 24 kasus yang masih terus

ditangani selama tahun 2009 agar pada tahun 2010 dapat dihentikan

pengenaan Bea Masuk Anti Dumping yang telah dikenakan oleh negara

penuduh.

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 5

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 147

Tabel 29. Perkembangan Kasus Tuduhan Subsidi Tahun 2005-2009

No Status Tuduhan

Subsidi

Tahun

2005 2006 2007 2008 2009

1 Dihentikan 0 1 0 0 0

2 Dikenakan 1 0 0 0 0

3 Dalam Proses 0 0 0 0 1

Untuk kasus tuduhan subsidi, dapat dikatakan kasusnya tidak

sebanyak kasus tuduhan dumping sehingga di tahun 2009 kasus tuduhan

subsidi dapat dihentikan sebanyak 1 kasus sementara 1 lainnya sedang

dalam tahap negosiasi dengan negara penuduh (Tabel 29).

Adapun untuk kasus tuduhan safeguard, kasus yang dihentikan di

tahun 2009 cukup meningkat dibanding tahun sebelumnya, namun masih

terdapat 10 kasus yang masih dalam proses negosiasi dengan negara

penuduh (Tabel 30).

Tabel 30. Perkembangan Status Tuduhan Safeguard Tahun 2005-2009

No Status Tuduhan

Safeguard

Tahun

2005 2006 2007 2008 2009

1 Dihentikan 0 1 0 0 3

2 Dikenakan 1 4 0 2 0

3 Dalam Proses 0 0 1 2 10

Dengan terselesaikannya kasus-kasus tuduhan dumping, subsidi dan

safeguard maka semakin menguatnya pangsa pasar ekspor Indonesia baik

di pasar domestik maupun di pasar internasional.

Langkah-langkah pemberian Advokasi dan Bantuan Teknis

Penyelesaian Kasus merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh

Kementerian Perdagangan terhadap dunia usaha dimaksudkan agar daya

saing produk yang dituduh dapat berdaya saing di negara penuduh

sehingga diharapkan perolehan devisa dari ekspor non-migas akan semakin

Advokasi dan Bantuan Teknis wajib dilakukan untuk mengatasi tuduhan dumping dan subsidi liar

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 5

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 148

meningkat. Sepanjang tahun 2009 telah diberikan advokasi dan bantuan

teknis penyelesaian kasus kepada 89 instansi/perusahaan terkait dengan

tuduhan dumping/subsidi/safeguard terhadap produk yang mereka ekspor

ke negara mitra dagang.11 Masih banyaknya kasus tuduhan yang sedang

ditangani tidak terlepas dari kurang kooperatifnya dunia usaha dalam

memberikan data-data yang diminta oleh negara penuduh.

11 Lihat Lampiran 9, perusahaan yang diberikan advokasi dan bantuan teknis

penyelesaian kasus.

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 6

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 149

Sasaran 6 Terwujudnya sistem distribusi nasional yang efektif dan efisien

melalui pembangunan sarana dan prasarana perdagangan

alam upaya memastikan terciptanya sebuah sistem distribusi

nasional, Kementerian Perdagangan sesuai dengan amanat yang

tertuang dalam Renstra memiliki beberapa fokus Sasaran-6, yaitu:

efektifitas dan efisiensi sistim distribusi, dan pembangunan sarana dan

prasarana perdagangan. Untuk mencapai sasaran tersebut, indikator

kinerjanya adalah sebagai berikut:

No Indikator Kinerja Satuan Target Realisasi Capaian

1 Inflasi bahan pangan Persen 3,5% 3,88% 110,85%

2 Tingkat ketersediaan bahan kebutuhan pokok nasional

Persen 100% 98% 98%

3 Jumlah pembangunan pasar dan sarana penunjang perdagangan

Unit 473 473 100%

Ket: Cetak tebal merupakan IKU

Kegiatan distribusi memiliki peranan yang sangat penting dalam

menggerakkan aktivitas perdagangan. Peran distribusi tidak sekedar

memperlancar arus barang dari produsen ke konsumen, tetapi juga dapat

menghindari surplus atau kekurangan barang di suatu daerah serta

menjaga stabilitas harga.

Dalam hal ini, Kementerian Perdagangan dapat memfokuskan agenda

kegiatannya pada: pengembangan pasar induk, pasar penunjang dan pasar

D

„ “

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 6

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 150

ritel, dan jenis pasar lainnya. Seluruh agenda kegiatan yang dilakukan

hendaknya bertujuan untuk melancarkan arus barang dan meningkatkan

permintaan produk buatan dalam negeri.

Inflasi bahan pangan dan ketersediaan bahan pokok

Salah satu isu penting dalam perdagangan dalam negeri adalah

stabilitas harga bahan pokok dan kecukupan pasokan. Selama tahun

2005−2009, perkembangan harga bahan kebutuhan pokok secara umum

relatif stabil dan terjangkau oleh masyarakat. Keadaan ini dapat dilihat

dari andil inflasi bahan pangan yang relatif stabil. Tahun 2005, andil

inflasi bahan pangan terhadap inflasi nasional tercatat 3,26%, yang

kemudian turun menjadi 3,1% pada 2006; 2,8% pada 2007; 3,5% pada

2008; dan 3,88 pada 2009 (Gambar 25).

Menteri Perdagangan RI melakukan pemantauan harga dan ketersediaan bahan pokok secara langsung ke pasar Babakan di Kota Tangerang, 27 Agustus 2009

Dalam penanganan stabilisasi harga bahan pokok, Pemerintah

menetapkan kebijakan antisipasi gejolak siklus dan musim dari komoditas

pangan dalam negeri, terutama meliputi beras, minyak goreng, kedelai,

Rata-rata inflasi bahan pangan sepanjang tahun 2005-2009 sebesar 3%. Antisipasi gejolak siklus dan musim dari komoditas pangan dalam negeri untuk menjaga kestabilan inflasi

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 6

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 151

tepung terigu, dan gula, tapi juga tetap memperhatikan jagung, telur,

ayam, dan daging.

Gambar 25. Perkembangan Inflasi Bahan Pangan Tahun 2005-2009

Sumber: Kementerian Perdagangan

Adapun 5 bahan pokok yang mengalami perkembangan sebagai

berikut:

1. Beras

Sepanjang tahun 2005−2009, harga beras dalam negeri relatif terjaga

stabilitasnya (Gambar 26). Lonjakan harga beras hanya terjadi pada saat

pemerintah menaikkan harga BBM pada bulan Oktober 2005 dan pada

triwulan IV 2006 sampai dengan triwulan I 2007. Harga beras pada triwulan

I−III 2005 stabil pada kisaran Rp 3.413−3.526 per kg. Seiring dengan

kenaikan harga BBM pada triwulan IV 2005, harga beras mengalami

lonjakan mendekati Rp 4.000 per kg. Lonjakan harga kembali terjadi pada

triwulan IV 2006 hingga triwulan I 2007. Pada triwulan I 2007, harga beras

sudah mencapai Rp 6.267 per kg.

3.26 3.12.8

3.53.88

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

4.0

4.5

2005 2006 2007 2008 2009

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 6

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 152

Gambar 26. Perkembangan Produksi dan Harga Beras Tahun 2004-2009

Sumber: Ditjen Tanaman Pangan, NBM, BPS dan Kementerian Perdagangan

Pengalaman 2006−2007 menggambarkan situasi polemik mengenai

impor beras yang menyebabkan kekurangan pasokan beras di awal 2007

pada saat bukan musim panen. Kenaikan harga beras sebesar 30 persen

pada waktu itu sempat mempengaruhi persentase penduduk yang berada

di bawah garis kemiskinan. Sejak itu, kebijakan beras telah dikoordinasikan

dengan lebih baik dengan berpegang kepada prinsip-prinsip keputusan

ekspor dan impor berdasarkan kecukupan stok dalam negeri dan kebijakan

operasi pasar yang lebih tanggap.

Tahun 2008, disaat harga beras dunia bergejolak, harga beras dalam

negeri tetap stabil pada kisaran Rp 6.200−6.500 per kg (Gambar 26). Program

stabilisasi harga beras terlihat berhasil menjaga stabilitas harga beras dalam

negeri sepanjang tahun 2008–2009. Harga di dalam negeri selalu lebih murah

daripada harga paritas selama periode ini. Pada saat harga beras internasional

mengalami fluktuasi dan sempat meningkat signifikan mencapai Rp 10.068 per

kg, harga di dalam negeri stabil pada kisaran Rp 6.264−6.675 per kg.

0

2,000,000

4,000,000

6,000,000

8,000,000

10,000,000

12,000,000

14,000,000

16,000,000

18,000,000

20,000,000

0

2,000

4,000

6,000

8,000

10,000

12,000

Triwulan I 2004

Triwulan II 2004

Triwulan III 2004

Triwulan IV 2004

Triwulan I 2005

Triwulan II 2005

Triwulan III 2005

Triwulan IV 2005

Triwulan I 2006

Triwulan II 2006

Triwulan III 2006

Triwulan IV 2006

Triwulan I 2007

Triwulan II 2007

Triwulan III 2007

Triwulan IV 2007

Triwulan I 2008

Triwulan II 2008

Triwulan III 2008

Triwulan IV 2008

Triwulan I 2009

Triwulan II 2009

Triwulan III 2009

Triwulan IV 2009

Produksi Kebutuhan Harga BPS Harga Paritas

TonRp/Kg

Harga beras di dalam negeri sepanjang tahun 2008-2009 relatif stabil, dan selalu lebih murah daripada harga paritas impor

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 6

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 153

Menteri Perdagangan RI bersama Menteri Pertanian dan Dirut Perum Bulog, melakukan pemantauan langsung ke Pasar Induk Beras Cipinang di Jakarta Timur, 14 September 2009

Pasokan beras, baik hasil produksi dalam negeri maupun impor,

selalu mencukupi kebutuhan (Gambar 26). Pasokan beras pada tahun

2005 mencapai 32,2 juta ton, dengan kebutuhan konsumsi sebesar 30.6

juta ton. Tahun 2008, produksi beras mencapai 33,9 juta ton dan

konsumsi sebesar 31,8 juta ton. Hingga akhir 2009, pasokan beras sudah

mencapai 30,9 juta ton, sementara konsumsi hanya sebesar 24,2 juta

ton.

2. Gula

Sepanjang tahun 2005–2009, saat harga gula dunia bergejolak, harga

gula di dalam negeri relatif stabil. Stabilitas harga gula ini tidak terlepas

dari peningkatan produksi gula dalam negeri dan terjaganya kecukupan

pasokan. Stabilitas harga gula mengalami gangguan pada awal 2009,

karena terjadi lonjakan harga gula di pasar internasional.

Selama periode 2005−2008, harga gula berada pada kisaran Rp

5.300–6.600 per kg. Namun pada tahun 2009, harga gula dalam negeri

mengalami kenaikan signifikan dengan kisaran 25% dibanding tahun

2007−2008. Hal ini disebabkan kenaikan harga gula di tingkat dunia yang

Pasokan beras selalu mencukupi kebutuhan dalam negeri

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 6

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 154

mencapai rata-rata USD 520−570 per ton, atau tertinggi dibandingkan

dengan tahun-tahun sebelumnya yang hanya mencapai USD 350 per ton.

