02.70.0009_skripsi
-
Upload
dian-asmaraningtyas -
Category
Documents
-
view
21 -
download
3
description
Transcript of 02.70.0009_skripsi
PEMBUATAN COOKIES DENGAN PENAMBAHAN KECAMBAH KACANG HIJAU UNTUK MENINGKATKAN KADAR VITAMIN E
GREEN BEAN SPROUT ADDITION ON COOKIES MAKING TO INCREASE VITAMIN E CONTENT
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat – syarat guna memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan
Disusun oleh : Anita Wijayanti
02.70.0009
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2005
PEMBUATAN COOKIES DENGAN PENAMBAHAN KECAMBAH KACANG HIJAU UNTUK MENINGKATKAN KADAR VITAMIN E
Oleh :
Anita Wijayanti
02.70.0009
Laporan Skripsi ini telah disetujui dan dipertahankan dihadapan sidang penguji
pada tanggal 18 Oktober 2005
Semarang, 18 Oktober 2005
Program Studi Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Katolik Soegijapranata
Mengetahui,
Dosen Pembimbing 1 Dekan
Dra. Laksmi Hartayanie, MP Kristina Ananingsih, ST, MSc
Dosen Pembimbing 2
Ir. Lindayani, MP, PhD
i
RINGKASAN
Cookies merupakan produk yang mengandung lemak sehingga mudah teroksidasi. Salah satu cara untuk menghambat terjadinya oksidasi adalah dengan menambahkan antioksidan, misalnya vitamin E. Taoge merupakan salah satu sumber vitamin E alami yang dapat digunakan sebagai antioksidan. Sebagai antioksidan, vitamin E dapat juga menghambat serangan radikal bebas pada sel tubuh manusia sehingga dapat menghambat timbulnya penyakit degeneratif seperti kanker. Penelitian ini ditujukan untuk meningkatkan nilai nutrisi cookies dan untuk melihat karakteristik cookies yang dihasilkan dengan adanya penambahan kecambah kacang hijau (sifat fisik, sifat kimiawi, dan sifat sensoris). Kecambah kacang hijau yang ditambahkan dalam pembuatan cookies ini adalah sebesar 0 %, 25 %, 50 %, dan 75 % dari berat tepung terigu. Penambahan kecambah kacang hijau ini akan meningkatkan nilai bulk density hingga 0,27 g/cm3 dan kekerasan cookies akan meningkat hingga 9,72 N. Sedangkan pengembangannya akan mengalami penurunan hingga 0,79 %. Semakin banyak penambahan kecambah kacang hijau maka cookies yang dihasilkan memiliki pengembangan yang rendah dan tingkat kekerasan yang tinggi. Semakin rendah pengembangannya maka nilai bulk density akan meningkat. Penambahan kecambah kacang hijau dalam pembuatan cookies juga akan meningkatkan kadar air hingga 7,28 %, kadar abu hingga 1,01 %, kadar serat kasar hingga 8,73 %, kadar protein hingga 10,36 %, dan kadar vitamin E hingga 625,56 ppm, tetapi akan menurunkan kadar lemak hingga 23,13 % dan kadar karbohidrat hingga 49,49 %. Selain itu, dengan semakin banyak penambahan kecambah kacang hijau maka tingkat penerimaan konsumen terhadap cookies yang dihasilkan akan semakin menurun. Penurunan tingkat penerimaan konsumen ini dipengaruhi oleh warna dan aroma dari kecambah kacang hijau yang ditambahkan. Kecambah kacang hijau yang ditambahkan memiliki warna yang kecoklatan dan beraroma langu. Perlakuan yang masih dapat diterima oleh konsumen adalah perlakuan pembuatan cookies dengan penambahan kecambah kacang hijau hingga 50 %.
ii
SUMMARY
Cookies are products containing fat so that they are easily oxidated. One way to prevent oxidation is by adding antioxidant, such as vitamin E. Green bean sprout is one of the sources of natural vitamin E. As an antioxidant, vitamin E could postpone free radical in human cell so it could postpone degenerative disease such as cancer. This examination is carried out to improve nutrition value in cookies and to see the characteristic of cookies made by adding green bean sprout (physical, chemical, and sensory characteristic). Green bean sprout added in the process is in the amount of 0 %, 25 %, 50 %, and 75 % of the wheat flour use. The addition of green bean sprout will increase the bulk density until 0,27 g/cm3 and the hardness of cookies will increase until 9,72 N. While its measure will decrease until 0,79 %. The more green bean sprout added, more solid the cookies. Its bulk density will also increase. The adding of green bean sprout will increase water content until 7,28 %, ash content until 1,01 %, insoluble fiber content until 8,73 %, protein content until 10,36 %, and vitamin E content until 625,56 ppm. On the other side, it will decrease fat content until 23,13 % and carbohydrate content until 49,49 %. Nevertheless, the more green bean sprout added, the less consumers accept the cookies. The decrease of consumer acceptance to the cookies is influenced by colour and flavor of green bean sprout. Green bean sprout have brown colour and off-flavor. The consumers can still accept the adding of green bean sprout until the level of 50 %.
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat
yang telah dilimpahkan-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan laporan Skripsi
yang berjudul Pembuatan Cookies dengan Penambahan Kecambah Kacang Hijau Untuk
Meningkatkan Kadar Vitamin E.
Pembuatan laporan Skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat guna
memperoleh gelar sarjana Teknologi Pertanian. Penulis menyadari bahwa selama
pembuatan laporan Skripsi ini penulis banyak mendapat dukungan dari berbagai pihak,
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini dengan sebaik – baiknya. Maka dalam
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :
1. Tuhan Yesus Kristus yang telah memberi berkat dan kekuatan dalam kehidupan
penulis
2. Kristina Ananingsih, ST, MSc selaku Dekan Fakultas Teknologi Pertanian
3. Dra. Laksmi Hartayanie, MP selaku Dosen Pembimbing I dan Ir. Lindayani, MP,
PhD selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk
membimbing penulis selama melakukan Skripsi di Fakultas Teknologi Pertanian
ini
4. Seluruh dosen di Fakultas Teknologi Pertanian yang telah memberikan ilmunya
selama penulis menempuh studi di Fakultas Tenologi Pertanian
5. Mas Soleh, Mas Pri, dan Mas Aris selaku laboran di Fakultas Teknologi Pertanian
yang telah membantu penulis selama penulis melakukan praktek di laboratorium
6. Keluarga tercinta : mami, papi, dan adikku yang telah memberikan dukungan
kepada penulis baik secara moral maupun material
7. Sahabat – sahabatku : Lenny, Arum, Poppy, Sari, Shinta, Prastiwi yang telah
memberi dukungan kepada penulis. Makasih buat persahabatan kalian selama ini
8. Teman – teman yang “nge-lab” bareng : Mba Suko, Mba Rezki, Titin, Lindawati,
Angela. Makasih udah ditemeni selama aku “nge-lab”
9. Koko-ku : Novianus yang udah mau dengerin semua keluhanku. Makasih udah
doain aku, udah kasih semangat dan dukungan
iv
10. Semua teman – teman seangkatan di Fakultas Teknologi Pertanian
11. Semua teman – teman yang secara langsung maupun tidak langsung membantu
penulis dalam menyelesaikan laporan skripsi ini
12. Semua pihak yang belum penulis sebutkan yang ikut membantu penulis dalam
menyelesaikan laporan ini
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan
kemampuan dan pengetahuan penulis, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca demi kesempurnaan laporan Skripsi ini. Semoga laporan ini dapat berguna
untuk menambah wawasan para pembaca.
Semarang, 9 Oktober 2005
v
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN................................................................................................... i SUMMARY...................................................................................................... ii KATA PENGANTAR...................................................................................... iii DAFTAR ISI .................................................................................................... v DAFTAR TABEL ............................................................................................ vi DAFTAR GAMBAR........................................................................................ vii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... viii 1. PENDAHULUAN...................................................................................... 1
1.1. Pengertian Cookies............................................................................... 1 1.2. Bahan Pembuat Cookies ...................................................................... 1 1.3. Kecambah Sumber Vitamin E ............................................................. 5
2. MATERI DAN METODA ......................................................................... 8 2.1. Pelaksanaan Penelitian......................................................................... 8 2.2. Materi Penelitian.................................................................................. 8 2.3. Pembuatan Kecambah Kacang Hijau Blender..................................... 8 2.4. Penelitian Pendahuluan........................................................................ 8 2.5. Pembuatan Cookies .............................................................................. 9 2.6. Analisa Fisik ........................................................................................ 9 2.7. Analisa Kimiawi .................................................................................. 10 2.8. Analisa Sensoris................................................................................... 13 2.9. Analisa Data......................................................................................... 14
3. HASIL ........................................................................................................ 15
3.1. Analisa Fisik........................................................................................ 15 3.2. Analisa Kimiawi .................................................................................. 17 3.3. Analisa Sensoris .................................................................................. 20 3.4. Gambar cookies dengan Berbagai Penambahan Kecambah Kacang Hijau ...................................................................................... 23 4. PEMBAHASAN......................................................................................... 24 5. KESIMPULAN .......................................................................................... 30 6. DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 31 7. LAMPIRAN ............................................................................................... 33
vi
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Syarat Mutu Cookies dalam 100 g...................................................... 3
Tabel 2. Komposisi Kandungan Gizi Tepung Terigu dalam 100 g.................. 4
Tabel 3. Formulasi Cookies dengan Berbagai Konsentrasi Penambahan
Kecambah Kacang Hijau .................................................................... 9
Tabel 4. Sifat Fisik Cookies pada Berbagai Perlakuan..................................... 15
Tabel 5. Sifat Kimiawi Cookies pada Berbagai Perlakuan............................... 17
Tabel 6. Komposisis Kimia Kecambah Kacang Hijau dalam 100 g ................ 18
Tabel 7. Hasil Analisa Sensoris Cookies pada Berbagai Perlakuan ................. 21
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Nilai sifat fisik cookies pada berbagai perlakuan .......................... 16
Gambar 2. Nilai sifat kimiawi cookies pada berbagai perlakuan .................... 18
Gambar 3. Hasil analisa sensoris cookies pada berbagai perlakuan................ 21
Gambar 4. Gambar cookies dengan berbagai penambahan
kecambah kacang hijau.................................................................. 23
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Kurva standar vitamin E ............................................................ 33
Lampiran 2. Lembar kuisioner analisa sensoris cookies ................................ 34
Lampiran 3. Perhitungan rata – rata skor sensoris.......................................... 35
Lampiran 4. Perhitungan kadar vitamin E pada cookies ................................ 38
Lampiran 5. Analisa data bulk density............................................................ 40
Lampiran 6. Analisa data kekerasan............................................................... 41
Lampiran 7. Analisa data pengembangan ...................................................... 42
Lampiran 8. Analisa data kadar air ................................................................ 43
Lampiran 9. Analisa data kadar abu ............................................................... 44
Lampiran 10. Analisa data kadar lemak .......................................................... 45
Lampiran 11. Analisa data kadar serat kasar.................................................... 46
Lampiran 12. Analisa data kadar protein ......................................................... 47
Lampiran 13. Analisa data kadar karbohidrat .................................................. 48
Lampiran 14. Analisa data kadar vitamin E ..................................................... 49
1
1. PENDAHULUAN
1.1. Pengertian Cookies
Cookies merupakan kue manis dalam bentuk kecil-kecil. Cookies biasanya dibuat dari
pengadukan bahan – bahan yang kaya akan lemak atau gula maupun keduanya.
Beberapa resep rolled cooky biasanya memakai sedikit atau tidak sama sekali cairan.
