02 susi proposall revisi 20120303

45
 I. Latar Belakang Masalah Pend idikan merupakan usaha agar manusia dapat meng embangkan  potensi dirinya melalui proses pembelajaran atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat. Bahkan dalam Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 31 ayat (1) disebutkan bahwa setiap warga negara  berhak mendapat pendidikan, dan pada ayat (3) ditegaskan bahwa Pemerintah mengus ahakan dan menyelenggarakan satu siste m pendidikan nasi onal yang meningkatkan kei manan dan ketakwaan serta akhlak mulia dal am rangka mencerdas kan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang. Untuk itu, seluruh komponen bangsa wajib mencerdaskan kehidupan bangsa yang merupakan salah satu tujuan negara Indonesia. Du nia pend idi ka n yang di sorot sebag ai sekt or ya ng bel um berhas il mengemban misi mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan fenomena yang selama ini menjadi tudingan berbagai pihak. Perilaku masyarakat yang menyimpang menjadi  bu kti bah wa pen did ikan belu m mampu me njad i sol usi pen gemban gan mis i itu sendiri. Hal ini tentu berkaitan erat dengan bagaimana proses belajar yang dialami oleh setiap indiv idu dalam setiap jenjang pen didika n yang dilalui. Tudinga n ters ebut amat bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional itu sendiri sebagaimana  pada penjelasan Undang-Undang Nomor 20 T ahun 2003 Tentang Sis tem Pendidikan Nasional : Pembaharuan sistem pendidikan nasional dilakukan untuk  memperbaharui visi, misi, dan strategi pembangunan pendidikan nasional. Pendidikan nasional mempunyai visi terwujudnya sistem  pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua war ga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif  menjawab tantangan zaman yang selalu berubah”.

Transcript of 02 susi proposall revisi 20120303

Page 1: 02 susi proposall revisi 20120303

5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 1/45

 

I. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan

 potensi dirinya melalui proses pembelajaran atau cara lain yang dikenal dan

diakui oleh masyarakat. Bahkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik 

Indonesia Tahun 1945 Pasal 31 ayat (1) disebutkan bahwa setiap warga negara

 berhak mendapat pendidikan, dan pada ayat (3) ditegaskan bahwa Pemerintah

mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang

meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang. Untuk itu,

seluruh komponen bangsa wajib mencerdaskan kehidupan bangsa yang

merupakan salah satu tujuan negara Indonesia.

Dunia pendidikan yang disorot sebagai sektor yang belum berhasil

mengemban misi mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan fenomena yang selama

ini menjadi tudingan berbagai pihak. Perilaku masyarakat yang menyimpang menjadi

  bukti bahwa pendidikan belum mampu menjadi solusi pengembangan misi itu

sendiri. Hal ini tentu berkaitan erat dengan bagaimana proses belajar yang dialami

oleh setiap individu dalam setiap jenjang pendidikan yang dilalui. Tudingan tersebut

amat bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional itu sendiri sebagaimana

  pada penjelasan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem

Pendidikan Nasional :

“Pembaharuan sistem pendidikan nasional dilakukan untuk 

memperbaharui visi, misi, dan strategi pembangunan pendidikan

nasional. Pendidikan nasional mempunyai visi terwujudnya sistem

 pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk 

memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang

menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif 

menjawab tantangan zaman yang selalu berubah”.

Page 2: 02 susi proposall revisi 20120303

5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 2/45

 

Jelaslah dalam hal ini bahwa pendidikan nasional berfungsi

mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang

  bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk 

  berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan

 bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung

 jawab (http.ri.go.id/uu/sisdiknas , diakses 12 Desember 2011). Namun kenyataannya

fenomena yang terjadi pada dunia pendidikan pada kenyataannya masih terjadi kasus-

kasus ketidakjujuran, dikalangan siswa sering muncul menyertai aktivitas belajar 

mengajar tetapi jarang menjadi pembahasan dalam wacana pendidikan Indonesia. Seperti

misalnya dalam sebuah studi disebutkan bahwa lebih dari 50 persen dan terkadang

hingga 80 persen - para siswa dilaporkan pernah menyontek (Kompas, Senin, 18 Agustus

2008). Kurangnya pembahasan mengenai masalah ini, umumnya masyarakat

menganggap kasus ini merupakan hal yang remeh dan wajar, serta tidak berbahaya

karena tidak mengandung unsur kekerasan (violence).

Aktivitas ketidakjujuran dalam pendidikan sebenarnya merupakan masalah

serius. Ketidakjujuran dalam pendidikan bertentangan dengan tujuan pendidikan

nasional. Tujuan pendidikan nasional bukan sekedar membentuk peserta didik yang

 pintar dengan memperoleh nilai tinggi di setiap mata pelajaran. Namun, seperti dalam

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

  Nasional Bab II Pasal 3 bahwa, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam

rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta

didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

 berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang

Page 3: 02 susi proposall revisi 20120303

5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 3/45

 

demokratis serta bertanggung jawab (h ttp.ri.go.id/peraturan perundangan/uu/2003/uu

sisdiknas sisdiknas, diakses 12 Desember 2011).

Perilaku mencontek (cheating) merupakan salah satu fenomena pendidikan yang

sering dan bahkan selalu muncul menyertai aktivitas proses pembelajaran. Perilaku

mencontek (cheating) adalah perbuatan yang dilakukan oleh seseorang secara ilegal atau

tidak sah atau curang untuk tujuan yang sah atau terhormat, yang bertujuan memperoleh

suatu keberhasilan atau menghindari kegagalan dalam menyelesaikan tugas akademik 

terutama yang berkaitan dengan evaluasi atau ujian hasil belajar.

Salah satu indikasi bahwa siswa cenderung mencontek adalah karena tuntutan

orang tua yang menghendaki anaknya menjadi anak super. Siswa yang terbiasa

menyontek akan senang menggantungkan pencapaian hasil belajarnya pada orang lain

atau sarana tertentu dan bukan pada kemampuan dirinya sendiri. Keyakinan tentang

kemampuan dirinya ini, dalam istilah Psikologi dikenal sebagai Self-Efficacy.

Menurut Bandura (dalam Sunawan, 2005), Individu yang memiliki Self-Efficacy

yang rendah merasa tidak memiliki keyakinan bahwa mereka dapat menyelesaikan tugas,

maka dia berusaha untuk menghindari tugas tersebut. Self-Efficacy yang rendah tidak 

hanya dialami oleh individu yang tidak memiliki kemampuan untuk belajar, tetapi

memungkinkan dialami juga oleh individu berbakat.

Ketika anak merasa tidak memiliki kemampuan atau dengan kata lain Self-

 Efficacy-nya kembali rendah mungkin akan melakukan dua hal. Pertama perilaku positif 

yaitu berusaha menutupi kekurangannya dengan belajar supaya ia lebih mampu atau

menguasai suatu hal. Kedua, perilaku negatif, yaitu ia berusaha mengambil jalan pintas

yaitu mencontek.

Faktor lain yang mempengaruhi kemampuan belajar seorang siswa adalah

 persepsinya terhadap tuntutan orang tuanya.

Page 4: 02 susi proposall revisi 20120303

5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 4/45

 

Persepsi pada umumnya terjadi karena dua faktor, yaitu faktor internal dan

faktor eksternal. Faktor internal berasal dari dalam diri individu, misalnya sikap,

kebiasaan, dan motivasi. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor-faktor yang

 berasal dari luar individu yang meliputi stimulus itu sendiri, baik sosial maupun

fisik.

Berbeda dengan persepsi terhadap benda mati seperti meja, mesin atau

gedung, persepsi terhadap individu adalah kesimpulan yang berdasarkan tindakan

orang tersebut. Objek yang tidak hidup dikenai hukum-hukum alam tetapi tidak 

mempunyai keyakinan, motif atau maksud seperti yang ada pada masing-masing

individu. Akibatnya individu akan berusaha mengembangkan penjelasan-penjelasan

mengapa berperilaku dengan cara-cara tertentu. Oleh karena itu, persepsi dan

  penilaian individu terhadap seseorang akan cukup banyak dipengaruhi oleh

  pengandaian-pengandaian yang diambil mengenai keadaan internal orang itu

(Robbins, 2003). Demikian pula persepsi anak terhadap orang tuanya, terutama

 persepsi terhadap tuntutan orang tuanya.

Orang tua sebagai pendidik memilih pola asuh yang sesuai dalam

mempengaruhi perkembangan anak, serta membimbingnya kepada kehidupan yang

layak dan bermartabat. Proses pengasuhan selalu bersifat dinamis dalam mencari

 bentuk atau pola asuh yang lebih efektif dan baik. Bentuk-bentuk pola asuh yang

yang diterapkan orang tua akan menghadirkan berbagai persepsi terhadap sikap-

sikap orang tua. Orang tua yang demokratis lebih dipersepsi anak tidak terlalu

menuntut akan prestasi anak, tetapi pada pola asuh otoriter anak cenderung

mempersepsi orangtuanya lebih menuntut prestasi anaknya. Sehingga dapat

dijelaskan bahwa persepsianak terhadap tuntutan orang tua pada prestasi belajar 

mereka sebenarnya sangat terkait dengan pola pengasuhan yang diterima anak 

dalam keluarganya.

Page 5: 02 susi proposall revisi 20120303

5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 5/45

 

Ketika orang tua mengutamakan bahwa anak-anaknya harus mendapat

rangking di sekolah, harus berprestasi atau unggul dalam pelajaran tertentu atau

mendapat nilai tinggi di sekolah, sementara anak sadar atau merasa kemampuannya

kurang memadai, maka sering anak merasa terbebani oleh tuntutan orangtuanya.

Akibatnya mereka mempersiapkan negatif pada tuntutan orangtuanya dan memilih

 jalan pintas dengan mencontek.

Self-Efficacy, persepsi terhadap tuntutan orang tua menjadi faktor internal yang

diduga paling kuat dalam mengantisipasi kecenderungan mencontek pada siswa.

Termasuk yang terjadi di SMP Negeri I Gresik seperti diamati oleh peneliti. Di SMP

 Negeri I Gresik masih ada beberapa siswa yang melakukan kegiatan mencontek 

ketika dalam ulangan. Meskipun banyak kegiatan antisipatif telah dilakukan oleh

 pihak sekolah agar kecenderungan mencontek pada siswa di SMP Negeri I Gresik 

dapat diminimalisir, ternyata masih belum tampak hasilnya.