Kenaikan harga gula dunia disebabkan beberapa hal seperti faktor musim

di beberapa negara produsen utama seperti India, dan juga sebagai akibat

dari penggunaan bioetanol berbahan baku tebu.

Namun demikian, jika dilihat dari perkembangan harga rata-rata

selama tahun 2005−2009, rata-rata harga gula dalam negeri sekitar

Rp6.554 per kg, relatif lebih rendah dibanding rata-rata harga dunia

sebesar Rp 6.800 per kg.

Gambar 27. Perkembangan Produksi dan Harga Gula Tahun 2004-2009

Sumber : Ditjen Tanaman Pangan, NBM, BPS dan Kementerian Perdagangan

Produksi gula di dalam negeri juga menunjukkan peningkatan. Pada

tahun 2005, pasokan gula (termasuk impor) hanya sebesar 2,4 juta ton

dengan kebutuhan konsumsi sebesar 2,6 juta. Tahun 2008, produksi gula

meningkat sekitar 4,3 juta ton. Sementara hingga kuartal IV 2009, produksi

gula diperkirakan sudah mencapai 3,4 juta ton, jauh di atas konsumsi

sekitar 2,5 ton. Peningkatan produksi gula ini dipicu oleh penetapan Harga

Penyangga Produsen yang tepat oleh pemerintah, dengan harga tidak

terlalu tinggi untuk konsumen, tetapi menjadi insentif yang cukup bagi

petani untuk meningkatkan produksinya.

Harga rata-rata gula dalam negeri selama 2005-2009 relatif lebih rendah dari harga dunia

Penetapan Harga Penyangga Produsen oleh Pemerintah dinilai tepat dalam memacu produksi gula

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 6

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 155

3. Minyak Goreng

Gejolak harga dan pasokan minyak goreng di dalam negeri terjadi pada

tahun 2007−2008 ketika harga minyak kelapa sawit internasional mengalami

kenaikan tajam (dua kali lipat). Kenaikan harga minyak kelapa sawit dunia ini

sempat mengakibatkan kelangkaan pasokan minyak kelapa sawit di dalam

negeri, yang memicu peningkatan harga minyak goreng. Antisipasi yang

dilakukan pemerintah melalui peraturan bea keluar secara progresif,

pengurangan harga jual dalam negeri dan pengamanan daya beli masyarakat,

menstabilkan harga, dan menjamin kecukupan pasokan di dalam negeri.

Menteri Perdagangan meninjau lokasi Pasar Murah Ramadhan di Jakarta yang bertujuan untuk membantu masyarakat khususnya keluarga pra sejahtera menjelang lebaran

Harga minyak goreng pada tahun 2005−2006 masih stabil pada

kisaran Rp 7.000 per liter. Tahun 2007, harga minyak goreng mengalami

peningkatan yang signifikan. Puncak kenaikan harga minyak goreng terjadi

pada kuartal II 2008 yang menembus angka Rp 12.471 per liter.

Harga minyak goreng dalam negeri mulai mengalami penurunan pada

awal tahun 2009, dengan harga rata-rata minyak goreng curah bulan

Agustus 2009 lebih rendah (turun 14%) dibanding harga tahun 2008.

Harga minyak goreng sempat mengalami lonjakan, namun berangsur turun sampai pertengahan 2009

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 6

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 156

Sementara itu, harga rata-rata minyak goreng kemasan juga mengalami

penurunan sebesar 13% dibanding tahun 2008.

Gambar 28. Perkembangan Produksi dan Harga Minyak Goreng Tahun 2004-2009

Sumber : Ditjen Tanaman Pangan, NBM, BPS dan Kementerian Perdagangan

4. Kedelai

Sepanjang tahun 2005–2008, harga kedelai dalam negeri di tingkat

eceran mengalami kenaikan seiring dengan naiknya harga kedelai dunia. Pada

periode tersebut, harga berkisar antara Rp 4.500−8.500 per kg. Peningkatan

harga kedelai yang tajam terjadi di tahun 2008, yaitu sebesar Rp 8.514 per kg

dari Rp 5.406 per kg di tahun 2007. Tahun 2009, harga kedelai relatif stabil,

meskipun masih cukup tinggi, yaitu pada kisaran harga Rp 8.000−8.700 per kg,

ketika harga kedelai dunia 2009 sudah turun menjadi Rp 5.839 per kg. Namun

harga grosir yang diperoleh produsen jauh lebih rendah dibanding harga

eceran dalam negeri yaitu pada kisaran Rp 6.000−6.500 per kg.

Komoditas kedelai merupakan komoditas yang dapat dibudidayakan

di Indonesia. Namun hasil produksi yang dihasilkan belum cukup untuk

memenuhi kebutuhan dan permintaan pasar dalam negeri. Upaya

peningkatan produksi dan produktivitas kedelai nasional terus diupayakan

sedangkan kekurangan kebutuhan kedelai selama ini masih dilakukan

melalui impor. Hal ini menyebabkan harga kedelai di dalam negeri sangat

dipengaruhi oleh fluktuasi harga kedelai dunia.

Harga kedelai masih sangat dipengaruhi harga kedelai dunia, karena keterbatasan hasil produksi dalam negeri

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 6

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 157

Gambar 29. Perkembangan Produksi dan Harga Kedelai Tahun 2005-2009

Sumber : Ditjen Tanaman Pangan, NBM, BPS dan Kementerian Perdagangan

Produksi kedelai di dalam negeri cenderung mengalami peningkatan

karena insentif harga yang lebih tinggi. Meskipun sempat mengalami

penurunan di tahun 2007 menjadi 592 ribu ton dari 748 ribu ton di 2006,

produksi kedelai terus membaik di tahun 2008 sampai 2009, berturut-turut

sebesar 776 ribu ton dan 925 ribu ton.

5. Terigu

Sepanjang tahun 2005−2009, terjadi peningkatan harga yang tajam pada

bahan pokok terigu. Tahun 2005 hingga pertengahan tahun 2007, harga terigu

masih relatif stabil dan rendah pada kisaran Rp 3.900−4.500 per kg. Sejak

kuartal III 2007, harga terigu di dalam negeri mulai mengalami peningkatan

seiring dengan meningkatnya harga gandum dunia. Hingga saat ini, harga

terigu di dalam negeri masih tinggi, yaitu pada kisaran Rp 7.600 per kg.

Produksi kedelai cenderung membaik pada tahun 2008 dan 2009

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 6

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 158

Menteri Perdagangan melakukan kunjungan kerja pada awal Ramadhan ke Pasar Caringin dan Pasar Baru di Bandung, tanggal 21 Agustus 2009

Kenaikan harga gandum dunia yang signifikan hingga mencapai

puncaknya pada kuartal I 2008, mengakibatkan lonjakan harga terigu di

dalam negeri. Namun sejak kuartal II tahun 2008, harga gandum dunia

terus mengalami penurunan hingga saat ini. Pada saat harga gandum dunia

mengalami kecenderungan penurunan, harga terigu di dalam negeri masih

tetap tinggi, meskipun stabil pada kisaran harga Rp 7.400−7.600 per kg.

Gambar 30. Perkembangan Produksi dan Harga Tepung Terigu Tahun 2005-2009

Sumber : Ditjen Tanaman Pangan, NBM, BPS dan Kementerian Perdagangan

Terjadi peningkatan tajam harga terigu dalam negeri, akibat lonjakan harga gandum dunia

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 6

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 159

Pembangunan sarana dan prasarana perdagangan

Pada periode 2005−2009, Kementerian Perdagangan bekerjasama

dengan Pemerintah Daerah telah melakukan revitalisasi terhadap 785 pasar

tradisional, baik revitalisasi fisik maupun revitalisasi manajemen. Revitalisasi

fisik dilakukan melalui pembangunan pasar baru maupun renovasi.

Revitalisasi manajemen dilakukan dengan melaksanakan pelatihan

manajemen pengelolaan pasar dan pendampingan terhadap pengelola,

konsumen, serta melakukan sosialisasi revitalisasi pasar tradisional.

Mengingat jumlah pasar tradisional yang besar, maka revitalisasi dilakukan

dalam rangka mengembangkan pasar percontohan. Selain merevitalisasi

pasar tradisional, juga dilakukan pembangunan gudang sebanyak 41 buah di

tahun 2009, yang didanai dari program stimulus (Tabel 31).

Tabel 31. Perkembangan Realisasi Revitalisasi Pasar Tahun 2005-2009

Tahun

Pembangunan Pasar Pembangunan Gudang

Unit Anggaran

(x Rp1000) Unit

Anggaran

(x Rp1000)

2005*) 74 20.869.190 - -

2006*) 67 51.025.000 - -

2007*) 70 103.780.000 - -

2008 101 136.850.000 - -

2009**) 473 465.000.000 41 120.000.000

Jumlah 785 777.524.190 41 120.000.000 Ket: *)Termasuk pembangunan pasar dalam rangka pelaksanaan Inpres No. 6 Tahun 2003 tentang Percepatan Pemulihan Pembangunan Prop. Maluku dan Prop. Maluku Utara Pasca Konflik **)Termasuk pembangunan pasar yang sumber pembiayaannya berasal dari DAK Perdagangan Sumber: Ditjen Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan

Kemampuan Kementerian Perdagangan dalam memenuhi Proposal

Permohonan Revitalisasi Pasar Tradisional dari daerah sangat dipengaruhi

oleh kemampuan Anggaran Pemerintah Pusat melalui APBN. Karenanya

Jumlah pembangunan pasar tradisional setiap tahunnya jumlah tidak tetap

dan pada tahun 2009 cukup banyak pasar yang dibangun dikarenakan

adanya Program Stimulus Fiskal Pemerintah.

Revitalisasi terhadap 785 pasar tradisional selama periode 2005-2009

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 6

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 160

Revitalisasi Pasar Pijenan Kabupaten Bantul dari Dana Stimulus Fiskal

Di samping itu, bantuan sarana usaha UKM perdagangan termasuk

cool box 300 unit, tenda jualan 1.000 unit, sedangkan sarana usaha melalui

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) untuk UKM yang

meliputi gerobak jualan dengan target 10 unit, dan tenda jualan sebanyak

445 unit.

Menteri Perdagangan, didampingi Walikota Surakarta, meresmikan 3 pasar di daerah Surakarta, tanggal 16 Februari 2009

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 7

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 161

Sasaran 7 Terwujudnya keamanan pasar dalam negeri yang

menyangkut keselamatan, kesehatan, keamanan, dan

lingkungan serta kepentingan industri dalam negeri,

meningkatnya tertib ukur dan terwujudnya pemberdayaan

konsumen serta pemberdayaan produksi dalam negeri

asaran ketujuh Rencana Strategis (atau elemen ketujuh dari sasaran

Renstra) yang harus dicapai oleh Kementerian Perdagangan adalah

dalam rangka terwujudnya keamanan pasar dalam negeri yang

menyangkut keselamatan, kesehatan, keamanan dan lingkungan serta

kepentingan industri dalam negeri, meningkatnya tertib ukur dan

terwujudnya pemberdayaan konsumen serta pemberdayaan produksi

dalam negeri.