Adonan untuk rolled cookies biasanya lembut dan dapat diaduk langsung dengan tangan
atau digiling. Adonan yang keras dan penanganan serta penggilingan berulang membuat
cookies menjadi keras (Fance, 1964).
Menurut Fatma et al (cit Kristiani, 2004), biscuit adalah sejenis makanan yang praktis
dan siap dihidangkan dan merupakan makanan tambahan yang padat kalori dan bernilai
gizi tinggi, atau makanan cepat hidang dimakan dalam keadaan hangat. Menurut Wade
(cit Kristiani, 2004), biscuit atau cookies atau crackers merupakan bentuk yang berbeda
dari produk roti atau cake. Perbedaannya terletak pada kadar air. Produk roti
mempunyai kadar air 35 – 40 %, cake 15 – 30 %, sedangkan biskuit 1 – 5 %.
Rendahnya kadar air pada biscuit menyebabkan produk ini menjadi lebih tahan lama
untuk disimpan dalam waktu cukup lama.
1.2. Bahan Pembuat Cookies
Cookies atau kue kering dapat digolongkan berdasarkan cara pencampuran dan resep
yang digunakan. Untuk cookies dengan kandungan lemak yang lebih tinggi dapat
digunakan mentega sampai 50% bersama dengan lemak. Mentega akan menimbulkan
aroma yang khas pada produk akhir. Berdasarkan jenis adonan, cookies dapat dibagi
meenjadi dua, yaitu batter type dan foam type. Batter type meliputi kue kering yang
dapat dicetak, sedangkan foam type terdiri dari meringue (schuimpjes) dan kue sponge
(Matz, 1992).
2
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan cookies diklasifikasikan menjadi
bahan-bahan pengikat dan pengempuk yang semuanya tergantung pada efek yang
diharapkan pada produk akhir. Bahan-bahan pengikat berfungsi untuk memberikan
struktur pada cookies dan mengeraskan struktur. Yang termasuk bahan pengikat adalah
tepung, air yang berperan dalam pembuatan gluten, susu padat, putih telur dan cocoa.
Sedangkan yang termasuk materi pengempuk adalah gula, shortening agents, kuning
telur, dan leavening acids (Matz,1992).
Tiap produk bakery membutuhkan tepung dengan spesifikasi tertentu. Berdasarkan
kandungan proteinnya, tepung terigu dikelompokkan menjadi 3 jenis yaitu tepung terigu
protein tinggi, sedang, dan rendah. Tepung terigu protein rendah mengandung protein 8
– 9%, mempunyai sifat gluten yang kurang baik, cocok untuk membuat cake, biskuit,
dan kue – kue kering yang tidak menghendaki terbentuknya gluten. Tepung terigu
protein sedang mengandung protein 10 –11%, dihasilkan dari penggilingan campuran
gandum “soft” dan “hard”, mempunyai sifat gluten sedang. Tepung terigu protein tinggi
kadar proteinnya 11 – 13%, dihasilkan dari penggilingan 100% gandum “hard”,
mempunyai sifat gluten yang ulet dan kuat, cocok untuk membuat roti beragi (Arpah,
1993).
Cookies merupakan salah satu produk bakery yang tidak membutuhkan pengembangan
(unleavened product), maka tepung yang digunakan dalam pembuatan cookies adalah
tepung berkadar protein rendah. Tepung jenis ini berwarna sedikit agak gelap
dibandingkan dengan tepung gandum pada umumnya. Gula pada pembuatan cookies
mempengaruhi penyebaran, maka kue kering dengan persentase gula yang lebih tinggi
akan lebih menyebar atau mengembang secara melebar daripada kue kering dengan gula
yang jumlahnya sedikit (Matz, 1992).
3
Tabel 1. Syarat Mutu Cookies dalam 100 g
Komposisi nilai gizi Jumlah Air Protein Lemak Karbohidrat Abu Logam Berbahaya Serat kasar Kalori
Maks 5 % Min 9 %
Min 9,5 % Min 70 %
Maks 1,5 % Negatif
Maks 0,5 % Min 400
Sumber : Syarat Mutu Cookies SNI 01-2973-1992 UDC.664.681
Mutu cookies sepenuhnya ditentukan oleh jenis tepung yang digunakan. Biasanya
menggunakan tepung terigu yang berprotein rendah untuk dapat menghasilkan produk
akhir yang memiliki tekstur renyah. Seringkali dalam pembuatan cookies ditambahkan
tepung maizena dengan tujuan agar cookies menjadi lebih renyah. Gula yang dipakai
dalam pembuatan cookies atau kue kering bisa memakai gula halus, gula pasir halus,
gula pasir setengah halus, dan dapat juga menggunakan palm sugar (Matz, 1992).
Struktur pengembang cookies berasal dari tepung. Gluten pada tepung merupakan
kontribusi utama pada kerangka adonan yang akan membentuk cookies dan juga sebagai
penahan gas. Tepung dengan protein tinggi akan menghasilkan tekstur yang keras,
remah yang kasar, serta permukaan cookies yang tidak merata. Penggunaan bahan–
bahan yang terlalu berlebih dan penggunaan tepung yang terlalu sedikit akan
mengakibatkan cookies berwarna lebih gelap dan mudah patah (Matz, 1992).
Tepung terigu sebagai bahan pembuat cookies mempunyai kekurangan pada asam
amino lisin yang merupakan asam amino pembatas pada jenis serealia (Kurniawati et al,
2004). Salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan menambahkan kecambah
kacang hijau pada proses pembuatan cookies. Kandungan asam amino dari kacang hijau
cukup lengkap yang terdiri atas asam amino esensial yaitu Isoleusin, Leusin, Lisin,
Methionin, Penilalanin, Threonin, Valin, dan juga asam amino non esensial yaitu
Alanin, Arginin, Asam Aspartat, Asam Glutamat, Glisin, Tryptophan, dan Tirosin
(Rukmana, 1997).
4
Tabel 2. Komposisi Kandungan Gizi Tepung Terigu dalam 100g
Kandungan Jumlah Energi (kalori) Air (%) Protein (%) Lemak (%) Karbohidrat (%) Abu (%) Kalsium (mg) Besi (mg)
Min 340 Maks 14,5
9,5 0,5
min 72 0,9 13 6
Sumber : PT. ISM Bogasari Flour Mills untuk Tepung Terigu Kunci Biru
Protein penyusun putih telur adalah albumin. Albumin ini berperan sebagai
pengembang adonan, karena membentuk busa jika dikocok. Sedangkan kuning telur
berperan sebagai pengemulsi dan pengempuk. Telur mempunyai suatu reaksi mengikat
dan bilamana telur digunakan dalam jumlah besar, maka kue kering akan lebih
mengembang dari pada menyebar. Kuning telur memiliki kadar protein yang lebih
sedikit dibandingkan dengan putih telur. Penggunaan kuning telur adalah untuk
menggantikan sebagian atau seluruh telur dalam resep yang akan menghasilkan kue
kering yang empuk dengan eating quality yang baik, tetapi baik remah maupun struktur
internal produk bakery yang dihasilkan tidak akan sebagus bila menggunakan seluruh
telur (Matz, 1992).
Gula pada saat pembuatan cookies ditambahkan untuk memberikan rasa manis dan
memberikan efek pencoklatan pada cookies. Karamelisasi dari gula terjadi pada suhu
oven yang tinggi, saat itu pula permukaan produk biscuit menjadi kering. Selain itu gula
juga mempunyai efek pengempukan. Gula juga berperan dalam pembentukan struktur
akhir cookies dan meningkatkan tekstur dari cookies sehingga tekstur yang dihasilkan
tidak pecah-pecah (Bennion & Hughes, 1975).
Lemak memberikan gizi, rasa lezat, bertugas sebagai bahan pengempuk dan membantu
pengembangan susunan fisik makanan yang dibakar (baked food). Dalam pembuatan
cookies digunakan margarin. Margarin merupakan shortening yang digunakan pada
pembuatan cookies yang terbuat dari lemak tumbuhan. Margarin mengandung lebih dari
5
80% lemak, 16% air, kandungan laktosa 0,5%, abu sekitar 0,1%-3,0 % dan sebagian
besar ditambah garam. Margarin mempunyai titik lebur/ melting point yang rendah,
yang dapat menimbulkan penampakan yang berminyak pada produk bakery (Hoseney,
1994).
1.3. Kecambah Sebagai Sumber Vitamin E
Semua produk bakery mengandung lemak, walaupun hanya beberapa persen. Lemak
secara alami berada dalam tepung. Lemak ini menyebabkan oksidasi dan ketengikan.
Hal ini dapat dicegah dengan penambahan antioksidan (Matz, 1992). Salah satu
antioksidan alami yang dapat digunakan adalah vitamin E yang banyak terdapat pada
kecambah.
Pada penelitian ini digunakan kecambah kacang hijau sebagai sumber vitamin E.
Berkecambah merupakan suatu proses keluarnya bakal tanaman (tunas) dari lembaga.
Proses itu disertai dengan terjadinya mobilisasi cadangan makanan dari jaringan
penyimpanan atau keping biji ke bagian vegetatif. Biji kacang hijau yang
dikecambahkan umumnya disebut taoge. Selama proses berkecambah, bahan makanan
cadangan diubah menjadi bentuk yang dapat digunakan, baik untuk tumbuhan maupun
manusia (Astawan, 2003).
Germinasi meningkatkan daya cerna karena berkecambah merupakan proses katabolis
yang menyediakan zat gizi penting untuk pertumbuhan tanaman melalui reaksi
hidrolisis dari zat gizi cadangan yang terdapat di dalam biji. Melalui germinasi, nilai
daya cerna kacang-kacangan akan meningkat. Pada saat berkecambah terjadi hidrolisis
karbohidrat, protein dan lemak menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga mudah
dicerna. Selama proses tersebut terjadi peningkatan jumlah protein dan vitamin
sedangkan kadar lemaknya mengalami penurunan (Astawan, 2003).
Taoge dapat dikonsumsi dalam keadaan mentah maupun dimasak. Tujuan pemasakan
adalah agar zat gizi yang ada pada taoge secara maksimum dapat tersedia dalam bentuk
6
yang lebih sesuai selera, memperbaiki warna, tekstur, cita rasa dan daya cerna,
membunuh mikroorganisme patogen, serta menghilangkan zat – zat berbahaya pada
taoge mentah (Ikrawan, 2005).
Melalui perkecambahan, kandungan oligosakarida penyebab flatulen yaitu rafinosa dan
stakhiosa dapat dikurangi. Flatulensi merupakan suatu keadaan menumpuknya gas
dalam lambung akibat terlalu banyak mengkonsumsi kacang-kacangan yang
mengandung oligosakarida. Taoge banyak dikonsumsi karena mengkonsumsi taoge
tidak akan menyebabkan gejala perut kembung (Astawan, 2003).
Hasil penelitian KAISI, lembaga penelitian kesehatan tubuh manusia di Korea,
menunjukan bahwa tiap 100 gram taoge kacang hijau mengandung 4,2 gram protein, 3,4
gram karbohidrat, 1 gram lemak, 47 gram kalori, 92 gram air, dan 15 gram vitamin C
(Rukmana, 1997). Menurut Astawan (2003), taoge mempunyai vitamin lebih banyak
dibanding bentuk bijinya. Selama berkecambah, vitamin E mengalami peningkatan dari
24 – 230 mg per 100 gam biji kering menjadi 117 – 662 mg per 100 gram kecambah.