A.Perumusan Masalah

Pencapaian hasil belajar siswa yang diiginkan sebaiknya perlu mengetahui

  beberapa hal yang mempengaruhi. Secara garis besar faktor-faktor yang

mempengaruhi kesuksesan belajar, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri siswa

dan faktor yang berasal dari luar diri siswa.

Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri siswa meliputi faktor psikis

seperti, Self-efficacy, Persepsi, motivasi belajar, sikap, minat, locus of control , dan

kebiasaan belajar. Sedangkan faktor yang berasal dari luar diri siswa, yaitu faktor 

lingkungan alam, faktor sosio-ekonomi, guru, metode mengajar, kurikulum, mata

 pelajaran, sarana dan prasarana.

Belajar dituntut tidak hanya untuk mempunyai keterampilan teknis tetapi

 juga mempunyai Self-efficacy yang baik dan motivasi yang kuat untuk mampu

Page 6: 02 susi proposall revisi 20120303

5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 6/45

 

mencapai prestasi belajar yang diinginkan. Namun, realita pendidikan di negeri ini

  bahwa dalam proses pembelajaran nampaknya perlu merekonstruksi internal

 peserta didik.

Perilaku menyontek (cheating) merupakan salah satu fenomena pendidikan

yang sering dan bahkan selalu muncul menyertai aktivitas proses pembelajaran.

Perilaku menyontek  (cheating) adalah perbuatan yang dilakukan oleh seseorang

secara ilegal atau tidak sah atau curang untuk tujuan yang sah atau terhormat, yang

  bertujuan memperoleh suatu keberhasilan atau menghindari kegagalan dalam

menyelesaikan tugas akademik terutama yang berkaitan dengan evaluasi atau ujian

hasil belajar. Inilah salah satu indikasi bahwa siswa cenderung mencontek karena

tuntutan orang tua yang menghendaki anaknya menjadi anak super. Siswa yang

terbiasa menyontek akan senang menggantungkan pencapaian hasil belajarnya

 pada orang lain atau sarana tertentu dan bukan pada kemampuan dirinya sendiri.

Orang tua sebagai pendidik memilih pola asuh yang sesuai dalam mempengaruhi

 perkembangan belajar anak, serta membimbingnya kepada kehidupan yang layak 

dan bermartabat. Proses pengasuhan selalu bersifat dinamis dalam mencari bentuk 

atau pola asuh yang lebih efektif dan baik. Banyak para ahli mengemukakan

definisi dan bentuk-bentuk pola asuh yang tepat.

Steinburg (2005) mendefinisikan; bahwa Pengasuhan yang baik adalah

  pengasuhan yang sesuai dengan kondisi psikologis dengan unsur-unsur seperti

kejujuran, empati, mengendalikan diri sendiri, kebaikan hati, kerja sama,

 pengendalian diri, dan kebahagiaan. Dijelaskan lebih lanjut bahwa pengasuhan

yang baik adalah pengasuhan yang membantu anak berhasil di sekolah,

mendukung perkembangan keingintahuan intelektual, motivasi belajar, dan

keinginan untuk mencapai sesuatu. Pengasuhan yang baik juga merupakan upaya

Page 7: 02 susi proposall revisi 20120303

5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 7/45

 

adalah yang menjauhkan anak dari prilaku anti sosial, melakukan pelanggaran

hukum ringan, serta pemakaian narkoba dan alkohol. Selanjutnya ditekankan

 bahwa pengasuhan yang baik adalah pengasuhan yang membantu melindungi anak 

dari berkembangnya keresahan, depresi, gangguan makan dan berbagai masalah

 psikologi lain. Pola-pola pengasuhan orang tua inilah yang dipersepsi anak sebagai

adanya tuntutan terhadap diri mereka.

Gilmer (dalam Hapsari, 2007) menyatakan bahwa persepsi dipengaruhi

oleh berbagai faktor, antara lain faktor belajar, motivasi, dan pemerhati perseptor 

atau pemersepsi ketika proses persepsi terjadi. Dan karena ada beberapa faktor 

yang bersifat yang bersifat subyektif yang mempengaruhi, maka kesan yang

diperoleh masing-masing individu akan berbeda satu sama lain.

Persepsi timbul dari serangkaian pemikiran-pemikiran yang mengkristal.

Pemikiran ini timbul dari beragam pengalaman yang mengesankan. Semua

  pengalaman kita di masa kecil akan menjadi pijakan dasar. Dari sinilah kita

kemudian mengembangkan pemikiran yang lebih kompleks.

Selain tuntutan orang tua terhadap prestasi anak yang cenderung akan

dipersepsi positif dan negatif sehingga akan mendorong mereka untuk mencontek 

atau tidak, ada faktor internal pada diri anak yang juga berpengaruh dan dapat

mendorong mereka mencontek, yaitu self efficacy.

Individu yang memiliki Self-efficacy yang rendah merasa tidak memiliki

keyakinan bahwa mereka dapat menyelesaikan tugas, maka dia berusaha untuk 

menghindari tugas tersebut. Self-efficacy yang rendah tidak hanya dialami oleh

individu yang tidak memiliki kemampuan untuk belajar, tetapi memungkinkan

dialami juga oleh individu berbakat (Bandura dalam Sunawan, 2005).

Page 8: 02 susi proposall revisi 20120303

5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 8/45

 

Self-efficacy, persepsi dan tuntutan orang tua menjadi faktor internal yang

diduga paling kuat dalam mengantisipasi kecenderungan mencontek pada siswa.

Termasuk seperti yang terjadi di SMP Negeri I Gresik, beberapa siswa masih ada

yang melakukan kegiatan mencontek ketika dalam ulangan. Meskipun banyak 

kegiatan antisipatif telah dilakukan oleh pihak sekolah agar kecenderungan

mencontek pada siswa di SMP Negeri I Gresik dapat diminimalisir, ternyata masih

 belum tampak hasilnya.

B. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang kecenderungan mencontek,   self efficacy dan persepsi

terhadap tuntutan orang tua sudah banyak dilaukan sebelumnya, antara lain oleh :

 Nasta (2007) tentang Pengaruh Karir Keyakinan  self-efficacy terhadap Eksplorasi

Perilaku Berkarir, penelitian ini menjelaskan varians lebih dan di atas karir  self-

efficacy dan analisis menggunakan regresi linier berganda dilakukan. Variabel

 prediktor penelitian adalah lima sumber karir efektivitas diri dan karir  self-efficacy,

dan variabel kriteria adalah eksplorasi karir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

hanya dua prediktor yang signifikan, karir efektivitas diri dan verbal persuasi.

Kemudian penelitian oleh Naqiyah (2009) tentang Hubungan antara Rasa

Keberhasilan Bidang Akademik ( Academic Self-Efficacy) dengan Prestasi Belajar 

Mahasiswa di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA)

Universitas Negeri Surabaya (UNESA). Penelitian ini menerangkan bahwa tidak 

ada hubungan yang signifikan antara rasa keberhasilan akademik dengan prestasi

 belajar di fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas

 Negeri Surabaya.

Page 9: 02 susi proposall revisi 20120303

5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 9/45

 

Juga penelitian yang dilakukan Dewi (2009) tentang Pengaruh Self-

Efficacy dan Motivasi Kerja TerhadapPrestasi Kerja Karyawan Pada PT. Bank 

Tabungan Negara (BTN) Cabang Jember.Peubah yang digunakan dalam

  penelitian ini adalah peubah self-efficacy dan motivasikerja sebagai peubah

 bebas (independent variable) dan prestasi kerja sebagai peubahterikat (dependent

variable). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana pengaruh self-

efficacydan motivasi kerja mempengaruhi prestasi kerja karyawan dan untuk 

mengetahuimotivasi kerja lebih berpengaruh dominan daripada self-efficacy

terhadap prestasikerja pada karyawan PT. Bank Tabungan Negara (BTN) cabang

Jember. Pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner 

kepada 28karyawan PT. Bank Tabungan Negara (BTN) cabang Jember.

Penelitian inimerupakan penelitian populasi (sensus) karena menggunakan

seluruh karyawan PT.Bank Tabungan Negara (BTN) cabang Jember sebagai

objek penelitian. Metode penelitian yang digunakan adalah uji hipotesis (uji F

dan uji t), danuji asumsi klasik.Skala pengukuran yang digunakan dalam

 penelitian ini adalahdengan menggunakan bantuan skala Likert dengan nilai 1

sampai dengan 4 yangdimulai dengan pernyataan sangat tidak setuju sampai

dengan sangat setuju. Hasil hasil penelitian yang dilakukan terhadap responden

dikemukakansimpulan pertama, hasil analisis untuk hipotesis I, dapat dibuktikan

dengan besarnyaF hitung = 47,026 adalah lebih besar dari F tabel = 3,39 yang

menghasilkankeputusan terhadap Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian

hipotesis I yangdiajukan dapat dibuktikan. Kedua, hasil analisis untuk hipotesis

II, dapat dibuktikandengan nilai koefisien korelasi parsial dan koefisien regresi

 peubah self-efficacy (X1) adalah paling besar, yaitu berturut-turut sebesar 0,687

dan 0,588 bila dibandingkandengan peubah motivasi kerja. Dengan demikian

Page 10: 02 susi proposall revisi 20120303

5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 10/45

 

dapat disimpulkan bahwa peubahself-efficacy (X1) merupakan peubah yang

lebih besar pengaruhnya daripada motivasikerja terhadap prestasi kerja,

sehingga hipotesis II dapat dapat diterima dan tidakterbukti.Kata kunci : Self-

Efficacy, Motivasi Kerja, Prestasi Kerja, Analisis Regresi Linier Berganda.