Salah satu faktor penting dalam pencapaian perekonomian nasional

yang stabil dan berdaya saing adalah memastikan bahwa sentra-sentra

perdagangan nasional memiliki kompetensi dan kualitas yang baik. Selain

itu, konsumen (dalam hal ini masyarakat luas) juga harus diberdayakan,

dalam arti memiliki pemahaman dalam proses bertransaksi. Adapun

pencapaian sasaran tersebut di atas, difokuskan ke dalam beberapa hal,

yaitu keamanan pasar dalam negeri, kepentingan industri dalam negeri,

pemberdayaan konsumen, dan pemberdayaan produksi dalam negeri.

Untuk mencapai sasaran tersebut, indikator kinerjanya adalah sebagai

berikut:

S

„ “

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 7

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 162

No Indikator Kinerja Satuan Target Realisasi Capaian

(%)

1 Prosentase pengaduan perlindungan konsumen yang berhasil diselesaikan

Persen 100 100 100

2 Jumlah pengawasan terhadap produk yang telah lulus uji standar dan masuk dalam kategori SNI Wajib dan telah diratifikasi WTO

Produk 9 9 100%

3 Jumlah Pengawasan Barang dan Jasa Beredar

Daerah 69 daerah 69 daerah 100%

4 Jumlah unit daerah yang telah melakukan verifikasi standard kemetrologian secara periodik

Unit 54 54 100%

5 Jumlah Kampanye Aku Cinta Indonesia

Propinsi 33 33 100%

Ket: Cetak tebal merupakan IKU

Pengaduan Perlindungan Konsumen

Selama periode 2004-2009, Kementerian Perdagangan telah

melayani sejumlah layanan pengaduan konsumen. Hasil yang dicapai

selama kurun waktu tersebut antara lain:

1. Semakin sadarnya konsumen untuk mempertahankan dan

memperjuangkan haknya dalam melakukan pengaduan.

2. Pada tahun 2009, layanan pengaduan berbagai kasus barang dan jasa

sebesar 164 kasus atau terjadi peningkatan layanan pengaduan

sebesar 192,85% dibandingkan tahun 2004 (sebanyak 56 kasus).

3. Jumlah sengketa konsumen seluruh Indonesia yang dilaporkan ke BPSK

selama tahun 2003 s.d 2009 berjumlah 1.025 sengketa (391 barang

dan 634 jasa), dan yang berhasil diselesaikan 965 sengketa.

Terjadi peningkatan layanan pengaduan sebesar 192,85%

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 7

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 163

4. Jumlah mediasi dan advokasi yang telah dilakukan oleh LPKSM

diseluruh Indonesia dari Tahun 2003 s/d 2009 berjumlah 517 mediasi

dan advokasi (72 barang dan 445 jasa).

Gambar 31. Pelayanan Pengaduan Konsumen Tahun 2004-2009

Sumber: Ditjen Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan.

Capaian tersebut ditunjang oleh kegiatan-kegiatan seperti

pembinaan dan pemberdayaan konsumen, serta penguatan aspek

kelembagaan bidang konsumen. Pelaksanaan pembinaan dan

pemberdayaan penyelenggaran perlindungan konsumen yang telah

dilakukan, antara lain:

1. Pengembangan motivator perlindungan konsumen melalui kegiatan

pelatihan bagi berbagai kelompok masyarakat konsumen seperti

Tokoh Masyarakat dan Agama, Para Pendidik (Dosen dan Guru),

Organisasi Perempuan dan Organisasi Pemuda.

2. Pemberian Indonesia Consumer Protection Award (ICPA) kepada

Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) dan

Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) terbaik pada tahun

2006.

56 6371 74

87

164

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Jum

lah

Peng

adua

n

Kementerian Perdagangan mengupayakan pembinaan dan pemberdayaan konsumen, serta penguatan kelembagaan bidang konsumen secara optimal dan berkesinambungan

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 7

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 164

3. Pelatihan, sosialisasi, dan diseminasi informasi secara

berkesinambungan dan berkelanjutan bagi para aparatur (termasuk

aparatur penegak hukum), pelaku usaha dan konsumen.

4. Menyediakan 1 unit sarana mobilitas dalam bentuk Klinik Konsumen

Terpadu. Melalui Klinik Konsumen Terpadu diharapkan pelayanan

terhadap konsumen dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.

Sasaran pelaksanaan adalah pasar-pasar tradisional, kelurahan, dan

sekolah, di wilayah Jabodetabek. Pelaksanaan bekerjasama dengan

BPOM, Dinas Indag DKI Jakarta, dan lainnya. Kedepan diharapkan

dapat dikembangkan di daerah-daerah lain dengan dukungan fasilitasi

daerah setempat.

Pelaksanaan Klinik Konsumen Terpadu di Jakarta

5. Membentuk pos pelayanan pengaduan di lima daerah (Pekanbaru,

Batam, Jambi, Palembang, dan Samarinda) dan melakukan pelatihan

bagi mediator yang akan ditempatkan sebagai petugas pelayanan di

dalam pos pelayanan pengaduan tersebut. Di samping itu, disediakan

kotak pelayanan pengaduan pada tempat yang strategis seperti pusat

perbelanjaan, stasiun kereta api dan terminal bis.

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 7

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 165

Sementara itu, terkait dengan penguatan aspek kelembagaan, antara lain:

1. Telah diterbitkan Keputusan Presiden No: 150 tahun 2004 tentang

Pengangkatan Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional

(BPKN) masa jabatan 2004-2007. Kemudian, telah diperbaharui dengan

Keputusan Presiden No: 80/P tahun 2009 tentang Pemberhentian

dengan Hormat dari Keanggotaan BPKN dan Pengangkatan Anggota

BPKN periode 2009-2012.

2. BPSK yang semula berjumlah 23 (tahun 2004) meningkat menjadi 45

(tahun 2010) yang tersebar di Kabupaten/Kota. Apabila dikaitkan

dengan jumlah Kabupaten/Kota yang ada di Indonesia, maka jumlah

BPSK yang ada masih sangat minim yaitu hampir 10 % dari 470

Kabupaten/Kota. Padahal jika melihat peranan dan fungsi BPSK sebagai

sarana yang sangat penting bagi konsumen dalam memperoleh

haknya, maka jumlah tersebut masih sangat minim.

Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, didampingi Direktur Perlindungan Konsumen, pada Pengembangan SDM bagi Sekretariat Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen di Jakarta,

5 Mei 2009

Jumlah BPSK di daerah masih sangat minim, yaitu 10% dari 470 Kab/Kota

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 7

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 166

3. Bertambahnya LPKSM yang melakukan pendaftaran untuk

memperoleh TDLPK yang semula berjumlah 85 di tahun 2004 menjadi

180 pada tahun 2010 dan tersebar di seluruh Indonesia.

4. Peranan yang diharapkan dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam

peningkatan BPSK yaitu memberikan dukungan baik dalam bentuk

dana operasional yang dialokasikan dari APBD setempat, maupun

fasilitasi sarana dan prasarana penunjang.

Pengawasan Barang Beredar dan Jasa, serta Standardisasi

Program Pengawasan Barang dan Jasa yang dilakukan Kementerian

Perdagangan sebagai berikut:

1. Meningkatnya jumlah, wawasan dan kemampuan SDM pengawasan

(PPNS-PK Reguler dan Eksekutif dan PPBJ). Beberapa kegiatan yang

dilaksanakan dalam rangka pencapaian sasaran tersebut adalah : Diklat

PPNS Reguler, Diklat PPNS Eksekutif, Diklat PPBJ di Pusat dan Daerah,

Bimbingan Teknis PPNS-PK, Bimbingan Teknis PPBJ dan

Inventarisasi/Monitoring Keberadaan PPNS-PK dan PPBJ serta

Partisipasi pada Sidang/Konferensi Internasional di dalam negeri

maupun ke luar negeri.

2. Diklat PPNS-PK dilaksanakan di Megamendung Bogor bekerjasama

dengan Mabes Polri dengan peserta dari Pusat dan Daerah. Diklat

PPNS-PK Reguler dilaksanakan selama 2 bulan dengan peserta 60

orang, sedangkan Diklat PPNS-PK Eksekutif dilaksanakan selama 15

hari dengan peserta 30 orang.

3. Diklat PPBJ di Pusat dilaksanakan secara Swakelola di Hotel Ibis

Kemayoran, Jakarta dengan peserta sebanyak 30 orang, selama 14

hari. Diklat PPBJ di Daerah dilaksanakan di Padang dan Manado

masing-masing diikuti oleh 30 peserta.

Pengawasan mutu barang dilakukan secara sistemik oleh Kementerian Perdagangan baik melalui petugas pengawas maupun pranata-pranatanya

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 7

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 167

4. Bimbingan Teknis PPNS-PK dilaksanakan 3 angkatan dengan peserta

sebanyak 90 orang di Hotel Oasis Amir, Jakarta selama 2 hari dan

Bimbingan Teknis PPBJ dilaksanakan 3 angkatan dengan peserta

sebanyak 90 orang di Hotel Ibis Kemayoran, Jakarta selama 2 hari.

Menteri Perdagangan melakukan penarikan ribuan sak semen yang tidak sesuai persyaratan wajib SNI dari peredaran, 29 Desember 2009

5. Pengawasan berkala/khusus produk ILMEA dilakukan terhadap

Kompor Gas Satu Tungku, Kabel Listrik, BjTB, BjLS dan Tabung Gas LPG

di 15 daerah yaitu Jambi, Manado, Surabaya, Padang, Balikpapan,

Palembang, Pakanbaru, Denpasar, Banda Aceh, Medan, Bengkulu,

Batam, Jayapura, Mataram dan DKI Jakarta. Pengawasan

berkala/khusus produk IKAH: dilakukan terhadap Air Minum Dalam

Kemasan (AMDK), Tepung Terigu, Garam Beryodium, Ban Sepeda

Motor dan Ban Mobil Penumpang di 15 daerah yaitu Padang, Jayapura,

Bandung, Surabaya, Balikpapan, Mataram, Medan, DKI Jakarta,

Jogyakarta, Manado, Banda Aceh, Bogor, Serang, Tanjung Pinang dan

Jambi.

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 7

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 168

6. Untuk produk Jasa, pengawasan berkala/khusus dilakukan pada Jasa

Layanan Purnajual Pendingin Ruangan, Jasa Broker Property, Jasa Layanan

Purnajual Lemari Pendingin, Jasa Perbengkelan Kendaraan Bermotor

Roda 2 dan Jasa Layanan Purnajual Televisi di 15 daerah yaitu Palembang,

Makassar, Medan, Kupang, Padang, Mataram, Manado, Semarang,

Surabaya, Jayapura, Jambi, Pontianak, Balikpapan dan DKI Jakarta.