Vitamin E cukup tahan terhadap panas. Kehilangan selama proses pengolahan bahan
pangan sebagian besar disebabkan karena oksidasi. Hal ini disebabkan karena α-
tokoferol merupakan antioksidan sehingga mudah dioksidasi, terutama dengan adanya
oksigen pada suhu yang tinggi. Pada proses pemasakan yang normal, dilaporkan tidak
ada kehilangan vitamin E. Proses pembuatan roti tidak menyebabkan kehilangan
vitamin E yang besar (Andarwulan, 1992). Menurut Andarwulan dan Koswara (cit
Kurniawati et al., 2004), vitamin E stabil pada suhu 2000C sehingga dalam proses
pemanggangan kerusakan vitamin E yang terjadi kecil atau bahkan tidak terjadi.
Fungsi utama vitamin E adalah sebagai antioksidan yang larut dalam lemak dan mudah
memberikan hidrogen dari gugus hidroksil (OH) pada struktur cincin ke radikal bebas.
Radikal bebas adalah molekul – molekul reaktif dan dapat merusak, yang mempunyai
elektron tidak berpasangan. Bila menerima hidrogen, radikal bebas menjadi tidak
reaktif. Pembentukan radikal bebas terjadi dalam tubuh pada proses metabolisme
7
aerobik normal pada waktu oksigen secara bertahap direduksi menjadi air. Vitamin E
berada di dalam lapisan fosfolipida membran sel dan memegang peranan biologik utama
dalam melindungi asam lemak jenuh ganda dan komponen membran sel lain dari
oksidasi radikal bebas (Almatsier, 2002).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan nilai nutrisi cookies dan untuk
melihat karakteristik cookies yang dihasilkan dengan adanya penambahan kecambah
kacang hijau (sifat fisik, sifat kimiawi, dan sifat sensoris).
8
2. MATERI DAN METODA
2.1. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Mei 2005 di
Laboratorium Ilmu Pangan dan BBC, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Katolik
Soegijapranata Semarang.
2.2. Materi Penelitian
Bahan utama yang digunakan dalam pembuatan cookies adalah tepung terigu berprotein
rendah merek Kunci Biru yang diproduksi PT ISM Bogasari Flour Mills dan kecambah
kacang hijau yang dibeli secara kiloan di pasar Tanah Mas. Selain itu, bahan lain yang
digunakan adalah gula halus, margarin, dan telur ayam.
2.3. Pembuatan Kecambah Kacang Hijau Blender
Kecambah kacang hijau yang dibeli dari Pasar Tanah Mas dihaluskan hingga halus.
Setelah halus, kecambah kacang hijau diperas. Bagian yang ditambahkan dalam
pembuatan cookies adalah bagian padatannya, sedangkan airnya dibuang.
2.4. Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan ini bertujuan untuk menentukan jumlah kecambah kacang hijau
blender yang ditambahkan dalam pembuatan cookies. Dari hasil penelitian pendahuluan
didapatkan hasil yaitu konsentrasi penambahan kecambah kacang hijau blender yang
digunakan adalah penambahan 0 %, 25 %, 50 %, dan 75 % dari berat tepung terigu.
9
2.5. Pembuatan Cookies
Mula – mula, gula halus dan margarin dikocok selama + 3 menit dengan kecepatan
sedang hingga tercampur rata. Setelah itu telur dimasukkan lalu dikocok kembali hingga
rata. Masukkan kecambah kacang hijau blender lalu diaduk hingga merata. Setelah itu
tepung terigu dimasukkan kemudian diaduk kembali hingga tercampur rata. Setelah
adonan tercampur rata, adonan siap untuk dicetak dengan bentuk yang sama lalu
dipanggang di oven pada suhu 160 oC hingga matang (Manley, 1983). Formulasi
cookies dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Formulasi Cookies dengan Berbagai Konsentrasi Penambahan Kecambah
Kacang Hijau
Penambahan kecambah kacang hijau Bahan
0 % 25 % 50 % 75 %
Tepung terigu (g)
Telur (g)
Gula halus (g)
Margarin (g)
Kecambah kacang hijau (g)
200
26
100
100
0
200
26
100
100
50
200
26
100
100
100
200
26
100
100
150
Yield (g) 345,3 386,94 431,5 455,75
2.6. Analisa Fisik
a. Analisa Bulk Density
Mula – mula menimbang wadah kosong yang telah diketahui volumenya. Setelah itu,
sampel cookies dimasukkan hingga wadah terisi penuh. Kemudian wadah yang telah
terisi sampel itu ditimbang kembali beratnya. Besarnya bulk density dapat dihitung
dengan menggunakan rumus.
Bulk density = Berat bahan (g)
Volume wadah (cm3)
(Lewis, 1987).
10
b. Analisa Kekerasan
Cookies diukur kekerasannya dengan menggunakan hardness tester (Subagio et al.,
2003).
c. Analisa pengembangan
Cookies yang telah dicetak, sebelum dipanggang, diukur panjang, lebar, dan tingginya
menggunakan jangka sorong. Setelah cookies dikeluarkan dari oven, diukur kembali
panjang, lebar, dan tingginya dengan jangka sorong.
Pengembangan = volume setelah dipanggang – volume sebelum dipanggang x 100 %
Volume sebelum dipanggang
(Subagio et al., 2003).
2.7. Analisa Kimiawi
a. Analisa Kadar Air
Sampel yang telah dihaluskan, ditimbang sebanyak 2 gram dalam cawan porselen yang
telah diketahui beratnya konstannya. Kemudian sampel dimasukkan dalam oven
bersuhu 100 – 105 0C selama 3 – 5 jam. Setelah itu cawan didinginkan dalam desikator
selama + 15 menit lalu ditimbang hingga beratnya konstan. Pengurangan berat
merupakan banyaknya air dalam bahan yang teruapkan (Sudarmadji et al, 1996).
Perhitungan :
Berat sampel (g) = W1
Berat air yang diuapkan (g) = W1 – W3 = W2
Berat sampel setelah dikeringkan (g) = W3
Kadar air (dry basis) = W3 x 100%
W2
Kadar air (wet basis) = W3 x 100%
W1
Total padatan = W2 x 100%
W1
11
b. Analisa Kadar Abu
Sampel yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 2 gram dalam cawan porselen yang
telah diketahui berat konstannya. Kemudian sampel dimasukkan dalam tanur yang
bersuhu 5500C selama 3 – 5 jam, lalu didinginkan dalam oven selama + 1 jam. Setelah
dikeluarkan dari oven, sampeldimasukkan dalam desikator selama + 15 menit, lalu
ditimbang hingga beratnya konstan (Sudarmadji et al., 1996).
Perhitungan :
Kadar Abu = berat abu (g)
berat sampel (g)
c. Analisa Protein (metode Kjeldahl)
Sampel sebanyak 0,25 gram dimasukkan ke dalam labu kjeldahl, kemudian
ditambahkan 7,5 gram K2SO4; 0,35 gram HgO; dan 15 ml H2SO4 pekat serta batu didih
ke dalam labu kjeldahl dan dipanaskan sampai diperoleh larutan jernih (selama 3 – 4
jam). Setelah itu, labu berisi dekstruat didinginkan kemudian dipindahkan dalam labu
destilasi sambil dibilas dengan 100 ml aquades dingin. Dekstruat yang telah
dipindahkan dalam labu destilasi kemudian ditambah dengan 15 ml Na2S2O3 4 %; 50
ml NaOH 50% dingin; dan 0,2 g Zn. Pada erlenmeyer penampung destilat diisi dengan
50 ml HCl 0,1 N yang ditetesi dengan indikator MM dan diletakkandi bawah kondensor
dengan ujung kondensor terendam dan didestilasi + 1 jam sampai dihasilkan + 75 ml
destilat. Destilat dititrasi dengan NaOH 0,1N sampai titik akhir titrasi berwarna kuning.
Prosedur yang sama dilakukan juga untuk blanko (Sudarmadji et al, 1996).
Perhitungan :
% N = ml NaOH (blanko – sampel) x N NaOH x 14,008 x 100%
berat sampel
% Protein = % N x faktor konversi
12
d. Analisa Lemak
Sampel ditimbang sebanyak 2 g lalu dibungkus dengan kertas saring yang telah
diketahui beratnya. Sampel dimasukkan dalam labu soxhlet ditambah dengan pelarut
eter sampai 1/3 bagian labu lalu diekstraksi selama 4 jam. Lalu sampel dimasukkan
dalam oven, didinginkan dalam desikator lalu ditimbang hingga beratnya konstan
(Sudarmadji et al, 1996).
Perhitungan :
Berat lemak = berat awal (g) - berat akhir (g)
% lemak = berat lemak (g) x 100%
berat awal (g)
e. Analisa Serat Kasar
Sampel yang telah diekstrak lemaknya, dimasukkan ke dalam erlenmeyer lalu ditambah
anti buih dan batu didih. Kemudian ditambah dengan H2SO4 0,25 N sebanyak 200 ml
lalu dididihkan selama 30 menit. Residu yang terbentuk disaring dan dicuci dengan 200
ml aquades panas. Residu yang terbentuk dimasukkan dalam erlenmeyer lalu ditambah
dengan 200 ml NaOH 0,25 N kemudian dididihkan kembali selama 30 menit. Setelah
itu residu disaring dengan kertas saring yang telah diketahui beratnya lalu dicuci dengan
K2SO4 10 %dan alkohol 95%. Kertas saring tersebut lalu dikeringkan dalam oven lalu
ditimbang hingga beratnya konstan (Sudarmadji et al, 1996).
Perhitungan:
Berat residu (g) = berat serat kasar (g)
% serat kasar = berat serat kasar (gr) x 100%
berat awal (g)
f. Analisa Kadar Vitamin E
Mula – mula menimbang sejumlah sampel, masukkan ke dalam labu 100 ml yang sesuai
dengan kondensor yang akan digunakan untuk refluks. Kemudian tambahkan dengan 10
ml alkohol absolut dan 20 ml H2SO4 1 M dalam alkohol. Hubungkan labu dengan
kondensor, tutup kondensor dan labu dengan aluminium foil. Lakukan refluks selama
13
45 menit. Biarkan dingin. Setelah itu tambahkan 50 ml air, pindahkan ke dalam labu
pemisah berwarna coklat. Bilas labu dengan 50 ml air, masukkan bilasan ke dalam labu
pemisah. Kemudian ekstrak bahan yang tidak tersabunkan sebanyak 5 kali masing –
masing dengan 30 ml dietileter. Kumpulkan seluruh ekstrak menjadi satu. Lalu cuci
ekstrak yang diperoleh dengan air sampai bebas asam, kemudian bebas airkan dengan
asam sulfat anhydrous. Uapkan ekstrak pada suhu rendah sambil tetap dihindari dari
cahaya (tutup dengan aluminium foil). Jika tinggal sedikit lagi yang belum teruapkan,
lewatkan gas nitrogen ke dalam ekstrak samapi ekstrak menjadi kering. Segera larutkan
residu dengan 10 ml alkohol absolut. Buat standar vitamin E dalam alkohol absolut,
kemudian diberikan perlakuan yang sama seperti sampel.
Pindahkan larutan alikuot sampel dan standar masing – masing ke dalam labu takar 20
ml. Setelah itu tambahkan 5 ml alkohol absolut, kemudian 1 ml HNO3 pekat tetes demi
tetes sambil digoyang memutar. Tempatkan labu takar dalam penangas air 900C selama
3 menit sesudah alkohol mulai mendidih. Kemudian dinginkan dengan cepat dalam air
mengalir dan tepatkan sampai tanda tera dengan alkohol absolut. Setelah itu ukur
absorbans pada panjang gelombang 470 nm (Apriyantono et al., 1989).
2.8. Analisa Sensoris
Evaluasi sensoris meliputi rasa, aroma, tekstur, warna, dan kerenyahan, dan kesukaan
(Kartika et al, 1988). Evaluasi sensoris ini dilakukan di Laboratorium Uji Sensoris
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Katolik Soegijapranata, yang melibatkan 30
panelis. Tingkat penerimaan konsumen ditentukan oleh rata – rata skor sensoris.