Selain itu penelitian Maryati (2008) tentang Hubungan antara

Kecerdasan Emosi Dan Keyakinan Diri (Self-Efficacy) Dengan Kreativitas pada

Siswa Akselerasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam dunia

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien korelasi R = 0,349, F

regresi = 2,152; p = 0,066 (p > 0,05). Hasil ini berarti tidak ada hubungan antara

kecerdasan emosi dan keyakinan diri dengan kreativitas. Hasil analisis korelasi :

r x1y = 0,143; p = 0,288 (p < 0,05), berarti tidak ada hubungan antara

kecerdasan emosi dengan kreativitas. Hasil analisis korelasi r x2y = 0,059; p =

0,370 (p < 0,05) berarti tidak ada hubungan antara keyakinan diri dengan

kreativitas. Peranan atau sumbangan efektif kecerdasan emosi terhadap

kreativitas sebesar 2,046% dan sumbangan efektif keyakinan diri terhadap

kreativitas sebesar 10,148%. Total sumbangan efektif sebesar 12,194%,

Berdasarkan hasil analisis diketahui rerata empirik kecerdasan emosi pada

subjek penelitian tergolong tinggi ditunjukkan oleh rerata empirik (RE) =

226,912 dan rerata hipotetik (RH) = 180. kondisi tinggi ini berarti subjek 

  penelitian memiliki perilaku berlandaskan pada aspek-aspek yang ada pada

variabel kecerdasan emosi. Keyakinan diri pada subjek penelitian tergolong

tinggi ditunjukkan oleh rerata empirik (RE) = 88,260 dan rerata hipotetik (RH) =

186. Artinya aspek-aspek yang ada dalam keyakinan diri mampu menjadi bagian

dari karakter perilaku subjek. Berdasarkan hasil analisis data penelitian dapat

disimpulkan tidak ada hubungan antara kecerdasan emosi dan keyakinan diri

Page 11: 02 susi proposall revisi 20120303

5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 11/45

 

dengan kreativitas, serta tidak ada hubungan antara kecerdasan emosi dengan

kreativitas, dan tidak ada hubungan antara keyakinan diri dengan kreativitas.

Penelitian Priastuti (2011), tentang Self-efficacy ayah yang berperan

sebagai orangtua tunggal dalam mengasuh anak. Hasilnya adalah bahwa

Kemampuan orangtua tunggal dipengaruhi oleh  self-efficacy yang dimiliki oleh

individu. Peneliti menggunakan desain penelitian kualitatif, dan menyimpulkan

  bahwa fenomena self-efficacy ayah yang berperan sebagai orangtua tunggal

dalam mengasuh anak (data atau hasil wawancara) dengan menerapkan teori-

teori self-efficacy, pada bab empat. Hasil dari kedua kasus tersebut yaitu YT dan

AR, dengan menjalankan peran sebagai ayah serta memiliki kegiatan yang padat.

 Namun hubungan interaksi antara ayah dan anak berjalan dengan harmonis.

Penelitian yang dilakukan oleh Martiningrum (2009) tentang Perilaku

menyontek pada siswa SMA Negeri 1 Wirosari. Hasilnya menunjukkan bahwa

Informasi dikumpulkan melalui wawancara panjang dengan informan yang

 berjumlah 5 orang siswa SMA N 1 Wirosari yang pernah menyontek saat ujian.

Para informan dikumpulkan dengan cara “snow-ball” yaitu melalui referensi dari

seorang teman atau responden ke responden lainya. Analisis data menggunakan

metode Stevick-Colaizzi-Keen. Hasil penelitian dapat diambil kesimpulannya,

yaitu semua informan pernah melakukan bentuk-bentuk menyontek, di

antaranya, yaitu: membawa catatan pada saat ujian dan minta jawaban teman.

Siswa menyontek dipengaruhi oleh faktor ingin mendapat nilai bagus supaya

tidak dimarahi orang tua dan malu dengan teman, kurangnya kepercayaan diri,

malas belajar, dan sikap guru.

Juga penelitian yang dilakukan Kushartanti (2009) tentang Perilaku

menyontek ditinjau dari kepercayaan diri tentang Perilaku menyontek.

Page 12: 02 susi proposall revisi 20120303

5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 12/45

 

Berdasarkan perhitungan diperoleh hasil analisis data menunjukkan ada

koefisien korelasi (r) sebesar -0,425 dengan p = 0,000 (p<0,01), yang artinya

terdapat hubungan negatif yang sangat sigifikan antara kepercayaan diri dengan

  perilaku menyontek. Hasil perbandingan skor empirik menunjukkan bahwa

kepercayaan diri tergolong tinggi dengan rerata empirik (RE) = 105,28 dan

rerata hipotetik (RH) = 90, perilaku menyontek tergolong rendah dengan rerata

empirik (RE) =36,15 dan rerata hipotetik (RH) = 52,5. Hasil analisis data

stepwise (per aspek) diketahui aspek variabel dari kepercayaan diri yang paling

dominan terhadap perilaku menyontek adalah aspek optimis yang menunjukkan

koefisien korelasi (r) sebesar -0,277 dengan p > 0,05, yang artinya terdapat

hubungan negatif yang sigifikan antara aspek optimis dengan perilaku

menyontek. Kesimpulan dari hasil penelitian adalah ada hubungan negatif yang

sangat signifikan antara kepercayaan diri dengan perilaku menyontek. Hal ini

  berarti variabel kepercayaan diri dengan segala aspek di dalamnya dapat

digunakan sebagai prediktor untuk mengukur perilaku menyontek, artinya

semakin tinggi kepercayaan diri maka semakin rendah perilaku menyontek.

Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Rahardiani, Indrawati, Sawitri

(2009), tentang hubungan antara kecerdasan adversity dan intensi mencontek 

 pelajaran matematika pada siswa SMP Negeri 2 dan SMP PGRI 23 Kota Kendal

(THE RELATION BETWEEN ADVERSITY INTELLIGENCE AND INTENTION OF 

CHEATING IN MATHEMATICS LESSONS AT STUDENT OF SMP NEGERI 2 AND

SMP PGRI 13 IN KENDAL REGENCY). Hasilnya tidak ada perbedaan intensi

mencontek pelajaran matematika pada siswa SMP Negeri 2 dan SMP PGRI 23 Kota

Kendal.

Page 13: 02 susi proposall revisi 20120303

5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 13/45

 

Penelitian yang dilakukan Setyani (2007) tentang hubungan konsep diri

dengan intensi menyontek pada siswa SMA Negeri 2 Semarang. Hasilnya Terdapat

hubungan negatif yang signifikan antara konsep diri dengan intensi

menyontek pada siswa SMA Negeri 2 Semarang.

Uni Setyani (2007), Hasil analisis tersebut menunjukkan adanya hubungan

negatif dan sangat signifikan antara konsep diri dengan intensi menyontek yang

ditunjukkan oleh angka korelasi r xy = - 0,464 dengan p = 0,000 (p<0,05), sehingga

hipotesis yang menyatakan ada hubungan negatif antara konsep diri dengan intensi

menyontek pada siswa SMA Negeri 2 Semarang dapat diterima. Berdasarkan

  penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif yang sangat

signifikan antara konsep diri dengan intensi menyontek pada siswa SMA Negeri 2

Semarang. Hubungan antara kedua variabel tersebut berarti bahwa semakin positif 

konsep diri maka semakin rendah intensi menyontek, sebaliknya semakin negatif 

konsep diri akan semakin tinggi intensi menyontek. Hasil tersebut memberi informasi

  bagi siswa untuk meningkatkan konsep diri, sehingga dapat mengurangi intensi

menyontek. Dari penelitian ini didapatkan sumbangan efektif konsep diri terhadap

intensi menyontek sebesar 21,5 %.

 Nunung Faizul Muna, S.Psi; Dra. Sri Hartati, M.S; Imam Setyawan, S.Psi,

HUBUNGAN ANTARA KEMANDIRIAN DENGAN MOTIF BERKOMPETISI

PADA SISWA KELAS VII RINTISAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL

(2010), Ada hubungan positif antara kemandirian dengan motif berkompetisi siswa

kelas tujuh Rintisan Sekolah Berbasis Internasional SMP Negeri 1 Kudus. Adanya

hubungan positif tersebut menunjukkan bahwa hipotesis yang menyatakan ada

hubungan positif antara kemandirian dengan motif berkompetisi pada siswa kelas VII

Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional diterima.

Page 14: 02 susi proposall revisi 20120303

5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 14/45

 

Banyak penelitian yang membahas  self-efficacy, persepsi, tuntutan orang

tua, kecenderungan mencontek, akan tetapi tidak secara bersamaan. Oleh karena itu

 penelitian yang berjudul : Hubungan antara  self-efficacy dan persepsi terhadap

tuntutan orang tua dengan kecenderungan mencontek pada siswa di SMP Negeri I

Gresik yang penulis lakukan ini, masih memiliki nilai originalitas.

C. Manfaat Penelitian

Harapan dari penelitian ini agar memberikan manfaat bagi dunia pendidikan,

terutama bagi guru bimbingan dan konseling pada khususnya dan kalangan akademis

 pada umumnya, sehingga hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran

yang nantinya dapat diaplikasikan dalam pelaksanaan bimbingan karakter untuk 

meningkatkan percaya diri pada siswa dalam menghadapi ulangan. Sementara bagi

subjek penelitian siswa SMP Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

informasi mengenai bahaya mencontek dalam bentuk apapun karena akan merugikan

dirinya sendiri dikemudian hari.

Bagi para peneliti bidang Psikologi, penelitian ini diharapkan memberikan hasil

yang empiris mengenai  self-efficacy pada siswa-siswi SMP sehingga dapat dijadikan

wacana dan pemikiran dalam pengembangan penelitian yang sejenis, utamanya

memberi tambahan wacana pada bidang dunia pendidikan.

II. Tujuan Penelitian

Berdasarkan inti masalah yang akan dikaji atau dipecahkan, maka

tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan self-efficacy dan

siswa di SMP Negeri I Gresik dengan variabel yang akan diteliti terdiri atas

variabel bebas (independen), yaitu self-efficacy (X1) dan Persepsi terhadap

Page 15: 02 susi proposall revisi 20120303

5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 15/45

 

tuntutan orang tua (X2). Sedangkan variabel terikatnya adalah kecenderungan

mencontek (Y) self efficacy adalah suatu kemampuan yang dimiliki individu

untuk membentuk perilaku yang relevan pada tugas atau situasi khusus. Persepsi

terhadap tuntutan orang tua adalah sebuah proses saat individu mengatur dan

menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi

lingkungan  mereka yakni atas tuntutan prnag tua kecenderungan mencontek 

adalah kecenderungan perbuatan yang menggunakan cara-cara yang tidak sah

untuk tujuan yang sah/terhormat yaitu mendapatkan keberhasilan akademis atau

menghindari kegagalan akademis.

III. Tinjauan Pustaka

A. Mencontek 

1. Pengertian Mencontek 

Pengertian menyontek atau menjiplak atau ngrepek menurut

Purwadarminta sebagai suatu kegiatan mencontoh atau meniru atau mengutip

tulisan, pekerjaan orang lain sebagaimana aslinya. mencontoh atau meniru

(tulisan, pekerjaan orang lain); 2 menggambar atau menulis mengikuti garis-

garis gambaran atau tulisan yg telah tersedia (dng menempelkan pd gambar 

atau tulisan yg akan ditiru); 3 mencuri karangan orang lain; mengutip

karangan orang lain tanpa menyebutkan sumbernya atau mengaku sbg

karangannya sendiri (Sugono, 2008).