7. Crash program dalam rangka operasional pengawasan produk tertentu

(ILMEA, IKAH dan Jasa) dilaksanakan di 6 daerah yaitu Jambi, Tanjung

Pinang, Padang, Surabaya, Batam dan Medan terhadap Telepon Selular,

Aki, Tusuk Kontak, Kotak Kontak, Saklar, MCB, LHE, Rice Cooker,

Blender, Kompor Gas, Setrika Listrik, BjTB, Kabel, TV, DVD Player,

Tabung Gas 12 Kg, Ban mobil, Tepung Terigu, Garam Beryodium, Semen

Putih, Ban Dalam, Jasa Layanan Purnajual Lemari Pendingin, Jasa Broker

Property, Jasa Bengkel Bermotor Roda 2, Jasa Layanan Purnajual Televisi

dan Jasa Layanan Purnajual Pendingin Ruangan.

Kementerian Perdagangan menyelenggarakan Crash Program Pengawasan produk Industri Logam, Mesin, Elektronik dan Aneka (ILMEA) di Jakarta, 6 Agustus 2009.

Crash program dilakukan untuk menjaga standard dan mutu produk Indonesia

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 7

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 169

8. Penanganan kasus melalui pelaksanaan kegiatan penanganan kasus

terhadap Gula Kristal Rafinasi di Makassar, Telpon Selular di Medan,

Gula Kristal Putih di Mataram dan Surabaya, Elektronika di Jambi dan

DKI Jakarta, Selang karet untuk kompor gas LPG di Surabaya sebanyak

2 kasus, Lampu Hemat Energi (LHE) di DKI Jakarta dan Semen di DKI

Jakarta.

9. Monitoring “Pendaftaran Buku Manual dan Garansi Dalam bahasa

Indonesia” dilaksanakan di 19 daerah yaitu Medan, Surabaya,

Bandung, Jambi, Mataram, Manado, Pontianak, Semarang, Palembang,

Makassar, Batam, Pakanbaru, Padang, Yogyakarta, Denpasar,

Lampung, Serang, Tanjung Pinang dan Balikpapan.

Secara keseluruhan, produk SNI Wajib yang diawasi terlihat pada

tabel berikut:

Tabel 32. Produk SNI Wajib yang Diawasi

Produk SNI Wajib yang diawasi Jumlah Daerah Pengawasan

1 Ban Pengawasan Berkala dan Khusus:

45 Daerah 2 Lampu Hemat Energi

3 Tabung Elpiji

4 Regulator Gas Elpiji Pengawasan untuk komoditi tertentu:

18 Daerah

5 Selang Gas Elpiji

6 MCB / Saklar

7 Terigu Crash Program :

6 Daerah 8 Baja

9 Semen

Jumlah total 69 daerah

Pelaksanaan pengujian produk terhadap persyaratan mutu (SNI)

dilaksanakan melalui kegiatan analisa pasar yang pada tahun 2009 dilakukan

dengan cara melakukan pengambilan contoh 2 produk yakni ban dalam

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 7

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 170

kendaraan bermotor roda 2 dan kabel listrik sesuai dengan petunjuk teknis

(juknis) yang ditetapkan. Kegiatan ini telah dilaksanakan di 17 provinsi di

Indonesia yang dilakukan oleh petugas Pusat Standardisasi yang telah dibekali

pengetahuan tata cara pengambilan contoh dengan didampingi petugas dari

Dinas Perindag setempat. Provinsi tempat pelaksanaan kegiatan analisa pasar

tersebut yaitu Banjarmasin, Samarinda, Kendari, Jambi, Denpasar, Palembang,

Medan, Semarang, Padang, Makassar, Batam, Pekanbaru, Surabaya, Mataram

Yogyakarta, Bandung, dan Serang.

Contoh barang ban dalam kendaraan bermotor roda 2 yang diambil

diuji di Balai Pengujian Mutu Barang Ekspor Impor, sedangkan contoh

barang kabel listrik diuji di Laboratorium PT. Sucofindo. Dari hasil pengujian

kedua contoh barang tersebut diperoleh kesimpulan yakni hanya 33% ban

dalam kendaraan bermotor roda 2 yang diambil contohnya telah

memenuhi persyaratan mutu SNI, sedangkan 67% contoh barang tidak

memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan. Adapun dari hasil pengujian

kabel listrik diperoleh kesimpulan bahwa untuk kabel listrik dengan jenis

“NYA” hanya 41% contoh produk yang sesuai dengan persyaratan mutu

SNI, sedangkan 59% contoh belum memenuhi standar. Untuk kabel listrik

dengan jenis “NYM” dari contoh produk yang diuji, 53% diantaranya telah

memenuhi persyaratan mutu SNI dan 47% belum memenuhi standar.

Kondisi ini menggambarkan masih rendahnya tingkat kepatuhan dari para

produsen produk ban dalam kendaraan bermotor roda 2 dan kabel listrik

dalam memenuhi standar yang dipersyaratkan terhadap kedua produk

tersebut yang telah diberlakukan wajib. Sebagai tindak lanjut, hasil temuan

tersebut telah diteruskan kepada Direktorat Pengawas Barang Beredar dan

Jasa-Kementerian Perdagangan untuk diambil langkah pembinaan lanjutan.

Sementara itu, pada tahun 2008 hanya dilakukan pengujian untuk 4

produk saja, yaitu produk Air Minum Dalam Kemasan, Garam konsumsi

beryodium, Pipa PVC dan Semen di 16 daerah propinsi dan yang beredar di

pasar. Laporan hasil pengujian pada produk tersebut umumnya

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 7

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 171

memperlihatkan bahwa produk-produk yang diujikan telah memenuhi

persyaratan SNI. Hal ini mencerminkan meningkatnya pelaku usaha yang

memproduksi barang sesuai persyaratan SNI sehingga meningkatkan

produk yang berkualitas dan berdaya saing. Hal ini juga merupakan salah

satu cara untuk meningkatkan mutu produk sehingga berdaya saing dan

juga untuk memberikan perlindungan kepada konsumen melalui aspek K3L

(Kesehatan, Keamanan, Keselamatan dan Lingkungan).

Selain dengan melaksanakan pengujian contoh barang yang beredar,

guna meningkatkan ketertiban usaha untuk produk yang bertanda SNI

dilakukan melalui pendaftaran Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) kepada

Pusat Standardisasi Kementerian Perdagangan. Pelaksanaan pendaftaran

LPK dengan ruang lingkup produk dengan SNI yang telah diberlakukan

wajib dilaksanakan guna memudahkan pengecekan dan ketelusuran atas

Sertifikat Produk Penggunaan Tanda Standar Nasional Indonesia (SPPT SNI)

yang diterbitkan oleh LPK. Dengan demikian, ketertiban penggunaan tanda

SNI oleh para produsen dapat diawasi secara berkala sehingga mampu

memberikan perlindungan kepada para konsumen melalui adanya

kepastian kualitas atas produk bertanda SNI yang dikonsumsi.

Penguatan Metrologi

Sistem ketertelusuran dalam metrologi legal secara nasional maupun

secara internasional melalui pengembangan laboratorium dan standar

diarahkan pada laboratorium uji dan standar untuk metrologi legal.

Diharapkan dengan tertelusurnya standar kerja baik di pusat maupun di

daerah dapat menciptakan kredibilitas hasil pengujian. Lebih jauhnya dapat

memfasilitasi atau mendukung peningkatan daya saing produk. Terdapat

54 unit metrologi daerah yang secara berkala telah melakukan verifikasi

standar kemetrologian.12 Hal ini merupakan pendorong dalam

meningkatkan skala perlindungan terhadap konsumen, dengan

12 Lihat Lampiran 10, unit metrologi di daerah.

54 unit metrologi daerah telah melakukan verifikasi standar kemetrologian secara berkala

Meningkatnya pelaku usaha yang memproduksi barang sesuai persyaratan SNI

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 7

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 172

menertibkan sistem kemetrologian. Kegiatan yang telah dilaksanakan pada

tahun 2009 yang mendukung sasaran kedua ini adalah:

a. Penyempurnaan Peraturan di Bidang Standar Laboratorium

berdasarkan PP 38.

b. Penyusunan KST test bench meter air dan test bench meter kWh.

c. Pembinaan K46.

d. Verifikasi alat-alat standar ke KIM LIPI dan Instansi terkait.

e. Pemeliharaan /Komponen Laboratorium Kemetrologian.

Program Aku Cinta Indonesia

Kondisi persaingan yang semakin tajam antara produk dalam negeri

dan produk impor, diperlukan upaya peningkatan penggunaan produk

dalam negeri dengan tujuan menumbuhkan rasa kecintaan dan

kebanggaan terhadap produk dalam negeri. Upaya menciptakan

pemahaman dan sosialisasi penggunaan produk dalam negeri memerlukan

waktu yang lama dan perlu dilakukan secara berkelanjutan karena untuk

merubah persepsi masyarakat terhadap produk dalam negeri

membutuhkan tahapan yang panjang.

Menteri Perdagangan mengumandangkan gema kampanye “100% Cinta Indonesia” di

Panggung Utama Arena Pekan Raya Jakarta, 2 Juli 2009

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 7

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 173

Namun dalam beberapa tahun terakhir, produksi dalam negeri telah

menunjukkan peningkatan dari sisi kualitas, kuantitas dan variasi jenis

produk. Pencitraan Indonesia di dalam negeri dilakukan melalui strategi:

nation branding, kampanye “Aku Cinta Indonesia”, dan ekonomi kreatif.

Akan tetapi masih banyak masyarakat yang belum menyenangi produksi

dalam negeri. Persepsi masyarakat terhadap produksi dalam negeri masih

rendah, selain masyarakat masih didominasi pemikiran bahwa produk

impor jauh lebih baik dari produk domestik. Hal tersebut menjadi alasan

kuat bagi Kementerian Perdagangan untuk mendukung peningkatan citra

Indonesia, sehingga kampanye program “Aku Cinta Indonesia” semakin

digiatkan, salah satunya dengan terus melakukan kampanye di 33

propinsi.

Tindak lanjut dari peluncuran kampanye cinta Indonesia telah

dilakukan dengan penandatanganan MoU kampanye ’Aku Cinta Indonesia’

di Jakarta antara seluruh Kementerian, instansi pemerintah dan Badan

Usaha Milik Negara (BUMN). Sebanyak 43 BUMN telah menandatangani

MoU kampanye ACI ini.

Menteri Perdagangan RI bersama Menteri Negara BUMN serta beberapa Direktur BUMN melakukan penandatangan MoU kampanye ‘Aku Cinta Indonesia” di Jakarta, 27 Juli 2009

Program “Aku Cinta Indonesia” dilaksanakan secara sungguh-sungguh, menyeluruh dan berkelanjutan

43 BUMN telah menandatangani MoU kampanye ACI

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 7

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 174

Kementerian Perdagangan juga telah memprakarsai pengembangan

Ekonomi Kreatif di Indonesia, dimana telah diluncurkan cetak Biru

Pengembangan Ekonomi Kreatif yang meliputi 14 sub sektor yaitu:

Gambar 32. Sub Sektor Dalam Ekonomi Kreatif

Ket: Angka dalam prosentase mencerminkan nilai kontribusi sub sektor tersebut dalam PDB tahun 2008.