Kuisioner analisa sensoris terdapat pada Lampiran 2.
Perhitungan :
Rata – rata skor sensoris = Σ (skala penerimaan x skor)
Jumlah total panelis
14
2.9. Analisa Data
Dari analisa fisik dan kimiawi dilakukan analisis ragam 1 arah (one way anova).
Kombinasi perlakuan terbaik ditentukan berdasarkan uji wilayah ganda Duncan.
Penyajian data dilakukan dengan menggunakan progam SPSS for Windows versi 11.5.
Hasil data organoleptik disajikan secara deskriptif.
15
3. HASIL
Pada penelitian ini dilakukan penambahan kecambah kacang hijau dalam pembuatan
cookies. Hasil pengujian yang dilakukan meliputi hasil analisa fisik, analisa kimia, dan
analisa sensoris.
3.1. Analisa Fisik
Sifat fisik cookies yang dipengaruhi dengan adanya penambahan kecambah kacang
hijau adalah bulk density, kekerasan, dan pengembangan. Hasil dari analisa fisik cookies
dengan penambahan kecambah kacang hijau dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Sifat Fisik Cookies pada Berbagai Perlakuan
Penambahan Kecambah
Kacang Hijau Bulk density (g/cm3) Kekerasan (N) Pengembangan (%)
0 %
25 %
50 %
75 %
0.25 + 0.000833a
0.26 + 0.000972b
0.26 + 0.001202c
0.27 + 0.000882d
6.93 + 0.10a
7.90 + 0.09b
9.09 + 0.02c
9.72 + 0.08d
16.16 + 0.24a
12.02 + 0.51b
7.17 + 0.21c
0.79 + 0.24d
Keterangan : Tanda superscript yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya data yang beda nyata pada tingkat kepercayaan 95 %
16
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
0% 25% 50% 75%
Penambahan kecambah kacang hijau
Kek
eras
an (N
),Pen
gem
bang
an (%
)
0.24
0.245
0.25
0.255
0.26
0.265
0.27
0.275
Bulk density(g/cm
3)
KEKERASANPENGEMBANGANB.DENSTY
Gambar 1. Nilai sifat fisik cookies pada berbagai perlakuan
Berdasarkan Tabel 4 dan Gambar 1, dapat diketahui nilai dari sifat fisik cookies yaitu
nilai bulk density, nilai kekerasan, dan nilai pengembangan. Nilai bulk density terbesar
dihasilkan oleh cookies dengan penambahan kecambah kacang hijau sebesar 75 %, yaitu
sebesar 0.27 + 0.000882 g/cm3. Sedangkan nilai bulk density terkecil dihasilkan oleh
cookies dengan penambahan kecambah kacang hijau sebesar 0 %, yaitu sebesar 0.25 +
0.000833 g/cm3. Nilai bulk density ini akan semakin meningkat secara nyata dengan
bertambahnya kecambah kacang hijau yang ditambahkan dalam pembuatan cookies.
Nilai kekerasan terbesar dihasilkan oleh cookies dengan penambahan kecambah kacang
hijau sebesar 75 %, yaitu sebesar 9.72 + 0.08 N. Sedangkan nilai kekerasan terkecil
dihasilkan oleh cookies dengan penambahan kecambah kacang hijau sebesar 0 %, yaitu
sebesar 6.93 + 0.10 N. Peningkatan jumlah kecambah kacang hijau yang dihasilkan
akan memberikan perbedaan yang nyata pada tingkat kepercayaan 95 % untuk nilai
kekerasan (Tabel 4 dan Gambar 1).
17
Nilai pengembangan terbesar dihasilkan oleh cookies dengan penambahan kecambah
kacang hijau sebesar 0 %, yaitu sebesar 16.16 + 0.24 %. Sedangkan nilai pengembangan
terkecil dihasilkan oleh cookies dengan penambahan kecambah kacang hijau sebesar 75
%, yaitu sebesar 0.79 + 0.24 %. Nilai pengembangan menurun secara nyata pada tingkat
kepercayaan 95 % dengan adanya peningkatan jumlah kecambah kacang hijau yang
ditambahkan dalam pembuatan cookies (Tabel 4 dan Gambar 1).
3.2. Analisa Kimiawi
Sifat kimia cookies yang dipengaruhi dengan adanya penambahan kecambah kacang
hijau adalah kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar serat kasar, kadar protein, kadar
karbohidrat, dan kadar vitamin E. Hasil dari analisa kimiawi cookies dengan
penambahan kecambah kacang hijau dapat dilihat pada Tabel 5, sedangkan komposisi
kimia kecambah kacang hijau dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 5. Nilai Sifat Kimiawi Cookies pada Berbagai Perlakuan
Penambahan kecambah kacang hijau Sifat Kimia
0 % 25 % 50 % 75 %
Air (%)
Abu (%)
Lemak (%)
Serat kasar (%)
Protein (%)
Karbohidrat (%)
Vitamin E (ppm)
3.08 + 0.16a
0.91 + 0.07a
26.93 + 0.91a
5.84 + 0.52a
8.36 + 0.27a
54.82 + 0.89a
76.97 + 2.09a
4.17 + 0.38b
0.94 + 0.05a
26.19 + 1.02a
6.75 + 0.46b
8.77 + 0.23b
53.17 + 1.19b
250.74 + 5.24b
4.94 + 0.35c
0.97 + 0.03ab
24.27 + 1.29b
8.04 + 0.59c
9.62 + 0.45c
51.89 + 0.83c
430.87 + 14.66c
7.28 + 0.15d
1.01 + 0.09b
23.13 + 0.84c
8.73 + 0.49d
10.36 + 0.36d
49.49 + 0.62d
625.56 + 13.01d
Keterangan : Tanda superscript yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya data yang beda nyata pada tingkat kepercayaan 95 %
18
Tabel 6. Komposisi Kimia Kecambah Kacang hijau
Komposisi Kimia Jumlah
Air (%)
Abu (%)
Lemak (%)
Serat kasar (%)
Protein (%)
Karbohidrat (%)
Vitamin E (ppm)
82,68
0,49
1,01
4,25
4,33
7,24
906,11
0123456789
1011121314151617181920212223242526272829
0 % 25 % 50 % 75 %
Penambahan kecambah kacang hijau
Kad
ar a
ir, a
bu, l
emak
, ser
at k
asar
(%)
0255075100125150175200225250275300325350375400425450475500525550575600625650675
Kadar vitam
in E(p
pm), kadar karbo
hidrat, protein
(%)
K.AIR K.ABU K.LEMAK K.SERAT KASAR K.PROTEIN K.KARBOHIDRAT K.VIT_E
Gambar 2. Nilai sifat kimiawi cookies pada berbagai perlakuan
Berdasarkan Tabel 5 dan Gambar 2, dapat diketahui nilai sifat kimiawi cookies yaitu
nilai kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar serat kasar, kadar protein, kadar
karbohidrat, dan kadar vitamin E. Nilai kadar air terbesar dihasilkan oleh cookies
dengan penambahan kecambah kacang hijau sebesar 75 %, yaitu sebesar 7.28 + 0.15 %.
19
Sedangkan kadar air terkecil dihasilkan oleh cookies dengan penambahan kecambah
kacang hijau sebesar 0 %, yaitu sebesar 3.08 + 0.16 %. Dengan adanya penambahan
jumlah kecambah kacang hijau akan meningkatkan kadar air secara nyata pada tingkat
kepercayaan 95 %.
Kadar abu terbesar dihasilkan oleh cookies dengan penambahan kecambah kacang hijau
sebesar 75 %, yaitu sebesar 1.01 + 0.09 % yang tidak berbeda nyata dengan
penambahan kecambah kacang hijau sebesar 50 %. Sedangkan kadar abu terkecil
dihasilkan oleh cookies dengan penambahan kecambah kacang hijau sebesar 0 %, yaitu
sebesar 0.91 + 0.069 %. Kadar abu untuk penambahan kecambah kacang hijau sebesar 0
% tidak berbeda nyata dengan kadar abu untuk penambahan kecambah kacang hijau
sebesar 25 % dan 50 % tetapi berbeda nyata dengan kadar abu untuk penambahan
kecambah kacang hijau 75 %. Sedangkan kadar abu untuk penambahan kecambah
kacang hijau sebesar 75 % tidak berbeda nyata dengan kadar abu untuk penambahan
kecambah kacang hijau sebesar 50 % tetapi berbeda nyata dengan kadar abu untuk
penambahan kecambah kacang hijau 0 % dan 50% (Tabel 5 dan Gambar 2).
Kadar lemak terbesar dihasilkan oleh cookies dengan penambahan kecambah kacang
hijau sebesar 0 %, yaitu sebesar 26.93 + 0.91 %. Sedangkan kadar lemak terkecil
dihasilkan oleh cookies dengan penambahan kecambah kacang hijau sebesar 75 %, yaitu
sebesar 23.13 + 0.84 %. Kadar lemak untuk cookies dengan penambahan kecambah
kacang hijau sebesar 0 % tidak berbeda nyata dengan kadar lemak untuk cookies dengan
penambahan kecambah kacang hijau sebesar 25 %, tetapi berbeda nyata dengan kadar
lemak untuk cookies dengan penambahan kecambah kacang hijau sebesar 50 % dan 75
% pada tingkat kepercayaan 95 % (Tabel 5 dan Gambar 2).
Kadar serat kasar terbesar dihasilkan oleh cookies dengan penambahan kecambah
kacang hijau sebesar 75 %, yaitu sebesar 8.73 + 0.49 %. Sedangkan kadar serat kasar
terkecil dihasilkan oleh cookies dengan penambahan kecambah kacang hijau sebesar 0
%, yaitu sebesar 5.84 + 0.52 %. Kadar serat kasar ini akan meningkat secara nyata
dengan adanya penambahan kecambah kacang hijau (Tabel 5 dan Gambar 2).
20
Kadar protein terbesar dihasilkan oleh cookies dengan penambahan kecambah kacang
hijau sebesar 75 %, yaitu sebesar 10.36 + 0.36 %. Sedangkan kadar protein terkecil
dihasilkan oleh cookies dengan penambahan kecambah kacang hijau sebesar 0 %, yaitu
sebesar 8.36 + 0.27 %. Semakin besar penambahan kecambah kacang hijau maka kadar
protein cookies yang dihasilkan akan semakin meningkat secara nyata pada tingkat
kepercayaan 95 % (Tabel 5 dan Gambar 2).
Kadar karbohidrat terbesar dihasilkan oleh cookies dengan penambahan kecambah
kacang hijau sebesar 0 %, yaitu sebesar 54.82 + 0.89 %. Sedangkan kadar karbohidrat
terkecil dihasilkan oleh cookies dengan penambahan kecambah kacang hijau sebesar 75
%, yaitu sebesar 49.49 + 0.62 %. Kadar karbohidrat ini akan menurun secara nyata pada
tingkat kepercayaan 95 % dengan meningkatnya kecambah kacang hijau yang
ditambahkan (Tabel 5 dan Gambar 2).
Kadar vitamin E terbesar dihasilkan oleh cookies dengan penambahan kecambah kacang
hijau sebesar 75 %, yaitu sebesar 625.56 + 13.01 %. Sedangkan kadar vitamin E terkecil
dihasilkan oleh cookies dengan penambahan kecambah kacang hijau sebesar 0 %, yaitu
sebesar 76.97 + 2.09 %. Kadar vitamin E akan meningkat secara nyata dengan adaya
peningkatan kecambah kacang hijau yang digunakan (Tabel 5 dan Gambar 2).