Cheating (menyontek) menurut Wikipedia Encyclopedia, sebagai

suatu tindakan tidak jujur yang dilakukan secara sadar untuk menciptakan

keuntungan yang mengabaikan prinsip keadilan. Ini mengindikasikan bahwa

telah terjadi pelanggaran aturan main yang ada.

Page 16: 02 susi proposall revisi 20120303

5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 16/45

 

(http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Istimewa

%3APencarian&profile=default&search=mencontek&fulltext=Search  ,

diakses tanggal 12 Desember 2011)

Menurut Sujana dan Wulan (1994) menyontek merupakan tindakan

kecurangan dalam tes melalui pemanfaatan informasi yang berasal dari luar 

secara tidak sah. Oleh karena itu menurut Indarto dan Masrun (2004),

menyontek juga dapat didefinisikan sebagai perbuatan curang, tidak jujur,

dan tidak legal dalam mendapatkan jawaban pada saat tes.

2. Aspek-aspek Kecenderungan Menyontek 

Belum ada teori yang membahas mengenai kecenderungan menyontek,

sehingga aspek-aspek kecenderungan menyontek diperoleh dari bentuk-bentuk 

  perilaku menyontek menurut Klausmeier, yang disertai dengan aspek-aspek 

intensi menurut Fishbein dan Ajzen. (1991) Intensi sebagai niat untuk melakukan

suatu perilaku demi mencapai tujuan tertentu memiliki beberapa aspek. Menurut

Fishbein dan Ajzen (1975) intensi memiliki empat aspek, yaitu:

a. Perilaku (behavior), yaitu perilaku spesifik yang nantinya akan

diwujudkan. Pada konteks menyontek, perilaku spesifik yang akan

diwujudkan merupakan bentuk-bentuk perilaku menyontek yang diungkapkan

oleh Klausmeier (1985), yaitu menggunakan catatan jawaban sewaktu

ujian/ulangan, mencontoh jawaban siswa lain, memberikan jawaban yang

telah selesai pada teman, dan mengelak dari aturan-aturan.

b. Sasaran (target), yaitu objek yang menjadi sasaran perilaku. Objek yang

menjadi sasaran dari perilaku spesifik dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu

orang tertentu/objek tertentu (  particular object ), sekelompok 

orang/sekelompok objek (a class of object ), dan orang atau objek pada

Page 17: 02 susi proposall revisi 20120303

5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 17/45

 

umumnya (any object ). Pada konteks menyontek, objek yang menjadi sasaran

 perilaku dapat berupa catatan jawaban, buku, telepon genggam, kalkulator,

maupun teman.

c. Situasi ( situation), yaitu situasi yang mendukung untuk dilakukannya

suatu perilaku (bagaimana dan dimana perilaku itu akan diwujudkan). Situasi

dapat pula diartikan sebagai lokasi terjadinya perilaku. Pada konteks

menyontek, menurut Sujana dan Wulan (1994) perilaku tersebut dapat muncul

  jika siswa merasa berada dalam kondisi terdesak, misalnya diadakan

 pelaksanaan ujian secara mendadak, materi ujian terlalu banyak, atau adanya

 beberapa ujian yang diselenggarakan pada hari yang sama sehingga siswa

merasa kurang memiliki waktu untuk belajar. Situasi lain yang mendorong

siswa untuk menyontek menurut Klausmeier (1985) adalah jika siswa merasa

  perilakunya tidak akan ketahuan. Meskipun ketahuan, hukuman yang

diterimatidak akan terlalu berat.

d. Waktu (time), yaitu waktu terjadinya perilaku yang meliputi waktu

tertentu, dalam satu periode atau tidak terbatas dalam satu periode, misalnya

waktu yang spesifik (hari tertentu, tanggal tertentu, jam tertentu), periode

tertentu (bulan tertentu), dan waktu yang tidak terbatas (waktu yang akan

datang).

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecenderungan Mencontek 

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku menyontek menurut Schab

(dalam Klausmeier, 1985) adalah:

a. Malas belajar.

Page 18: 02 susi proposall revisi 20120303

5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 18/45

 

Siswa malas berusaha karena merasa usaha apa pun yang dilakukan tidak 

akan banyak berperan dalam pencapaian hasil yang diharapkan (Sujana dan

Wulan, 1994).

b. Ketakutan mengalami kegagalan dalam meraih prestasi.

Perasaan tidak kompeten atau bahkan bodoh pada siswa yang memiliki

konsep diri negatif akan membuatnya merasa bahwa dirinya akan gagal

(Susana, 2006).

c. Tuntutan dari orang tua untuk memperoleh nilai baik.

Pandangan orang tua tentang penampilan, kemampuan, dan prestasi anak 

akan mempengaruhi cara pandang anak terhadap dirinya, atau dengan kata

lain akan mempengaruhi konsep dirinya (Hurlock, 1997). Harapan orang tua

yang terlalu tinggi membuat anak cenderung gagal. Kegagalan yang dialami

dapat mempengaruhi konsep diri anak dan menjadi dasar dari perasaan

rendah diri dan tidak mampu.

B. Self-efficacy

1. Pengertian Self-Efficacy

Premis dasar dari teori self-efficacy adalah kepercayaan seseorang dalam

kemampuannya untuk mencapai hasil yang diinginkan dari tindakan yang

dilakukan, hal tersebut merupakan penentu perilaku bagi seseorang ketika

memilih apakah seseorang tersebut akan terlibat dan gigih dalam menghadapi

rintangan dan tantangan atau sebaliknya (Maddux, 2000).

Untuk lebih memahami pengertian  self-efficacy, Bandura (1997)

mendefinisikan bahwa self-efficacy adalah “ refers to beliefs in one’s capabilities

to organize and execute the courses of action required to produce given

Page 19: 02 susi proposall revisi 20120303

5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 19/45

 

attainment ” yang artinya  self-efficacy mengacu pada keyakinan seseorang

terhadap kemampuan yang dimilikinya untuk mengorganisasikan dan

melaksanakan serangkaian tindakan yang harus dilakukan untuk menghasilkan

tujuan yang telah ditetapkan. Selaras dengan definisi Bandura, Wagner III dan

Hollenbeck (1992) mendefinisikan self-efficacy “refer to judgements that people

make about their ability to execute courses of action required to deal with

  prospective situations” yang artinya  self-efficacy mengacu pada penilaian

seseorang bahwa mereka mampu untuk melakukan tindakan yang diperlukan

untuk menghadapi situasi yang akan terjadi.

Lebih tegas lagi Maddux (2000) menjelaskan bahwa self-efficacy bukan

merupakan keterampilan melainkan lebih kepada kepercayaan seseorang akan

keahlian yang dapat dilakukannya dalam situasi tertentu. Self-efficacy tidak hanya

sebagai prediksi tentang perilaku seperti ungkapan “saya akan” tetapi lebih

kepada ungkapan “saya dapat melakukan.” Self-efficacy didefinisikan dan diukur 

 bukan sebagai sifat melainkan sebagai keyakinan tentang kemampuan untuk 

mengkoordinasikan keterampilan dan kemampuan untuk mencapai tujuan yang

diinginkan dalam domain dan keadaan tertentu.

Dari ketiga definisi ahli di atas, maka jelas yang dimaksud dengan  self-

efficacy merupakan keyakinan yang dimiliki oleh seseorang akan suatu

kemampuan yang dimilikinya dalam mengorganisasikan serangkaian tindakan

yang akan digunakan dalam mencapai tujuannya.

2. Sumber-sumber Self-Efficacy

Bandura mengingatkan bahwa sumber-sumber  self-efficacy tidak secara

otomatis membentuk  self-efficacy, sumber-sumber tersebut harus diproses melalui

Page 20: 02 susi proposall revisi 20120303

5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 20/45

 

 pemikiran kognitif dan pemikiran reflektif (Setiadi, 2010). Berikut ini adalah

sumber-sumber atau informasi yang membentuk  self-efficacy seseorang

a.  Enactive mastery experience

Hal yang paling penting yang terkait dengan sifat manusia adalah

 bahwa seseorang dapat belajar dari diri mereka sendiri. Fenomena ini disebut

oleh Bandura adalah enactive mastery experience yang memungkinkan

seseorang belajar dari diri mereka sendiri dalam hal kemampuan yang

dimiliki oleh mereka. Manusia memainkan peran yang berbeda antara satu

dengan yang lainnya. Dalam memainkan peranannya, manusia menghadapi

dua peristiwa yang kontradiktif yaitu keberhasilan dan kegagalan (Setiadi,

2010). Keberhasilan terkait dengan aspek-aspek positif atau tujuan yang

tercapai dengan lancar, sedangkan kegagalan terkait dengan aspek-aspek 

negatif yang mengecewakan dan bahkan menyebabkan frustrasi. Dalam teori

 self-efficacy, Bandura (1997) menyebutkan peristiwa kegagalan dan

keberhasilan tersebut disebut dengan mastery experience, Bandura

memandang enactive mastery experience sebagai penentu keberhasilan

seseorang karena hal itu dianggap sebagai salah satu sumber informasi yang

sangat berpengaruh dan mendukung perkembangan  self-efficacy. Meskipun

demikian, mastery experience bukan merupakan input yang secara otomatis

meningkatkan keyakinan keberhasilan seseorang, akan tetapi harus diproses

dan dibangun kembali. Bandura (1997) menegaskan bahwa untuk 

membangun personal efficacy adalah dengan melalui mastery experience yang

  penguasaannya melibatkan kognitif, perilaku dan  self-regulatory untuk 

membuat dan melaksanakan tindakan yang efektif.