Kontribusi ekonomi kreatif berdasarkan hasil studi pemetaan yang

dilakukan pada tahun 2007 dan pemutakhiran data tahun 2009 menunjukan

nilai yang kontribusi yang signifikan. Dari hasil pemutakhiran kontribusi

Industri Kreatif (IK) menurut nilai rata-rata 2002-2008: Kontribusi PDB IK

(berdasar harga berlaku) Rp 235 trilyun; Penyerapan tenaga kerja 7,4 juta;

Penciptaan lapangan kerja di bidang kreatif 2,8 juta; dan kontribusi terhadap

total ekspor Indonesia sebesar 9% (setara dengan Rp 79 miliar).

Kegiatan yang telah dilakukan tahun 2005-2009 untuk mendukung

pengembangan ekonomi kreatif sesuai Inpres No. 6 tahun 2009, antara

lain: (1) Pekan Produk Budaya Indonesia 2008, (2) Bulan Indonesia Kreatif

2008, (3) Pencanangan Tahun Indonesia Kreatif 2009, (4) Fasilitasi Java Jazz

Festival, (5) Pengkajian Pemetaan Potensi daerah, (6) Pembuatan data

Eksportir, Importir, Asosiasi dan Pelaku Usaha Industri Kreatif, (7)

Pemetaan Potensi Daerah dalam rangka membangun Branding Produk

Ceruk pasar ekonomi kreatif perlu ditangkap sehingga membuat merek Indonesia semakin berdaya saing

Kontribusi ekonomi kreatif terhadap total ekspor Indonesia tahun 2002-2008 sebesar 9%

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 7

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 175

Daerah, (8) Inventarisasi dan Evaluasi Trading House, dan (9) Pembuatan

Portal Ekonomi Kreatif Indonesia.

Gambar 33. Konsep "Triple Helix" Ekonomi Kreatif

Sumber: Cetak Biru Pengembangan Ekonomi Kreatif 2025.

Sementara itu, sepanjang tahun 2009, kegiatan yang telah dilakukan

dalam upaya implementasi Cetak Biru Ekonomi Kreatif yang berfokus pada

5 subsektor yaitu barang seni, kerajinan, desain, fesyen, dan musik adalah

sebagai berikut:

a. Pagelaran Jakarta International Java Jazz Festival (JIJJF) 2009. Dalam

JIJJF 2009, Kementerian Perdagangan bekerjasama dengan Java

Festival Production mempersembahkan The Hall of World Music

yang menampilkan musisi Indonesia dan internasional, menggelar

Paviliun Indonesia Kreatif ’09 dan membuka Klinik Hak Atas

Kekayaan Intelektual (HAKI). Di penghujung pagelaran JIJJF 2009,

brand “Marlique Guitar” sukses memperoleh kontrak dengan musisi

jazz Incognito untuk memproduksi gitar seri khusus “Bluey

Incognito”.

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 7

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 176

Menteri Perdagangan RI menyampaikan sambutan singkat pada pembukaan Java Jazz Festival di Jakarta Convention Center, 5 Maret 2009

b. Pameran Produk Kreatif Indonesia (PPKI) 2009. PPKI dilaksanakan pada

tanggal 25-28 Juni 2009 di Jakarta Convention Center, dengan

menggelar tiga agenda utama, yaitu Pameran Produk Kreatif, Gelar

Seni Budaya, dan Konvensi. Khusus bidang Konvensi, dengan

berlandaskan tema PPKI 2009 “Menjadikan Budaya dan Teknologi

Sebagai Basis Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia”, Konvensi

lebih lanjut memilih subtema “Implementasi Cetak Biru Ekonomi

Kreatif Berbasis Budaya dan TIK (Teknologi Informasi dan

Komunikasi)”.

Pemilihan subtema konvensi tersebut merupakan tindak lanjut dari

hasil Konvensi PPBI 2008 yang telah diluncurkan Cetak Biru

Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2009-2025. Dalam paparan

Cetak Biru tersebut, diharapkan masing-masing pihak yang merupakan

“Triple Helix” Ekonomi Kreatif (Intelektual, Pelaku Bisnis dan

Pemerintah) dapat menyusun rencana aksi dalam rangka

mengembangkan industri kreatif (Gambar 33, Konsep Triple Helix).

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 7

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 177

Presiden RI, didampingi Menteri Perdagangan RI dan sejumlah Menteri lainnya, secara

resmi membuka Pekan Produk Kreatif Indonesia 2009 di Jakarta, 26 Juli 2009

c. Workshop Industri Kreatif. Workshop merupakan upaya Himpunan

Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Jakarta beserta Pemprov DKI

Jakarta untuk mengembangkan Industri Kreatif dalam rangka

meningkatkan daya saing, terutama bagi para pengusaha muda

Jakarta. Kesimpulan workshop tersebut antara lain: (1) pentingnya

pembentukan klaster dalam menumbuhkembangkan insan kreatif, (2)

perlunya perbaikan penataan Kota Tua Jakarta sebagai lokasi

perkuliahan beberapa program IKJ (seperti film, video, fotografi dan

seni pertunjukan), dan (3) promosi industri kreatif berbasis

Ekologi/Lingkungan.

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 7

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 178

Menteri Perdagangan RI menjadi pembicara pada Sidang Dewan Pleno-Himpunan Pengusaha Muda Indonesia mengenai industri kreatif, 10 Maret 2009

d. Promosi Ekonomi Kreatif. Diselenggarakan pada tanggal 28 September-

5 Oktober 2009 di National Geographic Auditorium, Amerika Serikat.

Tujuan promosi adalah untuk memberikan kesadaran kepada

masyarakat Amerika tentang Indonesia dengan memanfaatkan

momentum kunjungan Presiden Amerika Serikat ke Indonesia pada

bulan November 2009.

Kementerian Perdagangan bekerjasama dengan News Corporation, menggelar acara “Celebrating Indonesia” di National Geographic Auditorium-AS, 30 Nopember 2009

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 7

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 179

Rincian kegiatan Promosi Ekonomi Kreatif terdiri atas: (1) Indonesian

Forum dengan pembicara dari unsur “Triple Helix” Indonesia, dan (2)

Indonesia Festival yang terdiri dari festival film, pameran produk

fashion (batik, tenun ikat, perhiasan, tas), pameran lukisan, diskusi

film, fashion show, tarian, musik tradisional sasando, penampilan jazz

serta masakan Indonesia.

e. Program “Aku Cinta Indonesia”. Kegiatan dilakukan dengan sosialisasi

pada Rapat Kerja Komisariat Wilayah III Asosiasi Pemerintah Kota

Seluruh Indonesia (APEKSI) pada tanggal 14 Mei 2009 dan Rapat Kerja

Nasional (Rakernas) APEKSI di Pekanbaru – Riau. Dalam kegiatan

tersebut, dilakukan sosialisasi program prioritas (Program “Aku Cinta

Indonesia”, World Expo Shanghai–China 2010, dan Trade Expo

Indonesia 2009).

Ibu Negara Hj. Ani Bambang Yudhoyono didampingi Menteri Perdagangan, membuka Pameran 71 helai Batik di Jakarta, 17 November 2009.

f. Heritage of Indonesia Batik. Pameran diselenggarakan pada tanggal 17-

22 November 2009. Penyelenggaraan pameran merupakan bentuk

dukungan hubungan diplomatik yang baik antara Indonesia dan

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 7

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 180

Amerika Serikat, sekaligus untuk merayakan Batik Indonesia sebagai

warisan budaya dunia oleh UNESCO pada tanggal 2 Oktober 2009.

g. Jazz Goes To Campus. Pameran Jazz Goes to Campus diselenggarakan

pada tanggal 10-13 Desember 2009. Partisipasi Kementerian

Perdagangan dimaksudkan sebagai upaya mendorong pengembangan

Ekonomi Kreatif dan gerakan “Aku Cinta Indonesia”.

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 8

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 181

Sasaran 8 Termanfaatkannya secara optimal kegiatan pengelolaan

resiko harga, pembentukan harga dan alternatif pembiayaan

dalam rangka mendukung kegiatan dunia usaha

ada pencapaian sasaran ini, indikator kinerja dapat diuraikan

kedalam tiga fokus, yaitu: pemanfaatan pengelolaan resiko harga

(perdagangan berjangka komoditi/PBK), optimalisasi alternatif pembiayaan

(sistem resi gudang/SRG) dan optimalisasi pembentukan harga (pasar

lelang/PL). Adapun indikator kinerja dalam pencapaian sasaran tersebut di

atas dapat dijabarkan sebagai berikut:

No Indikator Kinerja Satuan Target Realisasi Capaian

(%)

1 Volume transaksi dalam Pasar Komoditi

Lot (PBK) Rp (SRG) Rp (PL)

4,4 juta 550 juta

1,7 trilyun

4,4 juta 553 juta

1,6 trilyun

100 104 97

2 Jumlah pelaku usaha dalam Pasar Komoditi

Prsh (PBK) Org (PBK) Prsh (SRG) Pnylgr (PL)

111 2.300

22 18

105 2.598

22 21

94 113 100 117

3 Volume transaksi di bidang PBK

Lot 4,4 juta 4,4 juta 100

4 Nilai transaksi di bidang SRG

Rp 550 juta 553 juta 104

5 Nilai transaksi di bidang PL

Rp 1,7 trilyun 1,6 trilyun 97

6 Jumlah pelaku usaha di bidang PBK (prsh/org)

Prsh Org

111 2.300

105 2.598

94 113

7 Jumlah pelaku usaha di bidang SRG

Prsh 22 22 100

P

„ “

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 8

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 182

No Indikator Kinerja Satuan Target Realisasi Capaian

(%)

8 Jumlah penyelenggara di bidang PL

Pnylgr 18 21 117

Ket: Cetak tebal merupakan IKU

Volume transaksi di bidang PBK, nilai transaksi di bidang SRG dan

nilai transaksi di bidang PL merupakan cerminan dari IKU, sedangkan

jumlah pelaku usaha di bidang PBK, jumlah pelaku usaha di bidang SRG

dan jumlah penyelenggara di bidang PL adalah bagian dari indikator

kinerja sasaran-8.

Gambar 34. Perkembangan Volume Transaksi PBK Tahun 2004-2009

Sumber: Bappebti, Kementerian Perdagangan.

Volume transaksi bidang PBK dalam kurun waktu 6 tahun terakhir

mengalami peningkatan yang cukup signifikan (Gambar 34). Hal ini dapat

dilihat dari realisasi tahun 2004 sebanyak 486 ribu lot dan meningkat

menjadi 4,46 juta lot pada tahun 2009 atau naik di atas 900%. Volume

transaksi tertinggi terjadi pada tahun 2008 yaitu sebesar 5,54 juta lot.