3.3. Analisa Sensoris
Analisa sensoris dilakukan oleh 30 orang panelis terhadap beberapa jenis cookies
dengan penambahan kecambah kacang hijau. Parameter yang diujikan meliputi rasa,
aroma, tekstur, warna, kerenyahan, dan kesukaan. Hasil analisa sensoris yang berupa
rata – rata skor sensoris dapat dilihat pada Tabel 7, sedangkan perhitungan rata – rata
skor sensoris dapat dilihat pada Lampiran 3.
21
Tabel 7. Hasil Analisa Sensoris Cookies pada Berbagai Perlakuan
Penambahan kecambah kacang hijau Parameter
0 % 25 % 50 % 75 %
Warna
Aroma
Tekstur
Kerenyahan
Rasa
Kesukaan
3,93
3,7
3,7
3,7
3,67
3,87
3,03
2,77
2,93
3,1
3,1
2,97
2,57
2,87
2,4
2,33
2,67
2,43
1,6
2,53
1,43
1,2
1,6
1,27
00.5
11.5
22.5
33.5
44.5
War
na
Aroma
Teks
tur
Keren
yaha
nRas
a
Kesuk
aan
Parameter
Rat
a -
rata
sko
r se
nso
ris
0%
25%
50%
75%
Gambar 3. Hasil analisa sensoris cookies pada berbagai perlakuan
Dari Tabel 6 dan Gambar 3, dapat diketahui tingkat penerimaan konsumen terhadap
parameter warna, aroma, tekstur, kerenyahan, rasa, dan kesukaan. Cookies dengan
penambahan kecambah kacang hijau sebesar 0 % paling disukai konsumen (memiliki
rata – rata skor sensoris yang paling tinggi). Tingkat penerimaan konsumen terhadap
warna semakin menurun dengan meningkatnya penambahan kecambah kacang hijau.
22
Cookies dengan penambahan kecambah kacang hijau sebesar 0 % memiliki rata – rata
skor sensoris sebesar 3,93. Sedangkan untuk cookies dengan penambahan kecambah
kacang hijau sebesar 75 %, rata – rata skor sensorisnya mengalami penurunan hingga
sebesar 1,6.
Rata – rata skor sensoris untuk aroma cookies dengan penambahan kecambah kacang
hijau sebesar 0 % adalah 3,7. Sedangkan cookies dengan penambahan kecambah kacang
hijau sebesar 75 % memiliki rata – rata skor sensoris sebesar 2,53. Untuk parameter
tekstur diketahui bahwa cookies dengan penambahan kecambah kacang hijau sebesar 0
% paling disukai konsumen. Semakin banyak penambahan kecambah kacang hijau
maka tingkat penerimaan konsumen terhadap tekstur akan semakin menurun. Hal ini
dapat dilihat pada rata – rata skor sensorisnya. Cookies dengan penambahan kecambah
kacang hijau sebesar 0 % memiliki rata – rata skor sensoris sebesar 3,7 sedangkan
cookies dengan penambahan kecambah kacang hijau sebesar 75 % memiliki rata – rata
skor sensoris sebesar 1,43.
Tingkat penerimaan konsumen terhadap kerenyahan semakin menurun dengan
bertambahnya penambahan kecambah kacang hijau. Untuk cookies dengan penambahan
kecambah kacang hijau sebesar 0 % memiliki rata – rata skor sensoris sebesar 3,7
sedangkan untuk cookies dengan penambahan kecambah kacang hijau sebesar 75 %
memiliki rata – rata skor sensoris sebesar 1,2.
Tingkat penerimaan konsumen terhadap rasa semakin menurun dengan bertambahnya
penambahan kecambah kacang hijau. Rata – rata skor sensoris untuk parameter rasa
cookies dengan penambahan kecambah kacang hijau sebesar 0 % adalah 3,67.
Sedangkan untuk cookies dengan penambahan kecambah kacang hijau sebesar 75 %
memiliki rata – rata skor sernsoris sebesar 1,6.
Tingkat penerimaan konsumen terhadap kesukaan semakin menurun dengan
meningkatnya penambahan kecambah kacang hijau. Pada cookies dengan penambahan
kecambah kacang hijau sebesar 0 % memiliki rata – rata skor sensoris sebesar 3,87,
23
sedangkan untuk cookies dengan penambahan kecambah kacang hijau sebesar 75 %
memiliki rata – rata skor sensoris sebesar 1,27.
3.4. Gambar cookies dengan Berbagai Penambahan Kecambah Kacang Hijau
Cookies dengan berbagai penambahan kecambah kacang hijau dapat dilihat pada
Gambar 4.
Gambar 4. Gambar cookies dengan Berbagai Penambahan Kecambah Kacang Hijau
24
4. PEMBAHASAN
Berdasarkan jenis adonannya cookies yang dihasilkan termasuk dalam adonan keras
dimana adonan tersebut memiliki kandungan air yang tinggi dan kandungan lemak yang
rendah. Produk akhir yang dihasilkan dari adonan keras ini adalah cookies yang renyah
dan garing. Sedangkan berdasarkan metode pembentukannya cookies yang dihasilkan
termasuk jenis rolled cookies dimana cookies jenis ini dibentuk dengan menggunakan
rol kemudian dicetak (Aaron, 2003).
Berdasarkan Tabel 4 dan Gambar 1, diketahui bahwa nilai bulk density semakin
meningkat dengan adanya penambahan kecambah kacang hijau. Menurut Lewis (1987),
yang dimaksud dengan bulk density adalah densitas dari semua bahan yang terdapat
dalam suatu wadah. Bulk density ini dipengaruhi oleh bentuk bahan, ukuran bahan, sifat
permukaan, dan dipengaruhi juga oleh cara pengukurannya. Nilai bulk density ini
menunjukkan banyaknya udara yang terkandung dalam suatu wadah yang telah berisi
bahan pangan. Semakin besar nilai bulk density berarti udara yang terkandung dalam
wadah tersebut semakin kecil. Dengan adanya penambahan kecambah kacang hijau
maka ukuran cookies yang dihasilkan akan semakin kecil (Gambar 4) sehingga nilai
bulk density-nya akan meningkat.
Dari uji fisik diketahui bahwa nilai kekerasan tertinggi terdapat pada cookies dengan
perlakuan penambahan kecambah kacang hijau sebanyak 75 %. Sedangkan nilai
kekerasan terendah terdapat pada cookies dengan perlakuan penambahan kecambah
kacang hijau sebesar 0 % (Tabel 4 dan Gambar 1). Menurut Lewis (1987), kekerasan
merupakan respon bahan terhadap penekanan dengan bahan tertentu sampai terjadi
perubahan bentuk pada bahan. Kekerasan pada cookies ditentukan oleh protein
pembentuk gluten, ganula pati, dan kandungan lemak. Semakin banyak penambahan
kecambah kacang hijau maka cookies yang dihasilkan akan semakin keras. Kadar air
pada kecambah kacang hijau sangat tinggi sehingga semakin banyak penambahannya
maka cookies yang dihasilkan akan menjadi bantat (keras). Nilai kekerasan ini
berhubungan dengan tekstur cookies. Cookies dengan nilai kekerasan yang tinggi
mempunyai tekstur yang tidak renyah. Sehingga dapat dikatakan bahwa semakin banyak
25
penambahan kecambah kacang hijau maka tekstur cookies yang dihasilkan semakin
tidak renyah (Lewis, 1987). Cookies yang memiliki kekerasan yang tinggi (bantat) akan
memiliki tekstur yang padat dan tidak dapat mengembang. Sehingga semakin banyak
penambahan kecambah kacang hijau maka nilai pengembangan cookies akan semakin
menurun (Tabel 4 dan Gambar 1).
Berdasarkan hasil yang diperoleh, diketahui bahwa penambahan kecambah kacang hijau
dalam pembuatan cookies mempengaruhi secara nyata kadar air cookies. Kadar air
paling rendah dimiliki oleh cookies tanpa penambahan kecambah kacang hijau (0%),
yaitu sebesar 3.08 + 0.16 %, sedangkan kadar air paling tinggi dimiliki oleh cookies
dengan penambahan kecambah kacang hijau sebesar 75 %, yaitu sebesar 7.28 + 0.15%
(Tabel 5 dan Gambar 2). Kadar air ini mempengaruhi umur simpan produk. Semakin
tinggi kadar air suatu produk maka umur simpannya akan semakin pendek. Umumnya
cookies memiliki kadar air 1 – 5 %, sehingga produk ini dapat disimpan dalam waktu
cukup lama (Kristiani, 2004). Menurut syarat mutu yang ditetapkan oleh Departemen
Perindustrian, cookies seharusnya memiliki kadar air sebesar maksimal 5 %. Cookies
dengan penambahan kecambah kacang hijau sebesar 0 %, 25 %, dan 50 % telah
memenuhi syarat mutu tersebut tetapi cookies dengan penambahan kecambah kacang
hijau sebesar 75 % tidak memenuhi syarat mutu tersebut. Peningkatan kadar air ini
dipengaruhi oleh kadar air kecambah kacang hijau yang cukup tingggi. Kadar air
kecambah kacang hijau diketahui sekitar 82.68 % (Tabel 6).
Kadar abu berhubungan dengan kandungan mineral suatu bahan pangan. Semakin tinggi
kadar abu maka semakin tinggi pula kadar mineral dalam bahan pangan tersebut
(Winarno, 1992). Selain itu, menurut Ranhotra & Bock (1988), mineral cukup stabil
selama pemanasan sehingga cenderung tidak berubah selama proses pemanggangan.
Pada Tabel 5 dan Gambar 2, diketahui bahwa cookies dengan penambahan kecambah
kacang hijau sebesar 75 % memiliki kadar abu paling tinggi, yaitu sebesar 1.01 + 0.09
%. Sedangkan cookies dengan penambahan kecambah kacang hijau sebesar 0 %
memiliki kadar abu paling rendah, yaitu 0.91 + 0.07 %. Kadar abu cookies yang
dihasilkan ini telah sesuai dengan syarat mutu yang ditetapkan oleh Departemen
Perindustrian yaitu maksimal sebesar 1,5 %.
26
Menurut Astawan (2003), pada saat berkecambah terjadi hidrolisis karbohidrat, protein
dan lemak menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga mudah dicerna. Selama
proses tersebut terjadi peningkatan jumlah protein dan vitamin sedangkan kadar
lemaknya mengalami penurunan. Kadar lemak pada kecambah kacang hijau diketahui
sebesar 1 % (Rukmana, 1997). Berdasarkan Tabel 5 dan Gambar 2, diketahui bahwa
semakin banyak penambahan kecambah kacang hijau, persentase kadar lemak pada
cookies akan semakin menurun. Persentase kadar lemak paling tinggi ditemukan pada
cookies dengan perlakuan penambahan kecambah kacang hijau sebesar 0 %, sedangkan
persentase kadar lemak paling rendah ditemukan pada cookies dengan perlakuan
penambahan kecambah kacang hijau sebesar 75 %. Kadar lemak cookies yang
dihasilkan ini telah sesuai dengan syarat mutu yang ditetapkan oleh Departemen
Perindustrian. Kadar lemak pada cookies dipengaruhi oleh bahan – bahan penyusunnya
salah satunya adalah margarin. Margarin mengandung lebih dari 80 % lemak sehingga
cookies yang dihasilkan akan mengandung lemak yang tinggi (Hoseney, 1994).
Margarin yang ditambahkan dalam pembuatan cookies ini jumlahnya tetap untuk semua
perlakuan, yang membedakan adalah jumlah penambahan kecambah kacang hijau.
Sehingga semakin banyak penambahan kecambah kacang hijau maka persentase kadar
lemaknya akan mengalami penurunan.
