02 Setting Expansion Gipsum Tipe III Berdasarkan w p Ratio

download 02 Setting Expansion Gipsum Tipe III Berdasarkan w p Ratio

of 11

Transcript of 02 Setting Expansion Gipsum Tipe III Berdasarkan w p Ratio

  • 0

    LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I

    Topik : SETTING EXPANSION GIPSUM TIPE III BERDASARKAN

    W : P RATIO

    Kelompok : B5b

    Tgl. Praktikum : 1 April 2014

    Pembimbing : Soebagio, drg., MKes.

    No. Nama NIM

    1 DEA AISYAH 021311133107

    2 MEIDIANA ADININGSIH 021311133108

    3 DINDA KHAIRUNNISA R 021311133109

    4 JERRY SAIFUDIN 021311133110

    DEPARTEMEN MATERIAL KEDOKTERAN GIGI

    FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA

    2014

    BARU

  • 1

    1. TUJUAN

    a. Mampu melakukan manipulasi gipsum tipe III.

    b. Dapat mengukur dan mengamati perubahan setting expansion dengan tepat.

    c. Mampu mengukur dan mengamati perubahan setting expansion dengan

    variasi perubahan rasio w : p.

    2. CARA KERJA

    2.1. Bahan:

    a. Gipsum tipe III (Rasio w : p = 100 : 28)

    b. Air PAM

    c. Vaselin

    Gambar 2.1. Bahan. A. vaselin, B. bubuk gipsum, C. air yang telah diukur.

    2.2. Alat:

    a. Mangkuk karet

    b. Spatula

    c. Gelas ukur

    d. Stopwatch

    e. Timbangan analitik

    f. Vibrator

    A

    B C

  • 2

    g. Ekstensometer

    h. Pisau gipsum

    Gambar 2.2. Alat yang digunakan. A. pisau gipsum, B. ekstensometer, C.

    bowl dan spatula.

    Gambar 3.3. Vibrator

    2.3. Cara Kerja:

    2.3.1. Persiapan alat :

    A

    B

    C

  • 3

    a. Alat dan bahan yang akan digunakan untuk praktikum disiapkan terlebih

    dahulu.

    b. Bagian dalam cetakan ekstensometer diulasi dengan vaselin secara merata.

    Tujuan pemberian vaselin agar gipsum mudah bergerak saat mengalami

    ekspansi untuk menggerakkan dial indicator ekstensometer. Hal ini

    berdasarkan teori bahwa perlekatan adonan gipsum saat setting dengan

    permukaan cetakan dapat mencegah setting expansion. Dengan pemberian

    vaselin, maka perlekatan adonan gipsum dengan cetakan dapat dikurangi.

    (Bhat 2006, 151)

    c. Alat uji ekstensometer disiapkan, kemudian dial indikator dipasang pada

    posisi yang tepat dengan jarum menunjukkan angka nol.

    2.3.2. Pencampuran gipsum :

    a. Bubuk gipsum tipe III ditimbang sebanyak 45, 50, dan 55 gram. Air diambil

    sebanyak 14 ml menggunakan gelas ukur (dilakukan saat praktikum)

    b. Air yang telah diukur dimasukkan kedalam mangkuk karet terlebih dahulu,

    kemudian bubuk gipsum dimasukkan sedikit demi sedikit kedalam mangkuk

    karet yang dilitakkan di atas vibrator yang sudah menyala dan dibiarkan

    selama 10 detik (untuk menghilangkan gelembung udara).

    c. Campuran air dan gipsum diaduk hingga homogen diatas vibrator

    menggunakan spatula dengan gerakan memutar selama 10 detik.

    2.3.3. Mengukur setting expansion :

    a. Adonan gipsum dituangkan ke dalam cetakan ekstensometer tanpa merubah

    posisi cetakan pada jarum dial indikator, kemudian permukaan diratakan

    menggunakan pisau gipsum.

    b. Perubahan panjang gipsum pada alat ekstensometer diukur setiap 5 menit,

    ekspansi yang terjadi pada penunjuk mikrometer di dial indicator diamati

    dan dicatat selama 50 menit.