Page 21: 02 susi proposall revisi 20120303

5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 21/45

 

Menurut Bandura (Setiadi, 2010) dalam hubungan antara

 pengalaman (mastery experience) dengan tindakan, seseorang akan membuat

 perubahan dalam  self-efficacy beliefs yang dimilikinya. Hal tersebut sangat

tergantung pada faktor-faktor berikut: (1) anggapan seseorang pada

kemampuan, (2) tingkatan tugas yang dirasakan sulit, (3) upaya yang

dilakukan untuk mencapai kemampuan, (4) jumlah bantuan yang diterima

oleh seseorang, (5) keadaan dan kondisi seseorang dalam melakukan

tindakan-tindakan mereka, (6) waktu ketika seseorang berhasil dan gagal, (7)

metode seseorang dalam memanipulasi dan mengatur  enactive mastery

experience melalui proses kognitif. Hal ini dapat diasumsikan bahwa jika

seseorang dapat mengambil banyak informasi tentang kemampuan mereka,

maka mereka akan mampu mempertahankan bahkan meningkatkan  self-

efficacy mereka.

b.Vicarious experience

Vicarious experience merupakan sumber informasi dimana seseorang

  belajar menerima dari luar dirinya atau orang lain yang memungkinkan

mereka untuk mengamati dan meniru perilaku serta mengadopsi ke dalam

  pola perilaku mereka sendiri. Dalam vicarious experience, pemodelan

menjadi bagian paling penting dalam perkembangan self-efficacy. 

Bandura berpendapat bahwa pemodelan merupakan sarana efektif 

untuk meningkatkan  self-efficacy beliefs seseorang diperlukan untuk menilai

kinerja seseorang itu sendiri atau membandingkan dengan kinerja yang lain

(Setiadi, 2010). Pemodelan ini menjadi prasyarat bagi seseorang untuk 

melakukan kinerja yang baik, karena seseorang tersebut tidak hidup dalam

isolasi sosial tetapi hidup dalam interaksi sosial.

Page 22: 02 susi proposall revisi 20120303

5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 22/45

 

c. Verbal persuation

Manusia mengharapkan dan mencari pengakuan sosial ketika bekerja

keras dan mencapaian sesuatu. Verbal persuation biasanya diberikan untuk 

  perilaku tertentu, hal ini merupakan pengakuan sosial, biasanya seseorang

menerima hal itu ketika mereka telah melakukan kompetensi. Bandura

mengungkapkan bahwa verbal persuation akan mendorong seseorang untuk 

melakukan upaya lebih banyak dan mempertahankan itu dalam rangka

mencapai keberhasilan (Setiadi, 2010).

Dalam pengembangan  self-efficacy, Bandura berpendapat bahwa

verbal persuation sering dijadikan sebagai umpan balik evaluasi terhadap

kinerja yang dilakukan (Setiadi, 2010). Evaluasi di sini tidak selalu

  bermanfaat karena umpan balik seperti ini akan dapat mendorong atau

menghambat pengembangan  self-effcacy. Umpan balik positif akan

meningkatkan keyakinan seseorang, namun kebanyakan orang menginginkan

umpan balik yang realistis yang berarti harus ada kekonsistenan antara kinerja

seseorang dan umpan balik yang diberikan. Seperti pendapat Bandura bahwa

verbal persuation akan diterima apabila dalam kadar yang cukup (Setiadi,

2010).

d.  Physiological and affective states

Keadaan fisik dan psikis merupakan sumber informasi penting yang

membawa perubahan terhadap  self-efficacy beliefs seseorang. Seseorang

membutuhkan energi yang banyak untuk melakukan kegiatan mekanik dan

menimbulkan kelelahan fisik. Umumnya seseorang dapat mengalami lelah

dan stres setelah melakukan kegiatan fisik atau emosional yang berat.

Page 23: 02 susi proposall revisi 20120303

5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 23/45

 

Meskipun keadaaan fisiologi berpengaruh terhadap perkembangan  self-

efficacy seseorang, namun hal ini tidak menimbulkan efek secara langsung.

Tidak seperti fenomena fisik, kondisi afektif atau emosional sulit

untuk diamati dan ditafsirkan. Satu kesatuan afektif atau emosional yang

memberikan kontribusi penting bagi self-efficacy adalah suasana hati (Setiadi,

2010). Dapat digambarkan bahwa ketika seseorang berada dalam suasana hati

yang baik maka mereka akan tampil dengan baik. Sebaliknya, ketika mereka

 berada dalam suasana hati lemah, mereka akan menghadapi kesulitan dalam

melakukan tugas-tugas tertentu.

Keempat sumber  self-efficacy di atas dapat menjadi faktor yang

mempengaruhi tinggi rendahnya  self-efficacy yang dimiliki oleh seseorang

dalam meraih tujuan yang dikehendakinya. Self-efficacy dapat diperoleh,

diubah, ditingkatkan atau di turunkan melalui salah satu atau kombinasi dari

empat sumber tersebut.

3. Dimensi Self-Efficacy

Bandura (1997) menjelaskan bahwa  self-efficacy bervariasi pada

 beberapa dimensi yang memiliki pengaruh penting. Self-efficacy ini berbeda

dalam level, generality dan strength.

a.  Level atau magnitude

 Level  atau magnitude berkaitan dengan tingkat kesulitan tugas yang

dirasakan seseorang. Self-efficacy seseorang dapat berbeda tergantung pada

tuntutan tugas yang memiliki derajat kesulitan.

b. Generality

Seseorang dapat menilai dirinya sendiri apakah kemampuannya berada

di berbagai bidang atau hanya dalam fungsi bidang tertentu.

Page 24: 02 susi proposall revisi 20120303

5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 24/45

 

c. Strength

Self-efficacy yang lemah mudah hilang disebabkan oleh pengalaman

yang tidak ditegaskan, sedangkan orang yang memiliki keyakinan kuat akan

kemampuannya mereka akan tetap berusaha meskipun mereka dihadapkan

 pada hambatan dan kesulitan.

4. Proses dan Pengaruh Self-Efficacy terhadap Tingkah Laku

Proses  self-efficacy dimulai sebelum individu memilih pilihan mereka

dan memulai usaha mereka (Luthans, 2002). Terlebih dahulu mereka menimbang,

mengevaluasi dan mengintegrasikan informasi tentang kemampuan mereka. Pada

intinya dalam hal ini berhubungan dengan bagaimana mereka melihat atau

 percaya bahwa mereka dapat menggunakan kemampuan dan sumber daya untuk 

menyelesaikan tugas yang diberikan.

Bandura (1997:3) mengungkapkan bahwa keyakinan seseorang akan

kemampuan yang dimilikinya menimbulkan dampak yang beragam. Keyakinan

tersebut akan mempengaruhi tindakan yang akan dilakukan, besarnya usaha,

ketahanan dalam menghadapi rintangan dan kegagalan, pola pikir, stres dan

depresi yang dialami.

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Self-efficacy

Pembentukan  self-efficacy pada anak tidak terlepas dari pengaruh yang

menyertainya. Pengaruh tersebut diantaranya adalah pengaruh dari keluarga,

teman sebaya dan lingkungan sekolah.

a. Keluarga

Page 25: 02 susi proposall revisi 20120303

5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 25/45

 

Dalam hal ini orang tua dan anggota keluarga memiliki peranan penting

dalam pembentukan self-efficacy anak. Pola asuh orang tua dan interaksi yang

  baik dengan anggota keluarga merupakan faktor pendukung untuk 

membentuk  self-efficacy yang positif pada anak.

b. Teman sebaya

Self-efficacy seorang anak berkembang melalui keikutsertaan mereka

dalam komunitas yang luas (Bandura, 1997). Dalam komunitas tersebut,

seorang anak akan mulai memaknai arti dari teman sebaya. Teman sebaya

memegang peranan penting terhadap perkembangan self-effiaccy anak.

c. Sekolah sebagai sarana meningkatkan self-efficacy

Selama periode perkembangan kehidupan anak, sekolah berfungsi

sebagai pengatur utama dalam mengembangkan dan menerapkan kemampuan

kognitif (Bandura, 1997). Sekolah merupakan tempat anak mengembangkan

kompetensi kognitif dan memperoleh pengetahuan serta keterampilan

 pemecahan masalah untuk berpartisipasi secara efektif dalam masyarakat.

6. Cara Meningkatkan Self-Efficacy

Santrock (1999) mejelaskan bahwa terdapat empat langkah dalam

meningkatkan self-efficacy.

a. Memilih suatu tujuan yang di harapkan untuk berhasil.

b. Memisahkan pengalaman masa lalu dengan rencana yang sedang

dijalani saat ini.

c. Tetap mempertahankan prestasi yang telah dicapai saat ini dan

sebelumnya.

d. Membuat daftar atau urutan kegiatan dari yang paling mudah hingga

kegiatan yang paling sulit.

Page 26: 02 susi proposall revisi 20120303

5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 26/45

 

C. Persepsi

1. Definisi Persepsi

Persepsi adalah sebuah proses saat individu mengatur dan

menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi

lingkungan mereka. (Robbins, 2007) Perilaku individu seringkali didasarkan pada

  persepsi mereka tentang kenyataan, bukan pada kenyataan itu sendiri. ( Kelley, 

1972 ). Persepsi adalah proses internal yang kita lakukan untuk memilih,

mengevaluasi dan mengorganisasikan rangsangan dari lingkungan eksternal.

Dengan kata lain persepsi adalah cara kita mengubah energi – energi fisik 

lingkungan kita menjadi pengalaman yang bermakna.

Dalam Kamus Lengkap Psikologi persepsi diartikan “sebagai proses

mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indera,

yang merupakan kesadaran dari proses organis dan dipengaruhi oleh pengalaman

masa lalu” (Chaplin, 1999).

Menurut Walgito (2002) persepsi adalah “proses pengorganisasian,

  penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh individu sehingga

merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang integrated dalam

diri individu”. Dengan persepsi, individu dapat menyadari tentang keadaan

lingkungan yang ada disekitarnya dan juga tentang keadaan diri individu yang

 bersangkutan.

Irwanto (1998) juga mendefinisikan persepsi sebagai proses diterimanya

rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun diterima) sampai

rangsang itu disadari dan dimengerti. Dan Rakhmat (2004) mendefinisikan

 persepsi sebagai pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan

yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan makna

Page 27: 02 susi proposall revisi 20120303

5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 27/45

 

informasi. Sehingga dapat dikatakan bahwa Persepsi merupakan proses kognitif 

dimana sesorang memberikan arti kepada suatu lingkungan melalui proses

  penginderaan. Stimulus ditangkap oleh alat indera kemudian stimulus itu

diorganisasikan dan diinterpretasikan sehingga kemudian individu memberi arti

 pada stimulus yang direspon tersebut. Hasil dari persepsi pada setiap individu akan

 berbeda, tergantung dari pengalaman dan pengetahuan individu tentang objek. Jadi

dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah hasil dari suatu proses pengorganisasian,

  penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima indera sehingga stimulus

tersebut dimengerti dan mempengaruhi tingkah laku selanjutnya.