Salah satu sifat kimia dari cookies yang diamati adalah serat kasar. Salah satu penyusun
serat kasar adalah selulosa dan hemiselulosa. Kedua senyawa tersebut merupakan
polisakarida yang sulit diuraikan dan mempunyai sifat tidak dapat dicerna oleh saluran
pencernaan manusia sehingga tidak menghasilkan energi, tetapi dapat membantu
melancarkan pencernaan makanan. Selulosa dan hemiselulosa ini umumnya terdapat
pada dinding sel berbagai sayuran dan buah – buahan (Nielsen, 1998). Kadar serat kasar
paling tinggi ditemukan pada cookies dengan perlakuan penambahan kecambah kacang
hijau sebesar 75 %. Sedangkan kadar serat kasar paling rendah ditemukan pada cookies
dengan perlakuan penambahan kecambah kacang hijau sebesar 0 % (Tabel 5 dan
Gambar 2). Kandungan serat kasar pada cookies semakin meningkat dengan adanya
penambahan kecambah kacang hijau. Hal ini disebabkan karena kandungan serat pada
kecambah kacang hijau cukup tinggi yaitu sekitar 4.25 % (Tabel 6). Kadar serat kasar
27
ini berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95 % untuk tiap – tiap perlakuan
penambahan kecambah kacang hijau (Lampiran 11).
Cookies dengan perlakuan penambahan kecambah kacang hijau sebesar 75 % memiliki
kadar protein yang paling tinggi yaitu sebesar 10.36 + 0.36 %. Sedangkan cookies
dengan perlakuan penambahan kecambah kacang hijau sebesar 0 % memiliki kadar
protein yang paling rendah yaitu sebesar 8.36 + 0.27 % (Tabel 5 dan Gambar 2). Kadar
protein ini berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95 % untuk tiap – tiap perlakuan
penambahan kecambah kacang hijau (Lampiran 12). Semakin banyak penambahan
kecambah kacang hijau maka kadar protein pada cookies akan semakin meningkat.
Peningkatan kadar protein ini disebabkan karena kadar protein pada kecambah kacang
hijau relatif tinggi yaitu sekitar 4,2 % (Rukmana, 1997).
Berdasarkan Tabel 5 dan Gambar 2, diketahui bahwa penambahan kecambah kacang
hijau menyebabkan penurunan kadar karbohidrat secara nyata. Kadar karbohidrat
tertinggi ditemukan pada cookies dengan perlakuan penambahan kecambah kacang
hijau sebesar 0 %. Sedangkan kadar karbohidrat paling rendah ditemukan pada cookies
dengan perlakuan penambahan kecambah kacang hijau sebesar 75 %. Hasil sidik ragam
menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata antar berbagai perlakuan terhadap kadar
karbohidrat cookies (Lampiran 13). Penghitungan kadar karbohidrat pada percobaan ini
adalah secara by difference dimana dengan adanya peningkatan komposisi kimia yang
lain seperti kadar air, kadar abu, kadar serat kasar, dan kadar protein maka akan
menurunkan persentase kadar karbohidrat.
Penambahan kecambah kacang hijau menyebabkan peningkatan kadar vitamin E secara
nyata. Semakin banyak penambahan kecambah kacang hijau maka kadar vitamin E akan
semakin meningkat (Tabel 5 dan Gambar 2). Hal ini disebabkan karena kadar vitamin E
pada kecambah kacang hijau relatif tinggi yaitu sekitar 1000 ppm (Astawan, 1992).
Pada proses pemasakan yang normal, menurut Andarwulan (1992), tidak ada kehilangan
vitamin E. Proses pembuatan roti tidak menyebabkan kehilangan vitamin E yang besar
(Andarwulan, 1992). Menurut Andarwulan dan Koswara (cit. Kurniawati et al., 2004),
vitamin E stabil pada suhu 2000C sehingga dalam proses pemanggangan kerusakan
28
vitamin E yang terjadi kecil atau bahkan tidak terjadi. Menurut Astawan (2003), taoge
mempunyai vitamin lebih banyak dibanding bentuk bijinya. Selama berkecambah,
vitamin E mengalami peningkatan dari 24 – 230 mg per 100 gam biji kering menjadi
117 – 662 mg per 100 gam kecambah.
Analisa sensoris dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap
cookies yang dihasilkan. Parameter yang diujikan meliputi warna, aroma, tekstur,
kerenyahan, rasa, dan kesukaan terhadap cookies secara keseluruhan. Analisa sensoris
ini dilakukan oleh 30 orang panelis tidak terlatih. Karena produk yang dihasilkan
merupakan produk baru, selain itu karena tujuan dari analisa sensoris ini adalah untuk
mengetahui tingkat penerimaan konsumen, maka panelis yang digunakan adalah panelis
tidak terlatih (Kartika et al., 1988).
Berdasarkan hasil analisa sensoris terhadap warna, diketahui bahwa tingkat penerimaan
konsumen terhadap warna menurun dengan bertambahnya kecambah kacang hijau yang
digunakan (Tabel 7 dan Gambar 3). Warna kecambah kacang hijau blender yang
ditambahkan adalah coklat, sehingga semakin banyak kecambah kacang hijau yang
ditambahkan maka warna cookies yang dihasilkan juga semakin coklat (Gambar 4).
Warna yang coklat ini mempengaruhi tingkat kesukaan konsumen terhadap cookies
yang dihasilkan. Sebagai perbandingan, warna cookies tanpa penambahan kecambah
kacang hijau adalah kuning keemasan. Perlakuan yang masih dapat diterima oleh
konsumen adalah perlakuan pembuatan cookies dengan penambahan kecambah kacang
hijau hingga 50 %.
Penerimaan konsumen terhadap rasa dipengaruhi oleh aroma cookies. Menurut Kartika
et al. (1988), secara umum makanan yang masuk ke dalam rongga mulut akan
merangsang saraf – saraf penerima bau. Dengan demikian, penilaian konsumen terhadap
rasa dan aroma cookies yang dihasilkan akan saling berhubungan. Berdasarkan Tabel 7
dan Gambar 3, diketahui bahwa penerimaan konsumen terhadap rasa dan aroma
semakin menurun dengan bertambahnya jumlah kecambah kacang hijau yang
digunakan. Hal ini disebabkan karena rasa dan aroma dari kecambah adalah langu,
sehingga semakin banyak kecambah kacang hijau yang digunakan akan semakin
29
mempengaruhi rasa dan aroma cookies yang dihasilkan. Rasa dan bau langu tersebut
disebabkan oleh kerja enzim lipsigenase. Enzim itu akan bereaksi dengan lemak dan
hasil reaksinya paling sedikit berupa delapan senyawa volatil terutama etil-fenil-keton.
Bau dan rasa langu dapat dihilangkan dengan cara mematikan enzim lipsigenase dengan
panas (Koswara, 1998). Perlakuan yang masih dapat diterima oleh konsumen adalah
perlakuan pembuatan cookies dengan penambahan kecambah kacang hijau hingga 75 %.
Uji kekerasan yang dilakukan dalam uji fisik berhubungan dengan tingkat kerenyahan
dan tekstur dari cookies. Semakin tinggi nilai kekerasan berarti struktur cookies semakin
padat atau tidak renyah. Hal ini sesuai dengan hasil yang didapatkan pada analisa
sensoris terhadap kerenyahan. Semakin banyak penambahan kecambah kacang hijau,
tingkat penerimaan konsumen terhadap kerenyahan akan semakin berkurang (Tabel 7
dan Gambar 3). Umumnya tekstur cookies yang disukai oleh konsumen adalah cookies
yang renyah dan bila dipatahkan akan memiliki tekstur yang tidak terlalu padat.
Perlakuan yang masih dapat diterima oleh konsumen adalah perlakuan pembuatan
cookies dengan penambahan kecambah kacang hijau hingga 50 %.
Tingkat penerimaan konsumen terhadap kesukaan cookies secara keseluruhan juga
mengalami penurunan dengan meningkatnya kecambah kacang hijau yang ditambahkan.
Dari Tabel 7 dan Gambar 3, diketahui bahwa sebagian besar konsumen lebih menyukai
cookies dengan penambahan kecambah kacang hijau sebesar 0 %. Hal ini dapat dilihat
dari rata – rata skor sensoris yang didapatkan (Tabel 7 dan Gambar 3). Perlakuan yang
masih dapat diterima oleh konsumen adalah perlakuan pembuatan cookies dengan
penambahan kecambah kacang hijau hingga 50 %.
30
5. KESIMPULAN
��Penambahan kecambah kacang hijau dalam pembuatan cookies akan meningkatkan
nilai bulk density hingga 0,27 g/cm3 dan kekerasan cookies akan meningkat hingga
9,72 N. Sedangkan pengembangannya akan mengalami penurunan hingga 0,79 %.
��Penambahan kecambah kacang hijau dalam pembuatan cookies akan meningkatkan
kadar air hingga 7,28 %, kadar abu hingga 1,01 %, kadar serat kasar hingga 8,73 %,
kadar protein hingga 10,36 %, dan kadar vitamin E hingga 625,56 ppm, tetapi akan
menurunkan kadar lemak hingga 23,13 % dan kadar karbohidrat hingga 49,49 %.
��Semakin banyak penambahan kecambah kacang hijau maka tingkat penerimaan
konsumen terhadap cookies yang dihasilkan akan semakin menurun. Perlakuan yang
masih dapat diterima oleh konsumen adalah perlakuan pembuatan cookies dengan
penambahan kecambah kacang hijau hingga 50 %.
31
6. DAFTAR PUSTAKA
Aaron, P. (2003). Cookies Welcome Holiday. http://www.abuquerquejournal.com. Almatsier, S. (2002). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gamedia Pustaka Utama. Jakarta. Andarwulan, N. (1992). Kimia Vitamin. Rajawali Press. Jakarta. Anonimous. (1992). SNI 01-2973-1992. Biskuit. Departemen Perindustrian Republik Indonesia. Jakarta. Apriyantono, A., D. Fardiaz, N.L. Puspitasari, Sedarnawati & S. Budiyanto. (1989). Analisis Pangan. IPB Press. Bogor. Arpah, M. (1993). Pengawasan Mutu Pangan. Tarsito. Bandung.
Astawan, M. (2003). Mari, Ramai-ramai Makan Tauge. http://www.senior.co.id/kesehatan/ news/senior/gizi/0304/17/gizi.htm. Download : 25 Juni 2004. Bennion, M. & O, Hughes. (1975). Introduction Foods, 6th edition.Collier McMillan Publisher.London. Fance, WJ. (1964). Breadmaking and Flour Confectionery. Routledge and Kegan Paul. London. Gaman, P. M. & K. B. Sherrington. (1994). The Science of Food, an Introduction to Food Science, Nutrition, and Microb. Diterjemahkan Murdijati. Ilmu Pangan : Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi, dan Mikrobiologi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hoseney, R C. (1994). Principles of Cereal Science and Technology 2nd ed. American Association of Cereal Chemist Inc. USA. Ikrawan, Y. (2005). Taoge, Kaya Khasiatnya. http:// www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0305/10/cakrawala/lainnya4.htm.Download : 17 Mei 2005. Kartika, B., P. Hastuti, dan W. Supantoro. (1988). Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Koswara, S. (1998). Susu Kedelai Tak Kalah dengan Susu Sapi. http://www.indomedia. com/intisari/1998/agustus/susu.htm Kristiani, E. B. (2004). Substitusi Dedak Gandum Untuk Memperkaya Serat Makanan Pada Cookies. Jurnal Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian vol 1 no 1, halaman 1 – 8. Semarang.