    3. HASIL PRAKTIKUM

    Tabel 3.1. Besar setting expansion gipsum tipe 3 yang dimanipulasi

    dengan rasio w : p = 45 : 14

  • 4

    Menit ke . . Besar Ekspansi (mm)

    Percobaan ke-1 Percobaan ke-2

    5 0 0

    10 0 0

    15 0 0

    20 0 0

    25 0,030 0,020

    30 0,060 0,045

    35 0,090 0,080

    40 0,110 0,110

    45 0,115 0,130

    50 0,115 0,155

    Pada percobaan di atas, gipsum meulai mengalami ekspansi setelah

    melewati menit ke-20. Besar setting expansion akhir (menit ke-50) pada

    percobaan 1 adalah 0,115 mm dan pada percobaan 2 adalah 0,155 mm.

    Tabel 3.2. Besar setting expansion gipsum tipe 3 yang dimanipulasi

    dengan rasio w : p = 50 : 14

    Menit ke . . Besar Ekspansi (mm)

    Percobaan ke-1 Percobaan ke-2

    5 0 0

    10 0 0

    15 0 0,030

    20 0 0,050

    25 0,010 0,075

    30 0,030 0,110

    35 0,070 0,135

    40 0,100 0,150

    45 0,120 0,160

    50 0,140 0,175

  • 5

    Pada percobaan di atas, gipsum meulai mengalami ekspansi setelah

    melewati menit ke-20 pada percobaan 1, sedangkan pada percobaan 2

    setelah melewati menit ke 10. Besar setting expansion akhir (menit ke-50)

    pada percobaan 1 adalah 0,140 mm dan pada percobaan 2 adalah 0,175 mm.

    Tabel 3.3. Besar setting expansion gipsum tipe 3 yang dimanipulasi

    dengan rasio w : p = 55 : 14

    Menit ke . . Besar Ekspansi (mm)

    Percobaan ke-1 Percobaan ke-2

    5 0 0

    10 0 0

    15 0,010 0,015

    20 0,010 0,020

    25 0,021 0,025

    30 0,039 0,095

    35 0,069 0,130

    40 0,100 0,150

    45 0,125 0,165

    50 0,140 0,180

    Pada percobaan di atas, gipsum meulai mengalami ekspansi setelah

    melewati menit ke-20. Besar setting expansion akhir (menit ke-50) pada

    percobaan 1 adalah 0,140 mm dan pada percobaan 2 adalah 0,180 mm.

    Tabel 3.4. Besar Setting Expansion pada Menit ke-50.

    Rasio w : p Besar ekspansi (mm)

    Percobaan 1 Percobaan 2 Rata-rata

    45 : 14 0,115 0,155 0,135

    50 : 14 0,140 0,175 0,158

    55 : 14 0,140 0,180 0,160

  • 6

    Gipsum yang dimanipulasi dengan raso w : p = 45 : 14 memiliki

    rata-rata setting expansion akhir yang paling rendah, yaitu 0,135 mm.

    Kemudian diikuti dengan rasio w : p = 50 : 14 dengan rata-rata setting

    expansion akhir 0,158 mm. Dan rasio w : p = 55 : 14 memiliki rata-rata

    setting expansion akhir yang paling besar, yaitu 0,160 mm.

    4. PEMBAHASAN

    Gipsum tipe III atau dental stone dibuat dengan memanaskan gipsum

    alam pada temperature 120oC 130oC dan pada tekanan 17 psi selama 5

    sampai 7 jam. Proses ini disebut proses wet calcination. Bentuk kristal

    hemidratnya dikenal sebagai alfa-hemidrat. Partikel bubuknya lembut,

    berbentuk prismatik dengan energy permukaan yang rendah dan kepadatan

    yang tinggi. (Patil 2007, 47-48)

    Produk gipsum yang digunakan dalam kedokteran gigi merupakan

    senyawa kimia kalsium sulfat hemidrat (CaSO4.H2O) saat masih berupa

    bubuk, dan menjadi kalsium sulfat dihidrat (CaSO4.2H2O) setelah bereaksi

    dengan air. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

    2 CaSO4.H2O + 3 H2O 2 CaSO4.2H2O + energi (3.900 kal/mol)

    Setelah bereaksi, larutan menjadi jenuh dengan dihidrat yang mengendapkan

    nuclei dari CaSO4.2H2O dan mengkristal. Pengendapan yang berlanjut

    menyebabkan kristal tumbuh menjadi struktur sperulit yang berbentuk

    seperti bintang. Sperulit meningkatkan viskositas campuran dan memasuki

    fase yang dapat dibentuk. Setelah beberapa waktu, campuran menjadi

    gembur dan memadat. Kilauan adonan menghilang dan campuran menjadi

    keras. (Bhat 2006, 146)