Keberhasilan peningkatan volume transaksi yang cukup tinggi tersebut

dikarenakan pelaku usaha sangat dimudahkan untuk mengembangkan

usahanya sebagai dampak dari dikeluarkannya kebijakan-kebijakan

mengenai perijinan pelaku usaha PBK yang dikeluarkan oleh Kementerian

450 486 1,000

1,042

3,000

4,075 3,500

4,179 4,000

5,545

4,500 4,464

-

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

Targ

et

Real

isas

i

Targ

et

Real

isas

i

Targ

et

Real

isas

i

Targ

et

Real

isas

i

Targ

et

Real

isas

i

Targ

et

Real

isas

i

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Lot (

Rib

u)

Pertumbuhan volume transaksi bursa komoditi periode 2004-2009 cenderung meningkat, dengan volume transaksi 2009 meningkat sembilan kali lipat dibanding tahun 2004

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 8

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 183

Perdagangan. Dengan semakin besarnya jumlah pelaku usaha di bidang ini,

maka peluang peningkatan transaksi ke depan juga semakin besar.

Menteri Perdagangan RI bersama Menteri Negara didampingi Direktur Bursa Berjangka Jakarta (BBJ), meresmikan pasar fisik CPO terorganisir di BBJ di Jakarta, 23 Juni

2009

Namun sebaliknya, volume transaksi pada tahun 2009 mengalami

penurunan dibandingkan dengan tahun 2008 yaitu sebanyak 4,46 juta lot

dari 5,54 juta lot atau turun sekitar 19%. Hal ini disebabkan, banyak para

pelaku usaha (investor) PBK yang terkena dampak dari krisis keuangan

internasional sehingga banyak dari mereka yang menarik modalnya keluar

dan menyebabkan penurunan jumlah transaksi PBK di bursa. Selain itu,

pada akhir tahun 2008 juga banyak kasus-kasus di bidang PBK yang

merugikan masyarakat, sehingga di awal tahun 2009 kepercayaan

masyarakat terhadap PBK menurun dan menyebabkan penurunan

transaksi di bidang PBK.

Terkait dengan SRG, walaupun UU mengenai SRG baru saja disahkan

pada tahun 2006, tetapi di awal implementasinya pada tahun 2008

langsung mendapat sambutan yang cukup baik oleh masyarakat.13 Sejak

implementasinya, nilai transaksi di bidang SRG mengalami peningkatan

(Gambar 35). Pada tahun 2009, realisasi meningkat menjadi Rp 552,9 juta 13 Lihat UU No. 9 tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang

Volume transaksi bursa komoditi tahun 2009 turun 19% dibanding tahun 2008 sebagai dampak krisis keuangan

Implementasi sistem resi gudang sudah dimulai pada komoditi gabah dan jagung

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 8

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 184

dari Rp 450,45 juta pada tahun 2008 atau naik sekitar 123%. Keberhasilan

ini salah satunya bisa terwujud karena Kementerian Perdagangan berusaha

mengembangkan jenis-jenis komoditi yang dapat di-resigudang-kan. Pada

tahun 2008, sebagai awal tahun implementasi SRG di Indonesia, hanya

komoditi gabah yang dapat di-resigudang-kan, sedangkan pada tahun 2009

sudah ada jagung, sehingga dengan semakin banyaknya jenis komoditi

yang dapat di-resigudang-kan akan mendorong peningkatan nilai transaksi

SRG.

Gambar 35. Perkembangan Nilai Transaksi Sistem Resi Gudang Tahun 2004-2009

Sumber: Bappebti, Kementerian Perdagangan

Keberhasilan tersebut bukan berarti tanpa kendala. Hingga saat ini,

kendala yang dihadapi dalam meningkatkan tingkat transaksi antara lain

masih kurangnya pemahaman masyarakat dan pelaku usaha terhadap

mekanisme SRG, kemampuan petani dan UKM untuk memanfaatkan SRG

masih rendah, belum adanya skema penjaminan (indemnity fund) sehingga

kepercayaan perbankan terhadap SRG masih rendah, dan komitmen dunia

perbankan untuk memberikan pembiayaan dengan jaminan resi gudang

kepada pelaku usaha belum optimal.

0

100

200

300

400

500

600

Targ

et

Real

isas

i

Targ

et

Real

isas

i

Targ

et

Real

isas

i

Targ

et

Real

isas

i

Targ

et

Real

isas

i

Targ

et

Real

isas

i

2004 2005 2006 2007 2008 2009

350

450.45

550 552.9

Rp Ju

ta

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 8

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 185

Gambar 36. Perkembangan Nilai Transaksi Pasar Lelang Tahun 2004-2009

Ket: Satuan dalam miliar Rupiah. Sumber: Bappebti, Kementerian Perdagangan.

Nilai transaksi Pasar Lelang dalam kurun waktu 6 tahun terakhir juga

mengalami peningkatan yang cukup signifikan (Gambar 36). Hal ini dapat

dilihat dari realisasi pada tahun 2004 sebanyak Rp 457,3 milyar dan

meningkat menjadi Rp 1,65 trilyun pada tahun 2009 atau naik sekitar 360%.

Nilai transaksi tertinggi terjadi pada tahun 2006, yaitu mendekati Rp 1,8

trilyun. Keberhasilan peningkatan nilai transaksi yang cukup tinggi tersebut

dikarenakan banyaknya pemerintah daerah yang berpartisipasi, sehingga

meningkatkan jumlah penyelenggara di berbagai daerah yang berdampak

pada peningkatan nilai transaksi. Dengan semakin banyaknya jumlah pelaku

usaha Pasar Lelang, maka peluang peningkatan transaksi juga semakin besar.

Namun demikian, volume transaksi pada tahun 2009 mengalami

penurunan sekitar 9% dibandingkan dengan tahun 2006 (Gambar 36).

Kendala yang dihadapi dalam meningkatkan transaksi Pasar Lelang yaitu

masih terdapatnya gagal serah/bayar karena belum diterapkannya standar

mutu komoditi dan sistem penjaminan transaksi Pasar Lelang, masih

kurangnya pemahaman pelaku usaha terhadap Pasar Lelang sebagai sarana

pemasaran yang efektif dan efisien, dan belum optimalnya

penyelenggaraan Pasar Lelang di daerah karena tingginya frekuensi mutasi

SDM penyelenggara Pasar Lelang di daerah.

- 200.0 400.0 600.0 800.0 1,000.0 1,200.0 1,400.0 1,600.0 1,800.0

Target

Realisasi

Target

Realisasi

Target

Realisasi

Target

Realisasi

Target

Realisasi

Target

Realisasi

2004

2005

2006

2007

2008

2009

450.0

457.3

900.0

1,101.5

1,200.0

1,798.4

1,400.0

1,719.8

1,600.0

1,629.0

1,700.0

1,648.3

Nilai transaksi pasar lelang selama 2004-2009 meningkat tiga kali lipat, dengan nilai tertinggi terjadi pada tahun 2006

Nilai transaksi pasar lelang selama 2004-2009 meningkat tiga kali lipat, dengan nilai tertinggi terjadi pada tahun 2006

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 8

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 186

Gambar 37. Perkembangan Jumlah Pelaku Usaha PBK Skala Perusahaan

Sumber: Bappebti, Kementerian Perdagangan (kumulatif)

Pertumbuhan pelaku usaha PBK juga mengalami peningkatan. Pelaku

usaha PBK terbagi dalam skala perusahaan dan skala perorangan. Skala

perusahaan terdiri dari bursa berjangka, lembaga kliring, bank penyimpan

margin, pedagang berjangka dan pialang berjangka sedangkan untuk skala

perorangan dari wakil pialang berjangka.

Kepala Bappebti menyerahkan izin usaha bursa berjangka kepada PT. BKDI yang diwakili oleh Dirut BKDI, Megain Wijaya.

0 20 40 60 80 100 120 140

Target

Realisasi

Target

Realisasi

Target

Realisasi

Target

Realisasi

Target

Realisasi

Target

Realisasi

2004

2005

2006

2007

2008

2009

69

79

87

102

103

118

108

121

108

122

111

105

Unit Perusahaan

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 8

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 187

Selama 6 tahun terakhir, pertumbuhan pelaku usaha selalu mencapai

target yang telah ditetapkan. Pada tahun 2009, pertumbuhan pelaku usaha

untuk skala perusahaan meningkat menjadi 105 perusahaan (naik sekitar

32%), dibandingkan tahun 2004. Untuk skala perorangan meningkat

signifikan (lebih dari 500%), dari 490 orang pada tahun 2004 menjadi 2.598

orang pada tahun 2009 (Gambar 38). Capaian tertinggi yang diraih untuk

skala perusahaan terjadi pada tahun 2008 yaitu 122 perusahaan, dan untuk

skala perorangan 2.598 orang yang dicapai pada tahun 2009.

Keberhasilan pencapaian kinerja dalam rangka meningkatkan

pertumbuhan pelaku usaha PBK dikarenakan kebijakan-kebijakan mengenai

perijinan pelaku usaha PBK yang dikeluarkan oleh Kementerian

Perdagangan, sangat memudahkan pelaku usaha untuk mengembangkan

usahanya. Walaupun begitu, Kementerian Perdagangan juga menerapkan

kualifikasi-kualifikasi yang sudah sesuai dengan perkembangan industri PBK.

Gambar 38. Perkembangan Jumlah Pelaku Usaha PBK Skala Perorangan

Sumber: Bappebti, Kementerian Perdagangan.

Keberhasilan tersebut bukan berarti tanpa kendala, kendala yang

dihadapi sampai saat ini untuk meningkatkan jumlah pelaku usaha di

bidang PBK yaitu kurangnya pemahaman masyarakat mengenai PBK, citra

0 500 1000 1500 2000 2500 3000

Target

Realisasi

Target

Realisasi

Target

Realisasi

Target

Realisasi

Target

Realisasi

Target

Realisasi

2004

2005

2006

2007

2008

2009

450

490

550

674

750

830

900

1180

1200

1881

2300

2598

Jumlah Orang

Pertumbuhan pelaku usaha PBK skala perusahaan dan perorangan meningkat signifikan sejak tahun 2004, dengan jumlah tertinggi pada tahun 2008 dan 2009

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 8

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 188

industri perdagangan berjangka di masyarakat belum cukup baik, dan

belum adanya insentif yang dapat mendorong likuiditas PBK.

Sampai dengan tahun 2009, jumlah pelaku usaha SRG sebanyak 22

perusahaan dan mencapai target yang telah ditentukan sebelumnya

(Gambar 39). Pelaku usaha di bidang SRG terdiri dari Pengelola Gudang,

Pusat Registrasi dan Lembaga Penilai Kesesuaian (LPK) yang masing-masing

berjumlah 6 perusahaan, 1 perusahaan dan 15 perusahaan.

Gambar 39. Perkembangan Jumlah Pelaku Usaha Sistem Resi Gudang Tahun 2004-2009

Sumber: Bappebti, Kementerian Perdagangan.

Kementerian Perdagangan juga terus mengembangkan sistem resi

gudang sebagai bagian dari optimalisasi alternatif pembiayaan.