32
Kurniawati, I. A., A. Ruswanto, S. Hastuti. (2004). Substitusi Campuran Terigu Dengan Tepung Ubi Kayu Dengan Tepung Kecambah Kacang Tunggak Untuk Meningkatkan Serat dan Vitamin E Pada Brownies. Jurnal Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian vol 1, no1, halaman 9 – 16. Semarang Lewis, M. J. (1987). Physical Properties of Food and Food Processing System. Ellis Horwood Ltd. England. Manley, D. J. R. (1983). Technology of Biscuits, Crackers, and Cookies. Ellis Horwood Ltd. England. Matz, S. A. (1992). Bakery Technology and Engineering 3rd Edition. Van Nostrand Reinhold. New York. Nielsen, S. (1998). Food Analysis 2nd ed. Aspen Publication. Maryland. Potter, N. N. (1992). Food Science. CBS Publiser and Distributors. New Delhi.
Rahontra, G. S. & M. A. Bock. (1988). Effect of Baking On Nutrients In Nutritional Evaluation of Food Processing 3rd ed (Ed. Karmas, E. & R. S. Harris), Pg 355 – 363. Van Nostrand Reinhold. New York. Rukmana, H.R. (1997). Kacang Hijau Budi Daya dan Pascapanen. Kanisius. Yogyakarta. Subagio, A., W. S. Windrati & Y. Witono. (2003). Pengaruh Penambahan Isolat Protein Koro Pedang (Canavalia ensiformis L.) Tehadap Karakteristik Cake. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. Vol XIV, no2, th 2003, Hal 136-143. Sudarmadji, S., B. Haryono & Suhardi. (1996). Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta. Winarno, F. G. (1992). Kimia Pangan dan Gizi. PT Gamedia Pustaka Utama. Jakarta.
33
7. LAMPIRAN
Lampiran 1. Kurva standar vitamin E
Absorbansi Konsentrasi (ppm)
0,0597 0,0721 0,1046 0,1605 0,2697 0,4932
31,25 62,5 125 250 500
1000
y = 2237.1x - 104.31R2 = 0.9999
0
200
400
600
800
1000
1200
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6
absorbansi
kons
entr
asi (
ppm
)
Series1Linear (Series1)
34
Lampiran 2. Lembar kuisioner analisa sensoris cookies
Nama :
Umur :
Jenis kelamin : L / P
Anda diminta untuk memberikan penilaian terhadap 4 sampel cookies. Adapun
penilaian yang diberikan meliputi warna, aroma, tekstur, kerenyahan, rasa, dan
kesukaan. Berikan penilaian Anda dengan memberikan angka 1 sampai dengan 4 pada
kolom yang telah disediakan sesuai dengan skor yang anda berikan pada masing –
masing sampel tersebut untuk setiap parameternya.
Kode sampel Warna Aroma Tekstur Kerenyahan Rasa Kesukaan
275
497
518
523
Keterangan :
1 : Sangat tidak suka
2 : Tidak suka
3 : Suka
4 : Sangat suka
35
Lampiran 3. Perhitungan rata – rata skor sensoris
Penambahan kecambah kacang hijau Parameter Skala penerimaan 0 % 25 % 50 % 75 % Warna
Sangat tidak suka Tidak suka Suka Sangat suka
0 0 2
28
0 1 27 2
0 16 11 3
15 12 3 0
Aroma
Sangat tidak suka Tidak suka Suka Sangat suka
1 0 6
23
1 9 16 4
0
10 14 6
6
13 8 3
Tekstur
Sangat tidak suka Tidak suka Suka Sangat suka
0 0 9
21
0 4 24 2
1
17 11 1
18 11 1 0
Kerenyahan
Sangat tidak suka Tidak suka Suka Sangat suka
0 0 9
21
0 2 23 5
0
22 6 2
24 6 0 0
Rasa
Sangat tidak suka Tidak suka Suka Sangat suka
1 0 7
22
0 4 19 7
1
11 15 3
16 10 4 0
Kesukaan
Sangat tidak suka Tidak suka Suka Sangat suka
0 0 4
26
1 2 24 3
1
15 14 0
22 8 0 0
Keterangan : Sangat tidak suka skor 1
Tidak suka skor 2
Suka skor 3
Sangat suka skor 4
36
Rata – rata skor sensoris untuk parameter warna
0 % = (2 x 3) + (28 x 4) = 3,93
30
25 % = (1 x 2) + (27 x 3) + (2 x 4) = 3,03
30
50 % = (16 x 2 ) + (11 x 3) + (3 x 4) = 2,57
30
75 % = (15 x 1) + (12 x 2) + (3 x 3) = 1,6
30
Rata – rata skor sensoris untuk parameter aroma
0 % = (1 x 1) + (6 x 3) + (23 x 4) = 3,7
30
25 % = (1 x 1) + (9 x 2) + (16 x 3) + (4 x 4) = 2,77
30
50 % = (10 x 2 ) + (14 x 3) + (6 x 4) = 2,87
30
75 % = (6 x 1) + (13 x 2) + (8 x 3) + (3 x 4) = 2,53
30
Rata – rata skor sensoris untuk parameter tekstur
0 % = (9 x 3) + (21 x 4) = 3,7
30
25 % = (4 x 2) + (24 x 3) + (2 x 4) = 2,93
30
50 % = (1 x 1) + (17 x 2) + (11 x 3) + (1 x 4) = 2,4
30
75 % = (18 x 1) + (11 x 2) + (1 x 3) = 1,43
30
37
Rata – rata skor sensoris untuk parameter kerenyahan
0 % = (9 x 3) + (21 x 4) = 3,7
30
25 % = (2 x 2) + (23 x 3) + (5 x 4) = 3,1
30
50 % = (22 x 2) + (6 x 3) + (2 x 4) = 2,33
30
75 % = (24 x 1) + (6 x 2) = 1,2
30
Rata – rata skor sensoris untuk parameter rasa
0 % = (1 x 1) + (7 x 3) + (22 x 4) = 3,67
30
25 % = (4 x 2) + (19 x 3) + (7 x 4) = 3,1
30
50 % = (1 x 1) + (11 x 2) + (15 x 3) + (3 x 4) = 2,67
30
75 % = (16 x 1) + (10 x 2) + (4 x 3) = 1,6
30
Rata – rata skor sensoris untuk parameter kesukaan
0 % = (4 x 3) + (26 x 4) = 3,87
30
25 % = (1 x 1) + (2 x 2) + (24 x 3) + (3 x 4) = 2,97
30
50 % = (1 x 1) + (15 x 2) + (14 x 3) = 2,43
30
75 % = (22 x 1) + (8 x 2) = 1,27
30
38
Lampiran 4. Perhitungan kadar vitamin E pada cookies
Banyaknya cookies yang dihasilkan dengan penambahan kecambah kacang hijau
sebesar 0 % adalah 345,3 g
Kandungan vitamin E pada cookies dengan penambahan kecambah kacang hijau sebesar
0 % adalah 7,697 mg per 100 g atau 0,07697 mg per g
Angka kecukupan gizi vitamin E pada remaja dan orang dewasa rata – rata 10 mg
Kandungan vitamin E dalam 1 butir cookies (berat 10,64 g) = 0,07697 mg x 10,64
= 0,82 mg
1 butir cookies mencukupi AKG sebanyak = 0,82 x 100 %
10
= 8,2 %
Banyaknya cookies yang dihasilkan dengan penambahan kecambah kacang hijau
sebesar 25 % adalah 386,94 g
Kandungan vitamin E pada cookies dengan penambahan kecambah kacang hijau sebesar
25 % adalah 25,07 mg per 100 g atau 0,25 mg per g
Angka kecukupan gizi vitamin E pada remaja dan orang dewasa rata – rata 10 mg
Kandungan vitamin E dalam 1 butir cookies (berat 8,07 g) = 0,25 mg x 8,07
= 2,02 mg
1 butir cookies mencukupi AKG sebanyak = 2,02 x 100 %
10
= 20,2 %
Banyaknya cookies yang dihasilkan dengan penambahan kecambah kacang hijau
sebesar 50 % adalah 431,5 g
Kandungan vitamin E pada cookies dengan penambahan kecambah kacang hijau sebesar
50 % adalah 43,09 mg per 100 g atau 0,43 mg per g
Angka kecukupan gizi vitamin E pada remaja dan orang dewasa rata – rata 10 mg
Kandungan vitamin E dalam 1 butir cookies (berat 7,32 g) = 0,43 mg x 7,32
= 3,15 mg
39
1 butir cookies mencukupi AKG sebanyak = 3,15 x 100 %
10
= 31,5 %
Banyaknya cookies yang dihasilkan dengan penambahan kecambah kacang hijau
sebesar 75 % adalah 455,75 g
Kandungan vitamin E pada cookies dengan penambahan kecambah kacang hijau sebesar
75 % adalah 62,56 mg per 100 g atau 0,63 mg per g
Angka kecukupan gizi vitamin E pada remaja dan orang dewasa rata – rata 10 mg
Kandungan vitamin E dalam 1 butir cookies (berat 6,54 g) = 0,63 mg x 6,54
= 4,12 mg
1 butir cookies mencukupi AKG sebanyak = 4,12 x 100 %
10
= 41,2 %
40
Lampiran 5. Analisa data bulk density
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnov(a) Shapiro-Wilk
PERLK Statistic df Sig. Statistic df Sig.
B.DENSTY 0% .269 9 .059 .808 9 .025 25% .257 9 .088 .903 9 .273 50% .240 9 .143 .851 9 .076 75% .248 9 .116 .913 9 .338
a Lilliefors Significance Correction
Descriptives B.DENSTY
95% Confidence Interval for Mean
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Minimum
Maximum
0% 9 .25378 .000833 .000278 .25314 .25442 .253 .255 25% 9 .25978 .000972 .000324 .25903 .26052 .258 .261 50% 9 .26422 .001202 .000401 .26330 .26515 .263 .266 75% 9 .27244 .000882 .000294 .27177 .27312 .271 .274 Total 36 .26256 .006967 .001161 .26020 .26491 .253 .274
ANOVA B.DENSTY
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .002 3 .001 576.000 .000 Within Groups .000 32 .000 Total .002 35
B.DENSTY (Post Hoc Test)
Duncan
Subset for alpha = .05 PERLK N 1 2 3 4 0% 9 .25378 25% 9 .25978 50% 9 .26422 75% 9 .27244 Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
41
Lampiran 6. Analisa data kekerasan
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnov(a) Shapiro-Wilk
PERLK Statistic df Sig. Statistic df Sig.