2. Macam-macam Persepsi

a. Penginderaan (sensasi), melalui alat – alat indra kita (indra perasa, indra

 peraba, indra pencium, indra pengecap, dan indra pendengar). Makna pesan

yang dikirimkan ke otak harus dipelajari. Semua indra itu mempunyai andil

 bagi berlangsungnya komunikasi manusia.

b. Atensi atau perhatian adalah, pemrosesan secara sadar sejumlah kecil

informasi dari sejumlah besar informasi yang tersedia. Informasi didapatkan

dari penginderaan, ingatan dan, proses kognitif lainnya.

(http://id.wikipedia.org/wiki/Atensi, diakses tanggal 12 Desember 2011)

3. Faktor-faktor yang Mepengaruhi Persepsi

Faktor-faktor yang memengaruhi persepsi bisa terletak dalam diri pembentuk 

 persepsi, dalam diri objek atau target yang diartikan, atau dalam konteks situasi di

mana persepsi tersebut dibuat (Murphy1992).

D. Tuntutan Orang Tua

1. Pengertian Orang Tua Dan Tanggung Jawabnya Terhadap Anak 

Page 28: 02 susi proposall revisi 20120303

5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 28/45

 

Pada umumnya perkembangan merupakan hasil proses kematangan

atau kedewasaan (Hurlock, 1998 : 28). Demikian pula, kematangan sosial

sebagai hasil proses belajar anak yang diperolehnya melalui sosialisasi.

Sosialisasi merupakan proses dari penyerapan sikap-sikap, nilai-nilai,

kebiasaan-kebiasaan masyarakat sehingga individu terampil dalam menguasai

kebiasaan-kebiasaan kelompoknya dan berprilaku sesuai dengan tuntutan

sosialnya dan dengan demikian individu akan menjadi orang yang mampu

 bermasyarakat dan diterima di lingkungan sosialnya, sebagai cermin adanya

kematangan sosial sesorang anak maka haruslah melalui tahapan sosialisasi.

Orang tua merupakan suatu individu yang sangat diperlukan oleh

seseorang, agar ia menjadi manusia dewasa dan berbudi luhur. Adapun sifat

yang menonjol pada anak adalah sifat ketergantungan, selalu membutuhkan

 pertolongan orang lain, walaupun pada segi-segi yang lain terdapat sifat yang

sama dengan orang dewasa, seperti perasaan individu, perasaan sosial dan

 juga kesediaannya menerima nilai-nilai dansifat kepribadian orang lain.

Dalam melaksanakan pendidikan orang tua harus berusaha dapat

menyayangi, melindungi, membri kebebasan, menghargai dan memberi

dorongan untuk lebih maju, namun dalam menerapkan suatu pendidikan

orang tua harus benar-benar memberikan contoh-contoh perilaku yang baik,

sebab pada hakekatnya orang tua hanya sekedar memberikan bantuan atau

 pertolongan serta membibing anak-anaknya demi kebaikan masa depannya.

Orang tua juga harus memperhatikan dan memahami perkembangan jiwa anak 

atau tingkat daya fikir anak demi pencapaian keberhasilan dengan baik.

2. Faktor Tingkat Pendidikan Orang Tua yang mempengaruhi

tuntutan orang tua terhadap anak 

Page 29: 02 susi proposall revisi 20120303

5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 29/45

 

Pendidikan orang tua mempengaruhi bagaimana anak bersikap dengan

lingkungannya. Ketidaktahuan orang tua akan kebutuhan anak untuk berinteraksi

dengan lingkungan sosialnya tentu membatasi anak untuk dapat lebih leluasa

melakukan eksplorasi sosial diluar lingkungan rumahnya. Pendidikan orang tua

yang tinggi, atau pengetahuan yang luas maka orang tua memahami bagaimana

harus memposisikan diri dalam tahapan perkembangan anak. Orang tua yang

memiliki pengetahuan dan pendidikan yang baik maka akan mendukung anaknya

agar bisa berinteraksi sosial dengan baik.

Orangtua pun perlu untuk mengetahui apa saja faktor yang dapat

mempengaruhi proses belajar pada anak mereka, sehingga orangtua dapat

mengenali penyebab dan pendukung anak dalam berprestasi. Berikut adalah

faktor-faktor yang perlu diperhatikan menurut Djaali, H. dalam sebuah

 bukunya berjudul Psikologi Pendidikan pada tahun 2007, yaitu:

a) Faktor dari dalam diri

(1)Kesehatan

Apabila kesehatan anak terganggu dengan sering sakit kepala, pilek,

deman dan lain-lain, maka hal ini dapat membuat anak tidak bergairah

untuk mau belajar. Secara psikologi, gangguan pikiran dan perasaan

kecewa karena konflik juga dapat mempengaruhi proses belajar.

(2)Intelegensi

Faktor intelegensi dan bakat besar sekali pengaruhnya terhadap

kemampuan belajar anak. Menurut Gardner  dalam teori Multiple

 Intellegence, intelegensi memiliki tujuh dimensi yang semiotonom,

yaitu linguistik, musik, matematik logis, visual spesial, kinestetik fisik,

sosial interpersonal dan intrapersonal.

(3) Minat dan motivasi

Page 30: 02 susi proposall revisi 20120303

5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 30/45

 

Minat yang besar terhadap sesuatu terutama dalam belajar akan

mengakibatkan proses belajar lebih mudah dilakukan. Motivasi

merupakan dorongan agar anak mau melakukan sesuatu. Motivasi bisa

 berasal dari dalam diri anak ataupun dari luar lingkungan

(4) Cara belajar

Perlu untuk diperhatikan bagaimana teknik belajar, bagaimana bentuk 

catatan buku, pengaturan waktu belajar, tempat serta fasilitas belajar.

b) Faktor dari lingkungan

(1)Keluarga

Situasi keluarga sangat berpengaruh pada keberhasilan anak.

Pendidikan orangtua, status ekonomi, rumah, hubungan dengan

orangtua dan saudara, bimbingan orangtua, dukungan orangtua, sangat

mempengaruhi prestasi belajar anak.

(2) Sekolah

Tempat, gedung sekolah, kualitas guru, perangkat kelas, relasi teman

sekolah, rasio jumlah murid per kelas, juga mempengaruhi anak dalam

 proses belajar.

(3)Masyarakat

Apabila masyarakat sekitar adalah masyarakat yang berpendidikan dan

moral yang baik, terutama anak-anak mereka. Hal ini dapat sebagai

 pemicu anak untuk lebih giat belajar.

(4)Lingkungan sekitar

Bangunan rumah, suasana sekitar, keadaan lalu lintas dan iklim juga

dapat mempengaruhi pencapaian tujuan belajar.

Page 31: 02 susi proposall revisi 20120303

5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 31/45

 

Dari sekian banyak faktor yang harus diperhatikan, tentu tidak ada

situasi 100% yang dapat dilakukan secara keseluruhan dan sempurna.

Tetapi berusaha untuk memenuhinya sesempurna mungkin bukanlah

faktor yang mustahil untuk dilakukan.

IV. Kerangka Berpikir

Self-efficacy didasarkan pada kerangka teori besar yaitu teori social cognitive.

Teori social cognitive ini berfokus pada cara-cara dimana seseorang belajar dari hasil

  pengamatan. Perspektif ini mencerminkan perpaduan antara konsep behavior dan

kognitif. Dengan demikian, seseorang akan berusaha dengan keras untuk mencapai

keberhasilan tersebut. Seseorang akan merancang berbagai tindakan untuk mewujudkan

harapannya setelah mengalami rangkaian evaluasi. Sedangkan seseorang yang memiliki

 self-efficacy yang rendah, meskipun seseorang tersebut telah melakukan evaluasi

terhadap dirinya dan tanpa disertai dengan keyakinan akan berhasil, seseorang tersebut

tidak akan berusaha keras untuk mewujudkan harapannya dan memilih untuk berhenti

sehingga tidak akan melakukan tindakan apapun untuk memperjuangkan harapannya

tersebut.

Mencontek dan menjiplak bukan dominasi murid sekolah. Banyak ditemukan,

skripsi dan tesis mahasiswa pascasarjana yang hanya copy-paste (proses mencetak ulang-

menempel di komputer) dari karya orang lain. Bahkan juga guru-guru yang mengikuti

seminar dan diklat bohong-bohongan hanya demi selembar sertifikat. berbagai trik dan

cara dilakukan siswa untuk mencontek dengan cara sangat sempurna. Dari menyalin

 pelajaran di kertas-kertas kecil kemudian diselipkan di tempat tertentu hingga menulis

materi pelajaran di meja. Bahkan mereka yang melek teknologi informasi dapat

memanfaatkan telepon genggam sebagai sarana mencontek. Hal ini menjadi fakta yang

Page 32: 02 susi proposall revisi 20120303

5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 32/45

 

cukup menjelaskan bahwa ketidakyakinan pada kemampuan dirinya akan mengarahkan

orang untuk melakukan tindakan apapun agar harapannya berhasil meski anpa keyakinan

akan kemampuannya.

Mereka yang orangtuanya kelebihan uang dapat membeli bocoran soal dan

kunci jawabannya sekaligus. Yang paling licik, mereka selalu mengawasi guru, yang

seharusnya mengawasi murid-murid itu. Bekerja dengan usaha sendiri dan perilaku jujur 

sudah menjadi barang langka. Akan tetapi terkadang kita jumpai orang tua yang

memaksakan kehendaknya agar anak dapat memenuhi keinginan orang tuanya itu. Hal ini

akan menimbulkan rasa keterpaksaan pada diri anak baik dalam bidang prestasi, tugas

maupun kewajibannya. Rasa keterpaksaan itu akan mengakibatkan timbulnya rasa malas

dan mematikan rasa kesadaran diri dalam berbuat.

Pandangan orang tua tentang penampilan, kemampuan, dan prestasi anak akan

mempengaruhi cara pandang anak terhadap dirinya, atau dengan kata lain akan

mempengaruhi konsep dirinya (Hurlock, 1997, h. 132). Harapan orang tua yang terlalu

tinggi membuat anak cenderung gagal. Kegagalan yang dialami dapat mempengaruhi

konsep diri anak dan menjadi dasar dari perasaan rendah diri dan tidak mampu. Misalnya

  jika orang tua menganggap nilai akademis sama dengan kemampuan, orang tua akan

mengharapkan anaknya mendapat nilai yang bagus tanpa berpikir sejauhmana pelajaran

yang telah diserap oleh sang anak. Tuntutan orang tua semacam itu dapat menimbulkan

keinginan pada anak untuk menyontek.