Keberhasilan pengembangan resi gudang dikarenakan banyaknya

dukungan dari instansi-instansi terkait seperti Pemerintah Pusat, Pemda,

BUMN dan instansi terkait lainnya dalam meningkatkan jumlah pelaku

usaha SRG. Selain itu, adanya harapan kedepan didukung dengan

dibangunnya gudang SRG Stimulus Fiskal tahun anggaran 2009 sebanyak 41

gudang. Dengan semakin meningkatnya jumlah gudang akan berdampak

pada peningkatan jumlah pelaku usaha ditambah dengan dukungan-

dukungan kegiatan dari Kementerian Perdagangan.

0

5

10

15

20

25

Targ

et

Real

isas

i

Targ

et

Real

isas

i

Targ

et

Real

isas

i

Targ

et

Real

isas

i

Targ

et

Real

isas

i

Targ

et

Real

isas

i2004 2005 2006 2007 2008 2009

22 22 22 22Unit Perusahaan

Meningkatnya jumlah gudang diharapkan berdampak pada optimalnya pembiayaan alternatif untuk komoditi tertentu

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 8

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 189

Kepala Bappebti,Dirjen PDN, Sekda Pemprov, Wamendag, Wamentan, dan Bupati Demak bersama-sama memukul kentongan tanda peresmian gudang untuk Sistem Resi Gudang

dan Pasar tradisional di Kabupaten Demak, Jawa Tengah

Selama 6 tahun terakhir, jumlah pelaku usaha di bidang PL khususnya

penyelenggara lelang juga mengalami peningkatan yang signifikan (Gambar

40). Pada tahun 2004, jumlahnya sebanyak 9 penyelenggara dan meningkat

menjadi 21 penyelenggara pada tahun 2009 (naik sekitar 230%). Keberhasilan

pencapaian ini karena banyaknya minat dari pemerintah daerah yang ada di

Indonesia untuk menjadi penyelenggara Pasar Lelang. Dengan banyaknya

permintaan dan realisasi permintaan tersebut, maka dengan sendirinya

berdampak pada bertambahnya jumlah pelaku usaha Pasar Lelang.

Gambar 40. Perkembangan Jumlah Pelaku Usaha Pasar Lelang Tahun 2004-2009

Sumber: Bappebti, Kementerian Perdagangan

0

10

20

30

Targ

et

Real

isas

i

Targ

et

Real

isas

i

Targ

et

Real

isas

i

Targ

et

Real

isas

i

Targ

et

Real

isas

i

Targ

et

Real

isas

i

2004 2005 2006 2007 2008 2009

79 10 11

1519

1519

1519 18

21Unit Penyelenggara

Jumlah pelaku usaha Pasar Lelang meningkat signifikan selama kurun waktu 6 tahun terakhir

03 Akuntabilitas Kinerja: Sasaran 8

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 190

Selain keberhasilan tersebut di atas, terdapat kendala yang menjadi

hambatan perkembangan pelaku usaha Pasar Lelang yaitu belum

optimalnya penyelenggaraan Pasar Lelang di daerah karena tingginya

frekuensi mutasi SDM penyelenggara Pasar Lelang di daerah.

Menteri Perdagangan RI memberikan sambutan dalam acara Peresmian Pasar Lelang Komoditi Propinsi D.I. Yogyakarta, pada 16 Februari 2009.

03 Akuntabilitas Kinerja

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 191

D. Akuntabilitas Keuangan

Akuntabilitas keuangan membahas anggaran dan realisasi periode

tahun 2006 – 2009 berdasarkan Sumber Dana, Jenis Belanja, Satuan Kerja

Eselon I, serta program. Adapun uraian lebih lanjut sebagai berikut: Pagu

belanja anggaran Kementerian Perdagangan tahun 2009 sebesar Rp

1.648.481.754.000 dengan realisasi sebesar Rp 1.455.042.586.567 atau

88,3% dengan sisa anggaran sebesar Rp 4.206.110.350. Sedangkan Tahun

Anggaran 2009 menurut jenis belanja dapat dijelaskan pertama, Belanja

Barang sebesar 46,82% atau Rp 771.883.000.000, kedua, Belanja Modal

sebesar 30,09% atau Rp 496.093.000.000, ketiga Belanja Pegawai sebesar

11,35% atau Rp 187.067.000.000, keempat Belanja Sosial Rp 0 (nol Rupiah).

Anggaran tahun 2009 tersebut terdistribusi ke unit eselon I, masing-

masing: (1) Sekretariat Jenderal Rp 452.065 juta atau 27,4% dengan

realisasi 79%; (2) Ditjen Perdagangan Dalam Negeri Rp 481.298 juta atau

29,2% dengan realisasi 94%; (3) Ditjen Perdagangan Luar Negeri Rp

177.844 juta atau 10,8% dengan realisasi 87%; (4) Ditjen Kerjasama

Perdagangan Internasional Rp 71.500 juta atau 4,3% dengan realisasi 90%;

(5) Inspektorat Jenderal Rp 24.500 juta atau 1,5% dengan realisasi 94%; (6)

Badan Pengembangan Ekspor Nasional Rp 255.575 juta atau 13,7% dengan

realisasi 89%; (7) Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Rp

171.200 juta atau 10,4% dengan realisasi 94%, dan (8) Badan Penelitian

dan Pengembangan Perdagangan Rp 44.500 juta atau 2,7% dengan

realisasi 90%.14

14 Lihat Lampiran 5, informasi nilai pemanfaatan anggaran berdasarkan jenis

belanja dan unit Eselon I.

Realisasi anggaran kementerian Perdagangan tahun 2009 sebesar 88,3% dengan sisa anggaran sebesar + 4 miliar

Prosentase realisasi anggaran terbesar pada tahun 2009 terdapat pada unit satuan kerja eselon I Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri sebesar 94%

03 Akuntabilitas Kinerja

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 192

Gambar 41. Pagu dan Realisasi Anggaran Kementerian Perdagangan Tahun 2006-2009

Dari Gambar 41, pagu anggaran dan realisasi tahun 2006 – 2009

mempunyai kecenderungan yang sama, yaitu tidak terdapat perbedaan

yang menonjol. Penyerapan anggaran Kementerian terkecil terjadi pada

Tahun 2007 yaitu sebesar 74,8% dan terbesar pada tahun 2009 yaitu

sebesar 89,6%. Secara keseluruhan tahun anggaran, dalam penyerapannya

berkisar antara 75%-90%. Penyerapan anggaran ini telah memenuhi

harapan, yang artinya kegiatan-kegiatan secara umum telah dapat

dilakukan dan masih terdapat sisa anggaran sebagai kebijakan

penghematan anggaran, namun demikian tetap memperhatikan mutu dari

capaian kinerja. Sebagai informasi sumber penerimaan anggaran

Kementerian Perdagangan selama tahun 2006 – 2009 dapat dilihat pada

tabel di bawah ini (dalam Miliaran Rupiah).

Tabel 33. Sumber Penerimaan Anggaran Tahun 2006-2009

URAIAN 2006 2007 2008 2009

A R A R A R A R Pendapatan dan Hibah:

23,2 18,9 19,5 21,0 16,9 35,5 23,1 43,0

Penerimaan Negara Bukan Pajak

23,2 18,9 19,5 21,0 16,9 35,5 23,1 43,0

03 Akuntabilitas Kinerja

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 193

URAIAN 2006 2007 2008 2009

A R A R A R A R Belanja Negara:

1.404,6 1.140,3 1.657,9 1.233,6 1.410,6 1.144,5 1.648,5 1.455,0

Belanja Rupiah Murni

1.369,9 1.128,2 1.653,4 1.231,6 1.406,8 1.144,5 1.639,1 1.455,0

Pinjaman Luar Negeri

6,1 0,0 1,1 0,6 3,8 0,0 0,0 0,0

Hibah 16,9 1,1 3,4 1,5 0,0 0,0 9,4 0,0

PNBP terpakai

11,8 11,1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0

Ket: A = Anggaran; R = Realisasi.

Berdasarkan Tabel 33, prosentase realisasi terbesar dari penerimaan

anggaran Kementerian Perdagangan untuk pendapatan dan hibah terjadi pada

Tahun 2008 yaitu sebesar 210%. Angka ini diperoleh dari pembagian antara

realisasi penerimaan negara bukan pajak yakni sebesar 35,5 miliar dari

rencana anggaran sebesar 16,9 miliar. Sementara itu prosentase realisasi

belanja negara yang terbesar terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar 88%.

Angka tersebut dari pembagian antara realisasi anggaran sebesar Rp 1.455

miliar terhadap rencana anggaran sebesar Rp 1.648,5 miliar.

Berdasarkan penggunaan belanja anggaran, Kementerian

Perdagangan memiliki pos-pos pengeluaran terdiri dari Belanja Pegawai,

Belanja Modal, Belanja Barang, dan Belanja Bantuan Sosial. Anggaran dan

realisasi menurut jenis belanja selama tahun 2006 – 2009 dapat dilihat

pada lampiran 5. Penjelasan jenis belanja tersebut selama tahun 2006 –

2009 dapat dilihat pada Gambar 42.

Dari Gambar 42, Penggunaan belanja anggaran kementerian

cenderung tidak berfluktuatif. Adapun penurunan yang relatif menonjol

digambarkan oleh Belanja Modal yaitu pada Tahun 2008, dimana anggaran

dan realisasinya menurun sekitar 30%. Angka ini diperoleh dari

perbandingan selisih anggaran 2009 – 2008 dengan anggaran 2008. Belanja

Bantuan Sosial, terlihat pada tabel mempunyai angka yang sangat kecil

dibandingkan dengan pos-pos pengeluaran lainnya. Belanja Bantuan Sosial

mempunyai grafik yang meningkat walaupun direalisasikan hanya tiga

Penggunaan anggaran belanja negara Kementerian Perdagangan tertinggi terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar Rp 1.455 miliar rupiah

03 Akuntabilitas Kinerja

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 194

tahun yaitu 2006, 2007, dan 2008. Sementara tahun 2009 tidak terdapat

realisasi Belanja Bantuan Sosial.

Gambar 42. Penggunaan Anggaran Kementerian Perdagangan Tahun 2006-2009 Menurut Jenis Belanja

Tabel 34 menunjukkan penggunaan anggaran Sekretariat Jenderal

pada tahun 2006 dan 2007 berdasarkan Satuan Kerja menurut Eselon I

menempati penggunaan anggaran terbesar dibandingkan dengan unit-unit

lainnya. Urutan berikutnya adalah Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam

Negeri. Namun keadaan ini terbalik pada tahun 2009, Satuan Kerja

Sekretariat Jenderal menempati urutan kedua dan Direktorat Jenderal

Perdagangan Dalam Negeri menempati urutan pertama. Kontribusi

anggaran terkecil terhadap anggaran keseluruhan selama Tahun 2006-2009

adalah Inspektorat Jenderal.15

Berdasarkan prosentase realisasi anggaran Kementerian Perdagangan

menurut Satuan Kerja Eselon I dapat dilihat pada Tabel di atas. Nilai rata-

rata penyerapan anggaran selama tahun 2006 – 2009 tertinggi adalah

Satuan Kerja Inspektorat Jenderal dengan nilai sebesar 86,9%. Sebaliknya,

15 Lihat lampiran 5, informasi nilai pemanfaatan anggaran berdasarkan satuan kerja

unit eselon I.