TEKSTUR
0% .192 9 .200(*) .917 9 .364
25% .209 9 .200(*) .823 9 .037 50% .240 9 .144 .941 9 .595 75% .269 9 .059 .808 9 .025
* This is a lower bound of the true significance. a Lilliefors Significance Correction
Descriptives
ANOVA
TEKSTUR
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 41.611 3 13.870 1457.908 .000 Within Groups .304 32 .010 Total 41.916 35
TEKSTUR (Post Hoc Test) Duncan
Subset for alpha = .05 PERLK N 1 2 3 4 0% 9 6.933 25% 9 7.900 50% 9 9.089 75% 9 9.722 Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
95% Confidence Interval for Mean
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Minimum
Maximum
0% 9 6.933 .1000 .0333 6.856 7.010 6.8 7.1 25% 9 7.900 .0866 .0289 7.833 7.967 7.8 8.0 50% 9 9.089 .1167 .0389 8.999 9.179 8.9 9.3 75% 9 9.722 .0833 .0278 9.658 9.786 9.6 9.8 Total 36 8.411 1.0943 .1824 8.041 8.781 6.8 9.8
42
Lampiran 7. Analisa data pengembangan
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnov(a) Shapiro-Wilk
PERL Statistic df Sig. Statistic df Sig. 0 % .223 9 .200(*) .838 9 .055 25 % .252 9 .104 .898 9 .239 50 % .271 9 .056 .807 9 .024
PENGEMB
75 % .269 9 .060 .809 9 .026 * This is a lower bound of the true significance. a Lilliefors Significance Correction
Descriptives PENGEMB
95% Confidence Interval for Mean
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Lower Bound Upper Bound
Minimum
Maximum
0 % 9 16.1625778 .23828748 .07942916 15.9794138 16.3457418 15.82400 16.43360 25 % 9 12.0240363 .51195603 .17065201 11.6305120 12.4175605 11.45306 12.96653 50 % 9 7.1711565 .20924728 .06974909 7.0103148 7.3319982 6.97388 7.56653 75 % 9 .7949206 .23896618 .07965539 .6112350 .9786063 .57143 1.14531 Total 36 9.0381728 5.81462074 .96910346 7.0707882 11.0055574 .57143 16.43360
ANOVA PENGEMB
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 1179.985 3 393.328 3748.045 .000 Within Groups 3.358 32 .105 Total 1183.344 35
PENGEMB Duncan
Subset for alpha = .05 PERL
N 1 2 3 4
75 % 9 .7949206 50 % 9 7.171156
5
25 % 9 12.0240363
0 % 9 16.1625778 Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
43
Lampiran 8. Analisa data kadar air
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnov(a) Shapiro-Wilk
PERLK Statistic df Sig. Statistic df Sig. 0 % .220 9 .200(*) .900 9 .254 25 % .273 9 .052 .865 9 .110 50 % .204 9 .200(*) .889 9 .195
K.AIR
75 % .238 9 .152 .913 9 .338 * This is a lower bound of the true significance. a Lilliefors Significance Correction
Descriptives K.AIR
95% Confidence Interval for Mean
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Lower Bound Upper Bound
Minimum
Maximum
0 % 9 3.0853511 .16286526 .05428842 2.9601618 3.2105404 2.81836 3.43001 25 % 9 4.1713967 .37569066 .12523022 3.8826153 4.4601781 3.49431 4.60390 50 % 9 4.9391289 .35267978 .11755993 4.6680352 5.2102226 4.51677 5.45664 75 % 9 7.2777944 .15316804 .05105601 7.1600591 7.3955298 7.10307 7.56550 Total 36 4.8684178 1.58386008 .26397668 4.3325166 5.4043189 2.81836 7.56550
ANOVA
K.AIR
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 85.277 3 28.426 360.377 .000 Within Groups 2.524 32 .079 Total 87.801 35
K.AIR (Post Hoc Test)
Duncan
Subset for alpha = .05 PERLK N 1 2 3 4 0 % 9 3.085351
1
25 % 9 4.1713967
50 % 9 4.9391289
75 % 9 7.2777944
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
44
Lampiran 9. Analisa data kadar abu
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnov(a) Shapiro-Wilk
PERLK Statistic df Sig. Statistic df Sig. 0 % .195 9 .200(*) .951 9 .705 25 % .210 9 .200(*) .902 9 .261 50 % .270 9 .058 .856 9 .087
K.ABU
75 % .176 9 .200(*) .919 9 .381 * This is a lower bound of the true significance. a Lilliefors Significance Correction
Descriptives K.ABU
95% Confidence Interval for Mean
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Lower Bound Upper Bound
Minimum
Maximum
0 % 9 .9079867 .06877157 .02292386 .8551242 .9608492 .80244 1.03503 25 % 9 .9426711 .04647286 .01549095 .9069489 .9783933 .88435 1.04528 50 % 9 .9673389 .03490381 .01163460 .9405094 .9941683 .93254 1.02489 75 % 9 1.0143089 .08593496 .02864499 .9482534 1.0803643 .91625 1.16259 Total 36 .9580764 .07129146 .01188191 .9339548 .9821979 .80244 1.16259
ANOVA
K.ABU
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .054 3 .018 4.643 .008 Within Groups .124 32 .004 Total .178 35
K.ABU (Post Hoc Test)
Duncan
Subset for alpha = .05 PERLK N 1 2 0 % 9 .9079867 25 % 9 .9426711 50 % 9 .9673389 .9673389 75 % 9 1.014308
9 Sig. .064 .119
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
45
Lampiran 10. Analisa data kadar lemak
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnov(a) Shapiro-Wilk
PERLK Statistic df Sig. Statistic df Sig. 0 % .202 9 .200(*) .868 9 .116 25 % .200 9 .200(*) .908 9 .305 50 % .272 9 .053 .842 9 .061
K.LEMAK
75 % .158 9 .200(*) .893 9 .216 * This is a lower bound of the true significance. a Lilliefors Significance Correction
Descriptives
K.LEMAK
ANOVA K.LEMAK
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 82.148 3 27.383 25.833 .000 Within Groups 33.920 32 1.060 Total 116.068 35
K.LEMAK (Post Hoc Test)
Duncan
Subset for alpha = .05 PERLK
N 1 2 3
75 % 9 23.1288100 50 % 9 24.2718633 25 % 9 26.1950767 0 % 9 26.9333389 Sig. 1.000 1.000 .138
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
95% Confidence Interval for Mean
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Lower Bound Upper Bound
Minimum
Maximum
0 % 9 26.9333389 .91125694 .30375231 26.2328848 27.6337930 25.92742 28.21862 25 % 9 26.1950767 1.02008832 .34002944 25.4109674 26.9791860 25.11572 27.92309 50 % 9 24.2718633 1.29153675 .43051225 23.2791003 25.2646264 22.89433 26.24152 75 % 9 23.1288100 .83724715 .27908238 22.4852449 23.7723751 21.94133 24.09375 Total 36 25.1322722 1.82105294 .30350882 24.5161166 25.7484279 21.94133 28.21862
46
Lampiran 11. Analisa data kadar serat kasar
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnov(a) Shapiro-Wilk
PERLK Statistic df Sig. Statistic df Sig. 0 % .207 9 .200(*) .936 9 .540 25 % .161 9 .200(*) .950 9 .686 50% .204 9 .200(*) .847 9 .069
K.SERAT
75 % .171 9 .200(*) .948 9 .666 * This is a lower bound of the true significance. a Lilliefors Significance Correction
Descriptives K.SERAT
95% Confidence Interval for Mean
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Lower Bound Upper Bound
Minimum
Maximum
0 % 9 5.8384056 .51975986 .17325329 5.4388828 6.2379284 4.92793 6.56864 25 % 9 6.7523889 .46371135 .15457045 6.3959488 7.1088290 6.16991 7.53592 50% 9 8.0427167 .59160826 .19720275 7.5879663 8.4974670 7.47641 9.38737 75 % 9 8.7263078 .48632938 .16210979 8.3524819 9.1001336 8.06842 9.68550 Total 36 7.3399547 1.23883765 .20647294 6.9207924 7.7591171 4.92793 9.68550
ANOVA
K.SERAT
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 45.142 3 15.047 56.162 .000 Within Groups 8.574 32 .268 Total 53.715 35
K.SERAT (Post Hoc Test)
Duncan
Subset for alpha = .05 PERLK N 1 2 3 4 0 % 9 5.838405
6
25 % 9 6.7523889
50% 9 8.0427167
75 % 9 8.7263078
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
47
Lampiran 12. Analisa data kadar protein
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnov(a) Shapiro-Wilk
PERLK Statistic df Sig. Statistic df Sig. 0 % .206 9 .200(*) .842 9 .060 25 % .258 9 .084 .867 9 .115 50% .219 9 .200(*) .879 9 .154
K.PROT
75 % .145 9 .200(*) .975 9 .935 * This is a lower bound of the true significance. a Lilliefors Significance Correction
Descriptives K.PROT
95% Confidence Interval for Mean
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Lower Bound Upper Bound
Minimum
Maximum
0 % 9 8.3572111 .26673364 .08891121 8.1521815 8.5622407 8.04788 8.67325 25 % 9 8.7739400 .22830390 .07610130 8.5984501 8.9494299 8.53102 9.16321 50% 9 9.6151422 .45189458 .15063153 9.2677853 9.9624991 8.75670 10.05334 75 % 9 10.3646300 .35627141 .11875714 10.0907756 10.6384844 9.78325 10.96035 Total 36 9.2777308 .84856993 .14142832 8.9906161 9.5648456 8.04788 10.96035
ANOVA
K.PROT
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 21.567 3 7.189 63.283 .000 Within Groups 3.635 32 .114 Total 25.202 35
K.PROT
Duncan
Subset for alpha = .05 PERLK
N 1 2 3 4
0 % 9 8.3572111
25 % 9 8.7739400
50% 9 9.6151422
75 % 9 10.3646300 Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
48
Lampiran 13. Analisa data kadar karbohidrat
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnov(a) Shapiro-Wilk
PERLK Statistic df Sig. Statistic df Sig. 0 % .166 9 .200(*) .906 9 .288 25 % .178 9 .200(*) .953 9 .725 50 % .200 9 .200(*) .948 9 .670
K.KARBH
75 % .160 9 .200(*) .980 9 .963 * This is a lower bound of the true significance. a Lilliefors Significance Correction
Descriptives
K.KARBH
ANOVA K.KARBH
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 136.665 3 45.555 55.107 .000 Within Groups 26.453 32 .827 Total 163.118 35
K.KARBH (Post Hoc Test)
Duncan
Subset for alpha = .05 PERLK
N 1 2 3 4
75 % 9 49.4881489 50 % 9 51.8894133 25 % 9 53.1714544 0 % 9 54.8214533 Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
95% Confidence Interval for Mean
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Lower Bound Upper Bound
Minimum
Maximum
0 % 9 54.8214533 .89279499 .29759833 54.1351904 55.5077163 53.61266 55.92693 25 % 9 53.1714544 1.19595065 .39865022 52.2521654 54.0907435 51.33073 54.84997 50 % 9 51.8894133 .83236676 .27745559 51.2495996 52.5292271 50.60228 53.01684 75 % 9 49.4881489 .62166353 .20722118 49.0102960 49.9660018 48.44231 50.57625 Total 36 52.3426175 2.15882436 .35980406 51.6121764 53.0730586 48.44231 55.92693
49
Lampiran 14. Analisa data kadar vitamin E
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnov(a) Shapiro-Wilk
PERLK Statistic df Sig. Statistic df Sig. 0 % .208 9 .200(*) .954 9 .739 25 % .232 9 .177 .785 9 .014 50 % .252 9 .102 .825 9 .039
VIT E
75 % .150 9 .200(*) .941 9 .588 * This is a lower bound of the true significance. a Lilliefors Significance Correction
Descriptives
95% Confidence Interval for Mean
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Lower Bound Upper Bound
Minimum
Maximum
0 % 9 76.1991133 2.34213912 .78071304 74.3987858 77.9994408 72.64461 79.80333 25 % 9 245.8582917 12.89794266 4.29931422 235.9440553 255.7725280 214.9242 256.9817 50 % 9 421.6322100 31.69446509 10.56482170 397.2696875 445.9947325 346.6894 455.4124 75 % 9 625.9664383 12.77545919 4.25848640 616.1463511 635.7865256 608.6538 652.7246 Total 36 342.4140133 207.88421771 34.64736962 272.0761136 412.7519131 72.64461 652.7246
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 1501837.927 3 500612.642 1494.819 .000 Within Groups 10716.752 32 334.899 Total 1512554.679 35
VIT E (Post Hoc Test) Duncan
Subset for alpha = .05 PERLK
N 1 2 3 4
0 % 9 76.1991133 25 % 9 245.858291
7
50 % 9 421.6322100
75 % 9 625.9664383
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.