 

V. Hipotesis

Berdasarkan dari uraian di atas, maka ditemukan hipotesis berdasarkan kerangka teori

adalah sebagai berikut :

Page 33: 02 susi proposall revisi 20120303

5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 33/45

 

1. Ada hubungan yang signifikan antara self-efficacy terhadap tuntutan orang tua

dengan kecenderungan mencontek pada siswa di SMP Negeri I Gresik 

2. Ada hubungan yang signifikan antara persepsi terhadap tuntutan orang tua dengan

kecenderungan mencontek pada siswa di SMP Negeri I Gresik 

3. Ada hubungan yang signifikan antara self-efficacy dan persepsi terhadap tuntutan

orang tua dengan kecenderungan mencontek pada siswa di SMP Negeri I Gresik.

VI. Metode Penelitian

A. Subyek Penelitian

1. Populasi

Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri I Gresik, sedangkan yang

menjadi populasinya adalah Siswa kelas VIII SMP Negeri I Gresik yang

 berjumlah 270 siswa.

2.Sampel Penelitian

Sampel merupakan bagian dari populasi yang dijadikan subjek penelitian.(hadi.

2000). Teknik sampling merupakan cara yang digunakan untuk mengambil

sampel (Hadi, 2000). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah

menggunakan teknik Random Sampling dengan pertimbangan karakteristik 

 populasi terdiri dari kelompok-kelompok yang setara atau sejajar. Sejumlah 50 %

dari keseluruhan populasi yang ada berjumlah ±150 siswa (5 kelas)

B. Variabel Penelitian dan Pengukurannya

1. Variabel Y : Kecenderungan Mencontek 

a. Definisi Operasional

Page 34: 02 susi proposall revisi 20120303

5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 34/45

 

Definisi Operasional variabel Mencontek adalah perbuatan yang

menggunakan cara-cara yang tidak sah untuk tujuan yang sah atau

terhormat yaitu mendapatkan keberhasilan akademis atau menghindari

kegagalan akademis. menyontek telah menjadi budaya akademik 

sehingga tidak ada rasa malu (shame), rasa bersalah (guilty feeling) dan

memudarnya rasa bangga (pride) karena tidak menyontek.

Dari indikator diatas, penulis jabarkan aitem-aiten dengan tujuan

untuk mengetahui seberapa besar Mencontek pada siswa di SMP Negeri I

Gresik. Dalam membuat pertanyaan pada aitem-aitem sebagaimana indikator 

diatas, penulis menggunakan model skala yang menjadikan lima alternatif 

 jawaban yang terdiri dari kontinuitas: Sangat Tepat (ST), Tepat (T), Kadang-

kadang (KD), Tidak Tepat (TT), dan Sangat Tidak Tepat (STT). Nilai

 bergerak dari 5 sampai 1 untuk aitem yang favorable dan 1 sampai 5 untuk 

aitem yang unfavorable.

Adapun  Blue print  variabel Mencontek sebagaimana tabel matrik dibawah

ini :

Tabel 1. Blue Print Skala Mencontek 

 No Indikator  

Butir 

 FavourableJumlah

Butir 

Butir 

UnfavourableJumlah

Butir  Nomor Butir Nomor Butir  

1tidak ada rasa

malu (shame)7 7

Page 35: 02 susi proposall revisi 20120303

5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 35/45

 

2

Tida ada rasa

 bersalah

(guilty

feeling)

7 7

3

danmemudarnya

rasa bangga

(pride) karena

tidak 

menyontek 

7 7

Jumlah20 20

b. Index Diskriminasi Item dan Estimasi Reliabilitas

Data dalam penelitian merupakan penggambaran variabel yang

diteliti dan berfungsi sebagai alat pembuktian hipotesis. Oleh karena itu,

 benar atau tidaknya data sangat menentukan bermutu atau tidaknya hasil

 penelitian yang juga sangat tergantung oleh baik tidaknya instrumen sebagai

alat pengumpul data. Instrumen yang baik harus memenuhi dua persyaratan

 penting yaitu valid dan reliabel.

Rumus yang digunakan untuk mengukur validitas instrumen dalam

 penelitian ini adalah rumus korelasi product moment sebagai berikut :

Keterangan :

rxy : Koefisien Korelasi.

 N : Jumlah responden / Subyek.

X : Skor butir 

Y : Skor total

2. Variabel X1 : Self Efficacy

a. Definisi Operasional, Self Efficacy adalah penilaian seseorang terhadap

kemampuan diri yang disesuaikan dengan hasil yang dicapai. Definisi ini

Page 36: 02 susi proposall revisi 20120303

5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 36/45

 

disimpulkan berdasarkan pendapat bandura (1997), selanjutnya definisi

tersebut dioperasionalkan dalam indikator-indikator yang dipakai sebagai

 patokan item-item skala Self Efficacy, yaitu terdiri dari :

1.  Enactive mastery experience

Hal yang paling penting yang terkait dengan sifat manusia adalah bahwa

seseorang dapat belajar dari diri mereka sendiri.

2. Vicarious experience

Merupakan sumber informasi dimana seseorang belajar menerima dari

luar dirinya atau orang lain yang memungkinkan mereka untuk 

mengamati dan meniru perilaku serta mengadopsi ke dalam pola perilaku

mereka sendiri.

3. Verbal persuation

Manusia mengharapkan dan mencari pengakuan sosial ketika

 bekerja keras dan mencapaian sesuatu.

Dari indikator diatas, penulis jabarkan aitem-aiten dengan tujuan untuk 

mengetahui seberapa besar Persepsi Tuntutan Orang Tua pada siswa di SMP

 Negeri I Gresik. Dalam membuat pertanyaan pada aitem-aitem sebagaimana

indikator diatas, penulis menggunakan model skala yang menjadikan lima

alternatif jawaban yang terdiri dari kontinuitas: Sangat Tepat (ST), Tepat (T),

Kadang-kadang (KD), Tidak Tepat (TT), dan Sangat Tidak Tepat (STT). Nilai

 bergerak dari 5 sampai 1 untuk aitem yang favorable dan 1 sampai 5 untuk 

aitem yang unfavorable.

Blue print variabel Self-Efficacy sebagaimana tabel matrik dibawah ini :

Tabel 2. Blue Print Skala Self Efficacy

Page 37: 02 susi proposall revisi 20120303

5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 37/45

 

 No Indikator  

Butir 

 FavourableJumlah

Butir 

Butir 

UnfavourableJumlah

Butir  Nomor Butir Nomor Butir  

1 Enactive masteryexperience

7 7

2 Vivarious experience 7 7

3 Verbal persuation7 7

Jumlah20 20

b. Index Diskriminasi Item dan Estimasi Reliabilitas

Data dalam penelitian merupakan penggambaran variabel yang

diteliti dan berfungsi sebagai alat pembuktian hipotesis. Oleh karena itu,

 benar atau tidaknya data sangat menentukan bermutu atau tidaknya hasil

 penelitian yang juga sangat tergantung oleh baik tidaknya instrumen sebagai

alat pengumpul data. Instrumen yang baik harus memenuhi dua persyaratan

 penting yaitu valid dan reliabel.

Rumus yang digunakan untuk mengukur validitas instrumen dalam

 penelitian ini adalah rumus korelasi product moment sebagai berikut :

Keterangan :

rxy : Koefisien Korelasi.

  N : Jumlah responden / Subyek.

X : Skor butir 

Y : Skor total

Page 38: 02 susi proposall revisi 20120303

5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 38/45

 

Untuk menentukan validitas, alat ukur yang digunakan dalam

  penelitian ini adalah dengan menggunakan validitas logis dan validitas

empiris.

Reliabilitas instrumen menunjukkan pengertian bahwa suatu instrumen

cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena

instrumen tersebut sudah baik. Rumus yang digunakan adalah alpha dengan

rentang skor 1 – 4 sebagai berikut :

Keterangan :

r : Reliabilitas instrumen

K : Banyaknya butir pertanyaan

Σσ b2 : Jumlah varians butir 

σ2t : Varians total

 

3. Variabel X2 : Persepsi terhadap Tuntutan Orang Tua

a. Definisi Operasional, variabel Persepsi Tuntutan Orang Tua adalah :Orang tua

merupakan orang yang lebih tua atau orang yang dituakan. Namun umumnya

di masyarakat pengertian orang tua itu adalah orang yang telah melahirkan

kita yaitu Ibu dan Bapak. Ibu dan bapak selain telah melahirkan kita ke dunia

ini. Kebiasaan cara/gaya orang tua ketika mereka berinteraksi dengan anak-

anaknya merupakan dimensi pola asuh yang penting. Perkembangan

mentalitas anak memiliki proses pencarian yang panjang bagi orang tua untuk 

meningkatkan kemampuan perkembangan sosio-emosional.

b. Aspek-Aspek variabel persepsi terhadap Tuntutan Orang Tua siswa di SMP

 Negeri I Gresik adalah : Disiplin terhadap waktu, Efektifitas dan Efisiensi

 belajar, prosedur belajar, Performance dan Self discipline.

Page 39: 02 susi proposall revisi 20120303

5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 39/45

 

Indikator-Indikator variabel Tuntutan Orang Tua siswa di SMP Negeri I

Gresik adalah : tingkat absensi, hilangnya waktu belajar, Ketepatan penyelesaian

 pekerjaan, Ketepatan pemberian hak-hak belajar, efektifitas belajar, penggunaan

 peralatan dalam belajar, penggunaan barang habis pakai, sikap hati-hati dalam

melaksanakan tugas, Efisiensi penggunaan waktu, ketaatan pada tata tertib,

menguasai cara belajar, Kesediaan membantu siswa lain, Keahlian, Cara

 berpakaian, Ketelitian, ketegasan, Kesadaran, Ketaatan terhadap peraturan, dan

Inisiatif.

Dari indikator diatas, penulis jabarkan aitem-aiten dengan tujuan untuk 

mengetahui seberapa besar Persepsi Tuntutan Orang Tua pada siswa di SMP

 Negeri I Gresik. Dalam membuat pertanyaan pada aitem-aitem sebagaimana

indikator diatas, penulis menggunakan model skala yang menjadikan lima

alternatif jawaban yang terdiri dari kontinuitas: Sangat Tepat (ST), Tepat (T),

Kadang-kadang (KD), Tidak Tepat (TT), dan Sangat Tidak Tepat (STT). Nilai

 bergerak dari 5 sampai 1 untuk aitem yang favorable dan 1 sampai 5 untuk 

aitem yang unfavorable.