    Dimensi minimal berubah selama setting dari produk gipsum

    dibutuhkan untuk cetakan, model dan die material, sebaliknya, setting

    expansion yang besar dibutuhkan untuk penanaman dan pengambilan

    material untuk mengurangi shrinkages.(Baht 2006, 150)

    Setting expansion biasa terjadi akibat pertumbuhan spherulites yang

    tumbuh berlebihan dan berikatan dengan spherulites lainnya. Proses ini

  • 7

    terjadi berulang-ulang kali sehingga mengakibatkan ekspansi setting.

    Perubahan ekspansi juga bisa dijelaskan berdasar teori sol-gel yang mana

    shrinkage seharusnya terjadi ketika sol berubah menjadi gel. (Anusavice

    2003, 266)

    Setting expansion terbagi menjadi dua yaitu normal setting expansion

    dan higroskopik setting expansion. Normal setting expansion terjadi karena

    ada kelebihan spherulites yang mana akhirnya mendorong satu sama lain dan

    hal ini bergantung pada konsentrasi dari spherulites. Normal setting

    expansion biasa terjadi pada gipsum yang dibiarkan dalam udara. (Baht

    2006, 151)

    Higroskopic setting expansion terjadi lebih banyak, dikarenakan,

    lebih banyak air yang masuk ke celah massa setting (dental stone) hingga

    spherulites tumbuh dan air juga membantu spherulites untuk mendesak

    keluar lebih banyak spherulites. (Baht 2006, 152)

    Setting expansion dapat dikurangi dengan cara kimia dan mekanik.

    Dengan cara kimia dapat dengan menambahkan accelerator berupa K2SO4

    dan retarder berupa boraks. Accelerator membuat adonan gipsum mencapai

    struktur rigid lebih cepat, sehingga sperulit tidak mendapat kesempatan

    untuk menekan keluar. Sedangkan retarder mencegah pembesaran adonan

    karena sperulit yang berlebihan. Penambahan kedua bahan tersebut dapat

    menyebabkan perubahan pada working dan setting time. Untuk mecegah hal

    itu, maka penambahan accelerator dan retarder diberikan dengan rasio

    tertentu, yaitu 10:1 (missal: 3% K2SO4 + 0,3% Boraks). (Bhat 2006, 144,

    149-151)

    Dengan cara mekanik, setting expansion dapat diminimalisasi dengan

    menambah W/P, yaitu dengan mengurangi jumlah bubuk gipsum. Dengan

    berkurangnya bubuk gipsum, volume sperulit ikut berkurang. Sehingga

    tekanan keluar yang disebabkan oleh sperulit juga berkurang. Dengan ini

    dapat dikatakan bahwa semakin rendah W/P (jumlah bubuk gipsum semakin

    besar), maka semakin kecil setting expansion. (Bhat 2006. 151)

    Selain dengan menambah W/P, memperpendek waktu pengadukan

    juga dapat mengurangi setting expansion. Apabila adonan diaduk lebih lama,

  • 8

    maka kristalisasi nuclei menjadi semakin banyak sebagai akibat dari

    patahnya sperulit. (Bhat 2006. 151)

    5. SIMPULAN

    Berdasarkan hasil praktikum dan pembahasan yang telah dilakukan,

    didapatkan kesimpulan sebagai berikut:

    Semakin kecil rasio w : p (jumlah bubuk semakin banyak) yang digunakan

    untuk memanipulasi gipsum, maka setting expansion yang dihasilkan

    semakin besar.

  • 9

    6. DAFTAR PUSTAKA

    Bhat SV. 2006. Science of Dental Materials (Clinical Application). New

    Delhi: CBS. p: 144-46, 149-52.

    Patil SB dan Koudi MS. 2007. Prep Manual for Undergraduates: Dental

    Materials. New Delhi: Elsevier. pp. 47-8.

    Anusavice KJ. 2003. Philips Science of Dental Materials. 11th ed. St Louis:

    Saunders Elsevier. p: 266.

  • 10

    Patil SB dan Koudi MS. 2007. Prep Manual for Undergraduates: Dental

    Materials. New Delhi: Elsevier. pp. 47-8.