2006 2008 2007 2009

Eselon I Sekretariat Jenderal pada tahun 2006 dan 2007 menempati alokasi anggaran tertinggi

03 Akuntabilitas Kinerja

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 195

yang terkecil adalah Badan Pengembangan Ekpor Nasional (BPEN) dengan

Perolehan sebesar 75,4%. Hal ini dipengaruhi oleh penyerapan anggaran

terkecil oleh BPEN yang terjadi sepanjang tahun 2006-2009 yaitu sebesar

62,7% pada tahun 2007. Capaian prosentase realisasi tertinggi sepanjang

tahun 2006–2009 adalah Inspektorat Jenderal pada tahun 2008 yaitu

sebesar 96,5%. Namun perlu diperhatikan besar kecilnya prosentase

penyerapan anggaran tergantung dari besaran angka mutlak dari anggaran

Satuan Kerja.

Tabel 34. Realisasi Anggaran Menurut Unit Eselon I Tahun 2006-2009

NO. URAIAN 2006 2007 2008 2009 rata-rata

Penyerapan %realisasi 1 Sekretariat Jenderal 80,4% 77,3% 74,9% 79,4% 78,0%

2 Dirjen Perdagangan Dalam Negeri

91,5% 76,6% 82,4% 93,9% 86,1%

3 Dirjen Perdagangan Luar Negeri

89,2% 74,2% 91,3% 87,4% 85,5%

4 Dirjen Kerjasama Perdagangan Internasional

75,7% 74,6% 88,1% 89,6% 82,0%

5 Inspektorat Jenderal 88,6% 68,9% 96,5% 93,7% 86,9%

6 Badan Pengembangan Ekspor Nasional

70,8% 62,7% 79,1% 89,0% 75,4%

7 Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi

72,6% 78,6% 76,2% 94,3% 80,4%

8 Badan Penelitian dan Pengembangan Perdagangan

66,1% 77,1% 84,8% 89,8% 79,5%

Efektifitas program mencapai sasaran tidak terlepas dari serapan

anggaran yang digunakan sebagai sumber daya. Begitu juga pengaruh dari

keberhasilan program pada periode yang mendahuluinya. Pada tahun

2009, anggaran Kementerian Perdagangan telah mengalami kenaikan

sebesar 16,8% atau sebesar Rp 237.854.932.000 dari pagu anggaran Tahun

2008 sebesar Rp 1.410.626.822.000. Kementerian Perdagangan pada

Tahun 2006 dan 2007 masing-masing mempunyai program sebanyak 12

dan 15 program, sedangkan tahun 2008 dan 2009 mempunyai 13

program.16

16 Lihat lampiran 10, informasi nilai pemanfaatan anggaran berdasarkan program.

Kenaikan anggaran Kementerian Perdagangan tahun 2009 terhadap tahun 2008 mencapai sebesar 16,8% atau + Rp 238 milyar

03 Akuntabilitas Kinerja

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 196

Pada Tabel 35, disajikan dalam bentuk prosentase realisasi anggaran,

sebagian besar program selama tahun 2006-2009 menunjukkan adanya

penyerapan rata-rata diantara angka 74-88%. Penyerapan anggaran

tertinggi Kementerian Perdagangan menurut program terjadi pada tahun

2009 yaitu sebesar 88,3% dan yang terkecil terjadi pada tahun 2007 yaitu

sebesar 74,5%. Mengacu pada anggaran menurut program, banyak

program yang mengalami peningkatan anggaran khususnya pada tahun

2008 ke tahun 2009. Salah satu penyebabnya adalah adanya krisis moneter

yang terjadi dipenghujung tahun 2008 dan tingkat inflasi yang cukup tinggi,

sehingga diperlukan penyesuaian anggaran, sementara itu sisanya

mengalami penurunan anggaran. Pada Program Peningkatan Efisiensi

Perdagangan Dalam Negeri telah terjadi peningkatan anggaran secara

teratur selama tahun 2006–2009, sementara beberapa program

berfluktuatif. Hal ini menyiratkan bahwa kegiatan penguatan perdagangan

dalam negeri melalui kebijakan efisiensi sangat intensif dilakukan. Perlunya

peningkatan dan penguatan perdagangan dalam Negeri pada tahun 2009

didukung oleh adanya persiapan menghadapi persaingan pasar bebas

seperti AC-FTA yang kini telah berlangsung dan selain itu adanya krisis

global yang mempunyai dampak lokal, seperti kenaikan harga, kepercayaan

publik, dan kemampuan daya beli dalam negeri. Sehingga hal ini

berdampak juga terhadap banyak dan bobotnya kegiatan-kegiatan.

Tabel 35. Realisasi Anggaran Kementerian Menurut Program Tahun 2006-2009

URAIAN 2006 2007 2008 2009

%Realisasi %Realisasi % Realisasi % Realisasi Program Pembentukan Hukum

61,33% 49,3% 0,0% 0,0%

Program Penyelenggaraan Pimpinan Kenegaraan dan Kepemerintahan

77,24% 73,6% 0,0% 0,0%

Program Penerapan Kepemerintahan yang Baik

0,00% 0,0% 76,1% 80,3%

Program Penataan Kelembagaan dan Ketatalaksanaan

0,00% 57,2% 0,0% 0,0%

Alokasi anggaran program Kementerian Perdagangan pada tahun 2009 banyak mengalami kenaikan disebabkan adanya krisis moneter yang terjadi pada tahun 2008

03 Akuntabilitas Kinerja

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 197

URAIAN 2006 2007 2008 2009

%Realisasi %Realisasi % Realisasi % Realisasi Program peningkatan pengawasan dan akuntablitias aparatur negara

88,60% 57,0% 98,4% 93,7%

Program Pengelolaan Sumber Daya Aparatur

89,95% 72,5% 88,4% 85,7%

Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Informasi Publik

0,00% 62,9% 85,6% 87,2%

Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Negara

95,97% 89,9% 84,6% 98,1%

Program Penelitian dan Pengembangan IPTEK

87,80% 74,6% 80,1% 90,1%

Persaingan Usaha 34,6% 47,7% 63,5% 67,8% Program Perlindungan Konsumen dan Pengamanan Perdagangan

82,7% 69,0% 79,1% 83,0%

Program Peningkatan Kerjasama Perdagangan Internasional

72,0% 70,8% 85,6% 86,8%

Program Peningkatan Pengembangan Ekspor

85,3% 68,6% 87,7% 87,9%

Program Peningkatan Efisiensi Perdagangan Dalam Negeri

86,8% 78,5% 82,4% 95,3%

Program Pengembangan Standarisasi Nasional

0,0% 57,2% 78,3% 74,5%

TOTAL 81,2% 74,5% 81,1% 88,3%

03 Akuntabilitas Kinerja

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 198

04 Penutup

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 199

BAB 4. PENUTUP

04 Penutup

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 200

arget-target kinerja perdagangan internasional dan perdagangan

dalam negeri dapat dipenuhi dengan baik, terutama periode

2005−2008. Tahun 2009 kinerja perdagangan mengalami penurunan akibat

krisis global, khususnya perdagangan luar negeri. Namun indikasi

pemulihan krisis sudah mulai tampak.

Sasaran-sasaran yang ditetapkan oleh Rencana Strategis Kementerian

Perdagangan, dan yang kemudian harus menjadi pedoman kerja serta

menjadi alat ukur kinerja yang dicapai, pada hakekatnya merupakan

sasaran-sasaran yang sifatnya kualitatif. Sasaran-sasaran tersebut, pada

hakekatnya merupakan layanan yang harus diberikan oleh institusi

Kementerian Perdagangan agar setiap orang memperoleh kemudahan

melakukan transaksi, baik di tingkat investasi, distribusi dan ekspor, serta

perlindungan-perlindungan dalam rangka persaingan yang sehat.

Kementerian Perdagangan, selaku instansi pemerintah yang sebagian

besar aktifitasnya lebih berorientasi pada kegiatan yang bersifat pelayanan,

menyadari benar bahwa kinerja sektor perdagangan akan sulit berkembang

apabila hanya difokuskan pada upaya peningkatan sarana perdagangan

saja. Namun, hal-hal penunjang lain seperti peningkatan kemampuan

teknis baik aparat dan pelaku usaha juga dipandang penting dalam

meningkatkan performa sektor perdagangan. Berdasarkan rencana

strategis Kementerian Perdagangan 2005-2009, telah ditetapkan 8

(delapan) sasaran yang capaian kinerjanya telah diuraikan pada Bab 3. Dari

hasil analisa dan pengukuran capaian kinerja di tahun 2009, Kementerian

Perdagangan telah berhasil mencapai sasaran dimaksud berdasarkan tugas

pokok, fungsi dan misi yang diembannya. Hal tersebut tercermin dari

keberhasilan pencapaian sasaran dengan hasil yang dicapai dalam hitungan

rata-rata adalah melewati perkiraan target sasaran, dengan nilai hampir

100 persen. Walaupun rata-rata pencapaian sasaran meraih hasil yang

T

04 Penutup

LAK Kementerian Perdagangan 2009 | 201

baik, namun belum semua indikator menunjukkan hasil sebagaimana yang

ditargetkan.

Ada beberapa sasaran yang capaiannya melampaui target, namun

beberapa sasaran masih perlu mendapatkan perhatian khusus. Oleh karena

itu, perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut terhadap proses perencanaan

program dan penganggaran dalam rangka mewujudkan tujuan dan sasaran

yang telah ditetapkan. Keberhasilan pencapaian sasaran Kementerian

Perdagangan tentunya dikaitkan juga dengan upaya Menteri Perdagangan

yang secara bersamaan menetapkan 4 program prioritas yang dapat

menjadikan Kementerian Perdagangan sebagai core dalam penguatan

perekonomian nasional melalui sektor perdagangan.

Permasalahan dalam pencapaian kinerja kualitatif ini adalah dalam

pemilihan prioritas, sehingga dampak yang dicapai dari suatu pelaksanaan

program, dapat menggerakkan institusi lain (khususnya dunia usaha),

sehingga terjadi proses berantai-misalnya dalam peningkatan

pengetahuan, pemahaman dan keterampilan melaksanakan prosedur

perdagangan dan sebagainya. Untuk mengatasi masalah ini, Kementerian

Perdagangan telah mengambil langkah dengan penetapan empat prioritas

yang menjadi kunci pengendalian program secara keseluruhan.

Selanjutnya, untuk meningkatkan kemanfaatan Laporan Akuntabilitas

Kinerja ini, maka dalam tahun-tahun berikutnya perlu dilakukan penajaman

metode penulisan, terutama terkait dengan penetapan indikator kinerja

dan penajaman analisis akuntabilitas kinerja. Dengan demikian, laporan

akuntabilitas ini dapat menjadi alat untuk menginventarisasi keberhasilan

dan permasalahan-permasalahan yang ada, dan dengan demikian dapat

dimanfaatkan untuk proses perencanaan selanjutnya.