Adapun Blue print variabel Persepsi terhadap Tuntutan Orang Tua sebagaimana

tabel matrik dibawah ini :

Tabel 3. Blue Print Skala Persepsi terhadap Tuntutan Orang Tua

Page 40: 02 susi proposall revisi 20120303

5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 40/45

 

NoAspek -

aspekIndikator-Indikator

Nomor Item

 Terseleksi

 JmlFavo-

rable

Un-

favo-

rable

a. Disiplin

terhadap

waktu

tingkat absensi √ - 1

hilangnya waktu belajar  - √ 1

Ketepatan penyelesaian pekerjaan √ - 1

Ketepatan pemberian hak-hak belajar  √ - 1

Efektifitas

dan

Efisiensi

belajar

efektifitas belajar  √ - 1

 penggunaan peralatan dalam belajar  √ - 1

 penggunaan barang habis pakai √ - 1

sikap hati-hati dalam melaksanakan

tugas- √ 1

Efisiensi penggunaan waktu √ - 1

 prosedur 

 belajar 

ketaatan pada tata tertib √ - 1

menguasai cara belajar  √ - 1

Menguasai teknologi infomasi √ - 1

Kesediaan membantu siswa lain - √ 1

Performan

ce

Keahlian√ - 1

Cara berpakaian √ - 1

Ketelitian √ - 1

ketegasan √ - 1

Self 

dicipline

Kesadaran√ - 1

Ketaatan terhadap peraturan √ - 1

Inisiatif  √ - 1

  Jumlah

c. Index Diskriminasi Item dan Estimasi Reliabilitas

Page 41: 02 susi proposall revisi 20120303

5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 41/45

 

Data dalam penelitian merupakan penggambaran variabel yang

diteliti dan berfungsi sebagai alat pembuktian hipotesis. Oleh karena itu,

 benar atau tidaknya data sangat menentukan bermutu atau tidaknya hasil

 penelitian yang juga sangat tergantung oleh baik tidaknya instrumen sebagai

alat pengumpul data. Instrumen yang baik harus memenuhi dua persyaratan

 penting yaitu valid dan reliabel.

Rumus yang digunakan untuk mengukur validitas instrumen dalam

 penelitian ini adalah rumus korelasi product moment sebagai berikut :

Keterangan :rxy : Koefisien Korelasi.

  N : Jumlah responden / Subyek.

X : Skor butir  

Y : Skor total 

Untuk menentukan validitas, alat ukur yang digunakan dalam

  penelitian ini adalah dengan menggunakan validitas logis dan validitas

empiris.

Reliabilitas instrumen menunjukkan pengertian bahwa suatu

instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul

data karena instrumen tersebut sudah baik. Rumus yang digunakan adalah

alpha dengan rentang skor 1 – 4 sebagai berikut :

Keterangan :

r : Reliabilitas instrumen

K : Banyaknya butir pertanyaan

Σσ b2 : Jumlah varians butir 

Page 42: 02 susi proposall revisi 20120303

5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 42/45

 

σ2t : Varians total

C. Analisis Data

1. Uji Asumsi / Uji Prasyarat

Uji Prasyarat dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang diteliti

  berdistribusi normal atau tidak, untuk itu penulis dalam menguji normalitas

terhadap data hasil penelitian menggunakan uji Linieritas.

2. Teknik Analisis

Analisis data diawali dengan pengujian persyaratan analisis, Kemudian

dilanjutkan dengan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis dilakukan dengan

menggunakan statistik uji analisis regresi.

D. Jadwal Penelitian

Jadwal dalam penelitian ini sebagaimana matrik dibawah ini :

Matrik Jadwal Penelitian

  No Kegiatan Jan

2012

Peb

2012

Mar 

2012

Apr 

2012

1. Bimbingan Proposal

2. Seminar Proposal

3. Penyusunan Alat

4. Uji Coba Alat

5. Pengambilan dan Analisis Data

Progress report

6. Penyusunan Tesis

7. Finalisasi

DAFTAR PUSTAKA

Page 43: 02 susi proposall revisi 20120303

5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 43/45

 

Ajzen I. and Fishbein, M. F. Understanding Attitudes and Predicting. Social Behavior.

 Englewood Clifts. New York: Prentice-Hall, 1980.

Ajzen, I. Attitude, Personality, and Behavior. Buchingham: Open University Press. 1991.

Al Ghozali, Ihya’ Ulumudin, terjemahan Prof. Tk. H. Ismail Yakkub MA. SH. Jilid II, t.th.

Alhadza, A. 1998. Masalah Menyontek (Cheating) di Dunia Pendidikan.

http://www.depdiknas.go.id/Jurnal/38/MASALAH_MENYONTEK_DI_DUNIA_ 

%20PENDIDIKAN.htm

Alim, M.N.; Hapsari, T.; dan Purwanti, L., Pengaruh Kompetensi dan Independensi

terhadap Kualitas Audit dengan Etika Auditor Sebagai Variabel Moderasi,

Simposium Nasional Akuntansi X, Unhas Makassar, 26-28 Juli 2007

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek ,: PT. Rineka Cipta,

Jakarta, 1998

Bandura, Albert. Self-efficacy; The Exercise of Control . New York: W.H.. Freeman and

Company, 1997

Baron, R. A., dan Byrne, D. 2003. Psikologi Sosial Jilid 2. Edisi 10. Penerjemah: Ratna

Juwita. Jakarta: Penerbit Erlanggga.

Baron, Robert A, & Byrne, Donn, Social psychology-ninth edition. Boston; Allyn and

Bacon. 2000

Bornstein, M. H. (Ed.). (2002). Handbook of Parenting: Practical Issues in Parenting (2nd

ed., Vol. 5). Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.

Chaplin, James. P Kamus Lengkap Psikologi. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999.

Giin R Semin & Klaus Fiedler, Applied Sosial Psychology, Sage-London- Thousand

Oask- New Derlhi, 1996

Hall, C & Lindzey,G Behavior Modification, What It is and How to Do It. New Jersey :

Prentince Hall inc, 1993.

Harian Kompas, lebih dari 50 persen para siwa pernah menyontek, Kompas, Senin, 18

Agustus 2008

http://tentang-teori-komunikasi.blogspot.com/2009/02/  persepsi.html

http://transparansipendidikan.blogspot.com/2008/06/mengapa-siswa-mencontek.html 

http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Istimewa

%3APencarian&profile=default&search=mencontek&fulltext=Search , diakses

tanggal 12 Desember 2011

Page 44: 02 susi proposall revisi 20120303

5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 44/45

 

Hurlock, E.B. 1999. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang

Kehidupan. Alih bahasa: Istiwidayati & Soedjarwo. Edisi Kelima. Jakarta:

Erlangga

Indarto, Y., dan Masrun. Hubungan Antara Orientasi Penguasaan dan Orientasi

 Performansi dengan Intensi Menyontek . Sosiosains, 17, 3, Juli, 2004

Jalaludin, Psikologi Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004

John A. Wagner III dan John R. Hollenbeck,  Management of Organizational Behavior 

(New Jersey: Prentice-Hall, Inc., 1992)

Kelley, H., "Attribution in Social Interaction," Attribution, Morristown, NJ: General

Learning Press, 1972

Klausmeier, H.J. 1985. Educational Psychology. New York: Harper and Row Publisher.

Fifth Edition.

Laurence Steinberg, 10 Basic principles of good parenting. 10 prinsip dasar pengasuhan

 yang primaagar anda tidak menjadi orang tua yang gagal, Penerjemah, Lovly,

(Bandung: Kaifa, 2005), h.24

Maddox, Lynda M. The Role and Effect of Web Adresses in Advertising. Paper, 1996.

Mulyana.2002.Nyontek:Budaya…?www.magazineswara1nyontek1/artikel2/laporan

survey (19-12-2002).

Murphy, K. R. (en) Juni 1992, " Is Halo a Property of a Rater, the Ratees, or the Specific

 Behaviors Observed?" Journal of Applied Psychology, , hal. 494-500.

Musfirah., Rahmahana, R.S. & Kumolohadi, R. “Hubungan antara Computer Self-

 Efficacy dan Kecemasan Menggunakan Komputer”. Psikologika. 2003.

Rahmat, Jalaluddin. Psikologi Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2004.

Robbins, S.P.. Perilaku Organisasi. Jilid I. Jakarta: PT INDEKS Kelompok Garmedia.

2003

Robbins, Stephen P.. Perilaku Organisasi. Alih Bahasa Hadyanan Pujaatmaka. PT

Prenhallindo. Jakarta: ,1982

Santrock, J.W. Life Span Development. (terjemahan) . Boston: Mac Graw-Hill. 1999.

Sarwono, S.W. 1997. Psikologi Sosial. Individu dan Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta:

Balai Pustaka

Sekretariat Negara RI, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003

Tentang Sistim Pendidikan Nasional, WWW.Indonesia.go.id . Diakses tanggal 12

Desember 2011

Setiadi. Anatomi dan Fisiologi Manusia.Yogyakarta: Graha Ilmu. 2010.

Page 45: 02 susi proposall revisi 20120303

5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 45/45

 

Shofyan Ahmad, Pembina dan Pengembangan Sistem pendidikan Islam, PT. Al Ma’arif,

Banddung, 1982

Sudjana, Metode Statistika .: Tarsito. Bandung, 1996.

Sugono dkk,, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta, Pusat Bahasa DepartemenPendidikan Nasional, 2008)

Sujana, Y.E., dan Wulan, R. Hubungan Antara Kecenderungan Pusat Kendali dengan

 Intensi Menyontek . Jurnal Psikologi, XXI, 2, Desember, 1-7, 1994.

Sunawan. Beberapa Bentuk Prilaku Underachievement dari Perspektif Teori Self 

 Regulated Learning. Jurnal Ilmu Pendidikan. Jilid 12 No.2: 2005. hal. 128-142.

Susana, T. 2006. Konsep Diri: Apakah Itu?. Konsep Diri Positif, Menentukan Prestasi

Anak. Hal 17-23. Yogyakarta: Kanisius.

Syansu Yusuf LN, Psikologi perkembangan anak dan remaja, (Bandung: Remaja Rosda

karya, 2005), h.25

Walgito, Bimo. . Psikologi Sosial (Suatu Pengantar).: Andi Offset, Yogyakarta, 2002